Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
YANG DIBERI PAKAN DENGAN MENCAMPURKAN TEPUNG
ECENG GONDOK TERFERMENTASI CAIRAN RUMEN SAPI
DIAN ZULITA
10594093715
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
ii
KINERJA PERTUMBUHAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
YANG DIBERI PAKAN DENGAN MENCAMPURKAN TEPUNG
ECENG GONDOK TERFERMENTASI CAIRAN RUMEN SAPI
DIAN ZULITA
10594092715
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
Pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kinerja Pertumbuhan
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan Dengan
Mencampurkan Tepung Eceng Gondok Terfermentasi Cairan Rumen Sapi adalah benar hasil karya saya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Makassar, Mei 2020
Dian Zulita
10594093715
vi
HALAMAN HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2019
Hak Cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas Muhammadiyah Makassar
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.
vii
ABSTRAK
Dian Zulita 10594093715, Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus) yang Diberi Pakan Dengan Mencampurkan Tepung Eceng
Gondok Terfermentasi Cairan Rumen Sapi Dibimbing oleh Murni dan Asni
Anwar
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Optimal kadar tepung eceng
gondok (Eichornia crassipes) yang difermentasi cairan rumen dalam pakan
terhadap Pertumbuhan, FCR, retensi protein, retensi lemak dan kadar glikogen
ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Rancangan percobaan yang digunakan
adalah rancangan deskriptif dengan 2 perlakuan tanpa ulangan. Pada masing-
masing perlakuan terdiri dari Perlakuan A (Tanpa tepung eceng gondok) dan
Perlakuan B (Tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen sapi). Ikan uji
dipelihara dalam Baskom, berisi air tawar sebanyak 20 L dengan kepadatan 5 ekor
L-1
. Ikan uji diberi pakan perlakuan selama 40 hari. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan pemberian tepung eceng gondok terfermentasi
cairan rumen pada menghasilkan nilai FCR terendah dan laju pertumbuhan harian
(SGR), pertumbuhan panjang, retensi lemak, retensi protein dan kadar glikogen
ikan lele yang lebih baik dibandingkan kontrol.
Kata kunci: Tepung eceng gondok, Cairan rumen sapi, ikan lele.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamduliilah rabbil alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan
semesta alam. Hanya kepada-Nya penulis menyerahkan diri dan menumpahkan
harapan, semoga segala aktivitas dan praduktivitas penulis mendapatkan limpahan
rahmat dari Allah SWT. Rasa syukur juga dipanjatkan oleh penulis atas berkat
Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang Allah jualah telah memberi banyak nikmat,
kesehatan, dan petunjuk serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan Judul “Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan Dengan Mencampurkan Tepung
Eceng Gondok Terfermentasi Cairan Rumen Sapi”
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua saya yang telah membesarkan, mendidik dan mendoakan
penulis tiada henti beserta suami saya yang telah memberikan semangat dan
banyak berkorban selama saya kuliah, semoga Allah senantiasa melimpahkan
kesehatan, kekuatan dan kebahagiaan dunia wal akhirat, Aamiin.
ix
2. Dr. Murni, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing I dan Asni Anwar, S.Pi., M.Si.
selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing
dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Dr. Hamsah, S.Pi., M.Si selaku penguji I dan Dr. Ir. Hj. Andi Khaeriyah,
M.Pd. selaku penguji II yang senantiasa meluangkan waktunya mengarahkan
penulis.
4. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi., M.P. selaku dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Dr, Ir. Hj. Andi Khaeriyah, M.Pd. selaku Prodi Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Ucapan terima kasih juga Penulis Sampaikan kepada teman-teman BDP
Angkatan 015 dan 016 atas bantuan dan kerjasamanya.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Makassar, Mei 2020
Dian Zulita
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ..................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... v
HALAMAN HAK CIPTA ............................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1. Latar belakang ...................................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian .................................................................................. 3
1.2. Kegunaan penelitian ............................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
2.1. Eceng Gondok ...................................................................................... 4
2.1.1. Klasifikasi eceng gondok ........................................................... 4
2.1.2. Morfologi eceng gondok ............................................................ 4
2.1.3. Habitat eceng gondok ................................................................. 6
2.2. Ikan lele ................................................................................................ 6
2.2.1. Klasifikasi Ikan lele .................................................................... 7
2.2.2. Morfologi ikan lele ..................................................................... 8
2.2.3. Habitat ikan lele ......................................................................... 10
2.2.4. Pakan dan kebiasaan makan ikan lele ........................................ 10
2.3. Cairan Rumen ....................................................................................... 11
2.4. Fermentasi ............................................................................................ 13
2.5. Kualitas Air .......................................................................................... 15
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 18
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................... 18
xi
3.2. Hewan Uji............................................................................................. 18
3.3. Persiapan Ekstrak Enzim Cairan Rumen.............................................. 18
3.4. Persiapan Pakan Uji.............................................................................. 18
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji ...................................................................... 20
3.6. Peubah Yang Diamati ........................................................................... 20
3.6.1. FCR ............................................................................................ 20
3.6.2. Laju Pertumbuhan Harian .......................................................... 21
3.6.3. Pertumbuhan Mutlak .................................................................. 21
3.6.4. Retensi protein ............................................................................ 21
3.6.5. Retensi lemak ............................................................................. 22
3.6.6. Kadar glikogen ........................................................................... 22
3.6.7. Kualitas air ................................................................................. 22
3.7. Rancangan Percobaan ........................................................................... 22
3.8. Analisis Data ........................................................................................ 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 24
4.1. Hasil...................................................................................................... 24
4.2. Pembahasan .......................................................................................... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 38
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 38
5.2. Saran ..................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 39
LAMPIRAN ..................................................................................................... 42
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 50
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Persentase Bahan Baku Pakan ..................................................................... 16
2. Hasil Uji Proksimat Pakan .......................................................................... 16
3. Kualitas Air media penelitian ...................................................................... 28
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Eceng Gondok .............................................................................................. 8
2. Ikan Lele....................................................................................................... 4
3. Food Convention Ratio (FCR) Ikan Lele ..................................................... 23
4. Laju Pertumbuhan Harian Ikan Lele ............................................................ 24
5. Pertumbuhan Mutlak Ikan Lele .................................................................... 25
6. Retensi Protein Ikan Lele ............................................................................. 26
7. Retensi Lemak Ikan Lele ............................................................................. 26
8. Kadar Glikogen Ikan Lele ............................................................................ 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Tabel Laju Pertumbuhan Harian ikan lele ................................................... 40
2. Tabel Pertumbuhan panjang ikan lele .......................................................... 40
3. Tabel LPH, Panjang dan FCR ...................................................................... 41
4. Tabel Hasil Uji proksimat tubuh ikan lele pada awal dan akhir penelitian . 41
5. Prosedur Analisis Proksimat pakan dan Ikan lele ........................................ 42
6. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 46
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan lele dumbo merupakan hasil persilangan antara Clarias gariepinus
jenis jantan yang berasal dari Afrika dan betina berasl dari Taiwan dengan nama
Clarias fuscus berbeda secara genetik. Budidaya ikan lele sekarang ini telah
menjadi industri rakyat, tak terkecuali di Indonesia. Pertumbuhan ikan lele ini
relatif lebih cepat dan mudah untuk dibudidayakan dari pada ikan lele lokal,
sehingga pembudidaya lebih memilih ikan air tawar ini untuk dibudidayakan.
Pakan adalah salah satu faktor terpenting dalam kegiatan budidaya ikan.
Secara umum kualitas pakan dapat dilihat dari kandungan nutrisinya. Semakin
tinggi kandungan nutrisi pakan, maka kualitas pakan semakin baik. Tingginya
kandungan protein pakan pada bahan pakan seperti tepung ikan membuat harga
pakan saat ini relatif tinggi. Menurut Nurasiah dkk, (2013), untuk mengurangi
biaya pakan salah satunya yaitu dengan menggunakan bahan pakan alternatif.
Salah satu contoh bahan pakan alternatif yaitu eceng gondok dan cairan rumen
sapi.
Eceng gondok (Eichornia crassipes) adalah tanaman air dengan nama lain
gulma. Keunggulan taman ini dapat tumbuh dengan cepat dan dengan mudah
beradaptasi terhadap lingkungan. Tanaman ini, dapat diolah menjadi pakan ikan.
Baik untuk ikan yang sifatnya pemakan tumbuhan, hewan, maupun keduanya.
Ikan lele yang sifatnya memakan daging dan tumbuhan diantaranya adalah ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus). Selain itu, jenis ikan ini juga memiliki nilai
ekonomis tinggi serta mudah untuk dibudidayakan. Menurut penelitian yang
2
dilakukan oleh (Fitrihidajati dkk, 2015), tanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) eceng gondok memiliki kandungan nilai gizi yang sangat baik dapat
dengan mudah dicerna oleh ikan. Pengolahan eceng gondok menjadi pakan, dapat
dilakukan dengan proses fermentasi. Penggunaan tanaman eceng gondok
(Eichornia crassipes) sebagai pakan, memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi
yaitu bahan kering 8,50%, protein kasar 13,86%, serat kasar 21,10%, lemak kasar
0`,98%, abu 1,72%, BETN 29,16% (Universitas Riau, 2018).
Untuk meningkatkan kualitas pakan, dapat dilakukan dengan proses
fermentasi. Cara fermentasi dapat mempercepat produksi senyawa organik seperti
karbohidrat, lemak, protein, menurunkan serat kasar melalui enzim yang berasal
dari mikroba (Sukaryana dkk, 2011). Proses fermentasi dapat meningkatkan
kecernaan bahan pakan dengan kandungan serat kasar tinggi yang ada pada
tepung eceng gondok. Untuk melakukan proses fermentasi, diperlukan adanya
starter untuk merombak struktur kimiawi. Dalam penelitian ini, starter yang
digunakan adalah cairan rumen. Salah satu kegunaan fermentasi merupakan untuk
menurunkan kadar serat yang terdapat pada bahan seperi eceng gondok dengan
bantuan mikrooerganisme. Salah satu sumber mikroorganisme yang dapat
digunakan dalam proses fermentasi adalah cairan rumen sapi.
Dalam laporan Lee et al, (2002) mengemukakan bahwa enzim yang
terdapat dalam cairan rumen antara lain adalah enzim selulase, amilase, protease,
xilanase, mananase, dan fitase. Adanya enzim-enzim ini membuat penggunaan
bahan pakan berserat kasar tinggi yang berasal dari ternak ruminansia menjadi
lebih efektif dan efisien penggunaannya dibanding dengan ternak unggas. Pantaya
3
(2005), menjelaskan dalam cairan rumen banyak terkandung enzim seperti
amilase, glukosidase, hemiselulase, dan xilanase yang dapat dengan mudah
diperoleh dari rumah potong hewan. Andriani dkk, (2012) menambahkan bahwa
enzim-enzim dalam rumen tersebut dapat mendegradasi polisakarida seperti
selulase dan xilanase melalui interaksi mikroorgenisme kompleks. Organisme
yang terdapat dalam rumen akan mengubah karbohidrat secara spesifik dengan
bantuan enzim yang diperlukan pada konsentrasi cairan rumen.
Penelitian mengenai pemanfaatan eceng gondok dengan fermentasi cairan
rumen sebagai bahan pakan alternatif masih jarang dimanfaatkan dalam kegiatan
budidaya hal tersebut yang membuat penulis melakukan penelitian ini.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pertumbuhan
ikan lele dumbo pada pakan dengan mencampurkan tepung eceng gondok
(Eichornia crassipes) yang difermentasi cairan rumen sapi.
1.3. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi ilmiah mengenai
penggunaan kadar tepung eceng gondok terfermentasi dalam pakan ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) khususnya kepada pembudidaya.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Eceng Gondok
2.1.1. Klasifikasi Eceng Gondok
Eceng gondok dapat diklasifikasikan sebagai berikut (VAN Steenis,
1997):
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophytes
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatales
Famili : Butomaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes solms
`2.1.2. Morfologi Eceng Gondok
Gambar 1. Eceng Gondok
Eceng gondok (Eichornia crassipes) adalah tanaman air yang banyak
ditemukan di kawasan tropis. Tanaman air ini mampu menyerap berbagai zat
5
dalam jumlah banyak, baik yang larut maupun tersuspensi dengan kadar selulosa
hingga 72,63% (Ratnani, 2000). Tinggi rata-rata eceng gondok sekitar 0,4-0,8
meter dan tidak memiliki batang. Daunnya tunggal dengan bentuk oval dan
ujungnya meruncing sementara pangkal daun menggelembung sementara bagian
permukaan daun bertekstur licin dan warna hijau. Bunga eceng gondok berbentuk
bulir yang berjumlah 6-35 dengan putik tunggal Pandey, (1980) yang ditopang
dengan kelopak dengan bentuk tabung sementara bentuk bijinya bulat dengan
warna hitam dan akarnya berupa akar serabut Lail, (2008).
Hampir semua perairan seperti rawa, waduk ataupun danau dapat
ditumbuhi oleh eceng gondok sebagai habitat utama dalam perkembang biakan
ikan, perlindungan ikan dan sebagai tempat hidup pakan alami serta berfungsi
sebagai produksi logam berat seperti amonia yang dapat direduksi mencapai
72,7%, nitrogen mencapai 73,05% dan nitrat yang mencapai 71,43%
Rahmaningsih, (2006). Berdasarkan data tersebut, Purwaningsih, (2009)
menjelaskan bahwa eceng gondok sangat efektif digunakan sebagai agen
fitoremediasi untuk memulihkan lahan yang tercemar.
Eceng gondok merupakan tanaman dengan kandungan selulosa tinggi
sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku pakan buatan. Dalam eceng
gondok mengandung selulosa sebanyak 60%, hemisulosa 8% dan lignin 17%.
Kandungan ini membuat eceng gondok memiliki serat tinggi yang menjadikan
eceng gondok sangat potensial dijadikan bahan pakan buatan (Ahmed dalam
Rizky, 2012).
6
2.1.3 Habitat Eceng Gondok
Di Indonesia, eceng gondok dapat tumbuh dengan lebat di perairan
seperti danau dan bibir pantai sejauh 5-20 meter. Perkembang biakannya yang
sangat cepat dapat menyebabkan berkurangnya volume air serta menyebabkan
terjadinya pendangkalan pada sungai atau danau. Hal ini diakibatkan karena sifat
eceng gondok yang dapat menyerap air dengan volumen yang banyak (koes,
2010). Kemampuan ini pula yang membuat eceng gondok dapat menjadi gulma.
2.2. Ikan Lele Dumbo
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan ikan air tawar yang
dapat dikonsumsi. Dalam pengklasifikasiannya, ikan lele dumbo masuk dalam
kelompok genus Clarias. Ciri ikan ini hampir sama dengan ikan lele pada
umumnya yaitu memiliki tubuh yang licin, memanjang, tidak memiliki sisik, serta
sirip punggung menyatu dengan sirip ekor dan sirip anus. Memiliki kepala yang
keras, mata kecil dan mulut lebar pada bagian ujung moncong, memiliki empat
pasang kumis (Catfish). Ikan jenis ini, banyak ditemukan pada perairan dengan
air yang memiliki arus perlahan seperti rawa, telaga, dan sawah sebagai habitatnya
dan merupakan ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (bersifat
noctural) Mahyuddin, (2008).
7
2.2.1. Klasifiasi Ikan Lele Dumbo
Klasifikasi ikan lele dumbo menurut (Saanin, 1984), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Siluriformes
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Lele dumbo memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat dilihat dari bagian tubuh
diantaranya bentuk tubuh yang memanjang, bagian badannya tinggi, dan memipih
ke arah ekornya, tidak bersisik, memiliki permukaan tubuh licin atau berlendir,
kepalanya gepeng, dan simetris mulutnya lebar tidak bergigi, pada sudut mulut
terdapat empat pasang kumis yang digunakan sebagai alat peraba dan petunjuk
adanya rangsangan (Soetomo, 2007), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2
berikut.
8
Gambar 2. Bentuk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
2.2.2. Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele (Clarias gariepinus) digolongkan dalam catfish, memiliki
kemampuan beradaptasi dengan mudah dalam lingkungan yang kritis, seperti pada
perairan dengan kadar oksigen yang kecil dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk
jenis ikan pemakan segala jenis makanan (omnivora) namun, lebih cenderung
sebagai pemakan daging (karnivora). Ikan lele lebih aktif pada malam hari atau
bersifat nocturnal sebagai sifat alaminya, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele
dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suyanto, 2006).
Bentuk badan ikan lele yang berbeda dengan ikan lainnya, dapat dengan
mudah dibedakan dalam jenis-jenis ikan lain. Ikan lele memiliki bentuk badan
memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis sebagai
alat peraba, dan alat pernapasan tambahan (arborescent organ). Bagian depan
badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedangkan bagian
tengah dan belakang berbentuk pipih (Astuti, 2003).
9
Ikan lele dilengkapi dengan alat pernapasan tambahan yang dapat
digunakan pada lingkungan dengan kondisi air yang memiliki sedikit oksigen di
dalamnya Suyanto, (1990). Alat pernapasan ini berada pada rongga kepala bagian
dalam dengan warna kemerahan seperti tajuk pohon rimbun yang dipenuhi kapiler
darah dibentuk oleh dua pelat tulang kepala dan kepala bagian belakang terdapat
insang dengan ukuran yang kecil. Pada bagian ujung moncong terdapat mulut
yang dilengkapi dengan empat pasangan sungut, yaitu sepasang sungut hidung,
sepasang sungut maksila dan dua pasang sungut mandibula yang dapat
difungsikan sebagai tentakel (Pillay, 1990).
Bentuk tubuh ikan lele memanjang dengan ukuran baku 5-6 kali lebih
panjang dibandingkan tinggi badannya serta berbanding 1:3-4 dengan ukuran
panjang kepalanya. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata dengan ukuran 1/8
kali panjang kepalanya. Penglihatan lele kurang berfungsi dengan baik, akan
tetapi bagian tubuh yang berdekatan dengan sungut hidung terdapat dua buah alat
olfaktori sebagai alat peraba dan pencium yang dapat digunakan untuk mengenali
mangsa. Ikan lele dilengkapi sirip pada tubuhnya dengan jumlah sirip punggung
sebanyak 68-79, jumlah sirip dada 9-10, sirip perut 5-6, sirip anal 50-60 dan
jumlah sungut 4 pasang, 1 pasang diantaranya lebih panjang dan besar. Sirip
pektoral memiliki jari-jari yang sangat kuat dan pada kedua sisinya bergerigi
kasar yang dapat difungsikan sebagai senjata dan sebagai penggerak saat ikan
berada di permukaan (Rahardjo dan Muniarti, 1984).
Organ dalam ikan lele terdiri atas lambung dengan ukuran yang relatif
besar dan panjang namun memiliki usus yang lebih pendek dari ukuran badannya.
10
Memiliki gelembung renang dan hati yang berjumlah sepasang. Di sekitar usus
terdapat gonad dengan jumlah sepasang yang memungkinkan ikan lele untuk
berkembang biak secara ovipar atau pembuahan sel di luar tubuh Suyanto, (1999).
2.2.3. Habitat Ikan Lele
Ikan lele lebih menyukai perairan dangkal dengan substrat berlumpur
sebagai perlindungan. Umumnya, ikan lele menjadikan air yang berlumpur
sebagai habitat utamanya (Hernowo dan Suyanto, 2003 dalam Jufrie, 2006)
dengan rentang suhu antara 20-30 o
C. Kebanyakan ikan lele lebih menyukai air
yang bersuhu 27oC, dengan komposisi oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, derajat
keasaman (pH) 6.5-8 dan NH3 sebesar 0.05 ppm (Khairuman dan Amri, 2002
dalam Aristya, 2006).
2.2.4. Pakan dan Kebiasaan Makan Ikan Lele Dumbo
Dalam kegiatan budidaya, yang sangat diperlukan adalah ketersediaan
pakan. Ketesediaan pakan menjadi penentu kondisi pada tubuh ikan, baik untuk
beraktivitas, berkembang biak maupun pertumbuhan ikan. Pakan yang diberikan
dapat berupa pakan buatan dan pakan alami. Pakan alami biasanya tersedia pada
lingkungan ikan seperti serangga, kutu air, jentik nyamuk cacing ataupun moluska
(Susanto, 1988).
Pertumbuhan ikan lele ditentukan oleh ketersediaan pakan pada
lingkungannya. Pakan menjadi faktor penentu pertumbuhan benih ikan lele. Benih
ikan lele yang berumur 100 jam dari waktu penetasannya, diberi pakan pertama
berupa pakan alami yang berukuran kecil sesuai dengan mulut benih dan memiliki
11
cukup kandungan energi dan dapat dengan mudah dicerna oleh benih serta
ketersidiaanya banyak pada lingkungan Rustidja, (1984) dalam Rukmana, (2003).
Pakan buatan adalah hasil olahan berbagai macam bahan berdasarkan
keperluan yang dijadikan sebagai sumber energi pada ikan. Pakan dibuat dalam
berbagai bentuk diantaranya adalah bentuk tepung yang diberikan pada benih
ikan umur 7-15 hari dan pakan berupa pelet yang diberikan pada benih berumur
15-30 hari. Pakan bentuk pelet dibuat dengan ukuran ± 1 mm dengan frekuensi
pemberian pakan 3-5 kali sehari (Soetomo, 1987).
Frekuensi pemberian pakan pada proses budidaya sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan ikan. Frekuensi pemberian pakan yang tepat
akan menghasilkan daging dan berat ikan yang memuaskan. Frekuensi pemberian
pakan, tergantung pada ukuran benih ikan. Benih ikan yang masih berbentuk
larva, frekuensi pemberian pakan harus lebih tinggi dari ukuran benih lainnya. Hal
ini karena pada saat berukuran larva, proses pengosongan lambung lebih cepat.
Cepat atau lambatnya proses pengosongan lambung tergantung pada ukuran benih
serta suhu air (Effendi, 2004).
2.3. Cairan Rumen
Cairan rumen diketahui banyak mengandung enzim seperti enzim selulase,
amilase dan protease (Lee, et al., 2002). Selain dikenal sebagai sumber enzim
yang murah, cairan rumen sapi juga mudah diperoleh dari rumah potong hewan
(RPH). Enzim-enzim yang terdapat pada cairan rumen, memberikan dampak
efisien dan lebih efektif digunakan sebagai bahan pakan berserat tinggi.
Pengkajian terhadap kemampuan ekstraksi enzim tersebut masih perlu dilakukan
12
untuk mengetahui tingkat kemampuan enzim ini dalam mendegradasi karbohidrat
sehingga penggunaan enzim secara optimum pada pakan yang berkualitas dan
berserat tinggi dapat diketahui.
Cairan rumen diketahui banyak mengandung nutrisi yang sangat baik untuk
digunakan sebagai pakan. Kandungan nutrisi cairan rumen (Rasyid, 1981) terdiri
atas ptorein sebanyak 8,86, mengandung lemak sebesar 2,60%. Kandungan
terbanyak dari cairan rumen adalah BETN sebanyak 41, 24% dan serat kasar
28,78% air (10,92%), kalsium (0,53), phospor (0,55%).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh purnomohadi, (2006). Penggunaan
cairan rumen sebagai penghasil inokulan dalam pengolahan silase jerami,
diperoleh kadar serat sebanyak 15,98% dan terdapat peningkatan kandungan
protein sebesar 54,50% pada penurunan bahan kering 10,6%. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sandi dkk, (2010) yang meneliti tentang
pemberian enzim yang berasal dari cairan rumen dan bakteri Leuconostoc
mesenteroides memperlihatkan adanya penurunan serat dan sianida yang
terkandung dalam umbi dan meningkatkan kandungan protein pada singkong.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitriliyani, (2010) dengan hirolisis tepung
daun lamtoro menggunakan cairan rumen yang berasal dari domba
memperlihatkan adanya pengurangan serat kasar sebanyak 53,64% dengan masa
inkubasi berlangsung selama 24 jam. Selain mengurangi serat kasar dan
meningkatkan protein, penambahan cairan rumen dapat menurunkan kandungan
polisakarida. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pantaya, (2003) dengan
pemberian cairan rumen sebanyak 620 dan 1.240U/kg dapat menurunkan
13
polisakarida sebesar 4% dan 3%. Hasil penelitian Hardiyanto, (2001) yang
meneliti tentang penambahan cairan rumen sebagai bahan pakan penyusun
ransum komplit memperlihatkan adanya peningkatan Volatile fatty acids (VFA).
Dari berbagai penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menambahkan
cairan enzim pada bahan pakan, dapat merombak komponen bahan menjadi lebih
mudah dicerna oleh hewan budidaya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Zuraida, (2011) yang memperlihatkan adanya penurunan serat kasar pada bungkil
kelapa setelah penambahan cairan rumen domba. Pada penelitian lain
memperlihatkan hasil yang hampir sama dengan melakukan hidrolisis bungkil
kelapa dengan bantuan enzim cairan rumen domba sebanyak 100 mL/kg
diperoleh penurunan serat kasar kelapa sawit sebesar 56,97% dengan tingkat
kecernaan mencapai 42,26% dengan masa inkubasi selama 24 jam (Pamungkas,
2011). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan tersebut dapat dinyatakan
bahwa penambahan enzim pada cairan rumen dapat meningkatkan protein dan
nilai cerna pakan serta dapat menurunkan serat kasar bahan pakan.
2.4. Fermentasi
Perubahan substrat secara kimia dengan bantuan enzim yang berasal dari
mikroorganisme disebut dengan fermentasi. Pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme secara aktif dalam proses fermentasi dapat mengubah bahan
menjadi produk yang diinginkan (Suprihatin, 2010). Dalam proses fermentasi,
umumnya diperlukan mikroba yang siap diinokulasikan kemudian ditumbuhkan
dalam substrat (Prabowo, 2010). Proses ini dikenal dengan fermentasi tidak
spontan karena memerlukan mikroorganisme dalam dalam proses pembuatannya.
14
Proses fermentasi semacam ini, biasanya tergantung pada jenis organismenya
(sulistyaningrum, 2008). Selain menggunakan miroorganisme, fermentasi juga
dapat dilakukan tanpa menggunakan mikroba. Proses fermentasi semacam ini
dikenal dengan fermentasi spontan.
Fermentasi dapat diartikan sebagai proses reaksi oskidasi dan reduksi
dalam senyawa organik untuk mengasilkan energi. Energi yang dihasilkan dari
proses fermentasi digunakan mikroorganisme untuk merubah struktur dasar pada
bahan seperti asam amino, lemak, karbohidrat, dan vitamin serta mineral.
Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila memperhatikan
beberapa faktor antara lain suhu, pH, oksigen, dan air (Winarno dkk, 1980).
Mikroba yang bersifat fermentatif dapat mengubah karbohidrat dan
turunannya menjadi alkohol, asam, dan karbondioksida. Santoso, (1987)
menyatakan dalam proses fermentasi jumlah mikroba diperbanyak (mengalami
proliferasi) dan digunakan metabolismenya dalam bahan-bahan tersebut pada
batas tertentu. Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan asalnya,
karena selain terjadi perombakan bahan kompleks menjadi sederhana, juga
disintesis beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B 12, dan pro vitamin A.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam fermentasi antara lain
substrat (media fermentasi), mikroorganisme yang digunakan, kondisi fisik
pertumbuhan (lingkungan).
15
2.5. Kualitas Air
Ikan lele dilengkapi dengan alat bantu pernapasan yang disebut dengan
arborescent organ yang membuat ikan lele mampu bertahan hidup dalam lumpur
ataupun pada lingkungan dengan konsentrasi air yang sangat kurang (Khairuman,
2002). Meski demikian, tetap harus dilakukan pengontrolan terhadap kualitas air
untuk menghindari tingginya tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit
(Sunarma, 2004). Kurangnya pengontrolan terhadap air dapat mengakibatkan
turunnya imun tubuh ikan terhadap serangan penyakit. Kualitas air dapat dikontrol
dengan dilakukan pembersihan untuk menghindari penumpukan sisa pakan dan
penumpukan bahan organik yang berdasal dari larva yang mati. Frekuensi
pembersihan dapat dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari.
2.5.1. Suhu Air
Suhu mempunyai peranan yang sangat penting terhadap kelarutan oksigen
dalam air yang dapat membantu ikan dalam proses kimia dan biologis.
Pengontrolan suhu penting dilakukan pada budidaya untuk menghindari kematian
ikan akibat perubahan suhu yang mendadak (Cholik, 1991). Suhu optimum yang
baik untuk perumbuhan ikan adalah pada suhu 25oC–32
oC. Beberapa spesies ikan
memiliki suhu optimum yang berbeda berkisar antara 150C-32
0C. Ikan lele dapat
hidup dengan baik pada kisaran suhu 25oC–30
oC dengan suhu optimal yaitu 31
oC
(SNI, 2014). Hewan akan mati atau bermigrasi ke daerah baru apabila suhu
lingkunga berbeda jauh dari suhu optimumnya.
Suhu berperan sangat penting terhadap sifat fisik, kimia dan biologis pada
hewan air begitupun dengan ikan lele. Kenaikan suhu dapat membantu
16
mempercepat aktivitas metabolisme organisme air sehingga laju pertumbuhan
ikan sampai pada batas tertentu. Batas maksimal toleransi kenaikan suhu untuk
ikan sekitar 35oC. Kenaikan suhu melebihi batas toleransi dapat menimbulkan
kematian pada ikan (Supratno dan Kasnadi, 2003).
2.5.2. DO (Oksigen Terlarut)
Salah satu penentu kehidupan ikan dalam air adalah terdapatnya oksigen
terlarut. Kadar oksigen tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan respirasi,
melainkan digunakan untuk mengurai bahan organik pada lingkungan. Rendahnya
kadar oksigen dalam air dapat membuat pertumbuhan ikan menjadi terhambat
serta dapat mengakibatkan kematian pada ikan. konsentrasi oksigen terlarut tidak
tergantung ada banyaknya persentase oksigen pada lingkungan, melainkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu air, salinitas air,
pergerakan air dipermukaan, serta luasnya permukaan air yang terbuka.
Optimalnya, konsentrasi kadar oksigen terlarut dalam air sekitar 4-7 ppm atau
minimal 3 ppm yang diukur dengan menggunakan DO meter (Prihatman, 2000).
2.5.3 Derajat keasaman (pH)
pH adalah salah satu indikator untuk mengetahui konsentrasi ion H yang
terkandung dalam air. Secara umum kandungan air dipengaruhi oleh konsentrasi
CO2 serta senyawa yang bersifat asam atau yang mengandung ion H. Untuk
menumbuh kembangkan ikan lele sebagai hewan bubidaya maka derajat
keasaman (pH) minimal berkisar antara 6,5-8,5 (Pescod, 1973). Sedangkan
menurut Boyd, (1982) Takaran pH yang baik untuk menunjang pertumbuhan ikan
adalah 6,5–9,0. Pertumbuhan dan perkembang biakan ikan tergantung pada
17
takaran pH. pH optimal untuk kelangsungan hidup populasi berkisar 6,7-8,6
(Sastrawijaya, 2009). Takaran pH ini membantu mengoksidasi amonia (Esoyetal,
1998). Bakteri nitrifikasi (bakteri pengoksidasi amonia) lebih menyukai
lingkungan yang basa dengan tingkat pH optimal untuk pertumbuhan berkisar
antara 7,5–8,5 (Ambarsari, 1999). Nilai pH optimum bagi pertumbuhan bakteri
heterotrofik adalah sekitar 6–7 (Irianto dan Hendrati, 2003)
2.5.4Amonia (NH3)
Proses perombakan senyawa nitogen yag dilakukan oleh mikroorganisme
dalam perairan anaerob akan mengasilkan senyawa amonia. Senyawa amonia
yang dihasilkan dapat berupa senyawa ion ammonium (NH4+) yang
keberadaannya tidak terlalu berbahaya kecuali dalam konstrasi yang sangat tinggi.
Senyawa amonia yang lain yang dihasilkan adalah senyawa amonia yang bukan
ion (NH3). Senyawa NH3 ini dapat meracuni ikan. biasanya konsentrasi senyawa
ini akan meningkat setelah kematian fitoplankton yang dapat menurunkan kadar
pH dan meningktakan kadar CO2 (Suyanto, 2008).
18
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember - januari 2020,
Bertempat di unit penetasan ikan lele jalan poros Pallangga, Desa Bontoala,
Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2. Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan
lele Dumbo (Clarias gariepinus) sebanyak 200 ekor berumur 2 minggu dengan
berat rata-rata 2 gram. Wadah pemeliharaan benih ikan lele adalah baskom
bervolume 40 Liter sebanyak 2 unit. Volume air yang digunakan sebanyak 20
Liter.
3.3. Persiapan Ekstrak Enzim Cairan Rumen
Cairan rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan Sungguminasa
Kabupaten Gowa. Pengambilan cairan rumen sapi yang diproses dengan cara
filtrasi (penyaringan) menggunakan kain katun pada suhu 4ºC. Pengambilan
ekstrak enzim dilakukan dengan mengikuti metode Lee et, al., (2002).
3.4. Persiapan Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan pellet yang
diformulasi dengan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen sapi yang
diinkubasi selama 7 hari.
Proses pembuatan pakan diawali dengan persiapan bahan baku seperti
pengambilan cairan rumen sapi yang diproses dengan cara filtrasi (penyaringan)
19
menggunakan kain katun pada suhu 4ºC, pengambilan eceng gondok di Kanal
Borong, pencincangan eceng gondok dan penimbang, pencampuran eceng gondok
dengan cairan rumen sapi dan dimasukkan ke dalam styrofoam untuk dilakukan
fermentasi selama 7 hari, selanjutnya dilakukan pengeringan lalu eceng gondok
yang terfermentasi cairan rumen sapi dihaluskan dengan menggunakan mesin
penggiling kemudian dicampurkan dengan bahan pakan tambahan atau formulasi
pakan yang dapat dilihat pada tabel 4, lalu dilakukan pencetakan pakan setelah itu
pakan dikeringkan dibawah terik matahari.
Tabel 1. Persentase Bahan Baku Pakan
No
Jenis
A (%)
B (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
Tepung Ikan
Dedak Halus
Tepung Kedelai
Tepung Jagung
Tepung Eceng Gondok
Tepung Terigu
Minyak Ikan
Vitamin
33
27
22
7
0
9
1
1
33
16
13
7
20
9
1
1
Tabel 2. Hasil analisis Proksimat Pakan Uji
No Komposisi (%) Kode Sampel
Kontrol Tepung Eceng Gondok
1 Protein Kasar 35,01 35,92
2 Lemak Kasar 8,23 10,75
3 Serat Kasar 3,92 8,71
4 Kadar Abu 13,99 20,07
5 Kadar Air 5,81 4,85
Sumber: Data Primer
20
3.5. Pemeliharaan Hewan Uji
Selama pemeliharaan akan diberikan pakan buatan berbentuk pellet
dengan jumlah pemberian dua kali perhari pada jam 09.00 dan 17.00 WITA
dengan volumen 10 % biomassa. Pergantian air media pemeliharaan dilakukan
sebanyak satu kali setiap tiga hari dengan cara pembersihan dari dasar wadah agar
kotoran dan sisa pakan dari dasar wadah dapat keluar. Parameter kualitas air yang
diukur meliputi Suhu, pH, DO diukur dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore
hari. Sedangkan amonia diukur tiga kali selama penelitian yaitu awal, tengah dan
akhir penelitian.
3.6. Pengubah Yang Diamati
Pengubah yang diamati dalam penelitian ini FCR, laju pertumbuhan harian,
pertumbuhan panjang, retensi protein, retensi lemak dan kadar glikogen. Kualitas
air sebagai parameter pendukung yang meliputi suhu, pH, DO dan Amoniak.
Masing - masing Pengubah yang diamati dalam penelitian ini dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
3.6.1. Food convertion ratio (FCR)
Perhitungan konversi pakan atau Food convertion ratio (FCR) ditentukan
dengan menggunakan rumus (Ridlo dan Subagio, 2013) sebagai berikut.
Keterangan:
FCR =Konversi Pakan
F =Jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
W =Berat ikan yang dihasilkan (g)
21
3.6.2. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Perhitungan laju pertumbuhan yang speseifik (specific growth rate/SGR)
dihitung dengan menggunakan persamaan: (Dehaghani et al. 2015).
Dengan:
SGR : specific growth rate (%)
Wo : Berat rata-rata awal (mg)
Wt : Berat rata-rata akhir (mg)
t : Lama pemeliharaan (hari)
3.6.3. Pertumbuhan Mutlak
Menentukan pertumbuhan mutlak dilakukan diakhir perlakuan
menggunakan persamaan: (Dehaghani et al. 2015)
G (gram) = Gt−Go
Keterangan:
G : Pertumbuhan mutlak (mm)
Gt : Rata-rata panjang pada akhir perlakuan
Go : Rata-rata panjang pada awal perlakuan
3.6.4. Retensi Protein
Retensi protein adalah penigkatan perbandingan jumlah protein organisme
dengan jumlah protein konsumsi yang dinyatakan dalam persen seperti pada
persamaan berikut (Takeuchi, 1988).
22
( ) ( ) ( )
x
100%
3.6.5. Retensi Lemak
Retensi lemak adalah peningkatan pesentase lemak pada organisme setiap
satuan lemak konsumsi (Takeuchi 1988).
( ) ( ) ( )
x
100%
3.6.6. Kadar Glikogen
Penentuan kadar glikogen dilakukan dengan cara mengambil 3 ekor ikan
lele sebagai sampel secara random di setiap unit perlakuan untuk dianalisis
kandungan glikogennya. Analisis ini, merujuk pada metode Nedemeyer dan
Yasutake, (1997).
3.6.7 Pengukuran Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, kandungan oksigen
terlarut (dissolved oxygen/ DO), pH dan amoniak. Amonia diukur sebanyak tiga
kali mulai dari awal tengah dan akhir.
3.7.Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dengan menggunakan 2
perlakuan tanpa ulangan.
B
A
23
Keterangan:
A = Kontrol (Tanpa tepung eceng gondok)
B = Tepung eceng gondok
3.8. Analisis Data
Data hasil penelitian laju pertumbuhan harian, pertumbuhan panjang, FCR,
retensi protein, retensi lemak dan kadar glikogen dianalisis secara deskriptif dan
hasil yang didapatkan diolah menggunakan microsoft excel 2010 dan ditampilkan
dalam bentuk tabel dan grafik.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Food Convertion Ratio (FCR)
Perhitungan hasil konversi pakan ikan lele yang dilakukan selama proses
penelitian, disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. FCR Pakan ikan lele selama penelitian
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa nilai feed convention
ratio (FCR) selama penelitian berkisar 2,38%-2,87%. Dengan nilai FCR terendah
diperoleh pada perlakuan B (penambahan tepung eceng gondok terfermentasi
cairan rumen) sebesar 2,87%.
4.1.2. Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian ikan lele yang diberi pakan dengan penambahan
tepung eceng gondok yang difermentasi cairan rumen sapi disajikan pada Gambar
4.
2,87
2,38
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
A B
Food
Con
ven
tion
Rati
o (
%)
Perlakuan
25
Gambar 4. Laju pertumbuhan harian ikan lele
Hasil pemantauan laju pertumbuhan harian ikan lele dalam kurung waktu
40 hari jangka waktu perawatan memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan laju
pertumbuhan perlakuan A (tanpa tepung eceng gondok terfermentasi cairan
rumen) dan perlakuan B (penggunaan tepung eceng gondok terfermentasi cairan
rumen). Peningkatan rata-rata bobot ikan lele selama proses pemeliharaan
(Gambar 3) dapat dilihat bahwa pada hari ke 1-7 pertumbuhan ikan lele masih
relatif sama dan belum menunjukkan perbedaan laju pertumbuhan harian yang
terlalu signifikan antara perlakuan dan kontrol. Hari ke 7-14 telah menunjukkan
adanya pertumbuhan ikan lele dumbo namun masih rendah. Pada hari ke 14-21
laju pertumbuhan ikan lele meningkat drastis.
4.1.2. Pertumbuhan Mutlak
Pengukuran pertumbuhan mutlak ikan lele yang diberi pakan dengan
kandungan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen dapat dilihat pada
Gambar 5.
2 2,55
3,04
3,4
4,37
5,65
2 2,6
3,36
4,68 5,08
6,39
0
1
2
3
4
5
6
7
1 7 14 21 28 40
La
ju P
ertu
mb
uh
an
ha
ria
n
Hari Ke-
A
B
26
Gambar 5. Pertumbuhan panjang ikan lele selama penelitian
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak ikan
lele yang dipelihara selama 40 hari terdapat perbedaan antara perlakuan A (tanpa
penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen) dan perlakuan B
(penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen) dengan nilai
pertumbuhan mutlak ikan lele tertinggi diperoleh pada perlakuan B sebesar 4,1
cm.
4.1.4. Retensi Protein
Protein yang telah diperoleh pada pakan kemudian dikonsumsi oleh ikan
kemudian diubah menjadi protein pada tubuh ikan. Rata-rata nilai retensi protein
selama proses penelitian berlangsung disajikan pada Gambar 6.
3,65
4,39
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
A B
Pertu
mb
uh
an
Mu
tla
k (
gra
m)
Perlakuan
27
Gambar 6. Retensi Protein ikan lele
Gambar di atas memperlihat nilai retensi protein ikan lele yang telah
dipelihara dalam kurung waktu 40 hari. Pada perlakuan A diperoleh rata-rata
retensi protein sebesar 23,96%. Nilai retensi protein tertinggi diperoleh pada
perlakuan B sebesar 47,99%.
4.1.5. Retensi Lemak
Retensi lemak merupakan persentase lemak yang dimakan oleh ikan
selama masa percobaan yang dapat disimpan dalam tubuh ikan (Halver dan
Hardy, 2002). Nilai rata-rata retensi lemak ikan lele selama penelitian dapat
dilihat pada Gambar 7.
23,96
47,99
0
10
20
30
40
50
60
A B
Ret
ensi
Pro
tein
Perlakuan
28
Gambar 7. Retensi Lemak ikan lele
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa nilai retensi lemak selama
40 hari penelitian berkisar 33,29%-43,16%. Dengan nilai retensi lemak tertinggi
adalah perlakuan B (pemberian tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen)
sebesar 43,16%.
4.1.6. Kadar Glikogen
Pemberian pakan dengan menambahkan tepung eceng gondok
terfermentasi cairan rumen dapat meningkatkan kadar glikogen dalam tubuh ikan
lele. Hasil penambahan tepung eceng gondok disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Kadar Glikogen ikan lele di akhir penelitian
33,29
43,16
0
10
20
30
40
50
A B
Ret
ensi
Lem
ak
Perlakuan
3,87
6,4
0
1
2
3
4
5
6
7
A B
Ka
da
r G
lik
og
en i
ka
n L
ele
Perlakuan
29
Berdasarkan gambar diatas menunjukkan bahwa rata - rata kadar glikogen
ikan lele yang dipelihara selama 40 hari berkisar 3,87 – 6,4%. Dengan nilai kadar
glikogen pakan tertinggi diperoleh pada perlakuan B (penambahan tepung eceng
gondok terfermentasi cairan rumen) sebesar 6,4%.
4.1.7. Kualitas Air
Pada penelitian ini, yang menentukan kualitas air adalah suhu, pH (derajat
keasaman), amoniak (NH3) serta oksigen terlarut (DO). Berikut ini ditampilkan
hasil pengukuran kualitas air selama prses penelitian berlangsung.
Tabel 5. Data hasil pengukuran kualitas air selama penelitian
Parameter Hasil Pengukuran Nilai Standar Baku
Suhu (oC) 27-30 25-30*
pH 6,8-7,1 6,5-8**
DO (ppm) 3.02-4,38 >3*
Amoniak (mg/L) 0.021-0,094
30
baik pula sehingga berpengaruh postif terhadap pertumbuhan ikan. Selain itu,
daya terima ikan terhadap rasa khas dari suatu bahan baku berbeda-beda untuk
setiap spesies, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati
dkk, (2014). Sedangkan dari hasil riset Sulhi dkk, (2010) memperlihatkan bahwa
pakan yang mengandung protein sebanyak 28-30% memperlihatkan kualitas yang
baik terhadap pertumbuhan ikan dengan nilai konversi 2,22 pada pemberian pakan
dengan frekuensi 3% memberikan hasil yang efektif dan efisien. Yandes, (2003)
mengemukakan bahwa protein pakan mempengaruhi nilai rasio konversi pakan.
Pemberian pakan yang efisien akan memenuhi kebutuhan nutrisi pada ikan.
Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan harian individu ikan lele
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemeliharaan seperti yang terlihat
pada (Gambar 4) pada hari ke 1-7 dimana pertumbuhan ikan lele masih relatif
sama dan belum menunjukkan perbedaan laju pertumbuhan harian yang terlalu
signifikan antara perlakuan dan kontrol. Hal ini disebabkan karena ikan masih
beradaptasi dengan lingkungan dan serta jumlah pakan. Sehingga pemberian
pakan uji kurang bermanfaat. Pemberian pakan hari ke 7-14 telah memperlihatkan
adanya pertumbuhan pada ikan walaupun masih rendah. Pada hari ke 14-21 laju
pertumbuhan ikan lele meningkat drastis hal ini disebabkan nafsu makan ikan
semakin meningkat. Pemanfaatan pakan oleh ikan dapat dilihat melalui
pertambahan bobot ikan. Selain itu eceng gondok memiliki asam amino esensial
pembatas namun memiliki nilai essential amino acid index (EAAI) sebesar 0.88.
Menurut Penaflorida, (1989) kriteria klasifikasi sumber protein yang baik
memiliki nilai EAAI lebih dari atau sama dengan 0.9, sumber protein yang cukup
31
memiliki nilai 0.8, dan yang tidak memadai memiliki nilai dibawah 0.7. Sehingga
tepung eceng gondok cukup baik ditambahkan kedalam pakan sebagai sumber
protein untuk pertumbuhan dan mengakibatkan proses metabolisme pada ikan
dapat bekerja dengan baik setelah mengkonsumsi pakan. Hasil ini selaras dengan
penelitian Mohapatra, (2015) tepung eceng gondok pada pakan ikan mas
meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan dosis 50%. Selain itu peningkatan
pertumbuhan karena ikan uji pada perlakuan tersebut dapat menerima dan
memanfaatkan pakan uji lebih baik untuk pertumbuhannya.
Pertumbuhan mutlak benih ikan lele seimbang dengan laju pertumbuhan
harian/SGR pertambahan beratnya, pada saat SGR meningkat pertumbuhan
mutlak juga meningkat, ini membuktikan bahwa pemberian pakan dengan
campuran tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen memberikan
pertumbuhan yang baik, karena pakan yang diberikan sudah mampu dicerna dan
diserap dengan baik oleh benih ikan lele. Selain itu kandungan nutrisi yang
terkandung dalam pakan sudah memenuhi kebutuhan benih untuk memacu
pertumbuhan mutlak. Setiawati dkk, (2013). Ikan akan tumbuh apabila nutrisi
pakan yang dicerna dan diserap oleh tubuh ikan lebih besar dari jumlah diperlukan
untuk memelihara tubuhnya Fujiya, (2004) menambahkan tidak semua makanan
yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi
dari makanan digunakan untuk metabolisme (pemeliharaan), sisanya digunakan
untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi Effendie, (1997) menjelaskan
bahwa energi yang berasal dari asam amino (protein) sangat diperlukan oleh ikan
untuk pertumbuhan. Selain itu energi juga diperlukan oleh ikan dalam proses
32
metabolisme dalam keperluan memperbaiki dan memelihara kondisi tubuh serta
untuk beraktivitas (NRC, 1993). Menurut hasil penelitian Muchtaromah (2010),
pada ikan nila yang beri pakan dengan penambahan tepung eceng gondok hasil
fermentasi mendapatkan pertumbuhan mutlak yang tertinggi sebesar 3,08
cm/ekor. Rendahnya nilai pertumbuhan mutlak pada perlakuan A (pakan tanpa
penambahan tepung eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) menurut
hasil pengamatan diakibatkan oleh kurang dicernanya pakan tersebut pada usus
dan nutrisi dalam pakan tidak diserap dengan baik dibandingkan pada perlakuan
B. Selain itu, tanpa penambahan tepung eceng gondok yang difermentasi dengan
cairan rumen sapi mengandung nutrisi lebih rendah. Perkembangan mutlak ikan
lele lebih terlihat dengan pemberian pakan campuran tepung eceng gondok yang
difermentasi dengan cairan rumen sapi. Proses fermentasi dapat membuat substrat
tanaman menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh ikan lele. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Adelina dkk, (2009) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya
cerna pada pakan dapat dilakukan melalui fermentasi. Hal ini dapat mengubah
substrat bahan pakan menjadi protein tunggal sehingga dapat dengan mudah
dicerna oleh ikan.
Hasil analisis proksimat protein tubuh ikan lele pada akhir pemeliharaan
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pada awal pemeliharaan
(Lampiran 4). Hal tersebut menunjukkan terdapat pengaruh penggunaan tepung
eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi pada retensi protein
dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini terjadi karena pakan pada perlakuan B
(penambahan tepung eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) lebih
33
disenangi oleh ikan sehingga membuat kecernaan dan efisiensi pakan lebih tinggi.
Hal ini yang membuat retensi protein dalam tubuh ikan menjadi lebih banyak.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang, (2017) yang
menjelaskan bahwa retensi protein dalam tubuh didukung oleh kandungan protein
pada pakan yang diberikan pada ikan. Peningkatan protein dalam daging ikan
memperlihatkan adanya pengaruh pemberian pakan buatan dari tepung eceng
gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi sangat dibutuhkan oleh ikan untuk
keperluan metabolisme dan perbaikan sel dalam tubuh yang membuat
pertumbuhan ikan lebih optimal. Komposisi pakan yang diberikan pada perlakuan
ini, sangat sesuai dengan kebutuhan ikan sehingga dapat meningkatkan protein
dalam tubuh ikan. Pada perlakuan A (tanpa penambahan tepung eceng gondok
dengan fermentasi cairan rumen sapi) diperoleh retensi protein dengan nilai
rendah. Hal ini bisa diakibatkan oleh rendahya protein yang terkandung dalam
pakan konvensional sehingga membuat ikan sedikit mencerna nutrisi pada pakan
yang diberikan yang mengakibatkan protein yang diserap oleh ikan menjadi
rendah pula.
Tingginya nilai retensi protein bergantung pada kemampuan ikan untuk
mencerna proten dari pakan. Jika pakan dikonsumsi dengan baik oleh ikan, maka
tingkat kecernaan dan retensi protein pada ikan akan semakin tinggi pula. Pada
penelitian ini diperoleh retensi protein sebesar 47,99%. Tingginya retensi ini
berkaitan dengan komposisi pakan uji yang diberikan pada ikan. Hasil ini
terbilang lebih baik dari penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh
Rahmad, (2017) yang memperoleh hasil retensi protein sebanyak 7,05-17,80%,
34
Cahyadi, (2015) yang memperoleh retensi protein sebesar 4,05-11,99%, dan
Suharman dkk., (2014) yang memperoleh nilai retensi 19,32-30,52%, melalui
penambahan bubuk eceng eceng gondok dengan fermentasi sebagai bahan baku
dalam pembuatan pakan ikan baung. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan
pemberian bubuk eceng eceng gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi,
sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ikan lele tergolong pada kategori
baik.
Hasil analisis proksimat lemak tubuh ikan lele pada akhir pemeliharaan
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan pada awal pemeliharaan
(Lampiran 4). Kandungan lemak tubuh ikan mengalami peningkatan pada akhir
pemeliharaan. Adanya kecenderungan naiknya retensi lemak dengan naiknya
kadar lemak pakan memegang peranan penting dalam penyediaan energi untuk
beraktivitas sehari hari. Retensi lemak menunjukan jumlah lemak dari pakan yang
tersimpan dalam tubuh ikan. Lemak sangat dibutuhkan oleh ikan untuk kebutuhan
sintesis nutrisi seperti karbohidrat yang disintesis menjadi asam lemak dan
trigliserida (Syamsudin dkk., 2010). Nilai retensi lemak akan cukup tinggi apabila
energi dan protein terpenuhi sehingga lemak yang berasal dari pakan akan
tersimpan melalui jaringan ikan. Hal inilah yang terjadi pada perlakuan B
(Penambahan tepung eceng gondok fermentasi cairan rumen). Sedangkan
rendahnya retensi lemak pada perlakuan A (tanpa penambahan bubuk eceng
gondok dengan fermentasi cairan rumen sapi) karena ikan belum bisa
memanfaatkan pakan dengan maksimal hal ini didukung tingginya nilai konversi
pakan pada perlakuan A. Retensi lemak yang diperoleh pada penelitian ini
35
berkisar antara 33,29%-43,16%. Hasil ini terbilang lebih baik dari penelitian yang
dilakukan oleh Rahmad, (2017) dengan hasil penelitian diperoleh retensi lemak
20,3-31,20%, dan Cahyadi, (2015) dengan hasil penelitian diperoleh retensi lemak
26,89-36,09%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemberian pakan
dengan menambahkan tepung eceng gondok melalui fermentasi cairan rumen
akan menghasilkan nilai retensi lemak yang lebih baik sebagai pakan pada
budidaya ikan lele.
Tingginya kadar glikogen pada perlakuan B (penambahan tepung eceng
gondok terfermentasi cairan rumen) dibandingkan dengan perlakuan A (tanpa
pemberian tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen) menunjukkan
tingginya simpanan glukosa dalam tubuh ikan lele. Hal ini sejalan dengan
penelitian Irmawati (2013), menyataan bahwa kadar glikogen yang meningkat
pada ikan yang diberi tepung eceng gondok. Glikogen berupa bentuk karbohidrat
disimpan dalam otot sebagai cadangan energi. Meski kemampuan hati dan otot
terbatas dalam menyimpan glikogen. Pada perlakuan B, lipogenesis memiliki
peningkatan yang signifikan karena sisa karbohidrat yang tidak tersimpan dalam
gula otot diubah kedalam bentuk lemak yang pada akhirnya dapat meningkatkan
retensi lemak seperti pada gambar 7. penambahan tepung eceng gondok selain
meningkatkan retensi lemak juga menaikkan retensi protein seperti pada (Gambar
6) dan perbaikan konversi pakan yang ditunjukkan oleh (Gambar 3).
Semua parameter diatas juga didukung dengan kualitas air media
pemeliharaan dimana kualitas air merupakan faktor fisika, kimia yang dapat
mempengaruhi lingkungan media pemeliharaan dan secara tidak langsung akan
36
mempengaruhi proses metabolisme ikan lele. Menurut (Taufik dkk, 2017) suhu
sangat berperan penting dalam aktivitas, kegiatan serta kelangsungan hidup ikan
lele. Selama melakukan penelitian, suhu dikontrol pada rentang 27-300C, kondisi
ini tergolong baik untuk pertumbuhan ikan karena mempunyai batas yang hampir
sama sebagaimana yang dikemukakan SNI (2014), pertumbuhan optimal ikan lele
berkisar pada suhu 25-300C. Suhu tertinggi biasanya diperoleh setelah tengah hari
antara pukul 13.00-15.00 WITA, sedangkan suhu terendah akan diperoleh
biasanya setelah turun hujan. Derajat keasaman (pH) air selama penelitian
berkisar antara 6,8-7,1, dimana nilai ini masih cukup optimal untuk pertumbuhan
ikan seperti yang dikatakan Taufiq et al. (2016) ikan akan tumbuh dengan baik
dalam lingkungan dengan derajat keasaman air (pH) 6,5-8. Tingginya tingkat
keasaman dalam air dapat mengurangi nutrisi penting yang terdapat dalam
lingkungan yakni fosfat. Asmawi, (1986) juga menyatakan bahwa ikan air tawar
mempunyai toleransi terhadap pH air yang berkisar antara 4-11, diluar batas
tersebut ikan akan mati. Adapun kadar oksigen terlarut (DO) selama penelitian
adalah 3.02-4,38 mg/l. Ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan yang
disebut arborescent organ. Hal ini membuat ikan lele tidak terlalu memerlukan
kadar oksigen dalam air karena melalui organ ini, ikan dapat mengambil udara
langsug dari permukaan. Kadar amoniak selama penelitian adalah 0.021-0,094
mg/l hal ini masih bisa ditoleransi oleh ikan lele. Sesuai dengan SNI (2014),
menjelaskan bahwa konsentrasi kandungan amoniak dan air maksimal adalah 0,1
mg/l. Secara umum data parameter kualitas air yang diukur selama penelitian ini
37
berlangsung relatif masih cukup mendukung berlangsungnya proses kehidupan
secara optimal untuk benih ikan lele.
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian
pakan dengan penambahan tepung eceng gondok dengan bantuan fermentasi
cairan rumen cenderung dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan
menurunkan nilai food convention ratio (FCR) ikan lele.
5.2. Saran
Disarankan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Pemberian pakan
buatan yang terbuat dari bahan eceng gondok yang difermentasi melalui bantuan
cairan rumen sapi untuk diberikan pada pembenihan dan pembesaran ikan lele.
39
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, I. Mokoginta, R. Affandi, dan D. Jusadi. 2009. Pengaruh Pakan dengan
Kadar Protein dan Rasio Energi Protein yang Berbeda Terhadap
Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar (C.macropomum).
[Thesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 88 hlm
(Tidak diterbitkan).
Ayuningtyas, A. 2008. Eksplorasi Enzim Selulase dari Isolat Bakteri asal Rumen
Sapi. Skripsi pada Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga.
Arlini, A.E. 2014. Pengaruh Penambahan Isi Rumen dan Metionin pada Ransum
Komersial Terhadap Gain dan Efisiensi Pakan Broiler.
Aniek, S .2003. Kerajinan Tangan Eceng Gondok. Jawa Tengah: Balai
Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP)
Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. PT. Gramedia, Jakarta. 82
Hal.
Budi, Y. S. 2006. Penggunaan Kapang Rhizopus Oligosporus Dengan Persentase
Yang Berbeda Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoeveni Blkr). Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Bung Hatta. Padang.
Cahyadi, R. 2015. Penambahan Tepung Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Fermentasi Dalam Pakan untuk Pertumbuhan Benih Ikan Jelawat
(Leptobarbus hoeveni). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Riau. Pekanbaru. 16 hlm.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan' Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.163 hal
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). Rineka
Cipta, Jakarta.
Irmawati. (2013). Respons fisiologis, biokimia, dan molekuler ikan gurame yang
diberi hormon pertumbuhan rekombinan. Disertasi. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor. Bogor, 141 hlm.
Manendar. R. 2010. Pengolahan Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
dengan Metode Fotokatalitik TiO2: Pengaruh Waktu Kontak
Terhadap Kualitas BOD5, COD, dan pH Efluen. Tesis.Program
Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
40
Mohapatra SM. 2015. Utilization of water hyacinth Eichhornia crassipes meal as
partial fish protein replacement in the diet of Cyprinus carpio fry.
European Journal of Experimental Biology. 5(5):31-36.
Muchtaromah, B. Susilowati. R. Dan Kusumastuti. A. 2018. Pemanfaatan Tepung
Hasil Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai
Campuran Pakan Ikan Untuk Meningkatan Berat Badan Dan Daya
Cerna Protein Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp)” (Refleksi Surat
Ali Imran 190-191). Jurnal. Universitas Islam negeri. Malang. 1-10.
NRC. 1997. Nutrient Requirement of Warm Water Fishes and Shellfishes.
National Washington: Academy Press. DC, USA.
Penaflorida VD. 1989. An evaluation of indigenous protein sources as potential
components in the diet formulation for tiger prawn Penaeus
monodon, using essential amino acid index (EAAI). Aquaculture.
83:319-330.
Rahmad, F. A. 2017. Pemanfaatan tepung eceng gondok (Eichhornia crassipes)
terfermentasi menggunakan cairan rumen sapi dalam pakan terhadap
pertumbuhan benih ikan jelawat (Leptobarbus hoeveni). Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 15 hlm.
Ratnani, R. D. 2000. Pemanfaatan eceng gondok Eichornia crassipes untuk
menurunkan kandungan COD (chemical oxygen demand), pH, bau,
dan warna pada limbah cair tahu (Skripsi). Semarang (ID):
Universitas Wahid Hasyim.
Rizky, D. 2012. Ekstraksi Serat Selulosa Dari Tanaman Eceng Gondok
(EichorniaCrassipes) Dengan Variasi Pelarut. (Skripsi). Fakultas
Teknik. Universitas Indonesia.Depok.
Rahmaningsih, H. D. 2006. Kajian penggunaan eceng gondok Eichornia crassipes
pada penurunan senyawa nitrogen efluen pengolahan limbah cair PT.
Capsugel Indonesia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawati, M & M. A. Suprayudi. 2003. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan
Nila Merah (Oreochromis sp.) yang Dipelihara pada Media
Bersalinitas.
Sulhi, M. Samsudin. R, Hendra. 2010. Penggunaan Kombinasi Beragam Pakan
Hijauan Dan Pakan Komersial Terhadap Pertambahan Bobot Ikan
Gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar. Bogor.Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur.759-764
Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan Di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta.
41
Samsudin, R. Ningrum. S. dan M. Sulhi. 2010. Evaluasi Penggunaan Pakan
Dengan Kadar Protein Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan
Nilem (Osteochilus hasseltii). Balai Riset Perikanan Budidaya Air
Tawar. Bogor.Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 697-
701.
Taufiq, Firdaus dan Iko, I. A. 2016. Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar
(Colossoma macropomum) Pada Pemberian Pakan Alami yang
Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan
Unsyiah. Volume 1, Nomor 3: 355-365 hlm. November 2016. ISSN.
2527-6395.
Yandes. Z, ridwan. A dan ing. M. 2003. Pengaruh Pemberian Selulosa Dalam
Pakan Terhadap Kondisi Biologis Benih Ikan Gurami (Osphronemus
gouramy Lac). Jurnal lktiologi Indonesia, 3 (l). 27-33.
42
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Laju Pertumbuhan Harian ikan lele yang diberi pakan dengan
penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada
akhir perlakuan.
1. Berat Total Ikan
Perlakuan Minggu ke- (gram)
I II III IV V VI
Kontrol 200 249,9 294,88 329,8 393,3 491,55
Tepung Eceng
Gondok 200 252,2 319,2 444,6 472,44 581,49
2. Berat Ikan per ekor
Perlakuan Minggu ke- (gram)
I II III IV V VI
Kontrol 2 2,55 3,04 3,4 4,37 5,65
Tepung Eceng
Gondok 2 2,6 3,36 4,68 5,08 6,39
Lampiran 2. Tabel Pertumbuhan panjang ikan lele yang diberi pakan dengan
penambahan tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada
akhir perlakuan.
1. Panjang Total Ikan
Perlakuan Minggu ke- (cm)
I II III IV V VI
Kontrol 700 735 785,7 843,9 810 817,8
Tepung Eceng
Gondok 700 776 874 950 985,8 1010,1
2. Panjang Ikan per ekor
Perlakuan Minggu ke- (cm)
I II III IV V VI
Kontrol 7 7,5 8,1 8,7 9 9,4
Tepung Eceng
Gondok 7 8 9,2 10 10,6 11,1
43
Lampiran 3. Tabel Hasil pengolahan data laju pertumbuhan harian, pertumbuhan
panjang, dan FCR ikan lele yang diberi pakan dengan penambahan
tepung eceng gondok terfermentasi cairan rumen pada akhir
perlakuan.
Perlakuan Pertumbuhan
Panjang (cm)
Pertumbuhan
Berat(gram) FCR (%)
Kontrol 2,4 3,65 2,87
Tepung Eceng
Gondok 4,1 4,39 2,38
Lampiran 4. Hasil Analisis Proksimat Tubuh ikan lele pada awal dan akhir
penelitian.
Awal Penelitian
No Kode
Sampel
Parameter Satuan Hasil Acuan Metode
1 Ikan Lele Kadar Air
Kadar Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
%
%BK
%BK
%BK
%BK
60,46
14,94
72,81
4,56
0,97
SNI 01-2891-1992
AOAC 942.05
AOAC 984.13
AOAC 920.39
AOAC 962.09
Akhir Penelitian
No Kode
Sampel
Parameter Satuan Hasil Acuan Metode
1 A Kadar Air
Kadar Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
%
%BK
%BK
%BK
%BK
74,05
17,32
81,20
7,30
2,17
SNI 01-2891-1992
AOAC 942.05
AOAC 984.13
AOAC 920.39
AOAC 962.09
2 B Kadar Air
Kadar Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
%
%BK
%BK
%BK
%BK
82,54
20,17
90,50
9,20
5,04
SNI 01-2891-1992
AOAC 942.05
AOAC 984.13
AOAC 920.39
AOAC 962.09
44
Lampiran 5. Prosedur Analisis Proksimat
A. Kadar Protein (metode semimicro-kjeldahl : Takeuchi, 1988)
Tahap Oksidasi:
1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl.
2. Katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 g
dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.
3. 10 mL H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian
labu dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400oC selama 3
– 4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau
bening.
4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 mL. Kemudian
larutan dimasukan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan aquades
sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk
didestilasi.
Tahap Destilasi
1. Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi
setengahnya dengan aquades untuk menghindari kontaminasi oleh
amonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.
2. Erlenmeyer diisi 10 mL H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indikator
methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara
dimiringkan hingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.
45
3. 5 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui
corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 mL
NaOH 30 % lalu dimasukan melalui corong tersebut dan ditutup.
4. Campuran alkali dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10
menit terjadi pengembunan pada kondensor.
5. Labu erlenmeyer diturunkan hingga ujung pipa kondensor berada di leher
labu, di atas permukaan larutan. Kondensor dibilas dengan akuades
selama 1 – 2 menit.
Tahap Titrasi
1. Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05N.
2. Volume hasil titrasi dicatat.
3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.
Perhitungan,
( ) ( )
Keterangan:
Vs : ml 0.05 N nitran NaOH untuk sampel;
Vb : ml 0.05 N nitran NaOH untuk blanko;
F : faktor koreksi dari 0.05 N larutan NaOH;
S : bobot sampel (g);
0.0007: setiap ml 0.05 N NaOH ekuivalen dengan 0.0007 g nitrogen;
6.25 : faktor nitrogen
46
B. Kadar lemak (metode ether ekstraksi: Takeuchi, 1988)
1. Labu ekstraksi dipanaskan di dalam oven (110oC) selama 1 jam kemudian
didinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang bobot labu
tersebut (A)
2. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g (B) dan dimasukkan ke dalam tabung
filter lalu dipanaskan pada suhu 90-100 oC selama 2-3 jam
3. Tabung filter ditempatkan ke dalam ekstrak dari alat soxhlet. Kemudian
disambungkan kondensor dengan labu ekstraksi yang telah diisi 100 ml
petroleum eter
4. Eter dipanaskan pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath pada
suhu 70 oC selama 16 jam 5.Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 100
oC
kemudian ditimbang (C)
( )
C.Kadar air (Takeuchi 1988)
1. Cawan dipanaskan dalam oven (110oC) selama 1 jam kemudian
dimasukkan dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (A)
2. Bahan ditimbang 2-3 gram (B)
3. Cawan dan bahan dipanaskan di dalam oven (110oC) selama 4 jam
kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu ditimbang
(C)
( ) ( )
47
D.Kadar abu (Takeuchi 1988)
1. Cawan dipanaskan di dalam oven (110oC) selama 1 jam kemudian
dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit dan ditimbang (A)
2. Bahan ditimbang 2-3 g (B)
3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur (600oC) sampai bahan menjadi
abu, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator selama 30 menit lalu
ditimbang (C)
( ) ( )
E. Serat kasar (Takeuchi, 1988)
1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC.
Setelah itu didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang (A)
2. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g (B) dan dimasukkan ke dalam erlemeyer
250 ml.
3. Sebanyak 50 ml H2SO4 0.3 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
dipanaskan selama 30 menit. Setelah itu dimasukan 25 ml NaOH 1.5 N ke
dalam erlenmeyer lagi, kemudian dipanaskan selama 30 menit
4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong
Buchner dan dihubungkan pada vacum pump untuk mempercepat filtrasi
5. Larutan dan bahan yang ada dalam corong Buchner dibilas secara berturut-
turut 50 ml air panas, H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas dan 25 ml aseton
6. Kertas saring dan isinya dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian
dikeringkan selama 1 jam dan kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang (C)
48
7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih,
kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (D)
( ) ( )
49
Lampiran 6. Dokumentasi proses penelitian
Penyaringan Cairan Rumen Sapi
Pembuatan Pakan Uji
Pencetakan Pakan
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dian Zulita dilahirkan di Tangerang pada
tanggal 14 Desember 1996, sebagai anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan Pininta dan Zulkarnain. Penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) pada tahun
2009 di SD Periuk Jaya Permai Tangerang, setelah tamat SD
penulis melanjutkan ke sekolah menengah pertama (SMP) pada tahun 2009 di
SMP Negeri 1 Sanggar dan diselesaikan pada tahun 2012, pada tahun yang sama
penulis masuk ke sekolah menengah kejuruan (SMK) di SMK Negeri 6 Bima dan
lulus pada tahun 2015. Dan pada tahun 2015 penulis diterima sebagai mahasiswa
program studi budidaya perairan, fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah
Makassar melalui jalur tes. Selama kuliah penulis pernah magang di Balai
Perikanan Budidaya Laut Lombok (BPBL).
Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi yang berjudul
“Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Pada Pakan Dengan
Mencampurkan Tepung Eceng Gondok Yang Difermentasi Cairan Rumen Sapi.
Di Bawah bimbingan Dr. Murni, S.Pi., M.Si. dan Asni Anwar, S.Pi., M.Si.