43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep CKD (Chronic Kidney Disease) 2.1.1. Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal kronis (chronic kidney disease [CKD]) merupakan Penyakit ginjal kronis yang tidak dapat dikembalikan atau dipulihkan karena terjadi penurunan yang progresif dan irevesibel dimana tubuh gagal untuk mempertahankan fungsi ginjal untuk metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik 14

KEPATUHAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GAGAL GINJAL

Citation preview

Page 1: KEPATUHAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep CKD (Chronic Kidney Disease)

2.1.1. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik adalah suatu

proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan

gagal ginjal. Gagal ginjal kronis (chronic kidney disease [CKD]) merupakan

Penyakit ginjal kronis yang tidak dapat dikembalikan atau dipulihkan karena

terjadi penurunan yang progresif dan irevesibel dimana tubuh gagal untuk

mempertahankan fungsi ginjal untuk metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik)

didalam darah (Muttaqin, Sari , 2011 ; Black dan Hawks, 2014 ).

2.1.2. Etiologi

Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal

ginjal ginjal kronis. The National Kidney Foundation (NKF) kidney Disease

Outcome Quality Initiative (K/DOQI) menjelaskan CKD sebagai kerusakan

ginjal dengan kadar filtrasi glomerulus (GFR) < 60 ml/menit/1,73 m2 selama

14

Page 2: KEPATUHAN

15

lebih dari 3 bulan. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan

CKD bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal.

2.1.2.1. Klasifikasi penyebab penyakit ginjal Kronik :

1. Derajat (stage) yaitu berdasarkan GFR menurut National

Kidney Disease (NKF)

Tabel 2.1Klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan National Kidney Disease

(NKF)

Stadium Deskripsi Istilah Lain yang

Digunakan

GFR (ml/menit/1,73m2)

1. Kerusakan ginjal dengan tingkat filtrasi glomerulus (GFR) normal

Berada pada resiko

>90

2. Keruskan ginjal dengan penurunan GFR ringan

Kelainan ginjal kronis (chronic

renal insufficiency-

CRI)

60-89

3. Penurunan GFR sedang CRI,gagal ginjal kronis (chronic renal failure-

CRF)

30-59

4. Penurunan GFR parah CFR 15-295. Gagal ginjal penyakit ginjal

stadium akhir (End-stage renal disease-ESRD)

<15

Sumber : Black dan Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah ; manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. St Louis Missouri : Elsevier Saunders

Page 3: KEPATUHAN

16

2. Penyebab CKD yang menjalani hemodialisa di Indonesia

menurut PERNEFRI

Tabel 2.2Klasifikasi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosa etiologi /

komorbid di Indonesia tahun 2011

Penyebab Insiden

Penyakit Ginjal Hipertensi 34 %Nefropati Diabetika 27 %Glomerulopati Primer (GNC) 14 %Nefrologi Obstruksi 8 %Pielonefritis Chronic (PNC) 6 %Nefropati Asam Urat 2 %Ginjal Polikistik 1 %Nefropati Lupus 1 %Tidak Diketahui 1 %

Sumber : 4th Report Of Indonesian Renal Registry. 2011

2.1.3. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis CKD stadium 5 muncul diseluruh tubuh,diantaranya yaitu :

1. Gangguan pada sistem Gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan

metbolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine,

serta sembabnya mukosa usus.

2) Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur

diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga napas

berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan

parotitis.

Page 4: KEPATUHAN

17

3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.

4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.

2. Sistem Integumen

1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan

akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat

toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.

2) Ekimosis akibat gangguan hematologis.

3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat,

(jarang dijumpai)

4) Bekas-bekas garukan karena gatal.

3. Hematologi

1) Anemia dapat disebabkan berbagai faktor antara lain:

Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan

eritropoesis pada sumsum tulang menurun.

Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam

suasana uremia toksik.

Defisisensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan

yang berkurang.

Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.

Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatirodisme sekunder.

Page 5: KEPATUHAN

18

2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia Mengakibatkan

perdarahan

3) Gangguan fungsi leukosit.

Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun

sehingga imunitas juga menurun.

4. Sistem saraf dan otot

1) Restless leg syndrome

Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.

2) Burning feat syndrome

Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.

3) Ensefalopati metabolik

Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor,

asteriksis, mioklonus, kejang.

4) Miopati

Tampak mengalami kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama

ekstremitas proksimal.

5. Sistem kardiovaskular

1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan

aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Page 6: KEPATUHAN

19

2) Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi perikardial,

penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan

gagal jantung akibat penimbunan cairan hipertensi.

3) Gangguan irama jantung akibat elektrolit dan klasifikasi metafisik.

4) Edema akibat penimbunan cairan.

6. Sistem endokrin

1) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin

2) Gangguan metabolisme lemak

3) Gangguan metabolisme vitamin D

4) Gangguan seksual

7. Gangguan sistem lainnya

1) Tulang : osteodistrofi renal,yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,

osteoklerosis, dan klasifikasi metastatik.

2) Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai

hasil metabolisme.

3) Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia

2.1.4. Patofisiologi

Patogenesis CKD melibatkan deteriorasi dan kerusakan nefron dengan

kehilangan bertahap fungsi ginjal. Oleh karena GFR total menurun dan klirens

menurun, maka kadar serum ureum nitrogen dan kreatinin meningkat.

Page 7: KEPATUHAN

20

Menyisakan nefron hipertrofi yang berfungsi karena harus menyaring larutan

yang lebih besar. Konsekuensinya adalah ginjal kehilangan kemampuannya

untuk mengonsentrasikan urine dengan memadai. Untuk terus mengekresikan

larutan, sejumlah besar urine encer dapat keluar, yang membuat klien rentan

terhadap deplesi cairan. Tubulus perlahan-lahan kehilangan kemampuannya

untuk menyerap kembali elektrolit. Kadang kala, akibatnya adalah

pengeluaran garam, dimana urine berisi sejumlah besar natrium, yang

mengakibatkan poliuri berlebih.

Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron yang berfungsi

menurun, GFR total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh menjadi

tidak mampu membebaskan diri dari kelebihan air, garam, dan produksi sisa

lainnya melalui ginjal. Ketika GFR kurang dari 10 sampai 20 ml/menit, efek

toksisn uremia pada tubuh menjadi bukti. Jika penyakit ini tidak diobati

dengan dialisis atau transplantasi hasil ESRD adalah uremia dan kematian.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya

batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk

keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

2. Intarvena pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan

ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada

Page 8: KEPATUHAN

21

keadaan tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati

asam urat.

3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih dan prostat.

4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vaskular, parenkim,ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

5. EKG untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2.1.6. Penatalaksaan Medis

Tujuan penatalaksaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit

dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut :

a) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang

serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis

memperbaiki abnormalitas biokimia menyebabkan cairan, protein dan

natrium dapat dikonsumsi secara bebas menghilangkan kecenderungan

perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

b) Koreksi Hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemia

dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus

Page 9: KEPATUHAN

22

diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan

pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG

dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah

dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat dan

pemberian infus glukosa.

c) Koreksi Anemia

Usaha pertama harus ditunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan

Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat.

d) Koreksi Asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-

perlahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis

peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

e) Pengendalian Hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-

hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

Page 10: KEPATUHAN

23

f) Transplantasi Ginjal

Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien CKD, maka

seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.2. Konsep Hemodialisis

2.2.1. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis berasal dari kata hemo=darah, dan dialisis=pemisahan atau

filtrasi. Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui

dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali

lagi kedalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah

pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializer

(tempat pertukaran cairan, elektrolit, dan zat tubuh), serta dializer (Mary, dkk,

2009).

Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut

ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.

Terapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi

dengan membran penyaring semipermiabel (ginjal buatan). Hemodialisis

dapat dilakukan pada saat toksin pada saat toksin atau zat racun harus segera

dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan

kematian. Tujuan dari hemodialisis adalah untuk memindahkan produk-

Page 11: KEPATUHAN

24

produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikelurkan

kedalam mesin dialisis (Muttaqin dan Sari, 2011).

2.2.2. Prinsip Kerja Hemodialisis

Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung

ginjal buatan (dializer) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah. Darah

pasien dipompa dan di alirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh

selaput semipermiabel buatan (artifisial) dengan kompartmen (artifisial)

dengan kompartmen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi

larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisat dan darah yang

terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi yaang tinggi kearah

konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama dikedua

kompartmen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari

kompartmen darah ke kompartmen cairan dialisat dengan cara menaikan

tekanan hidrostatik negatif pada kompartmen dialisat. Perpindahan ini disebut

ultrafiltrasi (Sudoyo, 2009).

Difusi merupakan proses perpindahan molekul dari larutan dengan

konsentrasi tinggi ke daerah dengan larutan berkonsentrasi rendah sampai

tercapai kondisi seimbang. Proses terjadinya difusi dipengaruhi oleh suhu,

visikositas dan ukuran dari molekul. Saat darah dipompa melalui dialyser

maka membran akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan

Page 12: KEPATUHAN

25

diruangan yang berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini

mengakibatkan cairan dan larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah

yang bertekanan tinggi menuju daerah yang bertekanan rendah (tekanan

hidrostatik). Karena adanya tekanan hidrostatik tersebut maka cairan dapat

bergerak menuju membran semipermeabel. Proses ini disebut dengan

ultrafiltrasi.

2.2.3. Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa

1. Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani

hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak

tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang

bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai

racun atau toksin. Gejala uremik tersebut akan mengganggu setiap sistem

tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah

nitrogen dengan demikian meminimalkan gejala.

Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makan pasien

akan diperbaiki meskipun biasanya memerlukan penyesuaian atau

pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium, dan cairan.

Dalam Atmatsier (2006) syarat pemberian diet pada CKD adalah

sebagai berikut:

Page 13: KEPATUHAN

26

1) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB.

2) Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai

biologik tinggi.

3) Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi. Diutamakan

lemak tidak jenuh ganda.

4) Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang

berasal dari protein dan lemak.

5) Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau

anuria, natrium yang diberikan antara 1-3 gram.

6) Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah

> 5,5 mEq), oliguria, atau anuria.

7) Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan

pengeluaran cairan melalui keringan dan pernafasan (kurang lebih

500ml).

8) Vitamin cukup, bila perlu berikan vitamin piridoksin, asam folat,

vitamin C dan D.

Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar

tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang

penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan

diet yang dianjurkan adalah:

Page 14: KEPATUHAN

27

1) Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50% terdiri

atas protein dengan nilai biologis tinggi.

2) kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat

diperlukan. Karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-

buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan konsumsi.

3) Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan

tekanan dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa

haus yang selanjutnya akan mendorong pasien untuk minum. Bila

asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis

akan terjadi kenaikan berat badan yang besar.

2. Pertimbangan Medikasi

Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan

dosisnya harus di evaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang

sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis, merupakan salah

satu contoh dimana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat

memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan harus

minum obat dan kapan menundanya.

Page 15: KEPATUHAN

28

2.3. Konsep Kepatuhan

2.3.1. Kepatuhan Pasien CKD dengan Hemodialisis

Kepatuhan merupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin

perawatan kesehatan. Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan

sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,

mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi

pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003 dalam Syamsiah, 2011).

Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi

pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan suatu intervensi. akan

tetapi, ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang

menjalani hemodialisis, sehingga berdampak pada berbagai aspek perawatan

pasien, termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta

pembatasan makanan dan cairan (Syamsiah, 2011).

Menurut Eraker (1984) dan Levanthal dan Cameron (1987) dalam

(Nurse of educator; Susan B.Bactable, 2002) kepatuhan pasien program

kesehatan dapat ditinjau dari berbagai segi perspektif teoritis yaitu biomedis

yang mencakup demografi pasien, keseriusan penyakit dan kompleksitas

program pengobatan. Teori perilaku atau pembelajaran sosial yang

menggunakan pendekatan perilaku pasien dalam petunjuk, kontrak dan

dukungan sosial karena perputaran umpan balik komunikasi dalam hal

mengirim, menerima, memahami, menyimpan dan penerimaan. Kepatuhan

Page 16: KEPATUHAN

29

merupakan suatu permasalahan bagi semua disiplin perawatan kesehatan

(Bactable, 2002 dalam Nurjanah, 2013).

2.3.2. Perilaku Kepatuhan Menurut Teori Green

Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam

memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-

faktor lain. Green (1980, dalam Notoatmojo, 2010) menjabarkan bahwa

perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor

pemungkin, dan faktor penguat. Ketika faktor tersebut akan diuraikan

sebagai berikut:

a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap

perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor

predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud sebagai

prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam

suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung atau

menghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi melingkupi sikap,

keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan dengan

motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan.

Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga

Page 17: KEPATUHAN

30

merupakan faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan

tingkat pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku

yang memungkinkan motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk

didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan

untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini

melingkupi pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak,

ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas).

c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah

perilaku dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan

berperan dalam menetapkan dan atau lenyapnya perilaku tersebut.

Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan manfaat

fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima

oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga

kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif

dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang

berkaitan

Page 18: KEPATUHAN

31

2.3.3 Kepatuhan Hemodialisis dalam Model Kamerrer

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisis

digambarkan dalam sebuah interaksi kompleks (Kamerrer, 2007) dengan

model interaksi pada gambar berikut.

Patient Provider

Health Care

System

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhaan Hemodialisis

Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisis

menurut Kamerer adalah :

a. Faktor Pasien

Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien meliputi sumber daya,

pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi dan harapan pasien. Faktor-faktor

ini sama dengan faktor predisposisi (Predisposing faktors) dari Green.

Pengetahuan pasien dan keyakinan tentang penyakit, motivasi untuk

mengelolanya, kepercayaan (self effecacy) tentang kemampuan untuk

Page 19: KEPATUHAN

32

terlibat dalam perilaku manajemen penyakit, dan harapan mengenai hasil

pengobatan serta konsekuensinya dari ketidakpatuhan berinteraksi untuk

mempengaruhi kepatuhan dengan cara yang sepenuhnya dipahami

(Sabate, 2001 dalam Syamsiah, 2011).

b. Sistem Pelayanan Kesehatan

Komunikasi dengan pasien adalah komponen penting dari perawatan,

sehingga pemberi pelayanan kesehatan harus mempunyai waktu yang

cukup untuk berbagi dengan pasien dalam diskusi tentang perilaku mereka

dan motivasi untuk perawatan diri. Perilaku pada penelitian pendidikan

menunjukan kepatuhan terbaik mengenai pasien yang menerima perhatian

individu. Pada model perilaku Green, faktor-faktor ini sama dengan

faktor-faktor pemungkin (enabling faktors).

c. Petugas Hemodialisis

Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah

hubungan yang dijalin oleh anggota staf hemodialisis dengan pasien

(Krueger dkk, 2005 dalam Syamsiah, 2011). Waktu yang didedikasikan

perawat untuk konseling pasien meningkatkan kepatuhan pasien. Selain

itu, kehadiran ahli diet terlatih (terintegrasi) tampaknya juga menurunkan

kemungkinan kelebihan IDWG. Pada model perilaku Green faktor-faktor

tersebut sama dengan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Page 20: KEPATUHAN

33

2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisa

Berdasarkan uraian diatas, Beberapa faktor yang berhubungan dengan

kepatuhan pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisis menggunakan

model perilaku Greeen (1980 dalam Notoatmodjo, 2007) dan model

kepatuhan Kamerrer, 2007 akan diuraikan sebagiannya yaitu :

1. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang, sedangkan dalam kepatuhan usia termasuk dalam salah satu

komponen dari faktor pasien yang mampu mempengaruhi kepatuhan

seseorang. Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa

lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu

keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati

(Depkes RI,2009). Dalam hal ini Depkes membagi kategori usia sebagai

berikut :

1) Masa Balita : 0 - 5 tahun

2) Masa Kanak-kanak : 5 - 11 tahun

3) Masa Remaja Awal : 12 – 16 tahun

4) Masa Remaja Akhir : 17 – 25 tahun

Page 21: KEPATUHAN

34

5) Masa Dewasa Awal : 26 - 35 tahun

6) Masa Dewasa Akhir : 36 – 45 tahun

7) Masa Lansia Awal : 46 – 55 tahun

8) Masa Lansia Akhir : 56 – 65 tahun

9) Masa Manula : 65 – sampai atas

Usia berkaitan erat dengan kedewasaan atau maturitas, yang berarti

bahwa semakin meningkatnya umur seseorang akan semakin meningkat pula

kedewasaan atau kematangan baik secara teknis, maupun psikologis, serta

akan semakin mampu melaksanakan tugasnya. Usia yang semakin meningkat

akan meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan,

berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap

pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-

program terapi yang berdampak pada kesehatannya (Rohman, 2007).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang

berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Berbeda dalam

berespon, bertindak dan bekerja didalam situasi yang mempengaruhi

setiap segi kehidupan. Berdasarkan penelitian Geledis, dkk (2014)

didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan jumlah tertinggi

responden penyakit gagal ginjal kronik yang dirawat yaitu 34 orang

(65,4%). Hasil penelitian lain yang dilakukan Desitasari (2014) didapat

Page 22: KEPATUHAN

35

jenis kelamin laki-laki lebih banyak dengan jumlah 22 orang (61,1%) dan

perempuan 14 orang (38,9%).

Dalam menjaga kesehatan biasanya perempuan yang lebih menjaga

kesehatan dibandingkan dengan laki-laki, pola makan yang tidak teratur

dan sebagian besar laki-laki suka mengkonsumsi minuman beralkohol

serta pada laki-laki juga memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi dari

pada perempuan.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi untuk mengemban

pengetahuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi

tingkat pendidikan semakin besar kemampuannya untuk memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilannya (Rohman, 2007). Pendiidkan dibagi

menjadi dua, yaitu pendidikan informal dan formal. Pendidikan informal

ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah. Pendidikan formal

ialah pendidikan yang mempunyai bentuk organisasi tertentu, seperti yang

diketahui bahwa di Indonesia pendidikan formal adalah tingkat Sekolah

Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas (SLTA) dan tingkat akademik Perguruan Tinggi (PT).

Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih

baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat

Page 23: KEPATUHAN

36

berfikir secara rasional dalam menanggapi informasi atas setiap masalah

yang dihadapi (Azwar, 2007).

Tingkat pendidikan merupakan salah satu unsur yang sering dilihat

hubungannya dengan angka kesakitan dan kematian, karena hal tersebut

dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan

kesehatan (Notoadmodjo, 1997). Pendidikan merupakan suatu hal yang

penting, semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan mampu

membuat seseorang untuk selalu melaksanakan sesuatu yang sifatnya

penting untuk dirinya sendiri maupun orang lain (Herma, 2010).

4. Lama HD

Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit

yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan.

Pengaruh sakit yang lama, belum lagi perubahan pola hidup yang

kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai

dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien,

namun lebih jauh emosional, psikologis dan social pasien.

Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa

khawatir akan kondisi sakitnya dan gangguan dalam kehidupannya.

Gaya hidup terencana dalam jangka waktu lama, yang berhubungan

dengan terapi hemodialisis sering menghilangkan semngat hidup klien

sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan (Brunner & Suddart, 2002 ).

Page 24: KEPATUHAN

37

Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil riset yang memperlihatkan

perbedaan kepatuhan pada pasien hemodialisis. Semakin lama sakit

yang diderita maka resiko terjadi penurunan tingkat kepatuhan semakin

tinggi (Kamerrer, 2007).

5. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting, Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu

tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng

daripada yang tidak didasari pengetahuan (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Kamaludin, dkk (2007) Pada penderita yang memiliki

pengetahuan lebih luas memungkinkan pasien itu dapat mengontrol

dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya

diri yang tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan yang tepat

bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang

dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan

sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan.

6. Motivasi

Motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau

tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat.

Jadi motivasi merupakan suatu driving force yang menggerakkan

Page 25: KEPATUHAN

38

manusia untuk bertingkahlaku. Motivasi adalah suatu proses dalam diri

manusia yang menyebabkan seseorang bergerak menuju tujuan yang

dimiliki atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan

(Wade dan Travis, 2008). Menurut Kamerrer, 2007 motivasi yang kuat

memiliki hubungan yang kuat dengan kepatuhan. Sikap prilaku dalam

kesehatan individu juga dipengaruhi oleh motivasi diri individu untuk

berprilaku yang sehat dan menjaga kesehatan. Tanpa motivasi dalam

menjalani terapi hemodialisis akan mengalami ketidakpatuhan pasien

dalam pengaturan cairan, nutrisi dan konsumsi obat. Kepatuhan pasien

CKD dalam menjalani terapi hemdodialisis merupakan hal yang

terpenting dalam menjaga kondisi kesehatannya selama menjalani cuci

darah atau hemodialisis.

7. Keterlibatan Tenaga Kesehatan (perawat)

Perawat merupakan salah satu petugas kesehatan yang berinteraksi

paling lama dengan pasien hemodialisis, mulai dari persiapan, Pre

Hemodialisis, Intra Hemodialisis sampai post dialysis. Riset

membuktikan bahwa keberadaan tenaga-tenaga perawat yang terlatih

dan professional dan kualitas interaksi perawat dengan pasien memiliki

hubungan yang bermakna dengan tingkat kepatuhan pasien hemodialisis.

Page 26: KEPATUHAN

39

8. Dukungan Keluarga

Keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya.

Anggota keluarga juga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan

keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga merupakan

suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan individu dari orang lain

melalui hubungan interpersonal yang meliputi dukungan infomasional,

emosional, instrumental dan penilaian.

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu dan dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang diterima. Menurut Niven

(2002) menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan. Keluarga dapat membantu

menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan keluarga seringkali dapat

menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan

yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah berkembangnya masalah

akibat tekanan yang dihadapi. Seseorang dengan dukungan yang tinggi

akan lebih berhasil menghadapi masalahnya dibandingkan dengan yang

tidak memiliki dukungan (Handayani, 2014).

Page 27: KEPATUHAN

40

2.4 Kerangka Konsep

Dari teori yang telah dijelaskan sebelumnya, adapun gambar kerangka

teorinya sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Konsep

3.

4.

Konsep CKD (chronic kidney disease)

1. Definisi2. Etiologi3. Manifestasi klinis4. Patofisiologi5. Pemeriksaan penunjang6. Penatalaksanaan medis

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan :

Usia Jenis Kelamin Pendidikan Lamanya HD Pengetahuan Motivasi Keterlibatan

tenaga kesehatan

Dukungan Keluarga

(Syamsiah, 2011 ; Mia,dkk, 2012)

Kepatuhan pasien CKD yang menjalani terapi

hemodialis

(Rini,dkk, 2012 ; Syamsiah, 2011 )

Konsep Hemodialisis

1. Definisi HD2. Prinsip kerja HD3. Penatalaksanaan HD

CKD (chronic kidney Disease)

(Black dan Hawks, 2014)

Konsep Kepatuhan

1. Menurut Teori Green (1980 dalam Notoadmodjo 2010)

2. Menurut Teori Kamerrer (2007)