Kondisi Geologi Regional Di Indonesia Dan Kaitannya Dengan Penyebaran Sumber Daya Mineral Dan Energi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nnh

Citation preview

KONDISI GEOLOGI REGIONAL DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN PENYEBARAN SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI (MIGAS)DI JAWA BARAT

Diusulkan Oleh:

Deden Zaenudin M.(270110130125)GEOLOGI A

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARANSUMEDANG2014

BAB IPENDAHULUANIndonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam,Lempeng Pasifik Barat yang relatifbergerak ke arah baratlaut, dan LempengHindia yang bersatu denganLempeng Australia relatif bergerak ke arahutara (Hamilton, 1979). Hasil interaksi lempeng-lempeng tersebutmembentuk busur kepulauan dan busur vulkanisme di Indonesia yang berada di sepanjang jalur penunjaman.Pada tepi selatan Lempeng Eurasia terdapat POulau Jawa yang merupakan salah satu dari busurkepulauan hasilinteraksi lempeng-lempeng tersebut. Maka itu tatanan tektonik Jawa akan berpengaruh terhadapkondisi geologidari daerah Jawa Barat ini.Propinsi Jawa Barat yang terdiri atas Kabupaten dan Kotamadya, merupakan wilayah yang sangat luas dan memiliki potensi geologi yang sangat beragam, baik yang berupa sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat seperti sumberdaya mineral, energi (migas, panasbumi), air, maupun sumberdaya (potensi) kebencanaan, seperti gunungapi, tanah longsor, gempa, dll. Semua potensi tersebut harus dapat dikelola dengan baik dan benar untuk dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sertamenjadi sumber pemasukan bagi pemerintah daerah dalam rangka pembangunan kawasannya. Potensi kebencanaan juga jika di kelola dengan baik melalui program mitigasi dan sosialisasi akan potensi bencana kepada masyarakat disekitar lokasi rawan bencana, akan mengurangi jumlah kerugian yang ditimbulkan. Dalam hal sumberdaya khususnya mineral, baik yang logam maupun non logam, propinsi Jawa Barat juga cukup memiliki potensi yang sangat beragam. Sehingga pemerintah daerah khususnya dalam era otonomi saat ini harus bisa mengelola dengan baik potensi

BAB IIPEMBAHASANGeologi Regional 1. Fisiografi RegionalBemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi lima zona fisiografi yaitu Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bandung, Zona Bogor, Pegunungan Bayah dan Pegunungan Selatan (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (Bemmelen,1949)Martodjodjo (1984) membaginya menjadi empat blok yaitu Banten, Jakarta-Cirebon, Bogor dan Pegunungan Jawa Barat Selatan. Daerah Penelitian termasuk Pegunungan Bayah (Bemmelen, 1949, Basuki dkk, 1992), Milesi dkk 5 (1999) atau Blok Banten (Martodjodjo, 1984) yang menempati bagian tengah barat-Jawa Barat.Dari sudut pandang Tektonik Lempeng, pada zaman Tersier Jawa Barat Utara merupakan suatu cekungan belakang busur (foreland basin) dan busur magmatik (magmatic arcs) di bagian selatannya (Asikin, 1974, dan Hamilton, 1979). Daerah penelitian merupakan bagian dari busur magmatic (magmatic arc). Busur magmatik telah mengalami migrasi ke arah selatan sejak Zaman Kapur Atas, Miosen sampai Kuarter (Asikin, 1974).2. Stratigrafi RegionalDaerah penelitian termasuk ke dalam bagian Mandala Banten (Koesoemadinata, 1962), mandala ini sebenarnya tidak terlalu jelas, karena sedikitnya data yang diketahui. Batas timur Mandala Banten bertepatan dengan garis yang menghubungkan sisi timur kepulauan Seribu di Laut Jawa, menerus mengikuti sesar Cidurian di Jasinga serta menerus ke selatan di Pelabuhan ratu. Batas ini berupa sesar turun sejak Kala Miosen Tengah. Bentuk Pulau Jawa yang menyiku di Teluk Jakarta dan Pelabuhan ratu kemungkinan disebabkan oleh sesar Cidurian ini. Pada dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan yaitu beku dan batuan sedimen., dari tua ke muda stratigrafi regional adalah sebagai berikut:a) Formasi BayahNama Bayah diberikan terhadap batuan tertua di daerah Banten Selatan. Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu anggota konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota batulempung dengan lingkungan pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal dan anggota batugamping. Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada umumnya tidak menerus. Singkapan terluas di daerah Bayah, memanjang hampir sekitar 25 km dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai selatan Banten.b) Formasi CijengkolFormasi ini menutupi Formasi Bayah secara tidak selaras yang terbagi atas tiga anggota yaitu : Anggota batupasir berumur Oligosen Awal terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen epiklastika kasar dengan alas konglomerat. Anggota napal berumur Oligosen Awal-Akhir, bercirikan sedimen klastika halus dengan sisipan batubara, terendapkan pada lingkungan parilik-neritik. Anggota batugamping berumur akhir Oligosen Awal-Oligosen Akhir, bercirikan batugamping berselingan napal dan batulempung, terendapkan pada lingkungan neritik.Formasi ini seumur dan sebanding dengan Formasi Batuasih dan Formasi Rajamandala di Mandala Cekungan Bogor.c) Formasi CitareteFormasi Citarete terbagi atas : Anggota batugamping dibagian bawah berumur Miosen Awal bercirikan batugamping terumbu terendapkan pada lingkungan laut. Anggota tuf pada bagian atas terendapkan pada lingkungan litoral-darat, dicirikan oleh batuan epiklastik tufan.Formasi Citarete tertindih tidak selaras oleh Formasi Cimapag. d) Formasi CimapagFormasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas breksi atau konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut-darat. Anggota batugamping dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi. Anggota batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tufan di bagian atas formasi. Menindih ridak selaras satuan batuan yang lebih tua.e) Formasi SerawehBerumur antara Miosen Tengah, terbagi atas anggota batugamping di bagian bawah, yang terendapkan pada lingkungan laut, dicirikan oleh adanya batugamping terumbu. Anggota batulempung dibagian atas yang dicirikan oleh batuan klastika halus. Formasi ini tertindih selaras oleh Formasi Badui pada sedimentasi Mandala Banten. Mulai dari Formasi Sareweh sedimentasi Mandala Banten berbeda dengan Mandala Cekungan Bogor (Basuki, dkk 1994) (Gambar 2.3). Pada waktu yang sama di cekungan Bogor masih di dominasi oleh endapan aliran gravitasi dan lingkungan laut dalam.f) Formasi BaduiBerumur Miosen tengah, dicirikan oleh sedimen klastika kasar terendapkan pada lingkungan laut-darat. Formasi ini mempunyai anggota batugamping yang bercirikan perselingan batugamping dengan batulempung dan napal. Tetindih selaras oleh Formasi Bojongmanik.g) Formasi BojongmanikFormasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi atas tiga anggota yaitu anggota batulempung dicirikan oleh sedimentasi klastika halus dengan sisipan lignit, anggota batugamping dan anggota batupasir yang dicirikan sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit.h) Formasi CimanceuriFormasi ini berumur Pliosen Awal, dicirikan dengan sedimen klastika dengan adanya fosil moluska dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal litorial.Satuan termuda dari Mandala Banten adalah endapan tuf asam gunungapi muda.Pengendapan Gunung Pongkor dengan urutan batuan beku berumur Tersier, terdiri dari breksi tuf, tuf lapili dan intrusi andesit yang terbentuk bersamaan dengan breksi vulkanik secara luas. Diinterpretasikan secara korelasi stratigrafi dengan daerah Dome Bayah (Banten Selatan).Breksi tuf abu-abu kehijauan dengan fragmen andesit dan matriks tuf. Setempat breksi dijumpai dalam bentuk tuf dan tuf lapili. Pada urutan batuan vulkanik dijumpai batulempung hitam dengan ketebalan lebih dari 15 cm, memperlihatkan struktur sedimen laminasi bergelombang. Foraminifera yang terdapat dalam batulempung hitam menunjukan lingkungan laut, satuan ini terkorelasi dengan Formasi Andesit Tua pada Awal Miosen.Tuf lapili berwarna coklat sampai hijau, setempat dijumpa pada breksi. Satuan batuan ini terkorelasi dengan Formasi Cimapag pada Miosen Awal.Intrusi andesit terlihat pada bagian timur dan bagian barat dari area Gunung Pongkor. Berdasarkan korelasi intrusi, satuan intrusi andesit ini terkorelasi dengan Formasi Andesit Tua, Formasi Cimapag dan Formasi Bojongmanik (terdapat disebelah utara area Gunung Pongkor) dengan umur Miosen Tengah. Breksi terdapat di bagian timurlaut dari area Gunung Pongkor, terbentuk pada Plio-Plistosen, secara tidak selaras di atas Formasi Bojongmanik dan Satuan Andesit. Stratigrafi daerah Banten Selatan menurut Koesoemadinata (1962) ini dapat dikorelasikan dengan stratigrafi daerah Gunung Pongkor menurut Basuki (1992) (Tabel 2.1) seperti tabel berikut :Tabel 2.1 Korelasi Stratigrafi Daerah Gunung Pongkor dengan Daerah Banten Selatan (Basuki, dkk 1992)

3. Struktur Geologi RegionalTektonik Jawa Barat Utara pada Zaman Tersier merupakan suatu cekungan belakang busur (foreland basin) dan busur magmatic (magmatic arc) di bagian selatan. Selanjutnya busur magmatik ini mengalami migrasi ke arah selatan hingga Kuarter (Asikin, 1974). Daerah Bayah sendiri diperkirakan merupakan pertemuan antara Geoantiklin Jawa dengan Bukit Barisan Sumatera, sehingga terjadi struktur yang cukup komplit dan kemungkinan menyebabkan terjadinya deviasi arah struktur. Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengatakan bahwa pada dasarnya di Pulau Jawa ada 3 arah kelurusan struktur dominan (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Pola Umum Struktur di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo (1994))a) Arah pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang dinamakan dengan arah Meratus, diwakili oleh sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang dapat diikuti ke timurlaut sampai batas timur Cekungan Zaitin dan Cekungan Biliton. Pola singkapan batuan pra-Tersier di daerah Luk Ulo (Jawa Tengah) juga menunjukkan pola meratus.b) Pola struktur kedua yang dominan dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah utara-selatan dan dinamakan Pola Sunda, umumnya terdapat di bagian barat wilayah Jawa Barat. Di kawasan sebelah timur dari Pola Meratus, arah Utara-Selatan ini tidak terlihat. Pulunggono dan Martodjojo mengatakan bahwa sesar-sesar yang ada pada umumnya berpola regangan dan dari data seismik di lepas pantai Jawa Barat tepatnya di Cekungan Zaitun menunjukkan arah Sunda ini mengaktifkan Meratus pada umur Eosen Akhir-Oligosen Akhir, sehingga disimpulkan Pola Sunda lebih muda dari Pola Meratus.

4. Potensi sumber daya mineral logamInventarisasi potensi sumberdaya mineral logam di wilayah Jawa Barat telah dilakukan oleh berbagai institusi seperti Badan Geologi melalui Pusat Sumberdaya Geologi, Dinas Pertambangan Propinsi, Perguruan Tinggi, maupun beberapa institusi swasta. Berdasarkan jenis Komoditasnya, potensi mineral logam di Jawa Barat di bedakan atas : Emas; Perak; Tembaga; Seng; Timbal; Pasir besi; Mangan dan Pasir titan. Keberadaan sumberdaya tersebut tersebar di beberapa kabupaten di Jawa Barat, dan umumnya telah dan sedang dilakukan penambangan ataupun masih dalam tahap eksplorasi. Potensi sumberdaya emas adalah berupa endapan emas dan perak primer yang terdapat berasosiasi dalam bentuk urat-urat kuarsa yang terdapat pada batuan-batuan vulkanik yang berumur Miosen - Pleistosen. Potensi emas yang sedang di lakukan penambangan adalah di daerah Gunung Pongkor oleh PT. ANTAM, sedangkan potensi yang berada di daerah lain seperti Cianjur, Garut, Purwakarta, Sukabumi, Tasikmalaya, umumnya masih dalam tahap kegiatan eksplorasi untuk menentukan jumlah cadangan terukurnya, serta sebagian kecil lainnya dilakukan penambangan hanya dilakukan dalam skala kecil oleh KUD atau para PETI. Menurut data Badan Geologi, 201, Gunung Pongkor (Bogor) memiliki Sumberdaya (Tereka) emas 981.000 ton (bijih) sedangkan cadangan Terkira sebesar 2.182.000 ton bijih dan cadangan Terbukti 700.000 ton bijih dengan kadar emas berkisar antara 8 10,72 gram/ton. Bijih Perak sumberdayanya sebesar 258.000 (Tereka), 973.000 (Tertunjuk) dan 357.300 (Terukur) masing-masing dalam ton, sementara cadangan Terkira sebesar 1.446.000 ton bijih dan cadangan Terbukti sebesar 1.774.000 ton bijih dengan kadar berkisar antara 67,6 - 170,79 gram/ton. Sementara di Kabupaten Cianjur sumberdaya emas terdapat di daerah Cikondang, Cibeber Tenggara (Kecamatan Campaka dan Kecamatan Cibeber) serta di daerah Celak dan Cigadobras (Kecamataan Tanggeung) dengan sumberdaya Terukur sebesar 2.202 ton bijih dengan kadar 15 gram/ton. Kabupaten Purwakarta terdapat dua lokasi prospek logam emas yaitu di daerah Jatiluhur dan Gn. Subang. Sumberdaya Tertunjuk dan Terukur di daerah Jatiluhur masing-masing 12.000.000 dan 1.551.920 ton bijih dengan kadar emas 1 2 gram/ton sedangkan di daerah Gn. Subang sumberdaya Tereka sebesar 59.523 ton bijih dengar kandungan emas 8,4 gram/ton. Di Kabupaten Sukabumi, keterdapatan sumberdaya emas primer cukup tersebar seperti di daerahCijiwa (Palabuhan Ratu/Ciemas), sumberdaya Hipotetik sebesar 21.206 ton bijih dengan kadar Au = 5 gr/ton, Ag = 20 gr/ton; Cimandiri (Warung Kiara) sumberdaya Hipotetik sebesar 61.220 ton bijih dengan kadar Au=8,4 gr/ton; Ciracap (Ciemas) sumberdaya terukur sebesar 784.300 ton bijih dengan kadar Au=4,02 gr/ton, Ag=20,40 gr/ton; Desa Mekar Jaya, Ciemas, sumberdaya Tereka sebesar 1.594.285 ton bijih, Tertunjuk 281.800 ton bijih dan sumberdaya Terukur 148.153 ton bijih dengan kadar Au=16 gr/ton; Kebonkacang, Cigaru, sumberdaya Hipotetil sebesar 159.000 dan sumberdaya Terukur 28.441 ton bijih dengan kadar Au=0,1-2,45 gr/ton, Ag=1,0-373 gr/ton; Kampung Cibutun, Palabuhan Ratu, sumberdaya Tereka sebesar 84.000 ton bijih dengan kadar Au=6 gr/ton, Ag=59,4 gr/ton,Cu=1,65 gr/ton. Pb=4,06 gr/ton, Zn=3,25 gr/ton; Palabuhan Ratu, Kecamatan Palabuhan Ratu,dan Cikidang, sumberdaya Terukur 25000 ton bijih dengan kadar Au=0,12-35,4 gr/ton,Ag=0,25-22,1gr/ton. Sementara itu di Kabupaten Tasikmalaya emas terdapat di daerah Cineam sumberdaya Tertunjuk sebesar 7.789,5 ton bijih dan sumberdaya Terukur 56281,72 ton, daerah ini telah diusahakan/ditambang oleh masyarakat setempat melalui pengusahaan dalam bentuk KUD. Sedangkan di Kabupaten Garut, berdasarkan hasil kegiatan eksplorasi PT. Aneka Tambang, emas terdapat di daerah Prospek Papandayan yang terdiri atas Arinem- Bantarhuni, Cibeureum, Cihideung, Cijahe dan Cijaringo dengan perhitungan sumberdaya 4.457.000 ton dengan kadar rata-rata 2 gr/t dan 17,4 g/t. Di beberapa kabupaten lain seperti Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat juga telah diidentifikasi adanya potensi sumberdaya emas dan perak, akan tetapi belum ada data perhitungan yang menunjukkan jumlahnya. Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Badan Geologi, potensi sumberdaya mineral logam dasar seperti tembaga, seng , timbal dan pasir besi, titan serta mangan keterdapatannya masih sangat dan umumnya belum dilakukan penambangan secara besar. Umumnya hanya ditambang dalam skala kecil. Potensi tembaga, seng dan timbal di Kabupaten Bogor adalah di daerah Gunung Gede serta Gunung Limbung (Jasinga-Cigudeg). G. Gede (Jasinga, Cigudeg); sumberdaya tereka (bijih) 1.460.935 ton. Hasil analisis kimia menunjukkan kadar Cu = 0,1%, Au =