Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dr. H. Dedi Mulyadi, SE., MM.
KEWIRAUSAHAANPengantar Menuju Praktik
REPITBLIK INDONESIAKEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
SURAT PENCATATANCIPTAAN
Dalam rangka pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra berdasarkan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ini menerangkan:
Nomor dan tanggal permohonan
Pencipta
Nama
Alamat
Kewarganegaraan
EC00201821909, 24 Jull 2018
DEOIM ULYADI
PERUMAHAN BUMI KARAWANG BARU BLOK A 4 NO. 5. RT 001, RW 010 DESA TELUK JAMBE, KECAMATAN TELUK JAMBE TIMUR, KABUPATEN KARAWANG, PROVINSIJAWA BARAT., KARAWANG, Jawa Baral, 41361
Indonesia
Pemegang Hak Cipta
Nama
Alamat
Kewarganegaraan
Jenis Ciptaan
Judul Ciptaan
Tanggal dan tempat diumumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia
OEDI MULYADI
PERUMAHAN BUMI KARAWANG BARU BLOK A 4 NO. 5, RT 001, RW 010 DESA TELUK JAMBE, KECAMATAN TELUK JAMBE TIMUR, KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT., KARAWANG, Jawa Barat, 41361
Indonesia
Buku
Kewirausahaan Pengantar Menuju Praktik
24 Juli 2018, di Karawang
Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terns berlangsungselama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
Nomor pencatatan : 000112539
adalah benar berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon.Surat Pencatatan Hak Cipta atau produk Hak terkait ini sesuai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
a.n. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DIR EKTU R JE N D E R A L K EK A YA A N IN TELEKTU AL
Dr. Freddy Harris, S.H., LL.M., ACCS. NIP. 196611181994031001
Dr. H. Dedi Mulyadi, SE„ MM.
KEWIRAUSAHAANPengantar Menuju Praktik
KEWIRAUSAHAANPengantarMenuju Praktik
Penulis : Dr. H. Dedi Mulyadi, SE., MM.
Editor : Creative Team CV. Lagood's ManagementPenerbit : CV. Lagood's ManagementDesain Sampul : Creative Team CV. Lagood's ManagementTata Letak : Creative Team CV. Lagood's ManagementCetakan : 1 ( Juni 2018)
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. Sanksi Pelanggaran Pasal 72, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta:1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masingmasing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
ISBN : 978-602-52294-0-4
iv
The entrepreneur rarely thinks in terms of what he or
she wants, but dreams about results - always results and
nothing but results - that can solve someone else’s prob
lem or contribute to making someone else's life better.
—Michael E. Gerber
PENGANTAR PENULIS
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam, yang Maha Rahman dan Maha
Rahim, dan telah melimpahkan begitu banyak nikmat, dalam berbagai
bentuknya, terutama kesehatan, kekuatan, pikiran yang baik, lingkungan yang
nyaman, rejeki yang halal, dan orang-orang tersayang, yang semua itu pada
akhirnya menjadi faktor pendukung terbesar bagi penulis dalam
menyelesaikan buku ini. Tak lupa, sahalawat serta salam semoga tercurah
selalu kepada Nabi Muhammad Saw, sang penunjuk jalan, teladan terbesar
umat manusia. Semoga penulis mendapatkan syafaat beliau di hari
kebangkitan nanti.
Apa yang menjadi niatan utama dari buku ini adalah keinginan untuk
berbagi sekaligus memberikan sumbangsih perspektif dan pengalaman,
meskipun kecil, pada dunia keilmuan khususnya bidang kewirausahaan. Saya
selalu meyakini bahwa cara terbaik mendapatkan kebahagiaan dalam hidup
adalah dengan berbagi, memberi, dan berpikir bahwa hidup tidak hanya
tentang diri sendiri. Pikiran seperti inilah yang juga saya lihat pada praktik
kewirausahaan sebagaimana nantinya bisa didapati pada lembaran demi
lembaran dalam buku ini. Saya percaya bahwa menjadi wirausaha sejati berarti
menjadi orang yang tidak lagi semata berpikir tentang dirinya, tapi juga or-
ang lain ataupun lingkungan di sekitarnya. Seorang yang terjun secara total
dalam bidang wirausaha, pada akhirnya akan mengerti, bahwa ini bukan
semata persoalan hasil dan laba, tapi pada nilai-nilai, seperti kepuasan,
kebebasan, kreativitas, inovasi, dan hal-hal lain yang lebih bisa memberikan
kebahagiaan pada pelakunya.
vii
Saya berusaha menuliskan perihal kewirausahaan ini sesistematis
mungkin, agar orang bisa berangkat dari titik pijak yang tepat, untuk akhimya
menjalani proses yang tepat, dan tiba di tujuan yang tepat pula. Karena itu,
saya memulai dari pengenalan tentang konsep dasar kewirausahaan, lalu
membangun pola pikir wirausaha, dan hal-hal esensial lain, sebelum beranjak
pada hal yang lebih teknis seperti menyiapkan modal dan perangkat usaha.
Hal ini penting, karena bagi saya, orang perlu memahami dulu bagaimana
seorang wirausahawan berpikir, sebelum ia bisa menjalankan proses kreatif
yang sama. Mereka yang terpaku pada pengetahuan tentang hal-hal teknis
terkait usaha, justru pada umumnya akan mudah untuk jatuh dan gagal dalam
usahanya. Beberapa topik berikutnya, saya juga memasukkan perihal
kreativitas dan inovasi, serta motivasi berusaha, yang itu terkadang luput
dari bahasan ketika orangsudah berbicara tentang dunia kewirausahaan ini.
Dengan ini, saya bermaksud, agar orang tidak lagi selalu membayangkan
modal dan uang ketika mendengar istilah wirausaha. Agar mereka mengerti
bahwa ada banyakpengusaha suksesdi luarsana yang benar-benar memulai
dari nol. Agar orang mengerti bahwa inovasi dan kreativitas lebih bernilai
dibandingkan aset berupa lahan, gedung, sumberdaya, dan hal-hal lain yang
selama ini dijadikan sebagai patokan kesuksesan usaha.
Buku ini pada akhimya ditulis dalam semangat untuk mempelajari zaman
dengan berbagai perubahan yang dibawanya. Karena itu, pada banyak bagian
dalam buku ini, saya menekankan pentingnya mengenali zaman dan generasi
penghuninya yang ada hari ini, bagaimana karakteristik mereka, apa yang
membedakannya dengan generasi sebelumnya, yang semua itu akan menjadi
modal berharga bagi mereka yang akan terjun dalam praktik wirausaha secara
nyata. Dan terakhir, saya berharap buku ini bisa bermanfaat bagi anda yang
membacanya.
Dedi Mulyadi
VIII
DAFTAR ISI
Pengantar Penulis................................................................................... vil
Daftar Isi .......................... ix
Daftar Tabel dan Bagan.......................................................................... xi
I. Konsep Dasar Kewirausahaan...................................................... 1
A. Pengertian Wirausaha............................................................ 1
B. Membangun Pola Pikir Wirausaha....................................... 8
C. Model dan Profil Wirausaha................................................. 20
D. Keuntungan dan Kelemahan Wirausaha............................. 26
II. Karakteristik dan Kompetensi Inti W irausaha.......................... 35
A. Karakteristik Pelaku Wirausaha........................................... 35
B. Kompetensi-kompetensi Dasar Wirausaha......................... 52
III. Kreativitas dan Inovasi dalam Memulai Usaha.......................... 67
A. Memulai Usaha; Peiuang dan Tantangan............................ 67
B. Motivasi Berprestasi.............................................................. 87
C. Kreativitas dan Inovasi dalam Usaha................................... 92
D. Memulai dan Mendirikan U saha.......................................... 110
IV. Manajemen untuk Produktivitas Usaha...................................... 121A. Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Usaha.............. 122
ix
B. Branding dan Pemasaran...................................................... 143
C. Manajemen W aktu................................................................. 161
D. Manajemen Keuangan........................................................... 173E. Manajemen Operasi dan Pengembangan Usaha............... 197
V. Etika Bisnisdalam W irausaha...................................................... 221
A. Tantangan Global Kewirausahaan....................................... 222
B. Nilai-nilai Etis dalam W irausaha........................................... 233
C. Kewirausahaan dan Kesejahteraan Hidup Bersama......... 251
Pustaka ................................................................................................... 255
Tentang Penulis........................................................................................ 259
x
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
DaftarTabel:
Tabel 1.1: Dua Cara PandangTerhadap Perubahan...................... 21
Tabel 2.1: Perspektif Lintas Generasi............................................. 37
Tabel 2.2: Entrepreneurial Behaviour Cues.................................... 43
Tabel 2.3: Motivations for Owning A Small Business................... 44
Tabel 2.4: Kuis Preferensi Entrepreneur........................................ 50
Tabel 3.1: Analisis Kelayakan Usaha: Tes dan Pertanyaan Kunci'.. 115
Tabel 4.1: Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia .... 126
Tabel 4.2: Contoh Sistem Produksi................................................. 200
Daftar Bagan:
Bagan 2.1: Push and Pull Factors.................................................... 45
Bagan 2.2: Karakteritik Kompetensi............................................. 57
Bagan 3.1: Proses Memulai Wirausaha.......................................... 69
Bagan 3.2: Proses Inovasi dalam Bisnis......................................... 103
Bagan 3.3: A Process Model of Creativity, Innovation,
and Entrepreneurship...................................................................... 106
Bagan 4.1: Matriks Pertumbuhan dan Kesiapan........................... 134
Bagan 4.2: Evolusi Konsep Pemasaran.......................................... 151
Bagan 4.3: Contoh Laporan Keuangan.......................................... 197
Bagan 4.4: Sistem Manajemen Operasi......................................... 200
Bagan 4.5: Process Layout.................................................................. 215
Bagan 4.6: Product Layout - Pabrik Susu...................................... 216
Bagan 4.7: Hybrid Layout - Supermarket...................................... 216
Bagan 4.8: Fixed Layout — Bangunan Pertanian........................ 217
Bagan 4.9: Proses Pekerjaan Minuman Ringan............................ 218
T KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN
A. Pengertian Wirausaha
This defines entrepreneur and entrepreneurship— the entrepreneur
always searches for change, responds to it, and exploits it as an
opportunity. -Peter F. Drucker
Dalam kurun waktu dua dasawarsa terakhir, terdapat berbagai
perubahan besar dan berdampak pada tatanan kehidupan bersama. Kekuatan
ekonomi bergerak menuju Timur, dari Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa menuju Cina dan India. Salah satu penanda utama atas hal ini adalah
krisis finansial di negara-negara Eropa dan Amerika pada tahun 2008 yang
melahirkan resesi dan disrupsi besar di negara-negara tersebut. Kebangkrutan
Enron dan Lehman Brothers di Amerika, Parmalat di Italia, hingga Royal Bank
of Scotland (RBS), semua berdampak besar pada tatanan ekonomi yang ada.
Lalu, dunia juga terus dikejutkan dengan berbagai kejadian serangan teror di
Amerika dan Eropa serta peperangan yang tidak kunjung selesai di Afghani
stan dan Irak. Fenomena Arab Spring juga terus memengaruhi negara-negara
Timur Tengah, tidak terkecuali Syria. Sementara di berbagai belahan dunia
lainnya, terdapat juga berbagai kejadian bencana alam luar biasa, seperti Tsu
nami dan gempa bumi di Jepang pada tahun 2011, serta penyebaran virus
Ebola di Afrika Barat pada tahun 2014. Tidak lupa juga ancaman pemanasan
global yang terus menjadi perhatian banyak kalangan terutama karena
dampaknya pada kehidupan itu sendiri. Semua kejadian dan berbagai
perubahan dalam tatanan kehidupan tersebut konteks yang harus diterima
oleh setiap orang dalam memulai ataupun menjalankan usahanya hari ini.
Mengapa kejadian-kejadian seperti itu harus diperhitungkan dalam
konteks usaha atau bisnis hari ini? Jawabannya sederhana, bahwa kita tengah
dan akan selalu hidup dalam dunia yang dipenuhi oleh ketidakpastian dan
perubahan. Karena itu, setiap hal yang terjadi harus dianggap sebagai
fenomena yang bisa kembali lagi di masa depan. Darinya, mempersiapkan
segala sesuatunya dengan penuh perhitungan adalah cara terbaik untuk
menjalankan bisnis atau usaha pada hari ini. Kathleen Allen (2007) dalam
bukunya menulis:
Business owners and managers live in a very exciting time. Every day brings
new surprises, because no matter where you live and do business in the
world, change is taking place — and not incrementally, so you can get
comfortable with it. Change is happening radically — almost overnight —
in ways that most businesses aren’t prepared for.
What is going on? Less than a decade into a new century, change is
happening faster than the business world can keep up with it. Adapting to
change is a way of life in the business world, and one of the best ways for
owners and managers to prepare for the changes that are bound to crop
up in the future is to become more aware of the phenomenon of trends.
Trends are patterns that we observe in the world around us, and which
may signal that a major change is about to occur. In this chapter, we ex
amine many of the key trends that affect
Faktanya memang menunjukkan bahwa kehidupan tidak pernah berjalan
seperti apa yang diramalkan ataupun sesuai dengan perencanaan yang
disusun sebelumnya. Mereka yang membangun usaha, merencanakan segala
sesuatunya secara terperinci, akan selalu mendapati berbagai kejadian yang
mengharuskan’ adanya keputusan-keputusan mendadak untuk hal-hal yang
tidakterduga. Sebagai contoh, ketika perang dunia ke-il berakhir, lalu orang-
2 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
orang mulai dikenalkan dengan berbagai bentukteknologi baru yang canggih
(high tech), banyak kalangan menganggap bahwa teknologi canggih ini
menjadi penentu jalannya bisnis dan dunia usaha secara umum. Namun
demikian, pada kenyataannya, seperti diulas Peter Drucker (2002), dari 40
juta lebih tawaran kerja yang ada, teknologi canggih hanya menyumbang 5-
6 juta di antaranya. Ada banyak peluang usaha dan bidang bisnis yang
dijalankan tanpa bergantung pada teknologi canggih ini di masyarakat.
Tapi kita juga tidak bisa menutup mata pada kenyataan lainnya di awal
abad ke-21 ini, bahwa kehadiran teknologi canggih dengan berbagai
kembangan kecerdasan artif isialnya telah menghadirkan perubahan besar
pada cara kita hidup dan terutama cara kita berkomunikasi, menerima dan
mengolah informasi, serta melakukan berbagai jenis transaksi dan
mengembangkan bisnis itu sendiri. Kehadiran teknologi canggih, terutama
dalam bentuk internet, web 2.0, smartphone, berbagai aplikasi mutakhir
seperti online shop dan social media, semua semakin menegaskan bahwa
kehidupan kita telah berubah secara mendasar. Orang tidak lagi perlu
menunggu waktu yang lama untuk berkomunikasi atau mendapatkan
informasi, juga tidak harus bersusah payah menjalankan praktik promosi dan
atau transaksi.
Kita tinggal dalam dunia yang disebut oleh Friedman (2005) sebagai
dunia yang rata (flat world). Rata di sini tentu bukan dalam artian bahwa
bumi yang dihuni tidaklah bulat, namun ia menunjukkan bahwa kita tidak
lagi memiliki penghalang untuk berinteraksi satu sama lain, di manapun kita
berada. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghadirkan
lanskap kompetitif di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama
untuk bersaing dan mencapai kesuksesannya. Friedman (2005) dalam hal ini
menyatakan bahwa setidaknya ada 10 faktoryang menyebabkan hal tersebut,
yaitu:
1. Runtuhnya tem bok Berlin pada tahun 1989: ini membuka
keseimbangan dalam upaya masyarakat menuju demokrasi dan
Dedi Mulyadi 3
pasar bebas, yang berarti hal bagus untuk bisnis karena adanya
keterbukaan dan hilangnya sekat-sekat lokal yang menghambat
perkembangan bisnis.
2. Penawaran publik oleh Netscape pada tahun 1995: ini membuat
internet bisa digunakan secara luas dan perusahaan-perusahaan
berbasis internet seperti Amazon, Google, atau eBay bisa tumbuh
dan berkembang dengan pesat.
3. Workflow software: ini memungkinkan terjadinya komunikasi dan
kolaborasi secara global sehingga orang bisa bekerja dari rumah.
4. Open source software: ini menginspirasi banyak komunitas mandiri
untuk berkolaborasi demi tujuan yang sama.
5. Outsourcing: ini membantu ekonomi negara-negara berkembang
dengan cara memberikan perusahaan cara untuk mereduksi biaya
bisnis.
6. Moving offshore: meningkatkan kemampuan untuk bersaing secara
global, di mana perusahaan bisa membangun kantor dan gudang
di berbagai wilayah.
7. Global supply chains: menghubungkan dunia dalam mata rantai yang
massif.
8. Insourcing: memungkinkan perusahaan dengan bisnis kecil untuk
mencapai kompetensi tertentu.
9. Web search engine: membawa informasi pada setiap orang, di
manapun, kapanpun.
10. Digital and wireless: memungkinkan ketersambungan dan
kolaborasi virtual setiap saat.
Faktor-faktor di atas menurut Friedman adalah faktor-faktor yang
membuat dunia kita menjadi rata (flat). Seseorang bisa berada di India, Mesir,
London, ataupun Jakarta dan tetap menemukan billboard Pizza Hut, KFC,
Starbucks, McDonald atau orang yang berbicara dengan bahasa inggris atau
4 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
mandarin yang fasih. Orang bisa membangun bisnis dari desa tertentu dengan
produk yang dijual secara global meskipun pemasarannya hanya dijalankan
secara virtual melalui media sosial. Tidak peduli apakah anda lahir dari ras
atau suku tertentu, memeluk agama tertentu, memiliki warna kulit dan model
rambut tertentu, setiap orang selalu memiliki kesempatan yang sama untuk
berhasil di atas bumi yang “rata” itu.
Kondisi seperti ini jelas menjadi kesempatan besar bagi setiap orang
untuk membangun usahanya sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sudah memberikan wajah dunia yang berbeda dengan apa yang
dilihat satu abad yang lalu. Mereka yang berhasil adalah mereka yang bisa
menangkap peluang dan memiliki kreativitas dalam mengolahnya. Mereka
yang menyadari arti penting dari sebaran informasi dan bagaimana mengolah
informasi tersebut sesuai dengan kepentingan bisnis yang dibangunnya.
Mereka yangmemahami bahwa masyarakat kontemporer adalah masyarakat
yang tidak lagi bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Karena
itu setiap produk akan selalu memiliki konsumennya sendiri.
Menilik pada hal ini pula, maka wajar kiranya jika dunia usaha mandiri
dan kreatif terus bertumbuh dan berkembang secara pesat di berbagai
belahan dunia. Setiap orang bisa berwirausaha dan mengandalkan dirinya
sendiri untuk membangun usahanya tersebut. Bentuk usaha yang dibangun
bahkan tidak terbatas (limitless). Hanya bermodal sedikit keterampilan dalam
mengemas, anda sudah bisa menjadi selebritis, pemasar kelas wahid, pundit
berbagai bidang, ataupun jurnalis. Apa yang memungkinkan hal ini untuk
diwujudkan, seperti dijelaskan Kathleen (2007), adalah adanya teknologi dan
berbagai aplikasi terkait, seperti:
1. Internet (tak ada yang perlu dijelaskan)
2. Wireless technology (GPS, Personal Digital Assistants/PDA, dan
lainnya)
3. Teknologi produksi konten digital yang murah (Adobe creative,
Vegas movie studio, dan lainnya)
Dedi Mulyadi 5
4- Mesin pencari yang canggih (Google, Yahoo, MSN)
5. eBay dan Paypal (jual beli produk dan bertransaksi tanpa hams
membangun toko dan bertatap muka)
6. Jaringan media sosial (Facebook, MySpace, Youtube)
7. Webblog, podcast, dan vodcasts (teknologi yang memungkinkan
komunikasi dengan teks, suara dan video interaktif).
Berbagai bentuk teknologi dan aplikasi di atas saat ini bahkan sudah
mengalami perkembangan sedemikian rupa yang semakin memudahkan or-
ang untuk mengakses dan menggunakannya demi kepentingan bisnis
mereka. Bitcoin adalah salah contoh nyata dari perkembangan teknologi dan
aplikasi tersebut, sebagai suatu bentuk virtual currency yang memungkinkan
para penggunanya untuk bertransaksi tanpa batasan. Jaringan media sosial
juga semakin beragam dan sudah digunakan oleh hampir semua orang yang
memiliki smartphone. Twitter, Instagram, Snapchat, ataupun bentuk-bentuk
aplikasi komunikasi massif seperti Whatsapp, Line, Telegram, dan lainnya
adalah contoh aplikasi yang bisa digunakan orang untuk berkomunikasi
sekaligus menyebarkan informasi tentang usaha yang dibangun atau produk
yang ditawarkan.
Peluang untuk membangun usaha ini bahkan semakin diperluas dengan
penerimaan masyarakat akan bentuk-bentuk budaya dan nilai-nilai kultural
baru yang menyebar secara global. Anak-anak muda tidak lagi malu untuk
menampilkan diri mereka dengan cara yang paling kreatif untuk menarik
minat orang lain guna mengenal produk yang mereka jual. Para orang tua
tidak lagi mengharuskan anaknya untuk jadi pegawai atau karyawan tertentu,
karena kesejahteraan secara ekonomi bisa didapatkan dari banyak peluang.
Pasar bukanlah satu-satunya tempat di mana orang bisa menghasilkan uang
dan keuntungan dengan cara berwirausaha. Setiap tempat, setiap waktu,
selama ada kreativitas dan Resungguhan, semua orang bisa menghasilkan
keuntungan dari usaha yang dijalankan.
6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Namun demikian, sesuai dengan keperluan buku ini, kita akan mengulas
kembali makna sebenarnya dari wirausaha, terutama karena di tengah
kompleksitas kehidupan ekonomi masyarakat tersebut, istilah ini seringkali
sudah digunakan secara massif bahkan terlepas dari makna aslinya sendiri.
Istilah wirausaha dan atau entrepreneur seringkali digunakan secara tumpang
tindih dengan istilah w iraswasta. Secara mendasar, berdasarkan
etimologinya, wiraswasta terdiri dari tiga kata yaitu wira yang berarti manusia
unggul, teladan, berani berbudi luhur; swa artinya sendiri atau mandiri;
sedangkan sta artinya berdiri. Berdasarkan etimologi bahasa sanksekerta
tersebut, wiraswasta dengan demikian, dapat diartikan sebagai manusia yang
memiliki keberanian, keteladanan dan keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang
ada pada dirinya sendiri.
Sementara wirausaha diartikan sebagai orang yang mempunyai
kemampuan m elihat dan menilai kesem patan-kesem patan usaha,
mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan dan bertindak untuk
memperoleh keuntungan dan peluang tersebut. Jadi kewirausahaan
adalah kegiatan yang memadukan perwatakan pribadi, keuangan dan
sumberdaya di lingkungan. Seorang entrepreneur berarti orang yang
mengkombinasikan sumberdaya, tenaga kerja, material dan peralatan
untuk meningkatkan nilai yang lebih dari pa da sebelumnya atau orang yang
memperkenalkan perubahan-perubahan, inovasi dan perbaikan produksi.
Entrepreneurship atau kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu
yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan
resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi.
Seorang wirausaha atau entrepreneur secara mendasar adalah seorang
pemimpin pada dirinya. Hal ini dikarenakan ia memiliki kepercayaan yang
besar pada dirinya sendiri, kem am puan untuk mengambil resiko,
fleksibilitas tinggi, serta keinginan kuat untuk mencapai sesuatu dan tidak
bergantung pada orang lain.
D edi Mulyadi 7
Mereka yang memutuskan untuk berwirausaha adalah mereka yang
menyadari bahwa ada peluang dan kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan dan atau nilai-nilai tertentu dari kegiatan yang dijalankannya,
serta kepuasan ketika mereka bisa menjadi mandiri dengan kegiatan tersebut.
Dalam beberapa kasus, orang barangkali memutuskan untuk berwirausaha
ketika mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk menjadi pekerja pada
suatu perusahaan, atau karena adanya kebutuhan hidup yang mendesak
untuk dipenuhi setiap harinya. Pada titik ini mereka sebenarnya belum bisa
disebut sebagai seorang wirausahawan atau enterpreneur sejati, karena
wirausaha mensyaratkan adanya kesungguhan dan kemampuan untuk
melihat sekaligus memanfaatkan peluang demi nilai-nilai tertentu yang tidak
semata keuntungan material, tapi juga kepuasan dirinya secara personal. Akan
tetapi, dari langkah ini pula, mereka yang berjuang di dunia kewirausahaan
nantinya akan belajar memahami arti penting dari wirausaha itu sendiri.
Bahwa berusaha secara mandiri tidak melulu persoalan besar kecilnya modal
yang dimiliki, tapi lebih pada kemampuan lain, terutama kemampuan untuk
melihat dan menangkap peluang, kemampuan untuk berpikir dan bertindak
secara kreatif, serta keteguhan dalam menjalankan usaha meskipun harus
menghadapi kegagalan atau kerugian. Karena itu pula, maka ada baiknya kita
mengenal lebih jauh tentang bagaimana membangun pola pikir wirausaha.
B. Membangun Pola Pikir Wirausaha
I can honestlysay that I have never gone into any business purely to make
money. If that is the sole motive then I believe you are better off not do
ing it. A business has to be involving, it has to be fun, and it has to exercise
your creative instincts. -Richard Branson
Bagaimana memulai usaha mandiri? Persoalan ini merupakan persoalan
utama ketika seseorang memutuskan untuk berwirausaha. Orang seringkali
memulainya dengan menyusun setumpuk rencana dan atau perhitungan
8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
tentang modal dan laba. Ada juga yang berfokus pada pengamatan tentang
apa yang dibutuhkan oleh masyarakat di lingkungannya. Semua hal itu tentu
tidak ada yang salah, karena bagaimanapun usaha harus disertai dengan
perencanaan, perhitungan yang tepat, serta pengamatan atas apa yang
mungkin bisa menarik minat masyarakat konsumen terkait produk yang
nantinya ditawarkan. Namun demikian, apa yang seringkali dilupakan adalah
bahwa berwirausaha harus dimulai dari perubahan pola pikir dalam diri
mereka yang akan memulainya.
Belajardari salah satu wirausahawan terkenal di Indonesia, yakni Bob
Sadino, apa yang paling dibutuhkan dari seseorang ketika ingin memulai
usahanya sendiri adalah keberanian untuk menghadapi kegagalan. Bahwa
berwirausaha tidak selalu menjaditindakan yang bisa memperkaya diri sendiri.
Sebaliknya, seseorang bisa saja bangkrut dan kehilangan modal. Namun,
justru dengan kegagalan itu pula, maka seseorang bisa mendapatkan
pelajaran paling berharga dalam kehidupan. Apa yang dipraktekkan oleh Bob
Sadino ini pada dasarnya adalah sebuah pendidikan tentang bagaimana
membangundan membentukcara berpikiryang benar dalam berwirausaha.
Tidak menjadi soal apakah seseorang memulai dengan modal yang besar atau
yang kecil, selama pola pikirnya tepat, maka usahanya bisa berkembang.
Mereka yang tidak memulai dari perubahan cara berpikir dari awal seperti
ini, ketika ternyata dunia usaha tidak selurus seperti yang direncanakan bisa
saja berhenti di tengah jalan. Hal seperti inilah yang seringkali ditemukan
dalam konteks wirausaha.
Bob Sadino memang lahir dari keluarga yang cukup berada.
Saat ayah dan ibunya meninggal, seluruh warisan keluarga
jatuh ke tangan Bob sebagai anak bungsu karena kakak-
kakaknya yang lain sudah dianggap cukup mampu. Tapi
hidup sebagai anak orang kaya tidak menjadikan Bob
m anja. Dia m em ilih b e rk e la n a k e lilin g d unia deng an
Dedi Mulyadi 9
setengah uang warisan yang dimilikinya.Bob sempat
terdampar selama 9 tahun di Belanda untuk bekerja
sebagai karyawan di sebuah perusahaan pelayaran.
Sepulangnya ke Indonesia Bob banting setir jadi pengusaha
Mobil Mercedes sewaan, dengan ia sendiri sebagai sopirnya.
Sebuah kecelakaan yang dialami membuatnya kehilangan
Mercedes kesayangannya sehingga otomatis kehilangan
modal. Bob yang kondisi ekonominya terpuruk akhirnya
memilih jadi tukangbatu dengan upah hanya Rp 100,00 per
hari untuk membiayai anak dan istrinya. Hal ini sempat
membuatnya depresi. Namun demikian, pada suatu hari,
temannya menyarankan Bob untuk memelihara ayam
untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik.
Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi untuk
berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam
ternaknya. la mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang
untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.Saat Bob
memulai usaha ternak ayam petelurnya Bob sempat dicibir
sebagai “orang gila” karena dianggap tak akan berhasil.
Saat itu pasar telur datam negeri memang masih didominasi
oleh telur ayam kampung yang terkenal lama proses
produksinya. Namun, dalam tempo satu setengah tahun,
ia dan istrinya sudah memiliki banyak langganan, terutama
orang asing yang tinggal di kawasan Kemang. Bob juga
terbantu karena ia memiliki kemampuan untuk berbahasa
Inggris yang baik.Meski demikian, Bob juga seringkali
mendapatipengalamanyangtidakmenyenangkan. Mereka
pernah dimaki dan dimarahi oleh pelanggan. Akan tetapi
hal seperti itu justru menjadi pelecut sem angat Bob untuk
10 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi
pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Bob
memahami betul bahwa dalam usaha yang ia bangun,
konsumen adalah raja. Mereka berhak mendapatkan
pelayanan terbaik.Usaha Bob ini semakin maju, hingga Bob
bisa mendirikan super market (pasar swalayan) Kemchicks
dan Kemfood. Bisnis pasar swalayan Bob ini bahkan
berkembang pesat dan merambah ke bidang agribisnis,
khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur
mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Untuk
keperluan ini, Bob juga menjalin kerjasama dengan para
petani di beberapa daerah.Bob percaya bahwa setiap
langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan.
Perjalanan wirausaha t/dak semulus yang dikira. la dan
istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang
nomor satu. Yang pen ting kemauan, komitmen, berani
mencari dan menangkap peluang.
Membaca pengalaman Bob dan juga beberapa wirausahawan lainnya,
kita bisa mengetahui bahwa orang pada awalnya tertarik untuk berwirausaha
karena adanya keinginan untuk memperbaiki kondisi ekonomi pribadi dan
keluarganya ataupun karena keinginan untuk mendapatkan kepuasan dengan
cara mengerjakan hal yang disukainya. Ada daya tarik tertentu dari
kemungkinan imbalan yang akan diperoleh dari kegiatan berwirausaha, baik
itu keuntungan material ataupun kepuasan personal. Faktor imbalan ini meski
bukan faktor terpenting dalam kegiatan wirausaha, tapi ia cukup efektif
sebagai dasar bagi orang untuk memulai wirausahanya sendiri. Tanpa adanya
imbalan, orang mungkin sulit untuk memutuskan berwirausaha.
Dedi Mulyadi 11
Mereka yang memutuskan untuk berwirausaha akan mengalami
berbagai tekanan bisnis yang bisa saja menyita waktu, tenaga, pikiran, dan
kenyamanan hidupnya secara keseluruhan. Selalu ada kemungkinan untuk
menghadapi kegagalan dalam berwirausaha. Dampak yangdirasakan akibat
kegagalan ini bisa saja memengaruhi dirinya ataupun keluarganya. Karena
itu, ketika seseorang memutuskan untuk berwirausaha, harus ada kesadaran
dan pemahaman penting bahwa berwirausaha bukanlah sebuah perjalanan
tamasya yang kegiatannya hanya bersenang-senang. Berwirausaha adalah
tindakan yang bisa merubah kehidupan, baik menjadi lebih baik ataupun lebih
terpurukdari sebelumnya.
Dalam keputusan yang dibuat untuk menjadi seorang wirausaha,
seseorang harus sedari awal mempertimbangkan aspek posisit maupun
negatif dari tindakan tersebut. Tantangan berupa kerja keras, tekanan
emosional dan resiko ketidakpastian dalam usaha, sangat memerlukan
komitmen dan kesiapan untuk berkorban jika ia mengharapkan dapat
mengambil imbalan dari usaha yang dijalankannya. Namun demikian,
seseorang juga tidak boleh terlalu takut dan kehilangan keberanian untuk
mengambil resiko dari peluang yang ada. Sebab berwirausaha juga
merupakan tindakan untuk mewujudkan mimpi menjadi nyata. la harus
menjadi tindakan yang menyenangkan bagi orang yang menjalankannya.
Tanpa kesenangan, maka kegiatan wirausaha hanya menjadi kegiatan kerja
dan rutinitas yang tidak menimbulkan kebebasan sekaligus kepuasan bagi
para pelakunya.
Cara berpikirseperti inilah yang utamanya harus dimiliki oleh para pelaku
wirausaha. Bahwa kegiatan ini merupakan sarana untuk membangun potensi
diri sekaligus mengasah keterampilan dan kreativitas dalam menghadapi
berbagai tantangan yang ada. Persoalan yang dihadapi harus dilihat sebagai
ajang pembelajaran untuk menjadi pribadi yang lebih unggul di masa
mendatang. Peluang yang ditemui harus dilihat sebagai kesempatan untuk
mendapatkan pengalaman baru dan aktualisasi diri yang bisa melahirkan
12 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
kepuasan dalam hidup. Untuk hal itu pula, maka tujuan berwirausaha sedari
awal hams dirumuskan, agar langkah yang diambil tidak terhenti di tengah
jalan atau mengalami kebingungan karena tidak mengerti apa yang ingin
dicapai dari kegiatan tersebut.
Tujuan Wirausaha
Secara umum, mereka yang memutuskan untuk terjun ke dalam dunia
wirausaha pasti memiliki tujuan dan atau harapan tertentu, yang dengannya
orang bisa terdorong untuk bekerja keras demi tercapainya tujuan atau
harapan tersebut. Namun demikian, dalam konteks yang lebih luas, tidak
hanya berkaitan dengan pribadi pelaku wirausaha, kewirausahaan ini memiliki
tujuan-tujuan berikut, yaitu:
1. Meningkatkan kesejahteraan pribadi dan masyarakat;
2. Membuka kesempatan dan lapangan kerja yang lebih luas;
3. Membangun kesadaran bekerja secara mandiri dan membiasakan
berpikirkreatif;
4. Membangun otonomi usaha dan mengurangi ketergantungan pada
pemerintah demi kehidupan berbangsa yang lebih baik.
Berkaca pada tujuan-tujuan seperti di atas, maka kegiatan wirausaha
dapat dikatakan bukan hanya kegiatan yang berkaitan dengan pribadi
tertentu sebagai pelakunya. Kewirausahaan juga bisa menjadi sarana bagi
m asyarakat untuk membangun kemandirian dan m eningkatkan
kesejahteraannya tanpa harus bergantung pada pemerintah ataupun bantuan
dari pihak lain. Karena itu pula, Zimmerer dkk(2008) misalnya, melihat bahwa
kewirausahaan ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Wirausaha adalah peluang untuk menentukan nasib sendiri
Memiliki usaha atau perusahaan sendiri akan memberikan
kebebasan dan kesempatan takterbatas bagi para pelakunya untuk
mencapai apa yang penting baginya.
Dedi Mulyadi 13
2. Wirausaha adalah peiuang untuk melakukan perubahan
Mereka yang memutuskan untuk berwirausaha pada umumnya
adalah mereka yang menyadari bahwa mereka harus melakukan
sesuatu untuk merubah hidup mereka. Kegiatan berwirausaha
adalah kegiatan penting yang bisa membawa mereka pada bentuk
kehidupan baru, pengalaman baru, dan hasil kehidupan yang baru
pula. Mereka yang memutuskan untuk berwirausaha bisa juga
mereka yang menyadari bahwa ada yang harus dirubah dari
lingkungan mereka, terutama ketika mereka melihat bahwa
masyarakat yang ada di sekeliling mereka adalah masyarakat yang
secara ekonomi belum sejahtera dan atau tidak memiliki
kesempatan kerja yangadil. Karena itu, berwirausaha bisa menjadi
sarana untuk melakukan perubahan, baik pada dirinya ataupun bagi
masyarakat di sekitarnya.
3. Wirausaha adalah peiuang untuk mencapai potensi sepenuhnya
Banyak orang menyadari bahwa bekerja di suatu perusahaan
seringkali membosankan, kurang menantang dan tidak ada daya
tarik. Hal ini tentu tidak berlaku bagi seorang wirausahawan, bagi
mereka tidak banyak perbedaan antara bekerja atau menyalurkan
hobi atau bermain, keduanya sama saja. Bisnis-bisnis yang dimiliki
oleh wirausahawan merupakan alat untuk menyatakan aktualisasi
diri. Keberhasilan mereka adalah suatu hal yang ditentukan oleh
kreativitas, antusias, inovasi, dan visi mereka sendiri. Memiliki usaha
atau perusahaan sendiri memberikan kekuasaan kepada mereka,
kebangkitan spiritual dan mampu mengikuti minat atau hobinya
sendiri.
4. Peiuang untuk Meraih Keuntungan
Berwirausaha atau menajalankan usaha secara mandiri pada
dasarnya memang tidak selalu berkaitan dengan peiuang untuk
mendapatkan keuntungan finansial atau material tertentu yang
14 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dengannya kehidupan ekonomi seseorang akan berubah dari
kondisi sebelumnya. Berwirausaha berarti menjalankan sesuatu
untuk mendapatkan kebebasan dan kepuasan dari apa yang
dijalankannya. Namun demikian, keuntungan material dari
berwirausahawa merupakan salah satu faktor motivasi penting
untuk mendorong seseorang gua mendirikan usaha sendiri.
5. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam masyarakan dan
mendapatkan pengakuan atas usahanya
Pengusaha atau pemilik usaha kecil seringkali merupakan warga
masyarakat yang paling dihormati dan dipercaya. Kesepakatan
bisnis berdasarkan kepercayaan dan salingmerhormati adalah ciri
pengusaha kecil. Pemilik menyukai kepercayaan dan pengakuan
yang diterima dari pelanggan yang telah dilayani dengan setia selam
bertahun-tahun. Peran penting yang dimainkan dalam sistem bisnis
dilingkungan setempat serta kesadaran bahwa kerja memilki
dampak nyata dalam melancarkan fungsi sosial dan ekonomi
nasional adalah merupakan imbalan bagi manajer perusaan kecil.
6. Peluang untuk melakukan sesuatu yg Anda sukai
Hal tertetu yang bisa jadi menjadi daya tarik utama dari wirausaha
yang dijalankan seseorang adalah bahwa kegiatan ini bukan semata
kerja atau melakukan rutinitas yang pada akhirnya bsia
mendatangkan kejenuhan. Berwirausaha adalah peluang untuk
menjalankan sesuatu yang memang disukai oleh orang yang
menjalankannya. Ketika orang menjalankan sesuatu yang memang
diminatinya, maka akan ada banyak kreativitas dan gagasan yang
bisa dipraktekkan. Fatanya, kebanyakan kewirausahawan yang
berhasil memilih masuk dalam bisnis tertententu, sebab mereka
tertarik dan menyukai pekerjaan tersebut. Mereka menyalurkan
hobi atau kegemaran mereka menjadi pekerjaan mereka dan
mereka senang melakukannya.
Dedi Mulyadi 15
Tujuan dan manfaat dari wirausaha seperti disebutkan sebelumnya pada
dasarnya memberikan kita pelajaran penting bahwa usaha yang dijalankan
berdasarkan tujuan dan atau manfaat yang bukan semata bersifat
keuntungan material, tapi juga nilai-nilai tertentu seperti kepuasan dan
kebebasan personal. Bagaimanapun, bekerja bukan semata melakukan
sesuatu agar bisa m endapatkan modal hidup, tapi juga persoalan
mengaktualisasikan potensi dan keinginan dalam tindakan yang memberikan
makna pada individu yang melakukannya. Mereka yang bisa bekerja dengan
tujuan yang lebih dari semata tujuan f inansial seperti inilah yang pada akhirnya
lebih berbahagia. Karena itu pula, wirausaha menjadi salah satu cara paling
mungkin untuk hal tersebut.
Menyiapkan Kerangka Berpikir
Lalu, jika kesadaran akan tujuan dan manfaat dari wirausaha ini sudah
dimiliki, apa yang harus dilakukan dalam membangun pola pikir wirausaha
yang baik? Belajar dari beberapa contoh wirausahawan yang telah
menjalankan bisnis mereka dan mencapai kesuksesan di dalamnya, kita bisa
mencatat hal-hal berikut:
1. Menyiapkan mentalitas pemenang
Menjadi wirausahawan adalah menjadi pribadi yang menyadari
bahwa untuk mencapai cita-cita besar memerlukan pengorbanan
yang besar pula. Bahwa kegagalan adalah bagian dari perjalanan
yang dengannya orang bisa belajar memperbaiki kesalahan yang
dibuatnya. Kesadaran akan kemungkinan gagal dalam usaha dan
kesiapan untuk menghadapinya sedari awal memulai usaha ini
penting dimiliki agar seseorang bisa menjadi wirausahawan dengan
mentalitas pemenang. Mereka yang siap gagal tidak akan takut
ketika harus menghadapi persoalan. Sebaliknya, mereka yang hanya
menyiapkan diri mereka dengan pikiran mendapatkan keuntungan
akan mudah putus asa ketika menghadapi kegagalan.
16 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
2. Persoalansebagaitantangan
Setiap tindakan dan atau keputusan yang diambi! dalam hidup akan
selalu memiliki resiko dan dampak, baik positif ataupun negatif.
Dalam banyakkasus juga, orangseringkaliharusmenyimpang dari
rencana semula karena ada perubahan situasi yang dihadapi di
lapangan. Belum lagi jika ternyata usaha yang dijalankan harus
menemui banyak persoalan. Perubahan situasi yang kemudian
menyebabkan perubahan rencana, serta melahirkan persoalan ini
adalah hal yang lumrah didapati dalam dunia wirausaha. Namun
demikian, wirausahawan yang baik tidak boleh melihat persoalan
yang ditemui sebagai faktor penghambat dalam usahanya.
Persoalan yang ditemui tersebut justru harus dilihat sebagai
tantangan, yang bisa menempa keterampilan dan kemampuan diri
untuk menjadi wirausahawan yang lebih baik di masa selanjutnya.
Setiap tantangan akan memberikan pelajaran, pengalaman, dan
nilai-nilai baru untuk peningkatan kualitas dan kapabilitas diri.
Karena itu, melihat persoalan yang ditemui sebagai tantangan yang
harus dihadapi, dan bukan dihindari adalah pilihan logis untuk
mengembangkan kemampuan diri.
3. Melepaskan ketergantungan
Berwirausaha pada dasarnya adalah menjadikan diri sebagai
pemimpin untuk setiap rencana dan tindakan yang dilakukan.
Dengan kata lain, seseorang dituntut untuk memiliki kemandirian
dan kemampuan m emutuskan atau mengambil tindakan
berdasarkan pada pertimbangan dirinya sendiri. Jika seseorang
menjalankan praktik wirausaha namun dalam banyak hal selalu
menggantungkan usahanya pada orang lain, maka ia tidak berbeda
dengan pegawai atau pekerja biasa. Hal ini bukanlah tujuan dari
berwirausaha. Mereka yang memutuskan untuk berwirausaha
harus menyadari bahwa ada tujuan tertentu yang ingin didapatkan
Dedi Mulyadi 17
dari tindakannya itu, yakni kebebasan dalam menentukan arah dan
perkembangan usahanya sendiri. Karena itu, dalam berwirausaha
seseorang harus selalu berpikir untuk melepaskan ketergantungan
pada orang lain.
4. Hidup bermakna
Dalam memulai wirausaha juga, seseorang harus melihat nilai-nilai
yang lebih besar yang tidak semata keuntungan ekonomis. la harus
melihat bahwa apa yang dilakukannya bisa membawa perubahan
baik pada hidupnya, masyarakat sekitarnya, ataupun lingkungan
tempat di mana ia tinggal. Nilai-nilai kebajikan seperti inilah yang
pada akhirnya membuat hidup seseorang menjadi lebih bermakna.
Mereka yang memberi akan lebih berbahagia dibandingkan mereka
yang menerima. Mereka yang menebar kebajikan akan lebih mudah
menemukan kedamaian dibandingkan mereka yang menebar
kejahatan. Karena itu pula, dalam berwirausaha, seseorang harus
bisa berpikir bahwa apa yang dijalankannya bukan cuma untuk
dirinya, tapi juga orang lain di sekitarnya. Hanya dengan cara itu
pula seseorang akan lebih mudah menemukan makna dalam
hidupnya.
Poin-poin di atas pada dasarnya hanyalah sebagian kecil dari apa yang
bisa dipersiapkan dalam kerangka membangun pola pikir wirausaha yang
benar sedari awal. Dalam praktiknya, seseorang akan berkembang seiring
dengan proses pembelajaran yang didapatkannya dari pengalaman
berwirausaha. Segala hal pada akhirnya adalah guru: kegagalan, persoalan
yang dihadapi, keputusan yang dibuat dalam waktu singkat, keterbatasan
modal dan sumber daya, pilihan-pilihan bisnis yang diambil, dan lain
sebagainya. Membangun pola pikir wirausaha, dengan demikian adalah upaya
panjang seiring proses wirausaha itu sendiri. Apa yang dilihat pada hari ini
sebagai tantangan berat, bisa jadi hanya persoalan ringan di lain hari. Apa
18 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
yang menjadi fokus usaha hari ini, bisa saja berkembang dan meluas pada hal
lain esokhari.
Bill Gates, salah seorang pengusaha tersukses dan beberapa kali
dinobatkan menjadi orang terkaya di dunia misalnya, dalam sebuah
wawancara ketika berkunjung ke Indonesia (5 April 2014), menyatakan bahwa
ketika ia memulai usahanya, ia tidak mengerti tentang isu-isu kesehatan
masyarakat. la hanya mengerti perangkat lunak (software) dan fokus
terhadap hal itu guna membangun usahanya. Namun, seiring perkembangan
bisnis yang dijalankannya, ia kemudian menyadari bahwa isu-isu kesehatan
merupakan salah satu persoalan terbesar yang dihadapi oleh masyarakat di
berbagai belahan dunia. Ada banyak anak yang meninggal karena sakit sebab
lingkungan yang kotor, ketersediaan sumber daya yang kurang, dan buruknya
layanan kesehatan yang ada. Kesadaran ini kemudian membawa Bill Gates
untuk mendirikan yayasan Bill and Melinda Gates Foundation yang berfokus
pada upaya-upaya meningkatkan bidang kesehatan di berbagai belahan
dunia. Melalui yayasannya ini pula, Bill Gates dan istrinya kemudian dikenal
sebagai salah seorangf ilantropis terbesar, dengan nilai sumbangan triliunan
rupiah di seluruh dunia.
Apa yang dilakukan oleh Bill Gates ketika ia sudah menjadi pengusaha
mandiri ini mengajarkan bahwa usaha yang dijalankan hanya akan berarti lebih
ketika ia tidak semata berurusan dengan keuntungan f inansial seseorang atau
perusahaan. Usaha yang dijalankan bisa memberikan nilai dan makna lebih
bagi mereka yang menjalankannya, ketika ia tidak lagi menjadi persoalan
semata kalkulasi material atau laba bisnis yang ditunjukkan dalam angka. la
menjadi hal yang lebih besar dari bisnis, dengan tujuan yang melibatkan
banyak orang dan masa depan yang lebih jauh, ketika apa yang dijalankan
oleh seseorang atau perusahaan bisa memberikan sumbangsihtertentu pada
masyarakat di sekitarnya. Sekecil apapun bentuk sumbangsih pelaku usaha
pada lingkungan atau masyarakat, maka itu menunjukkan adanya perubahan
pola pikir pelakunya, bahwa usaha adalah untuk kebaikan semua.
Dedi Mulyadi
Making a profit isn’t enough to announce success any more;
businesses must also be socially responsible. Social respon
sibility is about operating your business in an ethical, legal,
environmentally friendly, and community-conscious way.
Today, businesses often have social missions as well as
profit missions — in other words, serve as role models and
change agents for the betterment of society. -Kathleen
Allen
C. Model dan Profit Wirausaha
Perkembangan zaman dan perubahan yang dihadirkannya dewasa ini,
bukan saja memberikan tantangan yang menuntut kreativitas lebih pada
mereka yang akan membangun usaha mandirinya, tapi juga bagi mereka yang
sudah menjalankan usahanya sejak lama. Beberapa lembaga bisnis atau
perusahaan, dan pengusaha mandiri yang sudah menjalankan usahanya dari
beberapa dekade sebelumnya misalnya, seringkali terlihat gagap ketika
mereka dihadapkan pada zaman di mana teknologi informasi dan komunikasi
menjadi raja seperti pada zaman sekarang. Perubahan seringkali dilihat
sebagai persoalan dan ancaman yang bisa mengganggu stabilitas dan status
quo ekonomis perusahaan atau usaha yang dijalankan. Sebaliknya, para
pengusaha muda dan pengusaha pemula lebih menyadari perubahan tersebut
sebagai tantangan, terutama dalam hal bagaimana menjadikan penanda
zaman yang ada (teknologi informasi dan komunikasi) sebagai sarana untuk
mengembangkan usaha mereka.
Dua cara pandang yang berbeda dalam melihat perubahan dan
ketidakpastian zaman ini, oleh McMillan (2004) dikategorisasi dalam dua
bentuk cara pandang terhadap perubahan, seperti bisa dilihat pada tabel
berikut:
20 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Tabel 1.1: Dua Cara PandangTerhadap Perubahan
Traditional, Classical, Mechanistic View of Change
New, Modern, Dynamic View of Change
Abnormal Normal
Incremental Both revolutionary and incremental
Linear Non-linear
Disruptive Turbulent
Potentially calamitous Full of opportunity
Cause and effect About learning and creativity
An event Continous
Controllable Uncontrollable
Pada tabel di atas, kita bisa melihat bahwa bentuk pandangan yang
pertama, yakni pandangan tradisional, klasik, dan mekanistis, pada dasarnya
melihat perubahan sebagai sesuatu yang abnormal (jarang terjadi),
mengandung ancaman, bisa merusak tatanan, memiliki pola sebab-akibat,
dan sedapat mungkin perusahaan harus bisa mengontrol hal tersebut agar
bisa dikembalikan pada kondisi semula, sehingga usaha yang dijalankan tidak
terpengaruh perubahan yang ada. Cara pandang seperti ini akan banyak
ditemukan pada perusahaan-perusahaan besarataupun pada mereka yang
membangun usahanya sejak beberapa dekade lalu ketika perubahan yang
terjadi belum bersifat massif dan global. Perusahaan atau pelaku usaha
dengan cara pandang terhadap perubahan seperti ini, umumnya lebih
menekankan ef isiensi dan efektivitas dalam usahanya dibandingkan inovasi
dan kreativitas (focus on efficiency and effectiveness rather than creativity and
innovation). Lebih menekankan kontrol daripada pemberdayaan (control
Dedi Mulyadi 21
rather than empowerment). Akibatnya, ketika perubahan tersebut datang
secara massif, ada banyak perusahaan yang harus memperbaiki metode dan
perencanaan bisnis mereka, memotonganggaran, membangun pabrik-pabrik
kecil, mendekonstruksi bisnis yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun
demi menyesuaikan diri mereka dengan perubahan yang ada. Mereka yang
tidak bisa menyesuaikan dengan perubahan akan tergilas dan sulit untuk
bersaing dengan mereka yang mempunyai kepekaan dan kemampuan
menghadapi perubahan.
Sementara cara pandang yang kedua, yakni cara pandang baru, mod
ern, dan dinamis, melihat perubahan sebagai sesuatu yang wajar sekaligus
mengandung banyak peiuang dan tantangan baru bagi usaha yang dijalankan.
Kejadian dan fenomena yang ada menunjukkan bahwa segenap peristiwa
saling berhubungan namun tidak bisa dikontrol dan diramalkan. Karena itu,
orang harus terus belajar dan mengembangkan kemampuan dirinya, agar
bisa mengeluarkan potensi-potensi dangagasan kreatif serta inovatif untuk
menyambut perubahan sebagai sebuah peiuang dan tantangan yang bisa
memberikan pengalaman baru baginya serta bisnis yang dijalankannya.
Mereka yang memiliki cara pandang kedua ini umumnya adalah generasi
pengusaha baru yang sedari awal memang tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan perubahan, terutama yang dibentuk oleh perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini. Kalangan ini umumnya
lebih mengedepankan kreativitas dan inovasi dibandingkan efektivitas dan
efisiensi, serta lebih mengutamakan pemberdayaan dibandingkan kontrol
atas sumber daya yang dimiliki. Cara pandang kedua ini tentu saja lebih mudah
beradaptasi dengan karakteristik zaman itu sendiri.
Mengenali dua cara pandang dalam melihat perubahan ini, meski dalam
praktiknya tidak sesederhana kategorisasi McMillan di atas, namun ia dapat
membantu kita dalam memahami bagaimana model dan prof il wirausahawan
yang baik, yakni wirausahawan yang bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan
dan tantangan yang dihadirkan oleh perubahan yang ada. Kemampuan untuk
22 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
menghadapi perubahan sekaligus menyesuaikan diri dengan tuntutan bisnis
yang selalu menghadirkan kebaruan ini tentu sangat membutuhkan
kreativitas dan cara berpikiryang out of the box atau cara berpikiryang bisa
melihat hal-hal yangtidakterlihat secara umum. Hanya dengan cara itu pula,
maka seseorang bisa melihat peluang di tengah kondisi yang dipenuhi
persoalan, atau bisa menghadirkan gagasan kreatif dalam mengatasi masalah
yang dihadapinya. Namun demikian, membentuk cara berpikir seperti ini
bukanlah tugas yang mudah.
Proses kreatif dan inovatif dalam konteks kewirausahaan pada umumnya
hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepribadian kreatif dan
inovatif juga, yaitu orang yang memiliki jiwa, sikap dan perilaku
kewirausahaan, dengan karakteristik seperti berikut, di antaranya:
1. Kepercayaan diri; mereka yang memiliki keyakinan terhadap
kemampuan diri dalam menghadapi tantangan akan lebih bisa
menemukan solusi yang diharapkan dibandingkan mereka yang
tidak atau kurang memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri
sendiri. Sama halnya dengan mereka yang optimis akan lebih mudah
menghadapi perubahan dibandingkan mereka yang pesimis atau
takut terhadap ancaman perubahan. Kepercayaan diri juga dapat
memupuk komitmen serta tanggungjawab pada dirinya untuk
mengerjakan segala sesuatunya secara baik.
2. Berpikir luas; mereka yang kreatif dan inovatif umumnya adalah
mereka yang terbiasa melihat segala sesuatu secara luas tanpa
harus kehilangan fokus pada persoalan yang dihadapi. Keluasan
berpikir, kemampuan untuk menghubungkan berbagai hal yang
secara acak bisa saja tidak memiliki hubungan, dapat menjadi modal
untuk membangun gagasan yang tidak terpikirkan oleh mereka
yang tidak terbiasa berpikir luas atau berpikiran sempit.
3. Motivasi berprestasi; mereka yang kreatif umumnya juga adalah
mereka yang memiliki dorongan lebih dalam dirinya untuk mencapai
Dedi Mulyadi 23
apa yang menjadi tujuan dan cita-citanya. Motivasi untuk
mendapatkan sesuatu yang berharga untuk kehidupan ini bisa
membuat seseorang lebih mampu mengeluarkan potensi dan bakat
terdalamnya dibandingkan mereka yang tidak atau kurang memiliki
dorongan untuk berpretasi.
4. Kemandirian dan kepemimpinan; kewirausahaan adalah persoalan
bagaimana membangun kemandirian dan mendorong kemampuan
diri untuk mencapai hal tertentu, yang berarti seseorang secara
tidak langsung akan dipaksa untuk mengeluarkan segenap upaya,
pikiran, dan berbagai modalitas kepribadian yangdimiiikinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Mereka yang memutuskan untuk
berwirausaha pada akhimya harus menjadi pemimpin atas segenap
usaha yang dilakukannya. la tidak bisa bergantung pada orang lain,
terutama dalam menghadapi tantangan bisnis yang ada. Ketika
seseorang dituntut untuk memiliki kemandirian dan jiwa
kepemimpinan, maka kemampuan berpikirdan mencarisolusi juga
akan meningkat dan berkembang.
Senada dengan poin-poin di atas, Scarborough dan Zimmerer (2008)
jauh-jauh hari juga menyatakan bahwa model dan prof il wirausahawan yang
baik adalah mereka yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Desire for responsibility; memiliki rasa tanggungjawab atas usaha-
usaha yang dilakukannya.
2. Preference for moderate risk; memiliki resiko moderat (tidak tinggi
atau rendah). Mereka tidak takut terhadap perubahan, berani
mengambil langkah-Iangkah yang diperlukan, tapi juga tidak sampai
kehilangan perhitungan atas tindakan yang dilakukan tersebut.
3. Confidence in their ability to succes; memiliki kepercayaan atau
keyakinan terhadap kemampuan diri untuk mencapai kesuksesan
atau mencapai tujuan yang ditetapkan.
24 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
4. Desire for immediate feedback; keinginan untuk mendapatkan
umpan balik dengan segera. Wirausahawan yang baik adalah yang
mampu belajar secara langsung dari apa yang dijalankan dan
ditemuinya di lapangan.
5. High level of energy; memiliki semangat dan kerja keras untuk
mewujudkan keinginan demi masa depan yang lebih baik.
6. Future oriented; berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan
jauh ke depan.
7. Skill organizing; memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan
sumber daya untuk menciptakan nilai tambah.
8. Value of achievement over money; lebih menghargai prestasi
daripada uang. Prestasi bisa memberikan makna bagi diri dan
kehidupan, dan hal ini tidak bisa didapatkan dari semata uang.
Secara lebih rinci, Ahmad Sanusi (dalam Suryana, 2013) menjelaskan
bahwa sikap dan perilaku, yang juga bisa menjadi ciri dasar dari profil
wirausahawan yang baik adalah sebagai berikut:
1. Tidak menyenangi hal-hal yang sudah biasa/tetap/sudah diatur dan
jelas;
2. Duka memandang keluar, berorientasi pada aspek-aspekyang lebih
luas;
3. Semakin berani karena merasa perlu untuk menunjukkan sikap
kemandirian atau prakarsa atas nama sendiri,;
4. Suka berimajinasi dan mencoba menyatakan daya kreatifitas serta
memperkenalkan hasil-hasil kepada pihaklain;
5. Ada keinginan yang berbeda dan toleransi terhadap orang lain;
6. Mengembangkan gagasan yang sudah diterima dan
berta nggu ngja wa b;
7. Kerja keras, optimis, dan percaya diri secara mendasar;
8. Ketrampilan manajemen usaha dalam bentuk perencanaan produk,
Dedi Mulyadi I 2 5
penetrasi/pengembangan pasar, organisasi dan komunikasi,
keuangan;
9. Resiko tercapai pada batas yang bisa diterima;
10. Komitmen pada alternatif yang dipilih;
11. Memandang jauh dan berdaya juang tinggi;
12. Sikap hatf-hati dalam mnedorong kerjasama dengan pihak lain;
13. Ujian, hambatan dan hal-hal dianggap sebagai tantangan;
14. Memiliki toleransi terhadap kesalahan operasional atau penilaian;
15. Memiliki kemampuan intensif dalam menyimak informasi dari pihal
lain;
16. Menjaga dan memajukan nilai dan perilaku yang telah menjadi
keyakinan diri, integritas pribadi yang mengandung citra dan harga
diri, selalu bersikap adil dan sangat menjaga kepercayaan yang telah
diberikan orang lain.
Belajar dari penjelasan para ahli tersebut, kita pada akhirnya bisa
mengenali dan memahami bahwa menjadi seorang wirausahawan sejati
adalah hal yang sulit, namun ia bisa dibangun dengan semangat, kesadaran,
dan usaha yang keras. Bagaimanapun, berbagai karakteristik yang menjadi
model dan prof il wirausaha yang baik tersebut adalah hal-hal yang semestinya
dimiliki oleh kita semua untuk menjadi manusia yang baik juga. Tanpa
modalitas yang baik, berupa sikap, perilaku, cara berpikir, dan prof il kedirian
yan baik, maka tujuan yang baik tidak akan pernah tercapai.
D. Keuntungan dan Kerugian Menjadi Wirausaha
Selama paling tidak dua dekade terakhir, kita menyaksikan bahwa ada
banyak lahan dan ruang-ruang ekonomi masyarakat diisi dan dibentuk oleh
para pengusaha dan lembaga-lembaga bisnis yang juga dibangun atau berdiri
pada dekade tersebut. Dengan kata lain, kewirausahaan kontemporer lebih
memberikan dan membuka tingkat kesejahteraan yang baru bagi masyarakat
26 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dibandingkan perusahaan-perusahaan yang berdiri sejak lama atau sebelum
dua dekade terakhir. Hal yang sama juga bisa ditemukan di berbagai negara
lainnya. Kewirausahaan kreatif telah menjadi sumber penggerak ekonomi
masyarakat yang luar biasa.
Pada konteks Indonesia misalnya, kehadiran warung-warung digital,
seperti Tokopedia, Buka Lapak, Blibli, Tiket, atau yang paling kekinian adalah
layanan transportasi berbasis aplikasi digital seperti Gojek, Grab, dan lainnya
telah membuka lahan pekerjaan dan memberikan inspirasi usaha kreatif yang
sangat luas bagi para wirausahawan muda dan pemula. Banyaknya kafe-kafe
baru, bentuk-bentuk perdagangan kreatif berupa lapak-lapak tertentu di
lingkungan masyarakat, hingga usaha-usaha mandiri yang pemasarannya
menggunakan sistem jaringan, adalah bukti bahwa kewirausahaan menjadi
lahan kompetitif yang berperan besarterhadap perkembangan ekonomi dan
tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Mengutip Paul Burns (2016):
Entrepreneurship has become something that society, governments and
organizations of all sizes and forms wish to encourage and promote.
Whether it be creating a new venture or breathing life into an old one,
whether it is creating new products or finding new ways to market old
ones, whether it is doing new things or finding new ways of doing old
things, entrepreneurial management - whatever that is - has become a
highly valued skill to be nurtured, developed and encouraged. Fostering
entrepreneurship in all aspects of their teaching is probably one of the
major challenges facing business schools in the 21st century. Entrepreneurs
themselves have finally been recognized as a vital part of economic wealth
generation. They have become the heroes of the business world, embody
ing qualities that many people envy - freedom of spirit, creativity, vision
and zeal. They have the courage, self-belief and commitment to turn
dreams into realities. They are the catalysts for economic and sometimes
social change. They see an opportunity, commercialize it, and in doing so
become millionaires themselves.
Dedi Mulyadi I 27
Kewirausahaan, terlepas dari beragam bentukdan jenisnya, menjadi hal
yang sangat diperhatikan oleh generasi saat ini, mulai dari masyarakat biasa
hingga pemerintah sebuah negara. Ada banyak lembaga-lembaga pendidikan
dan pengajaran, dalam berbagai bentuknya (sekolah, kursus, diklat), yang
berdiri dengan tujuan memberikan pendidikan tentang kewirausahaan ini.
Masyarakat secara umum juga menyadari bahwa tingkat ekonomi mereka
hanya bisa maju jika mereka bisa kreatif membangun usaha mandiri mereka.
Mengandalkan kebijakan dan tindakan pemerintah tidakakan menyelesaikan
persoalan yang ada. Karena itu, berwirausaha adalah pilihan paling logis ketika
lowongan pekerjaan tidak memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat
untukbekerja.
Namun demikian, apa keuntungan utama yang bisa didapatkan dari
berwirausaha, selain keuntungan f inansial tersebut? Beberapa keuntungan
utama yang bisa didapatkan dari praktik berwirausaha atau membangun
usaha mandiri adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan untuk mengatur waktu, sumber daya, modal, tenaga,
pikiran, dan arah bisnis secara mandiri; wirausaha memberikan
peluang pada seseorang untuk mengatur dan menentukan arah dan
perkembangan usahanya sendiri. la bisa melakukan usahanya kapan
saja ia mau, di mana saja ia menghendaki, berapa banyak modal
yang harus digunakan, gagasan apa yang akan diwujudkan, berapa
keuntungan yang ditargetkan, dan lain sebagainya. Hal ini jelas
berbeda dengan pegawai atau karyawan pada perusahaan tertentu
yang terikat dengan waktu kerja, kewajiban dan fungsi dari posisi
yang diduduki, ataupun disiplin dan aturan-aturan tertentu yang
berlaku di lingkungan kerja atau perusahaan.
2. Imbalan yang diterima selaras dengan usaha yang dilakukan;
berwirausaha bukan cuma pilihan yang diambil untuk mendapatkan
kebebasan dalam bekerja, atau pilihan yang diambil ketika
lowongan pekerjaan tidak tersedia, tapi juga sebagai cara untuk
28 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
mendapatkankeuntungan yanglebih besardibandingkan menjadi
karyawan atau pekerja biasa. Ketergantungan pada upaya diri
sendiri ini membuat seseorang bisa menentukan besaran
penghasilan yang akan ia terima. Semakin keras usaha yang
dilakukan, maka keuntungan yang ihasilkan juga akan semakin
besar.
3. Peluang untukberperan lebih di masyarakat; berwirausaha seperti
disebutkan sebelumnya, bukan semata membangun usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan atau tingkat ekonomi pribadi
pelakunya. Tapi ia juga bisa menjadi lahan untuk membantu orang
lain guna mendapatkan tingkat kesejahteraan secara ekonomis
yang lebih baik. Wirausaha bisa membuka lapangan kerja yang luas,
yang berarti seseorang bisa lebih berperan dan memberikan
sumbangsih nyata untuk lingkungan dan masyarakatnya.
4. Prestasi dan aktualisasi diri; berwirausaha dalam banyak hal juga
didorong oleh keinginan untuk berkarya dan mewujudkan segenap
potensi kreatif yang ada dalam diri pelakunya. Melalui tindakan
berwirausaha ini orang bisa mencapai prestasi dan kepuasan
tertentu, terutama dengan melakukan hal atau bidang yang
disukainya. Dengan kata lain, berwirausaha dapat memberikan
dorongan lebih pada diri seseorang untuk berprestasi, atau
mewujudkan minat dan bakat yang dimilikinya.
5. Kepuasan batin; keuntungan lain dari wirausaha adalah bahwa
kegiatan ini dapat memberikan kepuasan dan kebahagiaan yang
seringkali tidak didapatkan ketika seseorang harus terikat dalam
lingkungan dan aturan kerja tertentu. Mereka yang bisa melakukan
apa yang disukainya, lalu bisa mendapatkan penghasilan dari hal
tersebut, hidupnya akan lebih bahagia dibandingkan mereka yang
mungkin secara upah mendapatkan lebih besar namun tidak
memiliki kebebasan yang sama. Kepuasan batin inilah yang pada
Dedi Mulyadi 29
akhirnya membuat seseorang teguh dalam menjalankan dan
mengembangkan usaha yangdigelutinya.
Keuntungan-keuntungan dari wirausaha seperti disebutkan di atas,
dalam banyak contoh nyata di lapangan, akan dengan mudah ditemukan pada
mereka yang sudah menjalankan kegiatan kewirausahaan ini. Pesan-pesan
seperti ini pula yang akan banyak ditemukan ketika seseorang mengikuti
kegiatan pelatihan atau diklat tentang kewirausahaan yang diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga tertentu. Meski demikian, perlu dipahami bahwa
keuntungan dan nilai-nilai positif yang didapatkan seseorang dalam
berwirausaha akan berbeda bentuk dan derajat antara satu dan lainnya. Apa
yang penting adalah bahwa ketika seseorang m em utuskan untuk
berwirausaha, maka keuntungan haruslah diletakkan sebagai bonus atau
dampak saja, sebab yang utama adalah pencapaian tujuan kebajikan yang
lebih besar dari wirausaha sebagaimana diulas pada bagian sebelumnya.
Sebagai kebalikannya, berwirausaha tentu tidak melulu cerita bahagia
tentang seseorang yang memiliki kebebasan waktu, f inansial, dan kepuasan
batin karena sudah m enjalankan apa yang ia minati dalam hidup.
Berwirausaha justru juga bisa menjadi ajang pembelajaran yang memberikan
pengalaman pahit dan merubah kehidupan seseorang menjadi lebih rendah
secara finansial dibandingkan mereka yang bekerja di sebuah perusahaan.
Keberhasilan dalam berwirausaha membutuhkan bukan saja niat, kerja keras,
keteguhan, semangat, dan modal yang besar, tapi juga nasib baik, kemujuran,
pilihan yang tepat, intuisi bisnis, perubahan yang membawa kebaikan, dan
lainnya. Dalam kenyataannya sendiri, mereka yang benar-benar sukses dalam
berwirausaha masih terhitung sedikit dibandingkan mereka yang belum
menikmati kesuksesan dalam wirausahanya.
Apa yang menjadi sebab utama dalam hal ini umumnya adalah
perencanaan yang kurang matang, perhitungan yang keliru, kurangnya
kemampuan melihat peluang dalam perubahan yang terjadi, kurangnya
30 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
sumber daya dan modal, atau kurangnya kreativitas dan gagasan-gagasan
inovatif tatkala seseorang harus menghadapi persoalan-persoalan di
lapangan. Hal ini belum lagi ditambah dengan fakta bahwa wirausaha juga
merupakan pilihan yang beresiko untuk diambil ketika seseorang sudah
berada dalam struktur dan lingkungan kerja tertentu. Karena itu, mereka yang
memutuskan untuk berwirausaha harus menyadari kelemahan-kelemahan
yang ada dalam pilihan ini, di antaranya:
1. Resiko kegagalan; berwirausaha sebagaimana kegiatan lainnya
dalam hidup selalu memiliki resiko untuk gagal atau tidak berhasil
seperti yang diharapkan atau direncanakan. Kegagalan dalam
berwirausaha bisa berarti kerugian yang besar karena kehilangan
modal dan aset tertentu, ataupun kehilangan waktu dan peluang
untuk m endapatkan pekerjaan yang tetap karena harus
menyibukkan diri dengan usaha yang dijalani. Mereka yang tidak
memiliki kesiapan untuk menghadapi kegagalanini bahkan bisa
mendapatkan dampak buruk yang lebih besar, seperti tertekan
secara mental (stress), semakin terperosok ke bawah secara
f inansial, apalagi jika ternyata kegagalan yang ada juga menyisakan
persoalan tambahan seperti tagihan, hutang, dan lainnya. Resiko-
resiko seperti inilah yang dapat dengan mudah ditemukan
seseorang ketika memutuskan untuk berwirausaha.
2. Hasil yang tidak menentu; berwirausaha juga tidak serta merta
dilakukan dan langsung memberikan keuntungan atau hasil yang
jelas. Ada banyak cerita dan pengalaman dari mereka yang sudah
melakukan kegiatan ini di mana mereka harus menjalani kehidupan
yang sulit karena usaha yang dilakukan tidak atau belum
memberikan hasil yang diharapkan. Pada bulan-bulan pertama
seseorang memulai usahanya, ia seringkali harus menyiapkan
pengeluaran lebih karena hasil yang diharapkan dari usaha yang
dijalankan tidak sesuai dengan modal yang dikeluarkan. Tidak
Dedi Mulyadi 31
seperti pegawai atau karyawan di lingkungan kerja tertentu yang
sedari awal sudah mendapatkan kejelasan tentang apa yang akan
ia terima, seorang wirausahawan justru hams memulai dengan
ketidakpastian untuk kemudian terus berurusan dengan
ketidakpastian yang lain dalam hidupnya.
3. Kerja yang lebih keras; berwirausaha memang memberikan
kebebasan waktu dan pilihan bagi seseorang untuk melakukan apa
yang disukainya. Namun demikian, apa yang dilakukan atau
dijalankannya tersebut hanya bisa memberikan imbal balik berupa
hasil tertentu setelah ia didukung oleh banyakfaktor dan kerja keras
dari para pelakunya. Tak jarang, kalangan wirausaha justru harus
bekerja dua kali lipat lebih banyak dan lebih keras dibandingkan
mereka yang bekerja kantoran seperti pegawai negeri, guru, atau
karyawan perusahaan. Apalagi ketika usaha yang dijalankannya
harus menghadapi masalah, seseorang bisa saja kehilangan waktu
untuk beristirahat, kehilangan waktu kebersamaan dengan
keluarga, dan hal-hai lainnya yang justru menjauhkannya dari
kebebasan yang seharusnya bisa didapatkan dari berwirausaha.
Alih-alih memiliki kebebasan, seseorang bisa saja terjerat dalam
persoalan yang rumit karena usaha yang dijalankannya justru tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
4. Anggapan negatif masyarakat; berwirausaha dalam banyak hal
seringkali dianggap sebagai pekerjaan nomer dua di masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri, mereka yang bekerja kantoran, memiliki
pekerjaan dan atau profesi tertentu sebagai Pegawai Negeri Sipil,
atau sebagai Guru, atau sebagai Karyawan di PT. A, lebih memiliki
status di masyarakat dibandingkan mereka yang berdagang atau
membuka usaha mandiri yang seringkali tidak terlihat ketika ia
belum menjadi usaha yang besar. Mereka yang berwirausaha
bahkan dianggap sebagai mereka yang tidak memiliki kualifikasi
32 Kewirausahaan, Pengantar Menu;u Praktik
untuk bekerja di lingkungan lembaga-lembaga kerja tertentu.
Anggapan negatif seperti inilah yang akan dihadapi oleh banyak
pelaku usaha di masyarakat.
Melihat pada resiko dan kelemahan yang akan dihadapi ketika seseorang
memutuskan untuk berwirausaha tersebut, tentu saja ia menghadirkan
pertimbangan yang serius bagi mereka yang baru akan memulai usaha atau
memutuskan untuk berwirausaha. Namun demikian, kelemahan-kelemahan
dan resiko seperti ini sebenarnya adalah hal yang lumrah yang bisa saja
didapati dalam konteks yang lain dalam hidup. Karena itu, ia tidak boleh
menjadi dasar bagi seseorang untuk mencibir mereka yang memutuskan
untuk berwirausaha. la juga tidak boleh menjadi penghambat semangat dan
tekad untuk memulai wirausaha. Bagaimanapun, mereka yang memutuskan
dan memilih untuk berwirausaha adalah mereka yang berani mengambil
langkah penuh resiko, namun juga menawarkan banyak nilai-nilai dan
keuntungan lain bagi hidupnya.
Dedi Mulyadi 33
34 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
n KARAKTERISTIK DAN KOMPETENSI INTI WIRAUSAHA
A. Karakteristik Pelaku Wirausaha
"The critical ingredient is getting off your butt and doing something. It’s
as simple as that. A lot of people have ideas, but there are few who decide
to do something about them now. Not tomorrow. Not next week. But to
day. The true entrepreneur is a doer, not a dreamer.”
-Nolan Bushnell
Salah satu tantangan utama dalam berwirausaha pada hari ini adalah
mengenali karakteristik zaman di mana kita hidup di dalamnya. Masyarakat
yang ada hari ini akan berbeda sikap, perilaku, pola pandang, kebiasaan, atau
nilai-nilai yang diyakini dengan masyarakat pada generasi sebelumnya.
Kathleen Allen (2008) ketika menjelaskan tantangan wirausaha terkait
karakteristik generasi di mana kita hidup saat ini menyebutkan bahwa kita
bisa membagi generasi yang ada hari ini ke dalam empat kelompok, yakni:
1. The Mature Generation: Angkatan tua, yang secara ekonomi
mungkin tidak lagi produktif.
2. The Baby Boomers: Mereka yang lahir pasca perang dunia ke-ll,
antara tahun 1945-1961.
3. Generation X-ers: Mereka yang lahir antara tahun 1962 sampai
dengan 1980
4. The Milennials: Mereka yang lahir setelah tahun 1981.
Kathleen Allen, dalam hal ini membuat ilustrasi sederhana bagaimana
menggambarkan karakteristik empat generasi tersebut: Ajukan pertanyaan
pada mereka misalnya tentang, bagaimana John F. Kennedy meninggal?
Generasi pertama atau generasi tua (maturegeneration) dan generasi kedua
(baby boomers) tanpa ragu akan menjawab: Kennedy meninggal di Dallas
dalam rombongan kepresidenan karena ditembak oleh Harvey Oswald.
Generasi ketiga (generation X-ers) akan menjawab ia meninggal dalam
kecelakaan pesawat. Tapi generasi keempat (milennials) justru akan bertanya:
Siapa Kennedy?
Ilustrasi sederhana di atas m enggam barkan bahwa ada
kecenderungan kritis dalam angkatan kerja hari ini. Empat generasi bisa
saja tergabungdalam satu lingkungan kerja, namun dengan cara pandang,
sikap, pola pikir, wawasan, dan nilai-nilai etis yang berbeda satu sama lain.
Hal ini tentu bukan tugas yang mudah untuk menyatukan mereka dalam
satu kerangka komunikasi lintas generasi. Hal yang sama juga akan
dihadapi oleh pelaku bisnis. Mereka harus bisa menetapkan produk apa
yang dijuai dan untuktipe generasi atau masyarakat seperti apa yang akan
dituju dengan produk tersebut. Mereka juga harus memikirkan model
komunikasi bisnis seperti apa, atau bagaimana caraayang tepat untuk
menyampaikan produk pada konsumen, yang semua itu harus diterapkan
dengan m enyesuaikan pada karakteristik generasi terseb ut.
Bagaimanapun, menjual sayur pada kalangan ibu-ibu rumah tangga akan
berbeda bentuk dan model komunikasi dengan mempromosikan aplikasi
gaming pada anak-anak sekolah. Menjual cemilan anak-anak akan berbeda
pendekatan dan cara penyampaiannya dengan menjual real estate atau
perumahan. Empat jenis generasi ini, lanjut Allen, memiliki perbedaan
mendasar terkait tantangan dunia usaha hari ini, terutama bagaimana
dalam hal sistem nilai (value system), gaya komunikasi (communication
s t y le ) , cara memandang uang, ataupun pandangan mereka terhadap
pekerjaan itu sendiri. Dalam tabel:
36 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Tabel 2.1 : Perspektif Lintas Cenerasi
Characteristic MatureGeneration
Baby Boomers Gen X-ers Milennial s
Value System Discipline, respect for authority
Optimistic,active
Skeptical,informal
Realistic andconfident,social
CommunicationStyle
Phone, face to face conversations, letters and memos
Cell phone, emails
Cell phone, emails
Cell phone, iPhone, email, iPod, text messaging
Money Save, pay cash Buy now, use credit
Cautious,savings
Spend what you earn
View of Work Have to do it Love to do it Find it a challenge
Just a means to an end
Pada tabel di atas bisa dilihat perbedaan keempat generasi dalam hal
sistem nilai, gaya atau cara berkomunikasi, pandangan terhadap uang, dan
pandangan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Generasi pertama
misalnya memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan,
mereka taat dan berdisiplin, melihat uang dari hasil kerjaan sebagai hal yang
harus ditabung dan digunakan secara tunai untuk keperluan tertentu saja.
Hal ini tentu berbeda jauh dengan generasi milennial yang memandang
pekerjaan hanya sebagai cara untuk mencapai tujuan tertentu, menghabiskan
uang kapan dan di mana saja ketika ia didapatkan, dan memiliki kepercayaan
diri yang tinggi akan nilai-nilai tertentu yang diyakininya tanpa harus terlalu
terikat pada aturan tertentu.Generasi milennial adalah generasi manja namun
kreatif, tidak terlalu suka menabung, lebih memilih untuk bersenang-senang
dengan uang yang didapatkan, memiliki keterampilan dalam hal penggunaan
teknologi yang memudahkan mereka untuk bekerja, mengolah gagasan-
gagasan kreatif, ataupun membuka usaha-usaha inovatif. Pada model
Dedi Mulyadi 37
generasi seperti inilah kita hidup dan terlibat dalam banyak bentuk interaksi
di dalamnya.
Meski dalam kenyataan kultural di Indonesia bisa saja memiliki
karakteristik yang berbeda dengan klasifikasi generasi dari Kathleen Allen
tersebut, namun gambaran di atas pada dasarnya bisa menjadi acuan untuk
membuat model dan kerangka klasif ikasi yang sejenis untuk masyarakat kita
hari ini. Mengenali karakteristik generasi masyarakat sebagai calon konsumen
untuk usaha yang akan dibangun, adalah keharusan jika seseorang ingin
usahanya berhasil dan diterima oleh masyarakat. la juga harus dilengkapi
dengan upaya memahami bagaimana tipe-tipe sosial, budaya yang berlaku,
nilai-nilai keagamaan yang diyakini, yang bisa saja berbeda satu sama lain
serta menjadi dasar bagi mereka untuk bertindak, dan lain sebagainya.
Dalam konteks wirausahanya sendiri, para pelaku wirausaha ini secara
umum memiliki beragam tipe dan karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Ada wirausahawan yang hanya menjalankan usahanya di kala senggang saja
(part time), ada yang menjalankan usahanya secara penuh, ada yang berbasis
industri rumahan (home based), ada yang menjalankannya sebagai sebuah
bisnis keluarga (family business), ataupun yang benar-benar secara individual
berjuangmengembangkan usahanya tanpa bergantungpada orang lain (solo
independent entrepreneur). Untuk memudahkan klasif ikasi wirausaha ini, kita
akan menyebutkan beberapa klasifikasi yang sudah dibuat oleh para ahli
sebelumnya, yakni:
1. Klasifikasi berdasarkan profil sosial
Mereka yang melakukan kegiatan wirausaha sedari awal sudah
selalu menjadi anggota dan bagian dari suatu masyarakat dengan
profil bawaan tertentu yang itu bisa menjadi penanda khusus atas
usaha yang dijalankannya. Dalam hal ini, kita bisa membagi para
pelaku wirausaha ke dalam beberapa kategori profil, di antaranya:
a. Women Entrepreneur
b. Migrant Entrepreneur
38 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
c. Part Time Entrepreneur
d. Home Based Entrepreneur
e. Family Business Entrepreneur
2. Klasif ikasi berdasarkan tingkat kebebasan
Klasifikasi ini dibuat oleh Raymond Kao dan Russel Knight yang
melihat bahwa berbagai bentuk kebebasan banyak muncul dari
def inisi terkait kewirausahaan itu sendiri. Raymond melihat adanya
suatu rentang spektrum dari aspek kebebasan yang bergerak dari
pengusaha perseorangan yang bebas mumi sampai kepada seorang
manajer dalam perusahaan milik orang lain yang digambarkan
sebagai berikut:
Tingkat Kebebasan Tinggi
Solo independent entrepreneur
Partnership
Management Team
Group of independent Film
Distributors
Join Venture Entrepreneur
Franchise Entrepreneur
Aquired Entrepreneur
Conglomerate Entrepreneur
Division Manager - Large Corporation
Profit Centre Manager- Large Corporation
Cost Centre Manager - Large Corporation
Large Corporation Manager
Tingkat Kebebasan Rendah
Susunan di atas menunjukkan bahwa wirausaha tidak membentuk
suatu stereotipe sendiri tetapi ada banyak bentuk dan tipe
Dedi Mulyadi 39
wirausaha. Salah satu bentuknya adalah wirausaha waralaba (fran
chise entrepreneur) yang terletakpada titiktengah spektrumdi atas.
Seorang pewaralaba adalah ia yang memiliki usaha yang
independen akan tetapi ia juga tergantung pada ikatan kontrak
kerjasama resmi dan tunduk pada pengusaha pemberi hak waralaba
(franchisor). Demikian halnya seorang distributor yang harus tunduk
pada peraturan yang ditetapkan oleh produsen pembuat produk
tertentu. Juga pengusaha yang melakukan perkongsian bagi hasil
mereka juga sedikit mengorbankan independensinya. Sebuah
perusahaan yang dibeli oleh pihak lain tetapi pemiliknya masih tetap
tinggal dalam perusahaan tersebut sebagai general manajer dia juga
tidak bebas. Manager sebuah divisi pada suatu perusahaan bebas
lakukan kegiatan dalam lingkup divisinya akan tetapi harus tunduk
pada aturan-aturan umum perusahaan. la yang benar-benar bebas
adalah solo independent entrepreneur, meskipun kategori ini
umumnya adalah para pelaku usaha mandiri yang belum
berkembang secara besar dan memiliki penjualan yang massif.
Ketika usaha yang dijalankan mulai dikembangkan maka ia akan
beranjak pada kategori kedua, ketiga, dan seterusnya yang juga
semakin mereduksi tingkat kebebasan yang dimilikinya.
3. Klasif ikasi berdasarkan jenis dan fungsi tanggung jawabnya
Berdasarkan klasifikasi ini, kalangan wirausahawan bisa dilihat
dalam beberapa kelompok berikut:
a. Founders (Pendiri Perusahaan)
Pada umumnya founders dipertimbangkan sebagai wirausaha
murni. Pendiri perusahaan mungkin seorang investor yang
memulai bisnis berdasarkan barang atau jasa yang baru atau
yang sudah diimprovisasi. Mereka mungkin juga seorang
pekerja tangan yang mengembangkan keahliannya dan
kemudian memulai perusahannya sendiri. Ketika bertindak
4 0 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
sendiri atau menjadi bagian dari suatu group, pendiri
perusahaan akan membawa perusahaan menjadi nyata
dengan melakukan survei pasar, mencari dana dan
memberikan fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan
bisnis yang ada.
b. General Manajer
Dalam kondisi tertentu setelah pendirian suatu perusahaan
baru mungkin perusahaan tersebut dibeli atau didanai oleh
pihak kedua atau wirausaha lain yang bertindak sebagai ad
ministrator bisnis. Jadi kita mengakui wirausaha lain yang
disebut general manajer sebagai seorang yang mengepalai
operasi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
c. Franchise (Waralaba)
Franchise berfungsi sebagai wirausaha yang terbatas.
Kekuasaan seorang wirausaha waralaba dibatasi dengan
hubungan kontrak kerja dengan franchisor.
4. Klasifikasi berdasarkan latar belakang dan gaya manajemen
Berdasarkan latar belakang dan gaya manajemen yang diterapkan,
kalangan wirausaha ini bisa dibagi ke dalam kelompok-kelompok
berikut:
a. Wirausaha Artisan
Seseorang yang memulai bisnisnya hanya berdasarkan
keahlian teknis yang dimilikinya digolongkan sebagai
wirausaha artisan. Seorang ahli mekanik yang memulai usaha
bengkel di garasi rumahnya adalah contoh wirausaha artisan.
Pendekatan manajemen wirausaha artisan biasanya lebih
bersifat kekeluargaan dan paternalistik sehingga cenderung
enggan mendelegasikan kewenangannya, mereka membatasi
strategi pemasaran pada komponen harga secara tradisional,
kualitas dan reputasi perusahaan, orientasi waktu mereka
Dedi Mulyadi 41
singkat, dengan sedikit perencanaan atau pertumbuhan di
masa mendatang.
b. Wirausaha Oportunistis
Selain berbekal keahlian/pendidikan teknis wirausaha
oportunitis juga membekali diri dengan pengetahuan-
pengetahuan non teknis seperti ekonomi, hukum, bahasa dan
lain sebagainya. Berbeda dengan wirausaha artisan, wirausaha
oportunistis menghindari sistem paternalistik dengan lebih
banyak mendelegasikan kewenangan yang diperlukan bagi
pertumbuhan perusahaan, menggunakan berbagai strategi
pendekatan dalam pemasaran, mendapatkan permodaian
lebih dari dua sumber dan merencanakan pertumbuhan
perusahaan di masa mendatang.
Klasif ikasi di atas, meski tidak dengan serta merta bisa digunakan untuk
mengidentif ikasi jenrs kewirausahaan seseorang, namun ia bisa memberikan
gambaran bagaimana kompleksitas dunia wirausaha yang berkembang saat
ini. Mereka yang menjadi pelaku usaha mandiri di satu sisi, bisa saja menjadi
konsumen bagi pelaku usaha lainnya. Mereka yang hari ini masih menjadi
solo entrepreneur bisa saja berkembang menjadi perusahaan dengan cakupan
bisnis yang menggurita pada waktu berikutnya. Dunia wirausaha adalah dunia
yang dinamis, sebagaimana karakteristik pelakunya yang juga beragam dan
mengalami perubahan.
Para ahli sendiri sebenarnya sudah banyak membincangkan masalah
apakah kalangan wirausaha adalah orang-orang dengan profil atau
personalitas tertentu ataukah mereka hanyalah orang-orang yang bereaksi
terhadap situasi yang dihadapinya. Untuk memahami ini, maka ada baiknya
kita membaca penjelasan Getz etal. (2004), yang menyatakan bahwa perilaku
wirausaha tercakup dalam setting individu, sosial, dan ekonomi kontemporer
seperti terdapat dalam tabel berikut:
42 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Tabel 2 .2 : Entrepreneurial Behaviour Cues
Positive Negative
Social Role of family and integrational role models Conductive culture Supportive networks
Political/religious displacementPolitical unrest Discrimination Unhappy with position in societyDissatisfied with blocked employment opportunities Discriminary legislation No other way to make money
Economy Move towards services Reversal of highly vertically integrated company structures Phenomenon of dotcom business
Psychological Entrepreneurial aspirations of independence, wealth, need to achieve, social mobility
Pada model dari Getz di atas dapat dilihat bahwa ada motif tertentu
yang melandasi tindakan seseorang untuk melakukan kegiatan wirausaha.
Ada yang bersifat positif seperti keinginan untuk memberikan pelayanan
bisnis yang berkualitas, adanya fenomena bisnis berbasis internet yang
menjadi peluang bagi banyak orang untuk membuka usaha mandiri, ataupun
adanya keinginan untuk mendapatkan kebebasan, kesejahteraaan secara
ekonomis yang lebih, motivasi berprestasi, dan lain sebagainya. Ada juga yang
bersifat negatif, seperti karena adanya diskriminasi dalam hal ketersediaan
dan penerimaan kerja, ketidaksukaan terhadap posisinya saat ini di
masyarakat, aturan dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak, ataupun
karena alasan yang lebih sederhana, yakni tidak ada cara lain untuk
mendapatkan uang kecuali dengan berwirausaha.
Penelitian yang lebih sederhana pernah dilakukan oleh Thomas etal.
(2000)terkait motivasi seseorang untuk menjalankan wirausaha atau memiliki
bisnisnya sendiri, di mana ia menunjukkan bahwa ada beberapa alasan
mengapa seseorang berwirausaha, di antaranya:
Dedi Mulyadi
Tabel 2 .3 : Motivations for Owning A Small Business
Motivation Value
To make a reasonable living 926 (66)
To make a lot of money 215(9)
To be my own boss 813(58)
1 Enjoy this lifestyle 576(41)
To avoid unemployment 197(14)
To live in this location 287 (21)
It is a form of smi-retirement 125(9)
1 spotted a market opportunity 246 (18)
Berbagai motivasi di atas menunjukkan bahwa orang membuka usaha
mandiri (bisnis kecil), sebagian besar didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan penghasilan guna melanjutkan hidup. Sebagian lainnya
didorong oleh keinginan untuk mendapatkan uangyang banyak, menjadi boss
bagi dirinya sendiri, agar tidak menganggur, untuk hidup di daerah tertentu
dengan usaha tersebut, sebagai bentukpersiapan menghadapi masa pensiun,
serta karena melihat peluang di pasar. Satu alasan yang cukup menarik dan
banyak mendapatkan poin adalah bahwa membuka bisnis sendiri ini
merupakan bentuk gaya hidup yang disenangi (enjoy this lifestyle). Mereka
yang melakukan ini bukan karena berfokus pada maksimalisasi keuntungan,
tapi karena mereka mendapatkan kepuasan tertentu dari bisnis yang
dijalankan. Lee-Ross dan Lashley (2009) terkait hal ini misalnya memberikan
catatan:
“Whilst that this is not an exhaustive list of entrepreneurial types, it is
sufficient to show that the motives of those setting up and maintaining
44 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
small hospitality firms are not always compatible with ‘rationale economic’
considerations. Motives associated with personal preferences or which
relate to self-image do not automatically lead to levels of self-analysis which
suggest that a lack of business skills presents a major threat to their busi-
nessgoals.”
Upaya lainnya untuk memahami alasan seseorang menjalankan bisnisnya
sendiri, seperti disebutkan oleh Sweeney (2008) adalah dengan melihatnya
melalui teori push and pull factors. Push factors akan menciptakan situasi di
mana seseorang akan merasa wajib atau dipaksa untuk membuka usaha atau
menjalankan bisnisnya sendiri, sementara pull factors akan menarik individu
untuk membuka usaha atau menjalankan bisnisnya dengan berbagai
keuntungan yang mungkin didapatkan. Dalam bagan:
Bagan 2.1: Push and Pull Factors
Redundancy Previous job
Needed income To keep big house
Push Pull
Work from home Own boss Lifestyle LocationNatural progression
Hasil dari penelitian Sweeney sendiri menunjukkan bahwa ada banyak
para pelaku usaha dari generasi muda yang membuka usahanya sendiri,
terutama di bidang berbasis pelayanan (jasa), namun bukan karena adanya
dorongan dari kebutuhan atau keinginan yang berkaitan dengan profit dan
masukan finansial semata, melainkan karena adanya faktor-faktor penarik
tertentu yang lebih bisa memberikan mereka makna dan kepuasan dalam
menjalani hidupnya. Lee-Ross dan Lashley (2009) memberikan dua point
penting dalam hal ini, yaitu:
Many micro business in hospitality and tourism are run by individuals
who are primarily motivated by a cluster of factors which tend be
Dedi Mulyadi
more important than the desire for business growth and profit maxi
mization. They may be referred to as ‘lifestyle’ firms because their
key reasons for running the business are to improve their lifestyle in
some way or other.
Individuals running tenanted and leased pubs and franchisees, as well
as, independent firms, frequently reflect lifestyle firm characteris
tics. That is, motives which are not always primarily concerned with
profit maximization and growth
Poin kunci tersebut menunjukkan bahwa ada banyak kalangan pelaku
usaha yang membuka bisnisnya sendiri yang didorong oleh faktor-faktor yang
tidak semata berurusan dengan hasrat akan pertumbuhan bisnis dan
maksimalisasi profit. Lee-Ross dan Lashley menyebutnya sebagai “gaya
hidup” baru yang dengannya para pelaku usaha tersebut bisa
mengaktualisasikan diri mereka dalam kehidupan.
Belajar dari fenomena ini, kita pada akhimya bisa menangkap hal penting,
bahwa para pelaku wirausaha harus sedari awal memiliki ‘hasrat’ tertentu,
yang dengannya ia bisa mengeluarkan segenap potensi dan kreativitas dalam
dirinya untuk menjalankan usaha tersebut. Bagaimanapun, berwirausaha
adalah menjalankan kegiatan yang paling tidak harus memberikan rasa
senang dan kebebasan pada pelakunya. Tanpa itu, maka usaha yang
dijalankan akan sulit untuk berkembang, karena pelakunya tidak berbeda
dengan bekerja seperti halnya pegawai dalam struktur dan lingkungan kerja
tertentu.
Lalu, apa yang menjadi karakteristikutama dari para pelaku wirausaha
ini? Merunut pada penjelasan para ahli dan pengalaman para professional di
bidang wirausaha ini kita dapat menyatakan bahwa tidak ada karakteristik
tertentu yang bersifat pasti bagi pelaku wirausaha. Namun demikian, ada
beberapa hal yang bisa dijadikan patokan bagi kepribadian para pelakunya
jika mereka ingin mencapai kesuksesan dalam usahanya, yaitu:
4 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
akan berubah seiring tumbuhnya kecintaan pada apa yang
dijalankannya. Pada banyakfenomena yang ada di masyarakat, kita
bisa melihat generasi muda yang dengan semangat menawarkan
produk tertentu sebagai hasil dari karya kreatif mereka, atau
menjalankan bisnis tertentu meskipun mereka tinggal dalam
lingkungan keluarga yang secara materi berkecukupan. Hal ini
menunjukkan bahwa berwirausaha pada akhirnya harus menjadi
cara berada di dunia, yang dengannya seseorang bisa
mengaktualisasikan keinginan dalam dirinya untuk memiliki karya
dan bermanfaat buat kehidupan yang dijalaninya. Dengan kata lain,
pelaku wirausaha adalah mereka yang berm anfaat untuk
kehidupan.
Pelaku wirausaha, merujuk pada patokan di atas, dengan demikian
adalah seorang pembelajar, memiliki motivasi berprestasi, serta memiliki
keinginan untuk bermanfaat buat lingkungan dan masyarakatnya. Tidak ada
karakteristik tertentu yang harus melekat dalam diri seorang pelaku
wirausaha. Karena itu pula Kathleen Allen (2007) misalnya menekankan
pentingnya mengenali cara wirausahawan berpikir (entrepreneurialthinking),
sebab baginya berwirausaha bukan untuk setiap orang, meskipun setiap or-
ang memiliki potensi untuk hal itu. Bagaimanapun, kehidupan membutuhkan
orang-orang yang tetap teguh dengan profesinya. Mereka yang jadi dokter,
dosen, polisi, biarlah tetap pada profesinya. Hanya dengan cara itu pula
kehidupan bisa berjalan dengan seimbang dan semestinya. Allen (2007)
menulis:
"... we must agree on one thing: starting a business isn’t for everyone. And
thank goodness for that, because we do need some scientists, mathema
ticians, artists, and physicians to keep this world running. We’re not try
ing to turn everyone into entrepreneurs, but we do think that there’s value
in learning how to think like an entrepreneur.”
4 8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Allen juga menekankan bahwa ada beberapa cara berpikir wirausaha
yang bisa diambil nilai-nilai positifnya, terlepas dari apakah mereka ingin
membangun usahanya sendiri ataupun tetap pada profesi yang dijalaninya
saat ini. Berikut adalah beberapa karakteristik pikiran wirausaha yang bisa
dicatat:
1. Entrepreneur terbiasa dengan ambiguitas dan ketidakpastian (en
trepreneurs are comfortable with ambiguity and uncertainty);
Kalangan entrepreneur sejati mengetahui bahwa gagasan yang
cemerlang terkadang lahir dari situasi yang penuh ketidakpastian.
Mereka juga menyadari bahwa dunia bisnis adalah dunia yang
dinamis. la terus mengalami perubahan dan perkembangan seiring
perkembangan tuntutan dan kebutuhan manusia itu sendiri. Karena
itu, setiap waktu dan setiap peristiwa adalah peluang bagi mereka
untuk terus belajar dan mencoba mengambil hal-hal yang positif
darinya.
2. Entrepreneur memiliki kedisiplinan dan keteguhan (entrepreneurs
have self discipline and tenacity);
Para wirausahawan yang sukses umumnya mengerti bahwa usaha
mereka hanya bisa berhasil jika mereka terus berfokus pada tujuan
yang akan dicapai. Hal itu membutuhkan keteguhan. Karena itu pula
dalam perjalanan mereka, ada lebih banyak keberhasilan
dibandingkan kegagalan.
3. Entrepreneur tidak takut mengalami kegagalan (entrepreneurs
aren't affraid to fail);
Entrepreneur sejati tidak takut akan kegagalan. Mereka menyadari
bahwa hal itu merupakan bagian dari perjalanan usaha yang pasti
akan dihadapi. Apa yang m embedakan mereka dari orang
kebanyakan adalah mereka tidak menyerah. Kegagalan justru
memberikan pelajaran untuk langkah yang lebih baik di masa
mendatang.
Dedi Mulyadi 49
4. Entrepreneur meyakini bahwa merekalah yang menentukan nasib
mereka sendiri (entrepreneurs believe that they alone control their
destiny);
Kalangan entrepreneur sejati atau pelaku wirausaha yang baik akan
memahami bahwa jika mereka melakukan kesalahan dalam usaha
mereka, maka merekalah yang akan menanggung akibatnya, bukan
orang lain. Jika mereka membuat suatu keputusan, maka mereka
juga yang harus melaksanakan keputusan tersebut. Keberhasilan
dan kegagalan usaha berada di tangan mereka.
5. Entrepreuner berfokus pada penemuan peluang dan inovasi (en
trepreneurs focus on opportunity and innovation);
Kalangan entrepreneur bukan semata pedagang. Mereka tidak
hanya berfokus pada bagaimana menjual produk dan atau jasa, tapi
lebih dari itu mereka juga berusaha menemukan cara-cara bisnis
yang baru. Karena itu, inovasi dan kreativitas dalam melihat peluang
lalu mengolahnya adalah bagian dari perjalanan menjadi entrepre
neur yang baik.
Meski hal ini tidak selalu bersifat mutlak, namun cara berpikir kalangan
entrepreneur atau pelaku wirausaha seperti di atas dapat memberikan pijakan
bagi mereka yang baru akan memulai usahanya dan menjajal jalan menjadi
entrepreneur. Kathleen Allen (2007) dalam hal ini, terutama untuk membantu
seseorang bisa berpikir seperti layaknya seorang entrepreneur membuat
suatu kuis (quiz), seperti bisa dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.4: Kuis Preferensi Entrepreneur
Pertanyaan Ya T id ak
Apakah anda akan memulai pro/ek anda sendiri tanpa harus menunggu orang lain meminta anda untuk memulainya?
50 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Pertanyaan Ya Tidak
A pakah anda m au dan bisa bekerja m engem bangkan bisnis anda selam a satu tahun tanpa m enerim a im balan?
A pakah anda bisa tetap fokus m elakukan suatu projek sam pai dengan selesai?
A pakah anda suka bekerja dalam tim atau kelom pok?
A pakah anda senan g bertem u dengan orang-orang baru?
A p akah anda m erasa nyam an jika harus m enuntut hasil dari p ekerjaan anda?
A p ak ah an d a m erasa n yam an d en gan s itu a si y a n g p enuh p erubah an?
A p akah anda m em ilik i w aktu untuk m em ulai bisnis baru?
A p akah anda m e m ilik i d ukungan keluarga u n tu k m em u lai bisnis anda?
A p akah anda m erasa nyam an dengan hutang?
Semakin banyak jawaban anda terdapat dalam kolom (Ya), maka itu
berarti anda semakin dekat dengan cara berpikir kalangan entrepreneur.
Beberapa pertanyaan mungkin akan menimbulkan perdebatan hasil
jawabannya, seperti sebagian orangmungkin tidak setuju dengan memulai
usaha dengan modal yang didapatkan dari pinjaman atau hutang, namun
sebenarnya hal itu sudah menjadi bagian umum dari perjalanan seorang en
trepreneur, terutama mereka yang memang sedari awal tidak memiliki modal
yang cukup ataupun merasa perlu dan memiliki keyakinan bisa
mengembangkan usahanya dengan pinjaman modal tersebut. Terlepas dari
itu, apa yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah bagaimana agar kita bisa
mengenali dan memahami cara berpikir kalangan entrepreneur atau pelaku
wirausaha itu sendiri.
Dedi Mulyadi 51
B. Kompetensi-kompetensf Dasar Wirausaha
“Everyone is an entrepreneur. The only skills you need to be an entrepre
neur: an ability to fail, an ability to have ideas, to sell those ideas, to ex
ecute on those ideas, and to be persistent so even as you fail you learn and
move onto the next adventure." ~James Altucher
Salah satu pertanyaan penting dalam upaya mengenali sosok wirausaha
dan bidang yang digelutinya adalah kemampuan apa yang harus dimiliki oleh
seseorang agar kegiatan wirausaha yang dijalankannya bisa berhasil?
Pertanyaan semacam ini lazim diajukan ketika seseorang ingin mengenali
suatu jenis profesi yang mungkin akan dijalaninya. Jawabannya sederhana,
kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang pelaku usaha adalah kemampuan
yang sama dibutuhkan oleh seseorang guna menjadi sosok dengan
karakteristik wirausahawan yang sudah disebutkan sebelumnya. Dalam hal
ini, kemampuan tersebut adalah bentuk-bentuk keterampilan yang
berhubungan dengan bidang yang akan dijalankan (soft skills), keterampilan
berpikir kreatif dan inovatif, serta keterampilan untuk memotivasi diri ketika
menghadapi persoalan dan kegagalan yang mungkin dialami.
Secara teoritis, sebagaimana nantinya akan dijelaskan lebih lanjut, apa
yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan juga adalah kemampuan
mengelola bisnis atau yang berhubungan dengan manajemen bisnis secara
umum, kemampuan mengelola sumberdaya yang dimiliki, baiksumberdaya
material ataupun sumber daya manusia, kemampuan mengelola aspek
finansial, ataupun kemampuan mengelola sikap dan mengambil keputusan
(leadership skills). Namun demikian, kemampuan-kemampuan ini pada
umumnya jarang dimiliki sedari awal oleh para pelaku wirausaha ketika baru
memulai usahanya. Kemampuan ini biasanya akan dimiliki dan berkembang
dalam diri seseorang ketika ia sudah terjun menjalankan usahanya.
Pengalaman ketika menghadapi persoalan di lapangan, pengalaman dalam
berhubungan dengan orang lain di lingkungan bisnis, seperti menangani
52 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
pelanggan ataupun pemasok, pengalaman mengelola modal yang terbatas,
dan lainnya akan memberikan pelajaran berharga demi peningkatan
kemampuan diri seseorang dalam berwirausaha. Karena itu, meski nantinya
secara teoritis akan ada banyakjenis keterampilan yang harus dimiliki oleh
seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur yang baik, ia tidak mesti
dijadikan sebagai patokan awal untuk memulai usaha. Hal itu justru hanya
akan menghambat langkah seseorang dalam mewujudkan keinginan
berwirausaha.
Memiliki kemampuan yang menunjang langkah seseorang pada profesi
tertentu memang diharuskan. Hal ini bukan saja dapat memudahkan
seseorang untuk mencapai tujuannya, tapi juga bisa memberikan kepuasan
lebih dalam mengerjakannya. Socrates, seorangf ilsuf Yunani kuno misalnya
menyatakan bahwa kebahagiaan itu terletak dalam pengetahuan dan
penguasaan seseorang atas apa yang ia kerjakan. Manusia akan merasa
senang ketika ia bisa memahami apa yang ia kerjakan, bagaimana
mengerjakannya, dan apa hasil yang akan ia dapatkan dari pekerjaan tersebut.
Karena itu pula, nilai penting dari memiliki kemampuan atau keterampilan
dalam berwirausaha misalnya, bukan saja terletak pada bagaimana
kemampuan ini bisa menunjang keberhasilannya dalam berwirausaha, tapi
juga karena kemampuan tersebut bisa memberikan kebahagiaan dan
kepuasan bagi yang menjalankannya.
Konsep Dasar Kompetensi
Setiap profesi, tidak hanya wirausaha atau entrepreneur, akan selalu
memiliki tuntutan atas penguasaan keterampilan mendasar terkait bidang
pekerjaan yang menjadi locus profesi tersebut. Semakin baik penguasaan
seseorang atas bidang yang digelutinya, maka semakin besar pula peluang
baginya untuk mendapatkan keberhasilan dalam pekerjaan atau usaha yang
dijalankannya. Kemampuan yang berkaitan dengan bidang khusus atau
profesi tertentu ini umumnya disebut juga dengan kompetensi. Terkait
Dedi Mulyadi 53
wirausaha sendiri, kompetensi ini biasanya dapat dijelaskan dalam cakupan
pengertian berikut:
1. Kompetensi wirausaha menggambarkan kemampuan seseorang
dalam mengeloia usaha yang dijalankannya.
2. Kompetensi juga dapat merujuk pada keterampilan dan teknologi
yang dimiliki seseorang atau lembaga untuk dapat bersaing.
3. Kom petensi dalam konteks pelayanan bisa dilihat sebagai
keterampilan yang memungkinkan seseorang atau lembaga dalam
memberikan manfaat fundamental kepada orang lain.
Pengertian mendasar di atas adalah pemahaman umum yang bisa ditarik
dari istiiah kompetensi sebagai penanda atas kemampuan yang dimiliki.
Secara teoritis, istiiah kompetensi ini sebenarnya memiliki pengertian yang
lebih luas dari semata kemampuan. Spencer (1993) misalnya, mengartikan
kompetensi sebagai "an underlying characteristic of an individual that is caus
ally related to criterion- referenced effective and/or superior performance in a
job or situation. Sebagai karakteristik personal yang melekat pada inidividu,
kompetensi merupakan bagian dari kepribadian individu yang relatif dan
stabil, dan dapat dilihat serta diukur dari perilaku individu yang bersangkutan,
di tempat kerja atau dalam berbagai situasi. Dari pengertian yang diajukan
oleh Spencer ini, kompetensi yang terdapat pada seseorang dapat berarti
kemampuan seseorang secara konsisten dalam bertindak dan berperilaku
pada berbagai situasi yang berubah.
Senada dengan itu, William J. Rothwell & H.C. Kazanas (2003)
menjelaskan kompetensi sebagai "any characteristic related to successful per
formance. Competencies are tied to individuals, not to the work they do."
Berdasarkan definisi dari Rothwell dan Kazanas ini, kompetensi dapat
dikatakan sebagai segala karakteristik individu yang menyokong kesuksesan
kinerja. Kompetensi ini memiliki istilah-istilah kunci yang perlu diketahui dalam
memahaminya, yaitu:
54 Kewlrausahaan, Pengantar Menuju Praktlk
1. Competency identification; adalah proses penemuan kompetensi-
kompetensi esensial yang mendukung terhadap kesuksesan
seseorang dalam sebuah lingkup budaya organisasi ataupun jabatan
yangdiembannya.
2. Competency modeling; adalah penjelasan atas kompetensi-
kompetensi apa saja yang sudah diidentif ikasi. Competency model
ing ini juga akan menunjukkan kompetensi apa yang harus dikuasai
oleh seseorang.
3. Competency assessment; adalah proses pembandingan seseorang
terhadap model-model kompetensi yang biasanya dilakukan melalui
uji kompetensi seperti serangkaian testertentu. (William J. Rothwell
& H.C. Kazanas, 2003)
Berdasarkan pengertian tentang kompetensi di atas, kita dapat
menyatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik atau kepribadian
(traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja
seseorang. Selain pengertian kompetensi yang mengandung makna traits
dari Spencer, terdapat pengertian kompetensi Iain yang mengandung
karakteristik berupa motives, self concept, knowledge, dan skill. Seluruh
karakteristik kompetensi ini mengandung makna sebagai berikut:
Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat f isik dan tanggapan
yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan
seseorang, yang dapat m engarahkan, m endorong, atau
menyebabkan orang melakukan suatu tindakan.
Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang
tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada
seseorang siapa dirinya.
Knowledge adalah informasi yang dimilki seseorang dalam suatu
bidang tertentu.
Dedi Mulyadi
Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik
mental atau punfisik.
Karakteristik kompetensi yang membedakan antara kalangan superior
dengan kalangan rata-rata pada dasarnya meliputi: a) sensitivitas lintas-
budaya (cross-cultural sensitivity), yaitu kemampuan untuk mendengar apa
yang dikatakan orang dari budaya yang berbeda atau makna, serta
kemampuan memprediksi reaksi mereka; b) ekspektasi positif terhadap or
ang lain; dan c) kecepatan belajar jaringan politik (political network).
Kompetensi dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: Pertama,
threshold competencies, atau kompetensi utama yang menjadi karakteristik
esensial, dan kedua, differentiating competencies, atau kompetensi pembeda
yaitu faktor-faktor yang membedakan keunggulan seseorang dari yang lain.
Pada titik ini lima jenis karakteristik kompetensi seperti tersebut di atas,
seperti sikap (traits), motif (motives), konsep diri (self-concept), pengetahuan
(knowledge) dan keterampilan (skill) termasuk ke dalam karakteristik
kompetensi utama.
Dari kelima karakteristik kompetensi di atas, keterampilan dan
pengetahuan dapat dianggap sebagai karakteristik yang lebih muncul ke
permukaan dan lebih terlihat, sedangkan konsep diri, sifat, dan motif-motif
lebih relatif tersembunyi dan bisa lebih sulit untuk berkembang serta kita
akses. Oleh karena itu, keterampilan dan kompetensi pengetahuan akan lebih
mudah dikembangkan melalui pembelajaran dan pelatihan. Meskipun
keterampilan dan pengetahuan lebih dapat dilihat, oleh karena sering
terdapat usulan untuk memasukkan dua karakteristik ini sebagai bagian dari
kompetensi pembeda (differentiating competencies).
Sedangkan motif, sifat bawaan, dan konsep diri ini akan memengaruhi
tindakan seseorang dari dalam, yang nantinya berujung pada hasil (karya)
atau performa kerja seseorang secara keseluruhan, seperti terlihat pada
gambar berikut:
5 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Bagan 2.2: Karakteritik Kompetensi
Nilai Tindakan Hasil
Motif, sifat, Keterampilan Karya, Prestasikonsep diri,
pengetahuan
Spencer(i993) dalam melanjutkan bahasan tentang kompetensidi atas,
juga melakukan pengelom pokan berbagai jenis kom petensi yang
berpengaruh terhadap kinerja seseorang ke dalam beberapa kelompok yang
mencakuphal-hal berikut:
1. Prestasi dan tindakan (achievement and action);
2. Pelayanan (helpingand human service);
3. Dampak dan pengaruh (the impact and influence);
4. Manajerial (managerial);
5. Pemikiran (cognitive); dan
6. Efektivitas personal (personal effectiveness).
Pengelompokan ini nantinya berguna dalam menata skala penomoran
dan dimensi dan indikator yang digunakan dalam pengukuran setiap
kelompok kompetensi. Skala kompetensi ini disusun dalam satu tabel yang
panjangnya bervariasi tergantung pada variasi kompetensinya. Masing-
masing level skala yang terdapat pada tabel disusun berdasarkan intersitas,
kompleksitas, dan kita dapat membedakan antara satu level dengan level
lainnya. Perlu diingat pula bahwa beberapa kompetensi memiliki 2 dimensi
atau lebih. Beberapa tipe dimensi yang dilibatkan dalam pengukuran
kompetensi sendiri mencakup:
Dedi Mulyadi 57
1. Intensitas atau derajat penyelesaian sebuah tindakan (intensity of
completeness of action). Dimensi ini merupakan skala utama yang
menunjukkan derajat kesempurnaan pencapaian sebuah tindakan.
Dimensi ini diberi simbol skala A.
2. Ukuran dampak yang ditimbulkan (size of impact). Dimensi ini
menunjukkan besaran dan jumlah orang-orang yang terkena
dampak atau pengaruh, yang diberi skala B.
3. Kompleksitas (complexity). Dimensi ini biasanya ditujukan pada
kompetensi pemikiran (kognitif).
4. Besarnya usaha (amount of effort). Dimensi ini berhubungan
dengan dimensi pertama, yakni berkenaan dengan waktu dan
sumber daya tambahan yang diberikan dalam pencapaian sesuatu.
5. Dimensi-dimensi unik (unique dimensions). Dimensi unik ini biasanya
terdapat dalam beberapa jenis kompetensi yang tidak bisa
menggunakan keempat dimensi sebelumnya.
Kompetensi Wirausaha
Penyusunan kompetensi wirausaha bisa dilakukan dengan merujuk pada
preferensi kompetensi yang dibuat oleh Spencer sebelumnya ataupun
dengan merujuk pada daftar hal-hal tertentu yang dianggap penting dalam
menjalankan usaha. Dalam hal ini kita bisa merujuk pada penjelasan Triton
(2007) tentang 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh wirausahawan, seperti
halnya profesi lain dalam kehidupan, di mana nantinya kompetensi ini akan
mendukung seseorang ke arah kesuksesan, yaitu:
1. Knowing your business; yaitu mengetahui usaha apa yang akan
dilakukan. Dengan kata lain, seorang wirausahawan harus
mengetahui segala sesuatu yang ada hubungannya dengan usaha
atau bisnis yang akan dilakukan.
2. Knowing the basic business management; yaitu mengetahui dasar-
dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha,
5 8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
mengorganisasi dan mengenalikan perusahaan, termasuk dapat
memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan
membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen
bisnis berarti memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua
sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.
3. Having the proper attitude; yaitu memiliki sikap yang sempurna
terhadap usaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti
pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif yang sunggung-
sungguh dan tidak setengah hati.
4. Having adequate capital; yaitu memiliki modal yang cukup. Modal
tidak hanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan
keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena
itu, harus cukup waktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan
mental.
5. Managing finances effectively; yaitu memiliki kem am puan/
mengelola keuangan, secara efektif dan efisien, mencari sumber
dana dan menggunakannnya secara tepat, dan mengendalikannya
secara akurat.
6. Managing time efficiently; yaitu kemampuan mengatur waktu
seef isien mungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu
sesuai dengan kebutuhannya.
7. Managing people; yaitu kemampuan merencanakan, mengatur,
mengarahkan/memotivasi, dan mengendalikan orang-orang dalam
menjalankan perusahaan.
8. Satisfying customer by providing high quality product; yaitu memberi
kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan
jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.
9. Knowing how to compete; yaitu mengetahui strategi/cara bersaing.
Wirausaha harus dapat mengungkap kekuatan (strength),
kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat),
Dedi Mulyadi
dirinya dan pesaing. Dia harus menggunakan analisis SWOT sebaik
terhadap dirinya dan terhadap pesaing.
10. Co ping with regulation and paper work; yaitu membuat aturan/
pedoman yang jelas tersurat, tidak tersirat.
Kompetensi-kompetensi di atas juga dapat dikelompokkan dengan
merujuk pada model pengelompokan Spencer sebelumnya. Berikut adalah
contoh tabel kompetensi wirausaha berdasarkan penjelasan Triton (2007)
dengan merujuk pada model Spencer:
Kompetensi Wirausaha
Definisi Kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan- kesempatan usaha, mengumpulkan dan mengolah sumberdaya yang dibutuhkan, dan bertindak untuk memperoleh nilai-nilai dan keuntungan dari peluang tersebut.
Ska la Pemikiran (Cognitive)
Level Penjelasan Indikator Pemikiran dalam Wirausaha
Dimensi A. Tindakan untuk meningkatkan aspek kognitif (Jumlah dan Kesulitan Tindakan)
0 Tid ak Berlaku. Atau tidak berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan wawasan dan pengetahuan bisnis.
1 M enyatakan keinginannya tetapi tidak m elakukan tindakan yang spesifik. Menyatakan keinginannya untuk mempelajari tentang bisnis dan atau manajemen usaha namun tidak diiringi dengan tindakan nyata mewujudkan hal tersebut.
2 M elakukan satu tindakan. Berusaha melakukan tindakan khusus untuk meningkatkan penguasaan dan pemahaman tentang bisnis, misalnya membaca buku, bertanya, dan lain sebagainya.
3 M elakukan tindakan aktif lanjutan. Berusaha melakukan tindakan aktif untuk meningkatkan kemampuan diri secara berkelanjutan,
60 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
seperti mengikuti dilat pembelajaran atau pelatihan tentang wirausaha.
4 M e n g g u n a k a n s t r a t e g i t e r t e n t u u n tu k p e n g e m b a n g a n kem am puan. Menggunakan strategi yang disesuaikan dengan situasi yang dihadapi, seperti mempraktekkan hasil bacaan, pembelajaran, atau pelatihan dalam tindakan nyata wirausaha.
Contoh penyusunan kompetensi di atas adalah contoh sederhana yang
bisa dikembangkan seseorang dalam menyusun skala terkait kompetensi
yang diperlukannya dalam berwirausaha. Perumusan skala kompetensi ini
berguna untuk menilai apakah kemampuan atau keterampilan yang dimiliki
oleh seseorang sudah cukup baik ataukah bernilai negatif sehingga
memerlukan evaluasi. Sebagai catatan, kompetensi di sini bukanlah perihal
mutlak yang harus dijadikan patokan bagi seseorang dalam memulai
wirausaha. Seorang entrepreneur yang baik pada akhirnya adalah ia yang
terus belajar, tidak menyerah, dan secara teguh menjalankan apa yang
diyakininya bisa mendatangkan kebaikan baik pada dirinya maupun
lingkungan dan orang lain di sekitarnya.
Dedi Mulyadi 61
BRAIN COLOR TEST
Tes Brain Color adalah tes yang diciptakan oleh Sheila N. Glazov pada tahun 2007. Tes ini didasarkan pada teori Jung mengenai empat fungsi kepribadian, yaitu Sumber Energi (Extra version atau Intraversion), Proses Informasi (Sensing atau Intuition), Pengambilan Keputusan (Thinking atau Feeling), dan Menjalankan Kehidupan (Judgment atau Perceiving). Tes ini dapat membantu untuk memahami persamaan dan perbedaan antara diri sendiri dengan orang lain dalam berpikir dan cara bertindak. Menurut Glazov (2007) setiap orang adalah campuran dari empat warna, yakni kuning, biru, hijau, dan oranye. Pemahaman yang lebih baik mengenai warna otak dapat membantu mengembangkan komunikasi yang lebih efektif, resolusi konflikyang lebih baik, dan kerja sama tim yang lebih baik di tempat kerja. Dengan mengetahui tipe- tipe kepribadian, seseorang dapat lebih mudah menerima, menghormati, dan menghargai orang lain.
PETUNJUK PENGGUNAAN BRAIN COLOR TEST
Perhatikan setiap kata pada pernyataan di lembartes. Pada setiap nomor/baris pemyataan, Anda diminta untuk memberikan skor dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah dari 4, 3, 2, dan 1. Dalam pernyatan ini, Anda akan menemukan sejumlah kata, ada yang mewakili diri Anda dan ada pula yang tidak mewakili diri Anda. Berikanlah skor 4 pada kata-kata yang mewakili diri Anda, dam untuk kata-kata yang tidak mewakili diri Anda. Berikan skor 3 atau 2 untuk kata-kata yang mendekati karakter Anda. Harap diperhatikan bahwa Anda harus mengisi berdasarkan ban's secara horizontal, bukan vertikal. Anda dapat mengerjakan baris berikutnya apabila sudah menyelesaikan baris sebelumnya. Apabila telah selesai memberikan penilaian, jumlahkan secara vertikal semua nilai Anda dan tuliskan hasil penjumlahan masing-masing kolom pada baris yang paling bawah. Lingkari nilai total tertinggi yang Anda dapatkan. Dosen Anda akan menerangkanapa warna otak Anda atau pemikiran apa yang Anda punyai.
LEM BAR TEST
Berilah nilai diri anda dalam tanda kurung ( )4 - Sangat Sesuai 3 = Mendekati2 = Kurang 1 = Sangat Tidak Sesuai
62 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
NO KARAKTER
1 ( ) Terorganisasi ( )Kreatif ( ) Mandiri ( ) Antusias
2 ( ) Tepat waktu ( ) Komunikatif ( ) Ingin tahu ( ) Kesenangan
3 ( ) Detail ( ) Fleksibel ( )Sabar ( ) Kompetitif
4 ( ) Bertanggung jawab
( ) Perhatian ( ) Analitis ( ) Panjang akal
5 ( ) Berkomitmen ( ) Sensitif ( ) Berusaha ( ) Berani
6 ( ) Berhati-hati ( ) Kooperatif ( )Teknikal ( ) Energik
7 ( ) Dapatdipertanggung-jawabkan
( ) Hangat ( ) Otonom ( ) Petualang
8 ( ) Respektif ( ) Original ( ) Kompeten ( ) Pemurah
9 ( ) Dapat diduga ( ) Mengasuh ( ) Investigatif ( ) Spontan
10 ( ) Ketikamembuatkeputusan, sayacenderungmembuatalternatifperencanaan
( ) Ketika membuat keputusan, saya cenderung mendiskusikan dengan orang lain
( ) Ketika membuat keputusan, saya cenderung berdasarkan fakta- fakta
( ) Ketikamembuatkeputusan, sayacenderungberdasarkannaluri
11 ( ) Ketika bekerjasama dengan orang lain, saya cenderung sebagai coach
( ) Ketika bekerjasama dengan orang lain, saya cenderung sebagai team player
( ) Ketika bekerjasama dengan orang lain, saya cenderung sebagai problem solver
( ) Ketika bekerjasama dengan orang lain, saya cenderung sebagai trouble shooter
12 ( ) Saya merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang stabil/ tenang
( ) Saya merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang harmonis
( ) Saya merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang memberikan privasi
( ) Saya merasa nyaman dengan lingkungan kerja yang memberikan kebebasan
Jlh
Dedi Mulyadi I 6 3
EMPATWARNAOTAK
Dari tes Brain Color, jika jumiah skor Anda lebih tinggi pada total A, maka warna otak Anda adalah kuning. Jika skor tertinggi pada total B, berarti warna otak Anda adalah biru. Jika pada total C, berarti warna hijau, dan skortertinggi pada total D menunjukkan warna otak oranye.
WARNA KARAKTERISTIK
Otak Kuning Dapat diandalkan, bertanggung jawab, hati-hati, dan pengambil keputusanyangdisiplin.Cenderung detail dan ingin memberikan perintah, cenderung unggul dalam bidang/posisi sebagai bankir, CEO, manajer, administrator dan pendidik.Di tempat kerja mereka siap, akurat dan terorganisir, serta memimpin dengan rencana, langkah demi langkah. Menghargai kesetiaan, keteguhan dan rasa moral yang kuat mengenai apa yang benar dan yang salah.Mudah frustrasi jika terdapat ketidakteraturan (disorganisasi) sehingga cenderung menghakimi dan keras kepala (birokratis dan pengendali).Bekerja dengan baik di lingkungan yang terorganisir, tahu apa yangdiharapkan dari mereka, dan dapat menyelesaikan tugastepat waktu.Bila salah dipahami, orang-orang ini dapat menjadi pencemas.
Otak Biru Antusias, kreatif, ramah, pemimpin yang mengayomi, hangat, penuh perhatian, kalem dan komunikatif.Disukai banyak orang karena ingin membantu dan cenderung unggul dalam bidang/posisi sebagai artis, penyedia layanan kesehatan, tempat penitipan anak, musisi dan kerja sosial.Memotivasi, menginspirasi dan interaktif di tempat kerja. Menghargai integritas, empati dan pemahaman.Mudah frustrasi jika kurang terjalin kerjasama dalam kelompok kerja, dianggap terlalu idealis, sensitif dan tergantung perasaan.Bekerja dengan baik dalam lingkungan yang mendukung kepercayaan, keselarasan dan fleksibilitas. Menunjukkan kreativitas yang tinggi ketika antusiasisme, perhatian dan integritas mereka diakui
64 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Bila salah dipahami, mereka dapat dengan mudah menjadipatah semangat dan emosional.
Otak Hijau Independen, teknis, pemecah masalah, pemimpin yang visioner.Orang-orang ini ingin mengumpuikan dan menganalisis data untuk membuatkeputusan, kalkulatif dan unggul di bidang/ posisi sebagai akuntan, teknisi komputer, pengacara, ahli kimia/f isika, peneliti dan insinyur.Di tempat kerja, mereka bekerja dengan baik secara mandiri/ pemain tunggal dan asyik dengan pekerjaan mereka sendiri. Sulit mengikuti kehendak orang lain, karena kritis dan rasional, serta sangat mengandalkan fakta. Tidak mudah percaya pada gosip atau mitos.Menghargai inovasi, pengetahuan, penelitian, kompetensi, keadilan, dan berpegang pada sesuatu yang logis dan ilmiah. Jika menghadapi orang-orang yang tidak kompeten, mereka cenderung kurangtoleran dan kurang komunikatif. Hal ini dapat dirasakan oleh orang lain sebagai sikap yang mengintimidasi, dingin dan kurang terampil menghadapi orang lain.Efisien di tempat kerja ketika kecerdasan, kompetensi dan rasa ingin tahu mereka diakui. Mereka akan merasa lebih dihargai ketika lingkungan mereka mengutamakan kejujuran. Senang dengan lingkungan kerja yang menyediakan teknologi.Cenderung menarik diri dan bimbang bila salah dipahami.
Otak Oranye Berani, bersemangat, antusias, pemimpin yang mampu mengambil risiko.Menyelesaikan masalah secara teknis (trouble shooter), banyak akal, membuat keputusan secara spontan dan cenderung unggul dalam bidang/posisi sebagai pemadam kebakaran, atlet, pekerja konstruksi dan penjualan.Di tempat kerja, mereka adalah tipe wirausaha dan mampu bekerja dalam lingkungan yang tidak terstruktur, luwes, mudah bergaul, dan terbuka.Menghargai hasil,sumberdaya dan kegigihan, berani mengambil risiko, mampu melihat peluang dan mengubah ancaman menjadi peluang.Tidak menyukai konflik. Bila terjadi konflik, mereka ingin mendamaikan.Berurusan dengan terlalu banyak aturan dapat membuat mereka frustrasi, memicu ketidaktaatan mereka dan
Dedi Mulyadi 65
menjadi emosional. Kurang toleran terhadap rutinitas dan hal yang berulang-ulang. Cara berpikirnya kadang terlihat tidak sistematis dan dianggap berbeda dengan orang lain pada umumnya.Berkembang di tempat kerja saat ide-ide, kemampuan multitasking dan kerendahan hati mereka diakui. Bekerja dengan baik ketika diberi kebebasan dan berkompetisi, serta tidak harus mengikuti aturan orang lain.Cenderung kasar dan akan meninggalkan tempat bila salah dipahami.
Memahami karakteristik dan kemampuan diri melalui tes ini dapat membantu seseorang dalam banyak hal. Seorang wirausahawan misalnya, melalui tes ini otak dapat merencanakan penempatan karyawannya pada posisi tertentu sesuai warna otaknya. Misalnya, menempatkan otak oranye sebagai konseptor, orang kuningdistrukturmanajemen, atau menempatkan orang-orang yang memiliki perpaduan dengan kedua warna ini (multicolor) di salah satu posisi pemimpin. ‘Team player’ adalah orang yang memiliki otak biru dan akan menyelesaikan masalah dengan bekerjasama dengan orang lain, hangat dan perhatian, dapat diserahi posisi sebagai pengelola SDM. Sementara orang yang memilik otak hijau, yang hati-hati, teliti, penyendiri dan cenderung melakukan penelitian dan pekerjaan secara independen daripada bergabung dengan tim, dapat diserahi tugas yang dikerjakan secara individual, misalnya di bagian keuangan atau di bagianproduksi.
6 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
m KREATIVITAS DAN INOVASI DALAM MEMULAI USAHA
A. Memulai Usaha; Peluang dan Tantangan
"A person who sees a problem is a human being; a person who finds a
solution is visionary; and the person who goes out and does something
about it is an entrepreneur." -Naveen Jain
Seorang entrepreneur yang baik adalah entrepreneuryang memulai dan
menjalankan usahanya. la yang hanya berangan-angan dan sibuk menyusun
rencana membuka bisnis tapi tidak kunjung melakukan, tidak akan pernah
menjadi entrepreneur, melainkan hanya pemimpi (dreamer). Sekali lagi, en
trepreneur yang baik adalah ia yang bertindak, bukan ia yang semata sibuk
merencanakan tanpa tindakan nyata. Entrepreuner adalah yang bisa melihat
peluang lalu m em anfaatkannya, bukan ia yang melihat lalu sibuk
menghitungnya.
Masalahnya adalah, bagaimana caranya memulai usaha? Ada banyak
jawaban atas hal ini, orang bisa memulai dengan melihat sekeliling dan
mencari apa yang dibutuhkan dalam lingkungannya. Orang juga bisa memulai
dengan menyiapkan modal dan mengamati pasar. Orang juga bisa memulai
dengan mencari tahu apa yang menjadi kelebihan dan kemampuan diri dalam
usaha. Orang juga bisa memulai dengan berkonsultasi tentang usaha apa yang
cocok pada orang yang dianggap memiliki wawasan tentang hal itu. Cara-
cara ini tentu tidak ada yang salah. Mencari tahu atau mengenali sesuatu
adalah hal yang wajar dilakukan ketika seseorang belum atau kurang
mengetahui apa yang akan dilakukannya. Apa yang utama dalam hal ini adalah
adanya niat dan kesungguhan untuk melakukan hal tersebut.
Namun demikian, secara lebih praktis, seperti dijelaskan Hatten (2012),
dalam memulai usaha orang bisa melakukan satu dari tiga pilihan tindakan,
yaitu: (1) memulai usahanya sendiri dari awal dengan membangun bentuk
bisnis yang baru; (2) bergabung dalam jaringan bisnis waraiaba; dan (3)
mengambil alih bisnis atau usaha orang lain yang sudah mapan. Kita akan
mencoba menjelaskan tiga hal tersebut secara sederhana.
Membuka Usaha/Bisnis Baru
Membuka usaha atau bisnis yang baru pada dasarnya bisa berangkat
dari adanya ide atau gagasan tentang suatu usaha. Ide atau gagasan ini bisa
ditemukan dari mana saja. Seseorang bisa mencari gagasan tersebut dengan
cara membaca, mengamati sekitar, menanyakan apa yang dibutuhkan di
lingkungannya, ataupun menganaiisis keterampilan yang dimiiiki dan
bagaimana menjadikan keterampilan tersebut sebagai peiuang usaha. Orang
tidak perlu takut untuk menyatakan gagasan dalam dirinya, karena tidak ada
gagasan yang buruk. Setiap gagasan yang dimunculkan adalah baik, tinggal
apakah ia bisa diterapkan atau tidak.
Dalam prakteknya sendiri, belajar dari kalangan pelaku wirausaha yang
sudah mapan, mereka tidak sepenuhnya memiliki ide atau gagasan tersebut
dari awal. Ada banyak pelaku wirausaha yang memulai usahanya dengan ide
atau gagasan orang lain, atau mengembangkan ide-ide yang sudah ada yang
disesuaikan dengan konteks usaha yang akan dijalankannya. Bob Sadino
misalnya, memulai bisnisnya dari usulan temannya untuk berjualan telur.
Begitu pula Sunny Kamengmau yang memulai usaha berjualan tas kulit setelah
mendengar saran dari seorang pengusaha asal Jepang. Ada banyak cerita di
mana ide atau gagasan tentang suatu usaha justru lahir dari orang lain di
sekitar kita. Hal seperti ini bukanlah aib, karena para wirausahawan adalah
6 8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
mereka yang mampu menangkap peluang, yang itu bisa saja datang dari
sebuah gagasan sederhana yang dikeluarkan oleh orang-orang di sekitarnya.
Gagasan dan peluang untuk membuka usaha juga bisa dimulai dengan
pertanyaan sederhana tentang apa yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat,
atau produk apa yang menarik namun jarang didapatkan di lingkungan sekitar.
Orang juga bisa menanyakan tentang kemampuan apa yang dimiliki oleh
dirinya, dan apakah hal itu bisa diolah sehingga layak untuk dijual di
masyarakat? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa membantu seseorang
untuk menemukan peluang usahanya di tengah geliat ekonomi masyarakat
yang ada. Baik gagasan atau pertanyaan, keduanya adalah cara untuk
menemukan peluang, guna membantu seseorang mewujudkan usahanya
sendiri. Namun demikian, hal yang lebih penting dari itu semua dalam memulai
usaha adalah seseorang memerlukan niat yang teguh dan trigger (pemicu)
agar ia bisa menjadi dorongan yang kuat dalam diri untuk berwirausaha.
Proses memulai usaha ini bisa dilihat dalam bagan sederhana berikut:
Bagan 3.1: Proses Memulai Wirausaha
Keinginan awal untuk berusaha
Pencarian peluang usaha
Faktor pendukung yang memotivasi usaha
Pelaksanaan gagasan usaha
Pengembangan usaha yang dijalankan
Dedi Mulyadi 69
Pada bagan di atas dapat dilihat bahwa dalam memulai usaha orang
berawal dari tekad (niat), sebab usaha tanpa kesungguhan di awal tidak akan
pernah menjadi tindakan yang mendatangkan kebaikan. Pencarian peluang
usaha melalui perumusan gagasan atau pertanyaan-pertanyaan sederhana
menjadi langkah penting agar usaha yang nantinya akan dibangun bisa
menjadi bentuk usaha yang dapat diterima di masyarakat. Dalam hal ini,
seseorang perlu memerhatikan kebutuhan dan kecenderungan apa yang
berkembang di masyarakat, apa yang bisa menarik minat mereka, siapa yang
akan menjadi konsumen ketika usaha tersebut dijalankan, dan lain sebagainya.
Peristiwa dan faktor-faktor tertentu bisa menjadi pemicu seseorang untuk
mewujudkan gagasan tersebut dalam langkah nyata. Satu langkah kecil dalam
memulai usaha akan sangat berarti sebagai pijakan untuk langkah berikutnya.
Keberadaan pemicu sendiri sangat penting mengingat ada banyak or
ang yang memiiiki niat usaha, memiliki gagasan tentang usaha, namun tidak
pernah memulainya dalam langkah atau tindakan nyata. Pemicu ini bisa
berupa tindakan kecil menyisihkan modal untuk usaha, dorongan dari
keluarga, kebutuhan hidup yang mendesak, dan lainnya yang bisa membuat
seseorang bertindak. Ketika tindakan tersebut dilakukan, maka tahapan
implementasi gagasan sudah berjalan. Dengan kata lain, seseorang sudah
bisa dikatakan menjalankan usahanya, terlepas dari apakah usaha tersebut
masih dalam skala kecil ataupun seseorang sudah menjalankan usahanya
secara besar-besaran.
Proses ini nantinya akan dilanjutkan dengan upaya pengembangan usaha
yang hanya bisa dilakukan ketika seseorang sudah menjalankan usahanya.
Bagaimanapun, setiap orang pasti menginginkan usahanya untuk tumbuh
menjadi lebih besar, lebih bisa mendatangkan keuntungan, dan lebih bisa
membawa nilai-nilai tertentu pada dirinya dan orang lain atau lingkungan
sekitarnya. Pada tahapan pengembangan ini, orang bisa melakukan praktik
promosi skala besar, menjalin kerjasama atau kemitraan dengan pihak lain
guna memperluas pasar, meningkatkan kuantitas dan kualitas produk yang
7 0 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dijual, dan lain sebagainya. Hal ini akan dibahas iebih lanjut pada bagian lain
dalam buku ini.
Proses ini barangkali terlihat terlalu sederhana, walaupun bukan berarti
semata simplifikasi atas kompleksitas dunia usaha. Seseorang bisa saja sedari
awal menemukan banyak hambatan dan permasalahan dalam memulai usaha.
Kekurangan modal dan sumber daya, kurangnya minat masyarakat atas
produk yang ditawarkan, kemampuan dan atau keterampilan kerja yang
kurang, kondisi ekonomi yang sedang lesu, dan hal-hal lain, bisa saja sudah
sedari awal menjadi masalah yang dihadapi seseorang dalam memulai usaha.
Jika hal seperti ini yang didapati, maka seseorang harus kembali lagi pada
apa yang dibutuhkan untuk menjadi wirausahawan sukses. Masalah harus
dilihat sebagai tantangan yang harus diselesaikan. Tindakan yang diambil dan
pengalaman yang ditemukan harus menjadi pelajaran untuk peningkatan
kualitas dan kemampuan din. Tidakada keberhasilan tanpa usaha keras dalam
menyelesaikan persoalan. Kesadaran-kesadaran akan karakteristik wirausaha
seperti inilah yang harus diingat ketika orang menghadapi situasi-situasi yang
rumit seperti disebutkan di atas.
Persoalan lainnya yang juga banyak ditemukan di masyarakat adalah
banyak orang tidak bisa memulai usahanya karena kekurangan atau ketiadaan
modal usaha. Persoalan seperti ini menjadi semakin rumit ketika seseorang
tidak memiliki banyak pengetahuan tentang fasilitas pinjaman yang
disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan, ataupun program-program
bantuan modal usaha dari pemerintah, seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat).
Menjawab persoalan seperti ini, maka seseorang perlu banyak mencari
informasi tentang bagaimana caranya m endapatkan modal usaha.
Bagaimanapun, kita hidup di tengah zaman dengan kemajuan teknologi dan
ilmu pengetahuan yang membuat saluran informasi bisa diakses dengan
mudah oleh setiap orang. Ada banyak program bantuan modal usaha yang
bisa digunakan seseorang untuk mengatasi ketiadaan atau keterbatasan
modal usaha.
Dedi Mulyadi 71
Jika seseorang sedari awal tidak menginginkan terjerat dalam skema
pinjaman modal oleh lembaga-lembaga keuangan tertentu, seperti koperasi
atau bank, maka cara yang paling sederhana untuk dilakukan adalah dengan
menyisihkan apa yang bisa disisihkan untuk modal usaha, bekerja pada or-
ang lain sambil menabung, menjual aset yang ada, mengajukan proposal
usaha pada lembaga atau pejabat pemerintah, serta perusahaan-perusahaan
besar yang memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility), atau
meminjam pada orang-orang tertentu yang dianggap bisa memberikan
pinjaman tanpa harus memberatkan langkah usaha yang akan dijalankan. Ibu
Susi Pudjiastuti yang sekarang menjabat sebagai Menteri kelautan dan
Perikanan dalam kabinet kerja di bawah Presiden Jokowi, adalah seorang
pengusaha yang dulunya harus menjual perhiasan yang dimilikinya sebesar
750 ribu rupiah untuk modal awal usaha perikanan yang dirintisnya. Selama
mat atau tekad untuk usaha ada, maka selalu ada pula jalan untuk
mewujudkannya.
Bergabung dalam Jaringan Bisnis Waralaba
Pilihan kedua dalam memulai usaha selain membangun usaha sendiri
dari awal adalah bergabung dalam jaringan bisnis yang sudah memiliki nama,
basis konsumen yang jelas, dan medan kerja yang pasti, seperti banyak
terdapat dalam jaringan bisnis waralaba (franchise). Bisnis waralaba sendiri
sebenarnya sudah menjadi salah satu pilihan bagi para pengusaha awal ketika
mereka tidak memiliki gagasan yang cukup meyakinkan untuk membangun
usahanya sendiri. Dalam beberapa dekade terakhir, jaringan bisnis waralaba
ini bahkan terus berkembang pesat, mulai dari bisnis waralaba lokal (dalam
negeri) seperti waralaba clothing, maka nan dan minuman, bimbingan belajar,
hingga waralaba global atau dari luar negeri seperti Bread Talk, Starbucks,
McDonald, KFC, dan lainnya.
Dalam pengertian awalnya sendiri, seperti dijelaskan Skinner (2015),
waralaba (franchise) adalah adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau
72 Kewirausahaan, Pergartar Menuju Praktik
jasa maupun layanan. la merupakan suatu lisensi untukmengoperasikan bisnis
sebagai milik pribadi, namun tidak terlepas dari perusahaan induk yang
membawahinya. Dalam Peranturan Pemerintah Indonesia No. 16 Tahun 1997,
disebutkan bahwa waralaba adalah perikatan yang salah satu pihaknya
diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan
intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak
lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Secara lebih administratif, waralaba merupakan perjanjian yang bersifat
mengikat antara pemilik waralaba (franchisor) dengan pembeli waralaba
(franchisee). Melalui perjanjian waralaba, pembeli memeroleh manfaat dari
perusahaan induk berupa seperangkat hak atas merek, sistem manajemen,
pemasaran, dan sistem keuangan, sementara pemilik memeroleh manfaat
karena dapat memperluas operasi bisnis dengan menggunakan modal dan
sumber daya dari pembeli.
Sistem bisnis waralaba ini dalam sejarahnya dikenalkan pertama kali oleh
Isaac Singer, seorang pembuat mesin jahit Singer, pada tahun 1850-an di
Amerika. la melakukan praktik bisnis seperti ini ketika ingin meningkatkan
distribusi penjualan mesin jahitnya. Apa yang dilakukan oleh Singer ini
kemudian diikuti oleh pengusaha lain yang melihat adanya keuntungan besar
dari model bisnis seperti ini. John S Pemberton, pendiri Coca Cola misalnya,
mulai mempraktekkan model bisnis seperti ini untuk produk yang
dijualnya. Beberapa kalangan mungkin akan menyebut bahwa yang
menerapkan praktik bisnis waralaba pertama kali ini bukanlah Isaac Singer,
melaikan perusahaan industri otomotif Amerika, yakni General Motors (GM)
pada tahun 1898. Bisnis waralaba di Indonesia sendiri mulai dikenal pada tahun
1950-an, yang dimulai dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui
pembelian hak kekayaan intelektual atau lisensi dari perusahaan induknya,
terutama perusahaan-perusahaan produsen kendaran bermotor di Jepang.
Hal ini kemudian dilanjutkan dengan pengembangan model bisnis waralaba
Dedi Mulyadi 73
plus, yakni pihak penerima waralaba tidak lagi berfungsi sebagai penyalur
produk yang dijual, tapi juga memiliki hak untuk memproduksi ulang produk
tersebut dengan cetak biru dan dibawah pengawasan yang ketat dari
perusahaan induk. Model bisnis waralaba ini semakin menjamur dan
bertambah bentuk dan jenisnya, terutama ketika jaringan bisnis waralaba
internasional seperti Pizza Hut, Coca-cola, McDonald, KFC, mulai memasuki
pasar Indonesia. Sampai saat ini, sudah banyak jenis waralaba yang bisa
diakses, baik lokal maupun global, meskipun sebagian besar masih didominasi
oleh waralaba jenis makanan.
Terlepas dari perdebatan tentang siapa yang memulai model bisnis
waralaba tersebut, dalam perkembangannya hari ini, bisnis waralaba jelas
telah menjadi pilihan menarik bagi mereka yang memiliki modal bisnis tanpa
harus berinovasi dari awal untuk membangun usahanya. Beberapa pengusaha
yang membangun bisnis mereka sendiri sedari awal juga menjadikan model
bisnis waralaba ini sebagai cara pengembangan cakupan bisnis, tanpa
misalnya harus mengeluarkan dana yang besar untuk membangun cabang
usaha baru di wilayah yang lain.
Secara lebih detil, dalam praktik jaringan bisnis waralaba ini terdapat
dua pihak yang beroperasi, yakni:
i. Franchisor atau Pemberi Waralaba, adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak dan atau lisensi kepada pihak
lain (baik perorangan atau lembaga) untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau
ciri khas usaha yang dimilikinya. Dalam hal ini, franchisor atau
pemberi waralaba tentu sudah harus menyiapkan berbagai hal
terkait kelengkapan operasi bisnis dan kinerja manajemen yang baik
agar kekayaan intelektualnya bisa tetap terjaga kualitasnya
meskipun dikelola oleh pihak lain. Pemberi waralaba juga harus bisa
membantu pihak lain tersebut agar mereka mendapatkan jaminan
kelangsungan usaha dan distribusi bahan baku untuk jangka
7 4 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
panjang, serta menyediakan kelengkapan usaha sampai ke detail
yang terkecil. Franchisor juga sudah harus menyediakan
perhitungan keuntungan yang didapat, neraca keuangan yang
mencakup BEP (Break Event Point) dan ROI (Return On Investment).
Persyaratan yang ditetapkan oleh pihak pemberi waralaba ini bisa
beragam tergantung pada kebijakan dan aturan main yang dibuat
sesuai dengan kepentingan lembaga atau orang yang memberikan
waralaba.
2. Franchisee atau Penerima Waralaba, yakni badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak dan atau lisensi untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas atau produk tertentu yang
dimiliki oleh pemberi waralaba (franchise). Dalam hal ini franchisee
umumnya hanya memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat
usaha dan sejumlah modal tertentu serta melakukan tindakan
tertentu bergantung pada jenis waralaba yang akan dibelinya. Pihak
penerima waralaba ini juga akan terikat dalam perjanjian dan
ketentuan persyaratan yang disesuaikan dengan aturan main
pemberi waralaba. Secara umum, kewajiban utama dari penerima
waralaba ini adalah menjaga citra dan nama baik produk yang akan
dijualnya, karena hal itu akan menentukan kelangsungan bisnisnya
secara keseluruhan. Secara finansial, pihak penerima waralaba ini
akan memiliki dua kewajiban, yakni membayar franchise fee dan
royalti fee. Franchise fee adalah jumlah yang harus dibayar sebagai
imbalan atas pemberian hak intelektual pemberi waralaba, yang
dibayar untuk satu kali (one time fee) di awal pembelian waralaba.
Royalti fee adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodikyang
merupakan persentase dari omzet penjualan. Nilai franchisee fee
dan royalti fee ini sangat bervariatif, bergantung pada jenis waralaba
yang dibelinya.
Dedi Mulyadi 75
Pilihan usaha dengan bergabung dalam jaringan bisnis waralaba ini cukup
menggiurkan, terutama karena adanya keuntungan-keuntungan berikut:
1. Kemudahan dalam membangun usaha dan jaringan;
2. tantangan bisnis yang dihadapi relatif kecil dibandingkan
membangun usaha sendiri;
3. Produk yang dijual sudah memiliki nama dan teruji;
4. Adanya sistem produksi terstandar dan uji kualitas yang baku;
5. Adanya sistem promosi dan pemasaran produk dengan standar
khusus;
6. Adanya pendampingan pengelolaan bisnis dalam hal manajemen
organisasi ataupun manajemen f inansial;
7. Memiliki peluang pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan
membangun bisnis sendiri;
8. Model bisnis ini memberikan kesempatan belajar dan pengalaman
profesional untuk seseorang guna mengembangkan bisnis yang
baru.
Meskipun model bisnis waralaba ini memiliki keuntungan-keuntungan
seperti tersebut di atas, tapi dalam praktiknya model bisnis waralaba juga
memiliki beberapa kelemahan mendasar, seperti:
1. Penerima bisnis waralaba harus berbagi hasil dengan pemberi
waralaba;
2. Penerima bisnis waralaba tidak memiliki kebebasan untuk
mengelola dan mengembangkan bisnisnya di luar aturan main yang
sudah ditentukan;
3. Adanya ketergantungan pada sistem yang membuat inovasi bisnis
menjadi terhambat;
4. Kesalahan salah satu cabang bisa berakibat burukpada keseluruhan
bisnis yang dijalankan oleh penerima waralaba yang lain.
5. Penerima waralaba bisa saja mengalami kerugian karena perjanjian
7 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dagang yang tidak jelas, pemutusan perjanjian secara sepihak,
produk yang tidak sesuai dengan apa yang dideskripsikan, penipuan
oleh pemberi waralaba, dan lain sebagainya.
Jika seseorang sudah memahami berbagai kelebihan dan kelemahan dari
model bisnis waralaba atau bergabung dalam jaringan bisnis waralaba ini,
maka ia yang tertarik untuk mencobanya bisa mencari informasi di berbagai
media yang ada. Beberapa perusahaan bahwa menawarkan secara gencar
jaringan bisnis mereka, yang tentu saja membutuhkan kehati-hatian dalam
menerima model bisnis tersebut. Kasus penipuan dengan menawarkan
praktik bisnis seperti ini sudah banyak terjadi. Karena itu, selain diperlukan
pemahaman yang mendalam atas model bisnis waralaba, jaringan yang
dimiliki, prospek bisnis ke depannya, produk yang ditawarkannya, basis
pelanggan yang dimilikinya, serta keseluruhan aspek manajemen bisnis yang
ada, orang juga perlu untuk membaca dengan detail perjanjian dan
persyaratan yang diajukan oleh pemberi waralaba. Dalam hal ini, jika
seseorang sudah memiliki naluri bisnis dan modal yang cukup, akan lebih baik
memulai bisnis sendiri, lalu mengembangkannya dalam jaringan waralaba
yang baru. Bagaimanapun, pihak pemberi akan lebih baik dan lebih bernilai
dibandingkan penerima.
Mengambil Alih Bisnis Mapan
Pilihan yang ketiga dalam memulai usaha adalah mengambil alih bisnis
yang sudah mapan. Pilihan ini umumnya diambil oleh mereka yang memang
memiliki modalitas dan sumber daya keuangan yang cukup, atau mereka yang
ingin mengembangkan bisnis yang ada namun tidak ingin direpotkan dengan
upaya-upaya mendasardalam memulai bisnis itu sendiri, seperti menganalisa
pasar, merumuskan produk, menemukan lokasi bisnis yang tepat, mencari
pelanggan, menerima dan mengorganisir karyawan, mencari pihak vendor
yang tepat, dan lainnya.
Dedi Mulyadi 77
Bentuk lain dari tindakan pengambilalihan bisnis yang sudah ada ini, lazim
juga dilakukan oleh orang atau lembaga tertentu yang mengakuisisi usaha
pihak lain, karena alasan tertentu, seperti kegagalan manajemen kerja,
kelemahan secara finansial, pengembangan bisnis yang kurang baik, dan
lainnya. Apa yang dimaksud dengan bisnis yang mapan di sini, pada akhirnya
harus dilihat sebagai suatu bentuk bisnis yang sudah berjalan, sudah memiliki
produk yang jeias, pelanggan yang nyata, manajemen organisasi yang baik,
namun juga memiliki persoalan, seperti kekurangan secara finansial,
kegagalan dalam menghadapi perubahan zaman dan tuntutan masyarakat,
dan lainnya. Bagaimanapun, sulit untuk menemukan suatu pihak yang tengah
memiliki usaha yang maju, lalu melepas usahanya tersebut dengan
menjualnya pada pihak lain demi keuntungan finansial temporal.
Beberapa keuntungan atau kelebihan dari memulai usaha dengan
mengambil alih usaha yang sudah mapan ini adalah sebagai berikut:
1. Usaha yang dijalankan sudah memiliki produk yang jeias;
2. Usaha yang dijalankan sudah memiliki basis dan target konsumen
yang jeias;
3. Tempat dan waktu usaha sudah dikenal oleh masyarakat;
4. Usaha yang dijalankan sudah memiliki citra;
5. Usaha yang dijalankan sudah memiliki data manajemen untuk
pengembangan bisnis ke depan;
6. Usaha yang dijalankan sudah memiliki hubungan dengan pihak
ketiga, seperti pemasok (supplier);
7. Usaha yang dijalankan sudah memiliki karyawan dan struktur
organisasi yang jeias.
Adapun kekurangan atau kelemahan dari praktik bisnis seperti ini adalah
sebagai berikut:
1. Memerlukan perencanaan ulang atas bisnis yang akan dijalankan;
2. Karyawan yang ada sulit untuk distruktur ulang;
7 8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
3. Persepsi konsumen atas produk dan citra perusahaan sulit untuk
dirubah;
4. Peralatan dan berbagai inventarisasi lainnya umumnya sudah usang;
5. Seringkali terdapat kewajiban turunan sebagai akibat dari kontrak
bisnis yang sudah dijalankan sebelumnya.
Pada model usaha seperti ini, kelemahan-kelemahan mendasartersebut
harus menjadi perhatian, terutama jika ada rencana untuk restrukturisasi
bisnis dari pengambilalih usaha yang dijalankan. Jika ternyata dalam
perjalanan ke depannya, usaha yang diambil alih tersebut juga mengalami
kebuntuan, maka ia akan lebih sulit untuk ditawarkan lagi kepada pihak awal
ataupun pihakyang lain. Dengan kata lain, model bisnis seperti ini memerlukan
pengalaman dan intuisi bisnis yang besar dari orang yang akan
mempraktekkannya.
Selain itu, membeli atau mengambil alih usaha yang sudah mapan juga
harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian karena seperti hasil penelitian
Kevin Mulkaney, 50 sampai 70 persen mengalami kegagalan dalam bentuk
bisnis seperti ini (Norman M. Scarborough, 2012). Karena itu, untuk
menghindari terjadinya kegagalan dalam mengambil alih usaha orang lain,
seorang entrepreneur harus mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Melakukan inventarisasi mandiri (conduct self-inventory);
menganalisis secara objektif keterampilan, kemampuan, dan
ketertarikan personal terkait bisnis yang dimiliki. Dalam hal ini or
ang bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Apa aktif itas bisnis yang paling disukai?
b. Tipe industri apa yang ingin digeluti?
c. Bisnis seperti apa yang akan dibeii dan yang ingin dihindari?
d. Di wilayah atau daerah apa anda ingin tinggal dan berbisnis?
e. Berapa banyak yang siap anda keluarkan untuk bisnis, uang
dan waktu?
Dedl Mulyadl 79
f. Pengalaman bisnis atau usaha apa yang anda miliki? Apa yang
menjadi kekurangan anda?
g. Berapa besar resiko yang siap anda ambil?
h. Apa ukuran perusahaan yang akan anda beli?
2. Merumuskan dan mengembangkan daftar kriteria yang
mendefinisikan bisnis ideal untukdirinya sendiri.
3. Menyiapkan daftar kandidat potensiai yang sesuai dengan kriteria
yang ada. Beberapa sumber yang bisa m em bantu anda
mendapatkan informa si tentang kandidat potensiai ini adalah:
a. Internet: situs-situs seperti bizbuysell.com, bizquest.com, dan
situs-situs lainnya yang berisikan informasi tentang
perusahaan yang ditawarkan pada publik.
b. Broker bisnis
c. Bankers
d. Akuntan
e. Investment banker
f. Asosiasi dagang
g. Kontak industri, seperti pemasok, distributor, konsumen, dan
lainnya.
h. Koran dan jurnal yang mengiklankan bisnis yang akan dijual.
i. Jaringan kerja
4. Menginvestigasi target akuisisi potensiai yang cocok dengan
kriteria. Proses ini melibatkan tindakan seperti menganalisis
keuangan perusahaan untuk memastikan fasilitas yang ada
terstruktur dengan baik, menganalisis kondisi tenaga kerja yang
sudah ada, dan lainnya. Dalam hal ini, pelaku usaha yang akan
membeli atau mengambil alih bisnis yang sudah mapan juga bisa
mempertanyakan hal-hal berikut:
a. Motivasi: mengapa pemilik bisnis ingin menjual
perusahaannya?
80 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
b. Valuasi aset: berapa nilai sebenarnya dari aset-aset
perusahaan?
c. Potensi pasar: bagaimana peluang bisnis di pasar, terkait
produk dan jasa yang ditawarkan?
d. Isu-isu legal: apa aspek legal dari bisnis yang diketahui dan
adakah persoalan hukum yang disembunyikan?
e. Kondisi f inansial: bagaimana kondisi f inansial perusahaan saat
ini?
Masing-masing poin ini bisa dikembangkan sendiri oleh pelaku
usaha dalam upayanya mengecek kondisi perusahaan yang akan
dibeli secara objektif.
5. Mengeksplorasi berbagai opsi f inansial (pertimbangan ekonomis)
untuk membeli bisnis bersangkutan. Pelaku usaha bisa
menggunakan berbagai metode, teknik, dan analisis perhitungan
terkait perusahaan yang akan dibeli, nilai total aset yang dimiliki,
potensi pasar dan kelayakan pengembangan usaha ke depannya,
dan lain sebagainya.
6. Negosiasi untuk mencapai kesepakatan rasional dengan pemilik
bisnis. Terdapat beberapa tips yang bisa digunakan dalam konteks
negosiasi bisnis ini, di antaranya:
a. Perjelas apa yang ingin anda capai dari negosiasi tersebut.
b. Mengembangkan strategi negosiasi yang efektif. Mengetahui
kebiasaan dan “modal” pihakyang akan anda ajak bicara akan
lebih membuat anda bisa bertindak sesuai dengan keadaan.
c. Memahami keinginan dan kebutuhan orang lain seraya
menyesuaikan dengan target yang ditetapkan.
d. Jadilah pendengar yang empatik.
e. Fokus pada persoalan, bukan orang.
f. Hindari melihat orang atau pihak lain sebagai musuh.
Dedi Mulyadi 81
g. Mendidik, bukan mengintimidasi. Berikan argumentasi anda
dan sampaikan itu dengan baik, jangan menghina orang lain
walaupunsalah.
h. Bersabar. Ketergesaan membuat negosiasi tidak berjalan
dengan baik.
i. Ingatlah, kegagalan negosiasi juga merupakan suatu opsi.
Tidak adanya titik temu dalam negosiasi bisa saja menjadi opsi
terbaik yang anda miliki saat itu.
j. Jadilah fleksibel dan kreatif.
7. Memastikan peralihan hak berjalan dengan baik. Pastikan anda
memiliki penasehat hukum agar proses peralihan sudah seiaras
dengan aturan dan ketentuan hukum yang berlaku.
Peluang dan Kegagalan Usaha
Setiap peristiwa, seburuk apapun ia, selalu menyembunyikan peluang
bagi seseorang untuk mendapatkan apa yang baik untuk dirinya. Prinsip
semacam ini rasanya perlu dipegang teguh oleh mereka yang ingin
berwirausaha. Bahwa di tengah kelesuan ekonomi, kondisi masyarakat yang
kurang sejahtera, kebijakan pemerintah yang belum membawa perubahan
di lapangan, dan lainnya, akan selalu ada jalan yang bisa ditemukan oleh
seseorang untuk mencukupi hidupnya dengan usaha-usaha tertentu. Karena
itu, berwirausaha pada akhirnya lebih banyak berurusan dengan upaya
menemukan peluang di tengah kerumitan yang ada.
Namun demikian, apa yang berkembang dalam pikiran pemula seringkali
adalah mitos-mitos tertentu tentang wirausaha yang itu justru melemahkan
niat dan semangat untuk berwirausaha. Beberapa mitos yang seringkali sudah
melekat dalam pikiran orang ketika mendengar istilah wirausaha misalnya
adalah:
1. Mitos 1: Perlu uang yang banyak untuk memulai usaha;
Kesalahan berpikir pemula adalah ia meyakini bahwa memulai usaha
82 Kew/rausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
yang layak membutuhkan banyak uang sebagai modal pendirian
usaha. Padahal fakta yang ada menunjukkan ada banyak pelaku
wirausaha yang berhasil dengan modal yang kecil. Bisnis adalah
proses, ia berkembang seta hap demi setahap hingga memiliki skala
usaha yang besar. Laporan Inc. Magazines misalnya menyebutkan
dari 500 perusahaan privatyang paling cepat berkembang, kita bisa
menemukan lebih dari setengahnya justru dimulai dengan modal
yang kecil.
2. Mitos 2: Entrepreneur dilahirkan, bukan dibentuk;
Meyakini hal seperti ini sama halnya dengan menyatakan bahwa
kita tidak dapat mengajarkan tentang kewirausahaan. Peter
Drucker, salah seorang tokoh manajemen kontemporer misalnya
menyatakan bahwa wirausaha adalah tentang disiplin. Mereka yang
bisa teguh memegang prinsip tertentu untuk keberhasilannya,
merekalah yang akan sukses. Karena ia soal disiplin, maka ia bisa
dipelajari semua orang. Orang mungkin sudah memiliki passion dan
persistensi dalam dirinya, namun keterampilan berwirausaha harus
dipelajari dan dikembangkan dalam tindakan nyata.
3. Mitos 3: Entrepreneur cuma salah satu cara untuk mendapatkan
uang;
Berwirausaha memang merupakan salah satu cara untuk
mendapatkan uang atau penghasilan. Orang bisa memilih jadi
pekerja pada lembaga atau organisasi tertentu tanpa harus
dirumitkan dengan tuntutan yang tinggi dalam wirausaha. Namun
demikian, berpikir bahwa wirausaha adalah semata tentang uang
adalah kesalahan yang besar. Sebab ada banyak tujuan dan
keinginan lain dari banyak pelaku wirausaha dalam bisnisnya, seperti
kebebasan, kepuasan, aktualisasi diri, dan bagaimana memberikan
sumbangsih lebih besar pada sesama dan kehidupan dengan
usahanya.
Dedi Mulyadl 83
4- Mitos 4: Kita harus memiliki rencana bisnis yang baik untuk bisa
sukses;
Dalam banyak hal, para investor atau lembaga-lembaga keuangan
umumnya perlu melihat suatu rancangan bisnis yangdiajukan pada
mereka. Namun, jika seseorang memuiai usaha tanpa bergantung
pada investor atau iembaga keuangan untuk memodalinya, maka
ia tetap bisa memuiai usahanya berdasarkan pada analisis
feasibilitas serta interaksinya dengan konsumen. Bob Sadino
misainya, dalam banyak kesempatan selalu menekankan bahwa
rencana itu tidak penting, apa yang penting adalah tindakan nyata
dalam berwirausaha. Langkah berikutnya bisa mengalirbegitu saja
seiring intuisi bisnis dan keterampilan melihat peluang yang mulai
terbentuk dalam diri seseorang.
5. Mitos 5: Kita harus memuiai usaha selagi berusia muda;
Mitos ini jelas tidak benar. Ada banyak orang yang memuiai usaha
dengan usia yang tidak lagi muda, dan berhasil dalam usahanya.
Laporan Global Entrepreneurship Monitor Report misainya
menemukan bahwa ada sekitar 35% orang dengan kisaran usia 45-
64 tahun yang baru memuiai bisnisnya di Amerika, dan 22% di
seluruh dunia. Kewirausahaan adalah untuk semua usia.
Mengenyahkan mitos-mitos tersebut dalam diri dapat membantu
seseorang untuk memiliki keyakinan dalam memuiai dan menemukan peluang
berwirausaha. Apakah dengan berpikir kebalikan dari mitos tersebut orang
kemudian bisa langsung menemukan peluang? Tentu saja tidak. Peluang
hanya bisa ditemukan dengan m em biasakan diri berpikir kreatif.
Kewirausahaan adalah proses kreatif, bukan proses ilmiah di mana semua
langkah sudah ditentukan. la seringkali bersifat rumit dan penuh dengan
belokan tajam, tidak selalu linear. Kita akan membahas tentang kreativitas
ini pada bahasan khusus di bab lain dalam buku ini.
84 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Lalu, sebelum kita belajartentang bagaimana berpikir kreatif tersebut,
apa yang perlu dilakukan? Kathleen Allen (2007) dalam hal ini menyebutkan
perlunya untuk menghilangkan hambatan (barriers) dalam diri terlebih dahulu.
Hambatan-hambatan ini umumnya adalah:
1. Kurangnya kepercayaan diri (lack of confidence); Pikiran bahwa ia
tidak pernah melakukan hal ini, dan kemungkinan untuk berhasilnya
sangatrendah.
2. Kebutuhan finansial (financial needs); Bagaimana caranya
mendapatkan uang atau sejumlah dana tertentu untuk modal
usaha?
3. Persoalan individu dan keluarga (personal and family issues); Orang
sudah disibukkan dengan beban diri dan keluarganya. Jika ia
memulai usaha dan berhenti bekerja, bagaimana anak dan istrinya
bisa makan?
4. Keterbatasan waktu (time constrainst); Adanya pikiran bahwa
selama ini ia sudah bekerja dan waktunya habis untuk pekerjaan
itu, bagaimana mungkin ia bisa menjalankan usaha yang lain?
5. Kurangnya keterampilan (lack of skills); Pikiran bahwa ia tidak
memahami apapun tentang usaha, bagaimana memulainya, dan lain
sebagainya.
Hambatan-hambatan pikiran dalam diri seperti di atas, adalah penyebab
dari banyak orang takut dan ragu untuk memulai usaha. Akibatnya, ketika
hambatan tersebut terus muncul dalam diri, maka seumur hidupnya
seseorang hanya akan menjadi pekerja dan konsumen atas usaha orang lain.
Padahal sejatinya hambatan-hambatan itu datang dari ketidakpastian. Orang
tidak bisa memastikan usahanya akan gagal, seperti halnya usaha itu akan
berhasil. Namun, orang bisa belajar dan mengembangkan hal-halyangtadinya
kurang, untuk menambah peluang keberhasilan menjadi lebih tinggi dari
peluang kegagalan.
Dedi Mulyadi 85
Jika seseorang sudah bisa menghilangkan hambatan-hambatanini, lalu
bisa belajar melihat peluang usaha yang ada, namun tetap gagal dalam
usahanya, apa yang menjadi persoalan? Periu disadari, bahwa wirausaha tidak
semata mendisiplinkan pikiran, tapijuga bagaimana mengasah keterampilan.
Beberapa hal berikut, umumnya bisa menjadi faktor kegagalan seseorang
dalam usahanya, di antaranya:
1. Kurang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam mengelola
usaha. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan
pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama
yang membuat perusahaan kurang berhasil. Kompetensi manajerial
ini termasuk juga keterampilan mengelola sumber daya material
maupun manusia, mengintegrasikan operasi perusahaan, dan
lainnya.
2. Kurang memiliki kemampuan mengendalikan keuangan. Ada
banyak pelaku usaha pemula yang tidak bisa memilah antara
keuangan bisnis dan uang pribadi. Akibatnya, aliran kas seringkali
tidak jelas. Padahal mengatur pengeluaran dan penerimaan secara
cermat, merupakan faktor penting yang mendukung pada
kelancaranoperasional usaha.
3. Kegagalan dalam perencanaan. Adanya perubahan situasi yang
dihadapi seringkali memaksa orang untuk merubah dan atau
menyesuaikan rencana-rencana bisnis mereka. Namun demikian,
dalam banyak kasus, ketidakmampuan dalam menyesuaikan
perencanaan ini membuat usaha seringkali tidak berjalan dengan
baik.
4. Lokasi bisnis yang kurang strategis. Lokasi usaha yang strategis
merupakan faktor yang m enentukan keberhasilan usaha.
Ketidakmampuan pelaku usaha mendapatkan lokasi yang tepat
untuk usahanya dapat membawa dampak yang buruk untuk usaha
yang dijalankannya. Produk yang buruk sekalipun, seringkali bisa
8 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
laku ketika ia dipasarkan pada lokasi yang tepat. Karena itu,
penentuan lokasi menjadi hal yang harus diperhatikan oleh segenap
pelaku usaha.
5. Kurangnya kontrol dan manajemen inventaris. Kontrol atau
pengawasan adalah tindakan yang bisa menjamin adanya ef isiensi
dan efektivitas usaha. Kekurangan kontrol atau pengawasan dapat
berakibat pada kelalaian kerja, ketidakmampuan menjaga peralatan
dan perangkat produksi, serta jalannya usaha secara keseluruhan.
Ketika barang-barang yang ada tidak dijaga, maka ia justru menjadi
sumber kerugian bagi usaha.
6. Kurangnya persistensi dan motivasi dalam berusaha. Sikap yang
setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha
yang dilakukan menjadi labil dan gagal. Mereka yang kurang
dorongan dalam dirinya sulit untuk memiliki keteguhan terutama
ketika harus menghadapi persoalan.
Meski kegagalan dalam berusaha sering terjadi dan sudah banyak dialami
oleh para pelaku usaha, namun ia bukanlah satu kondisi akhiryang membuat
seseorang harus berhenti untuk melakukan usaha lagi. Bisnis adalah proses,
dan kegagalan ataupun persoalan adalah bagian yang tak terpisahkan di
dalamnya. Karena itu pula, seseorang selalu butuh dorongan baru baik dari
dalam dirinya maupun dari luar dirinya untuk terus maju, bahkan ketika
mendapati kegagalan dalam usahanya. Dengan kata lain, motivasi untuk
sukses, motivasi berprestasi menjadi penting pula untuk kita pelajari.
B. Motivasi Berprestasi
A s u c c e ssfu l e n tr e p r e n e u r c a n 't b e a fra id o f fa ilu re s o r se tb a c k s . A n in itia l
s e t b a c k ca n b e a g re a t o p p o r tu n ity to ta k e a n e w a n d m o re p r o m is in g
a p p ro a c h to a n y p r o b le m , to c o m e b a c k s t ro n g e r th a n ever.
~John Roos
Dedl Mulyadi I 87
Motif (motive) dan motivasi (motivation) merupakan dua kata yang
seringkali diucapkan, dan memiliki arti yang saling berkaitan. Kata motif
sendiri berasal dari akar kata bahasa latin "movere" yang kemudian menjadi
"motion" yang artinya gerak atau dorongan untukbergerak. Motif tidak dapat
diamati secara langsung tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah laku
berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu. Motif juga dapat dilihat sebagai daya penggerak dalam
diri sesorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan
tertentu, atau ia juga bisa diartikan sebagai suatu pernyataan yang kompieks
di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku atau perbuatan
ke suatu tujuan atau perangsang.
Sedangkan kata motivasi dari kata inggris "motivation” yang berarti
dorongan, pengalasan, dan motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang
berarti mendorong, menyebabkan dan merangsang. Dengan kata lain,
motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam
memenuhi kebutuhannya. Motivasi sebagai tindakan adalah proses yang
memberi semangat, arah, dan kegigihan pada perilaku. Artinya, perilaku yang
termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan dapat bertahan
lama. Motivasi dalam hal ini bisa dilihat sebagai sesuatu yang menghidupkan
(energize), mengarahkan, dan mempertahankan perilaku tertentu pada
seseorang. Dengan kata lain, motivasi merupakan faktor penggerak maupun
dorongan yang dapat memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu
merubah tingkah laku manusia atau individu untuk menuju pada hal yang
lebih baik untuk dirinya sendiri. Motivasi ini dalam praktiknya akan mendorong
seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu sehingga menghasilkan
perubahan dalam diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Dalam konteks wirausaha, motivasi ini jelas menjadi salah satu faktor
penting keberhasilan wirausaha itu sendiri. Mereka yang memiliki dorongan
8 8 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dalam dirinya akan lebih banyak melakukan hal-hal yang diperlukan untuk
pengembangan usaha dibandingkan mereka yang tidak memiliki motivasl
dalam dirinya. Mereka yang tidak memiliki motivasi tertentu dalam dirinya,
akan sulit untuk bergerak sekaligus mengerjakan perihal tertentu meski hal
tersebut memiliki manfaat yang besar bagi dirinya. Sebaliknya, mereka yang
memiliki motivasi akan senantiasa bekerja keras melakukan berbagai hal yang
harus mereka kerjakan meskipun perihal tersebut sulit adanya. Karena itu
pula, wajar kiranya jika banyak para ahli yang menyatakan bahwa tujuan dari
perlunya motivasi dalam diri seseorang ini adalah untuk mendorong manusia
untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan
kebutuhan, menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, dan menentukan
perbuatan yang harus dilakukan.
Secara umum, motivasi ini memiliki dua jenis, yaitu: pertama, motivasi
instrinsik; atau motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan
untuk melakukan sesuatu. Motivasi berwirausaha disebut instrinsik bila
tujuannya inheren dengan situasi wirausaha dan bertemu dengan kebutuhan
dan tujuan seseorang untuk berhasil dalam usahanya. Seseorang termotivasi
untuk berusaha lebih keras semata-mata karena ingin mendapatkan nilai-nilai
tertentu dari usaha yang dibangunnya, seperti kepuasan, aktualisasi diri,
keterpenuhan ekonomi, dan lainnya. Dengan kata lain, motivasi instrinsik
muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut
dan seremonial. Kedua, motivasi ekstrinsik atau kebalikan dari motivasi
instrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang dari luar. Motivasi berwirausaha dikatakan
ekstrinsik bila seseorang menempatkan tujuan wirausahanya di luarfaktor-
faktor situasi wirausaha itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini dalam banyak hal
justru menjadi pendorong penting dalam pengembangan usaha yang
dilakukan seseorang, karena adanya keinginan yang tidak berkaitan dengan
usahanya, seperti membantu masyarakat dan lingkungannya.
Dedi Mulyadi 8 9
Apakah motivasi harus diciptakan ataukah kita hanya harus menunggu
kesadaran dan atau situasi tertentu yang bisa menjadi dorongan dalam diri
itu datang dengan sendirinya? Dalam praktiknya, keduanya tidak bisa dipilah,
karena kesadaran untuk berusaha, seringkali berjalan seiring dengan kondisi
yang memang menuntut seseorang untuk bertindak secara nyata. Namun
demikian, kita bisa menyebutkan beberapa hal mendasar yang bisa menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk membangun
usahanya sendiri, di antaranya:
1. Kebutuhan finansial; kebutuhan ini banyak menjadi alasan utama
mengapa seseorang memulai usaha. Seseorang terdorong untuk
berwirausaha karena ingin hidupnya m enjadi lebih baik,
berkecukupan, tidak kekurangan.
2. Keinginan untuk melakukan hal yang disukai; banyak pelaku
wirausaha terdorong untuk melakukan sesuatu karena ia senang
melakukan hal tersebut. Ketika seseorang merasa bahwa ia memiliki
bakat dan keterampilan tertentu, lalu menginginkan bakat dan
keterampilan itu bisa menghasilkan untuk hidupnya, maka ia bisa
menjadi dorongan yang kuat untuk berusaha.
3. Kebutuhan akan kebebasan; wirausaha, seperti banyak dijelaskan
sebelumnya, adalah salah satu cara di mana seseorang bisa bekerja
tanpa terikat pada aturan dan perintah orang lain, la menjadi tuan
bagi dirinya sendiri. Kebebasan ini bisa menjadi dorongan besar bagi
seseorang untuk berwirausaha.
4. Keinginan untuk bernilai bagi orang lain dan lingkungan; meski
keinginan seperti ini seringkali muncul setelah kebutuhan yang lain
terpenuhi, namun ia juga bisa menjadi salah satu alasan penting
m engapa seseorang terdorong untuk membangun dan
mengembangkan usahanya sendiri. Ketika ia bisa berhasil dalam
usahanya, maka ia akan bisa membantu orang lain di sekitarnya.
Keinginan seperti ini juga yang menjadi landasan etis mengapa
90 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
seseorang tetap terdorong untuk mengembangkan bisnisnya,
meskipun kebutuhan hidupnya sudah terpenuhi.
Motivasi dalam diri seseorang pada umumnya akan bersifat turun-naik.
Beberapa orang mungkin akan memiliki dorongan yang besar pada awal ia
membangun usahanya, namun dorongan tersebut akan menurun ketika ia
justru mendapati persoalan atau kegagalan dalam usahanya. Hal-hal seperti
ini bahkan menjadi sebab utama mengapa banyak orang tidak lagi mau
melanjutkan usaha atau membangun ulang bisnisnya ketika ia menghadapi
kegagalan. Kegagalan melahirkan trauma yang itu bisa berdampak besar pada
keinginan dan semangat seseorang untuk berusaha. Dalam hal ini, diperlukan
dorongan atau faktor pemicu lain yang bisa membuat seseorang mau
melanjutkan usaha atau membangun ulang usahanya. Seorang entrepreneur
sejati pada akhirnya adalah ia yang bisa bangkit dari kegagalan dan
menemukan dorongannya lagi untuk terus melangkah dan mencapai
tujuannya.
As an entrepreneur, I’ve come across countless articles and quotes proudly telling me that I should accept failure, smile, and keep my head up. In other words, I’ve been told to stay positive. The thing is, when you’re forced to shut down a business and let really awesome people you care about go, staying positive is the last thing on your mind. — John Ram pton
Dedi Mulyadi
C. Kreativitas dan Inovasi dalam Usaha
C r e a t iv ity is a g r e a t m o tiv a t o r because it m a k e s p e o p le in t e r e s te d in w h at
th e y a re d o in g . C r e a t iv ity g iv e s h o p e th a t th e re ca n b e a w o rth w h ile idea.
C r e a t iv ity g iv e s th e p o s s ib ility o f so m e s o rt o f a c h ie v e m e n t to e v e ry o n e .
C r e a t iv ity m a k e s life m o re fu n a n d m o re in te re stin g . -Edward de Bono
Seperti dijelaskan sebelumnya, hal yang penting dalam memulai usaha
atau berwirausaha, adalah menemukan peluang dan menciptakan gagasan
untuk usaha. Tanpa hal itu, keinginan untuk berwirausaha hanya tinggal
keinginan. Gagasan dan peluang akan menjadi lahan di mana seseorang bisa
menghadirkan tindakan di atasnya. Karena itu pula, kreativitas menjadi
karakteristik penting dari wirausaha. Mereka yang mampu berpikir kreatif,
mencari peluang di tengah kondisi yang sulit dan penuh persoalan, merekalah
yang nantinya akan menjadi entrepreneur yang sukses.
Namun demikian, kreativitas seringkali menjadi baranglangka, terutama
bagi mereka yang tidakterbiasa berpikir dengan cara yang sedikit berbeda
dari orang kebanyakan. Kreativitas berkaitan erat dengan cara berpikir yang
tidak selalu linear, di mana orang dituntut untuk membuat hubungan antara
berbagai hal secara berkelanjutan. Melalui hal ini, diharapkan bisa ditemukan
kombinasi yang baru, yang kemudian dikonkritkan dalam gagasan yang
sebelumnya tidak terpikirkan. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-
kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosiasi ide-ide atau
hubungan antar ide akan membentuk ide-ide baru. Karena itu pula, berpikir
kreatif juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang
individu ingin memunculkan suatu ide atau gagasan yang baru. Ide baru
tersebut bisa merupkan gabungan dari ide-ide sebelumnya, ataupun hasil dari
proses abtraksi yang belum pernah diwujudkan.
Berdasarkan hal ini, secara sederhana bisa dipahami bahwa berpikir
kreatif ditandai dengan adanya ide baru yang dimunculkan sebagai hasil dari
proses berpikir tersebut. Berpikir kreatif merupakan suatu aktifitas mental
9 2 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
yang mem perhatikan keaslian dan wawasan (ide). Berpikir kreatif
memungkinkan orang untuk mempelajari suatu masalah secara sistematik,
mempertemukan banyak sekali tantangan dalam suatu cara yang
terorganisasi, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yng inovatif dan
merancang atau mendesain solusi solusi yang asli. Berpikir kreatif merupakan
kebalikan dari berpikir destruktif yang cenderungterpaku pada pola sebab-
akibat. Berpikir kreatif justu mencari hubungan antara berbagai hal yang
sekilas tidak berkaitan, sebagai upaya pencarian kesempatan untuk
mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Berpikir kreatif merupakan suatu
kebiasaan dri pemikiran yang tajam dengan intuisi menggerakkan imaginasi,
mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka selubung ide-
ide yang menakjubkan dan inspirasi yang tidak diharapkan.
Apakah berpikir kreatif tergantung pada bakat bawaanataukah sesuatu
yang bisa dipelajari? Beberapa orang di dunia barangkali sudah terlahir dengan
bakat dan kemampuan berpikir yang berbeda dari orang kebanyakan. Para
jenius ini umumnya sudah dianugerahi kemampuan dalam diri mereka untuk
menemukan hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Einstein, Newton,
Michelangelo, Mozart, hingga Steve Jobs misalnya adalah orang-orang yang
dianggap sebagai mereka yang terlahir dengan bakat kreativitas bawaan dan
kejeniusan yang lebih dari orang lain. Namun demikian, fakta seperti ini tidak
lantas bisa dijadikan dasar bahwa orang yang tidak memiliki “bakat” tersebut
tidakakan bisa berpikir kreatif. De Bono (1971) misalnya menekankan bahwa
meskipun kreativitas adalah suatu bentuk keterampilan yang penuh misteri,
ia tetaplah keterampilan yang bisa dipelajari dengan teknik tertentu sejauh
orang bisa menghindari cara berpikir yang semata rasional dan logis. De Bono
dalam hal ini misalnya mengajukan cara berpikirlateral (lateral thinking)yang
melibatkan intuisi dan pengalaman dalam prosesnya.
Pada umumnya, orang percaya bahwa pikiran jika dihadapkan dengan
setumpuk data, lalu menganalisasinya, maka ia akan menemukan gagasan
atau jawaban. Keyakinan semacam ini menurut de Bono adalah kesalahan
Dedi Mulyadi 93
utama dalam berpikir, karena pikiran sejatinya hanya bisa melihat apa yang
dikondisikan untukdilihat. Kita biasanya juga berpikir dan menerapkan hukum
logika analitik sebagai prinsip-prinsip yang mudah diterapkan, dan dapat
menjadi alat efektif untuk membantu kita memecahkan berbagai jenis
masalah kehidupan nyata. Dalam bukunya, The use of Lateral Thinking (1967),
de Bono memilah dua cara berpikir, yakni: berpikir horisontal dan berpikir
lateral.
Cara berpikir horisontal adalah cara pikir yang mengikuti logika biasa:
jika begini maka pasti begitu; setelah ini pasti itu; dan seterusnya (logika
analitik). Cara berpikir seperti ini lazim kita gunakan, sebagai cara berpikir
yang menghubungkan berbagai hal dalam urutan sebab-akibat. Tentu saja
tidak ada yang salah dengan cara berpikir seperti itu. Hanya saja, cara berpikir
seperti itu sangat bergantung pada data yang kita temui. Semakin sedikit
data yang kita miliki, maka semakin sulit kita untuk mengambil kesimpulan
atau jawaban atas persoalan yang kita hadapi. Bahkan, meski data yang kita
miliki itu banyak, kita juga seringkali kebingungan untuk menghubungkan.
Berpikir horisontal ini jelas tidak cocok untuk bagi kita yang ingin menjadi
lebih kreatif.
Oleh karena itu, de Bono kemudian mengajukan cara berpikir lateral.
Cara berpikir lateral ini berupaya memandang situasi-situasi lama dari
presfektif-prespektif baru (sesuai dengan logika sintetik). Tidakseperti halnya
cara berpikir horisontal yang melihat segala sesuatu dalam hubungan sebab-
akibat yang bersifat sempit dan terbatas, maka cara berpikir lateral adalah
cara berpikir dengan merubah sudut pandang. De Bono dalam hal ini
menyatakan bahwa bilamana kita putus asa lantaran masalah yang tidak dapat
kita pecahkan, maka saatnya menerapkan cara berpikir lateral. Dengan itu
kita diarahkan untuk pertama-tama meyakini bahwa setiap persoalan ada
jawaban. Bukan pikiran kita yang tidak bisa menemukan solusi, melainkan
bahwa sudut pandang kita yang terlalu sempit. Dari situ pula, maka jika anda
kebingungan, ada baiknya merehatkan pikiran sejenak. Setelah anda merasa
9 4 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
lebih tenang cobalah untuk mengubah cara pandang anda tentang persoalan
yang dihadapi. Umumnya, kondisi bingung membuat cara pandang kita juga
semakin terbatas. Pada titik ini, maka menenangkan pikiran layakdilakukan
untuk memperluas Iagi cara pandang kita. Semakin luas cara pandang kita,
maka acapkali kita dapati bahwa solusinya ada di depan mata kepala kita
sendiri sejak semula. Kita bisa belajar cara berpikir ini dari kisah sederhana
berikut:
Seorang miskin datang meminta fatwa pada Nasrudin Hoja bahwa
rumahnya begitu sempit karena memiliki lima oranganak. Nasrudin
meminjami lelaki itu sepuluh ekor bebek untuk dipelihara. "Di mana
aku memeliharanya?”, tanya lelaki itu. "Ya di dalam rumahmu, itulah
satu-satunya cara penyelesaian masalahmul”. Lelaki itu menurut dan
mulai memelihara sepuluh ekor bebek bersamaan dengan dirinya dan
lima orang anak. Satu minggu kemudian menghadap Iagi dengan
keluhan lebih parah, “sangat-sangat sempit, tolonglah beri saran
penyelesaian!". Nasrudin menyarankan orang itu untuk memelihara
duapasangkambingdansepasangsapi, “Itulah cara penyelesaiannya,
dan jika ada masalah kembalilah Iagi ke sini dua minggu Iagi”.
Dua minggu kemudian lelaki itu datang dengan kondisi yang
menghawatirkan dan stress berat. Nasrudin berseru, "Kembalikan
sepuluh bebekku! Dan kembali Iagi ke sini seminggu Iagi!" Seminggu
kemudian lelaki itu penuh keceriaan, "Kini rumahku lebih lapang
Nasrudin kemudian berkata Iagi, " Kembalikan dua pasang
kambingku! Dan kembalilah satu minggu Iagi!" Seminggu kemudian
lelaki itu lebih ceria Iagi dan Nasrudin meminta sepasang sapinya. Dan
pada minggu kemudian lelaki itu berkata, “Rumahku luas dan bersih
seperti istana”.
Dedi Mulyadi 95
Dari kisah tersebut, cara berpikir lateral bukan berarti berpikir tanpa
melihat data persoalan. Tidak berurusan dengan sebab-akibat. Umumnya,
pikiran horisontal mengatakan bahwa jika penghuni rumah banyak, maka
rumah terasa sempit. Nah, cara berpikir lateral membimbing kita untuk
melihat dari sudut pandang lain. Bukan rumah yang diperlebar atau anak-
anak itu dibuang, namun lewat cara pandang baru terhadap apa itu sempit
dan luas. Arti sempit dengan cara ini bisa menemukan makna baru, yakni
luas; jadi dalam sempit ada luas dan dalam luas terkandung sempit. Cara
pandang baru terhadap masalah seperti kisah Nasrudin Hoja di atas akan
membuat kita bisa menemukan cara penyelesaiannya.
Topi Berpikir Kreatif De Bono
De Bono memberikan pelajaran dasar bagaimana caranya agar kita bisa
berpikir secara kreatif, atau paling tidak bisa berpikir dari berbagai perspektif.
Menurut De Bono, berpikir sebenarnya memiliki beberapa cara. Agar lebih
mudah memahaminya, De Bono menganalogikan beberpa cara berpikir ini
dengan sejumlah topi. Jika kita menggunakan sebuah topi, maka itu berarti
kita telah menggunakan cara berpikir tertentu. Meski begitu, perlu dipahami
bahwa dalam proses berpikir, kita bisa saja menggunakan beberapa topi atau
cara berpikir secara bergantian. Jadi, kita tidak mutlak harus menggunakan
satu topi berpikir saja. Berikut adalah beberapa contoh topi berpikir yang
diajarkan oleh De Bono:
1. Topi Putih; mencari fakta atau informasi sebanyak-banyaknya.
Semakin banyak fakta/informasi/teori yang kita dapatkan, maka
semakin besar kemungkinan fakta/informasi/teori tersebut
memunculkan kesimpulannya sendiri.
2. Topi Merah; menggunakan perasaan, emosi, dan pengalaman kita
untuk mengolah fakta atau informasi yang telah tersaji.
3. Topi Hitam; bertanya secara kritis, mencari sisi negatif dari fakta
atau informasi yang sudah didapatkan. Langkah ini merupakan
96 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
tanggapan atas topi Merah.
4. Topi Kuning; mencari alasan dan dukungan logis dari fakta atau
informasi yang kita terima. Mengajukan argumen sebagai bentuk
penilaian kritis atas fakta atau informasi tersebut.
5. Topi Hijau; mencari alternatif Iain, sekaligus berusaha membuat
kesimpulan jawaban yang berbeda atas jawaban yang ditunjukkan
oleh fakta atau informasi.
6. Topi Biru; membuat rangkaian jawaban dari hasil berbagai topi
berpikiryang sudah digunakan, dan menjadikannya sebagai suatu
bangunan kesimpulan yang utuh.
Topi-topi berpikir di atas, pada dasarnya adalah cara berpikir yang
membantu kita dalam mencari dan mengolah informasi secara tepat. Dengan
kata lain, berpikir sudah dimulai dari proses pencarian fakta dan informasi
yang ada. Hal ini misalnya tampak pada topi Putih, di mana kita harus
mempersiapkan diri kita untuk berusaha mendapatkan dan menerima fakta
atau informasi sebanyak-banyaknya. Namun, pada topi Putih itu, kita tidak
boleh memberikan penilaian terlebih dahulu, melainkan cukup menerima saja.
Bersikap netral dan membiarkan fakta atau informasi yang berbicara adalah
inti dari topi Putih.
Membiarkan fakta atau informasi berbicara sendiri berarti kita hanya
sekadar membaca atau menerima apa adanya fakta tersebut. Dalam
praktiknya, fakta atau informasi dapatdibedakan menjadi duatingkat fakta,
yakni: pertama, fakta yang sudah dicek dan dibuktikan (kita lihat, dengar,
rasakan, dan alami sendiri); kedua, fakta yangdipercaya benar, namun belum
dibuktikan atau dicek langsung. Fakta yang pertama atau fakta yang
dibuktikan jelas lebih tinggi nilai objektivitasnya dibandingkan dengan fakta
yang kedua atau fakta yang dipercaya. Nah, proses berpikir, atau pengolahan
informasi atau fakta sendiri seharusnya didasarkan pada fakta yang sudah
dicek atau dibuktikan adanya. Meski demikian, bukan berarti fakta yang
Dedi Mulyadi 97
dipercaya tidak dapat diproses dalam pikiran, melainkan untuk menjaga
objektivitas dan nilai kebenarannya, akan lebih baikjika berpikir itu melibatkan
fakta yang sudah valid secara empirik (terbukti).
Selain itu, berpikir dengan melibatkan fakta yang sudah valid secara
empirik, maka ia akan menjaga kita untuktidakmelakukangeneralisasi(pukul
rata) buta. Dalam berpikir logis, generalisasi memang diperlukan. Akan tetapi,
jika fakta yang kita terima itu bisa kita cek dan buktikan, maka kita bisa
menentukan tingkat dan nilai fakta yang ada. Dari sini barulah kita juga dapat
membuat peta hubungan antara satu fakta dengan fakta yang lain.
Membiarkan fakta berbicara sendiri, tanpa memberikan penilaian
(generalisasi) terlalu dini, akan sangat bermanfaat untuk mengeluarkan hal-
hal yang mungkin saja tersembunyi dari keadaan yang sebenarnya.
Cara berpikir selanjutnya, atau topi Merah, adalah cara menerima dan
mengolah informasi atau fakta dengan menggunakan f irasat, intuisi, emosi,
perasaan, kesan, opini, serta pelajaran yang sudah kita dapatkan dari
pengalaman tentang fakta tersebut. Semakin banyak dan terbiasa kita
mengolah informasi, maka semakin banyak pula pengalaman yang bisa
menjadi saringan awal untuk informasi atau fakta baru yang kita dapatkan.
Selain itu, semakin banyak kita menerima informasi dan mengolahnya, kesan
dan opini tentang suatu hal juga akan semakin terbangun. Meski kita tidak
boleh menghakimi atau menilai sesuatu berdasarkan opini, kesan, dan emosi,
namun ia bisa berguna sebagai bahan perbandingan sebelum dilakukan
verif ikasi lanjut atas fakta dan informasi tersebut.
Pada topi Hitam, kita belajar untuk mengajukan pertanyaan kritis
terhadap fakta dan informasi yang kita terima. Selain itu, kita juga harus bisa
mengajukan sisi negatif atau kebalikan dari apa yang kita dapatkan pada topi
sebelumnya. Bertanya secara kritis atau negatif misalnya, dapat dilakukan
dengan mencari lawan atas fakta dan informasi yang mau diolah. Mencari
sisi negatif ini sangat berguna sebagai filter dan khazanah yang memperkaya
informasi dan fakta yang kita terima.
98 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Seperti halnya topi Hitam, cara berpikir yang lain, adalah topi Kuning.
Keduanya hampir sama. Perbedaannya adalah, jika topi Hitam mencari sisi
negatif dari sebuah fakta, maka topi Kuning mencari sisi positif dari fakta
atau informasi tersebut. Dengan kata lain, topi Kuning ini menuntut kita untuk
belajar mencari alasan logis yang mendukung atas nilai objektif dari fakta
tersebut.
Topi Hijau, adalah upaya berpikir yang berusaha merumuskan sebuah
kesimpulan dari berbagai fakta dan informasi yang sudah diolah. Pada topi
ini, kita juga belajar untuk mencari alternatif lain sebagai ajuan untuk
kesimpulan yang mungkin saja berbeda dari apa yang sudah kita dapatkan.
Topi yang terakhir, atau topi Biru sendiri dapat dikatakan sebagai me
diator, yang bertugas untuk merangkai seluruh hasil yang didapatkan dari
cara berpikir sebelumnya. Cara berpikir topi Biru juga yang menggabungkan
keseluruhan simpulan dan membentuknya menjadi bangunan utuh, baik itu
gagasan, teori, konsep, ataupun jawaban atas kasus-kasus spesifik yang
dihadapi.
Meskipun terlihat sederhana dan sistem atis, namun dalam
kenyataannya, tentu kita tidak setiap saat menerima informasi yang mu mi.
Seringkali kita sudah mendapatkan fakta atau informasi yang sudah berupa
opini, kesan, atau kesimpulan. Untuk itu, maka beberapa macam topi berpikir
tadi bisa kita gunakan untuk mengurai lagi informasi yang kita terima atau
dapatkan. Topi berpikir ini bisa digunakan untuk mereka yang mau mencari
gagasan atau peluang usaha dengan cara mengumpulkan informasi dan fakta
lingkungan usaha yang ada.
Penggunaan topi berpikir ini tentu hanyalah satu dari sekian banyak cara
yang bisa digunakan untuk merangsang kreativitas dan melatih berpikir
kreatif. Ada banyak cara Iain yang juga bisa diterapkan agar kita bisa terbiasa
berpikir kreatif atau berpikir tingkat tinggi ini. Memperluas imajinasi,
menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, membaca model dan
metode pemecahan masalah (problem solving) yang pernah dilakukan orang
Dedi Mulyadi
lain, adalah cara-cara lain yang bisa digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif. Kathleen Allen (2007) terkait hal ini misalnya
menekankan pentingnya bagi pelaku usaha untuk menghilangkan hambatan-
hambatan kreativitas, dengan cara:
1. Menemukan lingkungan yang paling mendukung untuk kreativitas;
peluang seseorang untuk menjadi kreatif akan lebih besar untuk
tumbuh jika ia berada dalam lingkungan yang mendukung untuk
hal itu. Lingkungan usaha atau kerja dengan struktur yang rigid dan
komando perintah yang militeristik misalnya, akan sulit untuk
membuat orang bisa berpikir out of the box. Suasana kantor yang
menyenangkan, dengan dekorasi dan penempatan yang menarik,
akan lebih mudah membuat orang terpancing untuk berpikir kreatif
dibandingkan sebaliknya. Menemukan atau membangun
lingkungan usaha yang menarik pada akhirnya bisa membantu
seseorang untuk bisa berpikir secara kreatif.
2. Menuliskan perjalanan dalam jurnal; ide-ide atau gagasan kreatif
seringkali hadir tanpa diduga. Beberapa gagasan krekatif bahkan
muncul dalam pikiran ketika kita tidak siap untuk mengingatnya.
Akibatnya, ketika gagasan itu dibutuhkan, kita tidak tahun
bagaimana menemukannya. Menuliskan apa yang ditemui, apa
yang dipikirkan, dalam sebuah jurnal atau buku catatan, akan sangat
membantu kita untuk mendapatkan gagasan kreatif ketika ia
dibutuhkan.
3. Mempraktekkan cara-cara penyelesaian masalah; ada banyak
gagasan yang lahir didasarkan pada gagasan atau sesuatu yang
sudah ada sebelumnya. Sesuatu itu juga bisa berupa masalah atau
persoalan yang harus diselesaikan. Berbagai persoalan yang ada di
pasar bisnis dalam hal ini bisa menjadi peluang untuk
mengembangkan gagasan kreatif. Karena itu pula, masalah harus
dianggap sebagai tantangan untuk mempraktekkan berbagai cara
100 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Prakt/k
penyelesaian, yang itu nantinya bisa menjadi bentuk kreativitas baru
dalam bisnis secara umum. Para pelaku usaha tidak bisa berfokus
pada bagaimana menghindari masalah dalam usahanya, tapi juga
hams bisa berlatih untuk mencari solusi guna menyelesaikan
m asalah tertentu yang mungkin saja dihadapinya di masa
mendatang.
4. Membangun jaringan untuk memperluas peluang; orang-orang
yang berada di lingkungan kerja, atau rekan-rekan sejawat yang
datang dari latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan yang
berbeda, pada dasarnya merupakan sumber penting untuk
perluasan wawasan agar kita bisa mendapatkan perspektif baru
dalam berpikir. Bertukar informasi dan pikiran dengan orang-orang
yang berbeda latar belakang dalam jaringan bisnis yang dibangun
ini, sangat bermanfaat agar kita bisa menambah kekayaan wawasan
dan membangun gagasan yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Menghilangkan hambatan kreativitas dengan cara-cara di atas bisa
dipraktekkan oleh siapapun. Satu hal penting dari itu semua adalah bahwa
kreativitas, sebagaimana halnya gagasan, tidak memiliki batasan. Para pelaku
usaha tidak boleh berpuas diri dengan apa yang dicapainya saat ini. Dalam
banyak kasus pelaku wirausaha, jika bisnis yang dijalankan itu sudah mapan,
maka kreativitas ini umumnya hanya dilakukan dalam konteks pengembangan
produk dan perluasan bisnis, namun dengan template yang tidak banyak
berubah. Mereka yang sudah mencapai kemapanan biasanya cenderung tidak
terlalu banyak dan berani melakukan berbagai terobosan, karena hal itu
dianggap bisa mengganggu status quo bisnis yang dijalankan. Padahal,
kreativitas dalam mengembangkan bisnis, produk, layanan, manajerial, semua
itu mutlak diperiukan agar usaha yang dijalankan tidak terjebak dalam
kejumudan yang justru menjadi kondisi awal kegagalan bisnis menyesuaikan
diri dengan perubahan.
Dedi Mulyadi I -|01
Inovasi dalam Wirausaha
Selain kreativitas, ada istilah lain yang juga sering disebutkan dalam
konteks bisnis, yakni inovasi. Kedua istilah ini, kreativitas dan inovasi, bahkan
oleh banyak penulis bidang bisnis dan manajemen kontemporer seringkali
disandingkan secara bergantian, karena hubungan yang erat antara
keduanya. Meski dem ikian, inovasi sendiri sebenarnya sulit untuk
didefinisikan secara jelas, karena ia merupakan proses yang bisa diterapkan
dalam seluruh aktivitas wirausaha. la bisa didasarkan pada produkatau proses
seperti penggunaan teknologi canggih atau impelementasi dan observasi atas
proses perubahan yang ada. Darinya, akan lebih baik untuk memahami inovasi
sebagai suatu prinsip berkelanjutan atau langkah-langkah di mana pada titik
akhirnya suatu produk atau jasa diciptakan. Amabile, Conti, dan Coon (1996)
menjelaskan:
All innovation begins with creative ideas...We define innovation as the
successful implementation of creative ideas within an organization. In this
view, creativity by individuals and teams is a starting point for innovat ion;
the first is necessary but not sufficient condition for the second.
Secara etimologis, istilah inovasi ini berasal dari bahasa Inggris innova
tion, yang berarti pembaharuan atau perubahan. Kata kerjanya innovo, inno
vate yang artinya memperbaharui dan mengubah. Dengan demikian inovasi
bisa dimaknai sebagai suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan,
yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan
sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan). Jika seseorang menciptakan
sesuatu yang sifatnya tidak sengaja, maka itu sekadar penemuan, bukan
inovasi. Inovasi membutuhkan perencanaan, nalar kreatif, dan usaha yang
sungguh-sungguh.
Mereka yang ingin menjadi inovatif harus memiliki wawasan kreatif dan
kemampuan atau perangkat untuk mengeksploitasi wawasan tersebut
menjadi nilai-nilai atau keuntungan tertentu. Inovasi adalah kerja nalar yang
102 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
lebih bersifat rasional dibandingkan kreativitas yang lebih mengandalkan
imajinasi. Seberapa penting inovasi ini untuk bisnis? Peter Drucker (1985)
menulis:
In n o v a tio n is th e s p e c if ic to o l o f e n tr e p re n e u r s , th e m e a n s b y w h ich th e y
e x p lo it c h a n g e a s an o p p o r tu n ity fo r a d iffe re n t b u s in e s s o r a d iffe re n t
se rv ic e . It is c a p a b le o f b e in g p r e s e n t e d a s a d isc ip lin e , c a p a b le o f b e in g
le a rn e d , c a p a b le o f b e in g p ra c tic e d ... A n d th e y n e e d to k n o w a n d to a p p ly
th e p r in c ip le s o f s u c c e ssfu l in n o v a tio n .
Drucker barangkali tidak menyebutkan secara spesif ik dalam tulisannya
tentang kreativitas, dan lebih berfokus pada persoalan inovasi. Meski
demikian, dalam prakteknya, kedua hal ini (kreativitas dan inovasi) sebenarnya
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mengutip Kirby (2003), jika kreativitas
adalah kemampuan untuk memikirkan hal-hal baru, maka inovasi adalah
kemampuan untuk melakukan hal-hal baru tersebut (c r e a tiv ity is th e a b ility
to th in k n e w th in g s w h ilst in n o v a tio n is th e a b ility to d o n e w th in g s). Dalam
konteks praktek bisnis saat ini, inovasi bahkan menjadi sebuah kebutuhan
dan keharusan, karena ia merupakan proses logis dan sistematis mewujudkan
ide dalam tindakan nyata agar bisnis yang dijalankan bisa mendatangkan hasil
dan keuntungan yang nyata pula. Secara sederhana, seperti ditulis Lee-Ross
dan Lashley (2009) proses dan signifikansi inovasi bisa digambarkan dalam
bagan berikut:
Bagan 3.2: P ro se s In o v a si d a la m B isn is
DediMulyadi 103
Setiap peristiwa dan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis, pada
dasarnya akan menyediakan peluang untuk pengembangan inovasi bisnis
tertentu. Namun demikian, ia membutuhkan kemampuan berpikir kreatif
terlebih dahulu, lalu diikuti dengan kemampuan untuk mewujudkan gagasan-
gagasan kreatif tersebut dalam tindakan nyata, baik berupa produk ataupun
jenis jasa yang akan ditawarkan pada masyarakat. Implementasi gagasan
dalam bentuk produk inilah yang nantinya bisa menghasilkan keuntungan
f inansial bagi pelaku usaha atau bisnis. Seorang entrepreneur pada akhirnya
adalah mereka yang bisa menggabungkan kreativitas dan inovasi tersebut
menjadi keuntungan dan nilai-nilai tertentu bagi dirinya dan lingkungannya.
Apakah proses seperti ini yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang sukses
di luar sana? Kisah dari tokoh yang dianggap paling inovatif berikut akan
menjawab hal tersebut.
Suatu h ari, d i ta h u n 1983, S te v e J o b s sa a t itu m e m im p in ra p a t d iv is i M ac.
M a c in ia d a la h d iv is i y a n g b e rta n g g u n g ja w a b m e ra n c a n g se b u a h ko m p u te r
d i p e ru sa h a a n A p p le Inc. H al y a n g p e rta m a d ila k u k a n S t e v e J o b s u n tu k
p e k e rja a n n y a in ia d a la h m e m a s a n g b e n d e r a b a ja k la u t . M u n g k in b e n d e ra
in i d im a k s u d k a n s e b a g a i s im b o l mendobr a k k e b ia s a a n , m e la n g g a r
p e ra tu ra n , y a n g te n tu saja h a ru s d ib a ca se ca ra po sitif. B ah kan , d ala m d un ia
in o v a si d an k re a tiv ita s, a rti d a ri s im b o l b a ja k lau t in i d a p a t d ise b u t se b a g a i
b a sis p e m ik ira n a w a l u n tu k m e n c ip ta k a n g a g a sa n -g a g a sa n b a ru .
D a la m ra p a t tersebut, Steve J o b s m e m b a w a se b u a h k a n to n g p la stik . la
k e m u d ia n m e m b u k a n y a , d a n m e n g e lu a r k a n s e b u a h b e n d a y a n g
t e rb u n g k u s kain b e lu d ru b e rw a rn a co k la t. S e m u a o r a n g b e rta n y a -ta n y a ,
a p a g e ra n g a n m a k su d S te v e Jo b s d e n g a n membawa benda t e rse b u t. P ara
p e s e r ta ra p a t b a h k a n leb ih ka g et lagi, k e tik a S t e v e J o b s m e m b u k a kain
b e lu d ru y a n g m e n u tu p i b e n d a te rse b u t. T e rn ya ta s e te n g a h d a r i b e n d a itu
104 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
merup akan model dari sebuah keyboard. Setengahnya lagi adalah sebuah
tiruan monitor komputer, seperti layar televisi kecil, tapi rata. Steve Jobs
kemudian berucap singkat: “kita akan membuat benda seperti ini.”
Kita tidak tahu, apakah dalam ‘rapat bajak laut' itu, semua pesertanya
bisa menangkap apa maksud Steve Jobs. Pada masa itu, komputer adalah
benda canggih yang bentuknya benar-benar tidak menarik seperti sekarang.
Apalagi notebookatau laptop. Namun, 8tahun berlalu setelah rapat itu, tiba-
tiba Apple mengeluarkan sebuah produk yang disebut dengan Powerbook.
Inilah laptop terbaik yang hadir hasil dari ‘rapat bajak laut' 8 tahun yang lalu
itu. Komputer ini kemudian menjadi benda paling laris di Amerika Serikat yang
menembus angka 1 juta sepanjang tahun 1991 sd 1992. Berkat Powerbook ini
pula perusahaan Apple Inc. menjadi raja dalam industri PC modern.
Kisah tentang Powerbook ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk
inovasi yang dilakukan Steve Jobs di Apple Inc. Steve Jobs sendiri sebenarnya
bukanlah orang yang jenius dalam hal teknis. Ada banyak orang Iain yang
lebih berbakat dalam hal teknis daripada Steve Jobs. Namun, ia memiliki
kemampuan untuk melihat jauh ke masa depan. la memiliki keberanian untuk
mencoba hal-hal baru yang semula mungkin hanya ada dalam imajinasi.
Keberanian untuk mendobrak batasan dengan mengemukakan ide-ide baru,
dan kemudian terus berusaha mewujudkan ide tersebutlah yang membuat
Steve Jobs istimewa. Hal seperti ini pula yang semestinya dilakukan oleh
pelaku wirausaha di luar sana. Menggabungkan kreativitas dan inovasi untuk
menjadi entrepreneur sejati agar bisa membawa manfaat yang banyak untuk
kehidupan.
Lee-Ross dan Lashley (2009) menjelaskan bahwa kreativitas sebagai
suatu tindakan perumusan ide-ide dan penemuan hal-hal baru untuk memulai
dan atau mengembangkan bisnis, harus diikuti dengan proses inovasi, di mana
di dalamnya orang kemudian dituntut memperbaiki dan mengevaluasi ide-
Dedi Mulyadi 105
ide tersebut, lalu menciptakan prototipe awal ( in it ia l p r o t o t y p e ) atau
merumuskan rancangan bisnis (business p la n ). Seorang entrepreneur pada
titik ini akan melanjutkan proses ini menjadi tindakan penciptaan nilai (cre
ation o f v a lu e ) serta pengembangan hal yang sudah dibuat menjadi bentuk
konkrit berupa produk atau jasa. Semua ini dilakukan dengan
m enggabungkan antara dorongan (push) lingkungan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada serta tarikan (pull) yang dihasilkan dari
kebutuhan-kebutuhan pasar dan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain,
ide dan implementasi ide dalam tindakan serta hasilnya menjadi sebuah
produk, harus didasarkan pada aktuaiitas kebutuhan pasar dan masyarakat
agar ia bisa bernilai dan membawa manfaat nyata. Dalam bagan:
Bagan 3.3: A P ro c e ss M o d e l o f C rea tiv ity , In n o v a tio n , a n d E n tre p re n e u rsh ip
(Sumber: Lee-Ross & Lashley, 2009)
Bagaimana menyiapkan kreativitas dan inovasi ini menjadi sebuah
produk atau jasa? Langkah inilah yang seringkali menjadi persoalan banyak
106 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Prakt/k
orang yang ingin memulai usaha. Mereka seringkali memiliki gagasan dan
rancangan usaha, tapi tidaktahu harus memulai dari mana. Untuk itu, kita
akan menjelaskan langkah-langkah memulai atau mendirikan usaha atau bisnis
ini pada bagian selanjutnya.
BELAJAR DARI PETUAH STEVE JOBS
1. In n o v a tio n d ist in g u ish e s b e tw e e n a le a d e r a n d a fo llo w e r.
Inovasilah yang membedakan antara seorang pemimpin
dengan pengikut. Meski kemudian banyak orang yang bisa
menghasilkan gagasan yang lebih baik dari gagasan kita,
namun nilai yang terbesar adalah milik kita yang memulainya.
Inovasi tidak memiliki batasan. Masalahnya ada pada
ketakutan dan keraguan yang kita miliki bahkan untuk semata
memiliki bayangan tentang apa yang kita ingin hasilkan. Karena
itu, jika anda ingin dianggap sebagai orang yang terdepan
(pemimpin) mulailah berpikir untuk berinovasi.
2. There's a p h ra s e in Buddhism, 'Beginner's m in d .' It's w o n d e rfu l
t o h a v e a b e g in n e r's m in d .
Jika anda merasa tidak memiliki gagasan, atau tidak bisa keluar
dari kotak hitam (terjebak dalam rutinitas), maka sudah
saatnya anda mencoba untuk menghilangkan berbagai macam
kesan, opini, atau teori yang sudah anda ketahui. Lalu cobalah
untuk berpikir sebagaimana anak kecil. Inilah yang disebut
dengan “pikiran pemula” (b e g in n e r's m in d ). Pikiran pemula ini
adalah sebuah tindakan pikiran yang melihat sesuatu
sebagaimana adanya. Sebuah tindakan melihat sesuatu yang
terlepas dari pra-konsepsi, kesan, harapan, penilaian, ataupun
opini. Seperti halnya seorang anak kecil yang melihat sesuatu
0edl Mulyadl I 107
yang baru dalam hidupnya. la tidak langsung berpikir sesuatu
itu buruk atau baik, atau melakukan penilaian, melainkan
bertanya-tanya penuh dengan ketakjuban. Bersikap seperti
anak kecil ini sangat membantu dalam menumbuhkan
pertanyaan-pertanyaan dasar, yang nantinya secara tidak
langsung akan membimbing kita menuju pengembangan
gagasan.
3. T h e o n ly w a y to d o g re a t w o rk is to lo v e w h a t y o u do. If y o u
h a v e n 't fo u n d it y e t , k e e p lo o k in g . D o n 't s e tt le . A s w ith a ll m a t
te rs o f the heart, you'll know when you find it.
Satu-satunya cara untuk melakukan hal besar adalah mencintai
apa yang kita lakukan. Kecintaan pada bidang yang kita geluti,
usaha yang kita kerjakan, pekerjaan yang kita lakukan, gagasan
yang kita pikirkan, adalah syarat utama untuk mencapai
keberhasilan. Tanpa rasa cinta pada sesuatu yang kita kerjakan,
maka tidak akan pernah ada keberhasilan.
4. We th in k b a sic a lly y o u w a tc h te le v is io n to t u r n y o u r b ra in off,
a n d y o u w o rk o n y o u r c o m p u te r w h e n y o u w a n t to tu rn y o u r
b ra in o n ."
Mereka yang terbiasa menonton televisi adalah mereka yang
mematikan otak mereka. Sedang mereka yang ingin
menghidupkan otak adalah mereka yang bekerja di depan
komputer. Ucapan Steve Jobs di sini, sebenarnya hanyalah
kiasan. Bahwa televisi merupakan simbol hiburan, sedang
komputer adalah simbol pengetahuan. Jika kita selama ini lebih
sering mencari kesenangan sesaat, bermain-main dan lari dari
tantangan, maka kita sejatinya telah membuat otak kita
lumpuh alias tidak berfungsi. Otak kita ibarat mesin. la perlu
dipanaskan sebelum bisa berjalan dengan lancar. Pikiran perlu
dilatih menghadapi masalah, agar ia tidak bingung ketika kita
108 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
menemukan persoalan yang lain. Karena itu, jangan lari dari
tantangan ataupun persoalan. Semakin, sering kita
dibenturkan dengan tantangan dan persoalan, maka kita
semakin kuat.
5. I'm th e o n ly p e rs o n I k n o w th a t ’s lo st a q u a rte r o f a b illio n d o l
la rs in o n e y e a r . . . . It ’s v e ry c h a r a c t e r -b u ild in g ."
Jika kita membaca sejarah hidup dan perjalanan bisnis yang
dibangun oleh Steve Jobs, maka kita akan menemukan fakta
bahwa tidak semua inovasi yang ia lakukan berhasil dengan
baik. Ada banyakkegagalan yang ia temui. Bahkan, perusahaan
Apple Inc. pernah mengalami kerugian yang sangat besar
karena produk yang gagal itu. Tapi kegagalan inovasi bukanlah
akhir dunia. Kegagalan justru merupakan guru terbaik untuk
meningkatkan karakter dan kepribadian kita. Seperti orang
bilang, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
Kegagalan hari ini adalah kesuksesan esok hari. Persoalannya
tinggal bagaimana kita menyikapi kegagalan tersebut. Jika kita
melihat kegagalan sebagai sebuah akhir dari usaha, maka tidak
ada yang kita dapatkan kecuali kegagalan itu sendiri. Tapi jika
kita memandangnya sebagai pelajaran berharga, maka
kegagalan bukanlah sesuatu yang buruk, melainkan pedoman
untuk tidak lagi terjerumus pada lobang yang sama, dan
menjadi pribadi yang lebih baik ke depannya. Keberanian untuk
mencoba meski gagal adalah hal yang utama, dan ia lebih baik
daripada tidak pernah mencoba karena takut gagal.
Dedi Mulyadi 109
D. Memulai dan Mendirikan Usaha
T h e e n t r e p r e n e u r r a r e ly th in k s in t e r m s o f w h a t h e o r sh e w a n ts, b u t
d re a m s a b o u t r e s u lts - a lw a y s r e s u lts a n d n o t h in g b u t re su lts - th a t can
s o lv e s o m e o n e e ls e ’s p r o b le m o r c o n tr ib u te to m a k in g so m e o n e e ls e ’s life
b e tte r. "Michael E. Gerber
Apa perbedaan antara gagasan dan peluang dalam bisnis? Suatu peluang
pada dasarnya adalah sebuah gagasan yang memiliki potensi pasar atau
kemungkinan untuk dibisniskan (c o m m e rc ia l p o t e n t ia l). Jika kita memiliki
gagasan untuk usaha tapi tidak mengerti bagaimana menjadikan gagasan
tersebut sebagai peluang, maka inilah saat yang tepat untuk belajar
bagaimana memulai bisnis atau usaha dari gagasan yang dimiliki. Inilah saat
yang tepat untuk berinovasi dan menjadi entrepreneur. Pertanyaannya, dari
mana kita memulai semua itu?
Gagasan yang dimiliki harus diwujudkan dalam bentuk konkrit. Karena
itu, langkah pertama mewujudkan gagasan menjadi usaha nyata adalah
membangun atau merumuskan konsep bisnis (b u s in e s s c o n c e p t) sebagai
bentuk dari pengembangan gagasan yang ada. Kathleen Allen (2007)
menjelaskan bahwa sebuah konsep bisnis yang efektif pada dasarnya memiliki
4 (empat) komponen berikut:
1. Produk atau jasa yang akan ditawarkan (p ro d u c t) .
Merumuskan produk atau jasa adalah bagian terpenting dari
perjalanan awal bisnis. Apa yang akan kita tawarkan pada
konsumen? Makanan, minuman, barang-barang, teknologi, layanan?
Apapun produk atau jasa yang akan ditawarkan, maka ia harus
memiliki kejelasan. Masyarakat harus mengetahui dengan pasti
produkatau jasa apa yang kita jual dan tawarkan, apa perbedaannya
dengan produk dan jasa yang lain, seberapa mudah mendapatkan
produk atau jasa tersebut, berapa harganya, bagaimana
kualitasnya, dan lain sebagainya.
110 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Dalam konteks bisnis hari ini, orang tidak saja menjual barang,
tapi juga harus mengiringinya dengan layanan tertentu yang
membuat masyarakat merasa nyaman dan senang membeli produk
tersebut. Itu kenapa kita tidak lagi bisa memilah antara produk
berupa barang atau jasa, karena keduanya sudah menjadi satu paket
dalam bisnis hari ini. Produk yang bagustanpa pelayananyang baik
hanya akan membuat masyarakat enggan membelinya. Kita bisa
m elihat misalnya, pihak Security Bank yang begitu ramah
m enyambut masyarakat yang ingin m enabung di Bank
bersangkutan.
Secara umum, suatu produk yang baik, khususnya produk
berupa barang-barang tertentu, akan memiliki atribut-atribut
sebagai berikut:
a. Objek f isik yang baik;
b. Kesesuaian dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat;
c. Kualitas produksi yang baik;
d. Hak paten dan kekayaan intelektual yang jelas;
e. Harga yang kompetitif;
f. Produk tersebut tidak tergantikan;
g. Produk tersebut bisa diperdagangkan dalam berbagai pasar
yang berbeda;
Sementara dalam konteks jasa atau layanan tertentu yang
ditawarkan, maka ia harus memiliki pertimbangan yang baik terkait
empat fitur berikut, yakni:
a. Intangible; jasa atau layanan adalah hal yang bersifat intangible
atau tidak memiliki wujudf isik tertentu sepertihalnya barang.
Karena itu, setiap bentuk tindakan yang diberikan harus
dilakukan sepenuh hati dan sebaik mungkin sesuai dengan
norma-norma etis yang berlaku dan budaya yang ada.
Dedi Mulyadi 111
b. Heterogeneous; jasa yang ditawarkan dalam prakteknya akan
menyesuaikan dengan berbagai kebutuhan dan keinginan
konsumen. Karena itu jasa yangsama bisa dipraktekkan secara
berbeda pada konsumen dengan latar belakangyang berbeda
pula. Meski demikian, harus ada standar tertentu yang itu bisa
menjadi dasar untuk mendapatkan kepuasan konsumen atas
jasa yang diberikan.
c. Inseparable; jasa tidak seperti halnya barang, akan selalu
bersentuhan langsung dengan konsumen. Perusahaan
manufaktur bisa saja terus memproduksi barang tertentu dan
memberikannya pada distributor tanpa harus mengenali dan
bersentuhan langsung dengan konsumen mereka. Namun
jasa, selalu ada dalam kesatuan (inseparabale) yang tidak bisa
dipisahkan antara pemberi jasa dan konsumen yang
menikmatinya.
d. Perishable; jasa tidak seperti halnya barang juga bukan hal yang
bisa disimpan dan dijadikan aset tetap. la akan hilang ketika ia
selesai dilakukan (perish). Ketika perusahaan penerbangan
menawarkan kursi penumpang untuk penerbangan pada hari
tertentu, ketika ia tidak terjual maka ia tidak lagi bisa
ditawarkan, kecuali dalam konteks penawaran jasa
selanjutnya. Hal yang sama juga berlaku bagi konsumen, ketika
mereka misalnya meminta layanan antar jem put dari
perusahaan pemberi layanan antar jemput tertentu, ketika ia
selesai dikerjakan, maka konsumen tidak lagi mendapatkan
layanan yang lain. Jasa atau layanan yang diberikan akan
berakhir seiring berakhirnya kontrak yang ada.
2. Konsumen yang akan menikmati atau menggunakan produk
tersebut (customer).
Merumuskan produk (barang dan jasa) yang akan ditawarkan atau
112 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dijual harus diiringi pula dengan perumusan tentang siapa yang akan
menikmati produktersebut. Pelaku usaha harus bisa menentukan
sedari awal pihak masyarakat mana yang akan menjadi target
penjualan mereka. Apakah ia akan ditawarkan untuk kalangan
muda, ibu-ibu rumah tangga, anak-anak, ataukah konsumen dengan
segmen tertentu seperti mahasiswa, pelajar, pekerja kantoran, laki-
laki, perempuan, dan lain sebagainya. Pelaku usaha yang menjual
kerudung misalnya tidak bisa menjadikan laki-laki sebagai target
awal mereka. Merumuskan konsumen ini juga bisa menjadi dasar
pemikiran untuk penambahan kualitas produksi yang dijalankan.
Perusahaan yang memproduksi mainan anak-anak misalnya, tidak
bisa menjadikan kebiasaan dan selera orang tua mereka sebagai
pertimbangan utama, meskipun ia tetap harus dimasukkan dalam
pertimbangan yang ada.
3. Manfaat atau proposisi nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan
( b e n e fit o r v a lu e p r o p o s it io n ).
Pelaku usaha baik perorangan atau lembaga juga dituntut untuk
bisa memasukkan nilai-nilai dan manfaat dari produk yang
ditawarkan. Nilai-nilai dan manfaat dari produk ini bahkan
merupakan ciri khusus yang itu nantinya akan menjadi sumber
keunggulan bersaing pelaku usaha atau perusahaan bersangkutan.
Mereka yang menjual makanan harus bisa memastikan bahwa tidak
saja makanan tersebut bersih, memiliki rasa yang lezat, memiliki
tampilan yang menarik, tapi juga memberikan manfaat tertentu
seperti menunjang kesehatan, memberikan kepuasan, dan lain
sebagainya. Pada kenyataannya, ada banyak perusahaan barang
tertentu yang hari ini justru lebih menjual nilai dibandingkan produk
berupa barangnya itu sendiri. Mereka yang membeli produk Apple
misalnya tidak saja mendapatkan barang berupa smartphone, PC,
notebook, atau yang lainnya, tapi juga mendapatkan citra bahwa
Dedi Mulyadi 113
dengan memakai produk tersebut mereka juga membawa nilai-nilai
inovasi, kesempurnaan, teknologi tinggi, dan lainnya.
4. Distribusi produk atau cara penyampaian manfaat dan nilai pada
konsumen (distribution).
Hal lain yang harus dipertimbangkan dan dirumuskan dalam
pembuatan konsep bisnis yang efektif adalah channel atau saluran
distribusi bisnis, di mana pelaku usaha akan menyampaikan produk
dan nilai-nilai yang ditawarkan pada konsumen mereka. Dalam hal
ini, pelaku usaha harus bisa menetapkan apakah produk (barang
dan jasa) yang mereka buat akan ditawarkan dan diberikan
langsung pada konsumen mereka, ataukah diberikan pada retailer
atau distrbutor lain yang nantinya akan menyampaikan produk
tersebut pada masyarakat konsumen. Penentuan jalur distribusi ini
akan memberikan gambaran tentang perilaku bisnis apa yang
diinginkan serta gambaran tentang pengembangan bisnis di masa
mendatang.
Jika semua hal itu sudah selesai dirumuskan, maka kita bisa menyatakan
bahwa kita sudah memiliki konsep bisnis yang jelas. Langkah berikutnya
sebelum melakukan tindakan bisnis di lapangan seperti pemilihan dan
penentuan lokasi, membangun dan mendesain tempat usaha, membuat
produk atau membangun set produksi, menentukan, memilah, dan
mengorganisir sumber daya (f isik dan manusia), dan lainnya, adalah membuat
analisis feasibilitas (feasibility analysis).
Analisis feasibilitas (feasibility analysis) atau kelayakan usaha adalah cara
yang bisa digunakan oleh pelaku atau calon pelaku usaha untuk menguji
bangunan konsep bisnis yang sudah disusun sebelumnya. Bagaimanapun,
akan terdapat banyak ketidakpastian dan perubahan yang tidak terpikirkan
sebelumnya ketika akan memulai bisnis. Analisis kelayakan usaha ini akan
memberikan gambaran tentang bisnis yang dijalankan untuk mengurangi
114 Kewirausahaan, Pengantar Menuju PraUtiU
dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh berbagai ketidakpastian
tersebut. Tujuan utama dari analisis kelayakan usaha ini adalah memberikan
bimbingan pada pelaku usaha untuk berpikir secara kritis dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan fundamental terkait konsep bisnis yang dirumuskan
sebelumnya. Berikut adalah contoh tes kelayakan dan berbagai pertanyaan
kunci yang harus dijawab oleh para pelaku terkait bisnis yang akan dijalankan.
Tabel 3.1: Analisis Kelayakan Usaha: Tes dan Pertanyaan Kunci
Tes Kelayakan Pertanyaan Kunci
Analisis Konsep Bisnis
Siapa yang akan menjadi konsumen?Apa manfaat yang akan ia terima?Bagaimana caranya saya menyampaikan manfaat tersebut pada mereka?Apa yang menjadi rahasia bisnis saya?
Analisis Pasar dan Industri
Apa karakteristik utama dari industri yang ada? Apakah terdapat halangan atau hambatan untuk memasukinya?Siapa yang menjadi opinion leader di pasar? Bagaimana kondisi demograf is dari target pasar? Siapa yang akan menjadi konsumen pertama? Bagaimana lanskap persaingan yang ada? Seberapa besartuntutan dan kebutuhan akan produk yang akan ditawarkan?
AnalisisManajemen Tim
Siapa yang akan bekerja dengan saya? Rekan sesama pendiri, advisor, direksi, dan lainnya? Apa kelebihan, keterampilan, dan pengalaman yang kita miliki?Posisi apa yang lowong dan bagaimana kita mengisinya?
Analisis Produk dan Jasa
Apa produk atau jasa yang akan ditawarkan? Bagaimana cara menjaga produk atau jasa
Dedi Mulyadi 115
tersebut?Bagaimana membuat prototipe produk atau jasa tersebut? Berapa lama waktu yang dibutuhkan?
Pernyataan Kebutuhan Modal
Berapa banyak modal yang dibutuhkan untuk usaha sampai usaha tersebut bisa menghasilkan? Apa target yang ingin dicapai?Apa yang akan menyebabkan perubahan dalam prediksi saya?
Pada tabel di atas, kita bisa melihat bahwa pelaku usaha juga harus
membuat analisis terkait pasar dan lingkungan industri yang ada (m a rk e t a n d
in d u s t r y a n a ly s is ) , analisis manajemen tim ( te a m m a n a g e m e n t a n a ly s is ),
analisis produk dan jasa (p r o d u c t a n d s e r v ic e a n a ly s is) , serta pernyataan
kebutuhan modal (c a sh n e e d a sse ss m e n t). Berbagai pertanyaan kunci terkait
tes kelayakan usaha dengan melibatkan berbagai analisis tersebut pada
dasarnya bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan usaha. Pelaku usaha
misalnya dapat menambahkan pertanyaan tentang apakah produk atau jasa
yang akan ditawarkan sudah mencakup berbagai kriteria terkait produk dan
jasa yang baik? Apakah bisnis atau usaha yang digagas akan dibangun sendiri
atau dengan orang lain? Dan lain sebagainya.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini penting guna
meminimalisir kemungkinan persoalan yang timbul di mana pelaku usaha
tidak siap untuk menghadapinya di kemudian hari. Meski demikian, kembali
lagi pada rumusan awal tentang wirausaha, keberanian untuk memulai
menjadi hal yang lebih penting daripada itu semua. Pertimbangan dan
perencanaan yang detil memang penting, tapi jika ia hanya membuat
seseorang terus menunda langkahnya dalam memulai usaha, maka alih-alih
melancarkan usaha, perencanaan dan berbagai pertimbangan tersebut justru
menjadi penghambatan seseorang berusaha. Karena itu pula, setelah langkah
analisis ini dijalankan, maka langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah
116 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
menentukan dan menjalankan berbagai hal yang sudah disusun dalam
rumusan konseptual terkait bisnis dan jawaban atas analisis yang ada.
Beberapa bentuk usaha bisa saja memiliki langkah-langkah yang berbeda
dalam prakteknya. Mereka yang memulai usaha pengembangan aplikasi game
online misalnya, akan berbeda secara praktis dengan mereka yang membuka
usaha berdagang merchandise klub sepakbola. Namun tindakan-tindakan
prinsipil pendirian usaha tetap harus dijalankan. Dalam hal ini, terdapat
beberapa langkah yang meski tidak dimaksudkan berurutan dalam
pelaksanaannya, tapi ia tetap harus dilibatkan dalam pertimbangan dan
pelaksanaan usaha, di antaranya:
1. Pengurusan izin usaha;
Beberapa daerah pada umumnya sudah memiliki tata aturan
tertentu, terutama yang berasal dari peraturan pemerintah, terkait
izin dan persyaratan usaha, tempat-tempat yang diizinkan, produk
yang boleh ditawarkan, dan lain sebagainya. Beberapa usaha juga
seringkali diwajibkan untuk memiliki badan hukum yang jelas.
Mengurus perihal izin usaha ini harus menjadi prioritas agar tidak
terjadi persoalan hukum di kemudian hari.
2. Pemilihan lokasi dan desain tempat usaha (locating and decorat
ing);
Tidak salah jika ada banyak orang yang menyatakan bahwa usaha
adalah persoalan lokasi. Tempat yang dipilih akan sangat
menentukan tingkat penjualan dan keberhasilan usaha secara
umum. Pelaku usaha yang membuka usahanya dekat dengan lokasi
keramaian atau lebih mudah diakses oleh masyarakat akan lebih
mudah mendapatkan pelanggan dibandingkan sebaliknya. Selain
itu, desain tempat usaha yang menarik, juga akan lebih menarik
pelanggan dibandingkan tempat usaha yang tidak didesain dengan
baik. Pelaku usaha harus bisa memikirkan cara-cara kreatif untuk
menarik minat orang guna mendatangi tempat usahanya.
Dedl Mulyadi 117
3. Penentuan waktu usaha (time);
Pelaku usaha sedari awal harus bisa menetapkan lini waktu
(timeline) usahanya. Apakah ia akan menjual produknya siang hari,
malam hari, pada hari-hari tertentu saja (part-time), ataukah full
time. Hal ini harus dipikirkan berdasarkan analisis tentang kebiasaan
masyarakat calon konsumen, situasi lingkungan usaha, tingkat
keamanan, tingkat persaingan, dan lain sebagainya. Penentuan
waktu ini berguna agar pelaku usaha memiliki jadwal kerja yang
baik, sehingga ia bisa tetap memiliki waktu untuk mengerjakan hal
lain dalam hidupnya. Meski tidak dimaksudkan untuk mengekang
kebebasan, disiplin dalam hal waktu akan menentukan keberhasilan
usaha.
4. Pembuatan produk (production);
Produk yang akan ditawarkan harus dibuat dengan jadwal dan set
ting produksi yang jelas. Penyiapan stok dan bahan mentah produk,
pemasok bahan, alat produksi yang digunakan, orang-orang yang
membantu dalam pekerjaan, perangkat kontrol mutu produk (qual
ity control), hingga pembuatan nama atau merk produk, juga harus
dipikirkan sebelumnya, sehingga proses pembuatan produk ini bisa
berjalan dengan efektif dan ef isien.
5. Promosi produk (promotion);
Produk yang sudah dibuat dan akan ditawarkan harus
dipromosikan. Usaha tanpa promosi yang baik sulit untuk
mendatangkan keuntungan. Bagaimanapun, harus ada anggapan
bahwa masyarakat perlu dikenalkan dengan produk oleh pelaku
usaha. Mereka tidak bisa menunggu masyarakat mengenal produk
tersebut dengan sendirinya. Promosi yang baik, seperti halnya
penentuan lokasi yang baik, akan sangat berpengaruh terhadap
tingkat penjualan produkyang ada. Dalam hal ini, pelaku usaha bisa
memilih media apa yang paling cocok digunakan untuk keperluan
118 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
promosi, seperti komunikasi lisan, iklan di media cetak dan
elektronik, promosi melalui social media dan aplikasi-aplikasi chat
ting berbasis teknologi informasi dan komunikasi, penawaran
diskon, dan Iain sebagainya.
6. Distribusi produk (distribution);
Pada usaha skala kecil, distribusi produk pada umumnya akan
dilakukan melalui tindakan penjualan atau penawaran langsung dari
pelaku usaha kepada konsumennya. Namun demikian, melihat fakta
bisnis hari ini, terutama banyak kalangan pelaku usaha yang juga
menjual produk mereka secara online, maka distribusi produk bisa
saja melalui pihak lain tanpa harus ada ukuran tertentu apakah
usaha yang dijalankan sudah masuk usaha skala besar atau kecil.
7. Pengembangan jaringan bisnis (business network);
Pelaku usaha tentu tidak ingin berhenti pada satu titik capaian saja.
la setiap saat harus memikirkan bagaimana mengembangkan bisnis
yang dijalankannya menjadi lebih baik dan besar, agar ia juga bisa
mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan
lingkungan. Rumusan seperti ini sedari awal harus dilakukan ketika
seseorang memulai usahanya. Karena itu, berhubungan dengan
pihak lain, seperti pelaku usaha lain, pemasok, orang-orang yang
dianggap memiliki pengaruh, dan lainnya harus dibina sedari awal.
Terhubung dengan orang lain dalam jaringan bisnis yang baik, akan
sangat membantu pelaku usaha untuk tidak saja mengembangkan
usahanya, tapi juga ketika ia harus menghadapi persoalan-persoalan
tertentu dalam usahanya.
8. Manajemen sumberdaya dan pengembangan (managingresources
and developing);
Jika usaha yang dijalankan sudah tumbuh dan berkembang seiring
pencapaian dan perluasan target usaha, maka pelaku usaha juga
akan dituntut untuk m engelola badan usahanya dengan
Dedi Mulyadi 119
menerapkan berbagai prinsip manajemen yang baik. Pelaku usaha
dalam hal ini harus mau mempelajari bagaimana penerapan
manajemen mutu, manajemen pengetahuan, perilaku organisasi,
budaya kerja, manajemen administrasi dan perkantoran,
manajemen sumber daya manusia, manajemen produksi, dan lain
sebagainya. la harus menyadari bahwa usahanya sudah
berkembang sedemikian rupa, dan karenanya ia juga harus
mengembangkan kapasitas dan kapabilitas dirinya dalam hal
mengelola sumber daya yang ada, baik sumber daya material
ataupun manusia. la tidak lagi bisa berpikir bahwa usahanya hanya
tentang dirinya, tapi harus berpikir bahwa apa yang dijalankannya
menanggung hajat hidup orang banyak dan kelangsungan usahanya
akan menghidupi banyak orang di lingkungan kerja.
Beberapa hal di atas adalah catatan-catatan sederhana tentang apa yang
harus dilakukan dalam memulai atau mendirikan usaha. Pada prakteknya, apa
yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha mungkin akan berbeda satu
dengan yang lainnya. Namun, prinsip-prinsip manajemen bisnis secara umum
terkait usaha ini tetap harus menjadi acuan.
120 Kewirausahaart, Pengantar Menuju Praktik
T \ T MANAJEMEN UNTUK PRODUKTIVITAS 1 V USAHA
Mengelola bisnis pada akhirnya adalah persoalan bagaimana pelaku usaha
bisa mempraktekkan segenap teori dan konsep manajemen dalam usahanya.
Meskipun dalam kenyataannya banyak pelaku usaha yang tidak berangkat
dari pendidikan manajemen dahulu, namun ketika bisnis atau usaha yang
dijalankannya berkembang sedemikian rupa, maka ia tetap saja harus bisa
menerapkan berbagai prinsip dan konsep manajemen seiring penambahan
wawasan dan pengalaman bisnis yang dimilikinya. Seorang enterpreneur
adalah seorang pembelajar. Apa yang ditemuinya di lapangan, persoalan yang
dihadapinya, peluang yang diupayakannya, semua akan memberikan
pelajaran berharga untuk perkembangan dirinya. Karena itu pula, berbicara
tentang wirausaha pada akhirnya dituntut juga untuk memahami sedikit
banyak tentang konsep-konsep manajemen itu sendiri.
Pelaku usaha barangkali memulai usahanya secara personal, la
mengerjakan semuanya mulai dari menyiapkan gagasan, merumuskan dan
membuat produk, memasarkan dan menjual produk tersebut, menghitung
dan menata penghasilan yang didapatkan, hingga mengevaluasi usahanya.
Akan tetapi, dalam banyak pengalaman wirausaha, ketika usaha yang
dijalankan ini semakin berkembang, lingkup kegiatan juga semakin meluas,
maka pelaku usaha kemudian mulai menambah tenaga kerja, menyiapkan
orang-orang untuk posisi-posisi dengan tugas dan tanggungjawab tertentu
guna membantunya menjalankan usaha. Pelaku usaha yang tadinya bersifat
individual berubah menjadi sebentukorganisasi yang melibatkan banyak or-
ang dalam praktiknya. Badan usaha dalam bentuk organisasi dengan struktur
kerja dan fungsi manajemen tertentu akhirnya dibangun sesuai dengan aturan
yang ada. Pada saat ini pula, memahami konsep-konsep manajemen untuk
pengembangan bisnis menjadi sangat diperlukan, mulai dari manajemen
sumber daya manusia, manajemen pemasaran, manajemen operasi,
manajemen keuangan, dan manajemen bisnis secara umum. Kita akan
mempelajari hal tersebut secara ringkas pada bab ini.
A. Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Usaha
"Recently, I was asked if I was going to fire an employee who made a mis
take that cost the company $600,000. No, i replied, I just spent $600,000
training him. Why would I want some body to hire his experience?” -Th o
mas John Watson Sr.
Salah satu tema penting yang banyak dikaji dalam bidang manajemen
secara umum adalah manajemen sumber daya manusia (MSDM). Tema ini
bahkan dianggap sebagai salah satu tema krusial, terutama ketika
berkembang perspektif baru terkait keberadaan sumber daya manusia dalam
suatu organisasi yang tidak bisa dianggap sebagai tenaga kerja semata, tapi
juga aset terpenting dari organisasi dan usaha yang dijalankannya. Mesin-
mesin produksi dan berbagai peralatan kerja jelas memudahkan orang untuk
menjalankan bisnisnya, namun dalam banyak kasus, semua itu tetap sangat
bergantung pada manusia pelaksananya. Oleh karena itu, mengelola sumber
daya manusia secara baik adalah sebuah keniscayaan dalam bisnis agar pelaku
usaha bisa mendorong segenap potensi karya dan kesungguhan mereka
dalam bekerja.
Pentingnya perhatian pada aspek sumber daya manusia seringkali
dilupakan oleh banyak pelaku usaha kreatif, terutama mereka yang tidak
pernah belajar tentang bidang manajemen sama sekali. Hal yang sama bisa
12 2 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
ditemukan juga pada organisasi yang masih bersifat tradisional, di mana fokus
terhadap SDM belum sepenuhnya dilaksanakan. Pelaku usaha dan atau
organisasi tersebut masih lebih memilih untuk berkonsentrasi pada fungsi
produksi, keuangan, dan pemasaran yang cenderung berorientasi jangka
pendek. Perhatian pada aspeksumber daya manusia hanya dilakukan sebatas
penerimaan tenaga kerja dan pemberiah upah. Jarang sekali ditemukan
pelaku usaha atau organisasi yang memberikan perhatian yang serius dalam
hal pengadaan tenaga kerja, pelatihan sistematis pada mereka, pemberian
motivasi kerja, ataupun mengelola wawasan keilmuan dan keahlian mereka.
Akibatnya, sumber daya manusia tak jauh beda dengan peralatan yang
dimiliki. la hanya difungsikan untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya
terbatas. Padahal, sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi
memiliki nilai lebih dari itu. Ada banyak kreativitas dan inovasi usaha yang
mungkin dikeluarkan ketika organisasi atau perusahaan bisa mengelola
sumber daya manusianya dengan baik.
Dalam banyak kasus juga, pelaku usaha dan atau perusahaan seringkali
harus m enghadapi kegagalan usaha karena ketidakm am puan
memberdayakan sumber daya manusia yang dimilikinya. Perencanaan yang
matang tidak berjalan karena manusia pelaksananya tidak bekerja dengan
sungguh-sungguh. Divisi-divisi kerja tidak berkembang karena pelaksana di
dalamnya hanya terfokus pada tugas literal dan tidak pernah menumbuhkan
kreativitas yang itu sangat dibutuhkan dalam bisnis atau usaha. Karena itu
pula, wajar jika pada organisasi yang lebih moderat seperti bisa ditemukan
pada perusahaan-perusahaan besar hari ini, perhatian pada sumber daya
manusia ini sangat besar. Ada banyak contoh perusahaan yang memanjakan
karyawannya agar mereka bisa terdorong lebih giat dalam bekerja.
Perusahaan-perusahaan ini secara berkala memberikan pelatihan kerja,
menyediakan jenjang karier dan jabatan sesuai dengan kompetensi
karyawannya, memberikan mereka keadilan secara manusiawi dalam bekerja,
membangun lingkungan kerja yang menyenangkan untuk mereka, yang
Dedi Mulyadi 123
semua itu pada akhirnya akan memberikan feedback yang positif pada
perusahaan atau pelaku usaha itu sendiri.
Lebih lanjut, untuk memahami perbedaan pandangan manajemen
tradisional dan perspektif bam terkait peran sumber daya manusia ini, maka
kita perlu melihat karakteristik pada perspektif masing-masing. Pada
paradigma tradisonal organisasi hanya menganggap sumber daya manusia
hanya sebagai divisi pelengkap saja. Sehingga peran utama divisi SDM tidak
lain hanya untuk mengurus administrasi kepegawaian belaka (Cascio, 1995).
Tentu saja tidak mengherankan apabila orientasi divisi ini hanya menjalankan
fungsi administrasi belaka. Dalam hal ini Cascio (1995) menggarisbawahi
beberapa peran sumber daya manusia pada paradigma lam a:
1. Attraction yang meliputi: identifikasi pekerjaan, menentukan jumlah
orang dan kombinasi ketrampilan yang dibutuhkan untuk suatu
pekerjaan dan menyediakan kesempatan yang sama bagi setiap
kandidatterpilih.
2. 5election yang meliputi: memilh orang yang terbaik bagi pekerjaan
yang bersangkutan.
3. Retention yang meliputi: memberikan reward bagi orang yang
bekerja efektif dan memperthankan keamanan dan kenyamanan
lingkungan kerja.
4. Development yang meliputi: meningkatkan dan menyiapkan
kompetensi karyawan melalui peningkatan knowledge, skills dan
abilities dan pendekatan spesialisasi fungsi perusahaan.
5. Assesment yang meliputi: pengamatan dan penilaian perilaku dan
sikap relevan dengan pekerjaan dan kinerja sumber daya manusia.
6. Adjustment yang meliputi; pemeliharaan pemenuhan kebutuhan
yang terkait dengan kebijakan sumber daya manusia perusahaan.
Jika dalam paradigma lama tersebut peran divisi sumber daya manusia
sekedar pelengkap, maka dalam paradigma baru (era 1980 - 1990 atau the
124 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Prakt/k
age of gaining and sustaining competetive advantage), divisi sumber daya
manusia sudah memiliki peran strategis, artinya divisi sumber daya manusia
memiliki kontribusi dalam menentukatt wnasa depan organisasi melalui
orientasi fungsional bukan lagi pada pengawasan, pengarahan, dan
pengendalian saja (command) tetapi sudah pada pengembangan, kreativitas,
fleksibilitas dan manjamen proaktif (coordination) (Bowen & Sceineder, 1995).
Sumber daya manusia hari ini dianggap sebagai aset paling bernilai dari
sebuah organisasi atau perusahaan, karena manusia memiliki potensi untuk
bertindak kreatif, bisa belajar dan mengajarkan keterampilan dan keahlian
yang dimilikinya pada orang lain, membuat putusan penting yang bisa
menyelamatkan kinerja perusahaan, memiliki faktor keberuntungan yang
tidak dimiliki oleh, serta hal-hal lain yang membuat manusia tidak bisa lagi
dipandang sebagai semata “pekerja.” Pentingnya penekanan pada
pengelolaan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi atau perusahaa
dengan perspektif baru inilah yang kemudian membuat banyak perusahaan
memiliki divisi khususnya untuk pengelolaan sumber daya manusia ini dalam
lembaganya, seperti bagian personalia, atau HRD (Human Resources Devel
opment).
Secara umum, manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas
sumber daya manusia yang ada. Dalam praktiknya, kegiatan manajemen
sumber daya manusia ini akan berurusan dengan berbagai kegiatan terkait
tenaga kerja yang dimulai dari proses perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen, seleksi, penempatan, pemberdayaan, hingga pemutusan
hubungan kerja. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan manajemen sumber daya
manusia ini hadir dalam setiap tahapan dan kegiatan bisnis itu sendiri. Secara
lebih terperinci, manajemen sumber daya manusia (MSDM) dalam sebuah
organisasi atau perusahaan akan memiliki ruang lingkup kegiatan yang
mencakup tiga hal berikut dengan cakupan dan sub-cakupan operasionalnya
masing-masing:
Dedi Mulyadi I 125
Tabel 4.1: Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia
Tugas Cakupan Operasional Sub-cakupan Operasional
Pengadaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengadaan Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)Penarikan Sumber Daya Manusia (SDM)Seleksi Sumber Daya Manusia (SDM) Penempatan Sumber Daya Manusia (SDM) Pembekalan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM)Pengembangan Karir
Pemeliharaan Sumber Daya Manusia (SDM)
KompensasiMotivasiIntegrasiHubunganPerburuhanPensiundanPemberhentianKerja (PHK)
Pengelompokan sederhana ruang lingkup manajemen sumber daya
manusia di atas hanyalah untuk memudahkan pemahaman kita bagaimana
peranan dan tugas yang diemban oleh Departemen yang mengurus sumber
daya manusia ini secara teoritis. Meski demikian, dalam kenyataannya, apa
yang dihadapi oleh departemen sumber daya manusia, atau seorang manajer
personalia tidak sesederhana proses di atas, namun lebih kompleks
tergantung pada berbagai faktor yang seringkali tidak bisa diramalkan
sebelumnya. Tantangan tersebut bahkan bisa muncul dari faktor eksternal
seperti kondisi sosial, ekonomi, politik, peraturan dan kebijakan pemerintah,
126 Kewirausahaan, Pengantar Mertuju Praktik
perkembangan teknologi, dan lingkungan perusahaan. Sedang tantangan
yang datang dari dalam organisasi (internal) dapat berupa karakter organisasi,
serikat pekerja, perbedaan individu, sistem nilai manajer dan karyawan yang
berbeda, dan lain sebagainya. Untuk itu pula, organisasi terutama bagian
personalia perlu aktif mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu
seperti memonitor perubahan lingkungan, mengevaluasi serta melakukan
tindakan proaktif dalam mengatasi tantangan melalui teknikdan pendekatan
yang cocok.
Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup sebelumnya, maka fungsi dari
manajemen sumber daya manusia (MSDM) atau tanggungjawab fungsional
dari departemen personalia atau HRD pada sebuah organisasi atau
perusahaan tidak berbeda dengan cakupan dan ruang lingkup kegiatan dari
MSDM tersebut. Meski demikian, secara spesifik, kita bisa membagi fungsi
manajemen sumber daya manusia ini ke dalam dua jenis, yaitu: (i)fungsi yang
berkaitan dengan manajemen; dan (2) fungsi yang berkaitan dengan cakupan
operasionalnya.
Pada yang pertama, atau fungsi yang berkaitan dengan manajemen,
maka Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning); Persiapan dapat hal pengadaan,
pengembangan, dan pemeliharaan tenaga kerja secara efektif dan
efisien agar sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan.
Dalam perencanaan ini, disusun pula program-program
kepegawaian yang diperlukan untuk membantu terwujudnya tujuan
organisasi atau perusahaan.
2. Pengorganisasian (organizing); Kegiatan menata semua karyawan
dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi
wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam struktur dan bagan
organisasi. Dalam hal manajer personalia juga merancang struktur
hubungan yang mengaitkan antara pekerjaan, karyawan, dan
Dedi Mulyadi 127
faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerjasama satu dengan
yang lainnya.
3. Pengarahan (directing); Pemberian petunjuak dan arahan agar
sumberdaya manusia yang dimiliki organisasi bisa bekerja dengan
efektif dan efisien sesuai dengan posisi dan tanggungjawab yang
diembannya, demi tercapainya tujuan yang sudah ditetapkan oleh
manajemen sebuah organisasi atau perusahaan.
4. Pengawasan dan Pengendaiian (controlling); Mengatur aktifitas-
aktifitas agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
organisasi dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Fungsi ini
berguna untuk memberikan perbaikan dan evaluasi bila terjadi
penyimpangan atau kesalahan dalam pelaksanaan tugas atau
pekerjaan.
Sedang pada fungsi yang berkaitan dengan cakupan operasionalnya,
manajemen sumber daya manusia (MSDM) memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut:
1. Pengadaan atau rekrutmen sumber daya manusia (Procurement);
Proses ini mencakup kegiatan penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan atau tenaga
kerja sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan.
2. Pengembangan (Development); Usaha untuk meningkatkan
keahlian karyawan melalui program pendidikan dan latihan yang
tepat agar karyawan atau pegawai dapat melakukan tugasnya
dengan baik. Aktivitas ini penting dan akan terus berkembang
karena adanya perubahan teknologi, penyesuaian dan
meningkatnya kesulitan tugas manajer.
3. Kompensasi (Compensation); Pemberian balas jasa baik langsung
ataupun tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan
sebagai imbalan atas jasa yang telah mereka berikan kepada
128 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
perusahaan dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan perusahaan.
4. Motivasi (Motivation); Fungsi manajemen untuk memberikan
dorongan kerja pada karyawannya agar lebih giat dan bersemangat
dalam m enyelesaikan apa yang sudah menjadi tugas dan
tanggungjawabnya dengan sebaik-baiknya.
5. Integrasi (Integration); Mempersatukan dan menyelaraskan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agartercipta
kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan
memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil
pekerjaannya.
6. Pemeliharaan (Maintenance); Fungsi ini biasanya dijalankan ketika
fungsi-fungsi sebelumnya sudah berjalan dengan baik. Dengan kata
lain, fungsi pemeliharaan (maintenance) adalah menjaga dan
meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan agar
mereka tetap mau bekerja baik sesuai dengan kebutuhan
perusahaan sebagaimana tujuan dari fungsi sebelumnya.
7. Hubungan Perburuhan (Employee Relations); Fungsi MSDM dalam
menjaga sumber daya manusia yang dimiliki organisasi atau
perusahaan agar dapat menyuarakan apa yang menjadi keluhan,
hak, dan kepentingannya, dalam koridor organisasi yang legal. Pada
perusahaan yang memiliki serikat pekerja, Departemen Sumber
Daya Manusia harus berperan aktif dalam melakukan negosiasi dan
mengurus masalah persetujuan dengan pihak Serikat Pekerja.
8. Pem utusan Hubungan Kerja (Separation); Pem berhentian
hubungan kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja
bersangkutan. Pemberhentian ini dapat disebabkan keinginan
perusahaan, keinginan karyawan, kontrak kerja berakhir, pensiun,
dan sebab-sebab lainnya. Pada titik ini, maka sudah menjadi
tanggungjawab perusahaan untuk mengembalikan pegawainya ke
lingkungan masyarakat dalam keadaan sebaik mungkin, sehingga
Dedi Mulyadi 129
tidak menimbulkan ekses yang negatif dan pemberhentian kerja
tersebut.
Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia di atas adalah fungsi-
fungsi utama yang harus dilaksanakan, khususnya oleh Departemen yang
mengurus dan bertanggungjawab perihal sumber daya manusia dalam
sebuah organisasi atau perusahaan. Dalam kelanjutannya, departemen ini
juga harus berperan aktif dalam membantu manajer organisasi terkait fungsi
dan tugas manajemen organisasi secara umum. Hal ini misalnya tampak pada
proses evaluasi kinerja (performance evaluation) yang dilakukan oleh
perusahaan, di mana Departemen Personalia atau Divisi sumber daya manusia
(SDM ) ini akan ikut bertanggung jawab untuk m engembangkan
bentuk penilaian kinerja yang efektif dan memastikan bahwa penilaian kinerja
tersebut selaras dengan kondisi sumber daya manusia yang dimiliki oleh
perusahaan bersangkutan. Departemen Sumber Daya Manusia juga
terkadang perlu melakukan pelatihan terhadap para manajer tentang
bagaimana membuat standar kinerja yang baik dan membuat penilaian kinerja
yangakurat.
Dalam konteks wirausaha sendiri, meski usaha yang dijalankannya belum
memiliki bagian khusus untuk mengurus masalah sumber daya manusia ini,
namun prinsip-prinsip fungsional seperti terdapat di atas harus tetap
diterapkan dengan sebaik-baiknya. Pelaku usaha harus bisa membuat
perencanaan sumber daya manusia atau tenaga kerja, membuat standar
rekrutmen tenaga kerja, ia juga harus bisa memberdayakan karyawan yang
dimilikinya melalui berbagai aktivitas pelatihan dan pengembangan
keterampilan kerja, ia juga harus memikirkan dan merumuskan besaran upah
(kompensasi kerja) yang baik, memotivasi mereka, memahami keinginan dan
mengintegrasikan keinginan mereka dengan tujuan usaha yang ada, hingga
jika dalam kondisi tertentu memutuskan hubungan kerja dengan cara-cara
yang etis dan tidak banyak merugikan kedua belah pihak.
130 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Dalam konteks usaha atau bisnis yang lebih besar seperti ketika usaha
yang dijalankan sudah berbentuk badan usaha (perusahaan), maka harus ada
divisi tertentu yang tugasnya tidak hanya berpaku pada fungsi-fungsi umum
manajemen sumberdaya manusia itu sendiri, tapi juga merumuskan strategi
yang tepat untuk pengembangan sumber daya m anusia, serta
mengintegrasikan berbagai konsep manajemen lain, seperti manajemen
mutu, manajemen nilai, manajemen pengetahuan, dan lainnya dengan
manajemen sumber daya manusia. Keterpakuan pada fungsi umum
manajemen sumber daya manusia ini justru akan membuat pelaku usaha atau
perusahaan kembali terjebak pada paradigma lama sumber daya manusia itu
sendiri. Alih-alih dikelola dan diberdayakan, sumber daya manusia yang
dimilikinya hanya menjadi tenaga kerja tanpat kreativitas dan inovasi, tanpa
warisan keahlian pada generasi kerja berikutnya.
Strategi Sumber Daya Manusia dalam Wirausaha
Sumber daya manusia sangat penting tidak hanya karena mereka
memegang peranan penting dalam membentuk dan mencapai setiap tujuan
organisasi, tetapi juga karena manusia-manusia ini memang sudah
sepantasnya mendapat kewajaran dan keadilan. Rasa ketidakadilan di antara
para pegawai akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Ketidakhadiran
(absenteeism), motivasi kerja yang rendah, tidak adanya perhatian terhadap
kualitas produk dan jasa, kurangnya komitmen, dan bahkan sabotase alat-
alat produksi dapat menjadi akibatnya. Sikap dan perilaku ini dapat
mempengaruhi biaya, produktivitas, laba, serta nilai pasarsaham perusahaan
itu sendiri. Perlakuan yang adil dalam hubungan kepegawaian secara tidak
langsung dapat mempengaruhi efisiensi arus kas perusahaan.
Oleh karena itu, pelaksana bagian sumber daya manusia, dalam konteks
ini, perlu memiliki strategi yang tepat dalam mengelola dan mengembangkan
sumber daya manusia atau lini pekerja yang dimiliki oleh perusahaan atau
badan usaha tertentu. Strategi sumber daya manusia sendiri berkaitan dengan
Dedi Mulyadi 131
misi, visi, strategi perusahaan, SBU (strategy business unit) dan juga strategi
fungsional. Penentuan strategi sumber daya manusia perlu memperhatikan
dan mempertimbangkan misi, visi, serta strategi korporat, serta perlu
dirumuskan secara logis, jelas dan aplikabel. Strategi sumber daya manusia
mendu-kung pengimplementasian strategi korporat dan perlu diterjemahkan
dalam aktivitas-aktivitas SDM, kebijakan-kebijakan, program-program yang
sejalan dengan strategi perusahaan. Ketidaksesuaian antara strategi SDM
dan strategi perusahaan akan mempengaruhi pencapaian sasaran
perusahaan. Sebaliknya kesesuaian antara strategi perusahaan dan strategi
SDM perlu diupayakan mendorong kreat-ivitas dan inovasi karyawan dalam
mencapai sasaran perusahaan.
Strategi SDM berkaitan antara lain dengan pembentukan suatu budaya
perusahaan yang tepat, perenca-naan SDM, mengaudit SDM baik dari segi
kuantitatif maupun kualita-tif, serta mencakup pula aktivitas SDM seperti
pengadaan SDM (dari rekrutmen sampai pada seleksi), orientasi,
pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penilaian SDM. Dalam
menentukan strategi SDM, faktor-faktor eksternal perlu dipertimbangkan
mengacu pada future trends and needs, demand and supply, peraturan
pemer-intah, kebutuhan manusia pada umumnya dan karyawan pada
khususn-ya, potensi pesaing, perubahan-perubahan sosial, demografis,
budaya maupun nilai-nilai, teknologi. Kecen-derungan perubahan lingkungan
akan mempengaruhi perubahan stra-tegi perusahanan yang juga berarti
bahwa strategi SDM pun perlu dipertimbangkan ulang, dan kemungkinan
besar perlu disesuaikan. Perubahan strategi SDM bukanlah sesuatu yang tabu
namun perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang. Dalam
perumusan strategi SDM yang tepat ini juga, manajer SDM atau Personalia
perlu m em perhitungkan faktor-faktor lingkungan seperti halnya
ketidakpastian, inovasi teknologi, perubahan demografis, organisasi yang
menjadi lebih flat dan fleksibel, meningkatnya kolaborasi dan kompetisi
multinasionai berpengaruh terhadap strategi sumberdaya manusia.
132 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Perubahan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap pekerjaan-
pekerjaan di bidang jasa, perubahan di bidang ekonomi sangat berpengaruh
terhadap alternatif kompensasi dan pelatihan karyawan serta perubahan
sosial berpengaruh terhadap perubahan pengembangan organisasi, promosi
dan sistem penilaian formal organisasi. Sebagai konsekuensi dari perubahan
berbagai faktor-faktor lingkungan seperti halnya inovasi teknologi, perubahan
demograf is, serta situasi ketidakpastian lingkungan bisnis maka strategi bisnis
dan sekaligus strategi sumberdaya manusianya akan mengalami perubahan.
Pendekatan yang bisa digunakan dalam menyesuaikan strategi sumberdaya
manusia dengan strategi bisnis atau kondisi organisasi adalah melalui
penciptaan kesesuaian antara kebijakan sumberdaya manusia dengan pilihan
strategi yang sp'esifik. Smith menekankan bahwa meskipun rencana
pemasaran, keuangan, dan teknik seringkali berubah untuk mencerminkan
perubahan strategi, tetapi fungsi sumberdaya manusia seringkali diabaikan.
Dengan demikian perlu adanya kesesuaian antara strategi bisnis dengan
strategi sumberdaya manusia dikarenakan kesesuaian kedua strategi ini akan
mendukung keberhasilan implementasi strategi dan pencapaian keunggulan
bersaing (kompetitif) perusahaan atau organisasi. Menurut Cynthia dan Mark
Lengnickhall (1990), Tipologi strategi sumberdaya manusia merupakan
salahsatu pendekatan yang digunakan dalam merumuskan strategi
sumberdaya manusia yang sesuai dengan strategi bisnis. Tipologi tersebut
dinyatakan dalam bentuk matriks “Growth/Readiness”. Dalam matriks
tersebut, sumbu tegaknya adalah corporate growth expectations, di mana
growth yangtinggi menunjukkan tingginya peluang, berbagai opsi strategi
yang tersedia; cash flow yang tinggi serta ekspansi. Sumbu datarnya
menyatakan organizational readiness yang menunjukkan ketersediaan atau
pencapaian, skill, gaya, dan pengalaman sumberdaya manusia yang
diperlukan bagi implementasi strategi. Readiness sendiri merupakan proksi
bagi kelayakan implementasi dan menunjukkan seberapa baik sumberdaya
manusia fit dengan kebutuhan pada situasi tersebut. Keempat kuadran pada
Dedi Mulyadi 133
matriks tersebut menunjukkan empat kondisi dimana strategi sumberdaya
manusia akan diformulasikan agar sesuai dengan strategi bisnis perusahaan
atau organisasi dalam mencapai keunggulan bersaing. Dalam matriks:
Bagan 4.1: Matriks Pertumbuhan dan Kesiapan
HIGH
CORPORATE GROWTH
EXPECTATIONS
LOW
HIGH LOW
ORGANIZATIONAL READINESS
INVESTMENT ------------------------->
RETURN-------------------------->
Keempat kuadran beserta alternatif strateginya sebagaimana terdapat
pada matriks di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kuadran satu: Development
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang tinggi dan tingkat
readiness yang buruk antara strategi dengan skill sumber daya
manusia. Pada kuadran ini terdapat tiga alternatif strategi sumber
daya manusia, yaitu:
134 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
a. Perusahaan memilih melakukan investasi yang tinggi pada
bidang sumber daya manusia seperti halnya investasi yang
dilakukan oleh Hyatt untuk melakukan pelatihan kembali
terhadap karyawan Braniff setelah perusahaan tersebut
diakusisi.
b. Merubah tujuan corporat yang mencerminkan kurangnya
readiness, seperti yang dilakukan oleh Sambo yang merubah
fokus dari pertumbuhan ke profit setelah mengalami kesulitan
keuangan pada tahun 1983.
c. Merubah corporate strategy untuk mempergunakan
ketrampilan dan sumber daya yang tersedia pada saat itu. Hal
ini dilakukan oleh Anheuser-Busch yang mundur dari industri
soft drink dan masuk ke industri snack dan bakery.
2. Kuadran Dua: Exspansion
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang tinggi dan readi
ness yang baik antara strategi dengan kinerja. Perusahaan-
perusahaan yang berada pada kuadran ini pada umumnya
merupakan perusahaan yang memiliki posisi persaingan dalam
industri yang kuat. Permasalahan yangmuncul pada pada kuaradran
ini adalah masalah alokasi sumber daya perusahaan yakni seberapa
besar proporsi sumberdaya yangakan dialokasikan untuk mencapai
pertumbuhan yang diinginkan, serta seberapa besar proporsi
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengelola pertumbuhan.
Solusi atas permasalahan tersebut sangat tergantung dari:
a. Tingkat investasi pada sumberdaya manusia yang diperlukan
untuk mempertahankan yang diinginkan;
b. Prof itabilitas;
c. Ukuran kinerja lain yang penting bagi perusahaan.
3. Kuadran Tiga: Productivity
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth yang rendah serta
Dedi Mulyadi 135
readiness yang baik bagi implementasi strategi. Sebagai contohnya
adalah perusahaan Mercedes Benzataupun Kroger Stores. Kedua
perusahaan ini memiliki keunggulan kompetitif namun tidak
melakukan ekspansi secara cepat. Karena itu, operasi perusahaan
ini bisa berjalan secara efektif dan efisien. Pada kuadran ini terdapat
beberapa alternatif strategi sumber daya manusia, yaitu:
a. Perusahaan berfokus pada persiapan terhadap perubahan-
perubahan yang sudah diantisipasi yang akan terjadi pada
bisnis utama. American Exspress memilih strategi ini dalam
rangka menghadapi deregulasi, di mana sumber dayanya
diinvestasikan pada bisnis yang terkait atau tidak dengan
portofolio.
b. Perusahaan berfokus pada upaya memperbaiki posisi
persaingan saat ini. Fokus ini mencakup penggunaan sumber
daya dalam rangka memperbaiki sosialisasi, mentoring,
pengembangan rencana suksesi, dan sebagainya dalam upaya
membenahi kelemahan organisasi.
4. Kuadran Empat: Redirection
Kuadran ini dicirikan oleh ekspektasi growth dan readiness yang
buruk. Perusahaan-perusahaan yang berada pada kuadran ini pada
umumnya merupakan perusahaan yang berada pada industri yang
sedangmengalami penurunan, produk-produknya yangtelah usang
ataupun manufakturisasi yang tidak lagi kompetitif. Pada kuadran
ini pilihan strateginya adalah perusahaan harus merubah haluan
(turn around) ataukah keluar (exit) dari bisnis. Pada kuadran ini
perusahaan harus memutuskan apakah perusahaan akan
mengalihkan aktifitas-aktifitas karyawannya ataukah merubah
fokus bisnis, dalam hal ini sumber daya manusia maupun
pertimbangan kompetitif merupakan hal yang paling penting. Jika
merubah haluan merupakan alternatif strategi yangdipilih, maka
136 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
diperlukan upaya-upaya pelatihan kembali, penyesuaian kembali
serta restrukturisasi pada perusahaan atau organisasi tersebut.
Tetapi bila perusahaan memilih untuk keluar dari bisnis, maka
dihadapkan pada kewajiban tentang perpindahan karyawan dan
relokasi perusahaan. Pada kuadran ini perlu diperhatikan tiga hai
dalam implementasi strategi sumber daya manusia yaitu evaluasi
kondisi industri, penilaian posisi persaingan serta analisis kelayakan
dalam mendukung kesuksesan implementasinya.
Matriks growth/readiness (pertumbuhan dan kesiapan) di atas hanyalah
salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengetahui posisi perusahaan di
tengah dunia persaingan bisnis, untuk kemudian dijadikan bahan dan tolak
ukur dalam merumuskan strategi pengelolaan sumber daya manusia yang
diinginkan. Terkait pemilahan strategi pengelolaan sumber daya manusia demi
kepentingan organisasi atau perusahaan ini, maka dalam kajian Manajemen
Sumber Daya Manusia setidaknya kita akan disuguhi dengan tiga macam
strategi yang bisa digunakan, yaitu:
1. Strategi Inovasi
Inovasi pada dasarnya berarti pembaharuan, yang bersumber dari
kreativitas dan inisiatif dalam proses berpikir yang produktif.
Pelatihan dalam strategi ini adalah untuk mewujudkan kemampuan
merespon secara tepat sesuai dengan hasil informasi, yang memiliki
peluang luas untuk melaksanakannya secara kreatif. Dengan kata
lain strategi ini dipergunakan dalam pelatihan untuk mewujudkan
kemampuan mengembangkan produk dan pelayanan, baik jenis,
cara maupun kualitasnya. Kemampuan itu harus diarahkan pada
mencari dan m engem bangkan kekhususan, yang akan
membedakan produk dan pelayanan dari perusahaan lain yang
sejenis, sebagai pesaing dan lawan berkompetisi. Tujuan utama
untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lain, harus
Dedi Mulyadi
berpegang pada prinsip sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Oleh karena itu strategi inovasi sangat erat
hubungannya dengan strategi kecepatan, bahwa pengambilan
keputusan yang akan diwujudkan dalam tindakan bisnis secara
operasional selalu diperlukan informasi berupa umpan balik dari
konsumen. Informasi-informasi itu tidak sekedar berbentuk keluhan
atau koreksi-koreksi konsumen, tetapi juga mengharuskan
dilakukannya penelitian pemasaran (riset pemasaran), yang perlu
dijadikan materi pelatihan.
Dalam hal ini, perusahaan yang mengikuti strategi inovasi pal
ing tidak harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pekerja-pekerja yang menuntut interaksi dan koordinasi yang
erat antara kelompok-kelompok individu.
b. Penilaian kinerja yang lebih mencerminkan pencapaian tujuan
berdasarkan kelompok untuk jangka waktu yang lebih
panjang.
c. Pekerja yang memungkinkan karyawan yang mengembangkan
keahlian yang dapat digunakan pada posisi lainnya didalam
perusahaan.
d. Sistem kompensasi yang menekankan pada keadilan internal
daripada keadilan eksternal menurut pasar.
e. Tingkat gaji yang cenderung rendah, tetapi memungkinkan
karyawan menjadi pemilik saham dan memiliki keleluasaan
memilih bauran komponen gaji (gaji, bonus dan hak saham)
yang mendasari paket upah mereka.
f. Jalur-jalurkariryanglebarguna mengalakkan pengembangan
yang lebih luas keahlian-keahlian mereka.
2. Strategi Peningkatan Kualitas
Strategi ini merupakan strategi yang berfokus pada upaya-upaya
perbaikan atau penyempurnaan kualitas produk atau jasa yang
138 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dihasilkan. Scholer dan Jakcson dalam hal ini menyatakan bahwa
terdapat delapan prof il tentang perilaku peran yang diperlukan dari
sumber daya manusia (karyawan) dalam mendukung implementasi
strategi peningkatan kualitas produkjasa, yaitu: (1) perilaku yang
bersifat repetitive dan predictable; (2) fokus jangka panjang atau
menengah; (3) derajat perilaku interdependen cooperative yang
moderat; (4) Perhatian yang tinggi terhadap kualitas; (5) derajat
perhatian yang moderat pada kuantitas; (6) perhatian yang tinggi
pada proses; (7) aktifitas yang tidak berisiko; (8) komitmen
terhadap tujuan perusahaan. Perlu diperhatikan, bahwa di samping
peningkatan produk, perusahaan juga harus memerhatikan setiap
bentuk upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia yang
dimilikinya. Hal yang tidak bisa dipungkiri jika saat ini, ada banyak
kesadaran bahwa sumberdaya manusia merupakan unsur dan aset
perusahaan yang paling penting. Artinya semakin disadari bahwa
manusia tidak boleh diperlakukan sebagai salah alat produksi
semata yang posisi dan statusnya disamakan dengan alat-alat
produksi yang lain. Berkarya dewasa ini dikaitkan dengan
pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai insan politik,
insan ekonomi, insan social, dan sebagai individu yang memiliki jati
diri yang khas. Berangkat dari pandangan demikian, manajemen
tampaknya semakin sadar bahwa perusahaan harus berupaya untuk
memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhan para karyawan,
baikyang sifatnya mated, social, status, psikologi dan kesempatan
untuk bertumbuh dan berkembang.
Pemuasan berbagai kepentingan dan kebutuhan tersebut
mempunyai aspek-aspek yang sangat rumit dan beraneka ragam.
Misalnya, system imbalan yang diterapkan tidak lagi mencukupi
apabila hanya dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan para
karyawan yang bersifat mated, seperti dalam bentuk upah atau gaji.
Dedi Mulyadi 139
Disampaing imbalan berupa uang, para karyawan mengharapkan
imbalan finansial tidak langsung, imbalan yang nonfinansial dan
bahkan berbagai imbalan yang sifatnya intrinsik, seperti tanggung
jawab yang lebih besar, tugas yang menarik dan menantang,
diskresi dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan tugas, perlakuan sebagai manusia yang sudah matang
dan dewasa m elalui otonomi dalam berkarya serta
pemberdayaannya memperoleh haknya apabila yang bersangkutan
menunaikan kewajibannya dengan memuaskan.
Salah satu klasif ikasi pandangan demikian adalah behwa para
karyawan mendambakan tersedianya kesem patan untuk
bertumbuh dan berkembangdalam berkarya. Dan di bidang strategi
manajemen sumber daya manusia harus tergambar dengan jelas
segala bentuk dan jenis langkah yang harus diambil pada tingkat
manajemen operasional berdasarkan filsafat dan strategi dasar
yang menyangkut menejemen sumber daya manusia serta telah
ditetapkan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi. Seluruh
kegiatan m anajem en sumber daya manusia berkisar pada
pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia
sedemikian rupa sehingga mendukung penampilan kinerja
organisasi yang memuaskan. Penyelenggaraan seluruh kegiatan
manajemen sumber daya manusia perlu didasarkan pada suatu
sistem informasi sumber daya manusia (SISDM) yang handal.
Masukan dalam menciptakan system informasi dimaksudkan
berasal dari:
a. Klasif ikasi jabatan yang lengkap;
b. Analisis pekerjaan;
c. Deskrpsi tugas;
d. Spesifikasi pekerjaan; dan
e. Standarmutu hasil pekerjaan.
140 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Di sisi lain strategi ini bertolakdari kenyataan bahwa keinginan
dan kebutuhan masyarakat, khususnya konsumen setiap organisasi/
perusahaan selalu berubah ke arah kepuasan yang semakin
meningkat/tinggi tuntutannya terhadap produk (barang atau jasa)
dan pelayanan yang dapat diperoleh dengan membayar. Oleh
karena itu tujuan utama strategi ini dalam kegiatan pelatihan, adalah
untuk mewujudkan para pekerja yang tidak saja mempunyai
komitmen, tetapi juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan
kualitas produk (barang atau jasa). Kemampuan itu di satu pihak
mengharuskan ditumbuhkannya sikap peka terhadap pendapat,
kritik dan keluhan konsumen, sedang dipihak lain maupun pula
menghimpun informasi mengenai kualitas produk yang sama dari
pesaing sebagai bahan pembanding.
Strategi ini berarti juga pelatihan harus diarahkan pada usaha
mewujudkan kemampuan memperkecil dan menghindari resiko
bisnis. Dengan kata lain peningkata kualitas merupakan faktor yang
berpengaruh langsung pada keberhasilan pemasaran produk
(barang atau jasa). Tanpa kemampuan meningkatkan kualitas dalam
kompetisi dengan perusahaan atau pelaku usaha lain sebagai
pesaing, akan menimbulkan resiko kerugian karena produk tidak
akan diserap pasar. Oleh karena itulah strategi ini menjadi sangat
penting dalam kegiatan pelatihan, dengan memasukkan ke dalam
kurikulumnya, materi yang memungkinkan para pekerja kunci
memiliki kemampuan menghindari atau memperkecil resiko,
terutama melalui perbaikan dan peningkatan kualitas produk dan
pelayanan. Khusus dalam pemberian pelayanan, seharusnyalah
dilakukan pelatihan secara praktis dan riel, agar setiap pekerja
mampu memberikan pelayanan terbaik, yang sesuai dengan
keinginan/kebutuhan dan memuaskan konsumen secara
berkelanjutan.
Dedi Mu/yadi 141
3. Strategi Pengurangan Biaya
Strategi ini berusaha mendapatkan keunggulan bersaing melalui
biaya produksi yang rendah. Perusahaan yang menerapkan strategi
ini dicirikan oleh kontrol biaya yang ketat, minimisasi biaya over
head serta pencapaian skala ekonomis. Fokus utama diarahkan
pada upaya meningkatkan produktivitas, melalui biaya output per
individu. Pada prinsipnya upaya pengurangan biaya ini dilakukan
melalui pengurangan jumlah karyawan , penurunan tingkat upah
karyawan, pemanfaatan karyawan paruh waktu, subkontrak,
prosedur pengukuran dan penyederhanaan pekerjaan, perubahan
aturan pekerjaan, serta fleksibilitas penugasan pekerjaan.
Strategi pengurangan biaya ini berhubungan langsung dengan
kemampuan menghindari dan memperkecil resiko, karena terarah
pada usaha meningkatkan keuntungan kompetitif organisasi/
perusahaan. Strategi ini harus dilaksanakan dengan meningkatkan
kemampuan para pekerja lini, dalam mengusahakan mengurangi
atau menekankan serendah-rendahnya biaya produksi dan
pemberian pelayanan, tanpa berakibat sempit atau mengurangi
pasar. Dengan kata lain strategi ini bermaksud tidak mengurangi
kualitas, sebagai faktor yang menentukan dalam merebut dan
mempertahankan konsumen. Beberapa aspeknya adalah kesediaan
bekerja keras dengan disiplin kerja dan kecermatan yang tinggi,
mampu melakukan kegiatan kontrol kualitas agar terhindar dari
hasil produk yang tidak memenuhi persyaratan.
Dalam strategi pengurangan biaya ini juga perusahaan
berusaha meraih keunggulan kompetitif dengan cara menjadi
produsen barang yang berbiaya paling murah. Dalam rangka
memperoleh keunggulan kompetitif dengan mengikuti strategi
pengurangan biaya maka praktek-praktek kunci sumber daya
manusia harus mencakup:
142 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
a. Deskripsi jabatan yang relatif stabil dan dinyatakan secara
ekplisit sehingga mengurangi penafsiran yang mendua;
b. Jalur karir pekerjaan dirancang secara sempit yang bakal
mendorong adanya spesialisasi, keahlian dan efisiensi;
c. Penilaian kinerja yang berjangka pendek dan berorientasi pada
hasil;
d. Pemantauan yang teliti terhadap tingkat gaji dipasar tenaga
kerja yang akan digunakan dalam keputusan kompensasi; dan
e. Tingkat pelatihan dan pengembangan karyawan yang minimal.
Pemilahan strategi yangtepat untuk digunakan merupakan kunci utama
untuk menciptakan sumber daya manusia yang siap bersaing di tengah arus
bisnis global yang semakin menantang dan tidak memiliki batasan. Hal ini
berlaku di bidang apapun, tidak terkecuali wirausaha kreatif itu sendiri. Para
pelaku usaha atau perusahaan yang bisa memperlakukan sumber daya
manusianya secara efektif dan ef isienlah yang bisa berkembang di tengah
persaingan tersebut. Sebaliknya, perusahaan dan mereka yang tidak mampu
menghargai serta mengembangkan sumber daya manusia yang dimilikinya
akan tergerus dan sulit untuk maju.
B. Branding dan Pemasaran
"Content marketing is more than a buzzword. It is the hottest trend in
marketing because it is the biggest gap between what buyers want and
brands produce." -Michael Brenner
Usaha yang komersial dan bisa mendatangkan keuntungan adalah usaha
yang dipasarkan. Tanpa adanya praktik pemasaran, pengelolaan cara jual
produk dan nilai-nilai yang menjadi keuntungan bagi calon pelanggan, maka
usaha atau bisnis yang dijalankan akan sulit untuk menghasilkan keuntungan.
Karena itu pula, para pelaku usaha baik individu ataupun perusahaan mau
Dedi Mulyadi 143
tidakmau harus menjalankan praktik pemasaran dan manajemen penjualan
produkdengan sebaik-baiknya. Manajemen pemasaran dalam hal ini, menjadi
tema penting berikutnya yang harus dipahami oleh para pelaku usaha yang
ingin usahanya tetap kompetitif di tengah persaingan yang ada.
Secara umum, pemasaran atau lazim juga didengarkan istilah inggrisnya
marketing dalam pembicaraan, pada dasarnya adalah sebuah kegiatan di
mana seseorang atau organisasi menawarkan suatu produk atau jasa dengan
nilai tertentu kepada seseorang, atau kelompok, atau masyarakat secara
umum untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan kata lain,
pemasaran merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan melalui proses pertukaran dengan menambahkan nilai tertentu
bagi kedua pihak. Kotler dan Armstrong (2011), tokoh yang terkenal sebagai
bapak pemasaran misalnya, mendefinisikan pemasaran atau marketing ini
sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk atau jasa yang
bernilai kepada pihak lain.
Penjelasan dari Kotler ini menyatakan bahwa pemasaran merupakan
suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barangyang dapat
memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.
Dengan demikian, inti dari pemasaran adalah pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan dengan cara pertukaran, di mana masing-masing pihak
mendapatkan nilai dari proses tersebut. Pelanggan mendapatkan apa yang
mereka butuhkan, penjual mendapatkan keuntungan dari produk atau jasa
yang mereka tawarkan.
Praktik pemasaran yang baik sangat dibutuhkan oleh setiap pelaku usaha
agar produknya bisa dikenal dan konsumen juga tertarik untuk membeli atau
menggunakannya. Karena itu pula, pemasaran ini membutuhkan pemahaman
pelaku usaha atau perusahaan tentang kebutuhan dan keinginan masyarakat
144 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
atau pelanggan. Kebutuhan masyarakat konsumen akan selalu berubah
sebagaimana tuntutan mereka akan suatu produk terus berkembang. Karena
itu, bagaimana memahami kebutuhan, keinginan, dan kecenderungan
perubahan hal tersebut menjadi kunci dalam kegiatan pemasaran. Sebagai
contoh, pelaku usaha kreatif penjualan sepatu misalnya, harus mengetahui
sepatu seperti apa yang sedang laku di pasaran, siapa yang menjadi trend
setternya, berapa kisaran harga yang mereka inginkan, warna sepatu apa
yang paling banyak dicari, berapa lama kecenderungan memakai sepatu itu
akan bertahan, dan lain sebagainya.
Kata kunci lainnya dalam pemasaran adalah menentukan pasar sasaran.
Dalam prinsip pemasaran modern diyakini bahwa satu produk tidak akan
pernah sesuai dengan keseluruhan pasar. Oleh karena itu maka pemasaryang
baik adalah orang yang dapat menentukan dengan tepat apa yang harus
dijualnya secara tepat kepada kelompok orang tertentu. Kelompok ini bisa
terkait dengan orang, kebiasaan orang, suku, bahkan negara tertentu.
Dengan demikian, konsep utama pemasaran selalu berhubungan erat dengan
kepuasan yang bisa diraih oleh konsumen dengan terpenuhinya kebutuhan
dan keinginan mereka. Kegiatan perusahaan yang berdasar pada konsep
pemasaran ini juga harus diarahkan untuk memenuhi tujuan perusahaan itu
sendiri. Secara definitif dapat dikatakan bahwa konsep pemasaran adalah
falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen
merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan
atau pelaku ushaa.
Swastha (1996) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penting yang
bisa digunakan sebagai dasar bagi konsep pemasaran, yaitu:
1. Orientasi konsumen
Setiap bentuk produk atau jasa yang dibuat dan ditawarkan harus
berdasarkan pada analisis yang tepat tentang apa yang menjadi
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Karena itu, dalam pemasaran
yang berorientasi pada kebutuhan dan keinginan konsumen, pihak
Dedi Mulyadi 145
perusahaan sebagai pemasar produk dan jasa harus melakukan hal-
hal berikut, di antaranya:
a. Menentukan kebutuhanpokokdaripembeliyangakandilayani
dan dipenuhi.
b. Memilih kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam
penjualan.
c. Menentukan produk dan program pemasarannya.
d. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur,
menilai dan menafsirkan keinginan, sikap serta tingkah laku
mereka.
e. Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik,
apakah menitikberatkan pada mutu yang tinggi, harga yang
murah atau model yang menarik.
2. Koordinasi dan integrasi dalam perusahaan
Pelaku usaha yang ingin memberikan kepuasan secara optimal
kepada konsumen melalui produk dan jasa yang mereka tawarkan,
maka semua elemen pemasaran yang ada harus diintegrasikan.
Tidak bolah ada pertentangan antara kebutuhan pelanggan dan
ketersediaan produk atau jasa. Cara paling umum yang biasa
dilakukan oleh pelaku ushaa atau perusahaan untuk mengantisipasi
hal ini adalah membentuk divisi khusus pemasaran yang
bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan pemasaran. Dengan
adanya divisi ini dan seorang manajer pemasaran yang
memimpinnya, maka seluruh lini yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran dapat bekerja secara efektif, terkoordinir, selaras
dengan tujuan perusahaan itu sendiri.
3. Mendapatkan laba melalui pemuasan kebutuhan konsumen
Tujuan utama dari pemasaran atau penjualan produk dan jasa yang
dilakukan sebuah perusahaan pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan profit atau laba dari produk dan jasa yang mereka
146 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
tawarkan. Adanya keuntungan atau margin nilai dari penjualan inilah
yang membuat sebuah perusahaan bisa tumbuh dan berkembang
dengan kemampuan yang lebih besar. Sebaliknya, jika perusahaan
tidak mampu menarik keuntungan dari pemasaran yang
dijalankannya, maka hanya persoalanwaktu sebelumia mengalami
keruntuhan atau kebangkrutan. Meski demikian, perolehan
keuntungan atau profit bukaniah satu-satunya tujuan dari kegiatan
pemasaran. Ada banyak manfaat lain yang bisa diraih dari aktivitas
pemasaran itu sendiri, misalnya; mempererat hubungan antara
perusahaan dengan pelanggan, memperkenalkan visi dan misi
perusahaan kepada masyarakat, membangun citra dan kerjasama
dengan pihak lain, serta membuka peluang baru untuk bisnis yang
mungkin dijalankan.
Konsep apapun yang dibangun sebagai dasar dalam kegiatan
pemasaran, ia harus mencakup ketiga hal tersebut di atas. Pemasaran yang
baik adalah pemasaran yang berorientasi pada konsumen, yang melibatkan
koordinasi semua lini dalam perusahaan, serta bisa menghasilkan keuntungan
bagi perusahaan bersangkutan. Pelaku usaha yang hanya fokus pada
penjualan produk tapi tidak disertai dengan perhatian pada keinginan dan
kebutuhan konsumen, atau harapan-harapan mereka terkait produk tersebut,
sulit untuk mendapatkan keberhasilan dalam pemasarannya. Begitu pula
pemasaran yang hanya dilakukan oleh bagian tertentu tanpa koordinasi
dengan bagian lainnya akan berdampak buruk bagi pemasaran itu sendiri.
Logikanya sederhana, bagaimana mungkin seorang pem asar bisa
memasarkan produknya, mengenalkan produk tersebut pada masyarakat,
jika ia tidak memahami produk itu sendiri. Dalam hal ini, memahami produk
berarti pemasar harus bisa berkoordinasi dengan bagian produksi.
Namun demikian pemasaran sebagai sebuah konsep pada akhirnya
bukan semata persoalan mengenalkan produk, lalu menjualnya pada
Dedi Mulyadi I 147
masyarakat konsumen. Pemasaran adalah totalitas kegiatan yang berkaitan
dengan bagaimana sebuah perusahaan membangun masa depannya dengan
melibatkan konsumen dan masyarakat secara umum melalui aktivitas
pertukaran yang bertujuan. Penjualan produk semata tanpa membangun nilai
lebih demi kepentingan perusahaan, bukanlah sebuah pemasaran yang
bertujuan. Karena itu, setiap pelaku usaha, harus bisa memahami terlebih
dahulu arti penting dari konsep pemasaran yang bertujuan ini.
Seorang pelaku usaha kreatif yang membuka kedai kopi (coffee shop)
misalnya, ia tidak boleh semata berpikir bagaimana bisa menjual produk
kopinya dalam waktu singkat dan memperoleh margin keuntungan atas
modal dagang yang telah dikeluarkannya. Pelaku usaha tersebut juga harus
memikirkan bagaimana kelangsungan usahanya di masa depan dengan cara
membangun hubunganyang baikdengan pelanggannya melalui pemasaran
yang bertujuan. la juga harus bisa melihat pemasaran sebagai sarana
komunikasi untuk memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat dari
produk yang ditawarkannya. Pada titik ini, ketika ia bisa memahami dengan
baik apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat, maka ia bisa
merancang produknya dengan lebih baik di masa mendatang. Nilai-nilai yang
dibangun ini bisa berwujud citra baik usaha, ingatan konsumen akan layanan
yang optimal dari pelaku usaha ketika menjual produknya, dan hal-hal penting
lainnya yang itu akan menjadi perekat antara produk dan konsumen yang
menikmatinya. Karena itu pula, pelaku usaha coffee shop harus melakukan
beberapa aktivitas lain dalam upayanya memasarkan produknya, seperti
membuat iklan yang mengakrabkan dirinya dengan konsumen, membangun
citra positif dengan menyediakan layanan yang akrab bagi pelanggan yang
membeli kopi, dan lain sebagainya.
Perlu diingat bahwa meskipun peran pemasaran sangat penting dalam
setiap kegiatan bisnis, pengertian pemasaran sebagai sebuah konsep tidaklah
seragam. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh beberapa faktor, seperti
lingkungan, kondisi pasar, sifat produk, dan terutama pandangan pemasar
148 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
atau pihakyang berkepentinganterhadap pemasaranitu sendiri. Dengan kata
lain, konsep pemasaran yang dianut oleh masing-masing perusahaan tidaklah
sama. Konsep pemasaran yang dijalankan oleh sebuah perusahaan adalah
dasar atas semua kegiatan pemasaran yang dipercaya akan membawa
keuntungan bagi perusahaan tersebut. Konsep pemasaran ini dalam
evolusinya telah mengalami beberapa perkembangan yang bisa diringkas
sebagai berikut:
a. Konsep pemasaran berbasis produksi
Pemasaran yang berorientasi pada produksi (internal). Pemasaran
dengan konsep ini beranggapan bahwa konsumen hanya akan
membeli produk-produk yang murah. Dengan demikian, fokus
kegiatan perusahaan adalah pada bagaimana menghemat biaya
produksi dan efisiensi distribusi sehingga mereka bisa menjual
produk tersebut dengan harga murah kepada konsumen.
b. Konsep pemasaran berbasis produk
Dalam konsep ini, perusahaan memandang bahwa konsumen atau
pelanggan lebih menghendaki produk-produk atau jasa yang
berkualitas atau berpenampilan baik dan menarik. Dengan demikian
tujuan dan kegiatan perusahaan adalah bagaimana mereka bisa
mengendalikan kualitas dari produk mereka untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut.
c. Konsep pemasaran berbasis penjualan
Konsep pemasaran ini berfokus pada tingkat penjualan produk atau
barang, yakni bahwa konsumen perlu dipengaruhi dan diyakinkan
untuk membeli produk dan atau menggunakan jasa yang
ditawarkan, sehingga perusahaan bisa memenuhi target penjualan
dan mendapatkan keuntungan maksimum dari pemasaran yang
dilakukan. Dengan konsep ini, fokus kegiatan perusahaan dalam
konteks pemasaran adalah bagaimana meningkatkan cara-cara
penjualan dan kegiatan promosi yang intensif agar bisa
Dedi Mulyadi 149
memengaruhi bahkan memaksa pelanggan untuk membeli produk
dan atau jasa yang ditawarkan.
d. Konsep pemasaran berbasis kepuasan
Konsep pemasaran ini berorientasi pada pelanggan (eksternal),
yakni bahwa pelanggan atau konsumen hanya akan membeli
produk dan atau jasa yang ditawarkan jika produk atau jasa tersebut
bisa memberikan kepuasan kepada mereka. Dengan ini, fokus
kegiatan pemasaran sebuah perusahaan adalah bagaimana
menciptakan produk dan atau jasa yang bisa memenuhi kebutuhan
dan keinginan pelanggan sehingga mereka terpuaskan. Dalam
konsep ini juga, pihak perusahaan akan belajar untuk memahami
bagaimana perilaku konsumen melalui kegiatan pemasaran yang
bertujuan.
e. Konsep pemasaran berbasis kebutuhan sosial
Konsep ini beranggapan bahwa konsumen atau pelanggan hanya
akan bersedia membeli produk atau jasa yang ditawarkan jika ia
mampu memenuhi kebutuhan serta kesejahteraan lingkungan
sosial tertentu. Dengan ini, maka fokus kegiatan pelaku usaha atau
perusahaan adalah bagaimana membangun hubungan dengan
masyarakat untuk memahami kebutuhan mereka dan bagaimana
bisa menyokong kesejahteraan mereka dengan produk dan jasa
yang ditawarkan.
f. Konsep pemasaran berbasis persaingan pasar
Konsep ini beranggapan bahwa produsen atau perusahaan
penyedia produk dan atau jasa harus memiliki keunggulan pasar
untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga mereka bisa
tetap eksis di tengah persaingan. Dengan konsep ini, maka fokus
kegiatan perusahaan adalah bagaimana memahami perilaku
konsumen sekaligus bagaimana perilaku dan strategi perusahaan
pesaing.
15 0 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Perkembangan pemikiran tentang pemasaran atau marketingtersebut
secara ringkas bisa digambarkan sebagai berikut:
Bagan 4.2: Evolusi Konsep Pemasaran
Konsep =
Orientasi =
Basis
1. Produksi2. Produk3. Penjualan
4. Kepuasan 3. Kebutuhan
Sosial
6. Persaingan Pasar
Internal Eksternal
Perusahaan Pelanggan/Masyarakat
Perusahaanpesaing
Marketing Mix
Kompleksitas aktivitas pemasaran dan rumitnya pemilihan strategi di
dalamnya seringkali tidak disadari oleh masyarakat konsumen. Mereka hanya
mengetahui bahwa barang tertentu ada tempat tertentu yang bisa dibeli
dengan harga tertentu. Padahal suatu barang hingga berada di tangan
konsumen akan melewati berbagai putusan yang rumit, mulai dari putusan
tentang jenis, bentuk, sifat barang, putusan tentang harga, putusan tentang
karakteristik konsumen calon penggunanya, putusan tentang lokasi di mana
ia akan dijual, putusan tentang nilai-niiai dan citra seperti apa yang akan
dibawa oleh produk bersangkutan, dan lain sebagainya.
Seperti halnya produk tersebut, pelaku usaha dan atau perusahaan
misalnya juga tidak bisa bergantung pada hanya satu faktor atau variabel
dalam pemasaran. Penekanan hanya pada aktivitas promosi semata, tanpa
fokus pada variabel lain, seperti harga produk, penentuan lokasi jual produk,
sistem distribusi produk, dan lainnya, akan berdampak besar pada pemasaran
yang dilakukan. Karena itu pula, banyak pelaku usaha yang kemudian
Dedi Mulyadi
berusaha menjalankan praktik pemasarannya dengan menggabungkan
berbagai variabel terkait pemasaran itu sendiri. Pendekatan seperti inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah marketing mix atau bauran pemasaran.
Dengan kata lain, bauran pemasaran adalah kumpulan dari variabel-variabel
pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan atau
pelaku usaha untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar yang sudah
ditentukan.
Tujuan utama dari pendekatan pemasaran seperti ini adalah
menggunakan seluruh variabel yang ada untuk menunjang efisiensi dan
efektivitas pemasaran itu sendiri. Dalam hal ini, sebagaimana banyak
disebutkan oleh para ahli manajemen pemasaran, seperti Kotler dan
Armstrong (2011) dalam rumusan awalnya, bauran pemasaran memiliki empat
variabel utama, yakni:
1. Product (produk); merujuk pada segala sesuatu yang ditawarkan
kepada masyarakat untuk dilihat, dipegang, dibeli atau dikonsumsi.
Secara lebih konseptual produk adalah pemahaman subyektif dari
produsen atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk
mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan
kegiatan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula
didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh
produsen melalui hasil produksinya.
Kotler & Armstrong (2011) menjelaskan bahwa dalam
merencanakan produk atau apa yang hendak ditawarkan ke pasar,
baik berupa barang ataupun jasa, maka para pemasarperlu berpikir
melalui lima tingkatan produk dalam merencanakan penawaran
pasar, yaitu: (a) manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau manfaat
fundamental yang benar-benar dibeli oleh pelanggan; (b) produk
dasar ( b a s ic p ro d u c t) . Para pemasarharus mengubah manfaat inti
menjadi produk generik (generic product), yaitu versi dasar dari
1 5 2 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
produkyang akan ditawarkan tersebut; (c) produkyang diharapkan
(expected product) atau sekumpulan atribut dan kondisi yang
biasanya diharapkan dan disetujui oleh pembeli ketika mereka
membeli produk tersebut; (d) produk yang ditingkatkan ((aug
mented product). Layanan dan m anfaat tam bahan yang
membedakan penawaran perusahaan dari penawaran pesaing; (e)
produk yang potensial (potensial product). Hal ini mencakup semua
peningkatan dan transformasi yang akhirnya akan dialami produk
tersebut di masa mendatang.
2. Price (harga) adalah sejumlah uang yang konsumen bayar untuk
membeli produk atau mengganti hal milik produk. Harga dapat
diungkapkan dengan beberapa istilah, misalnya tarif, sewa, bunga,
premium, komisi, upah, gaji dan lainnya. Dalam perspektif
pemasaran sendiri, harga merupakan satuan moneteratau ukuran
lainnya (term asuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar
memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau
jasa. Harga merupakan satu-satunya unsurbauran pemasaran pal
ing fleksibel karena bisa dirubah setiap saat, serta satu-satunya
variabel yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi
perusahaan.
Dalam penetapan harga ini, pelaku usaha setidaknya harus
mengacu pada hal-hal berikut: (a) kondisi atau kualitas barang
ditinjau dari modal yang dikeluarkan untuk memproduksinya,
kompleksitas keterampilan untuk mengolahnya, ataupun manfaat
yang dibawanya; (b) keadaan konsumen yang dituju, seperti apakah
konsumen ini termasuk dalam golongan masyarakat dengan
penghasilan tinggi, sedang, atau rendah, konsumen perkotaan atau
pedesaan, dan lainnya; dan (c) kondisi pasar. Dalam hal ini pelaku
usaha harus memahami apakah produknya baru dikenalkan ke pasar
atau produknya sudah menguasai pasar, berapa banyak saingan
Dedi Mulyadi 153
produk tersebut di pasar, apakah jalur distribusinya sudah
mencakup berbagai jalur, dan lain sebagainya.
3. Place (tem pat) adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk
membuat produk yang dihasilkan/dijual terjangkau dan tersedia
bagi pasar sasaran. Pengertian tempat ini mencakup juga saluran
distribusi barang yang akan dijual atau ditawarkan pada masyarakat
konsumen. Karena itu pula, banyak ahli yang menjelaskan bauran
pemasaran dengan mengganti variabel tempat menjadi saluran
distribsi. Kotier dan Armstrong (2011) dalam hal ini mengungkapkan
bahwa saluran distribusi adalah suatu perangkat organisasi yang
saling tergantung dalam menyediakan satu produk atau jasa untuk
digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis.
4. Promotion (promosi) adalah berbagai kegiatan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan memperkenalkan produk pada pasar
sasaran. Dalam hal ini, emua kegiatan yang dimaksudkan untuk
menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu produk kepada
pasar sasaran, untuk memberi informasi tentang keistimewaan,
kegunaan dan yang paling penting adalah tentang keberadaannya,
untuk mengubah sikap ataupun untuk mendorong orang-orang
supaya bertindak, adalah bagian dari kegiatan promosi. Dalam
praktiknya, promosi ini setidaknya memiliki lima macam, yaitu: (a)
Personal Selling, yakni praktik promosi dengan menggunakan
komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual atau pemasar
dengan calon pelanggan; (b) Mass Selling, yakni pendekatan yang
menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi
kepada khalayakramai. Mass selling ini umumnyaterdiri dari: (i) iklan
sebagai bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada
informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang
disusun sedemikian rupa sehingga m enimbulkan rasa
menyenangkan yang akan mengubah pikiran orang untuk membeli;
154 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dan (ii) publisitas sebagai bentuk penyajian dan penyebaran ide
barang dan jasa secara non personal; (c) Sales Promotion, yakni
bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif
yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan
segera atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan;
(d) P u b lik R e la tio n , yakni upaya komunikasi menyeluruh dari suatu
organisasi untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan dan
sikap berbagai kelompok terhadap organisasi tersebut; dan (e) D i
rect M a rk e tin g , yakni sistem pemasaran yang bersifat interaktif yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan
respon yang terukur atau transaksi di sembarang lokasi.
Pertimbangan akan empat variabel tersebut menjadi pertimbangan
kunci yang akan menentukan keberhasilan praktik pemasaran secara
keseluruhan. Dalam kelanjutannya, konsep tentang empat variabel bauran
pemasaran ini kemudian mengalami perluasan dan pengembangan dari para
ahli. Pakar marketing, Lovelock dan Wright (2011), misalnya mengembangkan
bauran pemasaran (m a r k e tin g mix) ini menjadi in te g ra te d se r v ic e m a n a g e
m e n t dengan menggunakan pendekatan 8P, yang mencakup:
1. P ro d u c t e le m e n ts; yakni semua komponen dari kinerja layanan yang
menciptakan nilai bagi pelanggan.
2. P lace, cy b e rsp a c e , a n d t im e ; yakni keputusan manajemen mengenai
kapan, di mana, dan bagaimana menyajikan produk atau layanan
yang baik kepada masyarakat konsumen dan calon konsumen.
3. P ro m o tio n a n d e d u c a tio n ; yakni semua aktivitas komunikasi dan
perancangan insentif untuk membangun persepsi pelanggan yang
dikehendaki pelaku usaha atau perusahaan atas produk dan atau
layanan spesifikyang diberikan perusahaan pada konsumen.
4. Price a n d o t h e r u s e r o u tla y s ; yakni pengeluaran uang, waktu, dan
usaha yang pelanggan korbankan dalam membeli dan
Dedi Mulyadi 155
mengkonsumi produk dan layanan yang perusahaan tawarkan atau
sajikan.
5. Process; yakni suatu metode pengoperasian atau serangkaian
tindakan yang diperlukan untuk menyajikan produk dan layanan
yang baik kepada pelanggan.
6. Productivity and quality; produktivitas adalah sejauhmana ef isiensi
masukan-masukan layanan ditransformasikan ke dalam hasil-hasil
layanan yang dapat menambah nilaf bagf pelanggan, sedangkan
kualitas adalah derajat suatu layanan yang dapat memuaskan
pelanggan karena dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan.
7. People; yakni pelanggan dan karyawan yang terlibat dalam kegiatan
memproduksi produk dan layanan (serviceproduction).
8. Physical evidence; adalah perangkat-perangkat yang diperlukan
dalam menyajikan kualitas produk dan layanan secara nyata.
Penggunaan model bauran pemasaran atau marketing mix sebagai in
tegrated service management dalam konteks pengembangan cakupan bisnis
ini pada dasarnya sangat bermanfaat dan bisa membantu pelaku usaha untuk
mempertimbangkan faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam
kegiatan pemasaran produk atau jasa yang dimilikinya. Meski demikian, dalam
banyak pengalaman pelaku usaha atau perusahaan yang memiliki produk
yang terkenal, praktik pemasaran yang sesungguhnya pada akhirnya adalah
bagaimana upaya perusahaan untuk bisa menanamkan citra tertentu dalam
benak masyarakat konsumen, serta bagaimana membangun branding
perusahaan yang membuat perusahaan memiliki nilai-nilai tertentu di mata
masyarakat. Sebab hanya melalui keduanya, maka masyarakat konsumen
tetap menjadi masyarakat yang loyal pada produk yang dijual. Untuk
keperluan ini pula, meski tidak dimaksudkan sebagai pebahasan mendalam,
kita perlu mengenal persoalan branding dan citra.
1 5 6 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Branding dan Citra
Pelaku usaha pada hari ini pada umumnya menyadari bahwa produk yang
mereka tawarkan tidaklah sepenuhnya baru. Ada banyak pelaku usaha lain
yang membuat dan menjual produk serupa dengan merk jual yang berbeda.
Perbedaan antara satu produk dengan produk sejenis lainnya begitu tipis,
sehingga konsumen kemudian seolah tinggal mencari produk mana yang lebih
murah harganya atau lebih mudah untuk didapatkan. Jika terdapat dua rumah
makan yang sama-sama menjual ayam goreng, maka secara logis orang akan
mencari mana rumah makan yang lebih murah harganya, atau lebih dekat
dengan tempat tinggalnya.
Faktor-faktor kecil yang membedakan antara satu usaha dengan usaha
lainnya, pada akhirnya menjadi krusial. Mereka harus bisa menambahkan detil-
detil tertentu pada produk mereka yang itu bisa menjadi nilai tambah sehingga
lebih mampu menarik minat masyarakat untuk membelinya. Detil-detil
tertentu yang bisa menjadi nilai tambah suatu produk ini misalnya adalah
nama produk yang lebih mudah diingat, tampilan fisik produk yang lebih
menarik, pelayanan oleh penjual yang lebih ramah dan komunikatif, ataupun
penambahan citra-citra tertentu pada produk bersangkutan sehingga
konsumen tetap loyal untuk membelinya meskipun ia mendapati banyak
produk sejenis di luar sana (branding).
Sebagian besar produk ternama yang dapat kita temui di pasaran pada
umumnya sangat memokuskan pada persoalan branding ini. Jika konsumen
sudah direkatkan dengan produk melalui nilai tambah dan citra yang ada,
maka harga jual seringkali tidakterlalu dipersoalkan. Aqua misalnya, adalah
salah satu merk minuman kemasan yang terus merajai pasar minuman
kemasan, meskipun harga jualnya lebih tinggi dibandingkan produk sejenis.
Apa yang membuat konsumen tetap memilih untuk membeli Aqua dibanding
produk lain yang sejenis adalah citra tertentu yang sudah melekat di
masyarakat dan nilai-nilai yang dibangun oleh Aqua tersebut. Citra Aqua
sebagai produk air minum kemasan yang lebih steril proses pengolahannya
Dedi Mulyadi 157
dibandingkan minuman lain melalui iklan yang disebarkannya, adalah contoh
bagaimana branding suatu produk ini menjadi hal penting agar konsumen
tetap setia pada produk tersebut.
Contoh lainnya adalah produk-produk perusahaan Apple. Ipod, Iphone,
Macbook, adalah perangkat-perangkat teknologi yang f itur dan manfaatnya
tidak jauh berbeda dengan produk-produk teknologi sejenis. Jika
dibandingkan dengan produk-produk lainnya, Apple bahkan cenderung
mengeluarkan produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi. Namun
demikian, para konsumen produk Apple justru tetap setia untuk membelinya.
Konsumen Apple yang loyal ini tidak didapatkan begitu saja. la merupakan
hasil dari praktik pemasaran dan branding produk yang efektif selama
bertahun-tahun. Gambaran yang dibangun dari produk yang dijual misalnya
adalah bahwa pengguna produk Apple lebih eksklusif (terbatas kalangan
tertentu), dan membawa nilai-nilai kreativitas perusahaan Apple itu sendiri.
Dua contoh di atas menunjukkan bagaimana pentingnya branding suatu
produk di mata konsumen. Branding, atau dalam pengertian umumnya
merujuk pada suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan
dalam rangka membangun dan membesarkan brand atau merk produk
tertentu, yang bisa membedakannya dengan produk sejenis lainnya, adalah
aktivitas wajib dalam konteks pemasaran secara keseluruan. Branding produk
yang baik menujukkan adanya praktik pemasaran yang baik pula.
Bagaimanapun, apa yang diingat oleh konsumen dari suatu produk umumnya
adalah nama atau merk dan atribut-atribut tertentu yang melekat pada
produk tersebut. Jika pelaku usaha atau perusahaan bisa membawa hal ini
lebih lanjut, yakni dengan menambahkan nila-nilai atau atribut-atribut yang
sejatinya tidak berhubungan secara langsung dengan produk yang ada, maka
produk itupun akan semakin efektif untuk menjadi sebuah brand.
Branding lazim dilakukan oleh perusahaan atau pelaku usaha agar produk
dan atau layanan yang diberikan pada masyarakat konsumen bisa memiliki
nilai-nilai atau atribut-atribut tertentu yang berbeda dengan produk atau jasa
158 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
lainnya, yang memudahkan konsumen untuk mengingatnya. Semakin kuat
ingatan konsumen pada merk atau brand tersebut, maka semakin baik pu!a
branding yang dilakukan. Dalam hal ini, pelaku usaha yang ingin melakukan
praktik branding paling tidak harus memahami prinsip-prinsip dasar brand
ing seperti:
1. Branding harus bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan mudah
diingat;
2. Suatu brand harus bisa mengkonf irmasi kredibilitas pemilik brand
bersangkutan;
3. Suatu brand harus bisa menghubungkan dengan target pemasaran
yang lebih personal;
4. Branding yang dilakukan harus bisa memotivasi pembeli untuk
membelinya;
5. Branding yang dilakukan harus bisa menumbuhkan loyalitas
pelanggan pada brand bersangkutan.
Dalam kajian di bidang manajemen pemasaran secara khusus, persoalan
branding ini tentu tidak sesederhana seperti yang dinyatakan sebeiumnya.
Menanamkan nilai-nilai tertentu pada sebuah brand dalam benak konsumen,
yang membuat mereka bisa dengan mudah mengingat merk atau brand
tersebut, adalah perihal yang sulit untuk dilakukan. la membutuhkan proses
yang panjang, strategi yang tepat, dan pemahaman akan variabel-variabel
pendukung praktik branding yang efektif. Karena itu pula, dalam kajian
manajemen pemasaran, ada bahasan tentang brand positioning, brand iden
tity, brand personality, brand communication, brand equity, employer brand
ing, dan lain sebagainya. Apa yang perlu ditekankan terkait wirausaha adalah
bahwa brandingsangat vital dalam membantu keberhasilan pemasaran dan
penjualan produk dan atau jasa yang dimiliki oleh pelaku usaha.
Praktik branding yang efektif tentu saja adalah ketika brand yang
dikomunikasikan kepada masyarakat pelanggan tersebut bisa menghasilkan
Dedi Mulyadi
suatu citra tertentu yang membuat masyarakat pelanggan lebih memilih
produk dan atau jasa bersangkutan dibandingkan produk dan atau jasa
lainnya. Alasan ini pula yang membuat pelaku usaha harus bisa menanamkan
citra tertentu dari praktik branding yang dilakukannya. Secara umum, citra
dapat diartikan sebagai gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai
pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. la mempresentasikan
keseluruhan persepsi masyarakat konsumen terhadap produk yang dibentuk
dari sebaran informasi dan pengalaman masa lalu terhadap produk itu.
Sebagai suatu konstruksi mental seseorang yang diperoleh dari hasil
pergaulan atau pengalaman seseorang, atau merupakan interprestasi, reaksi,
persepsi atau perasaan dari seseorang terhadap apa saja yang berhubungan
dengannya, citra ini penting terutama untuk membuat konsumen tetap loyal
mengonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa, meskipun terjadi
perubahan berbagai hal yang melekat pada produk tersebut, seperti
perubahan harga, perubahan kemasan, bahkan perubahan kualitas sekalipun.
Ketika seseorang meminum air kemasan Aqua, dalam dirinya terdapat
keyakinan bahwa air kemasan ini adalah air yang sehat, yang sudah diolah
melalui proses sterilisasi yang lebih baik dibandingkan air kemasan lainnya,
serta bisa membuat orang tidak kehilangan fokus dan konsentrasi dengan
meminumnya sebagaimana iklannya. Menanamkan hal seperti ini tentu tidak
mudah, karena ia bukan saja memerlukan kerja keras dari pihak perusahaan,
tapi juga waktu yang relatif lama.
Praktik branding yang baik dan citra yang kuat dapat menjadi modal
berharga bagi pelaku usaha untuk mengembangkan produknya sedemikian
rupa, karena persepsi dan keyakinan masyarakat akan produk bersangkutan
sudah terbentuk dan sulit untuk dihilangkan. Hal ini jelas membawa
keuntungan signifikan terhadap pelaku usaha atau perusahaan, karena
mereka tidak lagi perlu bersusah payah mengenalkan produknya dan menarik
pelanggan dengan sebaran informasi terkait nilai-nilai yang dibawa produk
tersebut.
160 K e w irau sa h a a n , Pengcntar Menuju Praktik
C. Manajemen Waktu
"Waste your money and you're only out of money, but waste your time
and you’ve lost a part of your life." -Michael LeBoeuf
Keluhan yang sering didengar dalam berusaha adalah bahwa seseorang
tidak memiliki waktu untuk melakukan tindakan tertentu karena kurang atau
tidak adanya waktu untuk mengerjakan hal tersebut. Banyak orang juga
menyadari pentingnya mengelola waktu agar bisa bekerja secara efektif,
namun dalam praktiknya mereka justru sama sekali tidak mengerti bagaimana
mengelola waktu tersebut. Padahal, sejatinya pengelolaan waktu sangat
pentinguntukdilakukan, terutama dalam konteksbisnis. Fischer(2001)dalam
hal ini menekankan bahwa mereka yang tidak bisa menerapkan manajemen
waktu dengan baik, pada dasarnya telah mengabaikan kemungkinan untuk
mendapatkan hasil yang besar dalam usahanya.
Istilah manajemen waktu (time management), pada awalnya mulai
dikenal sejak revolusi industri, ketika muncul perhatian yang besar tentang
pentingnya pengelolaan waktu secara efektif dan efisien untuk bisa
mengontrol waktu yang dimiliki seseorang. Peter Drucker (1966) kemudian
mempopulerkan istilah ini dalam bidang manajemen sehingga ia menjadi salah
satu konsep penting dalam hal upaya perusahaan untuk mencapai efisiensi
dan efektivitas kerja sumber daya manusia yang dimilikinya. Secara
sederhana, manajemen waktu dapat diartikan sebagai upaya seseorang dan
atau organisasi dalam merencanakan dan melaksanakan sejumlah waktu
untuk tindakan tertentu, sehingga tindakan tersebut bisa ditingkatkan dalam
hal efisiensi, efektivitas, dan produktivitasnya. Tindakan pengelolaan waktu
ini adalah sebuah seni yang membutuhkan pelatihan dan pengasahan
keterampilan secara terus-menerus. Hal ini penting disadari karena dalam
praktiknya, banyak pelaku usaha yang merasa sudah membuat jadwal
pekerjaan tertentu, tapi sebenamya ia telah membuang banyak waktu untuk
m e n g e rja k a n n y a .
Dedi Mulyadi I 161
Manajemen waktu ini penting untuk dikuasai, mengingat dalam dunia
bisnis dibutuhkan kemampuan untuk membuat putusan penting di tengah
perubahan dan padatnya aktivitas, serta pentingnya membuat rincian jadwal
produksi di tengah tuntutan masyarakat yang sangat dinamis. Pelaku usaha
yang menunda keputusan tertentu bisa saja mengalami kerugian yang besar
di kemudian hari. Sama halnya pula dengan mereka yang mengerjakan
sesuatu tanpa ketetapan waktu akan kehilangan ef isiensi dan efektivitas yang
itu sangat diperlukan untuk keberhasilan bisnis atau usaha yang dijalankan.
Manajemen waktu yang baik akan sangat membantu pelaku usaha untuk
menjadi lebih produktif, lebih kreatif, lebih bisa menghemat modal usaha,
menghindari tuntutan bekerja pada saat-saat kritis, dan secara meyakinkan
dapat meningkatkan kesempatan meraih keberhasilan dalam bisnis.
Konsep dasar manajemen waktu pada dasarnya berkaitan erat dengan
kedisiplinan dalam hal penggunaan waktu secara efektif dan ef isien untuk
menyelesaikan tugas atau tindakan tertentu. Dalam hal ini, banyak kalangan
ahli yang meyakini bahwa hal-hal berikut penting untuk dimasukkan dalam
pertimbangan guna merancang manajemen waktu yang baik, yaitu:
1. Menyusun skala prioritas; orang harus bisa menentukan apa yang
lebih penting untuk dikerjakan, seberapa banyak waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikannya, dan menyusun urutan
prioritas ini berdasarkan tingkat signifikansi dan pengaruhnya
terhadap usaha yang dijalankan serta modal yang diperlukan.
2. Membuat perencanaan dan menggunaan waktu yang tersedia
berdasarkan perhitungan tertentu yang didapatkan dari data
tentang pekerjaan, pengalaman mengerjakan, tingkat keahlian yang
dibutuhkan, teknologi yang dimiliki, serta dampaknya terhadap arus
kas dan aliran produksi dan atau operasional perusahaan secara
keseluruhan.
3. Menyiapkan perangkat kontrol untuk mengawasi terjadinya
penyimpangan atau hal-hal yang melenceng dari jadwal yang sudah
162 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Proktik
ditentukan. Ketiadaan perangkat kontrol ini bisa membuat pelaku
usaha terjebak dalam situasi di mana pekerjaan terhambat,
produktivitas yang tersendat, ketidakmampuan memenuhi
pesanan, dan lain sebagainya.
4. Memberikan pelatihan dan keterampilan pada sumber daya
manusia pelaksana pekerjaan. Manajemen waktu adalah persoalan
bagaimana seseorang memiliki tingkat kedisiplinan diri yang tinggi,
agar ia bisa tetap bekerja secara efektif meskipun di tengah beban
pekerjaan yang berat, ataupun sedang mendapatkan masalah
dalam hidupnya.
Mengelola waktu erat kaitannya dengan efektivitas. Mereka yang bisa
mengerjakan segala sesuatunya secara terukur akan mendapatkan hasil yang
lebih baikdibandingkan mereka yang tidak bisa mengelola waktunya. Namun
demikian, seperti ditekankan Chapman & Rupured (2016), kita sebenarnya
tidak bisa mengelola waktu, apa yang kita kelola adalah peritiwa, kejadian,
tindakan, dalam kaitannya dengan waktu (we manage the events in our life in
relation to time). Setiap hari waktu akan berjalan dengan hitungan yang sama,
24 jam, 1.440 menit, 86.400 detik. Bagaimana menggunakan waktu yang
tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan atau proyek tertentu sangat
bergantung pada kemampuan seseorang dalam menganalisis kebiasaan diri,
merencanakan dan mengevaluasi tindakannya, dan mengontrol setiap
langkah dan tindakan yang diambilnya.
Pentingnya waktu ini sama halnya dengan uang. la harus dijaga,
digunakan secara bijak, dan dianggarkan sesuai dengan modal dan tujuan
yang ingin dicapai. Mereka yang bisa menerapkan manajemen waktu pada
umumnya akan lebih produktif, lebih memiliki energi untuk menyelesaikan
pekerjaan mereka, tidak gampang tertekan (stress), lebih bisa terhubung
dengan orang lain secara positif, dan merasa lebih baik dengan diri mereka
sendiri (Dodd 8c Sundheim, 2005). Karena alasan-alasan ini pula, maka
seseorang, terutama dalam hal ini pelaku usaha, harus bisa menemukan
strategi pengelolaan waktu yang tepat untuk dirinya. Chapman & Rupured
(2016) sendiri, terkait hal ini memberikan tips untuk manajemen waktu
sebagai berikut:
1. Know how you spend your time
Membuat catatan waktu (log time) akan sangat membantu guna
mengetahui bagaimana cara kita menghabiskan waktu dalam
keseharian. Hal ini bisa dimulai dengan merekam apa yang kita
lakukan per 15 menit interval selama satu sampai dua minggu
pertama, lalu mengevaluasinya. Apakah kita sudah menyelesaikan
apa yang harus diselesaikan, apakah kita sudah bisa menentukan
waktu yang tepat untuk pekerjaan tertentu, apakah kita sudah bisa
melihat waktu apa yang harus digunakan untuk pribadi, keluarga,
kerjaan, dan lainnya. Menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini
dapat membantu kita pada langkah berikutnya.
2. Set priorities
Mengelola waktu secara efektif memerlukan pemahaman yang jelas
akan apa yang penting (important) dan apa yang mendesak (ur
gent). Banyak hal yang penting tidak selalu mendesak untuk
dikerjakan, dan banyak pula orang yang tidak mengerti perbedaan
antara keduanya. Dalam kenyataannya, kita sendiri cenderung
membiarkan apa yang mendesak memenuhi waktu kita. Covey
(1994) dalam hal ini misalnya menyatakan bahwa orang semestinya
belajar menggunakan waktu secara lebih sedikit untuk hal-hal yang
kurang penting meskipun hal itu cukup mendesak untuk dilakukan.
Tindakan seperti ini dapat membuat seseorang bisa lebih fokus
pada hal-hal yang penting (important), sehingga kelak ia bisa
mengontrol waktunya dan mereduksi waktu untuk mengerjakan
hal-hal penting yang jadi mendesak karena ketidakmampuan
mengontrol waktu. Cara ini ini kemudian harus diperkuat dengan
164 Kewirausahaan, Pengantar M enuju Praktik
membuat urutan tentang apa yang hams dikerjakan berdasarkan
skala prioritas atau kepentingannya.
3. Use a planning tool
Ada banyak perangkat perencanaan yang bisa digunakan agar
seseorang mampu mengelola waktunya secara lebih efektif, seperti
perangkat teknologi, buku catatan harian, kalender, program
komputer tertentu, wall charts, index cards, dan lain sebagainya.
Kuncinya adalah menggunakan satu perangkat (tool) yang paling
cocokdengan dirinya secara konsisten.
4. Get organized
Pada umumnya orang akan mendapati fakta bahwa mereka yang
tidak teratur hidupnya adalah mereka yang tidak memiliki
manajemen waktu. Menjadi orang yang teratur, bisa mengorganisir
pekerjaan yang harus dilakukan, mengerti kapan harus bekerja,
kapan harus bersantai, dan secara konsisten hidup dengan pola
tertentu dapat membantu orang memiliki manajemen waktu yang
baik.
5. Schedule your time appropriately
Membuat jadwal bukan semata tindakan di mana seseorang bisa
mengatur dan merekam apa yang harus dilakukan pada waktu
tertentu, tapi juga membuat komitmen waktu pada apa-apa yang
ingin dilakukan. Jadwal yang baik tidak mudah untukdibuat, karena
ia membutuhkan pemahaman tentang kemampuan diri, cara
hidupnya sendiri, kapan waktu bekerja yang paling produktif,
masalah apa yang sering dihadapi, dan lain sebagainya. Semakin
tinggi kemampuan mengenali diri dan membuat jadwal ini, maka
semakin baik pula manajemen waktu yang dimiliki.
6. Delegate: get help from others
Tidaksemua pekerjaan harus kita lakukan sendiri. Hal itu hanya akan
membuat kita terjebak dalam pemborosan waktu. Delegasikan
Dedi Mulyadi 165
beberapa pekerjaan pada orang lain yang benar-benar mampu
menyelesaikannya dan sisakan pekerjaan yang benar-benar penting
dan membutuhkan keterampilan diri untuk diselesaikan oleh diri
kita sendiri. Percaya pada kemampuan orang lain adalah hal penting
agar kita tidak kehabisan waktu untuk mengerjakan segalanya
sendirian.
7. Stop procrastinating
Orang barangkali akan menunda pekerjaan untuk alasan-alasan
yang beragam. Beberapa lainnya menunda pekerjaan karena
semata kemalasan atau kurangnya motivasi untuk mengerjakan.
Prokrastinasi atau berleha-leha pada akhirnya menjadi pilihan yang
dibenarkan, padahal hal itu justru menjadi awal ketidakmampuan
diri untuk mengelola waktu secara efektif. Karenanya berhenti
melakukan prokrastinasi, dan mulai memberikan motivasi pada diri
untuk bekerja adalah hal penting untuk dilakukan.
8. Manage external time wasters
Waktu bekerja yang dimiliki seringkali habis oleh hal-hal yang tidak
diduga yang datang dari luar diri, seperti menerima telpon rekan,
kunjungan orang lain, musibah keluarga, dan lain sebagainya.
Karena itu orang harus mulai berpikir bagaimana mengurangi
datangnya hal-hal tersebut dengan cara-cara tertentu yang bisa
membantunya tidak terganggu dalam bekerja sesuai timeline yang
sudah dibuat sebelumnya. Menggunakan fitur voice mail dan
m enentukan waktu kapan menjawab panggilan telpon,
menyelesaikan hal-hal yang datang tidak terduga secara ringkas
guna menghindari tindakan menghabiskan waktu pada hal-hal
tersebut, datang dan memulai pekerjaan secara tepat waktu, dan
lain sebagainya adalah tindakan-tindakan yang bisa dilakukan guna
mengelola hal-hal yang bisa menghabiskan waktu secara tidak
terduga.
166 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
g. Avoid multi-tasking
Beberapa hasil studi Psikologi kontemporer menunjukkan bahwa
mengerjakan banyak hal dalam satu waktu tidak lantas membuat
orang bisa menghemat waktu. Sebaliknya orang bisa kehilangan
banyak waktu ketika berganti-ganti mengerjakan banyak hal dalam
satu waktu. Multi-tasking juga seringkali membuat orang hilang
fokus dan konsentrasi pada apa yang tengah dikerjakan, dan
membuat pekerjaan tersebut justru lambat untuk diselesaikan.
10. Stay healthy
Perhatian pada kondisi diri sendiri adalah hal yang utama.
Bagaimanapun, jadwal yang tersusun, pekerjaan yang sudah
dikelompokkan, perangkat pengingat kerjaan, dan lainnya tidak
akan berarti apa-apa jika seseorang sedang dalam kondisi sakit.
Menjaga kesehatan diri sendiri berarti berkomitmen pada waktu
dan bagaimana memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin.
Tips-tips di atas bisa digunakan oleh para pelaku usaha dalam kegiatan
bisnisnya. Orang bisa hanya menjalankan beberapa tips saja yang sesuai
dengan dirinya, atau menentukan tips, cara, teknik, dan strateginya sendiri.
Bagaimanapun, manajemen waktu adalah persoalan memahami kondisi diri
sendiri, kondisi usaha yang sedang dijaiankan, kondisi perusahaan dan
segenap sumber daya yang terdapat di dalamnya, sehingga setiap strategi
yang dijaiankan hanya harus didasarkan pada pengetahuan akan hal-hal
tersebut.
Merubah Kebiasaan
Ada banyak cara yang bisa dilakukan orang untuk membantunya dalam
mengelola waktuyang dimilikinya. Namun demikian, apa yang diperlukan agar
cara itu bisa berhasil adalah kedisiplinan dan konsistensi dalam
menjalankannya. Tanpa kedisiplinan dan konsistensi, orang sulit untuk
berhasil mengelola waktu, terlepas dari secanggih apapun perangkat yang
digunakan untukmembantunya. Mengapa disiplin dan konsistensi ini penting?
Jawabannya sederhana, sebab kedua hal itu dapat membantu seseorang
untukmerubah kebiasaan yangdimilikinya.
Barangkali akar dari banyak persoalan yang dihadapi ketika seseorang
mulai belajar mengelola waktu adalah kebiasaan buruk untuk menunda
pekerjaan, kebiasaan prokrastinasi, kebiasaan mengerjakan banyak hal dalam
satu waktu, kebiasaan melakukan hal-hal yang menyenangkan semata, dan
berbagai bentuk kebiasaan lainnya. Merubah kebiasaan dalam hal ini, akan
sangat membantu orang untuk menjalani waktunya secara terukur sesuai
dengan tujuannya. Namun demikian, merubah kebiasaan adalah hal yang sulit
untuk dilakukan. Pada awalnya suatu tindakan dilakukan oranghanya sebagai
percobaan, lalu timbul kesenangan, dan kemudian terjadi pengulangan.
Semakin sering sesuatu itu dilakukan, semakin besar pula kemungkinan ia
akan menjadi kebiasaan. Pada titik di mana sesuatu itu menjadi kebiasaan,
maka ia berarti sudah menjadi bagian dari diri seseorang. Sesuatu yang sudah
menjadi bagian dari diri, akan sulit untuk dilepaskan. Itu mengapa merubah
kebiasaan bukanlah perkara yang mudah. Mengapa sulit? Secara psikologis,
sesuatu yang sudah terbiasa dilakukan, pada dasamya adalah sesuatu yang
tertanam di bawah sadar. la biasanya menuntut seseorang secara sadar
ataupun tidak untuk melakukannya berulangkali. Sesuatu yang terbiasa juga
bisa dilihat sebagai sesuatu yang lumrah. Dan semakin lumrah sesuatu itu,
maka biasanya semakin tidak disadari pula.
Jika kebiasaan yang ada dalam diri seseorang itu baik, tentu saja ia tidak
perlu merubahnya. Bahkan ia harus meningkatkannya. Akan tetapi bagaimana
jika kebiasaan itu buruk? Hal inilah yang menjadi tantangan baginya untuk
merubahnya. Dalam hal ini, Covey (1994) menyatakan bahwa karakter
seseorang merupakan kumpulan dari kebiasaan dirinya, dan kebiasaan ini
memegang peranan penting dalam hidupnya. Kebiasaan ini, lanjut Covey,
terdiri dari pengetahuan, keteram pilan, dan minat. Pengetahuan
168 K e w irau sa h a a n , Pengantar Menuju Praktik
memungkinkan kita untuk memahami apa yang harus dilakukan; keterampilan
memberikan kita kemampuan untuk bagaimana melakukan sesuatu itu; dan
minat adalah motivasi atau dorongan untuk melakukannya.
Our c h a r a c te r is a co lle ctio n o f o u r h a b its, a n d h a b its h a v e a power
ful ro le in o u r lives. H a b its consist of k n o w le d g e , sk ill, a n d d e s ire .
K n o w le d g e a llo w s us to k n o w w h a t to do, sk ill g iv e s us t h e a b ility to
k n o w h o w to d o it, a n d d e s ire is th e m o tiv a tio n to d o it.
-Stephen R. Covey
Covey sendiri, terkait kebiasaan ini, menjelaskan bahwa ia bukanlah
sesuatu yang tidak bisa dirubah. Namun, untuk merubahnya diperlukan
kesungguhan, persistensi, dan tentu saja kedisiplinan. Orang-orang yang
sukses dan efektif dalam hidupnya, pada dasarnya adalah orang-orang yang
sanggup merubah kebiasaan mereka. Berubah dari yang tadinya kurang baik,
menjadi lebih baik. Dari yang kurang berkualitas, menjadi penuh mutu. Dari
sini pula, orang sebenarnya bisa belajar tentang apa yang harus dilakukan
untuk menjadi orang yang efektif, dalam arti memiliki kebiasaan yang baik.
Berdasarkan nasehat Covey, yang dirangkum dari penelitiannya terhadap
orang-orang sukses, kita harus merubah kebiasaan melalui dan pertama-tama
dari dalam diri kita sendiri (in s id e -o u t). Mengapa dari dalam diri kita sendiri?
Karena masing-masing kita adalah subjekyang otonom, makhlukyang mampu
berpikir sendiri. Betul adanya bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang
cukup besar pada pembentukan karakter dan diri kita. Namun itu tidak berarti
kita tidak bisa menumbuhkan kesadaran yang otonom untuk berubah. Karena
itu pula, perubahan mestilah dirubah dari dalam diri, dari hal-hal kecil yang
bisa kita lakukan hari ini.
Dalam konteks melakukan perubahan kebiasaan ini, orang pada
dasarnya mengalami tiga fase yang harus dilalui, yaitu:
Dedi Mulyadi 169
1. Fase pertama atau fase ketergantungan (dependence), adalah fase
di mana orang sangat bergantung pada orang lain. Orang menurut
apa yang dikatakan oleh orang lain yang ia hormati. Orang
mencontoh tindakan, gaya, dan berbagai hal dari orang yang
dianggapnya menarik. Orang bergantung pada orang lain untuk
mengurus, menjaga, dan memelihara dirinya. Ringkasnya, fase ini
menunjukkan kondisi diri seseorang yang belum mandiri, sangat
bergantung pada pertolongan orang lain untuk melakukan berbagai
hal. Fase ini adalah fase di mana orang baru lahir, hingga mulai
tumbuh menjadi remaja.
2. Fase yang kedua adalah fase kemandirian ( independence). Ini
dimulai tatkala orang sudah bisa berpikir sendiri, dan tidak lagi
semata mendengarkan dan menuruti orang lain. Dalam fase ini,
orang sudah bisa menilai apa yang berharga buat diri dan hidupnya,
dan apa yang mesti dihindari karena mengandung resiko yang
membahayakan dirinya. Dengan kata lain, orang sudah bisa
menimbang apa yang harus dilakukan, bisa membuat keputusan
sendiri, dan bisa menjaga apa yang sudah dikerjakan demi kebaikan
hidupnya.
3. Fase yang terakhir adalah fase kerjasama (interdependence). Fase
ini menunjukkan tingkat perkembangan kesadaran diri yang lebih
tinggi. Orang tidak sekadar mandiri, tapi juga sudah timbul
kesadaran bahwa ia tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Or
ang membutuhkan sesama yang bisa diajak untuk berbagi visi,
tujuan, dan cita-cita demi keberhasilan bersama. Pada titikini, sikap
seseorang pun akan mengalami perubahan. la tidak lagi melakukan
segalanya dengan terfokus pada dirinya, melainkan sudah berf ikir
untuk berbagi keberhasilan dengan orang lain. Hidup tidak lagi
berupa pemuasan kebutuhan diri, melainkan bakti untuk
memperoleh makna yang lebih dalam bagi hidup.
1 7 0 Kewirausahaan, Pengantar M enu/u Praktik
Ketiga fase ini merupakan fase-fase yang menunjukkan tingkat
perkembangan diri kita untuk menjadi semakin efektif dalam berbagai hal.
Fase inilah yang nantinya harus kita lalui dalam rangka merubah kebiasaan.
Jika selama ini kita masih saja terjebak dalam rutinitas dan aktivitas yang
kurang bermanfaat, maka itu berarti kita masih berada dalam fase
ketergantungan. Kita belum bisa menghasilkan sesuatu yang berharga baik
untuk diri kita pribadi, maupun orang lain. Lebih lanjut, Covey (1994), dalam
penjelasannya tentang kebiasaan ini, mengungkapkan bahwa terdapat tujuh
kebiasaan yang sangat efektif untuk menunjang keberhasilan seseorang
melakukan perubahan dan mencapai kesuksesan. Tujuh kebiasaan tersebut
adalah:
1. Proaktif; Menjadi proaktif berarti belajar membuka diri terhadap
segala hal baru yang ditemui dalam hidup. Termasuk juga di
dalamnya kemauan untuk memahami apa yang dialami di masa lalu,
dan apa yang ingin dicapai di masa mendatang.
2. Memulai dengan akhir yang akan dicapai dalam pikiran; Untuk
memulai perubahan, maka kita harus bisa membayangkan
perubahan seperti apa yang kita inginkan. Bayangkan kondisi ideal
seperti apa yang kita mau. Dalam hal bisnis misalnya, jika kita merasa
saat ini usaha yang dijalankan belum bisa memenuhi kebutuhan
hidup kita dengan layak, maka apa yang harus kita lakukan? Hasil
seperti apa yang kita inginkan? Apakah kita menginginkan
penghasilan yang lebih baik atau usaha yang lebih menantang? Dan
seterusnya. Dengan membayangkan hasil akhir dari perubahan
yang akan kita buat tersebut, maka ia bisa menjadi motivasi yang
menguatkan langkah dan pijakan kita. Dengan membayangkan hasil
akhir tersebut juga, maka kita telah belajar untuk mengolah tujuan
baru dalam hidup kita. Tinggal nanti bagaimana kita merumuskan
langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan untuk
mewujudkannya.
Dedi Mulyadi I 171
3. Letakkan hal awal di tempat pertama; Luangkan waktu untuk
memikirkan hal apa yang harus dilakukan untuk menjalankan
rencana perubahan tersebut. Jangan lupa untuk menyeimbangkan
antara cita-cita dengan kapabilitas yang kita miliki untuk meraihnya.
4. Berpikir tentang keberhasilan bersama; Langkah ini merupakan
penanda kita sudah memasuki fase kerjasama. Oleh karena itu,
mulailah berpikir bahwa apa yang kita kerjakan tidakakan mencapai
keberhasilan tanpa dukungan dari orang lain. Dari itu, mulailah
mencari dan membangun hubungan yang berkualitas dengan or-
ang-orang yang berkualitas pula. Ciptakan kerjasama yang saling
menguntungkan (win/win solution) antara kedua belah pihak.
3. Berusaha memahami, lalu dipahami; Dalam membangun hubungan
kerjasama yang baik dengan orang lain, maka pertama-tama kita
harus bisa memahami apa yang menjadi alasan dan pentingnya kita
bekerjasama. Pahami juga keinginan dan kapabilitas orang lain yang
akan kita ajak bekerjasama. Atau paling tidak selalu timbulkan
kesadaran bahwa usaha yang meski kita jalankan sendiri, kita selalu
membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitar kita. Baik itu
dukungan moril, semangat, doa, pengertian, dan lainnya yang justru
sangat penting bagi keberhasilan usaha kita. Berikutnya, jika kita
sudah bisa memahami keinginan dan kapabilitas kita, juga keinginan
dan kapabilitas orang lain di luar kita, maka bertindaklah dalam
perspektif yang sama. Hal ini dilakukan agar orang lain juga mudah
memahami keinginan dan kemampuan kita. Pemahaman sepihak
tidak akan menghasilkan kerjasama yang baik. Diperlukan
kesalingpahaman agar tercipta keselarasan tindakan dan tujuan
yang ingin dicapai.
6. Ciptakan sinergi; Pemahaman terhadap diri dan orang lain pada
a kh irn ya akan menciptakan keselarasan tindakan dan tujuan. Inilah
yang kita sebut dengan sinergi. Adanya keseimbangan pembagian
17 2 K e w irau sa h a a n , Pen g a n ta r M enuju Praktik
peran. Adanya kesadaran tentang hal-hal yang tak perlu dibicarakan
tapi langsung dikerjakan. Adanya kesadaran tentang perbedaan
yang kita miliki bisa menjadi sumber tenaga yang saling
menguatkan. Dan kesadaran bahwa alam pun akan mendukung
usaha kita jika memang terus fokus untuk meraihnya.
7. Menajamkan pisau diri; Langkah ketujuh dari kebiasaan efektif ini
merupakan langkah evaluatif, yakni menganalisa kembali apa yang
sudah kita lakukan. Jika kita menemukan kekurangan, maka berikan
perbaikan di masa yang akan datang. Hitung juga pertambahan nilai
apa yang sudah kita hasilkan, terkait kemampuan dan keterampilan
kita, kondisi fisik dan mental, tingkat kesadaran sosial dan
emosional, dan tentu saja dimensi spiritual yang kita miliki. Jika
ternyata masih banyak kekurangan, ataupun masih banyakwaktu
yang kita habiskan untuk melakukan tindakan yang kurang efektif,
maka sudah saatnya kita menajamkan kembali niat dan motivasi
kita untuk merubahnya.
D. Manajemen Keuangan
F in a n c e is n o t m e re ly a b o u t m a k in g m o n e y. It’s a b o u t a c h ie v in g o u r d e e p
g o a ls a n d p r o t e c t in g th e fru its o f o u r lab or. It 's a b o u t ste w a rd s h ip a n d ,
th e re fo re , a b o u t a c h ie v in g th e g o o d so ciety . -Robert J. Shiller
Kegiatan bisnis adalah mencari keuntungan yang digerakkan oleh kapital.
Kapital ialah uang, barang, ilmu, teknologi, dan kemampuan Sumber Daya
Manusia yang digunakan untuk mencari keuntungan oleh perusahaan. Karena
itu, dalam kegiatan bisnis, istilah laba, rugi, bunga, dan hal-hal yang berkaitan
dengan angka dan uang akan banyak kita dengar. Lagipula, bisnis yang tidak
bisa memberikan pertambahan nilai pada modal awal adalah bisnis yang tidak
mendapatkan keuntungan. Dan itu berarti ada yang salah dalam cara
seseorang mengelola bisnis tersebut. Karena itulah, manajemen keuangan
Dedi Mulyadi 173
yang mengurus seluruh aktivitas keuangan dalam sebuah organisasi atau
perusahaan mutlak diperlukan. Begitu pula halnya dengan pelaku usaha
mandiri dan personal lainnya, mereka juga dituntut untuk bisa mengelola
kapital yang ada sebaik mungkin. Jika tidak, maka bisnis yang dijalankan akan
mengalami kegagalan.
Manajemen keuangan merupakan salah satu bidang manajemen
fungsional dalam suatu perusahaan, yang mempelajari tentang penggunaan
dana, memperoleh dana dan pembagian hasil operasi perusahaan. Keown,
Martin, Petty, dan Scott (2005) menyatakan bahwa "f in a n c ia l m a n g e m e n t is
c o n c e r n e d w ith th e m a in te n a n c e a n d c r e a tio n o f e c o n o m ic v a lu e o r w e a lt h / ’
Manajemen keuangan adalah semua aktivitas perusahaan yang berfokus pada
bagaimana menciptakan nilai ekonomi dan kesejahteraan. Pengertian ini
menyiratkan bahwa manajemen keuangan akan berhubungan erat dengan
usaha-usaha untuk mendapatkan dana bagi perusahaan dengan biaya yang
murah serta bagaimana mengelola dana tersebut secara ef isien sehingga bisa
menghadirkan kemakmuran pada perusahaan secara keseluruhan.
Manajemen keuangan sebuah perusahaan dengan kata lain merupakan
aktivitas perusahaan yang biasa dilakukan oleh seorang manajer keuangan
guna mendapatkan dana untuk membiayai jalannya perusahaan. Seorang
manajer keuangan akan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva
yang layak dari investasi pada berbagai aktiva dan pemilihan sumber-sumber
dana untuk membelanjai aktiva-aktiva tersebut. Untuk membelanjai
kebutuhan dana tersebut, manajer keuangan dapat memenuhinya dari
sumber yang berasal dari luar perusahaan dan dapat juga yang berasal dari
dalam perusahaan. Sumber dari luar perusahaan berasal dari pasar modal,
yaitu pertemuan antara pihak membutuhkan dana dan pihak yang dapat
menyediakan dana. Dana yang berasal dari pasar modal ini dapat berbentuk
hutang (obligasi) atau modal sendiri (saham). Sumber dari dalam perusahaan
berasal dari penyisihan laba perusahaan (laba ditahan), cadangan, maupun
depresiasi.
174 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Setelah dana diperoleh, dana tersebut harus digunakan untuk
membelanjai operasi perusahaan. Dana akan tertanam pada berbagai
kekayaan riil perusahaan, baik kekayaang yang berwujud ataupun yang tidak
berwujud. Sedangkan sumber-sumber dana perusahaan, akan diwujudkan
dalam berbagai aktiva finansial, yaitu selembar kertas yang mempunyai nilai
pasar, karena dengan memiliki kertas tersebut, pemiiik dapat memperoleh
penghasilan(baikyangtetap, atau pun tidak tetap). Besarkecilnya dana yang
harus diperoleh oleh manajer keuangan tentu saja harus disesuaikan dengan
kebutuhan untuk operasi perusahaan itu. Penggunaan dana untuk operasi
perusahaan dapat digunakan untuk keperluan yang sangat variatif. Tetapi
kalau dipandang dari dimensi waktunya, maka penggunaan dana tersebut
dapat untuk modal kerja (jangka pendek) dapat juga untuk investasi modal
(jangka panjang). Setelah dana tersebut dipergunakan, maka diharapkan
perusahaan dapat memperoleh keuntungan dari penggunaan dana tersebut.
Apabila perusahaan memperoleh keuntungan maka harus diputuskan apakah
keuntungan ini akan dibagikan kepada pemiiik modal ataukah diinvestasikan
kembali ke dalam perusahaan.
Keputusan investasi apapun yang dilakukan oleh sebuah perusahaan,
semuanya tentu mengharapkan adanya laba dari investasi tersebut. Jika
seorang pelaku usaha atau sebuah perusahaan melakukan investasi, namun
tidak mendapatkan keuntungan, maka investasi yang dilakukan tidak
berhasil. Tugas dari manajemen keuangan dalam hal ini nantinya adalah
bagaimana memastikan investasi yang dilakukan dapat mendatangkan laba,
sekaligus bagaimana meminimalisir berbagai resiko kerugian yang mungkin
dihadapi. Dengan demikian, tujuan utama dari manajemen keuangan dalam
sebuah perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran atau
tingkat kesejahteraan para pemiiik atau pem egang saham atau
memaksimumkan nilai perusahaan, bukan semata memaksimumkan
keuntungan. Jika seorang manajer keuangan, atau perusahaan secara
umum, hanya terfokus pada bagaimana memaksimalkan perolehan
Dedi Mulyadi 175
keuntungan (profit), maka itu berarti perusahaan sudah mengabaikan nilai-
nilai penting dari tanggungjawab sosial, manajemen risiko, dan orientasi
peningkatan nilai perusahaan jangka panjang.
Tujuan manajemen keuangan, dengan ini menyiratkan bahwa ia tidak
hanya berurusan dengan bagaimana mengelola dana atau arus kas sebuah
perusahaan, tapi juga berurusan dengan nasib perusahaan secara
keseluruhan. Dalam konteks bisnis, ini harus dimakna sebagai pelajaran bagi
para pelaku usaha atau bisnis agar menjalankan bisnisnya secara lebih
bertanggungjawab dan peka terhadap lingkungan sosial di mana ia tinggal
dan mengelola bisnisnya. Meski demikian, beberapa ahli keuangan dan para
pelaku bisnis itu sendiri terkadang bisa saja memahami tujuan dari manajemen
keuangan ini secara lebih sederhana, yaitu bagaimana memaksimalkan
keuntungan (profit) dan meminimalkan biaya (cost), dengan menggunakan
keputusan yang maksimum dalam hal investasi dan pengelolaan dana. Bagi
para pelaku usaha, sebuah bisnis dijalankan tentu dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran mereka sebagai pemilik bisnis.
Karena itu, memaksimalkan keuntungan dari bisnis adalah satu-satunya cara
yang paling rasional dan terukur dalam mencapai tujuan ini. Hal-hal seperti
ini tentu tidak bisa disalahkan. Akan tetapi, para pengusaha juga harus
menyadari bahwa semakin besar bisnis yang dijalankan, maka semakin besar
dan iuas pula cakupan tanggungjawabnya. Tidak hanya pada pemilikdan para
pemegang saham, tapi juga pada masyarakat secara keseluruhan.
Adapun fungsi dari manajemen keuangan bagi pelaku usaha atau sebuah
perusahaan, maka ia akan berkaitan dengan tiga keputusan utama yang harus
dilakukannya, yaitu:
a. Keputusan investasi; adalah keputusan yang diambil oleh manajer
keuangan dalam hal alokasi dana (fund allocation) dalam bentuk
investasi yang dapat menghasilkan laba di masa mendatang.
Keputusan investasi ini akan tergambar dari aktiva perusahaan dan
memengaruhi struktur kekayaaan perusahaan itu sendiri, terutama
1 7 6 Kewirausahaan, Pengantar M enuju Praktik
yang berkaitan dengan perbandingan antara c u rre n t a sse ts dengan
f ix e d a sse ts.
b. Keputusan pendanaan; adalah keputusan manajemen keuangan
dalam melakukan pertimbangan dan analisis perpaduan antara
sumber-sumber dana yang paling ekonomis bagi perusahaan untuk
mendanai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan
operasional perusahaan lainnya. Keputusan pendanaan akan
tercermin dalam sisi pasiva perusahaan, dengan melihat baik jangka
pendek atau jangka panjang, atau perbandingan antara struktur
finansial dan struktur modal yang keduanya dipengaruhi secara
signif ikan oleh keputusan pendanaan ini.
c. Keputusan deviden; keputusan ini merupakan bagian pembagian
keuntungan perusahaan yang harus dibayarkan kepada para
pemegang saham. Keputusan deviden juga merupakan keputusan
manajemen keuangan, terutama dalam hal penentuan besarnya
proporsi laba yang akan dibagikan kepada para pemegang saham
dan proposi dana yang akan disimpan sebagai laba ditahan untuk
menunjang pertumbuhan perusahaan.
Nilai Perusahaan dan Peran Manajer Keuangan
Hal penting yang perlu dipelajari oleh para pelaku usaha adalah
bagaimana menghitung nilai usaha atau perusahaan yang dijalankannya,
seperti yang menjadi tujuan manajemen keuangan itu sendiri. Dalam beberapa
kajian dan literatur ekonomi nilai ini sering disebut juga dengan p ric e b o o k
v a lu e (P B V ) ra tio dan m a r k e t /b o o k (M/B) ra tio . Nilai perusahaan dengan kata
lain diindikasikan dari price b o o k v a lu e -nya. Semakin tinggi price book v a lu e
sebuah perusahaan, maka tingkat kepercayaan pasar akan kelangsungan dan
masa depan perusahaan juga semakin meningkat.
Mengukur nilai perusahaan secara keseluruhan memang sulit dilakukan.
Namun demikian, Keown, Martin, Petty, dan Scott (2005) dalam hal ini
Dedi Mulyadi 177
menyatakan bahwa terdapat variabel-variabel kuantitatif yang dapat
digunakan untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan, yaitu:
a. Nilai Buku; merupakan jumiah aktiva dari neraca dikurangi
kewajiban yang ada atau modal pemilik. Nilai buku tidak
menghitung nilai pasar dari suatu perusahaan secara keseluruhan
karena perhitungan nilai buku didasarkan pada data historis dari
aktiva perusahaan.
b. Nilai Pasar Perusahaan; suatu pendekatan untuk memperkirakan
nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa
sekuritas dan secara luas diperdagangkan, maka pendekatan nilai
dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai ini
merupakan suatu pendekatan yangsering digunakan untuk menilai
perusahaan besar, meski nilai-nilai ini dapat berubah dengan cepat.
c. Nilai Appraisal; perusahaan yang berdasarkan appraiser indepen
dent akan mengijinkan pengurangan terhadap goodwill apabila
harga aktiva perusahaan meningkat. Goodwill sendiri dihasilkan
sewaktu nilai pembelian perusahaan melebihi nilai buku aktivanya.
d. Nilai Arus Kas; nilai ini umumnya dipakai dalam penilaian merger
atau akuisisi. Nilai sekarang dari arus kas yang telah ditentukan
akan menjadi maksimum dan harus dibayar oleh perusahaan yang
ditargetkan (target firm), pembayaran awal kemudian dapat
dikurangi untuk menghitung nilai bersih sekarang dari merger. Nilai
sekarang (present value) adalah arus kas bebas di masa yang akan
datang.
Sebuah perusahaan yang sudah go public biasanya akan menjual
saham nya untuk merangkum investor guna mendukung ekspansi
perusahaan. Dalam konteks ini biasanya perusahaan akan memiliki apa yang
disebut dengan nilai buku per lembar saham sebagai nilai yang menunjukkan
aktiva bersih (net assets) per lembar saham yang dimiliki oleh pemegang
Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
saham. Nilai buku per saham (book value per share) ini merupakan
perbandingan antara modal dengan jumlah saham yang beredar. la memang
tidak menunjukkan ukuran kinerja saham yang penting, tetapi nilai buku
per lembar saham dapatmencerminkan seberapa besar jaminanyangakan
diperoleh pemegang saham apabila perusahaan penerbit saham dilikuidasi.
Nilai perusahaan ditunjukkan sebagai persepsi investor terhadap tingkat
keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber daya pada tahun t yang
tercermin pada harga saham itu sendiri. Karena itu, dalam mengukur price
book value ratio atau nilai perusahaan, rumusan yang sering digunakan
adalah:
Price per Share PBV = ---------— --------
Book Value
Para pelaku usaha atau bisnis yang ingin meningkatkan nilai jual usahanya
atau nilai perusahaannya akan sangat memerlukan keberadaan seorang
manajer keuangan yang handal. Dalam hal ini, jika ternyata pelaku usaha atau
bisnis tersebut adalah pelaku tunggal, di mana ia yang bertanggungjawab
atas jalannya usaha dan semua hal yang terdapat di dalamnya, mulai dari
produksi, pemasaran, penjualan, dan analisa keuangan, maka ia juga dituntut
untukbisa berperan sebagaimana layaknya manajer keuangan profesional.
Block dan Hirt (2005) terkait hal ini menyatakan bahwa manajer keuangan
bertanggungjawab atas pengalokasian dana perusahaan baik dalam bentuk
aktiva lancar maupun aktiva tetap, untuk menghasilkan perpaduan yang
terbaik dari alternatif-alternatif keuangan, serta untuk mengembangkan
kebijakan deviden yang tepat dalam koridor pencapaian tujuan dan
kepentingan perusahaan.
Secara umum, fungsi dan sekaligus tugas utama dari manajer keuangan
berkaitan erat dengan fungsi dari manajemen keuangan seperti telah
disebutkan sebelumnya, yaitu:
Dedi Mulyadi 179
1. Mengambil keputusan investasi (investment decision); menyangkut
masalah pemilihan investasi yang diinginkan dari berbagai
kesempatan dan peluang yang ada, memilih satu atau lebih
alternatif investasi yang dianggap dan dianalisis paling
menguntungkan.
2. Mengambil keputusan pem belajaan (financing decision);
menyangkut masalah pemilihan berbagai bentuksumberdana yang
tersedia untuk melakukan investasi dan operasionalisasi
perusahaan, memilih satu atau lebih alternatif pembelajaan yang
paling hemat dan minim biaya.
3. Mengambil keputusan deviden (dividend decision); menyangkut
masalah penentuan besamya deviden yang akan dibagikan kepada
para pemegang saham dan laba yang ditahan, stabilitas dan
kontinuitas pembayaran deviden, pembagian saham deviden, serta
pembelian kembali saham-saham.
Jika para pelaku usaha mandiri bisa sekaligus mengambil peran manajer
keuangan untuk usaha atau bisnis yang dijalankannya, maka ia akan lebih
mudah mengontrol arus keuangan yang ada. Hal ini bisa memberikan nilai
lebih dan keuntungan tertentu pada usaha yang dijalankannya. Namun jika
ternyata ia tidak atau kurang bisa mengambil peran dan fungsi dari seorang
manajer keuangan, maka ada baiknya jika ia berkonsultasi dengan analis
finansial atau manajer keuangan profesional guna membimbingnya dalam
mengelola keuangan bisnis yang dijalankannya.
Modal dan Keputusan Investasi
Salah satu faktor terpenting yang seringkali menjadi titik kerumitan
seseorang dalam memulai usaha atau bisnis adalah modal. Dalam konteks
wirausaha, modal memang merupakan fondasi utama. Terlepas dari apapun
bentuk yang dimiliki oleh seseorang atau perusahaan dalam menjalankan
180 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
bisnisnya. Modal mencakup segala sesuatu yang menunjang fungsi dan
operasi bisnis baik berwujud ataupun tidak berwujud. Modal juga bisa dilihat
sebagai jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham
biasa, atau seluruh pos-pos tersebut plus utang jangka pendek yang
dikenakan bunga. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007) modal disebut
sebagai hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua
kewajiban. Modal ini dapat berupa uang, barang, bangunan, tempat, orang,
pengetahuan, keterampilan, dan segala hal yang menjadi milik perusahaan
yang mendukung tindakan operasi dan fungsi pencapaian tujuan dari usaha
itu sendiri.
Ketika seseorang akan memulai usaha, maka niat dan motivasi untuk
berusaha pun sebenarnya sudah bisa disebut sebagai modal. Hanya saja,
dalam dunia bisnis, modal intangible atau modal tak berwujud seperti itu
seringkali tidak cukup untuk menjadi modal utama dalma usaha. Seorang
pengusaha memerlukan modalitas lain untuk mendukung kelancaran dan
tujuan usahanya. Seorang pedagang makanan akan memerlukan uang untuk
membeli bahan pokok makanan, keterampilan mengolahnya, tempat
menjajakan dagangannya, orang yang membantunya dalam berdagang,
peralatan yangdigunakannya dalam berdagang, dan lainnya. Semua itu dapat
dikategorikan sebagai modal yang nantinya akan dihitung nilai lalu
dibandingkan dengan pendapatan yang diperolehnya. Jika terdapat nilai
tambah atas modal tersebut, maka itu berarti usaha yang dijalankannya
mendapatkan laba, sebaliknya, jika tidak ada pertambahan, maka ia perlu
merumuskan ulang strategi bisnisnya.
Secara umum, terdapat dua jenis modal ketika kita menjalankan usaha
atau bisnis, yaitu:
1. Modal investasi awal; jenis modal yang harus dikeluarkan pada awal
memulai usaha. Modal ini biasanya diorientasikan untuk
penggunaan jangka panjang. Modal investasi awal ini bisa berupa
uang atau dana, bangunan, peralatan, keahlian, dan sebagainya.
Dedi Mulyadi 181
2. Modal kerja; modal yang harus dikeluarkan untuk membiayai
kegiatan operasional dan fungsional sebuah bisnis atau usaha.
Modal ini mencakupseluruh aktiva lancaryang dimiliki perusahaan.
Kedua jenis modal tersebut memiliki peranan penting dalam kelancaran
usaha atau bisnis yang dijalankan. Beberapa ahli lebih sering menggabungkan
dua jenis modal di atas, dan menyebutnya sebagai modal kerja saja.
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin operasi dari
perusahaan secara efisien dan ekonomis. Apabila modal kerja terlalu besar,
maka dana yangtertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga
terjadi dana menganggur, tetapi apabila jumlah modal kerja terlalu kecil atau
kurang, maka perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan
langganan. Modal kerja ini umumnya memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Modal kerja menampung kemungkinan akibat buruk yang
ditimbulkan karena penurunan nilai aktiva lancarseperti penurunan
nilai piutang yang diragukan dan yang tidak dapat ditagih atau
penurunan nilai persediaan.
2. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk
membayar semua utang lancar tepat pada waktunya.
3. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan mendapatkan
“credit standing”, yaitu penilaian pihak ketiga bahwa perusahaan
bersangkutan layak untuk mendapatkan kredit.
Para pelaku usaha harus bisa menentukan seberapa besar dan modal
apa saja yang dimilikinya ketika akan memulai usaha atau bisnisnya.
Penentuan modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu usaha atau bisnis
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Sifat dan tipe usaha yang dijalankan. Modal kerja dari suatu usaha
jasa relatif lebih kecil daripada kebutuhan modal kerja usaha di
bidang industri atau produk tertentu. Perusahaan jasa biasanya
182 Kewirausahaar1, P engantar Menuju Praktik
memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian
besar pada aktiva tetap yang digunakan untuk memberikan
pelayanan atau jasanya kepada masyarakat. Sebaliknya perusahaan
industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva
lancar agar perusahaannya tidak mengalami kesulitan dalam
operasinya sehari-hari. Perusahaan yang memproduksi barang
membutuhkan modal kerja relatif lebih besar daripada perusahaan
dagang,
2. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh
barang yang akan dijual serta harga persatuan dari barang tersebut.
Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi barang
atau untuk memperoleh barang tersebut, maka akan semakin besar
pula modal kerja yang dibutuhkan.
3. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan. Jika syarat kredit
yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, semakin
sedikit uang kas yang harus disediakan untuk diinvestasikan dalam
persediaan bahan ataupun barang dagangan.
4. Syarat penjualan. Semakin lunak kredit yang diberikan oleh
perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin
besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam
piutang.
5. Tingkat perputaran persediaan. Semakin tinggi tingkat perputaran
persediaan maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan semakin
rendah.
Modal kerja ini harus dikeloia dengan baik dan benar agar ia bisa
menyokong jalannya usaha atau bisnis secara efektif dan efisien.
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas
operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja
terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi
Dedi Mulyadi 183
kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund),
karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan Iain
dalam rangka peningkatan laba. Sementara perusahaan yang kekurangan
modal kerja untuk memperluas penjualan dan produksinya, maka besar
kemungkinan ia akan kehilangan pendapatan dan keuntungan. Perusahaan
yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban
jangka pendek tepat pada waktunya dan umumnya akan menghadapi
masalah likuiditas.
Para pelaku usaha atau perusahaan yangsudah menjalankan bisnisnya,
tentu akan selalu berpikir untuk memperbesar modal mereka. Dalam rangka
mendapatkan tambahan modal untuk usahanya, tidak jarang mereka
menetapkan kebijakan leverage. Kebijakan ini berarti sebuah perusahaan
memutuskan untuk mengikutsertakan modal pinjaman dengan disertai
kewajiban membayar beban yang bersifat tetap di dalam suatu struktur modal
perusahaan sebagai jaminan modal pinjaman dari kreditur. Secara sederhana
berarti perusahaan memutuskan untuk meminjam dana kepada pihak lain
untuk menambah dan memperkuat modal yang sudah dimiliki.
Pelaku ushaa atau perusahaan dalam menentukan struktur modalnya
pasti bertujuan untuk meminimalkan biaya modal yang akan dikeluarkan,
karena biaya ini secara potensial akan mengurangi pembayaran deviden tunai
kepada para pemegang saham. Jika biaya modal ini dapat diminimalasir,
jumlah deviden tunai yang akan dibayarkan akan meningkat, hal ini tentunya
dapat memaksimumkan harga saham. Penentuan struktur modal, yang
menyangkut bauran pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan utang
yang akan digunakan oleh perusahaan pada akirnya menyangkut penentuan
berapa banyak utang (leverage keuangan) yang akan digunakan perusahaan
unutkmendanai aktivanya. Syahyunun (2004), menyebutkan bahwa “finan
cial Leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam
menggunakan kewajiban-kewajiban keuangan yang sifatnya tetap”. Jika
perusahaan menggunakan utang, berarti memiliki kewajaban tetap untuk
184 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
membayar bunga atas utang yang diambil dalam rangka pendanaan
perusahaan.
Ketika pelaku usaha atau sebuah perusahaan mengambil kebijakan le
verage, maka paling tidak ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh
manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan, yaitu
tingkat pengembalian (return) dan risiko (risk)”. Keputusan keuangan yang
berhubungan dengan leverage, seperti yang telah disebutkan sebelumnya
akan membawa konsekuensi pada peningkatan risiko pemegang saham biasa.
Risiko yang dihadapi oleh perusahaan atau pemegang saham biasa dibagi
menjadi dua macam, yaitu risiko bisnis (business riks) berkaitan dengan
ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan di masa
mendatang, dan risiko keuangan (financial riks) yang terjadi karena adanya
penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan yang mengakibatkan
perusahaan harus menanggung beban tetap secara periodik berupa beban
bunga. Keputusan tentang modal ini penting bagi setiap pengusaha, karena
ia akan menentukan tingkat keberlanjutan usaha, terutam a yang
berhubungan dengan risiko usaha, tingkat return, dan raihan laba.
Keputusan lain yang tak kalah penting dalam konteks manajemen
keuangan sebuah bisnis, adalah keputusan investasi. Investasi, seperti
dinyatakan Tandelilin (2001) adalah sebentuk komitmen atas sejumlah dana
atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini, dengan tujuan memperoleh
keuntungan di masa mendatang. Dengan kata lain, investasi merupakan
upaya penempatan dana pada berbagai aktiva keuangan dengan harapan
akan diperoleh tingkat keuntungan yang optimal pada waktu yang akan
datang.
Kegiatan investasi yang dilakukan oleh seorang pengusaha atau
perusahaan akan menentukan bagaimana keuntungan yang diperolehnya
di masa yang akan datang. Keputusan investasi yang tepat akan membuat
kelangsungan hidup perusahaan dan bisnis semakin baik. Sebab, apabila
kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis terganggu, maka penilaian dan
Dedi Mulyadi 185
tingkat kepercayaan para investor atau kreditur terhadap perusahaan juga
akan menurun. Keputusan investasi ini penting dalam rangka mencapai tujuan
perusahaan. Seorang pelaku usaha yang melakukan investasi, sebenarnya
bukan sedang mengalami pengurangan modal, namun ia menempatkan
modal yang ada pada aktiva lain yang diharapkan bisa membawa keuntungan
setelah beberapa waktu. Investasi bahkan bisa disebut sebagai pertumbuhan
total asep perusahaan dari tahun ke tahun. Investasi yang dilakukan oleh
perusahaan ini biasanya dihitungdengan menggunakan rumus berikut:
Total Assets - Total AssetstInvestasi = --------------------------------------------------
Total Assetstt
Tujuan umum ketika orang melakukan investasi adalah untuk
mendapatkan keuntungan di masa depan dengan menempatkan sebagian
modal atau dana pada instrumen keuangan atau aktiva tertentu di masa
sekarang. Secara lebih khusus, Citman dan Joehnk (2005) dalam hal ini
menyatakan bahwa tujuan orang melakukan investasi, di antaranya adalah:
a. Accum ulating retirement funds; investasi dilakukan untuk
mengakumulasi pendapatan demi kesejahteraan di masa tua.
b. Enhancing current income; investasi dilakukan untuk menambah
penghasilan atau pendapatan yang ada.
c. Saving for major expenditure; investasi dilakukan untuk menyimpan
atau menabung dana guna membiayai keperluan yang lebih besar
di masa depan.
d. Sheltering income from taxes; investasi dilakukan untuk mengurangi
beban pajak pendapatan.
Keputusan investasi dapat dilakukan oleh individu atau kelompok, atau
perusahaan yang memiliki kelebihan dana. Investasi dalam arti luas terdiri
186 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dari dua bagian utama, yaitu:
1. Investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) berupa aktiva
berwujud, seperti emas, perak, intan, batu mulia, barang-barang
seni, alat-alat produksi, rumah, gudang, dan lain sebagainya.
2. Investasi dalam bentuk surat-surat berharga (financial assets)
berupa surat-surat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim
atas aktiva riil yang dikuasai oleh entitas tertentu. Pemilikan aktiva
finansial dalam rangka investasi pada sebuah entitas atau
perusahaan ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni:
a. Investasi langsung (direct investment); suatu kepemilikan surat
berharga secara langsung dalam suatu perusahaan atau institusi
dengan harapan akan m endapatkan keuntungan berupa
penghasilan dividend dan capital gain.
b. Investasi tidak langsung (indirect investment); investasi tidak
langsung terjadi ketika surat-surat berharga yang dimiliki
diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi (investment
company) yang berfungsi sebagai perantara.
Terdapat banyak sekali produk-produk investasi yang tersedia di pasaran,
dan setiap kita bisa dengan bebas memilih satu di antaranya. Namun,
pemilihan produk-produk tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dari
investasi itu sendiri. Beberapa jenis produk investasi di antaranya adalah:
1. Tabungan; dengan menyimpan uang di tabungan, maka kita akan
mendapatkan suku bunga tertentu yang besarannya mengikuti
kebijakan bank bersangkutan. Produk tabungan ini biasanya
memperbolehkan kita untuk mengambil dana simpanan tersebut
kapanpun kita inginkan.
2. Deposito; produk deposito hampir sama dengan tabungan.
Bedanya, dalam deposito kita tidak dapat mengambil uang kapan
saja, melainkan setelah periode tertentu yang disepakati ketika kita
Dedi Mulyadi 187
membuka deposito. Suku bunga deposito biasanya lebih besar
daripada suku bunga tabungan.
3. Saham; saham adalah kepemilikan atas sebuah perusahaan. Dengan
membeli saham, itu berarti kita telah membeli sebagian dari
perusahaan yang m engeluarkan saham tersebut. Apabila
perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan, maka pemegang
saham biasanya akan mendapatkan sebagian jatah keuntungan
yang dibagi-bagi dan disebut dengan deviden. Saham juga bisa dijual
kepada pihak lain, baik dengan harga yang lebih tinggi yang selisih
harganya disebut dengan capital gain, ataupun lebih rendah dari
saat kita membelinya (capital loss).
4. Properti; investasi dalam properti berarti investasi dalam bentuk
tanah atau rumah. Investasi di bidang ini sudah mulai banyak dilirik
baik oleh investor pemula ataupun investor lama, terutama karena
kecenderungan harga properti yang terus meninggi setiap
tahunnya.
5. Barang-barang koleksi; investasi pada barang-barang koleksi baik
itu barang-barang seni, ataupun yang mengundang minat orang
lain terhadapnya, seperti lukisan, barang antik, perangko, dan
lainnya.
6. Emas; emas adalah logam mulia dengan kecenderungan harga yang
terus meninggi. Karena itu, banyak sekali para investor yang
menginvestasikan dana mereka dengan membeli emas untuk suatu
saat dijual kembali atau dijadikan jaminan atas pinjaman. Emas
biasanya memiliki sifat searah dengan inflasi; semakin tinggi inflasi,
maka semakin tinggi pula kenaikan harga emas.
7. Mata uang asing; segala macam mata uang asing dari berbagai
negara pada dasarnya bisa dijadikan investasi. Meski demikian,
investasi pada mata uang lebih berisiko dibandingkan investasi pada
saham. Hal ini umumnya disebabkan nilai mata uang asing di Indo-
188 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
nesia menganut sistem mengambang bebas (free float), yaitu
benar-benar tergantung pada permintaan dan penawaran di
pasaran.
8. Obligasi; obligasi atau sertifikat obligasi adalah surat utang yang
diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan, baik untuk
menambah modal perusahaan atau membiayai suatu proyek
pemerintah. Karena sifatnya yanghampirsama dengan deposito,
maka agar lebih menarik para investor, suku bunga obligasi ini
biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga deposito.
Selain itu, saham kepemilikan obligasi juga da pat dijual kepada pihak
lain dengan harga yang lebih tinggi ataupun lebih rendah sesuai
dengan kesepakatan yang ada.
Investasi, seperti halnya bisnis tentu perkara yang bukan tanpa risiko.
Tidak ada yang bisa memastikan bahwa investasi yang dilakukan akan
mendapatkan hasil sebagaimana diharapkan. Risiko ini semakin besarketika
investasi dilakukan pada bidang yang memiliki tingkat risiko bisnis yang tinggi.
Tandeiilin (2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa risiko yang bisa
memengaruhi nilai investasi, di antaranya: (1) risiko suku bunga; (2) risiko
pasar; (3) risiko inflasi; (4) risiko bisnis; (5) risiko f inansial; (6) riosiko likuiditas;
(7) risiko nilai tukar mata uang; dan (8) risiko negara.
Keputusan investasi yang dilakukan harus menganalisis kebutuhan,
tujuan, keinginan, ketersediaan dana, dan resiko yang mungkin dihadapi oleh
pelaku investasi bersangkutan. Meski demikian, investasi merupakan cara
paling efektif untuk menggunakan dana yang diam, karena dana yang diam
pada dasarnya akan menyusut. Sedang investasi, meski ia memiliki risiko
tertentu tetapi juga memiliki peluang keberhasilan yang bisa dianalisis tingkat
probabilitasnya sedan awal. Dalam dunia wirausaha, keputusan investasi yang
dilakukan tidak semata berupa tabungan atau deposito atau saham. Pilihan
investasi pada jenis properti seperti lahan akan lebih menguntungkan jika
189Dedi Mulyadi
para pelaku usaha berniat untuk mengembangkan usaha mereka di masa
depan. Keputusan ini penting, terutama ketika iklim usaha yang sangat
dipengaruhi oleh berbagai perubahan. Karena itu, mempersiapkan diri dalam
menghadapi kemungkinan terburuk juga dapat menjadi bagian dari investasi
yang diperlukan.
Budgeting dan Cash Flow
Selain putusan modal dan putusan investasi, terdapat beberapa
perangkat putusan keuangan lain yang juga berguna dalam membantu para
pelaku usaha dalam mengelola aspek-aspek yang berhubungan dengan
manajemenfinansial mereka. Duateknik yang penting untukdipelajari adalah
penyusunan budget atau anggaran (budgeting) dan pembuatan laporan arus
kas (cash flow). Budgeting adalah sebuah teknik meramalkan kinerja keuangan
yang tidak hanya dipergunakan sebagai perangkat untuk mengontrol bisnis
atau usaha, tapi juga untuk m enentukan kebutuhan pinjaman dan
pembayarannya di masa depan. Beberapa perusahaan dan organisasi dalam
menjalankan bisnisnya seringkali menyusun dan menganggarkan budget
untuk modal kerja (capital budget), anggaran keperluan lain (advertisingbud
get), atau anggaran riset dan pengembangan (research and development
budget). Ukuran, tipe, dan kompleksitas organisasi atau badan usaha akan
menentukan jenis anggaran apa saja yang akan dibuat.
Penyusunan anggaran merupakan proses pembuatan rencana kerja
dalam rangka waktu satu tahun atau lebih, yang dinyatakan dalam satuan
moneter dan satuan kuantitatif orang lain. Penyusunan anggaran sering
diartikan sebagai perencanaan laba (profit plamning). Dalam perencanaan
laba, manajemen menyusun rencana operasional yang implikasinya
dinyatakan dalam laporan laba rugi jangka pendekdan jangka panjang, neraca
kas dan modal kerja yang diproyeksikan di masa yang akan datang. Sebuah
anggaran harus bersifatformal, artinya ia disusun dengan sungguh-sungguh
dalam bentuk tertulis dan teliti. Kesalahan penulisan bisa berakibat fatal
190 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dalam perhitungan dan aktivitas keuangan secara umum. Anggaran juga
harus bersifat sistematis, atau disusun secara runut dan saling berhubungan.
Pada bisnis dengan skala kecil, seringkali hanya memerlukan satu jenis
anggaran yang memuat keseluruhan kebutuhan bisnis, yang dibagi dalam
beberapa sesi, seperti anggaran untuk penjualan, anggaran produksi, ataupun
anggaran keuangan secara umum. Sedang pada perusahaan yang besar,
anggaran bisa disusun untuk berbagai tingkatan, dari departemen, divisi,
wilayah, produk, dan lain sebagainya.
Sebuah anggaran bisa bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang.
Anggaran jangka pendek (short term budget) umumnya adalah anggaran
biaya yang akan dikeluarkan atau dipergunakan selama satu tahun atau
kurang dari satu tahun. Sedangkan anggaran jangka panjang (long range
budget) adalah anggaran yang memerhitungkan keperluan penggunaan biaya
dalam jangka waktu di atas satu tahun. Anggaran dan penggunaannya untuk
jangka panjang ini biasanya dilaporkan secara berkala, atau menurut periode
tertentu sebagaimana terdapat dalam kebijakan perusahaan bersangkutan
yang menerapkannya.
Perlu dipahami bahwa keberadaan sebuah anggaran akan membantu
pelaku usaha dalam menentukan arah perkembangan usahanya di masa
depan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang ingin mengembangkan
produk baru, akan dituntut untuk mengeluarkan budget untuk kepentingan
riset dan pengembangan produktersebut. Hal ini berarti perusahaan tersebut
sedang melakukan sebuah investasi yang bisa jadi membuat perusahaan lebih
berkembang di masa depan atau sebaliknya. Memutuskan memberikan
anggaran pada satu proyek atau sasaran tidaklah mudah. Terutama karena
pihak perusahaan harus memperhitungkan bagaimana aspek pengelolaan
keuangannya secara menyeluruh. Penambahan anggaran bisa berarti
merubah kebijakan finansial untuk anggaran keseluruhan. Meski demikian,
pembuatan anggaran adalah salah satu langkah paling rasional untuk
menghitung dan mengalkulasi gerak dan keinginan sebuah perusahaan.
Dedi Mulyadi 191
Anggaran merupakan suatu rencana kerja yang disusun sistematis dan
dinyatakan dalam unit moneter. Lazimnya penyusunan anggaran berdasarkan
pengalaman masa lalu dan taksir-taksiran pada masa yang akan datang, maka
ini dapat menjadi pedoman kerja bagi setiap bagian dalam perusahaan untuk
menjalankan kegiatannya.
Pembuatan anggaran tentu bukan semata perumusan angka-angka
berdasarkan ramalan (forecasting). Dalam konteks manajemen, peramalan
(forecasting) biasanya merujuk pada beberapa prediksi tentang apa yang akan
terjadi di masa depan secara umum. Para pelaku usaha bisa saja membuat
ramalan tentang bagaimana situasi dan kondisi ekonomi di masa mendatang,
atau bagaimana nasib penjualan suatu produk di suatu wilayah. Namun, bud
geting biasanya lebih bersifat spesifik dan berhubungan erat dengan kinerja
keuangan (financial performance), yang dibuat sebagai alat atau perangkat
untuk mengawasi dan mengendalikan cash inflows dan outflows sebuah pro
gram atau proyek.
Secara umum, pembuatan anggaran yang baik akan memberikan
beberapa keuntungan pada perusahaan, di antaranya:
1. Penyusunan anggaran merupakan kekuatan manajemen dalam
menyusun perencanaan, di mana dengan anggaran manajemen bisa
melihat ke depan untuk menentukan tujuan perusahaan yang
dinyatakan di dalam ukuran f inansial.
2. Anggaran dapat digunakan alat koordinasi berbagai kegiatan
perusahaan, misalnya koordinasi antara berbagai penjualan dengan
kegiatan produksi.
3. Implementasi anggaran dapat menciptakan alat untuk pengawasan
kegiatan perusahaan. Penyimpangan antara anggaran dengan
realisasi dihitung dan dianalisa, dan manajemen dapat mengetahui
adanya penyelewengan tersebut.
4. Berdasarkan teknik yang digunakan dalam anggaran, manajemen
dapat memeriksa dengan seksama penggunaan sumber ekonomi
192 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
yang dimiliki perusahaan apakah dapat berdaya guna (efisien) dan
berhasil guna (efektif).
5. Pemakaian anggaran mengakibatkan timbulnya suasana yang
bersemangat untuk memperoleh laba, timbul kesadaran tentang
pentingnya biaya sebelum dana disediakan. Tekanan anggaran
bukan sem ata-m ata menekan biaya, akan tetapi adalah
memaksimalkan laba dalam jangka panjang. Adanya penambahan
biaya untuk satu kegiatan akan dibenarkan apabila tambahan biaya
tersebut diperkirakan dapat meningkatkan laba perusahaan.
6. Anggaran dapat digunakan sebagai perangkat atau standar untuk
mengukur kinerja suatu bagian atau individu di dalam organisasi
perusahaan.
7. Pemakaian anggaran dapat membantu manajemen di dalam
pengambilan keputusan untuk memilih beberapa alternatif yang
mungkin dilaksanakan, misalnya: membuat atau membeli, membuat
atau menyewa, menolak atau menerima pesanan, mengurangi atau
menambah produk, dan lainnya.
Di samping keuntungan-keuntungan dari pemakaian anggaran tersebut,
perlu diketahui pula beberapa keterbatasan dari anggaran itu sendiri, di
antaranya:
1. Anggaran didasarkan pada estimasi atau proyeksi atas kegiatan
yang akan datang. Ketepatan dari estimasi sangat tergantung
kepada pengalam an dan kemampuan dari estim ator atau
proyektor. Ketidaktepatan anggaran akan berakibat tidak baik pada
perencanaan, koordinasi, dan gerak manajemen secara umum.
2. Anggaran harus selalu disesuaikan dengan perubahan kondisi dan
asumsi. Anggaran umumnya disusun atas dasar kondisi dan asumsi
yang terkadang memerlukan adanya revisi ketika terjadi perubahan
pada kondisi yang dihadapi perusahaan.
Dedi Mulyadi 193
3. Anggaran dapat dipakai sebagai alat oleh manajemen hanya apabila
semua pihak, terutama manajer-manajer perusahaan, secara terus-
menerus dan terkoordinasi berusaha dan bertanggung-jawab atas
tercapainya tujuan yang telah ditentukan di dalam anggaran.
4. Semua pihak di dalam perusahaan perlu menyadari bahwa anggaran
adalah alat untuk membantu manajemen, akan tetapi tidak dapat
m enggantikan fungsi manajemen dan peranan manusia
pelaksananya.
Anggaran dapat berjalan baik apabila ada dukungan aktif dari para
pelaksana dari tingkat atas maupun bawah dalam sebuah perusahaan.
Pelaksanaan sebuah anggaran akan selalu menyangkut dengan manusia
pelaksananya. Karena itu, ia harus diawasi dengan baik, agar tidak terjadi
kesalahan dan melenceng dari yang sudah diatur dalam anggaran.
Penyusunan anggaran yang baik dan terukur akan sangat membantu para
pelaku usaha dalam memprediksi kemungkinan dan peluang usaha di masa
depan. Memulai usaha dengan modal semata tidak akan cukup, para
pengusaha membutuhkan anggaran yang baik agar modal yang dimilikinya
bisa digunakan secara ekfektif dan efisien.
Perangkat kedua yang sangat membantu para pelaku usaha dalam
menjalankan dan mengatur aktivitas keuangan bisnisnya adalah membuat
laporan arus kas (cash flow statement). Laporan arus kas sendiri adalah suatu
laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan
transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan/pendanaan serta
kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu
periode kerja, yang umumnya adalah berkisar selama satu tahun (annual
period).
Arus kas juga dapat diartikan sebagai arus masuk dan arus keluar kas
atau setara kas. Laporan arus kas merupakan infromasi dari mana uang kas
diperoleh perusahaan dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan
194 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
arus kas merupakan ringkasan dari penerimaan dan pengeluaran kas
perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu tahun buku).
Tujuan utama dari pembuatan laporan arus kas (cash flow statement)
adalah memberikan informasi tentang penerimaan kas dan pembayaran kas
entitas atua perusahaan selama suatu periode. Selain itu, laporan arus kas
juga bertujuan untuk memberikan informasi tentang kegiatan operasi,
investasi, dan pembiayaan suatu entitas selama periode berjalan.
Pembuatan laporan arus kas dalam sebuah perusahaan atau oleh pelaku
usaha, pada dasarnya memiliki beberapa manfaat, di antaranya:
1. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di
masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan
atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya.
2. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas
masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
3. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus
kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna laporan
dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu
entitas pelapor dan struktur keuangannya (termasuk likuiditas dan
solvabilitas).
Dalam pembuatannya, suatu laporan arus kas harus memberikan arus
kas selama periode tertentu yang diklasif ikasikan menurut aktivitas operasi,
aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan.
1. Aktivitas Operasi; aktivitas ini menimbulkan pendapatan dan beban
dari operasi utama suatu perusahaan. Karena itu aktivitas operasi
mempengaruhi laporan laba rugi, yang dilaporkan dengan dasar
akrual. Sedangkan laporan arus kas melaporkan dampaknya
terhadap kas. Arus masuk kas terbesar dari opersi berasal dari
pengumpulan kas dari langganan. Arus masuk kas yang kurang
penting adalah penerimaan bunga atas pinjaman dan dividen atas
Dedl Mulyadi 195
investasi saham. Arus keluar kas operasi meliputi pembayaran
terhadap pemasok dan karyawan, serta pembayaran bunga dan
pajak.
2. Aktivitas Investasi; aktivitas ini meningkatkan dan menurunkan
aktiva jangka panjang yang digunakan perusahaan untuk
melakukan kegiatannya. Pembelian atau penjualan aktiva tetap
seperti tanah, gedung, atau peralatan merupakan kegiatan
investasi, atau dapat pula berupa pembelian atau penjualan
investasi dalam saham atau obligasi dari perusahaan lain. Pada
laporan arus kas, kegiatan investasi mencakup lebih dari sekedar
pembelian dan penjualan aktiva yang digolongkan sebagai investasi
di neraea. Pemberian pinjaman juga merupakan suatu kegiatan
investasi karena pinjaman menciptakan piutang kepada peminjam.
Pelunasan pinjaman tersebut juga dilaporkan sebagai kegiatan
investasi pada laporan arus kas.
3. Aktivitas Pendanaan; aktivitas pendanaan meliputi kegiatan untuk
memperoleh kas dari investor dan kreditoryang diperlukan untuk
menjalankan dan melanjutkan kegiatan perusahaan. Kegiatan
pendanaan mencakup pengeluaran saham, peminjaman uang
dengan mengeluarkan wesel bayar dan pinjaman obligasi, penjualan
saham perbendaharaan, dan pembayaran terhadap pemegang
saham seperti dividen dan pembelian saham perbendaharaan.
Pembayaran terhadap kreditor hanyalah mencakup pembayaran
pokok pinjaman.
The financial markets generally are unpredictable. So that one has
to have different scenarios... The idea that you can actually pre
dict whot's going to happen contradicts my way of looking at the
market. -G e o r g e S o r o s
196 Kewirausahaan, Pengantar Menu/'u Praktik
ketika banyak perusahaan jasa yang bermunculan, maka istilah tersebut
kemudian diganti dengan manajemen operasi dengan pengertian dan ruang
lingkup yang lebih luas dibandingkan manajemen produksi. Meski demikian,
beberapa ahli dan pakar masih banyak yang menggunakan istilah manajemen
produksi ataupun menggunakan istilah manajemen produksi dan operasi
(MPO) dalam menjelaskan bagaimana proses pembuatan barang dan jasa.
Proses produksi (manufacture) yang terdapat dalam sebuah alur usaha
pada dasarnya adalah kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi dengan melibatkan bahan-bahan pembantu,
tenaga kerja, mesin-mesin, serta alat-alat perlengkapan sehingga memiliki
nilaitambah yang lebih besar (added value). Dalam hal ini, perusahaan perlu
membuat sebentukprosedurdan pengaturanterhadap segala interaksi dari
berbagai faktor produksi sehingga ia dapat meningkatkan efektifitas serta
efisiensi dari proses produksi tersebut. Dalam konteks inilah, yakni untuk
mendukung kelancaran proses produksi maupun dalam proses pengambilan
keputusan dalam seluruh kegiatan operasional perusahaan, maka dibutuhkan
adanya manajemen produksi atau manajemen operasi. Dengan demikian,
manajemen produksi atau manajemen operasi pada dasarnya merupakan
usaha-usaha pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber daya (atau sering
disebut faktor-faktor produksi), tenaga kerja, mesin- mesin, peralatan, bahan
mentah secara optimal. Dalam proses operasinya, faktor-faktor tersebut
bertransformasi, di mana bahan mentah dan tenaga kerja diolah menjadi
berbagai produk dan jasa.
Manajemen produksi dan operasi ini merupakan suatu proses yang
berkesinambungan dalam menggunakan berbagai fungsi manajemen untuk
mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efektif dan efisien dalam
rangka mencapaitujuan perusahaan itu sendiri. Dengan demikian kata kunci
dalam manajemen produksi dan operasi ini adalah kontinuitas (keberlanjutan)
di mana manajemen produksi dan operasi digambarkan bukan sebagai suatu
kegiatan yang berdiri sendiri, melainkan tindakan yang berkelanjutan atau
198 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
suatu proses yang kontinyu. Kunci kedua adalah efektif dan ef isien, di mana
segala pekerjaan harus dilakukan secara tepat dan sebaik-baiknya untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan yang
terkandung dalam konsep manajemen produksi dan operasi ini memerlukan
pengetahuan yang luas karena mencakup berbagai berbagai fungsi
manajemen itu sendiri.
Manajemen produksi dan operasi akan mencakup perencanaan atau
penyiapan sistem produksi dan operasi, pengendalian dari sistem produksi
dan operasi, serta sistem informasi produksi. Perencanaan dan pengendalian
produksi sendiri dimaksudkan untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan
langsung atau tidak langsung dalam berproduksi, sehingga perusahaan itu
betul-betul dapat menghasilkan barang-barang atau jasa dengan efektif dan
efisien serta memenuhi sasaran-sasaran lainnya. Secara umum, kegiatan
manajemen operasi dan produksi ini berkaitan erat dengan keberadaan
seorang manajer operasi atau manajer produksi itu sendiri. Seorang manajer
produksi atau operasi akan bertanggungjawab dalam putusan-putusan yang
berkaitan dengan produksi atau operasi. Dalam proses pengambilan
keputusan ini, para manajer produksi akan membutuhkan data dari aliran in
put ke output yang sering disebut juga dengan informasi depan (feed for
ward information), serta data atau laporan tentang output atau proses ke
input yang disebut juga informasi balik (feed back information). Informasi-
informasi tersebut akan dipakai sebagai alat untuk mengamati jalannya proses
konversi input menjadi output atau produksi dan operasi secara keseluruhan.
Para manajer produksi dan operasi harus mengarahkan berbagai berbagai
masukan (input) agar dapat memproduksi berbagai keluaran (output) dalam
jumlah, kualitas, harga, waktu, dan tempat tertentu sesuai dengan permintaan
konsumen.
Seluruh kegiatan mulai dari permintaan pasokan barang dan faktor-
faktor produksi dan operasi (input) kemudian dikonversi dalam proses
produksi dan operasi atau layanan dan menjadi produk berupa barang atau
Dedi Mulyadi 199
jasa (output), hingga bisa sampai dan dinikmati oleh konsumen ini
merupakan sistem terintegrasi sebuah manajemen produksi atau operasi.
Dalam bagan:
Bagan 4.4: Sistem Manajemen Operasi
(Diadaptasi dari Freddie Barnard, et. al., 2012)
Pada bagan tersebut, sistem manajemen produksi dan operasi memiliki
masukan (input), berupa material atau bahan baku, modal, peralatan,
personel, informasi, dan energi. Semua input ini kemudian dikonversi atau
ditransforma si menjadi keluaran (output) berupa atau jasa. Tabel berikut
menggambarkan hal tersebut secara lebih sederhana:
Tabel 4.2: Contoh Sistem Produksi
Usaha Supplier input Konversi O utput
Restauran Distributor Daging Pengolahan Sajian
2 0 0 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
makanan Say u ran Peralatan masak Koki
makananPenyiapanPenyajian
makanan Kenikmatan dan cita rasa Hiburan
Pabrik Rokok DistributortembakauPetanitembakau dan cengkeh
TembakauCengkehPeralatanPekerjaMesin
Pengolahan tembakau, cengkeh, dan unsurlain menjadi rokok
Rokok
Kegiatan atau proses produksi atau operasi sebagai kegiatan yang
berkesinambungan harus dibuat melalui sebuah perencanaan yang matang.
Tujuan dari perencanaan dan pengendalian produksi sendiri adalah
mengusahakan agar terjadi keseimbangan, keselarasan serta keserasian
antara faktor-faktor produksi yang ada dengan kebutuhan atau kesempatan
yang terbuka baginya, sehingga dapat menimbulkan adanya perkembangan
yang menguntungkan (profitable growth). Pada titik ini, pelaksanaan
perencanaan kegiatan produksi atau operasi juga perlu memerhatikan aspek
peluang (opportunities) yang ada serta tekanan (threats) dari luar yang
dialami perusahaan bersangkutan. Analisa terhadap faktor-faktor produksi
ini akan menghasilkan rumusan tentang kekuatan-kekuatan (strengths) yang
dimiliki serta kelemahan-kelemahan (weakness) yang ada.
Tujuan umum dari manajemen produksi atau operasi ini adalah untuk
melaksanakan perencanaan dan pengawasan yang baik agar perusahaan
dapat melaksanakan kegiatan pengolahan dengan biaya paling rendah.
Manajemen operasi dan produksi yang baik akan mempertinggi kehematan
(efisiensi) seluruh sumber daya yang digunakan, dan juga akan
mempengaruhi pencapaian tujuan (efektifitas) perusahaan secara
keseluruhan. Tujuan ini dengan jelas menyatakan bahwa keberadaan
manajemen produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan pada dasarnya
adalah untuk memastikan segenap kegiatan produksi dan operasi berjalan
Dedi Mulyodi I 201
dengan lancar, efektif, dan efisien. Hal ini dikarenakan aktivitas produksi dan
operasi ini menjadi titik sentral usaha yang sangat menopang keberadaan
sebuah perusahaan atau bisnis itu sendiri. Seluruh unsur yangterlibat dalam
rangkaian sistem manajemen produksi dan operasi sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, harus terintegrasi dan berkelanjutan. Ketika produksi terhenti,
maka seluruh aktivitas perusahaan juga akan berhenti.
Setiap unsur dalam sistem produksi tersebut akan memiliki peranan
dan fungsi yang penting. Supplier berperan sebagai pemasok bahan baku,
peralatan, mesin, informasi yang kemudian menjadi input untuk produksi.
Input yang buruk akan menghambat proses konversi atau transformasi
(pengolahan bahan), yakni pengolahan input menjadi produk yang
diinginkan. Input yang buruk pada akhirnya akan menghasilkan output
yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan baik oleh perusahaan
ataupun konsumen itu sendiri. Meski demikian, input yang baik pun harus
diiringi pula dengan proses konversi dan transformasi yang baik dan
efektif. Meredith (2000) dalam hal ini menyebutkan bahwa proses
transform asi atau konversi yang baik umumnya memiliki beberapa
karakteristik berikut, di antaranya yaitu:
1. Efisiensi (efficiency); biasa diartikan sebagai “doing the thing right”
atau melakukan sesuatu dengan benar. Efisiensi ini juga sering
dikaitkan dengan istilah produktivitas dimana ukurannya adalah
nisbah antara output terhadap input.
2. Efektif (effective); biasa diartikan sebagai “doing the right thing”
atau melakukan sesuatu yang benar.
3. Kapasitas (capacity); bertolak belakang dengan efisiensi, kapasitas
berkaitan dengan peralatan (equiptment) dan alat (tools) yang
digunakan. Jika bagian operasi memproduksi dibawah kapasitas
yang ada, maka dikatakan pemborosan atau utilitas yang rendah,
sehingga kapasitas adalah salah satu potensi penyebab adanya
inefisiensi.
202 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
4. Kualitas (quality); salah satu def inisinya adalah ukuran kesesuaian
antara harapan konsumen dengan spesif ikasi produksi yang dibuat.
5. Waktu tunggu (lead time); merupakan lama waktu yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu produk. Atau dalam bentuk pertanyaaan,
Berapa lama produk yang dihasilkan diproduksi?
6. Fleksibilitas (flexibility); apakah proses transformasi yang digunakan
dapat digunakan untuk memproduksi produk yang berbeda?
seberapa mudah? seberapa cepat?
Jika pelaku usaha atau manajemen sebuah perusahaan bisa
mengendalikan sistem produksi dan operasinya dengan baik, terutama
mengontrol proses konversi nya, maka ia akan menghasilkan produk yang
baik pula. Sebaliknya, jika pelaku usaha ataupun perusahaan melalui manajer
produksi atau operasinya tidak bisa mengendalikan sistem produksi ini, maka
output yang ada berupa barang atau jasa akan gagal atau tidak memenuhi
harapan. Fungsi utama dari keberadaan manajemen operasi ini dengan
demikian adalah memastikan seluruh proses produksi dan operasi berjalan
dengan baik. Manajemen produksi dan operasi pada sebuah perusahaan
merupakan pusat kegiatan yang menentukan eksistensi perusahaan itu
sendiri. Dengan kata lain, tanpa kegiatan produksi, maka fungsi manajemen
lain dalam sebuah perusahaan, seperti keuangan, sumber daya manusia, dan
seluruh departemen lain tidak akan berjalan.
Selain itu, perusahaan atau para pelaku bisnis yang sudah berhasil
memproduksi barang dan jasa, maka mereka telah berkontribusi terhadap
kesejahteraan publikdan bidang ekonomi secara umum. Penyediaan produk-
produk yang berkualitas dan bisa dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen
merupakan faktor penting dalam pertumbuhan perekonomian suatu wilayah.
Perusahaan dengan sistem produksi dan operasi yang baik juga bisa dilihat
sebagai perusahaan yang berhasil mengubah faktor produksi menjadi barang
jadi yang berguna (form utility).
Dedi Mulyadi 203
Strategi Operasi dalam Wirausaha
Menyiapkan alur produksi atau operasi hingga menghasilkan produk
tertentu dengan nilai dan mutu yang baik, seperti disebutkan sebelumnya,
bukanlah hai yang mudah. Pelaku usaha baik skala kecil ataupun skala besar
dituntut untuk menata sedemikian rupa alur tersebut agar tidak terjadi hal-
hal yang menyebabkan kerugian pada usaha yang dijalankan. Alur produksi
yang tidak diatur dengan baik dapat menyebabkan adanya limbah berlebih
dan atau pemborosan bahan mentah yang digunakan. Alur produksi yang
tidak baik juga dapat menyebabkan waktu tunda pekerjaan menjadi lebih
lama sehingga efektivitas usaha juga sulit didapatkan. Karena itu pula,
diperlukan suatu strategi produksi atau operasi yang bisa menjamin efesiensi
dan efektivitas operasi produk pada suatu model usaha atau bisnis yang
dijalankan. Secara lebih konseptual, strategi operasi ini merupakan fungsi
operasi yang menetapkan arah untuk pengambilan keputusan yang
diintegrasikan dengan strategi bisnis melalui perencanaan formal. Strategi
ini dimaksudkan untuk menghasilkan pola pengambilan keputusan operasi
yang konsisten dan keunggulan bersaing bagi perusahaan.
Schroder, Anderson dan Clevevand (dalam Rasmulia, 2017), terkait
persoalan strategi operasi ini menyatakan bahwa strategi operasi yang
disusun oleh perusahaan pada dasarnya harus memuat empat komponen
utama, yaitu misi, tujuan, kemampuan khusus, serta kebijakan. Berikut ulasan
atas empat hal tersebut:
1. Misi; misi harus menyatakan prioritas di antara tujuan operasi baik
yang menyangkut biaya, kualitas, fleksibilitas, tepat waktu,
pengiriman cepat, pelayanan, dan sebagainya. Satu misi operasi
yang dapat diandalkan adalah jika strateginya dengan cara
memasang biaya yang pantas (bukan berarti biaya rendah), dan
juga pentingnya akan pengenalan produk baru.
2. Tujuan; terdapat empat tujuan operasi yaitu biaya, kualitas,
fleksibilitas, pengiriman, dan pelayanan. Tujuan - tujuan tersebut
204 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
harus ditetapkan dalam beentuk yang sekuantitatif mungkin agar
dapat terukur seberapa beesar pencapaian yang akan diraih.
3. Kemampuan Khusus; kemampuan khusus operasi adalah
menciptakan operasi apa yang harus unggul secara relatif dari para
kompetitoryang terkait dengan misi operasi. Kemampuan khusus
ini harus mampu keunggulan bersaing dan merupakan inti dari
strategi operasi di berbagai hal seperti biaya yang pantas, kualitas
tinggi, pelayanan terbaik, fleksibilitastinggi, dan sebagainya. Bisnis
yang berhasil berada pada mereka yang mengenal dengan baik
kemampuan khusus yang dimilikinya dan berusaha untuk
mempertahankan itu agar bisa unggul bersaing dengan
berkelanjutan.
4. Kebijakan; kebijakan operasi merupakan penjabaran dan
menjelaskan bagaimana tujuan operasi akan dicapai. Kebijakan ini
harus dibentuk untuk setiap sisi keputusan yang menyangkut
proses, kapasitas, kualitas, persediaan, dan barisan kerja. Dan
kebijakan operasi harus dibuat oleh manajemen senior dengan
melibatkan pertimbangan - pertimbangan yang strategis.
Lebih lanjut, seperti dijelaskan Rasmulia (2017), terdapat empat strategi
dasar operasi yang merupakan faktor kunci utama perusahaan, yaitu: biaya,
kualitas, kecepatan penyampaian (speed of delivery) dan fleksibilitas. Keempat
strategi ini diterjemahkan secara langsung kedalam karakteristik yang
digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan guna memenangkan
persaingan serta memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage).
1. Biaya; dalam setiap industri, selalu ada segmen pasar yang membeli
hanya berdasarkan harga yang murah. Untuk dapat bersaing
dengan baik dalam ceruk pasar ini, sebuah organisasi haruslah
merupakan produsen berbiaya rendah. Tetapi dengan melakukan
hal ini tidak selamanya menjamin keberhasilan dan keuntungan.
Produk yang terjual hanya dikarenakan harganya merupakan
komoditas umum, dengan kata lain, konsumen tidak dapat
membedakan produk dari satu perusahaan dan perusahaan lainnya
yang sejenis. Sebagai hasilnya, konsumen menggunakan harga
sebagai penentu utama dalam keputusan pembelian. Walaupun
demikian, segmen pasar ini umumnya sangat besar dan banyak
perusahaan yang terpikat oleh potensi profitnya yang cukup
signifikan, yang dihubungkan dengan volume unit produk yang
besar. Sebagai konsekuensinya, kompetisi pada segmen ini cukup
sengit/dahsyat dan begitu juga dengan tingkat kegagalannya. Lebih
dari itu, selalu hanya ada satu produsen yang berbiaya rendah,
dimana umumnya dialah yangmenentukan harga jual di pasar.
2. Kualitas; kualitas dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: kualitas
produk dan kualitas proses. Tingkat kualitas pada perancangan
produk akan beragam bergantung pada semen pasar yang
ditargetkan. Tentunya, kualitas dari sepeda roda dua untuk anak-
anak berbeda secara signifikan dengan sepeda roda dua untukatlit
kelas dunia. Salah satu keuntungan dari menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi adalah dapat menawarkan harga yang juga tinggi
di pasar. Penetapan tingkat kualitas yang tepat berfokus pada
kebutuhan konsumen. Produk yang dirancang secara berlebihan
dengan kualitas yang terlalu tinggi akan dipandang sebagai sesuatu
yang diluar jangkauan dan akan mengakibatkan harganya menjadi
terlalu kemahalan. Sebaliknya, produk yang dirancang dengan
kualitas rendah akan kehilangan konsumen yang memilih produk
dengan biaya yang sedikit lebih mahal tetapi memandang produk
yang dipilih tersebut memberikan keuntungan/manfaat (benefit)
yang jauh lebih tinggi. Kualitas proses adalah hal yang paling kritis
dalam setiap segmen pasar. Secara umum, pelanggan ingin produk
yang tanpa cacat. Oleh karena itu, tujuan dari kualitas proses adalah
206 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
untuk memproduksi produk yang bebas cacat melalui total quality
management (TQM)
3. Kecepatan Penyampaian; ceruk pasar akan sangat
mempertimbangkan kecepatan penyampaian (speed of delivery)
sebagai penentu terpenting dalam keputusan pem belian.
Kecepatan penyampaian adalah waktu antara penerimaan pesanan
dari pelanggan dan pemenuhan pesanan tersebut. Banyak
perusahaan yang mencari upaya untuk m engelola atau
meningkatkan jumlah pelanggan mereka dengan memusatkan pada
waktu penyampaian yang cepat dan kompetitif. Kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kecepatan penyam paian
memungkinkan untuk membebankan harga premium pada
produknya.
4. Fleksibilitas dari perspektif strategis; merujuk pada kemampuan
perusahaan untuk menawarkan beragam produk kepada
konsumennya. Fleksibilitas juga merupakan ukuran seberapa cepat
perusahaan dapat mengubah prosesnya dari tahapan membuat
produk lama, kedalam tahapan membuat produk yang baru. Produk
yang beragam terkadang juga dipersepsikan oleh konsumen
sebagai kecepatan penyampaian.
Perencanaan Mutu, Lokasi, Kapasitas, dan Tata Letak Operasi
Dalam setiap kegiatan fungsional manajemen, perencanaan mutlak
dilakukan sebagai pedoman agar kegiatan yang akan dijalankan tidak
kehilangan fokus pada pencapaian tujuan yang ada. Perencanaan dalam
sistem produksi dan operasi misalnya, dilakukan agar kegiatan produksi dan
operasi tetap terarah pada pencapaian tujuan produksi dan operasi.
Perencanaan ini berkaitan dengan proses pengolahan bahan baku menjadi
produk jadi (manufacture) atau berkaitan dengan penciptaan kegunaan
bentuk (form utility). Proses perencanaan merupakan jembatan yang
Dedi Mulyadi
menghubungkan tahap desain dan tahap manufacturing, artinya setelah tahap
desain selesai dilakukan, proses perencanaan dilakukan untuk menjelaskan
bagaimana masing-masing part dan komponen yang dibutuhkan untuk proses
pembuatan barang.
Dalam konteks manajemen operasi agribisnis, aspek perencanaan
produksi atau operasi ini mencakup berbagai keputusan dan aktivitas yang
luas, seperti merancang program kualitas (devising a quality program),
menetapkan tempat produksi (locatinga plant), memilih level kapasitas yang
sesuai untuk keperluan produksi atau operasi (choosing the appropriate level
of capacity), mendesain tata letak operasi (designing the layout of the opera
tion), menetapkan desain proses (deciding on the process design), serta
menentukan tugas dan tanggungjawab (specifying job tasks and responsibili
ties) setiap bagian yang ada dalam sebuah struktur organisasi atau badan
usaha. Kita akan membahas beberapa aspek di atas, terutama keputusan
perencanaan mutu, lokasi, tata letak, dan kapasitas produksi, secara ringkas
sebagai berikut:
Pertama, keputusan penting pertama dalam perencanaan operasi adalah
keputusan terkait rancangan mutu operasi. Produk dan atau jasa yang
bermutu adalah kunci untuk keberhasilan bisnis yang dijalankan. Produk yang
bermutu merupakan syarat untuk terpenuhinya kepuasan konsumen. Jika
produk atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat konsumen diolah
secara asal-asalan, tidak memiliki nilai dan keunggulan yang membedakannya
dengan produk lainnya, maka pelaku usaha juga akan sulit untuk menjual
atau memasarkannya. Karena itu pula, putusan pertama yang harus dipikirkan
oleh pelaku usaha dalam merumuskan alur operasinya adalah bagaimana
setiap tahapan pembuatan produk, mulai dari pemilihan dan penerimaan
bahan mentah, penyimpanan, pengolahan, pengemasan, hingga pemasaran
dan penjualan, benar-benar dijalankan dengan mengacu pada prinsip-prinsip
mutu. Pelaku usaha misalnya harus melakukan kontrol mutu pada setiap
tahapan produksi, memastikan bahwa produk yang dihasilkan sudah sesuai
208 Kew/rausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dengan standaryang ditetapkan. Untuk keperluan ini, pelaku usaha dapat
merujuk pada teori-teori dan praktik penerapan manajemen mutu, seperti
Total Quality Management (TQM), Quality Assurance (QA), dan lainnya.
Kedua, penentuan lokasi usaha. Hal penting lainnya yang harus
dirumuskan oleh para pelaku usaha dalam perencanaan operasi mereka
adalah menentukan lokasi operasi atau produksi. Penentuan lokasi usaha ini
akan menjadi salah satu unsur penting dalam hal perencanaan sistem produksi
dan operasi secara umum. Keputusan dalam pemilihan lokasi adalah
keputusan strategis yang akan memberikan pengaruh besar pada biaya
operasi, harga produk yang akan dihasilkan dan dijual, serta kemampuan
perusahaan bersangkutan dalam bersaing. Dalam banyak kasus, faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan penentuan lokasi oleh para pelaku usaha akan
berbeda satu sama lain, tergantung pada tipe produk dan layanan yang
mereka sediakan, ukuran pabrik, tipe pabrik, undang-undang lingkungan, dan
kondisi geografis lingkungan secara umum. Namun demikian, terdapat
beberapa hal, seperti dijelaskan Freddie Barnard, et. al. (2012), yang bisa
dijadikan masukan untuk pertimbangan penentuan lokasi, di antaranya:
1. Kedekatan dengan sumber bahan baku dan pemasok (proximity
to raw materials and suppliers); para pelaku usaha umumnya
menginginkan agar lokasi produksi atau operasi mereka dekat
sumber bahan baku ataupun pihak pemasok. Semakin dekat jarak
tempuh antara lokasi produksi dan operasi sebuah perusahaan
dengan sumber input untuk produksinya, maka semakin sedikit
biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri untuk
ongkos produksinya.
2. Lokasi pasar (location of markets); Lokasi pasar sangat signif ikan
bagi para pedagang atapun retailer, karena para konsumen
biasanya enggan pergi ke tempat yang jauh untuk berbelanja
kebutuhan mereka. Produk-produk usaha yang bersifat mudah
rusak (perishabel) umumnya bisa dijual dengan harga yang lebih
Dedi Mulyadi 2 0 9
tinggi dengan pertimbangan lokasi ini. Semakin strategis lokasi
penjualan, semakin baik pola pelayanan, dan semakin sedikit ongkos
yang harus dikeluarkan oleh konsumen, maka harga produk yang
dijual juga bisa semakin disesuaikan (dinaikkan).
3. Iklim kerja (labor climate); Iklim kerja, yang mencakup standar upah,
produktivitas, kebutuhan pelatihan, sikap terhadap pekerjaan,
kekuatan kebersamaan dalam kerja, semua itu merupakan faktor
yang harus dipertimbangkan dalam rencana perusahaan untuk
menjalankan bisnisnya. Faktor lainnya adalah ketersediaan tenaga
kerja handal dan ahli.
4. Pengelom pokan (Agglom eration); istilah ini merujuk pada
pengertian tentang akumulasi aktivitas bisnis pada lokasi tertentu.
Beberapa perusahaan terkadang menentukan lokasi untuk kantor
atau aktivitas operasi secara umum berdekatan dengan perusahaan
lain. Karena itu, tidak jarang kita sering menemukan adanya lokasi
perkantoran, di mana banyak perusahaan yang terlibat di dalamnya.
Hal ini umumnya untuk memudahkan mereka dalam bekerjasama,
serta dalam berbagi infrastruktur yang tentu akan menjadi langkah
penghematan dalam biaya operasi perusahaan-perusahaan
bersangkutan.
5. Pajakdan insentif (taxes and incentives); kebijakan pajakdan insentif
adalah dua produk kebijakan pemerintah untuk membangun
kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya, sekaligus
untuk menarik industri agar berkembang. Pada titik ini, kebijakan
pajak dan insentif yang dikeluarkan pemerintah juga harus
diperhitungkan oleh para pelaku usaha dalam menjalankan
bisnisnya.
6. Kedekatan dengan fasilitas perusahaan yang lain (proximity to other
company facilities); seperti halnya kedekatan dengan pihak
pemasok sumber bahan baku, pihak perusahaan atau pelaku usaha
210 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
secara umumjuga perlu mempertimbangkan kedekatanantara satu
lokalitas operasi dengan fasilitas perusahaan yang lain. Pada
beberapa kasus industri, seringkali ditemukan ada jarakyang cukup
jauh antara kantoryangmengurus persoalan-persoalan izin admin-
istratif dengan pabrik sebagai tempat pengolahan dan produksi
barang utama. Hal ini memang terkadang bergantung pada
pertimbangan kondisi wilayah, kondisi lingkungan, kepemilikan
lahan, dan faktor lain. Namun, semakin dekat dan terhubung antara
satu fasilitas dengan fasilitas lainnya, maka semakin mudah dan
hemat pola sistem produksi dan operasi yang dijalankan.
Dalam konteks bisnis layanan (service business) atau sektor jasa,
penentuan lokasi ini bahkan lebih penting dan memengaruhi bisnis secara
signifikan dibandingkan dengan perusahaan manufaktur. Faktor-faktor
seperti kenyamanan konsumen, volume pengunjung atau calon pembeli, level
income atau pendapatan, tingkat kepadatan penduduk, semuanya merupakan
indikator penjualan yang penting dan memengaruhi penentuan lokasi. Selain
itu, lokasi perusahaan atau pelaku bisnis pesaing juga penting untuk
diperhitungkan. Beberapa pelaku usaha bahkan seperti ada yang berusaha
untuk mencari lokasi bersebelahan dengan lokasi usaha pesaing, meski hal
ini tentu membawa resiko yang tidak kecil untuk bisnis itu sendiri.
Bagaimanapun, sebaik-baik lokasi adalah lokasi yang memenuhi semua faktor
pertimbangan strategis, dengan tingkat pesaing yang rendah apalagi nihil.
Ketiga, penentuan kapasitas produksi. Perencanaan kapasitas produksi
pada dasarnya adalah perencanaan jumlah maksimum output yang dapat
diproduksi dalam satuan waktu tertentu. Perencanaan kapasitas ini mencakup
seluruh aktivitas untuk menentukan ukuran dan lokasi yang tepat untuk
tempat produksi dan operasi secara umum. Dengan itu, kuantitas barang yang
bisa diproduksi dalam satuan waktu tertentu bisa dihitung. Pelaku usaha
dalam hal ini harus bisa menyeimbangkan antara biaya memiliki kapasitas
Dedi Mulyadi 211
produksi besar dengan resiko kehilangan peluang penjualan karena kapasitas
produksinya yang kecil. Jika hal ini tidak bisa disikapi dengan baik, maka ia
akan kesulitan dan bahkan memengaruhi perencanaan jangka pendek atau
jangka panjang dari usaha yang dijaiankannya. Karena itu, peramalan atau
prediksi yang akurat tentang kebutuhan yang mungkin timbul sangat penting
dalam konteks perencanaan kapasitas ini. Selain itu, pemahaman yang benar
tentang siklus hidup produk juga harus dipertimbangkan.
Terdapat beberapa faktor yang bisa dijadikan pertimbangan dalam
perencanaan kapasitas produksi ini, yaitu:
1. Skala ekonomi (economic of scale); berdasarkan pada prinsip skala
ekonomi, sebuah pabrik yang besar biasanya akan menghasiikan
biaya produksi per unit yang rendah (lower per unit cost), karena
biaya standar atau biaya tetap (fixed cost) sudah terangkum pada
jumlah produk yang besar pula. Pada titik ini, analisis biaya volume
(volume-cost analysis) bisa digunakan untuk menentukan seberapa
besar volume yang dibutuhkan untuk menutup fixed cost.
2. Fleksibilitas (flexibility); alternatif untuk skala ekonomi adalah
flesksibilitas. Salah satu konsep yang menyebutkan pentingnya
fleksibilitas pada proses produksi adalah pabrik terfokus (focused
factory). Konsep ini pertama dikenalkan oleh Skinner pada tahun
I970an. Dalam pandangan ini, terdapat beberapa faktoryang harus
dilibatkan dalam konteks ukuran dan kapasitas pabrik, yang
mencakup siklus hidup produkyang lebih singkat, kualitas sebagai
prioritas, dan fleksibilitas. Pabrik terfokus (focused factory)
menganggap bahwa beberapa mesin kecil akan meningkatkan
kinerja pabrik secara keseluruhan, karena manajer produksi lebih
bisa berkonsentrasi pada skala kelompoktugasdantanggungjawab
yang lebih kecil guna mengarahkan mereka pada satu tujuan.
3. Karakter musim dan pola produksi (seasonality and other patterns
of production); beberapa produk seringkali memiliki sifat musiman,
212 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
dan hal ini pula yang seringkali membuat pusing para pelaku usaha.
Produsen bahan baku (input) pertanian, seperti pupuk, benih, dan
bahan kimia biasanya akan mengalami kenaikan permintaan pada
musim tanam. Pengusaha kuliner dan baju akan mengalami
peningkatan omzet penjualan pada musim liburan, Sementara
produsen lainnya akan mengalami peningkatan permintaan pada
musim berikutnya. Hal-hal seperti inilah yang seringkali membuat
para manajer operasi perusahaan harus berpikir ulang dalam
menata sistem dan pola produksi serta kapasitas produksi yang
diperlukan sesuai dengan karakter produknya.
4. Fluktuasi kebutuhan dan permintaan (fluctuating demand);
kebutuhan dan permintaan pelanggan sudah sedari dulu disadari
oleh para pelaku bisnis akan bersifat fluktuatif. Pada periode
tertentu, atau karena adanya kecenderungan dan faktor tertentu,
akan terjadi permintaan barang dan jasa yang besar. Sementara
pada periode lainnya, perusahaan akan mengalami masa surut di
mana permintaan yang ada, atau daya beli masyarakat sedang
menurun. Pada titik ini, para pelaku usaha, terutama para manajer
operasi harus bisa menyusun strategi yang bisa menutupi kenaikan
permintaan, sekaligus menjawab persoalan ketika permintaan
sedang turun.
5. Shift tunggal dan multishift (multiple versus single shifts);
pembagian waktu kerja ke dalam beberapa shift oleh kelompok
pekerja bisa menjadi alternatif untuk mencapai kapasitas produksi
yang maksimum. Meski demikian, pekerjaan multishift ini juga harus
dilihat dari segi pengeluaran biaya yang bertam bah, juga
penggunaan alat-alat produksi yang berkelanjutan dan
pengaruhnya dalam hal keausan. Semua itu bisa menjadi tambahan
pengeluaran yang harus ditutup oleh perusahaan di samping
keuntungan yang timbul dari produksi yang maksimal.
Dedi Mulyadi 2 1 3
Keempat, penentuan tata letak (layout) operasi. Aspek penting
berikutnya yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan operasi adalah
persoalan tata letak operasi. Perencanaan tata letak (layout) ini, seperti
dijelaskan Rasmulia (2017), merujuk pada desain tertentu dari pengaturan
dan penyusunan material dalam sebuah fasilitas. Tata letak sebuah pabrik
misalnya adalah tata ruang di mana segenap alat, mesin, dan fasilitas lain
dalam pabrik tersebut disusun berdasarkan keperluan produksi dan operasi
secara keseluruhan. Letak dari fasilitas-fasilitas itu harus diatur sehingga
proses produksi dapat berjalan sedemikian rupa dengan lancar dan efisien.
Perencanaan tata letak (layout) yang baik dapat diartikan sebagai penyusunan
yang teratur dan efisien semua fasilitas kelengkapan dan personel yang ada
di dalam pabrik. Fasilitas pabrik tidak hanya mesin-mesin tapi juga service
area termasuk penerimaan dan pengiriman barang, tempat maintenance,
gudang, dan lainnya.
Dalam perencanaan tata letak ini, pelaku usaha atau manajer operasi
harus mempertimbangkan juga aspek kenyamanan kerja terutama ruang
kerja, penanganan barang-barang produksi, dan kemudahan untuk
perubahan tata letak . Tujuan utama dari perencanaan tata letak ini adalah
bagaimana para pekerja dan peralatan yang ada di dalam tempat produksi
bisa beroperasi dengan efektif dan efisien. Terdapat empat kategori yang
perlu diperhatikan dalam pengaturan tata letak fasilitas ini, yaitu:
1. Proses (process)
Suatu tata letak proses ini menekankan pengaturan aktivitas
berdasarkan fungsinya. Terlepas dari sebuah produk sedang dibuat
atau diolah, semua fungsi yang sama akan dikumpulkan dalam satu
tempat. Tata letak seperti ini biasanya digunakan pada perusahaan
dengan produk barang dan jasa yang bervariasi, sehingga dalam
penyusunan tata letaknya, kesamaan fungsi lebih diutamakan.
Kelemahan utama dari tata letak seperti ini adalah proses produksi
yang lebih lambat, level inventarisir yang lebih tinggi, banyak waktu
214 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
yang terbuangantara satu operasi tertentu dan lainnya, serta biaya
penanganan material yang iebih tinggi.
Bagan 4.5: Process Layout
- | - ------------------ > • - ■
MachininParti
Part 2
Drilling
t < -I
Grinding
" > t
Welding
Painting
—
> • ”Assembly
>
2. Produk (product)
Tata letak berbasis produk atau produk layout dibuat khususnya
untuk proses produksi yang berkelanjutan, karena ia terus
menghasilkan produk di setiap waktunya. Tata letak seperti ini
biasanya dijalankan pada proses produksi dengan produk yang tidak
variatif (Model layout berbasis produk dapat dilihat pada halaman
selanjutnya).
3. Hybrid (hybrid)
Hybrid layout ini pada dasarnya merupakan campuran atau
gabungan antara dua layout sebelumnya, yaitu layout proses dan
layout produk. Penggabungan ini dimaksudkan untuk mengambil
manfaat dari keduanya. Pelaku usaha bisa memilih tipe layout ini
ketika mengenalkan sistem manufaktur yang baru. Model layout
hybrid ini sangat populer pada beberapa perusahaan, seperti
perusahan plastik atau supermarket (Model layout hybrid ini dapat
dilihat pada halaman selanjutnya).
Dedi Mulyadi
Bagan 4.6: Product Layout - Pabr/k Susu
Bagan 4.7: H y b rid L a y o u t - S u p e rm a rk e t
T iis fo m p r 1
2 16 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
4- Posisi tetap (fixed position)
Fixed position atau tata letak posisi tetap merupakan layout yang
banyak digunakan pada lahan pertanian. Bentuk layout ini
umumnya digunakan pada situasi di mana barang atau produk yang
sedang diolah terlalu besar dan luas untuk dipindahkan, atau ketika
suatu item mau diletakkan secara permanen pada suatu tempat.
Bagan 4.8: Fixed Layout — Bangunan Pertanian
Kelima, penentuan desain proses. Desain proses adalah proses seleksi
input, operasi, dan m etode tertentu yang akan digunakan untuk
memproduksi barang atau jasa. Keputusan mengenai desain proses ini sangat
penting karena ia memengaruhi jumlah biaya (cost) yang harus dikeluarkan
oleh perusahaan dalam sistem produksi atau operasinya. Tampubolon (2004),
menyatakan bahwa desain proses pekerjaan harus dilakukan dengan
pendekatan ilmiah untuk meningkatkan kemampuan karyawan, antara lain
dengan: (1) menetapkan masalah dalam tingkat operasional secara umum
dalam melakukan pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan
persoalan; (2) menganalisis secara seksama dan mencatat bagaimana
Dedl Mulyadl 217
pekerjaan itu dilaksanakan saat ini; (3) menganalisis beban kerja perorangan
dan unsur-unsur di dalam pekerjaan; dan (4) mengembangkan dan
melaksanakan metode kerja baru.
Terdapat beberapa jenis desain proses yang bisa digunakan oleh para
manajer operasi, yaitu:
1. Desain Proses Pekerjaan (Flow Diagram)
Merupakan gambaran yang digunakan untuk menganalisis
pergerakan pekerja dan bahan-bahan. Seperti diuraikan pada
contoh diagram proses pekerjaan minuman ringan berikut ini.
Bagan 4.9: Proses Pekerjaan Minuman Ringan
218 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
2. Pemetaan dan Waktu Fungsi Pekerjaan (Time Function Maping)
Merupakan diagram alur pekerjaan yang diikuti dengan tambahan
hasil studi waktu yang digunakan pada setiap bagian kegiatan, yang
bertujuan untuk mengurangi penghamburan waktu, baik oleh
pekerja maupun mesin.
3. Bagan Arus Proses (Proses Chart)
Menganalisis kegiatan antar tempat kerja untuk dapat memperoleh
gambaran tentang arus proses pekerjaan secara menyuluruh.
Merupakan analisis pendekatan beban kerja terhadap rancangan
pekerjaan. Kegunaannyaadalah untukmenyederhanakan gerakan
yang tidak perlu, sehingga diperoleh tingkat efisiensi dalam
penggunaan pekerja dan mesin. Meminimalkan waktu yang
terhambur dan menyederhanakan gerakan operasional akan dapat
meningkatkan keluaran (output) berarti produktivitas perusahaan
meningkat.
Dalam konteks perusahaan jasa, seringkali para konsumen dilibatkan
dalam prosesnya. Keterlibatan konsumen ini penting dalam sektor jasa untuk
meningkatkan kepuasan mereka. Keterlibatan konsumen ini bisa mengambil
bentuk seleksi produk, desain produk, waktu dan lokasi layanan. Keterlibatan
konsumen dalam konteks manajemen bisnis dapat menjadi sarana dan
sumber informasi yang berharga dalam mengetahui apa yang mereka
inginkan dari sebuah produk. Dengan itu, diharapkan mereka bisa menjadi
konsumen yang setia untuk jangka waktu yang lama.
Dedi Mulyadi I 219
220 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Prakt/k
ETIKA BISNIS DALAM WIRAUSAHA
Pada bab sebelumnya kita sudah mempelajari tentang bagaimana
memaksimalkan fungsi-fungsi manajemen untuk keberhasilan wirausaha.
Meski tidakdimaksudkan sebagai pembahasan mendalam, namun poin-poin
yang dibahas sudah cukup sebagai pengantar awal memahami pentingnya
penerapan aspek-aspekfungsional dari manajemen dalam dunia wirausaha.
Pelaku usaha tidak bisa hanya melihat bisnis yang dijalankannya sebagai
semata usaha jual beli barang dan atau jasa. la harus melihat bahwa dalam
usaha tersebut dibutuhkan berbagai keterampilan mulai dari keterampilan
berpikir kreatif, menyusun gagasan dan mewujudkan gagasan tersebut dalam
tindakan nyata, membuat perencanaan bisnis, menguasai aspek-aspek
pemasaran, mengelola sumber daya material dan manusia yang dimiliki,
menjalankan sistem operasi bisnis secara profesional, mengelola keuangan
dan investasi bisnis, dan lain sebagainya.
Namun demikian, pengantar dengan berbagai bahasan tersebut tidak
akan sempurna tanpa adanya pengenalan tentang etika bisnis. Pembahasan
tentang etika bisnis sendiri diperlukan karena wirausaha bukan semata
membangun dan menjalankan bisnis dengan menghalalkan segala cara serta
tanpa perhatian pada kemaslahatan yang lain. Sebaliknya, pelaku wirausaha
justru harus bisa menjalankan bisnis dengan cara-cara yang baik, selaras
dengan aturan dan proseduryang disepakati bersama, serta bisa memberikan
manfaat pada masyarakat dan lingkungannya. Karena itu pula, pada bagian
ini kita akan mengulas bagaimana menjalankan usaha dengan mengacu pada
nilai-nilai etis yang ada.
A. Tantangan Global Kewirausahaan
Being a c o n g lo m e ra te , e a ch o f our b u s in e s se s h a s a d iffe re n t c h a lle n g e ;
b u s in e s s la n d sc a p e is d iffe re n t fo r each b u s in e ss. It m a k e s it ch a lle n g in g
as w e ll as e x c it in g . -Kumar Mangalam Birla
Masyarakat yang hidup pada hari ini adalah masyarakat yang tengah
berada pada zaman di mana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
penanda utama zaman. Ada banyak hal yang lebih mudah untuk difakukan,
informasi yang mudah didapatkan, dan akses-akses keuangan yang lebih
terbuka dibandingkan masa-masa sebelumnya. Namun, hal itu hanya bisa
dirasakan oleh mereka yang memahami bahwa untuk berhasil dalam zaman
ini, dibutuhkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas yang
mumpuni. Mereka yang tidak mau dan tidak bisa belajar, adalah mereka yang
sulit untuk bersaing di dalamnya. Tanpa kompetensi diri yang unggul, orang
sulit untuk menempatkan dirinya di tengah perubahan yang ada.
H.A.R. Tilaar(i998) jauh-jauh mengatakan bahwa kita tengah hidup pada
era di mana globalisasi menjadi tantangan bagi semua. Era ini lanjutnya,
merupakan era dengan empat karakteristik utama, yaitu: P erta m a , kehidupan
hari ini adalah kehidupan yang diisi oleh “dunia dan masyarakat tanpa batas”
( b o r d e r le s s w o rld a n d society). Dengan kata lain, globalisasi di abad 21 telah
membawa keterbukaan arus informasi yang dengan cepat kita terima
sehingga jarak antar pribadi dan area tidak lagi menjadi persoalan. Batas-
batas yang dulu menyumbat proses komunikasi dengan sendirinya juga
terhapus. Kondisi ini tentu saja ditopang oleh kemajuan teknologi dan
pengetahuan yang dihasilkan oleh manusia lengkap dengan berbagai
kompeksitas permasalahannya. Karakteristik pertama ini bagi dunia
pendidikan tentu saja membawa dampak yang cukup signifikan. Kita bisa
2 2 2 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Prakt/k
menyaksikan adanya tuntutan akan keunggulan kompetitif yang harus dicapai
oleh lembaga pendidikan agar bisa bersaing di tengah derasnya percepatan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan dunia kerja. Sekolah
berstandar internasional, pertukaran pelajar, riset bersama antar lembaga
pendidikan yang berbeda kawasan, dan lainnya adalah fenomena umum yang
menghiasi dunia pendidikan sejalan dengan arus globalisasi dan keterbukaan
informasi tersebut.
Karakteristik kedua yang melanda masyarakat dunia hari ini adalah
timbulnya kecenderungan kehidupan dengan tingkat kegiatan keilmuan yang
tinggi. Kemudahan dan percepatan yang dibawa oleh globalisasi pada
akhirnya mendorong orang-orang untuk semakin kreatif dan inovatif. Hal ini
secara tidak langsung memaksa lahirnya kegiatan keilmuan yang tinggi.
Pengetahuan dianggap sebagai modal yang harus dipelihara dan diolah
dengan baik guna menghasilkan efisiensi dan produktivitas. Lebih dari itu,
kecenderungan kedua ini dihiasi juga dengan kesadaran baru bahwa sudah
saatnya pendidikan mengarahkan paradigmanya untuk menciptakan
keunggulan kom petitif, sehingga outcome dunia pendidikan dapat
memberikan sumbangan signifikan bagi kehidupan. Kegiatan keilmuan ini
dapat dicermati dengan semakin gencarnya riset-riset yang dilakukan, tidak
hanya oleh lembaga pendidikan, namun juga perusahaan, seiring dengan
kesadaran akan pentingnya modalitas pengetahuan tersebut.
Ketiga, masyarakat yang tanpa sekat dan tersatukan dalam kegiatan
keilmuan tersebut akan lebih menyadari perihal hak dan kewajiban asasi
manusia. Penghargaan atas kemanusiaan ini tentu saja merupakan harapan
bersama seiring dengan wacana humanisme yang semakin gencar
dibicarakan. Kita yang hidup hari ini tidak lagi menjadi anggota suatu sekat
tertentu, melainkan anggota dari satu komunitas bersama; masyarakat dunia.
Dengan kata lain, ketiadaan batas akibat keterbukaan dan percepatan
informasi membuat siapapun dari kita harus menyadari hak dan kewajibannya
sebagai anggota komunitas dunia.
Dedi Mulyadi 223
Karakteristik k eempat adalah timbulnya masyarakat kompetitif bahkan
megakompetitif sebagai dampak selanjutnya ketiadaan batas yang ditandai
oleh perdagangan bebas, keterbukaan dan percepatan informasi yang saling
menyinggung dengan kegiatan keilmuan yangtinggi, serta semakin diakuinya
hak-hak dan kewajiban asasi kemanusiaan. Dalam masyarakat kompetitif
inilah pendidikan menjadi faktor kunci keunggulan. Tingginya tingkat
persaingan memaksa orang untuk semakin terdidik, unggul secara mental
dan intelektual, serta kreatif dalam mengeluarkan gagasan-gagasan baru
untuk kehidupan. Ringkasnya, pendidikan pada titik ini adalah bidang yang
paling diharapkan bisa menghasilkan orang-orang yang siap bersaing dan
memenangkan persaingan tersebut.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, kita pada akhirnya bisa
menerka apa saja yang akan kita hadapi pada zaman ini, terutama dalam
konteks wirausaha. Para pelaku usaha sudah selalu berada dalam persaingan
mulai dari tahapan perumusan gagasan hngga menjalani usahanya. Gagasan
berusaha saja sudah harus diletakkan dalam anggapan bahwa gagasan yang
kita punya bisa jadi kurang bernilai dibandingkan gagasan orang lain. Bisa
jadi apa yang kita pikirkan sudah lama dipikirkan orang lain. Apa yang baru
akan kita lakukan, sudah dilakukan orang lain. Karena itu, kreativitas dan
inovasi menjadi hal yang harus dimiliki agar apa yang kita lakukan bisa
membawa nilai-nilai yang lebih untuk orang lain.
Bayangkan diri anda ingin mulai berwirausaha. Keterampilan yang anda
miliki hanyalah keterampilan mengolah dan memasakayam goreng. Lalu anda
memutuskan untuk menjual ayam goreng. Anda tidak bisa berpikir bahwa
usaha yang akan anda mulai tersebut tidak ada pesaing. Sudah banyak pelaku
usaha lain yang menjual produk yang sama dengan berbagai atribut pembeda
di luar sana. Berapa besar peluang yang anda miliki jika kondisinya seperti
itu? Peluang anda untuk bisa eksis dan menjadi pilihan utama masyarakat
dalam hal konsumsi ayam goreng akan sangat kecil. Lalu apa yang harus
dilakukan? Sekali lagi, kuncinya terletak pada kreativitas dan inovasi. Anda
224 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
harus bisa merumuskan atribut pembeda yang itu bisa menjadi nilai tambah
untuk produkyang akan anda tawarkan kepada masyarakat. Anda juga harus
memiliki cara-cara kreatif dalam menjajakan atau menawarkan produk
tersebut pada masyarakat. Lebih dari itu, anda juga dituntut untuk mengasah
keterampilan mengolah ayam goreng ke level yang lebih tinggi, yang bisa
membuat produk anda lebih bernilai di mata masyarakat dibanding produk
sejenis lainnya. Tanpa itu semua, keterampilan yang anda miliki, niat dan
motivasi untuk berusaha, modal yang anda kumpulkan, hanya akan berakhir
pada kegagalan.
Dunia bisnis adalah dunia yang sangat kompetitif. Tidak ada ruang bagi
mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk bersaing. Pilihannya adalah
kita mau belajar dan meningkatkan segenap kemampuan diri untuk
berwirausaha atau kita menjadi pekerja dan tidak berpikir untuk memulai
wirausaha sama sekali. Betul bahwasanya urusan rejeki adalah hal yang tidak
dapat ditentukan oleh manusia. Namun, perlu diingat bahwa dunia bisnis dan
kehidupan pada umumnya berjalan dengan hukum-hukum tertentu di mana
kausalitas dan tarik-menarik adalah salah satu fondasi utamanya. Mereka yang
berusaha lebih giat, akan memiliki peluang untuk berhasil yang lebih besar.
Mereka yang belajar dan berlatih keterampilan tertentu, secara logis adalah
mereka yang nantinya bisa menguasai keterampilan tersebut. Memperbesar
peluang inilah yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha. Caranya adalah
dengan meningkatkan kompetensi diri secara keseluruhan, tidak hanya terkait
pengolahan produk saja, tapi juga keterampilan lain yang bisa menunjang
kemampuannya dalam menjalankan bisnis.
Persoalan di atas adalah tuntutan internal yang harus diselesaikan oleh
setiap orang yang ingin menjalani dunia bisnis hari ini. Tantangan yang lebih
berat akan ditemukan ketika bisnis itu sudah dijalankan, apalagi ketika pelaku
usaha ingin mengembangkan usahanya ke tingkat yang lebih tinggi. Dunia
bisnis pada abad di mana ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi atribut
kunci, serta globalisasi yang melanda berbagai aspek kehidupan sebagai
Dedi Mulyadi 225
wajah utamanya, adalah dunia yang setiap saat menghadirkan perubahan
dan tantangan bam untuk dihadapi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama di bidang komunikasi dan distribusi informasi misalnya,
membuat setiap batasan lokal dan sekat-sekat regional tidak lagi menjadi
penghalang untuk keterjalinan terutama secara virtual. Setiap kita pada saat
ini adalah bagian dari masyarakat dunia (global society), bukan lagi sebatas
masyarakat suatu negara (nation society), yang saling terhubung dan
memengaruhi satu sama lain dengan cara yang seringkali tidak disangka-
sangka.
Pada dataran yang lebih empirik, gelombang besar globalisasi yang
memunculkan masyarakat dunia ini, bisa dilihat pada gejala dan fenomena
yang muncul dari interaksi yang semakin intensif dalam perdagangan,
transaksi f inansial, media, dan teknologi itu sendiri. Pada paruh dasawarsa
1970-an hingga 1990-an misalnya, terdapat lonjakan terbesar volume
perdagangan, di mana porsi negara sedang berkembangdalam perdagangan
global melonjak dari 6,6 persen menjadi 24,7 persen. Pada dekade tersebut
juga, perdagangan valuta asing melonjak lebih dari seribu kali, dari 1 milyar
menjadi 1,2 trilyun dollar AS per hari (Crafts, 2000). Pada dasawarsa 1990-an
sampai 2000-an, mulai muncul berbagai regulasi dan aturan perdagangan
lintas regional, yang memungkinkan transaksi antar negara secara lebih bebas
dan memunculkan tingkat persaingan global yang juga memengaruhi seluruh
perusahaan dan organisasi di berbagai bidang. Contoh-contoh ini hanyalah
sebagian kecil dari berbagai penanda yang menunjukkan bahwa kita pada
hari ini adalah sebuah kesatuan global, yakni sebuah masyarakat dunia dengan
teknologi sebagai pemersatunya.
Kondisi ini juga yang dapat dengan mudah kita lihat pada dunia usaha di
Indonesia. Kemunculan berbagai toko online, praktik penawaran, promosi,
jual beli, hingga pembayaran secara virtual melalui forum (Kaskus), online
shop (Tokopedia, Buka Lapak, Lazada, Shopee), aplikasi berbasis smartphone
(Gojeg,Grab), virtual bankseperti paypal, online currency seperti bitcoin, dan
226 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
lainnya adalah penanda bagaimana teknologi sudah membuat pelaku usaha
harus memiliki kesadaran global. Mereka dituntut untuk menyadari bahwa
teknologi memberikan mereka kesempatan untuk meluaskan lingkup usaha
mereka dan menjangkau masyarakat di berbagai wilayah tanpa harus
mendirikan toko secara nyata. Teknologi bisa menjadi peluang, tapi juga bisa
menjadi tantangan dan mengandung ancaman bagi mereka yang tidak
menguasainya. Orang bisa dengan mudah melakukan praktik jual beli dan
transaksi secara virtual, tapi orang juga bisa dengan mudah tertipu dalam
praktik tersebut.
Fenomena lainnya yang beriringan dengan globalisasi dan faktor-faktor
pendukung utamanya, seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, adalah munculnya jenis kerjaan atau profesi baru. Dalam sebuah
situasi di mana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara di seluruh
dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan, dan dengan
terbukanya akses informasi dan komunikasi antara masyarakat satu negara
terhadap masyarakat negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa,
tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lainnya,
maka ada banyak proses adaptasi kultural baru dan jenis-jenis peluang dan
pekerjaan baru yang dapat ditemukan. Pada titik keterbukaan akses informasi
dan komunikasi itu, masyarakat pada akhirnya digiring untuk mencoba
berbagai hal baru yang dikemas sedemikian rupa dan dipraktikkan secara
luas. Bentuk-bentuk baru dari nilai-nilai yang berkelindan secara global inilah
yang kemudian turut menyumbang pada berbagai profesi atau penawaran
jasa yang baru. Orang bisa dengan mudah mendapatkan uang dengan cara
menjadi y o u tu b e r, v ilo g g e r, o n lin e w riter, penjual c u rre n c y , penyalur produk
tanpa modal, pedagang tanpa produk, konsultan tanpa tatap muka, pengetik
c a p t c h a ,analis forensik digital, fo o d s c ie n t is t , n o s ta lg is t , terapis pecandu
internet dan so c ia l m e d ia , admin so c ia l m ed ia , dan lain sebagainya.
Masyarakat kita hari ini, sebagai dampak dari globalisasi kemajuan
teknologi tersebut, juga berubah menjadi masyarakat yang manja, ingin
Dedi Mulyadi 227
segala sesuatu tercapai secara instan, mudah terpengaruh dengan berbagai
hal baru, dan lainnya. Hal ini bisa dilihat secara sederhana pada misalnya
bagaimana orang lebi memilih untuk memilih barang dan bertransaksi secara
online karena itu lebih memudahkan mereka. Kualitas barang menjadi
pertimbangan sekunder, karena yang lebih utama adalah kemudahan dan
citra. Bisnis seakan direduksi menjadi persoalan bagaimana menggunakan
akun social media seefektif mungkin untuk menjaring massa. Kondisi demikian
pada akhirnya menuntut para pelaku bisnis untuk lebih terampil melihat
peluang yang ada, sekaligus meningkatkan kesadaran mereka tentang
perlunya memahami karakteristik zaman dan masyarakat di mana mereka
akan menjalankan usahanya.
Meskipun dunia kewirausahaan tetaplah dunia yang berbasis kegiatan
faktual, atau ia lebih banyak dijalankan di kehidupan nyata dibandingkan dunia
virtual, namun kesadaran akan pentingnya penguasaan keterampilan terkait
tenologi dan sumber daya virtual ini tidak bisa dihindari. Tantangan lainnya
dari keberadaan dunia virtual itu adalah bahwa pelaku usaha terkadang tidak
lagi bisa mengenal secara jelas siapa konsumen mereka, atau siapa yang
memasok barang untuk mereka. Kondisi ini membuat tanggungjawab dan
etika bisnis menjadi persoalan serius, terutama ketika banyak bentuk
kejahatan penipuan bisnis hari ini lahir dari kemajuan teknologi dan dunia
virtual ini.
Globalisasi tentu tidak semuanya berisi cerita indah tentang kemajuan
hidup dan modernisasi peradaban. Globalisasi juga tidak semuanya berisi
tentang penyebaran nilai-nilai Barat, terutama Amerika, pada masyarakat
Timur, khususnya Asia. Sebaliknya, globalisasi juga banyak berisikan ekses
negatif yang justru baru dirasakan setelah ia berkembangsedemikian rupa.
Ketika istilah globalisasi ini mengemuka, banyak orang meyakini bahwa garis
kehidupan akan berjalan linier menuju satu tatanan kehidupan yang lebih baik,
dengan sistem dan tata kelola tertentu yang disepakati bersama. Namun,
kenyataan justru berbicara lain. Peter Drucker dalam Age of Discontinuity
228 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
(2011), misalnya menyatakan bahwa pada tahun-tahun terakhir abad ke-20
dan awal abad ke-21, kehidupan global lebih ditandai oleh suatu perubahan
yang terputus-putus. Perubahan yang ditandai dengan diskontinuitas antara
satu fenomena dengan fenomena lainnya. Ada banyak hal baru yang muncul
secara tiba-tiba tanpa pemah diduga sebelumnya. Berbagai konsep baru yang
inovatif dan kreatif muncul ke permukaan dan memberikan warna pada
kehidupan global. Semua itu menunjukkan bahwa kita tengah berada pada
kondisi di mana tak ada kepastian kecuali perubahan itu sendiri.
Salah satu contoh kejutan diskontinuitas perubahan ini misalnya tampak
pada kondisi sosio-ekonomi-kultural negara Amerika. Amerika Serikat yang
seringkali dituding sebagai negara penyebar globalisasi budaya, justru tengah
mengalami perubahan yang lebih dramatis ketimbang perubahan yang
disebabkan oleh negara adidaya tersebut terhadap dunia. Kita umumnya
ketika mendengarkata budaya ‘Barat’ akan membayangkan Amerika dengan
berbagai karakteristik kehidupannya yang ‘serba bebas,’ yang menyebarkan
hegemoni budayanya ke berbagai belahan dunia. Berdasarkan anggapan ini,
globalisasi tak jarang dianggap sebagai Amerikanisasi, sehingga kesan buruk
pun tercipta, yakni bahwa globalisasi adalah suatu cara bangsa Amerika untuk
mendominasi dunia baik melalui dominasi ekonomi ataupun hegemoni
budaya. Dalam kenyataannya, Amerika sendiri tidak menahan pengaruh dan
dampak dari globalisasi tersebut pada dirinya. Keterbukaan akses ekonomi
dari globalisasi misalnya, membuat jumlah restoran China hari ini di Amerika
Serikat justru lebih banyak dibandingkan outlet MC-Donald sebagai produk
asli yang mewakili kultur Amerika itu sendiri.
Secara umum, kita bisa meringkas berbagai tantangan global
kewirausahaan ini sebagai berikut:
1. The advance of technology; globalisasi mau tidak mau harus dilihat
sebagai era di mana keterbukaan informasi dan kemudahan
komunikasi menjadi gejaia yang dihadirkan oleh kecanggihan
teknologi. Ada banyak peluang dan inovasi baru dalam bisnis
Dedi Mulyadi 229
sebagai dampak dari kecanggihan teknologi tersebut. Perubahan
pola dagang, perubahan bentuk-bentuk promosi dan penawaran
produk, perubahan model transaksi, semua itu akan menjadi hal
yang harus disikapi secara cerdas oleh pelaku usaha pada hari ini.
2. Virtual community; masyarakat hari ini adalah masyarakatyangtidak
terlepas dari gadget dan keterhubungan secara virtual. Mereka
lebih banyak bercengkrama dan beraktivitas pada social media
dibandingkan berinteraksi dengan sesama pada kehidupan nyata.
Mereka berkelompok dalam grup-grup komunikasi tertentu,
menjadi anggota forum tertentu, yang semuanya bisa menjadi
peluang baru bagi pelaku usaha untuk menawarkan produk dan
ataujasanya.
3. Consumerism; globalisasi adalah sebuah era di mana banyak prinsip-
prinsip kapitalisme ekonomi diterapkan di berbagai belahan dunia.
Setiap orang akan berlom ba-lom ba untuk mendapatkan
keuntungan dengan berbagai cara. Karena itu, tidak heran jika
sebagian besar informasi yang diberikan pada kita adalah informasi
yang berisikan iklan, promosi, pencitraan dan hal-hal lain yang
bertujuan untuk kepentingan bisnis dan peningkatan laba dari
mereka yang menjadikan teknologi komunikasi dan informasi ini
sebagai media pendukung bisnis utama. Ada begitu banyak yang
ditawarkan kepada masyarakat, dengan berbagai kemasan, yang
semuanya seringkali dijadikan alat untuk kepentingan peningkatan
laba tersebut. Dalam hal ini, media massa merupakan agen utama
yang terlibat dalam praktik penciptaan ikon-ikon kultural,
komersialisasi berbagai hal, yang semuanya secara tidak langsung
akan membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif. Tayangan-
tayangan yang ada baik di media cetak, televisi, radio, atau yang
berbasis internet, tidak lagi mementingkan aspek edukatif dan
pembelajaran bagi masyarakat, tapi lebih diarahkan untuk membuat
230 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
masyarakat menjadi tertarik untuk mengonsumsi hal-hal yang
tersembunyi di baliknya. Kita bahkan tidak lagi mengerti batas
antara kebutuhan hidup dan keinginan yang memang tak pernah
ada habisnya. Setiap saat kita ingin membeli, berbelanja, dan
menikmati kesan kepuasan sementara yang bisa didapatkan dari
pembelian sebuah produk atau layanan jasa. Naluri penyaluran
hasrat di tengah gelombang konsumerisme ini seolah mendapatkan
tempatnya.
4. Quality and competitiveness; menjadi anggota komunitas global
atau masyarakat dunia berarti harus memiliki kom petensi-
kompetensi yang bisa diterima oleh semua. Dalam hal ini, ketika
batas-batas regional tidak lagi berlaku, terutama dalam konteks
persaingan bisnis dan ekonomi, maka satu-satunya cara untuk tetap
bertahan adalah dengan meningkatkan mutu atau kualitas baik dari
layanan yang dihadirkan ataupun produk barang yang ditawarkan.
Kita tidak lagi bisa beranggapan bahwa persaingan hanya terjadi
dalam konteks lokal. Sebaliknya, dengan terbukanya batas-batas
regional dan berlakunya berbagai aturan perdagangan yang
semakin bebas, membuat pelaku bisnis dari luarakan berdatangan
ke Indonesia dan bersaing dengan pelaku bisnis lokal. Tuntutan
peningkatan mutu ini berlaku tidak hanya bagi setiap pelaku usaha
atau perusahaan-perusahaan bisnis, tapi juga untuk iembaga-
lembaga publik meski bersifat nirlaba. Masyarakat setiap harinya
akan lebih cerdas dalam memilih mana yang baik dan berkualitas
untuk mereka. Karena itu, meski kondisi ekonomi belum merata
dan cenderung sulit, bukan berarti produk tidak harus berkualitas
agar bisa dijual secara lebih murah. Tantangan mutu ini berkaitan
erat dengan tantangan daya saing masyarakat itu sendiri. Semakin
bermutu sebuah produk, baik barang atau jasa yang ditawarkan,
maka semakin baik pula daya saingnya. Semakin tinggi tingkat
Dedi Mulyadi 231
kompetensi dan keahlian yang dimiliki oleh generasi muda kita,
maka semakin terbuka pula peluang bagi mereka untuk bisa eksis
dan memenangkan persaingan yang ada.
5. Ethic; gelombang besar globalisasi tidak hanya menghadirkan
persaingan ekonomi dalam konteks global, tapi juga tantangan
akulturasi budaya, ideologi, dan nilai-nilai yang sejatinya asing bagi
masyarakat Indonesia. Dalam era keterbukaan informasi tersebut
juga, Indonesia sebagai negara yang cenderung menikmati hasil-
hasil teknologi dibandingkan menciptakannya, mau tidak mau akan
lebih banyak menerima atau mengimport budaya dan nilai-nilai luar
dibandingkan sebaliknya. Pada titik ini, proses hegemoni kultural
seringkali menjadi hal yang tak terelakkan. Ada banyak nilai-nilai
baru yang merasuk ke masyarakat. Ada banyak pula bentuk-bentuk
kejahatan baru yang terjadi di masyarakat, terutama yang
menggunakan perangkat teknologi dan ketiadaan aturan yangjelas
terkait dunia virtual. Karena itu, pelaku usaha mau tidak mau juga
harus mempertimbangkan bahwa kehadiran mereka di tengah
masyarakat bukan semata sebagai penjual produk tertentu, tapi
juga harus memberikan nilai-nilai yang bisa memperkuat kebaikan
hidup bersama sebagai sebuah bangsa melalui produk dan jasa yang
mereka tawarkan. Mereka juga harus bisa menjadi pelaku ushaa
yang bisa dipercaya meskipun dalam praktik jual beli dan transaksi
pembayaran yang ada, terutama dalam dunia virtual, mereka tidak
mengenal satu sama lainnya.
Tantangan-tantangan semacam inilah yang pada akhirnya akan dihadapi
oleh banyak pelaku bisnis hari ini. Meski hal-hal semacam ini tidak harus
menjadi fokus utama ketika memulai wirausaha, namun ia harus menjadi
bagian pertimbangan untuk perencanaan dan pengembangan bisnis ke
depannya.
232 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
B. Nilai-nilai Etis dalam Wirausaha
E th ic s o r s im p le h o n e s ty is th e b u ild in g b lo ck s u p o n w h ich o u r w h o le s o c i
e ty is b a se d , a n d b u s in e s s is a p a rt o f o u r so ciety , a n d it 's in te g ra l to th e
p r a c t ic e o f b e in g a b le to c o n d u c t b u s in e s s, th a t y o u h a v e a s e t o f honest
sta n d a rd s . -Kerry Stokes
Bisnis, seperti halnya aspek-aspek lain kehidupan manusia, bukanlah
perihal yang bebas nilai. Para pelakunya tidak bisa menjalankan segenap
rancangan dan praktik jual beli demi peningkatan laba dan penambahan
sumberdaya saja, tapijuga harus ikut bertanggungjawab pada peningkatan
kualitas dan kebaikan hidup bersama. Dengan kata lain, ada standar lain yang
juga harus dijadikan acuan dalam bertindak dalam bisnis, terutama yang
berkaitan dengan nilai-nilai etis dan moralitas. Jika setiap pelaku bisnis hanya
menjadikan peningkatan laba material atau keuntungan finansial berupa
angka dan uang sebagai standar kebaikan dan kemakmurannya, maka ia akan
terjebak pada kondisi yang secara jangka panjang juga akan merugikan
dirinya. Karena itu, setiap putusan yang dihasilkan dan dijadikan dasar untuk
tindakan yang dilaksanakan, harus mengikutsertakan pertimbangan moral
dan nilai-nilai etis.
Pentingnya pertimbangan moral dalam setiap putusan ini tidak hanya
berlaku pada bisnis saja, melainkan juga dalam seluruh aspek kehidupan
manusia itu sendiri. Moral dan nilai-nilai etis dengan segala tatanannya
memungkinkan terselenggaranya kehidupan bersama yang baik. Tanpa itu,
maka kehidupan akan menjadi ajang di mana tak ada aturan, batasan, dan
hal-hal yang bisa menghalangi seseorang untuk berbuat jahat kepada sesama
dan lingkungannya. Tanpa kaidah-kaidah dan tatanan moral, setiap orang
pada akhirnya akan merasa bebas untuk berbuat apa saja tanpa
memperdulikan akibat dari perbuatannya tersebut. Suatu perusahaan dapat
membuang limbah produksinya secara sembarangan tanpa memperdulikan
akibat dari tindakannya tersebut. Seseorang dapat menipu sesamanya demi
Dedi Mulyadi 233
keuntungan pribadinya. Hal-hal seperti inilah yang membuat moral dan nilai-
nilai etis menjadi penting adanya.
Secara etimologis, istilah moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,
yang memiliki bentuk jamak mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-
istiadat. Dalam pengertian kebahasaan yang umum ini, moral dilihat sebagai
akhlak, budi pekerti, atau susila. Sedang secara terminologis, moral memiliki
rumusan pengertian yang cukup luas dan beragam, meskipun tidak ada
perbedaan secara substantif materiilnya. Sebagian besarmengartikan moral
sebagai moral adalah ajaran baik dan buruktentang perbuatan dan kelakuan
(akhlak) (Al-Ghazali, 1994). la merupakan suatu perangai (watak, tabiat) yang
menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya
perbuatan tertentu dari dirinya yang mengalir tanpa pertimbangan yang
terlalu rumit. Orang akan berbuat baik karena ia sebuah keniscayaan, dan
bukan sebagai tindakan bersyarat.
Dalam penggunaannya, kata moral ini sering disinonimkan dengan etika,
yang berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berf ikir. Bertens
(1993) misalnya mengartikan etika sejalan dengan moral ini terutama ketika
ia didef inisikan dalam tiga hal: Pertama, etika diartikan sebagai nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorangatau sekelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Dengan kata lain, etika di sini diartikan
sebagai sistem nilai yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan sangat
mempengaruhi tingkah lakunya. Sebagai contoh, Etika Hindu, Etika Protestan,
Etika Masyarakat Badui dan sebagaimya. Kedua, etika diartikan sebagai
kumpulan asas atau nilai moral, atau biasa disebut kode etik. Sebagai contoh
Etika Kedokteran, Kode Etik Jurnalistik, Kode EtikGuru dan sebagainya. Ketiga,
etika diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Etika
merupakan ilmu apabila asas-asas atau nilai-nilai etis yang berlaku begitu saja
dalam masyarakat dijadikan bahan refleksi atau kajian secara sistematis dan
metodis.
234 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Absolutisme vs Relativisme
Perdebatan panjangterkait moral dan etika ini adalah apakah moral atau
etika memiliki hukum yang universal, berlaku untuk seluruh tatanan
masyarakat, apakah sebaliknya berlaku relatif sesuai dengan apa yang diyakini
oleh masyarakat itu sendiri? Perdebatan ini pula yang kemudian melahirkan
dua perspektif utama dalam kajian moral dan etika, yakni absolutisme dan
relativisme. Ada kalangan yang menyatakan bahwa standar moral dan tatanan
etis suatu masyarakat pada suatu daerah bisa jadi berbeda dengan
masyarakat lain di daerah yang lain. Hal ini umumnya disebabkan oleh adanya
perbedaan budaya, adat-istiadat, norma dan nilai-nilai, kebiasaan, ajaran dan
ideologi yang diyakini, serta tatanan hukum dan sosial yang dibangun
(relativisme). Meski demikian, beberapa kalangan juga tetap meyakini bahwa
ada beberapa bentuk-bentuk aturan dan kaidah tentang perilaku untuk
membedakan tindakan baik dan burukyang bersifat tetap dan berlaku uni
versal (absolutisme).
Jika dielaborasi lebih jau, kalangan yang percaya akan moral atau etika
absolut adalah mereka yang meyakini bahwa perintah moral atau sejumlah
larangan adalah perintah yang harus diyakini benar dan keberlakuannya
mengatasi ruang dan waktu serta situasi. Kalangan ini percaya bahwa
beberapa hal adalah salah atau benar dari sudut pandang objektif, dan bukan
semata dilihat dari sudut pandang subjek tertentu saja (subjektif). Hidup
bermoral berarti menjalankan berbagai hal yang secara objektif diyakini baik
serta menjauhi hal-hal yang secara objektif dianggap burukatau mengandung
nilai yang bisa mencederai kehidupan bersama. Dalam etika absolut seperti
ini, benar dan salah tidakakan berubah. la tidak terpengaruh oleh situasi yang
berubah atau alasan apapun yang mendasarinya. Melakukan penyiksaan
terhadap anak misalnya, adalah tindakan yang tidak benar terlepas di
manakah seseorang tinggal dan situasi apapun yang dihadapinya. Tindakan
yang immoral atau tidak bermoral secara intrinsik adalah salah, yang berarti
ia salah dalam dirinya. Sesuatu itu tidak berarti salah karena dibuat oleh situasi
Dedi Mulyadi
tertentu atau alasan apapun yang mendasarinya. la salah karena tindakannya
bertentangan dengan aturan moral.
Sebaliknya kalangan yang menganut aliran relativisme dalam hal etika
atau moral adalah mereka yang meyakini bahwa etika dan tatanan moral
berlaku relatif sesuai dengan konteks masyarakat yang meyakininya. Sebab
orang-orang tidak selalu sependapat tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, apa yang benar dan yang salah. Beberapa kalangan misalnya meyakini
bahwa menikah dengan lebih dari satu orang istri itu adalah tindakan yang
dapat diterima. Beberapa kalangan lain justru menyatakan bahwa tindakan
itu adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena ia merendahkan
martabat kaum perempuan. Orang bisa memandang bahwa aborsi itu adalah
tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Tapi
ada juga kalangan yang percaya bahwa tindakan aborsi bisa dilakukan dan
diterima sebagai tindakan yang tidak melanggar moral sejauh ada alasan yang
mencukupi untuk tindakan tersebut. Ada yang meyakini bahwa berbohong
terkadang diperlukan jika itu bisa menyelamatkan hidup seseorang. Tapi ada
juga mereka yang meyakini bahwa berbuat benar adalah mutlak, terlepas
situasi apapun yang dihadapi oleh seseorang. Perbedaan budaya, ajaran,
pandangan hidup, dapat mengekspresikan perbedaan dalam hal tatanan
moral tentang apa yang baik dan buruk untuk dilakukan. Tentang apa yang
benar dan salah untuk dikerjakan.
Terlepas dari perdebatan di atas, setiap orang pada dasarnya sudah
selalu terlahir dalam suatu konstruk nilai-nilai tertentu, terutama yang
bersumber dari lingkungan keluarga, masyarakat, adat-istiadat dan budaya,
hukum-hukum negara, ajaran-ajaran agama, yang secara perlahan akan
tertanam dalam dirinya, dan menjadi standar untuk setiap tindakan yang akan
dilakukannya. Dalam hal ini seseorang bisa bertanya apakah ia akan memiliki
konstruk nilai yang berbeda jika ia terlahir dan berkembang di suatu daerah
dengan orang lain yang tumbuh dan berkembang di daerah lainnya.
Perbedaan konstruk nilai yang ditanamkan dan diyakini tentu saja akan
236 Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
muncul dari perbedaan latar dan konteks pertumbuhan dan perkembangan
seseorang.
Kembali pada standar moral sendiri, jika ternyata perbedaan ajaran,
pemahaman, keyakinan, dan hal-hal yang berlaku di lingkungan masyarakat
tertentu membuat ada banyak standar moral atau standar etis yang harus
ditaati, bukankah hal ini akan membingungkan? la bisa membingungkan, tapi
juga bisa sederhana sejauh kita mengenali apa yang disebut dengan prinsip-
prinsip moral. Setidaknya terdapat empat prinsip moral yang harus dikenali,
yaitu:
1. The Principle of Nonmaleficence
Prinsip ini berarti seseorang tidak boleh melakukan perbuatan atau
tindakan yang bisa mencelakai atau membawa mudarat pada or-
ang lain. Seseorang yang melakukan tindakan kejahatan, seperti
memukul, melukai, mencederai orang lain, berarti melakukan
tindakan yang berhaluan dengan prinsip moral. Prinsip ini berlaku
di manapun, karena tidak mungkin ada aturan di mana seseorang
bisa melakukan tindakan mencelakai orang lain secara bebas.
2. The Principle of Beneficence
Prinsip ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang
harus membawa kebaikan pada dirinya dan orang lain. Dengan kata
lain, setiap orang memiliki keharusan untuk memasukkan nilai-nilai
kebaikan dalam tindakan dan perilakunya. Dalam bentuk
sederhananya, tindakan yang dilakukan oleh seseorang harus
bemilai positif dengan tidak merugikan orang lain di sekitarnya.
3. The Principle of Autonomy
Prinsip ini berarti setiap orang harus menghormati dan menghargai
autonomi orang lain, terutama terhadap putusan dan pilihan yang
dibuat oleh seseorang dalam hidupnya. Dalam hal ini, kita harus
bisa memandang bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengatur
dirinya sendiri, dan kita tidak bisa mencampuri hak tersebut sejauh
Dedi Mulyadi 237
apa yang dilakukannya tidak melanggar batasan dan hak yang
lainnya. Meski demikian, autonomi atau kebebasan seseorang
dalam bertindak juga harus tetap dibatasi jika ia memberikan hal
yang berbahaya bagi orang lain ataupun dirinya sendiri. Pada
beberapa kasus, kebebasan juga harus dibatasi agar ia bisa
membawa kemaslahatan bagi orang lain atau kesejahteraan orang
banyak.
4. T h e P r in c ip le o f J u s t ic e
Prinsip ini berarti bahwa kita harus memperlakukan kasus yang
sama dengan cara yang sama, terutama dengan berpegang pada
nilai kesetaraan ( e q u a lit y ) , kebutuhan ( n e e d ), kontribusi (c o n t r ib u
tio n ), dan upaya yang dilakukan (e ffo r t ) . Kesetaraan berarti setiap
keuntungan dan beban yang ditanggung harus didistribusikan
secara merata; kebutuhan berarti mereka yangmemiliki kebutuhan
lebih besar seyogyanya mendapat manfaat yang lebih banyak pula;
kontribusi berarti bahwa setiap orang harus mendatangkan
kebaikan sejauh yang mereka bisa; dan prinsip upaya berarti setiap
orang harus mendapatkan manfaat atau keuntungan sesuai dengan
besaran tindakan atau usaha yang ia lakukan.
Empat prinsip inilah yang menjadidasar dalam perumusan standar moral
yang ada. Pemahaman akan keempat prinsip dasar ini menjadi vital di tengah
perbedaan standar moral yang berlaku di berbagai bentuk masyarakat
dengan segenap budaya, adat-istiadat, kebiasaan, norma, ajaran, dan hukum-
hukum yang berlaku di dalamnya. Tanpa adanya pemahaman akan prinsip-
prinsip dasar ini, sulit bagi seseorang untuk melakukan tindakan atau
membuat putusan yang sesuai dengan nilai-nilai moral secara umum. Prinsip-
prinsip ini juga yang menjadi dasar-dasar pertimbangan etika. Secara
s e d e rh a n a , s u a tu p e rb u a ta n d ip a n d a n g e tis s e ja u h ia t id a k m e n im b u lk a n
mudarat atau mencelakai orang lain, tidak melanggar batasan dan hak or-
238 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
ang lain, mampu membawa kebaikan pada dirinya dan orang lain, serta
dilandaskan pada keadilan. Masing-masing poin ini tentu saja akan
menimbulkan pembicaraan atau wacananya sendiri. Akan ada banyak
perdebatan pula di dalamnya, terutama ketika standar moral bisa saja bersifat
arbiter, koersif, baku, dan tidak banyak memberikan ruang ekspresi pada
individu.
Perlindungan Konsumen
Salah satu alasan penting mengapa etika harus diterapkan dalam konteks
bisnis adalah karena pelaku usaha, baik individu ataupun perusahaan harus
melindungi dan bertanggungjawab terhadap konsumennya. Hal ini penting
untuk dicatat agar tidak ada pelaku usaha yang membuat produk tertentu
yang bisa mencelakai konsumen, dan terlepas dari akibat yang timbul dari
perbuatannya. Bagaimanapun, persaingan bisnis yang sengit seringkali
membuat banyak pelaku usaha yang tidak menghiraukan persoalan ini. Apa
yang penting baginya hanyalah bagaimana bisa membuat produk dengan
biaya sesedikit mungkin dan bagaimana agar produknya tersebut bisa terjual
habis. la seringkali lupa bahwa produk yang dibuat secara asal-asalan bisa
mendatangkan dampak yang buruk pada konsumen. la juga seringkali lupa
bahwa ada tanggungjawab tertentu yang tetap harus dijalankan meskipun
transaksi dengan konsumen sudah selesai dilaksanakan.
Terkait hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen ini, dalam
kajian teoritis Etika sendiri terdapat tiga pendekatan yang dikemukakan oleh
para ahli. Ketiga pendekatan tersebut adalah:
1. Teori Kontrak
Menurut teori kontrak, hubungan antara perusahaan dan
konsumen merupakan hubungan kontraktual, jadi kedua belah
pihak menuangkan hak dan kewajibannya pada kontrak penjualan
bersama yang dilakukan secara suka rela dan kesadaran. Dari
pendekatan deontologi kita melihat bahwa ini memiliki dasar moral
Dedi Mulyadi 239
yakni seseorang berkewajiban melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian harus dia lakukan karena kegagalan melaksanakan
kewajiban m erupakan tindakan yang tidak dapat
diuniversalisasikan, dan memperlakukan orang lain sebagai sarana,
bukan tujuan. Dalam hal ini, kedua belah pihak tidak boleh dengan
sengaja menyalahartikan fakta-fakta perjanjian pada pihak lain atau
memberikan gambaran yang salah. Perjanjian juga tidak boleh
dibuat karena keterpaksaan atau pengaruh lain serta dengan
menyembunyikan informasi yang perlu diketahui konsumen karena
bertentangan dengan menjadikan manusia sebagai tujuan dan
bukan sekadar sarana.
Kelemahan dari pendekatan Teori Kontrak ini adalah bahwa
sekilas tampak sulit buat perusahaan untuk melakukan perjanjian
secara langsung dengan konsumen. Namun untukargumentasi ini,
mereka yang setuju teori kontrak mengatakan perusahaan dapat
mempromosikan produknya melalui iklan, dan melaluinya
perusahaan melakukan hubungan kontraktual secara tidak
langsung. Akan tetapi keberatan utama pendekatan ini adalah pada
asumsi bahwa posisi pembeli dan penjual setara atau sama dalam
hal penguasaan informasi, dan kerentanan terhadap dampaknya.
Dalam hal ini teori kontrak pun masih berlaku doktrin caveat emp-
tor: biarkan pembeli melindungi dirinya sendiri, yang berarti bisa
saja perusahaan mencurangi tanpa diketahuinya.
2. Teori Due Care
Teori due care mendasarkan diri pada asumsi pembeli dan
konsumen adalah tidak sejajar, bahwa kepentingan-kepentingan
konsumen sangat rentan m engingat perusahaan memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh konsumen.
Produsenlah yang tahu untuk ukuran mobil seperti ini letak desain
tangki bensin harus dimana agar tidak terbakar ketika tabrakan,
Kewirausahaan, Pengantar Menu/u Praktik
komponenmanayangtidaktahan panassehingga membahayakan,
atau berapa kekuatan ban yang baik sehingga tidak aman untuk
digunakan. Produsenlah yang tahu bahan jenis apa yang
dicampurkan sebagai pengawet dengan jumlah berapa banyak yang
masih aman untuk konsumsi manusia. Pembeli kebanyakan tidak
tahu. Di sini yang berlaku adalah caveat vendor: biarkan penjual yang
harus berhati-hati. Saat ini terlalu banyak produk yang canggih, yang
sebagai konsumen kita tidak tahu carakerjanya, menggunakan
bahan apa, berbahaya atau tidak dan sebagainya. Menurut
pandangan due care, produsen tidak hanya berkewajiban untuk
memberikan produk yang sesuai dengan klaim yang dibuatnya
(seperti teori kontrak) tetapi juga wajib memperhatikan dampak
produk, mencegah, mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan produk mereka aman dan konsumen punya hak
untuk memperoleh jaminan ini walau secara eksplisit mereka sudah
melakukan tanda tangan kontrak dan tidak menyebutkan hal ini
atau sebaliknya.
Menurut teori ini, seorang produsen tidak bisa dikatakan lalai
secara moral jika kerugian yang terjadi tidak bisa diperkirakan
sebelumnya. Contoh, pemakai mobi! yang ceroboh sehingga
mengakibatkan kecelakaan pada dirinya, tidak tercakup dalam
tanggung jawab produsen tentunya. Akan tetapi ketika desain
mobil tidak memperhitungkan perangkat pengaman, bahan ban
yang mudah meledak di tengah jalan termasuk dalam lingkup
tanggung jawab produsen. Kelemahan Teori Due Care adalah sulit
menentukan batas apa yang disebut perhatian memadai (due care).
Prinsip utilitarian yang menyatakan: “semakin besar kemungkinan
risikonya, semakin besar populasi yang mungkin dirugikan, maka
semakin besar pula kewajiban perusahaan”, ternyata tidak selalu
dapat diterapkan.
Dedi Mulyadi I 241
3. Teori Social Cost
Menurut teori social cost, perusahaan wajib menanggung semua
kerugian termasuk kerugian yang tidak bisa diperhitungkan
sebelumnya yang diakibatkan oleh kerusakan produknya. Apa itu
biaya sosial atau social cost? Jika perusahaan Anda memiliki pabrik
yang memproduksi suatu produk, dan selain produk, yang
dihasilkan adalah pencemaran atau polusi, maka sebenarnya biaya
polusi itu ada. Namun seringkali perusahaan tidak menanggung
biaya ini. Konsumen yang membeli produk dan perusahaan tersebut
juga tidak menanggung social cost ini karena perusahaan tidak
membebankan biaya tersebut dalam proses produksi. Akan tetapi
orang miskinlah yang menanggung biaya tersebut karena yang
rumah yang dekat daerah polusi adalah murah, sementara
kemungkinan akan banyak orang miskin yang tinggal di sana, dan
orang kaya akan menghindari daerah demikian. Dalam hal ini, etika
melihat terjadi ketidakadilan.
Kelemahan dari teori sosial cost adalah bahwa harus ada
keseimbangan antara tanggung jawab produsen dan konsumen
karena kalau semua biaya ditanggung oleh produsen maka justru
akan terjadi peningkatan kecerobohan oleh konsumen sendiri.
Selain itu, karena social cost ditanggung oleh produsen, besar
kemungkinan harga produk akan naik, sehingga tentu ini akan
merugikan konsumen pula. Akan tetapi teori ini memberikan
kesadaran bagi pengusaha untuk selalu mengadakan riset dan
berusaha memperkecil dampaknya terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitarnya.
Dasar-dasar teoritis tersebut akan mewarnai aturan yang dibuat oleh
masyarakat ataupun pemerintah tertentu terkait perlindungan konsumen.
Dalam konteks aturan hukum di Indonesia sendiri, pemerintah sudah
Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
membuat berbagai aturan yang termuat dalam Undang-undang No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksudkan sebagai segaia
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Dalam hal ini, adanya peraturan hukum terkait perlindungan konsumen
tersebut didasarkan pada asas-asas perlindungan konsumen, yang meliputi:
1. Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segaia upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan,
2. Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha
untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil,
3. Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan
dari Perlindungan Konsumen sendiri adalah:
Dedi Mulyadi
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan m artabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa.
3. Meningkatkan pem berdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Meskipun Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini sudah
dibuat, namun dalam praktiknya bukan berarti pelaku usaha atau perusahaan
dengan sendirinya menaati peraturan tersebut. Ada banyak kasus yang terjadi
yang menunjukkan bagaimana pelaku usaha seringkali lalai terhadap
kepentingan perlindungan konsumen ini. Pada sisi lain, masyarakat konsumen
juga seringkali tidak sepenuhnya sadar akan hak dan kewajibannya sebagai
konsumen dalam suatu ikatan jual-beli dengan pelaku usaha itu sendiri. Dalam
kasus-kasus tertentu, konsumen yang mendapatkan kerugian juga banyak
yang tidak mengerti apa yang harus dilakukannya. Karena itu pula, pemerintah
kemudian membentuk beberapa badan yang bisa membantu terlaksananya
praktik usaha dengan memerhatikan signif ikansi perlindungan konsumen ini,
di a n ta ra n y a B a d a n Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
244 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat BPOM adalah
sebuah lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-
obatan dan makanan di Indonesia. Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan
m engawasi produk-produk dengan tujuan m elindungi keam anan,
keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar
negeri. Sementara Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang dibentuk khusus untuk menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen antara pelaku usaha dan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
kerusakan, pencem aran dan/atau yang menderita kerugian akibat
mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa (Pasal 1 Nomor 8
Kepmen. Deperindag No. 350/MPP/Kep/i2/200i). Melihat pada Kepmen di
atas, maka BPSK didirikan untuk menangani dan menyelesaikan sengketa
konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi. Kedua badan ini
penting untuk diketahui agar baik pelaku usaha ataupun masyarakat
konsumen bisa memahami hak dan kewajiban mereka serta langkah-langkah
apa yang bisa ditempuh jika terjadi persoalan di antara mereka.
Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Istilah penting lainnya yang harus dipahami oleh para pelaku usaha
ataupun masyarakat konsumen adalah tanggungjawab sosial perusahaan
atau dikenal juga dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Istilah
ini pada awalnya digunakan pada tahun 1970-an dan semakin dikenal terutama
setelah John Elkington menerbitkan buku Cannibals With Forks: The Triple
Bottom Line in 21st Century Business (1998), di mana ia mengembangkan tiga
komponen penting sustainable development, yakni economic growth, envi
ronmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission
on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987),
Elkington mengemas CSR ini ke dalam tiga fokus, yaitu: Profit, Planet, dan
People (3Ps). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan
Dedi Mulyadi 245
ekonomi belaka ( p r o f it ) . Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap
kelestarian lingkungan (p la n e t) dan kesejahteraan masyarakat (p e o p le ) .
Dalam konteks Indonesia sendiri, istilah CSR ini dikenal digunakan sejak
tahun 1990-an, meskipun dalam praktiknya, beberapa perusahaan sebenarnya
telah lama melakukan CSA ( C o r p o r a t e S o cia l A c t iv it y ) atau aktivitas sosial
perusahaan. Praktik sosial ini, walaupun tidak disebut dengan istilah CSR,
namun ia secara faktual mendekati konsep CSR yang merepresentasikan
bentuk peran serta dan kepedulian perusahaan terhadap aspek sosial dan
lingkungan. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan
bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak fo r b e tt e r o r worse,
bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar
perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya
s h a r e h o ld e rs atau para pemegang saham. Melainkan pula sta k e h o ld e rs, yakni
pihak-pihakyang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR ini juga disadari
oleh pemerintah, sehingga pemerintah membuat Undang-Undang Perseroan
Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Melalui
undang-undang ini, industri atau korporasi wajib untuk melaksanakan
tanggung jawab sosialnya, meskipun kewajiban ini tidak dimaksudkan sebagai
suatu beban yang memberatkan. Adanya peraturan perundang-undangan ini
menunjukkan bahwa pemerintah menerima aspirasi masyarakat akan
pentingnya peran serta perusahaan dalam membangun lingkungan dan
masyarakat sekitarnya.
Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek-aspek
perilaku perusahaan (f ir m 's b e h a v io u r ), termasuk kebijakan dan program
perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci:
1. Good c o r p o r a te g o v e rn a n c e : etika bisnis, manajemen sumberdaya
manusia, jaminan sosial bagi pegawai, serta kesehatan dan
keselamatan kerja;
2. Good c o r p o r a t e r e s p o n s ib i l i t y : pelestarian lingkungan,
246 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
pengem bangan m asyarakat (community developm ent),
perlindungan hak azasi manusia, perlindungan konsumen, relasi
dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku
kepentingan lainnya.
Dengan demikian, perilaku atau cara perusahaan memerhatikan dan
melibatkan shareholder, pekerja, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM,
lembaga internasional dan stakeholder lainnya merupakan konsep utama CSR.
Kepatuhan perusahaan terhadap hukum dan peraturan-peraturan yang
menyangkut aspek ekonomi, iingkungan dan sosial bisa dijadikan indikator
atau perangkatformal dalam mengukurkinerja CSR suatu perusahaan. Meski
demikian, CSR juga dalam praktiknya seringkali dimaknai sebagai komitmen
dan kegiatan-kegiatan sektor swasta yang lebih dari sekadar kepatuhan
terhadap hukum. CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya
untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula
untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan, di mana pembangunan Iingkungan sosial-ekonomi ini akan
memberikan imbal positif juga untuk perusahaan tersebut.
Meski sudah disebutkan dalam peraturan perundang-undangan, dan
disebarkan secara luas pada masyarakat melalui berbagai sebaran informasi
terkait CSR, akan tetapi, apa yang berkembang di masyarakat itu sendiri
seringkali melenceng dari pengertian sesungguhnya dari CSR. Beberapa
kesalahpahaman yang seringkali didapati di masyarakat terkait CSR ini, di
antaranya adalah:
1. CSR adalah tindakan amal perusahaan atau pelaku usaha
Kesalahpahaman paling umum yang sering didapati adalah
menyamakan CSR dengan tindakan karitatif/amal. Jika pelaku usaha
atau perusahaan menyumbang untuk warga yangterkena musibah,
maka ia dianggap CSR, padahal sejatinya tindakan tersebut
hanyalah tindakan karitatif atau amal semata. Tindakan karitatif
Dedi Mulyadi 247
atau dikenal juga denan nama generik f ilantropi, adalah tindakan
yang memang kerap dilakukan oleh perusahaan. Pada kondisi yang
lebih maju, yaitu dengan pertimbangan kegunaan optimum dan
dampakterbesar terhadap reputasi perusahaan pemberi, tindakan
f ilantropi itu diberi nama filantropi strategis. Melihat sejarahnya,
tindakan sosial perusahaan banyakdimulai dari filantropi, kemudian
menjadif ilantropi strategis, barn kemudian CSR. Tentu saja, banyak
juga percabangan lain yangtidakmengikuti aiurtersebut. Vang mau
ditegaskan adalah bahwa tindakan karitatif merupakan bentuk
“primitif” dari tindakan sosial perusahaan yang hingga kini masih
penting—dan akan terus penting— dilakukan, namun kini sudah
dianggap tidak lagi mencukupi. Hal ini terutama dikarenakan CSR
atau tanggungjaw ab sosial perusahaan justru lebih luas
pengertiannya daripada semata tindakan-tindakan amal. CSR adalah
bentuk perwujudan tanggung jawab perusahaan atau pelaku usaha
dalam skala besar yang bertujuan untuk membangun lingkungan
sosial dan ekonomi masyarakat secara holistik.
2. CSR semata berkaitan dengan aspek sosial.
Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan CSR pada
aspek sosial semata. Mereka mengira bahwa karena S yang berada
di tengah C dan R merupakan singkatan dari social, maka aspek
sosial di dalam CSR haruslah yang paling menonjol, kalau bukan
satu-satunya. Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR
sekarang sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan
berkelanjutan menjadi arus utama berpikir— walau hingga kini
belum juga jadi arus utama bertindak. Pembangunan berkelanjutan
yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan
generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya secara sangat
248 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
tegas menyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek
tersebut.
3. CSR hanya untuk perusahaan besar.
Banyak keengganan perusahaan untuk mengadopsi CSR karena
anggapan bahwa CSR adalah hanya untuk perusahaan berskala
besar saja. Hal ini boleh jadi merupakan kesalahan besar dari mereka
yang membiarkan C di depan SR tetap sebagai singkatan dari cor
porate. Sebagaimana yang banyak diketahui, corporate juga corpo
ration berarti perusahaan besar. Sementara istilah generik untuk
entitas bisnis yang mencari keuntungan—tanpa memerhatikan
ukuran— adalah company. Adanya kerancuan pemahaman seperti
ini tentu perlu diluruskan, sebab CSR berarti tanggung jawab
perusahaan (apapun ukuran, hentuk, dan bidang bisnisnya)
terhadap seluruh pemangku kepentingan bisnis mereka, mulai dari
konsumen, pekerja, hingga masyarakat umum.
4. CSR terbatas lingkupnya dan terpisah dari bisnis inti perusahaan.
Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program CSR
dengan curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga
sekarang belum banyak perusahaan yang membuat program-pro
gram yang berkaitan dengan bisnis intinya. Tidak mengherankan
kalau kebanyakan program CSR kebanyakan dikotak-kotakkan ke
dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana f isik, dsb
sementara dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara
memadai. Persolan lain yang juga banyak ditemukan adalah adanya
pembatasan lingkup kegiatan CSR perusahaan hanya pada aspek
internal perusahaannya saja. Alasan yang digunakan adalah bahwa
mereka tidak berhak untuk mencampuri kinerja CSR perusahaan
lain. Logika ini jelas tak dapat diterima, karena itu berarti bahwa
produknya tidaklah bisa dibuktikan berasal dari seluruh operasi
yang berkinerja CSR baik.
Dedi Mulyadi I 249
5. CSR tidak lagi berlaku bagi produk yang sudah sampai ke tangan
konsumen.
Dalam perkembangan awal, seluruh perusahaan membatasi CSRnya
sampai di tangan salah satu pemangku kepentingan terpenting,
konsumen. Belakangan, setelah sampai tangan konsumen,
perusahaan yang bersungguh-sungguh ingin memberikan kepuasan
kepada mereka manambahkan after sales service. Garansi produk
adaiah saiah satu bentukdari jasa itu. Kalau konsumen mengajukan
keberatan atas mutu produk sampai batas waktu tertentu— pada
beberapa kasusada “life time guarantee"—maka konsumen berhak
atas pengembalian, perbaikan atau penggantian.
6. CSR adaiah kegiatan yang bersifat sukarela dari perusahaan.
Mereka yang menyatakan bahwa CSR bersifat sukarela, adaiah
mereka yang sebenamya tidak mengerti bahwa tanggung jawab
adaiah sebuah kewajiban. Karena itu, kegiatan CSR juga menjadi
wajib bagi pelaku usaha atau perusahaan untuk menjalankannya.
Jika suatu perusahaan memberikan bantuan untuk masyarakat,
maka bantuan itu bukaniah bantuan sukarela, tapi memang menjadi
kewajibannya.
Berbagai kesalahpahaman ini seringkali ditemukan di masyarakat dan
pelaku usaha itu sendiri, baik individu ataupun organisasi. Asumsi-asumsi yang
salah ini dalam perjalanannya bisa menjadi muasal kegagalan perusahaan atau
pelaku usaha untuk berkontribusi terhadap lingkungan dan masyarakat yang
ada di sekitarnya. Karena itu, dibutuhkan pemahaman yang baik tentang CSR
atau tanggungjawab sosiai perusahaan ini tidak hanya oleh masyarakat, tapi
juga pelaku usaha itu sendiri. Program CSR yang berkelanjutan diharapkan
dapat membantu menciptakan kehidupan dimsyarakat yang lebih sejahtera
dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari
semua pihak secara terus menerus m em bangun dan menciptakan
Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat
yang terlibat dalam program tersebut.
C. Kewirausahaan dan Kesejahteraan Hidup Bersama
"All businesses should have an element of social enterprise, and all social
enterprises should not ignore the most important lessons from successful
commercial businesses.” -Holly Branson
Salah satu persoalan mendasar yang banyak disorot dalam konteks
kehidupan bersama hari ini sebagai umat global adalah ketimpangan distribusi
ekonomi di masyarakat. Segelintir masyarakat yang kaya menjadi semakin
kaya dan mereka yang miskin semakin sengsara. Tidak jarang, ketimpangan
ekonomi ini menjadi muasal timbulnya tindakan-tindakan yang bertentangan
dengan moral dan melanggarprinsip-prinsip etika itu sendiri. Ketika keadilan
menjadi barang langka, dan ketimpangan adalah fenomena nyata, maka
moralitas sulit untuk dipertahankan. Pada titikini, apalah arti tata aturan jika
temyata pembatasan tersebut tidak berlaku dalam konteks ekonomi di mana
penghargaan atas hak pribadi menjadi lebih utama daripada kesejahteraan
bersama. Karena itu pula, ketika etika dibawa ke dalam wilayah bisnis,
persoalan keadilan dan distribusi ekonomi menjadi persoalan yang tidak bisa
dilepaskan dari pembicaraan-pembicaraan etis.
Dalam konteks ekonomi dan bisnis sendiri, keadilan harus dilihat sebagai
kebijakan utama yang mendasari tindakan manusia atau lembaga. Karena
itu, agar ia terjaga, dibutuhkan institusi, aturan, tata perundang-undangan,
yang menjamin bahwa setiap pihak bisa mendapatkan apa yang menjadi hak
dan kewajibannya. Konsep keadilan dalam ekonomi juga dapat dilihat sebagai
suatu bentuk distribusi pendapatan yang merata. Hal ini penting untuk dicatat,
mengingat bahwa kita hidup dalam dunia di mana pendapatan segelintir or-
ang terkaya di dunia ini setara dengan pendapatan masyarakat lainnya jika ia
dikumpulkan. Terjadi kesenjangan dan distribusi kekayaan yang sangat
Dedi Mulyadi 251
mencolok yang membuat pembicaraan tentang keadilan dalam hal ekonomi
hanyalah pepesan kosong dibandingkan keadilan dalam bidang yang lain.
Orang bisa berharap untuk mendapat putusan yang adil dalam bidang hukum,
tapiorangakansulituntukmendapatkankesempatan dan peluang yang sama
dalam bidang ekonomi.
Karena itu pula, berbicara tentang keadilan pada akhirnya berbicara
tentang perilaku dan putusan-putusan etis yang dikeluarkan dalam konteks
pertumbuhan dan kelangsungan ekonomi di masyarakat. Jika putusan atau
kebijakan yang dihasilkan, atau tindakan yang diambil tidak bisa memberikan
pemerataan dan kesempatan yang adil, maka ia layak dipertanyakan nilai-
nilai etis dari keadilan yang diyakini oleh para pembuat kebijakan dan atau
pelaksana tindakan tersebut.
Kesenjangan dan ketimpangan secara ekonomi memang tidak berurusan
secara kuantitatif dengan perihal-perihal etis dan moralitas ataupun nilai-nilai
keadilan itu sendiri. Apalagi dalam banyak hal, orang terkadang tidak terlalu
suka membicarakan perihal etika dan moralitas dalam kegiatan berdagang.
Ketimpangan ekonomi bahkan seringkali hanya dilihat sebagai buah dari
kebijakan ekonomi yang tidak berpihak, adanya pertumbuhan ekonomi yang
tidak merata antara wilayah pedesaan dan perkotaan, ataupun
perkembangan jumlah pendudukitu sendiri yang meningkat pesat sementara
kesempatan kerja justru semakin sempit. Namun demikian, persoalan keadilan
dan prinsip etis yang menyertainya, tetaplah harus dibicarakan, karena bidang
pokok keadilan adalah susunan dasar masyarakat semua institusi sosial,
politik, hukum, dan ekonomi; dan susunan institusi sosial itu mempunyai
pengaruh yang mendasar terhadap prospek kehidupan individu itu sendiri.
Membangun Kesejahteraan Masyarakat
Tujuan utama dari kehidupan bersama yang diselenggarakan dalam
suatu koridor normatif tertentu dalam lingkup sebuah negara adalah
terciptanya pemerataan dalam setiap aspek kehidupan. Kekayaan jangan
252 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
hanya menjadi milik segelintir orang saja, sebagaimana kesetaraan di depan
hukum juga harus berlaku bagi semua. Dalam konteks ini, negara melalui
pemerintah dengan berbagai kebijakan dan peraturan yang dibuatnya, harus
hadir untuk mewujudkan pemerataan tersebut. Urusannya boleh jadi tidak
sesederhana bagaimana menyamakan tingkat pendapatan untuk setiap
individu dalam suatu negara. Karena tugas utama dari pemerintah adalah
bagaimana memberikan jalan dan peluang bagi masyarakat agar bisa
meningkatkan taraf hidupnya, baik dalam hal strata sosial, pendidikan,
terlebih lagi dalam bidang ekonomi sebagai tolak ukur penting akan
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Pembukaan dan perluasan lapangan
kerja, pemberian insentif dan bantuan untuk warga guna membuka usaha-
usaha kreatif, memudahkan perijinan dan birokrasi usaha, dan lainnya adalah
hal-hal yang sekiranya bisa dilakukan pemerintah untuk mewujudkan tujuan
pemerataan kesejahteraan tersebut.
Dalam konteks wirausaha sendiri, tujuan ini juga harus menjadi salah
satu target jangka panjang pelaku usaha, di mana mereka dituntut untuk tidak
hanya bisa meningkatkan taraf hidupnya, tapi juga mampu berkontribusi
terhadap pembangunan kesejahteraan masyarakat dan lingkungannya.
Karena alasan itu pula, sebagaimana banyak ditekankan dalam buku ini,
wirausaha bukan semata persoalan bagaimana memakmurkan individu
tertentu sebagai pelakunya, tapi juga bagaimana usaha yang dijalankannya
bisa maju dan akhirnya memberikan nilai-nilai positif untuk orang lain di
sekitarnya. Ketika seseorang membuka usaha, lalu mengembangkan usaha
tersebut, maka mau tidak mau ia akan melibatkan orang lain untuk
membantunya. Pelibatan orang lain ini bisa berarti pembukaan lapangan kerja
bagi mereka yang belum mendapatkan tempat untuk memiliki penghasilan
tertentu. Terlebih lagi jika pelaku usaha bersangkutan bisa menjalankan
tanggung jawab sosial usahanya dengan utuh, maka ia akan sangat
membantu pemerintah dalam upaya membangun kesejahteraan masyarakat
secara umum.
Dedi Mulyadi 253
Apakah persoalan itu selesai sampai di situ? Tentu saja tidak. Pelaku usaha
pada awalnya adalah aktor kreatif untuk urusan bisnis yang dijalankannya.
Namun, ia harus beranjak meningkat menjadi director atau sutradara yang
mampu mencetak aktor-aktor baru dalam bidang bisnis, yang mampu
menampilkan bentuk-bentuk usaha kreatif baru di masyarakat. Karena itu,
jika pelaku usaha hanya berhenti pada usahanya sendiri, tanpa adanya
keinginan untuk membantu orang Iain mewujudkan hal yang sama, maka ia
kembali terjebak menjadi pekerja, bukan pelaku wirausaha, bukan seorang
entrepreneur. Seorang entrepreneur adalah mereka yangsenantiasa berpikir
untuk kemajuan, bukan hanya tentang dirinya, tapi juga orang lain guna
mendapatkan kesempatan dan keberhasilan yang sama.
For a successful entrepreneur it can mean extreme wealth. But with ex
treme wealth comes extreme responsibility. And the responsibility for me
is to invest in creating new businesses, create jobs, employ people, and to
put money aside to tackle issues where we can make a difference.
— Richard Branson
254 Kewirausahaan, Pengantar Menuju Praktik
PUSTAKA
Arthur J. Keown, John D. Martin, J. William Petty, & David F. Scott, Financial
Management: Principles and Applications, (New Jersey: Prentice-Hall,
2005).
B. Render & J. Heizer. 2000. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Jakarta:
Salemba Empat.
Basu Swastha, Azas-Azas Marketing, Edisi 3, (Yogyakarta: Liberty, 1996).
C. Argyris & D.A. Schon, Organizational Learning: Theory, Method and Prac
tices, (MA: Addison-Wesley, 1996).
Cascio, Managing Human Resources, New York: McGraw-Hill Education (In
dia) Pvt Limited, 2010.
Christoper Lovelock & Lauren K. Wright, Managemen Pemasaran Jasa,
(Jakarta: Gra media, 2011).
Cynthia A.Lengnick-Hall & Mark L. Lengnick-Hall, Interactive Human Resource
Management and Strategic Planning, (New York: Quorum Books, 1990).
D. Getz, J. Carlsen, & A. Morrison, Family Businesses in Hospitality and Tour
ism, (Wallsingham: CABI Publishing, 2004).
D. Kirby, Entrepreneurship, (Maidenhead: McGraw-Hill, 2003).
Daniel A. Wren, The Evolution of Management, New York: Wiley, 1979.
Darren Lee-Ross & Conrad Lashley, Entrepreneurship & Small Business Man
agement in The Hospitality Industry, (Boston: Elsevier, 2009).
David L. Kurtz & Louis E. Boone, Principles of Management, New York: McGraw-
Publishing, 2007).
L. M. Spencer & SM. Spencer, Competence at Work: Models for Superior Per
formance, (New York: John Willey and Sons, Inc., 1993).
M. Sweeney, An Investigation into the Hosts Connection with the Commercial
Home, PhD thesis, (Edinburgh: Queen Margaret College, 2008).
Michael Armstrong, A Handbook of Human Resource Management Practice,
10th Edition, Kogan Page Limited, 2006.
Norman M. Scarborough, Effective Small Business Management, An Entrepre
neurial Approach, (New Jersey: Prentice-Hall, 2012).
P. Dodd & D. Sundheim, The 25 Best Time Management Tools and Techniques:
How to Get More Done Without Driving Yourself Crazy, (Ann Arbor, Ml:
Peak Performance Press, Inc. 2005).
Paul Burns, Corporate Entrepreneurship, Innovation and Strategy in Large Or
ganizations, (New York: Palgrave MacMillan, 2016).
PB. Triton, MSDM Perspektif Partnership dan Kolektivitas, (Yogyakarta: Tugu
Publiser, 2007).
Peter F. Drucker, Innovation and Entrepreneurship, Practice and Principles,
(New York: HarperBusiness, 1993).
_____________ , The Effective Executive, (New York: Collins, 1066).
Philip Kotler &Gary Armstrong, Principles of Marketing, (New York: Pearson
Education, 2011).
R. DeGeorge, Business Ethics, (Upper Saddle River, N.J.: Prentice-Hall, 2002).
R. Sims, Ethics and Corporate Social Responsibility - Why Giants Fall. (C.T. Green
wood Press, 2003).
R. Thomas, C. Lashley, B. Rowson, Y. Xie, S. Jameson, A. Eaglen,G. Lincoln, 81
D. Parsons, The National Survey of Small Tourism and Hospitality Firms:
2000 - Skills Demands and Training Practices, (Leeds: Leeds Metropoli
tan University, 2000).
Rasmulia Sembiring, Manajemen Agribisnis, (Bandung: Lagoods Publishing,
2017).
257
S. C. Harper, Starting Your Own Busniess, (New York: McGraw-Hill, 1991).
Stephen P. Robbins, Mary K. Coulter, Management, (New Jersey: Pearson
Prentice Hall, 2007).
Stephen R. Covey, 7 Habits of Highly Effective People, (Jakarta: Binarupa
Aksara, 1994).
Steven D. Strauss, The Small Business Bible: Everything You Need to Know to
Succeed in Your Small Business, (New York: John Wiley & Sons, 2004).
Sue M. Chapman & Michael Rupured, Time Management, 10 Strategies for
Better Time Management, (Georgia: The University of Georgia, 2016).
Suryana, Kewirausahaan: Kiat dan Proses Menuju Sukses, Edisi 4, (Jakarta:
Salemba Empat, 2013).
T. S. Hatten, Small Business Management: Entrepreneurship and Beyond. 5th
ed. (USA: South-Western Cengage Learning, 2012).
Teresa Amabile, Regina Conti, Heather Coon, (October 1996). “Assessing The
Work Environment for Creativity”. Academy of Management Review 39
(5): 1154-1184.
Thomas L. Friedman, The World is Flat: A Brief History of the Twenty-First Cen
tury, (New York: Farrar, Straus and Giroux, 2005).
Thomas W. Zimmerer & Norman M. Scarborough, Kewirausahaan dan
Manajemen, Usaha Kecil, (Jakarta: Salemba Empat, 2008).
Timothy S. Hatten, Small Business Management Entrepreneurship and Beyond,
5th Edition, (USA: South-Western Cengange Learning, 2012).
William D. Bygrave, The Portable MBA in Entrepreneurship, (New York: John
Willey & Sons, Inc., 1997).
William J. Rothwell & H.C. Kazanas, Mastering the Instructional Design Pro
cess: A Systematic Approach. 3rd Edition. (New Jersey: Prentice Hall,
2003).
258
TENTANG PENULIS
Dedi Mulyadi, lahir di Karawang pada tanggal 11 Juli
1962. Menjadi dosen sejak tahun 1991 pada Fakultas
Ekonomi Universitas Singaperbangsa Karawang
(UNSIKA). Pernah bekerja pada perusahaan swasta
sebagai Cost Accountant dan HRD pada PT Dharmala
Tomei Industrial. Lulus sarjana tahun 1990, magister
manajemen konsentrasi manajemen keuangan lulus
tahun 1998 dan menyelesaikan doktor ilmu manajemen tahun 2011
konsentrasi manajemen keuangan.
Jabatanfungsional akademikAsisten Ahlidiperoleh pada tahun 1994, Lektor
tahun 2000 dan Lektor kepala (associate professor) pada tahun 2003. Tugas
tam abahan yang pernah diemban adalah Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan, pembantu Dekan bidang Akademik, Dekan, wakil rektor
bidang akademik dan kemahasiswaan di Universitas Singaperbangsa
Karawang. Saat ini memiliki home base pada program studi manajemen
Fakultas Bisnis dan llmu-ilmu sosial Universitas Buana Perjuangan (UBP)
Karawang dan sedang mengemban tugas tambahan sebagai Rektor pada
Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang.
260