Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR : 513.a/Kpts/OT.210/L/12/2008
TENTANG
MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON
PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,
Menimbang : a. bahwa untuk tujuan peningkatan berat badan
hewan sering digunakan hormon
pertumbuhan (hormone growth promotors);
b. bahwa penggunaan hormon yang tidak sesuai
dengan aturan pemakaiannnya serta
pengelolaan yang tidak benar dalam proses
produksi pangan segar asal hewan dapat
mengakibatkan adanya residu hormon;
c. Bahwa residu hormon dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan fisiologis terhadap
konsumen;
d. Sehubungan dengan hal tersebut maka
dipandang perlu menetapkan pengujian
residu hormon pada pangan segar asal
hewan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan Dan Kesehatan Hewan
2 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
((Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Nomor 2824);
2. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3482);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
Agreement Estabilishing the World Trade
Organisasi Perdagangan Dunia (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3556);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983
tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3253);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2000
tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara
3 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4002);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenagan propinsi sebagai daerah Otonom
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Giji Pangan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kengkapan
dan Tata Kerja Departemen Pertanian.
Memperhatikan : Hasil Rapat-Rapat Pembahasan Manual Pengujian
Residu Hormon pada Pangan Segar Asal Hewan
tanggal 28 – 30 Juli 2008.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan
Segar Asal Hewan Sebagaimana tercantum dalam
lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan
Segar Asal Hewan tersebut merupakan acuan bagi
4 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
petugas karantina hewan dalam melaksanakan
tugas dan fungsi pengawasan keamanan pangan.
KETIGA : Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan
Segar Asal Hewan ini bersifat dinamis, akan
disempurnakan mengikuti perkembangan
kebutuhan dan ilmu pengetahuan.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 15 Desember 2008
Kepala Badan Karantina Pertanian,
Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA
NIP. 080.069.615
Tembusan disampaikan kepada Yth.:
1. Menteri Pertanian RI;
2. Para Pejabat Eselon I Departemen Pertanian;
3. Para Pejabat Eselon II Badan Karantina Pertanian;
4. Para Kepala Balai Besar, Balai dan Stasiun Karantina Pertanian
seluruh Indonesia.
5 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
Lampiran : Keputusan Kepala Badan Karantina
Pertanian
Nomor : 513.a/Kpts/OT.210/L/12/2008
Tanggal : 15 Desember 2008
Tentang : Manual Pengujian Residu Hormon
pada Pangan Segar Asal Hewan
6 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusunan manual
Pengujian Residu Hormon pada Pangan Segar Asal Hewan ini dapat
diselesaikan.
Obat-obatan untuk pemacu pertumbuhan (growth
promoter/hormon) merupakan salah satu contoh obat-obatan yang jika
digunakan tidak sesuai dengan petunjuk atau label, misalnya waktu
henti obat (withdrawal time) yang tidak dipatuhi menjelang hewan akan
dipotong dapat menimbulkan residu pada saat dipotong. Keberadaan
residu hormon pada pangan segar asal hewan yang melampaui ambang
batas yang telah ditentukan dapat menyebabkan pangan segar asal
hewan tersebut menjadi tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi
karena dapat merugikan, mengganggu dan membahayakan kesehatan
manusia..
Dengan terbitnya Keputusan Menteri Pertanian Nomor
299/Kpts/OT.140/7/2005, fungsi pengawasan keamanan hayati
terhadap hewan dan tumbuhan beserta produknya yang diimpor, ekspor
dan antar area berada pada Badan Karantina Pertanian, termasuk
didalamnya pengawasan keamanan pangan segar asal hewan terhadap
adanya residu hormon yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut maka diperlukan persiapan yang
memadai, antara lain adanya pedoman atau manual yang dibutuhkan.
Buku Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan Segar Asal
Hewan merupakan salah satu dari petunjuk yang akan digunakan
7 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
sebagai dasar dalam pengawasan keamanan hayati terhadap pangan
segar asal segar hewan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini, semoga buku
ini dapat bermanfaat dalam upaya peningkatan penyelenggaraan
perkarantinaan di Indonesia.
Kepala Badan Karantina Pertanian,
Ir. Syukur Iwantoro, MS, MBA
NIP. 080.069.615
8 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................... iii
BAB I . PENDAHULUAN........................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan................................................. 3
1.3. Ruang Lingkup........................................................ 3
BAB II. DEFINISI DAN SINGKATAN...................................... 4
2.1. Definisi.................................................................... 4
2.2. Singkatan................................................................. 5
BAB III. SIFAT DAN KARAKTERISTIK HORMON............... 7
3.1. Trenbolone acetate................................................... 7
3.2. Diethylstilbestrol (DES).......................................... 7
3.3. Melengestrol Acetate (MGA).................................. 8
3.4. Ractopamin.............................................................. 9
BAB IV. METODE PENGUJIAN RESIDU HORMON................ 10
4.1. Prosedur pengujian hormon DES dan TBA............. 10
4.2. Prosedur pengujian hormon MGA dan
Ractopamin dengan metode ELISA........................ 20
PENUTUP........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA
9 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.4. Latar Belakang
Sejak awal tahun 1970-an, penggunaan hormon
pertumbuhan (Hormone Growth Promotors/ HGPs) telah dikenal
secara luas baik pada peternakan sapi potong maupun peternakan
sapi perah yang diberikan untuk mempercepat peningkatkan berat
badan dan efisiensi pakan termasuk menghindari pakan yang
berlebihan (overfeeding). Penggunaan hormon sebagai pemacu
pertumbuhan telah banyak digunakan di USA, Australia, New
Zealand dan Canada.
Berdasarkan sifatnya, hormon pertumbuhan ini ada dua
macam yaitu yang bersifat natural dan sintetik. Hormon yang
bersifat natural artinya hormon ini secara alami diproduksi oleh
tubuh dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam fungsi
reproduksi baik pada manusia maupun hewan, misalnya 17
estradiol, progesteron dan testosteron.
Sedangkan hormon sintetik adalah hormon yang tidak
diproduksi oleh tubuh, namun mempunyai sifat sebagaimana
hormon natural yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan,
misalnya trenbolon asetat (TBA), melengesterol (MGA),
diethylstilbestrol (DES), dan zeranol. Pemberian hormon ini
mampu meningkatkan efisiensi pakan, dan memperbaiki kualitas
daging dengan menurunkan deposit lemak sehingga memperbaiki
marbling. (kandungan dan struktur lemak dalam daging). Hormon
ini biasanya diberikan secara iimplantasi atau injeksi. Pada
10 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
industri sapi perah dikenal juga penggunaan hormon Bovine
somato tropin (BST) yang mampu meningkatkan 12% dari
produksi susu.
Penggunaan hormon baik pada peternakan sapi potong
maupun sapi perah dilarang / belum diperbolehkan dibeberapa
negara terutama di Uni Eropa. Food and Drug Administration
(Badan Pengawasan Obat dan Makanan USA) menyetujui
penggunaan 6 HGPs yaitu: 3 jenis hormon natural (Estradiol,
Progesteron, Testosteron) dan 3 jenis hormon sintetik (Zeranol,
Trenbolon, Melengestrol).
Di Indonesia sendiri penggunaan HGPs pada hewan
ternak dilarang sejak tahun 1983, dan penggunaan hormon
diizinkan hanya untuk penanganan gangguan reproduksi dan
tujuan terapi, dengan pengawasan dokter hewan termasuk
pengontrolan masa henti obat (withdaraltime). Negara-negara
yang melarang penggunaan HGP mengkhawatirkan resiko yang
dapat ditimbulkan akibat mengkonsumsi produk hewan yang
mengandung residu hormon seperti pemicu kanker, infertilitas
dan pubertas dini yang pernah terjadi pada tahun 80-an di Italia
pada anak sekolah yang mengalami pubertas dini akibat
penggunaan hormon DES.
Pada saat ini penggunaan hormon pemacu pertumbuhan di
Indonesia hanya diizinkan untuk hormon yang bersifat natural
saja.
Sebagai upaya untuk menjamin keamanan pangan di
tempat pemasukan dan pengeluaran khususnya pangan segar asal
hewan dari kemungkinan adanya residu hormon, diperlukan suatu
11 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
pengujian secara laboratoris untuk mendeteksi ada/tidaknya
residu hormon dalam pangan segar asal hewan. Untuk itu perlu
disusun suatu panduan bagi petugas karantina hewan yang
bertugas di laboratorium dalam melakukan pengujian terhadap
kemungkinan adanya residu hormon dalam suatu produk
peternakan. Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan
Segar Asal Hewan sebagai langkah pengawasan terhadap
keamanan hayati hewani khususnya keamanan pangan segar asal
hewan.
1.5. Maksud dan Tujuan
Manual Pengujian Residu Hormon pada Pangan Segar
Asal Hewan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan
arahan bagi petugas karantina hewan dalam melaksanakan fungsi
pengawasan keamanan pangan, khususnya dalam melakukan
pengujian pangan segar asal hewan terhadap kemungkinan
adanya residu hormon.
Sedangkan tujuan dari Manual Pengujian Residu Hormon
pada Pangan Segar Asal Hewan adalah menyeragamkan metoda
pengujian pangan segar asal hewan terhadap kemungkinan
adanya residu hormon di UPT Karantina Hewan lingkup Badan
Karantina Pertanian.
1.6. Ruang Lingkup
Ruang lingkup manual ini meliputi pengujian residu hormon
anabolik steroid sintetik yaitu trenbolone acetate (TBA) pada
daging/ jeroan/susu, darah (serum) sapi dan Diethylstilbestrol
pada daging ayam, Ractopamin, dan MGA.
12 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
BAB II
DEFINISI DAN SINGKATAN
2.3. Definisi yang digunakan dalam manual ini antara lain:
1. Pangan Segar Asal Hewan adalah pangan asal hewan yang
belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi
langsung dan/atau dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan.
2. Pengawasan Pangan Segar Asal Hewan adalah syarat dan tata
cara yang dilakukan untuk mencegah cemaran biologi, residu
antibiotika, obat hewan, hormon dan logam berat serta
cemaran fisik pada pangan asal hewan yang dimaksudkan
untuk diedarkan.
3. Daging adalah bagian dari karkas yang didapatkan dari ternak
yang disembelih secara halal (kecuali babi) dan benar serta
lazim, layak, dan aman dikonsumsi manusia yang terdiri dari
potongan daging bertulang atau daging tanpa tulang lainnya
kecuali yang telah diawetkan dengan dengan cara lain dari
pada pendinginan.
4. Jeroan (edible offal) adalah bagian dari dalam tubuh hewan
yang berasal dari ternak ruminansia yang disembelih secara
halal dan benar serta dapat, layak, dan aman dikonsumsi oleh
manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain
daripada pendinginan.
5. Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing ternak
perah yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang baik, yang kandungan alaminya tidak
13 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
dikurangi atau ditambah sesuatu apapun, tidak mengandung
residu air yang ditambahkan, bahkan tambahan makanan yang
diperbolehkan, atau bahan makanan lainnya serta tidak
mendapat perlakuan pemanasan, irradiasi atau perlakuan fisik
lainnya kecuali proses pendinginan.
6. Susu pasteurisasi adalah susu segar, susu rekonstitusi atau
susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan
pada temperatur 63° - 66oC minimum selama 30 menit atau
pada pemanasan 72°C minimum selama 15 detik, kemudian
segera didinginkan sampai 10oC, selanjutnya diperlakukan
secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4oC.
7. Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antar
kelompok sel yang berfungsi memberikan sinyal ke sel target
yang selanjutnya akan melakukan suatu tindakan atau
aktivitas tertentu. (wikipedia).
8. Anabolik steroid adalah sejenis hormon steroid yang
berhubungan dengan hormon testosteron contohnya hormon
TBA.
9. Residu hormon adalah hormon baik senyawa induknya
maupun metabolit atau turunannya yang terkandung dalam
daging, jeroan, susu, darah atau serum baik sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung dari penggunaan hormon.
10. KCKT/HPLC adalah metode analisis secara fisikokimia
dengan menggunakan gas kromatografi yang mampu
memisahkan komponen-komponen dan mengukur kadar
komponen tersebut dengan suatu detektor.
14 MANUAL PENGUJIAN RESIDU HORMON PADA PANGAN SEGAR ASAL HEWAN
11. ELISA (Enzyme Link Immuno Sorbent Assay) adalah suatu
metode analisis secara imunokimia yang berdasarkan pada
reaksi antigen-antibodi.
12. Contoh (sampel) adalah satu atau lebih satuan (unit) hasil
yang dipilih dari suatu kumpulan (populasi) satuan, atau
bagian terpilih dari hasil dengan jumlah yang lebih besar.
13. Petugas pengambil contoh adalah tenaga terlatih dan
kompeten dalam kegiatan pengambilan contoh/sampel sesuai
dengan prosedur.
14. Petugas penguji laboratorium adalah petugas medik,
paramedik veteriner dan petugas karantina yang memiliki
kompetensi dalam melakukan pengujian laboratorium.
2.4. Singkatan yang digunakan dalam manual ini antara lain:
1. GLP : Good Laboratory Practices
2. KCKT/HPLC : Kromatografi Cair Kinerja Tinggi/
High Performance Liquid Chromatography
3. TBA : Trenbolone acetate
4. MGA : Melengastrol Asetat
5. DES : Diethylstilbestrol
6. p.a : Pro Analysis
7. DW : Destilled Water
8. CH3COOH : Asam Acetate
9. CH3COONa : Natrium Acetate
10. NaHCO3 : Natrium Hidrogen Karbonat
11. Na2CO3 : Natrium Karbonat
12. HCL : Asam Klorida
BAB III
SIFAT DAN KARAKTERISTIK HORMON
3.1. Trenbolone acetate
Sifat fisik dan kimia
TBA memiliki rumus kimia C20H24O3 (17 beta-
hidrosyestra-4,9,11-tien-3-one asetat), merupakan anabolik
sintetik steroid. Berupa bubuk kristal berwarna putih, harus
disimpan dalam freezer dengan suhu -4 C dalam wadah
tertutup. Biasanya hormon ini digunakan untuk meningkatkan
berat badan dan efisiensi pakan.
Ikatan residu TBA ini dapat diekstraksi dengan pelarut organik.
Metabolisme
Setelah masuk kedalam sirkulasi tubuh TBA segera
dihidrolisis menjadi 17 OH trenbolon yang merupakan
androgen sintetik yang potensial. Metabolit ini terdapat pada
hati, empedu dan ginjal dan jaringan otot, dan hampir 80% dari
hasil metabolisme ini kemudian dikeluarkan melalui feses.
Konsentrasi residu terbanyak terdapat pada hati dan ginjal, dan
jika selama produksi diberikan dosis besar melebihi normal
konsentrasi residu terbanyak juga terdapat pada lemak. Selain itu
konsentrasi metabolit ini juga terdapat pada serum darah.
3.4. Diethylstilbestrol (DES)
DES merupakan komponen estrogen sintetik non steroid
yang memiliki efek anabolis. Berupa bubuk kristal berwarna
putih, mempunyai titik leleh pada suhu 169-175o C. Tidak larut
16
dalam air, larut dalam alkohol dan minyak. Harus disimpan pada
suhu ruang (15-30oC) dalam wadah tertutup.
Farmakokinetik
Mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan
pengembangan organ sex wanita dan mempunyai efek pada
sistem kerangka tulang. DES diserap dengan baik oleh usus,
kemudian dimetabolisme oleh hati kemudian membentuk
glokoronide dan kemudian dieksresikan melalui urin dan feses.
Hormon berperan untuk laju pertumbuhan dengan
meningkatkan kualitas pakan yang dicerna. Namun karena
bersifat karsinogenik, penggunaannya di peternakan dilarang di
Eropa. Dalam suatu penelitian pada mencit yang diberikan DES
pada masa perinatal, setelah dewasa mencit tersebut terkena
tumor testikular.
3.5. Melengestrol Acetate (MGA)
MGA merupakan hormon sintetik anabolik steroid. Yang
dipakai untuk meningkatkan efisiensi pakan, pemacu
pertumbuhan, menekan estrus/birahi pada penggemukan sapi
betina di peternakan. Hormon ini juga biasa dipakai untuk
sinkronisasi estrus pada sapi. MGA efektif diberikan secara oral
oleh karena itu MGA ini biasanya merupakan feed additive
(bahan tambahan pakan) yang diberikan melalui pakan. Hormon
ini digunakan pada penggemukan sapi dengan dosis 0.25-0.50
mg/ekor per hari selama waktu yang tidak ditentukan dengan
withdrawal time 48 jam setelah pemberian terakhir. Hasil
metabolismenya 86% dikeluarkan bersama feses. Suatu studi
17
pada ternak menunjukkan residu MGA terbanyak terdapat pada
hati dan lemak (80%) kemudian otot (45%).
3.5. Ractopamin
Ractopamin adalah -agonis yang biasanya digunakan
sebagai bronchodilator, pemacu jantung. Dalam peternakan
biasanya dipakai sebagai obat untuk meningkatkan performa
hewan dan kualitas karkas. Hormon ini biasanya dipakai pada
babi, biasanya berpengaruh pada peningkatan asupan pakan,
meningkatkan efisiensi pakan, mempercepat pertumbuhan
badan, dan mempercepat waktu reproduksi.
BAB IV
18
METODE PENGUJIAN RESIDU HORMON
Setiap laboratorium yang hendak melakukan pengujian harus
melakukan validasi/verifikasi metode untuk mengetahui kinerja
(performa) suatu metode, diantaranya: akurasi dan presisi, angka
recovery, limit deteksi, limit kuantifikasi. Setiap pengujian akan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, personel, bahan yang digunakan,
jenis contoh, alat yang digunakan dan metode yang dipilih. Dalam
melaksanakan setiap pengujian harus memperhatikan tatalaksana
laboratorium yang baik (GLP/Good Laboratory Practices).
Pada pengujian berikut akan dibahas metode pengujian untuk
hormon TBA DES, Ractopamin, dan MGA. Untuk TBA dan DES
menggunakan metode HPLC sedangkan untuk ractopamnin dan MGA
menggunakan ELISA
4.2. Prosedur pengujian hormon DES dan TBA
Prinsip Uji
Residu Hormon diekstraksi dari bahan pangan asal
hewan dengan menggunakan pelarut organik kemudian
dibersihkan (clean-up) dengan menggunakan kolom
kromatografi. Identifikasi dan Penetapan kadar dilakukan
dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) yang dilengkapi dengan Detector UV-vis.
4.1.1. Bahan
4.1.1.1. Bahan Standar/baku pembanding:
• Standar/baku Hormon Trenbolone
Acetate/TBA;
19
• Standar/baku Diethylstilbestrol /DES.
4.1.1.2. Bahan Kimia
• Methanol untuk HPLC (Methanol LC);
• Methanol Pro Analysis (p.a);
• Khloroform Pro Analysis (p.a);
• N-Hexan Pro Analysis (p.a);
• Diethyl ether Pro Analysis (p.a);
• Distilled Water (DW);
• CH3COOH 96%;
• CH3COONa;
• Tris HCl;
• NaOH;
• Na2CO3;
• NaHCO3;
• HCl;
• Glukoronidase.
4.1.2. Alat
4.1.2.1. Alat
• Tabung reaksi;
• Pipet volumetrik (pipet gondok);
• Gelas Ukur;
• Tabung sentrifuse;
• Labu evaporator;
• Labu kocok (labu pisah);
• Labu ukur;
20
• Gelas beaker;
• Botol timbang;
• Kolom catridge C18;
• Syringe 10 cc, 2,5 cc, 1 cc;
• filter 0,45 µm;
• Sentrifuse 3000 rpm;
• Timbangan analitik;
• Homogenizer/blender;
• Sonicator;
• Vaccum Rotary Evaporator/Nitrogen
Evaporator;
• Mikropipet 200 µl;
• Magnetic Stirer;
• Water bath / penangas air ( 60C dan 90C);
• pH meter.
4.1.2.2. KCKT
satu set Alat KCKT/HPLC yang terdiri dari:
Pompa, injector (auto injector atau manual
micro syring), kolom, detektor, recorder,
printer.
4.1.3. Cara Kerja
4.1.3.1. Persiapan larutan standar
• Timbang masing-masing baku pembanding
hormon (standar hormon Trenbolone acetate
21
atau standar hormon Diethylstilbestrol)
dalam botol timbang;
• Tambahkan pelarut (fase gerak yaitu
metanol : DW = 80 : 20) untuk memperoleh
larutan standar dengan kadar/konsentrasi
tertentu.
Misalnya:
Untuk mendapatkan larutan TBA dengan
kadar 1000 ppm: timbang dengan tepat
standar TBA sebanyak (misalnya) 5 mg dan
apabila potensi = 98% maka diperlukan
pelarut sebanyak 4,9 ml.
Contoh perhitungannya:
1. Potensi TBA yang ditimbang
5.000 µg x 98/100 = 4900 µg
2. Jumlah pelarut yang diperlukan
4900 µg/1000 µg/ml = 4,9 ml
4.1.3.2. Pembuatan Larutan Dapar
• Cara pembuatan dapar Na-Acetate 0,04 M
pH 5,2:
- Buat larutan CH3COOH 0,04 M, dengan
cara melarutkan 2,2876 ml larutan
CH3COOH 100% ke dalam 1000 ml
DW;
22
- Buat larutan CH3COONa 0,04 M,
dengan cara melarutkan 3,2812 gram ke
dalam 1000 ml DW;
- Campurkan 25 ml larutan CH3COOH
0,04 M dengan 75 ml larutan
CH3COONa 0,04 M, dan kondisikan pH
pada 5,2 0,1 dengan penambahan
NaOH atau HCl.
• Cara pembuatan dapar Na-Acetate 0,05 M
pH 4,8:
- Buat larutan CH3COOH 0,05 M, dengan
cara melarutkan 2,8595 ml larutan
CH3COOH 100% ke dalam 1000 ml
DW;
- Buat larutan CH3COONa 0,05 M,
dengan cara melarutkan 4,1015 gram ke
dalam 1000 ml DW;
- Campurkan 25 ml larutan CH3COOH
0,05 M dengan 75 ml larutan
CH3COONa 0,05 M, dan kondisikan pH
pada 4,8 0,1 dengan penambahan
NaOH atau HCl.
• Cara pembuatan dapar karbonat pH 10,25:
- Buat larutan NaHCO3 10 % , dengan
cara melarutkan 10 gram NaHCO3 ke
dalam 100 ml DW;
23
- Buat larutan Na2CO3 10 %, dengan cara
melarutkan 50 gram Na2CO3 dalam 500
ml DW;
- Campurkan 100 ml Larutan NaHCO3 10
% + 500 ml Larutan Na2CO310 %, dan
kondisikan pH pada 10,25 0,1 dengan
penambahan NaOH atau HCl.
• Cara pembuatan dapar Tris 20 mM:
Larutkan tris 4,8 gram ke dalam 500 ml
DW. Kemudian ambil 50 ml Larutan tris
dan tambahkan 9 ml HCl 0,1 N.
Selanjutnya tambahkan DW sampai dengan
200 ml di dalam labu ukur dan kondisikan
pH pada pH 8,5 0,1 dengan penambahan
NaOH atau HCl.
• Cara pembuatan dapar Tris : Methanol
(80 : 20):
Campurkan 80 ml larutan dapar tris
20 mM dengan 20 ml Methanol.
• Cara pembuatan larutan methanol 40%
Pipet methanol 40 ml kedalam labu ukur
100 ml kemudian tambahkan DW
sampai dengan 100 ml.
4.1.3.3. Timbang sampel sebanyak 20 gram
(daging),atau 20 ml (susu, darah), kemudian
tambahkan 20 ml dapar Na-Acetate 0,04 pH 5,2
24
dan 15 µl glukoronidase serta 3 tetes
chloroform.
4.1.3.4. Sampel dihomogenkan dengan homogenizer.
4.1.3.5. Inkubasikan dalam waterbath pada suhu 60oC
selama 3 jam. Suhu 600 C untuk memicu kerja
enzim.
4.1.3.6. Tambahkan methanol p.a sebanyak 50 ml
kemudian masukkan ke dalam waterbath
dengan suhu 90 oC selama 10 menit. 90
0 C
untuk menghentikan kerja enzim.
4.1.3.7. Pindahkan sampel ke dalam tabung sentrifuse
kemudian sentrifuse pada kecepatan 3000 rpm
selama 30 menit.
4.1.3.8. Ambil lapisan supernatan dan masukkan ke
dalam labu pisah/labu kocok dan tambahkan
20 ml n-Hexan p.a kemudian dikocok sampai
homogen. Diamkan labu kocok sampai larutan
terpisah menjadi 2 lapisan. Tampung lapisan
bawah (fase air) kedalam labu kocok lain dan
tambahkan 20 ml n-Hexan kemudian dikocok
dan lakukan seperti langkah sebelumnya.
4.1.3.9. Hasil tampungan (fase air) dimasukkan kembali
ke dalam labu pisah/labu kocok lainnya dan
tambahkan 20 ml air suling (DW) serta
30 ml Diethylether. Kocok sampai homogen
25
kemudian diamkan sampai larutan terpisah
menjadi 2 lapisan. Tampung lapisan bawah
(fase air) kedalam labu kocok lain sedangkan
lapisan atas (fase ether) biarkan didalam labu
kocok tersebut.
4.1.3.10. Tambahkan 30 ml Diethyl ether kedalam labu
kocok yang berisi fase air, kocok sampai
homogen dan diamkan sampai larutan terpisah
menjadi 2 lapisan.Kemudian buang lapisan
bawah (fase air) dan pindahkan lapisan atas
(fase ether) kedalam labu kocok yang berisi
larutan fase ether hasil pengocokan
sebelumnya.
4.1.3.11. Tambahkan 40 ml air suling (DW) dan 40 ml
Dapar Karbonat, kemudian kocok sampai
homogen dan diamkan sampai larutan terpisah
menjadi 2 lapisan.
4.1.3.12. Buang lapisan bawah (fase air) dan tampung
lapisan atas (fase ether) kedalam labu
evaporator.
4.1.3.13. Evaporasikan sampai kering, kemudian residu
yang dihasilkan dilarutkan dengan 3 ml Dapar
Na-Karbonat 0,05 M pH 4,8.
4.1.3.14. Siapkan sep-pack cartridge silica C-18 dengan
melewatkan larutan Dapar Tris:Methanol
26
(80:20) sebanyak 10 ml dan diteruskan dengan
larutan methanol 40% sebanyak 20 ml.
4.1.3.15. Masukkan sampel residu dari labu evaporator
ke dalam kolom sep-pack cartridge silica C-18
dengan mengunakan syring.
4.1.3.16. Elusi kolom dengan menggunakan methanol p.a
sebanyak 1 ml perlahan-lahan (0,5 ml/menit)
kemudian ditampung dalam labu evaporator.
4.1.3.17. Residu dievaporasi sampai kering.
4.1.3.18. Residu dilarutkan dengan 200 µl methanol p.a
dan siap diinjeksi ke HPLC/KCKT sebanyak
20 µl.
4.1.4. Kondisi Alat KCKT/HPLC
(1). Kecepatan alir : 1 ml/menit
(2). Fase Gerak : Methanol:DW = 80:20
(3). Detektor : UV 360 – 365 nm
(4). Kolom : Silica C-18
4.1.5. Jalankan KCKT/HPLC sesuai dengan kondisi yang telah
ditentukan sampai stabil yang ditandai dengan base line
yang rata dan mendatar, serta tekanan (pressure) pump
yang stabil. Injeksikan larutan standar hormon TBA
kedalam sistem KCKT/HPLC dengan kadar tertentu
(tinggi sampai rendah) sekurang-kurangnya 3 konsentrasi
(misalnya 1 ppm, 0,5 ppm, 0,25 ppm dst) untuk
memperoleh data kurva kalibrasi (kurva linier). Amati
27
dan catat waktu retensi dari puncak kurva yang terbentuk
oleh standar hormon TBA. Lakukan juga terhadap
larutan standar hormon DES. Waktu retensi merupakan
identitas dari standar hormon yang akan dijadikan
patokan untuk melakukan identifikasi terhadap hormon
yang terkandung dalam sampel.
4.1.6. Injeksikan sampel residu hasil ekstraksi ke dalam
KCKT/HPLC kemudian amati waktu retensi dari puncak
kurva yang terbentuk sesuai dengan waktu retensi dari
puncak kurva yang dihasilkan oleh standar.
4.1.7. Catat data luas area dibawah kurva yang dihasilkan baik
oleh standar maupun oleh sampel untuk perhitungan
selanjutnya.
4.1.8. Pembacaan Hasil
Penghitungan konsentrasi sampel didapat dengan
membandingkan tinggi atau luas kurva sampel dengan
tinggi atau luas kurva baku, dengan memperhitungkan
volume sampel maupun volume baku yang disuntikkan
ke HPLC/KCKT serta berat dari sampel.
( T ch / T std ) ( C std x V std )
Berat sampel
Keterangan:
T ch = tinggi peak sampel
C std = konsentrasi baku/standar
T std = tinggi peak baku/standar
V std = Volume baku/standar
28
4.2. Prosedur pengujian hormon MGA dan Ractopamin dengan
metode ELISA
4.2.1. Prosedur pengujian hormon MGA dengan metode
ELISA
4.2.1.1. Prinsip uji
Residu MGA yang terdapat dalam lemak
dilarutkan dalam petroleum eter. Larutan ini
kemudian didinginkan dan disentrifuse,
kemudian supernatan ditampung dan
dievaporasi sampai kering lalu dilarutkan
dengan metanol. Larutan ini kemudian
didinginkan kembali dan disentrifuse untuk
mengendapkan lemak. Kemudian supernatan ini
dilarutkan dengan air dan dibersihkan / di clean
–up dengan column Rida® C18. Hasil elusi
metanol dilarutkan dengan air kemudian
dianalisa dengan mengunakan Ridascreen MGA
ELISA.
4.2.1.2. Peralatan
1. Ridascreen MGA ELISA Kit – r Biopharm
No. R6502;
2. Freezer;
3. Waterbath;
4. Refrigerator sentrifuge;
5. Micropipret;
6. Rida C 18 column r Biopharm No. R2002;
29
7. SPE manifold;
8. Tabung sentrifuse;
9. Botol Duran 50, 500, 1000 ml;
10. Labu ukur 10 ml;
11. Timbangan;
12. Evaporator;
13. Parafilm;
14. ELISA Reader.
4.2.1.3. Bahan
1. Tween TM 20 – Fisher Cat No. BP337-100;
2. Methanol 100% HPLC Grade, Fisher Cat
No.A452-4;
3. Petroleum Ether – JT Baker Cat
No.9268-22;
4. Tris-(hidroxymethyl) aminomethane (Tris);
5. Disediakan oleh Ridascreen elisa:
a. MGA enzyme conjugate
b. Anti –MGA antibodi
4.2.1.4. Pembuatan Larutan
1. Larutan 20/80 (v/v MeOH / 20 mM Tris
HCl pH 8,5):
Larutkan 2,42 g Tris-(Hidroxymethyl)
aminomethan dalam 700ml DW dan
200 ml MeOH 100%, kondisikan pH pada
pH 8,5 dengan menambahkan HCl 5 M.
Kemudian tambahkan DW hingga volume
30
1000ml (larutan dapat disimpan tiga bulan
pada suhu 2-8oC);
2. Larutan 40/60 (v/v) MeOH / DW
Tambahkan 400 ml MeOH ke dalam
600 ml DW (larutan dapat disimpan tiga
bulan pada suhu 2 - 8oC);
3. Larutan 80/20 (v/v) MeOH / DW
Tambahkan 800 ml MeOH ke dalam
200 ml MeOH / DW.
4.2.1.5. Preparasi sampel
Panaskan lemak dalam wadah tahan panas
dalam oven 95 - 110o C.
4.2.1.6. Ekstraksi dan clean up
• Timbang 1 gr + 0,1 dari sampel yang telah
dipanahkan tadi ke dalam tabung sentrifuse
50 ml lalu tambahkan 15 ml petroleum
ether. Vortek sampai lemaknya larut;
• Sentrifuse (-15oC) 15 menit 2000-3000 rpm;
• Pindahkan lapisan petroleum ether ke
tabung yang baru, sentrifuse dan evaporasi
(60oC) waterbath hingga kering;
• Larutkan kembali residu dengan 2 ml
MeOH lalu vortek 1 menit;
• Bekukan selama 45 menit untuk
mengendapkan lemak;
• Sentrifuse (-15oC) 5 menit 2000 - 3000 rpm;
31
• Ambil supernathan ke dalam tabung 15 ml
lalu larutkan dengan 5 ml destilate water;
• Masukan sampel ke kolom rida C18 dengan
keceptan 1 tetes per detik, yang sebelumnya
telah dicuci dengan 1 ml (20/80 v/v
MeOH/20 mM Tris-HCl Ph 8,5);
• Setelah sampel masuk kolom cuci kolom
dua kali dengan 1 ml (20/80 v/v MeOH/20
mM Tris-HCl Ph 8,5);
• Cuci kolom dua kali dengan 1 ml 40/60
MeOH / DW. Buang dan keringkan.
• Cuci kolom dengan 1 ml 80/20 MeOH /
DW lalu tampung ke dalam tabung sampai
kolom kering;
• Encerkan eluate 1 : 1 dengan DW;
• Sampel siap dimasukkan ke dalam
mikrotiter plate elisa.
4.2.1.7. Prosedur ELISA
• Masukan 20 ul larutan standar (0 ; 1,35;
4,05; dan 12,15 ppb) duplo dan sampel;
• Tambahkan 50 ul enzim konjugate;
• Tambahkan 50 ul anti MGA antibodi, putar
seperti angka delapan beberapa kali tutup
dan inkubasi 2 jam pada suhu ruang;
• Buang cairan dan cuci dengan wash solution
dua kali dan keringkan;
32
• Tambahkan 50 ul supstrat dan 50 ul
Chromogen, putar seperti angka delapan
beberapa kali tutup dan inkubasi 30 menit
pada suhu ruang dan dalam keadaan gelap;
• Tambahakan 100ul stop solution, baca
dengan absobansi 450 nm;
• Untuk pembacaan hasil tergantung pada
program ridascreen kit yang digunakan.
4.2.2. Prosedur pengujian hormon Ractopamin dengan
metode ELISA
4.2.2.1. Prinsip uji
Tes ini berdasarkan ELISA direct competitive,
jika terdapat ractopamin di dalam sampel maka
ractopamin enzyme conjugate akan
berkompetisi untuk berikatan dengan rabbit anti
ractopamin antibodi pada plate. Setelah
pencucian dan penambahan substrat akan
terbentuk warna biru. Warna biru yang lebih
jelas mengindikasikan banyaknya ikatan
antigen antibodi tersebut. Intensitas warna
inilah yang dibaca dengan ELISA Reader.
4.2.2.2. Peralatan
1. Abraxis Ractopamin ELISA Kit – Nomor
515555;
2. Micropipet dengan plastik tips (10-200 ul
dan 200-1000 ul);
33
3. Multi- chanel pipet dengan pipet tips
(10-200 ul);
4. Botol semprot;
5. ELISA Reader (panjang gelombang
450 um);
6. Homogenizer;
7. Centrifuge;
8. vortex;
9. Tabung centrifuge.
4.2.2.3. Bahan
1. Microtiter plate;
2. Standar (0 ; 0,125 ; 0,25 ; 0,50 ;1 ; 2 ;4 ppb)
3. Antibody Solution (Rabbit anti-
Ractopamin);
4. Ractopamine-HRP Conjugate;
5. Sample Diluent Concentrate;
6. Wash Solution Concetrate;
7. Color Solution (TMB);
8. Stop Solution.
4.2.2.4. Pembuatan Larutan
1. 3% trichloro acetic acid (TCA)1,5 gr TCA
dilarutkan dalam 50 ml DW;
2. 1 M Phosphat e Buffer 14,2 gr sodium
phosphate anhidrous dilarutkan dalan 100
ml DW;
3. PBS pH 7,4
34
Sodium phosphate anhidrous 1,15 gr;
Sodium phosphate monohidrate 0,2 gr;
sodium chloride 8 gr ; potasium chloride 0,2
gr. Semuanya dilarutkan dalam 1 L DW pH
7,2 – 7,4.
4.2.2.5. Preparasi sampel
1. 10 gr sampel ditambah 10 ml PBS lalu
dihomogenisasi 10 menit;
2. pipet 1 ml sampel yang sudah
dihomogenkan ke dalam tabung sentrifuse,
lalu tambahkan 3 ml TCA 3%, vortex
selama 30 menit;
3. Sentrifuse selama 10 menit pada 2500 rpm;
4. Ambil 500 uL supernatan (bagian atas) ke
dalam tabung, lalu tambahkan 200 uL
phosphate buffer 1 M;
5. Sampel siap untuk prosedur ELISA.
Catatan :
untuk sampel dengan kontaminasi tinggi
direkomendasikan untuk dilarutkan dengan PBS
1:10 atau 1:100 (hasil akhir dikalikan dengan
faktor pengenceran)
4.2.2.6. Prosedur ELISA
• Tambahkan 50 ul larutan standar atau
sampel.
• Tambahkan 50 ul enzim konjugate.
35
• Tambahkan 50 ul antibodi solution, putar
seperti angka delapan beberapa kali, tutup
dan inkubasi 1 jam pada suhu ruang.
• Cuci dengan wash solution 4 kali dan
keringkan.
• Tambahkan 150 ul substrat solution,
inkubasi 45 menit pada suhu ruang dan
dalam keadaan gelap.
• Tambahkan 100 ul stop solution, baca
dengan panjang gelombang 450 nm, tidak
lebih dari 15 menit setelah penambahan stop
solution.
• Untuk pembacaan hasil tergantung pada
program abraxis kit yang digunakan.
36
PENUTUP
Ketersediaan pangan segar asal hewan (PSAH) yang
memenuhi standar keamanan pangan dapat terwujud apabila
kerjasama ditiap lini yang terkait dengan pengawasan keamanan
pangan berfungsi dengan baik .
Badan Karantina Pertanian sebagai salah satu otoritas
kompeten keamanan pangan segar asal hewan di pintu-pintu
pemasukan dan pengeluaran berdasarkan tugas dan fungsi berupaya
sebaik mungkin untuk memberikan apresiasinya dalam mewujudkan
jaminan keamanan PSAH. Terkait dengan tugas dan fungsinya
tersebut upaya pengawasan keamanan pangan terhadap PSAH
membutuhkan suatu pedoman teknis pengujian laboratorium. Untuk
itu dengan tersusunnya Manual Pengujian Residu Hormon Pada
Pangan Segar Asal Hewan ini diharapkan dapat menjadi pelengkap
pedoman bagi petugas karantina dalam melaksanakan pengawasan
keamanan pangan PSAH khususnya dalam pengujian residu hormon.
37
Daftar Pustaka
Abraxis, Enzyme-linked I mmunosorbent Assay for the determination
of Ractopamine in Meat and other Contaminanted samples.
USDA, Food safety and Inspection Service office of public health
science. Screen for Melengestrol asetat in Fat using Elisa
.2006.
Wozniak B, et al. Detection of the Metabolic Hormone residue in the
urine and Muscles of Food-producing animals By HPTLC
with Application of Extraction into A Solid Phase. Bull, vet,
Inst. Pulawy 40, 55-59. 1996
-