13
Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal KESADARAN HUKUM KONSUMEN ATAS INFORMASI OBAT BEBAS YANG DIKONSUMSI OLEH KONSUMEN DI SURABAYA Nurul Ida Aprillia Program Studi S-1 IlmuHukum, FakultasIlmuSosial, UniversitasNegeri Surabaya, [email protected] ABSTRAK Tingginya konsumsi obat bebas menjadi dasar dari penelitian ini. Saat ini, banyak produk obat bebas yang telah dipasarkan oleh beberapa pelaku usaha. Salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi kepada konsumen. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan serta diatur lebih rinci dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang Penandaan Label mengenai Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Namun, selain peran pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya untuk memberikan informasi, peran konsumen untuk membaca setiap informasi juga sangatlah penting. Konsumen memiliki kewajiban untuk membaca setiap informasi yang tercantum dalam kemasan obat. Kepatuhan konsumen untuk membaca informasi obat merupakan salah satu bentuk kesadaran hukum konsumen. Indikator kesadaran hukum diperlukan untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum konsumen. Adapun indikator tersebut adalah pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan perilaku hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dari observasi langsung dan wawancara dengan obyek penelitian. Adapun lokasi penelitian ini tersebar di 5 (lima) apotik yang lokasinya dekat Rumah Sakit Umum milik pemerintah.Kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti sudah cukup baik namun kesadaran hukumnya masih dalam tataran sikap hukum saja. Kesadaran hukum konsumen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan dan status perkawinan. Konsumen yang berusia 20-30 tahun memiliki kesadaran hukum yang cukup baik. Konsumen yang berjenis kelamin perempuan memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen laki-laki. Konsumen yang berprofesi sebagai karyawan swasta memiliki kesadaran hukum yang baik. Konsumen yang berpendidikan strata 1 memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas. Konsumen yang berpenghasilan 1.000.000-2.000.000 juga memiliki kesadaran hukum yang cukup baik, sama seperti konsumen yang berpenghasilan diatas 4.000.000. Terakhir, konsumen yang belum menikah memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen 1

Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : NURUL IDA APRILLIA

Citation preview

Page 1: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

KESADARAN HUKUM KONSUMEN ATAS INFORMASI OBAT BEBAS YANG DIKONSUMSI OLEH KONSUMEN DI SURABAYA

Nurul Ida Aprillia

Program Studi S-1 IlmuHukum, FakultasIlmuSosial, UniversitasNegeri Surabaya, [email protected]

ABSTRAK

Tingginya konsumsi obat bebas menjadi dasar dari penelitian ini. Saat ini, banyak produk obat bebas yang telah dipasarkan oleh beberapa pelaku usaha. Salah satu kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi kepada konsumen. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan serta diatur lebih rinci dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang Penandaan Label mengenai Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Namun, selain peran pelaku usaha dalam memenuhi kewajibannya untuk memberikan informasi, peran konsumen untuk membaca setiap informasi juga sangatlah penting. Konsumen memiliki kewajiban untuk membaca setiap informasi yang tercantum dalam kemasan obat. Kepatuhan konsumen untuk membaca informasi obat merupakan salah satu bentuk kesadaran hukum konsumen. Indikator kesadaran hukum diperlukan untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum konsumen. Adapun indikator tersebut adalah pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan perilaku hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dari observasi langsung dan wawancara dengan obyek penelitian. Adapun lokasi penelitian ini tersebar di 5 (lima) apotik yang lokasinya dekat Rumah Sakit Umum milik pemerintah.Kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti sudah cukup baik namun kesadaran hukumnya masih dalam tataran sikap hukum saja. Kesadaran hukum konsumen tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, penghasilan dan status perkawinan. Konsumen yang berusia 20-30 tahun memiliki kesadaran hukum yang cukup baik. Konsumen yang berjenis kelamin perempuan memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen laki-laki. Konsumen yang berprofesi sebagai karyawan swasta memiliki kesadaran hukum yang baik. Konsumen yang berpendidikan strata 1 memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas. Konsumen yang berpenghasilan 1.000.000-2.000.000 juga memiliki kesadaran hukum yang cukup baik, sama seperti konsumen yang berpenghasilan diatas 4.000.000. Terakhir, konsumen yang belum menikah memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan konsumen yang sudah menikah. Namun, kesadaran hukum konsumen dalam penelitian ini, hanya sampai pada tataran sikap hukum saja.Kesimpulan dari penelitian ini adalah kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti dalam penelitian ini cukup baik. Namun, masih ada beberapa obyek penelitian yang tidak mengetahui adanya aturan tentang informasi yang harus ditulis dalam kemasan obat. Sehingga, peran pemerintah dalam mensosialisakan peraturan tersebut sangatlah dibutuhkan oleh konsumen.

Kata Kunci : Informasi Obat Bebas, Kesadaran Hukum, Konsumen.

ABSTRACT

Basically, the main topic of this research is about the high consumption of drug over the counter. Nowadays, there are so many products of drug over the counter issued by producers. The producers have to give information for consumers. The obligation for giving information has been written on some regulations, such as, law Number 8 Year 1999 concerning consumers protection, Government Regulation Number 72 Year 1998 concerning protection of drug stock and health equipment, and minister decree Number 2380 Year 1983 concerning sign of drug over the counter. However, besides producers role to give the information, consumer’s role is important too. Consumers have to read all informations that have been written on the drug package. Consumer’s complience for reading the information is a sign

1

Page 2: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

that consumers have the legal awareness. There are some indicators for knowing the legal awareness. Those indicators are knowledge of law, the understanding of law, the attitude of law and the behavior of law. The purpose of this research is for knowinglegal awareness about information of drug over the counter who’s consumed by consumers in Surabaya.This research uses descriptive qualitative method. The data are taken from the spot observation and direct interview with the research object. Meanwhile, the locations of this research is in 5 (five) drug stores near the government’s hospital.Legal awareness about information of drug over the counter who’s consumed by consumer who’s researched in this research is good. There are some factors that can influence legal awareness. The factors are age, gender, job, education, income and marital status. Consumers aged 20-30 years have good legal awareness. Legal awareness of consumers who are female is better than male. Consumers who work as private employees have good legal awareness. Consumers who have bachelor degree have good legal awareness than consumers who are graduated from High School. Consumers who have income of 1.000.000-2.000.000 also have the same good legal awareness as consumers who have income of upper than 4.000.000. Lastly, legal awareness of consumers who are single are better than married, but, the legal awareness of consumers in this research is only in law attitude category.The conclusion of this research is that legal awareness about information of drug over the counter who’s consumed by consumer who’s researched in this research is good. But, there are some research objects do not know about the regulations. So, government’s role are needed for socialization of the regulations.

Keywords : Information of Drug Over The Counter, Legal Awareness, Consumers.

PENDAHULUAN

Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan kesehatan yang baik. Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu, ditinjau dari pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) juga disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Jadi, setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan kesehatan yang baik sebagaimana disebut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dalam pasal 1 angka (1) UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah: Keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk menjalankan kehidupan. Kesehatan yang dalam keadaan baik dapat membantu manusia untuk menjalani fungsi sosialnya secara optimal. Berolahraga, menjaga kebersihan lingkungan, serta mengonsumsi mulitivitamin menjadi salah satu upaya

manusia untuk menjaga kesehatan. Upaya kesehatan yang dilakukan manusia akan mempengaruhi kualitas kesehatannya. Kualitas kesehatan yang bagus dapat membantu manusia untuk menjalankan seluruh aktifitasnya dengan baik. Jadi, kesehatan adalah hal yang sangat penting sehingga manusia akan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kesehatan yang baik.1

Kesehatan tubuh manusia akan selalu mengalami perubahan, baik itu menjadi lebih baik ataupun menjadi lebih buruk. Keadaan kesehatan yang buruk membuat manusia mengeluarkan biaya untuk penyembuhannya. Langkah awal manusia dalam melakukan penyembuhan saat sakit adalah dengan membeli obat. Obat merupakan suatu campuran bahan kimia yang diciptakan untuk membantu manusia dalam penyembuhan suatu penyakit. Pengertian obat dalam pasal 1 angka 8 UU Kesehatan adalah sebagai berikut:

“Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.”

Jadi, obat merupakan salah satu pilihan manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan manusia.

1 Penyakit 2014, http://www.depkes.go.iddiakses tanggal 6 juni 2014 pukul 15.35 WIB

2

Page 3: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Obat digolongkan menjadi beberapa golongan. Dalam pasal 1 angka (4) SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 disebutkan bahwa penggolongan obat adalah:

“Penggolonganyang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan lalu lintas obat dengan membedakannya atas narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas.”

Selain untuk pengamanan lalu lintas obat, penggolongan obat dilakukan agar masyarakat dapat dengan mudah mengenali jenis-jenis obat. Salah satu jenis obat adalah obat bebas. Beragam pilihan obat bebas yang beredar membuat masyarakat harus cermat dalam memilihnya.

Obat bebas adalah obat yang boleh diberikan tanpa resep dokter, dan pada kemasan diberi tanda lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.2 Pada tahun 2013, pasar obat bebas mengalami peningkatan sebesar 8,62 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut ditopang oleh pembelian produk obat bebas oleh masyarakat kelas menengah dan kelas bawah yang masing-masing berkontribusi 30% dan 43% terhadap total penjualan.3 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa masyarakat masih bergantung pada obat bebas dalam meningkatkan derajat kesehatannya.

Kebijakan pemerintah dalam investasi memberikan dampak pada pertumbuhan pasar farmasi. Pada tahun 2011, investasi pada sektor farmasi ditargetkan meningkat dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta – US$ 800 juta sehingga peningkatan ini dinilai dapat menumbuhkan pasokan obat nasional. Pertumbuhan pasokan obat nasional serta kemajuan teknologi yang sangat pesat dapat memungkinkan penyebaran obat hingga ke pelosok desa. Jadi, dengan adanya perkembangan tersebut, masyarakat dapat lebih mudah memperoleh obat yang dibutuhkan dengan harga terjangkau.4

Dalam pasal 4 huruf (c) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) disebutkan tentang hak

2Unit layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). ([email protected]). (2014, 10 September). Pengertian Obat Bebas. E-mail kepada Nurul Ida Aprillia ([email protected]).3Pasar Obat Bebas Tumbuh 8%,http://www.ift.co.id, diakses tanggal 29 Oktober 2014, pukul 11.36 WIB 4Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), 2012, Laporan Tahunan Badan POM RI 2011, Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hlm. 40-41

konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Pemberian label pada kemasan oleh pelaku usaha menjadi salah satu hak konsumen untuk mendapatkan informasi atas barang dan /jasa. Terkait dengan hak konsumen tersebut, maka dalam pasal 5 huruf (a) UUPK disebutkan bahwa konsumen memiliki kewajiban untuk membaca informasi mengenai barang dan/atau jasa yang akan digunakan. Jadi, keterlibatan konsumen dalam menjalankan kewajibannya dapat mengurangi terjadinya resiko kerugian yang mungkin akan timbul di kemudian hari.

Hak informasi obat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (untuk selanjutnya disebut PP PSF dan Alkes). Dalam pasal 28 ayat (2) PP PSF dan Alkes disebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan diharuskan memuat beberapa keterangan yang tidak menyesatkan konsumen. Adapun keterangan yang harus dicantumkan menurut pasal 28 ayat (2) PP PSF dan Alkes adalah:

1. Nama produk dan/atau merek dagang2. Nama badan usaha yang memproduksi atau

memasukkan sediaan farmasi dan alat kesehatan ke dalam wilayah Indonesia

3. Komponen pokok sediaan farmasi dan alat kesehatan

4. Tata cara penggunaan5. Tanda peringatan atau efek samping6. Batas waktu kadaluarsa untuk sediaan

farmasi tertentuUntuk itu konsumen juga diharapkan dapat lebih teliti dalam membeli obat.

Pemberian label (penandaan) pada kemasan obat merupakan kewajiban pelaku usaha. Meskipun ketentuan tersebut telah diatur dalam UUPK, namun pada tahun 2013, Badan Pengawas Obat dan Makanan (selanjutnya disebut BPOM) telah melakukan evaluasi terhadap 7.410 item obat. Dalam evaluasi tersebut terdapat 254 penandaan (1,27%) yang tidak memenuhi ketentuan. Jadi, konsumen harus teliti dalam membaca label obat karena masih terdapat beberapa pelanggaran dalam pemberian label (penandaan) pada kemasan obat.5

Berdasarkan Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pada tahun 2013, terdapat 960 layanan pengaduan mengenai obat. Ditinjau dari

5 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Laporan Tahunan Badan POM RI 2013. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hlm. 160

3

Page 4: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

profesi konsumen yang menghubungi ULPK, konsumen terbanyak adalah dari profesi karyawan sebanyak 6.092 (41,67%) disusul berturut-turut dari profesi pelaku usaha sebanyak 2.370 (16,21%), dan pelajar/mahasiswa sebanyak 1.818 (12,44%), ibu rumah tangga sebanyak 848 (5,80%) dan sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain apoteker, tenaga kesehatan lain, wartawan, dokter, sarjana hukum dan dari LSM dan profesi umum lainnya.6Berdasarkan latar yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini mengajukan perumusan masalah sebagai berikut:1) Bagaimana kesadaran hukum konsumen terkait

informasi penandaan obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya ?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesadaran hukum konsumen terkait informasi penandaan obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya?

METODEJenis penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah jenis penelitian hukum yuridis sosiologis/empiris/non doktrinal. Adapun pendekatan sosiologis dilakukan melalui pengamatan terhadap perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapatkan melalui wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung.7 Penelitian dilakukan dengan meneliti bagaimana kesadaran hukum konsumen terhadap informasi pada obat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah konsep kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto mempengaruhi tingkat kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas. Adapun konsep kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto adalah pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengamatan terhadap konsumen yang mengonsumsi obat bebas. Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui bagaimana tingkat kesadaran hukum konsumen.

Penelitian ini dilakukan di 5 (lima) apotik di Surabaya yang lokasinya dekat dengan Rumah Sakit Umum milik pemerintah. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati situasi sosial secara mendalam. Situasi sosial dalam penelitian ini dapat juga disebut

6 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan POM RI 2011. Op.Cit7 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 153-154

dengan obyek penelitian. Adapun obyek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 11 orang.

Setelah data didapatkan, baik primer maupun sekunder, kemudian data dikelompokkan dan diolah dengan menggunakan Rating Scale. Dalam skala model rating scale, obyek penelitian tidak akan menjawab pertanyaan kualitatif yang disediakan, tapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.Setelah itu, data disajikan secara komprehensif dan teliti serta hati-hati dan selanjutnya diakhiri dengan penarikan kesimpulan/verifikasi.Analisis data yang digunakanadalah analisis deskriptif kualitatif, Dalam pengolahan data deskriptif kualitatif, peneliti memberikan gambaran atas data hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara. Lalu, data diolah dengan menentukan skor kriterium terlebih dahulu, setelah itu menentukan kualitas pemahaman hukum.Kemudian, data yang telah diolah tersebut akan disajikan dalam bentuk suatu narasi.

PEMBAHASAN

1. Kesadaran hukum konsumen terkait informasi penandaan obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya.

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa kesadaran hukum adalah konsep-konsep abstrak yang tertanam dalam diri manusia untuk menyelaraskan ketertiban dan ketentraman sesuai dengan yang diinginkannya untuk mendapatkan imbalan sepantasnya.8 Soerjono Soekanto juga mengemukakan bahwa terdapat beberapa indikator kesadaran hukum. Indikator tersebut adalah pengetahuan tentang hukum, pemahaman tentang hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum. Dalam penelitian ini, keempat indikator tersebut merupakan variabel yang akan diteliti oleh peneliti.1. Pengetahuan tentang hukum

Menurut Otje Salman pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku yang diatur dalam hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.9 Dalam tingkatan ini, masyarakat telah memiliki pengetahuan secara konsepsional bahwa terdapat perbuatan yang diatur dalam hukum. Dalam takaran hukum nasional, umumnya masyarakat mengetahui pengertian hukum, meskipun pengetahuan tentang hukum tersebut

8 Ana Silviana, “Kajian Tentang Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Melaksanakan Pendaftaran Tanah ”, Jurnal Pandecta, VII (Januari 2014).9Ibid

4

Page 5: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

berbeda-beda. Bagi masyarakat yang telah menempuh pendidikan formal, umumnya mereka mengetahui bahwa pancasila merupakan dasar negara. Pengetahuan mengenai adanya suatu undang-undang tertentu hanyalah pada orang-orang tertentu saja, itupun karena hukum tersebut mengacu pada kepentingan atau tugas orang itu sendiri. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa seseorang dapat memahami hukum karena memang tugasnya mengacu langsung pada hukum tersebut.

Sebanyak 5 orang obyek penelitian mengetahui adanya aturan tentang pencantuman informasi dari kemasan obat. Pengetahuan masyarakat mengenai informasi yang perlu dicantumkan hanya sebatas pada informasi-informasi yang telah tercantum pada kemasan. Masyarakat tidak mengetahui bahwa informasi yang perlu dicantumkan tersebut telah diatur dalam PP PSF dan Alkes. Masyarakat mengartikan bahwa informasi yang telah tercantum tersebut merupakan sebuah aturan atau hukum. Kurangnya sosialisasi mengenai hukum menjadi salah satu faktor tidak tahunya masayarakat tentang sebuah aturan.

2. Pemahaman tentang hukumDalam tingkatan ini, masyarakat dapat

memahami tujuan hukum. Pemahaman hukum konsumen terkait tujuan PP PSF dan Alkes sudah baik. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni: skor pengumpulan data berjumlah 119 dan terletak pada interval yang mendekati kategori baik.Sebanyak 91% obyek penelitian mengetahui bahwa isi pasal 28 ayat (2) PP PSF dan Alkes bertujuan untuk melindungi kepentingannya.

3. Sikap hukum97% obyek penelitian sependapat dan

setuju menjadikan hukum merupakan suatu aturan untuk melindungi kepentingannya. Selain itu, hukum juga sebagai tumpuan harapan atau pedoman bersikap untuk menciptakan keadilan, keteraturan dan ketentraman dalam bermasyarakat.10 Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya konsumen (sebanyak 97%) memberikan penilaian yang positif terhadap PP PSF dan Alkes.

4. Pola perilaku hukum

10 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Op.Cit.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, 86% obyek penelitian yang sebenarnya telah tahu dan paham hukum namun masih belum sadar hukum. Meskipun konsumen mengetahui adanya aturan tentang pencantuman informasi obat bebas, namun sebagian besar konsumen tidak membaca informasi tersebut. Meskipun perbedaan skor antara 3 (tiga) indikator sebelumnya dengan pola perilaku hukum tidak signifikan, namun hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum konsumen terkait informasi obat bebas masih berada dibawah 3 (tiga) tingkatan sebelumnya.

Berdasarkan data yang didapatkan oleh peneliti, kesadaran hukum konsumen ditinjau dari indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto diperoleh hasil bahwa, pengetahuan, pemahaman, sikap serta perilaku hukum obyek penelitian terkait informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti dalam penelitian ini sudah cukup baik.

Berdasarkan pendapat Ewick dan Silbey, yang mengemukakan bahwa kesadaran hukum juga dapat terbentuk karena adanya tindakan. Namun, kesadaran hukum yang terjadi karena adanya suatu tindakan juga terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni: kesadaran hukum positif (taat hukum) dan kesadaran hukum negatif (tidak taat hukum). Kesadaran hukum yang positif adalah kesadaran mengenai adanya suatu aturan dan melaksanakan aturan tersebut. Dan kesadaran hukum yang negatif adalah kesadaran mengenai adanya suatu aturan hukum namun tetap melakukan pelanggaran. Kesadaran hukum yang negatif adalah ketika obyek penelitian mengetahui adanya aturan mengenai penandaan obat bebas namun tidak menaatinya. Dalam penelitian ini, kesadaran hukum obyek penelitian tergolong pada kesadaran hukum negatif karena hanya pada takaran sikapa saja tidak sampai takaran perilaku.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum konsumen terkait informasi penandaan obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di Surabaya.

Beberapa penelitian mengenai kesadaran hukum sebelumnya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum seseorang. Dalam penelitian Dumanovsky yang telah disebutkan sebelumnya, usia mempengaruhi kesadaran hukum seseorang.11 Dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa obyek penelitian yang berusia

11 Sri Hermawati, Op. Cit

5

Page 6: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

muda (20-30 tahun) memiliki kesadaran hukum yang baik. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa obyek penelitian yang berusia muda lebih memperhatikan hak dan kewajibannya terkait dengan informasi obat bebas yang dikonsumsinya.

Dalam penelitian Kishtwaria dkk, jenis kelamin memberikan pengaruh pada tingkat kesadaran hukum konsumen. Dalam penelitiannya yang berjudul “Consumer awareness Regarding Legislation Organisation and Consumer Protection Laws” menunjukkan bahwa laki-laki memiliki pengetahuan tentang forum konsumen dan lebih memiliki kesadaran akan pekerjaan organisasi di tingkat nasional lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Namun, dalam penelitian ini diperoleh data bahwa obyek penelitian yang berjenis kelamin perempuan memiliki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan obyek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, perempuan memiliki kesadaran hukum lebih baik dibandingkan laki-laki.

Dalam penelitian Koçdan Ceylan, tingkat

pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakat. Dalam penelitiannya tentang “Consumer-Awareness and Information Sources On Food Safety: a Case Study of Eastern

Turkey, Nutrition & Food science ”, Koçdan

Ceylan melakukan penelitian pada masyarakat yang berpendidikan sekolah menengah dan tingkatan yang tidak buta huruf. Dalam penelitian tersebut, ditemukan fakta bahwa masyarakat dalam tingkat pendidikan tersebut memiliki kesadaran akan organisasi pengawasan makanan dan lingkungan.12 Dalam penelitian ini, obyek penelitian yang berpendidikan S1 mememilki kesadaran hukum yang lebih baik dibandingkan dengan obyek penelitian yang berpendidikan menengah atas.

Pekerjaan merupakan salah satu karakteristik yang diteliti dalam penelitian ini. Sebanyak 7 orang obyek penelitian (63.64%) berprofesi sebagai karyawan swasta. Kesadaran hukum obyek penelitian tersebut tergolong baik karena memiliki pengetahuan, pemahaman, sikap yang baik. Namun, dalam tataran perilaku hukum, obyek penelitian masih tidak mematuhi hukum.

Berdasarkan penelitian Haryanti, Eko Sasono, dan Jonathan Kadana P. mengenai “Pengaruh Karakteristik Penduduk dan Sosialisasi Pemerintah terhadap Kesadaran Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di

12 Sri Hermawati, Op. Cit

Kelurahan Jatingaleh Kecamatan candisari Kota Semarang” disebutkan bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi motivasi masyarakat untuk membayar pajak bumi dan bangunan. Dalam penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat maka kesadaran hukum masyarakat untuk membayar pajak juga semakin tinggi. Namun dalam penelitian ini ditemukan data bahwa, obyek penelitian yang berpenghasilan 1.000.000-2.000.000 memiliki kesadaran hukum yang baik. Dan hasil tersebut tidak berbeda dengan kesadaran hukum obyek penelitian yang berpenghasilan diatas 4.000.000.

Obyek penelitian yang belum ataupun sudah menikah memiliki kesadaran hukum yang sama-sama baik. Hal tersebut berdasarkan data penelitian yang menunjukkan pengetahuan, pemahaman, sikap obyek penelitian yang tidak berbeda jauh. Namun, dalam tataran perilaku hukum, perilaku obyek penelitian belum dapat mematuhi hukum.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, kesadaran hukum konsumen tidak dipengaruhi secara penuh oleh karakteristik obyek penelitian. Meskipun, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status perkawinan memiliki pengaruh terhadap kesadaran hukum konsumen namun, pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dalam hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab III, dapat diambil simpulan sebagai berikut:1. Kesadaran hukum konsumen atas informasi obat

bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti dalam penelitian ini sudah cukup baik namun hanya pada tataran sikap hukum saja dan belum sampai pada tataran perilaku hukum.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan status perkawinan. Obyek penelitian pada rentan usia 20-30 tahun memiliki kesadaran hukum yang baik hanya dalam tataran sikap hukum. Obyek penelitian yang berjenis kelamin perempuan memiliki kesadaran hukum yang cukup baik dibanding laki-laki dalam tataran sikap hukum saja. Obyek penelitian yang berpendidikan S1 memilki

6

Page 7: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

kesadaran hukum yang baik namun hanya pada tataran sikap hukum saja. Obyek penelitian yang berprofesi sebagai karyawan swasta juga memiliki kesadaran hukum yang baik hanya sampai tataran sikap hukum saja. Obyek penelitian yang berpenghasilan 1.000.000-2.000.000 juga memiliki kesadaran hukum yang baik hanya dalam tataran sikap hukum saja. Terakhir, obyek penelitian yang belum menikah memiliki kesadaran hukum yang cukup baik dibandingkan dengan yang sudah menikah namun dalam tataran sikap hukum saja.

SaranDengan hasil penelitian tersebut, maka saran

yang diperlukan adalah:1. Sosialisasi (penyuluhan) hukum terkait

pencantuman informasi obat bebas oleh Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada masyarakat.

2. Peran aktif masyarakat untuk memperoleh informasi terkait informasi obat bebas baik dari pendidikan formal, pendidikan informal, media massa maupun media elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Teks:

Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press.

Ali, Achmad. 2009. Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (judicial prudence). Jakarta: Kencana.

Ali, Zainuddin. 2007. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1975. Simposium Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi. Bandung:Bina Cipta.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2011. Dampak Penyuluhan Hukum Terhadap Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat. Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan POM RI 2011. Jakarta:Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Laporan Tahunan Badan POM RI 2013. Jakarta:Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kristiani, Celina Tri Siwi. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Pasolong, Harbani. 2013. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta,

Podgorecki, Adam dan Christopher J. Whelan. 1987. Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum. Jakarta: Bina Aksara.

Riyanto, Yatim. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif Dan Kuantitaif. Surabaya: Unesa University Press.

Salman, Otje dan Anthon F. Susanto. 2004. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung: Alumni.

Saifullah. 2007. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Sudarsono. 1991. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 1986. Diktat Sosiologi Hukum. Surabaya: Universitas Airlangga.

. 2007. Hukum dalam Masyarakat. Malang: Bayumedia Publishing.

Perundang-Undangan

7

Page 8: Kesadaran Hukum Konsumen atas informasi obat bebas yang dikonsumsi oleh konsumen di surabaya

Headerhalaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.Indonesia, Undang-Undang tentang KesehatanNomor

36 Tahun 2009, LN Nomor 5063 Tahun 2009, TLN Nomor 5063.

Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, LN RI Nomor 169 Tahun 1999,TLNNomor 3886.

Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, LN RI Nomor 42 Tahun 1999, TLN Nomor 3821.

Indonesia,Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Nomor 72 Tahun 1998, LN RI Nomor 138 Tahun 1998.

Indonesia,Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Penandaan Label mengenai Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Nomor 2380/A/SK/VI/1983.

Website:

Demografi, http://www.surabaya.go.id diakses tanggal 18 Juli 2014 pukul 15.16 WIB

Mengenal Penggolongan Obat (Bagian 1), http://www.ptphapros.co.id, diakses tanggal 18 Juli 2014 pukul 14.01 WIB

Pengaruh Agama dalam Perumusan Hukum Nasional Sulit Dihindari, http://m.hukumonline.com diakses tanggal 11 November 2014 pukul 21.59 WIB

Penyakit 2014, http://www.depkes.go.id diakses tanggal 6 juni 2014 pukul 15.35 WIB

Jurnal Ilmiah:

Haryanti, Eko Sasono dan Jonathan Kadana. Pengaruh Karakteristik Penduduk dan Sosialisasi Pemerintah terhadap Kesadaran Masyarakat dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Jatingaleh Kecamatan candisari Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Pandanaran (UNPAND). I (Februari 2013)

Sri Hermawati. Pengaruh Gender, Tingkat Pendidikan Dan Usia Terhadap Kesadaran Berasuransi Pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Asuransi dan Manajemen Resiko. I (Februari 2013).

Ana Silviana. Kajian Tentang Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Melaksanakan Pendaftaran Tanah. Jurnal Pandecta, VII (Januari 2012)

8

85