22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. (3) Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan masa anak-anak di negara berkembang. Diperkirakan diare menyebabkan kematian sebanyak 5 juta anak balita per tahun. Kira-kira 80% kematian ini terjadi pada umur dua tahun pertama. Disamping sebagai penyebab langsung kematian diare juga sebagai penyebab utama kurang gizi dan penyebab lain yang sering menjadi penyebab kematian anak misalnya ISPA. ( ) Kolera adalah salah satu penyakit diare akut yang dalam beberapa jam dapat mengakibatkan dehidrasi progresif yang cepat dan berat serta dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh V. Kolera yang memproduksi enteroksin dalam jumlah besar, sehingga memberikan pengaruh yang ekstrim pada aktivitas sekresi dari sel epitel mukosa usus halus dan bentuk feses yang khas seperti air tajin atau rice water stool. 1

Kolera

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kolera

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut

gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah kesehatan

utama dari masyarakat di Indonesia. (3)

Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama

kematian dan kesakitan masa anak-anak di negara

berkembang. Diperkirakan diare menyebabkan kematian

sebanyak 5 juta anak balita per tahun. Kira-kira 80% kematian

ini terjadi pada umur dua tahun pertama. Disamping sebagai

penyebab langsung kematian diare juga sebagai penyebab

utama kurang gizi dan penyebab lain yang sering menjadi

penyebab kematian anak misalnya ISPA. ( )

Kolera adalah salah satu penyakit diare akut yang dalam

beberapa jam dapat mengakibatkan dehidrasi progresif yang

cepat dan berat serta dapat menimbulkan kematian yang

disebabkan oleh V. Kolera yang memproduksi enteroksin dalam

jumlah besar, sehingga memberikan pengaruh yang ekstrim

pada aktivitas sekresi dari sel epitel mukosa usus halus dan

bentuk feses yang khas seperti air tajin atau rice water stool.

Penyakit ini telah diketahui dan dialami sejak bertahun-

tahun yang lalu dan telah menyebar ke seluruh Asia dan

sebagian besar Afrika. Pada umumnya banyak menyebar ke

negara-negara yang sedang berkembang. Penyakit ini dapat

dikatakan berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi dan gizi

penduduk. Semakin rendah tingkat sosial ekonomi dan gizi

penduduk besar kemungkinan untuk menderita kolera.

Makanan dan air yang terkontaminasi merupakan media

1

Page 2: Kolera

perantara penularan kolera. Penularan biasanya terjadi

ditempat yang terlalu padat penduduknya dan keadaan sanitasi

lingkungan yang tidak bersih.

Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis dan

bakteriologis, dalam menegakkan diagnosis pada penyakit

kolera yang berat, terutama pada suatu daerah endemik,

tidaklah sukar. Kesukaran menegakkan diagnosis biasanya

terjadi pada kasus-kasus yang ringan dan sedang, terutama di

luar endemi atau epidemi. Dasar pengobatan kolera ialah

simtomatik dan kausal berupa penggantian cairan dan elektrolit

dengan segera. Dengan mengetahui keadaan klinis yang cepat

dan tepat maka pengobatan dapat dilakukan segera, sambil

menyiapkan diagnosis secara bakteriologis sehingga diharapkan

dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang

diakibatkan oleh wabah kolera. (1)

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian penyakit kolera pada anak

2. Mengetahui etiologi, patofisiologis kolera pada anak

3. Dapat melakukan penegakkan diagnosis, penatalaksanaan

dan pencegahan kolera pada anak.

2

Page 3: Kolera

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang

saluran pencernaan yang disebabkan oleh suatu enterotoksin

yang dihasilkan oleh vibrio Kolera, ditandai dengan diare cair

ringan sampai diare cair berat dengan muntah yang dengan

cepat menimbulkan syok hipololemik, asidosis metabolik dan

tidak jarang menimbulkan kematian. (2)

B. Etiologi

Kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang,

berukuran pendek, sedikit melengkung dapat bergerak, bersifat

gram negatif dan mempunyai flagela polar tunggal. Terdapat

berbagai serotipe V. Kolera yang dapat menimbulkan diare

akut. V. Kolera tumbuh dengan mudah pada bermacam media

laboratorium nonselektif yaitu agar Mac Conkey dan beberapa

media selektif termasuk agar garam empedu, agar gliserin-

telurit-taurokholat serta agar trosulfat-sitrat-garam-empedu-

sukrosa (TCBS). Dikenal 2 biotipe V.Kolera. 01 diklasifikasikan

sebagai klasik dan Elthor berdasarkan atas hemolisin,

hemaglutinasi, kerentanan terhadap polimiksin B, dan

kerentanan terhadap bakteriofag. Basil ini juga dibagi menjadi

serogrup (yaitu serovar) didasarkan pada aniten somatik atau

O.V. Kolera 01 mempunyai dua tipe antigenik O mayor (Ogawa

dan India) dan tipe intermediate tidak stabil (Hikojima).(2)

C. Epidemiologi

Kolera dijumpai secara endemis di Delta sungai Gangga.

Sepanjang sejarah, dengan endemi tahunan di Bengali barat

dan Banglades. Antara tahun 1817-1926, penyakit tersebut

menyebar ke seluruh dunia.

3

Page 4: Kolera

Endemi dan epidemi kolera sering memperlihatkan suatu

pola musiman. Air serta makanan yang tercemar , terutama

jenis kerang-kerangan, memegang peranan besar dalam

transmisi penyakit. Penyebaran dari orang ke orang jarang

ditemukan, tetapi mungkin terjadi di tempat terlalu padat

penduduknya, karena diperlukan jumlah organisme yang besar

untuk menimbulkan infeksi, selain hambatan asam lambung

yang akan membunuh sebagian besar vibrio yang tertular pada

daerah-daerah endemis kolera, penyakit ini merupakan

penyakit anak-anak, di daerah pedesaan Banglades angka

serangan penyakit adalah 5-10 kali lebih besar pada anak-anak

berusia antara 2-9 tahun. Dibandingkan dengan orang-orang

dewasa, hal ini terjadi diakibatkan karena kekebalan yang

timbul karena paparan yang berulang terhadap V. Kolera 01.

Kolera jarang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang

dari 1 tahun, mungkin disebabkan oleh imunitas pasif yang

didapat dari ASI. (1)

D. Patogenesis

Setelah tertelan, vibrio harus melewati lingkungan asam

lambung, apabila berhasil vibrio akan membentuk koloni di usus

kecil bagian atas yaitu pada permukaan sel-sel epitel di dalam

lapisan mukosa. Perlekatan terutama diperantarai oleh Toxin

Coregulated Pilus (TCP), dinamakan demikian karena sintosis

TCP diatur secara paralel dengan toksin kolera (Kolera Toxin,

CT).

Toksin kolera adalah suatu toksin protein yang terutama

menimbulkan diare cair yang merupakan ciri khas kolera.

Toksin kolera tersusun dari sebagian enzimatikmonomerik (sub

unit A) dan sebagian ikatan pentamerik (sub unit B).

4

Page 5: Kolera

Pentamer B berikatan pada ganglioside G M1, suatu

reseptor glikolipid pada permukaan sel epitel jejenum, dan

kemudian mengirim sub unit A ke target sistoliknya. Sub unit A

aktif (A1) memindahkan secara irerversibel ribosa ADP dan

nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) ke target protein

spesifiknya, komponen pengaturan ikatan GTP dari adenilat

siklase dalam sel epitel usus. Ketika rebosilasi ADP yang disebut

protein G menaikan pengaturan sub unit katalitik siklase,

hasilnya adalah tingginya kadar AMP siklik (CAMP) dalam

akumulasi intraseluler.

CAMP sebaliknya menghambat sistem transpor ekskresi

florida dalam sel kriptus sehingga menimbulkan akumulasi

natrium klorida dalam lumen usus. Sejak air bergerak pasif

untuk mempertahankan osmolitas, cairan isotonik terakumulasi

dalam lumen. Ketika volume cairan melebihi kapasitas

penyerapan usus, terjadi diare cair. Cairan diare yang hilang

bersifat isotonis terhadap plasma dan relatif mengandung

konsentrasi tinggi bikarbonat dan kalium. Kehilangan cairan

dengan cara demikian ini biasanya mengakibatkan defisit

isotonus natrium dalam air, asidosis terjadi karena defisit biasa

dan pengosongan kalium. Jika cairan dan elektrolit yang keluar

tidak diganti secara adekuat, dapat terjadi syok karena

dehidrasi berat dan asidosis karena kehilangan bikarbonat.(1)

Keparahan kehilangan cairan dan elektrolit pada kolera

diansdingkan dengan kehilangan karena enteropatogen lain

yang menghasilkan enterotoksin yan sangat terkait dengan

toksin kolera misalnya E. coli, salmonella dapat akibat dari

toksin lain dalam virulensi V. kolera.(2)

E. Manifestasi Klinis

5

Page 6: Kolera

Diare cair dan muntah timbul sesudah masa inkubasi 6

jam sampai 72 jam (rata-rata 2-3 hari) kadang-kadang sampai 7

hari. Kolera dimulai dengan awitan diare berair tanpa rasa nyeri

(tenesmus) dengan tiba-tiba yang mungkin cepat menjadi

sangat banyak dan sering langsung disertai muntah. Feses

memiliki penampakan yang khas yaitu cairan agak keruh

dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis. Kolera di

juluki air cucian beras (rise water stool) karena kemiripannya

dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras. nyeri

abdominal di daerah umbilikal sering terjadi. Pada kasus-kasus

berat sering dijumpai muntah-muntah, biasanya timbul setelah

awitan diare kurang lebih 25 % penderita anak-anak mengalami

peningkatan suhu rektum (38-39C), pada saat dirawat atau

pada 24 jam pertama perawatan gejala klinisnya sesuai dengan

penurunan volume cairan, pada kehilangan 3-5 % BB normal,

mulai timbul rasa haus.

Kehilangan 5-8 %, hipotensi postural, kelemahan,

takikardia dan penurunan turgor kulit, di atas 10% BB atau lebih

merupakan diare masif, dimana terdapat dehidrasi berat dan

kolaps peredaran darah, dengan tanda-tanda tekanan darah

menurun (hipotensi) dan nadi lemah dan sering tak terukur,

pernafasan cepat dan dalam, oliguria, mata cekung pada bayi,

ubun-ubun cekung, kulit terasa dingin dan lembab disertai

turgor yang buruk, kulit menjadi keriput, terjadi sianosis dan

nyeri kejang pada otot-otot anggota gerak, terutama pada

bagian betis. Penderita tampak gelisah, disertai letargi,

somnolent dan koma. Pengeluaran tinja dapat berlangsung

hingga 7 hari. Manifestasi selanjutnya tergantung pada

pengobatan-pengobatan pengganti yang memadai atau tidak.

Komplikasi biasanya disebabkan karena penurunan volume

6

Page 7: Kolera

cairan dan elektrolit. Komplikasi dapat dihindari dan proses

dapat dibatasi apabila diobati dengan cairan dan garam yang

menandai. Tanda awal penyembuhan biasanya adalah

kembalinya pigmen empedu di dalam tinja. Pada umumnya

diare akan cepat berhenti.(1)

F. Diagnosis

Dalam menegakan suatu diagnosis kolera meliputi gejala

klinis, pemeriksaan fisik ,reaksi aglutinasi dengan anti serum

spesifik dan kultur bakteriologis. Menegakkan diagnosis

penyakit kolera yang berat terutama diderah endemik tidaklah

sukar. Kesukaran menegakkan diagnosis biasanya terjadi pada

kasus-kasus yang ringan dan sedang, terutama di luar endemi

atau epidemi.

1. Gejala klinik

Kolera yang tipik dan berat dapat dikenal dengan adanya

berak-berak yang sering tanpa mulas diikuti dengan muntah-

muntah tanpa mual, cairan tinja berupa air cucian beras,

suhu tubuh yang tetap normal atau menurun dan cepat

bertambah buruknya keadaan pasien dengan gejala-gejala

akibat dehidrasi, renjatan sirkulasi dan asidosis yang jelas.

(PD, FKUI, 1996) (6)

2. Pemeriksaan Fisik.

Adanya tanda-tanda dehidrasi yaitu keadaan turgor kulit,

mata cekung, Ubun ubun besar yang cekung, mulut

kering,denyut nadi lemah atau tiada, takikardi, kulit dingin,

sianosis, selaput lendir kering dan kehilangan berat badan

3. Kultur Bakteriologis

Diagnosis pasti kolera tergantung dari keberhasilan

mengisolasi V. Kolera 01 dari tinja penderita penanaman pada

media seletif agar gelatin tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa

7

Page 8: Kolera

(TCBS) dan TTGA. Tampak pada TCBS organisme V. Kolera

menonjol sebagai koloni besar, kuning halus berlatar

belakang medium hijau kebiruan. Pada TTGA koloni kecil,

opak dengan zone pengkabutan sekelilingnya.

4. Reaksi aglutinasi dengan antiserum spesifik

Yaitu melalui penentuan antibodi-antibodi vibriosidal,

aglutinasi dan penetralisasi toksin, titer memuncrat dan ke 3

antibodi tersebut akan terjadi 7-14 hari setelah awitan

penyakit-titer antibodi vibriosidal dan aglutinasi akan kembali

pada kadar awal dalam waktu 8-12 minggu setelah awitan

penyakit, sedangkan titer antitoksin akan tetap tinggi hingga

12-18 bulan. Kenaikan sebesar 4x atau lebih selama masa

penyakit akut atau penurunan titer selama masa

penyembuhan (6).

5. Pemeriksaan darah

Pada darah lengkap ditemukan angka leukosit yang meninggi

yang menunjukkan adanya suatu proses infeksi, pemeriksaan

terhadap pH, bikarbonat didalam plasma yang menurun, dan

pemeriksaan elektrolit untuk menentukan gangguan

keseimbangan asam basa (4).

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding kolera adalah diare sekretoris lainnya

dengan gambaran klinis yang mirip dengan kolera ialah diare

yang disebabkan oleh enterotoxigenic E. Coli (ETEC), Shigella,

salmonela. Dapat dibedakan berdasarkan simtom, gejala klinis

dan sifat tinja yaitu berdasarkan tabel 2 Gray dkk, 1979.

8

Page 9: Kolera

Tabel 1. Simtom, gejala klinis dan sifat tinja

Simtom dan

gejalaRotavirus

E. coli

enterotoksi

genik

E. coli

entero-

invasif

Salmo-

nella Shigella

V. chol-

erae

Mual dan

muntah

Dari

permulaan

- - + Jarang Jarang

Panas + - + + + -

Sakit Tenesmus Kadang-

kadang

Tenesmus

Kolik

Tenes–

mus

Kolik

Pusing

Tenes-

mus

Kolik

Pusing

Kolik

Gejala lain Sering

distensi

abdomen

Hipotensi Bakterie-

mia, tok-

semia

sistemik

Dapat

ada

kejang

Sifat tinja :

- Volume Sedang Banyak Sedikit Sedikit Sedikit Sangat

banyak

- Frekuensi Sampai 10/

lebih

Sering Sering Sering Sering

sekali

Hampir

terus

- Konsistensi Berair Berair Kental Berlendir Kental Berair

- Mukus Jarang + + + Sering Flacks

- Darah - - + Kadang-

kadang

Sering

- Bau - Bau tinja Tidak

spesifik

Bau telur Tak

berbau

Anyir

- Warna Hijau kuning Tidak

berwarna

Hijau Hijau Hijau

- Leukosit - - + + + -

- Sifat lain Tinja

seperti air

cucian

beras

H. Pengobatan dan Pencegahan

Pencegahan

Tindakan pencegahan terbaik terhadap kolera adalah

menghindari makanan dan air yang tercemar dengan

pengadaan air bersih, fasilitas pembuangan feses yang bersih,

peningkatan gizi, dan perhatian pada persiapan makan dan

9

Page 10: Kolera

penyimpanan di rumah dapat menurunkan insidensi kolera

secara bermakna.

Pemberian vaksin dapat diberikan pada individu-individu

yang berisiko tinggi pada suatu daerah endemik kolera. Dengan

imunisasi dengan vaksin standard yaitu pemberian seluruh sel

bakteri mati yang mengandung 10 biliun vibrio mati per ml,

hanya memberikan proteksi 60-80% untuk masa 3-6 bulan.

Vaksin disini tidak berpengaruh pada carier dalam pencegahan

penularan, sehingga vaksin kolera tidak efektif untuk mengatasi

suatu keadaan endemik. Hingga saat ini higieni saja yang

memberikan pencegahan yang mantap.(1)

Dengan adanya pengendalian terhadap wabah dengan

mengusahakan untuk mengenali kontak kasus dan mengobati

karier yang membawanya, sehingga keduanya merupakan hal

yang sangat penting untuk mengurangi angka kesakitan dan

kematian. (2)

Pengobatan

Dengan mengetahui patogenesis dan patofisiologi

penyakit kolera, maka pengobatan pada kolera dapat di terapi

secara tepat. Dasar pengobatan kolera yaitu pengobatan yang

bersifat simtomatik, causal, penggantian cairan dan dietetik.

a. Terapi cairan

Pengobatan utama pada kolera adalah penggantian cairan

elektrolit dan keseimbangan asam basa yang cepat dan

adekuat, yaitu dengan pemberian cairan yang tergantung

pada dehidrasi ringan, sedang, berat menurut WHO yaitu

sebagai berikut : (tabel 2).

10

Page 11: Kolera

Tabel 2. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO

Tanda dan GejalaDehidrasi

Ringan

Dehidrasi

SedangDehidrasi Berat

Penampilan dan

keadaan umum

bayi dan anak-anak

muda usia

Haus, giat,

gelisah

Haus, gelisah

atau letargi tetapi

iritatif terhadap

sentuhan atau

mengantuk

Mengantuk, lembek,

dingin, berkeringat,

tungkai yang sianotik,

mungkin komatosa

Anak-anak berusia

lebih lanjut dan

dewasa

Haus, giat,

gelisah

Haus, giat,

hipotensi postural

Biasanya sadar,

kelihatan cemas, dingin,

berkeringat, tungkai

yang sianotik, kulit jari-

jari tangan dan kaki

berkeriput, kejang otot

Denyut nadi radialis Kecepatan dan

volume normal

Cepat dan lemah Cepat, sangat lemah,

kadang-kadang tidak

teraba

Pernafasan Normal Dalam, mungkin

cepat

Dalam dan cepat

Fontanela depan Normal Cekung Sangat cekung

Tekanan darah

sistolik

Normal Normal atau

rendah

Kurang dari 90 mm,

mungkin tidak dapat

dicatat

Kelenturan kulit Cubitan segera

kembali normal

Cubitan kembali

dengan lambat

Cubitan kembali dengan

sangat lambat (> 2

detik)

Mata Normal Cekung (dapat

diketahui)

Sangat cekung

Air mata Ada Tidak ada Tidak ada

Selaput lendir Basah Kering Sangat kering

Pengeluaran air

kemih

Normal Jumlah berkurang

dan warna gelap

Tidak ada yang keluar

selama beberapa jam,

kandung kemih kosong

% berat yang hilang 4-5 % 6-9 % 10 % atau lebih

Kekurangan cairan

yang diperkirakan

40-50 ml/kg 60-90 ml/kg 100-110 ml/kg

Rehidrasi dilaksanakan dua tahap yaitu : terapi rehidrasi dan

maintenance. Penderita dehidrasi berat dengan shock

hipovolemik harus segera diberi cairan pengganti secara

intravena. Pada anak yang berusia lebih muda dapat

menerima cairan kurang lebih 30 ml/tts selama satu jam

pertama, 40 ml/ts/dalam 2 jam berikutnya serta kurang

lebih 40 mg/kg selama jam ketiga dan selanjutnya pada

anak-anak yang berusia lebih lanjut dan orang dewasa

11

Page 12: Kolera

biasanya diberikan jumlah keseluruhan tersebut dalam 3-4

jam sedangkan kecepatan dan jumlah yang tepat dari cairan

pengganti serta pemeliharaan selanjutnya disesuaikan

dengan derajat dehidrasi dan pengeluaran tinja yang terus

berlangsung.sesedah itu biasanya dapat dimulai terapi oral

dengan tujuan mempertahankan cairan yang masuk agar

sama dengan yang keluar.

Monitoring atau pemantauan yang cermat dan teliti

terhadap tanda-tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi,

suhu serta perlu diperhatikan adanya ronkhi paru-paru yang

sering akibat edema paru dan edema kelopak mata, untuk

mencegah terjadinya hidrasi berlebihan. cairan intravena

yang dipilih yang dapat menggantikan kehilangan cairan

isotonus dan elektrolit yang terjadi melalui tinja kolera dan

WHO mengemukakan bahwa RL sebagai larutan yang

terbaik dan perlu ditambahkan kalium klorida (sebanyak 10

m Ek/l) atau diberikan per oral jika fungsi ginjal baik untuk

mencegah hipokalemia berat. Rehidrasi oral dapat diberikan

secukupnya adalah tindakan utama kecuali apabila anak

kesadarannya kurang, muntah terus menerus, menderita

ileus dan dalam keadaan syok pada keadaan ini yang paling

tepat adalah rehidrasi intravena.

Penderita dengan derajat dehidrasi sedang atau ringan

mula-mula dapat diberikan cairan pengganti oral dengan

tujuan mempertahankan cairan yang masuk agar sama

dengan yang keluar. Larutan tersebut dapat dibuat dengan

menggunakan air minum biasa yang bersih (Oralit).

Penderita dengan dehidrasi sedang mendapatkan 100

mg/kg larutan garam dehidrasi oral selama 4 jam dan 50

12

Page 13: Kolera

ml/kg dalam waktu yang sama diberikan kepada penderita

dengan dehidrasi ringan.

Penderita dengan derajat dehidrasi ringan larutan oral dapat

diberikan sebanyak 100 m/kg/hari hingga diare berhenti.

Bayi yang disusui ASI hendaknya dipertahankan untuk

menyusui secara libitum selama pengobatan.

b. Terapi causal

Pengobatan berdasarkan causal yaitu pemberian antibiotika

merupakan obat utama untuk membunuh kuman vibrio dan

memperpendek masa dan volume diare secara bermakna.

Tetrasiklin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari selama 3 hari,

atau chloramphenikol dengan dosis 50-100 ml/kgBB/hari

selama 5 hari atau dapat diberikan doksisiklin 4

mg/kgBB/selama 3 hari.(2 )

c. Terapi berdasarkan simtomatik

Pemberian antipiretik dengan preparat salisilat (asetosal,

aspirin) yang berguna untuk menurunkan panas yang terjadi

akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga

dapat mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.

Pemberian antiemetik seperti chlorpromazine (largactil)

terbukti selain mencegah muntah dapat juga mengurangi

sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian

dalam dosis adekuat 1 mg/kgBB/hari. ( 2 )

d. Terapi dietetik

Bahan makanan yang kaya energi atau tinggi kalori, protein

dan mengandung kalium dapat diberikan. Perhatian pada

masukan makanan sangat penting dan harus dimulai

13

Page 14: Kolera

sesegera difisit telah terganti untuk meminimalkan dampak

nutrisi pada penyakit.

Bayi yang disusui ASI tetap diberikan secara libitum untuk

mengatasi kehilangan cairan dan mencegah gangguan

status gizi penderita.(2)

I. Prognosis

Prognosis tergantung pada kecepatan dimulainya

pemberian terapi yang sesuai.

Dengan pengobatan yang adekuat, hampir semua pasien

kolera benar-benar sembuh dan angka kematian dapat

diturunkan sampai 0%.

14

Page 15: Kolera

BAB III

KESIMPULAN

1. Kolera adalah suatu penyakit akut yang menyerang saluran

pencernaan yang disebabkan oleh kelompok enterotoksin yang

dihasilkan oleh vibrio Kolera yang ditandai dengan diare cair

ringan, diare cair berat dengan muntah yang dengan cepat

dapat menimbulkan syok hipovolemik, asidosis metabolik dan

tidak jarang menimbulkan kematian.

2. Penyebab kolera adalah mikroorganisme berbentuk batang,

berukuran pendek, sedikit melengkung, dapat bergerak, bersifat

gram negatif dan mempunyai flagela polar tunggal. Biasanya

penyebaran melalui makanan dan air yang terkontaminasi

merupakan media perantara penularan kolera. Penularan

biasanya terjadi di tempat yang padat penduduknya dengan

tingkat sosial ekonomi dan gizi penduduk yang rendah dan

keadaan sanitasi lingkungan yang tidak bersih.

3. Manifestasi klinisnya diare cair dan muntah biasanya timbul

sesudah masa inkubasi 6 jam sampai 72 jam. Diare tanpa rasa

nyeri (tenesmus). Feses yang khas yaitu cairan agak keruh

dengan lendir, tidak ada darah dan berbau agak amis atau

seperti cucian air beras (rice water stool).

4. Diagnosis Kolera ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

5. Dasar pengobatan pada kolera meliputi pengobatan secara

causal, simtomatik pengobatan cairan dan dietetik. Pencegahan

terhadap kolera adalah menghindari makanan dan air yang

tercemar, dengan pengadaan air bersih, fasilitas pembuangan

feses yang bersih, peningkatan gizi dan perhatian pada

15

Page 16: Kolera

persiapan makan dan penyimpanan di rumah dapat

menurunkan insidensi kolera secara bermakna.

6. Prognosis terhadap kolera tergantung pada kecepatan

dimulainya pemberian terapi yang sesuai. Dengan pengobatan

yang adekuat hampir semua pasien benar-benar sembuh dan

angka kematian dapat diturunkan sampai 0%.

16

Page 17: Kolera

DAFTAR PUSTAKA

1. Keusch G.T dan Deresiewicz R.L., Kolera, Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 5, EGC, Jakarta, 2000, hal 766-768.

2. Gomez H.F dan Cleary T.G., Kolera, Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2, edisi 12, EGC, Jakarta, 1992, hal 102

3. Noersahid H Suraatmadja S dan Asnil P.O, Gastroenteritis Akut Gastroenterologi Anak Praktis, FKUI 1988, hal 51-70.

4. Hassan R dkk, Kholerae, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal 302-306.

5. Rohde J.E dan Baswedan S, Diare, Prioritas Pediatri di Negera Sedang Berkembang, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta, 1979, hal 203-211.

6. Soemarsono H.S., Kolera, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 3, Buku Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal 443

17