Upload
christine-prita-bie
View
48
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PUPUK HAYATI DAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) TERHADAP PENYERAPAN LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) DAN TIMBAL
(Pb) PADA LAHAN BERPASIR
Sudaryono
Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
1. Pendahuluan
Daerah pantai pada umumnya merupakan kawasan pasir dengan ciri porositas tanah tinggi, iklim kering yang sangat ekstrim, sifat fisik dan kimia tanahnya kurang mendukung, miskin unsur hara, kecepatan anginnya sangat tinggi dan faktor-faktor lainnya yang kurang bersahabat sehingga kawasan pantai kurang cocok untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian1). Akibatnya hanya beberapa tanaman yang dapat bertahan hidup, diantaranya adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mampu hidup di daerah tropis yang kering dengan curah hujan tahunan antara 300-1000 mm.
Dalam kaitannya dengan daya menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah relatif rendah karena permukaan kontak antara tanah pasiran didominasi oleh pori-pori mikro. Oleh karena itu air yang jatuh pada permukaan tanah pasiran akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas tanah pasiran adalah dengan menambah bahan pengkondisi tanah berupa pupuk kompos atau pupuk organik lainnya yang berfungsi menaikan daya penyimpanan air dan memperbaiki kualitas tanah2,3).
Sumber kompos dapat berasal dari berbagai limbah, diantaranya limbah rumah tangga dan sampah kota (TPA). Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Secara biologi, kompos merupakan bahan organik yang menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Adanya kompos dapat mempercepat perkembangan fungi, bakteri, serta mikroorganisme lainnya sehingga yang menguntungkan berkembang lebih cepat. Banyaknya mikroorganisme tanah dapat menambah kesuburan tanah1). Pupuk kompos yang berupa pupuk kandang atau pupuk dari sampah (sampah kota) adala merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikroba dengan hasil akhir pupuk organik yang memiliki nisbah C/N rendah.
Pupuk kompos TPA berasal dari berbagai sumber, maka tidak menutup kemungkinan bahwa sampat TPA mengandung logam berat yang berasal dari limbah buangan yang sengaja dibuang oleh industri. Tingginya material logam pencemar pada kompos TPA seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni) dapat berpengaruh terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Menurut Notohadiprawiro (1995), penyerapan
logam berat oleh tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: tanah dan biologi tanaman (jenis, fase pertumbuhan dan fase perkembangan tanaman) 4).
Logam berat terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar yang selanjutnya masuk kedalam siklus rantai makanan (Alloway, 1999 dalam Charlena, 2004) 5). Logam akan terakumulasi pada jaringan tubuh dan dapat menimbulkan keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan apabila melebihi batas toleransi. Akumulasi logam berat ke dalam jaringan tanaman dapat secara langsung mempengaruhi laju pertumbuhan dan hasil tanaman serta secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia, jika mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi logam berat. Pengkajian akumulasi logam ke dalam tanaman tahunan akan lebih aman karena tanaman tahunan atu tanaman industri banyak yang tidak dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi manusia. Salah satu tanaman industri yang tidak dikonsumsi manusia yaitu tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).
Penghambatan akumulasi logam berat ke dalam jaringan tanaman dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroba sebagai pupuk hayati. Beberapa bakteri dari genus Azotobacter sp. Dan Pseudomonas sp. mampu menghambat translokasi logam berat di dalam tanah dan mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh pada tanaman 6).
Bahan organik peranannya sangat penting dalam menekan ketersediaan logam berat di dalam tanah. Serapan logam Cd, Cu, Pb, Zn, dan Cr ditemukan lebih rendah di tanah organik dibadingkan tanah mineral2). Pupuk organik dan pupuk hayati dapat digunakan untuk menahan logam berat agar tetap berada di dalam tanah sehingga tidak diserap oleh akar tanaman, atau sebaliknya dapat berfungsi untuk mempercepat proses penyerapan logam berat ke jaringan tanaman sehingga lahan yang tercemar akan dapat terpulihkan kembali.
Beberapa pupuk hayati yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, merupakan formulasi beberapa bakteri yang memiliki fungsi tertentu terhadap tanaman6). Penambat N atmosfer oleh mikrobia dapat membantu ketersediaan unsur N bagi tanaman dan dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk N yang berasal dari ppuk organik. Azotobacter sp. merupakan salah satu mikrobia yang dapat menambat N atmosfer baik sebagai organisme yang hidup bebas ata berasosiasi dengan akar tanaman. Pseudomonas sp. merupakan mikrobia tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia. Hal ini karena bakteri tersebut mengeluarkan asam-asam organik yang dapat membentuk komponen stabil dengan kation-kation mengikat P di dalam tanah.
1.1 Tujuan
Penelitian ini untuk mengetahui besarnya akumulasi logam berat Cu (tembaga) dan Pb (timbal) pada jaringan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) oleh karena pengaruh fitoremediasi dan stabilisasi pupuk hayati.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
Kami memilih judul ini karena beberapa alasan, yaitu:
a. Dapat mengetahui seberapa efektif jarak pagar sebagai tanaman fitoremediasi
b. Terdapat simbiosis antara tanaman jarak pagar dengan mikrobia tanah dalam hal ini Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. sehingga kita dapat mengetahui interaksi antar keduanya.
c. Jarak pagar adalah tanaman yang banyak manfaatnya, selain sebagai tanaman fitoremediasi tanaman ini juga dapat dimanfaatkan biji dan minyaknya sebagai biofuel.
d. Pengelolaan sampah TPA menjadi bahan yang bermanfaat sangat diperlukan mengingat sampah mengakibatkan pencemaran tanah dan udara.
2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2007, dengan tempat di lahan berpasir selatan Pulau Jawa, di daerah Patihan, Bantul, Yogyakarta.
2.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan antara lain: tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L.) berumur 3 bulan, dengan tinggi antara 40-50 cm, ditanam dengan jarak tanam 1,5 x 1,5 m. Kompos kota diambil dari TPA Piyungan, Yogyakarta. Pupuk hayati (BIOCON) yang digunakan berasal dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, pupuk tersebut mengandung bakter Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp., dan pupuk NPK.
2.3 Metodologi
Metodologi penelitian menggunakan rancangan split plot yang diaur dalam Rancangan Acak Lengkap dengan 3 blok sebagai ulangan. Faktor pertama yang berfungsi sebagai main plot yaitu pemberian pupuk hayati, terdiri dari 2 aras, yaitu:
a. Tanpa pupuk hayati (B0)b. Diberi pupuk hayati (B1)
Faktor kedua yang berfungsi sebagai sub plot yaitu kombinasi kompos sampah kota dengan pupuk NPK, terdiri dari 4 perlakuan, yaitu:
Kompos sampah kota : pupuk NPK = 1 : 0 (P1)Kompos sampah kota : pupuk NPK = ⅔ : ⅓ (P2)Kompos sampah kota : pupuk NPK = ⅓ : ⅔ (P3)Kompos sampah kota : pupuk NPK = 0 : 1 (P4)
Keterangan :
Kompos sampah kota kering oven
1 bagian = 6,6 ton/ha -> 1,5 kg/tanaman⅔ bagian = 4,4 ton/ha -> 1 kg/tanaman⅓ bagian = 2,2 ton/ha -> 0,5 kg/tanaman0 bagian = tanpa kompos
Pupuk NPK1 bagian = 88,88 kg/ha Urea (20 gram/tanaman), 222,2 kg/ha SP 36 (50 gram/tanaman)⅔ bagian = 59,25 kg/ha Urea (13,33 gram/tanaman), 148,13 kg/ha SP 36 (33,33 gram/tanaman)⅓ bagian = 26,63 kg/ha Urea (6,7 gram/tanaman), 74,07 kg/ha SP 36 (16,66 gram/tanaman)0 bagian = tanpa pupuk NPK
Jadi terdapat 8 kombinasi perlakuan, yaitu:
Percobaan menggunakan blok sebagai ulangan, tiap ulangan terdiri dari 8 petak (kombinasi perlakuan). Ukuran masing-masing petak ditanam 35 batang tanaman, dengan ketentuan 3 tanaman dijadikan tanaman korban (tanaman yang dengan sengaja dicabut untuk dijadikan obyek pengamatan/penelitian). Pemberian pupuk hayati dilakukan bersamaan dengan pemberian kompos yaitu pada setiap lubang tanam ketia penanaman, begitu pula kombinasi N, P, K yang diberikan hanya saat penanaman pada setiap lubang tanamnya. Pengambilan tanaman sampel dilakukan setelah tanaman berumur 24 minggu setelah tanam (MST), dengan cara membongkat tanaman dengan hati-hati agar akar tanaman tidak terusik.
2.4 Pengamatan
1. Analisis awal
a. Analisis tanahAnalisis tanah dilakukan pada saat awal persiapan lahan. Sampel tanah diambil dan dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang
dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).
b. Analisis kompos sampah kotaAnalisis kompos sampak kota dilakukan sebelum diaplikasikan ke lahan. Sampel kompos sampah kota (TPA) dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).
2. Analisis akhir
a. Analisis jaringan tanamanDaun dan buah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dianalisis untuk mengetahui besarnya logam berat Pb dan Cu yang diserap tanaman. Analisis ini dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM dengan mengunakan metode destruksi dan AAS (Atomic Absorbtion Spectometry).
b. Analisis tanahAnalisis tanah juga dilakukan sesudah penelitian berakhir. Sampel tanah dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UGM dan di laboatorium Kimia, Fakultas MIPA, UGM. Analisis yang dilakukan yaitu kadar lengas, pH, kadar bahan organik, kadar N, kadar P, kadar K, dan kadar logam (Cu dan Pb).
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
Hasil anailisis kimia kompos sampah kota ТРА Piyungan, Yogyakarta yang
digunakan sebagai sumber bahan organik dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisi tanah sebelum dan setelah penelitian dapat dilhat pada tabel 2.
Rerata hasil akumulasi logam Cu раdа jaringan buah dan logam Pb peda jaringan
daun tanaman jarak pagar ditunjukkan рада Tabel 3 dan Tabel 4.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Tanaman Jarak Pagar
Jarak Pagar juga dikenal dengan nama jarak budeg, jarak gundul, atau jarak cina.
Tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah ini tahan kekeringan dan
tumbuh dengan cepat. Jarak Pagar berbeda dengan Jarak kaliki atau Jarak kepyar atau Jarak
kosta (Ricinus communis), yang mempunyai ciri seperti tanaman singkong racun, buahnya
berbulu seperti rambutan. Jarak kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan sebagai
bahan baku atau bahan tambahan industri cat vernis, plastik, farmasi, dan kosmetika,
sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Akan tetapi, minyak jarak
kepyar tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar biofuel karena terlalu kental, jadi hanya
bisa digunakan sebagai pelumas.
Jarak kaliki (Ricinus communis), merupakan tanaman tahunan berumur pendek
( bianual), berbuah setahun sekali ( terminal ), sedangkan jarak pagar ( Jatropha curcas )
mampu berbuah terus menerus apabila Agroklimatnya mendukung. Jarak pagar mempunyai
sosok yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung banyak getah. Tinggi mencapai 5
meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. Daun tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-
lekuk sebanyak 3 – 5 buah., bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk
berbentuk malai, berumah satu dan uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga
hermaprodit. Jumlah bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah
berbentuk buah kendaga, oval atau bulat telur, berupa buah kotak berdiameter 2 – 4 cm
dengan permukaan tidak berbulu ( gundul ) dan berwarna hijau ketika masih muda dan
setelah tua kuning kecoklatan. Buah jarak tidak masak serentak Buah jarak pagar terbagi
menjadi 3 ruangan, masing-masing ruangan 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna
cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4 – 0,6 gram/biji.
Jarak pagar termasuk dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan
ubikayu. Adapun klasifikasi Jarak pagar sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia.
Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tapi jarang
ditemui berupa hamparan. Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun belukar besar
yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat
diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah
ditanam dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun. Selanjutnya akan meningkat
secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke lima setelah tanam.
3.2.2 Logam Timbal (Pb)
Plumbum (lead) merupakan salah satu unsur kimia yang terdapat dalam unsur
periodik, unsur logam ini memiliki simbol Pb yang berasal dari bahasa latin Plumbum.
Dalam bahasa Indonesia lead biasa disebut dengan timbal. Lead memiliki sifat fisik, lembut
dan mudah di bentuk namun juga berat dan beracun. Lead akan berwarna putih jika langsung
di potong namun akan tidak berwarna sampai ke abuabuan jika terkena udara. Timbal juga
terdapat dari sisa berbagai kegiatan seperti pertambangan, industri dan transportasi
merupakan limbah yang tergolong dalam kelompok B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang
sering ditemukan dalam air, tanah dan udara (Yoma, 2010). Unsur ini juga logam berat yang
sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat neurotoxin, yaitu racun yang
menyerang sarafdan bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka
waktu yang lama dan tokisisitasnya yang tidak berubah (Novem, 2010).
Menurut Saeni (1997) timbal merupakan logam berat yang paling berbahaya kedua
setelah merkuri. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Masuknya Pb ke
dalam tubuh manusia melalui air minum, makanan atau udara dapat menyebabkan gangguan
pada organ seperti gangguan neurologi (syaraf), ginjal, sistem reproduksi, sistem hemopoitik
serta sistem syaraf pusat (otak) terutama pada anak yang dapat menurunkan tingkat
kecerdasan. Sumber masuknya timbal diperairan yang paling utama berasal dari Pb di udara
yang terbawa oleh angin dan hujan, serta limbah buangan Industri(Ahmad, 2001).
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar
dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman
tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan
mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya
mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Anonymous, 1998 dalam Charlene,
2004). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan
bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah
dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu
menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Smith (1981)
juga menerangkan gejala akibat pencemaran logam berat adalah : klorosis, nekrosis, pada
ujung dan sisi daun serta busuk daun yang lebih awal.
3.2.3 Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) merupakan logam golongan 1b. tembaga memiliki nomor atom 29,
berat molekul 63,55 serta titik leleh pada suhu 1083,4oc dan titik didih pada suhu 2567oc.
Tembaga sulfat berbentuk kristal berwarna biru. Tembaga Sulfat di alam tedapat dalam betuk
mineral Chalcanthite. Tembaga Sulfat tidak mudah menguap, sangat larut dalam airm dapat
larut dalam Metanol, tetapi tidak dapat larut dalam Etanol. Tembaga Sulfat digunakan
sebagai fungisida, algasida, herbisida dan pupuk (Merck, 1960 dalam Anonim, 2001).
Tembaga diserap dalam bentuk ion Kupri valensi dua (cu2+) di tanah beraerasi, atau
dalam bentuk ion Kupro valensi satu (Cu+) ditanah basah yang mengandung sedikit oksigen.
Ion Kupri valensi dua dikelat pada berbagai senyawa tanah (biasanya tidak dikenal), dan ini
yang paling diharapkan dapar menyediakan tembaga dipermukaan akar. Tembaga terdapat
pada beberapa enzim ata protein yang berperan dalam proses oksidasi dan reduksi. Dua
contoh yang petut dicatat adalah Sitokrom Oksidase, yaitu enzim repirasi dalam mitokandria
dan Plastosianin, suatu protein kloropas (Salisbury & Ross, 1995).
Tembaga merukapan unsur esensial mikro yang dibutuhkan tanaman sebesar 6 mg/kg
berat kering, karena hanya sejumlah kecil saja ayng dibutuhkan tumbuhan, tembaga mudah
menjadi racun pada biakan larutan kecuali jika jumlahya diatu dengan baik. Tamanam yang
kekurangan unsur tembaga juga jarang ditemui karena unsur ini dibutuhkan sedikit sekali,
akan ttapi tanpa tembaga, daun muda sering menjadi berwarna hijau gelap dan terpilin; atau
bila tidak berubah bentuk, sering menunjukkna bercak nekrosis (Salisbury & Ross, 1995)
Tembaga bersifat toksik bagi tanaman dalam konsentrasi tinggi maupun rendah untuk
waktu yang lama. Toksisitas tembaga, sebagaimana halnya racun yang lain, sangat
dipengaruhi oleh kehadiran unsur lain. Brenchley menemukan pertumbuhan Barley terhenti
dengan hanya pemberian tembaga sulfat 1ppm tetapi tidak pada media yang mengandung
tembaga sulfat pada konsentrasi 4 ppm bersama dengan garam mineral lain. Laporan
mengenai pengaruh toksisitas tembaga umumya dihadapkan pada menurunnya pertumbuhan
dan akhrinya mati karena tingginya basorbsi Cu (Stiles, 1961). Tembaga sufat dapat meracuni
tanaman dengan mengganggu proses fotosintesis (Anonim, 1994).
3.2.4 Fitoremediasi
Kualitas lingkungan yang semakin memburuk akibat pencemaran pada udara, air, dan
tanah merupakan ancaman besar bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi, tidak
terkecuali manusia. Beberapa jenis polutan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
hewan, selain gas beracun, adalah logam kimia berbahaya jenis logam berat, seperti tembaga
(Cu), kobalt (Co), timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium (Cr), mangan (Mn), raksa (Hg), nikel
(Ni), senyawa pestisida dan beberapa jenis senyawa organik. Jika melewati ambang batas,
keberadaan jenis-jenis polutan tersebut selain bersifat racun dan teratogenik, juga bersifat
karsinogenik, yaitu dapat menimbulkan terjadinya penyakit kanker (Rismana, 2001).
Keberadaan polutan logam berat di lingkungan selain memang alami sebagai batuan
mineral, juga terjadi karena berbagai jenis kegiatan manusia. Jenis kegiatan manusia yang
menghasilkan atau meningkatkan kandungan logam tersebut antara lain pertambangan,
peleburan logam, pelapisan logam, gas buang kendaraan, serta proses produksi/konversi
energi dan bahan bakar. Senyawa pestisida dan senyawa organik berupa pelarut umumnya
dihasilkan oleh kegiatan agroindustri dan limbah proses industri, terutama industri cat,
polimer, dan adhesive (Rismana, 2001).
Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu
senyawa organik maupun anorganik (Anonimous, 1999). Tanaman yang digunakan adalah
tanaman yang memiliki kemampuan sangat tinggi dalam menyerap bahan pencemar yang
ada. Faktor pendorong bagi penerapan fitoremediasi terutama adalah keefektifannya dalam
membersihkan atau mengangkut polutan, serta biayanya yang relatif murah dibanding dengan
teknologi berbasis fisika dan kimia (Watanabe, 1997). Teknologi fitoremediasi
dikembangkan berdasarkan kemampuan beberapa jenis tanaman dalam menyerap beberapa
logam renik dalam pertumbuhannya. Berdasarkan logam yang diperlukan untuk
pertumbuhannya dikenal beberapa jenis tanaman yaitu serpentine (memerlukan tanah yang
kaya akan unsur Ni, Cr, Mn, Mg, Co), seleniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur
Se), uraniferous (memerlukan tanah yang kaya akan unsur uranium), dan calamine
(memerlukan tanah yang kaya akan unsur Zn dan Cd) (Rismana, 2001).
Berdasarkan sifat tanaman tersebut, para peneliti mulai mengamati dan meneliti
kemungkinan penggunaan tanaman untuk pengolahan atau penghilangan logam berat dalam
tanah atau air. Beberapa jenis tanaman di Kaledonia Baru, Filipina, Kuba, Brazil, Eropa
Tengah, Afrika Tengah dan sedikit di Asia menunjukkan sifat hiper-akumulasi, yaitu sifat
daya penyerapan atau akumulasi yang tinggi terhadap logam dalam sistem jaringan. Tanaman
hiperakumulator harus mampu mentranslokasikan unsur-unsur tertentu dengan konsentrasi
sangat tinggi ke pucuk dan tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal seperti
kerdil dan mengalami fitotoksisitas. Tanaman juga dikriteriakan sebagai hiperakumulator jika
nilai bioakumulasi unsur tersebut adalah lebih besar dari nilai 1, di mana nilai bioakumulasi
dihitung dari konsentrasi unsur tersebut di pucuk dibagi konsentrasi unsur di dalam tanah
(Baker, 1999).
Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa agar suatu tumbuhan dapat
disebut hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada jenis logamnya.Tanaman misalnya,
dapat dikatakan hiperakumulator Mn, Zn, Ni jika mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm
unsur-unsur tersebut, lebih dari 1.000 ppm untuk Cu dan Se, dan harus lebih dari 100 ppm
untuk Cd, Cr, Pb, dan Co (Baker, 1999). Contoh tanaman yang bersifat hiper-akumulasi
antara lain Streptanthus polygaloides, Sebertia acuminata, Armeria maritima, Aeollanthus
biformifolius, Haumaniastrum katangense, spesies Astralagus, genus Thlaspi dan Alyssum
(Rismana, 2001).
Beberapa tanaman menghancurkan polutan dengan mendegradasinya secara langsung.
Sebagian tanaman lain mendegradasinya secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan
bantuan mikroba. Ada pula tanaman yang mengambil kontaminan organik dari tanah lalu
menyimpannya di jaringan tanaman, seperti akar, batang dan daun.
3.2.5 Mekanisme Kerja Tanaman Fitoremediasi
Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu: fitoekstraksi,
fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan
mikroorganisme pendegradasi polutan. (Kelly, 1997). Fitoekstraksi merupakan penyerapan
polutan oleh tanaman dari air atau tanah dan kemudian diakumulasi/disimpan didalam
tanaman (daun atau batang), tanaman seperti itu disebut dengan hiperakumulator. Setelah
polutan terakumulasi, tanaman bisa dipanen dan tanaman tersebut tidak boleh dikonsumsi
tetapi harus di musnahkan dengan insinerator kemudian dilandfiling. Fitovolatilisasi
merupakan proses penyerapan polutan oleh tanaman dan polutan tersebut dirubah menjadi
bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman. Polutan yang di lepaskan oleh
tanaman keudara bisa sama seperti bentuk senyawa awal polutan, bisa juga menjadi senyawa
yang berbeda dari senyawa awal. Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh
tanaman dan kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme didalam tanaman.
Metabolisme polutan didalam tanaman melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase,
dehalogenase dan nitrilase. Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh tanaman
untuk mentransformasi polutan didalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa
menyerap terlebih dahulu polutan tersebut kedalam tubuh tanaman. Hasil transformasi dari
polutan tersebut tetap berada didalam tanah. Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan
oleh tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya
adalah badan perairan.
Dalam hal ini tanaman jarak pagar menggunakan mekanisme kerja fitoekstraksi
karena tanaman jarak pagar merukapan tanaman hiperakumulator. Mekanisme dari
hiperakumulasi logam pada dasarnya meliputi proses-proses:
a. Interaksi rizosferik, yaitu proses interaksi akar tanaman dengan media tumbuh (tanah
dan air). Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk
melarutkan unsur logam pada rizosfer dan menyerap logam bahkan dari fraksi tanah
yang tidak bergerak sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan
hiperakumulator melebihi tumbuhan normal.
b. Proses penyerapan logam oleh akar pada tumbuhan hiperakumulator lebih cepat
dibandingkan tumbuhan normal, terbukti dengan adanya konsentrasi logam yang
tinggi pada akar. Akar tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang
tinggi terhadap unsur logam tertentu.
c. Sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih
efisien dibandingkan tanaman normal.
Secara umum, mekanisme hiperakumulasi secara fitoekstaksi adalah sebagai berikut:
1. Proses penyerapan logam berat dari tanah ke apoplast akar, diikuti dengan
translokasi logam berat ke jaringan akar;
2. Dengan bantuan khelator seperti histidin, malat, dan citrat, transportasi metal
membawa logam kompleks dari sel-sel akar menuju endodermis dan pita kaspari
kemudian ke apoplast xilem, dimana transporter logam yang lain kemudian
mentranslokasikan logam kompleks dari apoplast xilem menuju symplast bagian
atas tanaman
3. Setelah berada di sel-sel bagian atas tanaman, khelator kemudian mengikat logam
berat dan menyimpannya di beberapa tempat dalam sel untuk melindungi tanaman
dari potensi kerusakan akibat logam berat tersebut.
Simplast tanaman didefinisikan sebagai sel yang terhubung kepada plasmodesmata,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Plasmodesmata adalah pembuluh kecil di
tanaman yang menghubungkan sitoplasma sel-sel yang berdekatan, memfasilitasi komunikasi
interseluler dan transpor nutrien. Sementara apoplas adalah semi-permiabel membran yang
memisahkan simplas dari xilem, floem, dinding sel dsb.
3.2.6 Interaksi Tanaman dan Mikroorganisme pada proses remediasi tanah yang tercemar.
Tanaman sering kali ditemukan di lokasi-lokasi yang mengalami pencemaran .
Tanaman ini dapat berperan langsung atau tidak langsung dalam proses remediasi lingkungan
yang tercemar. Tanaman yang tumbuh dilokasi yang tercemar belum tentu berperan secara
aktif dalam penyisihan kontaminan, bisa saja tanaman tersebut berperan secara tidak
langsung. Yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah mikroorganisme tanah
sedangkan tanaman bersifat mendorong percepatan remediasi lokasi yang tercemar tersebut.
Ada beberapa penelitian mengenai peranan positif tanaman dalam proses remediasi
seperti yang dilakukan Anderson dkk dalam Erickson dkk, 1999 : beberapa tanaman tidak
secara aktif berperan dalam remediasi tanah tetapi tanaman berfungsi sebagai faktor
pendorong dan fasilitator membantu mikroorganisme tanah dalam meningkatkan efesiensi
biodegradasi polutan. Peranan tanaman dalam proses mempercepat remediasi pada lokasi
yang tercemar bisa dalam berbagai cara antara lain:
1).Solar driven-pump-and-traet-system
Tanaman mengalami transpiransi, proses ini adalah penyerapan air dan air tersebut
diuapkan keudara melewati stomata pada daun. Proses transpirasi ini mengunakan matahari
sebagai sistem yang membantu transpirasi. Pada saat transpirasi terjadi akar tanaman
menghisap zat cair dan larutan yang berada disekitar akar tertarik kedaerah rhizospher
sehingga kontaminan lebih terkonsentrasi didaerah rhizospher dan mempermudah bakteri
untuk mengambil sebagai sumber nutrisi. Proses penarikan polutan kedaerah rhizosfer
dengan bantuan sinar matahari disebut dengan Solar driven-pump-and-traet-system.
2). Biofilter
Tanaman dapat mengadsorpsi dan biodegradasi kontaminan yang berada di udara, air
dan daerah buffer. Proses adsorpsi tersebut bersifat menyaring/filter untuk kontaminan.
3). Transfer oksigen dan menurunkan water table
Tanaman dengan sistem perakaranya dapat berfungsi sebagai oksigen transfer bagi
mikroorganisme dan dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi. Fungsi
ini biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat readly degraded.
4). Penghasil sumber karbon dan energi
Kontaminan biasanya bersifat tidak terlarut baik pada air sehingga sebelum dapat
mendegradasi polutan, mikroorganisme memerlukan nutrisi alternatif sebelum dapat
menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan energi. Dari beberapa hasil penelitian
tanaman dapat berperan sebagai penghasil sumber karbon dan energi alternatif yaitu dengan
cara mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tanaman. Eksudat tersebut dapat
digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon dan energi alternatif sebelum
mikroorganisme tersebut menggunakan polutan sebagai sumber karbon dan energi.
5). Rhizofiltrasi
Tanaman menyerap polutan yang terkandung didalam air melalui perakaran tanaman.
4. Kesimpulan
1. Pemberian pupuk kompos dari sampah kota (TPA) serta pupuk hayati Azotobacter sp
dan Pseudomonas sp, telah dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan
meningkatnya kandungan unsur hara dalam tanah.
2. Pemberian kompos sampah kota (TPA) mampu menggantikan peran pupuk N, P, K
sebagai sumber hara dalam mendukung pertumbuhan tanaman jarak pagar (Jatropha
curcas L.) yang ditanam di lahan pasir pantai.
3. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), dapat digolongkan sebagai tanaman
fitoremediasi.
4. Pupuk hayati mampu menghambat akumulasi logam tembaga (Cu) dan timbal (Pb) ke
dalam jaringan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.), sehingga logam berat
tersebut tetap berada di dalam tanah (zone perakaran).
DAFTAR PUSTAKA
Yuwono, N. W. 2006. Pupuk Organik dan Hayati dalam Pertanian Organik. Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Supriyambodo, P. 1994. Pengaruh Penggunaan Sari Kering Limbah Industri Penyamakan
Kulit Sebagai Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Bayam (Amaranthus spinosus
L.) dan Penyerapan Cr pada Tanah Vertisol dan Regosol. Tesis. Fakultas Pertanian
UGM. Yogyakarta.
Prijambada. 2006. Bioteknologi untuk Penanganan Limbah Logam Berat. Makalah dalam
Bioteknologi dan Kelestarian Lingkungan. Universitas Sebelas Maret. Solo.
Notohadiprawiro, T. 1995. Logam berat dalam pertanian. Jurunal Manusia dan Lingkungan 7
(2).
Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Sayur-
sayuran. Program Pascasarjana/S3/Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Prijambada, I. D., Wahjuningrum dan J. Soedarsono. 1999. Effect of Fluorescent
pseudomonas – rhizospheric colonization on cadmium accumulation by indian
mustard (Brassica juncea L.). Journal of Bioscience.
Novem. 2010. Pengaruh timah (pb) terhadap kondisi daun Mahoni Swietenia macrophylla
King. Malang.
Anonim. 2001. Copper Sulfate Crops, For Use As Algicide And Invertebrate Pest Control.
Organic Food Production Act.
Salisbury, F.B., & Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan (edisi keempat). Bandung :
Penerbit ITB.
Stiles, W. 1996. Trace Element in Plants. New York: Univesity press.