KOMPILASI Kasus Pajak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kompilasi Kasus Pajak

Citation preview

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    1/40

    1

    AKUNTANSI PERPAJAKAN

    PT Jamu Gendong adalah perusahaan yang mulai berdiri di awal tahun 2006 dan bergerak di

    bidang produksi jamu.

    Berikut adalah rincian ringkas laporan keuangan PT Jamu Gendong:

    a. Laba komersial sebelum pajak tahun 2011 adalah Rp 233.930.012 dan tahun 2012adalah Rp 2.192.399.201; Omzet perusahaan rata-rata selama tahun 2011 dan 2012

    adalah Rp75milyar.

    b. Biaya-biaya yang berkaitan dengan laporan keuangan 2011 adalah:

    1. Sumbangan untuk bencana alam Rp15.000.000

    2. Beban perjalanan pribadi Direksi Rp40.000.000

    3. Membukukan tambahan cadangan piutang tak tertagih, dengan mutasi sebagai

    berikut:

    Saldo awal AFDA 1 Januari 2011 Rp125.000.000

    Penghapusan AFDA dan piutang tak tertagih selama tahun 2011 Rp30.000.000

    (sudah memenuhi syarat penghapusan menurut pajak)Saldo akhir AFDA 31 Januari 2011 Rp145.000.00

    4. Melakukan penjurnalan atas estimasi biaya pesangon sesuai dengan PSAK 24

    sebesar Rp 140.000.000,- dengan mendebit biaya pesangon dan mengkredit

    Provision for Employee Retirement. Selama tahun 2011 diketahui bahwa terjadi

    pembayaran uang pesangon kepada karyawan sebesar Rp70.000.000. Saldo awal

    Provision for Employee Retirementpada tanggal 1 Januari 2011 adalah sebesar

    Rp250.000.000

    c. Biaya yang berkaitan dengan laporan keuangan tahun 2012 adalah:

    1. Biaya rekreasi seluruh pegawai ke Ancol Rp50.000.000

    2. Biaya entertainment yang tidak ada daftar nominatifnya sebesar Rp85.000.000

    3. Membukukan tambahan cadangan piutang tak tertagih, dengan mutasi sebagai

    berikut:

    Penghapusan AFDA dan piutang tak tertagih selama tahun 2012 Rp90.000.000

    (sudah memenuhi syarat penghapusan menurut pajak)

    Saldo akhir AFDA 31 Januari 2012 Rp95.000.000

    4. Melakukan penjurnalan atas estimasi biaya pesangon sesuai dengan PSAK 24

    sebesar Rp 180.000.000,- dengan mendebit biaya pesangon dan mengkredit

    Provision for Employee Retirement. Selama tahun 2012 diketahui bahwa terjadi

    pembayaran uang pesangon kepada karyawan sebesar Rp30.000.000.

    d. Semua aktiva diperoleh di awal bulan Januari 2010. Biaya penyusutan aktiva sudah

    sesuai dengan ketentuan fiskal kecuali aktiva berikut:

    1. Mesin

    Harga Perolehan Rp500.000.000

    Masa manfaat (komersial) 5 tahun

    Masa manfaat (fiskal) 8 tahun

    Metode penyusutan Garis lurus

    2. PeralatanHarga Perolehan Rp100.000.000

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    2/40

    2

    Masa manfaat (komersial) 5 tahunMasa manfaat (fiskal) 4 tahun

    Metode penyusutan Garis lurus

    e. Kredit pajak selama tahun 2010 (Dibukukan sebagai Pajak dibayar di muka)

    PPh Pasal 23 Rp3.000.000PPh Pasal 4(2) Rp15.000.000

    Kredit pajak selama tahun 2011 (Dibukukan sebagai Pajak dibayar di muka)

    PPh Pasal 23 Rp20.000.000

    PPh Pasal 4(2) Rp10.000.000

    PPh Pasal 21 Rp5.000.000

    f. Rugi fiskal sejak awal pendirian:

    2006 Rp300.000.000

    2007 Rp150.000.000

    2008 Rp45.000.0002009 Rp20.000.000

    2010 Rp2.500.000

    Pertanyaan:

    1. Hitunglah PPh Badan Perusahaan tahun pajak 2010 dan 2011 beserta jurnalnya!

    2. Hitunglah aset dan kewajiban pajak tangguhan per 1 Januari 2010, 31 Desember 2010 dan

    31 Desember 2011 beserta jurnal pada tanggal 31 Desember 2010 dan 2011

    No 1 : Hitunglah PPh Badan Perusahaan tahun pajak 2011 dan 2012 beserta jurnalnya!

    1. Rekonsiliasi biaya-biaya yang berkaitan dengan laporan keuangan 2011

    a. Sumbangan untuk bencana alam Rp15.000.000

    Menurut UU PPh pasal 6 ayat 1 huruf i, sumbangan yang boleh dikurangkan adalah

    sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional.

    Karena tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa sumbangan tersebut ditujukkan

    untuk bencana nasional, kami berpendapat bahwa biaya tersebut tidak dapat

    dikurangkan dalam menghitung laba fiskal.

    b. Beban perjalanan pribadi Direksi Rp 40.000.000

    Dalam UU PPh pasal 9 ayat 1 huruf i, dinyatakan bahwa biaya yang dibebankan atau

    dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi

    tanggungannyatidak boleh dikurangkan dalam menghitung laba fiskal.Kemudian, dalam penjelasan UU tersebut, dinyatakan bahwa biaya untuk keperluan

    pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya

    merupakan penggunaan penghasilan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Oleh

    karena itu biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto

    perusahaan.

    Karena itu, biaya tersebut tidak dapat dikurangkan dalam menghitung laba fiskal.

    c. Membukukan tambahan cadangan piutang tak tertagih

    Dalam UU PPh pasal 9 ayat 1 huruf c, dinyatakan bahwa biaya yang tidak boleh

    dikurangkan termasuk pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali untuk

    usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha

    dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    3/40

    3

    Dalam UU PPh pasal 6 ayat 1 huruf h, dinyatakan bahwa biaya yang boleh

    dikurangkan termasukpiutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :

    i.telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

    ii. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

    kepada Direktorat Jenderal Pajak;

    iii. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atauinstansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian

    tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan

    debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum

    atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah

    dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

    PMK nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat

    Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 2 ayat 1 menyatakan

    bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul dibidang usaha

    bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan

    sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait penghapusan piutang tak tertagihselama tahun 2011 adalah

    Dengan demikian, kita dapat menemukan jumlah pencadangan :

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait pencadangan piutang tak tertagih pada

    akhir tahun 2011 adalah

    Berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya, jumlah biaya piutang tak

    tertagih yang telah memenuhi syarat untuk dapat dibebankan dalam menghitung laba

    fiskal adalah 30juta. Sedangkan, pencadangan yang dibuat PT JG sebesar 50juta

    tidak dapat dibebankan.

    Dengan melihat kepada jurnal yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa beban yang

    muncul di laporan keuangan perusahaan saat menghitung laba komersil adalah

    sebesar 50juta, yakni sebesar pencadangan. Namun, untuk menghitung laba fiskal,

    jumlah Bad Debt Expense yang boleh dibebankan hanya sebesar 30juta, yakni

    sebesar piutang yang nyata tidak tertagih. Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi

    positif terhadap Bad Debt Expense sebesar 20juta (50juta - 30juta).

    d. Melakukan penjurnalan atas estimasi biaya pesangon sesuai dengan PSAK 24 sebesar

    Rp 140.000.000

    Estimasi pada hakikatnya sama dengan cadangan. Sehingga, sama seperti cadangan

    piutang tak tertagih, estimasi biaya pesangon juga tidak boleh dibebankan dalam

    perhitungan laba fiskal. Dasar hukum yang mengatur estimasi ini sama dengan

    cadangan piutang tak tertagih, yakni UU PPh pasal 9 ayat 1 huruf c terkaitpembentukan dana cadangan.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    4/40

    4

    Kemudian, berdasarkan surat direktur jenderal pajak nomor s - 290/pj.42/2003 tentang

    perlakuan pajak penghasilan atas dana pensiun dan dana pesangon, dinyatakan

    bahwa pemberi kerja tidak dapat membebankan pembentukan dana cadangan

    program pesangon dalam perusahaan sebagai biaya dalam menghitung besarnya

    Penghasilan Kena Pajak.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait pembayaran uang pesangon selamatahun 2011 adalah

    Dari uraian kasus, diketahui bahwa estimasi yang dibuat pada tahun itu adalah 140juta.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait estimasi biaya pesangon pada akhir

    tahun 2011 adalah

    Dengan demikian, kita dapat menemukan saldo jumlah estimasi pada akhir tahun

    2011 :

    Sesuai dengan ketentuan, jumlah biaya pesangon yang dapat dibebankan dalam

    menghitung laba fiskal adalah 70juta, yakni sejumlah yang dibayarkan kepada

    karyawan pada tahun 2011. Sedangkan, estimasi yang dibuat PT JG sebesar 140jutatidak dapat dibebankan.

    Dengan melihat kepada jurnal yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa beban yang

    muncul dalam laporan keuangan perusahaan saat menghitung laba komersil adalah

    sebesar 140juta, yakni sebesar estimasi. Namun, untuk menghitung laba fiskal,

    jumlah biaya pesangon yang boleh dibebankan hanya sebesar 70juta, yakni sejumlah

    yang dibayarkan kepada karyawan pada tahun 2011. Oleh karena itu, perlu

    dilakukan koreksi positif terhadap biaya pesangon sebesar 70juta (140juta - 70juta).

    2. Rekonsiliasi biaya-biaya yang berkaitan dengan laporan keuangan 2012

    a. Biaya rekreasi seluruh pegawai ke Ancol Rp 50.000.000

    Biaya Rekreasi termasuk Natura yang tidak bisa dibebankan (Non Deductible) danharus dikoreksi fiskal positif.

    Karena Natura termasuk Penghasilan bukan objek pajak sesuai peraturan UU PPh

    Pasal 4 Ayat 3 huruf e, dan diatur juga dalam Pasal 9 ayat 1 huruf e mengenai

    Pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan.

    Selain itu, menurut UU PPh pasal 6 ayat (1), dinyatakan bahwa biaya yang

    dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

    memelihara penghasilan (kegiatan 3M). Biaya rekreasi tidak berhubungan dengan

    3M dan oleh karenanya tidak dapat dibebankan dalam perhitungan laba fiskal dan

    harus dilakukan koreksi positif.

    b. Biaya entertainment yang tidak ada daftar nominatifnya sebesar Rp 85.000.000

    Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang BiayaEntertainment dan Sejenisnya (Seri PPh Umum 18), dinyatakan bahwa biaya

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    5/40

    5

    "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagihdan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan

    bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. Oleh karena

    itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan

    brutonya wajib melampirkan daftar nominatif pada SPT.

    Oleh karena itu, biaya entertainment ini tidak dapat dibebankan atau nondeductiblekarena perusahaan tidak mencantumkan daftar nominatifnya.

    c. Membukukan tambahan cadangan piutang tak tertagih

    Dalam UU PPh pasal 9 ayat 1 huruf c, dinyatakan bahwa biaya yang tidak boleh

    dikurangkan termasuk pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali untuk

    usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha

    dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang.

    Dalam UU PPh pasal 6 ayat 1 huruf h, dinyatakan bahwa biaya yang boleh

    dikurangkan termasukpiutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :

    i.telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

    ii. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

    kepada Direktorat Jenderal Pajak;iii. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

    instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian

    tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan

    debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum

    atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah

    dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

    PMK nomor 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat

    Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto pasal 2 ayat 1 menyatakan

    bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul dibidang usaha

    bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankansebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait penghapusan piutang tak tertagih

    selama tahun 2012 adalah

    Dengan demikian, kita dapat menemukan jumlah pencadangan :

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait pencadangan piutang tak tertagih pada

    akhir tahun 2012 adalah

    Berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya, jumlah biaya piutang tak

    tertagih yang telah memenuhi syarat untuk dapat dibebankan dalam menghitung laba

    fiskal adalah 90juta. Sedangkan, pencadangan yang dibuat PT JG sebesar 40juta

    tidak dapat dibebankan.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    6/40

    6

    Dengan melihat kepada jurnal yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa beban yang

    muncul di laporan keuangan perusahaan saat menghitung laba komersil adalah

    sebesar 40juta, yakni sebesar pencadangan. Namun, untuk menghitung laba fiskal,

    jumlah Bad Debt Expense yang seharusnya dibebankan adalah sebesar 90juta, yakni

    sebesar piutang yang nyata tidak tertagih. Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi

    negatif terhadap Bad Debt Expense sebesar 50juta (90juta - 40juta).d. Melakukan penjurnalan atas estimasi biaya pesangon sesuai dengan PSAK 24 sebesar

    Rp 180.000.000

    Estimasi pada hakikatnya sama dengan cadangan. Sehingga, sama seperti cadangan

    piutang tak tertagih, estimasi biaya pesangon juga tidak boleh dibebankan dalam

    perhitungan laba fiskal. Dasar hukum yang mengatur estimasi ini sama dengan

    cadangan piutang tak tertagih, yakni UU PPh pasal 9 ayat 1 huruf c terkait

    pembentukan dana cadangan.

    Kemudian, berdasarkan surat direktur jenderal pajak nomor s - 290/pj.42/2003 tentang

    perlakuan pajak penghasilan atas dana pensiun dan dana pesangon, dinyatakan

    bahwa pemberi kerja tidak dapat membebankan pembentukan dana cadangan

    program pesangon dalam perusahaan sebagai biaya dalam menghitung besarnyaPenghasilan Kena Pajak.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait pembayaran uang pesangon selama

    tahun 2012 adalah

    Dari uraian kasus, diketahui bahwa estimasi yang dibuat pada tahun itu adalah 180juta.

    Jurnal yang dibuat PT JG (sesuai SAK) terkait estimasi biaya pesangon pada akhir

    tahun 2012 adalah

    Dengan demikian, kita dapat menemukan saldo jumlah estimasi pada akhir tahun

    2012 :

    Sesuai dengan ketentuan, jumlah biaya pesangon yang dapat dibebankan dalammenghitung laba fiskal adalah 30juta, yakni sejumlah yang dibayarkan kepada

    karyawan pada tahun 2012. Sedangkan, estimasi yang dibuat PT JG sebesar 180juta

    tidak dapat dibebankan.

    Dengan melihat kepada jurnal yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa beban yang

    muncul di laporan keuangan perusahaan saat menghitung laba komersil adalah

    sebesar 180juta, yakni sebesar estimasi. Namun, untuk menghitung laba fiskal,

    jumlah biaya pesangon yang boleh dibebankan hanya sebesar 30juta, yakni sejumlah

    yang dibayarkan kepada karyawan pada tahun 2012. Oleh karena itu, perlu

    dilakukan koreksi positif terhadap biaya pesangon sebesar 150juta (180juta - 30juta).

    3. Rekonsiliasi biaya penyusutan aktiva

    a. Mesin

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    7/40

    7

    Biaya penyusutan yang dibebankan dalam laporan keuangan komersil (100juta)

    lebih besar daripada yang seharusnya menurut fiskal (62,5juta). Oleh karena itu,

    perlu dilakukan koreksi positif terhadap beban penyusutan mesin sebesar 37,5juta

    (100juta - 62,5juta).

    b. Peralatan

    Biaya penyusutan yang dibebankan dalam laporan keuangan komersil (20juta)lebih kecil daripada yang seharusnya menurut fiskal (25juta). Oleh karena itu,

    perlu dilakukan koreksi negatif terhadap beban penyusutan mesin sebesar 5juta

    (25juta - 20juta).

    4. PPh Badan tahun 2011

    laba komersial 233.930.012

    sumbangan bencana alam 15.000.000

    perjalanan pribadi direksi 40.000.000

    pembebanan piutang tak tertagih 20.000.000

    estimasi biaya pesangon 70.000.000

    biaya penyusutan mesin 37.500.000

    biaya penyusutan peralatan (5.000.000)

    411.430.012

    kompensasi fiskal

    2006

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    8/40

    8

    (300.000.000)

    2007

    (111.430.012

    )

    laba fiskal 2011 -

    PPh 2011 0

    Ternyata, jawaban di atas salah. Harusnya, dikurangi lagi dengan kredit pajak PPh Pasal

    23, sehingga terdapat kondisi lebih bayar seperti perhitungan di bawah ini :

    Laba komersial 233.930.012

    Sumbangan bencana alam 15.000.000

    Perjalanan pribadi direksi 40.000.000

    Pembebanan piutang taktertagih 20.000.000

    Estimasi biaya pesangon 70.000.000

    Biaya penyusutan mesin 37.500.000

    Biaya penyusutan peralatan (5.000.000)

    411.430.012Kompensasi fiskal

    2006

    (300.000.00

    0)

    2007

    (111.430.01

    2)

    Laba fiskal 2011 0

    Kredit pajak

    PPh Pasal 23 3.000.000

    Pajak lebih bayar 2011 (3.000.000)

    Kemudian, jurnal terkait kewajiban PPh Badan tahun 2011 adalah :

    Piutang PPh Pasal 28A 3.000.000

    PPh 23 Dibayar Di Muka 3.000.000

    Beban PPh

    Final

    15.000.00

    0

    PPh 4(2) Dibayar Di

    Muka

    15.000.00

    0

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    9/40

    9

    5. Perhitungan PPh Badan 2012

    laba komersial

    2.192.399.20

    1

    biaya rekreasi 50.000.000

    biaya entertainment tanpa daftar nominatif 85.000.000

    pembebanan piutang tak tertagih (50.000.000)

    estimasi biaya pesangon 150.000.000

    biaya penyusutan mesin 37.500.000

    biaya penyusutan peralatan (5.000.000)

    2.459.899.20

    1

    kompensasi fiskal

    2007 (38.569.988)

    2008 (45.000.000)

    2009 (20.000.000)

    2010 (2.500.000)

    laba fiskal 2012

    2.353.829.21

    3

    rate PPh badan 25%

    pajak terutang 588.457.303

    kredit pajak :

    PPh Pasal 23 20.000.000

    PPh Pasal 21 5.000.000

    pajak yang masih harus dibayar 2012 563.457.303

    Ternyata, perhitungan di atas juga salah karena memasukkan kredit pajak PPh Pasal 21.

    Ini seharusnya tidak dimasukkan karena kredit pajak PPh 21 adalah pajak yang kita potong

    atas penghasilan karyawan kita, sehingga kredit pajak ini merupakan milik karyawan,

    bukan milik kita. Atau, dengan kata lain, kredit pajak ini merupakan pengurang dalam

    perhitungan pajak penghasilan karyawan, bukan pajak penghasilan perusahaan kita.

    Perhitungan yang benar adalah sebagai berikut :

    laba komersial

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    10/40

    10

    2.192.399.201

    biaya rekreasi 50.000.000

    biaya entertainment tanpa daftar

    nominatif 85.000.000

    pembebanan piutang tak tertagih (50.000.000)

    estimasi biaya pesangon 150.000.000

    biaya penyusutan mesin 37.500.000

    biaya penyusutan peralatan (5.000.000)

    2.459.899.20

    1

    kompensasi fiskal

    2007

    (150.000.000

    )

    2008 (45.000.000)

    2009 (20.000.000)

    2010 (2.500.000)

    laba fiskal 2012

    2.242.399.20

    1

    rate PPh badan 25%

    pajak terutang 560.599.800

    kredit pajak :

    PPh Pasal 23 20.000.000

    Pajak kurang bayar 2012 540.599.800

    Dengan demikian, jurnal berikut ini sudah pasti salah :

    Beban pajak kini

    588.457.30

    3

    Pajak dibayar di muka PPh 23 20.000.000

    Pajak dibayar di muka PPh 21 5.000.000

    Utang PPh 29

    563.457.30

    3

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    11/40

    11

    Jurnal yang seharusnya adalah :

    Beban pajak

    560.599.80

    0

    PPh 23 Dibayar Di

    Muka 20.000.000

    Utang PPh 29

    540.599.80

    0

    Beban PPh Final 10.000.000

    PPh 4(2) Dibayar Di

    Muka 10.000.000

    No 2 : Hitunglah aset dan kewajiban pajak tangguhan per 1 Januari 2011, 31 Desember2011, dan 31 Desember 2012 beserta jurnal pada tanggal 31 Desember 2011 dan 2012!

    1. Teori [http://aryantobn.blogspot.com/2010/04/pajak-tangguhan-deferred-taxes.html]

    Aset atau kewajiban pajak tangguhan muncul akibat perbedaan temporer yang dapat

    dikurangkan, berdasarkan perspektif perpajakan.

    Apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP- Pretax Accounting Income) lebih besar dari

    Penghasilan Kena Pajak (PKP- Taxable Income) maka Beban Pajak (BP- Tax Expense)

    pun akan lebih besar dari Pajak Terutang (PT- Tax Payable) sehingga akan

    menghasilkan Kewajiban Pajak Tangguhan (KPT- deferred tax liability). Kewajiban

    Pajak Tangguhan dapat dihitung dengan mengalikan perbedaan temporer dengan tarif

    pajak yang sesuai. Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP) lebih kecil dari Penghasilan Kena

    Pajak (PKP) maka Beban Pajaknya (BP) akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang (PT)

    sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan (APT- deferred tax assets).

    Aktiva Pajak Tangguhan adalah sama dengan perbedaan temporer dengan tarif pajak

    pada saat perbedaan tersebut terpulihkan.

    Dan, yang paling penting, jangan lupa bahwa jumlah yang dijurnal harus sudah

    dikalikan dengan 25%, yaitu tax rate untuk badan.

    2. Perhitungan aset dan kewajiban pajak tangguhan per 1 Januari 2011 dan jurnal

    Untuk rugi fiskal yang masih dapat dikompensasi di masa datang (tax loss carry

    forward) diakui sebagai Aktiva Pajak Tangguhan (DTA) apabila besar kemungkinan

    bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Atau

    dengan kata lain, bahwa akumulasi rugi fiskal yang terjadi baru boleh diakui sebagai

    aktiva pajak tangguhan jika besar kemungkinan bisa dikompensasi seluruhnya dengan

    laba fiskal dalam 5 tahun ke depan.

    Jurnal untuk mengakui DTA atas rugi fiskal adalah :

    Jurnal untuk mengakui DTA atas rugi fiskal tahun 2010 adalah :

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    12/40

    12

    Jurnal di atas salah jumlah karena lupa dikalikan tax rate. Pada tahun 2010, terjadi rugifiskal sebesar 2,5juta. Atas rugi fiskal ini, PT JG mengakui DTA sebesar 625.000

    (2.500.000 x 25%) :

    Untuk penyusutan mesin, diketahui bahwa beban penyusutan menurutkomersil lebih besar 37,5 juta daripada menurut fiskal (100juta > 62,5 juta). Untuk

    penyusutan peralatan, diketahui bahwa beban penyusutan menurut komersil lebih kecil

    5 juta daripada menurut fiskal (20juta < 25 juta). Oleh karena itu, PT JG membuat

    jurnal untuk mengakui DTA atas perbedaan tersebut sebesar 8.125.000 (37.500.000 -

    5.000.000 x 25%) :

    Jumlah DTA per 1 Januari 2011 adalah total rugi fiskal sejak tahun 2006

    hingga 2010, ditambah DTA atas penyusutan mesin, dikurangi dengan DTL atas

    penyusutan peralatan, dikalikan tarif PPh badan := (300juta + 150juta + 45juta + 20juta + 2,5juta + 8,125juta) x 25%

    = 525.625.000 x 25%

    = 131.406.250

    Ini juga salah hitung karena ada angka yang salah dimasukkin. Seharusnya :

    = (300juta + 150juta + 45juta + 20juta + 2,5juta +37,5juta - 5juta) x 25%

    =550.000.000x 25%

    =137.500.000

    3. Perhitungan aset dan kewajiban pajak tangguhan per 31 Desember 2011 dan jurnal

    Dalam tahun 2011, PT JG mengkompensasikan rugi fiskal sebesar 411.430.012

    (300.000.000 + 111.430.012). Atas hal tersebut, PT JG membuat jurnal untuk

    mereverse DTA yang telah diakuinya sejak tahun 2006 hingga 2010 dengan jumlahsebesar rugi fiskal yang dikompensasi (411.430.012) dikalikan dengan tarif PPh badan

    25% :

    Kemudian, untuk penyusutan mesin dan peralatan, PT JG membuat jurnal yang sama

    dengan tahun 2010 dengan jumlah yang sama karena besar selisih depresiasi setiap

    tahunnya selalu sama untuk kedua aset tersebut, sehingga jurnalnya adalah :

    Jumlah DTA pada akhir tahun 2011 adalah= 131.406.250 - 102.857.503 + 8.125.000

    = 36.673.747

    Ini juga harusnya :

    =137.500.000- 102.857.503 + 8.125.000

    =42.767.497

    4. Perhitungan aset dan kewajiban pajak tangguhan per 31 Desember 2012 dan jurnal

    Dalam tahun 2012, PT JG mengkompensasikan rugi fiskal sebesar 106.069.988

    (38.569.988 + 45.000.000 + 20.000.000 + 2.500.000). Atas hal tersebut, PT JG

    membuat jurnal untuk mereverse DTA yang telah diakuinya sejak tahun 2006 hingga

    2010 dengan jumlah sebesar rugi fiskal yang dikompensasi (106.069.988) dikalikan

    dengan tarif PPh badan 25% :

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    13/40

    13

    Kemudian, untuk penyusutan mesin dan peralatan, PT JG membuat jurnal yang sama

    dengan tahun 2010 dan 2011 dengan jumlah yang sama karena besar selisih depresiasi

    setiap tahunnya selalu sama untuk kedua aset tersebut, sehingga jurnalnya adalah :

    Jumlah DTA pada akhir tahun 2012 adalah

    = 36.673.747 - 26.517.497 + 8.125.000

    = 18.281.250

    Ini juga harusnya :

    =42.767.497 -26.517.497 + 8.125.000

    =24.375.000

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    14/40

    14

    PPN KASUS KOMPREHENSIF

    PT ARTA GEDUNG

    1. Gambaran Umum Perusahaan

    PT ARTA GEDUNG didirikan pada tahun 2001 dan telah memiliki baik NPWP serta NPPKPuntuk kewajiban pajak pusatnya maupun NPWPD untuk kewajiban pajak daerahnya. PT

    ARTA GEDUNG memiliki gedung 16 lantai dengan luas bangunan 8.400 m2 di atas tanah

    seluas 1 hektar termasuk area parkir. Gedung tersebut dikelola PT ARTA GEDUNG dengan

    membuka usaha sewa ruang perkantoran dan pertokoan serta hotel. Luas bangunan yang

    disewakan sebagai ruang perkantoran dan pertokoan adalah 4.000 m2 dan terletak pada 8

    lantai pertama, sementara sisanya sebagai hotel. Bangunan gedung yang diperuntukkan

    sebagai hotel juga memiliki ruang untuk disewakan (ball room), tempat parkir, fasilitas

    kolam renang, tempat untuk olahraga (gym), futsal, dan restoran. Sebagai tambahan, PT

    ARTA GEDUNG memberikan jasa katering dan jasa dekorasi untuk pesta yang

    menggunakan ruangball room-nya.

    Sebagai langkah diversifikasi usaha, PT ARTA GEDUNG juga menjual cindera mata dan

    busana dari berbagai daerah, sebagai salah satu divisinya, dengan membuka gerai seluas 400

    m2 di lantai 2 gedungnya. Saat ini, seluruh area ruang perkantoran dan pertokoan yang

    disewakan oleh PT ARTA GEDUNG sudah tersewa seluruhnya dengan harga sewa rata-rata

    Rp150.000 / m2. Untuk kebersihan, PT ARTA GEDUNG menggunakan jasa cleaning

    services PT TETAP BERSIH yang sudah mengikat kontrak untuk dua tahun, dengan

    perhitungan yang sederhana yaitu sebulan akan menagih sebesar Rp15.000 per m2 baik untuk

    yang disewakan sebagai perkantoran dan pertokoan seluas 4.000 m2 maupun seluas 4.400 m2

    yang disewakan untuk perhotelan.

    Untuk perparkiran, PT A tidak mengelola sendiri, melainkan diserahkan kepada PT

    SEKURAN, dengan kebijakan setiap malam hari hasil uang parkir disetor ke rekening bank

    PT ARTA GEDUNG. Perhitungan uang parkir harian disaksikan dan ditandatangani baik

    oleh petugas parkir maupun staf PT ARTA GEDUNG. Usaha parkir tersebut pajaknya

    dibayar dengan NPWPD PT ARTA GEDUNG. Tiap akhir bulan PT SEKURAN akan

    menagih biaya yang dikeluarkan beserta bagian labanya yang telah ditentukan secara prorata

    sebesar 2% dari pendapatan kotor parkir. Pada kenyataannya karcis parkir memakai nama

    dan logo PT SEKURAN. Untuk usaha katering dan restoran, PT ARTA GEDUNG mengelola

    sendiri.

    I. Dari gambaran umum usaha PT ARTA GEDUNG, Anda diminta memberikanpenjelasan tentang perpajakannya, yaitu hal-hal yang harus diperhatikan dalam

    pelaporan dan perhitungan: PPN dan pajak daerah.

    II. Pertanyaan masalah pajak dalam transaksi yang dilakukan PT A.

    Atas beberapa transaki berikut, staf akuntansi dan pajak PT A menanyakan

    bagaimana penanganan pajaknya.

    1. Pada tanggal 05 Januari, PT ARTA GEDUNG menjual alat cindera mata sebanyak 1.000

    unit @ Rp5.000.000 kepada Tuan BODONG, barang tersebut terkena PPnBM 20%.

    Kemudian pada tanggal 05 Maret, Tuan BODONG menyatakan dia hanya mau

    membayar 80% dari pembelian tersebut, karena saat itu ada masalah keuangan dan PTARTA GEDUNG menyetujui karena Tuan BODONG merupakan langganan lama.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    15/40

    15

    Staf akuntansi PT ARTA GEDUNG tidak paham bagaimana perlakuan faktur

    pajaknya? Diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada Anda dan

    peraturan mana yang mengaturnya ?

    2. Pada 10 Januari, Pabrik BATIK TOP (PKP) menjual produk batik (400 unit @

    Rp5.000.000) ke PT ARTA GEDUNG secara konsinyasi.Tanggal 20 April, Pabrik BATIK TOP mengumumkan bahwa atas produk batik yang

    masih tersisa (belum terjual) dimana di PT ARTA GEDUNG masih terdapat sebanyak

    200 unit, harga satuannya diturunkan menjadi Rp2.000.000 / unit. Namun untuk produk

    batik yang sudah terjual harus dilunasi dan komisi 20% untuk PT ARTA GEDUNG

    langsung diperhitungkan.

    Atas hal ini staf akuntansi PT A tidak paham bagaimana dengan perlakuan faktur

    pajaknya? Diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada Anda dan

    peraturan mana yang mengaturnya ?

    3. Untuk memindahkan barang-barang antik yang diimpor dari Jepang ke hotel di Jakarta,

    PT ARTA GEDUNG menunjuk PT FORT TRANSFORT, perusahaan yang bergerak dibidang freight forwarding, untuk mengurus perpindahan barang-barang tersebut dari

    Tokyo. Untuk pengurusan pengepakan barang di Tokyo dan pengiriman sampai di

    Pelabuhan Tanjung Priok, PT FORT TRANSFORT meminta bantuan pada FUJI Inc.

    yang berkedudukan di Jepang. Atas pekerjaan tersebut, FUJI Inc. akan menagih kepada

    PT FORT TRANSFORT sebesar Rp200.000.000. Sesuai kesepakatan dengan PT ARTA

    GEDUNG, PT FORT TRANSFORT akan meminta penggantian kepada PT ARTA

    GEDUNG ditambah supervision fee sebesar 15% dari fee FUI Inc. Sedangkan fee PT

    FORT TRANSFORT atas pekerjaan pengurusan barang dari Pelabuhan Tanjung Priok

    sampai ke lokasi hotel PT ARTA GEDUNG, nilainya sebesar Rp250.000.000, termasuk

    biaya penempatan tapi belum termasuk pajak. Nilai barang tersebut seluruhnya ada 100

    unit dengan harga pembelian rata-rata Rp15.000.000 / unit.

    Anda diminta untuk menjelaskan bagaimana perlakuan PPN atas transaksi tersebut,

    termasuk transaksi dengan FUJI Inc. (pertimbangkan jika ada tax treaty antara

    Indonesia dengan Jepang).

    4. PT ARTA GEDUNG membayar biaya pemasangan iklan kepada PT ASLAN

    MASKHADOV sebuah perusahaan periklanan sebesar Rp210.000.000. PT ASLAN

    MASKHADOV memasang iklan PT ARTA GEDUNG di stasiun televisi SIARAN

    MELAYU yang berkedudukan di Malaysia. Iklan tersebut dipasang di Malaysia oleh

    karena PT ARTA GEDUNG ingin meningkatkan jumlah wisatawan Malaysia yang

    menginap di hotelnya ketika datang ke Jakarta. PT ASLAN MASKHADOV kemudianakan membayar kepada SIARAN MELAYU yang berkedudukan di Kuala Lumpur dan

    atas pekerjaan mengoordinasikan iklan ini supervision fee 5% akan ditagihkan ke PT

    ARTA GEDUNG oleh PT ASLAN MASKHADOV.

    Sama halnya dengan yang di atas, anda diminta pendapat bagaimana perlakuan

    PPN atas kegiatan ini.

    ---o0o---

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    16/40

    16

    Kasus PPN Komprehensif PT Arta Gedung

    I. Perlakuan PPN dan Pajak Daerah

    Arta gedung memiliki gedung 16 lantai yang terbagi atas jasa sewa untuk

    perkantoran-pertokoan (4000 meter persegi) dan hotel (ballroom yang memberikan

    jasa katering dan dekorasi, parkir, kolam renang,gym,futsal, restoran)

    Maka Arta Gedung harus memperhatikan perlakuan PPN dan Pajak Daerah untuk jasayang diberikannya.

    PPN

    Jasa persewaan untuk perkantoran dan persewaan merupakan jasa kena pajak

    (JKP) JKP adalah kegiatan pelayanan yang menyebabkan suatu fasilitas,

    kemudahan atau hak menjadi tersedia untuk dipakai sehingga JKP tersebut

    dikenai PPN, sesuai dengan pasal 4 ayat 1

    Sedangkan jasa untuk hotel dan jasa yang diberikan (ballroom yang

    memberikan jasa katering dan dekorasi, jasa parkir, kolam renang,gym, futsal,

    restoran), tidak dikenai PPN, sesuai dengan pasal 4A ayat 3 yaitu jasa

    perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa katering. Begitu pula makanan

    dan minuman yang disajikan di restoran hotel, yang merupakan jenis barang

    tertentu menurut pasal 4A ayat 2 (c). Jasa perhotelan yang tidak dikenai PPN

    meliputi jasa penyewaan kamar dan segala fasilitas pendukung untuk tamu

    yang menginap. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menghindari pajak

    berganda karena jasa-jasa tersebut diatur dalam objek pajak daerah

    Perhitungan: PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN 10%

    dengan DPP (harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor) sesuai dengan

    Pasal 8A ayat 1

    Pelaporan: PPN yang telah dibayarkan oleh PT Arta Gedung, dilaporkan

    dalam SPT Massa PPN dan PPnBM maksimal akhir bulan berikutnya setelah

    berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan Terkait dengan diversifikasi usaha PT Arta Gedung yaitu penjualan cindera

    mata dan menggunakan ruangan (yang seharusnya disewakan) untuk usahanya

    sendiri di lantai 2 gedungnya, seluas 400 m2 atas dasar peraturan dari Surat

    Direktur Jenderal Pajak No. S 795/PJ.53/1994 mengenai PPN atas pemakaian

    sendiri Jasa Kena Pajak, maka apabila PT Arta Gedung memiliki usaha

    persewaan ruangan yang meliputi disewakan kepada pihak lain, dasar

    pengenaan pajak (DPP) yang dikenakan atas PPN sewa ruangan tersebut

    adalah nilai sewa terendah PT Arta Gedung terhadap penyewa lainnya.

    Perhitungan: DPP atas sewa ruangan adalah sejumlah penggantian yang

    diminta pihak yang menyewakan (harga sewa dan tidak termasuk service

    charge). Tarif 10% x nilai sewa.Untuk jasa cleaning service merupakan jenis jasa yang tidak dikenai PPN

    karena termasuk jasa tenaga kerja (pasal 4A ayat 3)

    Pajak Daerah

    Arta gedung perlu memperhatikan juga jasa-jasa yang kena pajak daerah,

    seperti:

    - jasa parkir akan dikenakan pajak daerah atas penyelenggaraan tempat

    parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang

    disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai

    suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor

    dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Perhitungannya

    dengan tarif sebesar maksimal 30% dikalikan DPP yang merupakan nilaipembayaran atau iuran parkir.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    17/40

    17

    - jasa hotel dikenakan tarif sebesar maksimal 10% (ditetapkan olehperaturan daerah) dikalikan dengan DPP yaitu jumlah pembayaran yang

    seharusnya dibayar kepada hotel.

    - jasa restoran dikenakan pajak daerah atas pelayanan makanan dan

    minuman yang dijual kepada pembeli baik yang dikonsumsi ditempat atau

    di rumah. Perhitungan pajak restoran dengan tarif maksimal 10% dikalikandengan Dasar Penerimaan Pajak restoran, yakni jumlah pembayaran atau

    jumlah yang seharusnya diterima

    - fasilitas berupa gym dan futsal dikenakan pajak hiburan sebesar maksimal

    75%.

    II. Perlakuan PPN atas transaksi berikut:

    1. Pada tanggal 05 Januari, PT ARTA GEDUNG menjual alat cindera mata

    sebanyak 1.000 unit @ Rp5.000.000 kepada Tuan BODONG, barang tersebut

    terkena PPnBM 20%. Kemudian pada tanggal 05 Maret, Tuan BODONG

    menyatakan dia hanya mau membayar 80% dari pembelian tersebut, karena

    saat itu ada masalah keuangan dan PT ARTA GEDUNG menyetujui karenaTuan BODONG merupakan langganan lama. Staf akuntansi PT ARTA

    GEDUNG tidak paham bagaimana perlakuan faktur pajaknya?

    Diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada Anda dan peraturan

    mana yang mengaturnya ?

    PT ARTHA GEDUNG wajib memperbaiki faktur pajak tekait perubahan

    nominal pembayaran transaksi penjualan alat cindera mata tersebut. Perbaikan

    terkait faktur pajak diatur dalam UU PPN pasal 5A. Menurut pasal 5A UU

    PPN ayat satu berisikan mengenai PPnBM terkait barang kena pajak, yang

    berisikan :

    Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

    atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan

    dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai

    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak

    terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak tersebut

    Pada UU Pasal 5A ayat pasal 1 diatur bahwa PPN dan PPnBM dapat

    dikurangkan jika dikembalikan. Pada kasus tuan BODONG, tuan BODONG

    tidak melakukan pengembalian atau retur, sehingga nilai dari PPN dan PPnBM

    terkait transaksi ini tidak dapat dikurangkan. Hal ini juga berdampak pada

    tidak adanya perubahan pada pajak keluaran PT ARTHA GEDUNG.

    Selain itu, permohonan pengurangan pembayaran sebesar 80%. Jika

    diasumsikan telah memenuhi persyaratandari Undang Undang PajakPenghasilan pasal 6 ayat 1 huruf h, bahwa piutang yang nyata-nyata tidak

    dapat ditagih, yaitu :

    a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial

    b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

    kepada Direktur Jenderal Pajak

    c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

    instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya

    perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang

    antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;atau telah dipublikasikan

    dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur

    bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    18/40

    18

    Jika diasumsikan bahwa transaksi ini telah memenuhi syarat untuk dikataknsebagai piutang tidak tertagih maka kita juga harus melihat pada Peraturan

    Pemerintah No. 143 tahun 2000 Pasal 7 ayat 1 yang menjelaskan bahwa :

    Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang

    telah dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena

    Pajak pemberi jasa, dan tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajakyang telah dikreditkan atau yang telah dibebankan sebagai biaya oleh

    Pengusaha Kena Pajak pembeli atau Pengusaha Kena Pajak penerima jasa.

    Berdasarkan pada peraturan tersebut, maka jika telah terjadi piutang yang tidak

    tertagih sebesar 20% yang diajukan oleh tuan BODONG, maka tidak

    mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak yang telah dikreditkan atau yang

    telah dibebankan, serta tidak mempengaruhi pajak keluaran dari PT ARTHA

    GEDUNG.

    Pada Peraturan nomor PER - 24/PJ/2012 pasal 15 juga memperlihatkan contoh

    penyebab timbulnya faktur pajak yang dilakukan pembetulan atau penggantian

    Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam

    penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar.Pada kasus tidak terdapat kejadian yang dimaksudkan pada peraturan ini,

    sehinggan tidak diperlukannya penerbitan faktur pajak pengganti.

    Jika memang transaksi yang dilakukan tuan BODONG telah memenuhi semua

    syarat akan pembetulan faktur pajak, maka harus mengikuti tata cara

    pembetulannya. Tata Cara Pembetulan SPT Masa PPN Terkait Dengan

    Penggantian Faktur Pajak Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

    Nomor PER-24/PJ/2012 diatur bahwa dalam hal terdapat penggantian Faktur

    Pajak, maka:

    1. Faktur Pajak Pengganti tetap menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang

    sama dengan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti, sedangkan tanggal

    Faktur Pajak Pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak

    Pengganti dibuat.

    2. Faktur Pajak Pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa

    Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang

    dilakukan penggantian dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan

    yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.

    3. Pelaporan Faktur Pajak Pengganti pada SPT Masa PPN harus

    mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti pada

    kolom yang telah ditentukan

    2. Pada 10 Januari, Pabrik BATIK TOP (PKP) menjual produk batik (400 unit @Rp5.000.000) ke PT ARTA GEDUNG secara konsinyasi. Tanggal 20 April,

    Pabrik BATIK TOP mengumumkan bahwa atas produk batik yang masih

    tersisa (belum terjual) dimana di PT ARTA GEDUNG masih terdapat

    sebanyak 200 unit, harga satuannya diturunkan menjadi Rp2.000.000 / unit.

    Namun untuk produk batik yang sudah terjual harus dilunasi dan komisi 20%

    untuk PT ARTA GEDUNG langsung diperhitungkan. Atas hal ini staf

    akuntansi PT A tidak paham bagaimana dengan perlakuan faktur

    pajaknya? Diperbaiki atau tidak? Mereka menanyakan kepada Anda dan

    peraturan mana yang mengaturnya ?

    Pasal 1A ayat 1 poin g UU PPN menyebutkan bahwa penyerahan barang kena

    pajak dengan proses konsinyasi, pihak yang menitipkan BKP tersebut bolehmengkreditkan Pajak Keluaran atas BKP yang diserahkan tersebut. Hal ini

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    19/40

    19

    berarti faktur pajak dibuat pada saat terjadi penyerahan BKP. Disebutkan jugabahwa PT Arta Gedung memperoleh komisi 20% dari penjualan barang

    tersebut. Disini kami mengambil asumsi bahwa komisi PT Arta Gedung

    sudah termasuk kedalam harga jual barang tersebut sehingga nilai

    penyerahannya adalah:

    Dalam kasus diatas PT A membuat faktur pajak pada tanggal 10 Januari

    dengan nominal PPN sebesar:

    Pada tanggal 20 April dikarenakan adanya perubahan harga maka PT A

    seharusnya memperbaiki faktur pajaknya dengan cara menerbitkan faktur

    pajak pengganti sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan DJP PER

    24/PJ/2012yang diubah menjadi PER 8/PJ/2013 tentang bentuk, ukuran, tata

    cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan,

    tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan faktur

    pajak. Pembetulan faktur pajak ini dapat dilakukan oleh PT A karena adanya

    kesalahan dalam harga barang sehingga menyebabkan perhitungan PKperusahaan salah. Penerbitan faktur yang baru dimungkinkan karena BKP

    tersebut belum dijual.

    Perubahan harga jual barang mengakibatkan nilai penyerahan BKP tersebut

    lebih rendah dari yang sebenarnya. Nilai penyerahan setelah perubahan harga:

    Pajak Keluaran atas penyerahan tersebut seharusnya adalah

    Oleh karena itu perusahaan harus mengurangi PK nya sebesar

    3. Untuk memindahkan barang-barang antik yang diimpor dari Jepang ke hotel di

    Jakarta, PT ARTA GEDUNG menunjuk PT FORT TRANSFORT, perusahaan

    yang bergerak di bidang freight forwarding, untuk mengurus perpindahan

    barang-barang tersebut dari Tokyo. Untuk pengurusan pengepakan barang di

    Tokyo dan pengiriman sampai di Pelabuhan Tanjung Priok, PT FORT

    TRANSFORT meminta bantuan pada FUJI Inc. yang berkedudukan di Jepang.

    Atas pekerjaan tersebut, FUJI Inc. akan menagih kepada PT FORT

    TRANSFORT sebesar Rp200.000.000. Sesuai kesepakatan dengan PT ARTA

    GEDUNG, PT FORT TRANSFORT akan meminta penggantian kepada PT

    ARTA GEDUNG ditambah supervision fee sebesar 15% dari fee FUI Inc.

    Sedangkanfee PT FORT TRANSFORT atas pekerjaan pengurusan barang dariPelabuhan Tanjung Priok sampai ke lokasi hotel PT ARTA GEDUNG,

    nilainya sebesar Rp250.000.000, termasuk biaya penempatan tapi belum

    termasuk pajak. Nilai barang tersebut seluruhnya ada 100 unit dengan harga

    pembelian rata-rata Rp15.000.000 / unit. Anda diminta untuk menjelaskan

    bagaimana perlakuan PPN atas transaksi tersebut, termasuk transaksi

    dengan FUJI Inc. (pertimbangkan jika ada tax treaty antara Indonesia

    dengan Jepang).

    Pertama, kita harus mengetahui peraturan-peraturan pajak yang dimaksud

    dalam kasus. Pajak yang berkaitan dengan kasus adalah PPN dan tax treaty

    yang berlaku antara Indonesia- Jepang.

    Berikut ini pasal tax treaty yang sesuai dengan topik kasus:

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    20/40

    20

    Pasal 8

    1. Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat

    udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh perusahaan dari suatu

    Negara, hanya dikenakan pajak di Negara itu.

    2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 juga berlaku bagi keuntungan yang diperolehkarena ikut serta dalam suatu gabungan perusahaan-perusahaan, suatu

    usaha kerjasama atau suatu keagenan usaha internasional, tetapi hanya

    sebesar keuntungan yang seimbang dengan penyertaan dalam usaha

    kerjasama itu

    Pasal 23

    1. Tunduk kepada perundang-undangan Jepang mengenai kelonggaran

    sebagai suatu pengurangan terhadap pajak di Jepang, yaitu pajak yang

    dibayar di Negara lain di luar Jepang

    a. Jika penduduk Jepang memperoleh pendapatan dari Indonesia dan

    pendapatan itu dikenakan pajak di Indonesia sesuai denganketentuan-ketentuan Persetujuan ini, maka jumlah pajak yang

    dibayar atas pendapatan itu akan diperhitungkan dengan pajak

    terhutang yang dikenakan di Jepang terhadap penduduk itu.

    Bagaimanapun jumlah pajak yang diperhitungkan itu tidak akan

    melebihi jumlah pajak yang dikenakan di Jepang atas bagian

    pendapatan itu.

    b. Jika pendapatan itu berupa dividen yang dibayarkan oleh suatu

    badan yang berkedudukan di Indonesia kepada suatu badan yang

    berkedudukan di Jepang dan yang memiliki tidak kurang dari 25

    persen dari hak suara dari badan yang membayar dividen atau dari

    seluruh saham yang dikeluarkan oleh badan itu, maka pajak yangdibayar di Indonesia oleh badan yang memberikan dividen itu akan

    diperhitungkan.

    Tahapan berikutnya kita akan melihat transaksi apa saja yang terjadi serta

    bagaimana pengenaan PPNnya:

    *Transfer Uang kepada PT Arta Gedung kepada PT FORT

    Service PT FUJI Rp 200.000.000

    Supervision Fee PT FUJI Rp 30.000.000

    PPN Masukan Rp 23.000.000

    Cash Rp 253.000.000

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    21/40

    21

    Service Expense PT FORT Rp 250.000.000PPN Masukan Rp 25.000.000

    Cash Rp 275.000.000

    *Transfer Uang kepada PT FORT kepada PT FUJI

    Service PT FJ Rp124.000.000Japanese Tax (38%) Rp 76.000.000

    Cash Rp 200.000.000

    4. PT ARTA GEDUNG membayar biaya pemasangan iklan kepada PT ASLAN

    MASKHADOV sebuah perusahaan periklanan sebesar Rp210.000.000. PT

    ASLAN MASKHADOV memasang iklan PT ARTA GEDUNG di stasiun

    televisi SIARAN MELAYU yang berkedudukan di Malaysia. Iklan tersebut

    dipasang di Malaysia oleh karena PT ARTA GEDUNG ingin meningkatkan

    jumlah wisatawan Malaysia yang menginap di hotelnya ketika datang ke

    Jakarta.PT ASLAN MASKHADOV kemudian akan membayar kepadaSIARAN MELAYU yang berkedudukan di Kuala Lumpur dan atas pekerjaan

    mengoordinasikan iklan ini supervision fee 5% akan ditagihkan ke PT ARTA

    GEDUNG oleh PT ASLAN MASKHADOV. Sama halnya dengan yang di

    atas, anda diminta pendapat bagaimana perlakuan PPN atas kegiatan ini.

    Berdasarkan Pasal 4 UU PPN

    Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

    a. penyerahan Barang kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

    dilakukan oleh Pengusaha;

    b. impor Barang Kena Pajak;c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

    dilakukan oleh Pengusaha;

    d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah

    Pabean di dalam Daerah Pabean;

    e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di

    dalam Daerah Pabean;

    f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

    g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

    Pajak;

    h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

    Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atasekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Dalam kasus ini, PT Arta Gedung dianggap memanfaatkan Jasa Kena

    Pajak, yaitu jasa iklan, dari luar Daerah Pabean, karena diberikan oleh

    perusahaan Malaysia. Pemanfaatan jasa di dalam daerah Pabean karena

    PT Arta Gedung berkedudukan di Indonesia, sehingga bentuk manfaat

    dari iklan tersebut didapatkan di Indonesia.

    Dengan pertimbangan tersebut, maka transaksi ini dikenai PPN 10%.

    Supervision fee sebesar 5% termasuk bagian dari biaya keseluruhan jasa

    iklan, sehingga juga diperhitungkan dalam PPN.

    PPN yang harus dibayar PT Arta Gedungadalah :10% x (105% x Rp 210.000.000,00) = Rp 22.050.000,00

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    22/40

    22

    KASUS PPN

    PT. INDOPRINT

    Profil Perusahaan

    PT Indoprint merupakan pengusaha di bidang penerbitan, percetakan, dan toko buku. PT

    Indoprint didirikan pada tahun 2000, dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak padatanggal 1 Juni 2002. Sejak saat itu, PT Indoprint berkewajiban untuk mematuhi segala

    peraturan perpajakan yang berlaku bagi PKP, sehingga dalam kegiatannya PT Indoprint wajib

    melakukan pemotongan, pemungutan, penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak ke

    Kantor Pelayanan Pajak.

    PT Indoprint mencetak berbagai macam jenis buku, dan kemudian dijual di toko buku yang

    dimilikinya serta dijual juga di beberapa toko buku lain di Jakarta serta beberapa kota lain

    yaitu Bandung, Batam, dan Bali.

    Buku yang diterbitkan dan dicetak oleh perusahaan meliputi buku pelajaran, buku popular,

    novel, dan buku cerita anak. Selain menjual buku hasil terbitannya, perusahaan juga menjualbuku hasil terbitan penerbit lain. Jenis buku yang dijual di tokonya yang merupakan terbitan

    penerbit lain meliputi lebih banyak jenis buku termasuk kitab suci dan buku agama. Selain

    buku, perusahaan juga menjual barang-barang lain di toko bukunya, misalnya peralatan tulis

    dan perlengkapan sekolah.

    Sentralisasi Kewajiban PPN

    Walaupun PT Indoprint terdiri dari Divisi, Cabang, dan Unit Usaha yang bertempat di lokasi

    berbeda, namun dalam hal pelaporan pajak, selain toko bukunya perusahaan memilih untuk

    melakukan pemusatan, yaitu di Kantor Pusat.

    Sistem penjualan kepada toko buku lain

    Sistem penjualan yang diterapkan perusahaan kepada toko buku lain adalah sistem konsinyasi.

    Perusahaan menerapkan sistem diskon dalam menjual bukunya kepada toko buku lain. diskon

    yang diberikan berbeda-beda tergantung banyaknya buku yang dapat dijual oleh toko buku

    tersebut.

    Pada saat toko buku lain mengambil buku dari perusahaan, perusahaan akan memberikan

    bukti serah terima buku beserta daftar harga dan perincian diskon yang akan didapatkan oleh

    toko buku untuk setiap level penjualan yang bisa dicapai.

    Selanjutnya pada waktu yang sudah ditentukan, toko buku tersebut akan mengembalikan

    buku yang tidak terjual, dan membayar kepada perusahaan sebesar harga buku dikurangidiskon sesuai dengan level penjualannya. Jika toko buku yang bersangkutan masih ingin

    menjual buku tersebut untuk periode yang lebih lama, maka perusahaan akan meminta toko

    buku tersebut untuk membayar terlebih dahulu harga buku yang telah terjual, dikurangi

    dengan level diskon sesuai dengan jumlah buku yang sudah terjual pada saat itu.

    Jika ternyata buku yang diperpanjang masa konsinyasinya dapat terjual lagi, maka

    perusahaan akan menambah diskon yang diberikan, bukan hanya untuk buku yang dijual di

    masa perpanjangan, tapi juga buku yang sudah terjual sebelumnya. Diskon atas buku yang

    sudah terjual sebelumnya itu akan diperhitungkan di pembayaran selanjutnya.

    Kinerja tahun 2010

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    23/40

    23

    Selama tahun 2010, penjualan buku terbitan PT Indoprint sebesar 4,5 Miliar Rupiah yangkomposisinya adalah sebagai berikut :

    Kota Total

    (Rupiah)

    Buku

    pelajaran

    Buku popular Novel Buku cerita

    anak

    Jakarta 2 Miliar 40% 30% 20% 10%

    Bandung 1 Miliar 45% 30% 20% 5%Bali 1 Miliar 50% 25% 20% 5%

    Batam 0,5 Miliar 65% 15% 15% 5%

    Penjualan tersebut belum termasuk penjualan konsinyasi kepada toko buku lain sebesar 1

    miliar rupiah, yang mana komposisinya adalah 50% buku pelajaran, 25% buku popular, 15%

    novel, dan 10% buku cerita anak.

    Sementara penjualan buku hasil terbitan penerbit lain di toko buku PT Indoprint adalah

    sebesar 2 miliar rupiah dengan komposisi sebagai berikut :

    Kota Total

    (Rupiah)

    Buku Agama Kitab Suci Lain-lain

    Jakarta 700 juta 50% 30% 20%Bandung 500 juta 45% 35% 20%

    Bali 500 juta 50% 25% 25%

    Batam 300 juta 50% 30% 20%

    Mesin Cetak PT Indoprint

    Pada awal tahun 2010 PT Indoprint memiliki 10 mesin cetak yang dibelinya secara bertahap.

    Dua mesin cetak dibeli pada tahun 2000, 3 mesin dibeli pada tahun 2003, dan 5 mesin dibeli

    pada tahun 2007. Semua mesin cetak digunakan secara proporsional dan tidak ada

    pembedaan mesin untuk tiap jenis buku yang dicetak.

    Pada bulan Agustus 2010 salah satu mesin yang dibeli pada tahun 2000 mengalami kerusakan.

    Setelah dievaluasi, biaya untuk memperbaiki mesin tersebut ternyata lebih mahal daripadaharga jual mesin tersebut jika mesin itu dijual di pasaran. Karena hal tersebut, maka

    perusahaan memutuskan untuk menjual mesin tersebut daripada memperbaikinya.

    Pembangunan kantor baru PT Indoprint

    Pada tahun 2010 ini perusahaan membangun sebuah gudang untuk menempatkan buku-buku

    yang sudah lama tidak terjual karena gudang yang lama sudah tidak mencukupi.

    Pembangunan ini dilakukan oleh tukang batu dan tukang kayu yang dibayar harian dan

    diawasi sendiri karena menurut pihak manajemen pembangunan gudang tidak memerlukan

    design khusus dan dapat dilakukan sendiri.

    Buku yang tidak laku terjualUntuk buku-buku yang dianggap sudah tidak mungkin terjual, perusahaan secara berkala

    menyumbangkannya untuk kegiatan amal. Selain itu terkadang perusahaan menjual buku-

    buku lama tersebut dengan harga murah baik di toko bukunya sendiri atau pada saat ada

    penyelenggaraan pameran buku.

    Penyewaan ruangan

    Di salah satu toko bukunya di Jakarta, perusahaan menyewakan beberapa ruangan yang tidak

    terpakai kepada penjual makanan. Ruangan-ruangan tersebut disewakan selama satu tahun.

    Jika penyewa ingin memperpanjang sewanya, penyewa harus memberitahukan kepada

    perusahaan dua bulan sebelum masa sewanya berakhir, dan penyewa harus memberikan uang

    muka sebesar 20% kepada perusahaan. Sementara sisa pembayarannya akan dilakukan pada

    awal masa sewa periode berikutnya. Kebijakan tersebut diterapkan oleh perusahaan untuk

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    24/40

    24

    menghindari adanya ruangan yang tidak terpakai karena penyewa tidak memperpanjangsewanya, sementara belum ada penyewa baru.

    Pertanyaan diskusi

    1. Bagaimana pengenaan PPN terhadap penyerahan dari percetakan ke toko bukunya

    sendiri, toko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?2. Bagaimana pengenaan PPN terhadap penyerahan kepada konsumen akhir di toko

    bukunya sendiri, toko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?

    3. Bagaimana jika ternyata ada buku yang tidak terjual kemudian dikembalikan oleh

    toko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?

    4. Bagaimana mekanisme pengenaan PPN atas diskon yang diberikan perusahaan

    kepada toko buku yang menjual buku terbitannya?

    5. Apakah perusahaan harus memungut PPN atas penjualan buku terbitan penerbit

    lain di toko bukunya?

    6. Apakah perusahaan dapat mengkreditkan PPN masukan atas pembelian semua

    mesinnya? Kapankah PPN masukan tersebut dapat dikreditkan?

    7. Apakah perusahaan harus memungut PPN atas penjualan mesin cetak bekas?8. Adakah kewajiban terkait PPN atas pembangunan gudang yang dilakukan

    perusahaan?

    9. Apakah ada kewajiban PPN terkait dengan pemberian buku untuk kegiatan amal

    dan pameran?

    10. Bagaimana mekanisme pengenaan PPN atas penyewaan ruangan yang dilakukan

    perusahaan?

    11. Bagaimana pengenaan PPN terhadap penyerahan dari percetakan ke toko bukunya

    sendiri, toko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?

    Menurut Pasal 1A ayat 2 huruf c UU PPN, penyerahan BKP oleh PKP yang melakukan

    pemusatan tempat pajak terutang bukanlah merupakan penyerahan BKP. Namun dalam

    hal ini, pemusatan tempat pajak tidak dilakukan untuk toko bukunya, sehingga

    penyerahan bukut dari percetakan ke toko bukunya sendiri merupakan penyerahan BKP

    dan dikenakan PPN, meskipun toko bukunya sendiri ini merupakan cabang dari

    perusahaan. Hal ini tercantum dalam Pasal 1A ayat 1 huruf f UU PPN, yaitu bahwa

    penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar

    Cabang merupakan penyerahan BKP sehingga dikenakan PPN.

    Namun, PT Indoprint menjual berbagai macam buku dan ada beberapa jenis buku yang

    dikecualikan dari pengenaan PPN. Menurut PMK No. 122/PMK.011/2013 Pasal 1 ayat 1,

    atas impor dan/atau penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-bukupelajaran agama, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Keterangan

    lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan di atas mengenai buku-buku tersebut

    adalah:

    a. Buku Pelajaran Umum

    Yang dimaksud sebagai buku pelajaran umum adalah buku-buku fiksi dan nonfiksi

    untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, yang merupakan buku-buku

    pelajaran pokok, penunjang dan kepustakaan.(Pasal 1 ayat 2).

    Untuk memperoleh pembebasan dari PPN untuk buku pelajaran umum jenis ini, PKP

    tidak diwajibkan memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Direktur Jenderal

    Pajak (DJP).

    Tidak termasuk dalam pengertian buku-buku pelajaran umum antara lain:i. buku hiburan;

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    25/40

    25

    ii. buku musik;iii. buku roman populer;

    iv. buku sulap;

    v. buku iklan;

    vi. buku promosi suatu usaha;

    vii. buku katalog di luar keperluan pendidikan;viii. buku karikatur;

    ix. buku horoskop;

    x. buku horor;

    xi. buku komik;

    xii. buku reproduksi lukisan.

    Buku-buku di atas dapat dikategorikan sebagai buku-buku pelajaran umum dalam hal

    buku-buku tersebut telah disahkan sebagai buku pelajaran umum oleh menteri yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau pejabat lain yang

    ditunjuk oleh menteri dimaksud. Untuk memperoleh pembebasan pengenaan PPN

    untuk buku-buku jenis ini, diwajibkan memiliki SKB dari DJP.

    b. Kitab SuciMenurut pasal 1 ayat 3, yang termasuk sebagai kitab suci adalah:

    i. Kitab suci agama Islam meliputi kitab suci Alquran, termasuk tafsir dan

    terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian, dan Jus Amma;

    ii. Kitab suci agama Kristen Protestan meliputi kitab suci Perjanjian Lama dan

    Perjanjian Baru termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan

    maupun sebagian;

    iii. Kitab suci agama Katolik meliputi kitab suci Perjanjian Lama dan Perjanjian

    Baru termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan maupun

    sebagian;

    iv. Kitab suci agama Hindu meliputi kitab suci Weda, Smerti, dan Sruti, Upanisad,

    Itihasa, Purnama, termasuk tafsir dan terjemahannya baik secara keseluruhan

    maupun sebagian;

    v. Kitab suci agama Budha meliputi kitab suci Tripitaka termasuk tafsir dan

    terjemahannya baik secara keseluruhan maupun sebagian; dan

    vi. Kitab lainnya yang telah ditetapkan sebagai kitab suci oleh menteri yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atau pejabat lain yang

    ditunjuk oleh menteri dimaksud.

    Untuk mendapatkan pembebasan dari pengenaan PPN, tidak diwajibkan memiliki

    SKB.

    c. Buku Pelajaran Agama

    Yang termasuk sebagai buku pelajaran agama adalah buku-buku fiksi dan nonfiksiuntuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa, yang merupakan buku-buku

    pelajaran pokok, penunjang dan kepustakaan di bidang agama. Untuk mendapatkan

    pembebasan pengenaan PPN, tidak diperlukan SKB.

    Karena PT Indoprint menerapkan sistem konsinyasi untuk penjualan di toko buku lain,

    maka atas penyerahan buku-buku tersebut (kecuali jenis buku yang disebut sebelumnya)

    meruupakan penyerahan BKP dan dikenakan PPN, sesuai dengan Pasal 1A ayat 1 huruf

    g UU PPN. Menurut penjelasan ayat ini, dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN

    yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan

    dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP

    yang dititipkan tersebut.

    Namun, ada pengecualian untuk toko buku di Batam. Batam termasuk sebagai kawasanperdagangan bebas atau biasa disebut sebagai Kawasan Bebas. Menurut PMK No.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    26/40

    26

    62/PMK.03/2012 Pasal 10 ayat 1, Pemasukan Barang Kena Pajak dari tempat laindalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas melalui pelabuhan atau bandar udara yang

    ditunjuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan

    Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Oleh karena itu penyerahan ke toko buku di

    Batam tidak dipungut PPN.

    12. Bagaimana pengenaan PPN terhadap penyerahan kepada konsumen akhir di toko

    bukunya sendiri, toko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?

    Atas penyerahan BKP kepada konsumen akhir dikenakan PPN dengan tarif normal yaitu

    10%. Kecuali untuk penyerahan yang bukan merupakan penyerahan BKP atau yang tidak

    dipungut BKP, yaitu atas buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama, serta

    penyerahan di Batam. Hal ini sesuai dengan PP No. 10 Tahun 2012 Pasal 4 ayat 2 yang

    menyatakan Penyerahan barang di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan

    PPN.Hal ini berlaku untuk buku-buku baik yang diterbitkan sendiri oleh PT Indoprint

    maupun dari penerbit lain.

    13. Bagaimana jika ternyata ada buku yang tidak terjual kemudian dikembalikan olehtoko buku lain di Jakarta, Bandung, Bali, dan di Batam?

    Menurut penjelasan dari Pasal 1A ayat 1 huruf g UU PPN, jika BKP titipan tersebut

    tidak laku dijual dan diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha

    yang menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian

    BKP (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A. Pasal 5A ayat 1 UU PPN

    menyatakan bahwa PPN atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan

    dari PPN terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut. Menurut

    penjelasan ayat ini, pengembalian tersebut akan mengurangi Pajak Keluaran yang

    terutang oleh penjual, dan mengurangi:

    a. Pajak Masukan dari PKP pembeli, bila PM tersebut telah dikreditkan

    b. biaya atau harta PKP pembeli, bila PM tidak dikreditkan dan telah dibebankan

    sebagai biaya atau telah dikapitalisasi dalam harga perolehan harta tersebut; atau

    c. biaya atau harta bagi pembeli yang bukan PKP dalam hal pajak atas BKP yang

    dikembalikan tersebut telah dibebankan sebagai biaya atau telah dikapitalisasi dalam

    harga perolehan harta tersebut.

    Untuk dapat mengurangkan dari PPN terutang, pembeli diharuskan membuat dan

    menyampaikan "Nota Retur" kepada Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur

    Pajak tersebut, sebagaimana tertulis di KMK No. 987/KMK.04/1984 yang juga berlaku

    dalam hal penyerahan barang secara konsinyasi, sebagaimana tercantum dalam SE-

    28/PJ.3/1985.

    Nota Retur sebagaimana dimaksud dibuat oleh pembeli yang sudah mempunyai NomorPokok Wajib Pajak (NPWP), sepanjang NPWP tersebut tercantum dalam Faktur Pajak

    dari pembelian Barang Kena Pajak dan/atau Barang Mewah. Nota Retur sekurang-

    kurangnya mencantumkan :

    a. Nomor urut;

    b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak dan/atau Barang Mewah

    yang dikembalikan;

    c. Nama, alamat dan NPWP pembeli;

    d. Nama, alamat dan NPWP Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak ;

    e. Nama, Kuantum, harga dan harga jual Barang Kena Pajak dan/atau Barang Mewah

    yang dikembalikan;

    f. Pajak Pertambahan Nilai yang dikurangkan;g. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikurangkan;

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    27/40

    27

    h. Tanggal pembuatan Nota Retur;i. Tanda tangan dan nama terang pembeli;

    Nota Retur dibuat sekurang-kurangnya 2 (dua) lembar:

    - Lembar ke-1 : Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak;

    - Lembar ke-2 : untuk arsip pembeli.

    14. Bagaimana mekanisme pengenaan PPN atas diskon yang diberikan perusahaan

    kepada toko buku yang menjual buku terbitannya?

    Menurut Pasal 1 ayat 17 UU PPN, salah satu Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah

    Harga Jual, yang kemudian dijelaskan di dalam ayat 18 sebagai nilai berupa uang,

    termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena

    penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU ini dan potongan

    harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Oleh karena itu, perhitungan PPN yang

    dikenakan harus berdasarkan atas harga jual penuh, bukan harga setelah pengenaan

    potongan harga meskipun potongan harga tersebut tercantum di Faktur Pajak.

    15. Apakah perusahaan harus memungut PPN atas penjualan buku terbitan penerbitlain di toko bukunya?

    Selain atas buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama, serta atas

    penjualan buku di toko buku di Batam, PT Indoprint tetap memungut PPN atas penjualan

    buku dari penerbit lain di toko bukunya. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1A

    ayat 1 huruf a UU PPN dan penjelasannya yang menyatakan bahwa yang termasuk

    dalam pengertian penyerahan BKP adalah penyerahan hak atas BKP karena suatu

    perjanjian yang meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau

    perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. Oleh karena itu, atas

    penjualan buku terbitan penerbit lain di toko bukunya kepada konsumen dikenakan PPN

    karena merupakan penyerahan BKP, sesuai ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf a, dan PT

    Indoprint harus memungut PPN tersebut sesuai ketentuan Pasal 3A ayat 1.

    16. Apakah perusahaan dapat mengkreditkan PPN masukan atas pembelian semua

    mesinnya? Kapankah PPN masukan tersebut dapat dikreditkan?

    Tidak semua PPN Masukan atas pembelian mesin oleh perusahaan dapat dikreditkan. PT

    Indoprint dikukuhkan sebagai PKP pada tahun 2002. Menurut Pasal 9 ayat 8 huruf a,

    pengkreditan PPN Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk perolehan

    BKP atau JKP sebelum pengusahan dikukuhkan sebagai PKP. Oleh karena itu, atas

    pembelian 2 mesin cetak pada tahun 2000, PPN Masukan-nya tidak dapat dikreditkan.

    Atas pembelian 3 mesin cetak pada tahun 2003 dan 5 mesin cetak pada tahun 2007, PPN

    Masukan-nya dapat dikreditkan. Sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat 2b UU PPN, PPNMasukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9 UU PPN, yaitu persyaratan

    formal dan material.

    PPN Masukan dalam suatu Masa Pajak tersebut dapat dikreditkan dengan PPN Keluaran

    dalam Masa Pajak yang sama (Pasal 9 ayat 2 UU PPN). Namun, bila belum dikreditkan,

    PPN Masukan tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga)

    bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan

    sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).

    17. Apakah perusahaan harus memungut PPN atas penjualan mesin cetak bekas?

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    28/40

    28

    Pada umumnya, perusahaan tetap harus memungut PPN atas penjualan mesin cetakbekas, karena termasuk sebagai penyerahan BKP sesuai dengan Pasal 1A ayat 1 huruf e

    (BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

    diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.) Pasal 16D

    UU PPN kemudian menyebutkan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa

    aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP, kecuali ataspenyerahan aktiva yang PPN Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 9 ayat 8 huruf b dan huruf c, yaitu apabila perolehan BKP tersebut

    tidak punya hubungan langsung dengan kegiatan usaha (huruf b) atau dalam perolehan

    atau pemeliharaan kendaraan bermotor atau station wagon kecuali merupakan barang

    dagangan atau disewakan.

    Mesin yang dijual adalah mesin yang dibeli sebelum pengukuhan PT Indoprint menjadi

    PKP, sehingga PPN Masukannya tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 huruf a). Namun,

    meskipun PPN Masukannya tidak dikreditkan, PT Indoprint tetap harus memungut PPN

    atas penjualan mesin bekas tersebut, karena hal ini masih berada di luar pengecualian

    dalam Pasal 16D yang hanya mengecualikan kondisi dalam Pasal 9 ayat 8 huruf b danhuruf c saja, bukan seluruh penyerahan BKP yang PPN Masukan-nya tidak dapat

    dikreditkan.

    18. Adakah kewajiban terkait PPN atas pembangunan gudang yang dilakukan

    perusahaan?

    Atas kegiatan pembangunan gudang tersebut akan dikenakan PPN. Kegiatan ini

    dikategorikan sebagai kegiatan membangun sendiri. Dalam Pasal 16C UU PPN

    disebutkan bahwa PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan

    tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya

    digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Hal serupa juga tercantum dalam PMK No.

    163/PMK.03/2012.

    Peraturan ini juga kemudian menjelaskan lebih lanjut mengenai batasan dan tata cara

    pengenaan PPN untuk kegiatan ini. Bangunan yang dimaksud berupa satu atau lebih

    konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah

    dan/atau perairan dengan kriteria:

    a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,

    dan/atau baja;

    b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

    c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

    Tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 10% atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPPadalah sebesar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk

    membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Sehingga PPN terutang

    setiap bulannya adalah sebesar 10% dikalikan dengan 20% dikalikan dengan jumlah

    biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

    Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai

    pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Kegiatan

    membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan

    kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2

    (dua) tahun. Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri

    adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

    Selain itu, PPN Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiriini tidak dapat dikreditkan.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    29/40

    29

    19. Apakah ada kewajiban PPN terkait dengan pemberian buku untuk kegiatan amal

    dan pameran?

    Pemberian buku untuk kegiatan amal dapat dikategorikan sebagai penyerahan BKP

    sesuai dengan Pasal 1A ayat 1 huruf d, yaitu pemakaian sendiri dan/atau pemberian

    cuma-cuma atas BKP. Oleh karena itu, PT Indoprint wajib memungut PPN ataspenyerahan buku tersebut, kecuali atas penyerahan buku-buku pelajaran umum, kitab

    suci, dan buku pelajaran agama. Tarif yang dikenakan adalah 10% atas DPP berupa Nilai

    Lain, dalam hal ini untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

    Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor (PMK No.

    75/PMK.03/2010)

    Untuk penjualan buku dengan harga murah pada saat pameran, penjualan tersebut tetap

    dikenakan PPN dan PT Indoprint wajib memungutnya, kecuali untuk buku pelajaran

    umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama. Namun dalam hal ini, karena buku dijual

    dengan lebih murah, maka harga jual yang dipakai sebagai DPP PPN adalah sebesar

    harga jual baru yang tercantum dalam Faktur Pajak yang dibuat saat terjadinya penjualantersebut.

    20. Bagaimana mekanisme pengenaan PPN atas penyewaan ruangan yang dilakukan

    perusahaan?

    Penyewaan ruangan yang dilakukan PT Indoprint termasuk dalam pengertian penyerahan

    Jasa Kena Pajak (JKP), sehingga atas transaksi tersebut dikenakan PPN sesuai Pasal 4

    ayat 1 huruf c UU PPN. Tarif PPN yang dikenakan adalah 10% atas DPP PPN yaitu nilai

    sewa ruangan tersebut.

    Sesuai PMK No. 84/PMK.03/2012, penyerahan JKP terjadi pada saat:

    a. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau

    pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan

    prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;

    b. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada

    huruf a tidak diketahui; atau

    c. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian

    atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena

    Pajak.

    Faktur Pajak harus dibuat pada:

    a. saat penyerahan Jasa Kena Pajak;

    b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelumpenyerahan Jasa Kena Pajak; atau

    c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

    Untuk penyewaaan pertama kali, PPN dipungut pada saat Faktur Pajak dibuat sesuai

    ketentuan di atas. Dalam hal penyewa ingin menyewa kembali di periode berikutnya dan

    harus membayar sebesar 20% pada 2 bulan sebelum akhir periode berjalan, maka Faktur

    Pajak harus dibuat pada saat pembayaran sebesar 20% dari nilai sewa tersebut dibuat.

    Namun, besar DPP PPN tetaplah sebesar 100% atau nilai penuh dari nilai sewa ruangan

    tersebut karena hal ini tidak termasuk dalam penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    30/40

    30

    KASUS PPh KOMPREHENSIF PT TANI MAJUPT. TANI MAJU (Perusahaan) adalah perusahaan manufaktur sekaligus perdagangan alat

    dan produk pertanian yang didirikan pada tanggal 20 April 2003 dan berkedudukan di daerah

    Cikarang, Jawa barat. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena

    Pajak (NPPKP) perusahaan: 01.490.056.9.021.000. Pembukuan Perusahaan menggunakan BahasaIndonesia dan mata uang rupiah dengan metode akrual.

    Struktur kepemilikan Perusahaan adalah sebagai berikut:

    Nama Alamat Persentase

    Kepemilikan

    PT. Makmur Jaya Jl. Kalimantan No. 102, Jakarta 10340 40%

    Harahap Jl. Antasari No. 220, Jakarta 28%

    PT. Jaya Utama Jln. Thamrin No. 3, Jakarta 20%

    Ani Kusuma Jln. Aceh No. 180, Jakarta 12%

    PERMASALAHAN PERPAJAKAN PERUSAHAAN

    Doni merupakan Manajer Pajak baru di PT TANI MAJU. Sebelum memutuskan untuk

    menerima tawaran menjadi manajer pajak di PT TANI MAJU, DONI mendapatkan informasi awal dari

    Direktur Keuangan bahwa Perusahaan dalam 5 tahun terakhir secara rutin diperiksa oleh Kantor

    Pelayanan Pajak. Hasil dari setiap pemeriksaan pajak tersebut adalah adanya SKPKB PPh Badan yang

    menunjukkan bahwa Perusahaan selalu mengalami kurang bayar yang material untuk perhitungan

    PPh Badannya. Direktur Keuangan merasa bahwa adanya SKPKB PPh Badan selama 5 tahun berturut-

    turut tersebut menunjukkan bahwa terdapat permasalahan penanganan perpajakan di Perusahaan.

    Oleh karena itu, Direktur Keuangan berharap manajer pajak yang baru dapat mengindikasi

    permasalahan yang ada dan mencari solusi pemecahannya sehingga Perusahaan tidak lagi menerima

    SKPKB PPh Badan yang jumlahnya signifikan. Doni merasa tertantang dengan hal ini dan bersedia

    menerima pekerjaan sebagai Manajer Pajak di PT. TANI MAJU.

    Sebagai manajer yang baru, salah satu hal yang Doni coba pelajari adalah tentangpembagian tugas yang ada di Divisi Perpajakan. Terdapat 3 staf perpajakan yang membantu tugas

    Manajer Pajak, dimana pembagian tugasnya adalah satu orang bertugas mengurus pajak

    potong/pungut (withholding taxes) dan PPh Pasal 25, satu orang mengurusi PPN dan satu orang

    bertanggungjawab atas perhitungan PPh badan dan pajak yang lain. Tugas staf pajak mulai dari

    membuat dokumen pajak terkait dengan transaksi sampai dengan membuat laporan pajak dan

    menyimpannya sesuai dengan jenis pajak. Dokumen perpajakan disimpan oleh masing-masing staf

    pajak sesuai dengan pembagian tugasnya. Penyimpanan dokumen dilakukan masing-masing staf

    dengan cara yang menurut mereka masing-masing paling memudahkan dalam bekerja.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    31/40

    31

    DATA PERPAJAKAN PERUSAHAAN TAHUN 2010

    Terkait dengan perhitungan PPh badan tahun pajak 2010, Doni juga mulai mengumpulkan

    data-data yang dia rasa perlu dengan dibantu oleh staf yang bertugas untuk melakukan perhitungan

    PPh badan. Berikut adalah data-data yang berhasil dikumpulkan oleh stafnya tersebut:

    OMSET USAHA

    Besarnya penghasilan usaha yang dilaporkan dalam laporan laba rugi komersial Perusahaan

    tahun 2010 adalah Rp 4,4 Milyar. Berdasarkan SPT Masa PPN yang dilaporkan Perusahaan selama

    tahun 2010 terlihat:

    1. Omset Penjualan Dalam Negeri Rp 5 Milyar

    Omset Penjualan Ekspor Rp 0 Milyar

    2. Penjualan Dalam Negeri yang menggunakan Faktur Pajak Standar Rp 4,5 M

    Penjualan Dalam Negeri yang menggunakan Faktur Pajak Sederhana Rp 0,5 M

    3. Penjualan Dalam Negeri yang PPNnya dipungut sendiri Rp 3,5 M

    Penjualan Dalam Negeri yang PPNnya dibebaskan Rp 1 M

    Berikut adalah beberapa informasi lain terkait dengan omzet perusahaan tahun 2010:

    Pada bulan Desember 2009 Perusahaan melakukan penjualan alat pertanian senilai Rp 450

    juta yang sampai dengan akhir Desember 2009 belum diterima pembayarannya. Faktur

    pajak dibuat Perusahaan pada bulan Januari 2010.

    Pada bulan Desember 2010 Perusahaan melakukan penjualan produk pertanian yang

    PPNnya dibebaskan senilai Rp 200 juta yang sampai dengan akhir Desember 2010 belum

    diterima pembayarannya.

    Pada bulan Juli 2010 Perusahaan menggunakan sebagian persediaan produk pertanian yang

    dimilikinya senilai Rp 50 juta untuk ditanam di area kantor dan gudang Perusahaan.

    Pada tahun 2010 Perusahaan berperan serta mensukseskan Hari Lingkungan Hidup dengan

    menyumbangkan produk pertanian senilai Rp 100 juta kepada Pemerintah Daerah.

    BEBAN KARYAWAN

    Rincian dari beban karyawan berdasarkanGeneral Ledgeradalah sebagai berikut:

    Karyawan Tetap

    Gaji Rp 875 juta

    Lembur Rp 87,5 juta

    Tunjangan Transportasi Rp 50 juta

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    32/40

    32

    Bonus dan THR Rp175 juta

    PPh 21 Karyawan Rp 235 juta

    Makan Siang Rp 70 juta

    Biaya pengobatan Rp 120 juta

    Pakaian Seragam Rp 30 juta

    Dalam penghitungan PPh Badan, staf bagian pajak melakukan koreksi atas makan siang dan

    pakaian seragam. Menurut staf pajak tersebut, koreksi atas akun-akun ini sudah dilakukan

    Perusahaan sejak dahulu sehingga dia tetap melanjutkannya. Doni kemudian meminta informasi dari

    bagian akuntansi dan mendapatkan informasi bahwa makan siang hanya diberikan kepada karyawan

    bagian gudang sedangkan pakaian seragam diberikan kepada satpam yang menjaga gudang dan

    gedung kantor Perusahaan.

    Informasi mengenai remunerasi karyawan juga diperoleh dari perhitungan PPh 21 yang

    terdapat dalam SPT 1721. Berikut adalah daftar penghasilan yang dimasukkan dalam perhitungan

    PPh 21 perusahaan:

    Karyawan Tetap

    Gaji Rp 875 juta

    Lembur Rp 87,5 juta

    Tunjangan Transportasi Rp 50 juta

    Bonus dan THR Rp175 juta

    PPh 21 Karyawan tidak dimasukkan dalam perhitungan karena pajak ini dibayarkan langsung

    oleh Perusahaan ke kas negara. Biaya pengobatan juga tidak dimasukkan dalam perhitungan karena

    dibayarkan langsung oleh Perusahaan ke rumah sakit. Sedangkan alasan tidak memasukkan makan

    siang dan pakaian seragam dalam perhitungan PPh 21 karena merupakan natura bagi karyawan.

    BEBAN BUNGA

    Perusahaan mendapatkan pinjaman dari Bank ABC senilai Rp 2 Milyar. Tingkat bunga 10%

    selama 4 tahun. Jumlah yang dibayar pada tahun 2010 adalah sebesar Rp 700 juta dimana Rp 500

    juta merupakan pembayaran pokok pinjaman dan sisanya adalah bunga. Perusahaan mengakui

    keseluruhan beban bunga tersebut dalam perhitungan laba fiskalnya.

    Berdasarkan rekapitulasi SPT PPh Pasal 23 tahun 2010, tidak ditemukan pemotongan PPh

    pasal 23 atas pembayaran bunga kepada Bank ABC.

    BEBAN JASA KONSULTASI MANAJEMEN

    Pada tahun 2010 Perusahaan membayar beban jasa konsultasi manajemen kepada PT. Jaya

    Utama (pemegang saham) sebesar Rp 100 juta. Besarnya nilai konsultasi manajemen yang sama dari

    perusahaan lain adalah Rp 75 juta.

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    33/40

    33

    INFORMASI LAIN-LAIN

    1. Perusahaan memiliki rata-rata deposito selama tahun 2010 sebesar Rp 2 Milyar sedangkan rata-

    rata pinjaman yang dimiliki Perusahaan (pinjaman dari Bank ABC) senilai Rp 1,75 Milyar.

    2. Perusahaan tidak membagikan deviden pada tahun 2010 ini.

    3. Terdapat beberapa jenis biaya yang selalu dikoreksi oleh pemeriksa pajak yaitu:

    Beban perjalanan dinas, beban ini diberikan untuk pimpinan dan staf karyawan yangmelakukan perjalanan dinas secaralump sum.

    Beban sumbangan, dimana Perusahaan memberikan sumbangan kepadaperorangan/institusi yang memberikan proposal /meminta langsung ke perusahaan maupun

    sumbangan kepada korban-konban bencana nasional di Indonesia.

    4. Perusahaan seharusnya memiliki kredit pajak PPh Pasal 25. Namun, dokumen terkait dengan

    pajak ini belum berhasil ditemukan karena staf pajak yang mengurusi pajak ini cuti melahirkan

    selama 3 bulan.

    BAHAN DISKUSI :

    1. Menyangkut staf karyawan pajak, menurut Anda apakah ada yang perlu diperbaiki terkaitdengan pembagian tugas dan pekerjaan mereka?

    2. Menyangkut omset perusahaan:

    a. Apakah diperlukan koreksi fiskal atas penghasilan usaha yang dilaporkan dalam

    laporan laba rugi perusahaan? Jelaskan jawaban Anda!

    b. Jelaskan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan omset usaha perusahaan

    dalam laporan laba rugi dengan yang terdapat di dalam SPT PPN!

    c. Terkait pertanyaan (b), apakah tindakan yang harus dilakukan PT TANI MAJU?

    3. Terkait beban karyawan:

    a. Apakah perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban karyawan untuk

    menghitung laba fiskal? Jelaskan jawaban Anda!

    b. Berikan masukan Anda kepada perusahaan mengenai kewajiban perpajakan yang

    terkait dengan beban karyawan!

    4. Terkait beban bunga, apakah perusahaan melakukan kesalahan dalam pengakuan beban

    bunga untuk menghitung laba fiskal? Jelaskan jawaban Anda!

    5. Sehubungan dengan beban konsultasi manajemen, jelaskan apakah diperlukan koreksi atas

    beban konsultasi manajemen yang diakui perusahaan? Jelaskan jawaban Anda!

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    34/40

    34

    6. Sehubungan dengan beban-beban yang sering dikoreksi:

    a. Menurut pendapat Anda, apakah yang menyebabkan beban-beban tersebut dikoreksi

    oleh pemeriksa pajak selama ini?

    b. Jelaskan tindakan dan kebijakan apa yang harus diubah/dilakukan PT TANI MAJU

    untuk menjamin koreksi semacam itu tidak terjadi lagi?

    Soal 2

    Apakah diperlukan koreksi fiskal atas penghasilan usaha yang dilaporkan dalam laporan laba rugi

    perusahaan? Jelaskan jawaban Anda!

    Ya, memang perlu dilakukan koreksi fiskal atas penghasilan usaha yang dilaporkan

    perusahaan dalam laporan keuangan komersil. Seperti yang kita tahu bahwasanya laba menurutpajak dan laba fiskal sesuai laporan keuangan komersil memiliki perbedaan. Terdapat berbagai jenis

    beban yang pengakuannya berbeda. Hal ini didasarkan pada UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak

    Penghasilan. Selain itu, terkait dengan soal yang dibahas, perbedaan pengakuan nilai pendapatan

    terjadi antara menurut UU No.42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai.

    Omset 2010 5.000.000.000

    Sales (450.000.000)

    4.550.000.000

    PPN yg dibebaskan (200.000.000)

    4.350.000.000

    Pemkaian sendiri (50.000.000)

    4.300.000.000

    Sumbangan 100.000.000

    Revenue 2010 4.400.000.000

    Jelaskan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan omset usaha perusahaan dalam laporan

    laba rugi dengan yang terdapat di dalam SPT PPN!

    Perbedaan nilai omset usaha menurut laporan keuangan dan SPT PPN dikarenakan ada

    perbedaan waktu dan kategori pengakuan pendapatan (kategori Barang Kena Pajak atau Jasa Kena

    Pajak) sesuai dengan Pasal 4A UU No.42 Tahun 2009. Terkait dengan transaksi yang terjadi pada

    tahun 2012, terdapat beberapa di antaranya yang menyebabkan perbedaan nilai, yakni:

    a. Transaksi pertama senilai 450 juta rupiah terjadi pada Desember 2011 namun faktur pajak

    baru dibuat perusahaan saat Januari 2012. Sesuai dengan Pasal 13, faktur pajak dibuat saatpenerimaan pembayaran apabila terjadi sebelum penyerahan BKP/JKP. Faktur pajak inilah

  • 5/22/2018 KOMPILASI Kasus Pajak

    35/40

    35

    yang menjadi dasar bukti pengakuan pendapatan perusahaan menurut pajak. Sehingga yang

    terjadi adalah pendapatan atas transaksi tersebut diakui saat Januari 2012 bukan Desember

    2011.

    b. Transaksi kedua senilai 200 juta rupiah tidak mempengaruhi perbedaan nilai karena PPN-

    nya dibebaskan.

    c. Transaksi ketiga Senilai 50 juta rupiah membuat omset pada SPT PPN lebih tinggi. Pada

    Pasal 1A yang termasuk ke dalam BKP terdapat juga pemakaian sendiri dan/atau pemberian

    cuma-Cuma atas Barang Kena Pajak.

    d. Transaksi keempat senilai 100 juta rupiah juga membuat perbedaaan omset perusahaan

    karena di SPT PPN termasuk di dalamnya pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-

    Cuma atas Barang Kena Pajak.

    Daftar selengkapnya mengenai pendapatan seperti apa yang tergolongkan sebagai penyerahan

    BKP/JKP terdapat pada Pasal 1A UU No.42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai.

    Terkait pertanyaan (b), apakah tindakan yang harus dilakukan PT TANI MAJU?

    Sebenarnya PT Tani Maju sudah mengakui pendapatan sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku mengenai PPN. Sehingga PT Tani Maju tidak perlu lagi melakukan koreksi

    atas hasil perhitungannya. Terkait dengan SKPKB yang diterima, apabila jumlah kurang bayar

    tersebut berkaitan dengan PPN, perusahaan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Pajak.