KESATUAN KRISTO SOTERIOLOGIS

Embed Size (px)

Citation preview

MENGHINDARI SKISMA MENUJU KESATUAN GEREJAMengeliminir Kesalahpahaman mengenai Perpecahan Gereja Menurut Yohanes 17 : 21 Melalui Pendekatan Kesatuan Teo-Sosiologis dalam hal ini Kristo Soteriologis

Diajukan kepada Bapak Drs. Harianto GP, MA, M.Div, Th.M, untuk memenuhi Tugas Semi-Thesis sebagai bagian dari Persyaratan Mata Kuliah Introduksi Perjanjian Baru pada Program Master of Arts - Christian Leadership Institut Teologi Indonesia

Philips Y. Wenas NIM : 08.008.0242

INSTITUT TEOLOGI INDONESIA SURABAYA2009

BAB I PENDAHULUAN

Apakah Skisma Gereja itu? Secara umum Skisma Gereja artinya : Perpecahan Gereja. Doa Tuhan Yesus agar mereka semua menjadi satu telah menginspirasi banyak orang dan lembaga Kristen untuk mengusahakan persatuan dan kerjasama. Lahirlah gerakan oikumenis atau ekumenikal yang mengusahakan terciptanya kerjasama dan kesatuan semua orang percaya di bawah satu payung organisasi universal. Dari Edinburgh Missionary Conference tahun 1910 hingga Amsterdam 1948, lahirlah World Council of Churches (Dewan Gereja Dunia). Dalam situasi tertentu, usaha kerjasama ini menyebar ke sektor-sektor lain seperti ekonomi dan politik. Bagaimanakah orang Kristen bisa menghadapi tantangan zaman jika kekuatannya terpecah-belah? Dari sisi kesaksian kepada dunia, mereka bertanya: bagaimanakah dunia bisa percaya jika orang Kristen sendiri terkotak-kotak ke dalam pelbagai aliran dan denominasi? Berhasilkah upaya penyatuan orang Kristen ke dalam satu wadah kerjasama ekumenis? Jika tidak, mengapa? Apakah orang Kristen tidak mungkin bisa bersatu? Jika orang percaya tidak dapat bersatu, maka realitiskah doa Tuhan Yesus agar mereka semua menjadi satu? Tidakkah Tuhan Yesus menetapkan sesuatu yang fatalistis? Maka lahirlah ratapan pesimis menghadapi tujuan sisipianis" (1) ini.

Tidak hanya gagal, bahkan juga counter-productive. Konsili-konsili ekumenis pertama gagal mencegah perpecahan gereja dan malah muncul bidat-bidat. Gereja-gereja Barat dan Timur saling mengekskomunikasi pada tahun 1054. (2). Kemudian gereja Barat pecah dengan lahirnya Reformasi Protestan pada abad ke-16 (Weber, 1984:341). Untuk mengurangi depresi menghadapi fatalisme sisipianis ini, maka para penafsir yang mendambakan kesatuan oikumenis lantas menunjuk kepada pengalaman jemaat-jemaat Perjanjian Baru. Orang-orang Kristen mula-mula pun sulit menciptakan kesatuan, kata Moris (Morris, 1986: 592). Dengan merujuk kepada perpecahan dan persoalan-persoalan dalam 1 Korintus 1 dan 3, Galatia 1 dan 2, 3 Yohanes ay 9-11, dan 2 Petrus 2:1-22, maka Mantey and Turner (n.d., h. 346) mengakui adanya skisme dalam gereja sebagai bagian dari masalah terbesar, termasuk dalam gereja-gereja yang dilayani oleh para rasul. Kesulitan ini berlangsung berabad-abad, right down to our own time-hingga zaman kita (Morris, 593). Dalam konteks Indonesia, Jusuf Roni (1993:5) merujuk Tim Penerbit Yayasan Andi Yogyakarta yang mengemukakan observasi yang menarik, usaha yang dilakukan para pemimpin gereja untuk menyatukan gereja-gereja ke dalam satu wadah organisasi malah melahirkan pula wadah organisasi kesatuan gereja lainnya.

BAB II KESATUAN YANG BAGAIMANA?

Belum tercapainya kesatuan gereja perlu merangsang orang percaya untuk bertanya tentang makna dan hakikat kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus pada malam sebelum Ia ditangkap-disalibkan itu. Benarkah pemahaman orang Kristen modern bahwa doa Tuhan Yesus itu bermakna atau bertujuan agar gereja-gereja dan orang-orang percaya bersatu dalam satu wadah organisasi gereja? Jika benar, apakah itu berarti Tuhan Yesus memang menyatakan tujuan yang fatalis sisipianis bagi orang Kristen; ataukah sebaliknya, pemahaman dan upaya orang Kristen modern sendiri yang fatalis sisipianis? Setidaknya ada 3 pertanyaan perlu dipikirkan dalam hubungan dengan pergumulan tentang makna dan masalah kesatuan dalam doa Tuhan Yesus dalam Yoh 17:21. 1.) Apakah yang Tuhan Yesus maksudkan dengan doa supaya mereka semua menjadi satu? Apakah maksudnya ialah kesatuan institusional organisatoris antardenominasi gereja di antara sesama orang Kristen sebagaimana dipahami gerakan-gerakan ekumenis modern? Ataukah bahwa yang Tuhan Yesus maksudkan adalah kesatuan iman dalam keselamatan di dalam diri Tuhan Yesus sendiri, di antara murid-murid pada waktu itu dengan orang-orang yang bakal percaya di kemudian hari? 2.) Siapakah mereka yang didoakan oleh Tuhan Yesus supaya menjadi satu? Apakah mereka itu ialah gereja dalam arti organisasi dan denominasi gereja?

Berbicarakah Injil Yohanes tentang gereja dalam arti organisasi atau denominasi, khususnya organisasi raya yang universal visual? 3.) Bagaimanakah caranya persatuan itu diwujudkan? Melalui eliminasi terhadap perbedaan-perbedaan denominasional antar gereja dan antar-orang percaya? Melalui peleburan berbagai organisasi gereja menjadi satu wadah gereja raya yang universal? Ataukah Tuhan Yesus berdoa agar kesatuan tsb. diwujud-nyatakan melalui pemberitaan Injil? Jika kesatuan itu terwujud melalui pemberitaan Injil, apakah pemberitaan Injil memutlakkan kehadiran dan dukungan organisasi besar dan permanen?

BAB III KESATUAN MENURUT YOHANES 17 : 21

Tafsiran modern pada umumnya memahami kesatuan dalam Tuhan Yesus dari ayat Yoh 17:21 sebagai kesatuan sosio-eklesiologis. Artinya, kesatuan tsb dipahami sebagai kesatuan secara kelembagaan antargereja. Dengan pemahaman institusional eklesiologis, maka lahirlah gerakan-gerakan oikumenis yang berusaha mewujudkan kerjasama dan kesatuan organisasi gereja-bila perlu, sampai pada kesatuan atau keseragaman pola hidup/pola ibadah Kristen.(3). Bagi gerakan-gerakan seperti ini, perbedaan denominasi dan keragaman pola ibadah merupakan masalah atau penghambat, baik bagi persekutuan di antara orang percaya sendiri, maupun bagi kesaksian kepada dunia yang belum percaya. Sebagai masalah, maka perbedaan-perbedaan itu perlu diobati. Akan tetapi makna kesatuan sosio-eklesiologis dalam arti oikumenis sulit dibenarkan secara hermeneutika. Yohanes memakai istilah satu" atau kesatuan (Yunani: heis), dan bukan "oikumenis" (Yunani: oikoumen). Walau istilah oikoumen ada dalam teks seperti Matius 24:14; Kisah Rasul 17:6 dan Ibrani 2:5, namun pemakaiannya untuk membahas Yohanes 17 lebih merupakan contoh eisegesis daripada eksegesis. Dalam Matius 24:14 dan Kisah Para Rasul 17:6, oikoumen berarti seluruh dunia secara geografis (yang sudah ada sejak langit dan bumi diciptakan) yang perlu diinjili (dan bukan seluruh dunia dalam arti manusia, gereja, atau orang-orang percaya, yang perlu dipersatukan). Dalam Ibrani

2:5, oikoumen berarti dunia yang akan datang yang ditaklukkan oleh Allah dan bukan kesatuan organisasi dalam dunia yang dapat diupayakan melalui kemampuan management manusia. Kesatuan sosio-eklesiologis juga tidak dapat dipertahankan oleh karena Injil Yohanes berpusat pada Tuhan Yesus Kristus dan keselamatan atau hidup kekal yang disediakan-Nya melalui kematian-kebangkitan-Nya, dan bukan tentang gereja dan apa yang gereja sebagai organisasi dapat hasilkan, baik bagi orang percaya maupun bagi dunia berdosa. Kesatuan gereja universal sebagai institusi tidak pernah menjadi tema dari Yohanes, baik dalam pasal 17 maupun di seluruh Injil Yohanes. Injil Yohanes bersifat dan bertujuan Kristo-soteriologis, bukan sosio-eklesiologis. Semua yang telah ditulis dalam Injil Yohanes telah dicatat dengan tujuan: supaya para penerimanya percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya mereka, oleh iman tsb., memperoleh hidup dalam namaNya (20:31). Juga pemahaman bahwa Yohanes 17 merupakan doa di mana Tuhan Yesus berdoa sebagai Imam Besar merupakan pemahaman yang menurut saya keliru dan memerlukan revisi. Secara eksplisit Injil Yohanes mengenal Tuhan Yesus sebagai nabi (4:19, 44; 6:14; 7:40, 52; 9:17) dan bukan sebagai imam besar. Sebagai Nabi, Tuhan Yesus dalam Yohanes 17 bernubuat dan secara proleptik mendeklarasikan kepastian tentang buah dari pemuliaanNya. Pemahaman bahwa Yohanes 17 merupakan doa atau syafaat Tuhan Yesus sebagai Imam Besar adalah pemahaman modern yang setidak-tidaknya berasal, dari David Chytraeus yang hidup di tahun 1530-1600 (Carson, 1991:552).

BAB IV KESATUAN SECARA TEO-SOSIOLOGIS ( KHUSUSNYA : KRISTO SOTERIOLOGIS ); ADALAH PENDEKATAN TERBAIK DAN SOLUSI BAGI KESATUAN GEREJAAgar dapat dipertanggungjawabkan secara hermeneutik, aplikatif dan realistis, baik bagi pelayanan kepada orang percaya maupun demi kesaksian kepada dunia yang belum percaya, maka kesatuan dalam Yohanes 17:21 perlu dipahami sebagai kesatuan teososiologis (kesatuan di dalam dan di antara Allah-Yesus-orang percaya), atau lebih spesifik, kesatuan Kristo-soteriologis: kesatuan iman orang percaya dalam keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Oleh sebab itu, maka tulisan ini akan mengemukakan bahwa yang didoakan oleh Tuhan Yesus dalam Yoh 17:21 bukanlah kesatuan sosio-eklesiologis antar-institusi gereja. Doa Yesus dalam Yohanes 17 berfokus pada keselamatan atau hidup kekal sebagai anugerah Allah berdasarkan iman kepada Yesus Kristus (bd. 20:30-31), dan bukan pada gereja sebagai institusi dan apa yang gereja (sebagai institusi) dapat hasilkan. Dengan demikian, maka saya hendak memberanikan diri untuk merumuskan kesatuan yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus dalam Yoh 17:21 adalah kesatuan Kristo-soteriologis-

kesatuan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat-dan bukan kesatuan sosio-eklesiologis antar organisasi gereja atau antar orang percaya. Kesatuan Kristo-soteriologis diwujudkan melalui pemberitaan Injil (Yoh 17:20) dan bukan melalui penggalangan kerjasama organisatoris antargereja, atau melalui upaya eliminatif atau penyangkalan terhadap perbedaan-perbedaan sosio-budayawi atau neuropsikologis. Dari sudut iman kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai inti Kekristenan, maka perbedaan dan keragaman yang bersifat sosio-kultural dan neuro-psikologis merupakan perbedaan-perbedaan non-esensial yang sewajarnya membanggakan dan dibanggakan sebagai ciri khas masing-masing pribadi dan kelompok Kristen. Kesatuan dan kerjasama denominasional biasanya berlangsung efektif selama struktur organisasi masih ramping dan fleksible. Organisasi pelayanan yang berkembang terlalu besar cenderung mengalihkan pelayanannya dari kepentingan individu kepada kepentingan institusional.(4) Bahkan tidak jarang organisasi pelayanan yang besar bersifat sentralistik. Kekuasaan, apalagi kekuasaan sentral yang mutlak, selalu berkecenderungan manipulatif, diskriminatif, eksploitatif, dan intimidatif. Diharapkan bahwa pemahaman Kristo-soteriologis terhadap makna kesatuan dalam Yoh 17:21 justru memperbesar peluang bagi persekutuan dan kerja sama pelayanan/kesaksian antar-organisasi dan denominasi gereja. Dalam pemahaman Kristosoteriologis, keragaman dan perbedaan non-esensial di antara pelbagai golongan Kristen tidak merupakan masalah, bahkan sebaliknya, adalah kekayaan yang memperindah kehidupan, bahkan mempercerdasnya. Ide dasar untuk tulisan ini selain saya tuangkan dalam paper di-mata kuliah Introduksi PB di-INTI, sebenarnya juga telah saya sampaikan dalam Paper Missio Historica pada program Doktoral saya di-Sekolah Tinggi Misiologia Yogyakarta, namun bahasan kali ini saya kembangkan lagi dengan menambahkan dua hal yang belum dibahas dalam Paper tsb. Pertama, peran Tuhan Yesus dalam Yohanes 17 sebagai nabi (bukan imam sebagaimana dikenal dalam pemahaman sosio-eklesiologis). Kedua, doa Tuhan Yesus tsb. sebagai nubuat (dan bukan doa atau syafaat biasa) yang secara proleptik mendeklarasikan kepastian keselamatan dan kejayaan pekabaran Injil.

Kesatuan Kristologis

Bahwa kesatuan dalam Yoh 17:21 adalah kesatuan iman orang-orang percaya dalam Tuhan Yesus Kristus dan bukan kesatuan organisasi gereja sudah dikemukakan oleh penulis seperti Merrill Tenny (1948:249; 1981:167) Mantey dan Turner (n.d.: 348), Howard dan Gossipe (1952:751), serta Carson (1981:568). Hanya bahwa pemahaman dan implikasi Kristologis terhadap Yohanes 17:21 oleh penafsir-penafsir ini cenderung tertutupi oleh bias pemahaman organisatoris; juga, tafsiran-tafsiran tsb. hampir tidak menghubungkan pokok kesatuan ini dengan tema soteriologi. Turner dan Mantey (h. 347), misalnya, mengakui bahwa kesatuan ini bersifat teistik-Kristosentris, dan bukan humanistik. Namun kemudian Turner dan Mantey berbicara lebih banyak tentang gerakan oikumenis pra dan pascaKonferensi Misi Edinburgh 1910 daripada tentang Kristus dan karya keselamatan-Nya. NIV Study Bible (1985:1630) dengan tepat mengemukakan bahwa kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus itu already given, not something to be achivedthat they continually be one rather than they become one. Kesatuan iman yang didoakan oleh Tuhan Yesus itu dikaruniakan oleh Allah dan bukan diusahakan oleh manusia. Namun NIV Study Bible mengaburkan sendiri pemahaman ini dengan pernyataan bahwa kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus ini much more than unity of organization, but the churchs present divisions are the result of the failures of Christians. Mungkin benar bahwa perpecahan-perpecahan sekarang dalam gereja disebabkan oleh kegagalan orang-orang Kristen. Akan tetapi, jika yang dimaksudkan dengan failures of Christians oleh NIV Study Bible adalah kegagalan kesatuan gereja secara sosioeklesiologis, maka menurut saya NIV Study Bible gagal menganalisa dan salah menafsirkan. Kesatuan yang didoakan oleh Tuhan Yesus bukan hanya "lebih daripada", melainkan "memang bukan" kesatuan organisasi. NIV Study Bible juga mengacaukan perbedaan dan keragaman gereja dengan perpecahan gereja. Memang banyak organisasi gereja dan pelayanan lahir karena perpecahan organisasi atau karena egoisme individu orang percaya. Akan tetapi, penyamarataan antara perbedaan gereja dengan perpecahan gereja adalah juga masalah tersendiri yang seringkali disalahpahami kebanyakan gereja. F.B. Meyer memperingatkan tentang pengacauan makna kesatuan iman atau rohani di bawah bayang-bayang pemahaman organisatoris eklesiologis. Menurut Meyer (1950:302-3), banyak pemahaman orang Kristen Protestan modern tentang kesatuan dalam doa Tuhan Yesus tidak berbeda dengan pemahaman dari gereja Katolik Roma. Seperti

halnya kekeliruan gereja (Katolik Roma) pra-Reformasi, maka banyak orang Protestan pun berpikir bahwa kesatuan gereja harus mewujud nyata dalam formula-formula ritual yang sama, cara ibadah yang sama, dan dalam sistem pemerintahan gereja yang sama. Dan, kata Meyer, "para pemimpinnya berjuang untuk mewujudkan angan-angannya". Di bawa "keterlelapan kematian rohani", maka berjayalah monotomi dan uniformitas di hampir seluruh Eropa di bawah payung kepausan awal abad ke-16. Kini gereja Protestan mendongakkan kepalanya kembali ke dalam bayang-bayang "keterlelapan kematian rohani" itu lewat penyeragaman kredo, pertemuan-pertemuan raya, bahkan lewat exhchange of pulpits-rutinitas pertukaran pengkhotbah (Meyer, 303). Upaya penyeragaman tsb justru berseberangan dengan konsep kesatuan (unitas) itu sendiri. Tidak ada unitas tanpa varietas (keragaman). Unitas tanpa varietas adalah keseragaman, dan bukan kesatuan. Oleh karena itu, maka dalam gereja Tuhan, kata Meyer (h. 304), tidak hanya bisa ada, bahkan harus ada "berbagai pola pikir dan kerja dalam jumlah tak terbatas". Ada kelompok Kristen yang lebih suka bekerja ala metodisme Wesley: mengikuti aturan-aturan dan metode-metode yang kaku (5). Ada kelompok yang lebih tepat berbakti mengikuti kebebasan kongregasionalisme. Ada kelompok Kristen terbangun imannya melalui liturgi khusus; ada yang pertumbuhan iman terjadi melalui kebebasan dan spontanitas dalam ibadah. Bahkan bagi kedua kelompok ini, ada situasi tertentu dimana kelompok metodis perlu kebebasan kongregasionalis, dan sebaliknya. Sah atau tidaknya ke-Kristen-an dari golongan-golongan gereja tidak ditentukan oleh kesamaan jenis liturgi atau pola kerja di antara mereka, melainkan oleh jenis iman yang dianut. Apakah imannya berpusat kepada Tuhan Yesus satu-satunya Juruselamat? Apakah Tuhan Yesus yang diimani adalah Yesus yang lahir dari perawan Maria dan yang matibangkit di Palestina abad pertama sebagaimana disaksikan oleh Alkitab Firman Allah? Apakah Tuhan Yesus yang disembah itu adalah Firman yang menjadi manusia?

Dari pasal pertama hingga pasal terakhir, Injil Yohanes bersifat Kristosentris, bukan eklesio-sentris. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia, Firman yang memanusia, Anak Tunggal Bapa (1:3, 14). Dari kepenuhan-Nya manusia menerima kasih karunia demi kasih karunia (1:16, 17). Di dalam Dia (bukan dalam organisasi dan denominasi gereja) ada hidup, dan Ia (dst. dalam paragraf ini dapat dibaca dalam kontras dengan gereja sebagai organisasi) memberi hak kepada manusia menjadi anak-anak Allah (1:4, 12). Dia lah Anak Domba

yang menghapus dosa dunia (1:29, 36). Di dalam Dia lah para murid meletakkan kepercayaannya (2:11; 6:69; 11:15; 13:19; 14:29; 16:27, 30; 17:8; 20:8). Hanya Dia lah Pembaptis manusia dengan Roh Kudus (1:33). Musa (5:46) dan para nabi (1:45) menulis tentang Dia. Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada Dia, Sang Anak (3:35), dan kehidupan kekal ditentukan oleh ketaatan kepada Anak (3:36). Dia lah Mesias Anak Allah yang memberi hidup (5:21). Sentralitas Tuhan Yesus Kristus dalam seluruh Injil Yohanes dipuncaki dalam 20:31a, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah. Diri dan karya Tuhan Yesus sendiri menjadi titik sentral dalamYoh 17. Doa, atau lebih tepat nubuat dalam Yoh 17 dimulai dgn titah agar Allah Bapa memuliakan Anak.

Bapa, permuliakanlah Anak-Mu (ay 1). Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup. Ia memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya (ay 2). Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Yesus Kristus (ay 3). Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi (ay 4). Bapa, permuliakanlah Aku dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada (ay 5). Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku (ay 6,7,9). Mereka tahu bahwa Aku datang dari pada-Mu Engkaulah yang mengutus Aku (ay 8). Segala milik-Ku adalah milik-Mu danmilik-Mu adalah milik-Ku (ay 10). Dan seterusnya Yohanes 17 berpusat pada Yesus Kristus, dan bukan pada gereja atau kerjasama antargereja. Tidak sekalipun kata atau tema gereja sebagai institusi disinggung dalam Yoh 17. Dari 26 ayat dalam Yoh 17, hanya ay 17 yang tidak secara langsung merujuk kepada diri Yesus. Semua ayat lain berhubungan langsung dengan Tuhan Yesus. Bahkan dalam 21 ayat di pasal ini, Tuhan Yesus terus-menerus memberi penekanan kepada diri-Nya dengan kata ganti orang pertama tunggal, Aku. Oleh karena itu, maka kesatuan dalam Yohanes 17 adalah kesatuan teo-Kristologis di dalam Tuhan Yesus Kristus dan Allah Bapa. Supaya mereka menjadi satu sama seperti kita (ay 11). Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam mereka (ay 21). Supaya mereka menjadi satu, sama seperti kita adalah satu (ay 22).

Persatuan atau persekutuan di dalam Bapa-Anak-orang percaya adalah persatuan yang hanya dapat terjadi melalui Tuhan Yesus Kristus (14:6, 20, 23; 20:31). Melalui kematian-kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus memungkinkan orang percaya untuk mengalami

persekutuan dengan diri-Nya (14:1-3, 21). Yesus dalam Bapa, orang percaya di dalam Yesus, dan Yesus di dalam orang percaya (14:20, 21).

Kesatuan SoteriologisTema sentral dari Yohanes 17 bukanlah kesatuan sosio-eklesiologis, melainkan kehidupan kekal (Tenney, 1948:224). Secara khusus aspek keselamatan atau hidup kekal merupakan inti dari tiga ayat pertama dalam Yoh 17: Bapa, telah tiba saatnya, permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau. Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yg hidup, demikian pula Ia akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yg telah Engkau berikan kepada-Nya. Inilah hidup yg kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu2nya Allah yg benar & mengenal Yesus Kristus yg telah Kau utus. Konsep tibanya saat maupun konsep pemuliaan Anak dan pemuliaan Bapa berhubungan erat dengan kematian-kebangkitan Yesus sebagai korban penebus dosa yang menyediakan keselamatan. Sejak perkawinan di Kana, Injil Yohanes (2:4) mengantisipasi tibanya saat khusus yang ditentukan oleh Bapa demi pemuliaan Tuhan Yesus di kayu salib (Yoh 7:6, 8, 30:8:20). Saat itu tiba sejak orang Yunani datang menemui Tuhan Yesus dalam pasal 12: Telah tiba saatnya Anak Manusia dipermuliakan (12:23; bd. 12:27-28, 3132;13:1). Kematian Yesus adalah manifestasi tertinggi dari kemuliaan dan pemuliaan-Nya (1:14; 8:50, 54; 12:38; 13:31-32). Dalam teologi Yohanes, kematian dan pemuliaan Yesus merupakan peristiwa sinonimus oleh karena kematian Yesus adalah sekaligus peninggianNya kepada Bapa dalam kemuliaan (3:14). Melalui kematian-pemuliaan, Tuhan Yesus sebagai Gembala menyerahkan nyawaNya bagi orang percaya sebagai kawanan domba (10:11, 16). Sebagai kawanan domba, orang-orang percaya mengikuti dan mengenal suara Sang Gembala (10:4, 14, 27). Dengan demikian maka dalam Injil Yohanes, kesatuan domba-Gembala terbentuk melalui dua hal. Melalui penyerahan nyawa Sang Gembala di salib (10:11, 17, 18; 17:1, 5) dan Melalui relasi personal antara domba-domba dengan Sang Gembala. Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku (10:14). Hidup yang kekal ialah mengenal Allah dan mengenal Yesus Kristus (17:3).

Secara khusus dalam Yoh 17, kesatuan keselamatan dilukiskan pula sebagai pemberian kehidupan kekal oleh Tuhan Yesus kepada semua orang yang diberikan oleh Bapa kepada-Nya (ay 2, 7, 9, 24), penyataan nama Bapa oleh Yesus kepada semua orang yang telah Bapa berikan kepada-Nya (ay 6, 26), pemeliharaan orang percaya oleh Yesus dalam nama Bapa (ay 11, 12), kepenuhan sukacita Yesus dalam diri orang percaya (ay 13), perlindungan Allah kepada orang percaya (15), pengudusan orang percaya dalam kebenaran (ay 7, 17, 19), pemberian kemuliaan oleh Yesus kepada orang percaya (ay 22, 24), serta keberadaan orang percaya bersama dengan Yesus (24).

Yesus Sebagai Nabi Yang Bernubuat dalam Yohanes 17Pemahaman bahwa Yohanes 17 merupakan doa syafaat dari Yesus sebagai Imam Besar (high-priestly prayer), (6) adalah pemahaman yang berasal dari abad pertengahan. Pemahaman ini mencerminkan kekeliruan prosedur eksegesis di mana penafsir menyelundupkan konsep keimaman atau kesyafaatan non-Yohanes ke dalam teks Yohanes. Penyisipan ini berasal dari teks seperti Roma 8:34 (Yesus duduk di sebelah kanan Allah menjadi Pembela bagi orang percaya), Ibrani 7:25 (Yesus sanggup menyelamatkan karena Ia senantiasa menjadi Pengantara), dan 1 Yohanes 2:1 (Yesus sebagai Pengantara bagi orang percaya yang berbuat dosa). Alasan tekstual yang menyatakan bahwa Yohanes 17 merupakan sebuah doa hanya terdapat dalam terjemahan ayat 9 dan 20. Namun frasa Aku berdoa (Yun.: ert) dalam dua ayat ini (7) dapat diterjemahkan Aku meminta sebagaimana kata tsb. diterjemahkan dalam ay 15 (Bd. Brown: 1970:758). Berbeda dengan permintaan dari pihak yang lemah kepada pihak yang lebih tinggi, dalam ayat ini Tuhan Yesus memberi semacam titah kepada Allah Bapa untuk tidak mengambil orang percaya dari dunia ini, melainkan supaya Ia menyediakan perlindungan bagi orang-orang percaya. Dari 63 kali pemakaiannya dalam Perjanjian Baru, tidak pernah sekali pun verba erta diterjemahkan sebagai doa di luar Injil Yohanes dan surat 1 Yohanes. Dari 24 kali pemakaiannya di luar pasal 17, tidak sekali pun Alkitab Terjemahan Baru (TB) menerjemahkan erta sebagai doa dalam Injil Yohanes. Dalam Yoh 14:16 dan 16:26 (Yoh 14-16 merupakan bagian integral dari, dan untuk memahami, pasal 17), kata ini diterjemahkan minta. Sedangkan dalam 16:5, 19, 23, 30 kata tsb. diterjemahkan

bertanya dalam arti menggugat atau dengan sungguh-sungguh menjaring informasi. Oleh karena itu, maka dengan verba erta dalam ay 9, 15, dan 20, Yohanes menampilkan Tuhan Yesus bukan dalam nada abject supplication (syafaat dari yang pihak yang rendah dan susah), melainkan sebagai yang sejajar dengan Allah Bapa (Turner dan Mantey, 340). Dalam Injil Yohanes, Tuhan Yesus pertama-tama bukanlah imam yang datang memohon kepada Allah, melainkan adalah utusan atau nabi Allah (1:6; 3:34; 4:38; 5:36; 6:29; 8:42; 11:42; 17:3; 8, 22,23, 25; 20:21). Sebagai Nabi dalam Yoh 17, Tuhan Yesus melihat ke depan melalui salib-kubur dan memproklamasikan kepastian hasil dari pemuliaan-Nya. Dalam ayat 9 proklamasi-Nya ialah, Aku meminta (make a request) untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku meminta, tetapi untuk mereka. Deklarasi ini dilanjutkan dalam ay 20, Dan bukan untuk mereka ini saja Aku meminta, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka. Permintaan yang formal dan afirmatif, oleh karena mereka itu telah Engkau berikan kepada-Kusebab mereka adalah milik-Mu (ay 9). Sifat Yoh 17 sebagai nubuat afirmatif diperkuat dengan rujukan pertama oleh Yohanes kepada isi seluruh pasal 17 dengan verba berkata (bukan berdoa). Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata: Bapa telah tiba saatnya (ay 1, 13). Yesus sendiri dalam Yoh 17 juga memakai istilah-istilah yang biasanya dipakai oleh atau dalam pelayanan nabi/nubuat: Yesus telah menyatakan (have revealed) nama Bapa kepada semua orang yang diberikan oleh Bapa. Yesus telah menyampaikan segala firman yang disampaikan oleh Bapa kepada-Nya (ay 8). Oleh karena firman yang telah disampaikan oleh Yesus kepada orang percaya, maka dunia membenci orang percaya (a 14). Pengudusan terhadap orang percaya dalam Yoh 17 bukanlah melalui doa atau kurban, melainkan dalam firman (ay 17). Sebagai nabi, Tuhan Yesus berdoa demi keselamatan bagi orang-orang yang bakal percaya melalui pemberitaan Injil oleh para murid (bd. Carson, 568). Sekalipun kata pisteuontn di ucapkan dalam present tense, namun bermakna future (Zerwick, 1996:337; Meyer, 470; Ryle, 1990:202). Dengan present tense, Yohanes lebih menonjolkan keyakinan Yesus tentang keberhasilan karya keselamatan-Nya di masa depan (bd. Carson, 290). Walau melalui salib dan kubur, walau lewat penolakan dunia kepada para murid-Nya (bd. 17:14) karya-Nya akan berhasil

semua yang diberikan oleh Bapa akan datang kepada-Ku (6:37). Tidak seorang pun dapat datang kepada Yesus kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya (6:65). Sekalipun Injil Yohanes mengajarkan perlunya manusia menentukan keputusan pribadi kepada keselamatan dalam Allah ((17:3; bd. Yoh 1:12; 3:16, 36; 5:25 passim.), namun dalam Yoh 17 keselamatan adalah terutama pemberian Allah (bd. Carson, 291). Semua orang yang mengalami kesatuan iman dalam Tuhan Yesus Kristus adalah mereka yang diberikan oleh Bapa (17:2, 6, 7, 9, 10, 12, 23, 24, 26).

Kesatuan Dalam KejamakanKesatuan Kristo-soteriologis adalah kesatuan dalam keragaman dan kejamakan, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita. Kesatuan tanpa peniadaan identitas Bapa, Yesus, dan orang percaya. Yang mampu menerima perbedaan pribadi dan kejamakan psiko-sosial dan sosio-teologis. Dalam kehidudupan ber-Gereja, seperti dalam kehidupan dan dinamika masyarakat pada umumnya, perbedaan dan keragaman adalah kekayaan, yang justru diperlukan demi pelayanan yang efektif-komunikatif sesuai konteks dan dinamika masing-masing kelompok (suku-bangsa, strata sosial, golongan usia). Oleh karena itu, maka upaya penyatuan aspekaspek non-esensial dalam iman Kristen tidak hanya menghambat pelayanan, melainkan juga memandulkan kreativitas manusia dan dinamika Roh. Orang Kristen percaya bahwa Yesus lah satu-satunya Juruselamat, dan bahwa orang yang belum percaya kepada-Nya perlu mengenal-Nya. Namun bagaimana cara iman & kesaksian tsb. diungkapkan bergantung kepada golongan usia, profesi dan sosial, kejamakan budaya, dst. Tugas kepemimpinan gereja adalah mendorong kemandirian dan kreativitas orang percaya sesuai sikon dan potensi atau pergumulan mereka masing-masing, dan bukan menggiring jemaat kepada penyeragaman dengan organisasi pusat atau dengan denominasi lain. Pusat-pusat organisasi denominasional dan pelayanan sewajarnya berperan koordinatif, dan bukan komando. Memberi pengajaran tentang inti iman kepada Allah dalam Tuhan Yesus, dan bukan mengatur masalah-masalah teknis operasional. Lembagalembaga ini sebaiknya berkoordinasi sebagai tempat persekutuan dan saling mendoakandan bukan sebagai tempat penghimpunan kekuatan intervensi terhadap kehidupan jemaat

atau kelompok independen. Juga campur tangan berlebihan dari pusat terhadap urusan lokal justru meningkatkan kebergantungan kelompok lokal kepada pusat atau kepada institusi lain. Jemaat dan institusi lokal sewajarnya semakin otonom dalam arti semakin bergantung kepada Allah dan Firman-Nya, dan bukan kepada kebijakan pusat atau pada dukungan bersyarat dari denominasi-institusi lain. Kesatuan Gereja Universal mencakup persekutuan orang percaya dari segala zaman, di surga dan di dunia. Satu-satunya tali pengikat persekutuan ini ialah iman sejati kepada Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu, juga satu-satunya cara orang lepas dari kesatuan Gereja ialah pemisahan diri dari iman-dalam-Kristus, dan bukan pemisahan diri dari organisasi-organisasi gereja. Organisasi gereja yang terlalu besar justru harus memperkecil diri melalui pemecahan secara terencana (bukan perpecahan karena egoisme dan kepentingan-kepentingan sesaat) agar lebih efektif hidup dan bersaksi sebagai gereja [Richards, 1970:35, 36, 53, 241]). Istilah Skisma sehubungan dengan kesatuan Gereja (G kapital) memerlukan redefinisi. Skisme terjadi, bukan dalam perpisahan dengan gereja pusat atau dalam pembentukan gereja baru, melainkan dalam penyangkalan iman. Pemisahan diri orang percaya ke dalam kelompok-kelompok kecil justru merupakan pertumbuhan atau perkembangan yang lebih sesuai dengan hakikat gereja sebagai persekutuan. (8) Jemaat yang berkembang terlalu besar secara nominal-institusional cenderung menjadi institusi atau klub sosial yang terjebak dalam rutinisme-tradisionalisme atas nama iman. Denominasi atau organisasi yang berkecenderungan bertumbuh besar, mungkin perlu berkaca kepada Yohanes Pembaptis, aku harus makin kecil (Yoh 3:30). Perujukan kepada kegagalan jemaat-jemaat Perjanjian Baru sehubungan dengan pergumulan tentang kesatuan gereja juga memerlukan klarifikasi. Teguran rasul Paulus kepada jemaat Korintus, misalnya, berhubungan dengan penyelesaian masalah dosa dan kedagingan. Penyelesaian tentang skisme dalam jemaat di Korintus ialah penyaliban kedagingan, dan bukan penyatuan organisasi-organisasi. Nasihat Paulus kepada mereka ialah: berhentilah bertikai, dan akuilah satu dengan yang lain sebagai sesama saudara. Pemimpin dan pelindung kalian ialah Yesus Kristus, bukan manusia. Orang percaya bisa mengalami ekskomunikasi dari sistem organisasi gereja. Ada juga mungkin orang percaya yang tidak pernah menjadi bagian dari sistem institusi gereja

yang kelihatan, namun selama orang tsb. beriman kepada Tuhan Yesus Kristus, maka ia adalah anggota sah dari the Holy Church. Dalam sejarah pembaharuan gereja, siapakah para martir dan reformator gereja: apakah mereka yang secara struktural organisatoris memelihara status quo, ataukah mereka yang tersingkirkan dari struktur kuat? Di manakah Allah menempatkan manusia untuk bersaksi kepada dunia: di dalam rutinisme struktur eklesiologis, ataukah di tengah keterlibatan dalam masyarakat luas? Oleh karena itu, maka keyakinan bahwa tidak hanya Injil Yohanes, melainkan juga seluruh Perjanjian Baru mengajarkan kesatuan organisatoris orang percaya adalah keyakinan yang berlebihan.(9) Teks Perjanjian Baru yang eksplisit menyatakan kesatuan Gereja hanyalah Efesus 4:3. Dalam Efesus 4:3 rasul Paulus tidak meminta jemaat Efesus untuk mengusahakan penciptaan kesatuan (organisasi) gereja. Yang Paulus minta ialah agar mereka memelihara, bukan menciptakan, kesatuan Roh. Kesatuan Roh adalah ikatan dalam kesatuan Tubuh Kristus yang dialami oleh orang percaya pada saat mereka diselamatkan. Proses ini dilakukan oleh Allah (bd. 1 Kor 12:12, 13; Ef 1:22, 23). Roh penyatuan organisasi institusional cenderung memacu pemakaian dan penerapan Yoh 17:21 di luar konteks pelayanan rohani, biasanya dalam bidang sosioekonomik dan sosio-politik. Orang Kristen wajib membeli produk Kristen. Warga gereja berdosa jika tidak memilih parpol Kristen dalam pemilu atau dalam pemilihan presiden. Dalam urusan sosio-politik, masyarakat memerlukan sosiolog, ekonom, atau negarawan yang nasionalis. Pakar dan negarawan yang nasional belum tentu seagama. Untuk terbang dengan selamat, penumpang memerlukan pesawat dan pilot yang tepat, sekalipun pilotnya tak seasas-separtai dengan penumpangnya. Tidak adakah campur tangan Allah dalam urusan penerbangan, walau oleh pilot yang tak seasas-separtai? (10) Individu dan kelompok masyarakat dengan hati yang terbedahi pisau ilahi, memang dalam batas tertentu, memperbaiki kondisi gereja dan kondisi sosio-kultural masyarakat. Namun hanya Allah yang akan membenahi tuntas dunia ini dan mendirikan masyarakat adil makmur. Kadang-kadang orang percaya perlu mendahulukan dukungan ekonomi atau politik bagi sesama orang percaya. Namun berlebihan, jika dukungan tsb. dikaitkan dengan alasan bahwa harus ada kesatuan (ekonomi atau sosio-politis) di antara orang percaya berdasarkan doa Tuhan Yesus dalam Yoh 17.

Hidup sejati dalam Tuhan Yesus berdampak pada aspek sosial jasmani. Orang buta yang disembuhkan (Yoh 9). Orang lumpuh berjalan (Yoh 5). Namun tak semua orang lumpuh dan buta disembuhkan oleh Tuhan Yesus, baik di Palestina abad pertama, maupun di luar Palestina di sepanjang abad. Tuhan Yesus bukanlah tokoh yang anti-organisasi dan anti-kebutuhan jasmani. Tuhan Yesus menyuruh orang Yahudi untuk memberi penghargaan proporsional, baik kepada Allah maupun kepada Kaisar: berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah (Markus 12:17; Matius 22:21; Lukas 20: 25). Demikian juga rasul Paulus dan Petrus. Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia. (1 Petrus 2:13). Tuhan Yesus sendiri memanusia di tengah dunia yang political dan social-dunia yang memerlukan sistem dan sesama. Dalam pelayanan publik, Ia memperhatikan massa yang lapar dan sakit. Palestina abad pertama memerlukan reformasi terhadap struktur sosiopolitis yang korup. Namun doa-Nya dalam Yoh 17 tidak menyentuh langsung tatanan sosio-politik yang sedang sakit itu. Orang bisa percaya dan menikmati hidup surgawi sekalipun buta secara fisik. Orang lumpuh boleh bersukacita atas pengampunan dosa meskipun cacat jasmani. Tuhan Yesus menegur orang yang mencari-Nya hanya demi urusan sosial-jasmani, Sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang (Yoh 6:26). Pada kedatangan-Nya yang pertama, Tuhan Yesus menawarkan hidup berkelimpahan melalui salib, yaitu jalur penderitaan dan kematian (Yoh 10:10, 11)-jalur yang bagi dunia sosio-politis pada lazimnya dianggap lemah dan bodoh.

BAB V KESIMPULAN

Sisi positif dari pengupayaan kesatuan ekumenis eklesiologis ialah kesaksian dan pekabaran Injil. Dengan merujuk kepada bagian akhir dari Yoh 17:20, pemahaman sosioekumenis mengklaim bahwa kesatuan organisatoris itu perlu, supaya dunia percaya. Namun belum tentu yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus ialah agar dunia percaya dan diselamatkan. Dalam pasal 8, Yohanes memakai kata percaya dalam arti khusus. Kepada orang-orang Yahudi yang percaya, Tuhan Yesus mengatakan, Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku (ay 31-32). Kelompok ini digugat, apakah benar Allah adalah Bapa mereka (ay 42); bahkan mereka dituding oleh Tuhan Yesus bahwa Iblislah yang menjadi bapa mereka (ay 43). Dalam ay 45-47 Tuhan Yesus menunjukkan bahwa mereka sebenarnya tidak percaya. Mereka percaya, tetapi belum tentu tetap dalam firmanNya; percaya, namun belum tentu murid sejati Yesus. Pemakaian istilah percaya seperti ini oleh Yohanes memperjelas makna kata percaya dalam 17:20. Supaya dunia percaya tidak dengan sendirinya berarti bahwa kesatuan iman dalam Tuhan Yesus Kristus akan membuat dunia percaya dan memperoleh hidup. Supaya dunia percaya (ay 20) sama maknanya dengan agar dunia tahu (ay 23, bd. Calvin, 1996:184). Seperti orang-orang Yahudi yang percaya dalam arti mengagumi kuasa Yesus, namun tidak menyerahkan dirinya untuk diselamatkan, maka dunia pun dapat

mengagumi dinamika hidup surgawi dalam kesatuan Bapa-Anak-orang percaya, tanpa menyerahkan hati mereka sendiri untuk diselamatkan. (11) Kasus yang sama terjadi di sekitar pembangkitan Lazarus. Salah satu alasan pembangkitan Lazarus ialah agar orang banyak yang menyaksikannya melihat kemuliaan Allah (bd. 11:4, 40) dan, seperti Yoh 17:20, supaya mereka percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (11:42). Supaya mereka percaya, dan memang di antara mereka banyak yang percaya kepada-Nya (ay 45). Namun ada yang pergi kepada orang-orang Farisi dan mengadukan Yesus (ay 46) (bd. pula 2:23-25). Oleh karena itu, maka motivasi bahwa kesatuan ekumenis di antara orang percaya merupakan syarat demi kesaksian Injil memerlukan pembatasan. Kesaksian terhadap dunia dalam Yoh 17: 20, 23 adalah kesaksian yang berasal dari Allah (lewat pekerjaan menyatukan orang percaya ke dalam kesatuan ilahi), dan bukan kesaksian yang dihasilkan melalui kesatuan sosio-eklesiologis dengan kekuatan manusia. Yang perlu dipikirkan orang percaya ialah pemberitaan Injil melalui pribadi2 dan kelompok2 lokal (yang melaluinya Allah bersaksi bagi dunia) dan bukan terutama upaya penyatuan organisasional (yang melaluinya manusia lebih sering tampil manipulatif-eksploitatif atas sesamanya). Juga tidak jarang kesatuan dalam Yoh 17:21 dipahami sebagai kesatuan demi pertahanan diri orang percaya sebagai minoritas di tengah kelompok mayoritas (Keener, 1993:306), atau seperti kata Ryle (1990:189), menghadapi musuh bersama. Kekeliruan yang sama terjadi saat kaum Protestan dan Katolik bersatu mempertahankan kota Vienna dari serangan kaum Muslim (Turner dan Mantey:347). Namun penginjilan dalam Injil Yohanes dan Perjanjian Baru tidak terjadi melalui persatuan sosio-eklesiologis yang dapat mencakup kekuatan opresif intimidatif. Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini, kata Tuhan Yesus kepada gubernur Pilatus; dan karena itu, Ia pun tidak berkarya dengan kekuatan militeristik (18:36). Pemuliaan Anak Manusia demi proklamasi Injil berarti jatuhnya biji gandum ke dalam tanah dan mati, sebab melalui kejatuhan dan kematiannya, maka ia akan menghasilkan banyak buah (12:23-24). Sering orang takut, bahwa penolakan terhadap lembaga-lembaga dan organisasiorganisasi tradisional permanen akan menghilangkan visi penginjilan dunia. Mereka lupa, bahwa penginjilan dunia sudah berlangsung sebelum lahirnya lembaga dan organisasiorganisasi modern.(12) Memang ada lembaga gereja dan organisasi pelayanan yang efektif

yang telah dipakai Allah, sesuai kebutuhan zaman, dan kemudian, mungkin juga sesuai kehendak Allah, mati. Namun Injil terus bergema di seluruh dunia, walau tanpa mereka. Karena itu tiada seorang atau satu lembagapun bisa meng-klaim dominasi dirinya. Oleh karena itu, dengan pendekatan Kristo-Soterilogis lah saya percaya bisa tercapai kesatuan gereja-gereja tanpa adanya kekhawatiran terjadi pergeseran liturgi atau kehilangan identitas organisasinya. Jadi, untuk apa kita terus mempertahankan pola-pola pendekatan secara Sosio-Ekklesiologis atau pola-pola Eoukumene yang mengarah dan lebih berfokus kepada penyatuan organisasi daripada kesatuan iman. Bukankah hal itu sungguh terasa memaksakan suatu keseragaman yang membuat semua pihak tak nyaman?

REFERENSI DAN DAFTAR PUSTAKA

Barker, Kenneth (Gen Ed) 1985 The NIV Study Bible. Grand Rapids: Zondervan Brown, Raymond E. 1970 The Gospel According to John. The Anchor Bible. Garden City: Doubleday Calvin, John. 1996 Commentary on the Gospel According to John. A New Translation From The Original Latin by William Pringle. Volume Second. Grand Rapids: Baker Carson, D.A. 1991 The Gospel According To John. Leicester, England: Inter-Varsity Press dan Grand Rapids, Michigan: Eerdman Douglas, J.D., Walter A. Elwell, Peter Toon 1989 The Concise Dictionary of the Christian Tradition: Doctrine, Liturgy, History. Grand Rapids: Regency-Zondervan Howard, Wilbert F dan Arthur John Gossipe 1952 The Gospel According To John. The Interpreters Bible,Vol VIII (Ed. George Arthur Buttrick. New York: Abingdon Press Keener, Craig S. 1992 The IVP Bible Background Commentary: New Testament. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press

Meyer, F.B. 1950 Gospel of John: The Life and Light of Men, Love to the Uttermost. London: Marshall, Morgan & Scott Morris, Leon 1986 Expository Reflections on the Gospel of John. Grand Rapids: Baker Richards, Lawrence O. 1970 A New Face for the Church. Grand Rapids, Zondervan Roni, Jusuf 1993 Jusuf Roni Berbicara Tentang Kesatuan Gereja. Yogyakarta: Yayasan Andi Ryle, J.C. 1990 Expository Thoughts On The Gospels, Vol V: John 10:31-John 21:25. Grand Rapids: Baker Sloyan, Gerard 1988 John. Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and Preaching. Atlanta: John Knox Press Tenney, Merril C. 1948 John the Gospel of Belief: An Analytical Study of the Text. Grand Rapids: Eerdmans Tenny, Merril C. 1981 The Gospel of John. The Expositors Bible Commentary. Grand Rapids: Zondervan Turner, George Allen and Julius R. Mantey n.d. The Gospel According to John. The Evangelical Commentary. Grand Rapids: Eerdmans Weber, T.P. 1984 Ecumenism, dalam Walter A. Elwell (Ed.), Evangelical Dictionary of Theology. Grand Rapids: Baker, dan Carlslie: Paternoster Zerwick, Max dan Mary Grosvenor 1996 A Grammatical Analysis of The Greek New Testament: 5th Revised Edition. Roma: Pontificio Istituto Biblico.

(1) Sisipian adalah adjektiva yang berhubungan dengan penderitaan abadi dewa Sisyphus dalam mitologi Greko-Romawi. Sebagai raja yang kejam dari Korintus, maka, di Hades, Sisyphus

menerima hukuman menaikkan ke bukit sebuah batu besar yang kembali bergulir turun setiap kali Sisyphus berusaha menaikkannya. (2) Meskipun Gereja Roma Katolik mencabut keputusan ekskomunikasi ini pada tahun 1965. (3) Kaum Injili pada umumnya berada di luar gerakan-gerakan ekumenis modern yang mengupayakan persatuan dan kerjasama sosio-eklesiologis. Percakapan kaum Injili tentang kesatuan secara organisatoris baru dimulai di Kongres Penginjilan Dunia di Lausanne, Switszerland pada tahun 1974. (4) Organisasi pelayanan yang besar akan lebih cenderung berurusan dengan, misalnya, aset-aset organisasi yang perlu dipelihara, prosedur administratif birokratis yang semakin panjang, biayabiaya transportasi-akomodasi, dan dana hidup bagi pejabat-pejabat dan staf organisasi. (5) Walaupun kekakuan metodis mungkin lebih tepat dikenakan kepada gerakan semula Metodisme abad ke-18 daripada realitas varietas Metodisme yang berkembang di kemudian hari (bd. Methodism dalam J.D. Douglas, Walter A. Elwell dan Peter Toon, The Concise Dictionary of the Christian Tradition (Grand Rapids: Regency, Zondervan, 1989), 249. (6) Sejak awal, tulisan ini merujuk Yohanes 17 sebagai doa demi pelancaran pembacaan saja. (7) Dalam bahasa Yunani, Aku berdoa (ert) dipakai dua kali dalam ay 9. (8) Secara teoretis orang Kristen masih mengaku bahwa gereja adalah persekutuan, namun dalam praktik, gereja saat ini adalah gedung atau institusi. Sebelum ber-gedung dan ber-organisasi formal, maka mereka belum gereja. (9) Misalnya oleh Leon Morris (1986: 592) dan T.P. Weber, Ecumenism dalam Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology (Grand Rapids: Baker dan Carlslie, Paternoster, 1984), h. 340. (10) Bd. dalam Injil Yohanes Allah memakai Kayafas untuk bernubuat (11:49-52), dan Tuhan Yesus menegaskan kepada Pilatus bahwa Pilatus tidak mempunya kekuasaan apa pun jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadanya dari atas(19:11). (11) Dapat diperbandingkan dengan Filipi 2:10, 11: Allah sangat meninggikan Tuhan Yesus dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala manusia, dan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan. Jika yang dimaksudkan oleh teks ini ialah pengalaman eskatologis manusia, maka tidak berarti bahwa pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan merupakan pengakuan sukarela atau pengakuan penyerahan diri kepada Yesus demi keselamatan kekal. Bisa saja, pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan merupakan pengakuan pada akhirnya bahwa memang Yesus adalah Tuhan (sekalipun orang yang mengakuinya itu sudah terlambat untuk diselamatkan).

(12) Bd. Lawrence O. Richards (1970:269)