35
K2i DI PROVINSI RIAU TPK2-GUBRI 2003-2008 BAB IV KONDISI OBJEKTIF PROVINSI RIAU A. Geografis Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2002 tentang pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, maka Provinsi Riau telah menjadi dua Provinsi yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Dengan demikian dari 16 Daerah Kabupaten dan Kota, untuk Provinsi Riau tinggal 11 Kabupaten/Kota yang terdiri dari Kabupaten: Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Kuantan Singingi, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir serta Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Sebagai konsekuensi Riau terbagi menjadi dua Propinsi, membawa perubahan dalam luas wilayah yang dimiliki oleh Propinsi Riau maupun Propinsi Kepulauan Riau. Untuk Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan lautan/perairan, dengan luas lebih kurang 104.957.24 Km 2 (data sementara). Sedangkan seluas 29.991,04 Km 2 atau 19,99 % merupakan daerah lautan. Pulau-pulau yang berada di sepanjang perairan bagian timur yaitu Pulau Rupat – Pulau Bengkalis – Pulau Mendul – Pulau Serapung – Pulau Muda– Pulau Burung dan Pulau lainnya sangat potensial bagi pengembangan pertanian. Umumnya pulau – pulau tersebut kaya akan hutan bakau, perkebunan sagu rakyat dan kelapa, serta potensial untuk pengembangan budi daya perikanan. Sementara itu di daerah daratan terdapat 4 sungai yang mempunyai arti penting sebagai prasarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 km), Sungai Rokan (400 km), Sungai Kampar (400 km) dan Sungai Indragiri (500 km). Keempat sungai yang membelah dari daratan tinggi Bukit Barisan bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang laut.

KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

BAB IV

KONDISI OBJEKTIF PROVINSI RIAU

A. Geografis

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 25 Tahun 2002 tentang

pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, maka Provinsi Riau telah menjadi

dua Provinsi yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Dengan

demikian dari 16 Daerah Kabupaten dan Kota, untuk Provinsi Riau tinggal 11

Kabupaten/Kota yang terdiri dari Kabupaten: Indragiri Hilir, Indragiri Hulu,

Kuantan Singingi, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir serta

Kota Pekanbaru dan Kota Dumai.

Sebagai konsekuensi Riau terbagi menjadi dua Propinsi, membawa

perubahan dalam luas wilayah yang dimiliki oleh Propinsi Riau maupun

Propinsi Kepulauan Riau. Untuk Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan

lautan/perairan, dengan luas lebih kurang 104.957.24 Km2 (data sementara).

Sedangkan seluas 29.991,04 Km2 atau 19,99 % merupakan daerah lautan.

Pulau-pulau yang berada di sepanjang perairan bagian timur yaitu

Pulau Rupat – Pulau Bengkalis – Pulau Mendul – Pulau Serapung – Pulau

Muda– Pulau Burung dan Pulau lainnya sangat potensial bagi

pengembangan pertanian. Umumnya pulau – pulau tersebut kaya akan hutan

bakau, perkebunan sagu rakyat dan kelapa, serta potensial untuk

pengembangan budi daya perikanan.

Sementara itu di daerah daratan terdapat 4 sungai yang mempunyai

arti penting sebagai prasarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 km),

Sungai Rokan (400 km), Sungai Kampar (400 km) dan Sungai Indragiri (500

km). Keempat sungai yang membelah dari daratan tinggi Bukit Barisan

bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang laut.

Page 2: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Adapun batas-batas daerah Riau, adalah :

- Sebelah Utara dengan Selat Singapura dan Selat Malaka.

- Sebelah Selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala.

- Sebelah Timur dengan Laut Cina Selatan

- Sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi

Sumatera Utara

Sungai mempunyai arti penting bagi sebagian besar penduduk yang

berdomisili di sekitar daerah aliran sungai sebagai prasarana perhubungan,

sumber air bersih, sumber irigasi dan sumber air baku. Sejumlah sungai pada

saat sekarang sudah mengalami penurunan kualitas airnya, sebagai akibat

pencemaran dari pembuangan limbah industri.

Provinsi Riau beriklim tropis basah, yang di pengaruhi oleh musim

kemarau dan musin hujan. Rata-rata hujan pertahun 160 hari dengan rata-

rata suhu udara 23,4-33,4 derajat Celcius.

B. Penduduk dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk Riau

setelah pemekaran adalah sebesar 3.755.485 jiwa, dengan jumlah penduduk

usia kerja sebanyak 2.669.209 orang, dan jumlah angkatan kerja 1.590.902

orang. Dengan membandingkan hasil Sensus Penduduk tahun 1990, maka

dapat dihitung pertumbuhan penduduk rata-rata pada periode tersebut

sebesar 3,28 %, penduduk usia kerja kerja 2,80 % dan angkatan kerja 4,50

%.

Berdasarkan asumsi di atas, maka jumlah penduduk Provinsi Riau di

tahun 2004 sebanyak 4.272.981 jiwa, jumlah penduduk usia kerja sebanyak

2.943.334 orang dan jumlah angkatan kerja sebesar 1.908.752 jiwa, sehingga

perbandingan antara jumlah penduduk dengan penduduk usia kerja 68,88 %

dan antara penduduk usia kerja dengan angkatan kerja 64,85 %. Pada tahun

2008 jumlah penduduk Provinsi Riau diperkirakan akan mencapai 4.861.786

Page 3: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

jiwa, jumlah penduduk usia kerja sebanyak 3.328.296 orang dan angkatan

kerja sebanyak 2.276.222 orang. Perbandingan antara jumlah penduduk

dengan jumlah tenaga kerja pada tahun 2008 adalah sebesar 68,46 %.

Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2004 yang besarnya

68,88 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertambahan jumlah tenaga kerja

akan lebih kecil dibandingkan dengan pertambahan penduduk, kurun waktu

tahun 2004 – 2008 pertambahan angkatan kerja sebagai akibat tingginya

angka migrasi. Perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan jumlah

angkatan kerja tahun 2008 adalah 68,39 %. Angka ini lebih tinggi dari tahun

2004 sebesar 64,85 %, artinya pertambahan angkatan kerja lebih besar dari

pertambahan tenaga kerja, sehingga akan menambah jumlah pencari kerja

di Provinsi Riau selama periode tahun 2004 sampai tahun 2008.

C. Kesempatan Kerja dan Pengangguran

Kesempatan kerja dan peluang lapangan pekerjaan menurut lapangan

usaha dapat diketahui dari jumlah penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja

menurut lapangan usaha (sektor). Berdasarkan BPS Provinsi Riau tahun

2003, kesempatan kerja sebesar 1.599.004 orang. Jika data di atas dijadikan

sebagai pedoman, maka kesempatan kerja di tahun 2004 menjadi 1.678.993

orang dan pada tahun 2008 akan naik menjadi 2.039.727 orang, dengan rata-

rata pertambahan 4,90 %. Angka pertambahan ini dihitung dari tahun 2003

sampai dengan tahun 2008. Dengan peningkatan kesempatan kerja rata-rata

4,90 % pertahun, dan pertambahan angkatan kerja 4,50 %, maka dapat

diperkirakan tingkat pengangguran di Provinsi Riau. Tingkat pengangguran

terbuka tahun 2003 sebesar 14,23 %, angka ini diharapkan menurun secara

bertahap sehingga pada tahun 2008 menjadi 11,59 %.

Tabel : Jumlah Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2003 – 2008

No

Sektor 2003 2004 2005 2006 2007 2008Pert.(%)

Page 4: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

1 Pertanian 891.259 935.822 983.613 1.031.744 1.083.331 1.134.497 5,00

2 Industri 87.144 93.680 100.306 108.259 116.378 125.106 7,50

3 Perdagangan

257.610 267.914 278.631 289.776 301.367 313.421 4,00

4 Jasa 148.315 153.506 158.879 164.439 170.195 176.152 3,50

5 Sektor Lain 214.675 228.071 242.071 257.422 273.485 290.551 6,24

Jumlah 1.599.004 1.678.993 1.762.731 1.851.640 1.944.756 2.039.727 4,90

Penduduk(jiwa)

4.137.278 4.272.981 4.413.135 4.557.885 4.707.384 4.861.786 3,28

Pddk Usia

Kerja (jiwa)

2.903.900 2.943.334 3.024.941 3.126.709 3.231.755 3.328.296 2,77

Angkatan Kerja(jiwa)

1.826.557 1.908.752 1.994.646 2.084.405 2.178.203 2.276.222 4,50

PengangguranTerbuka (%)

14,23 13,68 13,16 12,57 12,00 11,59 -

Sumber : Tahun 2003 BPS Provinsi Riau, Tahun 2004 – 2008 Data Olahan

Adapun persentase penduduk menurut lapangan usaha (sektor)

berdasarkan BPS Provinsi Riau tahun 2003 adalah di sektor pertanian

891.259 orang, tahun 2008 sebanyak 1.134.497 orang. Keadaan ini masih

menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan penduduk masih terkonsentrasi

pada sektor pertanian yaitu tahun 2003 sebanyak 55,74 %, dan akhirnya

pada tahun 2008 menjadi 55,62 %, dan akan terjadi peningkatan

produktifitas setiap tenaga kerja dari tahun 2004 ke tahun 2008 yaitu dari Rp

10.769.075,37 menjadi Rp 11.223.681,17. Keadaan ini lebih memerlukan

kebijaksanaan yang tepat dan terpadu sehingga pada tahun 2008,

produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian dan sektor lain akan meningkat.

Sementara persentase penduduk di sektor industri tahun 2003

sebanyak 87.544 orang atau 5,45 %, tahun 2008 diperkirakan akan mencapai

175.106 orang atau 6,13 %. Bertambahnya jumlah penduduk yang hidup di

sektor industri ternyata tidak meningkatkan produktifitas tenaga kerja di

sektor ini, yaitu pada tahun 2003 produktifitas tenaga kerja sebesar Rp

32.775.635,73 dan di tahun 2008 diprediksi produktifitas tenaga kerja di

sektor industri menjadi Rp 29.327.770,05, tetapi dengan kebijakan

Page 5: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada ekonomi kerakyatan, angka

ini mungkin saja dapat meningkat.

Penduduk yang bekerja di sektor perdagangan pada tahun 2003

sebanyak 257.610 orang dan pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak

313.421 orang atau dalam persentase sebanyak 16,11 % tahun 2003,

sedangkan tahun 2008 adalah 15,36 %. Produktifitas setiap tenaga kerja

tahun 2003 adalah Rp 14.211.482,47, untuk tahun 2008 diharapkan

produktifitas tenaga kerja akan meningkat menjadi Rp 15.732.289,80. Untuk

lebih jelasnya jumlah penduduk yang bekerja pada setiap sektor dapat dilihat

pada table berikut ini.

Tabel 4.6 : persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Lapangan

Usaha Tahun 2003 - 2008

No Sektor 2003 2008

1 Pertanian 55,74 55,62

2 Industri 5,45 6,13

3 Perdagangan 16,11 15,37

4 Jasa 9,28 8,64

5 Lainnya 13,42 14,24

Jumlah 100,00 100,00

Sumber : Data Olahan

D. Distribusi Pendapatan

Pola distribusi pendapatan di Provinsi Riau untuk tahun 2004 tergolong

distribusi yang relatif merata yaitu :

a. 40% penduduk yang berpenghasilan rendah telah menerima 23,04 %.

b. 40% penduduk yang berpenghasilan menengah telah menerima

40,42%.

c. 20% penduduk yang berpenghasilan tinggi telah menerima 36,54 %.

Page 6: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Walaupun pola distribusi pendapatan di Provinsi Riau tergolong

merata dengan Indeks Gini sebesar 0,327, namun untuk tahun 2008 pola

distribusi pendapatan di dalam masyarakat perlu diikuti secara cermat,

karena ada beberapa hal yang memerlukan perhatian dalam menentukan

kebijakan khususnya menyangkut dengan pola distribusi pendapatan dalam

masyarakat untuk tahun 2008, yaitu : Penguasaan aset produktif yang tidak

seimbang antara BUMN dan perusahaan besar swasta dengan koperasi,

usaha kecil menengah; terdapat sekitar 684.328 unit usaha koperasi usaha

kecil menengah yang hanya menguasai aset produktif senilai Rp 10,29 triliun

atau 97,33 % dari jumlah unit usaha hanya menguasai aset produktif sebesar

36,62 %. Sedangkan sebanyak 47.762 perusahaan besar yang berbentuk

BUMN dan perusahaan swasta telah menguasai aset sebagai berikut :

a. Aset produktif sebanyak Rp 17,72 triliun atau 6,27 % unit usaha telah

menguasai aset produktif sebesar 63,38 %.

b. Terjadinya perbedaan yang sangat besar tingkat produktifitas tenaga

kerja di antara berbagai sektor. Pada tahun 2004 produktivitas tenaga

kerja di sektor industri yang tertinggi dengan rata-rata sebesar Rp

30.488.898,38, di sektor perdagangan sebesar Rp 13.651.760,81 dan

di sektor pertanian hanya berkisar sebesar Rp 7.180.764,72. Jadi

perbedaan produktifitas setiap tenaga kerja di sektor industri dengan

sektor pertanian berbanding antara 1 dengan 4, dan antara sektor

industri dengan perdagangan 1 berbanding 2, dan antara sektor

perdagangan dengan sektor pertanian 1 berbanding 2. Pada tahun

2008, produktifitas tenaga kerja sektor industri sebesar Rp

29.327.770,05, sektor perdagangan Rp 15.656.808,45 dan pertanian

Rp 7.520.573,68. Jadi perbandingan tingkat produktifitas antara sektor

industri dengan sektor pertanian adalah tetap 1 dengan 4, antara

sektor industri dengan sektor perdagangan adalah 1 berbanding 2,

perbandingan ini sama dengan tahun 2004, antara sektor

perdagangan dengan sektor pertanian 1 berbanding 2. Pada tahun

2008 produktivitas tenaga kerja di sektor industri menurun sedikit yaitu

Page 7: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

sebesar Rp 29.327.770,05, untuk sektor perdagangan Rp

15.656.808,45 dan sektor pertanian Rp 7.520.573,68. Perbedaan

tingkat produktivitas akan mengakibatkan terjadinya perbedaan tingkat

pendapatan antar sektor dan sekaligus menghalangi mobilitas tenaga

kerja antar sektor dan akhirnya menimbulkan pola distribusi

pendapatan yang semakin tidak merata.

Untuk meningkatkan produktifitas setiap angkatan kerja di sektor

pertanian setidak-tidaknya harus menjadi 1 dibanding 3 dengan sektor

industri memerlukan kebijakan yang mendasar, disamping

menerapkan teknologi tepat guna dalam meningkatkan produksi di

sektor pertanian. Hal ini berarti perlu adanya intervensi pemerintah,

khususnya dalam distribusi aset produktif seperti pemilikan lahan

untuk setiap keluarga petani. Berdasarkan hasil pengamatan

sementara pada tahun 2000 kondisi pemilikan lahan oleh keluarga

petani adalah sebagai berikut :

1) 213.400 keluarga petani memiliki lahan lebih dari 2 hektar .

2) 480 .150 keluarga petani memiliki lahan kecil dari 2 hektar.

3) 373.450 keluarga petani disamping memiliki lahan kurang dari 2

hektar juga bertindak sebagai buruh tani dan petani penggarap.

Pada sub sektor perkebunan juga terjadi ketidakseimbangan

komposisi areal perkebunan. Pada tahun 2002 areal perkebunan

didominasi oleh perkebunan kelapa sawit sebanyak 1.211.483 hektar

dengan jumlah produksi 2.114.861 hektar per ton atau 73,85 % dari

jumlah produksi perkebunan di Provinsi Riau. Sebagian besar pemilik

areal perkebunan tersebut adalah badan usaha milik negara dan

perusahaan besar swasta dan sebagian lagi oleh peserta perkebunan

inti rakyat. Pada sub sektor kehutanan berdasarkan RTRW Provinsi

Riau yang telah ditetapkan dan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun

1994, terdapat 29,62 % areal hutan yang merupakan arahan untuk

pengembangan kawasan kehutanan (2.801.170 hektar) dan 47,96 %

Page 8: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

dari are al hutan (4.534.797 hektar) merupakan kawasan

pengembangan per-kebunan, transmigrasi, pemukiman dan

penggunaan lain yang sebagian besar telah dikonversi. Dengan

demikian diharapkan kabupaten/kota dalam mengatur alokasi lahan

tetap mengacu pada RTRW Provinsi Riau tersebut sehingga setiap

kawasan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan kondisi di

atas untuk meningkatkan produktifitas angkatan kerja di sektor per-

tanian, merupakan hal yang cukup berat. Untuk itu diperlukan

kebijaksanaan yang mendasar tidak saja di tingkat provinsi tetapi juga

pada tingkat kabupaten dan kota, antara lain redistribusi pemilikan

lahan, terutama tanah-tanah konsesi yang sudah habis masa

berlakunya. Disamping itu perlu adanya usaha peningkatan sumber

daya manusia untuk penerapan teknologi pertanian, penanganan

pasca panen dan pemasaran hasil produksinya.

Tidak meratanya sumbangan kabupaten/kota terhadap

pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, menunjukkan bahwa di antara

kabupaten/kota juga terjadi perbedaan pertumbuhan yang cukup

tajam, khususnya di tahun 2004. Seandainya ekonomi Provinsi Riau

mendapat kontribusi dari 11 kabupaten dan 2 kota masing-masing

9,10 % saja, maka pembangunan Provinsi Riau akan lebih merata dan

lebih adil. Tetapi kenyataannya tidak semua kabupaten dan kota yang

mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Riau sebesar

9,10 %.

c. PDRB Provinsi Riau yang berada diatas 9,10 % adalah Indragiri Hilir

14,45 %, Kota Pekanbaru 25,00 % dan Kabupaten Bengkalis 10,70 %.

Sedangkan 1 kota dan 9 kabupaten lain sumbangannya dalam

persentase PDRB rata-rata di bawah 9,10 % bahkan ada yang hanya

4,14 % (Kabupaten Rokan Hulu), 4,45 % (Kabupaten Pelalawan), dan

5,40 % (Kabupaten Kuantan Singingi). Berdasarkan ketiga hal di atas

maka dalam tahun 2004 – 2008, perlu diambil berbagai kebijaksanaan

untuk memberdayakan pelaku ekonomi dari koperasi – usaha kecil

Page 9: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

menengah, sehingga berperan dalam perekonomian daerah Provinsi

Riau dan menguasai asset produktif yang lebih realistis.

Dengan mempertimbangkan ketiga sektor di atas, dan dengan

mengharapkan pertumbuhan Provinsi Riau tahun 2004 - 2008 sebesar 6,63

%, laju pertumbuhan penduduk 3,73 % dan pertumbuhan angkatan kerja 4,50

%, maka pola distribusi pendapatan menurut golongan di dalam masyarakat

Provinsi Riau di tahun 2008 adalah sebagai berikut :

a. 40 % penduduk yang berpenghasilan rendah akan menerima 24,33 %.

b. 40 % penduduk yang berpenghasilan menengah akan menerima 41,80

%.

c. 20 % penduduk yang berpenghasilan tinggi akan menerima 33,81 %.

d. Besarnya Indeks Gini : 0,309.

Tabel 4 : Pola Distribusi Pendapatan Provinsi Riau Tahun 2003 – 2008

2003 2008Kelompok persentase

PendapatanpersentasePendapatan

40 % penduduk berpenghasilan rendah 23,04 24,33

40 % penduduk berpenghasilan sedang 40,42 41,86

20 % penduduk berpenghasilan tinggi 36,54 33,81

Indeks Gini Ratio 0,327 0,309

Sumber : Data Olahan

E. Sosial Budaya

Sosial Budaya (social-culture) Riau ditandai dengan ciri khas

sebagaimana tersirat pada lambang Provinsi Riau yaitu Lancang Kuning yang

melambangkan kepahlawanan rakyat Riau berdasarkan kebijakan dan

kebenaran. Kemudian secara filosofis lebih dari 500 tahun silam Laksemana

Hang Tuah mengatakan : “Tuah Sakti Hamba Negeri, Esa Hilang Dua

Terbilang, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Tak Melayu Hilang di Bumi ”.

Page 10: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Pepatah tersebut mengandung makna yang teramat dalam, yang intinya

mengamanahkan : Melayu yang bertuah adalah Melayu yang memiliki nilai-

nilai luhur sebagai jati dirinya, yang dapat mengangkat harkat dan martabat

beserta marwahnya dan mengabdi untuk kepentingan nusa dan bangsanya,

yang dilandasi dengan keimanan dan semangat pantang menyerah. Nilai-nilai

luhur dan jati diri terpuji yang dimaksud merupakan landasan etika sosial

Melayu yang harus diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian

kebudayaan Melayu yang sarat dengan nilai luhur dan mulia itu dapat terus

hidup dan berkembang sepanjang zaman.

Selain itu, dalam seni budaya terdapat pula beberapa macam

kesenian antara lain : tari Mak Yong, tari Mendu, tari Zapin, tari Debus, tari

Rentak, tari Rentak Bulian dan tari Tandak Riau. Beberapa peninggalan

bersejarah yang menggambarkan kebudayaan yang hidup di Riau antara lain

: Candi Muara Takus, Puri Yang di Pertuan Muda peninggalan Kerajaan

Melayu Riau di Pulau Penyengat, Prasasti Pasir Panjang di Pulau Karimun,

Kompleks Istana Sultan Siak Sri Indrapura yang dibangun tahun 1832.

Selanjutnya, berbagai suku asli yang ada di Riau antara lain : Suku

Melayu, Suku Anak Dalam, Suku Sakai, Suku Talang Mamak, Suku Bonai

dan Suku Laut.

F. Struktur Perekonomian Provinsi Riau

1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Perencanaan ekonomi makro provinsi Riau untuk tahun 2004 – 2008

disusun berdasarkan hasil evaluasi ekonomi makro provinsi Riau periode

tahun 1998 – 2003. Dengan demikian landasan tahun yang digunakan

adalah tahun 2004, sebagai akhir pelaksanaan RENSTRA sebelumnya.

Dalam perencanaan ekonomi makro ini, akan menyorot beberapa indikator

ekonomi makro yang akan mempengaruhi perekonomian provinsi Riau lima

tahun ke depan, antara lain PDRB atas dasar harga berlaku, distribusi

persentase PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, pertumbuhan

Page 11: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

ekonomi dan pertumbuhan sektor-sektor pada periode tahun 2004 – 2008.

Selain itu juga akan dikemukakan variabel makro ekonomi lainnya seperti

kesempatan kerja, penduduk usia kerja, angkatan kerja dan tingkat

pengangguran. Hal penting lainnya adalah distribusi pendapatan yang erat

kaitannya dengan distribusi pendapatan di antara golongan masyarakat

yang menyangkut dengan tingkat kemiskinan relatif. Semua uraian-uraian di

atas adalah untuk menggambarkan langkah-langkah kongkrit dalam

mencapai visi provinsi Riau tahun 2020.

PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2004 diperkirakan sebesar Rp

26.285,92 milyar, angka ini meningkat rata-rata 17,02 % jika dibandingkan

dengan tahun 2001. Sumbangan sektor yang terbesar masih pada sektor

pertanian sebesar Rp 9.118,92 milyar atau 34,69 %, kemudian disusul oleh

sektor perdagangan sebesar Rp 5.343,26 milyar atau 20,33 %. Sedangkan

sektor yang lainnya sebesar Rp 11.823,74 milyar atau 44,98 %. Hal ini

meng-ungkapkan bahwa pada tahun 2004 sekitar 55,02 % PDRB atas

dasar harga berlaku Provinsi Riau disumbangkan oleh sektor perdagangan

dan pertanian. Pada tahun 2008 jumlah PDRB atas dasar harga berlaku

sebesar Rp 49.717,14 milyar atau naik rata-rata 17,27 % dibandingkan

dengan tahun 2004. Sumbangan sektor yang paling besar adalah masih

sektor pertanian sebanyak Rp 16.347,05 milyar atau 32,88 % dan sektor

perdagangan Rp 10.802,47 milyar atau 21,73 %, sehingga peranan kedua

sektor ini menjadi 54,61 %. Angka ini menurun sedikit jika dibandingkan

dengan tahun 2004 sebesar 55,02 %. Sedangkan sumbangan sektor

lainnya 45,39 % lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2004. Menurunnya

peranan sektor pertanian dan perdagangan lebih didominasi oleh turunnya

peranan sektor pertanian yaitu dari 34,69 % menjadi 32,88 % dan peranan

sektor perdagangan sedikit meningkat dari 20,33 % menjadi 21,73 %.

Menurunnya peranan sektor pertanian karena adanya peningkatan peranan

sektor perdagangan dan sektor lainnya, khususnya sektor jasa.

Tabel 4.1 : PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2008 (Milyar Rupiah)

Page 12: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

No Sektor 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah

1 Pertanian 9.118,92 10.549,72 12.206,47 14.125,05 16.347,05 62.347,21

2 Pertambangan 422,70 505,44 623,14 722,14 864,58 3.138,00

3 Industri 2.728,24 3.155,17 3.671,30 4.070,94 4.602,49 18.188,14

4 Listrik 224,15 267,00 318,23 379,59 453,12 1.642,09

5 Bangunan 1.871,74 2.226,76 2.493,55 2.920,19 3.710,50 13.222,74

6 Perdagangan 5.343,26 6.424,03 7.697,04 9.221,12 10.802,47 39.487,92

7 Pengangkutan 1.706,84 2.018,34 2.387,32 2.864,47 3.389,53 12.366,50

8 Keuangan 1.475,45 1.689,24 1.956,48 2.267,27 2.628,71 10.017,15

9 Jasa 3.394,62 4.051,74 4.842,95 5.795,61 6.918,69 25.003,61

PDRB 26.285,92 30.847,44 36.196,48 42.366,38 49.717,14 185.413,36

Sumber : Diolah dari data PDRB dan BPS Provinsi Riau

2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 dimaksudkan adalah

untuk menghilangkan pengaruh inflasi dari tahun 2000 sampai dengan

tahun 2008, dengan menggunakan indeks implisit, sehingga PDRB atas

dasar harga konstan tahun 2000 merupakan PDRB secara nyata.

Jika pada tahun 2004 PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000

sebesar Rp 19.670,33 milyar dan pada tahun 2008 akan mencapai Rp

25.547,59 milyar atau meningkat rata-rata 6,63 %, dengan sumbangan

yang terbesar tahun 2004 adalah sektor pertanian sebanyak Rp 6.728,34

milyar atau 34,21 % dan sektor kedua adalah perdagangan Rp 3.661,02

milyar atau 18,61 % dan sektor industri Rp 2.856,20 milyar atau 14,52 %.

Dengan demikian PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 Provinsi

Riau pada tahun 2004 sebesar 67,34 % PDRB disumbangkan oleh ketiga

sektor utama tersebut, sehingga peranan sektor lain hanya 32,66 %.

Pada tahun 2008 PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 berjumlah

Rp 25.547,59 milyar, sumbangan yang terbesar masih pada sektor

pertanian sebanyak Rp 8.554,63 milyar atau 33,49 %, sektor perdagangan

Rp 4.930,83 milyar atau 19,30 % dan sektor industri Rp 3.669,08 milyar

atau 14,36 %, sehingga peranan ketiga sektor tersebut menjadi 67,15 %,

dan sumbangan sektor-sektor lainnya 32,85 %. Berkurangnya peranan

Page 13: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

ketiga sektor ini, berpengaruh terhadap penyerapan tambahan angkatan

kerja setiap tahun, karena kebijakan yang dijalankan adalah pembangunan

ekonomi yang berbasiskan kerakyatan maka diharapkan terjadinya

distribusi asset yang mengutamakan golongan ekonomi menengah, kecil

dan koperasi.

Tabel 4.2 : PDRB Provinsi Riau Atas Dasar Harga Konstan Tahun2000 Tahun 2004 – 2008 (Milyar Rupiah)

No Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian 6.728,34 7.156,72 7.497,78 8.043,42 8.554,63

2 Pertambangan 518,27 544,30 596,71 644,19 692,77

3 Industri 2.856,20 3.039,19 3.236,05 3.445,57 3.669,08

4 Listrik 152,44 161,79 171,55 181,77 192,63

5 Bangunan 1.474,28 1.580,61 1.682,90 1.804,26 1.935,17

6 Perdagangan 3.661,02 4.156,07 4.246,17 4.574,88 4.930,83

7 Pengangkutan 1.370,74 1.458,97 1.557,39 1.658,06 1.768,70

8 Keuangan 1.061,93 1.139,84 1.222,19 1.313,67 1.410,43

9 Jasa 1.847,11 2.019,41 2.136,09 2.261,08 2.393,35

PDRB 19.670,33 21.256,90 22.346,83 23.926,90 25.547,59

Sumber : Diolah dari data PDRB dan BPS Provinsi Riau

3 Distribusi PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi

persentase distribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000,

pada hakekatnya merupakan bentuk struktur perekonomian dari tahun 2004

- 2008, karena menggambarkan peranan atau sumbangan setiap sektor

pada PDRB yang dimaksud. Disamping itu juga dapat memberikan

gambaran perkiraan laju pertumbuhan ekonomi maupun laju pertumbuhan

setiap sektor.

Tabel : Distribusi persentase PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun2000 dan Perkiraan Pertumbuhan Tahun 2004 – 2008

No Sektor 2004 Pertumbuhan 2008

1 Pertanian 34,21 6,10 33,49

2 Pertambangan 2,63 7,50 2,71

3 Industri 14,52 6,50 14,36

Page 14: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

4 Listrik 0,77 6,00 0,75

5 Bangunan 7,49 7,00 7,57

6 Perdagangan 18,61 7,71 19,30

7 Pengangkutan 6,97 6,50 6,92

8 Keuangan 5,40 7,34 5,52

9 Jasa 9,40 5,84 9,38

Jumlah 100,00 6,63 100,00

Sumber : Diolah dari data PDRB dan BPS Provinsi Riau

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau rata-rata antara tahun 2004 -

2008 direncanakan sebesar 6,63 %. Pertumbuhan ini dipandang cukup

memadai jika dibandingkan dengan angka pertambahan penduduk rata-rata

sebesar 3,73 %, dan pertumbuhan sebesar 3,73 % juga diharapkan dapat

membuka kesempatan kerja rata-rata 10,52 % karena pertambahan

angkatan kerja rata-rata 9,72 % pertahun sehingga angka pengangguran

dapat dikurangi setiap tahun. Disamping itu penetapan laju pertumbuhan

ekonomi sebesar 6,63 % juga dikaitkan dengan kemampuan Provinsi Riau

untuk menarik investor ke daerah Riau.

Menyangkut dengan peranan masing-masing sektor dalam kurun

waktu tahun 2004 - 2008, dapat dilihat bahwa peranan sektor pertanian

akan menurun dari 34,21 % menjadi 33,49 % dengan laju pertumbuhan

sebesar 6,10 %. Peranan sektor perdagangan sedikit naik yaitu dari 18,61

% menjadi 19,30 % karena pertumbuhan sektor perdagangan berada diatas

per-tumbuhan ekonomi yaitu sebesar 7,71 %. Sektor industri merupakan

sektor yang ketiga memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu 14,57 %

tahun 2004 menjadi 14,36 % tahun 2008 dengan pertumbuhan rata-rata

6,50 %. Sedangkan sumbangan sektor-sektor lain berkisar antara 32,66 %

menjadi 32,85 %. Keadaan ini menggambarkan bahwa Provinsi Riau pada

tahun 2008 menjadi Provinsi yang mengarah pada pertanian yang didukung

oleh sektor industri, perdagangan, pengangkutan dan sektor-sektor lainnya.

Namun yang harus dijaga adalah jangan sampai sektor industri maju sendiri

Page 15: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

tanpa mengangkat sektor-sektor lain, atau majunya sektor industri tidak

berpengaruh terhadap sektor-sektor lain sehingga menghalangi mobilitas

tenaga kerja antar sektor, tidak menambah kesempatan kerja, terjadinya

perbedaan yang tajam tingkat produktivitas tenaga kerja di setiap sektor

dan akhirnya bermuara pada ketimpangan distribusi pendapatan menurut

golongan masyarakat. Perkembangan pertumbuhan setiap sektor selama

tahun 2004 - 2008 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 : Pertumbuhan Menurut Sektor-Sektor Tahun 2004 – 2008 (%)

No Sektor 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian 5,61 5,82 5,91 6,50 6,66

2 Pertambangan 6,70 6,90 7,10 7,30 7,50

3 Industri 5,65 5,86 5,95 6,54 6,70

4 Listrik 5,60 5,81 5,90 6,49 6,65

5 Bangunan 6,10 6,80 7,00 7,20 7,50

6 Perdagangan 7,21 7,45 7,89 7,90 8,10

7 Pengangkutan 5,65 5,86 5,95 6,54 6,70

8 Keuangan 6,90 7,10 7,30 7,50 7,90

9 Jasa 5,35 5,56 5,65 6,24 6,40

Jumlah 5,59 6,16 6,77 7,07 7,56

Sumber : Data Olahan

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi

Provinsi Riau dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 diperkirakan

bergerak dengan lambat, namun setiap tahun terlihat peningkatan yang

memadai. Pada tahun 2004 pertumbuhan hanya diperkirakan mencapai

5,59 % dan akhirnya pada tahun 2008 ditargetkan dapat mencapai angka

7,56 %, sehingga rata-rata pertumbuhan ekonomi selama tahun 2004 –

2008 diperkirakan 6,63 %. Demikian juga pertumbuhan masing-masing

sektor juga bergerak secara perlahan-lahan, namun terjadi peningkatan

setiap tahun, dan dengan rata-rata pertumbuhan.

Page 16: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Pada sektor yang strategis, seperti sektor pertanian pada tahun 2004

pertumbuhannya sebesar 5,61 % tetapi pada tahun 2008 diharapkan

mencapai 6,66 %. Sektor kedua yang penting adalah sektor industri pada

tahun 2004 sebesar 5,65 % dan di tahun 2008 menjadi 6,70 %, sektor

ketiga adalah sektor perdagangan tahun 2004 tumbuh sebesar 7,21 % dan

tahun 2008 menjadi 8,10 %. Jika dilihat pertumbuhan ketiga sektor strategis

tersebut akan memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi Provinsi

Riau dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dengan rata-rata 6,63 %.

Sedangkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya juga mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun.

Struktur perekonomian Provinsi Riau pada dasarnya didukung oleh

sumber daya alam (resources base economy) yang dimiliki seperti migas,

mineral, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Dengan potensi sumber

daya alam yang besar tersebut, maka pengelolaan yang efektif dan efisien

akan memperkokoh struktur perekonomian Provinsi Riau yang tercermin

pada PDRB di tahun 2008 mendatang adalah tiga sektor utama yakni sektor

pertanian dengan sumbangannya sebesar 33,49 %, sektor industri sebesar

14,36 % dan sektor perdagangan sebesar 19,30 %. Jika dibandingkan

tahun 2004 sumbangan ketiga sektor utama tersebut adalah sektor

pertanian turun dari 34,21 %, sektor industri turun dari 14,52 %, dan sektor

perdagangan naik dari 18,61 %. Dan secara keseluruhannya peranan

ketiga sektor tersebut turun dari 67,34 % menjadi 67,15 % pada tahun

2008.

G. Kualitas Hidup Masyarakat

1. Kondisi Kualitas Kemiskinan

Kondisi kemiskinan dapat diartikan sebagai situasi dimana penduduk

hanya dapat memenuhi kebutuhan makanan, pakaian dan perumahan pada

tingkat minimum yang sangat diperlukan untuk sekedar hidup. Pengukuran

angka kemiskinan di Provinsi Riau dilakukan dengan menggunakan 2

Page 17: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

pendataan yaitu angka kemiskinan yang dihitung berasal dari BKKBN dan

berasal dari BPS. Berdasarkan data dari BKKBN, pengukuran kemiskinan

dibagi dalam 2 kategori yaitu penduduk pra-sejahtera dan sejahtera I.

Kondisi Jumlah penduduk pra-sejahtera dan sejahtera I di Provinsi Riau

karena alasan ekonomi dan non ekonomi menunjukkan trend yang

berfluktuasi, dimana pada tahun 1998 angka kemiskinan sebesar 33,13%.

Akibat pengaruh krisis ekonomi, angka kemiskinan di Provinsi Riau

mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana pada tahun 1999

angka kemiskinan mencapai 42,25% dan pada tahun 2000 naik menjadi

44,25%. Kemudian angka kemiskinan tersebut kembali mengalami

penurunan menjadi 41,57% pada tahun 2001 dan 40,05% pada tahun 2002.

Ini berarti sejak tahun 2000 ke tahun 2002 terdapat pengurangan penduduk

miskin sebanyak 4,2% atau lebih kurang 222.000 jiwa.

Selanjutnya angka kemiskinan dari data BPS berdasarkan Susenas

tahun 2002, yang diukur menurut kebutuhan makanan sebesar 2100 kalori

per kapita, angka kemiskinan di Provinsi Riau pada tahun 1998 berjumlah

15,23% dari total penduduk, bila dibandingkan dengan tahun 2002 sebesar

13,67% menunjukkan kecenderungan menurun yang disebabkan oleh

situasi kondusif lapangan pekerjaan pasca krisis ekonomi.

a. Fakir Miskin

Pemberdayaan fakir miskin diharapkan memperoleh penghasilan

tambahan sehingga dapat memenuhi standar kebutuhan pokoknya.

Kondisi penanganan terhadap kelompok ini dilakukan melalui kegiatan

penanganan terhadap keluarga muda mandiri, bantuan kesejahteraan

sosial fakir miskin, rehabilitasi sosial daerah kumuh, bantuan korban

bencana. Penanganan terhadap kelompok ini sejak tahun 1998 sampai

dengan tahun 2002 telah ditangani sebanyak 7.523 kk, seperti dilihat

dalam Grafik berikut :

Page 18: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Grafik II.5

Hasil Penanganan Fakir Miskin

Hasil Penanganan Fakir Miskin

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

98/99 99/00 2000 2001 2002 Tahun

kk

Sasaran Penanganan

b. Anak Terlantar

Kesejahteraan Anak yang penangannya dilakukan melalui kegiatan

pembinaan anak terlantar, anak putus sekolah, anak nakal dan anak

jalanan, telah dilakukan. Hasil yang dicapai ditandai dengan adanya

sumber penghasilan mereka dan adanya perubahan sikap dalam

memperbaiki masa depan yang lebih baik. Kondisi dan upaya peningkatan

terhadap kesejahteraan anak dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002

telah dilakukan terhadap 2.721 anak sebagaimana tergambar dalam grafik

berikut:

Grafik II.6

Hasil Pelayanan Kesejahteraan Anak

Page 19: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Hasil Pelayanan Kesejahteraan Anak

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

98/99 99/00 2000 2001 2002 Tahun

Anak

Sasaran Penanganan

c. Penyandang Cacat

Meningkatnya kemampuan penyandang cacat dalam mengurus

dirinya sendiri sehingga mengurangi ketergantungan terhadap orang

lain/keluarga dan lingkungannnya. Kondisi dan upaya yang dilakukan

adalah melalui pelayanan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi ekonomi

sehingga mereka dapat beraktifitas sebagaimana layaknya anggota

masyarakat lainnya. Grafik 4 berikut ini akan menunjukkan hasil

pelayanan terhadap penyandang cacat sejak tahun 1998 sampai dengan

tahun 2002 yang telah dilayani sebanyak 1.689 orang.

Gambaran terhadap hasil penangannya dapat dilihat dalam Grafik

berikut:

Gambar: Hasil Pelayanan Terhadap Penyandang Cacat

Hasil Pelayanan Terhadap Penyandang Cacat

-

100

200

300

400

500

600

98/99 99/00 2000 2001 2002 Tahun

Org

Sasaran Penanganan

Page 20: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

2. Tingkat Pendidikan, Kesehatan dan Gizi Masyarakat

Kondisi perkembangan pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat

Provinsi Riau 1998-2003 diuraikan sebagai berikut.

a. Pendidikan

Hasil pembangunan yang telah dicapai:

1) Semakin berkurangnya murid mengulang kelas yakni 47.868 orang

pada tahun 1998-1999 menjadi 12.023 orang pada tahun 2002-

2003.

2) Semakin meningkatnya angka partisipasi kasar ( APK ) pada

tingkat SLTP yaitu 38,68% tahun 1998-1999 menjadi 67 % pada

tahun pelajaran 2002-2003.

3) Sebagai juara 3 Guru Teladan Tingkat Nasional pada jenjang

pendidikan SLTP tahun 2002.

4) Mendapat penghargaan tingkat nasional dalam rangka lomba

kompetensi bagi SMK se Indonesia.

5) Masyarakat sangat merespon secara positif setiap pembaharuan

sistem pendidikan dan kurikulum dan cenderung memilih sekolah

yang berkualitas dan memberikan manajemen pelayanan secara

profesional.

Kondisi pembangunan pendidikan selama 5 tahun terakhir adalah

sebagai berikut:

1) Program pendidikan dasar, sekolah luar biasa dan prasekolah

Pendidikan dasar, sekolah luar biasa dan prasekolah selama lima

tahun diketahui dari pelaksanaan program wajib belajar, peningkatan

mutu, efektivitas dan efisiensi pengelolaan sarana dan prasarana

pendidikan, serta pembinaan kesenian daerah, olah raga tradisional

Page 21: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

dan kepramukaan, khusus program terakhir mengalami perubahan

sejak terjadinya “merger” organisasi.

Keberhasilan dalam menyelenggarakan pendidikan sekolah

dasar, sekolah luar biasa dan pra sekolah ditandai dengan

penambahan gedung sekolah dasar sebanyak 231 unit, dimana pada

tahun 1998/1999 sebanyak 3.366 unit menjadi 3.597 pada tahun

2000/2001, kemudian SD Kecil sebanyak 19 unit di desa-desa

terpencil/sulit, mengangkat guru kunjung sebanyak 40 orang, merekrut

guru honor lainnya sebanyak 400 orang dan menambah persediaan

mobiler sekolah selama lima tahun terakhir sebanyak 98 unit/lokal,

rehabilitasi gedung sebanyak 235 sekolah, penambahan rumah dinas,

ruang pustaka dan KKG masing-masing sebanyak 95 unit dan 48 unit.

Sisi lain yang telah dicapai adalah penurunan angka mengulang

kelas yang cukup drastis, tahun ajaran 1999/2000 terlihat sebanyak

26.554 orang, pada tahun 2002 menjadi 12.023 orang. Angka putus

sekolah relatif masih besar, seperti pada tahun 1998/1999 sebanyak

4.747 orang, dan pada tahun 2001/2002 masih sebanyak 1.170 orang.

Keadaan ini banyak ditentukan oleh tersedianya fasilitas belajar yang

relatif memadai, karena telah didistribusikan buku pelajaran sebanyak

1.223.915 buku, untuk buku penunjang pelajaran sebanyak 472.790

buah. Kemudian pada tahun 1998/1999 didistribusikan buku

administrasi sekolah dan administrasi kelas sebanyak 322.772 buku,

dan 118.848 buku raport murid. Juga telah disediakan alat peraga dan

penunjang pelajaran ke sekolah-sekolah sebanyak 472.740 paket.

Dalam rangka meningkatkan mutu sekolah dasar, SDLB dan

prasekolah telah diberikan program pelatihan guru dan kepala sekolah

sesuai dengan tugas pokok serta melaksanakan program

pengembangan kemampuan profesional melalui tugas belajar dan izin

belajar. Memberikan kepada guru SD, SDLB untuk mengikuti

pendidikan Diploma dua (D-II).

Page 22: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Kondisi penyelenggarakan pendidikan luar biasa dalam tahun

1998-2003 antara lain mengembangkan SDLB Negeri Bangkinang, Air

Molek, Bengkalis, Tanjung Pinang, Tembilahan serta SDLB Srimujinab

Pekanbaru. Sampai dengan tahun 2001/2002 telah berdiri 12 SDLB di

Provinsi Riau yang tentunya berdampak terhadap daya tampung anak

semakin baik, semula 135 anak pada tahun 1998/1999 menjadi 484

orang tahun 2001/2002 dalam berbagai kategori cacat. SDLB tersebut

telah disediakan infrastruktur pendidikan seperti mesin tik, komputer

dan lain sebagainya serta melaksanakan program pelatihan guru

sebanyak 639 orang.

Sementara itu, pendidikan prasekolah melalui pendidikan di

taman kanak-kanak (TK) serta lembaga selevel lainnya yang

diselenggarakan oleh masyarakat, yang dimonitor oleh pemerintah

serta memberikan bantuan finansial lain sesuai dengan ketentuan

berlaku. Sampai tahun 2002/2003 tercatat 546 TK di Provinsi Riau

dengan jumlah murid sebanyak 38.031 orang, dimana pada tahun

sebelumnya (1998/1999) hanya sejumlah 346 Unit. Kondisi ini

memberikan arti penting bahwa program PADU (pendidikan anak dini

usia) menjadi bagian integral dalam pembangunan pendidikan anak

bangsa di negeri melayu ini.

Selanjutnya jumlah penduduk usia sekolah (13-15 Th) pada tahun

2002/2003 sebanyak 254.367 orang. Pelajar SLTP yang aktif se-

Provinsi Riau sebanyak 217.664 orang, dan jumlah SLTP sebanyak

545 sekolah dengan tenaga pendidik sebanyak 6.882 orang. Bila

dibanding dengan tahun sebelumnya misalnya Tahun 2000/2001;

jumlah siswa SLTP hanya 253.680 orang yang tertampung dalam 499

sekolah, dengan rombongan belajar yang telah disediakan sebanyak

4.886 ruang belajar serta buku pelajaran baik berupa pegangan guru,

buku murid dan modul pembelajaran sesuai dengan bidang studi

masing-masing. Jumlah guru 5.978 (59,78%) yang layak mengajar,

Page 23: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

2.731 (22,21%) setengah layak, dan 3.107 (23,68%) tidak layak

mengajar. Pengukuran kelayakan ditinjau dari aspek kualifikasi

pendidikan. Bila ditelaah dari dua tahun terakhir saja telah terlihat

peningkatan APM yang cukup berarti, yakni 76,34% tahun 2000/2001

menjadi 78,23% tahun 2001/2002. Kondisi ini juga ditunjang oleh

program bantuan beasiswa bagi anak tidak mampu sebanyak 12.000

orang.

2) Pendidikan menengah dan kejuruan

Sampai lima tahun terakhir, pembangunan pendidikan menengah

dan kejuruan telah berhasil menyelenggarakan sekolah sebanyak

188 SMU dan 84 SMK. Dilihat dari jumlah anak usia pendidikan

menengah tahun 1998/1999 sebesar 122.767 orang yang tertampung

di SMU/SMK hanya sebanyak 34.256 orang. Kendati telah terjadi

peningkatan demikian drastis, namun persoalan jumlah anak usia 16-

18 tahun tetap saja belum tertampung secara keseluruhan di bangku

SLTA. Pemerintah kembali menggenjot dengan berbagai program

aktual seperti menambah gedung baru sebanyak 104 unit, rehab

sekolah sebanyak 53 unit, pembangunan infrastruktur sebanyak 99

unit, Kondisi bangunan SMU dan SMK terakhir tercatat 281 (80,07%)

dalam keadaan baik, 52 (15,8%) dalam kategori rusak ringan, dan 16

(04,12%) dalam kondisi rusak. Kemudian mengadakan mobileir

sebanyak 23 unit/paket, serta menyebarkan buku paket pelajaran

sebanyak 234.000 buah serta 42 paket. Buku penunjang sejumlah

30.000 buah dan 4 paket, serta alat peraga sebanyak 679 set.

Disadari, secara faktual kemampaun masyarakat sampai tahun

2000/2001 untuk menyekolahkan anak sampai jenjang SLTA sangat

terbatas, terutama dipedesaan dan daerah terpencil/sulit lainnya,

kondisi ini ditunjang oleh lemahnya ekonomi keluarga. Melihat kondisi

tersebut, pemerintah menyalurkan bantuan beasiswa bagi 9.000 orang

yang disebarkan secara merata di setiap sekolah berdasarkan kondisi

Page 24: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

kabupaten/kota masing-masing. Selanjutnya melatih guru untuk

mengembangkan kadar profesionalisme, terutama memberikan

pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Sampai saat ini telah direkrut guru SMU dan SMK sebanyak 7.153

orang dengan berbagai kualifikasi pendidikan mulai dari D-III sampai

dengan Magister (S2).

Menyikapi kondisi ini, terdapat gambaran kualifikasi pendidikan

yang tidak layak mengajar sebanyak 03,21% tidak layak, 96,79% semi

layak dan layak. Kondisi ini lebih baik dari tahun tahun 2000/2001,

dimana guru yang tidak layak mengajar relatif tinggi, yakni sebesar

17,06%, semi layak 69,15%, serta yang dikategorikan layak sebanyak

13,79%.

3). Pembinaan dan pengembangan pendidikan tinggi

Kondisi pembinaan dan pengembangan pendidikan tinggi

diketahui dari pembangunan sarana dan prasarana: (a) Universitas

Riau, (b) Universitas Islam Riau, (c) Universitas Lancang Kuning, (d)

IAIN Susqa, (e) AKPER Muhammadiyah, (f) Fakultas Teknik dan

PSPD UNRI, dan (g) AKPER Tuanku Tambusai. Mengingat tugas

pemerintah daerah terbatas dalam bidang perbantuan, karena

perguruan tinggi memiliki otonomi tertentu, maka bantuan yang

diberikan kepada perguruan tinggi dalam realisasi PP. No. 25 Tahun

2000, meliputi pembangunan gedung dan asrama sebanyak 58

unit/paket, Infrastruktur sebanyak 6 paket, Kendaraan (Bus) sebanyak

3 unit, serta alat pelajaran sebanyak 87 paket.

Sampai saat ini telah berdiri kampus kedokteran UNRI dan

sejumlah kampus Politeknik di berbagai daerah. Selanjutnya

peningkatan mutu yang dilakukan pemerintah daerah terhadap

perguruan tinggi adalah mengimplementasikan program pelatihan

dosen sebanyak 48 orang, memberikan beasiswa belajar dosen

perguruan tinggi Provinsi Riau baik didalam negeri maupun di luar

Page 25: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

negeri (program magister dan doctoral). Kemudian dalam penyusunan

akreditasi nasional, serta melaksanakan praktikum 60 mahasiswa

PSPD sesuai dengan program studi masing-masing.

Strategi yang dilakukan pemerintah daerah dalam memberikan

peluang yang besar bagi lulusan SLTA untuk masuk ke perguruan

tinggi, khususnya UNRI melalui program peningkatan mutu SLTA dan

mutu UNRI. Peningkatan mutu SLTA dilaksanakan dengan berbagai

kebijakan, seperti SMU Plus dan menyediakan sarana prasarana

secara lengkap. Kemudian merealisasikan konsep pendidikan

berwawasan keunggulan di setiap sekolah, termasuk SMU

berwawasan keunggulan di Kabupaten/kota se- Provinsi Riau.

Pada tahun 2002 tersusunnya perencanaan pengembangan

Kampus IAIN menjadi Universitas Negeri (UIN) dan tersusunnya

master plan sain dan teknologi serta program studi ilmu keperawatan

UNRI sebanyak 3 (tiga) paket.

4). Pendidikan non formal, luar sekolah, perpustakaan dan

pengembangan IPTEK

Kondisi hasil pembangunan perpustakaan menunjukkan bahwa

tercacat penambahan gedung pustaka sebanyak 143 unit yang

dilengkapi sarana penunjang lainnya.

Berkaitan dengan pengembangan IPTEK, melalui balai

pengembangan teknologi telah diwujudkan berbagai kegiatan untuk

meningkatkan mutu pendidikan. Pada prinsipnya pengembangan

IPTEK diarahkan untuk memperbaiki metodologi pengajaran pada

setiap jenjang pendidikan.

Pada tahun 1998-2003 minat baca masyarakat perkotaan

maupun pedesaan meningkat, hal ini terlihat dengan jumlah

pengunjung ke perpustakaan + 500.000 orang, karena :

Page 26: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

1) Bertambahnya koleksi bahan bacaan yang dibutuhkan masyarakat

dengan berbagai bidang dan disiplin ilmu di perpustakaan desa

maupun perpustakaan umum diperkotaan.

2) Berfungsinya Perpustakaan sebagai Sumber penelusuran dan

pengumpulan sejarah adat budaya melayu.

b. Kesehatan dan Olahraga.

1). Kesehatan

a). Kondisi Pembangunan Kesehatan

Kondisi prasarana dan sarana pelayanan kesehatan di Provinsi

Riau pada tahun 1998 adalah rumah sakit type B berjumlah 2 buah,

type C: 21 buah, type C plus: 1 buah dan type D : 3 buah, sedang

pada tahun 2002 meningkat menjadi type B plus: 1 buah, type B: 2

buah, type C plus : 1 buah, type C: 30 buah, sementara type D tidak

ada lagi atau sudah meningkat statusnya, yang terdiri dari rumah

sakit pemerintah maupun swasta. Pemerintah Provinsi Riau dewasa

ini sedang membangun gedung RSUD di Pekanbaru yang

diharapkan nanti akan dapat menjadi rujukan bagi rumah sakit yang

di Kabupaten/Kota dan sebagai rumah sakit pendidikan dalam

menunjang pengembangan Fakultas Kedokteran UNRI.

Jumlah Puskesmas meningkat dari tahun 1998 sejumlah 141

buah, menjadi 164 buah pada tahun 2002, Puskemas Pembantu

sejumlah 697 buah pada tahun 1998 menjadi 782 buah pada tahun

2002. Demikian pula dengan jumlah tenaga medis dan para medis

terus ditingkatkan, dimana pada tahun 1998 terdapat 93 orang dokter

spesialis, 282 dokter umum, 127 orang dokter gigi, 37 orang

apoteker, 58 orang Sarjana Kesehatan lainnya dan 953 orang

perawat dan bidan, sedang pada tahun 2002 meningkat menjadi 151

dokter spesialis, 393 orang dokter umum,207 orang dokter gigi, 64

orang apoteker, 132 orang Sarjana Kesehatan lainnya, 1.981 orang

perawat dan bidan.

Page 27: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

b) Kondisi Gizi Masyarakat

Kondisi gizi masyarakat ditandai dengan menurunnya angka

prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) pada Balita tahun 1998

sebesar 22,9 % menjadi 12,9 % pada tahun 2002.

H. Gambaran Infrastruktur Provinsi Riau

1. Listrik

Tabel 1. Perbandingan kondisi kelistrikan Sumbar dan Riau

ProvinsiPembangkit

Listrik

KapasitasTerpasang

(MW)

TotalKapasitasTerpasang

(MW)

JumlahPenduduk

PLTA BatangAgam

10,5

PLTA Maninjau 68PLTG PauhLimo

32

PLTU Ombilin 200

Sumbar

PLTA Singkarak 172

482,5 MW 4,4 juta

PLTAKotopanjang

114

PLTG TelukLembu

32

PLTDPekanbaru *

4

PLTD Rengat * 35

Riau

PLTD Dumai * 54

239 MW 4,7 juta

Sumber: PLN dan (*) Riau Dalam Angka 2002

Tabel 2. Pemakaian listrik di kabupaten/kota di Riau

Kab/KotaJumlahrumahtangga

ListrikPLN(%)

Listrik nonPLN (%)

Total dialirilistrik (%)

Kuansing 60.573 41 15 55Inhu 63.457 36 20 57

Page 28: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Inhil 146.846 24 17 41Pelalawan 52.398 19 38 57Siak 67.275 26 55 81Kampar 119.590 68 16 84Rohul 71.026 34 13 47Bengkalis 127.177 55 13 68Rohil 91.412 40 28 68Pekanbaru 163.482 98 1 99Dumai 42.612 83 4 87

Jumlah 1.005.848 51 18 69Sumber: BPS Riau Dalam Angka 2002 (diolah)

Ketersediaan daya dari pembangkit yang ada di Riau dan Sumbar

sebagai perbandingan dapat dilihat pada Tabel 1. Sebenarnya, dengan

digabungkannya Riau dan Sumbar dalam jaringan interkoneksi, maka

pasokan listrik dari pembangkit listrik yang terdapat baik di Riau maupun

di Sumbar dapat saling memenuhi bilamana terjadi kekurangan. Namun

dalam kenyataannya, Riau selalu lebih menderita. Sesungguhnya

kekurangan listrik di Riau sangat parah. Sebagai perbandingan, di

Sumatera Barat terdapat pembangkit listrik dengan daya terpasang 482,5

MW, padahal penduduknya 4,4 juta jiwa, lebih sedikit dari Riau.

Sementara di Riau, dengan jumlah penduduk 4,7 juta jiwa, hanya memiliki

daya terpasang sekitar separuh dari yang terdapat di Sumbar. Meskipun

terdapat sistem interkoneksi antara kedua propinsi ini, berapa % dari

sistem tersebut untuk bagian Riau masih belum jelas benar. Apakah

dibagi menurut proporsi jumlah penduduk, ataupun menurut pertimbangan

lain.

Riau dengan jumlah penduduk 4,7 juta jiwa atau sekitar 1 juta rumah

tangga, hanya separuhnya terlayani oleh PLN (51%) seperti terlihat pada

Tabel 2. Sedangkan 18% dilayani oleh non-PLN, termasuk oleh

pembangkit yang disediakan oleh perusahaan besar yang berada di Riau.

Caltex dan Pertamina sendiri memiliki daya 700 MW. Sektor pulp juga

memiliki jumlah daya yang hampir sama. Daya listrik swasta itu mayoritas

digunakan untuk memasok kebutuhan energi mereka sendiri. Di luar itu,

Page 29: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

ada sekitar 31% rumahtangga di Riau yang belum tersentuh listrik sama

sekali.

Menurut data PLN, daerah yang paling banyak terjangkau oleh PLN

adalah Pekanbaru (98%) dan Dumai (83%), meskipun pada kenyataannya

masih saja masyarakat di kota ini selalu mengeluhkan susahnya

mendapat sambungan listrik oleh PLN. Sedangkan yang paling parah

adalah daerah Pelalawan (19%) dan Inhil (24%). Untunglah ada

tambahan dari listrik non PLN di Pelalawan (38%) dan di Inhil (17%) yang

umumnya bersumber dari diesel gen-set.

Di Pekanbaru saja, yang menurut data sudah 98% terpenuhi

kebutuhan listriknya, konsumsi listrik perkapitanya adalah 354 kWh. Ini

masih di bawah nilai konsumsi rata-rata perkapita nasional sebanyak 379

kWh. Padahal secara rata-rata di Riau, yang bisa terlayani oleh PLN

adalah separuh dari harga tersebut. Bisa dibayangkan betapa kurangnya

energi listrik yang dialami Riau, bila dibandingkan dengan rata-rata di

Indonesia. Apalagi bila dibandingkan dengan negara lain. Sebagai

bandingan, konsumsi energi listrik perkapita di Malaysia sebesar 2.750

kWh per capita per tahun, bahkan di Amerika 12.400 kWh. Artinya, listrik

untuk satu keluarga di Malaysia bisa menanggung listrik lebih dari 7

keluarga di Indonesia. Sedangkan satu rumah di Amerika bisa

menampung 32 keluarga Indonesia, atau lebih kurang ukuran satu RT

(rukun tetangga) kita!

Sepertinya ada ketidakadilan dalam pengadaan energi listrik di

Indonesia, khususnya di Sumatera yang kekurangan daya 301 MW. Dari

data PLN pada Maret 2004, terdapat kekurangan daya listrik di Sumut-

Aceh 130 MW, Riau 36 MW, Jambi 5 MW, dan Sumbagsel 130 MW.

Sementara, daerah-daerah lainnya di Indonesia, menurut data PLN itu

hanya terdapat kekurangan di Singkawang (Kalbar) sebesar 2 MW,

selebihnya tidak terdapat kekurangan. Itu angka menurut PLN, padahal

kenyataannya jauh lebih besar daripada itu yang dibutuhkan.

Page 30: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

PT Caltex Pacific Indonesia sebenarnya memiliki kapasitas listrik

sebesar 700 MW, termasuk di dalamnya 200 MW yang tersisa sebagai

kapasitas cadangan. Meskipun demikian, listrik yang dihasilkan oleh PT

CPI berada pada frekuensi 60 Hz, sementara PLN memiliki frekuensi 50

Hz. Untuk itu perlu konversi agar jaringan PT CPI dapat dibagi.

Sementara itu industri pulp and paper juga memiliki pembangkit listrik

sendiri.

Permasalahan pengadaan listrik adalah mengadakan investasi yang

diperlukan sangat besar. Sebagai contoh, listrik yang dihasilkan dari

mesin diesel (PLTD) dijual oleh PLN seharga Rp 265 per kWh, sementara

untuk produksi dibutuhkan biaya sebesar Rp 350 per kWh. Jelas bahwa

penggunaan diesel tidaklah menguntungkan. Perlu diusahakan

pembangkit listrik dari sumber daya energi alam.

2. Telekomunikasi

Sebuah hubungan yang menarik antara telekomunikasi dan ekonomi

adalah bahwa telekomunikasi dapat mempromosikan dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan bahwa untuk kenaikan

1% sambungan telepon, akan membawa kenaikan ekonomi sebesar 3%.

Apalagi dengan sistem global di saat ini, di mana informasi menjadi

kebutuhan sekaligus modal utama.

Sambungan telepon di Riau tidak melebihi 50.000, artinya kurang

dari 15% rumah dan kantor di Riau yang memiliki sambungan telepon.

Itupun kebanyakan terpusat di kota. Bisa kita bayangkan bagaimana

susahnya komunikasi di daerah pedesaan.

Untunglah sekarang penggunaan telepon seluler semakin gencar

dilakukan dengan biaya yang semakin murah. Ini merupakan hal menarik

dalam bidang telekomunikasi. Kendala utama dari sistem ini adalah

masih mahalnya pulsa yang harus dibayarkan dibandingkan dengan

sambungan tetap biasa.

Page 31: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

3. AIR

Curah hujan yang besar yang berkisar antara 2000 mm sampai

3000 mm yang hampir merata sepanjang tahun adalah berkah bagi Riau.

Di samping itu, empat sungai besar yaitu Rokan, Siak, Kampar, dan

Indragiri yang mengaliri daratan Riau merupakan sumber air potensial dan

transportasi bagi masyarakat Riau, meskipun kondisinya terus menurun

akibat penebangan hutan. Pada hakikatnya, Riau memiliki sumber air

yang sangat besar yang tidak akan menjadi masalah dalam waktu dekat.

Permasalahan air di Riau adalah penyediaan air yang bersih dan

berkelanjutan untuk rumah tangga dan industri. Kebutuhan air rumah

tangga, tentulah air yang layak untuk dikonsumsi dan dipakai untuk

kebersihan.

Sumber air untuk kebutuhan rumah tangga di Riau untuk satu daerah

dengan daerah lainnya cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 3.

Penggunaan air leding (PDAM) dan pompa masih sangat kecil

persentasenya. Penggunaan sumur dangkal, baik yang terlindung

maupun tidak terlindung masih dominan. Begitu pula halnya pemanfaatan

air hujan dengan cara ditampung dan air sungai secara langsung masih

sangat besar, terutama untuk daerah Inhil, Bengkalis, Rohil, dan Dumai

karena kualitas air tanahnya yang buruk.

Tabel 3. persentase sumber air rumah tangga di Riau

KAB/KOTA LEDING POMPASUMURLINDUNG

SUMUR TAKTERLINDUNG

MATAAIR

LAINNYA(*)

Kuantan Singingi 2,30 0,47 39,73 40,73 1,78 15,67

Indragiri Hulu 5,65 1,79 16,77 46,95 2,65 26,18

Indragiri Hilir 0,00 0,17 4,09 0,00 0,16 95,58

Pelalawan 7,82 4,24 34,18 34,60 3,46 15,71

Siak 3,75 6,97 46,00 24,87 1,97 16,45

Kampar 1,90 2,35 48,28 31,24 2,86 13,34

Rokan Hulu 0,35 0,00 44,37 40,36 6,69 8,23

Page 32: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Bengkalis 0,94 0,78 13,56 21,11 0,00 63,60

Rokan Hilir 0,18 0,36 13,45 45,29 1,36 40,37

Pekanbaru 10,78 6,16 53,91 12,03 11,13 5,98

Dumai 14,28 3,10 11,93 12,42 1,97 56,30

Sumber: BPS Riau Dalam Angka 2002

Catatan: (*) termasuk menampung air hujan dan air sungai.

4. TRANSPORTASI

a. Transportasi Udara

Saat ini Riau memiliki beberapa lapangan terbang yang memiliki lebar

sekitar 30 m di Pekanbaru, Dumai, Rengat, Pasir Pengarayan, dan Sungai

Pakning. Saat ini sedang dibangun lapangan terbang di Tempuling,

Indragiri Hilir. Lapangan terbang Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru

adalah yang paling panjang dan paling baik runway dan fasilitasnya.

Beberapa daerah kabupaten/kota telah pula merencanakan untuk

membangun pelabuhan udara baru dengan harapan untuk membuka isolasi

daerahnya, meskipun belum tentu menjadi solusi yang baik untuk itu.

Pemerintah Provinsi Riau telah pula memiliki perusahaan

penerbangan Riau Airlines. Meskipun tujuan semula dari pendirian Riau

Airlines adalah untuk membuka isolasi daerah terpencil di Riau, maskapai

penerbangan ini telah pula melayani rute regional di Riau, termasuk ke

Melaka dan Kuala Lumpur bersaing dengan maskapai penerbangan

lainnya.

b. Transportasi Air

Riau memiliki garis pantai yang cukup panjang ditambah empat sungai

besar dan beberapa sungai kecil. Selain itu, kehidupan selat di pulau-pulau

yang berdekatan membuat transportasi air menjadi sangat penting. Empat

sungai besar di Riau, yaitu Siak, Rokan, Kampar, dan Indragiri yang

memiliki panjang masing-masing antara 350 km sampai 550 km dan

kedalaman antara 6 m sampai 12 m sudah sejak dulu menjadi urat nadi

Page 33: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

perekonomian Riau. Kondisi tanah berawa dan kesulitan transportasi darat

membuat lalu lintas air menjadi pilihan yang dihandalkan pada waktu itu.

Eksploitasi minyak bumi dan hutan serta pembukaan jalan lintas

Sumatera pasca kemerdekaan membuat trend lalu lintas sungai perlahan-

lahan berkurang. Bahkan lebih parah lagi banyak daerah-daerah di

sepanjang aliran sungai menjadi ditinggalkan oleh masyarakat dan menjadi

daerah yang terbelakang hingga kini. Tradisi maritim berubah menjadi

tradisi darat.

Pelabuhan Dumai dan Kuala Enok adalah dua pelabuhan utama saat

ini. Setelah berpisah dengan Kepri, Dumai menjadi pelabuhan utama Riau

saat ini yang melayani industri minyak bumi dan tanker minyak sampai

30.000 DWT. Disamping itu ada pula pelabuhan yang melayani minyak

sawit mentah, kargo, dan penumpang baik untuk akses lokal maupun

internasional.

Pelabuhan Kuala Enok melayani ekspor minyak kelapa dan kopra.

Perluasan berikutnya diperuntukkan bagi industri garmen, tekstil, barang

elektronik, dan industri perakitan. Beberapa pelabuhan lainnya seperti yang

terdapat di Bagan siapi-api, Bengkalis, Selatpanjang, Sungai Pakning,

Tembilahan, Pangkalan Kerinci, Siak dan Pekanbaru juga cukup ramai

dimanfaatkan untuk melayani barang dan penumpang.

Pada saat ini, Sungai Siak dimanfaatkan oleh perusahaan pulp dan

kertas untuk mengangkut kayu dan pulp dengan menggunakan tongkang.

c. Transportasi darat

1. Jalan

Riau sebenarnya memiliki jalan yang cukup panjang, yaitu sekitar

30.000 km. Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki panjang jalan dua

kali lebih banyak untuk wilayah tiga kali luas Provinsi Riau. Yang menjadi

masalah bagi Riau adalah kualitas jalan yang rendah.

Data Kimpraswil menunjukkan hanya 5% jalan lokal (kabupaten)

dalam kondisi baik, sisanya dalam kondisi buruk dan rusak. Ini tidak

mengherankan, karena sebagian besarnya masih berupa jalan tanah.

Page 34: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

Sementara itu, hanya 48% jalan arteri (nasional) dan 33% jalan kolektor

(provinsi) dalam kondisi baik.

Kualitas jalan lokal (kabupaten) yang notabene berada di lingkungan

masyarakat desa yang miskin yang jumlahnya lebih dari 60 % dari

penduduk Riau seharusnya menjadi perhatian besar pemerintah daerah jika

ingin menghapuskan kemiskinan dan kebodohan.

Jalan lokal di daerah terpencil ini sangat besar pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kehidupan di daerah tersebut.

Peluang untuk menjual hasil pertanian, perkebunan dan produk desa

dengan harga yang lebih tinggi dimungkinkan jika ada jalan yang bisa

menghubungkan antara pusat produksi dan pasar. Keberadaan jalan lokal

yang layak untuk dilalui akan membuka desa terhadap informasi pasar,

harga, teknologi, dan budaya positif. Meskipun akibat negatif dari

terbukanya akses ini tidak pula bisa dihindari.

Jalan lokal juga mengimbas kepada peningkatan sumberdaya manusia

secara tidak langsung. Jarak Sekolah Dasar ke rumah-rumah penduduk

mungkin tidak terlalu jauh, meskipun di beberapa tempat masih menjadi

halangan. Yang cukup jauh jaraknya biasanya adalah antara Sekolah

Menengah dengan lingkungan penduduk. Karena jarak yang jauh dan jalan

yang rusak dan susah dilalui, biasanya penduduk desa enggan

menyekolahkan anaknya karena biayanya terlalu tinggi. Kebiasaan

penduduk desa bila jarak sekolah jauh adalah dengan meng-kos-kan anak

mereka di kota, dan itu butuh biaya yang cukup besar.

Eksploitasi sumberdaya alam dan kegiatan perekonomian di Riau

mempercepat penurunan kualitas kondisi jalan di Riau. Hilir mudik truk

yang mengangkat kayu dari HPH dan hutan-hutan yang tersebar menuju ke

pabrik pulp dan paper adalah salah satunya. Permasalahannya adalah

truk-truk ini bisa memiliki tonase total 40 ton yang bisa mentransfer beban

pada sumbunya sebesar 15 ton. Ini jauh memiliki daya dukung rata-rata

jalan yang sebesar 8 ton. Kecelakaan akibat tumbangnya truk karena

beban yang terlalu tinggi membuat macet jalan baik di dalam kota maupun

Page 35: KONDISI OBJEKTIF PROV RIAU

K2i DI PROVINSI RIAUTPK2-GUBRI 2003-2008

di luar kota. Begitu pula lalu lintas truk pengangkut tandan buah segar

kelapa sawit dari perkebunan ke pabrik kelapa sawit dan truk pengangkut

hasil olahan berupa CPO dari pabrik untuk dikapalkan, meskipun tidak

seberat truk pengangkut kayu, tetapi dengan volume lalu lintas yang cukup

besar memberikan andil pula dalam mempercepat kerusakan jalan.

Biaya pemeliharaan jalan yang tinggi akibat kegiatan perekonomian ini

sayangnya tidak diimbangi dengan alokasi dana pemeliharaan jalan untuk

Riau yang seharusnya jauh lebih tinggi dari rata-rata daerah lain di

Indonesia. Pendapatan untuk negara dari hasil kegiatan perekonomian ini

seharusnya dikembalikan secara proporsional ke Riau dalam bentuk biaya

pemeliharaan jalan dalam APBN. Inilah mekanisme yang belum berjalan

sehingga Riau kewalahan dalam menjaga kualitas jalannya.

Karena kondisi geografis Riau yang berawa dan banyak dilintasi oleh

sungai, maka pembangunan jembatan untuk menghubungkan jalan yang

masih terputus masih sangat diperlukan. Daya dukung tanah yang rendah

dan persyaratan tinggi jembatan supaya tidak menghalangi lalu lintas

sungai menjadi perhatian yang cukup besar dalam pembangunan jembatan

di Riau.

2. Jalan Tol dan Kereta Api

Studi Kelayakan untuk membuat jalan tol di Riau sudah dilakukan,

khususnya untuk jalan tol Pekanbaru-Dumai. Meskipun demikian kelayakan

dari sisi ekonomis masih belum memenuhi persyaratan karena LHR yang

masih rendah untuk saat ini. Studi Master Plan Riau 2020 juga

menunjukkan bahwa tidak perlu pembangunan jalan tol hingga tahun 2015.

Master Plan jalur kereta api Sumatera sudah dibuat yang mengikut

sertakan untuk pembuatan jalur tambahan di Riau. Jika proyek ini

terlaksana, beban jalan lintas Sumatera akan bisa dikurangi secara

signifikan. Proyek ini baru bisa bernilai ekonomis jika memiliki trayek yang

panjang, yakni bila trayek Sumatera sudah disambungkan.