Upload
buihuong
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN
FILIPINA DALAM MENGHADAPI ANCAMAN
KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Jaka Haritstyo P.
11141130000039
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA
DALAM MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU
SAYYAF TAHUN 2016
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Juli 2018
Jaka Haritstyo P.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Jaka Haritstyo P.
NIM : 11141130000039
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
“KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM
MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016”
dan telah memenuhi syarat untuk diuji,
Jakarta, 6 Juli 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,
Ahmad Alfajri, M.A Irfan R. Hutagalung, LL.M NIP: NIP:
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KERJASAMA KEAMANAN INDONESIA DENGAN FILIPINA DALAM
MENGHADAPI ANCAMAN KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016
oleh
Jaka Haritstyo P
11141130000039
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9
Agustus 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, M.A Eva Mushoffa, MHSPS
NIP: NIP:
Penguji I, Penguji II,
M.Adian Firnas, M.Si Robi Sugara, M.Sc NIP: NIP:
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal ________2018.
Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Ahmad Alfajri, M.A
NIP:
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis kepentingan Indonesia dan Filipina dalam
kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf Tahun 2016.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kepentingan apa saja yang
melandasi Indonesia dan Filipina terlibat dalam kerjasama keamanan menghadapi
Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016. Serangkaian kasus penculikan di tahun
tersebut oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap Warga Negara Indonesia membuat
Indonesia bekerjasama dengan Filipina untuk melepaskan sandera yang diculik
tersebut. Selain itu, banyaknya kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di
perairan Laut Sulu akhirnya membuat Indonesia mendorong negara yang berada
di sekitar perairan tersebut untuk melakukan kerjasama keamanan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Cara pengumpulan data yaitu dengan menggunakan studi kepustakaan, yakni
melalui buku, jurnal, dokumen pemerintah, serta sumber terkait lainnya. Selain
itu, penelitian ini juga mengumpulkan data dengan cara wawancara. Kemudian,
skripsi ini menggunakan tiga konsep untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu
konsep Kepentingan Nasional, Kerjasama Internasional, dan Terorisme.
Berdasarkan ketiga konsep tersebut, kepentingan Indonesia dan Filipina
melakukan kerjasama keamanan menghadapi Kelompok Abu Sayyaf bukan hanya
karena kepentingan keamanan saja, tetapi juga kepentingan ekonomi. Keberadaan
Kelompok Abu Sayyaf di perairan Laut Sulu yang mengganggu kepentingan
negara-negara tersebut akhirnya membuat mereka melakukan kerjasama
keamanan.
Kata Kunci : Indonesia, Filipina, Kerjasama, Keamanan, Kelompok Abu Sayyaf,
Kepentingan Nasional, Kerjasama Internasional.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrrahim, puji serta syukur penulis ucapkan kepada Allah
SWT atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia dengan
Filipina dalam Menghadapi Ancaman Kelompok Abu Sayyaf Tahun 2016”.
Shalawat serta salam tak lupa diucapkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW
selaku tauladan bagi seluruh umat manusia.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
kemudian menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya kepada :
1. Allah SWT, terimakasih atas limpahan rahmat dan karunia atas kelancaran
dalam mengerjakan skripsi ini,
2. Kedua orangtua penulis, Darmawan Warsanto dan Nurhayati yang selalu
memberikan dukungan tiada henti secara moril dan materil kepada penulis.
Adik penulis, Dwzl Shaum Alfaensanah atas dukungan yang diberikan
kepada penulis agar semangat walau disaat-saat tersulit. Sepupu penulis,
Mas Kiki yang memberikan semangat agar segera menyelesaikan skripsi
vi
penulis, serta anggota keluarga besar Mbah Sueb dan Eyang Warsanto
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,
3. Bapak Irfan R.. Hutagalung, LL.M selaku Dosen Pembimbing penulis
yang telah membimbing, membantu, dan memberi dukungan tiada henti
dalam menyelesaikan skripsi ini,
4. Segenap jajaran staff dan dosen Prodi HI UIN Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan wawasan yang bermanfaat bagi penulis dan
mahasiswa HI lainnya,
5. Teman seperimbingan penulis, yaitu Ola, Risfi, Aqil, Teh Fari,Hanin, dan
Azmi yang telah memberikan dukungan serta memberi bantuan saat
penulis menghadapi kesulitan.
6. Geng The Four Horsemen, yaitu Nabiel, Radifan, dan Iqbal, yang walau
jarang bertemu tetapi senantiasa menjadi sahabat setia dan memberi
dukungan tiada henti kepada penulis sejak SMP hingga saat ini,
7. Sahabat-sahabatku, Gyralda yang walau terakhir ketemu pas SMP namun
dukungan melalui media sosial dan telepon tiada henti diberikan, Sadewa
yang merupakan sahabat setia sejak SD namun tidak pernah lelah memberi
dukungan,
8. Teman-teman penulis semasa kuliah dari tiga kelas, HI Kelas A,B, dan C,
yaitu Gema, Purwo, Alif, Yoga, Darma, Aden, Arman, Afif, Akbar,
Robi,Andika, Aldi, Abyan, Beben, Arkan, Fikri, Kibul, Akim, Acep, Ajis,
Ibnu, Namira, Sakhna, Rifda, Wirda, Aisyah, Cesa, Ahda, Nada,Yusti
,Yuana, Diah, Dina, Jaya, Andam, Widya, Tipeh, Unggul, Khirana, Karbel,
vii
Zahra, Kakuti, Devina, Hana, Atun, Inuy, Adinda,Ani, Tirana, Leha, Sasa,
Fira, dan teman-teman perkuliahanku di HI 2014 lainnya, you’re the best,
9. Teman-teman KKN Andromeda 2017, Ario,Haris, Depi, Rahma dan
kawan-kawan,aku rindu kalian,
10. Teman-teman yang tidak pernah lupa teman, Luis, Fajar, Wilsen, Nilam,
Wibi, Bule, Bila, Nandit, Abi, Danti,Mayang, Dhea, Kyora, Najip, Anisa
Ayu, Jasmine, Dwita, Puput, Ambar, Sarah, Baiq Tiara, Ica Sekdep, dan
teman-teman lintas ruang dan waktu lainnya, dukungan kalian sungguh
berarti,
11. Teman-teman penulis semasa kuliah lainnya yaitu anak-anak FISIP
angkatan 2014 dan dari kampus-kampus lainnya, terima kasih telah
memberi hidup yang berwarna bagi penulis,
Penulis juga berdoa agar segala dukungan dan bantuan yang diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis juga
menyadari banyaknya kekurangan dari skripsi ini. Oleh karena itu saran dan
masukan untuk skripsi ini dapat disampaikan melalui email penulis, yaitu
[email protected]. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta
memberikan wawasan baru bagi setiap pembacanya.
Jakarta, 6 Juli 2018
Jaka Haritstyo P.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah ........................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian......................................................... 4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................... 5
1.4. Tinjauan Pustaka ............................................................... 5
1.5. Kerangka Teoritis.............................................................. 10
1.5.1 Kepentingan Nasional……………………......…. 10
1.5.2 Kerjasama Internasional……...…….……............ 12
1.5.3 Terorisme...............................................................13
1.6. Metode Penelitian ............................................................ 14
1.7. Sistematika Penulisan ...................................................... 17
BAB II SEJARAH KEMUNCULAN DAN DINAMIKA
PERGERAKAN KELOMPOK ABU SAYYAF
2.1. Sejarah Kemunculan Kelompok Separatis di Filipina.......19
2.2. Sejarah Kelompok Separatis Abu Sayyaf ....................... 23
2.3. Dinamika Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf…………..26
2.3.1 Periode 1991-1998................................................27
2.3.2 Periode 1998-2014................................................29
2.3.3 Periode 2014-2016................................................30
ix
BAB III KERJASAMA INDONESIA DAN FILIPINA DALAM
MENGHADAPI KELOMPOK SEPARATIS DAN
TERORISME
3.1 Hubungan Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam
Menghadapi Kelompok Separatis dan Terorisme Selain
Kelompok Abu Sayyaf..................................................... 35
3.2 Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi
Kelompok Abu Sayyaf..................................................... 43
3.2.1 Upaya Pembebasan Sandera Kelompok Abu
Sayyaf......................................................................43
3.2.2 Kerjasama Keamanan Trilateral di Laut
Sulu..........................................................................50
BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA DAN FILIPINA
DALAM KERJASAMA KEAMANAN MENGHADAPI
KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016
4.1 Menjamin Kepentingan Keamanan Berupa Keselamatan
Warga Negara dari Ancaman Kelompok Abu
Sayyaf...............................................................................57
4.2 Mengamankan Kepentingan Ekonomi Kedua
Negara...............................................................................62
4.2.1 Menjaga Terjalinnya Kerjasama Perdagangan
Indonesia dan Filipina…………………………...62
4.2.2 Memaksimalkan Kerjasama BIMP-EAGA……..65
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ……….................………………………… 73
5.2 Saran ............................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA …………………………..…………………………..…. xiii
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Peta Wilayah BIMP-EAGA......................................................... 62
xi
DAFTAR SINGKATAN
ABK Anak Buah Kapal
AMM Aceh Monitoring Team
ARMM Autonomous Region in Muslim Mindanao
ASEAN Association of Southeasat Asian Nations
ASG Abu Sayyaf Group
BIMP-EAGA The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines
East ASEAN Growth Area
GAM Gerakan Aceh Merdeka
IMT International Monitoring Team
ISIS Islamic State of Iraq and Syria
KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia
MILF Moro Islamic Liberation Front
MNLF Moro National Liberation Front
MOU Momerandum of Understanding
OKI Organisasi Konferensi Islam
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
TNI Tentara Nasional Indonesia
WNI Warga Negara Indonesia
WNA Warga Negara Asing
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil wawancara dengan Letkol Ikhwan Ahmadi dari
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia
Lampiran 2 Hasil wawancara dengan Jimmy K. Mussa dari Mindanao
Development Authority
Lampiran 3 Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia
and President of the Republic of the Philippines on
Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah
Skripsi ini membahas kerjasama keamanan Indonesia dan Filipina
menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016, khususnya kepentingan
yang melandasi kerjasama keamanan kedua negara. Pada tahun tersebut,
Indonesia dan Filipina menghadapi tantangan berupa serangkaian aksi penculikan
Kelompok Abu Sayyaf. Selain bekerjasama dalam penyelamatan sandera
Kelompok Abu Sayyaf, kedua negara tersebut juga tergabung dalam kerjasama
keamanan Laut Sulu bersama dengan Malaysia.
Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf di wilayah perairan lintas negara
menjadi masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara Asia Tenggara. Selama
bertahun-tahun, kelompok separatis militan dengan ideologi Islam radikal yang
berasal dari Filipina ini sudah melakukan berbagai aksi seperti pengeboman,
pembunuhan, pembajakan kapal, hingga penyanderaan untuk mendapatkan uang
tebusan. Segala tindak kejahatan tersebut dilakukan untuk menjaga
keberlangsungan organisasi, khususnya dari segi keuangan serta keperluan untuk
membeli persenjataan.1
1 Adhe Nuansa Wibisono, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan:
Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin Vol. 3, No. 1(Januari 2016):124.
2
Pemerintah Filipina dihadapkan dengan berbagai tantangan bukan hanya
menghadapi pergerakan Kelompok Abu Sayyaf saja, namun juga berbagai
kelompok separatis lain seperti Moro National Liberation Front (MNLF) dan
Moro Islamic Liberation Front (MILF). Namun, kesepakatan damai yang dicapai
pemerintah dengan kedua organisasi tersebut kini telah meredakan tensi
ketegangan, sehingga menyisakan Kelompok Abu Sayyaf sebagai ancaman yang
patut diperhitungkan potensi pergerakannya.2
Semenjak tahun 1990-an, aksi penyanderaan yang kemudian meminta
tebusan menjadi polemik yang terus berulang. Sebagian besar penculikan yang
dilakukan berada di wilayah perairan Filipina, tepatnya di Laut Sulu. Target
operasi kelompok tersebut beragam, mulai dari kapal nelayan, Warga Negara
Asing (WNA) yang sedang menginap di resort, serta berbagai jenis kapal lainnya
yang sedang melintas perairan tersebut.3 Hal tersebut diperparah dengan
kelompok Abu Sayyaf yang tidak segan-segan melukai dan membunuh jika
tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Salah satu aksi pemenggalan oleh kelompok ini yaitu pada tahun 2016, di
mana mereka memenggal sandera WNA asal Kanada, Robert Hall. Tuntutan
tebusan sebanyak 300 juta peso Filipina yang tidak terpenuhi membuat Hall yang
sudah menjadi sandera Kelompok Abu Sayyaf semenjak tahun 2015 tersebut
2 ‘’Guide to the Philipines Conflict’’, BBC, http://www.bbc.com/news/world-asia-
17038024 (Diakses 16 Oktober 2017). 3 Zack Fellman, “Abu Sayyaf Group”, Aqam Futures Project Case Studies Series Number
5, (November 2011): 2.
3
dieksekusi.4 Pemenggalan WNA Kanada tersebut menjadi salah satu dari
serangkaian operasi Kelompok Abu Sayyaf khususnya kasus penculikan dan
penyanderaan warga asing yang terjadi di wilayah Filipina.
Pada tahun 2016, terjadi serangkaian kasus penculikan oleh Kelompok
Abu Sayyaf yang melibatkan Warga Negara Indonesia(WNI). Kasus pertama
terjadi pada bulan Maret, dimana 10 Pelaut asal Indonesia diculik di perairan Laut
Sulu, Filipina.5 Belum selesai dengan pembebasan kasus pertama, kasus kedua
terjadi pada perairan Filipina-Malaysia dimana kapal TB Henry dan tongkang
Christy asal Indonesia yang berisikan 10 orang WNI dirompak.6
Meskipun enam orang selamat pada peristiwa ini, 4 orang WNI lainnya
diculik sehingga menambah daftar sandera asal Indonesia. Kasus penculikan dan
penyanderaan WNI kembali terjadi pada bulan Juni, Juli, dan November 2016.
Hal tersebut belum termasuk berbagai kasus penculikan lain negara lainnya pada
tahun yang sama. Terus terjadinya perompakan, penculikan, dan penyanderaan ini
mendorong pemerintah Indonesia untuk menemukan solusi agar meminimalisir
penculikan WNI serta mendesak Filipina meningkatkan keamanan laut mereka.
Selain kerjasama pemerintah Filipina dan Indonesia dalam melepaskan
sandera Kelompok Abu Sayyaf, kedua negara juga melakukan pertemuan untuk
4 “Robert Hall Canadian Hostage Beheaded Philipines Abu Sayyaf Islamist Militant
Group Terrorism”, Independent, http://www.independent.co.uk/news/world/asia/robert-hall-
canadian-hostage-beheaded-philippines-abu-sayyaf-islamist-militant-group-terrorism-
a7079256.html (Diakses 16 Oktober 2017). 5 “Philippines' Abu Sayyaf Abducts 10 Indonesian Sailors”, Reuters,
http://www.reuters.com/article/us-indonesia-philippines-security-idUSKCN0WU1A4 (Diakses 16
Oktober 2017). 6 “Five Seaman Evade Kidnapping, Return to Jakarta”, The Jakarta Post, diakses dari
http://www.thejakartapost.com/news/2016/04/24/five-seamen-evade-kidnapping-return-to-
jakarta.html (Diakses 16 Oktober 2017).
4
membahas peningkatan keamanan perairan. Pada tanggal 9 September 2016,
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dengan Presiden Filipina, Rodrigo
Duterte menyepakati kerjasama keamanan maritim di Laut Sulu, perairan yang
menjadi jalur laut yang dilewati kapal kedua negara dan menjadi target operasi
Kelompok Abu Sayyaf. Kerjasama tersebut diharapkan membuka peluang
kerjasama dalam bidang lainnya.7
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada penjelasan pernyataan masalah di atas, maka pertanyaan
penelitian yang diajukan adalah “Apa kepentingan yang melandasi Indonesia dan
Filipina dalam kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf
tahun 2016?”.
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami pelaksanaan kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan
Filipina dalam menghadapi ancaman Kelompok Abu Sayyaf.
2. Mengetahui lebih lanjut gambaran ancaman Kelompok Abu Sayyaf yang
kemudian mendorong kerjasama Indonesia dan Filipina.
3. Mengetahui kepentingan yang melandasi kerjasama kedua negara dalam
menghadapi Kelompok Abu Sayyaf.
Penelitian ini bermanfaat untuk:
7 “Duterte Firm Friends”, The Jakarta Post, diakses dari
http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/10/jokowi-duterte-firm-friends.html (Diakses 16
Oktober 2017).
5
1. Memberikan wawasan yang lebih luas mengenai upaya Indonesia dan
Filipina dalam menghadapi pergerakan Kelompok Abu Sayyaf.
2. Memberikan pandangan mengenai potensi kerjasama yang lebih luas
bagi Indonesia dan Filipina dalam menghentikan pergerakan Kelompok
Abu Sayyaf atau kelompok radikal lainnya di masa yang akan datang.
3. Memberikan kontribusi kepada disiplin Ilmu Hubungan Internasional
khususnya dalam memberikan perspektif baru khususnya terkait pola
pergerakan kelompok radikal dan upaya menghadapinya.
1.4. Tinjauan Pustaka
Terdapat beragam literatur yang telah mengkaji tema serupa, yaitu
mengenai pergerakan Kelompok Abu Sayyaf maupun kerjasama yang dilakukan
pemerintah Indonesia dan Filipina. Salah satu literatur tersebut adalah sebuah
jurnal yang berjudul “Terrorism and Secession in the Southern Philippines: The
Rise of the Abu Sayaff ” oleh Mark Turner. Pada jurnal tersebut, Turner mengkaji
awal mula lahirnya Kelompok Abu Sayyaf sebagai kelompok Islam radikal dan
dianggap sebagai ancaman baru pemerintahan Filipina.
Selain itu, Turner juga menjelaskan bagaimana Abu Sayyaf memanfaatkan
isu kemiskinan, ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah dalam
negaranya, serta berbagai faktor lainnya sebagai penyebab menguatnya kelompok
tersebut. Lebih lanjut lagi, Turner juga mengungkapkan bahwa MNLF yang
notabennya juga kelompok separatis di Filipina justru ikut mendukung upaya
pemerintah dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf.
6
Jika dilihat lebih lanjut, Jurnal yang ditulis oleh Turner tersebut melihat
lebih dalam dinamika politik dalam negeri pada masa awal mula berdiri
Kelompok Abu Sayyaf serta melihat pula indikasi berperannya Angkatan
Bersenjata Filipina dalam berdirinya kelompok radikal tersebut. Kemudian,
penekanan mengenai nilai-nilai tentang persoalan bangsa yang beragama Muslim
dengan penduduk beragama lainnya yang merupakan bagian dari sejarah yang
mendorong kelahiran kelompok radikal di Filipina juga menjadi ulasan menarik
yang Turner kemukakan.
Fokus utama jurnal yang ditulis oleh Turner berbeda dengan penelitian ini.
Meskipun sama-sama membahas pergerakan Kelompok Abu Sayyaf, penelitian
ini akan lebih berfokus kepada kepentingan kerjasama pemerintah Filipina dan
Indonesia dalam menghadapi pergerakan Abu Sayyaf, baik dari segi keamanan,
ekonomi, serta faktor lainnya. Meskipun begitu, penelitian ini akan tetap melihat
latar belakang sejarah Kelompok Abu Sayyaf sebagai kelompok separatis di
Filipina Selatan serta rentetan aksi Kelompok Abu Sayyaf yang menimbulkan
kerugian bagi negara-negara di ASEAN, khususnya Indonesia dan Filipina. Biar
bagaimanapun, penting untuk melihat sejarah kelompok tersebut agar dapat
melihat alasan mereka melakukan serangkaian aksi penculikan, penyanderaan,
dan aksi lainnya.
Literatur kedua yang menarik untuk dijadikan tinjauan adalah jurnal
penelitian yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia-Filipina dalam
Mengatasi Masalah Terorisme Tahun 2005-2011” oleh Adisty Larasati. Alasan
Adisty Larasati menyusun jurnal tesebut adalah untuk memahami alasan
7
Indonesia dan Filipina yang ingin bekerjasama dalam bidang keamanan dan
terorisme pada tahun 2005 hingga 2011. Adisty menambahkan bahwa kedua
negara tersebut mengalami permasalahan yang serupa dalam menghadapi
terorisme. Terlebih lagi, ada koneksi antara dua kelompok radikal dari kedua
negara tersebut, yaitu Jemaah Islamiyah dan MILF.
Perbedaan jurnal yang disusun oleh Adisty dengan penelitian ini terletak
dari fokus utama kelompok radikal yang menjadi pembahasan, dimana penelitian
ini berfokus kepada Kelompok Abu Sayyaf. Meskipun sama-sama kelompok
separatis yang berasal dari Filipina, MILF dan Abu Sayyaf tetap merupakan
kelompok yang berbeda. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan juga tidak
membahas mengenai keterkaitan antara Kelompok Abu Sayyaf dengan kelompok
terorisme yang ada di Indonesia karena pola pergerakan yang dilakukan kelompok
ini berbeda.
Literatur ketiga yang menjadi tinjauan pustaka adalah sebuah jurnal yang
ditulis Andrew Tan dengan judul “Armed Muslim Separatist Rebellion in
Southeast Asia: Persistence, Prospects, and Implications”. Pada jurnal tersebut,
Andrew Tan memberikan gambaran mengenai berbagai jenis kelompok separatis
Islam yang menjadi ancaman negara-negara di Asia Tenggara, khususnya di
daerah Indonesia dan Filipina.
Andrew Tan juga secara komprehensif menjabarkan bagaimana
perkembangan setiap kelompok separatis seperti Darul Islam dan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) di Indonesia serta MNLF, MILF, serta Abu Sayyaf. Pada
8
faktanya, kelompok separatis Islam tersebut ternyata memiliki motif yang serupa
untuk melegitimasi aksi mereka melawan pemerintahan, diantaranya adalah
tuntutan akan otonomi khusus hingga keinginan untuk membentuk negara sendiri.
Berdasarkan literatur yang disusun oleh Andrew Tan, terlihat kesamaan
pola yang mendorong aksi kelompok separatis, mulai dari ketidakmampuan
pemerintah dalam merangkul kelompok tertentu, diskriminasi etnis, hingga
dorongan faktor eksternal dari aktor di luar negara terkait. Namun, kelompok
separatis yang dikaji oleh Andrew Tan lebih melihat kerugian yang ditimbulkan
masing-masing kelompok separatis di tingkat domestik. Hal tersebut berbeda
dengan dengan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini, dimana akan
membahas aktivitas Kelompok Abu Sayyaf yang bukan hanya merugikan Filipina
saja, tetapi merugikan negara lainnya.
Terakhir, literatur yang menarik untuk dikaji sebagai tinjauan pustaka
adalah sebuah skripsi berjudul “Kerjasama ASEAN Dalam Menghentikan Aliran
Dana Operasional Terorisme Internasional di Asia Tenggara” yang dibuat oleh
Maya Damayanti, Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada skripsinya tersebut, Maya
Damayanti bertujuan mengetahui kerjasama yang dilakukan negara-negara
anggota ASEAN dalam memberantas terorisme.
Berdasarkan literatur yang dibuat Maya Damayanti tersebut, dapat
digarisbawahi bahwa ketidakefektifan bentuk kerjasama regional seperti ASEAN
dalam upaya melawan terorisme menjadi kendala yang sama sebagaimana bentuk
9
kerjasama multilateral maupun regional. Hal tersebut berbeda dengan penelitian
ini yang mencoba bagaimana kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina
menghadapi Kelompok Abu Sayyaf serta kepentingan masing-masing negara
sehingga terlibat didalamnya.
Dari beberapa literatur yang dicantumkan diatas, terdapat beberapa
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Dilihat dari persamaannya,
literatur di atas dan penelitian ini sama-sama membahas kelompok radikal. Selain
itu, literatur yang ditinjau dalam penelitian ini juga sama-sama membahas bentuk
upaya penanganan oleh negara-negara terkait dan latar belakang konflik yang
melibatkan negara dengan kelompok-kelompok radikal tersebut.
Sedangkan apabila dilihat dari perbedaan dengan literatur di atas,
penelitian ini akan berfokus kepada kerjasama yang dilakukan Indonesia dan
Filipina dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf khususnya pada tahun 2016, di
mana pada saat itu pemerintah Indonesia menghadapi banyak kasus penyanderaan
WNI yang dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Selain itu, penelitian ini juga
akan menjelaskan kepentingan apa saja yang mendorong kerjasama Indonesia
serta Filipina melalui konsep kepentingan nasional, kerjasama internasional, dan
terorisme. Penelitian ini juga akan melihat bentuk kerjasama yang diberlakukan
dalam menghadapi serta mempersempit ruang gerak Kelompok Abu Sayyaf.
1.5. Kerangka Teoritis
Penelitian ini akan menggunakan tiga konsep dalam menganalisis
permasalahan yang diangkat, yaitu konsep kepentingan nasional, kerjasama
10
internasional, dan konsep terorisme. Dengan menggunakan tiga konsep tersebut,
penelitian ini akan melihat lebih dalam bagaimana kerjasama antara Indonesia dan
Filipina menjadi sebuah langkah maupun strategi dalam mengantisipasi
Kelompok Abu Sayyaf, di mana mereka merupakan ancaman bagi masing-masing
negara.
1.5.1. Konsep Kepentingan Nasional
Sudah menjadi kewajiban suatu negara dalam menjamin
keberlangsungannya, termasuk dalam memenuhi kepentingan ekonomi, politik,
sosial, dan budaya. Instrumen dalam berbagai bidang tersebut kemudian menjadi
pendorong kebijakan yang dilakukan negara di dunia internasional. Dengan kata
lain, kepentingan nasional suatu negara memegang peran penting dalam politik
internasional.
Menurut Neuchterlein sebagaimana dikutip oleh Marleku, kepentingan
nasional adalah kebutuhan dasar dan keinginan negara yang didapatkan dengan
cara melakukan hubungan dengan negara lainnya.8 Selain itu, Neuchterlein juga
menyebutkan empat kepentingan dasar suatu negara, yaitu pertahanan, ekonomi,
tatanan dunia, serta nilai-nilai yang berkembang.9 Kepentingan tersebut kemudian
berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lainnya.
8 Alfred Marleku,”National Interest and Foreign Policy:The Case of Kosovo”,
Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol.4, No.3(2013):415. 9 Edwin Arnold, Jr., “The Use of Military Power in Pursuit of National Interests”,
Parameters, Spring 1994, http://ssi.armywarcollege.edu/pubs/parameters/articles/1994/arnold.htm (Diakses 23 Maret 2018).
11
Menurut Morgenthau, terdapat dua tingkat kepentingan nasional, yaitu
vital dan secondary(kedua). Kepentingan nasional suatu negara pada tingkatan
vital tidak dapat dikompromi lagi karena biasanya menyangkut keberlangsungan
negara. Kepentingan nasional pada tingkatan ini diantaranya adalah keamanan dan
kebebasan suatu negara, perlindungan institusi,warga negara, serta nilai
fundamental lainnya. Kemudian ,tingkat lainnya yaitu secondary adalah
kepentingan yang dapat dikompromikan karena tidak mengancam suatu negara.
Namun, tingkatan kedua ini sewaktu-waktu dapat berubah menjadi tingkatan vital
yang kemudian mengancam negara.10
Lahirnya bentuk ancaman baru pada era kontemporer seperti kejahatan
transnasional dan terorisme menimbulkan hambatan suatu negara dalam
memenuhi kepentingan nasionalnya, mulai dari aspek keamanan, ekonomi, hingga
sosial. Aksi mereka yang seringkali sulit diprediksi serta ancaman yang
ditimbulkan terhadap masyarakat suatu negara dapat menimbulkan skala kerugian
yang besar. Hal tersebut yang kemudian mendorong negara melakukan kerjasama
dengan negara lain, yaitu demi mencapai kepentingan nasional masing-masing
negara.
1.5.2. Konsep Kerjasama Internasional
Berbagai jenis ancaman baru pada era modern seperti pasar gelap,
kejahatan dunia maya, hingga terorisme menjadi tantangan tersendiri yang
10 M. Roskin, National Interest: Form Abstraction to Strategy. (USA; Strategic Studies
Institute,1994), 5, https://www.globalsecurity.org/military/library/report/1994/ssi_roskin.pdf (diakses 12 Maret 2018).
12
dihadapi negara di berbagai belahan dunia. Dalam rangka mengantisipasi
tantangan tersebut, seringkali negara melakukan kerjasama dengan negara lainnya
demi menjaga kepentingannya. Kepentingan berbagai negara sendiri di antaranya
dalam segi ekonomi, sosial, hingga keamanan dari negara itu sendiri.
Secara definisi, James E. Doughtery & Robert L. Pfaltzgraff
mendefinisikan kerjasama sebagai berikut:
Kerjasama dapat didefinisikan sebagai serangkaian hubungan-hubungan yang
tidak didasarkan pada kekerasan atau paksaan dan disahkan secara hukum, seperti
dalam sebuah organisasi internasional seperti PBB atau Uni Afrika. Kerjasama
dimaksudkan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama dapat tumbuh
dari suatu komitmen individu terhadap kesejahteraan bersama atau sebagai usaha
pemenuhan kepentingan pribadi. Kunci dari perilaku kerjasama ada pada sejauh
mana setiap pribadi percaya bahwa yang lainnya akan bekerja sama. Sehingga isu
utama dari teori kerjasama didasarkan pada pemenuhan kepentingan pribadi,
dimana hasil yang menguntungkan kedua belah pihak dapat diperoleh dengan
bekerja sama daripada dengan usaha sendiri atau dengan persaingan.11
Definisi tersebut kemudian dapat dikaitkan dengan kerjasama yang
dilakukan berbagai negara dalam kondisi menghadapi kelompok terorisme
maupun kelompok ekstrimis. Seringkali kelompok-kelompok tersebut melakukan
aksi tidak hanya disatu negara, melainkan lintas batas negara. Selain itu, upaya
penangkapan serta pengungkapan penyedia senjata bagi kelompok terorisme dan
ekstrimis akan lebih mudah jika melibatkan bantuan dari negara lain, di mana
keberhasilan dalam menghadapi kelompok tersebut akan menyelesaikan masalah
yang ada.
11 James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltzgraff, Contending Theories. (New York:
Harper and Row Publisher, 1997),419.
13
Sejalan dengan hal tersebut, Holsti juga mengungkapkan alasan mengapa
negara-negara melakukan kerjasama internasional12, di antaranya adalah
peningkatan kesejahteraan ekonomi, di mana kerjasama dengan negara lain akan
membuat negara tersebut mengurangi biaya yang harus ditanggung terkait hal
produksi kebutuhan untuk negara dan rakyatnya karena keterbatasan yang dimiliki
negara tersebut. Adapun faktor lain seperti peningkatan efisiensi berupa
pengurangan biaya, adanya masalah yang mengancam keamanan bersama, serta
upaya mengurangi kerugian yang disebabkan tindakan negara yang memberi
dampak negatif bagi negara lainnya.
1.5.3. Konsep Terorisme
Menurut Jack Gibbs dalam “Conceptualization of Terrorism”, Terorisme
adalah suatu kejahatan atau suatu ancaman langsung terhadap manusia atau objek
tertentu. Gibbs kemudian juga menjabarkan beberapa ciri dari terorisme yang
merujuk kepada beberapa hal berikut13:
1. Tindakan yang dijalankan bermaksud untuk mengubah atau
mempertahankan satu norma dalam suatu wilayah tertentu;
2. Tindakannya dijalankan secara rahasia oleh para pelakunya untuk
menyembunyikan identitas dan lokasi mereka;
3. Tidak bersifat menetap pada suatu tempat tertentu;
12 K.J. Holsti, International Politics : A Framework For Analisis, Seventh Edition, (New
Jersey: Prentice Hall, 1995),362-363. 13 Jack P. Gibbs, “Conceptualization of Terrorism”, American Sociological Review
Vol. 54, No. 3 (Jun., 1989), 329-340.
14
4. Berbeda dengan peperangan konvensional karena identitas, target,
serta lokasi mereka tidak diketahui secara pasti;
5. Pelakunya memiliki pemikiran yang sejalan dengan konsep teror serta
memperjuangkan norma yang mereka anggap benar tanpa memikirkan
dampak yang mereka timbulkan.
Terorisme pada masa kini telah semakin berkembang menjadi ancaman
serius bagi negara-negara di dunia. Aksi kelompok teroris yang dijalankan secara
terstruktur dan tiba-tiba tentunya membuat kekhawatiran tersendiri. Oleh karena
itu, kewaspadaan negara serta kesiapan untuk mengantisipasi pergerakan aksi
terorisme yang dapat terjadi kapanpun sangat diperlukan. Selain itu, negara juga
perlu berupaya menghentikan pergerakan dan perkembangan kelompok teroris
agar mereka tidak melakukan aksi teror di masa yang akan datang serta
berkembang menjadi kelompok yang lebih besar.
1.6.Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Creswell, Penelitian kualitatif adalah metode pengumpulan
data yang digunakan untuk mengeksplorasi serta memahami permasalahan sosial
atau kemanusiaan yang terjadi. Selain itu, metode penelitian kualitatif dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan, diantaranya penelitian partisipatoris,
15
analisis wacana, etnografi, grounded theory, studi kasus, fenomenologi, dan
naratif.14
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur (library research)
sebagai teknik pengumpulan data. Studi literatur yang dimaksud dengan mencari
informasi yang relevan dengan topik penelitian dari literatur seperti buku, jurnal,
karya tulis ilmiah, serta sumber-sumber informasi lainnya. Pada penelitian ini,
literatur yang dijadikan rujukan utama berasal dari buku fisik, buku online, jurnal,
laporan dari internet, serta sumber-sumber lainnya.
Kemudian, teknik pengumpulan data lain yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi dokumen. Menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip
Sugiyono, dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah terjadi, baik
berbentuk tulisan, gambar, maupun karya monumental dari seseorang.15 Dokumen
yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini di antaranya adalah dokumen berupa
“Deklarasi Bersama Pemerintah Indonesia dan Filipina Menjaga Keamanan di
Laut Sulu Tahun 2016” yang diakses dari situs Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia.
Selain dengan studi literatur, penelitian ini juga melakukan wawancara
sebagai teknik pengumpulan data. Wawancara merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara
14 John W. Creswell, Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010),20. 15 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: ALFABETA, 2005),82.
16
kepada responden yang kemudian jawaban-jawabannya dicatat dan direkam.16
Terkait dengan penelitian ini, penulis akan melakukan wawancara dengan
beberapa responden yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian, khususnya
dalam instansi pemerintahan.
Wawancara terkait penelitian ini akan ditujukan kepada dua responden.
Wawancara pertama ditujukan kepada Letkol Ikhwan Ahmadi selaku Letkol
Ikhwan Akhmadi selaku Kasi Misi Perdamaian, Subdit Multilateral, Ditjen
Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI.
Kedua, wawancara juga ditujukan kepada Jimmy K.Musa dari International
Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-EAGA (EAGA
Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development
Authority. Kedua responden wawancara tersebut dipilih berdasarkan informasi
yang dibutuhkan terkait penelitian ini, yaitu terkait Kelompok Abu Sayyaf serta
bentuk kerjasama yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Filipina.
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualititatif. Data kualitatif
disini adalah data yang bentuknya kalimat verbal dan bukan dalam simbol angka
maupun bilangan. Data kualitatif yang diperoleh baik dengan cara wawancara
maupun literatur kemudian dianalisis sesuai dengan kerangka teoritis dan fakta
permasalahan yang ada. Penelitian ini akan berfokus dengan pelaksanaan
kerjasama keamanan Indonesia dan Filipina dalam menghadapi ancaman
Kelompok Abu Sayyaf khususnya pada tahun 2016.
16 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor
:Ghalia Indonesia, 2002):85.
17
1.7.Sistematika Penulisan
Terdapat beberapa urutan dalam sistematika penulisan penelitian ini, yakni
disusun dalam lima bab. Bab I berisi tentang latar belakang masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka,
kerangka teoritis, metode penelitian, serta sistematika penulisan pada bab-bab
selanjutnya dalam penelitian ini.
Bab II membahas sejarah kemunculan dan dinamika pergerakan
Kelompok Abu Sayyaf serta segala ancaman yang pernah ditimbulkan. Ancaman
tersebut mulai dari aksi pembajakan, penyanderaan, pengeboman hingga bentuk
teror lainnya yang pernah dilakukan oleh kelompok tersebut.
Bab III membahas tentang dinamika kerjasama Indonesia dengan Filipina.
Sebagai negara yang memiliki letak geografis berdekatan, Indonesia dan Filipina
menjalin berbagai kerjasama dalam berbagai bidang, khususnya dalam
menghadapi terorisme maupun kelompok separatis yang mengancam masing-
masing negara.
Bab IV berisi tentang analisis kepentingan kerjasama keamanan Indonesia
dan Filipina dalam menghadapi kelompok Abu Sayyaf. Baik Indonesia dan
Filipina sama-sama memiliki kepentingan masing-masing yang mendorong kedua
negara tersebut untuk melakukan kerjasama, mulai dari kepentingan keamanan,
ekonomi, dan kepentingan lainnya. Selain itu, bab ini juga menjelaskan bentuk
kerjasama yang dicapai Indonesia dan Filipina dalam menghadapi Kelompok
Abu Sayyaf tahun 2016.
18
Bab V merupakan bab Penutup yang bertujuan menjelaskan jawaban dari
pertanyaan penelitian ini. Adapun dalam bab ini berisikan beberapa sub bab,
yakni: Kesimpulan,dan Saran.
19
BAB II
SEJARAH KEMUNCULAN DAN DINAMIKA PERGERAKAN
KELOMPOK ABU SAYYAF
Bab ini membahas sejarah kemunculan serta tujuan didirikannya
Kelompok Abu Sayyaf. Namun, sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu sejarah
yang menyebabkan munculnya kelompok separatis di Filipina. Kemudian,akan
dibahas juga dinamika pergerakan Kelompok Abu Sayyaf mulai dari awal
didirikan hingga tahun 2016, dimana kelompok tersebut bukan hanya memberi
ancaman di wilayah Filipina saja, tetapi juga mulai mengancam negara lainnya.
2.1. Sejarah Kemunculan Kelompok Separatis di Filipina
Semenjak era penjajahan Spanyol dan Amerika Serikat hingga Filipina
merdeka, wilayah selatan Filipina telah mengalami konflik yang sebagian besar
melibatkan masyarakat Muslim Moro di Mindanao.17 Gejolak konflik di wilayah
tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor, seperti ekonomi, demografi, hingga
faktor politik. Faktor tersebut kemudian perlahan memunculkan lahirnya gerakan
separatis yang melawan pemerintah Filipina hingga saat ini.
17Rommel C. Banlaoi, Al-Harakatul Al-Islamiyyah: Essays on the Abu Sayyaf Group, 3rd
Edition (Quezon City: Philippine Institute for Peace, Violence andTerrorism Research, 2012),10-11.
20
Dilihat dari faktor ekonomi misalnya, kesenjangan ekonomi terjadi antara
wilayah selatan Filipina dengan wilayah lainnya. Pada era penjajahan Spanyol di
wilayah Filipina pada Abad ke-16 M, peperangan terjadi antara Muslim Moro
dengan bangsa Spanyol. Hal tersebut kemudian menghambat perkembangan
ekonomi dan sosial di wilayah selatan. Selain melemahkan perekonomian Muslim
Moro akibat peperangan yang terjadi selama 300 tahun, hubungan mereka dengan
wilayah Filipina lainnya terganggu akibat sebagian wilayah Filipina lainnya telah
berada di bawah kekuasaan Spanyol. 18
Selain itu, eksploitasi sumber daya alam dilakukan di wilayah tersebut
demi meningkatkan pembangunan di wilayah pusat dan utara Filipina. Sejak
kekalahan Spanyol di Perang Spanyol-Amerika, wilayah Filipina kemudian jatuh
ke tangan Amerika Serikat. Kebijakan Amerika Serikat di Filipina antara lain
adalah meningkatkan pembangunan di wilayah utara Filipina serta perlahan
mengintegrasikan kebijakan mereka di wilayah selatan Filipina. Tujuan utama
dari kebijakan tersebut adalah demi mengeksploitasi sumber daya alam serta
memegang kontrol penuh wilayah selatan Filipina.19
Demi mewujudkan kepentingannya di Filipina, Amerika Serikat memulai
kebijakan mereka dengan memberikan sarana edukasi dan infrastruktur kepada
Muslim Moro. Selain itu, Pemimpin Muslim Moro di Mindanao juga
mendapatkan jaminan perlindungan dan Amerika Serikat berjanji tidak campur
tangan dengan urusan internal mereka. Namun, Amerika Serikat juga perlahan
18Peng Hui, “The “Moro Problem” in the Philippines: Three Perspectives’’,Southeast Asia
Research Centre Working Paper Series, No. 132,(2012):1-2. 19Peng Hui, The “Moro Problem” in the Philippines: Three Perspectives”, 3.
21
menjalankan kebijakan untuk memenuhi tujuan mereka di Filipina Selatan, seperti
mulai memetakan sumber daya alam di wilayah selatan Filipina serta menerapkan
regulasi baru berupa penerapan pajak.20
Selain itu, sebagai upaya persiapan pemerintahan Filipina sebagai negara
modern, Amerika Serikat menempatkan gubernur pilihan mereka di wilayah
tersebut. Dampak dari kebijakan tersebut adalah perlahan pemimpin-pemimpin
tradisional Moro dibatasi otoritasnya. Selain itu, kebijakan ini juga disusul dengan
perpindahan masyarakat Filipina yang beragama Kristen dan Katolik dari wilayah
utara dan tengah sebagai upaya modernisasi Filipina Selatan. Padahal, kebijakan
ini bertujuan untuk dapat memudahkan eksplotasi sumber daya alam di wilayah
tersebut.21
Kebijakan Amerika Serikat di wilayah Selatan Filipina tersebut berdampak
terhadap kehidupan Muslim Moro. Selain dibatasi dengan kebijakan-kebijakan
ekonomi yang merugikan mereka, wilayah tempat mereka tinggal juga dipenuhi
dengan transmigrasi masyarakat Filipina dari wilayah Utara yang beragama non-
muslim. Selain itu, sistem pemerintahan berupa pemisahan agama dengan aspek
kehidupan lainnya bertentangan dengan Islam yang mengatur segala aspek
kehidupan. Hal tersebut yang kemudian mendorong lahirnya perlawanan terhadap
pemerintahan yang didirikan Amerika Serikat.22
20Peter Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,” Asian
Studies Vol. 6, No. 3,(1968):374. 21Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,”,376. 22Gowing, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920”, 377-378.
22
Setelah Filipina merdeka dari penjajahan dan menjadi negara tahun 1946,
marjinalisasi terhadap Muslim Moro tetap terjadi. Filipina sebagai negara yang
mengadopsi sistem pemerintahan barat tidak sejalan dengan masyarakat Moro di
Filipina Selatan yang mengedepankan nilai-nilai islam. Selain itu, perpindahan
penduduk migrasi orang-orang beragama Katolik ke wilayah Mindanao terus
terjadi. Pada awalnya, jumlah penduduk Muslim di Mindanao adalah 70 persen
dari seluruh populasi penduduk di Filipina Selatan. Namun pada awal tahun
1960an, jumlah tersebut berubah drastis dengan menjadi 25 persen dari total
populasi di Filipina Selatan. Hal tersebut juga diperparah dengan status pendatang
beragama Katolik pada saat itu yang merupakan masyarakat golongan menengah
kebawah.23 Kondisi ini kemudian berakibat pada semakin banyaknya masyarakat
miskin di Filipina Selatan. Bahkan, hingga tahun 2015 empat dari lima wilayah
dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Filipina berada di daerah Mindanao,
Filipina Selatan.24
Pada akhirnya, segala kondisi yang menyulitkan masyarakat Muslim Moro
tersebut kemudian mendorong lahirnya kelompok-kelompok separatis yang ingin
memisahkan masyarakat Moro dari pemerintahan Filipina. Moro National
Liberation Front (MNLF) lahir di tahun 1971 dan selama beberapa dekade
23 Nathan Gilbert Quimpo, “Options in the Pursuit of Just, Comprehensive, and Stable
Peace in the Southern Philippines”,Asian Survey. Vol. 41, No.2. (Mar-Apr 2001):274. 24 Jodesz Gavilan, ‘’Fast Facts: Poverty in Mindanao’’, Rappler, 28 Mei 2017,
https://www.rappler.com/newsbreak/iq/171135-fast-facts-poverty-mindanao (Diakses 4 April 2018).
23
menjadi kelompok separatis terbesar di Filipina Selatan.25 Seiring berjalannya
waktu, lahir juga kelompok separatis lainnya seperti Moro Islamic Liberation
Front (MILF)26 dan Kelompok Abu Sayyaf, dimana kelompok tersebut juga
berkonflik dengan pemerintah Filipina.
2.2. Sejarah Kelompok Separatis Abu Sayyaf
Kelompok Abu Sayyaf merupakan pecahan dari kelompok separatis
MNLF Lahirnya Kelompok ini pada tahun 1991 tidak terlepas dari proses
perundingan yang berjalan antara MNLF dengan Pemerintah Filipina dalam
negosiasi perdamaian atas konflik di Filipina Selatan. Pemberian Autonomous
Region in Muslim Mindanao(ARMM) oleh Filipina sebagai solusi perdamaian
untuk Bangsamoro dianggap sebagai solusi yang kurang memuaskan bagi Muslim
di Moro. Selain itu, ketidakpuasan anggota terhadap kepemimpinan Nur Misuari
di MNLF menjadi penyebab lain terpecahnya kelompok tersebut.27
Kelompok Abu Sayyaf dibentuk oleh Abu Razak Janjalani. Ia merupakan
anak dari tokoh ulama Basilan, Filipina. Abu Razak Janjalani juga merupakan
lulusan Universitas Islam di Arab Saudi tahun 1981. Setelah lulus, ia kembali ke
Filipina untuk berdakwah di tahun 1984. Kemudian, pada awal tahun 1987 dirinya
25Kim Cragin dan Peter Chalk,Terrorism and Development: Using Social and Economic
Development to Inhibit a Resurgence of Terrorism,(Rand Coorporation:Santa Monica, 2003), 15, http://www.jstor.org/stable/10.7249/mr1630rc.10 (Diakses 14 Maret 2018).
26 Pada tahun 2014 MILF telah menandatangani perjanjian damai dengan Pemerintah Filipina, lihat juga ‘’Philippines-Mindanao conflict BRI’’, Thomson Reuters Foundation News, 3 Juni 2014, http://news.trust.org/spotlight/Philippines-Mindanao-conflict/?tab=briefing (Diakses 3 April 2018).
27Nando Baskara, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam:Dari Al-Qaeda, Hizbullah, hingga Hamas, (Penerbit Narasi: Yogyakarta, 2009),5.
24
bersama pejuang jihad asal Moro lainnya mengikuti kamp militer di Afganistan
untuk berperang bersama pasukan Mujahidin Afganistan melawan Uni Soviet. 28
Pada tahun 1989, Abu Razak Janjalani mulai mengumpulkan pasukan
muslim Moro serta mengajak bergabung anggota MNLF yang kecewa akibat
perpecahan internal yang terjadi di kelompok tersebut. Awalnya jumlah anggota
inti dari kelompok buatan Abu Razak Janjalani hanya sekitar 30 orang. Namun,
lama kelamaan jumlah tersebut bertambah. Kelompok tersebut awalnya
menamakan diri mereka sebagai Harrakat Al-Islammiyah. Namun, nama yang
lebih dikenal dari kelompok tersebut adalah Abu Sayyaf yang berarti “Bapak
Pedang”.29
Serupa dengan kelompok separatis di Filipina Selatan lainnya, tujuan
utama keberadaan Kelompok Abu Sayyaf adalah menjadikan wilayah masyarakat
Moro sebagai negara Islam yang merdeka dari pemerintahan Filipina. Jika mereka
merdeka, masyarakat Moro dapat menjalankan syariat Islam
sepenuhnya.Keinginan tersebut tidak akan pernah terwujud jika mereka tetap di
bawah pemerintah Filipina. Atas dasar itu juga Kelompok Abu Sayyaf juga
menentang otonomi pemberian pemerintah Filipina terhadap masyarakat Moro.30
Selain itu, Kelompok Abu Sayyaf melihat segala upaya yang mereka
lakukan untuk mendirikan negara Islam adalah jihad di jalan Allah. Mereka juga
beranggapan bahwa jihad yang dilakukan bertujuan demi mendapatkan keadilan
28 Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,Strategic Studies
Institute, (September 2005):2. 29Nando Baskara, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam,1. 30Zack Fellman, “Abu Sayyaf Group”, Center for Strategic and International
Studies,(November 2015):3.
25
atas penindasan yang dialami masyarakat Moro selama berabad-abad. Pemahaman
tersebut yang kemudian menjadi justifikasi kelompok tersebut untuk melakukan
tindakan teror seperti pembunuhan, penculikan, dan pengeboman.31
Meskipun tujuan Kelompok Abu Sayyaf serupa dengan kelompok
separatis Filipina lainnya, hal yang membedakan terletak pada bentuk aksi teror
yang mereka lakukan. Sempat terlibat dalam serangkaian pengeboman di
Filipina,Kelompok Abu Sayyaf lebih dikenal dengan aksi penculikan dan
penyanderaan sebagai upaya mendapat uang tebusan. Tindakan tersebut dilakukan
demi menjamin keberlangsungan operasi mereka. Selain Filipina, serangkaian
aksi penculikan dan penyanderaan juga dilakukan kelompok tersebut di wilayah
negara Asia Tenggara lain. Hal tersebut kemudian membuat Kelompok Abu
Sayyaf dicap sebagai kelompok teroris dan ekstrimis yang patut diwaspadai oleh
berbagai negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.32Bahkan, Kelompok
Abu Sayyaf sudah masuk dalam daftar kelompok teroris internasional oleh PBB
pada Oktober 2001.33
Selain itu, perbedaan lainnya antara Kelompok Abu Sayyaf dengan
kelompok separatis lainnya di Filipina adalah keengganan untuk ikut melakukan
negosiasi perdamaian dengan Filipina. Kelompok tersebut justru melakukan
31Victor Taylor, “The Ideology of the Abu Sayyaf Group”,The Mackenzie Institute,28
Februari 2017,http://mackenzieinstitute.com/ideology-abu-sayyaf-group/ (Diakses 16 Maret 2018).
32 Allan Nawal dan Frinston Lim, ‘’Duterte: Indonesian, Malaysian troops can enter PH in pursuit of terrorists’’, Inquirer, 27 Januari 2018, http://newsinfo.inquirer.net/963986/duterte-indonesian-malaysian-troops-can-enter-ph-in-pursuit-of-terrorists#ixzz5BovBwfw3 (Diakses 3 April 2018).
33 ‘’Abu Sayyaf Group’’, United Nations, https://www.un.org/sc/suborg/en/sanctions/1267/aq_sanctions_list/summaries/entity/abu-sayyaf-group (Diakses 3 April 2018).
26
segala upaya demi menghalangi proses negosiasi perdamaian yang berlangsung
antara pemerintah Filipina dengan kelompok separatis lain seperti MILF dan
MNLF.34Perbedaan sikap tersebut muncul karena pandangan Kelompok Abu
Sayyaf yang hanya melihat pendirian negara Islam sebagai satu-satunya jalan
untuk kesejahteraan masyarakat Moro, sehingga negosiasi perdamaian tidak lagi
diperlukan.
2.3. Dinamika Pergerakan Kelompok Abu Sayyaf
Dalam menjelaskan dinamika pergerakan Kelompok Abu Sayyaf,
penelitian ini membagi kedalam tiga periode. Pertimbangan pembagian tersebut
adalah berdasarkan pemimpin kelompok serta kapabilitas yang dimiliki dalam
melakukan aksi teror. Pada periode 1991-1998, Kelompok Abu Sayyaf dipimpin
oleh Abu Razak Janjalani dan melakukan banyak aksi teror pengeboman.
Kemudian, awal periode 1998-2014 ditandai dengan kepemimpinan Khadaffy
Janjalani. Pada periode ini, kelompok tersebut mengalami inkonsistensi fokus
operasi antara pengeboman dan penculikan. Kemudian periode 2014-2016
ditandai dengan afiliasi Kelompok Abu Sayyaf dengan Islamic State of Iraq and
Syria (ISIS) serta maraknya penculikan terhadap warga negara yang berada di luar
wilayah Filipina, khususnya Indonesia.
2.3.1. Periode 1991-1998
Sejak awal didirikan , Kelompok Abu Sayyaf dikenal dengan serangkaian
aksi teror seperti pengeboman, penculikan, penyanderaan, hingga penyerangan
34Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,3.
27
terhadap militer Filipina. Keberhasilan mereka dalam serangkaian aksi teror
tersebut tidak terlepas dari perekrutan serta pelatihan militan yang mereka
lakukan. Selain itu, keterkaitan dengan jaringan teroris internasional, Al-Qaeda
juga berperan penting dalam keberhasilan aksi teror yang dilakukan Kelompok
Abu Sayyaf. Mereka menjadi penyalur dana yang kemudian digunakan Kelompok
Abu Sayyaf untuk melakukan aksi pengeboman di Filipina.35
. Kedekatan antara Abu Razak Janjalani selaku pendiri Kelompok Abu
Sayyaf dengan Muhammad Jamal Khalifa yang merupakan saudara Osama Bin
Laden menjadi salah satu faktor terbentuknya hubungan langsung Kelompok Abu
Sayyaf dengan Al-Qaeda. Berkat koneksi tersebut, Kelompok Abu Sayyaf
mendapat dukungan finansial dari salah satu aliran dana yang dimiliki
Muhammad Jamal Khalifa. Selain itu, kelompok tersebut juga mendapat pelatihan
perakitan bom dan sumber dana dari anggota inti Al-Qaeda, Ramzi Yousef yang
mendatangi Filipina di tahun 1994.36
Aksi teror pertama yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf setelah
didirikan adalah pada bulan April tahun 1991, dimana kelompok tersebut
melemparkan granat di kota Zamboanga. Serangan tersebut menewaskan dua
orang. Pada Agustus 1991, kelompok tersebut melakukan pengeboman terhadap
salah satu kapal misionaris Kristen yang berlabuh di Zamboanga, Filipina Selatan.
35Gina Ligon, et.al.,”The Jihadi Industry: Assessing the Organizational, Leadership, and
Cyber Profiles”,National Consortium for the Study of Terrorism and Responses to Terrorism Project, U.S Department of Homeland Security(Juli 2017):25.
36P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda Associate Case Study,Central of Naval Analysis,(Oktober 2017):6, http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/1041745.pdf(Diakses 14 Maret 2018)
28
Aksi pengeboman tersebut menewaskan dua orang misionaris dan melukai 40
orang lainnya.Peristiwa ini kemudian menjadi awal mula Kelompok Abu Sayyaf
dikenal luas oleh publik.37
Setelah aksi teror di tahun 1991, Kelompok Abu Sayyaf kembali
melancarkan aksi teror di tahun-tahun berikutnya. Kelompok tersebut tercatat
melakukan 67 aksi teror yang menewaskan lebih dari 136 orang dalam rentang
waktu 1991 hingga 1995. Beberapa aksi yang mereka lakukan tersebut
diantaranya adalah38:
1. Pada tanggal 20 Mei 1992, seorang Pendeta asal Italia tewas di
Zamboanga akibat serangan Kelompok Abu Sayyaf.
2. Pada tanggal 10 Agustus 1992, Kelompok Abu Sayyaf kembali melakukan
pengeboman pada sebuah gedung di Zamboanga, dimana peristiwa
tersebut menyebabkan tewasnya dua orang serta melukai 40 orang lainnya.
3. Pada tahun 1993, terjadi tiga kasus penculikan yang dilakukan oleh
Kelompok Abu Sayyaf, korban penculikan tersebut terdiri dari dua
biarawati dan satu pendeta asal Spanyol serta seorang misionaris asal
Amerika Serikat.
4. Pada tanggal 10 Juni 1994, Kelompok Abu Sayyaf kembali melakukan
pengeboman di kota Zamboanga dan menyebabkan tewasnya 71 orang.
37Adhe Nuansa Wibisono, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan:
Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin, Vol.3, No.1, (Januari 2016), http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-ushuluddin/article/view/4856/3304( Diakses 14 Maret 2018).
38Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,(2005):4-5.
29
5. Pada tanggal 4 April 1995, Kelompok Abu Sayyaf melakukan
penyerangan di kota Ipil, Filipina. Serangan tersebut menewaskan 53
orang dan melukai 48 orang lainnya.
2.3.2. Periode 1998-2014
Setelah terbunuhnya Abu Razak Janjalani oleh militer pemerintah Filipina
pada tahun 1998, Kelompok Abu Sayyaf kemudian dipimpin oleh adiknya, yaitu
Khadaffy Janjalani. Meskipun aksi teror tetap dilakukan setelah kematian
pendirinya, Kelompok Abu Sayyaf justru mengalami perpecahan faksi.Selain
perpecahan faksi, Kelompok tersebut juga menghadapi masalah finansial akibat
berhenti mendapat pendanaan dari Al-Qaeda. Terhentinya dana tersebut
disebabkan oleh tertangkapnya Ramzi Yousef dan Muhammad Jamal Khalifa.39
Terputusnya aliran dana tersebut yang kemudian membuat Kelompok Abu Sayyaf
lebih banyak melakukan penculikan dan penyanderaan untuk mendapatkan uang
ketimbang melancarkan aksi pengeboman.
Namun, semenjak masa kepemimpinan Khadaffy Janjalani, kelompok
tersebut juga perlahan membangun koneksi dengan jaringan ekstrimis Islam lain
di Asia Tenggara, yaitu Jemaah Islamiyah. Hal tersebut dilakukan demi
meningkatkan kapabilitas militer serta kemampuan finansial Kelompok Abu
Sayyaf. Selain Jemaah Islamiyah, Kelompok Abu Sayyaf juga diduga melakukan
pelatihan dengan MILF.40
39P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, “Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda
Associate Case Study”,6. 40Zachary Abuza, “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,(2005):11-14.
30
Mulai dari tahun 2003 hingga 2004, terdapat tiga kasus pengeboman yang
terjadi di Filipina. Kelompok Abu Sayyaf mengklaim aksi tersebut sebagai aksi
mereka. Pengeboman yang pertama terjadi pada tanggal 4 Maret 2003 di Bandara
Internasional Davao, Filipina Selatan, dengan korban jiwa sebanyak 21 orang
serta melukai 148 lainnya.Pengeboman kedua terjadi di kapal Superferry 14 pada
tanggal 4 Februari 2004, dimana aksi tersebut menewaskan 116 orang. Kemudian,
pengeboman ketiga terjadi pada tanggal 14 Februari 2004 di tiga kota, yaitu
Davao, Makati, dan General Santos dengan korban jiwa sebanyak 8 orang.41
Setelah serangkaian pengeboman yang terjadi, militer Filipina kemudian
melakukan operasi untuk melumpuhkan Kelompok Abu Sayyaf.
Hasilnya,Khadaffy Janjalani berhasil dibunuh pada tahun 2006. Hal tersebut
kemudian menimbulkan pelemahan dari Kelompok Abu Sayyaf karena terjadi
kekosongan kekuasaan. Setelah kematian pemimpinnya tersebut, operasi
Kelompok Abu Sayyaf kembali berfokus pada penculikan dan penyanderaan demi
mendapatkan uang tebusan ketimbang melakukan pengeboman.42 Perubahan
tersebut terjadi akibat kembali kurangnya aliran dana finansial terhadap kelompok
tersebut.
2.3.3. Periode 2014-2016
Setelah kemunculan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) pada tahun
2014, Kelompok Abu Sayyaf terpecah menjadi dua faksi. Faksi Basilan yang
41“ Abu Sayyaf Group”,Militant Mapping Project,Stanford University,
http://web.stanford.edu/group/mappingmilitants/cgi-bin/groups/view/152#note66(diakses 14 Maret 2018).
42 P. Kathleen Hammerberg dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-Qaeda Associate Case Study,9.
31
dipimpin oleh Isnilon Hapilon menyatakan kesetiaan mereka kepada ISIS.
Sementara itu, Faksi Jolo tetap melakukan penculikan dan penyanderaan.43 Hal
tersebut kemudian memberikan masalah baru bagi pemerintah Filipina, dimana
selain tetap harus menangani berbagai kasus penculikan dan penyanderaan,
mereka juga harus menghadapi serangkaian aksi teror seiring dengan kemunculan
ISIS di Filipina.
Terlepas dari perpecahan di tubuh internal yang terjadi, Kelompok Abu
Sayyaf tetap konsisten melakukan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan.
Pada tahun 2016, terjadi beberapa kali kasus penculikan oleh Kelompok Abu
Sayyaf yang korbannya sebagian besar adalah orang Indonesia. Selain itu, ada
pula beberapa kasus yang juga melibatkan warga negara Malaysia sebagai korban
penculikan di tahun tersebut. Beberapa kasus tersebut diantaranya adalah:
1. Pada tanggal 26 Maret 2016, sepuluh orang WNI yang merupakan awak
kapal Brahma 12 dan Anand 12 disandera oleh Kelompok Abu Sayyaf.44
2. Pada tanggal 1 April 2016, sebuah kapal tongkang dibajak oleh Kelompok
Abu Sayyaf di perairan Pulau Ligitan. Sebanyak empat orang warga
negara Malaysia disandera. Sementara dua warga negara Myanmar dan
dua WNI yang juga merupakan awak kapal tersebut dilepas.45
43Institute for Policy Analysis of Conflict, “Pro-ISIS Groups in Mindanao and Their Links to
Indonesia and Malaysia”, IPAC Report No.23, 25 Oktober 2016, http://file.understandingconflict.org/file/2016/10/IPAC_Report_33.pdf (diakses 20 Maret 2018).
44Ray Sanchez,”10 Indonesian sailors kidnapped in the Philippines”, CNN, 29 Maret 2016, https://edition.cnn.com/2016/03/29/asia/philippines-indonesia-sailors-hostage/ , Diakses 23 Maret 2018).
45 “Philippine Militants Seem to be Using New Kidnap Ploy in Sabah - Grabbing Hostages Off Vessels,” Strait Times, 3 April 2016,
32
3. Pada tanggal 15 April 2016, dua kapal tongkang asal Indonesia, kapal
Henry dan kapal Christi dibajak oleh Kelompok Abu Sayyaf. Sebanyak
empat orang disandera oleh kelompok tersebut.46
4. Pada tanggal 21 Juni 2016, sebanyak tujuh pelaut asal Indonesia disandera
oleh Kelompok Abu Sayyaf di Selat Sulu.47
5. Pada tanggal 9 Juli 2016, tiga nelayan asal Indonesia diculik oleh
Kelompok Abu Sayyaf di Sabah, Malaysia.48
Banyak terjadinya penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf dalam
rentang waktu yang tergolong singkat membuat pemerintah Indonesia khawatir
dengan keamanan perairan tempat Kelompok Abu Sayyaf beroperasi, yaitu Laut
Sulut. Selain keselamatan warga negaranya terancam, setiap permintaan uang
tebusan yang dipenuhi untuk membebaskan sandera akan menimbulkan potensi
penculikan-penculikan lainnya.Dengan kata lain, penculikan terhadap WNI akan
terus dilakukan Kelompok Abu Sayyaf agar terus mendapatkan uang tebusan.Atas
dasar tersebut, selain kerjasama menyelamatkan sandera, pemerintah Indonesia
http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippine-militants-seem-to-be-using-new-kidnap-ploy-in-sabah-grabbing-hostages-off(Diakses 23 Maret 2018).
46‘’Pirates take 4 indonesian Hostage After Shoot Out with Police in South China Sea’’,Strait Times, 16 April 2016,http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/pirates-take-4-indonesians-hostage-after-shoot-out-with-police-in-south-china-sea(Diakses 23 Maret 2018).
47“Tujuh ABK Indonesia Disandera Anggota Abu Sayyaf,”BBC, 24 Juni 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160623_indonesia_tujuh_abk_disandera(Diakses 23 Maret 2018).
48Reuters, “Three Indonesians Abducted in Sabah waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group”,New Straits Times, 18 September 2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-abducted-sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group(diakses 23 Maret 2018).
33
juga merasa perlu adanya kerjasama keamanan maritim dengan Filipina untuk
mengantisipasi penculikan lainnya. 49
Selain itu, Pemerintah Filipina menjadi pihak yang dirugikan atas
serangkaian penculikan Kelompok Abu Sayyaf, baik terhadap warganya maupun
warga negara lain. Penculikan Abu Sayyaf yang terus terjadi menyebabkan
terganggunya aktivitas masyarakat terutama di wilayah Filipina. Jika terus
dibiarkan, bukan tidak mungkin Kelompok Abu Sayyaf tersebut akan berkembang
dan kembali banyak melakukan teror pengeboman di wilayah Filipina
sebagaimana yang mereka pernah lakukan sebelumnya.
Sebagai upaya merespon penculikan yang terus terjadi, pemerintah
Filipina dan Indonesia tidak tinggal diam. Kedua negara tersebut aktif membahas
rencana kerjasama keamanan maritim di wilayah Laut Sulu. Pada 5 Mei 2016,
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bertemu dengan Menteri Luar
Negeri Filipina , Jose Rene Almendras di Jakarta untuk membahas penyelamatan
sandera Kelompok Abu Sayyaf. Selain itu, mereka juga membahas rencana
diadakannya patroli keamanan laut di wilayah Laut Sulu. Selain Indonesia dan
Filipina, Malaysia juga dilibatkan dalam kerjasama tersebut.50
Maraknya penculikan Kelompok Abu Sayyaf terhadap warga negara di
luar Filipina menunjukkan kelompok tersebut telah berkembang menjadi pelaku
49Santi Dewi,“Mengapa WNI kerap dijadikan sasaran penculikan Abu Sayyaf?”, Rappler,
11 Juli 2016, https://www.rappler.com/indonesia/139403-wni-jadi-target-penculikan-abu-sayyaf (diakses 23 Maret 2018)
50‘’Reuters, Indonesia PH Pledge to Enforce Maritime Security’’, ABS-CBN News, http://news.abs-cbn.com/nation/05/05/16/indonesia-ph-pledge-to-enforce-maritime-security (Diakses 23 Maret 2018).
34
kejahatan transnasional yang berbahaya. Maka dari itu, kerjasama antarnegara
tetangga menjadi kunci untuk membatasi pergerakan mereka. Pada bab
selanjutnya, akan dibahas dinamika hubungan kerjasama Indonesia dan Filipina
khususnya dalam menghadapi masalah kelompok separatis dan terorisme yang
mereka masing-masing hadapi.
35
BAB III
KERJASAMA INDONESIA DAN FILIPINA DALAM
MENGHADAPI KELOMPOK SEPARATIS DAN TERORISME
Bab ini membahas kerjasama Indonesia dan Filipina dalam menghadapi
kelompok separatis dan terorisme. Sebelumnya, dibahas terlebihi dahulu
hubungan kerjasama Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok
separatis dan terorisme selain Kelompok Abu Sayyaf. Kemudian, pembahasan
setelahnya adalah kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina menghadapi
Kelompok Abu Sayyaf, mulai dari upaya penyelamatan sandera hingga
kesepakatan kerjasama keamanan trilateral pada tahun 2016.
3.1. Hubungan Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi
Kelompok Separatis dan Terorisme Selain Kelompok Abu Sayyaf
Sebelum Indonesia dan Filipina bekerjasama menghadapi Kelompok Abu
Sayyaf pada tahun 2016, Indonesia dan Filipina saling terlibat dalam menghadapi
kelompok separatis yang ada di masing-masing negara. Keterlibatan tersebut
diantaranya adalah Indonesia memiliki peran sebagai mediator proses perdamaian
antara Filipina dengan Moro National Liberation Front(MNLF). Kemudian,
Indonesia juga berkontribusi terhadap berhasil tercapainya perdamaian antara
36
Filipina dengan kelompok ekstrimis Moro Islamic Liberation Front(MILF).51
Sementara itu, Filipina juga berkontribusi dalam mengawasi berjalannya
kesepakatan damai antara Indonesia dengan kelompok separatis Gerakan Aceh
Merdeka(GAM).52
Pada tahun 1993, Indonesia dibawah kerangka kerja OKI(Organisasi
Konferensi Islam) berperan sebagai mediator konflik antara Pemerintah Filipina
dengan MNLF. Dipilihnya Indonesia menjadi mediator konflik tidak terlepas dari
terpilihnya Indonesia menjadi Ketua Komite Enam OKI pada Konferensi Tingkat
Menteri ke-21 OKI yang dilaksanakan di Karachi, Pakistan, pada bulan April
1993.53 Indonesia kemudian menjadi tuan rumah pelaksanaan Pembicaraan
Penjajakan Kedua antara Pemerintah Filipina dan MNLF pada tanggal 14 April
sampai dengan 17 April 1993 di Istana Kepresidenan Cipanas, Jawa Barat. Enam
bulan kemudian, Indonesia kembali menjadi tempat digelarnya pembicaraan
formal Pemerintah Filipina dan MNLF pada tanggal 25 Oktober sampai 7
November 1993.54
51 Margareth Sembiring, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance it’’, RSIS
Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013, https://www.files.ethz.ch/isn/172340/RSIS2002013.pdf (Diakses 2 April 2018).
52 Pieter Feith, ‘’The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007), https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April 2018).
53‘’Indonesia Kembali Menjadi Tuan Rumah Perundingan Implementasi Damai Pemerintah Filipina-MNLF’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 27 Juni 2011, https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Indonesia-kembali-menjadi-tuan-rumah-perundingan-implementasi-damai-Pemerintah-Filipina---MNLF.aspx (Diakses 2 April 2018).
54Jamil Maidan Flores, The Art of Mediation: Indonesia’s Role in the Quest for Peace in Southern Philippines, (Jakarta: Direktorat Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri Indonesia, Desember 2016),57-63, https://www.kemlu.go.id/Buku/The%20Art%20of%20Mediation.pdf (Diakses 2 April 2018).
37
Kemudian, berkat mediasi yang dilakukan Indonesia tersebut, pada
November 1993 disepakati gencatan senjata antara Pemerintah Filipina dan
MNLF. Hal tersebut kemudian membuka jalan dilaksanakan perundingan untuk
mencapai kesepakatan damai lainnya.55Pada tahun 1994, perundingan perdamaian
kembali dilakukan dan menghasilkan keputusan untuk menjadikan Indonesia
sebagaipengawas militer Kontingen Garuda XII di Mindanao dari tahun 1994
hingga tahun 2002.56
Beberapa tahun kemudian, Pemerintah Filipina dan MNLF akhirnya
menandatangani kesepakatan perdamaian, yaitu pada tanggal 29 Agustus 1996.
Berhasil tercapainya kesepakatan damai tersebut tidak terlepas dari peran aktif
Sekjen OKI Hamid Algabid serta Indonesia yang merupakan anggota OKI.
Penandatanganan kesepakatan tersebut menandai akhir konflik bersenjata yang
terjadi selama 24 tahun antara MNLF dengan Pemerintah Filipina.57
Selain berperan dalam negosiasi perdamaian antara Filipina dengan
MNLF, Indonesia juga berperan sebagai International Monitoring Team(IMT)
untuk mengawasi status gencatan senjata antara MILF dengan Pemerintah Filipina
mulai dari tahun 2012. MILF sendiri merupakan salah satu kelompok separatis di
Filipina Selatan yang baru mencapai kesepakatan damai dengan Pemerintah
55A.Khardiyat Wiharyanto, ‘’Perkembangan Masalah Moro 1975-1994’’, Seri
Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah Vol. 28, No.1, (April 2014), https://repository.usd.ac.id/3767/1/1152_HV+Pak+AK+April+14.pdf (Diakses 2 April 2018).
56Margareth Sembiring, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance it’’, RSIS Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013.
57Carmen A. Abubakar, ‘’MNLF Hijrah: 1974-1996’’, Asian and Pacific Migration Journal,Vol. 8, No. 1-2, (1999):219, http://www.smc.org.ph/administrator/uploads/apmj_pdf/APMJ1999N1-2ART10.pdf (Diakses 2 April 2018).
38
Filipina pada tahun 2014. Keberadaan IMT berperan penting dalam menjaga
aspek keamanan, kemanusiaan, sosio-ekonomi, serta perlindungan warga sipil
selama proses perdamaian dilakukan di Filipina.58
Mulai dari tahun 2012 hingga tahun 2016, Indonesia terus rutin mengirim
perwakilan untuk bergabung dalam IMT yang kemudian mengawasi perdamaian
yang ada di Mindanao, Filipina Selatan. Tercatat, dari tahun 2012 hingga Juni
tahun 2016 Indonesia sudah mengirim sebanyak 64 orang Tim Pengamat
Indonesia-IMT. Rutin dikirimnya perwakilan IMT tersebut menjadi wujud
komitmen Indonesia dalam ikut mendukung perdamaian di Filipina Selatan,
terutama agar menjaga tidak terjadi lagi konflik setelah kesepakatan damai
Filipina dan MILF telah tercapai.59
Selain kontribusi yang dilakukan Indonesia terhadap Filipina menghadapi
kelompok separatis, hal serupa juga dilakukan Filipina terhadap Indonesia.
Filipina menjadi salah satu dari lima negara ASEAN yang bersama dengan Uni
Eropa membentuk Aceh Monitoring Mission (AMM). Tujuan dibentuknya AMM
adalah untuk mengawasi implementasi kesepakatan damai dalam Memorandum of
Understanding (MoU) yang disepakati oleh Pemerintah Indonesia dan GAM pada
15 Agustus 2005 di Helsinski, Finlandia. MoU yang disepakati juga menandai
akhir konflik berkepanjangan antara GAM dan Pemerintah Indonesia selama 30
58‘’MILF New Batch of Indonesian Truce Observers to arrive in Mindanao Late June’’,
GMA Network, 15 Juni 2013, http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/313097/milf-new-batch-of-indonesian-truce-observers-to-arrive-in-mindanao-late-june/story/(Diakses 3 April 2018).
59‘’Songsong Babak Baru Proses Perdamaian, Indonesia Kembali Kirimkan Observer ke Filipina Selatan’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 1 Juli 2016 https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Lepas-Sambut-Tim-TPI-IMT-2016.aspx (Diakses 3 April 2018).
39
tahun.60 AMM sendiri diresmikan mulai dari tanggal 15 September 2005 dan
melakukan tugas mereka mengawasi implementasi MoU tersebut di Aceh hingga
16 Desember 2006.61
Kemudian, Indonesia dan Filipina juga dihadapkan tantangan serupa selain
menghadapi kelompok separatis, yaitu menghadapi kelompok teroris. Salah satu
jaringan terorisme yang ada di Asia Tenggara adalah Jemaah Islamiyah(JI).
Kelompok tersebut memiliki tujuan untuk mendirikan pemerintahan Islam di
wilayah Asia Tenggara. Mereka kemudian berkembang menjadi kelompok yang
mengancam negara di Asia Tenggara seperti Indonesia melalui serangkaian aksi
pengeboman, salah satu diantaranya yang menyebabkan banyak korban jiwa
adalah Bom Bali tahun 2002 .62
Selain itu, kelompok tersebut juga memiliki keterkaitan dengan kelompok
ekstrimis di negara lain yang berada di Asia Tenggara , diantaranya adalah dengan
MILF dan Kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Hubungan antara kelompok
ekstrimis tersebut diwujudkan dengan pendirian kamp Jemaah Islamiyah di
wilayah Mindanao, tempat dimana kelompok ekstrimis Islam di Filipina berada.
60Pieter Feith, ‘’The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State
Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007):1-2, https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April 2018).
61‘’EU Monitoring Mission in Aceh(Indonesia)’’, EU Council Secretariat, 15 Desember 2006, http://www.eeas.europa.eu/archives/docs/csdp/missions-and-operations/aceh-amm/pdf/15122006_factsheet_aceh-amm_en.pdf (Diakses 3 April 2018).
62 Muhammad Subhan, ‘’Pergeseran Orientasi Gerakan Terorisme Islam di Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2010-2015)’’, Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4(2016):59-60, https://media.neliti.com/media/publications/90261-ID-none.pdf (Diakses 22 April 2018).
40
Lokasi Filipina yang strategis untuk jalur pergerakan mereka menjadi alasan
terjalinnya hubungan antara kelompok teroris di wilayah tersebut.63
Hubungan yang terjadi antara kelompok ekstrimis tersebut kemudian
direspon dengan upaya pemberantasan terorisme baik oleh Indonesia dan Filipina.
Salah satu upaya tersebut diantaranya terjadi pada 15 Januari 2002, dimana
Pemerintah Filipina menangkap Fathur Rohman Al-Ghozi yang merupakan salah
satu figur kunci Jemaah Islamiyah asal Indonesia. Al-Ghozi mengaku
bertanggung jawab terhadap beberapa aksi pengeboman, diantaranya adalah
pengeboman di Manila pada Desember 2000 serta pengeboman Kedutaan Besar
Filipina di Jakarta, Indonesia pada Agustus 2000. Kemudian, Al-Ghozi juga
mengadakan pelatihan pembuatan Bom terhadap anggota Jemaah Islamiyah di
salah satu kamp yang dioperasikan MILF di Mindanao, Filipina.64
Penangkapan Al-Ghozi merupakan salah satu dari kerjasama intelijen yang
dilakukan negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi Jemaah Islamiyah.
Negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, serta
Thailand berupaya dalam melakukan penangkapan anggota kelompok teroris
tersebut melalui upaya pemerintah nasional maupun koordinasi antarnegara.
63 Denny Armandhanu, ‘’Jejak Hubungan Abu Sayyaf-Jemaah Islamiyah’’, CNN, 17
Oktober 2014, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141017153800-106-6737/jejak-hubungan-abu-sayyaf-jemaah-islamiyah (Diakses 22 April 2018).
64 William M.Wise, Indonesia’s War on Terror, United States-Indonesia Society(2005):29-30, http://usindo.org/wp-content/uploads/2010/08/WarOnTerror.pdf (Diakses 22 April 2018).
41
Melalui upaya tersebut, sebanyak 200 anggota Jemaah islamiyah berhasil
ditangkap di wilayah Asia Tenggara hingga tahun 2003.65
Beberapa tahun berselang tepatnya pada 20 hingga 22 Juni 2005,
Pemerintah Indonesia dan Filipina kemudian juga mengadakan pertemuan
bilateral. Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan
Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo di Manila untuk membahas beberapa
isu penting yang dihadapi kedua negara, salah satunya adalah isu keamanan.
Kedua negara kemudian menyepakati perlunya meningkatkan kerjasama
menghadapi berbagai kejahatan transnasional yang dihadapi, salah satunya adalah
terorisme dan penyanderaan terhadap warga sipil.66 Kedua belah pihak juga
menyadari perlunya peningkatan pengawasan dan pengamanan wilayah yaitu
wilayah perairan Indonesia yang berbatasan langsung dengan Filipina Selatan
karena sangat rawan menjadi tempat kejahatan transnasional.67
Kekhawatiran kedua negara atas rawannya wilayah perbatasan Indonesia
dan Filipina akan kejahatan transnasional timbul karena beberapa sebab. Wilayah
perairan perbatasan kedua negara tersebut digunakannya jalur tersebut untuk
65 Neal Imperial, Securitisation and the Challenge of ASEAN Counter-terrorism
Cooperation, The University of Hong Kong, 2005, http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.461.1956&rep=rep1&type=pdf (Diakses 22 April 2018).
66 Indonesia dan Filipina Capai Kesepakatan Kerjasama Empat Agenda, Merdeka, 22 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/indonesia-filipina-capai-kesepakatan-kerjasama-empat-agenda-ziyhagz.html (Diakses 22 April 2018).
67 Pada tahun 1975, Indonesia menyepakati kerjasama pengamanan perbatasan, khususnya dalam menghadapi kejahatan transnasional seperti illegal fishing, penyeludupan senjata, dan bentuk kejahatan lainnya, lihat juga Senia Febrica,’’Securing the Sulu-Sulawesi Seas From Maritime Terrorism: a Troublesome Cooperation’’, Perspectives on Terrorism Vol.9, Issue 3(Juni 2014), http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/viewFile/347/690 (Diakses 22 April 2018).
42
pergerakan kelompok teroris seperti Jemaah Islamiyah baik dari wilayah
Indonesia ke Filipina maupun sebaliknya.68 Selain itu, pada 31 Maret 2005 juga
terjadi penculikan terhadap tiga WNI oleh kelompok yang menamakan diri
sebagai Jami Al-Islamiyah Mindanao Selatan di perairan Filipina Selatan.69
Penculikan yang terjadi tersebut juga menjadi bahasan utama dalam pertemuan
kedua negara pada 20 Juni hingga 22 Juni 2005 tersebut, termasuk upaya
pelepasan sandera yang dilakukan mereka.70
Terjalinnya hubungan Indonesia dengan Filipina tersebut menunjukkan
kedua negara saling mendukung upaya perdamaian dalam menghadapi kelompok
separatis dan terorisme yang dihadapi masing-masing negara. Hal tersebut
dibuktikan dengan bantuan yang diberikan satu sama lain, baik dalam hadir
sebagai mediator, tim pengawas kesepakatan damai, maupun kerjasama yang
dilakukan dalam menghadapi kelompok terorisme. Melihat hal tersebut, Indonesia
dan Filipina merupakan negara yang saling mendukung satu sama lain jika
menghadapi ancaman baik dari kelompok ekstrimis, kelompok separatis, maupun
kelompok terorisme.
68 ‘’Kidnapped Hostage Freed in Philippines’’, VOA News, 2 November 2009, https://www.voanews.com/a/a-13-2009-04-03-voa18-68814757/413102.html (Diakses
22 April 2018). 69 Aqwam Fiazmi Hanifan, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016,
https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April 2018). 70 ’SBY Temui Arroyo Bahas Kerjasama Bilateral’’,Merdeka, 20 Juni 2005,
https://www.merdeka.com/politik/sby-temui-arroyo-bahas-kerjasama-bilateral-bh4de1k.html (Diakses 22 April 2018).
43
3.2.Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Menghadapi Kelompok Abu
Sayyaf
3.2.1. Upaya Pembebasan Sandera Kelompok Abu Sayyaf
Penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf sebetulnya sudah pernah
terjadi jauh sebelum tahun 2016. Salah satu kasus tersebut diantaranya terjadi
pada tahun 2002, dimana kapal Lebroy 179 yang berlayar dari Indonesia ke Cebu,
Filipina dibajak dan sebanyak 4 ABK diculik. Kemudian, pada tahun 2004 terjadi
lagi penculikan terhadap 9 WNI yang merupakan ABK kapal Christian.71 Namun,
tidak ada pemberitaan lebih lanjut mengenai pembebasan dua kasus penculikan
tersebut.72
Pada 13 April 2004, Kelompok Abu Sayyaf kemudian juga menculik tiga
ABK Kapal East Ocean 2, yaitu dua orang warga negara Malaysia yang bernama
Toh Chiu Tiong dan Wong Siu Ung serta satu orang WNI bernama J.E Walters.
Kelompok tersebut kemudian meminta tebusan untuk membebaskan tiga pelaut
yang disandera tersebut. Baik Indonesia dan Malaysia sama-sama menolak
memberikan uang tebusan. Kemudian, pada 6 Januari 2005, Komandan Militer
Filipina mengumumkan bahwa tiga sandera tersebut ditemukan tewas. Selain itu,
71 Poltak Partogi Nainggolan, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok Abu
Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 19/I/P3DI (Oktober 2016):5, http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-19-I-P3DI-Oktober-2016-1.pdf (Diakses 22 April 2018).
72 ‘’Sejarah Sandera WNI di Filipina Selatan’’, Kompas, 4 Juli 2016, https://nasional.kompas.com/read/2016/07/04/05200061/Sejarah.Sandera.WNI.di.Filipina.Selatan (Diakses 22 April 2018).
44
Komandan Militer Filipina juga menyebutkan bahwa kematian tiga sandera
tersebut disebabkan oleh penyakit atau dibunuh oleh kelompok yang menculik
dan menyandera mereka.73
Setahun berselang, kembali terjadi penculikan terhadap WNI yang diduga
dilakukan oleh Kelompok Abu Sayyaf, yaitu terhadap tiga orang ABK Kapal
Bonggaya 91 di Perairan Tawi-Tawi, Filipina.74Tiga pelaut WNI tersebut yaitu
Ahmad Resmiadi, Erikson Hutagaol, serta Yamin Labuso. Namun, ternyata
penculikan tersebut dilakukan oleh kelompok Islam lain yang menamakan diri
mereka Jami Al-Islamiyah Mindanao Selatan. Kelompok tersebut juga meminta
uang tebusan sebagaimana yang dilakukan Kelompok Abu Sayyaf.75
Berkaca dari tewasnya J.E Walters yang disandera Kelompok Abu Sayyaf.
Indonesia dan Filipina kemudian lebih serius menangani kasus penculikan ABK
Bonggaya 91 tersebut. Baik upaya diplomasi hingga operasi militer dilakukan.76
Operasi pembebasan yang dilakukan oleh Pemerintah Filipina serta melibatkan
berbagai institusi dari Indonesia seperti TNI, Badan Intelijen Negara(BIN), Polri,
dan Badan Intelijen Strategis(BAIS) bersifat tertutup. Operasi yang dilakukan
kemudian berhasil membebaskan dua sandera pada 12 Juni 2005 setelah kontak
73 ‘’Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004,
http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404130001 (Diakses 19 April 2018).
74 Muguntan Vanar dan Ruben Sario, Trio Spotted in Tawi-Tawi, The Star, https://www.thestar.com.my/news/nation/2005/04/01/trio-spotted-in-tawi-tawi/ (Diakses 22 April 2018).
75 ‘’Keluarga Pelaut yang Disandera Datangi Kedubes Filipina’’, Detik, 4 Mei 2005, https://news.detik.com/berita/355445/keluarga-pelaut-yang-disandera-datangi-kedubes-filipina- (Diakses 22 April 2018).
76 Aqwam Fiazmi Hanifan, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016, https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April 2018).
45
senjata terjadi dengan kelompok yang menyandera WNI tersebut. Beberapa bulan
berselang, pihak Indonesia dan Filipina akhirnya berhasil melepaskan satu sandera
lainnya pada 9 September 2005, yaitu Ahmad Resmiadi. Keberhasilan
pembebasan tersebut menjadi titik balik perlunya keseriusan dalam penanganan
kasus penculikan dan penyanderaan terhadap WNI.77
Beberapa tahun kemudian, penculikan terhadap WNI oleh Kelompok Abu
Sayyaf kembali terjadi tepatnya pada tahun 2016. Setelah kasus penculikan WNI
pertama oleh Kelompok Abu Sayyaf terjadi di awal tahun 2016, Pemerintah
Indonesia langsung bereaksi dengan berupaya untuk melepaskan sandera yang
ditawan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan
Pemerintah Filipina dalam upaya pelepasan sandera. Namun, seiring berjalannya
waktu kasus penculikan terhadap WNI terus terulang di tahun tersebut. Hal
tersebut membuat Indonesia dan Filipina aktif dalam menjalin komunikasi
sekaligus mengupayakan setiap pelepasan sandera Kelompok Abu Sayyaf. 78
Pada 2 Mei 2016, Pemerintah Indonesia yang bekerjasama dengan
Pemerintah Filipina berhasil melepaskan 10 awak kapal pengangkut batubara
Brahma 12 dan Adnand 12 yang diculik oleh Kelompok Abu Sayyaf. Selain
keterlibatan TNI, KBRI di Manila serta Pemerintah Filipina, terdapat pihak lain
yang ikut dalam negosiasi perundingan untuk melepaskan 10 sandera tersebut.
77 Heyder Affan, Kisah pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf pada 2005, BBC, 11
April 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160410_indonesia_kisah_pembebasan_sandera2005 (Diakses 22 April 2018).
78 Poltak Partogi Nainggolan, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok Abu Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 19/I/P3DI(Oktober 2016):6
46
Salah satu pihak lain yang terlibat dalam negosiasi tersebut adalah seorang
komandan yang berasal dari MNLF, yaitu salah satu kelompok separatis yang
telah berdamai dengan Pemerintah Filipina. Selain itu, Gubernur Sulu Abdusakur
Tan II juga terlibat dalam proses negosiasi karena mengenal salah satu anggota
Kelompok Abu Sayyaf yang menculik 10 WNI tersebut.79
Selain MNLF, pihak lain yang juga terlibat dalam Tim Kemanusiaan
Surya Paloh. Tim tersebut terdiri dari Yayasan Sukma yang dipimpin oleh Ahmad
Baidowi, Media Group yang dipimpin oleh Rizal Panggabean, serta beberapa
anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) seperti Ketua Fraksi Partai Nasdem
Victor B. Laiskodat anggota DPR RI Partai Nasdem Mayjen Purnawirawan
Supiadin. Tim tersebut terutama Yayasan Sukma berada dibawah koordinasi
Pemerintah Indonesia dalam segala upaya negosiasi pembebasan 10 sandera WNI
Kelompok Abu Sayyaf. Yayasan tersebut terlibat dalam dialog dengan sejumlah
lembaga maupun tokoh masyarakat yang ada di Filipina, dimana mereka memiliki
koneksi dengan pihak penculik yaitu Kelompok Abu Sayyaf. Kontribusi tim
tersebut juga menjadi salah satu faktor keberhasilan pelepasan sandera tersebut,
dimana Yayasan Sukma juga sebelumnya juga pernah terlibat kerjasama dengan
pemerintahan Moro di Filipina di bidang pendidikan.80
79‘’No Ransom Paid for Release of 10 Indonesians Negotiator Claims’’, The Jakarta Post,
2 Mei 2016, http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/02/no-ransom-paid-for-release-of-10-indonesians-negotiator-claims.html(Diakses 4 April 2018).
80 Esthi Maharani, Ada Tim Surya Paloh di Pembebasan Sandera Abu Sayyaf, Republika, 2 Mei 2016, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/02/o6j0au335-ada-tim-surya-paloh-di-pembebasan-sandera-abu-sayyaf (Diakses 22 April 2018).
47
Terkait keberhasilan pelepasan sandera tersebut, Pemerintah Indonesia
membantah bila mereka memberikan uang tebusan kepada Kelompok Abu Sayyaf
dan menyatakan bahwa usaha pembebasan sandera murni negosiasi.81 Meskipun
begitu, perusahaan pemilik kapal Brahma 12 dan Anand 12 sendiri sudah
menyiapkan tebusan yang diminta kelompok tersebut, yaitu sebesar US$ 1 Juta.82
Selain itu, pemerintah Filipina juga menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman
sebelumnya, jika sandera dilepas oleh Kelompok Abu Sayyaf, berarti uang
tebusan telah dibayarkan kepada kelompok ekstrimis tersebut.83
Pada tanggal 11 Mei 2016, Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa
bersama dengan Pemerintah Filipina, mereka berhasil melepaskan empat ABK
kapal Henry dan kapal Christi yang diculik dan disandera Kelompok Abu Sayyaf.
Sebelumnya, kapal tersebut dibajak saat berada di lepas pantai Malaysia pada 15
April 2016. Kondisi empat pelaut tersebut baik-baik saja saat dibebaskan
penculiknya dan diantar ke rumah Gubernur Sulu, Abdusakur Tan II. Seperti
upaya pembebasan WNI sebelumnya, pembebasan sandera kembali melibatkan
petinggi MNLF, yaitu Nur Misuari dan Samsula Adju. Sejumlah uang tebusan
dikabarkan telah diberikan kepada Kelompok Abu Sayyaf yaitu sebanyak 50 juta
peso, meskipun hal tersebut dibantah oleh Pemerintah Indonesia. Selain MNLF,
81‘’Pembebasan 10 Sandera WNI di Filipina: Diplomasi Tanpa Bedil’’, Detik, 2 Mei 2016,
https://news.detik.com/berita/3201168/pembebasan-10-sandera-wni-di-filipina-diplomasi-tanpa-bedil?991101mainnews= (Diakses 4 April 2018).
82‘’Company of 10 Indonesian Crew Kidnapped by Abu Sayyaf Agrees to Pay 1,46 Million Ransom’’, Strait Times, 1 Mei 2016
http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/company-of-10-indonesian-crew-kidnapped-by-abu-sayyaf-agrees-to-pay-146-million-ransom (Diakses 4 April 2018).
83’Abu Sayyaf frees 10 Indonesian Hostages’’, Sun Star, 1 Mei 2016, http://www.sunstar.com.ph/zamboanga/local-news/2016/05/02/abu-sayyaf-frees-10-indonesian-hostages-471060(Diakses 8 April 2018).
48
Gubernur Sulu Abdusakur Tan II juga kembali berjasa dalam negosiasi pelepasan
sandera tersebut. 84
Adapun pihak lain dari Indonesia yang terlibat adalah Mayor Jenderal
Purnawirawan Kivlan Zein. Terlibatnya Kivlan Zein tidak terlepas dari
kedekatannya dengan Nur Misuari sejak dirinya menjadi pasukan perdamaian di
Filipina Selatan tahun 1995. Selain itu, Meskipun melibatkan TNI, tetapi sebagian
besar hanya bertugas menjaga proses negosiasi, sedangkan upaya negosiasi
sandera lebih banyak dilakukan pihak Filipina. 85
Kemudian, terjadi lagi penculikan terhadap pelaut Indonesia, dimana tujuh
ABK TB Charles yang berada di Selat Sulu di culik pada tanggal 21 Juni 2016.
Dua sandera kemudian berhasil kabur dari penyekapan Kelompok Abu Sayyaf
pada 17 Agustus 2016.86 Setelah upaya pembebasan dilakukan Pemerintah
Indonesia dan Filipina, lima sandera lainnya berhasil dibebaskan dalam dua waktu
yang berbeda. Tiga sandera dibebaskan pada 2 Oktober 2016.87 Dibebaskannya
tiga sandera tersebut tidak terlepas dari kerjasama yang dilakukan Pemerintah
Filipina dan MNLF, dimana mereka melakukan operasi militer demi menekan
84‘’4 WNI korban penculikan Abu Sayyaf akhirnya juga dibebaskan’’, The Rappler, 11 Mei
2018, https://www.rappler.com/indonesia/132720-4-wni-dibebaskan-kelompok-abu-sayyaf-filipina (Diakses 8 April 2018).
85 Christie Stefanie, Menhan Sebut Kivlan Zein Berperan Bebaskan Empat WNI, CNN Indonesia, 13 Mei 2016, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160513145254-20-130512/menhan-sebut-kivlan-zein-berperan-bebaskan-empat-wni (Diakses 23 April 2018).
86‘’Lagi, WNI Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri‘’, BBC, 18 Agustus 2016, http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160818_indonesia_sandera_kedua_kabur(Diakses 8 April 2018).
87‘’3 Indonesian Hostages Released in Southern Philippines’’, Fox News, 2 Oktober 2016, http://www.foxnews.com/world/2016/10/02/3-indonesian-hostages-released-in-southern-philippines.html(Diakses 8 April 2018).
49
Kelompok Abu Sayyaf.88 Sementara itu, dua sandera lainnya baru berhasil
dibebaskan dua bulan setelahnya, yaitu pada 12 Desember 2016 juga berkat
operasi militer Pemerintah Filipina serta bantuan dari MNLF.89
Selain berhasil membebaskan sandera seluruh kru TB Charles dalam
waktu waktu enam bulan, Pemerintah Indonesia dan Filipina juga berhasil
membebaskan tiga pelaut asal Indonesia yang diculik di perairan Sabah pada 9
Juli 2016. Tiga pelaut tersebut dibebaskan dalam hari yang sama setelah sandera
asal Norwegia yang bernama Kjartan Sekkingstad dilepaskan, yaitu pada 17
September 2018. Selain pemerintah, proses pelepasan sandera asal Indonesia dan
Norwegia tersebut juga kembali mendapat bantuan dari MNLF.90
Upaya pembebasan tiga sandera WNI dan satu warga negara Norwegia
tersebut dilakukan Pemerintah Filipina dengan cara operasi militer serta proses
negosiasi. Pemerintah Norwegia dikabarkan membebaskan warga negara mereka
melalui uang tebusan, dimana hal tersebut dikonfirmasi oleh Presiden Filipina
Rodrigo Duterte. Sedangkan pemerintah Indonesia kembali menyatakan bahwa
proses pembebasan tiga WNI tidak menggunakan uang tebusan.91
88Philippines: Abu Sayyaf Militants Free 3 More Captives in Sulu, Asian Correspondent, 3
Oktober 2016, , https://asiancorrespondent.com/2016/10/philippines-abu-sayyaf-militants-free-3-captives-sulu/#RDkC0jcHEwIMbmBw.97 (Diakses 23 April 2018).
89Roel Pareno, 2 Freed Indonesian Captives of Abu Sayyaf to Return Home, Philstar, 13 Desember 2016, https://www.philstar.com/nation/2016/12/13/1653094/2-freed-indonesian-captives-abu-sayyaf-return-home (Diakses 23 April 2018).
90‘’Three Indonesians Abducted in Sabah Waters Freed by Militant Abu Sayyaf Group’’, New Strait Times, 18 September 2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-abducted-sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group (Diakses 8 April 2018).
91 Hanna Azarya Samosir, Pengamat: Norwegia Diam-Diam Bayar Tebusan ke Abu Sayyaf, CNN Indonesia, 20 September 2016,
50
3.2.2. Kerjasama Keamanan Trilateral di Laut Sulu
Banyak terjadinya penculikan di wilayah perairan Laut Sulu khususnya
terhadap WNI di tahun 2016 membuat Indonesia kemudian mendesak negara-
negara yang berbatasan di perairan tersebut untuk melakukan patroli keamanan
bersama, yaitu Filipina dan Malaysia. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut,
pertemuan trilateral diadakan oleh ketiga negara tersebut pada 5 Mei 2016 di
Gedung Agung Yogyakarta, Indonesia. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Menlu
Indonesia Retno Marsudi dan Panglima TNI Gatot Nurmantyo serta dihadiri oleh
Menlu Anifah dan Jenderal Zulkifli sebagai perwakilan dari Malaysia,serta Menlu
Almendras dan Laksamana Muda Caesar C. Taccad dari Filipina.92
Pada pertemuan tersebut, ketiga negara tersebut menyepakati empat poin
utama sebagai respon terhadap banyaknya kasus penculikan oleh Kelompok Abu
Sayyaf. Poin-poin tersebut diantaranya adalah sebagai berikut93:
1. Melakukan patroli di wilayah perairan masing-masing negara
untuk mengantisipasi kejahatan transnasional.
2. Memberi koordinasi berupa bantuan cepat terhadap warga dan
kapal yang sedang berada dalam bahaya.
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160920160542-106-159721/pengamat-norwegia-diam-diam-bayar-tebusan-ke-abu-sayyaf (Diakses 23 April 2018).
92‘’Pertemuan Trilateral Tiga Negara Bahas Tantangan Bersama di Perairan’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 5 Mei 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Pertemuan-Trilateral-Tiga-Negara-Bahas-Tantangan-Bersama-di-Perairan.aspx (Diakses 9 April 2018).
93Untuk melihat lebih lanjut rincian isi kesepekatan bersama tiga negara, lihat ‘’Joint Declaration of Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of Indonesia-Malaysia-Philippines’’, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 5 Mei 2016,https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-Declaration-Foreign-Ministers-and-Chiefs-of-Defence-Forces-of-Indonesia-Malaysia-Philippines.aspx (Diakses 9 April 2018).
51
3. Meningkatkan kerjasama berupa pertukaran informasi dan intelijen
di antara masing-masing negara sebagai upaya untuk meningkatkan
koordinasi merespon bahaya yang mungkin terjadi terhadap
masing-masing negara.
4. Membentuk hotline untuk mempermudah komunikasi dan
koordinasi ketiga negara ketika terdapat ancaman ataupun ketika
memasuki keadaan darurat.
Dua bulan setelahnya, Menlu Retno kembali mengadakan pertemuan
dengan pihak Filipina untuk membahas pelepasan sandera Kelompok Abu Sayyaf
dan kerjasama keamanan di Laut Sulut. Pada 1 Juli 2016, Menlu Retno bertemu
dengan Menlu Filipina dari kabinet baru yang dilantik sehari sebelumnya, Rivas
Yasay Jr. di Manila. Pada pertemuan tersebut, kedua negara sepakat
memprioritaskan keselamatan sandera dalam upaya pembebasan yang dilakukan
serta menegaskan komitmen pemerintahan Presiden Filipina yang baru terpilih,
Rodrigo Duterte dalam menghadapi Kelompok Abu Sayyaf.94
Selain itu, kedua negara juga sepakat perlu segera diresmikannya
kesepakatan konkret untuk meningkatkan keamanan di perairan Sulu demi
mencegah aksi penculikan lainnya. Hal tersebut sangat diperlukan karena wilayah
perairan Sulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan khususnya antara Indonesia
dan Filipina.Selain itu juga, Indonesia dan Filipina juga sepakat bahwa perlu
ditetapkannya Sea Lane Corridor, yaitu jalur pelayaran yang aman dan terus
94‘’Menlu RI Bahas Pembebasan Sandera dengan Menlu Filipina di Manila’’, Kementerian
Luar Negeri Republik Indonesia, 1 Juli 2016, https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Menlu-RI-Bahas-Pembebasan-Sandera-dengan-Menlu-Filipina-di-Manila.aspx(Diakses 9 April 2018).
52
dijaga keamanannya sehingga mengurangi ancaman perampokan ataupun
penculikan terhadap kapal yang lewat.95
Pada 3 Agustus 2016, Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa
Indonesia, Filipina dan Malaysia telah menandatangani Framework of Agreement
terkait keamanan di Laut Sulu. Proses penandatanganan FoA tersebut
dilaksanakan pada 14 Juli 2016 dan isinya menambahkan empat poin yang sudah
disepakati pada 15 Mei 2016 menjadi enam poin. Dua poin tambahan tersebut
adalah adanya klausul latihan bersama dari tiga negara serta pemasangan
Automatic Identification System.96
Selain itu, pada 2 Agustus 2016, Menhan Indonesia Ryamizard Ryacudu,
Menhan Filipina Delfin N. Lorenzana, serta Menhan Malaysia Dato’ Seri
Hishammuddin Tun Hussein bertemu di Bali untuk membahas masalah keamanan
maritim di Laut Sulu. Kemudian, Menhan ketiga negara juga menandatangani
kesepakatan yang isinya adalah implementasi standar operasi patroli maritim
danbantuan cepat tanggap, pertukaran informasi dan intelijen, serta inisiasi
95Marcheilla Ariesta Putri Hanggoro, “Ini Jalur Bebas Perompak Pengiriman Batubara
Indonesia-Filipina”,Merdeka, 4 Juli2016, https://www.merdeka.com/dunia/ini-jalur-bebas-perompak-pengiriman-batu-bara-indonesia-filipina.html (Diakes 9 April 2018).
96‘’Amankan Perairan Sulu, Menlu: RI, Malaysia, dan Filipina Sepakati Latihan Bersama’’, Seketariat Kabinet Republik Indonesia, 3 Agustus 2016, http://setkab.go.id/amankan-perairan-sulu-menlu-ri-malaysia-dan-filipina-sepkaati-latihan-bersama/ (Diakses 11 April 2018).
53
jaringan komunikasi gabungan.97Tiga negara juga sepakat bahwa implementasi
pengamanan Laut Sulu segera harus dilaksanakan.98
Pada tanggal 9 September 2016, Presiden Indonesia Joko Widodo
menerima kunjungan kenegaraan dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Bahasan
utama dalam pertemuan kedua Presiden tersebut diantaranya adalah terkait dengan
serangkaian penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf terhadap WNI.99 Kemudian,
Joko Widodo dan Rodrigo Duterte menandatangani Join Declaration on
Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea. Dalam deklarasi tersebut,
Kedua Presiden mendorong segera dijalankannya tiga kesepakatan trilateral yang
sebelumnya disepakati oleh Indonesia, Filipina, Malaysia dalam menjaga
keamanan di Laut Sulu.100
Implementasi kerjasama keamanan trilateral antara Indonesia, Filipina, dan
Malaysia sempat mengalami hambatan. Pada awalnya, pihak Pemerintah Malaysia
sempat belum menyepakati standar operasi karena adanya perbedaan karakter
ancaman di wilayah Perairan Sabah dengan Perairan Sulu. Meskipun begitu,
97‘’Defense Ministers Affirm Trilateral Cooperative Arrangement’’, Department of
National Defense Republic of Philippines, 3 August 2016, http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-%20Trilateral%20Meeting%20Statement.pdf (Diakses 11 April 2018).
98‘’Jakarta, KL and Manila to Start Joint Patrols in Sulu Sea’’, Strait Times, 5 Agustus 2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/jakarta-kl-and-manila-to-start-joint-patrols-in-sulu-sea (Diakses 11 April 2018).
99‘’Presiden Jokowi Capai Sejumlah Kesepakatan dengan Presiden Rodrigo Duterte’’, Presidenri.go.id, http://presidenri.go.id/berita-aktual/presiden-jokowi-capai-sejumlah-kesepakatan-dengan-presiden-rodrigo-duterte.html (Diakses 11 April 2018).
100Untuk melihat lebih lanjut rincian deklarasi bersama Indonesia dan Filipina, lihat “Join Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of Philippines on Cooperation “, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, http://treaty.kemlu.go.id/apisearch/pdf?filename=PHL-2016-0085.pdf (Diakses 11 April 2018).
54
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tertundanya kesepakatan tersebut tidak
mempengaruhi upaya peningkatan keamanan dan pengawasan di wilayah Perairan
Sulu oleh Indonesia dan Filipina.101
Pada akhirnya, patroli keamanan Indonesia, Filipina, dan Malaysia baru
mulai diadakan pada 2017. Patroli keamanan trilateral tersebut diresmikan pada
19 Juni 2017 oleh ketiga negara. Peresmian tersebut dihadiri oleh tiga Menteri
Pertahanan dari masing-masing negara. Keberadaan patroli keamanan tersebut
diharapkan dapat mempersempit terjadinya kejahatan transnasional seperti
penculikan warga sipil dan terorisme khususnya di Perairan Sulu. Setelah ketiga
negara mulai melaksanakan patroli maritim terkoordinasi, mereka juga berharap
kedepannya negara ASEAN lain juga dapat dilibatkan serta dapat menambah
patroli di wilayah udara maupun darat.102
Terlepas dari hambatan yang dihadapi, pada akhirnya kerjasama keamanan
trilateral berhasil disepakati tiga negara tersebut. Selain adanya kerjasama
trilateral tersebut, banyaknya kasus penculikan dan penyanderaan oleh Kelompok
Abu Sayyaf terhadap pelaut WNI telah mendorong Indonesia dan Filipina
berkoordinasi secara rutin demi menyelamatkan warganya. Pada bab selanjutnya,
penelitian ini akan membahas kepentingan Indonesia dan Filipina dalam
kerjasama yang mereka lakukan menghadapi Kelompok Abu Sayyaf tahun 2016.
101 Upaya Indonesia, Malaysia, dan Filipina Hadapi Penculik WNI, Tempo, 13 Desember
2016, https://nasional.tempo.co/read/827631/upaya-indonesia-malaysia-dan-filipina-hadapi-penculik-wni (Diakses 23 April 2018).
102 Perangi ISIS, Tiga Negara Sepakati Bentuk Trilateral Maritime Patrol Indomalphi, Times Indonesia, 19 Juni 2017, https://m.timesindonesia.co.id/read/150559/20170619/200515/perangi-isis-tiga-negara-sepakat-bentuk-trilateral-maritime-patrol-indomalphi/ (Diakses 23 April 2018).
55
BAB IV
ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA DAN FILIPINA
DALAM KERJASAMA KEAMANAN MENGHADAPI
KELOMPOK ABU SAYYAF TAHUN 2016
Bab ini membahas analisis kepentingan Indonesia dan Filipina dalam
kerjasama keamanan yang mereka lakukan dalam menghadapi Kelompok Abu
Sayyaf, khususnya pada tahun 2016. Setelah pada bab sebelumnya menjelaskan
kerjasama yang melibatkan Indonesia dengan Filipina khususnya dalam
menghadapi Kelompok Abu Sayyaf. Bab ini akan menganalisis kepentingan
kedua negara tersebut yang kemudian mendorong keterlibatan mereka dalam
kerjasama menghadapi kelompok Abu Sayyaf. Analisis dalam penelitian ini akan
menggunakan konsep kerjasama internasional, kepentingan nasional, dan
terorisme untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai kepentingan Indonesia
dan Filipina dalam kerjasama keamanan menghadapi ancaman Kelompok Abu
Sayyaf tahun 2016.
Menurut Neuchterlein, terdapat empat tingkatan isu yang digunakan untuk
menentukan intensitas kepentingan nasional suatu negara. Yaitu survival issues,
vital issues, major issues, dan peripheral issues.103 Kasus ancaman keamanan
yang ditimbulkan oleh Kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2016 tergolong pada
103 Donald E. Neuchterlein, ‘’National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision Making’’,British Journal of International Studies Vol. 2, No. 3 (Oktober 1976), 249-250.
56
vital issues. Vital issues sendiri adalah kondisi dimana dampak serius akan timbul
apabila suatu negara tidak bertindak serius terhadap ancaman yang muncul.
Kemudian, vital issues juga melihat peluang meminta bantuan dengan negara lain
untuk menghadapi ancaman tersebut, karena dampak dari ancaman tersebut bukan
hanya persoalan keamanan, tetapi juga perekonomian dan persoalan lainnya.104
Serangkaian kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf di Laut Sulu pada
tahun 2016 tergolong dalam vital issues karena bukan hanya mengancam
keselamatan warga negara saja, tetapi juga menimbulkan persoalan lain dalam
bidang keamanan dan ekonomi, terlebih lagi ancaman penculikan oleh kelompok
ekstrimis seperti Kelompok Abu Sayyaf sifatnya tidak dapat diprediksi dan dapat
terjadi berulangkali. Maka dari itu, kerjasama dilakukan, misalnya upaya
negosiasi pelepasan sandera dengan pihak Kelompok Abu Sayyaf. Kemudian,
upaya untuk mencegah ancaman serupa dilakukan dengan kerjasama keamanan
trilateral di Laut Sulu, khususnya untuk menghentikan operasi Kelompok Abu
Sayyaf di wilayah tersebut.
Menurut K.J Holsti, lahirnya kerjasama internasional tidak terlepas dari
keanekaragaman permasalahan di tingkat nasional, regional, maupun global.
Masalah tersebut mendorong pemerintah melakukan pendekatan dengan negara
lain untuk memecahkan masalah yang ada. Lebih lanjut lagi, kerjasama yang
dilakukan mempertemukan kepentingan suatu negara dengan kepentingan negara
lainnya, dimana hal tersebut melahirkan persetujuan tertentu dalam rangka
104 Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for
Analysis and Decision Making”,249.
57
memanfaatkan kesamaan kepentingan yang ada.105 Persamaan kepentingan inilah
yang melatarbelakangi lahirnya kerjasama seperti yang melibatkan Indonesia dan
Filipina dalam kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf. Kepentingan tersebut
bukan hanya terkait keamanan negara dari ancaman saja, tetapi juga ekonomi.
Selain itu, kerjasama yang terbangun dengan baik memiliki peluang untuk
diperluas dalam bentuk kerjasama lainnya seiring dengan perkembangan ancaman
yang semakin kompleks.
4.1. Menjamin Kepentingan Keamanan Berupa Keselamatan Warga
Negara dari Ancaman Kelompok Abu Sayyaf
Menurut Neuchterlein dalam National Interest and Foreign Policy: A
Conceptual Framework for Analysis and Decision Making, Kepentingan nasional
suatu negara terbagi menjadi empat dimensi kebutuhan dasar. Kebutuhan tersebut
diantaranya adalah defense interest, economic interest, world order interest, serta
ideological interest. Empat dasar kepentingan nasional tersebut dapat saling
berkaitan satu sama lain sesuai dengan tujuan suatu negara.106
Jika dikaitkan dengan tingkatan isu oleh Neuchterlein, baik defense
interest, economic interest, world order interest, maupun ideological interest
dapat masuk kedalam vital issues, khususnya jika terdapat waktu yang cukup
untuk menyelesaikan persoalan yang mengganggu kepentingan suatu negara
seperti dengan cara mencari bantuan negara lain, bernegosiasi dengan pihak yang
105K.J Holsti, Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis , Jilid II, Terjemahan M. Tahrir
Azhari, (Jakarta: Erlangga, 1988), 652-653. 106Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for
Analysis and Decision Making”, 248
58
berseteru, ataupun dengan memberi peringatan kepada pihak yang mengancam
negara tersebut.107 Khusus pada kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf,
defense interest untuk menyelamatkan warga yang disandera sekaligus menjaga
agar tidak terjadi ancaman Kelompok Abu Sayyaf kedepannya membuat negara-
negara terkait saling bekerjasama untuk menghadapi kelompok tersebut.
Kasus penculikan WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf yang terjadi pada
tahun 2016 membuat defense interest dari Indonesia maupun Filipina sama-sama
terganggu. Defense interest sendiri menurut Neuchterlein merupakan
perlindungan negara dan warga negaranya dari berbagai bentuk ancaman, seperti
ancaman di luar pemerintahan suatu negara.108 Contoh ancaman tersebut
diantaranya adalah kelompok ekstrimis seperti Kelompok Abu Sayyaf. Ketika
Indonesia terancam karena warga negaranya disandera, sementara Filipina sendiri
sudah cukup lama terganggu dengan keberadaan serta tindakan terorisme
kelompok radikal tersebut di negara mereka.
Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, terjadinya serangkaian
penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf menjadi masalah serius yang dihadapi
berbagai negara, termasuk Indonesia. Setiap sandera yang diculik harus ditebus
dengan sejumlah uang atau nyawa mereka dapat terancam. Untuk menyelamatkan
sandera tersebut, diperlukan upaya yang matang serta langkah strategis oleh pihak
terkait.
107 Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for
Analysis and Decision Making”, 249 108Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for
Analysis and Decision Making”,248.
59
Sebagai kelompok ekstrimis, Kelompok Abu Sayyaf sendiri terkenal tidak
segan-segan membunuh sandera jika tuntutannya tidak dipenuhi. Dalam beberapa
kesempatan, sandera dari berbagai negara yang mereka tangkap kemudian
dibunuh setelah tuntutan tebusan tidak diberikan oleh negara asal sandera
tersebut.Pada April 2004 misalnya,terjadi kasus penculikan tiga sandera WNI
awak kapal East Ocean 2 di Pulau Taganak, Filipina oleh Kelompok Abu Sayyaf .
Dalam kasus tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak membayar
uang tebusan yang dituntut oleh Kelompok Abu Sayyaf, yaitu sebesar sepuluh juta
peso. Akibat tuntutan tebusan tersebut tidak dipenuhi, akhirnya tiga sandera orang
asal WNI tersebut tewas ditangan Kelompok Abu Sayyaf.109
Kasus lainnya yang menyebabkan sandera dibunuh akibat tuntutan tebusan
tidak dipenuhi terjadi pada dua WNA asal Kanada, yaitu John Ridsdel dan Robert
Hall pada tahun 2016.110Pada saat itu, waktu dua WNA Kanada tidak jauh
berbeda dengan serangkaian penculikan terhadap WNI oleh kelompok yang sama.
Melihat ketidakseganan kelompok tersebut dalam membunuh sandera, maka
pemerintah Indonesia dan Filipina berkoordinasi satu sama lain demi melakukan
proses penyelamatan sekaligus menjadikan keselamatan sandera sebagai prioritas
utama.
Pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dengan Presiden
Filipina Rodrigo Duterte pada 9 September 2016 di Jakarta menyepakati beberapa
109’Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004,
http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404130001 (Diakses 15 Mei 2018).
110‘’Trudeau Wants Justice for Canadians Beheaded by Abu Sayyaf’’, Rappler, 14 November 2017, https://www.rappler.com/nation/188424-trudeau-abu-sayyaf-kidnapping-justice-canadian-hostages (Diakses 15 Mei 2018).
60
hal, diantaranya adalah mengutamakan keselamatan sandera dalam proses
penyelamatan serta juga menjadikan pembebasan secara diplomatis sebagai opsi
utama.111 Kedua negara juga sepakat untuk melakukan segala tindakan yang
diperlukan demi meningkatkan keamanan di Laut Sulu. Adapun Presiden Duterte
juga menyatakan bahwa TNI AL dari Indonesia diperbolehkan mengejar dan
meledakkan perompak di perairan Laut Sulu hingga masuk ke wilayah Filipina.112
Pada akhir pertemuan tersebut, kesepakatan kedua negara ditandai dengan “Joint
Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the
Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu
Sea”yang ditandatangani oleh Presiden kedua negara.113
Sebelum kerjasama keamanan maritim di Laut Sulu disepakati oleh
Indonesia dan Filipina, kedua negara juga sebelumnya sudah menandatangani
“ASEAN Convention on Counter Terrorism”. Konvensi yang pada tahun 2007 ini
diantaranya menyepakati upaya menghadapi terorisme, baik dalam mencegah aksi
terorisme, menghentikan pendanaan terorisme, pertukaran intelijen, hingga
peningkatan kerjasama di wilayah perbatasan. Peningkatkan keamanan di Laut
Sulu untuk mengantisipasi ancaman kelompok bersenjata pada tahun 2016
111 “Duterte bertemu Jokowi, Apa Topik Pembicaraannya?”, DW, 9 September 2018,
https://www.dw.com/id/duterte-bertemu-jokowi-apa-topik-pembicaraan/a-19536007 (Diakses 15 Agustus 2018).
112 “Ini Deal Jokowi dan Duterte”, Detik, 9 September 2018, https://news.detik.com/berita/d-3295481/ini-deal-duterte-dan-jokowi (Diakses 15 Agustus 2018).
113 Lihat juga Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security in Sulu Sea.
61
merupakan salah satu bentuk kerjasama yang dikembangkan dari konvensi
tersebut.114
Selain kesepakatan antara kedua negara, Indonesia dan Filipina bersama
dengan Malaysia berhasil menyepakati kerjasama patroli keamanan maritim
khususnya di Laut Sulu pada 2016. Koordinasi negara di wilayah Laut Sulu
sangat penting agar kasus penculikan di wilayah tersebut tidak ada lagi.
Keberadaan kerjasama patroli keamanan juga bertujuan untuk meningkatkan rasa
aman kapal-kapal yang melewati wilayah tersebut.
Menurut Letkol Ikhwan Ahmadi dari Ditjen Strategi Pertahanan
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, keberadaan kerjasama patroli
trilateral maritim yang dilakukan Indonesia, Filipina, dan Malaysia telah
menurunkan, bahkan meniadakan penculikan khususnya terhadap pelaut asal WNI
di Laut Sulu pada akhir tahun 2016. Meskipun begitu, eksekusi kerjasama tersebut
sempat terhambat dengan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari
kerjasama patroli laut tersebut karena memakan waktu agar militer ketiga negara
terkoordinasi dengan baik.Selain itu menurut Ikhwan Ahmadi, Laut Sulu yang
luas dan pengamanan yang diperketat dengan koordinasi ketiga negara
berpengaruh terhadap sulitnya Kelompok Abu Sayyaf untuk melakukan
penculikan kembali. Ditambah lagi dengan kapal yang digunakan untuk
114 Lihat juga ASEAN Convention on Counter Terrorism, 2007,
http://asean.org/storage/2012/05/ACCT.pdf (Diakses 15 Agustus 2018).
62
merompak dan menculik oleh Kelompok Abu Sayyaf berukuran kecil, hal tersebut
semakin menyulitkan kelompok tersebut dalam beraksi.115
Kerjasama seperti yang dilakukan Indonesia dan Filipina baik dalam
menyelamatkan sandera maupun keterlibatannya dalam kerjasama keamanan
trilateral tidak terlepas dari interaksi yang mereka lakukan demi menghadapi
ancaman. Menurut Mingst, kerjasama yang dilakukan negara dengan negara
lainnya terjadi karena interaksi yang terus-menerus, dimana hal tersebut
dikarenakan masing-masing negara yang saling membutuhkan satu sama lain.116
Pada kasus penculikan Kelompok Abu Sayyaf, kerjasama keamanan terjadi
karena kesamaan bentuk ancaman yang dihadapi, yaitu Kelompok Abu Sayyaf di
wilayah perairan yang saling berbatasan dengan negara-negara tersebut. Pada
akhirnya, negara-negara tersebut rutin berinteraksi satu sama lain dan melakukan
kerjasama, agar kepentingan mereka yaitu keamanan segala aktivitas di wilayah
Laut Sulu tetap terjaga.
4.2.Mengamankan Kepentingan Ekonomi Kedua Negara
4.2.1. Menjaga Terjalinnya Kerjasama Perdagangan Indonesia dan Filipina
Sebagai negara yang letaknya berdekatan, Filipina merupakan partner
yang memberikan keuntungan signifikan bagi Indonesia dalam bidang
perdagangan. Impor Filipina terhadap Indonesia pada periode Januari sampai
dengan Desember 2015 mencapai 2,9 miliar dolar. Sementara, Ekspor Filipina ke
115Wawancara dengan Letkol Ikhwan Akhmadi, Kasi Misi Perdamaian, Subdit
Multilateral, Ditjen Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, pada 22 Mei 2018.
116Karen A. Mingst, Essentials of International Relations, (New York : W.W. Norton & Company, 2003), 65.
63
Indonesia hanya mencapai 62 juta dolar. Produk utama yang diimpor Filipina dari
Indonesia diantaranya adalah otomotif, batubara, ,kopi, dan produk-produk
lainnya. 117
Diantara produk-produk yang diimpor Filipina dari Indonesia, salah satu
yang jumlah impornya cukup besar adalah impor batubara. Indonesia menjadi
sumber utama impor batubara oleh Filipina. Kebutuhan Filipina yang tinggi akan
batubara mendorong besarnya impor akan komoditas tersebut. Setiap tahunnya,
Filipina mengimpor 15 juta ton batubarapertahun, dimana jumlah tersebut
merupakan 80 persen dari batubara yang mereka butuhkan. Kemudian, 95 persen
dari impor batubara mereka berasal dari Indonesia. Hal tersebut membuat Filipina
cukup bergantung pada Indonesia demi memenuhi kebutuhan energi mereka,
dimana batubara tersebut digunakan untuk pembangkit listrik yang ada di
Filipina.118 Selain karena Indonesia memang menjadi salah satu negara eksportir
batubara terbesar di dunia, letak geografis yang berdekatan juga menjadi faktor
yang mendorong besarnya impor batubara Filipina dari Indonesia.119
Jika dilihat dari hal tersebut, tentunya kepentingan nasional Filipina dan
Indonesia sama-sama terganggu dengan keberadaan Kelompok Abu Sayyaf
khususnya serangkaian penculikan yang dilakukan kelompok tersebut. Bahkan
117‘’Filipina Sumbang Surplus Ekonomi Indonesia Terbesar’’,Tempo, 2 Juni 2016,
https://bisnis.tempo.co/read/776155/filipina-sumbang-surplus-ekspor-indonesia-terbesar(Diakses 15 Mei 2018).
118Sara Jane Ahmed dan Jose Logarta Jr. , ‘’Carving out Coal in the Philippines: Stranded Coal Plant Assets and the Energy Transition’’, Institute for Energy Economics and Financial Analysis, (Oktober 2017):13, http://ieefa.org/wp-content/uploads/2017/10/Carving-out-Coal-in-the-Philippines_IEEFAICSC_ONLINE_12Oct2017.pdf (Diakses 2 April 2018).
119True Cost of the Coal in the Philippines, Greenpeace Southeast Asia Vol.1, 4 Mei 2012, http://www.greenpeace.org/seasia/ph/PageFiles/612171/PH-True-Cost-of-Coal-v1.pdf (Diakses 2 April 2018).
64
Indonesia sendiri sempat menghentikan pengiriman ekspor batubara ke Filipina
pada April 2016 setelah terjadinya penculikan terhadap WNI oleh Kelompok Abu
Sayyaf.120 Hal tersebut tentunya merupakan suatu kerugian bagi Indonesia
maupun Filipina dalam segi perekonomian.
Melihat Indonesia dan Filipina yang saling membutuhkan satu sama
terutama dalam bidang perdagangan,sangat penting untuk mengadakan kerjasama
keamanan di Laut Sulu. Hal tersebut dilakukan demi mengantisipasi Kelompok
Abu Sayyaf yang mengancam kepentingan ekonomi kedua negara. Hal tersebut
sejalan dengan salah satu dari empat kepentingan nasional dasar sebuah negara
menurut Neuchterlein, yaitu economic interest. Economic interest sendiri adalah
kepentingan suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi, khususnya melalui
cara melakukan interaksi ataupun kerjasama dengan negara lain.121
Economic interest dari Indonesia terhadap Filipina adalah bagaimana
komoditas mereka dapat diekspor ke Filipina, terutama Batubara karena
memberikan pemasukan yang besar. Bagi Filipina, batubara yang digunakan
sebagai energi sangat esensial bagi pembangkit listrik di negara tersebut. Maka
dari itu, sangat penting untuk memastikan keamanan pelayaran di antara kedua
negara tersebut agar kepentingan ekonomi mereka tetap terjaga.
120‘’Indonesia Demands Security for Ships in Philippines, Coal Exports Affected’’,GMA
Network, 24 Juni 2016,http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/571177/indonesia-demands-security-for-ships-in-philippines-coal-exports-affected/story/(Diakses 30 April 2018).
121Neuchterlein, National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making,248.
65
4.2.2. Memaksimalkan Kerjasama BIMP-EAGA
Selain mempunyai hubungan dalam bidang perdagangan, Indonesia dan
Filipina juga sama-sama tergabung dalam inisiatif kerjasama ekonomi subregional
di ASEAN, yaitu The Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East
ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). BIMP EAGA sendiri sudah dibentuk dari
tahun 1994. Kerjasama ini dibentuk oleh empat negara tersebut dengan tujuan
untuk meningkatkan pembangunan di wilayah-wilayah subnasional yang jauh dari
ibukota, khususnya agar mengurangi kesenjangan ekonomi di wilayah
subnasional tersebut dengan wilayah yang lebih maju.122
Wilayah yang menjadi bagian dari kerjasama BIMP-EAGA meliputi
seluruh wilayah Kesultanan Brunei Darussalam. Wilayah Indonesia yang menjadi
bagian dari kerjasama ini mulai dari Kalimantan, Papua, Barat, Sulawesi, serta
Maluku. Sementara itu, wilayah lain dari kerjasama ini juga meliputi daerah
Mindanao dan Palawan di Filipina, serta wilayah Sabah,Sarawak, dan Wilayah
Federal Labuan yang berada di Malaysia.123
122‘’Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-
EAGA)’’, Asian Development Bank, https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga (Diakses 4 April 2018).
123“Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA)’’, Asian Development Bank,https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga (Diakses 4 April 2018).
66
Gambar 4.1.: Peta Wilayah BIMP-EAGA124
BIMP-EAGA berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
khususnya dalam bidang perdagangan, pariwisata, serta investasi, dengan cara
memfasilitasi alur pergerakan masyarakat, barang, dan jasa. Kemudian, negara-
negara yang terlibat juga menggunakan secara efektif infrastruktur dan sumber
daya yang ada. Selain itu, cara lain yang dilakukan negara-negara BIMP-EAGA
adalah memanfaatkan kesempatan lain yang dimiliki untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Selain itu, untuk mencapai pembangunan yang diinginkan,
BIMP-EAGA juga berpacu pada enam pilar strategis agar dapat mewujudkan
target mereka,yaitu125:
1. Connectivity, terdiri dari peningkatan mobilitas barang dan jasa, baik
melalui udara, laut, dan darat. Selain itu, pilar ini juga mencangkup
peningkatan infrastruktur dalam bidang energi, peningkatan fasilitas
124“Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-
EAGA)’’, Ministry of Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam, http://www.mofat.gov.bn/Pages/Brunei-Darussalam---Indonesia---Malaysia---The-----Philippines-East-ASEAN-Growth-Area---(BIMP-EAGA).aspx (Diakses 4 April 2018).
125‘’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank: 10, https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018).
67
bidang perdagangan dan investasi, serta peningkatan dalam bidang
teknologi komunikasi dan informasi.
2. Food Basket, yaitu peningkatan produksi komoditas unggulan dalam
bidang agribisnis.
3. Tourism, yaitu peningkatan konektivitas menuju tempat pariwisata serta
peningkatan pembangunan di situs-situs wisata.
4. Environment, yaitu mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan
khususnya pada ekosistem di tempat wisata, serta meningkatkan kualitas
berbagai sektor seperti di bidang peternakan dan perikanan agar ramah
lingkungan.
5. Socio-cultural and Education, yaitu meningkatkan apresiasi akan warisan
kebudayaan serta meningkatkan kerjasama dengan institusi pendidikan.
Perwujudan BIMP-EAGA oleh negara anggotanya seperti Indonesia dan
Filipina dapat meningkatkan perekonomian secara signifikan jika pembangunan
dilakukan maksimal. Pada statistik yang dikeluarkan oleh BIMP-EAGA, wilayah
EAGA berkontribusi sebanyak 17,3 persen dari keseluruhan GDP negara-negara
anggota BIMP-EAGA pada tahun 2014. Sementara itu, wilayah EAGA
berkontribusi sebanyak 11 persen dari keseluruhan GDP di ASEAN pada tahun
2014. Selain itu, dari seluruh GDP wilayah EAGA, wilayah EAGA di Indonesia
berkontribusi terbanyak diantara negara lainnya yaitu sebanyak 62,4 persen. Posisi
kedua dan ketiga ditempati oleh wilayah EAGA di Malaysia dan Filipina pada
angka 18,9 persen dan 14,2 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa
68
Indonesia dan Filipina menjadi dua dari tiga negara BIMP-EAGA dengan
kontribusi GDP terbesar di tahun 2014.126
Kemudian, sebagai upaya mewujudkan peningkatan pembangunan
ekonomi anggotanya, strategi BIMP-EAGA adalah membagi wilayah EAGA
menjadi dua rute koridor prioritas ekonomi. Koridor pertama adalah Koridor
Ekonomi Borneo Utara yang berfokus pada wilayah EAGA dari Indonesia,
Malaysia, Brunei Darussalam. Kemudian, koridor kedua adalah Koridor Laut
Sulu-Sulawesi yang meliputi wilayah EAGA dari Indonesia, Malaysia, dan
Filipina. Rute koridor laut tersebut diharapkan dapat berjalan optimal pada tahun
2025, sebagai perwujudan BIMP-EAGA Vision 2025.127
Serangkaian kasus penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf pada tahun
2016 bukan hanya telah mengganggu rute perdagangan Indonesia dengan Filipina
saja128, tetapi juga rute perdagangan wilayah EAGA Filipina, yaitu Mindanao
dengan wilayah Malaysia khususnya dari perairan Sabah. Sebagian besar kasus
penculikan terjadi di berbagai perairan sekitar Laut Sulu yang merupakan salah
satu rute koridor laut negara BIMP-EAGA. Pemerintah Malaysia bahkan
menghentikan perdagangan ke wilayah Filipina khususnya ke berbagai kepulauan
di wilayah ARMM (Autonomous Region in Muslim Mindanao, dimana kepulauan
tersebut merupakan wilayah EAGA dari Filipina) pada tahun 2016 akibat
126’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 86-87,
https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018).
127’BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 13,https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018).
128 Philippines Unrest: Who Are The Abu Sayyaf Group?’’, BBC, 16 Oktober 2017, https://www.bbc.com/news/world-asia-41638747 (Diakses 29 Juni 2018).
69
banyaknya kasus penculikan tersebut. Setelah keamanan di wilayah Laut Sulu
ditingkatkan, barulah pada 1 Februari 2017 jalur perdagangan Mindanao dengan
Sabah dibuka kembali.129
Pada tahun 2017, perwakilan ARMM dari Filipina ikut menghadiri BIMP-
EAGA Strategic Planning Meeting di Jakarta. Acara tersebut sendiri diadakan
mulai dari 30 Januari sampai dengan 3 Februari 2017. Di depan perwakilan negara
BIMP-EAGA, perwakilan dari ARMM bukan hanya menyerukan kembali
dibukanya rute Sabah menuju Mindanao saja, tetapi juga berkomitmen
mempromosikan rute perdagangan dengan wilayah EAGA dari Indonesia dan
Brunei Darussalam. Perwakilan ARMM tersebut juga berharap peningkatan
aktivitas ekonomi di wilayah EAGA seperti Mindanao sebagai tempat
perdagangan antarnegara akan membantu menyelesaikan permasalahan
kemiskinan di wilayah tersebut, dimana hal tersebut yang menjadi salah satu
faktor yang mendorong banyaknya aktivitas kriminal dan konflik di wilayah
Selatan Filipina.130
Beberapa bulan setelahnya, Indonesia dan Filipina meresmikan
konektivitas jalur laut yang menghubungkan wilayah di Sulawesi Utara, yaitu
Bitung Timur menuju Davao/General Santos, Filipina.Deklarasi bersama antara
129 ‘’ARMM, Malaysia Reopen Sabah Cross-Border trade with BIMP-EAGA’’, Manila
Buletin, 1 Februari 2017, https://news.mb.com.ph/2017/02/01/armm-malaysia-reopen-sabah-cross-border-trade-with-bimp-eaga/ (Diakses 29 Juni 2018).
130 ‘’ARMM Delegation in Jakarta Meet to Push for Open BIMP-EAGA Trade’’, Business World Online, 1 Februari 2017, http://www.bworldonline.com/content.php?section=Economy&title=armm-delegation-in-jakarta-meet-to-push-for-open-bimp-eaga-trade-&id=139954 (Diakses 29 Juni 2018).
70
kedua negara diresmikan pada 28 April 2017.131Konektivitas jalur laut terus
diresmikan demi mensukseskan kerjasama BIMP-EAGA, dimana diresmikannya
rute konektivitas jalur laut dengan menggunakan kapal Ro-Ro(Roll On-Roll Off)
tersebut diharapkan mempersingkat waktu perdagangan barang diantara kedua
negara. Peresmian jalur laut tersebut dihadiri oleh Presiden dari kedua negara,
yaitu Presiden Indonesia Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte
pada 30 April 2017 di General Santos, Filipina.132
Prospek BIMP-EAGA untuk meningkatkan perekonomian khususnya di
wilayah-wilayah terpencil tentunya menarik bagi negara seperti Indonesia dan
Filipina. Jika dimaksimalkan, koneksi antara wilayah utara Indonesia dengan
wilayah selatan Filipina bukan hanya dalam bidang perdagangan saja, namun
dapat dikembangkan dalam bidang lainnya, seperti wisata, peningkatan kualitas
pendidikan, dan berbagai bidang lainnya yang menjadi target BIMP-EAGA.
Selain itu, kedepannya konektivitas antara wilayah EAGA Indonesia dan Filipina
bukan hanya antara wilayah General Santos dan Bitung saja, tetapi juga dengan
wilayah lain. Wilayah tersebut misalnya seperti Zamboanga dan wilayah
kepulauan seperti Basilan, Sulu, serta Tawi-Tawi yang berada di Filipina, serta
wilayah Kalimantan, Maluku, atau Papua dari Indonesia.133
131‘’Sah, Kapal Ro-Ro Davao-Bitung Mulai Beroperasi 30 April", Kompas, 28 April 2017,
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/215206626/sah.kapal.ro-ro.davao-bitung.mulai.beroperasi.30.april (Diakses 25 Mei 2018).
132‘’Dilepas Jokowi dan Duterte, Kapal Ro-Ro Filipina Tiba di Bitung’’, Detik Finance, 2 Mei 2017, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3489485/dilepas-jokowi-dan-duterte-kapal-ro-ro-filipina-tiba-di-bitung (Diakses 25 Mei 2018).
133Lihat juga daftar proyek berdasarkan sektor dan prioritas strategis BIMP EAGA Vision 2025 dalam “BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank, 64,
71
Menurut Jimmy K. Musa dari Mindanao Development Agency, terdapat
beberapa faktor yang membuat Indonesia menjadi partner penting bagi Filipina
dalam kerjasama BIMP-EAGA . Selain karena faktor geografis yang saling
berbatasan dan menjanjikan dalam segi perekonomian, wilayah EAGA dari
Filipina yang terletak di selatan Filipina, yaitu Autonomous Region in Muslim
Mindanaomemiliki kesamaan kultur dengan Indonesia, yaitu sama-sama memiliki
masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Wilayah tersebut diantaranya
meliputi Basilan, Sulu, dan Tawi-Tawi. Selain itu, secara historis Indonesia
memiliki koneksi dengan penduduk Mindanao, salah satu diantaranya adalah
keberadaan komunitas asal Indonesia yang sudah menetap lama di Provinsi
Saranggani, Mindanao Selatan. Komunitas tersebut telah berbaur dengan
penduduk asli Mindanao dalam aspek kehidupan sehari-hari dan budaya di daerah
tersebut. 134
Melihat faktor-faktor tersebut, sangat mungkin jika Indonesia dan Filipina
kedepannya memaksimalkan BIMP-EAGA sebagai platform kerjasama yang lebih
baik untuk meningkatkan perekonomian khususnya di wilayah perbatasan. Salah
satu upaya memaksimalkan kerjasama tersebut adalah dengan menghubungkan
kota wilayah BIMP-EAGA, khususnya melalui jalur laut dan udara.Untuk
menciptakan rute yang menghubungkan wilayah perbatasan seluruh negara
anggota BIMP-EAGA,tentunya memerlukan sistem keamanan di wilayah perairan
https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-2025.pdf (Diakses 4 April 2018).
134Wawancara dengan Jimmy K.Musa, International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-EAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao Development Authority, pada 29 Mei 2018.
72
yang baik agar segala aktivitas perekonomian yang melibatkan negara terkait
dapat aman dari ancaman yang mungkin dihadapi, misalnya perompakan dan
penculikan.
Keberadaan kerjasama keamanan keamanan trilateral antara Indonesia,
Filipina, serta Malaysia sejak tahun 2016 memberikan keuntungan berupa jaminan
keamanan dari ancaman yang mungkin terjadi, seperti perompakan atau
penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Dengan keamanan yang lebih
terkoordinasi, segala kegiatan dalam berbagai bidang, misalnya kerjasama
ekonomi antarnegara dapat berjalan dengan baik. Selain itu, keamanan yang lebih
baik dapat membuka kerjasama-kerjasama lainnya untuk lebih optimal, misalnya
dalam platform BIMP-EAGA, atau bentuk kerjasama lainnya yang berpotensi
dibuat.
Melihat potensi Laut Sulu menjadi rute perdagangan yang termasuk
diantaranya menghubungkan wilayah BIMP-EAGA, pengamanan diperairan
tersebut termasuk dalam world order interest menurut Neuchterlein. World order
interest yang dimaksud berarti menjaga sistem perekonomian yang membuat
negara merasa aman dalam melakukan aktivitas diluar batas negara mereka.135
Kerjasama keamanan di wilayah Laut Sulu akan mengoptimalkan pemenuhan
kepentingan ekonomi negara-negara yang berbatasan dengan perairan tersebut,
khususnya negara-negara BIMP-EAGA yang termasuk diantaranya adalah
Indonesia dan Filipina.
135Neuchterlein, “National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for
Analysis and Decision Making”, 248.
73
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Serangkaian kasus penyanderaan di sekitar kawasan Laut Sulu pada tahun
2016 telah mendorong berbagai pihak untuk bekerjasama dalam menyelamatkan
sandera. Salah satu diantaranya adalah Pemerintah Indonesia yang bekerjasama
dengan Pemerintah Filipina beserta pihak-pihak lainnya demi memastikan
keamanan WNI yang disandera. Perlunya koordinasi dan kerjasama dalam proses
pelepasan sandera sangat penting agar tidak adanya korban jiwa karena sebagai
kelompok ekstrimis, Kelompok Abu Sayyaf tidak segan-segan membunuh sandera
jika tuntutannya diabaikan.
Selain itu, banyaknya penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di sekitar
Laut Sulu juga menimbulkan kekhawatiran dari berbagai negara mengingat Laut
Sulu merupakan salah satu jalur laut yang digunakan untuk pelayaran. Indonesia
kemudian menjadi salah satu negara yang menyerukan perlu adanya kerjasama
keamanan di Laut Sulu. Seiring dengan pertemuan petinggi negara yang berbatasan
di Laut Sulu, akhirnya kerjasama keamanan dibentuk. Lahirnya kerjasama
keamanan trilateral yang dibentuk oleh Indonesia, Filipina, dan Malaysia kemudian
diharapkan mampu meningkatkan keamanan di Laut Sulu sehingga resiko
pembajakan dan penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf dapat diminimalisir.
74
Selain merupakan langkah pencegahan agar tidak adanya penculikan,
peningkatan keamanan dengan adanya kerjasama keamanan di Laut Sulu tidak
terlepas dari kepentingan ekonomi. Indonesia dan Filipina merupakan negara yang
kepentingan ekonominya terganggu akibat penculikan Kelompok Abu Sayyaf.
Penculikan yang terjadi pada tahun 2016 sempat mengganggu jalur perdagangan
laut antara Indonesia dengan Filipina. Pemerintah Indonesia yang kemudian
memutuskan melarang pelayaran ke Filipina juga menghambat pengiriman batubara
dari Indonesia ke Filipina. Padahal, Indonesia merupakan sumber impor batubara
terbesar bagi Filipina. Kebutuhan energi Filipina serta pemasukan Indonesia yang
terganggu tersebut yang kemudian mendorong dilaksanakannya kerjasama
keamanan agar memastikan kepentingan ekonomi kedua negara terjaga.
Selain itu, keberadaan kerjasama keamanan di Laut Sulu sendiri
memberikan keuntungan tersendiri bagi kepentingan Indonesia dan Filipina,
khususnya dalam kerjasama BIMP-EAGA. Sebagai upaya untuk meningkatkan
konektivitas antara negara-negara anggota BIMP-EAGA khususnya dalam bidang
perdagangan, sangat penting untuk mengamankan rute-rute perdagangan, baik rute
darat, laut, dan udara. Laut Sulu yang berbatasan dengan negara-negara BIMP-
EAGA merupakan salah satu rute penting yang jika dioptimalkan, maka akan
meningkatkan perekonomian wilayah-wilayah pembangunan dari negara-negara
anggota BIMP-EAGA.
Bagi Filipina, rute Laut Sulu sangat penting untuk jalur perdagangan
karena menghubungkan wilayah Mindanao yang sedang berkembang dengan
berbagai wilayah negara anggota EAGA seperti Brunei Darussalam, Malaysia,
75
hingga Indonesia. Keamanan yang terjamin tentunya akan meningkatkan
perekonomian di Filipina Selatan. Hal tersebut tentunya dapat menekan masalah
kemiskinan dan mengurangi kejahatan seperti perkembangan kelompok ekstrimis
akibat kurang sejahteranya masyarakat di wilayah tersebut.
Sedangkan bagi Indonesia, Laut Sulu yang lebih aman dari ancaman
Kelompok Abu Sayyaf setelah keberadaan kerjasama keamanan membuat potensi
baru untuk meningkatkan pembangunan di wilayah utara dari Indonesia.
Kedepannya, bukan hanya rute Sulawesi menuju Davao City saja yang menjadi
jalur perdagangan, tetapi juga dengan wilayah Filipina lainnya yang sedang
berkembang, misalnya Sulu, Basilan, dan wilayah Mindanao lainnya. Selain itu,
bukan tidak mungkin koneksi rute laut antara wilayah Indonesia yang lain seperti
Papua dan Kalimantan dengan Mindanao akan terbuka, mengingat kedua negara
sama-sama ingin meningkatkan pembangunan ekonomi di wilayahnya masing-
masing.
5.2. Saran
Indonesia dan Filipina merupakan negara yang sama-sama menghadapi
ancaman serupa, yaitu kelompok ekstrimis. Keinginan yang kuat melawan kelompok
ekstrimis dari kedua negara ditunjukkan dengan keberhasilan pelepasan sandera
Kelompok Abu Sayyaf dan kerjasama keamanan trilateral dengan Malaysia di Laut
Sulu. Kedepannya, bukan tidak mungkin kedua negara terlibat dalam kerjasama
kontra-teroris yang lebih erat, seperti menghadapi ancaman ISIS.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Banlaoi, Rommel C., Al-Harakatul Al-Islamiyyah: Essays on the Abu Sayyaf
Group, 3rd Edition, Quezon City: Philippine Institute for Peace, Violence
and Terrorism Research, 2012.
Baskara, Nando, Gerilyawan-Gerilyawan Militan Islam:Dari Al-Qaeda,
Hizbullah, hingga Hamas, Penerbit Narasi: Yogyakarta, 2009.
Creswell, John W., Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010.
Cragin, Kim dan Peter Chalk, Terrorism and Development: Using Social and
Economic Development to Inhibit a Resurgence of Terrorism, Rand
Coorporation:Santa Monica, 2003,
http://www.jstor.org/stable/10.7249/mr1630rc.10 (Diakses 14 Maret 2018).
Dougherty, James E. dan Robert L. Pfaltzgraff, Contending Theories. New York:
Harper and Row Publisher, 1997.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Bogor :Ghalia Indonesia, 2002.
Holsti, K.J. International Politics : A Framework For Analisis, Seventh Edition,
New Jersey: Prentice Hall, 1995.
Holsti, K.J. Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis , Jilid II, Terjemahan
M. Tahrir Azhari, Jakarta: Erlangga, 1988.
Mingst, Karen A. , Essentials of International Relations, (New York : W.W.
Norton & Company, 2003).
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: ALFABETA, 2005.
Wise, William M. Indonesia’s War on Terror, United States-Indonesia
Society(2005), http://usindo.org/wp-
content/uploads/2010/08/WarOnTerror.pdf (Diakses 22 April 2018).
xiv
Jurnal
Abubakar, Carmen A. ‘’MNLF Hijrah: 1974-1996’’, Asian and Pacific Migration
Journal,Vol. 8, No. 1-2, (1999):219,
http://www.smc.org.ph/administrator/uploads/apmj_pdf/APMJ1999N1-
2ART10.pdf (Diakses 2 April 2018).
Arnold, Jr., Edwin, “The Use of Military Power in Pursuit of National Interests”,
Parameters, Spring 1994,
http://ssi.armywarcollege.edu/pubs/parameters/articles/1994/arnold.htm
(Diakses 23 Maret 2018).
Abuza, Zachary “Balik-Terrorism: The Return of the Abu Sayyaf”,Strategic
Studies Institute, (September 2005).
Ahmed, Sara Jane dan Jose Logarta Jr. , ‘’Carving out Coal in the Philippines:
Stranded Coal Plant Assets and the Energy Transition’’, Institute for Energy
Economics and Financial Analysis, (Oktober 2017), http://ieefa.org/wp-
content/uploads/2017/10/Carving-out-Coal-in-the-
Philippines_IEEFAICSC_ONLINE_12Oct2017.pdf (Diakses 2 April 2018).
Febrica, Senia, “Securing the Sulu-Sulawesi Seas From Maritime Terrorism: a
Troublesome Cooperation’’, Perspectives on Terrorism Vol.9, Issue 3(Juni
2014),
http://www.terrorismanalysts.com/pt/index.php/pot/article/viewFile/347/690
(Diakses 22 April 2018).
Fellman, Zack, “Abu Sayyaf Group”, Aqam Futures Project Case Studies Series
Number 5, (November 2011).
Fellman, Zack, “Abu Sayyaf Group”, Center for Strategic and International
Studies,(November 2015).
Gibbs, Jack P. “Conceptualization of Terrorism”, American Sociological Review
Vol. 54, No. 3 (Juni 1989)
Gowing, Peter, “Muslim-American Relations In The Philippines, 1899-1920,”
Asian Studies Vol. 6, No. 3,(1968).
Larasati, Adisty, “Kerjasama Keamanan Indonesia-Filipina dalam Mengatasi
Masalah Terorisme Tahun 2005-2011”,Jom FISIP Volume 2 No.1 Februari
2015. Universitas Riau.
Hammerberg, P. Kathleen dan Pamela G. Faber, Abu Sayyaf Group (ASG): An Al-
Qaeda Associate Case Study,Central of Naval Analysis,(Oktober 2017):6,
http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/1041745.pdf(Diakses 14 Maret 2018).
xv
Hui, Peng,“The “Moro Problem” in the Philippines: Three
Perspectives’’,Southeast Asia Research Centre Working Paper Series, No.
132(2012).
Imperial, Neal, Securitisation and the Challenge of ASEAN Counter-terrorism
Cooperation, The University of Hong Kong, 2005,
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.461.1956&rep=re
p1&type=pdf (Diakses 22 April 2018).
Marleku, Alfred, ”National Interest and Foreign Policy:The Case of Kosovo”,
Mediterranean Journal of Social Sciences, Vol.4, No.3(2013).
Neuchterlein, Donald E., ‘’National Interest and Foreign Policy: A Conceptual
Framework for Analysis and Decision Making’’,British Journal of
International Studies Vol. 2, No. 3 (Oktober 1976).
Quimpo, Nathan Gilbert, “Options in the Pursuit of Just, Comprehensive, and
Stable Peace in the Southern Philippines”,Asian Survey. Vol. 41, No.2.
(Mar-Apr 2001).
Roskin, M. National Interest: Form Abstraction to Strategy. USA; Strategic
Studies Institute,1994, 5,
https://www.globalsecurity.org/military/library/report/1994/ssi_roskin.pdf
(diakses 12 Maret 2018).
Sembiring, Margareth, ‘’The Mindanao Peace Process: Can Indonesia Advance
it’’, RSIS Commentaries No.20/2013, 28 Oktober 2013,
https://www.files.ethz.ch/isn/172340/RSIS2002013.pdf (Diakses 2 April
2018).
Subhan, Muhammad, ‘’Pergeseran Orientasi Gerakan Terorisme Islam di
Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2010-2015)’’, Journal of International
Relations, Volume 2, Nomor 4(2016):59-60,
https://media.neliti.com/media/publications/90261-ID-none.pdf (Diakses 22
April 2018).
“True Cost of the Coal in the Philippines”, Greenpeace Southeast Asia Vol.1, 4
Mei 2012, http://www.greenpeace.org/seasia/ph/PageFiles/612171/PH-
True-Cost-of-Coal-v1.pdf (Diakses 2 April 2018).
Tan, Andrew, “Armed Muslim Separatist Rebellion in Southeast Asia:Persistence,
Prospects, and Implications”, Studies in Conflict & Terrorism Taylor &
Francis(2000).
Turner, Mark, . “Terrorism and Secession in the Southern Philippines: The Rise of
the Abu Sayaff”,Contemporary Southeast Asia, Vol.17, No. 1(Juni 1995).
xvi
Wibisono, Adhe Nuansa, “Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina
Selatan: Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara”, Ilmu Ushuludin,
Vol.3, No.1, (Januari 2016), http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmu-
ushuluddin/article/view/4856/3304( Diakses 14 Maret 2018).
Wiharyanto, A.Khardiyat, ‘’Perkembangan Masalah Moro 1975-1994’’, Seri
Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah Vol. 28, No.1, (April 2014),
https://repository.usd.ac.id/3767/1/1152_HV+Pak+AK+April+14.pdf
(Diakses 2 April 2018).
Laporan
“Abu Sayyaf Group’’, United Nations,
https://www.un.org/sc/suborg/en/sanctions/1267/aq_sanctions_list/summari
es/entity/abu-sayyaf-group (Diakses 3 April 2018).
“Abu Sayyaf Group”,Militant Mapping Project, Stanford University,
http://web.stanford.edu/group/mappingmilitants/cgi-
bin/groups/view/152#note66(diakses 14 Maret 2018).
“Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area
(BIMP-EAGA)’’, Asian Development Bank,
https://www.adb.org/countries/subregional-programs/bimp-eaga (Diakses 4
April 2018).
“BIMP-EAGA Vision 2025’’, ASEAN Development Bank ,
https://www.adb.org/sites/default/files/related/72256/bimp-eaga-vision-
2025.pdf (Diakses 4 April 2018).
“EU Monitoring Mission in Aceh(Indonesia)’’, EU Council Secretariat, 15
Desember 2006, http://www.eeas.europa.eu/archives/docs/csdp/missions-
and-operations/aceh-amm/pdf/15122006_factsheet_aceh-amm_en.pdf
(Diakses 3 April 2018).
Feith, Pieter, “The Aceh Peace Process: Nothing Less than Success’’, United State
Institute of Peace Special Report 184, (Maret 2007):1-2,
https://www.files.ethz.ch/isn/39902/2007_march_sr184.pdf (Diakses 3 April
2018).
“Incident Summary’’, Global Terrorism Database, 2004,
http://www.start.umd.edu/gtd/search/IncidentSummary.aspx?gtdid=200404
130001 (Diakses 15 Mei 2018).
Institute for Policy Analysis of Conflict, “Pro-ISIS Groups in Mindanao and Their
Links to Indonesia and Malaysia”, IPAC Report No.23, 25 Oktober 2016,
http://file.understandingconflict.org/file/2016/10/IPAC_Report_33.pdf
(diakses 20 Maret 2018).
xvii
Situs dan Dokumen Resmi Pemerintah
ASEAN, ASEAN Convention of Counter Terrorism, Mei 2012,
http://asean.org/storage/2012/05/ACCT.pdf (Diakses 15 Agustus 2018).
Department of National Defense Republic of Philippines, Defense Ministers
Affirm Trilateral Cooperative Arrangement, 3 August 2016,
http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-
%20Trilateral%20Meeting%20Statement.pdf (Diakses 11 April 2018).
Flores, Jamil Maidan, The Art of Mediation: Indonesia’s Role in the Quest for
Peace in Southern Philippines, Jakarta: Direktorat Informasi dan Media
Kementerian Luar Negeri Indonesia, Desember 2016,
https://www.kemlu.go.id/Buku/The%20Art%20of%20Mediation.pdf
(Diakses 2 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pertemuan Trilateral Tiga Negara
Bahas Tantangan Bersama di Perairan, 5 Mei 2016,
https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Pertemuan-Trilateral-Tiga-Negara-
Bahas-Tantangan-Bersama-di-Perairan.aspx (Diakses 9 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Indonesia Kembali Menjadi Tuan
Rumah Perundingan Implementasi Damai Pemerintah Filipina-MNLF, 27
Juni 2011, https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Indonesia-
kembali-menjadi-tuan-rumah-perundingan-implementasi-damai-
Pemerintah-Filipina---MNLF.aspx (Diakses 2 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Join Declaration by President of
the Republic of Indonesia and President of the Republic of Philippines on
Cooperation, http://treaty.kemlu.go.id/apisearch/pdf?filename=PHL-2016-
0085.pdf (Diakses 11 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Joint Declaration of Foreign
Ministers and Chiefs of Defence Forces of Indonesia-Malaysia-Philippines,
5 Mei 2016,https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-Declaration-
Foreign-Ministers-and-Chiefs-of-Defence-Forces-of-Indonesia-Malaysia-
Philippines.aspx (Diakses 9 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia , Menlu RI Bahas Pembebasan
Sandera dengan Menlu Filipina di Manila , 1 Juli 2016,
https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Menlu-RI-Bahas-Pembebasan-
Sandera-dengan-Menlu-Filipina-di-Manila.aspx(Diakses 9 April 2018).
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Songsong Babak Baru Proses
Perdamaian, Indonesia Kembali Kirimkan Observer ke Filipina Selatan, 1
Juli 2016
xviii
https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Lepas-Sambut-Tim-TPI-IMT-
2016.aspx (Diakses 3 April 2018).
Ligon, Gina et.al. ”The Jihadi Industry: Assessing the Organizational, Leadership,
and Cyber Profiles”,National Consortium for the Study of Terrorism and
Responses to Terrorism Project, U.S Department of Homeland Security(Juli
2017).
Ministry of Foreign Affairs and Trade of Brunei Darussalam, Brunei Darussalam-
Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) ,
http://www.mofat.gov.bn/Pages/Brunei-Darussalam---Indonesia---Malaysia-
--The-----Philippines-East-ASEAN-Growth-Area---(BIMP-EAGA).aspx
(Diakses 4 April 2018).
Nainggolan, Poltak Partogi, ‘’Pembajakan dan Penculikan WNI Oleh Kelompok
Abu Sayyaf’’, Majalah Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No.
19/I/P3DI (Oktober 2016),
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-19-I-
P3DI-Oktober-2016-1.pdf (Diakses 22 April 2018).
“Presiden Jokowi Capai Sejumlah Kesepakatan dengan Presiden Rodrigo
Duterte’’, Presidenri.go.id, http://presidenri.go.id/berita-aktual/presiden-
jokowi-capai-sejumlah-kesepakatan-dengan-presiden-rodrigo-duterte.html
(Diakses 11 April 2018).
Seketariat Kabinet Republik Indonesia, Amankan Perairan Sulu, Menlu: RI,
Malaysia, dan Filipina Sepakati Latihan Bersama , 3 Agustus 2016,
http://setkab.go.id/amankan-perairan-sulu-menlu-ri-malaysia-dan-filipina-
sepkaati-latihan-bersama/ (Diakses 11 April 2018).
Situs Berita Online
Affan, Heyder, Kisah pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf pada 2005,
BBC, 11 April 2016,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160410_indonesia
_kisah_pembebasan_sandera2005 (Diakses 22 April 2018).
Armandhanu, Denny, ‘’Jejak Hubungan Abu Sayyaf-Jemaah Islamiyah’’, CNN,
17 Oktober 2014,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141017153800-106-
6737/jejak-hubungan-abu-sayyaf-jemaah-islamiyah (Diakses 22 April
2018).
Asian Correspondent, Philippines: Abu Sayyaf Militants Free 3 More Captives in
Sulu,3 Oktober 2016, https://asiancorrespondent.com/2016/10/philippines-
xix
abu-sayyaf-militants-free-3-captives-sulu/#RDkC0jcHEwIMbmBw.97
(Diakses 23 April 2018).
BBC, Guide to the Philipines Conflict, http://www.bbc.com/news/world-asia-
17038024 (Diakses 16 Oktober 2017).
BBC, Lagi, WNI Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri, 18 Agustus 2016,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/160818_indonesia
_sandera_kedua_kabur(Diakses 8 April 2018).
BBC, Philippines Unrest: Who Are The Abu Sayyaf Group?, 16 Oktober 2017,
https://www.bbc.com/news/world-asia-41638747 (Diakses 29 Juni 2018).
BBC, Tujuh ABK Indonesia Disandera Anggota Abu Sayyaf, 24 Juni 2016,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/06/160623_indonesia
_tujuh_abk_disandera(Diakses 23 Maret 2018).
Business World Online, ARMM Delegation in Jakarta Meet to Push for Open
BIMP-EAGA Trade, 1 Februari 2017,
http://www.bworldonline.com/content.php?section=Economy&title=armm-
delegation-in-jakarta-meet-to-push-for-open-bimp-eaga-trade-&id=139954
(Diakses 29 Juni 2018).
Detik Finance, Dilepas Jokowi dan Duterte, Kapal Ro-Ro Filipina Tiba di Bitung,
2 Mei 2017, https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
3489485/dilepas-jokowi-dan-duterte-kapal-ro-ro-filipina-tiba-di-bitung
(Diakses 25 Mei 2018).
Detik, Ini Deal Jokowi dan Duterte, 9 September 2018,
https://news.detik.com/berita/d-3295481/ini-deal-duterte-dan-jokowi
(Diakses 15 Agustus 2018).
Detik, Keluarga Pelaut yang Disandera Datangi Kedubes Filipina, 4 Mei 2005,
https://news.detik.com/berita/355445/keluarga-pelaut-yang-disandera-
datangi-kedubes-filipina- (Diakses 22 April 2018).
Detik, Pembebasan 10 Sandera WNI di Filipina: Diplomasi Tanpa Bedil, 2 Mei
2016, https://news.detik.com/berita/3201168/pembebasan-10-sandera-wni-
di-filipina-diplomasi-tanpa-bedil?991101mainnews= (Diakses 4 April
2018).
Dewi, Santi, “Mengapa WNI kerap dijadikan sasaran penculikan Abu Sayyaf?”,
Rappler, 11 Juli 2016,https://www.rappler.com/indonesia/139403-wni-jadi-
target-penculikan-abu-sayyaf (diakses 23 Maret 2018)
DW, Duterte bertemu Jokowi, Apa Topik Pembicaraannya?, 9 September 2018,
https://www.dw.com/id/duterte-bertemu-jokowi-apa-topik-pembicaraan/a-
19536007 (Diakses 15 Agustus 2018).
xx
Fox News, 3 Indonesian Hostages Released in Southern Philippines, 2 Oktober
2016, http://www.foxnews.com/world/2016/10/02/3-indonesian-hostages-
released-in-southern-philippines.html(Diakses 8 April 2018).
Gavilan, Jodesz, ‘’Fast Facts: Poverty in Mindanao’’, Rappler, 28 Mei 2017,
https://www.rappler.com/newsbreak/iq/171135-fast-facts-poverty-mindanao
(Diakses 4 April 2018).
GMA Network, Indonesia Demands Security for Ships in Philippines, Coal
Exports Affected, 24 Juni 2016,
http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/571177/indonesia-
demands-security-for-ships-in-philippines-coal-exports-
affected/story/(Diakses 30 April 2018).
GMA Network, MILF New Batch of Indonesian Truce Observers to arrive in
Mindanao Late June, 15 Juni 2013,
http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/313097/milf-new-batch-of-
indonesian-truce-observers-to-arrive-in-mindanao-late-june/story/(Diakses 3
April 2018).
Hanggoro, Marcheilla Ariesta Putri, “Ini Jalur Bebas Perompak Pengiriman
Batubara Indonesia-Filipina”,Merdeka, 4 Juli 2016,
https://www.merdeka.com/dunia/ini-jalur-bebas-perompak-pengiriman-
batu-bara-indonesia-filipina.html (Diakes 9 April 2018).
Hanifan, Aqwam Fiazmi, Jejak Statistik Kelompok Penculik, Tirto, 28 Juni 2016,
https://tirto.id/jejak-statistik-kelompok-penculik-bocj (Diakses 22 April
2018).
Independent, Robert Hall Canadian Hostage Beheaded Philipines Abu Sayyaf
Islamist Militant Group Terrorism,
http://www.independent.co.uk/news/world/asia/robert-hall-canadian-
hostage-beheaded-philippines-abu-sayyaf-islamist-militant-group-terrorism-
a7079256.html (Diakses 16 Oktober 2017).
Kompas, Sah, Kapal Ro-Ro Davao-Bitung Mulai Beroperasi 30 April, 28 April
2017,
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/215206626/sah.kapal.ro-
ro.davao-bitung.mulai.beroperasi.30.april (Diakses 25 Mei 2018).
Kompas, Sejarah Sandera WNI di Filipina Selatan, 4 Juli 2016,
https://nasional.kompas.com/read/2016/07/04/05200061/Sejarah.Sandera.W
NI.di.Filipina.Selatan (Diakses 22 April 2018).
Maharani, Esthi, Ada Tim Surya Paloh di Pembebasan Sandera Abu Sayyaf,
Republika, 2 Mei 2016,
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/02/o6j0au335-
xxi
ada-tim-surya-paloh-di-pembebasan-sandera-abu-sayyaf (Diakses 22 April
2018).
Manila Buletin, ARMM, Malaysia Reopen Sabah Cross-Border trade with BIMP-
EAGA, 1 Februari 2017, https://news.mb.com.ph/2017/02/01/armm-
malaysia-reopen-sabah-cross-border-trade-with-bimp-eaga/ (Diakses 29
Juni 2018).
Merdeka, Indonesia dan Filipina Capai Kesepakatan Kerjasama Empat Agenda,
22 Juni 2005, https://www.merdeka.com/politik/indonesia-filipina-capai-
kesepakatan-kerjasama-empat-agenda-ziyhagz.html (Diakses 22 April
2018).
Merdeka, SBY Temui Arroyo Bahas Kerjasama Bilateral, 20 Juni 2005,
https://www.merdeka.com/politik/sby-temui-arroyo-bahas-kerjasama-
bilateral-bh4de1k.html (Diakses 22 April 2018).
Nawal, Allan dan Frinston Lim, ‘’Duterte: Indonesian, Malaysian troops can
enter PH in pursuit of terrorists’’, Inquirer, 27 Januari 2018,
http://newsinfo.inquirer.net/963986/duterte-indonesian-malaysian-troops-
can-enter-ph-in-pursuit-of-terrorists#ixzz5BovBwfw3 (Diakses 3 April
2018).
New Strait Times, Three Indonesians Abducted in Sabah Waters Freed by
Militant Abu Sayyaf Group , 18 September 2016,
https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-abducted-
sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group (Diakses 8 April 2018).
Pareno, Roel, 2 Freed Indonesian Captives of Abu Sayyaf to Return Home,
Philstar, 13 Desember 2016,
https://www.philstar.com/nation/2016/12/13/1653094/2-freed-indonesian-
captives-abu-sayyaf-return-home (Diakses 23 April 2018).
Rappler, Trudeau Wants Justice for Canadians Beheaded by Abu Sayyaf’, 14
November 2017, https://www.rappler.com/nation/188424-trudeau-abu-
sayyaf-kidnapping-justice-canadian-hostages (Diakses 15 Mei 2018).
Reuters Staf, “Indonesia PH Pledge to Enforce Maritime Security’’, ABS-CBN
News, http://news.abs-cbn.com/nation/05/05/16/indonesia-ph-pledge-to-
enforce-maritime-security (Diakses 23 Maret 2018).
Reuters Staf, “Three Indonesians Abducted in Sabah waters Freed by Militant
Abu Sayyaf Group”,New Straits Times, 18 September
2016,https://www.nst.com.my/news/2016/09/174118/three-indonesians-
abducted-sabah-waters-freed-militant-abu-sayyaf-group(diakses 23 Maret
2018).
xxii
Reuters, Philippines' Abu Sayyaf Abducts 10 Indonesian Sailors,
http://www.reuters.com/article/us-indonesia-philippines-security-
idUSKCN0WU1A4 (Diakses 16 Oktober 2017).
Samosir, Hanna Azarya, Pengamat: Norwegia Diam-Diam Bayar Tebusan ke
Abu Sayyaf, CNN Indonesia, 20 September 2016,
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160920160542-106-
159721/pengamat-norwegia-diam-diam-bayar-tebusan-ke-abu-sayyaf
(Diakses 23 April 2018).
Sanchez, Ray,”10 Indonesian sailors kidnapped in the Philippines”, CNN, 29
Maret 2016, https://edition.cnn.com/2016/03/29/asia/philippines-indonesia-
sailors-hostage/ , Diakses 23 Maret 2018).
Stefanie, Christie, Menhan Sebut Kivlan Zein Berperan Bebaskan Empat WNI,
CNN Indonesia, 13 Mei 2016,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160513145254-20-
130512/menhan-sebut-kivlan-zein-berperan-bebaskan-empat-wni (Diakses
23 April 2018).
Strait Times, Company of 10 Indonesian Crew Kidnapped by Abu Sayyaf Agrees
to Pay 1,46 Million Ransom, 1 Mei 2016,
http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/company-of-10-indonesian-crew-
kidnapped-by-abu-sayyaf-agrees-to-pay-146-million-ransom (Diakses 4
April 2018).
Strait Times, Jakarta, KL and Manila to Start Joint Patrols in Sulu Sea, 5 Agustus
2016, http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/jakarta-kl-and-manila-to-
start-joint-patrols-in-sulu-sea (Diakses 11 April 2018).
Strait Times, Philippine Militants Seem to be Using New Kidnap Ploy in Sabah -
Grabbing Hostages Off Vessels, 3 April 2016,
http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/philippine-militants-seem-to-be-
using-new-kidnap-ploy-in-sabah-grabbing-hostages-off(Diakses 23 Maret
2018).
Strait Times, Pirates take 4 indonesian Hostage After Shoot Out with Police in
South China Sea, 16 April 2016,http://www.straitstimes.com/asia/se-
asia/pirates-take-4-indonesians-hostage-after-shoot-out-with-police-in-
south-china-sea(Diakses 23 Maret 2018).
Sun Star, Abu Sayyaf Frees 10 Indonesian Hostages, 1 Mei 2016,
http://www.sunstar.com.ph/zamboanga/local-news/2016/05/02/abu-sayyaf-
frees-10-indonesian-hostages-471060(Diakses 8 April 2018).
xxiii
Taylor, Victor, “The Ideology of the Abu Sayyaf Group”,The Mackenzie
Institute,28 Februari 2017,http://mackenzieinstitute.com/ideology-abu-
sayyaf-group/ (Diakses 16 Maret 2018).
Tempo, Filipina Sumbang Surplus Ekonomi Indonesia Terbesar, 2 Juni 2016,
https://bisnis.tempo.co/read/776155/filipina-sumbang-surplus-ekspor-
indonesia-terbesar(Diakses 15 Mei 2018).
Tempo, Upaya Indonesia, Malaysia, dan Filipina Hadapi Penculik WNI, 13
Desember 2016, https://nasional.tempo.co/read/827631/upaya-indonesia-
malaysia-dan-filipina-hadapi-penculik-wni (Diakses 23 April 2018).
The Jakarta Post, Duterte Firm Friends, diakses dari
http://www.thejakartapost.com/news/2016/09/10/jokowi-duterte-firm-
friends.html (Diakses 16 Oktober 2017).
The Jakarta Post, Five Seaman Evade Kidnapping, Return to Jakarta, diakses
dari http://www.thejakartapost.com/news/2016/04/24/five-seamen-evade-
kidnapping-return-to-jakarta.html (Diakses 16 Oktober 2017).
The Jakarta Post,No Ransom Paid for Release of 10 Indonesians Negotiator
Claims, 2 Mei 2016, http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/02/no-
ransom-paid-for-release-of-10-indonesians-negotiator-claims.html(Diakses
4 April 2018).
The Rappler, 4 WNI korban penculikan Abu Sayyaf akhirnya juga dibebaskan, 11
Mei 2018, https://www.rappler.com/indonesia/132720-4-wni-dibebaskan-
kelompok-abu-sayyaf-filipina (Diakses 8 April 2018).
Thomson Reuters Foundation News, Philippines-Mindanao Conflict BRI, 3 Juni
2014, http://news.trust.org/spotlight/Philippines-Mindanao-
conflict/?tab=briefing (Diakses 3 April 2018).
Times Indonesia, Perangi ISIS, Tiga Negara Sepakati Bentuk Trilateral Maritime
Patrol Indomalphi, 19 Juni 2017,
https://m.timesindonesia.co.id/read/150559/20170619/200515/perangi-isis-
tiga-negara-sepakat-bentuk-trilateral-maritime-patrol-indomalphi/ (Diakses
23 April 2018).
Vanar, “Muguntan dan Ruben Sario, Trio Spotted in Tawi-Tawi”, The Star,
https://www.thestar.com.my/news/nation/2005/04/01/trio-spotted-in-tawi-
tawi/ (Diakses 22 April 2018).
VOA News, Kidnapped Hostage Freed in Philippines, 2 November 2009,
https://www.voanews.com/a/a-13-2009-04-03-voa18-
68814757/413102.html (Diakses 22 April 2018).
xxiv
Wawancara
Wawancara dengan Letkol Ikhwan Akhmadi, Kasi Misi Perdamaian, Subdit
Multilateral, Ditjen Kerjasama Internasional, Ditjen Strategi Pertahanan
Kementerian Pertahanan RI, pada 22 Mei 2018.
Wawancara dengan Jimmy K.Musa, International Relations Division, Philippine
Coordinating Office for BIMP-EAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural,
Education, and Tourism), Mindanao Development Authority, pada 29 Mei
2018.
xxv
Lampiran 1
Hasil Wawancara dengan Letkol Ikhwan Ahmadi
(Kasi Misi Perdamaian Subdit Multilateral, Direktorat Kerjasama Internasional,
Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Kementerian Pertahanan Republik
Indonesia)
Selasa, 22 Mei 2018, pukul 10.30 WIB-11.00 WIB
Bertempat di Direktorat Kerjasama Internasional, Direktorat Jenderal Strategi
Pertahanan, Gedung Ahmad Yani, Kementerian Pertahanan RI
(Jalan Medan Merdeka Barat No. 13-14, Jakarta Pusat 10110)
Pertanyaan Wawancara di Kementerian Pertahanan RI:
1. Pada tahun 2016 diadakan kerjasama trilateral keamanan maritim
oleh Indonesia, Malaysia, Filipina dalam merespon banyaknya
penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf. Namun, dari berbagai
sumber yang saya baca terdapat perbedaan mengenai kapan dan
bagaimana implementasi kerjasama tersebut dilakukan. Bagaimana
proses pelaksanaan kerjasama tersebut dilakukan(baik bentuk
kerjasama serta waktu dimulai pelaksanaan kerjasama tersebut)?
Ide awalnya bermula saat pembicaraan ketiga menteri di level ASEAN
yaitu pada ASEAN Defense Minister Meeting di Malaysia pada 2015,
disitu mulai membahas masalah ancaman teroris khususnya pada 3 negara,
lalu Trilateral Cooperative Agreement(TCA)/ Trilateral Indomalphi mulai
xxvi
diinisiasi turunan dan pelaksanaannya di Yogyakarta pada 5 Juli
2016,yaitu bersama Menlu dan Panglima ketiga negara. Selain itu,
kerjasama ini sendiri dilaksanakan diluar ASEAN. Sekitar Oktober 2016,
ketiga negara meresmikan Maritime Command Center sekaligus Soft
Launching patroli maritim ketiga negara di Tarakan. Setelah patroli laut
diluncurkan, kemudian dilanjutkan dengan patroli udara pada Desember
2016. Selanjutnya pada 2018 akan disusun juga latihan darat gabungan.
Setelah kerjasama dilakukan, penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf
berkurang drastis. Selain itu, kita jg melakukan hal yang sama di Selat
Malaka, dimana diadakan juga Sea Patrol diwilayah tersebut oleh
Singapura, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Kerjasama antar negara
ASEAN tersebut kemudian juga memicu kerjasama lain yaitu Our Eyes
Inisiative(kerjasamaa pertukaran informasi strategi), dimana pada bulan
Januari 2018 dilakukan soft launching. Ada enam negara dalam kerjasama
ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei
Darussalam. Keenam negara tersebut mengadakan kerjasama akibat
terpapar aksi terorisme.
2. Selain kerjasama keamanan maritim trilateral, adakah kerjasama
bilateral antara Indonesia dan Filipina dalam menghadapi kelompok
radikal, khususnya Kelompok Abu Sayyaf?
Indonesia dan Filipina sendiri sejatinya sudah saling terlibat dalam banyak
kerjasama , salah satunya dalam IMT(Internasional Monitoring Team)
xxvii
yang membuat Indonesia terlibat dan tahu betul keberadaan kaum radikal
di Filipina, seperti benih-benih radikalisme di Marawi. Namun, Filipina
punya sovereignity sendiri sehingga jika Filipina belum meminta bantuan,
maka itu menjadi wewenang Filipina dalam menghadapi radikalisme
disana. Selain itu, adapula kerjasama latihan, darat, laut, dan udara
Philindo di Laut Sulut.
3. Apa saja kepentingan Indonesia dalam kerjasama menghadapi
Kelompok Abu Sayyaf dengan Filipina(baik dari segi ekonomi,
keamanan atau bidang lainnya)?
Dengan keberadaan patroli bersama tiga negara, penculikan khususnya
oleh Kelompok Abu Sayyaf berhasil berkurang drastis dan bahkan hingga
tidak terjadi penculikan sama sekali. Kemudian, meskipun dilewati banyak
kapal, Laut Sulu yang luas beserta kapal Kelompok Abu Sayyaf yang kecil
ditambah lagi keberadaan patroli laut telah berhasil mempersempit ruang
gerak mereka dalam melakukan penculikan. Selain itu, salah satu kota di
Filipina yaitu General Santos dengan salah satu kota Sulawesi Utara
hanya berjarak tiga jam, dimana Departemen Perhubungan kita mengirim
Ferry bolak-balik diantara dua kota tersebut.
4. Menurut Bapak, Sejauh ini hambatan atau tantangan apa saja yang
dihadapi Indonesia dalam kerjasama keamanan dengan Filipina
menghadapi Kelompok Abu Sayyaf?
xxviii
Sebetulnya hambatan tidak ada, namun lebih kepada pembuatan SOP yang
membutuhkan waktu, hal tersebut perlu dibahas oleh militer masing-
masing negara agar terkoordinasi dengan baik, misalnya melalui
pertemuan Joint Working Group demi membahas SOP tersebut di tiga
negara. Namun, segala hambatan yang terjadi merupakan sebuah
kewajaran. Sebagai gambaran Malacca Sea Street Patrol membutuhkan 10
tahun untuk betul-betul bagus. Sementara, untuk Kerjasama Patroli
Keamanan di Laut Sulu baru satu-tahun sudah berjalan cukup
bagus(menekan Kelompok Abu Sayyaf).
xxix
Lampiran 2
Hasil Wawancara dengan Jimmy K. Musa
International Relations Division, Philippine Coordinating Office for BIMP-
EAGA(EAGA Sector of Socio-Cultural, Education, and Tourism), Mindanao
Development Authority
Wawancara dilakukan melalui e-mail [email protected] dan
[email protected] pada 29 Mei 2018
1. Do you think Indonesia are a significant partner for Philippines in
BIMP-EAGA cooperation(for example, it might contributing Philippines
effort to increase the development and boost the economy on Mindanao
Area), along with its prospect in the future?
There are major factors in terms of the significance of Indonesia to the
Philippines in the context of BIMP-EAGA cooperation.
Firstly, on political perspective, both countries share a similar form of
government which is a presidential republic and are members of the ASEAN
where the BIMP-EAGA's establishment was anchored on.
Secondly, both countries also share a geographical and cultural affinity.
Geographically, there is proximity between and among the focus areas of these
countries which allowed them to pursue economic activities with each other even
xxx
before the formalization of the BIMP-EAGA. Indonesia is the Asia's largest
Muslim-dominated country while Philippines is also home to the Autonomous
Region in Muslim Mindanao (ARMM), one of the regions in Mindanao inhabited
by the largest Muslim population of the country. ARMM is also composed of
island-provinces such as Basilan, Sulu, and Tawi-Tawi which are Muslim
populated and are extremely near to some of the focus areas of BIMP countries.
These are located in the Southernmost part of Mindanao.
Thirdly, Indonesia is important to the Philippines particularly in Mindanao
because of historical people-to-people connectivity. It can be noted that in
Saranggani Province, one of the areas in the Southern parts of Mindanao is home
to an Indonesian community for a long time already. This Indonesian community
had long amalgamated with Filipino communities in this area and brought up
shared traditions, culture, and daily lifestyle. The community is actually under the
monitoring and supervision of the Consulate General of the Republic of Indonesia
based in Davao City.
The bilateral relations between Philippines and Indonesia had been very
successful and enduring for so many decades. It should be maintained and
sustained meaningfully so that both countries can improve and share various
economic opportunities for its people towards collective progress. The BIMP-
EAGA cooperation provides a concrete and a more personal platform for this
diplomatic engagement between the two countries.
xxxi
Lampiran 3
Joint Declaration by President of the Republic of Indonesia and President of
the Republic of the Philippines on Cooperation to Ensure Maritime Security
in Sulu Sea