Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademik dalam memperoleh gelar
(S1) Sarjana Hukum di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Disusun Oleh :
Nama : Nurul Wakhida
NIM : 1111141785
Konsentrasi : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurul Wakhida
NIM : 1111141785
Program Studi : Ilmu Hukum
JudulSkripsi : KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH
DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI
DAERAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya dan hasil penelitian saya sendiri,
saya tidak menyalin atau meniru pemikiran atau hasil penelitian dari penulis lain
kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya. Saya bersedia
mempertanggungjawabkan dan menerima sanksi jika ternyata dikemudian hari
pernyataan ini tidak benar. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan
sadar, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun.
Serang, 06 Juli 2018
Yang membuat pernyataan
NURUL WAKHIDA
LEMBAR PERSETUJUAN
KEWENAI\GAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAMMENGAWASI TUGAS JABATAII NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDAIIG.UNI}ANG NOMOR
30 TAHUN 2OO4 TENTAIIG JABATAIT NOTARIS
SKRIPSI
"Disetujui untuk Diajukan pada Ujian Skripsi Program Studi Sl Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa"
Pembimbing I ,"*rru
NrP. l 976 r 2t 12001 122001
Koordinator Prodi S1
NIP. 1 976 I 21 12001122001
H.E. RakhmatJazuti. S.H.. M.H.
NrP. r 9610 426200012101
Ketua Bidang HAN
Mengetahui,
Dr. H. M.Fasyehudin.S.H.. M.H.
NIP. I 9621 2092A0U12 I 001
Wakil Dekan Bidang Akademik
LRidwan. S.H.. M.H.NrP. 1 97204A320A6A4rcA2
sum
LETYIBAR PENGESAIIAN
KEWENANGAI\ MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAMMENGAWASI TUGAS JABATAII{ FIOTARIS DI DAf,R,ATI KABUPATEI{SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG.UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2OO4 TENTANG JABATAN NOTARIS
"Dipertahankan Dihadapan Tim Penelaah Sidang Ujian Skripsi Program Studi S1
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa"
Tim Penelaah Sidang
1. Penelaah IDr. H. Moch" Fasyehhudin. SH."MH.
NrP. 1963 r2fr92ia1l2r 00I
Serang, Juli 2018
Tanda Tangan
V...nu.rl--n
2. Penelaah IIRila Kusumaninesih. SH..MH.
NIP. 1 980022420 I 4042001
Penelaah IIINurikah. SH..MH.
NIP. l 9761211001 1 22001
Penelaah IVH. E. Rakhmat Jazuli. SH..MH.
NrP. 1 961 04260AA121041
J.
4. rllMengetahui,
Ketua Bidang HAN
!v{
Dr. H. Moch. Fasyehhudin, SH..MH.
NrP. 1963 1 2092001121 001
Wakil Dekan Bidang Akademik
%Ridwan. SH..MH.
NrP. 197204$2A060410
ilt
:ah. Sdf*M.H.19761211001 122001
iv
MOTTO
“Live as if you were to die tomorrow, and learn as if you were to live forever”
(Mahatma Gandhi)
“Ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya gila, dan amal yang tidak
disertakan ilmu itu adalah sia-sia”
(Imam Ghazali)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua tercinta saya yaitu Bapak Masfukha (Alm) dan Ibu Sukenah
Seluruh kakak dan teteh kandung tercinta
Sahabat-sahabat saya
Orang-orang yang saya sayangi serta yang menyayangi saya
Dan
Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
v
ABSTRAK
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
Nurul Wakhida
1111141785
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya pemikiran terkait
permasalahan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris baik dalam pembuatan
akta otentik maupun wewenang lain. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD)
diberikan kewenangan pengawasan dan pembinaan terhadap tugas jabatan
Notaris. Dengan adanya pelanggaran terhadap Jabatan Notaris menunjukan bahwa
pengawasan yang dilaksanakan belum efektif. Maka penulis tertarik untuk
mengkaji tentang bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris dan dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas Jabatan Notaris.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis
empiris dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data penelitian berasal
dari data primer yaitu melakukan wawancara dengan MPD Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon, Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan
Notaris Kabupaten Serang, serta data sekunder yang memuat bahan hukum primer
seperti undang-undang dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku yang terkait
dengan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah metode yuridis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian kewenangan MPD Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon dalam melakukan pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris belum
maksimal dikarenakan rasio Notaris dengan anggota MPD tidak sebanding, belum
ada keseragaman sistem manajemen pengawasan, kapasitas MPD terbatas dalam
pengawasan. Bentuk pengawasan yang dilakukan MPD yaitu dengan upaya
preventif dalam bentuk pengawasan serta pembinaan secara langsung terhadap
Notaris dan upaya represif dengan bentuk penindakan terhadap Notaris yang patut
diduga melakukan pelanggaran tugas jabatan Notaris melalui rekomendasi laporan
kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW).
Kata Kunci : Pengawasan, Tugas Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Daerah
(MPD) Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobbil‘alamin rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT Tuhan semesta alam karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kewenangan Majelis Pengawas Daerah
dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang
Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris”
Skripsi ini dapat terselesaikan dan tentunya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang senantiasa mendukung dan membimbing penulis. Maka dari
itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr, H. Soleh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa;
2. Bapak Dr. Aan Aspianto, S.Si., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Bapak Ridwan, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
4. Bapak Rully Syahrul Mucharam, S.H., M.H. Wakil Dekan II Bidang
Keuangan Fakutas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtasa;
5. Bapak Pipih Ludia Karsa, S.H., M.H., Wakil Dekan II Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
6. Bapak Aceng Nawawi. S.H, M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik
saya yang telah selalu berbaik hati dengan memberikan nasehat serta
vii
bimbingan dari awal masuk kuliah hingga saat proses penyeselesaian
skripsi ini;
7. Ibu Nurikah, S.H., M.H. selaku Ketua Program Studi S-1 Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen Pembimbing I yang
telah berbaik hati dan selalu bersedia meluangan waktu disela-sela
kesibukan beliau untuk membimbing, membantu mengarahkan, dan
memberikan segala masukan yang sangat bermanfaat bagi skripsi ini mulai
dari awal hingga akhir penyusunan;
8. Bapak Dr. H. Mohamad Fasyehudin, S.H., M.H. selaku Ketua Bidang
Hukum Administrasi Negara sekaligus dosen penelaah penulis saat
seminar proposal dan sidang tugas akhir;
9. Bapak H.E. Rakhmat Jazuli, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah menyempatkan waktu di sela-sela kesibukan beliau untuk
membimbing, memberikan petunjuk, dan saran untuk penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;
10. Alm. Bapak Iwan Kurniawan, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing
skripsi II penulis. Terimakasih karena sebelumnya dalam segala keadaan
telah berkenan membantu lancarnya perjalanan skripsi ini dengan
bijaksana. Semoga segala bantuan dan motivasi yang almarhum berikan
kepada penulis menjadi ladang amal dan pahala yang dapat
menghantarkan almarhum ke Surga Allah SWT (Aamiin);
11. Ibu Ikomatussuniah S.H., M.H. selaku dosen yang sebelumnya menjadi
pembimbing skripsi II penulis. Terimakasih atas ilmu pengetahuan
viii
mengenai kerapihan penulisan skripsi yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga studi beliau ke luar negeri dimudahkan dan diberi kelancaran.
(Aamiin);
12. Ibu Rila Kusumaningsih, S.H., M.H. selaku dosen penelaah penulis saat
seminar proposal dan sidang tugas akhir;
13. Ibu Ina Nurhayati, S. Pd., M. Pd. selaku Staf Fakultas Hukum yang telah
memberikan banyak bantuan kepada penulis dalam hal administrasi
maupun penyediaan berkas yang diperlukan untuk syarat penyusunan
skripsi, persiapan seminar proposal hingga sidang tugas akhir;
14. Semua dosen dan Staf Prodi Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa yang telah membantu dan membekali penulis dengan ilmu
pengetahuan selama perkuliahan;
15. Orangtua penulis, khususnya ibu terhebatku yang sampai detik ini masih
mendampingi penulis dalam segala keadaan, memberikan dukungan,
mentransfusikan ketangguhan, ketabahan, kesabaran serta yang tiada henti
memanjatkan doa-doa yang mustajab bagi penulis disetiap sujud dan
sepertiga malamnya dengan cinta dan kasih yang tulus. Dan almarhum
mama (bapak terhebatku) yang semasa hidupnya telah sangat banyak
berkorban untuk menghidupi keluarga, mendidik penulis agar menjadi
pribadi yang baik, memahami agama agar selalu menempatkan Allah di
dalam hati, mentransfusikan ketangguhan, kekuatan, mengajarkan
keberanian, cinta, kasih sayang dan yang sangat memotivasi putra dan
putrinya untuk terus menomorsatukan pendidikan dalam keadaan apapun.
ix
Rasa syukur pada Allah atas nikmat ini dan terimakasih yang tak terhingga
pada kedua orang tua terhebatku atas segala doa, usaha, pengorbanan, dan
kasih sayang yang tak pernah usai;
16. Keluarga besar tercinta yaitu kak Kalimudin, Teh Iim, Teh Umi Salamah,
Kak Badrul Qoror, Teh Suhanah, S.Pd., Kak Fahrurozi, Ayu Marlini, Kak
Fatullah, Teh Nina, S.Pd., Teh Masliyati, Kak Syahrial, Teh Kurrota’aini,
Teh Khairunnisa, S.Pd., Kak Nurcholis Syukron, S.Ap., M. Ap., Teh
Nursyaqilah, S. Ikom., Teh Tamasaoti, S. Sos., Syarifah Azizah, termasuk
keponakan-keponakanku tersayang Reynaldi, Rival, Balqis, Riza, Raka,
Ninda, Aisy, Raihan, Rajwa, Sinta, Rama, Romi, Gita, Rina, Amd. Keb.,
yang telah banyak membantu memperkuat semangat penulis dalam
menempuh pendidikan, menjadi penghibur disaat lelah, menyayangi
penulis, selalu memberi semangat, motivasi dan dukungan tiada henti
selama ini hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan di
almamater tercinta;
17. Malisa, mahasiswi jurusan Komunikasi & Penyiaran Islam di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, as the best partner yang telah
menjadi saudara sejak SMA, menjadi partner jajan kuliner yang aneh-
aneh, partner ngebolang, partner yang kalau diajak selalu bilang “im
ready”, partner belajar berorganisasi dan belajar bahasa inggris, partner
diskusi mulai dari urusan privasi sampai dengan urusan negara, partner
terbaik dan terasik dalam berbagi hal suka maupun duka, partner yang
hampir setiap hari perhatian, selalu menjadi penasihat, menjadi
x
penyemangat dengan yang sering nanya “bagaimana perkembangan
skripsimu?” Terimakasih telah bersedia menjadi saudara terbaikku
sepanjang masa;
18. Novita, mahasiswi jurusan keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Faletehan Serang-Banten, Ade Suhendah, Amd. Keb., dan Ade Septiani
Ningsih para sahabatku tersayang yang sudah seperti keluarga sejak SMA
yang selalu mengusahakan bersedia untuk ada dikala suka dan duka,
sebagai sahabat travelling, karaoke, jelajah kuliner dan sahabat yang selalu
memberikan semangat hingga saat ini. Terimakasih atas semangat dan
persahabatan kita;
19. Imam Asqolani (alm), Janjawi, Murtadi, Safrizal, Eka Pusita Sari, Bastiah,
Sunaiyah, Fitri sohib-sohibah masa kecil hingga hari ini, sahabat yang
menjadi penghibur terberhasil, yang bersedia mendengarkan cerita suka
maupun duka, berbagi nasihat dan juga memberi semangat serta motivasi
dalam menjalani hidup dan pendidikan. Terimakasih atas semua waktu
yang kalian luangkan dan terimakasih atas persahabatan kita;
20. Puspa Dwi Labarina, C.SH., Kholilah, C. S.Pd., Rizki Amilia, S. Ap.
Nurul Fadilah, SH., Iin Muawiyah, C. SH, Resi Sri W, C. SH., Ganesha
Adi Prakoso, C. SH., Moch. Faridil Ilmi, Amd, Asep Zain, C. ST., Agung
Pambudi, as partner terunik dan terkonyol sampai hari ini yang saling
memberi semangat, yang mau berbagi pengetahuan, menjadi partner
travelling dan teman berbagi cerita suka maupun duka dan yang mau
xi
direpotkan dengan segala urusanku. Terimakasih atas pertemuan dan
pertemanan terbaik yang telah terjalin;
21. Teman-teman angkatan 2014 terutama dari Kelas E Fakultas Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah bersedia membantu,
menyemangati, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini;
22. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis meski tak dapat
disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya;
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi
ini bermanfaat bagi semua pihak.
Serang, Juli 2018
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian.................................................................. 10
E. Kerangka Pemikiran .................................................................. 11
F. Metode Penelitian...................................................................... 22
G. Sistematika Penulisan............................................................... 27
BAB II TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS
PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS
JABATAN NOTARIS
A. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
Mengawasi Tugas Jabatan Notaris ............................................ 29
xiii
B. Sistem Pengawasan Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas
Daerah ....................................................................................... 40
BAB III KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH
KABUPATEN SERANG
A. Gambaran Umum ...................................................................... 53
1. Letak Geografis Kabupaten Serang .................................... 54
2. Profil Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon ................................................................................ 57
3. Struktur Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon .................................................... 64
4. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah ............................. 69
B. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon dalam Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris
................................................................................................... 73
1. Pengawasan Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris
oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon ................................................................................ 73
2. Prosedur Pemeriksaan Terhadap Notaris Terlapor oleh
Masyarakat .......................................................................... 77
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH
DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI
WILAYAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN
xiv
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN NOTARIS
A. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam
Pengawasan Tugas Jabatan Notaris Di Kabupaten Serang
Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris ............................................................ 83
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas
Daerah Terhadap Tugas Jabatan Notaris............................. 83
2. Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Wilayah Kabupaten
Serang .................................................................................. 88
B. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon Dalam Penanganan Kasus Pelanggaran
Terhadap Jabatan Notaris Dihubungkan Dengan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ...................... 100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................109
B. Saran ..........................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................113
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Penduduk Kabupaten Serang 2015-2016 ...................... 55
Tabel 3.2 Data Notaris Se-Provinsi Banten 2018 .................................. 56
Tabel 3.3 Data Tim Pemeriksa Berkala Protokol Notaris Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon ....................................................... 68
Tabel 4.1 Data Jumlah Notaris Terlapor dan ditangani MPD Tahun 2015-
2018 ..................................................................................... 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengedepankan hukum
sebagai dasar aturan main kehidupan, ketentuan pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Negara
Indonesia merupakan negara hukum”1 artinya Indonesia merupakan suatu
negara yang selalu identik dengan konstitusi yang menjadi dasar kehidupan
bernegara, pemerintahan dan kemasyarakatan untuk mewujudkan cita-cita
negara yang memajukan kesejahteraan umum atau tercapainya konsep negara
kesejahteraan (welfare state) yang dapat menjamin kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Secara normatif keberadaan pemerintah merupakan satu unsur penting
dari tiga unsur penting berdirinya suatu negara modern, dalam menjalankan
tugasnya pemerintah harus mendasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku agar tercapai ketertiban dalam proses pelaksanaannya.2
Pelaksanaan tugas-tugas pemerintah tidak hanya dijalankan oleh jabatan
pemerintahan yang telah dikenal secara konvensional seperti instansi-instansi
1 Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2 Zaidan Nawawi, Manajemen Pemerintahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 17.
2
pemerintah, tetapi juga oleh badan-badan swasta, seperti yang dikatakan
Philipus M. Hadjon:3
wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki oleh ‘penguasa’ dalam
ajaran ini terkandung bahwa setiap orang atau setiap badan yang
memiliki hukum publik harus dimasukkan dalam golongan penguasa
sesuai dengan definisinya. Ini berarti bahwa setiap orang atau badan yang
memiliki wewenang hukum publik dan tidak termasuk dalam daftar nama
badan-badan pemerintahan umum seperti disebutkan dalam UUD
(pembuat undang-undang, menteri, badan-badan provinsi dan kotapraja)
harus dimasukkan dalam desentralisasi (fungsional). Bentuk yang
bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh undang-
undang tetapi dapat berbentuk juga badan pemerintahan dari
yayasan/lembaga yang bersifat hukum perdata yang memiliki wewenang
hukum publik.4
Fenomena yang terjadi di negara kita bahwa pejabat umum menjadi salah
satu unsur terpenting dalam memajukan pembangunan terutama pada upaya
pelayanan hukum bagi kepentingan masyarakat, seperti yang dikatakan
Philipus M. Hadjon diatas bahwa salah satu “penguasa yang memiliki
wewenang hukum publik ialah lembaga yang bersifat hukum perdata”,
Notaris merupakan lembaga yang bersifat hukum perdata dan sekaligus
sebagai pejabat umum yang diberikan oleh negara secara atributif diangkat
oleh pemerintah melalui undang-undang untuk melakukan pelayanan hukum
kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum khususnya dalam
pembuatan akta autentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan
perbuatan hukum dibidang keperdataan. Di era globalisasi ini masyarakat
sering dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan hukum, oleh
karenanya untuk meraih kekuatan hukum dalam pembuktian diperlukan suatu
3 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 79.
4 Ibid., hlm. 80.
3
alat bukti tertulis dalam bentuk akta autentik yang dengan jelas dapat
menentukan hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam
masyarakat.
Notaris dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat tidak
digaji oleh pemerintah tetapi mendapatkan honorarium dari para penerima
jasa pelayanan hukum di bidang keperdataan tersebut, besaran honorarium
yang diterima sesuai dengan nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap
akta yang dibuat atau pelayanan hukum yang diberikan.5 Notaris hubungan
dengan Negara atau Pemerintahan secara administratif, yaitu dalam hal
pengangkatan dan pemberhentian Notaris.6
Dasar hukum bagi Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan, sejak tahun 1860 telah ada
peraturan tentang jabatan Notaris yaitu Instructie Voor De Notarissen
Residerende In Nederlands Indie, kemudian ditetapkan Reglement Op Het
Notaris Ambt In Nederlands Indie. Lalu diundangkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Dan disempurnakan kembali
dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris (UUJN).7
5 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris, Gramedia Pustaka, Jakarta,
2009, hlm. 230. 6 M-Notariat, Kewenangan Majelis Pengawas Daerah melakukan Pengawasan kepada
Notaris sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Kunstitusi Nomor 49/Puu-X/2012, http://m-
notariat.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/kewenangan-majelis-pengawas-daerah-
melaksanakan-pengawasan-kepada-Notaris-sebelum-dan-sesudah-putusan-mahkamah-konstitusi-
nomor-49puu-x2012.pdf, diakses pada 11/09/2017, (20.10 WIB). 7 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama , Bandung, 2008, hlm. 4.
4
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris (UUJN) dalam melakukan tugas serta kewenangannya
Notaris bertanggungjawab kepada masyarakat maka Notaris harus diberikan
pembinaan dan pengawasan secara khusus oleh Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia (HAM) selaku badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN),
namun kewenangan itu didelegasikan kepada Majelis Pengawas Notaris
(MPN) dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas dan
kewenangan Notaris sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar
kewenangannya serta terhindar dari penyalahgunaan wewenang yang
diberikan pemerintah. Majelis Pengawas Notaris berkedudukan pula sebagai
Pejabat TUN karena menerima wewenang delegasi dari Kementrian Hukum
dan HAM untuk melaksanakan urusan pemerintahan yaitu melakukan penga-
wasan terhadap Notaris sesuai UUJN.
Notaris dalam menjalankan tugasnya dimungkinkan dapat melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan maupun kode etik
Notaris, pada UUJN beberapa Notaris dapat melakukan pelanggaran terhadap
kewenangan, kewajiban dan larangan Notaris yang diatur dalam pasal 15,
pasal 16 dan pasal 17 UUJN, sedangkan jenis pelanggaran terhadap kode etik
Notaris yang dimaksud ialah Notaris melanggar kewajiban menjalankan
jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan
akta.8
8 Endang Purwaningsih, Bentuk Pelanggaran Notaris di wilayah Provinsi Banten dan
penegakan hukumnya, Mimbar Hukum, Vol. 27 No. 1, Universitas Yasri, Jakarta, 2014, hlm. 15.
5
Untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap tugas jabatan
Notaris maka dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris, Notaris diawasi oleh
Majelis Pengawas Notaris sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 67 dan
pasal 69 UUJN. Adapun Majelis Pengawas Notaris terdiri atas tiga tingkatan
yakni: Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW)
dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) yang anggotanya terdiri dari tiga unsur,
yaitu: pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi dibidang hukum.
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan Pasal 66 UUJN
Nomor 30 tahun 2004 :
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :
a. Mengambil fotokopi minuta akta dan surat-surat yang9 dilekatkan
pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris
(2) Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan.10
Namun setelah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Nomor 49/PUU-X/2012 maka Pasal 66 ayat (1) pada Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris terdapat perubahan menjadi: “Untuk
kepentingan dengan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang:
1. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
9 Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika
Aditama, Bandung, 2011, hlm. 6. 10
Ibid., hlm. 7.
6
2. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.11
Kedua UUJN tersebut pada Pasal 66 ayat (1) terdapat perbedaan isi yaitu
pada subjek yang berwenang memberikan persetujuan dalam proses peradilan
terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran tugas dan jabatan Notaris,
Pasal 66 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 menjelaskan bahwa yang memberi
persetujuan untuk dilakukan proses peradilan terhadap Notaris ialah Majelis
Pengawas Notaris sedangkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
menyatakan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) yang memberikan
persetujuan dalam proses peradilan terhadap Notaris yang melakukan
pelanggaran tugas dan jabatan Notaris, maka berdasarkan ketentuan ini dapat
diartikan bahwa yang berwenang memberikan persetujuan untuk proses
peradilan bukanlah Majelis Pengawas Daerah (MPD) namun Majelis
Kehormatan Notaris (MKN).
Pasal 73 UUJN Nomor 2 Tahun 2014 yang membahas tentang wewenang
Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dengan demikian kewenangan Majelis
Pengawas Daerah (MPD) sebagai lembaga yang menerima laporan dari
masyarakat mengenai Notaris yang melakukan pelanggaran tugas jabatan
Notaris kepada Majelis Pengawas Wilayah untuk selanjutnya diadili, dan
pada dasarnya kewenangan serta kewajiban MPD secara keseluruhan masih
dimuat dalam Pasal 70 dan pasal 72 UUJN Nomor 30 Tahun 2004.
11
Pasal 66 ayat (1), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
7
Penyalahgunaan wewenang kadang terjadi dikalangan Notaris yang
melaksanakan tugas jabatannya tidak sesuai dengan ketentuan UUJN,
faktanya permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan kewenangan Notaris
yaitu seperti pembuatan akta kondisi para pihak tidak berhadapan di depan
Notaris, data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta
yang sebenarnya sehingga salah satu pihak dianggap memberikan keterangan
palsu dan salah satu pihak tidak berada di tempat, durasi pembuatan akta-akta
dengan melebihi waktu yang sudah dijanjikan antara pihak Notaris dengan
klien.12
Adapun tabel bentuk pelanggaran jabatan Notaris di Kabupaten
Serang yang diperoleh dari Sekretariat Majelis Pengawas Daerah (MPD)
Kabupaten Serang Provinsi Banten yakni:
No Bentuk Pelanggaran
1. Tidak membacakan akta
2. Tidak tanda tangan dihadapan Notaris
3. Berada di daerah kerja yang tidak ditentukan
4. Plang nama Notaris terpampang namun tidak terisi
5. Pindah alamat kantor namun tidak melapor
6. Buat salinan akta tidak sesuai dengan minuta
13
Bentuk pelanggaran Jabatan Notaris di Kabupaten Serang menunjukan
bahwa pengawasan yang dilaksanakan belum sepenuhnya efektif. Contoh lain
pelanggaran tugas jabatan Notaris yang pernah terjadi di Kota Tangerang
12
Hasil pra penelitian di Kantor Notaris Marisa Zahara Kabupaten Serang, pada 10 Agustus
2017. 13
Hasil pra penelitian dengan anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang, di
Sekretariat Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang, pada 05 Januari 2018.
8
pada tahun 2015 yaitu Notaris Arie Susanto yang diduga telah melakukan
pelanggaran jabatan dan wewenang karena mengeluarkan surat akte jual beli
terhadap tanah yang sudah diperjual belikan.14
Pada tahun 2016 seorang
pejabat Notaris di Tangerang Selatan sebagai salah satu Notaris di Banten
terbukti melakukan pelanggaran kode etik keNotarisan, karena menjadi joki
saat uji Notaris ujian kode etik, pejabat tersebut diberhentikan sementara dari
jabatannya.15
Kemudian tahun 2017 terjadi pelanggaran kode etik dan kasus
sengketa tanah di Denpasar Bali oleh Notaris Putra Wijaya, SH. yang
menggunakan jabatannya untuk merubah nama pemilik tanah yang syah tanpa
persetujuan pemilik maupun ahli waris.16
Permasalahan-permasalahan tersebut jelas berpotensi akan menimbulkan
dampak kerugian besar bagi masyarakat yang menggunakan jasa pelayanan
Notaris. Jadi sangatlah penting untuk dilakukan pengawasan dan pembinaan
oleh Majelis Pengawas Notaris kepada seluruh Notaris di Indonesia untuk
menghindari dan mengurangi pelanggaran-pelanggaran jabatan Notaris yang
pernah terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut maka masih sangat perlu digali kembali
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas, kewenangan serta
14
Ceko, Majelis Pengawas Notaris Periksa Kasus Dugaan Pelanggaran Akta Notaris,
http://www.indeksberita.com/majelis-pengawas-Notaris-periksa-kasus-dugaan-pelanggaran-akta-
Notaris/, diakses pada 03/01/2018, (20.35 WIB). 15
Radar Banten, Satu Notaris Ditemukan ‘Nakal’, Kemenkumham Optimalkan Fungsi Pengawasan, http://www.radarbanten.co.id/satu-Notaris-ditemukan-nakal-kemenkumham-
optimalkan-fungsi-pengawasan/, diakses pada 02/01/1018, (21.37 WIB).
16 Suara Indonesia, Diduga Langgar Kode Etik, Notaris Putra Wijaya Dilaporkan ke MPD
Notaris Denpasar http://suaraindonesia-news.com/diduga-langgar-kode-etik-Notaris-putra-wijaya-
dilaporkan-ke-mpd-Notaris-denpasar/, diakses pada 04/12/2018, (10.45 WIB).
9
kewajiban Majelis Pengawas Notaris khususnya pada Majelis Pengawas
Daerah (MPD) Kabupaten Serang, maka berdasarkan latar belakang masalah
tersebut menjadi alasan bagi penulis mengambil judul skripsi tentang
“Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam pelaksanaan pengawasan
terhadap Tugas Jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang berdasarkan
ketentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diambil perumusan masalah
yaitu :
1. Bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi
tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?
2. Bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas Jabatan
Notaris?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Majelis Pengawas Daerah
dalam Mengawasi tugas jabatan Notaris di Daerah Kabupaten Serang
10
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap
tugas Jabatan Notaris.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis
Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam mengembangkan pengetahuan hukum umumnya dan
khususnya pada bidang Hukum Administrasi Negara mengenai
pengawasan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
Daerah
2. Secara praktis
Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi kepada publik selaku konsumen pelayanan jasa Notaris
mengenai pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Daerah terhadap Notaris khususnya pada Daerah Kabupaten
Serang dalam mengemban tugas jabatannya.
11
E. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini akan digunakan beberapa teori, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
Mengawasi Tugas Jabatan Notaris
a. Teori Kewenangan
Prinsip utama dalam penyelenggaraan pemerintahan pada negara
hukum ialah asas legalitas, dengan kata lain setiap penyelenggaraan
negara dan pemerintah harus memiliki kewenangan, yaitu kewenangan
yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas
legalitas adalah wewenang, yakni: “Het vermogen tot het verrichten van
bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk melakukan
tindakan-tindakan hukum tertentu.17
Mengenai wewenang itu H.D Stout
mengatakan bahwa:
wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi
pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-
aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan
wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan publik.18
Secara teoritik, kewenangan bersumber dari peraturan perundang-
undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan
mandat.19
H. D. Van Wijk Konijnenbelt mendefinisikan sebagai
berikut:20
a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan.
17
Ridwan HR., Op.Cit, hlm. 97. 18
Ibid., hlm. 98. 19
Ibid., hlm. 101. 20
Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, 2012, hlm.74.
12
b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
c) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.21
Pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan, pemeriksaan
dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris ialah Menteri Hukum dan HAM
dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris, yang kemudian
kewenangan Menteri Hukum dan HAM tersebut dilimpahkan secara
delegasi kepada Majelis Pengawas Notaris. Sedangkan untuk Notaris
itu sendiri dalam melaksanakan segala tugas dan kewenangannya
berdasarkan wewenang atribusi, dan Notaris diangkat oleh pemerintah
khususnya oleh Menteri Hukum dan HAM.
Pada pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi
menurut Murtir Jeddawi dalam buku Hukum Administrasi Negara,
bahwa delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat
lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan.
b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam
peraturan perundang-undangan.
c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi
21
Ibid., hlm. 75.
13
d) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans
berhak untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut.
e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan
instruksi atau petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut.22
Pasal 70 dan pasal 71 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 sebagai dasar
hukum kewenangan dan kewajiban-kewajiban bagi Majelis Pengawas
Daerah (MPD) kemudian Pasal 73 ayat (1) huruf a UUJN Nomor 2
Tahun 2014 membahas mengenai wewenang “Majelis Pengawas
Wilayah (MPW) yaitu menyelenggaraan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan
melalui Majelis Pengawas Daerah (MPD)”.23 Artinya pada pasal ini
mengandung makna Majelis Pengawas Daerah pula berwenang
melakukan pemeriksaan terhadap Notaris sebagai hasil dari laporan
masyarakat mengenai Notaris yang bermasalah yang nantinya akan
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan disidang serta diambil suatu
keputusan oleh Majelis Pengawas Wilayah.
Kewenangan dari MPD dalam melakukan pengawasan terhadap
tugas jabatan Notaris jelas telah disebut dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan diatas dan pengawasan ini menjadi hal yang
sangat penting dilakukan terhadap Notaris, karena bertujuan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang
22
Loc.Cit., hlm. 75. 23
Pasal 73 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
14
maupun kode etik Notaris saat melaksanakan tugas jabatannya serta
untuk melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat yang berkaitan
dengan penggunaan jasa Notaris seperti dalam hal pembuatan akta-akta
otentik.
b. Pengertian Pejabat dan Jabatan Menurut Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara merupakan hukum yang mengatur
hubungan hukum antara warga negara dengan pemerintah. E. Utrecht
berpendapat bahwa:
“Hukum administrasi negara menguji hubungan hukum istimewa
yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi
negara melakukan tugasnya yang khusus. Hukum administrasi
negara adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan
administrasi negara. Bagian lain diatur oleh hukum tata negara,
hukum privat dan sebagainya”.24
Menurut Sir W. Ivor Jenning “Hukum administrasi negara adalah
hukum yang berhubungan dengan administrasi negara. Hukum ini
menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat
administrasi”.25 Kedua pendapat ahli tersebut menjelaskan bahwa
hukum administrasi negara ialah bagian dari hukum yang menentukan
tugas dari pejabat-pejabat administrasi, oleh karenanya para pejabat
administrasi dalam melakukan tugas jabatannya haruslah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku termasuk hukum administrasi negara.
Murtir Jeddawi menjelaskan dalam buku Hukum Administrasi
Negara bahwa pemerintah dapat dipandang dari dua hal, pemerintah
24
Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 10. 25
Ibid., hlm. 11.
15
dalam arti luas dan arti sempit.26
Pemerintah dalam arti luas
menyangkut adalah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan pemerintah
dalam arti sempit yaitu yang menjalankan kekuasaan eksekutif,
berdasarkan hal tersebut maka pengertian dari pejabat akan berkaitan
atau merujuk pada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif).27
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN) Pasal 1 angka 8 memberikan definisi “Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.28 Maka untuk disebut sebagai badan atau
pejabat TUN harus memenuhi beberapa unsur, yaitu: badan atau
pejabat, melaksanakan urusan pemerintahan, berdasarkan peraturan
perundang-undangan, peraturan perundang-undangan yang berlaku.29
Menurut Bagir Manan, “Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap
yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan
mencerminkan tujuan dan tata cara kerja suatu organisasi. Jabatan itu
bersifat tetap namun pemegang jabatan dapat berganti-ganti”.30
26
Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 56. 27
Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), Bumi
Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 13. 28
Pasal 1 angka 8, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara. 29
Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan,
2004, hlm. 25. 30
Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 57.
16
Menurut E. Utrecht “Jabatan (ambt) ialah suatu lingkungan
pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan
dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum)”.31
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 menjelaskan
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.32
Shidarta menyebutkan dalam buku Moralitas Profesi Hukum
bahwa “Jabatan Notaris adalah jabatan publik, namun lingkup kerja
mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Sama seperti advokat,
Notaris sebagai penyedia jasa hukum untuk kepentingan klien”.33
Karakteristik Notaris sebagai pejabat publik menurut Habib Adjie,
yaitu: sebagai jabatan, Notaris mempunyai wewenang tertentu, diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah, tidak menerima gaji dan pensiun
dari pemerintah dan akuntabilitas atas pekerjaannya kepada
masyarakat.34
31
Habib Adjie, Karakter Yuridis Jabatan Notaris,
http://www.indonesianotarycommunity.com/karakter-yuridis-jabatan-Notaris/, diakses pada
10/12/2017, (23.00 WIB). 32
Pasal 1 angka 1 , Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris 33
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum (suatu tawaran kerangka berpikir), Refika Aditama,
Bandung, 2009, hlm. 127. 34
Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 15-17
17
2. Sistem Pengawasan Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas
Daerah
Menurut P Nicolai “Pengawasan merupakan langkah preventif untuk
memaksakan kepatuhan”.35
Menurut Sondang Siagian “Pengawasan adalah proses pengamatan
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin semua pekerjaan
yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya”.36
Menurut George R. Terry bahwa:
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang
harus dicapai suatu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan menilai pelaksanaan, dan bila perlu melakukan
perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana,
yaitu selaras dengan standard (ukuran).
Stephen Robein menyatakan bahwa “Control can be defined as the
process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as
planned and of correcting any significant devistions”.37
Artinya
pengawasan adalah proses mengikuti perkembangan kegiatan untuk
menjamin jalannya pekerjaan dengan demikian, dapat selesai secara
sempurna sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dengan
pengoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan.
35
Ridwan HR, Op.Cit, hlm. 311. 36
Notaris Herman, Pengawasan Terhadap Notaris, http://herman-
notary.blogspot.co.id/2011/01/pengawasan-terhadap-Notaris-terhadap.html. (diakses 07/12/2017,
12.04 WIB) 37
Inu Kencana Syafiie dan Welasari, Ilmu Administrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2015,
hlm. 179.
18
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia membedakan
pengawasan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu pengawasan berdasarkan
subjek, pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan dan berdasarkan waktu
pelaksanaan.38
1) Pengawasan berdasarkan subjek
Pengawasan berdasarkan subjek ini dikembangkan menjadi 4 macam,
yaitu:
a) Pengawasan Melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh setiap
pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
b) Pengawas Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
yang tugas pokoknya melakukan pengawasan, seperti Itjen,
Itwilprop, BPKP dan Bepeka.
c) Pengawasan Legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh
Lembaga Perwakilan Rakyat baik di Pusat (DPR) maupun di daerah
(DPRD), pengawasan ini merupakan pengawasan politik
d) Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.
2) Pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan
Cara pelaksanaan pengawasan dapat dibedakan, pengawasan langsung
dan pengawasan tidak langsung:
38
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia, Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997, hlm. 160.
19
a) Pengawasan langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan di
tempat kegiatan berlangsung, yaitu dengan mengadakan inpeksi dan
pemeriksaan.
b) Pengawasan tidak langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan
dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian laporan dari
pejabat/satuan kerja yang bersangkutan, aparat pengawasan
fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat.39
3) Pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan.
a) Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai
Pengawasan ini antara lain dilakuk an dengan mengadakan
pemeriksaan dan persetujuan rencana kerja dan rencana
anggarannya, penetapan Petunjuk Operasional, persetujuan atas
rancangan peraturan perundangan yang akan ditetapkan oleh
pejabat/instansi yang lebih rendah. Pengawasan ini bersifat preventif
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, kesalahan, terjadinya hambatan dan
kegagalan.40
b) Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan sedang berlangsung.
Pengawasan ini dilakukan dengan tujuan membandingkan antara
hasil yang nyata-nyata dicapai dengan yang seharusnya telah dan
yang harus dicapai dalam waktu selanjutnya. Demikian pentingnya
pengawasan ini, sehingga perlu dikembangkan sistem monitoring
39
Ibid., hlm. 161. 40
Ibid.
20
yang mampu mendeteksi atau mengetahui secara dini kemungkinan
timbulnya penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan dan
kegagalan.
c) Pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan selesai dilaksanakan.
Pengawasan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
rencana dan hasil. Pengawasan ini merupakan pengawasan represif41
Jenis pengawasan menurut Diana Halim Koentjoro dalam buku
Hukum Administrasi Negara salah satunya ialah pengawasan dari segi
hukum yang merupakan suatu penilaian tentang sah atau tidaknya suatu
perbuatan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum.42
Ridwan HR mengatakan dalam buku Hukum Administrasi Negara
bahwa salah satu jenis pengawasan ialah yang ditinjau dari objek yang
diawasi, yaitu: 1) kontrol dari segi hukum merupakan kontrol yang
dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan-pertimbangan
yang bersifat hukumnya saja, misalnya menilai perbuatan pemerintah. 2)
kontrol dari segi kemanfaatan merupakan kontrol yang dimaksudkan untuk
menilai benar tidaknya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah itu dari
pertimbangan kemanfaatan.43
Mekanisme pengawasan yang harus diutamakan dalam kegiatan
administrasi negara menurut Paulus Effendi Lotulung dalam buku Hukum
Tata Usaha Negara dan Kekuasaan yaitu pengawasan yang dilakukan
sebelum kegiatan dimulai ataupun selama kegiatan berlangsung (controle
41
Ibid., hlm. 162. 42
Diana Halim Koentjoro, Op.Cit., hlm. 74. 43
Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 312.
21
a priori) dibandingkan dengan pengawasan yang dilakukan setelah
terjadinya kegiatan (controle a posteriori).44
Pengawasan yang dilaksanakan Majelis Pengawas Notaris terhadap
tugas jabatan Notaris merupakan pengawasan fungsional karena pada
pengawasan fungsional hanya dilakukan oleh aparat yang tugas pokoknya
yaitu melakukan pengawasan, sedangkan cara pengawasan terhadap tugas
jabatan Notaris dilakukan secara langsung dan pengawasan ini merupakan
suatu upaya preventif untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap
tugas jabatan Notaris maupun kode etik Notaris.
Pengawasan terhadap Notaris dilakukan lembaga peradilan dan
pemerintah, bertujuan agar Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya
memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris
untuk pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh
Pemerintah, tujuan lainnya untuk melayani kepentingan masyarakat yang
membutuhkan alat bukti berupa akta otentik. Pada pengawasan ini pun
Kewenanganan masyarakat juga dibutuhkan untuk mengawasi dan
melaporkan Notaris yang berkerja tidak sesuai dengan aturan hukum
kepada Majelis Pengawas Notaris.45
Pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan bahwa yang melakukan
pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam
melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas
44
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba Humanika,
Jakarta Selatan, 2013, hlm. 34. 45
Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 172.
22
(Pasal 67 ayat [2] UUJN). Pasal 67 ayat (3) UUJN menentukan Majelis
Pengawas tersebut terdiri dari unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan
c. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang
Menurut Pasal 68 UUJN, bahwa Majelis Pengawas Notaris, terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah
b. Majelis Pengawas Wilayah
c. Majelis Pengawas Pusat46
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dan
yuridis empiris atau yuridis sosiologis. Menurut Mukti Fajar ND dan
Yulianto Ahmad menyajikan pengertian hukum normatif atau yuridis
normatif, yaitu:
Penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma.
Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,
kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian serta doktrin (ajaran).47
Peter Mahmud Marzuki mengemukakan tentang pendekatan yuridis
empiris atau yang ia sebut sebagai socio legal research (penelitian sosio
legal), bahwa:
46
Ibid., hlm. 173. 47
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 13.
23
Penelitian sosio legal hanya menempatkan hukum sebagai gejala
sosial. Dalam hal demikian, hukum dipandang dari segi luarnya saja.
Oleh karena itulah dalam penelitian sosio legal, hukum selalu
dikaitkan dengan masalah sosial. Penelitian-penelitian demikian
merupakan penelitian yang menitikberatkan pada perilaku individu
atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.
2. Jenis Penelitian
Penelitian adalah upaya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta mengungkapkan tentang kebenaran.48
Ilmu pengetahuan
dan teknologi itu harus dikaji dan dianalisis secara mendalam.49
penelitian
ini masuk dalam jenis penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif
analitis merupakan penelitian yang digunakan untuk membahas suatu
permasalahan dengan cara meneliti, mengolah data, menganalisis hal yang
di tulis dengan pembahasan yang teratur dan sistematis, ditutup dengan
kesimpulan dan pemberian saran sesuai kebutuhan.50
3. Teknik pengumpulan data
Data dalam suatu penelitian dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu yang bersumber dari data primer dan data sekunder
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari masyarakat yang akan diteliti, sumber data primer disebut juga
dengan data dasar atau data empiris. Sumber data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari bahan kepustakaan atau literatur yang
mempunyai hubungannya dengan topik penelitian, dalam penelitian
hukum normatif maka data yang utama berasal dari data
kepustakaan.51
48
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit.,., hlm. 8. 49
Amiruddin dan Zainal Azikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004, hlm. 25. 50
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRES, 2008, hlm. 50. 51
Ibid., hlm. 15-16.
24
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada
sumber data sekunder sebagai data utama yang berasal dari kepustakaan
ataupun literatur yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Data
sekunder ini meliputi bahan hukum sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas
(autororitatif), bahan hukum tersebut terdiri atas 1) peraturan
perundang-undangan, 2) catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan suatu perundang-undangan, 3) putusan hakim.52
Dalam
penelitian ini bahan hukum primer yang akan digunakan ialah:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris.
5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10 Tahun 2009 Tentang
Sekretariat Majelis Pengawas Notaris
52
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 47.
25
6) Putusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Majelis Pengawas Notaris.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang
merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri atas: 1)
buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa
permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis dan disertasi hukum, 2)
kamus-kamus hukum, 3) jurnal-jurnal hukum, dan 4) komentar-
komentar atau putusan hakim. Publikasi tersebut merupakan petunjuk
atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum
sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan
sebagainya.53
Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang akan digunakan
ialah berupa buku-buku yang membahas tentang Pengawasan, Notaris
dan Majelis Pengawas Notaris serta jurnal dan artikel yang berkaitan
dengan pengawasan terhadap Notaris.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus (hukum), ensiklopedia.54
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini selain
menggunakan sumber data sekunder, juga menggunakan sumber data
primer sebagai sumber data penunjang yang berupa wawancara.
53
Ibid., hlm. 54. 54
Amiruddin dan Zainal Azikin, Op.Cit, hlm. 119.
26
Wawancara akan dilakukan terhadap Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan
pada Notaris di Daerah Kabupaten Serang.
4. Analisis data
Analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.55
Penelitian yuridis normatif ini data yang sudah
terkumpul akan dianalisis dengan cara analisis yuridis kualitatif yaitu
penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.56
5. Lokasi penelitian
Lokasi yang akan digunakan untuk mendapatkan data-data yang akan
dijadikan pembahasan oleh penulis pada penelitian ini yaitu Sekretariat
Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon,
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kantor Notaris yang
termasuk dalam Kabupaten Serang, dan lokasi penelitian kepustakaan
yaitu Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,
Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Badan Perpustakaan
dan Arsip Daerah Provinsi Banten.
55
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op.Cit, hlm. 19. 56
Zainuddin Ali, Op.Cit, hlm. 105.
27
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk menyajikan suatu tulisan
secara terperinci dan tersusun rapi pada penelitian ini, oleh karenanya pada
penulisan penelitian ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang beberapa hal mengenai latar
belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS
PENGAWAS DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS
JABATAN NOTARIS
Bab ini akan membahas secara teoritis mengenai aspek hukum
kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam mengawasi tugas
jabatan Notaris dan sistem pengawasan tugas jabatan Notaris
oleh Majelis Pengawas Daerah.
BAB III KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH
DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS
DI DAERAH KABUPATEN SERANG
Bab ini membahas mengenai gambaran umum Kabupaten
Serang, Profil Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon, Struktur Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Kewenangan Majelis
28
Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam
Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris.
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS
DAERAH DALAM MENGAWASI TUGAS JABATAN
NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN SERANG
BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN
NOTARIS
Bab ini membahas mengenai analisis kewenangan Majelis
Pengawas Daerah dalam pengawasan tugas jabatan Notaris di
Kabupaten Serang berdasarkan ketentuan Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Serta akan
menganalisis mengenai kewenangan Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam penanganan kasus
pelanggaran terhadap Jabatan Notaris dihubungkan dengan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.
BAB V PENUTUP
Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan yang berdasarkan
pada hasil penelitian yang termuat dalam bab IV dan saran
sebagai masukan yang disampaikan oleh peneliti dalam
penelitian ini.
29
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS
DAERAH DALAM PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS
A. Aspek Hukum Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam Mengawasi
Tugas Jabatan Notaris
1. Teori Kewenangan
Wewenang atau kewenangan memiliki kedudukan yang begitu
penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi sehingga
F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek menyatakan bahwa “Het begrip
bevoegdheid is dan ook een kembergrip in het staats-en administratief
recht”. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa wewenang merupakan
konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi.68
Istilah wewenang atau kewenangan disejajarkan dengan “authority”
dalam bahasa Inggris dan “bevoigdheid” dalam bahasa Belanda. Authority
dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai Legal power; a right to
command or to act; the right and power of public officers to require
obedience to their orders lawfully issued in scope of their public duties.
(kewenangan atau wewenang adalah kekuasaan hukum, hak untuk
memerintah atau bertindak, hak atau kekuasaan pejabat publik untuk
mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik).
68
Abdul Latif, Hukum Administrasi Negara Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Prenada
Media Group, Jakarta, 2014, hlm. 6.
30
Kewenangan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hak dan
kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.69
Pengertian kewenangan menurut pendapat Goorden bahwa
“wewenang adalah keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit
diberikan oleh pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik”.70
Menurut hukum administrasi negara yang dikemukakan oleh SF.
Marbun, bahwa :
Pengertian “kewenangan” (authority) adalah kekuasaan yang
diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu maupun
terhadap suatu bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari
kekuasaan legislatif atau dari kekuasaan pemerintah, sedangkan
pengertian “wewenang” (competence, bevoegdheid), hanyalah
mengenai onderdil tertentu atau bidang tertentu saja.71
Pengertian yang berbeda menurut Bagir Manan, yang berpandangan
bahwa “wewenang tidak bisa disamakan dengan kekuasaan (macht).
Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat,
sementara wewenang dapat diartikan sebagai hak dan kewajiban (rechten
en plichten).”72 Sedangkan H.D Stout mengemukakan pengertian lain
bahwa:
wewenang merupakan suatu pengertian yang berasal dari hukum
organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan
aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan
wewenang pemerintahan oleh subyek hukum publik didalam
hubungan hukum publik. (bevoegheid is een begrip uit het bestuurlijke
organisatierecht, wat kan worden omschreven als het geheel van
69
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga,
Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hlm. 1272. 70
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm. 73. 71
Ibid., hlm. 46. 72
Ibid., hlm. 74.
31
regels dat betrekking heeft op de verkkrijging enuit oefening van
bestuursrechtlijke bevoegdheden rechtverkeer).73
Kewenangan yang di dalamnya terkandung hak serta kewajiban,
dikemukakan oleh Nicolai, yaitu:
Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen
(handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe stekken dat
bepaalde rechtgevolgen onstaan of teniet gaan). Een recht houdt in de
(recht gegeven) vrijheid om een bepaalde feitelijke handeling te
verrichten of na te laten, of de (rechtens gegeven) aanspraak op het
verrichten van een handeling door een ander. Een plicht impliceert
een verplichting om een bepaale handeling te verrichten of na te laten.
(kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu {yaitu
tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat
hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat
hukum}. Hak yang dimaksud berisi kebebasan untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak lain untuk
melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat keharusan
untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu).74
Pengertian kewenangan menurut Nicolai ini menandung makna bahwa
subjek yang dapat menerima kewenangan ialah orang yang dikategorikan
telah cakap hukum atau orang yang dapat memberikan
pertanggungjawaban hukum atas suatu peristiwa hukum yang
menimbulkan akibat hukum, dalam peristiwa hukum yang terjadi berisi
hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu.
Wewenang sebagai konsep hukum publik menurut Philipus M.
Hadjon sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu
pengaruh, dasar hukum, dan konfomitas hukum. Komponen pengaruh
yaitu bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan
73
Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia, Jakarta, 2014, hlm. 103. 74
Ridwan HR, Loc.Cit, hlm. 101.
32
perilaku subjek hukum. Komponen ini dimaksudkan, agar pejabat negara
tidak menggunakan wewenangnya di luar tujuan yang ditentukan oleh
eraturan perundang-undangan. Komponen dasar hukum bahwa wewenang
itu harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya, pada komponen ini
bertujuan bahwa setiap tindakan pemerintah atau pejabat negara harus
mempunyai dasar hukum. Komponen konformitas mengandung makna
adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang)
dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu), komponen ini
menghendaki agar setiap tindak pemerintahan atau pejabat negara
mempunyai tolak ukur atau standar yang bersifat umum untuk semua jenis
wewenang yang bertumpu pada legalitas tindakan.75
Hubungan antara hukum administrasi dengan kewenangan menurut
Titiek Sri Djatmiati yaitu hukum administrasi atau hukum tata
pemerintahan (“administratiefrecht” atau “bestuursrecht”) berisikan
norma-norma hukum pemerintahan yang menjadi parameter yang dipakai
dalam penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh badan-badan
pemerintah. Adapun parameter yang dipakai dalam penggunaan
wewenang itu ialah kepatuhan hukum ataupun ketidakpatuhan hukum
(“improper legal” or “improper illegal”), sehingga apabila penggunaan
kewenangan dilakukan secara “improper illegal” maka badan pemerintah
yang berwenang tersebut harus mempertanggungjawabkan.76
75
Abdul Latif, Op.Cit., hlm. 7. 76
Ibid., hlm. 12.
33
Prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan pada negara hukum ialah
asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur) atas
dasar asas legaitas tersebut sebagai pilar utama negara hukum bahwa
wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan.77
Secara teoritik, kewenangan bersumber dari peraturan perundang-
undangan diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.78
H. D. Van Wijk Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:
a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan.
b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu
organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
c) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.79
Hukum administrasi negara menjelaskan kewenangan yang ditinjau
dari sumber atau sudut perolehan kewenangan dan pertanggung jawaban
pelaksanaan wewenangnya, sebagai berikut:
Pertama, Atribusi yaitu pemberian wewenang pemerintah (ekskutif)
oleh pembuat undang-undang (legislatif) kepada instansi pemerintah
atau organ pemerintah, kewenangan atribusi dapat diartikan sebagai
pembagian kekuasaan yang diberikan negara kepada pihak-pihak yang
berhak atas kewenangan tersebut yang didasari oleh Undang-undang
Dasar. Menurut Lutfi Effendi kewenangan atributif atau kewenangan
asli ialah kewenangan yang tidak dibagi-bagi kan pada siapapun,
kewenangan atributif pelaksaanya dilakukan sendiri oleh pejabat
tersebut dan memiliki peraturan dasar yang sudah ada.
Kedua, Delegasi yaitu pemberian wewenang dari instansi pemerintah
yang satu ke instansi pemerintah yang lain, mengenai tanggung jawab
dan tanggung gugatnya diberikan sepenuhnya kepada yang
dilimpahkan atas wewenang tersebut.80
77
Ibid., hlm. 13. 78
Ridwan HR., Loc.Cit, hlm.101. 79
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm.74-75. 80
Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayu Media publishing, Malang, 2003,
hlm. 77-78.
34
Ketiga, wewenang yang diperoleh dengan cara mandat, yaitu
wewenang yang diperoleh penerima mandat (mandataris) yang hanya
terbatas melaksanakan wewenang tersebut atas nama pemberi mandat
(mandans). Oleh karena itu pada wewenang yang diperoleh dengan
cara mandat tidak sampai terjadi adanya pelimpahan atau penyerahan
wewenang dari mandans kepada mandataris, sehingga tanggung
jawab atas pelaksanaan wewenang tersebut masih tetap menjadi
tanggung jawab dari mandans.81
Kedua pandangan mengenai teori kewenangan yang ditinjau dari
sudut perolehannya tersebut menjabarkan dengan jelas tentang bagaimana
pemerintah atau pejabat negara dapat melakukan tindakan atau tidak dapat
melakukan tindakan tertentu dalam urusan pemerintahan berdasarkan
dengan wewenang apa yang diperolehnya. Tolak ukur untuk menentukan
apakah suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan dapat dikategorikan
termasuk dalam kategori tindakan atau perbuatan menyalahgunakan
wewenang (detournement depouvoir) atau perbuatan sewenang-wenang
(willekeur) serta perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) akan
banyak banyak ditentukan oleh sisi penggunaan wewenang pemerintahan
tersebut.82
Konsep hukum administrasi negara, good goverment disebut sebagai
konsep yang diartikan sebagai suatu keabsahan tindakan atau perbuatan
pemerintahan yang menegaskan agar suatu tindakan pemerintah (pejabat
negara) atau dalam perbuatan-perbuatan pemerintahan itu tidak
menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya atau melakukan
tindakan atau perbuatan yang sewenang-wenang (tanpa dasar) serta
81
Abdul Latif, Op.Cit., hlm. 47. 82
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm. 19.
35
tindakan atau perbuatan melanggar hukum oleh penguasa atau pemerintah
(onrechtmatigedaad). Pemerintah dalam menjalankan kekuasaan selain
berdasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik
seperti: adanya keterbukaan pemerintahan, akuntabilitas, dan kepastian
hukum, harus pula berlandaskan pada keabsahan kewenangan yang
diperolehnya dalam melakukan perbuatan atau tindakan pemerintahan.83
Notaris merupakan seorang pejabat yang memperoleh kewenangan
secara atribusi atau wewenang yang langsung diberikan oleh peraturan
perundang-undangan untuk membuat akta otentik. Secara teoritis, akta
otentik adalah surat atau akta yang sejak semula dengan sengaja secara
resmi dibuat untuk pembuktian.84
Sedangkan secara dogmatis berdasarkan
Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang bentuknya
ditentukan oleh undang-undang dan dibuat oleh atau dihadapan pegawai-
pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya.85
Notaris dalam melaksanakan kewenangannya khususnya
dalam pembuatan akta yang bersifat otentik maka Notaris diberikan
pengawasan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan kewenangan
yang dimaksud kemudian dilimpahkan atau didelegasikan kepada Majelis
Pengawas Notaris. Pada pelimpahan wewenang pemerintahan melalui
83
Ibid., hlm. 20. 84
Jeremiah, Pelaksanaan Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris di
Kota Salatiga, Tesis, Semarang, Universitas Diponegoro, 2008, hlm. 1. 85
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,Yogyakarta, 2006. hlm.
153.
36
delegasi menurut Murtir Jeddawi dalam buku Hukum Administrasi
Negara, bahwa delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat
lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan.
b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam
peraturan perundang-undangan.
c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi
d) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans
berhak untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut.
e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan
instruksi atau petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut.86
Syarat-syarat yang disebutkan pada dasarnya mengandung makna
bahwa atas dasar pelimpahan wewenang (delegasi) oleh Kementrian
Hukum dan HAM kepada Majelis Pengawas Notaris untuk melaksanakan
tugas pengawasan terhadap jabatan notaris maka sudah tentu wewenang
pengawasan terhadap jabatan notaris ini akan dilaksanakan secara penuh
oleh MPN, dalam arti Kementrian Hukum dan HAM tidak lagi memiliki
wewenang penuh untuk melaksanakan pengawasan terhadap jabatan
notaris, kemudian wewenang pengawasan inipun telah diatur secara
khusus didalam peraturan perundang-undangan.
Prinsip utama penyelenggaraan pemerintahan pada negara hukum
ialah asas legalitas sebagai unsur universal konsep negara hukum, dalam
hukum administrasi asas legalitas wujudnya “wetmatigheid van bestuur”87
sebagai dasar dapat diperolehnya suatu kewenangan oleh organ pemerintah
86
Murtir Jeddawi, Op.Cit., hlm. 75. 87
Abdul Latif, Loc.Cit., hlm. 7.
37
atau pejabat negara baik yang diperoleh secara atribusi, delegasi, maupun
mandat, kemudian dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintahan
perlu dilakukan suatu upaya pembinaan dan pengawasan. Hal tersebut
dianggap penting untuk dilakukan dalam tindakan atau perbuatan
pemerintah yang berdasarkan atas wewenang pemerintahan, karena
dikhawatirkan akan terjadi suatu tindakan atau perbuatan pemerintah yang
menyalahgunakan kewenangannya atau melanggar ketentuan hukum.
Dengan dilakukan pengawasan ini menjadi parameter bagi kinerja
pemerintah atau pejabat negara terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Pengertian Pejabat dan Jabatan Menurut Hukum Administrasi
Negara
Hukum administrasi negara menurut R. Abdoel Djamali, “adalah
peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara
warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu
berfungsi”.88
Penjelasan lain menurut Kusumadi Poedjosewojo, “hukum
administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur
bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk
memenuhi tugasnya”.89
88
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2010, hlm. 8. 89
Ibid.
38
Sedangkan pendapat Van Apeldoorn “hukum administrasi negara
adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para pengusaha
yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya”.90
E. Utrecht mendefinisikan bahwa “hukum administrasi sebagai hukum
yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan, akan
kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus”.91
Pendapat lain menurut Djokosutomo “hukum administrasi negara
adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara
jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat”.92
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh para ahli ini memberi
arti bahwa hukum administrasi negara merupakan bagian dari hukum yang
mengatur hubungan antara warga negara dengan pemerintah atau dalam
hal ini pejabat administrasi negara, oleh karenanya para pejabat
administrasi negara dalam melaksanakan kekuasaan negara dan tugas
jabatan untuk kepentingan warga negaranya haruslah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku dalam hal ini hukum administrasi negara. 93
Sebab karena kegiatan para administrator (pelaku administrasi) adalah
sesuatu yang kompleks dan rumit serta men angkau lapangan kegiatan
yang luas, maka Krabbe berpendapat “bahwa tidaklah benar suatu
pemerintahan itu sebagai sumber kekuasaan merdeka dengan hak untuk
90
Ibid. 91
Ibid. 92
Ibid., hlm. 9. 93
Faried Ali, Teori Dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju
Redefinisi, Jakarta, Rajawali Pers, 2011, hlm. 174.
39
ditaati, yang benar adalah bahwa kekuasaan pemerintah itu adalah adalah
yang dibenarkan menurut hukum”.94
Murtir Jeddawi menjelaskan dalam buku Hukum Administrasi Negara
bahwa pemerintah dapat dipandang dari dua hal, pemerintah dalam arti
luas dan arti sempit.95
Pemerintah dalam arti luas menyangkut adalah
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dan pemerintah dalam arti sempit yaitu
yang menjalankan kekuasaan eksekutif, berdasarkan hal tersebut maka
pengertian dari pejabat akan berkaitan atau merujuk pada pemerintah
dalam arti sempit (eksekutif).96
Menurut E. Utrecht agar wewenang dapat dijalankan, maka “jabatan”
sebagai personifikasi hak dan kewajiban, memerlukan suatu perwakilan,
yang disebut “pejabat” yaitu “manusia” atau “badan”, dengan kata lain
disebut “pemangku jabatan”. Dengan perantaraan “pejabat” maka
“jabatan” dapat melaksanakan kewajibannya.97
Menurut Moekijat dalam buku Administrasi Kepegawaian Negara
“jabatan merupakan sekelompok posisi yang sama dalam suatu
organisasi”.98
Menurut Bagir Manan “Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap
yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan
tujuan dan tata cara kerja suatu organisasi. Jabatan itu bersifat tetap namun
94
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Perbandingan Hukum Administrasi Negara,
Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 36. 95
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm. 56. 96
Inu Kencana Syafiie, Loc.Cit., hlm. 13. 97
Lukman Hakim, Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan,
Jurnal Konstitusi, Universitas Widyagama, Malang. 2011, hlm. 107. 98
Moekijat, Administrasi Kepegawaian Negara, Bandung, Mandar Maju, 1991, hlm. 24.
40
pemegang jabatan dapat berganti-ganti”.99 Dengan penjelasan lain menurut
E. Utrecht - Moh. Saleh Djindang bahwa :
Jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan
dilakukan guna kepentingan negara/kepentingan umum atau yang
dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi yang diberi nama
negara, sedangkan yang dimaksud dengan suatu lingkungan pekerjaan
tetap ialah suatu lingkungan yang sebanyak-banyaknya dapat
dinyatakan dengan tepat teliti (zoveel mogelijk naukeurig omschreven)
dan yang bersifat “duurzaam” atau tidak dapat diubah begitu saja.100
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli
mengenai pejabat dan jabatan ini pada intinya menganggap bahwa pejabat
merupakan suatu badan atau pemerintah yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan sifat kewenangan yang diperoleh yang sesuai
dengan ketentuan undang-undang sedangkan jabatan merupakan suatu
urusan pemerintahan itu sendiri yang akan dilaksanakan untuk
kepentingan umum atau kepentingan negara yang harus berdasarkan
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
B. Sistem Pengawasan Tugas Jabatan Notaris oleh Majelis Pengawas
Daerah
Pengawasan merupakan sarana untuk menghubungkan target dengan
realisasi setiap program atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah secara utuh dan menyeluruh. Pengawasan dianggap sebagai
segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang
sebenarnya mengenai suatu pelaksanaan tugas atau kegiatan, dengan
99
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm. 57. 100
Abdul Latif, Op.Cit., hlm. 49.
41
demikian manifestasi dari kinerja pengawasan adalah kegiatan untuk menilai
suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan itu
hakikatnya adalah sebagai media terbatas untuk melakukan semacam cross
check atau pencocokan, apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai
dengan tolak ukur yang telah ditentukan sebelumnya atau tidak.101
Definisi dari pengawasan yang disampaikan lembaga Indonesian
Corruption Watch (ICW), disampaikan pengertian bahwa “pengawasan
sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah suatu
pelaksanaan pekerjaan atau suatu kegiatan itu dilaksanakan sesuai dengan
rencana, aturan-aturan dan tujuan yang telah ditetapkan”.102
Menurut Syaiful Anwar memberikan pemahaman bahwa “pengawasan
atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar
pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar
dari penyimpangan”.103 Dengan demikian sifatnya represif yaitu
menghindarkan terjadinya penyimpangan, dan penyimpangan itu terjadi tidak
semata karena tidak ada atau lemahnya pengawasan, namun dapat terjadi pula
karena kesengajaan, sengaja karena ada kesempatan dan niat untuk
melakukan penyimpangan.
Menurut Prayudi Atmosudirdjo “pengawasan adalah suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau
diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau
101
Suriansyah Murhaini, Manajemen Pengawasan Pemerintahan Daerah, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2014, hlm. 15. 102
Ibid., hlm. 2. 103
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Glora Madani Press,
2004. hlm. 145.
42
diperhatikan”.104 Dalam arti pemahaman ini terkandung makna sinkronisasi
antara apa yang telah direncanakan, kemudian dilaksanakan dan akhirnya
diarahkan agar tidak terjadi penyimpangan antara rencana dengan
pelaksanaannya.
M. Manullang memberikan pemahaman tentang pengawasan bahwa
“pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang
sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.105 Kaitannya
pemahaman ini terkandung makna upaya untuk tetap konsisten diantara
perencanaan dengan pengawasan, dan untuk menjaga konsistensi inilah
relevansinya pengawasan dilaksanakan.
Menurut Sondang Siagan berpendapat lain bahwa “pengawasan adalah
proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya”.106
Stephen Robein mengemukakan bahwa:
Control can be defined as the process of monitoring activities to ensure
they are being accomplished as planned and of correcting any significant
devistions (pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses mengikuti
perkembangan kegiatan untuk menjamin (to ensure) jalannya pekerjaan
dengan demikian, dapat selesai secara sempurna (accoplished)
sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya dengan pengoreksian
beberapa pemikiran yang saling berhubungan).107
104
Prayudi Atmodusirdjo, Hukum Aministrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1992, hlm.
86. 105
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta, Gajahmada University Press, 2009,
hlm. 7. 106
Sondang Siagan, Administrasi Pembangunan, Jakarta, Gunung Agung, 1990, hlm. 224. 107
Inu Kencana Syafiie dan Welasari, Loc.Cit, hlm. 179.
43
George R. Terry mengemukakan bahwa:
Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus
dicapai suatu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan menilai
pelaksanaan, dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana, yaitu selaras dengan standard (ukuran).108
Pemahaman lain menurut Lyndal F. Urwick bahwa “pengawasan adalah
upaya agar sesuatu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah
ditetapkan dan instruksi yang telah sesuai”.109
Robbin menyatakan bahwa “pengawasan merupakan suatu proses
aktivitas yang sangat mendasar sehingga membutuhkan seorang manajer
untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi”.110
Dale menyatakan bahwa “pengawasan tidak hanya melihat sesuatu
dengan saksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi
mengandung arti pula untuk memperbaiki dan meluruskannya sehingga
mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan”.111
Sedangkan menurut Zaenal Mukarom dan Muhibudin Wijaya Laksana
dalam buku manajemen pelayanan publik yaknis:
Pengawasan didefinisikan sebagai uasaha sistematis oleh manajemen
bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang
telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan
dengan standar tersebut dan mengambil tindakan penyembuhan yang
108
Ibid. 109
Nomensen Sinamo, Hukum Pemeritahan Daerah di Indonesia, Tangerang, Pustaka
Mandiri, 2010, hlm. 142. 110
Dann Suganda, Kepemimpinan di dalam Organisasi dan Manajemen, Bandung, Sinar
Baru, 2001, hlm. 150. 111
Winardi, Manajer dan Manajemen, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 224.
44
diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan
selektif dan seefisien mungkin dalam mencapai tujuan.112
Pernyataan lain dari Abdurahman yang menyebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang membantu pengawasan dan mencegah berbagai kasus
penyelewengan serta penyalahgunaan wewenang, yaitu:
1) Filsafat yang dianut bangsa tersebut
2) Agama yang mendasari seseorang tersebut
3) Kebijakan yang dijalankan
4) Anggaran pembiayaan yang mendukung
5) Penempatan pegawai dan prosedur kerjanya dan kemantapan
koordinasi dalam organisasi.113
Suyamto mengemukakan bahwa “pengawasan adalah segala usaha atau
kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai
pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau
tidak”.114
Pendapat lain tentang pengawasan atau “control” ialah menurut Muchsan
bahwa:
“Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas
secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya terbatas pada
pencocokkan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan
tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud
suatu rencana).”115
Muchsan menyatakan pula bahwa untuk adanya tindakan pengawasan
diperlukan unsur-unsur sebagai berikut:
1) Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas.
2) Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap
pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi.
112
Zaenal Mukarom dan Muhibudin Wijaya Laksana, Manajemen Pelayanan Publik,
Bandung, Pustaka Setia, 2015, hlm. 156. 113
Nomensen Sinamo, Op.Cit., hlm. 143. 114
Ibid. 115
Ibid.
45
3) Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan
yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai dari
kegiatan tersebut.
4) Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir
terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang
dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya.
5) Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan
tindakan lanjut, baik secara administratif maupun secara yuridis.116
Nawawi mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi dari pengawasan,
yaitu:
Fungsi pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik selama proses
manajemen atau administrasi berlangsung, maupun setelah berakhir,
untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan suatu organisasi atau unit
kerja. Dengan kata lain fungsi pengawasan harus dilakukan terhadap
perencanaan dan pelaksanaanya. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi
manajemen bermaksud untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan
kegagalan yang terjadi setelah perencanaan dibuat dan dilaksanakan.117
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang disampaikan mengenai
pengawasan ini memberi arti bahwa pada hakekatnya pengawasan adalah
suatu proses kegiatan yang mengandung kontinuitas untuk dilaksanakan,
yang memberi tujuan untuk mengetahui bagian mana dari proses pelaksanaan
suatu pekerjaan yang sudah diselenggarakan dengan baik, yang kemudian
melaksanakan tindaklanjut dari suatu perencanaan yang telah dibuat.
Pengawasan pada hakikatnya selain untuk membandingkan antara
pelaksanaan dan rencana serta intruksi yang telah dibuat, juga untuk
mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan atau kegagalan serta efisiensi
116
Ibid., hlm. 144. 117
Ibid., hlm. 141.
46
dan efektivitas kerja untuk dan mencari jalan keluar apabila ada kesulitan,
kelemahan dan kegagalan atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.118
Menurut pendapat Prayudi, dalam mencapai pelaksanaan pengawasan
ada beberapa asas yang harus dijadikan sebagai dasar dari pengawasan. Asas
ini harus ditaati secara konsisten manakala pengawasan dijalankan dalam
proses pelaksanaan aktivitas. Adapun asas yang dimaksud adalah:
a. Asas tercapainya tujuan.
Dasarnya adalah bahwa semua aktivitas ditujukan ke arah tercapainya
tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari
penyimpangan atau deviasi perencanaan. Tentu ketika perencanaan itu
dilaksanakan.
b. Asas efisiensi.
Bahwa asas ini menjelaskan agar sedapat dan sejauh mungkin
pelaksanaan atas aktivitas dihindarkan dari deviasi. Deviasi pasti
muncul dari perencanaan sehingga tidak menimbulkan masalah yang
tidak perlu, khususnya yang datangnya dari luar dan datangnya tidak
terduga.
c. Asas tanggungjawab.
Maksud dari asas ini adalah agar dapat dilaksanakannya perencanaan
dengan baik, para pelaksana harus benar-benar memiliki
tanggungjawab. Tidak semata didasarkan pada adanya pengawasan
yang membawa konsekuensi sanksi. Lebih dari itu adalah
tanggungjawab internal terhadap proses pelaksanaannya.119
d. Asas pengawasan.
Maksud asas ini ditujukan pada masa depan atas aktivitas yang
dilaksanakan. Tujuan dari asas ini tidak lain adalah untuk melakukan
tindakan konkret guna mencegah terjadinya penyimpangan
perencanaan yang akan terjadi. Baik di waktu sekarang maupun masa
yang akan datang.
e. Asas langsung.
Maksudnya bahwa di dalam melakukan pengawasan itu senantiasa
diorientasikan kepada pekerjaan yang mengandung aspek pengawasan
secara menyeluruh. Artinya pelaksanapun mempunyai beban langsung
untuk di samping melaksanakan juga melakukan pengawasan.
f. Asas refleksi pengawasan.
Maksud dari asas ini bahwa di dalam melaksanakan aktivitas
terkandung makna militans. Militansi itu tercermin dari karakter dan
118
Titik Triwulan Tutik, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara Indonesia, Jakarta, Prenada Media Group, 2011, hlm. 454. 119
Ibid., hlm. 5.
47
susunan perencanaan, yang dapat dilaksanakan baik secara aplikatif
berdasarkan perencanaan maupun pelaksanaan pengawasannya.
g. Asas penyesuaian dengan organisasi.
Maksudnya bahwa keseluruhan aktivitas mengandung satu sistem
yang teratur dan terkendali, bukan hanya dalam pelaksanaan aktivitas,
di dalam pengawasanpun harus dilakukan sesuai dengan struktur
organisasi masing-masing bagian punya kewenangan yang saling
terkait dan terkoordinasi.
h. Asas individual.
Maksudnya bahwa pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan dan
ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana. Peran individu
menentukan keberhasilan pelaksanaan aktivitas dan pelaksanaan
pengawasan. Masing-masing individu harus merasakan hal tersebut
yang terefleksikan dalam kinerjanya.
i. Asas standar.
Maksudnya bahwa di dalam pengawasan mendasarinya dengan
prinsip efektivitas dan efisiensi. Ukuran untuk itu dirumuskan
berdasarkan standar yang jelas dan akurat. Akurasi dibutuhkan
sebagai tolak ukur pelaksana dan tujuan yang akan dicapai atas dasar
pelaksanaan aktivitas dimaksud sehingga benar-benar terarah secara
standar. Artinya dapat dicapai berdasarkan rasionalitas yang
standar.120
j. Asas pengawasan terhadap strategi.
Bahwa di dalam pelaksanan aktivitas akan muncul berbagai
kemungkinan, atas dasar kemungkinan yang muncul harus diantisipasi
berdasarkan strategi yang jitu. Asas pengawasan terhadap strategi
memberikan pemahaman untuk senantiasa memperhatikan secara
detail faktor strategi dimaksud.
k. Asas pengecualian.
Asas ini terkandung maksud bahwa akan muncul faktor pengecualian,
dalam hubungan ini pengawasan membutuhkan serangkaian perhatian
yang terukur. Perhatian dimaksud dalam pelaksanaan aktivitas serta
pengawasannya. Hal ini dibutuhkan ketika pelaksanaan dimaksud
menghadapi perubahan kondisi dan situasi.
l. Asas pengendalian refleksi.
Maksudnya bahwa pengawasan harus senantiasa dilaksanakan sesuai
ruang dan waktu, oleh karena itu harus fleksibel khususnya manakala
ada peristiwa atau kejadian yang tidak direncanakan sebelumnya
terjadi, fleksibilitas dibutuhkan untuk menghindarkan kegagalan di
dalam pelaksanaan perencanaan dan pengawasan.
m. Asas peninjauan kembali.
Maksudnya bahwa dalam pelaksanaan pengawasan harus selalu
ditinjau, dievaluasi sedemikian rupa sehingga pelaksanaan atas
120
Ibid., hlm. 6
48
rencana dan pengawasannya senantiasa pada jalur yang sesuai dengan
perencanaan awal, hal ini akan menjadi jaminan tercapainya tujuan.
n. Asas tindakan.
Maksudnya bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran
konkret yang tercermin dari tindakan, yaitu tindakan dalam
pelaksanaan rencana dan pengawasan harus konkret. Tidak saja
menjadi bagian dari pencapaian tujuan, namun juga untuk melakukan
koreksi terhadap terjadinya penyimpangan dari rencana, organisasi
dan juga pelaksanaannya.121
Pada dasanya pengawasan itu bersifat menyeluruh dan dimensinya luas,
dan untuk pelaksanaannya memerlukan konsistensi atas penerapan prinsip
pengawasan itu sendir. Prinsip yang secara konsisten harus dijalankan pada
pelaksanaan, yang secara normatif tidak memberikan kesempatan untuk
terjadinya penyimpangan, penyimpangan sekecil apapun yang terjadi dan
ditoleransi secara sadar akan menghambat pelaksanaan dari perencanaan yang
telah dibuat sebelumnya.122
Fachruddin mengklasifikasikan pengawasan seperti berikut ini:
1) Pengawasan dipandang dari kelembagaan yang dikontrol dan yang
melaksanakan kontrol dapat diklasifikasikan:
a) Kontrol intern (internal control)
Pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan/organ yang secara
structural masih termasuk organisasi dalam lingkungan pemerintah.
Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh pejabat atasan terhadap
bawahannya secara hierarkis. Bentuk kontrol ini dapat digolongkan
sebagai jenis kontrol teknis-administratif atau built-in control.123
b) Kontrol ekstern (external control)
Pengawasan yang dilakukan oleh badan/ organ yang secara struktur
organisasi berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif.
Misalnya, kontrol yang dilakukan secara langsung, seperti kontrol
keuangan yang dilakukan BPK, kontrol sosial yang dilakukan oleh
masyarakat dan LSM termasuk media massa dan kelompok
masarakat yang berminat pada bidang tertentu, dan kontrol politis
pemerintah (eksekutif). Kontrol reaktif yang dilakukan secara tidak
langsung melalui badan peradilan (judicial control) antara lain
121
Ibid., hlm. 7. 122
Ibid., hlm. 8. 123
Ibid., hlm. 145.
49
peradilan umum dan peradilan administrasi, maupun badan lain
seperti komisi Ombudsman Nasional.124
2) Pengawasan dipandang dari waktu pelaksanaan pengawasan, meliputi
hal-hal berikut:
a) Kontrol a-priori
Pengawasan yang dilakukan sebelum dilakukan tindakan atau
dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan pemerintah atau
peraturan lainnya yang menjadi wewenang pemerintah. Kontrol a-
priori mengandung unsur pengawasan preventif yaitu untuk
mencegah atau menghindarkan terjadinya kekeliruan. Contohnya
lembaga persetujuan dan pengesahan dari instansi atasan. Suatu
tindakan pemerintah hanya sah apabila disetujui atau disahkan oleh
instansi yang secara hierarkis lebih tinggi
b) Kontrol a-posteriori
Pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkan suatu keputusan
atau ketetapan pemerintah atau sesudah terjadinya tindakan
pemerintah. Pengawasan ini mengandung sifat pengawasan represif
yang bertujuan mengoreksi tindakan yang keliru. Contoh kontrol
peradilan atau judicial control yang dilakukan melalui gugatan oleh
pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu tindakan
atau perbuatan pemeritahan.125
3) Pengawasan dipandang dari aspek yang diawasi, dapat
diklasifikasikan atas:
a) Pengawasan dari segi hukum (legalitas)
Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi hukumnya saja
(rechmatigheid). Kontrol peradilan atau judicial control secara
umum masih dipandang sebagai pengawasan segi hukum (legalitas)
walaupun melihat adanya perkembangan baru yang mempersoalkan
pembatasan itu.
b) Pengawasan dari segi kemanfaatan (oportunitas)
Pengawasan dimaksudkan untuk menilai segi kemanfaatannya
(doelmatigheid). Kontrol internal secara hierarkis oleh atasan
adalah jenis penilaian segi hukum (rechmatigheid) dan sekaligus
segi kemanfaatan (oportunitas).126
4) Pengawasan dipandang dari cara pengawasan dapat dibedakan atas:
a) Pengawasan negatif represif.
Pengawasan yang dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan.
b) Pengawasan negatif preventif.
Pengawasan yang dilakukan dengan cara badan pemerintah yang
lebih tinggi menghalangi terjadinya kelalaian pemerintah yang
lebih rendah.127
124
Ibid., hlm. 146. 125
Ibid. 126
Ibid. 127
Ibid., hlm. 147.
50
c) Hertogh mengemukakan pendapat bahwa pengawasan dapat
dibedakan pula atas:
(1) Pengawasan unilateral (unilateral control)
Pengawasan yang penyelesaiannya dilakukan secara sepihak
oleh pengawas.
(2) Pengawasan refleksif (reflexive control)
Pengawasan yang penyelesaiannya dilakukan melalui proses
timbal balik berupa dialog dan negosiasi antara pengawas dan
yang diawasi.128
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia membedakan
pengawasan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu pengawasan berdasarkan subjek,
pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan dan berdasarkan waktu
pelaksanaan.129
1) Pengawasan berdasarkan subjek
Pengawasan berdasarkan subjek ini dikembangkan menjadi 4 macam,
yaitu:
a) Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh setiap
pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya,
dalam rangka peningkatan pelaksanaan pengawasan melekat sudah
ada pembakuan bahwa waskat pada hakikatnya adalah pengendalian
langsung maupun tidak langsung. Waskat atau pengendalian adalah
pengendalian langsung yang selalu diikuti dengan tindak lanjut, baik
yang negatif berupa tindakan koreksi maupun yang positif berupa
pujian atau penghargaan.
b) Pengawas fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
yang tugas pokoknya melakukan pengawasan, seperti Itjen, Itwilprop,
BPKP dan Bepeka. Pengawasan fungsional dilakukan bukan terhadap
anak buah sendiri, tetapi terhadap pihak lain yang menjadi bawahan
dari atasannya sendiri atau terhadap hal-hal tertentu dari pihak lain
tersebut.
c) Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh
Lembaga Perwakilan Rakyat baik di Pusat (DPR) maupun di daerah
(DPRD), pengawasan ini merupakan pengawasan politik
d) Pengawasan masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.130
128
Ibid., hlm. 148. 129
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Loc.Cit, hlm. 160 130
Buchari Zainun, Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintah Negara
Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 57.
51
2) Pengawasan berdasarkan cara pelaksanaan
Cara pelaksanaan pengawasan dapat dibedakan, pengawasan langsung
dan pengawasan tidak langsung:
a) Pengawasan langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan di tempat
kegiatan berlangsung, yaitu dengan mengadakan inpeksi dan
pemeriksaan.
b) Pengawasan tidak langsung, ialah pengawasan yang dilaksanakan
dengan mengadakan pemantauan dan pengkajian laporan dari
pejabat/satuan kerja yang bersangkutan, aparat pengawasan
fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat
3) Pengawasan berdasarkan waktu pelaksanaan.
a) Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai
Pengawasan ini antara lain dilakukan dengan mengadakan
pemeriksaan dan persetujuan rencana kerja dan rencana anggarannya,
penetapan petunjuk operasional, persetujuan atas rancangan peraturan
perundangan yang akan ditetapkan oleh pejabat/instansi yang lebih
rendah. Pengawasan ini bersifat preventif dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, pemborosan,
kesalahan, terjadinya hambatan dan kegagalan.131
b) Pengawasan yang dilakukan selama pekerjaan sedang berlangsung.
Pengawasan ini dilakukan dengan tujuan membandingkan antara hasil
yang nyata-nyata dicapai dengan yang seharusnya telah dan yang
harus dicapai dalam waktu selanjutnya. Demikian pentingnya
pengawasan ini, sehingga perlu dikembangkan sistem monitoring
yang mampu mendeteksi atau mengetahui secara dini kemungkinan
timbulnya penyimpangan-penyimpangan, kesalahan-kesalahan dan
kegagalan.
c) Pengawasan yang dilakukan sesudah pekerjaan selesai dilaksanakan.
Pengawasan ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
rencana dan hasil. Pengawasan ini merupakan pengawasan represif132
Pengawasan yang efektif adalah merupakan sarana terbaik untuk
membuat segala sesuatunya berjalan dengan baik dalam Administrasi Negara
terutama pengawasan preventif. Pengawasan represif hanya berguna bilamana
(a) dilakukan secara komprehensif dan cukup intensif, (b) bilamana
laporannya bersifat cukup objektif dan analitis, dan (c) bilamana laporannya
disampaikan cukup cepat.133
131
Lembaga Administrasi Negara, Op.Cit., hlm. 161. 132
Ibid., hlm. 162. 133
Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Yudhistira, 1994, hlm. 84.
52
Mekanisme pengawasan yang harus diutamakan dalam kegiatan
administrasi negara menurut Paulus Effendi Lotulung dalam buku Hukum
Tata Usaha Negara dan Kekuasaan yaitu pengawasan yang dilakukan
sebelum kegiatan dimulai ataupun selama kegiatan berlangsung (controle a
priori) dibandingkan dengan pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya
kegiatan (controle a posteriori).134
134
Paulus Effendi Lotulung, Loc.Cit, hlm. 34.
53
BAB III
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
PENGAWASAN TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH
KABUPATEN SERANG
A. Gambaran Umum
Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah pada
hakikatnya bertujuan untuk menentukan suatu pelaksanaan tugas jabatan
Notaris sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan untuk mewujudkan kualitas kinerja yang lebih baik dari kualitas
sebelumnya. Dalam kaitannya dengan hal yang sedang peneliti bahas,
pengawasan memiliki urgensi yang sangat tinggi bagi para pihak yang terkait,
baik dari pihak Notaris, Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan masyarakat
sipil sebagai pengguna jasa Notaris. Hal demikian dapat diketahui karena
pengawasan terhadap tindakan pejabat umum khususnya Notaris sangat
diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai
tujuan dan terhindar dari pelanggaran Kode Etik Notaris atau penyimpangan
tugas jabatan Notaris. Karena apabila dalam pelaksanaan tugas jabatan
Notaris tidak dilakukan pengawasan maka memungkinkan Notaris melakukan
suatu pelanggaran atau penyimpangan yang akhirnya berakibat merugikan
masyarakat sebagai pengguna jasa Notaris khususnya dalam pembuatan akta
autentik.
54
1. Letak Geografis Daerah Kabupaten Serang
Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota
di Propinsi Banten, terletak diujung barat bagian utara pulau jawa dan
merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera
dengan Pulau Jawa dengan jarak ± 70 km dari kota Jakarta, Ibukota
Negara Indonesia.135
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) secara geografis,
Kabupaten Serang terletak di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
dan Kota Serang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang,
di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten
Pandeglang, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon
dan Selat Sunda. Secara keseluruhan, luas daerah Kabupaten Serang
adalah 1.467,35 km2. Berdasarkan keadaan topografinya sebagian besar
daerahnya berupa dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 500 m dan
terdapat pula pegunungan (antara 0 s.d 1.778 m di atas permukaan laut) yang
terletak di perbatasan Kabupaten Pandeglang.136
Kabupaten Serang secara administratif terbagi menjadi 29 Kecamatan.
Banyaknya desa di Kabupaten Serang tahun 2016 sebesar 326 desa yang
mana terbagi berdasarkan klasifikasi perdesaan dan perkotaan, klasifikasi
135
Profil Kabupaten Serang, https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/id/read/profil-kab-
serang.html, diakses pada 09 April 2018, 11.40 WIB. 136
Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, Statistik Daerah Kabupaten Serang 2017,
Kabupaten Serang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2017, hlm. 1.
55
daerah masih didominasi oleh desa perdesaan yakni sebanyak 254 desa se-
dangkan 72 desa merupakan desa perkotaan.137
Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Serang mencapai
1.484.502 jiwa, bertambah 0.69 persen dari tahun 2015 yang hanya
1.474.301 jiwa. Bila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di
Provinsi Banten, Kabupaten Serang merupakan daerah dengan populasi
penduduk terbanyak keempat setelah Kabupaten Tangerang (28,19
persen), Kota Tangerang (17,12 persen). Dan Kota Tangerang Selatan
(12,91 persen).138
Tabel 3.1
Data Penduduk Kabupaten Serang 2015-2016
Uraian 2015 2016
Jumlah Penduduk 1.474.301 1.484.502
- laki-laki 747.808 752.703
- Perempuan 726.493 731.799
Kepadatan Penduduk 1.005 1.012
Kepadatan penduduk Kabupaten Serang berdasarkan data Badan Pusat
Statistik Kabupaten Serang yang dimuat dalam tabel di atas menunjukan
populasi penduduk yang sangat banyak hingga kepadatan penduduknya
ditahun 2016 mencapai jumlah 1.012 dengan penduduk sejumlah
1.284.502 jiwa, dengan demikian berarti semakin banyak jumlah
penduduk di Kabupaten Serang akan semakin meningkat pula kebutuhan
perlindungan hukum terhadap hak-hak yang dimiliki penduduk. Untuk
137
Ibid., hlm. 2. 138
Ibid., hlm. 4.
56
melindungi hak-hak tersebut agar dapat dijadikan sebagai alat bukti yang
sah dihadapan hukum maka hak-hak tersebut dapat dilindungi dengan
dibuat suatu akta autentik yang hanya dapat keluarkan oleh Notaris, maka
hal ini berkaitan antara jumlah penduduk dengan jumlah Notaris di
Provinsi Banten, khususnya di Kabupaten Serang antara jumlah penduduk
dengan Notaris sangat berpengaruh dalam pemenuhan penyediaan jasa
pembuatan akta otentik.
Secara administratif Provinsi Banten membagi wilayah kedudukan
Notaris pada beberapa daerah yaitu daerah Kota Serang, Kabupaten
Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, Lebak, Kota Tangerang,
Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Adapun jumlah
Notaris di Provinsi Banten yakni: 139
Tabel 3. 2
Data Notaris Se-Provinsi Banten
Sampai Dengan Maret 2018
No Daerah Jumlah Notaris
1 Kota Serang 54 Orang
2 Kabupaten Serang 160 Orang
3 Kota Cilegon 65 Orang
4 Kabupaten Pandeglang 39 Orang
5 Lebak 52 Orang
6 Kota Tangerang 186 Orang
7 Kota Tangerang Selatan 369 Orang
8 Kabupaten Tangerang 421 Orang
Jumlah Keseluruhan Notaris 1.377 Orang
139
Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Banten, Ibu Rista
Sekertaris Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Banten, 16 April 2018.
57
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Wilayah Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dimuat dalam tabel tersebut, pada
daerah Kabupaten Serang tercatat 160 orang Notaris yang telah resmi
dilantik oleh Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten.
Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya diberikan pengawasan
serta pembinaan oleh Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Provinsi
Banten yang kemudian kewenangan tersebut didelegasikan kepada Majelis
Pengawas Notaris.
2. Profil Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan
dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
Notaris.140
Sejak kehadiran Notaris di Indonesia pengawasan terhadap
Notaris selalu dilakukan oleh lembaga peradilan dan pemerintah, bahwa
tujuan dari pengawasan ini ialah agar para Notaris ketika menjalankan
tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas jabatan Notaris, demi untuk pengamanan kepentingan
masyarakat, karena Notaris diangkat oleh pemerintah dalam hal ini
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk kepentingan
masyarakat yang membutuhkan alat bukti berupa akta otentik.141
Bahwa dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
Notaris yang semula dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM
140
Notaris, Ibu Nevayanti, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang
dan Kota Cilegon, 17 April 2018. 141
G.H.S, Lumban tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Jakarta,
Erlangga, 1999, hlm. 310.
58
kemudian kewenangan tersebut didelegasikan kepada Majelis Pengawas
Notaris yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan HAM pada tingkat pusat,
wilayah dan daerah, yakni Majelis Pengawas Pusat berkedudukan di
Ibukota Negara (Pasal 76 ayat [1] UUJN), Majelis Pengawas Wilayah
berkedudukan di Ibukota Provinsi (Pasal 72 ayat [1] UUJN) dan Majelis
Pengawas Daerah berkedudukan di Kabupaten/Kota (Pasal 69 ayat [1]
UUJN). Dari hierarki Majelis Pengawas Notaris ini masing-masing
beranggotakan 9 orang yang terdiri dari 3 unsur yaitu: masing-masing 3
orang Notaris, 3 orang Akademisi (Dosen) dari Fakultas Hukum di
Perguruan Tinggi yang berada pada wilayah yang bersangkutan dan 3
orang Pejabat Pemerintah. Hal ini diatur dalam Pasal 67 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Pasal 68 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004.142
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris yang dilakukan oleh
Majelis Pengawas, yang didalamnya terdapat unsur Notaris bertujuan agar
Notaris dalam melakukan tugas jabatannya diawasi oleh anggota Majelis
Pengawas yang memahami dan mengerti dunia Notaris dan pengawasan
ini merupakan pengawasan internal, sedangkan dari unsur lain merupakan
unsur eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah dan
masyarakat. Perpaduan keanggotaan Majelis Pengawas ini diharapkan
dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang obyektif,
142
Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Banten, Bapak Edi
Sekertaris Majelis Pengawas Daerah Kota Tangerang Selatan, 10 April 2018.
59
sehingga para Notaris dalam melakukan tugas dan jabatannya tidak
menyimpang dari UUJN karena telah diawasi secara internal dan
eksternal.143
Berdasarkan Pasal 69 ayat (4), Pasal 72 ayat (4), Pasal 76 ayat (4)
UUJN masa jabatan Majelis Pengawas Notaris baik pada tingkat daerah
(Majelis Pengawas Daerah), tingkat wilayah (Majelis Pengawas Wilayah),
maupun tingkat pusat (Majelis Pengawas Pusat) ialah selama 3 (tiga) tahun
dalam satu periode jabatan dan dapat diangkat kembali.144
Majelis
Pengawas Notaris tidak hanya melakukan fungsi pengawasan, pembinaan
dan pemeriksaan terhadap Notaris, tetapi juga berwenang untuk
menjatuhkan sanksi tertentu terhadap Notaris yang telah terbukti
melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatan Notaris namun
kewenangan ini hanya dimiliki Majelis Pengawas Wilayah (Pasal 73 ayat
[1] huruf e UUJN) dan Majelis Pengawas Pusat (Pasal 77 huruf c UUJN).
Majelis Pengawas Notaris dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1),
Pasal 5 ayat (1), Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor: M.02.Pr.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan
Tata Cara Pemeriksaan, diberikan ketentuan pengusulan anggota Majelis
Pengawas.145
Pasal 3 ayat (1) menentukan pengusulan anggota Majelis
Pengawas Daerah (MPD) dengan ketentuan:
143
Habib Adjie, Loc.Cit., hlm. 173. 144
Ibid. 145
Ibid., hlm. 174.
60
a. unsur pemerintah oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor
Wilayah
b. unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris
Indonesia
c. unsur ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau
perguruan tinggi setempat.
Pasal 4 ayat (1) menentukan pengusulan anggota Majelis Pengawas
Wilayah (MPW) dengan ketentuan:
a. unsur pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah
b. unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris
Indonesia
c. unsur ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau
perguruan tinggi setempat.
Pasal 5 ayat (1) menentukan pengusulan anggota Majelis Pengawas
Pusat (MPP) dengan ketentuan:
a. unsur pemerintah oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum
Umum, unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Pusat Ikatan
Notaris Indonesia
b. unsur ahli/akademisi oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas
yang menyelenggarakan program magister kenotariatan.146
Majelis Pengawas Pusat berkedudukan di Ibukota Negara, Majelis
Pengawas Wilayah di Provinsi Banten saat ini telah terbentuk 1 Majelis
Pengawas Wilayah di Ibukota Provinsi Banten dan telah terbentuk 6
Majelis Pengawas Daerah (MPD) yaitu: MPD Notaris Kab.Serang dan
Kota Cilegon, MPD Notaris Kota Serang, MPD Notaris Kab. Pandeglang
dan Kab. Lebak, MPD Notaris Kab. Tangerang, MPD Notaris Kota
Tangerang Selatan dan MPD Notaris Kota Tangerang.147
146
Ibid. 147
Bapak Edi Sekertaris Majelis Pengawas Daerah Kota Tangerang Selatan, Op.Cit.
61
Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Serang tergabung
dengan Kota Cilegon, dilatarbelakangi karena di Kota Cilegon saat
terbentuknya MPD belum ada Universitas yang memiliki Fakultas Hukum,
sedangkan komposisi keanggotaan MPD harus ada unsur akademisi (dosen
Fakultas Hukum), maka MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam
melakukan pengawasan serta pembinaan bukan hanya terhadap Notaris di
Kabupaten Serang melainkan juga terhadap Notaris di daerah Kota
Cilegon, oleh karena hal tersebut komposisi keanggotaan Majelis
Pengawas Daerah ini terdiri atas anggota yang berasal dari kedua daerah
tersebut yakni daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.148
Sekretariat Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon semula berkedudukan di Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten
Serang tepat pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah kemudian berpindah
tempat di Kantor Notaris Nevayanti, SH.,MKn. tepat di Bintang
Metropolis Residence Blok A11 No. 2 Pejaten Kramatwatu.149
Berdasarkan Pasal 1 (angka 2) dan (angka 3) Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10
Tahun 2009 Tentang Sekretariat Majelis Pengawas Notaris menjelaskan
bahwa:150
148
Ibid. 149
Ibid. 150
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Provinsi Banten, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Majelis Pengawas Notaris & Notaris, Banten, Majelis Pengawas
Wilayah Notaris Provinsi Banten, 2015, hlm. 110.
62
“Sekretariat Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut
Sekretariat Majelis adalah satuan (unit) kerja yang mendukung
kelancaran tugas pada Majelis Pengawas Notaris. (Pasal 1 angka 3)”
“Sekretariat Majelis Pengawas Notaris yang selanjutnya disebut
Sekretariat Majelis adalah jabatan ex officio yang bertugas memimpin
Majelis Pengawas Notaris. (Pasal 1 angka 3)”
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10 Tahun 2009 Tentang
Sekretariat Majelis Pengawas Notaris menjelaskan bahwa pada Sekretariat
Majelis Pengawas Notaris baik pada tingkat daerah, wilayah maupun pusat
dipimpin oleh Sekretaris Majelis, kemudian dalam pelaksanaannya diatur
dalam Pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Sekretariat Majelis
Pengawas Daerah dilaksanakan secara fungsional oleh Lembaga
Pemasyarakatan.151
Tugas dan Fungsi Sekretariat Majelis Pengawas Daerah dalam Pasal 5
dan Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10 Tahun 2009 Tentang Sekretariat
Majelis Pengawas Notarisa adalah:152
1. Sekretariat Pengawas Daerah mempunyai tugas melaksanakan
pelayanan administratif untuk mendukung kelancaran tugas Ketua,
Wakil Ketua dan Anggota Majelis Pengawas Notaris. (Pasal 5)
2. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
Sekretariat Majelis Pengawas Daerah menyelenggarakan fungsi:
a. pengelolaan surat masuk dan surat keluar
151
Ibid., hlm. 111. 152
Ibid., hlm. 112-113.
63
b. penerimaan laporan masyarakat terhadap Notaris
c. pembentukan Majelis Pemeriksa Daerah dan Tim Pemeriksa
Protokol Notaris
d. penyiapan persidangan Majelis Pemeriksa Daerah
e. penyiapan Berita Acara Pemeriksaan Daerah
f. penyimpanan Protokol Notaris berusia 25 tahun atau lebih
g. penyiapan penunjukan pemegang Protokol Notaris
h. penyiapan pemanggilan pelapor dan terlapor
i. pelaksanaan pemberian pelayanan administrasi kenotariatan
j. penyampaian Berita Acara Pemeriksaan kepada Majelis
Pengawas Wilayah
k. pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian
l. penyiapan pelantikan anggota Majelis Pengawas Notaris
m. penyiapan penyusunan laporan berkala kepada Majelis Pengawas
Wilayah
n. penyiapan penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan
Majelis. (Pasal 6)
Mengenai tata kerja diatur dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, dan
Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH-06.AH.02.10 Tahun 2009 Tentang Sekretariat
Majelis Pengawas Notaris.153
1. Dalam setiap pelaksanaan tugas para pejabat ex officio tersebut di atas,
wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkroniasai baik
dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi
Majelis Pengawas Notaris, dan senantiasa memelihara harmonisasi
pelaksanaan tugas jabatan ex officio dengan jabaran struktural
masing-masing sebagaimana mestinya. (Pasal 11)
2. Setiap Sekretaris berkewajiban menyelenggaraka rapat-rapat berkala
dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagai petunjuk
pelaksanaan tugas bawahan, dan apabila terjadi penyimpangan agar
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlakuk. (Pasal 12)
3. Setiap laporan yang diterima wajib diolah dan dipergunakan sebagai
bahan rapat-rapat untuk dijadikan bahan laporan dan petunjuk
kebijakan bagi Ketua Majelis Pengawas Notaris, Wakil Ketua dan
Anggota Majelis Pengawas Notaris. (Pasal 13)
4. Dalam melaksanakan tugas setiap Sekretaris wajib menyampaikan
laporan yang dibuat secara berkala. (Pasal 14)
153
Ibid., hlm. 114-115.
64
3. Struktur Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang
dan Kota Cilegon
Struktur keanggotaan Majelis Pengawas Notaris diatur berdasarkan
Pasal 67 dan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
1. Ketentuan struktur keanggotaan Majelis Pengawas Notaris dalam
Pasal 67 ialah sebagai berikut:
(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:
a. pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
b. organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, dan
c. ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam
Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh
Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti,Notaris Pengganti
Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.154
2. Ketentuan struktur keanggotaan Majelis Pengawas Notaris dalam
Pasal 69 ialah sebagai berikut:
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(2a) Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak
sebanding dengan jumlah anggota Majelis Pengawas
Daerah, dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah gabungan
untuk beberapa Kabupaten/Kota.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan
oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
154
Pasal 67, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
65
(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau
lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah155
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor : M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata
Cara Pengangkatan Aggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi,
Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris pada
Pasal 11 dan Pasal 12 mengatur mengenai struktur Majelis Pengawas
Daerah dan ketentuan lain.
1. Majelis Pengawas Notaris beranggotakan 9 (sembilan) orang terdiri
atas 1 (satu orang ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang
anggota. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota yang
dilakukan secara musyawarah atau pemungutan suara. (Pasal 11)
2. Ketentuan lain diatur dalam Pasal 12 yaitu:
(1) Majelis Pengawas Notaris dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris
atau lebih yang ditunjuk dalam rapat Majelis Pengawas Notaris.
(2) Sekretaris Majelis Pengawas Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) harus memenuhi persyaratan:
a. Berasal dari unsur pemerintah
b. Mempunyai golongan ruang paling rendah III/b untuk Majelis
Pengawas Daerah
c. Mempunyai golongan ruang paling rendah III/d untuk Majelis
Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat
d. Tempat kedudukan kantor sekretariat Majelis Pengawas
Notaris tingkat: Majelis Pengawas Daerah berada pada kantor
unit pelaksana teknis Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia atau tempat lain di ibu kota kabupaten/kota yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, Majelis Pengawas
Wilayah berada di Kantor Wilayah, Majelis Pengawas Pusat
berada di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi Umum,
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.156
155
Pasal 69, Ibid. 156
Pasal 11 dan Pasal 12, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor : M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Aggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris.
66
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sekretariat Majelis Pengawas
Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, dengan Keputusan Kepala
Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Banten
Nomor: W12.039.HM.07.01.Tahun 2015 Tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten
Tangerang, Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Tangerang Selatan,
Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon, Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Serang, Anggota
Majelis Pengawas Daerah Notaris Pandeglang dan Kabupaten Lebak,
memutuskan keanggotaan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang
dan Kota Cilegon Periode 2015-2018, adalah sebagai berikut:157
Ketua MPD : Sulhi, SH., MH. (unsur Pemerintah)
Wakil Ketua : Shinta Nur Amalia, SH, M.Si. (unsur Pemerintah)
Sekertaris : Dian Mahdiana, SH., MKn. (unsur Notaris)
Anggota :
1. Sartono, SH., MH (unsur Pemerintah)
2. Hj. Sofia Rachmawati, SH., MKn. (unsur Notaris)
3. Nevayanti, SH., MKn. (unsur Notaris)
4. Susiana Masithah Sudian, SH., MKn. (unsur Notaris)
5. Dr. Agus Prihartono PS, SH., MH. (unsur Akademisi)
6. Dr. Danial, SH., MH. (unsur Akademisi)
7. Nurikah, SH., MH. (unsur Akademisi)
157
Ibu Nevayanti, Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, Op.,Cit.
67
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris, membedakan
tugas ketua, wakil ketua dan sekretaris MPD, yaitu:158
a. Tugas Ketua Majelis Pengawas Daerah
1) Berwenang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili Majelis
Pengawas Daerah di dalam maupun di luar pengadilan
2) Membentuk Majelis Pemeriksa Daerah
3) Membentuk Tim Pemeriksa
4) Menyampaikan laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah secara
berkala setiap 6 (enam) bulan sekali pada bulan Juli dan Januari
5) Menandatangani buku daftar akta dan daftar surat
6) Menyampaikan tanggapan kepada Majelis Pengawas Wilayah atas
keberatan Notaris berkenaan dengan penolakan izin cuti
b. Tugas Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah
Dalam hal ketua berhalangan, sesuai dengan keputusan rapat Majelis
Pengawas Daerah, Wakil Ketua berwenang bertindak dan atas nama
serta mewakili Majelis Pengawas Daerag di dalam maupun di luar
pengadilan termasuk melaksanakan tugas ketua sebagai mana pada
huruf a.2), huruf a.3) dan huruf a.4).
c. Tugas Sekretaris Majelis Pengawas Daerah
1) Menerima dan membukukan surat-surat yang masuk maupun yang
keluar
2) Membantu Ketua/Wakil Ketua/Anggota
3) Membantu Majelis Pemeriksa dalam proses persidangan
4) Membuat berita acara persidangan Majelis Pengawas Daerah
5) Membuat notula Rapat Majelis Pengawas Daerah
6) Menyiapkan laporan kepada Majelis Pengawas Wilayah, dan
7) Menyiapkan rencana kerja dan anggaran tahunan yang ditujukan
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Struktur keanggotaan MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
berdasarkan amanat UUJN menentukan keanggotaan Majelis Pengawas
Notaris bahwa Majelis Pengawas Notaris terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu:
158
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Provinsi Banten, Op.,Cit.
hlm. 199-200.
68
unsur Pemerintah, unsur Notaris, dan unsur Akademisi. Pada pelaksanaan
pemeriksaan terhadap Notaris di daerah Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon, dalam melakukan pemeriksaan berkala terhadap protokol Notaris
berdasarkan Keputusan Ketua MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
Nomor. M.74. MPDN Kabupaten Serang dan Kota Cilegon 01.16.05
Ketua MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon membentuk 3 (tiga) tim
pemeriksa berkala protokol Notaris, komposisi tim pemeriksa ini selain
dari tiga unsur MPD juga dibantu oleh sekretariat (Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Serang) sebanyak 3 orang untuk mengisi
tim pemeriksa, oleh karena itu masing-masing tim terdiri atas 4 (empat)
orang anggota tim pemeriksa dari semua unsur yang terkandung dalam
struktur keanggotaan MPD dan Sekretariat, dan daerah pemeriksaan
ditentukan secara musyawarah dan disesuaikan dengan wilayah kerja dari
masing-masing anggota tim pemeriksa, adapun struktur keanggotaan tim
pemeriksa yang dimaksud ialah sebagai berikut:159
Tabel 3. 3
Data Tim Pemeriksa Berkala Protokol Notaris Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon
Tim Pemeriksa I
Daerah Pemeriksaan : Kramatwatu, Cilegon dst
Ketua Tim : Sulhi, SH., MH.
Sekretaris : Hj. Nurlaila
Anggota : Hj. Shofia Rachmawati, SH., MKn.
: Dr. Danial, SH., MH.
159
Majelis Pengawas Daerah, Bapak Sulhi, Ketua Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon, 21 Mei 2018.
69
Tim Pemeriksa II
Daerah Pemeriksaan : Ciruas, Kragilan dst
Ketua Tim : Nurikah, SH., MH.
Sekretaris : Hj. Sutihat
Anggota : Susiana Masithah, SH., MKn.
: Shinta Nur Amalia, SH., M. Si.
Tim Pemeriksa III
Daerah Pemeriksaan : Palima, Baros, dst
Ketua Tim : Nevayanti, SH., MKn.
Sekretaris : Hj. Dian Mahdiana, SH. M.Si.
Anggota : Dr. Agus Prihartono, PS, SH., MH.
: Sartono, SH., MH.
4. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah
Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris menjelaskan kewenangan Majelis Pengawas
Daerah, yaitu:
1. Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk. memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris
yang bersangkutan
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4)
g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan
70
h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
kepada Majelis Pengawas Wilayah. (Pasal 70)
2. Majelis Pengawas Daerah berkewajiban:
a. mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris
dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta
jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak
tanggal pemeriksaan terakhir
b. membuat Berita Acara Pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada
Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis
Pengawas Pusat
c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan
d. menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar
lain dari Notaris dan merahasiakannya
e. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan
menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis
Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f. menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan
penolakan cuti. (Pasal 71)160
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah berdasarkan Pasal 13, Pasal
14, dan Pasal 15 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata
Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris
1. Pasal 13, menjelaskan bahwa:
(1) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat
administratif dilaksanakan oleh ketua, wakil ketua, atau salah satu
anggota, yang diberi wewenang berdasarkan keputusan rapat
Majelis Pengawas Daerah
(2) Kewenangan yang dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6
(enam) bulan
160
Pasal 70 dan Pasal 71, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
71
b. Menetapkan notaris pengganti
c. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada
saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh
lima) tahun atau lebih
d. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang
e. Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di
bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan
yang dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan
Undang-Undang
f. Menerima penyimpanan secara tertulis salinan dari daftar akta,
daftar surat di bawah tangan yang di sahkan, dan daftar surat di
bawah tangan yang di bukukan yang telah disahkannya, yang
dibuat pada bulan sebelumnya paling lambat 15 (lima belas)
hari kalender pada bulan berikutnya, yang memuat sekurang-
kurangnya nomor, tanggal, dan judul akta.161
2. Pasal 14, menjelaskan bahwa:
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif
yang memerlukan surat keputusan rapat adalah:
a. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol
Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
b. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol
Notaris yang meninggal dunia, memberkan persetujuan atas
permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk proses
peradilan
c. Menyerahkan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-urat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris, dan
d. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada
dalam penyimpanan Notaris162
3. Pasal 15, menjelaskan bahwa:
(1) Majelis Pengawas Daerah sebelum melakukan pemeriksaan
berkala atau pemeriksaan setiap waktu yang dianggap perlu,
dengan terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada
Notaris yang bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
sebelum pemeriksaan dilakukan.
161
Pasal 13, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Aggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. 162
Pasal 14, Ibid.
72
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan jam, hari, tanggal, dan nama anggota Majelis
Pengawas Daerah yang akan melakukan pemeriksaan.
(3) Pada waktu yang ditentukan untuk dilakukan pemeriksaan,
Notaris yang bersangkutan harus berada di kantornya dan
menyiapkan semua Protokol Notaris.163
Wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004, mengatur
mengenai pemeriksaan yang dilakukan oleh sebuah tim pemeriksa, yaitu:
(1) Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang
terdiri atas 3 (tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang
dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah yang dibantu oleh 1 (satu)
orang sekretaris.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan
perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping
sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris.
(3) Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Ketua Majelis Pengawas Daerah
menunjuk penggantinya.164
Hasil pemeriksa sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 tersebut wajib
dibuat berita acara dan dilaporkan kepada Majelis Pengawas Wilayah
(MPW), pengurus organisasi jabatan Notaris (Ikatan Notaris Indonesia),
hal ini berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004, yaitu:
(1) Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh Ketua Tim Pemeriksa dan Notaris yang
diperiksa.
(2) Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat dengan
163
Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 181. 164
Ibid., hlm. 182.
73
tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus Daerah
Ikatan Notaris Indonesia, dan Majelis Pengawas Pusat.165
Wewenang MPD juga diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun
2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris,
seperti tersebut dalam angka 1 butir 2 mengenai tugas Majelis Pengawas
Notaris, yaitu melaksanakan Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004, dan kewenangan lainnya yaitu:
(1) Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah tanggapan
Majelis Pengawas Daerah berkenaan dengan keberatan atas
putusan penolakan cuti
(2) Memberitahukan kepada Majelis Pengawas Wilayah adanya
dugaan unsur pidana yang ditemukan oleh Majelis Pengawas
Daerah atas laporan yang disampaikan kepada Majelis Pengawas
Daerah
(3) Mencatat izin cuti yang diberikan dalam sertifikat cuti
(4) Menandatangani dan memberi paraf Buku Daftar Akta dan buku
khusus yang dipergunakan untuk mengesahkan tanda tangan surat
di bawah tangan dan untuk membukukan surat di bawah tangan
(5) Menerima dan menatausahakan Berita Acara Penyerahan
Protokol
(6) Menyampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah:
a. Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali atau pada bulan
Juli dan Januari
b. Laporan insidentil setiap 15 (lima belas) hari setelah
pemberian izin cuti166
B. Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon dalam Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris
1. Pengawasan Pengawasan Terhadap Tugas Jabatan Notaris oleh
Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
165
Ibid. 166
Ibid., hlm. 183.
74
Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang melakukan pengawasan
secara langsung terhadap Notaris di Kabupaten Serang dan Kota Cilegon,
pengawasan tersebut dilaksanakan secara berkala sebanyak 1 (satu) kali
per 6 (enam) bulan atau 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Pengawasan ini
dilakukan terhadap seluruh Notaris yang berada di Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon.167
Majelis pengawas notaris secara umum memunyai ruang lingkup
kewenangan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat [1] huruf a dan b UUJN).
Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris
berwenang melakukan sidang untuk memeriksa:
1. Adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas Jabatan Notaris
3. Perilaku para Notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya
sebagai Notaris dapat memperngaruhi pelaksanaan tugas Jabatan
Notaris
Majelis Pengawas juga berwenang memeriksa fisik kantor Notaris
beserta perangkatnya, juga memeriksa fisik minuta akta Notaris yang
tercantum dalam bab IV tentang Tugas Tim Pemeriksa pada Keputusan
167
Ibu Nevayanti, Op.Cit.
75
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-
PW.07.10. Tahun 2004.168
Berdasarkan Pasal 70 huruf b UUJN dan Pasal 16 Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menentukan bahwa MPD berwenang
melakukan pemeriksaan terhadap protokol Notaris secara berkala 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu. Majelis
atau Tim Pemeriksa dengan tugas seperti ini hanya ada pada MPD, yang
merupakan tugas pemeriksaan rutin atau setiap waktu yang diperlukan, dan
langsung dilakukan di kantor Notaris yang bersangkutan. Pemeriksaan
yang dilakukan Tim Pemeriksa meliputi pemeriksaan:
1. Kantor Notaris (alamat dan kondisi fisik)
2. Surat pengangkatan sebagai Notaris
3. Berita Acara sumpah jabatan Notaris
4. Surat keterangan izin cuti Notaris
5. Sertifikat cuti Notaris
6. Protokol Notaris, yang terdiri dari:
1) Minuta akta
2) Buku daftar akta atau repertorium
3) Buku khusus untuk mendaftarkan surat di bawah tangan yang
disahkan tanda tangannya dan surat di bawah tangan yang
dibukukan
4) Buku daftar nama penghadap atau kepper dari daftar akta dan
daftar surat di bawah tangan yang disahkan.169
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nevayanti, SH., MH.
anggota MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, MPD Kabupaten
Serang melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap protokol
notaris, plang nama kantor notaris, jam kerja notaris, staff notaris (setiap
168
Habib Adjie, Op.Cit., hlm. 171. 169
Ibid., hlm. 189.
76
notaris wajib memiliki minimal 2 orang staff notaris), dan isi kantor atau
perangkat kantor Notaris yang meliputi: buku laporan bulanan, lemari
arsip, brankas, kursi penerima tamu, perpustakaan. Setelah dilaksanakan
pemeriksaan terhadap fisik kantor Notaris beserta perangkatnya dan
protokol Notaris.170
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap tugas jabatan Notaris, ketua
MPD Kabupaten Serang membuat 3 (tiga) tim pemeriksa dan menentukan
lokasi pemeriksaan untuk setiap tim pemeriksa yang dibuat, dalam setiap
tim pemeriksa terdiri dari 1 (satu) orang sebagai ketua tim pemeriksa
merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris dan 2 (dua) orang sebagai
anggota dalam tim pemeriksa.171
Pelaksanaan teknis pemeriksaan dan waktu yang dibutuhkan dalam
melakukan pemeriksaan terhadap seluruh Notaris di sekitar daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon diserahkan kepada MPD, namun
berdasarkan informasi yang didapat dari anggota MPD terkait pembagian
waktu pemeriksaan yang diperlukan kurang lebih memakan waktu 1 (satu)
bulan untuk pelaksanaan pemeriksaan pada seluruh Notaris di Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon.172
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang terhadap Protokol Notaris melalui prosedur
pemeriksaan dengan tahap pertama yaitu memeriksa buku reportorium
notaris dan kemudian melakukan uji petik terhadap satu akta yang dibuat
170
Ibu Nevayanti, Op.Cit. 171
Ibid. 172
Ibid.
77
oleh notaris untuk mengetahui kelengkapan data pada protokol notaris
tersebut. Dan pemeriksaan terhadap perangkat kantor Notaris yang lain
melalui prosedur pengamatan langsung terhadap kelengkapan perangkat
kantor Notaris yang kemudian akan dimuat dalam suatu berita acara
pemeriksaan, sebagai hasil dari pemeriksaan tersebut berita acara
pemeriksaan akan dikirim kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan
ditembuskan kepada pelapor dan terlapor.173
2. Prosedur Pemeriksaan Terhadap Notaris Terlapor oleh Masyarakat
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah selain melakukan
pemeriksaan terhadap protokol Notaris yaitu menerima laporan atau aduan
dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik notaris
maupun pelanggaran terhadap tugas dan jabatan notaris. Pemeriksaan
terhadap Notaris terlapor berdasarkan Pasal 70 huruf a, huruf g, dan huruf
h dan Pasal 71 huru b dan huruf e UUJN yang menjelaskan tentang
kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam pemeriksaan terhadap
Notaris terlapor, bahwa Majelis Pengawas Daerah berwenang:174
1. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris. (Pasal 70 huruf a)
2. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini. (Pasal 70 huruf g)
3. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
kepada Majelis Pengawas Wilayah. (Pasal 70 huruf h)
4. membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada
173
Ibid. 174
Bab IX, Pasal 70-71, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
78
Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis
Pengawas Pusat. (Pasal 71 huruf b)
5. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan
menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis
Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
(Pasal 71 huruf e)
Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) huruf d, Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun
2004, Majelis Pengawas Daerah secara administratif berwenang untuk
menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang.175
Tata cara pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris
diatur dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 25 Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.
02. PR. 08. 10 Tahun 2004.176
1. Pasal 20 menjelaskan tentang ketentuan majelis pemeriksa, yaitu
sebagai berikut:
(1) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua Majelis
Pengawas Notaris membentuk Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis
Pemeriksa Wilayah, dan Majelis Pemeriksa Pusat dari masing-
masing unsur yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua)
orang anggota Majelis Pemeriksa.
(2) Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat
berwenang memeriksa dan memutus laporan yang diterima.
(3) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh 1 (satu) orang sekretaris.
(4) Pembentukan Majelis Pemeriksa dilakukan paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah laporan diterima.
(5) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan
175
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M. 02.
PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Aggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. Loc.,Cit. 176
Ibid.
79
perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping
sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris.
(6) Dalam hal Majelis Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Ketua Majelis Pengawas Notaris
menunjuk penggantinya.
2. Pasal 21 menjelaskan tentang pengajuan laporan, yaitu sebagai berikut:
(1) Laporan dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
(2) Laporan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
disertai bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Laporan tentang adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris
atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris disampaikan kepada
Majelis Pengawas Daerah.
(4) Laporan masyarakat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
(5) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah, maka Majelis
Pengawas Wilayah meneruskan kepada Majelis Pengawas Daerah
yang berwenang.
(6) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat, maka Majelis
Pengawas Pusat meneruskannya kepada Majelis Pengawas Daerah
yang berwenang.
3. Pasal 22 menjelaskan tentang pemanggilan terhadap pelapor dan
terlapor, yaitu sebagai berikut:
(1) Ketua Majelis Pemeriksa melakukan pemanggilan terhadap pelapor
dan terlapor.
(2) Pemanggilan dilakukan dengan surat oleh sekretaris dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum sidang.
(3) Dalam keadaan mendesak pemanggilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan melalui faksimili yang segera disusul
dengan surat pemanggilan.
(4) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut, tetapi
tidak hadir maka dilakukan pemanggilan kedua.
(5) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut yang
kedua kali namun tetap tidak hadir maka pemeriksaan dilakukan
dan putusan diucapkan tanpa kehadiran terlapor.
4. Pasal 23 menjelaskan tentang pemeriksaan oleh Majelis Pengawas
Daerah, yaitu sebagai berikut:
(1) Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah tertutup untuk umum.
(2) Pemeriksaan dimulai dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kalender setelah laporan diterima.
80
(3) Majelis Pemeriksa Daerah harus sudah menyelesaikan pemeriksaan
dan menyampaikan hasil pemeriksaan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak laporan
diterima.
(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani
oleh ketua dan sekretaris.
(5) Surat pengantar pengiriman berita acara pemeriksaan yang
dikirimkan kepada Majelis Pengawas Wilayah ditembuskan kepada
pelapor, terlapor, Majelis Pengawas Pusat, dan Pengurus Daerah
Ikatan Notaris Indonesia.
5. Pasal 24 menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan kasus, yaitu
sebagai berikut:
(1) Pada sidang pertama yang ditentukan, pelapor dan terlapor hadir,
lalu Majelis Pemeriksa Daerah melakukan pemeriksaan dengan
membacakan laporan dan mendengar keterangan pelapor.
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlapor
diberi kesempatan yang cukup untuk menyampaikan tanggapan.
(3) Pelapor dan terlapor dapat mengajukan bukti-bukti untuk
mendukung dalil yang diajukan.
(4) Laporan diperiksa oleh Majelis Pemeriksa Daerah dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak
laporan diterima.
Berdasarkan informasi dari Bapak Sulhi, SH., MH. sebagai Ketua
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon menjelaskan bahwa dalam
melaksanakan pemeriksaan terhadap Notaris terlapor, maka Ketua Majelis
Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon mengeluarkan
Surat Keputusan pembentukan Tim Pemeriksa Kasus, MPD membuat 1
(satu) tim pemeriksa kasus yang beranggotakan 3 (tiga) orang, terdiri dari
unsur Pemerintah, unsur Notaris, usur Akademisi, anggota tim pemeriksa
kasus ini dibentuk sesuai dengan daerah kedudukan Notaris yang menjadi
kewenangan pemeriksaan tim pemeriksa berkala, maka unsur yang
terdapat dalam tim pemeriksa kasus ialah anggota tim pemeriksa yang
81
berwenang dalam melakukan pemeriksaan berkala pada daerah kedudukan
Notaris tersebut. 177
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Susiana Masithah, SH.,
MKn. sebagai anggota MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon bahwa
setelah diterimanya aduan atau laporan masyarakat mengenai pelanggaran
jabatan Notaris maupun pelanggaran Kode Etik Notaris dengan terlebih
dahulu mengajukan surat usulan laporan kepada MPD disertai dengan
bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, laporan tersebut diperiksa
oleh Majelis Pemeriksa Daerah dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kalender terhitung sejak laporan diterima.178
Atas dasar surat usulan laporan yang diajukan tersebut MPD wajib
membalas surat usulan pelapor, kemudian MPD melakukan pemanggilan
kedua pihak (antara pelapor dan Notaris sebagai terlapor) dengan sah dan
patut melalui surat pemanggilan oleh Sekretaris Majelis dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum diadakan sidang majelis
pemeriksaan terhadap Notaris terlapor, sidang mejelis dilakukan di
Sekretariat Majelis Pengawas Daerah dengan dihadiri anggota tim
pemeriksa kasus tersebut untuk meminta keterangan dari kedua pihak
tentang dugaan terjadinya pelanggaran Kode Etik maupun pelanggaran
177
Sekretariat Daerah Kabupaten Serang, Bapak Sulhi, Ketua Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, 26 April 2018. 178
Notaris, Ibu Susiana Masithah, Notaris dan anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon, 2 Mei 2018.
82
jabatan Notaris, dan pelapor serta terlapor dapat mengajukan bukti-bukti
untuk mendukung dalil yang diajukan dalam sidang majelis tersebut.179
Setelah dilakukan sidang majelis pemeriksaan terhadap Notaris
terlapor maka segala keterangan dan bukti-bukti yang diperoleh dari kedua
belah pihak kepada MPD akan dimuat dalam Barita Acara Pemeriksaan
yang akan disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah (untuk
pelanggaran atas tugas jabatan notaris) dan kepada Majelis Kehormatan
Notaris (untuk pelanggaran Kode Etik Notaris) untuk ditindaklanjuti
apakah Notaris tersebut berhak dijatuhkan sanksi atau tidak oleh Majelis
Pengawas Wilayah Provinsi Banten atas dugaan pelanggaran yang
dilakukan Notaris tersebut, berdasarkan Pasal 73 UUJN Majelis Pengawas
Wilayah berwenang melakukan pemeriksaan, mengambil keputusan yang
bersifat final serta berwenang menjatuhkan sanksi atas Notaris yang
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris maupun
pelanggaran tugas jabatan Notaris, dan setiap putusan penjatuhan sanksi
tersebut akan dibuat Berita Acara.180
179
Ibid. 180
Ibid.
83
BAB IV
ANALISIS KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH DALAM
MENGAWASI TUGAS JABATAN NOTARIS DI DAERAH KABUPATEN
SERANG BERDASARKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
A. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam Pengawasan
Tugas Jabatan Notaris Di Kabupaten Serang Berdasarkan Ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengawasan Majelis Pengawas Daerah
Terhadap Tugas Jabatan Notaris
Notaris merupakan pejabat yang berwenang membuat akta otentik
dan kewenangan lain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan
terpenuh mempunyai peranan penting dalam hubungan hukum kehidupan
masyarakat, dalam hal terjadi sengketa maka akta otentik merupakan alat
bukti terkuat dan terpenuh dalam penyelesaian sengketa.
Kewenangan Notaris kini menjadi kewenangan yang sangat penting
bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan perbuatan
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya sangat rentan terhadap
penyalahgunaan jabatan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga
84
dalam tugas dan jabatan Notaris perlu dilakukan pembinaan dan
pengawasan secara efektif.
Pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris merupakan suatu
langkah preventif untuk mencegah terjadinya pelanggaran jabatan atau
Kode Etik Notaris sekaligus untuk memaksakan kepatuhan jabatan
terhadap peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Notaris. Maka
berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UUJN pengawasan terhadap Notaris
dilakukan oleh Menteri (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia),
dan ayat (2) menjelaskan bahwa dalam hal ini Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia membentuk suatu Majelis Pengawas Notaris sebagai
penerima delegasi kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap
tugas jabatan Notaris, pada ayat (3) menentukan bahwa Majelis
Pengawas tersebut berjumlah 9 (sembilan) orang, yang terdiri atas 3
(tiga) unsur yaitu 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah, 3 (tiga) orang dari
unsur Notaris dan 3 (tiga) orang dari unsur akademisi. Kemudian pada
Pasal 68 UUJN menjelaskan Majelis Pengawas yang dibentuk oleh
Menteri ini terdiri atas Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat.181
Kedudukan Majelis Pengawas Notaris pada tingkat daerah diatur
dalam Pasal 69 UUJN bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) dibentuk
di Kabupaten atau Kota dan kewenangan serta kewajiban MPD diatur
dalam Pasal 70 dan Pasal 71 UUJN, pada Pasal 72 UUJN menyebutkan
181
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Loc.Cit.
85
Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dibentuk dan berkedudukan di
Ibukota Provinsi selanjutnya kewenangan serta kewajiban MPW diatur
dalam Pasal 73, Pasal 74 dan Pasal 75 UUJN, pada Pasal 76 UUJN
menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Pusat (MPP) dibentuk dan
berkedudukan di Ibukota Negara, kewenangan serta kewajiban MPP
diatur dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 81 UUJN,
masing-masing Majelis Pengawas Notaris pada tingkat daerah, wilayah
maupun pusat memiliki masa jabatan struktur keanggotaan selama 3
(tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.182
Berdasarkan Pasal 70 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menjelaskan kewenangan Majelis
Pengawas Daerah, yaitu:183
1. Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris
b) melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu
c) memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan
d) menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul
Notaris yang bersangkutan
e) menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih
f) menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4)
g) menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam
Undang-Undang ini dan
182
Ibid. 183
Ibid.
86
h) membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf
g kepada Majelis Pengawas Wilayah. (Pasal 70)
2. Majelis Pengawas Daerah berkewajiban:
a) mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris
dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta
jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat
sejak tanggal pemeriksaan terakhir
b) membuat Berita Acara Pemeriksaan dan menyampaikannya
kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan
kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan
Majelis Pengawas Pusat
c) merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan
d) menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar
lain dari Notaris dan merahasiakannya
e) memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan
menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis
Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f) menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan
penolakan cuti. (Pasal 71)184
Kewenangan MPD dalam UUJN selain pada Pasal yang disebutkan
diatas juga disebutkan dalam Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 2004 bahwa:
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris.185
Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) tersebut untuk dilakukan pengambilan
dokumen-dokumen yang berada dalam penyimpanan notaris tidak bisa
dilakukan secara sewenang-wenang oleh Penyidik, Penuntut Umum
184
Ibid. 185
Ibid.
87
maupun Hakim dalam suatu proses pemeriksaan untuk kepentingan
hukum. Disamping itu pemanggilan Notaris untuk diperiksa maupun
dihadirkan sebagai saksi juga tidak dapat dilakukan secara langsung oleh
Penyidik Polri, Penuntut Umum maupun Hakim dalam suatu proses
pemeriksaan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan oleh kepolisian,
maupun di tingkat penuntutan dan pemeriksaan perkara di pengadilan.
Pemanggilan Notaris untuk kepentingan pemeriksaan demi hukum harus
terlebih dahulu memperoleh ijin/persetujuan dari MPD, namun melalui
Putusan MK No.49/PUU-X/2012 pada tanggal 23 Maret 2013
kewenangan MPD untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak berlaku lagi, dan
kewenangan MPD tersebut dialihkan kepada Majelis Kehormatan Notaris
(MKN)186
, berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, dengan demikian Pasal 66 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 berubah menjadi sebagai beruikut:
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam
penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan
186
Ibu Susiana Masithah Sudian., Loc.Cit.
88
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban
menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis
kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.187
Berkaitan dengan kewenangan MPD yang diatur dalam UUJN,
kewenangan MPD juga diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun 2004
Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris,188
seperti tersebut dalam angka 1 butir 2 mengenai tugas Majelis Pengawas
Notaris, yaitu melaksanakan Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17,
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan
Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
2. Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Daerah dalam
Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Wilayah Kabupaten Serang
Wewenang atau kewenangan memiliki kedudukan yang begitu
penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi,
sehingga F.A.M. Stroik dan J.G. Steenbeek menganggap bahwa
kewenangan menjadi konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum
administrasi.189
Sedangkan dengan penjelasan lain Nicolai menyebut
bahwa kewenangan merupakan kemampuan untuk melakukan tindakan
187
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Loc.Cit. 188
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-
PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. 189
Abdul Latif , Loc.Cit., hlm. 6.
89
hukum tertentu (yaitu tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan
lenyapnya akibat hukum). Hak yang dimaksud berisi kebebasan untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menurut pihak
lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan kewajiban memuat
keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.190
Pengertian kewenangan menurut Nicolai ini menandung makna
bahwa subjek yang dapat menerima kewenangan ialah orang yang
dikategorikan telah cakap hukum atau orang yang dapat memberikan
pertanggungjawaban hukum atas suatu peristiwa hukum yang bisa
menimbulkan akibat hukum, dalam peristiwa hukum yang terjadi berisi
hak dan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan
tertentu, dan kewenangan juga dimiliki oleh pemerintah ataupun pejabat
negara untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.191
Wewenang sebagai konsep hukum publik menurut Philipus M.
Hadjon sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu
pengaruh, dasar hukum, dan konfomitas hukum. Komponen pengaruh ini
dimaksudkan, agar pejabat negara tidak menggunakan wewenangnya di
luar tujuan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Komponen dasar hukum ini bertujuan bahwa setiap tindakan pemerintah
atau pejabat negara harus mempunyai dasar hukum. Komponen
konformitas ini menghendaki agar setiap tindak pemerintahan atau
190
Ridwan HR, Loc.Cit., hlm. 101. 191
Ibid.
90
pejabat negara mempunyai tolak ukur atau standar yang bersifat umum
untuk semua jenis wewenang yang bertumpu pada legalitas tindakan.192
Seperti yang dikemukakan Nicolai bahwa kewenangan merupakan
kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu, dalam hal ini
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah ataupun pejabat negara
menurut pendapat dari Philipus M. Hadjon harus mengandung sekurang-
kurangnya 3 (tiga) komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan
konfomitas hukum.193
Majelis Pengawas Daerah (MPD) merupakan pejabat Tata Usaha
Negara yang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan hukum
tertentu atau memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap
tugas jabatan Notaris yang berkaitan dengan UUJN serta Kode Etik
Notaris, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan tercantum dalam
UUJN Bab IX tentang Pengawasan Pasal 67 bahwa pengawasan terhadap
Notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
kemudian kewenangan pengawasan tersebut didelegasikan kepada MPD,
maka berkaitan dengan pendapat dari Philipus M. Hadjon bahwa
kewenangan yang dilaksanakan oleh MPD sekurang-kurangnya harus
terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan
konfomitas hukum.
Berdasarkan pendapat dari Lyndal F. Urwick bahwa “pengawasan
adalah upaya agar sesuatu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
192
Abdul Latif, Op.Cit., hlm. 7. 193
Ibid.
91
telah ditetapkan dan instruksi yang telah sesuai”.194 Maka berkaitan
dengan pendapat ahli tersebut kewenangan MPD adalah mengawasi
tugas jabatan Notaris dan segala perilaku Notaris agar sesuai dengan
perintah UUJN dan Kode Etik Notaris.
Pelaksanaan pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris tersebut
dilaksanakan berdasarkan prinsip delegasi dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, secara teoritis delegasi adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan
lainnya. Pada pelaksanaannya delegasi menurut pendapat dari Murtir
Jeddawi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat
lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan.
b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam
peraturan perundang-undangan.
c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi
d) Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans
berhak untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut.
e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan
instruksi atau petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut.195
Prof. Muchsan menyatakan bahwa untuk adanya tindakan
pengawasan diperlukan unsur-unsur sebagai berikut:
a) Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas.
b) Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap
pelaksanaan suatu tugas yang akan diawasi.
c) Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses
kegiatan yang sedang berjalan maupun terhadap hasil yang dicapai
dari kegiatan tersebut.
194
Nomensen Sinamo, Loc.Cit, hlm. 142. 195
Murtir Jeddawi, Loc.Cit., hlm. 75.
92
d) Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir
terhadap kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang
dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya.
e) Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan
tindakan lanjut, baik secara administratif maupun secara yuridis.196
Unsur-unsur pengawasan yang dikemukakan oleh Prof. Muchsan,
bahwa dalam pelaksanaan pengawasan apapun harus memenuhi unsur-
unsur pengawasan, maka MPD selaku lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap tugas jabatan Notaris
harus melaksanakan pengawasan yang didalamnya terkandung unsur-
unsur pengawasan seperti yang telah dikemukakan oleh Prof. Muchsan.
Berdasarkan unsur-unsur pengawasan yang dikemukakan oleh Prof.
Muschan tersebut maka pengawasan yang dilakukan oleh MPD
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon ialah diatur dalam UUJN,
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Majelis Pengawas Notaris, dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris.
Notaris yang diawasi oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
meliputi seluruh Notaris yang wilayah kerjanya berkedudukan di daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, berdasarkan hasil penelitian yang
196
Ibid., hlm. 144.
93
telah dilakukan, Notaris di wilayah Kabupaten Serang berjumlah 160
orang Notaris dan di Kota Cilegon terdapat 65 orang Notaris, maka MPD
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon melakukan pengawasan terhadap
tugas jabatan dari 225 orang Notaris.
Berdasarkan Pasal 70 UUJN MPD berwenang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap protokol Notaris minimal 1 (satu) kali dalam satu
tahun atau setiap kali yang dianggap perlu, maka berdasarkan hasil
penelitian bahwa pengawasan yang dilakukan MPD Kabupaten Serang
dan Kota Cilegon terhadap Notaris yang berkedudukan di Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon dilakukan secara berkala sebanyak 2 (dua) kali
dalam satu tahun, dalam pengawasan ini MPD Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon melakukan pengawasan dengan melaksanakan pemeriksaan
langsung terhadap tugas jabatan dan Protokol Notaris.
Berdasarkan wewenang MPD dalam Pasal 16 Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun
2004, mengatur mengenai pemeriksaan yang dilakukan oleh sebuah tim
pemeriksa, yaitu:
(1) Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang
terdiri atas 3 (tiga) orang anggota dari masing-masing unsur yang
dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah yang dibantu oleh 1 (satu)
orang sekretaris.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak
untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan
atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa
pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris.
94
(3) Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Ketua Majelis Pengawas Daerah menunjuk
penggantinya.197
Maka pemeriksaan terhadap tugas jabatan Notaris di daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dilakukan oleh tim pemeriksa
protokol Notaris yang dibentuk secara khusus oleh Ketua MPD
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon untuk melakukan pemeriksaan
bersifat administratif secara berkala yaitu terhadap protokol Notaris,
dengan Keputusan Ketua MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
Nomor. M.74. MPDN Kabupaten Serang dan Kota Cilegon 01.16.05.
Adapun berbagai aspek yang diperiksa dari Notaris yang tercatat dalam
Berita Acara Pemeriksaan Protokol Notaris ialah198
:
1) Kantor Notaris, meliputi:
a) Alamat kantor Notaris
b) Alamat rumah Notaris
2) Surat pengangkatan sebagai Notaris, meliputi:
a) Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia
b) Berita Acara Sumpah Jabatan Notaris
3) Surat keterangan izin cuti Notaris
4) Sertifikat cuti Notaris
5) Buku-buku protokol Notaris yang terdiri atas:
a) Buku daftar akta
b) Buku daftar surat dibawah tangan yang dibukukan
c) Buku daftar surat dibawah tangan yang disahkan
d) Buku nama penghadap/klaper
e) Buku daftar wasiat
f) Buku daftar lain yang harus disimpan berdasarkan peraturan
Perundang-Undangan
6) Keadaan penyimpanan arsip
7) Laporan bulanan
8) Uji petik terhadap akta
9) Penyerahan protokol yang berumur 25 (dua puluh lima) tahun/lebih
10) Keadaan dan sarana kantor, meliputi:
197
Habib Adjie, Loc.Cit., hlm. 182. 198
Bapak Sulhi, Op.Cit,
95
a) Ruang kantor
b) Papan nama Notaris
c) Jumlah karyawan
d) Komputer
e) Mesin tik
f) Meja
g) Lemari
h) Kursi tamu
i) Filling gabinet
j) Pesawat telpon/faximili
11) Jam kerja Notaris
12) Sanksi-sanksi yang pernah dijatuhkan
Saat dilakukan pemeriksaan terhadap fisik kantor beserta protokol
Notaris berdasarkan pada Pasal 71 UUJN Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon harus membuat Berita Acara
Pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah
Provinsi Banten, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan,
Organisasi Notaris (Ikatan Notaris Indonesia yang berkedudukan di
daerah setempat), dan Majelis Pengawas Pusat.
Berdasarkan Pasal 70 UUJN pula MPD Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon berhak menerima laporan dari masyarakat jika telah terjadi
pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris maupun UUJN atau telah terjadi
penyalahgunaan wewenang oleh Notaris Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon yang dapat merugikan masyarakat, untuk selanjutnya merujuk
pada Pasal 71 UUJN bahwa MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
berwenang untuk memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris
terlapor dan menyampaikan hasil pemeriksaan kasus tersebut kepada
Majelis Pengawas Wilayah Provinsi Banten dalam waktu 30 (tiga puluh)
96
hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
Sesuai dengan hasil penelitian dan Pasal 15 Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR.
08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris bahwa pengawasan terhadap
tugas jabatan Notaris oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
dilakukan secara langsung, dengan demikian MPD Kabupaten Serang
dan Kota Cilegon mendatangi secara langsung kantor Notaris yang dituju
untuk dilakukan pemeriksaan, namun sebelum dilakukan pemeriksaan
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon terlebih dahulu
memberitahukan secara tertulis kepada Notaris terkait tentang akan
dilakukan pemeriksaan terhadap fisik kantor dan protokol Notaris, paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan, dan pada
waktu yang ditentukan untuk dilakukan pemeriksaan, Notaris yang
bersangkutan harus berada di kantornya dan menyiapkan semua Protokol
Notaris.199
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa kendala yang
beberapa kali terjadi pada saat akan dilakukan pemeriksaan terhadap
Notaris di daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon yaitu saat akan
dilakukan pemeriksaan kantor Notaris yang dituju tutup atau tidak ada
199
Ibu Susiana Masithah Sudian, Loc.Cit.
97
aktivitas kerja dan kendala lain yang timbul dari internal MPD yaitu
karena komposisi keanggotaan MPD terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu
unsur pemerintah, Notaris, dan akademisi maka kendala saat akan
melakukan pemeriksaan yaitu sulitnya mengatur waktu tim pemeriksa
protokol Notaris untuk melaksanakan pemeriksaan, hal tersebut
dilatarbelakangi karena anggota MPD merangkap jabatan, bahwa selain
menjadi anggota MPD juga dibebani tugas lain yaitu sebagai pejabat
pemerintah, akademisi (dosen) dan Notaris oleh karenanya seringkali
anggota tim pemeriksa tidak dapat hadir dalam pelaksanaan pemeriksaan,
meski pemeriksaan harus tetap berlangsung. Terhadap kantor Notaris
yang tutup saat akan dilakukan pemeriksaan oleh MPD, maka MPD
berhak memberikan teguran kepada Notaris yang bersangkutan agar tidak
mengulangi kesalahan tersebut.200
Tim pemeriksa protokol Notaris dalam melakukan pemeriksaan yang
bersifat administratif harus mendatangi secara langsung lokasi kantor
Notaris yang akan diperiksa, dan anggota MPD harus memahami
kewenangan dan tugas MPD tentang segala aspek yang akan diperiksa,
misalnya tentang protokol Notaris, penutupan akta, cara pembundelan
minuta akta, buku-buku yang harus disediakan misalnya: buku
repertorium (daftar akta), buku khusus daftar surat di bawah tangan, dan
200
Ibid.
98
surat-surat lain misalnya: surat izin cuti, surat keputusan pengangkatan
Notaris.201
Pelanggaran yang umumnya terjadi pada Notaris daerah Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon secara fisik kantor yang ditemukan saat
pemeriksaan oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon adalah
keterangan pada plang nama Notaris yang tidak lengkap misalnya tidak
ditulis Surat Pengangkatan atau Surat Keputusan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, plang nama kantor Notaris terpampang namun
kantor tidak buka, pindah kedudukan kantor Notaris namun tidak
melapor kepada MPD, dan melakukan tugas jabatan Notaris di luar
wilayah kedudukan kantor Notaris.202
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata
Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas
Notaris, kewenangan MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon secara
administratif diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14, yaitu:
1. Pasal 13, menjelaskan bahwa:
(1) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat
administratif dilaksanakan oleh ketua, wakil ketua, atau salah
satu anggota, yang diberi wewenang berdasarkan keputusan
rapat Majelis Pengawas Daerah
201
Ibid. 202
Ibid.
99
(2) Kewenangan yang dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6
(enam) bulan
b. Menetapkan notaris pengganti
c. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada
saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua
puluh lima) tahun atau lebih
d. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang
e. Memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat
di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan
yang dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan
Undang-Undang
f. Menerima penyimpanan secara tertulis salinan dari daftar
akta, daftar surat di bawah tangan yang di sahkan, dan daftar
surat di bawah tangan yang di bukukan yang telah
disahkannya, yang dibuat pada bulan sebelumnya paling
lambat 15 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya,
yang memuat sekurang-kurangnya nomor, tanggal, dan judul
akta.203
2. Pasal 14, menjelaskan bahwa:
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif
yang memerlukan surat keputusan rapat adalah:
a. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara
b. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
Protokol Notaris yang meninggal dunia, memberikan persetujuan
atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk
proses peradilan
c. Menyerahkan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-urat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris, dan
d. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris.204
Secara umum MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon telah
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah ditentukan
dan diatur dalam regulasi pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris
203
Pasal 13, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Aggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. 204
Pasal 14, Ibid.
100
yaitu ketentuan UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004
Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris, dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun 2004
Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris, dalam
melakukan fungsi pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris di daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon. Sehingga selama masa jabatan
anggota MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon periode 2015-2018,
tidak terlalu banyak ditemukan Notaris yang melakukan pelanggaran
terhadap Kode Etik Notaris dan UUJN atau penyalahgunaan wewenang
yang merugikan masyarakat.
B. Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon Dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Terhadap Jabatan
Notaris Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris
Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya, sangat rentan terhadap
penyalahgunaan jabatan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga dalam
tugas dan jabatan Notaris perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan secara
efektif dengan langkah-langkah yang bersifat preventif. Namun seiring
dengan pelaksanaan tugas dan jabatan tersebut, di daerah Kabupaten Serang
101
dan Kota Cilegon masih terdapat beberapa Notaris yang melakukan
pelangaran yang akhirnya menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Atas dasar
kerugian masyarakat karena perbuatan yang dilakukan oleh Notaris
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon maka masyarakat dengan didasari Pasal
70 huruf g UUJN bahwa masyarakat dapat melaporkan Notaris yang
merugikan hak dan kepentingannya dan termasuk pelanggaran Kode Etik
Notaris atau UUJN secara tertulis dengan menyertakan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
Dari uraian mengenai pelanggaran terhadap tugas jabatan Notaris di
daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, terdapat beberapa laporan
masyarakat tentang pelanggaran yang dilakukan Notaris yang ditangani oleh
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon periode tahun 2015-2018, yang
dapat digambarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut: 205
Tabel 4.1
Data Jumlah Notaris Terlapor dan ditangani MPD Tahun 2015-2018
No Tahun
Jumlah
Notaris
Terlapor
Jenis Laporan
1
2015-2016
3 orang
notaris
Pelanggaran dilakukan oleh Notaris
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
tentang pembuatan dan penerbitan
suatu akta tentang perubahan data
perusahaan, peralihan saham dan ganti
nama pemegang saham tanpa
melibatkan seluruh pihak pemegang
saham dan tanpa dilakukan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS)
sebelumnya oleh perusahaan, dengan
demikian, pihak pelapor merasa
dirugikan dengan pembuatan akta
2 2017-2018 2 orang
notaris
205
Bapak Sulhi, Ketua Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon,
Op.Cit.
102
tanpa persetujuan seluruh pihak terkait
dan penerbitan akta jual beli.
Berdasarkan tabel laporan pelanggaran tugas jabatan Notaris yang
diterima dan ditangani oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon pada
tahun 2015-2018 ialah mengenai Notaris di Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon yang melakukan pelanggaran yaitu umumnya tentang pembuatan
suatu akta terkait dengan perusahaan dan atas akta yang dibuat oleh Notaris
tersebut, pelapor merasa dirugikan.
Regulasi yang mejadi dasar penyelenggaraan penanganan kasus
pelanggaran terhadap jabatan Notaris ini terdapat dalam Pasal 70 dan Pasal 73
UUJN, ketentuan Pasal 70 UUJN yang dimaksud ialah MPD berwenang
menyelenggarakan sidang untuk. memeriksa adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris, dan
ketentuan Pasal 73 tersebut berisi tentang kewenangan dari Majelis Pengawas
Wilayah (MPW):206
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui
Majelis Pengawas Wilayah
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
c. memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun
d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah
yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor
e. memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis
f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat berupa:
206
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Loc.Cit.
103
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)
bulan; atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat.
g. membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f.
(2) Keputusan Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara.
Berdasarkan substansi dari Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat [1] huruf a dan
b UUJN, bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan sidang
untuk memeriksa:
1) adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
2) adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas Jabatan Notaris
3) perilaku para Notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya
sebagai Notaris dapat memperngaruhi pelaksanaan tugas Jabatan
Notaris.
Wewenang dalam penanganan kasus pelanggaran terhadap tugas jabatan
Notaris dalam hal penjatuhan sanksi-sanksi terhadap Notaris terlapor dimiliki
oleh Majelis Pengawas Pusat (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP).
Kewenangan MPP pada penjatuhan sanksi bagi Notaris terlapor didasarkan
pada Pasal 77 UUJN, menjelaskan MPP berwenang untuk:207
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan
dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada huruf a
c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak
hormat kepada Menteri.
207
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Loc.Cit.
104
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam melakukan
pemeriksaan merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004
Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal
20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 25, yaitu sebagai berikut:208
1. Pasal 20 menjelaskan tentang ketentuan majelis pemeriksa, yaitu sebagai
berikut:
(1) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua Majelis
Pengawas Notaris membentuk Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis
Pemeriksa Wilayah, dan Majelis Pemeriksa Pusat dari masing-
masing unsur yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang
anggota Majelis Pemeriksa.
(2) Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat berwenang
memeriksa dan memutus laporan yang diterima.
(3) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh
1 (satu) orang sekretaris.
(4) Pembentukan Majelis Pemeriksa dilakukan paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah laporan diterima.
(5) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menolak untuk memeriksa Notaris yang mempunyai hubungan
perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai
dengan derajat ketiga dengan Notaris.
(6) Dalam hal Majelis Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Ketua Majelis Pengawas Notaris menunjuk
penggantinya.
2. Pasal 21 menjelaskan tentang pengajuan laporan, yaitu sebagai berikut:
(1) Laporan dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
(2) Laporan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
disertai bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Laporan tentang adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris disampaikan kepada
Majelis Pengawas Daerah.
208
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR.
08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan, Loc.Cit.
105
(4) Laporan masyarakat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah.
(5) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah, maka Majelis Pengawas
Wilayah meneruskan kepada Majelis Pengawas Daerah yang
berwenang.
(6) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
kepada Majelis Pengawas Pusat, maka Majelis Pengawas Pusat
meneruskannya kepada Majelis Pengawas Daerah yang berwenang.
Berdasarkan Pasal 21 tersebut maka langkah yang dapat ditempuh oleh
masyarakat untuk dapat mendapatkan keadilan atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Notaris yang membuat pelapor merasa dirugikan adalah
melaporkan perkara yang dimaksud kepada MPD Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon, dan laporan tersebut harus tertulis dan disertakan bukti-bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 22 menjelaskan tentang pemanggilan terhadap pelapor dan terlapor,
yaitu sebagai berikut:209
(1) Ketua Majelis Pemeriksa melakukan pemanggilan terhadap pelapor
dan terlapor.
(2) Pemanggilan dilakukan dengan surat oleh sekretaris dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum sidang.
(3) Dalam keadaan mendesak pemanggilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat dilakukan melalui faksimili yang segera disusul
dengan surat pemanggilan.
(4) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut, tetapi
tidak hadir maka dilakukan pemanggilan kedua.
(5) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut yang kedua
kali namun tetap tidak hadir maka pemeriksaan dilakukan dan
putusan diucapkan tanpa kehadiran terlapor.
Pasal 23 menjelaskan tentang pemeriksaan oleh Majelis Pengawas
Daerah, yaitu sebagai berikut: 210
(1) Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah tertutup untuk umum.
(2) Pemeriksaan dimulai dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kalender setelah laporan diterima.
209
Ibid. 210
Ibid.
106
(3) Majelis Pemeriksa Daerah harus sudah menyelesaikan pemeriksaan
dan menyampaikan hasil pemeriksaan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak laporan diterima.
(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan
dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh ketua dan
sekretaris.
(5) Surat pengantar pengiriman berita acara pemeriksaan yang
dikirimkan kepada Majelis Pengawas Wilayah ditembuskan kepada
pelapor, terlapor, Majelis Pengawas Pusat, dan Pengurus Daerah
Ikatan Notaris Indonesia.
Pasal 24 menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan kasus, yaitu sebagai
berikut:
(1) Pada sidang pertama yang ditentukan, pelapor dan terlapor hadir,
lalu Majelis Pemeriksa Daerah melakukan pemeriksaan dengan
membacakan laporan dan mendengar keterangan pelapor.
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlapor
diberi kesempatan yang cukup untuk menyampaikan tanggapan.
(3) Pelapor dan terlapor dapat mengajukan bukti-bukti untuk
mendukung dalil yang diajukan.
(4) Laporan diperiksa oleh Majelis Pemeriksa Daerah dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak
laporan diterima.211
Berkaitan dengan Pasal 23 dan Pasal 24 tersebut maka MPD Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon melakukan prosedur pemeriksaan terkait
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dengan demikian setelah terdapat laporan tertulis dari masyarakat
mengenai pelanggaran yang dilakukan Notaris maka berdasarkan Pasal 21
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon melakukan pemanggilan terhadap
pelapor dan terlapor untuk melakukan sidang majelis dengan meminta
keterangan kedua pihak, pemanggilan tersebut dilakukan dengan surat oleh
sekretaris dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum sidang dan
211
Ibid.
107
dalam keadaan mendesak pemanggilan dapat dilakukan melalui faksimili
yang segera disusul dengan surat pemanggilan.
Jika terlapor telah dipanggil secara sah dan patut tetapi tidak memenuhi
panggilan maka akan dilakukan pemanggilan kedua, dan jika telah dilakukan
pemanggilan kedua secara sah dan patut namun terlapor tidak hadir maka
pemeriksaan dilakukan dan putusan diucapkan tanpa kehadiran terlapor.
Sedangkan jika pelapor telah dipanggil secara sah dan patut namun tidak
hadir maka akan dilakukan pemanggilan kedua, jika setelah adanya
pemanggilan kedua secara sah dan atut pelapor tetap tidak hadir maka laporan
dianggap gugur.
Pemeriksaan kasus atau sidang majelis oleh MPD Kabupaten Serang dan
Kota Cilegon dilakukan secara tertutup untuk umum, dengan demikian pada
pemeriksaan kasus hanya dihadiri oleh seluruh tim pemeriksa kasus, pelapor
dan terlapor, MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon harus menyelesaikan
pemeriksaan kasus dan menyampaikan hasil pemeriksaan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak laporan
diterima. Dan setelah dilakukan pemeriksaan kasus atau sidang majelis
selanjutnya MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon membuat hasil
pemeriksaan yang dimuat dalam suatu berita acara pemeriksaan kasus yang
akan dikirimkan kepada MPW Provinsi Banten dan ditembuskan kepada
pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan oleh MPD Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon tersebut akan ditindaklanjuti oleh MPW Provinsi
Banten.
108
Terhadap kasus pelanggaran tugas jabatan Notaris yang terjadi di daerah
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, MPD Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon tidak dapat menjatuhkan sanksi terhadap Notaris yang melakukan
pelanggaran, MPD hanya berwenang untuk melakukan pemeriksaan kasus
atau sidang majelis terhadap laporan yang diterima oleh MPD dari
masyarakat, kemudian dengan hasil pemeriksaan kasus tersebut dibuatkan
berita acara yang akan disampaikan kepada MPW dan ditembuskan kepada
pelapor dan terlapor, dan kewenangan menjatuhkan sanksi tersebut
berdasarkan pada Pasal 73 UUJN dimiliki oleh MPW Provinsi Banten yang
kedudukan sekretariatnya di Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia
Provinsi Banten.
Adapun jenis-jenis sanksi yang dapat dijatuhkan oleh MPW Provinsi
Banten terhadap Notaris terlapor berdasarkan Pasal 73 huruf e UUJN, bahwa
MPW berwenang untuk menjatuhkan sanksi baik peringatan lisan maupun
peringatan tertulis dan Pasal 73 huruf f UUJN, bahwa MPW berwenang untuk
mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas
Pusat berupa:
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan;
atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat.212
3)
212
Pasal 73, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
109
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kewenangan
Majelis Pengawas Daerah (MPD) dalam mengawasi tugas jabatan Notaris di
Daerah Kabupaten Serang, sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris didasarkan pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, sedangkan untuk
pelaksanannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004
Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota,
Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun 2004
Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Pada
pelaksanaannya pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
Daerah (MPD) Kabupaten Serang dan Kota Cilegon terhadap tugas
jabatan Notaris merupakan kewenangan yang dijalankan berdasarkan
prinsip delegasi dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
berdasarkan Pasal 69 UUJN keanggotaan MPD berjumlah 9 orang yang
110
terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu unsur Notaris, unsur pemerintah dan unsur
akademisi. Pengawasan oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
dengan pemeriksaan terhadap protokol Notaris dilakukan secara berkala
yaitu sebanyak 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun oleh tim pemeriksa
protokol Notaris yang dibentuk secara khusus oleh Ketua MPD.
Pemeriksaan ini bersifat administratif dan secara langsung pada Protokol
Notaris, pemeriksaan protokol Notaris hanya akan dilakukan pada Notaris
yang diberikan surat pemberitahuan sebelumnya dari MPD, kemudian
setelah dilakukan pemeriksaan maka hasil pemeriksaan protokol Notaris
harus dimuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Protokol yang akan
disampaikan kepada Majelis Pengawas Wilayah (MPW) Provinsi Banten,
dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris
(Ikatan Notaris Indonesia yang berkedudukan di daerah setempat), dan
Majelis Pengawas Pusat. Namun pelaksanaan pengawasan oleh MPD
Kabupaten Serang belum dilakukan secara efektif dan maksimal karena
mengingat rasio Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dengan
rasio MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon tidak sebanding dan
karena latar belakang keanggotaan MPD sebagai pejabat ex officio yang
mengakibatkan tidak terfokusnya pengawasan terhadap tugas jabatan
Notaris, serta belum terdapat sistem manajemen yang profesional oleh
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
2. Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
melakukan pengawasan berdasarkan ketentuan Pasal 70 dan Pasal 71
111
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
pengawasan ini merupakan upaya preventif untuk melakukan pencegahan
agar tidak terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris dan sebagai
suatu upaya pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris, sehingga MPD
sebagai bagian dari pada pemerintah diberikan kewenangan pengawasan,
selain itu MPD juga diberikan kewenangan melakukan upaya secara
represif yaitu sebagai bagian dari lembaga yang memberikan penindakan
terhadap Notaris yang patut diduga melakukan pelanggaran terhadap
tugas jabatan Notaris melalui rekomendasi laporan kepada Majelis
Pengawas Wilayah (MPW) sebagai suatu bentuk tanggungjawab apabila
terjadi patut diduga Notaris telah melanggar sumpah jabatan Notaris.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas terdapat beberapa saran dan masukan
kepada pihak terkait dengan penelitian, sebagai bentuk masukan yang bersifat
membangun yang bertujuan untuk bahan evaluasi bagi pihak terkait, dengan
uraian sebagai berikut:
1. Pengawasan yang dilakukan oleh MPD Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon dapat dilakukan lebih efektif dengan melalui sistem pengawasan
yang terencana, rasional dengan sistem manajemen pengawasan yang
lebih profesional. Secara efektif bahwa pengawasan yang dilakukan oleh
MPD menjadi bahan evaluasi bagi Notaris ataupun Kementrian Hukum
dan Hak Asasi Manusia dalam menilai kinerja Notaris sebagai bagian
dari pejabat yang diberikan kewenangan oleh pemerintah dalam hal ini
112
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Secara rasional artinya
dalam pengawasan tersebut personil tim pengawas dari MPD Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon harus ditambah jumlah, mengingat rasio
Notaris dengan MPD masih sangat tidak seimbang yaitu 9 orang anggota
MPD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dengan 225 Notaris
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon. Secara profesional MPD diberikan
kewenangaan oleh UUJN untuk melakukan pengawasan sehingga sistem
pengawasan MPD harus ada keseragaman secara prosedur sebagai dasar
pedoman dalam melakukan pengawasan, mengatur ketentuan mengenai
latar belakang keanggotaan MPD untuk tidak merangkap jabatan agar
fokus terhadap fungsi pengawasan dan ketentuan ini harus dibuat oleh
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2. Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia agar dapat memberikan
pembinaan secara maksimal baik dalam mekanisme anggaran yang
diberikan untuk pengawasan maupun dalam perencanaan bagi MPD
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon dalam melaksanakan pengawasan
terhadap tugas jabatan Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
3. Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon harus
lebih meningkatkan upaya pengawasan secara efektif dan sistematis
melalui perencanaan serta pelaksanaan pengawasan yang baik sebagai
bentuk pembinaan kepada Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
agar terlaksananya tugas jabatan Notaris yang sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Jabatan Notaris.
113
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Latif, Hukum Administrasi Negara Dalam Praktik Tindak Pidana
Korupsi, Prenada Media Group, Jakarta, 2014.
Amiruddin dan Zainal Azikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia, Jakarta, 2014.
Buchari Zainun, Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia
Pemerintah Negara Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004.
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Perbandingan Hukum Administrasi
Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.
Dann Suganda, Kepemimpinan di dalam Organisasi dan Manajemen,
Bandung, Sinar Baru, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Diana Halim Koentjoro, Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia
Indonesia, Bogor Selatan, 2004.
Faried Ali, Teori Dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik
Menuju Redefinisi, Jakarta, Rajawali Pers, 2011.
G.H.S, Lumban tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement),
Jakarta, Erlangga, 1999.Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir
Tematik Terhadap Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, Refika Aditama , Bandung, 2008.
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama , Bandung,
2008.
-------, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara,
Refika Aditama, Bandung, 2011.
Inu Kencana Syafiie dan Welasari, Ilmu Administrasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2015.
114
Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
(SANRI), Bumi Aksara, Jakarta, 2009.
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Provinsi
Banten, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Majelis Pengawas
Notaris & Notaris, Banten, Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi
Banten, 2015.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi
Negara Republik Indonesia, Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997.
Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayu Media publishing,
Malang, 2003.
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta, Gajahmada University
Press, 2009.
Moekijat, Administrasi Kepegawaian Negara, Bandung, Mandar Maju, 1991.
Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta,
2012.
Nomensen Sinamo, Hukum Pemeritahan Daerah di Indonesia, Tangerang,
Pustaka Mandiri, 2010.
Paulus Effendi Lotulung, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan,
Salemba Humanika, Jakarta Selatan, 2013.
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris, Gramedia
Pustaka, Jakarta, 2009.
Prayudi Atmodusirdjo, Hukum Aministrasi Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1992.
-------, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Yudhistira, 1994.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Glora
Madani Press, 2004.
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum (suatu tawaran kerangka berpikir),
Refika Aditama, Bandung, 2009.
115
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRES, 2008.
Sondang Siagan, Administrasi Pembangunan, Jakarta, Gunung Agung, 1990.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, 2006.
Suriansyah Murhaini, Manajemen Pengawasan Pemerintahan Daerah,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014.
Titik Triwulan Tutik, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta, Prenada Media Group,
2011.
-------, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Prestasi Pustaka,
Jakarta, 2010.
Winardi, Manajer dan Manajemen, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000.
Zaenal Mukarom dan Muhibudin Wijaya Laksana, Manajemen Pelayanan
Publik, Bandung, Pustaka Setia, 2015.
Zaidan Nawawi, Manajemen Pemerintahan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2013.
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
B. Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tetang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M. 39-PW.07.10 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Tugas Majelis Pengawas Notaris.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor : M. 02. PR. 08. 10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan
116
Aggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan
Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
C. Jurnal dan Tesis
Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, Statistik Daerah Kabupaten Serang
2017, Kabupaten Serang : Katalog BPS 1101002.3604.
Endang Purwaningsih, Bentuk Pelanggaran Notaris di wilayah Provinsi
Banten dan penegakan hukumnya, Mimbar Hukum Vol. 27 No. 1,
Universitas Yasri, Jakarta. 2014.
Jeremiah, Pelaksanaan Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Daerah
Notaris di Kota Salatiga, Tesis, Semarang, Universitas Diponegoro,
2008.
Lukman Hakim, Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan, Jurnal Konstitusi, Vol. IV, No.1,Universitas Widyagama,
Malang. 2011.
D. Internet
https://biropemerintahan.bantenprov.go.id/id/read/profil-kab-serang.html
http://herman-notary.blogspot.co.id/2011/01/pengawasan-terhadap-Notaris-
terhadap.html.
http://m-notariat.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2016/05/kewenangan-
majelis-pengawas-daerah-melaksanakan-pengawasan-kepada-Notaris-
sebelum-dan-sesudah-putusan-mahkamah-konstitusi-nomor-49puu-
x2012.pdf
http://suaraindonesia-news.com/diduga-langgar-kode-etik-Notaris-putra-
wijaya-dilaporkan-ke-mpd-Notaris-denpasar/
http://www.indeksberita.com/majelis-pengawas-Notaris-periksa-kasus-
dugaan-pelanggaran-akta-Notaris/
http://www.indonesianotarycommunity.com/karakter-yuridis-jabatan-Notaris/
http://www.radarbanten.co.id/satu-Notaris-ditemukan-nakal-kemenkumham-
optimalkan-fungsi-pengawasan/
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Nurul Wakhida
Tempat dan Tanggal Lahir : Serang, 14 Maret 1996
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Kp/Ds. Undar andir, Rt/Rw. 005/002, Kec. Kragilan,
Kab. Serang-Banten
No. HP : 089640565337
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2001-2008 : SD Negeri Undar Andir
2008-2011 : SMP Al-Madani Undar Andir
2011-2014 : SMA Negeri I Kibin
2014-2018 : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Pengalaman Organisasi
Pramuka SMP Al-Madani Undar Andir
OSIS SMP Al-Madani Undar Andir
OSIS SMA Negeri I Kibin
ROHIS (Rohani Islam) SMA Negeri I Kibin
Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMA Negeri I Kibin
IKADIKSI (Ikatan Mahasiswa Bidikmisi) Untirta
HmI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Hukum Untirta
LAMPIRAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG
JABATAN NOTARIS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian,
ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran
dan keadilan;
b. bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik
mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatan tertentu;
c. bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum;
d. bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan makin
meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat;
e. bahwa Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.
1860:3) yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak sesuai
lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG JABATAN NOTARIS.
BAB I …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
2. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara
menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris
yang meninggal dunia, diberhentikan, atau diberhentikan
sementara.
3. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara
diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang
sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
4. Notaris Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat sebagai
Notaris khusus untuk membuat akta tertentu sebagaimana
disebutkan dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena di
dalam satu daerah kabupaten atau kota terdapat hanya seorang
Notaris, sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut
ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh membuat akta
dimaksud.
5. Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris yang
berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.
6. Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris.
7. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini.
8. Minuta Akta adalah asli Akta Notaris.
9. Salinan Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan
pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa "diberikan
sebagai salinan yang sama bunyinya".
10. Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau
beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta
tercantum frasa "diberikan sebagai kutipan".
11. Grosse Akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan
utang dengan kepala akta “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang
mempunyai kekuatan eksekutorial.
12. Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan jumlah Notaris yang
dibutuhkan pada suatu wilayah jabatan Notaris.
13. Protokol …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
13. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan
arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris.
14. Menteri adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang kenotariatan.
BAB II
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN NOTARIS
Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 2
Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Pasal 3
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua
kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-
turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas
rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua
kenotariatan; dan
g. tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-
undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan
sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
(2) Sumpah/ …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik
Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah,
jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan
menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai
Notaris.
bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apa
pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapa pun.”
Pasal 5
Pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dilakukan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan
terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai Notaris.
Pasal 6
Dalam hal pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, keputusan
pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
Pasal 7
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
a. menjalankan jabatannya dengan nyata;
b. menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan Notaris
kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Daerah; dan
c. menyampaikan …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
c. menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf,
serta teraan cap/stempel jabatan Notaris berwarna merah kepada
Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang
agraria/pertanahan, Organisasi Notaris, ketua pengadilan negeri,
Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat
Notaris diangkat.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 8
(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan
hormat karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk
melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus
lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf g.
(2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat diperpanjang sampai berumur 67 (enam puluh tujuh)
tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang
bersangkutan.
Pasal 9
(1) Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran
utang;
b. berada di bawah pengampuan;
c. melakukan perbuatan tercela; atau
d. melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan
jabatan.
(2) Sebelum pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan, Notaris diberi kesempatan untuk
membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara berjenjang.
(3) Pemberhentian sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas
Pusat.
(4) Pemberhentian …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
(4) Pemberhentian sementara berdasarkan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku paling
lama 6 (enam) bulan.
Pasal 10
(1) Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat diangkat
kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan
haknya.
(2) Notaris yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c atau huruf d dapat diangkat
kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah masa
pemberhentian sementara berakhir.
Pasal 11
(1) Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib
mengambil cuti.
(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama
Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara.
(3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk
Notaris Pengganti.
(4) Apabila Notaris tidak menunjuk Notaris Pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Pengawas
Daerah menunjuk Notaris lain untuk menerima Protokol
Notaris yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara.
(5) Notaris yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
merupakan pemegang sementara Protokol Notaris.
(6) Notaris yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan
kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya.
Pasal 12
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh
Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3
(tiga) tahun;
c. melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan
martabat jabatan Notaris; atau
d. melakukan …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
d. melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan
jabatan.
Pasal 13
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena
dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan
dan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 diatur dalam
Peraturan Menteri.
BAB III
KEWENANGAN, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Pertama
Kewenangan
Pasal 15
(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang
ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Notaris berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya;
e. memberikan …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan
hukum;
b. membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan
Akta berdasarkan Minuta Akta;
d. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya
dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta
sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain;
f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi
buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta,
dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku,
akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan
mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau
tidak diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat
menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i. mengirimkan…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
i. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam
huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke
Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari
pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar
wasiat pada setiap akhir bulan;
k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
l. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri
oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani
pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. menerima magang calon Notaris.
(2) Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta
dalam bentuk originali.
(3) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta:
a. pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. penawaran pembayaran tunai;
c. protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya
surat berharga;
d. akta kuasa;
e. keterangan kepemilikan; atau
f. akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat
lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk,
dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis
kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua".
(5) Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama
penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6) Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa
hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap
halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
(8) Jika…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
(8) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
l dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku
untuk pembuatan akta wasiat.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 17
Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha
swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar
wilayah jabatan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi
kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
BAB IV
TEMPAT KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 18
(1) Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten
atau kota.
(2) Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah
provinsi dari tempat kedudukannya.
Pasal 19
(1) Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat
kedudukannya.
(2) Notaris …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
(2) Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di
luar tempat kedudukannya.
Pasal 20
(1) Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk
perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian
dan ketidakberpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2) Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh para Notaris berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dalam
menjalankan jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Formasi Jabatan Notaris
Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan
mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.
Pasal 22
(1) Formasi Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a. kegiatan dunia usaha;
b. jumlah penduduk; dan/atau
c. rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan
Notaris setiap bulan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga
Pindah Wilayah Jabatan Notaris
Pasal 23
(1) Notaris dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan
Notaris secara tertulis kepada Menteri.
(2) Syarat pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut
melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten atau kota
tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3) Permohonan …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
setelah mendapat rekomendasi dari Organisasi Notaris.
(4) Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk
cuti yang telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah
wilayah jabatan Notaris diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris yang
bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari
satu wilayah jabatan ke wilayah jabatan lain.
BAB V
CUTI NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI
Bagian Pertama
Cuti Notaris
Pasal 25
(1) Notaris mempunyai hak cuti.
(2) Hak cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil
setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3) Selama menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang
Notaris Pengganti.
Pasal 26
(1) Hak cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat
diambil setiap tahun atau sekaligus untuk beberapa tahun.
(2) Setiap pengambilan cuti paling lama 5 (lima) tahun sudah
termasuk perpanjangannya.
(3) Selama masa jabatan Notaris jumlah waktu cuti keseluruhan
paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 27
(1) Notaris mengajukan permohonan cuti secara tertulis disertai
usulan penunjukan Notaris Pengganti.
(2) Permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada pejabat yang berwenang, yaitu:
a. Majelis Pengawas Daerah, dalam hal jangka waktu cuti
tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b. Majelis …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
b. Majelis Pengawas Wilayah, dalam hal jangka waktu cuti
lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun;
atau
c. Majelis Pengawas Pusat, dalam jangka waktu cuti lebih dari
1 (satu) tahun.
(3) Permohonan cuti dapat diterima atau ditolak oleh pejabat yang
berwenang memberikan izin cuti.
(4) Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat.
(5) Tembusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah dan
Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 28
Dalam keadaan mendesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam
garis lurus dari Notaris dapat mengajukan permohonan cuti kepada
Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
Pasal 29
(1) Surat keterangan izin cuti paling sedikit memuat:
a. nama Notaris;
b. tanggal mulai dan berakhirnya cuti; dan
c. nama Notaris Pengganti disertai dokumen yang mendukung
Notaris Pengganti tersebut sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Tembusan surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas
Daerah disampaikan kepada Menteri, Majelis Pengawas Pusat,
dan Majelis Pengawas Wilayah.
(3) Tembusan surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas
Wilayah disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas
Pusat.
(4) Tembusan surat keterangan izin cuti dari Menteri disampaikan
kepada Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah,
dan Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 30
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengeluarkan
sertifikat cuti.
(2) Sertifikat cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
data pengambilan cuti.
(3) Data pengambilan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicatat oleh Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (2).
(4) Pada …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
(4) Pada setiap permohonan cuti dilampirkan sertifikat cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengeluarkan
duplikat sertifikat cuti atas sertifikat cuti yang sudah tidak
dapat digunakan atau hilang, dengan permohonan Notaris yang
bersangkutan.
Pasal 31
(1) Permohonan cuti dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
(2) Penolakan permohonan cuti harus disertai alasan penolakan.
(3) Penolakan permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah
dapat diajukan banding kepada Majelis Pengawas Wilayah.
(4) Penolakan permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Wilayah
dapat diajukan banding kepada Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 32
(1) Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol
Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2) Notaris Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris
kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dibuatkan berita acara dan disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah.
Bagian Kedua
Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris
Pasal 33
(1) Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti,
Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris
adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana hukum
dan telah bekerja sebagai karyawan kantor Notaris paling
sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 berlaku bagi Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara
Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
Pasal 34 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Pasal 34
(1) Apabila dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat 1 (satu)
Notaris, Majelis Pengawas Daerah dapat menunjuk Notaris
Pengganti Khusus yang berwenang untuk membuat akta untuk
kepentingan pribadi Notaris tersebut atau keluarganya.
(2) Penunjukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak disertai dengan serah terima Protokol Notaris.
(3) Notaris Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib diambil sumpah/janji jabatan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
Pasal 35
(1) Apabila Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga
sedarah dalam garis lurus keturunan semenda dua wajib
memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
(3) Apabila Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti,
tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti
sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(4) Pejabat Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari
Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis Pengawas
Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak
tanggal Notaris meninggal dunia.
(5) Pejabat Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) dapat membuat akta atas namanya sendiri dan
mempunyai Protokol Notaris.
BAB VI
HONORARIUM
Pasal 36
(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang
diberikan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan
pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang
dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a. sampai …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
a. sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau
ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima
paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai
dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma
lima persen); atau
c. di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium
yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris
dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen)
dari objek yang dibuatkan aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek
setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 37
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan
secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.
BAB VII
AKTA NOTARIS
Bagian Pertama
Bentuk dan Sifat Akta
Pasal 38
(1) Setiap akta Notaris terdiri atas:
a. awal akta atau kepala akta;
b. badan akta; dan
c. akhir atau penutup akta.
(2) Awal akta atau kepala akta memuat :
a. judul akta;
b. nomor akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3) Badan akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan,
pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para
penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak
yang berkepentingan; dan
d. nama…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan,
jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi
pengenal.
(4) Akhir atau penutup akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat
penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam
pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang
dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat
Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat
nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang
mengangkatnya.
Pasal 39
(1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah; dan
b. cakap melakukan perbuatan hukum.
(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan
kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur
paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan
cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2
(dua) penghadap lainnya.
(3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan
secara tegas dalam akta.
Pasal 40
(1) Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit
2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan
menentukan lain.
(2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah;
b. cakap melakukan perbuatan hukum;
c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;
d. dapat …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan
darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa
pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
(3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh
Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan
tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh
penghadap.
(4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan
saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.
Pasal 41
Apabila ketentuan dalam Pasal 39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta
tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan.
Pasal 42
(1) Akta Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu
sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan
singkatan.
(2) Ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum
akta ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam
bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya
sesuatu yang disebut dalam akta, penyebutan tanggal, bulan,
dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan
angka.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
bagi surat kuasa yang belum menyebutkan nama penerima
kuasa.
Pasal 43
(1) Akta dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi
akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
(3) Apabila …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
(3) Apabila Notaris tidak dapat menerjemahkan atau
menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan
oleh seorang penerjemah resmi.
(4) Akta dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris
dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki
sepanjang undang-undang tidak menentukan lain.
(5) Dalam hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 44
(1) Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani
oleh setiap penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada
penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan
dengan menyebutkan alasannya.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara
tegas dalam akta.
(3) Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3)
ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah
resmi.
(4) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan
secara tegas pada akhir akta.
Pasal 45
(1) Dalam hal penghadap mempunyai kepentingan hanya pada
bagian tertentu dari akta, hanya bagian akta tertentu tersebut
yang dibacakan kepadanya.
(2) Apabila bagian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterjemahkan atau dijelaskan, penghadap membubuhkan paraf
dan tanda tangan pada bagian tersebut.
(3) Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan, dan
penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
Pasal 46
(1) Apabila pada pembuatan pencatatan harta kekayaan atau berita
acara mengenai suatu perbuatan atau peristiwa, terdapat
penghadap yang:
a. menolak membubuhkan tanda tangannya; atau
b. tidak hadir pada penutupan akta, sedangkan penghadap
belum menandatangani akta tersebut,
hal …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
hal tersebut harus dinyatakan dalam akta dan akta tersebut
tetap merupakan akta otentik.
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
dinyatakan dalam akta dengan mengemukakan alasannya.
Pasal 47
(1) Surat kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar
kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk
originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan
pada Minuta Akta.
(2) Surat kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta
diuraikan dalam akta.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib
dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang
dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut
dinyatakan dalam akta.
Pasal 48
(1) Isi akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa
penulisan tindih, penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan
menggantinya dengan yang lain.
(2) Perubahan atas akta berupa penambahan, penggantian, atau
pencoretan dalam akta hanya sah apabila perubahan tersebut
diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap,
saksi, dan Notaris.
Pasal 49
(1) Setiap perubahan atas akta dibuat di sisi kiri akta.
(2) Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta,
perubahan tersebut dibuat pada akhir akta, sebelum penutup
akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan
menyisipkan lembar tambahan.
(3) Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah
mengakibatkan perubahan tersebut batal.
Pasal 50 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Pasal 50
(1) Apabila dalam akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf,
atau angka, hal tersebut dilakukan demikian rupa sehingga
tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan
jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada
sisi akta.
(2) Pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
(3) Apabila terjadi perubahan lain terhadap perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan itu dilakukan
pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49.
(4) Pada penutup setiap akta dinyatakan jumlah perubahan,
pencoretan, dan penambahan.
Pasal 51
(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis
dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang
telah ditandatangani.
(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang
hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan
tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan.
(3) Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib disampaikan kepada para pihak.
Pasal 52
(1) Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri,
istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun
hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau
ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping
sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri
sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan
perantaraan kuasa.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku,
apabila orang tersebut pada ayat (1) kecuali Notaris sendiri,
menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, sepanjang
penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan
umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat
yang risalahnya dibuat oleh Notaris.
(3) Pelanggaran …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu ditandatangani
oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang
membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan bunga
kepada yang bersangkutan.
Pasal 53
Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang
memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :
a. Notaris, istri atau suami Notaris;
b. saksi, istri atau suami saksi; atau
c. orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris
atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau
ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan
perkawinan sampai dengan derajat ketiga.
Bagian Kedua
Grosse Akta, Salinan Akta, dan Kutipan Akta
Pasal 54
Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau
memberitahukan isi akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan
Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli
waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
(1) Notaris yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada
minuta akta mengenai penerima Grosse Akta dan tanggal
pengeluaran dan catatan tersebut ditandatangani oleh Notaris.
(2) Grosse Akta pengakuan utang yang dibuat di hadapan Notaris
adalah Salinan Akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
(3) Grosse Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada bagian
kepala akta memuat frasa “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, dan
pada bagian akhir atau penutup akta memuat frasa “diberikan
sebagai grosse pertama”, dengan menyebutkan nama orang
yang memintanya dan untuk siapa grosse dikeluarkan serta
tanggal pengeluarannya.
(4) Grosse…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
(4) Grosse Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan
kepada orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
berdasarkan penetapan pengadilan.
Pasal 56
(1) Akta originali, Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta
yang dikeluarkan oleh Notaris wajib dibubuhi teraan
cap/stempel.
(2) Teraan cap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus pula
dibubuhkan pada salinan surat yang dilekatkan pada Minuta Akta.
(3) Surat di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di
bawah tangan yang didaftar dan pencocokan fotokopi oleh
Notaris wajib diberi teraan cap/stempel serta paraf dan tanda
tangan Notaris.
Pasal 57
Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan
surat di bawah tangan yang dilekatkan pada akta yang disimpan
dalam Protokol Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh Notaris yang
membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris
yang sah.
Bagian Ketiga
Pembuatan, Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol Notaris
Pasal 58
(1) Notaris membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang
disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan
daftar surat lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang ini.
(2) Dalam daftar akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Notaris setiap hari mencatat semua akta yang dibuat oleh atau
di hadapannya, baik dalam bentuk Minuta Akta maupun
originali, tanpa sela-sela kosong, masing-masing dalam ruang
yang ditutup dengan garis-garis tinta, dengan mencantumkan
nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama
semua orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun
sebagai kuasa orang lain.
(3) Akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali yang dibuat
dalam rangkap 2 (dua) atau lebih pada saat yang sama, dicatat
dalam daftar dengan satu nomor.
(4) Setiap…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
(4) Setiap halaman dalam daftar diberi nomor urut dan diparaf oleh
Majelis Pengawas Daerah, kecuali pada halaman pertama dan
terakhir ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(5) Pada halaman sebelum halaman pertama dicantumkan
keterangan tentang jumlah halaman daftar akta yang
ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(6) Dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar
surat di bawah tangan yang dibukukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat surat di bawah
tangan yang disahkan atau dibukukan, tanpa sela-sela kosong,
masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis
tinta, dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat surat,
dan nama semua orang yang bertindak baik untuk dirinya
sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
Pasal 59
(1) Notaris membuat daftar klapper untuk daftar akta dan daftar
surat di bawah tangan yang disahkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 ayat (1), disusun menurut abjad dan dikerjakan
setiap bulan.
(2) Daftar klapper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
nama semua orang yang menghadap dengan menyebutkan di
belakang tiap-tiap nama, sifat, dan nomor akta, atau surat yang
dicatat dalam daftar akta dan daftar surat di bawah tangan.
Pasal 60
(1) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti atau
Notaris Pengganti Khusus dicatat dalam daftar akta.
(2) Surat di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah
tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat di bawah
tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah tangan yang
dibukukan.
Pasal 61
(1) Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya, menyampaikan
secara tertulis salinan yang telah disahkannya dari daftar akta
dan daftar lain yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama
15 (lima belas) hari pada bulan berikutnya kepada Majelis
Pengawas Daerah.
(2) Apabila …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
(2) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta,
Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan hal
tersebut secara tertulis kepada Majelis Pengawas Daerah dalam
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 62
Penyerahan Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris:
a. meninggal dunia;
b. telah berakhir masa jabatannya;
c. minta sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk
melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus
menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e. diangkat menjadi pejabat negara;
f. pindah wilayah jabatan;
g. diberhentikan sementara; atau
h. diberhentikan dengan tidak hormat.
Pasal 63
(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari dengan pembuatan
berita acara penyerahan Protokol Notaris yang ditandatangani
oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.
(2) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf
a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris
Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis
Pengawas Daerah.
(3) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf
g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada
Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika
pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf
b, huruf c, huruf d, huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang
ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.
(5) Protokol Notaris dari Notaris lain yang pada waktu
penyerahannya berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih
diserahkan oleh Notaris penerima Protokol Notaris kepada
Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 64 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Pasal 64
(1) Protokol Notaris dari Notaris yang diangkat menjadi pejabat
negara diserahkan kepada Notaris yang ditunjuk oleh Majelis
Pengawas Daerah.
(2) Notaris pemegang Protokol Notaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang mengeluarkan Grosse Akta, Salinan
Akta, atau Kutipan Akta.
Pasal 65
Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat
Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang
dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau
dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris.
BAB VIII
PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
Pasal 66
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum,
atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah
berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris
yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita
acara penyerahan.
BAB IX
PENGAWASAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 67
(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3) Majelis…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:
a. pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,
keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang
ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti
Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Pasal 68
Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2)
terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah;
b. Majelis Pengawas Wilayah; dan
c. Majelis Pengawas Pusat.
Bagian Kedua
Majelis Pengawas Daerah
Pasal 69
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di kabupaten atau kota.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur-unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari
dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau
lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 70 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
Pasal 70
Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara
berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu
yang dianggap perlu;
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam)
bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul
Notaris yang bersangkutan;
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada
saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh
lima) tahun atau lebih;
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang
sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan
dalam Undang-Undang ini; dan
h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan
huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 71
Majelis Pengawas Daerah berkewajiban:
a. mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol
Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta
serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang
dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;
b. membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya
kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan
kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan
Majelis Pengawas Pusat;
c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
d. menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan
daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya;
e. memeriksa …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
e. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan
menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis
Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan
tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f. menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan
penolakan cuti.
Bagian Ketiga
Majelis Pengawas Wilayah
Pasal 72
(1) Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di
ibukota provinsi.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari
dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Pengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(5) Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau
lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 73
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan
melalui Majelis Pengawas Wilayah;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan
atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1
(satu) tahun;
d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas
Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris
pelapor;
e. memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada
Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan
6 (enam) bulan; atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat.
g. membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan
sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f.
(2) Keputusan …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
(2) Keputusan Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita
acara.
Pasal 74
(1) Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a bersifat
tertutup untuk umum.
(2) Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam
sidang Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 75
Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban:
a. menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
73 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f kepada
Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis
Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris; dan
b. menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis
Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
Bagian Keempat
Majelis Pengawas Pusat
Pasal 76
(1) Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota
negara.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari
dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Pengawas Pusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(5) Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau
lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 77 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Pasal 77
Majelis Pengawas Pusat berwenang :
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil
keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi
dan penolakan cuti;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan
tidak hormat kepada Menteri.
Pasal 78
(1) Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a bersifat terbuka
untuk umum.
(2) Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang
Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 79
Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a kepada Menteri dan
Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis
Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang
bersangkutan serta Organisasi Notaris.
Pasal 80
(1) Selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya,
Majelis Pengawas Pusat mengusulkan seorang pejabat
sementara Notaris kepada Menteri.
(2) Menteri menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol
Notaris dari Notaris yang diberhentikan sementara.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan
pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, serta tata
cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB X …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
BAB X
ORGANISASI NOTARIS
Pasal 82
(1) Notaris berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
(2) Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan
susunan organisasi ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 83
(1) Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik
Notaris.
(2) Organisasi Notaris memiliki buku daftar anggota dan
salinannya disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI
Pasal 84
Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i,
Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49,
Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52 yang mengakibatkan suatu akta
hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut
penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Pasal 85
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat (1)
huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal
16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1)
huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16
ayat (1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37,
Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai
sanksi berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sementara;
d. pemberhentian …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
d. pemberhentian dengan hormat; atau
e. pemberhentian dengan tidak hormat.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan jabatan Notaris tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 87
Notaris yang telah diangkat pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, dinyatakan sebagai Notaris sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 88
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, permohonan untuk
diangkat menjadi Notaris yang sudah memenuhi persyaratan secara
lengkap dan masih dalam proses penyelesaian, tetap diproses
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama.
Pasal 89
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Kode Etik Notaris
yang sudah ada tetap berlaku sampai ditetapkan Kode Etik Notaris
yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 90
Lulusan pendidikan Spesialis Notariat yang belum diangkat sebagai
Notaris pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku tetap dapat
diangkat menjadi Notaris menurut Undang-Undang ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3)
sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara
Tahun 1945 Nomor 101;
2. Ordonantie…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris
dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954
Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);
4. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4379); dan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang
Sumpah/Janji Jabatan Notaris,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 117
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG
JABATAN NOTARIS
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa
lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti
yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek
hukum dalam masyarakat.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting
dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai
hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum
dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional,
regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak
dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula
dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata
bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan,
tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk
memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi
masyarakat secara keseluruhan.
Akta …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa
yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak,
yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris,
serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan
demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau
tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Jabatan Notaris yang
kini berlaku sebagian besar masih didasarkan pada peraturan perundang-
undangan peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda dan sebagian lagi
merupakan peraturan perundang-undangan nasional, yaitu:
1. Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860:3) sebagaimana
telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101;
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil
Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 700);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4379); dan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan
Notaris.
Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara
menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan notaris
sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua
penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka
mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan tersebut, dibentuk
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang
dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan
alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang ini diatur
tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta,
dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris.
Sebagai …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan
dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat
membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan
pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama
kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang ini. Demikian pula
ketentuan tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan
dengan mengikutsertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan
hukum yang lebih baik bagi masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sehat jasmani dan rohani” adalah mampu
secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan wewenang dan
kewajiban sebagai Notaris.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “prakarsa sendiri” adalah bahwa calon
notaris dapat memilih sendiri di kantor yang diinginkan dengan
tetap mendapatkan rekomendasi dari Organisasi Notaris.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "pegawai negeri" dan “pejabat negara”
adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Yang …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Yang dimaksud dengan “advokat” adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengetahui Notaris yang
bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan nyata.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketidakmampuan secara rohani dan/atau jasmani secara
terus menerus dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat
keterangan dokter ahli.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 9…
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela”
adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara berjenjang” dalam ketentuan ini
dimulai dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas
Wilayah, sampai dengan Majelis Pengawas Pusat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pertentangan
kepentingan karena sebagai Notaris, ia bersifat mandiri dan
berkewajiban tidak berpihak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 12 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Pasal 12
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perbuatan yang merendahkan
kehormatan dan martabat“ misalnya berjudi, mabuk,
menyalahgunakan narkoba, dan berzina.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pelanggaran berat” adalah tidak
memenuhi kewajiban dan melanggar larangan jabatan Notaris.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah
tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau
oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai cukup dengan
jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh
Notaris.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3) …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga
keotentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk
aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan
grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan
mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.
Huruf c
Grosse Akta yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan ini adalah
Grosse pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas
perintah pengadilan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "alasan untuk menolaknya" adalah alasan
yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya
hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri atau dengan
suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan
bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak
dibolehkan oleh undang-undang.
Huruf e
Kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut.
Huruf f
Akta dan surat yang dibuat notaris sebagai dokumen resmi
bersifat otentik memerlukan pengamanan baik terhadap akta itu
sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan
secara tidak bertanggung jawab.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Kewajiban yang diatur dalam ketentuan ini adalah penting untuk
memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli waris,
yang setiap saat dapat dilakukan penelusuran atau pelacakan akan
kebenaran dari suatu akta wasiat yang telah dibuat di hadapan
Notaris.
Huruf i …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Pencatatan dalam repertorium dilakukan pada hari pengiriman,
hal ini penting untuk membuktikan bahwa kewajiban Notaris
sebagaimana dimaksud dalam huruf f dan huruf g telah
dilaksanakan.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta
di hadapan penghadap dan saksi.
Huruf m
Penerimaan magang calon Notaris berarti mempersiapkan calon
Notaris agar mampu menjadi Notaris yang profesional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 17
Larangan ini dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang
memerlukan jasa Notaris.
Huruf a
Larangan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi
kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah
terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan
jabatannya.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
Huruf c
Lihat Penjelasan Pasal 3 huruf g.
Huruf d
Lihat Penjelasan Pasal 3 huruf g.
Huruf e
Lihat penjelasan Pasal 3 huruf g.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Larangan menjadi “Notaris Pengganti” berlaku untuk Notaris yang
belum menjalankan jabatannya, Notaris yang sedang menjalani
cuti, dan Notaris yang dalam proses pindah wilayah jabatannya.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti Notaris dilarang
mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya.
Ayat (2)
Akta Notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor Notaris
kecuali pembuatan akta-akta tertentu.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perserikatan perdata” dalam ketentuan ini
adalah kantor bersama Notaris.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Formasi adalah kebutuhan akan pengisian jabatan Notaris.
Pasal 22 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Pasal 22
Ketentuan mengenai Formasi Jabatan Notaris berlaku baik untuk
pengangkatan pertama kali maupun pindah wilayah jabatan Notaris.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kabupaten atau kota tertentu” dalam
ketentuan ini adalah kabupaten atau kota tempat Notaris
melaksanakan tugas jabatan Notaris pada saat pengajuan
permohonan pindah wilayah jabatan Notaris.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “rekomendasi” dalam ketentuan ini hanya
menyangkut kondite atas prestasi kerja Notaris.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” antara lain karena bencana
alam, keamanan, dan hal lainnya menurut pertimbangan kemanusiaan.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
“Pengambilan cuti setiap tahun” dalam ayat ini tidak mengurangi hak
Notaris untuk mengambil cuti lebih dari 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 28
Yang dimaksud dengan “keadaan mendesak” adalah apabila seorang
Notaris tidak mempunyai kesempatan mengajukan permohonan cuti
karena berhalangan sementara.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dokumen yang mendukung Notaris Pengganti adalah
sebagai berikut:
1. fotokopi ijazah paling rendah sarjana hukum yang
disahkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan;
2. fotokopi kartu tanda penduduk yang disahkan oleh
Notaris;
3. fotokopi akta kelahiran yang disahkan oleh Notaris;
4. fotokopi akta perkawinan bagi yang sudah kawin yang
disahkan oleh Notaris;
5. surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian setempat;
6. surat keterangan sehat dari dokter pemerintah;
7. pasfoto terbaru berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 4
(empat) lembar; dan
8. daftar riwayat hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, “Pejabat Sementara Notaris” bertanggung
jawab sendiri atas semua hal yang dilakukannya dalam
menjalankan tugas dan jabatannya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya, akta pendirian
yayasan, akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian
rumah ibadah, atau akta pendirian rumah sakit.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kedudukan bertindak penghadap” adalah
dasar hukum bertindak.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “digaris” dalam ketentuan ini adalah
untuk menyatakan bahwa ruang atau sela kosong dalam akta tidak
digunakan lagi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penerjemah resmi” adalah penerjemah
yang disumpah.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah
penghadap atau pihak yang diwakili oleh penghadap.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “15 (lima belas) hari” adalah dihitung dari
tanggal 1 sampai dengan tanggal 15.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 62
Protokol Notaris terdiri atas:
a. minuta Akta;
b. buku daftar akta atau repertorium;
c. buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan
di hadapan Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar;
d. buku daftar nama penghadap atau klapper;
e. buku daftar protes;
f. buku daftar wasiat; dan
g. buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pengawasan” dalam ketentuan ini
termasuk pembinaan yang dilakukan oleh Menteri terhadap
Notaris.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Unsur pemerintah ditentukan oleh Menteri.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ahli/akademisi” dalam ketentuan
ini adalah ahli/akademisi di bidang hukum.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “laporan dari masyarakat” termasuk
laporan dari Notaris lain.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bersifat final” adalah mengikat dan tidak
dapat diajukan banding kepada Majelis Pengawas Pusat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Sanksi yang dikenakan kepada Notaris berlaku juga bagi Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91 …
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4432
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004
TENTANG
TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN
ORGANISASI,
TATA KERJA,
DAN TATA CARA PEMERIKSAAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, perlu ditetapkan Peraturan Menteri
tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja, dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4432);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437);
3. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
4. Keputusan Presiden Nomor 187/M/2004 tentang Pengangkatan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
5. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.04.PR.07.10 Tahun 2004 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN
ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI,
TATA KERJA, DAN TATA CARA PEMERIKSAAN MAJELIS
PENGAWAS NOTARIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban
untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris.
2. Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan
yang berbadan hukum.
3. Wilayah jabatan adalah meliputi seluruh wilayah provinsi tempat kedudukan Notaris.
4. Tempat kedudukan adalah daerah kabupaten atau kota tempat Notaris berkantor.
5. Pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan
yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris.
6. Kepala Kantor Wilayah adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia.
7. Hari kalender adalah hari kerja instansi pemerintah ditambah hari libur.
8. Hari kerja adalah hari kerja instansi pemerintah.
9. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
BAB II
TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA
Bagian Kesatu
Pengangkatan
Pasal 2
(1) Syarat-syarat untuk diangkat menjadi anggota Majelis Pengawas Notaris adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. pendidikan paling rendah sarjana hukum;
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. tidak dalam keadaan pailit;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berpengalaman dalam bidangnya paling rendah 3 (tiga) tahun.
(2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi kartu tanda penduduk atau tanda bukti diri lain yang sah;
b. fotokopi ijazah sarjana hukum yang disahkan oleh fakultas hukum atau
c. perguruan tinggi yang bersangkutan;
d. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
e. surat pernyataan tidak pernah dihukum;
f. surat pernyataan tidak pernah pailit;
g. daftar riwayat hidup yang dilekatkan pasfoto berwarna terbaru.
Pasal 3
(1) Pengusulan Anggota Majelis Pengawas Daerah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. unsur pemerintah oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah;
b. unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia;
c. unsur ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
(2) Dalam hal pada kabupaten/kota tertentu tidak ada fakultas hukum atau sekolah tinggi ilmu
hukum, penunjukan unsur ahli/akademisi ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah atau pejabat
yang ditunjuknya.
(3) Masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan 3 (tiga) orang calon
anggota Majelis Pengawas Daerah.
(4) Dalam hal syarat dan pengusulan untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Pengawas
Daerah telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pada ayat (3), Kepala
Kantor Wilayah mengangkat anggota Majelis Pengawas Daerah dengan Surat Keputusan.
Pasal 4
(1) Pengusulan Anggota Majelis Pengawas Wilayah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. unsur pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah;
b. unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia;
c. unsur ahli/akademisi oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
(2) Dalam hal pada provinsi tertentu tidak ada fakultas hukum atau perguruan tinggi, penunjukan
unsur ahli/akademisi ditentukan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan 3 (tiga) orang calon
anggota Majelis Pengawas Wilayah.
(4) Dalam hal syarat dan pengusulan untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Pengawas
Wilayah telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pada ayat (3), Direktur
Jenderal Administrasi Hukum Umum mengangkat anggota Majelis Pengawas Wilayah
dengan Surat Keputusan.
Pasal 5
(1) Pengusulan Anggota Majelis Pengawas Pusat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. unsur pemerintah oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum; unsur organisasi
Notaris oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
b. unsur ahli/akademisi oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas yang menyelenggarakan
program magister kenotariatan.
(2) Masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan 3 (tiga) orang calon
anggota Majelis Pengawas Pusat.
(3) Dalam hal syarat dan pengusulan untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Pengawas
Pusat telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pada ayat (2), Menteri
mengangkat anggota Majelis Pengawas Pusat dengan Surat Keputusan.
Pasal 6
(1) Pengusulan untuk diangkat menjadi anggota Majelis Pengawas Notaris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf
b, dan huruf c, Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dilakukan oleh masing-masing
unsur berdasarkan permintaan Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah untuk
anggota Majelis Pengawas Daerah, Kepala Kantor Wilayah untuk anggota Majelis Pengawas
Wilayah, dan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk anggota Majelis Pengawas
Pusat. Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak surat
permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, masing-masing unsur telah
menyampaikan usulannya kepada Kepala Kantor Wilayah untuk anggota Majelis Pengawas
Daerah, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk anggota Majelis Pengawas
Wilayah, dan Menteri untuk anggota Majelis Pengawas Pusat.
(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permintaan dikirim, usulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diterima, maka Kepala Kantor Wilayah, Direktur
Jenderal Administrasi Hukum Umum, dan Menteri dapat menunjuk anggota Majelis
Pengawas yang memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
Majelis Pengawas Notaris sebelum melaksanakan wewenang dan tugasnya mengucapkan
sumpah/janji jabatan di hadapan pejabat yang mengangkatnya.Lafal sumpah/janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
“Saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan patuh dan setia kepada negara Republik Indonesia, Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, dan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Bahwa saya untuk diangkat pada jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa
atau dalih apapun juga tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun
juga.
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
saya rahasiakan.
Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga,
yang saya tahu atau patut dapat menduga bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau
mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya.
Bahwa dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih mementingkan
kepentingan negara dari pada kepentingan saya sendiri, seseorang, atau golongan.
Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan negara dan pemerintah.
Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan semangat untuk kepentingan negara “.
Bagian Kedua
Pergantian Antarwaktu
Pasal 8
(1) Dalam hal terjadi kekosongan pada salah satu unsur anggota Majelis Pengawas Notaris,
Kepala Kantor Wilayah, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, atau Menteri,
meminta kepada masing-masing unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4
ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) untuk menunjuk anggota pengganti antarwaktu.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap memperhatikan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Bagian Ketiga
Pemberhentian
Pasal 9
(1) Anggota Majelis Pengawas Notaris diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berakhir masa jabatannya;
c. permintaan sendiri;
d. pindah wilayah kerja.
(2) Anggota Majelis Pengawas Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya
karena:
a. dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. usul dari Majelis Pengawas Pusat kepada Menteri.
c. Dalam hal anggota Majelis Pengawas Notaris diduga melakukan tindak pidana, yang
bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya untuk memudahkan pemeriksaan
proses peradilan.
(3) Dalam hal anggota Majelis Pengawas Notaris dari unsur organisasi Ikatan Notaris Indonesia
diberhentikan sementara dari jabatannya selaku Notaris berdasarkan ketentuan dalam Pasal 9
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, demi hukum berhenti sebagai anggota Majelis
Pengawas Notaris.
(4) Dalam hal anggota Majelis Pengawas Notaris dari unsur organisasi Ikatan Notaris Indonesia
diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya selaku Notaris berdasarkan ketentuan
dalam Pasal 12 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, demi hukum berhenti sebagai
anggota Majelis Pengawas Notaris.
BAB III
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
Bagian Kesatu
Susunan Organisasi
Pasal 10
(1) Susunan organisasi Majelis Pengawas Notaris terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah;
b. Majelis Pengawas Wilayah;
c. Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 11
Majelis Pengawas Notaris beranggotakan 9 (sembilan) orang terdiri atas 1 (satu) orang ketua
merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang
anggota.Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota yang dilakukan secara musyawarah
atau pemungutan suara.
Pasal 12
(1) Majelis Pengawas Notaris dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris atau lebih yang ditunjuk
dalam rapat Majelis Pengawas Notaris.
(2) Sekretaris Majelis Pengawas Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan:
a. berasal dari unsur pemerintah;
b. mempunyai golongan ruang paling rendah III/b untuk Majelis Pengawas Daerah;
c. mempunyai golongan ruang paling rendah III/d untuk Majelis Pengawas Wilayah dan
Majelis Pengawas Pusat.
d. Tempat kedudukan kantor sekretariat Majelis Pengawas Notaris untuk tingkat: Majelis
Pengawas Daerah berada pada kantor unit pelaksana teknis Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia atau tempat lain di ibu kota kabupaten/kota yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Wilayah; Majelis Pengawas Wilayah berada di Kantor Wilayah; Majelis
Pengawas Pusat berada di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum,
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Tata Kerja
Pasal 13
(1) Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif dilaksanakan oleh ketua,
wakil ketua, atau salah satu anggota, yang diberi wewenang berdasarkan keputusan rapat
Majelis Pengawas Daerah.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
b. menetapkan Notaris Pengganti;
c. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol
Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
d. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang;
e. memberi paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang
disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang
diwajibkan Undang-Undang;
f. menerima penyampaian secara tertulis salinan dari daftar akta, daftar surat di bawah
tangan yang disahkan, dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan yang telah
disahkannya, yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lambat 15 (lima belas) hari
kalender pada bulan berikutnya, yang memuat sekurang-kurangnya nomor, tanggal, dan
judul akta.
Pasal 14
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan
rapat adalah:
a. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol Notaris yang diangkat
sebagai pejabat negara;
b. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol Notaris yang meninggal
dunia;memberikan persetujuan atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk
proses peradilan:
c. menyerahkan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta
atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
d. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Pasal 15
(1) Majelis Pengawas Daerah sebelum melakukan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan setiap
waktu yang dianggap perlu, dengan terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada
Notaris yang bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pemeriksaan dilakukan.
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan jam, hari, tanggal,
dan nama anggota Majelis Pengawas Daerah yang akan melakukan pemeriksaan.
(3) Pada waktu yang ditentukan untuk dilakukan pemeriksaan, Notaris yang bersangkutan harus
berada di kantornya dan menyiapkan semua Protokol Notaris.
Pasal 16
(1) Pemeriksaan secara berkala dilakukan oleh Tim Pemeriksa yang terdiri atas 3 (tiga) orang
anggota dari masing-masing unsur yang dibentuk oleh Majelis Pengawas Daerah yang
dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk memeriksa
Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris.
(3) Dalam hal Tim Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua
Majelis Pengawas Daerah menunjuk penggantinya.
Pasal 17
(1) Hasil pemeriksaan Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dituangkan dalam
berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh Ketua Tim Pemeriksa dan Notaris yang
diperiksa.
(2) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah setempat dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Pengurus
Daerah Ikatan Notaris Indonesia, dan Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 18
(1) Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah yang bersifat administratif dilaksanakan oleh ketua,
wakil ketua, atau salah satu anggota yang diberi wewenang berdasarkan keputusan rapat
Majelis Pengawas Wilayah.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah memberikan izin cuti untuk jangka
waktu 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun.
Pasal 19
(1) Kewenangan Majelis Pengawas Pusat yang bersifat administratif dilaksanakan oleh ketua,
wakil ketua, atau salah satu anggota yang diberi wewenang berdasarkan keputusan rapat
Majelis Pengawas Pusat.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah memberikan izin cuti untuk jangka
waktu lebih dari 1 (satu) tahun.
BAB IV
TATA CARA PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
(1) Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Notaris, Ketua Majelis Pengawas Notaris
membentuk Majelis Pemeriksa Daerah, Majelis Pemeriksa Wilayah, dan Majelis Pemeriksa
Pusat dari masing-masing unsur yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang
anggota Majelis Pemeriksa.
(2) Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memeriksa dan memutus
laporan yang diterima.
(3) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh 1 (satu) orang
sekretaris.
(4) Pembentukan Majelis Pemeriksa dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah laporan
diterima.
(5) Majelis Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menolak untuk memeriksa
Notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris.
(6) Dalam hal Majelis Pemeriksa mempunyai hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Ketua Majelis Pengawas Notaris menunjuk penggantinya.
Bagian Kedua
Pengajuan Laporan
Pasal 21
(1) Laporan dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
(2) Laporan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai bukti-bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Laporan tentang adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(4) Laporan masyarakat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah.
(5) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Majelis
Pengawas Wilayah, maka Majelis Pengawas Wilayah meneruskan kepada Majelis Pengawas
Daerah yang berwenang.
(6) Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Majelis
Pengawas Pusat, maka Majelis Pengawas Pusat meneruskannya kepada Majelis Pengawas
Daerah yang berwenang.
Bagian Ketiga
Pemanggilan
Pasal 22
(1) Ketua Majelis Pemeriksa melakukan pemanggilan terhadap pelapor dan terlapor.
(2) Pemanggilan dilakukan dengan surat oleh sekretaris dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari
kerja sebelum sidang.
(3) Dalam keadaan mendesak pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui faksimili yang segera disusul dengan surat pemanggilan.
(4) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut, tetapi tidak hadir maka dilakukan
pemanggilan kedua.
(5) Dalam hal terlapor setelah dipanggil secara sah dan patut yang kedua kali namun tetap tidak
hadir maka pemeriksaan dilakukan dan putusan diucapkan tanpa kehadiran terlapor.
(6) Dalam hal pelapor setelah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir, maka dilakukan
pemanggilan yang kedua, dan apabila pelapor tetap tidak hadir maka Majelis Pemeriksa
menyatakan laporan gugur dan tidak dapat diajukan lagi.
Bagian Keempat
Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah
Pasal 23
(1) Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah tertutup untuk umum.
(2) Pemeriksaan dimulai dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah
laporan diterima.
(3) Majelis Pemeriksa Daerah harus sudah menyelesaikan pemeriksaan dan menyampaikan hasil
pemeriksaan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak
laporan diterima.
(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh ketua dan sekretaris.
(5) Surat pengantar pengiriman berita acara pemeriksaan yang dikirimkan kepada Majelis
Pengawas Wilayah ditembuskan kepada pelapor, terlapor, Majelis Pengawas Pusat, dan
Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia.
Pasal 24
(1) Pada sidang pertama yang ditentukan, pelapor dan terlapor hadir, lalu Majelis Pemeriksa
Daerah melakukan pemeriksaan dengan membacakan laporan dan mendengar keterangan
pelapor.
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlapor diberi kesempatan yang
cukup untuk menyampaikan tanggapan.
(3) Pelapor dan terlapor dapat mengajukan bukti-bukti untuk mendukung dalil yang diajukan.
(4) Laporan diperiksa oleh Majelis Pemeriksa Daerah dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender terhitung sejak laporan diterima.
Bagian Kelima
Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah
Pasal 25
(1) Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah tertutup untuk umum.
(2) Putusan diucapkan dalam sidang yang bersifat terbuka untuk umum.Dalam hal terdapat
perbedaan pendapat di antara sesama Majelis Pemeriksa Wilayah, maka perbedaan pendapat
tersebut dimuat dalam putusan.
Pasal 26
(1) Majelis Pemeriksa Wilayah memeriksa dan memutus hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa
Daerah.
(2) Majelis Pemeriksa Wilayah mulai melakukan pemeriksaan terhadap hasil pemeriksaan
Majelis Pengawas Daerah dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak
berkas diterima.
(3) Majelis Pemeriksa Wilayah berwenang memanggil pelapor dan terlapor untuk didengar
keterangannya.
(4) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
berkas diterima.
Pasal 27
(1) Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) harus memuat alasan dan
pertimbangan yang cukup, yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Ketua, Anggota, dan
Sekretaris Majelis Pemeriksa Wilayah.
(3) Dalam hal laporan tidak dapat dibuktikan, maka Majelis Pemeriksa Wilayah mengucapkan
putusan yang menyatakan laporan ditolak dan terlapor direhabilitasi nama baiknya.
(4) Dalam hal laporan dapat dibuktikan, maka terlapor dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dilakukan.
(5) Salinan putusan Majelis Pemeriksa Wilayah disampaikan kepada Menteri, pelapor, terlapor,
Majelis Pengawas Daerah, dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan.
Bagian Keenam
Pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Pusat
Pasal 28
(1) Pemeriksaan dan pembacaan putusan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan pendapat di antara sesama Majelis Pemeriksa Pusat, maka
perbedaan pendapat tersebut dimuat dalam putusan.
Pasal 29
(1) Majelis Pemeriksa Pusat memeriksa permohonan banding atas putusan Majelis Pemeriksa
Wilayah.
(2) Majelis Pemeriksa Pusat mulai melakukan pemeriksaan terhadap berkas permohonan banding
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak berkas diterima.
(3) Majelis Pemeriksa Pusat berwenang memanggil pelapor dan terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan guna didengar keterangannya.
(4) Putusan diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
berkas diterima.
(5) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat alasan dan pertimbangan yang
cukup, yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan.
(6) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh Ketua, Anggota, dan
Sekretaris Majelis Pemeriksa Pusat.
(7) Putusan Majelis Pemeriksa Pusat disampaikan kepada Menteri, dan salinannya disampaikan
kepada pelapor, terlapor, Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, Pengurus
Pusat Ikatan Notaris Indonesia, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender terhitung sejak putusan diucapkan.
Pasal 30
(1) Dalam hal dalil yang diajukan pada memori banding dianggap cukup beralasan oleh Majelis
Pemeriksa Pusat, maka putusan Majelis Pengawas Wilayah dibatalkan.
(2) Dalam hal dalil yang diajukan pada memori banding dianggap tidak beralasan oleh Majelis
Pemeriksa Pusat, maka putusan Majelis Pengawas Wilayah dikuatkan.
(3) Majelis Pemeriksa Pusat dapat mengambil putusan sendiri berdasarkan kebijaksanaan dan
keadilan.
Bagian Ketujuh
Sanksi
Pasal 31
(1) Dalam hal Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat memutuskan terlapor
terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini, maka terhadap terlapor dikenai
sanksi.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sementara;
d. pemberhentian dengan hormat; atau
e. pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 32
(1) Dalam hal Majelis Pemeriksa Notaris menemukan dugaan adanya unsur pidana yang
dilakukan oleh terlapor, maka Majelis Pemeriksa wajib memberitahukan kepada Majelis
Pengawas Notaris.
(2) Dugaan unsur pidana yang diberitahukan kepada Majelis Pengawas Notaris wajib dilaporkan
kepada instansi yang berwenang.
Bagian Kedelapan
Upaya Hukum atas Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah
Pasal 33
(1) Pelapor dan atau terlapor yang merasa keberatan atas putusan Majelis Pemeriksa Wilayah
berhak mengajukan upaya hukum banding kepada Majelis Pengawas Pusat.
(2) Upaya hukum banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan.
(3) Dalam hal pelapor dan atau terlapor tidak hadir pada saat putusan diucapkan, maka pelapor
dan atau terlapor dapat menyatakan banding dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
kalender terhitung sejak putusan diterima.
Pasal 34
(1) Pembanding wajib menyampaikan memori banding.
(2) Penyampaian memori banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak banding dinyatakan.
(3) Memori banding yang diterima wajib disampaikan kepada terbanding dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kalender terhitung sejak diterima oleh Sekretariat Majelis
Pengawas Wilayah.
(4) Terbanding dapat menyampaikan kontra memori banding dalam jangka waktu paling lambat
14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak memori banding diterima oleh terbanding.
(5) Memori banding dan kontra memori banding disampaikan oleh Sekretaris Majelis Pemeriksa
Pusat melalui surat kilat tercatat kepada pembanding dan terbanding.
(6) Dalam hal pembanding tidak menyampaikan memori banding dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) maka pernyataan banding diputuskan oleh Majelis
Pemeriksa Pusat, tidak dapat diterima.
Pasal 35
(1) Majelis Pemeriksa Pusat dapat menguatkan, merubah, atau membatalkan putusan Majelis
Pemeriksa Wilayah, dan memutus sendiri.
(2) Putusan Majelis Pemeriksa Pusat bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali
putusan tentang pengusulan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat
kepada Menteri.
(3) Putusan tentang pengusulan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat
kepada Menteri, disampaikan oleh Majelis Pengawas Pusat dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak putusan diucapkan.
(4) Putusan Majelis Pemeriksa Pusat yang amarnya memberikan sanksi berupa pemberhentian
dengan tidak hormat, wajib diajukan kepada Menteri.
(5) Menteri memberi putusan terhadap usul pemberian sanksi pemberhentian dengan tidak
hormat, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak usulan diterima.
(6) Putusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada pelapor, terlapor,
Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah, Majelis Pengawas Daerah, dan
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.
BAB V
KETENTUAN LAIN
Pasal 36
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini, akan diatur selanjutnya oleh Majelis
Pengawas Pusat.
Pasal 37
Segala biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri ini dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
(1) Dalam hal Majelis Pengawas Daerah belum terbentuk, maka tugas dan kewenangannya
dilaksanakan oleh Majelis Pengawas Wilayah.
(2) Dalam hal di suatu kabupaten/kota belum terbentuk Majelis Pengawas Daerah, maka segala
hal yang menjadi tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh Majelis Pengawas Daerah
terdekat.
Pasal 39
Dalam hal Majelis Pengawas Notaris belum terbentuk, semua kewenangannya masih tetap
dilaksanakan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 40
Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan pengawasan Notaris, masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku :
1. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor KMA/006/SKB/VII/ 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan
Diri Notaris;Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1984
tentang Tata Cara Pengawasan terhadap Notaris;
2. Surat Edaran Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-24.HT.03.10 Tahun 1985
tentang Pembinaan dan Penertiban Notaris; Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor M.01-PW.01.01 Tahun 1985, kepada para ketua pengadilan negeri dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 42
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di :J a k a r t a
pada tanggal :7 Desember 2004
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
HAMID AWALUDIN
hoiran Penelitian'l-t-tgas Al{1lr / sl$lpsl
KEMENTERIAN RISEI TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TNGGI
TINIVERS ITA S SUT,TAN AGENG TIRTAYA SA
FAKULTAS HUKUMAlamat : Jalan Ra1'a Jakarln K:n. 04 Pakupatan-Serang
rerepont'i,fl,?i3il'-i:,i;,1J,liXlxioo's4-2812s4
26 Mmet2018I{onror
Larrpiran
Hal
. D2>{ /LN.4t. t/KM/ 201 8
:
: Permol.ronan Pertelitian lugas Alchir / Skripsi
Kepatla Yth.
MAJELIS PENGAWAS DAERAI{ KABUPATEN SI]RANG
Di
Serang
Sehubuttgatt clettgatl l'ellotilla
ini rttcrtga.ir.rkitll pertllohonan
pirnpin.
Atlll.rr.ru clata rrlahasiswa yang bcrsangktttnn adalah sebagai berikut'
Pcrt1,'ttsrttrau 'fugas Akhir/Skripsi bagi mahasisrva kami' dengan
i.,,rp", penetiiian di Perttsahaan/Lembaga yang Bapak/lbu
Nrrtttlt
Nli\l :
Irirl<ttltirs :
.lrrlrtsatt/l't'ttgritrlt Stucli :
'ieir,liritt / lll) :
I )rrrrrsi (l,ltltttt Pcrrelitiirn) :
Ile rreirrrir -lilllili
:
Nt]t(JI. WAI(lltDA
il1il41785HtJl(tJI\4
ilmu I.-lullrrtt
Geuap
0,39640565 312
30 hari;' rc.*.no n gon Majelis Pen galvas Daerah Da lattt Mengawasi
'lLrgas .labiitan N<;taris Di Wilayah Kat'rupatetr Serang
Berclasurknn l(etentuan Unclang-Uuclang Nonlor 2 Tahun 20l4-lbntang
Ja[ratan Notaris" "
l)crtriliiilrr pcriltolronan l<anri satIl;lil<ati lrtils l<ct'iasarltflrtylt clittt pcrhatian Ilirpal</lbrr l<arrrr
rrclLplilrt lct irrrlr l<itsih.
Irirrl,l Lr ltus l-lttkutu Untirta
1 9(r301 052002121002
Tenrbusan :
' I(etua Prog'at.n Studi Ilnru Htrk'.rrrl
.,Dekittt
UIPNMAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS
REPUBLIK INDONESIA
Jl. Raya serang - cilegon Bintang Metropolis Kramatwatu
Nomor :um.MpD.Kab Srg. Kota Clg.4.lB.2Lampiran :-Hal : penelitian Tugas Akhir
Cilegon, 10 April2018
Kepada:Yth. Dekan Fakultas Hukurn Untirta
Di_Serang
Menindak lanjuti surat dari Dekan Fakultas Hukum Universitas AgengTirtayasa, nomor : 029,r{1N.43.1/KMl201g, tanggal 26 Maret 201g perihal
Permohonan Penelitian Tugas Akhir/Skripsi. Pada prinsipnya kami tidak keberatan
menerima mahasiswa atas nama. :
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan/Prodi
Semester
Telepon/ HP
Durasi (Lama Pene litian)
: NURUL WAKHIDA
: I 111141785
: HUKUM
: ILMU HUKT,M
: GENAP
:089640565337
: I BULAN
untuk melakukan penelitian pada kantor kami dengan topik "Kewenangan
Majelis Pengawas Daerah Dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris di Wilayah
Kabupaten Serang".
Demikian surat ini dibuat, untuk dipergunakan seperlunya.
NTAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARISREPUBLIK INDONESIA
Jl' Raya Serang- cilegon Bintang Metropolis Kramatwatu
. SURAT hTTERANGfu\Nomor : um.MPD.Kab Srg. lCota Ctg.+ .tg.2
Yang bertanda tangan dibawah ini ketua Majlis pengawas Daerah
Kabupaten Serang dan Cilegon menerangkan :
Nama
MM
Fakultas
Jurusan/Prodi
Semester
Telepon/ HP
:NURUL WAKHIDA
:1111141785
:HUI(UM
:ILMUHUKIIM
: GENAP
:089640565337
Nama tersebut telah melakukan penelitian pada Sekretariat Majlis pengawas
Daerah Kabupaten Serang dan cilegon selama 1 (satu) bulan.
Demikian surat ini dibuat, untuk dipergunakan sebagairnana mestinya.
",ililFryng, 21 Mei 2018
": ^.\ ---7
STILHI. SH. MH
mohonan Penelitian Tugas Akhir / Skipsi h@://eadministrasi.urtirta.ac.id/backend/modul/cetak/cetak_surat.php?...
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LINIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
FAKULTAS HUKUMAlamat : Jalan Raya Jakarta Km. 04 Pakupatan-Serang
Telepon. (0254) 280330 Ext. 218, Fax.0254-281254
Website : www.fh.untirta.ac.id
Permohonan Penelitian Tugas Akhir / Skripsi
Kepada Yth,
Notaris & PPAT Wilayah Kabupaten Serang
DiKabupaten Serang
Sehubungan dengan rencana Penyusunan Tugas Akhir/Skripsi bagi mahasiswa kami, dengan
ini mengajukan permohonan tempat penelitian di Perusahaan/Lettbaga yang Bapak/Ibu
pimpin.
Adapun data mahasiswa yang bersangkutan adalah sebagai berikut.
Nomor
Lampiran
Hal
Nama
NIMFakultas
Jurusar/Program Studi
Semester
Telepon / HP
Durasi (Lama Penelitian)
Rencana Topik
M nx.43.ttKM/zotl 29 Maret2}l&
NURUL WAKHIDA1111141785
HUKLMIlmu Hukum
Genap
089640565337
1 Bulan
"Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam Mengawasi
Tugas JabatanNotaris Di Wilayah Kabupaten Serang
B erdasarkan Ketentuan Undang-Undang Nomo t 2 Tahun 20 I 4
Tentang J abatan Notaris "
Demikian permohonan kami sampaikan atas kerjasamanya dan perhatian Bapak/Ibu kami
ucapkan terima kasih.
Tembusan:
^ o Ketua Prograin Studi Ilmu Huk-um
ultas Hukum Untirta
96301 052002121002
NOTARISsuslANA MASITHAH SUD|AN, 5.H., M.t(n
Jl.Raya Jakarta km.l0, Kaserangan, Ciruas, Serang-Banten 42182TeS. {0254} 284167
E-mail : [email protected]
Nomor : 69/SM-NOT{V{2OLS
Lamp. : -
Perihal : Pemberitahuan
Nama
NIM
Fakultas
Jurusan/Program Studi
Mengenai
Serang, 02 Mei20t8
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Hukum Untirta
Dr. Aan Asphianto, S.Si., SH., MH
di
Kabupaten Serang
Dengan hormat,
Sehubungan dengan kami terimanya Surat Nomor 0298/UN.43.L{KM/2A18 tanggal 29
Maret 201& Perihal Permohonan Penelitian Tugas Akhir/Skripsi atas Mahasiswi:
NURULWAKHIDA
1L1114L785
Hukum
llmu Hukum
"Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam
MengawasiTugas Jabatan Notaris di Wilayah Kabupaten
Serang"
Karni sampaikan bahwa mahasiswi sebagaimana tersebut diatas sudah melaksanakan
penelitian di Kantor saya, Notaris.
Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan, terimakasih atas perhatian dan
kerjasamanya.
Hormat saya
SUSIANA 5,H., M,Kn
.rmohonan Penellttan lugas Akhir i Slc.ipsi http://eadnri ni stras i. unti rta.ac. i d/backend/modul/cetak/cetak_surat.php?
KEMENTERIAN PJSET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINIGGITINIVERS iTA S SI]I,TANI AGENG TIR"TAYASA
FAKULTAS HUKUMAlamat : Jalaa Raya JakartaKm. 04 pakupatan_Serang
Telepon. (0254) 280330 Ext.218, pax.0254_281254 a
Website : www.fh.untirta.ac.id
Nomor
I- anrp ira n
I Ial
, WE /LN.43. uKw zoll
, P.r*olronan Penelitian lugas Al<hir / Skripsi
29 Maret2018
Kepada Yth,Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM
Di
Serang
Sehubungan tiengaru rencana penyuslrnan Tr:gasini n-rengajukan permohonan tempat penelitianpimpin.
Adapun data mahasiswa yang bersangkutan adalah sebagaiberikut.
Nama
NIMFaknltas
Jumsan/Program Studi
Semester
Telepon / HP
Durasi (L ama P ene litian)
Rencana Topik
Al<hir'/Sltripsi bagi mahasisrva kami, dengan
di Perr-rsahaan/Lembaga yang Bapak/IbLr
: NLIRTIL WAI(HIDA1111141785
HIIKU1\4
Ilmu Fhlkum
Genap
08(r640565337
1 Bulan
"l(ewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam MengawasiTugas .labatan Notaris Di Wilayah Kabupaten SerangBerdasarkan Ketentuan undang-LJ,da.g Nomor 2 Tahun2ol4Tentan g Jabatan Notaris"
Demikian pertllohonan kami sampail<an atas lierjasanranyil clan perhatiap I3apak/Ibu ka,riucapkan terima kasili.
Tembusan:
. Ketua Progrant Studi Ilmu Hukum
Dekan Fakultas Hukum thtirta
3010s2002121002
Permohonan Ilata dan Informasi
Kepada Maielis Pengawas Ilaerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon
Sehubungan dengan diadakannya penelitian tentang Kewenangan Majelis Pengawas
Daerah Kabupaten Serang dalam Mengawasi Tugas Ja.batan Notaris Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, saya memohon bantuan
Bapak dari Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon untuk dapat
memberikan informasi dan data yang berkaitan dengan penelitian ini-
Nama,
Jabatan
Waktu'\try'awancara
Alamat Kanlor
Su\t"^ , 8{t., Mt-\.
Ktuo Mgdt'e\ \,1'"" ,o\B'
?o\3^-* ?r".o!^ V't\ouqalen 9t'*g1 ! lt6tc Cg'^
Jt. %S" S*g -Ot5"n. No. \s. Vtarnatocth;, ?3,.+.n.
\divq3rua. S*r3 -Ban\4.h, qz6\6
Pertanyaan:
l. Apa MPD memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam pengawasan?
2. Berapa kali MPD memberikan pembinaan terhadap Notaris?
3. Apa latar belakang penggabungan MPD Kota Cilegon dan Kabupaten Serang?
4. Adakah bentuk sanksi yang dijatuhkan oleh MPD kepada Notaris yang tidak tertib
ad$inistrasi?
5. Dalam Pasal 70 UUJN, MPD berwenang untuk menerima laporan dari masyarakat
terkait adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Apa jenis
pelanggaran Notaris yang umumrya dilaporkan oleh masyarakat kepada MPD
Kabupaten Serang dan Kota Cilegon?
Permohonan Data
Adapun data yang dibutuhkan sebagai berikut:
l. DataNotaris Kabupaten Serang
2. DafaNotaris Terlapor
3. Surat Keputusan Pembentukan Majelis Pengawas Oaerah /
4. Surat Keputusan Majelis Pengawas Daerah Tetang Pemkntukan Tim Pemeriksa r/
Kasus
5. Surat Pemanggilan Pelapor dan Terlapor '
6. 'Berita Acara Pemeriksaan Kasus
7. Surat Teguran Terhadap Notaris yang tidak tertib administrasi
KUESIONER WAWANCARA
KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS DAERAI{ DALAM MENGAWASI TUGAS
JABATAN NOTARIS DI WILAYAH KABUPATEN SERANG BERDASARKAN
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN
NOTARIS
Sehubungan dengan diadakannya penelitian tentang Kewenangan Majelis Pengawas
Daerah Kabupaten Serang dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, saya
memohon bantuan Bapak/Ibu anggota Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang untuk
dapat memberikan informasi dan data yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
Nama Informan r A.l*rrqq*i , ?A.''Wa'
Jabatan : Nroharis
Waktu Wawarcara : Euf*o , | ? Ara ,o tg
Tempat : IHajelis Pengawas Daerah (MfD) Kabupaten Serang
Pertanyaan :
l. Berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentanglabatan Notaris,
MPD berwenang melakukan pengawasan terhadap tugas jabatan Notaris. Bagaimana
peran Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dalam melaksanakan pengawasan
terhadap Notaris di Kabupaten Serang?
2. Bagaimana sistem pengawasan yang diterapkan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten
Serang dalarn melaksanakan pengawasan terhadap Notaris Kabupaten Serang?
3. Bagaimana mekanisme pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Kabupaten
Serang terhadap Notaris/ Protokol Notaris?
4. Berapa kali Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang melaksanakan pemeriksaan
terhadap protokol Notaris dalarn satu tahun?
Apakah pengawasan (pemeriksaan) yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang dilaksanakan terhadap seluruh Notaris Kabupaten Serang?
Apa yang menjadi indikator dalam pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Daerah
Kabupaten Serang?
Berapa jumlah anggota pemeriksa yang melaksanakan pengawasan serta pemeriksaan
terhadap protokol Notaris Kabupaten Serang?
Apa faktor kendala yang sering dihadapi Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang
dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris Kabupaten Serang?
Apa upaya yang telah dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang untuk
meningkatkan kualitas kinerja Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya?
10. Bagaimana upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dalam menangani Notaris
yang terlibat dengan kasus pelanggaran Kode Etik Notaris maupun pelanggaran
pe 1 aksanaan jab alan Notari s?
11. Berdasarkan Pasal 70 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, bahrva Majelis Pengawas Daerah berwenang menyelenggarakan sidang untuk
memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatan Notaris. Bagaimana mekanisme persidangan yang dilakukan oleh Majelis
Pengawas Daerah Kabupaten Serang terhadap Notaris ymrg diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris?
Informan,
5.
6.
7.
8.
9.
/
KUESIONER WAWANCARA
KEWENANGAI\ MA.IELIS PENGAWAS DAERATI DALAM MENGAWASI TUGAS
JABATAI{ NOTARIS DI lilILAYAH KABUPATBN SERANG BERDAS{RKAN
KETENTUAFT UI\II}A}IG-UNDAI{G NOMOR 2 TAHIIN 2014 TENTA}IG JABATAN
NOTARIS
Sehubungan dengan diadakannya penelitian tentang Kewenangan Majelis Pengawas
Daeratr Kabupalen Serang dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 1lahun 2014 tentang Jabatan Notaris, saya
memohon bantuan Bapak/lbu Notaris di wilayah Kabupaten Serang trntuk dapat memberikan
informasi dsn data yang berkaitan dengan rnasalah pnelitiatr ini.
Namalnforman , (u"uo^o Vls,rlhoh ' EU "'Mft"'
,Iabrtan ; Njoturts
Waktu Wawansara : ,- lncri ,o\8'
AlsmatK*rtar : $.F11" 8t*rt9-Jqh^c\t'\<,',' 3,$. Ctruc'S, koso.ollon
S.oty . Bqn\en qr \ 8s
Pertanyaan:
l. M{elis Pengawas Dasrah metakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notmis secara
berkalA minimal satu kali datam sat$ talxm atau setiap wakfir yang dianggap perlu'
berdasarkan Pasal 70 huruf ft) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.
a" Bagaimana psrffi Majelis Pengawas Daeratr Kabupaten Serang dalam melaksanakan
pengavrasan terhadap Notaris di Kabupaten $erang?
b. Berap kali Majelis Pengawas Daerah Kabupalen Serang melaksanakan pemeriksaan
terhadap protokol Noaris dalam satu tahun?
c. Apakah pemeriksaan {pengawasan} oleh Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang
diiaksanakan terhadap seturuh Notaris Kabupaten Serang?
d" Bagaimana rnekanisme pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis ?engau'as
Kabupaten Seraag terhadap Notari# Protnkol Notaris?
e. Apa yang menjadi kekurangan Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dalam
melaksanakan pengawasim serta pembinaan terhadap Notaris Kabupaten Serang?
Majelis Pengawas Daerah berwenang rnenyelenggarakan sidang unfirk memeriksa adanya
dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris,
berdasarkan Pasat ?0 huruf (a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 20M Tentang Jabatan
Notaris"
a- Bagaimana upaya Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Serang dalam menangani
kasus pelanggaran Kode H,tik Notaris rnaupun pelanggaran pelaksanaan jabatan
Nctaris?
b. Bagaimana mekanisme sidang pemeriksaan yang dilakukan oleh Majetis Pengawas
Daerah Kabupaten Serang terhadap Notaris yang diduga melakukau pelanggaran
Kode Etik Notaris atau atau pelanggaran pelaksanaan jabatanNotaris?
c. Siapa yang berhak menjatuhkan sanksi dan apa bentuk sanksi yang dijatuhkan kepada
Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan
jabatanNotaris?
fnforman'
)81-t.,Mkn.
;)
KUESIONER WAWANCARA
! ltI I ','
i
KEWENANGAN MAJELIS Pf,NGAWAS DAERAH DALAM MENGAWASI TUGAS
JABATAN NOTARIS DI WILAYAH KABUPATEN SER{IYG BERDASARIGN
KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN
NOTARIS
Sehubungan dengan diadakannya penelitian tentang Kewenangan Majelis pengawas
Daerah Kabupaten Serang dalam Mengawasi Tugas Jabatan Notaris Kabupaten Serang
berdasarkan ketentuan Undang-Undang }rlomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, saya
memohon bantuan Bapaldibu di Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM provinsi
Banten untuk dapat memberikan infannasi dan data yang berkaitan dengan masalah
penelitian ini.
Nama fnforman
Jabatan
Waktu Wawancara
Tempat
?rst^
C.Lul,or,,s Vqofu p'5"t"* d'U"h ?mu-tbonls^
t6 An, zotg
Kantor wilayah Kementerian rrukum dan HAlr prov. Banten
Pertanyaan:
1. Bagairnana kewenangan Kemenkian Hukum dan HAM Provinsi Banten terhadap'
pengangkatan Jabatan Notaris?
2. Bagairnana prosedur yang ditempuh Kernentrian Hukum dan HAM provinsi Banten
dalam mengeluarkan izin Notaris? " )' . : , ,. , :
l
3" Bagairuana peran Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten dalam melakukani:'"- ,.r .f;i..-) '... r '
pengalasan terhadap.Iabatan Notaris? -i ' t : ', .
'- ' i;;" ;' '
4' Bagaimana Peran Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten dalam penetapan
wilayah pengawasan yang dilaksanakan MpD? l' '
t , _, ,,.i.? .. ' i li. iL" t i ,rl
i ,,:, l. l, it"r', , ,
i i ' . ',.r t . . | ' j, ., f,; lrt r,,) t-'
't-.'t' I
ri.
' ..1
6.
I
l*.*rt-* r-
s. Bagaimana F * 13:l**Jl*lfiffidalam menangani
pelanggaran tugas jabatan Notans? il*{61e:alr" ta r" }rd*t"'&'&a
Bagaimana peran Kementrian Hukum dan HAM Provinsi Banten dalarn mengawasi
pelaksanaan tugas MPD?
Berapa jumlah keseluruhan Notaris Kabupaten Serang sampai saat ini?
Informan,
E{
7.
!&*,5rro-r?.,u. ,t.fr)
IqPlo/
\qffi*n,* bf F,tfp .rL'alur. g,'
)o'pr' fuqr [au /*ri ]r:l*,rr. q i{r,rnr p/
\jon d l-t 19 -?w &J r1.t L tWV
i^lt fe} ba^.,\a Ye"t*ktqvc*,\ li; * q f.,/.
l,LtOo Nlp/v/,rff I ' F
lI
I
,{**trrqgv r {ro twig
@
4g0
F
5
Nl v
=
oE?
FF
p
u
7
F3
trE
3
It
g
I
F3z!
l
U
+z
F3U
o
?
F
F3
IE
d
s.r
F
E
c!
F
F
o
9
oE
C
P
E
otz
P
E
3
aF3g
oE
z
E
F
.E
35
2
7
FZ5
v
1{
g
E
2
k
o
=2
I
23
;o
vT25
oogop
aobI
5
{?E-3
E
I
a
zg
cog
tsz2aIE
I3r
CIc€o
"o
F
I
4
o
e
gIc
3
rE
3
c
o
o2
c
a
Fa
I35
coE
Eg
=
F35
@,oqUE
"o
F35
@
@
zo
&
{
;o
P
Iz6
E
E
o'aEkE
I
c
bF3:
s
4
U
P
E
P
F
o
ooo
o
=E
or
I3
oE
r
z2cIF
T3
Ei2U
E
Ek
Iao
C
atCq
F35
p.
IE
5
;.r
IC
3
o,o
F
F
5
oc
l!-o
F
o
a
o
o
E
zo9{
F3
5
IZ
P
Ek5
oq
I
aIF
r
E
Ea
E2
!c r
trzazq
C
?Ic
3 p
IE
Z
Ic
E
eIF
ry
:{
oo c
3
?4e
cF
?,c
7
?aC
E
?1c
Ir
43
;t ,5t i:l 3la
FrU
a
Ec
4 $i
i
i
-
9
ie.
3g
B.oL
;E
z
a
ok
o
E.
@
E
{ets.
E
e
;E
B
:
B
a>
d9.
R
d
d
tu
B
:
q
E
e
6
t
E
c
4G6
n
Ptr;o
L
i6.
B
E
a
1
fi
I,6g
,e
a
.!
,I
E
io
IF'
gg
3
{
AT
EE
r#;x@3
Z
a
IEB
E
b
;3
?
e
L
IE
d
!
3
E
t
qlg
5
trq
P-r
JIiio!Bo.9
o
s
3
t
6
g
:!;o7
6'
*qgo
ts
g
4
u.
i:
q
B
!
E.
E
8
F3
t
re
EPOofrei
il!
EE.8Eg"*!i-6;'
!p;eg6
p
Bp
Bp?d
4#
i
afi
5E
B
H
!;
L6
!
9.
{a
IF
L
n!a
2
d
c
u
4
Ii
6!ts
d
EE
4B
i
:6
ga
7
f"
ii&6
1
-o
o
3
a
fI
efi
:
o2
i
il
EB
3
q
a
ts
Pz?
r4
3
E
do
6
z
i
oF
o
@
@
o
;
:F
s
I
a
nq
g
P
g
IoB
?F
ET
i;
8
P.
a
@
E
Eg'v
I4
3
I
t
f-*
6a
H- ',6
$3
42eliB.
3
4
€
IB
H3o. us
!e
€
r
iF
6qfg
44
@
3
ri
U
s.
t
E
iIl.
5
trE
I
g:ts]tE6Piie
o
9
3
6
I
r
c;o-z
tss>qA
Ex'a
@
il93d
2f,3:#9a-o
€
@B
E
!6',q-
!i-@
I
Ite
i
cE
6aqu
x):e;o
66.
B
4
fr
IP
@
E
7
E
@
z
F.
;E6n
3
B-
p
@
z
H
I
SPg6
:
6
4
8
9@
dE
ip@<'daBE
Y:!@
FxEg3i
E
o
g
I
ET3;?B
2:ils
i4PgExtd!1atoB.P
.frrs
@
;
z
;z
I!
tg
;q
iis)9
Hu
5<a4
3
@
E
€:;E
EI@
9
d:.
E
tg3+ed
E;s5
tBE{
9odI
da
F'
4
o
B
;z
*I
E-
B
,s
a
B.
B
E
*z
6R
!eDXisES;;
3
E
l! 3 3
s
s s E
!a3* 3
s
5!g:
6:-
6
E
8
3o
X
P;
i6
6
x
q
o
E
EF
FI
C
qs
L
tr
6
E
T
+Ic
;i
F
I
Eq
6L
;i.
F
Ec
E
ffiu
L
9
F
;IC
{
7
5.
rC
Ibb;Cz
aa
53i6I
tE
,B
P
d
o6
II
F
iC
€
g.
Fi
8
iIC
B.
?
5.
8
I
;IC
fig
x:8
iTs
6
g
3
9
$
IP
;IC
#u
I
!tC
E
EL
tC
E
6
2
B
8
€1Cr{;II
i
C
g
dL
EF
P
F
4EC
&
B
5
I
b
;EC
6e
>FI
IE
6u
63
s
q8It6E
ICz
mE
E5
I
i
g
EL
6q
E
P
;IC
g
!
F
Ia
IC
zooF
a
IF
tF
I
iIq
&
o
Eq
iTCz
€
9
E
I
a
ir
B
ofi
IF
FP
;r,
Io
C
iF
€
EF
P
I
to
€
l.
II
T
I
;f
e
€
3
BS
F
P'
I Fp
P€;P
q5
x<tsP
F
3=
Fp
7<AN!>qb F
I
Ai
o
3
o
c
H
cqi
gsl63 p
FE r:r6'a
cb5
sBY63 8r
5,5
55
;Iq
E
Bg
!
@
de-@
P@
9.@
*
w
e
E
i
FFp
I
Fp
3 II
f,bil
€
F
{>F
ts
$3
{:
FS;9
Ib
ito
Fp
s
P{59
F
f
usEP
I
ti
P{
F
Biiq;
p
Na
=z
F
7o
!P
F3r
€
:'aE
i
?
Z
cd
?
ak5
I
I<{
z
o
!a
T
6
3
E
oro
o
o
Ik6
7d
,!
t
Fo
E
E
o
I"a
F
C
€
xo
oi
?
Fz
3co
d
IZ
ci
F
I3
a
tr
f
3
a
IE
F
t
3
I
E
ie
F
=s'
F
=N
v
F3
F
zI
tr
F
3P
I
f"3
I
oFz"a
tkr
!
;€
?
FF
IzP
I
czo
,t
5
ctr
'a
FZ5
c
o{6oo
F
?
F
;?
I
5zq
zt
Eo
I
{
F
3v
:,o
xkiir
B
E
?
e
e
?
c
FIF
aaE
,
c
@
ogIE
EI5
F
=?
c
o
!letr
IE
ea
E
A
3
a1c
E
iE
6o
E
7
!
E!t
g
qs
Iz
9.
B,
g
h
I@
g.
r3
z
g^
P;c;
B
@
t
,4
Lq
-[
@
r
I
B
a
6
!;
tr
2
aaB
;H
9L
,:x
I
4
€b
..
6Eil
b3p3a?
to
!
tre.
q
!i!o
aEfig
4
g
x.E,
F
ne
n
frI
4
T
B
l
9
6!dA
a5
6
*
o
$
L
r
6r
x;ne
EE6H
3
d
4
{
F
66.
B
tr
z
L
iE
I
E
9
B
F
4!
E
€
oI
io!
B
;r!aqq
e
IL
ts
tr
rtr
c
al:5!
org>Asrj.!E*6to
I
€
o
a
e
B
7{
:
q
6g
;@
e
i
B
{
g
5
{A
o
;
z
Bg
5.
oF
z
ts
:;9
0
;;
IF5!
-lA,<xc.iE3al
{;E.E
t3h
6
@
t
7
H
!g[] E
FTg;
Ph
il8rBea
4!i{P?
iEo4
Eq
ioF
P
A
E
z
ap
F3
r.
:t
It8
!q,
5
4
{
8
E
o
XL9g5',U
E;6a
8
9o
a
I;
iLj,
ea6€
;.
EA;
!gE5!P
Aaoilr;
63
,a
4
m
@
!
!
!
P
I
3
6
3
3
E
tr
a
i
3;he
!Pq-r:d
E
Iz
9g
g
<o>g
6!I7rio8taZF
OE
EU
sS;e
-o
rC!
ez
[:::^P:aE
s8qoc€
6-R
:'! 9
3o
9
tr
6p6P
1
9
a
@
I
!B
EoB
I
I
i6ts!
ac6si.r;It!;
1xfr,t5c
1iia
F
E
{cE
I
E
8g
s
I3 g
,
3
i
ax
o{Z,
II
iI!
&L
:!.
IC
q
F
E.
$
C
T
IL
3
6e
F
Iq
fiE-
z6
qT
Es
-r
Ec
E
dg
ta
F
;tq
€
o
rE
IP
;ECz
B
L
o
L)
b
o
ts
TC
t
TC
sL6P
;Ic
Ig
3
I
4
E)p
t
6
Ec
I
d
&
5
,E
;E
,
€
3
EI
z
Eq
B
;
=€AF3io5
x€
I
73
+Z3i
<:
{sb
F
P
P€H3
F
E
BF
irI
o
: ;PrtYP
IE
E
\o
4
!f
p.
p
FC
o
E
F
5
pzc
'E
6
E
F
E
F
a
E
tc
oF
ic
o
4c
nT
5
t
C
(
":
6
=
c
f,
35
FT: ;
!bF3
s
g
f
I
p
I
o
t
IiIoE
oa
F
6
e
3
F
5
C
Ic
IF
cC
!
3
cE
i,c
]5
c3
C
!
a
u
z
5
oE
=F
I
oE7
F
a
B{a
ItFt
ooo
.3
.I
6
F
-!3
E
of
2-@
F
5
p
5
cE
F
F
r
Fz
E
=€
5
Ik5
$
c
r,a
FI
2o
o
!o
3
c
rp'a
F
F
r
os3
o
3
zU
F
I
s7.
?
F
5
2
cF
?'
6
FIIF
5
3(,
2!l
oP?
iT3
r
o
E
I
E
9o
o
ea
r3I
Ec
cfrC z
o
p
:{C
g
?
c
6
o
cca
rzIT
c I3
oE3
I
ac
z
a
;ga
4B
c
a3
T
F
?E
E
=
?:
xo
Ea
c
I
F€
5
E
I
oE
u
E
IP
Iap
!
z
g
€
!
ab
€
9- ii
ir!qfrId
:;:;$gs"€=eii
1NB3
e
3
t*
a!
s;
0l+b!xPi
4
I
;
@
z
E
t.
g
!{
rFog
qs
6'ia\
5
i
@
e
;IO
g
*
rqa9c!
ofi
5
6!
@
I
n3B
v
Ig
!
O
:,qc)1.5SeEI5
!.6;33:
3EEE
e8
;
xa
a
d
5
o
9o
p
p
B
3
B
!a2
!
E
o
;0.7
fr
io
B
n
a
€
e.
I4B
3
Ie
a
3
€80i
dea?
!
l
z
I
I
IE
pd!IB
;!
I
;Ia-
r
i!3
.-6_
o
o
3!@
E
E
3
5
tg
H
$
i6F
!
i
!a
E
r
z
6
7
5!
i
6
2!
66-
i
z
F
i
B
&
h
PT
ii
F
6
7i!
4
{
Iiie.
I
o&9
3
z
p
e
5
io
o
E
I
Eo
?aXq
E96iliB
f;n
!rr!
Ep9.ror
P
fir
ENdr
3i9@5i!,d
BE-x4s6;i
5L
ilP
o9Ex
a
oe
3
1gI
E
c
{
I
gb
o
@
F
I
5
9
!
;:6!6
1!€t"d:i!5
9",
2X
oB4x
3?cz
o!.
9.@d
2
1ZL!5gF*.lpLd:s!6E'
f;e
1z
H3
;:9ad<
;z
zE
!
I
a.
IE
i
4on
E
E
g
!
t
E
o
6g
3
p:
.!
g
E
@
z
€'
Pfa3
iEP-aFE
6l
E!gn
!.
z
F
!g
U
3
{8
9
il
o
;,
yer3
qr:
E
F
I
i
6':
B9
&t;?3"r3dF6r
pi
96.
Irs.-.)o*ge
ir-.<
dc
PB
^E
IiNEE}
6;
q9:Fzge:dz07
!ePH4=
t, x'
9Z
P;eP
3
E
i9
5e+;i;
:qo9Etr
5
3
HPl4
i<
3
4.
s
o
;q'.94
tEe;g€c3
99
(a
eo'dies
p
;
l3
'4
0
E
6q
4
{
g
q
Bo
s5E<A6-4
@
t
o
IE
e:
ai-s
s6En
<
6
4
!
o
H
,a
EF6e
5oTE
9<Ltr
:oai
E$l4
;#
*r9E
g
+
[{EE
BE
E=go
E4
ts€qug
B
E
7
5'
z
tro
d
$o
LI
o:
:
:
:1!
:: -9
ifs! 5T54a
r-E
[<gErisk-
99
e 5E
;,o g
6o E
e2,tn:tr!6
Eo
aiii:;Eh5
Po-o
F
Ia
I
e
II I
.8
s
j
s
s
3IJ
s ss
I
4
o
i
o4
T
?
t
a
;
€
L
C
ts
hI
tr
B
;
$fIiq
1I
s
e
5
EI
F
;
&
B
B,
gT
its
:ltC
nL
F
iEC
o
zo
@
E'qC<9
OTib
a
;tg
2oo
!.)
E
Ec
g
Ejii
!B,
5s
b
IIC
mg
i'i
r_n
P-
EC
BL
2iF5
oI
iq
4
oo
9B
I
I
TC
ts
zao
l
r
ii
€
o
E!r
P
!J
;Tir
:EI
I
E
F
IitEC
E
92.
I
F
oiEc
a
p,
q
!
F
i
ii
d
cz
9t
I
I
mL
F
i
EC
L
3
F
itC
e
#L
z63
=>
I!')
;C
1
oo
ie
ICz
I
oo
Ep
BEqz
mL
tb
if
g
x
EC
tbi
c
€
B
5
qe<3@d
DI9b
i
I
9
4
oo
!H
;Ecz
P
6L
5;
It)
T,
mE
5
3S
q
!{
b 8Eis F E F
P
<€
eIde
Fp
ES
I
p
F
Hp
i-9
3F53
I
3{
v
b
!tF rI
!b
3{
uE
\
&
r
?
F
5
E
a
3
rz
c
cT3
E
?f,2
z
EbIF6
zs
ri
IF
2
223
E"a
F35
2tr
c
oa:f
3I
c
c
c
f
3
5
{h;.o
I5
{E
d;
FzqooE,o
F
dI
zr4
ik5
3troIo"a
FFs
T
F
{
I
oI
8
zP
F
I
E
E
E
oo.aE
j
s€
I
F6
z.
c
7
/3
C
i92:-
a
!3
I3
c
F
3
:ct?
f,
34
E
g
?+c
4I
x^^
FI:?
c
ctE
aC
p
?
fIE
aro
P7
IIc
CF4
,C
i.
ti
:U
E
d!!
E
pq
9
!
3!
;i
a
?
^:5e
@6
P!
!;a
4
o
t.r
*Egn
6,'i o
3E
i:
@1
3:5U
5
ff
eu
6E
rq
6f
66
g8{IU
?.
r5P
ioo: p4
6k f
IsiLdi{d
-
3rE
-{qtr,1tL
?z{95o:9Lb;l
B
l;
U
48.
i
i
trE
B
=
€q
9.
g
@
@
g.
a:a
F$
6',roi
iP*o
5U
9.
;Il
e
:
B
5
E4
a7
E
!
z
@
B
F
o
,I6
!
g
;t
q
i
Fg
3;Ii.a.;
B
a
i.E
B
E
!4
i
g
o2
ts
tr6
c
ts.i
q!id
p!i9F:
,0
:
o
EP3o
gF
iB
Eo
IB
;
o,Eqd
!
o5
E
tr
E
;I
q
i
fi6;
4
E
a
*:
E
6
q
E
Iir2o
F:
P;6!
5(
1z
3
€
o!.
6
ryq!
sg
Eo
?-d
Ir
@-
9E!L
iE1q(L
:*
;gsp5E
Lz*96o
-€
I
c
gIgE
;.s9i-TE
;6TT5e
is
;lJd
;E;
>!*9
n*
(t
oP
IU
:,
:iTJ
p
A
odg
a
E
P
z
a
o!
dto
a
E@
q
q
tr
:c
C-i,A!d
&
6&-
r
pil
3
z
a{
oi
Er
6P
JP.
qri;@;
P;:sIE93
E
EPbE
3
o
q
FPd*r;pq
g9
r3n3:<
tg
5
x!
eL
fia;>t:
ea
$'c6P- 7.
ila
Il
g
1aE$&d!n
5lP3i,E!p3
TPig
5_
0
o
tr
tr
@
6
E
7E
g' li 3
I
I I
!E
s
3
"o
8
j
I
3
x
xzo4
a
E
F
;I
Ic
IT
b
itC
5a3*
91
b
iE
z
s
ng
tIp
!
qz
L
IC
;
lEcz
6L
t
E'ac<:@igI
ul9b
iE
,o
Es
F
i
E
nE
*
Ic
tb
€
7
3
!-;
i
I(z
oo
tc
€
b.
ie8
P
F
il
EC
g
hg
!_
EC
P
;I
g
E.
2.
Ec fiE
ii)r5
-c
mE
PI
ts
;
Io
z
P
F
I
;tcz
hg
7
EF
T
irC2
6
!.
EF
F
bi
IEcz
I
IECz
dE
Ec
3f.)
iEq
3&
=
€
tF
B:!D
B,i3h
q€qIIt
:;!>
=€9>rF
;F
Ei
P€59
F
BS5P
3F
F
Fp
F
ir r:EN
E,i
33
F
€
IcE
MPN MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS
REPUBLIK INDONESIA
Jl. VasranNo. l SerangTelp. (0254)212529 Fax. (0254) 2t2529H!ffim
MAIELIS PEMERIKSA DAERAH NOTARIS
TENTANG
BERITA ACARA PEMERIKSAAN
NOMOR : IBAP/MPDN KABUPATEN SERANG DAN KOTA CILEGON 08.15.
Pada hari ini ..........tangga1....... Bulan Tahun Dua Ribu Enam Belasbertempat di Sekretariat Majelis Pengawas Daerah Notaris Kebupaten Serangdan Kota Cilegon, Majelis Perneriksa Daerah Notaris Kabupaten Serang OanKota Cilegon terdiri dati Ketua DR.DANIALTSIf.MIiI, ISEIIAYANTI,SH,MNn,St LHI,SH,IIIH, SUSIAIIA MASITIIAII, SH,M.Kn dan SHIII[TA IYUR AIIALIf,SH. M.Si, masing-masing sebagai anggota dan dibantu oleh DIAITMAHDIAIIA, SH. M.Si, Sebagai Se|<retaris, berdasarkan Keputusan KetuaMajelis Pengawas Daerah Notaris Nofnor M.SS.MPDN Kab Serang dan KotaCilegon 07.L6.23 Tentang Pembentukan Tim Majelis Pemeriksa Daerah Notaris
untuk memeriksa laporan masyarakat :
Nama :
Pekerjaan :
Alamat :
Selanjutnya disebut sebagai PELAPOR;
Melaporkan
Nama
Pekerjaan
Alamat
Selanjutnya disebut sebagai TERLAPOR;
DUDUK PERKARA
1. Keterangan Pelapor melalui surat Nomor:tangqal
a. bahwa PT
menerangkan bahwa:
yang berkedudukan di Jakarta merupakan- pemegang saham 9oo/o dari PT.
di Jakarta;,.......... I 4r'a,lrar5r.p .lna'rk*rbul*lcar
-2-
b.PT.
akan melakukan perubahan susunar' kepengurusan, namun setelah di cek di database AHU untuk
/ mendaftarkan hasil RUPS ke Kementerian Hukum dan HAM terjadiz ketidaksesuaian susunan pemegang saham, dan diketahui perubahan
saham
2. Mqielis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegondalam rapat pleno hari Selasa tanggal 26 Juli 2A16 telah membentuk TimMajelis Pemeriksa Notaris dengan Keputusan Ketua hitajelis Nomor:M.SS.MPDN Kab. Serang dan Kota Cilegon A7.rc.23, terdiri dari KetuaDR.DANIAL,SH.MH, IIE1IAYANTI,SH,MKn, SULHI,SIITMH, SUSIAIIAIVIASITI{AII, SH,*I.Kn dan SHINTA IIUR AIIIALIA SH. M.Si, masing-mei.sing sebagai anggota dan dibantu oleh DIAIT II{AHDIANA, SH. M.Si,Sebagai Sekretaris.
c.
d.
3. Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kotamemanggil Sdr. melalui suratUM.MPDN.Kab.Srg dan Kota Clgn.O6.16-25 tanggalUndangan.
4" Majelis Pemeriksa Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kotadalam sidang pemeriksaan pada hari Kamis tanggaldiperoleh keterangan sebagai berikut :
KETERANGAN TERLAPOR
1. Apakah saudara dalam keadaan sehat;.....
CilegonNomor:perihal
Cilegon
1.
2. Apakah Saudara mengerti kenapa hari iniPengawas Daerah Notaris Kabupaten
dipanggil oleh MajelisSerang dan Kota
Cilegon;
pengaduan tentang dugaan pelanggaran kode etik jabatan Notaris;........
3. Apakah Saudara mengetahui dan
2.
3.
4. Apakah
4
Saudara mengetahui m.
-3-
5. Apakah Saudara mengetahui kepemilikan 90 o/o saham dari PT.
5.
6. Apakah saudara pernah membuatkan akta untuk
6.
Apakah saudara membuat akta tersebut sudah sesuai dengan hasilRUPS
7
Apakah Saudara mengetahui jika perbuatan saudara telah melanggaraturan dan kode etik sebagai Notaris?.
........8.
7.
8.
9. Apakahsampaikan?
....... 9
ada keterangan lain yang akarl saudara
Demikian Berita Acara Pemeriksaan ini'dibuat dan ditandatangani oleh MqielisPemeriksa Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon serta pihakTerlapor.
MAJELIS PEMERIKSA
TERI,,APOR, KETUA,
-4-
ANGGOTA,
SIILHI,STT,UH
ANGGOTA,
I{EVAYAISTI,SH,Mkn
ANGGOTA,
susIaNA MASTTHATT, Srr,*r.Kn
ANGGOTA,
sr{IHTA ItrIR AMALTA'SH,M.Si
SEKRETARIS,
DIAIT MAHDIANA,SH,M. Si
mfl p N MAJEL""l?Tgilri,*Bt*EtH NorARIs
MAJELTs PENcAWAs Nornars ffi*WffiW Jl. Veteran No. 1 SerangTelp. (0254) 212529 Fax. (0254) 212529
BERITA ACARA PEMERIKSAAN PROTOKOL NOTARIS
Nomor : M.74.MPDN Kab.Serang dan Kota Cilegon
Pada hari ini tanggal bulantahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Tim Pemeriksa berdasarkan
Keputusan Ketua Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Serang dan Kota
Cilegon Nomor M.74.MPDN Kabupaten Serang dan Kota Cilegon 01.17.05
tanggal 13 Januan 2017 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa Berkala Protokol
Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon Periode Tahun 2017, telah datang di :
I. Kantor Notaris
Nama :
Notaris :
Yang selanjutnya kami tunjukkan Penetapan Tugas tersebut di atas, dan
kami jelaskan bahwa maksud kedatangan kami dalam rangka melakukanpemeriksaan Notaris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2OO4
tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 2 Tahun 2OL4 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2OO4 tentang Jabatan Notaris. Kemudian dengan dibantu oleh
Hj.NURLAILA selaku Sekretaris melakukan pemeriksaan dan tanya jawab
tentang:
A. Alamat Kantor Notaris
No. Telp/Fax
B. Alamat Rumah Notaris
No. Telp/Fax
Surat Pengangkatan Sebagai Notaris :
A. Surat Keputusan Menteri Kehakiman/Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia
Nomor
Tanggal
B. Berita Acara Sumpah Jabatan Notaris
Nomor
Tanggal
II.
-2-
Surat Keterangan Ijin Cuti Notaris
Sejak menjalankan Jabatan Notaris tanggalbersangkutan tidak pernah mengambil cuti.
IV. Sertifikat Cuti Notaris.
Sejak diangkat sebagai Notaris
V. Buku-buku Protokol
a. Buku Daftar Akta
b. Buku Daftar Surat dibawah
Tangan yang dibukukan
c. Buku Daftar Surat dibawah
Tangan yang disahkan
d. Buku Daftar Surat Protes
e. Buku Nama Penghadap/Klaper
f. Buku Daftar Wasiat
g. Buku Daftar lain yang harus
disimpan berdasarkan peraturan
Perundang-undangan
VI. Keadaan Penyimpanan Arsip
WI. Laporan Bulanan
VIII. Uji Petik Terhadap Akta
IX. Penyerahan protokol yang berumur25 (dua puluh lima) tahun/lebih
X. Keadaan dan sarana Kantor
a. Ruang Kantor terdiri atas
- Ruang Kerja Notaris
- Ruang Karyawan
- Ruang Tamu
b. Papan Nama Notaris
c. Jumlah Karyawan sebanyak
d. Komputer
e. Mesin Tik
f. Meja
g. Lemari
h. Kursi Tamu
i. Filling Gabinet
^ j. Pesawat Telpon/Faximili
XI. Jam Kerja Notaris
XII. Lain-lain
tanggal.
Notaris yang terdiri atas :
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
yang
Ada/Tidak Ada
BAIK/ TIDAK BAIK/RUTIN/TIDAK RUTIN
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Ada/Tidak Ada
Unit
..Unit
Unit
Unit
..Unit
..Unit
XIII.
xIV.
Penilaian Pemeriksaan
Pemeriksaan pada umumnya
Saran-saran
: BAIK/TIDAK BAIK
KETUA TIM PEMERIKSA
suLHI, SH, MH
ANGGOTA
soFIA RACHMAWATI, SH, Mkn
NOTARIS TERPERIKSA
ANGGOTA
DR.DANIAL SH, MH
SEKRETARIS
HJ.NURLAILA
KEPALA KANTORWILAYAH
.KEMENTERIANHUKUMDANHAKASASIMANUSIABANTEN
KEPUTUSAN KEPATA KANTOR WILAYAH
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA BANTEN
NOMOR: W12.039 .HM.07.0I'TAHUN 20ts
TENTANG
PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN ANGGOTA MAIETIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KOTA
TANGERANG; ANGGOTA MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KABUPATEN TANGERANG;
ANGGOTA MA'ELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KOTA TANGERANG SETATAN; ANGGOTA
MAJETIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KABUPATEN SERANG DAN KOTA CILEGON; ANGGOTA
MAIETIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KOTA SERANG, ANGGOTA MAJETIS PENGAWAS DAERAH
NOTARIS KABUPATEN PANDEGTANG DAN KABUPATEN LEBAK
KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA BANTEN
Menimbang a.
C,
e.
d.
bahwa untuk nrelaksanakan ketentuan Pasal 67 berdasarkan Undang-tJndang
Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan lJldang-Undang
Noruor 2 Talrun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
TahUn 2004 tentang ]abatan Notaris, perlu mernbentuk Majelis Perrgawas
Notaris;
bahwa untuk menrbentuk Anggota Malelis Pengawas Notaris. Menteri Hukunt
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah nrengeluarkan Peraturan
Menteri Hukunr dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.02.PR.0U.10 Tahun za04 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, susunan organisasi, Tata Kerja, dan Tata cara
Pemeriksaan Majelis Pengawets Notaris;
bahwa rnasa jal:atan Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris Se-Provirtsi
Bantep sampai dengari-:1 fuli 2075 sebagainrana tercantuln dalant
Keputusan ltepala Kintor Wilayah Kementerian Hukutn dan Hak Asasi
Manusia Banten Nomor: w29.055.PW.07.02 Tahutl 2012 Telttattg
Penrberhentian dart Pengangkatan Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris
Itota Tangerang; anggota Majelis Pengawas Daerah J'{otaris l(abupaten
Tangerang; Anggota Majelis Pengawas Daerah Kota Tangerang Selatan;
Ang[ota Iaa;elii-Pengawas Daerah Notaris Kabupateu serang Dan l(ota
Cile[on; Anggota fUalllis Pengawas Daerah Notaris Kota Serattg; Anggota
UaiIIis fen[iwas Daerah Notaris Kabupaten Pandeglang Dan Kabupaten
Lebak;
bahwa peiabat yang namanya tercantum dalam daftar lantpiran surat
keputusin ini dipandang cakap dan mampu untuk melaksanakan tugas
tersebttt;
bahwa berclasarkan pertim)rangatl sebagaimana dimaksud dalarn hurtif a,
huruf b, huruf c, datl httruf d perltr clitetapkan Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Hukuttt dan llak Asasi Manusia Banten tentang
Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris
Kota Tangerang; Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten
Tangerang; Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Tangerang
Selalan; ,Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Seratrg Dan
I(ota Cilegori; Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris Kota Serang,
Anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Pandeglang Dan
Kabupaten Lebak utrtuk nrasa jabatan 3 ftiga) tahun berikutnya'
Mengingat
Menetapkan
PERTAMA
KEDUA
KIlTIGA
1,. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris [Lembaran
Negara Republik Indottesia Tahun 2004, Nomor 1,17, Tarnbahan Lembat'an
Nelara Republik Indonesia Nonror 4432) sebagaimatra telah diubah dengan
Unrlang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perulrahan Atas Undang-
Undan[ Nornor 30 Tahun 2004 tentang ]abatan Notaris Notaris [Lernbaran
Negara- Republik .lndonesia Tahun 2014, Nomor 3, Tamlrahan Lemiraratr
Negara Repulrlik Indonesia Nomor 5497J;
Z. peraturan Menteri fiukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoesia Notror:
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatau, Pemberhentian
Anggota, Susu,an Organisasai, Tati Kerla, dan Tata Cara Pemeriksaan Maielis
Pengawas Notaris;
3. Peraturan Menteri Hukum rlan [lak Asasi Manusia Republik Indoesia Nomor:
M,01.PR.07,10 Tahun 2005 tentang organisasi rlan Tata Kerja Kantor Wilayah
Departemen Hukum clan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia'
MEMUTUSKAN
KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA BANTEN TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN
ANGGOTA MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KOTA TANGEMNG;
ANGGOTA MA'ELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS KABUPATEN TANGERANG;
ANGG0TAMAJELISPENGAWASDAERAHN0TARISKoTATANGERANGsELATAN; ANGGOTA rnrnlmts PENGAWAS DAERAH NOTARIS KABUPATEN
SERANGDANK0TACILEGON;ANGGOTAMA|ELISPENGAWASDAERAHNOTARIS KOTA SERANG, ANGGOTA MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS
KABUPATE.N PANDEGTANG DAN KABUPATEN LEBAK'
Menrberhentikan Seluruh Angg0ta Maielis Pengawas Daerah Notaris Se-Provinsi
Balltell sebagainrala tercanttiiir dalanr daftar lanrpiran Keputusan Kepala Kantor
wilayah Kementerian Hukum dan l-lak Asasi Manusia Banten Nontor:
w2g.05S.PW.0T.}',z Tahun z0l2 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan
Anggota Majelis P"ngaw", Daerah Notaiis Kota Tangerang; Anggota Maielis
puril^*", r)aerah NJtaris Kabuparen Tangerang; Angggta Majelis Pengawas
Daerah Notaris Kota Tangerang selatan; Angg,it, Majelis Pengawas Daerah
Notaris Kabupaten i".u,rg bun {oto Cilegon; aiiggota Majelis Pengawas Daerah
Notaris Kota Serang; A"nggota Majelis Pengawas Daera.h Notaris Kabupaten
pandeglang Dan Kaliupaten"i,ebak, dengan ucapan terima kasih atas sum6angan
t*,-,rgu*d", pikirannya selama tnemangku iabatan tersebut;
Mepgapgkat nalla-Ilama sebagaimatra tercantum dalam daftar lattrpiran surat
kepu"tusln ili sebagai Anggota Majelis Pengawas Daetah Notaris Kota Tattgerang;
Ariggota Mafelis f*ng"*o-ibaerah Notaris Kabupatett Tangerang; Anggota Maielis
furigrw* Daerah Notaris Kota Tattgerang Selatan; Anggota Maielis Pengawas
Daerah Notaris Kabupaten Serang Dan Kota Cilegon; Anggota Maielis Petrgawas
Daerah Notaris Kota Serang, Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten
Panrieglang Dan Kabupaten Leba.k.
Tugas Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris adalah melakukan pengawasan
tor'"hadap il"otaris sebagaimJna climaksud dalam Undang-l-lndang Nomor 30 Tahu.
2004 sebagaimana t*irl, oiuu^h de*gan u.dang-undang Nomor 2 Tahun z0l4
te,tang peiutraha. Atas Undang-Unding Nonror 30 Tahun 2004 tentang labatan
Notaris.
Masa fabatan Anggota Maielis Pengawas Daerah Notaris adalah 3 [tigal tahun
terhitung selak Pelantikan.KEEMPAT
KELIMA Keputusan ini berlaku sejak tanggal pelantikan dengatl ketentuan bahwa apabila
dikentudiap l-rari terdapat kekeliruan/ kesalahan dalanr keputusan ini, akan
diadakan perbail<an sebagaitnana mestinya.
Ditetapkan di Serang
lada Tanggal : 31 Juli 20
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada YTII:
1. Men,te,ri Ilukrrn.r rJarr I'IAM R[ di- ]akarta;
z. sekretaris Jenderal Kementerian l{ukurn dan FIAM RI di- Jakarta;
3.Inspektur}enderalKenrenterianHukuntdanHAMRldi-Jal(arta;4. Direktur Jenrieral Adnrinistrasi Hukum Umum Ketuenterian Hukum dan I-IAM RI di- Jakarta;
5. Ketlta Majelis Petlgawas Pusat Notaris di- jakarta;
6. Direktorat Iendererl Perbendaharaan wilayah x serang di- serang;
7. Kepala Kautor Pelayanan Perbendaraan Negara di- Serang;
B. p"iguru, Wilayah ikutru Notaris Intionesia Provitlsi Bantetr di- Serattg;
t). pen[trrus Daerah lkatan Notaris Indonesia Kota Tangerang di-Tangerallg;
10. Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia Kota Tatrgeraltg selatan di-Tangsel;
11. pen[urus Daerah Ikatan Notaris Inclonesia Kota Cilegon di-Cilegou
12. pengurus Daerah lkatan Notaris Ittclonesia Kabupaten Tangerang di-Tangerang;
13. pengurus Daerah lkatan Notaris Inclonesia Kabupaten Pandeglang di-Pandeglang;
14. Pengurus Daerah Ikatan Notaris Inclonesia Kabupaten serang di-seratrg;
15. Bentlaharawarl Pengeluaran Kantor wilayah Kernenterian Hukunr dan HAM Banten di- Serang;
16. Yang bersangkutanirntuk diketahui dan dilaksnakan sebagaitrlana mestinya'
7"yknrel$ KAN'roR wI
If'-.\
dti, sH.,MH.LgBZO1 2 001
Lampiran IV Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Kemlnterian Hukum dan Hak Asasi Manusia Banten
NomorTanggal
: W72. 039 .HM.07.01 Tahun 2015
: 31 fuli 2015
:1.2.
3.
4.
5.
6.
7.
B.
s.
DAFTAR ANGGOTA MAIELIS PINGAWAS DAERAH NOTARIS
KABUPATEN SERANG DAN KOTA CILEGON
ANGGOTA Shinta Nur Amalia, SH',M'Si' [Unsur Pemerintah);
Sulhi, St{.,MH. [Unsur Pemerintah);
Sartono, SH. (Unsur PemerintahJ;
tturikah, SH',iv1H. {Unsur AkademisiJ;
egr. F iftrtiono PS, SH',MH' fUnsur Akademisi);
ni.naniat SH.,MH. [Unsur Akademisi);
io fl* nr.fl*awati, SH.,MKn' fUnsur N otarisJ ;
Nevayanti, SH',MKn' [Unsur NotarisJ;
Susiana Masithah, SH.,MKn. [Unsur Notaris)'
DitetaPkan di Serang
Pada Tanggal ; 31 fuli 2015
,oqy
I
;iI
AUA KANTOR WI
I
KEANGGOTAAN DAN SEKRETARIAT MPD
Susunan pengurus MpD Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, adalah sebagaiberikut :
Ketua
Wakil ketua
Anggota
Sekretaris
: SULHI, SH, MH: SHINTA NUR AMALIA, SH, M.Si
: i. SARTONO, SH,MH2. DR.AGUS PRIHARTONO,3. DR.DANIAL, SH, MH4. SUSIANA MASITHAH, SH,s. Hj. SOFrA RACHMAWATT,
6. NEVAYANTI,SH,MKN
7. NURIKAH, SH, MH: DIAN MAHDIANA, SH, M.Si
PS,SH, MH
MKn
SH,MKN
Menimbang
Mengingat
MA.I Ii,LIS I'ENGA\ryAS DAIIRAT,I I{OTAITIS
RE,PLI B I-,I K IN DOI\ ESI A
Jl. \'trtr:ran No. i Serang'l'cl1r. (0254) 2\2521) Irar' (0254) 21252'9
t,Itof'o Iiol. N OTAlRl S
CiLEGON
t ffiffiffiffiffiffiilffi
1( E PUTU S l\N I(ETU T\ N1 ;\J IILI S PI'NGAW I\S DAERAI_I NO'IARI S
I(ABUPA'I.EN :JDItITNC DAN I(OTA CII,],GON
Nornor : M.74.MPDN Kabtipatem Serang clau l(ota cilegon 01' 16'05
,I'EN'I'ANG
PtrI\4BITNTUI(AN TlM PIlMliRll(SA BDiRI,iAl'A
I(ABUPA,I.EN StrtiANG DAN i(O.fA
PI'RIODE'IAHUN 2016
KETUAMAJELISPF]NGAWASDAE}RAFII'IOTARIS,
a. bahr,i,a untu}< me1al<sanakeur z].ma.nat Pasal 70 }rr'tr:uf b Unclang-
Unclang Nc.rmr-rr 30 Tahurr 2004 tentang Jabatau Not"aris'
sebagaimana telah cliubah clengan Unclang-Unclang Nomor 2
.pahun 201,1 ,.,.,lrr-rg Perul-rerhari alas Undar-rg-Unclang Nomor
3O Tahur '2004 terltang .labalat-I Notaris, Ma]e1is Pengar'vas
Daerah ber.l<e*,ajiban "melalcsanakan
pe meril<silan jrerl<ala
protokol N.t,ris Secara ber-kala 1 (si-rt.r-r) l<a1i ciai:r:n 1 (satLt)
tahun atalt se l-iap .',rraktu y-allg clia'nggap perlu:
b. bahu,a pelltr:r.il<saan berkala protokol Notarns merupakan
program1 ctltbltlilandarrpenl]awasanterirerclapl\otar.isdalamrnenjalanl<an tr_rgas dan ryng*i l<enotariatan gunei rnernberil<an
pelai'ana l<t,rllad a tnas-r"arerkat t ;
c. baiiu,a untrrl( lerlaksanan-\r2.I sebaLgairnana clirnal<sr'ld irlLrul zt'
clan hurlif [t, rl,lal<a perlu lnernbentul< 'lirrr Pemeri]<sai Berkala
ProtokolNot'irrisl(aburpatenSerangclanl(ot.aCilegonPei.iodeTahu, 2015 ,rrang cliteiapl<an clengan Kepurtusarl i(etua vlajr:lis
Pengau'as Darerair Notaris;
:tr.Urrciang.Unclar-rgNomor30,lahurt.r2004tentarrg.Jrrl)rrtarrNotaris ""u^g^?-.rr^
t_elatr cliubah clerrga. U,ciang-u.clang
Nomor2.falrr-ln2O|4tentangPerubahanatasUndang-UrrclangNomor- 30 Tahu tt 2OO4 tentartrg Jabartan Notnris'
2. Peraturan \4enteri I-{ukurn clan l-{ak r\sasi Milnr'rsieL Repulllil<
Inclonesia Nomor N/i.02. PR.08. I 0 'Iahu n 2O0tl tentang 'fata cara
Pengangl<a[anAnggo[a,PenlberherrtizrnAnggoter,Susunarr'Organisa"i,
;lu.tu' tL4", clan 'l'ata Cara Per:neril<saraulr4ajeiis
Pengau'as Notaris;
3.lieptrtLIS:ll.lNlerrterrI'iu-I<t.lnlciatrF[zl]<Asa.siN4anuslaliepr-rb1i1<inclor-resia x.,r,-,o. N4-39.PW.07.02 l'irllun 2OO4 ter']tiu'',g lreclornan
Peial'lsat ia:lrt'l'uLg:'ts Majelis Petlgari'a:; Notarrs'
MenetaPkan
i\,lllivlUTUSIiAN
KBDUA
KETIGA
KEEMPAT
Pemenksa sebagaimana climaksud pacla diktum KtrSATU,
dengan susunan sebagai berikut :
Anggotr
Anggota
Sekretaris
Tim Ii terdiri dari
Ketr-ra
Anggota :
Anggota :
Sekretaris :
Tim III terdiri clari
I(etua
Anggota :
Anggota :
Sekretaris :
Tim I terdiri dari
Ketua SULHI, SH, MH
SOFIA RACIIMAWATI, SH, MKN
DANIAL SI-i, Mi-{
HJ. NURLAILA
NtrVAYAN'|I, SFI, MKN
SAR'IONO, S.[_I,MH
DR.AGUS PRII.IANTONO, SH, MH
DIAN MAHDIANA, SI{, M.Si
NURII(AIJ, SI{, MH
SHIIVTA NUR AMALIA, SH, M.Si
SUSIANA MASITHAH, SH, IVIKN
Hj.suTIIlA'r
Pemeriksa sebagaimana dimaksud diktumTugas pokok TimKtrDUA bertugas:
1. Memeriksa Protokol Notia.ris yang berada di wilayah
Kabupaten Serang dan Koter Cilegon;
2. Membuat Berita Acara Perneriksaan Protokol Notaris;
3. Menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Iietua
l'{PD.
Tim Pemeriksa sebagiiimnna. dimaksud diktum KESATU
melakukan pemeriksaan rnulai clari bulan Januari sampai
Desember 201C;, ciengan jadwal clisesuaikan oleh masing-masing
Tim.
2016
KELIMA : Keputttsan ini mulai berlaku perda tanggal ditetapkan'
Ditetapkan di Serang
pada tangga1...,.1 5 .Januart
'tu i
SULHI, SH;
l' ,:l '
.i ,'MH
Tembusan :
1. Yth. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukutn cian HAM (sebagai Laporan) ;
2.Yth. Ketua MPW Notaris Propinsi Banten ;
? \/fh l{of:ro Da--'io TNTT I/^tr^'1.^^r^- o^-^.^-
MAJIItr-,lS PEI\GAWz\S DAEt{.AI-l NOTARISI{.EPUI]LI I( I N DONESIA
.ll, Vetclan No. I Scrang 1'r-:lp, (02-54) 212529 F1x. (0254) 212529
Serang,
ffiti
LJM,MPDN Kab Srg rlan I(ola Cilegoni(sertr-r)ser
Penreriksaan Protolcol Nol-aris
1 . I(etr-ra
2. Anggoter3. /\nggotazl. Setr<retaris
Nuril<ah, Sl-1, Ml-lShint.ar Nlrr Amalia, S1-1, M,SiSursiana Maisithah, SI-1, Mlii-rFi-j. Ihat SrrLihat
(08 t2982s9787)(o8t299602696)(o87774897873)(08 l2BTssBses)
Untul< lcelancaran pel:r1<saneian pemeriksi,rern diharapkanse gal ar se s Lla Lu )/i:tng lte rkai tai-r cl e n ga n t u ga s- tugas S aru darre-L / i,
Dernikian atas perhatiarn dnn l<erjasamanya l<ami ucapkan
telah rnenyiapkan
terima l<:lsih.
Mei.je lis Pengawas Daerah iVotarisI(abrrpalen Serang dan Kota Cilegon
eateUan -La:r:r;-qa n l'tttn:-tse1lt:_1 1$i!Lti:.-lu_rsrp d [qi
ffiffi ffiffiffiffiwffi w ffiw
NomorLan-rpilarn
Perihal
Yrh,Notarris i(arbultarten Se:rang dan 1{ota CiIegor-rDi
Serang
Dalam retngl<a melarl<sr.Lnerl<eur ke[entuan Paisal 70 hururf b Undang-UndangNornor 2'1-airun20i41'entang Perubnhan ALas Utrdan6l-Unclang Nomor 30'l'ahun 2OO4tetlt.ang.JabaLuin jo. Pasal 16 Peraturan Menteri l-lurkurl dan HAM RI NomorN{.02.Pil.08.10 'l'ahun 2004 tenterng 'l'atei Cara Pengerngkatan Anggota, PemberhentianAt-tggo[a, Sutsutn.'rn Organisasi,'fertzr l(erjr,r dan Tatar Carra Pemeriksaan Majelis Pengawas1\oteiris.jo. l(e purlllsan Menteri l-luLl<urn cirLn FIak Asarsi Mernsia Repubiik Indonesia NomorM.39.IrW,07.10 'f'aiirun 2OA4 letrt.i.rn13 Pr-:cloman Pclirl<srrnaan Tugas Majelis PengawasNotaris.
Ljc:;si,111-1s ini clengan horrnat, l<errni beril"i,rhurl<iLrr bahwa 1'lM PtrMERIKSA dariN{ajelis Pet-igitwaisail Daet'a}r I(abr-rptrLe n Serang erl<lrrr rrrclerl<urkan Pemeriksaan Protokoll<epacla Sar-rci:rra/ i :
I-lari :
'l'aLiggail :
'lim Perleril<sa :
Pada hari ini...,:.......tanggal ......bulan.....r...i.......tahun 2AL7, telah ditakukanpemeriksaan berkala protofol Notaris untuk periode tahun 2017 oleh Majelis PengawasDagrah Notaris Kabup4ten Serang dan [ota Cilegon.
Pada hari ini,..,:.......tanggal.....:........bulan,,.,..,......,....tahun 2AL7 | telah aitat<ut<an I
pemeriksaan berkala protokol Notaris untuk periode tahun 2017 oleh Majelis PengawaslDaerah Notaris Kabupaten Serang dgrygCilegon. I
I
,{1ilfit'i/'{5r;"* |/r:.1;"-*-rlq'P.JiMERIKSA I{ $'r' "':+" I/ #f
'\t'
f *f,
*"' ^'*:-:;--, ik EIUat#:@, t"li*'e-rul{,!t'ryKAH
' sH
' M H
ANGGOTA --T'"" ANGGOTA SEKRETARTS
#;-tsusrANA MASITHAH, SH, Mkn SHINTA NUR AreIAUI(,SU,M.Si nl.SUrtAnr
Pada hari ini...........tanggal..............bulan.....,...........tahun 2017, telah dilakukanpemelikgan,o.-eqkala'protgkol Notaris untuk periode tahun 2AL7'oleh Majelis PengawasDaerah Notaris Kabupaten Serang dq+{"q!*.Cilegon.
. ' .'r,ji!.: :.: r,'., ..,."'.'--" :- -'=' :-,
,,''l,:-;ii ""- TIM-P'"IE" ERIKSA
i ,L{ : ..*"-.:
r ," .{. , Hio.-:.. . _=. ILW{" -?-
': NURIIGH,SH,MH
ANGCOTA ANGCOTA T SEKRETARISI .;/-'
It' t%? ytuM
I
/7'/ 4 n
"fI sustANA MASITHAH, SH, Mkn SirtNra NUR AMALI(,SH,M.Si Hj.SUTIHAT
I
I
lPada hari ini...........tanggal..;r.".;......bulan ......tahun 2,A17, telah dilakukan
lPemeriksaan berkala protokol Notaris untuk periode tahun 2Ol7 oleh Majelis Pengawas
lDaerah Notaris Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.I
| ' -'t',I KSTUAI -
_h,,tl%I , ,. NURl.t(AH,sH,rvrH \I
l;I AN.G.TA
,- i :o,ffiI
I
i
I sustaruA MAstrHAH, sH, Mkn NTA NUR AMALIA,SH,M.Si