21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) Lanjut Usia adalah suatu proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan. 16 Lansia merupakan kelompok penduduk berumur tua yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri lebih dari 60 tahun. WHO mengelompokan lanjut usia atas tiga kelompok, yaitu : 20 a. Kelompok middle age (45-59 tahun) b. Kelompok elderly age (60-74 tahun) c. Kelompok old age (75-90 tahun) Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua dapat dipandang dari tiga segi yaitu segi kronologis (umur sama atau telah melampaui 65 tahun), biologis (berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya tampak pada penampilan fisik), dan psikologis (perilaku yang tampak pada diri seseorang). 21 Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia), yaitu : 22 a. Pralansia (Prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun b. Lansia (Lanjut Usia) Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih Universitas Sumatera Utara

KLASIFIKASI LANSIA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lanjut usia

Citation preview

Page 1: KLASIFIKASI LANSIA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)

Lanjut Usia adalah suatu proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah,

terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya fungsi

dan kemampuan badan secara keseluruhan.16 Lansia merupakan kelompok penduduk

berumur tua yang mendapat perhatian atau pengelompokan tersendiri lebih dari 60

tahun. WHO mengelompokan lanjut usia atas tiga kelompok, yaitu :20

a. Kelompok middle age (45-59 tahun)

b. Kelompok elderly age (60-74 tahun)

c. Kelompok old age (75-90 tahun)

Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, lansia adalah

seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Tua dapat dipandang dari tiga segi

yaitu segi kronologis (umur sama atau telah melampaui 65 tahun), biologis

(berdasarkan perkembangan biologis yang umumnya tampak pada penampilan fisik),

dan psikologis (perilaku yang tampak pada diri seseorang).21

Klasifikasi Lanjut Usia (Lansia), yaitu :22

a. Pralansia (Prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun

b. Lansia (Lanjut Usia)

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 2: KLASIFIKASI LANSIA

c. Lansia Resiko Tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun

atau lebih dengan masalah kesehatan. (Depkes RI, 2003)

d. Lansia Potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat

mengahasilkan barang/jasa. (Depkes RI, 2003)

e. Lansia Tidak Potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung

pada bantuan orang lain. (Depkes RI, 2003)

2.2 Pengertian Obesitas

Kata obesitas berasal dari bahasa latin: obesus, obedere yang artinya gemuk

atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang

ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.23

Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang

umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan

kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan salah satu

bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat dengan sosial

ekonomi tinggi.24 Menurut World Health Organization (WHO) 2006, obesitas

didefenisikan sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan

dengan Body Mass Index (BMI) ≥ 30 kg/m2.18

Universitas Sumatera Utara

Page 3: KLASIFIKASI LANSIA

2.3 Pengukuran Obesitas

Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria overweight

dan obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh

(IMT), tebal lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio lingkar pinggang

terhadap lingkar panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan overweight dan obesitas

dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh yang merupakan indikator

status gizi. Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus :24

WHO telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat

mencerminkan risiko penyakit tertentu. (tabel 2.1) 25

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2004 Kategori IMT Risiko Penyakit

Kurus (underweight) < 18,5 Rendah Berat badan normal 18,5 – 24,9 Rata – rata Berat badan berlebih (overweight) 25 – 29,9 Meningkat Obesitas – kelas 1 30 – 34,9 Sedang Obesitas – kelas 2 35 – 39,9 Berbahaya Obesitas – kelas 3 (obesitas morbid) ≥ 40,0 Sangat berbahaya

Atmarita (1992), mengemukakan batasan terhadap tingkat kegemukan dengan

menggunakan IMT, dimana berat badan dikatakan normal bila IMT 20,1-25 untuk

laki-laki dan 18,7-22,8 untuk perempuan. Bila IMT di atas 25 maka digolongkan

sebagai overweight dan bila di atas 30 dinyatakan sebagai obese. Seseorang dikatakan

kurus atau underweight bila IMT nya sekitar 18,5-20. Sedangkan bila IMT nya 17,0-

18,5 dinyatakan kurus dengan risiko tinggi terhadap infeksi.24

Berat Badan (kg) Indeks Massa Tubuh = ------------------------ ( IMT ) Tinggi Badan (m)2

Universitas Sumatera Utara

Page 4: KLASIFIKASI LANSIA

Saat ini indeks massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status

gizi pasien dewasa di beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo). Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat

sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada laki-laki

maupun perempuan.24

2.4 Jenis – Jenis Obesitas

2.4.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya

a. Obesitas Android (Tipe Apel)

Merupakan karakteristik obesitas pada laki-laki dengan ciri abdomen besar,

namun bagian paha dan pantat relatif kecil. Juga dapat terjadi pada wanita

menopause, yaitu bila lemak tertimbun di tengah bagian atas tubuh (perut, dada,

punggung, dan muka). Lemak yang menumpuk pada tipe android sebagian besar

merupakan lemak jenuh yang mengandung sel-sel lemak yang besar, sehingga lebih

mudah mengalami metabolisme.24

Menurut Vague, seorang peneliti dari Perancis, tipe android mempunyai risiko

lebih tinggi terhadap penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan

glukosa, seperti penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, stroke, dan tekanan

darah tinggi. Namun kegemukan tipe ini lebih mudah untuk menurunkan berat badan

dibanding tipe ginoid asalkan melaksanakan diet dan olahraga dengan disiplin.26

Universitas Sumatera Utara

Page 5: KLASIFIKASI LANSIA

b. Obesitas Ginoid (Tipe Pear)

Merupakan karakteristik dari obesitas pada wanita dengan ciri abdomen kecil,

namun bagian panggul atau pantat dan paha relatif besar. Hal ini disebabakan karena

sel-sel yang ada pada daerah tersebut lebih banyak terdiri dari lipoprotein lipase.27

Tipe ginoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android, sebab lebih kecil

kemungkinan terserang penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak dan

glukosa. Jenis timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh dengan ukuran sel

lemaknya lebih kecil dan lembek.26

Gambar 2.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya 28

Universitas Sumatera Utara

Page 6: KLASIFIKASI LANSIA

2.4.2 Obesitas Berdasarkan Kondisi Sel 26

a. Tipe Hiperplastik

Tipe hiperplastik merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel

lemak lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal. Akan tetapi, ukuran sel

lemak tersebut masih sesuai dengan ukuran sel yang normal. Kegemukan tipe

hiperplastik biasanya terjadi sejak masa anak-anak dan sulit untuk diturunkan ke berat

badan normal. Bila terjadi penurunan berat tubuh sifatnya hanya sementara dan

kondisi tubuh akan mudah kembali ke keadaan semula.

b. Tipe Hipertropik

Kegemukan yang termasuk dalam tipe ini mempunyai jumlah sel yang

normal, tetapi ukuran sel lebih besar dari ukuran normal. Kegemukan ini biasanya

terjadi pada orang dewasa dan relatif lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding

tipe hiperplastik. Namun, kegemukan tipe ini mempunyai risiko lebih mudah

terserang penyakit gula dan tekanan darah tinggi.

c. Tipe Hiperplastik-Hipertropik

Pada kegemukan tipe ini jumlah maupun ukuran sel yang terdapat pada tubuh

seseorang melebihi ukuran normal. Proses kegemukan dimulai sejak masa anak-anak

dan berlangsung terus hingga dewasa. Mereka yang mengalami kegemukan tipe ini

paling sukar menurunkan berat tubuh. Dengan demikian, seseorang dengan tipe

kegemukan seperti ini paling mudah terserang berbagai penyakit degeneratif.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: KLASIFIKASI LANSIA

2.4.3 Obesitas Berdasarkan Tingkatan29

a. Simple obesity (kegemukan ringan), merupakan kegemukan akibat kelebihan

berat tubuh sebanyak 20% dari berat ideal dan tanpa disertai penyakit diabetes

melitus, hipertensi, dan hiperlipidemia.

b. Mild obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara 20-

30% dari berat ideal yang belum disertai penyakit tertentu, tetapi sudah perlu

diwaspadai.

c. Moderat obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara

30-60% dihitung dari berat ideal. Pada tingkat ini penderita termasuk berisiko

tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan obesitas.

d. Morbid obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh dari

berat ideal lebih dari 60% dengan risiko sangat tinggi terhadap penyakit

pernapasan, gagal jantung, dan kematian mendadak.

Sedangkan kegemukan atau obesitas berdasarkan usia yaitu kegemukan masa

bayi (infancy-onset obesity), masa anak-anak (childhood-onset obesity), dan masa

dewasa (adult-onset obesity).

2.5 Epidemiologi Obesitas

2.5.1 Distribusi dan Frekuensi Obesitas

a. Menurut Orang (Person)

Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan masyarakat, antara

lain balita, anak sekolah, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia. Hasil

pemantauan masalah gizi lebih pada orang dewasa yang dilakukan oleh Departemen

Universitas Sumatera Utara

Page 8: KLASIFIKASI LANSIA

Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas pada orang dewasa (≥18

tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi obesitas tertinggi terjadi

pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%).13

Dari survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia ≥ 60 tahun di kota

besar di Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita mengalami obesitas.16

Sedangkan menurut penelitian pada usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di

Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%)

lansia mengalami obesitas dari 62 responden.17 Menurut penelitian Juwita (2007),

pada lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang

(20,7%) lansia mengalami obesitas dari 121 responden.18

Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan

berlebih (overweight), dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun

2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta

di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2007, prevalensi nasional obesitas pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah

laki-laki 13,9% dan perempuan 23,8%. 15

b. Menurut Tempat (Place)

WHO (2004) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia.

Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia, yakni

37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%).6 Di daerah perkotaan Cina,

prevalensi overweight adalah 12,0% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan,

Universitas Sumatera Utara

Page 9: KLASIFIKASI LANSIA

sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan

masing-masing adalah 5,3% dan 9,8%.30

Menurut penelitian Sjarif, dkk (2002) melakukan penelitian di 10 kota-kota

besar yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta,

Surabaya, Denpasar, dan Manado dengan subyek siswa sekolah dasar. Hasilnya

memperlihatkan prevalensi obesitas pada anak sebesar 17,7% di Medan, Padang

7,1%, Palembang 13,2%, Jakarta 25,0%, Semarang 24,3%, Solo 2,1%, Yogyakarta

4,0%, Surabaya 11,4%, Denpasar 11,7%, dan Manado 5,3%.23

Prevalensi nasional obesitas pada penduduk dewasa berusia ≥ 15 tahun di 10

provinsi di Indonesia tahun 2007 adalah Sulawesi Utara (33,3%), Jakarta (26,9%),

Gorontalo (26,3%), Maluku Utara (24,4%), Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat

(23,0%), Kepulauan Riau (22,8%), Papua (22,4%), Bangka Belitung (22,2%), dan

Sumatera Utara (20,9%).31

c. Menurut Waktu (Time)

National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia menunjukkan

data hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5% menjadi 32,6% dan obesitas

dari 11,1% menjadi 16,4% pada kelompok umur 55-64 tahun.9 WHO menyatakan

bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan dari seluruh

dunia memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan obesitas

pada 10-15 tahun terakhir, saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta

penduduk dunia menderita obesitas.6

Universitas Sumatera Utara

Page 10: KLASIFIKASI LANSIA

Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1

% dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir

lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 1999. SUSENAS (2004) prevalensi

obesitas mencapai 11,0%.32 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan

Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi

obesitas (IMT≥30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita.33

2.5.2 Determinan Obesitas

a. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai

jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap harinya telah banyak berubah.

Perubahan ini meliputi dengan banyaknya jenis makanan, makanan dapat dibeli

kapan saja, metode pengawetan semakin canggih (makanan dapat selalu tersedia),

dan banyak produk makanan hanya memerlukan sedikit proses pemasakan, sehingga

dapat segera dimakan.25 Hal yang perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin

terjadi, jika terdapat kelebihan makanan dalam tubuh terutama bahan makanan

sumber energi. Dengan kata lain, jumlah makanan yang dimakan setiap hari jauh

melebihi kebutuhan faal tubuh.34

Tampaknya memang ada kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang

mengalami obesitas. Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau

bekerja di dapur. Di samping itu, juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka

makan pada waktu malam. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: KLASIFIKASI LANSIA

menyebabkan penimbunan energi dalam bentuk lemak. Hal ini diperberat dengan

kurangnya aktifitas fisik.29

b. Aktifitas Fisik

Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktifitas fisik

dan kebanyakan duduk. Saat sekarang ini, dengan meningkatnya mekanisasi dan

kemudahan transportasi, orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit

tenaga untuk aktifitas. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga akan

menyebabkan simpanan tenaga/energi di dalam tubuh yang lambat laun akan semakin

bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas. Jadi memperbanyak aktifitas fisik sangat

dianjurkan.29

Kemajuan teknologi menyebabkan berkuranganya kebutuhan untuk

menggunakan tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas manual yang

memerlukan banyak energi. Dari segi transportasi, semakin banyak orang

menggunakan kendaraan, ketimbang berjalan kaki atau bersepeda walaupun pada

jarak yang tidak jauh.25 Dengan kemajuan teknologi, dimana tenaga manusia telah

banyak digantikan oleh mesin, sehingga manusia menjadi semakin dimanjakan. Oleh

karena itu, manusia menjadi kurang melakukan aktifitas fisiknya sehingga obesitas

menjadi lebih merupakan masalah kesehatan masyarakat.35

c. Faktor Psikologis 34

Faktor psikologis sering juga disebutkan sebagai salah satu faktor predisposisi

yang dapat mendorong terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat adanya

tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 12: KLASIFIKASI LANSIA

menguntungkan, dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga orang tersebut

menjadikan makanan sebagai pelariannya.

d. Genetik (Riwayat Keluarga) 29

Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam

timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal

dari keluarga dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas sekitar 40-

50% anak-anaknya akan mengalami obesitas, sedangkan bila kedua orang tuanya

obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas. Timbulnya obesitas dalam

keluarga semacam ini lebih ditentukan karena kebiasaan makan dalam keluarga yang

bersangkutan, dan bukan karena faktor genetis yang khusus. Hanya saja penelitian di

laboratorium gizi Dunn di Cambridge, Inggris baru-baru ini menunjukkan peran

faktor genetis.

e. Metabolisme Basal 26

Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ

tubuh dalam keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang

berbeda, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah. Seseorang yang mempunyai

kecepatan metabolisme rendah akan cenderung lebih mudah gemuk jika

dibandingkan dengan orang yang mempunyai kecepatan metabolisme tinggi.

Pada umumnya, berat badan akan semakin meningkat sesuai dengan

peningkatan usia. Secara alami, metabolisme basal pada usia yang semakin senja

akan semakin menurun. Sejalan dengan itu, aktifitas fisiknya pun juga semakin

berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: KLASIFIKASI LANSIA

f. Hormon

Hormon adalah salah satu faktor obesitas. Hormon leptin, estrogen dan

hormon pertumbuhan mempengaruhi nafsu makan, metabolisme dan distribusi lemak

tubuh. Orang obesitas memiliki kadar hormon ini yang mendorong akumulasi lemak

tubuh.45

Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormon tiroid di dalam

tubuhnya akan menurun. Akibatnya, kemampuan untuk menggunakan energi akan

berkurang. Apalagi pada usia lanjut terjadi penurunan metabolisme basal tubuh

sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badan. Selain hormon

tiroid, hormon insulin juga dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas. Hormon

insulin mempunyai peranan dalam menyalurkan energi ke dalam sel-sel tubuh.

Seseorang yang mengalami peningkatan hormon insulin akan meningkat pula

timbunan lemak di dalam tubuhnya.26

g. Efek Samping Penggunaan Obat – Obatan 26

Terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar di dalam tubuh.

Dengan demikian, seseorang yang mengkonsumsi obat tersebut akan meningkatkan

nafsu makannya. Apalagi jika digunakan dalam waktu yang relatif lama, seperti

dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit. Misalnya pemberian obat oral

antidiabetes (OAD) pada penderita diabetes mellitus tipe II dapat menyebabkan

penambahan berat badan. Oleh karena itu, penggunaan obat ini sebaiknya bila

diperlukan saja. Obat yang dapat merangsang nafsu makan lainnya yaitu pil

kontrasepsi, kortikosteroid, dan antidepresan trisiklik.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: KLASIFIKASI LANSIA

2.6 Komplikasi Obesitas 26

Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan dan obesitas menimbulkan

banyak masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif

(penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang

meluas ke jaringan yang sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh obesitas,

antara lain :

2.6.1 Hipertensi

Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi.

Seseorang dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan

diastole >90 mmHg. Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam

kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan

penderita obesitas tipe buah pear.26

Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung

dalam memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah

cenderung akan lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan

kaku atau disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Untuk itu

lansia hendaknya mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam yang berlebih

dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah.22

2.6.2 Diabetes Mellitus (DM)

Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II. Sebagaimana

diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: KLASIFIKASI LANSIA

insulin atau tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam darah tertimbun

(tinggi). Biasanya 75% penderita DM tipe II adalah orang yang mengalami obesitas

atau riwayat obesitas.22

Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi kondisi

tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Pada

umumnya, penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah.26

2.6.3 Kanker 26

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas akan

berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum, dan kelenjar prostat.

Adapun pada wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena penyakit

kanker payudara dan rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya pada usia lebih

dari 50 tahun dan mengalami kelebihan berat badan akan mudah terserang penyakit

kanker payudara. Untuk mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak total

harus dikurangi.

2.6.4 Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat

penyempitan pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding

jantung). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan sekitar

88% mendapat risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya faktor risiko

penyakit jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan

seseorang.26

Universitas Sumatera Utara

Page 16: KLASIFIKASI LANSIA

Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan

risiko penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan makanan

hewani. Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi ikan karena

dapat menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan sumber protein

hewan lain. Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner tidak selalu berdiri

sendiri, tetapi biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes,

dan hiperlipidemia.22

2.6.5 Arthritis dan Gout 26

Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi

terhadap penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan dengan

orang yang memiliki berat badan ideal atau gemuk.

Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya

radang sendi akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam urat

pada sendi. Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang mengalami

kelebihan berat badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan asam urat dalam

darahnya tinggi.

2.6.6 Batu Empedu 26

Sewaktu tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh,

cairan empedu lebih banyak diproduksi di dalam hati dan di simpan dalam kantong

empedu. Hal inilah yang meningkatkan risiko terkena penyakit batu empedu (adanya

endapan zat-zat berbentuk seperti batu di dalam empedu). Lebih sering terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

Page 17: KLASIFIKASI LANSIA

penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan mengobati

penyakit batu empedu, tetapi hanya akan membantu dalam pencegahannya.

2.7 Perawatan dan Pengelolaan Obesitas

2.7.1 Perawatan Obesitas 34

Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam perawatan obesitas antara lain

adalah :

Pertama, haruslah ditumbuhkan keyakinan pada diri penderita, alasan-alasan

apa yang mengharuskan melakukan upaya menurunkan berat badannya. Jadi langkah

pertama adalah menumbuhkan motivasi dalam diri penderita mengapa ia harus

menurunkan berat badan.

Kedua, penderita obesitas perlu diberikan pengetahuan dasar mengenai zat

gizi dan fungsinya, proses pembentukan dan penggunaan energi dalam tubuh. Dengan

demikian, penderita dituntun untuk mengusahakan terjadinya keseimbangan antara

pemasukan energi yang berasal dari makanan yang dimakannya dan penggunaan

energi oleh tubuh sehingga ia mampu mengendalikan konsumsi makanan.

Ketiga, penderita obesitas harus dibebaskan dari berbagai informasi yang

salah yang mungkin didapatnya dari tulisan-tuisan yang bernada promosi atau yang

dibuat oleh penulis yang bukan ahli yang dapat membawa akibat buruk bagi dirinya.

Karena dasar penurunan berat badan adalah mengurangi jumlah energi yang masuk

yang berasal dari makanan dan menaikkan pengeluaran energi melalui penambahan

kegiatan fisik.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: KLASIFIKASI LANSIA

Keempat, mendorong terjadinya perubahan perilaku. Tidak dapat di sangkal

bahwa untuk memenuhi diet secara sungguh-sungguh untuk penurunan berat badan

tidaklah mudah. Oleh karena itu, disamping pendekatan dari sudut medis dan

dietetika dalam upaya penanggulangan obesitas juga dilakukan pendekatan psikologis

untuk mendorong perubahan perilaku.

Kelima, mengenai kepatuhan penderita terhadap diet yang harus dijalani.

Keenam, mengenai penyusunan diet yang diberikan harus didasarkan atas

kebiasaan dan perilaku penderita sehari-hari dalam hal makanan. Mereka yang biasa

sarapan pagi dengan roti sebagai makanan pokok, harus diberi diet roti untuk makan

pagi. Apabila penderita selalu merasa tidak puas itu justru merupakan pendorong

baginya untuk tidak mematuhi dietnya.

2.7.2 Pengelolaan Obesitas

Pada lansia yang mengalami obesitas, perawatan dan pengelolaan berat badan

umumnya berkisar pada modifikasi makanan, aktifitas fisik/latihan, dan perubahan

perilaku. Khusus bagi lansia ada menu seimbang dalam sehari, yaitu : 36

Universitas Sumatera Utara

Page 19: KLASIFIKASI LANSIA

Tabel 2.2 Pola Susunan Makanan Lansia Dalam Sehari Kelompok Makanan Jenis Pangan

Per Porsi Jumlah Porsi Per Hari

Laki-Laki Perempuan Bahan Pokok Lauk pauk Sayuran Buah-buahan Susu

Nasi (1 prg = 200 g)

Daging (1 ptg = 50 g)

Tahu (1 ptg = 25 g)

Bayam (1 mgk = 100 g)

Pepaya (1 ptg = 100 g)

Skim (1 gls = 100 g)

3

1.5 5

1.5 2 1

2

2

4

1.5

2

1

Sumber : Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992) Upaya untuk menurunkan berat badan tidak hanya dengan pengaturan

makanan atau diet saja tetapi harus juga disertai dengan peningkatan aktifitas fisik.

Hal ini disebabkan karena aktifitas fisik sangat penting dalam membantu mengurangi

cadangan energi yang tertimbun didalam tubuh.31 Menurut Almatsier (2000).

Aktifitas dikelompokkan atas :37

a. Ringan, jika membutuhkan energi 75% untuk duduk dan berdiri, sedangkan

untuk keadaan berdiri sambil bergerak dibutuhkan 25% energi.

b. Sedang, jika membutuhkan energi 40% untuk duduk dan berdiri, sedangkan

pada pekerjaan khusus seperti menyetrika pakaian dibutuhkan 60% energi.

c. Berat, jika membutuhkan energi 75% untuk pekerjaan khusus seperti mencuci

pakaian dan 25% energi untuk duduk dan berdiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: KLASIFIKASI LANSIA

2.8 Pencegahan Obesitas

2.8.1 Pencegahan Primer 22

Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada semua orang,

khususnya kelompok yang berisiko menderita obesitas. Dalam hal ini upaya promotif

dan preventif dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia guna mencegah

terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan, termasuk

obesitas. Kegiatan yang dilakukan berupa :

a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan yang

datang ke posyandu lansia secara periodik atau di puskesmas dengan

menggunakan KMS lansia.

b. Promosi kesehatan untuk mengubah perilaku masyarakat khususnya lansia

dalam hal konsumsi pangan (merencanakan menu harian makanan dengan gizi

seimbang, seperti membatasi konsumsi lemak dan mengkonsumsi makanan

berserat) dalam bentuk penyuluhan.

c. Melakukan olahraga atau aktifitas fisik secara teratur sesuai dengan

kemampuan dan kondisi masing-masing lansia.

2.8.2 Pencegahan Sekunder 16,18

Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang

diakibatkan oleh proses degeneratif. Upaya yang dilakukan adalah pengobatan bagi

penderita obesitas. Diantaranya penggunaan obat – obat pelangsing, akupuntur, dan

pembedahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: KLASIFIKASI LANSIA

a. Penggunaan obat-obat pelangsing : harus dibawah pengawasan dokter karena

tidak semua masalah obesitas dapat diberi obat. Penggunaannyapun sebaiknya

hanya sebagai tindakan sementara.

b. Akupuntur : sebaiknya hanya dilakukan untuk mempermudah dalam

melakukan diet. Penelitian mengungkapkan bahwa akupuntur pada telinga

dapat menekan nafsu makan, sehingga akan mengurangi konsumsi makanan

yang pada akhirnya dapat menurunkan berat badan.

c. Pembedahan : merupakan jalan pintas bagi penderita obesitas. Pada umumnya

dengan pembedahan, penderita obesitas akan mengalami berat badan hingga

35%, penurunan kolesterol tubuh mencapai 50%, penurunan trigliserida, dan

penurunan insulin pada penderita diabetes mellitus.

2.8.3 Pencegahan Tertier 18

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan lanjut perawatan bagi penderita

obesitas. Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi (upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal

mungkin) berupa rehabilitasi mental dan kegiatan fisik. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah melalui psikoterapi. Misalnya dengan melakukan diet rendah kalori

seimbang disertai dengan melakukan aktifitas fisik secara rutin.

Universitas Sumatera Utara