7
KIAT DAN TRIK MEMIMPIN DAN MEMANAJE SEKOLAH MENUJU MUTU Oleh: Drs. SUYITNO, M.Pd *) Mutu pendidikan di Indonesia telah lama menjadi keprihatinan kita bersama, bahkan saat ini menjadi isu santer yang berkembang di tengah-tengah masyarakat kita yang sedang menuntut adanya perubahan terhadap layanan pendidikan. Sejak Indonesia diterjang krisis ekonomi yang berkepanjangan, hal ini sangat mempengaruhi mutu lulusan, khususnya di tingkat SD/MI. Hal ini dapat dilihat dari angka kelulusan kohort di tingkat SD/MI. Berdasarkan hasil studi kasus terbatas yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Balitbang Depdiknas dan Unicef tahun 1998 di lima provinsi, disebutkan bahwa ternyata kelulusan kohort SD/MI dalam 6 tahun hanya mencapai 49%. Dalam waktu 7 tahun meningkat menjadi 65%. Untuk 8 tahun naik sampai angka 70%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya anak-anak tidak belajar dengan benar. Bagaimana dan apa yang terjadi sampai dengan tahun 2012 ini? Angka tersebut tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Siapakah yang menjadi kambing hitamnya? Untuk menanggulangi dampak dari krisis ekonomi terhadap mutu pendidikan tersebut, pemerintah telah berupaya untuk mengurangi akibat negatif yang ditimbulkannya, seperti pemberian BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan block grant bagi sekolah atau forum KKG/MGMP yang membutuhkan dan berbagai macam bentuk beasiswa kepada siswa yang kurang mampu, BSM (Bantuan Siswa Miskin). Tetapi upaya ini masih belum dapat menyentuh inti dari berbagai macam permasalahan sekolah. Manajemen sekolah yang kurang transparan, pembelajaran yang kurang fun, dan kekurangpedulian masyarakat terhadap masalah-masalah pendidikan anak-anak di sekolah, belum semuanya dapat dielaborasi secara sungguh-sungguh. Bahkan aktivitas di lapangan seakan tampak kurang kreatif dan produktif. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan bahwa sekolah akan meningkat mutunya jika kepala sekolah mampu memimpin stafnya serta piawai dalam memanaje sekolahnya dengan baik. Karena kepala sekolah merupakan kunci sukses usaha-usaha sekolah. Kepala sekolah yang piawai akan mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan persaingan sehat. Terciptanya sekolah yang kondusif dan sehat akan mampu mendorong guru- guru bebas berinovasi dan mengembangkan profesinya. Dampak yang akan membuntutinya adalah pada kualitas proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pembelajaran akan mempengaruhi kualitas lulusan. Jika diurut balik, jika sekolah menginginkan kualitas lulusan yang baik, maka dipersyaratkan mutu pembelajaran harus baik. Baik atau tidaknya mutu pembelajaran akan sangat bergantung pada kinerja dan profesionalitas guru-gurunya di depan kelas dalam mengelola pembelajaran. Guru-guru akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja, jika iklim sekolah tercipta kondusif. Pemegang kunci keberhasilan usaha-usaha sekolah adalah kepala sekolah. Hubungan antara kepala sekolah, iklim sekolah, guru, mutu pembelajaran, dan mutu lulusan, seperti yang dipaparkan di atas dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini. Kepala Sekolah ---> mempengaruhi Iklim Sekolah ---> mempengaruhi Morale Guru ---> mempengaruhi Mutu Pembelajaran ---> mempengatuhi Mutu Lulusan. Sebaliknya, Jika sekolah menginginkan mutu lulusan unggul, maka syaratnya mutu pembelajarannya harus bermutu. Mutu pembelajaran akan tercipta jika kualifikasi morale dan kinerja guru juga baik. Kinerja guru akan baik jika iklim sekolah tercipta dengan kondusif. Untuk menciptakan iklim sekolah yang kondusif dibutuhkan semangat kerja dan kompetensi kepala sekolah. Begitu seterusnya.

Kiat Dan Trik Memimpin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kiat Dan Trik Memimpin

Citation preview

Page 1: Kiat Dan Trik Memimpin

KIAT DAN TRIK MEMIMPIN DAN MEMANAJE SEKOLAH MENUJU MUTU

Oleh: Drs. SUYITNO, M.Pd *)

Mutu pendidikan di Indonesia telah lama menjadi keprihatinan kita bersama, bahkan saat ini menjadi isu santer yang berkembang di tengah-tengah masyarakat kita yang sedang menuntut adanya perubahan terhadap layanan pendidikan. Sejak Indonesia diterjang krisis ekonomi yang berkepanjangan, hal ini sangat mempengaruhi mutu lulusan, khususnya di tingkat SD/MI. Hal ini dapat dilihat dari angka kelulusan kohort di tingkat SD/MI. Berdasarkan hasil studi kasus terbatas yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Balitbang Depdiknas dan Unicef tahun 1998 di lima provinsi, disebutkan bahwa ternyata kelulusan kohort SD/MI dalam 6 tahun hanya mencapai 49%. Dalam waktu 7 tahun meningkat menjadi 65%. Untuk 8 tahun naik sampai angka 70%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya anak-anak tidak belajar dengan benar. Bagaimana dan apa yang terjadi sampai dengan tahun 2012 ini? Angka tersebut tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Siapakah yang menjadi kambing hitamnya? Untuk menanggulangi dampak dari krisis ekonomi terhadap mutu pendidikan tersebut, pemerintah telah berupaya untuk mengurangi akibat negatif yang ditimbulkannya, seperti pemberian BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan block grant bagi sekolah atau forum KKG/MGMP yang membutuhkan dan berbagai macam bentuk beasiswa kepada siswa yang kurang mampu, BSM (Bantuan Siswa Miskin). Tetapi upaya ini masih belum dapat menyentuh inti dari berbagai macam permasalahan sekolah. Manajemen sekolah yang kurang transparan, pembelajaran yang kurang fun, dan kekurangpedulian masyarakat terhadap masalah-masalah pendidikan anak-anak di sekolah, belum semuanya dapat dielaborasi secara sungguh-sungguh. Bahkan aktivitas di lapangan seakan tampak kurang kreatif dan produktif. Berdasarkan hasil penelitian disebutkan bahwa sekolah akan meningkat mutunya jika kepala sekolah mampu memimpin stafnya serta piawai dalam memanaje sekolahnya dengan baik. Karena kepala sekolah merupakan kunci sukses usaha-usaha sekolah.

Kepala sekolah yang piawai akan mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan persaingan sehat. Terciptanya sekolah yang kondusif dan sehat akan mampu mendorong guru-guru bebas berinovasi dan mengembangkan profesinya. Dampak yang akan membuntutinya adalah pada kualitas proses dan hasil pembelajaran. Kualitas pembelajaran akan mempengaruhi kualitas lulusan.

Jika diurut balik, jika sekolah menginginkan kualitas lulusan yang baik, maka dipersyaratkan mutu pembelajaran harus baik. Baik atau tidaknya mutu pembelajaran akan sangat bergantung pada kinerja dan profesionalitas guru-gurunya di depan kelas dalam mengelola pembelajaran. Guru-guru akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja, jika iklim sekolah tercipta kondusif. Pemegang kunci keberhasilan usaha-usaha sekolah adalah kepala sekolah. Hubungan antara kepala sekolah, iklim sekolah, guru, mutu pembelajaran, dan mutu lulusan, seperti yang dipaparkan di atas dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini. Kepala Sekolah ---> mempengaruhi Iklim Sekolah ---> mempengaruhi Morale Guru ---> mempengaruhi Mutu Pembelajaran ---> mempengatuhi Mutu Lulusan. Sebaliknya, Jika sekolah menginginkan mutu lulusan unggul, maka syaratnya mutu pembelajarannya harus bermutu. Mutu pembelajaran akan tercipta jika kualifikasi morale dan kinerja guru juga baik. Kinerja guru akan baik jika iklim sekolah tercipta dengan kondusif. Untuk menciptakan iklim sekolah yang kondusif dibutuhkan semangat kerja dan kompetensi kepala sekolah. Begitu seterusnya.

Page 2: Kiat Dan Trik Memimpin

Perbanyak Guru ’Sejati’ di Sekolah Anda Kepala Sekolah merupakan kunci keberhasilan usaha-usaha sekolah. Artinya, kepala

sekolah memiliki kewenangan penuh terhadap sekolah untuk menciptakan dan mempengaruhi iklim sekolah agar lebih kondusif. Iklim sekolah yang kondusif akan mempengaruhi kinerja guru-guru. Kinerja guru-guru akan mempengaruhi aktivitas pembelajaran. Mutu pembelajaran yang baik akan mempengaruhi mutu lulusan siswa.

Sebaliknya, jika sekolah menginginkan mutu lulusan nanti sesuai dengan harapan masa depan dan kompetensi anak-anak, maka pembelajarannya harus bermutu. Agar pembelajarannya bermutu maka syaratnya gurunya harus guru ‘sejati’. Kinerja guru ‘sejati’ akan lebih terkondisi jika iklim sekolah tercipta lebih kondusif. Untuk menciptakan itu semuanya terletak pada kemampuan dan kemauan kepala sekolah. Bukan kepala sekolah yang hanya terampil di bidang manajemennya saja. Tetapi, kepala sekolah yang piawai dalam memimpin lembaganya. Sarana, prasarana, dan alat perlengkapan belajar dapat dimanajemen. Tetapi, guru-guru, staf, siswa, dan orang-orang yang terlibat di dalam pendidikan di sekolah tersebut tidak dapat dimanajemen. Karena mereka bukanlah benda mati. Mereka manusia yang perlu dipimpin, perlu berkomunikasi, perlu diberdayakan, perlu diberi motivasi, perlu dilibatkan dalam mengambil sebuah keputusan, serta perlu diberi fasilitas dan apresiasi untuk berkreativitas. Oleh karena itu kepala sekolah merupakan kunci keberhasilan usaha-usaha sekolah.

Namun demikian kadang-kadang kepala sekolah dihadapkan pada berbagai macam masalah sumber daya manusia di sekolah, salah di antaranya adalah guru. Ada guru yang memiliki kinerja bagus, ada pula guru yang memiliki kinerja di bawah rerata yang lain. Sehingga kadang-kadang kondisi nyata seperti ini dapat menjadi penghalang lajunya mujtu pendidikan di suatu sekolah.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa tipe guru. Ada tipe guru A, tipe B, tipe C, dan tipe D. Tipe guru A merupakan jenis guru ’sejati’. Mustahil rasanya untuk menemukan tipe guru-guru A atau guru ‘sejati’ berada di dalam satu sekolah. Dalam kenyataannya setiap sekolah memiliki kondisi tipe guru yang bermacam-macam. Di sinilah kepala sekolah ditantang dan diuji kepiawaiannya dalam memimpin dan memanaje sebuah lembaga sekolah ’masa depan’. Apa arti tipe guru A, tipe guru B, tipe guru C, dan tipe guru D?

Kondisi Riil Guru-guru di Sekolah

Tipe Guru Kemampuan Kemauan

A Mampu Mau B Tidak Mampu Mau

C Mampu Tidak Mau

D Tidak Mampu Tidak Mau

Tipe Guru A, merupakan tipe seorang guru ideal atau dapat dikategorikan sebagai guru

‘sejati’. Artinya, guru tersebut memiliki kemampuan yang baik dan kemauan untuk bekerja keras. Mereka sangat peka terhadap masalah-masalah anak-anak. Tugas kepala sekolah adalah menjaga guru tersebut agar jangan sampai guru tersebut terkena virus negatif yang datangnya dari eksteren sekolah maupun guru itu sendiri. Guru tersebut dapat dijadikan sebagai motor penggerak untuk mempengaruhi teman-teman guru lainnya.

Tipe Guru B, merupakan tipe seorang guru yang kurang memiliki kemampuan atau mungkin hanya memiliki kemampuan yang pas-pasan, tetapi ia memiliki kemauan keras untuk bekerja lebih baik. Namun demikian hasil kerjanya tetap di bawah standar. Ia merasa sudah berusaha keras, datang ke sekolah mendahului dan pulang sekolah paling belakang daripada teman-temannya. Jika kepala sekolah kelihatan sibuk ia berusaha ingin membantunya. Tetapi hasil usahanya itu kurang bisa diterima oleh teman-temannya, bahkan para siswanya. Karena hasilnya memang kurang layak.

Page 3: Kiat Dan Trik Memimpin

Tipe Guru C, merupakan seorang guru yang memiliki kemampuan yang bagus tetapi tidak terdorong untuk berbuat sesuai dengan kemampuannya. Bahkan kadang-kadang guru tersebut selalu menghadang segala bentuk aktivitas yang dilakukan sekolah. Mereka biasanya cenderung disibukkan dengan urusannya sendiri. Tidak mau tahu urusan sekolah. Ia enggan melakukan tindakan perubahan. Untuk melegalkan perilakunya tersebut, ia selalu mencari dalih dan dalil untuk ’melestarikan’ tindakannya. Jika kepala sekolah akan melakukan tindakan administratif, ia akan mengadakan pembelaan melalui jalur ‘pihak ketiga’. Karena ia merasa lebih pantas dan pandai katimbang kepala sekolahnya. Lebih-lebih, mungkin, tingkat pendidikannya lebih tinggi daripada kepala sekolahnya. Jadi tidak perlu digurui atau diperintah. Selain itu ia sudah banyak menerima berbagai informasi dari pelatihan atau membaca buku-buku referensi.

Tipe Guru D, merupakan seorang guru yang kurang memiliki kemampuan dan berkemauan sangat rendah. Ketika menjelang gajian datang, ia tampak rajin. Tetapi setelah gaji diterimakan tidak lagi menampakkan ’batang hidungnya’. Kemauan untuk bekerja keras bagai angan-angan dalam fatamorgana saja. Bagaimana Cara untuk Menghadapinya?

Mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh berbagai macam variabel. Misalnya keberadaan kepala sekolah, guru, siswa, milliu masyarakat wali murid dan stakeholders, serta pemerintah daerah setempat. Jika pemerintah daerah sudah memiliki program dan perencanaan yang jelas dan tertib serta ada goodwill untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerahnya, maka variabel kepala sekolah merupakan salah satu unsur terpenting sebagai pemegang kunci keberhasilan usaha-usaha suatu sekolah. Beberapa tugas penting seorang kepala sekolah tidak hanya harus lihai menangani manajemen administrasi saja, tetapi seorang kepala sekolah juga harus piawai dalam menciptakan iklim sekolah yang kondusif, mampu menggerakkan berbagai macam kemampuan dan kemauan guru-guru dan stafnya, kaya ide di bidang pembelajaran, dan memahami perkembangan jiwa anak secara totalitas, serta mampu menerapkan prinsip Total Quality Management. Hal ini bukan berarti mengesampingkan intensitas kerjasama kepala sekolah dalam menjalin hubungan masyarakat orangtua murid, stakeholders dan mengadakan hubungan baik dengan pihak vertikal. Banyak kalangan kepala sekolah sudah ‘merasa’ banyak menerapkan berbagai macam jurus manajemen perkepalasekolahan, tetapi hasilnya masih jauh dari optimal. Kadang-kadang kepala sekolah sudah merasa puas dengan kualitas pendidikan yang dicapai oleh sekolahnya, karena mungkin sekolah tersebut sudah terlanjur diberi “cap” sekolah favorit. Bukti lain, out put muridnya banyak diterima di SMP ‘faforit’. Jadi seakan-akan kepala sekolah tersebut tidak perlu repot-repot “ngoyo” untuk meningkatkan kinerjanya lagi. Padahal sebenarnya tidak sedikit sekolah-sekolah tersebut memiliki kinerja yang buruk. Atau mungkin ada kepala sekolah yang karena ditempatkan di sekolah yang kurang baik, guru-gurunya kurang mumpuni, anak-anak berasal dari masyarakat yang kurang mampu dan orangtua kurang peduli terhadap pendidikan anaknya, dan masih banyak lagi seribu alasan lainnya, hanya sekadar melemparkan kesalahan kepada pihak lainnya. Kepala sekolah harus mampu memerankan tugas ganda, yaitu bertugas sebagai pemimpin dan manajer.

Jika berperan sebagai pemimpin, kepala sekolah akan berhubungan dengan orang-orang yang akan dipimpinnya dan orang-orang yang berada pada lingkar pengaruhnya (circle of influence), meski belum tentu bawahannya (subordinate).

Berbeda jika kepala sekolah berperan sebagai manajer. Manajer akan berhubungan dengan sarana prasarana, sistem, dan struktur yang ada di sekolah (things, but not people).

Page 4: Kiat Dan Trik Memimpin

Beberapa Jurus Alternatif Kepala Sekolah sebagai Pemimpin di Sekolah Kreativitas kepala sekolah sebagai pemimpin yang sebenarnya gampang tetapi jarang dilakukan oleh kebanyakan orang, khususnya dalam “mengklinis” kinerja guru-guru, di antaranya adalah clinis supervision, curhat nonformal, kolaborasi atas-bawah, who am I, fleksidi, kontes hasil karya siswa dan guru,, kultum bergilir, go public or open house, and retreat. Jurus-jurus tersebut merupakan pengalaman nyata penulis ketika pernah memimpin sekolah ‘tempo doeloe’. Berikut satu per satu akan dipaparkan. 1. Teacher’s Power / Clinis Supervision

Kepala Sekolah melakukan supervisi atau pengamatan terhadap guru-guru/kelas maupun terhadap aktivitas sekolah secara keseluruhan. Hasil temuan baik positif maupun negatif dibahas di dalam pertemuan/rapat dewan guru. Jika di dalam pertemuan/rapat tersebut masalah tidak dapat di atasi maka kepala sekolah segera mengambil inisiatif untuk mencari bantuan pemecahan ke luar sekolah. Misalnya, ketika kepala sekolah menemukan kasus bahwa guru kelas 1 sulit untuk membuat perencanaan pembelajaran tematik dan pelaksanaannya di depan kelas. Dalam pertemuan/rapat dewan guru tidak ada yang bisa memberi contoh. Satu-satunya jalan yaitu mendatangkan fasilitator atau narasumber kelas awal. Tetapi setelah rencana akan mendatangkan fasilitator kelas awal sekolah tidak memiliki dana untuk mengadakan pelatihan tersebut, maka jalan keluarnya adalah mengadakan kerjasama dengan beberapa sekolah untuk mendatangkan fasilitator tersebut. Masalah pendanaan sudah barang tentu dipikul bersama-sama. Bahkan dengan teknik ini, sekolah tidak mengeluarkan dana sedikit pun, karena beberapa sekolah yang menggabung memberi bantuan dana yang cukup sesuai yang dibutuhkan.

2. Curhat Nonformal Curhat nonformal adalah mencurahkan isi hati atau uneg-uneg yang dilakukan secara

nonformal. Waktu dan tempat sudah barang tentu tidak terikat. Waktu bisa dilakukan pada jam-jam santai atau waktu luang. Masalah tempat bisa di sekolah maupun di luar sekolah. Topik bahasannya berkisar aktivitas sekolah. Jika kepala sekolah ingin menyampaikan ide-ide tentang model pembelajaran atau aktivitas sekolah tidak langsung disampaikan pada pertemuan/rapat resmi dewan guru. Tetapi kepala sekolah dapat melakukan lobi-lobi ke beberapa guru untuk didiskusikan terlebih dahulu. Hasil yang didapatkan kadang-kadang sangat optimal karena dilakukan secara nonformal. Guru bebas menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya dan ide-ide untuk mengatasinya juga.

3. Kolaborasi Atas-Bawah

Kolaborasi ‘Atas – Bawah’ merupakan model kerjasama antara kepala sekolah selaku supervisor dan guru selaku yang disupervisi. Bentuk kerjasama (kolaborasi) itu contohnya adalah jika ada salah satu guru sulit dalam menerapkan model pembelajaran yang PAKEM pada materi tertentu, maka kepala sekolah bersama-sama guru yang bersangkutan membuat skenario pembelajaran, lalu dilaksanakan dengan team teaching. Jika sekali kolaborasi masih juga belum cukup dimengerti oleh guru tersebut maka perlu dilakukan kolaborasi sekali lagi, sampai guru yang bersangkutan benar-benar mengerti. Sehingga guru tidak lagi merasa diamati apalagi dinilai pekerjaannya. Teknik kolaborasi ini identik dengan langkah-langkah dalam lesson study atau ketika seorang guru melakukan penelitian tindakan kelas. Yaitu pada tahap awal guru membuat perencanaan awal, pelaksanaan, observasi, refleksi. Jika dari refleksi tersebut ada yang perlu diperbaiki, maka perencanaan kedua perlu digarap ulang, artinya tahap kedua perlu direncanakan. Langkah kegiatan pada tahap kedua sama dengan tahap pertama, yaitu revisi perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Begitu seterusnya sampai proses dan hasilnya menampakkan kualitas yang meyakinkan.

Page 5: Kiat Dan Trik Memimpin

4. Who am I Jika kepala sekolah dalam melakukan supervisi melihat ada beberapa guru telah

berhasil melakukan model PAKEM dan manajemen kelas yang kreatif, maka kepala sekolah segera memberitahu kepada guru tersebut bahwa kelasnya akan dijadikan sasaran studi banding antarkelas. Dalam acara studi banding antarkelas tersebut para pengunjungnya adalah teman-temannya sendiri. Setelah harinya disepakati, guru yang menjadi sasaran studi banding tersebut menjelaskan berbagai hal yang telah dilakukan, baik itu tentang model pembelajarannya, skenario pembelajarannya, manajemen kelasnya, dan hasil karya anak, terutama yang dilakukan selama satu minggu sebelumnya. Selain itu, guru tersebut diminta untuk menyampaikan berbagai hal dan ide-ide satu minggu ke depan. Masalah-masalah atau kendala-kendala yang dihadapinya juga turut disampaikan pada acara tersebut. Dalam acara ini kepala sekolah posisinya sebagai pendamping guru yang menjadi sasaran studi banding. Tetapi pembicaraan hak penuh guru tersebut.

5. Fleksidi Fleksidi kepanjangan dari refleksi diri. Hampir jarang dilakukan oleh kebanyakan guru

adalah melakukan refleksi diri setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Cara untuk melakukan refleksi diri ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya, jika sekolah memiliki perangkat keras seperti handy camp, atau alat perekam gambar lainnya, kepala sekolah dapat mengambil gambar beberapa kegiatan siswa dan guru , khususnya dalam melakukan pembelajaran. Setelah itu, hasil rekaman tersebut diamati bersama-sama, hal-hal apa saja yang seharusnya perlu dilakukan dan hal-hal yang tidak perlu dilakukan. Biar guru yang bersangkutan yang merefleksi dirinya sendiri. Sedangkan guru-guru yang lain mencoba membahas hal-hal positif yang dapat diadopsi dan diterapkan di kelasnya.

6. Kontes Hasil Karya Siswa dan Kelas

Untuk memotivasi agar guru-guru dan para siswanya kreatif maka dalam setiap minggu sekolah perlu mengadakan kontes. Macam-macam kontes di antaranya adalah lomba pidato, bercerita, kothekan, drama, menggambar, mengarang, menyanyi/karaoke, kerapian dan kebersihan kelas, dan display atau pameran hasil karya siswa. Para pemenang dapat diumumkan pada saat upacara bendera hari Senin. Dampak positif dari kegiatan ini adalah guru dan siswa berlomba-lomba untuk selalu

melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan sekolah lainnya. Karena siswa dan guru akan unjuk kebolehan setelah kegiatan selesai dilakukan.

7. Kultum Bergilir

Dalam setiap pertemuan/rapat dewan guru atau kegiatan apa saja selalu diawalil dengan kegiatan santapan rohani atau dinamakan kultum (kuliah tujuh menit). Orang yang menyampaikan kultum tersebut tidak harus dari guru agama atau guru senior, apalagi harus kepala sekolah. Kultum bisa disampaikan siapa saja secara bergilir, baik guru senior maupun junior. Tujuannya agar semuanya dapat belajar atau ’mendidik’ diri sendiri sebelum memberitahu orang lain. Materi kultum bebas, bisa masalah agama, rumah tangga, sekolah, pekerjaan, dan kehidupan lainnya. Sehingga guru yang akan mendapat giliran mehyampaikan kultum bergilir selalu menyiapkan diri, baik materi maupun gaya penyampainnya. Dan yang lebih penting adalah guru tersebut jauh sebelumnya akan melakukan perubahan terlebih dahulu sebelum diberitahukan kepada yang lain.

8. Go Public atau Open School

Untuk memperkuat dan mendorong guru-guru agar mau berbuat lebih meningkat lagi, kepala sekolah dapat bekerjasama dengan sekolah lain. Artinya sekolah lain diminta untuk mengadakan kunjungan ke sekolahannya. Tapi, guru-guru tidak diberitahu strategi ini, karena ini merupakan ‘rahasia’ strategi kepala sekolah dengan kepala sekolah lainnya. Mereka diharapkan melakukan kunjungan, khususnya berkunjung ke kelas mengamati

Page 6: Kiat Dan Trik Memimpin

model pembelajaran PAKEM yang diterapkan oleh guru-gurunya. Dengan demikian guru-guru yang akan dikunjungi akan berbenah diri, karena mereka akan dikunjungi oleh orang lain.

9. Retreat Makan biasanya dilakukan di rumah pada tempat dan situasi yang sama. Suatu saat

dilakukan di tempat lain dengan suasana lain pula. Jika perlu dilakukan dengan seluruh anggota keluarga (anak dan istri/suami mereka). Di sini biasanya muncul ide-ide segar dan fress. Retreat merupakan wisata di waktu liburan yang dilakukan kepala sekolah, guru, dan staf lainnya di suatu tempat. Di sana mereka merancang suatu kegiatan tentang pendidikan di sekolah sambil berlibur.

10. Pelatihan untuk Orangtua Murid Kedengarannya agak aneh, ’pelatihan orangtua murid’. Apa, mengapa, dan bagaimana

orangtua murid harus dilatih? Orangtua murid merupakan bagian pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dari pembinaan keutuhan anak didik. Jika kerjasama antara sekolah/guru dengan orangtua murid berjalan baik maka goal yang akan dicapai sudah diambang pintu kesuksesan.

11. Napak Tilas

Demikilah beberapa jurus yang pernah dilakukan ketika menghadapi berbagai masalah, khususnya dalam meningkatkan kinerja guru-guru. Kepala Sekolah: Jabatan Atau Terpenuhinya Harapan dan Aspirasi Masyarakat

Ungkapan berikut ini mungkin tergolong sangat usang dan lama yang pernah disampaikan oleh Bapak Indra Djati Sidi, mantan Dirjen Dikdasmen Depdiknas beberapa tahun yang lalu. Berikut kata-kata yang pernnah disampaikannya.

”Kepala Sekolah selama ini telah dibina oleh pemerintah menjadi birokrat-birokrat kecil yang lebih takut kehilangan jabatannya daripada kegagalannya mencapai harapan dan memenuhi aspirasi masyarakat. *)

*)Indra Djati Sidi, Mantan Dirjen Dikdasmen Depdiknas: “Membangun Otonomi Pendidikan,” Republika, 30 Oktober 2000.

Tidaklah berlebihan apa yang telah diungkapkan oleh Bapak Indra Djati Sidi.

Beliau tidak main tebak-tebakan. Kenyataan di lapangan memanglah demikian. Andaikan ada yang tidak demikian jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Tidak sedikit guru-guru lemah lunglai, tidak bersemangat. Penyebabnya adalah kepala sekolahnya. Jikalau kepala sekolah mampu menciptakan atmosfer sekolah yang lebih kondusif, maka hal ini akan berdampak terhadap kenyamanan kerja guru-gurunya. Setiap sekolah tentu memiliki jabatan kepala sekolah. Dalam kedudukannya, kepala sekolah memiliki peran ganda, pemimpin dan manajer. Kepala Sekolah merupakan kunci keberhasilan usaha-usaha sekolah. Artinya, kepala sekolah memiliki kewenangan penuh terhadap sekolah untuk menciptakan dan mempengaruhi iklim dan atmosfer sekolah agar lebih kondusif. Iklim dan atmosfer sekolah yang kondusif akan mempengaruhi kinerja guru-guru. Kinerja guru-guru akan mempengaruhi aktivitas pembelajaran. Mutu pembelajaran yang baik akan mempengaruhi mutu lulusan siswa.

Di sekolah, guru-guru juga dapat ikut memainkan peran sebagai pendidik atau berperan sebagai ’guru sejati’. ’Guru Sejati’ itu merupakan manusia dewasa yang sudah mandiri, serta sikap perliku, dan perkataannya pantas ditiru dan diteladani oleh manusia-manusia muda yang belum dewasa dan belum mandiri.

Andrias Harefa, dalam bukunya Pembelajaran di Era Serba Otonomi (2001), mengatakan bahwa makin susah membayangkan perbaikan mendasar dalam sistem

Page 7: Kiat Dan Trik Memimpin

pendidikan kita jika pengajar-pengajar di sekolah tidak memainkan perannya sebagai pembantu orang tua yang di samping mengajar juga melatih dan mendidik kaum muda. Mereka perlu mengalami transformasi diri dari pengajar menjadi ’guru sejati’.

Guru sebagai pembantu orangtua, tidak hanya bertugas mengajar saja, tetapi yang lebih penting adalah mendidik dan melatih anak-anak agar menjadi manusia dewasa yang berimtak, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Tetapi dalam kenyataannya di kelas-kelas tidak sedikit anak-anak mendapat perlakuan yang tidak semestinya. Dalam proses pembelajaran, guru-guru masih bergaya ’belajar–mengajar’. Bahkan tidak sedikit anak-anak diwajibkan menghapalkan materi ajar yang diajarkan oleh gurunya. Karena memang gurunya ’mengajar–menghapal’ dan ’mengajar untuk tes’. Semestinya aksi guru harus diubah menjadi ’mengajar–belajar’. Bukan berarti guru tidak perlu lagi belajar. Guru besar IKIP Jakarta (dulu), Anah Suhaenah, menyarankan bahwa pengajar yang profesional harus menguasai kompetensi global seperti penggunaan internet sebagai media belajar, untuk mengases berbagai ragam informasi dan pengetahuan mutakhir yang relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar dan ’guru sejati’.

Untuk menciptakan dan mengubah perilaku ’pengajar’ menjadi ’guru sejati’ serta mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh kepala sekolah. Karena berkaitan dengan otonomi sekolah yang diembannya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan prioritas utama daripada kepala sekolah sebagai manajer. Karena kepemimpinan secara langsung berhubungan dengan manusia. Kepala sekolah wajib sadar bahwa ’sesuatu hal’ yang paling berharga adalah ’manusia-manusia’ di luar dirinya. Guru, anak didik, staf, komite sekolah, dan wali murid, merupakan manusia-manusia yang perlu difokuskan dalam kepemimpinannya. Sarana, prasarana, alat perlengkapan belajar, struktur sekolah, merupakan soal manajemen. Hal-hal tersebut perlu dikelola dan tidak perlu diperlakukan secara manusiawi. Karena mereka merupakan benda-benda yang tidak memiliki perasaan ’hati nurani’. Dengan demikian manusia tidak bisa dimanajemeni, tetapi seharusnya dipimpin. Manusia tidak boleh dipaksa menerima apa saja tanpa hak untuk memilih (freedom to choose). Pemberian informasi secara paksa dan terus-menerus merupakan bagian dari perampasan hak-hak manusia. Dan itu sama sekali tidak manusiawi.

Dalam era reformasi seperti ini, diperlukan kepala sekolah yang mampu memimpin sekolahnya. Kepala Sekolah bukan merupakan ’jabatan’, tetapi merupakan ’tugas dan pekerjaan’ yang harus dikerjakan. Kepala sekolah bukan sebagai orang yang harus dilayani, tetapi lebih banyak melayani, yaitu menjadi pelayan para guru dan anak didiknya.

Sekolah juga dibutuhkan seorang ’kepala sekolah sejati’. Karena orangtua sudah menyerahkan dan mempercayakan pendidikan anaknya di sekolah, maka yang lebih penting sekolah wajib menunjukkan tanggung jawab dan akuntabilitasnya kepadanya. Yang menyerahkan dan mempercayakan anak kepada sekolah bukan pemerintah. Pemerintah sebagai penyedia fasilitas proses seperti sarana, prasarana, dan alat perlengkapan sekolah lainnya. Namun, pemerintah sebagai fasilitator mempunyai kewenangan memberikan usul dan saran kepada sekolah. Masyarakat dan sekolahlah sebagai pengambil keputusan.

Jika sekolah-sekolah di wilayah republik tercinta ini memiliki banyak ’kepala sekolah sejati’, dijamin dengan sangat cepat kita akan segera terentas dari keterpurukan seperti ini. Karena harapan dan aspirasi masyarakat, khususnya dalam membesarkan anak-anaknya benar-benar terakomodasi oleh sekolah. Untuk mewujudkannya, kepala sekolah tinggal pilih, ’takut kehilangan jabatannya atau berusaha mencapai harapan dan memenuhi aspirasi masyarakat’.