Upload
lissa-alhabsyi
View
139
Download
26
Embed Size (px)
Citation preview
KESEIMBANGAN CAIRAN
DAN ELEKTROLIT
ERICA KHOLINNE030.01.075
TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPERIODE 29 MEI – 5 AGUSTUS 2006
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KOJA
1
1. PENDAHULUAN
Penatalaksanaan dari keseimbangan cairan pada neonatus berbeda dari kelompok umur
lainnya pada beberapa hal tertentu. Fisiologi neonatal adalah sesuatu yang tidak statis.
Periode segera setelah posnatal adalah suatu tenggang waktu dimana terjadi transisi
dari cairan, dari lingkungan intrauterin ke lingkungan bergas, dimana lingkungan posnatal
harus berjalan tanpa hambatan. Perubahan yang terjadi pada perkembangan ini berlanjut
sampai periode pasca melahirkan dan sangat berhubungan erat dengan bayi yang
sangat imatur. Adaptasi posnatal dari sistem ekstrarenal mempengaruhi keseimbangan
cairan, penyakit yang terjadi dan pengobatan yang didapat dapat terpengaruh oleh
keadaan tersebut. Gangguan dari keseimbangan elektrolit dan air sangat umum terjadi
pada bayi baru lahir, dan bab ini akan mengupas tentang pengaturan dari keseimbangan
cairan dan penatalaksanaannya dari segi klinis.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KESEIMBANGAN NATRIUM, AIR DAN
ASAM-BASA PADA RENAL DAN EKSTRA-RENAL
KESEIMBANGAN NATRIUM
Pada dewasa, kira-kira 80-90% dari Natrium yang difiltrasi akan direabsorbsi
pada tubulus proksimal (gambar 18.1) dan pada pars ascenden loop Henle . Natrium
yang tidak diabsorbsi akan lolos ke tubulus distal dan tubulus collectivus. Disini, Natrium
akan diabsorpsi dan Kalium dan ion Hidrogen akan diekskresi. Penyerapan natrium pada
tubulus distal diatur oleh RAAS ( Renin-Angiotensin-Aldosterone-System). Pada
neonatus, sebagian kecil dari natrium yang difiltrasi akan diserap oleh tubulus proksimal
dan sebagian besar akan menuju ke bagian distal.
Salah satu hal yang menyebabkan retensi natrium adalah peningkatan aktivitas
RAAS. Pada bayi prematur, bayi mempunyai kemampuan meretensi natrium yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan bayi aterm. Retensi natrium yang tidak adekuat
merupakan salah satu sebab dari kecacatan dari sistem reabsorbsi pada tubulus
proximal, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus distal,
dimana keadaan ini akan memperlambat aktivitas RAAS. Bayi prematur dan aterm
mempunyai keterbatasan untuk mengekskresi natrium. Hal ini tidak berhubungan dengan
rendahnya GFR, karena pada bayi yang imatur sekalipun, aktivitas filtrasi sangat tinggi,
retensi natrium akut terjadi karena penurunan aktivitas RAAS dan keterbatasan respon
natriuretik. Secara keseluruhan, homeostasis bergantung pada regulasi dari reabsorbsi
tubular, dimana bergantung pada maturasi dari perkembangan janin.
Sel epitel tubular dikelilingi oleh suatu membran apikal yang berhadapan dengan
lumennya, dan membran baso-lateral yang berhadapan dengan kapiler peritubular.
2
Lapisan lemak ganda dari membran sel mempunyai permeabilitas yang rendah dan
dapat dilalui oleh zat melalui sistem transporter. Transporter adalah protein khusus yang
terdapat di membran sel. Regulasi dari transporter sangat kompleks dan melibatkan
hormon, sistem intraseluler, fosforilasi protein, dan endo-eksositosis, setiap faktor ini
dipengaruhi oleh regulasi sistem perkembangan bayi. Na-K-ATPase adalah enzim yang
bertanggung jawab untuk transportasi natrium aktif pada seluruh sel eukariotik. Ada
banyak sekali bentuk dari Na-K-ATPase, yang masing-masing ditandai oleh gennya
masing-masing. Dalam sel tubulus renalis, Na-K-ATPase ada dalam membran baso-
lateral, menciptakan suatu gradien elektrokimia dimana merupakan sumber energi untuk
ko-transpor, yang melibatkan transporter protein khusus dari Na-glukosa, Na-asam
amino, dan pada sistem pertukaran Na-H pada membrannya. Regulasi jangka panjang
dari keseimbangan natrium diatur oleh perubahan yang terjadi pada transporternya.
Selama fase ontogenesis, terdapat peningkatan pembentukan jaringan tubuh yang dipicu
oleh peningkatan aktivitas Na-K-ATPase pada mRNA. Terapi glukokortikoid pada
antenatal meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase pada paru-paru dan ginjal yang
merangsang maturasi dari transportasi tubulus ginjal.
Peningkatan kadar natrium pada posnatal disebabkan oleh peningkatan respon
dari tubulus distal pada aldosteron dan peningkatan aktivitas Na-K-ATPase serta
transporter protein. Kemampuan untuk mengekskresi natrium menjadi sempurna selama
perkembangan bayi. Peningkatan ataupun penurunan dari aktivitas Na-K-ATPase renal
adalah jalur umum yang digunakan oleh regulasi natriuresis. Penurunan regulasi akan
mengakibatkan natriuresis, ini termasuk zat ANP (atrial natriuretic peptide), dopamin, dan
diuretik. Noradenalin adalah suatu faktor yang meningkatkan regulasi yang berakibat
pada retensi natrium. Faktor regulasi ini terikat pada reseptor di membran sel dan
aktivitasnya akan timbul melalui messenger intraseluler. Regulasi keseimbangan natrium
juga dipengaruhi oleh maturasi dari sistem perkembangan. ANP merangsang guanilat
siklasi yang terikat pada membran yang akan meningkatkan messenger kedua
intraseluler yaitu cGMP (cyclic guanosine monophosphate), yang diturunkan dari
guanosine triphosphate endogen. cGMP berinteraksi dengan protein kinase spesifik dan
mengkatalisa fosforilasi dari beberapa susbstrat protein dan akhirnya menghasilkan
beberapa efek biologis seperti inhibisi dari reabsorbsi natrium. Pada bayi prematur, rasio
dari cGMP urin banding ANP meningkat secara eksponensial pada 3 hari pertama
setelah lahir lalu mencapai suatu fase datar. Rasio dari ekskresi natrium banding cGMP
akan berlanjut meningkat setelah hari ke 10. Ini menandakan bahwa maturasi posnatal
pada ANP/cGMP/ekskresi natrium menurun dan meningkatkan kemampuan untuk
mengekskresi natrium.
3
PENGATURAN AIR PADA GINJAL
Nutrisi dapat disalurkan ke bayi melalui bentuk cair, maka dari itu pemasukan
cairan yang tinggi adalah suatu keharusan dan bayi harus mempunyai aliran urin yang
tinggi untuk mempertahankan keseimbangan air. Laju alir urin yang tinggi dapat dicapai
dengan meningkatkan ekskresi fraksional dari filtrasi glomerular (FeH20). Pada bayi baru
lahir, penurunan tekanan hidrostatik dan osmotik pada ruang peritubular akan
mengurangi absorbsi air di tubulus proksimal. Lalu jumlah air yang lebih banyak akan
menuju ke bagian distal. Pada nefron disal, reabsorbsi air diatur oleh ADH, AVP
(Arginine Vasopressin). Peningkatan permeabilitas pada air dipengaruhi oleh ADH
melalui pemasukkan air melalui salurannya yaitu acquapoints dari penampungan
vesikular intrasel menuju membran apikal pada tubulus kolektivus. Hal ini merangsang
pergerakan dari air menuju membran tubuler sebagai respon atas tingginya konsentrasi
pada bagian interstitial medulla. Tidak semua acquaporin (AQP) isoform terdapat pada
ginjal manusia dan banyak perbedaan-perbedaannya sejalan dengan perkembangan,
tetapi pada bayi binatang dan bayi prematur sensitif terhadap ADH. Permeabilitas air
4
diatur oleh vasopressin yang diatur juga oleh AQP2. Manusia dengan mutasi pada gen
AQP2 akan menderita Diabetes Insipidus tipe nefrogenik.
Kemampuan untuk meningkatkan konsentrasi urin meningkat selama kehidupan
posnatal. Pada neonatus, Osmolalitas maksimal adalah setengah dari manusia dewasa.
Ini disebabkan oleh karena pendeknya loop of Henle, penurunan tonisitas dari medulla
karena konsentrasi urea rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat anabolik yang tinggi
dari bayi yang sedang tumbuh, dan penurunan aktivitas AQP2. Peningkatan konsentrasi
urin didapat pada keadaan dehidrasi berat dan pada terapi glukokortikoid.
Bayi prematur dapat memproduksi urin dengan osmolalitas yang sama dengan
dewasa dengan menurunkan ekskresi air. Puncak dari aliran urin pada bayi matur
mempunyai cadangan air yang sama pada keadaan dewasa. Coulthard & Hey
mengatakan bahwa bayi mempunyai kapasitas yang terbatas pada ekskresi air. Mereka
menyatakan bahwa bayi prematur yang sehat mempunyai kemampuan untuk mengatur
ekskresi air dari hari ke2 dalam hidupnya. Ketika pemasukkan harian mereka berkisar
antara 95-200 ml/kgBB, pemasukkan natrium akan konstan. FeH20 akan meningkat dari
7.4% ke 13.1% dari volume yang terfiltrasi dengan pemasukkan yang lebih tinggi. Pada
keadaan yang sama pada dewasa akan menghasilkan volume urin harian sebesar 20 L.
Ini harus diingat, bahwa tidak ada CWL dalam kehilangan natrium urin.
KESEIMBANGAN ASAM-BASA
pH normal dari cairan ekstrasel adalah 7.35 – 7.45, berhubungan dengan
konsentrasi hidrogen sebesar 35 – 45 mEq/L. Pengaturan dari keseimbangan asam-basa
melibatkan kecepatan dari respon, buffer tubuh, fungsi respirasi, dan fungsi renal. Pada
tubulus proksimal, CO2 didapat dari metabolisme sel atau difusi dari lumen tubulus, lalu
bergabung dengan air membentuk asam karbonat. Ini akan menyebabkan disosiasi
menjadi H+ dan HCO3-. Ion hidrogen akan dipompakan ke lumen tubulus dan bergabung
dengan bikarbonat yang sudah terfiltrasi untuk membentuk asam karbonat, yang
berdisosiasi menjadi air dan CO2. CO2 kemudian berdifusi kembali kedalam lumen
tubulus dan mengulangi siklus ini kembali. Kesimpulan yang didapat adalah untuk setiap
ion hidrogen yang diekskresikan akan di dapat satu ion bikarbonat jadi ion bikarbonat
tetap ada.
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Pada dewasa, bikarbonat dipertahankan untuk mencapai konsentrasi plasma sebesar 25
mmol/L, tetapi bayi prematur mempunyai ambang yang lebih rendah. Ion hidrogen
diekskresikan sepanjang nefron dan bergabung dengan basa lain terutama fosfat dan
amonia pada cairan tubulus ketika reabsorpsi bikarbonat sudah lengkap. Pada keadaan
5
sehat, ekskresi renal adalah satu-satunya jalan untuk kehilangan asam. Peningkatan
kadar asam didapat dari gangguan respirasi ataupun gangguan metabolik.
ASIDOSIS
Asidosis ada 2 tipe, respiratoir dan metabolik, serta bisa keduanya. Pada
gangguan respirasi, retensi karbondioksida menggeser keadaan setimbang ke kanan
dengan peningkatan kadar asam karbonat. Kompensasi renal dicapai pada periode
beberapa hari, dengan peningkatkan ekskresi ion hidrogen dan peningkatan bikarbonat.
Analisa gas darah dapat menggambarkan keadaan yang terkompensasi dengan PCO2
dan HCO3 yang tinggi serta pH yang normal ( gambar 18.2).
Asidosis metabolik terjadi karena peningkatan asam atau penurunan basa.
Sebab yang paling umum terjadi pada neonatus adalah hipoksia jaringan yang akan
mengakibatkan asidosis laktat. Asidosis metabolik dapat terjadi pada sepsis, gagal ginjal,
intoleransi asam amino selama pemberian nutrisi parenteral, dan pada inborn error of
metabolism. Hiperkloremia dapat terjadi pada pemberian beberapa nutrisi parenteral dan
harus diperhatikan pada keadaan asidosis metabolik. Klorida adalah anion yang
sebagian besar terdapat ekstrasel dan mempunyai nilai normal serum sekitar 90 – 110
mmol/L. Dengan mengganti ion klorida dengan asetat pada nutrisi parenteral dapat
mengurangi resiko asidosi metabolik hiperkloremik.
Pada dewasa normal, penurunan pH akan merangsang hiperventilasi,
pergeseran kurve asam karbonat ke kiri dan peningkatan pembuangan CO2. Gambaran
asidosis metabolik yang terkompensasi adalah rendahnya bikarbonat, PCO2, dan pH
normal. Bayi dengan penyakirt respirasi dan asidosis metabolik akan mempunyai
gambaran diantara keduanya, yaitu PCO2 tinggi, Bikarbonat rendah, pH rendah.
ALKALOSIS
Alkalosis metabolik disebabkan karena peningkatan basa sebagai akibat dari
pemakaian natrium bikarbonat yang tidak normal, dan kehilangan asam. Kehilangan
asam lambung dapat terjadi pada obstruksi usus letak tinggi. Pada tubulus distal dan
tublus kolektivus, natrium diserap dan terjadi penukaran dari kalium atau ion hidrogen
dibawah pengaruh aldosteron. Jika ion hidrogen intrasel rendah, Kalium akan hilang. Ini
menjelaskan hubungan yang terjadi pada alkalosis dan hipokalemia. Alkalosis metabolik
sering terjadi pada pemakaian diuretik jangka panjang. Sebab-sebab alkalosis metabolik
dapat dilihat pada tabel 18.1. Alkalosis respiratoir adalah akibat dari hiperventilasi. Sebab
umum pada bayi adalah iatrogenik dan terjadi selama ventilasi bantuan. Hiperventilasi
juga dapat terlihat pada defek neurologi dan pada kondisi yang tifak umum seperti
penyakit Leigh’s dan penyakit Joubert.
6
PERUBAHAN DISTRIBUSI AIR TUBUH PADA POSNATAL
Ukuran dari kompartemen ekstrasel akan menurun dengan stabil dalam hidup,
dari kira-kira 65% BB saat umur gestasi 26 minggu sampai 40% saat aterm lalu 20% saat
berumur 10 tahun ( Gambar 18.3 ). Sebagai akibat dari penurunan secara perlahan ini,
terdapat kontraksi lebih dari kompartemen ekstrasel yang terjadi segera setelah lahir
yang berhubungan dengan hilangnya cairan interstitial. Inilah yang menyebabkan
kehilangan berat badan pada bayi baru lahir. Hal ini erat hubungan dengan adaptasi
kardiopulmoner. Kehilangan cairan ekstrasel terjadi secara cepat pada bayi sehat tetapi
dapat tertunda pada bayi dengan sindrom gangguan pernafasan (RDS). Beberapa studi
menunjukkan bahwa kontraksi kompartemen ekstrasel dipicu oleh ANP yang dikeluarkan
sebagai respon dari peningkatan tenggangan permukaan arterial ketika tekanan vaskular
pulmoner turun dan Venous return dari artrium kiri meningkat. Kompartemen intrasel
dapat meningkat tiba-tiba selama kelahiran sebagai akibat dari reabsoprsi dari cairan
paru dan sebagai efek dari trasfusi transplacental.
Kehilangan cairan ekstrasel yang isotonik adalah sebagai akibat dari
keseimbangan air dan natrium pada hari-hari pertama kehidupan yang negatif ( Gambar
18.4 ). Ini ditunjukkan bahwa pada bayi baru lahir, peningkatan pemasukkan dari natrium
7
akan mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium sampai kontraksi ekstrasel terjadi.
Keseimbangan natrium akan menjadi positif, seperti yang diharapkan pada
perkembangannya. Tetapi, pada bayi prematur mempunyai keterbatasan, kapasitas
untuk mengekskresikan cadangan natrium , walapun ekskresi meningkat sebagai respon
dari peningkatan dari intake, maka akan terjadi retensi natrium. Apabila terdapat
hambatan intake dari air, bayi akan dengan cepat menjadi hipernatremik. Studi tentang
hal ini telah dilakukan olh Shaffer dan Meade dimana bayi yang berumur antara 25 – 31
minggu secara menerima 3 mmol/kgBB/hari atau 1 mmol/kgBB/hari. Intake air dibatasi
sampai 75 mL/kgBB/hari pada hari pertama, meningkat sampai 10 mL/kgBB/hari hingga
hari kelima. Hasilnya, 50% menjadi hipernatremik, dan 20% tidak.
Jika intake air tidak dibatasi begitu juga dengan intake natrium, tonisitas ekstasel
akan dipertahankan tetapi vollume ekstrasel akan meningkat. Ini akan ditunjukkan
dengan peningkatan berat badan saat kita mengharapkan penurunan berat badan. Pada
sebagian besar bayi-bayi,keadaan kumulatif positif akan hilang, jadi perubahan posnatal
yang normal pada cairan tubuh terjadi tetapi terlambat. Tetapi, kehilangan cairan
ekstrasel yang tertunda akan meningkatkan morbiditas di kemudian hari. Pemberian
surfaktan eksogen telah menjadi terapi RDS, tetapi di jaman pra surfaktan,
diuresis/natriuresis lebih dikenal untuk meningkatkan fungsi respirasi.
INSENSIBLE WATER LOSS (IWL)
IWL akan terjadi melalui saluran pernafasan, faeces dan melalui kulit.
Kehilangan cairan via faeces jumlahnya sedikit, dan biasanya kurang dari 5mL/kgBB/hari
8
pada hari pertama kehidupan, tetapi kehilangan dari traktus respiratorius dapat menjadi
tinggi jika udara yang dihirup tidak mempunyai kelembaban yang cukup. Saluran
pernafasan bagian atas akan menghangatkan dan melembabkan udara inspirasi dan
saturasi yang ideal ( 44mg/L) terdapat pada trakhea bagian tengah. Jika Saluran
pernafasan bagian atas dilewati oleh Endotracheal Tube (ETT) maka udara inspirasi
akan kehilangan kelembabannya. Perawatan terhadap neonatal dengan ventilator perlu
pengaturan kelembaban yang ideal, hal ini dapat dicapai dengan mengatur rentang suhu
lingkungan.
Kehilangan air transepidermal dapat terjadi pada bayi prematur berhubungan
dengan organ kulit yang masih imatur dan perbandingan luas permukaan tubuh dengan
berat badan. Pada populasi tertentu, kulit adalah salah satu hal penting yang
menentukan keseimbangan air selama hari-hari pertama kehidupan. Kehilangan natrium
tidak terjadi melalui kulit, karena bayi baru lahir dengan masa gestasi dibawah 36 minggu
tidak berkeringat, hal ini berlangsung sampai bayi berumur 2 minggu setelah lahir.
Stratum korneum dari kulit mengandung sel-sel mati yang bertumpuk, sel
epidermis yang mengandung keratin yang merupakan protein fibrosa. Lapisan ini
berfungsi sebagai barier dari air. Meskipun keratinisasi mulai terjadi kira-kira pada
minggu ke 18 masa gestasi, lapisan epidermis janin tetap tipis pada masa gestasi 26
minggu dan stratum korneum sudah terbentuk. Pada trimester terakhir, epidermis dan
stratum korneum menjadi lebih tebal dan keratinisasi menjadi lebih aktif. Pematangan
kulit tidak sama dengan pematangan ginjal, dirangsang oleh kelahiran dan kehilangan air
transepidermal seiring dengan meningkatnya masa gestasi dan umur posnatal ( Gambar
18.5 ). Setelah masa gestasi mencapai 32 minggu, kehilangan air via kulit menjadi
rendah sampai menjadi 12mL/kgBB/hari. Kehilangan air transepidermal juga dipengaruhi
oleh kelembaban, keutuhan kulit, lingkungan, suhu kulit, kecepatan udara, dan sumber
panas termasuk fototerapi ( Tabel 18.2 ). Pajanan terhadap panas dapat meningkatkan
kehilangan air transepidermal sampai 0.5 – 2. Maturasi epidermal tidak dipengaruhi oleh
terapi kortikosteroid pada masa antenatal.
Pada bayi imatur, kehilangan air transepidermal terbanyak terjadi pada hari
pertama kehidupannya. Pada kelompok yang paling rentan, yaitu bayi dengan masa
gestasi dibawah 28 minggu, kehilangan air melalui kulit dapat meningkatkan volume urin
terutama jika masih di infant warmer. Setiap mL air yang menguap akan diikuti dengan
kehilangan 560 kalori jadi sangatlah sulit untuk menjaga bayi dengan kehilangan air
transepidermal agar tetapi hangat. Tingkat kelembaban yang tinggi akan mengurangi
kehilangan air transepidermal dan keadaan paling jelas terlihat pada bayi imatur
( Gambar 18.6 ). Penurunan kelembaban dari 60% ke 20% akan meningkatkan
kehilangan air sampai 100% pada bayi dengan umur gestasi dibawah 26 minggu.
9
Takahashi dan kawan-kawan menunjukkan bahwa IWL pada bayi dengan berat badan
kurang dari 1000 gr akan kurang dari 40mL/kgBB/hari jika tingkat kelembaban diatas
90%. Humidifikasi lebih mudah didapat dengan inkubator tetapi humidifikasi diatas 60%
secara cepat dapat dicapai dengan meletakan bayi pada infant warmer dan bayi
dikelilingi oleh plastik di tubuhnya. Barier air yang impermeabel seperti parafin atau salep
topikal dapat menurunkan kehilangan air transepidermal tetapi hanya sampai pada batas
tertentu. Pemasukkan cairan juga perlu pada bayi, dengan menggunakan suatu sistem
yang dapat mencegah terjadinya perpindahan glukosa secara bebas agar tidak terjadi
hiperglikemia.
Akibat dari penurunan kehilangan air transepidermal adalah dehidrasi
hipernatremik dan hiperglikemia, hal ini harus dihindari dengan menjaga stabilitas suhu
yang dapat dicapai dengan perawatan dan penatalaksanaan yang baik.
10
11
SEKRESI ADH YANG TEPAT DAN TIDAK TEPAT
Pelepasan ADH (AVP) dirangsang oleh peningkatan osmolalitas dan oleh
baroreseptor yang terletak pada jantung dan pembuluh darah besar. ADH mempunyai 2
aktivitas utama, yaitu meningkatkan reabsorpsi dari air dan yang kedua adalah sebagai
vasokonstriktor. Yang terakhir dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan tekanan
darah. Efek tekanan dari ADH menjadi salah satu mediator yang menjaga tekanan darah,
jika ADH meningkat akan terjadi hipovolemia dan hipotensi. Dalam suatu eksperimen,
peningkatan ADH terjadi jika volume intrasel menurun hingga 10%. Little menemukan
bahwa baroreseptor memegang peranan dalam meningkatkan ADH urin dua kali lipat,
setelah terjadi kehilangan darah sampai 10% pada bayi dengan masa gestasi 26 minggu
dan berat badan 800 gram.
SIADH ( Syndrome of Inappropriate ADH Secretion) sering terjadi pada bayi baru
lahir. Sebagian besar bayi dengan penyakit akut akan menderita SIADH dan
hiponatremia. Tetapi, dengan mempertahankan tekanan darah sentral akan mengatasi
tahanan tonisitasnya. Ini telah dibuktikan pada beberapa percobaan pada manusia
dimana terlihat deplesi dari depot garam ketika mendapat diit bebas garam dan banyak
berkeringat walaupun intake air tidak dibatasi. Deplesi total dari natrium tubuh akan
diikuti oleh kontraksi isotonik dari kompartemen ekstrasel dan penurunan berat badan
dengan cepat. Dengan bertambahnya kehilangan cairan pada kompartemen
intravaskuler, baroreseptor akan merangsang sekresi ADH, reabsoprsi air akan
diperlambat dan akan terjadi penurunan berat badan kemudian diikuti dengan penurunan
secara tajam dari osmolalitas plasma. Pada situasi seperti ini, pelepasan ADH tidak tepat
untuk status volumenya. Inilah yang mengakibatkan terjadinya terganggunya ekskrei air
pada bayi-bayi yang sakit. Pada studi prospektif yang lebih besar, Gerigk dkk menemuan
bahwa osmolalitas plasma lebih rendah pada bayi-bayi yang sakit dibanding dengan bayi
12
yang sehat. Pada keduanya terdapat peningkatan ADH dan PRA (Plasma Renin Activity)
yang akan mengaktivasi RAAS. Penatalaksanaan IVFD dengan salin isotonik akan
mengurangi aktivitas ADH dan PRA jika dibandingkan dengan salin hipotonik dan cairan
oral. Inilah yang menjadi bukti bahwa ADH akan naik sebagai kompensasi dari
penurunan volume intravaskuler.
Tanda-tanda dari terganggunya volume intravaskuler sangat sulit diketahui. Studi
oleh Gerigk dkk menggambarkan bahwa hanya sepertiga bayi-bayi akan mengalami
tanda-tanda dehidrasi. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap penurunan volume
intravaskuler yang berasal dari pengkleman tali pusat yang akan mengakibatkan
penurunan volume darah sampai 50% jika dibandingkan dengan bayi yang tali pusatnya
diklem kemudian. Pengukuran tekanan darah pada bayi sebagai parameter dari volume
darah tidak begitu tepat oleh karena range tekanan darah pada bayi sangat luas.
Pengawasan khusus harus dilakukan dengan memonitor tekanan vena sentral, waktu
pengisian kapiler, selisih suhu tubuh inti dan perifer dan ECG doppler. Perbedaan suhu
tubuh inti dan perifer mencerminkan sirkulasi AVP.
Penurunan konsentrasi natrium serum dapat mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang sulit dikenali dan akan berlanjut pada keadaan cairan tubuh yang
kurang garam, dengan retensi air yang disebabkan oeh ADH. Penatalaksanaan yang
tepat keseimbangan cairan postoperatif adalah dengan bantuan sirkulasi dan
pembatasan terhadap cairan kurang garam, bersamaan dengan pemberian cairan yang
mengandung garam. Normal saline dianggap sebagai cairan yang paling tepat. Ketika
retensi air dan hiponatremia telah terjadi, retensi air dianggap perlu untuk dilakukan
sebagai koreksi. SIADH yang benar-benar terjadi sangat jarang. Diagnosis dibuat
menurut kriteria klasik dari Bartter dan Schwartz yaitu hiponatremia, normovolemia,
tekanan darah normal, fungsi ginjal dan jantung normal, terdapat ekskresi natrium pada
urin. Pada bayi baru lahir, SIADH dapat sebagai tanda dari trauma otak akut dan infeksi
SSP dan infeksi yang berasal dari ibu.
Pada keadaan gagal jantung atau hati, hipotensi terjadi bersamaan dengan
pertambahan kompartemen ekstrasel dan terdapat ekskresi berlebihan dari natrium
selain hiponatremia. Disfungsi miokard yang berasal dari iskemi, asidosis metabolik,
imaturitasdan sebab-sebab lain yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan.
Hiponatremia juga sering didapat pada bayi dengan penyakit paru khronik, salah satu
tanda klinisnya adalah bertambahnya kompartemen ekstrasel. Total natrium tubuh dapat
berkurang dengan terapi diuretik jangka panjang tetapi level ADH tetap meningkat dan
klirens air bebas dikurangi. Adalah mungkin pada saat ini terjadi tekanan gradien dari
transmural yang akan menyebabkan hipotensi sentral, akan meningkatkan pelepasan
AVP dan menyebabkan gangguan ekskresi air. Selama periode gagal nafas akut akan
13
terjadi penahanan terhadap udara dalam paru, penurunan venous return sentral, aliran
darah pulmoner, dan pengisian atrium kiri yang akan berakibat pada keadaan yang
sama. Sebab dari kelainan keseimbangan air dan garam pada penyakit paru khronik
susah untuk dimengerti. Hipertensi pulmonal biasanya akan mengikuti penyakit paru
khronis dan retensi cairan dapat menyebabkan cor pulmonale walaupun performa
jantung dapat diterapi dengan deksametason.
EFEK FARMAKOLOGIK PADA KESEIMBANGAN CAIRAN
INDOMETASIN
Indometasin adalah inhibitor prostaglandin sintase yang akan membantu
menutupnya Patent Ductus Arteriosus (PDA). Obat ini juga diberikan saat antenatal
sebagai tokolitik dan untuk menurunkan volume cairan pada polihidroamnion. Pada anak
yang lebih besar dapat menurunkan sekresi natrium dan aliran urin dengan
meningkatkan reabsorpsi tubulus, tetapi juga dapat menurunkan GFR pada bayi
prematur. Perbedaan ini menunjukkan sifat ketergantungan zat ini pada prostaglandin
ginjal untuk mempertahankan GFR saat RAAS meningkat. Studi telah membuktikan
bahwa indometasin dapat merangsang terjadinya penurunan GFR hanya jika aktivitas
RAAS meningkat oleh karena kekurangan natrium. Ada juga bukti yang menyatakan
bahwa inhibisi terhadap prostaglandin tidak berefek pada GFR.
Pengurangan sementara dari ekskresi natrium dan air dilaporkan pada bayi-bayi
yang diberikan indometasin untuk penutupan PDA. Pada hari-hari pertama pemakaian
obat ini retensi air dan garam serta hiponatremia sering terjadi. Pemberian secara
simultan furosemide 1 mg/kgBB dimaksudkan untuk menghilangkan keterlibatan ginjal.
Jika indometasin dipakai dengan dosis 0.2 mg/kgBB dalam 12 jam akan dapat
merentensi natrium dan air kira-kira 30% dan jangan lupa untuk memonitor
keseimbangan cairan. Dosis yang lebih kecill yaitu 0.1mg/kgBB/24 jam dapat
mengurangi efek keterlibatan ginjal. Saat ini pemakaian ibuprofen mulai menggantikan
indometasin tetapi obat ini mempunyai efek samping dapat menyebabkan terjadinya
oligohidroamnion dan gagal ginjal pada neonatus pada pemakaian pada ibu hamil.
STEROID
Glukokortikoid sintetik yaitu deksametason dan betametason sangat sering
digunakan pada terapi perinatal, dan antenatal untuk membantu pematangan paru dan
postnatal untuk tatalaksana CLD. Obat ini mempunyai beberapa aktivitas yang cukup
poten pada beberapa organ. Obat ini bersifat sebagai transduser gen yang mempunyai
efek langsung terhadap membran sel. Obat ini juga meningkatkan Beta 2 reseptor,
14
antioksidan, dan Na-K ATPase, mempengaruhi sitokin dan faktor pertumbuhan,
meningkatkan produksi surfaktan, meningkatkan transpor mukosilier pada paru,
mengurangi produksi nitrit oksida. Glukokortikoid adalah juga zat katabolik. Pada
pemakaian glukokortikoid dilaporkan terdapat penundaan pertumbuhan untuk sementara
dan peningkatan ureum darah.
ZAT INOTROPIK
Dopamin dan dobutamin adalah zat yang cukup sering digunakan di NICU
(Neonatal Intensive Care Unit) untuk menjaga tekanan darah dan cardiac output. Selain
mempengaruhi sistem kardiovaskuler yang juga melibatkan ginjal, dopamin juga
mempunyai efek langsung pada ginjal, dengan menginhibisi Na-K ATPase dan aktivitas
pertukaran Na-H serta memperpanjang kerja aldosterone dan AVP.
Dopamin dosis rendah telah sering diberikan kepada pasien dewasa yang
keadaan umumnya kritis dengan disfungsu renal karena terdapat percobaan bahwa jika
dopamin ini diberikan kepada orang dewasa normal dapat meningkatkan GFR dan
merangsang natriuresis dan diuresis. Penyebab tersering dari gagal ginjal akut adalah
iskemik ginjal. Dengan memberikan dopamin dosis rendah, diharapkan GFR dapat
meningkat dan dapat mempertahankan oksigenasi ginjal dan output urin. Tetapi,
dopamin juga mempunyai sifat diuretik pada tubulus proksimal, jadi dapat meningkatkan
konsentrasi dan reabsoprsi klorida terutama pada loop of Henle pars ascenden, efek ini
dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan mencetuskan terjadinya iskemik pada
medulla ginjal.
3. MANIFESTASI KLINIK PADA PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA POSNATAL DAN
FASE PERKEMBANGAN
HARI PERTAMA SESUDAH KELAHIRAN
Prinsip dasar terapi serta mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada neonatus berbeda dengan orang dewasa. Tatalaksana pemberian cairan secara
dini, selama periode adaptasi postnatal, seharusnya mempertimbangkan faktor-faktor
kontraksi isotonik dari kompartemen ekstrasel dan periode keseimbangan yang negatif
pada natrium dan air. Overload pada air ekstrasel dapat meningkatkan resiko serta
tingkat keparahan penyakit-penyakit paru pada bayi baru lahir. Peningkatkan berat badan
pada bayi dengan RDS juga sulit terjadi, hal ini dapat bermanifestasi pada penyakit paru
kronik.
Pemberian natrium secara rutin melalui parenteral dapat meningkatkan retensi
cairan ekstrasel termasuk cairan interstitial paru, dan pada anak yang membutuhkan
15
perawatan intensif, harus dihindari hingga memasuki periode diuresis atau natriuresis
postnatal. Jika periode ini tidak jelas, maka pemberiannya harus ditunda hingga terjadi
penurunan berat badan postnatal. Bayi dengan RDS dapat dijadikan sebagai contoh
kasus dimana maturasi yang tertunda terjadi akibat diuresis postnatal tertunda.
Sebaliknya pada bayi prematur yang sehat, adaptasi kardiopulmoner postnatal dapat
terjadi pada waktu yang sama dengan bayi aterm.
Pemberian natrium rumatan dengan segera melalui parenteral tidaklah perlu dan
dapat memperngaruhi sistem respirasi.
Air harus diberikan supaya ekskresi zat-zat pada ginjal berjalan lancar. Air juga
dapat menjaga tonisitas yang kadang-kadang terlalu tinggi ataupun rendah sekali melalui
kehilangan transepidermal. Pada bayi yang imatur, pemberian air pada hari-hari pertama
sangat berhubungan dengan insensible water loss dan setiap tindakan yang dilakukan
hendaknya tidak menambah insensible water loss. Walaupun balans negatif pada air
adalah normal pada hari-hari pertama kelahiran, pemberian cairan bebas natrium
diperlukan juga untuk menunjang nutrisi yang adekuat. Walaupun bayi mengalami
hipoksemik dan hipovolemik yang dapat menurunkan GFR, kasus ini tidak ada
hubungannya dengan bayi dengan parameter klinik yang stabil.
16
BAYI YANG SEDANG TUMBUH
Pertumbuhan adalah salah satu fase penting dalam kehidupan seorang bayi.
Segera setelah fase adaptasi postnatal telah berakhir, tatalaksana cairan dan elektrolit
harus diukur untuk menentukan kebutuhan bagi pertumbuhan sang bayi. Peningkatan
pemberian cairan dan nutrisi pada bayi yang mengalami penurunan berat badan
17
postnatal masih dipertanyakan karena bayi yang sehat dapat mempertahankan volume
cairan dalam tubuhnya. Pemberian makanan enteral juga dapat dipertimbangkan.
Natrium adalah salah satu faktor yang sangat fleksibel dalam pertumbuhan dan
kekurangan zat ini dapat menghambat sintesa DNA pada kebanyakan sel yang imatur.
Limitasi yang kronik berhubungan dengan kontraksi cairan ektrasel dan penambahan
berat badan yang minimal, serta pertumbuhan jaringan tubuh dan tulang yang tidak
optimal. Air susu ibu dapat menyediakan intake natrium sekitar 1 mmol/kgBB dimana bila
terus dipertahankan akan dapat menunjang pertumbuhan normal si bayi. Pada bayi
aterm, fungsi tubulus ginjal dan reabsorpsi intestinal dapat berjalan normal. Tetapi, bayi
yang sangat imatur memerlukan intake natrium minimal 4 mmol/kgBB/hari, jumlah ini
dapat lebih jika terdapat keadaan sedang dalam terapi dengan xantine atau diuretik lain
dengan kadar 1mmol/kgBB/hari. Pada bayi dengan umur gestasi dibawah 36 minggu
memerlukan intake natrium sekitar4 mmol/kgBB/hari.
Jika bayi prematur tidak mendapat ASI, bayi akan mengalami kekurangan
natrium kronis yang ditandai dengan berat badan yang sukar naik. Pemberian natrium
sebesar 4 mmol/kgBB/hari hendaknya diberikan sampai umur 32-34 minggu setelah
menstruasi. Tetapi hati-hati dengan keadaan hipertensi yang mungkin terjadi.
MERENCANAKAN PEMBERIAN TERAPI CAIRAN
Pemberian cairan pada bayi baru lahir sangat tergantung dari berapa masa
gestasi si bayi, berat badan lahir, kehilangan cairan secara transepidermal, jumlah urine.
Kita juga harus memperhitungkan berapa cairan yang akan dibutuhkan si bayi dan terapi
inisial cairannya yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
18
4. PENGAWASAN TERHADAP KESEIMBANGAN CAIRAN
Keseimbangan cairan harus dimonitor secara teliti lebih-lebih pada bayi baru
lahir yang sakit serta bayi-bayi yang memerlukan perawatan intensif. Monitoring yang
baik akan mempengaruhi segala tindakan medis dan asuhan keperawatan. Natrium,
kalium dan dan kreatinin serum harus diperhatikan secara rutin dan output urin harus
diukur begitupun dengan berat badan bayi. Keadaan cairan dan elektrolit pada ibu akan
mencerminkan keadaan serupa pada bayi, pengukuran terhadap kreatinin, natrium,
kalium serum harus selalu diukur agar kita dapat dengan tepat merencanakan pemberian
cairan selanjutnya. Grafik asuhan keperawatan harus dibuat dan harus terdapat lembar
pengawasan terhadap berapa pemasukkan dan pengeluaran si bayi. Keberhasilan terapi
dapat dilihat dari produksi urin sebanyak 0.5 – 1 mL/kgBB/jam pada hari pertama, akan
meningkat sampai 2 – 3 mL/kgBB/jam. Pada awalnya juga akan terjadi penurunan berat
badan kira-kira 1 – 2 % dan akan diikuti oleh peningkatan berat badan sekitar 14 – 16
gr/kgBB/hari sewaktu asupan nutrisi sudah adekuat dan ditandai oleh konsentrasi
kreatinin yang stabil dan konsentrasi elektrolit dalam batas normal.
19
KREATININ SERUM
Kreatinin adalah zat hasil pemecahan fosfokreatinin pada sel otot dan
diekskresikan ke urin. Pada konsentrasi yang stabil, ekskresi kreatinin dapat menjadi
cerminan dari massa otot. Dalam praktek sehari-hari kreatinin serum dapat dipakai
sebagai salah satu kriteria untuk menentukan GFR. Kreatinin serum saat lahir dapat
mencerminkan keadaan saat dikandung. Konsentrasi kreatinin serum dipengaruhi oleh
laju produksi kreatinin dan GFR yang sangat bervariasi pada umur gestasi yang berbeda-
beda. Range yang besar dari nilai kreatinin serum terhadap umur postnatal adalah
sebagai akibat dari range yang besar pula dari berat badan bayi.
Pada bayi yang baru berumur 1 minggu, kreatinin serum akan turun, secara
eksponensial. Pengukuran tunggal dari kreatinin serum hanya akan menggambarkan
keadaaan kasar dari fungsi ginjal.
20
PERUBAHAN DARI BERAT BADAN
Pengukuran berat badan yang akurat setiap saat dapat membantu
merencanakan terapi cairan terutama pada bayi yang memerlukan perawatan intensif.
Pertambahan cairan isotonis pada kompartemen ekstrasel sering terjadi terutama pada
bayi baru lahir prematur. Hal ini dapat terlewatkan jika kita tidak memikirkan tentang
perubahan-perubahan yang terjadi pada berat badan dan hubungannya dengan elektrolit
tubuh. Jika bayi baru lahir bertambah berat badannya dalam beberapa hari pertama
dalam kehidupannya, pengurangan berat badannya telah ditahan oleh konsentrasi
natrium serum yang normal, penambahan volume dari kompartemen ekstrasel akan
terjadi dan keseimbangan natrium pada bayi akan positif pada saat itu seharusnya
balans negatif.
Pertumbuhan yang kurang oleh karena intake energi yang kurang dapat
mencerminkan penurunan natrium yang kronik dan ini dapat terjadi bersamaan
konsentrasi natrium yang normal ataupun sedikit dibawah normal.
21
INDEX URIN
Fraksi ekskresi dari natrium yang difiltrasi ( Fe Na ) dan konsentrasi natrium urin
akan meningkat secara perlahan selama periode natriuresis postnatal dan kemudian
akan menurun. Pada bayi dengan masa gestasi 25 – 34 minggu, pada minggu-minggu
pertama nilainya akan meningkat sebesar 5 %. Nilai mediannya adalah 80 mmoL/L.
Fraksi ekskresi dari natrium sering menjadi bahan evaluasi pada kasus oliguria pada
bayi.
Bayi prematur mempunyai nilai minimal osmolalitas urin sebanyak 50 mOsm/kg
dan bayi dengan RDS senilai 90 mOsm/kg. Osmolalitas maksimal adalah sekitar 600-800
mOsm/kg tetapi kadang-kadang dapat mencapai 1000mOsm/kg. Intake cairan yang
cukup ditandai dengan osmolalitas sebesar 200 – 400 mOsm/kg. Nilai osmolalitas
kadang-kadang digantikan oleh nilai berat jenis. Tetapi hati-hati dengan keadaan dimana
terdapat glukosa dan protein, keadaan ini dapat meningkatkan berat jenis urin. Bayi
22
dengan osmolalitas urin 400 mOsm akan mempunyai nilai berat jenis sebesar 1020 –
1030.
Pemeriksaan dipstick untuk memeriksa proteinuria, hematuria, dan glikosuria.
Bilirubin akan menyebabkan urin berwarna kuning tua sampai coklat yang menunjukkan
keadaan hiperbilirubinemia. Urin bewarna coklat tua sampai merah akan menunjukkan
keadaan hematuria tetapi bisa juga disebabkan oleh pigmen empedu, hemoglobin,
rifampisin, porfirin dan urat. Pemeriksaan mikroskopik urin sangat membantu untuk
menemukan adanya sel darah merah, leukosit, dan silinder. Silinder sel darah merah
dapat menggambarkan adanya proses patologi pada parenkim renal. Hematuria dapat
terjadi pada kelainan renovaskuler, tubular dan kortikal nekrosis, neoplasia, uropati
obstruktif, koagulopatia, nefritis dan infeksi. Speimen yang berasal dari aspirasi
suprapubik akan mengandung leukosit kurang dari 5 buah. Leukositoria umumnya
disebabkan oeh infeki tetapi demam atau proses inflamasi yang lain dapat juga menjadi
penyebab. Bayi baru lahir secara normal akan mengekresikan sejumlah kecil protein.
Proteinuria terberat terdapat pada kongenital sindrom nefrotik.
23
LAJU ALIR URIN
Saat neonatus tidak dapat mengosongkan kandung kencingnya secara
sempurna walaupun dengan mengejan, kira-kira terdapat insidensi sebesar 7% dalam 24
jam pertama kehidupannya, pengukuran urin dapat tidak akurat. Urin dapat dengan
mudah kantong urin yang praktis telah banyak diperjualbelikan dalam ukuran dan bentuk
yang macam. Untuk melindungi iritasi pada kulit oleh karena bahan perekat pada
kantong urin adalah penting untuk memilih perekat kulit yang tidak mengiritasi kulit.
Pemakaian bahan perekat yang terlalu sering dapat menyebabkan ekskoriasi pada kulit
yang berdekatan. Banyak kantong urine yang didesain untuk 1 kali pakai dan tidak dapat
dikeluarkan secara langsung. Maka, masukkanlah selang makanan ( feeding tube ) ke
dalam kantong sebagai saluran keluar sebelum urine dikeluarkan. Pengukuran urine via
popok sebenarnya cukup praktis tetapi dapat salah interpretasi jika terjadi penguapan
yang akan menghilangkan sebagian dari volum urine dan meningkatkan osmolalitas urin.
Kateterisasi juga dapat dijadikan opsi lain, bahkan untuk bayi-bayi yang lebih kecil.
Pemberian zat pendilusi yang berkisar antara 50 – 600 mOsm/kgBB akan
menghasilkan urin dengan osmolalitas sebesar 10 – 15 mOsm/kgBB. Laju alir urine
maksimum dan minimum dapat berkisar pada 300 dan laju urin sekitar 24mL/kgBB/hari.
5. MASALAH KLINIS YANG UMUM TERJADI
GANGGUAN PADA KADAR NATRIUM
Perubahan pada konsentrasi natrium serum mencerminkan keseimbangan
antara Natrium dan air. Pada keadaan hipernatremia adalah keadaan dimana terjadi
defisit air secara absolut ataupun relatif bila dibandingkan dengan natrium tubuh.
Sebaliknya pada keadaan hiponatremia, terjadi kelebihan air bila dibandingkan dengan
natrium tubuh. Pada keadaan hipernatremia dan hiponatremia, natrium tubuh total dapat
naik atau turun maupun tetap.
24
Keadaan hiponatremia dan hipernatremia dapat bermanifestasi pada kelainan
neurologik. Volume otak dapat dipengaruhi oleh perubahan mendadak pada tonisitas
ekstraseluler. Pengaturan sel yang berhubungan dengan volumenya adalag dengan
pembesaran/pembengkakan atau penciutan yang berhubungan dengan tonisitas
ekstrasel yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh jumlah kehilangan ion organik dan
inorganik. Perubahan kompensasi pada kadar elektrolit akan terjadi secara cepat jadi
selama pajanan akut pada keadaan hipertonisitas, terdapat pergerakan yang cepat dari
elektrolit ke dalam sel, yang nantinya akan diikuti retensi air. Adaptasi dari keadaan
hiperosmolar yang kronik ini terjadi dengan meningkatnya konsentrasi zat organik
osmolar intraselular. Zat-zat ini termasuk polyols ( sorbitol, myo inositol), asam organik
tertentu ( taurin, alanin, prolin ) dan metilamin ( betain, gliserilfosforilkolin ).
Kehilangan zat organik osmolit terjadi lebih lambat dari perpindahan elektrolit.
Jika keadaan hiperosmolalitas ini dikoreksi secara cepat, perpindahan air ke dalam sel
akan terus berlanjut. Hal ini akan mengakibatkan pembengkakan pada sel dan oedema
serebral. Pembengkakan sel dapat menyebabkan oklusi dari aliran darah, hipoksia dan
pelepasan neurotransmitter sel yang bersifat eksitasi. Penurunan mendadak dari natrium
serum dapat menyebabkan perpindahan air ke dalam sel dan terjadinya oedema intrasel
serta oedema serebral. Setelah beberapa saat, konsentrasi intrasel akan turun. Hal ini
akan mengakibatkan air akan keluar dari sel. Jika keadaan hipotonisitas ekstrasel
dikoreksi secara cepat, pengeluaran air ekstrasel secara cepat akan mengakibatkan otak
terendam.
Walaupun pemantauan terhadap adaptasi otak manusia terhadap tonisitas
dengan penurunan dan penaikkan zat organik osmolit intrasel belum dapat dibuktikan,
ketidakseimbangan dalam tonisitas seharusnya dikoreksi secara perlahan minimal 48 –
72 jam. Tatalaksana dari ketidakseimbangan yang mendadak mungkin dapat terjadi
secara cepat. Jika terjadi hipernatremia mendadak selama lebih dari 1 jam, kurangilah
natrium serum sebanyak 1 mmol/L/jam. Jika hipernatremia terjadi secara lambat selama
lebih dari 1 hari, penurunan natrium serum tidak boleh lebih dari 0,5 mmol/L/jam.
25
HIPERNATREMIA
Pada bayi prematur yang keadaan umumnya tidak bagus, hipernatremia dapat
terjadi pada beberapa jam pertama kehidupan postnatal. Biasanya disebabkan oleh
karena kehilangan air transepidermal yang besar. Hal ini disebabkan oleh karena
pemberian Natrium yang terlalu banyak. Pada kondisi seperti ini dimana keadaan
hipernatremia dapat berlangung beberapa saat, harus segera ditangani dengan
26
menambahkan cairan infus, mencegah pemasukkan natrium yang berlebihan dan
mengurangi beban untuk pengurangn Insensible Water Loss (IWL).
Hipernatremia dapat terjadi pada bayi sehat, dan diberi ASI yang adekuat serta
bayi dengan masa kehamilan aterm. Penelitian juga dilakukan Oddie dkk yang
mengemukakan bahwa insidensi kejadian ini adalah sebesar 7.1 / 10.000 pada bayi
dengan ASI. Laing & Wong juga melaporkan adanya angka kejadian sebesar 14.4 /
10.000 pada bayi, dan Manganaro dkk melaporkan angka kejadian sebesar 276 / 10.000
pada bayi dengan pemberian ASI. Beberapa penulis menuliskan adanya konsentrasi
Natrium pada urine yang tinggi pada bayi dan pada ASI dengan kandungan natrium yang
berlebihan menjadi bukti akan adanya keadaan intake natrium berlebih.
27