Upload
tranbao
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KESEJAHTERAAN EKONOMI MASYARAKAT DAERAH
PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE
PANGRANGO
DYAH MAYSARAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesejahteraan
Masyarakat Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2017
Dyah Maysarah
NIM E34130013
ABSTRAK
DYAH MAYSARAH. Kesejahteraan Masyarakat Daerah Penyangga Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Dibimbing oleh ARZYANA SUNKAR dan
YANTO SANTOSA.
Kesejahteraan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi merupakan
salah satu fungsi taman nasional melalui manfaat ekonomi yang didapatkan
masyarakat dari sumberdaya yang berasal dari dalam kawasan. Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai taman nasional terbaik di Indonesia,
diduga belum mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar
kawasan dengan masih ditemukannya penggarapan lahan secara liar yang berujung
konflik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesejahteraan ekonomi
masyarakat di daerah penyangga TNGGP dengan membandingkan manfaat dan
besaran ekonomi yang diperoleh masyarakat eks petani saat masih beraktivitas dan
setelah tidak beraktivitas di dalam kawasan. Pengambilan data dilakukan
menggunakan metode wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka, terdiri dari
30 orang narasumber eks petani yang pernah beraktivitas di dalam kawasan
TNGGP. Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat perbedaan jumlah sumber
manfaat ekonomi yang diperoleh eks petani sebesar dua sumber dengan keragaman
matapencaharian lebih tinggi pada saat tidak beraktivitas didalam kawasan; (2)
tidak terdapat perbedaan besaran manfaat ekonomi yang diperoleh eks petani saat
beraktivitas dan setelah tidak beraktivitas di kawasan; (3) tidak terdapat korelasi
antara tingkat pendidikan dengan jumlah sumber dan besaran manfaat ekonomi eks
petani baik saat maupun setelah tidak beraktivitas didalam kawasan.; (4) hanya
peubah usia yang berkorelasi dengan besaran manfaat ekonomi eks petani saat ini.
Dapat disimpulkan masyarakat Desa Cileungsi saat ini dikatakan sejahtera secara
ekonomi, namun sumber kesejahteraan ekonomi mereka tidak diperoleh dari
TNGGP
Kata kunci :Daerah penyangga, Eks-petani, Kawasan konservasi, Kesejahteraan
ekonomi
ABSTRACT
DYAH MAYSARAH. The Economic Wellbeing of the Buffer Area Community of
Gunung Gede Pangrango National Park. Supervised by ARZYANA SUNKAR and
YANTO SANTOSA.
Economic wellbeing of local community surrounding a protected area, is one
of the main purposes of national park establishment through economical benefits
received by the community from the resources extracted from the protected area.
Gunung Gede Pangrango National Park (TNGGP) as a leading national park in
Indonesia, was alleged with not providing sufficient economical benefits to the local
community due to the existing land encroachment that potentially generated
conflicts. This study aimed to analyse the state of the economic wellbeing of the
communities living in the buffer area around TNGGP, by comparing the economic
benefits and economic scales received by the ex-encroachers communities when
they worked land within TNGGP and after they were given alternative
job/occupations. Data were collected through interview, field observation and
literature review. A sensus was conducted comprising of 30 ex-encroachers living
in Cileungsi Village. The results of this study indicated that: (1) the ex-encroachers
obtained higher economic incomes when they worked outside the national park; (2)
there was no difference in the amount of the economic benefits received by the ex-
encroachers during the time they farmed inside TNGGP and after they swiched
jobs; (3) there was no correlation between education level with the number of
sources and the amount of economic benefit received by the ex-encroachers when
they farmed inside TNGGP and after they swiched jobs; (4) Age was the only
variable showing correlation with the amount of economic benefits received. This
research concluded that the community of Cileungsi Village is currently
economically prosperous, however since the sources were not obtained from
TNGGP, it can be concluded that TNGGP has not yet meet its objective to enhance
the economic wellbeing of the surrounding community.
Key Words: buffer area, ex-encroachers, economic wellbeing, protected area
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
KESEJAHTERAAN EKONOMI MASYARAKAT DAERAH
PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE
PANGRANGO
DYAH MAYSARAH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2017 ini ialah masyarakat desa
penyangga kawasan konservasi, dengan judul Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat
Daerah Penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar MSc dan
Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa DEA selaku pembimbing, serta pihak dan staf
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mama, Papa,
serta seluruh keluarga dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2017
Dyah Maysarah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Sejarah Lahan Garapan Masyarakat di Dalam Taman Nasional 7
Karakteristik Narasumber 7
Sumber Manfaat Ekonomi 9
Besaran Manfaat Ekonomi 11
Analisis Hubungan antara Karakteristik Narasumber dengan Sumber dan
Besaran Manfaat Ekonomi 12
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
DAFTAR TABEL
1 Jenis, metode pengambilan, dan metode analisis data 3
2 Kategori share pendapatan tani dari kawasan TNGGP 5
3 Kondisi umum lokasi 6
4 Tingkat pendidikan narasumber 8
5 Kategori dan jumlah usia narasumber 8
6 Sumber pendapatan eks petani lahan TNGGP 9
7 Kontribusi TNGGP terhadap pendapatan petani lahan TNGGP 11
8 Golongan besaran pendapatan eks petani lahan TNGGP 11
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi penelitian 2
2 Kondisi Desa Cileungsi 7
3 Lahan eks garapan 7
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesejahteraan ekonomi didefinisikan sebagai tingkat pemenuhan kebutuhan
yang diperoleh oleh rumah tangga (Park 2002) dengan terpenuhinya input secara
finansial oleh keluarga berupa pendapatan, nilai aset keluarga maupun pengeluaran
(Sunarti 2006; Rambe et al. 2008; Hendrik 2011), untuk mewujudkan kesejahteraan
ekonomi, yang salah satunya didapat melalui pemanfaatan hasil hutan (Achdian
2010). Kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar kawasan merupakan salah satu
tujuan pengelolaan taman nasional (TN) yang sejalan dengan UU No. 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa
keberadaan TN harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat, dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalam hutan yang
dapat dipulihkan melalui pengelolaan yang bijaksana dan lestari (Junaidi 2017).
Taman nasional dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitarnya
(Ferraro 2008; Robalino and Fiat 2013), dengan menambah penghasilan rumah
tangga (Mulan et al. 2009) dan menurunkan kemiskinan (Andam et al. 2010).
Beberapa karakteristik masyarakat, seperti umur dan tingkat pendidikan, menurut
Kadir et al. (2012) serta Robalino dan Fiat (2013), berpengaruh terhadap manfaat
ekonomi yang diperoleh dari suatu kawasan.
Masyarakat yang seharusnya paling banyak mendapatkan manfaat dari taman
nasional adalah masyarakat yang tinggal di daerah penyangga, yaitu masyarakat
yang bermukim disekitar hutan konservasi dan bergantung pada sumberdaya alam
di hutan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Mangandar 2000; Arshanti 2001;
Santosa et al. 2015). Sayangnya, sampai saat ini masih banyak TN yang belum
mampu mencapai tujuan fungsi tersebut, terlihat dari masih ditemukannya
keberadaan masyarakat di sekitar TN yang tergolong belum sejahtera dan miskin
(Ginting et al. 2010; Kadir et al. 2012; Krisnandi et al. 2015), baik dalam
pemenuhan sandang, pangan, dan papan (Sunarti 2006). Salah satu upaya pengelola
TN untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan mengurangi
eksploitasi sumberdaya dalam kawasan adalah melalui program pemberdayaan
masyarakat.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu
taman nasional terbaik di Indonesia menurut SK Dirjen KSDAE No. 357 Tahun
2015, yang mempunyai kebijakan pengelolaan yang berkaitan dengan
kesejahteraan masyarakat, namun masih ditemukan peningkatan penggarapan lahan
secara liar oleh masyarakat yang berujung pada konflik (Karlinda 2015). Sebagai
taman nasional terbaik, perlu dilakukan kajian terhadap kemampuan TNGGP untuk
menyejahterakan masyarakat sekitarnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kesejahteraan ekonomi
masyarakat eks petani desa penyangga. Eks petani dalam penelitian ini merujuk
kepada individu-individu masyarakat yang pernah beraktivitas di dalam kawasan
2
TNGGP dan mengikuti program pemberdayaan masyarakat. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membandingkan jumlah sumber manfaat ekonomi TNGGP yang diperoleh eks
petani sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan TNGGP.
2. Membandingkan besaran manfaat ekonomi yang diperoleh eks petani sebelum
dan sesudah mengikuti program pemberdayaan TNGGP.
3. Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik eks petani dengan sumber dan
besaran manfaat ekonomi TNGGP.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai
manfaat ekonomi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap masyarakat
desa penyangga. Informasi tersebut dapat digunakan dalam pertimbangan
pembuatan kebijakan bagi pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
dan pemerintah terkait (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk
meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari tahap penyusunan
proposal penelitian dan pegambilan data, mulai bulan Januari-Maret 2017.
Pengambilan data dilaksanakan di Desa Cileungsi sebagai salah satu desa
penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang sebagian
masyarakatnya adalah eks petani. Peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 1.
Gambar 1 Lokasi penelitian
Kawasan TNGGP
3
Alat dan Instrumen
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera
digital, alat perekam suara, software Microsoft excel dan SPSS (Statistics Program
for Social Science). Instrumen yang digunakan adalah panduan wawancara, peta
wilayah penelitian dan monografi desa.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Tabel 1 menyajikan tujuan penelitian, peubah, metode pengambilan data
dan metode analisis data yang digunakan untuk mencapai setiap tujuan.
Tabel 1 Jenis, metode pengambilan, dan metode analisis data
Tujuan Peubah Metode
Pengambilan
Data
Metode
Analisis
Data
Membandingkan jumlah
sumber manfaat
ekonomi TNGGP yang
diperoleh eks petani
sebelum dan sesudah
mengikuti program
pemberdayaan TNGGP.
Jumlah sumber
pendapatan saat
beraktivitas dan setelah
tidak beraktivitas di
TNGGP
Wawancara
dan Observasi
lapang
Uji-T
Membandingkan
besaran manfaat
ekonomi yang diperoleh
eks petani sebelum dan
sesudah pemberdayaan
TNGGP.
Besaran pendapatan
saat beraktivitas dan
setelah tidak
beraktivitas di TNGGP
(Rp/Bulan)
Wawancara
dan Observasi
lapang
Uji-T
Mengidentifikasi
hubungan antara
karakteristik eks petani
dengan sumber dan
besaran manfaat
ekonomi TNGGP.
Umur narasumber
Tingkat pendidikan
narasumber
Sumber pendapatan
saat dan setelah tidak
beraktivitas di TNGGP
Besaran pendapatan,
saat dan setelah tidak
beraktivitas di TNGGP
(Rp/Bulan)
Wawancara
dan Observasi
lapang
Chi-
Kuadrat
Wawancara
Wawancara dilakukan secara sensus dengan menggunakan panduan
wawancara dan perekam suara. Penentuan narasumber didasarkan pada informasi
yang diperoleh dari Bapak Edi Subandi (Kepala Resort Tapos, 2 Maret 2016,
komunikasi pribadi), bahwa Desa Cileungsi memiliki 30 Kepala Keluarga (KK)
yang merupakan eks petani sehingga, jumlah narasumber yang di wawancarai
adalah 30 orang.
4
Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk melihat langsung kondisi masyarakat
(kondisi rumah, kondisi harta bergerak dan kondisi harta tidak bergerak).
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan sebelum penelitian di lapangan dilaksanakan untuk
mendapatkan informasi awal sebagai acuan dalam pemilihan lokasi kajian serta
untuk melengkapi informasi yang didapatkan dari lapangan. Studi pustaka
dilakukan dengan mempelajari berbagai dokumen seperti buku, skripsi, jurnal,
website dan laporan yang terdapat di tingkat desa, kecamatan, dan instansi lainnya.
Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian, tingkat
permasalahan di desa, dan indikator kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Analisis Data
Analisis Uji t
Analisis data dilakukan dengan aplikasi software Microsoft excel dan SPSS
(Statistics Program for Social Science). Analisis uji t diakukan untuk memenuhi
tujuan pertama dan kedua dari penelitian ini. Analisis uji t dilakukan untuk
membandingkan masyarakat yang menerima manfaat ekonomi dan tidak menerima
manfaat ekonomi dari TNGGP.
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑋1̅̅̅̅ − 𝑋2̅̅̅̅
√((𝑛1−1)𝑠12+(𝑛2−1)𝑠22
𝑛1+𝑛2−2) (
1
𝑛1+
1
𝑛2)
Keterangan :
𝑥1̅̅ ̅ = rata-rata statistik sampel pertama
𝑥2̅̅ ̅ = rata-rata statistik sampel kedua
S12 = varian sampel pertama
S22 = varian sampel kedua
n1 = jumlah sampel pertama
n2 = jumlah sampel kedua
Adapun hipotesis untuk memenuhi tujuan mengidentifikasi manfaat
ekonomi dari TNGGP terhadap masyarakat Desa Cileungsi adalah:
H0 : tidak terdapat perbedaan manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Desa
Cileungsi.
H1 :terdapat perbedaan manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Desa
Cileungsi.
Jika t hitung < t tabel (tolak H1, terima H0) berarti tidak terdapat perbedaan manfaat
ekonomi yang diterima masyarakat Desa Cileungsi, sedangkan jika t hitung > t tabel
(tolak H0, terima H1) berarti terdapat perbedaan manfaat ekonomi yang diterima
masyarakat Desa Cileungsi. Dimana, a = 0.05 (5%) dengan tingkat keyakinan 95%.
Adapun hipotesis untuk memenuhi tujuan mengukur besaran manfaat ekonomi dari
TNGGP terhadap masyarakat Desa Cileungsi adalah:
H0 : tidak terdapat perbedaan besaran manfaat ekonomi yang diterima masyarakat
Desa Cileungsi.
5
H1 : terdapat perbedaan besaran manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Desa
Cileungsi.
Jika t hitung < t tabel (tolak H1, terima H0) berarti tidak terdapat perbedaan
besaran manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Desa Cileungsi. Sedangkan
jika t hitung > t tabel (tolak H0, terima H1) berarti terdapat perbedaan besaran
manfaat ekonomi yang diterima masyarakat Desa Cileungsi. Dimana, a = 0.05 (5%)
dengan tingkat keyakinan 95%.
Share pendapatan tani merupakan besarnya pendapatan tani terhadap
pendapatan total petani (Fadilah 2016). Adapun share pendapatan tani dari kawasan
TNGGP dikategorikan menjadi tiga kategori yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Kategori share pendapatan tani dari kawasan TNGGP
No Persentase (%) Kategori
1 0-33.33 Rendah
2 33.34-66.66 Sedang
3 66.67-100 Tinggi
Analisis Chi-kuadrat
Untuk memenuhi tujuan menganalisis hubungan antara karakteristik
narasumber dengan sumber dan besaran manfaat ekonomi dari Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango data akan dianalisis dengan uji chi-kuadrat untuk
mengetahui korelasi antara peubah. Perhitungan dalam uji ini dapat dilakukan
dengan SPSS atau rumus sebagai berikut:
x2= ∑ ((0𝑖−𝑒𝑖)2
𝑒𝑖)𝑘
𝑖=1
Dimana x2 = nilai Chi-Kuadrat
K = banyaknya kategori/sel
oi = frekuensi observasi untuk kategori ke-i
ei = frekuensi ekspektasi untuk kategori k
Pada metode Chi-Kuadrat hubungan diuji dalam baris dan kolom sebuah
area kontingensi dalam software SPSS 13.0. Hipotesis yang umum digunakan
dalam pengujian ini adalah H0 = Tidak ada hubungan antara baris dan kolom dan
berdasarkan perbandingan nilai Chi-Squarehitung dan Chi-Square Jika Chi-
Squarehitung < Chi-Square maka H0 diterima dan sebaliknya, jika Chi-Squarehitung >
Chi-Square tabel, maka H0 ditolak.
Uji signifikasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan signifikan
antar variable yang diuji. Hipotesisnya adalah H0 = Tidak ada hubungan antara
variable dan H1= Ada hubungan antara variable. Apabila signifikasi > 0.05 maka
H0 diterima serta sebaliknya, jika signifikansi < 0.05 maka H0 ditolak. Sementara
koefisien korelasi yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemeratan antar
koefisien yang berkorelasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Desa Cileungsi terletak di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang berdiri
mulai dari tahun 1936 sampai sekarang. Desa Cileungsi memiliki luas wilayah
6
sebesar 701 219 ha dan berada di ketinggian 600 mdpl, dengan curah hujan 3 500
mm/ tahun. Adapun kondisi sosial, ekonomi dan budaya dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kondisi umum lokasi
No Kondisi Desa Cileungsi
1 Batas Wilayah Utara: Berbatasan dengan Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi
Timur: Berbatasan dengan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango
Selatan: Berbatasan dengan Desa Pancawati,
Kecamatan Caringin
Barat: Berbatasan dengan Desa Ciderum,
Kecamatan Caringin
2 Geografi Luas Wilayah: 701.219 Ha
Ketinggian: 600 mdpl
Curah Hujan: 3 500mm/tahun
3 Pemanfaatan Lahan Perumahan: 16 620 ha
Sawah: 160 309 ha
Ladang: 87 380 ha
4
Demografi Laki-laki: 4 251 Jiwa
Perempuan: 3 847 Jiwa
Kepala Keluarga (KK): 2 156 KK
5 Mata Pencaharian
Mayoritas sebagai petani
6 Budaya Adat Sunda
7 Agama Mayoritas Islam Sumber: Monografi Desa Cileungsi tahun 2016
Secara geografis bagian timur Desa Cileungsi berbatasan langsung dengan
TNGGP (Monografi Desa Cileungsi 2016). Lokasi penelitian terlihat senggang
pada pagi dan siang hari, dikarenakan mayoritas masyarakatnya yang berkebun
sampai sore hari. Masyarakat melakukan aktivitas bersosialisasi antar tetangga,
seperti berkumpul, mengaji ataupun shalat berjamaah. Keadaan Desa Cileungsi
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kondisi Desa Cileungsi (a) jalan desa, (b) kebun warga
a b
7
Sejarah Lahan Garapan Masyarakat di Dalam Taman Nasional
Sebelum ditetapkan menjadi kawasan TNGGP, sebanyak 30 orang
masyarakat Desa Cileungsi pernah mendapatkan manfaat ekonomi dari TNGGP
melalui lahan garapan. Lahan tersebut dikelola oleh Perhutani sebagai kawasan
hutan produksi. Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memiliki tugas dan wewenang untuk perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan
perlindungan hutan (Annisaningrum 2016). Selama dikelola oleh Perhutani, lahan
garapan masyarakat merupakan areal Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM). Masyarakat diizinkan untuk bertani dengan sistem tumpang sari. Gambar
3 menunjukkan eks lahan garapan yang sudah ditinggalkan masyarakat.
Gambar 3 Lahan eks garapan dalam kawasan TNGGP (a) kondisi lahan eks
garapan, (b) kondisi saung di lahan eks garapan
Pada tahun 2003, status kawasan beralih menjadi kawasan TNGGP.
Perubahan status kawasan disahkan dengan SK Menhut No. 174/Kpts-II/2003
Tahun 2003. Sebagai upaya mematuhi UU No. 18 Tahun 2013, pihak TNGGP
meminta masyarakat eks petani lahan di kawasan TNGGP untuk meninggalkan
lahan garapannya. Pihak taman nasional sudah beberapa kali melakukan sosialisasi
dan pemberdayaan, salah satunya yaitu kompensasi bantuan hewan ternak berupa
satu ekor kambing per kepala keluarga. Bantuan tersebut diharapkan dapat
mengalihkan sumber mata pencaharian (Kepala Resort Tapos, Maret 2016,
komunikasi pribadi).
Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat eks petani merasa taman
nasional kurang melakukan pendekatan kepada mereka. Kompensasi yang
diberikan dianggap tidak mampu menggantikan sumber mata pencaharian mereka
sebelumnya meskipun demikian, pihak pengelola taman nasional tetap memberikan
sosialisasi dan pendekatan persuasif melalui penyuluh kehutanan TNGGP.
Akhirnya pada tahun 2016 semua masyarakat eks petani lahan meninggalkan
kawasan TNGGP.
Karakteristik Narasumber
Pada penelitian ini karakteristik narasumber yang digunakan adalah tingkat
pendidikan dan usia, karena yang bisa memengaruhi manfaat ekonomi yang
diterima dari suatu kawasan adalah usia dan tingkat pendidikan (Kadir et al. 2012).
a b
8
Karakteristik merupakan sifat yang melekat pada individu tertentu, dan akan
memengaruhi kondisi sosial ekonomi dan pengambilan keputusan dalam rumah
tangga (Cahyono et al. 1999).
Tingkat Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan dari 30 narasumber
bervariasi mulai dari tidak sekolah sampai lulusan SMP. Pendidikan merupakan
salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang berperan meningkatkan
kualitas hidup (Widyaningsih 2013). Tabel 4 menyajikan tingkat pendidikan
narasumber di Desa Cileungsi.
Tabel 4 Tingkat pendidikan narasumber
No. Tingkat Pendidikan Persentase (%)
1 Tidak Bersekolah 20.00
2 Tidak Lulus SD 13.33
3 SD 60.00
4 SMP 6.67
Semua narasumber termasuk dalam kategori pendidikan rendah. Sesuai
dengan pernyataan Arikunto (2006) dan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa lulusan SD dan SMP termasuk
kedalam kategori pendidikan rendah.
Soekartawi (1999) mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya
sekolah/ pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap
kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Kecakapan seseorang akan mengakibatkan
kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga.
Data tingkat pendidikan narasumber menjadi penting untuk diteliti karena akan
berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga
Usia
Sebanyak 73.33% eks petani termasuk kedalam usia produktif. Usia petani
adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam
melaksanakan kegiatan usaha tani, usia dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam
melihat aktivitas seseorang dalam bekerja, dimana dengan kondisi umur yang masih
produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan
maksimal (Hasyim 2006). Menurut BPS (2017), kategori usia seseorang dibagi atas
dua yakni usia produktif (15-64 tahun) dan tidak produktif (lebih dari 64 tahun).
Tabel 5 menyajikan kategori usia narasumber.
Tabel 5 Kategori dan jumlah usia narasumber
No Kategori Persentase (%)
1 Produktif (15-64 tahun) 73.33
2 Tidak Produktif (> 64 tahun) 26.67
Besarnya angka usia produktif dapat menjadi ancaman untuk taman
nasional (Hasibuan 2017), karena dalam kondisi fisik yang prima dimana lapangan
kerja terbatas dan pendidikan terbatas akan mendorong masyarakat memanfaatkan
sumber daya berupa lahan taman nasional untuk memenuhi kebutuhan hidup (Yusri
et al. 2012), hal ini yang terjadi ketika masyarakat bekerja sebagai penggarap. Pada
9
saat masyarakat menjadi eks petani, umur produktif bisa dijadikan modal untuk
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, karena seseorang dalam usia produktif,
mempunyai semangat dan kemampuan yang prima dalam hal fisik dan kreatifitas
(Rinawati 2012; Adelina 2012). Hal ini dibuktikan dengan lebih beragamnya
pekerjaan yang dilakukan oleh eks petani.
Menurut Soekartawi (1999) usia produktif merupakan usia ideal bagi para
pekerja. Pada masa produktif, secara umum semakin bertambahnya usia, maka
pendapatan akan semakin meningkat, yang tergantung pada jenis pekerjaan yang
dilakukan. Kekuatan fisik seseorang untuk melakukan aktivitas sangat erat
kaitannya dengan usia karena bila usia seseorang telah melewati masa produktif,
maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun
dan pendapatan juga ikut menurun.
Sumber Manfaat Ekonomi
Sumber manfaat ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
sumber mata pencaharian yang dimiliki tiap narasumber, baik sumber mata
pencaharian utama maupun sumber mata pencaharian penunjang. Secara filosofis,
suatu kawasan yang ditetapkan sebagai taman nasional memiliki 3 dimensi manfaat,
yakni ekologi, sosial dan ekonomi. Manfaat ekonomi berarti kawasan taman
nasional tersebut mampu menciptakan peluang kerja dan kesempatan berusaha
(Widodo 2004). Sumber manfaat ekonomi narasumber tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6 Sumber pendapatan eks petani lahan TNGGP
Pendapatan adalah semua penghasilan atau penerimaan yang diperoleh oleh
keluarga berupa gaji maupun pendapatan dari usaha lainnya selama satu bulan (BPS
2017). Pendapatan eks petani diidentifikasi pada dua kondisi, yakni saat
beraktivitas di kawasan TNGGP dan setelah tidak beraktivitas di TNGGP.
Pendapatan eks petani merupakan akumulasi dari pendapatan utama dan
pendapatan penunjang. Pendapatan utama adalah pendapatan terbesar dari seluruh
jenis pendapatan rumah tangga tersebut menurut jenis sumber pendapatan dan
status pekerjaan, sedangkan pendapatan penunjang adalah pendapatan
lainnya/sampingan yang diperoleh oleh rumah tangga (BPS 2017).
Saat Beraktivitas di Kawasan TNGGP Saat tidak Beraktivitas di Kawasan TNGGP
Utama Presentase
(%)
Penunjang Presentase
(%)
Utama Presentase
(%)
Penunjang Presentase
(%)
Petani 63.3 Petani 36.7 Buruh
Tani
10.0 Tunjangan
Keluarga
6.7
Buruh
Bangunan
13.3 Buruh
Bangunan
10.0 Wiraswasta 20.0 Buruh
Tani
3.3
Pegawai
Swasta
6.7 Wiraswasta 13.3 Pegawai
Swasta
3.3 Wiraswasta 20.0
Supir 3.3 Tidak ada 40.0 Pegawai
Honorer
3.3 Supir 3.3
Wiraswasta 13.3 Buruh
Bangunan
56.7 Pegawai
Honorer
3.3
Supir 3.3 Tidak ada 63.3
Tunjangan
Keluarga
3.3
Total 100.0 Total 100.0 Total 100.0 Total 100.0
10
Hasil analisis Uji T berpasangan mendapatkan nilai probabilitas atau Sig (2-
tailed) sebesar 0.03 < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
sumber manfaat ekonomi yang signifikan pada saat beraktivitas dan setelah tidak
beraktivitas di TNGGP. Terdapat perbedaan jumlah sumber manfaat ekonomi yang
diperoleh eks petani sebesar 2 sumber dengan keragaman matapencaharian lebih
tinggi pada saat tidak beraktivitas didalam kawasan.
Hasil wawancara menunjukkan, bahwa selama beraktivitas di TNGGP,
terdapat 5 sumber pendapatan, yaitu sebagai petani, wirausaha, pegawai swasta,
buruh, dan supir. Hanya terdapat satu sumber manfaat ekonomi yang didapatkan
dari TNGGP yakni sebagai petani. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya alam
TNGGP yang dimanfaatkan oleh masyarakat hanya berupa lahan garapan. Menurut
KBBI (2017) lahan adalah tanah terbuka atau tanah garapan yang mempunyai luas
tertentu yang dapat digunakan untuk usaha pertanian. Semua eks petani tidak
memiliki lahan pribadi, hal ini bisa disebabkan karena mayoritas tingkat pendidikan
yang rendah. Masyarakat berpendidikan rendah cenderung tidak mampu membeli
lahan (Pertiwi 2015) sehingga mereka memilih sumberdaya terdekat mereka untuk
dimanfaatkan.
Lokasi TNGGP yang berbatasan langsung dengan Desa Cileungsi
memberikan akses kepada eks petani untuk menggarap lahan yang ada di dalam
kawasan TNGGP untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggarapan lahan dan
pemungutan hasil hutan oleh masyarakat di sekitar kawasan perluasan TNGGP
merupakan bentuk akses (Sudhartono et al. 2011). Teori akses membahas tentang
bagaimana cara masyarakat berinteraksi dengan SDA yang ada di sekitarnya dalm
rangka mendapatkan manfaat dari SDA tersebut dengan menekankan peranan
kekuasaan tanpa memperhatikan property rights (Ribot dan Peluso 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan TNGGP berada sangat dekat
dengan pusat aktifitas manusia. Semua narasumber berada sangat dekat dengan
batas terluar kawasan TNGGP yaitu pada jarak ± 400 m. Hal ini menyebabkan
masyarakat daerah penyangga sangat bergantung pada sumberdaya yang ada di
dalam kawasan taman nasional. Sama halnya dengan keadaan di Afrika, banyak
orang yang bergantung pada lingkungan sekitar mereka sebagai sumber
penghidupan utama, karena hutan menyediakan sumber ekonomi yang penting bagi
masyarakat perdesaan (King 2009; Wicander 2012). Selain itu, lahan merupakan
faktor produksi yang sangat penting karena merupakan sumber produksi hasil
pertanian (Sukirno 2002).
Saat beraktivitas di kawasan TNGGP, sebanyak 63.3% eks petani menjadikan
pertanian sebagai sumber pendapatan utama. Hal ini sejalan dengan beberapa hasil
penelitian di beberapa taman nasional lain, baik di dalam maupun luar negeri yang
menyatakan bahwa mayoritas masyarakat di daerah penyangga bermata
pencaharian sebagai seorang petani (Subaktini 2006; Dorji 2009; Nurani 2011;
Gunawan et al. 2013). Adapun share pendapatan tani dari kawasan TNGGP tersaji
pada Tabel 7.
11
Tabel 7 Share pendapatan tani dari kawasan TNGGP
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data yang disajikan pada Tabel
4, sumberdaya lahan yang dimiliki TNGGP turut berkontribusi tinggi pada
pendapatan 50% eks petani. Hal serupa juga terjadi di beberapa taman nasional lain
di Indonesia, dimana masyarakat sangat tergantung pada potensi sumberdaya alam
berupa lahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Sudhartono et al 2011;
Kadir et al. 2012). Ketika eks petani sudah tidak beraktivitas di TNGGP, mereka
memiliki beberapa sumber matapencaharian baru untuk tetap memenuhi kebutuhan
dasarnya (fisiologis), karena sifat seorang manusia akan terus memenuhi kebutuhan
dasarnya untuk bertahan hidup sesuai dengan teori Maslow (1943). Selain itu dalam
upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, petani melakukan berbagai strategi untuk
mempertahankan kehidupan keluarganya, salah satunya adalah menambah sumber
pendapatan yang telah mereka miliki (Kumesan et al. 2015). Terdapat 7 sumber
manfaat ekonomi eks petani saat ini, yaitu sebagai buruh tani, buruh bangunan,
wirausaha, pegawai swasta, pegawai honorer, supir, dan tunjangan dari anggota
keluarga lain (lihat Tabel 6).
Besaran Manfaat Ekonomi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat masih beraktivitas di TNGGP,
besaran pendapatan eks petani berkisar antara Rp 400 000/bulan - Rp 5 000
000/bulan, sedangkan saat sudah tidak beraktivitas di TNGGP, besaran pendapatan
para eks petani berkisar antara Rp 200 000/bulan - Rp 5 000 000/bulan. Tidak ada
perbedaan yang signifikan terhadap besaran pendapatan baik sebagai petani
maupun sebagai eks petani lahan di TNGGP. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis
Uji T berpasangan yang menunjukkan nilai probabilitas atau Sig (2-tailed) sebesar
0.63 > 0.05, yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan besaran manfaat ekonomi
yang signifikan pada saat beraktivitas dan setelah tidak beraktivitas di TNGGP.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan bisa disebabkan karena sumber
matapencaharian yang dimiliki oleh narasumber saat beraktivitas di TNGGP dan
saat tidak beraktivitas di TNGGP juga tidak beragam. Hal ini bisa disebabkan faktor
usia dan tingkat pendidikan masyarakat yang terbatas, sejalan dengan pernyataan
Rositah (2005) bahwa masyarakat desa sekitar hutan pada umumnya digambarkan
sebagai masyarakat dengan pendidikan yang rendah, padahal pendidikan
merupakan produk kesempatan hidup dan faktor penentu posisi sosial ekonomi,
semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan bekerja juga semakin besar
(Schneider 1986).
Kontribusi TNGGP
terhadap pendapatan
penggarap
Presentase (%)
Rendah 33.3
Sedang 16.7
Tinggi 50.0
Total 100.0
12
Besaran manfaat ekonomi dapat dihitung dari besarnya pendapatan keluarga
yang didapatkan oleh eks petani melalui sumber pendapatan yang mereka miliki.
Pendapatan, dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal
materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas,
sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota
rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau
upah usaha rumah tangga atau sumber lain. Kondisi seseorang dapat diukur dengan
menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang
diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu
(Samuelson et al. 2002). Adapun golongan besaran pendapatan menurut BPS
(2017) terdiri dari 4 golongan mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
Golongan besaran pendapatan eks petani tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Golongan besaran pendapatan eks petani lahan TNGGP (BPS 2017)
No Golongan (Rp/bulan) Sebagai petani
(%)
Sebagai eks petani
(%)
1 Sangat tinggi (>3 500 000) 3.3 6.7
2 Tinggi (2 500 000- 3 500 000) 13.3 6.7
3 Sedang (1 500 000- 2 500 000) 26.7 26.6
4 Rendah (<1 500 000) 56.7 60.0
Total 100.0 100.0
Hasil wawancara menunjukkan bahwa baik sebagai petani maupun eks
petani, masyarakat tergolong sejahtera secara ekonomi karena, masyarakat masih
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Kesejahteraan ekonomi rumah tangga
dapat tercapai menurut Sunarti (2006), Rambe et al. (2008) dan Hendrik (2011),
jika pendapatan yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga
tersebut. Lain halnya jika dibandingkan dengan indikator kesejahteraan ekonomi
melalui UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Tertera pada Tabel 5 bahwa lebih
dari 50% eks petani termasuk kedalam golongan besaran pendapatan rendah baik
saat beraktivitas maupun setelah tidak beraktivitas di dalam kawasan TNGGP. Jika
dibandingkan dengan standar UMK yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Jawa
Barat melalui Surat Keputusan Gubernur No. 56 Tahun 2016 tentang Upah
Minimim Kabupaten Bogor sebesar Rp 3 204 551, maka saat menjadi petani
penggarap lahan di TNGGP maupun eks petani, narasumber yang pendapatannya
di atas garis UMK sebanyak 6.7%.
Analisis Hubungan antara Karakteristik Narasumber dengan Sumber dan
Besaran Manfaat Ekonomi
Uji analisis Chi Kuadrat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara
tingkat pendidikan dan usia terhadap jumlah sumber dan besaran manfaat ekonomi
masyarakat Desa Cileungsi pada dua keadaan, yakni saat beraktivitas di TNGGP
dan saat tidak beraktivitas di TNGGP. Memahami karakteristik dan perilaku
masyarakat yang menggunakan hutan atau masyarakat yang mengambil sumber
daya hutan untuk kehidupan sehari-hari merupakan informasi yang sangat
bermanfaat dan penting bagi sebuah lembaga pengambil kebijakan dalam
13
menyusun strategi pengelolaan hutan sebagai usaha menciptakan kelestarian hutan
(Nugroho et al. 2008).
Tingkat Pendidikan Hasil analisis Uji Chi Kuadrat, menemukan nilai Asimp.Sig berturut-turut
0.129 dan 0.144 (>0.05) yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan jumlah sumber manfaat ekonomi yang diterima oleh narasumber baik
sebagai penggarap maupun eks petani lahan TNGGP. Hal ini bisa dikarenakan
sumber pendapatan/pekerjaan narasumber tidak menuntut pendidikan yang tinggi.
Berdasarkan ISCO (International Standart Clasification of Ocupation) pekerjaan
diklasifikasikan menjadi 3 yakni pekerjaan berstatus tinggi, sedang dan rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan eks petani tergolong pekerjaan
berstatus rendah yaitu petani, buruh atau operator alat yang tidak menuntut
pendidikan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang membuktikan
bahwa semua eks petani memiliki latar belakang pendidikan dasar rendah sesuai
dengan Arikunto (2006) dan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Hasil Uji Chi Kuadrat untuk hubungan antara tingkat pendidikan dengan
manfaat ekonomi yang diterima narasumber dari TNGGP, mendapatkan nilai
Asimp.Sig masing-masing 0.532 dan 0.699 untuk kedua kondisi (saat beraktivitas
di TNGGP dan saat tidak beraktivitas di TNGGP), yang karena nilai >0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan besaran manfaat ekonomi. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Harahap et al. (2012) dan Pertiwi (2015) yang
menyatakan bahwa pendidikan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan. Hal
ini bisa terjadi dikarenakan ada variabel lain yang memengaruhi tingkat pendapatan
salah satunya adalah jenis pekerjaan, artinya semakin beragam jenis pekerjaannya
maka semakin tinggi tingkat pendapatannya, hal ini sejalan dengan (Latif 1990)
yang menyatakan bahwa di desa tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata
terhadap tingkat pendapatan, hal ini dikarenakan belum tersedianya lapangan kerja
yang sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimiliki, atau masyarakat belum
mampu menciptakan lapangan kerjanya sendiri.
Usia Analisis uji Chi Kuadrat menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
umur dengan jumlah sumber manfaat ekonomi yang diterima baik saat menjadi
penggarap maupun sebagai eks petani lahan TNGGP, dengan nilai Asimp.Sig
berturut turut 0.129 dan 0.144 (>0.05), maka H0 diterima, yang artinya tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan jumlah sumber manfaat
ekonomi. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi pendapatan
(Cahyono et al. 1999). Pada masa produktif, secara umum semakin bertambahnya
umur, maka pendapatan akan semakin meningkat, yang tergantung juga pada jenis
pekerjaan yang dilakukan (Putri dan Setiawina 2013).
Hasil uji chi kuadrat untuk mengetahui hubungan antara usia dengan
besaran manfaat ekonomi yang diperoleh narasumber, menunjukkan terdapat
perbedaan hasil antara dua kondisi, dimana sebagai penggarap lahan TNGGP, nilai
Asimp.Sig adalah 0.140 (>0.05) maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara usia dengan besaran manfaat ekonomi, sedangkan
sebagai eks petani lahan TNGGP nilai Asimp.Sig yang didapat 0.015 (<0.05) maka
14
H1 diterima, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan
besaran manfaat ekonomi.
Perbedaan tersebut bisa terjadi karena sebagai penggarap lahan TNGGP,
sumber penghasilan masyarakat berasal dari pertanian bisa dikerjakan oleh berbagai
kalangan umur asalkan orang tersebut memiliki kemauan, pengalaman dan
pengetahuan tentang pertanian, sedangkan sebagai eks petani lahan TNGGP,
masyarakat harus beralih mata pencaharian sedangkan tidak semua
matapencaharian bisa menerima individu dengan umur yang sudah tidak produktif.
Produktivitas seseorang dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh usia (Putri dan
Setiawina 2013). Hal ini sejalan ketika masyarakat menjadi eks petani. Ketika tidak
menjadi petani produktivitas usia dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan, lain
halnya saat narasumber sebagai penggarap walaupun berada di kategori usia non
produktif mereka masih bisa bekerja karena mereka bekerja untuk diri mereka
sendiri dan tidak terikat dengan orang lain. Umumnya seseorang yang berada pada
umur produktif akan mampu memperoleh pendapatan yang lebih banyak daripada
seseorang yang termasuk umur non produktif, karena usia merupakan salah satu
karakteristik individu yang sangat berperan dalam menentukan kemampuan kerja
(Handoko 2001) dan produktivitas kerja (Miftah 1992; Siagian 1995; Robbins
2001).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum masyarakat Desa Cileungsi saat ini dikatakan sejahtera secara
ekonomi, namun sumber kesejahteraan ekonomi mereka tidak diperoleh dari
TNGGP. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan jumlah sumber manfaat
ekonomi yang diperoleh eks petani sebesar 2 sumber, dengan keragaman
matapencaharian lebih tinggi pada saat tidak beraktivitas di dalam kawasan. Tidak
terdapat perbedaan besaran manfaat ekonomi yang diperoleh eks petani saat
beraktivitas dan setelah tidak beraktivitas di kawasan. Selain itu, tidak terdapat
korelasi antara tingkat pendidikan dengan jumlah sumber dan besaran manfaat
ekonomi eks petani baik saat maupun setelah tidak beraktivitas didalam kawasan.
Hanya peubah usia yang berkorelasi dengan besaran manfaat ekonomi eks petani
saat ini. Peran TNGGP dalam memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat
sekitarnya terlihat saat kondisi masyarakat sebagai penggarap, manfaat ekonomi
yang diberikan dalam bentuk lahan garapan.
Saran
Perlu adanya peninjauan kembali terhadap kebijakan pengelolaan taman
nasional yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan perubahan
fungsi kawasan hutan tidak berdasarkan pada realita di lapangan, yang
menyebabkan penghilangan hak akses masyarakat atas pemanfaatan sumber daya
lahan. Perlu adanya pelibatan masyarakat daerah penyangga sebagai pelaku
pengelolaan SDA di kawasan perluasan dengan diberikan tanggung jawab lebih
melalui pola manajemen kawasan konservasi dalam bentuk manajemen kolaboratif.
15
DAFTAR PUSTAKA
Achdian A. 2010. Leweung hejo masyarakat ngejo (hutan hijau masyarakat
sejahtera): konstruksi politik hijau dan siasat politik kontemporer dalam
tradisi lisan masyarakat Kasepuhan kawasan hutan lindung gunung halimun,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten [tesis]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Adelina R. 2012. Analisis efektifitas dan kontribusi penerimaan pajak bumi dan
bangunan terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Gresik [skripsi].
Surabaya(ID): UNS.
Andam, K., P.J. Ferraro, K.R. Simis,A.Healy, and M. Holland. 2010. Protected
areas reduced poverty in Costa Rica and Thailand. Proceedings of the
National Academy of Sciences. 107(22): 9996–10001.
Annisaningrum V. 2016. Dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan
rumah tangga petani. [skripsi]. Bogor (ID): IPB
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta (ID):
Rineksa Cipta
Arshanti. 2001. Persepsi masyarakat terhadap penggunaan dan pengelolaan lahan
daerah penyangga (buffer zone) Taman Nasional Gunung Gede Pangaranggo.
[skripsi]. Bogor (ID): IPB
[BPS] Badan Pusat Stastistik. 2017. [Online] tersedia di: http://bps.go.id/. [Diakses
Mei 2017].
Cahyono SA, Jariyah NA, Indrajaya Y. 1999. Karakteristik Sosial Ekonomi yang
Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga Penyadap Getah Pinus di Desa
Somagede, Kebumen, Jawa Tengah. Jurnal UGM. Yogyakarta(ID): UGM
Dorji R. 2009. Interactions between protected areas and local communities- a case
study from Jigme Dorji National Park, Bhutan. [tesis]. Vienna(AUT):
BOKU.
Fadilah AI. 2016. Manaat ekonomi dan analisis stakeholder wisata alam Gunung
Pananjakan I Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Ferraro JP. 2008. Protected areas and human well-being. Conference Paper :
Economic and Conservation in the tropics: A Strategic Dialogue. January
31- February 1 2008.
Ginting Y, Dharmawan AH, Sekartjakrarini S. 2010. Interaksi koomunitas local di
Taman Nasional Gunung Leuser: studi kasus kawasan ekowisata
Tangkahan, Sumatera Utara. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,
dan Ekologi Manusia. 4 (1): 39-58.
Gunawan H, Bismark M, Krisnawati H. 2013. Kajian sosial ekonomi masyarakat
sekitar sebagai dasar penetapan tipe penyangga taman nasional gunung
merbabu jawa tengah. Jurnal pendidikan ilmu konservasi alam. 10(2): 103-
119
Handayani OK. 2015. Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan konservasi bagi
masyarakat sekitar resort bodogol, Tamana Nasional Gunung Gede
Pangrango [skripsi]. Bogor(ID): IPB.
Handoko T. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,Edisi
II.BPFE Yogyakarta : Yogyakarta
16
Harahap AB, Ginting R, Hasyim H. 2012. Pengaruh Sumber Daya Manusia (SDM)
Petani Terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah (Studi Kasus: Desa
Pematang Setrak, Kec Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai).
Jurnal Agribisnis. Medan (ID): USU
Hasibuan SH. 2017. Identifikasi Peubuah Sosial Ekonomi Penentu Keberhasilan
Konservasi Keakenaragaman Hayati. Makalah Seminar Pasca Sarjana.
Disampaikan pada: 27 April 2017.
Hasyim, H. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi Terhadap
Pendapatan (Studi Kasus : Desa Dolok Seribu Kecamatan Paguran
Kabupaten Tapanuli Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian. Lembaga
Penelitian. USU. Medan
Hendrik. 2011. Analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan
danau pulau besar dan danau bawah di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak
Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16 (1): 21-32.
Junaidi. 2017. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Kalimantan
Selatan [skripsi]. Banjarmasin (ID): ULM
Kadir AW, Awang SA, Purwanto RH, Poedjiharjo E. 2012. Analisi kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitar Taman Nasionla Bantimurung Bulusaraung.
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 19 (1): 1-11.
Karlinda E. 2015. Konflik perluasan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2017. [Online] Tersedia di:
http://kbbi.web.id/pusat. [Diakses 21 Mei 2017].
King, B. 2009. Conservation Geographies in Sub-Saharan Africa: The politics of
national parks, community conservation and peace parks. Geography
Compass. (3): 1-14.
Krisnandi IG, Handayani SA, Badriyanto BS. 2015. Kaum miskin di kawasan
pinggiran hutan Taman Nasional Meru Betiri. Jember (ID) : Universitas
Jember.
Kumesan F, Ngangi CR, Tarore MLG, Pangemanan PA. 2015. Strategi Bertahan
Hidup (Life Survival Strategy) Buruh Tani di Desa Tombatu Dua Utara
Kecamatan Tombatu Utara. E-Journal Unstrat. 6 (16): 1-12.
Latif K. 1990. Pengaruh pendidikan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga
(Studi Kasus Desa-Kota dan Desa Pedalaman Kabupaten Tanah Datar
Provinsi Sumatera Barat [tesis]. Bogor(ID): IPB
Mangandar. 2000. Keterkaitan sosial masyarakat di sekitar hutan dengan kebakaran
hutan [skripsi]. Bogor (ID): IPB
Maslow AH. 1943. A Theory of Human Motivation Psycological Review, Toronto
Miftah T. 1992. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administasi Negara. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Mulan K, Kontoleon A, Swanson TM, Zha S. 2009. Evaluation of The Impact of
The Natural Forest Protection Program on Rural Household Livelihoods.
Environmental Management 45(3): 513–525
Nugroho BTA, Undaharta NKE, Siregar M. 2008. Interaksi Masyarakat Sekitar
Hutan Terhadap Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati di Kawasn
Ekosistem Hutan Alami Bedugul-Pancasari, Bali. Jurnal Biodiversitas.
9(3): 227-231.
17
Nurani L. 2011. Karakteristik pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat sekitar
kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Info BPK Manado. 1(1):
71-88
Park M. 2002. The Level of subjective well-being and household consumption
Expenditures. Journal Consumers and Families As Market Actors.Helsinki.
Pertiwi P. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhu Pendapatan Tenaga
Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta[skripsi]. Yogyakarta(ID): UNY
Pemerintah Republik Indonesia.1990. Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang
Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Jakarta (ID):
Putri AD dan Setiawina ND. 2013. Pengaruh umur, pendidikan, pekerjaan terhadap
pendapatan rumah tangga miskin di Desa Bebandem. E-jurnal EP Unud. 2 (4):
173-180.
Rambe A, Hartoyo, Karsin ES. 2008. Analisis alokasi pengeluaran dan tingkat
kesejahteraan keluarga (studi di Kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara).
Jurnal IPB. 1 (1): 16-28.
Ribot JC, Peluso NL. 2003. A Theory of Access. Rural Sociology. 68 (2): 158-181.
Rinawati R. 2012. Modal sosial masyarakat dalam pembangunan hutan rakyat di
Sub DAS Cisadane Hulu (Kasus di areal DAS Mikro Sub DAS Cisadane
Hulu [tesis]. Bogor (ID): SPS IPB.
Rositah E. 2005. Kemiskinan Masyarakat Desa sekitar Hutan dan
Penanggulangannya. Bogor (ID): CIFOR
Robalino J dan Fiat LV. 2013. Protected areas and economic welfare: an impact
evaluation of national parks on local workers wages in Costa Rica.
Cambridge University Press. 00: 1-28.
Robbins PS. 2001.Organizational Behavior, 9th edition. Prentice Hall International,
Inc. New Jersey.
Samuelson, Paul AN, William D. 2002. Makro Ekonomi. Jakarta(ID): IKAPI
Santosa Y, Sunkar A, Zuhud EAM, Masyud B, Purnamasari I, Yohanna, Manshur
AM, Ali AM, Ligardini MM. 2015. Laporan survey potensi
keanekaragaman hayati Taman Nasional Gunung Ciremai. Bogor (ID): IPB
Schneider U. 1986. Sosiologi Industri. Jakarta (ID): Aksara Persada
Siagian SP. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasi. Rieka Cipta. Jakarta.
Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada
Subaktini D. 2006. Analisis sosial ekonomi masyarakat di zona rehabilitasi taman
nasional meru betiri jawa timur. Forum geografi. 20(1): 55-67
Sudhartono A, Basuni S, Bahruni, Suharjito D. 2011. Pola Akses Petani Penggarap
Lahan di Kawasan Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Jawa Barat. Media Konservasi. 16 (3): 122-132
Sukirno. 2002. Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): Grafindo Persada
Sunarti E. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah Pengembangan, Evaluasi,
dan Keberlanjutannya. Bogor (ID): IPB Press.
Wicander S. 2012. Learning lesons for bushmeat management in west and central
Africa: how and whencan alternative livelihood projects be most effective
in improving sustainability of bushmeat hunting? University of Oxford.
Widodo S. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta(ID): PT Rineka Cipta
18
Widyaningsih YI. 2013. Hubungan antara tingkat pendidikan dan pendapatan
kepala keluarga dengan tingkat penyediaan RTH pekarangan [skripsi].
Semarang(ID): UNNES
Yusri A, Basuni S, Prasetyo LB. 2012. Analisis faktor penyebab perambahan
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi. 17(1): 1-5.
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 28 Mei 1995 dari Ayah Edwin
Arifin dan Ibu Herwati Cahyaningsih. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Swasta Harapan 1 Medan dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan
diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan.
Penulis pernah aktif sebagai Bendahara Umum di Himpunan Mahasisawa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada kepengurusan
tahun 2014/2015 dan 2015/2016 dan sebagai Ketua divisi Kawasan Karst di
Kelompok Pemerhati Gua (KPG) “Hira” HIMAKOVA pada kepengurusan tahun
2015/2016. Tahun 2014 penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di
Taman Wisata Alam Papandayan dan Cagar Alam Sancang Barat, Tahun 2015
penulis mengikuti Praktik Pengenalan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sukabumi, dan pada Tahun 2016 penulis mengkuti Praktik Kerja Lapang Profesi di
Taman Nasional Ujung Kulon.
Penulis pernah mengikuti kegiatan Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan
(SURILI) pada tahun 2016 yang dilaksanakan oleh HIMAKOVA di Suaka
Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling Provinsi Riau. Penulis juga pernah
mengikuti Ekspedisi Kawasan Karst (EKSAST) pada tahun 2015 yang
dilaksanakan oleh KPG “Hira” HIMAKOVA di Masungi Georeserve dan Puerto
Princesa National Park di Filipina.