13
Rukun Jual Beli ada tiga : 1. Adanya penjual dan pembeli 2. Adanya barang yang dijual/yang ditransaksikan 3.Ijab (ucapan dari penjual saya jual) dan Qabul (ucapan dari pembeli saya beli) ini bentuknya sighat jual beli dengan ucapan. Adapun sighat dengan perbuatan yaitu seorang pembeli memberi uang dari barang yang ia ingin beli dan seorang penjual memberikan barang kepada pembeli tanpa ada ucapan. Syarat-syarat Jual Beli : 1. Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli 2.Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta. Yaitu seorang yang baligh, berakal, merdeka dan rasyiid (cerdik bukan idiot). 3.Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan dijual atau yang menduduki kedudukan kepemilikkan, seperti seorang yang diwakilkan untuk menjual barang. 4.Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk diambil manfaatnya, seperti menjual makanan dan minuman yang halal dan bukan barang yang haram seperti menjual khamr (minuman yang memabukkan), alat musik, bangkai, anjing, babi dan yang lainnya. 5.Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang yang dijual tidak bisa diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang yang tidak ada. Karena termasuk jual beli gharar

kiky

  • Upload
    arly-ai

  • View
    222

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Rukun Jual Beli ada tiga :1. Adanya penjual dan pembeli2. Adanya barang yang dijual/yang ditransaksikan3. Ijab (ucapan dari penjual saya jual) dan Qabul (ucapan dari pembeli saya beli) ini bentuknya sighat jual beli dengan ucapan. Adapun sighat dengan perbuatan yaitu seorang pembeli memberi uang dari barang yang ia ingin beli dan seorang penjual memberikan barang kepada pembeli tanpa ada ucapan.Syarat-syarat Jual Beli :1. Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli2. Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta. Yaitu seorang yang baligh, berakal, merdeka dan rasyiid (cerdik bukan idiot).3. Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan dijual atau yang menduduki kedudukan kepemilikkan, seperti seorang yang diwakilkan untuk menjual barang.4. Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk diambil manfaatnya, seperti menjual makanan dan minuman yang halal dan bukan barang yang haram seperti menjual khamr (minuman yang memabukkan), alat musik, bangkai, anjing, babi dan yang lainnya.5. Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang yang dijual tidak bisa diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang yang tidak ada. Karena termasuk jual beli gharar (penipuan). Seperti menjual ikan yang ada air, menjual burung yang masih terbang di udara.6. Barang yang dijual sesuatu yang diketahui penjual dan pembeli, dengan melihatnya atau memberi tahu sifat-sifat barang tersebut sehingga membedakan dengan yang lain. Dikarenakan ketidak tahuan barang yang ditransaksikan adalah bentuk dari gharar.7. Harga barangnya diketahui, dengan bilangan nominal tertentu.A. Pengertian Khiyar Kata khiyar berasal dari bahasa Arab berarti pilihan. Pembahasan khiyar dikemukakan ulama fiqih dalam permasalahan menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dimaksud. [footnoteRef:2][1] [2: ]

Secara terminologis para ulama fiqih medefinisikan khiyar dengan:[footnoteRef:3][2] [3: ]

8. Artinya:Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transakasi.Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang yang melakukan transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar menurut ulama fiqih, adalah disyariatkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.[footnoteRef:4][3] [4: ]

B. Macam-macam KhiyarDalam menetapkan pembahasan ini, hanya akan dibahas khiyar yang paling masyhur saja, diantaranya sebagai berikut ini: 1. Khiyar Syarata. Arti Khiyar SyaratPengertian syarat menurut ulama fiqih adalah:[footnoteRef:5][4] [5: ]

9. Artinya: Suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad atau masing-masing yang akad atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak atas pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.2. Khiyar Majlisa. Arti Khiyar Khiyar majlis menurut pengertian ulama fiqih adalah: Artinya:Hak bagi semua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad selagi masih berada ditempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.1, Jual beli yang diharamkanTentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.

Begitu juga jual beli yang melanggar syarI yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

2. Barang yang tidak ia miliki.Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi].Buka keterangan lebih lanjut tentang hukum reseller dalam islam:

3. Jual beli Hashat.Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh:Seseorang berkata: Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.

4. Jual beli Mulamasah.Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata: Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian. Atau Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian.Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.

5. Jual Beli NajasyBentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.

Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadith:"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]). Pengertian syirkah

Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Maksud percampuran disini adalah seseorang yang mencampurkan hartanya dengan harta (atau amal) orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan.[footnoteRef:6][1] [6: ]

Menurut istilah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatuusaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Macam-macam syirkah

syirkah terbagi atas dua macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud:a. Syirkah Milk Syirkah Milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad syirkah. Seperti karena adanya wasiat atau warisan yang mengakibatkan suatu aset atau usaha dimiliki oleh dua orang atau lebih.

b. Syirkah UqudSyirkah Uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai empat bentuk, yaitu :1. Syirkah inanAdalah kerjasama antara 2 orang dalam harta milik untuk berdagang bersama-sama dan membagi laba dan kerugian bersama-sama pula. Para ulama fiqih sepakat membolehkan perkongsian jenis ini. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratannya sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam memberikan namanya. Perkongsian ini banyak dilakukan karena tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf).Boleh saja modal satu orang lebih banyak dibandingkan yang lain, sebagaimana dibolehkan juga seseorang bertanggung jawab sedang yang lainnya tidak.Begitu juga dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda tergantung persetujuan yang mereka buat sesuai dengan syarat. Dan kerugian didasarkan pada modal yang diberikan sebagaimana disyaratkan dalam kaidah : Laba didasarkan pada persyaratan yangditetapkan berdua, sedangkan kerugian atau pengeluaran didasarkan padakadar harta keduanya.

2. Syirkah mufawidhahArti mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawidhah karena harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan dan kerja. Syirkah mufawidhah adalah akad 2 orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan bagi keuntungan dan pengolahan (kerja). Ulama Hanafiyah membolehkan perkongsian semacam ini berdasarkan hadits, Rasulullah Saw bersabda, Samakanlah modal kalian sebab hal itu lebih memperbesar barakah. Ulama Malikiyah membolehkan jenis perkongsian ini, dengan pengertian yang dikemukakan Hanafiyah di atas. Mereka membolehkan perkongsian ini dalam pengertian bahwa masing-masing yang melangsungkan akad memiliki kewenangan atau kebebasan dalam mengolah modal tanpa membutuhkan pendapat sekutunya. Akan tetapi ulama Syafiiyah, Hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain menolaknya dengan alasan bahwa perkongsian semacam ini tidak dibenarkan oleh syara. Di samping itu, untuk merealisasikan adanya kesamaan sebagai syarat dalam perkongsian ini sangatlah sulit dan mengundang unsur gharar (penipuan). Ulama Syafii berkata, Seandainya perkongsian mufawidhah dikatakan tidak batal, tidak ada kebatalan yang aku tahu di dunia. Adapun hadits yang disebutkan di atas tidak dikenal (gharar maruf) dan tidak diriwayatkan oleh para ahli hadits ashab sunan (ulama pengarang kitab sunan). Bahkan hadits di atas tidak dimaksudkan dalam masalah akad semacam ini.

3. Syirkah abdan (amal)Perkongsian amal adalah persekutuan dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang akan dilakukan bersama-sama. Kemudian keuntungan dibagi di antara keduanya dengan menetapkan persyaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya di antara dua orang penjahit, tukang besi dan lain-lain. Perkongsian ini disebut juga dengan perkongsian shanaidan taqabbul. Perkongsian ini dibolehkan oleh ulama Malikiyah dan Hanabilah. Menurut ulama Malikiyah, pembagian keuntungan harus sesuai dengan kadar pekerjaan dari orang yang bersekutu. Ulama Hanabilah membolehkan perkongsian jenis ini sampai pada hal-hal yang mubah seperti pengumpulan kayu bakar, rumput dan lain-lain. Hanya saja mereka dilarang kerja sama dalam hal makelar. Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa syirkah jenis ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada pekerjaan dan tidak pada harta. Alasan lain bahwa perkongsian dalam pekerjaan mengandung unsur penipuan sebab salah seorang yang bersekutu tidak mengetahui apakah temannya berkerja atau tidak. Selain itu, kedua orang tersebut dapat berbeda dalam segi postur tubuh, aktivitas dan kemampuannya.Begitu juga dilarang bahkan mubah menurut Hanafiyah perkongsian dalam pekerjaan seperti mencari kayu, berburu dan lain-lain sebab perkongsian seperti ini mengandung unsur perwakilan tidak sah dalam perkara mubah sebab kepemilikannya dengan penguasaan.

4. Syirkah wujuhPerkongsian wujuh adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang secara tidak kontan dan akan menjualnya secara kontan, kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi di antara mereka dengan syarat tertentu.Penamaan wujuh karena tidak terjadi jual beli secara tidak kontan jika keduanya tidak dianggap sebagai pemimpin dalam pandangan masyarakat. Perkongsian ini pun dikenal sebagai bentuk perkongsian karena adanya tanggung jawab bukan karena modal atau pekerjaan.Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan jenis perkongsian ini sebab mengandung unsur adanya perwakilan dari seseorang kepada partnernya dalam penjualan dan pembelian. Keduanya dibolehkan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing atau lebih dari sesuai dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak. Keuntungan harus diukur berdasarkan tanggung jawab, tidak boleh dihitung melebihi kadar tanggungan masing-masing. Pendapat ini antara lain didasarkan pada hadits, Rasulullah Saw bersabda, (Bagian) orang-orang Islam bergantung pada syarat yang mereka (sepakati). Adapun ulama Malikiyah dan Syafiiyah berpendapat bahwa perkongsian semacam ini batal (tidak sah) dengan alasan tidak memiliki unsur modal dan pekerjaan yang harus ada dalam suatu perkongsian. Selain itu, perkongsian jenis ini akan mendekatkan pada munculnya unsur penipuan sebab perkongsian mereka tidak dibatasi oleh pekerjaan tertentu.

MUSAQAH, MUZARA'AH, DAN MUKHABARAH

Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.

Sedangkan muzaraah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzaraah bibitnya dari petani.

Aqad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.

Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama membolehkan aqad musaqah, muzaraah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.

Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzaraah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzaraah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.