Upload
doannguyet
View
224
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI
DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
Oleh :
ASTRI DEVIANTI
D1109005
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi
Ilmu Administrasi Negara
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOYOLALI
DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DI KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI
Oleh :
ASTRI DEVIANTI
D1109005
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Program Studi
Ilmu Administrasi Negara
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
”Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat”
(Al Baqarah 45)
”Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”
(Al Baqarah 216)
”Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”
(Al Baqarah 286)
”Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu dengan keduanya,
yaitu nikmat sakit dan nikmat sempat”
(Hadist)
”Ilmu dan amal adalah untuk ibadah”
(Denny Tazakka)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada :
Bapak dan Ibu tercinta
Abitaq ”Agus Sugiarto”
Mb Devi dan Dek Indra
Teman-teman AN ’09
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur selalu tercurah kepada Allah SWT dan Rosul-Nya Nabi
Muhammad SAW yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya
kepada setiap umat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali”, ini dengan baik dan
lancar.
Skripsi ini disusun sebagai syarat guna mendapatkan gelar Sarjana pada
Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sebelas Maret. Skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan
serta bimbingan dari berbagai pihak. Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan
kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Sukadi, M.Si., selaku pembimbing, yang dengan penuh kesabaran
telah memberikan bimbingan, dorongan, dan pengarahan sehingga
penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pembimbing Akademis.
3. Bapak Drs. Pawito, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi, yang telah memberi bekal
ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah.
5. dr. Yulianto, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang
telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali.
6. Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan ijin dan telah
memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
7. Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
yang telah banyak membantu dan berbagi informasi dan data-data yang
dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini.
8. dr. Ony Hardoko, selaku Kepala Puskesmas Ngemplak yang telah
memberikan ijin dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis.
9. Ibu Suprapti dan Bapak Sis Nugroho yang telah memberikan informasi dan
data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini
10. Bapak, Ibu, Mb Devy, dan Dik Indra yang selalu mendoakanku. Terima kasih
untuk kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dan doa yang selama ini Kalian
berikan.
11. Abitaq Agus Sugiarto untuk cinta dan kasih sayang selama ini, terimakasih
karena selalu mendukungku, mendoakan, memotivasi dan menyemangatiku
untuk terus maju dan pantang menyerah.
12. Teman-teman Administrasi Negara Non Reguler 2009, terutama Mb Nuning,
Poliyuni, Intan, Eka, Laksmindra, Nia, Tia, Nila, Binar, Fitri, ayo semangat
jalan kita masih panjang.
13. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih sangat
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap
semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 18 Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
ABSTRAK .......................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 12
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 15
1. Tinjauan Tentang Kinerja ........................................................... 15
a. Pengertian Kinerja ................................................................. 15
b. Penilaian Kinerja ................................................................... 18
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja .......................... 24
d. Indikator Pengukuran Kinerja ............................................... 24
2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ........... 42
3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue .......................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
4. Tinjauan Tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Boyolali
Kabupaten Boyolali ..................................................................... 52
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................... 62
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 63
C. Teknik Pengambilan Sampel .............................................................. 63
D. Sumber Data ....................................................................................... 64
1. Data Primer .................................................................................. 64
2. Data Sekunder .............................................................................. 65
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 66
1. Wawancara .................................................................................. 66
2. Analisis Dokumen dan Arsip ....................................................... 67
F. Validitas Data ................................................................................... 67
G. Analisis Data ..................................................................................... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ................................................................ 72
1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ngemplak ....................... 72
a. Kondisi Geografis ................................................................... 72
b. Topografi ................................................................................. 73
c. Keadaan Demografis ............................................................... 73
d. Sarana dan Prasarana............................................................... 75
2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ................................ 79
a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi ...................................... 79
b. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali .............. 80
c. Tugas, Fungsi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali ................................................................. 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
d. Strategi, Kebijakan, dan Program Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali ................................................................................... 83
e. Susunan dan Struktur Organisasi ............................................ 85
f. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali ................................................................................... 89
g. Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali 97
h. Derajat Kesehatan ................................................................... 101
i. Pembiayaan Kesehatan............................................................ 102
j. Tenaga dan Sarana Kesehatan ................................................. 102
k. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ............ 106
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ....................................................... 107
1. Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak ...................................................................................... 107
a. Indikator Produktivitas ............................................................ 107
b. Indikator Responsivitas ........................................................... 136
c. Indikator Akuntabilitas............................................................ 143
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak....................................... 148
a. Faktor yang Menghambat ....................................................... 149
b. Faktor yang Meningkatkan ..................................................... 154
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 156
B. Saran ................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali Tahun 2005 s/d 2010 .......... 5
Tabel I.2. Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas Kabupaten Boyolali Tahun
2009 dan Tahun 2010 ....................................................................... 10
Tabel IV.1 Kepadatan Penduduk Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 74
Tabel IV.2 Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 .................................................. 75
Tabel IV.3 Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun
2010 .................................................................................................. 76
Tabel IV.4 Jumlah Sarana Perekonomian Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun
2010 .................................................................................................. 78
Tabel IV.5 Struktur Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan Jenis ............................................................................. 88
Tabel IV.6 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan
Tingkat ............................................................................................. 89
Tabel IV.7 Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan
Pangkat / Golongan Tahun 2010 ...................................................... 100
Tabel IV.8 Anggaran Kesehatan Kabupaten/Kota Kabupaten Boyolali Tahun
2010 .................................................................................................. 102
Tabel IV.9 Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun
2010 .................................................................................................. 104
Tabel IV.10 Jumlah Posyandu Menurut Kecamatan Kabupaten Boyolali Tahun
2010 .................................................................................................. 106
Tabel IV.11 Jumlah Desa Endemis dan Jumlah Kasus DBD di Kecamatan
Ngemplak Tahun 2004-2010............................................................ 109
Tabel IV.12 Target HI dan Realisasi Pencapaian oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD
Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010.................................... 113
Tabel IV.13 Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik
Nyamuk Aedes Per Desa Kecamatan Ngemplak Tahun 2010 ......... 114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Tabel IV.14 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................... 118
Tabel IV.15 Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010 .................................... 122
Tabel IV.16 Jumlah Pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten
Boyolali Tahun 2010 ........................................................................ 124
Tabel IV.17 Jumlah Kasus Penyakit DBD Tahun 2009 dan 2010 Per Desa
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali ..................................... 128
Tabel IV.18 Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue Kecamatan
Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2004 sampai 2010 .............. 133
Tabel IV.19 Target Insident Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD
di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010 .................................... 134
Tabel IV.20 Target Case Fatality Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan Penyakit DBD
Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2005-2010.................................... 135
Tabel IV.21 Data Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Berdasarkan
Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Bulan Juli 2011 ...................... 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
GambarII.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali Dalam pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngempalk Kabupaten
Boyolali .......................................................................................... 59
Gambar III.1 Model Analisis Interaktif ................................................................ 69
Gambar IV.1 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali ............ 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Astri Devianti, D1109005, KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN
BOYOLALI DALAM PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN
NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.
Penyakit DBD adalah penyakit yang berbahaya, dapat menimbulkan
kematian dalam jangka waktu yang singkat dan sering menimbulkan wabah.
Kabupaten Boyolali telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD dan kasus
terbanyak terjadi di Kecamatan Ngemplak. Dari tahun ke tahun data kasus
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak terus meningkat. DKK Boyolali
merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab atas tingginya kasus
penyakit DBD di Kabupaten Boyolali. DKK Boyolali diharapkan mampu
mengupayakan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja DKK Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut.
Kinerja DKK Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
dalam penelitian ini dilihat dari indikator pengukuran kinerja yaitu Produktivitas,
Responsivitas, dan Akuntabilitas.
Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif yang menggambarkan keadaaan
senyatanya. Sumber datanya meliputi data primer yang diperoleh melalui proses
wawancara dan data sekunder yang berasal dari dokumen yang berkaitan dengan
penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling
yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk
menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara wawancara
dan dokumentasi. Uji validitas data adalah dengan teknik trianggulasi data yaitu
dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data yang
digunakan adalah dengan Teknik Analisis Interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari tiga indikator pengukuran
kinerja yang digunakan, kinerja DKK Boyolali cukup baik namun perlu adanya
peningkatan. Produktivitas DKK Boyolali dapat dikatakan belum maksimal
karena hasil yang dicapai belum sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Responsivitas DKK Boyolali dikatakan cukup baik namun perlu
adanya peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya respon terhadap tuntutan
yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD. Akuntabilitas DKK Boyolali dikatakan cukup
baik, hal ini dibuktikan dengan orientasi pelayanan yang tidak hanya mengacu
pada peraturan pelaksanaan saja serta adanya transparansi dana. Beberapa faktor
yang mempengaruhi yaitu : kurangnya SDM secara kuantitas dan kurangnya
peran aktif masyarakat terhadap program pemberantasan dan penanggulangan
DBD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRACT
Astri Devianti, D1109005, THE PERFORMANCE OF BOYOLALI DISCRIT
HEALTH OFFICE ERADICATION AND CONTROL THE DENGUE
HEMMORHAGIC FEVER (DHF) SUB IN NGEMPLAK BOYOLALI.
Thesis. Department of Administrative Science Program Public Administration.
Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University of Surakarta,
2011.
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is an dangerous disease, that can lead
to death in a short period of time and frequently generates an endemic. Boyolali
district is state a dengeu hemmorhagic fever endemic area and the highest
incidence of cases in Ngemplak. The data on DHF disease cases in Ngemplak
increases over years. DKK Boyolali is a public organization responsible for the
high incidence rate of Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) in the district of
Boyolali. DKK Boyolali is responsible for the prevention of DHF disease.
The purpose of this research is to find out the performance of DKK
Boyolali discrit health office eradication and control the Dengue Hemmorhagic
Fever (DHF) sub in ngemplak boyolali and the factors influence the performance.
It was measured by three indicators of public organitation’s performance that is
productivity, responsiveness, and accountability.
This research is a descriptive qualitative study. The primary data sources
were derived from interview process and from the documents relevant to the
research for secondary data. The sampling method used was purposive sampling,
choosing the informan considered knowledgeable and reliable to become the data
source. Techniques of collecting data used were interview and documentation.
Data validity used was data triangulation technique of analizing data used was
interactive analysis technique.
The results of this research shows that the performance of DKK Boyolali
has not reached the achievement target of DHF prevention. Productivity can be
said is not maximized because of the results achieved have not been up since the
results achieved have not been in accordance with the targets previously set.
Responsiveness in preventing the DHF diseases was found good enough and still
need to be improved. It is indicated by the presence of respond to the demand
conveyed by the public concernig the DHF prevention. The accountability was
also found good enough indicated by fund transparency and that service
orientation not only refers to the guidelines. Some factors influenced : the
minimum number of human resource and the less community participation in the
DHF eradication and control program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana dalam upaya
pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa guna peningkatan
kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan tersebut
salah satunya terdapat upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat seperti
pelayanan kesehatan, pendidikan, pendapatan dan lain sebagainya. Untuk mencapai
keberhasilan pembangunan dibutuhkan manusia yang berkualitas, sumber dana yang
memadai dan kekayaaan atau potensi alam yang mendukung.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah
melalui perbaikan kesehatan yang dijalankan dalam program pembangunan bidang
kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan mempunyai andil yang cukup
besar dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan
dapat diketahui dari Angka Kematian Bayi dan Balita, Angka Kematian Ibu
Melahirkan, Angka Kesakitan dan Angka Kematian Terhadap Penyakit-Penyakit
Menular Tertentu, Angka Harapan Hidup dan Status Gizi.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sektor kesehatan harus
ditunjang dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan jalan
peningkatan mutu lembaga dan pelayanan kesehatan yang memadai, sehingga
diharapkan gerak pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Pemerintah
memberikan perhatian yang serius terhadap masalah penyelenggaraan kesehatan
dalam rangka pembangunan masyarakat yang sehat. Hal tersebut dapat dilihat dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Pasal 11 yang
dijelaskan bahwa penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui banyak kegiatan
seperti kesehatan keluarga, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan
penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan serta penyuluhan
kesehatan. Penyakit menular yang menjadi sasaran Program Pemberantasan dan
Penanggulangan Penyakit Menular meliputi diare, HIV/AIDS, kusta, Demam
Berdarah Dengue (DBD), dan lain lain.
Sebagai bagian dari Program Peberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Menular, Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) penting untuk dilaksanakan karena penyakit ini mudah mewabah,
vaksin pencegahannya belum ditemukan, dan vektor perantara penyakit ini tersebar
luas di lingkungan sekitar masyarakat. Wujud nyata dari perhatian pemerintah
terhadap penyakit DBD adalah dengan dikeluarkannya Program Pemberantasan dan
Penanggulangan penyakit DBD di berbagai daerah yang dilanda penyakit ini.
Pelaksanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan penyakit DBD ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
didasarkan pada Keputusan Menteri No.581/Menkes/SK/VII/1992 tentang
Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berkaitan dengan penelitian kinerja pemerintah, terdapat berbagai indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah. Indikator tersebut pada
umumnya adalah produktivitas, akuntabilitas, orientasi terhadap pelayanan,
responsibilitas, dan responsivitas. Beberapa indikator ini dapat memberikan
gambaran penilaian mengenai keberhasilan dan kegagalan suatu program atau
kegiatan yang dilaksanakan pemerintah bagi masyarakat dalam kurun waktu tertentu
dimana pada akhirnya dapat dijadikan input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja
selanjutnya. Secara spesifik indikator-indikator tersebut juga mampu memberikan
penilaian tentang tanggung jawab Pemerintah dalam mengemban misi pemenuhan
kepentingan publik dan pada akhirnya juga akan memberikan gambaran tingkat
pencapaian tujuan organisasi.
Mengacu pada kinerja pemerintah dalam pembangunan bidang kesehatan,
diakui bahwa adanya dinas kesehatan merupakan langkah Pemerintah dalam
mewujudkan tingkat kesehatan yang optimal pada seluruh masyarakat karena dinas
kesehatan merupakan motor penggerak utama yang akan mendorong masyarakat
untuk hidup sehat. Untuk mewujudkan kesehatan masyarakat dinas kesehatan
mempunyai kewajiban yang harus dijalankan dan harus dipertanggungjawabkan
kepada mayarakat.
Akhir-akhir ini masyarakat mempertanyakan kinerja Dinas Kesehatan. Hal ini
terkait dengan pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) karena jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kasus DBD semakin meningkat setiap tahunnya terlebih lagi tugas tersebut telah
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581 Menkes/SK/VII/1992
tentang Pemberantasan Penyakit DBD yang seharusnya dilaksanakan seoptimal
mungkin sehingga mampu menekan jumlah kasus DBD.
Jumlah kasus DBD di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1999 terjadi
21.134 kasus, tahun 2000 sebanyak 33.443 kasus, tahun 2001 sebanyak 45.904 kasus,
tahun 2002 sebanyak 40.377 kasus, tahun 2003 sebanyak 50.131 kasus dengan
kematian 743 orang (www.sinarharapan.co.id). Selain itu tanggal 1 Januari 2004
sampai dengan 5 Maret 2005 secara kumulatif jumlah kasus DBD yang dilaporkan
dan telah ditangani sebanyak 26.015 kasus dengan kematian mencapai 389 orang
(www.depkes.go.id). Jumlah kasus tersebut terus meningkat dikarenakan minimnya
pola hidup bersih masyarakat, curah hujan yang tinggi dan banyak air yang
menggenang saat musim hujan, lingkungan kumuh yang memungkinkan
berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti, dan kesadaran masyarakat yang masih
sangat kurang untuk melakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Sehubungan dengan tingginya kasus DBD di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah
telah menjadi daerah endemis DBD (daerah endemis merupakan daerah dimana
dalam tiga tahun terakhir terdapat kasus DBD setiap tahunnya). Kabupaten Boyolali
telah dinyatakan sebagai daerah endemis DBD. Sebanyak 17 wilayah kecamatan di
Kabupaten Boyolali yang masuk kategori daerah endemis demam berdarah dengue
(DBD) menjadi prioritas pengawasan Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat mendekati
pergantian musim kemarau ke penghujan tahun ini. Saat peralihan musim merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
masa rawan serangan berbagai jenis penyakit sehingga masyarakat harus
meningkatkan kebersihan dan menjaga kesehatan. Jenis penyakit yang terhitung
cukup berbahaya yakni DBD. (www.solopos.co.id). Berikut disertakan data kasus
penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 :
Tabel I.1
Data Kasus DBD Kabupaten Boyolali
Tahun 2005 s/d 2010
No. Tahun Bulan Jumlah
(Orang) Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1. 2005 7 11 5 12 8 10 13 7 12 9 16 32 142
2. 2006 32 38 21 16 8 10 10 3 5 4 6 7 160
3. 2007 38 55 34 51 40 41 34 21 18 24 26 47 429
4. 2008 75 55 39 41 39 22 23 14 18 14 19 22 381
5. 2009 37 15 35 24 28 33 39 24 15 12 20 44 326
6. 2010 76 75 70 36 27 24 25 18 13 17 17 5 403
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa selama tahun 2005 di Kabupaten
Boyolali ditemukan kasus penyakit DBD sebanyak 142 kasus. Kasus terbanyak
terjadi di tahun 2007 dengan kasus sebanyak 429 sedangkan ditahun-tahun lainnya
angkanya cukup fluktuatif yakni mengalami peningkatan dan penurunan penderitanya
pertahun. Melihat kenyataan ini, maka hal tersebut menjadi perhatian masyarakat
mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terlebih lagi program
pemberantasan penyakit DBD telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan
No. 581/ Menkes/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit DBD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Terkait dengan tingginya kasus DBD tentu saja masyarakat mengeluhkan
kinerja Dinas Kesehatan Boyolali dalam pemberantasan penyakit DBD. Sebenarnya
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mempunyai pedoman yang digunakan dalam
pelayanan P3PL (Pencegahan Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan).
Untuk menangani kasus DBD, Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Dinas
Kesehatan mempunyai tujuan umum yakni menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit Demam Berdarah Dengue serta mencegah atau membatasi
penjalaran Kejadian Luar Biasa (KLB). Sedangkan tujuan khusus yang hendak
dicapai oleh Pemerintah Boyolali adalah :
1. Menurunkan angka kesakitan Insidents Rate di kecamatan endemis, < 3 per
10.000 penduduk
2. Menurunkan angka kematian < 2,5 %
3. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa penyakit DBD
4. Meningkatnya Angka Bebas Jentik > 95 %
Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan, Pemerintah Kabupaten
Boyolali menggunakan sejumlah program untuk menangani kasus DBD yaitu :
1. Penyelidikan epidemiologi dan pemutusan rantai penularan dengan upaya-upaya
sebagai berikut :
a. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD
dengan indikasi penularan sebanyak 282 kejadian :
1) Penyelidikan epidemiologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2) Fogging seluas minimal radius 100 m yang dilaksanakan pada pagi hari
dan sore hari sebanyak 2 kali dengan interval kurang lebih 1 minggu.
3) Penyuluhan
4) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
5) Abatisasi selektif
b. Pada daerah ditemukan tersangka Demam Berdarah dan kasus positif DBD
tetapi tidak ada indikasi penularan sebanyak 110 kejadian:
1) Penyelidikan epidemiologi
2) Penyuluhan
3) Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
4) Abatisasi selektif
5) Di daerah ini apabila masyarakat menghendaki fogging, DKK
menyediakan insektisida, mesin swinfog dan teknisi.
2. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan, meliputi :
a. Penyebaran informasi berupa penyuluhan kelompok baik institusi sekolah,
tempat ibadah, dan institusi lain, dan pemasangan spanduk bertema
pemberantasan DBD dengan 3 M pada tempat-tempat strategis.
b. Siaran radio, siaran keliling, penyebaran pamflet dan leaflet.
c. Penyuluhan kelompok kepada masyarakat desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
3. Upaya pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, meliputi :
a. Pemantauan jentik oleh kader PKK 55 desa endemis DBD di 17 kecamatan
dari bulan April – Oktober. Pemantauan dilaksanakan terhadap 250 rumah
yang dipilih secara sampling
b. Penggerakan masyarakat untuk melakukan gerakan PSN secara rutin 1
minggu sekali di 119 desa yang terdiri atas 55 desa endemis dan 64 desa
sporadis
Pendidikan dan pelatihan serta peningkatan SDM lainnya, meliputi :
a. Koordinasi dan pembekalan terhadap Lurah/ Kepala desa dan Ketua TP-PKK
untuk meningkatkan kualitas pemantauan jentik di wilayahnya.
b. Koordinator petugas Puskesmas untuk meningkatkan penggerakan PSN
secara terpadu
4. Penyediaan sarana dan prasarana dan logistik, meliputi :
a. Pengadaan mesin swin fog sehingga di setiap puskesmas minimal ada juga
ada mesin swin fog.
b. Pengadaan insektisida, dari APBD II dianggarkan 1000 kg abate dan 400 liter
insektisida. Disamping itu pada tahun 2007 ada bantuan insektisida dari Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah berupa 1000 liter dan 250 kg abate
c. Sarana laboratorium untuk pemeriksaan darah, utamanya di Puskesmas rawat
inap untuk diagnosa dini penyakit Demam Berdarah Dengue
d. Penyediaan obat-obatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Monitoring, evaluasi dan tindak lanjut berupa upaya meningkatkan PSN di desa-
desa dan optimalisasi gugus tugas Desa Siaga Sehat di tingkat Kabupaten dan
Kecamatan
Dengan adanya kenyataan ini, maka seharusnya hal tersebut menjadi
perhatian masyarakat tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pelaksanaan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yang mana telah
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 581/Menkes/SK/VII/1992
tentang pemberantasan penyakit DBD.
Berdasarkan laporan pengamatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Boyolali merupakan daerah endemis DBD karena dari 55 desa yang
tersebar di 17 kecamatan di Kabupaten Boyolali termasuk dalam kategori daerah
endemis DBD (daerah yang tiga tahun berturut-turut ditemukan kasus DBD). Desa-
desa itu terletak di Kecamatan Andong, Banyudono, Boyolali, Musuk, Juwangi,
Karanggede, Kemusu, Simo, Wonosaegoro, Klego, Ngemplak, Nogosari, Sambi,
Sawit, Ampel, Teras dan Mojosongo. Kasus terbanyak yang terjadi di Kabupaten
Boyolali adalah Kecamatan Ngemplak. Hal ini dapat dibuktikan dari tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Tabel I.2
Data Jumlah Kasus DBD Per Puskesmas
Kabupaten Boyolali Tahun 2009 dan Tahun 2010
No Puskesmas
Jumlah Kasus DBD
Tahun 2009 Tahun 2010
DBD DBD
1 Selo - -
2 Ampel 4 15
3 Ampel I 2 2
4 Cepogo 6 11
5 Musuk I 7 2
6 Musuk II - 0
7 Boyolali I 27 10
8 Boyolali II 11 14
9 Boyolali III 14 7
10 Mojosongo 14/1 30
11 Teras 19/1 31
12 Banyudono I 27 47
13 Banyudono II 20/1 25
14 Sawit I 6 13
15 Sawit II 11 9
16 SambiI 24 27
17 Sambi II 5 5
18 Ngemplak 48 68
19 Nogosari 35/1 28
20 Klego I 3 3
21 Klego II 1 6
22 Andong 9 19
23 Kemusu I 2 -
24 Kemusu II 5 1
25 Simo 18 18
26 Karanggede 2 5
27 Wonosegoro I - 4
28 Wonosegoro II - 1
29 Juwangi - 2
Jumlah 326 407
IR (Incidence Rate) 3,4/10.000 4,3/10.000
CFR (Case Fatality Rate) 1,2 % 1,7 % Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dari data penderita penyakit DBD tahun 2009 dan tahun 2010 jelas terlihat
terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit DBD yang signifikan. Pada tahun 2009
jumlah penderita DBD sebanyak 326 kasus sedangkan pada tahun 2010 jumlah
penderita DBD sebanyak 403 kasus. Dilihat dari data diatas, dapat diketahui bahwa
daerah yang paling banyak terjadi kasus DBD selama tahun 2009 dan tahun 2010 ini
adalah di Kecamatan Ngemplak, yaitu sebanyak 48 kasus di tahun 2009 dan 68 kasus
di tahun 2010. Angka Kesakitan ( Insidence Rate) meningkat dari 3,4 per 10.000
penduduk menjadi 4,3 per 10.000 penduduk. Kenaikan ini tidak dikehendaki oleh
Dinas Kesehatan maupun masyarakat, sedangkan standar Angka Kesakitan yang
menjadi target Dinas Kesehatan adalah kurang dari 3 per 10.000 penduduk. Sehingga
dapat dikatakan Dinas Kesehatan belum dapat mencapai standar Angka Kesakitan
yang telah ditargetkan.
Melihat kenyataan mengenai tingginya jumlah penderita penyakit DBD di
Kabupaten Boyolali dan keluhan masyarakat terhadap kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali, maka hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian
mengenai bagaimana kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang menjelaskan mengenai tingginya kasus
Demam Berdarah Dengue yang cenderung mengalami peningkatan di Kecamatan
Ngemplak, maka permasalahan yang akan ditekankan penulis dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan Individual:
Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh
gelar sarjana (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
2. Tujuan Operasional:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolai.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten
Boyolali.
3. Tujuan Fungsional:
a. Mendapatkan gambaran mengenai kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
b. Dapat dijadikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
sehubungan dengan peningkatan kualitas kinerja bagi masyarakat pada
umumnya.
c. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk
membantu bagi penelitian sejenis yang selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi pembaca dan
penulis dalam memahami kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dan mengetahui faktor-faktor
pengaruh kinerja tersebut.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali untuk meningkatkan kinerjanya khususnya dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Dalam setiap penelitian selalu membutuhkan kejelasan dan titik tolak atau
landasan berfikir yang berguna untuk memunculkan masalah atau menyoroti sebuah
masalah. Oleh karena itu diperlukan untuk menyusun tinjauan pustaka yang memuat
pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang mana masalah
penelitian itu akan disoroti. Sehingga berkaitan dengan pernyataan tersebut maka di
bawah ini akan dijelaskan mengenai :
1. Tinjauan Tentang Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering
diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau
“prestasi” (Yeremias T. Keban, Ph. D, 2004 : 191).
Secara etimologi, kinerja adalah sebuah kata dalam Bahasa Indonesia
berasal dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan kata dari bahasa asing
prestasi, bisa pula berarti hasil kerja. Sehingga pengertian kinerja dalam
organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. (www.wikipedia.com)
Berbeda dengan Bernardin dan Russel dalam Yeremias T. Keban
(2004:191) mengatakan kinerja sebagai “…the record of outcomes produced
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
on specified job fungtion or activity during a specified time period…” yang
artinya hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas
dijalankan selama kurun waktu tertentu. Dalam definisi ini, aspek yang
ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh
setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu.
Dengan demikian, kinerja hanya mengacu pada serangkaian hasil yang
diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk
karakteristik pribadi pegawai yang dinilai.
Definisi mengenai kinerja dikemukakan oleh Bastian dalam Hessel
Nogi (2005:175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi,
dan visi organisasi tersebut.
Menurut Muhamad Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan
untuk menyebut prestasi kerja individu maupun kelompok individu. Kinerja
dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut
mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan
ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa
ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat
diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pengertian kinerja menurut Suyadi Prawirasentono dalam Joko
Widodo (2008:78) adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral
dan etika.
Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo
(2008:78-79) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, visi organisasi. Dengan kata lain, kinerja merujuk kepada tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan
yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
Menurut Mahmudi (2005:6) kinerja merupakan konstruk (construct)
yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi tergantung
pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Sedangkan
beberapa pihak berpendapat bahwa kinerja mestinya didefinisikan sebagai
hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan
keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan
pelanggan, dan kontribusi ekonomi (Rogers dalam Mahmudi, 2005:6).
Dari beberapa definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh
suatu organisasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Dengan
demikian dapat disimpulkan pula bahwa kinerja organisasi publik adalah
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam
yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi
organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi publik yang
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik.
b. Penilaian Kinerja
Bagi setiap organisasi khususnya organisasi publik, penilaian kinerja
merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan
sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat
berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan organisasi itu
memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Dengan melakukan
penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa
dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga
penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara
pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi (Agus
Dwiyanto 2006:47).
Whittaker dan Simons dalam Hessel Nogi (2005:171) menyebutkan
bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen yang digunakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Penilaian
kerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and
objektives). Hal ini selaras dengan definisi penilaian kerja yang tertuang
dalam Reference Guide, Profince of Albert, Canada dalam Hessel Nogi
(2005:171) yang menyebutkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu
metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan tujuan yang
telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan untuk berperan
sebagai mekanisme dalam memberikan penghargaan atau hukuman
(reword/punishment), akan tetapi penilaian kinerja berperan sebagai alat
komunikasi dan alat manajemen untuk perbaiki kinerja organisasi.
McDonald dan Lawton dalam Yeremias T. Keban (2004:01)
menyatakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat
penting bagi setiap organisasi karena dapat dipakai sebagai ukuran penilaian
keberhasilan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu bahkan penilaian
tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan/peningkatan kinerja
organisasi selanjutnya.
Bahkan Mardiasmo dalam Hessel Nogi (2005:172) mengemukakan
bahwa tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran
keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut. Namun menurut
Agus Dwiyanto (2006:49) berikut ini :
”Kesulitan dalam mengukur kinerja organisasi pelayanan publik
muncul karena tujuan dan misi organisasi publik sering kali bukan
hanya sangat kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
bahwa birokrasi publik memiliki stakeholders yang banyak dan
memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya
membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan
misi yang jelas. Akibatnya ukuran kinerja organisasi publik di mata
para stakeholders juga berbeda-beda.”
Penilaian kinerja menurut Joko Widodo (2008:93) menjadi suatu hal
yang sangat penting bagi setiap unit organisasi instansi pemerintah karena:
1) Jika kinerja tidak diukur, maka tidak mudah membedakan antara
keberhasilan dengan kegagalan
2) Jika suatu keberhasilan tidak didefinisikan, maka kita tidak dapat
menghargainya
3) Jika keberhasilan tidak dihargai, kemungkinan besar malah menghargai
kegagalan
4) Jika tidak mengenali keberhasilan, berarti keberhasilan, berarti juga tidak
akan bisa belajar dari kegagalan
Selain itu menurut Sedarmayanti (2009:195) arti penting penilaian
kinerja organisasi antara lain dapat digunakan untuk :
1) Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk
mencapai kinerja
2) Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati
3) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya
dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki
kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
4) Memberi penghargaan dan hukuman yang objektif atas pelaksanaa yang
telah diukur sesuai sistem pengukuran yang telah disepakati
5) Menjadi alat komunikasi antara karyawan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi
6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah tercapai
7) Menunjukakan peningkatan yang perlu dilakukan
8) Mengungkap permasalahan yang terjadi
Selain itu, Bastian dalam Hessel Nogi (2005:173) berpendapat bahwa
penilaian kinerja dalam organisasi akan mendorong pencapaian tujuan
organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara
terus menerus (berkelanjutan). Secara terperinci peran penilaian kinerja
organisasi adalah sebagai berikut :
1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan alat ukuran yang digunakan
untuk mencapai prestasi
2) Memastikan tercapainya skema prestasi yang disepakati
3) Memonitor dan mengevakuasi kinerja dengan perbandingan skema kerja
dan pelaksanaannya
4) Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi
5) Membantu proses kegiatan organisasi
6) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara
objektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
7) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:14) menyebutkan bahwa tujuan
dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah :
1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya
4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam keputusan pemberian
reward and punishment
5) Memotivasi pegawai
6) Menciptakan akuntabilitas publik
Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang
mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Hronec dalam
R.M. Chandima Ratnayake (2009) berikut ini:
“Performance measures have been defined as characteristics of
outputs that are identified for purposes of evaluation.The ideas of
performance measures have been further extended as the vital signs of
the organization, which quantify how well the activities within a
process or the outputs of a process achieve a specified goal."
(Ukuran-ukuran kinerja didefinisikan sebagai karakteristik dari output-
output yang didentifikasikan untuk tujuan evaluasi. Gagasan ukuran
kinerja selanjutnya diperluas sebagai tanda-tanda vital dari sebuah
organisasi, yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam
suatu prosess atau output-output dari suatu proses mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Namun, penilaian kinerja birokrasi publik masih sangat amat jarang
dilakukan. Berbeda dengan organisasi bisnis yang kinerja mudah dilihat dari
probabilitas, yang diantaranya tercermin dari indeks harga saham, sedangkan
pada birokrasi publik tidak memiliki tolak ukur yang jelas dan tidak mudah
diperoleh informasinya oleh publik. Terbatasnya informasi mengenai kinerja
birokrasi pelayanan publik terjadi karena kinerja belum dianggap sebagai
sesuatau hal yang penting bagi pemerintah. Daftar Penilalian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) yang sebenarnya digunakan untuk menilai kinerja pejabat
birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang
sebenarnya. Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai
kinerja organisasi publik adalah kompleksitas indikator kinerjanya. Berbeda
dengan organisasi swasta yang indikatornya relatif sederhana dan tersedia di
pasar, indikator birokrasi sering sangat kompleks. Penilaian birokrasi publik
tidak hanya cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator yang
melekat pada birokrasi seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat
juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti
kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan reponsivitas.
Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik juga muncul
karena tujuan dan misi dari organisasi publik yang bukan hanya sangat kabur,
tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataannya bahwa birokrasi publik
memiliki stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering
berbenturan satu dengan yang lainnya sehingga membuat birokrasi publik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
merumuskan misinya dengan jelas. Akibatnya pada ukuran kinerja organisasi
publik di mata para stakeholders juga berbeda-beda. (Agus Dwiyanto,
2006:46)
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
datang dari dalam organisasi (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar
organisasi (faktor eksternal). Yowono dkk. dalam Hessel Nogi (2005:178-
180) mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep kinerja
organisasi, bahwa kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas
dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi. Berbagai faktor
yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya memberikan informasi
mengenai prestasi pelaksanaan dari unit-unit organisasi, di mana organisasi
memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh aktivitas sesuai dengan
tujuan organisasi. Faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu
organisasi meliputi upaya manajemen dalam menerjemahkan dan
menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya
manusia yang dimiliki organisasi, dan kepemimpinan yang efektif.
Ruky dalam Hessel Nogi (2005:180) mengidentifikasikan faktor-
faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja
organisasi sebagai berikut:
1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan
untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi
tingkat kinerja organisasi tersebut
2) Kualitas input atau material yang digunakan organisasi
3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan
ruangan, dan kebersihan
4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada
dalam organisasi yang bersangkutan
5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi
agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi
6) Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi,
imbalan, promosi, dan lain-lain
Soesilo dalam Hessel Nogi (2005:180-181) mengemukakan bahwa
kinerja suatu organisasi birokrasi publik di masa depan dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut ini:
1) Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan
fungsi yang berkaitan dengan fungsi yang dijalankan aktivitas organisasi
2) Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi
3) Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk
bekerja dan berkarya secara optimal
4) Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data
base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
5) Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggaran organisasi pada setiap
aktivitas organisasi
Atmosoeprapto dalam Hessel Nogi (2005:181-182) mengemukakan
bahwa kinerja suatu organisasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor internal
maupun faktor eksternal sebagai berikut:
1) Faktor eksternal yang terdiri dari:
a) Faktor politik, yaitu hal yang berhubungan dengan keseimbangan
kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban,
yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara
maksimal
b) Faktor ekonomi yaitu tingkat perkembangan ekonomi yang
berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli
untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem
ekonomi yang lebih besar
c) Faktor sosial yaitu orientasi nilai yang berkembang di tengah
masyarakat yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos
kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi
2) Faktor internal yang terdiri dari:
a) Tujuan organisasi yaitu apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin
diproduksi oleh suatu organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b) Struktur organisasi sebagai hasil desain antara fungsi yang akan
dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada
c) Sumber daya manusia yaitu kualitas dan pengelolaan anggota
organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan
d) Budaya organisasi yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola
kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan
Menurut Mahmudi (2005:21) kinerja merupakan suatu konstruk
multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1) Faktor Personal/individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu
2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader
3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan
oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim
4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kinerja atau infrastruktur
yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam
organisasi
5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dari keseluruhan pendapat tersebut di atas dapat diketahui bahwa
ternyata terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kinerja
yang dapat dicapai oleh suatu organisasi. Setiap faktor tersebut mempunyai
potensi yang sama untuk menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja
organisasi publik. Ada yang menekankan pada peralatan, sarana, prasarana
atau teknologi sebagai faktor dominan. Ada yang menekankan pada kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi dan ada juga yang
menekankan pada mekanisme kerja, budaya organisasi serta efektivitas
kepemimpinan yang ada dalam suatu organisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja suatu organisasi
publik sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal dari dalam
organisasi (faktor internal) maupun dari luar organisasi (faktor eksternal).
Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh dalam arti negatif (menghambat
kinerja), maupun yang positif (meningkatkan kinerja). Dalam penelitian ini
akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi publik baik
yang meningkatkan kinerja maupun yang menghambat kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantsan dan penanggulangan
penyakit DBD baik faktor internal maupun faktor eksternal.
d. Indikator Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan
pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan,
termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil
kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson
dalam Mahmudi, 2008:7). Sedangkan menurut Lohman dalam Muhamad
Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis
organisasi.
Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen,
manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran kinerja
untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini diungkapkan
oleh Juhani Ukko (2008) berikut ini:
“Performance measurement is quite often viewed from the perspective
of the management. The management sets the targets and applies
performance measurement to monitor whether these targets are met.”
(Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen.
Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan
pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut
telah tercapai.)
Menurut Joko Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja merupakan
aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam melaksanakan
kegiatan berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran
kinerja organisasi digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan
pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi
pemerintah. Inti aktivitas pengukuran kinerja yakni melakukan penilaian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Hakikat penilaian yakni membandingkan antara realita dengan standar yang
ada.
Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka diperlukan
indikator kinerja. Definisi indikator kinerja menurut Muhamad Mahsun
(2006:71) merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan
pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.
Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja. Namun
sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja,
terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja
secara tidak langsung yaitu hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi
kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja
adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung,
sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran
kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan,
sasaran, dan strategi.
Menurut Bastian dalam Hessel Nogi (2005:175) indikator kinerja
organisasi publik adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan
dengan memperhitungkan elemen-elemen berikut ini:
1) Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar
organisasi mampu meghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang
meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2) Indikator keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik
3) Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menegah (efek langsung)
4) Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan
5) Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif
maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang
telah ditetapkan
Indikator kinerja menurut Mahmudi (2005:160) merupakan sarana
atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses,
dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran indikator kinerja bagi
organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi
manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.
Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran indikator
kinerja antara lain :
1) Membantu memperbaiki praktik manajemen
2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung
jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau
kegagalan
3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan
pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga
memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja
bagi semua level organisasi
5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staf
Terdapat beberapa indikator kinerja yang biasa digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Agus Dwiyanto (2006:50-51)
indikator dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu:
1) Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi,
tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami
sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa
terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba
mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan
memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang
diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. (Agus
Dwiyanto 2006:50)
2) Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting
dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak
pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul
karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima
dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan
utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja
adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia
secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas
pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi
publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat
terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu
ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan.
Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja
organisasi publik. (Agus Dwiyanto 2006:50)
3) Responsivitas
Responsivitas menurut Agus Dwiyanto (2006:51-52) adalah
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-
program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada
keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu
indikator kinerja responsivitas secara langsung menggambarkan
kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya,
terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang
rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan
organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya
memiliki kinerja yang jelek pula. (Agus Dwiyanto 2006:51)
4) Responsibilitas
Lenvine dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menyatakan bahwa
responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi
publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun
implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika
berbenturan dengan responsivitas.
5) Akuntabilitas
Akuntabilitas publik dalam Agus Dwiyanto (2006:51) menunjuk
pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para
pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para
pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan
selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep
akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak
masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari
ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau
pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang
tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat.
Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:49)mengemukakan indikator-
indikator lain yang dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi publik
seperti di bawah ini:
“Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan
dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi
itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari
indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan
pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari
sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik
seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna
jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan
yang diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki
pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan
kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi
publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada
hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.”
Selanjutnya Kumorotomo dalam Agus Dwiyanto (2006:52)
menggukan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja
organisasi pelayanan publik, yaitu:
1) Efisiensi
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan
organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-
faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas
ekonomis. Apabila diterapkan secara obyektif, kriteria seperti likuiditas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat
relevan.
2) Efektivitas
Apakah tujuan dari didirikanya organisasi pelayanan publik
tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitanya dengan rasionalitas teknis,
nilai, misi, tujuan, organisasi, serta fungsi agen pembangunan.
3) Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat
kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya
mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-
nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut
pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan
sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
4) Daya Tanggap
Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta
organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara
atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria
organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya
tanggap ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2008:174-176) menjelaskan bahwa
indikator kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian
yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut.
Indikator tersebut antara lain:
1) McDonald dan Lawton
McDonald dan Lawton mengemukakan dua indikator kinerja
yaitu:
a) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam
suatu penyelenggaraan pelayanan publik.
b) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang
maupun misi organisasi.
2) Selim dan Woodward
Selim dan Woodward mengatakan bahwa kinerja dapat diukur dari
beberapa indikator antara lain ekonomis (economy), efisiensi (efficiency),
efektivitas (effectiveness), dan keadilan (equity). Aspek ekonomi dalam
kinerja menyangkut cara untuk menggunakan sumber daya yang
seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.
Efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya
perbandingan terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) dalam
suatu penyelenggaraan pelayanan publik. Efektivitas adalah tercapainya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka
panjang maupun misi organisasi. Keadilan atau persamaan adalah
pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-
aspek kemerataan.
3) Lenvinne
Lenvinne mengemukakan tiga indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu responsivitas
(responsiveness), responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas
(accountability). Responsivitas ini mengukur daya tanggap providers
terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan customers.
Responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh
proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Akuntabilitas adalah suatu
ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di
masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat.
4) Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto dan Atik Septi
Winarsih (2008:175-176) mengemukakan indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
a) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya pertampakan fisik dari
gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki
oleh providers
b) Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat
c) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong
customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas
d) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para
pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan
kepada customers
e) Empathy adalah perlauan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh
providers kepada customers
Menurut Joko Widodo (2008:91), indikator kinerja merupakan ukuran
kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan tujuan.
Indikator kinerja dapat dijadikan patokan (standar) untuk menilai keberhasilan
dan kegagalan penyeleggaraan program dalam mencapai misi dan visi
organisasi. Joko Widodo (2008:91-92) menyebutkan indikator kinerja tersebut
adalah :
1) Indikator masukan adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dan program berjalan untuk menghasilkan keluaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2) Indikator keluaran merupakan segala berupa produk sebagai hasil
langsung pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan
dan program.
3) Indikator hasil merupakan sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Merupakan seberapa jauh setiap
produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
4) Indikator manfaat merupakan kegunaan suatu keluaran yang dirasakan
secara langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang
dapat diakses publik.
5) Indikator dampak indikator dampak ukuran tingkat pengaruh sosial,
ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lain yang dimulai oleh
capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai indikator
yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi publik. Secara garis
besar indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi
dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat indikator
kinerja dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan kedua melihat
indikator kinerja dari perspektif pengguna jasa.
Dari berbagai teori tentang indikator-indikator pengukuran kinerja di
atas, dalam penelitian ini penulis memilih teori yang dikemukakan oleh Agus
Dwiyanto (2006). Alasan penulis memilih teori tersebut adalah karena teori
tentang pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto (2006)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
tersebut dipandang lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dibandingkan dengan teori
pengukuran kinerja yang lainnya.
Teori tentang parameter dalam pengukuran kinerja yang dikemukakan
oleh Agus Dwiyanto meliputi lima indikator, yaitu produktivitas, kualitas
layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Dari kelima indikator
di atas penulis melakukan penyederhanaan dengan mengambil tiga indikator
yaitu produktivitas, responsivitas, dan akuntabilitas. Alasan penulis
melakukan penyederhanaan ini dikarenakan dalam kaitan dengan penyakit
DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali hanya melakukan pemberantasan
dan penanggulangannya saja sedangkan penanganan penyakit tersebut
dilakukan oleh rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali.
Sehingga dengan menggunakan indikator produktivitas, responsibilitas, dan
akuntabilitas sudah dapat mengukur kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak. Produktivitas menunjuk pada kegiatan pengukuran
terhadap output atau keluaran yang dihasilkan suatu organisasi pada suatu
periode waktu tertentu dimana hasilnya dibandingkan dengan target yang
telah ditetapkan sebelumnya. Responsivitas didefinisikan sebagai daya
tanggap atau kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menanggapi keluhan, tuntutan, keinginan dan aspirasi masyarakat serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas didefinisikan seberapa besar kebijakan
dan kegiatan organisasi tersebut konsisten dengan norma dan nilai dalam
masyarakat (ukuran eksternal).
2. Tinjauan Tentang Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali merupakan penyelenggara urusan
pemerintah Kabupaten Boyolali bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi
daerah dan tugas pembantuan. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas
Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
kesehatan. (Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali)
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah meningkatkan pemerataan dan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna serta terjangkau oleh segenap lapisan
masyarakat dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif,
meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, swasta, organisasi profesi dan dunia
usaha guna memenuhi ketersediaan sumber daya, meningkatkan penatalaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pembangunan kesehatan yang efektif, efisien dan akuntabel, dan memelihara
kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya.
Program-program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali antara lain yakni Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat,
Pemberdayaan Masyarakat, Program Peningkatan Kesehatan Keluarga, Anak,
Remaja dan Lansia, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan,
Program Perbaikan Gizi Masyarakat, Program Sumber Daya Masyarakat,
Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya, Program Kebijakan, Manajemen
dan Pelayanan Serta Sumber Daya Kesehatan.
3. Tinjauan Tentang Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan
program nasional yang memuat Keputusan Menteri No. 581/ Menkes/ SK/ VII/
1992 bersifat lintas sektoral yang dilaksanakan hampir diseluruh pelosok tanah
air, kecuali didaerah yang berketinggian diatas 1000 meter diatas permukaan air
laut. Daerah ini merupakan daerah bebas DBD, karena pada ketinggian diatas
1000 meter dari permukaan air laut ini, nyamuk Aedes Aegipty tidak dapat
bertahan hidup dan berkembang biak.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegipty,
yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab
yang jelas lemah/lesu, nyeri ulu hati, disertai tanda pendarahan di kulit berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
bintik pendarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-
kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(shock). (KepMenKes No. 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan
Penyakit DBD)
Tanda-tanda penyakit DBD dalam KepMenKes No.581/
MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit DBD antara lain:
1) Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada
tahap ini sulit dibedakan dengan penyakit lain.
2) Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam atau ruam pada
kulit di muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang
mimisan, berak darah atau muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan
bekas gigitan nyamuk. Untuk membedakanya kulit diregangkan, bila hilang
bukan tanda penyakit DBD.
3) Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan
yang selanjutnya:
a) Penderita sembuh, atau
b) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki
dingin, banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, terjadi
renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tak teraba), kadang-
kadang kesadaranya menurun.
Penyakit DBD umunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegipty.
Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu menghisap darah penderita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
penyakit DBD atau orang tanpa gejala sakit yang membawa virus itu dalam
darahnya. Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk, termasuk ke kelenjar liurnya. Jika nyamuk ini menggigit orang lain,
maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam waktu
kurang dari 7 hari orang tersebut dapat menderita sakit demam berdarah dengue.
Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan berada dalam
darah selama seminggu. Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya
akan sakit DBD. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya,
atau bahkan bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya
merupakan pembawa virus dengue selama seminggu, sehingga dapat menularkan
kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.
(KepMenKes No. 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit
DBD)
Penyakit DBD harus diberantas dan ditanggulangi dengan alasan antara
lain:
1) Penyakit DBD sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada
orang banyak dalam waktu yang singkat.
2) Penyakit DBD semakin menyebar luas di Indonesia sehingga Indonesia
dikatakan sebagai wilayah endemis DBD karena selalu ada kasus penyakit
DBD setiap tahunnya.
3) Semua Desa atau Kelurahan di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit
penyakit DBD karena nyamuk penularnya (Aedes Aegipty) tersebar luas di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pelosok tanah air kecuali yang ketinggianya lebih dari 1000 meter di atas
permukaan air laut.
Program pemberantasan Demam Berdarah Dengue ini bukan semata-mata
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi tanggung
jawab antara pemerintah dan masyarakat. Didalam kaitannya dengan
pemberantasan Demam Berdarah Dengue, pemerintah Indonesia telah membuat
sejumlah strategi guna memberantas dan menanggulangi penyakit tersebut.
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri
No. 581/ Menkes/ SK/ VII/ 1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue yang bertujuan Pemerintah beserta masyarakat mampu saling
bekerja sama dalam pemberantasan penyakit DBD di Indonesia yang kemudian
ditindaklanjuti oleh Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PPM/PLP) No. 914.1/ PD.03.04.PB/1992
tentang Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, yang
berisi :
1) Tujuan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue
Terdapat dua hal yang merupakan tujuan dari pelaksana program
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD, yaitu:
a) Menurunkan angka Insident Rate (IR) atau jumlah kejadian penderita
penyakit DBD kurang dari 3 orang penderita tiap 10000 penduduk (IR<
3/10000) dan menurunkan angka kematian penderita penyakit Demam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Berdarah Dengue sebesar kurang dari 2,5 % dari jumlah penderita Demam
Berdarah Dengue (CFR< 2,5%).
b) Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan mencegah perluasan
daerah endemis (daerah yang selama tiga tahun terakhir berturut-turut
terjadi kasus DBD).
2) Sasaran program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
Sasaran program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ini
berbeda-beda tergantung pada fokus kegiatannya, yaitu :
a) Tindakan kewaspadaan dini
Pada tindakan kewaspadaan dini ini meliputi :
(1) Penemuan penderita, sasarannya adalah kasus atau penderita penyakit
Demam Berdarah Dengue.
(2) Fogging Fokus (penyemprotan), sasarannya adalah tempat terjadinya
kasus DBD berdasarkan hasil PE (Penyelidikan Epidemiologi), adapun
pengertian penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan
penderita/ tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/ tersangka dan
rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter,
serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran
penyakit lebih lanjut. Dengan dua siklus penyemprotan interval 1
minggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
b) Pemberantasan vektor intensif
Pemberantasan vektor intensif, meliputi :
(1) Gerakan bulan bakti 3M, sasaran khusus didaerah endemis sebelum
musim penularan.
(2) Abatisasi, sasarannya adalah rumah, daerah endemis, sekolah dan
kecamatan endemis.
(3) Pemantauan Jentik Berkala (PJB), sasarannya adalah daerah sporadik
(daerah yang tiga tahun terakhir terjadi kasus DBD) dan daerah
potensial (daerah yang tiga tahun tidak pernah terjadi kasus DBD).
c) Pemantapan dan peningkatan Pemberantasan Sarang Nyamuk penyakit
Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD)
(1) Pertemuan Pokjanal DBD, sasarannya adalah Pokjanal DBD tingkat
kecamatan dan Pokja DBD tingkat kelurahan.
(2) Penggerakan PSN, sasarannya adalah masyarakat keseluruhan melalui
penyuluhan dan peningkatan serta masyarakat.
3) Bentuk Kegiatan dalam Program Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue
Dalam petunjuk teknis pemberantasan penyakit DBD disebutkan
bahwa upaya pemberantasan penyakit DBD dilakukan berbagai macam
kegiatan yang meliputi tindakan kewaspadaan dini (penemuan penderita,
fogging fokus), pemberantasan vektor intensif (gerakan bulan bakti 3M,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
abatisasi, pemantauan jentik berkala) dan pemantapan PSN-DBD (pertemuan
Pokjanal DBD dan penggerakan PSN).
4) Tugas dan tanggung jawab Program Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pemberantasan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah
Dengue merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Pelaksanaan program pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD ini dilaksanakan secara koordinatif dan bekerja sama secara
terpadu dengan berbagai pihak yang terkait, seperti Departemen Kesehatan RI
melalui Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (Dirjen PPM & PLP), Dinas kesehatan propinsi (tingkat I), Dinas
kesehatan kabupaten (DKK tingkat kabupaten), Puskesmas, tim penggerak
PKK kalurahan, LKMD, dan kepala kelurahan. Didalam pelaksanaannya,
Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman (PPM/PLP) No. 914.1/ PD.03.04.PB/ 1992 Tentang
Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue telah
membentuk Kelompok Kerja Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue (Pokja DBD) ditingkat kelurahan/desa yang bertujuan menggerakkan
peran serta masyarakat dalam usaha pemberantasan penyakit DBD terutama
dalam memberantas jentik nyamuk penularannya sehingga penularan penyakit
DBD ditingkat desa/kelurahan dapat diberantas. Selain itu juga dibentuk
Pokjanal (Kelompok Kerja Operasional) DBD yang bertujuan untuk membina
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pelaksanaan berbagai upaya/kegiatan yang berkaitan dengan pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD yang secara operasional dilaksanakan
oleh Pokja DBD ditingkat desa/kelurahan dan Pokjanal DBD pada setiap
tingkat pemerintahan setingkat dibawahnya secara berjenjang dan
berkesinambungan.
5) Pendanaan Program Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam
Berdarah Dengue
Pendanaan dalam program pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD ini bersumber pada APBD tingkat I dan APBD tingkat II
Kabupaten.
6) Pembinaan, pengawasan dan pelaporan program pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD
a) Pembinaan
Dalam rangka peningkatan pelaksanaan program pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD perlu dilaksanakan pemantauan
secara rutin dan diteruskan dengan pembinaan secara berjenjang mulai
tingkat pusat sampai dengan tingkat kalurahan dan tingkat pelaksana
melalui bimbingan dan penyuluhan tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan program pemberantasan penyakit DBD.
b) Pengawasan
Pengawasan program pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kabupaten Boyolali dilakukan oleh Dinas Kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kabupaten (DKK) Boyolali sedangkan untuk pengawasan fungsional
dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
c) Pelaporan
Pelaporan program pemberantasan dan penanggulangan penyakit
DBD dilakukan secara berjenjang yang meliputi pelaporan dari
masyarakat/keluarga penderita DBD yang diteruskan kepala kalurahan
atau unit pelayanan kesehatan. Setelah menerima laporan dari penderita
DBD dan unit pelayanan kesehatan kemudian kalurahan meneruskannya
kepada puskesmas. Puskesmas melanjutkan pelaporan penderita DBD
kepada DKK tingkat II. Hasil pelaporan puskesmas ke DKK ini diteruskan
kepada DKK tingkat I/ Propinsi/ Kanwil Depkes Propinsi. Dinas
kesehatan propinsi melaporkan kepada tingkat pusat yaitu Dirjen PPM &
PLP.
Pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD dilakukan dengan
melaksanakan Pembertantasan sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
melakukan Gerakan 3M Plus yaitu; menguras tempat penampungan air,
mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, menutup
rapat penampungan air, sedangkan plusnya adalah menaburkan bubuk abate,
memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air, pemasangan kawat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
kasa pada ventilasi, memakai kelambu, memakai obat anti nyamuk (semprot, oles,
dan bakar), dan cara lain yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
Untuk mencegah mewabahnya penyakit DBD maka pemerintah
menetapakan KepMenKes No: 581/MenKes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan
DBD dengan tujuan agar pemerintah dan masyarakat mampu bekerja sama dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Indonesia.
4. Tinjauan Tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
Berdasarkan pemaparan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa
kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Boyolali dapat diartikan
sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
yang menjangkiti masyarakat di Kecamatan Ngemplak tersebut dapat dinilai
dengan berbagai indikator penilaian kinerja yang telah tersedia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali merupakan salah satu bagian dari
birokrasi publik diharapkan mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi
publik. Pelayanan tersebut diwujudkan dalam bentuk kinerja yang berorientasi
pada publik tanpa adanya perlakuan diskriminatif kepada masyarakat publik.
Namun dalam kenyataanya persoalan kinerja organisasi publik sangat komplek.
Hal ini disebabkan karena kinerja organisasi publik dipengaruhi oleh berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
faktor yang datang dari dalam maupun luar organisasi. Oleh karena itu, Dinas
Kesehatan sebagai organisasi publik harus mampu memberikan pelayanan di
bidang kesehatan yang dapat diandalkan bagi kesehatan masyarakat.
Mengacu pada peran Dinas Kesehatan sebagai motor penggerak utama
yang akan mendorong masyarakat untuk hidup sehat, maka Dinas Kesehatan
mempunyai tugas penting dalam mengupayakan kesehatan masyarakat karena
tujuan dasar dari pembentukan Dinas Kesehatan adalah untuk mengoptimalkan
derajat kesehatan masyarakat. Dinas Kesehatan diharuskan untuk menggalakkan
program-program yang dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam
masyarakat. Salah satu program tersebut adalah pemberantasan dan
penanggulangan penyakit. Dinas Kesehatan tidak hanya memberantas dan
menanggulangi satu penyakit saja tetapi terhadap semua penyakit yang
menjangkiti fisik dan jiwa masyarakat.
Salah satu contohnya adalah penyakit DBD yang mana penyakit ini setiap
tahun menjangkiti masyarakat Indonesia dan menimbulkan banyak korban jiwa
yang cukup tinggi. Dinas Kesehatan sebagai organisasi publik yang berperan
dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus mampu menjalankan
kinerjanya dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD. Upaya-upaya
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD sangat mempengaruhi perkembangan penyakit DBD dalam
masyarakat khususnya di Kecamatan Ngemplak dalam arti apakah kasus penyakit
DBD semakin berkurang atau semakin meningkat. Untuk mengetahui bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kinerja Dinas Kesehatan dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit
DBD di Kecamatan Ngemplak maka digunakan indikator produktivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas sehingga akan diketahui gambaran kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.
a. Produktivitas
Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan
output, artinya perbandingan sejauh mana upaya yang dilakukan dengan hasil
yang diperolehnya dalam periode tertentu. Hasil yang dicapai berupa barang
maupun jasa tergantung organisasi yang mengasilkanya. Ukuran ini
menunjukkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan keluaran yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Menurut Agus Dwiyanto (2006:50) konsep produktivitas tidak hanya
mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas
pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Namun
konsep produktivitas diperluas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan
publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja
yang penting.
Berdasarkan penjelasan mengenai konsep produktivitas di atas maka
dalam penelitian ini akan dibahas produktivitas dengan penekanan pada
sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Ngemplak dan apakah hasilnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
dapat diketahui dari:
1) Pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di wilayah Kabupaten
Boyolali khususnya di Kecamatan Ngemplak melalui berbagai kegiatan
atau program yang diberikan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat.
2) Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya.
b. Responsivitas
Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik
dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Responsivitas merupakan daya tanggap yang dimiliki organisasi
terhadap suatu permasalahan.
Menurut Dilulio dalam Agus Dwiyanto (2006:62) responsivitas adalah
kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun
agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program
pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap dan birokrasi
terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa.
Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan
sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborn dan Plastrik dalam Agus
Dwiyanto, 2006:62)
Lenvinne dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:175)
mengemukakan bahwa responsivitas mengukur daya tanggap providers
terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers. Ini berarti
organisasi harus tanggap terhadap segala sesuatu yang berhubungan
konsumen sehingga kebutuhan konsumen dapat dipenuhi oleh organisasi
tersebut.
Agar dapat meningkatkan responsivitasnya, sebuah organisasi publik
harus dapat mengenali apa yang menjadi permasalahan, keinginan, tuntutan,
kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat. Sebuah organisasi juga harus
mengetahui kondisi yang ada dalam masyarakat. Dengan begitu organisasi
akan lebih cepat memahami apa yang menjadi tuntutan masyarakat dan
berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Organisasi tersebut juga
harus dapat menangkap apa yang menjadi masalah publik dan berusaha untuk
mencari solusi dari permasalahan tersebut. Untuk mewujudkan hal itu maka
diperlukan sumber daya manusia yang memadai dan tanggap (responsive).
Begitu pula di Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di Kecamatan Ngemplak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
keberhasilan dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD juga
ditentukan oleh keselarasan antara pelayanan yang diberikan dengan keluhan,
kebutuhan, dan tuntutan dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada
dasarnya responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan kinerjanya untuk
mengatasi, menanggapi, memenuhi kebutuhan, keluhan, tuntutan dan aspirasi
masyarakat di Kecamatan Ngemplak dalam upaya pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dapat diukur dari tingkat penanganan atas keluhan dan tuntutan
masyarakat pengguna jasa khusunya di Kecamatan Ngemplak terhadap
penyakit DBD.
c. Akuntabilitas
Menurut Mahmudi (2005:9) akuntabilitas publik adalah kewajiban
agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik
kepada pihak pemberi mandat (principal). Dalam konteks organisasi
pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas dan
kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan
utama akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan
konstituen lainnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder).
Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang, dan direncanakan
akan dilakukan organisasi sektor publik.
Lebih lanjut Agus Dwiyanto (2006:60-61) mengatakan acuan
pelayanan yang digunakan oleh aparat birokrasi juga dapat menunjukkan
tingkat akuntabilitas pemberian pelayanan publik. Acuan pelayanan yang
dianggap paling penting oleh birokrasi dapat merefleksikan pola pelayanan
yang digunakan. Pola pelayanan yang akuntabel adalah pola pelayanan yang
mengacu pada kepuasan publik sebagai pengguna jasa.
Dalam penelitian ini akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak ditekankan pada akuntabilitas eksternal yang
merupakan pertanggungjawaban Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
terhadap masyarakat pengguna jasa khususnya di Kecamatan Ngemplak yang
dapat dilihat dari seberapa besar kegiatan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD tersebut sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat di
Kecamatan Ngemplak. Adapun indikator akuntabilitas diukur dari kesesuaian
antara prinsip pelayanan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali terhadap nilai dan norma yang ada dalam masyarakat di Kecamatan
Ngemplak meliputi transparansi pelayanan dan orientasi pelayanan yang
dikembangkan terhadap masyarakat di Kecamatan Ngemplak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
B. Kerangka Pemikiran
Alur kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada gambar II.1 di
bawah ini:
Gambar II.1
Kerangka Pemikiran
Penelitian Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD
di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
-Tingginya angka
kasus Penyakit DBD
di Kecamatan
Ngemplak
-Kecamatan
Ngemplak telah
dinyatakan endemik
DBD
Kinerja DKK Boyolali
dalam pemberantasan
dan penanggulangan
penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak:
- Produktivitas
- Responsivitas
- Akuntabilitas
Tujuan DKK:
Turunnya Angka
Kesakitan (IR) dan
Angka Kematian
(CFR) terhadap DBD
Faktor yang mempengaruhi:
- Faktor yang menghambat :
kurangnya SDM secara
kuantitas dan kurangnya peran
aktif masyarakat
- Faktor yang meningkatkan :
pelaksanaan tugas yang tidak
hanya mengacu pada petunjuk
pelaksanaan dan adanya
transparansi dana
Untuk memudahkan penelitian ini, maka peneliti membuat kerangka
pemikiran seperti gambar diatas dalam rangka mengadakan penelitian tentang kinerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Dimana pola pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dimulai dari tingginya kasus DBD di Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan
Ngemplak. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan
pemberantasan dan penanggulangan terhadap penyakit DBD yang bertujuan untuk
menurukan angka kesakitan (Insident Rate) dan angka kematian (Case Fatality Rate)
terhadap penyakit DBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah organisasi publik yang
bertanggung jawab atas tingginya angka kasus penderita penyakit DBD di Boyolali
terutama di Kecamatan Ngemplak. Oleh karena itu, pemberantasan dan
peanggulangan penyakit DBD harus benar-benar dilakukan secara tuntas.
Pemberantasan dan penanggulangan ini diwujudkan dalam bentuk kinerja. Kinerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD tersebut secara nyata akan menunjukkan bagaimana kemampuan
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam membebaskan wilayah Boyolali dari
wabah penyakit DBD.
Dalam melaksanakan tugasnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak
terlepas dari adanya faktor yang menghambat yaitu kurangnya SDM secara kuantitas
dan kurangnya peran aktif masyarakat. Faktor penghambat adalah faktor yang harus
segera diatasi karena dapat menggangu berjalannya program pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
serta dapat berpengaruh terhadap kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
Sedangkan faktor yang meningkatkan kinerja tersebut yaitu pelaksanaan tugas yang
tidak hanya mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan adanya transparansi dana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan
penilaian kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD ini, maka upaya untuk memperbaiki atau
meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD bisa dilakukan secara lebih terarah dan
sistematis. Dan pada akhirnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali mampu
mewujudkan tujuannya dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
yaitu membebaskan wilayah Kecamatan Ngemplak dari wabah penyakit DBD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai tujuan
penelitian. Metode penelitian ini diperlukan untuk memudahkan peneliti dalam
menentukan jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik pengambilan sampel, sumber
data, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk
menggambarkan realitas yang cermat terhadap fenomena yang terjadi yang digunakan
untuk memecahkan masalah-masalah berdasarkan fakta yang nampak. Dalam
penelitian ini penulis menggambarkan fenomena penyakit DBD yang mulai
mewabah di Kabupaten Boyolali khususnya di Kecamatan Ngemplak. Penelitian
menggunakan metode deskriptif menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong
(2010:3) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang bertujuan
untuk menggambarkan keadaan atau fenomena sosial tertentu. Menggunakan metode
deskriptif kualitatif, data-data yang telah terkumpul selain dipaparkan juga dianalisa
sesuai dengan apa yang ditemui di lapangan. Data yang dikumpulkan terutama berupa
kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih dari pada sekedar angka atau
frekuensi. Sifat penelitian semacam ini mampu memperlihatkan secara langsung
62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
hubungan transaksi antara peneliti dengan yang diteliti yang memudahkan pencarian
kedalaman makna. (H.B. Sutopo, 2002:35)
B. Lokasi Penelitian
Terkait dengan data yang diperlukan wilayah sebagi studi penelitian, wilayah
atau lokasi yang dijadikan obyek penelitian adalah Kecamatan Ngemplak. Adapun
beberapa pertimbangan yang mendorong penulis melakukan penelitian dilokasi
tersebut karena Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu wilayah yang memiliki
jumlah penderita DBD lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang lain di
Kabupaten Boyolali. Kepadatan penduduk di Kecamatan Ngemplak yang cukup
tinggi sehingga penularan penyakit DBD yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti
lebih mudah dari orang satu ke orang lain. Lingkungan di wilayah Ngemplak juga
cenderung kurang terawat, padahal lingkungan yang kurang terawat adalah tempat
yang berpotensi bagi nyamuk Aedes Aegypti untuk berkembang biak
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik ini adalah menggunakan cuplikan atau sampel pada
informan yang dianggap lebih mengetahui tentang informasi yang akan diteliti.
Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sample sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008:53-54). Penelitian kualitatif tidak memilih
sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random sampling). Teknik cuplikannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
cenderung bersifat “purposive” karena dipandang lebih mampu menangkap
kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal.
Pengambilan sampling diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data
yang penting berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.
Teknik purposive sampling ini jumlah sampling tidak ditentukan karena yang
terpenting bukan jumlahnya tetapi kelengkapan dan kedalaman informasi yang dapat
digali sesuai dengan yang diperlukan bagi pemahaman masalahnya. Dalam
pelaksanaan pengumpulan data pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. (Patton dalam HB.
Sutopo 2002:56).
D. Sumber Data
Menurut H.B. Sutopo (2002:49), “Sumber data merupakan bagian yang sangat
penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data
akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh”.
Adapun sumber data yang digunakan dalam pengamatan ini adalah:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang masih mentah dan asli, yang diperoleh
secara langsung dari sumbernya, dan dikumpulkan oleh penulis selama
melakukan pengamatan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
wawancara dengan informan yang telah dipilih. Informan yang telah dipilih
tersebut adalah :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
a. Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P3PL) Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
b. Petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
c. Kepala Puskesmas Ngemplak
d. Kader Kesehatan Kecamatan Ngemplak
e. Masyarakat yang keluarganya pernah menderita penyakit DBD
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumentasi.
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari arsip atau
dokumen dari instansi yang bersangkutan dan dari buku-buku penunjang dan
literatur yang terkait dengan penelitian ini serta catatan-catatan yang ada
hubungannya dengan penelitian tentang pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD. Dokumen-dokumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali
b. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2009
c. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2010
d. Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD
e. Petunjuk Bagi Kader dan Tokoh Masyarakat Pada Pencegahan Penyakit DBD
f. Catatan Pelaksanaan penyelidikan epidemiologi (PE)
g. Daftar PNS Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun 2010
h. Data Penderita Penyakit DBD di Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
i. Data Pelaksanaan Kegiatan Pencegahan Penyakit DBD
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dalam tiap kegiatan
penelitian. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam pengamatan ini
adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Menurut Lexy J. Moleong (2010:186), “Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee)”. Menurut Guba dan Lincoln dalam Lexy J. Moleong (2010:188)
berpendapat bahwa “Pembagian lain adalah 1) wawancara oleh tim atau panel, 2)
wawancara tertutup dan wawancara terbuka, 3) wawancara secara lisan, dan
wawancara secara terstruktur dan tak terstruktur”.
Dalam pengamatan ini menggunakan teknik wawancara terstruktur.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewancara menetapkan sendiri
masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara dilakukan
berdasar pada pedoman wawancara meliputi:
a. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
b. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
c. Akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
2. Analisis Dokumen dan Arsip
H.B. Sutopo (2002:69), berpendapat bahwa :
Dokumen bisa memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana
sampai yang lebih lengkap dan kompleks, dan bahkan bisa benda-benda
lainnya sebagai peninggalan masa lampau. Demikian pula halnya dengan
arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan yang lebih formal
dibandingkan dengan dokumen.
F. Validitas Data
Validitas data yang dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang
diperoleh sesuai dengan kenyataan atau fakta. Untuk itu peneliti menggunakan cara
trianggulasi data. Menurut Lexy J. Moelong (2010:178), trianggulasi data merupakan
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah
diperoleh. Hal ini bertujuan untuk mengecek kebenaran data tersebut dengan cara
membandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari narasumber yang lain.
Dengan kata lain data akan dikontrol oleh data yang sama namun dengan sumber
yang berbeda.
Penerapan model triangulasi data dalam penelitian ini yaitu pada saat
memperoleh data tentang DBD dari petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Boyolali, peneliti juga membandingkan informasi sejenis kepada Kepala Seksi
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Dengan demikian
data yang diperoleh lebih valid dan dapat dipercaya. Selain itu penerapan model ini
juga dilakukan pada saat memperoleh data dari Kepala Puskesmas Ngemplak. Begitu
juga dengan data yang diperoleh dari masyarakat di Kecamatan Ngemplak, peneliti
melakukan wawancara kepada lebih dari seorang sehingga data yang diperoleh akan
lebih valid.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2010:103), analisis data adalah
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,
dan satuan uraian dasar. Proses analisis dilakukan secara bersamaan sebagai sesuatu
proses yang jalin-menjalin pada saat, sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data
sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang permasalahan yang
diteliti. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif (interactive model of analysis). Dalam model ini terdapat tiga
komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam H.B. Sutopo (2002:94-96),
ketiga komponen tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Gambar III.1
Model Analisis Interaktif
(Sumber: H.B. Sutopo, 2002:96)
Tiga komponen analisis yang utama dalam model interaksi ini adalah reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan. Proses ini
berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan pada saat
pengumpulan data, reduksi data dapat berupa memusatkan tema dan membuat
batas-batas permasalahan. Proses ini terus berlangsung sampai laporan penelitian
selesai ditulis.
Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan pada saat penulis
mendapatkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dan masyarakat di
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan Simpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Kecamatan Ngemplak tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Penulis kemudian
menyederhanakan data tersebut dengan mengambil data-data yang mendukung
dalam pembahasan penelitian ini. Sehingga data-data tersebut mengarah pada
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah suatu rangkaian informasi yang memungkinkan
kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data,
peneliti akan dapat mengerti tentang apa yang terjadi dan memungkinkan untuk
mengerjakan sesuatu pada analisa/ tindakan lain berdasarkan penelitian tersebut.
Penyajikan data dalam penelitian ini peneliti mendiskripsikan data-data
tentang kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dalam bentuk narasi.
Sehingga makna dari peristiwa-peristiwa yang ditemui lebih mudah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data, peneliti harus memulai mengerti arti
dalam hal-hal yang ditemui tentang Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola pernyataan,
konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi untuk
kemudian dibuat suatu kesimpulan. Pada awalnya kesimpulan tersebut kurang
jelas kemudian makin meningkat dan memiliki landasan yang kuat. Setelah sajian
data telah tersusun, selanjutnya peneliti dapat menarik kesimpulan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai proses pengumpulan data berakhir.
Dengan demikian, dengan model analisis interaktif yang digunakan penarikan
kesimpulan dapat dipertangungjawabkan.
Ketiga komponen tersebut berinteraksi dengan proses pengumpulan
data sehingga membentuk suatu siklus. Apabila dalam penelitian, data yang
terkumpul dirasakan cukup kuat mendukung proses analisa maka dapat disusun
pertanyaan baru untuk mengumpulkan data kembali, begitu seterusnya sampai
penarikan kesimpulan akhir sehingga analisis yang dihasilkan cukup mantap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ngemplak
a. Kondisi Geografis
Kecamatan Ngemplak secara administratif terletak diwilayah
Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan Ngemplak adalah
sebuah daerah yang terletak diantara 110° 22 BT dan 7° 36 LS di kaki
Gunung Merbabu, dengan ketinggian 200 - 600 meter di atas permukaan
laut. Letak geografis terletak diantara Kota Surakarta dan Kabupaten
Karanganyar.
Luas wilayah Kecamatan Ngemplak adalah 3.852,70 ha terbagi
dalam 12 desa. Desa Sobokerto adalah desa terluas wilayahnya yaitu 4.974
km² sedangkan yang terkecil luasnya adalah Desa Donohudan seluas 2.445
km². Kecamatan Ngemplak memiliki curah hujan 2.291 mm dengan
jumlah hari hujan 102 hh. Wilayah Kecamatan Ngemplak dibatasi oleh :
1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Nogosari Kabupaten
Boyolali
2) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sambi Kabupaten
Boyolali
3) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Colomadu Kabupaten
Karanganyar
72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
4) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari Kota
Surakarta
b. Topografi
Kecamatan Ngemplak berada pada ketinggian kurang lebih 150 m
diatas permukaan air laut (mdpl). Luas Kecamatan Ngemplak adalah
3.852,70 Ha dengan rincian sebagai berikut :
1) Tanah Sawah : 1.515,79 Ha
2) Tanah Tegal/Ladang : 297.362,1 Ha
3) Tanah Pekarangan : 1,210,28 Ha
4) Tambak/Kolam : 3,80 Ha
5) Waduk : 306,89 Ha
6) Lain-lain : 784,46 Ha
c. Keadaan Demografis
Keadaan demografis dapat memberikan gambaran tentang
penduduk Kecamatan Ngemplak baik jumlah maupun penggolongannya.
Data demografi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam
mengambil kebijakan, terutama dalam mengambil arah kebijakan yang
akan diarahkan pada penduduk daearah dalam mengambil arah kebijakan
yang akan diarahkan pada penduduk daerah mana dan golongan yang
mana, termasuk pula dalam progam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD. Berikut ini adalah tabel kepadatan penduduk Kecamatan
Ngemplak berdasarkan desa yang terdapat di Kecamatan Ngemplak :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel IV.1
Kepadatan Penduduk Per Desa Kecamatan Ngemplak
Tahun 2010
No Desa Luas Wilayah
(km²)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Penduduk /km²
1 Ngargorejo 3.066 3.470 1.132
2 Sobokerto 4.974 5.774 1.161
3 Ngesrep 4.021 6.160 1.532
4 Gagaksipat 2.556 5.910 2.312
5 Donohudan 2.445 6.189 2.531
6 Sawahan 2.658 7.994 2.979
7 Pandeyan 2.564 6.801 2.652
8 Kismoyoso 3.779 6.187 1.637
9 Dibal 2.796 5.959 2.131
10 Sindon 2.571 4.935 1.919
11 Manggung 4.223 6.088 1.442
12 Giriroto 2.865 5.469 1.979
Jumlah 39 70.861 1.840
Sumber : Puskesmas Ngemplak
Dengan melihat data tabel kepadatan penduduk Kecamatan
Ngemplak pada tahun 2010 diatas nampak bahwa kepadatan penduduk
Kecamatan Ngemplak bervariasi. Kepadatan penduduk paling besar
terdapat di Desa Sawahan dengan kepadatan sebesar 2.979 per km²
sedangkan desa yang memiliki kepadatan paling kecil terdapat di Desa
Ngargorejo yaitu dengan kepadatn sebesar 1.132 per km².
Berdasarkan jumlah penduduk Kecamatan Ngemplak menurut
kelompok umur dan jenis kelamin pada tahun 2010 adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Tabel IV.2
Jumlah penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kecamatan Ngemplak Tahun 2010
No Kelompok Umur (Th) Laki-Laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 <1 489 556 1.045
2 1-4 2.362 1.893 4.255
3 5-9 2.997 2.831 5.808
4 10-14 3.465 3.100 6.565
5 15-19 2.858 2.590 5.448
6 20-24 2.945 2.759 5.704
7 25-29 2.970 2.870 5.840
8 30-34 2.757 3.143 5.900
9 35-39 2.258 2.539 4.797
10 40-44 2.341 2.920 5.261
11 45-49 2.338 2.406 4.744
12 50-54 1.818 1.823 3.641
13 55-59 1.413 1.730 3.143
14 60-64 1.588 1.640 3.228
15 65-69 1.621 2.216 3.837
16 70-74 463 633 1.096
17 75+ 232 317 548
Jumlah 34.895 35.966 70.861
Sumber : Puskesmas Ngemplak
Berdasarkan data jumlah penduduk Kecamatan Ngemplak menurut
kelompok umur pada tahun 2010 terdapat pengelompokan jumlah
penduduk pada usia-usia tertentu. Jumlah penduduk terbesar terdapat pada
golongan usia 10-14 tahun dengan jumlah sebanyak 6.565 dari jumlah
keseluruhan penduduk, jumlah ini terbagi dalam dua buah bagian yaitu
sebanyak 3.465 orang laki-laki dan 3.100 orang perempuan.
d. Sarana dan Prasarana
1) Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang memadai sangat diperlukan dalam
program pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Kecamatan Ngemplak, sebab tanpa adanya sarana kesehatan yang
memadai , program ini mustahil akan berhasil . Berikut ini data sarana
kesehatan dan dokter di Kecamatan Ngemplak pada tahun 2010 :
Tabel IV. 3
Jumlah Sarana Kesehatan Per Desa Kecamatan Ngemplak
Tahun 2010
No Desa Polides Puskesmas Puskesmas
Pembantu
Rumah
Bersalin
Praktek
Dokter
Pos KB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Ngargorejo 1 - - - - 1
2 Sobokerto 1 - - - 2 1
3 Ngesrep 1 - - - 2 1
4 Gagaksipat 1 - - - 1 1
5 Donohudan 1 - - 1 2 1
6 Sawahan 1 - - - 4 1
7 Pandeyan 1 1 1 - 1 1
8 Kismoyoso 1 - - - - 1
9 Dibal 1 - - - 1 1
10 Sindon 1 - - - 1 1
11 Manggung 1 - - - - 1
12 Giriroto 1 - - - - 1
Jumlah 12 1 1 1 14 12
Sumber : Puskesmas Ngemplak
Dari data diatas nampak bahwa jumlah sarana kesehatan di
Kecamatan Ngemplak cukup memadai yakni berjumlah 41 buah,
jumlah itu berupa Polides, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah
Bersalin, Praktek Dokter dan Pos KB. Sarana kesehatan ini dapat
dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang cepat dan
memuaskan bagi masyarakat, khususnya bagi para penderita DBD.
Tenaga kesehatan juga sangat penting bagi sukses atau tidaknya
pelaksanaan program kesehatan, khususnya program pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
adanya tenaga kesehatan yang memadai maka jumlah yang diharapkan
tidak dapat tercapai. Di Kecamatan Ngemplak jumlah tenaga
kesehatan yang meliputi dokter berjumlah 14 orang, mantri
kesehatan/perawat berjumlah 25 orang, bidan berjumlah 43 orang.
Jumlah tenaga kesehatan ini diharapkan mampu untuk mengatasi
persoalan-persoalan kesehatan di Kecamatan Ngemplak.
Selain sarana kesehatan yang telah disebutkan diatas, masih
terdapat sarana yang sangat penting dalam kaitannya dengan program
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD yaitu sarana air
bersih. Hal ini dikatenakan air merupakan tempat berkembang biaknya
nyamuk yang merupakan vektor perantara penularan penyakit DBD.
Sarana air bersih yang sehat dapat menghambat penyebarluasan
penyakit DBD. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali disimpulkan bahwa cakupan penggunaan air
bersih di Kecamatan Ngemplak paada tahun 2010 sebesar 83,294 %.
Jumlah seluruh air bersih di Kecamatan Ngemplak 67.873. Sarana ini
meliputi 62.063 sumur gali, 5.282 sumur pompa tangan, dan 528
PDAM.
2) Sarana Perekonomian
Sarana perekonomian termasuk hal yang paling mempengaruhi
dalam melancarkan pelaksanaan program pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak. Berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
adalah data sarana perekonomian di Kecamatan Ngemplak setiap desa
tahun 2010 :
Tabel IV.4
Jumlah Sarana Perekonomian Per Desa Kecamatan Ngemplak
Tahun 2010
No Desa Pasar
Umum
Pasar
Desa
Toko Bank
Lainnya
1 Ngargorejo - - - -
2 Sobokerto - - - -
3 Ngesrep 1 1 1 3
4 Gagaksipat - - - 1
5 Donohudan 1 1 5 1
6 Sawahan - - 4 3
7 Pandeyan - - - -
8 Kismoyoso - - - -
9 Dibal 1 - - -
10 Sindon - - - -
11 Manggung - - - -
12 Giriroto - - - -
Jumlah 3 2 10 8
Sumber : Puskesmas Ngemplak
Dengan melihat data jumlah sarana atau fasilitas perekonomian
yang ada di Kecamatan Ngemplak, maka dapat dikatakan memadai
untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di Kecamatan Ngemplak.
Kecamatan Ngemplak sebagai daerah yang tidak terlalu besar memiliki
pasar umum berjumlah 3 buah, toko berjumlah 10 buah, dan bank
berjumlah 8 buah. Sarana ini telah mencukupi bagi warga Kecamatan
Ngemplak. Untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari tanpa
harus keluar jauh dari rumah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
a. Dasar Hukum Berdirinya Organisasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 363
Tahun 1977, Dinas Kesehatan Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali
dinamakan Dinas Kesehatan Rakyat Kabupaten Dearah Tingkat II
Boyolali yang mempunyai susunan organisasi sebagai berikut : Kepala
Dinas, Subag, Tata Usaha yang membawahi tiga kepala uruan dan tiga
kepala seksi yang membawahi masing-masing tiga kepala sub seksi.
Dengan perkembangan jaman dan kebutuhan Dinas Kesehatan
Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali dengan Peraturan Daerah
Nomor 6 Tahun 1981 dirubah menjadi Dinas Kesehatan Kabupaten
Daerah Tingakat II Boyolali.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai
Otonomi Daerah dan penghapusan sebagian Departemen maka Dinas
Kesehatan Kabupaten Tingkat II Boyolali dengan Peraturan Daerah
Nomor 2 Tahun 2001 dirubah menjadi Dinas Kesehatan dan Sosial
Kabupaten Boyolali, dengan susunan organisasi sebagai berikut : Kepala
Dinas, Kepala Bagian Tata Usaha yang membawahi empat subagian, dan
empat subdinas yang masing-masing membawahi empat kepala seksi.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 3
Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan dan
tugas Pokok Dinas Daerah Kabupaten Boyolali berubah nama menjadi
Dinas Kesehatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
b. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Gambaran masyarakat di Kabupaten Boyolali di masa depan yang
ingin dicapai melalui pembangunan di bidang kesehatan adalah
masyarakat yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan
perilaku hidup yang sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi–tingginya. Untuk mewujudkan gambaran
keadaan masyarakat Kabupaten Boyolali dimasa depan melalui
pembangunan kesehatan, maka dirumuskan Visi Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali yaitu : “Terwujudnya Masyarakat Boyolali yang
Sehat dan Sejahtera 2010”.
Misi mencerminkan tugas, fungsi dan kewenangan organisasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang mempunyai akuntabilitas
terhadap pencapaian Visi “Terwujudnya Masyarakat Boyolali yang Sehat
dan Sejahtera 2010”. Untuk mewujudkan Visi tersebut, pembangunan
kesehatan di Kabupaten Boyolali mempunyai Misi sebagai berikut :
1) Mendorong kemandirian masyarakat dalam upaya mewujudkan
perilaku hidup sehat dan lingkungan yang sehat
2) Meningkatkan keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan
yang berkualitas
3) Mengelola dan mengembangkan kebijakan dan manajeman dibidang
kesehatan termasuk penelitian dan pengembangannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
4) Meningkatkan taraf kesejahteraan sosial melalui peningkatan
partisipasi sosial terhadap kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial
kepada para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS)
c. Tugas, Fungsi, Tujuan, dan Sasaran Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan
pemerintah daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembangunan di
bidang kesehatan.
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana di maksud dalam
ayat (1) Dinas Kesehatan mempunyai fungsi :
1) Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan
2) Pemberian saran-pendapat kepada Bupati dalam memecahkan masalah
di bidang kesehatan
3) Perencanaan, pengoordinasian, pengawasan dan pengendalian
program-program bidang kesehatan
4) Pemberian perijinan dan pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
5) Pengelolaan urusan Ketatausahaan dinas meliputi perencanaan dan
informasi kesehatan, kepegawaian, keuangan, dan umum
6) Pengelolaan Program/Kegiatan Pelayanan Kesehatan
7) Pengelolaan Program/Kegiatan Pencegahan, Pemberantasan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
8) Pengelolaan Program/Kegiatan Kesehatan Lingkungan
9) Pengelolaan Program/Kegiatan Promosi dan Kesehatan Institusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
10) Pelaksanaan kegiatan konsultasi, koordinasi, komunikasi dan
kerjasama dengan Dinas terkait, atau pihak lain dalam upaya
peningkatan upaya pelayanan kesehatan, kesehatan keluarga,
pencegahan, pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, serta
promosi kesehatan
Tujuan dari pembangunan kesehatan terwujudnya masyarakat
Boyolali yang sehat dan sejahtera 2010 adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kemandirian individu, keluarga, masyarakat dalam
perilaku hidup bersih dan sehat
2) Terwujudnya pembangunan berwawasan kesehatan, kualitas
lingkungan dan perilaku hidup sehat
3) Terwujudnya kesehatan individu keluarga dan masyarakat melalui
peningkatan, pemerataan, keterjangkauan serta meningkatkan kwalitas
pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat yang
berkesinambungan
4) Terwujudanya upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit
melalui survelains, pengendalian faktor resiko dan penangganan serta
KLB dan Berencana
5) Menurunkan prevelensi gizi kurang pada balita dan meningkatkannya
Kemandirin Keluarga dalam upaya perbaikan gizi
6) Tesedianya tenaga yang professional sesuai dengan kompetensi
dengan kompetensi dan jumlah yang cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
7) Tersedianya pelayanan kefarmasian meningkatnya kemantapan
kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan serta kesejahteraan
sosial yang terpadu, efisien, rasional dan akuntabel
Sasaran pembangunan kesehatan dalam rangka terwujudnya
masyarakat Boyolali yang sehat dan sejahtera 2010 adalah sebagai berikut:
1) Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang
bersih dan berwibawa konstitusional dan efektif
2) Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu
3) Terpenuhinya kebutuhan perumahan dan sanitasi yang layak dan sehat
4) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
d. Strategi, Kebijakan, dan Program Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
1) Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
a) Strategi Peningkatan Kerja
(1) Pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM
(2) Melaksanakan monitoring dan evaluasi
(3) Dukungan dana yang memadai
b) Strategi Peningkatan Masalah Dan Langkah Antisipatif Yang Akan
Diambil
(1) Optimalisasi sarana dan prasarana yang ada
(2) Peningkatan pemberdayaan SDM kesehatan
2) Kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
a) Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendidikan
kesehatan melalui pendidikan kesehatan kepada masyarakat sejak
usia dini
b) Peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan
c) Meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan melalui peningkatan jumlah dan kualitas Puskesmas dan
jaringannya
d) Meningkatkan kualitas jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat melalui peningkatan akses secara holistik dan
paripurna
e) Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit
menular dan tidak menular
f) Mengembangkan surveilans dengan pemanfaatan sistem informasi
di setiap jenjang dalam rangka kewaspadaan dini dan pengendalian
faktor resiko
g) Meningkatkan kualitas dan pemerataan tenaga kesehatan dan sosial
h) Meningkat ketersediaan obat dan perbekalan sarana prasarana
kesehatan
i) Meningkatkan cakupan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
produk terapik obat tradisional, kosmetik serta produk pangan
j) Mengembangkan survailans dengan pemanfatan sistem informasi
disetiap jenjang dalam rangka kewaspadaan dini dan pengendalian
faktor resiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
3) Program Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
a) Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, Pemberdayaan
Masyarakat
b) Program Peningkatan Kesehatan Keluarga, Anak, Remaja dan
Lansia
c) Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
d) Program Perbaikan Gizi Masyarakat
e) Program Sumber Daya Masyarakat
f) Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya
g) Program Kebijakan, Manajemen dan Pelayanan serta Sumber Daya
Kesehatan
e. Susunan dan Struktur Organisasi
Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diatur
dengan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali,
yaitu sebagai berikut :
1) Kepala
2) Sekretaris, membawahi :
a) Sub Bagian Keuangan
b) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan
3) Bidang Pelayanan Kesehatan, membawahi :
a) Seksi Kesehatan dan Rujukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
b) Seksi Farmasi Makanan, Minuman, dan Obat Asli Indonesia
c) Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu
4) Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P3PL), membawahi :
a) Seksi Pencegahan dan Survailans
b) Seksi Pemberantasan Penyakit
c) Seksi Penyehatan Lingkungan
5) Bidang Kesehatan Keluarga, membawahi :
a) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak
b) Seksi Gizi
c) Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
6) Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, dan Litbang, membawahi :
a) Seksi Promosi dan Informasi Kesehatan
b) Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat
c) Seksi Pembiayaan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
7) Unit Pelaksana Teknis
8) Kelompok Jabatan Fungsional
Bedasarkan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten
Boyolali, maka struktur organisasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dapat digambarkan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar IV.1
Susunan Organisasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Sumber : Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
SUB BAG
UMUM &
KEPEGAWAIAN
SUB BAG
KEUANGAN
SUB BAG
PERENCANAAN
& PELAPORAN
BIDANG
KESEHATAN
KELUARGA
BIDANG PROMOSI,
KESEHATAN INSTITUSI
DAN LITBANG
SEKSI
KESEHATAN IBU DAN
ANAK
SEKSI
PROMOSI DAN
INFORMASI
KESEHATAN
SEKSI
GIZI
SEKSI KESEHATAN
INSTITUSI DAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
SEKSI
KB DAN KESEHATAN
REPRODUKSI
SEKSI
PEMBERDAYAAN,
PENELITIAN, DAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN
UPTD
UPTD
BIDANG
PELAYANAN
KESEHATAN
SEKSI
KESEHATAN DASAR
& RUJUKAN
BIDANG PENCEGAHAN
PEMBERANTASAN
PENYAKIT DAN
PENYEHATAN
LINGKUNGAN
SEKSI
PENCEGAHAN &
SURVAILANS
SEKSI FARMASI,
MAKANAN,
MINUMAN, OBAT
ASLI INDONESIA
SEKSI
PEMBERANTASAN
PENYAKIT
SEKSI AKREDITASI &
KENDALI MUTU
(QUALITY
ASSURANCE)
SEKSI
PENYEHATAN
LINGKUNGAN
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
f. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali
Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
diatur dengan Peraturan Bupati Boyolali Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kabupaten Boyolali,
yang disesuaikan dengan masing–masing jabatan yang diemban, yaitu :
1) Kepala Dinas
Mempunyai tugas pokok memimpin dan mengkoordinasi
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonom dan
tugas pembantuan di bidang penyelenggaraan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Dinas
mempunyai fungsi :
a) Merumuskan kebijakan teknis di bidang kesehatan
b) Menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas
c) Memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Dinas
Kesahatan
d) Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada atasan
e) Mendristibusikan tugas, memberikan petunjuk, dan arahan kepada
bawahan
f) Menelaah perturan perundang-undangan di bidang kesehatan
g) Merencanakan, mengoordinasikan, mengawasi, dan
mengendalikan program-program di bidang kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
h) Memberikan perijinan dan melaksanakan pelayanan kesehataan
i) Melaksanakan pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas
bidang kesehatan
j) Melaksanakan pembinaan terhadap unit pelayanan kesehatan
pemerintah dan swasta
k) Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Dinas
l) Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta
memberikan DP3 kepada bawahan
m) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang
tugasnya
2) Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan
surat menyurat, rumah tangga, hubungan masyarakat, keprotokolan,
urusan umum dan kepegawaian, keuangan, barang, perencanaan dan
pelaporan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Sekretariat
mempunyai fungsi :
a) Pengoordinasian, penyiapan perumusan bahan kebijakan teknis di
bidang kesehatan
b) Pengoordinasian dan pelaksanaan pengelolaan keuangan
c) Pengoordinasian dan pelaksanaan pengelolaan urusan umum dan
kepegawaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
d) Pengoordinasian dan pelaksanaan program/kegiatan, perencanaan
dan pelaporan
Sekretariat membawahi 3 subbagian yaitu :
a) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas
pokok menyelenggarakan pengelolaan dan pengolahan
administrasi umum meliputi surat menyurat, kearsipan, rumah
tangga, hubungan masyarakat, keprotokolan umum dan
administrasi kepegawaian serta pengelolaan barang.
b) Sub Bagian Keuangan
Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok
melaksanakan administrasi penatausahaan keuangan, pengelolaan
keuangan dan pertanggungjawaban administrasi keuangan.
c) Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan
Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan mempunyai tugas
pokok melaksanakan pengumpulan data penyusunan dokumen
satuan kerja dan rencana anggaran, menilai serta menyusun
laporan.
3) Bidang Pelayanan Kesehatan
Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengawasi, dan mengendalikan upaya pelayanan
kesehatan dasar, upaya pelayanan kesehatan rujukan, upaya pelayanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
kesehatan khusus, upaya pelayanan kefarmasian, perijinan dan
akreditasi pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Pelayanan
Kesehatan mempunyai fungsi :
a) Perencanan, pengawasan, dan pengendalian di bidang upaya
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
b) Perencanaan, pengawasan, dan pengendalian di bidang
kefarmasian dan Obat Asli Indonesia (OAI)
c) Peencanaan, pengawasan, dan pengendalian di bidang akreditasi
dan kendali mutu termasuk perijinan
Bidang Pelayanan Kesehatan membawahi 3 seksi yaitu :
a) Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan
Seksi Kesehatan Dasar dan Rujukan mempunyai tugas
pokok merencanakan, mengawasi dan megendalikan upaya
pelayanan kesehatan dasar, upaya pelayanan kesehatan rujukan dan
upaya pelayanan kesehatan khusus.
b) Seksi Farmasi, Makanan, Minuman, dan Obat Asli Indonesia
(OAI)
Seksi Farmasi, Makanan, Minuman, dan Obat Asli
Indonesia (OAI) mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengawasi dan mengendalikan pelayanan kefarmasian, makanan,
dan minuman serta pemanfaatan Obat Asli Indonesia (OAI).
c) Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Seksi Akreditasi dan Kendali Mutu mempunyai tugas
pokok merencanakan, mengawasi dan mengendalikan serta
melaksanakan kegiatan akreditasi dan kendali mutu pelayanan
kesehatan termasuk perijinan/merekomendasi sarana pelayanan
kesehatan.
4) Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P3PL)
Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P3PL) mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengoordinasi dan mengendalikan program/kegiatan pencegahan dan
survailans pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang
Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P3PL) mempunyai fungsi :
a) Merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan
program/kegiatan pencegahan penyakit termasuk pelayanan
imunisasi disektor pemerintah maupun swasta
b) Merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan
program/kegiatan survelians epidemiologi dan penyelidikan
Kejadian Luar Biasa (KLB)
c) Merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan
program/kegiatan pemberantasan penyalit menular dan penyakit
tidak menular
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
d) Merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan
program/kegiatan peningkatan penyehatan lingkungan
Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P3PL) membawahi 3 seksi yaitu :
a) Seksi Pencegahan dan Survailans
Seksi Pencegahan dan Survailans mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan
upaya Pencegahan dan Survailans penyakit menular serta tidak
menular.
b) Seksi Pemberantasan Penyakit
Seksi Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatan
pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular baik
yang dilakukan pemerintah, swasta dan masyarakat.
c) Seksi Penyehatan Lingkungan
Seksi Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatan
Penyehatan Lingkungan.
5) Bidang Kesehatan Keluarga
Bidang Kesehatan Keluarga mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengoordinasikan, dan mengendalikan kegiatan-
kegiatan kesehatan ibu , anak, gizi, keluarga berancana dan kesehatan
reproduksi serta kesehatan lanjut usia (lansia)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai fungsi :
a) Perencanaan, pengoordinasian, dan pelaksanaan kegiatan
kesehatan ibu dan anak
b) Perencanaan, pengoordinasian, dan pelaksanaan kegiatan
pelayanan keluarga berencana, kesehatan reproduksi dan kesehatan
lanjut usia
c) Perencanaan, pengoordinasian, dan pelaksanaan kegiatan gizi
Bidang Kesehatan Keluarga membawahi 3 seksi yaitu :
a) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak
Seksi Kesehatan Ibu dan Anak mempunyai tugas pokok
merencanakan, mengoordinasikan dan mengendalikan kegiatan-
kegiatan kesehatan ibu dan anak.
b) Seksi Gizi
Seksi Gizi mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengoordinasikan dan mengawasi Upaya Perbaikan Gizi.
c) Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
Seksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan dan
dan mengendalikan kegiatan-kegiatan keluarga berencana,
kesehatan reproduksi dan kesehatan Lanjut Usia (Lansia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
6) Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, Peneitian dan
Pengembangan
Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, Peneitian dan
Pengembangan mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengoordinasikan, dan mengendalikan program/kegiatan promosi dan
informasi kesehatan, kesehatan institusi dan pemberdayaan
masyarakat, pembiayaan kesehatan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Bidang Promosi,
Kesehatan Institusi, Peneitian dan Pengembangan mempunyai fungsi :
a) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan
upaya promosi dan informasi kesehatan.
b) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan
upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
c) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian program/kegiatan
upaya pembiayaan kesehatan dan Litbangkes
Bidang Promosi, Kesehatan Institusi, Peneitian dan
Pengembangan membawahi 3 seksi yaitu :
a) Seksi Promosi dan Informasi Kesehatan
Bidang Promosi dan Informasi Kesehatan mempunyai tugas
pokok merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksanakan upaya
promosi dan informasi kesehatan.
b) Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Seksi Kesehatan Institusi dan Pemberdayaan Masyarakat
mempunyai tugas pokok merencanakan, mengoordinasikan, dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan kesehatan institusi dan
pemberdayaan masyarakat.
c) Seksi Pembiayaan, Penelitian, dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes)
Seksi Pembiayaan, Penelitian, dan Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengoordinasikan, dan melaksanakan program/kegiatan
pembiayaan kesehatan dan Litbangkes.
7) Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis mempunyai tugas pokok merencanakan,
mengoordinasikan, dan mengendalikan Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Unit Pelaksana
Teknis mempunyai fungsi :
a) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) di wilayah kerjanya
b) Perencanaan, pengoordinasian, dan pengendalian Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) di wilayah kerjanya
c) Pengoordinasian dan penyelanggaraan administrasi UPT Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di wilayah kerjanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
8) Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok
melaksanakan kegiatan fungsional di bidang masing-masing sesuai
dengan keahliannya.
g. Sumber Daya Manusia Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dalam rangka perwujudan terlaksananya setiap tugas secara
efektif, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali haruslah memiliki
SDM aparatur dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Kualitas yang
memadai maksudnya agar mutu penyelenggaraan tugas berjalan dengan
baik sedangkan kuantitas yang memadai maksudnya dapat menjangkau
pelayanan kepada masyarakat secara lebih luas dalam menciptakan derajat
kesehatan yang optimal.
Berikut ini disajikan identifikasi pegawai yang dimiliki oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali pada Tahun 2010 berdasarkan berbagai
kategori :
1) Struktur Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
Struktur pegawai berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel dibawah ini, dimana jumlah pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali secara keseluruhan pada keadaan Tahun 2010 adalah
sebanyak 1041 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Tabel IV.5
Struktur Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2010
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki – Laki 328 31,51
Perempuan 713 68,49
Jumlah 1041 100
Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pegawai
perempuan lebih banyak dari jumlah pegawai laki-laki, tercatat
sebanyak 713 Pegawai (68,49 %) pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berjenis kelamin perempuan dan 328 pegawai (31,51 %)
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang berjenis kelamin laki-laki.
Jumlah tersebut menunjukan bahwa keterlibatan perempuan dalam
bekerja lebih besar dari pada laki-laki.
2) Struktur Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimiliki pegawai Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali bervariasi, dari tingkat sekolah dasar sampai
dengan perguruan tinggi. Hal ini disebabkan dengan kebutuhan bidang
tugas dan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk lebih
jelasnya mengenai tingkat pendidikan formal yang ditempuh pegawai
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolai dapat dilihat dalam tabel dibawah
ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Tabel IV.6
Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tahun 2010
No Tingkat Pendidikan Jumlah %
1 SD 17 1,63
2 SMP 39 3,75
3 SMA/ SMEA/ STM 270 25,94
4 DI 187 17,96
5 DII - -
6 DIII 361 34,68
7 D-IV 8 0,77
8 S-1/ SARJANA 152 14,60
9 S-2/ PASCA SARJANA 7 0,67
Jumlah 1041 100
Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan tabel diatas bisa dilihat tingkat pendidikan dari
pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Semua pegawai telah
menempuh pendidikan dasar. Pendidikan paling tinggi dari pegawai
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah S-2/PASCA SARJANA
tercatat sebanyak 7 pegawai (0,67 %). Struktur pegawai di Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali berdasarkan tingkat pendidikan paling
banyak berpendidikan akhir DIII sebanyak 361 pegawai (34,68 %).
Kemudian yang berpendidikan akhir S-1/SARJANA sebanyak 152
pegawai (14,60 %), D-IV sebanyak 8 pegawai (0,77 %), D-1 sebanyak
187 pegawai (17,96 %), SMA/ SMEA/ STM sebanyak 270 pegawai
(25,94 %), SMP sebanyak 39 pegawai (3,75 %), dan ada yang
berpendidikan akhir SD sebanyak 17 pegawai (1,63 %).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
3) Struktur Pegawai Berdasarkan Tingkat Golongan
Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terbagi dalam
beberapa pangkat / golongan sebagaimana mestinya Pegawai Negeri
Sipil (PNS) mulai dari PTT, golongan 1/a hingga IV/c. Untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat dalam tabel berikut ini :
Tabel IV.7
Struktur Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan Pangkat / Golongan
Tahun 2010
No Tingkat Golongan Jumlah %
1 PTT 97 9,32
2 I/a 5 0,48
3 I/b - -
4 I/c 7 0,67
5 I/d - -
6 II/a 99 9,51
7 II/b 111 10,66
8 II/c 133 12,78
9 II/d 112 10,76
10 III/a 102 9,80
11 III/b 187 17,96
12 III/c 127 12,20
13 III/d 45 4,32
14 IV/a 10 0,96
15 IV/b 4 0,38
16 IV/c 2 0,20
Jumlah 1041 100
Sumber : Lakip Tahun 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan dari
pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, pegawai yang memiliki
jangkauan golongan tertinggi adalah golongan IV/c yang hanya
tercatat 2 pegawai (0,20 %) dan jangkauan golongan yang paling
rendah adalah golongan I/a dengan jumlah pegawai 5 (0,48 %) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
jumlah PTT tercatat 97 (9,32 %). Jumlah pegawai paling banyak
adalah pegawai dengan golongan III/b sebanyak 187 pegawai (17,96
%), sedangkan jumlah pegawai paling sedikit adalah pegawai dengan
golongan IV/c tercatat 2 pegawai (0,20 %).
h. Derajat Kesehatan
Situasi derajat kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
tahun 2010 adalah sebagai berikut :
a. Angka Kematian
1) Angka Kematian Ibu (AKI) yang dilaporkan di Kabupaten
Boyolali masih cukup tinggi 147,99 per 100.000 kelahiran hidup
(target MDGs 118 per 100.000 KH pada tahun 2015)
2) Angka Kematian Bayi (AKB) dilaporkan sebesar 8,88 per 1.000
kelahiran hidup
3) Angka Kematian Balita (AKABA) dilaporkan sebesar 1,17 per
1.000 KH
b. Angka Kesakitan
1) Angka Kesakitan DBD sebesar 35,09 per 100.000 penduduk
dengan CFR (Case Fatality Rate) sebesar 1,2%
2) Angka kesembuhan penyakit TB Paru sebesar 98,7%, namun
angka penemuan penderita TB Paru relatif masih rendah baru
mencapai 17,14%
3) Angka Kesakitan Diare sebesar 14,67%
4) Angka Kesakitan Malaria sebesar 0,02 per1.000 penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
i. Pembiayaan Kesehatan
Tabel IV.8
Anggaran Kesehatan Kabupaten/Kota
Kabupaten Boyolali
Tahun 2009
No Sumber Biaya Alokasi Anggaran Kesehatan
Rupiah %
1
2
3
4
5
Anggaran Kesehatan Bersumber:
APBD KAB/KOTA
APBD PROVINSI
APBN :
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
- ASKESKIN
- Lainnya
Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN)
Sumber Pemerintah Lainnya
43.428.520.000
569.646.000
7.415.000.000
3.946.680.000
726.073.000
-
-
77,43
1,02
13,22
7,04
0,00
0,00
Total Anggaran Kesehatan 56.085.919.500 100,00
Total APBD KAB/KOTA 892.987.309.000
% APBD Kesehatan Thd APBD KAB/KOTA 4,86
Anggaran Kesehatan Perkapita 58.93
Sumber : Sekretariat Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel diatas bisa dilihat total anggaran kesehatan Kabupaten
Boyolali Tahun 2009 sebesar Rp. 56.085.919.500,00 atau sebesar 4,86 dari
total APBD KAB/KOTA sebesar Rp. 892.987.309.000,00.
j. Tenaga dan Sarana Kesehatan
Gambaran tenaga kesehatan yang ada di wilayah Kabupaten
Boyolali dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jenis Tenaga Kesehatan
Jenis kesehatan dikelompokan menjadi 7 yaitu :
1) Tenaga medis : Dokter Spesialis, Dokter Umum, dan Dokter Gigi
2) Tenaga kefarmasian : Apoteker, S1 Farmasi, DIII Farmasi, Asisten,
dan Apoteker
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
3) Tenaga keperawatan : Sarjana Keperawatan, DIII Perawat dan
lulusan SPK
4) Tenaga Bidan : DIII Bidan dan Bidan
5) Tenaga Kesmas : SKM, M.Kes, dan MPH
6) Tenaga Teknisi Medis : Analisis, TEM dan Penata Rontgent,
Penata Anestesi, Fisioterapi
7) Tenaga Sanitasi : lulusan SPPH, APK dan DIII Kesling
b. Persebaran Tenaga Kesehatan
Untuk tenaga medis (63,93%), farmasi (59,32%) dan teknisi
medis (52,56%) sebagian besar terdistribusi di rumah sakit. Hal ini
disebabkan karena rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan
rujukan yang menerima kasus-kasus rujukan dari fasilitas pelayanan
kesehatan Strata I sehingga memerlukan lebih banyak tenaga medis
untuk penanggannya. Disamping itu rumah sakit juga merupakan pusat
pelayanan kesehatan perorangan (individu).
Tenaga gizi (66,67%) dan sanitasi (65,85%) sebagian besar ada
di puskesmas sedangkan untuk tenaga kesehatan masyarakat sebagian
besar (80%) ada di Dinas Kesehatan masyarakat
c. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan
Rasio tenaga kesehatan terhadap 100.000 penduduk di wilayah
Kabupaten Boyolali dapat digambarkan dalam tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Tabel 4.9
Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan
Kabupaten Boyolali
Tahun 2010
No. Jenis Tenaga Jumlah
Tenaga
Penduduk Rasio/100.000
Penduduk
1
2
3
4
5
6
7
8
Medis
a. Dokter spesialis
b. Dokter umum
c. Dokter gigi
Bidan
Perawat
Kefarmasian
Sanitasi
Gizi
Teknisi medis
Kesmas
57
125
37
349
414
65
41
42
78
20
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
951.717
5,99
13,13
3,89
36,67
43,50
6,83
4,31
4,41
8,20
2,10
Jumlah 1228 951.717 129,03
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel diatas dapat diartikan setiap 100.000 penduduk di
wilayah Kabupaten Boyolali dialayani oleh 5-6 orang dokter spesialis,
13-14 orang dokter umum dan 3-4 orang dokter gigi. Rasio bidan dan
perawat terhadap penduduk lebih besar dimana setiap 100.000
penduduk dilayani oleh 36-37 orang bidan dan 43-44 orang perawat.
Sedangkan untuk tenaga kesehatan lain seperti farmasi, sanitasi, gizi,
teknisi medis dan kesmas masing-masing 6-7 tenaga farmasi, 4-5
sanitarian, 4-5 tenaga gizi, 8-9 orang teknisi medis dan 2-3 tenaga
kesmas melayani 100.000 penduduk Boyolali.
Sedangkan sarana kesehatan di Kabupaten Boyolali, terdapat 10
rumah sakit pada tahun 2010 yang terdiri dari 3 rumah sakit milik
pemerintah dan 7 rumah sakit milik swasta. Sedangkan puskesmas di
wilayah Kabupaten Boyolali berjumlah 14 buah diantaranya adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
puskesmas dengan fasilitas rawat inap. Rasio puskesmas terhadap
penduduk di wilayah Kabupaten Boyolali sebesar 3,05 per 100.000
penduduk. Hal ini berarti setiap 100.000 penduduk dilayani 3-4 unit
puskesmas. Sementara itu bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja
puskesmas dimana sasaran yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata
30.000 penduduk, maka dengan jumlah penduduk 951.717 jiwa setidaknya
jumlah puskesmas di Kabupaten Boyolali sudah bisa dikembangkan
menjadi 31 unit puskesmas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
k. Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Tabel IV.10
Jumlah Posyandu Menurut Kecamatan
Kabupaten Boyolali
Tahun 2010
No Kecamatan Puskesmas Jumlah Posyandu
Jumlah Pratama Madya Purnama Mandiri
1 Selo Selo 7 32 26 7 72
2 Ampel Ampel I 38 38 16 1 93
Ampel II 5 14 16 - 35
3 Cepogo Cepogo 6 25 40 11 82
4 Musuk Musuk I - 32 30 12 74
Musuk II 11 20 18 2 51
5 Boyolali Boyolali I - - - 64 64
Boyolali II 3 22 16 8 49
Boyolali III - 5 13 21 39
6 Mojosongo Mojosongo 18 31 53 15 117
7 Teras Teras 11 29 41 3 84
8 Sawit Sawit I 2 34 7 1 44
Sawit II 9 7 8 3 27
9 Banyudono Banyudono I 6 18 26 13 64
Banyudono II 5 25 12 - 42
10 Sambi Sambi I 9 22 16 2 49
Sambi II 4 10 14 12 40
11 Ngemplak Ngemplak I 32 44 24 13 113
12 Nogosari Nogosari 8 43 48 - 99
13 Simo Simo - 5 37 50 92
14 Karanggede Karanggede 8 27 33 4 72
15 Klego Klego I 13 7 10 10 40
Klego II 1 7 19 6 33
16 Andong Andong 21 63 2 5 91
17 Kemusu Kemusu I 2 21 4 - 27
Kemusu II 1 24 14 - 39
18 Wonosegoro Wonosegoro I 16 24 3 2 45
Wonosegoro II 4 19 3 10 36
19 Juwangi Juwangi 2 42 11 - 55
Jumlah (Kab/Kota) 242 690 560 275 1.767
Sumber : Bidang Promkes Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel diatas dapat dilihat wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali yang terbagi atas 19 Kecamatan yang terdiri dari 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Puskesmas dengan jumlah Posyandu sebanyak 1.767 dengan rincian : 242
Posyandu Pratama, 690 Posyandu Madya, 560 Posyandu Purnama, dan
275 Posyandu Mandiri.
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak lebih
lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1. Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Dalam Pemberantasan dan
Penanggulangan Penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
a. Indikator Produktivitas
Produktivitas dalam penelitian ini ditekankan pada sejauh mana
upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak dan apakah hasilnya sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam penelitian ini produktivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit
DBD di Kecamatan Ngemplak dapat diketahui dari kesesuaian antara hasil
yang diperoleh dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya dan upaya
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD melalui berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
kegiatan atau program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Penjelasan
lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan atau program yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan di
Kecamatan Ngemplak dalam upaya pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan berbagai
kegiatan dalam upaya pemberantasan dan penanggulangan penyakit
DBD. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali di Kecamatan Ngemplak terbagi menjadi 12 desa,
yaitu:
a) Desa Ngargorejo dengan jumlah rumah/bangunan 1.059 buah dan
jumlah penduduk 3.470 jiwa.
b) Desa Sobokerto dengan jumlah rumah/bangunan 1.730 buah dan
jumlah penduduk 5.774 jiwa.
c) Desa Ngesrep dengan jumlah rumah/bangunan 1.592 dan jumlah
penduduk 6.160 jiwa.
d) Desa Gagaksipat dengan rumah/bangunan 2.984 buah dan jumlah
penduduk 5.910 jiwa.
e) Desa Donohudan dengan rumah/bangunan 1.543 buah dan jumlah
penduduk 6.189 jiwa.
f) Desa Sawahan dengan rumah/bangunan 2.262 buah dan jumlah
penduduk 7.994 jiwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
g) Desa Pandeyan dengan rumah/bangunan 1.720 buah dan jumlah
penduduk 6.801 jiwa.
h) Desa Kismoyoso dengan rumah/bangunan 1.982 buah dan jumlah
penduduk 6.187 jiwa.
i) Desa Dibal dengan rumah/bangunan 1.448 buah dan jumlah
penduduk 5.959jiwa.
j) Desa Sindon dengan rumah/bangunan 1.059 buah dan jumlah
penduduk 4.935 jiwa.
k) Desa Manggung dengan rumah/bangunan 1.572 buah dan jumlah
penduduk 6.088 jiwa.
l) Desa Giriroto dengan jumlah rumah/bangunan 1.469 dan jumlah
penduduk 5.469 jiwa. (Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali)
Berikut dapat dilihat jumlah desa endemis DBD dan jumlah
kasus DBD dari tahun 2004 sampai tahun 2010:
Tabel IV.11
Jumlah Desa Endemis dan Jumlah Kasus DBD
di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010
No. Tahun Jumlah Kelurahan
Endemis DBD
Jumlah Kasus
DBD
(1) (2) (3) (4)
1 2004 2 20
2 2005 3 31
3 2006 5 27
4 2007 4 54
5 2008 5 76
6 2009 5 48
7 2010 10 68
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah kasus
DBD di Kecamatan Ngemplak setiap tahunnya cenderung tinggi.
Jumlah desa yang menjadi endemis DBD rata-rata 5 desa tiap
tahunnya. Selain wilayah yang luas, jumlah penduduk yang banyak
dan padat cenderung memudahkan penularan penyakit DBD dari orang
satu ke orang lainnya melalui nyamuk Aedes Agypty. Hal ini tentunya
membuat pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali menanggung
beban kerja yang cukup berat untuk mewujudkan kinerja sebaik
mungkin dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD di
wilayah Kecamatan Ngemplak.
Sehubungan dengan pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak, Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali telah melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan-
kegiatan tersebut antara lain:
a) Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) merupakan salah satu
upaya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di wilayah Boyolali terutama
di Kecamatan Ngemplak yang dilakukan dengan tujuan memantau
Angka Bebas Jentik (ABJ). Kegiatan PJB diharapkan mampu
meningkatnya ABJ yang mana Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali mengharapkan hasilnya lebih dari 95%. Kegiatan PJB ini
dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali secara sampling di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
setiap desa dimana di setiap desa tersebut akan dipilih sebanyak
100 rumah secara purposive sampling dengan pertimbangan
tertentu dari seluruh jumlah rumah atau bangunan yang ada desa
tersebut. Kemudian 100 rumah tersebut akan diperiksa jentik
nyamuknya. Pelaksanaan kegiatan PJB tersebut selanjutnya akan
diteruskan oleh kader-kader kesehatan atau kelompok potensial di
desa tersebut seperti lurah, RT/RW, PKK, Posyandu. Kegiatan PJB
dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali. Dari kegiatan PJB
ini akan diketahui berapa besar jumlah kepadatan jentik nyamuk
yang dinyatakan dalam persentase HI (House Index). Target HI
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah
kurang dari 5%. Hal ini seperti apa yang telah dikatakan oleh
Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit
DBD) berikut ini:
“PJB dilakukan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali untuk
mengetahui HI (House Index), yaitu tidak boleh lebih dari
5%. Angka Bebas Jentik yang harus dipenuhi adalah lebih
dari 95 %. PJB ini dilakukan dengan pemeriksaan jentik di
rumah-rumah atau tempat umum seperti sekolahan, masjid,
dan lain-lain. Pemeriksaan diawali dengan mengambil
sampel dari 100 rumah per kelurahan lalu diperiksa
tampungan airnya untuk mengetahui ada atau tidaknya
jentik-jentik nyamuk. Sehingga kami mengetahui tindakan
apa yang dilakukan untuk pemberantasan dan
penanggulangan, apakah cukup dengan PSN, abatisasi
ataukah harus dilakukan fogging. Kegiatan ini merupakan
kegiatan berkelanjutan, jadi selanjutnya pelaksanaanya
dilakukan oleh kader-kader di kelurahan masing-masing.”
(Wawancara, 12 Maret 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota
PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan
penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Saya sebagai kader di wilayah Ngesrep ini juga melakukan
pemeriksaan jentik secara berkala. Ya biasanya tiga bulan
sekali mbak. Kami catat hasilnya dan kami laporkan hasil
itu ke puskesmas Ngemplak yang kemudian akan
dilaporkan ke DKK. Tapi kadang kami menyampaian
hasilnya langsung pada DKK pas kegiatan Musyawarah
Masyarakat Desa.” (Wawancara, 05 April 2011)
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak
Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak sebagai berikut :
”Di desa Ngesrep kegiatan PJB ini memang dilakukan
biasanya tiga bulan sekali mbak. Nanti kan dari PJB dapat
dilihat hasilnya apakah cuma di PSN atau di fogging. Nah
PJB tersebut kan dilaksanakan oleh para kader yang
ditunjuk dari DKK.” (Wawancara, 21 Juni 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Suparti warga
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai berikut :
”PJB dilakukan oleh kader-kader seperti ketua RT atau
petugas PKK yang biasanya bidan desa, dan didampingi
petugas dari puskesmas Ngemplak dan dari DKKnya
sendiri mbak. Paling tidak tiap dua atau tiga bulan sekali
mbak tergantung dari petugas yang biasa melakukan PJB.”
(Wawancara, 21 Juni 2011)
Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dilakukan sekurang-kurangnya
tiga bulan sekali yang pelaksanaannya dilakukan oleh kader-kader
yang berada di masing-masing kelurahan. Dari kegiatan
Pemantauan Jentik Berkala (PJB) diperoleh hasil yang berupa
perolehan HI. Berikut ini dapat dilihat hasil dari PJB yang berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
perolehan HI di Kecamatan Ngemplak dari tahun 2004 sampai
tahun 2010 dan target yang HI yang harus dipenuhi:
Tabel IV.12
Target HI dan Realisasi Pencapaian oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan
Penyakit DBD Di Kecamatan Ngemplak
Tahun 2004-2010
No. Tahun Target HI Dinas
Kesehatan (%)
Realisasi
(%)
(1) (2) (3) (4)
1 2004 < 5 9,73
2 2005 < 5 15
3 2006 < 5 17,1
4 2007 < 5 16,51
5 2008 < 5 2,6
6 2009 < 5 10
7 2010 < 5 12
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa realisasi
pencapaian target HI Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak masih belum dapat memenuhi target yang ditetapkan
yaitu kurang dari 5%. Karena rata-rata realisasinya melebihi target
tersebut yaitu mencapai 10 %. Hal ini juga dapat berarti bahwa
kepadatan jentik nyamuk di wilayah Ngemplak masih cukup
tinggi. Dari sini juga dapat terlihat bahwa produktivitas Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD masih rendah dengan alasan Dinas
Kesehatan belum dapat memenuhi target HI yang telah ditetapkan.
Berikut dapat juga dilihat hasil pelaksanaan PJB tahun 2010:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Tabel IV.13
Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk Aedes
Per Desa Kecamatan Ngemplak
Tahun 2010
No Kecamatan Jumlah
Rumah/Bangunan
yang Ada
Rumah/Bangunan
Diperiksa
Rumah/Bangunan
Bebas Jentik
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Sawahan 2.262 68 3,01 31 45,59
2 Pandeyan 1.720 82 4,77 38 46,34
3 Kismoyo 1.982 47 2,37 23 48,94
4 Giriroto 1.469 25 1,70 11 44,00
5 Donohudan 1.543 49 3,18 21 42,86
6 Dibal 1.448 20 1,38 12 60,00
7 Manggung 1.572 47 4,26 29 43,28
8 Sindon 1.240 23 1,85 11 47,83
9 Sobokerto 1.730 81 4,68 33 40,74
10 Ngargorejo 1.059 24 2,27 15 62,50
11 Gagaksipat 2.918 140 4,80 64 45,71
12 Ngesrep 1.592 123 7,73 48 39,02
Jumlah (Kab/Kota) 20.535 749 3,65 336 44,86
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dari tabel di atas maka dapat diketahui bahwa produktivitas
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali belum dapat mencapai target
yang ditetapkan sebelumnya. Target AJB (Angka Bebas Jentik)
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali adalah
di atas 95 % sedangkan rata-rata realisasi pencapaian target AJB di
Kecamatan Ngemplak tersebut hanya mampu mencapai 44,86 %
saja. Hal ini dapat menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali untuk lebih meningkatkan upaya
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
b) Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pelacakan
penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk
penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang
diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.
(Sumber: Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang
Pemberantasan Penyakit DBD) Tujuan pelaksanaan PE adalah
untuk melacak kasus DBD dan monitoring penyakit DBD dengan
hasil yang diharapkan adalah terdeteksinya sumber penularan
penyakit DBD. Hal ini seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD)
berikut ini :
“PE dilakukan untuk melacak kasus DBD sehingga
diketahui sumber penularan penyakit DBD. PE dilakukan
setiap ada kasus baik itu tersangka maupun positif DBD.
Misalnya ada diagnosa yang benar itu pasti akan dilakukan
PE apapun hasilnya, walaupun cuma ada satu kasus.
Setelah dilakukan PE, maka kita akan tahu apa yang akan
dilakukan selanjutnya berdasarkan kriteria WHO. Apabila
hasil PE-nya memenuhi kriteria WHO, kami akan lakukan
fogging focus dengan minimal radius 200 m dari wilayah
tersebut dan apabila tidak memenuhi kriteria WHO maka
cukup dilakukan PSN dan penyuluhan saja mbak.”
(Wawancara, 16 April 2011)
Dari apa yang telah dituturkan oleh Bapak Kirmanto di atas
dapat diketahui bahwa PE merupakan kegiatan awal yang sangat
penting sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
selanjutnya. Kegiatan sebagai tindak lanjut dari PE adalah
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), Abatisasi Selektif dan
fogging focus, dengan kriteria WHO sebagai berikut:
a) Fogging focus, dilakukan apabila PE:
(1) Ditemukan tambahan kasus DBD 2 atau lebih
(2) Ditemukan tambahan kasus DBD yang meninggal
(3) Indeks kasus meninggal dan ada tambahan kasus DBD
(4) Ditemukan tambahan kasus DBD satu atau lebih atau
tambahan tiga kasus panas yang belum diketahui
penyebabnya, dengan House Index (HI) >5 %.
b) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan Abatisasi Selektif
(AS)
(1) Ditemukan tambahan satu kasus DBD dengan House Index
(HI) < 5 %
(2) Indeks kasus meninggal tanpa ada tambahan kasus DBD
dan HI < 5 %
(3) Dilakukan PSN ke-2 setelah 3 minggu setelah tanggal sakit
indeks kasus
(4) Bila pada PSN ke-2 ditemukan tanbahan DBD sebanyak
satu atau lebih.
(Sumber: Kumpulan Surat Keputusan/Edaran tentang
Pemberantasan Penyakit DBD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan
dasar untuk dilaksanakan penanganan selanjutnya. Dari kegiatan
PE yang dilakukan dapat ditindaklanjuti dengan PSN, abatisasi,
atau fogging focus tergantung dari hasil PE itu sendiri. Berikut
dapat dilihat data hasil pelaksanaan PE di Puskesmas Ngemplak
yang terletak di Dukuh Garen, Desa Pandeyan, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Boyolali sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Tabel IV.14
Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) Puskesmas Ngemplak
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
Tahun 2010
No Nama Penderita/ Umur/ Jenis
Kelamin
Alamat Jumlah
Rumah
Diperiksa
Presentase
HI (%)
Tanggal PE Tanggal
Laporan
Tindak
Lanjut
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Wahyu Ryan Pamungkas/10th/L Pandeyan Rt1/Rw5 Pandeyan Ngemplak 10 80% 25-2-2010 28-2-2010 PSN
2 Ruhul/15th/L Panaran Baru Rt7/Rw7 Ngesrep Ngemplak 21 90,47% 20-3-2010 31-3-2010 FF
3 Cyntia Novitasari Bella/5th/P Manggung Rt4/Rw5 Manggung Ngemplak 20 50% 28-4-2010 28-4-2020 PSN
4 Muhammad Baedowi/35th/L Sambiroto Rt1/Rw7 Sindon Ngemplak 21 71,42% 26-5-2010 28-5-2010 PSN
5 Inannisa Izzatul/15th/P Garen Rt1/Rw3 Pandeyan Ngemplak 18 72,22% 8-6-2010 28-6-2010 PSN
6 Effendi/11/L Kelipan Rt1/rw7 Gagaksipat Ngemplak 29 44,82% 21-7-2010 28-7-2010 PSN
7 Andri Gaseta/37th/L Manggung Rt3/Rw3 Manggung Ngemplak 20 70% 3-8-2010 22-8-2010 PSN
8 Anisa/P/12th/P Banarjo Rt02/Rw05 Gagaksipat Ngemplak 30 70% 15-8-2010 22-8-2010 PSN
9 Tomas hananto Putro/13th/L Banarjo Rt4/Rw5 Gagaksipat Ngemplak 18 38% 16-9-2010 19-9-2010 PSN
10 Azahra Madfira/4bln/P Tegalrejo Rt1/Rw3 Sindon Ngemplak 18 16% 19-9-2010 19-9-2010 PSN
11 Caesar Tri Rahantoro/12th/L Banarjo Rt4/Rw5 Gagaksipat Ngemplak 20 50% 11-10-2010 25-10-2010 PSN
12 Sandi Puspo Pratiwi/16th/P Tanjungsari Rt4/Rw3 Ngesrep Ngemplak 22 50% 25-10-2010 25-10-2010 FF
13 Muh Hafiz/2,5th/L Ngancan Rt4/Rw5 Sobokerto Ngemplak 11 27,27% 18-11-2010 20-11-2010 PSN
14 Yoga ardian Prasetyo/8th/L Kelipan Rt2/Rw7 Gagaksipat Ngemplak 14 28,57% 19-11-2010 20-11-2010 FF
15 Marwatik/31th/P Potrowanen Rt4/Rw2 Dodohudan 10 40% 2-12-2010 18-12-2010 PSN
16 Yusril Adi Pratama/11th/L Tegalrejo Rt2/Rw5 Ngesrep Ngemplak 20 40% 2ptsb 18-12-2010 18-12-2010 FF
Sumber : Puskesmas Ngemplak
Keterangan : ptsb (panas tanpa sebab)
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
FF (Fogging Focus)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Dari tabel tersebut maka dapat diketahui bahwa kegiatan
PE yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dapat dikatakan baik karena sesuai dengan harapan masyarakat.
Masyarakat merasa Dinas Kesehatan segera melakukan kegiatan
PE ketika ada laporan dari masyarakat yang disertai diagnosa dari
rumah sakit dan ditindaklanjuti dengan Fogging Focus atau PSN .
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak
Suryo Wijayanto warga Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
sebagai berikut:
“Kalau menurut saya kegiatan pelacakan kasus DBD (PE)
yang dilakukan selama ini ya cukup baik dan cepat ya
mbak. Karena setiap saya melaporkan ada warga saya yang
terkena DBD dan melampirkan diagnosa dari rumah sakit,
maka akan segera dilakukan pelacakan.” (Wawancara, 14
Mei 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh salah satu warga yang
anaknya pernah menderita penyakit DBD yaitu Ibu Sukatmi warga
Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Dulu waktu anak saya terkena penyakit DBD dan dirawat
di rumah sakit, setelah pulang dari rumah sakit saya di beri
surat diagnosa untuk diberikan pada puskesmas. Tidak lama
setelah surat itu dilaporkan puskesmas segera melakukan
PE. Pada waktu itu dilakukan di rumah saya dan rumah
tetangga di sekitar rumah saya mbak.” (Wawancara, 14 Mei
2011)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan PE yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali bisa dikatakan memuaskan. Karena
masyarakat cenderung merasakan tindakan yang segera dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
terhadap kasus DBD untuk memberantas dan menanggulangi
penyakit DBD tersebut di wilayah Kecamatan Ngemplak. Hal ini
tentunya menjadi suatu prestasi yang harus dipertahankan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk mewujudkan kinerja
yang lebih baik.
c) Fogging Focus
Fogging focus merupakan kegiatan tindak lanjut dari hasil
Penyelidikan Epidemiologi apabila memenuhi kriteria yang
ditetapkan oleh WHO. Tujuan dilakukan fogging focus adalah
untuk menanggulangi kasus DBD dan mencegah terjadinya KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan hasil yang diharapkan adalah
hilangnya vektor penular penyakit DBD. (Sumber : Kumpulan
Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD)
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD)
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Fogging focus ini dilakukan untuk menanggulangi
terjadinya wabah atau KLB (Kejadian Luar Biasa) terhadap
penyakit DBD. Fogging focus dilakukan sebagai tindak
lanjut atas hasil PE yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan. Misalnya memenuhi kriteria ya kita akan segera
melakukan fogging di radius minimal 200 m dari lokasi
sumber penularan DBD. Pelaksanaan kegiatan fogging
focus harus memenuhi kriteria, ini penting karena obat
yang digunakan untuk fogging ini tergolong obat keras dan
efek yang ditimbulkan sangat berbahaya untuk masyarakat
dan juga lingkungan sekitarnya.” (Wawancara, 16 April
2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Dari apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto di
atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan fogging focus harus
benar-benar memenuhi kriteria yang ditetapkan. Karena efek dari
obat yang digunakan untuk fogging focus tersebut tidak baik untuk
masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Adapun untuk melakukan
fogging focus, hasil dari PE harus memenuhi kriteria dibawah ini:
(1) Ditemukan tambahan kasus DBD 2 atau lebih
(2) Ditemukan tambahan kasus DBD yang meninggal
(3) Indeks kasus meninggal dan ada tambahan kasus DBD
(4) Ditemukan tambahan kasus DBD satu atau lebih atau tambahan
tiga kasus panas yang belum diketahui penyebabnya, dengan
House Index (HI) >5 %.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku
petugas P2DBD berikut ini:
“Bila di PE, maka syarat yang harus dipenuhi untuk
fogging focus yaitu bila ditemukan tambahan kasus DBD 2
atau lebih, ditemukan tambahan kasus DBD yang
meninggal, indeks kasus meninggal dan ada tambahan
kasus DBD dan yang terakhir, ditemukan tambahan kasus
DBD satu atau lebih atau tambahan tiga kasus panas yang
belum diketahui penyebabnya, dengan HI >5
%.”(Wawancara, 16 April 2011)
Dari pernyataan Bapak Kirmanto di atas dapat diketahui
bahwa dalam pelaksanaan fogging focus memang harus memenuhi
persyaratan. Hal itu harus dilakukan mengingat pengaruh yang
ditimbulkan oleh obat yang digunakan terhadap masyarakat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
lingkungan. Berikut disertakan tabel jumlah pelaksanaan fogging
focus per puskesmas Kecamatan Ngemplak tahun 2010:
Tabel IV.15
Jumlah Pelaksanaan Fogging Focus per Puskesmas
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010
No. Puskesmas Jumlah
Pelaksanaan
PE
Jumlah
Pelaksanaan
Fogging Focus
Persentase
(%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Ngargorejo 2 - -
2. Sobokerto 4 - -
3. Ngesrep 23 7 30,43
4. Gagaksipat 14 2 14,28
5. Donohudan 12 2 16,66
6. Sawahan 11 - -
7. Pandeyan 12 - -
8. Kismoyoso 2 - -
9. Dibal - - -
10. Sindon 4 - -
11. Manggung 7 1 14,28
12. Giriroto - - -
(Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali)
Kegiatan pelaksanaan fogging focus yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD dapat dikatakan kurang sesuai
dengan harapan masyarakat. Masyarakat merasa Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali kurang tanggap terhadap permintaan fogging
focus yang diajukan oleh masyarakat. Selain itu, masyarakat juga
merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak
bertindak cepat dalam memenuhi permintaan fogging focus.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Isa di
Kecamatan Ngemplak sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
“Syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan fogging
itu harus sesuai. Padahal yang kita inginkan itu kan supaya
tidak jatuh korban lagi setelah ada korban di daerah ini.”
(Wawancara, 4 Juni 2011)
Berikut adalah pendapat dari Bapak Krismantoro di
Kecamatan Ngemplak tentang pelaksanaan fogging di daerahnya:
“DKK belum mencegah secara menyeluruh karena cuma
menyemprot di satu wilayah yang justru membuat nyamuk
lari ke tempat lain. Kami sudah memberantas sarang
nyamuk untuk memberantas jentik nyamuk. Namun tetap
harus di-fogging untuk membunuh nyamuk dewasa.”
(Wawancara, 5 Juni 2011)
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat
di Kecamatan Ngemplak di atas dapat dilihat bahwa masyarakat
mengeluhkan kurang tanggapnya Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali terhadap fogging focus.
d) Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-
DBD) dan Abatisasi Selektif (AS)
Kegiatan ini diawali dengan pemantauan kepadatan jentik
nyamuk di setiap rumah yang ditemukan pada tandon airnya. Hasil
dari pemantauan tersebut adalah ditemukan HI (House Index)
yakni prosentase kepadatan jentik nyamuk dimana HI yang baik
adalah <5%. Bila ditemukan HI >5% maka rumah tersebut harus
dilaksanakan abatisasi untuk tendon air yang sulit pengurasanya
dan PSN DBD untuk tendon air yang mudah dikuras. Abatisasi
selektif dilakukan di bak penampungan yang sulit untuk dikuras
dan juga rumah jompo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Berikut disertakan jumlah pelaksanaan PSN per Desa
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2010:
Tabel IV.16
Jumlah Pelaksanaan PSN per Desa Kecamatan Ngemplak
Kabupaten Boyolali Tahun 2010
No. Puskesmas Jumlah
Pelaksanaan
PE
Jumlah
Pelaksanaan PSN
Persentase
(%)
1. Ngargorejo 2 2 100
2. Sobokerto 4 4 100
3. Ngesrep 23 16 69,56
4. Gagaksipat 14 12 85,71
5. Donohudan 12 10 83,33
6. Sawahan 11 11 100
7. Pandeyan 12 12 100
8. Kismoyoso 2 2 100
9. Dibal - - -
10. Sindon 4 4 100
11. Manggung 7 6 85,71
12. Giriroto - - -
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam upaya
melaksanakan PSN-DBD, juga memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk melakukan Gerakan 3M Plus yaitu: menguras
tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang
dapat menjadi sarang nyamuk, menutup rapat penampungan air,
sedangkan plusnya adalah menaburkan bubuk abate, memelihara
ikan pemakan jentik di tempat penampungan air, pemasangan
kawat kasa pada ventilasi, memakai kelambu, memakai obat anti
nyamuk (semprot, oles, dan bakar), dan cara lain yang dapat
mencegah gigitan nyamuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Hal tersebut seperti apa yang telah disampaikan oleh Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali di bawah ini:
“PSN merupakan kegiatan rutin dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD yang diawali dengan
pemantauan kepadatan jentik nyamuk di tandon air setiap
rumah. Hasil dari pemantauan tersebut adalah HI yaitu
<5%. Bila ditemukan HI >5% maka rumah tersebut harus
dilaksanakan PSN untuk tendon air yang mudah dikuras
dan untuk tendon air yang sulit pengurasanya dilakukan
abatisasi yang dilakukan secara selektif. Sedangkan PSN
dilakukan dengan kerja bakti dan memberikan penyuluhan
untuk melakukan Gerakan 3 M plus yaitu menguras,
menutup penampungan air dan mengubur barang-barang
bekas. Plusnya adalah menaburkan bubuk abate,
memelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan
air, pemasangan kawat kasa pada ventilasi, memakai
kelambu, memakai obat anti nyamuk bisa semprot, oles,
dan bakar, dan cara lain yang dapat mencegah gigitan
nyamuk.” (Wawancara, 16 April 2011)
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota
PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan
penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Dalam melaksanakan PSN-DBD, kami di dampingi dari
DKK juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat
untuk melakukan Gerakan 3M Plus yaitu: menguras tempat
penampungan air, mengubur barang-barang bekas yang
dapat menjadi sarang nyamuk, menutup rapat
penampungan air.” (Wawancara, 22 Juni 2011)
Hal tersebut ditambahkan oleh Ibu Isa warga Kecamatan
Ngemplak berikut ini:
“Kegiatan PSN memang dilakukan, jadi setelah di PE itu
kan nanti hasilnya di fogging atau di PSN. Jadi memang
ada kegiatan PSN setelah di PE di Desa Ngesrep ini mbak.
Malah dari DKK kan memberi bantuan peralatan seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
senter mbak untuk pemeriksaan jentik di tempat-tempat
penampungan” (Wawancara, 30 Juni 2011)
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak
Andri Gaseta di Ngemplak Kecamatan Ngemplak Kabupaten
Boyolali sebagai berikut :
”Memang ketua RT bekerjasama dengan pihak DKK dan
puskesmas dalam melakukan PSN DBD dengan menguras
tendon air dan untuk tendon air yang sulit pengurasanya
dilakukan abatisasi yang dilakukan secara selektif. Selain
itu PSN dilakukan dengan kerja bakti dan memberikan
penyuluhan untuk melakukan Gerakan 3 M plus mbak.”
(Wawancara, 21 Juni 2011)
Berdasarkan dari pendapat yang telah disampaikan diatas
dapat diketahui bahwa dalam melakukan PSN, pihak Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali bekerja sama dengan pihak-pihak
lain seperti tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi-organisasi
masyarakat termasuk PKK. Hal itu dilakukan untuk
mengoptimalkan kegiatan PSN di masyarakat.
e) Pembinaan Pokjanal DBD
Pembinaan Pokjanal DBD (Kelompok Kerja Nasional
Pemberantasan DBD) merupakan bagian dari kegiatan Dinas
Kesehatan dalam pencegahan penyakit DBD yang dilaksanakan
secara rutin terlebih lagi pada saat terjadi peningkatan kasus DBD.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan PSN di masyarakat
dengan hasil yang diharapkan masyarakat mampu selalu waspada
terhadap penyakit DBD dan terlibat secara aktif untuk
melaksanakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Pokjanal terdiri dari kader PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga), RW, RT, Staf Kecamatan, Kader Posyandu dan UKS
yang nada di kelurahan yang bersangkutan. (Sumber: Kumpulan
Surat Keputusan/Edaran tentang Pemberantasan Penyakit DBD)
Pernyataan di atas sesuai dengan penuturan Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD berikut ini:
“Pokjanal merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk
melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
Keanggotaan Pokjanal ini terdiri dari RT, RW, Staf
Kelurahan, Staf Kecamatan, kader PKK atau Posyandu dan
UKS dari pihak sekolah. Kita juga sudah berhasil
membentuk SK Pokjanal tingkat kota, kecamatan, dan
kelurahan. Maksut dari pembentukan SK tersebut adalah
agar kita dapat bekerja kompak istilahnya tidak melempar
tanggung jawab dalam kegiatan PSN, karena sudah jelas
tugas apa saja dan siapa yang bertanggungjawab. Bisa enak
kalau sudah ada SK itu.” (Wawancara, 12 Maret 2011)
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas juga dapat
diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah
berhasil membentuk SK Pokjanal khususnya di Kecamatan
Ngemplak. Dengan terbentuknya SK tersebut maka dalam
melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak dapat dilaksanakan secara baik antara satu petugas
dengan petugas lainnya. Sehingga kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan secara optimal.
Berikut dapat dilihat jumlah kasus penyakit DBD tahun
2009 dan 2010 di Kecamatan Ngemplak :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Tabel IV.17
Jumlah Kasus Penyakit DBD Tahun 2009 dan 2010
Per Desa Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
No. Desa Jumlah Kasus DBD
Tahun 2009 Tahun 2010
(1) (2) (3) (4)
1. Ngargorejo - 1
2. Sobokerto 2 2
3. Ngesrep 3 21
4. Gagaksipat 14 10
5. Donohudan 6 9
6. Sawahan 7 8
7. Pandeyan 2 9
8. Kismoyo 3 1
9. Dibal 7 -
10. Sindon 2 2
11. Manggung 1 5
12. Giriroto 1 -
Jumlah 48 68
IR (Insident Rate) 6,8/10.000 9,7/10.000
CFR (Case Fatality
Rate)
- -
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan tabel jumlah kasus DBD tahun 2009 dan tahun
2010 di atas dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan jumlah kasus
antara tahun 2009 dan tahun 2010. Kenaikan jumlah kasus DBD
tersebut sangat signifikan yaitu hampir mencapai 30%.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah berupaya untuk
membina program Pokjanal dan telah melakukan kegiatan
penyuluhan dan PSN, namun kenyataan hasilnya belum dapat
menekan jumlah kasus sebaliknya justru terjadi peningkatan kasus
yang tinggi. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian bagi Dinas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam upaya pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD untuk menjadikan Kabupaten
Boyolali terutama wilayah Kecamatan Ngemplak bebas dari
penyakit DBD.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa target yang
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang antara lain;
target Insident Rate, target Case Fatality Rate, target House Index,
target Angka Bebas Jentik (ABJ) dan target mengubah perilaku
masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam kegiatan pelaksanaan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dari kelima target
yang telah ditetapkan tersebut hanya satu target yang terpenuhi yaitu
target Case Fatality Rate. Hal ini membuktikan bahwa produktivitas
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD belum berhasil secara maksimal.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan upaya kerja
sama dengan organisasi masyarakat lainnya dalam hal penyuluhan dan
penggerakan masyarakat untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Hal senada juga dikatakan Bapak Kirmanto selaku petugas
P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Kita memang belum bisa mencapai target yang ditetapkan.
Sebenarnya kami mengupayakan pemberantasan dan
penanggulangan penyakit ini tapi kadang-kadang masyarakat
sendiri yang ndak mau ikut peduli menjaga lingkungannya.
Mulai dari penyuluhan kepada masyarakat sampai kegiatan
pemberantasan dan penanggulangan intinya sudah kita lakukan.
Tapi hasilnya memang belum bisa memenuhi target yang telah
ditetapkan.” (wawancara, 12 Maret 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Hal tersebut dibenarkan oleh Ibu Endah selaku anggota
PKK yang menjadi kader pemberantasan dan penaggulangan
penyakit DBD di wilayah Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Memang mbak di kelurahan ini ada kegiatan MMD.
Adanya kegiatan ini atas kerjasama dari kelurahan dan
petugas DKK dan mengundang ketua RW dan ketua RT
yang ada di kelurahan ini. Dalam kegiatan MMD ini
membahas tentang tindakan-tindakan yang harus kami
lakukan sebagai kader untuk memberantas dan
menanggulangi penyakit DBD. Dalam kegiatan ini kami
juga melaporkan hasil dari PJB yang telah kami lakukan.”
(Wawancara, 30 Juni 2011)
Dari pernyataan yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa
hambatan yang dihadapi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam mencapai target yang telah ditetapkan adalah kurangnya peran
aktif masyarakat dalam melaksanakan program-program
pemberantasan dan penanggulangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali. Dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
masyarakatlah yang tidak mau berperan aktif dalam menjaga
lingkungannya sehingga kasus DBD cenderung tinggi.
2) Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan DBD adalah
bebas dari penyakit DBD. Untuk mewujudkan Kabupaten Boyolali
terutama di Kecamatan Ngemplak bebas dari penyakit DBD, tujuan
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diarahkan untuk:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
a) Menurunkan angka kesakitan (Insident Rate) dan angka kematian
(Case Fatality Rate) terhadap penyakit DBD
b) Mencegah terjadinya wabah atau KLB (Kejadian Luar Biasa)
c) Mencegah perluasan daerah terjangkit DBD.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh
Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan
Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Bebas dari penyakit DBD adalah tujuan DKK ya mbak, dan
untuk bebas dari DBD tersebut tujuannya diarahkan untuk
menurunkan angka kesakitan menjadi kurang dari 3/10.000
penduduk dan angka kematian akibat penyakit DBD menjadi
2,5 %, selanjutnya adalah mencegah perluasan daerah
terjangkit DBD dan mencegah terjadinya wabah atau KLB.”
(Wawancara, 10 Maret 2011)
Hal senada ditambahkan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas
P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD) Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berikut ini:
“Target DDK dalam pemberantasan dan penanggulangan DBD
adalah bebas dari penyakit DBD. Tetapi sebelumnya kita harus
menurunkan dulu angka kesakitan dan angka kematian
terhadap kasus DBD mbak. Standarnya untuk angka kesakitan
atau Insident Rate tidak boleh lebih dari 3/10.000 penduduk.
Sedangkan angka kematian atau Case Fatality Rate tidak boleh
lebih dari 2,5 %.”(Wawancara, 12 Maret 2011)
Dari apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM
dan Bapak Kirmanto diketahui bahwa dalam upaya pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD, Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
sudah mempunyai target yang jelas. Target tersebut terlihat dengan
adanya penetapan standar angka kesakitan dan angka kematian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
harus dicapai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sendiri. Untuk
membandingkan antara hasil yang sebenarnya dilapangan dengan
target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali.
Selain target Insident Rate dan target Case Fatality Rate
terdapat target lain yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Target tersebut adalah mengubah perilaku
masyarakat untuk aktif dalam program pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD seperti PSN (Pemberantasan Sarang
Nyamuk) di Kecamatan Ngemplak. Namun target tersebut belum
tercapai, hal itu disampaikan sendiri oleh pihak Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM
selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
DKK ini selain menurunkan Angka Kesakitan dan Angka
Kematian, kami juga mempunyai target lain yaitu target untuk
mengubah perilaku masyarakat terutama masyarakat di
Kecamatan Ngemplak untuk ikut aktif dalam kegiatan PSN
sehingga dapat menekan jumlah penderita penyakit DBD.
Tetapi upaya penyuluhan dan penggerakan PSN yang telah
kami lakukan belum bisa mengubah perilaku masyarakat secara
optimal, sehingga jumlah kasus cenderung tinggi.”
(Wawancara, 10 Maret 2011)
Berdasarkan Apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto,
SKM di atas dapat diketahui bahwa penyuluhan dan penggerakan PSN
cenderung belum dapat mengubah perilaku masyarakat untuk ikut
berperan kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
dalam upaya menekan jumlah kasus penderita penyakit DBD. Hal
tersebut terbukti dengan tingginya kasus penderita penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak yang cenderung meningkat. Berikut dapat
disertakan tabel jumlah penderita penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak dari tahun 2004 sampai tahun 2010:
Tabel IV.18
Jumlah Penderita Penyakit Demam Berdarah Dengue
Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
Tahun 2004 sampai 2010
No Tahun Jumlah Penderita Penyakit DBD
(1) (2) (3)
1 2004 20
2 2005 31
3 2006 27
4 2007 54
5 2008 76
6 2009 48
7 2010 68
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Kesesuaian antara hasil yang diperoleh dengan target yang
telah ditetapkan sebelumnya dapat dilihat tabel realisasi kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak terhadap
target Insident Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) yang telah
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
a) Insident Rate (IR) / Angka Kesakitan
Tabel IV.19
Target Insident Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD
di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010
No Tahun Target
Insident Rate
(per 10.000
penduduk)
Persentase
Realisasi
(%)
(1) (2) (3) (4)
1 2004 <3 3
2 2005 <3 4,5
3 2006 <3 3,9
4 2007 <3 7,9
5 2008 <3 10,8
6 2009 <3 6,8
7 2010 <3 9,7
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Insident
Rate (IR) / Angka Kesakitan yang ada di Kecamatan Ngemplak
tidak dapat memenuhi target yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali sebagai standar kinerja yang harus
dicapai dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD.
Realisasi pencapaian target Insident Rate Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali cenderung belum bisa memenuhi separuh dari
target yang telah ditetapkan sebelumnya. Rata-rata persentase
realisasi pencapaian target Insident Rate di Kecamatan Ngemplak
belum memenuhi target. Terlebih lagi pada tahun 2008 realisasinya
mencapai 10,8 % sehingga produktivitas Dinas Kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Kabupaten Boyolali dapat dikatakan masih rendah. Tabel target
dan realisasi di atas memperlihatkan bahwa ternyata kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak masih
rendah karena belum mampu memenuhi target yang telah
ditetapkan dalam memberantas dan menanggulangi penyakit DBD.
b) Case Fatality Rate (CFR) / Angka Kematian
Tabel IV.20
Target Case Fatality Rate dan Realisasi Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan Penyakit DBD
Di Kecamatan Ngemplak Tahun 2004-2010
No Tahun Target CFR
(%)
Realisasi (%)
(1) (2) (3) (4)
1 2004 2,5 20
2 2005 2,5 -
3 2006 2,5 -
4 2007 2,5 1,9
5 2008 2,5 -
6 2009 2,5 -
7 2010 2,5 -
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa
Case Fatality Rate (Angka Kematian) yang ada di Kecamatan
Ngemplak cenderung telah memenuhi target yang ditetapkan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sebelumnya yaitu 2,5 %.
Dengan target 2,5 % hanya satu dari tujuh tahun yang tidak dapat
memenuhi target tersebut yaitu pada tahun 2004. Hal ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
dikatakan lebih baik dari pada realisasi pencapaian target Insident
Rate. Walaupun demikian tetap saja produktivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali cenderung belum mampu mencapai target
Insident Rate yang ditetapkan, bahkan dapat dikatakan sangat jauh
untuk dapat mencapai target tesebut.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak masih rendah. Hal tersebut terbukti dari upaya pemberantasan
dan penanggulangan di Kecamatan Ngemplak yang belum mampu
mencapai target yang telah ditetapkan. Dari kelima target yang telah
ditetapkan hanya satu target yang dapat dicapai oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Namun Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terus
berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD kepada masyarakat di wilayah Ngemplak.
b. Indikator Responsivitas
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam menjalankan tugas
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD ternyata menerima
keluhan dan tuntutan dari masyarakat di wilayah kerjanya yaitu Kabupaten
Boyolali khusunya Kecamatan Ngemplak yang terdiri dari 12 kelurahan.
Keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut menyayangkan respon Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali terhadap tuntutan mereka dalam kegiatan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD terutama tuntutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
untuk melakukan fogging focus. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Edi
Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan pemberantasan dan penanggulangan berikut ini:
“Dalam melaksanakan pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD, memang ada tuntutan dari masyarakat terutama
dalam permintaan fogging. Pada umunya masyarakat belum bisa
memahami kriteria focus yang harus difogging.” (Wawancara, 10
Maret 2011)
Berikut adalah keluhan dan tuntutan masyarakat di Kecamatan
Ngemplak dalam permintaan fogging focus, salah satunya adalah Bapak
Rohmad Haryanto yang mengatakan berikut ini:
“Yaa kecewa mbak. Terus terang saja ya mbak kenapa kok minta
fogging saja susah. Padahal di tempat kami sudah ada tujuh korban
di RW kami ini. Apa DKK itu harus nunggu sampai ada korban
lagi? (Wawancara, 4 Juni 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Parmin di Kecamatan
Ngemplak berikut ini:
“Kalau saya sendiri belum puas ya mbak dengan program yang
dilakukan oleh DKK itu. Karena sampai sekarang ya belum diberi
fogging, paling-paling cuma disuruh melakukan 3M itu dan
abatisasi aja.” (Wawancara, 5 Juni 2011)
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh masyarakat di
Kecamatan Ngemplak di atas dapat dilihat bahwa masyarakat
mengeluhkan responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Masyarakat merasa
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang tanggap terhadap permintaan
fogging focus yang diajukan oleh masyarakat dan merasa tidak bertindak
cepat dalam memenuhi permintaan fogging focus. Mengacu pada beberapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
pendapat masyarakat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai
pengguna jasa belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, karena masyarakat menilai Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali kurang respon terhadap permintaan
fogging yang diajukan oleh masyarakat pengguna jasa.
Menanggapi berbagai tuntutan fogging yang diajukan oleh
masyarakat di atas Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD menjawab
sebagai berikut:
“Melakukan fogging focus itu harus melalui beberapa prosedur ya
mbak. Pertama, masyarakat memberikan laporan kasus DBD ke
puskesmas yang disertai dengan diagnosa. Setelah itu, Puskesmas
akan segerta melakukan PE. Dari situ kita bisa melakukan fogging
apabila hasilnya memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging.
Tetapi kalau hasilnya tidak memenuhi untuk dilakukan fogging
maka kita cukup melakukan PSN dan Abatisasi saja. Pelaksanaan
fogging foccus harus benar-benar memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan oleh WHO. Karena fogging focus yang digunakan
untuk memberantas Nyamuk Aedes itu kan ada resikonya. Selama
ini obat yang kita gunakan untuk fogging itu tergolong obat keras
dan berbahaya. Dari fogging kan ada asap yang kita keluarkan
yang mengandung molekul-molekul berbahaya dalam beberapa
detik saja kita bernafas sudah kemasukan molekul-molekul
tersebut.“ (Wawancara, 10 Juni 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku
Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berikut ini:
“Fogging dapat merusak lingkungan, itulah kenapa harus
memenuhi kriteria WHO. Selain itu efek yang ditimbulkan bisa
menyebabkan kanker paru-paru, mata pedih, dan gatal-gatal. Kalau
ada yang mengatakan apa harus nunggu ada yang masuk rumah
sakit, lha itu pemikiran masyarakat yang pendek dan tidak mau
tahu. Untuk daerah yang meminta fogging tetapi tidak diberi, itu
kemungkinan kita sudah melakukan PE namun hasinya tidak
memenuhi kriteria untuk dilakukan fogging sehingga kita hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
melakukan PSN dan Abatisasi saja karena kita menganggap daerah
tersebut bukan daerah sumber penularan. Kalau dikatakan DKK
mempersulit itu tidak benar. Adanya prosedur yang digunakan itu
beralasan tidak sekedar dibuat-buat untuk mempersulit. Kalau
sudah memenuhi kriteria kita pasti kita akan lakukan fogging dan
harus memikirkan resikonya.” (Wawancara, 10 Juni 2011)
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas dapat diketahui bahwa
pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali telah merespon dengan baik
tuntutan dari masyarakat yang menginginkan fogging. Permasalahan yang
dihadapi adalah bahwa masyarakat belum memahami kriteria-kriteria
untuk melakukan fogging focus, sehingga masyarakat merasa bahwa
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tidak merespon keluhan dan
tuntutan mereka.
Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu memberikan
penjelasan kepada perorangan maupun dalam pertemuan mengenai
tuntutan fogging tersebut. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
juga mengakui bahwa komunikasi mereka dengan masyarakat belum
berjalan dengan baik terutama jalur komunikasi melalui pokja DBD di
kelurahan. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi
Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Untuk mengatasi tuntutan masyarakat mengenai fogging kami
selalu memberikan penjelasan tentang kriteria-kriteria daerah yang
harus di fogging, mengingat dampak dari fogging yang tidak tepat
itu akan berbahaya. Tetapi kami mengakui bahwa komunikasi
kami dengan masyarakat itu belum berjalan baik terutama jalur
komunikasi melalui pokja DBD di tingkat kelurahan.”(Wawancara,
10 Juni 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Masyarakat justru puas dengan pelaksanaan PE (Penyelidikan
Epidemiologi) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berbeda dengan masalah fogging focus. Masyarakat cenderung
merasa bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali tanggap terhadap
laporan kasus DBD dari masyarakat. Hal ini didasarkan beberapa pendapat
masyarakat tentang pelaksanaan PE yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Salah satunya adalah pendapat yang disampaikan
oleh Bapak Suryo Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
sebagai berikut:
“Menurut saya kegiatan pelacakan kasus PE yang dilakukan
selama ini ya cukup baik dan cepat. Karena setiap saya melaporkan
ada warga saya yang terkena DBD dan melampirkan diagnosa dari
rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.” (Wawancara,
14 Mei 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh salah satu warga yang anaknya
pernah menderita penyakit DBD Ibu Sukatmi warga Kecamatan
Ngemplak berikut ini:
“Waktu anak saya terkena penyakit DBD dan dirawat di rumah
sakit, setelah pulang dari rumah sakit saya di beri surat diagnosa
untuk diberikan pada puskesmas. Tidak lama setelah surat itu
dilaporkan puskesmas segera melakukan PE. Pada waktu itu
dilakukan di rumah saya dan rumah tetangga di sekitar rumah
saya,” (Wawancara, 14 Mei 2011)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan
PE bisa dikatakan baik. Karena masyarakat cenderung merasakan tindakan
yang segera dilakukan terhadap kasus DBD untuk pemberantasan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
penggulangan penyakit DBD tersebut di wilayah Kecamatan Ngemplak.
Hal ini tentunya menjadi suatu prestasi yang harus dipertahankan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali untuk mewujudkan kinerja yang
lebih baik.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali selalu berupaya untuk
meningkatkan responsivitasnya dalam memberantas dan menanggulangi
penyakit DBD. Hal ini sesuai apa yang telah dikatakan oleh Bapak Edi
Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Untuk meningkatkan responsivitas dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD selalu kita lakukan, dengan
memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit
DBD. Kita juga meningkatkan peran dan kerja kader pemantau
jentik dan melaksanakan PJB sehingga diperoleh HI di kelurahan.
Kami juga melakukan kegiatan MMD untuk merumuskan langkah
atau tindakan dalam program ini. Kami memberikan nomor HP
kami kepada masyarakat untuk kontak person.” (Wawancara, 10
Juni 2011)
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di
atas dapat diketahui bahwa upaya-upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam meningkatkan responsivitas untuk
memberantas dan menaggulangi penyakit DBD antara lain:
1) Memberikan pengertian masyarakat tentang bahaya penyakit DBD,
2) Melakukan survei mawas diri dengan meningkatkan peran dan kerja
kader pemantau jentik (melaksanakan PJB) sehingga diperoleh House
Index (HI) di kelurahan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
3) Melakukan kegiatan MMD (Musyawarah Masyarakat Desa) untuk
merumuskan langkah atau tindakan dalam pencegahan penyakit DBD,
4) Memberikan nomor HP kepada masyarakat untuk kontak person.
Hal senada juga dikatakan oleh Ibu Endah selaku kader PKK di
Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Memang mbak di kelurahan ini ada kegiatan MMD. Adanya
kegiatan ini atas kerjasama dari kelurahan dan petugas DKK dan
mengundang ketua RW dan ketua RT yang ada di kelurahan ini.
Dalam kegiatan MMD ini membahas tentang tindakan-tindakan
yang harus kami lakukan sebagai kader untuk memberantas dan
menanggulangi penyakit DBD. Dalam kegiatan ini kami juga
melaporkan hasil dari PJB yang telah kami lakukan.” (Wawancara,
5 April 2011)
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Suryo
Wijayanto di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali sebagai
berikut:
“Dari DKK bekerjasama dengan kelurahan untuk mengadakan
MMD mbak. Jadi setiap saya melaporkan ada warga saya yang
terkena DBD ya lewat MMD itu mbak dengan melampirkan
diagnosa dari rumah sakit, maka akan segera dilakukan pelacakan.”
(Wawancara, 21 Juni 2011)
Berdasarkan berbagai pendapat yang disampaikan oleh masyarakat
di atas dapat disimpulkan bahwa responsivitas Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup baik, hal ini didasarkan atas
pelaksanaan PE (Penyelidikan Epidemiologi) dan kegiatan MMD
(Musyawarah Msyarakat Desa) yang dinilai masyarakat cenderung
tanggap. Namun perlu adanya peningkatan komunikasi antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan masyarakat sehingga masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
benar-benar tahu kriteria-kriteria apa saja yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan fogging. Selain itu, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali juga harus mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang
resiko yang ditimbulkan dari fogging yang dapat merusak lingkungan dan
juga kesehatan masyarakat sendiri apabila tidak memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan oleh WHO. Dengan demikian masyarakat tidak akan asal
menuntut saja, tetapi juga peduli akan dampak yang ditimbulkan dari
fogging focus.
c. Indikator Akuntabilitas
Secara umum akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak ini dapat dikatakan cukup baik. Karena petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan tugasnya
memberantas dan menanggulangi penyakit DBD tidak selalu berorientasi
pada juklak (Petunjuk Pelaksanaan) saja, tetapi juga melihat situasi dan
kondisi masyarakat pengguna jasa.
Hal ini didasarkan pada wawancara yang dilakukan dengan petugas
P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang bernama Bapak
Kirmanto berikut ini:
“Kami tidak sepenuhnya berorientasi pada juklak dalam
melaksanakan tugas, tapi juga melihat situasi dan kondisi. Aturan
dari atasan juga dipakai, tetapi kalau kita hanya mengacu pada
aturan dari atasan saja kan malah jadi kaku ya dalam menjalankan
tugas dan mengusahakan keinginan masyarakat. Jadi, kita tidak
hanya berorientasi pada juklak saja dalam melaksanakan tugas.”
(Wawancara, 12 Maret 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang
bernama Bapak Edi Siswanto, SKM berikut ini:
“Kami tidak sepenuhnya berorientasi pada aturan. Kami juga
mengacu pada kepentingan masyarakat ya mbak. Misalnya saja
kegiatan yang berorientasi pada juklak adalah kegiatan fogging
yang mana harus benar-benar memenuhi kriteria mengingat resiko
yang ditimbulkan itu akan berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan masyarakat sendiri. Sedangkan contoh kegiatan yang
tidak berdasarkan juklak adalah ketika terjadi KLB terhadap DBD
kami akan segera lakukan penanggulangan semaksimal mungkin,
dan itu dilakukan dengan melihat kondisi sehingga kita tahu apa
yang harus segera kita lakukan.” (Wawancara, 10 Maret 2011)
Dari apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM di atas
dapat diketahui bahwa pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
melaksanakan tugas pemberantasan dan penggulangan penyakit tidak
sepenuhnya berorientasi pada petunjuk pelaksanaan (juklak). Contoh
kegiatan yang mengacu pada juklak adalah kegiatan fogging. Aturan yang
digunakan bahwa pelaksanaan fogging harus benar-benar memenuhi
kriteria yang ditetapkan oleh WHO. Aturan ini harus benar-benar
dijalankan mengingat dampak yang ditimbulkan fogging sangat berbahaya
bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat itu sendiri. Sedangkan
kegiatan yang tidak berdasarkan juklak contohnya adalah pada saat
kondisi masyarakat sedang terjadi KLB maka dengan segera petugas
P2DBD akan melakukan penaggulangan.
Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Bapak Edi Siswanto,
SKM dan Bapak Kirmanto di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pola
pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD sudah mengarah
pada pola pelayanan yang cukup akuntabel. Karena orientasi pelayanan
yang diberikan tidak hanya berdasarkan pada juklak (Petunjuk
Pelaksanaan) saja, namun juga melihat situasi dan kondisi yang ada di
masyarakat sehingga dapat mengusahakan kepuasan masyarakat sebagai
pengguna jasa. Oleh karena itu, pola pelayanan yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup akuntabel. Dan
petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali khususnya yang bertugas
memberantas dan menanggulangi penyakit DBD dapat dikatakan
memahami pola pelayanan yang prima yaitu berorientsi pada pemuasan
kebutuhan masyarakat pengguna jasa.
Transparansi Dinas Kesehatan Kesehatan Kabupaten Boyolali juga
dapat dikatakan cukup baik. Hal ini diindikasikan dengan adanya
transparansi dana dan transparansi kegiatan pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Adanya transparansi dana dapat diketahui dari
pengakuan Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali yang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kader
yang mewakili masyarakat. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh
Bapak Edi Siswanto, SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali:
“Dana untuk pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD itu
berasal dari APBD tingkat I dan APBD tingkat II, yang digunakan
untuk pelaksanaan fogging foccus yang meliputi pembelian BBM
dan upah tenaga. Kemudian untuk pengadaan Abate, pengadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Malation, pengadaan mesin fogging, untuk penyuluhan atau
pemberdayaan masyarakat, untuk honor kader PJB dan untuk
bantuan porselinitasi.” (Wawancara, 10 Maret 2010)
Apa yang disampaikan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM mengenai
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di atas sesuai dengan
apa yang diungkapkan oleh Ibu Endah selaku kader pelaksanan PJB di
Kecamatan Ngemplak berikut ini:
“Setahu saya ya mbak dana Dinkes itu digunakan untuk fogging,
kan harus ada mesinnya, obatnya yaitu malation, kan harus pakai
bensin juga. Selain itu, Dinkes harus menyediakan bubuk Abate.
Juga penyuluhan ke masyarakat pasti juga butuh dana mbak.”
(Wawancara, 5 April 2011)
Kesesuaian antara apa yang dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto,
SKM selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dengan apa yang dikatakan oleh Ibu Endah selaku
kader pelaksanan PJB di Kecamatan Ngemplak di atas menggambarkan
adanya transparansi penggunaan dana Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD.
Adanya transparansi dana juga terlihat dengan adanya kerjasama yang
saling mendukung antara Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan
puskesmas di Kecamatan Ngemplak sebagai unit pelaksana dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam mendapatkan dana fogging. Hal
tersebut seperti apa yang diungkapkan oleh Bapak Kirmanto selaku
Petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“DKK dan Puskesmas bekerjasama dan saling mendukung
mengajukan dana untuk fogging, dana itu diajukan setahun sekali.
Untuk puskesmas yang dananya sudah habis pertengahan tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
bisa mendapatkan dana fogging dari sini. Kalau dana fogging itu
sisa, kami akan mengembalikan ke Kabupaten.” (Wawancara, 12
Maret 2011)
Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto
selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali di atas dapat
diketahui bahwa pada dasarnya Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
terbuka mengenai dana yang akan digunakan untuk fogging. Hal ini
menunjukkan adanya transparansi dana dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali terhadap puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Boyolali
salah satunya di Kecamatan Ngemplak.
Hal tersebut sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh Kepala
Puskesmas Ngemplak yang bernama dr. Ony Hardoko berikut ini:
“Dinkes itu kalau masalah transparansi dana itu ya transparan
mbak, terbukti dari mudahnya kami mengajukan dana fogging
apabila kami kehabisan dana asal fogging yang akan dilakukan
benar-benar memenuhi kriteria. Selain foggging kita kan juga
mendapatkan dana untuk melakukan penyuluhan kepada
masyarakat. Ya cukup terbukalah mbak. (Wawancara, 6 Juni 2011)
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Petugas Kesehatan
Lingkungan di Puskesmas Ngemplak yang bernama Bapak Sis Nugroho
berikut ini:
“Kita saling membantu mbak karena puskesmas itukan unit
pelaksana teknis dari Dinkes juga. Jadi kami mendapatkan dana
untuk fogging itu dari Dinkes selain dari pengajuan dana kami
sendiri mbak kan nggak mencukupi untuk setahun penuh, jadi
sisanya ketika kita harus melakukan fogging itu dananya dari
Dinkes. (Wawancara, 6 Juni 2011)
Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Kepala Puskesmas
Ngemplak dan Petugas Kesehatan Lingkungan di atas maka dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali terbuka mengenai
dana. Hal tersebut terbukti dengan adanya kemudahan puskesmas untuk
mengajukan dana fogging maupun dana penyuluhan pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan
cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya pola pelayanan yang
dijalankan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang tidak selalu
berorientasi pada juklak tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat.
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah berorientasi pada kepuasan
masyarakat sebagai pengguna jasa. Selain itu, transparansi pengguna dana
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali juga dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti
dengan adanya kemudahan dan kerjasama yang saling mendukung dalam
memberikan dana untuk fogging maupun untuk melakukan
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di masyarakat
Kecamatan Ngemplak.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak baik yang menghambat maupun meningkatkan kinerja.
a. Faktor yang Menghambat Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngemplak
1) Faktor Internal
Faktor penghambat Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
SDM merupakan aspek penting dalam organisasi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali,
ternyata jumlah petugas atau pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali yang khusus menangani pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD belum mencukupi dalam artian belum memenuhi secara
kuantitas. Jumlah petugas yang khusus menangani penyakit DBD
hanya berjumlah satu orang.
Berikut dapat dilihat data pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berdasarkan Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Tahun 2010:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Tabel IV.21
Data Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Berdasarkan Jabatan dan Tidak Termasuk UPTD Bulan Juli 2011
No. Bagian Jumlah (Orang)
(1) (2) (3)
1. Kepala Dinas 1
2. Sekretariat 1
3. Umum & Kepegawaian 19
4. Keuangan 9
5. Perencanaan & Pelaporan 4
6. Pelayanan Kesehatan 13
7. P3PL 16
8. Kesehatan Keluarga 9
9. Promosi & Litbang 10
Jumlah 82
Sumber: Sub Bag Umum & Kepegawaian DKK Boyolali
Berdasarka tabel di atas letak petugas khusus P2DBD berada di
urutan ketujuh dengan jumlah pegawai 16 Orang. Dari 16 orang
tersebut dibagi menjadi tiga seksi yaitu; Seksi Pemberantasan
Penyakit, Seksi Pencegahan & Survailans dan Seksi Penyehatan
lingkungan. Setiap seksi mempunyai tugas masing-masing. Begitu
juga Seksi Pemberantasan Penyakit mempunyai tugas masing-masing,
yaitu; menangani masalah Diare, Flu Burung, DBD, HIV AIDS. Jadi
setiap petugas bertanggung jawab atas tugasnya. Demikian pula,
petugas khusus DBD yang berada di Seksi Pemberantasan Penyakit
yang hanya berjumlah satu orang yaitu Bapak Kirmanto.
Hal tersebut didasarkan atas pengakuan yang diungkapkan
sendiri oleh petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
yang bernama Bapak Kirmanto berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
“Disini cuma saya saja yang yang menangani kasus DBD.
Sebenarnya ya kurang tenaganya, tugas pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD itu kan tidak hanya bekerja di
belakang meja saja tapi kan juga harus keluar kantor.”
(Wawancara, 12 Maret 2011)
Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Bapak Kirmanto
di atas dapat diketahui bahwa tugas-tugas dalam pemberantasan dan
penanggulangan penyakit DBD itu sangat banyak mulai dari tugas-
tugas administrasi seluruh wilayah Kabupaten Boyolali yang
dikerjakan di belakang meja sampai ke tugas-tugas ke lapangan yaitu
berbagai penyuluhan kepada masyarakat dan masih banyak lagi tugas
lainnya. Dari semua tugas yang telah disebutkan di atas di bebankan
hanya kepada petugas khusus P2DBD (Pemberantasan Penyakit DBD)
yang hanya berjumlah satu petugas saja.
Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM selaku
Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berikut ini:
“Petugas yang menangani penyakit DBD itu hanya berjumlah
satu orang. Memang seharusnya petugas P2DBD itu
disesuaikan dengan jumlah kecamatannya sehingga
penanganan yang dilakukan akan lebih efektif. Ya misalnya itu
tadi mbak, kalau di Ngemplak ya di Ngemplak ada sendiri.”
(Wawancara, 10 Maret 2011)
Melihat kenyataan SDM yang ada di Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali khususnya petugas P2DBD yang belum
mencukupi secara kuantitas, maka akan mempengaruhi kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali terutama yang berkaitan dengan
produktivitas..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
2) Faktor Eksternal
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak juga
menemui faktor penghambat yang berasal dari luar organisasi yang
berasal dari masyarakat. Masyarakat cenderung tidak mau ikut peduli
terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungannya sendiri. Selain itu
kesadaran masyarakat untuk ikut mendukung program-program dalam
pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolai. Hal tersebut didasarkan atas apa yang
disampaikan oleh petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali yang bernama Bapak Kirmanto di bawah ini:
“Memang masyarakat tidak mau mendukung program-program
kami, yang sebenarnya tujuannya juga untuk masyarakat agar
terbebas dari penyakit DBD. Karena kami sudah melakukan
berbagai upaya penyuluhan dan penggerakan PSN, namun
semua itu belum bisa merubah perilaku masyarakat secara
optimal.” (Wawancara, 10 Juni 2011)
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM
selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Memang masyarakat kita sulit dan kurang peduli untuk
menjaga lingkungan sekitar mereka. Selama ini kami selalu
memberikan penyuluhan tentang program-program yang kami
miliki. Contohnya penyuluhan PSN itu kami sudah ingatkan
masyarakat untuk melakukan gerakan 3M tapi kenyataanya
mereka sulit sekali untuk melakukan itu. Hal ini yang
menghambat kinerja kami.” (Wawancara, 12 Maret 2011)
Berdasarkan dari kedua pendapat di atas maka dapat diketahui
bahwa berbagai penyuluhan telah diberikan namun belum dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
menyadarkan masyarakat untuk ikut aktif dalam kegiatan
pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Kesadaran
masyarakat untuk menjaga lingkungan mereka masih rendah.
Masyarakat kurang mendukung kegiatan-kegiatan penyuluhan PSN
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali.
Dari apa yang telah dipaparkan di atas faktor penghambat Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak meliputi dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal disebabkan karena Sumber
Daya Manusia yang kurang memadahi secara kuantitas, sehingga
membuat kinerja belum sesuai harapan karena petugas khusus P2DBD
hanya berjumlah satu orang. Sedangkan faktor eksteral disebabkan oleh
rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungannya
dan rendahnya dukungan masyarakat tersebut terhadap kegiatan-kegiatan
penyuluhan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
b. Faktor yang Meningkatkan Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak
1) Faktor Internal
Faktor internal yang meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah faktor dana yang sudah
mencukupi. Hal tersebut seperti apa yang dikatakan oleh Bapak
Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali berikut ini:
“Selama ini dana dari Kabupaten sudah mencukupi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan pemberantasan dan
penanggulngan penyakit DBD. Jadi masalah dana, kami tidak
ada permasalahan.” (Wawancara, 12 Maret 2011)
Berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Bapak Kirmanto
di atas maka dapat disimpulkan bahwa dana bukan merupakan
masalah bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak. Dengan demikian dapat dikatakan faktor dana dapat
meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dapat meningkatkan Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah adanya kerjasama
antara pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dengan para kader,
lurah, RW, RT dan tokoh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Bapak Kirmanto selaku petugas P2DBD Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Melalui kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa kami
melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Kami bekerjasama
dengan kelurahan setempat untuk mengundang kader-kader
kesehatan, RW, RT, dan tokoh masyarakat di kelurahan
tersebut. Kemudian kita melakukan penyuluhan kepada
mereka. Selanjutnya mereka melakukan penyuluhan kepada
warga mereka masing-masing.” (Wawancara, 12 Maret 2011)
Hal senada juga dikatakan oleh Bapak Edi Siswanto, SKM
selaku Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali berikut ini:
“Walaupun kami belum dapat memenuhi target yang telah
ditetapkan. Namun kami bekerja sama dengan organisasi
masyarakat lainnya dalam hal penyuluhan dan penggerakan
masyarakat.” (Wawancara, 14 April 2011)
Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Bapak Kirmanto
dan Bapak Edi Siswanto, SKM di atas dapat diketahui bahwa Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali melakukan kerjasama dengan
organisasi masyarakat untuk melakukan penyuluhan cara
pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD. Dengan adanya
kerja sama ini tentu saja dapat meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD di Kecamatan Ngemplak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai kinerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan
peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut ini :
1. Produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan
belum berhasil. Hal ini terihat dari adanya target-target yang telah ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali yang belum dapat tercapai secara
maksimal. Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali antara lain :
a. Target Insident Rate (Angka Kesakitan) yaitu kurang dari 3/10.000
penduduk
b. Target Case Fatality Rate (Angka Kematian) yaitu kurang dari 2,5%
c. Target House Index (Angka Kepadatan Jentik) yaitu kurang dari 5%
d. Target Angka Bebas Jentik yaitu di atas 95%
e. Target untuk mengubah perilaku masyarakat untuk ikut aktif dalam
kegiatan PSN.
Target-target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di
156
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
Kecamatan Ngemplak di atas belum tercapai seluruhnya dari lima target hanya
satu target yang tercapai yaitu target Case Fatality Rate (Angka Kematian).
Hal ini cukup menjadi bukti bahwa produktivitas Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak belum berhasil, namun Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali terus berupaya untuk memaksimalkan kegiatan pemberantasan dan
penanggulangan peyakit DBD kepada masyarakat di Kecamatan Ngemplak.
2. Responsivitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dapat dikatakan cukup
baik namun masih perlu ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
respon terhadap keluhan dan tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat
terkait dengan pelaksanaan fogging focus oleh pihak Dinas Kesehatan
Kabupaten Boyolali. Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sudah
berupaya merespon dengan baik keluhan dan tuntutan dari masyarakat di
Kecamatan Ngemplak terutama yang berkaitan dengan kegiatan fogging
focus. Sikap responsif Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam
pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak
juga ditunjukkan dari pengakuan masyarakat di Kecamatan Ngemplak
terhadap pelaksanaan Penyelidikan Epidemologi yang segera dilakukan
setelah ada laporan dari masyarakat.
3. Akuntabilitas Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dapat dikatakan cukup
baik. Hal ini terbukti dengan adanya pola pelayanan yang dijalankan Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali yang tidak selalu berorientasi pada petunjuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
pelaksanaan (juklak) saja tetapi juga melihat situasi dan kondisi masyarakat.
Selain itu, transparansi pengguna dana pemberantasan dan penanggulangan
penyakit DBD oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali juga dapat
dikatakan cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemudahan dan
kerjasama yang saling mendukung dalam memberikan dana untuk fogging
maupun untuk melakukan pemberantasan dan penanggulangan penyakit DBD
di masyarakat khususnya di Kecamatan Ngemplak.
4. Beberapa faktor yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di
Kecamatan Ngemplak baik yang berasal dari dalam organisasi (internal)
maupun dari luar organisasi (eksternal). Faktor internal yang menghambat
kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan dan
penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah kurangnya
Sumber Daya Manusia secara kuantitas. Hal ini dikarenakan petugas Dinas
Kesehatan Kabupaten Boyolali yang mengurusi kasus DBD hanya berjumlah
satu orang. Jumlah ini tentu saja sangat kurang untuk mencakup seluruh
wilayah di Boyolali terutama di Kecamatan Ngemplak. Sedangkan faktor
eksternal yang menghambat kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
dalam pemberantasan dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan
Ngemplak adalah kurangnya peran aktif masyarakat di Kecamatan Ngemplak
dalam melaksanakan program-program pemberantasan dan penanggulangan
peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan serta dukungan data yang telah
dipaparkan diatas. Saran yang dapat dipenuhi sebagai sumbangsih penulisan untuk
meningkatkan kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali dalam pemberantasan
dan penanggulangan peyakit DBD di Kecamatan Ngemplak adalah sebagai
berikut :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali diharapkan untuk mensosialisasikan
kegiatan penangganan penyakit DBD yang lebih efektif di Kecamatan
Ngemplak melalui media masa, plamflet-pamflet, media elektronik ataupun
terjun secara langsung ke setiap acara-acara masyarakat seperti arisan, kerja
bakti, dan kegiatan lainnya.
2. Pembenahan jumlah pegawai di bagian pemberantasan penyakit yang
memadai baik secara kuantitas, sehingga pegawai tersebut mampu menangani
semua pekerjaan terlebih lagi pegawai tersebut juga memiliki rangkap tugas.