26
PENGARUH PUPUK HAYATI DAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP PENYERAPAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL (Pb) PADA LAHAN BERPASIR Sudaryono Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1. Pendahuluan Daerah pantai pada umumnya merupakan kawasan pasir dengan ciri porositas tanah tinggi, iklim kering yang sangat ekstrim, sifat fisik dan kimia tanahnya kurang mendukung, miskin unsur hara, kecepatan anginnya sangat tinggi dan faktor-faktor lainnya yang kurang bersahabat sehingga kawasan pantai kurang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian 1) . Akibatnya hanya beberapa tanaman yang dapat bertahan hidup, diantaranya adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mampu hidup di daerah tropis yang kering dengan curah hujan tahunan antara 300-1000 mm. Dalam kaitannya dengan daya menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah relatif rendah karena permukaan kontak antara tanah pasiran didominasi oleh pori-pori mikro. Oleh karena itu air yang jatuh pada permukaan tanah pasiran akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tanah pasiran adalah dengan menambah bahan pengkondisi tanah berupa pupuk kompos atau pupuk organik lainnya yang berfungsi menaikan daya penyimpanan air dan memperbaiki kualitas tanah 2,3) . Sumber kompos dapat berasal dari berbagai limbah, diantaranya limbah rumah tangga dan sampah kota (TPA). Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Secara biologi,

Klp 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Klp 4

PENGARUH PUPUK HAYATI DAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP PENYERAPAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL

(Pb) PADA LAHAN BERPASIR

Sudaryono

Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

1. Pendahuluan

Daerah pantai pada umumnya merupakan kawasan pasir dengan ciri porositas tanah tinggi, iklim kering yang sangat ekstrim, sifat fisik dan kimia tanahnya kurang mendukung, miskin unsur hara, kecepatan anginnya sangat tinggi dan faktor-faktor lainnya yang kurang bersahabat sehingga kawasan pantai kurang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian1). Akibatnya hanya beberapa tanaman yang dapat bertahan hidup, diantaranya adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mampu hidup di daerah tropis yang kering dengan curah hujan tahunan antara 300-1000 mm.

Dalam kaitannya dengan daya menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah relatif rendah karena permukaan kontak antara tanah pasiran didominasi oleh pori-pori mikro. Oleh karena itu air yang jatuh pada permukaan tanah pasiran akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tanah pasiran adalah dengan menambah bahan pengkondisi tanah berupa pupuk kompos atau pupuk organik lainnya yang berfungsi menaikan daya penyimpanan air dan memperbaiki kualitas tanah2,3).

Sumber kompos dapat berasal dari berbagai limbah, diantaranya limbah rumah tangga dan sampah kota (TPA). Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Secara biologi, kompos merupakan bahan organik yang menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Adanya kompos dapat mempercepat perkembangan fungi, bakteri, serta mikroorganisme lainnya sehingga yang menguntungkan berkembang lebih cepat. Banyaknya mikroorganisme tanah dapat menambah kesuburan tanah1). Pupuk kompos yang berupa pupuk kandang atau pupuk dari sampah (sampah kota) adala merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil akhir pupuk organik yang memiliki nisbah C/N rendah.

Pupuk kompos TPA berasal dari berbagai sumber, maka tidak menutup kemungkinan bahwa sampat TPA mengandung logam berat yang berasal dari limbah buangan yang sengaja dibuang oleh industri. Tingginya material logam pencemar pada kompos TPA seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni) dapat berpengaruh terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Menurut Notohadiprawiro (1995), penyerapan

Page 2: Klp 4

logam berat oleh tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: tanah dan biologi tanaman (jenis, fase pertumbuhan dan fase perkembangan tanaman) 4).

Logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar yang selanjutnya masuk kedalam siklus rantai makanan (Alloway, 1999 dalam Charlena, 2004) 5). Logam akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi. Akumulasi logam berat ke dalam jaringan tanaman dapat secara langsung mempengaruhi laju pertumbuhan dan hasil tanaman serta secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia, jika mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi logam berat. Pengkajian akumulasi logam ke dalam tanaman tahunan akan lebih aman karena tanaman tahunan atu tanaman industri banyak yang tidak dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi manusia. Salah satu tanaman industri yang tidak dikonsumsi manusia yaitu tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Penghambatan akumulasi logam berat ke dalam jaringan tanaman dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroba sebagai pupuk hayati. Beberapa bakteri dari genus Azotobacter sp. Dan Pseudomonas sp. mampu menghambat translokasi logam berat di dalam tanah dan mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh pada tanaman 6).

Bahan organik peranannya sangat penting dalam menekan ketersediaan logam berat di dalam tanah. Serapan logam Cd, Cu, Pb, Zn, dan Cr ditemukan lebih rendah di tanah organik dibadingkan tanah mineral2). Pupuk organik dan pupuk hayati dapat digunakan untuk menahan logam berat agar tetap berada di dalam tanah sehingga tidak diserap oleh akar tanaman, atau sebaliknya dapat berfungsi untuk mempercepat proses penyerapan logam berat ke jaringan tanaman sehingga lahan yang tercemar akan dapat terpulihkan kembali.

Beberapa pupuk hayati yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, merupakan formulasi beberapa bakteri yang memiliki fungsi tertentu terhadap tanaman6). Penambat N atmosfer oleh mikrobia dapat membantu ketersediaan unsur N bagi tanaman dan dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk N yang berasal dari ppuk organik. Azotobacter sp. merupakan salah satu mikrobia yang dapat menambat N atmosfer baik sebagai organisme yang hidup bebas ata berasosiasi dengan akar tanaman. Pseudomonas sp. merupakan mikrobia tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia. Hal ini karena bakteri tersebut mengeluarkan asam-asam organik yang dapat membentuk komponen stabil dengan kation-kation mengikat P di dalam tanah.

1.1 Tujuan

Penelitian ini untuk mengetahui besarnya akumulasi logam berat Cu (tembaga) dan Pb (timbal) pada jaringan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) oleh karena pengaruh fitoremediasi dan stabilisasi pupuk hayati.

1.2 Alasan Pemilihan Judul

Kami memilih judul ini karena beberapa alasan, yaitu:

a. Dapat mengetahui seberapa efektif jarak pagar sebagai tanaman fitoremediasi

Page 3: Klp 4

b. Terdapat simbiosis antara tanaman jarak pagar dengan mikrobia tanah dalam hal ini Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. sehingga kita dapat mengetahui interaksi antar keduanya.

c. Jarak pagar adalah tanaman yang banyak manfaatnya, selain sebagai tanaman fitoremediasi tanaman ini juga dapat dimanfaatkan biji dan minyaknya sebagai biofuel.

d. Pengelolaan sampah TPA menjadi bahan yang bermanfaat sangat diperlukan mengingat sampah mengakibatkan pencemaran tanah dan udara.

2. Metode Penelitian

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2007, dengan tempat di lahan berpasir selatan Pulau Jawa, di daerah Patihan, Bantul, Yogyakarta.

2.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan antara lain: tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L.) berumur 3 bulan, dengan tinggi antara 40-50 cm, ditanam dengan jarak tanam 1,5 x 1,5 m. Kompos kota diambil dari TPA Piyungan, Yogyakarta. Pupuk hayati (BIOCON) yang digunakan berasal dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, pupuk tersebut mengandung bakter Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp., dan pupuk NPK.

2.3 Metodologi

Metodologi penelitian menggunakan rancangan split plot yang diaur dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 3 blok sebagai ulangan. Faktor pertama yang berfungsi sebagai main plot yaitu pemberian pupuk hayati, terdiri dari 2 aras, yaitu:

a. Tanpa pupuk hayati (B0)b. Diberi pupuk hayati (B1)

Faktor kedua yang berfungsi sebagai sub plot yaitu kombinasi kompos sampah kota dengan pupuk NPK, terdiri dari 4 perlakuan, yaitu:

Kompos sampah kota : pupuk NPK = 1 : 0 (P1)Kompos sampah kota : pupuk NPK = ⅔ : ⅓ (P2)Kompos sampah kota : pupuk NPK = ⅓ : ⅔ (P3)Kompos sampah kota : pupuk NPK = 0 : 1 (P4)

Keterangan :

Kompos sampah kota kering oven

Page 4: Klp 4

1 bagian = 6,6 ton/ha -> 1,5 kg/tanaman⅔ bagian = 4,4 ton/ha -> 1 kg/tanaman⅓ bagian = 2,2 ton/ha -> 0,5 kg/tanaman0 bagian = tanpa kompos

Pupuk NPK1 bagian = 88,88 kg/ha Urea (20 gram/tanaman), 222,2 kg/ha SP 36 (50 gram/tanaman)⅔ bagian = 59,25 kg/ha Urea (13,33 gram/tanaman), 148,13 kg/ha SP 36 (33,33 gram/tanaman)⅓ bagian = 26,63 kg/ha Urea (6,7 gram/tanaman), 74,07 kg/ha SP 36 (16,66 gram/tanaman)0 bagian = tanpa pupuk NPK

Jadi terdapat 8 kombinasi perlakuan, yaitu:

Percobaan menggunakan blok sebagai ulangan, tiap ulangan terdiri dari 8 petak (kombinasi perlakuan). Ukuran masing-masing petak ditanam 35 batang tanaman, dengan ketentuan 3 tanaman dijadikan tanaman korban (tanaman yang dengan sengaja dicabut untuk dijadikan obyek pengamatan/penelitian). Pemberian pupuk hayati dilakukan bersamaan dengan pemberian kompos yaitu pada setiap lubang tanam ketia penanaman, begitu pula kombinasi N, P, K yang diberikan hanya saat penanaman pada setiap lubang tanamnya. Pengambilan tanaman sampel dilakukan setelah tanaman berumur 24 minggu setelah tanam (MST), dengan cara membongkat tanaman dengan hati-hati agar akar tanaman tidak terusik.

2.4 Pengamatan

1. Analisis awal

a. Analisis tanahAnalisis tanah dilakukan pada saat awal persiapan lahan. Sampel tanah diambil dan dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang

Page 5: Klp 4

dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).

b. Analisis kompos sampah kotaAnalisis kompos sampak kota dilakukan sebelum diaplikasikan ke lahan. Sampel kompos sampah kota (TPA) dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).

2. Analisis akhir

a. Analisis jaringan tanamanDaun dan buah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dianalisis untuk mengetahui besarnya logam berat Pb dan Cu yang diserap tanaman. Analisis ini dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM dengan mengunakan metode destruksi dan AAS (Atomic Absorbtion Spectometry).

b. Analisis tanahAnalisis tanah juga dilakukan sesudah penelitian berakhir. Sampel tanah dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Hasil

Hasil anailisis kimia kompos sampah kota ТРА Piyungan, Yogyakarta yang

digunakan sebagai sumber bahan organik dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 6: Klp 4

Hasil analisi tanah sebelum dan setelah penelitian dapat dilhat pada tabel 2.

Rerata hasil akumulasi logam Cu раdа jaringan buah dan logam Pb peda jaringan

daun tanaman jarak pagar ditunjukkan рада Tabel 3 dan Tabel 4.

Page 7: Klp 4

3.2 Pembahasan

3.2.1 Tanaman Jarak Pagar

Jarak Pagar juga dikenal dengan nama jarak budeg, jarak gundul, atau jarak cina.

Tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah ini tahan kekeringan dan

tumbuh dengan cepat. Jarak Pagar berbeda dengan Jarak kaliki atau Jarak kepyar atau Jarak

kosta (Ricinus communis), yang mempunyai ciri seperti tanaman singkong racun, buahnya

berbulu seperti rambutan. Jarak kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan sebagai

bahan baku atau bahan tambahan industri cat vernis, plastik, farmasi, dan kosmetika,

sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Akan tetapi, minyak jarak

kepyar tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar biofuel karena terlalu kental, jadi hanya

bisa digunakan sebagai pelumas.

Jarak kaliki (Ricinus communis), merupakan tanaman tahunan berumur pendek

( bianual), berbuah setahun sekali ( terminal ), sedangkan jarak pagar ( Jatropha curcas )

mampu berbuah terus menerus apabila Agroklimatnya mendukung. Jarak pagar mempunyai

sosok yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung banyak getah. Tinggi mencapai 5

meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. Daun tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-

lekuk sebanyak 3 – 5 buah., bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk

berbentuk malai, berumah satu dan uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga

hermaprodit. Jumlah bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah

berbentuk buah kendaga, oval atau bulat telur, berupa buah kotak berdiameter 2 – 4 cm

dengan permukaan tidak berbulu ( gundul ) dan berwarna hijau ketika masih muda dan

setelah tua kuning kecoklatan. Buah jarak tidak masak serentak Buah jarak pagar terbagi

menjadi 3 ruangan, masing-masing ruangan 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna

cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4 – 0,6 gram/biji.

Jarak pagar termasuk dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan

ubikayu. Adapun klasifikasi Jarak pagar sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Page 8: Klp 4

Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia.

Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tapi jarang

ditemui berupa hamparan. Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun belukar besar

yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat

diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah

ditanam dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun. Selanjutnya akan meningkat

secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke lima setelah tanam.

3.2.2 Logam Timbal (Pb)

Plumbum (lead) merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam unsur

periodik, unsur logam ini memiliki simbol Pb yang berasal dari bahasa latin Plumbum.

Dalam bahasa Indonesia lead biasa disebut dengan timbal. Lead memiliki sifat fisik, lembut

dan mudah di bentuk namun juga berat dan beracun. Lead akan berwarna putih jika langsung

di potong namun akan tidak berwarna sampai ke abuabuan jika terkena udara. Timbal juga

terdapat dari sisa berbagai kegiatan seperti pertambangan, industri dan transportasi

merupakan limbah yang tergolong dalam kelompok B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang

sering ditemukan dalam air, tanah dan udara (Yoma, 2010). Unsur ini juga logam berat yang

sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat neurotoxin, yaitu racun yang

menyerang sarafdan bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka

waktu yang lama dan tokisisitasnya yang tidak berubah (Novem, 2010).

Menurut Saeni (1997) timbal merupakan logam berat yang paling berbahaya kedua

setelah merkuri. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Masuknya Pb ke

dalam tubuh manusia melalui air minum, makanan atau udara dapat menyebabkan gangguan

pada organ seperti gangguan neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik

serta sistem syaraf pusat (otak) terutama pada anak yang dapat menurunkan tingkat

kecerdasan. Sumber masuknya timbal diperairan yang paling utama berasal dari Pb di udara

yang terbawa oleh angin dan hujan, serta limbah buangan Industri(Ahmad, 2001).

Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar

dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman

tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan

mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya

mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlene,

2004). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan

Page 9: Klp 4

bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah

dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu

menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Smith (1981)

juga menerangkan gejala akibat pencemaran logam berat adalah : klorosis, nekrosis, pada

ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal.

3.2.3 Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan logam golongan 1b. tembaga memiliki nomor atom 29,

berat molekul 63,55 serta titik leleh pada suhu 1083,4oc dan titik didih pada suhu 2567oc.

Tembaga sulfat berbentuk kristal berwarna biru. Tembaga Sulfat di alam tedapat dalam betuk

mineral Chalcanthite. Tembaga Sulfat tidak mudah menguap, sangat larut dalam airm dapat

larut dalam Metanol, tetapi tidak dapat larut dalam Etanol. Tembaga Sulfat digunakan

sebagai fungisida, algasida, herbisida dan pupuk (Merck, 1960 dalam Anonim, 2001).

Tembaga diserap dalam bentuk ion Kupri valensi dua (cu2+) di tanah beraerasi, atau

dalam bentuk ion Kupro valensi satu (Cu+) ditanah basah yang mengandung sedikit oksigen.

Ion Kupri valensi dua dikelat pada berbagai senyawa tanah (biasanya tidak dikenal), dan ini

yang paling diharapkan dapar menyediakan tembaga dipermukaan akar. Tembaga terdapat

pada beberapa enzim ata protein yang berperan dalam proses oksidasi dan reduksi. Dua

contoh yang petut dicatat adalah Sitokrom Oksidase, yaitu enzim repirasi dalam mitokandria

dan Plastosianin, suatu protein kloropas (Salisbury & Ross, 1995).

Tembaga merukapan unsur esensial mikro yang dibutuhkan tanaman sebesar 6 mg/kg

berat kering, karena hanya sejumlah kecil saja ayng dibutuhkan tumbuhan, tembaga mudah

menjadi racun pada biakan larutan kecuali jika jumlahya diatu dengan baik. Tamanam yang

kekurangan unsur tembaga juga jarang ditemui karena unsur ini dibutuhkan sedikit sekali,

akan ttapi tanpa tembaga, daun muda sering menjadi berwarna hijau gelap dan terpilin; atau

bila tidak berubah bentuk, sering menunjukkna bercak nekrosis (Salisbury & Ross, 1995)

Tembaga bersifat toksik bagi tanaman dalam konsentrasi tinggi maupun rendah untuk

waktu yang lama. Toksisitas tembaga, sebagaimana halnya racun yang lain, sangat

dipengaruhi oleh kehadiran unsur lain. Brenchley menemukan pertumbuhan Barley terhenti

dengan hanya pemberian tembaga sulfat 1ppm tetapi tidak pada media yang mengandung

tembaga sulfat pada konsentrasi 4 ppm bersama dengan garam mineral lain. Laporan

mengenai pengaruh toksisitas tembaga umumya dihadapkan pada menurunnya pertumbuhan

Page 10: Klp 4

dan akhrinya mati karena tingginya basorbsi Cu (Stiles, 1961). Tembaga sufat dapat meracuni

tanaman dengan mengganggu proses fotosintesis (Anonim, 1994).

3.2.4 Fitoremediasi

Kualitas lingkungan yang semakin memburuk akibat pencemaran pada udara, air, dan

tanah merupakan ancaman besar bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi, tidak

terkecuali manusia. Beberapa jenis polutan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan

hewan, selain gas beracun, adalah logam kimia berbahaya jenis logam berat, seperti tembaga

(Cu), kobalt (Co), timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium (Cr), mangan (Mn), raksa (Hg), nikel

(Ni), senyawa pestisida dan beberapa jenis senyawa organik. Jika melewati ambang batas,

keberadaan jenis-jenis polutan tersebut selain bersifat racun dan teratogenik, juga bersifat

karsinogenik, yaitu dapat menimbulkan terjadinya penyakit kanker (Rismana, 2001).

Keberadaan polutan logam berat di lingkungan selain memang alami sebagai batuan

mineral, juga terjadi karena berbagai jenis kegiatan manusia. Jenis kegiatan manusia yang

menghasilkan atau meningkatkan kandungan logam tersebut antara lain pertambangan,

peleburan logam, pelapisan logam, gas buang kendaraan, serta proses produksi/konversi

energi dan bahan bakar. Senyawa pestisida dan senyawa organik berupa pelarut umumnya

dihasilkan oleh kegiatan agroindustri dan limbah proses industri, terutama industri cat,

polimer, dan adhesive (Rismana, 2001).

Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk

menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu

senyawa organik maupun anorganik (Anonimous, 1999). Tanaman yang digunakan adalah

tanaman yang memiliki kemampuan sangat tinggi dalam menyerap bahan pencemar yang

ada. Faktor pendorong bagi penerapan fitoremediasi terutama adalah keefektifannya dalam

membersihkan atau mengangkut polutan, serta biayanya yang relatif murah dibanding dengan

teknologi berbasis fisika dan kimia (Watanabe, 1997). Teknologi fitoremediasi

dikembangkan berdasarkan kemampuan beberapa jenis tanaman dalam menyerap beberapa

logam renik dalam pertumbuhannya. Berdasarkan logam yang diperlukan untuk

pertumbuhannya dikenal beberapa jenis tanaman yaitu serpentine (memerlukan tanah yang

kaya akan unsur Ni, Cr, Mn, Mg, Co), seleniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur

Se), uraniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur uranium), dan calamine

(memerlukan tanah yang kaya akan unsur Zn dan Cd) (Rismana, 2001).

Berdasarkan sifat tanaman tersebut, para peneliti mulai mengamati dan meneliti

kemungkinan penggunaan tanaman untuk pengolahan atau penghilangan logam berat dalam

Page 11: Klp 4

tanah atau air. Beberapa jenis tanaman di Kaledonia Baru, Filipina, Kuba, Brazil, Eropa

Tengah, Afrika Tengah dan sedikit di Asia menunjukkan sifat hiper-akumulasi, yaitu sifat

daya penyerapan atau akumulasi yang tinggi terhadap logam dalam sistem jaringan. Tanaman

hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur tertentu dengan konsentrasi

sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal seperti

kerdil dan mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika

nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana nilai bioakumulasi

dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk dibagi konsentrasi unsur di dalam tanah

(Baker, 1999).

Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat

disebut hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada jenis logamnya.Tanaman misalnya,

dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm

unsur-unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se, dan harus lebih dari 100 ppm

untuk Cd, Cr, Pb, dan Co (Baker, 1999). Contoh tanaman yang bersifat hiper-akumulasi

antara lain Streptanthus polygaloides, Sebertia acuminata, Armeria maritima, Aeollanthus

biformifolius, Haumaniastrum katangense, spesies Astralagus, genus Thlaspi dan Alyssum

(Rismana, 2001).

Beberapa tanaman menghancurkan polutan dengan mendegradasinya secara langsung.

Sebagian tanaman lain mendegradasinya secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan

bantuan mikroba. Ada pula tanaman yang mengambil kontaminan organik dari tanah lalu

menyimpannya di jaringan tanaman, seperti akar, batang dan daun.

3.2.5 Mekanisme Kerja Tanaman Fitoremediasi

Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu: fitoekstraksi,

fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan

mikroorganisme pendegradasi polutan. (Kelly, 1997). Fitoekstraksi merupakan penyerapan

polutan oleh tanaman dari air atau tanah dan kemudian diakumulasi/disimpan didalam

tanaman (daun atau batang), tanaman seperti itu disebut dengan hiperakumulator. Setelah

polutan terakumulasi, tanaman bisa dipanen dan tanaman tersebut tidak boleh dikonsumsi

tetapi harus di musnahkan dengan insinerator kemudian dilandfiling. Fitovolatilisasi

merupakan proses penyerapan polutan oleh tanaman dan polutan tersebut dirubah menjadi

bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman. Polutan yang di lepaskan oleh

tanaman keudara bisa sama seperti bentuk senyawa awal polutan, bisa juga menjadi senyawa

Page 12: Klp 4

yang berbeda dari senyawa awal. Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh

tanaman dan kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme didalam tanaman.

Metabolisme polutan didalam tanaman melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase,

dehalogenase dan nitrilase. Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh tanaman

untuk mentransformasi polutan didalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa

menyerap terlebih dahulu polutan tersebut kedalam tubuh tanaman. Hasil transformasi dari

polutan tersebut tetap berada didalam tanah. Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan

oleh tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya

adalah badan perairan.

Dalam hal ini tanaman jarak pagar menggunakan mekanisme kerja fitoekstraksi

karena tanaman jarak pagar merukapan tanaman hiperakumulator. Mekanisme dari

hiperakumulasi logam pada dasarnya meliputi proses-proses:

a. Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh (tanah

dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk

melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah

yang tidak bergerak sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan

hiperakumulator melebihi tumbuhan normal.

b. Proses penyerapan logam oleh akar pada tumbuhan hiperakumulator lebih cepat

dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan adanya konsentrasi logam yang

tinggi pada akar. Akar tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang

tinggi terhadap unsur logam tertentu.

c. Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih

efisien dibandingkan tanaman normal.

Secara umum, mekanisme hiperakumulasi secara fitoekstaksi adalah sebagai berikut:

1. Proses penyerapan logam berat dari tanah ke apoplast akar, diikuti dengan

translokasi logam berat ke jaringan akar;

2. Dengan bantuan khelator seperti histidin, malat, dan citrat, transportasi metal

membawa logam kompleks dari sel-sel akar menuju endodermis dan pita kaspari

kemudian ke apoplast xilem, dimana transporter logam yang lain kemudian

mentranslokasikan logam kompleks dari apoplast xilem menuju symplast bagian

atas tanaman

Page 13: Klp 4

3. Setelah berada di sel-sel bagian atas tanaman, khelator kemudian mengikat logam

berat dan menyimpannya di beberapa tempat dalam sel untuk melindungi tanaman

dari potensi kerusakan akibat logam berat tersebut.

Simplast tanaman didefinisikan sebagai sel yang terhubung kepada plasmodesmata,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Plasmodesmata adalah pembuluh kecil di

tanaman yang menghubungkan sitoplasma sel-sel yang berdekatan, memfasilitasi komunikasi

interseluler dan transpor nutrien. Sementara apoplas adalah semi-permiabel membran yang

memisahkan simplas dari xilem, floem, dinding sel dsb.

3.2.6 Interaksi Tanaman dan Mikroorganisme pada proses remediasi tanah yang tercemar.

Tanaman sering kali ditemukan di lokasi-lokasi yang mengalami pencemaran .

Tanaman ini dapat berperan langsung atau tidak langsung dalam proses remediasi lingkungan

yang tercemar. Tanaman yang tumbuh dilokasi yang tercemar belum tentu berperan secara

aktif dalam penyisihan kontaminan, bisa saja tanaman tersebut berperan secara tidak

langsung. Yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme tanah

sedangkan tanaman bersifat mendorong percepatan remediasi lokasi yang tercemar tersebut.

Ada beberapa penelitian mengenai peranan positif tanaman dalam proses remediasi

seperti yang dilakukan Anderson dkk dalam Erickson dkk, 1999 : beberapa tanaman tidak

Page 14: Klp 4

secara aktif berperan dalam remediasi tanah tetapi tanaman berfungsi sebagai faktor

pendorong dan fasilitator membantu mikroorganisme tanah dalam meningkatkan efesiensi

biodegradasi polutan. Peranan tanaman dalam proses mempercepat remediasi pada lokasi

yang tercemar bisa dalam berbagai cara antara lain:

1).Solar driven-pump-and-traet-system

Tanaman mengalami transpiransi, proses ini adalah penyerapan air dan air tersebut

diuapkan keudara melewati stomata pada daun. Proses transpirasi ini mengunakan matahari

sebagai sistem yang membantu transpirasi. Pada saat transpirasi terjadi akar tanaman

menghisap zat cair dan larutan yang berada disekitar akar tertarik kedaerah rhizospher

sehingga kontaminan lebih terkonsentrasi didaerah rhizospher dan mempermudah bakteri

untuk mengambil sebagai sumber nutrisi. Proses penarikan polutan kedaerah rhizosfer

dengan bantuan sinar matahari disebut dengan Solar driven-pump-and-traet-system.

2). Biofilter

Tanaman dapat mengadsorpsi dan biodegradasi kontaminan yang berada di udara, air

dan daerah buffer. Proses adsorpsi tersebut bersifat menyaring/filter untuk kontaminan.

3). Transfer oksigen dan menurunkan water table

Tanaman dengan sistem perakaranya dapat berfungsi sebagai oksigen transfer bagi

mikroorganisme dan dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi. Fungsi

ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat readly degraded.

4). Penghasil sumber karbon dan energi

Kontaminan biasanya bersifat tidak terlarut baik pada air sehingga sebelum dapat

mendegradasi polutan, mikroorganisme memerlukan nutrisi alternatif sebelum dapat

menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan energi. Dari beberapa hasil penelitian

tanaman dapat berperan sebagai penghasil sumber karbon dan energi alternatif yaitu dengan

cara mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tanaman. Eksudat tersebut dapat

digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon dan energi alternatif sebelum

mikroorganisme tersebut menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan energi.

5). Rhizofiltrasi

Tanaman menyerap polutan yang terkandung didalam air melalui perakaran tanaman.

Page 15: Klp 4

4. Kesimpulan

1. Pemberian pupuk kompos dari sampah kota (TPA) serta pupuk hayati Azotobacter sp

dan Pseudomonas sp, telah dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan

meningkatnya kandungan unsur hara dalam tanah.

2. Pemberian kompos sampah kota (TPA) mampu menggantikan peran pupuk N, P, K

sebagai sumber hara dalam mendukung pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha

curcas L.) yang ditanam di lahan pasir pantai.

3. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), dapat digolongkan sebagai tanaman

fitoremediasi.

4. Pupuk hayati mampu menghambat akumulasi logam tembaga (Cu) dan timbal (Pb) ke

dalam jaringan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), sehingga logam berat

tersebut tetap berada di dalam tanah (zone perakaran).

Page 16: Klp 4

DAFTAR PUSTAKA

Yuwono, N. W. 2006. Pupuk Organik dan Hayati dalam Pertanian Organik. Fakultas

Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Supriyambodo, P. 1994. Pengaruh Penggunaan Sari Kering Limbah Industri Penyamakan

Kulit Sebagai Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Bayam (Amaranthus spinosus

L.) dan Penyerapan Cr pada Tanah Vertisol dan Regosol. Tesis. Fakultas Pertanian

UGM. Yogyakarta.

Prijambada. 2006. Bioteknologi untuk Penanganan Limbah Logam Berat. Makalah dalam

Bioteknologi dan Kelestarian Lingkungan. Universitas Sebelas Maret. Solo.

Notohadiprawiro, T. 1995. Logam berat dalam pertanian. Jurunal Manusia dan Lingkungan 7

(2).

Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Sayur-

sayuran. Program Pascasarjana/S3/Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Prijambada, I. D., Wahjuningrum dan J. Soedarsono. 1999. Effect of Fluorescent

pseudomonas – rhizospheric colonization on cadmium accumulation by indian

mustard (Brassica juncea L.). Journal of Bioscience.

Novem. 2010. Pengaruh timah (pb) terhadap kondisi daun Mahoni Swietenia macrophylla

King. Malang.

Anonim. 2001. Copper Sulfate Crops, For Use As Algicide And Invertebrate Pest Control.

Organic Food Production Act.

Salisbury, F.B., & Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan (edisi keempat). Bandung :

Page 17: Klp 4

Penerbit ITB.

Stiles, W. 1996. Trace Element in Plants. New York: Univesity press.