2
Kerahasiaan RM Secara umum, dapat disadari bahwa informasi yang terdapat dalam RM sifatnya rahasia. Pasien tentu megharapkan apa yang ditulis dokter yang sifatnya rahasia bagi dirinya tidak dibaca oleh kalangan lain. Hal ini yang menyebabkan bila dokter merasa perlu konsultasi dengan dokter lain, harus atas persetujuan pasien karena dalam hal demikian dokter konsultan akan membaca segala rekaman dan catatan dokter pertama. Kewajiban dokter dan kalangan kesehatan untuk melindungi rahasia ini tertuang dalam lafal sumpah dokter, KODEKI, dan peraturan perundang-undangan yang ada. Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4 Oleh Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SH Hal 70 Jakarta : EGC.2009 Perkembangan RM di Indonesia Walaupun pelayanan RM di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan untuk  pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai sejak diterbitkannya keputusan Men.Kes.RI No.031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording  dan reporting , dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya keputusan Men.Kes.RI No. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit. Pada Bab I pasal 3 dinyatakan guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan : a. Mempunyai dan merawat statistik yang mutahir  b. Membina RM yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No 134/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah sakit menyebutkan subbagian pencatatan medik mempunyai tugas mengatur pelaksanaan kegiatan pencatatan medik. Dari keputusan-keputusan Menteri Kesehatan diatas, terlihat adanya usaha serius untuk membenahi masalah RM dalam usaha memperbaiki recording, reporting, hospital  statistics dan lain-lain, yang kini kita kenal sebagai informasi kesehatan. Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan, IDI juga menerbitkan fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus melaksanakan RM. Fatwa ini tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit, tetapi juga untuk dokter pribadi. Rentetan peraturan yang diterbitkan pemerintah mengenai RM, dipertegas secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 749.a/Menks/per/XII/1989 tentang RM (  Medical Record ), sehingga dengan demikian RM mempunyai landasan hukum yang kuat. Guna melengkapi ketentuan dalam pasal 22 Permenkes tentang RM yang menyebutk an “hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelakasanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal sesuia bidang tugas masing- masing, “ maka Direktorat Jenderal Pelayanan Medik pada tahun 1991 telah pula menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Penyelanggaraan Rekam Medis/  Medical Records di Rumah Sakit (SK. Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.78 tahun 1991). Dalam Undang-undang Kesehatan biarpun tidak ada bab yang mengatur tentang RM secara khusus, namun jelas secara implisit Undang-undang ini membutuhkan adanya RM yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan kedokteran/kesehatan yang  berkualitas.

Kerahasiaan RM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rm

Citation preview

Kerahasiaan RMSecara umum, dapat disadari bahwa informasi yang terdapat dalam RM sifatnya rahasia. Pasien tentu megharapkan apa yang ditulis dokter yang sifatnya rahasia bagi dirinya tidak dibaca oleh kalangan lain. Hal ini yang menyebabkan bila dokter merasa perlu konsultasi dengan dokter lain, harus atas persetujuan pasien karena dalam hal demikian dokter konsultan akan membaca segala rekaman dan catatan dokter pertama.Kewajiban dokter dan kalangan kesehatan untuk melindungi rahasia ini tertuang dalam lafal sumpah dokter, KODEKI, dan peraturan perundang-undangan yang ada. Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 4Oleh Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SHHal 70 Jakarta :EGC.2009

Perkembangan RM di IndonesiaWalaupun pelayanan RM di Indonesia telah ada sejak zaman penjajahan untuk pembenahan yang lebih baik dapat dikatakan mulai sejak diterbitkannya keputusan Men.Kes.RI No.031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording dan reporting, dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya keputusan Men.Kes.RI No. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit.Pada Bab I pasal 3 dinyatakan guna menunjang terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan :a. Mempunyai dan merawat statistik yang mutahirb. Membina RM yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.Selanjutnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No 134/Menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja rumah sakit menyebutkan subbagian pencatatan medik mempunyai tugas mengatur pelaksanaan kegiatan pencatatan medik.Dari keputusan-keputusan Menteri Kesehatan diatas, terlihat adanya usaha serius untuk membenahi masalah RM dalam usaha memperbaiki recording, reporting, hospital statistics dan lain-lain, yang kini kita kenal sebagai informasi kesehatan.Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan, IDI juga menerbitkan fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus melaksanakan RM. Fatwa ini tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit, tetapi juga untuk dokter pribadi.Rentetan peraturan yang diterbitkan pemerintah mengenai RM, dipertegas secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 749.a/Menks/per/XII/1989 tentang RM (Medical Record), sehingga dengan demikian RM mempunyai landasan hukum yang kuat.Guna melengkapi ketentuan dalam pasal 22 Permenkes tentang RM yang menyebutkan hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelakasanaan peraturan ini akan ditetapkan oleh Direktorat Jenderal sesuia bidang tugas masing-masing, maka Direktorat Jenderal Pelayanan Medik pada tahun 1991 telah pula menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Penyelanggaraan Rekam Medis/Medical Records di Rumah Sakit (SK. Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.78 tahun 1991).Dalam Undang-undang Kesehatan biarpun tidak ada bab yang mengatur tentang RM secara khusus, namun jelas secara implisit Undang-undang ini membutuhkan adanya RM yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan kedokteran/kesehatan yang berkualitas.

Etika kedokteran dan hukum kesehatan ed 3Oleh Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K) & Prof. dr. Amri Amir, Sp.F(K), SHHal 57-58 Jakarta :EGC. 1999