Upload
masluki
View
46
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“KESANDUNG CINTA”
Di malam yang sunyi senyap berniat menemui sang Pencipta, dengan
kesungguhan hati, Ia berdo’a, kemudian bersyahadat:
“Asyhadu Allaa Ilaaha Illallaah, Wa Asyhadu Anna
Muhammadarrasuulullaah...” Lalu Ia pun memejamkan matanya.
Menit-menit berlalu malampun semakin larut, tiada seorangpun yang
terjaga, malam yang di tunggu-tunggu telah tiba, yaitu malam yang mulia,
yang di naungi oleh para Malaikat, yang tidak semua orang tahu betapa
nikmatnya bercinta dengan Tuhan pencipta alam, Allah memberikan
Maghfiroh kepada hambaNya yang bertaqwa, Allah akan selalu ingat kepada
hambaNya yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya, Allah akan selalu
membuka pintu rizki, dari manapun yang Dia kehendaki untuk hambaNya
yang tawakal, dan Allah akan memberikan Rahman dan Rahim-Nya, kepada
hamba-hamba yang ikhlas dan istiqomah dalam beribadah kepada-Nya,
itulah petuah yang selalu di ingat oleh seorang anak, yaitu seorang hamba
muda yang tinggal di rumah sederhana, Ia sudah terbiasa menjalankan
Sholat sunah malam, maupun Sholat sunah yang lainnya, sehingga Ia selalu
merasa dekat dengan Tuhannya, Ia adalah anak sulung kebanggaan
Ayahnya, namun dalam mendidik, Ayahnya tidak pernah memanjakannya,
Ayahnya menanamkan ketegasan dan kedisiplinan dalam dirinya.
1
Setiap harinya Ia harus menyetorkan hafalan-hafalan ayat suci Al-
Qu’an, dan malamnya di khususkan untuk belajar dan beristirahat, Ayahnya
adalah seorang petani dan peternak ikan, sehingga banyak kolam-kolam ikan
di belakang rumahnya, pernah suatu ketika Ia tak menyetorkan hafalan,
kemudian Ayahnya memberikan hukuman menimba air untuk di isikan
kedalam kolam-kolam di belakang rumahnya sampai penuh, walaupun
Ibunya merasa kasihan, namun Ibunya tak bisa berkutik apa-apa, karena Ibu
sangat menghargai didikan Ayahnya, walaupun didikan Ayahnya sangat
keras, namun Ayahnya tetap menyayanginya, dan pernah suatu ketika Ia
mengalami sakit panas, yang paling hawatir adalah Ayahnya, sampai
Ayahnya tidur dan menjaga di sampingnya, dan ketika Ia menginjak kelas 2
Tsanawiyah, Ayahnya meninggal dunia karena serangan jantung. Kenangan
terindah bersama sang Ayah adalah ketika Ia sudah fasih dalam menghafal
semua juz Al-Qur’an, sampai tak terasa Ia melihat Ayahnya menitikkan air
mata, lalu menciumi kening dan memeluknya dengan hangat.
Dan kini suasana rumah terasa sepi tanpa kehadiran seorang Ayah di
sisinya lagi, dan kini Ia bertekad keras ingin mengabulkan harapan Ayahnya
menjadi seorang ahli Tafsir Al-Qur’an, entah bagaimanapun caranya, dengan
bermodalkan niat, Ia yakin Allah akan mengabulkan do’anya.
Dengan tekun, kini Ia menggantikan pekerjaan sang Ayah demi
kelancaran hidupnya. Setiap pagi, Ia membantu Ibunya berbelanja kepasar,
2
untuk di masak dan di jual di warteg Ibunya yang sudah berjalan dua
tahunan, yang letaknya cukup strategis di pinggir jalan yang selalu di lintasi
banyak orang, namun Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai Ia
tidak boleh membantu apapun yang sedang Ibunya lakukan, namun Ia tetap
membantu karena Ia tak tega melihat Ibunya mengerjakannya sedirian, Ia
mempunyai seorang adik perempuan yang masih kelas 4 SD, adiknya sangat
berbeda dengan dirinya, adiknya sangat manja, karena selalu di manjakan
oleh Ibu dan dirinya, kemudian ketika Ia lulus SMA, Ia mengikuti beberapa
tes beasiswa.
Satu minggu telah berlalu, dan malamnya Ia di datangi Kepala
Sekolah. Sedang asyik mengajari adiknya mengaji, tiba-tiba Ibunya
memanggil untuk menemui gurunya yang sedang duduk di teras, sedikit Ia
terkejut, dan bertanya-tanya dalam hati. “Ada apa yah? Pak Kepala datang
kerumah.” Dan tak terasa Ia merasakan jantungnya berdebar begitu kencang,
dengan perlahan Ia bersama sang Ibu menghampiri gurunya itu, dan tak di
duga gurunya memberi selamat atas keberhasilannya mendapat beasiswa di
luar Negeri, dengan terkejut Ia hampir tak percaya, Ia merasa sedang berada
dalam mimpi, Ia begitu sangat bahagia dan langsung sujud Syukur kepada
Allah, karena Allah telah mengabulkan do’anya, kemudian Ia memeluk
Ibunya di susul dengan pelukan gurunya.
3
Rencana pemberangkatan adalah besok lusa, sang Ibu banyak
menyiapkan barang-barang yang akan di bawanya, namun Ia merasa
bimbang karena tak bisa meninggalkan Ibu dan adiknya, lantaran tak ada
yang menjaga mereka.
Jam menunjukkan pukul 21.00 malam, Ia mulai merebahkan tubuhnya
di atas kasur, kemudian Ia menatap ke dinding-dinding kamarnya, lalu Ia
menatap ke langit-langit memikirkan Ibu dan adiknya yang akan di tinggalnya
pergi, tak lama kemudian Ia mulai mengantuk, dan akhirnya Ia tertidur.
Malam yang di tunggupun telah tiba, perlahan Ia membuka matanya
dan melihat jam dinding sudah pukul 02.30, kemudian Ia segera beranjak dari
tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi, lalu mengambil air wudhu
untuk bertahajud bermunajat kepada-Nya, dan di dalam do’anya Ia
memohon:
“Ya Allah, ya Muhammad ya Rasulullah....... Hamba berserah diri
kepada-MU, ampunilah segala dosa-dosa hamba, dan kedua orangtua
hamba. Ya Sami’ ya Basyir.... Hamba pasrahkan hidup dan mati hamba
hanya untuk beribadah kepada-MU. Ya Ghofuuur....... Ridhoilah hamba untuk
membahagiakan kedua orangtua hamba, lancarkanlah jalan hamba menuju
ridho-MU, aamiinn.... Allahumma aamiin,”
4
Tiba-tiba terdengar suara lembut memanggil “Fatih... Anak Ibu, sudah
selesai Sholatnya nak? Kemudian Fatih menyahut dengan lembut.
“Nggeh Bu.”
“Kalau sudah, coba keluar sebentar, Ibu pengen anak Ibu yang
periksa lagi apa yang mau di bawa” Fatih menyahut lagi “Nggeh Bu...
Sebentar lagi Fatih keluar,”
Kemudian Fatih keluar dan menemui Ibunya yang sedang merapikan
barang-barang yang akan di bawanya untuk kuliah di luar Negeri.
“Bu... Sudah Bu sudah! masa semuanya di bawa, ini sudah cukup Bu.”
Fatih melihat barang-barangnya sangat banyak, kemudian Fatih
memandangi Ibunya sangat dalam di temani dengan deraian air mata yang
berjatuhan di pipinya, dan perlahan Ibunya menyeka air mata di pipi Fatih.
“Loh, kok anak Ibu sedih begini?”
“Bu, Fatih ingin Ibu ikut ke Mesir tinggal bersama Fatih di sana, Fatih
takut terjadi apa-apa sama Ibu di sini.”
“Fatih anak Ibu, luruskanlah niatmu menuntut ilmu, Ibu akan baik-baik
saja di sini, kan ada Hanifah adikmu,”
5
“Ibu, berat sekali Fatih meninggalkan Ibu dan ade’, rasanya Fatih ingin
membatalkan beasiswa ini, Fatih takut nanti Ibu sakit, sedangkan Ayah sudah
tiada, mana mungkin Ifah bisa merawat Ibu, Ifahkan suka manja, Bu.”
“Jangan hawatir nak, ada Allah yang selalu melindungi kita semua,
sudah jangan bersedih lagi, nanti Ibu ikut sedih, Ibu akan selalu
mendoakanmu, hati-hati disana, jaga diri, jangan lupa Sholat”
Fatih menciumi tangan Ibunya dan memeluknya dengan erat, pelukan
hangat dengan penghormatan kasih sayang, lalu Ibunyapun membalasnya.
“Ibu jangan telat kasih kabar ke Fatih ya Bu,”
“Insya Allah nak, semoga Allah selalu melindungimu.” Ibupun
menciumi kening Fatih dengan lembut di iringi dengan do’a dan kasih
sayang, deraian air mata terus mengalir sebelum keberangkatan Fatih,
kemudian Ifah bertanya pada kakaknya. “Aa’ Fatih.. Aa’ nanti kapan pulang?”
Fatih tersenyum kecil, lalu menjawab. “Adik Aa’ kok nanya gituh sih,
belum juga berangkat.”
Ifah memeluk kakaknya dengan manja, Fatih mencubit pipi Ifah yang
menggemaskan itu lalu berpesan, “Ifah adik Aa’, jangan nakal yah!, jaga Ibu
di rumah, jangan habiskan waktu dengan hal-hal yang tidak manfaat!, Aa’
sayang sama Ifah.”
6
“Nggeh A’, Ifah juga sayang sama Aa’, insya Allah Ifah akan jaga Ibu
baik-baik, Aa’ hati-hati di sana yah”
Kemudian setelah Sholat Subuh, Ibupun mengajak untuk sarapan
bersama diruang tengah, seperti hari-hari biasa, mereka sarapan sepiring
bertiga, itulah keluarga Fatih yang selalu di naungi kesederhanaan dan kasih
sayang.
Setelah sarapan, Fatih segera bersiap-siap dan memakai pakaian
yang telah di siapkan Ibunya, dan Ia terlihat begitu tampan dan wibawa
dengan kemeja berwarna krem di temani dengan kaca mata yang di belikan
almarhum Ayahnya, setelah semuanya siap, tiba-tiba datang seorang tamu
perempuan cantik, berbusana gaul namun syar’i, Ia adalah teman dekat Fatih
dari Jakarta, Ia teman kursus bahasa inggris sewaktu sekolah SMA. Dengan
suara lembut perempuan itu mengucapkan salam “Assalamu’alaikum..” Lalu
Fatih menjawab. “Wa’alaikumussalam..” Kemudian Fatih menoleh kearah
pintu depan, dan ternyata itu adalah teman perempuan yang dekat
dengannya sewaktu sekolah, dengan terkejut Fatih berkata “Humaira...”
“Iyah Fatih, ini aku temanmu, aku sempatkan datang kemari hanya
untuk memberikan ini untukmu,”
“Ini apa Humaira?
“Nanti di bukanya jangan disini, semoga bermanfaat yah sob”
7
“Ok thankyou so much Humaira.”
Humaira tersenyum manis dan menundukkan kepalanya, lalu Fatihpun
membalasnya dengan senyuman, kemudian Humaira berpesan, “Titi di je
yah..!” Fatihpun menjawab. “Ok sob, makasih salam buat keluarga yah!”.
Walaupun berpakaian sangat gaul namun Humaira tetap Syar’i, dari itu
semua ikhwan mengaguminya, termasuk Fatih.
Pemberangkatan yang sangat mengharukan antara keluarga dan
sahabat, mereka mengantar Fatih sampai ke bandara, lalu Fatihpun mulai
menaiki Pesawat yang telah siap terbang, dan beberapa menit kemudian
terbanglah pesawat yang di tumpangi Fatih, dan Fatihpun melambai-
lambaikan tangannya kepada Ibu, adik, dan sahabatnya.
Di pesawat Fatih duduk di paling depan bersama seorang anak kecil,
dia sangat lucu dan pintar, kemudian dengan lugunya anak kecil itu menyapa
“Kakak mau kemana?” Fatih menjawab, “Kakak mau ke Mesir, ade’ mau
kemana?” tanyanya lagi.
“Azam mau pulang ke Mesir, Azam habis dari Surabaya, dari rumah
nenek, oh yah, nama kakak siapa?” Azam mengulurkan tangannya yang
mungil itu dan melemparkan senyum manjanya kepada Fatih, kemudian Fatih
pun menjabat tangannya dengan hangat.
“Nama kakak Fatih, nama ade’.. Azam yah, bagus sekali “
8
“Nama kakak juga bagus, pasti orangtua kakak sangat bangga sama
kakak, karena kakak selalu takut sama Allah”
“Amiin... Ade’ Azam, ngomongnya kaya Ustadz ajah, pasti orangtua
ade’, sangat bangga punya anak seperi ade’..”
“Allahumma amiin.. Kakak, Azam punya kaset ngaji, ini Azam kasih
buat kakak, semoga berpahala buat kakak.” Lalu Fatih menerimanya dan
melihat ada foto anak imut di atas kaset itu. “Ini siapa imut sekali?” kemudian
Fatih membaca nama di kaset itu, “Nizam Mubarok” ini ade’, atau adik ade’?”
Kemudian Azam tersenyum kecil dan menjawab dengan lugunya
sambil menunjuk-nunjuk fotonya “ini Azam kak,” kemudian Fatih terkejut dan
berkata.
“Masa sih, emang ade’ Azam umur berapa sekarang?”
“Kata Umi Azam, umur Azam 5 tahun kak,”
”Subhaanallaah.. Kakak salut sama ade’ Azam, ade’ Azam hebat,”
kemudian Azam berkata, “Syukron kak, Allahlah yang maha hebat
dengan segala keEsaan-Nya, semoga kita bertemu lagi ya kak, nanti mampir
kerumah Azam, ini alamat Azam.”
9
Lalu Fatih mengambil kartu alamat itu dari tangan Azam, dan
menyimpannya dengan baik dan berkata. “Insya Allah nanti kalo kakak
sempet mau mampir.”
Kemudian Azam tersenyum dan berkata, “Kakak, mulai sekarang,
sudah jadi keluarga Azam, pintu rumah Azam selalu terbuka buat kakak,
Azam akan menunggu kedatangan kakak,” Kemudian Fatihpun tersenyum,
dan setelah berbincang-bincang begitu lama, keduanya tertidur lelap di dalam
pesawat.
Waktu berlalu dan tak terasa waktu sudah sore, Azampun terbangun
dan membuka matanya dan secara spontan Azam lari ke belakang untuk
berwudhu, kemudian melaksanakan Sholat Ashar dan setelah itu, Azam
kembali ketempat duduknya lagi, lalu perlahan membangunkan Fatih, Azam
menepuk-nepuk tangan Fatih.
“Kak, kakak... Bangun udah Ashar,” Kemudian perlahan Fatih
membuka matanya. “Udah sampai yah de’?”
“Sebentar lagi kita sampai, kakak mau Sholat, apa mau makan dulu
bareng Azam? Alhamdu Lillaah.. Azam sudah Sholat kak...”
Lalu Fatih tersenyum kecil “Kakak mau Sholat, kenapa ade’ nggak
bangunin kakak? biar kita berjama’ah.”
10
“Iya kak maaf lupa, Azam tadi langsung ngambil air wudhu”
“Kalo ade’ mau makan, duluan ajah! Oh iyah, ade’ pulang bareng
siapa?”
“Azam pulang bareng Pak Kyai Anwar dan Umi “
“Sekarang di mana Pak Kyai Anwar dan Umi ade’, kakak pengen
ketemu?”
“Ada di belakang paling ujung..“
“Oh yasudah, kakak kesana sambil mau wudhu”
“Nanti ajah kak, kalo sudah selesai Sholatnya yah, nanti Azam kenalin”
kemudian Fatih tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Ok” !!
Setelah Sholat, Fatih kembali ke tempat Azam duduk, dan Fatih sedikit
terkejut, ketika melihat ada dua orang berpakaian serba tertutup bersama
Azam, kemudian Azam memperkenalkan kedua orangtuanya kepada Fatih.
“Kakak, perkenalkan ini Abah dan Umi Azam”
“Oh iyah, assalamu’alaikum Pak Kyai dan Umi?” Fatih menangkupkan
kedua tangannya sebagai tanda penghormatan.
“Wa’alaikumussalam wr.wb, ini nak Fatih yah, yang di ceritakan Azam,
yang mau kuliah di Mesir?”
11
“Iya Pak Kyai, mohon do’anya, semoga lancar” lalu Umipun
bertanya,“di Mesir nak Fatih punya saudara?”
“Tidak Umi, Fatih nanti mau tinggal di asrama Ustad Bukhori”
“Oh, Ustadz Bukhori al-Jauziah?”
“Iya Umi, kok Umi tahu,”
“Yah Alhamdu Lillaah, ana dan suami kenal baik dengan beliau, kami
saling silaturahmi satu sama lain, nanti titip salam buat beliau yah,”
“Insya Allah Umi, nanti Fatih sampaikan,”
Dan kemudian Kyai Anwar berkata “nak Fatih, lebih baik nak Fatih
mampir dulu kerumah Bapak, nanti Bapak antar ke rumah Ustadz Bukhori.
Bagaimana nak Fatih bersedia?”
“Fatih takut merepotkan Bapak”
“Atuh tidak apa-apa nak Fatih, jangan sungkan sama Bapak, anggap
saja Bapak ini Bapakmu juga,”
“Iya Pak Kyai matur suwun...”
Perjalanan yang sangat panjang telah di lalui, Fatih terlihat begitu
lelah, dan Alhamdu Lillaah akhirnya sampai juga di rumah Kyai Anwar. Fatih
terkagum-kagum dengan keindahan, dan suasana rumah Kyai Anwar, semua
12
pengurus rumah datang berbondong-bondong menyambut kedatangan Pak
Kyai Anwar, semua barang-barang telah ludes di bawakan kedalam rumah,
Fatih di jamu bagaikan raja, suasananya hangat, seakan-akan Ia berada di
Bogor tempat tinggalnya bersama keluarga tercinta, dan di ruang tamu, Fatih
melihat sofa berwarna hijau yang terlihat begitu empuk, lalu Fatih di
persilahkan duduk oleh Kyai Anwar.
“Duduklah nak, nanti Bapak panggilkan Ratih”
“Ratih siapa yah Pak?”
“Ratih Anak murid Bapak.” Kemudian Pak Kyai memanggilnya.
“Ratih.... Tolong kemari sebentar nak!” kemudian dari dapur Ratih
cepat-cepat menghampiri Pak Kyai. “Nggeh Abah,”
“Abah minta tolong boleh?”
“Nggeh Bah, minta tolong apa?” (sambil menundukkan kepalanya),
“Ini ada kak Fatih dari Bogor, tolong buatkan air jahe hangat yah”
“Nggeh Bah siap, sabar sebentar yah kak, Ratih buatkan” dengan
tersenyum Fatih menjawab “iyah syukron.”
13
Setelah minum jahe hangat Fatih di persilahkan untuk beristirahat.
“Nak, sebaiknya nak Fatih beristirahatlah di kamar, nanti Azam yang akan
mengantar, Bapak mau ke pesantren dulu.”
“Iya Pak, matur suwun.”
Sambil menarik tangan Fatih, Azam berkata, “ayo kak, sini ikut Azam,”
Kemudian Azam menunjukkan kamar untuk Fatih, “ini kamar kakak, semoga
kakak betah.” Kemudian Azam meninggalkan Fatih untuk beristirahat, dan
dengan cepat Fatih menarik tangan Azam.
“Ade’ tunggu sebentar, kakak mau tanya, Ayah Azam mau ke
pesantren mana?”
“Ooh itu kak, di depan, udah sekarang kakak istirahat dulu yah, nanti
ngobrolnya di lanjutkan, Azam tinggal yah kak, kakak nggak usah sungkan,
karena kakak sekarang, udah jadi kakaknya Azam.”
Fatih tersenyum dan mengelus kepala Azam, Ia terkagum-kagum
akan kebaikan Azam karena anak seusianya sudah cerdas dan
membanggakan. “Makasih yah de’, kakak sayang sama ade’ Azam.”
Kemudian Fatih mandi dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan
Sholat Isya, setelah selesai Sholat, Fatih merebahkan tubuhnya di atas kasur
yang telah di siapkan, dan kemudian Fatih teringat akan bingkisan dari
14
Humaira. Fatih lalu membukanya dengan penuh hati-hati, Fatih sedikit
penasaran dengan bingkisan yang berada di tangannya itu, dan ternyata
isinya sajadah berwarna hijau, warna kesukaannya, dan kemudian ada
sepucuk surat yang terselip di dalamnya, surat itu berisi,
“Fatih sahabatku, semoga kamu suka dengan pemberianku ini, aku
hanya bisa mendoakanmu dari jauh, semoga kamu sukses, dan semoga kita
masih bisa bertemu,”
Setelah membaca surat itu Fatih tersenyum kecil, dan mengucapkan
“Amiin semoga masih bisa bertemu.”
Fatih mulai memejamkan matanya dan tertidur dengan lelapnya,
karena perjalanan yang sangat melelahkan, malampun semakin larut
menjelang jam 03.00 Fatih terbangun dan membuka matanya, kemudian Ia
terdiam sejenak, karena samar-samar Ia mendengar alunan ayat suci Al-
Qur’an yang merdu meresap ke dalam qalbunya, dan tak terasa air mata
menetes di pipinya, sehingga kemudian Ia memberanikan diri untuk keluar
dan mencari sumber suara itu, dalam hati Ia memuji keagungan Allah,
“Subhanallah, suara ini menggetarkan qalbuku, siapa pemilik suara
ini? Ya Allah indah sekali ciptaanMU.”
Fatih berusaha keras untuk melihat siapa yang sedang bertadarus,
ternyata suaranya dari dalam pesantren itu, Ia tak berani menghampirinya
15
karena itu pesantren akhwat, kemudian Ia berbalik dan masuk ke kamar
mandi, lalu mengambil air wudhu, dan kemudian bertahajud, setelah selesai,
Ia merapikan barang-barang yang akan di bawanya ke asrama Ustadz
Bukhori.
“Nak Fatih, coba keluar sebentar!! Kita sarapan bersama.”
“Nggeh Pak makasih, Fatih mau langsung berangkat ajah Pak”
“Loh, kok buru-buru, tenang ajah nak, Ustadzmu itu temen Bapak kok,
nggak usah takut”
“Punten Pak, Fatih bersama teman-teman mau menyiapkan peralatan
buat kuliah nanti Pak,”
“Yaudah ini makanannya di bawa, udah di bungkus nih sama Umi tadi,
jangan lupa dimakan yah, kalo nggak di makan, nanti magh”
“Nggeh Pak, matur suwun”
“Ayo Bapak antar, nggak ada yang ketinggalankan?”
“Nggak ada Pak, punten banget yah Pak, Fatih ngerepotin Bapak
terus”
“Hush, nggak boleh ngomong gituh, ini sudah kewajiban Bapak, nanti
sering main kesini yah, yang rajin belajarnya”
16
“Nggeh Pak, insya Allah.”
Keluarga Pak Kyai Anwar sangat baik kepada Fatih, semua sangat
segan dan menyukai kejujuran Fatih, sepanjang perjalanan Fatih di berikan
petuah-petuah dari Kyai Anwar, Fatih hanya bisa manggut-manggut saja,
Fatih terkagum-kagum pada Kyai Anwar, walaupun baru kenal beliau sudah
seperti Ayahnya sendiri, ternyata pesantren yang berada di seberang
rumahnya itu adalah miliknya, bahkan Fatih sudah di persilahkan untuk
belajar mengajar di sana, tak lama kemudian mobilpun terhenti, karena
sudah sampai di asrama Ustadz Bukhori, kemudian Pak Kyai memberi
salam,
“Assalamu’alaikum wr.wb..” Lalu, seseorang dari balik pintu rumah
sederhana itu menjawab.
“Wa’alaikumussalaam wr.wb.. Subhanallah, kawanku seperjuangan,
silahkan masuk..” (sambil bersalaman kepada Kyai Anwar dan berpelukan,)
”Ini maksud saya datang kemari mau menitipkan anak saya Fatih dari
Bogor, semoga kelak menjadi anak penerus Bangsa”
“Oh, ini yang namanya nak Fatih, Bapak sudah menunggu dari
kemarin, Pak Kepala Sekolahmu nelfon Bapak, katanya sudah sampai apa
belum? karena nak Fatih tidak mau merepotkan orang untuk mengantar
kesini, jadi mereka semua hawatir, selamat datang yah nak, semoga betah di
17
sini, orang menuntut ilmu banyak godaannya, jadi tetaplah pada niat awal
yah nak!”
Fatih menjawab “iyah Pak, insya Allah, Fatih mohon maaf Pak, sudah
membuat hawatir semuanya”
“Iya Bapak percaya nak Fatih ini anak yang pemberani, dan tangguh.”
Fatih hanya tersenyum kecil dan menundukkan kepalanya, dan tak
lama Kemudian Kyai Anwar berpamitan, karena beliau sangat sibuk dengan
tugasnya menjadi Kyai besar, kemudian Fatih bersalaman mencium tangan
Kyai Anwar yang sudah Ia anggap seperti orangtuanya itu, kemudian Fatih
berkata dengan lembut.
“Syukron katsiron yah Pak, sudah mengantar Fatih”
“Coba nak Fatih biasakan panggil Bapak dengan sebutan Abah” pinta
Kyai, dan kemudian dengan cepat Fatih mulai membiasakan memanggil
dengan sebutan Abah.
“Abah hati-hati di jalan, semoga Allah selalu melindungi Abah”, dengan
senyum sumringah Kyai Anwar menjawab.
“Amiin.., Yasudah Abah tinggal yah, nanti sering-sering kesana.” Fatih
hanya mengangguk dan tersenyum. “Insya Allah Abah...”
18
Setelah Kyai Anwar pergi, kemudian Ustadz Bukhori mempersilahkan
Fatih bergabung dengan teman-teman sebayanya di asrama, dan mereka
saling memperkenalkan diri, Fatih terlihat wibawa dari teman yang lainnya, Ia
menuruni sifat Ayahnya, semua segan kepadanya, bahkan anak-anak akhwat
banyak yang simpati kepadanya, namun Ia tak mengetahui hal itu, yang Ia
tahu hanyalah persaudaraan.
Malampun tiba, Fatih dan teman-temannya pergi mencari barang-
barang untuk kuliah, dan di tengah perjalanan Fatih melihat rombongan
akhwat yang mau berangkat mengaji kitab, dan mereka hanya tersenyum
kemudian Fatihpun membalasnya, Fatih berjalan di paling depan dan
kemudian dari arah belakang salah satu temannya memanggil.
“Azka, tunggu...!! kita mau kemana, aku punya langganan toko, di situ
banyak buku-buku dan barang-barang lainnya”
“Kenapa kamu baru bilang, kita udah jalan jauh Firman”
“Iya maaf, aku baru ingat, kakak ku dulu pernah berbelanja di pusat
toko dekat sini, semua barangnya lengkap”
“Terus kamu masih ingat, tempatnya dimana?”
“Iya masih lah, ayo ikut aku!”
19
Teman-temannya memanggil dengan sebutan Azka, karena nama
lengkapnya “Azka Fatih Al-Azhari.” Setelah jalan cukup jauh mengelilingi
toko-toko Mesir akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, lalu mereka cepat-
cepat membeli barang-barang yang telah di rinci sebelumnya, yaitu membeli
kamus-kamus Tafsir al-Qur’an, dan barang lainnya, setelah membeli
kemudian mereka pulang untuk beristirahat dan tidur untuk persiapan hari
esok.
Hari ini adalah hari pertama Fatih menginjakkan kaki di perguruan
tinggi, gedung-gedungnya menjulang tinggi semua percakapan
menggunakan bahasa arab, Fatih terkagum-kagum dengan kehidupan yang
akan di jalaninya, dalam hati Ia berkata.
“Ya Roobi, akankah hamba sanggup untuk berbicara seperti mereka,
sedangkan hamba hanya lulusan SMA, hamba pasrahkan semuanya
kepada-MU Tuhan, Bismillaahir Rahmaanir Rahiim.”
Masa Orientasi penerimaan Siswa akan segera di mulai, calon
mahasiswa di minta untuk menyetor hafalan salah satu surat Al-Qur’an, dari
mulai juz 1-30, lalu menafsirkannya, dan para peserta di perkenankan untuk
memilih juz berapa yang mereka sanggup untuk menafsirkannya.
Kemudian beberapa dari temannya sudah di panggil, dan tibalah
giliran Fatih, panitianyapun terdiri dari dosen-dosen Fakultas Ushuluddin, dan
20
tak lama kemudian di panggillah Ia, “Azka Fatih Al-Azhari.” Dengan
senyuman dan Bismillaah Ia maju ke depan mimbar, Fatih dengan fasihnya
menghafal salah satu surat dari Al-Qur’an, kemudian menafsirkannya.
JUZ 6
An-Nisa, ayat 148-149
, �د�و�ا �ب ت ن� ا �م�ا ي ع�ل �ع�ا مي س� �ه� لل ا ن� � و�كا م� ظ�ل م�ن� � ال ا �قو�ل ل ا و�ءمن� الس! ا ب لج�ه�ر� ا !ه� لل ا �حب! �ي ال
ا �ر� ع�ف�و+اق�دي ن� �ا ك �ه� لل ا ن- و�ء/ف�ا س� �ع�غ�و�ع�ن� �و�ت ا �خ�ف�و�ه� ت �و� ا ا �ر� ي خ�
“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang di ucapkan) dengan terus
terang kecuali oleh orang yang di aniaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Jika kalian melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan
atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha kuasa.”
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna ayat ini, bahwa Allah tidak menyukai bila seseorang mendo’akan
kecelakaan terhadap orang lain, kecuali jika Ia di aniaya olehnya. Maka saat
itu Allah memberikan rukhsah kepadanya untuk mendoakan kecelakaan
terhadap orang yang berbuat aniaya terhadapnya. Hal ini disebutkan melalui
FirmanNya:
م� ظل م�ن� � ال� ا
“Kecuali oleh orang yang di aniaya.” (An-Nisa:148)
21
Akan tetapi, jika si teraniaya bersikap sabar dan tidak mendo’akan
kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya kepadanya, maka hal ini
lebih baik baginya. (Juz 6 - An-Nisa)
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah
Ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Ayahku, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Ata, dari Siti Aisyah yang menceritakan
bahwa pernah ada yang mencuri barang miliknya, lalu Ia mendo’akan
kecelakaan terhadap pelakunya. Maka Nabi Saw bersabda:
�ه� ع�ن �خى ب �س� �ت ال�
“Janganlah kamu mendo’akan kecelakaan terhadapnya.”
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "janganlah seseorang mendo’akan
kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya, tetapi hendaklah Ia
mengucapkan dalam do’anya seperti ini: “Ya Allah, tolonglah daku
terhadapnya dan kembalikanlah hak milikku darinya." 1
Semua mata terpana akan kecerdasannya, dalam menafsirkan ayat
suci Al-Qur’an, dan setelah selesai, Fatih kembali ke tempat duduknya
semula, Ia merasa lega karena sudah maju kedepan, Ia sangat bersyukur
atas didikan almarhum Ayahnya. Almarhum Ayahnya mengajarkan
ketegasan pada dirinya, yang setiap harinya harus menyetor hafalan-hafalan
ayat suci Al-Qur’an beserta artinya, dan jika tidak menghafalnya maka Ia
terkena hukuman menimba air untuk mengisi kolam-kolam di rumahnya.
1 Tafsir Ibnu Kasir Juz 6
22
Masa-masa orientasi penerimaan siswa berlalu selama dua minggu,
kini mulai menginjak kepelajaran baru, Ia sangat bersemangat untuk
berangkat kuliah, menuntut ilmu, berjuang mengejar cita-cita, dan
mewujudkan keinginan Ayahnya menjadi seorang ahli Tafsir Al-Qur’an.
Di asrama Fatih menciptakan jadwal sendiri, kapan Ia belajar, kapan Ia
menghafal, dan kapan Ia mengajar, semua sudah tertata rapi, kini tinggal
menjalankannya, di asrama Fatih membagi ilmunya bersama teman-
temannya, saling memberitahu mana yang sudah dan mana yang belum
mengerti, dan tak terasa malam mulai larut, Firman mengajak Fatih bertemu
dengan seorang akhwat.
“Azka, ana boleh minta tolong nggak?”
“Minta tolong apa Firman?”
“Ana mau ketemuan sama Firda malam ini, ana pengen antum
nemenin ana, gimana antum bersedia?”
“Firman, ini sudah jam 11.00 malam, apa nggak bisa ketemuannya
besok ajah?, maaf ana sudah ngantuk.”
“Azka, kalau antum tidak mau mengantar, ana akan pergi sendiri, ana
hanya ingin mengambil surat titipan dari Ibu ana.”
23
“Hmm yasudah, ana ikut di belakang yah.” Akhirnya Fatih mau juga
mengantar teman sekamarnya itu, dan Kemudian mereka keluar dari
kamarnya, dan mengunjungi pesantren akhwat, di sana ada Pak Hasan
seorang petugas keamanan.
“Assalamu’alaikum... Pak?” dengan kagetnya Pak Hasan menjawab
“Wa’alaikumussalamm, ada perlu apa kalian kemari?”
“Ini Pak mau ketemu sama Firda, mau ngambil surat dari Ibu ana Pak,
takut penting.”
“Firda itu siapa? Saudara antum, atau pacar antum?”
“Ih si Bapak, kepo’ banget sih, Firda itu tetangga kampung ana Pak,
cuma temen kok Pak, tolong panggilin yah Pak, kami tunggu di sini”
“Yasudah kalian tunggu di sini, nanti ana panggilkan, cuma ngambil
surat dowang kan, nggak boleh ngobrol yah!”
Kemudin Firman dan Fatih menganggukkan kepala, lalu Pak Hasan
masuk kepesantren akhwat, dan memanggil Firda di lantai 10, dan tak lama
Pak Hasan kembali lagi membawa surat untuk di berikan kepada Firman.
“Ini suratnya, maaf kata nak Firda, nggak bisa ngasih langsung,
katanya nguantuk,”
24
“Oh gituh yah Pak, yasudah Pak, tolong sampaikan salam saya buat
Firda, syukron katsiran”
Kemudian mereka kembali ke pesantren ikhwan, dengan senangnya
Firman cepat-cepat berlari meninggalkan Fatih dan masuk ke kamar,
sedangkan Fatih masih di depan menutup pintu gerbang, kemudIan Fatih
menemukan kitab-kitab pengajian di atas meja depan kamarnya, dalam hati
Ia bertanya-tanya. “Kitab siapa ini? siapa yang bawa kemari?”
Fatih langsung masuk, dan beristirahat tanpa memperdulikan apa
yang di lihatnya tadi, dan Firman masih belum tidur karena sedang asyiknya
membaca surat dari sang Ibu yang sangat menyayanginya itu, Firman asli
dari Jawa Tengah, Ia sangat peduli dengan seorang Ibu, sampai-sampai Ia
sering membantu istri Ustadz Bukhori memasak, bersama teman-teman yang
lainnya.
Semester demi semester telah berlalu, seperti biasa, Fatih tak pernah
ketinggalan dalam menghadap-Nya di tengah malam, dan setelah itu Fatih
menyiapkan mata pelajaran yang akan di bawanya untuk hari esok, dan hari
seterusnya Fatih semakin mahir dalam menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an,
sehingga banyak dosen yang mengagumi kecerdasan Fatih, termasuk kaum
akhwat.
25
Beberapa tahun telah berlalu, kini Ia di tawarkan lagi untuk mengajar di
pondokkan Kyai Anwar, akhirnya Ia mengambil tawaran itu, karena ingin
mengembangkan ilmunya sembari belajar. Setiap ba’da Maghrib, Fatih
berangkat mengunjungi pondokan Kyai Anwar untuk mengajar, Fatih begitu
tekun dan rajin, sehingga Fatih sangat kelelahan.
Hari mulai petang, Fatih merebahkan tubuhnya di atas tikar, Fatih
teringat akan kerinduannya kepada sang Ibu, karena sudah 3 tahun lamanya
tidak bertemu, Fatih memendam rindu yang sangat mendalam, dan Fatih
langsung menghubungi Ibunya via Hp hingga berulang kali, Fatih terus
menghubungi keluarganya yang berada nan jauh di sana, namun tak ada
juga yang menjawabnya, dan tak lama kemudian akhirnya ada yang
menjawab juga, dengan perasaan bahagia Ia mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikuumm wr.wb...”
“Wa’alaikumsalam wr.wb... Maaf ini dengan siapa? malam-malam
begini nelfon”
“Maaf malam-malam mengganggu, ini Fatih, ini nomor Ibuku, Ibu
Faridakan?”
“Iya benar, tapi Ibu Faridanya lagi sakit, sudah dua bulan di rawat,”
26
Tanpa terasa air mata langsung berjatuhan di pipi Fatih, tanpa
berkata-kata Fatih menangis sesenggukkan sejadi jadinya, Fatih teringat
akan semua pengorbanan yang telah Ibunya lakukan untuknya, sampai-
sampai Ia tidak tahu kalau sekarang Ibunya sudah lama di rumah sakit,
kemudian seseorang yang di telfon memanggilnya.
“Hallo... Hallo... Maaf, apakah Mas ini ada hubungan kerabat dengan
Ibu Farida?”
Dengan lirih Fatih menjawab. “Saya anak Ibu Farida, ini dengan siapa?
adik saya dimana?”
“Saya dokter di rumah sakit “Assobar” di Bandung, Ibu Farida sakit
“Kanker Rahim,” dia mesti di operasi, dari pertama, saya bingung harus minta
persetujuan dari siapa? Apakah Mas ini, bisa bertemu dengan saya
sekarang?”
“Saya nggak bisa sekarang dok, saya belum siap-siap, saya lagi di
Mesir, insya Allah besok saya persiapkan secepatnya”
“Apakah nama Mas “Azka Fatih Al-Azhari?”
“Iyah,”
27
“Kalau begitu tolong secepatnya pulanglah! dan jenguk Ibu anda,
karena setiap beliau terbangun dari tidurnya, beliau selalu menyebut-nyebut
nama anda”
“Dokter bolehkah saya bicara dengan Ibuku?”
“Maaf, malam ini Ibu Farida sedang tidur nyenyak, jadi saya sarankan
untuk tidak mengganggunya dulu!, karena Ibu Farida susah tidur”
“Kalau begitu adik saya dimana dok?”
“Begitupun dengan adik anda, dia sedang istirahat karena kelelahan
menjaga Ibunya seharian”
“Baik dok trimakasih, tolong jaga Ibuku dengan baik, saya akan segera
pulang, wassalamu’alaikum”
“Insya Allah, wa’alaikumsalammm...”
Malam itu malam kesedihan Fatih, Fatih terus menangisi Ibunya dan
selalu mendoakannya, dalam sujudnya Fatih memohon:
“Ya Allah ya Roobi... Jagalah Ibuku sepeninggalanku menuntut ilmu,
jagalah adikku dimanapun Ia berada, hamba mohon ya Roob, beri hamba
kesempatan untuk membahagiakannya, tiada yang bisa hamba lakukan
selain memohon kepada-MU, istajib do’a ana ya Allah amiin..”
28
Keesokan harinya Fatih merapikan barang-barangnya dan membawa
sedikit oleh-oleh untuk Ibu dan adiknya, Fatih ingin secepatnya segera
berada disamping Ibunya, Fatih terus berusaha keras untuk bisa berangkat
hari itu juga, dan ketika memesan tiket, ternyata keberangkatan menuju
Indonesia terjadwal hari jum’at, sedangkan hari ini baru hari senin,
kekecewaan yang memuncak, karena tidak bisa berangkat hari ini, akhirnya
Fatih kembali ke asrama, dan menyendiri meresapi kerinduannya kepada
sang bidadari yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkannya, dan di tengah
kegalauannya tiba-tiba terdengar suara dering Handpoundnya. ”Allahumma
Shalli Wasallim ‘Alaa Sayyidinaa Muhammadin....”
Dengan cepat Ia mengangkatnya. “Assalamu’alaikum..”
Dengan lirih adiknya menjawab. “Wa’alaikumsalam A’.. Ini Aa’
Fatihkan?”
“Iyah ini Aa, Ifah baik-baik saja kan..?”
“Alhamdu Lillaah.. Ifah baik A’, Aa’ kok di telfon nggak nyambung-
nyanbung sih A’, Ibu sama Ifah kangen sama Aa’... Kapan Aa’ pulang?”
“Aa’ juga kangen sama Ibu dan Ifah, tadinya mau pulang hari ini, insya
Allah nanti Aa’ usahain lagi, boleh Aa’ bicara sama Ibu Fah?”
“Sangat boleh A’, ini Ifah kasih ke Ibu.”
29
“Haloo... Assalamu’alaikum, Fatih anak Ibu”
Dengan nada sedih Fatih menjawab. “Wa’alaikumsalam Bu.. Fatih
rindu Bu, maafin Fatih yah Bu, Fatih nggak bisa jagain Ibu, Fatih nggak bisa
pulang hari ini Bu, pesawatnya terjadwal hari Jum’at,”
“Ibu sudah mendengar suaramu saja, sudah tenang nak, dan tiba-tiba
suaranya terputus dan “Hallo.. Ibu... Bu... Bu... ” suara Ibunya terputus
“Tuuuut tuut...” Dan kemudian Fatih termenung, lalu di kagetkan oleh Firman.
“Dor.. Azka... Antum ini lagi kenapa? Semua dosen nanyain antum,
ana sebagai teman bingung jawab apa?”
“Maafin ana yah sob, Ibuku sedang di rawat di rumah sakit, sudah 2
bulan, ana pengen pulang.”
“Sabar yah, nanti ana akan bantu mempersiapkan semuanya, tapi ana
boleh ikut nggak, jenguk Ibu antum?”
“Iyah tentu boleh.”
“Ok deh kalau begitu.”
Kemudian Firman berusaha keras untuk membantu keberangkatan
sahabatnya ke Bogor, dan akhirnya Firman, mendapatkan tiket yang
pemberangkatannya hari Rabu, dan ketika Fatih selesai mengajar, di
pesantrennya Kyai Anwar, tiba-tiba Nizam berlari menghampirinya,
30
“Assalamu’alaikum kak Fatih”
“Wa’alaikumsalam, eh ade’, gimana kabarnya de’?”
“Alhamdu Lillaah khoir, Nizam mau tanya kak, kitab-kitab yang di
depan kamar kakak, udah di terima belum?”
“Kitab apa de’? Emang itu dari siapa?”
“Itu dari Abah, tapi yang beli kak Aisy, karena ka Aisy baru pulang dari
Irak, terus Abah minta di beli’in kitab-kitab Tafsir.”
“Ooh gituh, jadi yang nganterin ke asrama, siapa?
“Yah, Nizam sama kak Aisy yang nganterin, itu semua buat kakak”
“Emang kak Aisy, siapanya Nizam?”
Sebelum Nizam menjawab, tiba-tiba Handpound Fatih berdering,
dengan nada islami yang menyentuh hati, kemudian Fatih menjawabnya.
“Assalamu’alaikumm...”
“Wa’alaikumsalam... Azka, maaf ganggu, ana sudah dapet tiket buat
pulang, tapi hari Rabu besok, gimana antum nggak papakan?”
“Bener hari Rabu, bukan hari Jum’at?”
“Iya bener, yasudah ana tunggu di Asrama, ana sambil siap-siap juga.”
31
“Oh yasudah, sebelumnya makasih yah Sob, antum memang Sahabat
yang baik”
“Yah sama-sama, biasa ajah keles hehe..”
“Ok ana akan segera pulang, wassalamu’alaikum..”
Fatih langsung pamit kepada Nizam, dan mengendarai mobilnya, yang
di peroleh dari kerja kerasnya, dan di tengah perjalanan, Fatih berhenti di
Masjid, untuk melaksanakan Sholat Ashar. Setelah Sholat, Fatih langsung
memakai sandal yang berada di depan teras Masjid, dan dengan cepat, dua
anak mengejarnya lalu berkata.
“Maaf Kak, sandal yang Kakak pakai ini milik Ustadzah kami.”
Kemudian Fatih langsung melihat sandal yang di pakainya, dan
ternyata tertera nama “Fatma”,
“Oh iyah maaf, ana nggak liat, tapi sandal ana dimana yah?”,
kemudian Fatih melihat seorang akhwat keluar dengan memakai sandal
miliknya.
“Maaf .. Ukh... Apa benar itu sandal milikmu?”
Gadis itu menunduk, dan melihat sandal yang di pakainya, “Maaf
bukan, ini milik siapa yah?”
32
Anak-anak kemudian tersenyum, “Kak Ustadzah, sandalnya ketuker
sama Kakak ini”
“Oh iyah, kok bisa?”
Fatih tersenyum dan mengembalikan sandalnya, “nama ukhti Fatma
yah,? suka sandal ikhwan juga?”
Gadis itu tersenyum manis, menggetarkan hati Fatih. “Ana memang
suka sejak kecil.”
“Oh gituh, perkenalkan nama saya Fatih.”
“Oh iyah, salam kenal..”
“Maaf Ukh, ana sedang terburu-buru, permisi.” kemudian Fatma
menundukkan kepalanya tanda mempersilahkan, dan Fatihpun berlalu.
Sesampainya di asrama, Fatih langsung menemui Firman, dan melihat
tiket pemberangkatan, ternyata benar tiket pemberangkatannya hari Rabu,
dan Fatih tak hentinya mengucapkan puji syukyur kepada Allah, dan
berterimakasih kepada Firman.
Keesokan harinya, Fatih berpamitan kepada Kyai, untuk izin pulang
menemui sang Ibu, dan ketika Fatih keluar dari rumah Kyai Anwar, Fatih
melihat sendal milik Fatma, dan Fatih bertanya-tanya dalam hati.
33
“Ini pemiliknya dimana yah? ngapain ada disini?” kemudian Fatih
pergi meninggalkan rumah Kyai Anwar.
Dan akhirnya, hari yang di tunggupun telah tiba, Fatih bersama Firman
berangkat menuju Bandara, kemudin Fatih memberi kabar kepada adiknya,
bahwa Ia sedang berada dalam perjalanan menuju Indonesia, dan Fatih ingin
Ifah merahasiakan hal itu, karena Ia ingin memberi surprice buat Ibunya.
Dua hari telah berlalu, tibalah Fatih dan Firman di Indonesia dan ketika
pesawat akan mendarat, tiba-tiba awak pesawat itu hilang keseimbangan dan
menabrak pohon-pohon besar di tengah-tengah hutan dan,
“Sssssuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuwtt..... Gubbraaaagggggggggg !!!”
Pesawat itu hancur dan berasap, sebagian penumpang banyak yang
luka-luka, dan sebagian lagi tewas di tempat, warga menemukan Fatih yang
penuh luka-luka, sedang tergeletak di sungai, kemudian membawanya ke
rumah warga. Setelah pinsan begitu lama, tangan Fatih bergerak-gerak dan
membuka matanya.
“Bu.... Ibu... Sakit Bu... tolong Fatih...”
Kemudian warga yang menolongnya berkata “Nak, sudah sadar?” dan
dengan spontan Fatih berusaha untuk bangun dan ternyata Ia tidak bisa,
Fatih lemas dan kembali terlentang di atas kasur.
34
“Sudah Nak, istirahatlah dulu, nanti Bapak obati”
“Trimakasih Pak, teman saya dimana Pak?”
“Bapak tidak tahu Nak, Bapak hanya menemukan kamu, waktu itu
Bapak sedang mencangkul di ladang, dan melihat pesawat jatuh”
“Ya Allah Firman, antum dimana?”
Setelah peristiwa tersebut, Fatih terus memikirkan keadaan Firman,
dan Ibunya. Dan dari beberapa sumber berita seperti Radio, Televisi, Koran-
koran, dan Media lainnya, yang menyebarkan peristiwa tersebut. Sampai
terdengar ke telinga Ifah adiknya, ketika itu Ifah sedang menyaksikan berita-
berita di TV rumah sakit, sembari menemani Ibunya, bahwa telah terjadi
kecelakaan pesawat ketika mendarat ke Indonesia jatuh ke hutan, dan
kemudian di sebutkan urutan nama-nama korban yang meninggal dunia,
termasuk nama kakaknya “Azka Fatih Al-Azhari” dari Bogor, kemudian Ifah
histeris menjerit dan tak sadarkan diri,
“Nak, itu bukan Aa’ mu, kan?” Ifah... Ifah bangun, dokter... Tolong
dok,,”
Dokter langsung menangani Ifah yang tergeletak di lantai, kemudian
Ifah di angkat dan di baringkan di tempat tidur Ibunya sebelah kanan, dan
beberapa menit kemudian Ifah terbangun dan membuka matanya dan
35
teringat akan berita tadi, kemudian Ia menangis dan memanggil-manggil
kakaknya. “Aa’........ Aa’ Fatih.. Hmmm... benarkah itu Aa’?, Ifah kangen sama
Aa’, Aa’ jangan tinggalin Ifah!”
Kemudian Ibunya menyangkal “Husshh... Ifah... Jangan bilang gituh,
Aa’ kan udah bilang, berangkatnya hari Jum’at, berita itu salah Ifah, semoga
Aa’ mu baik-baik saja ya”,
Dan tiba-tiba, terdengar deringan suara Hp Ifah yang begitu keras, lalu
Ifah melihat nomor yang tak di kenal, dan Ifah langsung mengangkatnya.
“Selamat siang, ini dengan saudari Nurhanifah Bogor”
“Siang, iyah benar ini dengan siapa?”
“Kami dari kepolisian, menemukan barang-barang korban kecelakaan
pesawat yang terjatuh tadi pagi, di sini yang saya telusuri, adalah nomor
keluarga korban, dan saya menemukan identitas korban dengan nama “Azka
Fatih Al-Azhari” apa benar anda saudari korban?”
Kemudian Ifah histeris lagi, “Astaghfirullaahal ‘adziim... Aa’, hmmmm
hmmmm.., terus Pak, Aa’ saya selamatkan Pak?”
“Maaf, kami belum menemukan mayatnya, tapi semua identitas
membuktikan bahwa saudara yang tertera di sini, telah meninggal dunia”
Kemudian Ifah menjatuhkan Hpnya, dan histeris sejadi-jadinya.
36
“Aa’.............. Aa’ Fatiiiiihhh.... Hmmm hmmm hmmm.... Bu itu benar
Aa’ Fatih, Aa’ mau kasih surprice buat Ibu, Aa’ mau pulang hari ini Bu”,
Sang Ibu lemah tak berdaya, seakan-akan tak bisa bernafas lagi, lalu
histeris sejadi-jadinya, dan yang di ucapkan hanyalah do’a.
“Ya Allah... Selamatkan anakku-selamatkan anakku, ambilah nyawaku
sebagai gantinya ya Allah...” Lalu sang Ibu tak sadarkan diri, dan Ifah
berusaha menyadarkannya.
“Bu ... Ibu... Bangun Bu, Ibu jangan tinggalin Ifah, Ifah nggak punya
siapa-siapa lagi Bu....”
Ifah secepatnya memanggil dokter untuk memeriksa Ibunya dan
kemudian Ifah menunggu di depan ruangan Ibunya, Ifah sangat sedih dengan
peristiwa tersebut, sambil terisak-isak Ifah berdo’a.
“Ya Allah... Selamatkan Ibuku, Ifah nggak punya siapa-siapa lagi, Ifah
hanya bisa memohon padaMU ya Allah, hamba pasrahkan semuanya
kepada-MU..”
Linangan air mata terus mengalir di pipi Ifah, memohon keajaiban
datang untuk sang Ibu, dan beberapa menit kemudian dokter keluar setelah
memeriksa Ibunya, raut muka dokter terlihat begitu lemah.
“Dokter... Gimana Ibu saya dok..?”
37
Dokter hanya membisu dan terdiam, seakan-akan dokter tak berani
mengatakan apa yang telah terjadi, dan Ifah terus merengek memaksa dokter
untuk bicara, dan akhirnya dokter berkata, “Ibu Farida detak jantungnya tidak
ada, maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin”
Lalu Ifah berlari masuk kedalam kamar dan melihat Ibunya sedang
terbujur kaku, lalu Ifah menjerit sekencang-kencangnya memanggil-manggil
Ibunya. “Ibu.................... Ibu.......... Ibu..................”
Sambil memeluk Ibunya Ifah berkata “jangan tinggalin Ifah Bu, Ifah
sayang sama Ibu, Ifah nggak mau sendirian tanpa Ibu, Ifah mau ikut sama
Ibu,” lalu Ifah tak sadarkan diri lagi.
Dan di tengah hutan Fatih berusaha keras mencari sahabatnya
Firman, walau dalam keadaan lemah lunglai, Ia tetap mencarinya berharap
Firman masih bisa selamat. Fatih di temani dengan Bapak yang
menolongnya tadi, dan Ia terus berteriak memanggil-manggil sahabatnya.
“Firman........... Firman....... Antum dimana...?, tolong jawab Firman,
antum dimana..???”
Dengan tergopoh-gopoh Fatih melihat ada yang bergerak-gerak di
rerumputan kemudian melihat kaki dengan memakai sepatu, dan samar-
samar terdengar Firman meminta tolong.
38
“Tolooong.........!!! Azkaaa.. ana di sini”
“Firman apakah itu antum?”
Lalu Fatih langsung mendekatinya dan benar itu memang sahabatnya,
“Alhamdu Lillaah Firman, ana sangat menghawatirkanmu, bertahan yah sob,
ayo Pak tolong bantu saya membawanya kerumah sakit”
“Ana sudah tidak kuat lagi sob”
“Firman jangan tinggalin ana, tetaplah bertahan”
Kemudian Firman tak sadarkan diri, lalu dibawa kerumah sakit, Fatih
terus menemaninya di dalam kamar rumah sakit, dan setelah di tangani
dokter ternyata Firman tidak bisa tertolong, dan menghembuskan nafasnya
yang terakhir,..
“Laa Ilaa ha Illallaah Muhammadarrasuulullaah.”
Fatih terkejut, dan secara langsung memanggil-manggil sahabatnya itu
dengan histeris,
“Maaan ....Firmaaan... bangun Maan... Antum masih dengar ana kan
Man, Firmaann...” Fatih terus dan terus membangunkan sahabatnya itu, dan
kemudian dokter berkata.
“Anda harus ikhlas, teman anda sudah kembali kepada-Nya.”
39
“Apa dok? Firman meninggal, Innaa Lillaahi Wainnaa Ilaihi Rooji’uun,”
Fatih menutupkan mata, dan selimut kewajah sahabatnya, dan
menangisi kepergiannya.
Begitu cepat Tuhan mengambil nyawa sahabatnya, tanpa di duga
semua ini terjadi begitu saja, Fatih masih belum percaya temannya sudah
tiada, begitu lemah tak berdaya menyaksikan sahabatnya meninggal di
depan matanya, begitu sedih Fatih mengingat kebaikannya, dalam hati Ia
berdo’a, “semoga Allah menerima amalmu, dan menyambutmu di Syurga-
Nya, sobat.”
Kemudian Fatih teringat bahwa Ibunya juga dirawat dirumah sakit ini,
rumah sakit Assobar, dan Ia langsung menghubungi resepsionis rumah sakit
untuk menanyakan sang Ibundanya, dengan nada terbata-bata, Fatih
berkata.
“Maaf Mba, I..Ibuku di rawat dikamar nomor berapa?”
“Sebentar yah Mas, saya lihat dulu, namanya siapa”? Kemudian Fatih
menyebutkan nama Ibunya “Ibu Farida dari Bogor”
Beberapa menit kemudian. “Maaf Mas, Ibu Farida sudah di bawa
pulang ke Bogor”, Fatih terkejut dan merasa senang, karena sang Ibu sudah
pulang, “Oh iyah, syukron yah Mba.”
40
Setelah mendengar penjelasan dari Mba resepsionis tadi, Fatih tidak
mau membuang waktu lagi, Fatih langsung mengganti bajunya dan
berangkat menuju Bogor, dalam hati Ia berkata ”Bu, Fatih anak Ibu pulang...”
Betapa rindunya Fatih kepada sang Ibu, tak henti-hentinya Ia berdo’a
untuk Ibunya, Ia langsung menaiki bus, dan Ia sesekali melihat jendela,
menikmati pemandangan kota Bogor, begitu sejuk terasa, mengingatkan
masa-masa sekolahnya dulu bersama teman-teman sebayanya.
Sesampainya di depan gang rumahnya Ia melihat bendera kuning
berkibar, terlintas pertanyaan dalam hati, “siapa yang meninggal?” dan
kemudian Ia turun dari kendaraan umum yang di tumpanginya, Ia terus
berjalan melewati beberapa rumah tetanggaya, dan di tengah perjalanan, Ia
terlihat begitu bahagia, di tambah dengan senyumannya yang merekah,
karena Fatih akan bertemu dengan sang Ibu tercinta yang selalu
mengasihinya. Semua orang yang menyapanya terlihat sedih, namun Fatih
tetap tersenyum karena tidak tahu apa yang sedang terjadi, sesekali Ia
mendengar warga menyapanya sambil menepuk-nepuk pundaknya.
”Alhamdu Lillaah nak Fatih masih hidup, sabar yah nak sabar, kita
semua yakin kalau nak Fatih orangnya kuat”. kemudian Fatih bertanya-tanya
dalam hati. ”Maksudnya apa warga berbicara seperi itu?”
41
Kemudian semakin cepat Fatih melangkahkan kakinya, karena sudah
tidak sabar lagi, apa yang sebenarnya terjadi, dan ketika sampai di depan
rumahnya Fatih melihat banyak orang yang berkunjung kerumahnya, suara
mengaji warga terdengar begitu jelas di telinganya, dan seketika langkahnya
terhenti, dan seluruh tubuhnya lemas tak berdaya, matanya berkaca-kaca,
dan tak sanggup lagi rasanya untuk melangkah, dan Ia mencoba
menggerakkan kakinya untuk melangkah dan melihat kedalam rumahnya.
Dengan tertatih-tatih, akhirnya Fatih sampai di depan pintu rumahnya, lalu
mendengar rintihan sang adik tercinta, “Bu.. Ibu bangun, Ifah nggak mau
sendirian.....”
Kemudian Fatih terjatuh dan tak kuat lagi untuk bangun, Ia merasa
sedang dalam mimpi buruk, Fatih masih belum percaya, kalau Ia telah
sampai di rumahnya, Fatih sangat tekejut, seperti tersambar petir, ketika
mendengar tangisan sang adik, yang di temani banyak orang mengerumuni
jenazah yang di tutup kain.
Fatih begitu lemah, Ia hanya terdiam dan melihat sang adik menangis
sesenggukkan, kemudian warga mencoba membangunkan Fatih, dan
mengangkat kedepan jenazah Ibunya, dan seketika Ifah langsung terdiam
dalam tangisnya.
“Aa’............... Aa’ Fatih, apakah benar ini Aa’????”
42
Fatih belum juga sadar, Ia masih memandangi adik yang berada tepat
di depannya, kemudian Ia berusaha menyeka air mata di pipi adiknya, dan
Ifah dengan sigap memeluk kakaknya dengan erat, dan menangis sejadi
jadinya. Kemudian Fatih membuka kain yang menutupi wajah Ibunya, Ia
kemudian tersadar dan menangis histeris, memeluk, mencium dan
memanggil manggil Ibunya berulang-ulang.
“Bu... Ibu........ Bu....., ini Fatih Bu, bangun... Fatih pulang Bu... Fatih
buat surprice buat Ibu, tapi kenapa Ibu yang buat surprice buat Fatih Bu,
Fatih nggak suka surprice Ibu, nggak suka Bu, Ibu bangun Bu, bangun...”
Fatih terus menangis dan menangis, dan tak sadarkan diri, begitu
dekat Fatih dengan sang Ibu, sampai-sampa Ia jatuh dan pingsan.
“Tuhan... begitu cepat amanah-MU kau ambil, Kau mengambil
kekuatanku Tuhan, separuh nafasku bagaikan hilang, tiada lagi yang
memberiku semangat, tiada lagi tempatku memanjakan diri, dan tiada lagi
yang ku lihat di dunia ini. Ya Roob, terimalah Ibuku disisiMU, sambutlah Ia
dengan kasih sayangMU, terangilah kuburnya dengan RahmatMU, aamiin”
Beberapa menit kemudian Fatih tersadar dan mempersiapkan
penguburan jenazah sang Ibu bersamaan dengan sahabatnya, sesampainya
di tempat penguburan, Fatih turun ke liang lahat untuk mengadzani sang Ibu,
43
kemudian mengadzani sahabatnya, dan setelah semuanya selesai Fatih
segera melangkahkan kakinya untuk pulang.
“Selamat tinggal Bu, selamat tinggal Firman, semoga kita bertemu lagi
di Syurga sana”
Fatih mencoba untuk tetap tegar dalam menghadapi semua ujian yang
menimpanya, kemudian Fatih dan adiknya meninggalkan pemakaman, dan
disepanjang perjalanan Ia mengusap airmata yang berjatuhan di pipi adiknya,
“Sudah de’, jangan bersedih lagi, masih ada Aa’, Aa’ yang akan
lindungin ade’, nanti ade’ ikut Aa’ ke Mesir, sekarang selesaikan dulu ujian
ade’ yah, ternyata ade Aa’ udah gede, dan.. Aa’ pandang-pandang, ade’ Aa’
ini cantik juga, jangan manja’an lagi yah, sekarang harus bisa mandiri ok!”
Fatih berusaha mencairkan suasana yang sedang hening, akhirnya
Ifahpun tersenyum, “tuhkan kalo senyumkan cantik”
“Ih apa’an sih Aa’ ”
“Hee hee” (Fatih berusaha tersenyum untuk adiknya)
Hari-hari berlalu setelah meninggalnya sang Ibu, suasana rumah
menjadi sangat berbeda, Fatih jadi sering memasak membantu adiknya
mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mengepel, mencuci piring
44
dan lain-lain, Ifah terkadang tersenyum sendiri ketika kakaknya sedang
mengerjakan pekerjaan rumah, dan sepulang sekolah Ifah melihat kakaknya
tertidur dengan pulasnya, Ia tak berani membangunkannya karena merasa
kasihan dan tiba-tiba Hp kakaknya berbunyi, dan Ifahpun menjawabnya.
“Assalamu’alaikumm... “
“Wa’alaikumsalam, afwan ini siapa? kakak Fatihnya mana?”
“Ini Ifah, adiknya Aa’ Fatih, Aa’ Fatihnya lagi istirahat, habis kecapean”
“Ooh, ini dari Nizam kak, emang kak Fatihnya habis ngapain? Kok
nggak kesini lagi? Nizam kangen muroja’ah sama kak Fatih,”
“Iyah afwan nggak sempet ngabarin, waktu malam Jum’at sebelum kak
Fatih nyampe rumah, Ibu kami wafat”
“Innaalillaahi Wainnaa Ilaihi Rooji’uun, semoga Allah menyambut di
Syurga-Nya yah kak”
“Aamiin.. Allahumma amiin, makasih atas do’anya insya Allah kak
Fatih akan melanjutkan skripsinya, dan insya Allah kami akan kesana”
“Iyah kak, Nizam do’ain semoga kak Fatih menjadi orang sukses
amiin” dan Ifahpun membalasnya “amiin...”
“Yaudah kak, nanti kita sambung lagi, salam buat kak Fatih,
asslamu’alaikuummm”
45
“Ok, wa’alaikumussalaam”
Setelah menerima telfon, Ifah langsung ke dapur untuk makan siang,
Ia mula-mula mengicipi masakan kakaknya, dan ternyata nggak kalah
enaknya sama masakan almarhumah Ibunya, dalam hati Ifah bergumam.
“Aa’, selain ganteng pintar masak juga hehe”
Kemudian Ifah melahap makanannya dengan nikmat, dan tak lama
kemudian Fatih terbangun dan bersiap-siap mandi untuk bergegas Sholat ke
Masjid, kemudian Ia melangkah ke dapur dan apa yang Ia lihat, Ifah sedang
asyiknya makan siang, “de’... Makannya lahap banget, laper? Apa enak?”
“Hehe... dua-duanya A’ ”
“Dassar, yaudah yang kenyang makannya, Aa’ mau ke Masjid”
“Ok, tenang ajah A’, nanti Ifah yang beresin” Fatih hanya tersenyum
melihat adiknya yang begitu lucu.
Setelah pulang dari Masjid, Fatih masuk ke dapur dan minum air, dan
samar-samar terdengar suara ada yang memberi salam, dari luar rumahnya.
“Assalamu’alaikum...” kemudian Fatih menghampiri tamunya dan menjawab.
“Wa’alaikumsalam.....” Fatih tercengang ketika Ia melihat gadis yang pernah
Ia kagumi datang kerumahnya, Ia terlihat begitu berbeda dan anggun,
kemudian perempuan itu tersenyum kepadanya, dan Fatihpun
46
mempersilahkannya duduk, dan kemudian perempuan itu menanyakan kabar
Fatih. “Gimana kabarnya sob?”
“Alhamdu Lillaah baik, kamu sendiri bagaimana Humaira?“
“Alhamdu Lillaah aku juga baik, sebenarnya waktu Ibumu wafat, aku
ingin sekali datang kesini, tapi maaf waktu itu aku nggak sempet,”
“Yah itu semua sudah takdir Illahi Humaira”
“Benar, itu semua takdir Illahi sob, sampai-sampai aku nggak sempet
mengutarakan perasa’anku kepadamu,” Fatih terkejut ketika mendengar
perkataan Humaira “mengutarakan apa sob?”
“Sebenarnya aku ingin kamu yang pertama datang melamar
kerumahku, tapi ternyata bukan, aku sudah menikah Fatih, maaf aku
terlambat mengatakan ini semua kepadamu”
Fatih terkejut ketika mendengar hal itu, walaupun hatinya seperti tersambar
petir, Ia berusaha untuk bersikap tenang, “Oh... Sudah menikah, Barokallaah
ya sob, kok nggak ngudang?”
“Waktu itu aku nggak sanggup menyampaikan undangan itu
kepadamu, lagian kamu pasti tidak akan datang”
“Kenapa mengira aku nggak bisa datang?”
47
“Aku menikah di sa’at Ibumu wafat”
Humaira terlihat begitu sedih, kemudian Fatih tercengang lagi dan
dalam hati Ia bekata. “Memang hari itu hari yang sangat mengejutkanku,
banyak kejutan pada hari itu.”
Hari itu adalah hari yang sangat menyedihkan buat Fatih, Ibu dan
sahabatnya meninggal dengan waktu yang sama, dan ternyata seseorang
yang Ia kagumi telah menikah dengan orang lain, lalu Fatih terus berusaha
untuk tetap terlihat tegar. “Sudah Humaira jangan bersedih, ini semua sudah
takdir-Nya kita bukan jodoh, saya do’akan semoga kalian berbahagia”
Sambil menyeka air matanya, Humaira berkata, “terimakasih sob,
semoga kita menjadi sahabat dunia akhirat.” Kemudian Fatih mengamininya
“amiin...”
Tak lama kemudian Humaira izin pamit. “Kalo begitu aku permisi.
Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam, hati-hati yah Humaira!”
Humaira berjalan lurus menuju mobil yang menjemputnya, dan
ternyata itu adalah suaminya. Fatih benar-benar tidak menyangka ini semua
terjadi begitu saja dan menimpa dirinya, Ia terdiam seribu bahasa ketika
Humaira pamit dari rumahnya, seakan-akan ini sedang mimpi, Fatih memang
48
dekat dengan Humaira dalam hati Ia bergumam. “Kenapa ini semua terjadi
padaku Tuhan?” Kemudian Ia langsung teringat kembali pada skripsinya
yang sedikit lagi rampung, dan kemudian mengerjakannya kembali.
Sore hari ketika sudah pukul 16.00 Ia menutup semua buku dan
membereskannya, dan kemudian Ia melihat adiknya masih tertidur pulas, lalu
Ia membangunkannya, “de’.. Bangun.. Udah soree... “
Adiknya belum juga bangun, kemudian Ia menjepit hidung adiknya dan
apa yang terjadi, Ifah merengek, “Hmmm Aa’.... Ifah nggak bisa nafas,”
kemudian Fatih melepaskan tangannya yang menjepit hidung adiknya, Ifah
langsung beranjak bangun, dan akhirnya sambil merem, Ia berjalan ke arah
kamar mandi. Itulah cara Fatih membangunkan adik kesayangannya, Ia
bersikap seperti Ayahnya, wibawa dan di segani banyak orang.
Waktu berjalan dengan cepatnya, dan Ifahpun selesai melaksanakan
ujian akhir, kemudIian berangkatlah Fatih bersama adiknya ke Mesir untuk
melanjutkan studinya kembali, di sana Ifah tinggal di pesantren akhwat Ust.
Bukhori, mereka di sambut hangat oleh para Kyai.
Malampun tiba, seperti biasa Fatih memulai mengisi pengajian-
pengajian di setiap Masjid, dan setelah itu, Fatih pulang pukul 22.00 malam.
Dan di tengah jalan Ia melihat seorang perempuan berhijab cukup besar dan
49
anggun sedang membenarkan mobilnya, kemudian Fatihpun berhenti untuk
membantunya, lalu mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikumm”...
“Wa’alaikumsalaam...”
“Afwan, ada yang bisa ana bantu?” Sepertinya, mobilnya mogok,
inikan sudah malam ukhti”
“Iya memang sudah malam, ini ana lagi nunggu jemputan,”
“Oh, bagaimana kalau ana yang mengantar ukhti pulang,”
“Syukron, ana nggak mau merepotkan”
“Yasudah, ana ikut menemani menunggu didalam mobil ana boleh”?
“Yasudah jika itu yang terbaik.”
Tiba-tiba datanglah Kyai menjemput dan membawa perempuan itu
pulang, dan ketika itu Fatih melihat Kyai Anwar, Ia bertanya-tanya dalam hati.
“Siapa gadis itu?. Ah, mungkin santrinya” Kemudian Ia menjalankan
lagi mobilnya dan pulang ke asrama.
Malampun semakin larut seperti biasa, Ia bangun untuk mendekatkan
diri kepada sang Khaliq, Ia berdo’a agar kelak Ia menjadi seseorang yang di
cita-citakan Ayah dan Ibundanya yaitu seorang ahli Tafsir, dan setelah
50
selesai Ia pergi ke Masjid untuk mengumandangkan adzan Sholat Subuh,
semua santri terbangun dan melaksanakan Sholat Subuh.
Fatih cuti mengajar untuk menyelesaikan Strata Satunya, Ia benar-
benar ingin memfokuskan untuk cepat-cepat lulus, sementara tawaran
ngajar-mengajar telah menantinya, dan akhirnya dengan kerja keras dan
kesungguhan, Fatih berhasil lulus dengan nilai amat baik. Dalam menggelar
tasyakurannya, Ia rayakan bersama anak-anak santri, mereka semua bangga
mengenal sosok seorang Fatih yang gigih dalam menuntut ilmu, dan Fatih
berencana akan langsung melanjutkan S2.
Fatih sudah menjadi Mubaligh di Mesir, Ia sudah mempunyai rumah,
mengkuliahkan adiknya, semua fasilitas Ia miliki, namun Ia tetap bersikap
sederhana kepada siapapun. Ia sering berkunjung ke pesantren Kyai Anwar,
dan muroja’ah bersama Nizam, Nizam semakin fasih dalam menghafal Al-
Qur’an, dan Fatih sangat mengaguminya.
Fatih dalam perkembangannya menjadi Mubaligh, Ia juga menjadi
Dosen di salah satu Universitas, di sana Ia sebagai dosen ahli Tafsir al-
Quran, sering mahasiswinya memperhatikan dosennya secara berlebihan,
dan itu tidak membuat Fatih tertarik sedikitpun, Ia tetap bersikap wibawa dan
santun kepada siapapun, sehingga banyak orang yang mengaguminya.
51
Setelah mengajar, Ia duduk santai di ruangan dosen, dan Rehan
teman sesama dosen menyapanya, “Ustadz boleh saya duduk disini,?”
“Silahkan Pak, jangan panggil Ustadzlah, biasa saja”
“Ok.. Azka, ane nanti sore mau tasyakuran anak ane yang pertama,
ane mau antum datang tepat waktu, kalau bisa bawa pasangan yah,”
“Insya Allah kalo sempet yah”
“Nggak bisa, ini wajib dateng buat antum, semua dosen juga mau
hadir, masa antum yang deket sama ane nggak dateng, apa perlu ane
jemput.”
“Yasudah insya Allah ane dateng.”
“Gitu dong, bawa pasangan yah!”
“Ana datang sendiri ajah”
Sorepun tiba, Fatih segera bersiap-siap untuk memenuhi undangan
sahabatnya itu, Ia memakai kemeja batik berwarna coklat keemasan dan
celana bahan warna hitam, Ia menanyakan kemeja yang Ia kenakan kepada
adinya. “De’.... Sini, liat Aa’....!”
52
“Aa’ dimana?” (sambil berjalan ke arah suara Fatih), lalu Fatih
menjawab “di kamar”, kemudian Ifah masuk ke kamar kakaknya dan seketika
matanya terbelalak melihat kakaknya berpakaian sangat rapi.
“Aa’ mau kemana? ganteng bener.”
“Aa’ mau menghadiri undangan teman, tasyakuran anaknya.”
“Hmmm sebaiknya Aa’ nggak boleh dateng sendirian, nanti cewek-
cewek pada naksir lagi”
“Kamu ini ngomong apa sih de’ ”
“Ifah boleh ikut kan A’?”
“Kamu di rumah saja, takut ada tamu”
“Terus kalau nanti Ifah di culik gimana?”
“Siapa yang mau nyulik kamu de’... ?”
“Ih Aa’, padahal Ifah pengen ikut banget.” Tiba-tiba terdengar suara
klakson mobil dari luar. “Tiiiinn.. tin tin” Ifah membuka pintu gerbang dan
kemudian memanggil kakaknya.
“Aa’... tuh temen Aa’ jemput.”
“Yah bentar de’, lagi pakai sepatu.”
53
Setelah rapi, Fatih segera menghampiri Rehan, dan berangkat
bersama dengan mobil masing-masing, begitu baiknya Rehan, Ia benar-
benar menjemput sahabatnya.
Sesampainya dirumah Rehan, Fatih di persilahkan masuk dan
mencicipi semua hidangan, kemudian Rehan menyambut para tamu yang
lain, dan berpesan pada Fatih agar tidak sungkan berada dirumahnya, di
sebelah ruangan yang lain sedang di adakan ceramah agama, dan di buka
dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, Fatih tercengang ketika suara merdu
itu berada di tengah kerumunan banyak orang, Ia begitu penasaran dengan
pemilik suara merdu yang menggetarkan hatinya itu, sehingga Ia mencoba
memasuki celah-celah kecil diantara kerumunan banyak orang, agar dapat
melihat siapa pemilik suara itu, semakin Fatih mencoba masuk, semakin Ia
terhimpit, dan berdesak-desakan. Begitu amat penasaran Fatih di buatnya,
dan dari kejauhan Fatih hanya melihat kerudung merah yang di kenakan
santri yang sedang mengaji Qori’ah itu, namun tak begitu jelas Ia melihatnya
dan akhirnya Ia mengalah keluar dari kerumunan itu, dan memilih untuk
menikmati suara itu dari kejauhan.
Bersambung......
54