32
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KONSEP PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - /BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAINOMOR PER- 15/BC/2012 TENTANGTATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : a. Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu dilakukan penyempurnaan pada Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2012 tentang Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER- 15/BC/2012 tentang Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4661); 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea MasukYang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk

kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KONSEP PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

NOMOR PER - /BC/2014

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

CUKAINOMOR PER- 15/BC/2012 TENTANGTATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN

UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang : a. Bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, perlu dilakukan penyempurnaan pada Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-15/BC/2012 tentang Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-15/BC/2012 tentang Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4661);

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea MasukYang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk

Page 2: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

BEA DAN CUKAINOMOR PER-15/BC/2012 TENTANGTATALAKSANA PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.

1.

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan CukaiNomor Per-15/BC/2012 Tentang Tata Laksana Pengembalian Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, diubah sebagai berikut: Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

3. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

4. Pengembalian adalah pengembalian bea masuk, yang telah dibayar atas impor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.

5. Perusahaan yang mendapatkan Pengembalian yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku yang mendapatkan Pengembalian.

6. Nomor Induk Perusahaan Pengembalianyang selanjutnya disingkat NIPER Pengembalian adalah nomor identitas yang diberikan kepada Perusahaan.

7. Bahan Baku adalah barang dan/atau bahan termasuk bahan penolong, yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain untuk menjadi barang hasil produksi yang mempunyai nilai tambah dengan

Page 3: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

mendapatkanPengembalian.

8. Konversi adalah suatu pernyataan tertulis dari Perusahaan mengenai komposisi pemakaian Bahan Baku untuk setiap satuan Hasil Produksi dan/atau setiap kode Hasil Produksi.

9. Hasil Produksi adalah hasilpengolahan, perakitan, atau pemasangan Bahan Baku pada barang lain dan wajib diekspor.

10. Diolah adalah serangkaian kegiatan yang terdiri lebih dari satu tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah sifat dan/atau fungsi awal suatu Bahan Baku, sehingga menjadi barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.

11. Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa barang dan/atau bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi atau alat/barang yang memiliki fungsi yang berbeda dengan Bahan Baku dan/atau barang komponen awal.

12. Dipasang adalah kegiatan untuk menyatukan beberapa komponen barang dan/atau bahan pada bagian utama barang jadi yang tanpa ada penyatuan komponen barang dan/atau bahan tersebut, Hasil Produksi tersebut tidak dapat berfungsi.

13. Kegiatan subkontrak adalah kegiatan pengalihan sebagian/seluruh proses produksi perusahaan kepada badan usaha industri lain.

14. Realisasi Ekspor adalah Ekspor atas Hasil Produksi sebagai bentuk penyelesaian Bahan Baku.

15. Laporan Pemakaian Bahan Baku adalah data pemberitahuan pabean impor Bahan Baku yang akan dipakai untuk menghasilkan Hasil Produksi.

16. Laporan PemeriksaanEkspor yang selanjutnya disingkat LPE adalah laporan hasil pemeriksaan pabean barang ekspor dengan fasilitas Pengembalian, yang diterbitkan oleh Kantor Pabean tempat pemuatan setelah dilakukan rekonsiliasi.

17. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

18. Kantor Wilayah atau KPU adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

19. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.

20. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu

Page 4: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

berdasarkan Undang-undang Kepabeanan.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, dan ayat (2), ayat (3),

ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) AtasImpor Bahan Baku untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor yang bea masuknya telah dibayar,dapat diberikan Pengembalian.

(2) Dihapus.

(3) Dihapus.

(4) Dihapus.

(5) Dihapus.

(6) Dihapus.

3 Ketentuan Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diubah, ayat (3) dihapus, di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (4a), dan ditambahkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (7), sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Pengembaliansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1)dapat diberikan kepada badan usaha yang telah memperoleh NIPER Pengembalian.

(2) Untuk memperoleh NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha harus mengajukan surat permohonan NIPER Pengembalian yang disertai daftar isian permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai Sistem Pengendalian Intern yang baik,

yang dibuktikan dengan: 1) laporan hasil audit oleh auditor independen

dengan ketentuan: a) opini tidak disclaimer atau adverse; dan b) periode audit paling lama 2 (dua) tahun

terakhir dari tanggal permohonan. 2) paparan Sistem Pengendalian Intern untuk

badan usaha yang baru berdiri, yang mencakup kriteria: a) pada bagan/struktur organisasi perusahaan:

i. sekurang-kurangnya terdiri dari bagian

Page 5: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

pembelian, penyimpanan persediaan, produksi, dan penjualan;

ii. adanya pemisahan fungsi dan jabatan antar bagian;

b) adanya daftar akun (chart of account) dan dokumen atau formulir yang digunakan sebagai dasar pencatatan dan penyelenggaraan pembukuan : i. sekurang-kurangnya pada bagian

pembelian, penyimpanan persediaan, produksi dan penjualan; dan

ii. berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; dan

c) memiliki Sistem Operasional Prosedur (SOP)yang berkaitan dengan kegiatan: i. penerimaan Bahan Baku dan penerimaan

hasil pengerjaan subkontrak dalam hal terdapat kegiatan subkontrak (receiving);

ii. persetujuan pengeluaran Bahan Baku(releasing) untuk: (a) proses produksi; (b) proses pengerjaan subkontrak dalam

hal terdapat kegiatan subkontrak; dan/atau

(c) Bahan Baku rusak/rijek dalam hal terdapat Bahan Baku rusak/rijek.

iii. persetujuan pengeluaran Hasil Produksi dan pengeluaran Hasil Produksi rusak atau rijek(releasing); dan

iv. verifikasi fisik terhadap jumlah dan kualitas/kondisi Bahan Baku dan Hasil Produksi (stocktaking).

b. memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang, yang dibuktikan dengan adanya paparan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dalam bentuk print screen dan buku manual atas sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory), yang sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) dapat digunakan untuk menelusuri dan

mengetahui jumlah Bahan Baku dan Hasil Produksi yang memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan yang berasal dari: a) luar daerah pabean; b) Kawasan berikat; c) Gudang Berikat; d) Kawasan Bebas yang dilakukan oleh

pengusaha di Kawasan Bebas yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan Bebas; dan/atau

e) Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

Page 6: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

2) dapat digunakan untuk melakukan pencatatan mutasi Bahan Baku secara kontinu yang memuat elemen data: a) alur pemasukan Bahan Baku; b) alur pemakaian Bahan Baku untuk proses

produksi; c) alur pengeluaran Bahan Baku untuk proses

produksi dengan pengerjaan subkontrak; d) alur pemasukan Bahan Baku dan/atau hasil

pengerjaan subkontrak; e) alur pengeluaran Hasil Produksi; f) alur pengeluaran Bahan Baku rusak/reject,

Hasil Produksi rusak/reject dan waste/scrap; g) penggunaan kode atas Bahan Baku;dan h) penggunaan kode atas Hasil Produksi.

3) digunakan untuk menghasilkan laporan yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yaitu sebagai berikut: a) laporan pemasukan Bahan Baku; b) laporan pemakaian Bahan Baku; c) laporan pengeluaran Hasil Produksi; d) laporan waste/scrap; dan e) laporan saldo Bahan Baku dan Hasil Produksi; sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

4) Laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 digunakan sebagai dasar pembuatan laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BCL-KT.02).

c. memiliki nature of business berupa badan usaha industri manufaktur, yang dibuktikan dengan izin usaha industri beserta perubahannya;

d. memiliki atau menguasai lokasi untuk kegiatan produksi, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak permohonan NIPER Pengembalian diajukan;

e. memiliki atau menguasai tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak permohonan NIPER Pengembalian diajukan, dalam hal tempat tersebut terpisah dari lokasi untuk kegiatan produksi;

f. memiliki nomor identitas kepabeanan (NIK); g. memiliki rencana produksi, yang dibuktikan dengan

adanya: 1) surat pernyataan tentang masa produksi dan

bagan alur proses produksi; dan

Page 7: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

2) Izin Usaha Industri milik badan usaha yang terdaftar dalam daftar isian niper tentang badan usaha penerima subkontrak atau surat perjanjian/kontrak kerja, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan.

(2a)Badan usaha yang baru berdiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal penerbitan NIPER Pengembalian.

(3) Dihapus (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang memiliki wilayah kerja yang mengawasi lokasi pabrik badan usaha yang bersangkutan, dengan melampirkan pembuktian kriteria dan persyaratan dalam bentuk soft copy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam media penyimpan data elekronik.

(4a)Kepala Kantor Wilayah atau KPU dapat meminta hard copy dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk soft copy yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.

(5) Dalam hal badan usaha mempunyai lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, surat permohonan NIPER Pengembalian ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik yang mempunyai volume kegiatan Impor Bahan Baku terbesar dalam arti frekuensi kegiatan Impor Bahan Baku paling sering.

(6) Surat permohonan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(7) Daftar isian permohonan NIPER Pengembaliansebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Terhadap permohonan badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:

a. menerima berkas permohonanNIPER Pengembaliandan lampiran kelengkapan data badan

Page 8: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen;

b. memberikan tanda terima permohonan NIPER Pengembalian dalam hal berkas permohonan dan lampiran kelengkapan data sebagaimana dimaksud pada huruf a dinyatakan lengkap, atau memberikan surat penolakan berkas permohonan NIPER Pengembalian dalam hal dokumen yang diserahkan tidak lengkap disertai dengan alasan;

c. melakukan penelitian administrasiterhadap kesesuaian daftar isian permohonan NIPER Pengembalian dengan data lampiran kelengkapan, sebagai berikut: 1) Nature of Bussiness sesuai dengan data yang

tercantum dalam izin usaha industri beserta perubahannya;

2) bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk kegiatan produksi sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sejak permohonan NIPER Pengembalian diajukan;

3) bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sejak permohonan NIPER Pengembalian diajukan, dalam hal tempat tersebut terpisah dari lokasi untuk kegiatan produksi;

4) nama badan usaha, alamat kantor, nomor telpon, faksimili, e-mail, nama dan identitas penanggungjawab badan usaha, serta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai dengan data dalam nomor identitas kepabeanan (NIK);

5) masa produksi sesuai dengan bagan alur proses produksi; dan

6) izin usaha industri atau surat perjanjian/kontrak kerja badan usaha penerima subkontrak dengan daftar isian NIPER tentang badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan.

d. menerbitkansurat penolakan berkas permohonan NIPER Pengembalian disertai dengan alasan, dalam hal hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c terdapat ketidaksesuaian.

e. melakukan analisa atas kriteria dan persyaratan dalam data lampiran kelengkapan surat Permohonan NIPER Pengembalian sebagai berikut: 1) opini pada laporan hasil audit oleh auditor

independen; 2) bagan/struktur organisasi perusahaan; 3) daftar akun (chart of account) dan dokumen atau

formulir yang digunakan sebagai dasar pencatatan dan menyelenggarakan pembukuan;

Page 9: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

4) Sistem Operasional Prosedur (SOP)badan usaha; dan

5) Print screen dan buku manual atas sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory).

f. menerbitkan surat penolakan berkas permohonan NIPER Pengembalian disertai dengan alasan, dalam hal hasil analisa sebagaimana dimaksud pada huruf e terdapat ketidaksesuaian;

g. menerbitkan surat tugas pemeriksaan lapangan kepada Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan lapangan;

h. Pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan lapangan atas kriteria dan persyaratan dalam data lampiran kelengkapan surat Permohonan NIPER Pengembalian sebagai berikut: 1) lokasi dan kegiatan proses produksi; 2) tempat penimbunan Bahan Baku, dan tempat

penimbunan Hasil Produksi dalam hal tempat tersebut terpisah dari lokasi untuk kegiatan produksi; dan

3) sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang.

i. menerbitkansurat penolakan berkas permohonan NIPER Pengembalian disertai dengan alasan, dalam hal hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf h terdapat ketidaksesuaian.

j. membuat Berita Acara Pemeriksaan atas hasil kegiatan: 1) penelitian kelengkapan dokumen dan

administrasi; 2) analisa atas kriteria dan persyaratan; dan 3) pemeriksaan lapangan.

k. Me-loading daftar isian permohonan NIPER Pengembalian ke dalam Sistem Komputer Pelayanan Pengembalian sebagai Database NIPER Pengembalian.

(2) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan koordinasi denganbidang pengawasan dan audit dalam melakukan kegiatan analisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan kegiatan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h angka 3.

(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah atau KPU lain dalam melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal lokasi kegiatan produksi, tempat penimbunan dan/ataupembongkaran Bahan Baku, dan tempat penimbunan Hasil Produksi berada di luar wilayah pengawasan Kantor Wilayah atau KPU.

(4) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama

Page 10: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Menteri menerbitkan keputusan NIPER Pengembalian dalam hal permohonan disetujui.

(5) Penerbitan keputusan NIPER Pengembaliansebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf i, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima.

(6) Dalam hal permohonan NIPER Pengembalian ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf i, badan usaha dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali setelah memenuhi alasan penolakan.

(7) Surat tanda terima berkas permohonan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(8) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IIIyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(9) Keputusan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(10) Surat penolakan permohonan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf i, sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Vyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(11) Perusahaan yang telah mendapatkan NIPER Pengembalian wajib memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada setiap lokasi penimbunan dan setiap lokasi pabrik.

Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5

(1) Dalam hal terdapat perubahan data terkait data entitas, data eksistensi dan data kegiatan produksi yang ada dalam database NIPER Pengembalian, Perusahaan harus mengajukan permohonan kepada

Page 11: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian untuk dilakukan perubahan data.

(1A)Perusahaan harus mengajukan permohonan NIPER baru dalam hal terjadi perubahan pada 9 digit pertama NPWP sebagai akibat perubahan entitas.

(2) Permohonan perubahan data NIPERPengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen data yang mengalami perubahan.

(3) Terhadap permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai: a. menerima berkas permohonan beserta lampirannya; b. meneliti kelengkapan dan kesesuaian permohonan

beserta lampirannya; dan c. melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal

diperlukan adanya pemeriksaan lapangan. (4) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dinyatakan sesuai, Pejabat melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Melakukan updateDatabase NIPER Pengembalian

terkait data yang dimohonkan perubahan; dan b. Menerbitkan surat persetujuan perubahan Data

NIPER disertai dengan lampiran Database NIPER Pengembalian.

(5) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan surat pemberitahuan penolakan beserta alasannya.

(6) Persetujuan atau penolakan perubahan data NIPER sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(7) Perusahaan dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali perubahan data NIPER Pengembalian dalam hal hasil penelitian dinyatakan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan melampirkan bukti pendukung lain.

(8) Surat pemberitahuan penolakan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

Page 12: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

(1) Perusahaan dapat melakukan Impor Bahan Baku dari:

a. luar daerah pabean,; b. Gudang Berikat; c. Kawasan Berikat; d. Kawasan Bebas lainnya; dan/atau e. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh

Pemerintah. (2) Atas Impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor.

(3) Dalam hal Impor Bahan Baku berasal dari Gudang Berikat dan/atau Kawasan Berikat dan akan dimintakan Pengembalian, Perusahaan melakukan pembayaran Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor dengan menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian.

(4) Pelaksanaan impor Bahan Baku dari Gudang Berikat dan Kawasan Berikat, mengacu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan Berikat dalam rangka Impor untuk dipakai.

Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Atas Impor Bahan Baku yang akan diajukan

permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Perusahaan harus mengajukan dokumen pemberitahuan pabean impor dengan ketentuan sebagai berikut:

a. mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan fasilitas Impor;dan

b. membayar Bea Masuk dengan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian.

(2) Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencantumkan NIPER Pengembalian pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas Impor, atas Impor barang dan/atau bahan yang terdapat pada pemberitahuan pabean Impor dimaksud tidak mendapat Pengembalian.

Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

Page 13: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

(1) Perusahaan wajib membongkar dan/atau menimbun Bahan Baku dari kawasan pabean ke lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2) Perusahaan dapat melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan: a. mengajukan permohonan dan mendapatkan

persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah atau KPU; atau

b. menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum kegiatan pembongkaran dan/atau penimbunan, dalam hal Perusahaan termasuk Authorized Economic Operator, berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas atau importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas.

(3) Dihapus (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf a disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian.

(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan.

(5a)Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(6) Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan.

(7) Dalam hal pembongkaran dan/atau penimbunan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang-ulang, Perusahaan wajib mengajukan perubahan data dalamdatabase NIPER Pengembalian yang merupakan lampiran dari NIPER Pengembalian.

(8) Surat persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain lokasi yang tercantum dalam NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksudpada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIIyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Page 14: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Perusahaan dapat mensubkontrakkan sebagian dari

kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Bahan Baku kepada badan usaha industri yang tercantum dalam data NIPER Pengembalian.

(2) Perusahaan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena seluruh kapasitas produksi telah terpakai, dengan ketentuan: a. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang

sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;

b. Perusahaan termasuk dalam Authorized Economic Operator; atau

c. Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas; dan,

(3) Perusahaan yang akan melakukan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan dilampiri perjanjian kontrak ekspor/agreement atau dokumen lain sejenisnya.

(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menerima surat permohonan dan lampirannya; dan b. membandingkan volume Hasil Produksi dalam

kontrak ekspor dengan volume kapasitas produksi dalam database NIPER Pengembalian.

(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan.

(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penolakan disertai alasan.

(7) Dalam hal subkontrak dilakukan oleh badan usaha yang tidak tercantum dalam NIPER Pengembalian, Perusahaan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU untuk mendapatkan izin, dengan dilampiri Izin Usaha Industri badan usaha penerima subkontrak dan surat

Page 15: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

perjanjian/kontrak kerja dengan badan usaha penerima subkontrak .

(8) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menerima surat permohonan penambahan badan

usaha penerima subkontrak; b. Meneliti kesesuaian kegiatan industribadan usaha

penerima subkontrak dengan kegiatan produksi Perusahaan; dan

c. Meneliti kesesuaian surat perjanjian/kontrak kerja dengan kegiatan produksi Perusahaan.

(9) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Melakukan updateDatabase NIPER Pengembalian

terkait data yang dimohonkan perubahan; dan b. Menyerahkan hasil cetak (print out) lampiran

Database NIPER Pengembalian terkait kegiatan produksi yang telah di-update kepada Perusahaan.

(10) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penolakan disertai alasan.

(11) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(12) Surat permohonan subkontrak seluruh kegiatan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(13) Surat permohonan penambahan badan usaha penerima subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(14) Dihapus.

Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

(1) Ekspor Hasil Produksi yang akan diajukan

Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku ketentuan perundang-undangan yang

Page 16: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

mengatur mengenai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor dan dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen resiko.

(2) Hasil Produksi dapat diserahkan kepada perusahaan lain dalam rangka ekspor barang gabungan dan dapat dijadikan sebagai penyelesaian atas Bahan Baku, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Perusahaan lain yang menerima Hasil Produksi merupakan perusahaan yang mendapat fasilitas Pembebasan dan/atau fasilitas Pengembalian;

b. Hasil Produksi yang diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, hanya untuk digabungkan dengan Hasil Produksi Perusahaan lain tersebut serta wajib diekspor dalam satu kesatuan unit; dan

c. Pelaksanaan ekspor gabungan mengacu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.

(3) Diekspor dalam satu kesatuan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b adalah barang yang diekspor dengan digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh tetapi masing-masing barang masih dapat dipisahkan, misalnya akumulator yang dipasangkan pada kendaraan bermotor.

Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11

(1) Dalam hal Perusahaan akan memulai produksi, Perusahaan harus menyerahkan Konversi kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum proses produksi dimulai.

(2) Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menghitung jumlah pemakaian Bahan Baku pada Laporan Penyelesaian Bahan Baku.

(3) Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Konversi yang telah ada dalam database Sistem Komputer Pelayanan Fasilitas Pengembalian, Perusahaan harus mengajukan permohonan perubahan Konversi.

(4) Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan dalam hal: a. kesalahan pada koefisien akibat ekuivalensi; b. kesalahan penulisan kode satuan; c. kesalahan penulisan kode Bahan Baku dan/atau

kode Hasil Produksi; dan/atau d. Adanya perubahan pemakaian Bahan Baku,

Page 17: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

sepanjang tidak menghasilkan Hasil Produksi baru, seperti penambahan aksesoris pita pada pakaian.

(5) Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU paling lambat sebelum perusahaan melakukan Ekspor.

(6) Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan dengan surat permohonan loading Konversi dengan mengirimkan data Konversi kepada Sistem Komputer Pelayanan secara online atau denganloading Konversi pada Sistem Komputer Pelayanan.

(7) Terhadap Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Bea dan Cukai: a. menerima surat permohonan loading Konversi dan

bukti data Konversi telah terkirim; b. memastikan data Konversi yang dikirim secara

online atau yang dilakukan loading telah masuk/ada dalam Sistem Komputer Pelayanan;

c. membandingkan data Konversi yang telah dikirim atau telah dilakukan loading dengan data dalam surat permohonan loading Konversi terkait jumlah Hasil Produksi dan jumlah Bahan Baku yang ada dalam data Konversi;

d. melakukan finalisasi pengiriman Konversi atau loading Konversi dalam database Sistem Komputer Pelayanan Pembebasan;

e. Menyampaikan hasil cetak resume data Konversi yang telah ditandatangani kepada Perusahaan.

(8) Dalam hal hasil cetak resume data Konversi tidak sesuai dengan permohonan loading Konversi, Konversi dapat dilakukan pengiriman atau loading kembali.

(9) Mekanisme perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan dengan menambahkan kode Hasil Produksi dan/atau kode Bahan Baku setelah seri terakhir kode Hasil Produksi dan/atau kode Bahan Baku pada nomor Konversi yang akan berubah.

(10) Surat permohonan loading Konversi sebagaimana dimaksudpada ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran xxxyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau

Page 18: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

sebagian bea masuk, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan yang telah dibayar atas Impor Bahan Baku yang hasil produksinya telah diekspor.

(2) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebesar bea masuk dan/ atau bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan dari Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor.

(2a)Pengembalian bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sebesar bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan yang terkandung dalam Hasil Produksi yang diekspor yang dihitung secara proporsional.

(3) Penghitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) adalah perbandingan antara jumlah Bea Masuk dalam Bahan Baku yang terkandung dalam Hasil Produksi dengan jumlah total Bea Masuk dalam dokumen pemberitahuan impor dikalikan jumlah Bea Masukantidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasandalam dokumen pemberitahuan impor.

(4) Penghitungan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(5) Pengembalian dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Hasil Produksi yang menggunakan Bahan Baku yang dimohonkan Pengembalian nyata-nyata telah diekspor dengan diajukan pemberitahuan pabean ekspor;

b. Ekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dalam jangka waktu:

1) paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor, dengan memperhatikan masa produksi Perusahaan; atau

2) melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) dalam hal Perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan;

3) Jangka waktu ekspor sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan angka 2) dapat diberikan

Page 19: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau KPU, dalam hal:

a. terdapat penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri;

b. terdapat pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri; dan/atau

c. terdapat kondisi force majeure, seperti: 1. peperangan, bencana alam, atau

kebakaran; 2. bencana lainnya yang dinyatakan oleh

instansi yang berwenang. 4) Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud

pada angka 3) adalahpaling lama 12 (dua belas) bulan.

c. bea masuk termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan atas impor Bahan Baku dari Hasil Produksi yang diekspor sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilunasi dengan bukti pembayaran menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian;

d. telah menyerahkan konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;

e. permohonan pengembalian bea masuk diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal LPE atau tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor dalam hal Perusahaan tidak wajib menyerahkan LPE;

Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) Pasal

yaitu Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12A (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu Ekspor

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan oleh Perusahaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum jangka waktu Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dengan mengajukan Surat Permohonan Perpanjangan jangka waktu Ekspor dan dokumen pabean Impor yang dimohonkan perpanjangan serta dokumen pendukung berupa: a. Bukti penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri

dan/atau; b. Bukti pembatalan ekspor atau penggantian pembeli

Page 20: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

di luar negeri; dan/atau c. Bukti adanya force majeure seperti foto, surat

keterangan kepolisian, dan/atau surat keterangan perusahaan asuransi.

(2) Atas permohonan perpanjangan jangka waktu Ekspor, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menerima berkas permohonan beserta lampirannya; b. melakukan penelitian terhadap:

1. kelengkapan permohonan beserta lampirannya; 2. Dokumen Pabean Impor yang dimohonkan

perpanjangan jangka waktu Ekspor; 3. Jangka waktu perpanjangan jangka waktu

Ekspor; 4. Alasan perpanjangan jangka waktu Ekspor; dan 5. Dokumen pendukung atau bukti terkait alasan

perpanjangan jangka waktu Ekspor. (3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud

pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU: b. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka

waktu Ekspor; dan c. menerbitkan Surat Tanda Terima Penggantian

Jaminan setelah Perusahaan melakukan penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada huruf a.

(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan suratpenolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

(6) Surat Permohonan Perpanjangan jangka waktu Eksporsebagaimana disebut pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(7) Surat Persetujuan Perpanjangan jangka waktu Eksporsebagaimana disebut dalam ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

(8) Surat penolakan permohonan perpanjangan jangka waktu Ekspor sebagaimana disebut ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Page 21: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Untuk mendapatkan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Perusahaan mengajukan permohonan Pengembalian kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPUpenerbit NIPER Pengembalian,disertai laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BCL.KT 02) dengan melampirkan:

a. dokumen Impor yang telah mendapat persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai dan bukti pembayaran bea masuk yang menggunakan Akun Pendapatan Bea Masuk dalam rangka Fasilitas Pengembalian;

b. dokumen Ekspor berupa dokumen pemberitahuan pabean ekspor dan persetujuan Ekspor;

c. dokumen yang membuktikan adanya transaksi Eksporatau Devisa Hasil Ekspor; dan

d. Laporan Pemeriksaan Ekspor;

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi Perusahaan yang melakukan Impor dan Ekspor barang melalui Kantor Pabean yang telah menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE).

(3) Ketentuan penyerahan laporan pemeriksaan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak berlaku bagi:

a. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;

b. Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau

c. Perusahaan berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas.

(4) Terhadap Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), laporan pemeriksaan Ekspordikonfirmasi oleh Pejabat Bea dan Cukai melalui sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE).

(5) Dalam hal Perusahaan melakukan Impor dan Ekspor melalui Kantor Pabean yang belum menerapkan ketentuan Pertukaran Data Elektronik (PDE), pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud

Page 22: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

pada ayat (1) huruf b diserahkan pada saat permohonan Pengembalian pertama atas pemberitahuan pabean impor tersebut.

(6) Terhadap permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:

a. menerima berkas permohonan Pengembalian; b. memeriksa kelengkapan dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (1); dan c. memberikan tanda terima dalam hal berkas

permohonan Pengembalian dinyatakan lengkap, atau mengembalikan berkas permohonan Pengembaliankepada Perusahaan disertai dengan alasan,dalam hal permohonan Pengembaliantidak diterima dengan lengkap

(7) Permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Terhadap permohonan Pengembalian yang diajukan oleh Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pejabat Bea dan Cukai:

a. meneliti kesesuaian dan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);

b. meneliti kesesuaian permohonan Pengembalian serta laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BCL.KT 02) dengan Laporan Pemakaian Bahan Baku dan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dengan:

1. membandingkan jenis Bahan Baku yang diimpor dengan jenis Bahan Baku yang dipakai dalam produksi;

2. membandingkan jumlah pemakaian Bahan Baku dengan jumlah Hasil Produksi dan sisa proses produksi (waste/scrap) berdasarkan Konversi;

3. membandingkan jumlah pemakaian Bahan Baku dengan jumlah Hasil Produksi rusak atau reject berdasarkan Konversi;

4. membandingkan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam permohonan Pengembalian dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor;

5. membandingkan jumlah dan jenis Bahan Baku rusak atau reject yang dilaporkan dalam berita acara Pemusnahan atau Perusakan dengan permohonan Pengembalian, dalam hal terdapat

Page 23: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Bahan Baku rusak atau reject yang dimusnahkan atau dirusak;

6. menghitung jumlah sisa proses produksi (waste/scrap) berdasarkan Konversi; dan

7. membandingkan harga penyerahan berdasarkan faktur pajak dengan nilai transaksi sebagai perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang tercantum dalam dokumen pemberitahuan pabean BC 2.4.

c. meneliti persyaratan Pengembalian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 terkait dengan:

1. pemenuhan persyaratan jangka waktu Ekspor; 2. kewajaran jangka waktu antara tanggal nomor

pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor, masa produksi dan nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean ekspor;dan

3. kewajaran jangka waktu antara tanggal penyerahan Laporan Pemakaian Bahan Baku dengan tanggal pemberitahuan pabean ekspor;

d. meneliti kesesuaian penyelesaian Bahan Baku pada permohonan Pengembalian serta laporan penggunaan Bahan Baku yang dimintakan Pengembalian (BC.LKT 02) dengan pemberitahuan pabean ekspor; dan

e. menguji Realisasi Ekspor berdasarkan bukti transaksi ekspor berdasarkan manajemen risiko.

(2) Permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal tanda terima permohonan Pengembalian.

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk.

(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pengembalian menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.

(5) Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Page 24: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15

(1) Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a terdapat:

a. kesalahan pengisian tanggal dan/atau nomor aju dokumen pemberitahuan pabean impor, tanggal dan/atau nomor pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor, nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan pabean ekspor, klasifikasi HS, satuan, kode Bahan Baku,kode Hasil Produksi,jumlah Bahan Baku, jumlah Hasil Produksi dan nomor dan/atau tanggal LPE; dan/atau

b. nomor Konversi yang dilampirkan tidak sesuai dengan permohonan Pengembalian,

Pejabat Bea dan Cukai melakukan konfirmasi kepada Perusahaan dengan mengirimkan surat pemberitahuan melalui media elektronik atau surat elektronik.

(2) Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan adanya kesalahan yang tidak signifikan, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya, Perusahaan dapat melakukan pengajuan ulang (loading ulang);

(3) Pengajuan ulang (loading ulang) permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat(2) harus diajukan kembali dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal suratpemberitahuan.

(4) Dalam hal pengajuan ulang (loading ulang) permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penelitian permohonan Pengembalian didasarkan pada data yang tidak dimintakan konfirmasi.

Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau pejabat yang ditunjuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerbitan NIPER Pengembalian secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun sejak tanggal Surat Keputusan Penerbitan NIPER Pengembalian

(1a) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap: a. Perusahaan berstatus perusahaan terbuka yang

Page 25: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat;

b. Perusahaan yang termasuk Authorized Economic Operator; atau

c. Perusahaan yang berstatus sebagai importir Mitra Utama (MITA) Prioritas dan importir Mitra Utama (MITA) Non Prioritas,

dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

(2) Pelaksanaaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) dapat dilakukan dalam hal antara lain:

a. Terdapat peningkatan waste/scrap secara signifikan; b. Terjadi peningkatan frekuensi pengajuan

Pemusnahan atau Perusakan; c. Jumlah kelebihan kontrak yang tidak dapat

dikerjakan karena seluruh kapasitas produksi telah terpakai melebihi 100% (seratus persen) dari jumlah kapasitas produksi;  

d. Perusahaan yang baru berdiri 3 bulan sejak melakukan importasi dengan fasilitas; dan /atau

e. kondisi lainnya yang dianggap perlu 

(3) Dalam hal terhadap Perusahaan sedang atau telah dilakukan audit kepabeanan, maka pada tahun tersebut tidak perlu dilakukan monitoring dan evaluasi.

(4) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijadikan dasar pelaporan pelaksanaan monitoring dan evaluasi.

(5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan data yang ada di Kantor Wilayah atau KPU penerbit NIPER Pengembalian dan/atau data dari sumber lain.

(6) Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perusahaan harus menyerahkan data dan/atau dokumen terkait fasilitas Pengembalian yang diminta oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian.

(7) Dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:

a. pengujian eksistensi tempat pembongkaran, tempat penimbunan Bahan Baku, tempat penimbunan barang dalam proses produksi, tempat penimbunan Hasil Produksi, tempat penimbunan sisa proses produksi dan pabrik tempat proses produksi;

b. pemeriksaan fisik (stock opname) dengan cara melakukan uji banding antara saldo stok Bahan

Page 26: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

Baku, barang dalam proses, Hasil Produksi dan sisa proses produksi sesuaiIT Inventory, dan saldo fisik;

c. pengujian terhadap Sistem Pengendalian Intern Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a; dan

d. pengujian terhadap Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b.

e. analisa terhadap data laporan yang dapat diakses yang dihasilkan oleh IT Inventory.

(8) Dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat tugas dalam rangka monitoring dan evaluasi Perusahaan.

(9) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan bersama dengan unit audit dan/atau unit pengawasan.

(10) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dibuatkanberita acara.

(11) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada unit audit, unit pengawasan, Direktorat Teknis Kepabeanan, dan Direktorat Fasilitas Kepabeanan sebagai bahan informasi awal.

(12) Berita acara monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut: Pasal 22

(1) NIPER Pengembalian dibekukan dalam hal Perusahaan:

a. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

b. tidak melunasi utang bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan tanggal jatuh tempo;

c. tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan tanggal jatuh tempo;

d. tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20;

e. diduga melakukan tindak pidana di bidang

Page 27: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

kepabeanan dengan bukti permulaan yang cukup;

f. tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); dan/atau

g. tidak memasang papan nama yang sekurang-kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik.

(1a) Pembekuan karena tidak memenuhi ketentuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, berlaku selama 3 (tiga) bulan.

(2) Dalam hal NIPER Pengembalian dibekukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan surat pembekuan NIPER Pengembalian kepada Perusahaan.

(3) Dalam hal NIPER Pengembalian dibekukan, atas pemberitahuan pabean impor selama periode pembekuan NIPER Pengembalian tidak dapat diberikan Pengembalian.

(4) Selama periode pembekuan NIPER Pengembalian, Perusahaan tidak dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengembalian atas Bahan Baku yang diimpor.

(5) Surat pemberitahuan pembekuan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

(1) NIPER Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan:

a. telah mengajukan permohonan perubahan pada data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

b. telah melunasi seluruh utang bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda;

c. telah mengembalikan kelebihan Pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

d. telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;

e. tidak terbukti melakukan tindak pidana

Page 28: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

kepabeanan dan cukai; f. telah berakhir masa pembekuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1a); dan/atau g. telah memasang papan nama yang sekurang-

kurangnya berisi data nama perusahaan dan nomor NIPER Pengembalian pada lokasi penimbunan dan lokasi pabrik.

(2) Untuk dapat diberlakukan kembali NIPER Pengembalian yang dibekukan, Perusahaan mengajukan permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pengembalian kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian.

(3) Dalam hal permohonan pemberlakuan kembali NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU penerbit NIPER Pengembalian menerbitkan surat pemberlakuan kembali NIPER Pengembalian.

(4) Surat pemberlakuan kembali NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

(1) NIPER Pengembalian dicabut dalam halPerusahaan:

a. tidak mengajukan permohonan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22ayat (1) huruf a;

b. tidak melunasi utang bea masuk,pajak dalam rangka impor dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai dengan diterbitkannya surat paksa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b;

c. tidak mengembalikan kelebihan pembayaran Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan diterbitkannya surat paksa;

d. terbukti melakukan tindak pidana kepabeanan berdasarkan putusan pengadilan;

e. melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di luar lokasi yang tercantum dalam

Page 29: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atau melakukan pembongkaran dan/atau penimbunan Bahan Baku di lokasi yang tidak diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau tidak diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);

f. berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat;

g. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;

h. tidak menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan selama 10 (sepuluh) tahun;

i. tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan berdasarkan Laporan Hasil Audit Kepabeanan;

j. tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan berdasarkan Laporan Hasil Audit Kepabeanan; dan/atau

k. mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan NIPER Pengembalian.

(2) Dalam hal NIPER Pengembaliandicabutsebagaimana dimaksud pada ayat (1),Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPUpenerbit NIPER Pengembalian atas nama Menteri menerbitkan keputusan Pencabutan NIPER Pengembalian.

(3) Dalam hal NIPER Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh tagihan yang terutang sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan.

(4) Dalam hal NIPER Pengembalian dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Permohonan Pengembalian yang telah diajukan sebelum pencabutan NIPER Pengembalian diselesaikan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan

b. Permohonan Pengembalian yang diajukan setelah

Page 30: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

pencabutan NIPER Pengembalian tidak dapat diberikan Pengembalian.

(5) Pencabutan NIPER Pengembalian dapat terlebih dahulu dilakukan audit kepabeanan.

(6) Keputusan Pencabutan NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIIyang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25

(1) Perusahaan yang telah menerima fasilitas Pengembalian, dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk kawasan berikat, sepanjang lokasinya berbeda.

(2) Dalam hal Perusahaan beralih dari penerima fasilitas Pengembalian menjadi penerima fasilitas kawasan berikat, terhadap realisasi Ekspor selama 1 (satu) tahun sebelum tanggal penerbitan ijin kawasan berikat, dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari kawasan berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.

Di antara Pasal 25 dan Pasal 26 ditambahkan satu Pasal,

yaitu Pasal 25A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 25A

Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

(1) Pengawasan terhadap Perusahaan dapat dilakukan oleh Kantor Pabean yang mengawasi wilayah lokasi Perusahaan.

(2) Dalam rangka pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU tempat pengawasan dan pelayanan fasilitas Pengembalian.

Page 31: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

(3) Perusahaan yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Purwakarta, dan Sukabumi dapat dilayani penerbitan NIPER Pengembalian dan pelayanan fasilitas Pengembalian di Kantor Wilayah DJBC Jakarta.

(4) Dalam hal terdapat Kantor Wilayah atau KPU belum memiliki aplikasi Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) KITE dan/atau Sistem Komputerisasi Pelayanan (SKP) Pengembalian, pelayanan dan pengawasan fasilitas Pengembalian dilakukan oleh Kantor Wilayah penerbit NIPER/NIPER Pengembalian sebelumnya.

Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 Tentang Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Perusahaan yang telah memiliki NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, harus melakukan:

1) perubahan data NIPER Pengembalian dengan menyerahkan daftar isian NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini; dan

2) penyesuaian terhadap sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, dalam hal Perusahaan belum memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sesuai kriteria dimaksud.

b. Dalam hal Perusahaan belum mengajukan perubahan data NIPER Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 Tentang Pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor, NIPER Pengembalian dibekukan.

Page 32: kementerian keuangan republik indonesia direktorat jenderal bea

c. Pasal 17 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2013 dan Pasal 13 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan Pasal 28 dihapus.

Ketentuan Pasal 29 dihapus.

Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 30

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Nomor 205/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor 9/BC/2011 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai

berikut:

Pasal 31

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL,

AGUNG KUSWANDONO NIP 19670329 199103 1 001