Upload
trandung
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 99
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Kesesuaian Rumus Schoorl Terhadap Bobot Badan
Sapi Peranakan Ongole (P.O)
Nuril Badriyah *)
*) Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Islam Lamongan
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan
menggunakan rumus Schoorl,dan menganalisa kesesuaian rumus Schoorl terhadap bobot badan
sapi Peranakan Ongole muda dengan sapi Peranakan Ongole dewasa. Penelitian ini diambil sebagai
pengetahuan untuk mengukur kesesuaian bobot badan sapi Peranakan Ongole yang berada di
Kabupaten Lamongan, dengan perhitungan menggunakan rumus Schoorl.
Penelitian ini menggunakan 30 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) yang terdiri dari 15 ekor sapi
Peranakan Ongole (PO) muda dan 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa. Sapi – sapi tersebut
diukur lingkar dadanya kemudian dihitung bobot badannya dengan menggunakan rumus schoorl.
Hasil dari perhitungan rumus schoorl diuji dengan menggunakan uji kesesuaian chi kuadrat.
Hasil perhitungan chi kuadrat untuk sapi muda diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel
distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47
maka α < X2
(1-α)(K-1) yang artinya terima H1. Pada sapi dewasa Diketahui bahwa nilai α = 0,05 dan dk
14 dari
tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2 sebesar 83,07 yang lebih kecil daripada X2
sebesar 89,73 maka α < X2 (1-α)(K-1) yang artinya terima H1, yaitu terdapat adanya perbedaan
yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap bobot badan sebenarnya sapi
peranakan ongole (PO).
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa rumus schoorl lebih sesuai jika diterapkan terhadap
sapi Perankan Ongole (PO) dewasa dengan bobot badan diatas 300 kg. Karena selisih hasil
perhitungan yang paling mendekati adalah hasil perhitungan pada sapi dewasa.
KATA KUNCI : Rumus Schoorl, Body Weight, Sapi Peranakan Ongole (PO)
I. PENDAHULUAN
Negara Indonesia memiliki banyak bangsa sapi potong lokal diantaranya yaitu sapi Peranakan
Ongole (PO).Bangsa sapi PO banyak tersebar luas dan sebagian besar populasinya terdapat pada
pulau Jawa terutama Jawa Timur. Sapi PO merupakan bukti keberhasilan pemulihan sapi potong di
Indonesia, yang terbentuk pada tahun 1930 melalui persilangan dengan grading up antara sapi Jawa
dengan sapi Sumbawa Ongole (SO). Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas
ternak yang dapat diduga berdasarkan ukuran linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang
badan dan tinggi badan (Kadarsih, 2003).Peternak biasanya menggunakan bobot badan hidup sapi
sebagai keberhasilan pemeliharaan dan pertumbuhan sapi yang telah dipelihara apakah sesuai dengan
harapan atau tidak.Pada bidang pemasaran bobot badan sapi sangat berpengaruh pada penentuan
harga. Pertambahan bobot badan pada hewan menyebabkan hewan tersebut menjadi lebih besar dan
diikuti dengan semakin menambah kekuatan dan kesuburan otot-otot penggantung Musculus
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 100
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
serratus ventralis dan Musculus pectoralis yang terdapat didaerah dada, sehingga pada gilirannya
ukuran lingkar dada semakin meningkat.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan mengukur panjang badan dan lingkar
dada. Terdapat beberapa rumus penduga bobot badan ternak menggunakan lingkar dada yaitu
Schoorl, Winter, dan Denmark. Diantara rumus-rumus pendugaan bobot badan tersebut, rumus
schoorldiperkirakan sebagai rumus yang paling akurat terhadap bobot badan ternak
sebenarnya.Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan kerbau
(Gofar, 2000). Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengukuran badan ternak yang
meliputi panjang badan adalah panjang dari titik bahu ke titik tulang (pin bone) dan lingkar dada
diukur pada tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan (Deptan, 2010). Penelitian
ini dilakukan oleh peneliti di Kabupaten Lamongan, dikarenakan banyaknya populasi sapi Peranakan
Ongol (PO) yang dipelihara oleh peternak di Kabupaten Lamongan.
Dalam penelitian yang berjudul Kesesuaian Rumus Schrool Terhadap Bobot Badan Sapi
Peranakan Ongole Di Kabupaten Lamongan ini peneliti bermaksud untuk mengukur nilai kesesuaian
bobot badan sapi peranakan ongole dengan menggunakan rumus Schrool, yang diharapkan
untukmendapat nilai yang paling mendekati dengan bobot badan sapi sesungguhnya.
II. METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Kegiatan
Penelitian ini dilaksanakan selama ± 1 bulan yaitu mulai awal bulan Juni 2014 sampai awal
Juli 2014 di kandang milik ibu Reni desa Dati, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur dan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang terletak di Kecamatan Babat, Kabupaten
Lamongan, Jawa Timur.
Metode
Penelitian ini termasuk jenis metode penelitian kuantitatif yang komparatif, karena telah
memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional dan
sistematis.
Analisis Data
Data primer merupakan data utama yang pengambilanya dilakukan secara langsung. Data
primer ini diperoleh dari pengukuran terhadap 15 ekor sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa di
Rumah Potong Hewan (RPH) Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur dan 15 ekor
sapi Peranakan Ongole (PO) muda di kandang milik ibu Reni Desa Dati Kecamatan Pucuk,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Data sekunder ini dalam rangka pembuktian hipotesis, maka dalam penelitian ini
menggunakan analisis Chi-Kuadrat ( 2) untuk masing-masing metode pengukuran. Rumus umum
chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
Dimana, Oi : Frekuensi pengamatan ke-i
Ei : frekueni yang diharapkan mengikuti hipotesis yang dirumuskan
(frekuensi harapan ke-i)
P : notasi untuk banyaknya perlakuan yang dicobakan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 101
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengukuran Lingkar Dada dan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO)
Di bawah ini disajikan nilai rata-rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan Ongole
Tabel 3. Data rata – rata lingkar dada dan bobot badan sapi peranakan ongole (PO)
No Nomor Sapi Umur Kategori
Rata-Rata
Lingkar
Dada
Bobot
Badan
1 POM 001 – POM 015 0 – 2
Tahun Muda 151,87 288,77
2 POD 001 – POD 015 2 – 5
Tahun Dewasa 172,3 406,9
Sumber : data diolah (2014)
Data pengukuran lingkar dada dan bobot badan pada sapi peranakan Ongole di Kabupaten
Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa
sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) yang digunakan oleh peneliti terdiri dari kategori muda dengan
umur 1 – 2 tahun, rata – rata lingkar dada 151,87 kg, rata – rata bobot badan 288,77 kg dan
kategori dewasa dengan umur 2 – 4,5 tahun, rata – rata lingkar dada 172,3, rata – rata bobot badan
406,9.
Menurut pendapat Cole dan Lowrie (1974) sapi muda terhitung pada waktu lahir sampai
umur 2 tahun, karena pada saat itu tulang merupakan komponen karkas yang tumbuh paling besar,
kemudian tumbuh lebih lambat dari otot - otot dan pertumbuhannya semakin menurun saat sapi
mulai dewasa dengan umur diatas 2 tahun. Menurut (Guntoro, 2002) sapi Peranakan Ongole (PO)
mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan pakan lebih baik dan efisien pada pemberian pakan
berkualitas.
Hasil Analisis Bobot Badan dengan Kesesuaian Rumus Schoorl
Tabel 4. Hasil Analisis Bobot Badan Sapi PO dengan kesesuaian Rumus Schoorl.
Kategori ternak
Rata – rata
Lingkar Dada
(cm)
Rata – rata
Bobot Badan
Nyata (Kg)
Rata – rata
perhitungan
rumus Schoorl
Kesesuaian BBN
dengan PRS (%)
Sapi Muda 151,87 288,77 311 0,93
Sapi Dewasa 172,3 406,9 379,87 1,07
Sumber : data diolah (2014)
Keterangan : BBN adalah Bobot Badan Nyata
PRS adalah Perhitungan Rumus Schoorl
Data perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl pada sapi Peranakan Ongole di
Kabupaten Lamongan yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3 - Lampiran 7.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sapi – sapi Peranakan Ongole (PO) kategori muda dengan
rata – rata lingkar dada 151,87 cm, rata – rata bobot badan 288,77 kg, perhitungan rumus Schoorl
311 kg, kesesuaian rumus Schoorl 0,93% dan kategori muda dengan rata – rata lingkar dada 172,3
cm, rata – rata bobot badan 406,9 kg, perhitungan rumus Schoorl 379,87 kg, kesesuaian rumus
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 102
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Schoorl 1,07%, jadi dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa rumus Schoorl lebih sesuai jika
diterapkan pada sapi dewasa.
Hasil Analisis Bobot badan dengan Rumus Schoorl berdasarkan perhitunngan uji Chi-
Kuadrat
Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat selengkapnya dapat dilihat
dalam lampiran 8 – lampiran 10.
Tabel 5 Hasil analisis rumus schoorl berdasarkan perhitungan uji chi kuadrat
Kategori ternak Bobot Badan Nyata
(kg)
Perhitungan rumus
Schoorl (kg)
Hasil Uji Chi-
Kuadrat
Muda 288,77 311,00 85,47
Dewasa 406,90 379,87 83,07
Sumber : data diolah (2014)
Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda dapat dilihat pada lampiran 8
menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi-kuadrat didapat nilai X2
sebesar 23,69 yang lebih kecil daripada X2 sebesar 85,47 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya
terima H1.
H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap
bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO).
Hasil analisis chi kuadrat pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dapat dilihat pada lampiran 9
menunjukkan bahwa nilai α = 0,05 dan dk 14 dari tabel distribusi chi kuadrat didapat nilai X2
sebesar 23,69 yang lebih kecil dari pada X2 sebesar 83,07 maka α <X2 (1-α)(K-1) yang artinya
terima H1.
H1 : Terdapat adanya perbedaan yang signifikan dengan hasil perhitungan rumus schoorl terhadap
bobot badan sebenarnya sapi peranakan ongole (PO).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian perhitungan bobot badan dengan menggunakan rumus Schoorl, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa nilai chi kuadrat sapi muda adalah 85,47 dan nilai chi kuadrat
sapi dewasa adalah 83,07. Menurut Sudjana (2005), jika nilai x2 (chi kuadrat) semakin kecil dari
nilai tabel, maka tingkat kesesuaian semakin tinggi.
Dalam penelitian ini hasil perhitungan bobot badan sapi Peranakan Ongole (PO) dengan
menggunakan rumus Schoorl lebih mendekati dengan hasil perhitungan bobot badan sebenarnya jika
dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) dewasa dengan bobot diatas 300 kg, sedangkan jika
dilakukan pada sapi Peranakan Ongole (PO) muda atau sapi Peranakan Ongole (PO) dengan bobot
dibawah 300 kg, hasilnya
kurang sesuai.
REFERENSI
Achmadi. 2000. Natural Increase Sapi Potong di Wilayah Jawa Tengah Bagian .Timur.Skripsi .
Fakultas Petemakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Akbar, M., 2008.Pendugaan Bobot Badan Sapi Persilangan Limousin Berdasarkan Panjang Badan
dan Lingkar Dada.Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.
Anonim, 2011. Pola Pertumbuhan Jaringan Tulang Sapi. Peternakan-id.blogspot.com
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 103
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Astuti, Maria. 2004. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Jurnal
Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Blakely, J dan David H.D. 1994. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Direktorat Jendral Peternakan, 2010. Petunjuk Praktik Pengukuran Sapi Potong. Departemen
Pertanian Republik Indonesia.
Hardjosubroto, W., S. P. Atmodjo dan H. Mulyadi. 1981. Baseline data of Native Cattle (Grade
Ongole Cattle) in Special District of Yogyakarta. UGM.Rockefeller Foundation.Yogyakarta.
Hidayat, N. 2003.Estimasi Natural Increase Sapi Potong Di Wilayah Kabupaten Majalengka Jawa
Barat.Skripsi.Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Jaelani achmad, syarif djaya, Muh dan Yanti Mahliyana. 2013. Komparasi Pendugaan Berat Badan
Sapi Bali Jantan Dengan Metode Winter, school, dan Penggunaan Pita Ukur Dalton. Jurnal
Universitas Islam Kalimantan.
Kadarsih, S. 2003. Peranan Ukuran Tubuh Terhadap Badan Sapi Bali di Propinsi Bengkulu. J.
Penelitan UNIB. 9 (1): 45-48.
Marajo, S.D.T. 1989 . Produktivita S Ternak Sapi Potong Di Daerah Istimewa Yogyakarta .Tesis.
Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Murtidjo, B.A.1993. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta.
Pane, I. 1990.Upaya Peningkatan mutu genetik sapi Bali di Mali.Seminar Nasional Sapi Bali.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, Bali .
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Press. Jakarta.
Pond, W.G., D.C. Chruch, K.R. Pond, and P.A. Schoknecht. 2005. Basic Animal Nutrition and
Feeding. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Purnomoadi, Agung. 2003. Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Universitas Diponegoro, Semarang.
Santoso, U. 2003. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi. Cetakan Keempat. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar, S. B. 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetak kedua. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat.Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Sudjana 2005. Metoda Statistika Edisi 6. Tarsito, Bandung.
Sugeng, B. Y. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugiyono.2013. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Supriyono. 1998. Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Supriyana, U. 2005. Pengaruh pemberian kualitas konsentrat yang berbeda terhadap kinerja produksi
sapi Peranakan Ongole jantan.Tesis. Pascasarjana Ilmu Peternakan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Thalib, C. dan A. R. Siregar. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pedet PO dan
Crossbreednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam Pemeliharaan Tradisional. Proc.
Sem. Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 1 : 200 – 2007.
Williamson, G dan W. J. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis, Cetakan Pertama,
Diterjemahkan SGN. Djiwa Darmadja.Gajah Mada Universicity Press, Yogyakarta.
Yusuf, M. 2004. Hubungan Antara Ukuran Tubuh Dengan Bobot Badan Sapi Bali di Daerah Bima
NTB.Skripsi. Skripsi Fakultas Peternakan Gadjah Mada, Yogyakarta.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 104
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Halaman ini sengaja dikosongkan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 105
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Pemberian Probiotik Dengan Carrier Zeolit Pada Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus)
Faisol Mas„ud
Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Penelitian tentang pemberian probiotik dengan carrier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo
( Clarias gariepinus) telah dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.lamongan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh dari penambah probiotik dengan carrier zeolit terhadap kodisi kualitas air dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Benih yang
digunakan adalah benih ikan lele dumbo dengan ukuran 7-9 cm dan berat 8,13 gram/ekor. Benih ikan lele dumbo berasal dari kolam BBI Karanggeneng. Wadah pembesaran berupa kolam beton ukuran
2x1x0,5 meter, dan setiap kolam diisi dengan 600 L air tawar. Perlakuan yang dilakukan adalah pemberian probiotik dengan carrier zeolit dengan jumlah yang berbeda yaitu dosis 2,5 mg/L; 5 mg/L;
7,5 mg/L; serta ditambah dengan satu perlakuan kontrol. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing -masing perlakuan di ulang sebanyak 4 kali
ulangan. Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi
amonia (0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele yang tinggi yaitu 82% dan 85%. Kata kunci : Benih ikan lele dumbo, probiotik, Kualitas air, Kelangsungan hidup, pertumbuhan
I.PENDAHULUAN Ikan lele masuk ke Indonesia pada tahun 1985, usaha pengembangan ikan lele di Indonesia
semakin meningkat. Ikan lele dijadikan komoditas yang diunggulkan karena membutuhkan lahan
yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mudah diterapkan masyarakat, dan pemasarannya relatif
murah (Hutagalung, 2007) . Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun ini mengalami peningkatan
karena permintaan konsumen semakin meningkat. Hal ini yang mendorong pembudidaya untuk
memproduksi ikan lele sampai ukuran konsumsi. Untuk meningkatkan produksi biasanya
pembudidaya melakukan budidaya ikan lele dalam lahan yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
sehingga diharapkan produksi ikan lele yang dihasilkan akan banyak dan memenuhi permintaan
konsumen (Suyanto, 2001). Pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar yang tinggi dan manajemen pakan yang
kurang baik akan membuat kondisi air di kolam akan buruk, karena terjadi penumpukan bahan-bahan organik yang bersifat toksik bagi ikan lele. Dampak dari toksik akan menimbulkan gejala stress, menurunnya nafsu makan, timbulnya berbagai macam penyakit dan pada akhirnya akan menimbulkan kematian ikan lele, oleh karena itu perlu adanya pengelolaan kualitas air.
Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur (Mulyanto, 1992). Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan baik secara fisik maupun kimia, tetapi biaya yang diperlukan untuk menggunakan cara ini masih cukup besar dan terkadang tidak ramah lingkungan (Susanto, 1987 dalam Malau, 2003). Oleh karena itu maka pada media pemeliharaan digunakan teknik bioremediasi yaitu memanfaatkan bakteri probiotik dengan carier zeolit pada media pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Zeolit merupakan suatu kelompok mineral alumunium silika yang berstruktur tiga dimensi
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 106
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang berisi ion-
ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas. Jumlah zeolit
di Indonesia sangat berlimpah dan tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Zeolit dalam
perikanan dapat digunakan dalam membersihkan air kolam ikan dan dapat mengurangi kadar
nitrogen pada kolam ikan (Sujarwadi, 1997). Pemberian probiotik carier zeolit merupakan salah satu usaha kegiatan melalui pemeliharaan
bertujuan untuk memperbaiki serta mempertahankan kualitas air yaitu dengan cara mengoksidasi senyawa organik. Senyawa ini berasal dari sisa pakan, feces, plankton dan organisme yang mati.
Selain itu dapat menurunkan senyawa metabolit beracun (ammonia dan nitrit), mempercepat pembentukan dan kestabilan plankton, menurunkan pertumbuhan bakteri yang merugikan, penyedia
pakan alami dalam bentuk flok bakteri dan menumbuhkan bakteri pengurai (Moriarty, 1998 dalam Febriani, 2008). Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah bagaimana peranan bakteri probiotik dengan
carier zeolit pada pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pemberian probiotik dengan carier zeolit
yang dapat meningkatkan produktivitas hasil pembesaran ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terutama
pembudidaya mengenai peranan bakteri probiotik dengan carier zeolit dalam meningkatkan produksi
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Kerangka pemikiran
Menurut Suyanto (2007), ikan lele dumbo dalam kondisi normal dapat mencapai ukuran 250
gram/ekor jika dipelihara selama 100 hari. Dalam budidaya hal yang harus diperhatikan dalam usaha
pembesaran ikan lele dumbo sampai pada ukuran konsumsi adalah
kondisi kualitas air. Pada pemeliharaan ikan lele dumbo dengan padat tebar tinggi dan pemberian pakan secara berlebih akan menghasilkan limbah bahan organik dalam jumlah banyak, kemudian akan mengalami pembusukan dan menghasilkan ammonia yang bersifat racun sehingga air tercemar (Murtiati et al., 2004).
Secara teknis upaya untuk memperbaiki kualitas air dilakukan dengan cara penyiponan atau
pergantian air secara berkala. Metode ini ternyata masih menimbulkan resiko kematian ikan yang
cukup tinggi, hal ini dikarenakan ikan mengalami stress sehingga nafsu makan ikan menurun selain
itu metode ini juga memerlukan waktu cukup lama serta tenaga dan biaya yang cukup besar
(Susanto, 1987 dalam Taufik et al., 2005). Salah satu cara alternatif untuk dapat mempertahankan kualitas media pemeliharaan secara
efektif dan efisien adalah dengan menggunakan metode bioremidiasi yaitu penambahan bakteri
probiotik dengan carier zeolit pada pembesaran benih lele dumbo (Clarias gariepinus). Menurut Ali
(2000), penggunaan probiotik ke dalam air pemeliharaan ikan dapat memberikan pengaruh yang baik
terhadap kesehatan ikan karena probiotik tersebut akan mengubah komposisi bakteri di dalam air dan
sedimen sehingga dapat memperbaiki beberapa parameter kualitas air dan meningkatkan
kelangsungan hidup benih ikan. Zeolit adalah bahan yang berbentuk kristal yang berfungsi sebagai
penyerap ion NH3 , Fe, Mn, dan air. Adanya zeolit tersebut dapat mengurangi pencemaran
lingkungan (Rif‟an et al., 2003) dan hasil penelitian Vaulina (2002) menyebutkan bahwa
penggunaan carier zeolit mampu menyerap logam berat pada limbah perairan seperti Pb, Hg, dan Cd. Rahmadiarti (2009) menunjukkan bahwa pada benih ikan nila dengan kepadatan 5 ekor/L dan bobot
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 107
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
rata-rata 5 gram/ekor menunjukkan bahwa penggunaan probiotik Epicin Pond Direct dengan dosis 3
mg/L memberikan pengaruh tertinggi dengan 1,92% untuk laju pertumbuhan dan 51,53% untuk
efisiensi pemberian pakan. menunjukan bahwa pemberian probiotik Pro Tech dengan dosis 5 mg/L
pada post larva udang windu memberikan pengaruh tertinggi pada laju pertumbuhan yaitu sebesar
28,42 % dan konsentrasi ammonia total pada media pemeliharaan adalah 0,025 mg/L. II METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Lamongan yang dilaksanakan mulai bulan Februari – Mei 2014. 1. Kolam Beton ukuran 2x1x0,5 meter sebanyak 16 buah. 2. Termometer mengukur suhu. 3. Aerasi sebagai suplay oksigen. 4. Saringan untuk memindahkan ikan. 5. Teskit merek tetra untuk mengukur amonia. 6. Timbangan digital utuk mengukur bobot ikan. 7. DO meter untuk mengukur oksigen terlarut.
8. pH meter untuk mengukur pH. Bahan Penelitian 1. Ikan lele ukuran 7-9 cm dengan bobot rata-rata 8,13 sebnayak 960 ekor dengan kepadatan 1
ekor/60 L yang berasal dari kolam Ciparanje. 2. Probiotik dengan carrier zeolit bentuk bubuk.
3. Pakan komersial berupa pellet apung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kali perlakuan dan empat kali ulangan sehingga percobaan menjadi 16 unit percobaan, dengan perlakuan yang diberikan sebagai berikut : Perlakuan A = Tanpa menambahkan probiotik (Kontrol) Perlakuan B = Penambahan probiotik sebanyak 2,5 mg/L. Perlakuan C = Penambahan probiotik sebanyak 5 mg/L
Perlakuan D = Penambahan probiotik sebanyak 7,5 mg/L
Model Rancangan Acak Lengkap yang digunakan adalah sebagai berikut (Gaspersz,1991)
Yij = μ + τi + εij
Keterangan
Yij = Efektifitas pemberian probiotik pada perlakuan ke satu dan ulangan ke-j µ = Rata-rata sebenarnya τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Kekeliruan berupa pengaruh acak
ulangan ke-j yang diberi perlakuan
ke-i
Pada penelitian ini yang diamati adalah parameter kualitas air dan kelangsungan hidup ikan
lele dumbo. Sebelum dilakukan percobaan, ikan uji diaklimatisasi terhadap kondisi lingkungan yang
baru selama beberapa hari. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 108
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
tahap persiapan dan tahap penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Air merupakan media hidup organisme akuatik, oleh karena itu kualitas air sangat
menentukan pertumbuhan dan kelangsungan organisme tersebut. Beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu ammonia (NH3), derajat keasaman (pH), Oksigen terlarut (DO) dan suhu. Amonia
Nilai kisaran amonia yang terukur selama pemeliharaan ikan lele dumbo pada setiap
pengamatan berada pada kisaran 0,03-0,029 mg/L (Lampiran 2). Nilai kisaran amonia dari hasil
pengamatan ini masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu
kurang dari 1 mg/L (Mahyudin, 2008). Selama pemeliharaan ikan lele dumbo, penambahan probiotik
ke kolam pemeliharaan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai
amonia. Ini terlihat dari hasil pengukuran konsentrasi amonia pada masing-masing kolam
pemeliharaan menunjukkan dengan pemberian probiotik sebanyak 2,5 mg/L, 5 mg/L, 7,5 mg/L
konsentrasi amonianya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kolam kontrol. Hal ini dimungkinkan karena pada kolam kontrol terjadi penumpukan amonia yang bersumber dari sisa pakan dan sisa metabolisme yang menumpuk dan tidak terdekomposisi seluruhnya oleh bakteri pengurai. Hasil metabolisme dan sisa pakan ini merupakan bahan organik dengan kandungan protein yang tinggi yang diuraikan menjadi polypeptide, asam-asam amino, dan akhirnya menjadi amonia sebagai produk akhir pada dasar wadah pemeliharaan (Kordi dan Tanjung, 2007). Dengan
penambahan probiotik pada kolam pemeliharaan maka akan terjadi penguraian bahan organik di dalam kolam sehingga hasil dari bahan organik yang akan menjadi amonia dapat ditekan konsentrasinya sehingga menunjukan bahwa dengan pemberian probiotik ke kolam pemeliharaan maka konsentrasi amonia akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kolam kontrol Derajat Keasaman (pH)
Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata pH selama penelitian berada pada kisaran 7,52- 8,23 (Gambar 7). Nilai kisaran pH hasil pengamatan selama penelitian masih memenuhi kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu kisaran 6-9 (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006).
Derajat keasaman (pH) paling tinggi terjadi pada sampling ke-8 pada perlakuan kontrol yaitu
sebesar 8,23 dan yang paling rendah terjadi pada sampling ke-8 pada pemberian probiotik 2,5 mg/L.
Terjadinya fluktuasi pH selama penelitian untuk setiap perlakuan diduga disebabkan adanya
pelepasan dan pengambilan CO2 oleh organisme yang ada dalam kolam sehingga membentuk sistem
penyangga. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama penelitian pada semua kolam perlakuan tidak menunjukan perbedaan yaitu sekitar 25-26
0C (Lampiran 5). Kisaran suhu air ini masih berada dalam
kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu berkisar antara 22-320C (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2006). Menurut hasil analisis suhu selama penelitian peningkatan suhu air dapat menyebabkan terjadi
peningkatan dekomposisi bahan organik oleh bakteri (Effendi, 2003). Suhu air akan mempengaruhi
kerja enzim pada bakteri, yaitu semakin tinggi suhu air maka proses metabolisme bakteri akan
semakin meningkat sehingga aktifitas penguraian nitrogen akan semakin cepat. Oksigen Terlarut (DO)
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 109
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Berdasarkan hasil pengukuran kandungan DO dalam air pemeliharaan kisaran oksigen terlarut rata-rata yang terukur selama penelitian pada semua perlakuan berada pada kisaran 5,64 mg/L – 6,70 mg/L (Lampiran 3). Nilai kisaran oksigen terlarut dari hasil pengamatan ini masih memenuhi
kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yaitu lebih dari 3 mg/L (Ditjen Perikanan
Budidaya, 2006). Hal ini dikarenakan adanya aerasi yang diberikan pada seluruh perlakuan sehingga
kandungan oksigen terlarut pada setiap kolam pemeliharaan relatif sama meskipun terdapat fluktuasi
yang cukup signifikan Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode. Kelangsungan hidup dapat digunakan dalam mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan kontrol (tidak diberi probiotik) dan perlakuan
dengan penambahan probiotik dengan konsentrasi yang berbeda ke dalam air pemeliharaan ikan lele
dumbo menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 68,33- 85,00 % (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo Perlakuan (mg/L) Rata-rata Kelangsungan Hidup (%)
Kontrol 68,33a
2,5 mg/L 80,00b
5 mg/L 85,00b
7,5 mg/L 83,33b
Hasil penelitian menunjukan bahwa kolam yang tidak diberi probiotik dengan carrier zeolit
menghasilkan kelangsungan hidup terendah yaitu 68,33% dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Pemberian probiotik sebesar 5 mg/L memberikan kelangsungan hidup tertinggi meskipun
tidak menunjukan tidak berbeda nyata dengan pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebesar 2,5
mg/L dan 7,5 mg/L (Tabel 2).
Laju Pertumbuhan Hasil penelitian menunjukkan pemberian probiotik dengan carrer zeolit yang berbeda dalam
air pemeliharaan menghasilkan laju pertumbuhan harian antara 0,05-0,82 % (Lampiran 9). Nilai
kelangsungan hidup terendah ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 7,5 mg/L dan nilai
kelangsungan yang tertinggi ditunjukan pada pemberian probiotik sebanyak 5 mg/L. Berdasarkan
analisis statistik perbedaan nilai kelangsungan hidup tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P < 0,05).
Rendahnya laju pertumbuhan pada perlakuan kontrol disebabkan karena pada kolam tidak
ditambahkan probiotik, sehingga populasi bakteri yang dapat mengoksidasi bahan organik sedikit.
Dengan demikian akan terjadi peningkatan bahan organik pada media dan akan menjadi racun dalam
air pemeliharaan. Dampaknya akan memicu timbulnya penyakit dan kurangnya nafsu makan
sehingga berakibat pada rendahnya laju pertumbuhan ikan lele dumbo (Taufik dkk. 2005). Kemudian
rendahnya nilai kelangsungan hidup pada perlakuan 7,5 mg/L di duga karena bakteri probiotik yang
diinokulasi mulai tidak efektif dan terlalu banyak mikroba probiotik dalam media pemeliharaan,
sehingga terjadi persaingan negatif seperti persaingan dalam penggunaan nutrien dan ruang
(Aryantha dalam Agustin, 2000).
IV. KESIMPULAN Pemberian probiotik dengan carrier zeolit sebanyak 5mg/L dapat menekan konsentarsi amonia
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 110
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
(0,17-0,22 ppm) dan dapat meningkatkan laju pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan lele
dumbo yang tinggi yaitu 82% dan 85%.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, A. 2000. Potensi Mikroba Probiotik dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Kesintasan
Udang Windu dalam Skala Lab. Skripsi, Institut Tekhnologi Bandung.
Ali, A. 2000. Probiotics in Fish Farming : Evolution of a Candidate Bacterial Mixture. Thesis.
Vatten Bruksinintutionen. http://www.varbr.clu.se Diakses 19 febuari 2012
Balai Budidaya Air Tawar. 2004. Mengenal Lele Dumbo. Leaflet. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Ditjenkan. Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi. 5 halaman.
Barnabe. G. 1990. Aquaculture, Volume 1. Ellis Horwood, London. Halaman 38-198. Boyd, E. C., dan F. Lichkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture /
Pengelolaan Kualitas Air Kolam. Alih Bahasa: Artati, F. Cholik, dan R. Arifudin. 1986. Dirjen
Perikanan, Jakarta. 52 halaman. Boyd. C.E., Gross.A. 1998. Use of Probiotics for Improving Soail and Water Quality in Aquaculture
Ponds in Flagel, T.W.(Ed.) Advance in Shrimp Biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology. Bangkok, Thailand. 437 halaman.
Chon
a. 1872. Bacillus sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Bacillus. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012.
Chonb. 1872. Nitrosomonas sp. http://en.wikipedia.org/wiki/Nitroso monas. Diakses pada tanggal 23
Mei 2012. Dhahiyat, Y. 1992. Pengelolaan dan Pemantauan Kualitas Air. Environmental Management of
Urban Development Project, T.A No 1473-INO. 45 halaman.
Dinas Perikanan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. 2006. Buku Tahunan Statistikb Perikanan
Budidaya 2006. Bandung
Effendi, E. 2005. Fungsi Probiotik dalam Budidaya Perikanan. www.unila.ac.id Diakses 19 febuari
2012
Effendi, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 halaman.
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara, Bogor. Hal 92-100;
130-132
Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Prairan.
Kanisius, Yogyakarta. Halaman 258.
Effendi. M.I 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius, Yogyakarta. 258 halaman.
Feliantra, I. Irwan dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Asap Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoganus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur
Indonesia, 6(2): 75-80.
Fuller, R. 1992. History and Development of Probiotics, Chapman and Hall.London
Hernowo, dan S. Rachmatun. 2002. Pembenihan Ikan Dan Pembesaran Lele Di Pekarangan,
Sawah, dan Longyam. Penebar Swadaya, Jakarta. 88 halaman.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 111
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Kajian Kualitas Air Ditinjau Dari Indeks Keanekaragaman
Plankton Muara Kali Kethek Desa Sedayu Lawas
Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan
Endah Sih Prihatini
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan
dominansi plankton dan menganalisis tingkat saprobitas sebagai indikator tingkat pencemaran muara
serta mengetahui kondisi kualitas air yang mendukung kelimpahan dan keanekaragaman plankton di
sepanjang di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sampling dan metode purposive random
sampling terhadap 4 Stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak
antar ulangan 5-10 meter sehingga diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1,
A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 dan D1,D2,D3. Selanjutnya mengkaji beberapa parameter yang
diteliti antara lain saprobik indeks dan tropik saprobik indeks plankton, serta indeks keanekaragaman
plankton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila dilihat dari nilai indeks
keanekaragamannya, maka stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 – 1,841
artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih
kecil dari 2,3026. Dengan menggunakan indeks keanekaragaman di tentukan kondisi perairan Kali
Kethek, nilai indeks keanekaragamannya masuk pada kisaran 1 – 3, sehingga dapat dikatakan
perairan muara Kali Kethek berada dalam kondisi tercemar sedang. Dan berdasarkan hasil
perhitungan rata – rata nilai SI berada pada kisaran 0,82 – 1,25 termasuk dalam kelompok β-
mesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 –
1,5 dan TSI berada pada kisaran 0,43 – 0,49 masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya
perairan pada kondisi tercemar sedang. Hal tersebut berdasarkan penelitian, apabila TSI berkisar
antara 0 – 0,5. Pada pengukuran parameter kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai
kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar 0,13 – 0,32 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5
mg/L sehingga terindikasi pencemaran ringan.
Kata kunci : Kualitas air, indeks keanekaragaman, indeks saprobitas, plankton
I. PENDAHULUAN Muara Kali Kethek yang merupakan bagian hilir dari pecahan sungai Bengawan Solo,
membawa pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, airnya digunakan sebagai sumber
utama bagi kegiatan pembudidayaan ikan atau udang oleh penduduk setempat di gunakan untuk
dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong dan digunakan untuk pengolahan perikanan dan kawasan
padat penduduk akan memberikan dampak adanya pencemaran perairan. Ekosistem perairan
merupakan bagian integral dari lingkungan hidup manusia yang relatif banyak dipengaruhi oleh
berbagai macam kegiatan manusia serta dapat dijadikan sebagai pedoman untuk kerusakan
lingkungan. Segala aktifitas manusia akan menyebabkan perubahan pada ekosistem muara
(Triatmodjo, 1999 dalam Zahidin, 2008).
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 112
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 1990).
Pengukuran parameter fisika dan kimia hanya dapat menggambarkan kualitas lingkungan
pada waktu tertentu. Untuk indikator biologi dapat memantau secara kontinyu dan merupakan
petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Keberadaan organisme muara dapat
digunakan sebagai indikator terhadap pencemaran air selain indikator kimia dan fisika. Akibat
adanya pencemaran terhadap organisme muara adalah menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan
hayati pada lokasi yang terkena dampak pembuangan limbah.
Plankton yang mempunyai sifat selalu bergerak dapat juga dijadikan indikator
pencemaran perairan. Kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik
suatu perairan, berada dalam kondisi subur atau tidak selain itu plankton juga dapat menunjukkan
perairan dalam kondisi stabil atau tidak stabil (Dawes, 1981 dalam Amin dan Utojo, 2007).
Untuk mengetahui sejauh mana pencemaran di muara Kali Kethek maka perlu adanya
penelitian kajian kualitas air di muara kali kethek desa sedayulawas kecamatan brondong kabupaten
lamongan di tinjau dari indeks keanekaragaman dan indeks saprobitas plankton
II. METODE PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama 32 hari yaitu 10 Januari 2013 sampai 10 Pebruari 2013.
Penelitian ini dilaksanakan di muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong
Kabupaten Lamongan, sedangkan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Lamongan. Stasiun pengambilan sampel dibagi menjadi empat lokasi yang
terdiri dari :
a. Stasiun A (ST .A) Sebelah timur Pelabuhan Rakyat Brondong berjarak 1.000 meter dari break
water, merupakan muara yang dangkal dan terdapat karang.
b. Stasiun B (ST .B) .Berada di dekat muara Kali Kethek menuju ke hilir mendekati break
water, di bagian tepi kanan kirinya ada dinding tanggul dan berdekatan dengan pipa
pembuangan milik perusahaan pengolahan ikan setempat.
c. Stasiun C (ST .C) . Berada di dekat dermaga Pelabuhan Rakyat Brondong menuju ke arah
muara Kali Kethek, di bagian salah satu tepinya menjadi tempat tambatan kapal yang berlabuh,
tepi yang lainnya terdapat timbunan tanah akibat pendangkalan.
d. Stasiun D (ST .D) . Berada dipinggir pantai yang dangkal di wilayah Dusun wedung Desa
Sedayulawas.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan penelitian adalah: Plankton Net no.25, botol sampel, ember plastik, pipet
tetes, formalin, kertas label, san alat tulis. Mikroskop trinokuler, sedgwich rafter, tissue, buku
identifikasi plankton. Termometer, refraktometer, pH paper, DO meter, nitrit, dan amonia
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dan metode purposif random sampling
terhadap 4 stasiun pengambilan sampling dengan pengulangan sebanyak 3 kali dan jarak antar
ulangan 5 - 10 meter dan metode penelitian sampel (Sample Survey Method)
Penelitian ini adalah riset deskriptif yang bersifat eksploratif, bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau status fenomena. Apabila datanya telah terkumpul, lalu
diklasifikasikan menjadi 2 ( dua ) kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif (Arikunto,
1999).
Parameter utama dalam penelitian adalah plankton yang diambil di lokasi penelitian yaitu
di sekitar muara Kali Kethek Desa Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 113
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Jeda atau interval waktu pengambilan sampel adalah setiap 2 ( dua ) minggu sekali,
sehingga sampel yang diperoleh akan berbeda secara signifikan untuk tiap-tiap pengambilan sampel.
Diperoleh 12 sampel air didapat dari 4 Stasiun dengan kode A1, A2, A3 ; B1, B2, B3 ; C1, C2, C3 ;
dan D1,D2,D3.
Untuk mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan fitoplankton, contoh air disaring
sebanyak 25 liter dengan menggunakan plankton net ukuran 25 μm. Hasil penyaringan dimasukkan
ke dalam botol film dan diawetkan dengan formalin 4% sebanyak 2 - 3 tetes. Selanjutnya sampel
tersebut diidentifikasi di Laboratorium Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan dengan
mengacu kepada pustaka Sachlan (1982) dan Thomas (1997).
2.2 Analisis Data
Semua data yang terkumpul akan dianalisis secara deskriptif. Menurut Hadi (1982)
analisis deskriptif digunakan untuk dapat menggambarkan mengenai situasi dan kondisi pada
waktu dan tempat yang terbatas untuk mengetahui situasi dan kondisi lokal suatu lokasi yang dapat
digeneralisasikan pada waktu dan lokasi yang berbeda. Data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik serta dilakukan interpretasi.
2.2.1 Kelimpahan plankton
Mengacu kepada Wardhana,W (2003) bahwa pencacahan plankton dilakukan dengan
menghitung jumlah plankton per satuan volume. Kepadatan plankton dalam sel atau individu per
satuan volume dapat diketahui dengan mempergunakan rumus sebagai berikut :
D = q ( 1
) ( 1
) f V
Dimana :
D : Jumlah plankter per satuan volume ( Ind/liter )
q : Jumlah plankter dalam subsampel ( Ind )
f : fraksi yang diambil ( volume subsampel per volume
sampel )
V : Volume air yang tersaring ( ml ) = 250 ml
Volume sampel di dalam botol film dinyatakan dalam simbol “ I ” dan untuk mengetahui volume
sampel air, terlebih dahulu dihitung volume botol film dengan mempergunakan rumus :
v = 𝜋𝑟2t ( di konversi dalam liter )
Volume subsampel dinyatakan dalam simbol “p” dengan volume 0,1 ml, sedangkan volume air yang
tersaring diketahui 250 ml.
2.2.2 Indeks Keanekaragaman
Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan indeks keanekaragaman Shannon-
Wiener (Romimohtarto dan Juwana, 2005) sebagai petunjuk pengolahan data.
H' = - ( ni / N ) ln ( ni / N )
Dimana :
H‟ = Indeks Diversitas Shannon-Wienner
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 114
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah individu keseluruhan
Kisaran total indeks keanekaragaman dapat diklasifikasikan sebagai berikut modifikasi Wilhm dan
Dorris (1968) dalam Dianthani (2003) :
− H‟ < 2,3026 : keanekaragaman kecil dan kestabilan
komunitas rendah
− 2,3026 < H ‟< 6,9078 : keanekaragaman sedang dan kestabilan
komunitas sedang
− H‟ > 6,907 : keanekaragaman tinggi dan kestabilan
komunitas tinggi
Berdasarkan indeks keanekaragaman juga dapat ditentukan kriteria mutu kualitas muara
(modifikasi Wilhm dan Dorris, 1968 ; Dahuri, 1995 dalam Zahidin, 2008). Apabila indeks
keanekaragaman > 3 berarti muara tidak tercemar. Muara termasuk tercemar sedang bila H‟ dalam
kisaran 1 - 3. Yang terakhir muara termasuk tercemar berat bila H‟ < 1. Indeks keseragaman adalah
perbandingan keanekaragaman maksimal dalam suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman antara
0 – 1, makin besar nilainya berarti penyebaran individu tiap jenis atau genera semakin merata dan
tidak ada spesies yang mendominasi, begitu pula sebaliknya.
2.2.3 Indeks Keseragaman
Untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan takson dalam komunitas
dilakukan uji indeks ekuitabilitas yang disebut juga sebagai indeks keseragaman. Adapun rumus dari
indeks ekuitabilitas adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008)
Indeks Keseragaman ( E ) = H‟
H maks
Dimana :
E =
Indeks Ekuitabilitas
H‟ = Indeks diversitas Shannon-Wienner
H maks =
Indeks diversitas maximum, yang nilainya sama dengan
Ln S ( dimana S banyaknya spesies ). Besarnya nilai E
berkisar antara 0 – 1
Kriteria :
0 < E < 0,4 = Keseragaman Rendah
0,4 < E < 0,6 = Keseragaman Sedang
E > 0,6 =
Keseragaman Tinggi
2.2.4 Indeks Dominansi Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus indeks dominanasi dari Simpson
(Odum, 1971 dalam Yazwar, 2008) :
D = ( ni / N ) 2
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 115
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Dimana :
D = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah Individu tiap spesies
N = Jumlah Individu seluruh spesies
2.2.5 Analisa Trosap Untuk menghitung saprobitas muara digunakan analisis trosap yang nilainya ditentukan dari
Saprobik Indeks (SI) dan Tropik Saprobik Indeks (TSI). Formula yang digunakan adalah hasil
formulasi Persone dan (De Pauw,1983 dan Anggoro, 1988 dalam Suryanti, 2008) :
SI = 1C + 3D + 1B - 3A
1A + 1B + 1C + 1D Keterangan :
SI = Saprobik Indeks
A = Jumlah Spesies Organisme Polysaprobik
B = Jumlah Spesies Organisme α-Mesosaprobik
C = Jumlah Spesies Organisme β-Mesosaprobik
D = Jumlah Spesies Organisme Oligosaprobik
TSI = 1(nC) + 3(nD) + (nB) – 3 (nA) X nA + nB + nC + nD + nE
1(nA) + 3(nB) + 1(nC) + 1 (nD) nA + nB + nC + Nd
Keterangan :
N = Jumlah individu organisme pada setiap kelompok saprobitas
nA = Jumlah individu penyusun kelompok Polysaprobik
nB = Jumlah individu penyusun kelompok α-Mesosaprobik
nC = Jumlah individu penyusun kelompok β-Mesosaprobik
nD = Jumlah individu penyusun kelompok Oligosaprobik
nE = Jumlah individu penyusun selain A, B, C dan D
2.2.6 Uji T Adapun rumus dari uji T yang di pergunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan
dari keanekaragaman plankton antar stasiun adalah sebagai berikut (Zar, 1999 dalam Yazwar, 2008)
:
t =H'1-H'2 / SH'1-SH'2
dimana :
t : Nilai t hitung yang di cari
H' : Indeks keanekaragaman
SH' : Standard Deviasi Keanekaragaman
Nilai Standard deviasi keanekaragaman dapat dihitung dari variasi keanekaragaman sebagai berikut
ini :
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 116
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
SH'1-SH'2 = √S2H'1 + S
2H'2
Selanjutnya, variasi keanekaragaman dapat di hitung melalui pendekatan berikut ini :
S2
H' = ∑fi ln2 fi – ( ∑ fi ln fi)
2/n / n
2
Dimana :
fi = Jumlah individu tiap takson
n = Jumlah total dari individu keseluruhan takson
Sementara itu nilai derajat bebas ( v ) yang digunakan untuk mendapatkan nilai t tabel pada tabel t
dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
V = ( S2
H'1 + S2
H'2)2 / (S
2H'1)/n1 + (S
2H'2)/n2
Kriteria :
t hitung < t tabel. Pada 0.05 : tolak Ha, terima Ho
t hitung > t tabel. Pada 0.05 : terima Ha, tolak Ho
2.4 Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air mencakup : Suhu, pH (Derajat Keasaman), Oksigen Terlarut (DO),
Kadar Garam (salinitas), Nitrit (NO2-N), Amonia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.Hasil Penelitian
Kelimpahan Plankton Dalam penelitian jumlah plankton di Stasiun A didapatkan sejumlah 15 genera dengan
kelimpahan rata-rata sebesar 138.911 individu/L seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun A (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1
α Meso-
saprobik
Chaetoceros sp. 7065 8.478 9.891 8.478
2 Rhizosolenia sp. 17.662 7.065 1.413 8.713
3 Coelastrum sp. 0 0 0 0
4 Nitzschia sp. 65.028 37.444 125.051 75.841
5 Navicula sp. 6.358 4.945 4.945 5.417
6
β Meso –
saprobik
Ceratium sp. 2.826 4.239 2.826 3.297
7 Hidrodiction sp. 1.413 2.826 2.826 2.355
8 Asterionella sp. 4.239 1.413 1.413 1.413
9 Actinosphaerium sp. 0 0 0 0
10 Nauplius sp. 1.413 2.826 2.119 1.884
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 8.478 3.532 3.532 3.768
12
Non
saprobik
Pleurosigma sp 15.543 6.358 7.771 7.301
13 Gyrosigma sp 4.239 2.119 2.119 2.120
14 Jantina jantina 1.413 2.826 1.413 942
15 Amphipora sp 4.239 5.532 7.065 4.239
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 117
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
16 Acroperus sp 1.413 1.413 2.119 1.178
17 Rabdonella sp 5.652 2.119 2.119 2.355
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 0 0 0 0
Jumlah 146.981 93.135 176.622 129.300
Tabel 3. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun B (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1
α Meso-
saprobik
Chaetoceros sp. 12.717 14.837 16.250 14.601
2 Rhizosolenia sp. 11.304 13.424 24.021 16.250
3 Coelastrum sp. 7.065 7.772 7.065 7.301
4 Nitzschia sp. 228.200 142.713 190.755 187.223
5 Navicula sp. 2.120 2.826 2.826 2.591
6
β Meso –
saprobik
Ceratium sp. 2.120 2.120 2.826 2.355
7 Hidrodiction sp. 0 0 0 0
8 Asterionella sp. 36.738 37.445 63.585 45.923
9 Actinosphaerium sp. 45.923 55.107 66.411 55.814
10 Nauplius sp. 6.359 7.065 9.891 7.772
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 3.533 4.239 2.826 3.533
12
Non
saprobik
Pleurosigma sp 12.717 14.837 16.956 14.837
13 Gyrosigma sp 2.120 4.239 2.826 3.062
14 Jantina jantina 2.120 2.826 4.239 3.062
15 Amphipora sp 3.533 2.826 4.946 3.768
16 Acroperus sp 0 0 0 0
17 Rabdonella sp 2.120 2.826 2.826 2.591
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 11.304 9.185 6.359 8.949
Jumlah 389.988 324.284 424.607 379.626
Tabel 4. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun C (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1 α Meso- Chaetoceros sp. 7.065 15.543 11.304 11.304
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 118
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
2 saprobik Rhizosolenia sp. 9.185 16.956 16.956 14.366
3 Coelastrum sp. 4.946 5.652 2.120 4.239
4 Nitzschia sp. 155.430 156.843 146.952 153.075
5 Navicula sp. 2.120 1.413 1.413 1.649
6
β Meso -
saprobik
Ceratium sp. 2.826 2.120 2.120 2.355
7 Hidrodiction sp. 0 0 0 0
8 Asterionella sp. 28.260 25.434 47.336 33.677
9 Actinosphaerium sp. 29.673 46.629 46.629 40.977
10 Nauplius sp. 4.239 2.120 4.239 3.533
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 5.652 5.652 6.359 5.888
12
Non
saprobik
Pleurosigma sp 10.598 14.130 11.304 12.011
13 Gyrosigma sp 2.826 2.120 2.826 2.591
14 Jantina jantina 2.120 2.120 2.120 2.120
15 Amphipora sp 2.826 2.120 3.533 2.826
16 Acroperus sp 0 0 0 0
17 Rabdonella sp 1.413 2.120 1.413 1.649
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 3.533 4.946 2.826 3.768
Jumlah 272.709 305.915 309.447 296.024
Tabel 5. Data Kelimpahan Plankton di Stasiun D (Individu/L)
No Kelompok
Saprobitas Spesies
Kelimpahan Individu ( Ind / Lt )
1 2 3 Rata-rata
1
α Meso-
saprobik
Chaetoceros sp. 31.793 17.663 12717 20.724
2 Rhizosolenia sp. 31.086 12.011 24.728 22.608
3 Coelastrum sp. 0 0 0 0
4 Nitzschia sp. 48.042 54.401 148.365 83.603
5 Navicula sp. 8.478 9.185 6.359 8.007
6
β Meso -
saprobik
Ceratium sp. 2.826 6.359 3.533 4.239
7 Hidrodiction sp. 2.826 4.239 3.533 3.533
8 Asterionella sp. 0 0 0 0
9 Actinosphaerium sp. 0 0 0 0
10 Nauplius sp. 2.120 3.533 2.826 2.826
11 Oligo-
saprobik Skeletonema sp. 6.359 3.533 6.359 5.417
12 Non
saprobik
Pleurosigma sp 7.065 5.652 4.946 5.888
13 Gyrosigma sp 2.826 5.652 2.826 3.768
14 Jantina jantina 2.120 3.533 2.120 2.591
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 119
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
15 Amphipora sp 2.826 5.652 12.717 7.065
16 Acroperus sp 1.413 4.239 7.772 4.475
17 Rabdonella sp 2.826 3.533 3.533 3.297
18 Poli-
saprobik Spirullina sp 0 0 0 0
Jumlah 152.604 139.181 242.330 178.038
Nilai Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks
Dominansi Plankton Hasil kelimpahan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi
plankton bisa dilihat di tabel 6
Tabel.6 Nilai Kelimpahan Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi
Plankton
Stasiun Titik
Sampling Kelimpahan
( Individu/L )
Indeks
Keanekaragaman
(H‟)
Indek
Keseragaman
(E)
Indeks
Dominansi
(D)
A
A1 146,981 1,890 0,407 0,225 A2 93,135 2,229 0,536 0,159 A3 176,622 1,176 0,226 0,554 Rata-rata 138,913 1,765 0,389 0,312
B
B1 389,988 1,537 0,261 0,379 B2 324,284 1,872 0,331 0,245 B3 424,607 1,757 0,298 0,291 Rata-rata 379,626 1,722 0,296 0,305
C
C1 272,709 1,551 0,273 0,387 C2 305,915 1,823 0,332 0,264 C3 309,447 1,742 0,310 0,296 Rata-rata 296,024 1,705 0,305 0,315
D
DI 152,604 1,943 0,379 0,202 D2 139,181 2,055 0,412 0,216 D3 242,330 1,525 0,273 0,408 Rata-rata 178,038 1,841 0,354 0,275
Sumber : Data Primer, Januari-Februari 2013
Saprobik Indeks dan Tingkat Saprobik Indeks
Pengamatan dan perhitungan SI dan TSI dalam tabel 7.
Tabel 7. Nilai SI dan TSI di semua Titik Sampling
Stasiun Titik Sampling SI TSI
A
A1 1.27 0.43 A2 1.25 0.49 A3 1.04 0.42
B
B1 0.82 0.39 B2 0.82 0.45 B3 0.82 0.47
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 120
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
C C1 0.82 0.46 C2 0.82 0.44 C3 0.81 0.50
D
DI 1.25 0.48
D2 1.25 0.54
D3 1.25 0.44
Tabel 8. Hasil Perhitungan Rata-Rata SI dan TSI di Muara Kali Kethek Desa Sedayulawas
Nilai
Stasiun A
Stasiun B
Stasiun C
Stasiun D
Kelompok
SI 1,19 0,82 0,82 1,25 β - Mesosaprobik
TSI 0,45 0,43 0,46 0,49 β/α - Mesosaprobik
3.2 Data Kualitas Air
Data pengukuran kualitas air pada penelitian dapat dilihat di tabel 9
Tabel 9. Data Parameter kualitas air di Muara Kali Kethek
No Parameter Stasiun
Nilai Referensi A B C D
1 Suhu ( OC ) 28,9 29,5 31,0 29,7
15 – 35 OC
(Hutabarat dan Evans, 1985)
2 DO (mg/L) 6,06 4,93 4,96 5,35 > 3 mg/L
(PP No.82 tahun 2001)
3 pH 7,66 7,88 7,88 7,82 7,0 – 8,5 (Kep.Men LH 51/2004)
4 Salinitas (O/00) 28,8 15,5 5,0 18,0
5 – 30 O/00
(Nybakken,1988)
5 Nitrit (NO2-N)
(mg/L) 0,36 0,15 0,43 0,27
0,06 mg/L (Kep.Men LH 02/1988)
6 Amonia Bebas
(mg/L) 0,05 0,04 0,04 0,04
0,016 mg/L (Kep.Men LH 02/1988)
3.2.Pembahasan Kelimpahan Plankton
Kelimpahan plankton yang paling banyak ditemukan di muara Kali Kethek adalah
Nitzschia sp. di stasiun B yang lokasinya di mulut muara Kali Kethek dengan kelimpahan rata-rata
187.223 individu/L. Kelas Bacillariophyceae sebagai penyusun fitoplankton memiliki toleransi yang
tinggi terhadap perubahan untuk hidup pada berbagai kondisi perairan dibanding dengan genera dari
kelas lainnya (Amin,M dan Utojo, 2007).
Di stasiun A yang lokasinya berada di timur mulut muara yang merupakan pantai
berkarang dengan kelimpahan sebesar 948 individu/L. Berdasarkan pada rata-rata kelimpahan
planktonnya, perairan Kali Kethek tergolong perairan yang eutrooph (tingkat tinggi), dengan
kelimpahan >12.000 Ind/L yaitu berada pada semua stasiun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
dalam grafik kelimpahan plankton dari semua stasiun penelitian.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 121
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Grafik 5. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies Polisaprobik
3.2.2 Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Secara keseluruhan, indeks keanekaragaman rata – rata berada dalam kisaran 1,705 –
1,841. Kemudian untuk indeks keseragaman menunjukkan nilai kisaran 0,296 – 0,389. Dan untuk
indeks dominansi berada pada kisaran 0,159 – 0,387.
Apabila dilihat dari nilai indeks keanekaragamannya, maka stasiun A, B, C dan D
menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya lebih kecil
dari 2,3026. Dengan menggunakan indeks keanekaragaman juga dapat di tentukan kondisi perairan
Kali Kethek, nilai indeks keanekaragamannya berada pada kisaran 1,705 – 1,841 artinya masuk
pada kisaran 1 – 3, sehingga dapat dikatakan p e r a i r a n mu a r a K a l i K e t h e k berada dalam
kondisi tercemar sedang. (Kementerian Lingkungan Hidup, 1995).
Berdasarkan pencapaian tabel 7. nilai indek keseragaman diseluruh stasiun yang berkisar
Grafik 1. Grafik Kelimpahan plankton dari spesies α-Mesosaprobik
Grafik 2. Grafik Kelimpahan plankton dari
spesies β-Mesosaprobik
Grafik 3. Grafik Kelimpahan plankton dari
spesies Oligosaprobik
Grafik 4. Grafik Kelimpahan plankton dari
spesies Non saprobik
050,000
100,000150,000200,000
Kel
imp
ah
an
(In
d/L
)
Spesies α-Mesosaprobik
Stasiun A
Stasiun B
Stasiun C
Stasiun D
02,0004,0006,000
Sta
siu
…S
tasi
un B
Sta
siun C
Sta
siu
…
Kel
imp
ah
an
(In
d/L
)
Spesies Oligo Saprobik
Skeletonema
sp.
050,000
100,000
Cer
a…
Ast
e…
Nau
…
Kel
imp
ah
an
(In
d/L
)
Spesies β-Mesosaprobik
Stasiun A
Stasiun B
Stasiun C
Stasiun D
0
20,000
Ple
…
Jan…
Ac…
Kel
imp
ah
an
(In
d/L
)
Spesies Non Saprobik
Stasiun A
Stasiun B
Stasiun C
Stasiun D
0
5,000
10,000
Sta
siun A
Sta
siun B
Sta
siun C
Sta
siun D
Kel
imp
ah
an
(In
d/L
)
Spesies Poli Saprobik
Spirullina sp
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 122
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
0,296 – 0,389 , maka kondisi perairan muara Kali Kethek dapat dikatakan disimpulkan kondisi
keseragaman rendah. Hal ini didasarkan pada pertimbangan indeks keseragamannya berada pada
kisaran 0 < E < 0,4 (Zar, 19991 dalam Yazwar, 2008)
Sedangkan untuk nilai indeks dominansi di seluruh stasiun berada pada kisaran 0,275 –
0,315. Nilai indeks dominansi mendekati angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
spesies yang mendominasi di seluruh stasiun.
Data hasil perhitungan rata-rata Indeks Keanekaragaman (H‟), Indeks Keseragaman (E) dan
Indeks Dominansi (D) plankton di Muara Kali Kethek sebagai lokasi penelitian selengkapnya
dapat dilihat dalam Tabel 13.
Tabel 10. Hasil Perhitungan rata – rata Indeks Keanekaragaman (H‟) , Indeks Keseragaman (E) dan
Indeks Dominansi Plankton di Muara Kali Kethek
Nilai Stasiun A Stasiun B Stasiun C Stasiun D
Indeks Keanekaragaman (H‟) 1,765 1,722 1,705 1,841
Indeks Keseragaman (e) 0,389 0,296 0,305 0,354
Indeks Dominansi (D) 0,312 0,305 0,315 0,275
3.2.3 Saprobik Indeks (SI) dan Tingkat Saprobik Indeks (TSI) Tingkat pencemaran suatu perairan dapat diketahui dari nilai Saprobik Indeks (SI) dan
Tingkat Saprobik Indeks (TSI). Berdasarkan hasil perhitungan rata – rata nilai SI dan TSI di lokasi
stasiun B dan stasiun C yang sama – sama berada di muara Kali Kethek menunjukkan di stasiun B
nilainya sebesar 0,82 dan 0,45 dan stasiun C sebesar 0,82 dan 0,49. Nilai TSI stasiun C lebih tinggi
jika dibandingkan nilai TSI stasiun B. Walaupun perbedaannya sangat tipis, ini disebabkan dalam
perhitungan pengaruh faktor kelimpahan plankton dari semua golongan saprobik lebih banyak
dibanding yang non saprobik.
Pada stasiun A dan D yang lokasinya sama-sama berada di wilayah pantai menunjukkan hal
yang berbeda dibanding dengan kedua stasiun yang disebutkan di atas. Nilai SI pada stasiun A
sebesar 1,19 memang lebih rendah dibanding stasiun D sebesar 1,25 dan nilai TSI stasiun D sebesar
0,49 lebih tinggi dibandingkan stasiun A sebesar 0,45. Hal ini disebabkan jenis organisme
saprobiknya lebih banyak sehingga nilai SI- nya juga lebih tinggi.
Pada semua stasiun pengambilan sampel termasuk dalam kelompok β-mesosaprobik
atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada pada kisaran 1,0 – 1,5 (Lee et. al.,
1978 ; Knobs, 1978 ; Anggoro,1988 dalam Zahidin, 2008). Dan berdasarkan nilai TSI, semua stasiun
masuk dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya perairan pada kondisi tercemar sedang. Hal
tersebut berdasarkan penelitian, apabila TSI berkisar antara 0 – 0,5 maka termasuk dalam kelompok
β/α – Mesosaprobik (Lee et. al., 1978 ; Knobs, 1978 ; Anggoro,1988 dalam Zahidin, 2008). Hasil
rata-rata SI dan TSI selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8.
3.2.4 Parameter Kualitas Air
Muara Kali Kethek mempunyai suhu perairan yang berkisar antara 28,9 – 31,0 0
C.
Dibandingkan dengan angka referensi menurut Hutabarat dan Evans (1985) pada tabel 15.
Menunjukka pada kisaran aman.
Nilai derajat keasaman (pH) perairan sebesar 7,66 – 7,88. Berdasarkan nilai pH yang
diperoleh selama pengamatan maka dapat dikemukakan bahwa pH diperairan Kali Kethek tersebut
masih berada dalam kisaran baku mutu air Kep.Men LH 51/2004, yaitu 7 – 8,5.
Nilai salinitas di semua stasiun menunjukkan angka sebesar 5–28,8 ‰,
dibandingkan dengan angka referensi Nybbaken (1988) yang berkisar 5 – 30 ‰ maka salinitas pada
kondisi baik.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 123
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Kelarutan oksigen (DO) dalam air dipengaruhi oleh faktor suhu dan kadar garam, jika
kelarutan oksigen dalam air menurun, maka suhu dan kadar garam meningkat. Berdasarkan data
lapang di semua stasiun diperoleh kandungan oksigen terlarutnya berkisar 4,93 – 6,060 mg/L
artinya berada di atas kriteria mutu air yang diperbolehkan sebesar > 3 mg/L (PP No.82 tahun
2001).
Kadar nitrit pada semua sampel air melebihi standar baku mutu yang ditetapkan, yaitu 0.06
mg/L. Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa Stasiun A dan stasiun D yang sama – sama berada di
lokasi pantai memiliki kadar sebesar 0,32 mg/L dan 0,13 mg/L. Hal ini disebabkan oleh kandungan
bahan organik yang tinggi yang berasal dari limbah rumah tangga, aktivitas pembuangan sampah ke
laut dan kemungkinan pembuangan limbah dari pabrik pengolahan ikan setempat.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kadar amonia total (NH4-N) pada di semua stasiun
memiliki kisaran di atas nilai baku mutu sebesar 0,016 mg/L (Kep.Men LH 02/1988). Pada
pengukuran tertinggi berada di stasiun A sebesar 0,05 mg/L, hal ini disebabkan oleh masuknya
bahan organik ke pantai akibat buangan limbah yang berasal dari perkampungan padat dan aktivitas
pembuangan sampah ke laut secara terus menerus.
Berdasarkan hasil perhitungan Uji T diperoleh kesimpulan menunjukkan nilai indeks
keanekaragaman antara stasiun A dan B, Stasiun A dan D, Stasiun B dan D, Stasiun C dan D
berada pada t hitung > t tabel. Pada 0.05 : tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk Stasiun A dan
C, Stasiun B dan C berada pada < t tabel. Pada 0.05 berbeda nyata.
IV.KESIMPULAN Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 –
1,841 artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini dikarenakan nilainya
lebih kecil dari 2,3026. Karena berada pada kisaran 1 – 3, maka p e r a i r a n mu a r a K a l i
K e t h e k berada dalam kondisi tercemar sedang. Nilai SI berada pada kisaran 0,82 – 1,25 termasuk
dalam kelompok β-mesosaprobik atau perairan yang tercemar ringan hingga sedang karena berada
pada kisaran 1,0 – 1,5 dan TSI berada pada kisaran 0 – 0,50 yaitu 0,43 – 0,49 sehingga masuk
dalam kelompok β/α-mesosaprobik yang artinya perairan pada kondisi tercemar sedang. Parameter
kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar
0,13 – 0,32 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5 mg/L sehingga terindikasi pencemaran ringan
Disarankan adanya pemantauan dan pengelolaan agar tingkat pencemaran di muara Kali
Kethek Desa Sedayulawas tidak meningkat. Pembuangan limbah dan sedimentasi di muara Kali
Kethek Desa Sedayulawas harus lebih dikurangi. Hal ini untuk mencegah terjadinya pencemaran
yang lebih berat lagi. Bagi pembudidaya tambak di sepanjang muar Kali Kethek, agar menerapkan
teknologi budidaya dengan system tertutup (Close System) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik
(CBIB).
DAFTAR PUSTAKA
Amin,M dan Utojo. 2007. Komposisi dan keragaman jenis plankton di perairan teluk Kupang
Propinsi Nusa Tenggara Timur.Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.[Jurnal].Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan.Universitas Hasanuddin,Makassar.
Anggoro, S. 1988. Analisa Tropic-Saprobik (Trosap) Untuk Menilai Kelayakan Lokasi Budidaya
Laut. Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Universitas Diponegora, Semarang.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Edisi Revisi IV.PT Rineka
Cipta,Jakarta.245 Hal.
Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 124
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Muara Muara Badak Kalimantan Timur. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hadi, S. 1982. Metodologi Research. Jilid II. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Hendrawati, Tri Heru Prihadi dan N.N. Rohmah. 2007. Analisis kadar phosfat dan N-Nitrogen
(Amonia, Nitrat, Nitrit) pada tambak air payau akibat rembesan lumpur lapindo di
Sidoarjo, Jawa Timur. Program studi kimia FST UIN Syarif Hidayatullah.Badan Riset
Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Lilik, K. S. 2005. Kajian Tingkat Saprobitas Perairan Sebagai Landasan Pengelolaan DAS
Kaligarang-Semarang. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro, Semarang
(Thesis). 111 hal.
http://en.wikipedia.org/wiki/ estuary.htm. Wikipedia, Estuary, diakses pada tanggal 12 Nopember
2012.
Hutabarat, S dan M. Evans. 1985. Pengantar Oceanografi. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Nasution,S.1990. Metode Research (Penelitian Ilmiah).Penerbit Bumi Aksara,Jakarta.hal.101.
Nontji A, 1986. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan.LIPI Press, Jakarta.
Nontji A, 2008. Plankton Laut. LIPI Press, Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan: Koesoebiono, D. G.
Bengen, M, Eidman. Marine Biology, An Ecology Approach, PT. Gramedia, Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Third E. W.B. Saunders Company. Philadelphia. 474
hlm.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air.Sekretaris Negara Republik Indonesia.Jakarta.
Romimohtarto,K dan S.Juwana.2005. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biologi Laut.Cet.ke-
2.Penerbit Djambatan,Jakarta.540 hlm.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Soeprobowati,et.al.1999. Metode Biomonitoring : Diatom sebagai Bioindikator dalam menentukan
Tingkat Kualitas Muara dalam Laporan Penilitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun
Anggaran 1998/1999. Universitas Diponegoro,Semarang.pdf.
Supriharyono. 1978. Kondisi kualitas air di saluran – saluran di daerah – daerah persawahan,
persawahan – pemukiman dan pemukiman, Delta Upang, Sumatra Selatan, Sekolah Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tomas, C.R.1997. Identiflying Marine Phytoplankton. Florida Departement of Environmental
Protection. Florida Marine Research Institute. St.Petersburg Florida,Academic Press.858
pp.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta.
Yazwar. 2008. Keanekaragaman plankton dan keterkaitannya dengan kualitas air di Parapat Danau
Toba. [Tesis].Sekolah Pasca Sarjana,Universitas Sumatra Utara,Medan.69 hlm.
Yuliana,E.2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut,diakses pada tanggal 12 Nopember 2012 dari
http://www.ut.ac.id
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 125
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
ANALISA SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH DI DESA
SIDOMUKTI KECAMATAN KEMBANGBAHU
Affandi, Nur Azizah Affandy, Ahmad Bagus Budianto
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Air bersih merupakan salah satu keutuhan pokok yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, kususnya masarakat desa Sidomukti. oleh karena itu setiap orang berusaha untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersih tersebut dengan berbagai cara.
Akan tetapi kebutuhan akan air bersih tersebut dirasakan semakin sulit untuk
didapatkan ketika memasuki musim kemarau. Hal tersebut sikarenakan meningkatnya
konsumsi air bersih dan semakin berkurangnya jumlah volume air yang ada, ditambah
dengan laju perkembangan penduduk yang semakin tinggi.
Dengan menggunakan metode proyeksi, maka kebutuhan akan air bersih bagi
masyarakat Sidomukti untuk jangka waktu 10 tahun kedepan diperkirakan mencapai
99.714,16 lt/hr. Sedangkan waduk yang digunakan sebagai sumber air bersih, masih dapat
mencukupi kebutuhan air bersih selama musim kemarau (2 bulan terahir). Untuk
mendistribusikan iar kerumah warga dibutuhkan pompa yang memiliki kapasitas 1,584 HP
× 0,746 = 1,18 Kw Kw atau pompa yang memiliki kapasitas yang labih tinggi dari yang
telah disebutkan.
Kata kunci : Air Bersih, Masyarakat, waduk
I. Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat lepas dari air. Sumber air yang pada
awalnya berupa sumur atau telaga yang kemudian akan berkembang menjadi serangkaian
sistem air bersih untuk mempermudah penyaluran air dan kemudahan bagi semua warga.
Pertambahan penduduk memerlukan lahan untuk permukiman, pertumbuhan penduduk
tersebut juga memperbesar kebutuhan air. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat
sedangkan sumber air bersih relatif sama. Pada musim kemarau penduduk Indonesia
disulitkan dengan terjadinya kelangkahan air di beberapa daerah yang terletak jauh dari mata
air. Hal ini menyebabkan masyarakat harus mengeluaran biaya dan tenaga lebih untuk
mencukupi kebutuhan air bersih.
Di desa sidomukti terdapat sebuah waduk yang berada di tengah desa dengan dimensi
panjang 55 meter, lebar 11,5 meter, dan kedalaman 1,5 meter. Dengan adanya hal tersebut
maka perlu diketahui kebutuhan air bersih masyarakat desa tersebut. Sehingga air bersih
yang terdapat dari waduk dapat didistribusikan secara marata kepada masyarakat desa
Sidomukti dengan menggunakan sistem perpipaan.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 126
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Untuk mendapatkan suatu sistem distribusi air bersih dengan menggunakan jaringan
perpipaan untuk melayani kebutuhan air bersih masyarakat Desa Sidomukti.
2. Tujuan
Untuk mengetahui jumlah kebutuhan air rata-rata yang dibutuhkan oleh masyarakat
desa Sidomukti dalam waktu satu hari.
Untuk mengetahui apakah waduk penampung air yang ada mampu mencukupi
kebutuhan masyarakat desa Sidomukti selama musim kemarau.
Untuk menganalisa sistem penyediaan air bersih untuk masyarakat desa sidomukti
secara optimal.
II. Landasan Teori
Gambaran umum
Sumber air merupakan komponen utama yang harus ada ketika akan membuat
suatu sistem jaringan air bersih. Air yang ada di bumi terbagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu :
1. Air hujan, embun atau salju adalah air yang ada di angkasa yang jatuh ke permukaan
bumi akibat gaya grafitasi bumi. Jeis air tersebut terbentuk oleh uap air yang
mengalami proses presipitasi di atmosfir bumi.
2. Air permukaan tanah, adalah air yang ada di atas permukaan tanah baik yang mengalir
seperti sungai atau yang tidak mengalir seperti danau atau telaga. Air yang ada pada
sumur yang dangkal juga termasuk bagian air permukaaan, karena keberadaaan air
tersebut dipengaruhi oleh air resapan dari air muka tanah yang ada di sekitar sumuur
tersebut.
3. Air dalam tanah, adalah air yag ada didalam tanah, air tersebut terbentuk oleh air
permukaaan yang meresap kedalam tanah dan mengalami penyaringan oleh tanah dan
batuan yang ada di dalam tanah. Air tanah ini dapat berubah menjadi air permukaan
ketika air tersebut keluar dari dalam tanah melalui mata air maupun sumur bor.
Kebutuhan Air Bersih
Untuk menghitung pertambahan jumlah penduduk dengan menggunakan metode geometris
sebagai berikut :
P = Po (1+r)n ………………………….. (2.1)
Dimana :
P = Jumlah penduduk sampai akhir tahun
Po = Jumlah penduduk awal rencana
R = Prosentase (%)
n = Umur perencanaan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 127
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Tabel 1 Pemakaian Air Setiap Orang
No. kategori (1/orang/hr)
1 Metropolitan penduduk 1 juta jiwa 120
2 Kota besar penduduk 0,5 – 1juta jiwa 100
3 Kota sedang penduduk 0,1 – 0,5 jiwa 90
4 Kota kecil penduduk 20.000 –
100.000 jiwa 60
5 Semi urban penduduk desa 3.000 –
20.000 jiwa 45
Sumber : PU. Cipta Karya Kab. Lamongan.
Dasar-Dasar Hidrolika
1. Sistem jaringan distribusi
2. Kehilangan Tekanan Akibat Gesekan Pipa
3. Persamaan Darcy Weisbach
4. Persamaan Hanzen William
Pompa
1. Jenis Pompa
2. Daya Pompa
3. Hukum Pascal
4. Tekanan Hidrostatis
5. Asas Kontinuitas
6. Metode simulasi jaringan pipa
7. Kehilangan Tekanan Perpipaan
8. Sisa Tekan
9. Profil Hidrolis
10. Kecepatan Perpipaan
Reservoir
Reservoir adalah bak penampung air.
Aplikasi Loop
1. Kegunaan LOOP 5.0 dalam Analisa Jaringan Distribusi Air Bersih
2. Input data dalam Loop 5.0
III. Metode Penelitian
Uraian Umum
Penelitian ini akan dilakukan di desa Sidomukti Kecamatan Kembangbahu Kabupaten
Lamongan, yang mana masyarakat desa tersebut sangat membutuhkan sebuah sarana air
bersih yang memadai, agar kebutuhan air bersih dapat tercukpi terutama pada saat musim
kemarau. Sistem yang direncanakan diharapkan mampu mencapai target 60% dari total
penduduk keseluruhan dengan tingkat pemakaian 40 l/hr/org.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 128
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Keadaan Geografis
Tahap penelitian 1. Tahap Persiapan
2. Tahap pengumpulan data
3. Tahap pengolahan data analisa
4. Tahap ahir
IV. Analisa Dan Perencanaan
Analisa Jumlah Penduduk
Tabel 2 Pertumbuhan Penduduk Desa Sidomukti Tahun 2005-2014. TAHUN 2005 Jml. Penduduk Selisih
2005 1144
2006 1146 2
2007 1149 3
2008 1154 5
2009 1157 3
2010 1161 4
2011 1166 5
2012 1169 3
2013 1172 3
2014 1176 4
Tabel 3 Prosentase perkembangan penduduk tahun 2005-2014.
No. Tahun r Prosentase (%)
1 2005-2006 2 0,17
2 2006-2007 3 0,26
3 2007-2008 5 0,44
4 2008-2009 3 0,26
5 2009-2010 4 0,35
6 2010-2011 5 0,43
7 2011-2012 3 0,26
8 2012-2013 3 0,26
9 2013-2014 4 0,34
Tabel 4 Pertumbuhan penduduk pada tahun 2015-2024
No. Tahun Jumlah penduduk
1 2015 1179
2 2016 1183
3 2017 1186
4 2018 1190
5 2019 1194
6 2020 1198
7 2021 1201
8 2022 1205
9 2023 1209
10 2024 1212
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 129
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih
Table 5 Standar Kebutuhan Air Per Orang
No. kategori 1/orang/hari)
1 Metropolitan penduduk 1 juta jiwa 120
2 Kota besar penduduk 0,5 – 1juta jiwa 100
3 Kota sedang penduduk 0,1 – 0,5 jiwa 90
4 Kota kecil penduduk 20.000 –
100.000 jiwa 60
5 Semi urban penduduk desa 3.000 –
20.000 jiwa 45
Table 6 Proyeksi
No. Keterangan Unit Satuan
I. Tingkat Pelayanan :
1. Jumlah jiwa/sambungan
5 jiwa/unit sambungan
II.
Kebutuhan Air Bersih :
1. Domestik
2. Non domestik
45 liter/orang/hari
25 (%) x kebutuhan
domestik
III. Kehilangan air 25 (%)
IV. Faktor maksimal 1,15 x Kebutuhan total
V. Faktor jam puncak 2,3 x faktor hari
maksimal
Target pelayanan = 60 % = 0,60
Kebutuhan air penduduk = 45 lt/hr/org
Perhitungan kebutuhan domestik :
= jumlah penduduk × prosentase pelayanan × kebutuhan air penduduk
= 1212× 0,60× 45
= 31.752 liter/hari
Perhitungan kebutuhan non domestik :
= 25 % × kebutuhan domestik
= 0,25 ×31.752
= 7.938lt/hr
Perhitungan kehilangan akibat kebocoran
= 25 % (kebutuhan domestik+ kebutuhan non domestik)
= 25% (31.752+ 7.938)
= 9.922,5 lt/hr
Perhitungan total kebutuhan rata-rata
= kebutuhan domestik + kebutuhan non domestik + total kebocoran
= 31.752+ 7.938 + 9.922,5
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 130
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
= 49.612,5 lt/hr
Perhitungan kebutuhan harian maksimal
= 1,15 ×total kebutuhan rata-rata
= 1,15 × 49.612,5
= 57.054,4 lt/hr
Perhitungan kebutuhan jam puncak
= 1,3 × faktor harian maksimal
= 1,3 × 57.054,4
= 74.170,7 lt/hr
Sehingga dapat diketahui debit minimal yang dibutuhkan adalah 74.170,7 lt/hr atau 3.090,45
lt/jm = 51,51 lt/mnt = 0,86 lt/dt = 0,0086 m3/dt.
Analisa Volume Air Waduk Desa Sidomukti
Diketahui :
P = 10 m
L = 150 m
H = 1,25 m
Jadi Volume air waduk desa Sidomukti adalah :
V = 16×200×1,5
= 4800 m3= 4.800.000 liter
Jika kebutuhan puncak musim kemarau terjadi selama dua bulan, maka dapat
diketahui jumlah kebutuhan air selama 2 bulan tersebut addalah :
1 bulan = 30 hari
2bulan = 2 x 30 hr = 60 hari.
Maka = 60 x 74.170,7
= 4.450.241,25 ltr.
Dengan demikian, kapasitas waduk yang ada saaat ini masih mampu mencukupi
kebutuhan air bersih masyarakat desa Sidomikti, sehingga tidak perlu dilakukan
penambahan kapasitas waduk, namun untuk mengatisipasi musim kemarau yang lebih
panjang, dapat dilakukan penambahan volum waduk baik dengan pengerukan dan/atau
pelebaran waduk tersebut agar kapasitas daya tampung dapat mencukupi kebutuhan warga
setempat.
Analisa dan Perencanaan Pipa Distribusi Menggunakan Loop
Tabel 6 Rencana Jaringan Pipa Distribusi Dari Node Ke Node.
No
. Node
Node
Jara
k Jumlah
konsumen/
orang
∑
Flo
w
(LP
S)
1 1000 1 5 -
2 1 2 175 45 0,0143
3 2 3 460 98 0,0372
4 3 4 150 45 0,0406
5 3 5 67 13 0,0117
6 5 6 42 20 0,0396
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 131
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
7 6 7 20 21 0,0245
8 6 8 108 53 0,0055
9 8 9 25 13 0,0172
10 5 10 210 96 0,0034
11 5 11 60 23 0,0250
12 11 12 105 39 0,0190
13 11 17 15 11 0,0138
14 12 13 20 9 0,0000
15 12 14 8 5 0,0023
16 14 15 30 10 0,0109
17 14 16 40 27 0,0026
18 1 18 245 10 0,0070
19 18 19 40 8 0,0029
20 19 20 50 0 0,0047
21 20 21 175 62 0,0104
22 21 24 90 19 0,0161
23 19 22 50 32 0,0211
24 22 23 30 12 0,0188
25 22 24 85 28 0,0031
26 24 25 40 5 0,0307
27 24 26 370 66 0,0013
28 26 27 65 18 0,0271
29 26 28 30 20 0,0047
30 3 29 600 68 0,0052
31 29 30 40 16 0,0219
32 30 31 65 12 0,0143
33 30 32 30 27 0,0031
34 32 33 120 25 0,0258
35 33 34 35 7 0,0154
36 33 35 180 27 0,0018
37 35 36 65 41 0,0315
38 32 37 210 47 0,0107
39 37 38 300 45 0,0240
40 35 38 195 53 0,0255
JUMLAH 4.650 1176
Perhitungan dan Perencanaan Pompa
1. Perhitungan Daya Pompa
Diketahui dari perhitungan tinggi tekan :
H = 70 m
Q = 1,32 lt/dt
D = 50 mm = 0,05 m
L = 75 m
C = 120
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 132
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Dasar profiltank = 70 m
Maka daya yang dibutuhkan pompa adalah :
= H pompa + ketinggian profil
= 70 + 2
= 72 m
Maka daya yang akan digunakan sebesar (Do)
Jika 𝛾 = 1 ton/m = 1000kg/m3
Do = H pompa . 𝛾 . Q
= 72 . 1000 . 0,00132
= 95,04 kgm/dt
Dimana efisiensi pompa = (70 - 80 %) diambil 80%
1HP = 75 kgm/dt = 0,746 kw
Daya motor yang digunakan ialah (Di) :
Di = 𝐷𝑜
𝑛
Di = 95,04
0,80 = 118,8 Kgm/dt
= 118,8
80=1,584 HP × 0,746 = 1,18 Kw
Jadi daya pompa yang dibutuhkan adalah sebesar 1,18Kw dengan debit pompa 1,32 lt/dt.
jumlah pompa sebanyak 2 biji, 1 pompa sebagai pompa utama yang satu lagi sebagai
cadangan.
Analisa dan Perencanaan Reservior
Kapasitas air yang ditampung
= 38.08% × kebutuhan maksimal
= 38.08% × 74.170,7 lt/hr
= 28.244,20 lt/hr
= 29 m3/hr (dibulatkan keatas)
Maka kapasitas tandonadalah = 29 m3
Untuk pemilihan penggunaan Reservoir direncanakan menggunakan Profiltank yang di jual
di pasaran dengan spesifikasi memiliki daya tampung 5200 l.
V. Kesimpulan
Kesimpulan
Dari hasil analisa dan perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk dan perhitungan kebutuhan air bersih pada tahun
proyeksi ke-10 (2024) diketahui jumlah kebutuhan air bersih masyarakat Desa
Sidomukti rata-rata adalah 66.698,44 lt/dt. pada jam normal, dan 99.714,16 lt/hr pada
jam puncak. Dengan target pengguna 60% menggunakan air waduk.
2. Sedangkan waduk yang ada saat ini memiliki kapasitas 4.800.000 lt.masih mampu
mencukupi kebutuhan masyarakat Sidomukti ketika musim kemarau (2 bulan
terakir)yaitu sebesar 4.450.241,25 lt.
Debit yang dibutuhkan agar aliran air dalam pipa distribusi mampu sampai pada node
yang terjauh, maka diperlukan debit sebesar Q = 0,86 lt/dt = 0,00086 m3/dt. Agar
profiltank dapat terus terisi secara terus menerus dan tetap memiliki daya tekan yang
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 133
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
stabil, diperlukan pompa yang memiliki kapasitas 1,584 HP × 0,746 = 1,18 Kw Kw
atau pompa yang memiliki kapasitas yang labih tinggi dari yang telah disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
bersih;
Slamet, J.S, 2007, Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada Pres;
Dwijosaputro, D, 1981, Dasar-Dasar Mikrobologi, Djambatan;
Effendi, H, 2007, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Kanisius;
Sudarmadji, 2007, Hidrologi dan Klimatologi Kesehatan.
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/10/aspek-kuantitas-dan-kualitas-air-
tanah.html
Kanginan, Marthen (2002). Fisika Untuk SMA Kelas XI Semester 2. Erlangga. ISBN 978-
979-015-273-1.
Babbit, Water Supply Engineering, 1967
Juklak Program Sanitasi Lingkungan PU. CIPTA KARYA Kab. Lamongan (2013)
Arsip Desa Sidomukti (Balai Desa Sidomukti)
A,H Pollard, Farhan Yusuf, G.N,Teknik Demografi
Kusdiono, 2011; Perencanaan Sistem Penyediaan Air Bersih.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 134
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Halaman ini sengaja dikosongkan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 135
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
KINERJA SIMPANG BERSINYAL DI JALAN GAJAH MADA KOTA TUBAN
Zulkifli Lubis, Ariful Bachtiyar, Agus Taqwim
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi sosial dan politik diperlukan adanya
prasarana dasar, yang salah satunya adalah sarana transportasi atau jalan. Seiring dengan
kemajuan zaman dan pertumbuhan diberbagai aspek kehidupan, dari sini dapat kita
simpulkan yakni terjadi peningkatan arus lalu lintas pada jalanjalan pekotaan yang
mengakibatkan bertambahnya permasalahan-permasalahan lalu lintas.Untuk
mengoptimalkan fungsinya, jalan harus memiliki kinerja yang standar dan direncanakan.
Jalan Gajah Mada merupakan bagian dari jalan utama yang ada di kota Tuban yang mana
aktivitas di daerah jalan ini cukup besar. Selain itu pula persimpangan jalan ini merupakan
jalur transportasi darat yang digunakan masyarakat bila hendak masuk dan keluar kota
Tuban ke kabupaten lain.Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa
waktu bersinyal pada persimpangan jalan Gajah Mada, sehingga dapat diketahui seberapa
besarnya pengaruh waktu bersinyal tersebut terhadap persimpangan.
Berdasarkan perhitungan didapat bahwa penentuan waktu triffic light sangat
berpengaruh terhadap kelancaran dan kenyamanan pengguna jalan.Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pengelola dan pemakai jalan,
agar dapat lebih meningkatkan kinerja
persimpangan sebagai bagian dari jalan perkotaan, maupun sebagai jalur transportasi antar
kota.
Kata Kunci: Jalan Gajah Mada, Simpang, Bersinyal, Kota Tuban.
I PENDAHULUAN
Dengan semakin majunya perkembangan pembangunan saat ini, kebutuhan akan
penggunaan jalan amatlah penting. Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat
transportasi yang dapat digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering
digunakan oleh pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada
arus lalu lintas saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya
fasilitas-fasilitas transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai
dengan apa yang diingini.
Menajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari teknik
transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian dari system transportasi
secara keseluruhan. Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan
sangatlah dituntut kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan
meningkatkan prasarana jalan yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk
menjaga dan memelihara jalan tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 136
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
diatas perlu juga fasilitas penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dan
sebagainya.
Kondisi seperti ini pada umumnya terjadi didaerah perkotaan menjadikan permasalah
utama saat ini. Pada keterbatasan sumber daya tersebut, selain meningkatkan ketersediaan
(supply) prasarana, dibutuhkan upaya optimalisasi dan peningkatan kinerja prasarana dan
fasilitas yang sudah ada. Sistem yang sudah ada harus dioptimalkan dan bila memungkinkan
sistem yang sudah ada dapat ditingkatkan dengan perkembangan sistem untuk mendapatkan
kinerja yang lebih baik. Hal yang perlu ditinjau adalah besar arus kendaraan yang masuk ke
simpangan memiliki fluktuasi yang cukup tinggi, membuat pengaturan simpangan bersinyal
dengan traffic light yang memiliki kontroler tetap dirasa kurang optimal untuk kinerja
persimpangan karena masih belum dapat menyesuaikan dengan fluktuasi arus yang tidak
menentu, karena hanya bedasarkan arus puncak setiap lengan. Kendali simpangan
bedasarkan fluktuasi arus (fully actuated signals) yang masuk simpangan dari semua lengan,
atau dari simpangan lain yang berpengaruh perlu dikembangkan. Diharapkan perkembangan
ini dapat mengurangi waktu tundaan serta antrian, sehingga dapat meningkatkan kinerja
persimpangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan waktu optimal traffic light
ada setiap lengan simpang bersinyal dengan fluktuasi arus yang berbeda dengan
menggunakan MKJI 1997.
II. TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Simpang Jalan
Simpang jalan adalah simpul jalan raya yang terbentuk dari beberapa pendekatan,
dimana arus kendaraan dari berbagai pendekatan tersebut bertemu dan memencar
meninggalkan simpang. Pada jalan raya dikenal ada tiga macam pertemuan jalan yaitu:
pertemuan sebidang, pertemuan tidak sebidang, persimpangan jalan. (di kutip dari
http://adhimuhtadi.dosen.narotama.ac.id/bahan-ajar/. Adhi Muhtadi: Pertemua ke-6
Persimpangan)
Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalu lintas baik yang menerus maupun
yang membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus lalu lintas tersebut
telah melampaui akan tampak dengan munculnya tanda-tanda kemacetan lalu lintas.
Pertemuan ini terdiri dari beberapa cabang yang dikelompokkan menurut cabangnya yaitu:
pertemuan sebidang bercabang tiga, pertemuan sebidang bercabang empat, pertemuan
sebidang bercabang banyak.
Dalam perancangan persimpangan sebidang perlu mempertimbangkan elemen
dasar (Direktorat Jendral Bina Marga, 1993:5):
a. Pertimbangan lalu lintas
Harus diperhatikan mengenai volume lalu lintas, kecepatan kandaraan, banyaknya
kendaraan yang berbelok, banyaknya pejalan kaki dan tipe pengendalian lalu lintas.
b. Topografi dan Lingkungan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 137
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Lokasi dan desain persimpangan dipengaruhi oleh banyak factor antara lain, yaitu
alinemen jalan, jalan masuk dan lain-lainnya.
c. Faktor ekonomis
Estimasi biaya konstruksi persimpangan akan mempengaruhi perencanaan dan desain.
Selain itu perlu dipertimbangkan keuntungan lalu lintas, seperti keamanan, kelambatan
(dealy) dan biaya operasi kendaraan.
d. Faktor manusia
Seperti kebiasaan mengemudi, waktu pengambilan keputusan, dan waktu
reaksi.
2.2 Macam Persimpangan
2.2.1 Simpang Bersinyal
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari system kendali waktu
tetap yang dirangkai atau sinyal aktuasi kendaraan terisolir, biasanya memerlukan metode
dan pengkat lunak khusus dalam analisanya (MKJI, 1977 2-2).
Pada umumnya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan
berikut:
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas, sehingga
terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi
lalu lintas jam puncak.
2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang
(kecil) untuk/memotong jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraan-
kendaraan dari arah yang bertentangan.
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas terutama
adalah fungsi dari keadaan geometric dan tuntutan lalu lintas. Dengan menggunakan sinyal,
perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekatan melalui
pengalokasian waktu hujai pada masing-masing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung
kapasitas dan perilaku lalu lintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal yang
paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau (MKJI, 1997).
Penggunaan sinyal dengan lampu lalu lintas diterapkan untuk memisahkan lintasan
dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini
adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan
yang saling berpotongan (konflik-konflik utama). Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk
memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan
gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua).
2.2.2 Simpang Tak Bersinyal
Jenis simpang jalan yang paling banyak dijumpai diperkotaan adalah simpang jalan
tak bersinyal. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalu lintas di jalan minor dan
pergerakan berbelok sedikit. Namun apabila arus lalu lintas di jalan utama sangat tinggi
sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di jalan minor meningkat, maka
dipertimbangkan adanya sinyal lalu lintas.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 138
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Simpang tak bersinyal secara formal dikendalikan oleh aturan dasar lalu lintas
Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan dari kiri. Ukuran-ukuran yang menjadi
dasar kinerja simpang tak bersinyal adalah kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan dan
peluang antrian (MKJI, 1997).
2.3 Perencanaan Simpang Tak Bersinyal
2.3.1 Kondisi Geometri Lalu Lintas dan Lingkungan
Perhitungan dikerjakan sebagai kapasitas simpang, tipe jalan dapat berupa
komersia, pemukiman atau akses.
2.3.2 Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik
pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT
(Lalu lintas harian rata-rata tahunan). Arus lalu lintas yang digunakan dalam analisis
kapasitas simpang dipakai arus lalu lintas yang paling padat per jam dari keseluruhan
gerakan kendaraan. Arus kendaraan total adalah kendaraan perjam untuk masing-masing
gerakan dihitung dengan % kendaraan konversi yaitu mobil penumpang.
Qsmp = Qkend x Fsmp………….. …………………………………………………..(1)
Dengan:
Qsmp = arus total pada persimpangan (smp/jam)
Qkend = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)
Fsmp = faktor smp
Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang misalnya
jalan dengan klasifikasi fungsional tinggi. Faktor smp untuk berbagai jenis kendaraan dapat
dihitung dengan rumus:
Fsmp = (LV% x empLV + HV% x empHV + MC% x empMC)/100 ……………………(2)
Qsmp = Qkend x Fsmp……………………………………………………….…………..(3)
Dengan:
Qsmp =arus total pada persimpangan (smp/jam)
Qkend = arus pada masing-masing simpang (smp/jam)
Fsmp = faktor smp
Fsmp di dapat dari perkalian smp dengan komposisi arus lalu lintas kendaraan bermotor
dan tak bermotor.
2.3.3 Lebar Pendekat dan Tipe Simpang
Pendekat merupakan daerah lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri
sebelum keluar melewati garis henti. Lebar pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 139
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
imajiner yang menghubungkan tipe perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap
mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing pendekat.
Gambar 1: Lebar pendekatan
Jumlah lajur digunakan untuk keperluan perhitungan yang ditentukan dari lebar
rata-rata pendekatan jalan minor dan jalan utama.
Tabel 2.1 Hubungan Lebar Pendekat dengan Jumlah Lajur
Lebar rata-rata pendekat
minor dan mayor, WBD,
WAC (m)
Jumlah
lajur
WBD = (b/2 + d/2)/2 <5,5
>5,5
2
4
WAC = (a/2 + c/2)/2 <5,5
>5,5
2
4
Sumber: Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.3.4 Menentukan Kapasitas
Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk suatu kondisi
tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas dasar (smp/jam)
ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan besarnya kapasitas dasar dapat
dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
BDjalan minor ACjalan utama
A
a b
c
C
B
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 140
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Tabel 2 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang
Tipe simpang
(IT)
Kapasitas dasar
(smp/jam)
322 2700
342 2900
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber: Tabel B-2: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.3.4.1 Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw)
Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) ini merupakan faktor penyesuaian untuk
kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. Faktor ini diperoleh
dari rumus tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 3 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat
Tipe simpang Faktor penyesuaia
lebar pendekat (Fw)
1 2
422 0,7 + 0,0866 W1
424 atau 444 0,61 + 0,074 W1
322 0,076 W1
324 0,62 + 0,0646 W1
342 0,0698 W1
Sumber: B-3: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.3.4.2 Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs)
Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variabel besar kecilnya jumlah penduduk dalam
juta, seperti tercantum dalam tabel 4 di bawah ini.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 141
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Tabel 4 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Ukuran
kota
(CS)
Penduduk
(juta)
Faktor
penyesuaian
ukuran kota
Sangat
kecil <0,1 0,82
Kecil 0,1 – 0,5 0,88
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 1,00
Sangat
besar < 3,0 1,05
Sumber : Tabel B-4: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.3.4.3 Faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan, dan kendaraan tak
bermotor (FRSU)
Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor
(FRSU), dihitung menggunkan tabel 2.5, dengan variabel masukan adalah tipe lingkungan
jalan (RE), kelas hambatan samping (SF) dan rasio kendaraan tak bermotor UM/MV berikut.
Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping Kendaraan Tak
Bermotor (FRSU)
Sumber : Tabel B-4: 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Kelas tipe
lingkungan
jalan (RE)
Kelas
hambatan
Samping
(SF)
Rasio Kendaraan tak bermotor (RUM)
0,00 0,05 0,03 0,15 0,20 >0,25
Komersial
Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0.80 0,77 0,71
rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Permukiman
Tinggi 0,96 0,91 0,87 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,88 0,83 0,78 0,73
rendah 0,98 0,93 0,89 0,84 0,79 0,74
Akses terbatas
Tinggi/
Sedang/
rendah
1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 142
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Formula yang digunakan dalam pencarian faktor penyesuaian belok kiri ini adalah
FLT = 0,84 + 1,61 PLT………..............................................................(4)
Kapasitas
Kapasita persimpangan secara menyeluruh dapat diperoleh dengan rumus
C = Co x Fw x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI (smp/jam).................. (5)
Dengan:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
Fw = Faktor koreksi lebar masuk
FM = Faktor koreksi tipe median jalan utama
FCS = Faktor koreksi ukuran kota
FRSU = Faktor penyesuaian kendaraan tak bermotor dan hambatan samping dan
lingkungan jalan.
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan simpang
Perilaku Lalu Lintas
Perilaku lalulintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional
fasilitas lalulintas, perilaku lalulintas pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat
kejenuhan dan tundaan peluang antrian.
2.3.4.4 Derajat kejenuhan (DS) Derajat kejenuhan merupakan rasio lalulintas terhadap kapasitas. Jika yang diukur
adalah kejenuhan suatu simpang maka derajat kejenuhan disini merupakan perbandingan
dari total arus lalulintas (smp/jam) terhadap besarnya kapasitas pada suatu persimpangan
(smp/jam).
Derajat kejenuhan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
DS = QTOT / C………………....................................................................................... (6)
Dengan:
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
QTOT = jumlah arus total pada simpang (smp/jam)
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 143
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
III. METODE PENELITIAN
3.1.Lokasi Simpang
Gambar 1. Simpang Pertemuan Jalan Gajah Mada dan Jalan HOS Cokroaminoto
IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN
4.1 Data Geometrik Simpangan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 144
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
4.2 Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di daerah sekitar simpang sebagian besar dimanfaatkan untuk tempat
tinggal dan ruko. Hambatan samping untuk jalan ini relatif sedang. Persimpangan ini juga
merupakan titik pertemuan untuk jalan yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan seperti
pertokoan, perkantoran, dan tempat pendidikan.
4.3 Data Lalu Lintas
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 145
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Total arus lalu lintas pada pendekat utara untuk gerakan lurus pada simpang Jl. Gajah Mada
– Jl. HOS Cokroaminoto adalah sebagai berikut:
Lurus :
LV = 22 k end /jam
HV = 4 k en d/ja m
MC = 313 kend/jam +
Total = 339 kend/jam
Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya = 339 kend/jam
Kemudian perlu diketahui jumlah kendaraan dalam satuan smp/jam dengan
mengekivalenkan ke mobil penumpang, yaitu:
Lurus :
LV = 22 x 1,0 = 22 sm p/ jam
HV = 4 x 1,3 = 5,2 s mp /jam
MC = 313 x 0,4 = 125,2 smp/jam +
Total = 152,4 smp/jam
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 146
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Perhitungan Panjang Antrian dengan Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Setelah diperoleh data arus lalu lintas dalam satuan smp/jam, selanjutnya adalah menentukan
panjang antrian dengan menggunakan metode MKJI 1997.
1. Perhitungan Panjang Antrian Tiap Pendekat Simpang Jl. Gajah Mada –
Jl. HOS Cokroaminoto.
a. Pendekat Timur
ü Kendaraan tidak bermotor (UM) memiliki rasio = 21/744 = 0,028
ü Lebar Efektif (We)
Bedasarkan survei langsung dilapangan diperoleh We = 4,50
ü Arus Jenuh (S)
Arus jenuh dapat dinyatakan dengan rumus:
S = So. Fcs. Fsf. Fg. Fp. Frt.Flt
Dimana:
So adalah arus jenuh dasar. Untuk suatu ruas jalan (pendekat) terlindung yaitu tidak
terjadi konflik antara kendaraan yang berbelok dengan lalu lintas yang berlawanan maka
penentuan ruas jenuh dasar (So) ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif (We) yaitu:
So = 600. We
= 600. 4,50
= 2700 smp/jam
Dimana arus jenuh dasar (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau.
Fcs = Faktor penyesuaian ukuran Kota, bedasarkan jumlah penduduk Kota Tuban yakni
sebesar 1.107.691 jiwa (berada pada range 1 – 3 juta jiwa), maka nilai Fcs = 1,00
Faktor penyesuaian hambatan samping, Fsf = 0,95 (Bedasarkan kelas hambatan samping
dari lingkungan jalan adalah termasuk kawasan komersial dengan hambatan samping
rendah, merupakan jalan dua arah yang tidak dipisahkan oleh median dengan tipe fase
terlindung, nilai rasio kendaraan tak bermotor = 1,00).
Faktor penyesuaian terhadap kelandaian (G), bedasarkan naik (+) atau turun (-) permukaan
jalan Fg = 1,00 (mendatar).
Fp= Faktor penyesuaian parkir (P), bedasarkan jarak henti kendaraan parkir Fp = 1,00
Frt = Faktor penyesuaian belok kanan, ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kanan
Prt, maka nilai Frt = 1,00
Flt = Faktor penyesuaian belok kiri, ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri Flt,
maka nilai Flt = 1,00
Maka,
S = So. Fcs. Fsf. Fg. Fp. Frt.Flt
= 2700. 1,00. 0,94. 1,00. 1,00. 1,00. 1,00
= 2538 smp/jam
Dimana arus jenuh (S) diasumsikan tetap selama waktu hijau.
ü Waktu siklus (c)
Pengamatan waktu siklus bedasarkan dari pengamatan langsung
di lapangan yaitu: waktu siklus (c) = 91 detik, waktu hijau = 41 detik. Dan setelah
disesuaikan yaitu: waktu siklus (c) = 103
detik, waktu hijau = 46 detik.
ü Kapasitas (C) dan derajat kejenuhan (DS)
Kapasitas pendekat (C) diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c)
yaitu:
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 147
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
C = (S x g)/c
= (2538 x 46)/103
= 1136
Derajat kejenuhan diperoleh dengan rumus:
DS = Q/C
= 613/1136
=0,540
4.5 Analisis Simpang dengan Menggunakan MKJI 1997
Simpang Jl. Gajah Mada – Jl. HOS Cokroaminoto merupakan simpang dengan pengaturan
traffic light 3 fase. Formulir SIG I memuat data terkait dengan letak simpang di Kota Tuban
dengan jumlah penduduk ± 1.107.691 jiwa (BPS Jawa Timur tahun 2010) dan mengenai
informasi geometrik telah dijelaskan sebelumnya.
V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil tahap-tahap yang dilakukan berupa analisis simpang dengan waktu traffic light
metode MKJI 1997, maka didapat suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Teori Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, dapat digunakan untuk prosedur penentuan
waktu sinyal tidak tetap (fully actuated signal).
2. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari senin adalah:
a. Pendekat utara
Merah : 70 detik menjadi 80 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 20 detik.
b. Pendekat selatan
Merah : 70 detik menjadi 80 detik.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 148
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Hijau : 18 detik menjadi 20 detik.
c. Pendekat timur
Merah : 50 detik menjadi 54 detik.
Hijau : 41 detik menjadi 46 detik.
d. Pendekat barat
Merah : 74 detik menjadi 90 detik.
Hijau : 14 detik menjadi 10 detik.
3. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari selasa adalah:
a. Pendekat utara
Merah : 70 detik menjadi 71 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 29 detik.
b. Pendekat selatan
Merah : 70 detik menjadi 71 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 29 detik.
c. Pendekat timur
Merah : 50 detik menjadi 75 detik.
Hijau : 41 detik menjadi 25 detik.
d. Pendekat barat
Merah : 74 detik menjadi 82 detik.
Hijau : 14 detik menjadi 18 detik.
4. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari rabu adalah:
a. Pendekat utara
Merah : 70 detik menjadi 74 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 26 detik.
b. Pendekat selatan
Merah : 70 detik menjadi 74 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 26 detik.
c. Pendekat timur
Merah : 50 detik menjadi 55 detik.
Hijau : 41 detik menjadi 45 detik.
d. Pendekat barat
Merah : 74 detik menjadi 90 detik.
Hijau : 14 detik menjadi 10 detik.
5. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari kamis adalah:
a. Pendekat utara
Merah : 70 detik menjadi 78 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 22 detik.
b. Pendekat selatan
Merah : 70 detik menjadi 78 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 22 detik.
c. Pendekat timur
Merah : 50 detik menjadi 76 detik.
Hijau : 41 detik menjadi 24 detik.
d. Pendekat barat
Merah : 74 detik menjadi 78 detik.
Hijau : 14 detik menjadi 22 detik.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 149
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
6. Waktu traffic light yang telah disesuaikan untuk hari jum‟at adalah:
a. Pendekat utara
Merah : 70 detik menjadi 75 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 25 detik.
b. Pendekat selatan
Merah : 70 detik menjadi 75 detik.
Hijau : 18 detik menjadi 25 detik.
c. Pendekat timur
Merah : 50 detik menjadi 65 detik.
Hijau : 41 detik menjadi 35 detik.
d. Pendekat barat
Merah : 74 detik menjadi 90 detik.
Hijau : 14 detik menjadi 10 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Derektorat Jendral Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Jakarta 1970
Direktorat Jendral Bina Marga, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Jakarta.
Harianto, Joni, 2004, Perencanaan Persimpangan Tidak Sebindang pada Jalan
Raya, Jurusan Teknik Sipil, universitas Sumatera Utara.
Hobbs, F.D. (1995). Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Gajah Mada University Press,
Jogjakarta.
http://maps.google.com.
http://jatim.bps.go.id/?p=169.
Morlok, Edward. K. (1995), Pengaturan Teknik dan Perencanaan Trasportasi, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Nasution, H. M. N. Manajemen Transportasi. Bandung, Ghalia, 1996.
Suarjoko Warpani, ”Rekayasa Lalu Lintas”, Jakarta 1985.
Warpani, Suwardjoko. Analisis Kota & Daerah. Bandung, Penerbit ITB, 1984.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 150
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Halaman ini sengaja dikosongkan
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 151
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
SISTEM APLIKASI PENJUALAN
BAHAN BANGUNAN BERBASIS CLIENT SERVER
Kemal Farouq, Angga
Program studi Teknik Informatika Fakultas Tekniki Universitas Islam Lamongan
ABSTRAK
Perkembangan teknologi informasi masyarakat untuk mendapatkan ilmu dan
pengetahuan khususnya di bidang kopmputer dalam rangka menjawab tantangan dunia
kerja. Telah menjadi tekad para pendiri lembaga ini untuk membantu memberikan informasi
dan pendidikan masyarakat kota lamongan dalam wujud pengimplementasian sistem
informasi pada pusat perdagangan dalam masyarakat pada bidang pendidikan komnputer.
Apabila Pada Toko Angela perkembangan sistem informasi bertambah setiap tahunnya
memberikan konsekuen yang cukup serius dalam penanganan, pengolahan dan pengoprasian
layanan kegiatan. Hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar di dalam pelayanan
kepada perdagangan toko. Dengan adanya permasalahan seperti di atas maka perlu di
adakan pembenahan terhadap sistem yang sedang berjalan sehingga di buatlah sebuah
pemecahan masalah dengan melakukan sistem komputerisasi untuk menangani kegiatan
informasi penjualan dengan judul “Sistem Aplikasi Penjualan Bahan Bangunan Berbasis
Client Server”
Kata Kunci : Materials, Visual Basic.Net 2010, Client Server
I. Pendahuluan
Memuat Latar Belakang, dan Tujuan serta Kegunaan Hasil Penelitian. Dimana muatan
muatan tersebut dijelaskan sebagai berikut;
1. Latar Belakang
Pada Apabila pengolahan data tidak teratur dan tidak terkoordinasi dengan baik akan
mengakibatkan sulitnya mengetahui data dan informasi secara tepat dan akurat. Hampir di
semua perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan maupun industri membutuhkan
suatu sistem informasi yang baik terutama sistem informasi penjualan, agar dalam
kegiatannya dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Keadaan tersebut menyebabkan
banyaknya perusahaan yang meningkatkan pengembangan dibidang penjualan untuk
meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi dan agar dapat mengolah data dengan mudah,
cepat dan akurat.
Toko Angela membutuhkan program penjualan yang lebih baik, cepat dan efisen. Toko
Angela masih mengalami permasalahan yaitu proses pengolahan data penjualan masih
manual, terjadi penumpukan arsip yang tidak teratur dan belum tersedianya tempat
penyimpanan arsip, sehingga keamanan dari datanya kurang terjamin. Selain dari waktu
yang banyak terbuang dari proses pencarian data pun mengalami kesulitan dan sering
terjadi kesalahan dalam pengolahan data.
Seorang karyawan hanya membutuhkan waktu kurang lebih lima menit untuk mencari
bahan bangunan yang di maksud dengan kriteria yang di ajukan oleh konsumen.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 152
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk membuat judul “Sistim
Aplikasi Penjualan Bahan Bangunan di Toko Angela Berbasis Client Server”. Sehinga
diharapkan dengan mengunakan Aplikasi tersebut, Penjualan Di Toko Angela dapat lebih
efesien dan efektif.
2. Tujuan dan Kegunaan Hasil Peneliti
Dalam pembuatan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari kinerja dari
pada para staff tata usaha. Berikut beberapa tujuan dari pemnuatan penelitian ini :
1. Agar bisa menghasilkan program guna mengatur pembayaran konsumen,
penyimpanan arsip data dan penghasilan di Toko Angela bisa menghasilkan penjualan
menjadi lebih efesien dan efektif di Toko Angela.
2. Memberikan laporan penjualan berupa print out dari data penjualan tersebut.
II. Landasan Teori
Memuat teori teori yang digunakan dalam proses penulisan jurnal ini. Teori teori yang
dikutip adalah buku buku yang disebutkan di dalam Daftar Pustaka
2.1 Konsep Dasar Sistem
Sistem informasi dalam suatu organisasi dapat di katan sebagai suatu sistem yang
menyediakan informasi bagi semua tingkatan dalam organisasi tersebut kapan saja
diperlukan. Sistem ini menyimpan, mengambil, mengubah, mengolah, dan
negkomunikasikan informasi atau peralatan sistem lainnya.
Informasi dalam suatu lingkungan sistem informasi harus mempunyai persyaratan umum
sebagai berikut :
1. Harus diketahui oleh penerima sebagai referensi yang tepat.
2. Harus mempunyai surprise, yaitu hal yang sudah diketahui hendaknya jangan di berikan.
3. Harus dapat menuntun pemakai untuk membuat keputusan. Suatu keputusan tidak selalu
menuntut adanya tindakan.
Sistem informasi harus mempunyai beberapa sifat seperti :
2.1 Pemrosesan informasi yang efektif. Hal ini berhubungan dengan pengujian terhadap data
yang masuk, pemakaian perangkat keras dan perangkat lunak yang sesuai.
2.2 Keluwesan. Sistem informasi hendaknya cukup luwes untuk menangani suatu macam
operasi.
2.3 Kepuasan pemakai. Halyang paling penting adalah pemakai mengetahui dan puas
terhadap sistem informasi.
2.2 Pengolahan Data.
Untuk mengasilkan informasi dari data-data yang relevan harus melalui suatu sistem
yang di sebut sebagai sistem pengolahan data meliputi sejumlah proses, peralatan dan tenaga
pelaksanaan yang saling berhubungan dan berkaitan.
Pengolahan data sebagai serangkaian operasi atas informasi yang direncanakan, guna
mencapai tujuan atau hasil yang di inginkan.
Definisi pengolahan data adalah suatu bahan mentah yang di olah sedemikian rupa
sehingga mengasilkan suatu informasi.
1) Siklus pengolahan data baik yang manual maupun yang menggunakan computer
mengalami siklus pengolahan data yang terdiri dari tiga tahap yaitu sebagai berikut :
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 153
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Gambar 1. Siklus Pengolahan Data
1) Data di masukkan ke computer dalam bentuk yang di mengerti oleh computer
(input)
2) Data di proses sesuai dengan intruksi yang di terima computer
3) Hasil pengolahan (output), berupa data yang dapat di mengerti dan berguna untuk
manusia.
III. Isi Makalah
Dalam isi makalah akan membahas mengenai batasan sistem, output data, metodologi,
dan ujicoba pendukung.
3.1 Batasan sistem
Adapun batasan masalah program yang akan dibuat sebagai berikut:
1) Perancang dan pembuatan program sistem penjualan material di Toko Angela
2) Dalam program ini menampilkan data transaksi, laporan data barang, dan juga laporan
pendapatan keuangan.
3) Dalam program ini menyimpan data pengiriman material pembangunan yang sudah
dibeli.
4) Aplikasi ini dibuat dengan mengunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual
Basic.Net 2010 dan SQL Server.
3.2 Output Data
Dalam penelitian ini mengasilkan out data guna membantu kinerja di Toko Angela
sehingga menjadi lebih baik lagi. Berikut beberapa hasil yang telah di capai dalam
pembuatan aplikasi penjualan bahan bangunan.
1. Laporan cetak data prin out
2. Data dapat di export menjadi file dengan pilihan format (Ms. Word, Ms. Exel dan
PDF)
3.3 Permasalahan Umum
Berikut adalah pemaparan permasalahan yang di hadapi di Toko Angela :
1. Bagaimana cara mengelola data keuangan di Toko Angela
2. Bagaimana cara staff admin membuat laporan dengan mudah dan cepat
3. Bagaimana cara membuat program guna membantu mengatur keuangan di Toko
Angela
3.4 Metodologi Penelitian atau Rancangan Sistem yang Di Gunakan.
1) Penelitian Lapangan
Riset lapangan yaitu melakukan tinjauan langsung kelapangan guna mengetahui
persoalan yang sedang terjadi :
a. Pengamatan
INPUT PROSES OUTPUT
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 154
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Yaitu melakukan pengamatan data dan juga pengumpulan informasi – informasi dari
sumber yang sedang di buat penelitian.
b. Wawancara
Yaitu melakukan sebuah pengumpulan data dengan cara interview langsung pada
sumber yang terkait dalam sebuak instansi.
2) Studi Literatur
Yaitu pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku dan literature yang
tertulis dan lannya yang berhubungan dengan masalah yang di bahas.
3.5 Ujicoba dan Pendukung
Pengujian suatu sistem atau aplikasi yang telah dibuat, perlu dilakukan sebelum aplikasi
tersebut digunakan. Uji coba sistem merupakan salah satu bagian penting dalam menjamin
kualitas aplikasi. Uji coba sistem ini dilakukan untuk menemukan beberapa kesalahan yang
disebabkan oleh proses perancangan maupun proses implementasi yang belum sesuai
dengan perancangan sistem tersebut. Uji coba sistem untuk aplikasi penentuan kelulusan
unas siswa dengan metode SAW ini dilakukan dengan dua metode uji coba yakni uji coba
sistem dan uji coba program.
a. Menu login berfungsi untuk masuk kedalam proses aplikasi :
Gambar 1 Tampilan Menu Login
b. Setelah kita login. Yang kita jumpai di menu utama adalah file. Yang terdiri dari Master
data dan Data transaksai. Master data dan data transaksi.
Gambar 2 Menu Utama
c. Form barang ini ialah tempat penyimpanan data barang. Dan juga ada Input, update,
delete sudah sesuai dengan yang diharapkan.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 155
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Gambar 3 Barang
d. Dalam form penjualan ini adalah form yang menjelaskan tentang barang apa saja yang
sudah terjual. Atau sebagai laporan data penjualan kepada pemilik toko.
Gambar 4 penjualan
e. Dalam form penjualan ini adalah form yang menjelaskan tentang barang apa saja yang
sudah terjual. Atau sebagai laporan data penjualan kepada pemilik toko.
Gambar Printout Data Penjualan
f. Form pemesanan ini menjelaskan tentang pengecekan barang apa saja yang sudah di
pesan oleh customer. Yang barangnya masih di dalam toko dan belum di ambil. Dan
pembayarannya masih belum lunas atau sudah lunas. Dan nanti admin akan mengecek
print out datanya atau notta yang di bawa oleh customer.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 156
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Gambar 5 Pemesanan Barang
g. Dalam Form jenis barang ini ialah form yang dimana tempat jenis barang-barang yang di
kelompokkan.
Gambar 6 Jenis Barang
h. Form pembayaran ini menjelaskan tentang data pembayaran barang yang sudah di beli.
Baik itu lunas atau masih belum lunas.
Gambar 7 Pembayaran Barang
i. Data print out pembayaran ini sebagai tanda bukti pembayaran barang yang sudah di
beli. Baik itu lunas atau masih belum lunas.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 157
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
Gambar 8 Prinout Data Pembayaran
j. Data print out pemesana ini menjelaskan tentang sebagai bukti pemesanan barang yang
sudah di pesan, tetapi barangnya masih di toko. Baik sudah di bayar lunas maupun masih
belum lunas.
Gambar 9 Printout Pemesanan Barang
IV. Kesimpulan dan Saran
Di bawah ini adalah penutup dari pembuatan jurnal penelitian ini. Berikut kesimpulan
dan saran yang telah di rangkum.
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pengujian dan analisa program, maka dapat di peroleh
simpulan sebagai berikut :
1. Sistem aplikasi sudah dapat melakukan proses penyimpanan, penghapusan, dan
update data untuk data toko.
2. Sudah dapat merancang dan membuat suatu sistem komputerisasi yang dapat di
gunakan untuk menunjang kinerja karyawan.
J u r n a l E k s a k t a V o l 2 N o 2 S e p t e m b e r 2 0 1 4 | 158
Jurnal Ilmu Eksakta ISSN : 2302-3791
3. Dapat meningkatkan kemampuan pengolahan data penjualan. Pengolahan yang di
maksud meliputi kelengkapan data, perincian data, keamanan data, kerahasiaan
data, cara-cara pemasukan dan pengambilan data.
4. Selain proses penjualan, sistem dapat memberikan informasi data tentang stock
barang.
4.2 Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat berguna dalam meningkatkan kinerja
sistem yang telah berjalan saat ini, yaitu :
1. Untuk menjaga atau pemeliharaan sistem, pemakai sistem hendaknya memakai
duplikat yang berguna untuk mengganti sistem induk apabila terjadi kesalhan.
2. Pihak Administrator harus senangtiasa menjaga dan mengupdate sistem aplikasi ini
agar lebih sempurna dan lebih terperinci laporan penjualannya dari yang ini.
.
Daftar Pustaka
[1] Agustina Maria S, Sri Sulistiani, 2011, Panduan Praktis Microsoft Visio 2010.
Penerbit : Andi, Yogyakarta
[2] Atashi. January 29, 2010. Pengertian erd dan DFD.
http://avfah.wordpress.com/2010/01/29/pengertian-erd-dan-dfd/
[3] Cyber Komputer. April 4 2013. 1:15 pm .Pengertian SQL Server,. http://infoter-
lengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-sql-server-dan-contohnya.html /
[4] Hidayatullah, Priyanto. Oktober 2012. Visual basic.net membuat aplikasi database dan
program kreatif. Penerbit : Informatika, Bandung. Bandung.
[5] Sadeli, Muhammad. September 2012. 4 Pemrograman database dengan Visual Basic
2010 untuk orang awam. Penerbit : Maxikom, Palembang.