Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
NOMOR HK.04.05.06.15.695 TAHUN 2015 TENTANG
RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
TAHUN 2015-2019
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019 dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, perlu menetapkan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen tentang Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Tahun 2015-2019
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013
5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
6. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.
7. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019;
8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004;
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1714);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN 2015-2019.
Pertama : Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen Tahun 2015-2019, yang selanjutnya disebut
Renstra Kedeputian II, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019, Pedoman Penyusunan dan
Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-K/L) 2015-
2019 dan Rencana Strategis BPOM Tahun 2015-2019.;
Kedua : (1) Renstra Kedeputian II memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan nasional dan program prioritas Presiden.
(2) Renstra Kedeputian II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai: a. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Rencana Strategis Tahun 2015-2019;
b. acuan bagi setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun dokumen perencanaan tahunan;
c. dasar penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.;
Ketiga : Renstra Kedeputian II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.
Keempat : (1) Dalam menyusun Rencana Strategis Tahun 2015-2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, setiap unit organisasi eselon II di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen mengacu pada pedoman penyusunan dan reviu rencana strategis tahun 2015-2019 di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(2) Pedoman penyusunan dan reviu Rencana Strategis Tahun 2015-2019 di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ini ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan keputusan ini akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta Tanggal 8 Juni 2015
esuai dengan amanat Undang
Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah
diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah
dalam peraturan perundang-undangan tersebut agar pem
efektif, efisien, dan bersasaran. Dengan demikian
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Renstra Tahun 201
2019 mengacu pada peraturan perundang
Tahun 2015-2019.
Rencana Strategis merupakan rencana
menjadi dasar dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan
anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegia
di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen, serta penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Dengan disusunnya Renstra Deputi
Produk Komplemen ini, seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk segera
menindaklanjuti untuk menyusun Rencana Strategis masing
Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka
perencanaan kegiatan yang berkelanjutan.
Saya mengucapkan penghargaan yang setinggi
telah berkonstribusi dalam penyusunan Renstra
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
S KATA PENGANTAR
esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah
diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah
undangan tersebut agar pembangunan bisa berjalan
efektif, efisien, dan bersasaran. Dengan demikian Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Renstra Tahun 201
mengacu pada peraturan perundang-undangan di atas dan Renstra Badan POM
Rencana Strategis merupakan rencana 5 (lima) tahun ke depan yang disusun untuk
dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan
anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegia
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen, serta penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Deputi
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen.
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen ini, seluruh unit kerja Eselon II di lingkungan Deputi
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk segera
menindaklanjuti untuk menyusun Rencana Strategis masing-masing unit. Selain itu,
Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka
yang berkelanjutan.
Saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
telah berkonstribusi dalam penyusunan Renstra Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen tahun 2015-2019.
Jakarta, Juni 2015 Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Drs. T. Bahdar Johan H., Apt., M.Pharm. NIP.19560807 198603 1 001
Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah
diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah-kaidah
bangunan bisa berjalan
Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen dalam menyusun Renstra Tahun 2015-
undangan di atas dan Renstra Badan POM
tahun ke depan yang disusun untuk
dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan
anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Deputi Bidang
engawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen untuk segera
masing unit. Selain itu,
Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka
tingginya kepada semua pihak yang
Bidang Pengawasan Obat
Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
1
LAMPIRAN KEPUTUSAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN NOMOR HK.04.05.06.15.695 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA STRATEGIS DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN TAHUN 2015-2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang
ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan
arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah
RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN
2005-2025.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian
program-program prioritas pemerintah, BPOM sesuai kewenangan, tugas
pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat
visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan BPOM
untuk periode 2015-2019. Strategi penyusunan Renstra Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
(Kedeputian II) ini berpedoman pada Renstra BPOM. Proses penyusunan
Renstra Kedeputian II tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian
kinerja tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku kepentingan yang
menjadi mitra Kedeputian II. Selanjutnya Renstra Kedeputian II periode
2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja Kedeputian II
dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
2
Adapun kondisi umum Kedeputian II pada saat ini berdasarkan peran,
tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :
1.1.1. Peran Kedeputian II berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan pada Bab VI Pasal 164, Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
merupakan unsur pimpinan yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BPOM dan mempunyai tugas
melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen di wilayah Indonesia.
Sesuai Perka ............... TUPOKSI KEDEPUTIAN II
Dalam melaksanakan tugas, Kedeputian II menyelenggarakan
fungsi:
a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan
umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen;
b. penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik
dan produk komplemen;
c. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian
obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;
d. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang
pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan
produk komplemen;
e. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi
3
dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen;
f. perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli
Indonesia;
g. pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen;
h. koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di
bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen;
i. evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
j. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai
dengan bidang tugasnya.
Dilihat dari fungsinya, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar
lembaga BPOM yang harus dilaksanakan oleh Kedeputian II, yakni:
(1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar (pre-
market) melalui: a) Perkuatan regulasi, standar, pedoman dan
classical text dalam rangka pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen, serta dukungan regulatori
kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan
yang berlaku; b) Peningkatan registrasi/penilaian obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan serta iklan yang
diselesaikan; c) Peningkatan inspeksi dan sertifikasi sarana
produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan dalam rangka pemenuhan standar Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices
(GDP) obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
terkini.
4
(2) Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui:
a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan
pengawasan sarana produksi dan distribusi obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan di seluruh Indonesia oleh 33
Balai Besar (BB)/ Balai POM, serta promosi di media massa dan
media elektronik; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus
pelanggaran di bidang obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen di Pusat dan Balai.
(3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi
dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan
pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan di pusat dan balai melalui: a) Public warning; b)
Pemberian Informasi, bimbingan teknis dan
Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada
masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan
Tupoksi Kedeputian II sangat penting dan strategis dalam rangka
mendorong tercapainya Agenda Prioritas Pembangunan (Nawa
Cita) yang telah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo,
khususnya pada butir 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia
Indonesia, khususnya di sektor kesehatan; dan pada butir 6:
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional; serta butir 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi
dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Kedeputian II ke depan akan menjalankan tugasnya secara lebih
proaktif dan terdepan dalam melindungi masyarakat Indonesia
melalui peningkatan pengawasan obat tradisonal, kosmetik dan
suplemen kesehatan.
5
1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala
BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004
Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan Pasal 166, Kedeputian II terdiri dari empat
Direktorat yang terdiri dari : (1) Direktorat Penilaian Obat
Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; (2) Direktorat
Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen;
(3) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen dan (4) Direktorat Obat Asli Indonesia.
6
Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan dan Kosmetik
SubDit. Penilaian Produk I
SubDit. Penilaian Produk II
SubDit. Surveilan
Keamanan OT, SM dan
Kosmetik
• Sie Penilaian OT
• Sie Penilaian SM dan Nutrase-tikal
• Sie TOP
• Sie Penilaian Kosmetik dan Kosme-setikal
• Sie Penilaian Kosmetik Tradisional
• Sie Surveilan Keamanan OT dan SM
• Sie Surveilan Keamanan Kosmetik
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
SubDit. Standardisasi
Produk I
SubDit. Standardisasi
Produk II
SubDit. Standardisasi
Sarana Produksi
• Sie Standardi-sasi OT dan SM
• Sie Standardi-sasi Sediaan Galenik
• Sie TOP
• Sie Standardi-sasi Bahan Kosmetik
• Sie Standardi-sasi Kosmetik
• Sie Standardi-sasi Sarana Produksi OT dan SM
• Sie Standardi-sasi Sarana Produksi Kosmetik
Direktorat Inspeksi & Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
SubDit. Inspeksi Produk I
SubDit. Inspeksi Produk II
SubDit. Sertifikasi
• Sie Inspeksi OT dan SM
• Sie Pengawa-san Penanda-an dan Promosi OT dan SM
• Sie Inspeksi Kosmetik
• Sie Pengawa-san Penanda-an dan Promosi Kosmetik
• Sie Sertifikasi OT
• Sie Sertifikasi Kosmetik dan SM
• Sie TOP
Direktorat Obat Asli Indonesia
SubDit. Etnofarma-kognosi dan
Budidaya
SubDit. Keamanan
dan Kemanfaa-
tan OAI
SubDit. Bimbingan Teknologi
OAI
• Sie Inventari-sasi OAI
• Sie Pengem-bangan Agro Medika & Bahan OAI
• Sie TOP
• Sie Keama-nan OAI
• Sie Kemanfa-atan OAI
• Sie Teknologi Formulasi OAI
• Sie Teknologi Ekstrak
SubDit. Bimbingan
Industri OAI
• Sie Potensi Pasar dan Ekspor OAI
• Sie Layanan Teknologi & Mana-jemen Mutu OAI
DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN
OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN
Kelompok Jabatan Fungsional
Gambar 1. Struktur Organisasi Kedeputian II
7
Untuk mendukung tugas-tugas Kedeputian II sesuai dengan peran
dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan
kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Kedeputian II untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan sampai tahun 2014 adalah
sejumlah 155 orang yang yang tersebar di empat Unit Eselon II.
Pada tahun 2014, Kedeputian II belum didukung dengan SDM yang
memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 111 orang, dihitung
berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan.
Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisa
beban kerja
Gambar 2. Kebutuhan SDM Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja
*Tahun 2016 s.d. 2019 asumsi tidak ada penambahan pegawai
Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium
pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak
ada penambahan pegawai selama kurun waktu tersebut. Hal ini
mengakibatkan kekurangan pegawai Kedeputian II, yang
diperkirakan sejumlah 21 pegawai akan pensiun, pindah dan
sebagainya dalam lima tahun tersebut tidak dapat dipenuhi,
8
sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan
pegawai tentunya menyebabkan beberapa tugas dan fungsi
pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal.
Adapun jumlah pegawai Kedeputian II berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dijelaskan pada tabel 1. di bawah ini:
Tabel 1. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014
No Unit Kerja S3
S2
Ap
ote
ke
r
/ P
rofe
si
S1
NO
N
sarj
an
a
Jum
lah
1
Direktorat Penilaian Obat
Tradisional, Suplemen Makanan
dan Kosmetik
0 5 36 9 16 66
2
Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
0 6 12 2 3 23
3
Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
0 9 16 5 4 34
4 Direktorat Obat Asli Indonesia 2 4 13 5 8 32
TOTAL 2 24 77 21 31 155
Dari Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa 80 % pegawai di
Kedeputian II adalah sarjana (S1, Profesi, S2). Di bawah ini disajikan
grafik komposisi persentase SDM Kedeputian II menurut pendidikan.
Gambar 3. Profil Pegawai Kedeputian II Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014
9
Dari komposisi SDM Kedeputian II sampai dengan tahun 2014 sesuai
dengan tabel 1. dan gambar 2 di atas, dirasakan bahwa untuk
menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis,
khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu
dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM di
Kedeputian II, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan
strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi
dalam lima tahun kedepan.
1.1.3. Hasil Capaian Kinerja Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Periode 2010-2014
Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Kedeputian II mempunyai
tugas mengawasi peredaran Obat Tradisional, Kosmetik dan
suplemen makanan di wilayah Indonesia. Dalam rangka menjalankan
tugas tersebut, maka terdapat beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan dalam Renstra Kedeputian II 2010-2014, yaitu: 1)
Penyusunan standar, peraturan dan regulasi; 2) Rekomendasi dalam
rangka perizinan dan sertifikasi industri di bidang obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen berdasarkan cara-cara produksi
yang baik; 3) Penilaian produk sebelum diizinkan beredar; 4) Post-
marketing survailance termasuk sampling, pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi, monitoring efek samping produk di
masyarakat; 5) Pre-review dan pasca-audit iklan dan promosi
produk; 6) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk
peringatan publik.
Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan
kewenangan Kedeputian II tersebut dapat dilihat sesuai dengan
pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada
tabel 2 di bawah ini.
10
Tabel 2. Capaian Kinerja Kedeputian II Periode 2010-2014
NO Indikator T*)
2014
Tahun 2014 Tahun
2013
R (%)
Tahun
2012
R (%)
Tahun
2011
R (%)
Tahun
2010
R (%) R**)(%)
%C***)
thd 2014
1. Persentase kenaikan
obat tradisional yang
memenuhi standar
1,0% 2,93% 293% 0,44 6,39 5,62 baseline
2. Persentase kenaikan
kosmetik yang
memenuhi standar
1,0% 0,68% 68% 1,02 0,80 0,87 baseline
3. Persentase kenaikan
suplemen makanan
yang memenuhi
standar
2,0% 0,69% 34,50% 1,26 1,87 1,12 baseline
4. Proporsi obat
tradisional yang
mengandung Bahan
Kimia Obat (BKO)
1,0% 1,38% 99,62% 2,07 1,89 1,67 2,61
5. Proporsi kosmetik
yang mengandung
bahan berbahaya
1,0% 0,78% 100,22% 0,48 0,54 0,65 1,14
6. Proporsi suplemen
makanan yang tidak
memenuhi syarat
keamanan
2,0% 1,95% 100,05% 1,38 0,02 0,12 2,64
Catatan: Sumber: LAKIP KEDEPUTIAN II 2014
*) T : Target **) R : Realisasi ***) %C : Persentase capaian (realisasi dibandingkan terhadap target)
Sebagaimana tabel 2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun
2010-2014 tersebut di atas, kinerja Kedeputian II masih terdapat
beberapa indikator yang belum tercapai. Adapun penjelasan
pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai
berikut: untuk indikator kinerja kenaikan obat tradisional yang
memenuhi standar tercapai 293%. Untuk kinerja kenaikan kosmetik
yang memenuhi standar sebesar 68%, dan kinerja kenaikan
11
suplemen makanan yang memenuhi standar sebesar 34,5%.
Berdasarkan hasil capaian tersebut dapat disimpulkan adanya
keterbatasan Kedeputian II dalam perencanaan dan penetapan
target. Hal ini akan menjadi fokus perbaikan dalam Renstra 2015-
2019 ke depan.
Mengacu pada Renstra BPOM, pengawasan Obat dan Makanan
khususnya Obat Tradisional, Kosmetik dan suplemen kesehatan
tetap menjadi mainstreaming di Renstra Kedeputian II periode 2015-
2019. Di bawah ini pada gambar 4 dapat dilihat secara grafik
pencapaian kinerja Kedeputian II dari tahun 2010-2014.
Gambar 4. Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun
2010-2014
Gambar 5. Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010-2014
12
Dari Gambar 4 sampai 6 dapat dilihat hasil pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen makanan selama tahun 2010-
2014. Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen
makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 mengalami
kenaikan dibandingkan tahun 2010. Namun, jika dibandingkan
terhadap tahun 2011 Persentase/proporsi obat tradisional, kosmetik
dan suplemen makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014
cenderung mengalami penurunan. Di sisi lain, saat ini masih
dijumpai produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan
illegal/palsu/substandar. Hal tersebut dapat mengindikasikan
bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh BPOM
khususnya Kedeputian II selama ini harus terus ditingkatkan.
Perkuatan pengawasan post market merupakan hal yang tak dapat
dielakkan lagi.
Pada produk kosmetik misalnya, sejak diberlakukan Harmonisasi
ASEAN pada 1 Januari 2011, produk kosmetik yang memenuhi syarat
cenderung menurun, sedangkan jumlah produk kosmetik yang
masuk ke Indonesia meningkat secara signifikan. Begitu pula pada
produk obat tradisional, yang pada akhir periode Renstra 2010-2014
menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Produk obat
tradisional yang memenuhi syarat masih jauh di bawah produk
lainnya yang memenuhi syarat. Untuk itu, perlu dilakukan upaya
Gambar 6. Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat ( MS)
Tahun 2010-2014
13
terobosan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang
berisiko terhadap kesehatan.
Berdasarkan capaian kinerja utama BPOM sesuai dengan tabel 2 dan
gambar 4a sampai 4c di atas, terlihat bahwa kinerja Kedeputian II
telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan
kewenangannya. Dengan adanya perubahan lingkungan strategis
yang sangat dinamis diharapkan peran BPOM pada masa yang akan
datang dapat lebih ditingkatkan. Kedeputian II diharapkan terus
menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan
masyarakat, yaitu agar pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan terus lebih dimaksimalkan untuk melindungi
kesehatan masyarakat.
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun
global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia
semakin kompleks. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan
informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa yang berdampak pada
munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Hal ini menuntut
peningkatan peran dan kapasitas instansi Kedeputian II dalam mengawasi
peredaran produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan
internal yang dihadapi oleh Kedeputian II terdiri atas 2 (dua) isu
mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu-isu tersebut saling terkait
satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis eskternal dan internal
yang mempengaruhi peran Kedeputian II adalah sebagai berikut:
1.2.1. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk
Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia juga disertai dengan
dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: 1)
meningkatnya jumlah penduduk dari 237,6 juta jiwa pada tahun
2010 menjadi 271,1 juta jiwa pada tahun 2020; 2) penuaan
14
penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya
proporsi penduduk lanjut usia sebesar 87 persen antara tahun
2010 dan 2025; 3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya
proporsi penduduk perkotaan dari 49,8 persen pada tahun 2010
menjadi 66,6 persen pada tahun 2035; dan 4) migrasi yang ditandai
dengan meningkatnya perpindahan penduduk ke pusat
pertumbuhan. Pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk
yang tidak sama antar provinsi, sehinga pemanfaatan bonus
demografi tersebut juga harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi kewilayahan. Untuk itu, peluang bonus demografi ini juga
harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku
kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan dengan
maksimal.
Tabel 3. PENDUDUK INDONESIA PERIODE 2010 – 2035
2010 2015 2020 2025 2030 2035 Perubahan 2010- 2035
Penduduk usia 0-14 th, juta 68,1 69,9 70,7 70,0 67,9 65,7 -3,6
Usia Kerja (15-64 th), juta 158,5 171,9 183,5 193,5 201,8 207,5 30,9
Penduduk Lansia (60+) juta 18,0 21,7 27,1 33,7 41,0 48,2 167,2
Jumlah total, juta 238,5 255,5 271,1 284,8 296,4 305,7 67,1
Penduduk di perkotaan (%) 49,8 53,3 56,7
60,0
63,4
66,6
-
Sumber Data: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
Agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah
dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan
implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain
melalui: a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk
jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan kuantitas
pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan
ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar,
serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional.
15
Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan
menjadi potensi berupa sumber daya manusia bagi pembangunan
ekonomi. Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi
pemerintah untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di
Indonesia untuk menciptakan aktivitas ekonomi yang sangat besar
dan mampu memberikan kontribusi yang besar juga dalam APBN.
Konsumsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan
orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada
jangka panjang dan juga penampilan. Hal ini menjadi tambahan
tugas bagi Kedeputian II untuk melakukan penilaian dan
pengawasan terhadap berbagai jenis obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang semakin bervariasi dan meningkat
jumlahnya.
Dapat disimpulkan bahwa semakin bertambahnya jumlah
penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan akan semakin meningkat,
sehingga penawaran dari obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar
membuat para produsen obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan
volume produksi maupun variasinya. Hal ini tentunya menuntut
semakin besarnya peran Kedeputian II dalam proses penilaian dan
pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing
Practice) oleh produsen dalam memproduksi obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan menjadi tantangan Kedeputian
II dalam melakukan pengawasan dan pembinaan.
BPOM khususnya Kedeputian II dalam hal ini harus membuat
kebijakan yang mendukung kualitas SDM Indonesia. Kebijakan yang
dibuat harus berorientasi pada keamanan, manfaat, dan mutu obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, juga persyaratan
16
dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha sehingga
bisa menjamin obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
yang sampai di masyarakat aman, bermanfaat, dan bermutu.
Pengawasan keamanan, manfaat dan mutu ini harus dibangun
untuk menghindari dan mengurangi risiko obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan yang tidak memenuhi syarat.
1.2.2. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud sekaligus
metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap
langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat
yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem
kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem
kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam
mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut
peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN
adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Salah satu sub sistem SKN adalah sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai
kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan yang beredar; (ii) ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat
penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di
bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam
negeri. Sub sistem ini saling terkait dengan subsistem lainnya
17
sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan
berhasil guna dan berdaya guna.
BPOM merupakan penyelenggara sub sistem sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan yang beredar serta upaya kemandirian di
bidang pengawasan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam
subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara
komprehensif oleh Kedeputian II , yaitu:
No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar
No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan.
1 Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab.
1 Pembinaan industri farmasi dalam negeri agar mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat melakukan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi.
2 Pelaksanaan regulasi yang baik didukung dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, kerjasama internasional, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan.
2 Pengembangan pemanfaatan obat tradisional yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, bermutu tinggi, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
3 Pengembangan dan penyempurnaan kebijakan mengenai produk dan fasilitas produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen
18
No Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar
No Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan.
kesehatan sesuai dengan IPTEK dan standar internasional.
4 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian impor, ekspor, produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Upaya ini merupakan suatu kesatuan utuh, dilakukan melalui penilaian keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, pemantauan label atau penandaan, iklan dan promosi.
5 Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal.
6 Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahan-bahan dilarang atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan.
Beberapa upaya tersebut di atas, telah dilakukan oleh BPOM dan ke
depan harus lebih ditingkatkan melalui pembinaan, pengawasan
dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab,
independen, transparan dan berbasis bukti ilmiah, sesuai dengan
amanat dalam SKN. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model
19
serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin
menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk makin
melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan
pengawasan yang lebih komprehensif.
Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan
semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada
kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah
kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan . Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan
dihadapi oleh Kedeputian II dalam penyediaan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman dan bermutu.
Untuk itu, BPOM melalui Kedeputian II selama ini melakukan kontrol
dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan
pengawasan secara ketat terhadap produk obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan yang sudah beredar luas di masyarakat.
Selain itu, Kedeputian II juga dapat memberikan informasi dan
edukasi pada masyarakat mengenai produk obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan yang aman, bermutu dan
berkhasiat.
Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian
dalam penjaminan keamanan dan mutu obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan adalah koordinasi dengan seluruh
pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar seperti Kemenkes,
Dinkes, BKKBN termasuk industri farmasi dan Asosiasi. Terkait
meluasnya penggunaan jamu dan obat tradisional, serta pengobatan
secara tradisional di masyarakat diperlukan penelitian ilmiah lebih
lanjut.
20
1.2.3. Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh
sektor pertanian khususnya ketersediaan bahan baku obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan di Indonesia yang
aman, berkhasiat/ bermanfaat dan bermutu dengan harga yang
kompetitif. Dengan adanya potensi permasalahan tersebut di atas
serta proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian
II dalam melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan
untuk mendukung ketersediaan bahan baku obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan secara berkelanjutan.
Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan
Research Center for Climate Change University of Indonesia (RCCC-
UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan model
kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, terdapat tiga
penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan
iklim dan perkembangan vektor yaitu Malaria, Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut,
masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya
perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan
penyakit batu ginjal.
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses
perubahan iklim, diperlukan peranan dari Kedeputian II dalam
mengawasi peredaran varian obat tradisional dan suplemen
kesehatan dari jenis penyakit tersebut. Kondisi ini menuntut kerja
keras dari Kedeputian II melakukan pengawasan terhadap
perkembangan produksi dan peredarannya.
1.2.4. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kemajuan dalam pertumbuhan ekonomi ditopang oleh stabilitas
yang tetap terpelihara. Inflasi dapat dikendalikan dalam batas yang
aman. Nilai tukar meskipun cenderung terdepresiasi,
21
pergerakannya masih dalam taraf yang wajar. Defisit anggaran
tetap terjaga di bawah 3 persen.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat. Salah satu indikator perekonomian yang banyak
digunakan di berbagai negara adalah PDB per kapita di mana di
Indonesia dalam USD tahun 2013 sedikit menurun menjadi USD
3.500 dibanding tahun 2012 yang besarnya USD 3.583 karena
terjadi depresiasi rupiah, meskipun PDB per kapita dalam rupiah
meningkat dari Rp.33,5 juta pada tahun 2012 menjadi Rp.36,5 juta
pada tahun 2013.
Indikator ini menunjukan besarnya daya beli yang ada pada
masyarakat Indonesia. Secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi
pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat
terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang
memiliki standar dan kualitas. Tahun 2012, penjualan kosmetik
impor mencapai Rp. 2,44 triliun atau meningkat 30% dari tahun
2011 yang mencapai Rp. 1, 87 triliun. Naiknya nilai impor
disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik akan produk
premium atau bermerek (high branded).
Industri obat tradisional juga mencatatkan prestasi yang
menggembirakan. Hal tersebut terlihat dari omset yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, omzet obat
tradisional mencapai Rp. 5 triliun dan meningkat pada tahun 2011
yang mencapai Rp. 11 triliun. Sampai akhir tahun 2012, omset obat
tradisional diperkirakan mencapai Rp. 13 triliun dan pada tahun
2015 diperkirakan mencapai Rp. 20 triliun dengan nilai ekspor
mencapai Rp. 16 triliun. Saat ini, terdapat 10 industri jamu skala
menengah besar dan 1000 industri jamu skala kecil tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia terutama di Pulau Jawa, serta
mampu menyerap ratusan ribu tenaga kerja.
22
Dari sisi investasi, Indonesia merupakan negara yang sangat
menarik untuk investor dalam dan luar negeri. Dengan segala
potensi yang dimiliki Indonesia maka investasi di bidang Obat dan
Makanan juga cenderung akan meningkat. Sementara dari sisi
ekspor dan impor, kualitas produk yang dihasilkan harus
memenuhi standar internasional agar dapat menembus pasar luar
negeri. Namun selain itu, peluang pasar domestik yang sangat
besar juga harus dimanfaatkan oleh produsen dalam negeri karena
apabila tidak maka peluang pasar yang besar tersebut akan menjadi
incaran produk luar dan yang terjadi bukan surplus ekspor namun
impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Apabila hal itu terjadi
maka akan menyumbang pada defisit neraca perdagangan sehingga
pertumbuhan ekonomi juga akan turun. Nilai ekonomi total dari
komoditi obat tradisional di Indonesia pada tahun 2014 adalah
berkisar Rp. 20 trilyun rupiah, untuk komoditi suplemen makanan
pada tahun 2014 adalah berkisar Rp. 14 trilyun rupiah sedangkan
untuk produk kosmetik besaran nilai total ekonomi di Indonesia
adalah berkisar Rp. 50 trilyun.
Dari sisi konsumsi, Indonesia mempunyai potensi pasar sangat
besar karena jumlah penduduk yang terbesar keempat setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat. Kebutuhan permintaan akan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dalam negeri sangat
besar mendorong konsumsi tinggi dan pertumbuhan ekonomi akan
meningkat. Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat, khususnya
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berakibat
menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat
masyarakat lebih sulit untuk mendapatkan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan, yang pada akhirnya akan
menurunkan tingkat kesehatan masyarakat baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Besarnya perputaran komoditi obat tradisional, Kosmetik dan
suplemen kesehatan di Indonesia tersebut merupakan salah satu
23
fokus utama dari Kedeputian II dalam melakukan pengawasan
sekaligus pembinaan serta peningkatan kualitas, mutu dan daya
saing produk obat tradisional, Kosmetik dan produk komplemen
lokal.
Gambar 7. Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan
Tradisional (Sumber: Susenas BPS 2009-2012)
1.2.5. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis
berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah menjadi bersifat desentralistis
seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain, menetapkan
bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain.
Kewenangan bidang lain sebagai urusan pemerintah pusat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 telah diatur lebih lanjut secara rinci dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom.
24
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Kewenangan
Bidang Lain telah dikelompokkan dalam beberapa bidang,
termasuk Bidang Kesehatan.
Dalam bidang kesehatan, 3 (tiga) dari 11 (sebelas) kewenangan
yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu: (1) Penetapan
pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan
tanaman obat; (2) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat,
serta pengawasan industri farmasi; dan (3) Penetapan persyaratan
penggunaan bahan tambahan (aditif) tertentu untuk makanan dan
penetapan pedoman pengawasan peredaran.
Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum
dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan
dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang
sangat penting dalam mensinergikan kebijakan pembinaan
khususnya UMKM Obat tradisional dan Kosmetik serta dalam
meningkatkan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan. Berlakunya UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, merupakan tantangan untuk menyiapkan
Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) bagi Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan kegiatan terkait dengan pemberian
izin sarana produksi, registrasi produk dan bimbingan teknis.
Dalam konteks hubungan BPOM dan Pemda perlu disusun tata
hubungan kerja secara bersama yang mengatur peran, fungsi dan
tanggung jawab masing-masing serta meningkatkan kompetensi
petugas di daerah dalam melaksanakannya.
1.2.6. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara
luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi,
politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu
dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan
transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan
25
berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem
pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus
tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka
mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan
adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.
Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi
tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-
perjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang
menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area).
Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area,
ASEAN-China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement
(AKFTA), ASEAN-India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-
Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal
ini, memungkinkan negara-negara tersebut membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar
menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan
pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai
ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah
produk obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen
Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-
negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut.
Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional,
kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu
untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.
Harmonisasi ASEAN di bidang obat tradisional dan suplemen
kesehatan merupakan kerjasama antar Negara ASEAN untuk
meningkatkan kerjasama antar negara – negara anggota ASEAN
untuk meminimalkan hambatan perdagangan tanpa
26
mengakibatkan aspek keamanan efikasi/ manfaat dan mutu produk
yang beredar di ASEAN. Implementasi harmonisasi ASEAN dibidang
kosmetik di Indonesia telah berjalan selama kurang lebih 4 (empat)
tahun, memperlihatkan masuknya kosmetika impor makin
meningkat terutama dari luar ASEAN, Hal ini perlu diantisipasi oleh
pemerintah dan pelaku usaha bidang kosmetik di Indonesia agar
kosmetik lokal tidak kalah saing. Saat ini Indonesia sedang
berusaha untuk mengangkat “awarenes” anggaota ASEAN lainya
untuk mengkaji ulang ASEAN Cosmetik Directive, agar menjadi
directive yang dapat mengurangi bahkan meniadakan “unfair
trade” antara kosmetik ASEAN dan kosmetik non ASEAN, namun
dapat meningkatkan produksi kosmetik di ASEAN. Di bidang
suplemen kesehatan Harmonisasi standar produk sedang dilakukan
penjajagan dan ditargetkan pada tahun ini.
Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara
lain adalah obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan,
termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang
perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini
Indonesia telah menjadi pasar bagi produk obat tradisional,
kosmetik dan produk komplemen dari luar negeri yang belum tentu
terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu,
masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman
dalam mengkonsumsi obat tradisional, kosmetik, suplemen
kesehatan tersebut.
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-
isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan.
Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah
menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya
hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya
27
pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya
bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di
pelosok desa dan perbatasan. Terkait hal tersebut, Kedeputian II
berupaya melakukan edukasi kepada pelaku usaha agar
meningkatkan produksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang aman dan bermutu untuk memenuhi kebutuhan
pasar dalam negeri.
Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat
tinggi. Kebutuhan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih
banyaknya ditemukan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan
baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan
masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health Organization),
praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%,
dan mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk
Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan yang sangat serius
bagi BPOM khususnya Kedeputian II sebagai lembaga negara yang
bertanggung jawab terkait dengan pengawasan atas produk obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang beredar di
masyarakat.
Indonesia memiliki pasar pengobatan tradisional yang cukup besar.
Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri
skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki
sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal
Indonesia memiliki sekitar 9.600 tumbuhan yang memiliki potensi
untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat sekitar 300 jenis
tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat.
Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi
28
Indonesia, maka pemerintah harus selalu mendukung dan
melindungi industri farmasi/IOT, UKOT/UMOT serta industri
kosmetik di Indonesia. Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka
pemerintah harus mengembangkan kesiapan seluruh industri di
bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan tersebut
untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan
ketersediaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing
dengan produk obat dari luar negeri.
1.2.7. Perkembangan Teknologi
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik,
namun penyediaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari
kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman
berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis
tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan
kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM
dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan
penggunaan bahan baku obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan dalam negeri.
Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi
transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut
dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen secara masal dapat
dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas
peredaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
semakin tinggi, dikarenakan distribusi obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan ke tempat tujuan di seluruh wilayah
Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan juga harus sama
29
cepatnya. Bagi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan, ini merupakan satu potential problem, karena
bila terdapat produk yang substandar, peredarannya dapat
menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat.
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang
cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan. Dengan menggunakan teknologi
modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi
dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan
"range" yang sangat luas. Disamping itu, dengan meningkatnya
perkembangan teknologi informasi saat ini, maka segala informasi
kesehatan produk terkait produk obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan dan akan dengan mudah diperoleh, bahkan
cara pembeliannya pun cukup dengan menggunakan komputer dan
perangkat seluler saja. Kedeputian II membawahi 2 (dua)
Direktorat yang memiliki beberapa pelayanan publik di BPOM
Pusat. Pelayanan tersebut berupa pelayanan pendaftaran obat
tradisional, suplemen makanan dan notifikasi kosmetik serta
sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
Seiring dengan perkembangan teknologi tersebut diatas,
Kedeputian II telah menerapkan pelayanan secara on line.
Untuk memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di
Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat
menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan
transaksi produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan secara online, yang tentu saja juga perlu mendapatkan
pengawasan dengan berbasis pada teknologi.
1.2.8. Jejaring Kerja
BPOM menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak
dapat menjadi single player. Untuk itu Kedeputian II
mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di
pusat, daerah, maupun internasional. Jaringan yang luas ini sangat
30
strategis posisinya dalam mendukung tugas-tugas BPOM
khususnya Kedeputian II maupun pemangku kepentingan.
Beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki, Satgas Pemberantasan
Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah). Di tingkat regional
maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan World
Health Organization (WHO), Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam
harmonisasi regulasi bidang obat (RHSC), ASEAN Referrences
Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and
Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S), peluang
kerjasama ini terbuka tentunya karena citra BPOM yang baik di
internasional.
Jejaring kerjasama di dalam negeri ini perlu diinisiasi
pembentukannya karena belum ada wadah yang khusus untuk obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan seperti di pangan.
Tantangan kedepan adalah menggalang kerjasama lintas sektor
dengan Kementerian dan lembaga yang terkait di bidang obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan untuk bersama
meningkatakan pengawasan dan pembinaannya. Selain hal
tersebut perlu lebih ditingkatkan jumlah kajian risiko dibidang
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan nasional di
sepanjang rantai produksi dan distribusi; Pembentukan pool of
expert database untuk Komite Ilmiah dan Panel Pakar; serta
melaksanakan National Capacity Building untuk Risk Assessment.
Post Market Alert System (ASEAN PMAS) merupakan program
inisiasi ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG)
sebagai sarana pertukaran informasi antara negara ASEAN yang
berkaitan dengan masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan
produk. Dimana anggotanya terdiri dari 10 negara di ASEAN yaitu
Brunei, Cambodia, Indonesia, Thailand, Singapore, Malaysia,
Myanmar, Vienam, Lao PDR dan Philippines. PMAS digunakan
sebagai tool komunikasi yang penting bagi regulator untuk
31
bertukar informasi mengenai tindak lanjut dan keputusan yang
dibuat terkait keamanan produk farmasi, kesehatan dan kosmetik.
Tujuan PMAS adalah sebagai sarana berbagi informasi antara
negara ASEAN yang berkaitan dengan keamanan produk terapetik,
obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetika. PMAS dapat
digunakan untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara
cepat terutama jika produk yang dilaporkan termasuk dalam
kategori keamanan utamanya yang harus ditarik dari peredaran.
Saat ini, PMAS meliputi pelaporan untuk produk biologi, obat, obat
tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan lain-lain Ruang
lingkup dalam pelaporan termasuk isu aspek keamanan
(pemalsuan, pencampuran dengan bahan berbahaya), kemanfaatan,
kualitas (produk cacat) atau penandaan yang tidak sesuai. Tindak
lanjut dan rincian investigasi oleh negara anggota juga dilaporkan
sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan untuk pelaporan.
Contoh tindakan yang diambil adalah pembatalan/ penundaan
registrasi produk, penarikan dan revisi label.
1.2.9. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, BPOM
termasuk di dalamnya Kedeputian II melaksanakan Reformasi
Birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand
Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan
merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil
yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB
sebagaimana Gambar 8 di bawah ini:
32
Gambar 8. Pola Pikir Pelaksanaan RB
POLA
PIK
IR D
AN B
UDAY
A KE
RJA
PELA
YANA
N PU
BLIK
MENI
NGKA
TNYA
KAP
ASITA
S DA
N AK
UNTA
BILIT
AS
KINE
RJA
BIRO
KRAS
I
TERWUJUDNYA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI,
KOLUSI, DAN NEPOTISME
PENGUNGKIT HASIL
INOVASI & PEMBELAJARAN
PENGAWASAN INTERNAL
PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
AKUNTABILITAS KINERJA
MENINGKAT-NYA
KUALITAS PELAYANAN
PUBLIK
ORGANISASI
SDMTATA
LAKSANA
a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi
vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat provinsi. Dalam
mendukung pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan di wilayah perbatasan dengan negara lain
dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi,
BPOM memiliki Pos POM. Peran BB/Balai POM dan Pos POM
perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi
kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun
koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan
fungsi pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan dapat dilakukan secara lebih optimal.
b. Penataan Tatalaksana
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, BPOM
khususnya Kedeputian II berkomitmen untuk melindungi
masyarakat dari obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-
menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan
pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Penerapan
sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara
berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau
perolehan Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi
Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement
for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023).
33
Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan
pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau
penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di
antaranya pendaftaran obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan dan berbagai penyelenggaraan manajemen
pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta
keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem
mutu dan pengembangan e-government yang dapat
meningkatkan kinerja Kedeputian II tersebut seyogyanya dapat
diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar
pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan
Hukum
Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang
menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi di kedeputian
II, kecuali peraturan terkait suplemen kesehatan masih belum
mencukupi untuk melaksanakan pengawasan. Peraturan
Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung
tercapainya efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan. Demikian pula sanksi yang diberikan
terhadap pelanggaran belum memberikan efek jera sehingga
sering terjadi kasus berulang.
Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat
mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan
dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi
sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan
RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi
peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego
sektoral. Kedeputian II perlu mengambil kesempatan ini dengan
mengusulkan peraturan perundang-undangan yang akan masuk
34
dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan
penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi,
untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan
diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, Kedeputian II
perlu membuat cost-benefit analysis. Sedangkan terhadap
regulasi teknis yang dikeluarkan, perlu dilakukan regulatory
impact assessment.
Kaitannya dengan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu
didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur
dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota. Pada
level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan
yang jelas untuk acuan dalam pengawasan, juga menerbitkan
standar mutu lainnya, seperti standar produksi (obat tradisional
dan kosmetik). Dari tahun ke tahun akan ditingkatkan jumlah
dan kualitasnya.
Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam
penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk
pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan
kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser
pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di
Free Trade Zone Area
d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, BPOM termasuk di kedeputian II telah
mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil
evaluasi KemenPAN-RB tahun 2014 memperoleh nilai B.
35
Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan
SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan
akuntabilitas kinerja. Namun, Kedeputian II masih melakukan
penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen
pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan
pemerintahan yang akuntabel.
e. Penguatan Pengawasan
Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi,
Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya pengawasan melekat di
tiap tiap direktorat yang ada di Kedeputian II, dapat
meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan
negara di lingkungan Kedeputian II serta menghindari tingkat
penyalahgunaan wewenang.
Pengawasan yang dilakukan Kedeputian II antara lain melalui
kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan
pengaduan masyarakat, implementasi whistle-blowing system,
penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona
integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan
pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)
dalam perencanaan dan penganggaran.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan
yang dilakukan Kedeputian II tersebut masih perlu dievaluasi
agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya.
f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang
didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis
kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk
36
jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai di Kedeputian II
dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses
penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif,
akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan
secara terbuka.
Pengembangan pegawai kedeputian II berbasis kompetensi
yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai
akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini
diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta
pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut
didukung oleh sistem informasi kepegawaian.
Saat ini, SDM Kedeputian II telah memiliki kualitas yang
memadai, namun dari sisi kuantitas belum mencukupi
kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang tersebar di
seluruh Indonesia. Sistem manajemen pemerintah menuntut
adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai
ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja
belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan
sistem manajemen kinerja yang lebih efektif, efisien dan
tranparan terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap
peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Sehingga dapat
dipastikan peningkatan jenjang karir SDM di kedeputian II.
g. Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara
sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja
organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit
kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan
sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan
37
perubahan, BPOM termasuk kedeputian II telah membentuk
agent of change sebagai role model serta forum bagi
pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang
dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh
pegawai secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur
pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan
budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB.
Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan
kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan
dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk
mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan
dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan
manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi.
Hasil analisa lingkungan strategis baik eksternal maupun
internal dilakukan melalui SWOT analisis sebagi instrumen
perencanaan strategis yang menggambarkan situasi yang
dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi dengan
menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan dan
kesempatan eksternal. Sehingga setelah dianalisis mampu
memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan.
Mereduksi ancaman dan membangun peluang. Hal ini
dirangkum dalam tabel 4 berikut :
Tabel 4. Rangkuman Analisis SWOT
KEKUATAN KELEMAHAN
• Peraturan perundang – undangan yang jelas dalam tugas, fungsi dan kewenangan
• kedeputian II dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Kompetensi ASN Kedeputian II
• Perlu NSPK yang jelas ke daerah dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
• Belum terpenuhi regulasi, pedoman dan standar di bidang Obat Tradisional,
38
yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas
• Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional
• Komitmen Pimpinan dan seluruh ASN BPOM menerapkan Reformasi Birokrasi
• Adanya program kedeputian II dalam pre market, postmarket, standarisasi, pemberdayaan masyarakat dan produsen di bidang Obat tradisional kosmetik dan suplemen kesehatan,
• Sistem pengawasan yang komprehensif mencakup pre-market dan post market
• Peraturan dan standar yang dikembangkan sudah mengacu standar internasional
• Memiliki unit teknis di seluruh provinsi di Indonesia
Kosmetik dan suplemen kesehatan
• Jumlah dan sebaran ASN BPOM yang belum memadai dibandingkan dengan cakupan tugas pengawasan dan beban kerja
• Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama
• Unit pelaksana teknis terbatas hanya di tingkat provinsi
• Belum ada pemetaan peningkatan kompetensi ASN yang terstruktur (capacity building) dalam menghadapi perkembangan Dukungan sistem IT dalam pengawasan masih kurang
• Belum tersedia kajian-kajian, ilmu dan media dalam obat tradisional
PELUANG TANTANGAN
• Adanya Program Nasional Indonesia sehat yang salah satu strateginya adalah pengawasan obat dan makanan.
• Komintemn Pemerintah dalam memajukan UMKM dalam berbabagai bidang melalui nawa cita
• Jumlah industri obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang berkembang pesat
• Adanya Networking dengan lembaga-lembaga pusat dan internasional
• Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)
• Pertumbuhan signifikan penjualan dengan pengawasan di tingkat nasional
• Pasar pengobatan tradisional makin besar
• Nilai impor Obat Tradisional yang tingggi
• Perubahan iklim dunia yang mempengaruhi pola penyakit
• Penjualan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan ilegal secara online
• Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk
• Perubahan pola hidup masyarakat (sosial dan ekonomi)
• Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
• Munculnya (kembali) berbagai penyakit baru
• Meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sangat bervariasi
• Besarnya pendapatan
39
• Peningkatanpermohonan sertifikasi dan resertifikasi CPOTB/CPKB
• Besarnya kontribusi industri pengolahan termasuk industri dengan pengawasan terhadap output nasional
• Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan demand obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Kesehatan menjadi kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah
• Perkembangan Teknologi di berbagai bidang komunikasi dan IT dalam menunjang pengawasan.
perkapita berdampak peningkatan konsumsi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Masih banyaknya jumlah pelanggaran di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Lemahnya penegakan hukum • Ketergantungan impor bahan
baku obat sangat tinggi • Berkembangnya fasilitas
industri farmasi serta peningkatan kapasitas produksinya
• Rendahnya pengetahuan dan kemampuan teknis UMKM obat tradisional
• Indonesia adalah negara ke-4 dengan jumlah populasi lanjut usia tertinggi
• Desentralisasi bidang kesehatan belum optimal
• Networking dengan lembaga-lembaga atau instasi di daerah belum optimal
• Belum optimalnya tindaklanjut hasil pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan oleh pemangku kepentingan di daerah
• Kekuatan laboratorium yang belum memadai
Berdasarkan hasil analisa SWOT tersebut di atas, baik dari sisi
keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan
kelemahan, serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan
ancaman, kedeputian II perlu melakukan penataan dan penguatan
kelembagaan dengan menetapkan strategi untuk mewujudkan visi,
misi, dan tujuan organisasi BPOM periode 2015-2019. Terdapat
beberapa hal yang harus dibenahi di masa mendatang agar pencapaian
kinerja Kedeputian II lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 9.
40
terdapat diagram yang menunjukkan analisa permasalahan dan peran
Kedeputian II sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan.
B
Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Kedeputian II
perlu melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-
PERAN KEDEPUTIAN BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN (KEDEPUTIAN II)
• Pemenuhan regulasi, pedoman dan standar di bidang obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Penguatan penapisan produk dalam rangka pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sebelum beredar (pre-market)
• Penguatan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market)
• Optimalisasi pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta bimbingan teknis kepada pelaku usaha dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
BELUM OPTIMALNYA PERAN KEDEPUTIAN II DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN SUPLEMEN KESEHATAN
Belum terpenuhinya regulasi, pedoman dan standar di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan sebelum beredar (pre-market) belum optimalnya pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan pasca beredar di masyarakat (post-market)
Belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta bimbingan teknis pada pelaku usaha dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Gambar 9. Diagram Permasalahan Dan Isu Strategis, Kondisi Saat
Ini Dan Dampaknya
41
faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal
maupun eskternal tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi BPOM periode 2015-2019. Dilihat dari
keseimbangan pengaruh lingkungan internal antara kekuatan dan
kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara peluang dan
ancaman, posisi organisasi Kedeputian II harusnya melakukan
pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi,
misi dan tujuan organisasi BPOM periode 2015-2019.
Untuk itu, Kedeputian II dalam melaksanakan peran dan
kewenangannya harus sesuai dengan peran dan kewenangan BPOM
sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan, maka Kedeputian
II harus mendukung segala penguatan peran dan kewenangan BPOM
sesuai dengan bisnis proses BPOM untuk periode 2015-2019
sebagaimana pada gambar 10 di bawah ini:
Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Gambar 10. Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan
Gambar 11. Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM yang
didukung oleh Kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
42
Tabel 5. Penguatan Peran Kedeputian II Tahun 2015-2019
Penguatan
Sistem
Pengawasan
Obat dan
Makanan
• Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
(NSPK)
• Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan sebelum beredar sesuai
kriteria
• Pengawasan sarana produksi dan distribusi obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
sesuai standar
• Kerjasama dan kemitraan dalam pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
Kerjasama,
Komunikasi,
Informasi dan
Edukasi Publik
• Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku
usaha
• Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik
termasuk peringatan public dibidang obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
• Pengelolaan data dan informasi obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan
• Menentukan peta zona rawan peredaran obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
yang tidak sesuai dengan standar.
43
BAB II
VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN
PRODUK KOMPLEMEN
Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi
ke depan, maka BPOM sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga
Pengawasan Obat dan Makanan dituntut untuk dapat menjamin keamanan, mutu,
manfaat/khasiat Obat dan Makanan tersebut sesuai standar persyaratan yang
telah ditetapkan. Untuk itu, BPOM telah menetapkan visi,’misi dan tujuan serta
sasarannya. Peta strategi BPOM dapat dilihat pada gambar 10 :
Gambar 12. Peta Strategis BPOM Periode 2015-2019
2.1 VISI Visi dan Misi Pembangunan Nasional untuk tahun 2015-2019 telah ditetapkan
dalam Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Visi
pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah “Terwujudnya
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian berlandaskan
44
Gotong Royong”. Upaya untuk mewujudkan visi ini adalah melalui 7 Misi
Pembangunan yaitu:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber
daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan,
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis
berlandaskan negara hukum,
3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim,
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan
sejahtera,
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing,
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan
kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, dan
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Sejalan dengan visi dan misi pembangunan dalam RPJMN 2015-2019, maka
BPOM telah menetapkan Visi BPOM 2015-2019 adalah ”Obat dan Makanan
Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa”
Penjelasan Visi:
Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan khususnya Obat
Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan harus melibatkan masyarakat
dan pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta
diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik.
Sejalan dengan itu, maka pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai
berikut:
Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat
Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan telah
melalui analisa dan kajian, sehingga risiko yang mungkin
masih timbul adalah seminimal mungkin/ dapat
45
ditoleransi/tidak membahayakan saat digunakan pada
manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat Obat
dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan
mutunya terjamin.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang
telah memenuhi standar, baik standar nasional maupun
internasional, sehingga produk lokal unggul dalam
menghadapi pesaing di masa depan.
2.2 MISI Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi BPOM, yang
diacu oleh Kedeputian II adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko
untuk melindungi masyarakat
Tantangan dalam Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan semakin tinggi. Oleh karena itu Kedeputian II melakukan
pengawasan secara komprehensif (full spectrum) melalui regulator yang
memadai, melakukan penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian produk serta
penegakan hukum. Penjaminan mutu obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang konsisten melalui pengawasan komprehensif,
menjadikan produk beredar akan memenuhi standar khasiat/ bermanfaat,
aman dan bermutu. Dengan demikian Kedeputian II akan melindungi
masyarakat dengan optimal.
Berbagai perkembangan lingkungan eksternal menjadi tantangan
tersendiri dalam melakukan pengawasan, dikarenakan adanya
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Peningkatan system pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dilaksanakan melalui
skala prioritas berdasarkan analisis resiko, untuk mengoptimalkan
seluruh sumber daya yang dimiliki secara proporsional agar mencapai
tujuan sasaran strategis. Kedeputian II juga melakukan mitigasi risiko di
semua proses bisnis BPOM, antara lain pada pengawasan sarana dan
46
produk secara pro aktif memperkuat pengawasan lebih ke hulu melalui
pengawasan importir bahan baku dan produsen.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan
keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan
pemangku kepentingan.
Paradigma pengawasan Obat dan Makanan khususnya obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan harus diubah yang sebelumnya adalah
“watchdog” control menjadi pro-active control dengan mendorong
penerapan Risk Management Program oleh industri.
Dalam Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM), pelaku usaha
merupakan salah satu pilar yang mempunyai peran yang sangat strategis
dalam dalam pengawasan Obat dan Makanan. Pelaku usaha harus
bertanggungjawab dalam memenuhi standar dan persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sehingga menjamin
yang diproduksi dan diedarkan berkhasiat/ bermanfaat aman dan
bermutu.
Industri dalam negeri harus mampu bersaing baik di pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Demikian halnya dengan industri obat tradisional,
kosmetik, suplemen kesehatan juga harus mampu bersaing. Kemajuan
industri secara tidak langsung dipengaruhi dari sistem serta dukungan
regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM
berkomitmen untuk mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui
jaminan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan.
Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus mampu membina dan
mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan produk yang
berkhasiat/bermanfaat, aman dan bermutu. Dengan pengawasan dan
pembinaan secara terstruktur berdasarkan analisis resiko dan
berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai
kemandirian dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan.
47
Masyarakat sebagai konsumen juga mempunyai peran yang sangat
strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan. Masyarakat diharapkan
dapat memilih obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang
memenuhi standar, dan diberi kemudahan akses informasi dan
komunikasi terkait Obat dan Makanan. Untuk itu, BPOM melakukan
berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam mendukung pengawasan melalui kegiatan
Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat,
serta kemitraan dengan pemangku kepentingan lainnya sehingga mampu
melindungi diri sendiri dan terhindar dari produk tidak memenuhi
standar, tidak mengandung bahan berbahaya dan ilegal.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan
sendiri, sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pemangku
kepentingan lainnya. Dalam era otonomi daerah, khususnya terkait
dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam menyusun perencanaan
pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan bersifat unik karena
tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pusat dan
diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya menjadi
tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena
kebijakan yang diambil harus bersinergi dengan kebijakan dari
Pemerintah Daerah sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif
dan efisien.
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM
Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang
memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini
membutuhkan sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi.
Sumber daya dalam hal ini terutama terkait dengan sumber daya manusia
dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan sumber daya yang
terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM melalui Kedeputian II
harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar
48
dapat mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah
ditetapkan. Pada akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan
efisien menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh seluruh elemen
organisasi.
Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah
untuk melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata
(techno structure), namun juga melaksanakan fungsi pengaturan
(regulating), pelaksana (executing), dan pemberdayaan (empowering).
Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan/organisasi. Kelembagaan
tersebut meliputi struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang
tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi.
Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas
pokok dan fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-market yang
berstandar internasional diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM
menghadapi tantangan globalisasi. Dengan penjaminan mutu produk Obat
dan Makanan (obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan) yang
konsisten, yaitu memenuhi standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan
bermutu, diharapkan BPOM mampu melindungi masyarakat dengan
optimal.
BPOM melalui Kedeputian II juga melakukan kemitraan dengan pemangku
kepentingan terkait kerja sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi
dan sebagainya yang merupakan potensi yang perlu diperkuat. Semua itu
dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki kesadaran dan
pengetahuan yang baik terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri
sendiri dan terhindar dari produk obat tradisional, kosmetik dan sup yang
mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal.
Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap
mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi
pembelajar (learning organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM
bersama Kedeputian II perlu untuk memperkuat koordinasi internal dan
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling bertukar
informasi (knowledge sharing).
49
2.3 BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus
dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan
tugasnya. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi
menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan
berkarya.
1. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan
dan komitmen yang tinggi.
2. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur dan keyakinan
3. Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan
internasional.
4. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
2.4 TUJUAN Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka
tujuan Kedeputian II 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat
dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global
dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas,
adalah:
50
1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, berkhasiat/bermanfaat,
dan bermutu dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan
indikator:
a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global
dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator:
a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi
ketentuan;
b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan
pembinaan pengawasan Obat dan Makanan.
2.5 SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai
BPOM, dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya
serta infrastruktur yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
(2015-2019) ke depan diharapkan BPOM akan dapat mencapai sasaran
strategis sebagai berikut:
1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Komoditas dan produk yang menjadi obyek pengawasan BPOM tergolong
produk berisiko tinggi yang sama sekali tidak ada ruang untuk toleransi
terhadap produk yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan
khasiat/manfaat. Dalam konteks ini, pengawasan tidak dapat dilakukan
secara parsial hanya pada produk akhir yang beredar di masyarakat tetapi
harus dilakukan secara komprehensif dan sistemik. Pada seluruh mata
rantai pengawasan tersebut, harus ada sistem yang dapat mendeteksi
secara dini jika terjadi degradasi mutu, produk sub standar dan hal-hal
lain untuk dilakukan pengamanan sebelum merugikan konsumen
/masyarakat.
Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum.
Sistem pengawasan di Kedeputian II adalah sistem pengawasan terhadap
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Sistem itu terdiri dari:
pertama, standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar,
51
regulasi, dan kebijakan terkait dengan pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan. Standardisasi dilakukan terpusat,
dimaksudkan untuk menghindari perbedaan standar yang mungkin
terjadi akibat setiap provinsi membuat standar tersendiri. Kedua,
penilaian sebelum diedarkan (pre-market evaluation) yang merupakan
penilaian produk meliputi seluruh aspek khasiat, keamanan dan mutu
sebelum diedarkan termasuk label dan iklan atau promosi yang akan
dilakukan. Selanjutnya akan diterbitkan nomor ijin edar dan dapat
diproduksi serta diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah
pengawasan produk setelah beredar (post-market control) yang dilakukan
dengan sampling produk, pemeriksanaan saran produksi dan distribusi.
Sampling terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
yang beredar di seluruh indonesia dilakukan berdasarkan analisis resiko
dan ditetapkan melalui pedoman prioritas sampling. Adanya harmionisasi
ASEAN juga menjadi landasan dalam penarikan, pembatalan produk dan
tindak lanjut yang lain sesuai peraturan yang berlaku. Pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan ditetapkan sesuai GMP masing – masing produk dan tindak
lanjut yang dilakukan sesuai pedoman pola tindak lanjut, Keempat,
pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko, diuji
di laboratorium guna mengetahui apakah obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan tersebut telah memenuhi syarat keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan salah
satu dasar ilmiah yang digunakan dalam menentukan produk yang tidak
memenuhi syarat. Kelima, adalah penegakan hukum di bidang
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
Penegakan hukum didasarkan pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan,
maupun investigasi awal. Proses penegakan hukum sampai dengan
projusticia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti
dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita
untuk dimusnahkan. Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka
terhadap pelanggaran tersebut dapat diproses secara hukum pidana.
Prinsip ini sudah sejalan dengan kaidah-kaidah dan fungsi-fungsi
52
pengawasan full spectrum yang berlaku secara internasional. Untuk
mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator sebagai
berikut :
1. Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat, dengan target 84%
pada akhir 2019,
2. Persentase kosmetik yang memenuhi syarat, dengan target 93% pada
akhir 2019,
3. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat, dengan target
83% pada akhir 2019,
2. Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan
pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik
pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu
kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik.
Pengawasan oleh pelaku usaha dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai dari
pemastian keamanan dan mutu bahan baku yang digunakan, proses
produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh masyarakat.
Pelaku usaha mempunyai peran penting dalam memberikan jaminan
produknya memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)
melalui pemenuhan produksi yang baik sesuai dengan ketentuan. Pelaku
usaha harus memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk memelihara
sistem manajemen risiko secara mandiri.
Pemerintah dalam hal ini BPOM khusunya Kedeputian II bertugas dalam
menyusun kebijakan dan regulasi terkait obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dan
mendorong penerapan Risk Management Program oleh industri.
Kedeputian II juga berupaya memberikan dukungan kepada pelaku usaha
untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan
memberikan insentif, Clearing House, Sentra Informasi Obat Bahan Alam
53
(SIOBA), dan pendampingan regulatory. Kemandirian pelaku usaha akan
berkontribusi pada peningkatan daya saing.
BPOM dalam melaksanakan amanahnya sebagai lembaga pengawas selalu
meningkatkan efektifitas dan efisiensinya melalui kerjasama berbagai
instansi yang berkepentingan termasuk masyarakat. Untuk mendorong
kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dilakukan melalui
tahapan identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik
pemerintah maupun sektor swasta dan kelompok masyarakat terhadap
tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang dimiliki oleh
masing-masing dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM, dan
menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama.
Kerjasama dan kemitraan dapat dilakukan dengan saling mendukung
serta berbagi sumber daya yang tersedia di masing-masing instansi/
lembaga terkait dengan terlebih dahulu menentukan tujuan dan kerangka
kerjasamanya, atau dengan “mendelegasikan” program-program yang ada
di BPOM kepada lembaga/ kelompok masyarakat yang memiliki program
yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan program
lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan
dengan baik dan berkelanjutan, maka disusun kesepakatan (MoU) yang
mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang
telah disepakati termasuk mekanisme dan sistem monitoring dan
evaluasi.
Komunikasi yang efektif dengan mitra kerja di daerah merupakan hal
yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai POM sebagai
tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan,
BB/Balai POM perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas
terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun.
Kesadaran masyarakat akan produk yang berkhasiat aman dan bermutu
semakin meningkat, hal ini merupakan potensi positif agar pengawasan
dapat dilaksanakan lebih efektif.oleh karena itu upaya peningkatan
kesadaran masyarakat terus dilakukan, melalui kegiatan pembinaan dan
bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi (KIE)
dengan menggunakan berbagai media komunikasi.
54
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka
indikatornya sebagai berikut:
1. Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB,
dengan target kumulatif 81 IOT pada tahun 2019,
2. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan,
dengan target kumulatif 205 industri kosmetika pada tahun 2019,
Adapun tabel 6 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja
BPOM periode 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas, adalah
sebagai berikut :
Tabel 6. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kedeputian
II periode 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa
Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat
Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
1. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
2. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
3. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan menjamin mutu dan mendukung inovasi
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat
1. Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB
2. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan
Dari indikator kinerja tersebut di atas, ditetapkan Indikator Kinerja Utama
Kedeputian II adalah :
1. Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
2. Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
3. Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
4. Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki
sertifikat CPOTB
5. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan
55
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM
Dalam rangka mencapai sasaran strategis BPOM untuk periode 2015-2019,
maka ditetapkan arah kebijakan dan strategi sebagai acuan langkah-langkah
penyusunan target outcome program. Arah kebijakan dan strategi BPOM
disusun untuk mendukung tujuan pembangunan sub bidang kesehatan dan
gizi masyarakat. Upaya secara terintegratif dalam fokus dan lokus
pengawasan Obat dan Makanan dilakukan demi tercapainya tujuan dan
sasaran strategis.
Arah Kebijakan BPOM :
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai
dari perencanaan yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi,
sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut dilakukan dengan pendekatan
analisis risiko yaitu dengan memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal
yang berdampak risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih
optimal.
Keberadaan Balai Besar/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia
memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama
di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Perencanaan berbasis spasial
sudah menjadi hal yang perlu diperhatikan karena secara logis risiko
terhadap Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat berbeda pada
setiap lokus atau wilayah di daerah. Kebijakan ini harus dijabarkan juga
56
oleh Balai Besar /Balai POM di daerah dalam perencanaan pengawasan
Obat dan Makanan di catchment area-nya.
Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong
untuk meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi
balita, anak usia sekolah, dan penduduk miskin. Pada pengawasan Obat,
hal ini dilakukan antara lain melalui pengawasan keamanan, khasiat, dan
mutu vaksin serta Obat Program JKN. Pada pengawasan pangan, kelompok
rentan ini bahkan telah diidentifikasi mencakup bayi, orang sakit, ibu
hamil, orang dengan immunocompromised, dan manula. Pengawasan ini
dilakukan antara lain melalui pengawasan pangan berisiko tinggi (seperti
susu formula dan produk kaleng), pengawasan Pangan Jajanan Anak
Sekolah, dan pengawasan pangan fortifikasi.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan
daya saing produk Obat dan Makanan
Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan.
Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain penerapan Risk
Management Program secara mandiri dan terus menerus oleh produsen
Obat dan Makanan. Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung
jawab produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas
sumber daya pengawas tersebut melalui pembinaan dan bimbingan,
pelatihan, maupun media informasi, serta verifikasi kemandirian tersebut.
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam
pengawasan Obat dan Makanan
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun
sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama
kemitraan dan partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang harus
dipastikan oleh BPOM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan
Obat dan Makanan. Di sisi lain, tanggung jawab pengawasan Obat dan
Makanan (walau mandat konstitusionalnya ada di BPOM) ini mestinya
tidak hanya melekat dan menjadi monopoli BPOM, tapi pemerintah daerah
57
dan masyarakat juga dituntut untuk ikut andil dan terlibat aktif dalam
pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM mestinya jeli dan
proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan
berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur
pemerintah, pelaku usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak
universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat sipil terkait
lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan Makanan yang beredar
di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi.
Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang
dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang
terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau.
Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan
Obat dan Makanan. Dalam hal ini, yang harus dipastikan bahwa materi KIE
itu harus distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan
pesan yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang
ingin disapa oleh BPOM tersebut (misalnya memanfaatkan berbagai media
sosial).
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan
melalui penataan struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang
tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai dengan nilai organisasi serta
pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara
efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset,
penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi
untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi
knowledge base dalam mendukung risk based control, penguatan sistem
perencanaan dan penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis
akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas. Dalam upaya meraih
WTP, selain memelihara komitmen dan integritas pimpinan, para
pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga dilakukan strategi
58
dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan
keuangan (LK), peningkatan kualitas proses pengadaan Barang dan Jasa,
pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap dan persediaan), penguatan
monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan reviu LK,
serta percepatan penyelesaian tindak lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP).
Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan suprasistem,
BPOM perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta
(spasial) dapat diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data
kondisi (misalnya peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusi
Obat dan Makanan), peta capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta
hasil pengujian laboratorium, penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain
itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis kesenjangan kinerja
pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input dalam
pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko.
Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan ini
perlu disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan
komunikasi ke pihak eksternal yang strategis.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan
internal:
Eksternal:
1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat
dan Makanan;
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi
dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan
Makanan.
59
Internal:
1) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis
risiko;
2) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
3) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta
diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan
pegawai;
4) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan
daerah secara lebih proporsional dan akuntabel;
5) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun
utama dalam mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan
kemitraan dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha
dan kelompok masyarak sipil). Mengingat begitu kompleksnya tantangan
dari lingkungan strategis baik internal maupun eskternal seperti yang
diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan sendirinya menuntut
penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi dan
kelembagaan BPOM sendiri. Sedangkan strategi internal lebih difokuskan
pada pembenahan internal organisasi dan kelembagaan serta sumber
daya pegawai BPOM sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini
adalah soal SDM pegawai, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga
sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya.
Agar pembangunan pengawasan Obat dan Makanan menjadi tajam dan
terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut harus dijabarkan pada
perencanaan tahunan dengan penekanan sesuai isu nasional terkini
(penjabaran tahunan Nawacita) dan atau mengacu alternatif penekanan
sebagai berikut :
60
– Tahun 2016 : Mendorong penguatan kelembagaan dan pengembangan
program strategis dalam pengawasan Obat dan Makanan serta
memaksimalkan fungsi pelayanan publik. (Dalam hal ini Penguatan
Laboratorium, Sistem IT dan Dukungan Sarana Prasarana menjadi pra
syarat yang harus dipenuhi).
– Tahun 2017 : Penguatan regulasi di bidang pengawasan Obat dan
Makanan termasuk Pelaksanaan Regulatory Impact Analysis, Penguatan
sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan daerah (sistem
pemeriksaan penyidikan dan pengujian), dan Penguatan Kapasitas dan
Kapabilitas Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan untuk
memaksimalkan Fungsi Penegakan Hukum.
– Tahun 2018 : Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan
Obat dan Makanan didukung dengan analisis dampak efektifitas
pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk mendukung pencapaian
pembangunan nasional. (Dalam hal ini economic burden akibat
pengawasan Obat dan Makanan yang tidak efektif akan menjadi beban
pemerintah secara nasional).
– Tahun 2019 : Percepatan pengawasan Obat dan Makanan serta evaluasi
program (Renstra 2015-2019) dalam rangka peningkatan kinerja
pengawasan Obat dan Makanan periode berikutnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan
Obat dan Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai
RPJMN periode 2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program
pendukung (generik), sebagai berikut:
a. Program Teknis
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama BPOM
dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu, keamanan
dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan penetapan
standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar,
pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana
61
distribusi, sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan
hukum, serta pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b. Program Generik
1) Program generik 1.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya.
2) Program generik 2.
Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM.
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
prioritas BPOM, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan
Makanan :
1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan
post-market);
2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat;
3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar
melalui penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk
iklan dan penandaan;
4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan
Makanan, sarana pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan
sarana distribusi pangan dan bahan berbahaya;
5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat
adiktif;
6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya
laboratorium Obat dan Makanan;
7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;
8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara
lain regulatory science, life science;
9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan
pemangku kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan
Anggaran, Keuangan;
62
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas
Obat dan Makanan;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta
Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;
4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan
Konsumen dan Hubungan Masyarakat.
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEDEPUTIAN II
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab I, Renstra Kedeputian II disusun
berdasarkan Renstra BPOM tahun 2015-2019.
Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan Renstra
periode sebelumnya, Renstra Kedeputian II ditujukan untuk meningkatkan
jaminan produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan aman,
bermanfaat, dan bermutu dalam rangka mendukung terwujudnya visi
organisasi BPOM yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat dan daya saing
bangsa.
Pada matriks Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama,
terdapat 3 (tiga) program lintas di bawah koordinasi Menteri Koordinator
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dimana salah satunya
melibatkan Kedeputian II, yaitu:
• Program Lintas Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pengendalian
Penyakit
Program ini terdiri atas program Dukungan Manajemen Kemenkes, P2PL,
Kepemudaan dan Olahraga, serta Program Pengawasan Obat dan Makanan
yang dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan dengan ukuran 3 (tiga) IKP
dan 9 (sembilan) IKK.
63
Kode Program/Kegiatan Indikator
3.4 Program Pengawasan Obat dan Makanan
Persentase Obat Tradisional yang memenuhi Syarat Persentase Kosmetik yang memenuhi Syarat Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi Syarat
3.4.1 Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS) yang dianalisis dan ditindaklanjuti Jumlah penandaan dan iklan obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang dianalisis dan ditindaklanjuti Persentase berkas permohonan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan keputusan tepat waktu Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan
3.4.2 Pengembangan Obat Asli Indonesia
Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI
3.4.3 Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
Persentase Keputusan Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik yang diselesaikan
64
3.4.4 Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Jumlah Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang disusun
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan
Gizi Masyarakat tahun 2015-2019, dimana terdapat satu arah kebijakan
pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan
Badan POM, yaitu “Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”.
Untuk itu, Kedeputian II menetapkan 6 (enam) strategi sebagai berikut :
1. Perkuatan sistem pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan berbasis risiko;
2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat Tradisional, Kosmetik
dan Suplemen Kesehatan berbasis risiko;
3. Perkuatan kemitraan pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan dengan pemangku kepentingan;
4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan berbasis risiko oleh masyarakat dan pelaku usaha;
5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong
peningkatan daya saing produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan; dan
6. Perkuatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat Tradisional, Kosmetik
dan Suplemen Kesehatan
Berdasarkan arah kebijakan Renstra BPOM tahun 2015-2019, maka arah
kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran strategis Kedeputian II tahun
2015-2019 adalah:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat
Penguatan Sistem Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan berbasis risiko dimulai dari perencanaan yang diarahkan
berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek
tersebut dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan
65
memprioritaskan pengawasan kepada hal-hal yang berdampak risiko
lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih optimal.
Keberadaan Balai Besar/Balai POM hampir di seluruh wilayah Indonesia
memungkinkan BPOM meningkatkan pemerataan pembangunan terutama
di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
Perencanaan berbasis spasial sudah menjadi hal yang diperhatikan karena
secara logis risiko terhadap obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang beredar di masyarakat berbeda pada setiap lokus atau
wilayah di daerah. Kebijakan ini dijabarkan dalam pedoman prioritas
sampling. REKSI PIMPINAN
Penguatan sistem pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan juga didorong untuk menjawab tantangan isu – isu strategis
yang terjadi serta meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan.
Pengawasan ini dilakukan antara lain melalui intensifikasi pengawasan
produk obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung Bahan
Kima Obat (BKO), intensifikasi iklan dan penandaan produk kosmetik
karena pemberlakuan pre market notifikasi, perkuatan laboratorium
dalam investigasi produk, perkuatan kerjasama lintas sektor dalam dan
luar negeri.
Untuk menjawab tantang isu strategis saat ini perlu dilakukan beberapa
langkah strategis melalui Peningkatan sistem pengawasan Pre Market
produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik dengan
pemenuhan optimalisasi proses penilaian melalui penyempurnaan sistem
e-reg obat tradisional, suplemen kesehatan dan notifikasi kosmetik yang
telah ada serta penyediaan pedoman teknis terkait penilaian obat
tradisional, suplemen kesehatan dan notifikasi kosmetik.
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong
kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan
daya saing produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan
kemandirian ekonomi utamanya daya saing obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi antara lain
66
penerapan Risk Management Program secara mandiri dan terus menerus
dan bertahap oleh produsen. Pembinaan di Kedeputian II dilakukan
melalui dua program yaitu program untuk industri dan UMKM. Industri
yang menerapkan Risk Management Program dalam pemenuhan
CPOTB/CPKB difasilitasi sehingga penerapan dapat dilakukan secara
mandiri dan konsisten. Pembinaan terhadap UMKM obat tradisional,
kosmetik dilakukan melalui penerapan bertahap CPOTB/CPKB dengan
melibatkan berbagai instansi terkait. Fasilitasi kualitas sumber daya
dilakukan melalui pembuatan standar yang memadai serta melalui
pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta
verifikasi kemandirian tersebut.
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik
melalui kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat
dalam pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun
sumber daya yang tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama
kemitraan dan partisipasi masyarakat adalah elemen kunci yang
dimanfaatkan Kedeputian II dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Hal ini
sudah menjadi konsekuansi sistem pengawasan dengan tiga pilarnya yaitu
pemerintah, industri dan masyarakat.
Pengawasan yang dilakukan dari hulu ke hilir akan melibatkan berbagai
pihak pemerintah di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena penguatan
kerjasama lintas sektor sangat konsen dilaksanakan. Desentralisasi
kewenangan di bidang kesehatan, masih belum berjalan optimal oleh
karena itu penguatan regulatory pengawasan obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan di pemerintah pusat dan daerah perlu dibuat
pendelegasian kewenangan yang jelas melalui NSPK pusat dan daerah
sehingga pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
akan lebih efisien.
Kerjasama di ASEAN dalam post market alert sistem (PMAS) telah berjalan
dengan baik. Banyak hal didapatkan melalui kerjasama ini antara lain
67
terkait BKO yang ada dalam produk obat tradisional, kosmetik, suplemen
kesehatan dan suplemen kesehatan lainnya. Penguatan kerjasama juga
banyak dilakukan secara mandiri oleh BPOM dengan pemerintah negara
lain seperti China, Australia, dll
Kedeputian II akan proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan
dengan melibatkan berbagai pihak berpentingan dalam dan luar negeri
seperti pemanfaatan CSR dan komunitas peduli obat dan makanan,
asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan organisasi masyarakat
sipil terkait lainnya.
Bentuk draft dan model kerjasama/kemitraan itu juga harus dirancang
dengan fleksibel, tapi tetap mengikat dan dipatuhi oleh semua pihak yang
terlibat dalam kerjasama, serta berkelanjutan dengan terpantau.
Kebijakan ini juga dapat difokuskan pada memaksimalkan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi publik sebagai upaya strategis dalam pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan. Materi KIE itu harus
distandarkan, memiliki muatan informatif dan jelas menguraikan pesan
yang dikampanyekan, serta mampu menjangkau khalayak yang ingin
disapa oleh BPOM.
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Suplemen Kesehatan melalui penataan struktur yang kaya dengan
fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai
dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan
efisien.
Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara
efektif dan efisien, dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif,
demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan, penataan aset,
penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi
untuk mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi
knowledge base dalam mendukung risk based control, penguatan sistem
perencanaan dan penganggaran, serta implementasi keuangan berbasis
akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas.
68
Dalam upaya meraih dan memelihara WTP, komitmen dan integritas
pimpinan, para pengelola keuangan, dan pelaksana kegiatan, perlu juga
dilakukan strategi dan upaya penguatan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP), penguatan perencanaan dan penganggaran,
peningkatan kualitas laporan keuangan (LK), peningkatan kualitas proses
pengadaan Barang dan Jasa, pembenahan penatausahaan BMN (aset tetap
dan persediaan), penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas
pengawasan dan reviu LK, serta percepatan penyelesaian tindak lanjut
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Terkait perencanaan dan penganggaran, sesuai tuntutan supra sistem.
Kedeputian II dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan perlu mengubah data elektronisasi menjadi data bentuk peta
(spasial) dapat diakses secara online dan real time yaitu berupa data-data
kondisi (misalnya peta penyebaran sarana produksi & sarana distribusi
Obat dan Makanan), peta capaian hasil kinerja pengawasan (misalnya peta
hasil pengujian laboratorium, penyelesaian kasus, dan sebagainya). Selain
itu data-data perlu diolah dan dilakukan analisis kesenjangan kinerja
pengawasan antar wilayah sehingga dapat menjadi input dalam
pelaksanaan program pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko.
Selain memberi arah penguatan ke dalam institusi BPOM, kebijakan ini
perlu disertai dengan strategi dan upaya peningkatan kerjasama dan
komunikasi ke pihak eksternal yang strategis.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan
internal:
Eksternal:
1. Perkuatan kemitraan dengan lintas sektor dalam pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan.
69
Internal:
1. Perkuatan regulatory system pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan berbasis risiko;
2. Membangun manajemen kinerja dari kinerja lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta
diarahkan untuk mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
4. Meningkatkan kompetensi SDM di Kedeputian II secara lebih proporsional
dan akuntabel;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama
dalam mendukung tugas pengawasan pangan, termasuk pemanfaatan
teknologi informasi.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan
dengan lintas sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok
masyarak sipil). Adapun kerjasama dan kemitraan yang telah dibangun
Kedeputian II dalam rangka penguatan kemitraan dengan lintas sektor
terkait pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan,
yaitu :
1. Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas)
Pada tahun 2013 Badan POM berinisiasi membentuk Kelompok Kerja
Nasional Penanggulangan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia
Obat yang terdiri dari berbagai stake holder terkait antara lain
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Dalam
Negeri, Asosiasi Dinas Kesehatan, Asosiasi Pelaku Usaha (GP Jamu dan
GAPOTA), Kejaksaan Agung RI dan Kepolisian RI. Pokjanas ini dibentuk
melalui SK Kepala Badan POM No. HK.04.1.43.03.13.1258 tahun 2013
dengan tugas umum sebagai berikut :
1. melaksanakan upaya penangkalan, Pencegahan dan penegakan hukum
terkait Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat melalui
pengurangan pasokan (supply reduction) dan pengurangan permintaan
(demand reduction);
70
2. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan bahaya
Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat; dan
3. penerapan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pokjanas dicanangkan oleh Kepala Badan POM pada tanggal 8 April 2013.
Pada pencanangan tersebut, perwakilan dari pemerintah, pelaku usaha
dan pemerintah menadatangani komitmen bersama dalam
penanggulangan OT mengandung BKO.
Secara garis besar, program Pokjanas Penanggulangan OT Mengandung
BKO terbagi atas 2 kelompok program yaitu :
1. Program Pemutusan Rantai Suplai
Dilakukan melalui program pengawasan sarana produksi dan distribusi
serta penelusuran sumber OT mengandung BKO. Dalam kurun waktu
2013 – 2015, telah dilakukan upaya pemutusan rantai suplai OT
mengandung BKO dengan hasil sebagai berikut :
Tahun Hasil Penelusuran Sumber
(produsen)
Hasil Pembersihan Pasar
(sarana distribusi)
2013 Rp 4.049.130.000,- (Produk) Rp 5.568.422.000 (Produk)
2014 Rp 25.000.000.000,- (Produk) Rp 5.142.266.000 (Produk)
2015 Rp 59.788.642.000,- (Produk )
Rp. 63.551.667.000,- (Bahan
Baku)
Rp 1.008.004.500
(Produk)
2. Program Penurunan Deman
Dilakukan melalui program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
kepada pelaku usaha dan masyarakat umum dengan tujuan
menurunkan permintaan pasar terhadap OT mengandung BKO.
Pelaksanaan program KIE tersebut dirinci sebagai berikut :
Program KIE Frekuensi Jumlah Peserta
Komunikasi Hasil Pengawasan
kepada Pelaku Usaha
5 kali 877 orang
Sosialisasi kepada Masyarakat 4 kali 2.197 orang
71
Penerbitan Public Warning 4 kali
Peningkatan kinerja Pokjanas perlu terus ditingkatkan dan diperluas, oleh
kerena itu perlu dilakukan revitalisasi melalui legalitas yang lebih kuat
dalam pembentukannya.
2. Post Market Alert System (ASEAN PMAS)
Post Market Alert System (ASEAN PMAS) merupakan program inisiasi
ASEAN Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) sebagai sarana
pertukaran informasi antara negara ASEAN yang berkaitan dengan
masalah keamanan, mutu dan kemanfaatan produk. Dimana anggotanya
terdiri dari 10 negara di ASEAN yaitu Brunei, Cambodia, Indonesia,
Thailand, Singapore, Malaysia, Myanmar, Vienam, Lao PDR dan
Philippines. PMAS digunakan sebagai tool komunikasi yang penting bagi
regulator untuk bertukar informasi mengenai tindak lanjut dan keputusan
yang dibuat terkait keamanan produk farmasi, kesehatan dan kosmetik.
Tujuan PMAS adalah sebagai sarana berbagi informasi antara negara
ASEAN yang berkaitan dengan keamanan produk terapetik, obat
tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetika. PMAS dapat digunakan
untuk menotifikasi badan pengawas lainnya secara cepat terutama jika
produk yang dilaporkan termasuk dalam kategori keamanan utamanya
yang harus ditarik dari peredaran. Saat ini, PMAS meliputi pelaporan
untuk produk biologi, obat, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik dan lain-lain Ruang lingkup dalam pelaporan termasuk isu aspek
keamanan (pemalsuan, pencampuran dengan bahan berbahaya),
kemanfaatan, kualitas (produk cacat) atau penandaan yang tidak sesuai.
Tindak lanjut dan rincian investigasi oleh negara anggota juga dilaporkan
sebagai bagian dari informasi yang dibutuhkan untuk pelaporan. Contoh
tindakan yang diambil adalah pembatalan/ penundaan registrasi produk,
penarikan dan revisi label.
72
Strategi eksternal lainnya yaitu peningkatan pembinaan dan bimbingan
melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat dan
pelaku usaha di bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan.
Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal
organisasi dan kelembagaan serta sumber daya pegawai di Kedeputian II
sendiri. Poin penting yang harus diperhatikan di sini adalah peningkatan
kapasitas SDM pengawas di Kedeputian II, karena kunci keberhasilan sebuah
lembaga sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya.
Agar pembangunan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan menjadi tajam dan terarah, arah kebijakan dan strategi tersebut
harus dijabarkan pada perencanaan tahunan dengan penekanan sesuai isu
nasional terkini (penjabaran tahunan Nawacita) dan atau mengacu alternatif
penekanan sebagai berikut :
- Tahun 2016 :
Mendorong penguatan kelembagaan dan pengembangan program strategis
dalam pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
serta memaksimalkan fungsi pelayanan publik. (Dalam hal ini penguatan
Laboratorium, Sistem IT dan dukungan Sarana Prasarana menjadi pra
syarat yang harus dipenuhi)
- Tahun 2017 :
Penguatan regulasi di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan termasuk pelaksanaan regulatory impact analysis,
penguatan sistem data pre dan post terintegrasi antara pusat dan daerah
(sistem pemeriksaan penyidikan dan pengujian).
- Tahun 2018 :
Penguatan dalam penegakan hukum di bidang pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan didukung dengan analisis dampak
efektifitas pengawasan secara ekonomi dan sosial untuk mendukung
pencapaian pembangunan nasional.
- Tahun 2019 :
73
Percepatan pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan serta evaluasi program (Renstra 2015-2019) dalam rangka
peningkatan kinerja pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan periode berikutnya.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, Kedeputian II
menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode 2015-2019, yaitu
program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai berikut:
a. Program Teknis
Program Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama
Kedeputian II untuk menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan mutu,
keamanan dan manfaat obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan melalui serangkaian kegiatan penetapan standar pengawasan,
penilaian obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan sesuai
standar, pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap
sarana distribusi, sampling dan pengujian obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang beredar, penegakan hukum, serta pembinaan
dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b. Program Generik
1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya
2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana di Kedeputian II
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan
prioritas Kedeputian II, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan :
1) Penyusunan standar obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan berupa Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK)
pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan (pre
dan post-market);
74
2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berbasis risiko;
3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan beredar melalui penetapan prioritas sampling
berdasarkan risiko termasuk iklan dan penandaan.
4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
5) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan
pemangku kepentingan serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b. Kegiatan untuk melaksanakan program generik (pendukung):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan
Anggaran, Keuangan;
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kedeputian II;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta
Peningkatan Sarana dan Prasarana Penunjang Aparatur Kedeputian II;
4) Peningkatan dan Pemeliharaan Kompetensi Aparatur Kedeputian II;
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan
Konsumen dan Hubungan Masyarakat.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing
sasaran strategis BPOM periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran
program dan kegiatan berdasarkan logic model perencanaan. Adapun logic
model penjabaran terhadap sasaran program dan kegiatan sesuai dengan
unit organisasi di lingkungan BPOM adalah sebagai berikut:
75
Gambar 13. Logframe Kedeputian
Tabel 7. Program, Sasaran Program, Kegiatan, Sasaran Kegiatan, dan Indikator
di Lingkungan Kedeputian
PROGRAM SASARAN
PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC
PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
Tersusunnya standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan dalam rangka menjamin Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan yang beredar aman, berkhasiat dan bermutu
Jumlah standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan yang disusun
Dit. Standardisasi OT, Kosmetik, dan SK
Jumlah keputusan dokumen uji klinik obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang tepat waktu
Penilaian obat tradisional, Suplemen Kesehatan, dan kosmetik
Tersedianya Obat Tradisional, suplemen kesehatan dan Kosmetik memenuhi standar
Persentase Keputusan Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang diselesaikan
Dit. Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan kosmetik
Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
Meningkatnya mutu sarana produksi dan distribusi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan sesuai GMP dan GDP
1. Persentase hasil inspeksi sarana
produksi dan distribusi Obat
Tradisional, Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan yang
memerlukan pendalaman mutu
dan atau diverifikasi
2. Persentase Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Suplemen
Kesehatan dan produk kuasi TMS
yang dianalisis dan ditindaklanjuti
3. Jumlah penandaan dan iklan obat
tradisional, kosmetik, dan
suplemen kesehatan yang
dianalisis dan ditindaklanjuti
4. Persentase berkas permohonan
sertifikasi Obat Tradisional,
Kosmetik, dan Suplemen
Kesehatan dan produk kuasi yang
mendapatkan keputusan tepat
waktu
Dit. Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan
Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat Tradisional Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Pelaku usaha menjamin mutu produk Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
1. Jumlah industri obat tradisional
(IOT) yang memiliki sertfikat
CPOTB
2. Jumlah industri kosmetika yang
mandiri dalam pemenuhan
Dit. Inspeksi dan sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk
76
PROGRAM SASARAN
PROGRAM KEGIATAN STRATEGIS
SASARAN KEGIATAN INDIKATOR PIC
partisipasi masyarakat ketentuan Komplemen
Pengembangan Obat Asli Indonesia
Meningkatnya ketersediaan informasi, pengembangan OAI untuk mendukung pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan pihak terkait.
Jumlah pedoman/publikasi informasi
keamanan, kemanfaatan/khasiat dan
mutu hasil pengembangan OAI
Dit. Obat Asli Indonesia
Meningkatkan upaya bimbingan pada UMKM obat tradisional
Jumlah UMKM Obat Tradisional yang
di Intervensi
Dit. Obat Asli Indonesia
3.3 KERANGKA REGULASI
Dalam rangka Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan,
dibutuhkan adanya regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan.
Sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai
tugas teknis, tidak hanya regulasi yang bersifat teknis saja yang harus
dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat adminitratif dan
strategis.
Untuk menunjang tugas pengawasan, Kedeputian II melakukan penyusunan
standar obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan berupa Norma,
Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) pengawasan obat tradisional,
kosmetik dan suplemen kesehatan (pre dan post-market). Penyusunan NSPK
disesuaikan dengan tantangan global, regional dan nasional dan pada
pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dengan banyak sektor terkait, baik
pemerintah maupun swasta. Untuk itu, regulasi perlu dirancang sedemikian
mungkin agar sesuai dengan tugas pengawasan Obat dan Makanan.
Kerangka regulasi diarahkan untuk penyediaan regulasi yang memadai
terkait dengan obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan, Untuk itu,
diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh Kedeputian
II dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:
1. Peraturan Perundang-undangan yang mengatur :
77
• pengawasan Pre dan post market obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan
• sarana produksi dan distribusi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan
• Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
• Uji Klinik Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
2. Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan. Adanya Juknis/pedoman
tersebut diharapkan dapat memperbaiki Sistem penyebaran informasi
obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang belum
terintegrasi, termasuk dengan pemanfaatan hasil Monitoring Efek
Samping Obat Tradisional (MESOT), dan Monitoring Efek Samping
Kosmetik (MESKOS).
Rincian kerangka regulasi terlampir pada Lampiran 2 Matriks Kerangka
Regulasi Kedeputian II 2015-2019.
3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN
Untuk memperkuat peran dan fungsi Kedeputian II dalam melaksanakan
mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif penataan
kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi Kedeputian II
maupun penataan yang bersifat interorganisasi dalam bentuk koordinasi
lintas unit Eselon I, lintas instansi/lembaga, maupun hubungan dengan para
pemangku kepentingan utama.
Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan dikoordinasikan
agar lebih efisien dan efektif adalah :
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kedeputian II sesuai
dengan perubahan lingkungan strategis periode 2015-2019
Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organisasi induk dilakukan
dengan memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, antara lain melalui
78
penguatan unit kerja di Kedeputian II dalam fungsi dan peran sebagai
policy center (pengkaji, perumus, dan penetapan kebijakan) dalam bidang
Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan.
National Regulatory Authority (NRA) yang kuat dan mendapat pengakuan
dari internasional akan meningkatkan kepercayaan negara lain terhadap
produk obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan yang beredar
dan diawasi oleh NRA tersebut. Dengan demikian, perkuatan lembaga
BPOM khususnya kedeputian II sebagai ujung tombak perlindungan
masyarakat terhadap produk obat tradisional, kosmetik, dan suplemen
kesehatan yang tidak memenuhi syarat keamanan, mutu dan khasiatnya,
secara tidak langsung akan mendorong daya saing produk obat
tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan dalam pasar nasional dan
internasional. Oleh sebab itu penjajakan dan peningkatan Kerjasama
Kedeputian II dalam fora internasional baik pada tingkat bilateral, regional
dan multilateral diarahkan pada aspek:
a. Perkuatan Sistem Pengawasan produk obat tradisional, kosmetik, dan
suplemen kesehatan sesuai standar internasional.
b. Peningkatan kemampuan SDM dalam mengawasi produk obat
tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan berdasarkan standar
internasional.
c. Harmonisasi standar produk obat tradisional, kosmetik, dan suplemen
kesehatan tanpa mengabaikan kemampuan UMKM.
Gambaran tentang penguatan kerangka kelembagaan Kedeputian II yang
dikaitkan dengan peningkatan daya saing dapat dilihat pada Gambar 12.
79
2. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas
sama dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan
kesehatan.
3. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan Deputi
III untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola
pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta
manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan.
4. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan
berdasarkan analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan
kompetensi (hard maupun soft competency) dan profesionalisme ASN,
penilaian kinerja individu ASN, hingga penyusunan kebutuhan anggaran
untuk biaya rutin ASN. Untuk mampu menghadapi dinamika lingkungan
strategis maka peningkatan kompetensi akan dikembangkan agar ASN
memiliki wawasan kebangsaan yang kuat, memiliki endurance/tahan
terhadap tekanan dalam pekerjaan, memiliki kemampuan komunikasi
NRA yang kuat
a. Kualitas SDM yang
mampu mengawasi
produk Obat
Tradisional, Kosmetik
dan Suplemen
Kesehatan
b. Sistem pengawasan
Obat Tradisional,
Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan
sesuai standar
internasional
Produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan terjamin aman, bermutu dan berkhasiat sesuai standar internasional
Koordinasi yang kuat dengan Lintas Sektor dalam rangka peningkatan standar produk UMKM
Daya saing Produk Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan meningkat
Gambar 14. Ilustrasi penguatan kerangka kelembagaan Kedeputian II untuk
peningkatan daya saing obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan
80
internal dan eksternal baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Penempatan ASN dalam jabatan fungsional seperti PFM maupun
fungsional lainnya diharapkan dapat mendorong profesionalisme ASN.
81
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
4.1 TARGET KINERJA
Mengacu kepada Program Badan Pengawas Obat dan Makanan di Lingkungan
Kedeputian yaitu Pengawasan Obat dan Makanan, Kedeputian II menetapkan
program pengawasan obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan
dengan sasaran strategis :
Tabel 8. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Kedeputian II
Sasaran Strategis Indikator Target Kinerja
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya Sistem
Pengawasan Obat
dan Makanan
Persentase Obat
Tradisional yang
memenuhi syarat
80 81 82 83 84
Persentase Kosmetik
yang memenuhi syarat
89 90 91 92 93
Persentase Suplemen
Kesehatan yang
memenuhi syarat
79 80 81 82 83
Meningkatnya
kemandirian pelaku
usaha, kemitraan
dengan pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat
Jumlah pelaku usaha
industri obat tradisional
(IOT) yang memiliki
sertfikat CPOTB
61 66 71 76 81
Jumlah industri
kosmetika yang mandiri
dalam pemenuhan
ketentuan
185 190 195 200 205
4.1.1 Kegiatan dalam Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan
Obat dan Makanan
Untuk mencapai Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan
Obat dan Makanan dilaksanakan Program Pengawasan Obat dan
Makanan oleh Kedeputian II melalui kegiatan:
1. Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen
Kesehatan
82
Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen mengemban sasaran yaitu tersusunnya Regulasi,
Pedoman dan Standar obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang dapat menjamin produk yang aman, berkhasiat
dan bermutu, dengan indikator :
a. Jumlah regulasi, pedoman, standar obat tradisional yang
disusun (18 regulasi/pedoman/standar).
b. Jumlah regulasi, pedoman, standar kosmetik yang disusun
(30 regulasi/pedoman/standar).
c. Jumlah regulasi, pedoman, standar produk komplemen yang
disusun (2 regulasi/ pedoman/ standar).
2. Penilaian Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja kegiatan penilaian obat
tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetik adalah sebagai
berikut :
Sasaran
Strategis
Sasaran
Kegiatan
Indikator
Kegiatan
Target Kinerja
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya
Sistem
Pengawasan
Obat dan
Makanan
Tersedianya
Obat
Tradisional,
Suplemen
Kesehatan dan
Kosmetik yang
memenuhi
standar
keamanan,
kemanfaatan
dan mutu
Jumlah
Keputusan
Penilaian Obat
Tradisional,
Suplemen
Kesehatan dan
Kosmetik yang
diselesaikan
tepat waktu
20.600
Keputusan
- - - -
Jumlah DIP
(Dokumen
Informasi
Produk) Produk
Kosmetik yang
dinilai
260
Dokumen
- - - -
Jumlah kajian
risk-benefit
keamanan obat
tradisional,
suplemen
kesehatan dan
kosmetik dalam
rangka
penetapan tindak
lanjut regulatory
yang tepat
10
Kajian
- - - -
Tersedianya
obat
tradisional,
Persentase
keputusan
penilaian Obat
- 80 82 82 83
83
Sasaran
Strategis
Sasaran
Kegiatan
Indikator
Kegiatan
Target Kinerja
2015 2016 2017 2018 2019
kosmetik dan
suplemen
kesehatan)
memenuhi
kriteria
sebelum
produk di
pasarkan
Tradisional,
suplemen
kesehatan dan
kosmetik yang
diselesaikan
3. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
Masih kurangnya mutu hasil inspeksi sarana produksi dan
distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan
yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM, mengakibatkan
tindaklanjut pengawasan tidak seragam dan optimal.
Menanggapi hal tersebut, perlu dilakukan sosialisasi dan
penerapan pedoman tindak lanjut hasil pengawasan kepada
Balai Besar/Balai POM. Selain itu juga akan dilakukan supervisi
terhadap hasil pengawasan secara terprogram. Perubahan
mindset sangat terasa disini. Pusat akan dituntut sebagai
pembuat kebijakan dan pembina Balai, serta pelaksana fungsi
steering, sedangkan Balai akan menjadi garda terdepan dalam
fungsi rowing.
Pencapaian kegiatan ini diukur dengan indikator:
a) Persentase hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat
tradisional, kosmetik dan suplemen kesehatan yang
memerlukan pendalaman mutu dan/atau diverifikasi, dengan
target 10% pada tahun 2019
b) Persentase obat tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan dan produk kuasi tidak memenuhi syarat (TMS)
yang dianalisis dan ditindaklanjuti, dengan target 90% pada
tahun 2019.
c) Jumlah penandaan dan iklan obat tradisional, kosmetik, dan
suplemen kesehatan yang dianalisis dan ditindaklanjuti,
dengan target 47.000 pada tahun 2019.
84
d) Persentase berkas permohonan sertifikasi OT, Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan dan Produk Kuasi yang mendapatkan
keputusan tepat waktu, dengan target 78% pada tahun 2019.
4.1.2. Kegiatan dalam Sasaran Strategis Meningkatnya kemandirian
pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan
partisipasi masyarakat
Untuk mencapai Sasaran Strategis Meningkatnya kemandirian
pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan dan
partisipasi masyarakat dilaksanakan Program Pengawasan Obat dan
Makanan oleh Kedeputian II melalui kegiatan:
1. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemen Makanan/Peningkatan kemandirian Pelaku Usaha
Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
Pelaku usaha obat tradisional dan kosmetik mempunyai andil
yang cukup besar dalam melindungi konsumen dari produk yang
tidak aman. Untuk itu diperlukan kemandirian pelaku usaha
dengan meningkatan kemampuan teknis dan pemahaman
regulasi termasuk CPOTB/CPKB, sosialisasi dan edukasi ke
pelaku usaha/masyarakat.
Untuk mengukur kegiatan tersebut, penting adanya indikator
terkait dengan kemandirian, yaitu:
a) Jumlah industri obat tradisional (IOT) yang memiliki
sertfikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB), dengan target 81 sampai dengan tahun 2019.
b) Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan
ketentuan, dengan target 205 sampai dengan tahun 2019.
2. Pengembangan Obat Asli Indonesia
Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat
Tradisional dan pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi, Direktorat Obat Asli Indonesia berupaya
meningkatkan ketersediaan informasi dan pengembangan Obat
Asli Indonesia (OAI) melalui pedoman dan media informasi
85
terkait keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu hasil
pengembangan OAI.
Kegiatan ini diukur dengan indikator:
Jumlah pedoman/publikasi informasi keamanan, kemanfaatan/
khasiat dan mutu hasil pengembangan OAI, dengan target 35
sampai dengan tahun 2019.
Dalam rangka memenuhi peraturan dan persyaratan yang
ditetapkan BPOM, masih terdapat pelaku usaha obat tradisional
yang mengalami kendala, antara lain proses pendaftaran produk
yang belum lancar dan masih ditemukan pelanggaran lainnya di
lapangan. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan pelaku usaha
(UKOT, UMOT serta Industri Ekstrak Bahan ALami/IEBA) dalam
memenuhi persyaratan dan peraturan yang ditetapkan BPOM.
Untuk itu dibutuhkan pembinaan bagi pelaku usaha obat
tradisional dalam memenuhi persyaratan peraturan yang
ditetapkan BPOM. Terkait hal tersebut, BPOM melalui Direktorat
Obat Asli Indonesia akan memberikan layanan informasi dan
konsultasi bagi UKOT/UMOT/IEBA yang memerlukan edukasi,
konsultasi dan pendampingan bagi peningkatan usahanya sesuai
dengan peraturan. Kegiatan ini diukur dengan indikator :
Jumlah UMKM obat tradisional yang diintervensi, dengan target
160 sampai dengan tahun 2019.
86
4.2 KERANGKA PENDANAAN
Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan
maka kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
strategis BPOM khususnya Kedeputian II periode 2015-2019 adalah sebagai
berikut :
Tabel 9. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan
Sasaran Strategis Indikator Alokasi (Rp Milyar)
2015 2016 2017 2018 2019
Menguatnya Sistem
Pengawasan Obat
dan Makanan
Persentase Obat
Tradisional yang
memenuhi syarat
meningkat
- - - - -
Persentase
Kosmetik yang
memenuhi syarat
meningkat
Persentase
Suplemen
Kesehatan yang
memenuhi syarat
meningkat
Meningkatnya
kemandirian
pelaku usaha,
kemitraan dengan
pemangku
kepentingan dan
partisipasi
masyarakat
Jumlah industri
obat tradisional
(IOT) yang
memiliki sertfikat
CPOTB
Jumlah industri
kosmetika yang
mandiri dalam
pemenuhan
ketentuan
Dalam kerangka pendanaan di buku II RPJMN terkait dengan kesehatan dan
gizi masyarakat, pemerintah dimandatkan untuk meningkatkan pendanaan
dan peningkatan efektivitas pendanaan pembangunan kesehatan dan gizi
masyarakat antara lain melalui peningkatan dukungan dana publik
(pemerintah), termasuk peningkatan peran dan tanggungjawab pemerintah
daerah dan juga peningkatan peran dan dukungan masyarakat dan dunia
usaha/swasta melalui public private partnership (PPP) dan corporate social
responsibility (CSR).
87
Peningkatan kerjasama, peran serta tanggungjawab pemerintah daerah
dalam mendukung pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan
suplemen kesehatan yang aman, bermanfaat, dan bermutu dalam rangka
peningkatan kesehatan adalah salah satu hal yang penting untuk digarap
secara serius oleh Kedeputian II, utamanya untuk memastikan keterlibatan
pemerintah daerah dalam mendukung mandat BPOM khususnya Kedeputian
II.
Di sisi lain, peningkatan dukungan masyarakat dan dunia usaha melalui
mekanisme PPP dan CSR juga perlu dirumuskan secara lebih intensif. Inisiatif
PPP merupakan model kerjasama baru antara pemerintah dan private sector
yang bertujuan untuk memastikan keterlibatan dunia usaha dalam
mewujudkan dan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan serta
mendorong keberlanjutannya. Mekanisme PPP bisa dalam bentuk kerjasama
teknis dan program, pendidikan dan pelatihan, atau dengan memberikan
dukungan tenaga expert pada proyek yang dikerjasamakan. Inisiatif PPP ini
cukup progresif jika dibandingkan dengan model CSR yang selama ini lebih
banyak dalam bentuk karikatif dan lebih pada bagaimana citra dan branding
perusahaan menjadi lebih baik di mata publik.
Tetapi potensi konflik kepentingan ini bisa dihindari dengan membuat
aturan main dan program yang jelas, serta bisa dievaluasi oleh publik.
Bahkan, kalau perlu dibentuk semacam badan independen yang mengawasi
pelaksanaan kerjasama PPP dan CSR ini. Di sisi lain, Kedeputian II juga sebisa
mungkin menghindari supporting langsung dari perusahaan (khususnya
dana), agar potensi konflik kepentingan ini bisa dihindari sedari awal. Dalam
hal ini, Kedeputian II bisa mendorong dan mengarahkan agar program mitra-
mitra perusahaan-perusahaan tersebut, mendukung tugas dan fungsi BPOM
dalam pengawasan Obat dan Makanan.
Matriks kinerja dan pendanaan Kedeputian II per kegiatan sebagaimana pada
Lampiran 1.
Update 2 April 2015
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
1 Menguatnya sistem pengawasan
Obat dan Makanan
1.2. Persentase obat Tradisional yang
memenuhi syarat
80,00 81,00 82,00 83,00 84,00 Kedeputian II
1.3. Persentase Kosmetik yang memenuhi
syarat
89,00 90,00 91,00 92,00 93,00
1.4. Persentase Suplemen Kesehatan yang
memenuhi syarat
79,00 80,00 81,00 82,00 83,00
2 Meningkatnya kemandirian pelaku
usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan, dan partisipasi
masyarakat
2.2. Jumlah pelaku usaha industri obat
tradisional (IOT) yang memiliki
sertfikat CPOTB
Pusat 61 66 71 76 81
2.3. Jumlah industri kosmetika yang
mandiri dalam pemenuhan ketentuan
Pusat 185 190 195 200 205
3,3 4,0 4,0 4,0 5,0
1 Jumlah Standar Obat Tradisional,
Kosmetik dan Suplemen Kesehatan
yang disusun
Pusat 40 40 40 40 40
12,9 15,0 16,0 16,0 18,0 Dit. Lai OT KOS PK
1 Persentase keputusan penilaian Obat
Tradisional, suplemen kesehatan, dan
kosmetik yang diselesaikan
Pusat 80 80 82 82 83
Anak Lampiran 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
Program/KegiatanSasaran Program (Outcome)/Sasaran
Kegiatan (Output)/IndikatorLokasi
Target Alokasi (dalam Miliar rupiah)
Unit Organisasi
Pelaksana
K/L-N-
B-NS-
BS
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Kedeputian II
Penyusunan Standar Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan
Dit. Standardisasi
OT Kos PK
Tersusunnya standar Obat Tradisional,
Kosmetik dan Suplemen Kesehatan yang dapat
menjamin produk aman, berkhasiat dan
bermutu
Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
Tersedianya Obat Tradisional, Suplemen
kesehatan dan kosmetik yang memenuhi
kriteria sebelum produk di pasarkan
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019Program/Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran
Kegiatan (Output)/IndikatorLokasi
Target Alokasi (dalam Miliar rupiah)
Unit Organisasi
Pelaksana
K/L-N-
B-NS-
BS
Program Pengawasan Obat dan Makanan 19,8 31,0 34,0 38,0 41,0 Dit. Insert OT Kos
PK
1 Persentase hasil Inspeksi sarana
produksi dan distribusi obat
tradisional, kosmetik dan suplemen
kesehatan yang memerlukan
pendalaman mutu dan/atau diverifikasi
Pusat 20 17,5 15 12,5 10
2 Persentase obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan dan produk
kuasi tidak memenuhi syarat (TMS)
yang dianalisis dan ditindaklanjuti
Pusat 80 82,5 85 87,5 90
3 Jumlah penandaan dan iklan obat
tradisional, kosmetik, dan suplemen
kesehatan yang dianalisis dan
ditindaklanjuti
Pusat 0 45.500 46.000 46.500 47.000
4 Persentase berkas permohonan
sertifikasi OT, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan dan Produk Kuasi yang
mendapatkan keputusan tepat waktu
Pusat 70 72 74 76 78
1 Jumlah pelaku usaha industri obat
tradisional (IOT) yang memiliki
sertfikat Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB)
Pusat 61 66 71 76 81
2 Jumlah industri kosmetika yang
mandiri dalam pemenuhan ketentuan
Pusat 185 190 195 200 205
4,8 5,0 6,0 6,0 7,0 OAI
1 Jumlah pedoman/publikasi informasi
keamanan, kemanfaatan/khasiat dan
mutu hasil pengembangan OAI
Pusat 7 7 7 7 7
Pengembangan Obat Asli Indonesia
Meningkatnya ketersediaan informasi,
pengembangan Obat Asli Indonesia (OAI)
untuk mendukung pemberdayaan masyarakat
dan kemitraan dengan pihak terkait.
Meningkatnya Pelaku Usaha Industri Obat
Tradisional dan Kosmetik yang Mandiri
Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemem Kesehatan
Meningkatnya mutu sarana produksi dan
sarana distribusi obat tradisional, kosmetik
dan suplemen kesehatan sesuai Good
Manufacturing Practices (GMP) dan Good
Distribution Practices (GDP)
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019Program/Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran
Kegiatan (Output)/IndikatorLokasi
Target Alokasi (dalam Miliar rupiah)
Unit Organisasi
Pelaksana
K/L-N-
B-NS-
BS
Program Pengawasan Obat dan Makanan2 Jumlah UMKM obat tradisional yang
diintervensi
Pusat 0 40 40 40 40
1 RUU Pembinaan, Pengawasan, dan
Pengembangan Sediaan Farmasi
Regulasi pengawasan Obat dan Makanan belum lengkap.
Payung hukum yang ada belum efektif untuk pengawasan
Obat dan Makanan
1. Direktorat Standardisasi Obat
2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional Kosmetik dan Produk
Komplemen
3. Biro Hukum dan Humas
4. PPOM
1. DPR
2. Kemenkumham
3. Kementerian
Kesehatan
4. Kemendag
5. Kemenperin
6. Kemendagri
2 Peraturan Perundang-undangan terkait
pengawasan Obat dan Makanan
Meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan 1. Direktorat Standardisasi Obat
2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional Kosmetik dan Produk
Komplemen
3. Biro Hukum dan Humas
4 Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK)
terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintah konkuren
Terciptanya sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal: 1.
Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan 2. Sebagai
pedoman Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
pengawasan Obat dan Makanan
1. Biro Hukum dan Humas
2. Direktorat Standardisasi Obat
3. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan
4. Direktorat Standardisasi Produk
Pangan
1. DPR
2. Kemenkumham
3. Kementerian
Kesehatan
7 Memorandum of Understanding (MoU) Penguatan
sistem pengawasan Obat dan Makanan di
wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah
perbatasan, terpencil, dan gugus pulau
Belum optimalnya quality surveilance /monitoring mutu untuk
daerah perbatasan, daerah terpencil, dan gugus pulau
1. Biro Hukum dan Humas
2. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi
Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen
ANAK LAMPIRAN 2. MATRIKS KERANGKA REGULASI KEDEPUTIAN II 2015-2019
No
Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan
regulasiUrgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi
Eksisting, Kajian dan PenelitianUnit Penanggungjawab
Unit Terkait/
Institusi
No
Arah Kerangka Regulasi dan/atau Kebutuhan
regulasiUrgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi
Eksisting, Kajian dan PenelitianUnit Penanggungjawab
Unit Terkait/
Institusi
8 Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat
Kewaspadaan Obat dan Makanan dan EWS yang
informatif, antara lain:
- Peraturan baru terkait KLB dan
Farmakovigilans
- Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak
response dan EWS
Sistem Outbreak response dan EWS belum optimal dan
informatif. Diperlukan response yang cepat dan efektif pada
saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan
obat dan makanan (co. Obat terkontaminasi etilen glikol)
1. Direktorat Surveilan Penyuluhan
Keamanan Pangan
2. Direktorat Penilaian Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen
Kesehatan
3. Direktorat Pengawasan Distribusi Obat
4. Biro Hukum dan Humas
10 Peraturan Kepala Badan POM tentang koordinasi
dengan pemerintah daerah serta Peraturan
Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota)
untuk meningkatkan efektivitas pengawasan
Obat dan Makanan di daerah
Pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat berhasil tanpa
adanya kerjasama dan komitmen dari daerah dalam
mendukung Badan POM
11 Peraturan dengan instansi/pihak terkait yang
mengatur regulatory insentive
1. Direktorat Standardisasi Obat
2. Direktorat Standardisasi Obat
Tradisional Kosmetik dan Produk
Komplemen
3. Biro Hukum dan Humas
4. PPOM