Upload
junanda-arifin
View
1.001
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Salah satu muatan paling penting dari suatu undang-undang dasar
(konstitusi) adalah bagaimana penyelenggaraan kekuasaan negara itu dijalankan
oleh organ-organ negara. Organ atau lembaga negara merupakan subsistem dari
keseluruhan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Sistem penyelenggaraan
kekuasaan negara menyangkut mekanisme dan tata kerja antar organ-organ
negara itu sebagai satu kesatuan yang utuh dalam menjalankan kekuasaan
negara. Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara menggambarkan secara utuh
mekanisme kerja lembaga-lembaga negara yang diberi kekuasaan untuk
mencapai tujuan negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebelum dan setelah perubahan mengandung beberapa prinsip yang
memiliki perbedaan-perbedaan mendasar. Perubahan atas sistem
penyelenggaraan kekuasaan yang dilakukan melalui perubahan UUD 1945,
adalah upaya untuk menutupi berbagai kelemahan yang terkandung dalam UUD
1945 sebelum perubahan yang dirasakan dalam praktek ketatanegaraan selama
ini. Karena itu arah perubahan yang dilakukan adalah antara lain mempertegas
beberapa prinsip penyelenggaraan kekuasaan negara sebelum perubahan yaitu
prinsip negara hukum (rechtsstaat) dan prinsip sistem konstitusional
(constitutional system), menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada dan
membentuk beberapa lembaga negara yang baru agar sesuai dengan sistem
konstitusional dan prinsip-prinsip negara berdasar atas hukum. Perubahan ini
tidak merubah sistematika UUD 1945 sebelumnya untuk menjaga aspek
kesejarahan dan orisinalitas dari UUD 1945. Perubahan terutama ditujukan pada
penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing lembaga
negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia
terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika sistem pemerintahan di
Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang
lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung,
sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang
lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar
1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik
terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik,
hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini
dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik
Indonesia pada masa orde baru dan pada masa reformasi.
2.1. Masa Orde Baru (1966 – 1998)
2.1.1 Kronologis Lahirnya Orde Baru
30 September 1965
Terjadinya pemberontakan G30S PKI
11 Maret 1966
Letjen Soeharto menerima Supersemar dari presiden Soekarno untuk
melakukan pengamanan
12 Maret 1966
Dengan memegang Supersemar, Soeharto mengumumkan pembubaran
PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang
2
22 Februari 1967
Soeharto menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari presiden
Soekarno
7 Maret 1967
Melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto ditunjuka sebagai pejabat
presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil
pemilu
12 Maret 1967
Jenderal Soeharto dilantik menjadi presiden Indonesia kedua sekaligus
menjadi masa awal mula lahirnya era orde baru
2.1.2 Ciri Pokok Orde Baru
Pemerintahan yang diktator tetapi aman dan damai
Tindak korupsi merajalela
Tidak ada kebebasan berpendapat
Pancila terkesan menjadi ideologi tertutup
Pertumbuhan ekonomi yang berkembang pesat
Ikut sertanya militer dalam pemerintahan
Adanya kesenjangan sosial yang mencolok antara orang kaya dan orang
miskin
2.1.3 Kebijakan Pada Masa Orde Baru
Indonesia didaftarkan lagi menjadi anggota PBB pada bulan september 1966
Adanya perbaikan ekonomi dan pembangunan
Pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
Dilaksanakannya kebijakan transmigrasi dan keluarga berencana
Adanya gerakan memerangi buta huruf
Dilakukannya swasembada pangan
3
Munculnya gerakan Wajib Belajar dan gerakan Nasional Orang Tua Asuh
Dibukanya kesempatan investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah
selanjutnya yang ditempuh oleh pemerintah adalah melaksanakan
Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional yang diupayakan pada zaman
Orde Baru direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan
Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka pendek dirancang
melalui Pembangunan Lima Tahun (pelita). Setiap pelita memiliki misi
pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa
Indonesia.Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional
tersebut, maka MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sejak tahun 1973, yang pada dasarnya merupakan pola umum
pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya. GBHN
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi
program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima
tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969. Proses
Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru Sejak Orde Baru berkuasa,
telah banyak perubahan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia melalui
tahap-tahap pembangunan di segala bidang. Pemerintah Orde Baru berusaha
meningkatkan peran nagara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, langkah yang dilakukan pemerintah Orde Baru adalah menciptakan
stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan
tata kehidupan negara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945. Pada Sidang umum IV MPRS telah diambil suatu keputusan
untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengemban Surat Perintah Sebelas
Maret atau Supersemar, yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No.
IX/MPRS 1966 untuk membentuk kabinet baru. Pembentukan kabinet baru ini
dinamai Kabinet Ampera. Kabinet Ampera dibebani tugas untuk menciptakan
stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Tugas itulah yang kemudian dikenal dengan
4
sebutan Dwi Darma Kabinet Ampera. Adapun program yang dibebankan oleh
MPRS kepada kabinet Ampera adalah:
Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.
Melaksanakan Pemilihan Umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yakni 5 JUli 1968.
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional
sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966.
Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala
bentuk dan manifestasinya.
Keempat program Kabinet Ampera ini disebut Catur Karya Kabinet Ampera.
Program ini dijalankan oleh pemerintah Orde Baru. Pada tanggal 21 Maret
1968, Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden menyampaikan laporan
kepada Sidang umum V MPRS mengenai pelaksanaan Dwi Darma dan Catur
Karya Kabinet Ampera. Pertama kali dilaporkan bahwa telah dilaksanakan
usaha mendudukkan kembali posisi, fungsi dan hubungan antar lembaga
negara tertinggi sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945. Menurut UUD
1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memegang kekuasaan tertinggi
dalam negara Republik Indonesia. Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) berada dibawah MPR. Pada masa Orde Baru tatanan kehidupan
kenegaraan dikembalikan kepada kemurnian pelaksanaan UUD 1945, hal itu
terlihat pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dimana Presiden
Soeharto berbicara langsung di hadapan wakil-wakil rakyat yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Pidato kenegaraan Presiden Soeharto selalu
diucapakan di depan sidang DPR.
2.2 Masa Reformasi (1998 – Sekarang)
5
Munculnya Era Reformasi ini menyusul jatuhnya pemerintah Orde Baru
tahun 1998. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah
dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi
besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah
Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12
Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya.
Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan
yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk
mengundurkan diri dari jabatannya.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan
sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan
pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa
Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde
Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan
Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri
atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik
Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
6
1. Negara Indonesia adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud
adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang
merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due process of law.
Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang
berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum
perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer
dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.
2. Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD
1945) berdasarkan Check and Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai
penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan
wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas
kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi
penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak
dibangun adalah sistem “check and balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap
lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada
yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945
dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut
adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan
7
undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan
kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar. Oleh karena itu
kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas
dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat
melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya
melalui pemilihan umum.
Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-
undangan sebanyak dua kali, yaitu :
Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
3. Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan
mempertegas sistem presidensial itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab
8
kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam
pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
karena melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.
DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3,
mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut UUD.
5. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi
menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal
reformasi Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada
Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri
untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD
1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat
dalam satu paket.
6. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
9
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan
negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19
s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap
menerapkan sistem presidensial.
7. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat
dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan
pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
8. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-
undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal
3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan
menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan
pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
9. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai.
2.2.1 Kronologis Lahirnya Era Reformasi
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di
tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat
10
dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan
ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan
mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya,
pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah
menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
1. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde
Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum.
Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru
memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo.
Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal
Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai
Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
2. Krisi Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok
tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945
Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara
hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari
rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan
ikatan kekeluargaan (nepotisme). Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya
11
rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak
percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan
reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk
keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan
reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR /
MPR
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan
ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh
kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada
sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air
semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996.
Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai
Demokrasi Indonesia (PDI). Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya
gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja,
tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan
masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik,
masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat
besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok
yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang
diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut
agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden. Terjadinya
ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda.
12
Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di
Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa. Pemilihan umum tahun 1997
ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih
kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto
sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di
kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang
sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden. Dalam
Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan
intelektual.
3. Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan
mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat
menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan
masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
4. Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli
1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi
Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi
ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin
bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan
dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk
membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan
13
pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank
bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan
begitu saja. Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara,
tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran
1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya.
Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997
persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini
menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan
kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan
moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang
sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari
1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau
Lol) dengan IMF. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri
Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya
merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang
yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar
dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar
Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri
terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh
keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi
dan korupsi serta tingginya kredit macet. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia
sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan
tingkat pendidikan yang masih rendah. Sementara itu, pengaturan perekonomian
pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem
perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem
14
ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem
ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk
monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi. Pola Pemerintahan
Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru
bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini
semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat
pemerintah yakni di Jakarta. Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat
menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan
dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan
pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini
juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena
pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun
peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat
biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam
merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
5. Krisi Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei
1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas
Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi
kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang
Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus
dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak
demokratis dan tidak merakyat. Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan
dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak
disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk
melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi
15
mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat
tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para
mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri
akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka
pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar
Presiden Soeharto mengundurkan diri. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian
Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan
perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia
dicalonkan kembali sebagai Presiden. Dalam perkembangannya, upaya
pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan
menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J.
Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai
Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
BAB III
PENUTUP
16
Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD
1945 sebelum diamandemen atau pada masa orde baru tertuang dalam Penjelasan
UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut
sebagai berikut.
1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak
bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan
Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah
kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah
adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua
kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa
melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat.
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi.
Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih
mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya
transisi menuju sistem pemerintahan yang baru.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia pada masa reformasi adalah sebagai
berikut.
17
1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas.
Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan
presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan.
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa
jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil
presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab
kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan
merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan
kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan
peradilan dibawahnya.
Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan
Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang
lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung,
sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang
lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
DAFTAR PUSTAKA
18
Sumber Buku :
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta : Liberty.
Undang-Undang Dasar RI 1945 Hasil Amandemen Pertama-Keempat.
Sumber Internet :
http://panmohamadfaiz.com/2007/03/18/sistem-ketatanegaraan-indonesia-pasca-
amandemen/
http://syabab2000.multiply.com/reviews/item/24
http://uzey.blogspot.com/2009/09/sistem-pemerintahan.html
http://hitamandbiru.blogspot.com/2011/01/perbandingan-sistem-
pemerintahan.html#ixzz2aXl8q0uU
19