28
PERCOBAAN III KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS A. Tujuan 1. Mengetahui prinsip dasar ekstraksi cair-cair 2. Melakukan ekstraksi cair-cair komponen kimia dari bahan alam 3. Melakukan ekstraksi cair-padat komponen kimia dari bahan alam B. Landasan Teori Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone, 1987). Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

Klt Gredis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fitokimia

Citation preview

PERCOBAAN III

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. Tujuan

1. Mengetahui prinsip dasar ekstraksi cair-cair

2. Melakukan ekstraksi cair-cair komponen kimia dari bahan alam

3. Melakukan ekstraksi cair-padat komponen kimia dari bahan alam

B. Landasan Teori

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-

zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda

demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan

pelarut tertentu dalam mengekstraksinya (Harbone, 1987).

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia

yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan

mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam

pelarut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak antara lain, kualitas

bahan baku yang digunakan, jenis pelarut yang digunakan dalam proses

ekstraksi, metode ekstraksi yang digunakan (maserasi statis atau dinamis,

perkolasi, reperkolasi dan ekstraksi arus balik), ukuran partikel bahan, suhu

proses ekstraksi, pH ekstrak dan metoda pemurniannya. Spesifikasi produk

fitofarmaka adalah senyawa aktif yang terdapat didalamnya tidak dalam

bentuk tunggal, tetapi masih terdapat zat-zat pendamping lainnya. Senyawa

aktif adalah senyawa yang mempunyai khasiat seperti yang diindikasikan,

dan senyawa pendamping adalah senyawa yang menunjang khasiat senyawa

aktif, seperti stabilitas ekstrak, memperbaiki adsorpsi dalam tubuh (Wahyono,

1996). Obat asli Indonesia dalam bentuk ekstrak dapat dikembangkan lebih

lanjut menjadi berbagai produk farmasi, baik yang digunakan sebagai

makanan kesehatan (health food), makanan tambahan (food supplement)

ataupun sebagai obat (natural medicine) (Hernani, 2007).

Ekstrak dapat dibagi dalam dua katagori, yaitu ekstrak kasar dan

ekstrak murni. Ekstrak kasar artinya ekstrak yang mengandung semua bahan

yang tersari dengan menggunakan pelarut organik, sedangkan ekstrak murni

adalah ekstrak kasar yang telah dimurnikan dari senyawasenyawa inert

melalui proses penghilangan lemak, penyaringan menggunakan resin atau

adsorben. Ekstrak murni lebih disukai karena mempunyai bahan aktif atau

komponen kimia yang jauh lebih tinggi dibandingkan ekstrak kasar, sebagai

contoh kandungan senyawa aktif dalam ekstrak kasar 20%, setelah

dimurnikan senyawa aktif akan meningkat menjadi 60 %. Dengan demikian,

untuk mendapatkan produk biofarmaka dengan kandungan senyawa aktif

yang tinggi diperlukan proses pemurnian lebih lanjut dari ekstrak kasar.

Tanaman jambu mete atau dengan nama latin Anacardium occidentale

L merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomi

cukup tinggi (Saragih dkk., 1994). Seperti halnya di Lombok (NTB), Jawa

Tengah, dan Sulawesi sebagai daerah penghasil biji mete komoditi ekspor

sebagai sumber peraih devisa sehingga memiliki peluang untuk

menumbuhkan perekonomian di negara kita. Namun saat ini pemanfaatannya

baru terbatas hanya pada biji metenya saja, terutama pemanfaatannya sebagai

makanan ringan dan untuk bahan pengisi kue. Satu bagian dari manfaat

tumbuhan jambu mete selain kulit batang, pucuk daun, dan daging buahnya

yang ternyata belum banyak dikenal masyarakat luas adalah potensi kulit

bijinya (Simpen, 2008).

Kulit batang pohon jambu mete berkhasiat sebagai obat kumur.

Akarnya dapat berkhasiat sebagai pencuci perut dan daunnya dapat

digunakan untuk obat luka bakar. Cairan dari kulit kayu jambu mete dapat

digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna.Gum dari

batang pohon digunakan untuk perekat buku (Putri, 2012).

Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak campur

menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis.

Bahkan dimana tujuan primer bukan analitis namun preparatif, ektraksi

pelarut merupakan suatu langkah penting dalam urutan menuju ke suatu

produk murni itu dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia.

Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit namun seringkali

diperlukan hanya sebuah corong pisah. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi

pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit, pemisahan ektraksi

biasanya bersih dalam arti tak ada analog kopresipitasi dengan suatu system

yang terjadi (Underwood, 1986).

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen

kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana

sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada

fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu

didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase

zat cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai

dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap

(Sudjadi, 1986).

Ekstraksi cair-cair  dilakukan dengan cara pemisahan komponen

kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian

komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu

kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair dan

komponen kimi yang terpisah.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran

senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang

menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan

bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan

untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida –

lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT

juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis

fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara

kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk

pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan

lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan

pereaksi–pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari

KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk

senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai

Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal

dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu

bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Anonim, 2015).

Perhitungan nilai Rf Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari

campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi

senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang

ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing.

Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari

gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami

proses penguapan.

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis

silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau

plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam

untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang

mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase gerak merupakan

pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa

digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada

permukaan juga memiliki gugus –OH (Haqiqi, 2015).

Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting

pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam

(adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan

terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen gula

dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah

umpan.

Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya

pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang

banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis

silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu

pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif

tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih

murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan

yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan

lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat

melaksanakan setiap saat secara cepat (Meronda, 2008).

C. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan:

a. Batang pengaduk

b. Botol Vial

c. Cawan porselin

d. Corong

e. Corong pisah

f. Chamber KLT

g. Gelas ukur

h. Lampu UV 254/366

i. Magnetic stiner

j. Penyemprot KLT

k. Pipa kapiler

l. Pipet tetes

m. Rak tabung reaksi

n. Tabung reaksi

o. Timbangan analitik

2. Bahan yang digunakan:

a. Aquadest

b. Alumunium foil

c. Asam sulfat

d. Ekstrak kental sampel (kulit batang jambu mete)

e. Etanol 96%

f. Etil asetat

g. Kertas saring

h. N-hexan

i. Plat KLT GF 254

j. Serium

k. Tissue

D. Prosedur Kerja

1. Partisi Ekstrak

Dilarutkan dengan etanol

Ditambahkan etil asetat

Fraksinasi menggunakan n-hexan

Fraksi tidak larut n-hexan Fraksi larut n-hexan

Fraksi tidak larut etil asetat

Fraksi larut etil asetat

Diuapkan

Diuapkan

Ekstrak batang kulit jambu mete

2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

1. Penyiapan lempeng KLT dan sampel

Lempeng KLT

Aktifkan lempeng KLT pada oven suhu 105-

110C selama 1 jam.

Gunting lempeng sesuai ukuran yang dikehendaki

(biasanya 2 x 8 cm) tapi dalam percobaan ini

lempeng KLT digunakan dengan panjang 4 cm.

Tandai batas bawah lempeng dengan pensil pada

jarak 1 cm.

Larutkan sampel dengan pelarut yang cocok

sampai diperoleh kepekatan yang sesuai (jangan

terlalu encer atau pekat), dimana fraksi N-heksan

dilarutkan dengan pelarut N-Heksan, fraksi etil

asetat dilarutkan dengan pelarut etil asetat dan

fraksi etanol dilarutkan dengan pelarut etanol.

Masing-masing fraksi dilarutkan dengan pelarut

secukupnya sampai fraksi yang mengandung

ekstrak larut.

Masukkan fase gerak/eluen kedalam chamber

sampai kira-kira ketinggian kurang dari 1 cm.

Jenuhkan camber dengan kertas saring.

Lempeng KLT dan sampel siap untuk dilakukan pengujinan selanjutnya

2. Pembuatan eluen

3. Penotolan sampel

Hasil

Eluen dibuat dengan perbandingan 9 : 1.

N-heksan sebanyak 1,8 mL dan etil asetat sebanyak

0,2 mL

Dimasukkan kedalam chamber berukuran 10 cm

dan ditutup.

Eluen dibuat dengan cara :

Eluen siap digunakan

Plat KLT ditandai dengan garis menggunakan pensil

Ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler

Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen

Plat KLT tadi dikeluarkan dan sebelum dikeringkan dengan menggunakan oven dioleskan dengan serium

Noda tadi dilihat dibawah sinar ultraviolet

Noda yang terlihat ditandai menggunakan pensil

Dihitung nilai Rf

E. Hasil Percobaan

1. Partisi Ekstrak

dilarutkan dengan etanol

ditambahkan etil asetat

diuapkan

diuapkan

2. Hasil Pengamatan KLT

Tabel pengamatan :

Fraksi Jarak tempuh

senyawa

(cm)

Jarak tempuh

fase gerak

(cm)

Nilai Rf

N-heksan 1,4, 1,8, 2,3, dan

2,9 cm

4 cm 0,35, 0,45, 0,57,

0,73

Etil asetat 1,7 dan 1,8 cm 4 cm 0,43, 0,45

Etanol 1,2 cm 4cm 0,3

Fraksi Gambar

Fraksi N-heksan,

etil asetat dan etanol

3. Perhitungan Rf (Reterdation Factor)

Rumus :

Nilai Rf = jarak yangditempuh senyawa

jarak tempu h fase gerak

Jadi :

1. Perhitungan Rf fraksi n-heksan

Nilai Rf = jarak yangditempuh senyawa

jarak tempu h fase gerak

Rf1 = 1,44 = 0,35 cm

Rf2 = 1,84 = 0,45 cm

Rf3 = 2,34 = 0,57 cm

Rf4 = 2,94 = 0,73 cm

2. Perhitungan Rf fraksi etil asetat

Rf1 = 1,74 = 0,43 cm

Rf2 = 1,84 = 0,45 cm

Rf1 n-heksan

Rf2 n-heksan

Rf3 n-heksan

Rf4 n-heksan

Rf1 etil asetat

Rf2 etil asetat

Rf1 etanol

3. Perhitungan Rf fraksi etanol

Rf1 = 1,24 = 0,3 cm

F. Pembahasan

Partisi merupakan proses pemisahan suatu komponen senyawa dari

suatu sampel ekstrak. Partisi umumnya terbagi atas partisi cair-cair dan partisi

padat-cair. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas

dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak

saling bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut

yang digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya.

Partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair) adalah proses pemisahan zat

terlarut di dalam dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur,dengan

kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan

pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang

dapat larut dalam air dan ada pula yang dapat terlarut dalam pelarut organik.

Sedangkan ekstraksi padat-cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh

komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan

pelarut yang sesuai.

Pada praktikum ini, dilakukan ekstraksi cair-cair setelah dilakukan uji

pendahuluan dimana sampel ekstrak methanol dilarutkan dalam pelarut air

dan larut sehingga dipilihlah ekstraksi cair-cair. Adapun tujuan dari

praktikum ini adalah untuk melakukan partisi ekstraksi cair-cair pada ekstrak

kulit batang jambu mete.

Praktikum dilakukan dengan cara ditimbang ekstrak kulit batang

jambu mete kental. Disuspensikan dengan methanol sebanyak 5 ml.

Dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 5 ml pelarut n-heksan,

dikocok sampai merata. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase air dan

fase n-heksan. Dipisahkan fase air dan fase n-heksan, fase n-heksan disimpan

dalam cawan porselin sedangkan fase air dimasukkan kembali kedalam

tabung reaksi. Ditambahkan lagi dengan 5 ml pelarut n-heksan, dikocok

sampai merata. Didiamkan sampai terjadi pemisahan fase air dan fase n-

heksan. Dipisahkan fase air dan fase n-heksan, fase n-heksan disimpan dalam

cawan porselin dan disatukan dengan ekstrak yang pertama. Diuapkan ekstrak

n-heksan hingga mendapatkan ekstrak kental. Ekstrak n-heksan yang

diperoleh diuapkan untuk mendapat ekstrak n-heksan kering. Begitu pula

perlakuan terhadap fraksi etil asetat hingga diperoleh ekstrak etil asetat

kering. Masing-masing fraksi dilakukan uji selanjutnya dengan menggunakan

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa

yang terdapat dalam fase polar dan dalam fase non polar. Prinsip kerja KLT

adalah partisi dan adsorbsi dimana aleum sebagai fase gerak dan lempeng

KLT sebagai fase diam.

Eluen yang digunakan adalah N-heksan : etil asetat (9 : 1) dimasukkan

ke dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan kertas saring. Kemudian

dimasukkan plat KLT yang telah ditotolkan sampel fraksi N-heksan, etil

asetat dan etanol. Sampel yang sudah dielusi kemudian diangkat lalu dilihat

nodanya disinar UV, lalu dikeringkan dengan oven, sebelum dikeringkan

dioleskan menggunakan serium agar noda terlihat jelas. Sebelum lempeng

yang dielusi dengan sampel dimasukkan kertas saring. Chamber yang berisi

eluen akan merambat keluar melalui kertas saring. Alasan mengapa eluen

harus dijenuhkan yaitu agar tekanan dalam chamber sama agar noda yang

dihasilkan sesuai dengan diinginkan.

Polaritas pelarut dapat disusun menurut ukuran kekuatan teradopsinya

pelarut tersebut pada adsorben (yang banyak digunakan alumina) dan susunan

yang terbentuk dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut

bersifat relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari

ikatannya dengan alumina. Dalam deret eluotropik menurut Trappe, Wren dan

Strain, pelarut-pelarut disusun menurut besarnya kekuatan pelarut (solvent strength),

berangkat dari yang tak polar menuju ke yang sifatnya polar (makin ke bawah makin

polar).

Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan

mudah terbawa oleh fase gerak tersebut. Jarak antara jalannya pelarut bersigat

relative. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastika

spot (noda) yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya

berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah Rf. Nilai ini digunakan sebagai

perbandingan relatif antara sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu

komponen dalam fasa diam, sehingga nilai Rf sering juga di sebut faktor retensi.

Nilai Rf yang didapatkan  pada pratikum kali ini adalah diperoleh jarak yang

ditempuh fase gerak 4 cm. Untuk fraksi N-heksan, jarak tempuh senyawa adalah 1,4,

1,8, 2,3, dan 2,9 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan diperoleh nilai Rf

0,35, 0,45, 0,57, 0,73. Fraksi etil asetat, jarak tempuh sampel adalah 1,7 dan 1,8 cm

dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan nilai Rf yang diperoleh adalah 0,43 dan

0,45. Sedangkan untuk penotolan fraksi etanol 1,2 cm dan jarak tempuh untuk

pelarutnya adalah 4 cm dan nilai Rf yang diperoleh adalah 0,3.

G. Kesimpulan

Adapun hasil dari percobaan kali ini diperoleh, yaitu:

1. Suatu ekstrak kering yaitu ekstrak n-heksan kering dan ekstrak etil asetat

kering.

2. Untuk fraksi N-heksan, jarak tempuh senyawa adalah 1,4, 1,8, 2,3, dan

2,9 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan diperoleh nilai Rf

0,35, 0,45, 0,57, 0,73. Fraksi etil asetat, jarak tempuh sampel adalah 1,7

dan 1,8 cm dan jarak tempuh fase gerak adalah 4 cm dan nilai Rf yang

diperoleh adalah 0,43 dan 0,45. Sedangkan untuk penotolan fraksi etanol

1,2 cm dan jarak tempuh untuk pelarutnya adalah 4 cm dan nilai Rf yang

diperoleh adalah 0,3.

DAFTAR PUSTAKA

Harbone, 1987, Metode Ekstraksi, Tujuan Fitokimia, Fiktokimia UMI, www.fitokimiaumi.wordpress.com diakses pada Minggu, 6 Desember 2015

Haqiqi., Sohibul Himam, 2008, Kromatografi Lapis Tipis, http://www.chem-istry.org/?sect=belajar diakses pada Minggu, 6 Desember 2015

Hernani., Tri Marwati dan Christina Winarti., 2007, Pemilihan Pelarut pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) secara Ekstraksi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor

Iskandar, Nur Liati., 2015, Laporan Partisi ekstrak, http:// Laporan Partisi Ekstrak _ Nur Liati Iskandar.htm diakses pada Minggu, 6 Desember 2015

Meronda., Rahma G., Kromatografi Lapis Tipis, http://tugas-fito.pdf diakses pada Minggu, 6 Desember 2015

Simpen, I.N., Isolasi Cashew Shell Liquid dari Kulit Biji Jambu Mete (Anacardium occidentale L) dan Kajian Beberapa Sifat Fisiko-Kimianya, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA 1

PERCOBAAN IV

(PARTISI EKSTRAK DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS)

OLEH :

NAMA : AYU TRISNAWATI

STAMBUK : O1A 114 186

KELAS : PENYETARAAN DIII-S1

KELOMPOK : IV (EMPAT)

ASISTEN : RAHMI ARDANI

LABORATORIUM FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015