Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan
oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan.
1.2 Barang Temuan sebagai barang adalah benda bergerak, berwujud atau
tidak berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau
penyidik baik karena kejahatan maupun bukan karena kejahatan.
1.3 Pengelolaan barang Bukti adalah tata cara atau proses penerimaan,
penyimpanan, pengamanan, pengeluaran dan pemusnahan benda
sitaan dari ruang atau tempat penyimpanan barang bukti.
1.4 Petugas Pengelola Barang Bukti yang selanjutnya disebut Petugas
adalah anggota Polri yang mempunyai tugas dan wewenang untuk
menerima, menyimpan, dan mengamankan, mengeluarkan dan
memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat penyimpanan
barang bukti.
1.5 Tempat Penyimpanan Barang Bukti adalah ruangan atau tempat khusus
yang disiapkan oleh keTINDAK kerja Penyidik untuk menyimpan benda-
benda sitaan Penyidik berdasarkan sifat dan jenisnya yang dikelola oleh
Petugas Pengelola Barang Bukti.
1.6 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
1.7 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
2. Pedoman/Acuan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
2.1 Undang – undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.2 Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.3 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000,
tanggal 11 September 2000.
2.5 Standart Internasional ISO 9001:2016 .
3. Tujuan
Untuk menyamakan persepsi dan pola tindak dalam mewujudkan
mekanisme pengelolaan dan penyimpanan barang bukti penyidikan tindak
pidana diberbagai tingkatan ke Tindak Polri.
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Printer
4.3 Alat Tulis
4.4 Lak
4.5 Berbagai administrasi penyidikan
4.6 Tali atau benang
4.7. Perturator (plong)
4.8 Gunting dan lilin
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5. Prosedur
5.1 Tatacara Proses Penyimpanan dan Perawatan Barang Bukti.
a. Penyidik / Penyidik Pembantu menyerahkan Copy Surat perintah
Sita Barang Bukti dan Berita Acara Penitipan Barang Bukti serta
menyerahkan Surat Tanda Terima BB ke Petugas Pengelola
Barang Bukti dan Petugas pengelola BB melakukan pengecekan
b. Simpan Barang Bukti di Ruang Simpan Barang Bukti
c. Catat dalam buku register
5.2 Tatacara / Proses Pengeluaran dan Penyerahan Barang Bukti.
Barang bukti dikeluarkan dari ruang penyimpanan barang bukti, atas
permintaan penyidik /penyidik pembantu, untuk selanjutnya diserahkan
ke Jaksa Penuntut Umum, untuk dilelang atas ijin Ketua Pengadilan,
untuk dimusnahkan atau diserahkan kembali kepada yang berhak,
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penyidik menunjukkan Tanda Terima Barang Bukti kepada
petugas.
b. Petugas mengambil barang bukti sesuai dengan permintaan
Penyidik/ Penyidik Pembantu yang tertuang dalam Bon
Pengambilan Barang Bukti, Berita Acara dan Surat Tanda Terima.
c. Penyidik melakukan pengecekan terhadap barang bukti, apakah
sesuai dengan permintaan.
d. Penyidik membuat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti yang
ditandatangani oleh Penyidik dan petugas.
e. Petugas mencatat pengambilan barang bukti.
6. Mekanisme Penyimpanan Barang Bukti
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
7. Mekanisme Pengeluaran dan Penyerahan Barang Bukti
PENYIDIK / PENYIDIK
PEMBANTU
-COPY SURAT PERINTAH SITA BARANG BUKTI
- BERITA ACARA PENITIPAN BARANG BUKTI
SERAHKAN SURAT TANDA
TERIMA BB
PETUGAS
PENGELOLA
BARANG
BUKTI
SETELAH TERIMA
BARANG BUKTI
LAKUKAN CEK
SIMPAN BARANG BUKTI
DI RUANG SIMPAN
BARANG BUKTI
CATAT DALAM BUKU
REGISTER
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELOLAAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
Gerung, 16 April 2018
KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K.
AKP NRP 86091921
1. BON DARI ATASAN
PENYIDIK
2. COPY SURAT
PENGIRIMAN TSK DAN
BB
3. BERITA ACARA
PENGAMBILAN BARANG
BUKTI
PENYIDIK / PENYIDIK
PEMBANTU
SETELAH TERIMA BARANG
BUKTI LAKUKAN CEK
PETUGAS
PENGELOLA
BARANG
BUKTI
AMBIL BARANG
BUKTI DI RUANG
SIMPAN BARANG
BUKTI
PEMERIKSAAN
ADMINISTRASI PINJAM
PAKAI BARANG BUKTI
CATAT DALAM
BUKU REGISTER
SERAHKAN BARANG BUKTI
UNTUK SEPERTI SAAT
MENERIMA DALAM KEADAAN
TERBUNGKUS DAN BERLABEL
BARANG BUKTI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur
dalam Undang - undang.
1.2. Penyelidik adalah setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penyelidikan.
1.3. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
1.4. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini
2. Pedoman/Acuan
2.1. Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.2 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.3 Undang-undang lain di luar KUHP dan KUHAP.
2.4 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.5 Himpunan Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol :
SKEP/1205/IX/2000 Tanggal 11 September 2000.
2.6 Standart Internasional ISO 9001:2008 .
3. Tujuan
SOP Penyelidikan bertujuan sebagai pedoman standar bagi penyidik/penyidik
pembantu Sat I Pidum Ditreskrim Polda Jatim dalam melaksanakan prosedur
penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana secara transparan dan akuntabel.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Teropong kamera, handycam
4.3 Berbagai alat tulis untuk mencatat hasil penyelidikan
4.4 Alat komunikasi (Handphone, Handy Talky)
4.5. Kendaraan Bermotor
4.6. Senjata Api (Revolver)
5. Prosedur
5.1. Persiapan penyelidikan
a. Penyelidik yang menerima laporan polisi atau laporan informasi
membuat administrasi penyelidikan berupa Surat Perintah Tugas
(Sprin Gas), Surat Perintah Penyelidikan (Sprint Lidik) dan rencana
penyelidikan serta rencana kebutuhan anggaran penyelidikan.
b. Penyelidik menentukan sasaran dan target dalam kegiatan
penyelidikan.
c. Penyelidik menyiapkan perlengkapan dan peralatan penyelidikan
disesuaikan dengan sasaran dan target penyelidikan di antaranya
sarana transportasi dan komunikasi.
d. Penyelidik menetapkan metode penyelidikan yang akan digunakan
sesuai sasaran dan target penyelidikan antara lain pengamatan,
wawancara, penyamaran, pembuntutan termasuk kegiatan lain yang
dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.
e. Penyelidik menentukan kebutuhan personil yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan penyelidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5.2. Pelaksanaan penyelidikan
a. Penyelidik setelah mempersiapkan seluruh kegiatan penyelidikan
segera melaksanakan penyelidikan dengan penuh rasa tanggung
jawab demi tercapainya sasaran dan target penyelidikan.
b. Penyelidik melaporkan secara periodik setiap kegiatan dan hasil
penyelidikannya secara lisan maupun tertulis kepada atasan
penyelidik.
c. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan menggunakan metode -
metode teknis penyelidikan sebagai berikut :
1) Pengamatan
2) Wawancara
3) Penyamaran
4) Pembuntutan
5) Kegiatan lain yang dapat dipertanggung jawabkan secara
yuridis.
d. Penyelidikan dapat juga dilakukan dengan pengiriman Surat
Permintaan Keterangan (Konfidential) kepada setiap orang dan
dibuatkan Berita Acara Interogasi/ Permintaan Keterangan non Pro
Justitia.
e. Dalam hal penyelidikan dilakukan dengan undangan panggilan
(Konfidential) penyelidik harus memperhatikan :
1) Mencantumkan nama dan alamat pihak yang diundang.
2) Mencantumkan nama dan alamat pihak yang mengundang.
3) Penjelasan secara singkat perkara yang diselidiki.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
4) Mencantumkan waktu dan tempat pelaksanaan pemanggilan
dan tempat pemeriksaan.
f. Dalam hal penyelidikan dilakukan dengan pemanggilan secara lisan
penyelidik harus memperhatikan :
1) Disampaikan secara sopan.
2) Menjelaskan maksud dan tujuan pemanggilan tersebut.
3) Menjelaskan tempat dan waktu untuk pelaksanaan
pemanggilan untuk meminta keterangan.
g. Penyelidikan terhadap perkara – perkara yang sudah dilaporkan
kepada penyidik polri dilaksanakan dengan batas waktu :
1) Perkara Ringan dan Sedang, dalam waktu maksimal 14 (empat
belas) hari.
2) Perkara Sulit dan Sangat Sulit, dalam waktu maksimal 30 (tiga
puluh) hari.
h. Apabila waktu yang telah ditentukan sudah terlampaui, namun
penyelidik belum dapat menentukan adanya peristiwa pidana dan
belum mendapatkan sekurang – kurangnya 2 (dua) alat bukti, maka
penyelidik dapat meminta perpanjangan waktu kepada Perwira
Pengawas Penyidik.
j. Penyelidik diakhir masa tugas penyelidikannya membuat Laporan
Hasil Penyelidikan (LHP) secara tertulis dan disampaikan kepada
atasan dalam bentuk dokumen rahasia.
5.3 Pasca Penyelidikan
a. Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) sekurang – kurangnya berisi
sasaran/ target, nama penyelidik, waktu dan tempat penyelidikan,
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
kegiatan dan hasil penyelidikan, hambatan, pendapat dan saran
penyelidik.
b. Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) dapat dijadikan pertimbangan
untuk :
1) Tindakan penghentian penyelidikan dalam hal tidak ditemukan
informasi atau bukti bahwa perkara yang diselidiki bukan perkara
tindak pidana.
2) Tindakan penyelidikan lanjutan dalam hal masih diperlukan
informasi atau keterangan untuk menentukan bahwa perkara
yang diselidiki merupakan tindak pidana.
3) Peningkatan kegiatan menjadi penyidikan dalam hal hasil
penyelidikan telah menemukan informasi atau keterangan yang
cukup untuk menentukan bahwa perkara yang diselidiki
merupakan tindak pidana.
c. Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) dilaporkan kepada atasan
penyelidik paling lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya masa
penyelidikan.
d. Tindak lanjut penyelidik setelah membuat Laporan Hasil Penyelidikan
(LHP) adalah :
1) Melaporkan kepada atasan dan meminta untuk dilakukan gelar
perkara terhadap hasil penyelidikan.
2) Apabila dari hasil gelar perkara ternyata perkara yang diselidiki
bukan merupakan perkara pidana maka Laporan Hasil
Penyelidikan (LHP) dimasukkan dalam arsip.
3) Apabila dari hasil gelar perkara ternyata perkara yang diselidiki
merupakan perkara pidana maka Laporan Hasil Penyelidikan
(LHP) menyertai proses penyidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 6/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
e. Apabila tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup (Pasal 184
KUHAP) maka laporan tersebut dibuatkan SP2HP penghentian
penyelidikan karena tidak cukup bukti dan di sampaikan kepada
pelapor dan pihak yang berkepentingan.
f. Dan apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup (pasal 184
KUHAP) maka dilakukan gelar perkara untuk menaikkan kasus
tersebut dalam tingkat penyidikan dan juga mengirimkan SP2HP
kepada pelapor.
g. Dalam hal melaksanakan penyelidikan baik melalui Laporan Polisi/
Laporan Informasi, penyelidik bertanggung jawab kepada atasan
penyelidik.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYELIDIKAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 7/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. Mekanisme pelaksanaan penyelidikan
Gerung, 16 April 2018 KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K. AKP NRP 86091921
AWAL
PENYIDIK TERIMA LAPORAN LENGKAPI MINDIK
DAN SP2HP
BATAS WAKTU MUDAH : 30 HARI SEDANG : 60 HARI SULIT : 90 HARI S. SULIT : 120 HARI
PENYIDIK 1. BUAT PANGGILAN
(KONFIDENTIAL) 2. LIDIK LAPANGAN
ANALISA LAPORAN
LAPORAN TIDAK DIKETEMUKAN BUKTI PERMULAAN CUKUP (PASAL
184 KUHP)
LAPORAN TIDAK DIKETEMUKAN BUKTI PERMULAAN CUKUP (PASAL 184
KUHP)
GELAR PERKARA
NAIK KE TINGKAT PENYIDIKAN
PENYIDIK LENGKAPI
ADMINISTRASI
SP2HP PELAPOR
NAIK SIDIK
SP2HP PELAPOR
HENTI LIDIK
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
NASKAH DINAS
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-012
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Tujuan
Untuk mewujudkan pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peranan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, khususnya penyidik / penyidik pembantu dalam rangka
penyelenggaraan administrasi umum dalam bentuk naskah dinas.
2. Pedoman/Acuan
2.1 Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.2 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.3 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.4 Peraturan Kapolri nomor 15 tahun 2007 tentang Naskah dinas di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.5. Peraturan Kapolri nomor 16 tahun 2007 tentang Naskah dinas di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tentang tata naskah di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
2.6. Peraturan Kapolri nomor 17 tahun 2007 tentang Naskah dinas di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tentang tata kearsipan di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
2.7 Peraturan Kapolri nomor 18 tahun 2007 tentang Naskah dinas di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tentang penyelenggaraan Pos
Kepolisian Negara Republik Indonesia
2.8 Standart Internasional ISO 9001:2008
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
NASKAH DINAS
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-012
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
3. Pengertian
3.1 Naskah dinas adalah semua tulisan yang dikeluarkan oleh pejabat
yang berwenang di lingkungan Polri dalam rangka melaksanakan
tugas, fungsi dan peranan di bidang masing-masing yang disusun
menurut bentuk-bentuk yang telah ditetapkan seperti : peraturan,
keputusan, instruksi, perintah harian/amanat, surat edaran, surat
perintah, surat tugas, laporan, surat biasa/rahasia, nota dinas,
surat telegram, maklumat, pengumuman, surat pengantar,
telahaan staf, 15 naskah dinas lainnya.
3.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
3.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
3.4 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Mesin scanner, printer dan foto copy
4.3 Berbagai alat tulis untuk mendukung terlaksananya pembuatan Naskah Dinas
4.4 Internet
4.5. Telepon
4.6. Mesin Faximail
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
NASKAH DINAS
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-012
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5. Prosedur
1. Penyidik / penyidik pembantu yang melakukan penyelidikan dan atau
penyidikan dapat menuangkan hasil kerjanya melalui produk Naskah dinas
baik yang masuk kualifikasi administrasi penyidikan maupun yang bukan
termasuk administrasi penyidikan.
2. Tata naskah baik yang berbentuk peraturan, keputusan, instruksi, perintah
harian / amanat, surat edaran, surat perintah, surat tugas, laporan, surat
biasa/ rahasia, nota dinas, surat telegram, maklumat, pengumuman, surat
pengantar, telahaan staf, 15 naskah dinas lainnya, harus memenuhi kriteria
kaedah penulisan naskah dinas.
3. Dalam hal penulisan naskah dinas harus diperhatikan :
a. bentuk dan ukuran sesuai dengan naskah dinas yang dibuat
b. susunan kalimat padat mudah dimengerti
c. menggunakan bahasa baku
d. penggunaan font dan ukuran font sesuai dengan ketentuan
e. dilakukan penelitian sehingga terhindar dari salah ketik dan atau salah
penulisan
f. memperhatikan penulisan nama, pangkat dan jabatan serta gelar-gelar
yang disandang
4. Bersandar pada dasar, referensi yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dibuat sesuai dengan kebutuhan
5. Senantiasa menjaga kerahasiaan sesuai dengan derajat dan sifat naskah
dinas
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
NASKAH DINAS
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-012
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. Dilakukan pengecekan secara berjenjang meliputi cara penomoran,
pencantuman waktu / tanggal dan pembubuhan tanda tangan, sebelum
naskah dinas tiba ditangan penerima
7. Mengikuti aturan pewarnaan sampul antara naskah dinas yang bersifat
operasional, pembinaan dan petunjuk
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
NASKAH DINAS
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-012
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. URUTAN / MEKANISME PELAKSANAAN PEMBUATAN NASKAH DINAS
Gerung, 16 April 2018 KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K. AKP NRP 86091921
PERSIAPAN
PEMBUATAN
NASKAH DINAS
o ALAT TULISo COMPUTER
o UKURAN KERTASGUNAKAN A4
o BENTUK DAN UKURANSESUAI DG NASKAH
DINAS YANG DIBUAT
PELAKSANAAN
o PENGETIKAN HARUSBENAR
o MELAKUKAN KEGIATANPEMBUATAN NASKAH
DINAS SECARA TELITIo MENGGUNAKAN
KALIMAT/ BAHASABAKU
o SUSUNAN KALIMATPADAT MUDAH
DIMENGERTIo PENGGUNAAN FONT
DAN UKURAN FONTSESUAI DENGAN
KETENTUANo MEMPERHATIKAN
PENULISAN NAMA,PANGKAT DAN
JABATAN SERTAGELAR-GELAR YANG
DISANDANG
PENDISTRIBUSIAN
NASKAH DINAS
o DILAKUKAN PENELITIANSEHINGGA TERHINDAR
DARI SALAH KETIK DANATAU SALAH
PENULISANo DISIAPKAN TANDA
TERIMA ATAU EKPEDISISURAT
o DIMASUKKAN DALAMAMPLOP/ SAMPUL/ MAP
SESUAI DENGANKETENTUAN
o PENGIRIMMENYODORKAN TANDA
TANGAN KEPADAPENERIMA UTK TANDA
TANGANo ALAMAT PENERIMA
JELAS TERMASUKLINGKUNGAN YG ADA
PADA ALAMATPENERIMA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Tujuan
Untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan lebih
lanjut dalam mencari, menemukan dan menentukan pelaku, korban, saksi-
saksi, barang bukti, modus operandi dan alat yang dipergunakan dalam
upaya pengungkapan tindak pidana
2. Pedoman/Acuan
2.1 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.2 Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.3 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000
Tanggal 11 September 2000.
2.5 Standart Internasional ISO 9001:2011
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
3. Pengertian
3.1. Penanganan Tempat Kejadian Perkara adalah merupakan tindakan
kepolisian oleh penyelidik atau penyidik atau penyidik pembantu
berupa tindakan kepolisian yang dilakukan ditempat kejadian perkara,
terdiri dari Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TP-TKP)
dan Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (Olah TKP).
3.2. Tindakan Pertama di TKP (TP-TKP) adalah tindakan kepolisian yang
dilakukan segera setelah menerima laporan bahwa terjadi tindak
pidana, dengan maksud untuk melakukan pertolongan/ perlindungan
kepada korban dan pengamanan dan mempertahankan status quo
guna persiapan serta pelaksanaan pengolahan TKP.
3.3. Pengolahan TKP (Olah TKP) adalah tindakan Penyidik/ Penyidik
Pembantu untuk memasuki TKP dalam rangka melakukan
pemeriksaan TKP mencari informasi tentang terjadinya tindak pidana,
mengumpulkan/ mengambil barang-barang bukti yang diduga ada
hubungannya dengan Tindak Pidana yang terjadi untuk disita atau
disimpan guna kepentingan pembuktian.
3.4. Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat dimana suatu tindak
pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana tersangka
dan atau korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan
dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.
3.5. Tindak Pidana adalah setiap perbuatan atau peristiwa yang diancam
sebagai hukuman kejahatan atau pelanggaran baik yang disebut dalam
KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
3.6 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan
3.7 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini
3.8 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan
3.9 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang ia dengar sendiri, ia Iihat sendiri dan ia alami sendiri
3.10 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana
3.11 Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan
oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan.
3.12 Barang Temuan sebagai barang bukti adalah benda bergerak, berwujud
atau tidak berwujud yang ditinggalkan atau ditemukan masyarakat atau
penyidik baik karena kejahatan maupun bukan karena kejahatan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
4. Alat
4.1 Peralatan dari Unit Identifikasi dan Inafis (Indonesia Automatic Finger
System):
Sarung Tangan
Alat Pengukur Jarak / Meteran
Tali, Kapur Tulis, Kabel, Lak
4.2 Senpi, Borgol, Pisau, Gunting
4.3 Alat Dokumentasi : Perekam Video (Handycam) dan Kamera.
4.4 Alat Tulis
4.5 Alat pembungkus barang bukti seperti :
Kertas sampul warna coklat
Kantong Plastik berbagai ukuran
Tabung plastik berbagai ukuran
Amplop
4.6 Perlengkapan P3K
4.7 Tape Recorder dan alat-alat elektronika sebagai penolong
pemeriksaan (bila dperlukan)
4.8 Alat Angkutan dan Komunikasi
4.9 Garis Polisi (Police Line)
4.10 Peralatan lainnya yang dianggap perlu dan disesuaikan dengan situasi
TKP dan jenis tindak pidana yang terjadi
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5. Prosedur
5.1 Perwira siaga baik selaku fungsi maupun selaku penyidik pada
dasarnya bertindak atas nama kepala kesatuan kewilayahan untuk
menangani peristiwa yang terjadi di dalam wilayah hukumnya terutama
TP-TKP dan memberitahukan kepada Sat Reskrim untuk pengolahan
TKP.
5.2 Dalam penanganan Olah TKP perlu memperhatikan urutan tindakan,
namun demikian sesuai dengan situasi dan kondisi dimungkinkan
adanya prioritas tindakan, baik pada waktu tindakan pertama di TKP
maupun pada waktu pengolahannya.
5.3 Penyidik dengan dibantu oleh unsur-unsur bantuan teknis penyidikan
(Labfor Polri, Identifikasi Polri, Dokter Forensik Polri dan ahli lainnya),
bertanggung jawab di dalam pelaksanaan, pengelohan TKP.
5.4 Perwira siaga selama di TKP bertindak mengkoordinasikan petugas
yang ada di TKP dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
TP-TKP
5.5 Segala sesuatu yang didapat dan tindakan-tindakan lain yang
dilakukan dalam TP-TKP harus dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan di TKP
5.6 Urutan tindakan penanganan TKP :
5.6.1 Persiapan personil, sarana angkutan, alat komunikasi dan
peralatan yang diperlukan lainnya.
5.6.2 Memberikan perlindungan dan pertolongan kepada korban
5.6.3 Menutup dan mengamankan TKP dengan tujuan
mempertahankan status quo.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5.6.4 Segera menghubungi atau memberitahukan kepada kesatuan
Polisi terdekat atau penyidik untuk melakukan olah TKP.
5.6.5 Membuat Berita Acara Pemeriksaan di TKP
5.7 Urutan tindakan pengolahan TKP
5.7.1 Melaksanakan Arahan Pimpinan (APP) awal agar setiap
pelaksanaan olah TKP sesuai dengan teknik dan urut-urutan
yang telah ditentukan
5.7.2 Melakukan pengamatan umum yang diarahkan terhadap hal-hal
atau obyek-obyek sebagai berikut :
o Jalan masuk atau keluarnya si pelaku
o Adanya kejanggalan-kejanggalan yang didapati di TKP dan
sekitarnya
o Keadaan cuaca waktu kejadian
o Alat-alat yang mungkin ditinggalkan oleh si pelaku
o Tanda-tanda atau bekas perlawanan atau kekerasan
5.7.3 Melakukan pemotretan dan pembuatan sketsa
5.7.4 Melakukan penanganan korban, saksi dan pelaku
5.7.5 Melakukan penanganan barang bukti
5.7.6 Melaksanakan pengakhiran penanganan pengolahan TKP
dengan melalui:
o Melaksanakan konsolidasi guna melakukan pengecekan
terhadap personil, perlengkapan dan segala hal yang
diketahui, ditemukan dan dilakukan di TKP
o Melaksanakan Pembukaan dan pembebasan TKP
o Melakukan Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di TKP
o Melaksanakan evaluasi kegiatan penanganan TKP
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 6/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5.8 Berita Acara Pemeriksaan di TKP dilengkapi dengan :
5.8.1 Sketsa
5.8.2 Foto
5.8.3 Daftar atau jenis barang bukti
5.8.4 Catatan-catatan lain yang dibuat oleh perwira siaga maupun
penyidik.
5.9 Pada kesatuan tingkat Polsek, TP-TKP maupun pengolahan TKP
dilaksanakan oleh Kapolsek selaku penyidik dan dilaporkan ke
kesatuan atasnya, apabila Polsek menemui kesulitan pada tindakan
pengolahan TKP segera menghubungi atau melaporkan kepada
kesatuan di atasnya (Polres maupun Polda) dengan mempertahankan
keadaan semula (Status quo)
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 7/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. Mekanisme Penanganan Tempat Kejadian Perkara (Olah TKP)
Gerung, 16 April 2018 KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K. AKP NRP 86091921
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGANAN
TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TKP)
NO. DOKUMEN SOP-PIDUM-011
NO. REVISI 00
HALAMAN 8/8
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
PERWIRA SIAGA DAN PENYIDIK
UNSUR BANTUAN TEKNIS SIDIK :
LABFOR POLRI
INDENTIFIKASI POLRI
DOKTER FORENSIK POLRI
AHLI LAINNYA SESUAI TINDAK PIDANA YANG TERJADI
TP-TKP TUTUP DAN
AMANKAN
TKP
PERTOLONGAN
PERTAMA BILA
ADA KORBAN
HIDUP
PENGAKHIRAN
PENANGANAN - KONSOLIDASI - PEMBUKAAN TKP - BAP DI TKP - EVALUASI
KEGIATAN
PENGAMATAN
UMUM
PEMOTRETAN
DAN
PEMBUATAN
SKETSA
PENANGANAN
KORBAN, SAKSI
DAN PELAKU
PENANGANAN
BARANG BUKTI
OLAH TKP
TKP
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMANGGILAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/4
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1. Pemanggilan adalah Kegiatan untuk mendapatkan keterangan,
kejelasan dan keidentifikasian tersangka, saksi ahli, dan atau barang
bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi,
sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti
didalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam
berita acara pemeriksaan.
1.2. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
1.3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
1.4. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri.
1.5. Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.
1.6. Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia ketahui berdasarkan keahlian khusus yang
dimilikinya
2. Pedoman/Acuan
2.1 Pasal 7 ayat (1), huruf g, Pasal 11, Pasal 16, Pasal 112 ayat (1) dan
ayat (2) Pasal 113, Undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMANGGILAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/4
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
2.2 Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.3 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No.Pol : SKEP/1205/IX/2000,
tanggal 11 September 2000.
2.5 Standart Internasional ISO 9001:2016
3. Tujuan
Untuk mewujudkan penyidik Ditreskrim Polda NTB yang profesional, bermoral
dengan menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak asasi manusia.
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Printer
4.3 Alat Tulis
4.4 Meja
4.5 Kursi
4.6 Tape Recorder dan alat-alat elektronika sebagai penolong pemeriksaan
(bila dperlukan)
4.7 Kelengkapan Administrasi Penyidikan
5. Prosedur
5.1. Tahap Pembuatan
a. Surat panggilan dibuat sesuai dengan persyaratan formil dan
materil
b. Surat panggilan dibuat rangkap sesuai dengan kebutuhan proses
sidik
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMANGGILAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/4
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
c. Surat panggilan ditandatangani oleh penyidik
d. Diberikan tenggang waktu yang wajar kepada yang dipanggil
untuk hadir memenuhi panggilan
5.2. Tahap Pengiriman :
a. Surat panggilan diantar oleh penyidik / penyidik pembantu disertai
dengan ekspedisi
b. Surat panggilan dikirim melalui pos tercatat / khusus
c. Surat panggilan ditandatangani oleh yang dipanggil
d. Apabila yang dipanggil tidak ada ditempat disampaikan kepada
pejabat RT atau RW atau Pejabat Desa atau Kelurahan setempat
e. Penerima surat panggilan menandatangani ekspedisi pengiriman
surat panggilan.
5.3. Tahap Penerimaan Surat Panggilan :
a. Apabila yang dipanggil tidak memenuhi panggilan atau menolak
tanpa memenuhi alasan patut dan wajar maka penyidik membuat
surat panggilan ke II
b. Apabila yang bersangkutan dipanggil 2 (dua) kali tetap menolak
maka diperlukan surat perintah membawa
c. Apabila yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan dengan
alasan yang patut dan wajar maka penyidik datang ke tempat
kediamannya untuk melakukan pemeriksaan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMANGGILAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/4
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. Mekanisme Pemanggilan
Gerung, 16 April 2018
KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K.
AKP NRP 86091921
SURAT PANGGILAN DIBUAT OLEH PEJABAT YANG BERWENANG SESUAI DENGAN UU RI YANG
BERLAKU
PETUGAS
- SURAT PANGGILAN DIANTAR OLEH PENYIDIK/ PENYIDIK PEMBANTU DISERTAI DENGAN EKSPEDISI
- SURAT PANGGILAN DIKIRIM MELALUI POS TERCATAT/ KHUSUS
PENERIMAAN
- SURAT PANGGILAN DITANDA TANGANI OLEH YANG DIPANGGIL
- APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK ADA DITEMPAT DISAMPAIKAN KEPADA PEJABAT RT ATAU RW ATAU PEJABAT DESA ATAU KELURAHAN SETEMPAT
- PENERIMA SURAT PANGGILAN MENANDATANGANI EKSPEDISI PENGIRIMAN SURAT PANGGILAN
PETUGAS
- PENYIDIK ATAU PENYIDIK PEMBANTU MELAPORKAN KEPADA ATASAN (KANIT ATAU KASUBDIT) HASIL PENYAMPAIAN SURAT PANGGILAN
SAKSI/ SAKSI AHLI,
TERSANGKA
MENOLAK PANGGILAN DENGAN ALASAN PATUT DAN WAJAR
- APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK
DAPAT MEMENUHI PANGGILAN DENGAN ALASAN YANG PATUT DAN WAJAR MAKA PENYIDIK DATANG KE TEMPAT KEDIAMANNYA UNTUK MELAKUKAN PEMERIKSAAN
MENOLAK PANGGILAN DENGAN ALASAN TIDAK PATUT DAN WAJAR
- APABILA YANG DIPANGGIL TIDAK
MEMENUHI PANGGILAN ATAU MENOLAK DENGAN ALASAN YANG TIDAK PATUT DAN WAJAR MAKA PENYIDIK MEMBUAT SURAT PANGGILAN KE II
DATANG MEMENUHI PANGGILAN
TAHAP PEMERIKSAAN
PENERIMAAN
- APABILA YANG DIPANGGIL 2 KALI TETAP MENOLAK MAKA DIPERLUKAN SURAT PERINTAH MEMBAWA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1 Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan,
kejelasan dan keidentikan dari tersangka, saksi, ahli tentang barang
bukti maupun unsur – unsur tindak pidana yang telah terjadi sehingga
kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti didalam
tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan didalam Berita
Acara Pemeriksaan.
1.2 Pemeriksa adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan baik sebagai penyidik maupun penyidik
pembantu.
1.3 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan
1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
1.6 Interogasi adalah salah satu teknik pemeriksaan tersangka atau saksi
dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan
pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada tersangka atau saksi
guna mendapatkan keterangan, petunjuk – petunjuk lainnya serta
kebenaran keterlibatan tersangka, dalam rangka pembuatan Berita
Acara Pemeriksaan/Interogasi.
1.7 Konfrontasi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka
penyidikan dengan cara mempertemukan satu dengan lainnya (antara:
tersangka dengan saksi, saksi dengan saksi, tersangka dengan
tersangka lainnya) untuk menguji kebenaran dan persesuaian
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
keterangan masing – masing serta dituangkan didalam Berita Acara
Pemeriksaan Konfrontasi.
1.8 Rekonstruksi adalah salah satu teknik pemeriksaan dalam rangka
penyidikan, dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka
melakukan tindak pidana atau pengetahuan saksi, dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana
tersebut dan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka atau
saksi sehingga dengan demikian dapat diketahui benar tidaknya
tersangka tersebut sebagai pelaku dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan rekonstruksi.
1.9 Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri.
1.10 Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.
1.11 Ahli adalah orang yang dapat memberikan keterangan ahli guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia ketahui berdasarkan keahlian khusus yang
dimilikinya.
1.12 Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang mempunyai keahlian khusus yang membuat terang suatu tindak
pidana guna kepentingan pemeriksaan.
1.13 Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
1.14 Keterangan Anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal menurut cara yang
diatur dalam KUHAP.
1.15 Berita acara pemeriksaan tersangka, saksi dan ahli adalah catatan
atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh
penyidik/ penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi
tanggal dan ditandatangani oleh penyidik/ penyidik pembantu dan
tersangka serta ahli yang diperiksa, memuat uraian tindak pidana yang
dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada
waktu pidana dilakukan, identitas penyidik/ penyidik pembantu dan
yang diperiksa, keterangan yang diperiksa.
1.16 Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang
ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang untuk memberi
bantuan hukum
2. Pedoman/Acuan
2.1 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.2 Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.3 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.4 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000
Tanggal 11 September 2000.
2.5 Standart Internasional ISO 9001:2016
3. Tujuan
Untuk digunakan sebagai pedoman bagi petugas Polri dan masyarakat
dalam prosedur pemeriksaan perkara tindak pidana secara transparan dan
akuntabel.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
4. Alat
4.1 Komputer
4.2 Printer
4.3 Alat Tulis
4.4 Meja dan kursi sesuai kebutuhan
4.5 Tape Recorder dan alat-alat elektronik sebagai sarana pendukung
pemeriksaan (bila diperlukan)
4.6 Kelengkapan Administrasi Penyidikan
5. Prosedur Pemeriksaan
5.1 Tahap Persiapan
a. Penyidik/penyidik pembantu menyiapkan daftar pertanyaan yang
dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang dipersangkakan.
b. Penyidik menyiapkan ruangan pemeriksaan dan perlengkapan
yang dibutuhkan untuk pemeriksaan.
c. Apabila pada hari yang sama penyidik / penyidik pembantu
melakukan pemeriksaan lebih dari dari satu orang maka penyidik
harus dapat mengatur pembagian waktu agar yang diperiksa tidak
sampai menunggu. Untuk mengantisipasi panggilan yang pertama
tidak datang sesuai dengan jadwal yang ditetapkan dalam surat
panggilan maka penyidik / penyidik pembantu mempersiapkan
penyidik / penyidik pembantu yang lain untuk membantu
pemeriksaan untuk panggilan yang kedua
d. Penyidik / penyidik pembantu berpakaian rapi.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5.2 Tahap Pelaksanaan
a. Pemeriksaan saksi
1) Saksi diperiksa tidak disumpah, kecuali cukup alasan untuk
diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan
dipengadilan, maka pemeriksaan terhadap saksi dilakukan
diatas sumpah dalam hal ini disaksikan atau didampingi
rohaniawan (vide Pasal 116 ayat 1 KUHAP).
2) Saksi diperiksa secara sendiri - sendiri namun boleh juga
dipertemukan satu dengan yang lain (konfrontasi) dan
mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya
(vide Pasal 116 ayat (2) KUHAP)
3) Saksi dalam memberikan keterangan kepada penyidik /
penyidik pembantu tidak boleh dalam tekanan dari siapapun
dan atau dalam bentuk apapun (vide Pasal 117 ayat (1)
KUHAP).
4) Saksi dapat menolak memberikan kesaksian karena ada
hubungan keluarga dengan tersangka sampai derajat ke 3
(tiga) karena berdasarkan hubungan darah/ keluarga atau
karena akibat perkawinan maupun karena situasi tertentu,
mereka itu adalah :
a) Karena ada hubungan darah atau keluarga
b) Karena akibat perkawinan
5) Keterangan saksi wajib ditulis secara teliti dalam berita
acara pemeriksaan dan setelah selesai diberikan
kesempatan untuk membaca kembali hasil berita acara
pemeriksaan dan apabila setuju, saksi diminta untuk
membutuhkan paraf dan tanda tangan pada berita acara
pemeriksaan tersebut.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 6/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6) Penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun
selama pemeriksaan dilaksanakan
7) Pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan
dan beribadah bila tiba waktunya
b. Pemeriksaan tersangka
1) Tersangka dapat diperiksa dengan didahului oleh proses
pemanggilan atau perintah membawa atau penangkapan.
Kecuali terhadap tersangka yang telah dilakukan penahanan
maka dapat langsung dilakukan pemeriksaan.
2) Sebelum mengajukan pertanyaan, penyidik atau penyidik
pembantu wajib memberitahukan kepada tersangka tentang
haknya mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam
perkaranya tersebut wajib didampingi oleh penasehat
hukum (Pasal 54 s/d Pasal 56 KUHAP).
3) Tersangka berhak diberitahukan dengan jelas dalam bahasa
yang mudah dimengerti tentang apa yang dipersangkakan
kepadanya sebelum pemeriksaan dimulai.
4) Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu 1 (satu) hari
setelah perintah penahanan itu dijalankan, tersangka mulai
diperiksa oleh penyidik/ penyidik pembantu.
5) Dalam hal tersangka agak sulit/ kurang lancar dalam
memberikan keterangan maka penyidik / penyidik pembantu
menyampaikan bukti bukti yang telah didapat penyidik
sehingga tersangka dapat memberikan keterangan tentang
jalannya tindak pidana secara lengkap sistematis dan
berurutan.
6) Tersangka memiliki hak untuk bebas menjawab pertanyaan
yang diajukan atau tidak menjawab pertanyaan yang
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 7/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
diajukan oleh penyidik. Dalam hal ini penyidik / penyidik
pembantu harus menjelaskan kepada tersangka bahwa
keterangan tersangka sangat dibutuhkan oleh tersangka
sendiri sebagai pembelaan atas persangkaan pasal yang
diterapkan dalam tindak pidana tersebut. Dalam hal
tersangka menolak untuk menandatangani berita acara
penolakan maka penyidik menyiapkan berita acara
penolakan tanda tangan BAP.
7) Pemeriksaan tersangka tidak boleh dihadiri oleh orang yang
tidak berkepentingan dengan pemeriksaan tersebut.
8) Keterangan tersangka wajib ditulis secara teliti dan
dilengkapi dalam berita acara pemeriksaan dan setelah
selesai diberikan kepada tersangka untuk membaca kembali
hasil Berita Acara Pemeriksaan dan apabila setuju,
tersangka diminta untuk membubuhkan paraf dan tanda
tangan pada Berita Acara Pemeriksaan tersebut.
9) Tersangka berhak mengajukan saksi atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus yang dapat menguntungkan
baginya dalam pemeriksaan (vide pasal 116 ayat (3) dan (4)
dan pasal 65 KUHAP).
10) Jika seorang tersangka yang dipanggil memberi alasan yang
patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada
penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang
ketempat kediamannya (vide Pasal 113 KUHAP).
11) Penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun
selama pemeriksaan dilaksanakan.
12) Pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan
dan beribadah bila tiba waktunya.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 8/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
c. Pemeriksaan Ahli
1) Apabila dalam pemeriksaan suatu tindak pidana terhadap
hal – hal tertentu, (misal : bila ada pengaduan bahwa suatu
surat/tulisan palsu/dipalsukan/ diduga palsu) atau barang-
barang (misal : emas, berlian) atau dalam menangani
seorang korban (luka / keracunan / mati karena peristiwa
yang diduga tindak pidana), yang hanya dapat diterangkan
atau dijelaskan oleh orang ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus dalam bidang tertentu, maka maka
penyidik/ penyidik pembantu dapat meminta pendapat
kepada orang ahli/ yang memiliki keahlian khusus. (vide
pasal 120 ayat (1) KUHAP)
2) Pemeriksaan ahli dilaksanakan setelah penyidik / penyidik
pembantu mendapatkan bukti bukti yang dapat dianalisa
oleh ahli sesuai dengan keahliannya, dengan jalan
mengajukan permintaan tertulis keterangan keahlian atau
dengan jalan memanggil orang ahli/yang memiliki keahlian
khusus.
3) Sebelum memberikan keterangan berdasarkan keahliannya
seorang ahli terlebih dahulu disumpah / mengucapkan janji
dihadapan penyidik/ penyidik pembantu bahwa ia akan
memberikan keterangan menurut pengetahuannya dan
keahliannya
4) Untuk memberikan keterangan itu, ahli mengangkat sumpah
atau mengucapkan janji dihadapan penyidik, kecuali bila
disebabkan karena harkat dan martabat, pekerjaan atau
jabatannya orang mewajibkan menyimpan rahasia, dapat
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 9/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
menolak untuk memberikan keterangan yang diminta (Vide
pasal 120 ayat (2) KUHAP)
5) Penyidik / penyidik pembantu memberikan penjelasan
kepada ahli tentang kronologis perkara berdasarkan alat
bukti dan bukti-bukti yang telah didapat oleh penyidik,
setelah itu ahli akan memberikan keterangannya
berdasarkan keahliannya.
6) Penyidik/ Penyidik Pembantu menuangkan keterangan yang
diberikan oleh ahli tersebut dalam Berita Acara Pemeriksaan
Ahli.
7) Penyidik/ penyidik pembantu dapat pula meminta pendapat
kepada orang ahli/ yang memiliki keahlian khusus sesuai
dengan perundang – undangan yang berlaku dalam bentuk
surat berupa keterangan ahli yang telah tertuang dalam
Visum et Repertum atau Berita Acara Pemeriksaan Ahli dari
Laboratorium Forensik.
8) Dalam hal penyidik/penyidik pembantu meminta pendapat
kepada orang ahli/yang memiliki keahlian khusus, misalnya
pemeriksaan tulisan/surat palsu/dipalsukan/diduga palsu
atau pemeriksaan keahlian terhadap masalah
luka/keracunan/mati, maka penyidik/.penyidik pembantu
mengirimkan barang-barang bukti / surat-surat atau korban
tersebut kepada orang ahli yang bersangkutan, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, guna mendapatkan keterangan atau keterangan
ahli (Visum et Repertum) atau acara hasil pemeriksaan oleh
ahli.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 10/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
9) Dalam hal saksi ahli bersedia hadir untuk memberikan
keterangan tanpa surat panggilan, surat panggilan dapat
dibuat dan ditandatangani oleh penyidik dan saksi ahli,
sesaat sebelum pemeriksaan dilakukan.
10) Penyidik / penyidik pembantu bersikap ramah dan santun
selama pemeriksaan dilaksanakan.
11) Pada saat pemeriksaan diberikan kesempatan untuk makan
dan beribadah bila tiba waktunya.
d. Konfrontasi
1) Maksud diadakannya konfrontasi adalah untuk mencari
persesuaian dari beberapa keterangan yang berasal baik
dari tersangka maupun saksi dengan tujuan untuk
mendapatkan kepastian manakah diantara keterangan saksi
tersebut yang benar atau paling mendekati kebenaran.
2) Cara melakukan konfrontasi
a) Langsung
Tersangka atau para tersangka dan atau saksi atau para
saksi yang keterangannya saling tidak ada kecocokan
atau tidak terdapat persesuaian satu sama lain,
dipertemukan satu sama lain dihadapan pemeriksa guna
diuji manakah diantara keterangan-keterangan tersebut
yang benar atau paling mendekati kebenaran
b) Tidak langsung
Tersangka atau orang yang dicari dicampur dengan
beberapa orang (3 orang atau lebih) yang belum dikenal
oleh saksi, berdiri atau duduk berjajar dan masing-
masing diberi nomor, ditempatkan di dalam suatu
ruangan yang dapat dilihat saksi. Sedangkan saksi
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 11/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
bersama pemeriksa berada di luar ruang tersebut, dapat
melihat orang-orang tersebut. Manakah yang
dimaksudkan dalam keterangan tersebut cara ini biasa
disebut dengan link up
3) Hasil konfrontasi agar dituangkan dalam Berita Acara
Konfrontasi.
e. Rekonstruksi
1) Maksud diadakannya rekonstruksi ialah untuk memberikan
gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan
jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan
tindak pidana dengan tujuan untuk lebih meyakinkan kepada
pemeriksa tentang kebenaran keterangan tersangka atau
saksi.
2) Rekonstruksi dapat dilakukan di tempat kejadian perkara
atau tempat lain bila situasi tidak memungkinkan.
3) Setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya dan jalannya
peragaan dituangkan dalam berita acara.
5.3 Tahap Penutup
a. Setelah pemeriksaan selesai maka pemeriksa memperlihatkan isi
Berita Acara Pemeriksaan kepada terperiksa agar terperiksa dapat
membaca dan meneliti ulang apa yang telah disampaikan kepada
pemeriksa yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan
b. Pemeriksa dan terperiksa membubuhkan tanda tangan pada
lembar terakhir Berita Acara Pemeriksaan
c. Pada setiap lembar berita acara pemeriksaan saksi / tersangka
dibubuhkan paraf oleh terperiksa sehingga pemeriksa tidak dapat
merubah isi pada setiap lembar pemeriksaan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 12/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
d. Salinan Berita Acara Pemeriksaan yang dapat diberikan kepada
yang diperiksa hanya Berita Acara Pemeriksaan tersangka
sedangkan untuk Berita Acara Pemeriksaan saksi tidak dapat
diberikan kepada saksi atau pihak lain untuk menjaga kerahasiaan.
Tersangka atau kuasa hukumnya dapat meminta turunan dari
Berita Acara Pemeriksaan yang telah dibuat oleh penyidik/ penyidik
pembantu (Pasal 72 KUHAP).
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN
NO. DOKUMEN SOP-SAT RESKRIM
NO. REVISI 00
HALAMAN 13/13
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. MEKANISME PEMERIKSAAN
Gerung, 16 April 2018
KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K.
AKP NRP 86091921
TERPERIKSA DATANG SESUAI
DENGAN WAKTU DALAM SURAT
PANGGILAN
MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN SESUAI
DENGAN WAKTU DALAM SURAT
PANGGILAN
BERSIKAP RAMAH DAN SOPAN SERTA
BERPAKAIAN RAPI PADA WAKTU MEMERIKSA
MEMPERSIAPKAN
RUANG PEMERIKSAAN
DENGAN RAPI
PEMERIKSA / PENYIDIK MENGUASAI
PERSOALAN YANG DISIDIK
PEMERIKSA/PENYIDIK
MEMBUAT RENCANA
PERTANYAAN YANG AKAN
DITANYAKAN
KEPADATERPERIKSA
SETELAH SELESAI MEMERIKSA PEMERIKSAAN
/ PENYIDIK MEMPERLIHATKAN ISI
BERITA ACARA PEMERIKSAAN KEPADA
TERPERIKSA
PEMERIKSAAN / PENYIDIK
PEMERIKSA/PENYIDIK
PEMERIKSA / PENYIDIK DAN TERPERIKSA
MENANDA TANGANI BERITA ACARA YANG
TELAH DIBUAT
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu
oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya,
dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
1.2. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
1.3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini.
1.4. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
1.5. Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat
tertentu atau hubungan perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam
suatu proses pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini
2. Pedoman / Acuan
2.1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
2.2 Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP;
2.3 Peraturan perundang-undangan diluar KUHP ;
2.4 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri;
2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000
Tanggal 11 September 2000;
2.6 Standart Internasional ISO 9001:2016.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
3. Tujuan
Untuk kepentingan penyidikan dan untuk menghindari tersangka akan
melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi
tindak pidana serta tersangka tidak koperatif dan atau mempersulit pemeriksaan
4. Alat
4.1 Senpi;
4.2 Borgol;
4.3 Tongkat T Polri;
4.4 Ranmor;
4.5 Handphone.
5. Prosedur
5.1 Wewenang Penahanan
Pejabat yang berwenang melakukan penahanan adalah Penyidik atau
penyidik pembantu atas perintah penyidik
5.2 Proses Penahanan
a. Yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penahanan adalah
Penyidik, atau Penyidik Pembantu atas perintah Penyidik;
b. Dalam hal Kepala KeTINDAK atau Pejabat Struktural melakukan
penahanan maka Surat Perintah Penahanan tersebut ditandatangani
yang bersangkutan selaku Penyidik;
c. Pertimbangan melakukan Penahanan :
Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup melakukan
tindak pidana yang dipersangkakan, dengan pertimbangan dalam hal
adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka :
1) Melarikan diri;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
2) Merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau;
3) Mengulangi tindak pidana.
d. Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan dalam hal tersangka
melakukan tindak pidana dan atau percobaan melakukan maupun
pemberian bantuan dan atau turut serta melakukan tindak pidana :
1) Tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara 5 tahun
atau lebih;
2) Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5
tahun, namun secara eksplisit disebutkan dalam pasal 21 ayat (4)
huruf b KUHAP.
e. Jenis penahanan dapat berupa :
1) Penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan);
2) Penahanan di Rumah;
3) Penahanan Kota.
Penyidik berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu ke
jenis penahanan yang lain, hal tersebut yang dinyatakan dengan Surat
Perintah dari Penyidik yang tembusannya diberikan kepada tersangka,
serta keluarganya dan atau kepada instansi yang berkepentingan.
f. Jangka waktu penahanan.
1) Penyidik berwenang melakukan penahanan paling lama 20 (dua
puluh) hari.
2) Apabila diperlukan untuk kepentingan penyidikan/ pemeriksaan,
dapat diperpanjang selama 40 hari oleh Jaksa Penuntut Umum
atas permintaan Penyidik yang bersangkutan.
3) Apabila pemeriksaan belum selesai, dalam hal adanya alasan
yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena tersangka
menderita gangguan fisik atau mental berat yang dibuktikan
dengan Surat Keterangan Dokter atau tersangka diperiksa dalam
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
perkara yang diancam dengan penjara 9 tahun atau lebih, maka
penahanan terhadapnya dapat diperpanjang lagi paling lama 2 X
30 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan dari
penyidik yang bersangkutan yang disertai dengan laporan hasil
penyidikan/ pemeriksaan.
1) Kepada tersangka yang ditahan diberikan Surat Perintah Penahanan
yang ditandatangani oleh Penyidik dengan mencantumkan identitas
tersangka, alasan penahanan dan uraian singkat perkara kejahatan
yang dipersangkakan. Tembusan Surat Perintah Penahanan harus
diberikan kepada keluarga tersangka dan selanjutnya Penyidik
membuat Berita Acara Penahanan.
2) Dalam hal tersangka dikeluarkan dari tahanan, penyidik harus
membuat Surat Perintah Pengeluaran tahanan dan Berita Acara
Pengeluaran tahanan.
3) Dalam hal tersangka ditahan mengalami sakit dan memerlukan
perawatan dokter, penyidik memeriksakan ke dokter pemerintah/ Polri,
dari hasil pemeriksaan dokter dinyatakan perlu rawat inap, surat
keterangan dokter tersebut dijadikan dasar untuk pembantaran
penahanan, dengan mengeluarkan Surat Perintah Pembantaran dan
selanjutnya Penyidik/Penyidik Pembantu membuat Berita Acara
Pembantaran penahanan.
4) Dalam hal tersangka dinyatakan sembuh oleh dokter dan tidak perlu
rawat inap, surat keterangan dokter tersebut dijadikan dasar
pencabutan pembantaran penahanan, dengan mengeluarkan Surat
Perintah Pencabutan Pembantaran Penahanan dan dibuatkan Berita
Acara Pencabutan Pembantaran penahanan, selanjutnya
Penyidik/penyidik Pembantu mengeluarkan Surat Perintah Penahanan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
lanjutan sisa waktu penahanan dan dibuatkan Berita Acara Penahanan
lanjutan.
5) Surat Perintah Pembantaran dan Surat Perintah Penahanan lanjutan
diberitahukan kepada tersangka dan keluarganya.
6) Penangguhan penahanan terhadap tersangka dapat dilakukan atas
jaminan uang atau jaminan orang
7) Karena jabatannya penyidik sewaktu-waktu dapat mencabut
penangguhan penahanan dalam hal tersangka melanggar syarat
penangguhan penahanan
c. Hal–hal yang perlu diperhatikan :
1) Dalam hal–hal tertentu dan untuk waktu terbatas, guna kepentingan
Penyidikan, atas permintaan Penyidik dan izin kepala Rutan, Penyidik
dapat membawa tahanan keluar Rutan.
2) Apabila terhadap tersangka dilakukan penahanan rumah, maka
pelaksanaan penahanan itu dilakukan di rumah tempat tinggal/
kediaman tersangka dengan mengadakan pengawasan terhadapnya
untuk menghindarkan timbulnya kesulitan dalam penyidikan.
3) Apabila terhadap tersangka dilakukan penahanan kota maka
pelaksanaan penahanan itu dilakukan dikota tempat tinggal/ kediaman
tersangka, dengan kewajiban tersangka melapor diri pada waktu yang
ditentukan oleh Penyidik.
4) Dalam hal Penyidik memerlukan perpanjangan penahanan dari Jaksa
Penuntut Umum atau Ketua Pengadilan Negeri agar permintaan
perpanjangan penahanan itu diajukan sebelum waktu penahanan
berakhir, apabila waktu penahanan berakhir Penyidik harus
mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
5) Apabila tersangka melaksanakan penahanan Rumah/ Kota tersangka
hanya boleh keluar rumah atau kota dengan ijin dari penyidik
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENAHANAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 6/6
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
g. Mekanisme
Gerung, 16 April 2018
KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K.
AKP NRP 86091921
TERSANGKA YANG ANCAMAN HUKUMANNYA
5 TAHUN KE ATAS DAN PASAL – PASAL TERTENTU SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM PASAL 21 (4) KUHAP DAN
PERTIMBANGAN SUBYEKTIF PENYIDIK
LAKUKAN GELAR PERKARA BAHWA TINDAK PIDANA
TERSEBUT UNSUR – UNSURNYA TERPENUHI
ATAU TIDAK
1. BUATKAN NOTA DINAS KEPADA PIMPINAN DENGAN MENYAMPAIKAN TENTANG POSISI KASUS DAN UNSUR TINDAK PIDANA
2. MENYIAPKAN MINDIK TERKAIT DENGAN PENAHANAN
1. SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN DALAM WAKTU 40 HARI
2. TERBIT PERPANJANGAN PENAHANAN
3. BERIKAN SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN KEPADA KELUARGA
1. MELEPAS PAKAIAN PRIBADI TERSANGKA DAN MENGGANTI DENGAN PAKAIAN TAHANAN
2. MENEMPATKAN TERSANGKA KE DALAM RUTAN SESUAI : A. JENIS KELAMIN B. JENIS KEJAHATAN
1. TERSANGKA MENANDATANGANI SPRIN DAN BA TAHAN SERTA BERIKAN 1 (SATU) LEMBAR SPP KEPADA TERSANGKA
2. MENEMPATKAN 1 LEMBAR SPP DI KOTAK PENAHANAN
3. DALAM KESEMPATAN PERTAMA MENYAMPAIKAN SPP KEPADA KELUARGA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1 Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang -
undang.
1.2 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyidikan.
1.3 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
1.4 Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
1.5 Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.
1.6 DPO adalah Daftar Pencarian Orang yang telah ditetapkan sebagai
seorang tersangka.
1.7 Satu hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga
puluh hari.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
2. Pedoman / Acuan
2.1 Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
2.2 Undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
2.3 Peraturan perundang-undangan diluar KUHP.
2.4 Peraturan Kapolri No. Pol 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
2.5 Juklak dan juknis administrasi penyidikan No. Pol : SKEP/1205/IX/2000
Tanggal 11 September 2000.
2.6 Standart Internasional ISO 9001:2016.
3. Tujuan
Untuk mengamankan seseorang yang diduga keras melakukan tindak
pidana, berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
4. Alat
4.1 Senpi
4.2 Ranmor
4.3 Handphone / Handytalky
4.4 Kamera / handycam
4.5 Borgol
4.6 Laptop
4.7 Printer
5. Prosedur
5.1 Wewenang penangkapan
a. Penyidik
b. Penyidik Pembantu.
c. Penyelidik atas perintah Penyidik melakukan penangkapan.
5.2 Proses Penangkapan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 3/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
a. Penangkapan dilakukan terhadap orang yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup
dan hanya berlaku terhadap satu orang tersangka yang
identitasnya tersebut dalam surat penangkapan;
b. Memberitahu/ menunjukkan tanda identitas petugas sebagai
petugas Polri;
c. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang dengan memperlihatkan Surat Perintah Tugas,
memberikan kepada tersangka Surat Perintah Penangkapan yang
mencantumkan Identitas tersangka, menyebutkan alasan
penangkapan tindak pidana yang dipersangkakan, uraian singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa
kecuali dalam hal tertangkap tangan;
d. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa Surat
Perintah Penangkapan dengan ketentuan bahwa penangkap harus
segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada
penyidik/ penyidik pembantu yang terdekat, selanjutnya dibuatkan
Berita Acara serah terima Tersangka dan Barang Bukti ;
e. Masa penangkapan biasa adalah 1 X 24 jam, untuk penangkapan
kasus narkotika 3 X 24 jam dan untuk kasus terorisme 7 X 24 jam;
f. Pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah
Penangkapan adalah atasan penyidik yang berwenang ;
g. Dalam hal yang mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan
adalah Kepala KeTINDAK atau Pejabat Struktural, Surat Perintah
Penangkapan ditandatangani yang bersangkutan selaku Penyidik.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 4/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
h. Surat perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang tembusannya wajib
disampaikan kepada Atasan langsung ;
i. Penangkapan dapat dilakukan atas permintaan bantuan :
1) KeTINDAK Kepolisian lain berdasarkan Daftar Pencarian
Orang.
2) Instansi yang berwenang.
3) Permintaan Negara anggota ICPO Interpol.
4) Permintaan bantuan penangkapan harus mencantumkan
identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan
serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa ;
j. Dalam hal orang yang ditangkap tidak paham atau tidak mengerti
bahasa yang dipergunakan oleh petugas maka orang tersebut
berhak mendapatkan seorang penerjemah tanpa dipungut biaya ;
k. Dalam hal orang asing yang ditangkap, penangkapan tersebut
harus segera diberitahukan kepada kedutaan, konsulat, atau misi
diplomatik negaranya, atau keperwakilan organisasi international
yang kompeten jika yang bersangkutan merupakan seorang
pengungsi atau dalam lingkungan organisasi antar pemerintah ;
l. Dalam hal anak yang ditangkap, petugas wajib memperhatikan hak
tambahan bagi anak yang ditangkap sebagai berikut :
1) Hak untuk didampingi oleh orang tua/ wali ;
2) Hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya agar anak
tidak menderita atau disakiti akibat publikasi tersebut ;
3) Hak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk
anak ;
4) Diperiksa di ruang pelayanan khusus ;
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 5/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
5) Dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka dewasa ; dan
6) Penerapan prosedur khusus untuk perlindungan dan peradilan
anak.
m. Dalam hal perempuan yang ditangkap, petugas wajib
memperhatikan perlakukan khusus sebagai berikut :
1) Sedapat mungkin diperiksa oleh petugas perempuan ;
2) Diperiksa diruang pelayanan khusus ;
3) Perlindungan hak privasi untuk tidak dipublikasikan ;
4) Hal mendapat perlakuan khusus ;
5) Dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki ;
6) Penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi
perempuan.
n. Setelah melakukan penangkapan penyidik wajib :
1) Menyerahkan satu lembar surat perintah penangkapan kepada
tersangka dan mengirimkan tembusannya kepada keluarganya ;
2) Wajib memeriksa kesehatan tersangka ; dan
3) terhadap tersangka dalam keadaan luka parah, penyidik wajib
memberi pertolongan kesehatan dan membuat berita acara
tentang keadaan tersangka.
o. Dalam hal membantu penangkapan terhadap seseorang yang
terdaftar di dalam Daftar Pencarian orang (DPO), setiap pejabat
yang berwenang disuatu keTINDAK dapat membuat Surat Perintah
Penangkapan.
p. Setelah dilakukan penangkapan harus dibuat Berita Acara
Penangkapan yang ditanda tangani oleh petugas yang melakukan
penangkapan dan orang yang ditangkap.
q. Tersangka yang tertangkap tangan atau yang ditangkap dengan
surat perintah penangkapan setelah dilakukan pemeriksaan
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 6/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
ternyata tidak terbukti melakukan tindak pidana atau tindak pidana
yang dilakukan tersebut tidak termasuk dalam ketentuan yang
dapat ditahan, Tersangka harus dilepaskan dengan dibuatkan
Berita Acara Pelepasan Penangkapan yang ditanda tangani oleh
Penyidik dan orang yang ditangkap.
r. Terhadap tersangka yang akan dilakukan penahanan harus
dikeluarkan Surat Perintah penangkapan kecuali bagi tersangka
yang menyerahkan diri dibuat Berita Acara Menyerahkan Diri.
s. Dalam hal tersangka tidak bersedia diperiksa penyidik wajib
membuat berita acara penolakan pemeriksaan.
t. Pembebasan tersangka wajib dilengkapi surat perintah
pembebasan tersangka dalam hal pemeriksaan telah selesai atau
karena masa penangkapannya berakhir
u. Surat Perintah Pembebasan diserahkan kepada tersangka dan
tembusannya dikirimkan kepada keluarganya
5.3 Hal – hal yang perlu diperhatikan
Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan,
kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara syah 2 (dua) kali berturut –
turut, tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang syah.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENANGKAPAN
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 7/7
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
6. Mekanisme
Gerung, 16 April 2018
KASAT RESKRIM
PRIYO SUHARTONO, S.I.K.
AKP NRP 86091921
PETUGAS DENGAN MEMBAWA SURAT
PERINTAH TUGAS DAN SURAT PERINTAH
PENANGKAPAN TERHADAP SESEORANG
YANG NAMANYA TERCANTUM DALAM SURAT
PERINTAH PENANGKAPAN
PETUGAS
MEMBERIKAN
SATU LEMBAR
SURAT PERINTAH
PENANGKAPAN
KEPADA
TERSANGKA
SATU LEMBAR
SURAT PERINTAH
PENANGKAPAN
DIBERIKAN KEPADA
KELUARGA
TERSANGKA
MEMBERITAHUKAN KEPADA
KEPALA DESA / LINGKUNGAN
DIMANA TERSANGKA TINGGAL
TENTANG PEANGKAPAN YANG
TERJADI
PENYIDIK/ PENYIDIK
PEMBANTU MEMBUAT
BERITA ACARA
PENANGKAPAN YANG
DITANDA TANGANI OLEH
YANG MELAKUKAN
PENANGKAPAN DAN
TERSANGKA YANG
DITANGKAP
MASA PENANGKAPAN
BIASA : 1 X 24 JAM
NARKOBA : 3 X 24 JAM
TERORISME : 7 X 24 JAM
DILAKUKAN
PENAHANAN
TIDAK DILAKUKAN
PENAHANAN
PENYIDIK/
PENYIDIK PEMBANTU MEMBUAT
BERITA ACARA PEMULANGAN
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK - SIDIK
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 1/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
1. Pengertian
1.1 Anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi
/seluruh kegiatan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan
berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.
1.2 Penyelidikan (Lidik) ialah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
1.3 Penyidikan (Sidik) ialah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
1.4 Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan.
1.5 Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia
yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan
yang diatur dalam undang-undang ini.
1.6 Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT
RESOR LOMBOK BARAT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGAJUAN ANGGARAN LIDIK - SIDIK
NO. DOKUMEN SOP-DIT RESKRIMUM
NO. REVISI 00
HALAMAN 2/5
TANGGAL TERBIT : 16 April 2018
2. Pedoman / Acuan
2.1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 01/PM.2/2009 tanggal 4 Maret 2009 tentang
Standar Biaya Umum T.A 2010.
2.2 Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/422/IX/2009 tanggal 1 September 2009
tentang Standar Biaya Khusus di Lingkungan polri T.A 2010.
2.3 Surat Kabareskrim Polri No. Pol. : B/673/VI/2004/Bareskrim tanggal 10 Ju