KESEPAKATAN PARAPAT

Embed Size (px)

Citation preview

EPISTEMOMOLOGI DAN STRUKTUR KEILMUAN DAKWAH I. Kajian Ontologis Keilmuan Dakwah Secara termonolis dakwah Islam adalah mengajak umat manusia supaya masuk ke dalam Jalan Allah (sistem Islam) secara menyeluruh baik dengan lisan, tulisan maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar Muslim mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syahsiyah, usrah, jamaah, dan ummah dalam semua segi kehidupan secara berjamaah (terorgnisir) sehingga terwujud khairul ummah (dasarnya: QS. Al-Nahl (16) : 125, al-Baqarah (2) : 208, al-Maidah (5) : 67, al-Ahzab (33) : 21, al-Imran (3) : 104 dan al-Imran : 110). Secara konsepsual yang dimaksud dengan cara berjamaah (terorganisir) diindikasikan oleh Alquran dan al-Sunnah sebagai syarat tegaknya ikhtiar realisasi Islam, amar maruf dan nahi mungkar. Karena itu, aspek orgnasisasional dan manajerial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan hakikat dakwah Islam. Dengan demikian tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya khairul ummah yang basisnya didukung oleh Muslim yang berkualitas khairul bariyyah yang oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridha-Nya (QS. Al-Bayyinah (98 : 78). Tercapainya kharul ummah didahului oleh terwujudnya khairul bariyyah karena ummah didahului oleh terwujudnya khairul bariyyah karena ummah merupakan konsep kesatuan fikrah dan jamaah Islam. Sedangkan khairul bariyyah merupakan konsep kualitas sumberdaya syakhsiyah. Untuk itu, tegaknya khairul ummah ditopang terwujudnya khairul bariyyah. Basis integritas khairul bariyyah bersifat determinatif atas terwujudnya khairul usrah. Dan seterusnya khairul usrah bersifat deteminatif atas terwujudnya khairul jamaah. Dan pada akhirnya khairul jamaah menjadi syarat mungkin terwujudnya khairul ummah. Dengan demikian secara ontologis hakikat dakwah adalah mengajak dan meluruskan kembali upaya manusia ke jalan Allah (sistem Islam) yakni kembali pada hakikat fitri (QS. Al-Araf (7) : 173 dan QS. Al-Ru>m (30) : 30), hakikat fungsi sebagai khalifahNya (QS. Al-Baqarah (2) : 30) dan hakikat tujuan semata ibadah kepada-Nya (QS. Al-Dzariya>t (51) : 56) dalam bentuk beriman dan

1

mentransformasikan iman menjadi amal saleh (mentransformasikan ideal Islam menjadi realitas amal saleh). II. Kajian secara Epistemomologi A. Jenis Kegiatan Dakwah sebagai Fenomena Keilmuan 1. Kegiatan Tablig Islam Kegiatan Komunikasi dan Penyiaran Islam Komunikasi dan Penyiaran Islam terdiri dari kegiatan pokok: sosialisasi, internalisasi, dan eksternalisasi ajaran Islam dengan menggunakan sarana mimbar dan media massa (cetak dan audiovisual). Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Bimbingan dan Penyuluhan Islam terdiri dari kegiatan pokok: bimbingan pribadi dan keluarga dengan melakukan penyuluhan Islam sesuai dengan konteks masalah dan pemecahan problem psikologis dengan psiko-terapi Islam. Kegiatan Pengembangan Masyarakat Islam Kegiatan Pengembangan Masyarakat Islam terdiri dar kegiatan pokok: transformasi dan pelembagaan ajaran Islam ke dalam realitas Islam (khairul ummah). Kegiatan Manajemen Dakwah Islam Kegiatan Manajemen Dakwah Islam terdiri dari kegiatan pokok: penyusunan kebijakan, perencanaan program, pengorganisasian program, monitoring dan evaluasi dakwah. B. Dakwah sebagai Fenomena Islam Dakwah sebagai Fenomena Islam keilmuan telah menjadi kajian ilmiah dari para ulama dan cendekiawan Muslim sejak periode klasik yang dipelopori oleh al-Ghazali, Ibnu Katsir, Ibnu Taimiyah sampai abad modern melalui penulis orientalis Thomas W. Arnold. Kemudian dikaji dalam dunia akademis pada tahun 1942 dengan terbitnya karya Syekh Ali Mahfudz yang kemudian menjadi dasar diakuinya ilmu dakwah dalam dunia akademik pada Universitas al-Azha, Mesir. Sejak itulah karya

2

ilmiah dalam bidang dakwah terus mengalir yang dipelopori oleh para pakar dakwah di Universitas al-Azhar dan kemudian dikembangkan dipelbagai Universitas (Perguruan Tinggi Islam) yang ada di dunia Islam. Di samping itu karya ilmiah juga ditulis oleh para dai terkenal di dunia Islam seperti Sayid Qutub dan Yusuf Qardhawi sampai Muhammad Natsir. C. Sejarah Pemikiran Dakwah sebagai Ilmu Sejarah Pemikiran Dakwah sebagai Ilmu dapat dibagi menjadi 4 tahap: pertama, tahap penumbuhan pemikiran (sejak zaman klasik Islam); kedua, tahap pemikiran dakwah sebagai fenomena tauhid, sosial dan sejarah (1896-1941); ketiga, tahap pemikiran dakwah sebagai kajian akademik di Perguruan Tinggi Islam (1942-1980), keempat, tahap pemikiran dakwah secara sistematik keilmuan dengan pendekatan epistemomologi dan sistem analisis (1981-sampai sekarang). Karya yang dihasilkan para ulama dan pakar dakwah sejak zaman klasik sampai dewasa ini lebih dari 150 judul buku tentang dakwah Islam. D. Objek Kajian Ilmu dakwah 1. Objek Material Objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam (dalam Alquran dan al-Sunnah), sejarah dan peradaban Islam (hasil ijtihad dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial hukum, ekonomi, adalah pendidikan, pokok dan kemasyarakatan (Alquran lainnya khususnya dan kelembagaan Islam). Dengan demikian objek material ilmu dakwah ajaran Islam dan al-Sunnah) manifestasinya dalam semua aspek kegiatan dan kehidupan umat Islam dalam sepanjang sejarah Islam. Objek material ini termanifestasi dalam disiplin-disiplin ilmu keislaman lainnya yang kemudian berfungsi sebagai ilmu suatu disiplin dakwah Islam. 2. Objek Formal Objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji salah satu sisi objek formal tersebut, yakni kegiatan mengajak umat manusia supaya masuk

3

ke jalan Allah (sistem Islam) dalam semua aspek kehidupan. Bentuk kegiatan mengajak terdiri dari: mengajak dengan lisan dan tulisan (dakwah bil lisa>n dan bil qalam), mengajak dengan perbuatan (dakwah bil ha>l, aksi sosial Islam) dan mengorganisir serta mengelola hasil-hasil dakwah dalam bentuk lembaga-lembaga Islam sebagai lembaga dakwah secara efisien dan efektif dengan melakukan sistematis tindakan, koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi program dan kegiatan sumber daya dan waktu yang tersedia untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah Islam. E. Analisis Objek Formal 1. Interaksi antar unsur Dakwah Berdasarkan objek formal di atas, maka setiap bidang dakwah yang dikaji memilliki unsur-unsur kegiatan. Hubungan dan interaksi antar unsur dalam masing-masing bidang itulah yang secara khusus dikaji ilmu dakwah. Penelitian dan pengembangan ilmu dakwah mengkaji masalah yang ditimbulkan dari interaksi hubungan unsur yang dimaksud. Unsur pokok dakwah Islam terdiri dari empat unsur yakni: doktrin Islam (Alquran, al-Sunnah, dan sejarah Islam), dai baik secara pribadi maupun jamaah (lembaga dakwah), madu (masyarakat dalam arti luas atau umat manusia) dan tujuan dakwah. Keempat unsur tersebut secara bersama-sama membentuk sistem dakwah yang saling berinteraksi, saling berhubungan, dan saling bergantung dalam mencapai tujuan. Interaksi antar unsur memunculkan empat masalah utama dalam dakwah Islam. Pertama, interaksi antar unsur doktrin Islam (A) dengan dai (B) melahirkan masalah pemahaman hakikat dakwah Islam secara esensi pesan Islam apa dan bagaimana yang harus disampaikan kepada masyarakat. Problem ini dapat disebut sebagai problem dan perumusan ajaran Islam sebagai bahan dakwah (E); kedua, interaksi antar unsur dai (B) dengan unsur madu/masyarakat (C) melahirkan masalah diterima atau

4

ditolaknya materi (pesan) dakwah oleh madu yang dapat disebut sebagai problem silaturahmi (komunikasi) termasuk di dalamnya problem psikologis, sosiologis, intelektual, politis dan ekonomis. Dalam dimensi ini dapat disebut juga sebagai problem dakwah bil lisa>n dan bil qalam atau secara lebih khusus problem tablig Islam. Ketiga, interaksi antara unsur madu (C) dengan tujuan dakwah (D) melahir masalah model (uswah) yang dapat diamati secara empirik dan madu yang berkaitan dengan bentuk nyata perilaku individu (syakhsiah) dan kolektif (jemaah) yang dikategorikan sebagai perilaku dalam dimensi ama saleh Islam. Masalah ini dapat disebut masalah model empirik perilaku Islam dalam pemecahan masalah masyarakat. Masalah ini disebut juga sebagai problem dakwah dalam Islam (G); keempat, interaksi antar unsur dai (B) dengan unsur tujuan dakwah (D) melahirkan masalah efisiensi dan efektifitas dalam melahirkan sumber daya dakwah untuk mencapai tujuan dakwah. Dimensi masalah ini terdiri dari ikhtiar mencapai tujuan dan sasaran dakwah dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efisien dan efektif dalam sistem pengelolaan yang padu. Problem ini disebut problem organisasional dan manajerial dakwah Islam atau problem manajemen dakwah (H). 2. Analisis antar Unsur Dakwah Analisis antar unsur dakwah melahirkan beberapa kategori dan sub kategori problem dakwah baik interaksi doktrin Islam dengan dai maupun interaksi unsur dai dengan madu dan seterusnya. F. 1. Metodologi Keilmuan Dakwah Pendekatan Analisis Sistem Dakwah Ada 5 metode keilmuan dakwah: Dengan menggunakan analisa sistem dakwah masalah-masalah dakwah yang kompleks dapat dirumuskan, proses dapat diukur dan dianalisa, umpan balik kegiatan dakwah dapat dinilai, dan fungsi dakwah terhadap sistem kemasyarakatan (lingkungan) dapat diketahui dan dianalisa. Demikian juga tampak perubahan dair sistem politik

5

terhadap sistem dakwah dapat diidentifikasi secara jelas. Oleh karena itu metode ini tepat sekali untuk pengembangan konsep dan teori dakwah dalam rangka pengembangan keilmuan dakwah. Sedangkan secara praktis metode ini sangat bermanfaat bagi perumusan kebijaksanaan dan program dakwah Islam. 2. Metode Historis Metode historis digunakan untuk melihat dakwah dalam persfektif waktu; kemarin, kini dan yang akan datang. Caranya adalah dengan menggunakan sistem subjek dan teritorial. Pendekatan subjek diterapkan dengan cara melihat semua unsur dalam sistem dakwah dalam persfektif waktu dan dibarengi dengan penjelasan tempat di mana kejadiannya. Dengan cara demikian fenomenad dakwah dapat dipotret secara kompreherensif dan utuh. 3. Metode Reflektif Dalam hal ini bangunan logisnya: refleksi pandangan dunia tauhid (sebagai paradigma) ke dalam prinsip epistemologi, kemudian refleksi epistemolog ke dalam penyusunan wawasan teoritik dan refleksi teoritik merupakan proses verifikasi atas prinsip-prinsip serta konsepkonsep dasark dakwah. Hasil kajian atas fakta dakwah yang dipandu dengan wawasan teoritik digeneralisir dalam rangka mengabstraksikan temuan-temuan dakwah dalam peta dakwah dalam bentuk kerangka teoritik tentang dakwah sesuai dengan spesifikasi dan lingkup objek yang dikaji. Hasilnya boleh jadi memperkuat wawasan teori yang ada atau merevisi wawasan teori atau bahkan menggugurkan teori yang ada. 4. Metode Riset Dakwah Partisipatif Objek kajian dakwah tidak hanya memiliki sifat masa lalu, tetapi juga bahkan lebih bersifat masa kini dan akan datang. Kerena itu dakwah merupakan fenomena aktual yang berinteraksi dengan beraneka ragam sistem kemasyarakatan, sains dan teknologi. Setiap masalah dakwah tidak bisa dikaji secara sendiri dan dinetralisir

6

kajiannya dengan aspek masalah lainnya. Hal ini karena masalah dakwah bersifat multidimensi dan selalu bersentuhan dengan beraneka realitas. Untuk keperluan pemahaman sifat objek kajian yang demikian, maka sangat diperlukan pendekatan empiris. Meskipun dalam sejarah epistemologi Islam nasib pendekatan ini kurang dipraktekkan oleh para pakar Muslim dalam memahamai kajian keilmuannya karena pada umumnya lebih menekankan pada pendekatan rasional. Tetapi bila membaca kembali Alquran ternyata Allah SWT berulang kali memerintahkan supaya manusia meneliti secara empiris fenomena yang ada dalam diri manusia dan sejarah. Bahkan perintah pertama Allah SWT disampaikan kepada Nabi SAW supaya membaca (memahami) ayat-ayat kauniyah. Sebab perintah iqra tidak menyebutkan secara khusus, dan Nabi sendiri ketika itu tidak sedang menghadapi tulisan di samping Nabi adalah ummi. Hal ini menandakan bahwa keharusan dalam mengkaji masalah dakwah sangat diperlukan pendekatan empiris. Keharusan ini sesuai dengan pernyataan teoritik dakwah Nabi: khatibu> anna>s ala qadri uqulihim (berbicaralah kepada manusia sesuai kadar kecerdasannya). Pernyataan ini memiliki perluasan makna bahwa dalam melaksanakan dakwah harus mempertimbangkan secara sungguh-sungguh tingkat dan kondisi cara berpikir madu yang tercermin dalam tingkat peradabannya termasuk sistem kemasyarakatan yang ada. Hal ini menandakan bahwa tanpa penelitian empiris dalam melaksanakan dakwah tidak akan mampu mengungkap kondisi madu secara komprehensif. Karena itu tanpa ilmu dan kemudian teori dakwah yang sitematik untuk memahami objeknya, maka dakwah Islam akan mengalami kegagalan karena akan terjadi benturan secara ideologis, kultural dan struktural. Pendekatan empirik yang digunakan dalam memahami fakta dakwah yang dimungkinkan adalah : riset dakwah partisipatif (RDP). Karakteristik metode ini adalah : pertama, meneliti tidak mengambil

7

jarak dengan objek, karena itu peneliti berperilaku sebagai dai yang menempatkan madu bukan objek yang diteliti, tetapi sebagai mitra dakwah yang dimotivasi memahami kondisi diri dan lingkungan sosialnya dalam kaitannya dengan pengamalan Islam dan pemenuhan kebutuah hidupnya. Kedua, madu yang sudah melibatkan diri mengornisir dirinya dalam jemaah dakwah yang merepresentasikan masyarakat lingkungannya. Ketiga, ada kesepakatan bersama dai (peneliti) dengan jemaah untuk secara bersama-sama hendak memahami masalah dakwah yang ada yang dituangkan dalam desain penelitian berasama. Merumuskan masalah yang ditemukan, mendeteksi potensik-relatif dan alam yang ada, menyusun model pemecahan masalah serta pengembangan potensi dalam presfektif dakwah yang dituangkan dalam program dakwah yang disusun secara berjemaah. Keempat, dalam pelaksanaan penelitian, analisa data sampai temuan-temuan dilaksanakan secara bersama sampai berhasil. Kelima, hasil penelitian yang kemudian dituangkan dalam program dan metode dakwah pada akhirnya dilaksanakan secara bersama. Keenam, diukur sesuai dengan potensi madu. Ketujuh, riset sekaligus melaksanakan dakwah. Karena itu istilah metode deskriptif, eksploratif dan eksperimen sudah terangkum dalam RDP dan merupakan bagian integral penelitian yang hanya dapat dibedakan secara tentatif. 5. Riset Kecenderungan Gerakan Dakwah Dalam metode ini setelah meneliti (dai) melaksanakan generalisasi atas fakta dakwah masal lalu dan saat sakarang serta melakukan kritik teori-teori dakwah yang ada, maka peneliti dakwah menyusun analisis kecenderungan masalah, sistem, metode, pola pengorganisasian dan pengelolaan dakwah yang terjadi pada masa lalu, kini dan kemungkinan masa datang. Dengan riset kecenderungan ini kegiatan dakwah akan dapat tampil memandu perjalanan umat dalam sejarah global dan selalu dapat memberikan tanda-tanda zaman yang akan datang sehingga umat dapat melakukan antisipasi yang lebih dini dan

8

dapat mendesain skenario perubahah. Metode ini sesuai dengan sifat masalah pencapaian tujuan dakwah yang seolah tanpa tepi. G. Hakikat, Fungsi dan Posisi Ilmu Dakwah 1. Hakikat Ilmu Dakwah Berdasarkan hakikat dakwah, objek formal, analisis masalah antara unsur dakwah sebagai objek formal dan hakikat ilmu di atas, maka ilmu dakwah dapat diberi pengertian : Kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah yang dikembangkan umat Islam dalam susunan yang sistematis dan terorganisir yang membahas masalah yang ditimbulkan dalam interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan kewajiban dakwah dengan maksud memperoleh pemahaman yang tepat mengenai kenyataan dakwah sehingga akan dapat memperoleh susunan pengetahuan yang bermanfaat bagi penegakan tugas dakwah dan khilafah umat manusia. 2. Fungsi Ilmu Dakwah Dalam pengertian ini, dakwah adalah ilmu yang berfungsi mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiat) mewujudkan ajaran Islam menjadi tatanan khairul ummah atau mentransformasikan dan menjadi manhaj dalam mewujudkan iman menjadi amal saleh jemaah. Hakikatnya adalah ilmu membangunkan dan mengembalikan manusia pada fitri, meluruskan tujuan hidup manusia serta meneguhkan fungsi khilafah manusia menurut Alquran dan Sunnah. Karena itu ilmu dakwah adalah ilmu perjuangan bagi umat Islam dan ilmu rekayasa masa depan umat dan peradaban Islam. 3. Posisi Ilmu Dakwah dalam Sistem Keilmuan Islam Posisi ilmu dakwah dalam sistem keilmuan Islam dapat dipandang sebagai ilmu yang berakar pada tauhid yang di atasnya dapat dikembangkan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dengan demikian posisi ilmu dakwah menempati hal yang sangat strategis.

9

J. Teori-teori dalam Keilmuan Dakwah 1. Teori Medan Dakwah Setiap Nabiullah dalam melaksanakan dakwah senantiasa menjumpai sistem dan struktur masyarakat yang di dalamnya sudah ada al-Mala (penguasa masyarakat), al-Mutrafi>n (penguasa ekonomi masyarakat, konglomerat/aghniya>) dan kaum Mustadafi>n (masyarakat umum yang tertindas/dilemahkan haknya). Hal ini nampak jelas pada dakwah Nabi Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Muhammad SAW. Terbentuknya struktur masyarakat yang demikian ditentukan oleh beberapa faktor : pertama, sistem teologis yang ada menempatkan kenginan subjektif manusia (al-hawa>) sebagai ilah yang menentukan semua orientasi hidupnya yang biasanya didominasi oleh keinginan subjektif al-mala-nya. Dengan pelbagai nama simbol keinginan subjektif itu diyakini sebagai jalan hidup (din) baik yang dianggap sebagai warisan nenek moyangnya maupun rekayasa subjektif para pimpinannya yang lebih ditampilkan sebagai wawasan ideologinya. Kedua, secara sunnatullah kekuasaan dalam masyarakat akan didominasi oleh seseorang atau sekelompok orang yang dipandang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu menurut masyarakat yang bersangkutan sampai mengkristal menjadi sistem kepemimpinan yang dipandang sah. Ketiga, bahwa kekuatan kepemimpinan masyarakat akan mudah goyah jika tidak memperoleh dukungan kaum aqhniya> yang mengendalikan roda perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, kerja sama saling menguntungkan dan merugikan pihak mayoritas masyarakat (taawanu> alal is|mi wal udwa>n) merupakan peristiwa alami yang senantiasa ada dalam masyarakat. Keempat, pola kerjasama dua kekuatan sosial, al-mala dan almutrafi>n melahirkan kaum al-mustadafi>n yang secara alami mereka adalah kaum yang serba kekurangan dan direkayasa untuk tetap lemah, hak-haknya tidak dipenuhi oleh sistem sosial yang ada

10

dan secara ekonomis pendapatan mereka dibatasi oleh al-mutrafi>n dengan perlindungan oleh al-mala. Struktur sosial yang demikian ketika merespon dakwah para Nabiullah serta penerus risalahnya, memiliki kecenderungan bahwa al-mala dan al-mutrafi>n selalu berusaha menolak dakwah Islam. Penolakan ini disebabkan oleh beberapa sebab, yaitu: pertama, mereka telah merasa memiliki jalan hidup (din) yang diwarisi dari nenek moyangnya sehingga ketika disampaikan kebenaran oleh para Nabiullah mereka pandang sebagai kepalsuan dan kesesatan. Penolakan ini bersifat teologis dan paradigmatik. Kedua, mereka merasa dirinya memiliki nilai lebih baik dari sisi status sosial, politik, dan ekonomi maupun kecerdasan intelektual sehingga memandang Nabiullah tidak berpikir sehat dan bodoh. Ketiga, materi dakwah para Nabiullah sesuai dengan hakikat ajaran Allah mengandung kritik yang mendasar atas kemapanan mereka dalam kejahatan dan kezaliman. Hal ini karena esensi dakwah adalah melakukan amar maruf dan nahi mungkar (mengajak umat manusia memilih jalan keadilan dan kebenaran) dan nahi munkar (diajak mencegah tindakan kezaliman dan kesesatan). Sedangkan respon positif terhadap dakwah biasanya diperoleh dari kaum mustadafin. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: pertama, posisi mereka yang dilemahkan hak-haknya (tertindas) dan kejernihan hatinya yang sedikit berpeluang melakukan kejahatan secara sengaja telah menyebabkan hati mereka mudah menerima dakwah Islam (kebenaran). Kedua, para Nabiullah dipandang oleh kaum mustadafin sebagai tokoh pembebas mereka untuk keluar dari situasi yang secara strutural maupun kultural tidak menguntungkan kehidupannya. Bahwa dalam situasi sistem kemasyarakatan yang demikian, pembobolan dari dalam struktur al-mala dan al-mutrafi>n yang memiliki kejernihan hati untuk menangkap pesan Islam dan keberanian untuk bertindak melepas diri dari kungkungan teologis, kultural dan

11

struktural (faktor hidayah) dan adanya kenyataan sikap istikamah dai dalam melaksanakan tugas dan kekuatan ukhuwah Islamiah di antara pendukung dakwah. 2. Teori Proses dan Tahapan Dakwah Ada beberapa tahapan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya yang dibagi menjadi beberapa tahapan: pertama, tahap pembentukan (takwin). Kedua, tahap penataan (tandzim) dan ketiga, tahap perpisahan dan pendelegasian amanah dakwah kepada generasi penerus dalam haji wada. Pada setiap tahap memiliki karakteristik kegiatan dengan tantangan khusus dengan model pemecahan yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini dapat dinyatakan ada beberapa model dakwah sebagai proses perwujudan realitas Islam (ummatan khairan). a. Model dakwah dalam tahapan pembentukan (Takwin) Pada tahapan ini kegiatan utamanya adalah dakwah bil lisa>n (tablig) sebagai ikhtiar sosialisasi ajaran tauhid kepada masyarakat Mekah. Interaksi Rasulullah SAW dengan para madu mengalami ekstensi secara bertahap: keluarga dekat, ittisal fardhi (al-Syuaara 214-215) dan kemudian kepada kaum musyrikin ittisa>l jama>i (al-Hijr (15) : 94). Sasarannya adalah bagainana supaya terjadi internalisasi Islam dalam kepribadian madu. Kemudian apa yang sudah diterima dan dicerna dapat diekspresikan dalam ghirah dan sikap membela keimanan (akidah) dari tekanan struktural al-mala dan al-mutrafi>n Kurais Mekah. Hasilnya sangat signifikan, para elite dan massa masyarakat menerima dakwahnya, beberapa di antaranya Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi, elite ekonomi), Abu Bakar (elite politik), Umar bin Khattab (elite politik), Ali bin Abi Thalib (tokoh muda yang genius), Usman bin Affan (elite ekonomi), Bilal (tokoh buruh yang kokoh berakidah dan saleh), Hamzah bin Abdul Muthalib (tokoh pemberani Kuraisy), Abu Dzar al-Ghifari (tokoh kaum al-mustadafi>n yang selalu menjauhkan

12

diri dari keinginan memiliki kekuasaan) dan pemuka Kurais lainnya. Pada tahap takwin, hakikatnya Rasulullah SAW sedang melaksanakan dakwah untuk pembebasan akidah masyarakat dari sistem akidah yang menjadikan keinginan subjektif manusia (alhawa) yang dipersonifikasikan dalam bentuk berhala (asna>m) Hubbal dan teman-temannya sebanyak 359 buah, menuju sistem akidah alamiah (asli, fitri) dengan hanya mengikatkan diri dengan mengesakan Allah secara murni. Karakteristik teologis Arab jahiliah menggunakan sistem berpikir bertingkat: mereka mempercayai adanya Allah tetapi mendekati dan menuju-Nya mereka membuat sarana berupa berhala simbol nilai-nilai yang mencerminkan sistem yang ada dalam masyarakat. Inilah sebabnya mengapa mereka disebut musyrik. Implikasi epistemologi syirik dalam cara berpikir adalah dikotomik, memandang segala sesuatu dengan dua pijakan visi: Allah dan berhala. Implikasi sosiologis kulturalnya, sistem akidah yang mendua (syirik) telah melahirkan sebuah tata sosial dan budaya yang tiranik (tugya>n), melegitimasi perbudakan, pemasungan hak-hak esensial manusia dan stratifikasi sosial dan kesetaraan dalam pemilikan aset ekonomi menunjukkan jurang yang tajam. Sebab dalam sistem keberhalaan itu pemimpin kota Mekah dalam memutuskan masalah bukan bersandar pada nilai-nilai di luar alhawa (diri manusia) elite dalam struktur sosial, tetapi tetap nilai yang dominan adalah nilai al-mala dan al-mutrafin. Berhalanya sendiri tidak menawarkan nilai apa-apa, kecuali sejauh apa yang diasumsikan nilai akidah oleh para elite sangat tersebut nisbi dan (asmaa tidak an sammaitumu>ha>). Dalam kerangka yang demikian, maka nilaimenjadi mampu menjembatani perbedaan alamiah masyarakat dalam bentuk stratifikasi sosial. Bahkan jarak antar strata semakin tajam

13

dibuktikan dengan perlakuan rendah kaum buruh (budak) di mata tuannya (strata al-mala dan al-mutrafi>n). Berapa kalipun masyarakat mendatangi Hunai sehari semalam tidak akan mengubah pola hubungan al-mala dan al-mutrafi>n dengan almustadafi>n, yang terakhir tetap berposisi sebagai kaum tertindas (la> yadhurruhum wala> yanfauhum, sistem keyakinan yang tidak berdampak praktis ke arah perubahan). b. Tahap Penataan Dakwah (Tandzim) Tahap tandzim merupakan hasil internalisasi dan eksternalisasi Islam dalam bentuk institusinalisasi Islam secara kompherensif dalam realitas sosial. Tahap ini diawali dengan hijrahnya Nabi SAW. Hijrah dilaksanakan setelah Nabi SAW memahami karakteristik sosial Madinah baik melalui informasi yang diterima dari Musab bin Umair maupun interaksi Nabi SAW dengan jemaah haji peserta Baitul Aqabah. Dari segi strategi dakwah, hijrah dilakukan ketika tekanan kultural, struktural dan militer sudah sedemikian mencekam, sehingga jika tidak dilaksanakan hijrah, dakwah dapat mengalami involusi kelembagaan dan menjadi lumpuh. Setelah Nabi memperoleh izin hijrah (QS. Al-Hajj (22) : 39), dan setelah sampai di Madinah ada beberapa langkah Nabi SAW yang mendasar yang perlu diperhatikan: pertama, membangun mesjid Quba dan masjid Nabawi di Madinah. Kedua, membentuk lembaga ukhwah Islamiah antara Muhajirin dan Ansar, dan ketiga, membuat piagam Madinah yang disepakati oleh berbagai suku dan kaum Yahudi. Tiga peristiwa dakwah strategis itu memberikan kerangka kerja dakwah Islam, yaitu: pertama, berpijak dari masjid memberikan kerangka kerja dakwah Islam. Kedua, untuk memperkuat basis komunitas Muslim awal, dakwah Islam sangat memerlukan organisasi atau lembaga yang merepresentasikan kekuatan ukhwah islamiah (integritas jemaah Muslim) baru di

14

Madinah antara Muhajirin dan Anshar sebagai wadah tunggal (organisasi) dakwah Islam di Madinah. Ketiga, berpijak dari dan bersama kekuatan yagn ada dalam organisasi dakwah itu, Nabi SAW menciptakan landasan kehidupan politik Madinah dengan menandatangani perjanjian dengan semua kekuatan sosial dan politik yang berasal dari suku-suku yang ada dan kaum Yahudi. Dalam persfektif pengembagan masyarakat, tindakan Nabi SAW ini dapat disebut menciptakan Memorendum of Agrement (MoA). Antara dai dan madu sebagai landasan kerja membangun masyarakat Madinah. Tiga strategi dakwah Nabi SAW awal periode Madinah itu menjadi sunnatullah dalam sejarah dakwah. Hal ini berarti bahwa Islam yang berhasil adalah dakwah yang dimulai dari masjid dengan dukungan organisasi dakwah yang utuh dan kuat serta ada kesepakatan bersama mengenai landasan kerja dan pola hubungan antara dai dan madu. Nabi SAW sebagai imam (pemimpin) ummatan khairan Madinah dengan basis organisasi dakwah yang anggotanya dari kaum muslimin dan kaum Yahudi serta suku-suku yang belum masuk Islam sebagai warga ummah dengan posisi sebagai madu yang berhak hidup dalam tata sosial itu. Kepemimpinan Nabi SAW dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tugas risalah untuk menegakkan tata sosial Islam yang memperoleh rahmat dan rida Allah (khairul ummah). c. Tahap Pelepasan dan Kemandirian (Taudi) Pada tahap ini dakwah (masyarakat bina) telah siap menjadi masyarakat yang mandiri, dan karena itu merupakan tahap pelepasan dan perpisahan secara manajerial. Umat dakwah telah siap melajutkan estapet kepemimpinan dan perjuangan dakwah. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ketika haji wada dapat

15

mencerminkan tahap ini dengan kondisi masyarakat yang telah siap meneruskan risalahnya.1

1

Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah (Cet. I; Jakarta: Widya Padjajaran, 2009), h. 120-131.

16

III. Aksiologi Dakwah Aksiologi dakwah Islam adalah menegakkan keadilan (amar makruf dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar). Karena itu fungsi ilmu dakwah adalah ilmu membangunkan dan mengembalikan fitri, meneguhkan fungsi hidup sebagai khalifah-Nya dan tujuan hidupnya dalam rangka ibadah kepadaNya menurut Alquran dan al-Sunnah; ilmu perjuangan Islam dan ilmu rekayasa masa depan umat. IV. Kependidikan Dakwah Berdasarkan uraian terdahulu; terutama adanya empat aktivitas pokok dalam dakwah Islam, kemungkinan epistemologinya dan disiplin keilmuannya, maka dalam dakwah Islam ada 4 keahlian/profesi yang terdiri dari ahli tablig Islam (penyiaran dan penerangan Islam, dakwah bil lisa>n) bimbingan dan penyuluhan Islam, pengembagan masyarakat Islam (dakwah bil ha>l, aksi amal saleh, pelembagaan nilai Islam). Dengan demikian jurusan/program studi untuk menopang kebutuhan keahlian dalam kegiatan dakwah dapat diklarifikasikan menjadi empat jurusan. Tujuan Fakultas Dakwah adalah mendidik calon Muslim-cendikia (ulil alba>b) yang berakidah Islam, berfikrah Islam dan berakhlak mulia yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam dakwah Islam serta berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. A. Program Pendidikan Strata 1 (S1) Program studi strata 1 ilmu dakwah terdiri dari empat jurusan dan masingmasing jurusan memiliki program studi, yaitu: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam bertujuan mendidik calon Muslim cendikia berstrata S1 supaya memiliki akidah Islam yang kuat, berfikrah Islami (berwawasan Islam), istikamah dalam bersikap dan bertindak menurut Islam dan memiliki keterampilan (keahlian) menyampaikan ajaran Islam dengan sarana mimbar (khotbah) maupun media massa (cetak dan audio-visual).

17

Kualifikasi keahlian lulusannya adalah ahli tablig Islam dengan menggunakan sarana mimbar dan media komuikasi massa baik cetak maupun audio-visual. Program studi dalam jurusan ini terdiri dari : Program studi Khitobah Program studi Pers Dakwah Program studi Televisi Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Jurusan PMI bertujuan : mendidik calom muslim cendikia berstrata S1 supaya memiliki akidah Islam yang kuat, berfikrah Islami (berwawasan Islam), istikamah dalam bersikap dan bertindak menurut Islam dan memiliki keterampilan (keahlian) mentransformasikan dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan keluarga (usrah), kelompok sosial (jemaah), dan masyarakat (umat) sehingga terwujud khairul ummah (masyarakat yang adil dan makmur yang memperoleh rida Allah). Klarifikasi keahlian lulusannya: ahli pengembangan komunitas Islam dan pengembagan kelembagaan Islam. Program studi dalam jurusan ini terdiri dari: Program studi Pengembangan Komunitas Islam Program studi Pengembangan Lembaga-Lembaga Islam. Jurusan Manajemen Dakwah (MD) Jurusan Manajemen Dakwah bertujuan : mendidik calon muslim cendikia berstrata S1 supaya memiliki akidah Islam yang kuat, berfikrah Islami (berwawasan Islam), istikamah dam bersikap dan bertindak menurut Islam dan memiliki keterampilan (keahlian) mengelola lembaga-lembaga dakwah (lembaga yang mengemban misi dakwah Islam) dalam rangka menegakkan kepemimpinan umat Islam yang penuh ukhwah Islamiah. Kualifikasi keahlian lulusannya : ahli manajemen dan organisasi dan pengembagan dana dakwah Islam.

18

Program studi dalam jurusan ini terdiri dari: Program studi Manajemen dan Organisasi Dakwah. Program studi Manajemen Perbankan dan Ekonomi Islam. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam bertujuan : mendidik calon muslim cendikia berstrata S1 supaya memilik akidah Islam yang kuat, berfikrah Islami (berwawasan Islam), istikamah dalam bersikap dan bertindak menurut Islam dan memilliki keterampilan (keahlian) membimbing dan menyuluh pengamalan Islam dalam kehidupan dan keluarga muslim. Kualifikasi keahlian lulusannya : ahli bimbingan dan penyuluhan Islam kepada keluarga muslim dengan pendekatan psikoligi dan ajaran Islam serta konsultan/psikolog muslim. Program studi dalam jurusan ini terdiri dari: Program studi Penyuluhan Islam Program studi Psiko-Terapi Islam B. Program Pendidikan Diploma Program diploma bertujuan mempersiapkan teknisi dakwah Islam dalam bidang tablig, konsultan pengembagan masyarakat Islam, manajemen ziarah, haji dan umrah dan perbaikan ekonomi Islam. 1. Program Diploma II Tablig Islam (TI) dalam jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) 2. Program Diploma II Konsultan Pengembagan Masyarakat Islam (KPMI) dalam jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) 3. Program Diploma III manajemen Haji, Ziarah, dan Umrah (MHZU) dalam jurusan Manajemen Dakwah (MD) 4. Program Diploma III Manajemen Perbankan dan Ekonomi Islam dalam jurusan Manajemen Dakwah (MD). Parapat, 20 Juni 1996

19

TIM PERUMUS Komisi A : (EPISTEMOLOGI DAN STRUKTUR KEILMUAN DAKWAH) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Prof. Dr. H. Ardani Drs. H. Amrullah Ahmad Dr. H. Ali Yakub Matondang, MA Drs. H. Amir Hasan Nasution Drs. H. Amir Said Drs. H. Nazar Bakry Drs. Asmuni, M.Ag

20

KLASIFIKASI KEILMUAN DAKWAH Berdasarkan hakikat dakwah, objek formal ilmu dakwah serta analisis masalah interaksi antara unsur dakwah sebagai objek formal, dan pengertian ilmu, maka disiplin ilmu dakwah dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama: pertama, disiplin yang memberikan kerangka teori dan metodologi dakwah Islam dan kedua, disiplin yang memberikan kerangka teknis operasional kegiatan dakwah Islam. Bagian pertama memberikan dasar-dasar teoritik dan metodologik keahlian dan disebut ilmu dasar (teoritik) dakwah dan bagian kedua memberikan kemampuan teknik profesi dan disebut ilmu terapan/teknis operasional dakwah (teknologi dakwah). Disiplin ilm terapan dibagi menjadi tiga bidang disiplin terdiri dari : pertama, ilmu tablig Islam yang berkaitan dengan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan ilmu yang berkaitan dengan Bimbingan dan Penyluluhan Islam. Kedua, ilmu pengembangan Masyarakat Islam atau Teknologi Pengembangan Masyarakat Islam. Ketiga, Ilmu manajemen Dakwah Islam atau Teknologi Organisasi Islam. 1. Disiplin Ilmu Dasar (Teoritik) Ilmu dasar dimaksudkan sebagai cabang-cabang Ilmu Dakwah yang memberikan prinsip-prinsip, paradigma, kerangka, teoritik, sistem dan metodologi dakwah. Dalam kelompok disiplin ilmu ini, masalah dakwah dikaji secara ilmiah sesuai dengan bidang dan lingkup masalah. Disiplin ilmu dasar yang memberikan kerangka teori dan metodologi antara lain : Epistemologi Dakwah (Pengantar Ilmu Dakwah sebagai induk Ilmu Dakwah), Filsafat Dakwah, Sistem Dakwah (termasuk perbandingan Sistem Dakwah), Siyasah Islamiyah (Dakwah), Ekonomi Islam (Ekonomi Sumberdaya Dakwah), Manajemen Islam dan Metodologi Penelitian Dakwah. 2. Disiplin Ilmu Terapan/Teknis (Teknologi Dakwah) Disiplin ilmu terapan/teknik operasional (teknologi dakwah) ilmu dakwah terdiri atas tiga kelompok pokok yaitu: a. Sub Disiplin Ilmu Tablig Islam

21

1) Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam Yang termasuk dalam komponen ini adalah Pengantar Ilmu Tablig, Teknik Khitobah (Retorika), Teknik Penulisan Tajuk Rencana dan Future Dakwah, Teknik Peliputan dan Penulisan Berita Dakwah, Rijalul Dakwah, Akhlak Mubalig, Psikologi Komunikasi dan Tablig, Teknik Pengembangan Majelis Taklim, Psikologi Tablig, Geografi Islam, Metodologi Penelitian Tablig dan Kebijakan serta Strategi Informasi Islam. 2) Ilmu Bimbingan dan Penyuluhan Islam Termasuk dalam komponen ini adalah Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Psikologi Agama, Psikologi Kepribadian dan Terapi Islam, Kesehatan Mental, Teknik Penyuluhan Islam, Teori Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Metode Penelitian Penyuluhan Islam dan Komunikasi Lintas Agama. b. Sub Disiplin Ilmu Pengembagan Masyarakat Islam Termasuk dalam komponen ini adalah Pengantar Ilmu Pengembagan Masyarakat Islam, Metodologi Pengembangan Masyarakat Islam, Peta Sosial Ekonomi Umat, Riset Dakwah Partisifatif, Teknik Pengembangan Komunitas dan Lembaga Islam, Teknik Pengembagan Ekonomi dan Usaha Kecil Umat, Teknik Pengembangan Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Muslim, dan Kebijakan Pembangunan di Dunia Islam. c. Sub Disiplin Ilmu Manajemen Dakwah Termasuk dalam komponen ini adalah Pengantar Ilmu Manajemen Islam, dasar-dasar Manajemen Dakwah (Pengantar Studi), Kepemimpinan Dakwah, Kebijakan dan Strategi Organisasi Dakwah, Lembaga Keuangan Islam, Perencanaan Monitoring dan Evaluasi Dakwah, Standar dan Kriteria Program Dakwah, Network Planing Dakwah, Manajemen Tablig, Manajemen Pengembangan Masyarakat Islam, Manajemen Kemasjidan, Manajemen Pelatihan, Pelatihan Dakwah, Manajemen Bank Islam, Manajemen Ziarah, Manajemen Haji dan Umrah, Manajemen ZIS (Zakat Infak dan Sedekah), Manajemen Bimbingan dan Penyuluhan Islam,

22

Manajemen Proyek Dakwah, Perilaku Organisasi Islam, Sistem Informasi Dakwah, Manajemen Pers Dakwah, Metodologi Penelitian Lembaga Dakwah, Manajemen Majelis Taklim, Manajemen Organisasi Nirlaba, Manajemen Bank Islam, Manajemen BMT, Perencanaan dan Tablig, Studi Masa Depan Peradaban Islam dan Riset Kecenderungan Gerakan Dakwah serta metode Penelitian Lembaga Dakwah. Parapat, 20 Juni 1996 TIM PERUMUS Komisi B : (KLASIFIKASI KEILMUAN DAKWAH) 1. Drs. H. Moh. Hatta 2. Dr. H. Ilhamuddin, MA 3. Dr. H. Syafii Siregar 4. Drs. H. Imam Sayuti Fardi, SH 5. Dra. Hj. Mardiana. D 6. Drs. Supardi 7. Drs. Said Agil As Segaf

23

REKOMENDASI Dakwah Islam sebagai kegiatan mewujudkan ajaran Islam ke dalam kenyataan hidup Fardhiyah, usrah, jamaah dan ummah merupakan kegiatan manusia dan menjadi sebab (instrumental) terbentuknya komunitas dan masyarakat serta peradabannya. Tanpa adanya dakwah maka masyarakat tidak dimungkinkan keberadaannya. Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan didorong oleh semangat kewajiban dakwah dan pengembangan keilmuannya di dalam mengantisipasi perkembangan kemajuan sains dan teknologi, dampak era globalisasi dan pembangunan nasional menuju tinggal landas, maka diskusi para pakar dan Dekan Fakultas Dakwah IAIN se-Indonesia dalam rangka merumuskan Epistimologi dan Struktur Keilmuan Dakwah yang berlangsung tanggal 18 s/d 20 Juni di Parapat, Sumatera Utara, setelah menerima dan memperhatikan usul-usul serta pandangan dari berbagai segi, maka berhasil merumuskan rekomendasi sebagai berikut: 1. Bagi masing-masing Fakultas Dakwah IAIN segera menyelenggarakan pelatihan dosen-dosen dalam rangka peningkatan Proses Belaja Mengajar (PBM) dan Menyamakan Visi dan Misi Fakultas Dakwah. 2. Penyadaran kewajiban Dakwah Islam bagi seluruh mahasiswa IAIN dengan memasukkan mata kuliah Ilmu Dakwah pada setiap jurusan di lingkungan IAIN dan PTAIS. 3. Bagi masing-masing Fakultas Dakwah IAIN segera membuka dan menyelenggarakan program diploma III manajemen Haji Ziarah dan Umrah (MHZU) dalam jurusan Manajemen Dakwah. 4. Dalam mekanisme rekrutmen tenaga dosen pada Fakultas Dakwah mempertimbangkan ratio dosen dengan kebutuhan fakultas, jurusan, mahasiswa dan matakuliah sesuai dengan jurusan program studi yang ada dalam setiap jurusan dengan mengutamakan alumni Fakultas Dakwah IAIN setempat.

24

5. 6. 7. 8.

Pengadaan referensi/buku wajib yang dibutuhkan sesuai dengan Perlu dibuka Bidang Kajian Ilmu Dakwah pada program Pasca sarjana Mempercepat pengadaan Guru Besar Ilmu Dakwah melalui Program Masing-masing Fakultas Dakwah IAIN perlu dengan segera

struktur keilmuan Dakwah. IAIN. Doktor Terkendali. mengadakan perangkat keras laboratorium dakwah guna memenuhi kebutuhan uji coba teori dakwah dan simulasi praktek KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam), BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam), MD (Manajemen Dakwah), dan PMI (Pengembangan Masyarakat Islam) sebelum terjun ke laboratorium masyarakat binaan. 9. Penugasan studi lanjut bagi dosen Fakultas Dakwah guna memenuhi dan mengembangkan teori keilmuan dakwah secara lintas disiplin ke program pasca sarjana di luar IAIN. 10. Dalam penetapan UU Penyiaran diharapkan agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dakwah Islam. 11. Menetapkan pembagian tugas penulisan 8 (delapan) buku daras proyek Ditbinpertais (sesuai arahan Direktur Pembinaan Peguruan Tinggi Agama Islam) sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. Dasar-dasar Ilmu Tablig oleh Fakultas Dakwah IAIN-SU Medan. Dasar-dasar pengembangan Masyarakat Islam oleh Fakultas Dasar-dasar Manajemen Dakwah oleh Fakultas Dakwah IAIN Dasar-dasar BPI oleh Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ample Filsafat Dakwah oleh Fakultas Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Metodologi Dakwah oleh Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol

Dakwah IAIN ar Raniry Banda Aceh. Wali Songo Semarang. Surabaya. Jakarta. Padang.

25

g. h.

Sistem Dakwah oleh Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Metodologi Penelitian Dakwah oleh Fakultas Dakwah IAIN

Yogyakarta. Sunan Gunung Jati Bandung. 12. Menyelenggarakan pertemuan rutin Para Pakar dan Dekan Fakultas Dakwah se-Indonesia, secara berkala dan untuk pertemuan yang akan datang ditetapkan Fakultas Dakwah IAIN Ar Raniry Banda Aceh sebagai tuan rumah. Demikian rekomendasi ini disampaikan pada bapak Menteri Agama RI melalui Direktur Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam kiranya menjadi pertimbangan pengambilan kebijakan. Parapat, 20 Juni 1996 TIM PERUMUS Komisi C : (REKOMENDASI) 1. Drs. H. M. Wasit 2. Drs. H. M. Hasan Baidaie 3. Drs. H. Syukriadi Sambas 4. Drs. Hasby Sahid 5. Drs. H. Taharuddin. AG 6. Dra. Hj. Yusnaini 7. Drs. H. Ruslan Husein Nasution, Lc

26