KOLERA

Embed Size (px)

Citation preview

  • Tugas Pelayanan Kefarmasian

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    1

    Tugas Pelayanan Kefarmasian

    KOLERA

    Oleh :

    NAMA : Amira Lestari

    NIM : N211 13 029

    KELAS : B

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

    2O13

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Subhanallahu Wal Hamdulillahu Wa Laa Ilaaha Illallahu Wallahu Akbar. Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis akan membahas topik mengenai KOLERA.

    Makalah ini dibuat dari beberapa sumber yang penulis dapat dari buku, jurnal, blog dan makalah penelitian. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

    Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

    Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

    Wassalam,

    Makassar, 31 desember 2013

    Amira Lestari

  • 3

    DAFTAR ISI

    Halaman

    COVER .............................................................................................................. 1

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

    BAB I PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang ............................................................................................ 15

    I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

    I.3 Tujuan ........................................................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Definisi.......................................................................................................... 7

    II.2 Klasifikasi .................................................................................................... 7

    II.3 Morfologi ....................................................................................................... 7

    II.4 Etiologi.......................................................................................................... 8

    II.5 Epidemiologi ................................................................................................. 9

    II.6 Patogenesis ................................................................................................ 11

    II.7 Gambaran Klinis ......................................................................................... 12

    II.8 Diagnosa Laboratorium .............................................................................. 13

    II.9 Pengobatan ................................................................................................ 13

    II.10 Pencegahan dan Pengendalian ............................................................... 15

  • 4

    BAB III PEMBAHASAN

    III.1 Kasus ........................................................................................................ 16

    III.2 Pengobatan ............................................................................................... 18

    BAB IV PENUTUP

    IV.1 Kesimpulan ............................................................................................... 19

    IV.2 Saran ........................................................................................................ 19

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20

    LAMPIRAN

    Gambar ............................................................................................................ 21

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Kolera adalah penyakit yang berhubungan erat dengan sanitasi yang buruk dan kurangnya air minum bersih. Pada sebagian besar kasus, hal itu ditandai dengan akut, diare berair sedalam-dalamnya satu atau beberapa hari lamanya. Dalam bentuknya yang paling ekstrem, ini adalah salah satu yang paling fatal penyakit menular dengan cepat diketahui. Beban penyakit global diperkirakan 3-5 juta kasus dan 100.000-130.000 kematian pertahun, dengan kedua anak-anak dan orang dewasa yang terkena dampak.

    Diperkirakan ada 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di Asia dan Afrika. Sekitar 8% dari pada kasus-kasus ini cukup berat sehingga memerlukan perawatan rumah sakit dan 20% dari kasus-kasus berat ini berakhir dengan kematian sehingga jumlah kematian besarnya 120.000 per tahun. Badan Kesehatan Sedunia (World Health Organization/WHO) pada awal tahun 2004 melaporkan adanya kejadian luar biasa kolera di enam negara di Afrika. Kejadian luar biasa ini nmengingatkan bahwa di samping infeksi baru seperti severe acute respiratory syndrome (SARS), musuh lama seperti kolera masih harus diwaspadai terutama di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.

    Ditahun berikutnya, tahun 2010 dunia dikejutkan dengan adanya wabah kolera yang terjadi di Haiti semenjak bulan oktober 2010. Sampai 30 nopember 2010 angka resmi korban jiwa akibat kolera di Haiti mencapai 1.721 orang. Wabah ini berpusat di wilayah Lower Artibonite, di utara ibu kota Port-au-Prince. Di kota ini, 750 orang tewas akibat Kolera, sedangkan di ibu kota Haiti, Port-au-Prince, sebanyak 162 orang meninggal akibat kolera. Kasus itu juga dilaporkan di daerah Dataran Tinggi Tengah (Central Plateau).

  • 6

    I.2 Rumusan Masalah

    1. Seseorang bisa mendapatkan kolera dengan minum air atau makan makanan tercemar dengan Vibrio cholerae.

    2. Setelah Vibrio cholerae yang tertelan, bakteri perjalanan ke usus kecil di mana mereka mulai berkembang biak. Penyebab utama diare berair, gejala kolera karakteristik, adalah ketika Vibrio cholerae mulai memproduksi racun mereka.

    3. Selain air yang terkontaminasi oleh bakteri Vibrio Chlorea, penyakit ini juga dapat diperantarai oleh lalat.

    I.3 Tujuan 1. Mengatasi/menyelesaikan penyebaran penyakit kolera yang disebabkan oleh

    bakteri Vibrio Chlorea. 2. Mengetahui cara pengobatan penyakit kolera yang disebabkan oleh bakteri

    Vibrio Chlorea.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Definisi

    Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini masuk kedalam tubuh host secara per oral umumnya melalui makanan atau minuman yang tercemar.

    Cholera dapat menular sebagai penyakit yang bersifat epidemik. Meskipun sudah banyak penelitian berskala besar dilakukan, namun penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kesehatan. Dalam situasi adanya wabah/epidemi, feces penderita merupakan sumber infeksi. Cholera dapat menyebar dengan cepat di tempat-tempat yang tidak mempunyai penanganan pembuangan kotoran/sewage dan sumber air yang tidak memadai.

    II.2 Klasifikasi

    Kingdom : Bacteria

    Phylum : Proteobacteria

    Class : Gamma Proteobacteria

    Order : Vibrionales

    Family : Vibrionaceae

    Genus : Vibrio

    Spesies : Vibrio cholerae

    II.3 Morfologi

    Vibrio cholerae termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 24 m. Pada isolasi, Koch menamakannya kommabacillus, tetapi bila biakan diperpanjang, kuman ini bisa menjadi batang yang lurus.

  • 8

    Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai 1 buah flagella polar yang halus (monotrikh). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung ( convex ), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul bila disinari.

    Gambar 1. Lihat lampiran

    Vibrio cholerae dan sebagian vibrio lainnya tumbuh dengan baik pada suhu 37C pada berbagai perbenihan. Vibrio cholerae tumb uh dengan baik pada agar tiosulfatsitratempedusukrosa (TCBS). Selain itu, organisme ini juga mempunyai ciri khas yaitu tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5 9,5) dan dengan cepat dibunuh oleh asam.

    II.4 Etiologi

    Cholera pada manusia disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae. Bakteri ini merupakan salah satu spesies dari genus Vibrio yang merupakan famili Vibrionaceae. Genus Vibrio terdiri lebih dari 30 spesies yang biasanya ditemukan pada lingkungan perairan. Vibrio yang pathogen terhadap manusia adalah Vibrio cholerae, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus. Hampir semua genus Vibrio menghasilkan enzim Oxydase dan memberikan hasil uji Indol yang positif. Genus Vibrio terdiri dari non-halophilic yang tidak memerlukan garam dalam pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio cholera dan halophilic yang memerlukan garam dalam pertumbuhannya, diantaranya adalah Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio vulnificus.

    Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek dengan ukuran sekitar 0,5 m x 1,5-3 m. Bakteri ini tampak berbentuk seperti tanda koma pada awal isolasi, oleh karena itu Robert Koch sempat memberi nama bakteri tersebut sebagai Komabacillus.

    Pada biakan tua, bakteri ini akan tampak berbentuk batang lurus mirip dengan bakteri enterik Gram negatif . Vibrio cholera bersifat motil, aktif bergerak dengan menggunakan flagella tunggal yang terletak di salah satu ujungnya.

  • 9

    Vibrio cholerae merupakan bakteri fakultatif anaerob yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 18C-37C. Sistim metaboli smenya adalah respiratif maupun fermentatif. Bakteri ini tumbuh baik pada media sederhana yang mengandung sumber karbohidrat , bahan- bahan anorganik nitrogen, sulfur, phosphor dan berbagai macam mineral. Tingkat keasaman /pH optimum untuk pertumbuhannya adalah 7,0 tetapi bakteri ini toleran pada pH alkalis sampai 9,0 . Olleh karena itu pH alkalis ini dijadikan dasar untuk membuat media isolasi Vibrio cholerae. Pada tingkat keasaman /pH acid 6,0 bakteri ini akan mati. Sebagai media seletif untuk bakteri ini adalah TTGA/Tellurite Taurocholate Gelatin Agar atau TCBS/Thiosulfate Citrate Bile Sucrose Agar. Vibrio cholera umumnya memfermentasi sucrosa dan manosa tetapi tidak memfermentasi arabinosa.

    Antigen penting untuk serologic typing terhadap Vibrio cholera adalah antigen O atau Somatic antigen. Hingga saat ini tercatat lebih dari 130 serogrup O. Serogrup O1 terdiri dari biotype el tor dan cholerae yang menyebabkan classic epidemic cholerae. Biotype el tor berbeda dengan biotype cholera/classic karena kemampuannya menghasilkan hemolisin dan kepekaannya terhadap polymixin B, el tor menghasilkan hemolisin danresisten terhadap polymixin B sedangkan cholerae/classic tidak menghasilkan hemolisin serta sensitif terhadap polymixin B. Kedua biotype tersebut secara serologis terdiri dari serotype Ogawa, Inaba dan Hikojima. Serogrup non O1 menyebabkan diare yang lebih ringan pada manusia. Semua strain Vibrio cholerae mempunyai antigen H/flagellar yang sama.

    Antigen O dari Vibrio cholera merupakan bagian dari LPS/lipopolysacharide, yaitu komponen dari dinding selnya.

    II.5 Epidemologi

    Biotype el tor maupun biotype cholerae keduanya dapat menyebabkan wabah pada manusia. Semenjak tahun 1817 telah tercatat 7 pandemi dan sampai pandemic ke 7 dimana sudah ditemukan pengobatan yang cukup efektif, masih saja menimbulkan tingkat kematian yang tinggi. Pada tahun 1947 di Mesir terjadi epidemi yang menewaskan 22.000 diantara 33.000 penderitanya. Di Amerika

  • 10

    Serikat terjadi kematian 150.000 orang akibat cholera pada pandemi ke dua pada tahun 1832-1849, selanjutnya pada pandemi tahun 1866 terjadi kematian 50.000 orang. Pada pandemi ke lima dan ke enam tercatat disebabkan oleh biotype cholerae sedangkan pada pandemi ke tujuh tercatat disebabkan oleh biotype el tor. Sejak 1982 di Bangladesh terjadi peningkatan hasil isolasi dari biotype cholera.

    Pada tahun 1973 biotype cholerae/classic tercatat di Bangladesh dan menyebar ke Indonesia, Timur Jauh dan Afrika . Pada tahun 1991 mencapai Amerika Selatan yaitu Peru yang merupakan terjadinya epidemi pertama pada abad dua puluh. Sampai dengan Desember 1993 terjadi epidemi di seluruh wilayah Amerika latin kecuali Uruguay dengan jumlah kematian 7000 dari 820.000 kasus. Semenjak 1993 kasus penyakit ini di Barat menurun dan saat ini kasus ini kebanyakan terjadi di Afrika dan Asia.

    Infeksi cholera umumnya ditularkan melalui kontaminasi bakteri Vibrio cholera pada air atau makanan misalnya makanan yang tidak dimasak atau buahbuahan. Sebagai sumber kontaminasi bakteri ini adalah feces dari penderita atau feces dari carrier, selain itu kontaminasi dapat terjadi secara alamiah melalui sumber air mengingat bahwa bakteri ini adalah bakteri yang mempunyai habitat di perairan. Cholera secara karakteristik merupakan penyakit pada masyarakat yang bermasalah dengan standar kesehatan lingkungan yang tidak memadai, pemakaian sumber air bersama misalnya tandon air, sungai atau dengan kata lain fasilitas mandi, cuci dan kakus bersama. Pada tahun 1992 terjadi kasus cholera di Madras, India dan pada pertengahan Januari 1993 isolat yang serupa ditemukan di Bangladesh dan secara cepat meluas ke arah utara mengikuti arah aliran sungai serta menimbulkan pandemi baru. Pada tahun 2002 diperkirakan terjadi 30.000 kasus di Dhaka, Bangladesh. Strain baru ini ternyata tidak mengaglutinasi semua antisera dalam serogrup O dan hanya dapat diuji dengan serogrup baru yaitu O139 Bengal, tetapi secara fisiologis maupun biokimiawi lebih menyerupai Vibrio cholerae O1el tor. Strain Vibrio cholera O139 ini dapat ditemukan bersama-sama

  • 11

    dengan amoeba, copepoda dan zooplankton yang mungkin bertindak sebagai reservoir bakteri ini.

    II.6 Patogenesis

    Dalam keadaan ilmiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap manusia. Seseorang yang memiliki asam lambung yang normal memerlukan menelan sebanyak 1010 atau lebih Vibrio cholerae dalam air agar dapat menginfeksi, sebab kuman ini sangat sensitive terhadap suasana asam. Faktor penentu patogenitas dari Vibrio cholera adalah kemampuannya memproduksi enterotoxin dan perlekatan (adheren).

    a. Enterotoksin

    Enterotoksin adalah suatu protein,dengan berat molekul 84.000 dalton tahan panas tetapi tidak tahan asam. Resisten terhadap tripsin tetapi dirusak oleh protease. Toksin kolera mengandung dua sub unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub unit B mengandung lima polipeptida, diman masing- masing molekul memiliki aktivitas ADP ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP ribose dari NAD ke sebuah guanosine triphospate, binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase yang menakibatkan produksi cAMP yang menghambat absorpsi NaCl dan merangsang ekskresi klorida, yang menyebabkan hilangnya air,NaCl, Kalium dan Bikarbonat.

    b. Perlekatan ( adheren )

    Vibrio cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk dalam aliran darah tetapi tetap berada dalam saluran usus. Vibrio cholerae yang virulen harus menempel pada mikrovili permukaan sel epitel usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Secara histology, usus tetap normal.

  • 12

    II.7 Gambaran Klinis

    Ada beberapa perbedaan pada manifest klinis kolera baik mengenai sifat maupun berat gejala. Terdapat perbedaan antara kasus individual maupun pada gejala pada kejadian endemic. Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jam. Gejala klinis dapat bervariasi mulai dari asimptomatik sampai gejala klinis berupa dehidrasi berat. Infeksi terbanyak bersifat diare ringan dan umumnya pasien tidak memerlukan perawatan.

    Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare yang encer da berlimpah tanpa didahului rasa mulas maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berbau feses dan berwarna berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) berbau manos menusuk. Cairan yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan- gumpalan putih. Cairan inin akan berkali- kali keluar dari anus pasien dalam jumlah besar. Muntah timbul kemudian setelah diare dan berlangsung tanpa didalui mual. Kejang otot dapat menyusul. Baik dalam bentuk fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang klonik yang mengganggu. Teriakan atau rintihan pasien dapat disangka sebagai teriakan nyeri kolik. Kejang ini disebabkan karena berkurangnya kalsium dan klorida pada sambungan neuromuscular.

    Gambar 2. Lihat lampiran

    Gejala dan tanda pada kolera terjadi akibat kehilangan cairan dan elektrolit serta asidosis. Pasien berada dalam keadaan lunglai, namun kesadarannya relative baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru akan terjadi pada saat-saat terakhir. pada kurang lebih 10% bayi dan anak- anak dapat dijumpai kejang sentral dan stupor, yang disebabkan hipoglikemia. Tanda- tanda dehidrasi tamapak jelas, nadi berdenyut cepat, nafas menjadi cepat,suara serak seperti bebek manila, turgor kulit menurun (kelopak mata cekung memberi kesan hidung mancung dan tipis, tulang pipi yang menonjol) mulut menyeringai karena bibir kering,perut cekung tanpa ada steifung maupun kontur usus, suara peristaltic usus

  • 13

    bila ada jarang sekali. Jari- jari tangan dan kaki tampak kurus denganlipatan- lipatan kulit. Diare akan bertahan 5 hari pada pasien yang tidak diobati.

    II.8 Diagnosa Laboratorium

    Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholerae dari serogrup O1 atau O139 dari feces penderita. Bila fasilitas laboratorium tidak tersedia, medium transport misalnya Cary-Blair dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan specimen yang berupa rectal swab/apus dubur penderita.

    Diagnosa klinis presumptif secara cepat dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis memakai dark-field microscope untuk melihat gerakan dari bakteri yang khas seperti bintang jatuh shooting stars. Untukkeperluan epidemiologis diagnosa presumptive dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer antitoksin dan antibody spesifik yang bermakna. Di daerah non-endemis, bakteri yang diisolasi dari kasus yang dicurigai sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan pemeriksaan serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuannya untuk menghasilkan choleragen. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotika, maka terhadap semua kasus yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium.

    Mulamula specimen yang berupa feces penderita diinokulasi pada APW/Alkaline Pepton Water, pada media ini nantinya Vibrio cholerae akan tumbuh secara cepat dan terakumulasi di bagian permukaan media setelah diinkubasi selama 3-6 jam. Selanjutnya inokulum diinokulasi pada media TCBS, pada medium ini Vibrio cholera akan tumbuh sebagai koloni yang berwarna kuning dan memfermentasi sucrose. Selanjutnya dilakukan uji oxydase dan aglutinasi.

    II.9 Pengobatan

    Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita Cholera yaitu terapi rehidrasi yang agresif, pemberian antibiotika yang tepat serta pengobatan untuk komplikasi bila ada. Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun

  • 14

    intra vena tergantung kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit pada penderita. Untuk memperbaiki dehidrasi, acidosis dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup diberikan larutan rehidrasi secara per oral/oralit yang mengandung glukosa 20g/l atau sukrosa 40g/l atau air tajin 50g/l, NaCl 3 g/l, KCl 1 g/l, dan trisodium sitrat dihidrat 2.9 g/l atau NaHCO3 2g/l. Oralit formula baru yang disahkan WHO Expert Committee pada Juni 2002 mengandung glukosa 75mmol/l, NaCl 75 mmol/l, KCL 20 mmol/l, trisodium sitrat dihidrat 10mmol/l dengan total osmolaritas 245mOsm/l. Cairan ini diberikan lebih dari 4-6 jam agar jumlah cairan yang diberikan dapat mengganti cairan yang diperkirakan hilang yaitu 5% dari Berat Badan untuk dehidrasi ringan dan 7% Berat Badan untuk dehidrasi sedang. Pada penderita dengan kehilangan cairan yang berlangsung terus dapat diberikan cairan rehidrasi per oral selama lebih dari 4 jam sebanyak 1 kali dari volume cairan diare yang hilang.

    Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat secara intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130mEq/l Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15mEq/l K+. Larutan yang bermanfaat antara lain Ringers lactate. Larutan pengobatan diare dari WHO yang terdiri dari 4g NaCl, 1g KCl, 6g Natrium Asetat dan 8g glukosa/l, atau larutan Dacca yang terdiri dari 5g NaCl, 4g NaHCO3, dan 1g KCl/l dapat dibuat di tempat pada keadaan darurat.

    Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri melalui feces. Antibiotika Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa atau 12,5 mg /kg Berat Badan 4x per hari selama 3 hari . Dengan adanya strain yang resisten maka perlu informasi tentang sensitivitas dari strain local terhadap beberapa antibitiotika terlebih dahulu. Sebagai obat alternatif dapat diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600 sulfamethoxazol 2 x per hari untuk dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat

  • 15

    Badan dan 40mg/kg Berat Badan sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak selama 3 hari. Selain itu dapat dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.

    II.10 Pencegahan dan Pengendalian

    Secara primer pencegahan terhadap cholera adalah dengan cara perbaikan hygiene pribadi dan masyarakat yang ditunjang dengan penyediaan sistim pembuangan kotoran / feces yang memenuhi syarat serta penyediaan air bersih yang memadai. Penderita harus secepatnya mendapatkan pengobatan dan bendabenda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus didisinfeksi.

    Pemberian imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell per enteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah ataupun kontak, karena vaksin ini hanya memberikan perlindungan parsial sekitar 50% dalam jangka waktu yang pendek sekitar 3-6 bulan di daerah endemis tinggi dan tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi asimptomatik, oleh karena itu pemberian imunisasi ini tidak direkomendasikan. Dua macam vaksin oral yaitu CVD103-HgR atau SSV1 sedang dipertimbangkan untuk digunakan dalam upaya pemberantasan cholera sebagai upaya tambahan terutama dalam situasi darurat seperti pada bencana alam di kalangan pengungsi. Uji lapangan berskala besar telah dilakukan di Mozambique pada tahun 2003-2004.

  • 16

    BAB III

    PEMBAHASAN

    III.1 Kasus

    SUBJECTIVE

    Boy pria berumur 39 tahun datang dengan keluhan diare. Diare sudah tidak terhitung, beberapa kali dalam sehari.

    OBJECTIVE

    Riwayat Penyakit :

    Diare seperti air cucian, bau, ada muntah tanpa mual, tidak ada nyeri perut. Sering diare tapi tidak separah ini. Otot ada seperti kedutan/kejang. Jarang buang air kecil. Berat badan turun 3 kg dari 50 kg.

    Riwayat Keluarga :

    Penyakit diabetes, penyakit sistemik lainnya disangkal.

    Pemeriksaan fisik :

    Kesadaran : Compos mentis jantung normal kecuali ada takikardia

    Pernapasan : Cepat; RR : 24x/menit

    Tekanan Darah : 120/90 mmHg

    Suhu : Tidak diukur

    Kulit : Keriput dan di ujung-ujung kuku sedikit sianosis, mata cekung, bibir dan mulut kering, suara serak, sangat halus.

  • 17

    Pemeriksaan Lab :

    PARAMETER NILAI LABORATORIUM NILAI NORMAL

    Hemoglobin 17 g/dL 13.5-18.00 g/dL

    Trombosit 230.000 150.000-450.000

    K 4.3 mEq/L 3.5-5.0 mEq/L

    Na 140 mEq/L 135-145 mEq/L

    ASSESSEMENT

    Diagnosis :

    Kolera dengan dehidrasi sedang dan hipokalemi

    Diagnosis banding :

    E.Coli, Colestridium perfri, Bacillus cereus, stafillococcus aureus

    PLAN

    Terapi :

    1. Infus RL 1500 2. Tetrasiklin 3. Diet cairan rendah serat 4. Tiap BAB, fases harus di kultur

  • 18

    III.2 Pengobatan

    Pada dasarnya ada 3 macam cara pengobatan terhadap penderita Cholera yaitu

    1. Terapi rehidrasi Rehidrasi dapat dilakukan per oral maupun intra vena tergantung kebutuhan dan hal ini ditujukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit pada penderita. Untuk memperbaiki dehidrasi, acidosis dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup diberikan larutan rehidrasi secara per oral/oralit yang mengandung glukosa 20g/l atau sukrosa 40g/l atau air tajin 50g/l, NaCl 3 g/l, KCl 1 g/l, dan trisodium sitrat dihidrat 2.9 g/l atau NaHCO3 2g/l.

    2. Pemberian antibiotika Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume larutan rehidrasi dan memperpendek ekskresi bakteri melalui feces.

    Antibiotika Tetrasiklin 500 mg 4 x per hari pada usia dewasa atau 12,5 mg /kg Berat Badan 4x per hari selama 3 hari .

    Sebagai obat alternatif dapat diberikan Trimethoprim 320mg dan 1600 sulfamethoxazol 2 x per hari untuk dewasa atau Trimethoprim 8mg/kg Berat Badan dan 40mg/kg Berat Badan sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak anak selama 3 hari. Selain itu dapat dipakai Furazolidon, erytromisin atau siprofloksasin.

    3. Pengobatan untuk komplikasi bila ada. Penderita yang mengalami shock sebaiknya diberikan rehidrasi cepat secara intravena dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130mEq/l Na+, 25-48 mEq/l bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15mEq/l K+. Larutan yang bermanfaat antara lain Ringers lactate.

  • 19

    BAB IV

    PENUTUP

    IV.1 Kesimpulan

    1. Cholera adalah penyakit infeksi saluran usus yang bersifat akut dan disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae.

    2. Pengobatan pada penyakit cholera yaitu dengan larutan rehidrasi (yang mengandung glukosa/sukrosa, Nacl, KCl dan trisodium sitrat dihidrat) dan pemberian antibotika yang tepat (tetrasiklin).

    IV.2 Saran

    1. Selalu melakukan hidup bersih 2. Melakukan sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan

    kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. 3. Meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu 4. Cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik,cuci

    sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

  • 20

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera. Lancet 2004. 2. Wier E, Haider S. Cholera outbreaks continue. JAMC 2004; 170: 1092. 3. Viret JF, Dietrich G, Favre D. Biosafety aspects of the recombinant live oral

    Vibrio cholerae vaccine strain CVD 103-HgR. Vaccine 2004; 22: 2457- 69. 4. Jawetz. E , Melnick & Adelberg. Microbiologi Kedokteran edisi 20 EGC.

    Jakarta. 1996. 256 259. 5. Greenwood D et al. Medical Microbiology 17thEd. Churchill Livingstone.

    2007. hal 309-312. 6. Joklik WK et al. Zinsser Microbiology. 20thEd. Appleton & Lange. 1996. hal

    566-570. 7. Chin J. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17. Infomedika. hal

    118-129

  • 21

    LAMPIRAN

    Gambaran 1. Morfologi Vibrio Cholera

    Gambar 2. perjalanan kuman Vibrio cholerae di dalam tubuh manusia