20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelainan mata yang diakibatkan oleh infeksi virus herpes simpleks meliputi blefaritis, konjungtivitis, keratitis, uveitis, dan glaukoma sekunder. Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Di negara-negara barat 90% dari populasi orang dewasa dilaporkan memiliki antibodi terhadap herpes simpleks. (1) Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang menimbulkan kelainan pada mata. (2) Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak terdiagnosis. Frekuensi keratitis herpes simpleks di AmerikaSerikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. (3) Di Negara-negara berkembang insidensi keratitis herpes simpleks berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. (4) Di Tanzania 35-60% ulkus kornea disebabkan oleh keratitis herpes simpleks. (5)  Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan bentuk kambuhan. Kelainan akibat infeksi primer biasanya bersifat epitelial dan ringan. Gejala-gejala klinis keratitis herpes simpleks kambuhan tergantung berat ringannya daerah yang terkena. Dibedakan atas bentuk lesi epitelial, ulserasi trophik, stromal, iridosiklitis, dan trabekulitis. (6) Namun demikian secara umum gejalanya meliputi: mata merah, nrocos, penglihatan kabur, adanya infiltrat maupun defek kornea dan yang sangat spesifik adanya insensibilitas kornea. Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kada ng sulit dibedakan dengan kelainan kornea yang lain. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk membedakan dengan keratitis lain, misalnya keratitis bakteri,  jamur, dan trauma kimia. Pemeriksaan laboratorium yang sangat mendukung

keratitis herpesimplek refrat

Embed Size (px)

Citation preview

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 1/20

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelainan mata yang diakibatkan oleh infeksi virus herpes simpleks

meliputi blefaritis, konjungtivitis, keratitis, uveitis, dan glaukoma sekunder.

Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh

infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Di negara-negara barat

90% dari populasi orang dewasa dilaporkan memiliki antibodi terhadap herpes

simpleks.(1)

Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang menimbulkan

kelainan pada mata.(2)

Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak terdiagnosis.

Frekuensi keratitis herpes simpleks di AmerikaSerikat sebesar 5% di

antara seluruh kasus kelainan mata.(3)

Di Negara-negara berkembang insidensi

keratitis herpes simpleks berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap

tahun.

(4)

Di Tanzania 35-60% ulkus kornea disebabkan oleh keratitis herpessimpleks.

(5) 

Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan bentuk 

kambuhan. Kelainan akibat infeksi primer biasanya bersifat epitelial dan

ringan. Gejala-gejala klinis keratitis herpes simpleks kambuhan tergantung

berat ringannya daerah yang terkena. Dibedakan atas bentuk lesi epitelial,

ulserasi trophik, stromal, iridosiklitis, dan trabekulitis.(6)

Namun demikian

secara umum gejalanya meliputi: mata merah, nrocos, penglihatan kabur,

adanya infiltrat maupun defek kornea dan yang sangat spesifik adanya

insensibilitas kornea.

Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kadang sulit dibedakan dengan

kelainan kornea yang lain. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium perlu

dilakukan untuk membedakan dengan keratitis lain, misalnya keratitis bakteri,

 jamur, dan trauma kimia. Pemeriksaan laboratorium yang sangat mendukung

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 2/20

 

2

konfirmasi diagnosis adalah pemeriksaan cuplikan debridement kornea dengan

immunofluorescent assay maupun DNA probes.

Pengobatan keratitis herpes simpleks makin marak semenjak 

ditemukannya idoksunidina pada tahun 1962, kemudian diikuti dengan

penemuan vidarabina; namun ternyata kedua obat tersebut bersifat toksik 

terhadap set kornea normal. Penemuan obat-obat anti viral terus berkembang

dengan ditemukannya asiklovir, gansikiovir, dan penggunaan interferon tetes

mata.

Beberapa permasalahan yang mungkin dijumpai dalam penanganan

keratitis herpes simplek antara lain: kekambuhan yang berulang, resistensi

antiviral, tingkat keparahan penyakit pada saat mendapat pelayanan kesehatan

yang memadai, dan kemungkinan semakin meningkatnya jumlah kasus.

1.2. Tujuan

Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

penatalaksanaan keratitis herpes simpleks dan untuk memenuhi sebagiansyarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata..

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 3/20

 

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kornea

Dinding bola mata bagian depan ialah kornea yang merupakan jaringan

yang jernih dan bening, bentuknya hamper sebagai lingkaran dan sedikit

lebih lebar pada arah transversal (12 mm) dibanding arah vertikal. Batas

kornea dan sclera disebut limbus. Tebal kornea berkisar 0.6-1.0 mm dan

terdiri atas 5 lapisan yaitu epitel, membrana bowman, stroma, membran

descemet, dan endotel.

Gambar 2.1. Anatomi Kornea

Epitel

Epitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea dan

berbentuk epitel pipih berlapis tanpa tanduk. Bagian terbesar

ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Setiap gangguan

epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 4/20

 

4

sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epitel cukup besar

sehingga apabila terjadi kerusakan, aan diperbaiki dalam

beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.

Membrana Bowman 

Terletak di bawah epitel dan merupakan suatu membrane

tipis yang homogeny dan terdiri atas susunan serat kolagen kuat

yang mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan

pada membrane bowman maka akan berakhir dengan

terbentuknya jaringan parut.

Stroma 

Merupakan lapisan paling tebal dari kornea dan terdiri dari

atas jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan

berjalan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat-serat

kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang

menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma

kurang lebih 70%. Kadar air di dalam stroma relative yang diatur

oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel.

Apabila fungsi sel endotel kurang baik maka akan terjadi

kelebihan kadar air sehingga timbul edem kornea. Serat di dalam

stroma demikian teratur sehingga memberikan gambaran kornea

yang transparent atau jernih. Bila terjadi gangguan susunan serat

di dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea akan

mengakibatkan sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea

terlihat keruh.

Membran Descement

Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat,

tidak berstuktur dan bening. Terletak di bawah stroma, lapisan ini

merupakan pelindung atau barier infeksi dan masuknya

pembuluh darah.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 5/20

 

5

Endotel 

Terdiri atas satu lapis sel yang merupakan jaringan terpenting

untuk mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel

yang mengatur cairan di dalam stroma kornea. Endotel tidak 

mempunyai daya regenerasi sehingga bila terjadi kerusakan,

endotel tidak akan normal lagi. Endotel dapat rusak atau

terganggu fungsinya akibat trauma bedah, dan penyakit

intraocular. Usia lanjut dapat menyebabkan jumlah endotel

berkurang.

Kornea tidak mengandung pembuluh darah, jernih dan

bening sebagai dinding, juga berfungsi sebagai media

pengelihatan, dan dipersyarafi oleh N.V.(6)

 

Gambar 2.2 Kornea Potongan Melintang

2.2.Keratitis

A. 

DefinisiKeratitis adalah suatu keadaan dimana kornea mata yang

merupakan bagian terdepan bola mata mengalami suatu inflamasi.

Kondisi ini seringkali ditandai dengan rasa yang sangat nyeri dan

kemudian dapat berkembang menjadi photofobia atau rasa silau bila

terkena cahaya.9

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 6/20

 

6

B.  Gejala dan Tanda

Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa sangat nyeri,

rasa silau, penurunan visus mendadak, discharge kornea dan mata

merasa kelilipan.

C.  Klasifikasi

1.  Keratitis Superfisial

a.  Keratitis herpes simpleks superficial 

b.  Keratitis herpes zoster 

c.  Keratitis vaksinina 

d.  Keratitis flikten 

e.  Keratitis Sika 

f.  Keratitis Lepra 

2.  Keratitis Profunda

a.  Keratitis Interstitial

b.  Keratitis Sklerotikans

2.3. Keratitis Herpes Simpleks

A.  Definisi

Keratitis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus ini

menempati manusia sebagai host, dan merupakan parasit intrasellular

obligat yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga

mulut, vagina dan mata.

Penularan herpes simpleks dapat terjadi melalui kontak dengan

cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, dan alat kelamin yang

mengandung virus.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 7/20

 

7

Gambar 2.5 keratitis herpes simpleks

B.  Bentuk Infeksi

Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epithelial

dan stromal, pada yang epithelial terjadi akibat pembelahan virus di

dalam sel epitel yang mengakibatkan kerusakan pada sel epitel dan

membentuk tukak kornea yang suferficial. Pada stromal terjadi suatu

reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi

antigen antibody yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radangini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus, tetapi juga

akan merusak jaringan stroma di sekitarnya.(6,7)

C.  Gejala dan Tanda

Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer

dan rekuren. lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise,

limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat

unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral

khususnya pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada

setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25

tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh kelompok laki-laki

pada umur 40 tahun ke atas.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 8/20

 

8

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi: nrocos,

fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur. Berat ringannya

gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel,

berhubung adanya hipoestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini

harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipoastesi

kornea, misalnya pada: herpes zoster oftalmikus,  keratitis akibat

pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa,

dan keratitis kronik. Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3

minggu pasca infeksi primer.7

Dengan mekanisme yang tidak jelas,

virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom.(10)

 

Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n. trigeminus, dan

ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus.(11)

Namun akhir-

akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai

tempat berlindung virus herpes simpleks.(4)

Beberapa kondisi yang

berperan terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi

saluran nafas bagian atas, stres emosional, pemaparan sinar matahari

atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi imunosupresi.

Kremer, dkk. (1991) melaporkan pada 1,16% pasien pasca cangkok 

ginjal yang disertai penggunaan imunosupresan dalam kurun waktu 4

minggu ternyata timbul keratitis herpes simp1eks.(10)

Jumlah kasus

keratitis herpes mungkin semakin meningkat sehubungan dengan

bertambahnya kasus penderita AIDS di masa mendatang.

Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun

pertama, dan meningkat menjadi 33% pada tahun kedua.(14) Peneliti

lain bahkan melaporkan angka yang lebih besar yaitu 46-57% keratitis

herpes simpleks kambuh dalam kurun waktu 4 bulan setelah infeksi

primer.(1)

Penelitian di Yogyakarta mendapatkan angka kekambuhan

hanya 11,5% dalam kurun waktu 6 bulan pengamatan setelah

penyembuhan.(15)

Perbedaan angka-angka tersebut dimungkinkan oleh

perbedaan cara pengobatan. Terjadinya kekambuhan lebih sering

terjadi pada pasien dengan HLA-B5.(16) . Hasil penelitian di Tanzania

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 9/20

 

9

melaporkan adanya peningkatan jumlah kasus keratitis herpes

simpleks, yang Sebagian besar diderita oleh kelompok umur balita.(5)

 

Di Tanzania kejadian keratitis herpes simpleks dihubungkan dengan

terjadinya wabah malaria. Keratitis herpes simpleks kambuhan atau

lazim disebut keratitis herpes simpleks relaps dibedakan atas bentuk 

superfisial, profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato

uveitis. Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan

geografik. Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari

keratitis pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan

menyebar sambil menimbulkañ kematian sel serta membentuk defek 

dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat berkembang

menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus

bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid . Dengan

demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki

cabang mengelilingi ulkus.

Gambar 2.4 Keratitis herpes simpleks recurrent

Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan

keratitis herpes zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi

suatu hipertropi epitel yang dikelilingi mucus   plaques; selain itu,

bentuk  dendriform lebih kecil.(17)

Tirosinemia juga sering

menimbulkan lesi dendriform, tetapi biasanya bilateral dan terjadi pada

anak-anak. Lesi semacam ini pernah pula dilaporkan sebagai akibat

infeksi Acanthamoeba, trauma kimia, dan akibat toksisitas

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 10/20

 

10

thiornerosal. Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus

metaherpetik, dalam hat ini terjadi perobekan membrana basalis. ulkus

metaherpetik bersifat steril, deepitelisasi meluas sampai stroma. ulkus

ini berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran beberapa mm dan

bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat dijumpai adanya edema stroma

yang berat disertai lipatan membrana descemet. Reaksi iritasi

konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek lakrimasi

berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup.

Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai

beberapa bulan. Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-

kurangnya 6 minggu

Gambar 2.5 Ulkus dendritik 

Terdapat dua bentuk keratitis stroma, yaitu keratitis disciform dan

keratitis interstitial. Keratitis disciform dihipotesiskan sebagai reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, sedang keratitis interstitialis terjadi akibat

reaksi hipersensitivitas imun komp1ek.(10)

Karakteristik keratitis

disciform berupa edema stroma berbentuk lonjong atau gambaran

melingkar seperti cakram dengan ukuran diameter 57 mm, biasanya

disertai infiltrat ringan. Edema dapat terbatas pada bagian depan

stroma, tetapi dapat juga meluas ke seluruh tebal stroma. Keratic

 precipitates biasanya dijumpai menempel di endotel kornea belakang

daerah edema.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 11/20

 

11

Gambar 2.6. Keratitis disciform

Keluhan penderita antara lain: penglihatan kabur, nrocos, rasa

tidak enak, dan fotofobia terjadi bila disertai adanya iritis. Pada kasus

yang ringan, tanpa disertai nekrosis dan neovaskularisasi

penyembuhan dapat terjadi dalam beberapa bulan tanpa meninggalkan

sikatriks. Pada kasus yang berat, penyembuhan memerlukan waktu

sampai 1 tahun atau lebih, bahkan sering terjadi penyullt berupa

penipisan kornea maupun perforasi. Keratitis disciform dapat pula

terjadi akibat infeksi herpes zoster, varisela, campak, keratitis karena

bahan kimia, dan trauma tumpul yang mengenai kornea. Pada keratitis

discform dapat diisolir virus herpes simpleks dan cairan akuos.(20)

Keratitis instertitialis memiliki bentuk bervariasi, lesi dapat tunggal

maupun beberapa tempat. Gambaran klinisnya bahkan dapat mirip

keratitis bakteri maupun jamur. filtrat tampak mengelilingi daerah

stroma yang edema, dan dijumpai adanya neovaskularisasi. Kadang-

kadang dijumpai adanya infiltrat marginal atau lebih dikenal sebagai

Wessely ring, diduga sebagai infiltrat polimorfonuklear disertai reaksiantigen antibodi virus herpes simpleks.

(21) 

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 12/20

 

12

Gambar 2.6 Keratitis stromal

Beberapa penyulit keratitis stroma antara lain: kornea luluh,

descemetocele, penipisan kornea, superinfeksi, dan perforasi.

Terjadinya kornea luluh disebabkan oleh mekanisme aktif enzim

kolagenase, nekrosis, replikasi virus, dan efek steroid. Enzim

kolagenase dilepaskan oleh sel epitel rusak, sel polimorfonuklear, dan

fibroblas selama reaksi radang.

D.  Diagnosis Keratitis Herpes Simpleks 

Gambaran spesifik dendirt tidak memerlukan konfirmasi

pemeriksaan yang lain. Apalagi gambaran lesi tidak spesifik maka

diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinik infeksi kornea yang

relative tenang, dengan tanda-tanda peradangan yang tidak berat serta

riwayat penggunaan obat-obatan yang menurunkan resistensi kornea

seperti: anastesi lokal, kortikosteroid dan obat-obatan imunosupresif.

Apabila fasilitas memungkinkan dilakukan kultur virus dari jaringan

epitel, dan lesi stroma.

E.  Diagnosis Banding Keratitis Herpes Simpleks 

Diagnosis banding keratitis herpes simpleks dapat meliputi

keratitis herpes zoster, keratitis vaksinia, dan keratitis stafilokokus

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 13/20

 

13

F.  Klasifikasi Keratitis Herpes Simpleks

Hogan dkk. (1964) membuat kiasifikasi diagnosis keratitis herpes

simpleks sebagai berikut:

1.  Superfisial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika dan stroma,

geografika.

2.  Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan

penyembuhan, stroma dan ulserasi.

3.  Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini

keratouveitis dibedakan atas bentukulserasi dan non ulserasi.

Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk 

keratitis pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak 

dimasukkan. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat ternyata

dijumpai glaukoma sekunder yang diakibatkan oleh radang jaringan

trabekulum.

Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang

dibuat oleh Pavan-Langston (1983) sebagai berikut:(10)

 

1.  Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,

dendrogeografika, geografika.

2.  Ulserasi trophik atau metaherpetika.

3.  Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis

interstitialis.

4.  Uveitis anterior dan trabekulitis.

Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempuma,

mengingat sangat jarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun

trabekulitis yang berdiri sendini tanpa melibatkan adanya keratitis.

G.  Penatalaksanaan 

Hal-hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis

keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal,

ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Tujuan dari terapi keratitis herpetik 

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 14/20

 

14

yaitu untuk menghentikan replikasi virus di dalam kornea dan juga

memperkecil efek perusakan respon pandang.(8)

Pengobatan keratitis epitelial meliputi pemberian antiviral topikal

mata ditutup, dan pemberian antibiotik topikal untuk mencegah infeksi

sekunder. Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan

debridement  sebelumnya.  Debridement  epitel kornea selain berperan

untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan

sawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam hal

ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering

mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement  juga mampu

mengurangi kandungan virus epitelial, konsekuensinya reaksi radang

akan cepat berkurang. Di antara 8 kelompok penelitian yang dilakukan

antara tahun 19761987 tentang peranan debridement  ternyata 5

kelompok peneliti menyimpulkan bahwa tindakan debridement  

mempercepat penyembuhan. Apabila tidak ada perbaikan dalam 21

hari, perlu diganti dengan antiviral yang lain.(10)

 

Pada keratitis meta herpetik terjadi kerusakan membrana basalis,

untuk itu perlu dicegah kerusakan lebih lanjut dengan verban dan lensa

kontak lunak. Pengobatan yang diberikan meliputi pemberian antiviral,

air mata buatan, sikioplegik, dan asetil sistein 10-20% tetes mata tiap 2

 jam bila ada tanda-tanda penipisan dan Iuluhnya stroma. Selain itu,

perlu ditambahkan lem cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya

stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva,

bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti.(10) Flap konjungtiva hanya

dianjurkan bila asih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi

descemetocele flap konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan

keratoplastik lamellar.(22)

 

Pengobatan pada keratitis disciform meliputi pemberian steroid

topikal, antiviral salep, bila terjadi iritis perlu diberikan steroid oral 20-

30mg selama 7-10 hari. Antibiotik topikal perlu diberikan, jika steroid

topikal diberikan secara masif. Bila terjadi ulserasi, steroid topikal agar

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 15/20

 

15

dikurangi pembeniannya dan bila perlu distop. Apabila terjadi penyulit

misalnya luluh kornea, descemetocele, atau perforasi, kemudian

dikelola seperti pengelolaan ulkus metaherpetik yang mengalami

penyulit. 

Pemilihan Antiviral

Antiviral yang efektif dan aman adalah jika mampu menghentikan

replikasi virus, tanpa merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti

idoksuridina dan vidarabina memiliki toksisitas semacam dan khasiat

sepadan guna menghentikan replikasi virus. Efek samping pemberian

idoksuridina antara lain: keratitis pungtata, dermatitis kontakta,

konjungtivitis folikularis, dan oklusi pungtum lakrimalis.(23)

 

Efektivitas kedua obat tersebut untuk pengobatan keratitis dendritik 

sebesar 80%, sedang trifluridina mempunyal efektivitas 97% dengan

waktu penyembuhan 2 minggu. Tingkat kepatuhan pasien pengguna

trifluridma lebih baik dibanding kedua obat antiviral tendahulu, karena

lebih mudah larut dalam air.(24)

Pada 3-5% kasus ternyata dalam 1

minggu tidak ada perbaikan dengan tnifluridin, dalam hal ini

diperlukan debridement. Resistensi terhadap triflunid sangat jarang,

dan bila dijumpai ternyata tidak dijumpai resistensi silang terhadap

idoksunidina maupun vidarahina.

Hasil penelitian tentang daya guna asikiovir dengan idoksuridina

pertama kali dilaponkan oleh Collum dkk. (1980) didapatkan hasil

benupa lama penyembuhan keratitis dendritik rata-rata 4,4 hari dan

secara bermakna lebih pendek dibandingkan kelompok idoksuridina.

Untuk kasus-kasus keratitis geognafik memerlukan waktu

penyembuhan rata-rata 5,6 hari.(23)

Keratitis stroma memiliki hasil kurang baik bila diobati dengan

idoksuridina. Penggunaan kombinasi antara asikiovin dengan steroid

topikal dapat meningkatkan waktu penyembuhan. Steroid topikal dapat

membantu menekan reaksi radang, dan meaghambat vaskuIarisasi.(25) 

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 16/20

 

16

Pornier dkk (1982) membuktikan bahwa asikiovir topikal

menghasilkan daya penetrasi terbaik dibandingkan vidarabina maupun

trifluridina.(20)

Pada pasien-pasien keratitis stroma yang mendapat

pengobatan kombinasi asiklovir salep mata dan betametason 0,01%

ternyata sembuh komplit memerlukan waktu rata-rata 19,4 hari.(26)

 

Porter dkk. (1990) membandingkan pengobatan asiklovir secara

topikal dan oral pada kasus-kasus keratitis disciform. Masing-masing

kelompok menggunakan tambahan prednisolon 0,05% tetes mata 5

kali sehari. Hasil penelitian rnenunjukkan hilangnya lakrimasi dan

perbaikan visus lebih cepat pada kelompok pemberian oral, sedang

waktu penyembuhan tidak berbeda dan memerlukan waktu rata-rata 25

hari. Selain itu tidak dijumpai perbedaan angka kekambuhan pada

pengamatan sampai 3 tahun pasca penyembuhan.

Mengenai resistensi klinik antiviral, pernah dilaporkan untuk 

idoksuridina sebesar 37%, dan vidarabina sebesar 11 %.(28)

 

Berdasarkan hash uji laboratonik sensitivitas, beberapa antiviral

terhadap virus herpes simpleks mengalami penurunan, tetapi untuk 

asiklovir maupun gansiklovir tidak sampai 10%; sedang untuk 

foscarnet, vidarabina, dan icloksuridina didapatkan penurunan

sensitivitas jauh lebih banyak.(29)

 

Gansiklovir dan karbosiklik oksetanosin G merupakan calon obat

antiviral yang potensial, karena terbukti lebih baik dibandingkan

asiklovir pada percobaan binatang.(30)

Interferon tetes mata sebagai

terapi tunggal pada keratitis dendritik kurang bermanfaat, tetapi akan

lebih efektif bila dikombinasi dengan antiviral selain vidarabina.(24)

 

Mekanisme dasar interferon sebagai terapi adalah membuat sel-sel

sehat menjadi resisten terhadap virus, dan memblok penyebaran

virus.(31)

Pada keratitis stroma pembenian kombinasi steroid dan

interferon memberikan hasil yang baik pada percobaan binatang.(30)

 

Kombinasi antiviral dan interferon diharapkan dapat mengatasi

resistensi virus herpes simpleks di masa mendatang.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 17/20

 

17

BAB III

KESIMPULAN

1.  Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh

infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2.

2.  Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dapat berupa keratitis epithelial dan

stromal

3.  Keratitis herpes simpleks dapat bersifat infeksi primer maupun infeksi

rekuren. Infeksi rekuren dibagi menjadi keratitis superficial, profunda dan

keratouveitis.

4.  Gejala subjektif yang ditimbulkan akibat keratitis herpes simpleks dapat

berupa nrocos, fotofobia, injeksi perikornea, dan penglihatan kabur

5.  Debridement dan terapi medikamentosa merupakan penatalaksaan yang dapat

dilakukan pada keratitis herpes simpleks. Terapi medikamentosa dapat

dilakukan dengan pemberian pemberian antiviral, air mata buatan, sikioplegik,

dan asetil sistein. Antiviral yang dapat digunakan antara lain idoxuridine,

trifluridine, vidarabine, dan asyclovir.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 18/20

 

18

DAFTAR PUSTAKA

1.  Day DM, iones BR. Herpes simplex keratitis, in T.D:Duane (ccl.): Clinical

Ophthalmology Vol.4 External Eye Disease. Philadelphia: Harper & Row

PubI. 1986. pp. 19. 15

2.  Verdier DD, KrachmeriH. Clinical manifestations ofherpes simplex virus

infectionoftheeye, in FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye,

vol. 1, chap 1, 1984. pp. 917.

3.  Nahmias AJ, Josey WE. Herpes simplex viruses I and 2, in A Evans (ed):Viral Infection in Humans Epidemiology and Control. New York: Plenum

PubI. Co., 1977.

4.  Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence

for herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991;

75: 195200.

5.  Foster A, Yorston D. Comeal ulceration in Tanzanian children: relationship

between malaria and herpes simplex keratitis, Trans R Soc Trop Med Hyg.

1992; 86: 4567.

6.  Ilyas Sidarta, Malingkay, Taim Hilman, dkk. Ilmu Penyakit Mata : Untuk 

Dokter Umum Dan Mahasiswa Kedokteran. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto. 2002;

halaman 3-8, 120-123.

7.  Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008;

halaman 3-10,150-152

8.  Vaughan G Daniel, Asbury Taylor, Eva Paul Riordan. Oftalmologi Umum.

Editor: Suyono Joko.Edisi 14. Jakarta: Widiya Medika. 2000. Halaman 136-

139

9.  Elmer Tu, Sugar Joel. Eye Conditions:Keratitis. 2011. University of Illonis

Department of Ophtalmology and Visual Sciences. 

(http://www.uic.edu/com/eye/PatientCare/EyeConditions/Keratitis.shtml) 

10. Pavan-Laiigston D. Herpetic diseases in G. Smolin and RA Thoft (eds.): The

Cornea, Scientific Foundations and Clinical Practice, 1st ed. Boston: Brown &

Co. 1983. pp. 1826.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 19/20

 

19

11. Stevens i, Cook M. Latent herpes simplex virus in sensory ganglia, Perspect

Virol 1971;8: 1720.

12. Barringer JR. Herpes simplex virus infection of nervous tissue in animal and

man, Pro Med Virol 1975; 20: 15.

13. Tullo AB, Eastly DL, Hill Ti, Blyth WA. Ocular herpes simplex and the

establishment of latent infection, Trans Ophthalmol Soc UK 1982: 102: 158.

14. Krcmer I, Wagner A, Shmeal D, Yussim A, Shapira Z. Herpes simplex

keratitis in renal transplant patient, BrJ Ophthalmol 1991; 75: 946.

15. Shuster ii, Kaufman HE, Nesbur HB. Statistical analysis of the rate of 

recurrence of herpes virus ocular epithelial disease, Am I Ophthalmol. 1981:91: 32831.

16. Suhardjo, Agni AN. Penggunaan asiklovir salep mata 3% untuk pengobatan

keratitis herpetika, Medika 1992; 11: 258.

17. Grayson M. Diseases of the Cornea, 2nd ed. London: CV Mosby Co. 1983.

18. Epstein RI, Wilhelmus KR. Dendritic keratitis, will wiping it off wipe it out,

in TA Deutsch (ed): Ophthalmic Clinical Debates, Year Book Med. Publ.,

Chicago 1989. pp. 8590.

19. Kenyon KR, Fogle JA, Stone DL, Stark WL. Regeneration of corneal

epithelial basement membrane following thermal cauterization. Invest

Ophthalmol Vis Sci, 1977; 16: 2925. 16. Porrier RH, Kingham JJ, deMiranda

P. Annel M. Intra ocular antiviral penetration, Arch Ophthalmol. 1982; 100:

19647.

20. Meyers-Elliot RH, Pettit TH. Maxwel A. Viral antigens in the immune ring of 

herpes simplex stromal keratitis, Arch Ophthalmol. 1980; 98: 98790.

21. Foster CS, Duncan J. Penetrating keratoplasty for herpes simplex keratitis.AmJ Ophthalmol. 1981; 92: 3369.

22. Collum LMT, Benedict-Smith A, Hilary lB. Randomized double.blind trial

acyclovirand idoxuridine in dendritic corneal ulceration, Br J Ophihalniol.

1980; 64: 7669.

23. Kaufman HE. Herpes simplex in ophthalmology, in F.C. BloW (ed): Herpes

Simplex Infections of the Eye, vol. l,chap. 12. New York: Churchill

Livingstone Inc., 1984. pp. 15360.

5/17/2018 keratitis herpesimplek refrat - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keratitis-herpesimplek-refrat 20/20

 

20

24. Cohen EJ, Laibson PR. Corneal transplantation in herpes simplex keratitis, in

FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye, vol. I, chap. 11. New

York: Churchill Livingstone Inc., 1984. pp. 14752.

25. Collum LMT, Logan P. Rovenschott T. Acyclovir in herpetic disciform

keratitis, Br I Ophthalmol. 1983; 67: 1158.

26. Poiler SM, Patterson A, Kho P. A comparison of local and systemic acyclovir

in the management of herpetic disciform keralitis. Br J Ophthalrnol. 1990; 74:

2835.

27. McGill JL. Olgivie M. Viral drug resistence in herpes simplex ulceration. in P

Trevor Roper (ed): VIth Congress of the European Society for

Ophthalmology, London, 1980. pp. 814.

28. Charles SJ. Gray ii. Ocular herpes simplex virus infections: reducesensitivity

to acyclovir in primary disease, BrJ Ophthalmol. 1990; 74: 2868.

29. Shiota H. Treatment of herpetic eye diseases. Abstr. XIlIth Congress of AI

Kyoto. 1991.

30. Sundinacher R. The role of interferon in prophylazis and treatment of 

dendritic keintitis. In: FC Blodi (ed): Herpes Simplex Infections of the Eye,

vol. I, chap. 10. New York: Churchill Livingstone Inc.. 1984. pp. 12946