KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Embed Size (px)

Citation preview

KOMUNIKASI TERAPEUTIKA.PengertianKomunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi. Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.A.FungsiTelah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah komunikasi yang berjenjang. Masing-masing jenjang komunikasi tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:1.Komunikasi IntrapersonalDigunakan untuk berpikir, belajar, merenung, meningkatkan motivasi, introspeksi diri.2.Komunikasi InterpersonalDigunakan untuk meningkatkan hubungan interpersonal, menggali data atau masalah, menawarkan gagasan, memberi dan menerima informasi.3.Komunikasi PublikMempengaruhi orang banyak, menyampaikan informasi, menyampaikan perintah atau larangan umum (publik).B.TujuanKomunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:1.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus asa dan depresi.2.Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan salingbergantung dengan orang lain.Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2000). Rogers (1974) dalam Abraham dan Shanley (1997) mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.3.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapaitujuan yang realistis.Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (1997) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.4.Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.D.Unsur-unsur Komunikasi TerapeutikSebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen, demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini disebut dengandecoding. Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan prosesencoding(transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.E.Prinsip Dasar Komunikasi TerapeutikKomunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini;1. Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip humanity of nurses and clients. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang bermartabat (Dult-Battey,2004).2. Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.3. Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.F.Hubungan Perawat dan Klien/HelpingRelationshipSalah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan helping relationship.Helping relationshipadalah hubungan yangterjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seoranghelper(perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:1.KejujuranKejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlaluhalussehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.2.Tidak membingungkan dan cukup ekspresifDalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.3.Bersikap positifBersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).4.Empati bukan simpatiSikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.5.Mampu melihat permasalahan dari kacamata klienDalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikapcaringsehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.6.Menerima klien apa adanyaSeoranghelperyang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.7.Sensitif terhadap perasaan klienSeorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.8.Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiriPerawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.G.Tahapan Komunikasi TerapeutikTelah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.1.Tahap Persiapan/Pra-interaksiDalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampu melakukanactive listening(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.3. Mengumpulkan data tentang klien.4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.2.Tahap Perkenalan/OrientasiTahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998).Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.3.Tahap KerjaTahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.4.Tahap TerminasiTerminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.Tugas perawat dalam tahap ini adalah:1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.H.Sikap Dalam Melakukan Komunikasi TerapeutikEgan (1998) dalam Kozier,et.al(2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :1.Berhadapan dengan lawan bicaraDengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (saya siap untuk anda).2.Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.3.Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicaraHal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).4.Pertahankan kontak mata, sejajar, dan naturalDengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.5.Bersikap tenangAkan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.PENUTUPKomunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga bagi dirinya sendiri.REFERENSIHilton. A.P.(2004).Fundamental Nursing Skills. USA: Whurr Publisher LtdKozier,et.al.(2004). Fundamentals of nursing ; concepts, process and practice Seventh edition.United States: Pearson Prentice HallPotter, P.A & Perry, A.G.(1993). Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice.Third edition.St.Louis: Mosby Year BookSears.M.(2004). Using Therapeutic Communication to Connect with Patients.http://www.NonviolentCommunication.comStuart, G.W & Sundeen S.J.(1995).Pocket guide to Psychiatric Nursing. Third edition.St.Louis: Mosby Year BookStuart, G.W & Sundeen S.J.(1995).Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year BookSuryani.(2005).Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGCTaylor, Lilis & LeMone.(1993).Fundamental of Nursing; the art and science of nursing care. Third edition. Philadelphia: Lippincot-Raven Publication

TAHAP TAHAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Dalam hubungan perawat klien ada 3 karakteristik penting : sharing perilaku, pikiran, dan perasaan

Perawat harus mampu:1.Melakukan penyingkapan diri2.Merencanakan bagaimana memfokuskan percakapan3.Apa topik yang dibicarakan (sudah tepat atau belum)4.Melibatkan pengalaman dengan topik yang dibicarakan5.Memperkirakan lamanya percakapan6.Mengakui kekurangan diri7.Mengakhiri percakapan dgn klien

Berbagai komponen tersebut dikembangkan oleh perawat dalam beberapa tahap yakni :1.Prainteraksi2.Orientasi3.Kerja4.Terminasi

1.PRAINTERAKSIDimulai sebelum kontak pertama perawat-klienTugas perawat : mengeksplorasi diriPada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:- Takut ditolak klien- Cemas karena merupakan pengalaman baru- Memperhatikan klien secara berlebihan- Meragukan kemampuan diri- Takut dilukai klien secara fisik- Gelisah melakukan komter- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan klien)?- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?

2.ORIENTASI dasar pengkajian keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan Tugas perawat pada fase ini :- Membangun trust- Memahami- Menerima- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :- Memperkenalkan diri perawat dan klien- Menyebutkan nama- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat klien serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang lain.- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan

3.KERJASelama fase ini- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

4.TERMINASI- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan- Saling tukar pikiran dan memori- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas prwt dlm tiap-tiap fase

Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.Menganalisa kemamp. & kekurangan diriMengumpulkan data klien (bila mungkin)Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuanMembangun trust, menerima, dan membuka komunikasiBersama-sama membuat kontrakMengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klienMengidentifikasi masalah klienMenetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitanMeningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapaiMengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.

Konsep Teori Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:1.Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010) Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.2. Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3. Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

4. Auskultasi Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:a.Kontrol infeksiMeliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.b.Kontrol lingkunganYaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien1.Komunikasi (penjelasan prosedur)2.Privacy dan kenyamanan klien3.Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)4.Berada di sisi kanan klien5.Efisiensi6.Dokumentasi

2.2.Tujuan Pemeriksaan FisikSecara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

2.3.Manfaat Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan2.4. IndikasiMutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien2.5. Prosedur pemeriksaan fisik Persiapana.Alat Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.b.Lingkungan Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klienc.Klien (fisik dan fisiologis)Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

A)Prosedur Pemeriksaan1. Cuci tangan2. Jelaskan prosedur3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.Posisi klien : duduk/berbaringCara : inspeksi1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)3. Jenis kelamin4. Usia dan Gender5. Tahapan perkembangan6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)9. Postur dan cara berjalan10. Bentuk dan ukuran tubuh11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.13. Dokumentasikan hasil pemeriksaanB)Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)Posisi klien : duduk/ berbaring1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)3. Nadia) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: b) Keteraturan= Normal : teraturc)Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba4.Pernafasana) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; b) Keteraturan= Normal : teraturc) Kedalaman: dalam/dangkald) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.C)Pemeriksaan kulit dan kukuTujuan 1) Mengetahui kondisi kulit dan kuku 2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.Persiapan 1) Posisi klien: duduk/ berbaring 2) Pencahayaan yang cukup/lampu 3) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaana. Pemeriksaan kulit\Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.b. Pemeriksaan kukuInspeksi: kebersihan, bentuk, dan warna kukuNormal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.Palpasi: ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.c.Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat berhadapan dengan klien

D)Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher1.Pemeriksaan kepalaTujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala b) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepalaPersiapan alat a) Lampu b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur PelaksanaanInspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)Palpasi: adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

2.Pemeriksaan wajahInspeksi: warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.Palpasi: nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahangNormal: tidak ada nyeri tekan dan edema.setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

3.Pemeriksaan mataTujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat a) Senter Kecil b) Surat kabar atau majalah c) Kartu Snellen d) Penutup Mata e) Sarung tanganProsedur PelaksanaanInspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.Tes Ketajaman Penglihatan Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:1). Visus sentralis. Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.a.visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi.(EM. Sutrisna, dkk, hal 21).b.virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.(EM. Sutrisna, dkk, hal 21).2). Visus perifer Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu: Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan. Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu). Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah. Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6. Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60. Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300). Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama. Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya x/y artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter.Pemeriksaan Pergerakan Bola MataPemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka MataTujuannyaadalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata: Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat. Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanEXOPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanESOPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPERPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPORPHORIA.Alat/sarana yang dipakai: Titik/lampu untuk fiksasi Jarak pemeriksaan : Jauh : 20 feet (6 Meter) Dekat : 14 Inch (35 Cm) Penutup/Occluder

Prosedur Pemeriksaan :1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.2. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di deteksi dengan jelas.3. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanEXOPHORIA.Exophoria dinyatakan dengan inisial =X (gambar D)5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanESOPHORIA.Esophoria dinyatakan dengan inisial =E(gambar C)6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPERPHORIA.Hyperphoria dinyatakan dengan inisial =X (gambar E)7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainanHYPOPHORIA.Hypophoria dinyatakan dengan inisial =X (gambar F)8. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.4.Pemeriksaan telingaTujuanMengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.Persiapan Alat a) Arloji berjarum detik b) Garpu tala c)Speculum telinga d) Lampu kepalaProsedur PelaksanaanInspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragusNormal: tidak ada nyeri tekan.setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Talaa.Pemeriksaan Rinne1.Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.2.Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.3.Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.4.Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.5.Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.6.Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.b.Pemeriksaan Webber1.Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan.2.Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .3.Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.4.Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut

5Pemeriksan hidung dan sinusTujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksiPersiapan Alat a) Spekulum hidung b) Senter kecil c) Lampu penerang d) Sarung tangan (jika perlu)Prosedur PelaksanaanInspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.Palpasi dan Perkusifrontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

6Pemeriksaan mulut dan bibirTujuanMengetahui bentuk kelainan mulutPersiapan Alat a) Senter kecil b) Sudip lidah c)Sarung tangan bersih d) KasaProsedur PelaksanaanInspeksi dan palpasi struktur luar: warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitisInspeksi dan palpasi strukur dalam: gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.Normal:gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi.Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap. Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah)setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.7Pemeriksaan leherTujuan a) Menentukan struktur integritas leher b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan c) Memeriksa system limfatikPersiapan Alat StetoskopProsedur PelaksanaanInspeksi leher:warna integritas, bentuk simetris.Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.Inspeksi dan auskultasi arteri karotis:lokasi pulsasiNormal:arteri karotis terdengar.Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid(nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.Auskultasi :bising pembuluh darah.Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

8Pemeriksaan dada( dada dan punggung)Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaringCara/prosedur:

A)System pernafasanTujuan : a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan, c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitusPersiapan alat a) Stetoskop b) Penggaris centimeter c) Pensil penadaProsedur pelaksanaanInspeksi: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edemaPalpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka tujuh-tujuh atau enam-enam sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.)Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)Normal: resonan (dug dug dug), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (bleg bleg bleg), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (deng deng deng), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B)System kardiovaskulerTujuan a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal d) Mendeteksi gangguan kardiovaskulerPersiapan alat a) Stetoskop b) Senter kecilProsedur pelaksanaanInspeksi :Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotisPalpasi:denyutanNormal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.Perkusi:ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.Auskultasi:bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

9Dada dan aksilaTujuan a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara b) Mendeteksi awal adanya kanker payudaraPersiapan alat a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)Prosedur pelaksanaan Inspeksi payudara: Integritas kulit Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena Inspeksi dan palpasi aksila:nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.10Pemeriksaan Abdomen (Perut)Posisi klien: BerbaringTujuan a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut b) Mendengarkan suara peristaltic usus c)Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.Persiapan a) Posisi klien: Berbaring b) Stetoskop c) Penggaris kecil d) Pensil gambar e) Bntal kecil f)Pita pengukurProsedur pelaksanaan Inspeksi: kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus. Auskultasi: suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta. Perkusi semua kuadran: mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya. Perkusi hepar: Batas Perkusi Limfa: ukuran dan batas Perkusi ginjal: nyeri Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =hipertimpani Palpasi semua kuadran(hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

11 Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)Tujuan :1. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian2. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.Alat :1. MeteranPosisi klien: Berdiri. duduk Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot. Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh. Palapasi:denyutan a.brachialis dan a. radialis .Normal: teraba jelasTes reflex:tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.Normal: reflek bisep dan trisep positifSetelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

12Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki) Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus ototNormal:simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh Palpasi: a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutanNormal: teraba jelas Tes reflex:tendon patella dan archilles.Normal: reflex patella dan archiles positif Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

13 Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomyTujuan:1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.3. Melakukan perawatan genetalia4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.Alat :1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya2. Sarung tanganPemeriksaan rectumTujuan :1. Mengetahui kondisi anus dan rectum2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal4. Memeriksa kangker rectal dllAlat :1. Sarung tangan sekali pakai2. Zat pelumas3. Penetangan untuk pemeriksaanProsedur Pelaksanaan1. Wanita:Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)Inspeksi vagina dan servik: integritas kulit, massa, pengeluaranPalpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massaPemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.2.Pria:Inspeksi dan palpasi penis:Integritas kulit, massa dan pengeluaranNormal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darahInspeksi dan palpassi skrotum:integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolanPemeriksaan anus dan rectum :feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.2.6.Evaluasi Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan. Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7. DokumentasiPerawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.Format SOAPIE, terdiri dari:1. Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien2. Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi oleh perawat.3. Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien4. Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien5. Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana6. Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.

Read more:PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOEhttp://nandarnurse.blogspot.com/2013/05/pemeriksaan-fisik-head-to-toe.html#ixzz33H7zWDy3Under Creative Commons License:AttributionFollow us:nHandar on Facebook