141
Editor: Dr. Abd. Wahid. M.Ag DR. NASAIY AZIZ, MA DR. NASAIY AZIZ, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH DILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

Editor: Dr. Abd. Wahid. M.Ag

DR. NASAIY AZIZ, MADR. NASAIY AZIZ, MA

KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKIDALAM PERWALIAN NIKAHDILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Page 2: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

Dr. Nasaiy Aziz, MA

KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKIDALAM PERWALIAN NIKAH

DILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Penerbit: SEARFIQH Banda Aceh2018

Dr. Nasaiy Aziz, MA

KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKIDALAM PERWALIAN NIKAH

DILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

Penerbit: SEARFIQH Banda Aceh2018

Page 3: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

Ketidakmutlakan Laki-Laki dalam Perwalian Nikah Dilihat dari Berbagai Perspektif,Penulis: Dr. Nasaiy Aziz, MA, Editor: Dr. Abd. Wahid, M.Ag, Penerbit: SEARFIQHBanda Aceh.

Penulis:Dr. Nasaiy Aziz, MA

Editor:Dr. Abd. Wahid, M.Ag

Design Sampul:Mirza Fuadi

Cetakan I, Rabiul Tsani 1438 H / Januari 2018 M

ISBN: 978-602-1027-35-6

Diterbitkan Oleh:Forum Intelektual al-Qur’an dan Hadits Asia Tenggara

(SEARFIQH), Banda AcehJl. Tgk. Chik Pante Kulu No. 13 Dusun Utara,

Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh, 23111HP. 08126950111

Email: [email protected]: al-muashirah.com

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Ketidakmutlakan Laki-Laki dalam Perwalian Nikah Dilihat dari Berbagai Perspektif,Penulis: Dr. Nasaiy Aziz, MA, Editor: Dr. Abd. Wahid, M.Ag, Penerbit: SEARFIQHBanda Aceh.

Penulis:Dr. Nasaiy Aziz, MA

Editor:Dr. Abd. Wahid, M.Ag

Design Sampul:Mirza Fuadi

Cetakan I, Rabiul Tsani 1438 H / Januari 2018 M

ISBN: 978-602-1027-35-6

Diterbitkan Oleh:Forum Intelektual al-Qur’an dan Hadits Asia Tenggara

(SEARFIQH), Banda AcehJl. Tgk. Chik Pante Kulu No. 13 Dusun Utara,

Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh, 23111HP. 08126950111

Email: [email protected]: al-muashirah.com

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Page 4: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt dengan segala rahmat dan inayah-Nyapenulis dapat menyelesaikan buku dengan judul Ketidakmutlakan Laki-lakidalam Perwalian Nikah Dilihat dari Berbagai Perspektif. Shalawat dan salamsemoga tercurahkan kepada Rasulullah Saw yang kehadirannya menjadi rahmatsekalian alam.

Jumhur fuqaha’ (Maliki, Syafi’i dan Hambali) sepakat menetapkan bahwalelaki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah. Keharusan dankemutlakan tersebut didasarkan kepada keumuman dan arti zahir ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Hubungan kerabat yang mareka (tiga mazhab tersebut)maksudkan disini adalah kerabat laki-laki yang dihubungkan dengan garis-garislaki-laki dengan tertib prioritas tertentu atau sering disebut dengan ‘Ashabah.Penentuan orang-orang yang berhak menjadi wali disebut di atas dan tertiburutannya didasarkan kepada ijtihad, bukan melalui nash yang sharih.

Akan tetapi mazhab Hanafi berpendirian sebaliknya. Mareka tidakmenganggap lelaki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikah, kecuali terhadapperkawinan anak kecil (belum dewasa), orang gila dan orang yang kurangsempurna akal. Perwalian secara nasab (hubungan kerabat) --menurut mareka--tidak hanya di dasarkan kepada ‘Ashabah semata, tetapi juga dibolehkanberdasarkan keluarga zawil arham (keturunan melalui garis perempuan). Olehkarenanya, atas dasar ini -perwalian secara nasab- tidak tertutup kemungkinansama sekali wanita dibolehkan bertindak dalam perwalian nikah.

Kepada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu mencarikan

data, memberikan dorongan dan sumbangan di dalam buku ini, saya

menyampaikan banyak terimakasih. Dan hanya Allahlah yang akan membalas

segala kebaikan tersebut. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada

kepada Bapak Dr. Abd. Wahid, M. Ag, selaku editor buku ini sekaligus sebagai

pihak Divisi penerbitan SEARFIQH Banda Aceh, yang selalu mendorong penulis

untuk dapat menyelesaikan tulisan ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalampenulisan buku ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan kritikkonstruktif pembaca untuk kesempurnaan buku ini ke depan. Semoga bermanfaatdan menjadi amal yang diridhai Allah Swt. Amiin

Banda Aceh, 22 Januari 2018

Penulis

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt dengan segala rahmat dan inayah-Nyapenulis dapat menyelesaikan buku dengan judul Ketidakmutlakan Laki-lakidalam Perwalian Nikah Dilihat dari Berbagai Perspektif. Shalawat dan salamsemoga tercurahkan kepada Rasulullah Saw yang kehadirannya menjadi rahmatsekalian alam.

Jumhur fuqaha’ (Maliki, Syafi’i dan Hambali) sepakat menetapkan bahwalelaki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah. Keharusan dankemutlakan tersebut didasarkan kepada keumuman dan arti zahir ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Hubungan kerabat yang mareka (tiga mazhab tersebut)maksudkan disini adalah kerabat laki-laki yang dihubungkan dengan garis-garislaki-laki dengan tertib prioritas tertentu atau sering disebut dengan ‘Ashabah.Penentuan orang-orang yang berhak menjadi wali disebut di atas dan tertiburutannya didasarkan kepada ijtihad, bukan melalui nash yang sharih.

Akan tetapi mazhab Hanafi berpendirian sebaliknya. Mareka tidakmenganggap lelaki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikah, kecuali terhadapperkawinan anak kecil (belum dewasa), orang gila dan orang yang kurangsempurna akal. Perwalian secara nasab (hubungan kerabat) --menurut mareka--tidak hanya di dasarkan kepada ‘Ashabah semata, tetapi juga dibolehkanberdasarkan keluarga zawil arham (keturunan melalui garis perempuan). Olehkarenanya, atas dasar ini -perwalian secara nasab- tidak tertutup kemungkinansama sekali wanita dibolehkan bertindak dalam perwalian nikah.

Kepada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu mencarikan

data, memberikan dorongan dan sumbangan di dalam buku ini, saya

menyampaikan banyak terimakasih. Dan hanya Allahlah yang akan membalas

segala kebaikan tersebut. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada

kepada Bapak Dr. Abd. Wahid, M. Ag, selaku editor buku ini sekaligus sebagai

pihak Divisi penerbitan SEARFIQH Banda Aceh, yang selalu mendorong penulis

untuk dapat menyelesaikan tulisan ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalampenulisan buku ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan kritikkonstruktif pembaca untuk kesempurnaan buku ini ke depan. Semoga bermanfaatdan menjadi amal yang diridhai Allah Swt. Amiin

Banda Aceh, 22 Januari 2018

Penulis

Page 5: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

DAFTAR ISI

Kata Pengantar / iDaftar Isi / iii

BAGIAN PERTAMA:PENDAHULUAN / 1

BAGIAN KEDUA:KETENTUAN UMUM TENTANG PERWALIAN NIKAHA. Rukun dan Syarat Nikah / 17B. Urutan Wali Nikah / 17C. Jenis Wali Nikah / 54

BAGIAN KETIGA:KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAHA. Perspektif Fuqaha’ / 65B. Perspektif Mufassir / 88C. Perspektif Muhaddis / 105

BAGIAN KEEMPAT:PENUTUP / 121

DAFTAR PUSTAKA / 127TENTANG PENULIS

DAFTAR ISI

Kata Pengantar / iDaftar Isi / iii

BAGIAN PERTAMA:PENDAHULUAN / 1

BAGIAN KEDUA:KETENTUAN UMUM TENTANG PERWALIAN NIKAHA. Rukun dan Syarat Nikah / 17B. Urutan Wali Nikah / 17C. Jenis Wali Nikah / 54

BAGIAN KETIGA:KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAHA. Perspektif Fuqaha’ / 65B. Perspektif Mufassir / 88C. Perspektif Muhaddis / 105

BAGIAN KEEMPAT:PENUTUP / 121

DAFTAR PUSTAKA / 127TENTANG PENULIS

Page 6: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<1>>

BAGIAN PERTAMAPENDAHULUAN

Manusia diciptakan Allah swt. mempunyai nalurimanusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.Pemenuhan naluri manusiawi manusia, di antara lainkeperluan biologis, dapat disalurkan melaluiperkawinan. Perkawinan menurut Islam merupakantuntunan agama yang perlu mendapat perhatian,sehingga tujuan melangsungkan perkawinan hendaknyaditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.Dalam Islam perkawinan merupakan sunnahRasul SAW yang di antara lain bertujuan untukmelanjutkan keturunan di samping untuk menjagamanusia supaya tidak terjerumus dalam perbuatan keji<<1>>

BAGIAN PERTAMAPENDAHULUAN

Manusia diciptakan Allah swt. mempunyai nalurimanusiawi yang perlu mendapat pemenuhan.Pemenuhan naluri manusiawi manusia, di antara lainkeperluan biologis, dapat disalurkan melaluiperkawinan. Perkawinan menurut Islam merupakantuntunan agama yang perlu mendapat perhatian,sehingga tujuan melangsungkan perkawinan hendaknyaditujukan untuk memenuhi petunjuk agama.Dalam Islam perkawinan merupakan sunnahRasul SAW yang di antara lain bertujuan untukmelanjutkan keturunan di samping untuk menjagamanusia supaya tidak terjerumus dalam perbuatan keji

Page 7: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<2>>

yang sama sekali tidak diinginkan oleh syara’. Untukmemenuhi ketentuan tersebut, maka per-kawinan ituharus dilaksanakan sesuai menurut ketentuan syari’atIslam, yaitu dengan cara yang sah. Suatu perkawinanbaru dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dansyarat-syaratnya. Salah satu rukun atau syarat tidakterpenuhi, maka perkawinan tersebut dianggap batal. Diantara salah satu syarat atau rukun perkawinan adalahadanya wali. Kriteria atau persyaratan wali dalampernikahan dipahami fuqaha’ melalui ayat-ayat yangberkaitan dengan pernikahan. Ayat-ayat tersebut adalah: 221, 230, 232 dan 234 surat al-Baqarah serta ayat 32surat al-Nur.Jumhur fuqaha’ (Maliki, Syafi’i dan Hambali)sepakat menetapkan bahwa laki-laki merupakan syaratmutlak dalam perwalian nikah. Keharusan dankemutlakan tersebut didasarkan kepada keumuman danarti zahir ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Hubungankerabat yang mereka (tiga mazhab tersebut) maksudkandi sini adalah kerabat laki-laki yang dihubungkandengan garis-garis laki-laki dengan tertib prioritastertentu atau sering disebut dengan ‘Ashabah.1Penentuan orang-orang yang berhak menjadi walidisebut di atas dan tertib urutannya didasarkan kepadaijtihad, bukan melalui nash yang sharih.1 Sama dengan ‘Ashabah Bi Al-Nafsih yang terdapat dalamwarisan dengan tertib urutan sesuai dengan pendapat masing-masing Mazhab yang dijelaskan dalam Bab urutan Wali Nikah

Page 8: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<3>>

Akan tetapi mazhab Hanafi berpendiriansebaliknya. Mereka tidak menganggap laki-laki sebagaisyarat mutlak dalam perwalian nikah, kecuali terhadapperkawinan anak kecil (belum dewasa), orang gila danorang yang kurang sempurna akal. Perwalian secaranasab (hubungan kerabat) --menurut mereka-- tidakhanya didasarkan kepada ‘Ashabah semata, tetapi jugadibolehkan berdasarkan keluarga zawil arham(keturunan melalui garis perempuan). Oleh karenanya,atas dasar ini -perwalian secara nasab- tidak tertutupkemungkinan sama sekali wanita dibolehkan bertindakdalam perwalian nikah.Argumen di atas (mazhab Hanafi) didukung olehkenyataan bahwa tidak ada nash yang sharih (baik al-Qur’an dan Hadits) yang menunjukkan mesti laki-lakiyang berhak menjadi wali nikah atau melarangperempuan menjadi wali dalam pernikahan. Ditambahlagi dengan kenyataan historis yang menunjukkansebaliknya, yaitu Aisyah r.a. --Istri Rasulullah saw.--pernah mengawinkan anak saudaranya Habsah bintiAbdurrahman dengan Munzir ibnu Zuber yang di saat itu–Abdurrahman- sedang berada di Syam. Hal yang palingpenting di sini –dari peristiwa tersebut—adalah Aisyahsudah pasti tidak melaksanakan hal seperti itu sekiranyaada nash yang sharih yang melarang perempuan yangmenjadi wali dalam pernikahan, begitu juga halnya yangmenyangkut dengan hubungan kekhalifahan sebagaidasar adanya perwalian nikah di saat seluruh wali

Page 9: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<4>>

‘ashabah tidak dijumpainya - melihat kenyataansekarang-- bukan suatu hal yang mustahil perempuanpunya kesempatan (dibolehkan) bertindak sebagai walidalam pernikahan.Dalam mazhab Syafi’i laki-laki merupakan syaratmutlak untuk menjadi seorang hakim. Akan tetapi untukzaman sekarang pernyataan ini sudah sulit dipertahan-kannya. Hal ini terbukti, Indonesia dikenal sebagaipenganut mazhab tersebut persyaratan semacam inisudah mulai ditinggalkannya, yaitu dibolehkannyahakim wanita di Pengadilan Agama. Kenyataan inimenunjukkan semakin terbuka kemungkinan -padasuatu saat- ke arah boleh perempuan bertindak sebagaiwali dalam pernikahan melalui wali hakim di saatseluruh wali berdasarkan ‘ashabah tidak dijumpainya.Melihat kenyataan di atas dapat dipahami bahwa;(a) ada pemungkinan perempuan bisa bertindak sebagaiwali dalam pernikahan (b) tertib urutan wali secara‘ashabah tidak mesti dipertahankan.Pendapat tersebut bukanlah hal yang baru tetapimerupakan praktek sahabat dan pendapat salah satudari mazhab yang empat (Hanafi) yang tidakdikembangkan di kalangan tiga mazhab lainnya. Di pihaklain ada sebagian ulama yang menganggap keturunan

Page 10: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<5>>

dari garis laki-laki sama kedudukannya denganketurunan garis perempuan.2Seandainya pendapat tersebut diterima secarapenuh, maka tidak akan diragukan lagi akan mempunyaiimplikasi yang luas dalam fiqih munakahat, khususnyaempat mazhab.Selanjutnya akan dikaji di sini penafsiran mufassirterhadap ayat-ayat yang menjadi pokok kajian fuqaha’ diatas. Ulama-ulama tafsir yang dipilih di sini adalah: al-Qurthubi, al-Thabari, al-Zamakhsyari, al-Qasimi, Ibn al-‘Arabi, al-Jashsas dan Rasyid Ridha, denganpertimbangan uraian mereka paling kurang dapatmewakili keempat mazhab yang dikaji.Selanjutnya dalam bagian ini juga akan dikajiHadits-Hadits yang dianggap sebagai dalil oleh ulamafiqih dalam perwalian nikah berdasarkan pemahamanshahabat dan ulama pensyarah Hadits. Kajian ini lebihmemberi tekanan pada segi pemahaman terhadap matan(teks) Hadits, terutama dalam kedudukan sebagai dalilkedua setelah al-Qur’an. Namun begitu sanad akandicantumkan sebanyak yang bisa diperoleh danpenilaian para rawi tentang Hadits yang diriwayatkanakan dicantumkan pula. Kritik sanad akan diberikanterhadap tokoh yang diperselisihkan, sekiranya haltersebut akan mempengaruhi nilai Hadits.2 Al-Suyuri, Kanz Al-Irfan Fii Fiqh Al-Qur’an, jilid II Al-Murtadaa Wiyyat, Taheran, 1385, hal. 326.

Page 11: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<6>>

Dengan pertimbangan-pertimbangan di ataspenulis tertarik dan ingin meneliti lebih lanjut persoalanKetidak-mutlakan laki-laki dalam perwalian nikahdilihat dari berbagai perspektif. Tulisan ini bertujuan disamping untuk mengetahui pemahaman fuqaha’,mufassir dan muhaddis terhadap ayat-ayat dan hadis-hadis yang berkaitan dengan perwalian nikah, jugauntuk mengetahui sebab-sebab terjadi perbedaanmereka dalam memahami ayat-ayat dan hadis (matandan sanad) tersebut.Oleh karenanya, perhatian pokok yang perlu dikajidi sini adalah apakah dalil-dalil yang digunakan fuqaha’,mufassir dan muhaddis dalam menetapkan kriteriaseorang wali dalam pernikahan dan bagaimanapemahamannya sehingga terjadi perbedaan pendapatmereka dalam menetap-kan kriteria wali tersebut. Untukmenjawab pertanyaan di atas dirasa perlu jugamenjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:Pertama, apakah dalil-dalil yang digunakan olehfuqaha’, mufassir dan muhaddis dalam menetapkankriteria seorang wali dalam perkawinan dan bagaimanatata cara penetapan hukumnya?Kedua, apakah yang menjadi dasar perbedaanpendapat mereka menjadi urutan wali nasab tidak hanyaberdasarkan ‘ashabah?

Ketiga, Bagaimana interprestasi mereka terhadap haditsAisyah yang telah mengawinkan anak saudaranya -Habsah binti Abdurrahman- dengan Munzir Ibnu Zuber?

Page 12: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<7>>

Mengenai ruang lingkup tulisan ini dapatdiklasifikasi-kan kepada empat bagian, dengan perinciansebagai berikut. Bagian pertama Pendahuluan. Bagiankedua Ketentuan umum tentang perwalian nikah yanguraiannya mencakup rukun dan syarat njikah, urutanwali dalam pernikahan dan jenis-jenis wali nikah itusendiri. Bagian ketiga berkaitan dengan ketidak-mutlakan laki-laki dalam perwalian nikah dilihat dariberbagai perspektif; perspektif Fuqaha’, perspektifMufassir dan perspektif Muhaddisin. Sedangkan bagiankeempat berisi penutup, mencakup semua rukun dansyarat-syarat nikah empat mazhab. Namun begituperhatian pokok lebih diarahkan kepada:1. Kemungkinan wanita bisa bertindak sebagai walidalam pernikahan.2. Urutan wali secara ‘asabah tidak mesti dipertahan-kan.1. Kerangka TeoriDalam penelitian ini, yang dianggap sebagai daliluntuk fiqh hanyalah al-Qur’an dan Hadits Rasulullahsaw. dan selanjutnya akan disebut sebagai nash. Adapundalil-dalil selebihnya (Qiyas, Istihsan, Masalih Al-Mursalat, Istishab, ‘Uruf dan seterusnya) akan dianggap

Page 13: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<8>>

pola istimbath (penalaran).3 Selanjutnya pola-polapenalaran ini dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu:1. Pola penalaran bayani;2. Pola penalaran Ta’lili;3. Pola penalaran Istishlahi.Dimaksudkan penalaran bayani adalah panalaranyang pada dasarnya bertumpu pada qaidah-qaidahkebahasaan (semantik). Di dalamnya dibahas antara lainkeluasan dan kesempitan cakupan makna kata,homonim, makna-makna amar dan nahyi, kata-kata darisegi kejelasan dan ketidak-jelasan maknanya, maknakata sesuai dengan kedudukan dan fungsi dalam kalimat,hubungan antara induk dan anak kalimat danseterusnya.3 Secara harfiah dalil berarti “petunjuk jalan” atau “Pandu”.Secara teknik dalil adalah sesuatu yang dapat memberikanpengetahuan tentang apa yang dicari (Fa Huwa ma yumkin

tawaashul bihi ilaa Al-Ilm bi Mathluubin khaabariyyin). Al-Qur’andan sunnah Rasul disebut dalil karena keduanya merupakanpetunjuk untuk mengetahui maksud Allah tentang hukum taklifiyang dibebankan kepada manusia. Mangenai nash secara harfiahberarti “sesuatu yang jelas”, sedangkan secara teknis berarti“perintah jelas” (bukan kabur) yang berkaitan dengan sesuatumasalah tertentu yang tertulis secara nyata di dalam Al-Qur’an danHadits. Lebih lanjut lihat Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad SebelumTertutup, Terjemahan Agah Garandi, Pustaka Bandung, Cet. I, 1984,hal. 110; Al-Amidi, Al-Ihkaam fii Ushuul Al-Ahkaam, Jilid I, Mathba’atAli Subeih, Kairo, 1968, Hal. 8 dan 9. Sedangkan kata penalaransecara harfiyah berarti penalaran deduktif. Namum sering jugadigunakan dalam arti penalaran secara umum. Dalam tulisan ini artiyang terakhir yang dipilih.

Page 14: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<9>>

Dimaksudkan dengan pola penalaran ta’lili adalahpenalaran yang berusaha melihat apa yangmelatarbelakangi sesuatu ketentuan dalam Al-Qur’andan Hadits atau apa yang menjadi ‘illat dari sesuatuperbuatan. Di dalam al-Qur’an dan Hadits sendiri adaketentuan secara jelas disebutkan ‘illatnya, ada yangdiisyaratkan saja dan ada yang tidak disebutkan illattersebut, ada yang bisa ditemukan melalui perenungandan ada juga yang tetap gelap sampai sekarang belumterungkapkan. Apabila illat yang ada di dalam sesuatuketentuan dalil nash ditemukan juga pada masalah yanglain yang tidak ada ketentuan nashnya, maka hukumkedua masalah tersebut akan dia anggap sama dan inilahyang disebut dengan qiyas. Tetapi bila terdapat sesuatukecenderungan atau alasan khusus sehingga qiyas itutidak dilaksanakan maka pengalihan itu disebutistihsaan.Dimaksudkan dengan pola penalaran Istishlahiadalah penalaran yang menggunakan ayat-ayat atauhadits-hadits yang mengandung “konsep umum” sebagaidalil atau sandarannya. Biasanya penalaran inidigunakan kalau masalah yang ditakyif (dikualifikasi,diidentifikasi) tersebut tidak dapat dikembalikan kepadasesuatu ayat atau hadits tertentu secara khusus. Tetapiakan mengembalikannya kepada gabungan maknaberapa ayat atau hadits atau gabungan antara keduanya.Dengan kata lain berusaha mendeduksi tujuan-tujuanumum syari’at dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits

Page 15: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<10>>

Rasullullah saw. serta menyusun kategori-kategorinya,guna menentukan skala prioritas ketentuan hukumuntuk masalah baru, akan dibuat berdasarkankedudukannya dalam kategori dan skala tersebut. Paraulama telah membuat tiga kategori tujuan syari’atdengan urutan prioritasnya: (a) melindungi kebutuhanesensial manusia (dharuriyyat), (b) Melindungikebutuhan Primer (hajiyyat), dan (c) Melindungikebutuhan komplementer (tahsiniyyat).Dari uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa dalampenalaran istishlahi telah termasuk di dalamnya dalil-dalil masaalih al-Mursalat, Sad Al-Zara’i, ‘uruf danistishaab. Demikian dikatakan karena pertimbanganutama penerimaan ketiga dalil ini oleh para ulamaadalah pertimbangan kemaslahatan.Apabila diperhatikan hasil-hasil istimbath yangdilakukan para ulama, akan terlihat bahwa penalaranbayani cenderung memperhatikan nash terlepas darikeadaan sosial dan perkembangan masyarakat. Sedangkedua penalaran berikutnya relatif lebih banyakmemperhatikan keadaan sosial dan masyarakat,sehingga kadang-kadang hasil istimbathnya berbedadengan arti harfiyyah nash.Akhirnya pantas dicatat, ketiga pola penalaran diatas tidaklah terlepas mutlak satu sama lain. Ketiga-tiganya saling berhubungan. Untuk pola penalaran keduaperlu memahami pola pertama dan untuk yang ketigaperlu memahami dua yang sebelumnya, untuk yang

Page 16: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<11>>

pertamapun sampai batas tertentu tetap memerlukandua yang di bawahnya.2. Tujuan dan Kegunaan KajianPenelitian ini bertujuan antara lain :1. Mengetahui dan menjelaskan dalil-dalil yangdigunakan empat mazhab dalam menetapkankriteria seorang wali dalam pernikahan dan cara3. Tujuan dan Kegunaan Kajian

Penelitian ini bertujuan antara lain:1. Mengetahui dan menjelaskan dalil-dalil yang

digunakan empat mazhab dalam menetapkan kriteriaseorang wali dalam pernikahan dan cara pe-mahamannya.2. Mengetahui dan menjelaskan dasar perbedaanpemikiran mereka dalam menjadikan urutan walitidak hanya berdasarkan ‘asabah.3. Mengetahui dan menjelaskan interprestasimereka terhadap hadits yang berdasarkan Aisyahtersebut.Adapun kegunaan kajian adalah :1. Merupakan usaha penggalian beberapa segihukum Islam yang dalam kadar tertentu akanmemberikan sumbangan pembangunan hukumnasional Indonesia.2. Dapat menambah keyakinan tentang keabadiansyari’at Islam di satu pihak, serta kelunturannya

Page 17: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<12>>

di pihak lain, diiringi dengan himbauan, agarumat Islam melaksanakan secara sadar danbertanggung jawab.3. Sebagai tambahan kepustakaan bagi mahasiswaFakultas Syari’ah dalam mata kuliah Fiqih atauUshul Fiqih serta masyarakat ilmiah padaumumnya dalam upaya merangsang danmelebarkan gerak ijtihad yang lebih bertanggungjawab dan lebih berhasil guna.4. Menjadi bahan masukan bagi pihak yangberkompeten atau berkeinginan melakukanpenalaran fiqih di Indonesia.2. Metodologi dan SistematikaMenghadapi permasalahan seperti dirumuskandi atas, dapat dinyatakan, studi ini berbentuk kajiankepustakaan. Tahapan-tahapannya akan dibagikepada dua tahapan pokok yaitu :

Pertama diadakan kajian untuk memperolehsebanyak mungkin pendapat dan konsep ImamMazhab yang empat tentang tata cara perkawinanyang sah dalam Syari’at Islam. Ini dilakukan denganmembaca dan mengkaji buku-buku fiqih yangberhubungan dengan mazhab-mazhab yang dikaji.Buku Fiqih lainnya akan digunakan sebagaipelengkap sekiranya diperlukan. Setelah terkumpulpendapat tersebut akan dianalisa dengan caramembandingkannya satu sama lain. Hasil kajian ini

Page 18: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<13>>

digunakan sebagai bahan untuk mengetahui danmenguji kesimpulan-kesimpulan yang diambil olehmasing-masing mazhab dalam menetapkan rukundan syarat serta urutan perwalian yang harusdipenuhi dalam suatu perkawinan.Tahap kedua, dilakukan penelitian terhadapargumen atau dalil-dalil yang digunakan olehmasing-masing mazhab yang empat tentang masalahpokok penelitian. Argumen atau dalil-dalil tersebutditeliti melalui buku-buku fiqih yang telah disebut-kan di atas sebagai perhatian pokok dan selebihnyajuga akan dipergunakan buku-buku fiqih lain jika di-perlukan. Kegiatan ini dimaksudkan guna me-ngetahui argumen-argumen atau dalil-dalil apa yangdigunakan empat mazhab dan cara memahaminya,sehingga sampai kepada kesimpulan seperti tersebutdi pokok penelitian. Seiring dengan itu, juga dalamtahap kedua ini dilakukan penelitian terhadap buku-buku Tafsir dan syarah kitab-kitab Hadits sepanjangmenyangkut dengan dalil-dalil yang digunakan olehempat mazhab.Kegiatan ini dimaksudkan guna mengetahuibagaimana dalil-dalil tersebut dipahami dandisimpulkan apa yang pernah diambil oleh ulama-ulama terdahulu, demi untuk bahan perbandingandengan argumen-argumen yang dikemukakan olehulama-ulama empat mazhab. Untuk ini dipilihbeberapa buku Tafsir dengan titik perhatian pada

Page 19: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<14>>

perkembangan pemahamannya. Mengenai haditsditentukan pada kutub al-Sittah dan syarahnyasepanjang yang diperoleh ditambah dengan Muwatta’Imam Malik.4 Ayat-ayat pokok yang akan dikajiadalah surat al-Baqarah ayat 221, 230, 232 dan 234,dan surat Al-Nur ayat 32. Sedangkan dari hadits yangakan dikaji hanyalah hadits-hadits yang berkenaandengan masalah wali nikah. Adapun Hadits lain,sepanjang dirasa perlu akan disertakan sebagaipenunjang.Begitu juga di sini akan dilakukan kajiantentang tanggapan mereka (empat mazhab) terhadaphadits-hadits Aisyah yang telah mengawinkan anaksaudaranya seperti yang telah disebutkan di atas.Kegiatan ini dimaksudkan guna mengetahui bagai-mana persepsi dan tanggapan mereka terhadappraktek Aisyah tersebut.Sesuai dengan kerangka kerja di atas makaanalisa yang akan ditempuh bersifat analitis reflektifdan komperatif.

4 Kutub Al-Sittah adalah enam buku kumpulan Hadits yangpaling dihargai di kalangan sunni. Keenam kitab tersebut yangpaling populer dengan nisbah kepada penghimpunnya adalah SahihBukhari; disyarahkan oleh Al-Kirmani, Al-‘Asqalaani, Al-‘Aini dan Al-Qasthalani; Shahih Muslim disyarahkan oleh Al-Nawaawi, Sunan ibnMajah disyarahkan oleh Al-Sindi; Sunan Abi Dawud disyarahkanoleh Al-Busti, Ibnu Al-Qayyim Al-Jauzi dan Al-‘Ashim Abadi; SunanAl-Turmuzi disyarahkan oleh Al-Mubaarakfuri; dan akhirnya SunanAl-Nasaiy disyarahkan oleh Al-Sayuthi.

Page 20: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<15>>

Setelah ini semua barulah laporan akhirditurunkan. Laporan tersebut dibagi kepada empatbagian dengan sistematika sebagai berikut: Bagianpertama berisi pendahuluan. Bagian kedua berisipandangan Ulama empat mazhab tentang rukun dansyarat nikah serta urutan wali dalam pernikahan.Bagian ketiga berisi tentang pendapat empat mazhabmenyangkut dengan kriteria wali dalam pernikahanserta dalil-dalilnya dan sekaligus membandingkandengan penjelasan ulama-ulama tafsir dan pen-syarahan hadits tentang nash pokok yang digunakansebagai argumen oleh empat mazhab. Setelah itubarulah bab penutup yang berisi kesimpulan-kesimpulan sebagai inti dari semua pembahasan.@@

Page 21: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<16>>

Page 22: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<17>>

BAGIAN KEDUAKETENTUAN UMUM

TENTANG PERWALIAN NIKAH

A. Rukun dan Syarat NikahSuatu pernikahan baru dianggap sah apabila telah

sempurna rukun dan syarat-syaratnya. Salah satu rukun atausyarat tidak terpenuhi perkawinan tersebut menjadi bataldan tidak mempunyai kepastian hukum, bahkan dianggapbelum pernah terjadi sama sekali baik dalam kenyataanmaupun dalam arti hukum.

B. Pengertian Nikah dan Dasar HukumnyaHukum pernikahan mempunyai kedudukan amatpenting dalam Islam sebab hukum pernikahan me-ngatur tata-cara kehidupan keluarga yang merupa-kan inti kehidupan masyarakat sejalan dengan ke-dudukan manusia sebagai makhluk yang ber-kehormatan melebihi makhluk-makhluk lainnya.<<17>>

BAGIAN KEDUAKETENTUAN UMUM

TENTANG PERWALIAN NIKAH

A. Rukun dan Syarat NikahSuatu pernikahan baru dianggap sah apabila telah

sempurna rukun dan syarat-syaratnya. Salah satu rukun atausyarat tidak terpenuhi perkawinan tersebut menjadi bataldan tidak mempunyai kepastian hukum, bahkan dianggapbelum pernah terjadi sama sekali baik dalam kenyataanmaupun dalam arti hukum.

B. Pengertian Nikah dan Dasar HukumnyaHukum pernikahan mempunyai kedudukan amatpenting dalam Islam sebab hukum pernikahan me-ngatur tata-cara kehidupan keluarga yang merupa-kan inti kehidupan masyarakat sejalan dengan ke-dudukan manusia sebagai makhluk yang ber-kehormatan melebihi makhluk-makhluk lainnya.

Page 23: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<18>>

Hukum pernikahan merupakan bagian dari ajaranagama Islam yang wajib ditaati dan dilaksanakansesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.5Kata nikah menurut bahasa sama dengankata kata, zawaj. Dalam Kamus al-Munawwir, katanikah disebut dengan an-nikh dan az-ziwaj/az-zawjatau az-zijah. Secara harfiah, an-nikh berarti al-wath'u,adh-dhammu dan al-jam'u. Al-wath'u berasal dari katawathi'a - yatha'u - wath'an, artinya berjalan di atas,melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki,menggauli dan bersetubuh atau bersenggama.6Syeikh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malibarydalam kitabnya Fath al- Mu’in mengupas tentangpernikahan, syarat, rukun, talak dan macam-macamnya, ruju serta tentang wali. Pengarang kitabtersebut menyatakan nikah adalah suatu akad yangberisi pembolehan melakukan persetubuhan denganmenggunakan lafadz menikahkan. Kata nikah itusendiri secara hakiki bermakna persetubuhan.7Kitab Fath al-Qarib yang disusun oleh SyekhMuhammad bin Qasim al-Ghazzi menerangkan pula

5 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Pernikahan Islam, Yogyakarta:UII Press, 2004, hlm. 1-2.6 Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-MunawwirArab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997,hlm. 1461.7 Syaikh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malibary, Fath al- Mu’in,Beirut: Dar al-Fikr, t.th, hlm. 72.

Page 24: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<19>>

tentang masalah hukum-hukum pernikahan diantaranya dijelaskan kata nikah diucapkan menurutmakna bahasanya yaitu kumpul, wati, jimak dan akad.Dan diucapkan menurut pengertian syara’ yaitu suatuakad yang mengandung beberapa rukun dan syarat.8Ada juga yang mengartikan nikah Secara etimologi

“nikah” itu berarti “berkumpul” dan “bersatu".9 sedangkanmenurut istilah yang diberikan oleh sebagian ulamaSyafi’iyah adalah :

عقد يتضمن إبا حة وطء بلفظا إنكاح أو تز ويج أو تر مجتهMaksudnya : Suatu akad (perjanjian) yang mengandungketentuan hukum pembolehan hubungan kelamin (antarasuami isteri) dengan menggunakan lafazd nikah, tazwij atauterjemahannya.10

Definisi semacam ini nampaknya mengandungkekurangan karena pengetian seperti ini menimbulkan kesanseolah-olah perkawinan dalam Islam tidak lebih daripemenuhan seksual belaka.11 Menyadari hal ini pengertian

8 Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazzi, Fath al-Qarib,Indonesia: Maktabah al-lhya at- Kutub al-Arabiah, tth, hlm. 48.9 Muhammad Zuhri Al-Ghanrawi, Al-Siraaj Al-Wahhaaj, Daar

al-Fikr, hal. 359.10 Muhammad Al-Syarbaini Al-Khatib, Mughnii Al-Muhtaj, Juz

III, Mushthafa Al-Baabii, Al-Halabii wa Aulaaduh, Mesir, 1958, hal.123.

11 Pengertian semacam ini tidak saja ditemukan dalam kitab-kitab Fiqih Syafi’iyah, tetapi juga ditemukan dalam kitab-kitab FiqihMazhab lainnya kecuali redaksinya yang berbeda. Lihat misalnya Al-Kasani, Badaai’ Al-Shanaai’, Juz II, Syirkat Al-Mathbuu’at Al-Ilmiyyat, Mesir, 1327, hlm. 228; Ibnu Nujaim, Al-Bahr Al-Raaiq, JuzIII Daar al-Kutub Al-‘Arabiyah Al-Kubraa, Mekkah, hlm. 109.Perbedaan menonjol antara pengertian nikah yang terdapat dalam

Page 25: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<20>>

nikah perlu diperluaskan sehingga mencakup tujuan danakibat hukumnya. Pengertian semacam ini sekurang-kurangnya dapat dilihat rumusan yang diberikan oleh salahseorang pengarang fiqih mutakhir --H. Muhammad Rifai--yaitu “suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkanhak dan kewajiban antara keduanya”.12

Namun demikian bukan berarti pengarang-pengarang kitab fiqih zaman klasik --seperti yangpendapatnya dikutip di atas-- mengabaikan akibat dantujuan yang ingin dicapai dalam suatu perkawinan. Karenabagaimanapun hak dan kewajiban dari suatu perkawinan itumesti ada menurut syara’, yang karena itu sungguh tidaklogis kalau dikatakan kepada mereka mengabaikannya.Dalam pasal 1 Bab I Undang-undang No. : 1tahun 1974 tanggal 2 Januari 1974 dinyatakan;"Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorangpria dengan seorang wanita sebagai suami isteridengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YangMaha Esa".13

Fiqih Klasik khusunya dalam empat mazhab adalah ditemukan dalammazhab Hanafi. Menurut mazhab ini akad nikah dibolehkanmenggunakan selain lafazh tazwij, seperti Lafazh Bai’, Hibbah,Shadakat dan Tamlik.

12 Muhammad Rifai, Fiqih Islam Lengkap, CV Toha Putra,Semarang, hlm. 453.13 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di

Dunia Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 203.Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (INPRES No 1 Tahun1991),pernikahan miitsaaqan ghalizhan menurut hukum Islam adalahpernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau ghalizhan untukmentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakanibadah. Lihat Saekan dan Erniati Effendi, Sejarah Penyusunan

Page 26: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<21>>

Di antara pengertian-pengertian tersebut tidakterdapat pertentangan satu sama lain, bahkan jiwa-nya adalah sama dan seirama, karena pada hakikat-nya syari'at Islam itu bersumber kepada Allah Tuhanyang Maha Esa. hukum pernikahan merupakanbahagian dari hukum Islam yang, memuat ketentuan-ketentuan tentang hal ihwal pernikahan, yaknibagaimana proses dan prosedur menuju terbentuk-nya ikatan pernikahan, bagaimana cara me-nyelenggarakan akad pernikahan menurut hukum,bagaimana cara memelihara ikatan lahir batin yangtelah diikrarkan dalam akad pernikahan sebagai akibatyuridis dari adanya akad itu, bagaimana cara mengatasikrisis rumah tangga yang mengancam ikatan lahirbatin antara suami isteri, bagaimana proses danprosedur berakhirnya ikatan pernikahan, serta akibatyuridis dari berakhirnya pernikahan, baik yangmenyangkut hubungan hukum antara bekas suamidan isteri, anak-anak mereka dan harta mereka.Istilah yang lazim dikenal di kalangan para ahli hukumIslam atau Fuqaha ialah Fiqih Munakahat atau HukumPernikahan Islam atau Hukum Pernikahan Islam.Masing-masing orang yang akan melaksanakanpernikahan, hendaklah memperhatikan inti sari darisabda Rasulullah SAW. yang menggariskan, bahwasemua amal perbuatan itu disandarkan atas niat dariyang beramal itu, dan bahwa setiap orang akanmemperoleh hasil dari apa yang diniatkannya.Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Surabaya: Arkola, 1977, hlm.76.

Page 27: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<22>>

Oleh karenanya maka orang yang akanmelangsungkan akad pernikahan hendaklah me-ngetahui benar-benar maksud dan tujuan pernikahan.Maksud dan tujuan itu adalah sebagai berikut:a. Mentaati perintah Allah SWT. dan mengikuti jejakpara Nabi dan Rasul, terutama meneladani SunnahRasulullah Muhammad SAW., karena hidup beristri,berumah tangga dan berkeluarga adalah termasuk'Sunnah beliau.b. Memelihara pandangan mata, menenteramkan jiwa,memelihara nafsu seksualitas, menenangkanpikiran, membina kasih sayang serta menjagakehormatan dan memelihara kepribadian.c. Melaksanakan pembangunan materiil danspirituil dalam kehidupan keluarga dan rumahtangga sebagai sarana terwujudnya keluargasejahtera dalam rangka pembangunan masyarakatdan bangsa.d. Memelihara dan membina kualitas dankuantitas keturunan untuk mewujudkan kelestariankehidupan keluarga di sepanjang masa dalamrangka pembinaan mental spirituil dan phisikmateriil yang diridlai Allah Tuhan Yang Maha Esa.e. Mempererat dan memperkokoh tali kekeluargaanantara keluarga suami dan keluarga istri sebagaisarana terwujudnya kehidupan masyarakat yang

Page 28: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<23>>

aman dan sejahtera lahir batin di bawah naunganRahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.14Pada dasarnya pernikahan merupakan suatu halyang diperintahkan dan dianjurkan oleh Syara'. Bebe-rapa firman Allah yang bertalian dengan disyari'At-kannya pernikahan ialah:1) Firman Allah ayat 3 Surah 4 (An-Nisa'):وإن خفتم أال تـقسطوا يف اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثـىن

دة أو ما ملكت أميانكم ذلك وثالث ورباع فإن خفتم أال تـعدلوا فـواح :Artinyaأدىن أال تـعولوا Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlakuadil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim(bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil,maka (nikahlah) seorang saja (Q.S.An-Nisa': 3). 152) Firman Allah ayat 32 Surah 24 (An-Nur):

وا فـقراء وأنكحوا األيامى منكم والصاحلني من عبادكم وإمائكم إن يكون يـغنهم الله من فضله والله واسع عليم

14 Zahry Hamid, Pokok-Pokok Hukum Pernikahan Islam danUndang-Undang Pernikahan di Indonesia, Yogyakarta: Bina Cipta,1978, hlm. 2.15 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an,Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1986, hlm. 115.

Page 29: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<24>>

Artinya: Dan nikahkanlah orang-orang yang sendiriandi antara kamu, dan orang-orang yang layak(bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yangperempuan. Jika mereka miskin, Allah akanmemampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan AllahMaha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui(Q.S.An-Nuur': 32). 163) Firman Allah ayat 21 Surah 30 (Ar-Rum):يا أيـها الذين آمنوا ال تـتبعوا خطوات الشيطان ومن يـتبع خطوات

شيطان فإنه يأمر بالفحشاء والمنكر ولوال فضل الله عليكم ورمحته ما اليع عليم :Artinyaزكا منكم من أحد أبدا ولكن الله يـزكي من يشاء والله مس Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialahDia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismusendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteramkepadanya, dari dijadikan di antaramu rasa kasih dansayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir(Q.S. Ar-Rum: 21).17Beberapa hadits yang bertalian dengan di-syari'atkannya pernikahan ialah:

خرجنا مع النيب صلى الله عليه وسلم وحنن عن عبد الله بن مسعود قال شباب ال نـقدر على شيء فـقال يا معشر الشباب عليكم بالباءة فإنه

16 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 54917 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an,Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 644

Page 30: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<25>>

مل يستطع منكم الباءة فـعليه بالصوم أغض للبصر وأحصن للفرج فمن ١٨فإن الصوم له وجاء

Dari Ibnu Mas'ud ra. dia berkata: "Rasulullahsaw. bersabda: "Wahai golongan kaum muda, barang-siapa diantara kamu telah mampu akan bebannikah, maka hendaklah dia menikah, karena se-sungguhnya menikah itu lebih dapat memejamkanpandangan mata dan lebih dapat menjaga kemaluan.Dan barangsiapa yang belum mampu (menikah), makahendaklah dia (rajin) berpuasa, karena sesungguhnyapuasa itu menjadi penahan nafsu baginya". (HR.Al- Jama'ah).Dari Sa’ad bin Abu Waqqash, dia berkata:“Rasulullah saw. pernah melarang Utsman binmazh'un membujang. Dan kalau sekiranya Rasulullahsaw. mengizinkan, niscaya kami akan mengebiri". (HR.Al Bukhari dan Muslim).19Dari Anas: "Sesungguhnya beberapa orang darisahabat Nabi saw. sebagian dari mereka ada yangmengatakan: "Aku tidak akan menikah". Sebagian darimereka lagi mengatakan: "Aku akan selalu ber-sembahyang dan tidak tidur". Dan sebagian darimereka juga ada yang mengatakan: "Aku akan selaluberpuasa dan tidak akan berbuka". Ketika hal itudidengar oleh Nabi saw. beliau bersabda: "Apamaunya orang-orang itu, mereka bilang begini dan18Imam Syaukani, Nail al–Autar, Beirut: Daar al-Qutub al-Arabia, juz 4, 1973, hlm. 171.19 Ibid, hlm. 171

Page 31: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<26>>

begitu?. Padahal disamping berpuasa aku juga ber-buka. Disamping sembahyang aku juga tidur. Dan akujuga menikah dengan wanita. Barangsiapa yang tidaksuka akan sunnahku, maka dia bukan termasuk dari(golongan) ku". (HR. Al Bukhari dan Muslim).20Dari Sa'id bin Jubair, dia berkata: "Ibnu Abbaspernah bertanya kepadaku: "Apakah kamu telahmenikah?". Aku menjawab: "Belum". Ibnu Abbasberkata: "Menikahlah, karena sesungguhnya sebaik-baiknya ummat ini adalah yang paling banyak kaumwanitanya". (HR. Ahmad dan Al- Bukhari).21Dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah:"Sesungguhnya Nabi saw. melarang membujang.Selanjutnya Qatadah membaca (ayat): "Dan sesungguh-nya kami telah mengutus beberapa orang Rasulsebelum kamu dan kami berikan kepada merekabeberapa istri dan anak cucu". (HR. Tirmidzi dan IbnuMajah).22Menurut At Tirmidzi, hadits Samurah tersebutadalah hadits Hasan yang gharib (aneh). Al Asy'atsbin Abdul Mulk meriwayatkan hadits ini dari Hasandari Sa'ad bin Hisyam dari Aisyah dan ia dari Nabisaw. Dikatakan bahwa kedua hadits tersebut adalahshahih.Hadits senada diketengahkan oleh Ad Darimidalam Musnad Al Firdaus dari Ibnu Umar, dia20 Ibid, hlm. 17121 Ibid, hlm. 17122 Ibid

Page 32: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<27>>

mengatakan: "Rasulullah saw. bersabda: "Berhajilahnanti kamu akan kaya. Bepergianlah nanti kamu akansehat. Dan menikahlah nanti kamu akan banyak.Sesungguhnya aku akan dapat membanggakan kamudihadapan umat-umat lain". Dalam isnad haditstersebut terdapat nama Muhammad bin Al Hants dariMuhammad bin Abdurrahman Al Bailamni, keduanyaadalah perawi yang sama-sama lemah.Hadits senada juga diketengahkan oleh AlBaihaqi dari Abu Umamah dengan redaksi: "Menikahlahkamu, karena sesungguhnya aku akan membanggakankalian dihadapan ummat-ummat lain. Dan janganlahkalian seperti para pendeta kaum Nasrani". Namundalam sanadnya terdapat nama- nama Muhammad binTsabit, seorang perawi yang lemah.Hadits senada berikutnya diriwayatkan olehDaraquthni dalam Al Mu'talaf dari Harmalah binNu'man dengan redaksi: "Wanita yang produktif anakitu lebih disukai oleh Allah ketimbang wanita cantiknamun tidak beranak. Sesungguhnya aku akanmembanggakan kalian di hadapan ummat-ummat lainpada hari kiamat kelak". Namun menurut Al HafizhIbnu Hajar, sanad hadits ini lemah.Para Fukaha berbeda pendapat tentang statushukum asal dari pernikahan. Menurut pendapat yangterbanyak dari fuqaha madzhab Syafi'i, hukum nikahadalah mubah (boleh), menurut madzhab Hanafi,Maliki, dan Hambali hukum nikah adalah sunnat,sedangkan menurut madzhab Dhahiry dan Ibn. Hazm

Page 33: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<28>>

hukum nikah adalah wajib dilakukan sekali seumurhidup.23Adapun Hukum melaksanakan pernikahan jikadihubungkan dengan kondisi seseorang serta niat danakibat-akibatnya, maka tidak terdapat perbedaan diantara para ulama, bahwa hukumnya ada beberapamacam, yaitu:24Pernikahan hukumnya wajib bagi orangyang telah mempunyai keinginan kuat untuk nikahdan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakandan memikul beban kewajiban dalam hidup per-nikahan serta ada kekhawatiran, apabila tidak nikah,ia akan mudah tergelincir untuk berbuat zina.Alasan ketentuan tersebut adalah sebagaiberikut. Menjaga diri dari perbuatan zina adalah wajib.Apabila bagi seseorang tertentu penjagaan diri ituhanya akan terjamin dengan jalan nikah, bagi orang itu,melakukan pernikahan hukumnya adalah wajib. Qa'idahfiqhiyah mengatakan, "Sesuatu yang mutlak diperlukanuntuk menjalankan suatu kewajiban, hukumnya adalahwajib"; atau dengan kata lain, "Apabila suatu kewajibantidak akan terpenuhi tanpa adanya suatu hal, hal ituwajib pula hukumnya." Penerapan kaidah tersebutdalam masalah pernikahan adalah apabila seseoranghanya dapat menjaga diri dari perbuatan zina dengan23 Ibid. Lihat juga TM.Hasbi ash Shiddieqy, Koleksi Hadits-

Hadits Hukum, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, jilid 8, 2001,hlm. 3-8. TM.Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits, jilid 5, Semarang;PT.Pustaka Rizki Putra, 2003, hlm. 3-824 Zahry Hamid, op, cit., hlm. 3-4.

Page 34: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<29>>

jalan pernikahan, baginya pernikahan itu wajibhukumnya.25Pernikahan hukumnya sunnah bagi orang yangtelah berkeinginan kuat untuk nikah dan telahmempunyai kemampuan untuk melaksanakan danmemikul kewajiban-kewajiban dalam pernikahan,tetapi apabila tidak nikah juga tidak ada kekhawatiranakan berbuat zina.Alasan hukum sunnah ini diperoleh dari ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi sebagaimanatelah disebutkan dalam hal Islam menganjurkanpernikahan di atas. Kebanyakan ulama berpendapatbahwa beralasan ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi itu, hukum dasar pernikahan adalahsunnah. Ulama madzhab al-Syafi’i berpendapatbahwa hukum asal pernikahan adalah mubah. Ulama-ulama madzhab Dhahiri berpendapat bahwapernikahan wajib dilakukan bagi orang yang telahmampu tanpa dikaitkan adanya kekhawatiran akanberbuat zina apabila tidak nikah.26Pernikahan hukumnya haram bagi orang yangbelum berkeinginan serta tidak mempunyaikemampuan untuk melaksanakan dan memikulkewajiban-kewajiban hidup pernikahan sehinggaapabila nikah juga akan berakibat menyusahkanistrinya. Hadits Nabi mengajarkan agar orang jangansampai berbuat yang berakibat menyusahkan dirisendiri dan orang lain.25Ahmad Azhar Basyir, op. cit, hlm. 14-1626 Ibid., hlm. 14.

Page 35: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<30>>

Al-Qurthubi dalam kitabnya Jami li Ahkam al-Qur’an(Tafsir al- Qurthubi) berpendapat bahwa apabila calonsuami menyadari tidak akan mampu memenuhikewajiban nafkah dan membayar mahar (maskawin)untuk istrinya, atau kewajiban lain yang menjadihak istri, tidak halal menikahi seorang kecualiapabila ia menjelaskan peri keadaannya itu kepadacalon istri; atau ia bersabar sampai merasa akan dapatmemenuhi hak-hak istrinya, barulah ia bolehmelakukan pernikahan. Lebih lanjut Al-Qurthubidalam kitabnya Jami' li Ahkam al-Qur’an mengatakanjuga bahwa orang yang mengetahui pada dirinyaterdapat penyakit yang dapat menghalangikemungkinan melakukan hubungan dengan calonistri harus memberi keterangan kepada calon istriagar pihak istri tidak akan merasa tertipu. Apa yangdikatakan Al-Qurthubi itu amat penting artinyabagi sukses atau gagalnya hidup pernikahan. Dalambentuk apa pun, penipuan itu harus dihindari. Bukansaja cacat atau penyakit yang dialami calon suami,tetapi juga nasab keturunan. kekayaan. kedudukan,dan pekerjaan jangan sampai tidak dijelaskan agartidak berakibat pihak istri merasa tertipu.27Hal yang disebutkan mengenai calon suami ituberlaku juga bagi calon isteri. Calon istri yang tahubahwa ia tidak akan dapat memenuhi kewajibannyaterhadap suami, karena adanya kelainan ataupenyakit, harus memberikan keterangan kepada calon27 Sikap terus terang antara calon suami isteri sangatpenting karena untuk membangun sikap jujur yang justru harusdimulai pada saat saling mengenal. Hal itu dimaksudkan untukmenghindari sikap menyesal.

Page 36: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<31>>

suami agar jangan sampai terjadi pihak suami merasatertipu. Bila ia mencoba menutupi cacat yang ada padadirinya, maka suatu hari masalah ini akan berkembangdengan pertengkaran dan penyesalan.Bahkan kekurangan-kekurangan yang terdapatpada diri calon istri, yang apabila diketahui oleh pihakcolon suami, mungkin akan mempengaruhi maksudnyauntuk menikahi, misalnya giginya palsu sepenuhnya,rambutnya habis yang tidak mungkin akan tumbuhlagi hingga terpaksa memakai rambut palsu atau wigdan sebagainya, harus dijelaskan kepada colon suamiuntuk menghindari jangan sampai akhirnya pihaksuami merasa tertipu.Pernikahan hukumnya makruh bagi seorangyang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyaidaya tahan mental dan agama hingga tidak khawatirakan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyaikekhawatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istrinya, meskipun tidak akanberakibat menyusahkan pihak istri; misalnya, calon istritergolong orang kaya atau calon suami belummempunyai keinginan untuk nikah.Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatupernikahan dikhawatirkan akan berakibat mengurangisemangat beribadah kepada Allah dan semangatbekerja dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruhdaripada yang telah disebutkan di atas.28Pernikahan hukumnya mubah bagi orang yangmempunyai harta, tetapi apabila tidak nikah tidak28

Page 37: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<32>>

merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikatanikah pun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakankewajibannya terhadap istri. Pernikahan dilakukansekedar untuk memenuhi syahwat dan kesenanganbukan dengan tujuan membina keluarga dan men-jaga keselamatan hidup beragama.29Uraian sub Bab ini dibagi kepada dua bagian yaitu :

1. Rukun NikahDimaksudkan dengan rukun nikah adalah sesuatu

yang mesti ada dalam suatu perkawinan dan merupakanhakikat dari perkawinan itu sendiri. Bila tidak dipenuhimengakibatkan batalnya perkawinan. Rukun-rukun nikahtersebut adalaha. Shighat

Shighat adalah pernyataan setuju dan senang yangdiucapkan oleh pihak calon suami isteri waktu dilakukanakad nikah untuk mengikat hidup berkeluarga. Pernyataanpertama yang diucapkan (dari pihak isteri) untukmenunjukkan kemauan membentuk hubungan suami isteridisebut dengan ijab. Sedangkan pernyataan kedua (daripihak suami) untuk menyatakan rasa senang dan setujuterhadap pernyataan pertama disebut dengan Kabul.30

Ijab dan kabul dalam perkawinan dapat terjadiadakalanya dengan lafazh kitabah (risalah) dan isyarat.Semua ulama sepakat menetapkan bahwa Shighatmerupakan rukun nikah yang paling utama, bahkan Hanafimenegaskan Shighat tersebut itulah satu-satunya rukundalam pernikahan.31

2930 Sayid Sabiq, Fiqh Al-Sunnat, Juz VI, Daar Al-Bayaan, Kuait,

hal. 64.31 Ibn ‘Abidin, Haasyiyat Rad Al-Muhtaar, Juz III, Mushthafa

Al-Baabi, Al-Halabii, Mesir, 1966, hal. 9.

Page 38: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<33>>

b. Calon suami danc. Calon isteri

Mazhab Hanafi menganggap calon suami dan isterisebagai syarat sah nikah, sedangkan jumhur ulama sebagairukun nikah, kecuali itu Hanbali menegaskan tiga (shighat,calon suami dan isteri) inilah sebagai rukun nikah.32

d. Dua orang saksiMazhab Syafi’i menetapkannya sebagai rukun

nikah. Hanafi dan Hanbali memasukkannya kedalam syaratsah nikah, sedangkan mazhab Maliki tidak menganggapsebagai rukun dan syarat sah nikah. Menurutnya untuk sahnikah cukup dengan pengumuman nikah walaupun yanghadir anak-anak dan orang gila.33 Pendapat ini didasarkankepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majat:34

اعلنواالنكاح واضربوا : عن عائشة عن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال .عليه بالغر بال

Ulama-ulama yang menganggapnya sebagai rukun dansyarat sah nikah berpegang pada hadits yang diriwayatkanoleh al-Baihaqi:35

ال نكاح إال بوىل مرشد وشاهدى : بن عبا س رضي اهللا عنه قال عن ا.عدل

32 Idris Al-Buhuti, Kasysyaaf Al-Qinaa’ an Matan Al-Iqnaa’,Juz V, Daar Al-Fikr, Bairut, hal. 37.

33 Al-Syarakhsy, Al-Mabsuth, Jilid V, Al-Sa’aadat, Mesir, hal.30-31.

34 Ibn Majat, Sunan Ibn Majat, Juz I, Mushthafa Al-Baabi Al-Halabii, Mesir, hal. 611.

35 Al-Baihaqy, Sunan Al-Kubraa, Juz VII, Daar al-Fikr, hal112.

Page 39: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<34>>

Terlepas dari kuat atau lemahnya dalil yang mereka pegangi--perbedaan dalil yang mereka gunakan dalam mendukungpendapatnya-- mengakibatkan berbeda pendapat merekadalam melihat kedudukan saksi dalam pernikahan. Akantetapi bila diperhatikan dari kedua pendapat tersebut,ditemukan kesamaan tujuan dalam menjaga kemaslahatannikah. Baik dua orang saksi atau pengumuman nikah sama-sama bertujuan supaya pelaksanaan pernikahan harusdiketahui oleh pihak-pihak selain yang berkepentingan,dengan pertimbangan kedua belah pihak tidak mudahmengingkari perkawinan, terutama kelak bila adapersanggahan terhadap anak dan keturunan.e. Maskawin (mahar)Mazhab Maliki menjadikan maskawin sebagai salah satudari beberapa rukun nikah.36 Sedangkan tiga mazhablainnya tidak menganggap rukun atau syarat sah nikah.Menurut mereka maskawin dalam perkawinan hanyamerupakan pemberian wajib dari suami kepada isteri.f. Wali

Secara umum perwalian itu diartikan dengan“kemampuan melaksanakan akad nikah secara sempurna”.Dimaksudkan dengan wali nikah di sini adalah “orang-orang yang mampu melaksanakan akad nikah secarasempurna tanpa memerlukan bantuan orang lain”.37 MazhabSyafi’i dan Maliki menetapkannya sebangai salah saturukun nikah sedangkan mazhab Hanafi dan Hanbalimemasukkannya kedalam syarat sah nikah.38

36Muhammad Ali Husen, Qurrat Al-‘Ain, Maktabat al-tijariyatAl-Qubra, Mesir, 1937, hal. 107.

37Dr. H. Muslim Ibrahim, MA, Buhuus Fiqhiyyat Muqaaranatfii Al-Zawaj, Bagian I, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 1986, hal. 12.

38 Muhammad Ali Husen, op. cit., hal. 108; Muhammad Al-Syarbaini Al-Khatib, op. cit., hal. 139.

Page 40: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<35>>

Dari perbedaan pendapat ulama terhadap rukun-rukun nikah yang telah disebutkan di atas, rukun nikahdalam tulisan ini sesuai seperti yang telah ditetapkan olehmazhab Syafi’i dengan pertimbangan semua unsur tersebutmerupakan hakikat perkawinan itu sendiri.2. Syarat Nikah

Dimaksudkan dengan syarat nikah adalah sesuatuyang mesti ada dalam suatu perkawinan tetapi tidakmerupakan hakikat dari perkawinan itu sendiri. Berbedadengan rukun, syarat sesuatu yang ada di luar hakikatperkawinan. Sedangkan rukun merupakan hakikatperkawinan itu sendiri seperti yang telah disebutkan didepan. Namun ketidaksempunaan dari salah satu rukun atausyarat, perkawinan tetap dianggap tidak sah.Melihat kepada rukun-rukun nikah yang telah dijelaskanulama-ulama di atas, maka syarat-syarat nikah itu dapatterjadi pada:a. ShighatShighat sebagai salah satu rukun nikah yang utama dan disepakati oleh keempat mazhab harus punya kriteria sebagaiberikut:1. Ijab dan kabul harus dilaksankan dalam satu majlis.

Dimaksudkan dengan satu majlis di sini adalah secarauruf kedua belah pihak masih mengetahui pelaksanaanijab dan kabul walaupun berlainan tempat, dan antaraijab dan kabul tersebut tidak diselangi oleh perbuatanlain yang menurut adat kebiasaan dianggap dapatmembatalkan akad.39

2. Ucapan ijab dan kabul harus dengan kata-kata yang pasti.Hal ini diperlukan andai kata akad nikah dalam bentukucapan dan tulisan bukan dalam bentuk isyarat. Dalam

39 Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal Al-Syakshiyyat, Daar al-Fikr Al-‘Arabi, hal. 45.

Page 41: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<36>>

bahasa Arab kata yang dapat menunjukkan kepada jelasdan pasti adalah kata kerja yang menunjukkan masalampau (fi’il maadhi). Berbeda halnya dengan ucapanyang dalam bentuk sekarang (fi’il mudhaari’), ia tidaksecara tegas yang pasti adanya keredhaan antara keduabelah pihak yang dilambangkan dalam bentuk ijab dankabul. Ucapan yang dinyatakan dalam bentuk sekaranagatau akan datang lebih mengarah kepada perjanjiankawin.40

3. Antara ijab dan kabul harus punya tujuan yang sama,atau dengan kata lain bersatu dalam tujuan akad.Persamaan antara ijab dan kabul sangat penting dalamakad, mengingat sentralnya akad terletak pada ijab dankabul tersebut. Kabul yang menyalahi ucapan ijab tidaksah.41 Misalnya, dalam ijab dinyatakan: saya kawinkan siA dengan kamu. Jawabannya (kabul) saya terima si Buntuk saya.

4. Tidak terjadi penarikan kembali lafazh ijab sebelumterjadinya kabul, karena yang demikian itu sama sepertibelum pernah terjadi.42

5. Ijab dan kabul harus bersifat mutlak artinya tidakdikaitkan dengan sesuatu syarat yang bertentangandengan tujuan akad.43

6. Ijab dan kabul harus dengan lafazh yang menunjukkankepada akad perkawinan andai kata pernyataan ijab dankabul tersebut dalam bentuk lisan dan tulisan, bukan

40 Sayid Sabiq, op, cit., hal. 75.41 Muhammad Abu Zahrah, op. cit., hal. 45-46.42Muhammad Husen Al-Zahabi, Al-Syarii’at Al-Islamiyyat,

Daar Al-Kutub Al-Hadiisat, Baghdad, 1969, hal. 64.43 Muhammad Al-Syarbaini Al-Khatib, op. cit., hal. 141.

Page 42: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<37>>

dalam bentuk isyarat. Seperti lafazh nikah dan Tazwiijyang diterjemahkan dengan nikah dan kawin.44

Keempat mazhab sepakat menetapkan bahwa kedualafazh tersebut menunjuk kepada akad perkawinan.Perbedaan mereka ditemukan dalam penggunaan selain daridua kata tersebut di atas dalam akad nikah. Seperti lafazhhibbah, milik, shadaqat dan Bai’. Hanafi, Maliki danHanbali membolehkan ketiga lafazh tersebut digunakandalam akad nikah dengan syarat menyebutkan maskawin disaat ijab kabul, sesuai dengan firman Allah swt. surat al-Ahzab ayat 50 yang di dalamnya terdapat kata “wahabat”.Sedangkan Syafi’i tidak membolehkan ketiga lafazhtersebut digunakan dalam akad nikah, karena akad nikahbukanlah bertujuan untuk menetapkakn hak miliksebagaimana halnya akad jual beli. Menurut beliau akadnikah bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan agamadan dunia sekaligus. Ayat 50 surat al-Ahzab yang dijadikansebagai dasar pembolehan ketiga lafazh tersebut digunakandalam akad nikah --menurut Syafi’i-- merupakan suatukeistimewaan Nabi yang tidak boleh digunakan oleh oranglain. Banyak ayat lain yang menunjukkan kepada zawaj dannikah yang sifatnya umum untuk semua orang, seperti ayat221, 230, 232, 235, 237 surat al-Baqarah; 3 ,5, 21, 24, 126surat Al-Nisa’; 49, 53 surat al-Ahzab; 3, 32, 33, 60 surat Al-Nur; 28 surat al-Qashash dan ayat 10 surat al-Mumtahanah.45

Menyangkut dengan ijab kabul dan bukan bahasaarab semua ulama sepakat menetapkan kebolehan

44 Ibid, hal. 140; Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfat Al-Muhtaaj biSyarh Al-Minhaaj, Juz VII, Al-Maktabat Al-Tijaariiyat Al-Kubraa,Mesir, hal. 220 – 221.

45 Al-Sarakhsy, op. cit., hal. 59, Idris Al-Buhuti, op. cit., hal.38; Ibn Hazm, Al-Muhallaa, Juz X, Daar Al-Fikr, hal. 464;Muhammad Abu Zahrah, op. cit., Hal. 46 – 47.

Page 43: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<38>>

digunakannya dalam akad nikah dengan syarat jelas danpasti bukan sindiran.46

b. Calon SuamiCalon pengantin laki-laki harus punya syarat sebagaiberikut :1. Beragama Islam, sesuai dengan firman Allah swt. surat

al-Mumtahanah ayat 10 yang artinya:Hai orang-orang yang beriman, apabila datang

berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman,maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebihmengetahui keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahuibahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlahkamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka)orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafiritu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.

Juga surat al-Baqarah ayat 221, yang artinya :Dan janganlah kamu kawini wanita musyrik,

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yangmukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun diamenarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelummereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebihbaik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak kesurga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allahmenerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepadamanusia supaya mereka mengambil pelajaran.

46 Ibn Hajar Al-Haitami, op. cit., hal. 222; Muhammad Al-Syarbaini Al-Khatib, op. cit., hal. 140 – 141.

Page 44: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<39>>

2. Mengawini calon isteri bukan karena paksaan orang lain.Paksaan yang dimaksudkan disini adalah paksaan yangdisertai dengan ancaman yang mengakibatkan tidakterjamin keselamatan jiwa. Oleh karena itu tidaktermasuk ke dalam pengertian ini paksaan ayah (hakijbar) untuk mendominasi pilihan calon isteri.

3. Tidak sedang melakukan ihram haji atau ‘umrah, sesuaidengan sabda Rasulullah saw., yang bersumber dariUsman bin ‘Affan, Rasulullah Saw bersabda: Matannyamenurut Imam Muslim.47

)رواه مسلم(ال ينكح احملرم وال ينكح وال خيطب Maksudnya : Orang yang sedang ihram tidak boleh kawindan tidak dibolehkan mengawinkan (orang lain) dan jugatidak boleh melamar.

4. Calon suami diketahui, tertentu dan jelas orangnya.5. Sebelum mengawini calon isteri, calon suami harus

mengetahui dengan jelas bahwa calon isteri halalbaginya.

6. Bukan muhrim bagi calon isteri, baik karena hubungannasab, semenda ataupun karena sepersusuan.

7. Tidak sedang mempunyai isteri empat orang.48

c. Calon IsteriCalon pengantin perempuan juga harus punya syarat

sebagai berikut :

47 Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Dahlan Bandung, hal.13.

48 Al-Jaziry, al-Fiqh ‘alaa Mazaahib al-Arba’at, Juz IV, al-Maktabat al-Tijaariyyat al-Kubraa, Mesir, 1969, hal. 273.

Page 45: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<40>>

1. Beragama Islam atau ahli kitab, sesuai dengan firmanAllah swt. surat al-Mumtahanah ayat 10 dan surat al-Baqarah ayat 221 yang telah disebutkan di belakang.

2. Bukan muhrim bagi calon suami, baik karena hubungannasab, semenda, ataupun karena sepersusuan, sesuaidengan firman Allah Swt surat al-Nisa’ ayat 23 yangartinya:

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu,anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yangperempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan,saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anakperempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan,ibu-ibumu yang menyusukan kamu, saudara perempuansepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimuyang dalam pemeliharaanmu dari isteri-isteri yang telahkamu campuri, tetapi jika kamu belum campur denganisterimu itu (dan telah kamu ceraikan), maka tidak berdosakamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isterianak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalamperkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yangtelah terjadi pada masa lampau itu. Sesungguhnya AllahMaha Pengampun lagi Maha Penyayang.

3. Jelas ia seorang wanita bukan khunsa.4. Calon isteri diketahui, tertentu dan jelas orangnya.5. Tidak dalam keadaan bersuami dan tidak dalam masa

iddah bila ia baru diceraikan suami.6. Tidak dimadu antara dua orang yang bersaudara atau

antara kemanakan dengan bibi.7. Tidak dipaksa, seperti halnya pada syarat suami.

Page 46: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<41>>

8. Tidak dalam keadaan ihram haji atau ‘umran,sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits riwayatMuslim di belakang.49

d. Dua Orang SaksiSyarat-syarat yang harus dipenuhi oleh dua orang saksi

dalam suatu perkawinan adalah:1. Islam

Keempat mazhab sepakat menetapkan bahwa muslimsebagai syarat kesaksian nikah pada perkawinan orangIslam. Perbedaan mereka ditemukan dalam hal perkawinanyang terjadi antara muslim dengan kitabiyah. MazhabSyafi’i dan Hanbali tidak membolehkan kitabiyah menjadisaksi dalam pernikahan ini. Menurut mereka perkawinanterjadi antara muslim dengan kitabiyah tersebut masihdianggap perkawinan muslim. Pembolehan kitabiyah men-jadi kesaksian nikah berarti antara muslim dengan nonmuslim dibolehkan saling mengurus kepentingan keagama-an. Sedangkan mazhab Hanafi berpendirian sebaliknya.Menurut mereka kitabiyah boleh menjadi saksi terhadapperkawinan yang terjadi antara muslim dengan kitabiyahkarena kesaksian dalam pernikahan diperlukan untukkepentingan perempuan.50

2. Dua orang laki-lakiMazhab Hanafi membolehkan wanita jadi kesaksian

nikah, dengan syarat satu orang laki-laki dan dua orangperempuan sesuai dengan firman Allah swt. surat. al-Baqarah ayat 283 yang artinya :

49 Ibid., hal. 20; Al-Syarkawi, Al-Syarqawi ‘alaa Al-Tahrir, JuzII, Daar Al-Ihyaa Al-Kutub Al-‘Arabiyyat, Mesir, hal. 235; Ibnu HajarAl-Haitami, Al-Fatawaa Al-Kubraa Al-Fiqhiyyat, Juz IV, Daar Al-Fikr,Bairut, 1983, hal. 99.

50 Al-Sarakhsy, op.cit., hal. 33; Abu Zahrah, op.cit., hal. 62;Husen Al-Zahabi, op.cit., hal. 70.

Page 47: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<42>>

. . . dan persaksikanlah dengan dua orang laki-laki (diantara kamu). Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka(boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan darisaksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupamaka yang seorang mengingatkannya . . .

Keumuman ayat ini --menurut mazhab Hanafi--termasuk kedalamnya masalah kesaksian nikah.51 Disamping itu mereka menyamakan akad nikah dengantransaksi-transaksi lain yang membolehkan wanita menjadisaksi.52

Berbeda dari pendapat mazhab Hanafi, mazhabSyafi’i dan Hanbali menetapkan sebaliknya. Menurutmereka wanita kapan saja tidak boleh menjadi kesaksiannikah. Ayat 283 surat al-Baqarah yang dijadikan sebagaidasar pembolehan wanita menjadi kesaksian nikah olehmazhab Hanafi --menurut mereka-- ayat tersebut khususberkenaan dengan masalah harta, bukan untuk kepentinganpernikahan.53 Di samping itu lafazh Syaahidai ‘Adlin yangterdapat dalam hadits yang menyatakan “tidak sah nikahtanpa ada wali dan dua orang saksi yang ‘adil”,54

menunjukkan kepada dua orang lelaki bukan untuk satuorang laki-laki dua orang perempuan.55 Sehubungan denganmasalah ini Ibn Qadamah juga pernah menyatakan bahwaperempuan tidak boleh menjadi saksi terhadap nikah, talakdan hudud.56

51 Muslim Ibrahim, op.cit., hal. 77; Muhammad Ali Al-Sayis,Tafsir Ayat Al-Ahkaam, Juz I, Muhammad Subih Wa Aulaaduh, Mesir,1953, hal. 171.

52 Muslim Ibrahim, Ibid.53 Muhammad Ali Sayis, loc.cit.54 Al-Baihaqi, loc.cit.55 Muslim Ibrahim, MA, op.cit., hal. 74.

56 Ibn Qudamah, Al-Mughnii, Juz VII, Mushthafa Al-Baabii Al-Halabii, Mesir, hal. 10; Idris Al-Buhuti, op.cit., hal. 65 – 66.

Page 48: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<43>>

3. ‘AdilDimaksudkan dengan ‘adil disini adalah orang-

orang yang tidak membiasakan dirinya mengerjakanperbuatan maksiat dan tidak fasiq.57 Mazhab Hanafimembolehkan orang fasiq menjadi saksi dalam pernikahandengan pertimbangan disamping orang fasik dibolehkanmengurus kepentingan umum ---lebih lagi menyangkutmasalah pernikahan-- juga sifat kefasikan seseorang tidakmengurangi keimanannya. Sedangkan mazhab Syafi’i danHanbali tidak membolehkan orang fasiq menjadi saksidalam pernikahan, karena persyaratan adil dalam kesaksiannikah sudah ditentukan nash (hadits yang telah disebutkandi atas). Di samping itu kesaksian dalam pernikahan --menurut mereka-- bukan hanya sekedar untuk diketahuioleh orang lain, tetapi punya tujuan yang lebih dari itu yaitumenjadi alat bukti bila terjadi kekeliruan di kemudian haridalam suatu perkawinan; juga kesaksian nikah merupakansuatu kemuliaan yang harus dipelihara. Hal itu semua tidakmungkin diperoleh melalui kesaksian orang fasiq.58

4. MerdekaJumhur ulama mensyaratkan mereka sebagai salah

satu kriteria saksi dalam pernikahan, mengingat kesaksianmerupakan bagian dari perwalian, sedangkan hambadipandang tidak cakap (ahli) dalam masalah perwalian.Pendapat ini dibantah oleh mazhab Hanbali. Menurutmereka hamba sahaya dibolehkan menjadi saksi dalam

57 Ibn ‘Abidin, op.cit., hal. 54.58Ibn Nujaim, op.cit., hal. 93; Al-Kasani, op.cit., hal. 255;

Muhammad Ibn Salim Ibn Dhauyan, Manaar Al-Sabiil fii Syarh Al-Daliil, Juz II, Al- Mathba’at Al-Haasyimiyyat, Damsyik, hal. 157 –158.

Page 49: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<44>>

pernikahan, dengan alasan kesaksian dalam perkawinandiperlukan untuk menghindari kekhawatiran terjadinyapengingkaran perkawinan di suatu saat. Hal semacam inimungkin saja diperoleh melalui kesaksian seorang hambasahaya selama ia bersifat adil.59

5. MelihatMazhab syafi’i menganggap tidak sah pernikahan

yang disaksikan oleh orang buta, karena ia tidak dapatmembedakan antara kedua calon suami isteri. Sedangkanmazhab Hanafi dan mazhab Hanbali berpendirian sebalik-nya. Menurut mereka “melihat” bukanlah salah satu syaratkesaksian dalam pernikahan. Kesaksian orang buta dalamperkawinan masih dianggap sah, karena tujuan kesaksiandalam akad nikah seperti tersebut diatas mungkin sajadicapai melalui kesaksian orang buta.60

6. Bukan kerabat dan bukan musuhJumhur ulama mensyaratkan seorang saksi dalam

perkawinan tidak punya hubungan kerabat dan tidak pernahterjadi permusuhan dengan salah seorang suami isteri.Pernikahan yang disaksikan oleh kedua orang tersebut tidaksah, karena –mereka-- menyamakan akad nikah dengantransaksi-tansaksi lain yang tidak sah disaksikan oleh keduaorang tersebut di atas. Di samping itu --menurut jumhur--tujuan kesaksian dalam pernikahan seperti tersebut di atastidak akan diketemukan melalui kesaksian dua orangtersebut.61

59 Ibn Dauyan, ibid., hal. 157; Dr. H. Muslim Ibrahim, MA,op.cit., hal. 72 – 73.

60 Ibn Nujaim, op.cit., hal. 94; Dr. H. Muslim Ibrahim, MA,ibid., hal. 78.

61 Ibn Qudamah, op.cit., hal. 11.

Page 50: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<45>>

Berbeda dengan pendapat jumhur ulama di atas,mazhab Hanafi menetapkan sebaliknya. Hubungan kerabatdan permusuhan tidak ada hambatan untuk menjadikesaksian nikah, karena --menurut mereka-- keumumandalil tentang kesaksian nikah termasuk kedalamnya keduaorang tersebut. Pengecualian tanpa didasarkan kepapa dalillain tidak sah.62

7. BerakalOrang gila dan orang kurang sempurna akalnya

tidak boleh menjadi saksi dalam pernikahan.

8. Sampai Umur (baligh)Anak-anak walaupun sudah mumaiyiz (tahu

membedakan antara yang baik dan yang buruk) tidak sahmenjadi saksi nikah disebabkan belum ada taklif(pembebanan hukum) terhadap mereka.

9. Mendengar.Orang yang tidak biasa mendengar atau mendengar

tetapi tidak bisa memahami maksud akad, tidak dibenarkanmenjadi saksi dalam pernikahan. Tujuan kesaksian dalamakad nikah seperti yang telah disebutkan di atas tidak akanditemui melalui kesaksian orang tersebut.

Ketiga syarat tersebut terakhir semua sepakatmenetapkannya sebagai kriteria saksi dalam pernikahan.63

e. Maskawin (Mahar)Maskawin sebagai salah satu rukun nikah menururt

mazhab Maliki seperti tersebut di belakang harus punyasyarat sebagai berikut:

62 Ibn Nujaim, op.cit., hal. 96; Al-Kasani, op.cit., hal. 256.63Lihat, Dr. H. Muslim Ibrahim, MA, op.cit., hal. 70 – 71.

Page 51: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<46>>

1) Ukuran minimal seperampat dinar emas atau tiga dirhamperak,64 demikian menurut mazhab Maliki. Menurutmazhab Hanafi ukuran minimal maskawin adalah 10dinar emas. Sedangkan mazhab Syafi’i dan mazhabHanbali tidak menetapkan ukuran minimal maskawintersebut. Perbedaan pandangan tersebut disebabkanberbeda dalam menggunakan hadits dalam masalahtersebut. Sedangkan dalam al-Qur’an tidak disebutkansecara tegas dan pasti ukuran atau kadar maskawintersebut.65

2) Tidak boleh ditanggunhkan lebih dari waktu Dukhul(Hubungan Suami Isteri). Menanggguhkan maskawinlebih dari ketentuan tersebut batal nikahnya.66 Ataudengan kata lain maskawin boleh ditangguhkan selamabelum hidup bersama dalam satu rumah.

f. WaliSeseorang yang menjadi wali dalam pernikahan

harus memenuhi syarat-syarat berikut:1) Merdeka

Hamba sahaya tidak boleh menjadi wali dalampernikahan dikarenakan sifatnya sebagai budak dianggaptidak mampu mengurus masalah tersebut.

64Satu dinar di perkirakan lebih kurang 10 dirham, sama denganlebih kurang 4,11428 gram emas. 1/2 dinar emas atau 21/2 dirham samadengan lebih kurang 1,14428 gram emas. Andai kata satu gram emasberharga Rp22.500,- sama dengan lebih kurang Rp25.066.90,-.Bandingkan Drs. Syauqi Ismail Syahhatih, Penerapan Zakat DalamDunia Modern: (alih bahasa: Anshari Umar Sitinggal), Pustaka Dian danAntar Kota, Jakarta, 1987, hal. 170 dan 174.

65 Muhammad Ali Husen, op.cit., hal. 107; Ibn Rusyd, Bidaayatal-Mujtahid wa Nihaayat al-Muqtashid, Mushthafaa al-Baabii al-Halabii, Mesir, 1950, hal. 18-19.

66Muhammad Ali Husen, ibid.

Page 52: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<47>>

2) Sampai Umur (Baligh)Anak-anak yang masih di bawah umur tidak

dibenarkan menjadi wali nikah disebabkan kurangsempurna akalnya.

3) BerakalBerakal sebagai salah satu kriteria wali dalam

pernikahan. Pernikahan yang diwalikan oleh orang gilatidak sah.

4) Bersatu dalam agamaBerlainan agama tidak boleh saling mengurus

kepentingan perwalian nikah, sesuai dengan firman Allahsurat Al-Nisa’ ayat 141, yang artinya: dan Allah tidak akansekali-sekali memberikan jalan kepada orang kafirmenguasai orang-orang mukmin.67

Keempat Mazhab sepakat menetapkan bahwakeempat syarat tersebut sebagai kriteria wali yang harus dipenuhi dalam pernikahan. Hamba sahaya, anak-anak danorang gila --menurut mereka-- dianggap tidak cakap(mampu) untuk mengurus diri sendiri, apalagi untuk oranglain. Begitu juga halnya berlainan agama tidak bolehmenjadi wali nikah di samping didasarkan kepada ayat diatas, juga mereka menghubungkan perwalian kepadawarisan. Dikarenakan antara muslim dan non muslim tidakdapat saling mewarisi, maka begitu juga halnya dalammasalah perwalian.68

5) ‘Adil

67 Sayid Sabiq, op.cit., hal. 6.68 Abu Zahrah, Muhaadarat fii ‘Aqd Al-Zawaj wa Asaruh, Daar

al-Fikr al-’Arabii, Mesir, 1971, hal. 174; Muhammad Husen al-Zahabii,op.cit., hal. 110; Muhammad Ali Husen, op.cit., hal. 112; al-Kasani,op.cit., hal. 239; Muhammad Syarbaini al-Khatib, op.cit., hal. 154; IbnHajar al-Haitami, op.cit., hal. 254 – 256.

Page 53: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<48>>

Jumhur Ulama menggangap adil sebagai salah satukriteria wali nikah. Oleh karena itu akad nikah yangdiwalikan oleh orang fasiq tidak sah (batal). SedangkanMazhab Hanafi tidak mensyarakat ‘adil sebagai kriteria walidalam pernikahan. Mereka masih menganggap sahperkawinan yang diwalikan oleh orang fasiq. Sebab terjadiperbedaan mereka dalam masalah ini sama seperti yangterjadi dalam masalah kesaksian orang fasiq di belakang.69

6) Tidak sedang dalam ihramAndai kata seorang wali sedang ihram baik untuk

haji atau umrah, maka wali yang lain bisa menggantikanwali tersebut. Persyaratan seperti ini ditetapkan olehmazhab Maliki.70

7) Laki-LakiJumhur ulama menganggap laki-laki sebagai syarat

mutlak untuk sahnya akad nikah. Perempuan --menurutmereka-- kapanpun tidak boleh menjadi wali nikah baikuntuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan oranglain, dengan pertimbangan --secara hukum-- karena sifatnyasebagai wanita dipandang tidak mampu untuk mengurusmasalah nikah. Sebaliknya mazhab Hanafi lelaki dianggapmutlak dalam perwalian nikah. Akad nikah yangdilaksanakan oleh wanita (baligh dan berakal) --menurutmereka-- masih dianggap sah dan punya akibat hukumsebagaimana halnya yang dilaksanakan oleh lelaki. Hanafiberpendapat tujuan utama perwalian nikah adalah untukmewujudkan kemaslahatan perkawinan itu sendiri yaituterbentuknya keluarga bahagia dan sejahtera, rukun dan

69 Ibid.70 Al-Dusuqi, Haasyiyat al-Dusuqi ‘alaa al-Syarh al-Kabiir,

Juz II, Daar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyat, Mesir, hal. 230;Muhammad Ali Husen, loc.cit.

Page 54: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<49>>

damai antara suami isteri dalam rumah tangga. Hal tersebut--menurut mereka-- bisa saja diperoleh melalui perwalianwanita yang sempurna akal dan baligh.71

Perlu dicatat di sini adalah semua ulama sepakatmenetapkan bahwa perkawinan itu tidak sah apabila kurangsalah satu rukun atau syaratnya sebagaimana yang telahdisebutkan di belakang; atau kurang salah satu syarat padarukun dan pada syarat perkawinan itu sendiri. Walimerupakan rukun perkawinan menurut pendapat mazhabMaliki dan mazhab Syafi’i; syarat sahnya perkawinanmenurut mazhab Hanafi dan Hanbali.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa --untuksahnya suatu pernikahan-- wali mutlak diperlukannya.Untuk dapat terlaksananya akad nikah diperlukan pihak-pihak yang mengadakan atau mengucapkan Sighat (ijabkabul) itu sendiri. Ulama yang mengatakan lelaki sebagaisyarat mutlak dalam perwalian nikah menunjukkan ijabtersebut harus dilakukan oleh wali atau wakilnya (laki-laki).Akan tetapi sebaliknya ijab tersebut bisa saja dilakukan olehwanita atau wakilnya (laki-laki atau perempuan) bagi ulamayang beranggapan lelaki bukan syarat mutlak dalamperwalian nikah. Perbedaan pendapat mereka terhadapmasalah ini akan dijelaskan lebih terperinci dalam babberikutnya menyangkut dengan pendapat ulama tentanglelaki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikah.

Di samping syarat-syarat yang telah disebutkan dandiuraikan di atas ada sejumlah syarat lain yang berhubungandengan akad nikah tersebut –biasanya-- dibuat ataudiucapkan oleh calon suami isteri baik untuk kepentingansalah satu pihak (suami isteri) yang secara keseluruhan

71 Abu Zahrah, al-Ahwal al-Syakhshiyyat, op.cit., hal. 146 – 147;Abu Zahrah, Muhaadarat fii ‘Aqd al-Zawaj wa Asaruh, op.cit, hal. 175dan 177; Muhammad Husen al-Zahabi, op.cit., hal. 117 – 118.

Page 55: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<50>>

dapat dikatakan ada pengaruhnya terhadap sah dan batalnyaakad nikah itu sendiri. Apabila dilihat dari segi pembagiansarat dalam akad --secara umum-- syarat pertama dapatdisebut dengan syarat syar’i atau hakiki (ketetapan syara’);dan syarat kedua disebut dengan syarat ja’li atau takliq(ketetapan mukallaf).72

Kembali kepada syarat yang keberadaaannyamerupakan ketetapan mukallaf atau sering juga disebutdengan syarat yang berbarengan dengan akad nikah, paraulama membaginya kepada empat macam, yaitu:1. Syarat-syarat yang merupakan bagian dari maksud akad

atau penguat maksud akad tersebut, artinya syarat-syaratini sesuai dengan tujuan akad itu sendiri. Seperti isterimensyaratkan kepada suami --dalam akad nikah—supayaia mau memberikan nafkah kepadanya, memberikanpakaian, menyediakan tempat tinggal yang layak,menggaulinya secara makruf dan sebagainya yangsesuai dengan maksud akad. Terhadap persyaratansemacam ini semua ulama sepakat menetapkan bolehdikaitkannya dengan akad nikah dan wajibdisempurnakannya. Apabila syarat-syarat tersebut tidakdisempurnakan, isteri punya hak untuk menfasakhkanakad nikah tersebut.73

2. Syarat-syarat yang dapat mempengaruhi keabsahan akadnikah. Seperti syarat pembatasan waktu perkawinan,sebulan misalnya, atau setahun sebagainya. Persyaratansemacam ini --menurut jumhur ulama-- dapat membawa

72 Dimaksudkan dengan syarat syar’i adalah syarat yangkeberadaannya dalam akad ditetapkan oleh syara’. Sedangkan syaratja’li adalah syarat yang keberadaannya dalam akad ditetapkan olehmukallaf (yang berkepentingan), dengan syarat tidak bertentangandengan tujuan akad itu sendiri. Lihat, Kausar Kamil, al-Syuruut fii ‘Aqdal-Zawaj fii al-Syarii’at al-Islaamiyyat, Daar al-I’tisham, Kairo, hal. 37.

73 Ibid., hal. 62 – 63.

Page 56: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<51>>

kepada ketidaksempurnaan akad atau membatalkan akadnikah itu sendiri. Bahkan –pensyaratan-- yang demikiandapat dianggap sebagai nikah mut’ah,74 karena tujuanperkawinan adalah untuk selamanya bukan untuk waktutertentu.

Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, mazhabHanafi berpendirian sebaliknya. Menurut merekapersyaratan semacam ini tidak membatalkan akad nikah dantidak dapat dianggap sebagai nikah mut’ah.75

3. Syarat berlawanan dengan maksud akad. Seperti suamimensyaratkan dalam akad nikah tidak akan memberinafkah kepada isterinya; atau perkawinan mereka tidakmerupakan suatu sebab saling mewarisi.76 Dikatakanberlawanan dengan akad nikah, karena dengan terjadinyaakad nikah suami berkewajiban memberi nafkah kepadaisterinya dan terjadilah saling mewarisi antara suamiisteri tersebut dan itulah yang dikehendaki oleh maksudakad. Oleh karena itu persyaratan yang demikian tidakdianggap sah dan tidak dibolehkan syara’.

4. Syarat-syarat yang bukan merupakan kehendak akad danjuga tidak berlawanan dengan maksud akad itu sendiri,tetapi punya tujuan tertentu bagi pihak yangberkepentingan (suami atau isteri). Seperti isterimensyaratkan kepada suami dalam akad nikah supaya iatidak kawin lagi; tidak membawa ke rumah lain selain kerumahnya sendiri.77 Terhadap persyaratan ini terjadiperbedaan pendapat ulama tentang keabsahannya, yangdapat dibedakan kepada dua kelompok.

74 Ibid., hal. 71; Abu Zahrah, Muhaadarat fii ‘Aqd al-Zawaj,op.cit., hal. 210-211 dan al-Ahwaal al-Syakhshiyyat, op.cit., hal. 181.

75 Ibid.76 Ibid.77 Ibid., hal. 71.

Page 57: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<52>>

Kelompok pertama menganggap persyaratan seperti itutidak sah dan tidak wajib disempurnakannya, sedang akadnikahnya tetap dianggap sah. Inilah pendapat jumhur ulamaselain mazhab Hanbali.78 Pemikiran mereka didasarkankepada:a. Hadits Nabi saw.

1) Hadits Riwayat Muslim:79

كل شرط ليس ىف كتاب اهللا فهو با طل وان كان ما ئة شرطHadits tersebut --menurut mereka-- menunjukkan bahwasyarat apapun yang tidak didasarkan pada dalil tentangkeabsahannya dianggap batal, baik dalil tersebut berupa al-Qur’an atau hadits.80

2) Hadits Riwayat Al-Turmizi:81

املسلمون على شر وطهم إال شر طا أحل حراما أوحرم حال الHadits tersebut -menurut jumhur- menunjukkan batalnyasemua syarat yang menghalalkan yang diharamkan Allah;mengharamkan semua yang dihalalkan Allah.82

b. RasioTujuan perkawinan adalah untuk menjaga manusia

supaya tidak terjerumus ke dalam hawa nafsu; dan bisahidup rukun antara suami isteri dalam suatu rumah tangga.Perkawinan yang didasarkan kepada syarat-syarat tersebut

78 Ibid., hal. 72.79 Al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz I, Isa al-Baabi al-

Halabii, Mesir, hal. 144.80 Abu-Zahrah, Muhaadarat fii ‘Aqd al-Zawaj wa Asaruh, op.cit.,

hal. 212 dan al-Ahwaal al-Syakhshiyyat, op.cit., hal. 183; Dr. KausarKamil, op.cit., hal. 72.

81 Al-Turmizi, Sunan al-Turmizi, Juz II, Daar al-Fikr, Mesir,1973, hal. 403.

82Kausar Kamil, al-Syuruut fii ‘Aqd al-Zawaj fii al-Syarii’at al-Islaamiyyat,, hal. 73.

Page 58: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<53>>

di atas –terkadang-- dapat mengundang hancurnya rumahtangga dan sekaligus dapat menghancurkan tujuanperkawinan itu sendiri. Oleh karena itu persyaratan yangkarenanya diduga dapat menghancurkan tujuan perkawinanitu sendiri --menurut jumhur-- tidak dibolehkannya.83

Berbeda dengan pendapat kelompok pertama,kelompok kedua yang dikemukakan oleh mazhab Hanbaliberpendirian sebaliknya. Menurut mereka persyaratansemacam itu dianggap sah dan wajib disempurnakannya,bahkan isteri punya hak untuk membatalkan perkawinantersebut (melalui fasakh) apabila suami tidak maumenyempurnakan syarat-syarat tersebut di atas.84

Kesimpulan ini didasarkan kepada:a. Hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari:85

بهتوفواأنالشروطأحقإن: قالوسلمعليهاهللاصلىاهللارسولانالفروجبهاستحللتمما

Hadits ini --menurut mazhab Hanbali-- dapat dipahamibahwa semua bentuk syarat dalam akad harus disempurna-kannya, terlebih lagi menyangkut dengan persyaratan yangberkaitan dengan akad nikah. Kata “ahaqqu” yang terdapatdalam hadits --menurut mereka-- dapat mengarah kepadapengertian tersebut. Begitu pula hadits tersebut bersifatumum, yang berarti semua syarat yang berhubungan denganakad harus disempurnakannya. Apabila transaksi kebendaandiharamkan karena tidak didasarkan kepada senang samasenang, maka akad nikah --yang merupakan hubungan

83 Ibid.84 Ibid.85 Al-‘Ashqalani, Fath al-Baari, Juz IX, Mathba’at Salafiyat,

hal. 178.

Page 59: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<54>>

langsung antara suami isteri-- yang juga tidak didasarkankepada senang sama senang terlebih lagi diharamkannya.86

b. RasioSetiap syarat yang di dalamnya mengandung

manfaat bagi pihak yang menetapkannya, tidak menyalahidengan maksud perkawinan. Oleh karena itu syarat-syaratyang tidak menyalahi dengan tujuan perkawinan wajibdisempurnakannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt.surat al-Maidah ayat 1:

…يا أيـها الذين آمنوا أوفوا بالعقود Pelanggaran terhadap syarat-syarat tersebut (oleh suami),para pihak yang berkepentingan (isteri) punya hak untukmembatalkan akad (nikah) melalui jalan fasakh.87

Melihat kepada perbedaan tersebut di atas --terlepasdari kuat lemahnya hadits–hadits yang mereka pegangi-- disini dapat dinyatakan kunci pokok yang menjadi perbedaanpendapat mereka dalam masalah tersebut adalah berbedamereka dalam memahami “baraat al-Ashlyyat” jumhurulama menganggap “segala yang menetapkan pada dasarnyatidak ada kecuali ada dalil yang menetapkannya”. Olehkarena itu penetapan sesuatu syarat tanpa berdasarkankepada sesuatu dalil yang sah dianggap sia-sia dan tidakpunya akibat hukum. Sedangkan mazhab Hanbaliberpendapat sebaliknya, “segala sesuatu pada dasarnyadibolehkan (sah) kecuali ada dalil yang melarangnya(membatalkannya)”. Oleh karena itu --menurut mereka--

86 Kausar Kamil, al-Syuruut fii ‘Aqd al-Zawaj fii al-Syarii’at al-Islaamiyyat,

87 Ibid., hal. 76.

Page 60: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<55>>

penetapan sesuatu syarat yang tidak ada nash (dalil) untukmembatalkannya dianggap sah dan punya akibat hukumnya.Dari semua uraian di atas --menyangkut dengan persyaratanyang berbarengan dengan akad nikah-- yang perlu dicatatbahwa syarat-syarat tersebut adakalanya sah dan juga yangpasid (batal). Dimaksud dengan sah di sini adalahpersyaratan tersebut boleh dikaitkan dengan akad nikah danwajib disempurnakannya. Apabila tidak disempurnakan,yang berkepentingan punya hak untuk membatalkanperkawinan tersebut. Sedangkan syarat fasid (batal) adalahsegala persyaratan yang tidak ada pengaruhnya dikaitkandengan akad nikah dan tidak berkewajiban untukdisempurnakannya, sedang nikah tetap dianggap sah.

C. Urutan Wali NikahPembahasan ini bertujuan untuk lebih memberikan

gambaran tentang perbedaan pendapat empat mazhabterhadap kemutlakan lelaki dalam perwalian nikah melaluitertib urutan wali dalam perkawinan. Perbedaan pendapatmereka terhadap kedudukan wali dalam perkawinanberakibat berbeda dalam menetapkan tertib urutan walinikah itu sendiri, walaupun ada segi-segi yangdisepakatinya.

Ulama sepakat menetapkan bahwa perwalian nikahterjadi karena: hubungan kerabat, perbudakan, pemerdekaandan hubungan kepemimpinan. Dua di antara empat tersebutdi atas --hubungan perbudakan dan pemerdekaan-- tidakdiuraikan lebih terperinci, mengingat kedua masalahtersebut kurang penting dibicarakan di sini seperti yangtelah disebutkan di belakang.1. Wali Nasab

Dimaksudkan dengan wali nasab perwalian yangdidasarkan kepada hubungan kekerabatan (hubungan

Page 61: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<56>>

darah).88 Hubungan kerabat yang lebih dekat antara walidengan yang diwalikannya disebut dengan “WaliyulAkrab”; dan hubungan yang jauh antara wali dengan yangdiwalikannya disebut dengan “Waliyul Ab’ad”. Selamawaliyul akrab masih dijumpai dan memenuhi persyaratanwali, maka waliyul ab’ad tidak boleh menjadi wali.Jumhur ulama sepakat menetapkan bahwa perwalian secaranasab hanya dapat terjadi berdasarkan urutan ‘ashabah (bial-nafsih) semata sebagaimana yang terdapat dalam warismal waris, walaupun dalam tertib urutan prioritas terdapatperbedaan-perbedaan tertentu antara mazhab-mazhab yangterdapat dalam jumhur ulama yang dapat dilihat dalamuraian berikut ini.

Menurut mazhab Maliki urutan perwalian secaranasab adalah:1. Bapa2. Orang yang menerima washiyat dari bapa untuk

mengawinkan anaknya bila ia telah meninggal nanti(waashi)

3. Anak laki-laki, meskipun dari hasil perzinaan4. Cucu laki-laki5. Saudara laki-laki kandung6. Saudara laki-laki sebapa7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung8. Anak laki-laki dari saudara laki sebapa9. Paman kandung10. Anak paman kandung11. Paman sebapa12. Anak paman sebapa13. Bapa dari nenek14. Paman dari bapak

88 Muhammmad Husen al-Zahabi, op.cit., hal. 109.

Page 62: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<57>>

15. Orang yang mengasuh perempuan.89

Mazhab Maliki menambahkan, selain orang-orang yangtelah disebutkan di atas masih ada wali lain ang sifatnyaumum yaitu tiap-tiap orang yang didasarkan kepada fardhukifayah di saat tidak ada wali nasab dan wali hakim.90

Menurut mazhab Syafi’i urutan wali nasab adalah:1. Bapa, Datuk (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas2. Saudara laki-laki seibu dan sebapa3. Saudara laki-laki sebapa4. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapa5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapa dan

seterusnya ke bawah.6. Paman (saudara kandung dari bapa)7. Paman (saudara sebapa dari bapa)8. Anak laki-laki dari paman kandung9. Anak laki-laki dari paman sebapa dan seterusnya ke

bawah.91

Menurut mazhab Hanbali urutan wali nasab adalahseperti berikut ini:1. Bapa2. Washi3. Bapak dari bapa (datuk) dan seterusnya ke atas4. Anak laki-laki5. Cucu laki-laki6. Saudara kandung7. Saudara sebapa8. Anak laki-laki dari saudara kandung9. Anak laki-laki dari saudara sebapa10. Paman nenek

89 Muhammad Ali Husen, op.cit., hal. 107-108; Mahmud Yunus,Hukum Perkawinan Dalam Islam, al-Hidayah, Jakarta, 1956, hal. 56;Ibn Rusyd, op.cit., hal. 13.

90 Muhammad Ali Husen, ibid.; Ibn Rusyd, ibid.91 Ibn Hajar al-Haitami, op.cit., hal. 247.

Page 63: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<58>>

11. Anak laki-laki dari paman nenek dan seterusnya kebawah.92

Pelaksanaan akad nikah yang berwalikan bukanberdasarkan kepada tertib urutan seperti tersebut di atastanpa disebabkan oleh suatu faktor tertentu dianggap tidaksah nikahnya. Apabila seluruh urutan perwalian tidakdidapatinya --menurut jumhur ulama-- perwalian dapatberpindah kepada penguasa yang biasanya dipegang olehhakim atau orang yang berwenang dalam masyarakat.Pembolehan washi sebagai wali oleh Maliki dan Hanbalidalam melangsungkan akad nikah dengan syarat:1. Antara washi dengan anak perempuan telah terjadi

pergaulan bertahun-tahun lamanya seperti pergaulananak dengan bapa, sehingga ia memelihara danmenjaganya sebagaimana ia menjaga dan memeliharaanak sendiri.

2. Anak perempuan tersebut bukanlah termasuk orang yangmulia. Kalau perempuan tersebut orang mulia, makawalinya adalah hakim. Dimaksudkan dengan mulia disini adalah perempuan yang cantik dan kaya (persyaratanini ditentukan oleh Malik).

3. Washi tersebut harus laki-laki. Andai kata washi tersebutseseorang perempuan, maka ia tidak berhak menjadi wali(nikah).93

Sedangkan menurut mazhab Hanafi urutan wali secaranasab terdiri dari:1. Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan

seterusnya ke bawah2. Bapak, kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas3. Seperti urutan yang telah disebutkan oleh mazhab

Syafi’i

92 Idris al-Buhuti, op.cit., hal. 50-51.93 Mahmud Yunus, op.cit., hal. 59-60.

Page 64: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<59>>

4. Ibu5. Ibu dari ibu6. Anak perempuan7. Anak perempuan dari anak perempuan (cucu

perempuan)8. Anak perempuan dari cucu laki-laki9. Anak perempuan dari cucu perempuan dan seterusnya

ke bawah10. Bapak dari ibu11. Saudara perempuan kandung12. Saudara perempuan sebapa13. Saudara perempuan seibu dan anak-anaknya14. Saudara perempuan dari bapa (bibi)15. Saudara laki-laki dari ibu16. Saudara perempuan dari ibu17. Anak perempuan dari paman dan bibi serta anak-

anaknya dan begitulah seterusnya ke bawah seluruhkeluarga zawil arham.94

Melihat kepada tertib urutan perwalian secara nasabseperti yang telah dijelaskan di atas dijumpai perbedaan-perbedaan tertentu di kalangan empat mazhab. Perbedaanmenonjol ditemukan dalam urutan perwalian yangdikemukakan oleh mazhab Hanafi, yaitu pembolehankerabat oleh zawil arham menjadi wali nikah secara nasab.Bahkan urutan tersebut tidak menjadi suatu syarat yangmesti dipenuhi --sebagaimana yang diasumsikan jumhurulama-- karena perempuan yang sudah dewasa dan berakalboleh mengawinkan diri sendiri dan mewakilkan kepadaorang lain.95 Terhadap urutan perwalian yang dikemukakanoleh mazhab Hanafi ada dua hal yang perlu dicatat, yaitu:

94 Ibn al-Hummam, Syarh Fath Al-Qadiir, Juz III, Daar al-Ihya’,Al-kutub al-Arabiyyat, Mesir, hal. 277 dan 286; Ibn ‘Abidin, op.cit., hal.76 dan 79.

95Ibn al-Humam, ibid., hal. 256.

Page 65: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<60>>

1. Ketidakmutlakan lelaki dalam perwalian nikah, dalamarti Wanita masih terbuka kemungkinan untuk menjadiwali dalam perkawinan

2. Tidak mesti perwalian nasab itu didasarkan kepada‘ashabah semata.

Kesimpulan ini ada kesamaannya dengan pendapatorang yang mengatakan bahwa:

Istilah ‘ashabah berasal dari adat kebiasaan orang arab yangkarena itu tidak mesti (seharusnya) dipertahankannya, danbegitu juga kedudukan keturunan melalui anak perempuandan seterusnya ke bawah sama kuatnya dengan keturunanmelalui anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.96

Kembali kepada urutan perwalian yang dikemuka-kan oleh jumhur ulama --walaupun terdapat perbedaan disekitar tertib urutan orang-orang yang lebih berhak menjadiwali- tetapi perwalian secara nasab menurut mereka masihterbatas pada garis keturunan laki-laki (‘ashabah bi al-nafsih). Perbedaan-perbedaan tersebut tidak dijelaskan lebihterperinci karena kurang penting dibicarakan di sini.

2. Wali HakimDimaksudkan dengan wali hakim adalah orang yang

berwenang mengurus masalah nikah disebabkan jabatannyaatau karena ditunjuk oleh penguasa seperti Kepala KantorUrusan Agama (KUA) Kecamatan dan sebagainya, dengansyarat seluruh wali nasab tidak dijumpainya.97

96Al-Yasa’ Abu Bakar, Ahli Waris Sepertalian Darah (KajianPerbandingan Terhadap Penalaran Hazairin Dan Fiqih Mazhab),disertasi Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yokyakarta,1989, hal. 7-8.

97 Tidak dijumpai maksudnya tidak mencukupi persyaratanseorang wali ataupun meninggal dunia. Lihat, Kompilasi Hukum Islam

Page 66: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<61>>

Dasar adanya wali hakim dalam pelaksanaan akad nikahmenurut syari’at Islam adalah hadits nabi yang berbunyi:98

: وسلمعليهاهللاصلىاهللارسولقال: قالتعنهااهللارضيعائشةعن.لهوىلمنوىلفالسلطاناشتجروافإن

Maksudnya: Dari Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw.Bersabda: . . . jika wali (nasab) enggan (mengawinkananak perempuan), maka penguasa yang menjadi wali(terhadap anak perempuan tersebut) yang tidak adawalinya.(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud al-Turmizi dandishahihkan oleh Ibn Hibban).

Hadits tersebut diperkuat oleh hadits yangdiriwayatkan oleh al-Tabrani dari Ibn Abbas di bawah ini:99

منوىلوالسلطانبوىلإالنكحال:وسلمعليهاهللاصلىاهللارسولقال.لهوىلال

Maksudnya: Nabi saw. bersabda: tidak sah nikah tanpawali. Jika tidak ada wali, maka penguasa (hakim) yangmenjadi walinya.

Kebanyakan ulama Fiqih --terlepas dari kuattidaknya-- kedua hadits tersebut di atas dijadikan sebagaidasar adanya wali hakim dalam pelaksanaan nikah.Perbedaan mereka ditemukan di sekitar pemahaman duahadits di atas yang mengakibatkan berbeda mereka dalammenetapkan kapan terjadi pemindahan wali nasab kepadawali hakim. Kunci pokok perbedaan mereka dalammengartikan “tiada wali” sebagai sebab perpindahan wali

Di Indonesia, Depag. RI, 1991 / 1992, hal. 22; bandingkan, al-Shan’ani,Subul al-Salam, Juz III, Dahlan, Bandung, hal. 118.

98 Abu Dawud, Sunan Abii Daawud, Juz I, Mushthafa al-Baabiial-Halabii, Mesir, hal. 608.

99 Ibid.

Page 67: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<62>>

nasab kepada wali hakim. Ada yang mengartikannya“ghaib” (jauh dari tempat tinggal) dan ada juga yangmengartikannya “enggan menjadi wali dalam pernikahan”.Sedangkan dalam pengertian meninggal dunia dan tidakmemenuhi persyaratan sebagai wali diartikan tiada wali,semua ulama menetapkan --yang demikian itu-- tidaktermasuk ke dalam pembahasan perpindahan wali nasabkepada wali hakim.Jumhur ulama sepakat menetapkan bahwa perwalian nasabberpindah kepada wali hakim bila wali dekat engganmengawinkan anak perempuan yang ada di bawahperwaliannya, karena menyamakannya dengan tidak adawali. Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat yang menjadiwali dalam masalah ini adalah wali jauh, bukan wali hakim.Keengganan wali --menurut mazhab ini—belum dapatdianggap tidak ada wali, karena pada hakikatnya walitersebut masih ada tetapi tidak mau akad nikah tersebutdilaksanakannya.100

Begitu juga halnya menyangkut dengan ghaibnyawali dekat. Mereka berbeda pendapat apakah perwaliantersebut berpindah kepada wali jauh (nasab) atau kepadawali hakim. Mazhab Hanafi dan Hanbali masihmenganggap perwalian tersebut tidak berpindah kepadawali hakim, karena pada dasarnya wali itu masih ada, hanyasaja jauh dari tempat kediaman dan ini bukanlah berartitiada wali, bahkan perwalian semacam ini masih dapatdiqiyaskan kepada perwalian yang tidak memenuhipersyaratan seorang wali. Sedangkan mazhab Maliki danSyafi’i menganggap tiada wali dekat dikarenakan ghaibdapat berpindah perwalian seorang perempuan kepada walihakim, dengan syarat jauh tersebut mencapai musafahqasar. Kalau jauhnya tidak mencapai ketentuan tersebut

100 Muhammad al-Syarbaini al-Khatib, op.cit., hal. 153.

Page 68: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<63>>

perpindahan wali nasab kepada wali hakim harus ada izindari wali dekat.101

Melihat kenyataan sekarang -terlepas dari perbedaanpendapat tersebut- dengan adanya wanita sebagai kepalanegara, hakim dan sebagainya kemungkinan wanita menjadiwali dalam pernikahan melalui wali hakim di saat seluruhwali nasab tidak ada bukan hal yang mustahil.

2. Macam-Macam WaliDalam Hukum Pernikahan Islam dikenaladanya empat macam Wali Nikah, yaitu:1. Wali Nasab, yaitu Wali Nikah karena pertaliannasab atau pertalian darah dengan calonmempelai perempuan.2. Wali maula, yaitu Wali Nikah karena, m e -merdekakan, artinya seorang ditunjuk menjadiwali nikahnya seseorang perempuan, karenaorang tersebut pernah memerdekakannya.Untuk jenis kedua ini di Indonesia tidak terjadi.3. Wali Hakim, yaitu Wali Nikah yang dilakukanoleh Penguasa, bagi seorang perempuan yangwali nasabnya karena sesuatu hal tidak ada,baik karena telah meninggal dunia, menolakmenjadi wali nikah atau sebab-sebab lain.4. Wali Muhakkam, yaitu Wali Nikah yang terdiridari seorang laki-laki yang diangkat oleh keduacalon suami isteri untuk menikahkan mereka,dikarenakan tidak ada Wali Nasab, WaliMu'tiq, dan Wali Hakim. Untuk jenis terakhir ini101 Ibn Syihabuddin al-Ramli, Nihaayat al-Muhtaaj ilaa Syarh al-

Minhaaj, Juz VI, Mushthafa al-Baabii al-Halabii, Mesir, 1937, hal.236; Ibn Nujaim, op.cit., ha.l 126; al-Dusuqi, op.cit., hal. 236.

Page 69: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<64>>

di Indonesia sedikit sekali kemungkinan terjadi-nya. Berdasarkan hal-hal tersebut maka yanglazim di Indonesia hanyalah Wali Nasab danWali Hakim saja.@@

Page 70: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<65>>

BAGIAN KETIGAKETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI

DALAM PERWALIAN NIKAH

A. Perspektif Fuqaha’Melihat kepada rukun dan persyaratan wali sertatertib urutannya dalam pelaksanaan perkawinan yangtelah dijelaskan oleh empat mazhab (Hanafi, Maliki,Syafi’i dan Hanbali), sebelumnya, pembahasan berikutini berkaitan dengan ketidakmutlakan laki-laki dalamperwalian nikah dapat dijelaskan seperti berikut.Pertama, uraian yang dijelaskan oleh jumhur fuqaha’(Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali)yang menetapkanlaki-laki merupakan syarat mutlak dalam perwaliannikah, dan kedua, uraian yang dijelaskan oleh mazhabHanafi yang menetapkan bahwa laki-laki bukanmerupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.<<65>>

BAGIAN KETIGAKETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI

DALAM PERWALIAN NIKAH

A. Perspektif Fuqaha’Melihat kepada rukun dan persyaratan wali sertatertib urutannya dalam pelaksanaan perkawinan yangtelah dijelaskan oleh empat mazhab (Hanafi, Maliki,Syafi’i dan Hanbali), sebelumnya, pembahasan berikutini berkaitan dengan ketidakmutlakan laki-laki dalamperwalian nikah dapat dijelaskan seperti berikut.Pertama, uraian yang dijelaskan oleh jumhur fuqaha’(Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali)yang menetapkanlaki-laki merupakan syarat mutlak dalam perwaliannikah, dan kedua, uraian yang dijelaskan oleh mazhabHanafi yang menetapkan bahwa laki-laki bukanmerupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.

Page 71: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<66>>

Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i dan Hanbali)menetapkan bahwa perempuan kapan pun tidak bolehmelangsungkan akad nikah baik untuk kepentingansendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Merekasepakat menetapkan perkawinan yang dilaksanakanoleh wanita sendiri tidak sah, karena perkawinantersebut punya tujuan akhir yang ingin diwujudkandalam rumah tangga yaitu harmonis, sejahtera, bahagiadan melanjutkan keturunan. Wanita biasanya cepatsekali dipengaruhi oleh perasaan atau tindakan yangbersifat subjektif, sehingga tujuan perkawinan sepertitersebut di atas sulit diwujudkan bila urusan per-kawinan dipercayakan kepadanya. Karenanya untukmemperoleh tujuan tersebut secara sempurna, menurutjumhur hendaklah urusan perkawinan diserahkankepada wali.1 Secara singkat dapat dinyatakan bahwabesar dugaan karena sifatnya sebagai perempuandipandang tidak cakap untuk mengurus masalah nikah,wanita secara hukum punya kekurangan tersendiridalam bertindak dibandingkan dengan laki-laki.Di tempat lain dalam satu riwayat jumhur ulamajuga pernah menyatakan sifat kekurangan yang dimilikiperempuan, menyebabkannya tidak bisa menjadi walinikah disamakan dengan anak-anak yang masih dibawah umur dan orang yang kurang sempurna akal.Persoalan nikah merupakan persoalan yang paling rumitdibandingkan dengan transaksi lainnya, sehingga yangbisa menanganinya hanyalah orang yang sempurna1 Muhammad al-Syarbaini al-Khatib, Mugni al-Muhtaj, Juz.III, (Mesir: Mushthafa al-Baabi al-Halabi, 1958), h. 147; Ibnu al-Hummam, Syarh Fath al-Qadiir, Juz III, (Mesir: Daar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyat, tt), hlm. 256-257.

Page 72: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<67>>

akalnya. Dengan demikian, kekurangan yang dimilikiperempuan seperti tersebut di atas mengakibatkan tidakbisa diserahkan urusan pernikahan kepadanya. Disamping apa yang telah disebutkan di atas menyangkutketidakbolehan wanita menjadi wali dalam pernikahan,jumhur ulama juga mendasari pemikirannya bahwa laki-laki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.Kekurangan syarat tersebut mengakibatkan batalnyaakad nikah itu sendiri.2 Begitu juga halnya menurutmereka perwalian langsung berpindah kepada walihakim, kalau seluruh wali berdasarkan ‘ashabah tidakdijumpai seperti yang telah dijelaskan di depan.Adapun dalil-dalil yang digunakan oleh jumhur ulamaadalah:1. Al-Qur’an seperti berikut:Surat al-Baqarah ayat 221:

ر من مشركة ولو وال تـنكحوا المشركات حىت يـؤمن وألمة مؤمنة خيـر من مش رك أعجبتكم وال تـنكحوا المشركني حىت يـؤمنوا ولعبد مؤمن خيـ

ولو أعجبكم أولئك يدعون إىل النار والله يدعو إىل اجلنة والمغفرة بإذنه آياته للناس لعلهم يـتذكرون :Artinyaويـبـني “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanitamusyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnyawanita budak yang mukmin lebih baik dari wanitamusyrik. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak

2 Al-Sarakhsy, al-Mabsuth, Juz V. (Mesir: al-Sa’adat, tt), hlm.11.

Page 73: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<68>>

yang muslim lebih baik dari pada orang musyrik,walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajakke neraka, sedang Allah mengajak ke surga danampunan dengan izin-Nya (perintah-perintah-Nya)kepada manusia supaya mereka mengambilpelajaran”.Jumhur ulama menganggap larangan yang terkandungdalam ayat tersebut berkenaan dengan penyerahan urusanperkawinan sepenuhnya kepada laki-laki, dalam hal inikepada wali bukan untuk orang lain. Seolah-olah menurutmereka Allah berfirman: “wahai para wali jangan kamumengawinkan wanita-wanita yang ada di bawah perwalianmudengan pria-pria yang masih musyrik”.3Begitu juga dalam surah al-Baqarah ayat 230:ره فإن طلقها فال فإن طلقها فال حتل له من بـعد حىت تـنك ح زوجا غيـ

جناح عليهما أن يـتـراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله ,Artinya: “Kemudian jika kamu mentalakkannya (sesudahtalak yang kedua)يـبـيـنـها لقوم يـعلمون maka perempuan tidak halal lagi baginyahingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jikasuami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagikeduanya (bekas suami pertama dari istri) untuk kawinkembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankanhukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterang-kan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.

3 Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid,Juz II (Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi, tt) hlm. 9.

Page 74: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<69>>

Ibnu Hazm ketika menjelaskan pendapat jumhurulama menyatakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengannikah itu tidak sah tanpa ada wali (laki-laki).4Selanjutnya surah al-Baqarah ayat 232:وإذا طلقتم النساء فـبـلغن أجلهن فال تـعضلوهن أن يـنكحن أزواجهن إذا

نـهم بالمعر وف ذلك يوعظ به من كان منكم يـؤمن بالله واليـوم تـراضوا بـيـArtinya: “Apabila kamu mentalak istrimu, lalu habis iddahnya,maka janganlah kamu menghalangi mereka kawin dengan(bakal suaminya atau dengan suami yang lain) apabila telahmendapatkan keridhaan di antara mereka dengan carama’ruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yangberiman di antara kamu kepada Allah dari hari akhirat(kemudian). Itulah lebih baik bagi kamu dan lebih suci. Allahmengetahui dan kamu tidak mengetahui”.Menurut jumhur ulama larangan menghalangi yangterdapat dalam ayat tersebut khusus ditujukan kepada parawaliاآلخر ذلكم أزكى لكم وأطهر والله يـعلم وأنـتم ال تـعلمون (laki-laki), sesuai dengan sebab turunnya yang akandijelaskan nanti.5Terakhir ayat 32 surat al-Nur:

من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فـقراء وأنكحوا األيامى منكم والصاحلني يـغنهم الله من فضله والله واسع عليم

4 Ibnu Hazm, al-Muhalla, Juz IX, (Mesir: Daar al-Fikr, tt),hlm. 457.5 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnat. Juz IV dan VII, (Kiut: Dar al-Bayan, tt), hlm. 7-8.

Page 75: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<70>>

Artinya: “Dan kawinilah orang-orang yang sendirian di antarakamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allahakan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan AllahMaha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.Menurut jumhur ulama, perintah dalam ayat tersebutkhusus ditujukan kepada para wali (laki-laki)bukan kepadawanita. Seolah-olah Allah berfirman “wahai para wali janganbiarkan perempuan-perempuan yang ada di bawah per-walianmu hidup membujang sepanjang zaman”.6Melihat kepada pendapat jumhur ulama di atas, dapatdinyatakan bahwa semua ayat yang berkenaan dengan nikahyang telah disebutkan di depan khitabnya (perintah ataularangan) khusus ditujukan kepada para wali, bukan untukorang lain. Wali yang mereka maksudkan di sini adalahseperti yang telah dijelaskan di depan.2. Hadits-hadits Rasulullah saw.Hadits-hadits yang menjadi pegangan ulama antaralain hadits yang berdasarkan dari Abu Musa, matannyamenurut at-Turmizi:7

Maksudnya: Bahwa Rasulullah saw bersabda: tidak sah nikahtanpa ada wali. Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, AbuDawud, al-Turmizi dan Ibnu Hibban.Selanjutnya hadits yang berdasarkanال نكاح اال بوىل: عليه وسالم قالأن رسول اهللا صال اهللا dari ‘Aisyah,matannya menurut Abu Dawud:8

6 Ibid.,7 A1-Mubarakfuri, Tuhfa Al-Ahwazi Bi Syarh Jami’ Al-Turmizi, Juz IV, (tp.: Muhammad Abdul Muksin A1-Maktabi, tt), h,227.

Page 76: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<71>>

قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم : وعن عائشة رضي اهللا عنها قالت ها باطل ، أميا امرأة نكحت بغري إذن وليها فنكاحها باطل فنكاح: "

ا فلها املهر مبا استحل من فرجها ، فإن فنكاحها باطل ، فإن دخل .اشتجروا فالسلطان ويل من ال ويل له

) .١٨٧٩( ماجھوابن) ٢٠٨٣( داودوأبو) ١١٠٢( الترمذيرواه

Maksudnya: bahwa Rasulullah saw bersabda: siapa pun diantara wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka batalnikahnya. Jika)١٨٤٠( الغلیلإرواءفياأللبانيوصححھ laki-laki telah menyenggamanya, maka Iaberhak atas maharnya karena telah menghalalkankehormatannya. Jika pihak wali enggan menikahkan (wanitayang ada di bawah perwaliannya) maka wali hakimlah yang(bertindak,) menjadi wali bagi orang yang tidak ada wali.(Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majahdan al-Turmizi,).Begitu juga hadits yang berdasarkan dari Ibnu Abbas,matannya menurut Abu Dawud:9

خبـرنا أبو بكر حممد بن عبد الله بن صالح األبـهري الفقيه شيخ أ المالكيني قراءة عليه ، ثنا أبو عروبة احلسني بن حممد بن مودود احلراين ،

السدي ، ثنا مالك بن أنس ، عن عبد ثنا إمساعيل بن موسى ابن بنت أن النيب : الله بن الفضل ، عن نافع بن جبـري بن مطعم ، عن ابن عباس

8 Ahmad al-Sahar Nafuri, Bazl al-Juhuud fii hil Abi Dawud,Juz IX, (Beirut: Daar Al-Kutub al-Ilmiyyat, tt), h. 79.9 Ibid.

Page 77: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<72>>

ن يف األمي أحق بنـفسها والبكر تستأذ : " صلى الله عليه وسلم قال هذا حديث صحيح ، أخرجه مسلم عن " . نـفسها ، وإذنـها صماتـها

Maksudnya: Rasulullah saw bersabda: janda lebih berhak atasdirinya.سعيد بن منصور وقـتـيبة ، عن مالك كذلك ، ومل خيرجه البخاري dari pada wali (dalam urusan perkawinan).Perempuan yang masih bikir (perawan,) diminta izinkepadanya. Izinnya adalah diam. Hadits ini diriwayatkan olehAbu Dawud dan Ibnu Majah.Terakhir hadits yang berdasarkan dari Abu Hurairah,matannya menurut al-Baihaqy:10

ال تزوج املرأة املرأة وال تزوج : ما عالقة حديث النيب صلى اهللا عليه وسلمقصد الزواج؟ وهل ينطبق عليها املرأة نفسها ـ باالعرتاف باحلب لشاب ب

احلديث يف هذه احلالة وتعد زانية؟ وهل يصح زواجها يف مثل هذه احلالة ,Maksudnya: Dari Nabi saw Ia bersabda: janganlah orangperempuan mengawinkan orang perempuan lain, dan janganpula mengawinkan diri sendiri. Perkawinan yang dilakukanoleh perempuan (baik terhadap dirinya atau orang lain)dianggap perbuatan zina. Hadits ini diriwayatkan oleh IbnMajah, Daar Al-Quthni dan al-Baihaqy.Keempat hadits tersebut menurut jumhur ulamasangat relevan dengan kandungan ayat-ayat di atas. Bahkan,menurut mereka.أم ال؟ hadis-hadis tersebut merupakan penjelasan

10 Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Juz VII, (Beirut: Dar al-Fikr,tt), h. 110.

Page 78: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<73>>

atau pentakhsish terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang telahdisebutkan di atas.3. RasioDi samping dalil-dalil yang sudah dikemukakan diatas, mereka juga berpendapat bahwa perkawinan tersebutpunya tujuan-tujuan tertentu yang ingin diwujudkan olehkedua calon suami istri. Di antara tujuan tersebut yang palingpenting adalah membentuk keluarga bahagia danmemperoleh keturunan yang dapat dipertanggungjawabkan.Tujuan tersebut agak sulit diperoleh bila seluruh urusanperkawinan diserahkan kepada wanita, karena seperti yangtelah disebutkan di muka, wanita biasanya cepat dipengaruhioleh perasaan yang dapat membawa kepada tindakan yangbersifat subjektif bila dibandingkan laki-laki.11 Kesimpulansemacam ini agak sulit dipertahankan kebenarannya, karenatidak semua wanita memiliki sifat seperti tersebut di atas.Demikian juga sebaliknya, tidak semua laki-laki dapatmenghindari dari sifat tersebut.Berbeda dengan pendapat jumhur ulama di atas,mazhab Hanafi menetapkan sebaliknya. Menurut merekaperempuan dibolehkan bertindak sebagai wali dalampernikahan. Mereka memasukkan keluarga zawil arham kedalam urutan wali nikah secara nasab setelah urutan waliberdasarkan ‘ashabah seperti disebutkan jumhur ulama diatas, dan bahkan menurut mazhab ini urutan tersebutdianggap tidak penting.Ibnu al-Hummam dalam kitabnya Syarh Fath Al-Qadirmenjelaskan pendapat Abu Hanifah yang dapat diperincikansebagai berikut; seorang perempuan yang dewasa danberakal berhak mengurus langsung akad nikah dirinya sendiribaik gadis atau pun janda. Akan tetapi yang lebih baikmasalah tersebut diserahkan kepada walinya. Begitu juga

11 Bandingkan, Sayid Sabiq, Fiqh Sunnat, h. 9.

Page 79: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<74>>

halnya Abu Yusuf salah seorang murid Abu Hanifah,membolehkan wanita mengawinkan diri sendiri dengansyarat ada kafaah12 antara dia dengan calon suaminya. Kalauperkawinan itu bukan didasarkan kepada kafaah, maka wali‘ashabah melalui hakim boleh mengajukan pembatalanperkawinan tersebut.13Keterangan di atas menunjukkan bahwa tidak adakeberatan perkawinan yang dilaksanakan perempuan sendiriatas dasar kafaah dan atas mahar mitsil. Hak pembatalan walidisebabkan kekurangan syarat tersebut bukanlah berartiperkawinan yang dilaksanakan oleh wanita tidak sah, karenamungkin saja perkawinan yang kurang syarat tersebut di atastidak dibatalkan oleh wali. Begitu juga andai kata walimenggunakan hak pembatalan terhadap perkawinantersebut, suatu alternatif lain juga dapat terjadi yaitu padahakikatnya akad nikah yang dilaksanakan perempuan itusudah terlaksana. Paling kurang di sini dapat dinyatakanwalaupun wali telah membatalkannya dengan alasan tersebutdi atas, dia (perempuan) masih dapat dianggap punya hakdalam masalah tersebut.

12 Secara bebas arti lughawi “kafaah” adalah “sama,sederajat atau sebanding”. Tetapi dimaksudkan “kufu” dalamperkawinan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya; samadalam kedudukan, sebanding dalam tingkatan sosial dan sederajatdalam akhlak serta kekayaan. Semua ulama sependapatmenetapkan soal kufu ini perlu mendapat perhatian dalamperkawinan.. Perbedaan mereka ditemukan di sekitar ukuran kufuitu sendiri. Ada yang mengatakan kufu itu hanya diukur dengansikap jujur dan budi pekerti balk semata, demikian pendapatmazhab Maliki. Ulama-ulama mazhab lainnya membuat ukuran kufuselain dua tersebut di atas juga termasuk ke dalamnya keturunan,madeka, agama, pekerjaan dan tidak cacat. Lihat uraian lebih lanjut,Sayid Sabiq, Ibid., h. 38-55.13 Ibn Al-Humam, Syarh Fath Al-Qadir, h. 277 dan 286.

Page 80: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<75>>

Selanjutnya Ibnu ‘Abidin dan al-Kasani ketikamenjelaskan pendapat Hanafi menyebutkan, perwalianberlaku terhadap perempuan yang sudah dewasa dan berakaldalam pelaksanaan akad nikahnya adalah berbentuk nadb(anjuran), artinya perempuan lebih baik menguasakan akadnikahnya kepada wali yang laki-laki. Lebih baik di sini berartitidak mesti wali (laki-laki) yang hams bertindak terhadappernikahannya. Dalam hal ini dia sendiri pun dibolehkannya.Apabila terhadap sendiri telah dibolehkan, terhadap oranglain pun sudah termasuk ke dalamnya.14Berikutnya Dalil-dalil yang dikemukakanoleh Aliran KeduaMenyangkut dengan ayat 221 surat al-Baqarah, IbnuRusyd ketika menjelaskan pendapat Hanafi menyebutkan,khitab dalam ayat tersebut lebih pantas dipahami tujuannyakepada waliyul amri dibandingkan kepada wali. Hal inididasarkan kepada keumuman ayat tersebut kurang sesuaipemahamannya dikhususkan kepada wali. Lagi pula menurutbeliau di dalam ayat tersebut tidak pernah sedikit pundisinggung jenis-jenis wali, sifat dan urutannya dan perwaliannikah kalau memang diyakini khitab tersebut khususditujukan kepada wali seperti yang disebutkan jumhur ulamadi depan.15Melihat kepada keterangan di atas dapat dinyatakan,keumuman ayat tersebut yang khitabnya tidak hanyaditujukan kepada wali tetapi mencakup ke dalamnya semuaorang termasuk waliyul amri agak lebih mudahdipertahankannya, mengingat tidak ada dalil yang tegas yangkhusus menunjukkan kepada pihak-pihak tertentu. Namun

14 Ibn ‘Abidin, Haasyiyat Raad al-Muhtaar, Juz III, (Mesir:Mushthafa al-Baabii Al-Halabii, 1966), h. 55-56; al-Kasani, Badaai’al-Shanaai’, Juz II, (Mesh: Mathba’at Al-Islaamiyyat, 1328 H), h, 247.15 Ibn Rusyd, Bidaayat al-Mujtahid wa Nihaayai al-Muqtashid, h. 11.

Page 81: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<76>>

suatu hal yang perlu ditinjau kembali terhadap pendapat IbnuRusyd, yang mengatakan pengkhususan ayat tersebutdikarenakan di dalamnya tiada penjelasan tentang jenis-jeniswali, sifat dan urutannya dalam perwalian nikah. Hal inidisebabkan karena hampir semua ayat Al-Qur’an kecualimasalah warisan khitabnya banyak yang bersifat umum.Begitu juga berkaitan dengan ayat 230 surat al-Baqarah, Sayid Sabiq dan Ibnu Humam ketika menjelaskanpendapat Hanafi menyebutkan ayat tersebut berisi tentangperkawinan yang erat kaitannya dengan perempuan.Menghubungkan pekerjaan kepada pelakunya menurut keduaulama tersebut menunjukkan dialah sebagai pelaku yangsebenarnya, dan dialah yang berhak menangani pekerjaantersebut dibandingkan dengan orang lain.16Selanjutnya ayat 232 surah al-Baqarah oleh jumhurulama menganggap khitab tersebut khusus ditujukan kepadawali, mazhab Hanafi dalam memahaminya lebih bersifatumum. Menurut mazhab terakhir disebutkan ada beberapakemungkinan yang dapat dipahami dari tujuan khitab yangterkandung dalam ayat tersebut yaitu:1. Seperti apa yang telah dipahami oleh jumhur ulama diatas, dengan catatan kemungkinan ini lebih sempit biladibandingkan dengan dua kemungkinan berikutnya.2. Juga tujuan khitab tersebut ditujukan pada wali (laki-laki), tetapi dalam pengertian yang berbeda dan apayang dipahami oleh jumhur ulama di atas. Di sini lebihditekankan kepada wali yang menghalangi perempuanyang ada di bawah perwaliannya untuk melangsungkanakad sendiri dengan laki-laki yang Ia senanginya.3. Larangan yang terkandung dalam khitab tersebutditujukan kepada suami, dalam arti para suami dilarangmenghalangi istri yang sudah ditalak dan telah selesai16 Sayid Sabiq, hlm. 14; Ibn al-Hurnam, h. 257-258.

Page 82: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<77>>

masa iddahnya kawin dengan laki-laki yang iasenanginya.Pertimbangan ini didasarkan kepada kalimat “Waidzaa tallaqtum Al-Nisaa” yang terdapat di awal ayatberkaitan dengan Suami.17Semua penjelasan di atas menurut mazhab Hanafi,erat kaitannya dengan pengertian yang terkandung dalamayat 234 surat al-Baqarah:

تـربصن بأنـفسهن أربـعة أشهر والذين يـتـوفـون منكم ويذرون أزواجا يـ فإذا بـلغن أجلهن فال جناح عليكم فيما فـعلن يف أنـفسهن جوعشرا

Maksudnya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramudengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosabagimu (para wali) memberikan mereka berbuat terhadapdiri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yangkamu perbuat”.Akad nikah yang dilaksanakan oleh perempuansendiri dengan laki-laki yang sejodoh dan bermahar] ٢:٢٣٤[والله مبا تـعملون خبري جبالمعروف mitsilmenurut mazhab Hanafi, termasuk ke dalam pengertianmakruf yang terdapat dalam ayat tersebut. Oleh karena itu,nikah tersebut patut dianggap sah, karena merupakanperbuatan yang makruf, artinya sesuai dengan yangdikehendaki wali.18

17 Al-Kasani, Badaai al-Shanaai, Juz II, Cet. I, (Mesir:Mathba’ah al-’Ilmyyat, 1328 H), h. 247.18 Ibid, h. 248.

Page 83: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<78>>

Keterangan di atas dapat dinyatakan bahwa mazhabHanafi tidak menganggap khusus khitab yang terkandungdalam ayat-ayat tersebut di atas ditujukan kepada wali.Karena keumuman ayat tidak mungkin dipahami secarakhusus tanpa ada dalil lain yang menjelaskannya.Kembali kepada hadits-hadits yang menurut jumhurulama dianggap sebagai dalil persyaratan wali dalampernikahan oleh mazhab Hanafi menganggap sebaliknya.Menurut mazhab terakhir disebutkan kesahihan hadits-haditstersebut masih dipertanyakan kebenarannya, baik dilihat dansegi matan atau dan segi sanadnya. Kelemahan dan segimatan adakalanya terjadi disebabkan oleh adanya lafadz-lafadz yang saling berbeda antara satu hadits dengan haditslainnya. Atau pun menurut pemahaman mereka terjadi ingkarrawi antara satu hadits dengan hadits lain. Seperti praktekAisyah (istri Nabi) itu sendiri yang akan dijelaskan secaralebih terperinci dalam uraian selanjutnya. Sedang kelemahandari segi sanad adakalanya disebabkan oleh tidakbersambungnya antara satu perawi dengan perawi yang lainatau pun antara satu perawi dengan perawi lainnya tidaksaling mengetahui terhadap riwayat tersebut.Contoh, hadits yang berdasarkan dari Abu Hurairahyang telah disebutkan di depan, menurut mazhab Hanafiberlawanan dengan hadits yang berdasarkan hadits IbnuAbbas yang juga telah disebutkan di muka. Kalimat “al-ayyimu” yang terdapat dalam hadits Ibnu Abbas diartikandengan “perempuan yang tidak punya suami baik masihperawan atau sudah janda”. Pengertian semacam inimenunjukkan orang perempuan selain anak kecil (belumdewasa) terhadap pernikahannya lebih berhak atas dirinyadibandingkan dengan wali. Sementara hadits Abu Hurairahmengatakan perempuan yang mengawinkan diri sendiritermasuk perbuatan zina. Apabila dalam satu masalah ada

Page 84: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<79>>

dua dalil yang saling berlawanan, maka kedua dalil tersebuttidak boleh digunakan dalam penetapan hukum.19Begitu juga halnya hadits yang berdasarkan dari AbuMusa dan Aisyah, kelemahan kedua hadits tersebut tidakhanya, karena berlawanan dengan praktik Aisyah sewaktumengawinkan Hafsah binti Abd Rahman dengan Munzir IbnZuber yang di saat itu Abd Rahman berada di negeri Syam(akan dijelaskan nanti), juga termasuk ke dalamnya sanadkedua hadits tersebut masih diperdebatkan keshahihannya.20Melihat kepada cara pemahaman jumhur ulamaterhadap ayat-ayat dan hadits-hadits tentang perwalian nikahlebih mengarah kepada pemahaman isi kandungan nash,karena pemahamannya lebih dititikberatkan kepadapengkajian makna atau maksud yang terkandung dalam teksnash tersebut tanpa memperhatikan kepada kemungkinan-kemungkinan lain. Pemahaman ayat misalnya, lebih banyakdipengaruhi oleh arti zhahir hadits-hadits yang berkenaandengan perwalian nikah, dan bahkan secara tersirat dapat

19 Ibid., h. 247; Ibnu al-Humam, h. 257; al-Sarakhsy, h. 12.20 Menurut riwayat yang dikutip oleh mazhab Hanafiperkawinan antara Hafsah dengan Munzir setelah Abd Rahmanpulang dan Syam tidak dibatalkannya. Penjelasan yang lebihterperinci akan dijelaskan tersendiri dalam uraian berikutnyamenyangkut tanggapan empat mazhab terhadap hadits Aisyahtersebut. Kelemahan hadits Aisyah yang mensyaratkan ada walldalam perkawinan-menurut keterangan Jaraij- ketika Ulayyahmenanyakan Zuhni (termasuk salah seorang perawi haditstersebut) tentang kebenaran hadits tersebut jawabannya tidak tahu.Begitu juga kelemahan sanad hadits Abu Musa, Abu Ishak yangdianggap orang yang paling terkenal di antara perawi-perawi haditstersebut dalam salah satu cabang sanad hadits itu tidakdimasukkannya sebagai perawi. Menyangkut dengan kedudukanhadits tersebut baik dan segi sanad atau matannya akan dijelaskansecara lebih terperinci dalam uraian penalaran ulama terhadaphadits-hadits nikah.

Page 85: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<80>>

dikatakan adanya anggapan dan jumhur ulama bahwa hadits-hadits tersebut sebagai pentakhshish ayat-ayat yang sifatnyaumum. Sebaliknya pola yang ditempuh mazhab ‘Hanafi dalampengkajian nash baik al-Qur’an atau pun hadits sedikit agakberbeda dari pola jumhur ulama. Pokok kajian lebihdiarahkan kepada pengertian nash secara menyeluruh denganketentuan tidak hanya diperhatikan berbagai kemungkinanyang terjadi antara satu nash dengan nash yang lain, tetapipertimbangan maksud atau illat yang terkandung dalam nashjuga termasuk ke dalamnya. Biasanya maksud dan illattersebut disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat.Pola pemikiran semacam ini lebih terarah kepada penalaranta‘lili (penalaran berdasarkan kepada illat).Selanjutnya akan Dilihat juga dari Segi Hadits Aisyahyang Mengawinkan Hafsah yang Walinya di Negeri SyamKajian di sini lebih ditekankan pada penilaian mazhabempat terhadap praktik Aisyah istri Nabi saw dalamperwalian nikah. Hadits pokok yang menjadi kajian di siniadalah hadits yang menceritakan Aisyah pernahmengawinkan anak saudaranya Hafsah binti Abd Rahmandengan Munzir Ibnu Zuber. Matannya menurut Imam Malik.21وحدثين عن مالك عن عبد الرمحن بن القاسم عن أبيه أن عائشة زوج النيب صلى اهللا عليه وسلم زوجت حفصة بنت عبد الرمحن املنذر بن الزبري

ه وعبد الرمحن غائب بالشام فلما قدم عبد الرمحن قال ومثلي يصنع هذا بومثلي يفتات عليه فكلمت عائشة املنذر بن الزبري فقال املنذر فإن ذلك

21 Muhammad Zakaria, Aujaz al-Masalik ha Muwatta’ ImamMalik, (tp.: Daar aI-Fikr, ttj, h. 40.

Page 86: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<81>>

بيد عبد الرمحن فقال عبد الرمحن ما كنت ألرد أمرا قضيته فقرت حفصة Maksudnya: Dari Muhammad Ibn Abu Bakar al-Shiddiqbahwa Aisyah istri Nabi Muhammad saw. telahعند املنذر ومل يكن ذلك طالقا mengawinkanHafsah binti Abd Rahman dengan Munzir Ibnu Zuber padahalIa (Abd Rahman,) berada di negeri Syam. Tatkala Ia datangmerasa kesal terhadap perbuatan (Aisyah) tersebut lantasAisyah memberitahukan (masalah tersebut) kepada MunzirIbnu Zuber. Masalah tersebut biar Abd Rahman yangmenyelesaikannya, jawab Munzir. Setelah itu Abd Rahmanberkata: aku tidak pernah menolak kebijaksanaan Aisyahtersebut. Berdasarkan itu Hafsah (mengambil sikap untuk)tetap bersama Munzir, dan tidak pernah terjadi talak. Haditsini diriwayatkan oleh Malik dan Abd Rahman Pin Qasim.Mengenai sanad hadits ini tidak ditemukan penjelasansecara lebih terinci. Perbedaan ulama-ulama haditsditemukan di sekitar pemahaman hadits. Menurut al-Bakhyada dua kemungkinan pemahaman isi yang terkandung dalamhadits tersebut yaitu; (1). Aisyah sendiri yang melaksanakanperkawinan tersebut. Riwayat ini dibantah oleh IbnuMuzayyan dengan alasan yang demikian itu berlawanandengan praktik ulama Madinah (amal ahlu Al-Madinah),karena Imam Malik sendiri dan sejumlah fuqaha lainnya tidakmembolehkan wanita jadi wali nikah; (2). Sikap Aisyahterhadap perkawinan tersebut hanya menetapkan mahar dankepentingan lainnya bukan bertindak sendiri sebagai wali.Ada kemungkinan yang menjadi wali dalam perkawinantersebut salah seorang dan keluarga dekat (ashabah) Hafsah.Tetapi dalam riwayat tersebut tidak dijelaskan lebih lanjutorang yang menjadi wali dalam pernikahan tersebut.22

22 Ibid.,

Page 87: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<82>>

Dari uraian di atas dapat dinyatakan dikarenakankedua riwayat tersebut tidak disebutkan bukti secara konkritsecara ilmiah sulit dipertahankan kebenarannya. Namunmenurut al-Mubarakfuri banyak ahli hadits termasuk kedalamnya Muslim mengatakan bahwa Abd Rahman dan IbnuMunzir termasuk perawi yang kuat, masing-masing dikalangan sahabat dan tabi’in.23Lebih lanjut al-Bakhy24 menjelaskan, perkawinanantara Munzir Ibnu Zuber dengan Hafsah binti Abd Rahmanyang bapaknya (Abd Rahman) jauh di negeri Syam, menurutmazhab Malik sama sekali tidak sah (tidak dibolehkan).Karena di samping Hafsah saat perkawinan masih dalamkeadaan perawan juga termasuk ke dalamnya dikarenakanbapak calon istri masih dalam keadaan hidup.25Berbeda dari keterangan al-Bakhy di atas, al-Zarqanyjuga termasuk salah seorang pensyarah kitab Muwatta’menjelaskan tindakan Aisyah tersebut dianggap sah dan tidakada orang yang mewakilkan kepadanya, karena yangdemikian itu merupakan keistimewaan Aisyah sebagai istriRasulullah saw. Perwalian dalam perkawinan dikarenakanwalinya jauh (ghaib) tetap diperlukan andai kata yangmelaksanakannya bukan istri Rasulullah saw.26Apabila mau dipertahankan kebenaran terhadapkesimpulan yang menyatakan bahwa praktik Aisyah tersebut23 Al-Mubarakfuri, h. 227.24 Muhammad Zakaria, h. 40.25 Keterangan al-Bakhy -dalam menjelaskan pendapat ImamMalik- tentang tidak sahnya tersebut dikarenakan Hafsah masihdalam keadaan perawan dan bapaknya jauh di negeri Syam di saatperkawinan itu dilangsungkan kurang beralasan, mengingat ImamMalik tidak pernah membolehkan wanita jadi wali terhadappernikahan Janda. Lihat, Ibid.26 Al-Zarqany, Syarh Shahih Muwattak Imam Malik, Juz II,(Beirut: Daar al-Fikr, tt.) h. 172.

Page 88: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<83>>

benar telah terjadi dan bahkan merupakan suatu contohperkawinan yang diwalikan perempuan, baik karena alasanbahwa itu merupakan keistimewaan Aisyah sebagai istriRasulullah saw atau pun karena di setiap penjelasanmenyangkut dengan perwalian nikah tidak pernah ada yangmenafikannya. Persoalan yang muncul, kenapa sebagianulama tidak pernah mempertimbangkan hadits ini sebagaidasar hukum dalam penetapan wali nikah dan bagaimanamenghadapi hadits-hadits yang mensyaratkan adanya walidalam perkawinan yang juga kebanyakan berdasarkan dariAisyah sendiri. Kesimpulan semacam ini secara zhahir dapatdinyatakan ada dua hal yang saling berlawanan yangdilakukan oleh satu orang. Di satu pihak Aisyah mensyaratkanlaki-laki sebagai wali dalam perkawinan dan di pihak lain diasendiri melalui praktiknya menyatakan orang perempuandibolehkan menjadi wali dalam pernikahan (mengawinkanHafsah dengan Munzir).27Melihat kenyataan di atas perbedaan pendapat yangterjadi di kalangan ulama khususnya mazhab empat dalammasalah perwalian merupakan hal yang wajar, terutamatentang praktik Aisyah sendiri. Perbedaan pendapat tersebutdapat diperinci sebagai berikut:Berbicara hadits Aisyah tersebut di atas berartipembahasannya tidak terlepas tentang mutlak tidaknya laki-laki dalam perwalian nikah. Jumhur ulama seperti tersebut didepan menyatakan bahwa laki-laki merupakan syarat mutlakdalam perwalian nikah. Mereka mengakui bahwa Aisyahpernah mengawinkan Hafsah binti Abd Rahman denganMunzir Ibnu Zuber di saat Abd Rahman berada di negeriSyam. Akan tetapi mereka tidak mengakui kesalahanperkawinan tersebut, karena terhadap perkawinan itu masihmemerlukan pengakuan Abd Rahman sewaktu ia pulang dariSyam. Bahkan ada riwayat yang mengatakan ketidaksahan27 Muhammad Zakaria, h. 40.

Page 89: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<84>>

perkawinan tersebut bukan hanya sekedar belum mendapatpengakuan dari Abd Rahman, tetapi rasa penyesalan danbeliau termasuk dalam pemahaman hadits ini. Ditambah lagidengan sikap Munzir melalui anjuran Aisyah untukmenyerahkan urusan perkawinannya kepada Abd Rahmanseperti yang terdapat dalam hadits, menunjukkan bahwa laki-laki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.28Keterangan di atas menunjukkan bahwa perkawinanini baru dianggap sah setelah mendapat pengakuan dari wali,dalam hal ini Abd Rahman. Kalau memang demikian halnyapraktik Aisyah tersebut sama sekali tidak berlawanan denganhadits-hadits lain yang mensyaratkan adanya wali dalamperkawinan, seperti yang diasumsikan oleh mazhab Hanafi.Andai kata kesimpulan ini mau dipertahankankebenarannya, persoalan yang muncul adalah tidak sah yangdimaksudkan oleh jumhur ulama apakah perkawinantersebut belum terjadi sama sekali, atau dianggap sudahterjadi tetapi belum sempurna, ataupun sudah terjadi tetapidihukumkan kepada talak. Perkawinan dianggap sudah jadidan tindakan Aisyah di sini sama dengan tindakan wali bilamaksud jumhur ulama tersebut diarahkan kepada dua yangterakhir disebutkan. Akan tetapi andai kata maksud jumhurdiarahkan kepada maksud pertama disebutkan, makaperkawinan baru dianggap sah melalui akad nikah yang baru,dan ini berlawanan dengan matan hadits.Di tempat lain al-Zarqany menyebutkan bahwaperkawinan ini dianggap sah dan itu merupakankeistimewaan Aisyah sebagai istri Rasulullah saw yang tidakberlaku untuk orang lain.29 Kesulitan berikutnya muncul diwaktu membedakan mana perbuatan yang diistimewakan28 AI-Sarakhsy, h. 172.29 Ibid.,

Page 90: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<85>>

untuknya dan mana yang bukan. Keadaan semacam ini dalampenetapan hukum sering tidak ditemui kepastiannya.Kembali kepada pendapat jumhur yang menyatakanbahwa perkawinan antara Hafsah binti Abd Rahman denganMunzir Ibnu Zubir baru dianggap sah setelah adanyapengakuan dari Abd Rahman, nampaknya pemikiran merekalebih banyak didasarkan kepada hadits-hadits yangmensyaratkan laki-laki dalam perwalian nikah. Andai katalaki-laki bukan merupakan syarat mutlak dalam perwaliannikah, pengakuan dari Abd Rahman dalam hadits ini samasekali tidak diperlukannya, dan bahkan hadits-hadits tersebutsebagai pengkhususan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungandengan masalah nikah.Berbeda dari pendapat jumhur di atas mazhab Hanafimenetapkan sebaliknya. Menurut mereka adanya praktikAisyah yang diakui oleh semua ulama dalam hal ini jumhurulama seperti yang telah disebutkan di depan merupakansalah satu sebab lemahnya hadits-hadits yang mensyaratkanlaki-laki dalam perwalian nikah untuk dijadikan sebagaisumber hukum,30 di samping kedudukan sanad-sanad haditstersebut diperdebatkan ulama tentang keshahihannya.Mereka tidak menjadikan hadits-hadits tersebut sebagaipengkhususan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yangberhubungan dengan masalah nikah yang sifatnya umum.Berpegang kepada dalil-dalil yang sifatnya umum dalammenetapkan hukum lebih baik dibandingkan dengan dalilkhusus yang sifatnya lemah.3130 Bahkan Hanafi beranggapan hadits Aisyah yangberhubungan dengan perkawinan Hafsah dengan Munzir sebagainasikh terhadap hadits Aisyah yang mensyaratkan lelaki dalamperwalian nikah atau sekurang-kurangnya dapat dianggap sebagaiingkar rawi dalam ilmu mushthalah hadits lihat, Al-Mubarakfuri. h.229. 31 Ibid., h. 232

Page 91: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<86>>

Dari uraian di atas dapat dinyatakan, ketidakmutlakanlaki-laki dalam perwalian nikah terhadap perempuan dewasadan berakal sehat menurut mazhab Hanafi, bukan semata-mata didasarkan kepada adanya praktik Aisyah tersebut,tetapi juga disebabkan oleh kesenangan mereka berpegangkepada dalil yang sifatnya umum dalam hal ini Al-Qur’an, disaat terjadi ta‘rudh (perlawanan) antara dua dalil dalammasalah yang sama. Perbedaan mereka dalam penetapanhukum pada dalil-dalil yang sama lebih banyak didasarkanberbeda dalam penalaran nash-nash tersebut.Dari keempat mazhab yang dikaji menyangkut denganperwalian nikah, perbedaan yang relatif menonjol ditemukandi dalam mazhab Hanafi dibandingkan dengan ketika mazhablainnya (Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Ketiga mazhab inisepakat menetapkan bahwa laki-laki sebagai syarat mutlakdalam perwalian nikah. Wali yang mereka maksudkan adalahkerabat laki-laki dihubungkan melalui garis laki-laki dengantertib prioritas tertentu seperti yang tersebut dalam urutanwali nikah. Sedangkan mazhab Hanafi tidak menganggap laki-laki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikah. Perempuanmenurut mereka boleh saja bertindak dalam pelaksanaanakad nikah baik untuk kepentingan sendiri ataupun untukkepentingan orang lain.Sebab utama yang mengakibatkan berbeda pandanganmerreka dalam masalah ini adalah berkisar pada cara melihatnash itu sendiri, baik al-Qur’an ataupun hadits. Al-Qur’ansebagai dalil pertama dipandang ulama dalam penetapanhukum tidak menyebutkan secara jelas dan pasti tentangperwalian nikah itu sendiri. Jumhur ulama menganggap ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah nikah tersebutkhitabnya khusus ditujukan kepada para wali (laki-laki). Kata-kata nikah yang terdapat dalam ayat 221, 230, 232 dan 234surat al-Baqarah dan ayat 34 dalam surat al-Nur selaludikaitkan kepada wali. Pengkaitan yang demikian me-ngandung pengertian khitab (perintah dan larangan) yang

Page 92: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<87>>

terdapat dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan khususkepada para wali bukan untuk selainnya. Dengan pengertianpara wali tidak boleh menghalangi perempuan yang ada dibawah perwaliannya untuk kawin dengan laki-laki yang iasenanginya.Sebaliknya mazhab Hanafi tidak menganggap khitabyang terkandung dalam ayat-ayat tersebut khusus ditujukankepada para wali laki-laki, tetapi berlaku umum untuk semuaorang termasuk ke dalamnya para wali. Dengan pengertianberbeda seperti yang dimaksudkan oleh jumhur ulama, yaitusemua orang yang dimaksudkan oleh jumhur ulama, yaitusemua orang termasuk ke dalamnya wali, tidak bolehmenghalangi perempuan untuk melaksanakan akad nikahsendiri. Ketidakmutlakan laki-laki dalam perwalian nikahyang lebih jelas menurut mereka dapat dilihat dalam urutanwali yang telah disebutkan di depan.Mengenai hadits yang berkenaan dengan pernikahan,jumhur ulama menganggap sebagai penafsir keumuman ayat-ayat tersebut di atas. Menurut mereka, hadits yangmenyatakan “orang perempuan tidak boleh mengawinkanorang perempuan lain” merupakan dalil yang paling jelasbahwa laki-aki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikah,yang tidak mungkin mengandung pengertian untuk selainnya.Berbeda dengan Hanafi yang tidak menganggap hadits-haditstersebut sebagai penafsir atau pengkhususan. Hadits yangsifatnya lemah (paling kurang tidak sahih) tidak dapatdijadikan sebagai pengkhususan keumuman ayat-ayattersebut di atas. Mazhab ini lebih senang berpegang kepadaqiyas dan pada kepada hadits yang sifatnya lemah tersebut,yaitu pembolehan wanita sebagai wali dalam pernikahandiqiyaskan kepada jual beli dan pengurusan harta yang padadasarnya kedua hal tersebut dibolehkan wanita terlibat didalamnya. Di pihak lain mereka masih menganggap orangyang lebih berhak menjadi wali dalam pernikahan adalahorang yang lebih mengetahui kemaslahatan nikah. Terhadap

Page 93: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<88>>

hal ini tidak mesti laki-laki yang mengetahuinya, tetapi wanitapun tidak tertutup kemungkinan untuk mengetahui masalahtersebut.Memperhatikan cara keempat mazhab melihat danmemahami ayat-ayat dan hadits-hadits di atas dapatdinyatakan bahwa jumhur ulama lebih tepat dikatakan masukke dalam kelompok penalaran bayani, karena dalampemahamannya lebih terikat kepada arti zahir (tersurat) dantidak mempertimbangkan kemungkinan terjadinya qiyas.Selebihnya juga dalam masalah ini jarang sekali memper-timbangkan hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya.Atau dengan kata lain jarang sekali menjadi perhatian merekaketerkaitan antara ayat yang satu dengan ayat lainnya. Setiapayat dikaitkan langsung kepada hadits, sehingga hubunganayat tersebut dengan ayat lainnya menjadi tidakdipertimbangkan, bahkan dilepaskan sama sekali. Begitu jugacara ini dipraktikkan dalam memahami hadits. Sedangkanmazhab Hanafi lebih tepat dikatakan masuk ke dalamkelompok ta‘lili dan ishtishlahi, karena cenderung mengujiriwayatnya dengan akal dan kemaslahatan. Keterkaitanantara ayat dengan ayat dan hadits dengan hadits yang lebihdiutamakan dalam mengambil sesuatu kesimpulan denganmempedomani kepada illat yang mungkin dicapainya disamping mempertimbangkan kemaslahatan yang terkandungdalam illat tersebut.B. Perspektif Mufassir

Dalam Al-qur’an ada beberapa ayat yang berkenaandengan wali dalam perkawinan yang menjadi perbedaanpendapat ulama tafsir dalam memahaminya. Sebagianmufasir menganggap khithab (perintah atau larangan)yangterkandung di dalam ayat-ayat tersebut khusus ditujukankepada wali, yang berarti laki-laki merupakan syarat mutlakdalam perwalian nikah. Sedangkan sebagian mufasir lainnyamenganggap khithab dimaksud ditujukan kepada semua

Page 94: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<89>>

orang termasuk wali di dalamnya, yang sekaligus terpahamilaki-laki bukan syarat mutlak dalam perwalian nikah .

Ayat-ayat yang menjadi pokok kajian pemahamanulama tafsir adalah ayat-ayat yang menjadi peganganfuqaha’ dalam menetapkan kedudukan dan kriteria walidalam pernikahan yaitu: ayat 221, 230, 232 dan 234 surat al-Baqarah; ayat 32 surat al-Nur yaitu sebagai berikut :

ر من مشركة ولو وال تـنكحوا المشركات حىت يـؤمن وألمة مؤمنة خيـر من مشرك أعجبتكم وال تـنكحوا المشركني حىت يـؤمنوا ولعبد مؤمن خيـ

بكم أولئك يدعون إىل النار والله يدعو إىل اجلنة والمغفرة بإذنه ولو أعج آياته للناس لعلهم يـتذكرون ويـبـني

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnyawanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamumenikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanitamukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budakyang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Diamenarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allahmengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. danAllah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

ره فإن طلقها فال فإن طلقها فال حتل له من بـعد حىت تـنكح زوجا غيـجناح عليهما أن يـتـراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله

يـبـيـنـها لقوم يـعلمون Artinya : Kemudian jika si suami mentalaknya

(sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi

Page 95: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<90>>

halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain.kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Makatidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama danisteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akandapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau)mengetahui.

وإذا طلقتم النساء فـبـلغن أجلهن فال تـعضلوهن أن يـنكحن أزواجهن إذا نـهم بالمعروف ذلك يوعظ به من كان منكم يـؤمن بالله واليـوم تـراضوا بـيـ

اآلخر ذلكم أزكى لكم وأطهر والله يـعلم وأنـتم ال تـعلمون Artinya : Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu

habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali)menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminyaapabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengancara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan harikemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allahmengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

أشهر والذين يـتـوفـون منكم ويذرون أزواجا يـتـربصن بأنـفسهن أربـعة فإذا بـلغن أجلهن فال جناح عليكم فيما فـعلن يف أنـفسهن جوعشرا

]٢:٢٣٤[والله مبا تـعملون خبري جبالمعروف Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di

antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklahPara isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empatbulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiar-

Page 96: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<91>>

kan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yangpatut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

وأنكحوا األيامى منكم والصاحلني من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فـقراء يـغنهم الله من فضله والله واسع عليم

Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yangsedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki danhamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika merekamiskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Mahamengetahui.

Adapun ulama-ulama tafsir yang dipilih di siniadalah: al-Qurthubi, al-Thabari, al-Zamakhsyari, al-Qasimi,Ibn al-‘Arabi, al-Jashsas dan Rasyid Ridha, denganpertimbangan uraian mereka paling kurang dapat terwakilikeempat mazhab tersebut di depan.

Pokok perhatian ulama dalam membahas ayat-ayat diatas dikelompokkan kepada (1) sebab turun ayat (2) arti dancakupan lafazh yang digunakan untuk menunjuk krietriawali dalam pernikahan.

Mengenai sebab turun ayat di sini lebih ditekankankepada ayat yang turunnya lebih erat kaitan dengan masalahperwalian nikah. Selebihnya hanya dikaji cakupan lafazhdan maksud yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut diatas.

Dari beberapa kitab tafsir yang dibaca, dari kelimaayat tersebut di atas, sebab turunnya yang erat kaitandengan masalah tersebut adalah ayat 232 surat al-Baqarah.Imam al-Thabari melukiskan beberapa riwayat, sebabturunnya dan dapat dipercaya kebenarannya adalahberkaitan dengan Ma’qil Ibnu Yasar yang menghalangi

Page 97: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<92>>

saudara perempuannya yang ditalak suami untuk kembalilagi seperti sediakala.32 Hal ini sesuai dengan haditsberikut:

Matannya menurut Abu Dawud.33

كانت ىل أخت ختطب إىل فأتاىن : عن احلسن أن معقل بن يسار قل ا فلما خطبت إىل ابنعم ىل فانكحتها إياه مث تر كها حىت انقضت عد

ففى نزلت : قال , أبدا) ال انكحتها(واهللا ال أنكحها , ال:خيطبها فقلتفكفرت عن مييىن فأ نكحها إياه: قال. . . هذه اال ية

Maksudnya : dari al-Hasan, bahwa Ma’qil Ibn Yasarberkata: saya punya seorang saudara perempuan yangsenang kepada saya, tatkala anak paman datang, maka sayakawinkan dengannya (saudara perempuan tersebut)kemudian ia ceraikannya dengan talak raj’i dan dibiarkan-nya sampai selesai ‘iddah. Manakala saya mau mengawini-nya datanglah anak paman tadi untuk mengawininya lagi(kembali lagi), lantas saya mengatakan (kepadanya) “demiAllah saya tidak akan mengawinkannya lagi (denganmu)untuk selamanya”, maka turunlah ayat . . . ia berkata sayaberikan kafarat sumpah lalu saya kawinkan dia dengan anakpaman tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari danAbu Dawud.

Para ulama hadits sering mempertanyakan kekuatanhadits yang didalam sanadnya dijumpai Ubad Ibn Rasyid.Menurut keterangan Abu Dawud hadits itu lemah, tetapibeliau tidak menyebutkan lebih lanjut sebab kelemahanriwayatnya. Hal ini didukung oleh Nasaiy yang menyatakan

32Al Thabari, Tafsir al Thabari, Juz II, Daar al Fikr, Beirut,1954. Hal. 489

33 Ahmad al Sahar Nafuri, Bazl al Juhuud fii hil Abi Dawud,Juz IX, Daar al Kutub al Ilmiyyat, Bairut, hal. 89

Page 98: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<93>>

hadits yang berdasarkan dari riwayatnya memang tidakkuat.34

Ulama sepakat menetapkan bahwa hadits tersebutsebagai sebab turun ayat 232 surat al-Baqarah. Menurutketerangan Ahmad al-Sahar Nafuri salah seorang pensyarahsunan Abu Dawud hadits ini termasuk salah satu haditspersyaratan wali dalam pernikahan menurut ulama yangberpendapat demikian.35 Mengenai percabangan sanad dapatdilihat dalam taswir berikut ini :

Sanad hadits tentang sebab turunnya ayat 232surat al-Baqarah.36

34 . Ahmad Sahar Nafuri, hal. 8935 Ahmad Sahar Nafuri, hal. 9136 Ibn Qayyim al Jauziyyat, Aun al Ma’buud Syarh Sunan Abi

Daawud, Jilid VI, Daar al Fikr, hal. 109; Ahmad Sahar Nafuri, Bazl al

Ma'qil Ibn Yasar

Hasan

Abbad Ibn Rasyid

Muhammad Ibn Musanna

Abu Dawud

Yunus

Umar Hafash Ibn Abdullah

Ibn Abi Amir

Bukhari

<<93>>

hadits yang berdasarkan dari riwayatnya memang tidakkuat.34

Ulama sepakat menetapkan bahwa hadits tersebutsebagai sebab turun ayat 232 surat al-Baqarah. Menurutketerangan Ahmad al-Sahar Nafuri salah seorang pensyarahsunan Abu Dawud hadits ini termasuk salah satu haditspersyaratan wali dalam pernikahan menurut ulama yangberpendapat demikian.35 Mengenai percabangan sanad dapatdilihat dalam taswir berikut ini :

Sanad hadits tentang sebab turunnya ayat 232surat al-Baqarah.36

34 . Ahmad Sahar Nafuri, hal. 8935 Ahmad Sahar Nafuri, hal. 9136 Ibn Qayyim al Jauziyyat, Aun al Ma’buud Syarh Sunan Abi

Daawud, Jilid VI, Daar al Fikr, hal. 109; Ahmad Sahar Nafuri, Bazl al

Yunus

Umar Hafash Ibn Abdullah

Ibn Abi Amir

Bukhari

Page 99: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<94>>

Sejalan dengan pendapat di atas - -melihat kepadasebab turunnya ayat--al-Thabari juga menyatakan yang pastiayat tersebut berkenaan dengan larangan para walimenghalangi atau menimbulkan kemudharatan terhadapperempuan yang ada di bawah perwaliannya untuk kembalilagi dengan bekas suaminya atau kawin dengan laki-laki lainyang ia sukai.37

Abubakar al-Jashsas seorang mufasir bermazhabHanafi berkesimpulan ayat tersebut diturunkan khusus untukpara wali tidak mesti demkian. Menurut beliau kesimpulansemacam itu sulit dipertahankan kebenarannya, disebabkankhitab ayat tersebut terlalu umum mencakup semua orangtermasuk suami.38 Kesimpulan ini sama seperti yangdijelaskan oleh Rasyid Ridha dalam tafsirnya al-Manaar.Menurut beliau walaupun turun ayat tersebut dikarenakansebab yang khusus tetapi hukumnya berlaku umum.Termasuk ke dalamnya suami yang menghalangi isteri yangsudah diceraikan untuk kawin dengan laki-laki lain yang iasukainya.39

Berkenaan dengan arti dan cakupan lafazh yangdigunakan untuk menunjuk perwalian nikah dapat dijelaskansebagai berikut:

Al-Qurthubi menjelaskan kalimat “wa laa tunkihuual-musyrikiin” yang terdapat dalam ayat 221 surat al-Baqarah khitabnya khusus ditujukan kepada wali. Olehkarena itu -- menurut beliau -- wali dilarang mengawinkan

Juhuud fii hil Abi Dawud, Juz IX, hal. 89; Ibn Hajar al ‘Ashqalany, Fathal Baary, Juz XI, Musthafa al Baabii al Halaby, Mesir, 1959, hal. 91

37 Al Thabari, Tafsir al Thabari, Juz II, hal. 48738 Al Jashsas, Ahkaam al Qur’an, Juz II, Mathba’at Abd

Rahman, Kairo, hal. 10139 Rasyid Ridha, Tafsiir al Manaar, Juz II, Maktabat al Qahirat,

hal. 401-402

Page 100: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<95>>

anak perempuan yang ada di bawah perwaliannya denganlaki-laki musyrik. Bahkan ayat tersebut merupakan dasarutama disyaratkan wali dalam perkawinan. Hadits-haditsyang berkaitan dengan perkawinan dianggap sebagaipenafsir ayat tersebut. Hal ini terlihat ketika ia memahamihadits “al-ayyimu ahaqqu bi nafsiha”. Beliau mengartikanperkawinan itu harus didasarkan atas keredhaan orangperempuan, bukan berarti perempuan tersebut yang berhakmelaksanakan akad nikah sendiri.40 Keterangan tersebutmenunjukkan wali (laki-laki) sebagai syarat mutlak dalamperwalian nikah.

Sejalan dengan penafsiran di atas apa yangdikemukakan Ibn al-‘Araby --seorang mufassir yangbermazhab Maliki -- berikut ini. Kebenaran kesimpulan diatas cukup beralasan, karena dengan didummahkan “ta”(dibariskan dihadapan) pada kalimat “wa laa tunkihu”--secara jelas-- menunjukkan ada pihak lain yang mengurusmasalah nikah, dalam hal ini wali bukan perempuan itusendiri.41

Beralih kepada ayat 230 surat al-Baqarah, kalimat“nikah” yang terdapat dalam ayat tersebut --menurut Ibn al-‘Araby-- mengandung dua pengertian yaitu; (1) diartikandengan “akad” dalam bentuk yang tersurat (2) diartikandengan jimak dalam bentuk yang tersirat. Andaikatapengertian diartikan dalam bentuk pertama, maka --berdasarkan ayat tersebut - perempuan boleh mengawinkandiri sendiri karena nikah tersebut diidhafatkan kepadanya.Akan tetapi kalau diartikan dalam bentuk yang kedua, makakandungan ayat tersebut berarti perempuan kapanpun tidakboleh mengawinkan diri sendiri ataupun orang lain karena

40 Al Qurthuby, Al Jaami’ al Ahkam al Qur’an, Juz III, Daar alKitaab al ‘Araby, 1967, hal. 72-73

41 Ibn al ‘Araby, Ahkaam al Qur’an, Tahqiq Al Bujawy, Juz,Isaa al Baabii al Halabii, 1950, hal. 197

Page 101: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<96>>

zhahir ayat tidak menunjukkan demikian. Dalam hal inibeliau lebih condong kepada pengertian kedua, denganalasan hadits-hadits yang berkaitan dengan nikahmendukung kearah tersebut.42

Berbeda dengan pemahaman di atas, al-Jashsasberpendapat sebaliknya. Penafsirannya lebih condrong padabentuk pertama bahkan pengertian semacam itulah yangdikehendaki oleh ayat. Menurut beliau ada dua kalimatdalam ayat tersebut yang mendukung kesimpulannya yaitu;(1) kalimat “hatta tahkina zaujan ghairah” menunjukkanpengertian bahwa yang melangsungkan akad nikah adalahperempuan sendiri, dan (2) Kalimat “falaa junaaha‘alaihimaa an yataraa ja’a” diartikan dengan suami isteriyang telah terjadi perceraian punya hak untuk ruju’ (kembalilagi kepada perkawinan semula) tanpa memerlukan kepadawali.43

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa perbedaanpenafsiran kedua penafsir tersebut besar kemungkinandisebabkan oleh dua faktor, (1) perbedaan dalammengartikan kalimat yang dianggap sebagai kuncipemahaman ayat. Satu pihak lebih mementingkan arti secarazhahir (tersurat), sementara di pihak lain lebihmementingkan arti secara tersirat; (2) sedikit banyaknyadipengaruhi oleh latar belakang mazhab yang mereka anut.Hal ini dapat dilihat kepada kebiasaan kedua penafsir dalammemahami nash. Ibn al-‘Araby seorang mufassir yangbermazhab Maliki -- dalam tulisan ini dimasukkannyakedalam kelompok jumhur--kebiasaan dalam penafsirannash lebih mengarahkan kepada arti yang tersurat. Akantetapi di sini -- besar dugaan -- kecondongan penafsirannyakepada arti yang tersirat disebabkan latar belakang mazhab

42 Ibn al Arabi, hal. 19743 Al Jashash, Ahkaam al Qur’an, Juz II, hal. 101

Page 102: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<97>>

yang dianutnya (tidak membolehkan wanita menjadi walidalam pernikahan). Begitu juga sebaliknya al-Jashsas--penafsir bermazhab Hanafi--kebiasaannya menafsirkan nashlebih condong kepada arti yang tersirat tetapi di sinisebaliknya.

Beralih kepada penafsiran ayat 232 surat al-Baqarah.Ulama tafsir sepakat menetapkan bahwa kata “al-‘dal” yang terdapat dalam kalimat “falaa ta’dhuluu hunna”mengandung arti “al-habs (menghambat), al-man’(menghalangi) dan al-tadhyiiq (menyukarkan)”. Akan tetapimereka berbeda pendapat dalam menentukan khitab yangterkandung dalam ayat tersebut.

Ibn al-‘Araby menilai ayat tersebut berkenaan denganlarangan Allah terhadap para wali yang menghalangiperempuan yang ada di bawah perwaliannya untuk kawindengan laki-laki lain yang ia sukai. Menghalangi kawin disini berarti wali tidak mau (enggan) mengawinkanperempuan tersebut dengan laki-laki yang ia sukainya.Andaikata perampuan punya hak untuk mengawinkan dirisendiri, tentu tidak mungkin ada larangan “menghalangi”yang terdapat dalam ayat tersebut. Oleh karena itu tepatlahdikatakan bahwa khitab ayat tersebut khusus ditujukankepada wali yang tidak mau mengawinkan anak perempuanyang ada di bawah perwaliannya.44 Sejalan denganpenafsiran di atas, al-Qurthuby juga mengatakan walaupunada orang yang mengatakan bahwa khitab tersebut ditujukankepada suami yang menghalangi bekas isterinya kawindengan laki-laki lain agak sulit dipertahankan kebenarannya,karena kalau keadaannya demikian -- melihat kepada sebabturun ayat -- tidak mungkin larangan tersebut ditujukan

44 Ibn al ‘Araby, hal. 197

Page 103: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<98>>

kepada Ma’qil kalau saudaranya dapat melaksanakan akadnikah sendiri tanpa adanya (Ma’qil).45

Dua penafsir berikutnya al-Zamakhsyary dan RasyidRidha menegaskan ada dua kemungkinan tujuan khitab yangterkandung dalam ayat tersebut; (1) dilihat dari segi turunayat ditujukannya kepada wali; (2) bila dikaitkan dengankalimat “wa idzaa tallaqtum al-nisaa’” yang terdapatdipermulaan ayat menunjukkan larangan tersebut ditujukankepada suami. Keduanya tidak menegaskan mana yang lebihbenar dari kedua altelnatif tersebut.46 Namun dilihat darisegi cara penafsiran keduanya dapat dinyatakan bahwapenafsirannya masih berkisar pada perempuan tidak punyahak untuk mengurus sendiri masalah pernikahannya.

Penafsiran yang agak berbeda dari apa yang telahdisebutkan di atas diberikan oleh al-Jashsas. Menurut beliauayat tersebut merupakan dasar utama tentang pembolehanwanita mengurus dan melaksanakan akad nikah sendiri, disamping ayat-ayat lain sebagai pendukungnya. Bahkanbeliau membantah pendapat yang mengatakan bahwaperempuan tidak punya hak mengurus pelaksanaan akadnikah. Dia tidak mementingkan tujuan khitab yangterkandung dalam ayat tersebut; kepada siapapun khitab ituditujukan pengertiannya tetap seperti tersebut di atas. Adadua kalimat--sebagai dasar pertimbangannya--yang dapatmendukung kearah pemikiran yang disebutkan. Kalimatpertama “falaa ta’dhuluuhunna an yankihnaazwaajahunna” dipahami bahwa perempuan tidak bolehdihalangi untuk melaksanakan akad nikah sendiri denganlaki-laki pilihannya. Kalimat kedua “al ma’ruf” diartikandengan “sekufu” atau “sejodoh” dan “mahar misil”. Dua

45 Al Qurthuby, Al Jaami’ al Ahkam al Qur’an, Juz III, hal.158-159

46 Al Zarkhsyary, al Kasysyaaf, Juz I, al intsyaarat, Taheran,hal. 369; Rasyid Ridha, Tafsiir al Manaar, Juz II, hal. 401-402

Page 104: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<99>>

kalimat tersebut secara keseluruhan beliau pahami“seorangpun tidak punya hak menghalangi perkawinan yangdilaksanakan oleh perempuan sendiri atas dasar sejodoh danbermahar misil”. Kalau khitab tersebut ditujukan kepadawali misalnya -- secara mukhalafah -- berarti wali barupunya hak untuk menghalangi atau membatalkanperkawinan tersebut melalui hakim bila bukan dengan laki-laki yang sejodoh dengan perempuan tersebut dan juga tidakdengan mahar misil.47

Dari uraian di atas dapat dinyatakan, perbedaanpenafsir dalam memahami ayat tersebut dikarenakanberbeda mereka dalam mengnisbahkan nikah itu sendiri. Al-Jashsas nikah tersebut dinisbahkan kepada perempuandengan pertimbangan dua kalimat tersebut di atas. Jadipenafsiran ayat yang dilakukannya lebih bersifatmenyeluruh. Sedangkan penafsiran-penafsiran lainnya --menyangkut dengan ayat-ayat tersebut -- nikah itudinisbahkan kepada wali. Oleh karena itu laki-lakimerupakan syarat mutlak untuk sahnya pernikahan.Pemahaman seperti ini lebih erat kaitannya dengan pendapatjumhur ulama. Sebaliknya pemahaman dalam bentukpertama lebih mengacu kepada pendapat mazhab Hanafi.

Beralih kepada ayat 234 surat al-Baqarah.Kuncipokok yang menjadi pemahaman ulama-ulama tafsir ayatdalam tersebut adalah kalimat “falaajunaaha ‘alaikum fiimaafa’alnaa fii anfusinnaa bi al ma’ruuf”. Tiga mazhab --al-Thabary, Ibn al-‘Araby dan al-Qurthuby --48sepakat

47 Al Jahshas, Ahkaam al Qur’an, Juz II, hal. 10148 Kendatipun dia mengatakan bahwa khitab tersebut berlaku

untuk semua orang, tetapi pada hakikatnya juga bertujuan kepada wali.Hal ini terlihat jelas tatkala ia memahami kalimat-kalimat berikutnyadalam ayat tersebut. Bahkan suatu bukti yang meyakinkan di tempat lainia pernah menegaskan yang berwenang mengurus masalah tersebut

Page 105: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<100>>

menetapkan bahwa khitab yang terkandung dalam kalimat“falaa junaaha ‘alaikum” adalah ditujukan kepada parawali. Begitu juga kalimat “fii maa fa’alna”merekamaksudkan dengan “perkawinan” dan kalimat “bi alma’ruuf” semua perbuatan yang diizinkan syara’ berkaitandengan perkawinan seperti memilih calon suami,menentukan mahar dan sebagainya, kecuali melaksanakanakad, karena itu hak wali.49

Dari keterangan di atas dapat dinyatakan bahwa tidakma’ruf dan berlawanan dengan ayat apabila masalahpelaksaan nikah dikuasakan kepada wanita.

Penafsiran yang agak berbeda dari apa yangdikemukakan di atas diberikan oleh Zamakhsyary. Menurutbeliau khitab yang terkandung dalam kalimat “falaajunaaha ‘alaikum” mencakup semua orang islam baikpimpinan, maupun seluruh masyarakat islam. Sedangkankalimat “fii maa fa’alna bi al-ma’ruuf”--yang dipahamioleh penafsir terdahulu dengan segala perbuatan yang adakaitannya dengan nikah-- menurut pemahamannya adalahsegala perbuatan dan tindakan yang sesuai dengan keinginansyara’, tidak terkecuali yang berkaitan dengan nikah.Dengan demikian para pimpinan dan seluruh orang Islammerasa berdosa apabila seorang perempuan yang baruselesai dari iddah wafat suaminya mengerjakan seluruhperbuatan yang dibenci syara’.50

Melihat kepada penafsiran yang diberikan oleh al-Zamakhsyari di atas --besar dugaan-- beliau tidakmenganggap ayat ini berhubungan dengan perwalian nikah.

adalah para wali, al Qurthuby, Al Jaami’ al Ahkam al Qur’an, Juz III,hal. 187

49 Al Thabary, Tafsir al Thabari, Juz II, hal. 516; Ibn al Araby,Ahkaam al Qur’an, Tahqiq Al Bujawy, Juz I, hal. 212; Al Qurthuby, AlJaami’ al Ahkam al Qur’an, Juz III, hal. 187

50 Al Zamakhsyary, al Kasysyaaf, Juz I, hal. 372

Page 106: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<101>>

Andaikata kesimpulan ini mau dipertahankan kebenarannyatak ada salahnya kalau dikatakan bahwa dalam perkawinanbeliau masih menganggap laki-laki sebagai syarat mutlakdalam perwalian nikah. Hal ini jelas terlihat biladibandingkan dengan penafsirannya berkenaan dengan ayat232 di belakang.

Terhadap penafsiran yang diberikan oleh penafsir diatas di bantah oleh al-Jashsas. Menurut beliau keumumankhitab yang terkandung dalam ayat tersebut tercakup kedalamnya akad nikah yang dilaksanakan oleh wanita sendiri.Kalimat “falaajunaaha ‘alaikum fii maa fa‘alna fiianfusinna bial-ma’ruuf” masih dapat diartikan dengan walitidak ada hak campur tangan terhadap segala perbuatan yangdikerjakan oleh perempuan yang baru selesai iddahnya asalsaja tidak di benci syara’, termasuk ke dalamnya akad nikah.Persyaratan wali (laki-laki) dalam akad nikah berlawanandengan ayat ini. Terhadap pendapat yang mengatakanbahwa dalam masalah perkawinan hak seorang perempuanyang berkisar pada penentuan calon suami dan kadarmaskawin, tidak terhadap pelaksaan akad nikah tertolakdengan alasan wali sama sekali tidak dapat melaksankanakad nikah tersebut tanpa persetujuan seorang perempuan.Penentuan calon suami dan maskawin sama sekali tidakpunya artinya apabila perkawinannya tidak terlaksana.51

Dari uraian di atas dapat dinyatakan pengkhususankhitab yang terkandung dalam ayat tersebut kepadaperwalian nikah dan hal-hal yang berkaitan dengannyaseperti perempuan hanya punya hak untuk menentukancalon suami dan kadar maskawin, tidak selainnya(melangsungkan akad nikah) -- laki-laki sebagai syaratmutlak dalam perwalian nikah -- tanpa menyebutkan dalillain sebagai pendukung sulit dipertahankan kebenarannya,

51 Al Jashash, Ahkaam al Qur’an, Juz II, hal. 101

Page 107: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<102>>

karena keumuman ayat tidak menghendaki demikian. Begitujuga sebaliknya dikarenakan keumuman khitab yangterkandung dalam ayat tersebut menganggap pembahasanperwalian ini beralawanan dengan ayat tersebut.

Beralih kepada penafsiran surat al-Nur ayat32.Sasaran utama yang menjadi kajian penafsiran ayattersebut adalah kalimat “wa ankihuu al-ayaamaa minkum”.Dari beberapa kitab tafsir yang dibaca kebanyakan ulamatafsir mengartikan kata “al-ayyimu” kepada “orang yanghidup sendirian baik laki-laki atau perempuan, sudah pernahkawin atau belum (laki-laki yang tidak punya isteri dansebaliknya)”52 kecuali Ibn al-‘Araby. Menurut beliau katatersebut lebih dapat diartikan kepada perempuan yang tidakbersuami baik karena sudah cerai atau belum kawin samasekali.53

Menyangkut dengan kata “ankihuu” ulama tafsirberbeda pendapat tentang khitab yang terkandung dalamkata tersebut. Al-Qasimy, al-Qurthuby dan Ibn al-‘Arabymenganggap khitab yang terkandung dalam kata tersebutditujukan khusus untuk para wali. Dibandingkan dengan al-Qasimy, Ibn al-‘Araby lebih terperinci menjelaskan masalahtersebut.

Menurut beliau walaupun ada orang yang mengata-kan khitab yang terkandung dalam kata tersebut ditujukankepada suami, tertolak dengan alasan kata “wa akinhuu”dengan memakai “hamzat” tidak bisa ditujukan kepada

52 Al Qasimy, Tafsiir al Qaasimy, Juz XII, Isa al Babii alHalabii, Mesir, 1959, hal. 4516; al Zamakhsyary, al Kasysyaaf, Juz III,hal. 63; Al jahshash, Ahkaam al Qur’an, Juz III, hal. 319; al Thabary,Tafsir al Thabari, Juz II, hal. 125 dan al Qurthuby, Al Jaami’ al Ahkamal Qur’an, Juz XII, 239, hal. 239

53 Ibn al Araby, Ahkaam al Qur’an, Tahqiq Al Bujawy, Juz. III,hal. 1364

Page 108: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<103>>

suami tanpa ada dalil yang menjelaskannya.54 Akan tetapial-Tharaby dan al-Jashsas mengatakan khitab tersebutmasing-masing ditujukan kepada seluruh orang mukmin dankepada semua orang tanpa kecuali.55

Melihat kepada pengertian kata “al-ayyimu” dan“akinhuu” yang ditafsirkan di atas perlu dicatat bahwa adakemungkinan ayat tersebut tidak termasuk dalam katagoriayat perwalian nikah bila dilihat dari segi tujuan khitabditujukan kepada semua orang, dan pengertian kata “al-ayyimu” semua orang yang hidup sendirian baik laki-lakiatau perempuan; yang sudah pernah kawin atau belumseperti yang dipahami oleh kebanyakan ulama tafsir di atas.Layaknya dapat dikatakan bahwa ayat tersebut berkenaandengan anjuran kawin terhadap laki-laki yang tidak punyaisteri dan sebaliknya, baik sudah pernah kawin atau belum.Pengkhususan keumuman khitab yang terkandung dalamayat tersebut kepada para wali dan orang-orang perempuanyang tidak bersuami tanpa menyertai dalil lain sebagaimukhassisnya seperti yang dipahami oleh al-Qasimy danIbn al-‘Araby memerlukan penelitian lebih lanjut.

Kembali kepada penafsiran yang dilakukan mufasir-mufasir di depan terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengannikah dapat dinyatakan --secara umum-- penafsiran merekadipengaruhi oleh latar belakang mazhab yang dianutnya. Ibnal-‘Araby misalnya walaupun dalam beberapa ayat yangditafsirkannya menyatakan bahwa khitab yang terkandungdalam ayat-ayat nikah di depan khusus ditujukan kepadapara wali (ayat 221 surat al-Baqarah dan ayat 32 surat al-

54 Al Qasimy, Tafsiir al Qaasimy, Juz XII, hal.4517; Ibn alAraby, Ahkaam al Qur’an, Tahqiq Al Bujawy, Juz. III, hal. 1364 danhal. 1367

55 Al Thabary, Tafsir al Thabari, Juz II, hal. 126; Al Jashash,Ahkaam al Qur’an, Juz II, hal. 320

Page 109: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<104>>

Nur), tetapi di pihak lain masih terbuka kemungkinan bahwakhitab dalam ayat nikah ditujukan kepada selain wali;seperti ketika ia menafsirkan ayat 230 surat al-Baqarah. Halseperti ini juga diikuti oleh penafsir-penafsir lainnya.

Dari semua uraian di atas dapat disimpulkanperbedaan yang terjadi di kalangan para mufassir dalammenafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan pernikahansama seperti yang terjadi di kalangan ulama-ulama fiqihberkisar antara apakah khitab ayat-ayat tersebut khususditujukan kepada para wali dalam mengurus pernikahananak perempuan yang ada di bawah perwaliannya atauditujukan kepada semua orang termasuk wali kedalamnya.Di sini yang dapat dikatakan bahwa perbedaan pendapatyang terjadi di kalangan mufasir dan fuqaha’ dalammemahami ayat-ayat tersebut wajar sekali, karena sifatnyaterlalu umum.

Dari semua uraian dan penjelasan di atas dapatdjiklasifikasikan berikut ini. Keumuman lafazh yangterdapat dalam ayat-ayat nikah seperti yang telah dijelaskandi depan merupakan salah satu factor penyebab terjadiperbedaan pendapat ulama tafsir dalam memahami ayat-ayat nikah.Ulama tafsir yang dimaksud menganggap khitabyang terkandung dalam ayat-ayat nikah tersebut khususditujukan kepada wali, maka laki-laki merupakan syaratmutlak dalam perwalian nikah. Sebaliknya jika khitab yangterkandung dalam ayat-ayat nikah tersebut tidak khususditujukan kepada wali dalam arti untuk semua orang--termasuk perempuan di dalamnya-- maka laki-laki bukansyarat mutlak dalam perwalian nikah.

Di samping itu, Keterikatan para mufasir denganmazhab yang mereka anut juga merupakan factor tersendiriyang dapat mempengaruhi mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat nikah dimaksud. Mufasir yang bermazhab Hanafimengaatakan khithab yang tersebut di dalam ayat-ayat nikah

Page 110: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<105>>

dimaksud tidak khusus ditujukan kepada para wali, makalaki-laki bukan syarat mutlak dalam perwalian nikah.Sebaliknya mufasir yang bermazhab selain Hanafi --Maliki,Syafii dan Hanbali-- khithab yang terkandung dalam ayat-ayat nikah di atas khusus ditujukan kepada para wali, makalaki-laki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.

C. Perspektif MuhaddisAda beberapa hadits yang berkenaan dengan walidalam pernikahan yang menjadi perbedaan pendapatUlama hadits dalam memahami matan dan sanad haditsitu sendiri. Perbedaan pendapat tersebut sekaligusberimplikasi kepada penentuan kriteria wali nikah.Sebagian mereka berpendapat laki-laki merupakansyarat mutlak dalam perwalian nikah, Sementarasebahagian lainnya berpendirian sebaliknya yaitu laki-laki bukan syarat mutlak dalam perwalian nikah.Penjelasan di atas ditemukan dua perbedaanyang prinsipil yang saling berlawanan antara satudengan lainnya. Di satu pihak mengatakan wanita samasekali tidak punya hak untuk menjadi wali dalampernikahan sementara dipihak lain berpendapatsebaliknya. Wanita bukanlah hal yang mustahil menjadiwali dalam pernikahan. Kedua pendapat tersebutmasing-masing bedasarkan kepada dalil-dalil yangmereka pegang.Uraian berikut ini ingin melihat lebih jauh sebab-sebab terjadi perbedaan ulama hadis dalam memahamimatan dan sanad hadis yang berkaitan wali dalampernikahan.Dalam bagian ini akan dikaji Hadits-Hadits yangberkaitan dengan perwalian nikah berdasarkanpemahaman shahabat dan ulama pensyarah Hadits.Kajian ini lebih memberi tekanan pada segi pemahaman

Page 111: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<106>>

terhadap matan (teks) Hadits, terutama dalam ke-dudukan sebagai dalil kedua setelah al-Qur’an. Namunbegitu sanad akan dicantumkan sebanyak yang bisadiperoleh dan penilaian para rawi tentang Hadits yangdiriwayatkan akan dicantumkan pula. Kritik sanad akandiberikan terhadap tokoh yang diperselisihkan,sekiranya hal tersebut akan mempengaruhi nilai Hadits.Hadits - Hadits tersebut adalah :Di antara hadis-hadis tersebut adalah hadis yangberdasarkan dari Abu Musa :Matannya menurut al-Turmuzi; 56إالنكاحال: وسلمعليهاهللاصلىاهللالرسوقال: قالسمواىبعن.Maksudnya; dari Abu Musa ia berkata: Rasulullah sawبوىل

bersabda : tiada sah nikah tanpa wali.Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad AbuDaud, al Turmuzi, Ibn Majat dan Hakim.Al Turmuzi menilai Hadits ini hasan shahih. Akantetapi para ulama berbeda pendapat tentang kesahihanHadits tersebut disebabkan beberapa segi; (1) al-Turmuzi menganggap shahih semua riwayat yangberdasarkan kepada Abu Ishaq, kecuali riwayat Syu’bahdan al-Sauri. Keberatan terhadap dua orang tersebutyang disampaikan al-Turmuzi, karena keduanyabersamaan waktu dan tempat ketika mendengar Haditsdari Abu Ishaq,57 di sini berarti semua riwayat yangberdasarkan Abu Ishaq tersebut shahih. Dengan

57 Menurut keterangan al-Turmizi, Syu’bah mengakui pernahmendengar pertanyaan dari al-Saury pada Abu Ishaq tentang kebenaranHadits ini diterima dari Abu Burdah, dan Abu Ishaq mengiyakannya; al-Mubarakfury., hal. 230.

Page 112: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<107>>

demikian keshahihan hadits tersebut masih dapatdiragukannya;58 (2) al-Turmuzi juga mengakui lemahriwayat yang tidak berdasarkan kepada Abu Ishaq(langsung kepada Abu Burdah) dalam arti sanadnyaterputus; (3) dalam riwayat Abu Dawud terjadikekeliruan sanad pada: Yunus,Ismail dan Abu Burdahdari satu riwayat Yunus dan Ismail bersama - samameriwayatkan Hadits pada Abu Ishaq. Seakan-akandalam sanad tersebut ada dua Burdah.59 Padahal biladilihat dalam sanad al-Turmuzi tidak dijumpai dua orangAbu Burdah.60Al TurmiziBerdasarkan penilaian-penilaian di atas barangkali boleh dikatakan sanad Hadits itu lemah. Dengandemikian kualitas hasan shahih yang diberikan al-Turmuzi dianggap terlalu tinggi. Selayaknya diturunkanke tingkat yang lebih rendah.Di samping Hadits Abu Musa tersebut di atas, adaHaditst lain dari Aisyah yang berkaitan dengan walinikah :Matanya menurut Abu Dawud:61

58 Ibn Qayyim al-Jauziyyat, Aun al-Ma’buud Syarh Sunan AbiDaawud.,Jilid IV, Daar al-Fikr, hal. 102.59 Hal ini terjadi karena dalam satu riwayat, Abu Dawudmenyatakan Yunus pernah berjumpa dengan Abu Burdah. Bahkan ditempat lain secara tegas beliau mengakui kelemahan Hadits tersebut;lihat, Ahmad al-Sahar Nafuri,. Bazl al-Juhuud fii hil Abi Dawud, JuzIX.,Daar al-Kutub al-Ilmiyyat, Bairut hal. 82.60 Ibn Qayyim al-Jauziyyat,. hal. 101-102, al-Mubarakfuri,Tuhfah al Awazi bi Syarh Jami’ al Turmuzi., hal. 228;Ahmad al-Sahar Nafuri, Bazl al-Juhuud fii hil Abi Dawud, Juz IX.,Daaral-Kutub al-Ilmiyyat, Bairut, hal. 80.

61 Ahmad al Sahar Nafuri, hal. 79

Page 113: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<108>>

امرأةأميا: وسلمعليهاهللاصلىاهللارسولقال: قالتعائشةعناخلدفإنمراتثثالطلباحهافنكامواليهاإذنبغرينكحت

: Maksudnya.لهوىلالمنوىلفالسلطاناشتجروافإنمنهاأصابمباهلافاملهر dari Aisyah (Isteri Nabi), Rasulullah saw.bersabda: siapapun di antara perempuanyang menikah tanpa seizin walinya, makanikahnya batal, nikahnya batal, nikahnyabatal. Jika laki-laki telahmenyenggamainya, maka ia (perempuan)berhak atas maharnya, karena ia telahmenghalalkan kehormatannya. Jika pihakwali enggan menikahkannya, makapenguasa (hakim) lah yang bertindakmenjadi wali terhadap orang yang tidakada walinya.Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud,dan Ibn Majat. Mengenai percabangan sanadnya dapatdilihat dalam taswir nomor 2, dimana Al-Turmuzimenilai Hadits ini sebagai Hadits hasan, bahkan IbnHibban dan Hakim menilainya shahih. Akan tetapiulama-ulama Hadits lainnya masih meragukankeshahihan Hadits tersebut. Keraguan itu terjadi padaZuhri. Pernyataan tersebut sangat berkembang dikalangan ulama Hadits. 62Dari satu segi -- menurut riwayat -- Ibn Juraijpernah berjumpa dengan Zuhri dan menanyakannyaHadits tersebut, beliau menjawab; “Saya tidak tahu”.Jawaban tersebut, - menurut ilmu Hadits — dapat

62 Ahmad al-Sahar Nafuri, hal. 79; Ibn Qayyim Al-Jauziyyat,hal. 98; Al-Mubarafuri, hal. 226

Page 114: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<109>>

melemahkan kebenaran riwayatnya.63 Akan tetapi al-Turmuzi, Ibn Hiban dan Hakim - untuk membantahkeraguan tersebut -- masih menganggap kejadian itutidak mempengaruhi nilai keshahihan Hadits. Karenatidak seorangpun dari ulama lain yang mengatakandemikian dari Ibn Juraij kecuali Ibn Ulayyah sendiri.Pada hal Hadits ini diriwayatkan oleh segolongan ahliHadits dari Zuhri, tetapi mereka tidak menyebutkanketerangan tersebut darinya. Andai kata keterangan dariZuhri itu benar, juga masih belum dapat dijadikan alasanuntuk melemahkan Hadits ini, karena orang yangmeriwayatkan dari zuhri itu termasuk pribadi - pribadiyang jujur; di antaranya Sulaiman Ibn Musa. Begitu jugamencatatkan nilai Hadits andai kata Zuhri lupa terhadapdirinya, sebab tak ada orang yang dapat terpelihara darikelupaan, demikian tambahan penjelasan mereka.64Melihat kepada keterangan tentang pembenaranHadits ini yang diberikan oleh ulama-ulama tersebutkurang beralasan, karena pada hakikatnya merekamengakui adanya kejadian tersebut, dan dengandemikian keshahihan Hadits dimaksud pantasdiragukannya.Di pihak lain juga ditemukan sorotan ulamatentang kebenaran Hadits tersebut. Ibn Qayyim al-Jauziyyat salah seorang pensyarah Sunan Abi Dawud --melalui riwayatnya dari al Qa’naby -- mengatakan bahwa63Al-Mubarakfuri, Tuhfa Al-Ahwazi Bi Syarh Jami’ Al-

Turmizi, Juz IV, Muhammad Abdul Muksin Al-Maktabi, Hal, 227., hal. 228; al-Baihaqi,Sunan Al-Kubraa, Juz VII, Daar al-Fikr,

Bairut, hal, 106; Ibn Qayyim al-Jauziyat, hal. 99; al-Sha’any,Subul al-Salam, Juz II, Dahlan, Bandung, hal. 118.64 Al-Mubarakfuri, hal. 229; Al-Baihaqy,hal. 106; Ibn QayyimAl Jauziyyat, hal. 99

Page 115: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<110>>

Jakfar (Ibn Rabi’ah) tidak pernah mendengar Hadits inidari Zuhri. Hal ini didukung oleh penjelasan al-Baihaqydari Ibn Mu’in, bahwa riwayat yang berdasarkan IbnRabi’ah lemah, karena diragukan keadaan pribadinya.Bahkan menurut beliau Zuhri dianggap mengingkaririwayatnya dengan ucapan “idza zawwajat al mar at bighairi izni waliyyi haajaaza”.65 Pendapat ini dipegangoleh Al-Sya’by, Abu Hanifah dan Zufar.Ahmad Al-Sahar Nafuri salah seorang pensyarahsunan Abi Dawud --sehubungan dengan masalahtersebut -- juga menjelaskan : kelemahan Hadits ini disamping disebabkan adanya keraguan riwayat yangterjadi pada Zuhri seperti tersebut di atas juga termasukke dalamnya dikarenakan hadits ini berlawanan denganprakteknya sendiri, yaitu hadits tentang perkawinananak saudaranya (Hafsah bnt Abd Rahman denganMunzir Ibn Zuber).66Dari semua uraian di atas dapat dinyatakan nilaishahih yang diberikan Ibn Hibban dan hakim serta nilaihasan yang diberikan oleh al-Turmuzi -- walaupun tidakdikatakan lemah -- masih memerlukan penelitian lebihlanjut.Kedua hadits tersebut di atas sangat populer dansering dikutip jumhur ulama sebagai dalil bahwa laki-laki sebagai syarat mutlak dalam perwalian nikahdibanding-kan dengan hadits – hadits nikah lainnya.Kelihatannya jumhur ulama merasa mantap dengan isihadits ini, karena persyaratan laki-laki sebagai waliuntuk sahnya nikah tegas sekali disebutkan di dalamhadits tersebut.

65 Ibn Qayyim Al-Jauziyyat, hal. 101; Al-Baihaqy, hal. 10866 Ahmad Al-Sahar Nafuri, hal. 85.

Page 116: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<111>>

Menyangkut dengan hadits Ibn Abbas yangdijadikan sebagai dasar adanya wali (laki-laki) dalampernikahan dapat dijelaskan sebagai berikut.Matannya menurut Abu Dawud:67أحقمياأل: وسلمعليهاهللاصلىاهللالرسو قال: قالعباسابنعن

: Maksudnya.اصمااوإذنفسهاىفمرواتستأوالبكروليهامنبنفسها dari IbnuAbbas, Rasulullah Saw bersabda:janda lebih berhak atas dirinya dari padawali (dalam urusan perkawinan), orangbikir (perawan) diminta izin padanya,izinnya adalah diam. Hadits inidiriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Turmizidan Ibn Majah.Al-Turmizi menilainya hasan shahih, sedang yanglainnya tidak memberi komentar. 68Dalam riwayat Ahmad Ibnu Banbal kata “al

ayyimu” tertulis “al Sayyibu”. Sedangkan dalam riwayatAl Tumuzi kata “tusta’ maru” tertulis dengan “Tusta’dzanu”.69 Di tempat lain ada riwayat Abu Dawud yangberdasarkan Ibnu Abbas yang maksudnya sama sepertiini yaitu :70

:Maksudnya. . . أمرالثيبمعىلللوليس Wali tidak punya hak campur tanganterhadap perkawinan Janda . . .

67 Ahmad al-Sahar Nafuri hal. 10568 Ibn Qayyim Al-Jauziyyat,., hal. 124; Al-Mubarakfuri,., hal.244; Ahmad Al-Sahar Nafuri. hal. 105.69 Ahmad al- Sahar Nafuri, hal. 108; Al-Mubarakfuri, op.cit.,hal. 224 70 Ibn Qayyim Al-Jauziyyat, hal. 127

Page 117: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<112>>

Dari beberapa kitab Hadits yang dibaca tidak adakomentar ulama-ulama Hadits tentang sanad Haditsini.Oleh karena itu dilihat dari segi sanadnya, Hadits inilebih kuat dibandingkan dengan hadits – hadits yangsebelumnya berkaitan dengan perwalian nikah. Bahkandi dalam shahih muslim ditemukan hadits seperti iniyang matannya sedikit agak berbeda.71مياألتنكحال: وسلمعليهاهللاصلىاهللارسولقل: قليرةهرأىبعنفوكياهللارسوليا: قالوا, تستأذنحىتالبكرتنكحوالمرتستأحىت

: Maksudnyaتسكتأن: قال؟اإذ Dari Abu Hurarah r.a., ia berkata :Rasulullah Saw. bersabda: jangan nikahi(perempuan) janda sebelum dimintapersetujuannya, dan jangan pula dinikahi(perempuan) bikir sebelum diminta izin.Mereka (para sahabat) bertanya kepadaRasulullah bagaimana izinnya ? Rasulullahmenjawab (izinnya ) adalah diam.Komentar ulama-ulama hadits tentang haditstersebut ditemukan di sekitar pemahaman matannyayang satu sama lain terjadi perbedaan pendapat, ulamaHijaz --kata beberapa pensyarah hadits -- kata “al

ayyimu” dipahami secara zhahir yang artinya samadengan arti kata “al-sayyibu” yaitu perempuan yangsudah tidak punya suami lagi baik karena meninggalatau karena cerai. Menurut mereka pengertian semacamini didukung oleh hadits “al-sayyibu ahaqqu bi nafsiha”71 Al-Nawawy, Syarh Shahih Muslim, Juz IX, Mushthafa Al-

Baabii Al-Halabii, Mesir, hal. 203

Page 118: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<113>>

seperti telah disebutkan di depan kata al-sayyibu tidakmungkin dipahami selain dari itu.72Dari pengertian tersebut, satu segi dapat dipahamihak ijbar wali masih berlaku terhadap perempuandewasa yang masih bikir, dan sebaliknya di segi lain walitidak punya hak ijbar terhadap perempuan janda yangmasih kecil (belum dewasa). Di sini berarti janda atautidaknya seseorang perempuan yang lebih dipentingkandalam menentukan dewasa seseorang perempuan.Kesulitan yang timbul bagaimana cara membuktikanjanda tidaknya seseorang: dan bagaimana caramenentukan hak wali terhadapnya kalau perawannyahilang bukan karena alasan kawin seperti berzina atauhal-hal lain yang dapat hilangnya perawan tersebut.Pendapat ini berkembang di kalangan jumhur fuqaha.Terhadap pengertian tersebut di atas dibantaholeh ulama-ulama Kuffah. Menurut mereka kata tersebutlebih tepat diartikan kepada “perempuan yang tidakpunya suami baik sudah pernah kawin atau belum bikirataupun janda” bahkan Ibnu Jarir mengatakan termasukke dalam pengertian ini orang laki-laki ataupunperempuan yang tidak punya pasangan.73 Pengertiansemacam ini menunjukkan hak ijbar wali berlaku hanyaterhadap perempuan yang masih kecil (belum dewasa)baik sudah kawin ataupun belum, di sini berartiperawan tidaknya seseorang perempuan tidak72 Abd Rahman al-Sayuthy, Faid al-Qadiir fii Syarh jaami’

Shaghiir, Juz III Daar al-Fikr, 1937, hal. 198; al-Nawawy, hal. 204; al-Mubarakfuri, Tuhfa Al-Ahwazi Bi Syarh Jami’ Al-Turmizi, Juz IV,Muhammad Abdul Muksin Al-Maktabi., hal. 244; Ibn Qayyim Al-Jauziyyat, hal. 124.73 Ibn Qayyim Al Jauziyyat,hal. 124.; Ahmad Al-Sahar Nafuri.,hal. 169; al-baihaq., hal. 203.

Page 119: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<114>>

dipentingkan dalam menentukan kedewasaannya, tetapiyang lebih penting adalah sampai umur wanita tersebut.Pendapat ini lebih banyak berkembang di kalanganulama-ulama Mazhab Hanafi. Terhadap pendapat IbnuJarir di atas bila di kaitkan dengan perwalian nikahkurang beralasan, karena semua ulama sepakatmenetapkan terhadap laki-laki tidak diperlukan walidalam melaksamakan akad nikah.Selanjutnya para ahli hadits juga berbedapendapat dalam memahami kalimat “ahaqqu bi nafsihamin waliyyiha”. Secara umum ulama hadits sepakatmenetapkan bahwa antara wali dan perempuan sama-sama punya hak dalam pelaksanaan akad nikah. Suatuperkawinan dianggap tidak sempurna apabila kedua haktersebut tidak dipenuhi. Perbedaan mereka terjadi disekitar apakah hak di sini dimaksudkan dengan izin atauizin dan akad sekaligus.74Ulama yang mengartikan hak tersebut dengan“izin” berarti yang berhak melaksanakan akad nikahadalah wali, sedang hak perempuan di sini adalahmemberi izin atau menyetujuinya. Dengan demikianpelaksanaan perkawinan tanpa wali (laki-laki) dan tanpaizin dari perempuan tidak sah.75 Pendapat inilah yangberkembang di kalangan jumhur fuqaha’ yangmenganggap laki-laki sebagai syarat mutlak dalamperwalian nikah. Hal ini menurut mereka sesuai denganhadits-hadits lain tentang persyaratan wali dalampernikahan, begitu juga sebaliknya perempuan punyahak untuk melangsungkan akad nikah tanpa

74 Al-Nawawy, Syarh Shahih Muslim, Juz IX, Musthafa AlBabii Al-Halaby, Mesir,.hal. 20375 An-Nawawi., hal. 204; al-Mubarakfuri, hal. 254; Ibn Qayyimal-Jauziyyat, hal. 125.

Page 120: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<115>>

sepengatahuan wali bila hak tersebut dipahami“dengan“izin dan akad sekaligus. Hak wali di sini hanyamengajukan pembatalan nikah melalui hakim jikaperkawinan yang dilaksanakan perempuan dengan laki-laki yang tidak sejodoh dan bukan mahar misil.76Pendapat seperti ini berkembang di kalangan mazhabHanafi.Di sisi lain ada sebuah riwayat tentang praktekAisyah Isteri Nabi Saw dalam perwalian nikah. Haditsyang menceritakan Aisyah pernah mengawinkan anaksaudaranya Habsah Binti Abdurrahman dengan MunzirIbnu Zuber, lengkapnya sebagai berikut :Matannya menurut Imam Malik.77. صالنىبزوجعائشةأنعنهاهللارضىالصديقبكرأىبحممدابنعن

باغائبالرمحنوعبدالزبرياملنذربنالرمحنعبدبنتحفصةزوجت. معليهيفتاتومثلىهذابهيصنحومثلى: قالالرمحنعبدقدمفلمالشام

فقالالرمحنعبدبيدذلكفإن: املذرفقالزبرياملنذربنعائشةفكلمتيكنوملاملنذرعندحفصةفقرتقضيتهأمراألردكنتما: الرمحنعبد:Maksudnya.قاطالذلك dari Muhammad Ibnu Abubakar Al-Shiddiq

bahwa aisyah Isteri Nabi Muhammad Saw, telah me-ngawinkan Hafsah binti Abdul Rahman dengan munzirIbnu Zuber pada hal ia (abd Rahman) berada di Negerisyam. Tatkala ia datang merasa kesal terhadapperbuatan (Aisyah) tersebut lantas Aisyah memberitahu-kan (Masalah tersebut) kepada Munzir Ibn Zuben.

76 Al-Nawawy,hal. 204.; Ibn Qayyim al-Jauziyyat. hal.12577 Muhammad Zakaria, Aujaz Al Malik Ila Muwatta ImamMalik, Dar Al Fikr, Hal. 40

Page 121: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<116>>

Masalah tersebut biar Abd Rahman yangmenyelesaikannya, jawab munzir, setelah itu Abd Rahmanberkata : aku tidak pernah menolak kebijaksanaan Aisyahtersebut. Berdasarkan itu Hafsah (mengambil sikapuntuk) tetap bersama Munzir, dan tidak pernah terjaditalak, hadits ini diriwayatkan oleh Malik dari AbdRahman Ibn Qasim.Mengenai sanad hadits ini tidak ditemukanpenjelasan secara lebih rinci. Perbedaan mereka (ulama-ulama hadits) ditemukan di sekitar pemahaman matanhadits. Menurut al-Bakhy ada dua kemungkinanpemahaman isi yang terkandung dalam hadits tersebutyaitu: pertama Aisyah sendiri yang melaksanakanperkawinan tersebut. Riwayat ini di bantah oleh IbnMuzayyan dengan alasan yang demikian itu berlawanandengan praktek ulama Madinah (amal ahlu Al-Madinah),karena Imam Malik sendiri dan sejumlah Fuqaha lainnyatidak membolehkan wanita bertindak sebagai walinikah. Kedua, Sikap ‘Aisyah terhadap perkawinantersebut hanya menetapkan mahar dan kepentinganlainnya bukan bertindak sendiri sebagai wali. Adakemungkinan yang menjadi wali dalam perkawinantersebut salah seorang dari keluarga dekat (‘Ashabah)Hafsah. Tetapi dalam riwayat tersebut tidak dijelaskanlebih lanjut orang yang menjadi wali dalam pernikahandimaksud.Dari uraian di atas dapat dinyatakan dikarenakankedua riwayat tersebut tidak disebutkan bukti secarakonkrit secara ilmiah sulit dipertahankan kebenarannyanamun menurut al-Mubarakfuri banyak ahli Haditstermasuk ke dalamnya muslim mengatakan bahwa AbdRahman dan Ibn Munzer termasuk perawi yang kuat,masing-masing di kalangan sahabat dan tabi’in.

Page 122: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<117>>

Lebih lanjut Al Bakhy. Menjelaskan perkawinanantara Hafsah binti Abdur Rahman dengan Munzir IbnZuber yang bapaknya Abd Rahman jauh di negeri Syammenurut mazhab Malik sama sekali tidak sah (tidak dibolehkan). Karena disamping Hafsah saat perkawinanmasih dalam keadaan perawan juga termasuk kedalamnya dikarenakan bapak masih dalam keadaanhidup.Berbeda dari keterangan al-Bakhy diatas alZarqany juga termasuk salah seorang pensyarah kitabMuwatta menjelaskan tindakan Aisyah tersebutdianggap sah dan tidak ada orang yang mewakilkankepadanya, karena yang demikian itu merupakankeistimewaan Aisyah sebagai Isteri Rasulullah Saw.Perwalian dalam Perkawinan dikarenakan walinya jauh(Ghaib) tetap diperlukan andai kata yang melaksanakan-nya bukan isteri Rasulullah Saw.Apabila mau dipertahankan kebenaran terhadapkesimpulan yang menyatakan bahwa perbuatan Aisyahtersebut benar telah terjadi dan bahkan merupakansuatu contoh perkawinan yang dilakukan perempuanbaik karena alasan bahwa itu merupakan keistimewaanAisyah sebagai Isteri Rasulullah Saw. Ataupun karena disetiap penjelasan menyangkut dengan perwalian nikahtidak pernah ada yang menafikannya. Persoalan yangmuncul kenapa sebagian ulama tidak pernah memper-timbangkan wali nikah dan bagaimana menghadapihadits-hadits yang kebanyakannya berdasarkan walidalam perkawinan yang juga kebanyakan berdasarkandari Aisyah sendiri. Kesimpulan semacam ini secarazhahir dapat dinyatakan ada dua hal yang salingberlawanan yang dilakukan oleh satu orang, di situ pihakAisyah mensyaratkan laki-laki sebagai wali dalam

Page 123: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<118>>

perkawinan dan di pihak lain dia sendiri melaluiprakteknya menyatakan perempuan dibolehkan menjadiwali dalam pernikahan (mengawinkan Hafsah denganMunzir).Dari semua uraian di atas dapat dinyatakanperbedaan pendapat mereka dalam memahami matanhadits tersebut disebabkan lafazhnya terlalu umum.Keterkaitan jumhur ulama terhadap jalan pikiranpertama tersebut di atas -- besar dugaan -- dikarenakanhadits-hadits yang berkenaan dengan nikah yangdisebutkan di depan dianggap sebagai pentakhsiskeumuman hadits ini.Sebaliknya Mazhab Hanafi, disebabkan hadits-hadits tersebut di depan tidak dianggap sebagai penafsirhadits ini -- karena keshahihan sanad-sanadnya masihdiragukan kebenarannya -- maka kecondongan merekalebih terfokus kepada jalan pikiran kedua. Menurutmareka adanya praktek Aisyah yang diakui oleh semuaulama dalam hal ini jumhur ulama seperti yang telahdisebutkan di depan merupakan salah satu sebablemahnya hadits-hadits yang mensyaratkan laki-lakidalam perwalian nikah untuk dijadikan sebagai sumberhukum.78 Di samping kedudukan sanad-sanad haditstersebut dipertanyakan ulama tentang keshahihannya.Mereka tidak menjadikan hadits-hadits tersebut sebagaipengkhusus terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang78 Bahkan Hanafi beranggapan hadits Aisyah yang

berhubungan dengan perkawinan Hafsah dengan munzir sebagai nasikhterhadap hadits Aisyah yang mensyaratkan lelaki dalam perwalian nikahatau sekurang-kurangnya dapat dianggap sebagai inkar rawi dalam ilmumushthalah hadits lihat, Ibnu Al-Humam, , Al-Mubarakfuri , Tuhfa Al-Ahwazi Bi Syarh Jami’ Al-Turmizi, Juz IV, Muhammad Abdul MuksinAl-Maktabi, hal. 229.

Page 124: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<119>>

berhubungan dengan masalah nikah yang sifatnyaumum,. Berpegang kepada dalil-dalil yang sifatnyaumum dalam menetapkan hukum lebih baik dibandingkan dengan dalil khusus yang sifatnya lemah.79Dari uraian di atas dapat dinyatakan ketidakmutlakan laki-laki dalam perwalian nikah terhadapperempuan dewasa dan berakal sehat menurut MazhabHanafi, bukan semata-mata didasarkan kepada praktekAisyah tersebut tetapi juga disebabkan oleh kesenanganmareka berpegang kepada dalil yang sifatnya umumdalam hal ini Al-Qur’an di saat terjadi taa’rud antara duadalil dalam masalah yang sama. Perbedaan marekadalam penetapan hukum pada dalil-dalil yang sama lebihbanyak didasarkan berbeda dalam penalaran nash-nashtersebut.Begitu juga halnya ulama hadis berbeda pendapatmereka dalam memposisikan hadis yang berkenaandengan wali nikah terhadap keumumam ayat-ayat nikah.Ulama hadis yang menganggap hadis yang berkenaandengan wali nikah dimaksud sebagai penjelas ke-umuman ayat-ayat nikah, maka laki-laki menjadi syaratmutlak dalam perwalian nikah. Sementara ulama hadislain yang berpendirian sebaliknya, maka laki-laki bukansyarat mutlak dalam perwalian nikah. Di samping itu,Ulama hadis --dilihat dari segi sanadnya -- tidak sepakatmenetapkan tentang kesahihan hadis tersebut. Ketidaksahihan suatu hadis dapat menyebabkan kurangdipercaya dalam menjadikannya sebagai sumber hukumdalam pentakhshisan keumuman ayat-ayatt nikah.Terakhir, Uraian tersebut di atas menggambarkanbahwa perbedaan pendapat tentang kemutlakan laki-79 Al-Mubarakfuri, hal . 232, Ahmad Al Sahar Nafuri, hal . 85.

Page 125: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<120>>

laki dan ketidakmutlakan laki-laki dalam perwaliannikah merupakan suatu hal yang wajar dan antarakeduanya punya kebenaran tersendiri dihubungkankepada dalil-dalil dan cara-cara mereka memahaminya@@

Page 126: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<121>>

BAGIAN KEEMPATPENUTUP

Semua Fuqaha` Mazhab Empat sepakat menetap-kan bahwa suatu pernikahan baru dianggap sah apabilatelah sempurna rukun dan syarat-syaratnya. Salah saturukun atau syarat tidak terpenuhi perkawinan tersebutmenjadi batal dan tidak mempunyai kepastian hukum,bahkan dianggap belum pernah terjadi sama sekali baikdalam kenyataan maupun dalam arti hukum. Perbedaanpendapat mereka terjadi di sekitar penetapan kriteriarukun dan syarat sah nikah itu sendiri dan juga merekaberbeda pandangan dalam memposisikan keduanyasebagai rukun atau syarat dalam pelaksanaan akadnikah. Sesuatu yang dianggap sebagai rukun olehsebagian fuqaha` dapat saja dipandang sebagai syaratoleh sebagian fuqaha` lainnya. Rukun yang merupakanhakikat dari suatu perbuatan dan berada dalampeubuatan itu sendiri akan berbeda kedudukannya<<121>>

BAGIAN KEEMPATPENUTUP

Semua Fuqaha` Mazhab Empat sepakat menetap-kan bahwa suatu pernikahan baru dianggap sah apabilatelah sempurna rukun dan syarat-syaratnya. Salah saturukun atau syarat tidak terpenuhi perkawinan tersebutmenjadi batal dan tidak mempunyai kepastian hukum,bahkan dianggap belum pernah terjadi sama sekali baikdalam kenyataan maupun dalam arti hukum. Perbedaanpendapat mereka terjadi di sekitar penetapan kriteriarukun dan syarat sah nikah itu sendiri dan juga merekaberbeda pandangan dalam memposisikan keduanyasebagai rukun atau syarat dalam pelaksanaan akadnikah. Sesuatu yang dianggap sebagai rukun olehsebagian fuqaha` dapat saja dipandang sebagai syaratoleh sebagian fuqaha` lainnya. Rukun yang merupakanhakikat dari suatu perbuatan dan berada dalampeubuatan itu sendiri akan berbeda kedudukannya

Page 127: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<122>>

dalam pelaksanaan akad nikah bila dihadapkan dengansyarat yang berada di luar perbuatan itu sendiri.Dari perspektif fuqaha’ yang dikaji menyangkutdengan perwalian nikah, perbedaan yang relatifmenonjol ditemukan di dalam mazhab Hanafi dibanding-kan dengan ketiga mazhab lainnya (Maliki, Syafi’i danHanbali). Ketiga mazhab terakhir disebutkan ini sepakatmenetapkan bahwa laki-laki sebagai syarat mutlakdalam perwalian nikah. Wali yang mereka maksudkanadalah kerabat laki-laki dihubungkan melalui garis laki-laki dengan tertib prioritas tertentu seperti yangtersebut dalam urutan wali nikah. Sedangkan mazhabHanafi tidak menganggap laki-laki sebagai syarat mutlakdalam perwalian nikah. Perempuan menurut merekaboleh saja bertindak dalam pelaksanaan akad nikah baikuntuk kepentingan sendiri ataupun untuk kepentinganorang lain.Sebab utama yang menyebabkan mereka berbedapandangan dalam masalah ini adalah berkisar pada caramelihat nash itu sendiri, baik al-Qur’an ataupun hadits.Al-Qur’an sebagai dalil pertama dipandang fuqaha’dalam penetapan hukum tidak menyebutkan secara jelasdan pasti tentang perwalian nikah itu sendiri. Jumhurulama menganggap ayat-ayat yang berkenaan denganmasalah nikah tersebut khitabnya (perintah ataularangan)khusus ditujukan kepada para wali. Kata-katanikah yang terdapat dalam ayat 221, 230, 232 dan 234surat al-Baqarah dan ayat 34 dalam surat al-Nur selaludikaitkan kepada wali. Pengkaitan yang demikianmengandung pengertian khitab (perintah dan larangan)yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut menunjukkankhusus kepada para wali bukan untuk selainnya. Dengan

Page 128: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<123>>

pengertian para wali tidak boleh menghalangiperempuan yang ada di bawah perwaliannya untukkawin dengan laki-laki yang ia senanginya.Sebaliknya mazhab Hanafi tidak menganggapkhitab yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut khususditujukan kepada para wali laki-laki, tetapi berlakuumum untuk semua orang termasuk ke dalamnya parawali. Dengan pengertian berbeda seperti yang dimaksudkan oleh jumhur ulama, yaitu semua orang yangdimaksudkan oleh jumhur ulama, termasuk ke dalamnyawali, tidak boleh menghalangi perempuan untukmelaksanakan akad nikah sendiri. Ketidakmutlakan laki-laki dalam perwalian nikah yang lebih jelas menurutmereka dapat dilihat dalam urutan wali yang telahdisebutkan di depan.Mengenai hadits yang berkenaan denganpernikahan, jumhur fuqaha’ menganggap sebagaipenafsir keumuman ayat-ayat tersebut di atas. Menurutmereka, hadits yang menyatakan “orang perempuantidak boleh mengawinkan orang perempuan lain”merupakan dalil yang paling jelas bahwa laki-aki sebagaisyarat mutlak dalam perwalian nikah, yang tidakmungkin mengandung pengertian untuk selainnya.Berbeda dengan Hanafi yang tidak menganggap hadits-hadits tersebut sebagai penafsir atau pengkhususan.Hadits yang sifatnya lemah (paling kurang tidak sahih)tidak dapat dijadikan sebagai pengkhususan keumumanayat-ayat tersebut di atas. Mazhab ini lebih senangberpegang kepada qiyas dan pada kepada hadits yangsifatnya lemah tersebut, yaitu pembolehan wanitasebagai wali dalam pernikahan diqiyaskan kepada jualbeli dan pengurusan harta yang pada dasarnya kedua hal

Page 129: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<124>>

tersebut dibolehkan wanita untuk mengurusnya. Dipihak lain mereka masih menganggap orang yang lebihberhak menjadi wali dalam pernikahan adalah orangyang lebih mengetahui kemaslahatan nikah. Terhadaphal ini tidak mesti laki-laki yang mengetahuinya, tetapiwanita pun tidak tertutup kemungkinan untuk me-ngetahui masalah tersebut.Memperhatikan cara fuqaha’ dalam melihat danmemahami ayat-ayat dan hadits-hadits di atas dapatdinyatakan bahwa jumhur ulama lebih tepat dikatakanmasuk ke dalam kelompok penalaran bayani, karenadalam pemahamannya lebih terikat kepada arti zahir(tersurat) dan tidak mempertimbangkan kemungkinanterjadinya qiyas. Selebihnya juga dalam masalah inijarang sekali mempertimbangkan hubungan antara satuayat dengan ayat lainnya. Atau dengan kata lain jarangsekali menjadi perhatian mereka keterkaitan antara ayatyang satu dengan ayat lainnya. Setiap ayat dikaitkanlangsung kepada hadits, sehingga hubungan ayattersebut dengan ayat lainnya menjadi tidakdipertimbang-kan, bahkan dilepaskan sama sekali.Begitu juga cara ini dipraktekkan dalam memahamihadits. Sedangkan mazhab Hanafi lebih tepat dikatakanmasuk ke dalam kelompok ta‘lili dan ishtishlahi, karenacenderung menguji riwayatnya dengan akal dankemaslahatan. Keterkaitan antara ayat dengan ayat danhadits dengan hadits yang lebih diutamakan dalammengambil sesuatu kesimpulan dengan mempedomanikepada illat yang mungkin dicapainya di sampingmempertimbangkan kemaslahatan yang terkandungdalam illat tersebut.

Page 130: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<125>>

Begitu juga halnya ulama tafsir berpandangankeumuman lafazh yang terdapat dalam ayat-ayat nikahseperti yang telah dijelaskan di depan merupakan salahsatu factor penyebab terjadi perbedaan pendapat ulamatafsir dalam memahami ayat-ayat nikah. Ulama tafsiryang dimaksud menganggap khitab yang terkandungdalam ayat-ayat nikah tersebut khusus ditujukan kepadawali, maka lelaki merupakan syarat mutlak dalamperwalian nikah. Sebaliknya jika khitab yang terkandungdalam ayat-ayat nikah tersebut tidak khusus ditujukankepada wali dalam arti untuk semua orang--termasukperempuan di dalamnya-- maka lelaki bukan syaratmutlak dalam perwalian nikah. Keterikatan paramufasir dengan mazhab yang mereka anut jugamerupakan factor tersendiri yang dapat mempengaruhimufasir dalam menafsirkan ayat-ayat nikah dimaksud.Mufasir yang bermazhab Hanafi mengatakan khithabyang tersebut di dalam ayat-ayat nikah dimaksud tidakkhusus ditujukan kepada para wali, maka laki-laki bukansyarat mutlak dalam perwalian nikah. Sebaliknyamufasir yang bermazhab selain Hanafi --Maliki, Syafiidan Hanbali-- khithab yang terkandung dalam ayat-ayatnikah di atas khusus ditujukan kepada para wali, makalelaki merupakan syarat mutlak dalam perwalian nikah.Begitu juga halnya ulama hadis berbeda pendapatmereka dalam memposisikan hadis yang berkenaandengan wali nikah terhadap keumumam ayat-ayat nikah.Ulama hadis yang menganggap hadis yang berkenaandengan wali nikah dimaksud sebagai penjelaskeumuman ayat-ayat nikah, maka lelaki menjadi syaratmutlak dalam perwalian nikah. Sementara ulama hadislain berpendirian sebaliknya, maka lelaki bukan syarat

Page 131: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

<<126>>

mutlak dalam perwalian nikah. Ulama hadis -dilihat darisegi sanadnya – juga tidak sepakat menetapkan tentangkesahihan hadis tersebut. Ketidak sahihan suatu hadisdapat menyebabkan kurang dipercaya dalam men-jadikannya sebagai subuah hukum dalam pen-takhshisan keumuman aya-ayatt nikah.Dengan demikian, dapat dinyatakan di sini bahwasemua uraian tersebut di atas menggambarkan per-bedaan pendapat tentang kemutlakan dan ketidakmutlakan laki-laki dalam perwalian nikah merupakansuatu hal yang wajar dan sangat dinamis, sebab antarakeduanya punya kebenaran tersendiri dihubungkankepada dalil-dalil dan cara-cara mareka memahaminya.Oleh karenanya, diharapkan dalam mempelajari danmenganalisa masalah yang terjadi dan berkembang dikalangan berbagai mazhab hendaknya tidak terikat padasatu-satu mazhab, atau dengan kata lain tidak fanaticdalam mempertahankan kebenaran mazhab. Hal yangdemikian kebenaran yang lebih bersifat objektif sulit diperoleh.**

Page 132: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>127<<

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz I, Musthafa al Babi alHalabi, Mesir, 1959.Al Yasa’ Abubakar, DR, MA, Ahli Waris Sepertalian Darah,Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1989.Buhuti, Idris, al, Kasysyaf al-Qina’ ‘an Matan al-Iqna’, Juz V, Daral-Fikr, Beirut, ft.Baihaqi, Sunan al-Kubraa, Juz VII, Daar al-Fikr, Bairut, ft.Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi HukumIslam di Indonesia, Jakarta, 1991.Dusuqi, al, Hasyiyat al-Dusuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir, Daar Ihya’al-Kutub al‘Arabiyah, Mesir, ft.Haitami, Ibnu Hajar, al, Tuhfat al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj,Juz VII, Al-Maktabat al-Tijariyat al-Kubra, Mesir, ft.

>>127<<

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz I, Musthafa al Babi alHalabi, Mesir, 1959.Al Yasa’ Abubakar, DR, MA, Ahli Waris Sepertalian Darah,Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1989.Buhuti, Idris, al, Kasysyaf al-Qina’ ‘an Matan al-Iqna’, Juz V, Daral-Fikr, Beirut, ft.Baihaqi, Sunan al-Kubraa, Juz VII, Daar al-Fikr, Bairut, ft.Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi HukumIslam di Indonesia, Jakarta, 1991.Dusuqi, al, Hasyiyat al-Dusuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir, Daar Ihya’al-Kutub al‘Arabiyah, Mesir, ft.Haitami, Ibnu Hajar, al, Tuhfat al-Muhtaj bi Syarh al-Minhaj,Juz VII, Al-Maktabat al-Tijariyat al-Kubra, Mesir, ft.

Page 133: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>128<<

Ibnu ‘Abidin, Hasyiyat Rad al-Muhtar, Juz III, Mushtafa al-B abial-Halabi, Mesir, 1986.Ibnu Hazm, al-Muhalla, Juz IX, Dar al Fikr, Mesir, ftIbnu Majah, Sunan Ibn Majah, Juz I, Musthafa al-Babi al-Halabi,Mesir, ft.Ibnu Qudammah, al-Mughni, Juz VII, Mushthafa al-Babi al-Halabi, Mesir, ft.Kasani, al, Badai al-Shanai, Juz II, Cet. I, Mathba’ah al-’Ilmyyat,Mesir, 1328 H.Khatib, Muhammad al Syarbaini, al, Mughni al-Muhtaj, Juz III,Mushtafa Al-Babi al-Halabi, Mesir. 1958.Mubarakfuri, al, Tuhfat al-Ahwazi bi Syarh Jami’ al-Turmuzi,Juz IV, Maktabat al-Salaflyat, Madinah, ft.Muhammad Mi Husen, Qurrat al- ‘A in, al-Maktabat al-Tijariyatal-Kubra, Mesir, 1937.Muhammad Zakariya, A ujaz al-Masalik ila Muwtta’ ImamMalik, Dar al-Fikr, Mesir, ft.Sarakhsi, al, al-Mabsuth, Jilid V, al-Sa’adat, Mesir, 1324 H.Sayid Saabiq, Fiqh al-Sunnat, Juz IV dan VII, Dar al-Bayan, Kiut,U.Turmuzi, al, Sunan al-Turmuzi, Juz II, Mushtafa al-Babi al-Halabi, Mesir, tt.Zamakhsyari, al, al-Kasysyaf Juz I, al-Intisyarat, Taheran, tt.sZarqaani, al, Syarh Shahih Muwatta’ Imam Malik, Juz II, Dar al-Fikr, Mesir, tt.Abuu Daawud, Sunan Abii Daawud, Juz I, Musthafa al Baabii alHalabii, Mesir, 1959

Page 134: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>129<<

Abuu Zahrah, Muhaadarat fii ‘Aqd al Zawaaj wa Asaaruh, Daaral Fikr l ‘Arabii, Bairut___________, al Ahwaai al Syakhsyyat, Daar al Fikr al ‘Arabii,Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, TerjemahanAgah Garandi, Pustaka, Bandung, Cet. I, 1984.Amidi, al, al-Ahkaam fii Ushuul al-Ihkaam, Jilid I, Mathba’ah AliShubeih, Kairo, 1968.‘Asqaalanii, al, Fath al-Baarii, Jus IX, Mathba’at Salafiyat, Mesir.Al Yasa’ Abubakar, DR, MA, Ahli Waris Sepertalian Darah,Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1989.Buhuti, Idris, al, Kasysyaaf al-Qinaa’ ‘an Matan al-Iqnaa’, Juz V,Daar al-Fikr, Bairut.Baihaqi, Sunan al-Kubraa, Juz VII, Daar al-Fikr, Bairut.Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi HukumIslam di Indonesia, Jakarta, 1991.Dusuuqii, al, Haasyiyat al-Duusuuqii ‘ala al-Syarh al-Kabiir,Daar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, Mesir.Haitami, Ibn Hajar, al, Tuhfat al-Muhtaaj bi Syarh al-Minhaj,Juz VII, al-Maktabat al-Tijaariyat al-Kubra, Mesir._______, al-fataawaa al-kubraal fiqhyyat, Juz IV, Daar al-Fikr,Bairut, 1983.Ibn ‘Aabidiin, Haasyiyat Raad al-Muhtaar, Juz III, Mushtafa al-Baabii al-Halabii, Mesir, 1986.Ibn ‘Arabii, al, Ahkaam al-Quraan, , Tahqiq Ali Muhammad al-Bujawi, Mushthafaa al-Baabii al-Halabii, Mesir, 1950.Ibn Hazm, al-Muhallaa, Juz IX, Daar al Fikr, Mesir.

Page 135: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>130<<

Ibn Maajat, Sunan Ibn Maajat, Juz I, Musthafaa al-Baabii al-Halabii, Mesir.Ibn Muajaim, al-Bahr al-Raaiq, Juz III, al-‘Ilmyyat, Kairo, 1315H.Ibn Qudammah, al-Mugnii, Juz VII, Mushthafaa al-Baabii al-Halabii, Mesir.Jashshash, al, Ahkam al-Quraan, Juz II, Mathba’at Abd Rahman,Kairo.Jauzzyah, Ibn Qayyom, al, Ahkaam al-Quraan, Juz IV, Daar Al-Fikr, Mesir.Jaazirii, al, al-Fiqh ‘ala Mazaahib al-Arba’ah, Juz IV, al-Maktabat al-Tijaaryyat al-Kubraa, Mesir.Kandahlawii, al, Muhammad Zakaria, Aujaz al-Masaalik ilaa al-‘Ilmyyat, Juz X, Daar al-Fikr, Mesir.Kaasanii, al, Badaai al-Shanaai, Juz II, Cet. I, Mathba’ah al-‘Ilmyyat, Mesir, 1328 H.Kausar Kaamil, al-Syuurt fii ‘Aqd al-Zawaaj fii al-Syariiat al-Islamiyat, Daar al-Islamiyat, Kairo.Khaatib, Muhammad al Syarbaini, al, Mughnii al-Muhtaaj, JuzIII, Mushtafa al-Baabii al-Halabii, Mesir. 1958.Marghinaani, Abubakar, al, al-Hidaayat Syarh Bidaayat al-Mubtadii, Daar al-Fikr, Mesir.Mubaarakfuuri, al, Tuhfat al-Ahwazi bi Syarh Jaami’ al-Turmuzi, Juz IV, Maktabat al-Salafiyat, Madinah.Muhammad Ali Husen, Qurrat al-‘Ain, al-Maktabat al-Tijaariyatal-Kubra, Mesir, 1937.Muhammad Ziad, Syarh al-Ahkaam al-Syar’iyyat fii al-Ahwaalal-Sykhshyyat, Juz I, Maktabat al-Nahdat, Bairut.

Page 136: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>131<<

Muhammad Zakariya, Aujaz al-Masaalik ilaa Muwthak ImaamMaalik, Daar al-Fikr, Mesir.Muhammad Zuhri, al-Siraaj al-Wahhaaj’ala a Matan al-Minhaaj, Daar al-Fikr, Mesir.Muhammad Ibn Salim Ibn Dauyan, Manaar al-Sabiil fii Syarhal-Daliil, al-Mathba’at al Haasyimiyat, Damsik.Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Dahlan, Bandung.Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam,al-Hidayat,Jakarta, 1956.Muslim Ibrahim, DR, MA, Buhuus Fiqhyyat Muqaaranat fii al-nikaah, Bagian I, IAINAr-raniry, Darussalam, BandaAceh, 1986.Muthii’i, al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Juz XV, Zakariya AliYuusuf.Nawawii, al, Syarh Muslim, Juz I, ‘Iisaa al-Baabii al-Halabii,Mesir.Qaasimii, al, Tafsiir al-Qaasimii, Juz XII, ‘Iisaa al-Baabii al-Halabii, Mesir, 1959.Qurthubii, al, al-Jaami’ al-Ahkaam al-Quraan, Juz III, Daar al-Kitaab al-‘Arabii, Mesir, 1967.Ramli, Ibn Syihaabuddin, al, Nihaayat al-Muhtaaj ilaa Syarh al-Minhaaj, Juz IV, Mushtafa al-Baabii al-Halabii, Mesir,1950.Rasyid Ridaa, Tafsiir al-Manaar, Juz II, Maktabat al-Qaahirat,Mesir.Rifaai, Mohd, H, Drs., Fiqih Islam Lengkap, Taha Putra,Semarang.Sahaar Nafuurii, Ahmad, al, Bazl al-Juhuud fii Hil Abi Daawud,Daar al-Kutub al-‘ilmyyat, Bairut.

Page 137: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>132<<

Sarakhsi, al, al-Mabsuuth, Jilid V, al-Sa’aadat, Mesir, 1324 H.Sayid Saabiq, Fiqh al-Sunnat, Juz IV dan VII, Daar al-Bayaan,Kiut.Sayuuthii, Abd Rahman, al, Faid al-Qadiir fii Syarh Jami’Shaghiir, Juz III, Daar al-Fikr, Mesir.Shan’ani, al, Subul al-Salam, Juz III, Dahlan, Bandung.Siiwaasii, al, Kamaaluddin Muhammad (Ibn al Humam), SyarhFath al-Qadiir, Juz III, Daar al Fikr, Mesir.Syrqawi, al, al-Tahriir, Juz II, Daar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyat, Mesir.Syahhatih, Syauqi Ismil, Drs., Penerapan Zakat Dalam DuniaModern, (alih bahasa Anshari Umar Sitinggal), PustakaDian dan Antar Kota, Jakarta, 1987.Thabarii, al, Tafsiir al-Thabarii, Juz II, Daar al-Fikr, Mesir,1954.Turmuzii, al, Sunan al-Turmuzii, Juz II, Mushtafa al-Baabii al-Halabii, Mesir.Zahabii, Muhammad Husen, al, al-Syaari’at al-Islamamiyat,Daar al-Takliif, Mesir, 1967.Zamakhsyarii, al, al-Kasysyaaf, Juz I, al-Intisyaarat, Taheran.Zarqaani, al, Syarh Shahih Muwathtak Imaam Maalik, Juz II,Daar al-Fikr, Mesir.

Page 138: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>133<<

TENTANG PENULIS

A. Identitas DiriNama : Dr. Nasaiy Aziz, M.A.Tempat/Tgl. Lahir : Lampoh Saka (Pidie),31 Desember 1958NIP : 195812311988031017Pangkat/Gol. : Pembina Tk. I/IV/cJabatan : Lektor KepalaAlamat Rumah : Tungkop Aceh BesarAlamat Kantor : Fakultas Syari’ah dan Hukum UINAr-Raniry Darussalam Banda AcehNama Ayah : AzizNama Ibu : AisyahNama Istri : Dra. Azizah A. WahabNama Anak : 1. Muhammad Iqbal, S.T.2. Qurratul Aini, S.T.B. Riwayat Pendidikan

1. Pendidikan Formala. MIN Lampoh Saka, Pidie, 1972b. PGAN 6 Tahun Beureunuen, Pidie, 1978c. Sarjana Muda Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry,1982d. Sarjana Lengkap Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 1984e. M.A. Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh,1992f. Doktor Pascasarjana UIN Sunan KalijagaYogyakarta, 20142. Kursus/Pelatihana. Studi Purna Ulama (SPU) IAIN Ar-Raniry, Juni1985 s.d. Mei 1986

Page 139: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>134<<

b. Latihan Ilmu Perpustakaan IAIN Ar-Raniry,Agustus s.d. September 1989c. Latihan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, IAIN Ar-Raniry, September 1994 s.d. Juni 1995d. Workshop Kurikulum Jender Se-Indonesia, IAINSyarif Hidayatullah, Jakarta, 15 Februari s.d. 10Maret 2000C. Riwayat Pekerjaan

1. Pegawai Negeri Sipil, mulai Maret 19882. Dosen Tetap Bidang Tafsir, Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, mulai 19923. Sekretaris Jurusan Ahwalusy Syakhsiyyah (AS),Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 1993-19954. Ketua Jurusan Jinayah was Siyasah, Fakultas Syari’ahIAIN Ar-Raniry, 1996-19975. Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum(PMH), Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 1999-20006. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Fakultas Syari’ahIAIN Ar-Raniry, 2001-20047. Pembantu Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan,Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 2004-20088. Dosen Tetap Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariahdan Hukum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

D. Karya Ilmiah1. Artikela. “Penerapan Syari’at Islam di Masa KhulafaurRasyidin (Suatu Tinjauan Historis)”, Media

Syari’ah, Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, Vol. I,No. 1, Januari-Juni 1999b. “Menuju Konstruksi Seksualitas yang Berkeadilan(Upaya ke Arah Pemikiran Fiqih Bewawasan

Page 140: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

>>135<<

Jender”, Media Syari’ah, Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, Vol. II, No. 3, Januari-Juni 2000c. “Tragedi al-Mihnah dalam Perjalanan KekuasanKhalifah Abbasiyah (antara Peluang danTantangan dalam Menegakkan Keadilan)”,Makalah Seminar, Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 2001d. “Metode Keilmuan Hermeneutika (SebuahPengantar untuk Memahami HermeneutikaSebagai Teori, Filsafat, dan Kritik)”, MediaSyari’ah, Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, Vol. IV,No. 8, Juli-Desember 2002e. “Menuju Perubahan Paradigma MetodologiPemahaman Hukum Islam (Suatu TinjauanSingkat)”, Media Syari’ah, Fakultas Syari’ah IAINAr-Raniry, Vol. V, No. 9, Januari-Juni 2003f. Dll.

2. Hasil Penelitiana. “Konsep Ali Syari`ati Tentang Manusia danKritiknya terhadap Humanisme Barat Modern”,Hasil Penelitian, IAIN Ar-Raniry, 2000b. “Kerangka Metodologi Pelaksanaan Syari’at Islamdi Nanggroe Aceh Darussalam”, Hasil Penelitian,Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, 2006c. Dll.

Page 141: KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN NIKAH …al-muashirah.com/.../uploads/2018/03/...laki-dalam-perwalian-nikah.pdf · Dr. Nasaiy Aziz, MA KETIDAKMUTLAKAN LAKI-LAKI DALAM PERWALIAN

Diterbitkan Oleh:Forum Intelektual Tafsir dan Hadits Asia Tenggara (SEARFIQH), Banda Aceh

Jl. Tgk. Chik Pante Kulu No. 13 Dusun Utara, Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh, 23111

HP. 08126950111Email: [email protected]