37
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam - garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 ). Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu (Doenges, Marilynn, E., 1999). Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003). Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur

Kolelitiasis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP Kolelitiasis

Citation preview

Page 1: Kolelitiasis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiKolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang

disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam - garam

empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada

kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 ).

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya

berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,

menyebabkan distensi kandung empedu (Doenges, Marilynn, E., 1999).

Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung

empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu

empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu

empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi

insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah

itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang

diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu

empedu (Brunner, 2003).

Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk

dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan

empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat

bervariasi (Smeltzer, Suzanne, C. 2001).

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu

kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan

fosfolipid (Price & Wilson, 2005).

Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau

saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari,

2011).

Page 2: Kolelitiasis

B. Klasifikasi

Berdasarkan komposisi kimiawi dan gambaran mikroskopiknya, batu empedu

dibagi menjadi tiga tipe utama oleh Suzuki dan Sato, yaitu batu kolesterol

(batu kolesterol murni, batu kombinasi, batu campuran), batu pigmen (batu

kasium bilirubinat, batu hitam atau pigmen murni), dan batu empedu yang

jarang (batu kalsium karbonat, dan batu kalsium asam lemak).

Menurut Hadi (2002), batu empedu terbagi menjadi tiga tipe yaitu:

1. Batu Kolesterol

a. Soliter (single cholesterol stone) atau batu kolesterol tunggal

Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning-kuningan, pada foto

rontgen terlihat intinya. Bentuknya bulat dengan diameter 4 cm,

dengan permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung

kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.

b. Batu kolesterol campuran

Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung

empedu yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter

dimana pada permukaannya terdapat endapan pigmen kalsium.

c. Batu kolesterol ganda

Jenis batu ini jarang ditemui dan bersifat radio transulen.

2. Batu pigmen

Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam

kalsium dan matriks dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda,

kecil, keras, amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau tua.

Page 3: Kolelitiasis

3. Batu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (± 80 %), dan terdiri

atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks

protein. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga

bersifat radioopaque.

Menurut Sjamsuhidajat (1997), Batu kolesterol mengandung paling

sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium

palmitit dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan

bentuk batu pigmen. Dapat berupa batu soliter atau multiple.

Permukaanya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, da nada yang

seperti buah murbei.

Batu pigmen mengandung kurang dari 25% kolesterol, sering ditemukan

kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat,

kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah

yang rapuh.

C. EtiologiBatu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran,

disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat

terjdi pada duktus koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal

dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan

penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak

terjadi pada wanita (Doenges, Marilynn, E. 1999).

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis dapat

terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak

faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk

terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

Page 4: Kolelitiasis

1. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis

dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen

berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung

empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi

dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam

kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung

empedu.

2. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung

untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang

lebih muda.

3. Obesitas

Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum, resistensi

insulin, diabetes melitus tipe II, hipertensi dan hyperlipidemia

berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepatica dan

merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan batu empedu

kolesterol.

4. Statis Bilier

Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu.

Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang

belakan (medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet

nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat badan yang

berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet

rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan

Page 5: Kolelitiasis

menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan

garam empedu ke intestinal.

5. Obat-obatan

Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan

kanker prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate

dan obat fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol

hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu

empedu kolesterol. Analog somatostatin muncul sebagai faktor

predisposisi untuk batu empedu dengan mengurangi pengosongan

kantung empedu.

6. Diet

Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti

asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih

litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi

kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol

empedu.

7. Keturunan

Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi tampaknya

adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian terhadap

kembar identik fraternal.

8. Infeksi Bilier

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan

sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi

seluler dan pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan

unsur seluler sebagai pusat presipitasi.

Page 6: Kolelitiasis

9. Gangguan Intestinal

Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan

atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu

merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas

akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu

empedu.

10. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko

terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu

lebih sedikit berkontraksi.

11. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak

terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang

melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi

meningkat dalam kandung empedu.

Page 7: Kolelitiasis

D. Patofisiologi

Patofisiologi pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:

1. Pembentukan empedu yang supersaturasi,

2. Nkleasi atau pembentukan inti batu, dan

3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol

merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu,

kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi

bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)

dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal

kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu

dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang

mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik

dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,

atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,

merupakankeadaan yanglitogenik.Pembentukan batu dimulai hanya

bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat

supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan

membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada

tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit,

epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk

dipakai sebagai benih pengkristalan.

Page 8: Kolelitiasis

E. Manifestasi Klinis

Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh,

distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien

konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :

1. Asimtomatik

Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa

mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25%

pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan

merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima tahun.

Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan

rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala gastrointestinal yang ringan.

Batu itu mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat dilakukan

pembedahan atau evaluasi untuk gangguan yang tidak berhubungan

sama sekali.

Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat

mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit

pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat

obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa

bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum, seperti rasa penuh,

distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas

abdomen dapat terjadi.

2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier

Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu

akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita

panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat

mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan

atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi

oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir

setelah beberapa jam dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya

Page 9: Kolelitiasis

disertai dengan mual dan muntah, dan bertambah hebat dalam waktu

beberapa jam setelah memakan makanan dalam jumlah besar. Sekali

serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung meningkat

frekuansi dan intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya

dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman

baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik

melainkan presisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung

empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat

tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus

kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah

kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan

menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas

ketika pasien melakukan inspirasi dalam, dam menghambat

pengembangan rongga dada.

Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga

membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti meperdin.

Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme spingter oddi

sehingga perlu dihindari.

3. Ikterus

Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung empedu

dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi

duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam

duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu

yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan

penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna

kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang

mencolok pada kulit.

Page 10: Kolelitiasis

4. Perubahan Warna Urin dan Feses

Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna

sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan

tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut dengan “ clay-colored”.

5. Defisiensi Vitamin

Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi vitamin A, D, E, K

yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat menunjukkan gejala

defisiensi vitamin-vitamin ini jika defisiensi bilier berjalan lama. Defisiensi

vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan darah normal.

Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus

sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses

inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu

empedu terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini dapat

mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis

generalisata.

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit Kolelitiasis diantaranya (Arif

Mansjoer, 2001) :

1. Kolistitis obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koleduktus

2. Peritonitis

3. Ruptur dinding kandung kemih

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu

yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dna dapat menutupi duktus

sistikus, batu dapat menetap ataupun terlepas lagi. Apabila batu menutupi

duktus sistikus secara menetap makan mungkin dapat terjadi mukokel, bila

Page 11: Kolelitiasis

terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya

kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,

omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesitoduodenal.

Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut

yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding

(dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesitoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang

berakibat terjadi peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat

kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus

koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan

kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya

ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui

terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar

dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan

menimbulkan ileus obstruksi. Berikut beberapa penjelasan tentang

komplikasi kolelitiasis:

1. Hidrops

Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi duktus sistikus

sehingga tidak dapat diisi lagi  oleh empedu. Dalam keadaan ini tidak

terdapat peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya, tetapi

ada bukti peradangan kronis dengan adanya mukosa gundul. Kandung

empedu berdinding tebal dan terdistensi oleh materi steril mukoid.

Sebagian besar pasien mengeluh efek massa dalam kuadran kanan atas.

Hidrops kandung empedu dapat menyebabkan kolesistisi akut.

2. Kolesistitis akut

Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus

oleh batu yang terjebak dalam kantung empedu. Trauma mukosa

kantung empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase

Page 12: Kolelitiasis

yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi lisolesitin yang bersifat

toksik yang memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran

bakteri sangat sedikit, tetapi kemudian dapat terjadi supurasi. Komplikasi

kolesistisis akut adalah empiema, nekrosis, dan perforasi.

a. Empiema

Empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut. Pada empiema atau

kolesistisis supuratif, kandung empedu berisi nanah. Penderita

menjadi semakin toksik, demam tinggi, menggigil dan leukositosis.

b. Nekrosis dan Perforasi

Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding kantung empedu

dan perforasi. Batu empedu yang tertahan bias menggoresi dinding

nekrotik, sinus Roktiansky-Aschoff terinfeksi yang berdilatasi bias

memberika titik lemah bagi ruptura. Biasanya rupture terjadi pada

fundus, yang merupakan bagian vesica biliaris yang paling kurang

baik vaskularisasinya. Ruptur ke dalam cavitas peritonialis bebas

jarang terjadi dan lebih bias memungkinkan terjadinya perlekatan

dengan organ-organ yang berdekatan dengan pembentukan abses

local. Ruptura ke dalam organ berdekatan menyebabkan fistula

saluran empedu.

c. Peritonitis

Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis menyebabkan

syok parah. Karena efek iritan garam empedu, peritoneum mengalami

peradangan.

3. Kolesistitis kronis

Fistel bilioentrik

Apabila kandung empedu yang mengandung batu besar menempel pada

dinding organ di dekatnya seperti lambung, duodenum, atau kolon

Page 13: Kolelitiasis

transversum, dapat terjadi nekrosis dinding kedua organ tersebut karena

tekanan, sehingga terjadi perforasi ke dalam lumen saluran cerna.

Selanjutnya terjadi fitsel antara kandung empedu dan organ-organ

tersebut.

4. Kolangitis

Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi duktus biliaris dan infeksi.

Penyebab utama dari infeksi ini adalah organisme gram negatif, dengan

54% disebebkan oleh sepsis Klebesiella, dan 39% oleh Escherchia, serta

25% oleh organisme Enterokokal dan Bacteroides. Empedu yang terkena

infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap. Duktus koledokus menebal

dan terjadi dilatasi dengan diskuamasi atau mukosa yang ulseratif,

terutama di daearah ampula vetri.

5. Pankreatitis

Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang keluar dari saluran

pankreas. Ini disebebkan karena batu yang berada di dalam duktus

koledokus bergerak menutupi ampula vetri.

G. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan

kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan

akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali

serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT

(SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi

aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.

Page 14: Kolelitiasis

2. Pemeriksaan sinar-X abdomen

Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan

penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala

yang lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang

mengalami cukup klasifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan

sinar-X.

3. Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu

berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.  Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di

kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di

fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan

pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.

4. Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai

prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan

Page 15: Kolelitiasis

dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada prndrita disfungsi

hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan USG tidak membuat

pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil

paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga

kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra sound

berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat

dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang

diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat

pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara didalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada

batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada di palpasi

biasa.

Page 16: Kolelitiasis

5. Kolesistografi

Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun

untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen

sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat

digunakan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan

kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,

berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang

mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam

kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang

normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu,

bayangannya akan Nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan

gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin

serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap

kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih

bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara ini juga

memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan

ultrasonografi.

Page 17: Kolelitiasis

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)

Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung

yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan

ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam

esophagus hingga mencapai duodenum pasrs desenden.Sebuah kanula

dimasukkan ke dalam duktus koledokus dan duktus pankreatikus,

kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk

memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga

memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses

ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu.

7. Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)

Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras secara

langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan

kontras yang disuntikkan relative besar, maka semua komponen dalam

system bilier tersebut, yang mencakup duktus hepatikus dalam hati,

keseluruhan panjang doktus koledokus, duktus sistikus dan kandung

empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.

Computed Tomografi (CT)

CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk

menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan

Page 18: Kolelitiasis

koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding

US.

8. Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance

cholangiopancreatography (MRCP)

Page 19: Kolelitiasis

H. Penatalaksanaan Medis1. Penatalaksanaan Non-Pembedahan

Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi insiden

serangan akut nyeri kandung empedu dan kolesistitis dengan

penatalaksanaan suportif dan diit, dan jika memungkinkan, untuk

menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-prosedur

endoskopi, atau intervensi pembedahan.

a. Penatalaksanaan Supotif dan Diet

Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung empedu sembuh

dengan istirahat, cairan infus, pengisapan nasogastric, analgesic dan

antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda

dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi

pasien semakin memburuk.

b. Farmakoterapi

Asam Kenodeoksikolat. Dosisnya 12-15 mg/kg/hari pada orang yang

tidak mengalami kegemukan. Kegemukan jelas telah meningkatkan

kolesterol bilier, sehingga diperlukan dosis 18-20 mg/kg/hari. Dosis

harus ditingkatkan bertahap yang dimulai dari 500 mg/hari. Efek

samping pada pemberian asam kenodeoksikolat adalah diare.

 Asam ursodeoksikolat. Berasal dari beruang jepang berleher putih.

Doasisnya 8-10 mg/kg/hari, dengan lebih banyak diperlikan jika

pasien mengalami kegemukan. Asam ursodeoksikolat melarutkan

sekitar 30% batu radiolusen secara lengkap dan lebih cepat daripada

menggunakan asam kenodeoksikolat. Efek sampingnya tidak ada.

Kemungkinan kombinasi asam ursodeoksikolat 6,5 mg/kg/hari

dangan 7,5 mg/kg/hari asam kenodeoksikolat lebih murah dan sama

efektif.

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol,

chenofalk) telah digunakan untuk mmelarutkan batu empedu

Page 20: Kolelitiasis

radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari

kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan

kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat

diberikan dengan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek

yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menhambat sintesis

kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi

getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu

yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah pembentukannya.

Padabanyak pasien diperlukan pengobatan selama 6 hingga 12 bulan

untuk melarutkan batu empedu, dan selama terapi keadaan pasien

dipantau. Dosis yang efektif bergantung pada berat badan pasien.

Terapi ini dilakukan pada pasien yang menolak terapi pembedahan

atau dianggap terlalu beresiko untuk menjalani pembedahan.

Pembentukan kembali batu empedu telah dilaporkan pada 20-50%

pasien sesudah terapi dihentikan, dengan demikian pemberian obat

ini  dengan dosis rendah dapat dilanjutkan untuk mencegah

kekambuhan tersebut. Jika gejala akut kolesistisis berlanjut atau

timbul kembali, intervensi bedah atau litotropis merupakan indikasi.

c. Pengangkatan batu tanpa pembedahan

Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu

dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (monooktanoin atau metil

tertier butyl eter [MTBE]) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut

dapat diinfuskan melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan

langsung ke dalam kandung empedu, atau melalui selang atau drain

yang dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu yang belum

dikeluarkan pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui endoskop

ERCP, atau kateter bilier transnasal.

d. Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL). Prosedur noninvasif

ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves)

Page 21: Kolelitiasis

yang diarahkan pada batu empedu di dalam kandung empedu atau

duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut

menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media

cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan

elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat

rendaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang

dkonvergensikan tersebut dialirkan kepada batu empedu yang akan

dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan

bergerak spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan

dikeluatkan melalui endoscop atau dilarutkan dengan pelarut asam

empedu yang diberikan per oral.

e. Litotripsi Intracorporeal. Batu yang ada dalam kandung empedu atau

duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang

ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada

endoscop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen

batu atau debris dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan

a. Koleksistektomi Terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien

dengan batu empedu simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna,

cidera duktus biliaris, terjadi dalam kurang dari 0,2% pasien. Angka

mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini telah terlihat dalam

penelitian baru-baru ini, yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling

umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh

kolesistisi akut. Praktik pada saat ini mencakup kolesistektomi segera

dalam pasien dengan kolesistisi akut dalam masa perawatan di

rumah sakit yang sama. Jika tidak ada bukti kemajuan setelah 24 jam

penanganan medis, atau jika ada tanda-tanda penurunan klinis, maka

kolesistektomi darurat harus dipertimbangkan.

Page 22: Kolelitiasis

b. Mini Kolesistektomi

Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu

lewat luka insisi selebar 4cm. Jika diperlukan, luka insisi dapat

diperlebar untuk mengeluarkan batu kandung empedu yang

berukuran lebih besar. Drain mungkin dapat atau tidak digunakan

pada mini kolasistektomi. Biaya yang ringan dan waktu rawat yang

singkat merupakan salah satu alasan untuk meneruskan bentuk

penanganan ini.

c. Kolesistektomi laparoskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu simtomatik tanpa

adanya kolesistisis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,

banyak ahli bedah mulai untuk melakukan prosedur ini dalam pasien

dengan kolesistisis akut dan dalam pasien dengan batu duktus

koledokus. Keuntungan secara toritis dari prosedur ini dibandingkan

dengan konvensional, kolesistektomi mengurangi perawatan di rumah

sakit serta biaaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat bisa kembali

bekerja, nyeri menurun, dan perbaikan kosmetik. Masalah yang

belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan

dengan insiden komplikasi mayor, seperti misalnya cidera duktus

biliaris, yang mungkin terjadi lebih sering selama kolisistektomi

laparoskopik. Frekuensi dari cidera mungkin merupakan ukuran

pengalaman ahli bedah dan merupakan manifestasi dari kurva

pelatihan yang berkaitan dengan modalitas baru.

d. Bedah Kolesistotomi

Dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan

operasi yang lebih luas, atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat

system bilier tidak jelas. Kndung empedu dibuka melalui

pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan drainase yang

purulen dikeluarkan, dan kateter untuk drainase diikat dengan jahitan

kantung tembakau (purse-string-suture). Kateter itu dihubungkan

Page 23: Kolelitiasis

dengan sistem drainase untuk mencegah kebocoran getah empedu

disekitar kateter atau perembesan getah empedu ke dalam rongga

peritoneal. Setelah sembuh dari serangan akut, pasien dapat kembali

lagi untuk menjalani kolesistektomi. Maeskipu resikonya lebih rendah,

bedah kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi (yang

dilaporkan sampai setinggi 20-30%) yang disebabkan oleh proses

penyakit pasien yang mendasarinya.

e. Kolesistotomi Perkutan

Kolesistotomi perkutan telah dilakukan dalam penanganan dan

penegakan diagnosis kolesistisis akut pada pasien-pasien yang

beresiko jika harus menjalani tindakan pembedahan atau anastesi

umum. Pasie-pasien ini mencakup para penderita sepsis atau gagal

jantung yang berat dan pasien-pasien gagal ginjal, paru atau hati.

Dibawah pengaruh anastesi local sebilah jarum yang halus

ditusukkan lewat dinding abdomen dan tepi hati ke dalam kandung

empedu dengan dipandu oleh USG atau pemindai CT. Getah empedu

diaspirasi untuk memastikan bahwa penempatan jarum telah adekuat,

dan kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung

empedu tersebut untuk dekompresasi saluran empedu. Dengan

prosedur ini hampir selalu dilaporkan bahwa rasa nyeri dan gejala

serta tanda-tanda dari sepsis dan kolesistisi berkurang atau

menghilang dengan segera.

f. Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk

mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang

sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah

empedu sampai edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan

selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga

Page 24: Kolelitiasis

mngandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama-

sama kolesistektomi

I. Penatalaksanaan KeperawatanProses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang

sistematik untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang

melalui lima fase berikut yaitu pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan,

implementasi, evaluasi.

1. Pengkajian

Data yang dikumpulkan meliputi :

a. Identitas

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor

register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai

identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan

dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang

terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan

dengan klien dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien

saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan

adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

3) Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau

pernah di riwayat sebelumnya.

Page 25: Kolelitiasis

4) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita

penyakit kolelitiasis.

c. Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa Keperawatan berdasarkan NANDA 2012-2014

a. Nyeri Akut b.b Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung Empedu

b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d

Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi

c. Mual b.d Iritasi Lambung

d. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif

e. Gangguan pola tidur b.d Ketidaknyamanan Fisik: Nyeri

f. Hambatan Mobilitas Fisik b.d Nyeri

g. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Nyeri

h. Ansietas b.d Ancaman Kematian

i. Kerusakan Integritas Kulit b.d Faktor mekanik

j. Risiko Perdarahan

k. Risiko Infeksi b.d Kerusakan Integritas Kulit: Prosedur Invasif

Page 26: Kolelitiasis

Prioritas Diagnosa

No

Prioritas

Diagnosa Keperawatan

1 Nyeri Akut b.b Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung

Empedu.

2 Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Nyeri

3 Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan

Aktif

4 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d

Ketidakmampuan Menelan Makanan

5 Mual b.d Iritasi Lambung

6 Ansietas b.d Ancaman Kematian

7 Gangguan Pola Tidur b.d Ketidaknyamanan Fisik: Nyeri

8 Hambatan Mobilitas Fisik b.d Nyeri

9 Kerusakan Integritas Kulit

10 Risiko Perdarahan

11 Risiko Infeksi b.d Kerusakan Integritas Kulit: Prosedur Invasif