Upload
parlemen
View
341
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keputusan_sidang_2045_1 PHPU PILPRES 2014
Citation preview
PUTUSAN
Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,
menjatuhkan putusan dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden Tahun 2014, yang diajukan oleh:
[1.2] 1. Nama : H. Prabowo Subianto
Pekerjaan : Tentara Nasional Indonesia (Purnawirawan)
Alamat : Kampung Gombong RT.003/RW.009, Kelurahan Bojong
Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat
2. Nama : Ir. H. M. Hatta Rajasa Pekerjaan : Anggota Kabinet Kementerian/Wiraswasta (dulu
Anggota Kabinet Kementerian)
Alamat : Jalan RS. Fatmawati RT. 003, RW. 009 Kelurahan
Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, Nomor Urut 1;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 23 Juli 2014 memberi kuasa kepada Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., Firman Wijaya, S.H., M.H., Alamsyah Hanafiah, S.H. Didi Supriyanto, S.H., M.Hum. M. Mahendradatta, SH., MA., MH., PhD., Dorel Almir, S.H., M.Kn., Dr. Hj. Elza Syarief, S.H., M.H., Habiburokhman, S.H., M.H., Sufmi Dasco Ahmad, S.H., M.H., Dr. Eggi Sudjana, S.H., M.H., Heru Widodo, S.H., M.Hum., Dr. Syaiful Bakhri, S.H., M.H., Dr. S. F. Marbun, S.H., M.Hum., Zainuddin Paru, S.H., Agus Setiawan, S.H., Jamaludin Karim, S.H., Tina Haryaning, S.H., M.H., Hj. Difla Wiyani, S.H., M.H., Fahmi H. Bachmid, S.H., M.H., Muh. Sattu Pali, S.H., Totok Prasetiyanto, S.H., Robinson, S.Sos., S.H., Samsudin, S.H., Dhimas Pradana, S.H., Aan Sukirman, S.H., Syarifuddin, S.H., Kristian Masiku, S.H., Bagus RP. Tarigan,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
2 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
S.H., Melissa Christianes, S.H., Slamet T, S.H., Panhar Makawi, S.H., Abdulrahman Tarjo, S.H., RA. Shanti Dewi, S.H., M.H., Gani Latar, S.H., M.H., Guntur Fattahillah, S.H., Sutejo Sapto Jalu, S.H., Hery Susanto, S.H., Ega Windratno, S.H., M. Ratho Priyasa, S.H., Rita Suherman, S.H., Ahid Syaroni, S.H., Abi Sambasi, S.H., Erwin Firmansyah, S.H., M.R. Pahlevi El-Hakim, S.H., M.H., A. Furqon Nurzaman, S.H., Dwi Putri Cahyani, S.H., M.H., Wahyu Baskoro, S.H., Syaf Afif Maliki, S.H., Warno, S.H., Muhammad Sahal, S.H., Gusjay Setiawan, S.H., S.Sos., Riza Irwansyah, S.H., Roberth Aritonang, S.H., LL.M., Farid Ghazali, S.H., Farhan Hazairin, S.H., Anies Priyo Ansharie, S.H., Budhi Kuswanto, S.H., Fajar Herumurty, S.H., Novanda Kurniawan, S.H., Achmad Ardiyansyah Budiman, S.H., Dahlan Pido, S.H., Zaenal Fandi, S.H., Imam Asmara Hakim, S.H., Renal Akta Yudha, S.H., Allova Herling Mengko, S.H., ST. Advent Hari Nugroho, S.H., Andreas Medio Yulius, S.H., Erwin Simanjuntak, S.H., M. Muslim, S.H., Faisal, S.H., Masayu Donny Kertopati, S.H., Mohammad Ikhsan, S.H., M. Said Bakhri, S.Sos, S.H., M.H., Maulana Bungaran, S.H., Alex Chandra, S.H., Munathsir Mustaman, S.H., Hendarsam Marantoko, S.H., Eva Yulianti, S.H., Ika Franova Octavia, S.H, M.Hum., Achmad Safaat, S.H., Rahman Kurniansyah, S.H., Ferdian Mahzan Fauzi, S.H., Coki TN Sinambela, S.H., M.M., Sahroni, S.H., Evi Risna Yanti, S.H., Esra Sitorus, S.H., Chairul Aridin, S.H., Ismu Harkamil, S.H., M.H., Aristya Kusuma Dewi, S.H., H. Moh. Maruf, S.H., M.H., Sufrensi A. Manan, S.H., M.H., Rielen Pattiasina, BSC, S.H., Meidy Juniarto, S.H., Anantha Budiantika, S.H., Sulistya Adi, S.H., M.H., Sayuti, S.H., Renatha Sihombing, S.H., Dedy Setyawan, S.H., Muhdian Anshari, S.H., Razman Arif NST, S.H., S.Ag., MA, Ph.D., Sulistyowati, S.H., M.H., Agustiar, S.H., C. Suherman, Kartadinata, S.H., MBA., Mahfudin, S.H., Dwi Susanto, S.H., Ismail Ngangon, S.H., Djamaludin Koedoeboen, S.H., M. Din Toatubun, S.H., Hamrra Renleew, S.H., Agus S.P. Otto, S.H., M.H., Ari Hadi Basuki, S.H., Inge A. Irawatie, S.H., M.H., Anggi Ariwibowo, S.H., Rahmat Sorhalam Harahap, S.H., Fadly Nasution, S.H., M.H., Ade Irfan Pulungan, S.H., Joe Hasyim, S.H., M.H., Akhmad Leksono, S.H., Ahmad Zen Allantany, S.H., M.Si., Yudhia Sbaruddin, S.H., M.Si., Erwin Kallo, S.H., Ruli Margianto, S.H., Ahmar Ihsan, S.H., Muhammad Ichsan, S.H., Krist Ibnu T, S.H., Buswin Wiryawan, S.H., M.H., Alvan Sikumbang, S.H., Hisar Tambunan, S.H., M.H., Krisna Murti, S.H., Taufik, C.H., S.H., M.H., Soraya Sultan Maharani, S.H.,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
3 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Fauziah, S.H., Jamal Kasim, S.H., dan Drs. Baginda Siregar, S.H., kesemuanya adalah para Advokat dan Konsultan Hukum yang tergabung dalam Tim Kuasa
Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta, beralamat di Jalan Harsono R.M. Nomor 54,
Ragunan-Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12550, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon;
Terhadap:
[1.3] Komisi Pemilihan Umum, berkedudukan di Jalan Imam Bonjol Nomor
29, Jakarta Pusat 10310;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 1454/KPU/VIII/2014 bertanggal 4 Agustus 2014 memberi kuasa kepada Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution, S.H., Rasyid Alam Perkasa Nasution, S.H., Ali Nurdin, S.H., ST., Abdul Qadir, S.H., M.A., Kristina Yuliani, S.H., LL.M., Dr. Berna Sudjana Ermaya, S.H., M.H., Arif Effendi, S.H., Rieke Savitri, S.H., Dedy Mulyana, S.H., M.H., Subagio Aridarmo, S.H., Sigit Nurhadi, S.H., M.H., Guntoro, S.H., M.H., KM. Ibnu Shina Zaenudin, S.H., Muh. Hikmat Sudiadi, S.H., Syafran Riyadi, S.H., dan Dr. Absar Kartabrata, S.H., M.Hum., kesemuanya adalah Advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi KPU dari Kantor Constitution Centre Adnan
Buyung Nasution (CCABN) yang beralamat di Jalan Panglima Polim VI, Nomor
123, Jakarta Selatan, dan memilih domisili hukum di Jalan Imam Bonjol Nomor 29,
Jakarta Pusat, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan
atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------------------- Termohon;
[1.4] 1. Nama : Ir. H. Joko Widodo
Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 21 Juni 1961 Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jalan Taman Suropati, Nomor 7, Menteng,
Jakarta Pusat;
2. Nama : Drs. H.M. Jusuf Kalla Tempat, Tanggal Lahir : Watampone, 15 Mei 1942
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jalan Brawijaya Raya, Nomor 6, Jakarta
Selatan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, Nomor Urut 2;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 26 Juli 2014, memberi kuasa kepada Sirra Prayuna, S.H., Henry Yosodiningrat, S.H., Dr. Junimart Girsang, S.H., M.H., Taufik Basari, S.H., S.Hum., LL.M., Dr. Teguh Samudra, S.H., M.H., Gusti Randa, S.H., Alexander Lay, S.T., S.H., LL.M., Firman Jaya Daely, S.H., Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., Sugeng Teguh Santoso, S.H., Yanuar Prawira Wasesa, S.H., M.Si., M.H., Diarson Lubis, S.H., Edison Panjaitan, S.H., HJ. Dwi Ria Latifa, S.H., MS.c., Risa Mariska, S.H., Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., M.Si., Dr. H. Dossy Iskandar Prasetyo, SH., M.H., Dr. Tommy Sihotang, S.H., LL.M., Dr. M. Rasyid Ridho, S.H., M.H., Drs. Eddy Kusuma Wijaya, S.H., M.H., MM., Tanda Perdamaian Nasution, S.H., Djeni Marthen, S.H., Sutra Dewi, S.H., Aidi Johan, S.H., Sumantap Simorangkir, S.H., Irfan Imanuel Sinaga, S.H., Erick S Paat, S.H., Berto Herora Harahap, S.H., Sahat Tamba, S.H., Fernandy, S.H., Noni T Purwaningsih, S.H., M.H., Simeon Petrus, S.H., Magda Widjajana, S.H., Heri Perdana Tarigan, S.H., Aries Surya, S.H., Sofia Bettrys Mandagi, S.H., Paskaria Tombi, S.H., M.H., Cahyo Gani Saputro, S.H., Badrul Munir, S.H., S.Ag., Ace Kurnia, S.Ag., Farida Hanum, S.H., Widyaningsih H Pangesti, S.H., Danny Apeles, S.H., Benny Hutabarat, S.H., Junianton Panjaitan, S.H., Jasmalin James Purba, S.H., M.H., Christo C Hutabarat, S.H., M.H., Romi Daniel Tobing, S.H., M.H., Daniel Simanjuntak, S.H., MCIL., Aprilson Purba, S.H., Sudiyatmiko Aribowo, S.H., Andy Firasadi, S.H., M.H., Anthony L.J. Ratag, S.H., Winarso, S.H., Nurmaeni Daulay, S.H. Susanty, S.H., Ira Zahara Jatim, S.H., Hermawi F. Taslim, S.H., Muhammad Rullyandi, S.H., M.H., Regginaldo Sultan, S.H., MM., Wibi Andriano, S.H., Enny M Simon, S.H., Ferdian Sutanto, S.H., Michael R Dotulong, S.H., Raja Sihotang, S.H., R. Romulo Napitupulu, S.H., Parulian Siregar, S.H., Wahyudi, S.H., Ridwan Saidi Tarigan, S.H., M.H., Rahmat Aminudin, S.H., Teddi Adriansyah, S.H., M.H., Zaenuri Makhroji, S.H., M.H., Usin Abdisyah Putri, S.H., Kristiawanto, S.HI., M.H., Dr. Alfies Sihombing, S.H., M.H., M.M., MKS., Uus Mulyaharja, S.H., Mulyadi M Phillian, S.H., BIL,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
5 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
M.Si., Astiruddin Purba, S.H., Albiker Siagian, S.H., Djaka Sutrasta, S.H., Waldus Situmorang, S.H., M.H., Anwar Rahman, S.H., M.H., Sigit Darmawan, S.H., Kabul Pujianto, S.H., Kuncoro, S.H., Supriyadi, S.H., Doddy Priambodo, S.H., Agus Sudjatmoko, S.H., Marihot Siahaan, S.H., M.H., M. Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H., Azis Fahri Pasaribu, S.H., Muhamad Ibnu Novit Neang, S.H., Octianus, S.H., Ridwan Darmawan, S.H., Dr. Daniel Yusmic P FoEkh, S.H., Dedi Mawardi, S.H., Nikson Gans Lalu, S.H., M.H., Sandi Ebenezer Situngkir, S.H, M.H., Fernando Silalahi, S.H., M.H., Itamari Lase, S.H., M.H., Antoni Silo, S.H., Sigop M Tambunan, S.H., Newfone Arthur Rumimpunu, S.H., Megawati Siringoringo, S.H., Vera Riamona S, S.H., M.H., Edwin E Tambunan, S.H., Alfra Tamas Girsang, S.H., Tulus Marasi Sihalolo, S.H., Freddy Evenggelista, S.H., Osland E. Hutahean, S.H., Taufan Hunneman, S.H., Cosmas Refra, S.H., Fikri Darmawan, S.H., Timotus Tumbur Simbolon, S.H., Zen Smith, S.H., Rusmin H Hamzah, S.H., M.H., Zul Armain Aziz, S.H., Hendrik Jehaman, S.H., Rio F. Sihombing, S.H., Dinny Fitriyani, S.H., Henri Lumbanraja, S.H., S.E., M. Ferry Sapta Adi, S.H., Denny Sedana, S.H., Dwi Surya Hadibudi, S.H., Sunggul Hamonangan Sirait, S.H., Haposan Situmorang, S.H., M.H., Cindy Bertha Panjaitan, S.H., Freddy Alex Damanik, S.H., Silas Dutu, S.H., M.H., Budi Setiawan, S.H., Ferry Firman Nurwahyu, S.H., Hosper Sibarani, S.H., Sionit Martin Gea, S.H., Hor Agusmen Girsang, S.H., M.H., Kusnadi Hutahaean, S.H., Philipus Tarigan, S.H., Ifdhal Kasim, S.H., Muhammad Yamin, S.H., Irawan Harahap, S.H., M.Kn., Freddy Simatupang, S.H., Amudi Sidabutar, S.H., Tiarma Simamora, S.H., Marwan Aras, S.H., Hendra Kusuma, S.H., M.H., Ade Yopie Hartaty, S.H., Lisa Agustiana, S.H., M.H., Liston Sibarani, S.H., Mangantar M Napitupulu, S.H., Erna Ratnaningsih., S.H., L.LM., Dr. Ricardo Simanjuntak, S.H., L.LM., Nasrul S Nadeak, S.H., Abu Bakar Sidik, S.H., M.H., Drs. Yan Pieter Panjaitan, S.H., Nova Naumi A, S.H., Martin Hamonangan, S.H., M.H., Wakit Nurohman, S.H., Hakim Yunizar, S.H., Yun Suryotomo, S.H., Wahyu S. Nugroho, S.H., Mahendra, S.H., M.Hum., Hendrikus CH. Kuntag, S.H., Beverly Charles Panjaitan, S.H., HM. Kamal Singadirata, S.H., M.H., Saepudin Umar, S.H., Rolas Budiman Sitinjak, S.H., M.H., dan Saut Pangaribuan, S.H., kesemuanya adalah Advokat dan Konsultan Hukum pada Tim hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla, berkedudukan di Golden Centrum, Jalan
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
6 SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Majapahit 26, Blok AG, Jakarta Pusat, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri
bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------------------- Pihak Terkait;
[1.5] Membaca permohonan Pemohon;
Mendengar keterangan Pemohon;
Mendengar dan membaca jawaban Termohon;
Mendengar dan membaca keterangan Pihak Terkait;
Mendengar dan membaca keterangan Badan Pengawas Pemilihan
Umum;
Mendengar keterangan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Nabire;
Mendengar keterangan para saksi Pemohon, Termohon, dan Pihak
Terkait serta para ahli Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait;
Memeriksa bukti-bukti Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait;
Membaca kesimpulan tertulis Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait;
2. DUDUK PERKARA
[2.1] Menimbang bahwa Pemohon di dalam permohonannya bertanggal 25
Juli 2014 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut
Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 25 Juli 2014 berdasarkan Akta
Penerimaan Permohonan Pemohon Nomor 01-1/PAN.MK/2014 dan telah dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014
pada tanggal 26 Juli 2014, yang kemudian diperbaiki dengan perbaikan
permohonan yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 26 Juli 2014
serta diperbaiki kembali dengan perbaikan permohonan yang diterima di
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4136
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
[2.10] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala
sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan, yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.
3. PERTIMBANGAN HUKUM
[3.1] Menimbang bahwa permasalahan hukum utama permohonan Pemohon
adalah keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor
535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan
Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014, bertanggal 22 Juli 2014, Berita Acara Rekapitulasi Hasil Perhitungan
Perolehan Suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014,
bertanggal 22 Juli 2014, dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor
536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan
Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014;
[3.2] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,
Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) lebih dahulu akan
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo;
b. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon;
c. tenggang waktu pengajuan permohonan;
Terhadap ketiga hal tersebut di atas, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
Kewenangan Mahkamah
[3.3] Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945), Pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4137
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
5226, selanjutnya disebut UU MK), Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4924, selanjutnya disebut UU 42/2008), dan Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076), salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan
Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang
Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014, Berita
Acara Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara dalam Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014, dan Keputusan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014, maka Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo;
Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 74 ayat (1) huruf b UU MK dan
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden (selanjutnya disebut PMK 4/2014), Pemohon dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon Presiden
dan Wakil Presiden peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden;
[3.6] Menimbang bahwa berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 454/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Nomor Urut dan
Daftar Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, tertanggal 1 Juni 2014, Pemohon adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4138
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
[3.7] Menimbang bahwa berkenaan dengan pengunduran diri Pemohon
sebagaimana yang sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat, menurut
Mahkamah pengunduran diri tersebut bukanlah dimaksudkan untuk keluar dari
seluruh proses Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 tetapi
hanya mengundurkan diri dari proses rekapitulasi pada tanggal 22 Juli 2014. Lagi
pula Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 453/Kpts/KPU/Tahun 2014
tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014, tanggal 31 Mei 2014 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor
454/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Nomor Urut dan Daftar Pasangan
Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2014, tertanggal 1 Juni 2014, tidak pernah dicabut oleh Termohon
atau dibatalkan oleh putusan pengadilan. Dengan demikian, berdasarkan
pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo;
Tenggang Waktu Pengajuan Permohonan
[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 74 ayat (3) UU MK dan Pasal 8
PMK 4/2014, tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan
penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke Mahkamah
paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Termohon mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional;
[3.9] Menimbang bahwa pengumuman penetapan hasil pemilihan umum
secara nasional ditetapkan oleh Termohon berdasarkan Keputusan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, bertanggal 22 Juli 2014, pukul 21.05 WIB;
Bahwa tenggang waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan umum
secara nasional dalam perkara a quo adalah Selasa, 22 Juli 2014; Rabu, 23 Juli
2014; Kamis, 24 Juli 2014; dan Jumat, 25 Juli 2014, pukul 21.05 WIB;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4139
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
[3.10] Menimbang bahwa permohonan Pemohon diterima di Kepaniteraan
Mahkamah pada hari Jumat tanggal 25 Juli 2014, pukul 20.10 WIB berdasarkan
Akta Penerimaan Permohonan Pemohon Nomor 01-1/PAN.MK/2014, sehingga
permohonan Pemohon masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan yang ditentukan peraturan perundang-undangan;
[3.11] Menimbang bahwa oleh karena Mahkamah berwenang mengadili
permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)
untuk mengajukan permohonan a quo serta permohonan diajukan masih dalam
tenggang waktu yang ditentukan maka Mahkamah selanjutnya akan mempertimbangkan pokok permohonan;
Pendapat Mahkamah
[3.12] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah memberikan pendapat terhadap
eksepsi dan pokok permohonan, terlebih dahulu Mahkamah menilai dan
memberikan pendapat mengenai keabsahan bukti yang diajukan oleh Termohon
terkait dengan pembukaan kotak suara oleh Termohon sebelum adanya Ketetapan
Mahkamah Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus 2014, sebagai
berikut:
Bahwa Pemohon pada pokoknya mendalilkan, Termohon telah
melakukan hal yang nyata merusak bukti-bukti yang ada dalam kotak suara secara
merata di seluruh Indonesia berdasarkan Surat Edaran Nomor 1446/KPU/VII/2014
perihal Penyiapan dan Penyampaian Formulir A5 PPWP dan Model C7 PPWP,
tanggal 25 Juli 2014 yang ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP dan Ketua
KPU Kabupaten/KIP Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang memerintahkan
pembukaan kotak suara semua TPS di seluruh Indonesia untuk mengambil
Formulir A5 PPWP dan Model C7 PPWP. Menurut Pemohon semua bukti yang
diperoleh dalam kotak suara sebelum adanya ketetapan Mahkamah yang
mengizinkan pembukaan kotak suara oleh Termohon harus dianggap tidak sah
karena diperoleh secara tidak sah. Pemohon mengajukan bukti surat/tulisan yang
diberi tanda P-67 sampai dengan P-72;
Bahwa Termohon membantah dalil Pemohon tersebut dan mengemukakan,
pembukaan kotak suara oleh Termohon untuk mendapatkan bukti-bukti yang
relevan terkait dengan permohonan Pemohon adalah tidak melanggar hukum,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4140
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
karena berdasarkan Pasal 29 ayat (2) PMK 4/2014, Termohon harus
menyampaikan jawaban dengan melampirkan bukti-bukti untuk membuktikan dalil
bantahannya atas permohonan Pemohon dengan mengambil dokumen yang
berada dalam kotak suara, antara lain, DPT, DPK, daftar hadir (Model C7 PPWP),
A.T. Khusus, Model C PPWP, Model C1 dan Lampirannya dan dokumen lain yang
relevan dengan permohonan Pemohon. Adapun mekanisme pengambilan
dokumen dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan melibatkan saksi
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Panwaslu, dan berkoordinasi
dengan Kepolisian setempat dilengkapi berita acara;
Untuk membuktikan bantahannya Termohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda T. Aceh. Aceh Besar-109, T.Aceh.Gayo Lues.51,
T.Aceh.Gayo Lues.52, T. Sumatera Barat. Kota Solok.23, T. DKI. Jakbar-233,
T.Sulteng.Donggala.20, T.NTT.Flores Timur.4.2, T.NTT.Flores Timur.4.3;
Bahwa terhadap permasalahan hukum tersebut, menurut Mahkamah hal
pokok yang perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah apakah bukti-bukti yang
diperoleh dari kotak suara yang dibuka sebelum Ketetapan Mahkamah Nomor
1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus 2014 merupakan bukti yang sah untuk
dapat digunakan dalam permohonan ini. Berkaitan dengan hal tersebut,
Mahkamah berpendapat sebagai berikut:
1. Bahwa Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 menyatakan, Pemilihan umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri yang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum menempatkan Termohon sebagai
penyelenggara Pemilihan Umum, dan menempatkan Badan Pengawas Pemilu
sebagai bagian dari penyelenggara Pemilihan Umum yang bertugas mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, serta menempatkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan
Umum sebagai lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggaraan
Pemilu. Dengan demikian, produk penyelenggaraan Pemilu berupa sertifikat
hasil pemilihan umum yang dikeluarkan oleh KPU adalah sebagai akta otentik
yang harus dianggap sah, kecuali dibuktikan sebaliknya.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4141
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
2. Mengenai cara memperoleh bukti surat atau tulisan dimaksud, menurut
Mahkamah, Termohon sebagai penyelenggara Pemilu setelah menerbitkan
sertifikat penghitungan suara berkewajiban menyimpannya di dalam kotak suara
bersama-sama dengan surat suara dan dokumen-dokumen lainnya.
Berdasarkan kewajiban tersebut maka menurut Pasal 149 UU 42/2008
Termohonlah yang bertanggung jawab menyimpan, menjaga, dan
mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil
penghitungan suara. Oleh karena itu, untuk menjamin supaya surat suara
berikut dokumen tersebut aman maka kotak suara tersebut digembok dan
disegel. Dalam hal hasil kerja Termohon sebagai penyelenggara Pemilu
digugat, yang untuk merespons gugatan tersebut dan mempertahankannya
secara hukum diperlukan bukti, antara lain, bukti surat atau tulisan maka
Termohon harus mengambilnya dari dalam kotak suara. Untuk kepentingan
itulah Termohon membuka kotak suara dan mengambil dokumen yang
diperlukan untuk proses pembuktian secara hukum di Mahkamah.
Selanjutnya, mengenai perolehan bukti yang demikian menurut Mahkamah,
sebagaimana surat Termohon dan fakta yang terungkap di persidangan,
Termohon mengambil bukti-bukti surat/tulisan dari dalam kotak suara dengan
membuka kotak suara tersebut secara umum dilaksanakan dengan mengundang
pengawas Pemilu, para saksi dari pasangan calon dan bahkan dengan
mengundang pihak kepolisian serta dibuatkan berita acara. Perolehan bukti yang
demikian telah sejalan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Mahkamah
dalam Ketetapan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014, tanggal 8 Agustus 2014.
Menurut Mahkamah, pembukaan kotak suara untuk memperoleh bukti-bukti
tersebut sekiranya secara formal dianggap melanggar hukum karena tidak
didasarkan pada perintah pengadilan, namun oleh karena bukti-bukti yang ada di
dalam kotak suara tersebut diperlukan oleh Termohon di dalam menghadapi
permohonan Pemohon dan dilakukan melalui proses yang transparan dan
akuntabel dengan mengundang saksi pasangan calon, pengawas Pemilu, dan
kepolisian, serta dengan membuat berita acara, sehingga menurut Mahkamah
perolehan bukti tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum berdasarkan
Pasal 36 ayat (2) UU MK dan oleh karenanya bukti-bukti tersebut sah menurut
hukum sesuai dengan Pasal 36 ayat (4) UU MK;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4142
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah di atas, tidak berarti Mahkamah
menyatakan bahwa Termohon dapat secara bebas membuka kotak suara tanpa
alasan dan proses menurut hukum atau norma lain yang berlaku. Meskipun
Termohon secara hukum yang berkewajiban menyimpan dan memelihara dengan
sebaik-baiknya terhadap kotak suara, namun Termohon dalam membuka kotak
suara tersebut haruslah mengindahkan norma-norma yang berlaku. Sekiranya
pembukaan kotak suara oleh Termohon tersebut merupakan pelanggaran, baik
secara administrasi maupun hukum, namun tidak berkaitan dengan perolehan
suara maka forum penyelesaiannya bukanlah kewenangan Mahkamah. Demikian
pula apabila pelanggaran tersebut bersifat etik maka lembaga yang bertugas
menangani adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan apabila
dalam pembukaan kotak suara tersebut Termohon melakukan perubahan terhadap
dokumen dimaksud maka hal demikian merupakan ranah hukum pidana yang
prosesnya menjadi kewenangan institusi lain. Dengan demikian masalah yang
dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah cara perolehan bukti dan sah atau tidak
sahnya bukti yang berasal dari kotak tersebut sebagaimana telah dipertimbangkan
di atas.
Dalam Eksepsi
[3.13] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon, Termohon dan
Pihak Terkait mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
Eksepsi Termohon
1. Permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 9
ayat (1) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden karena tidak menguraikan dengan jelas kesalahan hasil
penghitungan perolehan suara yang diumumkan oleh Termohon dan hasil
penghitungan yang benar menurut Pemohon;
2. Perbaikan permohonan Pemohon tanggal 7 Agustus 2014 merupakan materi
baru dan tidak ada dalam permohonan awal maupun perbaikan permohonan
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4143
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
tanggal 26 Juli 2014, serta di luar materi nasihat yang disampaikan Mahkamah
dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan, sehingga permohonan Pemohon
melewati tenggang waktu pengajuan permohonan;
3. Permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur libel) karena
pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon terstruktur, sistematis, dan masif
tidak menyebutkan kapan, dimana, dan bagaimana pelanggaran tersebut
terjadi.
Eksepsi Pihak Terkait
1. Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan
permohonan in litis karena pada tanggal 22 Juli 2014 pada saat berlangsungnya
Pleno Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 oleh Termohon,
Pemohon telah menyatakan: menolak pelaksanaan Pilpres dan menarik diri dari proses tahapan Pemilu yang sedang berlangsung dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Hal tersebut disampaikan
oleh Pemohon secara terbuka di depan publik dan disiarkan secara langsung
oleh media elektronik pada tanggal 22 Juli 2014 dan diterbitkan secara luas oleh
media cetak. Oleh karena itu, dengan adanya penolakan Pemohon atas pelaksanaan Pilpres dan penarikan diri dari proses tahapan Pemilu yang sedang berlangsung maka secara hukum Pemohon tidak lagi memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan Permohonan Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 kepada
Mahkamah;
2. Mahkamah tidak berwenang mengadili perkara a quo karena permohonan bukan mengenai kesalahan hasil penghitungan perolehan suara melainkan
mengenai pelanggaran dalam proses dan pelaksanaan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 yang menurut Pemohon telah
menguntungkan Pihak Terkait;
3. Perbaikan permohonan menambah dalil baru dan melanggar ketentuan
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman
Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, sehingga permohonan Pemohon melewati tenggang waktu pengajuan
permohonan;
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4144
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
4. Perbaikan permohonan Pemohon tidak cermat dan tidak jelas karena:
- permohonan Pemohon tumpang tindih dan tidak memiliki korelasi antara
posita dan petitumnya.
- permohonan Pemohon terhadap sengketa perselisihan hasil pemilihan umum
presiden dan wakil presiden tidak memenuhi syarat formal.
- Pemohon tidak jelas dan tidak rinci dalam menguraikan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.
[3.14] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 1 dan eksepsi
Pihak Terkait angka 2 (mengenai kewenangan Mahkamah), Mahkamah
mempertimbangkan bahwa pertimbangan Mahkamah dalam putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 108-109/PHPU.B-VII/2009, tanggal 12 Agustus 2009, antara lain,
menyatakan, ... a. Mahkamah memutus perkara berdasarkan UUD 1945 sesuai
dengan alat bukti dan keyakinan hakim; dan b. bahwa Mahkamah dalam mengadili
perselisihan hasil Pemilu, tidak hanya menghitung kembali hasil penghitungan
suara, tetapi juga harus menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil
penghitungan suara yang diperselisihkan. Mahkamah tidak melihat hasil
penghitungan suara an sich namun juga Mahkamah harus melihat pelanggaran-
pelanggaran yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil penghitungan suara
untuk menegakkan keadilan.... Dengan berdasarkan pertimbangan tersebut maka
Mahkamah tidak hanya mengadili perselisihan hasil Pemilu, namun juga mengadili
pelanggaran Pemilu yang berakibat kepada perolehan suara, sehingga menurut
Mahkamah, eksepsi Termohon angka 1 dan eksepsi Pihak Terkait angka 2 tidak beralasan menurut hukum;
[3.15] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 2 dan eksepsi
Pihak Terkait angka 3 (mengenai perbaikan permohonan), menurut Mahkamah,
berdasarkan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun
2014 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan, Dalam Sidang Pleno Pemeriksaan
Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah memeriksa
kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 25 ayat (3), serta memberi nasihat kepada
Pemohon atau kuasa hukumnya untuk memperbaiki dan/atau melengkapi
permohonan apabila terdapat kekurangan.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4145
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Bahwa perubahan atau perbaikan permohonan Pemohon yang terakhir
dilakukan setelah pemberian kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan
pokok-pokok permohonannya. Perbaikan yang demikian adalah hak Pemohon
yang diatur dalam Pasal 39 UU MK dan Pasal 35 ayat (2) Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 4 Tahun 2014 yang memberi kesempatan untuk mengadakan
perbaikan yang dipandang perlu. Menurut Mahkamah, perbaikan permohonan
Pemohon setelah jangka waktu 3x24 jam dan setelah sidang pleno pemberian
nasihat oleh Majelis Hakim masih dalam lingkup materi permohonan yang diajukan
sejak awal, dan bukan permohonan baru, sehingga perbaikan permohonan
tersebut dibenarkan. Oleh karena itu, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak
beralasan menurut hukum;
[3.16] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Pihak Terkait angka 1 (mengenai
kedudukan hukum Pemohon), telah dipertimbangkan Mahkamah dalam paragraf [3.5] sampai dengan paragraf [3.7], sehingga pertimbangan tersebut mutatis mutandis berlaku pula untuk eksepsi Pihak Terkait angka 1, sehingga eksepsi
Pihak Terkait a quo tidak beralasan menurut hukum;
[3.17] Menimbang bahwa terhadap eksepsi Termohon angka 3 dan eksepsi
Pihak Terkait angka 4 (mengenai permohonan kabur dan tidak jelas), menurut
Mahkamah berkait erat dengan pokok permohonan sehingga akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pokok permohonan;
[3.18] Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak
Terkait tidak beralasan menurut hukum, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan;
Dalam Pokok Permohonan
[3.19] Menimbang bahwa Pemohon pada pokoknya memohon kepada
Mahkamah untuk membatalkan Keputusan Termohon Nomor
535/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan
Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014 tertanggal 22 Juli 2014 dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor
536/Kpts/KPU/TAHUN 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan
Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4146
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
tertanggal 22 Juli 2014, dan menetapkan perolehan Pemohon 67.139.153 suara,
dan Pihak Terkait 66.435.124 suara atau memerintahkan Termohon untuk
melakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia atau di beberapa daerah
dengan alasan pada pokoknya sebagai berikut (selengkapnya termuat pada
bagian Duduk Perkara):
1. Menurut Pemohon, Termohon telah salah menetapkan perolehan suara
Pemohon sebanyak 62.576.444 suara dan Pihak Terkait sebanyak 70.997.833
suara, padahal yang benar perolehan suara Pemohon adalah 67.139.153
suara dan Pihak Terkait adalah 66.435.124 suara, karena menurut Pemohon
perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dilakukan dengan cara-cara
yang tidak benar dan melawan hukum;
2. Termohon telah melakukan perencanaan kecurangan secara terstruktur,
sistematis dan masif yaitu dengan cara mengabaikan DP4 (Data Penduduk
Pemilih Potensial Pemilu) sebagai sumber penyusunan DPS (Daftar Pemilih
Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap), menambahkan jumlah DPT dan
memodifikasi daftar pemilih, modifikasi logistik Pemilu, dan celah keamanan
elektronik yang berdampak sistemik dalam sistem IT Termohon sesuai
prosedur keamanan internasional yang menyebabkan terjadinya kecurangan;
3. Ada mobilisasi pemilih melalui daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar
pemilih khusus tambahan (DPKTb), hampir di seluruh daerah pemilihan se-
Indonesia dengan fakta antara lain sebagai berikut:
a) Jumlah seluruh pengguna hak pilih tidak sama, dengan jumlah surat suara
yang digunakan dan jumlah suara sah dan tidak sah;
b) Jumlah surat suara yang digunakan tidak sama dengan jumlah suara sah
dan tidak sah;
c) Pengguna Hak Pilih dalam DPTb/Pemilih dari TPS lain lebih besar dari
Data Pemilih Terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb);
d) Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/ Pengguna KTP atau identitas lain atau paspor lebih besar dari Daftar
Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/ Penggunaan KTP atau identitas lain
atau paspor;
4. Ada penekanan oleh pejabat penguasa daerah dari dua Gubernur yaitu
Gubernur Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4147
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
5. Ada rekayasa pihak penyelenggara, yaitu dengan sengaja menggunakan tinta
yang mudah dihapus, sehingga terjadi mobilisasi masyarakat untuk dapat
melakukan pemilihan lebih dari satu kali;
6. Telah terjadi politik uang yang bertujuan untuk memenangkan Pasangan Calon
Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2 yang terjadi di 4 provinsi
yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatera Selatan.
7. Termohon melakukan hal yang nyata merusak bukti-bukti yang ada dalam
kotak suara secara merata di seluruh Indonesia, karena pada tanggal 25 Juli
2014, Termohon telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446/KPU yang
ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua KPU/KIP
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia yang isinya memerintahkan pembukaan
kotak suara semua TPS di seluruh Indonesia untuk diambil Formulir A5 PPWP
dan Model C7 PPWP.
[3.20] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut
pokok permohonan, terlebih dahulu menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar dan ayat (3)
menyatakan, Negara Indonesia adalah negara hukum. Kedua ketentuan tersebut
menegaskan bahwa terdapat prinsip mendasar yang dianut dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia, yaitu prinsip
kedaulatan yang berada di tangan rakyat dan kedaulatan rakyat tersebut harus
dilaksanakan berdasarkan ketentuan konstitusi serta prinsip negara hukum.
Artinya, kedaulatan rakyat dibatasi dan harus sesuai dengan norma konstitusi dan
prinsip negara hukum;
Kedaulatan rakyat bermakna bahwa negara harus dijalankan dan
dikendalikan berdasarkan kehendak rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
berdasarkan konstitusi. Penyelenggaraan pemerintahan negara dengan segala
bentuk kebijakannya tunduk pada kehendak dan kemauan rakyat yang berdaulat.
Penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdasarkan kehendak rakyat inilah
yang disebut pemerintahan demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Demokrasi meniscayakan kebebasan setiap orang untuk ikut
menentukan jalannya pemerintahan negara, karena dengan kebebasan itulah hak
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4148
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
politik setiap rakyat dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Hak dan
kebebasan tersebut mencakup, antara lain, kebebasan untuk memilih dan dipilih
sebagai pemimpin dan wakil rakyat yang akan menjalankan kekuasaan
pemerintahan negara serta kebebasan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan
termasuk mengawasi jalannya pemerintahan negara. Oleh karena itu, hak memilih
dan dipilih, hak mengeluarkan pendapat adalah merupakan sebagian hak
konstitusional setiap warga negara dalam pemerintahan demokrasi;
Berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan umum, hak memilih adalah
salah satu hak konstitusional yang menjadi dasar pelaksanaan demokrasi yang
harus dijunjung tinggi dan untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama
pemerintah. Pemilihan umum adalah salah satu bentuk pelaksanaan demokrasi,
yaitu demokrasi untuk menentukan pemimpin atau perwakilan yang akan
menjalankan kekuasaan negara. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
antara lain untuk memilih pemimpin bangsa dalam waktu lima tahun sekali yang
selanjutnya akan membentuk pemerintahan yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia;
Berdasarkan UUD 1945, kebebasan dalam demokrasi tidaklah mutlak,
karena kebebasan harus dilaksanakan menurut norma dan ketentuan konstitusi
serta berdasarkan prinsip negara hukum. Hak dan kebebasan memilih setiap
warga negara harus berdasarkan pada norma dan ketentuan konstitusi serta tata
cara yang dilakukan berdasarkan norma hukum dan peraturan perundang-
undangan. Di sinilah prinsip konstitusi dan prinsip negara hukum harus dijalankan.
Pelaksanaan hak memilih sebagai hak asasi dan kebebasan dalam demokrasi
melalui pemilihan umum harus dilaksanakan berdasar norma dan tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian kedua prinsip
tersebut, yaitu prinsip kebebasan dan demokrasi serta prinsip negara hukum harus
dilaksanakan secara seiring dan sejalan sehingga walaupun dengan alasan untuk
melindungi hak dan kebebasan memilih, negara dalam hal ini penyelenggara
pemilihan umum tidak boleh memberikan hak pilih itu dengan semena-mena,
melanggar prosedur dan tata cara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4149
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
Pelanggaran prosedur dan tata cara tersebut adalah pelanggaran atas prinsip
negara berdasarkan hukum. Hakikat pemilihan umum, bukanlah semata-mata
dalam rangka mencapai tujuan untuk mendapatkan dukungan dan legitimasi rakyat
semata, tetapi pemilihan umum harus pula melalui prosedur dan tata cara yang
ditentukan oleh hukum yang berlaku. Dalam demokrasi antara tujuan dan tata cara
adalah dua sisi yang tidak bisa diabaikan. Prosedur dan tata cara justru untuk
memberi jaminan tegaknya prinsip demokrasi yang memberi jaminan atas
persamaan hak, kesetaraan, dan kebebasan itu sendiri;
Oleh karena itu, UUD 1945 menentukan dengan tegas asas
penyelenggaraan pemilihan umum yang harus ditaati dalam penyelenggaraan
pemilihan umum, yaitu asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Asas
tersebut dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa setiap orang dilindungi
hak dan kebebasannya untuk memilih dan dipilih serta memberikan perlakuan
yang sama dan adil kepada setiap orang atau kepada setiap peserta dalam
pemilihan umum. Untuk menjamin penyelenggaraan pemilihan umum dengan
memenuhi asas-asas tersebut, konstitusi mengamanatkan untuk membentuk suatu
komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri;
Dalam rangka mengawal dan menegakkan negara demokrasi yang
berdasarkan konstitusi dan prinsip negara hukum tersebut, UUD 1945 membentuk
lembaga peradilan konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi, yang dalam kaitannya
dengan pemilihan umum berwenang untuk memutus perselisihan hasil pemilihan
umum (vide Pasal 24C UUD 1945). Dalam menjalankan wewenangnya memutus
perselisihan hasil pemilihan umum tersebut, yaitu sejak Putusan Nomor
41/PHPU.D-VI/2008 bertanggal 2 Desember 2008 (perselisihan hasil pemilihan
umum Gubernur Jawa Timur), Mahkamah telah memaknai wewenangnya untuk
memutus hasil pemilihan umum tidak saja terbatas pada hasil penghitungan suara
semata-mata, tetapi juga termasuk memutus pelanggaran dalam proses pemilihan
umum yang berpengaruh pada perolehan suara. Pelanggaran tersebut mencakup
pelanggaran administrasi persyaratan peserta pemilihan umum yang berakibat
pembatalan peserta pemilihan umum, misalnya dalam membatalkan dan
mendiskualifikasi peserta pemilihan umum yang tidak memenuhi syarat menurut
ketentuan undang-undang, serta pelanggaran administrasi dan pidana Pemilu
yang dilakukan sedemikian rupa dilakukan oleh penyelenggara Pemilu dan/atau
bersama-sama peserta pemilihan umum secara terstruktur, sistematis, dan masif
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4150
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
yang berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilihan umum. Dalam Putusan
Mahkamah Nomor 41/PHPU.D-VI/2008, bertanggal 2 Desember 2008, antara lain
dalam paragraf [3.25], Mahkamah mempertimbangkan, ... Tidak dapat dinafikan
bahwa seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dan tahapan Pemilukada
akan sangat berpengaruh secara mendasar pada hasil akhir, dan dengan
absennya penyelesaian sengketa secara efektif dalam proses Pemilukada,
mengharuskan Mahkamah untuk tidak membiarkan hal demikian apabila bukti-
bukti yang dihadapkan memenuhi syarat keabsahan undang-undang dan bobot
peristiwa yang cukup siginifikan.... Kemudian paragraf [3.28] putusan tersebut,
Mahkamah juga, antara lain, mempertimbangkan, ...bahwa dalam memutus
perselisihan hasil Pemilukada, Mahkamah tidak hanya menghitung kembali hasil
penghitungan suara yang sebenarnya dari pemungutan suara tetapi juga harus
menggali keadilan dengan menilai dan mengadili hasil penghitungan suara yang
diperselisihkan, sebab kalau hanya menghitung dalam arti teknis matematis
sebenarnya bisa dilakukan penghitungan kembali oleh KPUD sendiri di bawah
pengawasan Panwaslu dan/atau aparat kepolisian, atau cukup oleh pengadilan
biasa. Oleh sebab itu, Mahkamah memahami bahwa meskipun menurut undang-
undang, yang dapat diadili oleh Mahkamah adalah hasil penghitungan suara,
namun pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan terjadinya hasil
penghitungan suara yang kemudian dipersengketakan itu harus pula dinilai untuk
menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi, Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di depan hukum;
Dalam Putusan Nomor 31/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 30 Juni 2010, pada
paragraf [3.27] Mahkamah kembali mempertimbangkan, antara lain, ...Menimbang
bahwa dalam rangka menjaga tegaknya demokrasi, Mahkamah harus menilai dan
memberikan keadilan bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
pelaksanaan demokrasi, termasuk penyelenggaraan Pemilukada. Pandangan
Mahkamah tersebut, didasarkan atas pemahaman bahwa demokrasi tidak saja
didasarkan pergulatan kekuatan politik semata, namun lebih jauh dari itu harus
dilaksanakan sesuai aturan hukum. Oleh karena itu setiap keputusan yang
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4151
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
diperoleh karena suara terbanyak dapat dibatalkan oleh pengadilan jika terbukti
menurut hukum dan keyakinan hakim terdapat pelanggaran terhadap prinsip-
prinsip hukum yang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan di hadapan
pengadilan. Dengan demikian, menurut Mahkamah kewenangan Mahkamah untuk
memutuskan dan mengadili hasil Pemilu tidak saja terbatas pada penghitungan
suara yang dipersengketakan tetapi juga termasuk memutus dan mengadili
pelanggaran yang terjadi yang dapat mempengaruhi perolehan suara dalam
Pemilu. Kemudian dalam Putusan Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 7 Juli
2010, mempertimbangkan, antara lain, Terhadap pelanggaran-pelanggaran
tersebut Mahkamah menilai telah terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis
dan masif. Hal itu terbukti karena tindakan tersebut telah direncanakan sedemikian
rupa, terjadi secara meluas di seluruh Kabupaten Kotawaringin Barat, serta
dilakukan secara terstruktur dari tingkatan paling atas yang dimulai dari Pasangan
Calon, Tim Kampanye dan seluruh Tim Relawan sampai dengan tingkatan paling
rendah di tingkat RT, sehingga mempengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi
masing-masing Pasangan Calon. Pada bagian lain putusan tersebut yaitu pada
paragraf [3.27] Mahkamah juga mempertimbangkan, ...pelanggaran sistematis
terjadi karena adanya pelanggaran money politic secara terorganisasi, terstruktur
dan terencana dengan sangat baik sejak awal yaitu dengan melakukan persiapan
pendanaan secara tidak wajar untuk membayar relawan, melakukan rekrutmen
warga sebagai relawan yang dipersiapkan dengan organisasi yang tersusun dari
tingkatan paling atas Pasangan Calon, Tim Kampanye sampai dengan para
relawan di tingkat RT;.... Jenis dan modus pelanggaran yang sama terjadi juga
pada perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Mandailing Natal,
sehingga Mahkamah menyimpulkan telah terjadi pelanggaran yang bersifat
terstruktur, sistematis dan masif dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala
daerah Mandailing Natal, oleh karena itu Mahkamah memutuskan membatalkan
hasil pemilihan umum dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk
melakukan pemungutan suara ulang (vide Putusan Mahkamah Nomor
41/PHPU.D-VIII/2010, tanggal 6 Juli 2010). Dalam Putusan Nomor 144/PHPU.D-
VIII/2010, tanggal 3 September 2010, dalam paragraf [3.32], Mahkamah juga
mempertimbangkan, ... Pelanggaran sistematis terjadi karena adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh Pihak Terkait dengan memobilisasi Pegawai
Negeri Sipil (PNS) secara terorganisasi, terstruktur, dan terencana dengan sangat
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4152
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
baik sejak awal yaitu dengan melakukan persiapan dengan melakukan pertemuan-
pertemuan yang melibatkan para Camat, Lurah, dan Kepala Lingkungan se-Kota
Manado untuk mendukung Pihak Terkait menjadi pemenang dalam Pemilukada
Kota Manado yang disertai intimidasi berupa pemecatan kepada beberapa Kepala
Lingkungan dan karyawan Perusahaan Daerah Pasar Kota Manado yang tidak
mau mendukung Pihak Terkait.... Pada berbagai putusan tersebut, Mahkamah
juga menegaskan bahwa terpenuhinya unsur terstruktur, sistematis, dan masif,
tidak harus terjadi di seluruh daerah pemilihan akan tetapi cukup dibuktikan di
daerah-daerah tertentu dan tidak serta merta berakibat dibatalkannya hasil
pemilihan umum. Mahkamah juga mempertimbangkan signifikansi selisih peringkat
perolehan suara sehingga jika pun dilakukan pemungutan suara ulang akan dapat
mengubah peringkat perolehan suara;
Berdasarkan pertimbangan dan kerangka berpikir tersebut, selanjutnya
Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan sebagai berikut:
Pengurangan Suara Pemohon dan Penambahan Suara Pihak Terkait
[3.21] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan pada pokoknya bahwa
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang ditetapkan Termohon adalah
salah, karena seharusnya jika Termohon jujur, mandiri dan tidak memihak
Pasangan Calon Nomor Urut 2, maka perolehan suara yang benar menurut Berita
Acara Formulir C-1 PPWP KPU, D-1 PPWP KPU, DA-1 PPWP KPU, DB-1 PPWP
KPU, DC1- PPWP KPU dan DD1- PPWP KPU sesuai bukti-bukti yang ada pada
Pemohon berdasarkan Formulir C1-DA1-DB1 di seluruh provinsi dan di seluruh
kabupaten/kota, hasil rekapitulasi perolehan suara versi Pemohon ditemukan
adanya penambahan perolehan suara Pasangan Calon Presiden dan Wakil
Presiden Nomor Urut 2 sebanyak 1,5 juta suara, dan ditemukan adanya
pengurangan perolehan suara Pasangan Calon Nomor Urut 1 sebanyak 1,2 juta
suara yang terdapat di lebih kurang 155.000 TPS;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P-6 sampai dengan P-33;
Termohon membantah dalil permohonan tersebut dan pada pokoknya
mengemukakan bahwa yang didalilkan Pemohon tersebut tidak jelas dan kabur
(obscuur libel), seandainyapun benar dianggap telah terjadi kesalahan hitung yang
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4153
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
mengakibatkan terjadi pengurangan perolehan suara Pemohon dan terjadi
penambahan perolehan suara pada pasangan calon lain, quod non, maka
Pemohon seharusnya menerangkan secara rinci dan jelas mengenai terjadinya
kesalahan hitung dimaksud;
Untuk membuktikan bantahannya, Termohon mengajukan saksi bernama
Awaludin, Agus Supriatna, Beatrix Wanane, Filep Wamafma, Evi Novida Ginting
Manik, La Ode Abd. Nasir, Buchari Mahmud, dan Misnah M. Atas;
Pihak Terkait juga membantah dalil Pemohon a quo pada pokoknya
mengemukakan bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan sebaliknya mengenai
angka perolehan suara yang berbeda dengan angka perolehan suara yang
ditetapkan oleh Termohon;
Untuk membuktikan bantahannya, Pihak Terkait mengajukan bukti
surat/tulisan yang diberi tanda PT-3.1 sampai dengan PT-3.11, PT-3.13 sampai
dengan PT-3.17, PT-3.19 sampai dengan PT-3.24, dan PT-3.29, serta saksi Didik
Prasetiono, Sukadar, Tarkit R. Dianto, Sunggul Sirait, Sahid, Sugiyono,
M.S.Anang, Eliyas Juliyus Prima, Tariat, Supardi, Chairul Ichsan, Wilson Panjaitan,
Johanes Cristopel Saduk, Damaryanti Nugraha Ningrum, saiful Hadi, Hasrat
Lukman, Tamrin Surya Purnomo, Saiful Bahri, Suyatno, Yuten Gurik, Herman
Yogobi, Yunawas Salawala, Naftalia Keiya, Marselino, Gabriel Takimai, Jimmy
Demianus Ijie, Yurisman Laia, La Ode Ota, Djarat Sumarsono, Mukhlis Mukhtar,
Dadang Mishal Yofhie Suud, Anton Bele, Samson Darmawan, dan La Ode
Haimudin;
Terhadap dalil tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak
menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan dimana terjadinya
kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara
Pemohon dan bertambahnya perolehan suara Pihak Terkait. Pemohon hanya
mendalilkan terjadi kesalahan hasil penghitungan suara yang mengakibatkan
penambahan suara Pihak Terkait sebanyak 1,5 juta suara, dan pengurangan
perolehan suara Pemohon sebanyak 1,2 juta suara yang terdapat di lebih kurang
155.000 TPS. Selain itu, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan
tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pengurangan
suara Pemohon dan penambahan suara Pihak Terkait seperti yang didalilkan
Pemohon. Di samping itu, fakta persidangan juga membuktikan bahwa tidak ada
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4154
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
saksi Pemohon yang mengajukan keberatan mengenai hasil penghitungan suara
pada saat rekapitulasi penghitungan suara. Justru sebaliknya keterangan saksi
yang diajukan oleh Termohon dan Pihak Terkait membuktikan bahwa tidak ada
keberatan dari semua saksi pasangan calon dalam proses rekapitulasi mengenai
perolehan suara (vide keterangan saksi Termohon, Awaludin, Agus Supriatna,
Beatrix Wanane, Filep Wamafma, Evi Novida Ginting Manik, La Ode Abd. Nasir,
Buchari Mahmud, dan Misnah M. Atas). Dengan demikian, menurut Mahkamah
dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum;
Pengabaian DP4 Sebagai Sumber Penyusunan DPS dan DPT
[3.22] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan yang pada pokoknya
Termohon telah melakukan perencanaan kecurangan secara terstruktur,
sistematis, dan masif yaitu dengan cara mengabaikan DP4 (Data Penduduk
Pemilih Potensial Pemilu) sebagai sumber penyusunan DPS (Daftar Pemilih
Sementara) dan DPT (Daftar Pemilih Tetap), menambahkan jumlah DPT dan
memodifikasi daftar pemilih, modifikasi logistik Pemilu, dan celah keamanan
elektronik yang berdampak sistemik dalam sistem IT Termohon sesuai prosedur
keamanan internasional yang menyebabkan terjadinya kecurangan;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P.DPT-1 sampai dengan P.DPT-34, dan ahli
bernama Dr. A. Rasyid Saleh, M.Si, dan Marwah Daud Ibrahim, Ph.D;
Termohon membantah yang pada pokoknya bahwa proses penyusunan
dan penetapan DPT pada setiap jenjang melibatkan Pengawas Pemilu, Peserta
Pemilu, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada tahap penyusunan DPT,
peserta Pemilu diberikan kesempatan memberikan tanggapan dan masukan untuk
penyempurnaan. Namun demikian, kesempatan tersebut tidak secara maksimal
digunakan oleh peserta Pemilu, sehingga rekapitulasi tingkat nasional tidak ada
keberatan terhadap hasil pemutakhiran data Pemilih;
Untuk membuktikan bantahannya, Termohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda bukti T.KPU-1 sampai dengan T.KPU.5;
Bawaslu dalam keterangan tertulisnya menerangkan yang pada
pokoknya bahwa Pengawasan Penyusunan Data Pemilih dan Penetapan Daftar
Pemilih dilakukan dengan upaya pencegahan pelanggaran berupa instrumen
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4155
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
ataupun instruksi kepada jajaran Pengawas Pemilu untuk mengawasi
pemutakhiran Daftar Pemilih mulai dari tingkat PPS hingga Provinsi. Upaya
Pencegahan tersebut kemudian dilanjutkan dengan meneliti dokumen Daftar
Pemilih yang telah ditetapkan oleh KPU. Hasil analisis tersebut kemudian
dituangkan dalam Rekomendasi apabila ditemukan adanya kekeliruan dalam
Pemutakhiran data Pemilih Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.
Adapun terkait dengan penanganan pelanggaran dalam penyelenggaraan tahapan
pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014, Bawaslu tidak menerima laporan dugaan
pelanggaran;
Terhadap dalil mengenai pengabaian DP4 dalam penyusunan DPS
maupun DPT, setelah mempelajari secara seksama dalil Pemohon, Termohon,
dan Pihak Terkait, berikut bukti dan keterangan ahli masing-masing pihak, serta
keterangan Bawaslu, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa DPT merupakan tahap akhir dari suatu proses yang terdiri atas
tahap-tahap lain yang mendahuluinya. Dalam tahap-tahap tersebut terdapat
kerangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan
yang relatif cukup bagi penyelenggara, dalam hal ini KPU dan jajarannya secara
berjenjang sampai pada tingkat KPPS yang sangat dekat dengan dinamika dan
mobilitas pemilih secara langsung dan peserta pemilihan umum, dalam hal ini
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dan jajarannya, untuk berinteraksi
dalam rangka memperoleh DPT secara objektif, sehingga dapat diterima oleh
kedua pihak, baik penyelenggara maupun peserta Pemilu;
Bahwa DPT memang merupakan keputusan KPU sebagai penyelenggara
yang berada pada puncak struktur, namun proses dari tahap-tahap tersebut
bersifat bottom up dari struktur penyelenggara yang paling bawah, kemudian
berlanjut tahap demi tahap sampai pada struktur yang tertinggi dalam kerangka
waktu sebagaimana diuraikan di atas. Oleh struktur yang paling atas itulah DPT
ditetapkan dan sebagai keputusan penyelenggara berlaku secara hukum, baik
kepada penyelenggara maupun peserta Pemilu;
Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka apabila ada keberatan
mengenai DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemilih sebagaimana
didalilkan Pemohon, seharusnya permasalahan tersebut diselesaikan oleh
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4156
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
penyelenggara dan peserta dalam kerangka waktu tersebut melalui mekanisme
yang menurut hukum tersedia pada tahap-tahap sebagaimana diuraikan di atas.
Terlebih lagi dalam soal ini terdapat struktur yang secara internal penyelenggara
memiliki fungsi pengawasan, yakni Bawaslu dan jajarannya, dan struktur yang
memiliki fungsi penyelesaian dalam bidang pelanggaran etik penyelenggara, yakni
DKPP. Oleh karena itu dalil mengenai DPT tersebut manakala locus-nya pada
TPS dan dalam tempus yang masih terdapat dalam kerangka waktu sebagaimana
diuraikan di atas menjadi tidak relevan dan lebih tidak relevan lagi manakala dalil
tersebut tempus-nya terjadi setelah ketetapan DPT oleh KPU, karena penambahan
dan modifikasi daftar pemilih tersebut berkualifikasi sebagai pelanggaran dalam
hukum pidana yang dalam penyelenggaraan Pemilu telah tersedia Gakkumdu
untuk memprosesnya secara hukum. Menurut Mahkamah, berdasarkan Pasal 29
ayat (1) UU 42/2008, penyusunan DPT Pilpres dilakukan oleh Termohon
berdasarkan DPT Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagai
Daftar Pemilih Sementara (DPS) sehingga ahli Pemohon yang mempersoalkan
DPT Pilpres berdasarkan DP4 adalah tidak relevan untuk DPT Pemilihan Presiden.
Seharusnya persoalan itu adalah persoalan yang sudah harus selesai pada saat
Pemilihan Umum Anggota Lembaga Perwakilan. Selain itu, adalah kewenangan
Termohon untuk melakukan pemutakhiran data DPS dalam jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 ayat (2) UU
42/2008. Pada saat itu, para pihak dan masyarakat umum berkesempatan untuk
memberikan masukan dan tanggapan;
Bahwa adapun dalil Pemohon khusus mengenai pengabaian DP4 dalam
penyusunan DPS dan DPT sebagaimana disebutkan dalam tabel permohonan
(halaman 44), Pemohon tidak menjelaskan bagaimana pengabaian tersebut
terjadi, karena Pemohon hanya menyebut angka DPSHP yang diunduh dari laman
KPU dan angka penambahannya yang kemudian menjadi angka DPT PILPRES.
Keterangan ahli Pemohon, Dr. A. Rasyid Saleh, M.S.i dan Marwah Daud Ibrahim,
Ph.D., tidak menerangkan secara rinci dan jelas bagaimana hal itu terjadi, karena
Rasyid Saleh hanya menerangkan belum terselenggaranya dengan baik
administrasi kependudukan secara nasional dan Marwah Daud Ibrahim hanya
menerangkan hasil analisa yang simpulnya terdapat pemilih yang berdomisili di
suatu tempat tertentu memilih di tempat yang lain. Marwah Daud Ibrahim juga
menerangkan dalam keterangan tertulisnya bahwa DPT hanya merupakan modus
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4157
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
ketidakjujuran dan ketidakadilan berulang kali terjadi dan bahkan menjadi sumber
manipulasi yang terencana, terstruktur, sistematis, dan masif, untuk tujuan
kemenangan pasangan capres dan cawapres tertentu. Penyelenggaraan Pilpres
hanya untuk mengarahkan kemenangan pasangan capres dan cawapres tertentu.
Akan tetapi, ahli tersebut juga tidak dapat menerangkan apa kaitan antara DPT
sebagai modus kecurangan, ketidakjujuran, dan ketidakadilan, dengan kepastian
pemilih untuk memilih dan memenangkan pasangan tertentu. Menurut Mahkamah,
seharusnya Pemohon melalui mekanisme yang tersedia melakukan keberatan
dalam proses sebagaimana diuraikan dalam pertimbangan di atas. Dengan
demikian maka dalil a quo selain tidak jelas juga tidak sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
DPTb, DPK, dan DPKTb
[3.23] Menimbang bahwa Pemohon mendalilkan pada pokoknya pelanggaran
tentang penyalahgunaan jalur DPKTb oleh Termohon terjadi dan berlangsung di
berbagai daerah dengan fakta hukum sebagai berikut:
1) permasalahan mengenai DPKTb yang tidak sesuai dengan Peraturan KPU
Nomor 9 Tahun 2014, karena banyak DPKTb dimanipulasi oleh penyelenggara
bekerja sama dengan Pasangan Calon Nomor Urut 2; 2) Termohon melakukan kecurangan dengan DPKTb yang menguntungkan
Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang dilakukan dengan cara menambah
DPKTb di basis-basis pendukung Pasangan Calon Nomor Urut 1 untuk
mengurangi jumlah selisih suara pemilih terhadap Pemohon Sedangkan di
Basis pendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2 penambahan DPKTb sangat
rendah jumlahnya; 3) Bahwa daerah basis Pasangan Calon Nomor Urut 2 yang tingkat partisipasi
dari pemilih pengguna DPKTb sangat rendah jumlahnya, antara lain terjadi di
daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Papua; 4) Bahwa pada saat hari pemungutan suara, pengguna hak pilih dalam Daftar
Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb)/Pengguna KTP atau identitas lain atau
paspor lebih banyak dari DPKTb yang diatur oleh peraturan perundang-
undangan yang jumlahnya meningkat sangat tidak wajar;
Untuk membuktikan dalilnya, Pemohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-4.92.53 serta saksi-saksi,
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4158
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
yaitu Muh. Soleh, A. Basuki Babus Salam, Purwanto, Achmad Zakaria, Arif
Indrijanto, M. Rahmatullah Al Amin, Riyono S.Kel., Julisa Ramadhan, Yudi Winoto,
Rudi Wahyono, Amir Darmanto, Iksan Maksum, Ahmad Ghufron, Bendhot Widoyo,
Abdul Karim, Muhamad Nur Wahyudi, Slamet, Hendra Cipto, Anwar Setiawan,
Muhamad Hizal Wijaya, Yan Sumarna, Maryono, Herika, Dwi Heriyanto, Rahadi
Mulyanto, Salman Qadama S, Ahmad Baskam Muhammad, Chardi, Amir Liputo,
Ahmad Wardoko, Joko Aryanto, Aziz Subekti, Ari Hadi Basuki Wibowo, serta ahli
Dr. Margarito Kamis, S.H., M.H., Dr. A. Rasyid Saleh, M.Si., Dwi Martono Arlianto,
dan Said Salahudin, S.H;
Termohon membantah yang pada pokoknya mengemukakan bahwa dalil
Pemohon tidak berdasar dan tidak didukung oleh fakta sama sekali. Jenis
pelanggaran yang didalilkan merupakan dalil yang tidak jelas atau kabur karena
Pemohon dalam menentukan kriteria pelanggaran tersebut didasarkan pada
kejanggalan-kejanggalan data. Pemohon tidak menguraikan secara konkrit
kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon dan tidak
menguraikan pengaruhnya terhadap perolehan suara Pemohon dan/atau kerugian
Pemohon akibat kesalahan atau pelanggaran tersebut. Selain itu, Pemohon juga
tidak menjelaskan pelanggaran tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis,
dan masif sehingga berpengaruh pada perolehan suara;
Untuk membuktikan dalil bantahannya, Termohon mengajukan alat bukti
surat/tulisan yang diberi tanda T-Aceh.Aceh Barat 1 sampai dengan T.Papua-Kota
Jayapura 5, serta saksi bernama Rochani, Muhammad Syaiin, S.H., Edi Saiful
Anwar, Purnomo S. Pringgodigdo, Nanang Haronim, Yohanes Supeno, Bawmar
Perianto Amron, Dahliah, Wahyu Dinata, Prianda Anatta, Khusairi, Muhammad
Soleh, Arsan, Agus Sudono, Wage Wardana, Immawan Margono, Agus Supriatna
Badrusalam, Ramelan, Samahu Muharam, Misnah M. Attas, Nuzul Fitri, dan ahli
bernama Didik Supriyanto, S.IP. M.IP, Dr. Harjono, S.H., M.C.L, Prof. Erman
Rajagukguk, S.H., L.LM., Ph.D., Ramlan Surbakti, M.A., Ph.D;
Pihak Terkait membantah yang pada pokoknya mengemukakan
Pemohon tidak mampu secara jelas dan rinci menguraikan di TPS mana telah
terjadi mobilisasi pemilih yang menggunakan DPKTb sehingga merugikan
perolehan suara Pemohon. Selain itu, ketentuan mengenai DPKTb dilakukan oleh
Termohon selaku Penyelenggara Pemilu adalah untuk memberikan hak pilih
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4159
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
kepada warga negara yang belum terdaftar dalam DPT sehingga tidak dapat
dikatakan sebagai pelanggaran;
Untuk membuktikan bantahannya, Pihak Terkait mengajukan saksi Didik
Prasetiyono, Sukadar, Elias Julius Prima,Wilson Panjaitan, Johanes Kristopel
Saduk, Hasrat Lukman, Dwi Wahyu Budiantoro, Edwin Adrian Huwae, Thamrin,
Surya Purnomo, Saiful Bahri, Suyatno, Drajat Sumarsono, Putu Ariyasa, Mukhlis
Mukhtar, Jasman Abu Bakar, La Ode Haimudin, Ferry Mursyidan Baldan, serta ahli
bernama Bambang Eka Cahya Widodo, M.A., dan Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., M.PA;
Bahwa Bawaslu dalam keterangan tertulisnya menerangkan yang pada
pokoknya mengenai persoalan DPKTb yang banyak dipertanyakan di dalam
persidangan, Bawaslu melihatnya dari sudut pandang bahwa keberadaan DPKTb
merupakan terobosan baru untuk melindungi hak warga negara. Karena data
daftar pemilih tetap yang disusun tidak mengakomodasi seluruh warga negara
yang telah memenuhi syarat untuk dapat menggunakan hak pilihnya. Sehingga
tidak mungkin apabilah ada warga negara yang datang ke TPS untuk memberikan
hak pilihnya tidak diberikan kesempatan untuk menggunakan hak
konstitusionalnya. Apalagi sebelumnya pada saat pelaksanaan pemilihan umum
legislatif telah diberikan kesempatan untuk memilih;
Bahwa jumlah pemilih DPKTb yang jumlahnya banyak juga dipengaruhi
karena adanya re-grouping pemilih saat pemilihan legislatif, sehingga pada saat
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilih yang tadinya terdaftar di TPS yang
baru tidak memilih di TPSnya terdaftar, tetapi tetap memilih di TPS yang lama
dengan mempergunakan KTP/KK. Meningkatnya jumlah pemilih DPKTb bukan
karena manipulasi, jika dilihat dari sisi presentasenya. Selain itu, Bawaslu tidak
pernah menerima laporan manipulasi terkait dengan pemilih yang masuk dalam
kategori dalam DPKTb.
Terhadap dalil mengenai DPTb, DPK, dan DPKTb, Mahkamah akan
mempertimbangkan sebagai berikut:
Bahwa Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Di
dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang mengelaborasi ketentuan Pasal 1
UUD 1945 yang menetapkan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4160
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
berdasarkan atas hukum atau negara demokrasi konstitusional. Sebagai negara
demokrasi konstitusional pasal tersebut secara konstitusional menentukan, antara
lain, bahwa warga negara memiliki hak berkedudukan yang sama di dalam
pemerintahan. Hak tersebut secara teknis adalah hak untuk memilih dan dipilih
untuk duduk di dalam pemerintahan. Terkait dengan Pemilu Pasal 22E UUD 1945
menentukan, hak memilih warga negara tersebut harus dilaksanakan berdasarkan
asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih anggota
lembaga perwakilan dan memilih orang yang akan menduduki jabatan
kepresidenan. Untuk pelaksanaan hak warga negara tersebut negara bertugas
menyelenggarakan dengan membentuk KPU. Berdasarkan ketentuan
konstitusional tersebut maka warga negara memiliki hak konstitusional untuk
melaksanakan pemilihan, negara bertugas menyelenggarakan pemilihan, dalam
hal ini Pemilu. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum, untuk
penyelenggaraan Pemilu tersebut juga harus diatur oleh hukum, dalam hal ini
dengan peraturan perundang-undangan yang harus dibentuk secara demokratis
dan mengikat secara hukum, baik terhadap penyelenggara negara maupun warga
negara;
Bahwa salah satu ketentuan hukum yang mengatur tentang Pemilu adalah
negara berkewajiban untuk menetapkan DPT dan warga negara berhak untuk
didaftar dalam DPT tersebut dalam rangka pelaksanaannya. Berdasarkan
definisinya, secara hukum dan administratif warga negara yang dapat memilih
adalah yang terdaftar dalam DPT. Permasalahannya adalah bagaimana dengan
warga negara yang secara hukum telah memenuhi syarat untuk memilih, tetapi
tidak terdaftar dalam DPT;
Bahwa untuk menjawab permasalahan tersebut Mahkamah perlu merujuk
Putusan Mahkamah Nomor 102/PUU-VII/2009, tanggal 6 Juli 2009, yang telah
mengkonstatasi fakta dalam permasalahan DPT tersebut dan menentukan solusi
hukumnya. Mahkamah dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
102/PUU-VII/2009, bertanggal 6 Juli 2009, menyatakan ... hak konstitusional
warga negara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and right to be candidate)
adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang, dan konvensi
internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan
penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari
warga negara. ... ketentuan yang mengharuskan seorang warga negara terdaftar
Salinan putusan ini tidak untuk dan tidak dapat dipergunakan sebagai rujukan resmi atau alat bukti. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jl. Merdeka Barat No.6, Jakarta 10110, Telp. (021) 23529000, Fax (021) 3520177, Email: [email protected]
4161
SALINAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI Diunduh dari laman : www.mahkamahkonstitusi.go.id
sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) lebih merupakan prosedur
administratif dan tidak boleh menegasikan hal-hal yang bersifat substansial yaitu
hak warga negara untuk memilih (right to vote) dalam pemilihan umum. Oleh
karena itu, Mahkamah berpendapat diperlukan adanya solusi untuk melengkapi
DPT yang sudah ada sehingga penggunaan hak pilih warga negara tidak
terhalangi ...;
Berdasarkan ketentuan konstitusional dan pertimbangan hukum Mahkamah
sebagaimana diuraikan di atas maka permasalahan berikutnya yang harus dijawab
adalah bagaimana penilaian hukum Mahkamah terhadap DPTb, DPK, dan DPKTb
yang diatur oleh KPU dan dilaksanakan dalam Pemilu tahun 2014 ini, khususnya
Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Untuk menjawab
permasalahan tersebut Mahkamah akan mempertimbangkan apakah KPU memiliki
kewenangan secara hukum untuk membentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(PKPU), apakah DPTb, DPK, dan DPKTb secara materiil bertentangan dengan
hukum atau konstitusi, dan apakah dalam implementasinya telah disosialisasikan
kepada masyarakat, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan, serta apakah
DPTb, DPK, dan DPKTb nyata-nyata disalahgunakan sebagai instrumen untuk
pemenangan salah satu pasangan calon;
Bahwa untuk menjawab permasalahan kewenangan KPU membentuk
peraturan penyelenggaraan Pemilu