82
KERANGKA KERJA SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF) PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG CORAL TRIANGLE INITIATIVE (COREMAP - CTI) Fase Restrukturisasi 5 Juni 2017

KERANGKA KERJA SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL …oseanografi.lipi.go.id/haspen/SAFEGUARD - INDONESIAN.pdf · kerangka kerja safeguard lingkungan dan sosial (essf) program rehabilitasi

Embed Size (px)

Citation preview

KERANGKA KERJA SAFEGUARD

LINGKUNGAN DAN SOSIAL(ESSF)

PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN

TERUMBU KARANG

CORAL TRIANGLE INITIATIVE

(COREMAP - CTI)

Fase Restrukturisasi

5 Juni 2017

KERANGKA KERJA SAFEGUARD

LINGKUNGAN DAN SOSIAL

(ESSF)

PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN

TERUMBU KARANG

CORAL TRIANGLE INITIATIVE

(COREMAP - CTI)

Fase Restrukturisasi

5 Juni 2017

Tim Penyusun

Priti Swasti

Irfan Kampono

Endang Mardiana

M. Afandi Juluhun

Editor

Susetiono

KERANGKA KERJA SAFEGUARD

LINGKUNGAN DAN SOSIAL

(ESSF)

PROGRAM REHABILITASI DAN PENGELOLAAN

TERUMBU KARANG

CORAL TRIANGLE INITIATIVE

(COREMAP - CTI)

Fase Restrukturisasi

5 Juni 2017

Tim Penyusun

Priti Swasti

Irfan Kampono

Endang Mardiana

M. Afandi Juluhun

Editor

Susetiono

Da�ar singkatan:AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)ADB Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) BNSP Badan Nasional Ser�fikasi Profesi (Na�onal Agency for Professional Cer�fica�on)BPN Badan Nasional Pertanahan (Na�onal Land Agency)CCRES Capturing Coral Reef and Related Ecosystems ProjectCOREMAP-CTI Coral Reef Rehabilita�on and Management Program – Coral Triangle Ini�a�veCRITC Coral Reef Informa�on and Training CenterDIPA Da�ar Isian Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementa�on List)EA Environmental Assessment EIA Environmental Impact Assessment EMF Environmental Management Framework EMP Environmental Management PlanESSF The Environmental and Social Safeguard Framework GEF Global Environmental FundGOI the Government of Indonesia IP Indigenous PeoplesIPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant)IPLT Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (Sewerage Treatment Plant)IPPF Indigenous Peoples Planning Framework KEPDIRJEN Keputusan Direktorat Jendral (Directorate General Decree)KEPMEN Keputusan Menteri (Ministry Decree)LARAP Land Acquisi�on and Rese�lement Ac�on PlanLARPF Land Acquisi�on and Rese�lement Policy Framework LH Lingkungan Hidup (Environment)LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Ins�tute of Sciences)LSP Lembaga Ser�fikasi Profesi (Professional Cer�fica�on Agency)MarBEST Regional Training and Research Centre on Marine Biodiversity and Ecosystem HealthMCA Marine Conserva�on AreaMCS Monitoring, Control and SurveillanceMMAF Ministry of Marine Affairs and Fisheries (Kemeterian Kelautan dan Perikanan)MONEV Monitoring and Evalua�on NGO Non Governmental Organiza�onNH Natural HabitatsOP Opera�onal Policies PAP Project-Affected Persons PERMEN Peraturan Menteri (Ministry Regula�on)PERPRES Peraturan Presiden (Presiden�al Decree)PIU Project Implemen�ng Unit PMU Project Management UnitPP Peraturan Pemerintah (Government Regula�on)PRA Par�cipatory Rural AppraisalRP Restructuring PaperSA Social AssessmentSAP Suaka Alam Perairan (Marine Nature Reserve)SPPL Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (Statement Le�er of Ability in Environmental Management and Monitoring)TF Task Force TNP Taman Nasional Perairan (Marine Na�onal Park)TWP Taman Wisata Perairan (Marine Tourism Park)UKL/UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (Environmental Management Plan)UU Undang-undang (Law)WB the World Bank

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Pendahuluan

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Coral Triangle Ini�a�ve (COREMAP - CTI), yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia (yaitu pada awalnya oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen KP3K-KKP) dan mendapatkan pendanaan dari Bank Dunia (WB), merupakan kelanjutan dari COREMAP Fase-2. Belakangan COREMAP - CTI mengalami restrukturisasi yang melipu� penyederhanaan dan perampingan kegiatan seiring dengan pengunduran diri KKP sebagai Lembaga Pelaksana (Execu�ng Agency). Dalam restrukturisasi ini peran Execu�ng Agency berpindah ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dimana LIPI dianggap mampu melaksakannya sampai pada akhir proyek, sebagai respons dari pengunduran diri KKP.

Restrukturisasi COREMAP-CTI bertujuan untuk penguatan kapasitas lembaga dalam melakukan melakukan pemantauan dan peneli�an ekosistem pesisir guna menghasilkan informasi terkait dengan pengelolaan sumberdaya yang berdasarkan kondisi riil. Restrukturisasi proyek ini bertujuan untuk mengurangi risiko potensial yang �mbul pada lingkungan dan sosial ke�ka pelaksanaannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat empat komponen proyek yang baru, yaitu:1). Penguatan Kelembagaan dalam Pemantauan Ekosistem Pesisir;2). Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder;3). Penguatan Sistem Kelembagaan untuk Pemantauan dan Peneli�an Ekosistem

Pesisir; dan4). Pengelolaan Proyek.

Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (The Environmental and Social Safeguard Framework - ESSF) telah disiapkan merupakan prosedur yang diperlukan oleh COREMAP - CTI guna meminimalkan sekecil mungkin dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan proyek dan subproyeknya.

ESSF ini mencakup semua kegiatan yang telah dituangkan dalam restrukturisasi, termasuk 11 lokasi di Indonesia bagian barat yang semula merupakan lokasi COREMAP - CTI ADB, seper� telah diketahui bahwa LIPI telah melakukan kegiatan pemantauan serupa di bawah proyek COREMAP - CTI WB. LIPI pernah menjadi pelaksana proyek tersebut dan telah terbiasa dengan kebijakan dan persyaratan pengamanan (safeguard) terhadap proyek dari Bank Dunia.

1 2

Da�ar singkatan:AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)ADB Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) BNSP Badan Nasional Ser�fikasi Profesi (Na�onal Agency for Professional Cer�fica�on)BPN Badan Nasional Pertanahan (Na�onal Land Agency)CCRES Capturing Coral Reef and Related Ecosystems ProjectCOREMAP-CTI Coral Reef Rehabilita�on and Management Program – Coral Triangle Ini�a�veCRITC Coral Reef Informa�on and Training CenterDIPA Da�ar Isian Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementa�on List)EA Environmental Assessment EIA Environmental Impact Assessment EMF Environmental Management Framework EMP Environmental Management PlanESSF The Environmental and Social Safeguard Framework GEF Global Environmental FundGOI the Government of Indonesia IP Indigenous PeoplesIPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant)IPLT Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (Sewerage Treatment Plant)IPPF Indigenous Peoples Planning Framework KEPDIRJEN Keputusan Direktorat Jendral (Directorate General Decree)KEPMEN Keputusan Menteri (Ministry Decree)LARAP Land Acquisi�on and Rese�lement Ac�on PlanLARPF Land Acquisi�on and Rese�lement Policy Framework LH Lingkungan Hidup (Environment)LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Ins�tute of Sciences)LSP Lembaga Ser�fikasi Profesi (Professional Cer�fica�on Agency)MarBEST Regional Training and Research Centre on Marine Biodiversity and Ecosystem HealthMCA Marine Conserva�on AreaMCS Monitoring, Control and SurveillanceMMAF Ministry of Marine Affairs and Fisheries (Kemeterian Kelautan dan Perikanan)MONEV Monitoring and Evalua�on NGO Non Governmental Organiza�onNH Natural HabitatsOP Opera�onal Policies PAP Project-Affected Persons PERMEN Peraturan Menteri (Ministry Regula�on)PERPRES Peraturan Presiden (Presiden�al Decree)PIU Project Implemen�ng Unit PMU Project Management UnitPP Peraturan Pemerintah (Government Regula�on)PRA Par�cipatory Rural AppraisalRP Restructuring PaperSA Social AssessmentSAP Suaka Alam Perairan (Marine Nature Reserve)SPPL Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (Statement Le�er of Ability in Environmental Management and Monitoring)TF Task Force TNP Taman Nasional Perairan (Marine Na�onal Park)TWP Taman Wisata Perairan (Marine Tourism Park)UKL/UPL Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemantauan Lingkungan (Environmental Management Plan)UU Undang-undang (Law)WB the World Bank

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Pendahuluan

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Coral Triangle Ini�a�ve (COREMAP - CTI), yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia (yaitu pada awalnya oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen KP3K-KKP) dan mendapatkan pendanaan dari Bank Dunia (WB), merupakan kelanjutan dari COREMAP Fase-2. Belakangan COREMAP - CTI mengalami restrukturisasi yang melipu� penyederhanaan dan perampingan kegiatan seiring dengan pengunduran diri KKP sebagai Lembaga Pelaksana (Execu�ng Agency). Dalam restrukturisasi ini peran Execu�ng Agency berpindah ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dimana LIPI dianggap mampu melaksakannya sampai pada akhir proyek, sebagai respons dari pengunduran diri KKP.

Restrukturisasi COREMAP-CTI bertujuan untuk penguatan kapasitas lembaga dalam melakukan melakukan pemantauan dan peneli�an ekosistem pesisir guna menghasilkan informasi terkait dengan pengelolaan sumberdaya yang berdasarkan kondisi riil. Restrukturisasi proyek ini bertujuan untuk mengurangi risiko potensial yang �mbul pada lingkungan dan sosial ke�ka pelaksanaannya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat empat komponen proyek yang baru, yaitu:1). Penguatan Kelembagaan dalam Pemantauan Ekosistem Pesisir;2). Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder;3). Penguatan Sistem Kelembagaan untuk Pemantauan dan Peneli�an Ekosistem

Pesisir; dan4). Pengelolaan Proyek.

Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (The Environmental and Social Safeguard Framework - ESSF) telah disiapkan merupakan prosedur yang diperlukan oleh COREMAP - CTI guna meminimalkan sekecil mungkin dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan proyek dan subproyeknya.

ESSF ini mencakup semua kegiatan yang telah dituangkan dalam restrukturisasi, termasuk 11 lokasi di Indonesia bagian barat yang semula merupakan lokasi COREMAP - CTI ADB, seper� telah diketahui bahwa LIPI telah melakukan kegiatan pemantauan serupa di bawah proyek COREMAP - CTI WB. LIPI pernah menjadi pelaksana proyek tersebut dan telah terbiasa dengan kebijakan dan persyaratan pengamanan (safeguard) terhadap proyek dari Bank Dunia.

1 2

3. Implementasi Aturan dan Mekanisme Penanganan Keluhan

3.1. Implementasi Aturan ESSF COREMAP CTI.

Implementasi aturan ESSF COREMAP-CTI dibuat guna memas�kan bahwa semua penanggungjawab memahami tanggung jawabnya pada proses skrining safeguard ESSF serta menyiapkan instrumen yang relevan untuk mengurangi dampak.

Semua kegiatan / subproyek yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan sosial harus mengiku� panduan ESSF. Setelah dampak diiden�fikasi, rencana �ndakan yang relevan harus disiapkan.

Segala biaya yang �mbul karena pelaksanaan ESSF harus menjadi beban anggaran COREMAP-CTI.

PMU bertanggung jawab atas evaluasi dokumen safeguard. PMU harus memiliki unit safeguard lingkungan dan sosial yang bertanggung mengevaluasi dokumen ESSF untuk kegiatan / sub proyek yang telah direncanakan, dan memas�kan bahwa kegiatan proyek yang dilaksanakan memiliki dokumen safeguard yang tepat.

Selain itu, unit safeguard PMU bertanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi, melaporkan, dan mendokumentasikan pelaksanaan ESSF, serta penyelesaian masalah. Laporan Safeguard merupakan bagian dari laporan kemajuan COREMAP-CTI.

Bekerja sama dengan PMU, �m safeguard Bank Dunia akan memeriksa dokumentasi safeguard. Bank Dunia akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ESSF pada kegiatan / subproyek yang dilaksanakan.

2. Mekanisme Penanganan Keluhan

Prosedur pengaduan akan dilaksanakan secara wajar, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan akan diberikan secara gra�s bagi orang atau masyarakat yang terdampak.

Mekanisme gan� rugi akan menggunakan semua mekanisme yang tersedia di PIU. Namun, bila diperlukan mekanisme tersebut dapat ditempuh dengan dua cara.

Cara pertama, keluhan disampaikan kepada petugas lapangan yang mempunyai peran mencarikan solusi, mendokumentasikannya, dan melaporkannya ke PIU. PIU harus mampu menyelesaikan masalah tersebut sebelum dilanjutkan ke PMU. Namun, dimungkinkan akan terjadi eskalasi dan perluasan masalah pengaduan di PIU �ngkat kabupaten sebagai akibat

COREMAP - CTI yang telah direstrukturisasi tetap diklasifikasikan sebagai proyek Kategory B dan harus mengiku� Kebijakan Operasional (Opera�onal Policies - OP) dari Bank Dunia, yang terkait dengan:

1. OP 4.01 Kajian Lingkungan (Environmental Assessment - EA)2. OP 4.04 Habitat Alami (Natural Habitats - NH)3. OP 4.10 Masyarakat Adat (Indigenous People - IP)4. OP 4.12 Pemindahan Secara Paksa (Involuntary Rese�lement - IR)

2. Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (ESSF)

ESSF terdiri dari serangkaian kerangka kerja safeguard lingkungan dan sosial yang berlaku untuk semua kegiatan / subproyek yang telah diusulkan dan direncanakan dalam COREMAP - CTI. Kerangka kerja ini terdiri dari dua proses utama, yaitu (1) skrining lingkungan dan sosial, dan (2) penyiapan instrumen safeguard lingkungan dan sosial (EMP, LARAP, dan IPP) dengan mengiku� pedoman dalam Kerangka Kerja.

Semua kegiatan / subproyek yang telah diusulkan dan direncanakan akan melaksanakan skrining lingkungan dan sosial, yang melipu�:

1. Skrining terhadap da�ar nega�f. LIPI harus menetapkan kegiatan-kegiatan yang �dak akan dibiayai oleh dana COREMAP - CTI.

2. Skrining terhadap da�ar centang (checklist) safeguard lingkungan dan sosial. Kerangka kerja ini menyiapkan secara rinci da�ar centang guna memandu unit pelaksana dalam mengiden�fikasi rencana aksi yang tepat untuk dikembangkan.

Proses skrining dilakukan oleh Unit Pelaksana Proyek (Project Implemen�ng Unit - PIU), dalam hal ini adalah LIPI

Jika kegiatan yang diusulkan lolos dari skrining Da�ar Nega�f, proses skrining kedua adalah da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial. Da�ar centang ini merupakan alat bantu bagi PMU/PIU untuk mengenali resiko yang potensial dari kegiatan / sub-project yang telah direncanakan bagi lingkungan, keberadaan masyarakat adat, dan berbagai pembebasan lahan.

Bila jawaban terhadap berbagai pertanyaan dalam da�ar centang adalah “Ya”, maka panduan ESSF harus diiku� selama berlangsungnya proyek / kegiatan.

Panduan ESSF melipu�:1. Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Lingkungan (EMF)2. Kerangka Kerja untuk Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali

(LARPF).3. Kerangka Kerja untuk Masyarakat Adat (IPPF).

3 4

3. Implementasi Aturan dan Mekanisme Penanganan Keluhan

3.1. Implementasi Aturan ESSF COREMAP CTI.

Implementasi aturan ESSF COREMAP-CTI dibuat guna memas�kan bahwa semua penanggungjawab memahami tanggung jawabnya pada proses skrining safeguard ESSF serta menyiapkan instrumen yang relevan untuk mengurangi dampak.

Semua kegiatan / subproyek yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan sosial harus mengiku� panduan ESSF. Setelah dampak diiden�fikasi, rencana �ndakan yang relevan harus disiapkan.

Segala biaya yang �mbul karena pelaksanaan ESSF harus menjadi beban anggaran COREMAP-CTI.

PMU bertanggung jawab atas evaluasi dokumen safeguard. PMU harus memiliki unit safeguard lingkungan dan sosial yang bertanggung mengevaluasi dokumen ESSF untuk kegiatan / sub proyek yang telah direncanakan, dan memas�kan bahwa kegiatan proyek yang dilaksanakan memiliki dokumen safeguard yang tepat.

Selain itu, unit safeguard PMU bertanggung jawab untuk memantau dan mengevaluasi, melaporkan, dan mendokumentasikan pelaksanaan ESSF, serta penyelesaian masalah. Laporan Safeguard merupakan bagian dari laporan kemajuan COREMAP-CTI.

Bekerja sama dengan PMU, �m safeguard Bank Dunia akan memeriksa dokumentasi safeguard. Bank Dunia akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ESSF pada kegiatan / subproyek yang dilaksanakan.

2. Mekanisme Penanganan Keluhan

Prosedur pengaduan akan dilaksanakan secara wajar, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan akan diberikan secara gra�s bagi orang atau masyarakat yang terdampak.

Mekanisme gan� rugi akan menggunakan semua mekanisme yang tersedia di PIU. Namun, bila diperlukan mekanisme tersebut dapat ditempuh dengan dua cara.

Cara pertama, keluhan disampaikan kepada petugas lapangan yang mempunyai peran mencarikan solusi, mendokumentasikannya, dan melaporkannya ke PIU. PIU harus mampu menyelesaikan masalah tersebut sebelum dilanjutkan ke PMU. Namun, dimungkinkan akan terjadi eskalasi dan perluasan masalah pengaduan di PIU �ngkat kabupaten sebagai akibat

COREMAP - CTI yang telah direstrukturisasi tetap diklasifikasikan sebagai proyek Kategory B dan harus mengiku� Kebijakan Operasional (Opera�onal Policies - OP) dari Bank Dunia, yang terkait dengan:

1. OP 4.01 Kajian Lingkungan (Environmental Assessment - EA)2. OP 4.04 Habitat Alami (Natural Habitats - NH)3. OP 4.10 Masyarakat Adat (Indigenous People - IP)4. OP 4.12 Pemindahan Secara Paksa (Involuntary Rese�lement - IR)

2. Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (ESSF)

ESSF terdiri dari serangkaian kerangka kerja safeguard lingkungan dan sosial yang berlaku untuk semua kegiatan / subproyek yang telah diusulkan dan direncanakan dalam COREMAP - CTI. Kerangka kerja ini terdiri dari dua proses utama, yaitu (1) skrining lingkungan dan sosial, dan (2) penyiapan instrumen safeguard lingkungan dan sosial (EMP, LARAP, dan IPP) dengan mengiku� pedoman dalam Kerangka Kerja.

Semua kegiatan / subproyek yang telah diusulkan dan direncanakan akan melaksanakan skrining lingkungan dan sosial, yang melipu�:

1. Skrining terhadap da�ar nega�f. LIPI harus menetapkan kegiatan-kegiatan yang �dak akan dibiayai oleh dana COREMAP - CTI.

2. Skrining terhadap da�ar centang (checklist) safeguard lingkungan dan sosial. Kerangka kerja ini menyiapkan secara rinci da�ar centang guna memandu unit pelaksana dalam mengiden�fikasi rencana aksi yang tepat untuk dikembangkan.

Proses skrining dilakukan oleh Unit Pelaksana Proyek (Project Implemen�ng Unit - PIU), dalam hal ini adalah LIPI

Jika kegiatan yang diusulkan lolos dari skrining Da�ar Nega�f, proses skrining kedua adalah da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial. Da�ar centang ini merupakan alat bantu bagi PMU/PIU untuk mengenali resiko yang potensial dari kegiatan / sub-project yang telah direncanakan bagi lingkungan, keberadaan masyarakat adat, dan berbagai pembebasan lahan.

Bila jawaban terhadap berbagai pertanyaan dalam da�ar centang adalah “Ya”, maka panduan ESSF harus diiku� selama berlangsungnya proyek / kegiatan.

Panduan ESSF melipu�:1. Kerangka Kerja untuk Pengelolaan Lingkungan (EMF)2. Kerangka Kerja untuk Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali

(LARPF).3. Kerangka Kerja untuk Masyarakat Adat (IPPF).

3 4

5. Peningkatan Kemampuan

Guna melengkapi kemampuan yang telah tersedia dan mengatasi kesenjangan dalam pengelolaan safeguard lingkungan dan sosial, maka perlu menentukan batasan kemampuan dalam melaksanakan dan memantau safeguard lingkungan dan sosial sebagaimana ditetapkan dalam dokumen proyek.

COREMAP - CTI akan melakukan penilaian kemampuan dan merencanakan pela�han ESSF bagi unit pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pemantauan safeguard.

Untuk mengelola safeguard lingkungan yang efek�f, PMU memerlukan dukungan dari �ga hal utama: 1. Staf dan sumber daya yang berdedikasi; 2. Bantuan teknis; 3. Pela�han dan kepedulian.

Peningkatan kemampuan untuk implementasi safeguard harus mencakup: (i) strategi pengembangan kelembagaan dan kerangka kerja organisasi untuk mengelola kawasan yang terdampak dan kegiatan proyek; (ii) lokakarya dan program pela�han untuk membangun kemampuan dari staf yang terlibat, masyarakat dan lembaga lainnya.

Bank Dunia akan memantau dan memberikan bimbingan pada pelaksanaan program peningkatan kemampuan. Bank Dunia juga akan memberikan bantuan peningkatan kemampuan terhadap implementasi rencana kerja safeguard yang telah disetujui.

6. Dokumentasi dan Keterbukaan Informasi

PMU / PIU harus membuat dokumentasi ESSF yang baik dan dapat diandalkan, serta menyediakan akses informasi yang terkait dengan EMP untuk masyarakat setempat, misalnya mi�gasi dampak sosial dan lingkungan. Dokumen ESSF (baik dalam bahasa Indonesia dan Inggris) dan rencana �ndakan apapun (LARAP, EMP dan IPP) akan dipublikasikan secara elektronik di situs web Bank Dunia dan situs web proyek. Selain informasi berbasis situs web, rencana aksi juga akan disebar-luaskan pada tempat-tempat yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat yang mungkin akan terdampak.

Konsultasi pemangku kepen�ngan (stakeholder) untuk finalisasi dokumen ESSF COREMAP-CTI sebelum restrukturisasi telah dilakukan di Sorong pada 2 - 3 Juli 2013 dan di Makassar pada 5 - 6 Juli 2013. Proses konsultasi dihadiri oleh stakeholder dan peserta dari lokasi COREMAP. Komentar dan masukan dari para peserta telah ditampung dalam Dokumen Final ESSF. Dokumen Final ESSF ini telah diunggah dalam website KKP dan LIPI dalam versi Bahasa Indonesia serta versi Bahasa Inggris dalam InfoShop Bank Dunia di tahun 2013.

dari konflik kepen�ngan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka PMU disarankan mempunyai spesialis komunikasi yang berperan sebagai juru bicara dan pengelola keluhan proyek.

Cara kedua, adalah menyediakan nomor telefon “hotline” dimana seseorang dapat menelfon dan melaporkan keluhannya dengan menggunakan nomor “hotline” tersebut. Cara ini akan melibatkan PMU secara langsung pada se�ap keluhan. PMU akan memeriksa kembali keluhan tersebut sesuai dengan fakta yang aktual dan logis sebelum mengambil �ndakan untuk menanggapi keluhan dan membuat solusi.

Pada mekanisme tersebut, PMU akan mempunyai unit yang menangani keluhan dan ber�ndak yang sesuai serta tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Selanjutnya, PMU dapat mengetahui dan melacak semua keluhan serta membuat solusi yang efek�f.

4. Pengawasan, Pemantauan dan Evaluasi

Pengawasan, pemantauan dan evaluasi akan dilakukan oleh berbagai �ngkatan organisasi COREMAP - CTI, seper�:

1. Unit Pelaksana Proyek (PI) 2. Kantor Pengelola Proyek (PMU) 3. Bank Dunia 4. Ins�tusi independen

PIU bertugas mengawasi dan memantau dan mengevaluasi ESSF dari kegiatan / subproyek yang dilakukan oleh pelaksana.

PMU akan melakukan pengawasan dan pemantauan secara reguler atas kinerja safeguard dan pelaporan temuan secara berkala yang merupakan bagian dari laporan kemajuan proyek COREMAP - CTI kepada Bank Dunia. PMU juga akan melakukan evaluasi paska implementasi terhadap pelaksanaan safeguard pada subproyek sekitar satu tahun setelah selesainya suatu subproyek, yang bertujuan untuk memas�kan apakah tujuan penerapan safeguard telah tercapai.

Bank Dunia akan melakukan pengawasan ru�n untuk memeriksa pelaksanaan safeguard dan untuk memberikan rekomendasi kepada PMU mengenai �ndak lanjutnya, bila diperlukan.

Ins�tusi Independen akan dipilih oleh PMU untuk melakukan pengawasan, pemantauan, pelaporan pelaksanaan ESSF termasuk peningkatan kapasitas. Anggaran untuk lembaga independen adalah termasuk dalam anggaran safeguard yang dialokasikan untuk ESSF.

5 6

5. Peningkatan Kemampuan

Guna melengkapi kemampuan yang telah tersedia dan mengatasi kesenjangan dalam pengelolaan safeguard lingkungan dan sosial, maka perlu menentukan batasan kemampuan dalam melaksanakan dan memantau safeguard lingkungan dan sosial sebagaimana ditetapkan dalam dokumen proyek.

COREMAP - CTI akan melakukan penilaian kemampuan dan merencanakan pela�han ESSF bagi unit pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pemantauan safeguard.

Untuk mengelola safeguard lingkungan yang efek�f, PMU memerlukan dukungan dari �ga hal utama: 1. Staf dan sumber daya yang berdedikasi; 2. Bantuan teknis; 3. Pela�han dan kepedulian.

Peningkatan kemampuan untuk implementasi safeguard harus mencakup: (i) strategi pengembangan kelembagaan dan kerangka kerja organisasi untuk mengelola kawasan yang terdampak dan kegiatan proyek; (ii) lokakarya dan program pela�han untuk membangun kemampuan dari staf yang terlibat, masyarakat dan lembaga lainnya.

Bank Dunia akan memantau dan memberikan bimbingan pada pelaksanaan program peningkatan kemampuan. Bank Dunia juga akan memberikan bantuan peningkatan kemampuan terhadap implementasi rencana kerja safeguard yang telah disetujui.

6. Dokumentasi dan Keterbukaan Informasi

PMU / PIU harus membuat dokumentasi ESSF yang baik dan dapat diandalkan, serta menyediakan akses informasi yang terkait dengan EMP untuk masyarakat setempat, misalnya mi�gasi dampak sosial dan lingkungan. Dokumen ESSF (baik dalam bahasa Indonesia dan Inggris) dan rencana �ndakan apapun (LARAP, EMP dan IPP) akan dipublikasikan secara elektronik di situs web Bank Dunia dan situs web proyek. Selain informasi berbasis situs web, rencana aksi juga akan disebar-luaskan pada tempat-tempat yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat yang mungkin akan terdampak.

Konsultasi pemangku kepen�ngan (stakeholder) untuk finalisasi dokumen ESSF COREMAP-CTI sebelum restrukturisasi telah dilakukan di Sorong pada 2 - 3 Juli 2013 dan di Makassar pada 5 - 6 Juli 2013. Proses konsultasi dihadiri oleh stakeholder dan peserta dari lokasi COREMAP. Komentar dan masukan dari para peserta telah ditampung dalam Dokumen Final ESSF. Dokumen Final ESSF ini telah diunggah dalam website KKP dan LIPI dalam versi Bahasa Indonesia serta versi Bahasa Inggris dalam InfoShop Bank Dunia di tahun 2013.

dari konflik kepen�ngan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka PMU disarankan mempunyai spesialis komunikasi yang berperan sebagai juru bicara dan pengelola keluhan proyek.

Cara kedua, adalah menyediakan nomor telefon “hotline” dimana seseorang dapat menelfon dan melaporkan keluhannya dengan menggunakan nomor “hotline” tersebut. Cara ini akan melibatkan PMU secara langsung pada se�ap keluhan. PMU akan memeriksa kembali keluhan tersebut sesuai dengan fakta yang aktual dan logis sebelum mengambil �ndakan untuk menanggapi keluhan dan membuat solusi.

Pada mekanisme tersebut, PMU akan mempunyai unit yang menangani keluhan dan ber�ndak yang sesuai serta tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Selanjutnya, PMU dapat mengetahui dan melacak semua keluhan serta membuat solusi yang efek�f.

4. Pengawasan, Pemantauan dan Evaluasi

Pengawasan, pemantauan dan evaluasi akan dilakukan oleh berbagai �ngkatan organisasi COREMAP - CTI, seper�:

1. Unit Pelaksana Proyek (PI) 2. Kantor Pengelola Proyek (PMU) 3. Bank Dunia 4. Ins�tusi independen

PIU bertugas mengawasi dan memantau dan mengevaluasi ESSF dari kegiatan / subproyek yang dilakukan oleh pelaksana.

PMU akan melakukan pengawasan dan pemantauan secara reguler atas kinerja safeguard dan pelaporan temuan secara berkala yang merupakan bagian dari laporan kemajuan proyek COREMAP - CTI kepada Bank Dunia. PMU juga akan melakukan evaluasi paska implementasi terhadap pelaksanaan safeguard pada subproyek sekitar satu tahun setelah selesainya suatu subproyek, yang bertujuan untuk memas�kan apakah tujuan penerapan safeguard telah tercapai.

Bank Dunia akan melakukan pengawasan ru�n untuk memeriksa pelaksanaan safeguard dan untuk memberikan rekomendasi kepada PMU mengenai �ndak lanjutnya, bila diperlukan.

Ins�tusi Independen akan dipilih oleh PMU untuk melakukan pengawasan, pemantauan, pelaporan pelaksanaan ESSF termasuk peningkatan kapasitas. Anggaran untuk lembaga independen adalah termasuk dalam anggaran safeguard yang dialokasikan untuk ESSF.

5 6

Da�ar Isi

Da�ar Singkatan.................................................................................................................. 1

Ringkasan Ekseku�f ............................................................................................................ 2

Da�ar Isi ............................................................................................................................. 8

Pendahuluan ..................................................................................................................... 10 ESSF ........................................................................................................................ 10 Deskripsi Proyek COREMAP - CTI ............................................................................ 10 Komponen dan Sub-komponen Program COREMAP - CTI ........................................ 11 Struktur Dokumen .................................................................................................. 18

Tinjauan Peraturan dan Kebijakan ...................................................................................... 19Undang-Undang, Peraturan dan Kebijakan yang Berhubungan dengan Safeguard Lingkungan dan Sosial ............................................................................. 19 Safeguard Lingkungan .................................................................................... 19 Safeguard Sosial ............................................................................................. 20

Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial Bank Dunia diterapkan untuk COREMAP - CTI ............................................................................................... 21

Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (ESSF) ..................................................... 25 Proses Skrining Sosial dan Lingkungan ...................................................................... 25 Da�ar Nega�f COREMAP - CTI ........................................................................ 25 Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial ........................................... 26 Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan .................................................................. 29 Penilaian Lingkungan ..................................................................................... 29 Monitoring dan Evaluasi EMP ........................................................................ 32 Kerangka Kerja Safeguard Sosial ............................................................................... 33 Kerangka Kerja untuk Pembebasan Lahan ...................................................... 33 Kerangka Kerja Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ............................. 33 Pengaturan untuk Implementasi ESSF COREMAP - CTI............................................. 34 Tanggung Jawab Ins�tusi ............................................................................... 35 Mekanisme Penanganan Keluhan .................................................................. 37

Supervisi, Monitoring dan Evaluasi ..................................................................................... 38

Dokumentasi dan Keterbukaan Informasi .......................................................................... 39

Anggaran dan Pembiayaan ................................................................................................. 40

Konsep dokumen ESSF terbaru untuk COREMAP - CTI yang telah direstrukturisasi akan dikonsultasikan dengan stakeholder untuk finalisasinya, dan konsep dokumen tersebut akan disebar-luaskan dalam Bahasa Indonesia di website LIPI serta dalam versi Bahasa Inggris di website Bank Dunia.

7. Anggaran dan Pembiayaan

COREMAP - CTI akan menyediakan anggaran dan prosedur pembiayaan untuk mempersiapkan ESSF dan kegiatan yang terkait, seper� monitoring, evaluasi, dokumentasi, diseminasi, dan peningkatan kemampuan.

Biaya yang akan �mbul berkaitan dalam penyiapan ESSF, adalah sebagai berikut:Ÿ Penyiapan instrumen safeguard (EMP/UKL-UPL, SPPL, LARAP, IPP) pada tahap

persiapan kegiatan/subproyek.Ÿ Peningkatan kemampuan dalam menyiapkan instrumen safeguard.Ÿ Biaya untuk implementasi dan pemantauan instrumen safeguard.Ÿ Pembentukan unit atau penunjukan orang yang menangani safeguard dan keluhan

di PMU.

7 8

Da�ar Isi

Da�ar Singkatan.................................................................................................................. 1

Ringkasan Ekseku�f ............................................................................................................ 2

Da�ar Isi ............................................................................................................................. 8

Pendahuluan ..................................................................................................................... 10 ESSF ........................................................................................................................ 10 Deskripsi Proyek COREMAP - CTI ............................................................................ 10 Komponen dan Sub-komponen Program COREMAP - CTI ........................................ 11 Struktur Dokumen .................................................................................................. 18

Tinjauan Peraturan dan Kebijakan ...................................................................................... 19Undang-Undang, Peraturan dan Kebijakan yang Berhubungan dengan Safeguard Lingkungan dan Sosial ............................................................................. 19 Safeguard Lingkungan .................................................................................... 19 Safeguard Sosial ............................................................................................. 20

Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial Bank Dunia diterapkan untuk COREMAP - CTI ............................................................................................... 21

Kerangka Kerja Safeguard Lingkungan dan Sosial (ESSF) ..................................................... 25 Proses Skrining Sosial dan Lingkungan ...................................................................... 25 Da�ar Nega�f COREMAP - CTI ........................................................................ 25 Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial ........................................... 26 Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan .................................................................. 29 Penilaian Lingkungan ..................................................................................... 29 Monitoring dan Evaluasi EMP ........................................................................ 32 Kerangka Kerja Safeguard Sosial ............................................................................... 33 Kerangka Kerja untuk Pembebasan Lahan ...................................................... 33 Kerangka Kerja Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ............................. 33 Pengaturan untuk Implementasi ESSF COREMAP - CTI............................................. 34 Tanggung Jawab Ins�tusi ............................................................................... 35 Mekanisme Penanganan Keluhan .................................................................. 37

Supervisi, Monitoring dan Evaluasi ..................................................................................... 38

Dokumentasi dan Keterbukaan Informasi .......................................................................... 39

Anggaran dan Pembiayaan ................................................................................................. 40

Konsep dokumen ESSF terbaru untuk COREMAP - CTI yang telah direstrukturisasi akan dikonsultasikan dengan stakeholder untuk finalisasinya, dan konsep dokumen tersebut akan disebar-luaskan dalam Bahasa Indonesia di website LIPI serta dalam versi Bahasa Inggris di website Bank Dunia.

7. Anggaran dan Pembiayaan

COREMAP - CTI akan menyediakan anggaran dan prosedur pembiayaan untuk mempersiapkan ESSF dan kegiatan yang terkait, seper� monitoring, evaluasi, dokumentasi, diseminasi, dan peningkatan kemampuan.

Biaya yang akan �mbul berkaitan dalam penyiapan ESSF, adalah sebagai berikut:Ÿ Penyiapan instrumen safeguard (EMP/UKL-UPL, SPPL, LARAP, IPP) pada tahap

persiapan kegiatan/subproyek.Ÿ Peningkatan kemampuan dalam menyiapkan instrumen safeguard.Ÿ Biaya untuk implementasi dan pemantauan instrumen safeguard.Ÿ Pembentukan unit atau penunjukan orang yang menangani safeguard dan keluhan

di PMU.

7 8

PENDAHULUAN

ESSFKerangka kerja safeguard lingkungan dan sosial (Environmental and Social Safeguard Framework - ESSF) adalah dibentuk untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi karena implementasi COREMAP-CTI. Program ini diharapkan �dak menimbulkan dampak nega�f pada sosial dan lingkungan. Namun, dimungkinkan beberapa sub-komponen �dak dapat dihindari menyertakan kegiatan yang dapat memicu isu lingkungan dan sosial yang menjadi perha�an bagi Kebijakan Operasional Bank Dunia.

ESSF disiapkan untuk memenuhi persyaratan dari COREMAP-CTI guna meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin �mbul akibat dari pelaksanaan proyek ini berikut sub-proyeknya. ESSF menjamin bahwa implementasi COREMAP-CTI sesuai dengan Kebijakan Operasional Bank Dunia dan peraturan Indonesia.

ESSF menyiapkan panduan untuk memas�kan bahwa se�ap kegiatan atau sub proyek yang diusulkan / direncanakan ke�ka implementasinya �dak akan menimbulkan dampak pada lingkungan maupun sosial. Jika dampak buruk �dak dapat dihindari, maka upaya untuk meminimalkan dan mangurangi dampaknya diatur dalam kerangka kerja.

ESSF juga memper�mbangkan kerangka pengelolaan dampak lingkungan dan sosial dari COREMAP-2 dan COREMAP-CTI sebelum direstrukturisasi. Diketahui bahwa pela�han pengelolaan safeguard yang kon�nyu kepada stakeholder lokal dan staf proyek adalah pen�ng untuk menjamin safeguard dapat dilaksanakan secara sempurna. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selama implementasi COREMAP-CTI yang direstrukturisasi.

Deskripsi Proyek COREMAP-CTI

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Coral Triangle Ini�a�ve (COREMAP -CTI), yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia (yaitu pada awalnya oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen KP3K-KKP) dan mendapatkan pendanaan dari Bank Dunia (WB), merupakan kelanjutan dari COREMAP Fase-2. Belakangan COREMAP-CTI mengalami restrukturisasi yang melipu� penyederhanaan dan perampingan kegiatan seiring dengan pengunduran diri KKP sebagai Lembaga Pelaksana (Execu�ng Agency). Dalam restrukturisasi ini peran Execu�ng Agency berpindah ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dimana LIPI dianggap mampu melaksakannya sampai pada akhir proyek, sebagai respons dari pengunduran diri KKP.

Restrukturisasi tersebut mencakup perubahan pada PDO yang mencerminkan perubahan pada lingkup dan sifat proyek. PDO COREMAP-CTI sebelumnya adalah untuk melembagakan

ANNEX A. Format EMP (UKL-UPL) (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 16/2012) dan Format SPPL (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 16/2012).................................... 41

ANNEX B. Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF)........................................................................................... 47 ANNEX B1. Outline Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) ............................................... 55 ANNEX B2. Contoh Surat Pernyataan Sumbangan Lahan ................................ 56

ANNEX C. Kerangka Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ........................................... 57

ANNEX D. Penerapan Kode Lingkungan (ECOPs) ................................................................. 67

ANNEX E. Prosedur atas Penemuan Asset Fisik Budaya ....................................................... 69

APPENDIX A. Jenis Pekerjaan Umum yang Membutuhkan EMP (UKL / UPL) (sesuai dengan PERMEN No. 10 / PRT / M / 2008) ........................................... 70

APPENDIX B. Klausul Standar untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan ......... 75

APPENDIX C. Standar Rencana Monitoring ......................................................................... 76

9 10

PENDAHULUAN

ESSFKerangka kerja safeguard lingkungan dan sosial (Environmental and Social Safeguard Framework - ESSF) adalah dibentuk untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi karena implementasi COREMAP-CTI. Program ini diharapkan �dak menimbulkan dampak nega�f pada sosial dan lingkungan. Namun, dimungkinkan beberapa sub-komponen �dak dapat dihindari menyertakan kegiatan yang dapat memicu isu lingkungan dan sosial yang menjadi perha�an bagi Kebijakan Operasional Bank Dunia.

ESSF disiapkan untuk memenuhi persyaratan dari COREMAP-CTI guna meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin �mbul akibat dari pelaksanaan proyek ini berikut sub-proyeknya. ESSF menjamin bahwa implementasi COREMAP-CTI sesuai dengan Kebijakan Operasional Bank Dunia dan peraturan Indonesia.

ESSF menyiapkan panduan untuk memas�kan bahwa se�ap kegiatan atau sub proyek yang diusulkan / direncanakan ke�ka implementasinya �dak akan menimbulkan dampak pada lingkungan maupun sosial. Jika dampak buruk �dak dapat dihindari, maka upaya untuk meminimalkan dan mangurangi dampaknya diatur dalam kerangka kerja.

ESSF juga memper�mbangkan kerangka pengelolaan dampak lingkungan dan sosial dari COREMAP-2 dan COREMAP-CTI sebelum direstrukturisasi. Diketahui bahwa pela�han pengelolaan safeguard yang kon�nyu kepada stakeholder lokal dan staf proyek adalah pen�ng untuk menjamin safeguard dapat dilaksanakan secara sempurna. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selama implementasi COREMAP-CTI yang direstrukturisasi.

Deskripsi Proyek COREMAP-CTI

Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Coral Triangle Ini�a�ve (COREMAP -CTI), yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia (yaitu pada awalnya oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Dirjen KP3K-KKP) dan mendapatkan pendanaan dari Bank Dunia (WB), merupakan kelanjutan dari COREMAP Fase-2. Belakangan COREMAP-CTI mengalami restrukturisasi yang melipu� penyederhanaan dan perampingan kegiatan seiring dengan pengunduran diri KKP sebagai Lembaga Pelaksana (Execu�ng Agency). Dalam restrukturisasi ini peran Execu�ng Agency berpindah ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dimana LIPI dianggap mampu melaksakannya sampai pada akhir proyek, sebagai respons dari pengunduran diri KKP.

Restrukturisasi tersebut mencakup perubahan pada PDO yang mencerminkan perubahan pada lingkup dan sifat proyek. PDO COREMAP-CTI sebelumnya adalah untuk melembagakan

ANNEX A. Format EMP (UKL-UPL) (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 16/2012) dan Format SPPL (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 16/2012).................................... 41

ANNEX B. Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF)........................................................................................... 47 ANNEX B1. Outline Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) ............................................... 55 ANNEX B2. Contoh Surat Pernyataan Sumbangan Lahan ................................ 56

ANNEX C. Kerangka Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ........................................... 57

ANNEX D. Penerapan Kode Lingkungan (ECOPs) ................................................................. 67

ANNEX E. Prosedur atas Penemuan Asset Fisik Budaya ....................................................... 69

APPENDIX A. Jenis Pekerjaan Umum yang Membutuhkan EMP (UKL / UPL) (sesuai dengan PERMEN No. 10 / PRT / M / 2008) ........................................... 70

APPENDIX B. Klausul Standar untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan ......... 75

APPENDIX C. Standar Rencana Monitoring ......................................................................... 76

9 10

pendekatan COREMAP yang berkelanjutan, terdesentralisasi dan terpadu untuk pengelolaan sumber daya terumbu karang secara berkelanjutan, ekosistem terkait dan keanekaragaman haya� untuk kesejahteraan masyarakat di kabupaten terpilih dalam provinsi di Indonesia. Sedangkan, PDO setelah restrukturisasi adalah untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam pemantauan dan peneli�an ekosistem pesisir untuk menghasilkan informasi pengelolaan sumber daya berbasis buk�. Pada proyek yang direstruktur ini berusaha untuk lebih mengurangi �ngkat resiko lingkungan dan sosial ke�ka pelaksanaannya.

Restrukturisasi tersebut memberikan kesempatan untuk:i. Menyederhanakan desain proyek untuk menjamin tercapainya tujuan proyek selama

sisa waktu dari proyek tersebut.ii. Memperbaiki keberlanjutan proyek dan program yang dihasilkan berikut outcome-

nya setelah proyek ditutup.

Komponen dan Sub-komponen Program COREMAP-CTI

Untuk mencapai tujuannya maka program COREMAP-CTI yang direstrukturisasi didesain mempunyai empat komponen utama, yaitu:

1. Penguatan Kelembagaan untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir.2. Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder.3. Penguatan Kelembagaan Ins�tusi Pelaksana Riset dan Pemantauan Ekosistem Pesisir.4. Pengelolaan Proyek.

Masing-masing komponen tersebut terdiri dari berbagai sub-komponen seper� yang dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 1. KOMPONEN dan SUB-KOMPONEN PROGRAM COREMAP-CTI.

No. Komponen Sub-komponen

1 Penguatan Kelembagaan untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir.

Sub-komponen 1.1.a: Mendukung pemantauan ekosistem pesisir yang akurat:a). Melakukan pemantauan dan survey ekosistem pesisir yang

komprehensif serta ilmiah di 20 lokasi:Ÿ 9 kabupaten di Indonesia bagian �mur (Pangkep, Selayar,

Sikka, Buton Induk, Buton Tengah, Buton Selatan, Wakatobi, Biak, Raja Ampat.

Ÿ 7 kawasan konservasi di Indonesia bagian �mur (Kapoposang, Sawu/Kupang, Aru Tenggara, Banda, Kepulauan Wayag Sayang di Raja Ampat, SAP Raja Ampat, Padaido).

Ÿ 4 lokasi prioritas nasional, melipu� Spermonde, Lombok/Sekotong, Kendari dan Ternate.

b). Mengembangkan dan meluncurkan Indeks Kesehatan Terumbu Karang yang baru:Ÿ Mengembangkan Indeks baru: Indeks akan memberikan

pendekatan prak�s yang akan menghubungkan antara data lapangan dengan pengambilan keputusan untuk pengelolaan sumber daya dan investasi.

Ÿ Membangun jembatan antara pemantauan dan manajemen: Kurangnya korelasi antara data pemantauan dan pengambil keputusan merupakan masalah global. Kemampuan LIPI dalam melakukan monitoring dan interpretasi data merupakan sarana penyampaian strategi pengelolaan terumbu karang yang dikembangkan melalui kerjasama dengan mitra lembaga riset internasional (seper� University of Queensland dan CCRES - GEF Bank Dunia).

Ÿ Database online terpusat: Untuk membantu penggunaan dan pemasukan data oleh para pengumpulkan dan pengguna indeks kesehatan terumbu karang, database berbasis web yang terpusat akan dikembangkan oleh LIPI.

Ÿ Pelaporan berbasis web: Indeks kesehatan terumbu karang akan berupa laporan kondisi pesisir. Laporan ini akan tersedia untuk umum melalui portal pemetaan online, termasuk InaGeoPortal.

11 12

pendekatan COREMAP yang berkelanjutan, terdesentralisasi dan terpadu untuk pengelolaan sumber daya terumbu karang secara berkelanjutan, ekosistem terkait dan keanekaragaman haya� untuk kesejahteraan masyarakat di kabupaten terpilih dalam provinsi di Indonesia. Sedangkan, PDO setelah restrukturisasi adalah untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam pemantauan dan peneli�an ekosistem pesisir untuk menghasilkan informasi pengelolaan sumber daya berbasis buk�. Pada proyek yang direstruktur ini berusaha untuk lebih mengurangi �ngkat resiko lingkungan dan sosial ke�ka pelaksanaannya.

Restrukturisasi tersebut memberikan kesempatan untuk:i. Menyederhanakan desain proyek untuk menjamin tercapainya tujuan proyek selama

sisa waktu dari proyek tersebut.ii. Memperbaiki keberlanjutan proyek dan program yang dihasilkan berikut outcome-

nya setelah proyek ditutup.

Komponen dan Sub-komponen Program COREMAP-CTI

Untuk mencapai tujuannya maka program COREMAP-CTI yang direstrukturisasi didesain mempunyai empat komponen utama, yaitu:

1. Penguatan Kelembagaan untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir.2. Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder.3. Penguatan Kelembagaan Ins�tusi Pelaksana Riset dan Pemantauan Ekosistem Pesisir.4. Pengelolaan Proyek.

Masing-masing komponen tersebut terdiri dari berbagai sub-komponen seper� yang dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 1. KOMPONEN dan SUB-KOMPONEN PROGRAM COREMAP-CTI.

No. Komponen Sub-komponen

1 Penguatan Kelembagaan untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir.

Sub-komponen 1.1.a: Mendukung pemantauan ekosistem pesisir yang akurat:a). Melakukan pemantauan dan survey ekosistem pesisir yang

komprehensif serta ilmiah di 20 lokasi:Ÿ 9 kabupaten di Indonesia bagian �mur (Pangkep, Selayar,

Sikka, Buton Induk, Buton Tengah, Buton Selatan, Wakatobi, Biak, Raja Ampat.

Ÿ 7 kawasan konservasi di Indonesia bagian �mur (Kapoposang, Sawu/Kupang, Aru Tenggara, Banda, Kepulauan Wayag Sayang di Raja Ampat, SAP Raja Ampat, Padaido).

Ÿ 4 lokasi prioritas nasional, melipu� Spermonde, Lombok/Sekotong, Kendari dan Ternate.

b). Mengembangkan dan meluncurkan Indeks Kesehatan Terumbu Karang yang baru:Ÿ Mengembangkan Indeks baru: Indeks akan memberikan

pendekatan prak�s yang akan menghubungkan antara data lapangan dengan pengambilan keputusan untuk pengelolaan sumber daya dan investasi.

Ÿ Membangun jembatan antara pemantauan dan manajemen: Kurangnya korelasi antara data pemantauan dan pengambil keputusan merupakan masalah global. Kemampuan LIPI dalam melakukan monitoring dan interpretasi data merupakan sarana penyampaian strategi pengelolaan terumbu karang yang dikembangkan melalui kerjasama dengan mitra lembaga riset internasional (seper� University of Queensland dan CCRES - GEF Bank Dunia).

Ÿ Database online terpusat: Untuk membantu penggunaan dan pemasukan data oleh para pengumpulkan dan pengguna indeks kesehatan terumbu karang, database berbasis web yang terpusat akan dikembangkan oleh LIPI.

Ÿ Pelaporan berbasis web: Indeks kesehatan terumbu karang akan berupa laporan kondisi pesisir. Laporan ini akan tersedia untuk umum melalui portal pemetaan online, termasuk InaGeoPortal.

11 12

2 Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder.

Sub-komponen 2.1: Penguatan sistem kelembagaan untuk menjawab kebutuhan peneli�an ekosistem pesisir.Penguatan untuk menjawab kebutuhan peneli�an, melalui proses:Ÿ Peningkatan keterlibatan pengguna akhir dalam

menentukan prioritas peneli�an dan menyebar-luaskan outcome hasil peneli�annya.

Ÿ Dua simposium nasional per tahun untuk meningkatkan keterlibatan lintas sektor dan lembaga dalam pemilihan peneli�an ekosistem pesisir prioritas serta tata cara penyampaiannya.

Ÿ Memberikan dana hibah kepada riset ekosistem pesisir unggulan, sedikitnya 10 hibah se�ap tahun, LIPI akan mendukung pelaksanaan riset unggulan tersebut sambil memperkuat jejaring dan kemampuan peneli�an secara nasional.

Ÿ LIPI akan melakukan riset prioritas atas dasar kebutuhan yang jelas dimana akan menghasilkan se�daknya 18 publikasi riset selama proyek berlangsung. Studi tersebut akan mencakup thema, seper� perubahan iklim, keaneka-ragaman haya�, spesies terancam punah, sampah laut, dan hak pengelolaan perikanan.

Sub-komponen 2.2: Penguatan kemampuan teknis untuk peneli�an ekosistem pesisir.

Ÿ LIPI akan memperkuat ketrampilan sumberdaya manusianya, pengetahuan dan kemampuannya, begitu juga mitra peneli�annya melalui pela�han yang terarah (misal GIS, analisa data, tehnik peneli�an dan laboratoris), bagi sedikitnya 100 orang peneli� per tahun.

Ÿ Meningkatkan peran LIPI sebagai pusat unggulan regional yang akan dicapai dengan memberikan penawaran pela�han �ngkat nasional dan internasional melalui wadah MarBEST Center.

3 Penguatan Kelembagaan Ins�tusi Pelaksana Riset dan Pemantauan Ekosistem Pesisir.

Sub-komponen 3.1: Memperkuat Kapasitas Kelembagaan untuk Pemantauan dan Riset Ekosistem Pesisir.

. c). Pendirian Standar Ser�fikasi Tingkat Nasional untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir:Ÿ LIPI akan memperoleh akreditasi dari Badan Nasional

Ser�fikasi Profesi (BNSP), sebagai Lembaga Ser�fikasi Profesi Indonesia untuk pemantauan ekosistem pesisir.

Ÿ Membuat rencana jangka panjang untuk staf dan pembiayaannya sebagai Badan Ser�fikasi Profesi berikut jejaring nasionalnya. LIPI akan mengembangkan standar kompetensi profesi nasional.

Ÿ Melakukan kampanye promosi untuk peluncuran standar nasional.

d). Membuat rencana pela�han dan monitoring �ngkat sub-nasional:Ÿ Membentuk 7 ins�tusi uji kompetensi sebagai jejaring

nasional dan mitra LIPI untuk kegiatan pemantauan (misalnya, universitas) yang ada kaitannya dengan program pemantauan ekosistem pesisir di kabupaten serta provinsi di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan.

Ÿ Mela�h dan menser�fikasi kepada se�daknya 25 orang assessor dan 100 orang surveyor per tahun.

Sub-komponen 1.1.b: Mendukung pemantauan ekosistem pesisir yang akurat:Melakukan pemantauan dan survey ekosistem pesisir yang komprehensif serta ilmiah di 9 lokasi Indonesia bagian barat:

Ÿ 7 kabupaten di Indonesia bagian barat (Tapanuli Tengah, Nias Utara, Mentawai, Batam, Bintan, Lingga, Natuna).

Ÿ 2 kawasan konservasi laut di Indonesia bagian barat (Gili Matra, Anambas).

Sub-komponen 1.2: Meningkatkan kemampuan bagi para pengguna hasil pemantauan pesisir:Ÿ Pemberian 20 beasiswa S2 internasional bagi staf teknis

yang memenuhi syarat, berasal dari unit pemantauan dan pengelolaan ekosistem pesisir di seluruh Indonesia.

Ÿ Memberikan pela�han tentang pemantauan dan pengelo-laan ekosistem pesisir kepada staf teknis di unit pemantau-an dan pengelolaan ekosistem pesisir di seluruh Indonesia.

Tabel 1. Lanjutan.Tabel 1. Lanjutan.

13 14

2 Dukungan untuk Riset Ekosistem Pesisir Berbasis Kebutuhan Stakeholder.

Sub-komponen 2.1: Penguatan sistem kelembagaan untuk menjawab kebutuhan peneli�an ekosistem pesisir.Penguatan untuk menjawab kebutuhan peneli�an, melalui proses:Ÿ Peningkatan keterlibatan pengguna akhir dalam

menentukan prioritas peneli�an dan menyebar-luaskan outcome hasil peneli�annya.

Ÿ Dua simposium nasional per tahun untuk meningkatkan keterlibatan lintas sektor dan lembaga dalam pemilihan peneli�an ekosistem pesisir prioritas serta tata cara penyampaiannya.

Ÿ Memberikan dana hibah kepada riset ekosistem pesisir unggulan, sedikitnya 10 hibah se�ap tahun, LIPI akan mendukung pelaksanaan riset unggulan tersebut sambil memperkuat jejaring dan kemampuan peneli�an secara nasional.

Ÿ LIPI akan melakukan riset prioritas atas dasar kebutuhan yang jelas dimana akan menghasilkan se�daknya 18 publikasi riset selama proyek berlangsung. Studi tersebut akan mencakup thema, seper� perubahan iklim, keaneka-ragaman haya�, spesies terancam punah, sampah laut, dan hak pengelolaan perikanan.

Sub-komponen 2.2: Penguatan kemampuan teknis untuk peneli�an ekosistem pesisir.

Ÿ LIPI akan memperkuat ketrampilan sumberdaya manusianya, pengetahuan dan kemampuannya, begitu juga mitra peneli�annya melalui pela�han yang terarah (misal GIS, analisa data, tehnik peneli�an dan laboratoris), bagi sedikitnya 100 orang peneli� per tahun.

Ÿ Meningkatkan peran LIPI sebagai pusat unggulan regional yang akan dicapai dengan memberikan penawaran pela�han �ngkat nasional dan internasional melalui wadah MarBEST Center.

3 Penguatan Kelembagaan Ins�tusi Pelaksana Riset dan Pemantauan Ekosistem Pesisir.

Sub-komponen 3.1: Memperkuat Kapasitas Kelembagaan untuk Pemantauan dan Riset Ekosistem Pesisir.

. c). Pendirian Standar Ser�fikasi Tingkat Nasional untuk Pemantauan Ekosistem Pesisir:Ÿ LIPI akan memperoleh akreditasi dari Badan Nasional

Ser�fikasi Profesi (BNSP), sebagai Lembaga Ser�fikasi Profesi Indonesia untuk pemantauan ekosistem pesisir.

Ÿ Membuat rencana jangka panjang untuk staf dan pembiayaannya sebagai Badan Ser�fikasi Profesi berikut jejaring nasionalnya. LIPI akan mengembangkan standar kompetensi profesi nasional.

Ÿ Melakukan kampanye promosi untuk peluncuran standar nasional.

d). Membuat rencana pela�han dan monitoring �ngkat sub-nasional:Ÿ Membentuk 7 ins�tusi uji kompetensi sebagai jejaring

nasional dan mitra LIPI untuk kegiatan pemantauan (misalnya, universitas) yang ada kaitannya dengan program pemantauan ekosistem pesisir di kabupaten serta provinsi di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan.

Ÿ Mela�h dan menser�fikasi kepada se�daknya 25 orang assessor dan 100 orang surveyor per tahun.

Sub-komponen 1.1.b: Mendukung pemantauan ekosistem pesisir yang akurat:Melakukan pemantauan dan survey ekosistem pesisir yang komprehensif serta ilmiah di 9 lokasi Indonesia bagian barat:

Ÿ 7 kabupaten di Indonesia bagian barat (Tapanuli Tengah, Nias Utara, Mentawai, Batam, Bintan, Lingga, Natuna).

Ÿ 2 kawasan konservasi laut di Indonesia bagian barat (Gili Matra, Anambas).

Sub-komponen 1.2: Meningkatkan kemampuan bagi para pengguna hasil pemantauan pesisir:Ÿ Pemberian 20 beasiswa S2 internasional bagi staf teknis

yang memenuhi syarat, berasal dari unit pemantauan dan pengelolaan ekosistem pesisir di seluruh Indonesia.

Ÿ Memberikan pela�han tentang pemantauan dan pengelo-laan ekosistem pesisir kepada staf teknis di unit pemantau-an dan pengelolaan ekosistem pesisir di seluruh Indonesia.

Tabel 1. Lanjutan.Tabel 1. Lanjutan.

13 14

Sub-komponen 3.2: Memperkuat Jejaringan Pemantauan Ekosistem Pesisir dan Data Peneli�an serta Pengetahuan.Ÿ Memperkaya data nasional tentang ekosistem pesisir

serta meningkatkan kemudahan bagi penggunanya, melalui hasil peneli�an dari hibah bersaing dan peneli�an prioritas yang telah tersimpan di dalam repositori data nasional.

Ÿ Mengembangkan strategi jangka panjang dan perenca-naannya untuk memenuhi kebutuhan data ekosistem pesisir berikut diseminasinya sebagaimana dimandatkan oleh Badan Geospasial Nasional. LIPI juga akan melaku-kan peninjauan tentang hak kekayaan intelektual dan persyaratan hukum terkait dengan pengelolaan data, serta tata cara berbagi data, perjanjian, dan standarnya.

Ÿ Melakukan serangkaian informasi kepada publik dan kampanye penyadaran untuk meningkatkan pengetahuan publik tentang ekosistem pesisir dan output dari program pemantauan serta peneli�annya LIPI.

Ÿ Melakukan studi lebih mendalam untuk mengembangan dan meluncurkan kampanye tentang pen�ngnya Program COREMAP, guna meningkatkan kesadaran akan pen�ngnya lingkungan, serta pen�ngnya ekosistem pesisir di Indonesia dari segi sosial dan ekonomi.

4 Pengelolaan Proyek

Ÿ Monitoring dan evaluasi kinerja proyek.Ÿ Pemantauan kepatuhan terhadap pengamanan

(safeguards) dan pengelolaan fidusia.Ÿ Koordinasi dengan mitra.

. Investasi akan meningkatkan beberapa fasilitas LIPI yang telah ada, sebagai berikut:

Ÿ LIPI mempunyai beberapa kampus kelautan dan pesisir yang perlu untuk di�ngkatkan agar LIPI menjadi pusat pela�han unggulan di regional, yang melipu�:

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Bitung, Sulawesi.

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Biak, Papua.

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Tual, Maluku.

Ÿ Stasiun Peneli�an Lapangan Ternate, Maluku Utara.

Ÿ Loka Pengembangan Bio Industry Laut, Mataram, Lombok.

Ÿ Fasilitas-fasilitas di kantor pusat LIPI di Ancol.Ÿ COREMAP membentuk Pusat Informasi dan Pela�han

Terumbu Karang. Fasilitasnya telah beroperasi lebih dari 10 tahun dan memerlukan renovasi untuk mendukung tujuan LIPI sebagai pusat pela�han unggulan di regional. Oleh karena itu, proyek ini akan membiayai pekerjaan fisik kecil untuk merenovasi bagian interior pada fasilitas pela�han yang berada di LIPI Jakarta Pusat (Jl. Raden Saleh) dan stasiun lapangan Pulau Pari. Renovasi ini juga akan mendukung pengembangan MarBEST Regional Training and Research Center serta memperkuat posisi LIPI di dalam jaringan UNESCO / IOC Western Pacific.

Ÿ Keberhasilan repositori data nasional dari simpul regional adalah sebagian tergantung pada penyediaan data yang tepat waktu dan efisien.

Ÿ LIPI akan mengupgrade dan merenovasi se�daknya 7 simpul data regional yang berada di suatu ins�tusi (misal, universitas), termasuk juga pengadaan sistem Teknologi Informasinya.

Ÿ Pada saat bersamaan, LIPI akan membangun jaringan sub-nasional melalui 8 data logger dan stasiun pemantauan automa�s (buoys) yang akan mengisi repository data nasional.

Tabel 1. Lanjutan.Tabel 1. Lanjutan.

15 16

Sub-komponen 3.2: Memperkuat Jejaringan Pemantauan Ekosistem Pesisir dan Data Peneli�an serta Pengetahuan.Ÿ Memperkaya data nasional tentang ekosistem pesisir

serta meningkatkan kemudahan bagi penggunanya, melalui hasil peneli�an dari hibah bersaing dan peneli�an prioritas yang telah tersimpan di dalam repositori data nasional.

Ÿ Mengembangkan strategi jangka panjang dan perenca-naannya untuk memenuhi kebutuhan data ekosistem pesisir berikut diseminasinya sebagaimana dimandatkan oleh Badan Geospasial Nasional. LIPI juga akan melaku-kan peninjauan tentang hak kekayaan intelektual dan persyaratan hukum terkait dengan pengelolaan data, serta tata cara berbagi data, perjanjian, dan standarnya.

Ÿ Melakukan serangkaian informasi kepada publik dan kampanye penyadaran untuk meningkatkan pengetahuan publik tentang ekosistem pesisir dan output dari program pemantauan serta peneli�annya LIPI.

Ÿ Melakukan studi lebih mendalam untuk mengembangan dan meluncurkan kampanye tentang pen�ngnya Program COREMAP, guna meningkatkan kesadaran akan pen�ngnya lingkungan, serta pen�ngnya ekosistem pesisir di Indonesia dari segi sosial dan ekonomi.

4 Pengelolaan Proyek

Ÿ Monitoring dan evaluasi kinerja proyek.Ÿ Pemantauan kepatuhan terhadap pengamanan

(safeguards) dan pengelolaan fidusia.Ÿ Koordinasi dengan mitra.

. Investasi akan meningkatkan beberapa fasilitas LIPI yang telah ada, sebagai berikut:

Ÿ LIPI mempunyai beberapa kampus kelautan dan pesisir yang perlu untuk di�ngkatkan agar LIPI menjadi pusat pela�han unggulan di regional, yang melipu�:

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Bitung, Sulawesi.

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Biak, Papua.

Ÿ Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut Tual, Maluku.

Ÿ Stasiun Peneli�an Lapangan Ternate, Maluku Utara.

Ÿ Loka Pengembangan Bio Industry Laut, Mataram, Lombok.

Ÿ Fasilitas-fasilitas di kantor pusat LIPI di Ancol.Ÿ COREMAP membentuk Pusat Informasi dan Pela�han

Terumbu Karang. Fasilitasnya telah beroperasi lebih dari 10 tahun dan memerlukan renovasi untuk mendukung tujuan LIPI sebagai pusat pela�han unggulan di regional. Oleh karena itu, proyek ini akan membiayai pekerjaan fisik kecil untuk merenovasi bagian interior pada fasilitas pela�han yang berada di LIPI Jakarta Pusat (Jl. Raden Saleh) dan stasiun lapangan Pulau Pari. Renovasi ini juga akan mendukung pengembangan MarBEST Regional Training and Research Center serta memperkuat posisi LIPI di dalam jaringan UNESCO / IOC Western Pacific.

Ÿ Keberhasilan repositori data nasional dari simpul regional adalah sebagian tergantung pada penyediaan data yang tepat waktu dan efisien.

Ÿ LIPI akan mengupgrade dan merenovasi se�daknya 7 simpul data regional yang berada di suatu ins�tusi (misal, universitas), termasuk juga pengadaan sistem Teknologi Informasinya.

Ÿ Pada saat bersamaan, LIPI akan membangun jaringan sub-nasional melalui 8 data logger dan stasiun pemantauan automa�s (buoys) yang akan mengisi repository data nasional.

Tabel 1. Lanjutan.Tabel 1. Lanjutan.

15 16

No. Kabupaten Provinsi

12

3456789

Pangkep, Kepulauan SelayarButon Induk, Buton Tengah, Buton Selatan, Wakatobi SikkaBiakRaja AmpatTapanuli Tengah, Nias UtaraMentawaiBatam, Bintan, Lingga, Natuna4 lokasi prioritas nasionalŸ SpermondeŸ Lombok/SekotongŸ KendariŸ Ternate

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Nusa Tenggara TimurPapuaPapua BaratSumatera UtaraSumatera BaratKepulauan Riau

Sulawesi SelatanNusa Tenggara BaratSulawesi TenggaraMaluku Utara

No. Kawasan Konservasi Laut Lokasi (Provinsi)

123456789

Taman Nasional Perairan Laut SawuTaman Wisata Perairan KapoposangTaman Wisata Perairan Laut BandaSuaka Alam Perairan Raja AmpatSuaka Alam Perairan Aru TenggaraTaman Wisata Perairan PadaidoGili MatraAnambasPulau Pieh

Nusa Tenggara TimurSulawesi SelatanMalukuPapuaMalukuBiak, PapuaNusa Tenggara BaratKepulauan RiauSumatera Barat

No. Pusat La�han Unggulan Regional Lokasi (Provinsi)

123456

Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut - BitungUnit Pelaksana Teknis KonservasI Biota Laut - BiakUnit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut - TualStasiun Peneli�an Lapangan TernateLoka Pengembangan Bio Industri Laut - MataramFasilitas-fasilitas di kantor Pusat LIPI - Ancol

Sulawesi UtaraPapuaMalukuMaluku UtaraNusa Tenggara BaratDKI Jakarta

Tabel 4. LOKASI COREMAP - CTI sebagai KAMPUS KELAUTAN dan PESISIR.

Struktur Dokumen

Dokumen ini terdiri atas 7 bagian, yaitu:

Pendahuluan: Pengenalan tentang ESSF, rangkuman tentang diskripsi COREMAP - CTI, jus�fikasi dan komponen utamanya.

Tinjauan Peraturan dan Kebijakan: Ringkasan hukum, perundang-undangan, standar nasional, pedoman teknis, kebijakan Bank Dunia dan dokumen-dokumen terkait yang diperlukan untuk mengurangi dan pengelolaan dampak nega�f lingkungan dan sosial yang �mbul oleh proyek yang diusulkan.

Tata Cara Pelaksanaan dan Mekanisme gan� rugi: Merangkum implementasi kerangka kerja safeguard dan pertanggungan jawab pihak yang berwenang serta membuat outline tentang proses dan tanggung jawab terhadap pengaduan.

Penilaian Lingkungan dan Proses skrining: Menguraikan proses penilaian terhadap potensi dampak nega�f lingkungan dan sosial termasuk juga penapisan terhadap Da�ar Nega�f Kegiatan Terlarang, Masyarakat Adat, dan Pembebasan Lahan.

Kerangka Pengelolaan Lingkungan: Menguraikan bagaimana EMF akan digunakan untuk menentukan dampak yang mungkin �mbul dari subproyek dan langkah-langkah mi�gasinya.

Kerangka Kerja Sosial: Menguraikan tentang kerangka kerja pengelolaan sosial yang telah dikembangkan guna mengatasi masalah sosial.

Lokasi Program

Bank Dunia merestruktur proyek COREMAP - CTI mencakup lokasi COREMAP - CTI ADB di Indonesia bagian barat serta lokasi COREMAP - CTI WB di Indonesia bagian �mur, seper� yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 2. LOKASI PROGRAM COREMAP - CTI.

Tabel 3. LOKASI COREMAP - CTI sebagai KAWASAN KONSERVASI LAUT.

17 18

No. Kabupaten Provinsi

12

3456789

Pangkep, Kepulauan SelayarButon Induk, Buton Tengah, Buton Selatan, Wakatobi SikkaBiakRaja AmpatTapanuli Tengah, Nias UtaraMentawaiBatam, Bintan, Lingga, Natuna4 lokasi prioritas nasionalŸ SpermondeŸ Lombok/SekotongŸ KendariŸ Ternate

Sulawesi SelatanSulawesi Tenggara

Nusa Tenggara TimurPapuaPapua BaratSumatera UtaraSumatera BaratKepulauan Riau

Sulawesi SelatanNusa Tenggara BaratSulawesi TenggaraMaluku Utara

No. Kawasan Konservasi Laut Lokasi (Provinsi)

123456789

Taman Nasional Perairan Laut SawuTaman Wisata Perairan KapoposangTaman Wisata Perairan Laut BandaSuaka Alam Perairan Raja AmpatSuaka Alam Perairan Aru TenggaraTaman Wisata Perairan PadaidoGili MatraAnambasPulau Pieh

Nusa Tenggara TimurSulawesi SelatanMalukuPapuaMalukuBiak, PapuaNusa Tenggara BaratKepulauan RiauSumatera Barat

No. Pusat La�han Unggulan Regional Lokasi (Provinsi)

123456

Unit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut - BitungUnit Pelaksana Teknis KonservasI Biota Laut - BiakUnit Pelaksana Teknis Konservasi Biota Laut - TualStasiun Peneli�an Lapangan TernateLoka Pengembangan Bio Industri Laut - MataramFasilitas-fasilitas di kantor Pusat LIPI - Ancol

Sulawesi UtaraPapuaMalukuMaluku UtaraNusa Tenggara BaratDKI Jakarta

Tabel 4. LOKASI COREMAP - CTI sebagai KAMPUS KELAUTAN dan PESISIR.

Struktur Dokumen

Dokumen ini terdiri atas 7 bagian, yaitu:

Pendahuluan: Pengenalan tentang ESSF, rangkuman tentang diskripsi COREMAP - CTI, jus�fikasi dan komponen utamanya.

Tinjauan Peraturan dan Kebijakan: Ringkasan hukum, perundang-undangan, standar nasional, pedoman teknis, kebijakan Bank Dunia dan dokumen-dokumen terkait yang diperlukan untuk mengurangi dan pengelolaan dampak nega�f lingkungan dan sosial yang �mbul oleh proyek yang diusulkan.

Tata Cara Pelaksanaan dan Mekanisme gan� rugi: Merangkum implementasi kerangka kerja safeguard dan pertanggungan jawab pihak yang berwenang serta membuat outline tentang proses dan tanggung jawab terhadap pengaduan.

Penilaian Lingkungan dan Proses skrining: Menguraikan proses penilaian terhadap potensi dampak nega�f lingkungan dan sosial termasuk juga penapisan terhadap Da�ar Nega�f Kegiatan Terlarang, Masyarakat Adat, dan Pembebasan Lahan.

Kerangka Pengelolaan Lingkungan: Menguraikan bagaimana EMF akan digunakan untuk menentukan dampak yang mungkin �mbul dari subproyek dan langkah-langkah mi�gasinya.

Kerangka Kerja Sosial: Menguraikan tentang kerangka kerja pengelolaan sosial yang telah dikembangkan guna mengatasi masalah sosial.

Lokasi Program

Bank Dunia merestruktur proyek COREMAP - CTI mencakup lokasi COREMAP - CTI ADB di Indonesia bagian barat serta lokasi COREMAP - CTI WB di Indonesia bagian �mur, seper� yang tertera pada tabel berikut.

Tabel 2. LOKASI PROGRAM COREMAP - CTI.

Tabel 3. LOKASI COREMAP - CTI sebagai KAWASAN KONSERVASI LAUT.

17 18

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMEN) No. 16/2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (yaitu dokumen AMDAL, formulir UKL-UPL, dan SPPL).

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10 / PRT / M / 2008, tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang memerlukan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).

D. Keputusan Menteri (Kepmen)1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN) No. 4/2001 tentang Kriteria Baku

Kerusakan Terumbu Karang.2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN) No. 201/2004 tentang Kriteria

Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Bakau.

E. Keputusan Direktorat Jendral (Kepdirjen)KEPDIRJEN Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil No. 44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efek�vitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K).

Safeguard Sosial

Perundangan nasional terkait dengan safeguard sosial terdiri atas peraturan tentang pengadaan tanah dan Masyarakat Adat. Untuk COREMAP-CTI telah disiapkan sejumlah peraturan tang relevan dengan pembebasan lahan dan Masyarakat Adat.

Pengadaan Tanaha. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tahan bagi Pembangunan untuk Kepen�ngan

Umum.b. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5/2012 tentang Petunjuk Teknis

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepen�ngan Umum.c. Peraturan Presiden No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepen�ngan Umum.

Masyarakat Adata. Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan.b. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 111/1999 tentang Pembinaan

Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT).c. Keputusan Menteri Sosial No. 06/PEGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat Adat Terpencil.d. Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 020.A/PS/KPTS/2002

tentang Pedoman Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Lima Annex dan �ga appendix, sebagai berikut:

Annex A. Contoh EMP dan SPPL (berdasarkan PERMEN LH No. 16/2012).Annex B. Kerangka Kerja Kebijakan Penguasaan Tanah dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF).Annex B1. Garis Besar Rencana kerja Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP).Annex B2. Contoh Surat Pernyataan Donasi Lahan.Annex C. Kerangka Kerja Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF).Annex D. Kode – kode Lingkungan yang Diterapkan (ECOPs).Annex E. Prosedur – prosedur Perubahan Fisik Cagar Budaya.Appendix A. Jenis Pekerjaan Umum yang Memerlukan EMP (UKL/UPL) (berdasarkan

PERMEN PU No: 10/PRT/M/2008).Appendix B. Ketentuan Standard Untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan.Appendix C. Standar Perencanaan Monitoring.

TINJAUAN PERATURAN DAN KEBIJAKAN

Undang-Undang, Peraturan dan Kebijakan yang Berhubungan dengan Safeguard Lingkungan dan Sosial.

Safeguard Lingkungan

Perundang-undangan nasional tentang pengelolaan dan konservasi pesisir serta kelautan yang berkaitan dengan COREMAP-CTI adalah sebagai berikut:

A. Undang – undang (UU)1. UU No. 32/2009, tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan yang

menyatakan bahwa pengendalian dampak lingkungan diatur oleh AMDAL (Pasal 22) dan UKL – UPL (Pasal 34);

2. UU No. 5/1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam.

B. Peraturan Pemerintah (PP)1. PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, PP ini mengatur bahwa se�ap proyek

wajib memiliki izin AMDAL.2. PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/ atau Perusakan Laut.3. PP No. 82/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air.

C. Peraturan Menteri (Permen)1. Peraturan Menteri (PERMEN) No. 05/2012, tentang jenis rencana usaha dan/atau

kegiatan yang wajib memiliki AMDAL. Peraturan ini juga menangani kriteria penapisan untuk se�ap proyek yang �dak disebutkan dalam da�ar proyek wajib AMDAL (Lampiran II LH PERMEN No. 05/2012).19 20

2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMEN) No. 16/2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (yaitu dokumen AMDAL, formulir UKL-UPL, dan SPPL).

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10 / PRT / M / 2008, tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang memerlukan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).

D. Keputusan Menteri (Kepmen)1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN) No. 4/2001 tentang Kriteria Baku

Kerusakan Terumbu Karang.2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KEPMEN) No. 201/2004 tentang Kriteria

Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Bakau.

E. Keputusan Direktorat Jendral (Kepdirjen)KEPDIRJEN Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil No. 44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Efek�vitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K).

Safeguard Sosial

Perundangan nasional terkait dengan safeguard sosial terdiri atas peraturan tentang pengadaan tanah dan Masyarakat Adat. Untuk COREMAP-CTI telah disiapkan sejumlah peraturan tang relevan dengan pembebasan lahan dan Masyarakat Adat.

Pengadaan Tanaha. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tahan bagi Pembangunan untuk Kepen�ngan

Umum.b. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5/2012 tentang Petunjuk Teknis

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Kepen�ngan Umum.c. Peraturan Presiden No. 71/2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepen�ngan Umum.

Masyarakat Adata. Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan.b. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 111/1999 tentang Pembinaan

Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT).c. Keputusan Menteri Sosial No. 06/PEGHUK/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat Adat Terpencil.d. Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 020.A/PS/KPTS/2002

tentang Pedoman Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

Lima Annex dan �ga appendix, sebagai berikut:

Annex A. Contoh EMP dan SPPL (berdasarkan PERMEN LH No. 16/2012).Annex B. Kerangka Kerja Kebijakan Penguasaan Tanah dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF).Annex B1. Garis Besar Rencana kerja Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP).Annex B2. Contoh Surat Pernyataan Donasi Lahan.Annex C. Kerangka Kerja Perencanaan Masyarakat Adat (IPPF).Annex D. Kode – kode Lingkungan yang Diterapkan (ECOPs).Annex E. Prosedur – prosedur Perubahan Fisik Cagar Budaya.Appendix A. Jenis Pekerjaan Umum yang Memerlukan EMP (UKL/UPL) (berdasarkan

PERMEN PU No: 10/PRT/M/2008).Appendix B. Ketentuan Standard Untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan.Appendix C. Standar Perencanaan Monitoring.

TINJAUAN PERATURAN DAN KEBIJAKAN

Undang-Undang, Peraturan dan Kebijakan yang Berhubungan dengan Safeguard Lingkungan dan Sosial.

Safeguard Lingkungan

Perundang-undangan nasional tentang pengelolaan dan konservasi pesisir serta kelautan yang berkaitan dengan COREMAP-CTI adalah sebagai berikut:

A. Undang – undang (UU)1. UU No. 32/2009, tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan yang

menyatakan bahwa pengendalian dampak lingkungan diatur oleh AMDAL (Pasal 22) dan UKL – UPL (Pasal 34);

2. UU No. 5/1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam.

B. Peraturan Pemerintah (PP)1. PP No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, PP ini mengatur bahwa se�ap proyek

wajib memiliki izin AMDAL.2. PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/ atau Perusakan Laut.3. PP No. 82/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran

Air.

C. Peraturan Menteri (Permen)1. Peraturan Menteri (PERMEN) No. 05/2012, tentang jenis rencana usaha dan/atau

kegiatan yang wajib memiliki AMDAL. Peraturan ini juga menangani kriteria penapisan untuk se�ap proyek yang �dak disebutkan dalam da�ar proyek wajib AMDAL (Lampiran II LH PERMEN No. 05/2012).19 20

Tabel 5. Lanjutan.Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial Bank Dunia diterapkan untuk COREMAP-CTI

COREMAP-CTI diklasifikasikan sebagai proyek Kategori B dan mengacu empat Kebijakan Operasional WB, berikut:

1. Penilaian Lingkungan (OP 4.01),2. Habitat Alam (OP 4.04),3. Masyarakat Adat (OP 4.10),4. Pemindahan secara Paksa (OP 4.12).

Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial dari WB yang diterapkan pada COREMAP-CTI dirangkum dalam Tabel 5.

Tabel 5. KEBIJAKAN SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL WB.

Kode Kebijakan Operasional Uraian dan Tujuan

OP 4.01 Penilaian Lingkungan (EA)

Uraian:Bank Dunia memerlukan kajian lingkungan (EA) terhadap proyek yang diusulkan untuk dibiayai oleh Bank Dunia guna memas�kan bahwaproyek tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga dapat memperbaiki dalam pengambilan keputusan. EA memperha�kan lingkungan alam (udara, air, dan tanah), kesehatan dan keselamatan manusia, aspek sosial (pemindahan secara paksa, masyarakat adat, dan sumberdaya budaya fisik) dan aspek lingkungan lintas batas serta global. EA menganggap aspek alam dan sosial �dak bisa saling dipisahkan. EA dimulai sedini mungkin ke�ka perencanaan proyek dan terintegrasi erat dengan analisis ekonomi, keuangan, kelembagaan, sosial, serta teknis dari proyek yang diusulkan. EA harus mencakup analisis alterna�f terkait dengan desain dan lokasi, atau bila "�dak ada pilihan" untuk melakukan konsultasi publik maka penyebar-luasan informasi harus dilakukan sepanjang siklus proyek.

Tujuan:Ÿ Untuk memberikan informasi kepada pengambil

keputusan tentangi sifat dari risiko lingkungan dan sosial serta peluangnya.

Ÿ Untuk memas�kan bahwa proyek yang diusulkan untuk dibiayai oleh Bank Dunia berwawasan lingkungan dan sosial yang sehat dan berkelanjutan (mendorong dampak posi�f, mencegah / mengurangi dampak nega�f).

Ÿ Untuk meningkatkan transparansi dan par�sipasi pemangku kepen�ngan dalam proses pengambilan keputusan sebagai sebagai salah satu elemen yang pen�ng.

OP 4.04 Habitat Alami (NH) Uraian:Bank Dunia �dak akan mendukung konversi yang signifikan atau kerusakan habitat alami yang parah. Jika hal ini �dak dapat dihindari, maka perlu penggan�an area konservasi yang serupa. Kebijakan ini menyiratkan pendekatan keha�-ha�an terhadap pengelolaan sumber daya alam untuk kepen�ngan pembangunan yang berkelanjutan. Jika terdapat potensi dampak, Bank Dunia menekankan kepada klien untuk menerapkan perlindungan yang mencakup persiapan, penilaian, dan pengawasan dimana harus melibatkan ahli yang berkualitas. Par�sipasi lokal yang mencakup pandangan / peran / kebutuhan masyarakat lokal termasuk LSM, untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta harus memberikan dorongan yang lebih kepada konservasi lokal.

Tujuan:Ÿ Untuk melindungi, merawat, memulihkan habitat

alami dan keanekaragaman haya�nya.Ÿ Untuk memas�kan keberlanjutan manfaat dan

hasil yang diberikan oleh habitat alami kepada keseluruhan manusia.

21 22

Tabel 5. Lanjutan.Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial Bank Dunia diterapkan untuk COREMAP-CTI

COREMAP-CTI diklasifikasikan sebagai proyek Kategori B dan mengacu empat Kebijakan Operasional WB, berikut:

1. Penilaian Lingkungan (OP 4.01),2. Habitat Alam (OP 4.04),3. Masyarakat Adat (OP 4.10),4. Pemindahan secara Paksa (OP 4.12).

Kebijakan Safeguard Lingkungan dan Sosial dari WB yang diterapkan pada COREMAP-CTI dirangkum dalam Tabel 5.

Tabel 5. KEBIJAKAN SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL WB.

Kode Kebijakan Operasional Uraian dan Tujuan

OP 4.01 Penilaian Lingkungan (EA)

Uraian:Bank Dunia memerlukan kajian lingkungan (EA) terhadap proyek yang diusulkan untuk dibiayai oleh Bank Dunia guna memas�kan bahwaproyek tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga dapat memperbaiki dalam pengambilan keputusan. EA memperha�kan lingkungan alam (udara, air, dan tanah), kesehatan dan keselamatan manusia, aspek sosial (pemindahan secara paksa, masyarakat adat, dan sumberdaya budaya fisik) dan aspek lingkungan lintas batas serta global. EA menganggap aspek alam dan sosial �dak bisa saling dipisahkan. EA dimulai sedini mungkin ke�ka perencanaan proyek dan terintegrasi erat dengan analisis ekonomi, keuangan, kelembagaan, sosial, serta teknis dari proyek yang diusulkan. EA harus mencakup analisis alterna�f terkait dengan desain dan lokasi, atau bila "�dak ada pilihan" untuk melakukan konsultasi publik maka penyebar-luasan informasi harus dilakukan sepanjang siklus proyek.

Tujuan:Ÿ Untuk memberikan informasi kepada pengambil

keputusan tentangi sifat dari risiko lingkungan dan sosial serta peluangnya.

Ÿ Untuk memas�kan bahwa proyek yang diusulkan untuk dibiayai oleh Bank Dunia berwawasan lingkungan dan sosial yang sehat dan berkelanjutan (mendorong dampak posi�f, mencegah / mengurangi dampak nega�f).

Ÿ Untuk meningkatkan transparansi dan par�sipasi pemangku kepen�ngan dalam proses pengambilan keputusan sebagai sebagai salah satu elemen yang pen�ng.

OP 4.04 Habitat Alami (NH) Uraian:Bank Dunia �dak akan mendukung konversi yang signifikan atau kerusakan habitat alami yang parah. Jika hal ini �dak dapat dihindari, maka perlu penggan�an area konservasi yang serupa. Kebijakan ini menyiratkan pendekatan keha�-ha�an terhadap pengelolaan sumber daya alam untuk kepen�ngan pembangunan yang berkelanjutan. Jika terdapat potensi dampak, Bank Dunia menekankan kepada klien untuk menerapkan perlindungan yang mencakup persiapan, penilaian, dan pengawasan dimana harus melibatkan ahli yang berkualitas. Par�sipasi lokal yang mencakup pandangan / peran / kebutuhan masyarakat lokal termasuk LSM, untuk terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta harus memberikan dorongan yang lebih kepada konservasi lokal.

Tujuan:Ÿ Untuk melindungi, merawat, memulihkan habitat

alami dan keanekaragaman haya�nya.Ÿ Untuk memas�kan keberlanjutan manfaat dan

hasil yang diberikan oleh habitat alami kepada keseluruhan manusia.

21 22

Tabel 5. Lanjutan. Tabel 5. Lanjutan.

OP 4.10 Masyarakat Adat (IP) Uraian:Masyarakat Adat (IP) termasuk is�lah "etnis minoritas asli" merupakan kelompok sosial dengan iden�tas rentan, sosial dan budaya yang berbeda dengan masyarakat dominan, dan bergantung pada habitat atau wilayah historis yang berbeda secara geografis, serta budaya yang berbeda dengan lokasi proyek, dan biasanya bahasa juga berbeda.Bank Dunia mensyaratkan proyek yang melibatkan masyarakat adat untuk merancang dan melaksanakan proyek dengan cara yang memupuk rasa hormat penuh terhadap martabat, hak asasi manusia, dan keunikan masyarakat adat dan karenanya (a) menerima manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai secara budaya, dan (b) �dak mengalami dampak buruk selama proses pembangunan. Penduduk Asli / Masyarakat Adat diiden�fikasi memiliki karakteris�k dalam berbagai �ngkatan, sebagai berikut (a) keterikatan dekat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayahnya, (b) diiden�fikasi oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain sebagai anggota kelompok dengan budaya yang berbeda, (c) bahasa masyarakat pribumi seringkali berbeda dengan bahasa nasional, dan (d) mempunyai lembaga adat budaya, ekonomi, sosial atau poli�k.Bank Dunia juga mensyaratkan agar proses konsultasi dengan masyarakat adat dapat dilakukan secara terbuka sebelum dimulainya persiapan proyek dan ke�ka pelaksanaan proyek guna mengetahui pandangan mereka serta mendapatkan dukungan sepenuhnya dari masyarakat luas.

Tujuan:Ÿ Untuk memupuk rasa penuh hormat kepada hak

asasi manusia, ekonomi, dan budaya Masyarakat Adat.

Ÿ Untuk menghindari efek buruk pada Masyarakat Adat selama pelaksanaan proyek.

OP 4.12 Pemindahan Secara Paksa

Uraian:Pengalaman Bank Dunia menunjukkan bahwa pemindahan pemukiman secara paksa dalam proyek pembangunan, �dak tanggung-tanggung, sering kali menimbulkan risiko ekonomi, sosial, dan lingkungan yang parah; sarana produksi dibongkar, manusia menghadapi pemiskinan ke�ka aset produk�f atau sumber pendapatan mereka hilang; orang dipindahkan ke lingkungan di mana keterampilan produk�f mereka mungkin kurang laku dan �ngkat persaingan untuk sumber daya lebih besar; lembaga kemasyarakatan dan jejaring sosial melemah; kelompok kerabat tersebar; dan iden�tas budaya, kewenangan tradisional, dan potensi saling membantu semakin berkurang atau hilang. Kebijakan ini mencakup pengamanan untuk mengatasi dan mengurangi risiko pemiskinan ini.

Tujuan:Ÿ Untuk meminimalkan pemindahan.Ÿ Untuk menjamin pemindahan tempat �nggal

sebagai program pembangunan.Ÿ Untuk memberikan peluang kepada orang yang

terdampak agar ikut berpar�sipasi. Ÿ Membantu orang yang terlantar untuk

meningkatkan pendapatannya maupun standar hidupnya, atau se�daknya dapat memulihkan seper� sebelumnya.

Ÿ Membantu orang yang terlantar tanpa mempedulikan legalitas kepemilikannya.

Ÿ Membayar kompensasi terhadap aset yang terkena dampak dengan biaya penggan�an.

Pen�ng untuk dicatat bahwa baik OP 4.36 tentang Hutan maupun OP 4.11 mengenai Asset Fisik Budaya adalah ditekankan dalam proyek ini.

Untuk Hutan (OP 4.36), dasarnya adalah bahwa proyek �dak akan membiayai kegiatan yang nyata-nyata melakukan konversi atau perusakan yang parah terhadap kawasan hutan maupun habitat alami seper� tertuang dalam kebijakan yang dimaksudkan. Tidak ada penebangan mangrove yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan proyek.

23 24

Tabel 5. Lanjutan. Tabel 5. Lanjutan.

OP 4.10 Masyarakat Adat (IP) Uraian:Masyarakat Adat (IP) termasuk is�lah "etnis minoritas asli" merupakan kelompok sosial dengan iden�tas rentan, sosial dan budaya yang berbeda dengan masyarakat dominan, dan bergantung pada habitat atau wilayah historis yang berbeda secara geografis, serta budaya yang berbeda dengan lokasi proyek, dan biasanya bahasa juga berbeda.Bank Dunia mensyaratkan proyek yang melibatkan masyarakat adat untuk merancang dan melaksanakan proyek dengan cara yang memupuk rasa hormat penuh terhadap martabat, hak asasi manusia, dan keunikan masyarakat adat dan karenanya (a) menerima manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai secara budaya, dan (b) �dak mengalami dampak buruk selama proses pembangunan. Penduduk Asli / Masyarakat Adat diiden�fikasi memiliki karakteris�k dalam berbagai �ngkatan, sebagai berikut (a) keterikatan dekat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayahnya, (b) diiden�fikasi oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain sebagai anggota kelompok dengan budaya yang berbeda, (c) bahasa masyarakat pribumi seringkali berbeda dengan bahasa nasional, dan (d) mempunyai lembaga adat budaya, ekonomi, sosial atau poli�k.Bank Dunia juga mensyaratkan agar proses konsultasi dengan masyarakat adat dapat dilakukan secara terbuka sebelum dimulainya persiapan proyek dan ke�ka pelaksanaan proyek guna mengetahui pandangan mereka serta mendapatkan dukungan sepenuhnya dari masyarakat luas.

Tujuan:Ÿ Untuk memupuk rasa penuh hormat kepada hak

asasi manusia, ekonomi, dan budaya Masyarakat Adat.

Ÿ Untuk menghindari efek buruk pada Masyarakat Adat selama pelaksanaan proyek.

OP 4.12 Pemindahan Secara Paksa

Uraian:Pengalaman Bank Dunia menunjukkan bahwa pemindahan pemukiman secara paksa dalam proyek pembangunan, �dak tanggung-tanggung, sering kali menimbulkan risiko ekonomi, sosial, dan lingkungan yang parah; sarana produksi dibongkar, manusia menghadapi pemiskinan ke�ka aset produk�f atau sumber pendapatan mereka hilang; orang dipindahkan ke lingkungan di mana keterampilan produk�f mereka mungkin kurang laku dan �ngkat persaingan untuk sumber daya lebih besar; lembaga kemasyarakatan dan jejaring sosial melemah; kelompok kerabat tersebar; dan iden�tas budaya, kewenangan tradisional, dan potensi saling membantu semakin berkurang atau hilang. Kebijakan ini mencakup pengamanan untuk mengatasi dan mengurangi risiko pemiskinan ini.

Tujuan:Ÿ Untuk meminimalkan pemindahan.Ÿ Untuk menjamin pemindahan tempat �nggal

sebagai program pembangunan.Ÿ Untuk memberikan peluang kepada orang yang

terdampak agar ikut berpar�sipasi. Ÿ Membantu orang yang terlantar untuk

meningkatkan pendapatannya maupun standar hidupnya, atau se�daknya dapat memulihkan seper� sebelumnya.

Ÿ Membantu orang yang terlantar tanpa mempedulikan legalitas kepemilikannya.

Ÿ Membayar kompensasi terhadap aset yang terkena dampak dengan biaya penggan�an.

Pen�ng untuk dicatat bahwa baik OP 4.36 tentang Hutan maupun OP 4.11 mengenai Asset Fisik Budaya adalah ditekankan dalam proyek ini.

Untuk Hutan (OP 4.36), dasarnya adalah bahwa proyek �dak akan membiayai kegiatan yang nyata-nyata melakukan konversi atau perusakan yang parah terhadap kawasan hutan maupun habitat alami seper� tertuang dalam kebijakan yang dimaksudkan. Tidak ada penebangan mangrove yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan proyek.

23 24

• Konstruksi skala besar yang diperkirakan akan membawa dampak nega�f bagi lingkungan.

• Se�ap ak�vitas yang cenderung menimbulkan dampak buruk pada kelompok etnis atau Masyarakat Adat di dalam desa dan / atau di desa tetangganya, atau �dak dapat diterima oleh kelompok etnis yang �nggal di sebuah desa dengan komposisi etnis yang beragam.

• Kegiatan yang akan merugi atau merusak kekayaan budaya, termasuk tempat-tempat yang mempunyai nilai historis (prasejarah), paleontologis, historis, religius, budaya dan unik.

Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial

Jika kegiatan yang diusulkan telah lolos dari skrining Da�ar Nega�f, proses skrining kedua adalah da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial (Tabel 6). Da�ar tersebut tersebut merupakan alat bagi PIU untuk mengenali risiko potensial dari rencana kegiatan / subproyek terhadap lingkungan, keberadaan Masyarakat Adat, berbagai penguasaan lahan sampai sumberdaya alam.

Jika jawaban atas pertanyaan di dalam da�ar centang adalah "Ya", maka panduan ESSF harus diiku� dan instrumen safeguard yang relevan (rencana �ndakan) harus disiapkan bersamaan dengan pelaksanaan proyek / kegiatan.

Panduan ESSF melipu�:1. Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (EMF).2. Kerangka Kerja Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF).3. Kerangka Kerja bagi Masyarakat Adat (IPPF).

Jika kegiatan sub-komponen yang diusulkan �dak ada pengecualian dalam pendanaannya setelah dilakukan skrining da�ar nega�f, maka kegiatan tersebut harus mengiden�fikasi issue safeguard utama dan memberikan langkah-langkah mi�gasi yang diatur dalam instrumen safeguard masing-masing seper� yang ditunjukkan dalam kerangka kerja lingkungan dan sosial terkait.

Untuk Asset Fisik Budaya (OP 4.11), dasarnya adalah �dak adanya PCR yang diketahui di suatu lokasi proyek yang sama pada COREMAP I dan II. Proyek �dak akan membiayai kegiatan yang akan merusak nilai arkaelogis, paleontologis, historis, religius, ataupun nilai keunikan alamiah lainnya seper� tertuang dalam kebijakan. Untuk mengatasi kemungkinan hal tersebut terjadi, maka baik pada ESSF proyek maupun lampirannya perlu disertakan persyaratan tersebut bagi semua kontrak konstruksi yang dibiayai oleh proyek.

KERANGKA KERJA SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF)

ESSF diterapkan pada semua kegiatan / subproyek yang diusulkan dan direncanakan dari COREMAP - CTI. Kerangka kerja ini terdiri dari dua proses utama, yaitu (1) proses skrining lingkungan dan sosial, dan (2) penyiapan instrumen safeguard lingkungan dan sosial (EMP, LARAP, IPP) yang mengiku� pedoman dalam Kerangka Kerja individu. Proses skrining lingkungan dan sosial dilakukan guna menaksir potensi dampak nega�f (jika ada) dari program COREMAP - CTI.

Proses Skrining Sosial dan Lingkungan

Semua kegiatan yang direncanakan akan melalui skrining lingkungan dan sosial, yang melipu�:

1. Skrining terhadap da�ar nega�f COREMAP - CTI.2. Skrining terhadap Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial.

Proses skrining dilakukan oleh LIPI sebagai Unit Pelaksana Proyek (Project Implementa�on Unit - PIU).

Da�ar Nega�f COREMAP-CTI

Da�ar Nega�f COREMAP - CTI adalah alat skrining pertama untuk se�ap kegiatan yang direncanakan. COREMAP - CTI �dak akan memfasilitasi dan membiayai kegiatan / subproyek berikut yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan, yaitu:

Ÿ Segala kegiatan yang membutuhkan penguasaan lahan dalam skala besar. Tapi, jika lahan dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur berskala kecil, maka perlu menjadi bagian dari kontribusi masyarakat dan forum warga desa terpilih dengan memberikan konfirmasi secara tertulis bahwa individu yang terdampak �dak merasa dirugikan. Pembelian lahan dalam skala kecil adalah dimungkinkan.

Ÿ Kegiatan yang menghasilkan konversi atau degradasi habitat alami yang signifikan termasuk ekosistem terestrial, pesisir dan laut, atau kegiatan yang menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi konservasi maupun lingkungan dan bahkan memerlukan pemindahan penduduk.

Ÿ Penambangan karang hidup atau karang ma�.

25 26

• Konstruksi skala besar yang diperkirakan akan membawa dampak nega�f bagi lingkungan.

• Se�ap ak�vitas yang cenderung menimbulkan dampak buruk pada kelompok etnis atau Masyarakat Adat di dalam desa dan / atau di desa tetangganya, atau �dak dapat diterima oleh kelompok etnis yang �nggal di sebuah desa dengan komposisi etnis yang beragam.

• Kegiatan yang akan merugi atau merusak kekayaan budaya, termasuk tempat-tempat yang mempunyai nilai historis (prasejarah), paleontologis, historis, religius, budaya dan unik.

Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial

Jika kegiatan yang diusulkan telah lolos dari skrining Da�ar Nega�f, proses skrining kedua adalah da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial (Tabel 6). Da�ar tersebut tersebut merupakan alat bagi PIU untuk mengenali risiko potensial dari rencana kegiatan / subproyek terhadap lingkungan, keberadaan Masyarakat Adat, berbagai penguasaan lahan sampai sumberdaya alam.

Jika jawaban atas pertanyaan di dalam da�ar centang adalah "Ya", maka panduan ESSF harus diiku� dan instrumen safeguard yang relevan (rencana �ndakan) harus disiapkan bersamaan dengan pelaksanaan proyek / kegiatan.

Panduan ESSF melipu�:1. Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan Hidup (EMF).2. Kerangka Kerja Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF).3. Kerangka Kerja bagi Masyarakat Adat (IPPF).

Jika kegiatan sub-komponen yang diusulkan �dak ada pengecualian dalam pendanaannya setelah dilakukan skrining da�ar nega�f, maka kegiatan tersebut harus mengiden�fikasi issue safeguard utama dan memberikan langkah-langkah mi�gasi yang diatur dalam instrumen safeguard masing-masing seper� yang ditunjukkan dalam kerangka kerja lingkungan dan sosial terkait.

Untuk Asset Fisik Budaya (OP 4.11), dasarnya adalah �dak adanya PCR yang diketahui di suatu lokasi proyek yang sama pada COREMAP I dan II. Proyek �dak akan membiayai kegiatan yang akan merusak nilai arkaelogis, paleontologis, historis, religius, ataupun nilai keunikan alamiah lainnya seper� tertuang dalam kebijakan. Untuk mengatasi kemungkinan hal tersebut terjadi, maka baik pada ESSF proyek maupun lampirannya perlu disertakan persyaratan tersebut bagi semua kontrak konstruksi yang dibiayai oleh proyek.

KERANGKA KERJA SAFEGUARD LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESSF)

ESSF diterapkan pada semua kegiatan / subproyek yang diusulkan dan direncanakan dari COREMAP - CTI. Kerangka kerja ini terdiri dari dua proses utama, yaitu (1) proses skrining lingkungan dan sosial, dan (2) penyiapan instrumen safeguard lingkungan dan sosial (EMP, LARAP, IPP) yang mengiku� pedoman dalam Kerangka Kerja individu. Proses skrining lingkungan dan sosial dilakukan guna menaksir potensi dampak nega�f (jika ada) dari program COREMAP - CTI.

Proses Skrining Sosial dan Lingkungan

Semua kegiatan yang direncanakan akan melalui skrining lingkungan dan sosial, yang melipu�:

1. Skrining terhadap da�ar nega�f COREMAP - CTI.2. Skrining terhadap Da�ar Centang Safeguard Lingkungan dan Sosial.

Proses skrining dilakukan oleh LIPI sebagai Unit Pelaksana Proyek (Project Implementa�on Unit - PIU).

Da�ar Nega�f COREMAP-CTI

Da�ar Nega�f COREMAP - CTI adalah alat skrining pertama untuk se�ap kegiatan yang direncanakan. COREMAP - CTI �dak akan memfasilitasi dan membiayai kegiatan / subproyek berikut yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan, yaitu:

Ÿ Segala kegiatan yang membutuhkan penguasaan lahan dalam skala besar. Tapi, jika lahan dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur berskala kecil, maka perlu menjadi bagian dari kontribusi masyarakat dan forum warga desa terpilih dengan memberikan konfirmasi secara tertulis bahwa individu yang terdampak �dak merasa dirugikan. Pembelian lahan dalam skala kecil adalah dimungkinkan.

Ÿ Kegiatan yang menghasilkan konversi atau degradasi habitat alami yang signifikan termasuk ekosistem terestrial, pesisir dan laut, atau kegiatan yang menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi konservasi maupun lingkungan dan bahkan memerlukan pemindahan penduduk.

Ÿ Penambangan karang hidup atau karang ma�.

25 26

Ya Tidak PanduanESSF

A. Lingkungan - Kegiatan sub-proyek :

1. Apakah menyebabkan kontaminasi pada air minum?

2. Apakah menyebabkan drainase air memburuk dan meningkatkan resiko penyakit terkait dengan air, seper� malaria?

3. Apakah memanen atau menggunakan dalam jumlah banyak sumberdaya alam seper� pepohon, kayu bakar, ataupun air?

4. Apakah berada di dalam atau di dekat kawasan dengan lingkungan sensi�f (misalnya hutan yang masih perawan, bakau, gambut) atau spesies yang terancam punah?

5. Apakah menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan lahan atau erosi?

6. Apakah menciptakan resiko / potensi tanah longsor?

7. Apakah menciptakan resiko peningkatan salinitas tanah?

8. Apakah menghasilkan atau meningkatkan produksi limbah padat atau cair (misalnya limbah air, medis, rumah tangga atau konstruksi)?

9. Apakah mempengaruhi kuan�tas atau kualitas air permukaan (misalnya laut, sungai, sungai, gambut) atau air tanah (misalnya sumur)?

10. Apakah menghasilkan produksi limbah padat atau cair, atau mengakibatkan peningkatan produksi limbah, selama konstruksi atau operasinya?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 1 – 10 adalah “Ya”, agar disertakan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL / Environmental Management Plan - EMP) atau SPPL menyertai sub-proyeknya.

Annex ARPL/EMP, SPPL

B. Pembebasan Lahan – Kegiatan sub-proyek :

11. Apakah membutuhkan lahan (dari publik atau pribadi) untuk dimanfaatkan (sementara atau permanen) ?

12. Apakah kemungkinan besar akan memperoleh lahan dari masyarakat melalui donasi lahan ?

13. Apakah memperoleh lahan dengan cara membeli dari pemilik lahan?

14. Apakah menggunakan lahan yang pada saat ini ditempa� atau digunakan secara ru�n untuk tujuan produk�f (misalnya berkebun, bertani, lokasi pemancingan, hutan).

15. Apakah menyebabkan hilangnya tanaman penghasil pangan untuk sementara waktu atau permanen, pohon buah-buahan atau infrastruktur rumah tangga seper� toilet dan dapur yang diluar rumah?

16. Apakah menyebabkan hilangnya sumber pendapatan dan sarana penghidupan karena penguasaan lahan?

17. Apakah mengakibatkan pembatasan akses terhadap taman atau kawasan (laut) yang dilindungi?

18. Apakah mengakibatkan hilangnya akses terhadap sumber daya alam, fasilitas umum dan jasa?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 11 - 18 adalah “Ya”, lihat ke ESSF dan, jika diperlukan, siapkan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) atau surat pernyataan sumbangan lahan menyertai sub-proyeknya.

Annex B LARPF

C. Masyarakat Adat

19. Apakah ada kelompok sosial-budaya yang menempa� atau menggunakan lokasi proyek yang termasuk sebagai “masyarakat adat” / “etnis minoritas” / “kelompok suku” di dalam lokasi proyek?

27 28

Ya Tidak PanduanESSF

A. Lingkungan - Kegiatan sub-proyek :

1. Apakah menyebabkan kontaminasi pada air minum?

2. Apakah menyebabkan drainase air memburuk dan meningkatkan resiko penyakit terkait dengan air, seper� malaria?

3. Apakah memanen atau menggunakan dalam jumlah banyak sumberdaya alam seper� pepohon, kayu bakar, ataupun air?

4. Apakah berada di dalam atau di dekat kawasan dengan lingkungan sensi�f (misalnya hutan yang masih perawan, bakau, gambut) atau spesies yang terancam punah?

5. Apakah menyebabkan meningkatnya resiko kerusakan lahan atau erosi?

6. Apakah menciptakan resiko / potensi tanah longsor?

7. Apakah menciptakan resiko peningkatan salinitas tanah?

8. Apakah menghasilkan atau meningkatkan produksi limbah padat atau cair (misalnya limbah air, medis, rumah tangga atau konstruksi)?

9. Apakah mempengaruhi kuan�tas atau kualitas air permukaan (misalnya laut, sungai, sungai, gambut) atau air tanah (misalnya sumur)?

10. Apakah menghasilkan produksi limbah padat atau cair, atau mengakibatkan peningkatan produksi limbah, selama konstruksi atau operasinya?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 1 – 10 adalah “Ya”, agar disertakan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL / Environmental Management Plan - EMP) atau SPPL menyertai sub-proyeknya.

Annex ARPL/EMP, SPPL

B. Pembebasan Lahan – Kegiatan sub-proyek :

11. Apakah membutuhkan lahan (dari publik atau pribadi) untuk dimanfaatkan (sementara atau permanen) ?

12. Apakah kemungkinan besar akan memperoleh lahan dari masyarakat melalui donasi lahan ?

13. Apakah memperoleh lahan dengan cara membeli dari pemilik lahan?

14. Apakah menggunakan lahan yang pada saat ini ditempa� atau digunakan secara ru�n untuk tujuan produk�f (misalnya berkebun, bertani, lokasi pemancingan, hutan).

15. Apakah menyebabkan hilangnya tanaman penghasil pangan untuk sementara waktu atau permanen, pohon buah-buahan atau infrastruktur rumah tangga seper� toilet dan dapur yang diluar rumah?

16. Apakah menyebabkan hilangnya sumber pendapatan dan sarana penghidupan karena penguasaan lahan?

17. Apakah mengakibatkan pembatasan akses terhadap taman atau kawasan (laut) yang dilindungi?

18. Apakah mengakibatkan hilangnya akses terhadap sumber daya alam, fasilitas umum dan jasa?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 11 - 18 adalah “Ya”, lihat ke ESSF dan, jika diperlukan, siapkan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) atau surat pernyataan sumbangan lahan menyertai sub-proyeknya.

Annex B LARPF

C. Masyarakat Adat

19. Apakah ada kelompok sosial-budaya yang menempa� atau menggunakan lokasi proyek yang termasuk sebagai “masyarakat adat” / “etnis minoritas” / “kelompok suku” di dalam lokasi proyek?

27 28

20. Apakah ada anggota kelompok masyarakat adat di lokasi yang mendapatkan manfaat dari proyek ini?

21. Apakah kelompok tersebut mengiden�fikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok sosial dan budaya yang berbeda?

22. Apakah kelompok tersebut memiliki keterikatan erat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayah proyek?

23. Apakah kelompok tersebut menggunakan bahasa asli yang berbeda dengan bahasa nasional atau bahasa yang digunakan oleh mayoritas di wilayah proyek?

24. Apakah kelompok tersebut mempunyai lembaga adat, ekonomi, sosial, atau poli�k?

25. Apakah kelompok tersebut secara historis, sosial, dan ekonomi terpinggirkan, �dak berdaya, dikecualikan, dan/atau dideskriminasikan?

26. Apakah kelompok tersebut mempunyai wakil dalam berbagai lembaga pembuat keputusan di �ngkat nasional atau lokal?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 19 - 26 adalah “Ya”, lihat ke ESSF dan, jika diperlukan, siapkan Indigenous People Plans (IPP) menyertai kegiatan/sub-proyeknya.

Annex CIPPF

Perlindungan Lingkungan, yang akan berlaku untuk se�ap kegiatan / subproyek yang diusulkan oleh COREMAP-CTI. Kerangka ini memberikan panduan untuk persiapan, penilaian dan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP) serta peran dan tanggung jawab masing-masing pihak / ins�tusi.

Instrumennya melipu�:

A. Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP).

Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP atau UKL / UPL PERMEN LH 16/2012) - adalah merupakan upaya dan rencana pengelolaan lingkungan dan pemantauannya yang diperlukan oleh kegiatan / subproyek yang �dak berkewajiban untuk melakukan AMDAL. EMP berisi rencana mi�gasi dan pemantauan standar yang mencakup dampak khas dari kegiatan konstruksi, termasuk kesehatan dan keselamatan pekerja / masyarakat, pengerjaan tanah serta pengelolaan limbah padat dan berbahaya. EMP juga memuat standar EMP untuk pemantauan, pelaporan dan proses review guna merampingkan proses di seluruh PIU dan subproyek. EMP harus disiapkan oleh en�tas yang kompeten dan mengiku� persyaratan yang tercantum dalam Permen LH No. 16/2012. EMP harus terdiri dari serangkaian informasi mengenai iden�tas pemrakarsa proyek, usulan kegiatan, dampak lingkungan potensial, manajemen yang diusulkan (termasuk mi�gasi) dan program pemantauan, serta �ndakan kelembagaan. Penjelasan rinci tentang EMP (UKL / UPL) tersedia dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMEN LH) No. 16/2012 tentang EMP yang terkait dengan UU No. 32/2009. Template EMP dapat dilihat pada Annex A.

B. Surat Pernyataan Kesanggupan dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).

SPPL atau Surat Pernyataan Kesanggupan dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan yang digunakan untuk kegiatan / subproyek di luar da�ar UKL-UPL. SPPL dibuat oleh unit pelaksana (PMU / PIU / unit pelaksana lainnya) mengiku� template SPPL sebagaimana diatur dalam Permen LH 16/2012 (Annex B).

Karena proyek COREMAP - CTI �dak dirancang untuk membawa dampak yang signifikan dan parah terhadap lingkungan, dokumen EIA atau AMDAL penuh �dak diperlukan untuk se�ap kegiatan/subproyek yang diusulkan. Jika ada usulan kegiatan atau subproyek yang memerlukan AMDAL, maka COREMAP - CTI �dak akan membiayai. Proyek COREMAP - CTI yang direstrukturisasi hanya berfokus pada pemantauan dan peneli�an. Hal ini merupakan penyederhanaan kegiatan proyek COREMAP - CTI dalam hal menurunkan risiko lingkungan dan sosial yang potensial dari pelaksanaannya dan �dak memerlukan perubahan kebijakan atau klasifikasi EA dari Kategori B.

Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management Framework - EMF)

Kerangka kerja ini terdiri dari serangkaian langkah pemantauan, mi�gasi dan kelembagaan yang harus diambil selama perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, apakah proyek yang dihasilkan menghilangkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan, atau menguranginya ke �ngkat yang dapat diterima. Potensi dampak lingkungan dari subproyek yang dibiayai oleh COREMAP - CTI dan mi�gasi terkait yang diukur, seper� disajikan pada Tabel 6.

Penilaian Lingkungan

EMF terdiri dari instrumen penilaian lingkungan yang disyaratkan oleh Environmental Assessment (OP 4.01) kebijakan Bank Dunia dan UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan

29 30

20. Apakah ada anggota kelompok masyarakat adat di lokasi yang mendapatkan manfaat dari proyek ini?

21. Apakah kelompok tersebut mengiden�fikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok sosial dan budaya yang berbeda?

22. Apakah kelompok tersebut memiliki keterikatan erat dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di wilayah proyek?

23. Apakah kelompok tersebut menggunakan bahasa asli yang berbeda dengan bahasa nasional atau bahasa yang digunakan oleh mayoritas di wilayah proyek?

24. Apakah kelompok tersebut mempunyai lembaga adat, ekonomi, sosial, atau poli�k?

25. Apakah kelompok tersebut secara historis, sosial, dan ekonomi terpinggirkan, �dak berdaya, dikecualikan, dan/atau dideskriminasikan?

26. Apakah kelompok tersebut mempunyai wakil dalam berbagai lembaga pembuat keputusan di �ngkat nasional atau lokal?

Jika jawaban atas salah satu pertanyaan 19 - 26 adalah “Ya”, lihat ke ESSF dan, jika diperlukan, siapkan Indigenous People Plans (IPP) menyertai kegiatan/sub-proyeknya.

Annex CIPPF

Perlindungan Lingkungan, yang akan berlaku untuk se�ap kegiatan / subproyek yang diusulkan oleh COREMAP-CTI. Kerangka ini memberikan panduan untuk persiapan, penilaian dan pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP) serta peran dan tanggung jawab masing-masing pihak / ins�tusi.

Instrumennya melipu�:

A. Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP).

Rencana Pengelolaan Lingkungan (EMP atau UKL / UPL PERMEN LH 16/2012) - adalah merupakan upaya dan rencana pengelolaan lingkungan dan pemantauannya yang diperlukan oleh kegiatan / subproyek yang �dak berkewajiban untuk melakukan AMDAL. EMP berisi rencana mi�gasi dan pemantauan standar yang mencakup dampak khas dari kegiatan konstruksi, termasuk kesehatan dan keselamatan pekerja / masyarakat, pengerjaan tanah serta pengelolaan limbah padat dan berbahaya. EMP juga memuat standar EMP untuk pemantauan, pelaporan dan proses review guna merampingkan proses di seluruh PIU dan subproyek. EMP harus disiapkan oleh en�tas yang kompeten dan mengiku� persyaratan yang tercantum dalam Permen LH No. 16/2012. EMP harus terdiri dari serangkaian informasi mengenai iden�tas pemrakarsa proyek, usulan kegiatan, dampak lingkungan potensial, manajemen yang diusulkan (termasuk mi�gasi) dan program pemantauan, serta �ndakan kelembagaan. Penjelasan rinci tentang EMP (UKL / UPL) tersedia dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PERMEN LH) No. 16/2012 tentang EMP yang terkait dengan UU No. 32/2009. Template EMP dapat dilihat pada Annex A.

B. Surat Pernyataan Kesanggupan dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).

SPPL atau Surat Pernyataan Kesanggupan dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan yang digunakan untuk kegiatan / subproyek di luar da�ar UKL-UPL. SPPL dibuat oleh unit pelaksana (PMU / PIU / unit pelaksana lainnya) mengiku� template SPPL sebagaimana diatur dalam Permen LH 16/2012 (Annex B).

Karena proyek COREMAP - CTI �dak dirancang untuk membawa dampak yang signifikan dan parah terhadap lingkungan, dokumen EIA atau AMDAL penuh �dak diperlukan untuk se�ap kegiatan/subproyek yang diusulkan. Jika ada usulan kegiatan atau subproyek yang memerlukan AMDAL, maka COREMAP - CTI �dak akan membiayai. Proyek COREMAP - CTI yang direstrukturisasi hanya berfokus pada pemantauan dan peneli�an. Hal ini merupakan penyederhanaan kegiatan proyek COREMAP - CTI dalam hal menurunkan risiko lingkungan dan sosial yang potensial dari pelaksanaannya dan �dak memerlukan perubahan kebijakan atau klasifikasi EA dari Kategori B.

Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management Framework - EMF)

Kerangka kerja ini terdiri dari serangkaian langkah pemantauan, mi�gasi dan kelembagaan yang harus diambil selama perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, apakah proyek yang dihasilkan menghilangkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan, atau menguranginya ke �ngkat yang dapat diterima. Potensi dampak lingkungan dari subproyek yang dibiayai oleh COREMAP - CTI dan mi�gasi terkait yang diukur, seper� disajikan pada Tabel 6.

Penilaian Lingkungan

EMF terdiri dari instrumen penilaian lingkungan yang disyaratkan oleh Environmental Assessment (OP 4.01) kebijakan Bank Dunia dan UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan

29 30

Tabel 7. DAMPAK LINGKUNGAN YANG POTENSIAL DARI PROYEK DAN MITIGASINYA. Tabel 7. Lanjutan.

Monitoring dan Evaluasi EMP

Pemantauan lingkungan selama pelaksanaan proyek memberikan informasi tentang aspek lingkungan utama dari proyek, khususnya dampak lingkungan dari proyek dan efek�vitas langkah mi�gasinya.

Secara khusus, bagian pemantauan EMP menyediakan:

1. Deskripsi spesifik, dan rincian teknis, tentang �ndakan pemantauan, termasuk parameter yang akan diukur, metode yang akan digunakan, lokasi sampling, frekuensi pengukuran, batas deteksi (bila memungkinkan), dan definisi ambang batas yang akan memerlukan �ndakan korek�f.

2. Peran dan Tanggung Jawab staf proyek kunci yang bertugas dalam pengawasan, terutama untuk memantau dampak dan pengelolaan lingkungan.

3. Prosedur pemantauan dan pelaporan untuk:i. Memas�kan deteksi dini terhadap kondisi yang memerlukan �ndakan mi�gasi

spesifik, danii. Memberikan informasi mengenai kemajuan dan hasil mi�gasi serta langkah-

langkah perbaikan atau peningkatan kapasitas yang dianggap perlu.

PMU akan melakukan pemantauan dan memberikan laporan pemantauan berkala kepada LIPI dan Bank Dunia. Masyarakat atau kontaktor akan melakukan pemantauan dan inspeksi terhadap lokasi dan sekelilingnya secara teratur serta mengambil �ndakan bila diperlukan. Rencana pemantauan standar dapat dilihat pada Appendix C.

Tipologi Sub-proyek Potensi Dampak Lingkungan yang Merugikan

Tindakan Mi�gasi yang Diusulkan

Konstruksi / Renovasi / Upgrade tempat menjadi pusat pela�han unggulan regional

Lahan - kontaminasi dari bahan limbah, misal semen, cat, oli mesin, dll.

Lahan - erosi dan banjir dari konstruksi baru.

Kualitas air dan alirannya - kontaminasi air akibat dari material dan bahan kimia.

Kualitas air dan alirannya - penyumbatan saluran air.

Kualitas air dan alirannya - kontaminasi dari toilet.

Kualitas udara - debu, kebisingan, bau, dan polusi dalam ruangan

Kualitas udara - penyakit terbawa melalui udara karena perawatan atau pengabaian toilet yang �dak semes�nya.

Keanekaragaman haya� dan hutan - gangguan terhadap taman nasional dan kawasan lindung lainnya.

Keanekaragaman haya� dan hutan - hilangnya vegetasi.

Pengendalian dan pembersihan harian di lokasi konstruksi, penyediaan layanan pembuangan limbah yang memadai.

Desain dan tapak bangunan yang tepat, jauh dari lereng dan dengan drainase yang memadai.

Pembuangan yang tepat untuk bahan kimia dan material berbahaya lainnya.

Membersihkan saluran air secara teratur.

Penempatan fasilitas toilet yang tepat terhadap sumber air, dan pemeliharaannya.

Pengendalian debu dengan air, desain dan penentuan tapak yang tepat, membatasi konstruksi sampai waktu tertentu.

Rencana dan jadwal perawatan toilet yang pas�.

Per�mbangkan lokasi alterna�f.

Minimalkan kehilangan vegetasi selama konstruksi.

Sosial - penolakan meningkat.

Sosial - kecelakaan dalam pekerjaan konstruksi.

Membersihkan secara teratur.

Penyediaan pela�han dan peralatan keselamatan dasar, fasilitas atau bahan untuk pertolongan pertama.

Kegiatan Pemantauan dan Peneli�an

Keanekaragaman haya� laut - gangguan terhadap taman nasional dan kawasan lindung lainnya.

SOP untuk melakukan kegiatan pemantauan.

31 32

Tabel 7. DAMPAK LINGKUNGAN YANG POTENSIAL DARI PROYEK DAN MITIGASINYA. Tabel 7. Lanjutan.

Monitoring dan Evaluasi EMP

Pemantauan lingkungan selama pelaksanaan proyek memberikan informasi tentang aspek lingkungan utama dari proyek, khususnya dampak lingkungan dari proyek dan efek�vitas langkah mi�gasinya.

Secara khusus, bagian pemantauan EMP menyediakan:

1. Deskripsi spesifik, dan rincian teknis, tentang �ndakan pemantauan, termasuk parameter yang akan diukur, metode yang akan digunakan, lokasi sampling, frekuensi pengukuran, batas deteksi (bila memungkinkan), dan definisi ambang batas yang akan memerlukan �ndakan korek�f.

2. Peran dan Tanggung Jawab staf proyek kunci yang bertugas dalam pengawasan, terutama untuk memantau dampak dan pengelolaan lingkungan.

3. Prosedur pemantauan dan pelaporan untuk:i. Memas�kan deteksi dini terhadap kondisi yang memerlukan �ndakan mi�gasi

spesifik, danii. Memberikan informasi mengenai kemajuan dan hasil mi�gasi serta langkah-

langkah perbaikan atau peningkatan kapasitas yang dianggap perlu.

PMU akan melakukan pemantauan dan memberikan laporan pemantauan berkala kepada LIPI dan Bank Dunia. Masyarakat atau kontaktor akan melakukan pemantauan dan inspeksi terhadap lokasi dan sekelilingnya secara teratur serta mengambil �ndakan bila diperlukan. Rencana pemantauan standar dapat dilihat pada Appendix C.

Tipologi Sub-proyek Potensi Dampak Lingkungan yang Merugikan

Tindakan Mi�gasi yang Diusulkan

Konstruksi / Renovasi / Upgrade tempat menjadi pusat pela�han unggulan regional

Lahan - kontaminasi dari bahan limbah, misal semen, cat, oli mesin, dll.

Lahan - erosi dan banjir dari konstruksi baru.

Kualitas air dan alirannya - kontaminasi air akibat dari material dan bahan kimia.

Kualitas air dan alirannya - penyumbatan saluran air.

Kualitas air dan alirannya - kontaminasi dari toilet.

Kualitas udara - debu, kebisingan, bau, dan polusi dalam ruangan

Kualitas udara - penyakit terbawa melalui udara karena perawatan atau pengabaian toilet yang �dak semes�nya.

Keanekaragaman haya� dan hutan - gangguan terhadap taman nasional dan kawasan lindung lainnya.

Keanekaragaman haya� dan hutan - hilangnya vegetasi.

Pengendalian dan pembersihan harian di lokasi konstruksi, penyediaan layanan pembuangan limbah yang memadai.

Desain dan tapak bangunan yang tepat, jauh dari lereng dan dengan drainase yang memadai.

Pembuangan yang tepat untuk bahan kimia dan material berbahaya lainnya.

Membersihkan saluran air secara teratur.

Penempatan fasilitas toilet yang tepat terhadap sumber air, dan pemeliharaannya.

Pengendalian debu dengan air, desain dan penentuan tapak yang tepat, membatasi konstruksi sampai waktu tertentu.

Rencana dan jadwal perawatan toilet yang pas�.

Per�mbangkan lokasi alterna�f.

Minimalkan kehilangan vegetasi selama konstruksi.

Sosial - penolakan meningkat.

Sosial - kecelakaan dalam pekerjaan konstruksi.

Membersihkan secara teratur.

Penyediaan pela�han dan peralatan keselamatan dasar, fasilitas atau bahan untuk pertolongan pertama.

Kegiatan Pemantauan dan Peneli�an

Keanekaragaman haya� laut - gangguan terhadap taman nasional dan kawasan lindung lainnya.

SOP untuk melakukan kegiatan pemantauan.

31 32

COREMAP - CTI, kerangka kerja ini bertujuan untuk menjamin adanya konsultasi, memberi kesempatan bagi Masyarakat Adat (IP) untuk memberikan pendapatnya, dan adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari program ini. Tidak ada dampak buruk yang perlu dian�sipasi karena da�ar nega�fnya tertera dalam skrining subproyek.

Panduan rinci untuk IPPF diberikan dalam Annex C.

Jika, kegiatan / subproyek akan berdampak posi�f atau nega�f terhadap Masyarakat Adat atau etnis minoritas, pelaksana proyek harus mengembangkan Rencana Aksi Masyarakat Adat (IPP), sebagaimana diarahkan dalam Kerangka Kerja. IPP harus di-review dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum pelaksanaannya.

Karena komponen COREMAP - CTI mempunyai subproyek di beberapa provinsi di Indonesia, tampaknya akan ada pengaruhnya bagi Masyarakat Adat (IP) atau etnis minoritas di wilayah di provinsi yang berpar�sipasi, seper� Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Papua. Distribusi masyarakat adat di lokasi COREMAP - CTI yang direstrukturisasi dipaparkan dalam Annex C.

Pengaturan untuk Implementasi ESSF COREMAP - CTI

Pengaturan implementasi ESSF COREMAP - CTI dibentuk untuk memas�kan bahwa semua pihak memahami tanggung jawabnya dalam menerapkan proses skrining safeguard ESSF berikut kerangka kerja lingkungan dan sosial yang terkait.

Semua kegiatan / subproyek yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan harus mengiku� panduan ESSF. Setelah dampaknya dapat diiden�fikasi, maka rencana �ndakan yang relevan harus disiapkan.

Dokumen ESSF dimulai dari LIPI sebagai PIU yang menyiapkan da�ar kegiatan / subproyek usulan tahunan. PIU memaparkan usulan kegiatan / subproyek tersebut kedalam Da�ar Nega�f dan Da�ar Centang Pengamanan.

Jika kegiatan / subproyek �dak tercantum dalam Da�ar Nega�f dan semua jawaban dari Da�ar Centang Safeguard adalah TIDAK, maka ak�vitas / subproyek dapat dilaksanakan tanpa instrumen / rencana �ndakan perlindungan.

Jika kegiatan / subproyek yang melibatkan masalah lingkungan dan sosial (dan terdapat jawaban YA), maka PIU harus menyiapkan rencana �ndakan relevan yang diatur dalam EMP (UKL / UPL), SPPL, LARAP (Rencana Aksi Penguasaan Lahan dan Pemindahan Pemukiman) dan / atau IPP (Rencana bagi Masyarakat Adat).

Kerangka Kerja Safeguard Sosial

Kerangka Kerja Safeguard Sosial melipu�:a. Kerangka Kerja untuk Kebijakan Pembebasa Lahan dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF, Annex B).b. Kerangka Kerja untuk Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF, Annex C).

Kerangka Kerja untuk Pembebasan Lahan

Bila kegiatan / subproyek yang telah direncanakan memerlukan pembebasan lahan, yang akan berpengaruh bagi tempat �nggal masyarakat setempat, maka ESSF meminta kepada kegiatan / subproyek untuk mematuhi Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF).

LARPF mensyaratkan se�ap proyek yang melibatkan pembebasan lahan agar menyediakan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP). Berdasarkan skala dampaknya, terdapat 2 (dua) jenis LARAP, yaitu (1) Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) yang diperuntukan ke�ka pembebasan lahan tersebut berpengaruh pada lebih dari 200 orang, mengambil lebih dari 10% aset rumah tangga produk�f dan / atau menyebabkan relokasi fisik; dan (2) LARAP yang dipersingkat, yang dapat diterapkan bila yang terpengaruh kurang dari 200 orang serta penguasaan lahannya sedikit, kurang dari 10% aset produk�f rumah tangga yang terambil. Intrumen tersebut untuk memas�kan bahwa dampak potensialnya menjadi minimal, serta seseorang yang terdampak mendapatkan kesempatan luas, melalui kompensasi atau bentuk bantuan lainnya, untuk memperbaiki atau se�daknya mengembalikan pendapatannya serta standar hidupnya.

Komponen 3 dari proyek ini telah mengindikasikan bahwa �dak ada infrastruktur berskala besar yang akan menyebabkan pembebasan lahan / pemindahan pemukiman dengan skala besar akan dibiayai. Tidak ada LARAP yang perlu dian�sipasi dalam proyek-proyek yang akan dibiayai. Subproyek hanya akan melibatkan infrastruktur berskala kecil dengan penguasaan lahan terbatas, yang akan diperoleh melalui donasi lahan atau hanya akan memerlukan LARAP ringkas.

Pengalaman dari proyek lain, seper� Pamsimas, PNPM, antara lain menunjukkan catatan kasus yang jelas dimana pemilik lahan menyumbangkan lahannya untuk fasilitas umum (tanpa paksaan), dan surat pernyataannya siap untuk di-review.

Kerangka Kerja Perencanaan bagi Masyakat Adat (IPPF)

Kerangka kerja Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ini disusun untuk memberikan beberapa prinsip dan prosedur umum yang akan diterapkan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, apabila ada Masyarakat Adat (IP) yang terdampak. Dalam

33 34

COREMAP - CTI, kerangka kerja ini bertujuan untuk menjamin adanya konsultasi, memberi kesempatan bagi Masyarakat Adat (IP) untuk memberikan pendapatnya, dan adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari program ini. Tidak ada dampak buruk yang perlu dian�sipasi karena da�ar nega�fnya tertera dalam skrining subproyek.

Panduan rinci untuk IPPF diberikan dalam Annex C.

Jika, kegiatan / subproyek akan berdampak posi�f atau nega�f terhadap Masyarakat Adat atau etnis minoritas, pelaksana proyek harus mengembangkan Rencana Aksi Masyarakat Adat (IPP), sebagaimana diarahkan dalam Kerangka Kerja. IPP harus di-review dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum pelaksanaannya.

Karena komponen COREMAP - CTI mempunyai subproyek di beberapa provinsi di Indonesia, tampaknya akan ada pengaruhnya bagi Masyarakat Adat (IP) atau etnis minoritas di wilayah di provinsi yang berpar�sipasi, seper� Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat dan Papua. Distribusi masyarakat adat di lokasi COREMAP - CTI yang direstrukturisasi dipaparkan dalam Annex C.

Pengaturan untuk Implementasi ESSF COREMAP - CTI

Pengaturan implementasi ESSF COREMAP - CTI dibentuk untuk memas�kan bahwa semua pihak memahami tanggung jawabnya dalam menerapkan proses skrining safeguard ESSF berikut kerangka kerja lingkungan dan sosial yang terkait.

Semua kegiatan / subproyek yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang merugikan harus mengiku� panduan ESSF. Setelah dampaknya dapat diiden�fikasi, maka rencana �ndakan yang relevan harus disiapkan.

Dokumen ESSF dimulai dari LIPI sebagai PIU yang menyiapkan da�ar kegiatan / subproyek usulan tahunan. PIU memaparkan usulan kegiatan / subproyek tersebut kedalam Da�ar Nega�f dan Da�ar Centang Pengamanan.

Jika kegiatan / subproyek �dak tercantum dalam Da�ar Nega�f dan semua jawaban dari Da�ar Centang Safeguard adalah TIDAK, maka ak�vitas / subproyek dapat dilaksanakan tanpa instrumen / rencana �ndakan perlindungan.

Jika kegiatan / subproyek yang melibatkan masalah lingkungan dan sosial (dan terdapat jawaban YA), maka PIU harus menyiapkan rencana �ndakan relevan yang diatur dalam EMP (UKL / UPL), SPPL, LARAP (Rencana Aksi Penguasaan Lahan dan Pemindahan Pemukiman) dan / atau IPP (Rencana bagi Masyarakat Adat).

Kerangka Kerja Safeguard Sosial

Kerangka Kerja Safeguard Sosial melipu�:a. Kerangka Kerja untuk Kebijakan Pembebasa Lahan dan Pemindahan Pemukiman

(LARPF, Annex B).b. Kerangka Kerja untuk Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF, Annex C).

Kerangka Kerja untuk Pembebasan Lahan

Bila kegiatan / subproyek yang telah direncanakan memerlukan pembebasan lahan, yang akan berpengaruh bagi tempat �nggal masyarakat setempat, maka ESSF meminta kepada kegiatan / subproyek untuk mematuhi Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF).

LARPF mensyaratkan se�ap proyek yang melibatkan pembebasan lahan agar menyediakan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP). Berdasarkan skala dampaknya, terdapat 2 (dua) jenis LARAP, yaitu (1) Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) yang diperuntukan ke�ka pembebasan lahan tersebut berpengaruh pada lebih dari 200 orang, mengambil lebih dari 10% aset rumah tangga produk�f dan / atau menyebabkan relokasi fisik; dan (2) LARAP yang dipersingkat, yang dapat diterapkan bila yang terpengaruh kurang dari 200 orang serta penguasaan lahannya sedikit, kurang dari 10% aset produk�f rumah tangga yang terambil. Intrumen tersebut untuk memas�kan bahwa dampak potensialnya menjadi minimal, serta seseorang yang terdampak mendapatkan kesempatan luas, melalui kompensasi atau bentuk bantuan lainnya, untuk memperbaiki atau se�daknya mengembalikan pendapatannya serta standar hidupnya.

Komponen 3 dari proyek ini telah mengindikasikan bahwa �dak ada infrastruktur berskala besar yang akan menyebabkan pembebasan lahan / pemindahan pemukiman dengan skala besar akan dibiayai. Tidak ada LARAP yang perlu dian�sipasi dalam proyek-proyek yang akan dibiayai. Subproyek hanya akan melibatkan infrastruktur berskala kecil dengan penguasaan lahan terbatas, yang akan diperoleh melalui donasi lahan atau hanya akan memerlukan LARAP ringkas.

Pengalaman dari proyek lain, seper� Pamsimas, PNPM, antara lain menunjukkan catatan kasus yang jelas dimana pemilik lahan menyumbangkan lahannya untuk fasilitas umum (tanpa paksaan), dan surat pernyataannya siap untuk di-review.

Kerangka Kerja Perencanaan bagi Masyakat Adat (IPPF)

Kerangka kerja Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF) ini disusun untuk memberikan beberapa prinsip dan prosedur umum yang akan diterapkan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, apabila ada Masyarakat Adat (IP) yang terdampak. Dalam

33 34

Tabel 8. Lanjutan.PMU bertugas untuk mengevaluasi dan mereview safeguard proyek, dalam hal ketepatan dan kepatuhannya. PMU akan memiliki unit safeguard yang khusus bertanggung jawab untuk mengevaluasi dokumen safeguard dari semua rencana kegiatan / subproyek, dan untuk memas�kan bahwa subproyek yang dilaksanakan memiliki dokumen safeguard / rencana �ndakan yang benar.

Selain itu, unit safeguard PMU bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi (MONEV), pelaporan, dan dokumentasi pelaksanaan ESSF proyek, serta penyelesaian masalah. Laporan Safeguard akan menjadi bagian dari laporan kemajuan COREMAP - CTI.

Bekerja sama dengan PMU, �m safeguard WB akan mereview dokumentasi safeguard selama supervision mission reguler.

Tanggung Jawab Ins�tusi

Tanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan ESSF serta kinerja safeguard lingkungan dan sosial dari program yang bersangkutan adalah berada di bawah PMU dan PIU. PMU adalah focal point untuk semua hal yang berkaitan dengan masalah safeguard selama proyek COREMAP - CTI. Peran dan tanggung jawab berbagai lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan safeguard adalah sebagai berikut:

Tabel 8. RINGKASAN TANGGUNG JAWAB bagi PIHAK KUNCI.

Organisasi Tanggung Jawab

LIPI - sebagai Kantor Pengelola Proyek (PMU)

Ÿ Melakukan skrining proposal untuk kepatuhan safeguard.Ÿ Menyimpan catatan dari semua proposal dan keputusan

skrining.Ÿ Menyoro� isu safeguard yang potensial dan menyiapkan

rekomendasi untuk mi�gasinya bila diperlukan, berdasarkan konsultasi dengan pemohon dan penduduk yang terdampak.

Ÿ Jika diperlukan, melakukan kunjungan lapangan ke�ka review skrining safeguard pada sub-proyek yang memerlukan safeguard dalam rangka melakukan verifikasi karakteris�k fisik dari komponen dan sub-komponen yang mempunyai dampak sosial dan lingkungan dan/atau untuk melakukan verifikasi dengan Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project-Affected Persons - PAP).

Ÿ Memfasilitasi kesepakatan antara masyarakat / stakeholder dengan pelaksana atas langkah-langkah mi�gasi safeguard, jika diperlukan.

Ÿ Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen safeguard sub-proyek.

Ÿ Mengembangkan, mengatur dan memberikan program pela�han dan workshop untuk pelaksana proyek di semua �ngkat dalam pelaksanaan ESSF.

Ÿ Melaporkan kepada Bank Dunia tentang kinerja safeguard lingkungan dan sosial keseluruhan proyek (dengan menggabungkan semua laporan subproyek) sebagai bagian dari laporan kemajuan berkala.

Bank Dunia Ÿ Membantu PMU mempersiapkan penyusunan instrumen / rencana �ndakan safeguard apapun, bila diperlukan.

Ÿ Melakukan review terhadap instrumen / rencana �ndakan safeguard (EMP, LARAP, IPP).

Ÿ Mengawasi secara reguler terhadap pelaksanaan rencana mi�gasi sosial dan lingkungan.

Tingkat Provinsi dan Kabupaten

LIPI - sebagai Unit Pelaksana Program (PIU)

Ÿ Menampilkan kegiatan / subproyek yang direncanakan terhadap da�ar nega�f dan da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial.

Ÿ Melakukan review terhadap proposal subproyek dan da�ar centang safeguard yang lengkap serta informasinya akurat.

Ÿ Memas�kan �dak ada kegiatan terlarang atau item anggaran yang termasuk dalam proposal subproyek, lihat da�ar centang nega�f.

Ÿ Mengiden�fikasi dampak potensial dan menyiapkan langkah-langkah mi�gasi, dokumen dan rencana yang diperlukan seper� EMP, LARAP dan IPP. Rencana dan / atau �ndakan yang diusulkan harus dilakukan berkonsultasi dengan penduduk yang terkena dampak (posi�f atau nega�f).

Ÿ Mengumumkan rencana aksi di tempat-tempat yang dapat diakses oleh orang-orang yang terkena dampak.

35 36

Tabel 8. Lanjutan.PMU bertugas untuk mengevaluasi dan mereview safeguard proyek, dalam hal ketepatan dan kepatuhannya. PMU akan memiliki unit safeguard yang khusus bertanggung jawab untuk mengevaluasi dokumen safeguard dari semua rencana kegiatan / subproyek, dan untuk memas�kan bahwa subproyek yang dilaksanakan memiliki dokumen safeguard / rencana �ndakan yang benar.

Selain itu, unit safeguard PMU bertanggung jawab atas pemantauan dan evaluasi (MONEV), pelaporan, dan dokumentasi pelaksanaan ESSF proyek, serta penyelesaian masalah. Laporan Safeguard akan menjadi bagian dari laporan kemajuan COREMAP - CTI.

Bekerja sama dengan PMU, �m safeguard WB akan mereview dokumentasi safeguard selama supervision mission reguler.

Tanggung Jawab Ins�tusi

Tanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan ESSF serta kinerja safeguard lingkungan dan sosial dari program yang bersangkutan adalah berada di bawah PMU dan PIU. PMU adalah focal point untuk semua hal yang berkaitan dengan masalah safeguard selama proyek COREMAP - CTI. Peran dan tanggung jawab berbagai lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan safeguard adalah sebagai berikut:

Tabel 8. RINGKASAN TANGGUNG JAWAB bagi PIHAK KUNCI.

Organisasi Tanggung Jawab

LIPI - sebagai Kantor Pengelola Proyek (PMU)

Ÿ Melakukan skrining proposal untuk kepatuhan safeguard.Ÿ Menyimpan catatan dari semua proposal dan keputusan

skrining.Ÿ Menyoro� isu safeguard yang potensial dan menyiapkan

rekomendasi untuk mi�gasinya bila diperlukan, berdasarkan konsultasi dengan pemohon dan penduduk yang terdampak.

Ÿ Jika diperlukan, melakukan kunjungan lapangan ke�ka review skrining safeguard pada sub-proyek yang memerlukan safeguard dalam rangka melakukan verifikasi karakteris�k fisik dari komponen dan sub-komponen yang mempunyai dampak sosial dan lingkungan dan/atau untuk melakukan verifikasi dengan Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project-Affected Persons - PAP).

Ÿ Memfasilitasi kesepakatan antara masyarakat / stakeholder dengan pelaksana atas langkah-langkah mi�gasi safeguard, jika diperlukan.

Ÿ Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen safeguard sub-proyek.

Ÿ Mengembangkan, mengatur dan memberikan program pela�han dan workshop untuk pelaksana proyek di semua �ngkat dalam pelaksanaan ESSF.

Ÿ Melaporkan kepada Bank Dunia tentang kinerja safeguard lingkungan dan sosial keseluruhan proyek (dengan menggabungkan semua laporan subproyek) sebagai bagian dari laporan kemajuan berkala.

Bank Dunia Ÿ Membantu PMU mempersiapkan penyusunan instrumen / rencana �ndakan safeguard apapun, bila diperlukan.

Ÿ Melakukan review terhadap instrumen / rencana �ndakan safeguard (EMP, LARAP, IPP).

Ÿ Mengawasi secara reguler terhadap pelaksanaan rencana mi�gasi sosial dan lingkungan.

Tingkat Provinsi dan Kabupaten

LIPI - sebagai Unit Pelaksana Program (PIU)

Ÿ Menampilkan kegiatan / subproyek yang direncanakan terhadap da�ar nega�f dan da�ar centang safeguard lingkungan dan sosial.

Ÿ Melakukan review terhadap proposal subproyek dan da�ar centang safeguard yang lengkap serta informasinya akurat.

Ÿ Memas�kan �dak ada kegiatan terlarang atau item anggaran yang termasuk dalam proposal subproyek, lihat da�ar centang nega�f.

Ÿ Mengiden�fikasi dampak potensial dan menyiapkan langkah-langkah mi�gasi, dokumen dan rencana yang diperlukan seper� EMP, LARAP dan IPP. Rencana dan / atau �ndakan yang diusulkan harus dilakukan berkonsultasi dengan penduduk yang terkena dampak (posi�f atau nega�f).

Ÿ Mengumumkan rencana aksi di tempat-tempat yang dapat diakses oleh orang-orang yang terkena dampak.

35 36

penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Kondisi ini memungkinkan PMU untuk mengetahui dan melacak semua keluhan serta membuat solusi yang efek�f.

Juga, mekanisme ini menunjukkan bahwa akan ada unit di PMU yang dapat menangani keluhan ini dan ber�ndak sesuai dan tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Hal ini memungkinkan PMU untuk mengetahui dan melacak semua keluhan serta untuk membuat solusi afek�f.

Dalam se�ap konflik sosial dan keluhan yang disebabkan oleh proyek, PIU akan sedapat mungkin memecahkan masalah melalui penanganan lokal / adat, khususnya ke�ka menangani masyarakat adat.

Prosedur pengaduan yang jelas, termasuk nomor kontak / hotline untuk mengajukan keluhan akan disertakan dalam rencana aksi pada se�ap subproyek.

SUPERVISI, MONITORING DAN EVALUASI

Supervisi, monitoring dan evaluasi akan dilakukan oleh berbagai �ngkatan organisasi COREMAP-CTI yaitu:

Ÿ Unit Pelaksana Proyek (Project Implemen�ng Unit - PIU).Ÿ Kantor Pengelola Proyek (Project Management Office - PMU).Ÿ Bank Dunia.

PIU bertanggung jawab atas pengawasan dan pemantauan pelaksanaan ESSF untuk kegiatan / subproyek yang dibiayai.

PMU akan memantau pelaksanaan pekerjaan pengamanan dari semua subproyek dan melaporkan temuan dalam laporan kemajuan proyek COREMAP-CTI yang disampaikan ke Bank Dunia. PMU juga akan melakukan evaluasi pasca implementasi terhadap pelaksanaan safeguard subproyek selama kurun waktu satu tahun penyelesaian subproyek, dimana untuk memas�kan apakah tujuan penerapan safeguard telah tercapai.

Bank Dunia akan melakukan supervisi ru�n untuk mereview pelaksanaan safeguard dan untuk merekomendasikan kepada PMU mengenai �ndak lanjutnya, bila dianggap perlu.

Tabel 8. Lanjutan.

Mekanisme Penanganan Keluhan

Prosedur pengaduan akan mencakup standar kinerja yang wajar, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan akan diberikan tanpa biaya kepada orang atau masyarakat yang terkena dampak.

Mekanisme penyampaian keluhan harus menggunakan semua mekanisme yang ada di PIU. Penanganan keluhan dirancang dalam dua cara utama.

Cara pertama, ��k kontak pertama keluhan adalah petugas yang menjadi perpanjangan dari PIU, dimana berperan untuk mencari solusi, mendokumentasikannya, dan membawanya ke kantor PIU. Jika masalah �dak bisa dipecahkan, PIU harus mampu menyelesaikan masalah tersebut sebelum memberi / meneruskannya ke PMU. Namun, dimungkinkan akan terjadi potensi eskalasi dan perluasan masalah pengaduan di PIU �ngkat kabupaten karena adanya kepen�ngan pribadi. Oleh karena itu, disarankan agar dalam kasus ini PMU harus memiliki seorang spesialis komunikasi yang bisa menjadi juru bicara dan pengelola keluhan proyek.

Cara kedua, memberikan nomor telepon "hotline", yaitu seseorang yang memounyai keluhan agar menggunakan nomor "hotline" untuk menhubungi dan melaporkannya. Mekanisme ini mempunyai karakteris�k adanya keterlibatan langsung PMU dalam se�ap keluhan. PMU akan memeriksa kembali keluhan tersebut dengan fakta aktual dan masuk akal sebelum mengambil �ndakan untuk menanggapi keluhan dan membuat solusinya. Pada mekanisme ini menunjukkan bahwa akan ada unit di PMU yang dapat menangani keluhan dan ber�ndak sesuai serta tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari

Ÿ Melaksanakan �ndakan yang telah disepaka� sebagaimana ditunjukkan dalam rencana aksi dan menyampaikan laporan kemajuan secara berkala. Dokumen harus disimpan dalam file program untuk direview oleh Bank Dunia.

Ÿ Mendokumentasikan / melaporkan ke PMU dan Bank Dunia se�ap �ga bulan.

Ÿ Memas�kan bahwa dokumen EMP atau SPPL melekat pada dokumen kontrak sebagai bagian dari persyaratan kontrak.

Ÿ Melakukan monitoring dan supervisi terhadap pelaksanaan ESSF di subproyek.

37 38

penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Kondisi ini memungkinkan PMU untuk mengetahui dan melacak semua keluhan serta membuat solusi yang efek�f.

Juga, mekanisme ini menunjukkan bahwa akan ada unit di PMU yang dapat menangani keluhan ini dan ber�ndak sesuai dan tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari penerimaan, penerusan, tanggapan, dan penutupan pengaduan. Hal ini memungkinkan PMU untuk mengetahui dan melacak semua keluhan serta untuk membuat solusi afek�f.

Dalam se�ap konflik sosial dan keluhan yang disebabkan oleh proyek, PIU akan sedapat mungkin memecahkan masalah melalui penanganan lokal / adat, khususnya ke�ka menangani masyarakat adat.

Prosedur pengaduan yang jelas, termasuk nomor kontak / hotline untuk mengajukan keluhan akan disertakan dalam rencana aksi pada se�ap subproyek.

SUPERVISI, MONITORING DAN EVALUASI

Supervisi, monitoring dan evaluasi akan dilakukan oleh berbagai �ngkatan organisasi COREMAP-CTI yaitu:

Ÿ Unit Pelaksana Proyek (Project Implemen�ng Unit - PIU).Ÿ Kantor Pengelola Proyek (Project Management Office - PMU).Ÿ Bank Dunia.

PIU bertanggung jawab atas pengawasan dan pemantauan pelaksanaan ESSF untuk kegiatan / subproyek yang dibiayai.

PMU akan memantau pelaksanaan pekerjaan pengamanan dari semua subproyek dan melaporkan temuan dalam laporan kemajuan proyek COREMAP-CTI yang disampaikan ke Bank Dunia. PMU juga akan melakukan evaluasi pasca implementasi terhadap pelaksanaan safeguard subproyek selama kurun waktu satu tahun penyelesaian subproyek, dimana untuk memas�kan apakah tujuan penerapan safeguard telah tercapai.

Bank Dunia akan melakukan supervisi ru�n untuk mereview pelaksanaan safeguard dan untuk merekomendasikan kepada PMU mengenai �ndak lanjutnya, bila dianggap perlu.

Tabel 8. Lanjutan.

Mekanisme Penanganan Keluhan

Prosedur pengaduan akan mencakup standar kinerja yang wajar, misalnya waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan akan diberikan tanpa biaya kepada orang atau masyarakat yang terkena dampak.

Mekanisme penyampaian keluhan harus menggunakan semua mekanisme yang ada di PIU. Penanganan keluhan dirancang dalam dua cara utama.

Cara pertama, ��k kontak pertama keluhan adalah petugas yang menjadi perpanjangan dari PIU, dimana berperan untuk mencari solusi, mendokumentasikannya, dan membawanya ke kantor PIU. Jika masalah �dak bisa dipecahkan, PIU harus mampu menyelesaikan masalah tersebut sebelum memberi / meneruskannya ke PMU. Namun, dimungkinkan akan terjadi potensi eskalasi dan perluasan masalah pengaduan di PIU �ngkat kabupaten karena adanya kepen�ngan pribadi. Oleh karena itu, disarankan agar dalam kasus ini PMU harus memiliki seorang spesialis komunikasi yang bisa menjadi juru bicara dan pengelola keluhan proyek.

Cara kedua, memberikan nomor telepon "hotline", yaitu seseorang yang memounyai keluhan agar menggunakan nomor "hotline" untuk menhubungi dan melaporkannya. Mekanisme ini mempunyai karakteris�k adanya keterlibatan langsung PMU dalam se�ap keluhan. PMU akan memeriksa kembali keluhan tersebut dengan fakta aktual dan masuk akal sebelum mengambil �ndakan untuk menanggapi keluhan dan membuat solusinya. Pada mekanisme ini menunjukkan bahwa akan ada unit di PMU yang dapat menangani keluhan dan ber�ndak sesuai serta tepat waktu. Unit keluhan ini bertanggung jawab atas penyelesaian masalah, dokumentasi, dan pencatatan semua proses pengaduan mulai dari

Ÿ Melaksanakan �ndakan yang telah disepaka� sebagaimana ditunjukkan dalam rencana aksi dan menyampaikan laporan kemajuan secara berkala. Dokumen harus disimpan dalam file program untuk direview oleh Bank Dunia.

Ÿ Mendokumentasikan / melaporkan ke PMU dan Bank Dunia se�ap �ga bulan.

Ÿ Memas�kan bahwa dokumen EMP atau SPPL melekat pada dokumen kontrak sebagai bagian dari persyaratan kontrak.

Ÿ Melakukan monitoring dan supervisi terhadap pelaksanaan ESSF di subproyek.

37 38

Makassar pada 5 - 6 Juli 2013. Proses konsultasi dihadiri oleh stakeholder dan peserta dari lokasi COREMAP. Komentar dan masukan dari para peserta telah ditampung dalam Dokumen Final ESSF. Dokumen Final ESSF ini telah diunggah dalam website KKP dan LIPI dalam versi Bahasa Indonesia, serta versi Bahasa Inggris dalam InfoShop Bank Dunia pada tahun 2013.

Rancangan dokumen ESSF yang telah diperbarui untuk COREMAP-CTI yang direstrukturisasi akan dikonsultasikan dengan para stakeholder pada saat finalisasi dokumen dan draf dokumen akan disebar-luaskan dalam Bahasa Indonesia melalui website LIPI dan versi Bahasa Inggris di website Bank Dunia.

ANGGARAN DAN PEMBIAYAAN

Biaya yang akan �mbul terkait dengan pelaksanaan ESSF, adalah sebagai berikut:

Ÿ Penyiapan instrumen safeguard (EMP, SPPL, LARAP, IPP) pada tahap persiapan kegiatan / subproyek.

Ÿ Peningkatan kemampuan instrumen safeguard.Ÿ Implementasi dan pemantauan instrumen safeguard.Ÿ Pembentukan unit atau penunjukan personel yang menangani ESSF dan

pengaduan di �ngkat PMU serta PIU.Ÿ Diseminasi instrumen safeguard.

PENINGKATAN KEMAMPUAN

Guna melengkapi kemampuan yang ada dan memenuhi kesenjangan dalam pengelolaan safeguard lingkungan dan sosial, maka perlu disiapkan sejumlah kemampuan untuk menerapkan dan memantau safeguard lingkungan dan sosial sebagaimana disebutkan dalam dokumen proyek.

COREMAP - CTI akan melakukan penilaian kebutuhan kemampuan bila diperlukan dan merencanakan untuk memberikan pela�han mengenai persyaratan dan penerapan ESSF kepada unit pelaksana proyek

Untuk manajemen safeguard lingkungan yang efek�f, PMU akan memerlukan dukungan pelaksanaan dalam �ga bidang utama: (i) staf dan sumber safeguard yang berdedikasi, yang berperan dalam: (ii) bantuan teknis pengelolaan safeguard; (iii) pela�han dan kepedulian safeguard.

Peningkatan kemampuan untuk implementasi safeguard harus mencakup: (i) strategi pengembangan kelembagaan dan kerangka kerja organisasi untuk mengelola kawasan yang terkena dampak dan kegiatan proyek; (ii) workshop dan program pela�han untuk meningkatkan kemampuan staf, masyarakat dan instansi terkait lainnya.

Bank Dunia akan memantau dan memberikan panduan dalam pelaksanaan program peningkatan kemampuan. Bank Dunia juga akan membantu peningkatan kemampuan dalam menyiapkan instrumen safeguard begitu juga pelaksanaan rencana �ndakan safeguard yang disetujui.

DOKUMENTASI DAN KETERBUKAAN INFORMASI

PMU dan PIU harus menyimpan dokumentasi yang dapat dipercaya tentang pekerjaan safeguard dari semua subproyek dan menyediakan informasi terkait safeguard proyek untuk dapat diakses oleh masyarakat setempat.

Dokumen ESSF (baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) dan LARAP, EMP dan / atau IPP akan disebar-luaskan secara elektronik melalui website Bank Dunia, dan website proyek. Selain penyebar-luasan berbasis situs web, dokumen LARAP, EMP dan IPP akan disebar-luaskan di tempat-tempat yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat yang mungkin terkena dampak serta dapat dipahami oleh semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok Masyarakat Adat yang mungkin menggunakan bahasa yang berbeda dengan mayoritas di wilayah proyek.

Konsultasi pemangku kepen�ngan (stakeholder) untuk finalisasi dokumen ESSF COREMAP-CTI sebelum restrukturisasi telah dilakukan di Sorong pada tanggal 2 - 3 Juli 2013 dan di

39 40

Makassar pada 5 - 6 Juli 2013. Proses konsultasi dihadiri oleh stakeholder dan peserta dari lokasi COREMAP. Komentar dan masukan dari para peserta telah ditampung dalam Dokumen Final ESSF. Dokumen Final ESSF ini telah diunggah dalam website KKP dan LIPI dalam versi Bahasa Indonesia, serta versi Bahasa Inggris dalam InfoShop Bank Dunia pada tahun 2013.

Rancangan dokumen ESSF yang telah diperbarui untuk COREMAP-CTI yang direstrukturisasi akan dikonsultasikan dengan para stakeholder pada saat finalisasi dokumen dan draf dokumen akan disebar-luaskan dalam Bahasa Indonesia melalui website LIPI dan versi Bahasa Inggris di website Bank Dunia.

ANGGARAN DAN PEMBIAYAAN

Biaya yang akan �mbul terkait dengan pelaksanaan ESSF, adalah sebagai berikut:

Ÿ Penyiapan instrumen safeguard (EMP, SPPL, LARAP, IPP) pada tahap persiapan kegiatan / subproyek.

Ÿ Peningkatan kemampuan instrumen safeguard.Ÿ Implementasi dan pemantauan instrumen safeguard.Ÿ Pembentukan unit atau penunjukan personel yang menangani ESSF dan

pengaduan di �ngkat PMU serta PIU.Ÿ Diseminasi instrumen safeguard.

PENINGKATAN KEMAMPUAN

Guna melengkapi kemampuan yang ada dan memenuhi kesenjangan dalam pengelolaan safeguard lingkungan dan sosial, maka perlu disiapkan sejumlah kemampuan untuk menerapkan dan memantau safeguard lingkungan dan sosial sebagaimana disebutkan dalam dokumen proyek.

COREMAP - CTI akan melakukan penilaian kebutuhan kemampuan bila diperlukan dan merencanakan untuk memberikan pela�han mengenai persyaratan dan penerapan ESSF kepada unit pelaksana proyek

Untuk manajemen safeguard lingkungan yang efek�f, PMU akan memerlukan dukungan pelaksanaan dalam �ga bidang utama: (i) staf dan sumber safeguard yang berdedikasi, yang berperan dalam: (ii) bantuan teknis pengelolaan safeguard; (iii) pela�han dan kepedulian safeguard.

Peningkatan kemampuan untuk implementasi safeguard harus mencakup: (i) strategi pengembangan kelembagaan dan kerangka kerja organisasi untuk mengelola kawasan yang terkena dampak dan kegiatan proyek; (ii) workshop dan program pela�han untuk meningkatkan kemampuan staf, masyarakat dan instansi terkait lainnya.

Bank Dunia akan memantau dan memberikan panduan dalam pelaksanaan program peningkatan kemampuan. Bank Dunia juga akan membantu peningkatan kemampuan dalam menyiapkan instrumen safeguard begitu juga pelaksanaan rencana �ndakan safeguard yang disetujui.

DOKUMENTASI DAN KETERBUKAAN INFORMASI

PMU dan PIU harus menyimpan dokumentasi yang dapat dipercaya tentang pekerjaan safeguard dari semua subproyek dan menyediakan informasi terkait safeguard proyek untuk dapat diakses oleh masyarakat setempat.

Dokumen ESSF (baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) dan LARAP, EMP dan / atau IPP akan disebar-luaskan secara elektronik melalui website Bank Dunia, dan website proyek. Selain penyebar-luasan berbasis situs web, dokumen LARAP, EMP dan IPP akan disebar-luaskan di tempat-tempat yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat yang mungkin terkena dampak serta dapat dipahami oleh semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok Masyarakat Adat yang mungkin menggunakan bahasa yang berbeda dengan mayoritas di wilayah proyek.

Konsultasi pemangku kepen�ngan (stakeholder) untuk finalisasi dokumen ESSF COREMAP-CTI sebelum restrukturisasi telah dilakukan di Sorong pada tanggal 2 - 3 Juli 2013 dan di

39 40

ANNEX A. Format EMP (UKL-UPL) (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 16/2012) dan Format SPPL (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 16/2012).

41 42

ANNEX A. Format EMP (UKL-UPL) (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 16/2012) dan Format SPPL (sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 16/2012).

41 42

43 44

43 44

Format SPPL - sesuai dengan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup (Permen LH No. 16/2012)

Co

nto

h M

atri

ks U

KL

- U

PL.

45 46

Format SPPL - sesuai dengan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup (Permen LH No. 16/2012)

Co

nto

h M

atri

ks U

KL

- U

PL.

45 46

ANNEX B. Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF).

1. Pendahuluan

Dokumen ini merupakan kerangka kebijakan untuk pembebasan lahan dan kompensasi / bantuan untuk Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project Affected Persons / PAP) untuk COREMAP - CTI. COREMAP-CTI telah sepakat untuk menerapkan kebijakan safeguard lingkungan dan sosial Bank Dunia dalam perancangan dan pelaksanaan program ini, termasuk OP 4.12, "Pemindahan Secara Paksa". Karena program ini mengiden�fikasi kegiatan / subproyek selama tahap implementasi, bahwa �dak akan ada penguasaan lahan yang memerlukan rencana pemindahan ke�ka persiapan proyeknya.

Kerangka kerja ini menetapkan prinsip dan prosedur yang harus diiku� jika kegiatan yang dilakukan selama implementasi COREMAP - CTI menimbulkan penguasaan lahan (termasuk bantuan lahan). Dalam kasus seper� itu, kerangka kerja tersebut mensyaratkan bahwa Rencana Aksi Penguasaan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) adalah disiapkan untuk subproyek yang menimbulkan penguasaan lahan. Tujuan dari rencana aksi tersebut adalah untuk memas�kan bahwa se�ap dampak potensial dapat diminimalkan, dan se�ap orang yang terdampak dapat memperoleh kesempatan, melalui pemberian kompensasi atau bentuk bantuan lainnya, agar dapat untuk memperbaiki atau se�daknya mengembalikan pendapatan dan standar hidupnya.

2. Tujuan Kebijakan dan Definisi Kunci.

Se�ap upaya yang wajar akan dilakukan dengan mencegah atau meminimalkan kebutuhan atas penguasaan lahan, serta untuk meminimalkan semua dampak buruk. Jika penguasaan lahan dan dampak buruk yang terkait �dak dapat dihindari, maka tujuan utama LARPF adalah untuk memas�kan bahwa semua orang yang terkena dampak buruk ("Orang yang Terkena Dampak Proyek" sebagaimana didefinisikan di bawah) maka akan diberi kompensasi dengan biaya penggan�an (seper� yang didefinisikan di bawah) atas kehilangan tanah dan aset lainnya atau kehilangan aset produk�fnya, atau akan diberikan �ndakan rehabilitasi atau bentuk bantuan lainnya yang diperlukan untuk memberikannya kesempatan yang memadai guna memperbaiki, atau se�daknya mengembalikan, pendapatan dan standar hidupnya.

Definisi Kunci adalah sebagai berikut:

1. Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project Affected Persons - PAP) adalah mengacu pada semua orang, ada hubungannya dengan kegiatan proyek terkait, dimana mereka memiliki (i) penurunan standar hidup; atau (ii) hak, kepemilikan, kepen�ngan di rumah, tanah (termasuk bangunan, tanah pertanian dan penggembalaan) atau aset tetap atau bergerak lainnya yang diperoleh atau

dimiliki sementara atau selamanya; (iii) akses terhadap aset produk�f yang terkena dampak buruk, sementara atau permanen; atau (iv) bisnis, penghasilan, pekerjaan atau tempat �nggal atau habitat yang terkena dampaknya; dan "Orang yang Terkena Dampak Proyek" berar� siapa saja Orang yang Terkena Dampak Proyek.

2. Pembebasan lahan adalah proses dimana orang secara �dak sadar kehilangan kepemilikan, penggunaan, atau akses ke lahan akibat proyek tersebut. Pembebasan lahan dapat menyebabkan berbagai dampak terkait, termasuk kehilangan tempat �nggal atau aset tetap lainnya (pagar, sumur, makam, atau bangunan atau perbaikan lainnya yang melekat pada lahan).

3. Rehabilitasi adalah proses dimana Orang yang Terkena Dampak Proyek diberi kesempatan yang cukup untuk memulihkan produk�vitas, pendapatan dan standar hidupnya. Kompensasi untuk aset seringkali �dak cukup untuk mencapai rehabilitasi penuh.

4. Biaya penggan�an adalah metode penilaian aset yang digunakan untuk menentukan jumlah kompensasi yang cukup untuk menggan� aset yang hilang, termasuk biaya transaksi yang diperlukan. Biaya penggan�an biasanya dinilai oleh �m / ins�tusi penilai independen, sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan menerapkan peraturan penilaian yang sesuai. Bila undang-undang nasional �dak memenuhi standar kompensasi dengan biaya penggan�an penuh, kompensasi berdasarkan undang-undang domes�k dilengkapi dengan aturan tambahan guna mencapai terpenuhinya standar biaya penggan�an.

3. Prinsip Utama.

Ÿ Sedapat mungkin, rancangan subproyek harus dipahami sebagai peluang untuk pengembangan, oleh karena itu PAP dapat memanfaatkan layanan dan fasilitas yang diciptakan untuk, atau oleh, kegiatan subproyek.

Ÿ Semua PAP berhak mendapatkan kompensasi atas aset yang hilang atau kurangnya akses terhadap aset produk�f, atau bentuk bantuan alterna�f namun setara sebagai penggan� kompensasi; untuk memas�kan bahwa mereka �dak akan mengalami kegagalan karena pelaksanaan subproyek. Tingkat kompensasi sebagaimana ditetapkan dalam LARAP mengacu pada jumlah yang harus dibayar secara penuh kepada pemilik individual atau kolek�f dari aset yang hilang, tanpa depresiasi atau pengurangan untuk pajak, biaya atau tujuan lainnya.

47 48

ANNEX B. Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARPF).

1. Pendahuluan

Dokumen ini merupakan kerangka kebijakan untuk pembebasan lahan dan kompensasi / bantuan untuk Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project Affected Persons / PAP) untuk COREMAP - CTI. COREMAP-CTI telah sepakat untuk menerapkan kebijakan safeguard lingkungan dan sosial Bank Dunia dalam perancangan dan pelaksanaan program ini, termasuk OP 4.12, "Pemindahan Secara Paksa". Karena program ini mengiden�fikasi kegiatan / subproyek selama tahap implementasi, bahwa �dak akan ada penguasaan lahan yang memerlukan rencana pemindahan ke�ka persiapan proyeknya.

Kerangka kerja ini menetapkan prinsip dan prosedur yang harus diiku� jika kegiatan yang dilakukan selama implementasi COREMAP - CTI menimbulkan penguasaan lahan (termasuk bantuan lahan). Dalam kasus seper� itu, kerangka kerja tersebut mensyaratkan bahwa Rencana Aksi Penguasaan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) adalah disiapkan untuk subproyek yang menimbulkan penguasaan lahan. Tujuan dari rencana aksi tersebut adalah untuk memas�kan bahwa se�ap dampak potensial dapat diminimalkan, dan se�ap orang yang terdampak dapat memperoleh kesempatan, melalui pemberian kompensasi atau bentuk bantuan lainnya, agar dapat untuk memperbaiki atau se�daknya mengembalikan pendapatan dan standar hidupnya.

2. Tujuan Kebijakan dan Definisi Kunci.

Se�ap upaya yang wajar akan dilakukan dengan mencegah atau meminimalkan kebutuhan atas penguasaan lahan, serta untuk meminimalkan semua dampak buruk. Jika penguasaan lahan dan dampak buruk yang terkait �dak dapat dihindari, maka tujuan utama LARPF adalah untuk memas�kan bahwa semua orang yang terkena dampak buruk ("Orang yang Terkena Dampak Proyek" sebagaimana didefinisikan di bawah) maka akan diberi kompensasi dengan biaya penggan�an (seper� yang didefinisikan di bawah) atas kehilangan tanah dan aset lainnya atau kehilangan aset produk�fnya, atau akan diberikan �ndakan rehabilitasi atau bentuk bantuan lainnya yang diperlukan untuk memberikannya kesempatan yang memadai guna memperbaiki, atau se�daknya mengembalikan, pendapatan dan standar hidupnya.

Definisi Kunci adalah sebagai berikut:

1. Orang yang Terkena Dampak Proyek (Project Affected Persons - PAP) adalah mengacu pada semua orang, ada hubungannya dengan kegiatan proyek terkait, dimana mereka memiliki (i) penurunan standar hidup; atau (ii) hak, kepemilikan, kepen�ngan di rumah, tanah (termasuk bangunan, tanah pertanian dan penggembalaan) atau aset tetap atau bergerak lainnya yang diperoleh atau

dimiliki sementara atau selamanya; (iii) akses terhadap aset produk�f yang terkena dampak buruk, sementara atau permanen; atau (iv) bisnis, penghasilan, pekerjaan atau tempat �nggal atau habitat yang terkena dampaknya; dan "Orang yang Terkena Dampak Proyek" berar� siapa saja Orang yang Terkena Dampak Proyek.

2. Pembebasan lahan adalah proses dimana orang secara �dak sadar kehilangan kepemilikan, penggunaan, atau akses ke lahan akibat proyek tersebut. Pembebasan lahan dapat menyebabkan berbagai dampak terkait, termasuk kehilangan tempat �nggal atau aset tetap lainnya (pagar, sumur, makam, atau bangunan atau perbaikan lainnya yang melekat pada lahan).

3. Rehabilitasi adalah proses dimana Orang yang Terkena Dampak Proyek diberi kesempatan yang cukup untuk memulihkan produk�vitas, pendapatan dan standar hidupnya. Kompensasi untuk aset seringkali �dak cukup untuk mencapai rehabilitasi penuh.

4. Biaya penggan�an adalah metode penilaian aset yang digunakan untuk menentukan jumlah kompensasi yang cukup untuk menggan� aset yang hilang, termasuk biaya transaksi yang diperlukan. Biaya penggan�an biasanya dinilai oleh �m / ins�tusi penilai independen, sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan menerapkan peraturan penilaian yang sesuai. Bila undang-undang nasional �dak memenuhi standar kompensasi dengan biaya penggan�an penuh, kompensasi berdasarkan undang-undang domes�k dilengkapi dengan aturan tambahan guna mencapai terpenuhinya standar biaya penggan�an.

3. Prinsip Utama.

Ÿ Sedapat mungkin, rancangan subproyek harus dipahami sebagai peluang untuk pengembangan, oleh karena itu PAP dapat memanfaatkan layanan dan fasilitas yang diciptakan untuk, atau oleh, kegiatan subproyek.

Ÿ Semua PAP berhak mendapatkan kompensasi atas aset yang hilang atau kurangnya akses terhadap aset produk�f, atau bentuk bantuan alterna�f namun setara sebagai penggan� kompensasi; untuk memas�kan bahwa mereka �dak akan mengalami kegagalan karena pelaksanaan subproyek. Tingkat kompensasi sebagaimana ditetapkan dalam LARAP mengacu pada jumlah yang harus dibayar secara penuh kepada pemilik individual atau kolek�f dari aset yang hilang, tanpa depresiasi atau pengurangan untuk pajak, biaya atau tujuan lainnya.

47 48

Ÿ Nilai aset yang akan dikompensasikan akan dinilai oleh �m / lembaga penilai independen sesuai peraturan nasional (UU No. 2/2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepen�ngan Umum). Metode penilaian perlu mencerminkan penggunaan biaya penggan�an.

Ÿ Bila yang diperoleh adalah lahan yang sedang ditanami, maka harus menyediakan lahan serupa sebagai penggan�nya. Penggan�an rumah petak, lokasi untuk pemindahan tempat usaha, atau penggan�an lahan pertanian harus setara dengan nilai guna lahan yang hilang.

Ÿ PAP harus dikonsultasikan selama proses persiapan LARAP, oleh karena itu perlu meminta dan memper�mbangkan keinginan mereka. Rencana aksi disebar-luaskan kepada publik untuk dapat dapat diakses oleh PAP.

Ÿ Akan dibuat tata cara dimana PAP dapat menyampaikan keluhannya, serta informasi tentang prosedur pengaduannya akan disampaikan kepada PAP.

4. Menyiapkan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP).

Penguasaan Lahan.

Di bawah sub-komponen 3.1, proyek akan membiayai pembangunan infrastruktur dan menyiapkan desain rinci terkait konstruksi infrastruktur, yang mana kemungkinan besar akan melibatkan pembebasan lahan. Investasi potensial di bidang infrastruktur mencakup pembangunan / rehabilitasi / perbaikan sarana untuk menjadi pusat pela�han unggulan regional.

PIU akan menyaring dan mengiden�fikasi skala dampak pembebasan lahan, berdasarkan perkiraan jumlah orang yang terkena dampak dan ukuran lahan yang akan digunakan. Berdasarkan OP, terdapat dua instrumen utama terkait perencanaan pemindahan pemukiman akibat dampak proyek, yaitu Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP), dan juga LARAP singkat.

Ÿ Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) diperlukan ke�ka pembebasan lahan mempengaruhi lebih dari 200 orang, membutuhkan lebih dari 10% aset produk�f rumah tangga dan / atau menyebabkan relokasi fisik.

Ÿ LARAP yang dipersingkat dapat diterapkan jika kurang dari 200 orang terpengaruh serta penguasaan lahannya sedikit, kurang dari 10% dari aset produk�f rumah tangga yang terkena dampak untuk diambil.

Proyek telah menunjukkan bahwa �dak ada infrastruktur berskala besar yang akan mengarah pada pembebasan lahan / pemindahan pemukiman yang berskala besar dan akan dibiayai. Tidak ada LARAP yang dian�sipasi dalam subproyek yang akan dibiayai. Subproyek hanya akan melibatkan infrastruktur berskala kecil dengan pembebasan lahan terbatas, yang hanya akan memerlukan LARAP yang dipersingkat atau akan diperoleh melalui sumbangan lahan. Untuk tujuan proyek ini, is�lah LARAP yang akan digunakan daripada LARAP yang dipersingkat. (Lihat Annex B.1 untuk outline LARAP yang dipersingkat dan Annex B.2 untuk contoh Surat Pernyataan Donasi Lahan).

Semua rencana �ndakan harus direview dan disetujui oleh PMU sebelum persetujuan akhir proyek / sub-proyek dan harus disebar-luaskan secara lokal dengan cara yang dapat diakses oleh PAP, dan disimpan di dalam file PMU.

Se�ap LARAP harus direview dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum diterapkan.

5. Konsultasi Publik dan Penyebar-luasan.

PMU / PIU harus menyebar-luaskan informasi tentang proyek dan proses pembebasan lahan kepada PAP dan pemimpin desa dengan menjelaskan proposalnya, potensi dampak dan hak hukum bagi PAP berdasarkan kerangka kerja ini.

PAP harus diberi kesempatan untuk berpar�sipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang mana akan mempengaruhi mereka baik secara nega�f maupun posi�f. Semua PAP diberi tahu mengenai dampak potensial dan langkah-langkah mi�gasi yang diusulkan, termasuk skema kompensasi / bantuan.

PMU / PIU akan memas�kan bahwa wanita juga akan terlibat dalam proses konsultasi. Dalam kasus kurangnya keterwakilan atau bila diperlukan, pertemuan terpisah dengan rumah tangga yang terpinggirkan, termasuk wanita harus diatur sedemikian rupa sehingga masalah spesifik mereka dapat didiskusikan. Konsultasi akan dilakukan di tempat dan waktu yang sesuai untuk wanita dan �dak akan merugikan mereka. Bila �dak nyaman bagi wanita untuk menghadiri pertemuan tersebut, maka kepada para wanita tersebut akan ditanyakan tentang bagaimana bila dengan mengunjungi rumah mereka.

Dokumen rencana aksi harus tersedia dalam Bahasa Indonesia, dengan memper�m-bangkan �ngkat pemahamannya, dan akan disebarluaskan di tempat-tempat yang dapat dijangkau oleh PAP, khususnya untuk menjamin bahwa PAP memahami hak-hak mereka. Dokumen tersebut juga akan disebar-luaskan di website proyek COREMAP-CTI dan juga Bank Dunia.

49 50

Ÿ Nilai aset yang akan dikompensasikan akan dinilai oleh �m / lembaga penilai independen sesuai peraturan nasional (UU No. 2/2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepen�ngan Umum). Metode penilaian perlu mencerminkan penggunaan biaya penggan�an.

Ÿ Bila yang diperoleh adalah lahan yang sedang ditanami, maka harus menyediakan lahan serupa sebagai penggan�nya. Penggan�an rumah petak, lokasi untuk pemindahan tempat usaha, atau penggan�an lahan pertanian harus setara dengan nilai guna lahan yang hilang.

Ÿ PAP harus dikonsultasikan selama proses persiapan LARAP, oleh karena itu perlu meminta dan memper�mbangkan keinginan mereka. Rencana aksi disebar-luaskan kepada publik untuk dapat dapat diakses oleh PAP.

Ÿ Akan dibuat tata cara dimana PAP dapat menyampaikan keluhannya, serta informasi tentang prosedur pengaduannya akan disampaikan kepada PAP.

4. Menyiapkan Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP).

Penguasaan Lahan.

Di bawah sub-komponen 3.1, proyek akan membiayai pembangunan infrastruktur dan menyiapkan desain rinci terkait konstruksi infrastruktur, yang mana kemungkinan besar akan melibatkan pembebasan lahan. Investasi potensial di bidang infrastruktur mencakup pembangunan / rehabilitasi / perbaikan sarana untuk menjadi pusat pela�han unggulan regional.

PIU akan menyaring dan mengiden�fikasi skala dampak pembebasan lahan, berdasarkan perkiraan jumlah orang yang terkena dampak dan ukuran lahan yang akan digunakan. Berdasarkan OP, terdapat dua instrumen utama terkait perencanaan pemindahan pemukiman akibat dampak proyek, yaitu Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP), dan juga LARAP singkat.

Ÿ Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP) diperlukan ke�ka pembebasan lahan mempengaruhi lebih dari 200 orang, membutuhkan lebih dari 10% aset produk�f rumah tangga dan / atau menyebabkan relokasi fisik.

Ÿ LARAP yang dipersingkat dapat diterapkan jika kurang dari 200 orang terpengaruh serta penguasaan lahannya sedikit, kurang dari 10% dari aset produk�f rumah tangga yang terkena dampak untuk diambil.

Proyek telah menunjukkan bahwa �dak ada infrastruktur berskala besar yang akan mengarah pada pembebasan lahan / pemindahan pemukiman yang berskala besar dan akan dibiayai. Tidak ada LARAP yang dian�sipasi dalam subproyek yang akan dibiayai. Subproyek hanya akan melibatkan infrastruktur berskala kecil dengan pembebasan lahan terbatas, yang hanya akan memerlukan LARAP yang dipersingkat atau akan diperoleh melalui sumbangan lahan. Untuk tujuan proyek ini, is�lah LARAP yang akan digunakan daripada LARAP yang dipersingkat. (Lihat Annex B.1 untuk outline LARAP yang dipersingkat dan Annex B.2 untuk contoh Surat Pernyataan Donasi Lahan).

Semua rencana �ndakan harus direview dan disetujui oleh PMU sebelum persetujuan akhir proyek / sub-proyek dan harus disebar-luaskan secara lokal dengan cara yang dapat diakses oleh PAP, dan disimpan di dalam file PMU.

Se�ap LARAP harus direview dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum diterapkan.

5. Konsultasi Publik dan Penyebar-luasan.

PMU / PIU harus menyebar-luaskan informasi tentang proyek dan proses pembebasan lahan kepada PAP dan pemimpin desa dengan menjelaskan proposalnya, potensi dampak dan hak hukum bagi PAP berdasarkan kerangka kerja ini.

PAP harus diberi kesempatan untuk berpar�sipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang mana akan mempengaruhi mereka baik secara nega�f maupun posi�f. Semua PAP diberi tahu mengenai dampak potensial dan langkah-langkah mi�gasi yang diusulkan, termasuk skema kompensasi / bantuan.

PMU / PIU akan memas�kan bahwa wanita juga akan terlibat dalam proses konsultasi. Dalam kasus kurangnya keterwakilan atau bila diperlukan, pertemuan terpisah dengan rumah tangga yang terpinggirkan, termasuk wanita harus diatur sedemikian rupa sehingga masalah spesifik mereka dapat didiskusikan. Konsultasi akan dilakukan di tempat dan waktu yang sesuai untuk wanita dan �dak akan merugikan mereka. Bila �dak nyaman bagi wanita untuk menghadiri pertemuan tersebut, maka kepada para wanita tersebut akan ditanyakan tentang bagaimana bila dengan mengunjungi rumah mereka.

Dokumen rencana aksi harus tersedia dalam Bahasa Indonesia, dengan memper�m-bangkan �ngkat pemahamannya, dan akan disebarluaskan di tempat-tempat yang dapat dijangkau oleh PAP, khususnya untuk menjamin bahwa PAP memahami hak-hak mereka. Dokumen tersebut juga akan disebar-luaskan di website proyek COREMAP-CTI dan juga Bank Dunia.

49 50

6. Kelayakan dan Kebijakan Hak.

Semua PAP berhak mendapatkan kompensasi dan / atau bentuk bantuan lainnya, yang relevan dengan sifat dampak yang mempengaruhi mereka.

Secara khusus, PAP berhak atas jenis �ndakan kompensasi dan rehabilitasi berikut ini:

Ÿ PAP yang kehilangan lahan pertaniannya:

Ÿ Mekanisme yang cocok untuk kompensasi lahan pertanian yang hilang adalah dengan cara menyediakan lahan penggan� dengan kemampuan produksi yang sama dan memuaskan PAP. Jika lahan penggan� yang memuaskan �dak dapat diiden�fikasi, kompensasi atas penggan�an harga agar disiapkan.

Ÿ PAP akan diberi kompensasi atas hilangnya tanaman produk�f sesuai dengan harga pasar, untuk pohon-pohon ekonomis dengan nilai sesuai pada saat sekarang, dan untuk aset tetap lainnya (struktur pendukung, sumur, pagar, perbaikan irigasi) diberikan biaya penggan�an.

Ÿ Kompensasi akan dibayarkan atas penggunaan lahan sementara, sesuai dengan lamanya penggunaan, dan lahan atau aset lainnya akan dikembalikan seper� kondisi sebelumnya tanpa menarik biaya kepada pemilik atau penggunanya.

Ÿ PAP yang kehilangan lahan dan bangunan residensialnya:

Ÿ Kehilangan lahan dan bangunan perumahan akan diberi kompensasi, baik secara langsung (in-kind), yaitu melalui penggan�an area rumah dan areal kebunnya dengan ukuran yang setara, serta memuaskan bagi PAP, ataupun secara tunai (cash) sebesar biaya penggan�annya.

Ÿ Jika setelah pembebasan lahan secara parsial, sedangkan sisa lahan tempat �nggalnya �dak cukup untuk membangun kembali atau mengembalikan rumah dengan struktur lain dengan ukuran atau nilai yang setara, maka atas permintaan PAP seluruh tanah dan bangunan akan diperoleh dengan biaya penggan�an.

Ÿ Kompensasi akan dibayarkan dengan biaya penggan�an untuk aset tetap.

Ÿ Penyewa, yang telah menyewa rumah untuk keperluan tempat �nggalnya akan diberi uang tunai sebesar biaya sewa �ga bulan dengan harga pasar

yang berlaku di wilayah tersebut, dan akan dibantu untuk mencari akomodasi alterna�f.

Ÿ Proyek menyebabkan orang kehilangan usahanya:

Ÿ Menyediaan tempat usaha alterna�f dengan ukuran dan akses yang sama bagi pelanggannya, memuaskan pelaku usaha yang terdampak oleh proyek.

Ÿ Kompensasi secara tunai untuk bangunan tempat usaha yang hilang.

Ÿ Dukungan selama masa transisi ke�ka kehilangan pendapatan (termasuk upah pegawai).

Ÿ Dukungan selama transisi untuk kehilangan pendapatannya.

Ÿ Infrastruktur dan akses terhadap layanan.

Ÿ Infrastruktur akan dipulihkan atau digan� tanpa biaya kepada masyarakat yang terkena dampak.

Tidak ada pengurangan untuk pajak dan biaya administrasi transaksi untuk pembebasan lahan utama. Untuk pembebasan lahan yang dinegosiasikan dimana terdapat penjual dan pembeli, maka �dak ada biaya administrasi yang akan dikurangkan dan kewajiban pajak akan tercakup dalam transaksi yang telah disetujui.

7. Sumbangan Lahan secara Sukarela.

Dimungkinan subproyek akan menerima sumbangan lahan secara sukarela, dimana PAP secara sukarela menyumbangkan sebagian kecil lahan mereka untuk proyek yang bersangkutan. Kontribusi lahan tersebut dapat diterima bila ada persetujuan (informed consent) dan kekuatan pilihan (power of choice).

Persetujuan (informed consent), bahwa orang-orang yang terlibat sepenuhnya mengetahui tentang proyek yang dimaksudkan dan implikasinya serta konsekuensinya, dan dengan suka rela setuju untuk berpar�sipasi dalam proyek tersebut.

Kekuatan pilihan (power of choice), bahwa orang-orang yang terlibat memiliki pilihan untuk setuju atau �dak setuju terhadap pembebasan lahan.

51 52

6. Kelayakan dan Kebijakan Hak.

Semua PAP berhak mendapatkan kompensasi dan / atau bentuk bantuan lainnya, yang relevan dengan sifat dampak yang mempengaruhi mereka.

Secara khusus, PAP berhak atas jenis �ndakan kompensasi dan rehabilitasi berikut ini:

Ÿ PAP yang kehilangan lahan pertaniannya:

Ÿ Mekanisme yang cocok untuk kompensasi lahan pertanian yang hilang adalah dengan cara menyediakan lahan penggan� dengan kemampuan produksi yang sama dan memuaskan PAP. Jika lahan penggan� yang memuaskan �dak dapat diiden�fikasi, kompensasi atas penggan�an harga agar disiapkan.

Ÿ PAP akan diberi kompensasi atas hilangnya tanaman produk�f sesuai dengan harga pasar, untuk pohon-pohon ekonomis dengan nilai sesuai pada saat sekarang, dan untuk aset tetap lainnya (struktur pendukung, sumur, pagar, perbaikan irigasi) diberikan biaya penggan�an.

Ÿ Kompensasi akan dibayarkan atas penggunaan lahan sementara, sesuai dengan lamanya penggunaan, dan lahan atau aset lainnya akan dikembalikan seper� kondisi sebelumnya tanpa menarik biaya kepada pemilik atau penggunanya.

Ÿ PAP yang kehilangan lahan dan bangunan residensialnya:

Ÿ Kehilangan lahan dan bangunan perumahan akan diberi kompensasi, baik secara langsung (in-kind), yaitu melalui penggan�an area rumah dan areal kebunnya dengan ukuran yang setara, serta memuaskan bagi PAP, ataupun secara tunai (cash) sebesar biaya penggan�annya.

Ÿ Jika setelah pembebasan lahan secara parsial, sedangkan sisa lahan tempat �nggalnya �dak cukup untuk membangun kembali atau mengembalikan rumah dengan struktur lain dengan ukuran atau nilai yang setara, maka atas permintaan PAP seluruh tanah dan bangunan akan diperoleh dengan biaya penggan�an.

Ÿ Kompensasi akan dibayarkan dengan biaya penggan�an untuk aset tetap.

Ÿ Penyewa, yang telah menyewa rumah untuk keperluan tempat �nggalnya akan diberi uang tunai sebesar biaya sewa �ga bulan dengan harga pasar

yang berlaku di wilayah tersebut, dan akan dibantu untuk mencari akomodasi alterna�f.

Ÿ Proyek menyebabkan orang kehilangan usahanya:

Ÿ Menyediaan tempat usaha alterna�f dengan ukuran dan akses yang sama bagi pelanggannya, memuaskan pelaku usaha yang terdampak oleh proyek.

Ÿ Kompensasi secara tunai untuk bangunan tempat usaha yang hilang.

Ÿ Dukungan selama masa transisi ke�ka kehilangan pendapatan (termasuk upah pegawai).

Ÿ Dukungan selama transisi untuk kehilangan pendapatannya.

Ÿ Infrastruktur dan akses terhadap layanan.

Ÿ Infrastruktur akan dipulihkan atau digan� tanpa biaya kepada masyarakat yang terkena dampak.

Tidak ada pengurangan untuk pajak dan biaya administrasi transaksi untuk pembebasan lahan utama. Untuk pembebasan lahan yang dinegosiasikan dimana terdapat penjual dan pembeli, maka �dak ada biaya administrasi yang akan dikurangkan dan kewajiban pajak akan tercakup dalam transaksi yang telah disetujui.

7. Sumbangan Lahan secara Sukarela.

Dimungkinan subproyek akan menerima sumbangan lahan secara sukarela, dimana PAP secara sukarela menyumbangkan sebagian kecil lahan mereka untuk proyek yang bersangkutan. Kontribusi lahan tersebut dapat diterima bila ada persetujuan (informed consent) dan kekuatan pilihan (power of choice).

Persetujuan (informed consent), bahwa orang-orang yang terlibat sepenuhnya mengetahui tentang proyek yang dimaksudkan dan implikasinya serta konsekuensinya, dan dengan suka rela setuju untuk berpar�sipasi dalam proyek tersebut.

Kekuatan pilihan (power of choice), bahwa orang-orang yang terlibat memiliki pilihan untuk setuju atau �dak setuju terhadap pembebasan lahan.

51 52

Karena menentukan informed consent adalah �dak mudah, maka kriteria berikut dapat digunakan sebagai pedoman:

Ÿ Infrastruktur �dak boleh spesifik lokasi.

Ÿ Dampaknya harus kecil, yaitu melibatkan �dak lebih dari 10 persen dari area kepemilikan dan �dak memerlukan relokasi fisik.

Ÿ Lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria teknis proyek harus ditentukan oleh masyarakat yang terkena dampak, bukan oleh ins�tusi segaris atau otoritas proyek (meskipun begitu, pihak berwenang tentang teknis dapat membantu memas�kan bahwa lahan tersebut sesuai untuk tujuan proyek dan bahwa proyek tersebut �dak akan membahayakan bagi kesehatan maupun lingkungan).

Ÿ Lahan yang dimaksudkan harus bebas dari penghuni liar, perambah, atau klaim dan rintangan lainnya.

Ÿ Verifikasi (misalnya, pernyataan di depan notaris atau disertai saksi) terhadap sifat dari sumbangan lahan yang sukarela tersebut, dan pernyataan tersebut harus dapat diserahkan oleh se�ap orang yang menyumbangkan lahannya. (Lihat Annex B.2 untuk contoh Surat Sumbangan Lahan - Le�er of Land Dona�on).

Ÿ Jika layanan masyarakat akan disediakan di bawah proyek, maka hak atas lahan harus diberikan kepada masyarakat, atau jaminan akses publik terhadap layanan yang layak harus diberikan oleh pemiliknya.

Ÿ Mekanisme pengaduan harus tersedia.

8. Aturan Pelaksanaan.

LARAP harus membuat aturan organisasi, untuk memas�kan bahwa prosedur pelaksanaannya jelas, tanggung jawab tersebut ditetapkan secara jelas untuk penyediaan semua bentuk bantuan, dan menjamin adanya koordinasi yang memadai antar semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan rencana �ndakan.

Rencana aksi harus mencakup jadwal pelaksanaan yang rinci, yang menghubungkan jadwal konstruksi proyek dengan kegiatan pembebasan lahan. Jadwal pelaksanaan harus menetapkan kompensasi, apakah in-cash atau in-kind, dan harus diselesaikan sebelum pelaksanaan subproyek.

PIU akan menangani kegiatan Proyek sehari-hari . PIU memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk mengawasi kepatuhan terhadap LARPF baik persiapan maupun pelaksanaannya. PIU akan memas�kan bahwa hak dan �ndakan dalam rencana aksi untuk LARAP adalah konsisten dengan LARPF dan bahwa anggarannya akan diberikan tepat waktu pada saat pelaksanaan dari rencana kerjanya.

Untuk subproyek yang mempunyai keterlibatan dalam perolehan tanah adat, maka PIU akan memas�kan bahwa (i) sengketa lahan telah diselesaikan dan penggunaan lahan tertera secara tertulis dan ditandatangai oleh pemilik tanah adat, serta tercantum dalam LARAP; (ii) besaran kompensasi atau sewa telah disepaka� oleh pemilik lahan sebelum pekerjaan di lokasi dimulai.

9. Biaya dan Anggaran.

Rencana aksi akan mencakup rincian biaya untuk kompensasi (dalam bentuk tunai dan dalam bentuk barang) dan menetapkan sumber dana untuk semua yang dibutuhkan, serta memas�kan bahwa aliran dana sesuai dengan jadwal pembayaran kompensasi dan penyediaan bantuan lainnya.

Semua biaya yang �mbul dalam LARPF tersebut harus ditanggung oleh proyek COREMAP-CTI atau oleh Pemerintah Indonesia. Aliran dana akan mengiku� prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan aliran dana proyek keseluruhan.

10. Prosedur Pengaduan.

Prosedur pengaduan dibuat untuk memfasilitasi PAP dalam menyampaikan keluhannya kepada PMU / PIU, yang mencakup standar kinerja yang wajar, misalnya, waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan harus diberikan tanpa biaya kepada PAP. Prosedur harus mengiku� mekanisme penanganan keluhan dari ESSF. De�l nama dan kontak dari unit / person yang ditunjuk untuk menangani pengaduan harus ditampilkan di se�ap tempat terbuka.

Namun, bila ada mekanisme di proyek yang gagal menyelesaikan keluhan, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara lain yang tersedia. Penyelesaian konflik juga dapat dilakukan dengan mengiku� kebiasaan setempat.

53 54

Karena menentukan informed consent adalah �dak mudah, maka kriteria berikut dapat digunakan sebagai pedoman:

Ÿ Infrastruktur �dak boleh spesifik lokasi.

Ÿ Dampaknya harus kecil, yaitu melibatkan �dak lebih dari 10 persen dari area kepemilikan dan �dak memerlukan relokasi fisik.

Ÿ Lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria teknis proyek harus ditentukan oleh masyarakat yang terkena dampak, bukan oleh ins�tusi segaris atau otoritas proyek (meskipun begitu, pihak berwenang tentang teknis dapat membantu memas�kan bahwa lahan tersebut sesuai untuk tujuan proyek dan bahwa proyek tersebut �dak akan membahayakan bagi kesehatan maupun lingkungan).

Ÿ Lahan yang dimaksudkan harus bebas dari penghuni liar, perambah, atau klaim dan rintangan lainnya.

Ÿ Verifikasi (misalnya, pernyataan di depan notaris atau disertai saksi) terhadap sifat dari sumbangan lahan yang sukarela tersebut, dan pernyataan tersebut harus dapat diserahkan oleh se�ap orang yang menyumbangkan lahannya. (Lihat Annex B.2 untuk contoh Surat Sumbangan Lahan - Le�er of Land Dona�on).

Ÿ Jika layanan masyarakat akan disediakan di bawah proyek, maka hak atas lahan harus diberikan kepada masyarakat, atau jaminan akses publik terhadap layanan yang layak harus diberikan oleh pemiliknya.

Ÿ Mekanisme pengaduan harus tersedia.

8. Aturan Pelaksanaan.

LARAP harus membuat aturan organisasi, untuk memas�kan bahwa prosedur pelaksanaannya jelas, tanggung jawab tersebut ditetapkan secara jelas untuk penyediaan semua bentuk bantuan, dan menjamin adanya koordinasi yang memadai antar semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan rencana �ndakan.

Rencana aksi harus mencakup jadwal pelaksanaan yang rinci, yang menghubungkan jadwal konstruksi proyek dengan kegiatan pembebasan lahan. Jadwal pelaksanaan harus menetapkan kompensasi, apakah in-cash atau in-kind, dan harus diselesaikan sebelum pelaksanaan subproyek.

PIU akan menangani kegiatan Proyek sehari-hari . PIU memiliki tanggung jawab keseluruhan untuk mengawasi kepatuhan terhadap LARPF baik persiapan maupun pelaksanaannya. PIU akan memas�kan bahwa hak dan �ndakan dalam rencana aksi untuk LARAP adalah konsisten dengan LARPF dan bahwa anggarannya akan diberikan tepat waktu pada saat pelaksanaan dari rencana kerjanya.

Untuk subproyek yang mempunyai keterlibatan dalam perolehan tanah adat, maka PIU akan memas�kan bahwa (i) sengketa lahan telah diselesaikan dan penggunaan lahan tertera secara tertulis dan ditandatangai oleh pemilik tanah adat, serta tercantum dalam LARAP; (ii) besaran kompensasi atau sewa telah disepaka� oleh pemilik lahan sebelum pekerjaan di lokasi dimulai.

9. Biaya dan Anggaran.

Rencana aksi akan mencakup rincian biaya untuk kompensasi (dalam bentuk tunai dan dalam bentuk barang) dan menetapkan sumber dana untuk semua yang dibutuhkan, serta memas�kan bahwa aliran dana sesuai dengan jadwal pembayaran kompensasi dan penyediaan bantuan lainnya.

Semua biaya yang �mbul dalam LARPF tersebut harus ditanggung oleh proyek COREMAP-CTI atau oleh Pemerintah Indonesia. Aliran dana akan mengiku� prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan aliran dana proyek keseluruhan.

10. Prosedur Pengaduan.

Prosedur pengaduan dibuat untuk memfasilitasi PAP dalam menyampaikan keluhannya kepada PMU / PIU, yang mencakup standar kinerja yang wajar, misalnya, waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi keluhan, dan harus diberikan tanpa biaya kepada PAP. Prosedur harus mengiku� mekanisme penanganan keluhan dari ESSF. De�l nama dan kontak dari unit / person yang ditunjuk untuk menangani pengaduan harus ditampilkan di se�ap tempat terbuka.

Namun, bila ada mekanisme di proyek yang gagal menyelesaikan keluhan, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan cara lain yang tersedia. Penyelesaian konflik juga dapat dilakukan dengan mengiku� kebiasaan setempat.

53 54

11. Monitoring Pelaksanaan Rencana Aksi.

PIU akan memas�kan bahwa pelaksanaan

PIU memas�kan bahwa pelaksanaan rencana kegiatan akan dipantau oleh ins�tusi eksternal yang berkualitas. Rencana kegiatan harus menetapkan ruang lingkup dan frekuensi kegiatan pemantauan dan pelaporannya. Laporan pemantauan oleh eksternal akan disiapkan dan diserahkan secara serentak ke PMU dan Bank Dunia.

Laporan periodik harus memcakup beberapa item berikut:i). Penyebar-luasan informasi dan konsultasi dengan PAP.ii). Status pembebasan lahan.iii). Pembayaran kompensasi terhadap aset dan hilangnya pendapatan.iv). Kegiatan pemulihan pendapatan, termasuk pendapatan alterna�f.v). Proses diseminasi informasi publik dan konsultasi;vi). Manfaat proyek;vii). Jumlah dan jenis keluhan yang diterima, bagaimana cara menanganinya dan

kapan keluhan tersebut telah diselesaikan tuntas.

ANNEX B.1. Outline Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP).

Lingkup dan �ngkat de�l rencana aksi adalah berbeda sesuai dengan besar dan kompleksitasnya pembebasan lahan. Rencana tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

Ÿ Uraian proyek, sebutkan mengapa Proyek perlu penguasaan lahan.Ÿ Uraikan dampak potensial dari proyek.Ÿ Melakukan survey dan pendataan terhadap aset dan mata pencaharian dari 100%

PAP, serta menaksir nilai asetnya dan sumber pendapatannya. Ÿ Membuat kerangka kerja kelembagaan dan tanggung jawab organisasi.Ÿ Kelayakan dan matriks atas kepemilikan.Ÿ Menentukan metodologi untuk menilai kerugian dan kompensasi atas kerugian

yang terjadi.Ÿ Par�sipasi, konsultasi dan penyebaran informasi bagi PAP.Ÿ Membuat tata-cara pengaduan.Ÿ Membuat jadwal pelaksanaan dan anggarannya.Ÿ Kegiatan pemantauan dan evaluasi.

ANNEX B.2. Contoh Surat Pernyataan Sumbangan Lahan.

Surat Pernyataan Sumbangan Lahan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : .....................................................................................Pekerjaan : .....................................................................................Alamat : .....................................................................................

menyatakan bahwa saya secara sukarela menyumbangkan lahan atau aset saya yang terkena dampak proyek / subproyek .................................................................... (Tuliskan nama proyek / subproyek yang akan dibangun).

Lokasi lahan :Luas lahan :Penggunaan lahan saat ini:Status kepemilikan :Dengan alasan :

Peta / denah lahan yang disumbangkan berbatasan dengan:................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................... ............................................................................................................................................... ...............................................................................................................................................

Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan apapun.

Tempat, tanggal perjanjian: .............................................................

Tanda tangan pemilik tanah. Tanda tangan COREMAP - CTI.

Nama: ................................ Nama: ................................

Mengetahui Kepala Desa: ..........................................

Nama: ...............................

Tanda tangan Ahli Waris dan Saksi:1. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................2. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................3. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................

55 56

11. Monitoring Pelaksanaan Rencana Aksi.

PIU akan memas�kan bahwa pelaksanaan

PIU memas�kan bahwa pelaksanaan rencana kegiatan akan dipantau oleh ins�tusi eksternal yang berkualitas. Rencana kegiatan harus menetapkan ruang lingkup dan frekuensi kegiatan pemantauan dan pelaporannya. Laporan pemantauan oleh eksternal akan disiapkan dan diserahkan secara serentak ke PMU dan Bank Dunia.

Laporan periodik harus memcakup beberapa item berikut:i). Penyebar-luasan informasi dan konsultasi dengan PAP.ii). Status pembebasan lahan.iii). Pembayaran kompensasi terhadap aset dan hilangnya pendapatan.iv). Kegiatan pemulihan pendapatan, termasuk pendapatan alterna�f.v). Proses diseminasi informasi publik dan konsultasi;vi). Manfaat proyek;vii). Jumlah dan jenis keluhan yang diterima, bagaimana cara menanganinya dan

kapan keluhan tersebut telah diselesaikan tuntas.

ANNEX B.1. Outline Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemindahan Pemukiman (LARAP).

Lingkup dan �ngkat de�l rencana aksi adalah berbeda sesuai dengan besar dan kompleksitasnya pembebasan lahan. Rencana tersebut mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

Ÿ Uraian proyek, sebutkan mengapa Proyek perlu penguasaan lahan.Ÿ Uraikan dampak potensial dari proyek.Ÿ Melakukan survey dan pendataan terhadap aset dan mata pencaharian dari 100%

PAP, serta menaksir nilai asetnya dan sumber pendapatannya. Ÿ Membuat kerangka kerja kelembagaan dan tanggung jawab organisasi.Ÿ Kelayakan dan matriks atas kepemilikan.Ÿ Menentukan metodologi untuk menilai kerugian dan kompensasi atas kerugian

yang terjadi.Ÿ Par�sipasi, konsultasi dan penyebaran informasi bagi PAP.Ÿ Membuat tata-cara pengaduan.Ÿ Membuat jadwal pelaksanaan dan anggarannya.Ÿ Kegiatan pemantauan dan evaluasi.

ANNEX B.2. Contoh Surat Pernyataan Sumbangan Lahan.

Surat Pernyataan Sumbangan Lahan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : .....................................................................................Pekerjaan : .....................................................................................Alamat : .....................................................................................

menyatakan bahwa saya secara sukarela menyumbangkan lahan atau aset saya yang terkena dampak proyek / subproyek .................................................................... (Tuliskan nama proyek / subproyek yang akan dibangun).

Lokasi lahan :Luas lahan :Penggunaan lahan saat ini:Status kepemilikan :Dengan alasan :

Peta / denah lahan yang disumbangkan berbatasan dengan:................................................................................................................................................ ............................................................................................................................................... ............................................................................................................................................... ...............................................................................................................................................

Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan apapun.

Tempat, tanggal perjanjian: .............................................................

Tanda tangan pemilik tanah. Tanda tangan COREMAP - CTI.

Nama: ................................ Nama: ................................

Mengetahui Kepala Desa: ..........................................

Nama: ...............................

Tanda tangan Ahli Waris dan Saksi:1. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................2. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................3. Nama: ............................................ tanda tangan: ...................................................

55 56

ANNEX C. Kerangka Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF).

1. Pendahuluan.

Karena komponen COREMAP - CTI akan mendukung kegiatan / subproyek di beberapa provinsi di Indonesia, dimana akan berdampak kepada Masyarakat Adat (IP) atau etnis minoritas di sejumlah wilayah sub-proyek di provinsi-provinsi yang terlibat, seper� Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur , Papua Barat dan Papua.

IPPF ini disiapkan untuk memberikan beberapa prinsip dan prosedur umum yang akan diterapkan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, jika terdapat IP terkena dampak. Dalam COREMAP-CTI, tujuan kerangka kerja ini adalah untuk memas�kan adanya konsultasi, pemberian hak berpendapat bagi IP, dan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari program ini.

Objek�f.

Tujuan utama IPPF adalah untuk memas�kan bahwa:

Ÿ Kelompok-kelompok semacam tersebut dapat memperoleh kesempatan yang berar� untuk berpar�sipasi dalam perencanaan yang yang akan berdampak kepada mereka.

Ÿ Adanya kesempatan bagi kelompok tersebut untuk memperoleh manfaat budaya yang sesuai.

Ÿ Dampak buruk dari proyek kepada mereka dapat dihindari sejauh mungkin. Bila �dak memungkingkan untuk dihindari, maka perlu dikembangkan langkah-langkah mi�gasi.

Ÿ Hal ini sejalan dengan tujuan nasional dalam memberdayakan masyarakat adat (Masyarakat Adat - MA dan Komunitas Adat Terpencil - KAT), dimana pemberian wewenang dan kepercayaan kepada MA dan / atau KAT untuk menentukan nasib sendiri dan berbagai program pengembangannya tersedia di lokasi mereka, berikut kebutuhan mereka terhadap perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi dalam rangka untuk memperbaiki �ngkat kesejahteraan sosial mereka.

2. Definisi.

Perundang-undangan nasional, Keputusan Presiden No. 111/1999 menetapkan kriteria sebagai berikut: (a) dalam bentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen; (b) infrastruktur sosial yang didukung oleh hubungan keluarga; (c) pada umumya jauh secara geografis dan rela�f sulit dijangkau; (d) secara umum hidup dengan ekonomi sub sistem; (e) menggunakan peralatan dan teknologi yang sederhana di Indonesia; (f) ketergantungan terhadap lingkungan lokal dan sumber daya alam rela�f �nggi; (g) terbatasnya akses layanan sosial, ekonomi, dan poli�k.

Is�lah "masyarakat adat", "etnis minoritas asli" dan "kelompok kesukuan", menggambarkan kelompok sosial dengan iden�tas sosial dan budaya yang berbeda dari masyarakat dominan yang membuat mereka rentan untuk dirugikan dalam proses pembangunan. Untuk tujuan di sini, "masyarakat adat" adalah is�lah yang akan digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok tersebut.

Masyarakat adat umumnya berada di antara segmen masyarakat yang paling miskin. Menurut kebijakan Bank Dunia, is�lah "Masyarakat Adat" digunakan dalam penger�an generik untuk merujuk pada kelompok budaya, kelompok rentan, sosial dan budaya yang berbeda yang memiliki karakteris�k berikut dalam berbagai �ngkatan: (a) erat keterikatannya dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di daerahnya; (b) mengiden�fikasikan dirinya dan diiden�fikasi oleh orang lain sebagai anggota kelompok budaya yang berbeda; (c) bahasa asli, seringkali berbeda dengan bahasa nasional; dan (d) mempunyai lembaga adat terkait dengan budaya, ekonomi, sosial atau poli�k.

Untuk keperluan dalam Kerangka Kerja ini, definisi IP akan dicoba untuk mengiku� kedua kriteria tersebut, baik dari Bank Dunia maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia.

3. Skrining untuk masyarakat adat di antara populasi lain yang terkena dampak.

Skrining awal atas potensi kehadiran IP di wilayah sub-proyek akan dilakukan dengan menggunakan kriteria iden�fikasi yang merupakan gabungan antara peraturan Bank Dunia dan peraturan nasional. Semua wilayah subproyek yang memiliki komunitas IP dan merupakan kandidat untuk mendukung COREMAP-CTI akan dikunjungi (pada saat konsultasi pertama kali dengan masyarakat) oleh unit pelaksana proyek dan pemerintah daerah terkait, termasuk personil yang mempunyai ketrampilan atau pengalaman ilmu sosial yang sesuai. Sebelum kunjungan tersebut, se�ap unit pelaksana proyek akan mengirimkan pemberitahuan kepada masyarakat yang menginformasikan, bahwa pemimpin mereka akan dikunjungi untuk konsultasi. Pemberitahuan tersebut akan

57 58

ANNEX C. Kerangka Perencanaan bagi Masyarakat Adat (IPPF).

1. Pendahuluan.

Karena komponen COREMAP - CTI akan mendukung kegiatan / subproyek di beberapa provinsi di Indonesia, dimana akan berdampak kepada Masyarakat Adat (IP) atau etnis minoritas di sejumlah wilayah sub-proyek di provinsi-provinsi yang terlibat, seper� Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur , Papua Barat dan Papua.

IPPF ini disiapkan untuk memberikan beberapa prinsip dan prosedur umum yang akan diterapkan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, jika terdapat IP terkena dampak. Dalam COREMAP-CTI, tujuan kerangka kerja ini adalah untuk memas�kan adanya konsultasi, pemberian hak berpendapat bagi IP, dan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari program ini.

Objek�f.

Tujuan utama IPPF adalah untuk memas�kan bahwa:

Ÿ Kelompok-kelompok semacam tersebut dapat memperoleh kesempatan yang berar� untuk berpar�sipasi dalam perencanaan yang yang akan berdampak kepada mereka.

Ÿ Adanya kesempatan bagi kelompok tersebut untuk memperoleh manfaat budaya yang sesuai.

Ÿ Dampak buruk dari proyek kepada mereka dapat dihindari sejauh mungkin. Bila �dak memungkingkan untuk dihindari, maka perlu dikembangkan langkah-langkah mi�gasi.

Ÿ Hal ini sejalan dengan tujuan nasional dalam memberdayakan masyarakat adat (Masyarakat Adat - MA dan Komunitas Adat Terpencil - KAT), dimana pemberian wewenang dan kepercayaan kepada MA dan / atau KAT untuk menentukan nasib sendiri dan berbagai program pengembangannya tersedia di lokasi mereka, berikut kebutuhan mereka terhadap perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi dalam rangka untuk memperbaiki �ngkat kesejahteraan sosial mereka.

2. Definisi.

Perundang-undangan nasional, Keputusan Presiden No. 111/1999 menetapkan kriteria sebagai berikut: (a) dalam bentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen; (b) infrastruktur sosial yang didukung oleh hubungan keluarga; (c) pada umumya jauh secara geografis dan rela�f sulit dijangkau; (d) secara umum hidup dengan ekonomi sub sistem; (e) menggunakan peralatan dan teknologi yang sederhana di Indonesia; (f) ketergantungan terhadap lingkungan lokal dan sumber daya alam rela�f �nggi; (g) terbatasnya akses layanan sosial, ekonomi, dan poli�k.

Is�lah "masyarakat adat", "etnis minoritas asli" dan "kelompok kesukuan", menggambarkan kelompok sosial dengan iden�tas sosial dan budaya yang berbeda dari masyarakat dominan yang membuat mereka rentan untuk dirugikan dalam proses pembangunan. Untuk tujuan di sini, "masyarakat adat" adalah is�lah yang akan digunakan untuk merujuk pada kelompok-kelompok tersebut.

Masyarakat adat umumnya berada di antara segmen masyarakat yang paling miskin. Menurut kebijakan Bank Dunia, is�lah "Masyarakat Adat" digunakan dalam penger�an generik untuk merujuk pada kelompok budaya, kelompok rentan, sosial dan budaya yang berbeda yang memiliki karakteris�k berikut dalam berbagai �ngkatan: (a) erat keterikatannya dengan wilayah leluhur dan sumber daya alam di daerahnya; (b) mengiden�fikasikan dirinya dan diiden�fikasi oleh orang lain sebagai anggota kelompok budaya yang berbeda; (c) bahasa asli, seringkali berbeda dengan bahasa nasional; dan (d) mempunyai lembaga adat terkait dengan budaya, ekonomi, sosial atau poli�k.

Untuk keperluan dalam Kerangka Kerja ini, definisi IP akan dicoba untuk mengiku� kedua kriteria tersebut, baik dari Bank Dunia maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia.

3. Skrining untuk masyarakat adat di antara populasi lain yang terkena dampak.

Skrining awal atas potensi kehadiran IP di wilayah sub-proyek akan dilakukan dengan menggunakan kriteria iden�fikasi yang merupakan gabungan antara peraturan Bank Dunia dan peraturan nasional. Semua wilayah subproyek yang memiliki komunitas IP dan merupakan kandidat untuk mendukung COREMAP-CTI akan dikunjungi (pada saat konsultasi pertama kali dengan masyarakat) oleh unit pelaksana proyek dan pemerintah daerah terkait, termasuk personil yang mempunyai ketrampilan atau pengalaman ilmu sosial yang sesuai. Sebelum kunjungan tersebut, se�ap unit pelaksana proyek akan mengirimkan pemberitahuan kepada masyarakat yang menginformasikan, bahwa pemimpin mereka akan dikunjungi untuk konsultasi. Pemberitahuan tersebut akan

57 58

meminta kepada masyarakat bahwa mengundang pertemuan dengan perwakilan dari petani, asosiasi perempuan dan pemimpin desa untuk diskusi terkait dengan subproyek yang dimaksudkan. Dalam kunjungan tersebut, para pemimpin masyarakat dan peserta lainnya akan diajak berdiskusi dan meminta pendapat mereka mengenai subproyek yang dimaksud.

Pada kunjungan ini, personil dengan ketrampilan atau pengalaman tentang ilmu sosial akan melakukan skrining lebih lanjut terhadap populasi IP dengan bantuan seperlunya dari pemimpin lokal, pemerintah daerah, dan LSM. Skrining akan memeriksa beberapa hal berikut: (a) nama kelompok IP di desa yang terdampak; (b) jumlah IP di desa-desa yang terdampak; (c) persentase IP di desa-desa yang terdampak; (d) Jumlah dan persentase rumah tangga masyarakat adat di dalam zona yang terpengaruh oleh subproyek yang diusulkan.

Jika hasilnya menunjukkan bahwa ada komunitas IP di zona terpengaruh oleh subproyek yang diusulkan, maka penilaian sosial akan dilakukan di area tersebut.

Skrining awal terhadap keberadaan IP dilakukan dengan mengacu pada pemetaan IP Bank Dunia (2010), yaitu tentang data distribusi IP di Indonesia, yang berdasarkan karakteris�k Bank Dunia yang dikombinasikan dengan kriteria dari Kementerian Sosial. Hasil skrining untuk kabupaten yang terlibat, seper� disajikan pada tabel berikut. Untuk beberapa kabupaten, data �dak tersedia. Hasil skrining ini masih harus dikonfirmasi dan diverifikasi dengan sumber lain, termasuk untuk dikonsultasikan dengan tokoh masyarakat setempat di lapangan.

COREMAP Fase-2 telah menetapkan komunitas Bajo sebagai masyarakat adat (etnis minoritas adalah is�lah yang lebih baik untuk mereka, seper� di kebanyakan wilayah, mereka sebenarnya bukan kelompok masyarakat adat, melainkan kelompok imigran) di Kabupaten Buton dan Wakatobi. Pembelajaran yang diperoleh dari COREMAP Fase-2, ternyata �dak terdapat dampak buruk yang signifikan bagi kelompok, selain mereka kurang terlibat dalam ins�tusi lokal. Di Kabupaten Sikka dan Biak, kelompok IP berada di dataran �nggi. Di Kabupaten Raja Ampat mereka �nggal di pesisir pantai. Skrining lebih lanjut akan dilakukan selama masa persiapan dari se�ap kegiatan di bawah COREMAP - CTI, dengan tujuan untuk melihat keberadaan kelompok IP tersebut, dan khususnya kerentanan mereka.

Tabel 9. DAFTAR DESA IP DI LOKASI PROYEK.

No. Kabupaten (Provinsi) Kecamatan Desa Nama IP

BAGIAN TIMUR

1. Pangkep (Sulawesi Selatan) Tidak ada data

2. Selayar (Sulawesi Selatan) Tidak ada data

3. Sikka (Nusa Tenggara Timur) Paga Ranggarasi Lio (dataran �nggi)

Mego Wolodhesa Tanpa nama (dataran �nggi)

Liakutu Tanpa nama (dataran �nggi)

Parabubu Lia Mego (pedalaman)

Lela Sikka Tanpa nama (dataran �nggi)

Wukur Tanpa nama (dataran �nggi)

Bola Hale Tanpa nama (dataran �nggi)

Egon Gahar Tanpa nama (dataran �nggi)

Talibura Natarmage Tanpa nama (dataran �nggi)

Pruda Tanpa nama (dataran �nggi)

Werang Tanpa nama (dataran �nggi)

Talibura Tanpa nama (dataran �nggi)

Darat Gunung Tanpa nama (dataran �nggi)

Hikong Tanpa nama (dataran �nggi)

Waigete Watudiran Tanpa nama (dataran �nggi)

Runut Tanpa nama (dataran �nggi)

Maumere Samparong Tanpa nama (dataran �nggi)

59 60

meminta kepada masyarakat bahwa mengundang pertemuan dengan perwakilan dari petani, asosiasi perempuan dan pemimpin desa untuk diskusi terkait dengan subproyek yang dimaksudkan. Dalam kunjungan tersebut, para pemimpin masyarakat dan peserta lainnya akan diajak berdiskusi dan meminta pendapat mereka mengenai subproyek yang dimaksud.

Pada kunjungan ini, personil dengan ketrampilan atau pengalaman tentang ilmu sosial akan melakukan skrining lebih lanjut terhadap populasi IP dengan bantuan seperlunya dari pemimpin lokal, pemerintah daerah, dan LSM. Skrining akan memeriksa beberapa hal berikut: (a) nama kelompok IP di desa yang terdampak; (b) jumlah IP di desa-desa yang terdampak; (c) persentase IP di desa-desa yang terdampak; (d) Jumlah dan persentase rumah tangga masyarakat adat di dalam zona yang terpengaruh oleh subproyek yang diusulkan.

Jika hasilnya menunjukkan bahwa ada komunitas IP di zona terpengaruh oleh subproyek yang diusulkan, maka penilaian sosial akan dilakukan di area tersebut.

Skrining awal terhadap keberadaan IP dilakukan dengan mengacu pada pemetaan IP Bank Dunia (2010), yaitu tentang data distribusi IP di Indonesia, yang berdasarkan karakteris�k Bank Dunia yang dikombinasikan dengan kriteria dari Kementerian Sosial. Hasil skrining untuk kabupaten yang terlibat, seper� disajikan pada tabel berikut. Untuk beberapa kabupaten, data �dak tersedia. Hasil skrining ini masih harus dikonfirmasi dan diverifikasi dengan sumber lain, termasuk untuk dikonsultasikan dengan tokoh masyarakat setempat di lapangan.

COREMAP Fase-2 telah menetapkan komunitas Bajo sebagai masyarakat adat (etnis minoritas adalah is�lah yang lebih baik untuk mereka, seper� di kebanyakan wilayah, mereka sebenarnya bukan kelompok masyarakat adat, melainkan kelompok imigran) di Kabupaten Buton dan Wakatobi. Pembelajaran yang diperoleh dari COREMAP Fase-2, ternyata �dak terdapat dampak buruk yang signifikan bagi kelompok, selain mereka kurang terlibat dalam ins�tusi lokal. Di Kabupaten Sikka dan Biak, kelompok IP berada di dataran �nggi. Di Kabupaten Raja Ampat mereka �nggal di pesisir pantai. Skrining lebih lanjut akan dilakukan selama masa persiapan dari se�ap kegiatan di bawah COREMAP - CTI, dengan tujuan untuk melihat keberadaan kelompok IP tersebut, dan khususnya kerentanan mereka.

Tabel 9. DAFTAR DESA IP DI LOKASI PROYEK.

No. Kabupaten (Provinsi) Kecamatan Desa Nama IP

BAGIAN TIMUR

1. Pangkep (Sulawesi Selatan) Tidak ada data

2. Selayar (Sulawesi Selatan) Tidak ada data

3. Sikka (Nusa Tenggara Timur) Paga Ranggarasi Lio (dataran �nggi)

Mego Wolodhesa Tanpa nama (dataran �nggi)

Liakutu Tanpa nama (dataran �nggi)

Parabubu Lia Mego (pedalaman)

Lela Sikka Tanpa nama (dataran �nggi)

Wukur Tanpa nama (dataran �nggi)

Bola Hale Tanpa nama (dataran �nggi)

Egon Gahar Tanpa nama (dataran �nggi)

Talibura Natarmage Tanpa nama (dataran �nggi)

Pruda Tanpa nama (dataran �nggi)

Werang Tanpa nama (dataran �nggi)

Talibura Tanpa nama (dataran �nggi)

Darat Gunung Tanpa nama (dataran �nggi)

Hikong Tanpa nama (dataran �nggi)

Waigete Watudiran Tanpa nama (dataran �nggi)

Runut Tanpa nama (dataran �nggi)

Maumere Samparong Tanpa nama (dataran �nggi)

59 60

Tabel 9. LanjutanTabel 9. Lanjutan

9. Nias Utara (Sumatera Utara) Tidak ada data

10. Mentawai (Sumatera Barat) Siberut Selatan Pasakiat Teleleu

Mentawai (pesisir)

Madobak Ugai Mentawai (pesisir)

Katurai Mentawai (pesisir)

Muara Siberut Mentawai (pesisir)

Milipret Mentawai (pesisir)

Muntei (Siberut Ulu)

Mentawai (pesisir)

Silaguma Mentawai (pesisir)

Sararekat Ulu Mentawai (pesisir)

Sagalubek Taileu

Mentawai (pesisir)

Saibi Samukop Mentawai (pesisi)

Siberut Utara Simatallu Sipokak

Mentawai (pesisir)

Cimpungan Mentawai (pesisir)

Sirilogui Mentawai (pesisir)

Muara Sikabaluan

Mentawai (pesisir)

Mongan Poula Mentawai (pesisir)

Bojakan Mentawai (pesisir)

Simaligi Tangah

Mentawai (pesisir)

Malancan Mentawai (pesisir)

Singapokna Mentawai (pesisir)

4. Buton (Sulawesi Tenggara) Lasalimu Bonelalo Tanpa nama (pesisir)

Lasalimu Selatan Metanauwe Tanpa nama (pesisir)

Kumbewaha

umalaoge Malaoge (pedalaman)

Lasalimu Tanpa nama (pesisir)

Pasar Wajo Holimombo Tanpa nama (pesisir)

Wakaokili Kaliwuliwu (pedalaman)

Kapontori Todanga Buton (pedalaman)

Lakudo Lolibu Malimpano (pedalaman)

Telaga Raya kokoe Tanpa nama (pesisir)

5. Wakatobi (Sulawesi Tenggara) Binongko Waloindi Tanpa nama (pesisir)

Wali Tanpa nama (pesisir)

Tomia Lamanggau Tanpa nama (pesisir)

6. Raja Ampat (Papua Barat) Misool Waigama Biak (pesisir)

Samate Samate Biak (pesisir)

Yesawai Biak (pesisir)

Waigeo Barat Gag Biak (pesisir)

Waigeo Utara Andey Biak (pesisir)

7. Baiak (Papua) Biak Utara Wonabraidi Biak (dataran �nggi)

BAGIAN BARAT

8. Tapanuli Tengah (Sumatera Utara)

Sorkam Barat Aek Nadua Batak (pesisir)

Andam Dewi Sogar Batak (pedalaman)

Manduamas Saragih

61 62

Tabel 9. LanjutanTabel 9. Lanjutan

9. Nias Utara (Sumatera Utara) Tidak ada data

10. Mentawai (Sumatera Barat) Siberut Selatan Pasakiat Teleleu

Mentawai (pesisir)

Madobak Ugai Mentawai (pesisir)

Katurai Mentawai (pesisir)

Muara Siberut Mentawai (pesisir)

Milipret Mentawai (pesisir)

Muntei (Siberut Ulu)

Mentawai (pesisir)

Silaguma Mentawai (pesisir)

Sararekat Ulu Mentawai (pesisir)

Sagalubek Taileu

Mentawai (pesisir)

Saibi Samukop Mentawai (pesisi)

Siberut Utara Simatallu Sipokak

Mentawai (pesisir)

Cimpungan Mentawai (pesisir)

Sirilogui Mentawai (pesisir)

Muara Sikabaluan

Mentawai (pesisir)

Mongan Poula Mentawai (pesisir)

Bojakan Mentawai (pesisir)

Simaligi Tangah

Mentawai (pesisir)

Malancan Mentawai (pesisir)

Singapokna Mentawai (pesisir)

4. Buton (Sulawesi Tenggara) Lasalimu Bonelalo Tanpa nama (pesisir)

Lasalimu Selatan Metanauwe Tanpa nama (pesisir)

Kumbewaha

umalaoge Malaoge (pedalaman)

Lasalimu Tanpa nama (pesisir)

Pasar Wajo Holimombo Tanpa nama (pesisir)

Wakaokili Kaliwuliwu (pedalaman)

Kapontori Todanga Buton (pedalaman)

Lakudo Lolibu Malimpano (pedalaman)

Telaga Raya kokoe Tanpa nama (pesisir)

5. Wakatobi (Sulawesi Tenggara) Binongko Waloindi Tanpa nama (pesisir)

Wali Tanpa nama (pesisir)

Tomia Lamanggau Tanpa nama (pesisir)

6. Raja Ampat (Papua Barat) Misool Waigama Biak (pesisir)

Samate Samate Biak (pesisir)

Yesawai Biak (pesisir)

Waigeo Barat Gag Biak (pesisir)

Waigeo Utara Andey Biak (pesisir)

7. Baiak (Papua) Biak Utara Wonabraidi Biak (dataran �nggi)

BAGIAN BARAT

8. Tapanuli Tengah (Sumatera Utara)

Sorkam Barat Aek Nadua Batak (pesisir)

Andam Dewi Sogar Batak (pedalaman)

Manduamas Saragih

61 62

Tabel 9. Lanjutan

11. Batam (Kepulauan Riau) Tidak ada IP

12. Bintan (Kepulauan Riau) Teluk Sebung Berakit Laut (pesisir)

Bintan Timur Sungai Enam Laut (pesisir)

Tambelan Pulau Pinang Tanpa nama (pesisir)

Pulau Mentebung

Tanpa nama (pesisir)

13. Lingga (Kepulauan Riau) Singkep Barat Sungai Buluh Laut (pesisir)

Lingga Penuba Laut (pesisir)

Mentuda Tanpa nama (pesisir)

Tanpa nama (pesisir)

Lingga Utara Limbung Tanpa nama (pesisir)

Senayang Mamut Laut (pesisir)

Senayang Tanpa nama (pesisir)

Pasir Panjang Tanpa nama (pesisir)

Pulau Medang Tanpa nama (pesisir)

14. Natuna (Kepulauan Riau) Tidak ada data

Sumber: EGIMap - WB IP Mapping (2010).

5. Rencana bagi masyarakat adat.

Konsultasi bebas, diutamakan, atau dengan pemberitahuan akan dilaksanakan melalui serangakaian pertemuan, termasuk pertemuan kelompok secara terpisah, seper� pertemuan dengan para pemimpin desa adat, laki-laki dari masyarakat adat, dan perempuan dari masyarakat adat, khususnya bagi mereka yang hidup di zona yang terpengaruh oleh sub-proyek yang diusulkan.

IPP disusun secara fleksibel dan pragma�s, dengan �ngkatan yang beragam dan menyesuaikan pada proyek spesifik serta sifat dampak yang harus ditangani. Hal ini akan mencakup berbagai unsur yang dibutuhkan, sebagai berikut:

a. Ringkasan Kajian Sosial (SA).

b. Ringkasan hasil konsultasi bebas, diutamakan, atau dengan pemberitahuan sebelumnya yang dilakukan selama persiapan sub-proyek.

c. Kerangka kerja untuk memas�kan berlangsungnya konsultasi bebas, diutamakan, atau informasi pendahuluan kepada masyarakat yang terdampak selama pelaksanaan proyek.

d. Rencana �ndakan untuk memas�kan bahwa Masyarakat Adat menerima manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan budayanya.

e. Perkiraan anggaran dan rencana pembiayaan untuk IPP.

f. Mekanisme pengaduan yang mudah diakses, dengan memperha�kan mekanisme yang sesuai dengan adat.

g. Mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan.

IPP se�ap subproyek harus direview dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum pelaksanaan sub-proyek dimulai.

IPP harus disebar-luaskan secara terbuka sehingga dapat diakses oleh masyarakat adat yang terkena dampak.

Setelah disetujui oleh Bank Dunia, untuk subproyek yang bekerja mengiku� sistem pengambilan keputusan bersama masyarakat, maka IPP yang berdiri sendiri mungkin �dak diperlukan lagi. Proses untuk menjamin bahwa IP disertakan sebagai penerima manfaat dan berpar�sipasi dalam kegiatan apapun akan dicantumkan dalam rancangan sub-proyek.

4. Kajian dan konsultasi sosial.

Selama penyusunan proposal subproyek dan / atau persetujuan subproyek, proses kajian sosial akan dilakukan guna menentukan penyebar-luasan Informasi kepada semua anggota komunitas IP, dimana akan dilakukan secara khusus dengan target urutan penyampaian pesan sesuai dengan kebiasaan dan adat yang berlaku, termasuk penggunaan bahasa IP yang umum digunakan pada se�ap pertemuan, notulen, brosur, dll.

63 64

Tabel 9. Lanjutan

11. Batam (Kepulauan Riau) Tidak ada IP

12. Bintan (Kepulauan Riau) Teluk Sebung Berakit Laut (pesisir)

Bintan Timur Sungai Enam Laut (pesisir)

Tambelan Pulau Pinang Tanpa nama (pesisir)

Pulau Mentebung

Tanpa nama (pesisir)

13. Lingga (Kepulauan Riau) Singkep Barat Sungai Buluh Laut (pesisir)

Lingga Penuba Laut (pesisir)

Mentuda Tanpa nama (pesisir)

Tanpa nama (pesisir)

Lingga Utara Limbung Tanpa nama (pesisir)

Senayang Mamut Laut (pesisir)

Senayang Tanpa nama (pesisir)

Pasir Panjang Tanpa nama (pesisir)

Pulau Medang Tanpa nama (pesisir)

14. Natuna (Kepulauan Riau) Tidak ada data

Sumber: EGIMap - WB IP Mapping (2010).

5. Rencana bagi masyarakat adat.

Konsultasi bebas, diutamakan, atau dengan pemberitahuan akan dilaksanakan melalui serangakaian pertemuan, termasuk pertemuan kelompok secara terpisah, seper� pertemuan dengan para pemimpin desa adat, laki-laki dari masyarakat adat, dan perempuan dari masyarakat adat, khususnya bagi mereka yang hidup di zona yang terpengaruh oleh sub-proyek yang diusulkan.

IPP disusun secara fleksibel dan pragma�s, dengan �ngkatan yang beragam dan menyesuaikan pada proyek spesifik serta sifat dampak yang harus ditangani. Hal ini akan mencakup berbagai unsur yang dibutuhkan, sebagai berikut:

a. Ringkasan Kajian Sosial (SA).

b. Ringkasan hasil konsultasi bebas, diutamakan, atau dengan pemberitahuan sebelumnya yang dilakukan selama persiapan sub-proyek.

c. Kerangka kerja untuk memas�kan berlangsungnya konsultasi bebas, diutamakan, atau informasi pendahuluan kepada masyarakat yang terdampak selama pelaksanaan proyek.

d. Rencana �ndakan untuk memas�kan bahwa Masyarakat Adat menerima manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan budayanya.

e. Perkiraan anggaran dan rencana pembiayaan untuk IPP.

f. Mekanisme pengaduan yang mudah diakses, dengan memperha�kan mekanisme yang sesuai dengan adat.

g. Mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan.

IPP se�ap subproyek harus direview dan disetujui oleh Bank Dunia sebelum pelaksanaan sub-proyek dimulai.

IPP harus disebar-luaskan secara terbuka sehingga dapat diakses oleh masyarakat adat yang terkena dampak.

Setelah disetujui oleh Bank Dunia, untuk subproyek yang bekerja mengiku� sistem pengambilan keputusan bersama masyarakat, maka IPP yang berdiri sendiri mungkin �dak diperlukan lagi. Proses untuk menjamin bahwa IP disertakan sebagai penerima manfaat dan berpar�sipasi dalam kegiatan apapun akan dicantumkan dalam rancangan sub-proyek.

4. Kajian dan konsultasi sosial.

Selama penyusunan proposal subproyek dan / atau persetujuan subproyek, proses kajian sosial akan dilakukan guna menentukan penyebar-luasan Informasi kepada semua anggota komunitas IP, dimana akan dilakukan secara khusus dengan target urutan penyampaian pesan sesuai dengan kebiasaan dan adat yang berlaku, termasuk penggunaan bahasa IP yang umum digunakan pada se�ap pertemuan, notulen, brosur, dll.

63 64

6. Prinsip-prinsip subproyek yang berdampak pada masyarakat adat.

Berikut sejumlah �ndakan yang harus diterapkan ke�ka IP hadir di wilayah subproyek dan merupakan bagian dari penerima manfaat, dalam hubungannya dengan rencana pengembangan masyarakat adat.

Ÿ COREMAP-CTI akan memas�kan bahwa konsultasi bebas, diutamakan dan yang diinformasikan akan dilakukan dengan menggunakan bahasa sehari-hari dan dilokasi yang nyaman bagi IP yang berpotensi terkena dampak. Pandangan dari IP harus diperha�kan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, dengan menghorma� kebiasaan, keyakinan dan preferensi budaya mereka. Hasil konsultasi akan didokumentasikan ke dalam dokumen subproyek.

Ÿ Jika IP menyimpulkan bahwa subproyek akan bermanfaat bagi mereka, dan bahwa dampak buruknya kecil, bila ada masih dapat dikurangi, rencana untuk membantu mereka akan dikembangkan berdasarkan konsultasi dengan IP dan perwakilan lokal. Komunitas juga harus mengkonsultasikan agar memas�kan bahwa hak dan budaya mereka tetap dihorma�. Bantuan tersebut mungkin juga mencakup penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas desa adat dan kelompok masyarakat yang bekerja dengan subproyek tersebut.

Ÿ Bila masyarakat adat mewakili kepen�ngan yang cukup besar, maka perlu dilakukan upaya agar kelompok tersebut dapat diwakili yang kemudian komunikasi secara regular dan formal dapat dilakukan oleh kelompok teresebut.

Ÿ Bila masyarakat adat berbicara dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia, maka brosur dan dokumen yang relevan akan diterjemahkan ke dalam bahasa yang sesuai. Ketentuan telah dibuat dalam anggaran proyek untuk memungkinkan membuat terjemahan tambahan dalam dokumen proyek yang relevan.

Ÿ Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memas�kan bahwa masyarakat adat berpar�sipasi sepenuhnya dalam proyek yang bersangkutan, menyadari atas hak dan tanggung jawabnya, dan dapat menyuarakan kebutuhan mereka selama survei / la�han awal untuk sosial / ekonomi dan dalam perumusan subproyek serta kebijakan operasionalnya. Selain itu, mereka akan didorong untuk mengajukan proposal sub-proyek yang memenuhi kebutuhan kelompok mereka, bila diperlukan.

7. Pelaporan, monitoring dan dokumentasi.

Selain perha�an khusus terhadap isu IP dalam supervision dan monitoring, COREMAP-CTI akan memasukkan hal-hal tersebut dalam laporan kemajuan mereka. Supervision Bank Dunia secara berkala akan memberikan perha�an khusus untuk memas�kan bahwa subproyek yang mempengaruhi IP dapat memberi manfaat kepada mereka dan �dak berdampak buruk terhadapnya.

8. Aturan pelaksanaan.

PIU akan bertanggung jawab untuk mela�h se�ap unit pelaksana proyek atau pemerintah daerah dalam melakukan pekerjaan konsultasi, skrining, penilaian sosial, analisis dan penyiapan IPP serta menangani keluhan.

PIU sub-proyek individual dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menerapkan IPP (mengatur staf yang memadai dan anggarannya).

65 66

6. Prinsip-prinsip subproyek yang berdampak pada masyarakat adat.

Berikut sejumlah �ndakan yang harus diterapkan ke�ka IP hadir di wilayah subproyek dan merupakan bagian dari penerima manfaat, dalam hubungannya dengan rencana pengembangan masyarakat adat.

Ÿ COREMAP-CTI akan memas�kan bahwa konsultasi bebas, diutamakan dan yang diinformasikan akan dilakukan dengan menggunakan bahasa sehari-hari dan dilokasi yang nyaman bagi IP yang berpotensi terkena dampak. Pandangan dari IP harus diperha�kan selama persiapan dan pelaksanaan subproyek, dengan menghorma� kebiasaan, keyakinan dan preferensi budaya mereka. Hasil konsultasi akan didokumentasikan ke dalam dokumen subproyek.

Ÿ Jika IP menyimpulkan bahwa subproyek akan bermanfaat bagi mereka, dan bahwa dampak buruknya kecil, bila ada masih dapat dikurangi, rencana untuk membantu mereka akan dikembangkan berdasarkan konsultasi dengan IP dan perwakilan lokal. Komunitas juga harus mengkonsultasikan agar memas�kan bahwa hak dan budaya mereka tetap dihorma�. Bantuan tersebut mungkin juga mencakup penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas desa adat dan kelompok masyarakat yang bekerja dengan subproyek tersebut.

Ÿ Bila masyarakat adat mewakili kepen�ngan yang cukup besar, maka perlu dilakukan upaya agar kelompok tersebut dapat diwakili yang kemudian komunikasi secara regular dan formal dapat dilakukan oleh kelompok teresebut.

Ÿ Bila masyarakat adat berbicara dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia, maka brosur dan dokumen yang relevan akan diterjemahkan ke dalam bahasa yang sesuai. Ketentuan telah dibuat dalam anggaran proyek untuk memungkinkan membuat terjemahan tambahan dalam dokumen proyek yang relevan.

Ÿ Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memas�kan bahwa masyarakat adat berpar�sipasi sepenuhnya dalam proyek yang bersangkutan, menyadari atas hak dan tanggung jawabnya, dan dapat menyuarakan kebutuhan mereka selama survei / la�han awal untuk sosial / ekonomi dan dalam perumusan subproyek serta kebijakan operasionalnya. Selain itu, mereka akan didorong untuk mengajukan proposal sub-proyek yang memenuhi kebutuhan kelompok mereka, bila diperlukan.

7. Pelaporan, monitoring dan dokumentasi.

Selain perha�an khusus terhadap isu IP dalam supervision dan monitoring, COREMAP-CTI akan memasukkan hal-hal tersebut dalam laporan kemajuan mereka. Supervision Bank Dunia secara berkala akan memberikan perha�an khusus untuk memas�kan bahwa subproyek yang mempengaruhi IP dapat memberi manfaat kepada mereka dan �dak berdampak buruk terhadapnya.

8. Aturan pelaksanaan.

PIU akan bertanggung jawab untuk mela�h se�ap unit pelaksana proyek atau pemerintah daerah dalam melakukan pekerjaan konsultasi, skrining, penilaian sosial, analisis dan penyiapan IPP serta menangani keluhan.

PIU sub-proyek individual dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menerapkan IPP (mengatur staf yang memadai dan anggarannya).

65 66

ANNEX D. Penerapan Kode Lingkungan (Environmental Codes of Prac�ces - ECOPs).

Annex D ini menjelaskan penerapan kode lingkungan yang berdasarkan praktek pengelolaan lingkungan yang baik. Kegiatan atau subproyek COREMAP - CTI harus menggunakan praktek pengelolaan tersebut guna meminimalkan dampak nega�f bagi lingkungan. Praktek bagus tersebut merupakan sebagai contoh, namun �ndakannya �dak terbatas pada apa yang dijelaskan disini, beberapa �ndakan akan bersifat spesifik dan dapat disesuaikan dengan penggunaan teknologi lokal yang terbaik.

a. Tugas Kontraktor terhadap Lingkungan:

Ÿ Mematuhi semua ketentuan hukum yang relevan di Indonesia.Ÿ Melaksanakan EMP selama masa konstruksi.Ÿ Melakukan monitoring terhadap efek�vitas pelaksanaan EMP dan menyimpan

catatannya.Ÿ Melaporkan catatan pemantauannya kepada PMU / PMU.Ÿ Mempekerjakan dan mela�h staf yang berkualitas untuk bertanggung jawab atas

EMP.Ÿ Berusaha “menemukan tatacara merawat” asset fisik budaya.

b. Ketentuan umum:Ÿ Menggunakan hanya kayu legal untuk konstruksi.Ÿ Tidak menggunakan gergaji mesin.Ÿ Dilarang menggunakan bahan yang mengandung asbes.Ÿ Tidak membeli atau menggunakan bahan peledak, terutama untuk memancing.Ÿ Dilarang membeli pes�sida apapun untuk proyek ini.Ÿ Dilarang mengambil batu karang (hidup atau ma�) dari laut.Ÿ Dilarang merubah aliran sungai.

c. Skrining lokasi:Ÿ Per�mbangkan potensi pencemaran air.Ÿ Hindari membangun jalan di tanah yang mudah tererosi.Ÿ Membangun jalan atau struktur bangunan agar jauh dari tepi sungai.Ÿ Menghindari lahan basah dari konstruksi infrastruktur.Ÿ Mencegah pencemaran di atau dekat habitat laut.Ÿ Melindungi habitat satwa liar khusus dari pembangunan infrastruktur.Ÿ Menjaga kawasan lindung.

d. Manajemen di lokasi konstruksi:Ÿ Menjaga lokasi konstruksi bebas dari bahaya.Ÿ Mengurangi dan mengendalikan kebisingan.Ÿ Melakukan upaya pengendalian debu selama konstruksi.

e. Persediaan air:Ÿ Selalu membiasakan pengelolaan daerah aliran sungai dengan baik.Ÿ Melindungi dan mengelola daerah aliran sungai di hutan.Ÿ Jangan memperbolehkan orang luar menggunduli hutan di aliran sungai yang

berada di perbukitan dan pegunungan.Ÿ Melindungi hutan primer di daerah aliran sungai.Ÿ Melindungi sumber air dari pencemaran dan kontaminasi.Ÿ Berbagi sumber air yang hanya sedikit kepada berbagai pengguna.Ÿ Tentukan sumur yang mempunyai jarak aman dari sep�k tank.Ÿ Lakukan pengolahan air skala rumah tangga bila diperlukan.Ÿ Sediakan drainase yang baik di tempat keran publik dan halaman.

f. Sanitasi:Ÿ Bangun sistem sep�k tank yang sempurna dan memas�kan semua sistemnya

bekerja dengan baik.Ÿ Gunakan sep�k tank untuk pembuangan limbah cair yang berasal dari pengolahan

limbah, sedot keluar lumpur dalam sep�k tank secara berkala.Ÿ Mengolah limbah cair dari sep�k tank sebelum pembuangan akhir.Ÿ Menjaga agar toilet tetap bersih.

g. Pengelolaan limbah padat:Ÿ Kumpulkan sampah. Jangan buang sampah sembarangan.Ÿ Pisahkan limbah yang dapat di daur ulang.

h. Pengelolaan erosi dan sedimen:Ÿ Usahakan sekecil mungkin merusak lahan dan segera stabilkan lahan tersebut.Ÿ Alirkan air hujan disekitar tempat kerja dengan menggunakan saluran air

sementara.Ÿ Buat struktur pengendali sedimen, bila diperlukan, untuk memperlambat atau

mengarahkan air hujan dan sebagai perangkap sedimen sampai tetumbuhan hidup.

Ÿ Sarana pengendali sedimen melipu� cekungan perangkap sedimen, balok jerami, pagar dari rumput, dan pagar dari kain.

Ÿ Di areal yang kegiatan konstruksinya telah selesai dan �dak ada gangguan lebih lanjut, maka penanaman kembali tetumbuhan harus dimulai sesegera mungkin.

i. Kesehatan dan keselamatan pekerja:Ÿ Masyarakat / kontraktor harus mematuhi semua peraturan di Indonesia terkait

dengan resiko pekerja.Ÿ Semua staf / pekerja akan diberi peralatan pribadi yang sesuai untuk

meminimalkan kecelakaan.

67 68

ANNEX D. Penerapan Kode Lingkungan (Environmental Codes of Prac�ces - ECOPs).

Annex D ini menjelaskan penerapan kode lingkungan yang berdasarkan praktek pengelolaan lingkungan yang baik. Kegiatan atau subproyek COREMAP - CTI harus menggunakan praktek pengelolaan tersebut guna meminimalkan dampak nega�f bagi lingkungan. Praktek bagus tersebut merupakan sebagai contoh, namun �ndakannya �dak terbatas pada apa yang dijelaskan disini, beberapa �ndakan akan bersifat spesifik dan dapat disesuaikan dengan penggunaan teknologi lokal yang terbaik.

a. Tugas Kontraktor terhadap Lingkungan:

Ÿ Mematuhi semua ketentuan hukum yang relevan di Indonesia.Ÿ Melaksanakan EMP selama masa konstruksi.Ÿ Melakukan monitoring terhadap efek�vitas pelaksanaan EMP dan menyimpan

catatannya.Ÿ Melaporkan catatan pemantauannya kepada PMU / PMU.Ÿ Mempekerjakan dan mela�h staf yang berkualitas untuk bertanggung jawab atas

EMP.Ÿ Berusaha “menemukan tatacara merawat” asset fisik budaya.

b. Ketentuan umum:Ÿ Menggunakan hanya kayu legal untuk konstruksi.Ÿ Tidak menggunakan gergaji mesin.Ÿ Dilarang menggunakan bahan yang mengandung asbes.Ÿ Tidak membeli atau menggunakan bahan peledak, terutama untuk memancing.Ÿ Dilarang membeli pes�sida apapun untuk proyek ini.Ÿ Dilarang mengambil batu karang (hidup atau ma�) dari laut.Ÿ Dilarang merubah aliran sungai.

c. Skrining lokasi:Ÿ Per�mbangkan potensi pencemaran air.Ÿ Hindari membangun jalan di tanah yang mudah tererosi.Ÿ Membangun jalan atau struktur bangunan agar jauh dari tepi sungai.Ÿ Menghindari lahan basah dari konstruksi infrastruktur.Ÿ Mencegah pencemaran di atau dekat habitat laut.Ÿ Melindungi habitat satwa liar khusus dari pembangunan infrastruktur.Ÿ Menjaga kawasan lindung.

d. Manajemen di lokasi konstruksi:Ÿ Menjaga lokasi konstruksi bebas dari bahaya.Ÿ Mengurangi dan mengendalikan kebisingan.Ÿ Melakukan upaya pengendalian debu selama konstruksi.

e. Persediaan air:Ÿ Selalu membiasakan pengelolaan daerah aliran sungai dengan baik.Ÿ Melindungi dan mengelola daerah aliran sungai di hutan.Ÿ Jangan memperbolehkan orang luar menggunduli hutan di aliran sungai yang

berada di perbukitan dan pegunungan.Ÿ Melindungi hutan primer di daerah aliran sungai.Ÿ Melindungi sumber air dari pencemaran dan kontaminasi.Ÿ Berbagi sumber air yang hanya sedikit kepada berbagai pengguna.Ÿ Tentukan sumur yang mempunyai jarak aman dari sep�k tank.Ÿ Lakukan pengolahan air skala rumah tangga bila diperlukan.Ÿ Sediakan drainase yang baik di tempat keran publik dan halaman.

f. Sanitasi:Ÿ Bangun sistem sep�k tank yang sempurna dan memas�kan semua sistemnya

bekerja dengan baik.Ÿ Gunakan sep�k tank untuk pembuangan limbah cair yang berasal dari pengolahan

limbah, sedot keluar lumpur dalam sep�k tank secara berkala.Ÿ Mengolah limbah cair dari sep�k tank sebelum pembuangan akhir.Ÿ Menjaga agar toilet tetap bersih.

g. Pengelolaan limbah padat:Ÿ Kumpulkan sampah. Jangan buang sampah sembarangan.Ÿ Pisahkan limbah yang dapat di daur ulang.

h. Pengelolaan erosi dan sedimen:Ÿ Usahakan sekecil mungkin merusak lahan dan segera stabilkan lahan tersebut.Ÿ Alirkan air hujan disekitar tempat kerja dengan menggunakan saluran air

sementara.Ÿ Buat struktur pengendali sedimen, bila diperlukan, untuk memperlambat atau

mengarahkan air hujan dan sebagai perangkap sedimen sampai tetumbuhan hidup.

Ÿ Sarana pengendali sedimen melipu� cekungan perangkap sedimen, balok jerami, pagar dari rumput, dan pagar dari kain.

Ÿ Di areal yang kegiatan konstruksinya telah selesai dan �dak ada gangguan lebih lanjut, maka penanaman kembali tetumbuhan harus dimulai sesegera mungkin.

i. Kesehatan dan keselamatan pekerja:Ÿ Masyarakat / kontraktor harus mematuhi semua peraturan di Indonesia terkait

dengan resiko pekerja.Ÿ Semua staf / pekerja akan diberi peralatan pribadi yang sesuai untuk

meminimalkan kecelakaan.

67 68

ANNEX E. Prosedure atas Penemuan Asset Fisik Budaya.

1. Definisi.

Asset fisik budaya adalah suatu lokasi, kawasan, benda, atau artefak yang memiliki makna arkeologis, paleontologis, historis, arsitektur, religius, este�ka, atau budaya lainnya, bermakna keagamaan atau spiritual bagi suatu komune, kelompok agama, kelompok etnis dan/atau masyarakat luas atau suatu bangsa. Asset budaya fisik tersebut melipu� benda yang bergerak dan �dak bergerak, lokasi, bangunan, kelompok bangunan, dan kenampakan alam maupun bentang alam, sebagai contoh: lahan yang disucikan, pemakaman yang disucikan atau kerangka manusia, lokasi maupun rute ziarah, fossil, batu bergambar, bangunan kuno, tempat ibadah.

2. Prosedur atas penemuan.

Jika terdapat seseorang menemukan asset fisik budaya, seper� (namun �dak terbatas pada) situs arkeologis, situs sejarah, sisa-sisa dan benda-benda, atau suatu pemakaman dan/atau makam perorangan ke�ka pekerjaan penggalian atau konstruksi, maka Kontraktor harus:

1. Menghen�kan kegiatan konstruksi di area penemuan tersebut.2. Menggambar secara akurat lokasi atau area penemuannya.3. Mengamankan lokasi untuk mencegah atas kerusakan atau hilangnya benda yang

mudah dilepas. Dalam kasus terhadap mudah barang an�k untuk dilepas atau peninggalan yang sensi�f, maka penjaga malam harus benar-benar diatur sampai pihak yang berwenang setempat mengambil alihnya.

4. Segera memberitahu pihak berwenang setempat (dalam waktu 24 jam atau kurang).

5. Otoritas lokal yang berwenang adalah yang bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi lokasi sebelum diputuskan prosedur yang sesuai berikutnya. Kondisi ini memerlukan evaluasi pendahuluan terhadap temuan, dimana akan dilakukan oleh arkeolog. Signifikansi dan pen�ngnya temuan tersebut harus dinilai berdasarkan berbagai kriteria yang relevan dengan warisan budaya, termasuk nilai este�ka, historis, ilmiah atau peneli�an, sosial dan ekonomi.

6. Keputusan tentang bagaimana menangani temuan harus diambil oleh pihak yang berwenang. Hal ini mencakup perubahan tata letak (seper� ke�ka menemukan sisa-sisa budaya yang �dak dapat dipindahkan atau arkeologis pen�ng), konservasi, pelestarian, restorasi dan penyelamatan.

7. Pelaksanaan keputusan oleh otoritas terkait pengelolaan temuan harus dikomunikasikan secara tertulis oleh pejabat daerah terkait.

8. Pekerjaan konstruksi dapat dilanjutkan hanya setelah izin diberikan dari pemerintah setempat yang bertanggung jawab atas safeguard asset fisik budaya.

APPENDIX A. Jenis Pekerjaan Umum yang Membutuhkan EMP (UKL / UPL) (sesuai dengan PERMEN PU No . 10 / PRT / M / 2008).

Lampiran PERMEN PU No . 10 / PRT / M / 2008 tentang jenis rencana usaha pekerjaan umum dan / atau kegiatan yang memerlukan rencana pengelolaan dan monitoring lingkungan (UKL-UPL). Lampiran ini telah dimodifikasi, yang mungkin berhubungan dengan COREMAP-CTI saja (dalam Bahasa Indonesia).

No. JENIS KEGIATAN

SKALA / BESARAN

PERTIMBANGAN ILMIAH

ALASANKHUSUS

I. JALAN DAN JEMBATAN

7. Pembangunan jalan/peningkatan jalan dengan kegiatan pengadaan tanah

Perubahan bentuk lahan, serta pengaruhnya terhadap lingkungan fisik, kimia, biologi, sosekbud masyarakat

Timbulnya gangguan lalu lintas, kemacetan lalu lintas, kebisingan, emisi gas buang, berkurangnya keanekaragaman haya�, serta gangguan este�ka lingkungan

a. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

1 km s/d < 5 km2 ha s/d < 5 ha

b. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

3 km s/d < 10 km5 ha s/d < 10 ha

c. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

10 km s/d < 30 km10 ha s/d < 30 ha

69 70

ANNEX E. Prosedure atas Penemuan Asset Fisik Budaya.

1. Definisi.

Asset fisik budaya adalah suatu lokasi, kawasan, benda, atau artefak yang memiliki makna arkeologis, paleontologis, historis, arsitektur, religius, este�ka, atau budaya lainnya, bermakna keagamaan atau spiritual bagi suatu komune, kelompok agama, kelompok etnis dan/atau masyarakat luas atau suatu bangsa. Asset budaya fisik tersebut melipu� benda yang bergerak dan �dak bergerak, lokasi, bangunan, kelompok bangunan, dan kenampakan alam maupun bentang alam, sebagai contoh: lahan yang disucikan, pemakaman yang disucikan atau kerangka manusia, lokasi maupun rute ziarah, fossil, batu bergambar, bangunan kuno, tempat ibadah.

2. Prosedur atas penemuan.

Jika terdapat seseorang menemukan asset fisik budaya, seper� (namun �dak terbatas pada) situs arkeologis, situs sejarah, sisa-sisa dan benda-benda, atau suatu pemakaman dan/atau makam perorangan ke�ka pekerjaan penggalian atau konstruksi, maka Kontraktor harus:

1. Menghen�kan kegiatan konstruksi di area penemuan tersebut.2. Menggambar secara akurat lokasi atau area penemuannya.3. Mengamankan lokasi untuk mencegah atas kerusakan atau hilangnya benda yang

mudah dilepas. Dalam kasus terhadap mudah barang an�k untuk dilepas atau peninggalan yang sensi�f, maka penjaga malam harus benar-benar diatur sampai pihak yang berwenang setempat mengambil alihnya.

4. Segera memberitahu pihak berwenang setempat (dalam waktu 24 jam atau kurang).

5. Otoritas lokal yang berwenang adalah yang bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi lokasi sebelum diputuskan prosedur yang sesuai berikutnya. Kondisi ini memerlukan evaluasi pendahuluan terhadap temuan, dimana akan dilakukan oleh arkeolog. Signifikansi dan pen�ngnya temuan tersebut harus dinilai berdasarkan berbagai kriteria yang relevan dengan warisan budaya, termasuk nilai este�ka, historis, ilmiah atau peneli�an, sosial dan ekonomi.

6. Keputusan tentang bagaimana menangani temuan harus diambil oleh pihak yang berwenang. Hal ini mencakup perubahan tata letak (seper� ke�ka menemukan sisa-sisa budaya yang �dak dapat dipindahkan atau arkeologis pen�ng), konservasi, pelestarian, restorasi dan penyelamatan.

7. Pelaksanaan keputusan oleh otoritas terkait pengelolaan temuan harus dikomunikasikan secara tertulis oleh pejabat daerah terkait.

8. Pekerjaan konstruksi dapat dilanjutkan hanya setelah izin diberikan dari pemerintah setempat yang bertanggung jawab atas safeguard asset fisik budaya.

APPENDIX A. Jenis Pekerjaan Umum yang Membutuhkan EMP (UKL / UPL) (sesuai dengan PERMEN PU No . 10 / PRT / M / 2008).

Lampiran PERMEN PU No . 10 / PRT / M / 2008 tentang jenis rencana usaha pekerjaan umum dan / atau kegiatan yang memerlukan rencana pengelolaan dan monitoring lingkungan (UKL-UPL). Lampiran ini telah dimodifikasi, yang mungkin berhubungan dengan COREMAP-CTI saja (dalam Bahasa Indonesia).

No. JENIS KEGIATAN

SKALA / BESARAN

PERTIMBANGAN ILMIAH

ALASANKHUSUS

I. JALAN DAN JEMBATAN

7. Pembangunan jalan/peningkatan jalan dengan kegiatan pengadaan tanah

Perubahan bentuk lahan, serta pengaruhnya terhadap lingkungan fisik, kimia, biologi, sosekbud masyarakat

Timbulnya gangguan lalu lintas, kemacetan lalu lintas, kebisingan, emisi gas buang, berkurangnya keanekaragaman haya�, serta gangguan este�ka lingkungan

a. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

1 km s/d < 5 km2 ha s/d < 5 ha

b. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

3 km s/d < 10 km5 ha s/d < 10 ha

c. Di kota metropolitan/besar- Panjang, atau- Pengadaan tanah

10 km s/d < 30 km10 ha s/d < 30 ha

69 70

APPENDIX A. Lanjutan.APPENDIX A. Lanjutan.

III KECIPTAKARYAAN

13. b. Pembangunan bangunan gedung di atas tanah / bawah tanah

1. Fungsi usaha, melipu� bangunan gedung perkantoran, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan

5.000 m² sampai dengan

10.000 m²

Perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau haya� lingkunganPerubahan komponen lingkungan Menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai �nggi serta mengakibatkan/menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau pemerintahPenurunan daya tamping lingkungan sebagai akibat dari pemanfaatan intensitas lahan yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri yang mengakibatkan perubahan terhadap kondisi social, ekonomi, dan budaya masyarakat

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

1. Fungsi keagamaan, melipu� bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

2. Fungsi sosial dan budaya, melipu� bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labolatorium, dan bangunan gedung pelayanan umum

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

3. Fungsi khusus, seper� reactor nuklir, instalasi pertahanan dn kemanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang �dak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya.Kegiatan bangunan

gedung fungsi khusus menimbulkan dampak pen�ng terhadap masyarakat dan lingkungannyaBangunan gedung fungsi khusus mempunyai �ngkat kerahasiaan �nggi �ngkat nasional seringkali mempunyai system pertahanan dan keamanan tertentu yang dapat berpengaruh terhadap ekosistemMempunyai resiko bahaya �nggi apabila terjadi kegagalan / kecelakaan

. a. Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air

1. Fungsi usaha, melipu� bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan

5.000 m² sampai dengan

10.000 m²

Perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau haya� lingkungan.Perubahan komponen lingkungan.Menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung.Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai �nggi serta mengakibatkan/menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau

Kegiatan berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan dapat menimbulkan pencemaran.Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

2. Fungsi keagamaan, melipu� bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk

Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

71 72

APPENDIX A. Lanjutan.APPENDIX A. Lanjutan.

III KECIPTAKARYAAN

13. b. Pembangunan bangunan gedung di atas tanah / bawah tanah

1. Fungsi usaha, melipu� bangunan gedung perkantoran, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan

5.000 m² sampai dengan

10.000 m²

Perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau haya� lingkunganPerubahan komponen lingkungan Menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai �nggi serta mengakibatkan/menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau pemerintahPenurunan daya tamping lingkungan sebagai akibat dari pemanfaatan intensitas lahan yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri yang mengakibatkan perubahan terhadap kondisi social, ekonomi, dan budaya masyarakat

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

1. Fungsi keagamaan, melipu� bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

2. Fungsi sosial dan budaya, melipu� bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labolatorium, dan bangunan gedung pelayanan umum

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya

3. Fungsi khusus, seper� reactor nuklir, instalasi pertahanan dn kemanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri

Semua bangunan yang �dak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL

Berpotensi menganggu fungsi prasarana dan sarana yang berada di bawahnya dan/atau di sekitarnya.Kegiatan bangunan

gedung fungsi khusus menimbulkan dampak pen�ng terhadap masyarakat dan lingkungannyaBangunan gedung fungsi khusus mempunyai �ngkat kerahasiaan �nggi �ngkat nasional seringkali mempunyai system pertahanan dan keamanan tertentu yang dapat berpengaruh terhadap ekosistemMempunyai resiko bahaya �nggi apabila terjadi kegagalan / kecelakaan

. a. Pembangunan bangunan gedung di bawah dan/atau di atas air

1. Fungsi usaha, melipu� bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan

5.000 m² sampai dengan

10.000 m²

Perubahan pada sifat-sifat fisik dan/atau haya� lingkungan.Perubahan komponen lingkungan.Menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap kawasan lindung.Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai �nggi serta mengakibatkan/menimbulkan konflik atau kontroversi dengan masyarakat dan/atau

Kegiatan berpotensi menggangu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan dapat menimbulkan pencemaran.Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

2. Fungsi keagamaan, melipu� bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk

Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

71 72

APPENDIX A. Lanjutan.

kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng.

pemerintahPenurunan daya tampung lingkungan sebagai akibat dari pemanfaatan intensitas lahan yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri yang mengakibatkan perubahan terhadap kondisi social, ekonomi, dan budaya masyarakat

3. Fungsi sosial dan budaya, melipu� bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labolatorium, dan bangunan gedung pelayanan umum

Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

4. Fungsi khusus, seper� reactor nuklir, instalasi pertahanan dn kemanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.

Semua bangunan yang �dak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL.

Kegiatan berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan dapat menimbulkan pencemaran.Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkunganKegiatan bangunan gedung fungsi khusus menimbulkan dampak pen�ng terhadap masyarakat dan lingkungannyaBangunan gedung fungsi khusus mempunyai �ngkat kerahasiaan �nggi �ngkat nasional seringkali mempunyai system pertahanan dan keamanan tertentu

APPENDIX A. Lanjutan.

yang dapat berpengaruh terhadap ekosistemMempunyai resiko bahaya �nggi apabila terjadi kegagalan / kecelakaan.

.15. Peningkatan kualitas pemukiman

Kegiatan ini dapat berupa:Ÿ Penanganan kawasan

kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk.

Ÿ Pembangunan kawasan ter�nggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil.

Ÿ Pengembangan kawasan pedesaan untuk meningkatkan ekonomi local (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP).

Luas kawasan ≥ 10 ha

Adanya perubahan tata air lingkungan, dan penurunan daya dukung lingkungan, serta peningkatan eksploitasi air tanah.

Timbulnya gangugan lalu lintas, banji local, serta �mbulnya penumpukan sampah danlimbah.Terganggunya pelayan infrastruktur umum, misalnya tertutupnya saluran drainase, penyempitan jalan umum, penurunan muka air tanah.

Catatan:Kota Metropolitan : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa.Kota Besar : Jumlah penduduk 500.000 - 1.000.000 jiwa.Kota Sedang : Jumlah penduduk 200.000 - 500.000 jiwa.Kota Kecil : Jumlah penduduk 20.000 - 200.000 jiwa.

73 74

APPENDIX A. Lanjutan.

kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng.

pemerintahPenurunan daya tampung lingkungan sebagai akibat dari pemanfaatan intensitas lahan yang melampaui daya dukung lahan itu sendiri yang mengakibatkan perubahan terhadap kondisi social, ekonomi, dan budaya masyarakat

3. Fungsi sosial dan budaya, melipu� bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labolatorium, dan bangunan gedung pelayanan umum

Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan.

4. Fungsi khusus, seper� reactor nuklir, instalasi pertahanan dn kemanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri.

Semua bangunan yang �dak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL.

Kegiatan berpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan dapat menimbulkan pencemaran.Pembangunan dapat menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkunganKegiatan bangunan gedung fungsi khusus menimbulkan dampak pen�ng terhadap masyarakat dan lingkungannyaBangunan gedung fungsi khusus mempunyai �ngkat kerahasiaan �nggi �ngkat nasional seringkali mempunyai system pertahanan dan keamanan tertentu

APPENDIX A. Lanjutan.

yang dapat berpengaruh terhadap ekosistemMempunyai resiko bahaya �nggi apabila terjadi kegagalan / kecelakaan.

.15. Peningkatan kualitas pemukiman

Kegiatan ini dapat berupa:Ÿ Penanganan kawasan

kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk.

Ÿ Pembangunan kawasan ter�nggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil.

Ÿ Pengembangan kawasan pedesaan untuk meningkatkan ekonomi local (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP).

Luas kawasan ≥ 10 ha

Adanya perubahan tata air lingkungan, dan penurunan daya dukung lingkungan, serta peningkatan eksploitasi air tanah.

Timbulnya gangugan lalu lintas, banji local, serta �mbulnya penumpukan sampah danlimbah.Terganggunya pelayan infrastruktur umum, misalnya tertutupnya saluran drainase, penyempitan jalan umum, penurunan muka air tanah.

Catatan:Kota Metropolitan : Jumlah penduduk > 1.000.000 jiwa.Kota Besar : Jumlah penduduk 500.000 - 1.000.000 jiwa.Kota Sedang : Jumlah penduduk 200.000 - 500.000 jiwa.Kota Kecil : Jumlah penduduk 20.000 - 200.000 jiwa.

73 74

APPENDIX B. Klausul Standar untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan.

Kontrak konstruksi di bawah COREMAP - CTI akan diminta untuk menyertakan klausul berikut yang bertujuan untuk meminimalkan dampak buruk dari konstruksi, dan untuk menyediakan pelaporan secara reguler.

F.1. Umum

F.1.1. Deskripsi.a). Bagian ini mencakup ketentuan atas �ndakan melanggar lingkungan dan perilaku

yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan sipil seper� yang disyaratkan dalam Kontrak. Dalam berbagai kejadian, klausul ini diambil dari Bagian Spesifikasi yang lain, sedangkan yang disertakan disini adalah untuk memas�kan terhadap kesadaran dan kepatuhannya.

b). Kontraktor harus mengambil semua langkah yang wajar untuk melindungi lingkungan (baik di dalam maupun di luar Lokasi, termasuk base camp dan instalasi lainnya di bawah kendali Kontraktor) dan untuk mengurangi kerusakan serta gangguan kepada manusia maupun proper�nya sebagai akibat dari polusi, kebisingan dan akibat lainnya dari pelaksanaan pekerjaan. Kontraktor juga harus memas�kan bahwa kegiatan transportasi dan penggalian dilakukan dengan cara yang aman bagi lingkungan.

c). Sebagai cara untuk meminimalkan gangguan lingkungan kepada seluruh masyarakat sekitar, maka semua kegiatan konstruksi dan transportasi harus dibatasi jam operasionalnya sebagaimana ditentukan, kecuali atas persetujuan Engineer.

d). Untuk membantu memas�kan pelaksanaan yang efek�f terhadap semua Safeguard Lingkungan seper� yang disebutkan dalam bagian ini, maka Engineer harus menyelesaikan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Monitoring bulanannya, dimana mengiden�fikasi kegiatan lingkungan yang merugikan atau kelalaian terhadap lingkungan, rincian kegiatan dan kelalaian yang dimaksudkan, dan kegiatan dilakukan untuk memulihkan atau memperbaiki atas kelalaiannya tersebut.

F.2. Manajemen Lingkungan

F.2.1. Dampak terhadap Sumber Daya Air.a). Kontraktor harus memas�kan bahwa limbah yang tercemar dari semua kegiatan

Kontraktor �dak melebihi nilai yang tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku yang berlaku (lihat lebih lanjut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air) .

b). Kontraktor harus berusaha keras untuk memas�kan �dak ada bahan bangunan dan cairan, limbah padat dan cair, serta material maupun cairan lainnya �dak diperbolehkan masuk ke saluran irigasi atau saluran lainnya.

c). Aliran atau saluran alami di dalam atau di sekitar pekerjaan Kontrak ini �dak boleh diganggu tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan.

AP

PEN

DIX

C. S

tan

dar

Re

nca

na

Mo

nit

ori

ng.

75 76

APPENDIX B. Klausul Standar untuk Pengelolaan Lingkungan selama Pembangunan.

Kontrak konstruksi di bawah COREMAP - CTI akan diminta untuk menyertakan klausul berikut yang bertujuan untuk meminimalkan dampak buruk dari konstruksi, dan untuk menyediakan pelaporan secara reguler.

F.1. Umum

F.1.1. Deskripsi.a). Bagian ini mencakup ketentuan atas �ndakan melanggar lingkungan dan perilaku

yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan sipil seper� yang disyaratkan dalam Kontrak. Dalam berbagai kejadian, klausul ini diambil dari Bagian Spesifikasi yang lain, sedangkan yang disertakan disini adalah untuk memas�kan terhadap kesadaran dan kepatuhannya.

b). Kontraktor harus mengambil semua langkah yang wajar untuk melindungi lingkungan (baik di dalam maupun di luar Lokasi, termasuk base camp dan instalasi lainnya di bawah kendali Kontraktor) dan untuk mengurangi kerusakan serta gangguan kepada manusia maupun proper�nya sebagai akibat dari polusi, kebisingan dan akibat lainnya dari pelaksanaan pekerjaan. Kontraktor juga harus memas�kan bahwa kegiatan transportasi dan penggalian dilakukan dengan cara yang aman bagi lingkungan.

c). Sebagai cara untuk meminimalkan gangguan lingkungan kepada seluruh masyarakat sekitar, maka semua kegiatan konstruksi dan transportasi harus dibatasi jam operasionalnya sebagaimana ditentukan, kecuali atas persetujuan Engineer.

d). Untuk membantu memas�kan pelaksanaan yang efek�f terhadap semua Safeguard Lingkungan seper� yang disebutkan dalam bagian ini, maka Engineer harus menyelesaikan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Monitoring bulanannya, dimana mengiden�fikasi kegiatan lingkungan yang merugikan atau kelalaian terhadap lingkungan, rincian kegiatan dan kelalaian yang dimaksudkan, dan kegiatan dilakukan untuk memulihkan atau memperbaiki atas kelalaiannya tersebut.

F.2. Manajemen Lingkungan

F.2.1. Dampak terhadap Sumber Daya Air.a). Kontraktor harus memas�kan bahwa limbah yang tercemar dari semua kegiatan

Kontraktor �dak melebihi nilai yang tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku yang berlaku (lihat lebih lanjut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air) .

b). Kontraktor harus berusaha keras untuk memas�kan �dak ada bahan bangunan dan cairan, limbah padat dan cair, serta material maupun cairan lainnya �dak diperbolehkan masuk ke saluran irigasi atau saluran lainnya.

c). Aliran atau saluran alami di dalam atau di sekitar pekerjaan Kontrak ini �dak boleh diganggu tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan.

AP

PEN

DIX

C. S

tan

dar

Re

nca

na

Mo

nit

ori

ng.

75 76

AP

PEN

DIX

C.

Lan

juta

n.

AP

PEN

DIX

C.

Lan

juta

n.

77 78

AP

PEN

DIX

C.

Lan

juta

n.

AP

PEN

DIX

C.

Lan

juta

n.

77 78