149
i KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK ANDY METRO TV PERIODE JANUARIDESEMBER 2018 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh: Yohanes Demi Setiawan 131224089 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG INTERAKTIF ...repository.usd.ac.id/34607/2/131224089_full.pdfi KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK ANDY METRO TV PERIODE JANUARI–DESEMBER

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    KESANTUNAN BERBAHASA

    DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK ANDY METRO TV

    PERIODE JANUARI–DESEMBER 2018

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Oleh:

    Yohanes Demi Setiawan

    131224089

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2019

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • SKRIPSI

    KESANTTINAN BERBAIIASADALAM DIALOG INTERAKTW KICK ANDY METRO TV

    PERIOI}E JAhTARI-DESEMBER 2OI8

    Oleh:

    Yohanes Ilemi Setiawan

    ,29 Aprit 2019

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • SKRIPSI

    KESAI\ITUNAN BERBAHASADALAM DIALOG INTERAKTIF KICKANDY METRO TV

    PERIODE JANUARI-DESEMBER 2018

    Dipersiapkan dan ditulis oleh:

    Yohanes Demi Setiawan

    NIM: 131224089

    Telah dipertahankan di depan Panitia pengujipada tanggal 14 Mei 2019

    dan dinyatakan telah memenulXi syarat

    Ketua

    Sekretaris

    Anggota I

    Anggota 2

    Anggota 3

    Susunan Panitia Penguji

    Nama Lengkap

    Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.ffum.

    Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

    Prof. f)r. Pranowo, M.Pd.

    f)r. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd.

    Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

    Yogyakart\|4 Mei 2019Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanlJniversitas Sanata Dharma

    lil

    r. Yohanes Harsoyor S.Pd,, M.Si.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Skripsi ini aku persembahkan kepada keluarga yang sangat berarti dalam

    hidupku.

    Maria Magdalena Supartini, Ibu tercinta yang melahirkanku dan selalu merawatku.

    Robertus Rantaya, Bapak terkasih yang mengajariku kehidupan dan membangun karakterku.

    Matheus Guspan Setiawan, kakak yang sangat menyayangiku, teman berbagi disegala

    situasi.

    Dira dan Daffa, keponakan tercinta yang menggemaskan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    MOTO

    Hidup untuk makan.

    (Robertus Rantaya)

    It always seems impossible until it’s done.

    (Nelson Mandela)

    Semua akan sia-sia jika kita berhenti

    berusaha.

    (Yohanes Demi Setiawan)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya yang saya tulis tidak

    memuat karya'atat bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

    kutip an daft ar pustaka, s ebagaiman a karya i lmiah.

    Yogyakarta, 14 Mei 2019

    Peneliti,, -f-

    Yohanes Demi Setiawan

    V

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

    PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

    Nama : Yohanes Demi SetiawanNIM :131224089

    Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

    Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

    KESANTUNAN BERBAHASA DALAM DIALOG INTERAKTIF KICK

    ANDY METRO TVPERIODE JANUARI_DESEMBER 2018

    Dengan derrikian saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak

    untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalarn bentuk

    pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

    internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari

    saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama

    saya sebagai peneliti.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di Yogyakarta

    Pad a tanggal: 14 Mei 2019

    Yang menyatakan

    Yohanes Demi Setiawan

    vll

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRAK

    Setiawan, Yohanes Demi. 2019. Kesantunan Berbahasa dalam Dialog Interaktif

    Kick Andy Metro TV Periode Januari–Desember 2018. Skripsi. Yogyakarta:

    Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini mengkaji mengenai wujud dan maksud kesantunan berbahasa

    dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-Desember 2018.

    Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan wujud kesantunan

    berbahasa Andy F. Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy

    Metro TV periode Januari–Desember 2018. Kedua, mendeskripsikan makna

    pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick

    Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018.

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data

    penelitian ini adalah video dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-

    Desember 2018, sedangkan data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan yang

    mengandung makna kesantunan dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV

    periode Januari-Desember 2018. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan

    metode simak dengan teknik catat. Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti

    itu sendiri yang merupakan alat pengumpul data utama. Analisis data dilakukan

    dalam tahapan: (1) mengidentifikasikan data hasil temuan, (2) mengklasifikasikan

    atau mengelompokkan data penelitian berdasarkan wujud dan maksud tuturan, (3)

    menginterpretasikan atau menafsirkan data berdasarkan wujud dan maksud

    tuturan yang sudah diklasifikasikan, (4) Mendeskripsikan hasil analisis data.

    Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditentukan, hasil penelitian ini

    adalah (1) peneliti menemukan tiga wujud tuturan dan sepuluh maksud dari tiga

    puluh tiga data yang diperoleh. Peneliti menemukan kalimat deklaratif sebanyak

    tujuh belas tuturan. Kemudian kalimat interogatif sebanyak lima belas tuturan.

    Berikutnya ditemukan satu tuturan imperatif. (2) Peneliti menemukan sepuluh

    macam maksud yaitu maksud mengingatkan, maksud memuji, maksud menyuruh,

    maksud menyindir, maksud permohonan maaf, maksud memastikan, maksud

    kagum, maksud meminta, maksud heran, dan maksud bergurau.

    Berdasarkan hasil analisis data tuturan, dapat disimpulkan bahwa kalimat

    deklaratif menjadi wujud yang paling sering dituturkan oleh Andy F. Noya, selaku

    pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV. Kemudian kalimat

    imperatif menjadi yang sangat jarang dituturkan oleh pemandu. Tuturan dengan

    maksud meminta menjadi maksud yang paling banyak muncul dalam tuturan

    Andy F. Noya. Tuturan-tuturan yang dilakukan oleh pemandu dapat dikatakan

    santun karena menggunakan nada rendah.

    Kata kunci: kesantunan, dialog interaktif, konteks, wujud, maksud.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    ABSTRACT

    Setiawan, Yohanes Demi. 2019. Politeness in Language in Interactive Dialogue

    Kick Andy Metro TV January-December 2018 Period. Thesis. Yogyakarta:

    Indonesian Literature Language Education Study Program, Faculty of

    Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

    This study examines the form and purpose of language politeness in the

    interactive dialogue of Kick Andy Metro TV from January to December 2018

    period. This research has two objectives. First, describes the form of Andy F.

    Noya’s politeness as a guide in the interactive dialogue Kick Andy Metro TV

    January-December 2018 period. Second, describes the pragmatic meaning of

    Andy F. Noya’s speech as a guide in the interactive dialogue Kick Andy Metro TV

    January-December 2018 period.

    This study included a type of qualitative descriptive research. The data

    source of this study is the interactive dialogue video of Kick Andy Metro TV for

    the January-December 2018 period, while the data in this study are utterances that

    contain politeness in the interactive dialogue of Kick Andy Metro TV for the

    January-December 2018 period. Data collection of this study using refer method

    and note taking technique. The instrument in this study is the researcher himself

    who is the main data collection tool. Data analysis is carried out in stages: (1)

    identifying findings data, (2) classifying or groups the research data based on

    form and intended purpose, (3) interpreting or interpreting data based on the form

    and purpose of speech that have been classified, (4) describing the results of data

    analysis.

    In accordance with the formulation of the problem that has been determined,

    the results of this study are (1) the researcher found three forms of speech and ten

    meanings of thirty-three data obtained. The researcher found seventeen utterances

    in declarative sentences. Then there are fifteen interrogative sentences. Next is

    found an imperative speech. (2) The researcher found ten kinds of purposes,

    namely the purpose of reminding, the purpose of praise, the intention of telling,

    the intention of insinuating, the purpose of the apology, the intention of making

    sure, the intention to be amazed, the intention to ask, the purpose of wonder, and

    the intention of joking.

    Based on the results of the speech data analysis, it can be concluded that the

    declarative sentence is the form most often spoken by Andy F. Noya, as a guide in

    the interactive dialogue of Kick Andy Metro TV. Then the imperative sentence

    becomes very rarely told by the guide. Speeches with the intention of asking to

    become the most common intention emerged of Andy F. Noya’s speech. The

    utterances made by the guide can be said to be polite because they use low notes.

    Keywords: politeness, interactive dialogue, context, form, intent.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur dan terima kasih peneliti sembahkan kepada Tuhan Yang

    Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul Kesantunan Berbahasa dalam Dialog

    Interaktif Kick Andy Metro TV Periode Januari–Desember 2018. Penyusunan

    skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program

    Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya

    bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

    langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima

    kasih kepada:

    1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat, kesehatan dan

    kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

    3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Kepala Program Studi PBSI

    Universitas Sanata Dharma.

    4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku dosen pembimbing tunggal yang

    dengan penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan

    berbagai masukan yang sangat berharga bagi peneliti. Mulai dari proses awal

    hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

    5. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. yang bersedia meluangkan waktu untuk menjadi

    triangulator.

    6. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik

    dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan.

    7. Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat PBSI memberikan

    pelayanan kepada peneliti dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai

    penyusunan skripsi ini.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8, Maria Magdalena Supartini yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti.9. Robertus Rantaya yang selalu mengarahkan dan membimbing peneliti.10. Matheus Guspan Setiawan yang selalu mendukung dan memberi semangat.

    I 1. Keluarga besar Pudjo Sukismo yang senantiasa mendoakan peneliti.

    12. Keluarga besar Mangun Suwito yang selalu mendoakan peneliti.

    13. Sahabat dan teman peneliti, Paskalis Tribowo Kriswinarso, Cahyo Budi

    Pamungkas, Stefanus Budi Ardhana, Wishnu Herbowo Murty, dan Francisca

    Ferry Hernawatie yang selalu memberi semangat dan membantu peneliti.

    14. Rekan-rekan mahasiswa PBSI2013 A dan B, terima kasih atas dukungan dan

    semangat kepada peneliti.

    15. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah

    mernberikan doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada peneliti.

    ;

    Kesalahan datangnya dari diri peneliti, rsedangkan kebaikan datang dari

    Tulran Yang Maha Esa. Begitu pula dengan kesempurn aan yang hanya milik

    Tuhan. Peneliti sangat merasa jauh dari kata sempurna, begitu pula dengan

    penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik peneliti terima sebagai

    masukan dalam perbaikan dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini dapatbermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.

    Yogyakarta, 14 Mei 2019

    eneliti,

    Yohanes Demi Setiawan

    xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL......................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... iv

    HALAMAN MOTO.......................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... vii

    ABSTRAK......................................................................................................... viii

    ABSTRACT........................................................................................................ ix

    KATA PENGANTAR....................................................................................... x

    DAFTAR ISI...................................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1

    1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 4

    1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4

    1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 5

    1.5 Batasan Istilah............................................................................................... 5

    1.6 Sistematika Penelitian................................................................................... 8

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 9 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan.............................................................. 9

    2.2 Landasan Teori.............................................................................................. 11

    2.2.1 Pragmatik................................................................................................... 12

    2.2.2 Fenomena Pragmatik dan Lingkup Pragmatik........................................... 13

    2.2.2.1 Deiksis..................................................................................................... 14

    2.2.2.2 Implikatur................................................................................................ 15

    2.2.2.3 Kefatisan................................................................................................. 15

    2.2.2.4 Kesantunan.............................................................................................. 16

    2.2.3 Kesantunan sebagai Fenomena Pragmatik................................................. 17

    2.2.3.1 Teori Kesantunan Berbahasa Leech........................................................ 17

    2.2.3.2 Teori Kesantunan Berbahasa Fraser........................................................ 22

    2.2.3.3 Teori Kesantunan Berbahasa Lakoff....................................................... 24

    2.2.3.4 Teori Kesantunan Berbahasa Pranowo................................................... 25

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    2.2.3.5 Teori Kesantunan Berbahasa Rahardi..................................................... 29

    2.2.4 Konteks...................................................................................................... 32

    2.2.4.1 Konteks Situasi....................................................................................... 33

    2.2.5 Dialog Interaktif......................................................................................... 36

    2.2.6 Makna dan Maksud/Makna Pragmatik...................................................... 36

    2.2.6.1 Makna...................................................................................................... 36

    2.2.6.2 Maksud.................................................................................................... 37

    2.2.7 Wujud Tuturan........................................................................................... 38

    2.2.7.1 Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)....................................................... 38

    2.2.7.2 Kalimat Tanya (Kalimat Interogatif)...................................................... 39

    2.2.7.3 Kalimat Perintah (Kalimat Imperatif)..................................................... 40

    2.2.8 Kerangka Berpikir...................................................................................... 41

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 43

    3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................. 43

    3.2 Sumber Data dan Data.................................................................................. 43

    3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data........................................................ 44

    3.3.1 Metode Simak............................................................................................ 44

    3.4 Instrumen Penelitian..................................................................................... 45

    3.5 Metode dan Teknik Analisis Data................................................................ 45

    3.5.1 Identifikasi................................................................................................. 46

    3.5.2 Klasifikasi.................................................................................................. 46

    3.5.3 Interpretasi/Pemaknaan.............................................................................. 47

    3.6 Triangulasi.................................................................................................... 47

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 50 4.1 Deskripsi Data............................................................................................... 50

    4.2 Hasil Penelitian............................................................................................. 51

    4.2.1 Wujud Tuturan dalam Dialog Interaktif Kick Andy Metro TV................... 52

    4.2.1.1 Kalimat Deklaratif................................................................................... 52

    4.2.1.2 Kalimat Interogatif.................................................................................. 54

    4.2.1.3 Kalimat Imperatif................................................................................... 55

    4.2.2 Maksud Tuturan dalam Dialog Interaktif Kick Andy Metro TV................. 56

    4.2.2.1 Maksud Mengingatkan............................................................................ 57

    4.2.2.2 Maksud Memuji...................................................................................... 58

    4.2.2.3 Maksud Menyuruh.................................................................................. 60

    4.2.2.4 Maksud Menyindir.................................................................................. 62

    4.2.2.5 Maksud Permohonan Maaf..................................................................... 64

    4.2.2.6 Maksud Memastikan............................................................................... 65

    4.2.2.7 Maksud Kagum....................................................................................... 68

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    4.2.2.8 Maksud Meminta.................................................................................... 69

    4.2.2.9 Maksud Heran......................................................................................... 71

    4.2.2.10 Maksud Bergurau.................................................................................. 72

    4.3 Pembahasan................................................................................................... 73

    BAB V PENUTUP............................................................................................. 82 5.1 Simpulan....................................................................................................... 82

    5.2 Saran.............................................................................................................. 83

    DAFTAR RUJUKAN....................................................................................... 85

    LAMPIRAN....................................................................................................... 88

    BIOGRAFI PENELITI.................................................................................... 134

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Mampu bertutur kata secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud

    yang jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Hal

    demikian merupakan dambaan setiap orang. Seandainya perilaku bahasa setiap

    orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap berprasangka buruk terhadap

    orang lain tidak perlu ada. Dengan kebahagiaan, hidup manusia akan penuh

    dengan kesejahteraan. Namun, harapan seperti itu tampaknya masih “jauh

    panggang dari api”. Kesediaan menerima orang lain seperti adanya (empati),

    menghargai keberhasilan orang lain dengan ikhlas, menaruh rasa simpati terhadap

    penderitaan orang lain masih merupakan “perang besar” melawan sifat buruk

    dalam diri setiap orang.

    Seseorang dapat saja bertutur santun, bersikap halus, selalu bersemuka

    dengan penuh senyuman. Namun, apakah suara hatinya juga mengatakan seperti

    itu, hanyalah dirinya yang mengetahui. Jika penampilan itu selaras dengan suara

    hatinya (bertutur santun karena rasa hormat pada mitra tutur, bersikap halus

    karena memang merasakan kebahagiaan) berarti seseorang telah mampu

    memenangkan pertempuran seperti itu? Mereka adalah orang-orang suci yang

    telah mampu menjauhkan diri dari sifat keduniawian. Mereka hanya berpikir dan

    berbuat untuk kemaslahatan orang banyak tanpa pamrih untuk kepentingan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    dirinya. Jika ada satu atau dua orang yang perilakunya mendekati sifat seperti itu,

    mereka adalah orang-orang yang beruntung dalam hidupnya (Pranowo, 2009:1).

    Dalam kehidupan nyata, masih banyak orang yang kalah dalam pertempuran

    seperti itu. Bahkan, banyak orang yang “babak belur” dalam pertarungan melawan

    sifat buruknya. Dengan sifat buruknya, seseorang menyimpan dendam pada orang

    lain, menaruh rasa tidak senang atas keberhasilan orang lain, berprasangka buruk

    pada orang lain, selalu memuji dirinya sebagai orang yang baik, paling benar, dan

    santun adalah orang yang kalah dalam peperangan. Kita sering dihadapkan pada

    suatu realita pahit dalam kehidupan. Manakala berhadapan dengan seseorang,

    tutur katanya sangat halus. Namun, kita harus optimis dan menyadari bahwa

    kebanyakan orang terus berusaha memenangkan pertarungan seperti itu.

    Setidaknya, sebagian besar orang memiliki keinginan untuk berusaha bersikap dan

    perilaku yang baik untuk menjaga harkat dan martabat dirinya serta menghormati

    dan menghargai orang lain. Semua itu akan terlihat melalui aktualisasi diri lewat

    tindak bahasa.

    Salah satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasikan aspek-aspek di

    luar bahasa adalah ilmu bahasa kajian pragmatik. Yule (2006:3) menyatakan

    bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur

    (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Pengkajian bahasa

    menggunakan pragmatik tentu melibatkan aspek-aspek di luar bahasa yang turut

    memberi makna dalam suatu komunikasi. Penutur dan pendengar dalam

    percakapan umumnya bekerja sama, kerja sama yang dimaksud berupa kesamaan

    latar belakang pengetahuan. Wijana (1996:86) menyatakan bahwa setiap peserta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    pertuturan sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur

    tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap

    tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Percakapan yang terjadi antar pelibat sering

    kali mengandung maksud-maksud yang lebih banyak daripada sekadar kata-kata

    itu sendiri. Kondisi seperti itu menyebabkan implikatur percakapan menjadi peran

    yang tepat untuk mengkaji aspek-aspek luar penggunaan bahasa. Brown dan Yule

    (1996:31) menyatakan bahwa implikatur adalah apa yang mungkin diartikan,

    disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang

    sebenarnya dikatakan oleh penutur. Implikatur dianggap penting untuk diteliti

    lebih jauh terutama implikatur percakapan. Percakapan yang sesungguhnya, antara

    penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua

    memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang

    dituturkan. Grice (dalam Rahardi, 2005:43) menyatakan sebuah tuturan dapat

    mengimplikasikan preposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut.

    Preposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan.

    Tuturan yang berbunyi “Cuacanya panas ya”, penutur tidak semata-mata

    bermaksud untuk memberitahukan lawan tuturnya bahwa cuacanya sedang panas.

    Penutur bermaksud menyuruh mitra tuturnya untuk menyalakan kipas angin.

    Penutur dan pendengar biasanya terbantu oleh keadaan sekitar tuturan itu.

    Kick Andy menjadi salah satu program televisi swasta yang dinikmati oleh

    jutaan penduduk Indonesia. Kick Andy adalah program dialog interaktif yang

    dikemas menarik, serta mengangkat fenomena-fenomena sosial yang terkadang

    tidak terjamah oleh media. Kick Andy menjadi wadah bagi orang-orang yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    mampu berprestasi serta berbuat lebih ditengah masyakarat dengan menghadirkan

    narasumbernya secara langsung. Fokus penelitian ini ialah kesantunan Andy F.

    Noya selaku pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV. Pemilihan

    talkshow didasarkan pada banyaknya bahasa santun yang digunakan oleh Andy F.

    Noya selaku pemandu tersebut. Dalam hal ini, tuturan pemandu acara merupakan

    subjek yang diteliti karena pemandu acara memiliki peran penting dalam

    keberhasilan dialog interaktif yang dipandunya.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

    berikut:

    a. Apa sajakah wujud kesantunan berbahasa Andy F. Noya selaku pemandu

    dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018?

    b. Apa sajakah makna pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu dalam

    dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,

    tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

    a. Mendeskripsikan wujud kesantunan berbahasa Andy F. Noya selaku

    pemandu dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–

    Desember 2018.

    b. Mendeskripsikan makna pragmatik tuturan Andy F. Noya selaku pemandu

    dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari–Desember 2018.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    1.4 Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian mengenai kesantunan berbahasa antara pemandu dengan

    narasumber dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV bermanfaat secara

    teoretis dan praktis dalam beberapa hal di bawah ini:

    1. Manfaat Teoretis

    a. Penelitian ini dapat memberian acuan untuk referensi penelitian selanjutnya

    yang berhubungan dengan hal yang sama.

    b. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan dalam kajian

    pragmatik terkhusus pada kesantunan berbahasa dalam keseharian bertutur.

    2. Manfaat Praktis

    a. Hasil penelitian ini dapat memberi acuan kepada pembaca, khususnya para

    pemandu acara mengenai wujud dan maksud kesantunan tuturan.

    b. Penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa, guru, maupun calon guru

    sebagai bahan refleksi untuk berinteraksi dengan santun. Selain itu penelitian

    ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dapat menambah

    pengetahuan tentang fenomena bahasa yang terjadi di dalam masyarakat

    khususnya dalam ranah pendidikan.

    1.5 Batasan Istilah

    Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pragmatik,

    kesantunan, dan komunikasi.

    a. Pragmatik

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    Pragmatik dalam skripsi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Dialog

    Interaktif Kick Andy Metro TV Periode Januari-Desember 2018” merupakan studi

    mengenai makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh

    pendengar (pembaca) (Yule, 2006:3).

    b. Kesantunan

    Kesantunan merupakan ekspresi penutur untuk mengurangi ancaman muka pada

    mitra tutur Brown dan Levinson (dalam Nadar, 2009).

    c. Komunikasi

    Dalam artikel jurnal dengan judul “Hakikat Komunikasi Organisasi” menjelaskan

    secara sederhana bahwa komunikasi merupakan kegiatan penyampaian pesan

    dengan tujuan menyamakan makna dari seseorang/lembaga (komunikator)

    kepada orang lain/audiens (komunikan).

    d. Konteks Situasi

    Leech (dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan bahwa konteks situasi tuturan

    adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background

    knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun

    oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai,

    mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Latar

    belakang pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala aspek yang melingkup

    baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang dimiliki oleh

    partisipan (pembicara dan pendengar) dalam bertutur demi tercapainya makna

    dalam pertuturan. Sejalan dengan hal itu, Tarigan (1989:35) menyatakan bahwa

    konteks situasi adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta

    yang menunjang intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang

    dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu.

    Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks

    sebagai acuan dalam mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yakni konteks

    situasi.

    e. Makna dan Makna Pragmatik

    1. Makna

    Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata

    dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan

    kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)

    mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan

    pengertian.

    2. Makna Pragmatik/Maksud

    Wijana dan Rohmadi (2009:215) menjelaskan bahwa pada hakikatnya setiap

    tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud

    dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak

    selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada kalanya

    diutarakan secara tidak langsung atau tersirat. Putrayasa (2014:24)

    menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang

    dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa

    tersebut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    f. Dialog Interaktif

    Dialog interaktif adalah kegiatan bertanya jawab yang dilakukan oleh dua orang

    atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi (Wirajaya dan

    Sudarmawarti, 2008:77).

    1.6 Sistematika Penelitian

    Penelitian ini akan dijabarkan dalam lima bab yang diuraikan secara

    sistematis sebagai berikut: Bab I berisi tentang (1) latar belakang masalah, (2)

    rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah,

    dan (6) sistematika penelitian.

    Bab II ialah bab mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk

    menganalisis masalah-masalah yang diteliti. Bab II berisi (1) penelitian yang

    relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena dan lingkup pragmatik, (4) pragmatik

    sebagai fenomena kesantunan, (5) konteks situasi, dan (6) makna dan maksud

    pragmatik, (7) wujud, (8) Kerangka berpikir. Bab III mengenai metode penelitian

    yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk

    memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) sumber

    dan data penelitian, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) jenis data (5)

    instrumen penelitian, dan (6) teknik analisis data. Bab IV berisi pembahasan yang

    berkaitan dengan data, terdiri atas (1) deskripsi data, (2) hasil analisis data

    penelitian dan (3) pembahasannya. Bab V adalah bab terakhir dalam penelitian ini

    yang berisi simpulan terkait data yang sudah diolah disertai dengan implikasi dan

    saran.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

    kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-

    topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi

    tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini

    yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, kesantunan sebagai

    fenomena pragmatik, faktor penentu kesantunan, konteks dan makna, maksud, dan

    narasumber.

    2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

    Penelitian pertama dilakukan oleh Qonita Fitra Yuni (dalam Jurnal NOSI.

    Vol. 1. No. 7. Berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Mata Najwa (Tinjauan

    Pragmatik)”). Penelitian ini menghasilkan lima kelompok tuturan yang dikatakan

    santun, yaitu tuturan yang (1) menunjukkan sikap menghormati mitra tutur, (2)

    menunjukkan sikap peduli terhadap mitra tutur, (3) menunjukkan sikap

    menghargai orang ketiga, (4) menunjukkan sikap rendah hati, dan (5)

    menunjukkan sikap percaya terhadap mitra tutur. Kesantunan berbahasa bentuk

    deklaratif mempunyai berbagai fungsi. Pada tuturan yang menunjukkan sikap

    menghormati mitra tutur deklaratif berfungsi sebagai pernyataan rasa hormat dan

    sapaan penutur terhadap mitra tutur, menghargai orang ketiga, memberi dukungan

    dengan penanda gaya bahasa, menghormati orang ketiga dengan penanda inisial

    dan nomina pengacu sikap rendah hati dan memuji mitra tutur terdapat pada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    tuturan yang menunjukkan sikap rendah hati. Bentuk interogatif mempunyai

    beberapa fungsi, fungsi penyelamatan muka mitra tutur, permintaan pengakuan,

    permintaan keterangan, permintaan pendapat atau meminta pendapat, dan

    menunjukkan kepercayaan terhadap mitra tutur. Bentuk imperatif pada data di

    penelitian ini mempunyai tiga fungsi. Fungsi pertama sebagai pemberian ucapan

    selamat pada tuturan yang menunjukkan sikap menghormati mitra tutur. Fungsi

    kedua memohon atau meminta dengan penanda bahasa jenis kalimat pada tuturan

    yang menunjukkan sikap menghargai orang ketiga. Fungsi ketiga adalah meminta

    maaf dengan penanda diksi mohon pada tuturan yang menunjukkan sikap rendah

    hati.

    Penelitian kedua dilakukan oleh Mei Anjar Kumalasari, Rustono, dan B.

    Wahyudi Joko Santoso (dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Volume 3 Nomor 1 Maret 2018. Page 34-43. Berjudul “Strategi Kesantunan

    Pemandu Acara Talkshow Kick Andy dan Mata Najwa di Metro Tv”) Hasil dari

    penelitian ini mengemukakan strategi-strategi dalam bertutur kata secara santun.

    Strategi kesantunan yang digunakan pemandu acara talkshow Kick Andy dan Mata

    Najwa di Metro TV meliputi (1) strategi langsung, (2) strategi kesantunan positif,

    (3) strategi kesantunan negatif, dan (4) strategi tidak langsung. Strategi

    kesantunan yang paling banyak digunakan pemandu acara Kick Andy ialah strategi

    kesantunan positif. Hal ini demikian karena sebagai pemandu acara, Andy

    berupaya memuaskan muka positif mitra tutur sehingga komunikasi di antara

    mereka menjadi lebih santun dan komunikatif. Pada setiap kesempatan Andy juga

    sering memberikan penghargaan baik berupa benda maupun pujian kepada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    narasumbernya. Selain itu, Andy juga pandai melakukan olah strategi kesantunan

    positif agar pertanyaan yang diberikan tidak membebani atau menyinggung

    perasaan narasumber. Sementara itu, strategi kesantunan yang banyak digunakan

    pemandu acara talkshow Mata Najwa ialah strategi langsung dan strategi

    kesantunan positif. Banyaknya tuturan Najwa yang menunjukkan penggunaan

    strategi langsung itu tidak terlepas dari ciri khas Najwa sebagai seorang wartawan

    yang tegas dan berani dalam berbicara. Adapun penggunaan strategi kesantunan

    positif sering dilakukan Najwa agar dalam menggali informasi yang sedalam-

    dalamnya dari narasumber ia tetap santun.

    Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, dapat terlihat bahwa adanya

    kesamaan maupun perbedaan yang terdapat pada kedua penelitian terdahulu

    dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini. Persamaan antara

    penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah sama-sama membahas

    kesantunan yang terdapat dalam dialog interaktif. Perbedaannya adalah pada

    penelitian terdahulu menghasilkan pengelompokkan tuturan santun dan strategi

    berbahasa secara santun, tetapi pada penelitian saat ini peneliti akan melengkapi

    penelitian terdahulu dengan menyajikan wujud dan maksud kesantunan berbahasa

    dalam dialog interaktif Kick Andy Metro TV periode Januari-November 2018.

    2.2 Landasan Teori

    Untuk mendukung pembuatan skripsi ini, maka perlu dikemukakan hal-hal

    atau teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup

    pembahasan sebagai landasan dalam penyusunan skripsi. Pada Bab ini akan

    dijelaskan beberapa pengertian mengenai teori pragmatik dan teori pendukung

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    lainnya menurut para pakar dari berbagai sumber.

    2.2.1 Pragmatik

    Istilah pragmatik sebagaimana kita kenal saat ini diperkenalkan oleh

    seorang filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938, ketika ia

    membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Morris (dalam Nadar, 2009:2)

    menjelaskan bahwa semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax),

    semantik (semantics), dan pragmatik (pragmatics).

    Yule (2006:3) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari

    tentang makna atau maksud yang disampaikan penutur (atau penulis) dan

    ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Pragmatik melibatkan penafsiran

    tentang apa yang dimaksud orang dalam suatu konteks khusus dan bagaimana

    konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan, dengan demikian dalam

    memaknai maksud penutur mitra tutur harus memperhatikan konteks pembicaraan

    bagaimana penutur mengatur apa yang ingin dikatakan, dimana, kapan, dan dalam

    keadaan apa. Kasher (dalam Putrayasa, 2014) mendefinisikan pragmatik sebagai

    ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa

    tersebut diintegrasikan ke dalam konteks.

    Pragmatik sebagai telaah mengenai kegiatan ujaran langsung dan tak

    langsung, presuposisi, implikatur konvensional, konversasional, dan sejenisnya

    (Keenam, Dowty, dalam Rahardi, 2016). Levinson (dalam Rahardi, 2003)

    mengatakan bahwa pragmatik adalah penelitian tentang perhubungan antara

    bahasa dan konteks yang ditatabahasakan, atau yang dikodekan di struktur bahasa.

    Pragmatik adalah telaah segala aspek makna yang tidak tercakup dalam semantik

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    (Levinson dalam Rahardi, 2016). Lebih lanjut, Rahardi (2003) mengatakan bahwa

    pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji maksud penutur di dalam konteks

    situasi dan lingkungan sosial-budaya. Makna yang dikaji dalam pragmatik terkait

    konteks. Parker (dalam Rahardi, 2009) mendefinisikan pragmatik sebagai sebagai

    cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Levinson

    (dalam Rahardi, 2003:13) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai studi perihal

    ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa dengan konteks

    tuturannya.

    Para pakar lain juga berpendapat, pragmatik adalah kajian antara lain

    mengenai deiksis, implikatur, presuposisi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur

    wacana (Stalker dalam Nadar, 2009). Ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa

    disebut pragmatik (Chaer, 2010:26). Telaah umum mengenai bagaimana konteks

    memengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut pragmatik (Tarigan,

    1990:34). Nadar (2009:2) menyampaikan bahwa pragmatik merupakan cabang

    linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam

    situasi tertentu.

    2.2.2 Fenomena Pragmatik dan Lingkup Pragmatik

    Rahardi (2017:84) mengatakan fenomena pragmatik terdiri atas: implikatur,

    deiksis, praanggapan, entailment, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan

    berbahasa, dan kefatisan. Praanggapan, tindak tutur, dan entailment merupakan

    fenomena linguistik. Deiksis, implikatur, kesantunan, ketidaksantunan, dan

    kefatisan merupakan fenomena pragmatik. Dari fenomena pragmatik di atas,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    fenomena ketidaksantunan berbahasa dan kefatisan merupakan fenomena baru

    yang masih diteliti. Berikut penjelasan mengenai fenomena pragmatik.

    2.2.2.1 Deiksis

    Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal

    mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟

    melalui bahasa (Yule, 2006:13). Deiksis merupakan kata atau sekumpulan kata

    yang rujukkannya tidak tetap dan dapat berpindah dari satu maujud ke maujud

    lain. Kata-kata yang dimaksud deiksis ini adalah kata-kata yang menyatakan

    waktu, menyatakan tempat, dan yang berupa kata ganti (Chaer, 2010:31). Jadi

    dapat disimpulkan bahwa deiksis merupakan kata-kata yang referensinya belum

    jelas karena bisa berpindah-pindah wujud sesuai dengan konteks.

    Nababan (1984:41-42) menyatakan bahwa deiksis terbagi lima macam yakni

    deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial.

    Hal tersebutakan dipaparkan sebagai berikut.

    1. Deiksis Persona, yakni menentukan suatu ujaran yang dipengaruhi oleh

    peran peserta dalam peristiwa berbahasa.

    2. Deiksis Tempat ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta

    dalam peristiwa bahasa.

    3. Deiksis Waktu ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang

    dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa.

    4. Deiksis Wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana

    yang telah diberikan atau sedang dikembangkan

    5. Deiksis Sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.

    2.2.2.2 Implikatur

    Yule (2006:62) menyatakan bahwa implikatur adalah contoh utama dari

    banyaknya informasi yang disampaikan dari pada yang dikatakan. Rahardi

    (2003:85) menjelaskan di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra

    tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam

    kesamaan latar belakang pengetahuan mengenai sesuatu yang dipertuturkan itu.

    Penutur dan mitra tutur memiliki kontrak percakapan yang tidak tertulis, sebagai

    penanda bahwa yang sedang dipertuturkan itu dapat dimengerti dan dipahami.

    Grice (dalam Rahardi, 2003) menyatakan bahwa dalam artikelnya yang

    berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat

    mengimplikasikan proposisi yang bukan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi

    yang diimplikasikan semacam itu disebut implikatur percakapan. Bertolak dari

    penjelasan di atas implikatur dijelaskan sebagai bentuk keterkaitan informasi

    antara penutur dengan mitra tutur.

    2.2.2.3 Kefatisan

    Salah satu nilai kebijaksanaan sebagai wujud dari kearifan lokal dalam

    masyarakat Indonesia dengan berbagai latar belakang kulturnya adalah fenomena

    basa-basi berbahasa. Dari studi yang dilakukan, basa-basi dalam berbahasa adalah

    salah satu manifestasi kefatisan yang dalam referensi terdahulu disebut sebagai

    komunikasi fatis (bdk. Rahardi, 2015a dalam Rahardi, dkk., 2016: 2). Untuk

    maksud menjalin kerja sama dan menjamin kelangsungan berkomunikasi

    antarmanusia sangat diperlukan kefatisan. Kefatisan dapat diklaim sebagai

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    fenomena kebahasaan universal. Dikatakan universal karena sebenarnya

    fenomena ini muncul dalam setiap bahasa kendatipun dalam wujud, jenis, dan

    gradasi berbeda-beda.

    Kridalaksana (1986:111) mengartikan fatis sebagai kategori yang bertugas

    memulai, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara pembicara

    dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.

    Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan

    kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak

    mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

    2.2.2.4 Kesantunan

    Kesantunan dalam suatu interaksi dapat didefinisikan sebagai alat yang

    digunakan untuk menunjukkan kesadaran tentang wajah orang lain (Yule,

    2006:104). Lakoff (dalam Gunarwan, 1994:87) berpendapat bahwa ada tiga

    kaidah yang perlu dipatuhi agar ujaran kita terdengar santun oleh pendengar yaitu

    formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy) dan persamaan atau

    kesekawanan (equality or camaraderie). Ketiga kaidah di atas bila dijabarkan,

    maka formalitas berarti jangan memaksa atau angkuh, ketidaktegasan berarti

    buatlah sedemikian rupa sehingga lawan tutur dapat menentukan pilihan, dan

    ketiga persamaan atau kesekawanan berarti seolah-olah penutur dan lawan tutur

    menjadi sama. Contoh:

    (1) Kami mohon bantuan Anda untuk turut membiayai anak-anak yatim itu.

    (2) Mari kita sama-sama membantu membiayai anak-anak yatim itu.

    Menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan santun apabila ia tidak terdengar

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    memaksa, memberikan pilihan kepada lawan tutur, dan lawan tutur merasa

    tenang. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah kesantunan digunakan dalam

    pertuturan agar pertuturan itu berjalan dengan baik.

    2.2.3 Kesantunan sebagai Fenomena Pragmatik

    Pranowo (2009:4−5) menyatakan bahwa bahasa yang santun adalah struktur

    bahasa yang disusun sedemikian rupa oleh penutur/penulis agar apa yang

    disampaikan/tuliskan tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.

    Ketika menggunakan bahasa dalam bersosialisasi, penutur harus memperhatikan

    kaidah berbicara dengan baik dan benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang

    dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang

    menulis cerpen, mereka menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh

    yang sedang diperankan. Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada

    satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan, yaitu kesantunan. Berikut adalah teori-

    teori kesantunan berbahasa menurut para ahli.

    2.2.3.1 Teori Kesantunan Berbahasa Leech

    Leech (1993:126-127) menjelaskan bahwa dalam bertutur hendaknya

    memperhatikan kesantunan karena kesantunan tidak bisa dianggap remeh. Untuk

    itu, Leech mengemukakan prinsip kesantunan sebagai pengendali atau pengontrol

    tuturan untuk mengurangi akibat yang kurang menyenangkan yang dapat

    mengakibatkan konflik karena kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur.

    Leech mengusulkan untuk melengkapi prinsip koperasi Grice dengan prinsip

    kesantunan. Prinsip kesantunan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    antara penutur dan mitra tutur.

    Untuk menjaga kesantunan tersebut Leech mengemukakan enam maksim

    dalam prinsip kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati,

    maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim

    simpati. Maksim ini berfungsi untuk menjaga kesantunan sebuah tuturan.

    1. Maksim Kebijaksanaan

    Rahardi (2005:60) menyatakan gagasan dasar dalam maksim kebijaksanaan

    dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya

    berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan

    memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur.

    Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan

    dapat dikatakan sebagai orang santun. Wijana (1996:56) menambahkan bahwa

    semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk

    bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutarakan

    secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang

    diutarakan secara langsung. Dalam maksim kebijaksanaan ini, Leech (1993:206)

    menggunakan istilah maksim kearifan. Silahkan bandingkan pertuturan (3) yang

    mematuhi maksim kebijaksanaan dan pertuturan (4) yang melanggarnya.

    (3) A: “Mari saya bawakan tas Bapak!”

    B: “Jangan, tidak usah!”

    (4) A: “Mari saya bawakan tas Bapak!”

    B: “Ini, begitu dong jadi mahasiswa!”

    2. Maksim Kedermawanan

    Leech (1993:209) menyatakan bahwa maksud dari maksim kedermawanan

    ini adalah buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah kerugian diri

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    sendiri sebesar mungkin. Rahardi (2005:61) mengatakan bahwa dengan maksim

    kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan

    dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi

    apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan

    memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Chaer (2010:60) menggunakan

    istilah maksim penerimaan untuk maksim kedermawanan Leech. Sebagai contoh

    lihat tuturan (5) yang dipandang kurang santun bila dibandingkan tuturan (6).

    (5) “Pinjami saya uang seratus ribu rupiah!”

    (6) “Saya akan meminjami Anda uang seratus ribu rupiah.”

    Tuturan (5) serasa kurang santun karena penutur berusaha memaksimalkan

    keuntungan untuk dirinya sendiri, sedangkan tuturan (6) sebaliknya yang lebih

    santun karena berusaha memaksimalkan kerugian diri sendiri.

    3. Maksim Penghargaan

    Wijana (1996:57) menjelaskan maksim penghargaan ini diutarakan dengan

    kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Nadar (2009:30) memberikan contoh tuturan

    ekspresif yakni mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, dan

    mengungkapkan bela sungkawa. Dalam maksim ini menuntut setiap peserta

    pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan

    meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Rahardi (2005:63)

    menambahkan, dalam maksim penghargaan dijelaskan bahwa orang akan dapat

    dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan

    kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan

    tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain.

    Dalam maksim ini Chaer menggunakan istilah lain, yakni maksim kemurahan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    Simak pertuturan (7) dan (8) berikut.

    (7) A: “Sepatumu bagus sekali!”

    B: “Wah, ini sepatu bekas; belinya juga di pasar loak.”

    (8) A: “Sepatumu bagus sekali!”

    B: “Tentu dong, ini sepatu mahal; belinya juga di Singapura!”

    Penutur A pada (7) dan (8) bersikap santun karena berusaha

    memaksimalkan keuntungan pada B lawan tuturnya. Lalu, lawan tutur pada (7)

    juga berupaya santun dengan meminimalkan penghargaan diri sendiri, tetapi B

    Pada (8) melanggar kesantunan dengan berusaha memaksimalkan keuntungan diri

    sendiri.

    4. Maksim Kesederhanaan

    Rahardi (2005:63) mengatakan bahwa di dalam maksim kesederhanaan atau

    maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati

    dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Dalam masyarakat

    bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak

    digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Wijana (1996:58)

    mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat ekspresif

    dan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan berpusat pada orang lain,

    maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap

    peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan

    meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Simak contoh (9) dan (10) berikut.

    (9) A: “Mereka sangat baik kepada kita.”

    B: “Ya, memang sangat baik bukan?”

    (10) A: “Kamu sangat baik pada kami.”

    B: “Ya, memang sangat baik, bukan?”

    Pertuturan (9) mematuhi prinsip kesantunan karena penutur A memuji

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    kebaikan pihak lain dan respons yang diberikan lawan tutur B juga memuji orang

    yang dibicarakan. Berbeda dengan pertuturan (10) yang di dalamnya ada bagian

    yang melanggar kesantunan. Pada tuturan (10) itu, lawan tutur B tidak mematuhi

    maksim kesederhanaan karena memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri.

    5. Maksim Permufakatan

    Rahardi (2005:64) menyatakan bahwa dalam maksim ini ditekankan agar

    para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam

    kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri

    penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan

    dapat dikatakan bersikap santun. Wijana (1996:59) menggunakan istilah maksim

    kecocokan dalam maksim permufakatan ini. Maksim kecocokan ini diungkapkan

    dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kecocokan menggariskan setiap

    penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan

    meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. Simak pertuturan (11) dan (12).

    (11) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”

    B: “Ya, memang!”

    (12) A: “Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan.”

    B: “Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi.”

    Tuturan B pada (11) lebih santun dibandingkan dengan tuturan B pada (12),

    mengapa? Karena pada (12), B memaksimalkan ketidaksetujuan dengan

    pernyataan A. Namun, bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan

    pendapat atau pernyataan lawan tuturnya. Dalam hal ia tidak setuju dengan

    pernyataan lawan tuturnya, dia dapat membuat pernyataan mengandung

    ketidaksetujuan parsial (tidak terkesan sombong).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    6. Maksim Kesimpatian

    Leech (1993:207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar para

    peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan

    pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap

    sebagai tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain,

    apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang

    yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005:5). Wijana

    (1996:60) menyatakan bahwa jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau

    kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur

    mendapatkan kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka, atau

    mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Simak pertuturan

    (13) dan (14) yang cukup santun karena si penutur mematuhi maksim

    kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang

    mendapatkan kebahagiaan pada (13) dan kedukaan pada (14).

    (13) A: “Bukuku yang kedua puluh sudah terbit.”

    B: “Selamat ya, Anda memang orang hebat.”

    (14) A: “Aku tidak terpilih jadi anggota legislatif; padahal uangku sudah

    banyak keluar.”

    B: “Oh, aku ikut prihatin, tetapi bisa dicoba lagi dalam pemilu

    mendatang.”

    2.2.3.2 Teori Kesantunan Berbahasa Fraser

    Fraser (dalam Chaer, 2010:47) menjelaskan kesantunan adalah “property

    associated with neither exceeded any right nor failed to fullfill any obligation”.

    Dengan kata lain kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan tuturan

    dan didalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Kesantunan adalah

    bagian dari aktivitas yang berfungsi sebagai sarana simbolis untuk menyatakan

    penghargaan secara reguler. Fraser (dalam Gunarwan, 1994) menjelaskan

    kesantunan yaitu menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur, misalnya di dalam

    masyarakat tutur Jawa jika seseorang menggunakan bahasa Jawa Krama Inggil

    kepada lawan bicaranya.

    Fraser menambahkan bahwa berperilaku hormat belum tentu berperilaku

    santun karena kesantunan adalah masalah lain. Dari penjelasan Fraser mengenai

    definisi kesantunan tersebut, disimpulkan yaitu pertama, kesantunan itu adalah

    properti atau bagian dari ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat

    pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran.

    Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si

    penutur, tetapi di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun,

    dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan

    kewajiban penyerta interaksi.

    Fraser (dalam Rahardi, 2003:76) menunjukkan bahwa sedikitnya terdapat

    empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah

    kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang sesungguhnya di

    dalam sebuah masyarakat bahasa. Keempat pandangan kesantunan tersebut satu

    demi satu dapat diuraikan sebagai berikut.

    Pertama, pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial

    (the social-norma view). Di dalam pandangan norma-norma sosial ini, kesantunan

    di dalam bertutur akan banyak ditentukan berdasarkan norma-norma sosial dan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    aturan kultural yang ada dan benar-benar berlaku di dalam masyarakat bahasa

    tertentu. Apa yang dimaksud dengan santun di dalam aktivitas bertutur, menurut

    pandangan norma-norma sosial ini, dapat disejajarkan dengan etiket di dalam

    aktivitas berbahasa (language etiquette).

    Kedua, pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim

    percakapan (conversational maxim), dan sebagai sebuah penyelamatan muka

    (face-saving). Di samping itu, dalam pandangan maksim percakapan ini

    kesantunan di dalam bertutur juga dapat dianggap sebagai kontrak percakapan

    (conversational contract). Pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan ini

    menganggap prinsip kesantunan (politeness principle) hanyalah sebagai

    pelengkap dari prinsip kerja sama Grice (cooprative principle) saja.

    Ketiga, melihat kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi

    persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan. Keempat,

    sangat erat kaitannya dengan penelitian sosiolinguistik.

    2.2.3.3 Teori Kesantunan Berbahasa Lakoff

    Lakoff (dalam Rahardi, 2005) menyatakan bahwa kesantunan

    dikembangkan oleh masyarakat guna mengurangi friksi (perbedaan

    pendapat/perpecahan) dalam interasi pribadi. Menurutnya, ada tiga buah kaidah

    yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu formalitas (formality),

    ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau kesekawanan (equality atau

    cameraderie).

    a) Skala formalitas (formality scale) menyatakan bahwa agar penutur dan mitra

    tutur merasa nyaman dalam kegiatan bertutur, maka tuturan yang digunakan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    tidak boleh bernada memaksa dan tidak boleh terkesan angkuh. Di dalam

    pertuturan, penutur dan mitra tutur harus saling menjaga keformalitasan dan

    menjaga jarak yang sewajarnya dan sealamiah mungkin antara yang satu

    dengan yang lain.

    b) Skala ketidaktegasan disebut juga skala pilihan (optionality scale)

    menunjukkan agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman

    dalam bertutur, maka pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh

    kedua belah pihak. Kita tidak boleh bersikap terlalu tegang atau terlalu kaku

    dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun.

    c) Skala kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat santun, maka

    harus bersikap ramah dan mempertahankan persahabatan antara penutur dan

    mitra tutur. Rasa persahabatan itu merupakan salah satu syarat agar

    kesantunan tercapai.

    2.2.3.4 Teori Kesantunan Berbahasa Pranowo

    Pranowo (2009:14−15) menyatakan bahwa ada tiga alasan berbahasa secara

    santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan

    dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra

    tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang

    lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang

    ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara

    penutur dan mitra tutur. Lebih lanjut, Pranowo menjelaskan bahwa perilaku

    seseorang akan baik, benar, dan santun sehingga kepribadiannya halus,

    memperhatikan beberapa hal ketika berkomunikasi, seperti (a) penutur berbahasa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    secara wajar dengan menggunakan akal sehat, (b) penutur selalu mengedepankan

    pokok masalah yang diungkapkan, (c) penutur selalu berprasangka baik kepada

    mitra tutur, (d) penutur jujur, bersikap terbuka dan tidak pernah menyakiti hati

    mitra tutur dalam setiap tuturannya. Sebaliknya, penutur akan menjadi kasar dan

    tidak santun sehingga memiliki kepribadian yang buruk, seperti (a) selalu

    didorong rasa emosi ketika bertutur, (b) selalu ingin memojokkan mitra tutur

    dalam setiap tuturannya, (c) selalu berprasangka buruk kepada mitra tutur, (d)

    selalu bersikap protektif terhadap pendapatnya, dan sebagainya.

    Terlepas dari tuturan santun atau tidak santun, keduanya adalah tindak

    komunikasi, dan tindak komunikasi menggunakan bahasa sebagai sarananya.

    Bahasa yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri.

    Bahasa dapat menilai harkat dan martabat seseorang dimata orang lain.

    Kemampuan berbahasa secara santun menunjukkan kepribadian yang santun pula.

    Inilah salah satu alasan memperhatikan kesantunan dalam berbahasa

    menjadi suatu hal terpenting dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial.

    Ada beberapa hal dapat dijadikan acuan dalam tuturan seseorang sehingga

    mampu dikategorikan santun atau tidak santun.

    a. Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal,

    yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa.

    1. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk

    mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga

    menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, di samping

    memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu. Jika

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    pilihan kata yang digunakan menimbulkan daya bahasa tertentu dan daya

    bahasa yang timbul menjadikan mitra tutur tidak berkenan, penutur akan

    dipersepsi sebagai orang yang tidak santun. Sebaliknya, jika pilihan kata

    menimbulkan daya bahasa yang menjadikan mitra tutur berkenan, penutur

    akan dipersepsi sebagai orang yang santun.

    2. Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa,

    tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa

    penutur. Beberapa gaya bahasa untuk melihat santun tidaknya pemakaian

    bahasa dalam bertutur yakni: majas hiperbola, majas perumpamaan, majas

    metafora, dan majas eufemisme.

    3. Untuk menanamkan perilaku berbahasa secara santun, dapat menggunakan

    teori-teori yang bisa dijadikan acuan. Pertama, prinsip kerja sama Grice

    (dalam Rahardi, 2005) yang mengemukakan empat prinsip kerja sama, yaitu

    prinsip kualitas, prinsip kuantitas, prinsip relevansi, dan prinsip cara.

    Kedua, maksim dari Leech (1983) yang terdiri atas tujuh maksim, yaitu (a)

    maksim kebijaksanaan, (b) maksim kedermawanan, (c) maksim pujian, (d)

    maksim kerendahan hati, (e) maksim kesetujuan, (f) maksim simpati, dan

    (g) maksim pertimbangan. Ketiga, tindak tutur menurut Austin (1978)

    terbagi atas tiga macam tindak tutur, yaitu (a) tindak lokusi berupa ujaran

    yang dihasilkan oleh seorang penutur, (b) tindak ilokusi berupa maksud

    yang terkandung dalam ujaran, dan (c) tindak perlokusi berupa efek yang

    ditimbulkan oleh ujaran.

    4. Penutur perlu memperhatikan strategi berkomunikasi. Strategi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    berkomunikasi yang baik, antara lain (a) harus ada pokok masalah yang

    dibicarakan, (b) harus memilih cara penyampaian dengan mengenali level

    sosial mitra tutur, dan (c) mengapa pokok masalah tertentu harus

    disampaikan.

    5. Jika dirasa teori di atas belum mencukupi, penutur jangan segan membawa

    nilai-nilai etnis tertentu yang dinilai positif. Misalnya, ketika berkomunikasi

    harus mahir angon rasa, angon wayah, adu rasa, empan papan, tepa selira,

    andhap asor, selalu hormat pada mitra tutur.

    6. Gejala penutur dikatakan santun, yakni (a) bicara secara wajar dengan

    menggunakan akal sehat, (b) mengedepankan pokok masalah yang

    diungkapkan, (c) selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (d) penutur

    bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, (e) menggunakan

    bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambil menyindir,

    dan (f) mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.

    Sebaliknya, gejala penutur yang bertutur secara tidak santun, yakni (a)

    menyampaikan kritik secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata

    atau frasa kasar, (b) di dorong rasa emosi ketika bertutur, (c) protektif

    terhadap pendapatnya, (d) sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam

    bertutur, (e) menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra

    tutur.

    b. Faktor penentu kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi

    pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor penentu

    kesantunan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    1. Aspek kebahasaan seperti, intonasi, nada, pilihan kata, gerak gerik anggota

    tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepalan tangan,

    tangan berkacak pinggang, dan sebagainya,; panjang pendeknya struktur

    kalimat, ungkapan, dan gaya bahasa.

    2. Aspek non-kebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat dan

    pranata adat.

    c. Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian

    bahasa Indonesia si penutur itu santun atau tidak. Indikator kesantunan yang

    dimaksud terdiri atas: indikator kesantunan menurut Dell Hymes, indikator

    kesantunan menurut Grice, indikator kesantunan menurut Leech, dan

    indikator kesantunan menurut Pranowo.

    2.2.3.5 Teori Kesantunan Berbahasa Rahardi

    Rahardi (2005:118) menyatakan bahwa ciri kesantunan berbahasa meliputi

    wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik yang selanjutnya mewujudkan

    kesantunan linguistik dan wujud kesantunan yang menyangkut ciri nonlinguistik

    yang selanjutnya mewujudkan kesantunan pragmatik. Kesantunan linguistik

    mencakup (1) panjang-pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) intonasi tuturan dan

    isyarat- isyarat kinesik, dan (4) pemakaian ungkapan penanda kesantunan.

    Rahardi (2005:119) menjelaskan panjang-pendek tuturan yang dimaksudkan

    bahwa di dalam kegiatan bertutur, seseorang tidak diperbolehkan secara langsung

    mengungkapkan maksud tuturannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

    semakin panjang tuturan yang digunakan, akan semakin santunlah tuturan itu.

    Dikatakan demikian karena panjang pendeknya tuturan berhubungan sangat erat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan dalam bertutur.

    Rahardi (2005:121) menyatakan bahwa urutan tuturan juga menjadi sebagai

    ciri kesantunan linguistik tuturan. Urutan tutur pada sebuah tuturan sangat

    berpengaruh besar terhadap tinggi-rendahnya peringkat kesantunan tuturan yang

    digunakan pada saat bertutur. Sebagai ilustrasi, dapat disampaikan bahwa dalam

    masyarakat tutur Jawa, seseorang akan mengetuk pintu dan mengatakan

    kulonuwun atau permisi terlebih dahulu pada saat bertamu, baru kemudian orang

    itu masuk rumah dan duduk di kursi setelah dipersilakan oleh si tuan rumah.

    Urutan yang demikian sangat menentukan penilaian seseorang terhadap perilaku

    kesantunan orang tersebut.

    Intonasi dan isyarat-isyarat kinesik menjadi salah satu ciri kesantunan

    linguistik tuturan (Rahardi, 2005:122). Intonasi memiliki peranan besar dalam

    menentukan tinggi-rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Sebagai

    contoh, ketika kita berkata dengan orang tua dengan intonasi yang tinggi untuk

    meminta uang, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut tidak santun

    dalam berbahasa. Di samping intonasi, kesantunan dipengaruhi juga oleh isyarat-

    isyarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur. Rahardi

    (2005:123) memaparkan bahwa sistem paralinguistik yang bersifat kinesik itu

    dapat disebutkan di antaranya sebagai berikut: (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh,

    (3) gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan

    pundak, (7) goyangan pinggul, dan (8) gelengan kepala. Ungkapan-ungkapan

    penanda kesantunan menjadi sebagai ciri-ciri kesantunan (Rahardi, 2005:125).

    Kesantunan berbahasa dalam pemakaian tuturan imperatif misalnya, ditentukan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan

    seperti; tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, sudi

    kiranya dan sudi apalah kiranya. Penanda–penanda kesantunan ini menentukan

    tinggi-rendahnya peringkat kesantunan berbahasa seseorang ketika

    berkomunikasi.

    Berdasarkan penjelasan para ahli di atas tentang kesantunan sebagai

    fenomena pragmatik, maka simpulannya adalah (1) Leech mengemukakan bahwa

    kesantunan digunakan sebagai pengendali atau pengontrol dalam berkomunikasi,

    dan lebih menekankan pada aspek sosial psikologis antara penutur dan mitra tutur.

    Leech menggunakan enam maksim dalam prinsip kesantunan dalam menjaga

    kesantunan itu. (2) Fraser membahas kesantunan bukan atas kaidah melainkan

    atas dasar strategi, tetapi kesantunan itu tidak disebutkan oleh Fraser. Fraser

    hanya membedakan kesantunan (politeness) dari penghormatan. Fraser

    menjelaskan kesantunan yaitu menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur dan

    sedikitnya terdapat empat macam pandangan yang dapat digunakan untuk

    mengkaji masalah kesantunan secara pragmatik di dalam aktivitas bertutur yang

    sesungguhnya di dalam sebuah masyarakat bahasa. (3) Lakoff menyebutkan ada

    tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu

    formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau

    kesekawanan (equality atau cameraderie). (4) Pranowo tidak memberikan teori

    mengenai kesantunan berbahasa, melainkan memberi pedoman bagaimana

    berbicara secara santun. Terakhir, (5) Rahardi memberikan ciri kesantunan

    berbahasa meliputi wujud kesantunan yang menyangkut ciri linguistik yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    selanjutnya mewujudkan kesantunan linguistik dan wujud kesantunan yang

    menyangkut ciri nonlinguistik yang selanjutnya mewujudkan kesantunan

    pragmatik.

    Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti memilih teori kesantunan Rahardi

    yang digunakan untuk landasan analisis data penelitian. Alasan dipilihnya teori

    kesantunan Rahardi karena peneliti menggunakan penanda kesantunan Rahardi

    sebagai penjelas dalam menentukan tuturan kesantunan.

    2.2.4 Konteks

    Ahli bahasa yang berbeda berusaha untuk mendefinisikan konteks dari sudut

    pandang yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang dihadapi di bidang

    mereka sendiri, dan untuk mendukung gagasan dan teori mereka sendiri. Dalam

    jurnal Licho Song berjudul The Role of Context in Discourse Analysis

    menyebutkan pengertian konteks menurut beberapa ahli. Konteks diperlukan oleh

    pragmatik. Tanpa konteks, analisis pragmatik tidak bisa berlangsung (Putrayasa,

    2014:1). Ketika mempelajari referensi dan simpulan, Yule juga

    mempertimbangkan konteks. Konteks adalah lingkungan fisik di mana sebuah

    kata digunakan (Yule, 2000:128). Meskipun mereka dilihat dari sudut pandang

    yang berbeda untuk tujuan yang berbeda, definisi ini memiliki satu kesamaan

    yang penting: satu titik utama dari konteksnya adalah lingkungan (keadaan atau

    faktor oleh beberapa ilmuwan lainnya) di mana wacana terjadi. Pendapat tentang

    bagaimana mengklasifikasikan konteks bervariasi dari satu ke yang lain. Beberapa

    ahli bahasa membagi konteks menjadi dua kelompok, sementara beberapa orang

    bersikeras mendiskusikan konteks dari tiga, empat, atau bahkan enam dimensi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    Leech (dalam Putrayasa, 2014) menjelaskan konteks sebagai aspek-aspek

    yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan dan

    pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan mitra

    tutur. Menurut keadaan yang berbeda yang disebutkan dalam definisi di atas, Song

    dalam artikel miliknya dengan judul The Role of Context in Discourse Analysis

    ingin membagi konteks ke dalam konteks linguistik, konteks situasional dan

    konteks budaya.

    Pakar lain, Wijana (1996) mendefinisikan pragmatik sebagai studi

    kebahasaan yang terikat konteks. Artinya, pragmatik sebagai studi bahasa

    mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang ditentukan oleh konteks

    yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Konteks tersebut meliputi

    konteks yang bersifat sosial dan sosietal. Kedua pakar di atas mengklasifikasikan

    konteks berbeda-beda.

    2.2.4.1 Konteks Situasi

    Pranowo (2014:144) menyatakan bahwa konteks adalah segala situasi yang

    melingkupi suatu ujaran dan dapat menentukan maksud. Ahli ini ingin

    menunjukkan bahwa suatu ujaran akan menimbulkan intepretasi yang berbeda

    bergantung pada situasi pada saat ujaran tersebut dituturkan.

    Leech (1993, dalam Rahardi, 2003:18) memaparkan konteks situasi tuturan

    adalah aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background

    knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun

    oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai,

    mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Latar

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    belakang pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala aspek yang melingkupi

    baik itu aspek sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang dimiliki oleh

    partisipan (pembicara dan pendengar) dalam bertutur demi tercapainya makna

    dalam pertuturan. Sejalan dengan hal itu, Tarigan (1989:35) menyatakan bahwa

    konteks situasi adalah latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan

    disetujui bersama oleh pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca, serta

    yang menunjang intepretasi penyimak atau pembaca terhadap sesuatu yang

    dimaksud pembicara atau penulis dengan suatu ucapan tertentu, akan tetapi dalam

    penelitian ini, peneliti hanya menggunakan satu konteks sebagai acuan dalam

    mengidentifikasi tuturan dalam penelitian, yakni konteks situasi. Leech (dalam

    Zamzani, 2007:26-28) merumuskan komponen-komponen penentu dalam konteks

    situasi berbahasa yang dijadikan penentu dalam berbahasa. Berikut akan

    dijelaskan secara ringkas komponen-komponen penentu dalam konteks situasi.

    a. Penyapa dan Pesapa

    Penyapa adalah salah satu komponen penentu dalam konteks situasi.

    Penyapa dan pesapa merupakan orang yang terlibat dalam komunikasi, yang dapat

    berpasangan dan bersifat diadik atau dapat pula tidak. Penyapa sering dikenal

    sebagai penutur menjadi sasaran penuturan dari mitra tutur. Penyapa dapat

    mengacu pada pengertian pembicara atau penulis.

    Pesapa termasuk salah satu partisipan komunikasi yang menjadi komponen

    penentu dalam konteks situasi. Pesapa dapat mengacu pada pengertian pendengar

    atau pembaca. Pesapa yang sering dikenal sebagai pendengar atau pembaca ini,

    menjadi sasaran penuturan dari penutur.

    b. Konteks Sebuah Tuturan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    Konteks tuturan mencakup berbagai aspek lingkungan fisik dan sosial yang

    terkait dengan sebuah tuturan, serta latar belakang pengetahuan yang sama- sama

    dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara yang membantu lawan bicara untuk

    menafsirkan pembicaraan.

    c. Tujuan Tuturan

    Tujuan tuturan antara lain bertanya, meminta, menyuruh, menghimbau,

    memberitahu, dan meminta maaf. Tujuan tuturan dalam hal ini disamakan dengan

    fungsi tuturan.

    d. Tuturan sebagai Aktivitas Ujar atau Bentuk Tindakan

    Tuturan dapat dipandang sebagai aktivitas ujar dalam artian bahwa

    pragmatik memang menangani sesuatu yang bersifat konkret, yaitu bersifat

    performansi verbal yang terjadi dalam situasi yang terjadi dalam situasi dan waktu

    tertentu. Selain tuturan dipandang sebagai aktivitas, dalam pragmatik tuturan

    dipandang sebagai hasil tindak verbal, yaitu sebagai hasil perilaku kegiatan

    berbahasa, yang secara empiris dapat diamati. Secara gramatikal hasil itu dapat

    berupa kalimat, tetapi secara pragmatik dapat berupa tuturan yang sama-sama

    dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara yang membantu lawan bicara untuk

    menafsirkan maksud pembicaraan.

    e. Tuturan sebagai bentuk Tindak Verbal

    Tuturan dapat dipandang sebagai hasil suatu tindak verbal, yaitu sebagai

    hasil perilaku kegiatan berbahasa yang secara empirik dapat diamati. Secara

    gramatikal hasil itu dapat berupa kalimat, tetapi secara pragmatik berupa tuturan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    2.2.5 Dialog Interaktif

    Sriwidianingsih (2015:52) menyatakan bahwa dialog interaktif adalah

    kegiatan bertanya jawab yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang bertujuan

    untuk mendapatkan suatu informasi. Berdialog dengan narasumber dapat disebut

    juga sebagai kegiatan wawancara (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008:77). Jadi

    pengertian dialog interaktif adalah dialog yang dilakukan antara narasumber di

    televisi atau radio dengan pemirsa atau pendengar tentang suatu hal yang sedang

    diperbincangkan.

    2.2.6 Makna dan Maksud/Makna Pragmatik

    Setiap tuturan yang diutarakan oleh penutur pasti mengandung makna dan

    maksud. Makna dan maksud dalam tiap-tiap tuturan itu berbeda-beda. Dalam

    memahami makna dan maksud disetiap tuturan, ada baiknya jika memahami

    definisi makna dan maksud. Berikut akan dipaparkan terkait makna dan maksud.

    2.2.6.1 Makna

    Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu

    melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah

    beragam. Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-

    kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada

    tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Pateda, 2001:82)

    mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian.

    Ferdinand de Saussure (dalam Chaer, 1994:286) mengungkapkan pengertian

    makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    tanda linguistik. Jadi makna bersifat linear atau semantis yang berkaitan langsung

    dengan kata, frasa, klausa, atau kalimat itu sendiri.

    2.2.6.2 Maksud

    Yule (2006:3) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud

    penutur. Maksud sama halnya dengan makna pragmatis. Pragmatik melibatkan

    penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam suatu konteks khusus

    dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Leech

    (2003:34) menyatakan bahwa maksud yaitu makna yang dimaksudkan pesannya.

    Senada dengan hal itu, Wijana dan Rohmadi (2009:215) menjelaskan bahwa pada

    hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan tuturnya

    mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang

    penutur tidak selamanya diutarakan secara langsung atau tersurat, akan tetapi ada

    kalanya diutarakan secara tidak langsung atau tersirat. Putrayasa (2014:24)

    menjelaskan bahwa untuk memahami maksud pemakaian bahasa seseorang

    dituntut harus memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa

    tersebut. Wijana dan Rohmadi (2011:10) menjelaskan bahwa maksud adalah

    elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara. Maksud bersifat subyektif.

    Sejalan dengan hal itu, Chaer (2009:35) menjelaskan maksud dapat dilihat

    dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang

    yang berbicara itu mengujarkan sesuatu ujaran entah berupa kalimat maupun

    frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu

    sendiri. Contohnya ada beberapa mahasiswa sedang mengerjakan tugas bersama

    di dalam rumah saat itu hari mulai petang, kemudian ada seorang mahasiswa yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    berkata “Wah kita mengerjakan tugas ditemani cahaya rembulan”. Maksud dari

    tuturan mahasiswa tersebut adalah memerintahkan salah satu temannya untuk

    menghidupkan lampu.

    Tuturan di atas menjelaskan bahwa maksud banyak digunakan dalam

    bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk bentuk gaya

    bahasa lain. Selama masih menyangkut isi bahasa maka maksud itu masih dapat

    disebut sebagai persoalan bahasa. Hal tersebut jika dirasa sudah terlalu jauh dan

    tidak berkaitan lagi dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai

    persoalan bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain, entah filsafat,

    antropologi, atau psikologi.

    2.2.7 Wujud Tuturan

    Wujud tuturan yaitu bentuk tuturan yang digunakan penutur untuk

    menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Putrayasa (2009:19) menyatakan bahwa

    wujud tuturan berdasarkan modus (isi atau amanat) yang ingin disampaikan

    dibedakan menjadi tiga, yaitu kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah.

    2.2.7.1 Kalimat Berita (Kalimat Deklaratif)

    Kalimat berita dikenal dengan kalimat deklaratif. Kalimat berita yaitu

    kalimat yang isinya menyatakan berita atau pernyataan untuk diketahui oleh orang

    lain (pendengar atau pembaca). Kalimat deklaratif adalah kalimat yang isinya

    menyampaikan pernyataan yang ditujukan kepada orang lain (Chaer, 2009:46).

    Kalimat berita berfungsi member