Upload
ngothu
View
239
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA)
AHMAD MANSUR
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kinerja Pengawas Kapal Ikan
(Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)” adalah
karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan dari
karya yang diterbitkan dari penulisi lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2007
Ahmad Mansur
C551040194
ABSTRAK Ahmad Mansur. Kinerja Pengawas Kapal Ikan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta) Dibimbing oleh Budhi Hascaryo Iskandar sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Domu Simbolon sebagai Anggota
Pengawasan terhadap kapal perikanan yang dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Dengan Penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; dan (2) mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Metodologi yang digunakan adalah : (1) Analisis diskriptif dan perhitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan; (2) Analisis Rank Spearman untuk mengetahui tingkat hubungan dari masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; (3) metode Proses Hierarki Analitik (PHA) untuk meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa tingkat kinerja dari pengawas perikanan di PPSNZJ kurang baik. Peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecakapan penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Kata Kunci: Pengawas, kapal ikan, tingkat kinerja, PPS Nizam Zachman
Jakarta.
ABSTRACT
A Study on The Performance of Fishing Vessel Supervisor (Case Study in Jakarta Ocean Fishing Port). Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Domu Simbolon
The observation on fishing vessel is expected by prevent illegal fishing.. The aims of this research are : (1) To evaluate factors having an effect on to supervisor performance; and (2) To know of performance fishing vessel supervisor and determine the research are : (1) To evaluate factors having an effect on the supervisor performances ; and (2) To determine the way of improving performance fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The analysis method that used are : (1) Analysis of descript an anumeration of weight mean asses every factor having an effect on to determined supervisor performance; (2) Process Hierarki Analytic (PHA) to increase performance of fishing vessel supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port. The research result shows that the performance of supervisor can be improved by enrichment the knowledge of the supervisor especially in the field of fisheris law. The research result shows that the performance of supervisor in Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port can be improved knowledge and punish the are of supervisor fishery. Keyword : Performance, Fishing Vessel Supervisor, Jakarta Nizam Zachman Ocean Fishing Port.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA JAKARTA)
AHMAD MANSUR
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
Judul Penelitian : Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta)
Nama Mahasiswa : Ahmad Mansur
Nomor Pokok : C551040194
Program Studi : Teknologi Kelautan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui,
Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis tepat pada waktunya dengan
judul “ Kinerja Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta)”.
Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si
sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan.
2. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si selaku penguji luar komisi atas masukan-
masukan untuk perbaikan tesis penulis.
3. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc sebagai ketua Program Studi atas arahannya
selama menyelesaikan studi.
4. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Teknologi Kelautan atas
bantuan kelancaran selama proses menyelesaikan studi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan baik
dari segi isinya maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini.
Bogor, Juli 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 16 Mei 1974 sebagai putra ke
7 (tujuh) dari 9 (sembilan) bersaudara pasangan Bapak H. Misbah Malibary dan
Hj. Ibu Ulfah. Pendidikan penulis dari SD hingga SLTA ditempuh di Kota
Pekalongan dan SMA ditempuh di SUPM Negeri Tegal.
Setelah tamat dari SMA tahun 1992, penulis diterima sebagai CPNS di
Dinas Perikanan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1995 penulis
mendapat tugas belajar di Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2000 alih tugas
di Departemen Kelautan dan Perikanan dan pada saat ini bekerja sebagai Staf
Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan, Departemen
Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanan Pembangunan
Kelautan Perikanan, SPs-IPB.
Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh
Sekolah Pascasarjana pada tanggal 4 Agustus 2007 dengan judul tesis “Kinerja
Pengawas Kapal Perikanan (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman Jakarta)”.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i PRAKATA .......................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ 1 Perumusan Permasalahan ................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 6 1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 7 1.6 Hipotesis .................................................................................................. 9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis .................................................................................................... 10 2.2 Kinerja ...................................................................................................... 10 2.3 Pengawas Perikanan .................................................................................. 11 2.4 Pengawasan ............................................................................................... 13 2.5 Pengawasan Kapal Perikanan ................................................................... 17 2.6 Obyek Pengawasan ................................................................................... 20 2.7 Kapal Perikanan ........................................................................................ 21 2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan ...................................... 24
2.8.1 Hukum dan kelembagaan ................................................................ 24 2.8.2 Dukungan sumberdaya .................................................................... 26 2.8.3 Dukungan peran serta stakeholder .................................................. 27
3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 29 3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 29 3.3 Analisa Data ............................................................................................. 32
3.3.1 Penetapan indikator kinerja pengawas ............................................ 32 3.3.2 Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ ..................... 36
v
Halaman
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta .......... 42
4.2 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ......................................................................... 45
4.2.1 Fasilitas pokok (dasar) ................................................................... 45 4.2.2 Fasilitas fungsional ......................................................................... 46 4.2.3 Fasilitas penunjang .......................................................................... 46
4.3 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta ................................. 48 4.3.1 Unit pelaksana teknis PPSNZJ ...................................................... 48 4.3.2 Perum prasarana perikanan samudera .......................................... 51
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Materi pengawasan ................................................................................. 54 4.4.1 Dokumen perizinan usaha perikanan ............................................ 54 4.4.2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan ............................................... 57 4.4.3 Pemeriksaan alat penangkap ikan ................................................. 60 4.4.4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan ................................... 60 4.4.5 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan ................................... 61 4.4.6 Pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal (ABK) ...................... 61 4.4.7 Pemeriksaan penerapan log book perikanan (LBP)
dan surat laik operasi (SLO) kapal perikanan .............................. 61 4.4.8 Pemeriksaan penerapan vessel monitoring system (VMS) ........... 61
5.2 Pengawasan Kapal Perikanan ................................................................ 62 5.1.1 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara normatif ................ 62 5.1.2 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara emperis di PPSNZJ. 66
5.1.2.1 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ ............... 66 5.1.2.2 Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ ................. 68
5.3 Kondisi Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan ....... 70 5.3.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan .............................. 70 5.3.2 Kemampuan pemeriksaan fisik kapal ............................................ 71 5.3.3 Kecakapan pengawas perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan ................................... 72 5.3.4 Kemampuan kecepatan pemeriksaan oleh pengawas perikanan ...................................................................................... 73 5.3.5 Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas perikanan .................. 74 5.3.6 Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas perikanan .................. 75 5.3.7 Ketersediaan anggaran biaya ......................................................... 76 5.3.8 Kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ ............................. 76
5.4 Stakeholder di PPSNZJ .......................................................................... 78 5.5 Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ .. 79
vi
Halaman 6 PEMBAHASAN
6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Perikanan ........ 82 6.1.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan ............................. 82 6.1.2 Pemeriksaan fisik kapal ................................................................. 83 6.1.3 Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan
dan hukum ..................................................................................... 86 6.1.4 Kecepatan Pemeriksaan kapal perikanan ..................................... 87 6.1.5 Kualitas hasil pemeriksaan ........................................................... 88 6.1.6 Kesungguhan dalam Pemeriksaan ................................................. 89 6.1.7 Ketersediaan Anggaran Biaya ...................................................... 91 6.1.8 Sarana Prasarana .......................................................................... 92 6.1.9 Hukum dan kelembagaan ............................................................. 93 6.1.10 Jumlah pengawas ......................................................................... 94 6.1.11 Dukungan stakeholder dan instansi terkait .................................. 94
6.2 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Pengawas Perikanan ................................................................ 96
6.3 Proses Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ ..... 99 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................................. 101 7.2 Saran ....................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah kapal yang masuk dan keluar di PPSNZJ tahun 2005 ....................... 4
2. Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian ........................... 30
3. Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian ......................... 31
4. Penetapan bobot nilai indikator kinerja pengawas perikanan ......................... 33
5. Skor penetapan priorutas dalam AHP ............................................................. 38
6. Matrik berbanding berpasangan ...................................................................... 39
7. Sarana atau fasilitas pelabuhan di PPSNZJ .................................................... 47
8. Pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur ....................................... 58
9. Tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ ............................................................. 77
10. Dukungan partisipasi stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan ......... 78
11. Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan ............................ 80
12. Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak yang
berkepentingan ............................................................................................... 80
13. Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan ............. 81
14. Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005 ......... 90
15. Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005. ................ 91
16. Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun 2005 ...................... 92
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ...................................................................... 9
2. Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ ....................................... 37
3. Diagram alir pendekatan penelitian ................................................................ 41
4. Peta lokasi PPSJ (PPSNZJ) ............................................................................ 44
5. Struktur organisasi UPT PPSNZJ ................................................................... 50
6. Struktur Organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta ............................................................................................... 52 7. Mekanisme pengawasan di darat saat kapal perikanan merapat di pelabuhan ................................................................................................... 63
8. Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan kapal pengawas .................. 65
9. Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ ............................................. 67
10. Prosedur pengawasan kapal keluar di PPSNZJ .............................................. 69
11. Penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan dokumen
kapal .............................................................................................................. 70
12. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan pemeriksaan
fisik kapal ...................................................................................................... 71
13. Sebaran penilaian kecakapan pengawas terhadap indikator penguasaan
pengetahuan dan hukum perikanan ............................................................... 72
14. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan kecepatan
pemeriksaan ................................................................................................... 73
15. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kualitas hasil pemeriksaan.. 75
16. Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator kesungguhan
Pemeriksaan .................................................................................................... 76
17. Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator ketersediaan
anggaran biaya pemeriksaan .......................................................................... 76
18. Hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ ............................................................................ 99
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di
laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal patroli, baik yang dimiliki Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan Polisi Air. Pengawasan di darat yaitu di pelabuhan pangkalan dilakukan oleh petugas pengawas perikanan.
Pengawasan kapal perikanan di pelabuhan pangkalan dimulai pada tahun 1994, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dirjen Perikanan Nomor 320 tahun 1994 tentang Penunjukkan Petugas Pengawas Kapal Ikan dan Nomor 420 tahun 1994 tentang Petunjuk Operasional bagi Pengawas Kapal Ikan, selanjutnya diperkuat dan disempurnakan dengan SK Menteri Pertanian Nomor 996 tahun 1999 perihal yang sama. Sejalan dengan perkembangan kebijakan negara Indonesia pada tahun 2000, terbentuk Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang salah satu tugas pokok dan fungsi di dalamnya adalah Direktur Jenderal Pengawasan dan Perlindungan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan kapal perikanan. Sebagai dasar pelaksanaan petugas pengawas perikanan di lapangan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 44/MEN/2001 tentang Pengalihan Pembinaan Teknis Pengawas Perikanan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya tahun 2002 dilakukan penyempurnaan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 996 tahun 1999 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Ikan menjadi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Nomor : KEP. 03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan.
2
Beberapa kebijakan tersebut dikeluarkan dengan tujuan sebagai langkah
untuk mengurangi pelanggaran yang terjadi di lapangan, sehingga pelaksanaan
pengawasan dapat optimal terutama pengawasan terhadap kapal perikanan di
pelabuhan pangkalan. Pada umumnya kegiatan penangkapan dimulai dari
pelabuhan pangkalan sebagai pusat dimulainya aktivitas kegiatan bagi kapal
perikanan yang meliputi pengisian bahan bakar minyak, perbekalan logistik,
pendaratan hasil tangkapan, pergantian ABK dan sebagainya.
Pengawasan terhadap kapal perikanan dilakukan di pelabuhan pangkalan
diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang
perikanan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik
kapal di lapangan dan alat tangkap serta ikan hasil tangkapan yang dituangkan
dalam bentuk surat laik operasi (SLO) sebagai dasar persyaratan penerbitan surat
izin berlayar (SIB) dan laporan penangkapan atau Log Book Perikanan (LBP)
pada saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut wajib diisi dengan benar
oleh nakhoda, selanjutnya diserahkan kepada pengawas perikanan pada saat
mendarat kembali ke pelabuhan pangkalan. Data dan informasi dari proses
pengawasan kapal perikanan selanjutnya dianalisis dan apabila ditemukan adanya
indikasi terjadi pelanggaran perikanan dilakukan penyidikan.
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah salah satu
pelabuhan terbesar di Indonesia yang termasuk pelabuhan tipe A. Pelabuhan ini
merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berskala industri, yaitu industri
penangkapan ikan yang mempunyai fasilitas yang lengkap sebagai ujung tombak
dalam mengadakan aktivitas penangkapan ikan. Disamping itu pelabuhan ini
merupakan pelabuhan pangkalan bagi kapal perikanan dalam melakukan aktivitas
penangkapan ikan sesuai dengan perizinan yang dimilikinya. Sebagai pelabuhan
yang strategis dan mempunyai fasilitas yang lengkap, jumlah kapal yang
berpangkalan cenderung lebih banyak dibanding dengan pelabuhan yang tidak
strategis dan tidak mempunyai fasilitas yang lengkap. Dilain pihak dengan
banyaknya jumlah kapal yang berpangkalan akan mendorong terjadinya upaya-
upaya pelanggaran di bidang perikanan.
3
Menurut data base Ditjen Perikanan Tangkap 2004, bahwa kapal perikanan
yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
(PPSNZJ) berjumlah 1.769 unit (sampai dengan Nopember 2004) yang sebagian
besar menggunakan alat tangkap long line dengan intensitas keluar masuk kapal
di pelabuhan tersebut sekitar 15 kapal perhari. Hal ini diperlukan suatu kinerja
pengawas perikanan dalam menerapkan mekanisme kerja pengawasan secara
normatif (sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku) agar dapat
mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan perikanan.
Namun pada kenyataannya pengawas perikanan belum melakukan
pemeriksaan kapal perikanan secara optimal terhadap keluar masuknya kapal
perikanan di PPSNZJ, sehingga belum terlihat tingkat ketaatan kapal perikanan
terhadap kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja pengawas
terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal. Diantaranya, faktor
kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan
jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya
dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya.
Melihat kenyataan di lapangan, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan
di PPSNZJ cukup banyak dan kinerja pengawas perikanan yang belum optimal,
maka tidak menutup kemungkinan pengawas perikanan hanya sebagian
melaksanakan tugasnya dan tidak dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan, baik
dari segi perizinan maupun fisik kapal. Kondisi ini mampu membuka peluang-
peluang terjadinya pelanggaran di bidang perikanan, terutama kapal-kapal asing
yang masuk ke pelabuhan tanpa melalui prosedur yang berlaku dan tidak
menyerahkan dokumen perizinannya serta laporan perjalanan (Log Book
Perikanan).
Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas
perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang
berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dengan
harapan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada
akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan.
4
1.2 Perumusan Permasalahan
Pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan
dimulai sejak kapal menyampaikan laporan kedatangan atau keberangkatan kapal
di pelabuhan dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap dokumen
perizinan kapal perikanan, fisik kapal perikanan, alat penangkapan ikan, peralatan
kapal, komposisi ABK, kegiatan dan hasil penangkapan dan atau pengangkutan,
ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor,
penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan surat Laik Operasi (SLO) kapal
perikanan, penerapan Vessel Monitoring System (VMS). Hal tersebut mempunyai
tujuan untuk memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang masuk pelabuhan
dan membongkar hasil tangkapannya dalam melakukan kegiatan penangkapan
ikan telah sesuai dengan ketentuan dan perizinan yang dimilikinya. Disamping itu
memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang akan keluar pelabuhan untuk
melakukan operasi penangkapan ikan telah laik tangkap dan secara teknis
adminstrasi telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi penangkapan ikan.
Keberhasilan pelaksanaan pengawasan ditentukan oleh tingkat kinerja
pengawas perikanan yang merupakan ujung tombak dalam operasional di
lapangan. Berdasarkan laporan tahunan pengawasan Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta 2005, data jumlah kapal yang dilakukan
pemeriksaan oleh pengawas perikanan selama kurun waktu tahun 2005 dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah kapal yang masuk dan keluar PPSNZJ berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005
ALAT TANGKAP JUMLAH KAPAL (Unit)
MASUK KELUAR Long line 1.606 1.635Purse seine 180 289Gill net 90 115Bouke ami 63 133Kapal angkut 183 213Kapal ekspor 9 8Kapal riset 2 2
JUMLAH 2.133 2.395Sumber : Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, 2006
5
Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran terhadap ketidaksesuaian izin pangkalan sebanyak 102 kapal dengan jenis kapal angkut sebanyak 27 unit, purse seine 37 unit, bouke ami 24 unit, gill net 10 unit dan long line 4 unit kapal. Disamping itu ditemukan juga pelanggaran mengenai kelengkapan Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan (TPPP) yang belum melunasi kewajiban membayar Pungutan Perikanan sebanyak 115 kapal. Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ umumnya hanya melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal.
Pelanggaran bersifat administratif seharusnya dapat diangkat sebagai tindak pidana perikanan. Namun pengawas perikanan di PPSNZJ masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang dapat menghambat dalam melaksanakan tugasnya, baik berupa faktor internal maupun eksternal.
Beberapa permasalahan faktor internal pengawas perikanan meliputi : 1) Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan sebagainya yang
berpengaruh pada ketepatan membedakan keabsahan atau ketidakabsahan serta laik tidaknya kapal perikanan dalam melakukan operasional pemanfaatan sumberdaya perikanan.
2) Kecakapan pengawas perikanan dalam penguasaan bidang pengetahuan dan bidang hukum akan berpengaruh pada penindakan dalam mengambil suatu keputusan hasil pemeriksaan kapal perikanan dan jenis pelanggaran terhadap kewajiban peraturan yang berlaku.
3) Kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan terhadap ketentuan ketaatan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan sesuai yang berlaku.
4) Kualitas hasil pemeriksaan yang memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan dan tidak memberikan manfaat terhadap operasional pengawasan.
5) Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan menimbulkan praktek kolusi antara pengawas atau oknum dengan pihak pemanfaat sumberdaya ikan dan hanya berorientasi formalitas legalitas.
6
Beberapa permasalahan faktor eksternal pengawas perikanan meliputi : 1) Ketersediaan anggaran biaya yang mampu menumbuhkan motivasi para
pengawas untuk melaksanakan tugas dan fungsinya lebih efektif 2) Sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengawasan kapal perikanan
yang berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan 3) Hukum dan kelembagaan dalam penugasan pengawas perikanan sangat
berpengaruh terhadap kewenangan yang dimiliki dalam pelaksanaan pengawasan
4) Jumlah pengawas dibandingkan dengan jumlah kapal yang akan berpengaruh terhadap sistem pelayanan pengawasan yang dilakukan.
5) Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan pola pengawasan di PPSNZJ yang sesuai dan optimal, sehingga akan terwujud ketertiban usaha yang berdampak pada penurunan pelanggaran.
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan
sumberdaya kelautan dan perikanan, sehingga diharapkan tingkat pelanggaran yang terjadi dapat menurun dan kerugian negara dapat tercegah. Lebih khusus tujuan penilitan ini adalah : 1) Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja
pengawas; 2) Mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara
meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis
maupun akademis sebagai berikut : 1) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi peneliti lain tetapi dengan karakteristik dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda;
2) Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka menyusun keputusan pengawas perikanan dalam pembentukan kelembagaan pengawasan;
3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), diharapkan ada jalan keluar cara pengawasan yang optimal di PPSNZJ, yang nantinya cara tersebut dapat diterapkan di pelabuhan perikanan lainnya.
7
1.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pasal 66 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan menyatakan bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh Pengawas
Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perikanan. Kegiatan operasional pengawasan diterapkan
melalui konsep Monitoring, Controling dan Surveilance (MCS) yang
dikembangkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Salah satu
pengembangan konsep MCS tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan Penangkapan Ikan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor KEP/03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan
Ikan, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003
tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan.
Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya diharapkan
mengacu pada Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Pengawasan kapal perikanan
agar operasional pengawasan di lapangan dapat dilaksanakan seoptimal mungkin.
Untuk maksud tersebut dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/06/DJ-PSDKP/IV/2004 tentang
Standar Operasional dan Prosedur Pengawasan Penangkapan dan atau
Pengangkutan Ikan.
Adapun ruang lingkup standar operasional prosedur tersebut meliputi :
1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan;
2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan;
3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan;
4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan;
5) Pemeriksaan peralatan lainnya;
6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi ABK asing;
7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan;
8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor;
9) Pengawasan jalur penangkapan ikan;
10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan;
11) Pengawasan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan;
12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS).
8
Pada kenyataannya pengawas perikanan dalam melaksanakan tugasnya belum dapat optimal sebagaimana diamanatkan oleh SOP tersebut. Hasil pengawasan yang belum optimal sangat dipengaruhi oleh tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal, yang meliputi aspek-aspek yang terkait dengan faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya.
Oleh karena itu perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan kegiatan pengawasan kapal perikanan untuk mengetahui seberapa jauh mekanisme kerja pengawasan kapal ikan secara empiris dapat mencapai tingkat kinerja pengawas perikanan dalam mencapai tujuan pengawasan yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
Analisis mengenai tingkat kinerja pengawas perikanan dapat dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor tersebut diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah: 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Rata-rata yang didapat akan menunjukkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ, yaitu tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik.
Antara faktor internal dan eksternal kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Hubungan atau korelasi antara faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Metode ini mampu memperlihatkan seberapa besar hubungan keduanya dalam mempengaruhi kineja pengawas perikanan.
Peningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dianalisis dengan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Analisis ini dipakai karena sifatnya yang dapat menyederhanakan permasalahan yang kompleks dengan cara membaginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Dari PHA ini akan diperoleh prioritas program kerja untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ.
9
1.6 Hipotesis
Kinerja pengawas perikanan dapat mempengaruhi terhadap tingkat
pelanggaran oleh kapal perikanan. Diharapkan kinerja pengawas perikanan di
PPSNZJ bisa optimal, sehingga pelanggaran oleh kapal perikanan dapat dihindari.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Pengelolaan Potensi SDI
Peraturan atau Perundangan
Perizinan Perikanan Pengawasan (MSC) Penegakan Hukum
Ruang Lingkup Pengawasan Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
Aktivitas Pengawasan Kapal Perikanan Secara
Empiris
Pengawasan Perikanan
secara Non Aktif
Faktor-Faktor Kinerja Pengawas (Internal dan Eksternal)
Kinerja Pengawas Optimal
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis
Soedjadi (1996) menyatakan bahwa, analisis adalah rangkaian kegiatan
pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan obyektif dengan menerapkan
metodologi atau teknik ilmu pengetahuan, untuk melakukan pengkajian,
penelaahan, penguraian, pemerincian dan pemecahan terhadap suatu obyek atau
sasaran sebagai satu kebulatan komponen yang utuh ke dalam sub-sub komponen
yang lebih kecil, sehingga dapat diperoleh kejelasan-kejelasan tentang fakta, data
dari informasi tentang obyek tertentu. Berkaitan dengan penelitian ini, maka
analisis yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan menguraikan, menelaah dan
mengkaji aspek-aspek yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal
perikanan. Aspek-aspek tersebut adalah mekanisme kerja, dukungan sumberdaya,
dukungan hukum dan kelembagaan serta dukungan peran serta stakeholder yang
terkait.
2.2 Kinerja
Kinerja berasal dari bahasa sansekerta kinarya yang berarti hasil karya atau
hasil kerja. Hasibuan (1994) menyatakan bahwa prestasi kerja (kinerja)
merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas
yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan serta ketepatan waktu. Prestasi kerja ini adalah gabungan dari tiga
faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, penerimaan atas
penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi.
Ukuran-ukuran kinerja yang digunakan sangat banyak jenisnya. Menurut
Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal, yaitu sebagai berikut :
1) Kecepatan
Dalam suatu kegiatan pengawasan diperlukan petugas pengawas yang
kinerjanya harus cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau lebih awal
dari deadline serta bebas dari kesalahan;
11
2) Kualitas
Kecepatan dalam menghasilkan suatu output pengawasan sumberdaya tanpa
disertai kualitas yang dihasilkan tersebut adalah sia-sia. Kualitas yang buruk
memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran perikanan atau illegal fishing;
3) Layanan
Layanan yang buruk selama kegiatan pengawasan dilakukan, maka akan
menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas;
4) Nilai
Nilai adalah suatu kualitas yang dapat dirasakan yang lebih baik dari yang
mereka bayarkan.
Ukuran-ukuran kecepatan, kualitas, layanan, dan nilai akan memberikan
gambaran mengenai tingkat kinerja dari sumberdaya pengawas pada suatu
lembaga satuan pengawas. Tingkat kinerja merupakan prestasi kerja pengawas
terkait dengan sikap kerja, pengetahuan dan ketrampilan, serta kesempatan atau
peluang. Sikap kerja itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi, yang dilandasi oleh
sistem budaya atau tradisi, hubungan manajemen dan partisipasi. Pengetahuan dan
ketrampilan dipengaruhi oleh sistem pendidikan dan latihan serta pengalaman.
Menurut Furtwengler (2002), ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
rangka meningkatkan kinerja karyawannya, antara lain : membuat ukuran kinerja
karyawan, mendorong pengembangan karyawan dan mengupayakan kepuasan
karyawan.
2.3 Pengawas Perikanan
Menurut DKP berdasarkan SK Nomor KEP/59/MEN/SJ/2002 tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional
Pengawas Perikanan, pengawas perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS)
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan perikanan. Pengawasan
Perikanan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap kegiatan usaha
perikanan dengan tujuan untuk memastikan apakah pelaksanaan rangkaian usaha
perikanan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk didalamnya
kegiatan pemantauan, pemeriksaan, bimbingan teknis, sosialisasi, inspeksi,
penilikan, analisis, dan evaluasi.
12
Pengawas Perikanan Bidang penangkapan Ikan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan penangkapan ikan meliputi dokumen perizinan usaha penangkapan, operasi kapal perikanan, alat penangkapan dan alat bantu penangkapan, hasil tangkapan, anak buah kapal, log book perikana, daerah penangkapan, pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan serta yang berkaitan dengan penangkapan lainnya.
Pengawas Perikanan terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Non PPNS. Pengawas diutamakan yang telah berstatus PPNS Perikanan, sehingga mempunyai kewenangan melakukan tindakan penyidikan secara langsung dalam hal ditemukan bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Syarat sebagai PPNS yang sah adalah : 1) Telah mengikuti pelatihan penyidikan di Mabes Polri dan dinyatakan lulus; 2) Mendapat sertifikat sebagai penyidik PNS melalui Menteri Kehakiman; 3) Telah melakukan sumpah jabatan sebagai PPNS didepan Pejabat yang
berwenang. Pengawasan kapal ikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus
didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan efektifitas keberhasilan suatu organisasi. Kondisi tersebut mengakibatkan kegiatan pengawasan kapal ikan tidak dapat dihitung dengan asas biaya dan manfaat, karena yang penting adalah pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan dalam upaya menciptakan peluang kepada masyarakat saat ini secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Suatu organisasi atau lembaga tidak dapat efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang
ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan yang cakap dan terampil;
2) Uang atau biaya dalam hal ini adalah tersediannya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggaranya secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal ikan;
13
3) Bahan atau alat pengawasan dalam hal ini adalah LBP, alat-alat ukur, barcode, alat dokumentasi dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati dan peran serta masyarakat;
4) Sarana pengawasan dalam ha ini adalah berupa kantor dan perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gedung penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan, dan kapal pengawas untuk patroli;
5) Metode atau tatacara dalam hal ini adalah pedoman yang tertuang dalam standar operasi dan prosedur pengawasan penangkapan ikan yang mengacu pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan.
6) Waktu pengawasan kapal ikan dalam hal ini adalah waktu kerja pengawas perikanan, waktu kerja pengawasan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan piket pengawas sekurang-kurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS.
2.4 Pengawasan
Handoko (1993) menyatakan bahwa yang dimaksud pengawasan (controlling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan suatu organisasi dan manajemen dapat dicapai. Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelasanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap rencana (planning) yang telah diputuskan, perintah (order) terhadap pelaksanaan pekerjaan (performance), tujuan dan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan sebelumnya (Farlan, 1989 diacu dalam Handayaningrat, 1994).
Handayaningrat (1994) menyatakan pengawasan dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari kesalahan tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Tujuan pengawasan adalah agar pelaksaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
14
Macam-macam Pengawasan (Handayaningrat, 1994) 1) Pengawasan dari dalam adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau
unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri, aparat pengawas bertindak untuk dan atas nama pimpinan organisasi. Aparat pengawas ini bertugas mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi untuk perbaikan atau kebijaksaan lebih lanjut;
2) Pengawasan dari luar adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat atau unit dari luar organisasi itu. Aparat atau unit pengawasan bertindak atas nama atasan dari pimpinan organisasi itu, atau atas nama pimpinan organisasi itu atas permintaannya;
3) Pengawasan preventif adalah pengawasan sebelum suatu rencana dilaksanakan, pengawasan untuk mencegah terjadinya kekeliruan, kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan;
4) Pengawasan represif, pengawasan kapal ikan dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan izin oleh kapal ikan tersebut, berupa surviellane dengan cara melakukan pemeriksaan secara langsung pelaksanaan kegiatan kapal ikan tersebut di laut.
Pengawasan kapal ikan sebagai pengawasan represif dapat menggunakan beberapa sistem (Handayaningrat, 1994) yaitu : 1) Sistem komparatif yaitu mempelajari laporan penangkapan ikan (Fishing Log
Book) dibandingkan dengan lamanya trip penangkapan dan jenis ikan yang tertangkap, mengadakan analisa dan memberikan penilaian serta penyempurnaan;
2) Sistem verifikatif yaitu pemeriksaan berdasarkan pedoman atau petunjuk teknis dan dibuat laporan periodik, melihat perkembangan dan penilaian hasil pelaksanaan serta memutuskan tindakan-tindakan lebih lanjut;
3) Sistem Inspekstif yaitu dengan cara mengecek kebenaran dari suautu laporan penangkapan ikan dengan pemeriksaan di tempat (on the spot inspection);
4) Sistem investigative yaitu pemeriksaan dengan titik berat pada penyelidikan atau penelitian yang lebih mendalam terhadap indikasi adanya pelanggaran perikanan, baik dari laporan masyarakat atau dari pengamatan langsung di lapangan, tujuannya untuk memberi keyakinan tentang kebenaran laporan atau dugaan pelanggaran yang telah diterima sebelumnya.
Keempat sistem tersebut saat ini dipergunakan dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal ikan di Indonesia dan di kenal dengan sebutan system MCSI singkatan dari Monitoring, Controlling, Surveilance dan Investigation.
15
Pengertian MCS, secara umum dipakai sebagaimana disepakati dalam
konferensi FAO tahun 1981 di Roma dengan uraian sebagai berikut :
1) Monitoring – the continuous requirement for the measurement of fishing effort
characteristics and resources yields;
2) Control – the regulatory conditions under which the exploitation of the
resource may be conducted;
3) Surveillance – the degree and types of observation reguired to maintaian
compliance with the regulatory control imposed on fishing activities.
MCS bagi setiap negara berbeda tergantung dari pola dan strategi
pembangunan Negara yang bersangkutan. Ditjen Pengawasan dan Pengendalian
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, mendefinisikan MCS adalah sebagai
berikut:
1) Monitoring (Pemantauan) adalah pencarian dan pengumpulan data, informasi,
fakta yang dilakukan setiap saat secara berkelanjutan untuk memperoleh
kejelasan serta akibat peristiwa yang terjadi;
2) Controlling (Pemeriksaan) adalah upaya menemukan terjadinya sebuah
peristiwa yang dilakukan di luar ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
3) Surveillance (Pengamatan) adalah tindakan hukum yang dilakukan terhadap
suatu peristiwa tindak pidana yang disengaja atau tidak disengaja oleh
seseorang atau badan hukum.
Metode Pengawasan terdiri dari enam jenis (Handayaningrat, 1994) :
1) Pengawasan langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan
pekerjaan, baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun investigatif.
Metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan dalam pelaksanaan pekerjaan;
2) Pengawasan tidak langsung adalah apabila aparat pengawasan atau pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui
laporan-laporan yang masuk padanya. Laporan dapat berupa deretan angka-
angka statistik dan lain-lain tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan.
Kelemahan laporan ini tidak segera mengetahui kesalahan-kesalahan dalam
pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih
besar;
16
3) Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit atau aparat
pengawas yang bertindak atas nama pimpinan organisasi itu atau atasan dari
pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini telah diatur prosedur,
hubungan dan tata kerja, dan periode waktunya. Aparat pengawasan ini harus
melakukan pengawasan dan pelaporan pengawasannya secara periodik,
laporan harus disertai saran-saran perbaikan atau penyempurnaan;
4) Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal
atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya
dilakukan oleh Pejabat Pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi
(pribadi), atau secara incginito. Hal ini berguna untuk menghindari kekakuan
hubungan antara atasan dan bawahan, sehingga tercipta suasana keterbukaan
dalam memperoleh informasi tentang pelaksanaan pekerjaan, usul dan saran-
saran dari bawahan;
5) Pengawasan adminstratif adalah pengawasan meliputi bidang keuangan,
kepegawaian dan material;
6) Pengawasan teknis adalah pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik,
misalnya pemeriksaan terhadap pembangunan gedung, pembuatan kapal dan
sebagainya;
Prinsip-prinsip pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Pengawasan berorientasi pada tujuan organisasi;
2) Pengawasan harus obyektif, jujur dan mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi;
3) Pengawasan harus berorientasi pada kebenaran menurut peraturan
perundangan yang berlaku (wetmatigheid), berorientasi pada kebenaran atas
prosedur yang telah ditetapkan (rechtmatigheid), dan berorientasi terhadap
tujuan atau manfaat dalam pelaksanaan pekerjaan (doelmatifheid);
4) Pengawasan harus menjamin daya guna dan hasil guna pekerjaan;
5) Pengawasan harus berdasarkan atas standar yang obyektif,teliti dan tepat;
6) Pengawasan harus bersifat terus menerus;
7) Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik terhadap perbaikan
dan penyempurnaan pelaksanaan, perencanaan dan kebijaksanaan dimasa
depan.
17
Syarat-syarat pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan;
2) Menghindari adanya tekanan, paksaan yang menyebabkan penyimpangan dari
tujuan pengawasan itu sendiri;
3) Melaksanakan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan
perbaikan serta penyempurnaan rencana yang akan datang.
Prosedur pengawasan (Handayaningrat,1994) adalah :
1) Observasi pemeriksaan dan pemerikasaan kembali;
2) Pemberian contoh;
3) Catatan dan laboran;
4) Pembatasan wewenang;
5) Menentukan peraturan-peraturan, perintah-perintah dan prosedur;
6) Anggaran;
7) Sensor dan tindakan disiplin.
2.5 Pengawasan Kapal Perikanan
Pengawasan kapal perikanan adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur pengawas yang ditunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan atau pejabat
yang ditunjuk dan Gubernur Propinsi atau Pejabat yang ditunjuk atas nama
pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang masuk,
membongkar ikan hasil tangkapan serta kapal perikanan yang keluar pelabuhan
dengan tatacara dan prosedur sebagaimana ditetapkan. Pelaku utama pengawasan
kapal perikanan adalah pemerintah atau petugas yang ditunjuk atas nama
pemerintah. Pertimbangan pemerintah utamanya adalah efektifitas dan bukan
efisiensi, karena sulit untuk mengukur efisiensi dalam pekerjaan pemerintah,
(Handayaningrat,1994).
Pengawasan kapal perikanan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
harus didukung oleh sumber-sumber yang akan dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan serta memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika dan
evektivitas keberhasilan suatu organisasi. Soedjadi (1995) menyatakan bahwa,
organisasi tak mungkin dapat melaksanakan tugasnya tanpa didukung dengan
sumber-sumber atau sarana-sarana yang akan didayagunakan untuk mencapai
tujuan organisasi. Sumber-sumber tersebut adalah :
18
1) Manusia atau tenaga kerja; 2) Uang atau biaya; 3) Bahan-bahan atau meterial; 4) Mesin dan peralatan; 5) Metode; 6) Waktu.
Ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengawasan adalah sebagai berikut : 1) Berkaitan dengan perizinan perikanan meliputi :
(1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia (ZEEI);
(2) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; (3) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2002 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak; (4) Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan; (5) Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (6) Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan; (7) Peraturan Pemerintah nomor 22 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; (8) Keputusan Menteri Kalautan Nomor KEP/10/MEN/2003 tentang
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan; 2) Berkaitan dengan fisik kapal
(1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran; (2) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/60/MEN/2001
tentang Penataan Penggunaan Kapal Perikanan di ZEEI; (3) Keputusan Menteri Keluatan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003
tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan. 3) Berkaitan dengan alat penangkapan ikan
(1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
(2) Undang-Undang Nomor 23 tahun1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup;
(3) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/28/MEN/2003 tentang Produktifitas Kapal Penangkap Ikan;
(4) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 10/1982 tentang Pukat Udang; (5) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990K tentang Pukat Ikan; (6) Keputusan Dirjen Perikanan Nomor 340/1990 tentang Long Line.
19
4) Berkaitan dengan ABK (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP/781/MEN/1985 tentang
Pembatasan penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
(TKWNAP); (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER/03/MEN/1985 tentang
pemberian Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing
Pendatang; (3) Keputusan menteri Kehakiman Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995 tentang
Kemudahan Keimigrasian diganti dengan : Keputusan Menteri
Kehakiman dan HAM Nomor M. 01.IZ.01.10 tahun 2003 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Nomor M.02.IZ.01.10 tahun 1995
tentang Visa Singgah,Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin
Keimigrasian; (4) Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-658.IZ.01.10 tahun 2003
tentang Kemudahan Khusus Keimigrasian.
5) Berkaitan dengan Daerah Penangkapan dan jalur-jalaur penangkapan
Ikan
(1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang
Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan
(JTB) Di Wilayah Perikanan Republik Indonesia;
(2) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 995/Kpts/IK.210/9/99 tentang Jalur-
Jalur Penangkapan Ikan.
6) Berkaitan dengan Penerapan LBP dan SLO
(1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002
tentang Pedoman Pelaksanaan pengawasan penangkapan Ikan;
(2) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2002
tentang log book penangkapan dan Pengangkutan Ikan.
7) Berkaitan dengan VMS
(1) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003
tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan;
(2) Pelatihan teknis pemasangan VMS.
20
2.6 Obyek Pengawasan
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004, obyek
pengawasan perikanan meliputi :
1) Penangkapan dan atau pengangkutan ikan ( pasal 7 ayat (2); pasal 8 ayat (1),
(2), dan (3); pasal 9 ; pasal 27 ; pasal 28, pasal 31 ; pasal 38 ; pasal 43 ; pasal
44);
2) Pembudidayaan ikan ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 8 ayat (4) dan (5) ; pasal 12 ayat
(1), (2), (3), dan (4) );
3) Pengangkutan ikan hidup antar pulau dalam wilayah Republik Indonesia atau
antara wilayah Republik Indonesia dengan negara lain (pasal 7 ayat (2));
4) Suaka perikanan (pasal 7 ayat (2));
5) Jenis ikan yang dilindungi (pasal 7 ayat (2));
6) Plasma nutfah ( pasal 7 ayat (2) ; pasal 14 ayat (4));
7) Penggunaan bahan dan atau atau alat dan atau atau cara dan atau atau
bangunan yang merugikan dan atau atau membahayakan kelestarian sumber
daya ikan da atau atau lingkungannya (pasal 7 ayat (2) dan pasal 8 ayat (5));
8) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya
(pasal 7 ayat (2));
9) Penaatan persyaratan atau standard operasional prosedur penangkapan ikan
(pasal 7 ayat (2));
10) Wabah, hama dan penyakit ikan (pasal 7 ayat (2); pasal 21; pasal 23; pasal
26);
11) Distribusi dan pemasaran hasil perikanan ( pasal 16 ayat (1) ; pasal 26);
12) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan ( pasal 20 ayat (3));
13) Penelitian perikanan ( pasal 55);
Hal ini sejalan dengan yang tertuang dalam pasal 66 ayat (1) bahwa
pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan. Didalam penjelasan
Pasal 66 ayat (1) dinyatakan bahwa pengawas perikanan antara lain pengawas
penangkapan, pengawas perbenihan, pengawas budidaya, pengawas hama dan
penyakit ikan, dan pengawas mutu.
21
Obyek pengawasan kapal perikanan meliputi :
1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan
2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan
3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan
4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan
5) Pemeriksaan peralatan lainnya
6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing
7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan
8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau atau pelabuhan lapor
9) Pengawasan jalur penangkapan ikan
10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan
11) Pengawasan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi
(SLO) kapal perikanan
12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS)
2.7 Kapal Perikanan
Menurut Nomura & Yamazaki (1997) bahwa kapal perikanan adalah kapal
yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau
aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya penangkapan atau
mengumpulkan sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas
seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Lebih lanjut Fyson
(1985) mengemukakan bahwa kapal perikanan adalah kapal yang dibangun untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan dengan ukuran,
rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta berbagai
perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam rencana
operasi. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan
bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan
ikan,pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
22
Code of Conduct for Responsible Fisheries pada artikel 8.2.1 menerangkan
bahwa negara pemegang bendera harus menjaga dokumen atau data kapal ikan
yang diberi hak mengibarkan benderanya dan kewenangan melakukan
penangkapan ikan serta harus menunjukkan beberapa rincian data kapal,
kepemilikan dan kewenangan menangkap ikan. Artikel 8.2.3 disebutkan bahwa
kapal-kapal ikan yang diberi wewenang melakukan penangkapann ikan pada
perairan laut bebas atau di dalam perairan di bawah yuridiksi negara lain dari pada
negara pemegang bendera, harus ditandai dengan keseragaman dan sistem
penandaan kapal yang dikenal secara internasional seperti spesifikasi FAO dan
petunjuk penandaan dan identifikasi kapal-kapal ikan. Kapal perikanan, harus
menunjukkan informasi tentang :
1) Pihak yang memberi izin;
2) Ukuran (GT);
3) Daerah penangkapan;
4) Keterangan pemilik.
Kapal perikanan dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 disebutkan
bahwa setiap kapal perikanan yang digunakan untuk menangkap ikan di wilayah
pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib dilengkapi surat izin
penangkapan ikan (SIPI) dan setiap kapal perikanan yang digunakan untuk
mengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib
dilengkapi SIKPI. Setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan
perikanan wajib memiliki surat laik operasi kapal perikanan dari pengawas
perikanan setelah dipenuhi persyaratan administrasi dan kelayakan teknis sebagai
persyaratan untuk mendapatkan surat izin berlayar dari syahbandar.
Fungsinya kapal perikanan meliputi :
1) Kapal penangkap ikan;
2) Kapal pengangkut ikan;
3) Kapal pengolah ikan;
4) Kapal latih perikanan;
5) Kapal penelitian atau eksplorai perikanan;
6) Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan.
23
Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain
suatu kapal ikan yaitu :
1) Tujuan penangkapan;
2) Alat dan metode penangkapan;
3) Kelaiklautan dari kapal dan keselamatan awak kapal;
4) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan;
5) Pemilihan material yang tepat untuk kontruksi;
6) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan;
7) Faktor-faktor ekonomi.
Nomura dan Yamazaki (1977) menyatakan bahwa sifat operasi kapal ikan
selalu berpindah-pindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan
lain, sehingga kapal ikan harus mempunyai kontruksi yang kuat. Disamping itu,
kondisi laut dan getaran mesin kapal akan mempengaruhi kekuatan kontruksi
kapal. Persyaratan minimal untuk kapal ikan ketika melakukan operasi
penangkapan adalah sebagai berikut :
1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal;
2) Memiliki stabilitas yang tinggi;
3) Memiliki fasilitas untuk penyimpanan.
Karakteristik yang membedakan kapal ikan dengan jenis kapal lainnya
(Nomura dan Yamazaki, 1977) adalah :
1) Kecepatan kapal
Membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengejar kelompok ikan serta
membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang pendek atau kisaran
kecepatan dalam operasi sangat bervariasi.
2) Kemampuan olah gerak kapal
Membutuhkan olah gerak yang baik pada saat pengoperasian alat tangkap,
seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning circle) yang
kecil dan daya dorong mesin (propulsion engine) yang dapat dengan mudah untuk
bergerak maju dan mundur.
3) Kelaik lautan
Laik (layak) digunakan untuk operasi penangkapan ikan dan cukup tahan
untuk melawan kekuatan angin, gelombang, memiliki stabilitas yang baik dan
gaya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran.
24
4) Luas area pelayaran
Area pelayaran kapal ikan luas karena pelayarannya ditentukan oleh
pergerakan kelompok ikan, daerah musim, berpindahan daerah penangkapan ikan
dan lain-lain.
5) Kontruksi badan kapal yang kuat Kontruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan
menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah dan tahan terhadap getaran yang disebabkan oleh kerja mesin atau menahan faktor internal dan eksternal. 6) Daya dorong mesin
Membutuhkan daya dorong mesin yang cukup besar, dengan volume mesin yang kecil dan getaran mesin yang kuat. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
Penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu dengan fasilitas ruang pendingin, ruang pembekuan atau dengan es untuk menghindari pengaruh luar yang akan menurunkan mutu ikan. Pengolahan ikan membutuhkan mesin-mesin untuk pengolahan (pengalengan dan pengolahan tepung ikan) pada ikan. 8) Mesin-mesin penangkapan
Umumnya dilengkapi dengan alat bantu penangkapan untuk membentuk kelancaran operasi penangkapan ikan seperti winch, power block, line hauler dan sebagainya. 2.8 Dukungan Dalam Pengawasan Kapal Perikanan 2.8.1 Hukum dan kelembagaan
Dukungan hukum yang dimaksud adalah berupa landasan hukum yang menjadi dasar hukum kebijakan pengawasan sampai dengan aturan-aturan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di lapangan, sehingga secara hukum dapat dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan Pengawasan kapal ikan adalah kegiatan yang bersifat mengikat dan wajib diindahkan terutama oleh pihak-pihak yang terkait oleh karena itu dasar hukum kebijakannya harus berupa undang-undang dan Peraturan Pemerintah untuk tingkat nasional dan peraturan daerah untuk tingkat propinsi, sedang peraturan pelaksanaannya harus oleh pejabat yang berwenang.Dukungan Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga atau organisasi pengawas perikanan dan kelembagaan atau proses memasyarakatkan kegiatan pengawasan kapal perikanan, artinya kelembagaan mempunyai dua makna yaitu sebagai wadah dan sebagai proses.
25
Dahuri, et. al (1996) menyatakan bahwa kelembagaan dapat diartikan dalam
dua bagian, pertama kelembagaan sebagai institut yaitu lembaga atau organisasi
berbadan hukum untuk mengelola suatu kegitan. Kelembagaan sebagai institut
dikembangkan dalam tiga aspek yaitu :
1) Peningkatan kemampuan aparatur yang bekerja pada lembaga tersebut dan
memobilisasi tenaga untuk bekerja di lembaga tersebut;
2) Menyediakan fasilitas ruang kantor, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya
untuk mengoperasikan lembaga tersebut;
3) Penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta pembangunan untuk
membiayai kegiatan lembaga tersebut.
Kedua, kelembagaan sebagai proses pelembagaan nilai-nilai yang
dikembangkan dengan memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh
lembaga tersebut ke masyarakat (target atau pengguna jasa lembaga tersebut).
Nilai-nilai yang dilembagakan bisa berupa peraturan perundangan, peraturan
daerah, seperti tata ruang wilayah pesisir, petunjuk teknis operasional bagi
pengawas perikanan, informasi potensi sumberdaya ikan dan bentuk-bentuk
lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.
Pengembangan dukungan sumberdaya dalam pengawasan kapal perikanan
yang diperlukan antara lain, 1) Peningkatan kemampuan petugas pengawas
perikanan, 2) Penyediaan sarana kantor dan perlengkapannya, 3) Penyediaan
peralatan dan bahan pengawasan, 4) Penyediaan dana operasional dan
pemeliharaan serta pengadaan fasilitas lain yang mendukung efektifitas
pengawasan kapal perikanan. Disamping dukungan sumberdaya tersebut yang tak
kalah penting harus diperhatikan adalah dalam proses rekruitmen petugas
pengawas perikanan, seperti diketahui kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang
bersifat mengikat dan mempunyai kekuatan memaksa, maka petugas pengawas
perikanan yang ditunjuk harus memenuhi beberapa persyaratan dan kesiapan
mental dan fisik yang memadai, sehingga mampu menjawab tantangan dalam
pelaksanaan tugas di lapangan.
26
2.8.2 Dukungan sumberdaya Soedjadi (1995) menyatakan suatu organisasi atau lembaga tidak dapat
efektif melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa didukung dengan sumberdaya yang memadai, sumberdaya tersebut adalah : 1) Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana dalam hal ini adalah petugas pengawas perikanan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang dan mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai pengawas perikanan yang cakap dan terampil. Pengawas perikanan diutamakan yang telah berstatus PPNS yang mempunyai kartu anggota dan telah disumpah oleh pejabat yang berwenang sehingga sah secara hukum dapat melakukan tindakan penyidikan lebih lanjut bila ditemukan adanya bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan. Tanpa kewenangan yang bersifat memaksa dan sah secara hukum, niscaya kegiatan pengawasan tidak akan berjalan efektif sebagaimana diharapkan. 2) Uang atau biaya
Tersedianya biaya atau anggaran yang jelas sumber atau mata anggarannya sehingga dapat direncanakan untuk membiayai pelaksanaan pengawasan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, termasuk untuk biaya operasional penyelidikan dan penyidikan. Tanpa tersedianya biaya, niscaya pengawasan tidak akan dapat terselenggara secara efektif, sistematis dan terukur untuk mencapai target dan tujuan pengawasan kapal perikanan. 3) Sarana dan prasarana pengawasan
Sarana dan prasarana pengawasan yang ada berupa kantor dan perlengkapannya, sarana transportasi, sarana penyidikan termasuk gudang penyimpanan barang bukti dan ruang tahanan bila diperlukan, kapal pengawas, alat komunikasi (SSB), CDB, VMS dan lain sebagainya. Sarana prasarana tersebut mutlak diperlukan sebagai dukungan dalam proses kegiatan pengawasan kapal perikanan. 4) Bahan atau alat pengawasan
Bahan atau alat pengawasan berupa alat pengawasan berupa Log Book perikanan dan surat laik operasi, alat-alat ukur, alat dokumentasi, barcode dan sebagainya. Tanpa adanya dukungan bahan dan alat bantu pengawasan, niscaya pengawasan tidak akan menghasilkan output positif dan berguna, sehingga sulit untuk mendapat simpati apalagi peran serta masyarakat.
27
5) Metode atau tata cara Pedoman yang tertuang dalam standar operasional pengawasan yang ada harus
mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/02/MEN/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Perikanan. 6) Waktu pengawasan kapal perikanan
Waktu kerja para pengawas perikanan harus diupayakan selama 24 jam dan dapat dilakukan dengan jadual piket antar satuan pengawas. Setiap satuan piket pengawas sekurang-kurangnya harus ada satu orang yang berstatus PPNS. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya cacat hukum dalam pelaksanaan pengawasan, terutama dalam hal pemeriksaan fisik kapal, pemeriksaan alat tangkap serta dokumen perizinan.
2.8.3 Dukungan peran serta stakeholder
Pengawasan kapal perikanan mutlak memerlukan dukungan masyarakat, oleh karena itu peran serta pihak-pihak terkait (stakeholder) sangat diperlukan. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan langsung yang berupa peran aktif atau informasi yang dibutuhkan dalam prses pengawasan, atau dukungan tak langsung berupa sikap positif dan tidak mempersulit atau menghalangi-halangi proses pengawasan kapal perikanan, mulai dari proses perencanaan sampai proses pelaksanaan.
Terciptanya peran serta stakeholder sangat dipengaruhi oleh mekanisme pengawasan, yaitu bagaimana kinerjanya pengawas perikanan, bagaimana dukungan sumberdaya yang dimiliki, sehingga outputnya akan diperhatikan dan diterima masyarakat sebagai suatu hal yang posistif dan wajar untuk diapresiasi. Dalam hal pengawasan kapal perikanan bahwa kinerja pengawas harus dilakukan semata-mata demi kepentingan publik dengan menjunjung tinggi asas keadilan (Soedjadi, 1995)
Indikator peran serta stakeholder dalam proses penelitian ini adalah : 1) Adanya dukungan Kepala Pelabuhan Perikanan dalam bentuk penyediaan:
(1) Dukungan sumberdaya untuk melaksanakan pengawasan; (2) Kewenangan pengawas dalam menolak masuknya kapal perikanan yang
illegal; (3) Kantor khusus pengawas perikanan beserta perlengkapannya; (4) Honor rutin setiap bulan atau insentif kepada pengawas perikanan.
28
2) Adanya dukungan dari syahbandar pelabuhan dalam bentuk menerima Surat
Laik Operasi dari Pengawas sebagai dasar penerbitan Surat Ijin Berlayar
(SIB).
3) Kesediaan bekerja sama dari nakhoda dalam memberikan data, fakta dan
informasi yang diperlukan dalam pengawasan sehingga memudahkan dan
memperlancar proses pengawasan diatas kapal serta kesediaan mengisi Log
Book perikanan.
4) Adanya dukungan dari lembaga nelayan (HNSI dan POKMASWAS) dalam
bentuk menerima dan membantu pengawasan dalam proses kegiatan
pengawasan (Dahuri et. al (1996).
3 METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan Februari 2006 sampai dengan Juli 2006 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ). Kegiatan penelitian ini meliputi tahap studi pustaka, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penilaian hasil. Penelitian di lapangan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2006. Dasar pertimbangan pemilihan PPSNZJ sebagai lokasi penelitian karena pelabuhan tersebut mempunyai aktifitas kapal panangkapan ikan yang relatife tinggi. PPSNZJ juga merupakan salah satu pelabuhan perikanan tingkat samudera dan terbesar di Indonesia yang memiliki fasilitas yang paling lengkap, sehingga diharapkan data dan informasinya dapat mewakili dan mencerminkan kegiatan pengawasan di pelabuhan lainnya.
3.2 Metode Pengumpulan Data Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode deskriptif studi kasus, dengan harapan dapat menemukan dan mengkaji aspek-aspek pengawasan yang dilakukan di lapangan. Menurut Suryabrata (1995), keunggulan penelitian kasus terutama sangat berguna untuk informasi mengenai latar belakang permasalahan guna perencanaan penelitian yang lebih besar karena intensif sifatnya dan studinya menerangkan variabel-variabel yang penting, proses-proses dan interaksi-interaksi yang memerlukan perhatian lebih luas.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung dihimpun berdasarkan wawancara yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, serta pengamatan langsung terhadap aktivitas pengawasan kapal perikanan secara keseluruhan yang dimulai dari kapal masuk ke pelabuhan sampai dengan kapal keluar dari pelabuhan.
Wawancara dilakukan kepada stakeholder yang ada, terutama pengawas perikanan dan nelayan. Jumlah responden sebanyak 8 orang. Responden yang mewakili pengawas perikanan dan nelayan ditentukan secara purposive sampling. Wawancara terhadap responden dilakukan guna mendapatkan gambaran dan keterangan mengenai aktivitas yang berkaitan dengan proses pengawasan.
30
Pengamatan terhadap pengawas perikanan ketika melakukan pemeriksaan terhadap kapal yang akan masuk PPSNZJ dan yang akan keluar PPSNZJ. Pengamatan dilakukan sebanyak delapan kali ulangan (hari) karena data yang didapat sudah mampu menggambarkan keadaan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Pengamatan langsung ini juga sebagai kontrol atau mencocokkan data hasil wawancara dari pihak pengawas perikanan dan nelayan. Data dan sumber data primer yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Rincian data primer yang dikumpulkan selama penelitian
No Data Sumber 1 Waktu pemeriksaan kapal perikanan
- Memeriksa dokumen - Pemeriksaan ikan - Memeriksa fisik kapal - Memeriksa alat tangkap - Memeriksa daerah penangkapan - Memeriksa ABK
Wawancara dengan pengawas perikanan
dan nelayan
2 Kemampuan pengawas dalam pemeriksaan- Kemampuan memeriksa dokumen - Kemampuan pemeriksaan ikan - Kemampuan memeriksa fisik kapal - Kemampuan memeriksa alat tangkap - Kemampuan memeriksa daerah penangkapan - Kemampuan memeriksa ABK
Pengamatan, pengukuran,
wawancara dengan pengawas perikanan
dan nelayan
3 Biaya pelaksanaan Pengawasan- Honor pengawas - Biaya pencetakan log book - Biaya koordinasi - Biaya pengawasan ketaatan kapal
Pengukuran dan wawancara dengan
pengawas perikanan
4 Sarana pengawasan- Kantor pengawasan - Perlengkapan kantor - Sarana komunikasi atau SSB - Sarana telephon - Alat barcode - Speed boat
Pengamatan, pengukuran dan
wawancara dengan pengawas perikanan
5 Waktu pengawasan- Pembagian regu atau plug - Waktu pelayanan
Pengukuran dan wawancara dengan
pengawas perikanan6 Tindakan pengawas tehadap pelanggaran
- Pembinaan - Peringatan - Proses hukum
Pengukuran dan wawancara dengan pengawas perikanan
dan nelayan 7 Hasil pengawasan
- Data ketaatan kapal di pangkalan - Data statistik tentang pelanggaran yang
ditemukan - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal
masuk dan keluar pelabuhan - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk
dan keluar pelabuhan
Pengukuran dan wawancara dengan
pengawas perikanan
31
Data sekunder diperoleh melalui pustaka dan data dari PPSNZJ dan DKP. Data ini nantinya digunakan sebagai informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dan kelembagaan terkait dengan pengawasan perikanan. Data sekunder lain yang diperlukan adalah data statistik. Data dan sumber data sekunder yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Rincian data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian
No Data Sumber 1 Keragaan pelabuhan perikanan lokasi
penelitian - Lembaga pengelola dan status pelabuhan - Fasilitas pelabuhan - Kelembagaan di pelabuhan - Potensi kapal perikanan - Produksi ikan yang masuk pelabuhan
PPSNZJ dan DKP
2 Mekanisme pengawasan normatif- Dasar hukum pengawasan kapal perikanan - Prosedur pelaksanaan tugas pengawas - Tatacara pemeriksaan dokumen perizinan - Tatacara pemeriksaan fisik kapal - Tatacara pemeriksaan alat tangkap - Tata cara pemeriksaan hasil kegiatan
penangkapan dan pengangkutan - Tatacara pengawasan komposisi ABK
PPSNZJ dan DKP
3 Partisipasi Stakeholder- Kesedian nakhoda menerima dan
melayani pemeriksaan dokumen - Kesedian nakhoda dan pemilik kapal
menerima dan melayani pemeriksaan fisik kapal.
- Kesediaan nakhoda mengisi log book - Dukungan POLRI dan WASKI - Dukungan KAMTIB dan WASKI - Dukungan syahbandar
PPSNZJ dan DKP
4 Hukum dan kelembagaan- Penugasan aparatur - Keputusan pemberlakuan kebijakan - Pola sosialisasi kebijakan - Koordinasi dengan departemen - Kordinasi dengan kepala pelabuhan - Koordinasi dgn Dinas Propinsi atau Kodya - Koordinasi dengan syahbandar - Kordinasi dengan pengelola TPI - Kordinasi dengan POLRI - Koordinasi dengan HNSI - Kordinasi dengan LSM perikanan lain - Koodinasi dengan koperasi mina
PPSNZJ dan DKP
5 Data statistik - Data statistik tentang jenis dan ukuran kapal
masuk dan keluar pelabuhan - Data statistik tentang jenis ikan yang masuk
dan keluar pelabuhan
PPSNZJ
32
3.3 Analisis Data 3.3.1 Penetapan indikator kinerja pengawas
Faktor internal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor
yang berasal dari dalam diri pengawas itu sendiri. Berdasarkan tujuan penelitian,
faktor internal yang diduga berhubungan dengan kinerja pengawas kapal
perikanan adalah 1) kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal;
2) kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum yang
berkaitan dengan perikanan; 3) kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan
untuk pemeriksaan kapal perikanan; 4) kualitas hasil pemeriksaan; 5)
kesungguhan dalam pemeriksaan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja pengawas merupakan faktor
yang berasal dari luar dimana turut mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktor-
faktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kinerja dari pengawas. Faktor
tersebut adalah 1) Ketersediaan anggaran biaya untuk melakukan pengawasan
terhadap kapal perikanan; 2) Sarana dan prasarana yang digunakan untuk
melakukan pengawasan; 3) Hukum dan kelembagaan; 4) Jumlah pengawas; dan
5) Dukungan stakeholder dan instansi terkait.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di
PPSNZJ dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dan penghitungan
rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
pengawas perikanan yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ di bagi menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor,
dimana setiap subfaktor diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai
dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah 1 = tidak baik; 2 = kurang baik;
3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik.
Pemberian bobot nilai dari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
pengawas dilakukan pengulangan sebanyak delapan kali. Banyaknya pengulangan
didasarkan pada data yang diambil sudah mampu menggambarkan kondisi yang
ada. Data dari pengulangan tersebut dihitung rata-rata setiap faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja pengawas. Nilai rata-rata yang diperoleh akan
memberikan keterangan mengenai tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ.
33
Tabel 4 Penetapan Bobot Nilai Indikator Kinerja Pengawas Perikanan
Ada kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja pengawas, dimana hubungan antar faktor-faktor
tersebut menunjukkan saling berpengaruhnya kedua faktor dalam menentukan
tingkat kinerja pengawas. Korelasi atau hubungan antara faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja pengawas dapat diketahui dengan menggunakan
metode rank spearman.
Langkah-langkah penghitungan metode rank spearman adalah sebagai
berikut:
1) Pengukuran tingkat kinerja, dimana pengukuran dilakukan pada semua faktor;
2) Setiap faktor harus diketahui perbedaannya dengan mengurangkan kedua
faktor tersebut;
3) Perbedaan setiap pasang faktor yang telah dihitung dikuadratkan kemudian
dijumlahkan.
4) Jika proporsi angka tidak sama dalam pengamatan, rumus yang digunakan
adalah :
rs = 1 – NN
di−
∑3
2σ
Jika dalam penelitian terdapat angka sama maka rumus yang digunakan adalah :
rs= 2 22
222
∑∑∑ ∑∑ ++
yx
dyx
dimana :
Ulangan Faktor Internal Faktor eksternal X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
1 2 3 4 5 6 7 8
Rata-rata
34
=∑ 2x ∑− xTNN12
3
dan
=∑ 2y ∑− yTNN12
3
Faktor-faktor korelasi yang berangka sama :
T = 12
3 tt −
Keterangan :
rs = koefesien korelasi
x = variabel bebas
y = variabel tidak bebas
N = jumlah sampel
d = selisih antara rank x dan rank y
Tx = faktor korelasi x
Ty = faktor korelasi y
T = banyak pengamatan yang berangka sama pada suatu rangking tertentu.
Statistik uji yang digunakan adalah uji t, yang mana sebelumnya harus di uji
homogenitas karena jumlah sampel lebih kecil dari sepuluh maka rumus yang
dugunakan adalah :
thit = sr
N−−
12
Wilayah kritis, thit yang diperoleh dibandingkan dengan ttabel jika :
thit > ttabel tolak H0
thit < ttabel ` terima H0
Hipotesis : H0 : tidak ada hubungan antara kedua faktor dalam menentukan kinerja pengawas
H1 : kedua faktor ada hubungannya dalam menentukan kinerja pengawas.
Tingkat signifikasi yang digunakan adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2
35
Nilai rs berada pada selang -1<rs<1, tanda negatif menunjukkan hubungan
yang berlawanan arah, sedangkan tanda positif menunjukkan hubungan searah.
Untuk menentukan kuat lemahnya korelasi maka ada batasan-batasan yang akan
digunakan (J. Champion, diacu dalam Manurung, 1999) :
1. 0.00 – 0.25 : No associatioan, kondisi ini menunjukkan tidak adanya
hubungan antara kedua faktor;
2. 0.26 – 0.50 : Moderately low, kondisi ini menunjukkan hubungan terikat
agak lemah kedua faktor;
3. 0.51 – 0.75 : Moderately, kondisi ini menujukkan hubungan yang agak kuat
antara kedua faktor;
4. 0.76 – 1.00 : High association, kondisi ini menunjukkan hubungan yang
kuat kedua faktor.
Penggunaan soft ware SPSS 11.0 dapat juga diaplikasikan untuk
mendapatkan hasil perhitungan dari metode rank spearman. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut (Trihendradi, 2004):
1. Buka file data yang akan dianalisis (program spss 11.0);
2. Klik Analyze Correlate Bivariate dimenu, maka kotak Bivariate
Correlation muncul;
3. Masukkan variabel (faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
pengawas) di kotak variabel, kemudian pilih Spearman di Correlation
Coefficient;
4. Klik Ok.
Berlaku hipotesis:
Ho = kedua faktor tidak ada hubunganya dalam menetukan kinerja pengawas
H1 = kedua faktor ada hubungannya dalam menentukan kinerja pengawas
Guna mengetahui hipotesis yang berlaku, maka dilihat tabel hasil dari
analisis. Di dalam tabel tersebut terdapat nilai sig (2-tailled), dimana jika nilai sig
(2-tailled) < 0,05, maka Ho ditolak (ada hubungan antara kedua faktor) dan sig (2-
tailled) > 0,05 maka gagal tolak Ho (tidak ada hubungan antara kedua faktor).
36
3.3.2 Peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ
Guna meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ digunakan
mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Menurut (Saaty, 1991) bahwa
pengambilan keputusan dengan PHA dilakukan melalui pendekatan
sistem.Pendekatan sistem ini berusaha melihat permasalahan yang kompleks
menjadi persolaan yang sederhana dengan cara membaginya ke dalam bagian-
bagian yang lebih kecil. Pemahaman terhadap situasi dan kondisi sistem
membantu untuk melakukan prediksi dalam pengambilan keputusan. Prinsip dasar
yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan PHA,
yaitu 1) menyusun hierarki, 2) menetapkan prioritas, dan 3) konsistensi logis.
Proses pembuatan PHA dimulai dengan menata elemen suatu persoalan
dalam bentuk hierarki. Setelah itu, dibuat perbandingan berpasangan antar elemen
dari suatu tingkat sesuai dengan kriteria yang berada setingkat lebih tinggi.
Berbagai perbandingan ini akan menghasilkan prioritas yang akhirnya melalui
sintesis menghasilkan prioritas yang menyeluruh.
Langkah-langkah pembuatan PHA adalah sebagai berikut:
1) Menentukan sasaran atau tujuan menyeluruh dari suatu masalah yang
dianalisis (hierarki bagian paling atas);
2) Membuat hierarki dimana didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling
berhubungan (bagian tengah merupakan kriteria);
3) Menentukan tindakan terakhir atau rencana alternatif guna mencapai tujuan
yang sudah ditentukan;
4) Menetapkan prioritas antara 1-9 terhadap elemen yang sudah ada, dimana
skor tersebut menjelaskan tingkat kepentingan elemen terhadap rencana
sasaran atau tujuan menyeluruh yang sudah ditentukan;
5) Menguji konsistensi penetapan prioritas yang sudah dilakukan;
6) Melihat nilai tertinggi dari masing-masing tindakan terakhir atau rencana
alternatif, dimana nilai tertinggi merupakan rencana alternatif yang
direkomendasikan.
37
Peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ
Pemerintah Pengelola PPSNZJ
Nakhoda kapal Perum
Motivasi kerja
Penguasaan materi
Jumlah pengawas
Kecakapan pengawas
Dukungan stakeholder Kesungguhan
pengawas
Pihak yang berkepentingan
Sumberdaya manusia
Program tindakan
(1) Menyusun hierarki
Dalam menyusun hierarki, harus menyusun rincian relevan yang cukup untuk menggambarkan persoalan dengan sebaik mungkin. Dalam hal ini, rincian
relevan yang dimaksud dalam menyusun hierarki tingkat pertama adalah adanya
fokus yang akan diidentifikasi yaitu peningkatan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Tingkat kedua adalah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini
pemerintah sebagai pembuat peraturan dan undang-undang, pengelola PPSNZJ
selaku pelaku pengawas perikanan, nakhoda atau pemilik kapal selaku pihak yang
mendukung kelancaran pengawasan, dan syahbandar selaku pihak yang
memberikan kontribusi dalam melakukan pengawasan.
Tingkat ketiga adalah sumberdaya manusia yang melakukan pengawasan. Dalam hal ini motivasi kerja, penguasaan materi, dan jumlah pengawas.
Tingkat keempat adalah program tindakan, yaitu kecakapan pengawas, dukungan
stakeholder, kesungguhan pengawas.
Gambar 2 Hierarki peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ.
38
(2) Menetapkan prioritas
Menetapkan prioritas untuk membandingkan tingkat kepentingan dari
berbagai pertimbangan yang ada. Perbandingan dilakukan dengan membuat
penilaian tentang kepentingan relatif antara kedua elemen pada suatu tingkatan
tertentu berdasar elemen yang ada di satu tingkat diatasnya. Penilaian disajikan
dalam bentuk matrik berbanding berpasangan dan dibuat untuk setiap tingkat
hierarki. Prioritas setiap elemen diperoleh dengan menghitung berbagai
pernyataan yang telah dibuat. Langkah dalam menentukan prioritas yaitu
membuat matrik berbanding berpasangan dan mensintesis berbagai pertimbangan.
Penjelasan nilai skor yang digunakan untuk menetapkan prioritas antara 1-9
sebagaimana disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Skor penetapan prioritas dalam AHP
Intensitas
pentingnya Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangkan sama besar sifat tersebut
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sangat penting dari elemen yang lainnya
Pengalaman dan pertimbangan menyokong satu elemen atas elemen lainnya
7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasi terlihat dalam praktek
9 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lainnya
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan
Sumber: Saaty, 1991.
(3) Membuat matrik berbanding berpasangan Penilaian tingkat kepentingan diperiksa dari suatu elemen yang berada di
sebelah kiri dibandingkan dengan suatu elemen yang berada di baris atas matriks. Penilaian perbandingan berdasarkan pada pertanyaan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi atau menguntungkan tujuan yang sudah ditetapkan dalam matrik berbanding berpasangan (Tabel 6).
39
Tabel 6 Matrik berbanding berpasangan C A1 A2 A3 A4 ...... An
A1 1 a12 a13 a14 ..... a1n
A2 1/a12 1 a23 a24 ..... a2n
A3 1/a13 a/a23 1 a34 .... a3n
A4 1/a14 1/a24 1/a34 1 ..... a4n
An 1/a1n 1/a2n 1/a3n 1/a4n ..... 1
Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2,...,An : Elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13,...,1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan
nilai kepentingan Ai terhadap Aj. (4) Mensintesis Berbagai Pertimbangan
Prioritas menyeluruh dari berbagai pertimbangan dalam permasalahan pengambilan keputusan, diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan menghitung setiap nilai yang sudah ditetapkan. Penghitungannya sebagai berikut : 1. Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik. - Menjumlahkan semua nilai-nilai dalam setiap kolom (NKa)
NKa = ∑=
n
kjkaij
1)(
Keterangan : NKa = Nilai kolom ke-a Aij = Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j N = Jumlah elemen. Membagi entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Naij)
Naij = Nkjaij
Keterangan : Naij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan
kolom j Aij : Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j Nkj : Nilai kolom ke j.
40
Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi)
Vpi = ∑∑=
=
n
jn
jNaij
Naij1
1
Keterangan : Vpi : Vektor prioritas dari elemen i Ndij : Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan
kolom j. 2. Konsistensi
Dalam persoalan pengambilan keputusan, konsistensi penting untuk diperhatikan. Konsistensi ini bertujuan untuk menilai seberapa besar kekonsistensian penialain satu variabel dengan faktor yang lain. Jika nilai konistensi tinggi, maka penilaian antar variabel sudah baik.
Ratio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : (1) Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus : VA = aij x Vp dengan Va = (V aij)
Keterangan : VA adalah vektor antara
VB = VPVA dengan VB = V bi
Dimana : VB adalah nilai eigen
Amax = n
VBn
i∑=1
(2) Perhitungan indeks konsistensi (C1), dengan rumus :
Cl = 1−−
nnmaksλ
(3) Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus :
CR = RICL
41
Gambar 3 Diagram alir pendekatan penelitian.
Mulai
PengawasanKapal Perikanan
- Ruang Lingkup Pengawasan- Standar Operasional Prosedur (SOP)
Aktifitas PengawasanKapal Perikanan (empiris)
Cukup
Faktor Kinerja PengawasInternal dan Eksternal
Analisa KinerjaPengawas Perikanan
KinerjaPengawas Perikanan
Cukup
Pola Pengawasan BerdasarkanKinerja Pengawas Perikanan
- Rank Sparman - Rata-rata - PHA
Tidak
Ya
- Ketidaktertiban usaha- Illegal fishing meningkat - Potensi SDI rusak
Tidak
Ya
- Potensi Sumberdaya Ikan- Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Selesai
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak
di Teluk Jakarta tepatnya di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara yang secara geografis terletak pada 06005'-06007' LS dan 106050'-106050' BT. Kelurahan Penjaringan di Jakarta Utara mempunyai batas administratif sebagai berikut : 1) Sebelah utara : Laut Jawa, Jalan Pluit Selatan (wilayah Kelurahan
Pluit);
2) Sebelah selatan : Jalan Bandengan Utara;
3) Sebelah barat : Waduk Pluit Sebelah Barat, Jalan Jembatan Tiga dan Kali Muara Karang;
4) Sebelah timur : Alur Pelabuhan Sunda Kelapa, Kali Jelakeng (wilayah Kelurahan Ancol).
Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu kawasan perusahaan yang terdapat di Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan yang sebagian besar dipergunakan untuk perusahaan yaitu seluas 243,27 Ha atau 61,52 % dari luas kelurahan ini, sedangkan lahan pemukiman 31,46 % dan sisanya 7,02 % dipergunakan untuk industri. Luas lokasi PPSNZJ adalah 98 ha atau 25,29 % dari total luas kelurahan ini.
PPSNZJ termasuk pelabuhan tipe A dengan luas keseluruhan arealnya mencapai 98 Ha yang terbagi dalam tiga kawasan yaitu kawasan industri 48 Ha, kawasan Perum dan UPT PPSNZJ 10 Ha dan kawasan kolam pelabuhan 40 Ha. Tanah daratan yang ada di PPSNZJ merupakan tanah merah hasil reklamasi yang telah dilakukan.
PPSNZJ diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984 oleh Presiden Republik Indonesia. Perencanaan pembangunan PPSNZJ dimulai sejak tahun 1972. Studi kelayakannya dilakukan oleh pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of Japan sekarang dikenal sebagai Japanese International Cooperation Agency (JICA). PPSNZJ mulai dibangun tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan Pemerintah Jepang melalui Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) dan dana APBN. Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific Concultant International dari Jepang yang bekerjasama dengan PT. Inconeb dari Indonesia.
43
Pembangunan awal PPSNZJ dilaksanakan dalam beberapa tahapan
pembangunan, yaitu sebagai berikut :
1) Pembangunan tahap I (5 Maret 1980 s/d 31 Desember 1982), meliputi
pembangunan fasilitas dasar, yaitu pembuatan kolam pelabuhan, dermaga,
penahan gelombang, lampu navigasi, dan reklamasi tanah;
2) Pembangunan tahap II (22 Maret 1982 s/d 31 Maret 1984), terdiri dari
pembangunan fasilitas fungsional (gedung pelelangan ikan, cold syorage,
pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga bongkar muat, mesin pendingin,
pembangkit listrik, galangan kapal dan sarana lainnya);
3) Pembangunan tahap III (1984 – 1992), meliputi pembangunan fasilias
penunjang (Pembangunan jalan komplek PPSNZJ, perkantoran, masjid, pos
polisi, pertokoan dan tempat pemrosesan ikan, selanjutnya tahun 1988 – 1992
perpanjangan dermaga sepanjang 150 meter, perluasan cold storage, kantor
Perum PPSNZJ Jakarta, gedung pemasaran ikan, tempat penginapan, MCK,
dan industri pengolahan ikan);
4) Pembanguna tahap IV (1993 s/d 2001), meliputi empat paket yaitu :
(1) Paket I (pengurukan pasir dan pekerjaan penimbunan);
(2) Paket II (pembangunan dermaga dengan kedalaman air 7,5 meter,
fasilitas perbaikan kapal, sistem pembuangan air kotor laut, perbaikan
revetment, dan pemasangan fasilitas listrik dan air di dermaga);
(3) Paket III (pembangunan gedung Muara Baru Centre A, kontruksi gedung
Muara Baru B, pekerjaan jalan, area parkir dan sistem drainase di Muara
Baru Centre area, pekerjaan walkyway sepanjang jalan di area PPSNZJ
beserta perlengkapannya);
(4) Paket IV meliputi pengadaan Handling Equipment (forklift) 8 unit,
towing tractor 3 unit, truck crane 2 unit, dump truck 2 unit dan garbage
car 12 unit).
44
Gambar 4 Peta lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta
(Laporan Tahunan PPSNZJ, 2005).
45
4.2 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
Fasilitas-fasilitas PPSNZJ yang disiapkan untuk melayani pengguna jasa
adalah fasilitas pokok (dasar), fungsional dan penunjang.
4.2.1 Fasilitas pokok (dasar)
Fasilitas pokok (dasar) yang tersedia di PPSNZJ meliputi kolam pelabuhan,
pemecah gelombang (break water), dermaga atau jetty, turap (revetment) dan
tanah industri perikanan. Keadaan fasilitas pokok (dasar) yang ada sampai saat ini
kondisinya sudah cukup baik, setelah adanya perbaikan yang dilakukan oleh
Proyek Pengembangan PPSNZJ Tahap IV. Adapun fasilitas dasar yang terdapat di
PPSNZJ terdiri dari :
1) Kolam Pelabuhan
Dengan telah diselesaikannya pekerjaan kolam pelabuhan sebesar 356.383 m3
dan alur masuk pelabuhan sebesar 102.409 m3 oleh Proyek Pembangunan
PPSNZJ Tahap IV, maka kedalaman kolam pelabuhan menjadi 4,5-7 m.
Kondisi ini diharapkan kapal perikanan dengan bobot 1.500 GT dapat merapat
di dermaga PPSNZJ.
2) Dermaga atau jetty
PPSNZJ mempunyai dermaga yang panjangnya 2.224 m, dimana 1.524 m
dermaga dan 150 m jetty merupakan hasil pekerjaan Proyek Tahap I dan II
serta jetty 200 m hasil pekerjaan Proyek Pembangunan PPSNZJ Tahap IV.
Panjang dermaga 2.224 m mampu menampung tambat labuh kapal sebanyak
rata-rata 281 buah kapal per hari.
3) Tanah industri
Luas tanah industri di pelabuhan sebesar 40 ha dan telah disewakan
seluruhnya kepada investor sebanyak 39 perusahaan dan satu perorangan.
Pengusaha yang menyewa lahan tanah industri bergerak di bidang industri
pengolahan ikan, cold storage, canning, pabrik es, industri pembuatan kapal
dan galangan kapal.
4) Pemecah gelombang (Break Water)
Pemecah gelombang terdiri dari dua bangunan yaitu yang terletak di sebelah
barat sepanjang 751 m, dan di sebelah timur sepanjang 290 m. Kondisi
pemecah gelombang sampai saat ini masih dapat berfungsi dengan baik.
46
5) Turap (revetment)
Turap terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu sebelah barat sepanjang 1.324 m dan
sebelah Timur sepanjang 1.510 m. Turap sebelah barat bagian utara yang
rusak sepanjang 160 m dan turap sebelah timur sepanjang 1.510 m telah
diperbaiki oleh Proyek Pembangunan PPS JakartaTahap IV.
4.2.2 Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional yang ada di PPSNZJ adalah:
1) Tempat pelelangan ikan (TPI) mempunyai luas 3.367 m2, tempat ini
merupakan tempat kegiatan pelelangan ikan hasil tangkapan. Penyelenggaraan
lelang dilaksanakan oleh petugas Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Propinsi DKI Jakarta.
2) Pabrik es yang dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS)
dengan kapasitas 150 ton/hari, untuk memenuhi kebutuhan nelayan ada juga
pabrik es yang dikelola oleh swasta dengan kapasitas 240 ton/hari.
3) Gudang pendingin (cold storage), gudang pendingin yang ada didalam
pelabuhan dan dikelola oleh PPPS mempunyai kapasitas 1.000 ton. Pemakaian
gudang pendingin oleh pihak ketiga dilakukan dengan sistem sewa.
4) Ruang Procesing, ruangan ini dipergunakan untuk memproses ikan-ikan yang
akan diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor maupun lokal.
4.2.3 Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang yang ada di PPSNZJ antara lain kantor UPT, PPPS, pos
pelayanan terpadu, balai penyuluhan nelayan, MCK, sarana peribadatan, pos
keamanan dan penerangan jalan seluruh kawasan pelabuhan. Fasilitas penunjang
ini berfungsi guna memperlancar aktivitas yang ada di dalam PPSNZJ.
Fasilitas yang ada di PPSNZJsudah cukup baik, namun masih perlu lagi
peningkatan kapasitas fasilitas guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat,
seperti peningkatan kapasitas slipway sehinga tidak ada lagi kapal yang
melakukan perbaikan di area kolam pelabuhan. Berikut Tabel 7 merupakan
informasi mengenai fasilitas kepelabuhan, kapasitas beserta pengelolaannya
yang ada di PPSNZJ.
47
Tabel 7 Sarana atau fasilitas pelabuhan di PPSNZJ
No Jenis Sarana atau Fasilitas Kapasitas Pengelola 1 Kolam Pelabuhan PPS NZ/Perum PPS - Luas 40 ha - Kedalaman -4,5 s/d – 7,5 m 2 Pemecah Gelombang
(Breakwater) PPS NZ/Perum PPS
- Sisi Kiri 750 - Sisi Kanan 290 3 Dermaga/Jetty 1.874 m PPS NZ/Perum PPS4 Tanah Perum PPS - Hak Pakai 31 ha - Hak Pengelolaan/Industri 40 ha
5 Turap(Revetment) PPS NZ - Sisi Barat 1.480 ha - Sisi Timur 1.560 ha 6 Jalan Kawasan Pelabuhan 53.256 m PPS NZ7 Saluran Pembuangan Air 9.611,25 m PPS NZ8 Gedung TPI 3.367 m2 Perum PPS9 Gedung PPI 992 Lapak 6.431 m2 Perum PPS
10 Gudang Ikan 29 Unit 1.374 m2 Perum PPS11 Ruang Pengepakan Ikan 56 Unit 1.120 m2 Perum PPS12 Ruang Pengolahan Ikan 18 Unit 26.245 m2 Perum PPS13 Gudang Perbekalan Kapal 5
Unit 1.620 m2 Perum PPS
14 Balai Pertemuan Nelayan 234 m2 PPS NZ15 Rambu Navigasi (hijau dan
merah) 2 Unit PPS NZ
16 Gedung Kantor UPT/PPS NZ 969,50 m2 PPS NZ17 Kantor Pelayanan Terpadu 1.682 m2 PPS NZ18 Pos Jaga Permanen 349,50 m2 PPS NZ19 Pos Jaga Terpadu 84,50 m2 PPS NZ20 Pos Kamla 32,40 m2 PPS NZ21 Mushola 2 unit PPS NZ22 Lapangan Parkir GPKN 2.094,701 m2 PPS NZ23 Perahu Sampah 1 Unit PPS NZ24 Gedung Penunjang Kegiatan
Nelayan 6.730 m (114 Unit) PPS NZ/Perum PPS
25 Dock/Slipway Perum PPS- Kapasitas 500 GT 2 Unit - Kapasitas 50 GT 1 Unit
26 Perbengkelan 6 Unit (1.390 m) Perum PPS27 Cold Storage 1.000 ton Perum PPS28 Dump-Truck 2 unit PPS NZ29 Crane-Truck 2 unit PPS NZ30 Towing-Tractor 3 unit PPS NZ31 Fork Lift Solar 3 unit PPS NZ32 Fork Lift Battery 5 unit Perum PPS33 Pabrik Es 200 ton Perum PPS34 MCK/Toilet 15 unit PPS NZ35 Pos Keamanan 150 m2 PPS NZ36 Foul Seawater Cleaning 8.450 m2 PPS NZ37 Unit Pengolah Limbah Cair
(UPL) 1.000 m3 PPS NZ
38 Tuna Landing center (TLC) 29 Unit
13.143 m2 PPS NZ/Perum PPS
48
Lanjutan No Jenis Sarana atau Fasilitas Kapasitas Pengelola 39 Instalasi Penyaluran Air Bersih 1.200 ton Perum PPS40 Stasiun pengisian Bahan Bakar
untuk Bunker (SPBB) 4 Unit15.000 ton/bulan Swasta/Perum PPS
41 Instalasi Penyaluran Daya 5.206 KVA Perum PPS42 Listrik 400 KVA PPS NZ43 Telepon 168 SST Perum PPS
5 SST PPS NZ44 Bangunan Pompa 1 unit PPS NZ45 Sea Water Intake 1 unit PPS NZ46 Kios Pedagang Kaki 5 107 unit PPS NZ47 Kawasan PPS Jakarta 110 ha PPS NZ/Perum PPS
Sumber : UPT PPSNZJ Tahun 2006
4.3 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
4.3.1 Unit pelaksana teknis PPSNZJ
Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/ MEN/2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, bahwa PPSNZJ adalah
UPT Departemen Kelautan dan Perikanan di bidang prasarana pelabuhan
perikanan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Perikanan Tangkap. Sesuai dengan perannya sebagai unit pelayanan teknis,
PPSNZJmemiliki visi, isi dan tujuan yang sesuai dengan perannya.
Visi PPSNZJ merupakan bagian yang integral dari visi Departemen
Kelautan dan Perikanan. Visi ini merupakan kesepakatan bersama antara seluruh
staf, instansi terkait dan swasta yang berada di kawasan pelabuhan. Adapun visi
PPSNZJ adalah terwujudnya PPSNZJ sebagi pusat pertumbuhan dan
pengembangan ekonomi perikanan terpadu.
Misi PPSNZJ adalah sebagai berikut :
1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif;
2) Pemberdayaan masyarakat perikanan;
3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah;
4) Menyediakan sumber data dan informasi perikanan;
5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan;
Tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalam operasional PPSNZJ
merupakan penjabaran dan penjelasan dari tugas pokok dan fungsi serta misi yang
sudah ditetapkan. Adapun tujuan pembangunan PPSNZJ adalah :
49
1) Meningkatkan kemampuan armada perikanan samudera;
2) Meningkatkan ekspor hasil-hasil perikanan untuk menambah devisa negara
dari sektor non migas;
3) Menyediakan lahan untuk kegiatan industri perikanan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produksi perikanan;
4) Menciptakan lapangan kerja; 5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar PPSNZJ melalui
pertumbuhan usaha perekonomian seperti pertokoan, perbengkelan dan lainnya;
6) Melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik perikanan dalam rangka pengembangan dan pengolahan sistem informasi dan publikasi perikanan;
7) Meningkatkan pengawasan, keamanan, ketertiban dan kebersihan di kawasan pelabuhan. PPSNZJ dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang membawahi bagian
tata usaha, bidang pengembangan, bidang tata operasional dan kelompok jabatan
fungsional. Kelompok jabatan fungsional yang ada di PPSNZJ adalah jabatan
fungsional untuk Pengawasan Sumberdaya Ikan (WASDI), sedangkan kelompok
jabatan fungsional lainnya belum terealisasi.
Susunan organisasi UPT PPSNZJ sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan
Perikanan No. Kep.26.1/MEN/2001 saat ini disajikan pada Gambar 5:
50
Gambar 5 Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta.
Tugas PPSNZJ memfasilitasi produksi, pemasaran hasil perikanan tangkap
dan pengawasan sumberdaya ikan. Fungsi yang dijalankan UPT PPSNZJ di dalam
melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana
pelabuhan perikanan;
2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan;
3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan;
4) Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan;
5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan;
KEPALA BAGIAN
TATA USAHA
SUBBAGIAN KEUANGAN
BIDANG PENGEMBANGAN
SUBBAGIAN UMUM
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
SEKSI SARANA
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI TATA PELAYANAN
SEKSI PEMASARAN DAN
INFORMASI
51
6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran,
dan mutu hasil perikanan;
7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik
perikanan;
8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset,
produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya;
9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari;
10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Kep.26.1/ MEN/2001 pada Bab 1 pasal 3 terdapat 3 (tiga) fungsi tambahan
pelabuhan perikanan yaitu :
1) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari;
2) Pelaksanaan pengawasan mutu hasil perikanan;
3) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset.
4.3.2 Perum prasarana perikanan samudera (PPPS)
PPPS didirikan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 2 Tahun 1990
selanjutnya disempurnakan dengan PP Nomor 23 tahun 2000 adalah sebuah
BUMN yang mempunyai misi sebagai pelayan umum dalam bidang penyediaan
jasa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. BUMN tersebut ditugaskan
mengusahakan sembilan pelabuhan perikanan sebagai cabang perusahaan dengan
kantor pusat di Jakarta. Adapun pelabuhan perikanan yang diusahakan sebagai
Cabang Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah PPSNZJ, PPN Pekalongan,
PPN Belawan, PPN Brondong, PPP Lampulo, PPP Prigi, PPP Tarakan, PPP
Banjarmasin, dan PPP Pemangkat.
PPPS cabang Jakarta adalah salah satu cabang dari Perum Prasarana
Perikanan Samudera yang berada di area PPSNZJ. Struktur organisasi perum
prasarana perikanan samudera cabang Jakarta seperti pada Gambar 6.
52
Gambar 6 Struktur organisasi perum prasarana perikanan samudera
cabang Jakarta.
Kepala Cabang
Subbag Tata Usaha
Urusan Kepegawaian
Seksi Pelayanan Usaha
Urusan Tata Laksana
Seksi Teknik
Subseksi Aneka sarana Subseksi Cold Storage
Subseksi Perbekalan Kapal
Subseksi Galangan dan Tata Kapal Subseksi Instalasi
Urusan Keuangan
Urusan RT & Perlengkapan
Subseksi Aneka Jasa
Subseksi Fasilitas Pendingin
Subseksi Galangan dan Bengkel
53
Pelayanan terhadap industri penangkapan ikan terhadap kebutuhan
perbekalan dilakukan oleh Seksi Pelayanan Usaha Subseksi Perbekalan sedangkan
untuk kebutuhan perbaikan kapal pada Seksi Teknik Subseksi Galangan dan
Bengkel Kapal. Pengelolaan terhadap industri pengolahan juga dilakukan oleh
Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti sewa lahan dan sewa bangunan
yang ditangani oleh Subseksi Aneka Jasa. Sewa lahan yang dibebankan kepada
industri pengolahan adalah Rp 1.500/m2/tahun. Apabila membangun bangunan
diatas tanah tersebut maka dikenakan beban sebesar Rp 8.610/m2 yang dibayarkan
sekali saja saat bangunan berdiri.
PPPS merupakan suatu perusahaan yang bersifat menyediakan pelayanan
bagi kepentingan umum dan sekaligus bertujuan mendapatkan keuntungan.
Tujuan dari Perum Prasarana Perikanan adalah untuk :
1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan
perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan;
2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri
perikanan dan pemasaran hasil perikanan;
3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan
dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan; dan
4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen
kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Materi pengawasan 5.1.1 Dokumen perizinan usaha perikanan
Pemeriksaan dokumen perizinan usaha perikanan dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha
Penangkapan Ikan. Izin Usaha Tetap (IUT) dikeluarkan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) khusus untuk perusahaan yang berstatus PMA
(Penamanam Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) sesuai
spesifikasi yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan.
1) Surat izin usaha perikanan (SIUP) Surat izin usaha perikanan tidak dilakukan pemeriksaan dalam pengawasan
penangkapan ikan baik di darat maupun di laut, namun pemeriksaan dilakukan
lebih lanjut apabila dijumpai adanya dugaan pidana perikanan. Hal ini menyangkut kecepatan dalam pemeriksaan kapal kapal perikanan. Kebenaran dan
keaslian dokumen SIUP harus diketahui oleh pengawas perikanan, supaya tidak
melakukan kesalahan pada saat melakukan pemeriksaan.
Dokumen SIUP mempunyai bentuk dan ciri-ciri khusus. Bentuk dan ciri-ciri
dokumen SIUP di buat sedemikian rupa supaya dalam pemeriksaannya bisa cepat
dan tidak mudah ditiru. SIUP untuk perusahaan perikanan indonesia (SIUP-I)
mempunyai persamaan ciri-ciri dengan SIUP untuk perusahaan perikanan asing (SIUP-A). Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk
tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang pada
bagian bawah diberi cetakan optical variable ink (OVI);
(2) Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan teks
“DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”; (3) Bingkai berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen yang membentuk bunga
pada setiap sudut yang diapit mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN
PERIKANAN” yang dicetak dengan teknik cetak Intaglio yang terasa kasar pada saat diraba;
55
(4) Kop berupa tulisan REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KELAUTAN
DAN PERIKANAN simetris dibawah logo;
(5) Adanya invisible ink berupa logo Departemen Kelautan Dan Perikanan;
(6) Adanya nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok kiri
bawah; dan
(7) Adanya nomor perforasi.
2) Surat izin penangkapan ikan (SIPI)
SIPI yang ada di Indonesia mempunyai beberapa jenis, yaitu SIPI-OI yang diberikan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia dan dioperasikan secara tunggal yang diusahakan oleh perusahaan perikanan Indonesia. SIPI-GI diberikan bagi kapal penangkap ikan berbendera Indonesia dan dioperasikan dalam satuan armada penangkapan. SIPI-LI diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera Indonesia yang berfungsi sebagai kapal lampu atau light boat dan dioperasikan secara armada atau group penangkapan. SIPI-OA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing dan dioperasikan secara tunggal yang diusahakan oleh perusahaan perikanan asing. SIPI-GA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing yang dioperasikan secara armada atau group penangkapan. SIPI-LA diberikan bagi kapal penangkapan ikan berbendera asing yang berfungsi sebagai kapal lampu atau light boat dan dioperasikan secara armada atau group penangkapan).
Ciri-ciri dokumen beberapa jenis macam SIPI di atas adalah sebagai berikut :
Halaman Depan : (1) Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk
tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang pada bagian bawah diberi cetakan optical variable ink (OVI);
(2) Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan teks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(3) Bingkai berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen yang membentuk bunga pada setiap sudut yang diapit mikroteks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN” yang dicetak dengan teknik cetak Intaglio yang terasa kasar pada saat diraba;
56
(4) Kop berupa tulisan REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN simetris dibawah logo;
(5) Invisible ink berupa logo Departemen Kelautan Dan Perikanan; (6) Adanya nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok
kiri bawah; dan (7) Adanya nomor perforasi. Halaman Belakang :
(1) Cetakan dasar halaman depan berupa garis-garis relief yang membentuk
tulisan “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(2) Bingkai halaman belakang berupa hiasan garis-garis halus dan ornamen
yang membentuk bunga pada setiap sudut yang diapit mikroteks
“DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”.
3) Tanda pelunasan pungutan hasil perikanan (PHP)
Ciri-ciri dokumen PHP mempunyai kesamaan dengan surat izin usaha
perikanan. Hal ini mempermudah pengawas perikanan dalam mengenal PHP
asli atau tidaknya karena mempunyai kesamaan dengan dokumen SIUP.
4) Stiker barcode
Ciri-ciri striker berkode yang ada adalah sebagai berikut :
(1) Cetakan dasar berupa garis-garis relief yang “DEPARTEMEN KELAUTAN
DAN PERIKANAN”;
(2) Logo Departemen Kelautan dan Perikanan (sparasi) dikombinasi dengan
teks “DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(3) Kop berupa tulisan REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN
KELAUTAN DAN PERIKANAN simetris dibawah logo;
(4) Invisible ink berupa logo Departemen Kelautan dan Perikanan;
(5) Garis vertikal dan garis kotak dibagian bawah dibuat dari mikroteks
“DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN”;
(6) Nomor seri terdiri dari 1 (satu) huruf dan 6 (enam) angka dipojok kiri
bawah.
57
5.1.2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan Pengawas perikanan dalam melakukan pemeriksaan kapal meliputi :
1) Ukuran kapal, yaitu panjang (LOA), lebar (B) dan tinggi atau dalam (D)
kasko kapal dan ruangan-ruangan diatas dek kapal untuk mengetahui
ukuran kapal (GT) sebenarnya. Berdasarkan KEPMEN Nomor
KEP.10/MEN/2003 pasal 16 bahwa perhitungan tonase kapal ditetapkan
sebagai berikut :
(1) Kapal yang panjangnya lebih dari atau sama dengan 24 m, ditetapkan
berdasarkan rumus internasional untuk pengukuran grostonase
(international formula for gross tonnage measurement), yaitu ;
GT = K x V;
(2) Kapal yang panjangnya kurang dari 24 m, ditetapkan dengan rumus :
GT = (L x B x D x Cd) : 2,83;
Keterangan :
L = LDL;
B = BDL;
D = Depth;
Cd = Coefisien blok (pukat ikan = 0,8; purse seine = 0,6 s/d 0,8; long
line = 0,6 dan untuk yang lain 0,5-0,6).
Untuk kapal berbendera Indonesia rumus grosstonase disesuaikan dengan
ketentuan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
sedangkan untuk kapal berbendera asing berdasarkan standar
Internasional;
2) Volume palkah ikan; 3) Spesifikasi mesin kapal: merk, nomor mesin dan kekuatan mesin (PK); 4) Identifikasi kapal, terdiri dari nama kapal, bendera kapal khusus untuk
kapal ikan asing dan kode surat ukur.
Surat ukur dikeluarkan oleh pelabuhan tertentu. Lokasi dan kode
pengukuran pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
58
Tabel 8 Pelabuhan yang berwenang menerbitkan surat ukur
No Lokasi Kode Pengukuran No Lokasi Kode
Pengukuran1. Anyer Lor Aa 77. Morotai M Mv2. Ambon M Ma 78. Meulaboh Q Qi3. Ampenan/Lembar Pa 79. Maumere O On4. Atapupu Oob 80. Muara Sabak R Rb5. Banten Ab 81. Nipah Pjng R Rd6. Bengkulu B Bb 82. Panjang C Ca7. Belinyu E Eb 83. Palembang D Da8. Banjarmasin I Ia 84. Palopo L Lk9. Balikpapan I Id 85. Pngkl. Balam E Ed
10. Bajo’e L Li 86. Pekalongan Fp11. Bau-Bau L Ln 87. Penuba G Gc12. Bulukumba L Lq 88. Pulau Sambu G Gd13. Bandaneira M Mb 89. Pulau Tello S Si14. Batam P Pm 90. Pontianak H Ha15. Bawean/Sangkapura Kc 91. P o s o K Kf16. Banggai K Kj 92. Pemangkat H Hc17. Bitung K Kb 93. Pemanukan Bb18. Biak M Ml 94. Palangkaraya I Ie19. Banyuwangi/Meneng Na 95. Pare-pare L Lv20. Besuki Nb 96. Polewali L Lw21. Bima O Ox 97. Probolinggo Mp22. Bintuhan B Bd 98. Pasuruan Mg23. Buleleng Pb 99. Panarukan Np24. Benoa Pd 100. Pkl. Brandan P Pc25. Belawan P Pa 101. Pkln. Susu P Po26. Bengkalis P Pd 102. Pekanbaru P Ph27. Bagan Siapi-api P Pf 103. R a h a L Lp28. Calang Q Qh 104. Rembang Ia29. Cirebon Da 105. Rengat P Pk30. Cilacap Qa 106. Sunda Kelapa Bc31. Dabo/Singkep G Gb 107. Semarang Ga32. Donggala K Ki 108. Sambas H Hb33. D o b o M Md 109. Sampit I Ib34. Dumai P Pj 110. Samarinda I Ik35. Ende O Oe 111. Surabaya Ka36. Fak Fak M Mn 112. S o r o n g M Mj37. Gresik Kb 113. Sumbawa/Badas O Os38. Gorontalo K Kc 114. Slt. Panjang P Pe39. G e s e r M Mp 115. Sabang Q Qb40. Gunung Sitoli S Sh 116. Sangkulirang I Io
59
Lanjutan Tabel 8.
No Lokasi Kode Pengukuran No Lokasi Kode
Pengukuran41. Jepara Gb 117. Sanana M Mg42. Juwana Gc 118. Saumlaki M Ms43. Jayapura M Mm 119. Sinabang Q Qe44. Jambi R Rc 120. Sibolga S Sd45. Jampea L Lj 121. Sigli Q Qd46. Ketapang H He 122. Singkawang H Hd47. Kotabaru I It 123. Teluk Bayur A Aa48. Kalianget Lc 124. Tg. Priok Ba49. Kalabahi O Oa 125. Tegal Ft50. Kamal La 126. + H Hf51. Kolaka L Lm 127. Tg. Pandan F Fa52. Kolonedale K Kk 128. Tg. Laut I Ip53. Kendari L Lo 129. Tg. Pinang G Ga54. K u p a n g O Ok 130. TB. Karimun G Ge55. Kuala Tungkal R Ra 131. Tarempa G Gf56. Kuala Beukah Q Qf 132. Tg. Uban G Gg57. Kuala Mandah R Re 133. Tarakan I Im58. Kumai I Ic 134. Tg. Redep I In59. Krui B Be 135. Tg. Laut I Ip60. Kwandang K Kd 136. Tahuna K Ke61. Luwuk K Kh 137. Tilamuta K Kl62. Labuha M Mf 138. Toli-toli K Kg63. L a r a t M Mr 139. Tobelo M Mh64. Labuhan Bilik P Pi 140. T u a l M Mc65. Lhok Seumawe Q Qc 141. Ternate M Me66. Langsa Q Qg 142. T e p a M Mt67. Larantuka O Of 143. TB. Asahan P Pb68. Majene L Lt 144. Tembilahan P Pg69. Mamuju/Awerange L Lx 145. Ulee Lehue Q Qm70. Malili L Ll 146. W a h a i M Mo71. Manokwari M Mk 147. W e d a M Mi72. Muko-muko B Ba 148. Waingapu O Ow73. Muntok E Ea 149. Wonreli O Oz74. Manado K Ka 150. Sei Kolak Kijang P Pq75. Makasar L La 151. Pangkalan Bun I Iu76. Merauke M Mq
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2003.
60
5) Pemeriksaan design dan kelengkapan navigasi. Bagi kapal berukuran di
atas 30 GT dan atau mesin berkekuatan di atas 90 PK dilakukan juga
pemeriksaan terhadap gambar rencana umum (general arragement),
kesesuaian tata letak ruang mesin (engine room) dan palkah dengan
gambar rencana umum, serta kelengkapan alat navigasi dan komunikasi.
6) Pemeriksaan terhadap alat keselamatan, seperti lift jaket, lift craft, alat
pemadam kebakaran dan lain-lain dimana jumlahnya harus sesuai dengan
jumlah awak kapal.
7) Pemeriksaan peralatan pendukung penangkapan ikan.
5.1.3 Pemeriksaan alat penangkap ikan
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap alat penangkap ikan bisanya berupa
pemeriksaan ukuran mata jaring (mess size), bahan alat tangkap, daerah
pengoperasian, cara pengoperasian dan untuk jenis alat tertentu harus dilengkapi
dengan baycatch excluder device (BED). Pengawasan alat penangkapan ikan ini
bertujuan untuk mencegah eksploitasi sumberdaya ikan yang tidak ramah
lingkungan, sehingga menimbulkan kerusakan sumberdaya yang ada.
5.1.4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan
Alat bantu penangkapan ikan biasanya berupa lampu dan rumpon.
Penggunaan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan baik yang dipasang di
kapal maupun terpisah meliputi jumlah dan kekuatan lampu harus sesuai dengan
perizinannya. Ketentuan pemasangan rumpon diatur oleh Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan
Pemanfaatan Rumpon, yang meliputi:
1) Perizinan pemasangan rumpon (Pusat dan Pemerintah Daerah);
2) Jarak pemasangan antara rumpon satu dengan rumpon lain kurang dari 10
(sepuluh) mil laut;
3) Pemasangan tidak boleh mengganggu alur pelayaran;
4) Pemasangan tidak mengganggu pergerakan ikan; dan
5) Pemasangan tidak mengakibatkan efek pagar (zig-zag).
61
5.1.5 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan
Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dapat diketahui dengan
mencocokkan dengan dokumen izin dari kapal yang bersangkutan dan jalur
penangkapan ikan. Pencocokkan tersebut dapat dilihat dari data penerapan VMS
dan isian log book perikanan, jenis dan ukuran alat penangkap ikan dan alat bantu
penangkapan ikan. Jika memungkinan juga dapat dilihat dari buku jurnal
penangkapan kapal tersebut.
5.1.6 Pemeriksaan nakhoda dan anak buah kapal
Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui kesesuaian kesesuaian jumlah
nakhoda dan komposisi ABK (asing dan Indonesia) dengan dokumen izin kapal.
Dilakukan juga pemeriksaan identitas nakhoda dan ABK asing serta kelengkapan
dan keabsahan dokumen perizinan yang dipersyaratkan (izin mempekerjakan
tenaga asing (IMTA) dan kemudahan khusus keimigrasian (DAHSUSKIM).
5.1.7 Pemeriksaan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan
Pemeriksaan penerapan LBP dan SLO bagi kapal penangkap ikan harus
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan penerapan LBP dan SLO yang
diamanatkan pasal 43 Undang Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan
serta Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP/03/MEN/2002 Tentang LOP dan pengangkutan ikan, yaitu pemeriksaan
terhadap form LBP, form hasil pemeriksaan kapal dan form SLO. SLO asli harus
berada di atas kapal dan berlaku untuk satu trip operasi.
5.1.8 Pemeriksaan penerapan vessel monitoring system (VMS)
Penerapan VMS pada dasarnya adalah untuk mengetahui posisi dan olah
gerak kapal perikanan selama melakukan penangkapan ikan. Pemeriksaan
penerapan VMS dilakukan di pelabuhan pangkal maupun pada saat kapal
melakukan operasi di laut yang prosedur dan tata cara pelaporannya mengacu
pada standar operasional dan prosedur vessel monitoring system yang telah baku.
62
5.2 Pengawasan Kapal Perikanan 5.2.1 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara normatif
Pengawasan terhadap kapal penangkap atau pengangkut ikan, dapat dilakukan di darat atau di pelabuhan pangkalan kapal perikanan melalui pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik kapal dan alat penangkap ikan serta alat bantu penangkap. Pengawasan pada saat kapal beroperasi di tengah laut dilakukan dengan cara menggelar operasi pengawasan dengan kapal pengawas.
Pengawasan kapal perikanan dalam standar operasional dan prosedur (SOP) adalah proses dan mekanisme pengawasan bagi kapal penangkapan ikan dan atau kapal pengangkut ikan yang dilaksanakan pada saat kapal berada di pelabuhan dan beroperasi di laut. Pelaksanaan operasi pengawasan kapal perikanan di pelabuhan mengikuti prosedur dan mekanisme sebagai berikut (Gambar 7). 1) Pengecekan keabsahan dan kelengkapan dokumen perizinan usaha perikanan
dari kapal perikanan dan fisik kapal oleh pengawas kapal perikanan; 2) Apabila ditemukan dugaan pelanggaran penggunaan dokumen perizinan,
pengawas kapal perikanan meminta klarifikasi kepada Ditjen P2SDKP (Dinas Perikanan di daerah sesuai jenis izin yang dikeluarkannya) mengenai status perizinan kapal perikanan dimaksud dan analisa jenis pelanggaran. Jika ditemukan ada dugaan tindak pidana umum, ditindak lanjuti dengan cara berkoordinasi dengan instansi terkait. (2) Jika ditemukan dugaan tindak pidana perikanan, pengawas kapal
perikanan menyampaikan informasi kepada Ditjen P2SDKP (Dinas Perikanan) dan membuat berita acara penyerahan calon tersangka dan barang bukti kepada PPNS perikanan setempat dan atau kepala dinas atau kepala UPT setempat;
(3) Ditjen P2SDKP menginformasikan kepada Ditjen Perikanan Tangkap kaitannya dengan proses administrasi perizinan kapal dimaksud dan kepada Ditjen Imigrasi tembusan kepada Departemen Luar Negeri, Kedutaan besar Negara terkait dan pemerintah daerah setempat untuk penanganan anak buah kapal asing;
(4) Proses penyidikan dilakukan oleh PPNS perikanan yang ditunjuk dan melaporkan progres penanganan dugaan tindak pidana perikanan kepada Ditjen P2SDKP;
63
Gambar 7 Mekanisme pengawasan di darat saat kapal perikanan merapat di pelabuhan.
Kapal Melapor & Menyerahkan Dokumen
Dokumen Lengkap ?
Klarifikasi Kelengkapan Dokumen
Hasil Pemeriksaan
Sesuai ?
Memeriksa : • Keaslian & masa berlaku dokumen
perizinan • Hasil tangkapan/angkutan di kapal
dibandingkan dengan LBP
Tunda Bongkar Muat dan Klarifikasi
Dugaan Pelanggaran ?
Dugaan Pelanggaran ?
Tdk
Ya
Ya
Tdk
Tdk
Penyidikan
Diizinkan Bongkar muat
Tdk
Ya
Ya
Memeriksa Keabsahan Dokumen Perizinan Melalui Validasi Data
Perizinan
Dokumen Absah ?
Tdk
Tunda Bongkar Muat
• Tanpa SIPI/SIKPI, Pidana
• Tanpa SIB dari pelabuhan yang ada sahbandar, Pidana
• Tanpa LBP & SLO dari pelabuhan yg ada pengawas
• Tanpa LBP & SLO dr pelabuhan yg blm ada pengawas
• Tanpa SIB dari pelabuhan yang belum ada syahbandar
• Tidak asli, pidana • Masa berlaku habis saat di
pelabuhan, dilarang operasi tangkap/angkut
• Hasil tangkapan di kapal tidak sesuai dengan LBP
Diizinkan Melakukan Persiapan Operasi
Ya • Tidak absah, pidana • Proses pemberkasan (SPDP dst)
• Proses penyitaan • Proses penahanan • Proses lelang • Penyerahan berkas ke Jaksa Penuntut Umum
Memeriksa Kelengkapan Dokumen
Kapal Penangkapan
Kapal pengangkut - Form kedatangan - LBP - SLO & SIB - SIPI
- Form kedatangan - LBP - SLO & SIB - SIKPI
64
3) Pemeriksaan LBP dan SLO kapal perikanan. Apabila ditemukan kapal
perikanan yang tidak memiliki SLO dan tidak menerapkan LBP diberikan
surat peringatan dan dapat diberikan sanksi administratif perizinan atas
pelanggaran yang dilakukannya. Apabila hasil pemeriksaan SLO dan LBP
telah sesuai dengan kenyataan, maka kapal diperbolehkan membongkar
muatannya.
Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan menggunakan kapal
biasanya dilakukan dengan menggunakan kapal pengawas kapal perikanan
(Gambar 8). Pengawas kapal perikanan di laut dengan cara menghentikan kapal
perikanan untuk melakukan pemeriksaan dokumen izin dan fisik kapal. Jika
terdapat dugaan pelanggaran dan terbukti tindak pidana perikanan maka kapal
akan diarahkan untuk merapat ke pelabuhan terdekat dan jika tidak ada dugaan
melakukan pelanggaran kapal diizinkan melanjutkan operasi penangkapan.. Di
pelabuhan, pengawas kapal perikanan membuat laporan kejadian dan
menyerahkan calon tersangka beserta barang buktinya kepada satuan kerja
(SATKER) PSDKP untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pelanggaran yang ada tidak
sampai tindakpidana perikanan, maka hanya dikenai sanksi administrasi.
65
Gambar 8 Mekanisme operasi pengawasan di laut dengan kapal pengawas.
Nakhoda
Menghentikan kapal perikanan atas permintaan pengawas
perikanan
Pengawas Perikanan
Pemeriksaan dokumen izin dan fisik kapal perikanan
Dugaan awalpelanggaran
Kapal Perikanan Kapal diizinkan untuk melanjutkan operasi
Tidak terbukti tindak pidana perikanan
Terbukti tindak pidana perikanan
Pengawas Perikanan
Pembuatan laporan kejadian dan ditandatangani pengawas dan
nakhoda kapal perikanan
Kapal Perikanan
Merapat ke pelabuhan terdekat
Kapal Perikanan
Kapal diizinkan untuk melanjutkan operasi
Pengawas Perikanan
Pembuatan lap. Kejadian dan menyerahkan calon tersangka kekepala UPT/satker PSDKP
berikut barang bukti
Penyidik
• Surat peringatan (1,2,3) • Pembekuan izin • Pencabutan izin
66
5.2.2 Prosedur pengawasan kapal perikanan secara empiris di PPSNZJ Aplikasi prosedur pengawasan kapal perikanan di pelabuhan perikanan
dapat berbeda-beda tergantung seberapa jauh efektivitas pengawasan dan seberapa optimal mekanisme kerja tersebut dapat diterapkan di pelabuhan tertentu. Sedangkan aplikasi prosedur pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ disesuaikan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No: KEP/02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Standar Operasi dan Prosedur Pengawasan Penangkapan Ikan. Prosedur tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai prosedur baku dalam pelayanan kapal masuk dan keluar pelabuhan dan berlaku bagi seluruh kapal yang beraktifitas di PPSNZJ. 5.2.2.1 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ
Tahapan dan prosedur pengawasan kapal yang masuk di PPSNZJ adalah sebagai berikut (Gambar 9): 1) Setiap kapal yang masuk ke PPSNZJ wajib melapor kedatangan kapalnya ke
pengawas kapal ikan dengan membawa dokumen yang wajib dimiliki setiap kapal penangkap ikan, meliputi SIPI atau SIKPI, LBP dan SLO dan dokumen kapal lainnya seperti surat izin berlayar, sertifikat pengawakan dan keselamatan kapal, surat ukur, gross akte, cargo manivest, dan daftar ABK;
2) Pengawas kapal perikanan segera melakukan pemeriksaan kapal sebelum kegiatan bongkar ikan dilaksanakan. Pemeriksaan kapal ikan yang dimaksud adalah pemeriksaan dokumen dan kapal. Pemeriksaan kapal meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan ikan, pemeriksaan alat tangkap, pemeriksaan daerah penangkapan ikan dan pemeriksaan ABK kapal. Pemeriksaan dokumen difokuskan pada pemeriksaan keabsahan dan masa berlaku dokumen. Pemeriksaan kapal difokuskan pada kesesuaian atau kecocokan antara spesifikasi dalam dokumen dengan kenyataan fisik di kapal. Pemeriksaan ikan difokuskan pada jenis dan ukuran ikan yang dominan dikaitkan dengan alat tangkap dan daerah penangkapan yang tertera dalam SPI atau SIPI dan LBP. Pemeriksaan alat tangkap ikan difokuskan pada spesifikasi dan ukuran alat tangkap antara yang tertera dalam izin dengan kenyataan fisik alat tangkap. Pemeriksaan penangkapan difokuskan pada kesesuaian antara yang tertera dalam izin dengan yang tercatat dalam LBP dikaitkan dengan jenis dan ukuran yang dominan di atas kapal. Pemeriksaan ABK difokuskan pada daftar ABK dengan ABK di atas kapal;
3) Hasil pemeriksaan dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk sebagai bahan pemeriksaan pada saat kapal akan keluar pelabuhan;
4) Jika ditemukan adanya pelanggaran, pengawas kapal perikanan memberikan teguran awal lisan atau tertulis.
67
Gambar 9 Prosedur pengawasan kapal masuk di PPSNZJ.
Nakhoda
- Melapor kedatangan kapal - Meyerahkan dokumen kapal - Melaporkan penangkapan
Pengawas
Pemeriksaan dokumen kapal (fisik kapal, alat tangkap, hasil
tangkapan, daerah penangkapan dan ABK)
Pemeriksaan Dokumen
Keabsahan dan masa berlaku dokumen
Pemeriksaan Kapal
Kesesuaian antara spesifikasi dalam dokumen dengan kenyataan fisik di kapal
Pemeriksaan Ikan
Kesesuaian jenis dan ukuran ikan yang dominan dengan
alat tangkap dan daerah penangkapan yang tertera
dalam SPI atau SIPI dan LBP
Pemeriksaan Alat Tangkap
Kesamaan spesifikasi dan ukuran alat tangkap dalam izin dengan kenyataan fisik
alat tangkap
Pemeriksaan Penangkapan
Kesesuaian izin dengan yang tercatat dalam LBP dikaitkan dengan jenis dan ukuran yang
dominan
Pengawas
Dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk
sebagai bahan pemeriksaan
Pengawas
- Rekomendasi untuk bongkar ikan kepada petugas TPI
- Menyerahkan dokumen kapal ke nakhoda
Pelanggaran?
Petugas TPI
Membongkar dan melelang ikan
Pengawas
- Teguran lisan atau tertulis - Pemeriksaan awal - Berkoordinasi dengan
POLRI
tidak
Iya
68
5.2.2.2 Prosedur pengawasan kapal keluar PPSNZJ
1) Setiap kapal ikan yang akan keluar pelabuhan untuk melakukan operasi
penangkapan ikan, wajib lapor ke pengawas kapal perikanan dengan
membawa dokumen kapal ikan yang wajib dimiliki oleh kapal ikan yang akan
melakukan operasi penangkapan ikan, berupa SIPI atau SPI asli, salinan IUP
yang dilegalisir, PPKA bagi kapal asing, LBP, lembar laik tangkap
operasional, surat izin berlayar disamping pas kapal dan surat ukur kapal;
2) Pengawas kapal perikanan melakukan pemeriksaan dokumen untuk
memastikan bahwa kapal ikan telah dilengkapi dengan dokumen yang sah dan
berlaku;
3) Pengawas kapal perikanan melakukan pemeriksaan kapal untuk memastikan
kecocokan antara spesifikasi yang ada di dokumen dengan spesifikasi yang
ada di atas kapal, termasuk pemeriksaan ABK, pemeriksaan daerah
penangkapan dan pemeriksaan alat tangkap;
4) Pengawas kapal perikanan memberikan rekomendasi hasil pengawasan berupa
lembar laik tangkap operasional (LLTO) dan digunakan sebagai dasar bagi
syahbandar untuk menerbitkan surat izin berlayar (SIB) bagi kapal ikan yang
bersangkutan;
5) Pengawas kapal perikanan memberikan LBP untuk diisi secara benar oleh
nahkoda kapal selama proses penangkapan ikan di daerah penangkapan,
selanjutnya wajib diserahkan kepada pengawas kapal ikan pada saat kapal
masuk pelabuhan;
6) Jika ditemukan adanya bukti awal telah terjadi pelanggaran perikanan, maka
pengawas kapal perikanan melakukan tindakan yang berupa teguran lisan,
teguran tertulis dan yang terberat adalah penundaan keberangkatan kapal.
Tindakan penyidikan belum dapat dilakukan oleh pengawas kapal perikanan,
karena tindakan ini memerlukan dukungan kepada pelabuhan dalam bentuk
surat perintah penyidikan, surat perintah dari pimpinan SATMINKAL dalam
hal ini kepala pelabuhan.
69
Intensitas pelaksanaan pemeriksaan kapal keluar PPSNZJ sangat
dipengaruhi oleh hasil pemeriksaan pada saat kapal tersebut masuk PPSNZJ yang
telah dicatat dalam jurnal pemeriksaan kapal masuk pelabuhan. Jika hasil
pemeriksaan kapal masuk tidak ditemukan pelanggaran, maka pemeriksaan pada
saat kapal akan keluar pelabuhan relatif singkat karena pemeriksaan yang
dilakukan seperlunya saja. Lebih jelasnya mengenai prosedur pengawasan kapal
keluar di PPSNZJ dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10 Prosedur pengawasan kapal keluar PPSNZJ.
Nakhoda
- Melapor keberangkatan kapal - Meyerahkan dokumen kapal
Pengawas
Pemeriksaan dokumen kapal dan fisik kapal
Pemeriksaan Dokumen
Keabsahan, masa berlaku dokumen dan kelengkapan
dokumen ABK
Pemeriksaan fisik kapal
Pemeriksaan fisik kapal, alat tangkap, daerah penangkapan,
dan komposisi ABK
Pelanggaran?
Pengawas
- Memberikan LLTO ke syahbandar sebagai dasar SIB
- Memberikan LBP ke Nakhoda
Pengawas
- Teguran lisan atau tertulis - Penundaan keberangkatan kapal
Iya
Tidak
70
5.3 Kondisi Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas kapal perikanan 5.3.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Pengawas kapal perikanan setelah menerima kedatangan kapal segera melaksanakan pemeriksaan dokumen perizinan sebelum membongkar ikan hasil tangkapan. Pemeriksaan difokuskan pada ciri-ciri keabsahan masing-masing dokumen. Pengawasan meliputi nomor SIPI, SIKPI, IUP, masa berlaku, pelabuhan pangkalan, daerah penangkapan, alat penangkap ikan, spesifikasi kapal, dan pemeriksaan tanda pelunasan PHP. Dalam memeriksa suatu dokumen perizinan sangat ditentukan oleh kemampuan pengawas; dimana kemampuan pengawas dapat menentukan kebenaran keabsahan dokumen perizinan dalam mewujudkan tujuan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Kemampuan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa dokumen perizinan dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Gambar 11 Penilaian pengawas terhadap indikator kemampuan
pemeriksaan dokumen perizinan.
Dari Gambar 11 terlihat bahwa kemampuan pengawas kapal perikanan memberikan informasi bahwa pengawas kapal perikanan cukup baik hingga sangat baik dalam pemeriksaan dokumen perizinan terkait dengan keaslian dokumen, identitas kapal, dan pelabuhan pangkalan. Dilain pihak, kemampuan pengawas bervariasi dari kurang baik hingga baik dalam memeriksa dokumen alat penangkapan ikan. Kemampuan pengawas bervariasi dari tidak baik hingga kurang baik dalam pemeriksaan DPI dan spesifikasi kapal. Kemampuan pengawas kurang baik dalam memeriksa dokumen masa berlaku kapal.
0
20
40
60
80
100
120
A B C D E F G
Indikator
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Keaslian dokumenB = Identitas kapalC = Alat penangkap IkanD = Daerah penangkapan ikan E = Pelabuhan pangkalanF = Spesifikasi kapalG = Masa berlaku Izin
Frek
uens
i (%
)
71
5.3.2 Kemampuan pemeriksaan fisik kapal Pengawas dalam melakukan pemeriksaan fisik kapal meliputi ukuran kapal (gross tonase), spesifikasi mesin kapal (merk, nomor mesin dan kekuatan mesin dan bahan kapal), identitas kapal (nama kapal, bendera kapal, tanda selar), desain dan kelengkapan navigasi, dan alat keselamatan. Disamping itu dilakukan pemeriksaan terhadap alat tangkap, peralatan pendukung penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, daerah operasi penangkapan, komposisi nakhoda dan ABK, penerapan LBP dan SLO kapal perikanan, penerapan VMS. Hasil penelitian dilapangan mengenai kemampuan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa fisik kapal dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.
Gambar 12 Sebaran penilaian pengawas kapal perikanan terhadap
indikator kemampuan pemeriksaan fisik kapal
Dari Gambar 12 terlihat bahwa kemampuan pengawas kapal perikanan memberikan informasi bahwa pengawas kapal perikanan kurang baik dalam memeriksa ukuran kapal, design dan kelengkapan navigasi. Pengawas kapal perikanan tidak baik hingga kurang baik dalam memeriksa dokumen spesifikasi mesin kapal. Pengawas kapal perikanan baik dalam memeriksa dokumen identitas kapal dan komposisi penangkapan. Pengawas kapal perikanan kurang baik hingga sangat baik dalam memeriksa dokumen alat penangkapan ikan. Kemampuan pengawas bervariasi dari baik hingga sangat baik dalam pemeriksaan peralatan pendukung penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, dan penerapan LBP dan SLO. Kemampuan pengawas sangat baik dalam memeriksa penerapan VMS.
0
20
40
60
80
100
120
A B C D E F G H I J
Indikator
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Ukuran KapalB = Spesifikasi Mesin KapalC = Identitas KapalD = Design dan Kelengkapan NavigasiE = Alat Penangkap IkanF = Peralatan Pendukung Penangkapan IkanG = Alat Bantu Penangkapan IkanH = Komposisi PenangkapanI = Penerapan LBP dan SLO J = Penerapan VMS
Frek
uens
i (%
)
72
5.3.3 Kecakapan pengawas kapal perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan
Kecakapan pengawas kapal perikanan yang dimaksud, meliputi penguasaan
pengetahuan bidang alat penangkapan ikan, jenis-jenis ikan dan penyebarannya,
wilayah pengelolaan perikanan, fisik kapal, perizinan perikanan dan perizinan
perkapalan dan sebagainya. Sedangkan penguasaan hukum yang berkaitan dengan
bidang perikanan meliputi ketentuan perizinan perikanan dan persyaratan teknis
kapal, jenis-jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan dilarang, daerah
penangkapan dan daerah terlarang dan sebagainya. Adapun sebaran terhadap
kecakapan pengawas kapal perikanan dalam hal penguasaan pengetahuan dan
hukum bidang perikanan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Sebaran penilaian kecakapan pengawas terhadap indikator
penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Dari Gambar 13 terlihat bahwa kecakapan pengawas kapal perikanan tidak
baik dalam penguasaan hukum mengenai peraturan perairan dan baik dalam
penguasaan hukum mengenai peraturan pengawasan. Dilain pihak, kecakapan
pengawas kapal perikanan bervariasi dari kurang baik hingga baik dalam
penguasaan mengenai jenis alat penangkap ikan dan perizinan perkapalan.
Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari sangat tidak baik hingga
tidak baik dalam penguasaan mengenai jenis ikan dan penyebarannya dan
peraturan perkapalan. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari
0
20
40
60
80
100
120
A B C D E F G H I J K L
Indikator
Frek
uens
i (%
)
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Jenis alat penangkap ikanB = Jenis ikan dan penyebarannya C = Wilayah pengelolaan perikananD = Jenis fisik kapal perikanan
E = Perizinan perikanan F = Perizinan perkapalan G = Peraturan perizinan perikanan
H = Peraturan perkapalanI = Peraturan tenaga kerja J = Peraturan pemanfaatan SDIK = Peraturan perairan L = Peraturan pengawasan
dan penegakan hukum
73
tidak baik hingga baik dalam pengetahuan mengenai wilayah pengelolaan
perikanan. Kecakapan pengawas kapal perikanan bervariasi dari tidak baik hingga
kurang baik dalam penguasaan pengetahuan mengenai jenis fisik kapal perikanan,
peraturan tenaga kerja, dan peraturan pemanfaatan SDI. Kecakapan pengawas
kapal perikanan bervariasi dari sangat baik hingga sangat baik dalam penguasaan
pengetahuan mengenai perizinan perikanan dan peraturan perizinan perikanan.
5.3.4 Kemampuan kecepatan pemeriksaan
Penilaian kecepatan pemeriksaan pengawas kapal perikanan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah pada saat pemeriksaan dokumen perizinan kapal, fisik
kapal, alat penangkapan ikan, alat bantu penangkapan ikan, peralatan lainnya,
jumlah dan komposisi awak buah kapal asing, kegiatan dan hasil penangkapan
dan pengangkutan ikan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau
pelabuhan lapor, jalur penangkapan ikan, daerah operasi penangkapan dan
pengangkutan ikan, pemeriksaan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan,
pemeriksaan penerapan VMS. Selengkapnya sebaran penilaian kecepatan
pemeriksaan pengawas terhadap indikator tersebut dapat dilihat pada Gambar 14
berikut.
Gambar 14 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kecepatan pemeriksaan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A B C D E F G H I J K LIndikator
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Pemeriksaan dokumen perizinan kapal B = Pemeriksaan fisik kapal C = Pemeriksaan alat penangkapan ikanD = Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikanE = Pemeriksaan peralatan lainnyaF = Pemeriksaan jumlah ABK asingG = Pemeriksaan hasil tangkapan & pengangkutan H = Ketaatan di pelabuhan I = Pemeriksaan jalur operasi J = Pemeriksaan DPIdan pengangkutan ikanK = pemeriksaan penerapan LBP dan SLO L = pemeriksaan penerapan VMS
Frek
uens
i (%
)
74
Dari Gambar 14 terlihat bahwa kecepatan pengawas kapal perikanan dalam
memeriksa jumlah ABK asing dari baik hingga sangat baik. Kecepatan pengawas
kapal perikanan dalam memeriksa penerapan LBP dan SLO dari kurang baik
sampai sangat baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa
dokumen perizinan kapal dan penerapan VMS bervariasi dari kurang baik hingga
baik.
Kecepatan pengawas kapal perikanan untuk memeriksa fisik kapal, alat
penangkapan ikan, dan hasil tangkapan serta pengangkutannya bervariasi dari
tidak baik sampai kurang baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam
memeriksa alat bantu penangkapan ikan, ketaatan di pelabuhan, pemeriksaan jalur
operasi penangkapan, dan jalur DPI beserta pengangkutan ikan dari tidak baik
sampai kurang baik. Kecepatan pengawas kapal perikanan dalam memeriksa
peralatan lainnya dari sangat tidak baik hingga kurang baik.
5.3.5 Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan
Pemeriksaan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengawas harus sesuai
dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan, agar menghasilkan
pemeriksaan.yang berkualitas. Pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal
perikanan berdasarkan beberapa hal, diantaranya kelengkapan, relevansi, akurasi,
validitas data dan infomasi. Pengawas kapal perikanan dalam melakukan
pemeriksaan hanya melihat kelengkapan data dan tidak melakukan pencocokan
antara data yang saling berkaitan mempunyai relevansi atau tidak. Disamping itu
pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan
kapal perikanan dan yang lebih diperhatikan adalah kelengkapan data. Sebaran
penilaian pengawas berdasarkan indikator kualitas hasil pemeriksaan lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15 berikut.
75
Gambar 15 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator kualitas hasil pemeriksaan.
Dari Gambar 15 terlihat bahwa kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas
kapal perikanan mengenai akurasi data dari kurang baik sampai baik. Kualitas
hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai kelengkapan data
dari tidak baik hingga baik.
Kualitas hasil pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai
relevansi data dan validasi data dari tidak baik hingga kurang baik Kualitas hasil
pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan mengenai quality kontrol dari sangat
tidak baik hingga tidak baik.
5.3.6 Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan
Pengawas di PPSNZJ dalam melaksanakan tugasnya tidak mempunyai
kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan. Hal ini terlihat dari rendahnya
kemauan atau kesungguhan pengawas untuk bekerja keras memeriksa ketiga
indikator penilaian. Pengawas kapal perikanan hanya melakukan tugas semaunya
saja karena penawasan dari atasan yang masih kurang. Sebaran penilaian
pengawas terhadap indikator kesungguhan pemeriksaan selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 16 berikut.
010 20 30 40 50 60 70 80 90
100
A B C D EIndikator
Tidak baik Kurang baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Kelengkapan dataB = Relevansi dataC = Akurasi dataD = Validitas dataE = Quality controlFr
ekue
nsi (
%)
76
Gambar 16 Sebaran penilaian pengawas berdasarkan indikator
kesungguhan pemeriksaan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas
kapal perikanan dalam hal kemauan bekerjasama dengan sesama karyawan dari
tidak hingga sampai baik. Kesungguhan pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan dalam hal kemauan untuk bekerja keras dan kemauan memiliki
tanggung jawab dari tidak baik hingga kurang baik.
5.3.7 Ketersediaan anggaran biaya
Penilaian mengenai ketersediaan anggaran biaya meliputi jumlah anggaran,
penggunaan anggaran, realisasi anggaran, dan kesiapan anggaran. Selengkapnya
disajikan pada Gambar 17 berikut.
0
20
40
60
80
100
120
A B C DIndikator
Frek
uens
i (%
)
Sangat tidak baik Tidak baik Kurang baik Baik Sangat baik
A = Jumlah anggaranB = Penggunaan anggaranC = Realisasi anggaranD =Kesiapan anggaran
Gambar 17 Sebaran penilaian pengawas terhadap indikator ketersediaan anggaran biaya
0102030405060708090
100
A B CIndikator
Frek
uens
i (%
)
Tidak baik Tidak baik Cukup baik Baik Sangat baik
A = Kemauan untuk bekerja keras B = Kemauan bekerjasama dengan sesama karyawan C = Kemauan memiliki tanggung jawab
77
Dari Gambar 17 terlihat bahwa jumlah anggaran yang tersedia sangat
memadai dalam mendukung kinerja pengawas di PPSNZJ. Namun dalam
penggunaan anggaran dan kesiapan anggaran tidak mampu mendukung kinerja
pengawas kapal perikanan. Oleh karena dalam penggunaan anggaran kurang
sesuai dengan kebutuhan dalam operasional pengawasan. Sehingga berpengaruh
terhadap realisasi anggaran yang kurang mendukung kinerja pengawas kapal
perikanan.
5.3.8 Kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ
Tingkat kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dievaluasi meliputi kemampuan
pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal (X1), kecakapan pengawas
dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan (X2), kecepatan
waktu pemeriksaan kapal perikanan (X3), kualitas hasil pemeriksaan (X4),
kesungguhan dalam pemeriksaan (X5). Faktor eksternal meliputi ketersediaan
anggaran biaya (X6), sarana dan prasarana (X7), hukum dan kelembagaan (X8),
jumlah pengawas (X9), dan dukungan stakeholder dan instansi terkait (X10).
Tingkat kinerja pengawas kapal perikanan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Tingkat kinerja pengawas di PPSNZJ
Ulangan Faktor Internal Faktor eksternal X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
1 3,47 3,17 2,67 2,60 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,50
2 3,53 3,33 2,92 2,80 3,33 2,75 2,50 3,00 2,50 2,63
3 3,41 2,92 2,50 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,25
4 3,41 2,92 2,42 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,25
5 3,53 3,33 2,92 2,80 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,50
6 3,47 3,17 2,83 2,60 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,50
7 3,41 2,83 2,50 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,25
8 3,47 3,25 2,67 2,60 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,50
Rata-rata 3,46 3,11 2,68 2,58 2,88 2,75 2,50 3,00 2,50 2,42
Bobot nilai : 1 = Sangat tidak baik 4 = Baik 2 = Tidak baik 5 = Sangat Baik 3 = Kurang baik
78
Dari Tabel 9 terlihat bahwa tingkat kinerja pengawas kapal perikanan di
PPSNZJ terhadap kesepuluh indikator penilaian tersebut berkisar dari tidak baik
(2,42) hingga baik (3,46). Namun secara umum didominasi oleh tingkat kinerja
tidak baik dan kurang baik.
Hasil dari uji korelasi antara faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja
pengawas kapal perikanan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2
terlihat bahwa hubungan yang kuat terjadi antara faktor X1 dan X4 (1,00), X1 dan
X2 (0,962), X1 dan X3 (0,962), X1 dan X5 (0,842), X2 dan X4 (0,962), X3 dan
X4 (0,962), X2 dan X3 (0,962), X1 dan X10 (0,932), X4 dan X10 (0,932), X2 dan
X10 (0,896), X3 dan X10 (0,896), X2 dan X3 (0,889), X3 dan X5 (0,857), X5 dan
X10 (0,850), dan X4 dan X5 (0,842). Sedangkan hubungan yang agak kuat hanya
terjadi pada faktor X2 dan X5 (0,717).
5.4 Stakeholder di PPSNZJ
Keberadaan kelembagaan yang ada di PPSNZJ sangat mendukung
kelancaran pengawas kapal perikanan dalam menjalankan tugasnya. Kelembagaan
yang mendukung diantaranya pelabuhan perikanan, syahbandar, POLRI, kamtib
pelabuhan, dan HNSI.
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait mamberikan
informasi bahwa terdapat stakeholder yang ada sebagian tidak mampu
mendukung kinerja pengawas. Selengkapnya mengenai dukungan partisipasi
stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Dukungan stakeholder dalam pengawasan kapal perikanan
No Dimensi Hasil Evaluasi
1 Dukungan kepala pelabuhan dalam pelaksanaan pengawasan kapal perikanan dalam bentuk : - Pemberian kewenangan menerbitkan
rekomendasi bongkar ikan - Pemberian kewenangan menerbitkan
laik operasi. - Pengadaan kantor khusus dan
perlengkapannya
1
2 Kesediaan syahbandar mendukung pengawasan kapal dengan menerima SLO dari pengawas sebagai SIB
5
3 Kesediaan instansi POLRI membantu pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan
4
79
Lanjutan
No Dimensi Hasil Evaluasi
4 Kesediaan kamtib pelabuhan membantu operasional pengawasan kapal perikanan
3
5 Kesediaan lembaga HNSI di pelabuhan mendukung pengawasan kapal dalam bentuk dukungan moril
1
6 Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda kapal menerima dan proses pengawasan kapal perikanan, baik dalam tahap pemeriksaan dokumen maupun tahap pemeriksaan fisik di atas kapal
2
7 Kesediaan nakhoda mengisi LBP dan menyerahkan ke pengawas pada saat kapal masuk pelabuhan
2
8 Kesediaan masyarakat nelayan melapor dan membantu pengawas dalam hal terjadi pelanggaran perikanan di lapangan
2
9 Kesediaan pemilik kapal dan nakhoda menerima dan mematuhi SLO kapal perikanan sebagai hasil pengawasan
2
Dari Tabel 10 terlihat bahwa sebagian besar stakeholder tidak mendukung
pengawas dalam menjalankan tugasnya. Hanya syahbandar dan POLRI saja yang
mampu mendukung atau membantu pengawas dalam melaksanakan pengawasan
perikanan. Selainnya, kurang mampu mendukung kegiatan pengawasan, seperti
nakhoda jarang mengisi SLO dan LBP.
5.5 Strategi Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ Kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada dapat
dikatakan kurang baik. Kondisi ini mengharuskan pihak yang berkepentingan harus mencari jalan keluar dari masalah ini. Perlu rumusan alternatif jalan keluar yang sesuai di PPSNZJ yang mampu diterapkan secara optimal oleh petugas pengawas kapal perikanan. Strategi alternatif yang dirumuskan adalah (1) kecakapan pengawas, (2) dukungan stakeholder dan pemerintah, dan (3) kesungguhan pengawas. Tujuan atau fokus dari permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat kinerja pengawas adalah bagaimana cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kriteria yang ada adalah pihak yang berkepentingan meliputi (1) pemerintah, (2) pengelola PPSNZJ (3) nakhoda atau pemilik kapal, dan (4) syahbandar, sedangkan kriteria pengawas meliputi (1) motivasi kerja, (2) penguasaan materi, dan (3) jumlah pengawas.
80
Hasil dari perhitungan PHA untuk perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan
No Pihak yang berkepentingan Vektor Prioritas (VP)
1 Pemerintah (P) 0,487* 2 Pihak pelabuhan (Pl) 0,304 3 Nakhoda/pemilik kapal (N) 0,116 4 Syahbandar (Ps) 0,092
Keterangan: * : Prioritas pembobot tertinggi
Pada Tebel 11 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah merupakan pihak yang paling mempengaruhi peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ dengan nilai vektor prioritas 0,487. Pihak pelabuhan menempati urutan prioritas kedua dengan vektor prioritas 0,304. Nakhoda atau pemilik kapal menempati urutan prioritas ke-tiga dengan vektor prioritas 0,116. Syahbandar menempati urutan prioritas keempat dengan vektor prioritas 0,092. Kinerja pengawas kapal perikanan ditentukan oleh faktor motivasi, penguasaan materi, dan jumlah pengawas. Perbandingan prioritas antara pihak yang berkepentingan terhadap kriteria pengawas di PPSNZJ dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Perbandingan prioritas antara faktor pengawas dengan pihak
yang berkepentingan di PPSNZJ
Vektor Prioritas (VP)
P Pl N S
M 0,059 0,188* 0,018 0,025
Pm 0,315* 0,047 0,038 0,050*
Jp 0,111 0,068 0,059* 0,015Keterangan:
* : Prioritas pembobot tertinggi P : Pemerintah M : Motivasi Pl : Pihak pelabuhan Pm : Penguasaan materi N : Nakhoda atau pemilik kapal Jp : Jumlah pengawas S : Syahbandar.
81
Dari Tabel 12 terlihat bahwa pada tingkat pengawas, perlu ditingkatkan
penguasaan materi seorang pengawas dengan dukungan pihak pelabuhan.
Selanjutnya prioritas kedua adalah kemungkinan motivasi pengawas dan untuk itu
dibutuhkan dukungan pemerintah. Prioritas ketiga adalah peningkatan jumlah
pengawas dan untuk itu diperlukan dukungan nakhoda atau pemilik kapal.
Alternatif tindakan untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di
PPSNZJ meliputi peningkatan kecakapan pengawas, peningkatan dukungan
stakeholder dan pemerintah, serta peningkatan kesungguhan pengawas. Adapun
prioritas ketiga alternatif tindakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13 Prioritas tindakan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ
Vektor Prioritas (VP)
P-Pm Pl-M N-Jp S-Pm Jumlah
Kp 0,382* 0,197 0,023* 0,070* 0,674**
Ds 0,122 0,132* 0,058 0,026 0,340
Ksp 0,240 0,069 0,013 0,013 0,336Keterangan:
Kp : Kecakapan pengawas Ds : Dukungan stakeholder dan pemerintah Ksp : Kesungguhan pengawas * : Prioritas pembobot tertinggi ** : Alternatif tindakan yang direkomendasikan.
Dari Tabel 13 terlihat bahwa tindakan yang menempati prioritas pertama
untuk memperbaiki kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ adalah
memperbaiki kecakapan pengawas. Prioritas kedua adalah meningkatkan
dukungan stakeholder dan pemerintah, dan urutan terakhir adalah meningkatkan
kesungguhan pengawas perikanan itu sendiri.
6 PEMBAHASAN
6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pengawas Kapal Perikanan 6.1.1 Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan Faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal nilainya adalah 3,46 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik atau bisa dikatakan juga cenderung mendekati baik. Hal ini disebabkan oleh, pengawas tidak memeriksa dokumen dengan kondisi aslinya karena beranggapan akan menyita waktu.
Dari Gambar 11 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh
pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan dokumen perizinan.
Indikator tersebut adalah dokumen alat penangkapan ikan, dokumen mengenai
DPI, dokumen spesifikasi kapal, dan dokumen mengenai masa berlaku kapal.
Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data alat tangkap
yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan, pengawas kurang memiliki
pengetahuan mengenai identifikasi dan jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan
dilarang, serta kaitannya alat tangkap dengan daerah penangkapan dan pelabuhan
pangkalan.
Pengawas perikanan kurang mampu memeriksa daerah penangkapan ikan
kapal perikanan yang sedang diperiksanya. Hal ini dikarenakan belum memiliki
pengetahuan dan memahami cara pemeriksaan data daerah penangkapan yang
tertera pada SIPI dikaitkan dengan alat tangkap dan hasil tangkapan. Pemeriksaan
hanya bersifat pendataan mengenai daerah penangkapan, sehingga data mengenai
daerah penangkapan atau daerah muat singgah yang tertera pada SIPI atau SIKPI
sudah dianggap benar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengawas perikanan di PPSNZJ tidak mampu memeriksa data spesifikasi
kapal. Pengawas perikanan hanya melakukan pendataan ukuran kapal, bahan
kapal, kekuatan mesin. Hal ini terjadi karena pengawas kurang memiliki
pengetahuan tentang spesifikasi kapal. Bahkan beranggapan bahwa data
spesifikasi kapal merupakan wewenang dari instansi lain, sehingga mengenai
spesifikasi kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI sudah dianggap benar sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
83
Pengawas perikanan kurang mampu untuk memeriksa data masa berlaku
izin yang tertera pada SIPI. Hal ini dikarenakan pengawas kurang memahami
ketentuan masa berlaku izin disesuaikan dengan masing-masing alat tangkap dan
jenis kapal perikanan (KII atau KIA). Indikasi lainnya, dengan adanya
penyelewengan ketentuan; dimana sekurang-kurangnya 1 bulan akan habis masa
berlaku izinnya tetap melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut dan
diberikan SIB dari syahbandar. Pada saat kapal datang dari laut masa berlaku
izinnya sudah habis. Kondisi ini juga mengindikasikan kekurangtegasan
pengawas perikanan dalam menjalankan aturan yang berlaku. Harus ada
peningkatan kemampuan dari pengawas perikanan supaya kecurangan yang ada
tidak terus terjadi.
6.1.2 Pemeriksaan fisik kapal
Dari Gambar 12 terdapat indikator yang kurang mampu dilakukan oleh
pengawas perikanan di PPSNZJ dalam hal pemeriksaan fisik kapal. Indikator
tersebut adalah pemeriksaan ukuran kapal, spesifikasi mesin kapal, design dan
kelengkapan navigasi, dan alat penangkapan ikan.
Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa ukuran kapal. Hal ini
terjadi karena mereka beranggapan bahwa pengukuran ukuran kapal diterbitkan
oleh intansi lain dan pengukurannya berpedoman pada dasar kewenangannya
berlaku di instansi tersebut. Pengawas perikanan tidak mengetahui cara
pengukuran kapal yang sebenarnya. Oleh karena selama ini jika terjadi
penyimpangan ukuran kapal yang diperiksa tidak dapat dilakukan penindakan
langsung oleh pengawas karena kewenangan berada pada instansi lain yakni
Ditjen Perhubungan Laut. Perlu pembekalan pengetahuan kepada pengawas
perikanan di PPSNZJ mengenai cara menentukan ukuran kapal.
Pemeriksaan spesifikasi mesin kapal terutama merk, nomor mesin dan
kekuatan mesin dan bahan kapal sangat penting. Hal ini untuk menghindari
penyalahgunaan dokumen perizinan. Pada umumnya kapal-kapal illegal fishing
menggunakan satu dokumen perizinan yang resmi/legal, namun izin tersebut
dilakukan duplikasi dokumen untuk digunakan kapal-kapal illegal fishing lainnya,
sehingga pengawas harus mampu memeriksa fisik spesifikasi kapal dari masing-
masing kapal perikanan terutama pada merk, nomor seri mesin dan kekuatan
mesin dikaitkan dengan data yang tertera pada SIPI/SIKPI.
84
Pengawas perikanan tidak dan kurang mampu dalam melakukan
pemeriksaan spesifikasi kapal. Pemeriksaan yang dilakukan hanya bersifat
pendataan dan tidak melakukan pencocokan pada nomor mesin, kekuatan dan
merek mesin. Hal ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa nomor dan merek
mesin bisa dilakukan perubahan setiap saat apabila mesin kapal mengalami
kerusakan seperti halnya yang selama ini mesin kapal diganti dengan mesin jenis
lain misalnya bagi KIA diganti dengan mesin truk atau dumping yang memiliki
kekuatan mesin sama atau lebih besar dari mesin kapal sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ belum menunjukkan
pencegahan upaya duplikasi dokumen perizinan kapal perikanan yang selama ini
dilakukan oleh pelaku illegal fishing.
Pemeriksaan desain kapal dilakukan terhadap kapal berukuran di atas 30 GT
dan atau mesin berkekuatan di atas 90 PK terutama pada KIA dilakukan
pemeriksaan gambar rencana umum (general arragement) yang biasanya
terpasang pada dinding kapal terhadap kesesuaian tata letak ruang mesin, palkah
dan sebagainya. Apabila dalam pemeriksaan terdapat perbedaan antara general
arragement dengan tata ruang pada kapal, maka dapat diindikasikan bahwa kapal
tersebut telah dilakukan perubahan bentuk desain dan dikaitkan dengan data pada
gross akte apakah telah dilakukan perubahan desain kapal sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Pemeriksaan kelengkapan alat navigasi dan komunikasi harus
sesuai dengan izin yang ada.
Pengawas perikanan kurang mampu dalam pemeriksaan desain kapal dan
kelengkapan navigasi. Pengawas di PPSNZJ sebagian mengetahui kaitannya
gambar rencana umum (general arragement) dengan desain kapal atau bentuk
kapal secara fisik. Namun di lapangan sebagian besar gambar rencana umum
(general arragement) pada kapal perikanan tidak di pasang pada dinding kapal
dan tidak terlalu cukup besar penyimpangannya, sehingga pengawas perikanan
menganggap data desain kapal sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengawas perikanan harus memberikan teguran kepada nakhoda untuk menempel
gambar rancangan umum kapal di tempat yang seharusnya. Pengawas perikanan
juga harus mempunyai pengetahuan yang baik mengenai cara membaca gambar
rancangan umum kapal terkait desain dan kelengkapan navigasi.
85
Pemeriksaan alat penangkapan ikan yang meliputi panjang jaring, panjang
bagian kantong, mesh size kantong dan sebagainya disesuaikan dengan spesifikasi
dan komponen yang tertera pada SIPI dari masing-masing alat penangkap ikan
yang diizinkan. Pengawas perikanan kurang mampu dalam memeriksa alat
penangkap ikan. Pengawas perikanan pada umumnya hanya memeriksa jenis alat
tangkap, tidak mengukur panjang jaring, mesh kantong, sehingga tidak menutup
kemungkinan masih terjadinya pelanggaran pada panjang jaring. Pengawas
perikanan di PPSNZJ beranggapan hanya membuang waktu saja dan mereka
sudah percaya pada dokumen perizinannya. Pemeriksaan alat tangkap sangat
penting untuk dilakukan karena terkait dengan kelestarian sumberdaya ikan. Pada
saat mengukur alat tangkap, perlu dibantu oleh pihak lain, seperti ABK atau
lainnya supaya lebih cepat.
Indikasi pelanggaran biasanya dapat dimulai dari ukuran kapal yaitu ukuran
kapal yang tertera pada SIPI atau SIKPI lebih kecil dari fisik kapal. Hal ini untuk
menghindari ketentuan dalam proses penerbitan izin kapal yang berkaitan dengan
pungutan dan kewenangan pemberi izin. Apabila hal tersebut terjadi maka negara
akan kehilangan penerimaan dari sektor pungutan perikanan.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004 bahwa praktek-praktek
illegal fishing antara lain: penangkapan dengan menggunakan bahan atau alat
berbahaya atau menggunakan alat tangkap yang dilarang pengoperasiannya di
Indonesia, mengunakan alat tangkap tidak pada jalur yang diperbolehkan dan
penggunaan alat tangkap yang desain dan konstruksinya tidak sesuai dengan ijin
penggunaannya dan kegiatan at sea transhipment yang langsung dibawa ke luar
negeri. Lebih lanjut Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran
yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor
mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk
melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta umumnya hanya
melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik
kapal secara optimal.
86
6.1.3 Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan nilainya 3,11 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik. Di lapangan memperlihatkan bahwa pengawas hanya memiliki pengetahuan dan kecakapan yang biasa saja akibat kurangnya pelatihan dan pendidikan yang mereka peroleh.
Dalam pelaksanaan kegiatan operasional pengawasan yang optimal
dibutuhkan suatu kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan
hukum yang berkaitan dengan bidang perikanan. Kecakapan pengawas perikanan
dapat dilihat dari pendidikan formal dan non-formal pengawas perikanan, antara
lain :
(1) Tingkat pendidikan formal (SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana);
(2) Jenis pendidikan formal (perikanan atau non perikanan);
(3) Pendidikan dan latihan pengawasan sumberdaya ikan;
(4) Diklat penyidik pegawai negeri sipil (PPNS);
(5) Kursus perwira pemeriksa (SUSPARIKSA);
(6) Coacing clinic PPNS ; dan
(7) Peningkatan kemampuan penegak hukum perikanan
Dari Gambar 13 terlihat bahwa kecakapan pengetahuan pengawas terbatas,
terkait dengan jenis ikan dan penyebarannya, jenis fisik kapal perikanan,
pengetahuan bidang terkait dengan peraturan pemerintah, peraturan presiden,
peraturan menteri, dan peraturan dirjen. Kondisi ini disebabkan karena tingkat
pendidikan dan pelatihan belum sepenuhnya didapat oleh pengawas kapal
perikanan di PPSNZJ.
Mengingat kegiatan pengawasan sumberdaya perikanan bertujuan untuk
mengawasi tertib pelaksanaan peraturan di bidang perikanan, maka pengawas
diharapkan dapat menguasai hukum dibidang perikanan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan pengawasan.
Di lapangan menunjukkan kecakapan penguasaan hukum hanya terbatas
pada pengetahuan mengenai Undang-Undang tentang perikanan dan keputusan
bersama atau MOU yang berkaitan dengan perizinan perikanan. Kondisi ini
mengharuskan pihak pemerintah untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan
penyetaraan kemampuan para pengawas kapal perikanan di PPSNZJ.
87
6.1.4 Kecepatan pemeriksaan kapal perikanan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan nilainya 2,68 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah pangawas yang masih kurang, sehingga pengawas dalam melakukan pengecekan dokumen dan lainnya lambat.
Pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan harus sesuai dengan prosedur mekanisme pengawasan, yang sekiranya tidak menghambat keberangkatan kapal ke laut atau pembongkaran hasil tangkapan ikan saat datang ke pelabuhan. Apabila waktu pemeriksaan yang dilakukan pengawas dalam pemeriksaan baik dokumen maupun fisik kapal dan sebagainya membutuhkan waktu yang lama, maka akan terjadi kemunduran mutu ikan yang berdampak pada harga ikan. Sedangkan, pada kapal perikanan yang akan berangkat ke laut untuk melakukan penangkapan ikan akan kehilangan waktu musim ikan serta menambah biaya tambat labuh kapal di pelabuhan.
Pada Gambar 14 terdapat indikator yang memperlihatkan pengawas kapal perikanan kurang cepat dalam melakukan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan, pemeriksaan fisik kapal perikanan, pemeriksaan alat penangkapan ikan, pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan, pemeriksaan peralatan lainnya, pemeriksaan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, pemeriksaan jalur penangkapan ikan, pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan.
Kurang cepatnya pemeriksaan disebabkan oleh ketidaksungguhan pengawas di lapangan, pemahaman atau kecakapan yang masih kurang, dan kurangnya bantuan dari pihak lain. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas dapat optimal berdasarkan pembagian piket atau regu (kelompok) dari jam kerja atau jam piket pengawas yang ditetapkan sesuai dengan jumlah kapal yang berpangkalan di pelabuhan tersebut. Peran serta nakhoda dan pemilik kapal dengan memberikan data yang lengkap dan sesuai dengan peraturan juga perlu ditingkatkan guna mempercepat proses pemeriksaan. Kelambatan atau kurang cepatnya waktu pemeriksaan dapat berdampak pada menghilangnya unsur-unsur prosedur mekanisme pemeriksaan kapal perikanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
88
6.1.5 Kualitas hasil pemeriksaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kualitas hasil pemeriksaan nilainya 2,58 yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakakuratan data hasil pengawasan per kapal yang dilakukan. Disamping itu pengawas tidak memperhatikan akurasi dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan dan yang lebih diperhatikan adalah kelengkapan data.
Pemeriksaan kapal perikanan yang dilakukan oleh pengawas harus sesuai
dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan, agar menghasilkan
pemeriksaan.yang berkualitas. Pengawas harus mempunyai kelengkapan
informasi dan relevansi data terhadap obyek yang diperiksa, agar tidak terdapat
suatu penyimpangan dalam melakukan colecting atau identifikasi data. Pengawas
kapal perikanan harus mempunyai akurasi dan validitas data, sehingga pengawas
dalam melakukan pemeriksaan dapat menunjukkan tingkat legalitas hasil
pemeriksaan. Dengan harapan tingkat akurasinya dapat dijadikan suatu dasar
dalam pengambilan keputusan hasil pemeriksaan atau kebijakan untuk selanjutnya
dalam kegiatan pengawasan.
Pada Gambar 15 terdapat indikator yang memperlihatkan kualitas hasil
pemeriksaan oleh pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang baik, yaitu
kelengkapan data, relevansi data, akurasi data, validitas data, dan quality kontrol.
Kondisi tersebut disebabkan oleh kekurangseriusan pengawas dalam melakukan
pemeriksaan, pengetahuan atau kecakapan pengawas yang masih kurang, dan
kurangnya dukungan nakhoda atau pemilik kapal. Bahkan setiap hasil
pemeriksaan kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang
terlebih dahulu oleh koordinator pengawas sebagai quality control sebelum
dijadikan suatu keputusan hasil pemeriksaan, sehingga hasil pemeriksaan belum
menunjukkan kualitas yang sangat baik. Pengawas tidak memperhatikan akurasi
dan validasi data dalam pemeriksaan kapal perikanan. Bahkan setiap pemeriksaan
kapal perikanan dari pengawas tidak dilakukan pemeriksaan ulang.
Perlu adanya dukungan dari nakhoda dan pemilik kapal dengan mengisi
LBP yang akurat, sehingga didapat data yang akurat juga. Peningkatan kecakapan
pengawas kapal perikanan di PPSNZJ juga perlu ditingkatkan dengan
mengadakan pelatihan dan pendidikan.
89
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, 2000 bahwa permasalahan
pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi: (a) data dan informasi tentang
potensi dan pemanfaatan sumberdaya ikan laut belum akurat, (b) penyalahgunaan
dan pelanggaran perijinan, (c) lemahnya pengawasan, (d) tersebarnya
kewenanganan di beberapa instansi terkait.
6.1.6 Kesungguhan dalam pemeriksaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor kesungguhan dalam pemeriksaan bernilai 2,88, yang artinya tingkat kinerja pengawas masih kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh gaji atau penghasilan yang mereka peroleh masih rendah. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan dukungan dari atasan atau pimpinan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa pengawas kapal perikanan di PPSNZJ
kurang sungguh-sungguh dalam pemeriksaan. Kemauan pengawas untuk bekerja
keras, kemauan untuk bekerjasama, dan kemauan memiliki tanggung jawab yang
masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh pengawas beranggapan bahwa bekerja
keras belum tentu mendapat imbalan sesuai dengan yang diharapkan, terutama
imbalan materi karena pengawas kapal perikanan di PPSNZJ berstatus PNS yang
bergaji standar. Disamping itu karier pengawas belum mendapatkan perhatian dan
dukungan dari atasan atau pimpinan, sehingga dalam melakukan pemeriksaan
hanya bersifat pendataan dan kelengkapan data tanpa memperhatikan SOP
pengawasan.
Perlu adanya perhatian yang serius untuk meningkatkan penghasilan
pengawas kapal perikanan di PPSNZJ supaya kinerja mereka dapat maningkat.
Disamping itu, perlu pembentukan mental yang kuat mengenai tanggung jawab
pekerjaan sebagai pengawas perikanan.
6.1.7 Ketersediaan anggaran biaya
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor ketersediaan anggaran biaya nilainya 2,75 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini disebabkan oleh, penggunaan dan realisasi anggaran biaya, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak dan kurang memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ.
90
Biaya pengawasan merupakan masalah penting yang harus diperhatikan agar
pengawasan tetap dapat dilaksanakan, pengawasan sebagaimana diamanatkan
Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yaitu untuk mengawasi
tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang perikanan. Akibat
ketidakoptimalan pengawasan perikanan, negara mengalami kerugian yang
mencapai US$ 2– 4 milliar per tahun akibat praktek illegal fishing. Perlu adanya
tindakan guna menekan praktek illegal fishing. Harapan ini dapat dicapai apabila
pengawas mampu bekerja secara optimal yang didukung dengan ketersediaan
anggaran biaya pengawasan yang sesuai, sehingga dapat digunakan untuk
membiayai pelaksanaan pengawasan perikanan secara berkesinambungan.
Alokasi anggaran biaya pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005
meliputi penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana
pengawasan, operasional pengawasan sumberdaya ikan, pengembangan sistem
pengawasan berbasis masyarakat, dan pentaatan dan penegakan hukum.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Alokasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005
No Kegiatan Jumlah (Rp)
1 Penyiapan operasional, pemeliharaan, sistem dan sarana prasarana pengawasan
532.100.000,-
2 Operasional Pengawasan Sumberdaya Ikan 63.800.000,-
3 Pengembangan Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat
62.100.000,-
4 Pentaatan dan Penegakan Hukum 82.000.000,-Jumlah 740.000.000,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006
Realisasi anggaran biaya tersebut di atas pada tanggal 31 Desember 2005 sebesar Rp. 651.782.765,- (88,08 %), yang berarti sisa anggaran sebesar Rp 88.217.205 atau 11.92 %. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga dan waktu membuat realisasi anggaran tersebut. Sisa anggaran terjadi pada berbagai kegiatan seperti disajikan pada Tabel 15.
91
Tabel 15 Realisasi anggaran pengawasan di PPSNZJ tahun anggaran 2005
No Kegiatan Realisasi (Rp) Sisa (Rp) 1 Penyiapan operasional, pemeliharaan,
sistem dan sarana prasarana pengawasan 513.829.115,- 18.270.885,-
2 Operasional pengawasan sumberdaya ikan 37.351.150,- 26.448.850,-3 Pengembangan sistem pengawassan
berbasis masyarakat 42.027.000,- 20.073.000,-
4 Pentaatan dan penegakan hukum 58.575.500,- 23.424.500,-Jumlah 651.782.765,- 88.217.235,-
Sumber : UPT PPSNZJ, 2006 Anggaran biaya pengawasan dilihat dari faktor jumlah anggaran sudah
baik atau mendukung aktivitas pemeriksaan, akan tetapi dilihat dari realisasi dan kesiapan anggaran kurang mendukung aktivitas pemeriksaan (Gambar 17). Realisasi dan kesiapan anggaran masih menjadi kendala dalam mendukung kegiatan pengawasan. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan analisa data sekunder, masih terdapat sisa anggaran tiap tahunnya, sehingga keduanya tidak dan kurang memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas. Kesiapan anggaran sering terlambat turunnya, sehingga tidak memberikan dukungan yang maksimal terhadap kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penetapan anggaran dan untuk pengawasan yang baru dan sesuai dengan kebutuhan, supaya kinerja pengawas dapat optimal dan ketersediaan dana juga harus selalu ada. Perencanaan pengalokasian dana juga perlu diperbaiki, supaya dana yang ada dapat digunakan semua secara optimal. 6.1.8 Sarana prasarana
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor sarana dan prasarana nilainya 2,5 yang artinya masih kurang mendukung pengawasan. Hal ini disebabkan oleh, sarana prasarana yang ada kondisinya kurang dan anggaran biaya operasional masih kurang. Sarana prasarana sangat penting untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengawasan yang optimal. Pada umumnya sarana prasarana yang diperlukan pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan diantaranya alat barcode, sinar ultraviolet, kaca pembesar, alat pengukur jaring, meteran, camera, form LBP dan LLO, kendaraan motor roda dua, speed boad, pos pengawasan, darmaga spead boad, dan sebagainya. Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ dapat dilihat pada Tabel 16.
92
Tabel 16 Fasilitas sarana prasarana pengawasan di PPSNZJ tahun 2005
No Sarana Prasarana Jumlah (buah) Keterangan
1 Barcode 2 Baik
2 Sinar ultraviolet 2 Baik
3 Kaca pembesar 2 Baik
4 Alat pengukur jaring 1 Baik
5 Meteran 50 m 1 Baik
6 Form LBP dan SLO 1500 Baik
7 Kendaraan roda dua 1 Baik
8 Kendaraan roda empat 1 Baik
9 Spead boad 1 Baik
10 Pos pengawasan 1 Baik
11 Darmaga spead boad 1 Baik
12 Mess ABK 1 Baik
13 Ruang tahanan 1 Baik
14 Kantor pengawasan 1 Baik
Sumber : Data Primer, 2006
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan
informasi bahwa jumlah sarana dan prasarana yang ada kurang mampu dalam
menunjang kinerja pengawas. Hal ini terkait dengan jumlah dan kecanggihan alat
yang digunakan, meskipun sarana yang ada sudah cukup lengkap. Hal ini
disebabkan operasional sarana prasarana tidak menunjang kinerja pengawas
karena jarang difungsikan. Penggunaannya hanya sesekali saja. Begitu juga
dengan cara dan biaya pemeliharaan sarana prasarana tidak menunjang kinerja
pengawas. Hal ini dikarenakan biaya pemeliharaan sarana prasarana yang kecil
dan pemeliharaan sarana prasarana tidak dilakukan sebagaimana mestinya,
sehingga terdapat sarana prasarana yang kurang baik kondisinya.
Perlu pendataan ulang mengenai sarana prasarana yang rusak dan belum
lengkap, yang nantinya akan diperbaiki dan dilengkapi. Penyusunan dan
perencanaan anggaran operasional juga sangat penting dilakukan, guna
mendukung kelancaran aktivitas pemeriksaan.
93
6.1.9 Hukum dan kelembagaan
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor hukum dan kelembagaan
nilainya 3,00 yang artinya kurang mendukung aktivitas pengawasan. Begitu juga
dilihat dari faktor jumlah pengawas nilainya 2,5 yang artinya masih kurang
mendukung aktivitas pengawasan. Keberadaan hukum yang ada sebenarnya sudah
mampu memberikan landasan petugas dalam melakukan pengawasan, tetapi
dengan adanya sumberdaya manusia (petugasnya) yang terbatas dan
pengetahuannya yang masih relatif kurang menyebabkan kinerja pengawas masih
kurang baik.
Dukungan hukum dan kelembagaan mutlak diperlukan dalam
mengefektifkan pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan perikanan.
Diperlukan suatu dukungan hukum bersifat mengikat dan wajib diindahkan yang
menjadi dasar pelaksanaan pengawasan di lapangan, sehingga secara hukum dapat
dibenarkan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kelembagaan pengawas merupakan hal yang penting untuk kelancaran
pelaksanaan pengawasanan sumberdaya kelautan dan perikanan. Untuk mencapai
tujuan pengawasan sangat ditentukan oleh dukungan kelembagaan yang ada.
Selama ini kelembagaan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan masih
melekat dalam struktur organisasi pelabuhan perikanan atau di Dinas Kelautan
dan Perikanan setempat dan UPT.
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait memberikan
penilaian bahwa dasar hukum pengawas dan kewenangannya sangat mendukung
kinerja pengawas di PPSNZJ. Sedangkan SOP pengawasan, struktur organisasi
pengawas, pembinaan pengawas, dan jenjang karir pengawas masih kurang
memadai dalam meningkatkan kinerja pengawas. Pembinaan pengawas yang
jarang dilakukan, mengakibatkan kemampuan dan semangat dari pengawas yang
rendah. Begitu juga dengan jenjang karir pengawas yang kurang memberikan
harapan kehidupan di masa depan, mengakibatkan kinerja pengawas menjadi
rendah. Perlu adanya penetapan mengenai pembinaan dan jenjang karir pengawas
kapal perikanan di PPSNZJ yang menjanjikan guna menjaga motivasi mereka
untuk bekerja lebih baik.
94
6.1.10 Jumlah pengawas
Jumlah pengawas kapal perikanan di PPSNZJ kurang mendukung
peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. Kondisi ini dapat
dilihat dari jumlah kapal dengan jumlah pengawas tidak sebanding dengan jumlah
kapal yang merapat, sehingga menurunkan motivasi karena beban kerja yang tidak
sebanding dengan imbalan yang diterima baik berupa materi maupun prestasi.
Dilihat dari jumlah kapal yang berpangkalan di PPSNZJ tidak sebanding dengan
jumlah pengawas, yang seharusnya satu orang dibanding tujuh kapal (Ditjen
PSDKP, 2005) dan kenyataannya di PPSNZJ adalah satu orang dibanding sepuluh
kapal. Disamping itu penilaian prestasi kerja bagi pengawas sampai sekarang
belum dirasakan oleh pengawas dan belum mendapat jaminan sosial yang layak.
Mengingat jumlah kapal masuk dan keluar pelabuhan yang diperiksa oleh
pengawas tidak sebanding, maka pengawas dalam melakukan tugasnya tidak
sepenuhnya mengutamakan unsur-unsur prosedur dan mekanisme pengawasan.
Jumlah pengawas yang kurang mengakibatkan ada waktu tertentu yang
dalam pelaksanaan pengawasan kurang optimal. Sebagai contoh, jika kapal datang
sore hari dan pengawas kapal ingin pulang (terkait jam kerja) maka pengawasan
hanya dilakukan sekedarnya saja. Kondisi inilah yang menyebabkan
ketidakoptimalan kinerja pengawas di PPSNZJ. Perlu penambahan pengawas
kapal perikanan di PPSNZJ guna meminimalkan pelanggaran akibat
ketidakseriusan pengawas kapal perikanan dalam melakukan pemeriksaan.
6.1.11 Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Tingkat kinerja pengawas dilihat dari faktor dukungan stakeholder dan
instansi terkait nilainya 2,42 yang artinya keberadanya tidak mendukung aktivitas
pengawasan. Kondisi ini disebabkan, stakeholder dan instansi terkait belum sadar
dalam mendukung pengawasan.
Partisipasi stakeholder di PPSNZJ dapat terbangun atas prakarsa pengawas
perikanan dan didukung kepala pelabuhan serta intansi terkait di pelabuhan
(syahbandar, POLRI, imigrasi kamtib), sehingga lembaga nelayan dan pemilik
kapal perikanan menerima dan mengikutinya. Partisipasi HNSI dan pemilik kapal
serta nakhoda kapal terbangun karena adanya kewenangan pengawas dalam
memberikan SLO kapal perikanan sebagai syarat penerbitan SIB dari syahbandar.
95
Hasil pengamatan dan wawancara terhadap pihak terkait mamberikan informasi bahwa sebagian stakeholder yang ada tidak mampu mendukung kinerja pengawas. Sebagai contoh, banyak dari nakhoda yang tidak mengisi LBP sehingga keberadaan nakhoda tidak mendukung kinerja pengawas.Hal ini disebabkan kesadaran nakhoda atau pemilik kapal yang masih rendah. Kepala pelabuhan juga jarang sekali memberikan motivasi dan perhatian kepada pengawas. Keberadaan HNSI juga kurang membantu dalam pengawasan kapal perikanan. Tetapi ada juga stakeholder yang mampu mendukung kinerja pengawas, seperti halnya keikutsertaan POLRI dalam membantu pengawas dalam memeriksa kapal perikanan.
Dukungan stakeholer di pelabuhan sangat menentukan efektifitas pelaksanaan pengawasan kapal perikanan di pelabuhan, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi masyarakat secara lebih luas. Selanjutnya agar partisipasi dukungan stakeholder dapat terwujud secara proporsional perlu diciptakan sistem partisipasi dukungan melalui langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain : 1) Membangun persepsi masyarakat terutama stakeholder terkait tentang
kebijakan pengawasan kapal perikanan, melalui langkah sosialisasi secara terus menerus dengan berbagai bentuk dan kesempatan dengan tujuan menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaatnya bagi masyarakat saat ini dan masa yang akan datang dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan.
2) Membangun kemauan para stakeholder terutama yang berkaitan langsung, dalam pelaksanaan kebijakan pengawasan kapal perikanan dengan cara menumbuhkan motivasi sesuai kebutuhannya.
3) Membangun kemampuan para stakeholder agar dapat mengekspresikan kemauannya, dalam bentuk partisipasi aktif, dilakukan dengan cara penjelasan tentang teknis pengawasan kapal perikanan, yaitu pemeriksaan dokumen dan fisik kapal dan tentang bentuk partisipasi dan cara berpartisipasi. Membangun kondisi lingkungan yang kondusif agar para stakeholder
terdorong untuk partisipasi aktif dalam pengawasan kapal perikanan, kondisi lingkungan yang dimaksud antara lain kondisi kelembagaan, perangkat hukum, dukungan sumberdaya (pengawas perikanan, biaya tersedia memadai, sarana memadai dan waktu).
96
Secara umum, kinerja pengawas di PPSNZJ dilihat dari 10 faktor yang ada masih kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kekurangan kinerja pengawas di PPSNZJ baik dari faktor internal dan eksternal. Untuk itu, perlu dirumuskan alternatif jalan keluar supaya pengawasan oleh petugas di PPSNZJ berjalan optimal.
6.2 Hubungan antara Faktor-Faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja
Pengawas Perikanan
Dari Lampiran 2 terlihat bahwa nilai korelasi untuk ketersediaan anggaran biaya, sarana dan prasarana, hukum dan kelembagaan, serta jumlah pengawas tidak ada nilainya. Hal ini tidak berarti faktor tersebut tidak mempengaruhi tingkat kinerja pengawas, melainkan faktor tersebut memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja pengawas. Tidak adanya nilai disebabkan oleh, faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan peraturan-peraturan, sehingga penilaiannya tidak mengalami perubahan pada setiap ulangannya.
Nilai korelasi yang tertinggi adalah 100 % atau 1,00, yaitu korelasi antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal. Dimana, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal oleh pengawas akan menentukan baik tidaknya kualitas hasil pemeriksaan. Dari pembahasan sebelumnya, bahwa kemampuan pengawas dalam memeriksa dokumen perizinan dan fisik kapal kurang baik, sehingga kualitas hasil pemeriksaannya pun kurang baik juga.
Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dan faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,962. Hal ini dikarenakan, oleh kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kemampuan pengawas dalam memeriksa dokumen perizinan dan dokumen kapal.
Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dengan kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,962. Hal ini berarti, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan.
97
Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal
perikanan dengan kualitas hasil pemeriksaan adalah kuat dalam mempengaruhi
kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang
nilainya 0,962. Hal ini berarti, kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan akan
mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.
Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen
perizinan dan fisik kapal dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah
kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai
koefisien korelasinya yang nilainya 0,932. Hal ini berarti, dukungan stakeholder
dan instansi terkait kecakapan pengawas akan mempengaruhi tingat penguasaan
pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Dengan adanya bantuan dari pihak lain
(POLRI) dan perhatian dari pimpinan, maka kecakapan dalam memeriksa kapal
perikanan dapat dijalankan dengan baik.
Tingkat hubungan antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan dukungan
stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari
pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya
0,932. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi terkait, maka akan
mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan
pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan dukungan stakeholder dan
instansi terkait adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini
ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya 0,896. Dukungan stakeholder dan
instansi terkait akan mempengaruhi kecakapan pengawas dalam penguasaan
pengetahuan dan hukum bidang perikanan. Semakin besar dukungan stakeholder
dan instansi terkait, maka akan semakin mendukung dalam meningkatkan
kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang
perikanan.
Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal
perikanan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat dalam
mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien
korelasinya yang nilainya 0,896. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi
terkait, maka akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan.
98
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya 0,889. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. Semakin cakap pengawas tersebut, maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan akan semakin cepat juga.
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kualitas hasil pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,889. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan. Semakin cakap pengawas tersebut, maka waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan akan semakin cepat juga.
Tingkat hubungan antara faktor kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,857. Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan akan mempengaruhi kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan.
Tingkat hubungan antara faktor kesungguhan dalam pemeriksaan dengan dengan dukungan stakeholder dan instansi terkait adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,850. Jika ada dukungan dari stakeholder dan instansi terkait maka pengawas akan semakin bersungguh-sungguh daalam melakukan pemeriksaan.
Tingkat hubungan antara faktor kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,842. Kemampuan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan akan mempengaruhi kecepatan kesungguhan pengawas dalam pemeriksaan kapal.
Tingkat hubungan antara faktor kualitas hasil pemeriksaan dengan kesungguhan dalam pemeriksaan adalah kuat atau erat dalam mempengaruhi kinerja dari pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya 0,842. Jika pengawas dalam melakukan pemeriksaan kapal perikanan bersungguh-sungguh, maka kualitas hasil pemeriksaannya akan semakin baik.
99
Peningkatan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ
Pemerintah
(0,487)
Pengelola PPSNZJ (0,304)
Nakhoda atau Pemilik kapal
(0,116)
Syahbandar
(0,092)
Motivasi kerja
(0,292)
Penguasaan materi (0,452)
Jumlah pengawas
(0,256)
Kecakapan pengawas
(0,674)
Dukungan stakeholder
(0,340)
Kesungguhan pengawas
(0,336)
Pihak yang berkepentingan:
Pengawas:
Program tindakan:
Fokus:
Tingkat hubungan antara faktor kecakapan pengawas dalam penguasaan
pengetahuan dan hukum bidang perikanan dengan kesungguhan pengawas dalam
memeriksa kapal perikanan agak kuat dalam mempengaruhi kinerja dari
pengawas. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya yang nilainya
0,717. Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang
perikanan akan mempengaruhi kesungguhan pengawas dalam memeriksa kapal
perikanan.
6.3 Proses Peningkatan Kinerja Pengawas Kapal Perikanan di PPSNZJ
Tujuan atau fokus dari permasalahan yang terkait dengan rendahnya tingkat
kinerja pengawas adalah bagaimana cara meningkatkan kinerja pengawas kapal
perikanan di PPSNZJ. Hasil hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal
perikanan di PPSNZJ dapat dilihat pada Gambar 18 berikut.
Gambar 18 Hierarki cara meningkatkan kinerja pengawasan kapal perikanan di PPSNZJ
100
Gambar 18 diatas memberikan informasi bahwa pemerintah merupakan pihak yang sangat mempengaruhi peningkatan kinerja pengawas di PPSNZJ, dengan nilai vektor prioritas 0,487. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan-peraturan yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Sebagai contoh, pemerintah bisa membuat peraturan mengenai sanksi yang berat terhadap pengawas yang melalaikan tugasnya, sehingga pengawas dalam melaksanakan tuganya bersungguh-sungguh. Perlu juga pemerintah melakukan penekanan dan kontrol yang berkelanjutan terhadap peraturan yang sudah dibuatnya. Dari Tabel 12 dan Gambar 18 terlihat bahwa vektor prioritas tertinggi terdapat pada hubungan antara pemerintah dengan kemampuan materi dengan nilai 0,315. Dalam hal ini , pemerintah bisa membuat kebijakan atau aturan-aturan mengenai tingkat kinerja pengawas, salah satunya adalah bagaimana caranya meningkatkan pemahaman pengawas tentang materi yang terkait pengawasan kapal perikanan. Kemungkinan bisa dilakukan pelatihan dan pembinaan terhadap pengawas pada selang waktu tertentu. Kondisi ini diharapkan akan mampu meningkatkan kinerja pengawas di PPSNZJ. Akan tetapi, tidak hanya kedua faktor tersebut saja yang mampu meningkatkan kinerja pengawas. Pihak pelabuhan juga bisa memberikan motivasi kepada pengawas dengan jalan memberikan gaji tambahan (bonus) dan lainnya. Penyesuaian jumlah pengawas dengan jumlah nakhoda atau setiap kapal yang datang juga perlu dilakukan, guna meningkatkan kinerja dari pengawas. Ketidaksesuaian perbandingan jumlah yang ada mampu menurunkan kinerja pengawas. Teguran dan koreksian terhadap pengawas oleh syahbandar juga harus dilakukan. Peningkatan kinerja pengawas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kecakapan pengawas, meningkatkan dukungan stakeholder, dan meningkatkan kesungguhan pengawas. Akan tetapi, alternatif tersebut harus diberikan prioritas mana yang paling penting. Gambar 18 memberikan informasi bahwa peningkatan kecakapan pengawas merupakan strategi yang diprioritaskan guna meningkatkan kinerja dari pengawas. Peningkatan kecakapan ini harus dilakukan pemerintah dengan baik, melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan yang sesuai. Diharapkan, jika kecakapan pengawas itu tinggi maka kinerja pengawas pun ikut tinggi. Kondisi ini juga harus didukung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang ketat dan kontrol mengenai pengoptimalan pengawasan kapal perikanan. Pihak pelabuhan hendaknya selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada pengawas kapal perikanan yang bertugas.
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kinerja pengawas kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman Jakarta masih rendah akibat beberapa kendala, diantaranya dukungan stakeholder dan instansi terkait, jumlah pengawas, sarana dan prasarana, kualitas hasil pemeriksaan, kecepatan waktu pemeriksaan, ketersediaan anggaran. Aspek hukum dan kelembagaan, kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan, kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan fisik kapal memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ
Tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah dengan cara peningkatan pelatihan dan pendidikan bagi pengawas perikanan.
7.2 Saran
Pengawas perikanan menghadapi beberapa kendala dalam melaksanakan operasional pengawasan di lapangan. Hal ini sangat diperlukan suatu pengembangan pengawas perikanan dan mengupayakan kepuasan dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu perlu meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi pengawas perikanan, agar kemampuan dalam melaksanakan tugas dengan baik.
Untuk melihat hasil kinerja pengawas perikanan perlu dibuat ukuran kinerja pengawas yang dapat dijadikan tolok ukur dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan kapal perikanan yang melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
DAFTAR PUSTAKA Arep, Ishak, dan H. Tanjung, 2002 Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas
Trisakti. Jakarta. 89 hal. Dahuri. R, Rais, Yacub, Ginting. Sapta Putra, Sitepu.M.J, 1996, Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, PPLH IPB, Ditjen Bangda Depdagri, ADB, Bogor. 112 hal
Dahuri, R.2003, Paradigma pembangunan Indonesia berwawasan kelautan, Orasi
ilmiah Guru Besar Program Pesisir dan Lautan, IPB, Dunn. W.N, 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, gajahmada University
Press, Yogyakarta. 96 hal. DKP. Laporan Tahunan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, 2005.
Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Darmawan dan Whita, R. 1997. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan
Armada Perikanan Tangkap Nasional. Bulletin PSP. Vol. VI. (3). Hal. 41 – 53.
Fyson.J.1985. Design of Smail Fishing Vessels. Fishing News Book Ltd. Farnhan,
Survey. England FAO.1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. ROMA. Furtwengler, 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia. BPFE, Yogyakarta Gaspersz, V. 1992. Analisis sistem terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik
Industri. Tarsito. Bandung. Handayaningrat, 1994, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV.
Haji Mas Agung, Jakarta Handoko, W. 2004. Kebijakan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Jurnal Hukum International. Edisi Khusus. Desember 2004. Hal. 107–128.
Haluan, J. 1985. Proses Optimasi Dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman
Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (bagian Pertama). Sistem jarak Jauh melalui Satelit Sisdiksat Intim. Bogor.
Haluan, J. Tri Wiji Nurani, Sugeng Hari Wisuda, Eko Sri Wiyono, Mustaruddin. Manajemen Operasi. Teori dan Praktek pada Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.
Hillier, F.S. and G.J. Lieberman. 1990 Introduktion To Peration Research, Fifthy
Edition. McGraw-Hill, Inc.Jurong, Singapore. Handoko, T. Hani, 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Edisi
Ke 3, BPFE, Yogyakarta. Hasibuan, Malayu S.P, 1994. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan
Produktifitas. Bumi Aksara. Bandung. Hasibuan, Malayu S.P, 2006. Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi Revisi, PT.
Bumi Aksara. Bandung Kesteven, G.L. 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to
Fisheries Science. FAO Fisheries Teghnical Paper No:118 Foof and Agricultural Organization of the United Nations. Rome, 43 p.
Manggabarani. H. 2005. Respon Stakehlder Terhadap Faktor Internal dan
Eksternal Dalam Pembangunan Perikanan di Kota Makssar. Bulletin PSP, Vol. XIV. No.2. Oktober 2005. ISSN 0251 – 286X, Terakreditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 15 – 23.
Nomura, M dan T. Yamazaki, 1975. Fishing Techniques. Japan Internacional
Coorporation Agency, Tokyo. Japan. Nomura, M dan T. Yamazaki, 1977. Fishing Tehniques I. Japan Internacional
Agency. Tokyo 206 p. Nikijuluw,V.2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pustaka
Cidesindo. Jakarta. Nikijuluw, V. 2005. Politik Ekonomi Perikanan. Feraco. Jakarta Pasaribu.B.P.1985. Keadaan Umum Kapal Ikan di Indonesia. Prosiding
Pengembangan Kapal Ikan di Indonesia. Dalam Rangka Implementasi Wawasan Nusantara IPB. Bogor.
Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ), 2005. Laporan Pengawasan Kapal
Perikanan. Jakarta. Subagyo P, Marwan Asri, T. Hani Handoko. Dasar-dasar Operastions Research.
Edisi Kedua. BPFE Yogyakarta.
Subani, W dan HR Barus 1988/1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Idonesia ( Fishing Gear for marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor 50 Th. 1988/1989. Edisi Khusus BPPL-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Deptan. Jakarta. 248 hal.
Suharyanto, I. Jaya, M.F.A Sondita, J. haluan dan D.R. Monintja, 2005. Evaluasi
Kapasitas Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Manajemen Perikanan Parsipatif. Bulletin PSP, Vol. XIV. No. 2. April 2005. ISSN 0251 – 286X, Terkareditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 24 – 35.
Soedjadi F.X,1989, O dan M Penunjang Berhasilnya Proses Manajemen. Gunung
Agung. Yakarta. Soedjadi F.X, 1992. Analisis Manajemen Modern, CV. Haji mas Agung, Jakarta Singarimbun. M, Effendi. Sofyan, 1989, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 02/MEN/2002
tentang Pedoman Pelaksana Pengawasan Penangkapan Ikan. Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP. 03/MEN/2002
tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP 59/MEN/SJ/2002
Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan
Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor
: KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan
Unus F,. Darmawan dan Yopi N. 2005. Analisa Kebijakan Internasional
Mengenai Keselamatan Nelayan Kapal Ikan. Bulletin PSP, Vol. XIV. No. 1. April 2005. ISSN 0251 – 286X, Terakreditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal. 46 – 63.
UNCLOS.1982. United Nations Convention On The Law Of The Sea. UU No. 26 Tahun 1992. Tentang Pelayaran. UU No. 6 Tahun 1996. Tentang Perairan Indonesia. UU No. 31 Tahun 2004. Tentang Perikanan. UU No. 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah
Lampiran 1. Faktor Internal Berdasarkan Kemampuan Pemeriksaan Dokumen Perizinan dan Fisik Kapal
a. Kemampuan Pemeriksaan Dokumen Perizinan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 1 Keaslian Dokumen 3 3 4 4 3 3 4 32 Identitas Kapal 4 5 4 4 5 4 4 43 Alat penangkap Ikan 4 3 3 3 3 4 3 4
4 Daerah Penangkapan Ikan 2 3 3 3 3 2 3 2
5 Pelabuhan Pangkalan 5 4 4 4 4 5 4 56 Spesifikasi Kapal 2 3 2 2 3 2 2 27 Masa Berlaku Izin 3 3 3 3 3 3 3 3
b. Kemampuan Pemeriksaan Fisik Kapal 1 Ukuran Kapal 3 3 3 3 3 3 3 3
2 Spesifikasi Mesin Kapal 2 3 2 2 3 2 2 2
3 Identitas Kapal 4 4 4 4 4 4 4 4
4
Design dan Kelengkapan Navigasi 3 3 3 3 3 3 3 3
5 Alat Penangkap Ikan 3 3 3 3 3 3 3 3
6 Peralatan Pendukung Penangkapan Ikan 4 4 3 3 4 4 3 4
7 Alat Bantu Penangkapan Ikan 4 4 5 5 4 4 5 4
8 Komposisi Penangkapan 4 4 4 4 4 4 4 4
9 Penerapan LBP dan SLO 5 4 4 4 4 5 4 5
10 Penerapan VMS 4 4 4 4 4 4 4 4Rata-rata 1,a dan 1,b 3,47 3,53 3,41 3,41 3,53 3,47 3,41 3,47
Lampiran 2. Faktor Internal Berdasarkan Kecakapan Penguasaan Pengetahuan dan hukum bidang Perikanan
a. Kecakapan Penguasaan Pengetahuan bidang Perikanan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Jenis Alat Penangkap Ikan 4 4 3 3 4 4 3 4
2 Jenis Ikan dan Penyebarannya 2 2 1 1 2 2 1 2
3 Wilayah pengelolaan Perikanan 4 4 2 2 4 4 2 4
4 Jenis Fisik Kapal Perikanan
2 3 2 2 3 2 2 25 Perizinan Perikanan 4 4 5 5 4 4 5 46 Perizinan Perkapalan 4 3 4 4 3 4 4 4
b. Kecakapan Penguasaan Hukum Tentang Perikanan
1 Peraturan perizinan perikanan 5 5 5 5 5 5 4 5
2 Peraturan perkapalan 1 2 2 2 2 1 2 23 Peraturan tenaga kerja 2 3 2 2 3 2 2 2
4 Peraturan pemanfaatan SDI
3 3 2 2 3 3 2 35 Peraturan perairan 3 3 3 3 3 3 3 3
6 Peraturan pengawasan dan penegakan hukum 4 4 4 4 4 4 4 4
Rata-rata 2a dan 2b 3,17 3,33 2,92 2,92 3,33 3,17 2,83 3,25
Lampiran 3. Faktor Internal Berdasarkan Kecepatan Pemeriksaan Kapal Perikanan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Pemeriksaan dokumen
perizinan kapal perikanan 3 4 4 3 4 3 3 3
2 Pemeriksaan fisik kapal perikanan
1 2 1 2 2 1 2 1
3 Pemeriksaan alat penangkapan ikan
2 2 1 1 2 1 1 1
4 Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan
2 2 2 2 2 2 2 3
5 Pemeriksaan peralatan lainnya
2 1 2 2 2 2 2 3
6 Pemeriksaan jumlah dan komposisi Awak Buah kapal (ABK) Asing
4 5 5 4 4 5 5 4
7 Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan
1 2 1 2 1 2 2 1
8 Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor
2 3 2 3 3 3 3 2
9 Pemeriksaan jalur penangkapan ikan
3 3 2 2 3 3 3 2
10 Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan
3 3 2 2 3 3 2 2
11 pemeriksaan penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan Surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan
5 4 4 3 5 5 4 5
12 pemeriksaan penerapan Vessel Monitoring System (VMS)
4 4 4 3 4 4 3 4
Rata-rata 2,67 2,92 2,5 2,42 2,92 2,83 2,67 2,58
Lampiran 4. Faktor Internal Berdasarkan Kualitas Hasil dan Kesungguhan Pemeriksaan
a. Kualitas Hasil Kualitas Pemeriksaan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kelengkapan Data 3 3 3 3 3 3 3 4
2 Relevansi Data 2 2 2 3 3 2 2 3
3 Akurasi Data 4 3 3 3 2 4 3 4
4 Validitas Data 3 3 2 2 2 2 3 2
5 Quality Control 1 2 2 1 2 2 1 1
Rata-rata 2,6 2,6 2,4 2,4 2,4 2,6 2,4 2,8
b. Kesungguhan Pemeriksaan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 1 Kemauan untuk bekerja
Keras 3 3 3 3 2 3 3 3
2 Kemauan Bekerjasama Dengan Sesama Karyawan
2 2 3 2 3 4 3 3
3 Kemauan memiliki Tanggung Jawab
3 2 3 3 3 3 3 2
Rata-rata 2,67 2,33 3,00 2,67 2,67 3,33 3,00 2,67
Lampiran 5. Faktor Ekternal Kinerja Pengawas Perikanan di PPSJ 1. Ketersediaan Anggaran Biaya
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Jumlah anggaran 4 4 4 4 4 4 4 42 Penggunaan anggaran 2 2 2 2 2 2 2 23 Realisasi anggaran 3 3 3 3 3 3 3 34 Kesiapan anggaran 2 2 2 2 2 2 2 2
Rata-rata 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75 2. Sarana dan Prasarana
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Jumlah sarana prasarana 3 3 3 3 3 3 3 32 Kondisi sarana prasarana 4 4 4 4 4 4 4 43 Kecanggihan Peralatan 2 2 2 2 2 2 2 24 Biaya pemeliharaan 1 1 1 1 1 1 1 1
Rata-rata 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 3. Hukum dan Kelembagaan
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Dasar hukum wewenang 5 5 5 5 5 5 5 52 Perintah penugasan 4 4 4 4 4 4 4 43 Prosedur pengawasan 3 3 3 3 3 3 3 34 Pelimpahan wewenang 2 2 2 2 2 2 2 25 Independen 1 1 1 1 1 1 1 16 Struktur organisasi 3 3 3 3 3 3 3 3
Rata-rata 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 4. Jumlah Pengawas
No Indikator Nilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Jam kerja 3 3 3 3 3 3 3 32 Motivasi kerja 2 2 2 2 2 2 2 2
Rata-rata 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 5. Dukungan Stakeholder dan Instansi Terkait
No IndikatorNilai
1 2 3 4 5 6 7 81 Membangun persepsi 1 1 1 1 1 1 1 12 Kemauan stakholder 5 5 5 5 5 5 5 53 Kemampuan stakholder 3 4 3 3 3 3 3 44 Partisipasi stakholder 2 2 2 2 2 2 2 35 Pelimpahan Rekomendasi bongkar ikan 2 2 1 1 1 1 2 16 Dukungan POLRI dalam Pengawasan 2 2 2 2 2 2 1 27 Dukungan HUBLA dalam SIB 3 3 2 2 3 3 2 28 Dukungan HNSI dalam pengawasan 2 2 2 2 3 3 2 2 Rata-rata 2,5 2,63 2,25 2,25 2,5 2,5 2,25 2,5
Lampiran 6. Tingkat Kinerja Pengawas di PPSJ
Ulangan Faktor Internal Faktor eksternal X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
1 3,47 3,17 2,67 2,60 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,502 3,53 3,33 2,92 2,80 3,33 2,75 2,50 3,00 2,50 2,633 3,41 2,92 2,50 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,254 3,41 2,92 2,42 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,255 3,53 3,33 2,92 2,80 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,506 3,47 3,17 2,83 2,60 3,00 2,75 2,50 3,00 2,50 2,507 3,41 2,83 2,50 2,40 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,258 3,47 3,25 2,67 2,60 2,67 2,75 2,50 3,00 2,50 2,50
Rata-rata 3,46 3,11 2,68 2,58 2,88 2,75 2,50 3,00 2,50 2,42 Keterangan:
X1 = Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal
X2 = Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikanan
X3 = Kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikanan
X4 = Kualitas hasil pemeriksaan
X5 = Kesungguhan dalam pemeriksaan
X6 = Ketersediaan anggaran biaya
X7 = Sarana dan prasarana
X8 = Hukum dan kelembagaan
X9 = Jumlah pengawas
X10 = Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Bobot nilai : 1 = Sangat tidak baik
2 = Tidak baik
3 = Kurang baik
4 = Baik
5 = Sangat baik
Lampiran 7. Hasil uji korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengawas perikanan dengan metode Rank Spearman
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
X1Correlation Coefficient 1,000 ,962 ,962 1,000 ,842 , , , , ,932
Sig. (2-tailed) , ,000 ,000 , ,009 , , , , ,001N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X2Correlation Coefficient ,962 1,000 ,889 ,962 ,717 , , , , ,896
Sig. (2-tailed) ,000 , ,003 ,000 ,045 , , , , ,003N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X3Correlation Coefficient ,962 ,889 1,000 ,962 ,857 , , , , ,896
Sig. (2-tailed) ,000 ,003 , ,000 ,007 , , , , ,003N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X4Correlation Coefficient 1,000 ,962 ,962 1,000 ,842 , , , , ,932
Sig. (2-tailed) , ,000 ,000 , ,009 , , , , ,001N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X5Correlation Coefficient ,842 ,717 ,857 ,842 1,000 , , , , ,850
Sig. (2-tailed) ,009 ,045 ,007 ,009 , , , , , ,008N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X6Correlation Coefficient , , , , , , , , , ,
Sig. (2-tailed) , , , , , , , , , ,N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X7Correlation Coefficient , , , , , , , , , ,
Sig. (2-tailed) , , , , , , , , , ,N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X8Correlation Coefficient , , , , , , , , , ,
Sig. (2-tailed) , , , , , , , , , ,N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X9Correlation Coefficient , , , , , , , , , ,
Sig. (2-tailed) , , , , , , , , , ,N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
X10Correlation Coefficient ,932 ,896 ,896 ,932 ,850 , , , , 1,000
Sig. (2-tailed) ,001 ,003 ,003 ,001 ,008 , , , , ,N 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the .05 level (2-tailed). Keterangan: X1 = Kemampuan pemeriksaan dokumen perizinan dan dokumen kapal X2 = Kecakapan pengawas dalam penguasaan pengetahuan dan hukum bidang perikananX3 = Kecepatan waktu pemeriksaan kapal perikananX4 = Kualitas hasil pemeriksaan X7 = Sarana dan prasarana X5 = Kesungguhan dalam pemeriksaan X8 = Hukum dan kelembagaan X6 = Ketersediaan anggaran biaya X9 = Jumlah Pengawas X7 = Sarana dan prasarana X10 = Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Lampiran 8 Hasil Penghitungan PHA untuk meningkatkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSJ
1. Matriks yang Membandingan Kriteria Pihak yang Berkepentingan
P Pl N S P Pl N SVektor
Prioritas Keterangan:P 1 2 5 4 0,512 0,558 0,476 0,4 0,486 Pemerintah (P)Pl 0,5 1 4 3 0,256 0,279 0,380 0,3 0,304 Pelabuhan (Pl)N 0,2 0,25 1 2 0,102 0,069 0,095 0,2 0,116 Nakhoda (N)S 0,25 0,3333 0,5 1 0,128 0,093 0,047 0,1 0,092 Syahbandar (S)
Jumlah 1,95 3,583 10,5 10 2. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan
Kriteria Pemerintah
P M Pm Jp M Pm JpVektor
Prioritas Keterangan:M 1 0,2 0,5 0,125 0,130435 0,111111 0,122182 Motivasi (M)Pm 5 1 3 0,625 0,652174 0,666667 0,647947 Penguasaan materi (Pm)Jp 2 0,333333 1 0,25 0,217391 0,222222 0,229871 Jumlah pengawas (Jp)
Jumlah 8 1,533333 4,5 3. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan
Kriteria Pihak Pelabuhan
Pl M Pm Jp M Pm Jp Vektor
PrioritasM 1 3 4 0,631579 0,5 0,727273 0,619617Pm 0,333333 1 0,5 0,210526 0,166667 0,090909 0,156034Jp 0,25 2 1 0,157895 0,333333 0,181818 0,224349
Jumlah 1,583333 6 5,5 4. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan
Kriteria Pihak Nakhoda atau pemilik kapal
N M Pm Jp M Pm Jp Vektor
PrioritasM 1 0,25 0,5 0,142857 0,058824 0,272727 0,158136Pm 4 1 0,333333 0,571429 0,235294 0,181818 0,329514Jp 2 3 1 0,285714 0,705882 0,545455 0,51235
Jumlah 7 4,25 1,833333 5. Matriks yang Membandingkan Kriteria Sumberdaya Manusia Berdasarkan
Kriteria Pihak Syahbandar
S M Pm Jp M Pm Jp Vektor
PrioritasM 1 0,25 3 0,1875 0,142857 0,5 0,276786Pm 4 1 2 0,75 0,571429 0,333333 0,551587Jp 0,333333 0,5 1 0,0625 0,285714 0,166667 0,171627
Jumlah 5,333333 1,75 6
Lanjutan Lampiran 8. 6. Pengelompokan Vektor Prioritas Kriteria Sumberdaya Manusia
P Pl N S 0,486788 0,304108 0,116892 0,092212
M 0,122182 0,619617 0,158136 0,276786Pm 0,647947 0,156034 0,329514 0,551587Jp 0,229871 0,224349 0,51235 0,171627
Masing-masing nilai pada kriteria sumberdaya manusia di kalikan dengan vektor prioritas berbagai pihak terkait. 7. Hasil dari Perkalian Kriteria Sumberdaya Manusia dengan Vektor Prioritas
Berbagai Pihak Terkait. P Pl N S
M 0,059477 0,188431 0,018485 0,025523Pm 0,315413 0,047451 0,038518 0,050863Jp 0,111898 0,068226 0,05989 0,015826
8. Nilai Tertinggi dari Lampiran 2.7
P-Pm Pl-M N-Jp S-Pm jumlah 0,315413 0,188431 0,05989 0,050863 0,614596
Nilai tertinggi harus dinormalisasi dengan cara membagi nilai-nilai tersebut dengan jumlahnya
9. Nilai Tertinggi yang Sudah di Normalisasi
P-Pm Pl-M N-Jp S-Pm
0,513203 0,306593 0,097446 0,082758 10. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria
Pemerintah-Penguasaan Materi
P-Pm Kp Ds Ksp Kp Ds Ksp Vektor Prioritas
Kp 1 3 2 0,1875 1,714286 0,333333 0,74504Ds 0,333333 1 0,5 0,0625 0,571429 0,083333 0,239087
Ksp 0,5 2 1 0,09375 1,142857 0,166667 0,467758Jumlah 1,833333 6 3,5
Keterangan:
Kecakapan pengawas (Kp)
Dukungan stakeholder (Ds)
Kesungguhan pengawas (Ksp)
Lanjutan Lampiran 8. 11. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria
Pihak Pelabuhan -Motivasi
Pl-M Kp Ds Ksp Kp Ds Ksp Vektor Prioritas
Kp 1 3 0,2 0,1875 1,714286 0,033333 0,64504Ds 0,333333 1 4 0,0625 0,571429 0,666667 0,433532
Ksp 2 0,25 1 0,375 0,142857 0,166667 0,228175Jumlah 3,333333 4,25 5,2
12. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria
Nakhoda atau nelayan-Jumlah Pengawas
N-Jp Kp Ds Ksp Kp Ds Ksp Vektor Prioritas
Kp 1 0,333333 2 0,1875 0,190476 0,333333 0,237103Ds 3 1 4 0,5625 0,571429 0,666667 0,600198
Ksp 0,5 0,25 1 0,09375 0,142857 0,166667 0,134425Jumlah 4,5 1,583333 7
13. Matriks yang Membandingkan Tindakan Alternatif Berdasarkan Kriteria
Syahbandar-Penguasaan Materi
S-Pm Kp Ds Ksp Kp Ds Ksp Vektor Prioritas
Kp 1 3 4 0,1875 1,714286 0,666667 0,856151Ds 0,333333 1 2 0,0625 0,571429 0,333333 0,322421
Ksp 0,25 0,5 1 0,046875 0,285714 0,166667 0,166419Jumlah 1,583333 4,5 7
14. Pengelompokan Vektor Prioritas Tindakan Alternatif
P-Pm Pl-M N-Jp S-Pm 0,513203 0,306593 0,097446 0,082758
Kp 0,74504 0,64504 0,237103 0,856151Ds 0,239087 0,433532 0,600198 0,322421
Ksp 0,467758 0,228175 0,134425 0,166419 Masing-masing nilai pada tindakan alternatif di kalikan dengan vektor prioritas berbagai pihak terkait-Sumberdaya Manusia. 15. Hasil dari Perkalian Alternatif Tindakan dengan Vektor Prioritas Berbagai
Pihak Terkait-Sumberdaya manusia P-Pm Pl-M N-Jp S-Pm Jumlah
Kp 0,382357 0,197764 0,023105 0,070854 0,674079*Ds 0,1227 0,132918 0,058487 0,026683 0,340788
Ksp 0,240055 0,069957 0,013099 0,013773 0,336883 Keterangan: *) tindakan alternatif yang disarankan