23
i KETIDAKJUJURAN AKADEMIS DALAM RUANG LINGKUP PERGURUAN TINGGI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS MAKALAH Diajukan untuk melaksanakan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia oleh AMANDA KISTILENSA NRP: 0922079 Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2009

Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

  • Upload
    inficio

  • View
    1.711

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dari Abstraksi:Mengapa keberadaan ketidakjujuran akademis begitu prominen di dunia pendidikan Indonesia? Penulis akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan meninjau data yang didapatkan melalui kuesioner yang ditujukan pada pelajar dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Kuesioner ini akan mengevaluasi frekuensi pelaksanaan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai ketidakjujuran akademis berdasarkan jenisnya, yang akan dipaparkan dalam makalah ini, serta faktor yang mendorong pelaksanaan tindakan itu.

Citation preview

Page 1: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

i

KETIDAKJUJURAN AKADEMIS DALAM RUANG LINGKUP

PERGURUAN TINGGI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

MAKALAH

Diajukan untuk melaksanakan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia

oleh AMANDA KISTILENSA

NRP: 0922079

Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2009

Page 2: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

ii

KATA PENGANTAR Penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas rahmat-Nya

makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Berikutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantunya dalam pembuatan makalah ini, di antaranya: dosen mata kuliah Bahasa Indonesia

yang telah memberi banyak bimbingan, T. Fajar Sinaga, S.T., M.T., responden dari SMAN 1

Bandung serta dari jurusan Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha, yang membantu

dalam pengumpulan hasil kuesioner, Rahman Rasyidi dan Ajeng Miranti. Nahla Tetrimulya dan

Philipus Ezra, yang telah memberikan asistensi dalam penjumlahan hasil kuesioner, serta rekan-

rekan dekat penulis yang telah memberi banyak dukungan moral, juga telah berjasa besar dalam

proses penulisan makalah ini.

Penulis juga ingin menyampaikan rasa syukur kepada semua responden kuesioner yang—secara

tidak langsung, namun secara signifikan—membantu penulisan makalah ini. Walau penulis

menghadapi banyak tantangan, pada akhirnya penyusunan makalah dapat diselesaikan berkat

asistensi yang berlimpah dari pihak-pihak tersebut.

Walau penulis merasa penyusunan makalah ini cukup sukses, penulis menyadari kemampuan

penyusunan makalahnya bisa ditingkatkan lagi; kritik atau saran, baik untuk makalah ini maupun

gaya penulisan secara keseluruhan, akan diterima dengan senang hati.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat pada pembaca.

Bandung, Desember 2009,

Penulis

Amanda Kistilensa

Page 3: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

iii

ABSTRAKSI Moral suatu bangsa dapat dinilai dari moral kaum berpendidikannya, dan pada saat ini, suatu

“penyakit” telah menjangkit moral kaum berpendidikan, pelajar, Indonesia. “Penyakit” ini

menyandang nama academic dishonesty, atau ketidakjujuran akademis. “Penyakit” ini tidak

hanya ditemukan pada strata pendidikan dasar, seperti SMA (Sekolah Menengah Atas); dalam

perguruan tinggi pun ketidakjujuran akademis tetap marak.

Mengapa keberadaan ketidakjujuran akademis begitu prominen di dunia pendidikan Indonesia?

Penulis akan mencoba menjawab pertanyaan ini dengan meninjau data yang didapatkan melalui

kuesioner yang ditujukan pada pelajar dengan tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi.

Kuesioner ini akan mengevaluasi frekuensi pelaksanaan tindakan yang dapat dikategorikan

sebagai ketidakjujuran akademis berdasarkan jenisnya, yang akan dipaparkan dalam makalah ini,

serta faktor yang mendorong pelaksanaan tindakan itu.

Penulis berharap isi dari makalah ini akan membekas pada pembaca, yang diharapkan juga

berasal dari kaum berpendidikan bangsa Indonesia. Penulis tidak ingin sekadar memaparkan

statistik ke hadapan pembaca; penulis juga berharap pembaca, yang mungkin telah melakukan

beberapa tindakan yang dapat dianggap ketidakjujuran akademis, mendapatkan “pencerahan”

dengan peninjauan fenomena ketidakjujuran akademis secara ilmiah dalam makalah ini.

Page 4: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................... i

Abstraksi ........................................................................................................................................ ii

Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii

Daftar Grafik, Tabel dan Lampiran .......................................................................................... iv

Bab I: Pendahuluan ...................................................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................................... 1

I.2 Deskripsi Masalah .................................................................................................................. 1

I.3 Definisi Masalah .................................................................................................................... 2

I.4 Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2

I.5 Tujuan Penulisan .................................................................................................................... 2

I.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 2

Bab II: Landasan Pemikiran ........................................................................................................ 4

II.1 Definisi Ketidakjujuran Akademis ....................................................................................... 4

II.2 Jenis Ketidakjujuran Akademis ............................................................................................ 4

II.3 Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................................................ 7

Bab III: Data dan Pembahasan ................................................................................................... 8

III.1 Metode Penelitian ................................................................................................................ 8

III.2 Hasil untuk Tiap Tingkat Pendidikan .................................................................................. 9

III.3 Hasil untuk Tiap Jurusan ................................................................................................... 11

Bab IV: Kesimpulan dan Saran ................................................................................................. 15

IV.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 15

IV.2 Saran .................................................................................................................................. 16

Daftar Acuan ............................................................................................................................... 17

Page 5: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

v

DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN

Tabel 1.1 Jumlah Responden Kuesioner ..................................................................................... 8

Tabel 1.2 Contoh Kasus Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis ................................. 8

Tabel 1.3: Alasan Pelaksanaan Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis .................... 9

Tabel 2.1: Bagian A, Perguruan Tinggi dan SMA ..................................................................... 9

Tabel 2.2: Bagian B, Perguruan Tinggi dan SMA ................................................................... 10

Tabel 3.1: Bagian A, Teknik Elektro & Kedokteran Umum .................................................. 11

Tabel 3.2: Bagian B, Teknik Elektro & Kedokteran Umum................................................... 12

Tabel 3.3: Bagian A, IPA dan IPS ............................................................................................. 13

Tabel 3.4: Bagian B, IPA dan IPS ............................................................................................. 14

Lampiran 1: Teks Kuesioner ..................................................................................................... 18

Page 6: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

1

BAB 1: PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kecurangan dan ketidakjujuran akademis lainnya bukan masalah yang baru. Perilaku ini sudah

ada sejak tes ada, dan kemungkinan besar akan terus ada selama pelajar diuji. Pernyataan

tersebut, yang berasal dari Whitley dan Keith-Spiegel (2002:3), juga berlaku di Indonesia.

Ketidakjujuran akademis adalah fenomena yang sering ditemukan di dunia pendidikan

Indonesia, dan tidak sebagai fenomena yang baru, atau fenomena yang terbatas pada satu ruang

lingkup saja. Ketidakjujuran akademis dapat ditemukan di institusi pendidikan tingkat manapun.

Walau keberadaan ketidakjujuran akademis di dunia pendidikan tidak mungkin ditiadakan

sepenuhnya, masalah ini tetap harus diperlakukan secara serius oleh akademisi Indonesia.

Ketidakjujuran akademis dapat memunculkan ketidakseimbangan dalam pencapaian prestasi—

misalnya, seseorang yang berbuat curang mendapatkan nilai lebih bagus dari yang jujur—yang

akan menurunkan motivasi belajar pelajar dan kepercayaan masyarakat pada institusi

pendidikan1 . Suatu masalah harus dikenali sebelum dapat ditangani, dan hal itu baru dapat

dilakukan ketika penjelasan komprehensif akan masalah tersebut—ketidakjujuran akademis—

tersedia.

I.2 DESKRIPSI MASALAH Sesuai dengan yang telah dituliskan pada Latar Belakang Masalah, ketidakjujuran akademis

dapat ditemukan di institusi pendidikan tingkat manapun, dari sekolah dasar hingga perguruan

tinggi. Ketidakjujuran akademis juga ditemukan dalam frekuensi pelaksanaan yang tidak rendah;

ketidakseimbangan dalam pencapaian prestasi serta masalah lain yang tertulis pada Latar

Belakang Masalah pun sudah dapat ditemukan dalam dunia pendidikan Indonesia.

Ketidakjujuran akademis mendegradasi pendidikan di Indonesia secara signifikan. Untuk

mencari pemecahan masalah ini, tipe ketidakjujuran akademis yang paling prominen dalam

institusi pendidikan Indonesia, serta faktor pendorong pelaksanaan tindakan ketidakjujuran

akademis yang utama harus ditemukan.

1 Whitley, B.E., & Keith-Spiegel, P. 2002. Academic dishonesty: An educator’s guide. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Hlm. 5-6

Page 7: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

2

I.3. DEFINISI MASALAH Pembahasan dalam makalah ini mencakup beberapa jenis ketidakjujuran akademis dan frekuensi

pelaksanaannya, dikategorikan berdasar jenis-jenisnya, di kalangan pelajar tingkat perguruan

tinggi dan SMA (Sekolah Menengah Atas), serta alasan-alasan pelaksanaan tindakan tersebut.

Data-data tersebut akan dibandingkan berdasarkan latar belakang pendidikan responden.

I.4 RUMUSAN MASALAH • Berapa frekuensi pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis di Indonesia?

• Apa yang menjadi alasan utama pelaksanaan tindakan yang tergolong ketidakjujuran

akademis di Indonesia?

I.5 TUJUAN PENULISAN Dalam dunia pendidikan Indonesia, ketidakjujuran akademis adalah fenomena yang sering

terjadi. Mengapa ketidakjujuran akademis marak di dunia pendidikan Indonesia? Melalui

makalah ini, penulis ingin meninjau alasan utama pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis

oleh pelajar, serta besar pengaruh ketidakjujuran akademis terhadap pelajar dari frekuensi

pelaksanaannya.

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I: Pembahasan terdiri atas bagian-bagian berikut: Latar Belakang Masalah, Deskripsi

Masalah, Definisi Masalah, Rumusan Masalah yang terdiri atas dua research questions, Tujuan

Penulisan, serta Sistematika Penulisan ini sendiri. Semua bagian memberikan gambaran umum

akan topik makalah ini, ketidakjujuran akademis dalam dunia pendidikan Indonesia.

Pada Bab II: Landasan Teori, informasi mengenai ketidakjujuran akademis dari berbagai

referensi akan ditinjau sebagai landasan untuk penelitian. Definisi ketidakjujuran akademis dari

berbagai sudut pandang yang berbeda—Taylor, Jensen, Buzzanga, dan lainnya—berada dalam

bab ini. Jenis-jenis tindakan ketidakjujuran akademis, berdasarkan kategori yang diajukan oleh

Pavela dan Whitley & Keith-Spiegel, juga dipaparkan dalam Bab II. Kesimpulan yang dicapai

beberapa penelitian tentang ketidakjujuran akademis yang lain juga disertakan dalam Bab II

sebagai landasan.

Page 8: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

3

Bab III: Data dan Analisis, berisi hasil yang diperoleh dari pengumpulan data melalui kuesioner.

Bab ini juga memaparkan metode penelitian yang digunakan oleh penulis, serta perbandingan

antara hasil-hasil yang didapatkan melalui kuesioner berdasarkan tingkat pendidikan dan

program studi/jurusan. Informasi yang dapat disimpulkan melalui data yang telah dikumpulkan

juga berada dalam bab ini.

Bab terakhir, Bab IV: Kesimpulan dan Saran, sesuai judul, berisi kesimpulan dan saran dari

pembahasan yang ada pada bab-bab sebelumnya.

Page 9: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

4

BAB 2: LANDASAN PEMIKIRAN DEFINISI KETIDAKJUJURAN AKADEMIS Apa makna dari istilah academic dishonesty, atau ketidakjujuran akademis? Sesuai dengan yang

dikatakan Lambert (2003), “ketidakjujuran akademis sulit untuk didefinisikan secara tepat”

(“Academic dishonesty is difficult to define precisely”). Pendapat ini tidak salah; definisi yang

tersedia akan tindakan yang dianggap ketidakjujuran akademis sangat bervariasi, dari definisi

yang bersifat umum, hingga definisi yang mengacu pada tindakan spesifik, dan belum ditetapkan

satu definisi yang tepat.

Von Dran, Callahan, dan Taylor yang meninjau ketidakjujuran akademis dari niat yang dimiliki

pelaksana tindakan tersebut, menyatakan ketidakjujuran akademis “didefinisikan dalam literatur

sebagai tindakan tidak etis yang dlakukan secara sengaja”. Beberapa, seperti Jensen et. al (2001)

mendefinisikan ketidakjujuran akademis sebagai pelaksanaan tindakan ketidakjujuran yang

spesifik (“mempersembahkan hasil kerja orang lain sebagai milik sendiri2”).

Definisi yang paling sesuai dengan yang digunakan dalam makalah ini adalah pengartian

ketidakjujuran akademis dari Weaver, Davis, Look, Buzzanga dan Neal; “pelanggaran kebijakan

yang dimiliki institusi [pendidikan] atas kejujuran”.

JENIS KETIDAKJUJURAN AKADEMIS Pavela (1978) membagi tindakan ketidakjujuran akademis berdasarkan tipologinya, ke empat

kategori, sebagai berikut.

• Kecurangan (Cheating): “secara sengaja menggunakan, atau berusaha untuk

menggunakan materi, informasi, atau alat bantu belajar yang tidak diizinkan dalam suatu

pelatihan akademis3. (“intentionally using or attempting to use unauthorized materials,

information, or study aids in any academic exercise”)4

2 Jensen, et .al. 2001. It’s Wrong, But Everybody Does It: Academic Dishonesty among High School and College Students. Dalam Contemporary Educational Psychology (2002). Hlm. 210. 3 Definisi “pelatihan akademis” (academic exercise) menurut Pavela adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan mengumpulkan kredit. Pelatihan akademis meliput kehadiran dalam kelas, pengumpulan tugas, ujian, dll. 4 Pavela, G. 1978. Judicial review of academic decision-making after Horowitz. Dalam School Law Journal, Volume 55, Hlm. 72.

Page 10: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

5

Tindakan kecurangan, dalam makna spesifik ini, adalah tindakan yang melibatkan

penggunaan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai

contoh, menggunakan “contekan” (catatan kecil berisi informasi yang bisa membantu)

dalam ujian tutup buku adalah kecurangan. Bekerja sama dengan orang lain dalam ujian

perseorangan juga dianggap kecurangan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Akan tetapi, penggunaan catatan dalam situasi di mana tindakan ini

diperbolehkan tidak termasuk kecurangan karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

• Fabrikasi (Fabrication): “pemalsuan atau perancangan informasi atau kutipan dalam

yang sengaja dan tidak diizinkan dalam suatu pelatihan akademis” (“intentional and

unauthorized falsification or invention of any information or citation in an academic

exercise”)5

Fabrikasi data meliput segala bentuk manipulasi atau pemalsuan data. Pelaksanaan

ketidakjujuran akademis tipe ini dapat ditemukan di laboratorium; terkadang, pelajar

memodifikasi, bahkan mengarang total, data eksperimen agar sesuai dengan teori, atau

melakukan tindakan dry-labbing. Pada dry-labbing, laporan percobaan ditulis sebelum,

bahkan tanpa pelaksanaan percobaan itu sendiri, terutama saat instruktur sudah memiliki

ekspektasi akan hasil percobaan tersebut.

Tindakan lain yang termasuk fabrikasi data adalah menuliskan referensi yang sebenarnya

tidak dipakai di dalam daftar acuan; hal ini sering terjadi dalam pelatihan akademis yang

menuntut jumlah referensi minimal. Menuliskan referensi yang tidak dipakai berbeda

dengan tidak menuliskan referensi yang dipakai; tindakan pertama adalah fabrikasi data,

dan yang kedua adalah plagiarisme, yang akan dibahas di bawah.

• Plagiarisme (Plagiarism): “secara sengaja mengadopsi atau mereproduksi ide, kata-kata,

atau pernyataan orang lain sebagai milik sendiri tanpa pengakuan yang sepantasnya

(“deliberate adoption or reproduction of ideas or words or statements of another person

as one’s own without acknowledgement”)6

5Ibid. 6 Ibid.

Page 11: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

6

Kemudahan mengakses informasi di saat ini juga mendongkrak frekuensi pelaksanaan

plagiarisme. Tindakan yang termasuk kategori plagiarisme tidak terbatas pada penyalinan

data yang menyeluruh dan tanpa pemberian kredit; penggunaan bahan yang hanya

diparafrase atau disusun ulang, walau dengan pemberian kredit, adalah plagiarisme.

Pengakuan yang sepantasnya meliput pemberian kredit yang tepat; salah satu caranya

adalah mengutip sumber informasi yang digunakan dengan lengkap. Pengutipan referensi

yang tidak lengkap dan akurat juga bisa dianggap plagiarisme, walau tidak dilakukan

secara sengaja. Pelajar tidak selalu mampu membedakan antara tindakan yang termasuk

plagiarisme dan yang tidak7; walau mereka tahu tindakan seperti “menyontek” melanggar

peraturan, tidak semua menyadari bahwa tindakan ini termasuk plagiarisme.

• Fasilitasi ketidakjujuran akademis (facilitating academic dishonesty): “secara sengaja

atau sadar membantu atau berusaha untuk membantu orang lain [melaksanakan tindakan

ketidakjujuran akademis]” (“intentionally or knowingly helping or attempting to help

another”)8

Suatu hal yang unik dalam ketidakjujuran akademis jenis ini adalah ketiadaan

keuntungan (dari segi materi, nilai, dsb.) bagi pelakunya. Pelaku fasilitasi ketidakjujuran

akademis tidak selalu berpartisipasi secara sukarela; kadang, pelajar “terpaksa”

membantu temannya dalam pelaksanaan ketidakjujuran akademis tipe lain.

Dalam buku Academic dishonesty; an educator’s guide, Whitley dan Keith-Spiegel

menambahkan beberapa jenis ketidakjujuran akademis yang lain9, di antaranya:

• Misrepresentasi (misrepresentation): “memberikan informasi yang palsu pada instruktur

[guru, dosen, dsb.], berhubungan dengan suatu pelatihan akademis” (“providing false

information to an instructor concerning an academic exercise”)10

Misrepresentasi mirip dengan fabrikasi data karena melibatkan pemalsuan informasi,

namun misrepresentasi lebih terfokus pada pemberian informasi palsu pada instruktur 7 Napitupulu, 2009. Meminimalkan Plagiarisme di Perguruan Tinggi, Bisa? Kompas. 8 Pavela, loc.cit. 9 Selain dua kategori tambahan yang dibahas dalam makalah ini, Whitley dan Keith-Spiegel juga menambahkan satu kategori lain: gagal berkontribusi dalam kerja kelompok (failure to contribute to a collaborative project). Namun, kategori ini tidak dibahas dalam makalah ini karena jumlah informasi yang berhubungan dengannya amat sedikit. 10 Whitley, B.E. & Keith-Spiegel, P., op. cit., hlm. 17

Page 12: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

7

mengenai diri sendiri, seperti pemberian alasan yang tidak sejujurnya atas ketidakhadiran

dalam kelas (“titip absen”, yang dapat dianggap pengakuan kehadiran oleh seseorang

yang tidak menghadiri kelas) atau atas keterlambatan pengumpulan tugas.

• Sabotase (sabotage): “terdiri atas tindakan yang menghambat orang lain dari

penyelesaian pekerjaan/tugasnya” (“consists of actions that prevent others from

completing their work”)11

Sabotase meliput segala upaya penghambatan kerja orang lain secara sengaja. Biasanya,

ketidakjujuran akademis tipe ini ditemukan di latar akademis yang amat kompetitif dan

memberikan emphasis pada pencapaian nilai atau prestasi. Latar akademis seperti itu

dapat mendorong pelajar untuk mencelakakan pelajar lain demi keuntungan pribadi,

seperti mengganggu orang lain yang menjalankan percobaan secara sengaja atau merusak

properti yang dibutuhkan orang lain.

II.3 HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Landasan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan ketidakjujuran akademis Hasil

penelitian tentang ketidakjujuran akademis amat bervariasi karena menggunakan landasan dan

ruang lingkup yang berbeda-beda. Penelitian Jensen et. al. menemukan hubungan berbanding

lurus antara besar toleransi yang dimiliki pelajar terhadap ketidakjujuran akademis dengan

frekuensi pelaksanaan tindakan tersebut12. Umumnya, penelitian tidak menemukan perbedaan

signifikan dalam frekuensi ketidakjujuran akademis antara program studi yang berbeda13.

Alasan pelaksanaan ketidakjujuran akademis yang ditemukan oleh penelitian juga beragam.

Umumnya, peer pressure (tekanan dari kelompok) dan kebutuhan akan nilai yang bagus, atau

ketakutan akan pencapaian nilai yang buruk, memiliki peran yang besar. Juga, pengalaman

sebelumnya dapat mendorong pelaksanaan ketidakjujuran akademis (e.g. seseorang yang telah

melakukan ketidakjujuran akademis pada tingkat SMA umumnya akan melakukannya lagi).14

Pemaparan lebih rinci berada dalam analisis data pada Bab 3.

11 Ibid. 12 Jensen, et. al., loc. cit. 13 Lambert, et. al. 2003. Collegiate Academic Dishonesty Revisited:What Have They Done, How Often Have They Done It, Who Does It, And Why Did They Do It?. 14 Ibid.

Page 13: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

8

BAB 3: DATA DAN PEMBAHASAN III.1 METODE PENELITIAN Data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan pada pelajar tingkat perguruan tinggi (mahasiswa) dan SMA, dengan total sejumlah 139 orang. Responden mahasiswa berasal dari Universitas Kristen Maranatha, jurusan Teknik Elektro dan Kedokteran Umum. Responden SMA berasal dari program studi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial. Kuesioner tertulis dalam bahasa semiformal untuk menghindari kesalahpahaman pertanyaan akibat bahasa yang terlalu formal, dan untuk membuat responden merasa lebih “nyaman” dengan kuesioner agar kuesioner diisi sejujur-jujurnya.

Tabel 1.1: Jumlah Responden Kuesioner

Tingkat pendidikan Jumlah responden Perguruan tinggi Teknik Elektro 43 orang

Kedokteran Umum 51 orang SMA IPA 35 orang

IPS 10 orang15

Kuesioner terbagi atas dua bagian: Bagian A dan Bagian B. Bagian A menyediakan beberapa contoh kasus tindakan yang termasuk ketidakjujuran akademis berdasarkan kategori yang disusun Pavela dan Whitley & Keith-Spiegel dan meminta responden untuk menilai frekuensi pelaksanaan tiap contoh kasus tersebut pada skala 0-4 (0 = “Tidak pernah”, 1 = “Sesekali/Jarang”, 2 = “Kadang-kadang”, 3 = “Sering”, 4 = “Hampir selalu”).

Tabel 1.2: Contoh Kasus Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis

Jenis Contoh kasus Plagiarisme Menyalin jawaban PR (pekerjaan rumah)/tugas lainnya dari orang lain

(teman, kakak kelas, dsb.) Mengambil bahan untuk tugas dari buku/internet/sumber lain dengan langsung men-copy paste sebagian/semua tanpa menyusunnya sendiri

Fabrikasi Memanipulasi/mengarang data eksperimen Menuliskan referensi yang sebenarnya tidak digunakan pada daftar pustaka

Sabotase Merusak/melakukan sesuatu pada barang umum (meja belajar, buku perpustakaan, perangkat percobaan, komputer…) yang dibutuhkan orang lain Dengan sengaja mengganggu orang lain yang menjalankan eksperimen/mengerjakan tugas

Misrepresentasi Memberikan alasan yang tidak sejujurnya untuk keterlambatan/ketidakhadiran pada kelas/ujian/pengumpulan tugas “Titip absen”

Kecurangan Membawa catatan/kumpulan rumus, atau membuka bahan referensi lain pada 15 Dalam pengumpulan data SMA untuk jurusan IPS, hanya sebagian kecil yang mengembalikan lembar kuesioner. Penulis meminta maaf atas ketidakberhasilan pengumpulan data yang lebih untuk jurusan ini.

Page 14: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

9

ujian tutup buku Mendapatkan jawaban/“bekerja sama” dengan orang lain pada ujian individu

Fasilitasi Memberikan jawaban pada orang lain pada ujian individu Memberikan kisi-kisi soal ujian pada siswa kelas lain yang akan menghadapi ujian yang sama setelah Anda

Pada Bagian B, responden diminta untuk memilih satu/beberapa alasan di balik pelaksanaan ketidakjujuran akademis yang dilakukan oleh dirinya; tersedia sebelas contoh alasan yang umum digunakan. Juga, kuesioner menyediakan ruang bagi responden untuk menuliskan alasan lain yang berbeda dengan pilihan yang diberikan. Alasan yang digunakan pada Bagian B didasarkan pada kompilasi alasan Jensen et. al. (2001:215) dan Whitley & Keith-Spiegel (2002:24).

Tabel 1.3: Alasan Pelaksanaan Ketidakjujuran Akademis Berdasarkan Jenis

Jenis alasan Alasan Psikologis/pribadi Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek

Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri Keuntungan pribadi (self-gain) Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri Pemeliharaan relasi (relationship preservation)

Tidak ingin mengecewakan orang tua

Ketidakjujuran sebagai norma (dishonesty as a norm)

Yang lain juga melakukannya Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat

Penyangkalan tanggung jawab (denial of responsibility)

Tidak punya cukup waktu untuk belajar Persaingan terlalu ketat

Tantangan Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak Pengalaman sebelumnya Pernah lolos dari pengawasan Minimalisasi keseriusan (minimalisation of seriousness)

Biasa saja

III.2 HASIL UNTUK TIAP TINGKAT PENDIDIKAN Perbandingan antara hasil survei untuk tingkat pendidikan tinggi dan SMA adalah berikut:

BAGIAN A Tabel 2.1: Bagian A, Perguruan Tinggi dan SMA

PERGURUAN TINGGI SEKOLAH MENENGAH ATAS Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 1,98 1,82 1,90 Plagiarisme 2,29 1,93 2,11 Fabrikasi 1,33 0,94 1,13 Fabrikasi 1,44 1,04 1,24 Sabotase 0,63 0,84 0,73 Sabotase 1,02 1,07 1,04 Misrepresentasi 1,24 0,57 0,91 Misrepresentasi 1,40 0,44 0,92 Kecurangan 0,79 1,19 0,99 Kecurangan 1,44 2,29 1,87 Fasilitasi 1,44 1,89 1,66 Fasilitasi 2,07 1,24 1,66

Page 15: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

10

Analisis penulis atas data pada Tabel 2.1 adalah berikut:

• Secara keseluruhan, nilai dari penjumlahan data dari tingkat SMA pada skala frekuensi

pelaksanaan ketidakjujuran akademis lebih tinggi dari penjumlahan data dari tingkat

perguruan tinggi, sesuai dengan hasil penelitian pada umumnya, seperti hasil penelitian

Whitley, Diekhoff, et. al., Newstead, et. al., dan lain-lain.16

• Kategori ketidakjujuran akademis yang berada pada peringkat pertama untuk tingkat

perguruan tinggi dan SMA sama, plagiarisme. Namun, kategori berperingkat dua

berbeda untuk tingkat pendidikan berbeda; fasilitasi ketidakjujuran akademis untuk

perguruan tinggi, dan kecurangan untuk SMA. Nilai yang didapatkan kategori

kecurangan menurun dari tingkat SMA (1,87) ke perguruan tinggi (0,99).

• Pada tingkat SMA, tindakan ketidakjujuran akademis dengan frekuensi pelaksanaan

terendah adalah misrepresentasi, terutama untuk contoh kasus “titip absen”; berdasarkan

pengalaman penulis, penulis menduga hal ini disebabkan oleh jumlah kesempatan untuk

melakukan tindakan “titip absen” pada tingkat SMA; akan tetapi, nilai yang didapatkan

“titip absen” pada tingkat perguruan tinggi juga mencapai peringkat terendah.

• Pada tingkat perguruan tinggi, kategori pada peringkat frekuensi terendah adalah

sabotase. Hasil kuesioner pada tingkat SMA juga memberikan nilai yang rendah pada

skala untuk kedua contoh kasus ketidakjujuran akademis tipe ini.

BAGIAN B Tabel 2.2: Bagian B, Perguruan Tinggi dan SMA

Alasan Perguruan Tinggi SMA Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 14,08% 14,07% Tidak ingin mengecewakan orang tua 11,17% 14,07% Yang lain juga melakukannya 9,71% 10,37% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 1,46% 2,22% Pernah lolos dari pengawasan 5,83% 3,70% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 1,46% 1,48% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,48% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 11,65% 14,07% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 9,71% 9,63% Persaingan terlalu ketat 5,34% 7,41% Biasa saja 12,14% 5,19%

16 Lambert, et. al., loc. cit.

Page 16: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

11

• Kedua tingkat pendidikan memandang “panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek”

sebagai faktor pendorong pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis yang utama.

Alasan “merasa tidak mampu mengerjakan sendiri” memiliki persentase pemilih

antara tingkat perguruan tinggi dan SMA yang berselisih kecil.

• Pengaruh alasan “tidak ingin mengecewakan orang tua”, yang berhubungan dengan

pemeliharaan relasi, jauh lebih besar pada tingkat SMA ketimbang perguruan tinggi.

Sementara itu, kerendahan peringkat “walau ketahuan, tidak akan dihukum berat”

menandakan bahwa keberadaan sanksi yang tegas tidak memiliki peran yang amat

signifikan pada tingkat perguruan tinggi maupun SMA. “Ingin tahu bisa lolos dari

pengawasan atau tidak”, yang berbasis tantangan, juga memiliki persentase yang kecil.

Persaingan, melalui pernyataan “persaingan terlalu ketat”, juga tidak berperan

signifikan pada kedua kelompok.

III.3 HASIL UNTUK TIAP JURUSAN

TEKNIK ELEKTRO DAN KEDOKTERAN UMUM Perbandingan antara data kuesioner yang didapatkan dari mahasiswa Teknik Elektro dan mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha adalah berikut:

BAGIAN A Tabel 3.1: Bagian A, Teknik Elektro dan Kedokteran Umum

TEKNIK ELEKTRO KEDOKTERAN UMUM Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 2,28 1,77 2,02 Plagiarisme 1,73 1,86 1,90 Fabrikasi 1,58 0,91 1,24 Fabrikasi 1,12 0,96 1,13 Sabotase 0,77 0,95 0,86 Sabotase 0,51 0,75 0,73 Misrepresentasi 1,21 0,84 1,02 Misrepresentasi 1,27 0,35 0,91 Kecurangan 1,07 1,56 1,31 Kecurangan 0,55 0,88 0,99 Fasilitasi 1,53 1,79 1,66 Fasilitasi 1,35 1,98 1,66

Berikut pengamatan data yang didapatkan oleh penulis:

Page 17: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

12

• Hasil yang didapatkan tiap jurusan mirip dengan data pengamatan pada tingkat perguruan

tinggi (Tabel 2.1); plagiarisme dan fasilitasi ketidakjujuran akademis tetap berada pada

peringkat pertama dan kedua. Untuk Teknik Elektro, contoh kasus yang mendapatkan poin

lebih besar adalah “menyalin tugas [atau semacamnya] dari orang lain”, sementara “copy

paste dari internet/buku” lebih prominen di Kedokteran Umum. Sabotase tetap memiliki

peringkat frekuensi terendah, contoh kasus “titip absen” tetap memiliki nilai terrendah.

• Secara keseluruhan, poin yang didapatkan tiap kategori ketidakjujuran akademis pada

jurusan Teknik Elektro lebih tinggi ketimbang pada Kedokteran Umum. Poin yang

didapatkan Kedokteran Umum hanya mengungguli Teknik Elektro pada contoh kasus “copy

paste”, “menuliskan referensi [yang tidak digunakan]”, dan “memberikan alasan yang tidak

sejujurnya [pada instruktur]” dengan selisih yang kecil.

• Walau jurusannya memiliki tuntutan kehadiran yang lebih besar, pelajar Kedokteran Umum

lebih banyak yang mengaku tidak pernah “titip absen” ketimbang Teknik Elektro. Penulis

mengatribusikan ini pada sanksi tegas yang bisa dijatuhkan pada pelaku tindakan “titip

absen”; sesuatu yang dapat menyebabkan pencapaian nilai oleh misrepresentasi yang cukup

rendah.

BAGIAN B

Tabel 3.2: Bagian B, Teknik Elektro dan Kedokteran Umum

Alasan Teknik Elektro Kedokteran Umum Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 12,07% 16,70% Tidak ingin mengecewakan orang tua 12,07% 10,00% Yang lain juga melakukannya 12,93% 5,56% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 1,72% 1,11% Pernah lolos dari pengawasan 5,83% 6,67% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 5,17% 1,11% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,24% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 10,34% 13,33% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 8,62% 11,11% Persaingan terlalu ketat 5,17% 5,56% Biasa saja 12,93% 11,11%

• Peringkat pertama, baik untuk Teknik Elektro maupun Kedokteran Umum, sama dengan

peringkat pertama tabel pengamatan yang telah ada, “panik, takut/gagal mendapatkan nilai

Page 18: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

13

jelek”. Hal ini menandakan signifikansinya rasa tidak percaya diri dalam mendorong

pelaksanaan tindakan ketidakjujuran akademis.

• Dua alasan utama yang menyusul “takut mendapatkan nilai jelek” bagi jurusan Kedokteran

Umum adalah rasa inferior (“merasa tidak mampu mengerjakan sendiri”), dan penyangkalan

atas tanggung jawab untuk belajar (“tidak punya cukup waktu untuk belajar”).

• Jurusan Teknik Elektro memiliki dua alasan yang peringkat persentasenya menyusul peringkat

pertama dan berbeda dengan hasil untuk jurusan Kedokteran Umum, yakni: “yang lain juga

melakukannya” dan “biasa saja”, yang mengimplikasikan bahwa alasan utama mahasiswa

Teknik Elektro berbuat tidak jujur dalam latar akademis adalah konformitas, atau justifikasi atas

tindakan tersebut yang membuatnya terkesan “biasa” dan tidak salah.

ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Perbandingan antara data kuesioner yang didapatkan dari mahasiswa Teknik Elektro dan mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Kristen Maranatha adalah berikut:

BAGIAN A

Tabel 3.3: IPA dan IPS

ILMU PENGETAHUAN ALAM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Jenis (1) (2) Final Jenis (1) (2) Final Plagiarisme 2,34 1,80 2,07 Plagiarisme 2,1 2,4 2,25 Fabrikasi 1,51 1,06 1,29 Fabrikasi 1,2 1,0 1,10 Sabotase 1,00 1,03 1,01 Sabotase 1,1 1,2 1,15 Misrepresentasi 1,26 0,40 0,83 Misrepresentasi 1,9 0,6 1,25 Kecurangan 1,37 2,29 1,83 Kecurangan 1,7 2,3 2,00 Fasilitasi 2,06 1,29 1,64 Fasilitasi 2,06 1,23 1,70

• Sebagian besar poin yang didapatkan per kategori bagi jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS) lebih tinggi dari data pengamatan untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

dengan pengecualian kategori fabrikasi, yang memiliki nilai pada skala lebih besar untuk

jurusan IPA ketimbang IPS. Hal ini dipengaruhi oleh kesempatan pelaksanaan fabrikasi

data yang berbeda bagi IPA dan IPS. Wajar bagi IPA, yang lebih sering menjalankan

eksperimen yang lebih mudah dimanipulasi datanya, untuk memiliki poin lebih tinggi di

kategori fabrikasi.

Page 19: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

14

• Sama dengan hasil-hasil yang telah disajikan di atasnya, contoh kasus “titip absen” pada

tabel perhitungan ini pun memiliki nilai frekuensi terkecil.

BAGIAN B

Tabel 3.4:Bagian B, IPA dan IPS

Alasan IPA IPS Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri 15,56% 11,11% Tidak ingin mengecewakan orang tua 13,33% 15,56% Yang lain juga melakukannya 11,11% 8,89% Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak 0% 6,67% Pernah lolos dari pengawasan 2,22% 6,67% Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat 1,11% 2,22% Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek 17,78% 17,78% Tidak punya cukup waktu untuk belajar 15,56% 11,11% Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri 11,11% 6,67% Persaingan terlalu ketat 5,56% 11,11% Biasa saja 6,67% 2,22%

• Sama dengan data pada tabel-tabel pengamatan sebelumnya, alasan yang memiliki

persentase pemilihan terbesar, baik bagi jurusan IPA maupun IPS, adalah “panic, takut

gagal/mendapatkan nilai jelek”. Untuk jurusan IPA, dua alasan yang memiliki

persentase kedua terbesar adalah “merasa tidak mampu mengerjakan sendiri” dan

“tidak punya cukup waktu untuk belajar”. Data ini, uniknya, hampir identik dengan

tiga alasan utama pelaksanaan ketidakjujuran akademis mahasiswa Kedokteran Umum.

Di sisi lain, alasan dengan persentase kedua terbesar bagi jurusan IPS adalah faktor

pemeliharaan relasi, “tidak ingin mengecewakan orang tua”, suatu faktor yang

perannya tidak terlalu signifikan pada kalangan mahasiswa, ataupun siswa IPA.

• Faktor tantangan, “ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak”, yang juga tidak

terlalu berpengaruh bagi kelompok sampel data lainnya (bahkan, 0% untuk siswa IPA),

memiliki pengaruh yang lebih besar pada siswa IPS. Hal yang penulis anggap

mengejutkan adalah persentase pemilihan alasan berlatar belakang konformitas (“Yang

lain juga melakukannya”) yang tidak sebesar dugaan. Penulis memiliki praduga pelajar

SMA berkecenderungan mengikuti sesuatu yang dilakukan oleh mayoritas.

Page 20: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

15

BAB 4: KESIMPULAN DAN SARAN IV.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada Bab 3, penulis dapat menyimpulkan

beberapa hal:

• Dari semua tipe ketidakjujuran akademis, plagiarisme adalah ketidakjujuran akademis

yang paling sering dilakukan. Contoh kasus plagiarisme yang lebih dominan pada tiap

kelompok pengambilan sampel berbeda, namun pada umumnya memiliki selisih yang

kecil. Untuk kelompok pelajar SMA, kecurangan memiliki frekuensi terbesar setelah

plagiarisme; janggalnya, kategori kecurangan mendapatkan nilai rendah pada skala untuk

tingkat perguruan tinggi, sementara fasilitasi ketidakjujuran akademis menempati

posisi kedua.

• Sabotase menduduki posisi terendah, sesuai dengan pengaruh latar belakang kompetisi,

dalam pelaksanaan ketidakjujuran akademis, yang kecil. Walau demikian, “titip absen”,

contoh kasus dari misrepresentasi yang menduduki posisi kedua-terendah, mendapatkan

nilai terendah pada skala untuk tiap kelompok pengambilan sampel.

• Rasa takut akan kegagalan/pencapaian nilai yang buruk, serta rasa tidak mampu

mengerjakan sendiri (inferior) memiliki peran yang signifikan dalam pelaksanaan

ketidakjujuran akademis. Dari ini, dan pengaruh faktor tantangan yang kecil, dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar pelajar melakukan tindakan ketidakjujuran akademis

atas “kebutuhan” atau “situasi mendesak”. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

banyak pelajar merasa waktu yang tersedia untuk belajar (pribadi) tidak cukup.

• Faktor yang tidak memiliki signifikansi sebesar dugaan penulis adalah pemeliharaan

relasi dan konformitas (terutama di kalangan pelajar SMA). Selain itu, persentase

pemilihan alasan “Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat” yang kecil

mengimplikasikan pemberian sanksi yang lebih tegas untuk ketidakjujuran akademis

belum tentu berefek besar.

Page 21: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

16

IV.2 SARAN Akademisi Indonesia perlu memberikan perhatian lebih kepada isu ketidakjujuran akademis.

Instruktur dalam institusi akademis—seperti guru, dosen, dan lainnya—harus memperlakukan

ketidakjujuran akademis sebagai permasalahan yang serius, dan mencari solusi untuk masalah

kompleks ini. Untuk melakukannya, alasan utama ketidakjujuran akademis ada dan senantiasa

dilakukan oleh kalangan pelajar harus ditemukan.

Berdasarkan hasil penelitian makalah ini, yang menunjukkan bahwa rasa takut akan kegagalan

serta rasa tidak mampu mengerjakan sesuatu dengan kemampuan sendiri berperan besar, hal

yang baik dilakukan adalah evaluasi ulang sistem belajar-mengajar yang tengah digunakan.

Apakah sistem itu terlalu mendesak, atau menekankan kepentingan pencapaian nilai? Instruktur

dalam institusi akademis harus senantiasa mempertanyakan ini pada dirinya sendiri, dan

membenahi sistem yang digunakannya.

Plagiarisme, ketidakjujuran akademis dengan pelaksanaan paling frekuen, sebaiknya diberikan

perhatian khusus. Banyak pelajar belum dapat membedakan pemakaian referensi yang termasuk

plagiarisme dan yang tidak; penyuluhan rinci tentang plagiarisme bisa membantu meningkatkan

pemahaman pelajar atas ketidakjujuran akademis ini.

Pada intinya, semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia—pelaku

ketidakjujuran akademis, pengamat, instruktur, dan lainnya—harus menghadapi masalah ini

dengan serius. Ketidakjujuran akademis tidak boleh dibiarkan terjadi, apalagi didukung

keberadaannya.

Page 22: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

17

DAFTAR ACUAN

Jensen, Lene A., Arnett, J.J., Feldman, S. Shirley, & Cauffman, Elizabeth. 2001. It’s Wrong, But

Everybody Does It: Academic Dishonesty among High School and College Students. Dalam

Contemporary Educational Psychology (2002). Hlm. 209―228.

Lambert, E.G., Hogan, N. L., & Barton, S. M. 2003. Collegiate Academic Dishonesty

Revisited:What Have They Done, How Often Have They Done It, Who Does It, And Why Did

They Do It?. Dalam jaringan, (http://www.sociology.org/content/vol7.4/lambert_etal.html,

diakses 3 Desember 2009).

Napitupulu, Ester. 8 Juli, 2009. Meminimalkan Plagiarisme di Perguruan Tinggi, Bisa? Kompas.

Dalam jaringan, (http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/07/08/18161710/, diakses 4

Desember 2009)

Pavela, G. 1978. Judicial review of academic decision-making after Horowitz. Dalam School

Law Journal, Volume 55, Hlm. 55-75.

Whitley, B.E., & Keith-Spiegel, P. 2002. Academic dishonesty: an educator’s guide. Mahwah:

Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Page 23: Ketidakjujuran Akademis dalam Ruang Lingkup Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah Atas

18

LAMPIRAN 1: Teks Kuesioner

TERIMA KASIH; ANDA TELAH MELUANGKAN WAKTU ANDA UNTUK MENGISI KUESIONER SINGKAT INI

Mohon jawab dengan sejujur-jujurnya. Anda tidak perlu menuliskan nama, dan identitas Anda selaku penjawab kuesioner ini tidak akan dibeberkan. Informasi Dasar Jenis kelamin: ¡ Lelaki ¡ Perempuan Umur: ___ tahun Tingkat pendidikan: ¡ SMA ¡ Perguruan tinggi Jurusan: (untuk SMA, tandai) ¡ IPA ¡ IPS

(untuk PT, tuliskan) ______________ Bagian A: silang (����) atau centang (����) SATU jawaban yang sesuai

No. Pernahkah Anda… Tidak pernah

Sesekali/ Jarang

Kadang-kadang

Sering Hampir selalu

1. … menyalin jawaban PR (pekerjaan rumah)/tugas lainnya dari orang lain (teman, kakak kelas, dsb.)?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

2. … mengambil bahan untuk tugas dari buku/internet/sumber lain dengan langsung men-copy paste sebagian/semua tanpa menyusunnya sendiri?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

3. … memanipulasi/mengarang data eksperimen?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

4. … menuliskan referensi yang sebenarnya tidak digunakan pada daftar pustaka?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

5. … merusak/melakukan sesuatu pada barang umum (meja belajar, buku perpustakaan, perangkat percobaan, komputer…) yang dibutuhkan orang lain?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

6. … dengan sengaja mengganggu orang lain yang menjalankan eksperimen/mengerjakan tugas?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

7. … memberikan alasan yang tidak sejujurnya untuk keterlambatan/ketidakhadiran pada kelas/ujian/pengumpulan tugas?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

8. … “titip absen”?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

9. … membawa catatan/kumpulan rumus, atau membuka bahan referensi lain pada ujian tutup buku?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

10. … mendapatkan jawaban/”bekerja sama” dengan orang lain pada ujian individu?

¡ ¡ ¡ ¡ ¡

11. … memberikan jawaban pada orang lain pada ujian individu? ¡ ¡ ¡ ¡ ¡ 12. … memberikan kisi-kisi soal ujian pada siswa kelas lain yang akan

menghadapi ujian yang sama setelah Anda? ¡ ¡ ¡ ¡ ¡

Bagian B: silang (����) atau centang (����) satu jawaban yang sesuai; Anda boleh memilih lebih dari satu! Jika Anda menjawab selain “Tidak pernah” untuk pertanyaan di atas [terutama (1), (2), (9), atau (10)], apakah alasan Anda melakukan tindakan tersebut?

� Merasa tidak mampu mengerjakan sendiri � Panik, takut gagal/mendapatkan nilai jelek � Tidak ingin mengecewakan orang tua � Tidak punya cukup waktu untuk belajar � Yang lain juga melakukannya � Merasa direpotkan/malas mengerjakan sendiri � Ingin tahu bisa lolos dari pengawasan atau tidak � Persaingan terlalu ketat � Pernah lolos dari pengawasan � Biasa saja � Walau ketahuan, tidak akan dihukum berat Lainnya, tuliskan: ___________________________

LAMPIRAN 1