Upload
fadly-fhavely
View
2.564
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
RANDAI
Randai merupakan salah satu jenis kesenian teater rakyat anak nagari Minangkabau.
Biasanya, satu grup Randai berjumlah 14 sampai 25 orang pemain yang membawakan lakon dari
cerita-cerita rakyat, seperti, Kati Alam, Samsudin, Siti Sabariah, Alam, Saedar Siti Janela dan
lain-lain.
Secara teknis, Randai merupakan perpaduan antara tari, musik dan teater. Keunikannya
terletak pada bentuk penyajian dengan bentuk pola lingkaran. Kedekatan antara pemain dan
penonton menjadikan Randai sangat akrab dengan masyarakat Minangkabau.
Randai biasanya dimainkan dihalan atau dilapangan, sehingga penonton yang
mengelilingi pemain tampak menjadi suatu kesatuan yang utuh. Dalam setiap penampilan,
penonton boleh saja menyela dialog-dialog yang disampaikan paemain atau mungkin bersorak
untuk memberikan gairah pemain seperti halnya lenong di Betawi.
SALUANG
Orang Minangkabau memiliki tradisi seni pertunjukan yang termasuk paling kaya
ragamnya di Indonesia. Acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang lazim dilengkapi dengan seni
pertunjukan adalah pesta keluarga (seperti perkawinan, khitanan, membuka rumah baru,
menobatkan kutua adat baru) serta perayaan-perayaan rakyat (seperti saat panen, meresmikan
mesjid, perayaan hari besar agama). Acara-acara tersebut seringkali diawali dengan pawai
keliling disiang hari yang biasanya melibatkan pemain-pemain talempong (suatu ensambel gong-
gong kecil) dan gendang. Untuk acara keagamaan, musik arak-arakan ini dapat diganti dengan
nyanyian keagamaan dengan diiringi rebana.Pertunjukan utama biasanya dimulai malam hari dan
dapat berlangsung hingga subuh.
Diantara bentuk kesenian yang ada, yang paling ramai dan mahal adalah randai, suatu
bentuk teater yang dibawakan diluar rumah dengan melibatkan sekitar 20 sampai 30 pemain.
Randai menggabungkan unsur tarian, musik instrumental, nyanyian lepas, nyanyian naratif,
dengan adegan-adegan yang dilakonkan dan dialog-dialog lisan.
Selain itu ada bentuk kesenian lain yang sederhana yang diselenggarakan dalam rumah
dengan hanya melibatkan satu atau dua orang penyanyi dan satu atau dua alat musik pengiring.
Diantara bentuk kesenian tersebut, ada yang membawakan suatu kisah yang dinyanyikan secara
naratif (seperti Dendang Pauah, Sijobang), ada yang dimulai denfan beberapa lagu lepas (non-
naratif) tetapi kemudian berubah sifat menjadi kisah yang dinyanyikan (seperti Rabab Pariaman,
Rabab Pasisia), serta saluang; bentuk kesenian yang tidak membawakan cerita sama sekali dan
hanya terdiri dari lagu-lagu lepas. Cerita-cerita itu-yang sudah sering diketahui oleh
pendengarnya-tidak disajikan sebagai hafalan, melainkan diceritakan secara spontan. Unsur
spontanitas juga terdapat dalam syair-syair untuk lagu-lagu lepasnya.
Pada umumnya suatu pertunjukan dimulai agak malam, kemungkinan setelah suatu
pertunjukan pengantar-musik pop, atau tarian minang yang diringi talempong- dituntaskan. Pada
tahap awal pertunjukan seperti pertunjukan saluang, Rabab Pariaman, suasana biasanya ringan,
dan sering syair lagunya mengenai percintaan, yang kadang secara sugestif. Tetapi semakin jauh
malam menjadi lebih bersuasana nostalgia, melankonis, dan sekaligus memilukan.
Dengan jumlah pemain yang sangat terbatas, bentuk kesenian ini bersuara pelan dan
bersifat akrab-cocok untuk tengah malam. Dari pendengarnya dituntut perhatian penuh, tetapi
tidak selalu diperoleh: para penonton malah ngobrol, merokok, makan, main kartu dan domino;
pada muda-mudi mencuri kesempatan bercumbu rayu. Kalau sudah sampai jam satu atau dua
pagi, banyak penonton telah pulang, dan dari yang masih tinggal kebanyakan tertidur. Tetapi
beberapa diantaranya masih bertahan duduk dekat dengan para pemain, menyimak syair-syairnya
dengan tekun, sambil berdecak kagum pada suatu kalimat yang tepat, menuggu babak-babak
cerita selanjutnya.
Untuk dapat merasakan apa daya tarik bentuk kesenian tersebut kepada penontonnya, kita
mungkin dapat membayangkan ada seorang aktor professional yang sedang duduk diruang tamu
kita, yang selama berjam-jam membawakan suatu cerita atau syair-syair, dengan meyertakan
didalam ceritanya nama, tempat, orang-orang dan keadaan sehari-hari kehidupan kita sendiri.
Pada edisi pertama ini, kami menyajikan salah satu diantaranya yakni kesenian Saluang.
Nama Saluang diambil dari nama seruling panjang yang acapkali menjadi satu-satunya
alat pengiring yang digunakan pada seni pertunjukan ini. Bentuk kesenian ini (yang kadang-
kadang disebut juga Saluang jo Dendang-saluang disertai nyayian) sangat populer didaerah darek
dan dikalangan orang-orang darek di perantauan. Kesenian ini selain ditampilkan pada acara
perayaan kampung dan acara keluarga, juga sering ditampilkan pada sejenis acara pengumpulan
dana malam bagurau.
Saluang itu sendiri adalah sebuah pipa bambu terbuka, panjangnya sekitar 65 cm dengan
diameter dalam sekitar 2,5 cm, dengan 4 lobang jari. Pemain, biasanya laki-laki, memegang
saluang miring ke bawah dan ke satu sisi. Untuk menghasilkan aliran suara yang tak terputus,
pemain tersebut menggunakan teknik nafas “circular breathing” supaya suara tidak berhenti
sewaktu pemain menarik nafas.
Sulit menjelaskan sistem laras yang diterapkan pada musik saluang. Beberapa tangga
nada dipakai dalam repertoar; intonasi sering tidak stabil; dan tidak ada sistem pelarasan yang
mutlak. Untuk saluang dengan nada dasar C=do, kita boleh menganggap tangga nada pokok
yang dimainkan sebagai nada do, re, mi, fa, sol. Tapi dalam kenyataannya nada do kadang-
kadang cenderung menuju di (1) . Gegitu pula halnya untuk nada-nada lainnya yang
diperoleh dengan menutup separoh dari lubang jari. Ada kalanya pemain saluang memainkan
nada-nada yang berada diatas dan dibawah nada pokok.
Melodi saluang berbentuk ulangan meskipun syair-syair yang dinyanyikan berubah-ubah.
Dalam pertunjukan, pemain saluang selalu didampingi oleh seorang penyanyi (pendendang),
yang membawakan pantun. Satu pantun biasanya selesai dalam satu ulangan melodi. Seringkali
ada dua atau tiga penyanyi yang tampil:mereka biasanya menyanyi secara bergantian diiringi
saluang.
Lagu-lagu saluang digolongkan berdasarkan suasana atau emosi. Sebagian besar masuk
ke golonga lagu sedih, dan banyak diantaranya diistilahkan dengan ratok, “ratapan”. Satu sub-
kategori dari lagu-lagu sedih dikira berasal dari daerah sekitar Gunung Singgalang; lagu-lagu ini,
yang semua judulnya diawali dengan kata Singgalang, mempunyai ciri khas pada saluang, yaitu
semacam getaran (oscillation) antara dua nada yang berdekatan. Lagu-lagu sedih selalu
nonmetris (tanpa mad). Sebaliknya, dua golongan lagu lainnya-gembira dan ‘setengah gembira’-
selau metris.
Selain penggolongan menurut suasana, ada juga pengelompokan yang berdasarkan nada
pokok (nada yang memulai setiap perulangan) seperti “tertutup” yakni dengan menutup semua
lubang jari, “tutup tiga” yakni dengan membuka lubang terjauh dari mulut pemain, serta “tutup
dua” dan “tutup satu”. Kebanyakan lagu dari daerah pantai Sumatera barat (pasisia) tergolong
“tertutup”, sedangkan kebanyakan ratok tergolong “tutup tiga”. Untuk lagu-lagu dari daerah
Danau Maninjau tergolong pada “tutup dua”, sedangkanlagu-lagu yang diambil dari kesenian
Sijobang biasanya tergolong pada “tutup satu”.
Judul-judul lagu saluang yang banyak dikenal dimasyarakat antara lain :
Padang Magek
Ratok koto Tuo
Ratok Solok
Muaro Labuah
Pariaman Lamo
Lubuak Sao
Ambun Pagi
Berikut ini kami berikan syair beberapa lagu saluang :
Padang Magek
Lah Masak padi Padang Magek
Lah dituai anak lah tuan oi ondeh lah mudo-mudo
Kasiah sayang minta dijawek
Lah ko lai didalam lah tuan oi ndeh lah hati juo
Lah Masak padi Padang Magek
Lah manguniang ndeh lah tuan oi lah daun tuonyo
Tuang Tagamang lai bajawek Denai tagamang lah tuan ai yo ondeh lah jatuah sajo
Kalam bakabuik Bukik Kaluang
Tampak nan dari lah tuan oi ndeh lah Kampuang Lambah
ALAT SENI ASLI MINANG,TALEMPONG
Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama
dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat
dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong
ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat
bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-
beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari pasambahan,
tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini
memainkanya butuh kejelian dimulai dengan tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI.
Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan memainkan piano.
TARI PASAMBAHAN
Tari Pasambahan
Yaitu tari yang biasanya ditampilkan pada awal suatu acara sebagai tari
untuk menyambut tamu. Pada tari ini ada seorang penari yang membawa carano
berisi sirih dan di tengah-tengah acara akan mengedarkan sirih itu kepada
para tamu, dan para tamu yang disodorkan sirih harus menerima sirih tersebut
walaupun tidak akan memakannya.
RABAB
Kesenian "Rabab" sebagai salah satu kesenian tradisional yang tumbuh
dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar dibeberapa daerah
dengan wilayah dan komunitas masyarakat yang memiliki jenis dan spesifikasi tertentu.
Disamping "Rabab Darek", "Rabab Piaman" dan "Rabab Pasisie" merupakan salah satu kesenian
tradisional yang cukup berkembang dengan wilayah dan di dukung oleh masyarakat setempat.
"Rabab Darek" tumbuh dan berkembang di daerah darek Minangkabau meliputi Luhak Nan Tigo
sedangkan "Rabab Piaman" berkembang di daerah pesisir barat Minangkabau, yang meliputi
daerah tepian pantai. Pasisia Selatan sebagai wilayah kebudayaan Minangkabau yang menurut
geohistorisnya di klasifikasikan kepada daerah "Rantau pasisia" yang cakupan wilayah tersebut
sangat luas dan didaerah inilah berkembangnya kesenian Rabab Pasisia. Rabab Pasisia ditinjau
dari aspek fisik pertunjukanya memiliki spesifikasi tersendiri dan ciri khas yang bebeda dengan
rabab lainya. Terutama dari segi bentuk alat mirip, dengan biola (alat musik gesek barat) secara
historis berasal dari pengaruh budaya portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke XVI
melalui pantai barat Sumatra.
Dalam rabab memiliki komposisi tersendiri tergantung kepada lagu yang
diinginkan dengan memainkan lagu yang bersifat kaba sebagai materi pokok. Lagu yang lahir
tesebut merupakan ide gagasan yang berasal dari komunitas masyarakat yang berbeda namun ada
dalam daerah yang sama. Rudi Nofindra, Rabab Pasisia.... Yo Nan Tanamo Seperti masyarakat
Pasisia sendiri, mempunyai persepsi tersendiri terhadap kehadiran kesenian ini yaitu Rabab
Pasisia yang populer sekarang di mata masyarakat baik itu dilihat dari segi iramanya maupun
dendang yang khas yang juga merupakan visualisasi atau penjelmaan dari sejarah hidup dan
kehidupan masyarakat Pasisia Selatan, karena daerah ini telah lama menjadi jajahan di masa lalu.
Seni Silek Minangkabau
Silek adalah nama Minangkabau buat seni beladiri yang ditempat lain dikenal dengan
Silat. Sistem matrilineal yang dianut membuat anak laki-laki setelah akil balik harus tinggal di
surau dan silat adalah salah satu dasar pendidikan penting yang harus dipelajari oleh anak laki-
laki disamping pendidikan agama islam. Silek merupakan unsur penting dalam tradisi dan adat
masyarakat Minangkabau yang merupakan ekspersi etnis Minang.
Silek sudah merasuk dalam setiap kehidupan sehari-hari dan muncul sebagai unsur
penting dalam cerita rakyat, legenda, pepatah dan tradisi lisan di Minangkabau. Ada banyak jenis
aliran beladiri silek di Sumatera Barat dan dapat dikatagorikan dalam sebelas aliran silek yang
berhasil didata antara lain:
Silek Kumanggo
Silek Lintau
Silek Tuo
Silek Sitaralak
Silek Harimau
Silek Pauh
Silek Sungai Patai
Silek Luncua
Silek Gulo Gulo Tareh
Silek Baru
Silek Ulu Ambek
Menurut Hiltrud Cordes hanya sepuluh pertama saja yang dapat digolongkan sebagai
aliran beladiri silek tetapi silek Ulu Ambek banyak terdapat pada pesisir Pariaman.
Jenis beladiri silek diatas ditemukan dibanyak tempat di Sumatera Barat meskipun
banyak jenis lain yang lebih lokal bahkan ada yang hanya terdapat dalam suatu kampung saja
dan untuk yang terakhir ini lebih tepat rasanya untuk disebut perguruan silek daripada aliran
yang sebagian besar menamakan aliran sileknya dengan nama kampung asal aliran silek itu
berasal dan tidak mengasosiasikan diri mereka dengan salah satu aliran diatas, malah beberapa
menamakan diri dengan nama yang unik seperti Harimau Lalok, Gajah Badorong, Kuciang
Bagaluik atau Puti Mandi.
Metoda Latihan Silek
Silek biasanya dilakukan ditempat yang disebut sasaran, sebuah tempat terbuka atau
kosong dan luas yang dekat dengan rumah guru silek. Latihan beladiri silek dilaksanakan pada
saat menjelang malam setelah sholat magrib dan berlangsung selama 2-3 jam meskipun kadang
sampai tengah malam. Latihan beladiri silek juga dilakukan dengan pencahayaan seadanya
seperti cahaya bulan, obor atau lampu minyak tanah. Hal ini dilakukan untuk melatih ketajaman
penglihatan dan juga sebagai latihan intuisi. Kadang-kadang latihan silek ini juga dihadiri oleh
penghulu desa dan diiringi oleh nyanyian, talempong ataupun saluang. Pakaian silek adalah
galembong (celana hitam), taluak balango dan destar.
Latihan beladiri silek tidak dilakukan pemanasan seperti aliran beladiri di asia pada
umumnya. Dua orang dengan ukuran fisik dan kemampuan tehnik yang sama bermain silek
dalam sasaran dengan pengawasan yang ketat dari sang guru dan disaksikan oleh murid-murid
yang lain. Permainan silek (demikian sebutan untuk sesi latihan) berlangsung setelah peserta
memberi hormat pada guru dan kemudian pada lawan mainnya, setelah permainan usai
penghormatan berlangsung sebaliknya. Suasana latihan biasanya santai dan jauh dari kesan
formal dimana latihan fisik yang keras bukan prioritas tertinggi.
Waktu rata-rata yang diperlukan untuk menamatkan pendidikan dasar silek adalah 6-8
bulan dan untuk memiliki dasar silek yang baik seorang murid harus belajar secara teratur selama
2-3 tahun. Sedangkan untuk dapat menjadi master atau pendekar dalam beladiri silek diperlukan
latihan selama 15 tahun.
Dalam latihan beladiri silek, murid berbaris ataupun membentuk lingkaran dan meniru
gerakan dari guru ataupun murid senior. Guru biasanya memberi aba-aba dengan suara atau
tepukan tangan untuk menandakan perubahan gerakan yang disebut tapuak. Setelah cukup mahir
dengan tehnik dasar, murid disarankan untuk berlatih dengan murid lain yang berbeda ukuran
fisik hingga mampu beradaptasi dengan berbagai postur, gerakan dan tingkatan tehnik.
Strategi dasar dari silek ini adalah garak-garik yang dapat diartikan sebagai aksi dan
reaksi yang seimbang. Garak-garik dapat dianalogikan seperti permainan catur dimana masing-
masing memiliki beberapa pilihan jurus dan harus memilih jurus yang paling efektif untuk
dilaksanakan. Masing-masing harus mengantisipasi semua kemungkinan gerakan dari lawan dan
mampu memanipulasi lawan untuk mengambil langkah sehingga lawan memiliki lebih sedikit
pilihan jurus dan pada akhirnya tidak memiliki jurus lagi untuk dilancarkan. Tetapi tidak seperti
catur, dalam beladiri silek waktu adalah hal yang penting, setiap langkah dan jurus harus
dilancarkan secara cepat, tepat dan penuh kejutan sehingga lawan gagal mengantisipasinya.
Semakin ahli para pemain semakin lama permainan ini berakhir.
Apabila seorang murid telah cukup mahir dalam tehnik maupun fisik serta mampu
mendapat kepercayaan dari sang guru maka ia akan mendapat latihan pribadi khusus dari sang
guru. Dalam proses mengajarkan pengetahuan khusus ini, murid disumpah untuk menggunakan
ilmu beladiri ini untuk kebaikan.
Latihan tingkat lanjut lain berupa mengirim murid kedalam hutan untuk meditasi,
menaklukkan rasa takut dan bertahan hidup selama beberapa hari dihutan. Latihan yang kurang
berbahaya adalah dengan mengirim murid untuk latih tanding dengan perguruan silat lain.
Aspek Seni dari Silek
Beberapa karakter dari silek membuatnya dapat dilaksanakan seperti tarian karena itu
silek sering diiringi oleh musik dan lagu dimana para pemain musik mencocokkan irama musik
dengan gerakan para pendekar silek.
Sebuah karakter unik dari silek adalah barisan melingkar (galombang) yang dipakai saat
latihan pada beberapa aliran silek. Setiap peserta latihan melaksanakan gerakan secara simultan
sehingga memberikan kesan seperti tarian. Maka tidaklah mengherankan bila seni beladiri silek
merupakan asal dari banyak seni tari dan seni teater di Minangkabau seperti randai, tari ratak,
tari persembahan dan tari tanduk (tari tanduak).
KESENIAN BATABUIK
Adalah perayaan lokal yang termasuk kedalam Kesenian minangkabau dalam rangka
memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain, cucu Muhammad, yang dilakukan oleh
masyarakat Minangkabau di daerah pantai Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman.
Festival ini termasuk menampilkan kembali Pertempuran Karbala, dan memainkan drum tassa
dan dhol. Tabuik merupakan istilah untuk usungan jenazah yang dibawa selama prosesi upacara
tersebut. Walaupun awal mulanya merupakan upacara Syi'ah, akan tetapi penduduk terbanyak di
Pariaman dan daerah lain yang melakukan upacara serupa, kebanyakan penganut Sunni. Di
Bengulu dikenal pula dengan nama Tabot.
Tabuik diturunkan ke laut di Pantai Pariaman, Sumatera Barat, Indonesia
Upacara melabuhkan tabuik ke laut dilakukan setiap tahun di Pariaman pada 10 Muharram sejak
1831. Upacara ini diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi'ah dari India,
yang ditempatkan di sini dan kemudian bermukim pada masa kekuasaan Inggris di Sumatera
bagian barat.
TARI PIRING
Tari piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang, adalah salah
satu jenis Seni Tari yang berasal dari Sumatra Barat yaitu masyarakat Minangkabau disebut
dengan tari piring karena para penari saat menari membawa piring.
Pada awalnya dulu kala tari piring diciptakan untuk memberi persembahan kepada para
dewa ketika memasuki masa panen, tapi setelah datangnya agama islam di Minangkabau tari
piring tidak lagi untuk persembahan para dewa tapi ditujukan bagi majlis-majlis keramaian yang
dihadiri oleh para raja atau para pembesar negeri, tari piring juga dipakai dalam acara keramaian
lain misalnya seperti pada acara pesta perkawinan.
Mengenai waktu kemunculan pertama kali tari piring ini belum diketahui pasti, tapi
dipercaya bahwa tari piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun yang lalu.
Tari piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga pada zaman Sri
Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah
mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan
pelarian orang-orang sri wijaya saat itu.
Urutan Seni Tari Piring
Pada Seni tari piring dapat dilakukan dalam berbagai cara atau versi, hal itu semua
tergantung dimana tempat atau kampung dimana Tarian Piring itu dilakukan. Namun tidak
begitu banyak perbedaan dari Tari Piring yang dilakukan dari satu tempat dengan tempat yang
lainnya, khususnya mengenai konsep, pendekatan dan gaya persembahan. Secara
keseluruhannya, untuk memahami bagaimana sebuah Tari Piring disajikan, di bawah ini
merupakan urutan atau susunan sebuah persembahannya.
1. Persiapan awal.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa sebuah persembahan kesenian harus dimulakan dengan
persediaan yang rapi. Sebelum sebuah persembahan diadakan, selain latihan untuk mewujudkan
kecakapan, para penari Tari Piring juga harus mempunyai latihan penafasan yang baik agar tidak
kacau sewaktu membuat persembahan.
Menjelang hari atau masa persembahan, para penari Tari Piring harus memastikan agar piring-
piring yang mereka akan gunakan berada dalam keadaan baik. Piring yang retak atau sumbing
harus digantikan dengan yang lain, agar tidak membahayakan diri sendiri atau orang ramai yang
menonton. Ketika ini juga penari telah memutuskan jumlah piring yang akan digunakan.
Segera setelah berakhir persembahan Silat Pulut di hadapan pasangan pengantin, piring-piring
akan diatur dalam berbagai bentuk dan susunan di hadapan pasangan pengantin mengikut jumlah
yang diperlukan oleh penari Tari Piring dan kesesuaian kawasan. Dalam masa yang sama, penari
Tari Piring telah bersiap sedia dengan menyarungkan dua bentuk cincin khas, yaitu satu di jari
tangan kanan dan satu di jari tangan kiri. Penari ini kemudian memegang piring atau ceper yang
tidak retak atau sumbing.
2. Mengawali tarian
Tari Piring akan diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan oleh para pemusik. Penari
akan memulai Tari Piring dengan ’sembah pengantin’ sebanyak tiga kali sebagai tanda hormat
kepada pengantin tersebut yaitu; sembah pengantin tangan di hadapan sembah pengantin tangan
di sebelah kiri sembah pengantin tangan di sebelah kanan
3. Saat Menari
Selesai dengan tiga peringkat sembah pengantin, penari Tari Piring akan memulakan tariannya
dengan mencapai piring yang di letakkan di hadapannya serta mengayun-ayunkan tangan ke
kanan dan kiri mengikut rentak muzik yang dimainkan. Penari kemudian akan berdiri dan mula
bertapak atau memijak satu persatu piriring-piring yang telah disusun lebih awal tadi sambil
menuju ke arah pasangan pengantin di hadapannya. Pada umumnya, penari Tari Piring akan
memastikan bahwa semua piring yang telah diatur tersebut dipijak. Setelah semua piring selesai
dipijak, penari Tari Piring akan mengundurkan langkahnya dengan memijak semula piring yang
telah disusun tadi. Penari tidak boleh membelakangkan pengantin.
Dalam masa yang sama kedua tangan akan berterusan dihayun ke kanan dan ke kiri sambil
menghasilkan bunyi ‘ting ting ting ting …….’ hasil ketukan jari-jari penari yang telah disarung
cincin dangan bagian bawah piring. Sesekali, kedua telapan tangan yang diletakkan piring akan
dipusing-pusingkan ke atas dan ke bawah disamping seolah-olah memusing-musingkannya di
atas kepala
4. Mengakhiri Tarian
Sebuah sajian Tari Piring oleh seseorang penari akan dapat berakhir apabila semua piring telah
dipijak dan penari menutup sajiannya dengan melakukan sembah penutup atau sembah pengantin
sekali lagi. Sembah penutup juga diakhiri dengan tiga sembah pengantin dengan susunan berikut;
sembah pengantin tangan sebelah kanan sembah pengantin tangan sebelah kiri sembah pengantin
tangan sebelah hadapan
MAKNA DARI PROSESI TARI PIRING
Tari Piring dikatakan tercipta dari ”wanita-wanita cantik yang berpakaian indah, serta
berjalan dengan lemah lembut penuh kesopanan dan ketertiban ketika membawa piring berisi
makanan yang lezat untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian. Wanita-wanita ini
akan menari sambil berjalan, dan dalam masa yang sama menunjukan kecakapan mereka
membawa piring yang berisi makanan tersebut”. Kedatangan Islam telah membawa perubahan
kepada kepercayaan dan konsep tarian ini. Tari Piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-
dewa, tetapi untuk majlis-majlis keramaian yang dihadiri bersama oleh raja-raja atau pembesar
negeri.
Keindahan dan keunikan Tari Piring telah mendorong kepada perluasan persembahannya
dikalangan rakyat jelata, yaitu dimajlis-majlis perkawinan yang melibatkan persandingan. Dalam
hal ini, persamaan konsep masih wujud, yaitu pasangan pengantin masih dianggap sebagai raja
yaitu ‘Raja Sehari’ dan layak dipersembahkan Tari Piring di hadapannya ketika bersanding.
Seni Tari Piring mempunyai peranan yang besar di dalam adat istiadat perkawinan masyarakat
Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan sesebuah Tari Piring di majlis-majlis perkawinan
adalah untuk tujuan hiburan semata-mata. Namun persembahan tersebut boleh berperanan lebih
dari pada itu. Persembahan Tari Piring di dalam sesebuah majlis perkawinnan boleh dirasai
peranannya oleh empat pihak yaitu; kepada pasangan pengantin kepada tuan rumah kepada orang
ramai kepada penari sendiri.
Pada umumnya, pakaian yang berwarna-warni dan cantik adalah hal wajib bagi sebuah
tarian. Tetapi pada Tari Piring, sudah cukup dengan berbaju Melayu dan bersamping saja. Warna
baju juga adalah terserah kepada penari sendiri untuk menentukannya. Namun, warna-warna
terang seperti merah dan kuning sering menjadi pilihan kepada penari Tari Piring kerana ia lebih
mudah di lihat oleh penonton.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Piring, cukup dengan pukulan Rebana
dan Gong saja. Pukulan Gong amat penting sekali kerana ia akan menjadi panduan kepada penari
untuk menentukan langkah dan gerak Tari Piringnya. Pada umumnya, kumpulan Rebana yang
mengiringi dan mengarak pasangan pengantin diberi tanggungjawab untuk mengiringi
persembahan Tari Piring. Namun, dalam keadaan tertentu Tari Piring boleh juga diiringi oleh
alat musik lain seperti Talempong dan Gendang.
TARI GALOMBANG JO PASAMBAHAN
Tari Galombang Pasambahan adalah tari khas Minangkabau yang sebenarnya terdiri dari
dua buah tari, tari Galombang dan tari Pasambahan. Tari ini menandakan keramahtamahan dan
kerendahan hati orang minangkabau kepada para tamu. Biasanya ditampilkan ketika ada acara-
acara penting untuk menyambut tamu yang penting pula. Dalam perhelatan perkawinan juga
ditampikan tari ini untuk menyambut marapulai jo anak daro (pengantin pria dan wanita).
Tari Galombang terdiri dari tiga tahapan, bagian awal, bagian tengah/isi, dan bagian
akhir. Bagian awal, gerak yang diperagakan adalah sambah bukak. Bagian tengah/isi, gerak yang
diperagakan berdasarkan urutan adalah gandang-simpia-gelek-lapiah jarami-tapuak-anak
main1-anak main2-anak main3. Sedangkan pada bagian akhir/penutup gerak yang diperagakan
adalah sambah tutup. Pada tari galombang ini, yang ditarikan oleh penari laki-laki dan
perempuan, gerakan penari laki-laki merupakan gerakan silat.
Tari Pasambahan yang diciptakan oleh ibu syofyani juga terdiri dari tiga tahapan. Bagian
awal tari yang diperagakan secara berurutan adalah sambah duduak-tagak itiak-sauak-cabiak-
simpia-gelek-sambah-timpo-gelek balakang-tagak itiak sibak-tapuak bungo silek-sambah.
Bagian isi terdapat perbedaan nama dari gerakan tarinya, untuk gerakan penari pria urutannya
adalah (tapuak-sibaksauak-pitunggua muko-balakang-tagak itiak baliak-sambah duduak)
dilakukan dua kali, dilanjutkan (tagak itiak-pancuang janan-jalan kanan-pancuang kiri-jalan
kiri-pancuang duduak kanan kiri-sibak tusuak-puta pitunggua kiri kanan-kepoh-sauak ateh-
tagak itiak layok-loncek/geneng) dilakukan dua kali dan dilanjutkan dengan buang siku-tulak
sampiang-sibak sampiang-mambidiak-sambah. Untuk bagian isi yang ditarikan oleh penari
wanita adalah (sambah-langkah tigo maju-patiak-tabua-duduak-unjuak-langkah silang maju-
sambah silek-pilin duo) diulangi dengan arah yang berlawanan dilanjutkan dengan elo kanan
kiri-duduak-sauak kanan kiri-ambiak siriah langkok-lampok-unjuak-bungo silek-sambah-
gerakan siganjua. Memasuki bagian akhir dari tari ini, gerakan yang ditarikan penari pria adalah
tapuak-pitunggua kida muko-kabek jalo-timpo silang-simpia muko-baliang-tusuak-sambah-
gelek-tagak itiak-tusuak puta-tuduang aia duduak-kabek-toyong aia-sambah-gelek-tagak itiak-
tusuak puta-tuduang aia-kabek-toyong aia kiri kanan. Dan gerakan penari wanitanya adalah
sambah-langkah bukak-sibak-tusuak buhua kiri-kanan-sayok ereang-hinggok-unjuak-duduak-
buang sampiang-unjuak-tagak-sentak kanan-sentak kiri.
Musik yang dimainkan bisa berupa musik dari kaset rekaman, CD ataupun bisa langsung
dengan full talempong yang dimainkan secara live. Musik yang dimainkan secara live ini terdiri
dari full set talempong seperti melodi1, melodi2, bass, tingkah, ritm, dan canang serta gandang.
Tidak ketinggalan alat tiup yang biasa digunakan adalah saluang, bansi dan sarunai. Tidak jarang
yang juga diiringi dengan keyboard dan bass elektrik.
TARI PAYUANG
Merupakan tarian pergaulan Melayu yang popular yang menggambarkan suasana
kegembiraan antara sepasang kekasih. Musik pengiringnya berirama Melayu dengan ciri khas
hitungan ketukan pada gendangnya. Penari pria memakai kostum taluak balango, berkopiah,
bercelana panjang dan sesamping dari kain sarung, sedangkan yang wanita memakai sunting
kecil, baju kurung, sarung songket dan selendang. Payung dimainkan secara bergantian dan
bersama-sama.
SALAWAT DULANG
Shalawat dulang merupakan salah satu tradisi seni Minangkabau yang mulai pudar
digilas arus globalisasi. Menurut literature yang penulis peroleh, kesenian tradisional
Minangkabau yang satu ini mulai muncul pada zaman Syeikh Burhanuddin di Pariaman yang
biasa disebut dengan Salawik jo Dulang. Mulai hilangnya kesenian ini di tengah-tengah
masyarakat sebenarnya adalah hal yang cukup memprihatinkan karena Shalawat dulang
merupakan salah satu kekayaan seni yang patut dipertahankan.
Shalawat dulang memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari
alat yang digunakan sebagai sumber musik untuk mengiringi syair-syair yang didendangkan,
yaitu dulang. Dulang adalah sebuah benda yang berbentuk seperti piring, tetapi ukurannya lebih
besar dibandingkan piring yang biasa digunakan untuk makan. Dulang terbuat dari bahan sejenis
tembaga, jadi ketika dipukul dulang tersebut akan mengeluarkan nada yang khas. Nada yang
berasal dari dulang itulah yang digunakan sebagai musik pengiring syair.
Banyak yang salah tafsir ketika seseorang mendengar istilah Shalawat dulang, apalagi
yang belum pernah menyaksikan shalawat dulang. Shalawat dulang tidaklah sepenuhnya
menggunakan syair-syair shalawat yang berbahasa Arab. Shalawat hanya didendangkan para
pendulang pada saat pembukaan saja. Setelah pendulang menaiki panggung, pendulang tidak
langsung memukul dulangnya. Mereka terlebih dahulu mengucapkan shalawat.
Setelah mengucapkan shalawat, pendulang akan mengucapkan kata-kata kehormatan untuk para
penonton dan ucapan terima kasih kepada tuan rumah atau pihak penyelenggara. Ucapan
shalawat, kata-kata kehormatan dan ucapan terima kasih disampaikan pendulang dengan
menggunakan irama dendang. Setelah pembukaan selesai, barulah pendulang memukul dulang
dan mulai mendendangkan syair-syair dalam bahasa Minang.
Syair-syair yang dilantunkan oleh pendulang tidak hanya mengandung nilai estetika
tetapi juga berisikan nilai-nilai etika yang sangat sesuai dengan adat dan syara’ atau agama.
Nilai-nilai etika tersebut disampaikan pendulang melalui syair-syairnya dalam bentuk pesan
moral.
Misalnya mengenai pergaulan muda-mudi di Minangkabau yang pada umumnya telah
menjurus kepada pergaulan bebas sehingga terkesan seperti zaman jahiliah. Malu dan sopan
yang tidak lagi tercermin dalam keseharian generasi muda Minangkabau. Untuk menyikapi
kondisi itu para pendulang mendendangkan syair-syair yang menganjurkan generasi muda
Minangkabau menjauhi pergaulan bebas agar tidak lahir penyesalan dikemudian hari.
Dalam pelaksanaannya pendulang tampil berpasangan (berdua). Sambil serentak
memukul dulang, mereka berbalasan mendendangkan syair. Bila disimak secara saksama, maka
akan jelas terdengar bahwa mereka melakukan tanya jawab dalam dendang. Sangat menarik,
apalagi melihat gerakan tubuh pendulang yang cukup unik mengiringi musik dan syair yang
mereka dendangkan.
Tradisi seni Shalawat dulang memang semakin langka dari masa ke masa. Salah satu
penyebab langkanya tradisi ini adalah kurangnya minat generasi muda Minangkabau untuk
mempelajari Shalawat dulang. Padahal jika kita lihat dari segi manfaat, Shalawat dulang jelas
lebih bermanfaat bila dibandingkan dengan sarana hiburan modern. Cobalah bandingkan dengan
Orgen tunggal dan sarana hiburan modern lainnya yang telah menjadi pilihan utama masyarakat
Minangkabau sebagai sarana hiburan.
Memang pilihan akan sarana hiburan merupakan hak masyarakat, tetapi yang perlu
menjadi pertimbangan bagi kita semua adalah sejauhmana kita menghargai seni tradisional kita.
Akankah kita diam saja melihat seni tradisional kita satu persatu mulai menghilang?
Sudah saatnya masyarakat Minangkabau sadar dan berpartisipasi aktif melestarikan
tradisi seni Minangkabau yang kian lama kian pudar. Sangat disayangkan, masyarakat
Minangkabau yang dulunya kaya akan seni tradisional sekarang terhanyut oleh seni modern yang
asalnya tidak banyak masyarakat yang mengetahuinya. Padahal seni tradisional dapat
dikategorikan sebagai salah satu identitas bagi masyarakat Minangkabau. Artinya, ketika satu
persatu tradisi seni Minangkabau punah maka secara berangsur-angsur – tanpa disadari –
identitas orang Minangkabau pun akan hilang.
Untuk menjaga identitas itu, sudah sepatutnya pula kita sebagai orang Minangkabau
secara bersama-sama, baik yang berada di perantauan maupun yang berada di ranah Minang
sendiri, melestarikan dan mengembangkan tradisi seni yang telah mulai langka. Salah satu cara
pelestarian yang sederhana adalah dengan menjadikan seni tradisional sebagai pilihan utama
untuk hiburan, baik dalam pesta keluarga, acara pemerintahan, terutama sekali dalam perhelatan
alek nagari.
TARI RANTAK KUDO
Tarian ini dikenal sebagai "Rentak Kudo" karena gerakannya yang menghentak-hentak seperti
kuda. Tarian ini ditarikan di dalam perayaan yang dianggap sangat sakral oleh masyarakat
Kerinci. Tingginya penghormatan terhadap perayaan seni dan budaya Kerinci ini pada zaman
dahulu sangat kuat sehingga dipercaya bahwa dalam setiap pementasan seni budaya ini getaran
dan hentakan tari Rantak Kudo bisa terasa hingga jarak yang sangat jauh dari lokasi pementasan.
Tarian ini dipersembahkan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci yang secara
umum adalah beras (padi) dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti. Kadang bila dilanda
musim kemarau yang panjang, masyarakat Kerinci juga akan mementaskan kesenian ini untuk
berdoa kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan mereka masing-masing). Tujuan dari
pementasan tari ini umumnya adalah untuk melestarikan pertanian dan kemakmuran masyarakat,
untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci baik dalam musim subur maupun dalam
musim kemarau untuk memohon berkah hujan.
TARI SEWAH
Tari Sewah
Yaitu tarian yang dilakukan oleh dua atau tiga orang, seperti pemainan
pencak yang menggunakan senjata sewah, yaitu senjata tajam yang kira-kira
satu elu panjangnya. Gerakan tarian memeragakan orang yang sedang berkelahi.
TARI TEMPURUNG,ALANG BABEGA DAN ALO
AMPEK
Tari Tempurung
Yaitu tari yang memakai tempurung di kedua belah tangan, dimana tempurung
akan ditepuk-tepukan menurut irama dan bunyinya akan lebih dari musik
pengiring.
Tari Alang Babega
Yaitu tari ang menggambarkan sebuah elang tebang berbegar mencari mangsa
dengan mengembangkan atau mengibaskan sayap di udara lalu menukik menyambar
ayam.
Tari Alo Ambek
Yaitu tarian yang menampilkan ketrampilan menyerang dan menangkis serangan.
Fisik penari tidak boleh besinggungan selama melakukan tarian, sehingga
tarian terlihat seperti gerakan pantomim.
TARI SAPU TANGAN
Tari Saputangan merupakan salah satu tari tradisional yang terdapat di daerah Talaok,
Pesisir Selatan Sumatera Barat. Secara koreografis Tari Saputangan merupakan perkembangan
dari Tari Rantak Kudo yang lebih dahulu muncul di daerah tersebut. Tari ini dibawakan oleh sep
asang laki-laki dewasa
dengan memakai properti saputangan. EkspresiTari Saputangan merupakan ungkapan perasaan e
mosi dari pengalaman lingkungan yang subjektif,
tetapi secara konseptual direfleksikan dan diimajinasikan dalam simbol-simbol gerak
TARI SELENDANG
Tari Selendang adalah tarian tradisional khas Minangkabau, dan tarian ini sesuai dengan
judulnya menggunakan selendang.
KESENIAN DEBUS MINANGKABAU
Debus adalah salah satu jenis kesenian tradisional minangkabau yang terdapat didaerah
sumbar. Debus merupakan suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar
biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh,
menggoreng telur di kepala dan lain-lain.
Kesenian ini tercipta kira-kira di abad ke 13 oleh seorang tokoh penyebar agama islam,
pada waktu itu di daerah tersebut masih asing dan belum mengenal akan ajaran islam secara
meluas. Tokoh penyebar agama islam .
KESENIAN LAGU GAMAD MINANGKABAU
Gamad adalah kesenian yang mengabungkan kesenian berbagai etnis. Pusat gamad
adalah kota Padang. Tapi jangan heran musik gamad cukup terkenal di Minangkabau. Ada tiga
etnis pendukung musik gamad, Nias, Keling dan etnis Minangkabau. Etnis Nias adalah paling
banyak keterlibatannya dalam musik gamad. Separo pemusik gamad berasal dari etnis Nias.
Artinya pusat musik gamad berada pada pemukiman etnis Nias. Walau pun begitu gamad tidak
terasa berasal dari satu etnis. Gamad telah menjadi media sosialisasi antar etnis. Masing-masing
etnis memberikan kontribusi budaya dalam pembentukan musik gamad. Orang Nias melalui tari
Balanse Madam, etnis Keling melalui alat musik gendang dan kemampuan manajemen dan
pemasaran etnis Minangkabau melalui lagu dan aneka ragam pantun,” papar Utjok.
Musik gamad dimainkan oleh anak kapal. Dalam gerak meninggalkan tari Balanse
Madam. Tari ini tidak berkembang dengan baik, karena ada aturan dalam adat di Minangkabau
perempuan dilarang keluar malam. Alat musik yang dimainkan oleh orang Portugis bukanlah
milik nenek moyangnya tapi dari benua Afrika. Musik itu pindah ke semenanjung Balkan baru
sampai ke Portugis. Bisa dipastikan hampir semua alat musik yang berada di pesisir pantai
Sumatera (Melayu Deli) dan Jawa punya ikatan yang sangat kuat dengan Portugis.
Awalnya gamad hanya memakai biola, akordion, gitar dan gendang. Namun alat musik
Marakas, sring bass dan terompet ikut meramaikan kasanah musik gamad lirik pun masih
mengunakan pantun sebagai kekuatan utama. Pada tahun 1920 gamad sudah berkembang di kota
Padang. Pada masa itu pagelaran musik gamad dilakukan sembunyi- sembunyi. Hanya ada dua
tempat waktu itu untuk mengelar musik gamad itu pun atas izin pemerintah Belanda. Pertama di
Sri Darma sekarang gedung Bagindo Azis Chan dan gedung bulat (sekarang menjadi gedung
Juang 45 di Pasar Mudik).
Awal kemerdekaan gamad masih berkibar. Berkat perhatian Walikota Padang yang
waktu itu dijabat oleh Zainal Abidin Sutan Pangeran (1953) gamad di perlombakan di kantor
Walikota Padang. Tapi sayang pada perang PRRI musik gamad hilang dari peredaran. Setelah
pemberontakan PKI pertengahan tahun 60-an musik gamad kembali terdengar ketika alat musik
eliktrik sudah mulai dipakai. Pemerintah kota Padang sangat besar perhatiannya terhadap musisi
musik gamad. Zainal Abidin Sutan Pangeran menjadikan seniman gamad karyawan Balai Kota.
MT Japang dan Juned (Ayah Yan Juned) menjadi mantri pasar. Dasar walikota waktu
menjadikan dua orang musisi musik gamad menjadi karyawan agar musisi gamad itu tidak
memikirkan uang untuk keluarga lagi. “Perlakuan seperti ini tidak lagi kita dapatkan dari
pemerintah,” kata Utjok.
Pada tahun yang sama sempat pula grup musik gamad Fajar Timur direkam dalam pita
besar bermerek Colombia, rekaman pun berlansung di Singapura. Barulah pada tahun 1995
musik gamad mengalami kemunduran, baik dari segi grup maupun penampilan. Musik gamad
jarang mendapat undangan pada setiap perkawinan.
Kini menjamur orgen tunggal, di samping berteknologi tinggi orgen tunggal juga murah
dan tidak memakai banyak tempat. Untuk mengatasi persoalan itu beberapa seniman musik
gamad berkumpul dan membentuk organisasi Keluarga Gamad Padang. Tujuan awal hanya
untuk membantu keluarga yang mendapat musibah dan pesta perkawinan. Jumlah anggota
Hikagapa sekarang 60 orang terdiri dari etnis Arab, Nias, Cina, Keling dan terdiri dari seniman
dan penikmat musik gamad. Ditemukannya alat percampuran musik manual dan digital pada
tahun 2003 kembali menghidupkan gairah musik gamad. Latihan demi latihan kembali dimulai,
undangan untuk pementasan kembali datang. Seniman musik gamad kembali bergairah, namun
jalan untuk mencapai sukses kembali pada era tahun 1970 terus dipacu walau pun usia seniman
musik gamad sudah mulai senja.