Upload
andre-a-pause
View
105
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Kolesistitis et causa Kolestiasis Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) 2011
Jl.Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
SkenarioWanita 46 tahun datang dengan keluhan nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3 hari. Mual-mual terus-menerus. Mata kuning tidak disadari. Riwayat ‘maag’ 2 tahun. Sejak setahun yang lalu diketahui ada batu empedu, tetapi OS menolak operasi.
Pendahuluan
Kolesistitis adalah inflamasi akut dan kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan
dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus sistikus dan menyebabkan
distensi kandung empedu. Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi, sekitar
90% kasus berkaitan dengan batu empedu, sedangkan 10% sisanya tidak.1 Di Indonesia,
walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan kolelitiasis di
negara kita lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat. Meskipun dikatakan
bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40 tahun,
tetapi menurut Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara
kita.2
Analisis Masalah
Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk seorang dewasa mencakupi keluhan utama,
informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
keluarga, dan informasi mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien.3
A. Identitas pasien3
Meliputi :
1) Nama lengkap
2) Jenis kelamin
3) Tempat/tanggal lahir
4) Alamat
5) Umur
6) Agama
7) Suku bangsa
Wanita 46 tahun datang dengan
keluhan nyeri di ulu hati terus menerus
sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3
hari disertai mualAnamesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
DiagnosisWDDD
EtiologiPatofisiologi
epidemiologi
PenatalaksanaanMedikNon- medik (edukasi)
Prognosis
Komplikasi
Preventif
8) Status perkawinan
9) Pendidikan
10) Pekerjaan
B. Keluhan utama3
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama pada kasus adalah keluhan
nyeri di ulu hati terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3 hari disertai
mual.
C. Riwayat penyakit sekarang3
Riwayat penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Dalam melakukan anamnesis harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai
berikut.
1) Waktu dan lamanya keluhan berlangsung,
2) Sifat dan beratnya serangan
3) Lokalisasi dan penyebarannya
4) Hubungan dengan waktu
5) Hubungan dengan aktivitas
6) Keluhan-keluhan yang menyeretai serangan
7) Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berapa kali berulang
8) Faktor resiko dan pencetus serangan, temasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
9) Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang
sama
10) Riwayat perjalanan ke daerah endemis untuk penyakit tertentu,
11) Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala
sisa.
12) Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita.
Setelah data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis
diferensial, dengan menanyakan tanda-tanda positif dan tanda-tanda negatif dari
diagnosis yang paling mungkin.
D. Riwayat penyakit dahulu3
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.
E. Riwayat kesehatan keluarga3
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian, atau
penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-nenek,
saudara, anak, atau cucu.
F. Riwayat penyakit menahun keluarga3
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan rasa nyeri di kuadran kanan atas yang sering
meluas hingga epigastrium. Adanya tanda klasik Murphy menunjukkan nyeri yang nyata dan
inspirasi terbatas pada palpasi (yang dalam) di bawah arkus kosta kanan. Pada sebagian kasus
(30-40%) dapat diraba massa yang merupakan kandung empedu.1
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan hitung jenis menunjukkan
pergeseran ke kiri. Adanya gangguan tes fungsi hati, seperti meningkatnya bilirubin serum,
fosfatase alkali/ gamma GT, dan transaminase serum, mengarah pada kecurigaan adanya
obstruksi saluran empedu (batu koledokus).
Kenaikan kadar amilase dan atau lipase serum yang mencolok mengarah pada kecurigaan
adanya pakreatitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi akan menunjukkan batu empedu pada
90-95% kasus, dinding empedu yang menebal (edema), tanda Murphy sonografik, dan cairan
perikolesistile koleskintigrafi (misalnya HIDA) akan memastikan diagnosis bila
menampakkan saluran empedu tanpa visualisasi kandung empedu, yang merupakan bukti
adanya obstruksi duktus sitikus.1
Diagnosis
Working Diagnosis
Working diagnosis yang dipilih oleh kelompok saya adalah kolesistitis akut e.c kolelitiasis.
Di mana pada kasus dijelaskan bahwa wanita 46 tahun datang dengan keluhan nyeri di ulu
hati terus menerus sejak 2 minggu, demam tinggi sejak 3 hari disertai mual. Dengan
keterangan dari pemeriksaan fisik didapatkan Murphy sign positif (+).
Dif f erensial Diagnosis
Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut didefinisikan sebagai radang pankreas oleh enzim secara mendadak dan
menyeluruh (difus), yang diduga disebabkan oleh lepasnya enzim-enzim pankreas yang
bersifat litik dan aktif ke dalam parenkim kelenjar pankreas. Diduga hal ini disebabkan oleh
adanya kebocoran yang menyebabkan zat toksik masuk ke dalam darah, rongga peritoneum,
atau dapat juga terjadi pada keduanya sehingga mengakibatkan renjatan, kolaps sirkulasi,
bahkan kematian.1
Penyakit ini paling sering ditemukan pada usia setengah baya dan seringkali dikaitkan dengan
penyakit saluran empedu dan alkoholisme. Pankreatitis akut yang dihubungkan dengan batu
empedu menyebabkan mortalitas yang bermakna; prognosisnya baik bila serangan-serangan
berikutnya dapat dihindarkan dengan tindakan bedah, Mortalitas pankreatitis akut secara
keseluruhan adalah sekitar 10%.1
Gejala Klinis
Pada pasien pankreatitis akut dengan gejala klinis sedang sampai berat akan tampak keluhan
sebagai berikut: lebih dari 90% pasien mengalami nyeri seperti ditusuk pada midepigastrium
yang menyebar ke punggung dalam beberapa menit atau jam. Rasa nyeri sangat klasik, yaitu
bersifat konstan, terus-menerus, dan bersifat datar. Rasa penuh perut akan berkurang apabila
pasien dalam posisi duduk atau pada posisi melengkung seperti bayi di dalam kandungan.1
Koledokolitiasis
Sebagian besar batu dalam duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu yang
bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sistikus, dan koledokus. Batu
tersebut dapat terus ke duodenum bila berukuran kecil. Batu yang tinggal di koledokus akan
menimbulkan komplikasi.1
Di negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari pasase batu dari kandung
empedu. Ukuran duktus sitikus dan ukuran batu empedu berpengaruh pada insiden migrasi
batu tersebut. Selain batu yang bermigrasi dari kandung empedu, batu koledokus dapat pula
terbentuk di awal saluran empedu, disebut batu primer saluran empedu. Biasanya batu ini
terbentuk akibat obstruksi bilier parsial karena batu sisa, striktur traumatik, kolangitis
sklerotik, atau kelainan bilier kongenital. Infeksi dapat merupakan kejadian awal.1
Manifestasi Klinik
Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermitten karena batu tersebut belaku
sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manisfestasi batu koledokus dapat silent
dan tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, kolik bilier disertai
gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus paling sering.1
Kelainan laboratorim berupa peningkatan bilirubin serum, peningkatan fosfatase alkali,
gamma GT serta peningkatan transaminase serum. Kadang infeksi timbul lebih akut dan
cairan empedu menjadi purulen. Duktus koledokus menebal dan melebar, kolangitis ini dapat
menyebar ke dalam saluran empedu intrahepatik dan menimbulkan abses hati, dan pakreatitis
bilier.1
Etiologi
Penyebab tersering kolesistitis akut adalah obstruksi terus-menerus duktus sistikus oleh batu
empedu yang mengakibatkan peradangan akut kandung empedu. Pada hampir 90% kasus
disertai dengan kolelitiasis.1
Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah;4
a) Stasis cairan empedu
b) Infeksi kuman
c) Iskemia dinding kandung empedu
Batu empedu yang mengobstruksi duktus sistikus menyebabkan cairan empedu menjadi stasis
dan kental, kolesterol dan lesitin menjadi pekat dan seterusnya akan merusak mukosa
kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. Dinding kandung empedu akan
meradang, kasus yang lebih berat akan terjadi nekrosis dan ruptur.4
Epidemiologi
Di Indonesia, walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan
kolelitiasis di negara kita lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat. Meskipun
dikatakan bahwa pasien kolesistitis akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia di atas 40
tahun, tetapi menurut Lesman LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di
negara kita.2
Penatalaksanaan
Tindakan Umum
Tirah baring, pemberian cairan intravena, diet ringan tanpa lemak dan menghilangkan nyeri
dengan petidin (demerol) dan buscopan.1
Antibiotika
Diberikan untuk mengobati septikemia serta mencegah peritonitis dan empiema.
Mikroorganisme yang sering ditemukan adalah Eschteria coli, Stretococcus faecalis, dan
Klebsiella, sering dalam kombinasi. Dapat juga ditemukan kuman anaerob seperti
Bacteriodes dan Clostridia.1
Bedah
Pada kolestisistitis akut sebaiknya dilakukan kolesistektomi laparoskopik secepatnya pada 1-
2 hari perawatan. Beberapa dokter bedah lebih menyukai menunggu dan mengobati pasien
dengan harapan menjadi lebih baik selama perawatan, dan mencadangkan tindakan bedah
bila kondisi pasien benar-benar hampir pulih, dengan dasar pemikiran bahwa aspek tekhnik
kolesistektomi akan lebih mudah bila proses inflamasi telah mulai menyembuh. Masalahnya
sekitar 25% pasien gagal mengalami perbaikan atau malah memburuk sehingga memerlukan
tindakan bedah yang mendesak. Pada saat itu kecenderungannya ialah dengan melakukan
tindakan bedah segera setelah diagnosis sudah pasti dan keadaan umum pasien secara
keseluruhan sudah stabil.1
Dibandingkan kolesistektomi konvensional, pada kolesistektomi laparoskopik, pasien dapat
keluar rumah sakit dalam 1-2 hari pascaoperasi dengan jarigan parut minimal dan dapat
berkativitas lebih cepat. Sekitar 10% kolesistektomi laparoskopik harus diubah menjadi
operasi terbuka (kolesistektomi konvensional) di kamar operasi karena adanya inflamasi yang
luas, perlekatan, atau adanya komplikasi, seperti cedera saluran empedu yang memerlukan
perbaikan. Pada pasien yang memerlukan penanganan secepatnya, namun dalam keadaan
sakit keras atau sangat berisiko tinggi untuk kolesistektomi, pasien harus diterapi secara
medis dengan pemberian cairan, antibiotika dan analgesik, bila terapi ini gagal, perlu
dipertimbangkan suatu kolesistotomia perkutan. Di sini, isi kandung empedu dikeluarkan dan
lumen didrainase dengan kateter yang ditinggalkan. Pada pasien yang mengalami
kolesistosomia dan telah sembuh dari keadaan akut, harus dilakukan kolesitektomi 6-8
minggu kemudian bila kondisi medisnya cukup baik.1
Prognosis
Sekitar 75% pasien yang ditangani secara medis akan mengalami remisi dari gejala akut
dalam kurun waktu 2-7 hari perawatan rumah sakit. Penyembuhan spontan didapatkan pada
85% kasus, sekalipun kadang kandung empedu menjadi tebal,fibrotik, penuh dengan batu dan
tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pula, menjadi kolesistitis rekuren Pada 25% kasus, timbul
penyulit, gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis
umum Bila hal ini terjadi, angka kematian dapatmencapai 50 – 60%. Hal ini dapat dicegah
dengan pemberian antibiotik yangadekuat pada awal serangan. Dalam hal ini, diperlukan
segera tindakan bedah.1
Dari 75% pasien kolesistitis akut dengan gejala yang mereda, hampir seperempatnya akan
kambuh dalam kurun waktu satu tahun, dan 60% setidaknya akan mendapat satu kali
serangan kekambuhan dalam waktu enam tahun. Oleh karena itu, bila mungkin, tindakan
terbaik adalah tindakan bedah dini.1
Komplikasi11
Kolesistitis akut tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren, kadang dapat berkembang dengan
cepat menjadi gangren, empiema dan perforasi kandung empedu, fistel, abses hati, dan
peritonitis.5
Kesimpulan
Berdasarkan skenario yang ada, hipotesis yang didapat adalah wanita berusia 46 tahun ini
menderita kolesistitis akut yang diakibatkan oleh adanya batu kandung empedu atau
koletiasis diterima.
Kolesistitis merupakan peradangan pada dinding kandung empedu yang ditandai dengan trias
gejalanya yakni nyeri perut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis. Penegakan
diagnosis untuk kolestitis adalah dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Terapi dibagi menjadi dua yakni terapi konvensional berupa perbaikan kondisi umum pasien,
antibiotik sesuai dengan pola kuman, analgesik dan anti-emetik dan terapi pembedahan bila
terdapat inidikasi, dimana saat ini lebih sering dilakukan laparaskopik kolesistektomi
dikarenakan dapat memberi keuntungan pada pasien yakni rasa nyeri pasca operasi minimal,
memperpendek masa perawatan dan memperbaiki kualitas hidup pasien lebih cepat.
Daftar Pustaka
1. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed
1. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. H 175-7, 184, 603-7
2. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h 718-20.
3. Bickley LS, Szylagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking.
8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
4. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2013. h 194.
5. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer
HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. H 161.