33
1 KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah OLEH LINA KUMILA DINI E1C114050 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2018

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

1

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL

BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT

JURNAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program

Strata Satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah

OLEH

LINA KUMILA DINI

E1C114050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA

INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2018

Page 2: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

2

Page 3: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

3

ABSTRAK

Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah bentuk

pematuhan prinsip kesantunan berbahasa dalam transaksi jual beli di pasar

tradisional Sesela? dan 2) bagaimanakah bentuk penyimpangan prinsip

kesantunan berbahasa dalam transaksi jual beli di pasar tradisional Sesela? Tujuan

penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan bentuk pematuhan prinsip kesantunan

berbahasa dalam transaksi jual beli di pasar tradisional Sesela; dan 2)

mendeskripsikan bentuk penyimpangan prinsip kesantunan dalam transaksi jual

beli di pasar tradisional Sesela. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

kualitatif. Data dan sumber data berasal dari tuturan para penjual dan pembeli

yang sedang melakukan transaksi jual beli di pasar tradisional Sesela yang di

dalamnya mengandung pematuhan dan penyimpangan prinsip kesantunan

berbahasa. Data yang dituturkan diperoleh dengan metode simak dengan teknik

dasar sadap yang melibatkan teknik lanjutan yakni teknik bebas libat cakap,

teknik rekam dan teknik catat. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan tuturan

data seperti 1) beberapa penutur (penjual dan pembeli) di pasar tradisional Sesela

mematuhi dari keenam prinsip kesantunan berbahasa yang meliputi maksim

kebijaksanaan, maksim kedermawanan/kemurahan, maksim pujian/penghargaan,

maksim kerendahan hati/kesederhanaan, maksim kecocokan dan maksim

kesimpatian; 2) beberapa penutur (penjual dan pembeli) di pasar tradisional Sesela

melanggar atau menyimpang dari keenam prinsip kesantunan berbahasa yang

meliputi maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan/kemurahan, maksim

pujian/penghargaan, maksim kerendahan hati/kesederhanaan, maksim kecocokan

dan maksim kesimpatian.

Kata kunci: Prinsip kesantunan berbahasa, penyimpangan prinsip kesantunan

berbahasa, sosiopragmatik.

Page 4: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

4

ABSTRACT

The problem in this study is 1) how is the form of adherence to the principle of

politeness in buying and selling transactions in the traditional market Sesela? And

2) how is the form of deviation from the principle of politeness in buying and

selling transactions in the traditional market of Sesela? The purpose of this study

was 1) to describe the form of adherence to the principle of language politeness in

buying and selling transactions in the traditional Sesela market; and 2) describe

the form of irregularities in the principle of politeness in buying and selling

transactions in the traditional Sesela market. This research is a qualitative

descriptive study. Data and source of data and source of data come from the

utterances of sellers and buyers who are buying and selling transactions in

traditional markets in Sesela which contain compliance and deviation from the

principle of language politeness. The data that is told is obtained by referring to

the method of listening to the basic taping technique which involves advanced

techniques namely competent involved free techniques, recording techniques and

note-taking techniques. Based on the results of data analysis, found data

utterances such as 1) some speakers (sellers and buyers) in the traditional market

Sesela adhere to the six principles of language politeness which include the

maxim of wisdom, the maxim of generosity, praise / appreciation, the maxim of

humility / simplicity, the maxim of compatibility and maxim of conscience; and

2) some speakers (sellers and buyers) in the traditional market Sesela violate or

deviate from the six principles of language politeness which include the maxim of

wisdom, the maxim of generosity in the community, the maxim of praise /

appreciation, the maxim of humility / simplicity, the maxim of compatibility and

the maxim of conscience.

Keywords: The principle of language politeness, deviation from the principle of

language politeness

Page 5: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

5

A. PENDAHULUAN

Pasar Tradisional memiliki

banyak bentuk komunikasi, baik

antara penjual-pembeli, pembeli-

pembeli, maupun penjual-penjual

lainnya. Salah satu komunikasi yang

terjalin di sebuah pasar biasanya

mengenai kesepakatan harga barang

antara penjual dan pembeli.

Penjual dan pembeli akan

menemukan kesepakatan harga

setelah adanya kegiatan tawar-

menawar. Menawarkan merupakan

suatu kegiatan seorang pedagang

yang menjajakan sebuah jasa atau

barang dagangan di dalam situasi

berdagang, baik di pasar tradisional

maupun di suatu lembaga tertentu

yang menyediakan layanan jasa.

Berikut contoh fenomena

kebahasaan antara penjual dan

pembeli yang ada di pasar.

(1) Pembeli: Araq sayur ijo?

/AraɁ sayur ijÒ?/

„Ada sayur hijau?‟

Penjual: Sik ne?

/SΙɁ nê?/

„Yang ini?‟ (sambil

menunjuk barangnya)

Pembeli: Nggih (bahasa sasak

yang halus/sopan)

/ȠgΙh/

„Iya‟

Tuturan pada data (1) pada

dasarnya sama-sama mengharapkan

mitra tutur memberikan tanggapan.

Tuturan tersebut tergolong tuturan

yang mematuhi prinsip kesantunan.

Penjual dengan santun menawarkan

barangnya kepada pembeli dengan

bahasa yang santun dan halus.

Tuturan //Nggih// yang merupakan

bahasa yang lebih santun

dibandingkan kata //Aok//

menunjukan tanggapan yang baik

dari pembeli karena penjual juga

menawarkan barangnya dengan

bahasa yang santun dan disenangi

oleh pembeli. Beda halnya jika

penjual menanggapi pembeli dengan

Page 6: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

6

bahasa yang kurang santun atau

bahasa yang melanggar prinsip

kesantunan, maka pembeli akan

cenderung hanya melewati pedagang

yang seperti itu. Penjual yang

berbahasa tidak santun dan bermuka

kecut atau tidak ramah, cenderung

akan ditinggal oleh pembeli. Karena

sejatinya pembeli ingin dilayani

dengan baik.

Percakapan di pasar sangat

bervariasi ketika sedang melakukan

tawar-menawar, seperti percakapan

yang terjadi dalam interaksi penjual

dan pembeli di Pasar Tradisional

Sesela Kecamatan Gunungsari,

Kabupaten Lombok Barat. Keadaan

pasar tersebut nyaman dan ramai.

Adanya pasar ini sangat membantu,

sebab letak dan keberadaannya yang

sangat dekat dengan rumah warga

setempat. Pasar tersebut letaknya di

desa Sesela. Barang yang dijual di

pasar ini berupa pakaian, sayuran,

buah-buahan, kosmetik, gula dan

berbagai kebutuhan pokok yang lain.

Salah satu hal yang menarik diamati

dari interaksi yang terjadi di pasar

adalah tindak tutur (speach act)

antara kedua pihak yaitu penjual

dengan pembeli yang terkait dengan

kesantunan.

Tuturan di atas salah satu

fenomena kebahasaan yang ada di

desa Sesela. Bahasa yang dimiliki di

desa Sesela kecamatan Gunungsari

sangat khas. Berdasarkan hal ini,

maka penulis merasa tertarik untuk

mengangkat permasalahan tersebut

dalam suatu penelitian. Peneliti

tertarik meneliti realita Kesantunan

Berbahasa dalam Transaksi Jual Beli

di Pasar Tradisional Sesela karena

peneliti dekat dengan lokasi

penelitian, sehingga memudahkan

Page 7: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

7

peneliti untuk mengetahui fenomena

tersebut.

Berdasarkan latar belakang

pada subbab sebelumnya,

permasalahan dalam penelitian ini

adalah, sebagai berikut; 1)

bagaimanakah bentuk kesantunan

berbahasa dalam transaksi jual beli di

pasar tradisional Sesela? 2)

bagaimanakah bentuk pelanggaran

kesantunan berbahasa dalam

transaksi jual beli di pasar tradisional

Sesela? Berdasarkan masalah

tersebut penelitian ini bertujuan; 1)

mendeskripsikan kesantunan

berbahasa dalam transaksi jual beli di

Pasar Tradisional Sesela; dan 2)

mendeskripsikan

pelanggarankesantunan berbahasa

dalam transaksi jual beli di Pasar

Tradisional Sesela.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

kualitatif bersifat deskriptif. Istilah

dekriptif itu menyarankan bahwa

penelitian yang dilakukan semata-

mata hanya berdasarkan pada fakta-

fakta yang ada atau fenomena yang

memang secara empiris hidup pada

penutur-penuturnya, sehingga yang

dihasilkan atau yang dicatat berupa

perian bahasa yang biasa dikatakan

sifatnya seperti potret, paparan

seperti adanya. Perian yang

deskriptif itu tidak

mempertimbangkan benar salahnya

penggunaan bahasa oleh penutur-

penuturnya, hal itu merupakan

cirinya yang pertama dan terutama

(Sudaryanto, 1992:62).

Dalam penelitian ini, yang

menjadi populasi yaitu semua

penutur atau anggota masyarakat

tutur yang berada dalam satu wilayah

Page 8: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

8

atau tempat yang menjadi objek

penelitian yang terdiri atas individu-

individu yang berbeda bahasa,

budaya dan status sosial. Populasi

dalam penelitian ini yaitu semua

penutur yang melakukan kegiatan

jual-beli yang berada dalam lingkup

wilayah Pasar Tradisional Sesela.

Dalam penelitian ini dipilih

teknik sampling insidental karena

teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang

secara kebetulan /insidental bertemu

dengan peneliti dapat digunakan

sebagai sampel, bisa dipandang

orang yang kebetulan ditemui itu

cocok sebagai sumber data.

Metode yang digunakan

peneliti pada tahap penyediaan data

adalah metode simak

(pengamatan/observasi). Istilah

menyimak di sini tidak hanya

berkaitan dengan penggunaan bahasa

secara lisan, tetapi juga penggunaan

bahasa secara tertulis. Metode ini

memiliki teknik dasar yang berwujud

teknik sadap. Teknik sadap disebut

sebagai teknik dasar dalam metode

simak, karena pada hakikatnya

penyimakan diwujudkan dengan

penyadapan (Mahsun, 2011: 92).

Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model

analisis deskriptif kualitatif. Model

ini fokusnya penunjukan makna,

deskripsi, penjernihan, dan

penempatan data pada konteksnya

masing-masing dan seringkali

melukiskannya dalam bentuk kata-

kata daripada angka-angka (Mahsun,

2011:257).

Metode penyajian hasil

analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode formal

dan informal.

Page 9: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

9

C. PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini adalah ada

enam pematuhan dan

pelanggaran/penyimpangan maksim

yang diutarakan oleh Leech (1983)

yaitu (a) maksim kebijaksanaan; (b)

maksim kedermawanan; (c)maksim

penghargaan/pujian; (d) maksim

kesederhanaan/kerendahan hati; (e)

maksim kemufakatan/kecococokan;

dan (f) maksim kesimpatian.

4.1 Bentuk Pematuhan Prinsip

Kesantunan Berbahasa dalam

Transaksi Jual Beli di Pasar

Tradisional Sesela

Penutur atau mitra tutur yang

dalam hal ini penjual dan pembeli

dikatakan santun apabila mereka

dapat menyesuaikan atau menaati

prinsip-prinsip kesantunan. Mereka

dianggap bisa saling menghargai

antar sesama. Sehingga komunikasi

akan berjalan dengan lancar, sesuai

dengan apa yang dimaksudkan.

Berdasarkan data yang

diperoleh dari peristiwa tutur yang

terjadi di dalam kegiatan jual beli di

Pasar tradisional Sesela, terdapat

beberapa wujud tuturan penjual

ataupun pembeli yang mematuhi

prinsip kesantunan Leech dengan

berpedoman pada maksim-maksim

yang sudah diklasifikasikan

berdasarkan teori Leech.

4.1.1 Maksim Kebijaksanaan

Terdapat beberapa wujud

tuturan pembeli ataupun penjual

yang mengandung maksim

kebijaksanaan, sebagai berikut.

(01) Pembeli : Kak tuan,

ndkne eji dua

pulu ne? (melakukan

penawaran)

/Kak tᴜan,

ndêɁnê әji

duә pᴜlu nê?/

„Kak Tuan,

bukannya harga dua puluh ribu

daging ini?

Penjual : “Ndeqte meuq”

/Ndêʔtə məuɁ/

„Tidak bisa‟

Pembeli : Pire doang?

/Pirə dÒaȠ?/

Page 10: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

10

„Berapa saja?‟

Pembeli :“Selae wah

aneh”

/Səlaê wah

anêh/

„Dua puluh

lima sudah

ayo‟

Konteks tuturan di atas

dimulai ketika seorang ibu

menanyakan harga daging kepada

penjual, kemudian penjual pun

merespon dengan jawaban yang

sesuai dengan pertanyaan pembeli

tersebut. Dalam data (01) di atas,

pembeli memang tidak menyebutkan

secara langsung perihal barang yang

ingin dibeli.Akan tetapi, hal itu dapat

diketahui dari tindakan nonverbal

yang diperlihatkan, yaitu dengan

menunjuk ke arah daging sapi.

Selain itu, tuturan tersebut jika

dikaji menggunakan teori prinsip

kesantunan, maka tuturan tersebut

mengandung maksim kebijaksanaan.

Penawaran yang dilakukan oleh

pembeli seperti tuturan Kak tuan,

ndkne eji dua pulu ne?„Kak Tuan,

bukannya harga dua puluh ribu

daging ini?„merupakan sikap yang

bijaksana karena telah memberikan

kesempatan kepada penjual untuk

mempertimbangkan harga yang akan

diberi kepada pembeli tanpa adanya

unsur paksaan. Namun, penjual

merespon dengan penolakan Ndkte

mauq‟tidak bisa„. Artinya harga yang

ditawarkan oleh pembeli belum

sesuai dengan harga yang

sebenarnya.

Dalam tuturan tersebut, terjalin

suatu keakraban antara penjual

dengan pembeli yang menunjukan

antara penjual dan pembeli. Dalam

tuturan tersebut pembeli berusaha

mengakrabkan diri dan

menggunakan sapaan menghormati

dengan sebutan Kak tuan (orang

yang lebih besar dan sudah beribadah

hajji) yang digunakan pembeli

Page 11: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

11

sebagai panggilannya kepada

penjual.

(02) Pembeli : “Pire sekilo ne?”

(menunjuk ke buah

jeruk)

/Pirə səkilo nê?/

„Berapa satu kilo ini?‟

Penjual : “Siwaq ribu”

/SiwaɁ ribu/

„Sembilan ribu‟

Pembeli : “Ndeqne pedis ne?”

/NdêɁnê pədis nê?/

„Tidak kecut ini‟

Penjual :”Pileq wah siq

manis”

/pilêɁ wah siɁ manis/

„Pilih sudah yang

manis‟

Jika dikaji berdasarkan

prinsip kesantunan Leech (1983),

maka tuturan penjual di atas

memperhatikan terlaksananya

maksim kebijaksanaan.Maksim

kebijaksanaan mengharuskan setiap

peserta tutur untuk meminimalkan

kerugian bagi mitra tutur dan

memaksimalkan keuntungan

terhadap mitra tutur.Pada tuturan

tersebut, terlihat bahwa pembeli

merasa barang (buah jeruk) yang

dilihat tidak sesuai dengan

keinginannya. Dengan sikap dan

tuturan yang bijaksana penjual

berusaha memuaskan keinginan

pembeli dengan memberi saran dan

tawaran yang membebaskan pembeli

dapat memperoleh kepuasan untuk

memilih barang yang diinginkannya,

sehingga pembeli dapat memperoleh

kepuasan atas pilihannya sendiri.

Tuturan yang menunjukan

pematuhan maksim kebijaksanaan

terdapat pada tuturan pembeli Pileq

wah siq manis „Pilih sudah yang

manis‟. Diharapkan dengan cara ini

pembeli akan merasasenang dan puas

dengan tawaran dan pelayanan yang

diberikan penjual.

4.1.2 Maksim Kedermawanan

Wujud tuturan penjual ataupun

pembeli yang termasuk dalam

pematuhan maksim kedermawanan,

terdapat dalam percakapan-

percakapan di bawah ini.

Page 12: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

12

(03) Pembeli :“Pituq ribu

aok? mun

ndeq de

brebeng,

molah lainang

taok ku mbeli”

/pituɁ ribu

aoɁ? Mun

ndêɁ də

brêbêȠ, molah

lainang taȗɁku

mbəli/

„Tujuh ribu,

ya? Kalau

tidak boleh,

supaya saya

beli di tempat

yang lain.'

Penjual :„Beit wah,

ndeqne

ngumbe-

ngumbe

timaq te rugi

sekediq‟

/Bәit wah,

ndêɁnә Ƞumbê-Ƞumbê timaɁ

tә rugi sәkәdiɁ/ ”Ambil sudah,

tidak apa-apa

meskipun rugi

sedikit”

Dalam tuturan data (03)

pembeli menawar tomat dengan

harga tujuh ribu perkiloPituq ribu

aok? mun ndkn brebeng, molah

lainang taok ku mbeli.„Tujuh ribu,

ya? Kalau tidak boleh, supaya saya

beli di tempat yang lain‟. Pembeli

mengancam, kalau tidak diberikan

dia akan membeli ke pedagang yang

lain. Ternyata penjual memberikan.

Penjual mengatakan Beit wah,

ndeqne ngumbe-ngumbe timaq te

rugi sekediq „Ambil sudah, tidak

apa-apa meskipun rugi‟. Tuturan

“meskipun rugi sedikit” inilah yang

menunjukkan bahwa penjual

membuat keuntungan diri sendiri

sekecil mungkin dan membuat

kerugian diri sendiri sebesar

mungkin.Walaupun sebenarnya

penjual itu tidak rugi, pembeli tetap

merasa diuntungkan. Cara bertutur

seperti inilah yang menunjukkan

prinsip kedermawanan diterapkan.

Penjual mengatakan tidak

mengambil keuntungan ini

maksudnya penjual memberikan

harga barangnya dengan harga yang

semurah-murahnya. Sesuai dengan

tuturan ini terlihat bahwa penjual

Page 13: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

13

berusaha memaksimalkan

keuntungan kepada pembeli dan

mengurangi keuntungan bagi dirinya

sendiri. Dengan demikian prinsip

kesantunan yang berupa maksim

kedermawanan diterapkan.

(04) Penjual :“Lime olas

aok?”

/Limə Òlas

aoɁ/

„Lima belas

ya?‟

Pembeli :“Sengeje ku

aning ite

molah ku

meuq mudaq,

laguk makat

ne mahel

laloq”

/SəȠəjə ku

aniȠ itê molah

ku məuɁ

mudaɁ, laguɁ

makat nə

mahəl laloɁ

„Sengaja saya

ke sini supaya

dikasih murah

tapi kenapa

mahal sekali‟

Penjual :”Kan wah

korting

seribu”

/kan ȗah

kortiȠ sәribu/ „kan sudah

korting seribu‟

Pembeli : “Nte”

(berpamitan)

/Ntê/

Konteks tuturan di atas

adalah seorang pembeli yang

membeli setengah kilo ayam pada

penjual dengan harga yang telah

disepakati yaitu seharga limabelas

ribu. Tetapi setelah kesepakatan

harga terjadi dan barang sudah

ditimbang, pembeli masih berasumsi

bahwa harga yang diberikan oleh

penjual masih terbilang mahal.Hal

tersebut bisa saja dilakukan oleh

pembeli sebagai strategi agar penjual

bersedia menurunkan harga ayam

tersebut. Sedangkan, dalam tuturan

penjual berikut ini kan wah korting

seribu„kan sudah korting seribu‟.

Artinya, penjual sudah memberikan

potongan harga sebesar seribu rupiah

pada pembeli.Karena pada tuturan

sebelumnya penjual telah

menjelaskan kepada pembeli bahwa

Page 14: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

14

modal untuk sekilo ayam itu tiga

puluh satu ribu.

Terlepas dari benar atau

tidaknya tuturan penjual yang

menyebutkan bahwa modal ayam

tersebut tiga puluh satu ribu per

kilonya,sedangkan uang yang

dibayar oleh pembeli untuk setengah

kilo ayam sejumlah lima belas ribu

rupiah maka memang benar penjual

telah memberikan potongan harga

sebesar seribu rupiah pada pembeli.

Jika dikaji berdasarkan prinsip

kesantunan maka penjual telah

melakukan maksim kedermawanan

dengan memaksimalkan kerugian

terhadap dirinya dan memaksimalkan

keuntungan terhadap pembeli (mitra

tuturnya).

(05) Penjual :”Pire siq de tbeng

mun lek ito?”

/Pirə siɁ də tbêȠ mun

lêk ΙtÒ?

„berapa dikasih kalau

di sana?‟

Pembeli :”Pituq likur.”

/PituɁ likur/

„Dua puluh

tujuh‟

Penjual :”Enem likur

wah siq ku

beng side ne”

/әnәm likur

ȗah siɁ ku

beȠ sidә nê/

„Dua puluh

enam sudah

saya kasih ini‟

Tuturan di atas

memperlihatkan bahwa penjual telah

menjalankan prinsip kesantunan

yakni pematuhan maksim

kedermawanan.Aturan dalam

maksim ini menggariskan setiap

peserta tutur mengurangi keuntungan

bagi diri sendiri dan memaksimalkan

untungan bagi mitra tutur. Tuturan

yang membuktikan bahwa penjual

melaksanakan maksim

kedermawanan, ada pada tuturan

berikut ini Enem likur wah siq ku

beng sd ne„Dua puluh enam sudah

saya kasih ini‟. Tampak pada tuturan

tersebut, penjual memberikan

pembeli harga yang lebih murah dari

Page 15: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

15

harga yang diberikan oleh penjual

lain.Hal tersebut menunjukkan sikap

kedermawanan penjual kepada

pembeli.

4.1.3 Maksim Penghargaan/Pujian

Berdasarkan data yang telah

diidentifikasi, di bawah ini akan

dianalisis tuturan yang mengandung

penerapan maksim pujian.

(06) Pembeli : Empat lima?

/əmpat limə?/

„Empat puluh

lima?‟

Penjual : “Aok”

/AÒɁ/

„Iya‟

Pembeli :“Ndeqne beu

empat pulu?”

/NdêɁnə bəu

əmpat pulu?/

„Tidak bisa

empat puluh.‟

Penjual :”Beit wah

inges.”

/Bәit ȗah

iȠәs/

„Ambil sudah

cantik.‟

Dalam percakapan di atas

memperlihatkan peserta tutur saling

menawar. Pembeli bertanya dan

menawar harga barang yang akan

dibeli yang diperlihatkan pada

kalimat Empat lima?„Empat puluh

lima‟ Dengan sabar penjual

menjawab “Aok” „Iya‟. Penjual

sudah memberikan dengan harga

yang lebih murah, jauh dengan harga

yang telah ditawarkan dan penjual

masih memberikan pujian dengan

panggilan ”cantik”. Tuturan ini

menunjukkan bahwa dengan

memberikan pujian kepada pembeli

berarti penjual telah menerapkan

maksim sesuai dengan prinsip

kesantunan yaitu maksim pujian.

(07) Penjual :”Dadar inges?”

/Dadar iȠәs?/ „Kacang panjang

cantik?‟

Pembeli : (Diam kemudian

berlalu)

Penjual :“Ne arak dadar ne”

Nê araɁ dadar nê/

„Ini ada kacang

panjang ni‟

Pembeli : (Menoleh kemudian

pergi lagi)

Dalam tuturan di atas, terlihat

bahwa penjual menjadi orang

Page 16: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

16

pertama yang memulai percakapan

dengan memberikan penawaran

kepada pembeli (mitra tutur). Berikut

tuturan yang digunakan penjual

Dadar inges? „Kacang panjang

cantik?‟.meskipun tawaran penjual

ditanggapi dengan sikap yang kurang

baikoleh pembeli karena pembeli

tidak meberikan komentar apapun

melainkan bergegas pergi. Akan

tetapi, tuturan yang diucapkan oleh

penjual dengan memberikan

penghargaan berupa pujian kepad

pembeli dengan memanggi

perempuan muda yang menjadi mitra

tuturnya (pembeli) tersebut dengan

sebutan inges „cantik‟ menunjukkan

bahwa penjual dalam percakapan ini

melaksanakan prinsip kesantunanan

Leech (1983), yaitu penggunaan atau

pematuhan maksim

penghargaan/pujian.

4.1.4MaksimKesederhanaan/

Kerendahan Hati

Wujud tuturan penjual

ataupun pembeli yang termasuk

dalam pematuhan maksim

kesederhanaan/kerendahan hati,

terdapat dalam percakapan-

percakapan di bawah ini.

(08) Pembeli :”Pire sekilo?

Makat ngne

ruene?”

(sambil

menunjuk ke

arah daging

ayam yang

terlihat kusam

karena terkena

panas)

/Pirə səkilo?

Makat Ƞnê

rȗənə?/

„Berapa

sekilo?

Kenapa begini

rupanya?‟

Penjual :”Ye

kepanasan.

Epene bae

ngne, pileq

wah siq

segerang”

/Yә

kәpanasan.

êpênә baê

ngnê, pilêɁ

ȗah siɁ

sәgәraȠ/

Page 17: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

17

„Dia

kepanasan.

Orang yang

punya aja

begitu, pilih

sudah yang

lebih bagus‟

Pada awal tuturan, tampak

bahwa pembeli menanyakan harga

sekilo ayam kepada pembeli.Hanya

saja pembeli merasa heran karena

ayam tersebut sudah tampak tidak

segar.menanggapi hal tersebut,

penjual menunjukkan sikap rendah

hatinya dalam tuturannya berikut ini,

ye kepanasan. Epene bae ngne, pileq

wah siq segerang„ Dia kepanasan.

Orang yang punya aja begitu, pilih

sudah yang lebih bagus‟. Dalam

tuturan tersebut, penjual menjelaskan

kepada pembeli bahwa ayam tersebut

tampak layu dan tidak segar karen

aterus-menerus terkena panas

matahari. Dengan sikap rendah

hatinya pula penjual pun

menyamakan dirinya dengan ayam

yang tampak tidak segar tersebut.

Tidak hanya itu, penjual pun

menunjukkan kepada pembeli mana

ayam yang lebih bagus dengan

membebaskan pembeli untuk

memilih sesuai dengan keinginannya.

Sikap yang ditunjukkan oleh

pembeli tersebut memperlihatkan

terlaksananya prinsip kesantunan

yakni pematuhan maksim

kerendahan hati. Aturan di dalam

maksim ini agar peserta tutur

senantiasa bersikap rendah hati

dengan menurangi pujian tersebut

terhadap diri sendiri.

4.1.5MaksimKemufakatan/

Kecocokan

Dalam penelitian ini

ditemukan percakapan yang

mengandung prinsip kesantunan

yang berupa maksim kesepakatan.

(09) Pembeli :“Selae aok?”

/Səlaê aoɁ?/

„Dua puluh

lima, ya?‟

Page 18: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

18

Penjual :“Ndeqne beu,

romboq Nak

Aton!”

/NdêɁnə bəu,

romboɁ NaɁ

Aton!/

„Tidak bisa,

tambah Nak

Aton!‟

Pembeli :“Selae wah

siq beng”

/Səlaê ȗah siɁ

bêȠ/

„Kasih dua

puluh lima

sudah‟

Penjual :“Beit wah,

due pituq!”

/Bəit ȗah, dȗə

pituɁ!/

„Ambil sudah,

dua puluh

tujuh‟

Pembeli :“Ee..selae

wah siq

beng.”

/êê..sәlaê ȗah

siɁ bêȠ/ „Ee.. Dua

puluh lima

kasih sudah‟

Dalam percakapan di atas,

terdapat pematuhan prinsip

kesantunan berbahasa yang berupa

pematuhan maksim kesepakatan.

Penjual meminta tambahan harga,

namun pembeli tidak mau. Ini

terlihat dalam dialog Penjual:

Ndeqne beu, romboq Nak Aton!

„Tidak bisa, tambah, Bu Aton!‟.

Dijawab oleh pembeli Selae wah siq

beng„ Dua puluh lima ribu sudah

berikan‟ Pembeli tetap menawar dua

puluh lima ribu. Penjual meminta

menambah penawarannya tetapi

pembeli tetap tidak mau. Penjual

akan memberikan tetapi masih

ditawarkan lagi dengan jalan pembeli

disuruh menambah sedikit lagi. Hal

ini ditunjukkan pada tuturan beit

wah, dua pituq! „Ambil sudah. Dua

puluh tujuh ribu‟. Pembeli tetap tidak

mau dan masih tetap pada penawaran

semula dua puluh lima ribu, Karena

pembeli tetap pada penawarannya,

akhirnya penjual menyepakati harga

dua puluh lima ribu.

(10) Pembeli :”Terong aceh

setenge pire?”

/TəroȠ acêh

sətəȠə pirə?/

„Tomat berapa

setengah?‟

Penjual :”Sekilo wah,

due setenge!”

Page 19: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

19

/Səkilo ȗah,

duə sətəȠə/

„Sekilo sudah,

dua ribu lima

ratus!‟

Pembeli :”Due kilo,

seribu siq beng

sekilo aok?”

/Duə kilo,

səribu siɁ bêȠ

səkilo aoɁ/

„Dua kilo,

seribu dikasih

saya sekilo

ya?‟

Penjual :”Due kilo

ne?”

/Duә kilo nê?/

„Dua kilo ini?‟

Pembeli :”Aok wah”

/AoɁ ȗah/

„Iya sudah‟

Jika disimak secara seksama,

ada ketidaksesuaian antara tuturan

pembeli dengan jawaban penjual

pada awal percakapan tersebut.Jika

pada tuturan awalnya dengan jelas

pembeli menanyakan harga setengah

kilo tomat, penjual justru memberi

jawaban berbeda yang meminta

pembeli untuk membeli lebih dari

yang diinginkanya. Kemudian pada

tuturan berikutnya pembeli

melakukan penawaran seperti berikut

Due kilo, seribu siq beng sekilo aok?

„Dua kilo, seribu dikasih saya sekilo

ya?‟. Penjual pun meresponnya

dengan kalimat pertanyaan berikut

Due kilo ne? „Dua kilo ini?‟.

Jawaban tersebut dianggap sebagai

bentuk kesetujuan penjual terhadap

penawaran pembeli, sekaligus ingin

menanyakan kembali perihal

kesanggupan pembeli untuk membeli

barang sebanyak penawarannya

tersebut dan pembeli pun

menyetujuinya. Jadi, dalam

percakapan di atas terjadi pematuhan

prinsip kesantunan yakni pematuhan

maksim kecocokan yang dilakuksn

oleh penjual.

4.1.6 Maksim Kesimpatian

Wujud tuturan penjual

ataupun pembeli yang termasuk

dalam pematuhan maksim

Page 20: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

20

kesimpatian, terdapat dalam

percakapan-percakapan di bawah ini.

(11) Pembeli :“Beluq ribu aok?”

/BəluɁ ribu aoɁ?

„Delapan ribu yaa‟

Penjual :“Sépulu”

/Səpulu/

„Sepuluh ribu‟

Pembeli :“Beluq ribu wah!”

/BəluɁ ribu ȗah!/

„Delapan ribu sudah!‟

Penjual :“Beit wah, jeri

penggarus”

/Bәit ȗah, jәri

peȠgarus/ „Ambil sudah, jadi

penglaris‟

Rasa simpati penjual pada

data di atas dapat dibuktikan pada

tuturan Beitwah jeri penggarus

„ambil sudah jadi penglaris‟. Kalimat

ini diungkapkan penjual kepada

pembeli dengan penuh kesimpatian

dengan rela memberikan harga sesuai

dengan tawaran pembeli.

(12) Penjual :”Selae wah me”

/Səlaê ȗah mə/

„Dua puluh sudah

ayo‟

Pembeli I :”Due pulu wah

mae!”(langsung

memasukkan daging

tersebut ke dalam

timbangan)

/Duə pulu ȗah maê!/

„Dua puluh

sudah ayo‟

Penjual :(Diam tanpa

berkomentar

apapun)

Pembeli II :”E...

keagetne, oku

bae ndeqne

wah beng eji

due pulu”

/ê...kәagәtnә,

Òku baê

ndêɁnә ȗah

bêȠ әji duә

pulu/

„E... beruntung

kamu, saya

saja tidak

pernah dikasih

seharga dua

puluh‟

Pembeli I :”Girangne siq

ngilon

dengan”

/GiraȠnə siɁ

Ƞilon dəȠan/

„sukanya

membela

orang‟

Tuturan yang diucapkan oleh

pembeli II pada kutipan berikut E...

keagetne, oku bae ndeqne wah beng

eji due pulu„E... beruntung kamu,

saya saja tidak pernah dikasih

seharga dua puluh‟ merujuk pada

kesimpatian yang ditunjukkan oleh

pembeli II kepada penjual.Wujud

Page 21: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

21

rasa simpati yang ditunjukkan oleh

pembeli II kepada penjual dapat

dilihat dari tuturan selanjutnya dari

pembeli I yang menganggap pembeli

II membela penjual dengan

menuturkan Girangne siq ngilon

dengan„sukanya membela orang‟.

Tuturan pembeli II bersimpati pada

penjual karena pembeli I menawar

terlalu rendah kepada penjual,

padahal penjual telah memberikan

tawaran yang cukup rendah pada

pembeli I daripada pembeli

lainnya.Oleh sebab itu, pembeli II

membela penjual. Dalam hal ini

pembeli II telah mematuhi prinsip

kesantunan yaitu pematuhan maksim

kesimpatian.

4.2 Bentuk Penyimpangan Prinsip

Kesantunan Berbahasa dalam

Transaksi Jual Beli di Pasar

Tradisional Sesela

Apabila penutur atau mitra

tutur tidak menaati prinsip-prinsip

kesantunan dikatakan tidak santun.

Di bawah ini akan dianalisis kegiatan

tutur transaksi jual beli di pasar

Tradisional Sesela yang melanggar

bentuk kesantunan berbahasa.

4.2.1 Penyimpangan Maksim

Kebijaksanaan

Wujud tuturan penjual dan

pembeli yang melanggar prinsip

kebijaksanaan adalah sebagai

berikut.

(13) Pembeli : “Pire ejin

kicang?”

(menanyakan

harga barang

ke penjual)

„Berapa harga

kicang?‟

/Pirə əjin

kicaȠ?/

Penjual :”Seribu pas

sekeq ndeqne

beu kurang”

/Sәribu pas

sәkêɁ ndêɁnә

bәȗ kuraȠ/ „Seribu satu

tidak bisa

kurang‟

Page 22: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

22

Konteks tuturan pada data (2)

terjadi ketika seorang pembeli

menanyakan harga barang ke pada

penjual, kemudian penjual merespon

dengan kalimat Seribu pas sekeq

ndeqne beu kurang„Seribu satu tidak

bisa kurang‟. Dari penuturan penjual

tersebut, terdapat adanya unsur

penyimpangan prinsip kesantunan

yakni penyimpangan maksim

kebijaksanaan.

Tuturan penjual dikatakan

menyimpang dari maksim

kebijaksanaan karena tampak pada

tuturan tersebut, penjual telah

menetapkan atau mematok harga

barangnya sehingga menutup

kesempatan peluang bagi pembeli

untuk dapat melakukan penawaran

lagi. Hal itu dipertegas dengan

tuturan pas dan dipertegas dengan

tuturan ndeqne beu kurang yang

diucapkan langsung oleh penjual.

Jika dikaitkan dengan skala

kesantunan Leech (1983),

Optionality scale atau skala pilihan

yang mengatakan bahwa apabila

pertuturan itu sama sekali tidak

memberikan kemungkinan memilih

bagi si penutur dan mitra tutur, maka

tuturan tersebut akan dianggap tidak

santun. Oleh karena itu, sikap yang

ditunjukkan oleh penjual dalam hal

ini dianggap meminimalkan

keuntungan bagi mitra tutur

(pembeli) dan menyimpang dari

maksim kebijaksanaan.

4.2.2 Penyimpangan Maksim

Kedermawanan

Wujud tuturan penjual atau

pembeli yang menyimpang dari

maksim kedermawanan terdapat

pada percakapan-percakapan di

bawah ini.

(14) Pembeli :”Romboq

oku maeh

sekeq” (sambil

Page 23: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

23

membayar

dengan uang

pas)

/RomboɁ Òku

maêh səkêɁ/

„Tambahkan

saya satu‟

Penjual :”Eeehhh”(menolak

permintaan

pembeli)

Pembeli :”Makat siq

pelit laloq!”

/Makat siɁ

pəlit laloɁ!/

„kenapa sih

pelit sekali!‟

Tuturan pada data (7) di atas

berlangsung setelah terjadinya

kesepakatan harga dan jumlah barang

antara penjual dengan pembeli. Lalu

berlanjut dengan tuturan pembeli,

seperti yang dikutip berikut Romboq

eku maeh sekeq„Tambahkan saya

satu‟. Tuturan pembeli pada tuturan

tersebut, termasuk dalam

penyimpangan prinsip kesantunan

yakni penyimpangan maksim

kedermawanan. Maksim

kedermawanan mengharuskan setiap

peserta tutur mengurangi keuntungan

bagi diri sendiri dan memaksimalkan

keuntungan bagi mitra

tutur.Sedangkan hal yang dilakukan

oleh pembeli sangat bertolak

belakang dari tuturan tersebut,

karena tampak pada tuturan tersebut,

pembeli meminta diberikan

tambahan atau bonus sebanyak satu

buah kepada penjual. Padahal

sebelumnya, telah terjadi

kesepakatan antar penjual dengan

pembeli.Dengan adanya tambahan

atau bonus tersebut, maka dapat

merugikan penjual.

Sementara itu, jika dilihat

dari skala kesantunan Leech (1983),

maka tuturan pembeli tersebut

termasuk dalam skala kesantunan

yang pertama yaitu Cost benefit scale

atau skala kerugian dan keuntungan.

Menurut skala kerugian dan

keuntungan ini, semakin tuturan

tersebut merugikan diri penutur,

maka akan semakin dianggap

Page 24: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

24

santunlah tuturan itu. Sebaliknya,

semakin tuturan itu menguntungkan

diri penutur, maka akan semakin

dianggap tidak santunlah tuturan itu.

(15) Pembeli :”E.... ndeq naraq

dengan nimbang

maraq ngni ntan ne,

romboq oku karing

sekediq”

/ê... ndêɁ naraɁ

dәȠan nimbaȠ

maraɁ Ƞni ntan nә,

romboɁ Òku kariȠ

sәkәdiɁ/ „E... tidak ada orang

yang nimbang seperti

itu, tambahkan sedikit

lagi‟

Penjual :“Wah ne”

/ȗah nê/

„Sudah ini‟

Memperhatikan tuturan

pembeli pada percakapan (7) di atas,

yaitu E.... ndeq naraq dengan

nimbang maraq ngni ntan ne,

romboq eku karing sekediq„E... tidak

ada orang yang nimbang seperti itu,

tambahkan sedikit lagi‟. Tuturan

tersebut berlangsung ketika pembeli

tengah memperhatikan penjual yang

sedang menimbang cabe

merah.karena merasa cara

menimbang penjual terlalu pas, maka

pembeli merasa kurang puas dengan

hal itu. Lalu pembeli dengan

sendirinya menambahkan lagi cabe

nerah tersebut ke dalam

timbangan.Hanya saja cabe merah

yang diambil pembeli sebagai

tambahan terlalu banyak dan jauh

melampaui batas ukuran yang

sebenarnya.Hingga pada akhirnya

penjual pun meminta pembeli untuk

tidak menambahkan lagi cabe merah

tersebut.Sikap yang ditunjukkan

pembeli dalam hal ini telah

melanggar prinsip kesantunan yakni

penyimpangan maksim

kedermawanan. Hal tersebut

dikarenakan pembeli telah

memaksimalkan keuntungan bagi

diri sendiri dan meminimalkan

keuntungan bagi mitra tutur

(penjual).

Page 25: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

25

4.2.3 Penyimpangan Maksim

Penghargaan/Pujian

Wujud tuturan penjual

ataupun pembeli yang menyimpang

dari maksim penghargaan/pujian

terdapat dalam percakapan di bawah

ini.

(16) Penjual :”Seger ne, beruqne

dateng”

/Səgər nê, bəruɁnə

datəȠ/

„Segar ini, baru

datang‟

Pembeli :”E..laguq siq

beleqan sekediq, ne

maraq beleq tolang

bageq”

/ê..laguɁ siɁ bәlêɁan

sәkәdiɁ, nê maraɁ

bәlêɁ tolaȠ bagêɁ/ „E.. tapi yang besaran

sedikit, ini kayak

sebesar biji asam‟

Terlihat pada tuturan pembeli

berikut E..laguq siq beleqan sekediq,

ne maraq beleq tolang bageq„E.. tapi

yang besaran sedikit, ini kayak

sebesar biji asam‟. Pernyataan

pembeli yang menyamakan buah

salak dengan biki asam semakin

memperlihatkan bahwa tuturan yang

digunakan oleh pembeli merupakan

suatu bentuk celaan dan hal tersebut,

termasuk alam

pelanggaran/penyimpangan prinsip

kesantunan yakni penyimpangan

maksim penghargaan.

Berbeda halnya dengan

tuturan penjual dalam percakapan di

atas, tuturan penjual yang digunakan

untuk mengawali percakapan

tersebut tidak ditemukan adanya

unsur penggunaan atau

penyimpangan terhadap prinsip

kesantunan berbahasa.

4.2.4 Penyimpangan Maksim

Kesederhanaan/Kerendahan Hati

Dalam penelitian ini,

pelangaran terhadap maksim

kesederhanaan/kerendahan hati

terdapat pada percakapan di bawah

ini.

(17) Pembeli : “Pire sekilo?”

/Pirə səkilo?/

Page 26: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

26

„Berapa

sekilo?‟

Penjual ; “Baluq olas”

/BaluɁ Òlas/

„Delapan

belas‟

Pembeli :Lima olas,

aok?

/Lima Òlas

aoɁ?/

„Lima belas,

ya?‟

Penjual :“Ndeqne

beu.”

/NdêɁnə bəu/

„Tidak bisa‟

Pembeli :“Kemahelne”

/Kəmahəlnə/

„Mahal sekali‟

Penjual : Lasing ndeq

naraq bae

barang

mudaq!

Selapuq taek

harga barang

neke.”

/LasiȠ ndêɁ

naraɁ baê

baraȠ

mudaɁ!

SәlapuɁ taêk

harga baraȠ

nәkә/ „Tidak ada

barang

murah!Sekara

ng emua harga

barang naik.‟

Percakapan menunjukkan

bahwa penjual marah-marah karena

barangnya ditawar dengan harga

yang sangat murah.Ini berarti penjual

tidak berusaha memaksimalkan rasa

hormat kepada pembeli.Ia justru

marah-marah dengan muka yang

cemberut. Tuturan penjual Lasing

ndeq narak bae barang mudaq!

Selapuk taek harga barang neke

„Tidak ada barang murah! Sekarang

emua harga barang

naik‟.Menunjukkan penyimpangan

terhadap prinsip kesantunan yakni

penyimpangan maksim

keederhanaan/kerendahan hati.

4.2.5 Penyimpangan Maksim

Kemufakatan/Kecocokan

Wujud penyimpangan prinsip

kesantunan berbahasa yakni maksim

kemufakatan/kecocokan terdapat

pada tuturan di bawah ini.

(18) Pembeli :“Pire sekilo?”(sambil

memegang kol)

/Pirə səkilo?/

„Berapa sekilo?‟

Penjual :“Sepulu”

/Səpulu/

„Sepuluh ribu‟

Pembeli :“Dua pulu, telu aok?”

/Dua pulu, təlu aoɁ/

Page 27: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

27

„Dua puluh ribu ambil

tiga, ya?‟

Penjual:(Tidak

menghiraukan,

sambil menata

dagangannya)

Data di atas memperlihatkan

tidak ada jawaban apapun dari

penjual. Bahkan penjual tidak

menghiraukan pembeli dan ditinggal

sambil menata dagangannya.Ini

menunjukkan bahwa belum ada

kesepakatan harga antara penjual dan

pembeli. Ketidaksepakatan itu terjadi

lagi ketika pembeli mengulang

menawaar lagi dengan penawaran

tetap.Pembeli tambah menoleh tak

menghiraukan dan tetap tidak ada

jawaban.Percakapan ini

menunjukkan ketidaksepakatan

antara penjual dan pembeli.Tuturan

di atas menunjukkan penyimpangan

prinsip kesantunan berbahsa yakni

penyimpakan maksim

kemufakatan/kecocokan.

4.2.6 Penyimpangan Maksim

Kesimpatian

Berdasarkan hasil identifikasi

dan klasifikasi data, tuturan yang

mengandung pelanggaran maksim

simpati antara lain seperti di bawah

ini.

(18) Pembeli :“Pire sekilo?”(sambil

memegang kol)

/Pirə səkilo?/

„Berapa sekilo?‟

Penjual:“Sepulu”

/Səpulu/

„Sepuluh ribu‟

Pembeli:“Dua pulu, telu aok?”

/Dua pulu, təlu aoɁ/

„Dua puluh ribu ambil

tiga, ya?‟

Penjual:(Tidak

menghiraukan,

sambil menata

dagangannya)

Berdasarkan data di atas,

pelanggaran maksim kesimpatian

ditunjukkan dengan lambang non

verbal misalnya, menoleh, menata

dagangannya, ekspresi wajah

cemberut. Sayur yang ditawar oleh

pembeli memang tidak diberikan

oleh penjual, entah penawaran terlalu

Page 28: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

28

rendah atau tidak boleh ditawar

pembeli. Pada tuturan di atas pembeli

menawar barang yang akan dibeli

kepada penjual, tapi penjual tetap

tidak menghiraukan pembeli dan

dengan ekspresi wajah cemberut.

Penjual tidak menunjukkan sikap

yang simpati kepada pembeli. Sikap

seperti ini menunjukkan sikap yang

tidak dikehendaki di dalam kaidah

bertutur. Oleh karena itu percakapan

ini melanggar prinsip kesantunan

berbahasa yakni pelanggaran maksim

kesimpatian.

(19) Pembeli : “Pire mpaq ne?”

/Pirə mpaɁ nê?

„Berapa daging ini?

Penjual : “Telong dese”

/TəloȠ dəsə/

„Tiga puluh‟

Pembeli : “Selae wah aok?”

/Səlaê ȗah aoɁ?

„Dua puluh lima yaa?‟

Penjual : “Telong dese wah

mule ejine”

/TəloȠ dəsə ȗah mulə

əjinə/

„Tiga puluh sudah

harganya‟

Pembeli : “Selae wah yek.

Nggakne kepengku”

/Səlaê ȗah yeɁ.

ȠgaɁnə kêpêȠku/

„Dua puluh lima

sudah. Cuma ini uang

saya‟

Penjual : “Keh.. ndak mbeli

wah. Ndek narak

barang mudaq nke

/Kêh.. ndaɁ mbәli

ȗah. ndәɁ naraɁ

baraȠ mudaɁ nkә/

„Keh.. jangan beli di

sini sudah. Tidak ada

barang murah

sekarang‟

Dalam percakapan di atas

pelanggaran atau penyimpangan

maksim kesimpatian yang

ditunjukkan dengan percakapan

penjual yang tidak memiliki sikap

simpati terhadap lawan tuturnya.

Percakapan yang dimaksud adalah

“Keh.. ndak mbeli wah. Ndek narak

barang mudaq nke.” „Keh.. jangan

beli di sini sudah. Tidak ada barang

murah sekarang‟. Pada dialog

sebelumya, pembeli sudah menawar

harga daging dengan harga yang

tidak terlalu jauh selisihnya. Pembeli

sudah menyatakan penawarannya

sesuai dengan uang yang

dimilikinya. Namun, penjual tidak

memberikan bahkan pembeli itu

merespon negatif dengan melarang

pembeli tersebut membeli

Page 29: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

29

dagangannya. Hal ini menunjukkan

adanya penyimpangan maksim

kesimpatian.

D. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dibahas pada bab sebelumnya

yaitu mengenai pematuhan dan

penyimpangan prinsip kesantunan

berbahasa yang terjadi dlam transaksi

jual beli di pasar tradisional Sesela.

1. Sesuai dengan data yang

ditemukan, terdapat bukti-bukti

bahwa beberapa penjual dan pembeli

di pasar tradisional Sesela mamatuhi

prinsip kesantunan berbahasa ketika

melangsungkan transaksi di pasar.

Bentuk pematuhn prinsip kesantunan

terjadi pada keenam maksim

kesantunan berbahasa, yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim

kedermawanan/kemurahan, maksim

pujian/penghargaan, maksim

kesederhanaan/kerendahan hati,

maksim kecocokan/kemufakatan,

dan maksim kesimpatian yang

dianalisis berdasarkan teori prinsip

kesantunan Leech (1983).

2. Tidak hanya tuturan yang

mematuhi prinsip kesantunan yang

terjadi dalam transaksi jual beli di

pasar tradisional Sesela, tetapi

adapula tuturan yang menyimpang

atau melanggar prinsip kesantunan

berbahasa. Penyimpangan terhadap

prinsip kesantunan berbahasa yang

dimaksud terjadi pada keenam

maksim, yaitu maksim

kebijaksanaan, maksim

kedermawanan/kemurahan, maksim

pujian/penghargaan, maksim

kesederhanaan/kerendahan hati,

maksim kecocokan/kemufakatan,

dan maksim kesimpatian.

Page 30: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

30

Saran

Setiap penelitian membutuhkan

saran-saran yang membangun dan

berguna untuk menyempurnakan

suatu penelitian. Adapun saran yang

dipaparkan dalam penelitian ini

sebagai berikut.

1. Mengingat masih banyak hal

yang perlu diteliti mengenai

fenomena kebahasaan yang

terjadi di lingkunagn penjual

dan pembeli yang ada di

pasar tradisional Sesela,

peneliti berharap ada peneliti

berikutnya yang dapat

menggali lebih rinci

mengenai pematuhan dan

penyimpangan prinsip

kesantunan di lingkungan

pasar.

2. Sebagai mahasiswa

(masyarakat yang

berpendidikan) yang

menjunjung tinggi nilai-nilai

kesopanan, hendaknya hasil

penelitian ini dapat

meningkatkan adat kesantunan

dalam berkomunikasi.

3. Hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan

informasi penelitian dan

sebagai bahan perbandingan

peneliti-peneliti berikutnya.

Page 31: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

31

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani. 2010. Pelanggaran Prinsip

Kesantunan dan Implikatur

dalam Acara Opera Van

Java di Trans 7 (Sebuah

Kajian Pragmatik.

Universitas Mataram.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie.

2004.Sosiolinguistik:Perken

alan Awal. Jakarta: Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan

Berbahasa. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Ismari. 1995. Percakapan. Surabaya:

Airlangga University Press

Kridalaksana, Harimurti. 1978.

Keutuhan Wacana. Jakarta:

Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-

prinsip Pragmatik. Jakarta:

Universitas Indonesia

Nazlah, Siti. 2013. Penggunaan

Prinsip Kesantunan

Berbahasa dalam Kegiatan

Jual Beli di Pasar

Mandalika. Universitas

Mataram.

Mahsun. 2011. Metode Penelitian

Bahasa. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Munawarah. 2013. Analisis Maksim-

maksim Tutur di dalam

Novel Negeri 5 Menara

Karya A. Fuadi. Universitas

Mataram.

Pranowo. 2012. Berbahasa Secara

Santun. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik:

Kesantunan Imperatif

Bahasa Indonesia.Jakarta:

Erlangga.

Rohmadi, Muhammad. 2010.

Pragmatik Teori dan

Analisis. Surakarta: Yuma

Pustaka.

Samsuri. 1988. Analisis Bahasa.

Jakarta: Erlangga.

Sudaryanto. 1992. Metodologi

Penelitian Kualitatif.

Malang: Ar-ruzz Media.

--------------. 1993. Metode dan

Aneka Teknik Analisis

Bahasa (Pengantar

Penelitian Wacana

Kebudayaan secara

Linguistis). Yogyakarta:

Duta Wacana University

Press.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa

Indonesia. 2007. KBBI.

Jakarta: Balai Pustaka.

Trisna. 2011. Relasi Penggunaan

Prinsip Kerja Sama

dengan Prinsip

Kesantunan Berbahasa

pada Transaksi Jual Beli

di Pasar Tradisional

Presak Timur (Sebuah

Page 32: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

32

Kajian Sosio-Pragmatik).

Universitas Mataram.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-

Dasar Pragmatik.

Yogyakarta: Penerbit

Andi.

Page 33: KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI …eprints.unram.ac.id/9667/1/JURNAL SKRIPSI.pdfKESANTUNAN BERBAHASA DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI PASAR TRADISIONAL SESELA KECAMATAN

33