85
1 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KOTA SEMARANG I. ASPEK GEOGRAFI, GEOLOGI, HYDROLOGI & KLIMATOLOGI Luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km 2 . Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km 2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km 2 . Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km 2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas wilayah 6,14 Km 2 . Wilayah Administrasi Kota Semarang (Km 2 ) Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)

kondisi umum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gambaran Umum Kota Semarang

Citation preview

Page 1: kondisi umum

1

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH KOTA SEMARANG

I. ASPEK GEOGRAFI, GEOLOGI, HYDROLOGI & KLIMATOLOGI Luas dan batas wilayah, Kota Semarang dengan luas wilayah 373,70 Km2. Secara

administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.

Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah

terluas yaitu Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan Kecamatan

Gunungpati, dengan luas wilayah 54,11 Km2. Kedua Kecamatan tersebut terletak di

bagian selatan yang merupakan wilayah perbukitan yang sebagian besar

wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan perkebunan. Sedangkan

kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang Selatan,

dengan luas wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan

luas wilayah 6,14 Km2 .

Wilayah Administrasi Kota Semarang (Km2)

Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)

Page 2: kondisi umum

2

Batas wilayah administratif Kota Semarang sebelah barat adalah Kabupaten

Kendal, sebelah timur dengan Kabupaten Demak, sebelah selatan dengan

Kabupaten Semarang dan sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang

garis pantai mencapai 13,6 kilometer.

Letak dan kondisi geografis, Kota Semarang memiliki posisi astronomi di antara

garis 6050’ – 7o10’ Lintang Selatan dan garis 109035’ – 110050’ Bujur Timur.

Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada pada jalur lalu lintas

ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang

terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan

ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal

dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten

Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan dan

pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan terutama dengan adanya

pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara

yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota

Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah

kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah

nasional bagian tengah.

Kota Semarang

Gambar

Letak Kota Semarang Dalam Wilayah Kepulauan Indonesia

Page 3: kondisi umum

3

Seiring dengan perkembangan Kota, Kota Semarang berkembang menjadi kota

yang memfokuskan pada perdagangan dan jasa. Berdasarkan lokasinya, kawasan

perdagangan dan jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan pada umumnya

berada di sepanjang jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan modern, terutama

terdapat di Kawasan Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian Kota

Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu

Matahari, Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang

berada di sepanjang trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di

sepanjang Jl Pandanaran dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang

dan pertokoan lainnya serta di sepanjang Jl Gajahmada. Kawasan perdagangan

jasa juga dapat dijumpai di Jl Pemuda dengan adanya DP mall, Paragon City dan

Sri Ratu serta kawasan perkantoran. Kawasan perdagangan terdapat di sepanjang

Jl MT Haryono dengan adanya Java Supermall, Sri Ratu, ruko dan pertokoan.

Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di sepanjang Jl

Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasar-

pasar tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin

menambah aktivitas perdagangan di Kota Semarang.

Secara topografis Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah dan

daerah pantai, dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan adanya

berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22% wilayahnya adalah dataran

dengan kemiringan 25% dan 37,78 % merupakan daerah perbukitan dengan

kemiringan 15-40%. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis

kelerengan yaitu lereng I (0-2%) meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan,

Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu, serta sebagian wilayah

Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen. Lereng II (2-5%) meliputi

Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur,

Gunungpati dan Ngaliyan, lereng III (15-40%) meliputi wilayah di sekitar Kaligarang

dan Kali Kreo (Kecamatan Gunungpati), sebagian wilayah kecamatan Mijen (daerah

Wonoplumbon) dan sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik, serta Kecamatan

Candisari. Sedangkan lereng IV (> 50%) meliputi sebagian wilayah Kecamatan

Banyumanik (sebelah tenggara), dan sebagian wilayah Kecamatan Gunungpati,

Page 4: kondisi umum

4

terutama disekitar Kali Garang dan Kali Kripik. Kota Bawah yang sebagian besar

tanahnya terdiri dari pasir dan lempung. Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan

untuk jalan, permukiman atau perumahan, bangunan, halaman, kawasan industri,

tambak, empang dan persawahan. Kota Bawah sebagai pusat kegiatan

pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan kebudayaan, angkutan

atau transportasi dan perikanan. Berbeda dengan daerah perbukitan atau Kota Atas

yang struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku. Wilayah Kota

Semarang berada pada ketinggian antara 0 sampai dengan 348,00 meter dpl (di

atas permukaan air laut). Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran

rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah

dan kota atas. Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90,56 - 348 mdpl

yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang

Selatan, Tugu, Mijen, dan Gunungpati, dan di dataran rendah mempunyai ketinggian

0,75 mdpl.

Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara

0% sampai 5%, sedangkan dibagian Selatan merupakan daerah dataran tinggi

dengan kemiringan bervariasi antara 5%-40%. Secara lengkap ketinggian tempat di

Kota Semarang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Ketinggian Tempat di Kota Semarang

No. Bagian Wilayah Ketinggian (MDPL)

1. Daerah Pantai 0,75 2. Daerah Dataran Rendah - Pusat Kota (Depan Hotel Dibya Puri

Semarang) 2,45

- Simpang Lima 3,49 3. Daerah Perbukitan - Candi Baru 90,56 - Jatingaleh 136,00 - Gombel 270,00 - Mijen 253,00 - Gunungpati Barat 259,00 - Gunungpati Tmur 348,00

Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2009

Page 5: kondisi umum

5

Kota Semarang sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang membentuk suatu

kota yang mempunyai ciri khas yaitu terdiri dari daerah perbukitan, dataran rendah

dan daerah pantai. Dengan demikian topografi Kota Semarang menunjukkan

adanya berbagai kemiringan tanah berkisar antara 0 persen sampai 40 persen

(curam) dan ketinggian antara 0,75 – 348,00 mdpl.

Kondisi Geologi, Kota Semarang berdasarkan Peta Geologi Lembar Magelang -

Semarang (RE. Thaden, dkk; 1996), susunan stratigrafinya adalah sebagai berikut

Aluvium (Qa), Batuan Gunungapi Gajahmungkur (Qhg), Batuan Gunungapi

Kaligesik (Qpk), Formasi Jongkong (Qpj), Formasi Damar (QTd), Formasi Kaligetas

(Qpkg), Formasi Kalibeng (Tmkl), Formasi Kerek (Tmk). Pada dataran rendah

berupa endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan fasies

pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir

lanauan dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik.

Sedangkan daerah perbukitan sebagian besar memiliki struktur geologi berupa

batuan beku.

Struktur geologi yang cukup mencolok di wilayah Kota Semarang berupa kelurusan-

kelurusan dan kontak batuan yang tegas yang merupakan pencerminan struktur

sesar baik geser mendatar dan normal cukup berkembang di bagian tengah dan

selatan kota. Jenis sesar yang ada secara umum terdiri dari sesar normal, sesar

geser dan sesar naik. Sesar normal relatif ke arah barat - timur sebagian agak

cembung ke arah utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut -

tenggara, sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut

umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibeng dan Formasi Damar

yang berumur kuarter dan tersier.

Berdasarkan struktur geologi yang ada di Kota Semarang terdiri atas tiga bagian

yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah

bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang

diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada

daerah sekitar aliran Kali Garang merupakan patahan Kali Garang, yang membujur

arah utara sampai selatan, di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan Bukit

Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante, ke arah utara hingga Bendan Duwur.

Page 6: kondisi umum

6

Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai

adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kali Garang serta

beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh,

Perumahan Bukit Kencana Jaya, dengan arah patahan melintas dari utara ke

selatan.

Sedangkan wilayah Kota Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis

tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Jenis Tanah di

Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua

kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua,

Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua.

Kurang lebih sebesar 25 % wilayah Kota Semarang memiliki jenis tanah

mediteranian coklat tua. Sedangkan kurang lebih 30 % lainnya memiliki jenis tanah

latosol coklat tua. Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki

geologi jenis tanah asosiasi kelabu dan aluvial coklat kelabu dengan luas

keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota Semarang. Sisanya alluvial

hidromorf dan grumosol kelabu tua.

Tabel Penyebaran Jenis Tanah dan Lokasi di Kota Semarang

Sumber : BPS Kota Semarang, 2009

No JENIS TANAH LOKASI % TERHADAP WILAYAH

POTENSI

• Kec. Tugu • Tanaman tahunan/keras

• Kec Semarang Selatan • Tnaman Holtikultura

• Kec. Gunungpati

1 Mediteran Coklat Tua

• Kec. Semarang Timuer

30

• Tanaman Palawija

• Kec. Mijen • Tanaman tahunan/keras

• Tanaman Holtikultura

2 Latosol Coklat Tua Kemerahan

• Kec. Gunungpati

26

• Tanaman Padi

• Kec. Genuk 3 Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat kekelabuhan • Kec. Semarang Tengah

22 Tanaman tahunan tidak produktip

• Kec. Tugu • Tanaman Tahunan

• Kec. Semarang Utara • Tanaman Holtikultura

• Kec. Genuk

4 Alluvial Hidromorf Grumosol Kelabu Tua

• Kec. Mijen

22

• Tanaman Padi

Page 7: kondisi umum

7

Kondisi Hidrologi potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai

yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo,

Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain

sebagainya. Kali Garang yan bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya

memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto,

bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama

pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran

mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah

diadakan pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan

kali Kreo 34,7 % selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang

memberikan airnya yang cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-

langkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kali Garang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.

Air Tanah Bebas ini merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air

( aquifer ) dan tidak tertutup oleh lapisan kedap air. Permukaan air tanah bebas ini

sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota

Semarang yang berada di dataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini

dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m.

Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali

pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m.

Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air

yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air sehingga hampir tetap debitnya

disamping kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air ini sedikit

sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah

Semarang bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai

Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di

ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di

pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer

delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air

tanah yang potensial dan bersifat tawar. untuk daerah Semarang yang berbatasan

dengan kaki perbukitan air tanah artois ini terletak pada endapan pasir dan

Page 8: kondisi umum

8

konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90

m. Pada daerah perbukitan kondisi artois masih mungkin ditemukan. karena adanya

formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan

lanau atau batu lempung.

Secara Klimatologi, Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai

iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur.

Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW)

menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan. Sifat

periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan

mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni

hingga Oktober angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim

kemarau, karena membawa sedikit uap air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah

curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang mendung.

Berdasarkan data yang ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran

yang tidak merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm

per tahun. Ini menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa,

yang mengikuti pola angin monsun SENW yang umum. Suhu minimum rata-rata

yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1 °C pada

September ke 24,6 °C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata

berubah-ubah dari 29,9 °C ke 32,9 °C. Kelembaban relatif bulanan rata-rata

berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September ke maksimum 83% pada

bulan Januari. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang

berubah-ubah dari 215 km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan

Januari. Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai

lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember

sampai 98% pada bulan Agustus.

Penggunaan lahan di Kota Semarang, Pola tata guna lahan terdiri dari

Perumahan, Tegalan, Kebun campuran, Sawah, Tambak, Hutan, Perusahaan, Jasa,

Industri dan Penggunaan lainnya dengan sebaran Perumahan sebesar 33,70 %,

Tegalan sebesar 15,77 %, Kebun campuran sebesar 13,47 %, Sawah sebesar

Page 9: kondisi umum

9

12,96 %, Penggunaan lainnya yang meliputi jalan, sungai dan tanah kosong sebesar

8,25 %, Tambak sebesar 6,96 %, Hutan sebesar 3,69 %, Perusahaan 2,42 %, Jasa

sebesar 1,52 % dan Industri sebesar 1,26 %. Sebagaimana diatur di dalam Perda

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

Semarang Tahun 2000 - 2010, telah ditetapkan kawasan yang berfungsi lindung dan

kawasan yang berfungsi budidaya. Kawasan Lindung, meliputi kawasan yang

melindungi kawasan di bawahnya, kawasan lindung setempat dan kawasan rawan

bencana. Kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya adalah kawasan-

kawasan dengan kemiringan >40% yang tersebar di wilayah bagian Selatan.

Kawasan lindung setempat adalah kawasan sempadan pantai, sempadan sungai,

sempadan waduk, dan sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana

merupakan kawasan yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan

tanah. Kegiatan budidaya dikembangkan dalam alokasi pengembangan fungsi

budidaya.

Potensi pengembangan kawasan/wilayah, Berdasarkan deskriptif karakteristik

wilayah dan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang,

maka wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya

adalah sebagai berikut :

11.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerrddaaggaannggaann ddaann JJaassaa

Kawasan Perdagangan dan Jasa, merupakan kawasan yang dominansi

pemanfaatan ruangnya untuk kegiatan komersial perdagangan dan jasa

pelayanan.

Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa dilakukan dalam rangka

mewujudkan Kota Semarang sebagai sentra perdagangan dan jasa dalam skala

regional dan nasional.

Kawasan perdagangan dan jasa ditetapkan tersebar pada setiap Bagian wilayah

Kota (BWK) terutama di pusat-pusat BWK sehingga dapat mengurangi

kepadatan dan beban pelayanan di pusat kota.

Arahan pemanfaatan ruang kawasan perdagangan dan jasa adalah sebagai

berikut:

Page 10: kondisi umum

10

a. Pusat kawasan perdagangan dan jasa dengan lingkup pelayanan skala

regional, nasional maupun internasional, berada di kawasan PETAWANGI

(Peterongan,Tawang,Siliwangi);

b. Kawasan perdagangan dan jasa khusus, yaitu kawasan perdagangan dan

jasa dengan perlakuan dan komoditas khusus.

Kawasan perdagangan dan jasa dengan perlakuan khusus adalah kawasan

Pasar Johar. Kawasan pasar Johar merupakan pasar tradisional skala

pelayanan regional yang terletak di pusat kota, selain itu Pasar Johar

merupakan bagian dari ikon Kota Semarang.

Kawasan perdagangan dan jasa dengan komoditas khusus adalah Pasar

Agro yang direncanakan di BWK V. Pasar agro ini digunakan untuk

memasarkan produk-produk pertanian yang ada di Kota Semarang dan

daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Pasar agro ini dirancang untuk

memiliki skala pelayanan regional, sehingga diperlukan dukungan jalan

sekurang-kurang kolektor sekunder.

c. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan sebagian wilayah

kota sampai dengan kota tersebar pada setiap pusat BWK dengan

memperhatikan daya dukung dan daya tampung ruang serta lingkup

pelayanannya;

d. Kawasan perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lingkungan dapat

berlokasi dimanapun sepanjang memiliki dukungan akses jalan sekurang-

kurangnya jalan lokal sekunder.

e. Kawasan perdagangan dan jasa direncanakan secara terpadu dengan

kawasan sekitarnya dan harus memperhatikan kepentingan semua pelaku

sektor perdagangan dan jasa termasuk pedagang informal atau pedagang

sejenis lainnya;

f. Pada pembangunan fasilitas perdagangan berupa kawasan perdagangan

terpadu, pelaksana pembangunan/ pengembang wajib menyediakan

prasarana lingkungan, utilitas umum, area untuk pedagang informal dan

fasilitas sosial dengan dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari

keseluruhan luas lahan dan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah

Daerah;

Page 11: kondisi umum

11

g. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus memperhatikan

kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang

harus tersedia, kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu lintas

dari dan menuju lokasi.

Mempertimbangkan arahan pemanfaatan kawasan perdagangan jasa seperti

diatas maka di Kota Semarang juga terdapat beberapa arahan spesifik terkait

dengan pemantapan dan pengembangan kawasan fungsi perdagangan dan

jasa. Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan Dan Jasa dapat dilihat pada

Tabel sebagai berikut :

Tabel Arahan Pemantapan Kawasan Perdagangan dan Jasa

NO BENTUK FUNGSI LOKASI PEMANTAPAN FUNGSI

1 Kawasan perdagangan dan jasa Modern

Kegiatan perdagangan jasa dengan standar Regional/ Nasional/ Internasional

Kawasan PETAWANGI

rencana investasi berskala besar dalam bentuk Kawasan Niaga modrern dan Taman Rekreasi Kota. Pengembangan kawasan niga modern di kawasan ini dilakukan tanpa menghilangkan kantong-kantong permukiman yang telah ada

2 Kawasan perdagangan khusus

Kegiatan perdagangan jasa dengan karakter khusus

Kawasan Pasar Johar Kawasan Pasar Agro

Kegiatan perdagangan dan jasa dengan karakter khusus yang berada di pusat kota tetap dipertahankan keberadaannya, karena pusat tersebut merupakan ciri Kota Semarang.

3 Perdagangan jasa skala sub kota

Kegiatan perdagangan jasa

Pusat-Pusat BWK

Untuk memacu perkembangan daerah selatan khususnya di daerah Pedurungan, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Mijen, Ngaliyan dan Tugu maka diarahkan untuk pengembangan perdagangan dan jasa baru skala sub kota.

Page 12: kondisi umum

12

NO BENTUK FUNGSI LOKASI PEMANTAPAN FUNGSI

4 Pasar tradisional

Kegiatan perdagangan di kawasan perkampungan non urban.

Mijen, Gunungpati

� Pasar formal ditingkatkan kualitasnya, terutama dalam hal sarana perpasaran, bidang pemasaran, bidang keuangan, peningkatan kapasitas pasar dan renovasi pasar.

� Pasar formal diharapkan mampu menampung dan berperan dalam memecahkan permasalahan pedagang informal. Di samping itu juga diharapkan mampu menertibkan pasar-pasar informal agar menunjang pengisian pasar-pasar formal yang ada.

5 Pasar loak Kegiatan perdagangan

Pasar Barito Pasar Kokrosono

� Pasar ini perlu dicarikan lokasi yang legal dengan tetap mempertimbangkan ke-khas-an kegiatan yang ada.

Sumber : RTRW Kota Semarang, 2009

22.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerrmmuukkiimmaann,, PPeerrddaaggaannggaann ddaann JJaassaa

Potensi pergeseran peruntukan non komersial ke arah komersial ini harus

diantisipasi dalam kebijakan penataan ruang wilayah Kota Semarang. Hal ini

bertujuan untuk mengarahkan perkembangan yang ada agar konflik antar

kegiatan kawasan, antar pelaku kegiatan, dan antar jenis kegiatan ekonomi tidak

terjadi.

Arahan pemanfaatan ruang kawasan permukiman, perdagangan dan jasa adalah

sebagai berikut:

a. Pengembangan Fungsi Rencana Kawasan Permukiman, Perdagangan dan

Jasa dilakukan di kawasan pusat kota (Central Bussiness Distric/CBD)

PETAWANGI (Peterongan – Tawang – Siliwangi);

Page 13: kondisi umum

13

b. Pengembangan jenis kegatan ini di kawasan PETAWANGI bertujuan untuk

mendukung terwujudnya kawasan PETAWANGI sebagai kawasan

perdagangan dan jasa skala pelayanan regional/ nasional/ internasional;

c. Pengembangan kawasan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa di

kawasan PETAWANGI tetap mempertahankan Kampung Heritage sebagai

kawasan permukiman dan pariwisata;

d. Pengembangan kegiatan permukiman di kawasan ini dilakukan secara

vertikal dengan pola rumah susun/ apartemen/ kondominium.

33.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeennddiiddiikkaann

Dalam hal pendidikan, Kota Semarang diharapkan dapat berperan sebagai pusat

pendidikan khususnya pendidikan tinggi di wilayah Jawa Tengah.

Mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pengembangan kawasan

pendidikan tinggi di Kota Semarang dilakukan sebagai berikut :

a. Mengarahkan pengembangan pendidikan tinggi/akademi dengan skala

regional nasional yang berada di kawasan Tembalang, Pedurungan,

Sekaran, dan Mijen. Pengembangan fasilitas pendidikan tinggi skala

pelayanan regional/ nasional perlu didukung dengan penyediaan infrastruktur

dan fasilitas pendukung yang memadai.

b. Kawasan Pendidikan Bendan perlu ada pembatasan pengembangan karena

kondisi fisiknya yang rawan bencana alam dan kegiatan pendidikannya yang

kurang berkembang. Kawasan ini akan dialihkan sebagai kawasan jasa

pelayanan untuk penginapan, rapat, pertemuan, seminar, dan sebagainya.

c. Pembangunan fasilitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di pusat

kota diarahkan pada lokasi atau kawasan atau ruas jalan yang memadai

serta tidak menimbulkan gangguan pada lingkungan.

d. Pembangunan fasilitas pendidikan ditepi ruas jalan utama harus

mempertimbangkan kelancaran pergerakan pada ruas jalan tersebut.

e. Untuk pendidikan dasar dan menengah diarahkan sebagai fasilitas pelayanan

lokal, jadi fasilitas ini akan dikembangkan disetiap BWK sebagai bagian dari

fasilitas lingkungan dan bagian wilayah kota.

Page 14: kondisi umum

14

44.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeemmeerriinnttaahhaann ddaann PPeerrkkaannttoorraann..

Kawasan Pemerintahan, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan

ruangnya adalah penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, baik pemerintah

pusat, regional Propinsi, maupun pemerintahan kota.

Rencana kawasan pemerintahan dan perkantoran dalam RTRW Kota Semarang

ini adalah :

a. Kawasan perkantoran pemerintahan Provinsi

Kawasan perkantoran utama pemerintah provinsi direncanakan berada di

Jalan Pahlawan dan Jalan Madukoro. Lokasi pengembangan kantor

pemerintahan provinsi dapat dilakukan dilokasi lain dengan tetap

mempertimbangkan kemudahan jangkauan pelayanan bagi pengguna dan

masyarakat Provinsi Jawa Tengah.

b. Kawasan perkantoran pemerintahan Kota Semarang

Kawasan pemerintahan Kota Semarang direncanakan di Jalan Pemuda dan

Jalan Soekarno-Hatta (didekat kawasan kawasan Masjid Agung Jawa

Tengah). Kawasan perkantoran yang ada di Jalan Pemuda direncanakan

untuk Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang, kawasan ini sekaligus

berfungsi sebagai balai kota (city hall) . Sedangkan kawasan perkantoran

pemerintah Kota Semarang yang ada di Jalan Soekarno-Hatta diperuntukkan

untuk pelayanan pemerintahan.

c. Kawasan Perkantoran Swasta

Kawasan perkantoran menengah dan besar diarahkan pada kawasan

perdagangan dan jasa, sedangkan kawasan perkantoran kecil lokasinya

dapat dikawasan permukiman dengan memperhatikan akses pelayanan.

Arahan pemanfaatan ruang untuk kawasan perkantoran ini adalah ;

a. Kawasan pekantoran yang harus memiliki ruang parkir yang mampu

menampung jumlah kendaraan bagi karyawan atau pihak-pihak yang

aktivitasnya terkait dengan kegiatan yang ada di kawasan perkantoran.

b. Untuk kawasan balaikota atau Kantor Walikota dan DPRD Kota Semarang

dan Kantor Gubernur dan DPRD Provinsi Jawa Tengah harus memiliki ruang

Page 15: kondisi umum

15

terbuka publik yang dapat digunakan bagi masyarakat untuk berkumpul,

menyampaikan aspirasi, dan berinteraksi sosial.

c. Kegiatan perkantoran swasta pengembangannya direncanakan sebagai

berikut:

1) Kegiatan perkantoran swasta yang memiliki karyawan sampai dengan 20

orang dapat berlokasi dikawasan permukiman atau kawasan lainnya

dengan memperhatikan akses pelayanan.

2) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-50

orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa yang sekurang-

kurangnya dilayani jalan lokal sekunder.

3) Kegiatan perkantoran yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari diatas

50 orang orang diarahkan pada kawasan perdagangan dan jasa dengan

pelayanan jalan sekurang-kurangnya kolektor sekunder.

55.. RReennccaannaa KKaawwaassaann IInndduussttrrii

Kawasan Industri, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya

untuk kegiatan-kegiatan di bidang industri seperti pabrik dan pergudangan.

Dalam RTRW Kota Semarang 2010-2030 pengembangan kawasan industri lebih

dibatasi, hal ini sesuai dengan visi Kota Semarang yang akan lebih

mengedepankan pengembangan sektor tersier (perdagangan dan jasa) sebagai

penopang utama perekonomian kota. Kawasan industri direncanakan di BWK III

(Kawasan industri dan pergudangan Tanjung Emas), BWK IV (Genuk), BWK X

(Kawasan Industri Tugu dan Mijen). Kegiatan industri diprioritaskan untuk

pengembangan industri modern dengan kadar polusi rendah.

Rencana sebaran industri Kota Semarang adalah sebagai berikut;

a. Kawasan Industri Genuk

Kawasan ini direncanakan untuk yang berskala besar, menengah, dan kecil.

Areal yang direncanakan adalah seluas ± 1000 ha. Pertimbangan bahwa

kawasan ini dapat dikembangkan karena didukung oleh letak yang

berdekatan dengan pelabuhan laut, pergudangan dan pusat perdagangan.

Selain dilalui jalan raya penghubung Jakarta-Surabaya yang merupakan jalur

radial Kota Semarang, kawasan ini juga dekat dengan wilayah tenaga kerja

(Genuk dan Sayung) dan arah angin tidak menuju ke pusat kota.

Page 16: kondisi umum

16

b. Kawasan Industri Tugu Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas ±

795,09 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh

kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi (PRPP).

Selain itu kondisi tanahnya lebih matang daripada Genuk.

c. Kawasan Industri Candi

Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate, dengan areal seluas ±

912,04 ha. Penetapan kawasan ini sebagai Industrial Estate didukung oleh

kedekatannya dengan wilayah tenaga kerja dan areal promosi Jawa Tengah,

Pelabuhan, dan Jalan arteri (termasuk jalan Tol).

d. Kawasan industri dan Pergudangan Tanjung Emas

Direncanakan sebagai Kawasan Industrial Estate beserta pergudangan yang

sangat dekat dengan prasarana pelabuhan.

e. Kawasan Industri Mijen

Direncanakan sebagai satu kesatuan dengan pengembangan Kota Baru

Mijen yaitu pada areal seluas ± 75 ha, dengan jenis industri yang akan

dikembangkan adalah industri nonpolutif (rendah polusi baik polusi udara,

polusi air, maupun polusi tanah) dan merupakan industri berteknologi tinggi.

Kawasan ini perlu memiliki akses langsung ke Pelabuhan Laut Tanjung

Emas, sebagai pintu keluar pemasaran produk industri dengan tujuan pasar

internasional. Selain itu juga perlu didukung suatu jaringan jalan yang

memiliki akses tinggi, dalam hal ini adalah akses jalan yang berfungsi

sebagai arteri primer.

f. Kawasan Industri Pedurungan

Kawasan industri ini tidak dikembangkan menjadi kawasan industri yang

besar seperti halnya Genuk dan Tugu. Kawasan industri yang ada di

Pedurungan hanya memanfaatkan potensi strategis Jalan Majapahit dan

aglomerasi dengan sebaran yang ada di Mranggen. Luas kawasan industri di

Pedurungan adalah 57,63 Ha.

Page 17: kondisi umum

17

Arahan pemanfaatan ruang kawasan industri adalah :

a. Pembangunan Kawasan Industri dilakukan secara terpadu dengan

lingkungan sekitarnya dengan memperhatikan radius / jarak dan tingkat

pencemaran yang dapat ditimbulkan serta upaya-upaya pencegahan

pencemaran terhadap kawasan di sekitarnya;

b. Pada pembangunan industri berupa industri/pergudangan estate,

perusahaan pembangunan industri wajib menyiapkan prasarana lingkungan,

utilitas umum, bangunan perumahan untuk pekerja dan fasilitas sosial

dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan dan

selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah;

c. Pembangunan industri harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-

jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia (parkir, ruang

terbuka hijau, ruang pedagang kaki lima, pencegahan dan penanggulangan

bahaya kebakaran), kemudahan pencapaian dan kelancaran sirkulasi lalu

lintas dari dan menuju lokasi;

d. Pembangunan dan pelaksanaan kegiatan industri harus disertai dengan

upaya-upaya terpadu dalam mencegah dan mengatasi terjadinya

pencemaran lingkungan mulai dari penyusunan AMDAL, Upaya

Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL), Surat

Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), penyediaan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan disertai dengan pengawasan oleh

Pemerintah Daerah secara intensif terhadap kegiatan industri yang

dilaksanakan.

e. Dalam setiap unit kegiatan industri, pengusaha harus menyediakan lahan

dikavling industrinya untuk penghijauan sebagai filter udara dan peneduh;

f. Lokasi-lokasi industri terpisah (individual) yang masih berada di luar

kawasan industri dan terindikasi atau berpotensi menyebabkan pencemaran

lingkungan akan direlokasi secara bertahap ke kawasan-kawasan yang

direncanakan sebagai kawasan industri, sedangkan lokasi Industri kecil dan

Rumah tangga dapat berada di kawasan perumahan sejauh tidak

mengganggu fungsi lingkungan hunian.

Page 18: kondisi umum

18

66.. RReennccaannaa KKaawwaassaann OOllaahh rraaggaa

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan lapangan olahraga, maka selain

lapangan olahraga yang benar-benar resmi dan dikelola oleh pemerintah, maka

diperlukan suatu areal terbuka, yang dapat difungsikan sebagai lapangan olah

raga yang ada di lingkungan masyarakat.

Saat ini di Kota Semarang sudah ada stadion olahraga Gelanggang Olah Raga

(GOR) Jatidiri di Kecamatan Gajahmungkur yang berskala regional/nasional.

Selain itu juga terdapat stadion lainnya yang berskala kota yaitu Stadion Citarum

dan Stadion Diponegoro. Berdasarkan Pedoman Perencanaan Lingkungan

Pemukiman Kota, maka standar yang diambil adalah Taman dan Lapangan

Olahraga untuk 30.000 penduduk sehingga hal ini dapat mewakili masing-

masing kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk lebih besar dari jumlah

penduduk menurut standar tersebut.

77.. RReennccaannaa KKaawwaassaann WWiissaattaa // RReekkrreeaassii

Kawasan Wisata, merupakan kawasan yang dominansi pemanfaatan ruangnya

untuk kegiatan-kegiatan wisata dan rekreasi. Sesuai dengan potensi yang

dimiliki, fasilitas rekreasi Kota Semarang direncanakan meliputi:

a. wisata bahari/pantai ditetapkan pada BWK III (Kawasan Marina) dan BWK X

(direncanakan di kawasan pantai di Kecamatan Tugu) dimana

pembangunannya harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan

ekosistem di wilayah pantai/pesisir;

b. wisata satwa berada pada di BWK X, yaitu di Kawasan Kebun Binatang yang

ditekankan pada upaya pelestarian satwa dan lingkungan alam di dalamnya;

c. wisata pertanian (agrowisata) berada pada BWK VI (Kecamatan tembalang),

BWK VIII (Kecamatan Gunungpati), dan BWK IX (Kecamatan Mijen) juga

berfungsi sebagai pusat penelitian dan pengembangan pertanian perkotaan

dan budidaya pertanian.

d. Lokasi yang ditetapkan dan rencana pengembangan kawasan wisata Religi

dan Religi:

� BWK III : Kawasan Gereja Blenduk dan Kuil Sam Po Kong

Page 19: kondisi umum

19

� BWK V : Kawasan Masjid Agung Jawa Tengah

� BWK VII : Kawasan Vihara Watugong

e. Wisata alam dan cagar budaya berada di

� BWK I : Kampung Pecinan dan Kampung Melayu

� BWK III : Museum Ronggowarsito, kawasan Maerokoco, kawasan

Kota Lama Semarang

� BWK VII : Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo

� BWK VIII : Gua Kreo, Waduk Jatibarang, Lembah Sungai Garang.

� BWK X : Taman lele

f. Wisata belanja dikembangkan di Kawasan Johar, Simpang Lima dan koridor

Jalan Pandanaran.

g. Wisata Mainan Anak berada di Wonderia (BWK II) , WaterPark (BWK IX dan

BWK III)

Pengembangan kawasan wisata ini direncanakan untuk dapat mendukung fungsi

kota Semarang sebagai Kawasan Perkotaan dengan skala regional/ nasional/

internasional.

88.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeerruummaahhaann ddaann PPeerrmmuukkiimmaann

Kawasan Perumahan dan permukiman, adalah kawasan yang

pemanfaatannya untuk perumahan dan permukiman, serta berfungsi sebagai

tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan

sarana lingkungan. Kawasan ini terdiri dari kawasan perumahan yang dibangun

oleh penduduk sendiri dibangun oleh perusahaan pembangunan perumahan dan

dibangun oleh pemerintah.

Arahan pembangunan dan pemanfaatan kawasan perumahan dan permukiman

ditetapkan sebagai berikut :

a. pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan

tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman

kembali (resettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan

sarana kota.

Page 20: kondisi umum

20

b. pembangunan perumahan dilakukan dengan dengan pengembangan

perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan baru;

c. pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif (vertikal dan

horisontal) dengan pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasan-

kawasan di luar kawasan lindung dengan fungsi kegiatan perumahan

permukiman;

d. pembangunan perumahan baru dilakukan di masing-masing BWK dengan

ketentuan sebagai berikut :

• Pengembangan perumahan dengan bangunan vertikal (rumah susun/

apartemen) dilakukan di kawasan pusat kota (BWK I, BWK II, dan BWK III)

• Pengembangan perumahan dengan kedatan sedang sampai dengan tinggi

di BWK IV, V, VI, VII, dan X.

• Perumahan pada BWK VIII, dan IX direncanakan dengan kepadatan

rendah sampai sedang.

e. Pada pembangunan perumahan, pelaksana pembangunan

perumahan/pengembang wajib menyediakan prasarana lingkungan, utilitas

umum, dan fasilitas sosial dengan proporsi 40% (empat puluh persen) dari

keseluruhan luas lahan perumahan, dan selanjutnya diserahkan kepada

Pemerintah Daerah;

f. Pembangunan perumahan secara intensif vertikal dilakukan dengan

pembangunan rumah susun baik pada kawasan perumahan baru maupun

kawasan padat hunian yang dilakukan secara terpadu dengan lingkungan

sekitarnya;

g. Pengembangan lokasi perumahan lama dan perkampungan kota ditekankan

pada peningkatan kualitas lingkungan, dan pembenahan prasarana dan

sarana perumahan;

h. Pembangunan perumahan lama/ perkampungan dilakukan secara terpadu

baik fisik maupun sosial ekonomi masyarakat melalui program pembenahan

lingkungan, peremajaan kawasan maupun perbaikan kampung.

Page 21: kondisi umum

21

99.. RReennccaannaa KKaawwaassaann PPeemmaakkaammaann UUmmuumm

Pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dalam rangka peningkatan

pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan tempat pemakaman

umum di Kota Semarang. Kawasan Tempat Pemakaman Umum dapat menjadi

bagian dari Ruang Terbuka Hijau yang pelaksanaan pembangunannya dilakukan

sebagai berikut :

a. pembangunan Tempat Pemakaman Umum dilakukan dengan

pengembangan makam-makam yang telah ada maupun pembangunan

makam baru, dan didukung dengan penyediaan prasarana dan sarana

permakaman;

b. pembangunan Tempat Pemakaman Umum skala kota berada di Bergota

yang termasuk di BWK I dan Pemakaman di Kecamatan Gayamsari yang

termasuk di BWK V;

c. pada skala lingkungan pembangunan tempat pemakaman umum dilakukan

dengan pembangunan makam baru pada lahan fasilitas umum atau dengan

optimalisasi dan pengembangan lahan makam yang telah ada sesuai

dengan kapasitas, kebutuhan, dan lingkup pelayanannya;

d. untuk mendukung penyediaan tempat pemakaman umum setiap perusahaan

pembangunan perumahan yang melaksanakan pembangunan perumahan,

diwajibkan menyediakan lahan pemakaman umum seluas 2% (dua persen)

dari keseluruhan luas lahan;

e. penyediaan tempat pemakaman umum dapat dilakukan dengan penyediaan

lahan pemakaman di sekitar lokasi pembangunan atau berpartisipasi dengan

menyerahkan uang yang akan digunakan untuk pengembangan makam

Kepada Pemerintah Kota Semarang senilai harga tanah seluas 2% (dua

persen) dari keseluruhan luas lahan.

1100.. RReennccaannaa KKaawwaassaann KKhhuussuuss

Kawasan Khusus, merupakan kawasan dengan kondisi dan karakteristik yang

bersifat khusus karena jenis kegiatan yang diwadahi memiliki kondisi dan

perlakuan tertentu. Dalam Kebijakan penataan ruang Kota Semarang, kawasan

yang ditetapkan sebagai kawasan khusus adalah kawasan militer dan kawasan

pelabuhan.

Page 22: kondisi umum

22

Kawasan militer berada di BWK III (Kawasan Bandara Militer A Yani) dan BWK

VII (Kawasan Kodam). Kawasan Pelabuhan berada di wilayah BWK III yaitu di

Kawasan Pelabuhan Laut Tanjung Emas.

Pelaksanaan pembangunan di kawasan khusus harus tetap memperhatikan

keterpaduan dengan lingkungan sekitarnya.

1111.. RReennccaannaa RRuuaanngg TTeerrbbuukkaa NNoonn HHiijjaauu ((RRTTNNHH))

Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah adalah ruang terbuka di bagian

wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori Ruang Terbuka Hijau

(RTH), berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun

kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori.

Komponen penataan RTNH meliputi :

d. RTNH Pada Lingkungan Bangunan, dikembangkan pada pekarangan

Bangunan Hunian dan Halaman Bangunan Non Hunian.

Arahan pemanfaatan RTNH Pada Lingkungan Bangunan adalah :

� RTNH pada rumah dengan pekarangan luas dapat dimanfaatkan

sebagai tempat parkir mobil (carport) atau jalur sirkulasi, utilitas tertentu

(sumur resapan) dan septic tank serta dapat juga dipakai untuk

meletakan tanaman pot.

� RTNH bangunan non hunian yaitu pada halaman perkantoran,

pertokoan, dan tempat usaha, selain tempat utilitas tertentu, dapat

dimanfaatkan pula sebagai area parkir terbuka, carport, dan tempat

untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas di luar ruangan seperti

upacara, bazar, olah raga, dan lain-lain.

d. RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan dikembangkan pada

kawasan setingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan,

Kecamatan

Arahan pemanfaatan RTNH Pada Skala Sub-Kawasan dan Kawasan adalah :

� RTNH Rukun Tetangga (RT) dapat dimanfaatkan penduduk sebagai

tempat melakukan berbagai kegiatan sosial di lingkungan RT

� RTNH Rukun Warga (RW) dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan

remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan sosial lainnya di

lingkungan RW.

Page 23: kondisi umum

23

� RTNH kelurahan dapat berupa taman aktif, dengan fasilitas utama

lapangan olahraga (serbaguna) yang dapat dimanfaatkan penduduk

dalam skala kelurahan

� RTNH kecamatan dapat taman aktif dengan fasilitas utama lapangan

olahraga

d. RTNH Pada Wilayah Kota dikembangkan dalam bentuk ; Alun-Alun, Plasa,

Bangunan Ibadah, Plasa Monumen, Bawah Jalan Layang/Jembatan

Arahan pemanfaatan RTNH Pada Wilayah Kota adalah :

� RTNH dalam bentuk alun-alun direncanakan di kawasan pelayanan

umum dimanfaatkan untuk kegiatan upacara atau perayaan hari besar

lainnya

� RTNH dalam bentuk plasa bangunan ibadah terutama dimanfaatkan

untuk perluasan kegiatan ibadah pada hari-hari raya keagamaan,

dimana bangunan ibadah tidak mampu menampung jemaah yang ada.

� RTNH dalam bentuk plasa monumen terutama dimanfaatkan untuk

memperingati suatu peristiwa tertentu.

� Ruang bawah jalan layang atau jembatan dapat dimanfaatkan untuk

area penunjang ekologis tertentu, seperti taman-taman untuk

menunjang estetika kota.

d. RTNH Fungsi Tertentu, dikembangkan dalam bentuk Pemakaman dan

Tempat Pembuangan Sementara

Arahan pemanfaatan RTNH Fungsi tertentu adalah:

� RTNH pada pemakaman hanya terdiri dari area parkir dan jalur sirkulasi

manusia.

� RTNH yang disediakan untuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS)

hanya diperkenankan dimanfaatkan untuk meletakkan kontainer TPS

sebagai tempat pengumpul sementara pada suatu lingkungan tertentu

sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).

Rencana Luas RTNH di Kota Semarang direncanakan sebagai berikut :

a. RTNH pekarangan Bangunan Hunian : 21.074,13 Ha b. RTNH Halaman Bangunan Non Hunian : 526,85 Ha c. RTNH Rukun Tetangga (RT) : 421,48 Ha d. RTNH Rukun Warga (RW) : 368,80 Ha e. RTNH Kelurahan, : 316,11 Ha f. RTNH Kecamatan : 263,43 Ha g. RTNH Plaza & Alun-Alun : 42,15 Ha

Page 24: kondisi umum

24

h. RTNH Bangunan Ibadah : 63,22 Ha I. RTNH Pemakaman : 63,84 Ha j. RTNH Tempat Pembuangan Sementara : 31,61 Ha

Wilayah rawan bencana, Kota Semarang dengan karakteristik wilayah tersebut

berpotensi terhadap terjadinya bencana alam dengan dominasi bencana banjir, rob

dan tanah longsor. Bila ditelaah lebih jauh, ketiga macam bencana di Semarang ini

saling terkait, dengan sebab baik karena kondisi awal alamnya maupun karena

dampak pembangunan.

Banjir sering terjadi di sekitar aliran sungai dan di bagian utara kota yang

morfologinya berupa dataran pantai. Kawasan potensi bencana banjir secara umum

diklasifikasikan menjadi:

1. Kawasan Pesisir/ Pantai merupakan salah satu kawasan rawan banjir karena

kawasan tersebut merupakan dataran rendah dimana ketinggian muka tanahnya

lebih rendah atau sama dengan ketinggian muka air laut pasang rata-rata (Mean

Sea Level, MSL), dan menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai. Di samping

itu, kawasan pesisir/pantai dapat menerima dampak dari gelombang pasang

yang tinggi, sebagai akibat dari badai angin topan atau gempa yang

menyebabkan tsunami.

2. Kawasan Dataran Banjir (Flood Plain Area) adalah daerah dataran rendah di kiri

dan kanan alur sungai, yang kemiringan muka tanahnya sangat landai dan relatif

datar.

Aliran air dari kawasan tersebut menuju sungai sangat lambat, yang

mengakibatkan potensi banjir menjadi lebih besar, baik oleh luapan air sungai

maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan

sedimen yang sangat subur, dan terdapat di bagian hilir sungai. Seringkali

kawasan ini merupakan daerah pengembangan kota, seperti permukiman, pusat

kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Kawasan ini bila

dilalui oleh sungai yang mempunyai Daerah Aliran Sungai (DAS) cukup besar,

seperti Kali Garang/ Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur di Kota

Semarang, memiliki potensi bencana banjir yang cukup besar juga, karena debit

banjir yang cukup besar yang dapat terbawa oleh sungai tersebut. Potensi

Page 25: kondisi umum

25

bencana banjir akan lebih besar lagi apabila terjadi hujan cukup besar di daerah

hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air laut.

3. Kawasan Sempadan Sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang

disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan

tertentu.

4. Kawasan Cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di daerah

dataran rendah maupun dataran tinggi (hulu sungai) dapat menjadi daerah

rawan bencana banjir. Pengelolaan bantaran sungai harus benar-benar

dibudidayakan secara optimal, sehingga bencana dan masalah banjir dapat

dihindarkan.

Potensi banjir di Kota Semarang sebagian besar berada di daerah pesisir/pantai

dan daerah sempadan sungai, berdasarkan aspek penyebabnya, jenis banjir yang

ada dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu: banjir limpasan sungai/banjir

kiriman; banjir lokal; dan banjir pasang (rob).

Banjir pasang (rob) ini terjadi karena pasang air laut yang relatif lebih tinggi

daripada ketinggian permukaan tanah di suatu kawasan. Biasanya terjadi pada

kawasan di sekitar pantai. Penurunan tanah disebabkan empat hal, yaitu eksploitasi

air tanah berlebihan, proses pemampatan lapisan sedimen (yang terdiri dari batuan

muda) ditambah pembebanan tinggi oleh bangunan di atasnya serta pengaruh gaya

tektonik. Dampak penurunan tanah dapat dilihat adanya luasan genangan rob yang

semakin besar.

Selain banjir, bencana yang berkaitan dengan musim hujan adalah longsor. Kota

Semarang pada beberapa wilayah menunjukkan potensi bencana longsor yang

mengancam masyarakat yang juga perlu mendapatkan perhatian.

Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Kota Semarang,

musim kemarau menjadi lebih panjang daripada musim hujan sehingga

menyebabkan kekeringan di daerah dengan cadangan air tanah yang minimum.

Sebagian besar daerah yang mengalami kekeringan terdapat di Semarang atas.

Berdasarkan data yang ada pada Buku Rencana Aksi Nasional 2010-2014, potensi

Page 26: kondisi umum

26

bencana yang ada di Kota Semarang adalah banjir, kekeringan, longsor, kebakaran

hutan, erosi, kebakaran gedung dan permukiman dan risiko cuaca ekstrim.

II. ASPEK DEMOGRAFI

Secara Demografi, berdasarkan data statistik Kota Semarang penduduk Kota

Semarang periode tahun 2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar

1,4% per tahun. Pada tahun 2005 adalah 1.419.478 jiwa, sedangkan pada tahun

2009 sebesar 1.506.924 jiwa, yang terdiri dari 748.515 penduduk laki-laki, dan

758.409 penduduk perempuan.

Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Tahun 2005-2009

Laki-Laki Perempuan Jumlah1 2005 705,627 713,851 1,419,478 1.45

2 2006 711,755 722,270 1,434,025 1.06

3 2007 722,026 732,568 1,454,594 1.43

4 2008 735,457 746,183 1,481,640 1.865 2009 748,515 758,409 1,506,924 1.71

No TahunJumlah Penduduk Pertumbuhan

(%)

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009

Peningkatan jumlah penduduk tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian

dan migrasi. Pada tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa, jumlah

kematian sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910 jiwa dan

penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa. Besarnya penduduk yang datang ke

Kota Semarang disebabkan daya tarik kota Semarang sebagai kota perdagangan,

jasa, industri dan pendidikan.

Tabel Perkembangan Penduduk Lahir, Mati, Datang dan Pindah Kota Semarang Tahun 2005 - 2009

Lahir Mati Datang Pindah

1 2005 19,504 8,172 38,910 29,107

2 2006 21,445 9,023 42,714 32,557

3 2007 22,838 10,018 43,151 35,180 4 2008 24,472 10,018 44,187 37,128 5 2009 25,262 10,373 38,518 34,172

Penduduk (jiwa)

TahunNo

Page 27: kondisi umum

27

Sumber: Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang, 2009

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa penduduk yang datang ke Kota

Semarang dan penduduk yang lahir setiap tahunnya lebih besar dari pada penduduk

yang pindah dan penduduk yang mati, hal tersebut menggambarkan bahwa

peningkatan penduduk Kota Semarang disebabkan oleh penduduk yang datang dan

lahir dengan proporsi rata-rata 60,04% per tahun dibanding penduduk pindah dan

penduduk yang mati.

Penduduk Kota Semarang dilihat dari kelompok umur sebanyak 912.362 jiwa atau

73,96% merupakan penduduk usia produktif ( umur 15 – 65 tahun) dan 26,04%

merupakan penduduk tidak produktif (umur 0-14 tahun dan diatas 65 tahun).

Tabel Jumlah Penduduk Kota Semarang Berdasarkan Kelompok Umur

J U M L A H (jiwa) Kelompok Umur 2005 2006 2007 2008 2009

0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 +

49.497 113.270 116.321 112.459 118.682 151.571 142.919 138.312 117.958 101.529 79.698 52.619 34.063 90.480

49.935 114.216 117.280 113.442 119.829 153.198 144.321 139.631 119.214 102.571 80.937 53.336 34.522 91.593

50.721 116.072 119.198 115.241 121.618 155.321 146.455 141.734 120.876 104.041 81.772 53.921 34.906 92.718

51.664 118.230 121.414 117.384 123.879 158.209 149.178 144.369 123.124 105.976 83.292 54.924 35.555 94.442

52.635 120.566 123.840 119.586 126.012 160.805 151.697 146.930 125.351 107.815 84.568 55.630 35.965 95.524

Jumlah 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Sumber : BPS Kota Semarang, 2009

Komposisi penduduk kota Semarang ditinjau dari aspek pendidikan (di atas umur 5

tahun) adalah 22,86% telah tamat SD/MI, 21,10% telah tamat SLTA, 20,38%

belum tamat SD, 20,28 % telah tamat SLTP, 6,54% tidak/belum pernah sekolah,

4,51% telah tamat SD IV/S1/S2, dan 4,35% telah tamat DI/DII/DIII.

Page 28: kondisi umum

28

Grafik Penduduk Kota Semarang berdasarkan Pendidikan Tahun 2009

Tamat SLTA

21.10%

Tamat SLTP

20.28%

Tamat SD/MI

22.86%

Tidak/Belum

tamat SD/MI

20.38%

Tidak Sekolah

6.54%Tamat D1,II,III

4.35%

Tamat

DIV/S1/S2/S3

4.51%

Sumber: Kota Semarang dalam Angka 2009, BPS (data diolah)

Perkembangan jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan mata pencaharian

selama periode 2005-2009 sebagaimana tabel berikut.

Tabel Komposisi Penduduk Kota Semarang

Berdasarkan Mata Pencaharian

JUMLAH (jiwa) NO

JENIS PEKERJAA

N 2005 2006 2007 2008 2009

1 Petani Sendiri 30.440 28.185 26.494 26.203 38.945

2 Buruh Tani 17.271 22.409 18.992 18.783 27.791

3 Nelayan 2.468 2.256 2.506 2.478 3.657

4 Pengusaha 15.771 24.580 51.304 52.514 77.706

5 Buruh Industri 185.604 192.473 152.557 152.606 225.897

6 Buruh Bangunan 131.453 106.217 71.328 72.771 107.692

7 Pedagang 76.672 75.951 73.431 73.457 108.788

8 Angkutan 26.614 30.144 22.187 22.195 32.819

9 PNS/ABRI 93.707 88.486 86.918 86.949 128.718

10 Pensiunan 34.208 38.101 32.855 32.667 48.635

11 Lainnya 255.717 258.815 76.657 76.684 111.714

Jumlah 869.925 867.617 615.229 617.507 912.362

Sumber data : BPS Kota Semarang Tahun 2009

Page 29: kondisi umum

29

Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kota Semarang berturut-

turut buruh Industri dengan persentase sebesar 24,76%, PNS/ABRI sebesar

14,11%, Lainnya sebesar 12,24%, Pedagang sebesar 11,92%, Buruh Bangunan

1,80%, Pengusaha sebesar 8,52%, Pensiunan sebesar 5,33%, Petani sebesar

4,27%, Angkutan sebesar 3,60%, Buruh tani sebesar 3,05%, dan Nelayan sebesar

0,40 %. Hal ini menggambarkan bahwa aktivitas penduduk Kota Semarang

bergerak pada sektor perdagangan dan jasa.

III. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Kinerja pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat merupakan

gambaran dan hasil dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu

terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang mencakup kesejahteraan dan

pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga.

Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat

selama periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :

1. Ekonomi.

Kinerja kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Kota Semarang selama periode

tahun 2005-2009 dapat dilihat dari indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi,

PDRB per kapita, dan angka kriminalitas yang tertangani. Perkembangan kinerja

pembangunan pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi adalah sebagai

berikut :

a. Pertumbuhan PDRB

Pertumbuhan PDRB merupakan indikator untuk mengetahui kondisi

perekonomian secara makro yang mencakup tingkat pertumbuhan sektor-

sektor ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah. Laju

Pertumbuhan PDRB Kota Semarang atas dasar harga berlaku selama

periode 2005-2009 mengalami pertumbuhan yang meningkat. PDRB Atas

Dasar Harga Berlaku pada tahun 2005 sebesar Rp. 26.624.244,17 sampai

dengan tahun 2009 mencapai sebesar Rp. 39.429.568.000,-.

Page 30: kondisi umum

30

Tabel 2.8 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2005 s.d. 2009

Rp. % Rp. % Rp. % Rp. % Rp. %

A PDRB Atas Dasar Harga

Berlaku

23,208,224 26,624,244 30,515,737 34,540,949 38,459,815

1. Pertanian 294,257 1.27 321,780 1.21 365,095 1.20 398,756 1.15 442,499 1.15

2. Pertambangan dan

Penggalian

46,997 0.20 52,327 0.20 57,063 0.19 61,694 0.18 66,480 0.17

3. Industri Pengolahan 6,256,676 26.96 7,147,347 26.85 7,883,533 25.83 8,679,006 25.13 9,483,637 24.66

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 443,417 1.91 487,538 1.83 532,280 1.74 574,399 1.66 609,532 1.58

5. Bangunan 3,584,579 15.45 4,445,308 16.70 5,414,829 17.74 6,398,054 18.52 7,453,706 19.38

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran

6,788,735 29.25 7,480,618 28.10 8,635,562 28.30 9,972,004 28.87 10,884,995 28.30

7. Angkutan dan Komunikasi 2,399,867 10.34 2,762,149 10.37 3,073,387 10.07 3,374,753 9.7703 3,814,968 9.92

8. Keuangan, Sewa & Jasa

Perusahaan

693,463 2.99 772,160 2.90 889,126 2.91 993,471 2.8762 1,075,543 2.80

9. Jasa 2,700,233 11.63 3,155,017 11.85 3,664,861 12.01 4,088,812 11.838 4,628,454 12.03

23,208,224 26,624,244 30,515,737 34,540,949 38,459,815

B PDRB Atas Dasar Harga

Konstan

1. Pertanian 207,455 1.28 213,730.87 1.25 219,249.83 1.21 227,516 1.19 234,611 1.16

2. Pertambangan dan

Penggalian

28,553 0.18 29,043.79 0.17 29,992.32 0.17 30,726 0.16 31,501 0.16

3. Industri Pengolahan 4,508,130 27.84 4,724,893.43 27.60 4,998,705.58 27.55 5,236,515 27.33 5,465,109 27.08

4. Listrik, Gas dan Air

Bersih

217,621 1.34 225,734.02 1.32 235,801.58 1.30 250,626 1.31 260,312 1.29

5. Bangunan 2,230,742 13.77 2,527,078.34 14.76 2,708,769.04 14.93 2,849,024 14.87 3,081,148 15.27

6. Perdagangan, Hotel

dan Restoran

5,025,711 31.03 5,182,067.45 30.27 5,493,915.98 30.28 5,906,984 30.83 6,217,358 30.81

7. Pengangkutan dan

Komunikasi

1,556,572 9.61 1,640,072.26 9.58 1,745,291.26 9.62 1,851,303 9.66 1,952,040 9.67

8. Keuangan, Sewa dan

Jasa Perusahaan

495,325 3.06 507,540.20 2.96 526,192.09 2.90 548,372 2.86 565,144 2.80

9. Jasa 1,924,156 11.88 2,068,544.92 12.08 2,184,722.29 12.04 2,255,749 11.78 2,373,356 11.76

16,194,265 17,118,705 18,142,640 19,156,814 20,180,578

No.Sektor Usaha /

Lapangan Usaha

Tahun ( Rp. Jutaan)

2009 *)2008200720062005

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang BPS Kota Semarang

Dari tabel tersebut, kontribusi sektor usaha terbesar terhadap PDRB Kota

Semarang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor

Industri Pengolahan dan sektor usaha bangunan.

Pada tahun 2009 kontribusi masing-masing sektor usaha tersebut adalah

sebagai berikut : Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %,

industri pengolahan sebesar 24,52 %, dan sektor bangunan sebesar

19,27%. Hal tersebut menggambarkan bahwa aktivitas ekonomi masyarakat

Kota Semarang didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran,

sektor industri pengolahan dan sektor bangunan.

Page 31: kondisi umum

31

Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB berimplikasi terhadap kondisi

perekonomian Kota Semarang secara makro yang ditunjukan dengan Laju

Pertumbuhan Ekonomi (LPE). LPE Kota Semarang periode 2005-2009

mengalami pertumbuhan yang positif.

Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Tahun 2005-2009

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang

Pada tahun 2005 tercatat sebesar 5,14%, kemudian meningkat sebesar 5,71

%, pada tahun 2006, 5,98 % pada tahun 2007, dan 6,03 % pada tahun 2008.

Sedangkan pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kota Semarang tercatat

sebesar 5,47 %. Pertumbuhan ekonomi Kota Semarang terjadi penurunan

pada tahun 2009 sebesar 0,56 % dari 6,03 % pada tahun 2008 menjadi 5,47

% pada tahun 2009. Penurunan ini lebih dipengaruhi adanya kondisi

perekonomian global seperti kebijakan pasar bebas (Asean-China Free Trade

Area/ACFTA), kenaikan BBM dan TDL.

b. Laju Inflasi

Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan

kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang

berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat.

Laju inflasi Kota Semarang selama periode tahun 2005-2009 mengalami

pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2005 sebesar 16,46 %, tahun 2006

Page 32: kondisi umum

32

sebesar 6,08 %, tahun 2007 mencapai 6,75 %, tahun 2008 sebesar 10,34 %

dan tahun 2009 sebesar 3,19 %. Besaran laju inflasi yang terjadi lebih

diakibatkan pada permintaan masyarakat akan bahan kebutuhan pokok.

Grafik Laju Inflasi

Kota Semarang Tahun 2005-2009

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang 2009, BPS Kota Semarang

c. PDRB Perkapita

Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB, diikuti dengan kenaikan pendapatan

per kapita. Selama periode tahun 2005-2009 PDRB Perkapita Kota

Semarang mengalami pertumbuhan yang positif. PDRB Perkapita atas

dasar harga berlaku, pada tahun 2005 sebesar Rp. 14.947.472,59 pada

tahun 2006 sebesar Rp.17.067.350,89, pada tahun 2007 sebesar

Rp.19.394.727,40, pada tahun 2008 sebesar Rp.21.352.860,09, dan tahun

2009 sebesar Rp.23.889.579,87.

Page 33: kondisi umum

33

Grafik Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku

Pemerintah Kota Semarang Tahun 2005-2009

0.00

5,000,000.00

10,000,000.00

15,000,000.00

20,000,000.00

25,000,000.00

2005 2006 2007 2008 2009PDRB Perkapita 14,947,472.59 17,067,350.89 19,394,727.40 21,352,860.09 23,889,579.87

PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun ke tahun

juga menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2005 sebesar Rp.

10.534.628,92,-, pada tahun 2006 sebesar Rp.11.045.072,76,-, pada tahun

2007 sebesar Rp.11.591.578,22, pada tahun 2008 sebesar

Rp.11.897.251,91, dan pada tahun 2009 sebesar Rp. 12.338.639,96.

d. Indek Pembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat

upaya dan kinerja pembangunan dengan dimensi yang lebih luas karena

memperlihatkan kualitas penduduk dalam hal kelangsungan hidup,

intelektualias dan standar hidup layak. IPM disusun dari tiga komponen yaitu

lamanya hidup, yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir ; tingkat

pendidikan, diukur dengan kombinasi antara melek huruf pada penduduk

dewasa dan rata-rata lama sekolah ; serta tingkat kehidupan yang layak

dengan ukuran pengeluaran perkapita (purchasing power parity). Pada tahun

2009 IPM Kota Semarang telah mencapai skor 76,90, angka tersebut

menempati urutan kedua dibawah Kota Surakarta, namun masih jauh diatas

angka rata-rata Provinsi Jawa Tengah sebesar 72,10. Selengkapnya IPM

Kota Semarang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Page 34: kondisi umum

34

Tabel Perkembangan IPM Kota Semarang

No Tahun Skor Ket

1 2005 75,3

2 2006 75,94

3 2007 77,24

4 2008 76,54

5 2009 76,90

Sumber : Indeks Pembangunan Kota Semarang BPS Kota Semarang

2. Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pada fokus kejahteraan sosial meliputi indikator angka melek

huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan

yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi,

angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio

penduduk yang bekerja. Kinerja pembangunan kesejahteraan sosial Kota

Semarang periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagai berikut :

a. Pendidikan

Pembangunan pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia. Sasarannya adalah terciptanya sumber daya

manusia yang berkualitas melalui peningkatan mutu pendidikan, perluasan

dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi semua

masyarakat, tercapainya efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan

pendidikan, serta tercukupinya sarana dan prasarana pendidikan. Beberapa

keberhasilan pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat dari Angka Melek

Huruf (AMH), Rata Lama Sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka

Partisipasi Murni (APM) dan Angka Pendidikan yang ditamatkan. AMH

adalah persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang dapat membaca

dan menulis huruf latin. AMH tahun 2005 sebesar 95,10 %, tahun 2006

sebesar 95,85 %, tahun 2007 sebesar 95,54 %, tahun 2008 sebesar 99,30 %

dan sampai dengan tahun 2009 angka melek huruf sebesar 99,47 %. Angka

Page 35: kondisi umum

35

pendidikan yang ditamatkan pada seluruh jenjang pendidikan baik SD, SLTP

dan SLTA selama 5 tahun menunjukkan peningkatan dari 90,97% tahun 2005

menjadi 96,51%.

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa, berapapun

usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah

penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu.

Pada tahun 2009 APK SD/MI mencapai 105,27 %, SMP/MTs 114,19,

sedangkan SMA/SMA/MA mencapai 116,96 %.

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang

berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang

sama. Capaian APM SD/MI pada tahun 2009 sebesar 89,68 %, SMP/MTs

79,01 %, SMA/SMK/MA sebesar 79,97 %. Capaian APK dan APM pada

masing-masing jenjang pendidikan telah berada di atas rata-rata APK/APM

Jawa Tengah kecuali untuk SD/MI. Belum optimalnya angka capaian

APK/APM disebabkan oleh mahalnya biaya pendidikan, walaupun dukungan

anggaran untuk pendidikan sudah melebihi 20 % dari total anggaran APBD.

Oleh karena itu diperlukan upaya pengalokasian anggaran pendidikan yang

tepat agar pendidikan menjadi murah namun tetap berkualitas.

Page 36: kondisi umum

36

Tabel Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial Indikator Pendidikan

2005 2006 2007 2008 2009

1. Angka Melek Huruf 95,10 95,85 95,94 99,30 99,47

2. Rata Lama sekolah 9,60 9,80 9,80 9,17 9,20

3. Angka Partisipasi Kasar

- SD/MI 102,54 105,87 112,76 105,79 105,27

- SLTP/MTs 89,94 97,14 103,12 89,21 114,19

- SMA/SMK/MA 89,35 88,71 100,76 90,39 116,96

4. Angka Partisipasi Murni

- SD/MI 86,64 89,6 88,36 89,21 89,68

- SLTP/MTs 66,99 71,27 66,7 65,84 79,01

- SMA/SMK/MA 62,76 63,84 88,8 62,71 79,97

5. Angka Pendidikan yang ditamatkan 90,97% 89,90% 96,72% 96,51% 96,51%

5.

Penduduk Tamat (<SD, SD, SLTP,

SLTA, Univ) 1.291.294 1.289.175 1.406.873 1.429.890 1.455.249

Jumlah Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.507.826

No UraianTahun

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2010 diolah

b. Kesehatan

Selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) kondisi pembangunan Kesehatan

menunjukkan perubahan yang fluktuatif, hal ini dapat dilihat dari beberapa

indikator bidang kesehatan. Angka kelangsungan hidup bayi selama 5 tahun

menurun dari 98,08 % pada tahun 2005 menjadi 81,40 % tahun 2009.

Demikian pula Angka persentase gizi buruk mengalami peningkatan dari

tahun 2005 sebesar 0,019 % menjadi 0,04 % tahun 2009. Penurunan angka

kelengsungan hidup dan peningkatan angka gizi buruk lebih disebabkan

adanya penyakit bawaan dan wabah penyakit yang disebabkan oleh vektor

binatang seperti Demam Berdarah. Upaya pengembangan paradigma hidup

sehat harus menjadi perhatian utama agar wabah penyakit menulular tidak

terulang. Namun demikian secara keseluruhan Angka Usia harapan Hidup

Kota Semarang di Kota Semarang sebesar 72,1, jauh melebihi angka

harapan hidup nasional sebesar 69,0 tahun.

Tabel Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Indikator Kesehatan

Page 37: kondisi umum

37

2005 2006 2007 2008 2009

1. Angka Kelangsungan Hidup Bayi per /

1000 kelahiran hidup (%)

98.08 80.29 81.32 80.29 81.40

2. Angka Usia Harapan Hidup 71.8 71.9 71.9 72 72.1

3. Persentase Gizi buruk 0,019 % 0,017% 0,04 % 0,033 % 0,04 %

No UraianTahun

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 diolah

c. Kemiskinan

Selama kurun waktu 5 tahun (2005-2009) jumlah penduduk miskin

mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, jumlah penduduk miskin tahun

2005- 2008 mengalami peningkatan peningkatan, tahun 2005 sebanyak

94.246 jiwa, tahun 2006 sebanyak 246.448 jiwa, tahun 2007 sebanyak

306.700 jiwa dan tahun 2008 sebanyak 491.747 jiwa, namun pada tahun

2009 mengalami penurunan menjadi sebesar 398.009 jiwa. Begitu pula ratio

penduduk miskin terhadap jumlah penduduk kota Semarang semakin

meningkat selama 4 tahun terakhir (2005-2008), tahun 2007 sebesar 6,64%,

tahun 200617,19%, tahun 2007 sebesar 21,08%, tahun 2008 sebanyak

33,19%, namun tahun 2009 menurun menjadi sebesar 26,41%. Penurunan

jumlah dan rasio penduduk miskin sebesar 6,78% disebabkan berbagai

program penanggulangan kemiskinan di Kota Semarang semakin menyentuh

masyarakat miskin (tepat sasaran). Ketepatan tersebut didukung oleh adanya

identifikasi dan verifikasi berdasarkan indikator dan kriteria kemiskinan yang

disusun sesuai dengan kondisi lokalitas daerah yang semakin mendekati

kenyataan. Kedepan diperlukan upaya untuk melakukan unifikasi data

kemiskinan agar proses percepatan penanggulangan kemiskinan dapat

dilakukan dengan tepat. Optimalisasi peran masayarakat untuk turut serta

dalam menyalurkan program Corpotate Social Responsibility (CSR) perlu

didorong terus menerus.

Berikut gambaran perkembangan penduduk miskin kota Semarang selama 5

tahun (2005-2009) :

Page 38: kondisi umum

38

Tabel Rasio Penduduk Miskin

2005 2006 2007 2008 2009

Penduduk Miskin 94.246 246.448 306.700 491.747 398.009

Jml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924 Rasio 6,64% 17,19% 21,08% 33,19% 26,41%

UraianTahun

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2010 diolah

d. Kepemilikan tanah

Berdasarkan sumber dari Kantor Pertanahan Kota Semarang tahun 2010,

persentase luas lahan bersertifikat yang tercatat di Kota Semarang mencapai

angka rasio 72,8 %, sedangkan untuk rasio kepemilikan tanah mencapai

40,30. Dilihat dari jumlah kepemilikan tanah yang mempunyai sertifikat,

menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya tertib

administrasi pertanahan yang berarti kepemilikan sertifikat tanah sebagai

legalitas atas tanah yang dimiliki semakin menjadi penting,

e. Kesempatan Kerja

Angka kesempatan kerja dapat dihitung dari jumlah penduduk yang bekerja

dibanding dengan angkatan kerja dalam satu wilayah. Rasio penduduk yang

bekerja mengalami peningkatan, tahun 2005 sebesar 64,32 %, tahun 2006

sebesar 64,38%, tahun 2007 sebesar 88,61%, tahun 2008 sebesar 88,51%,

namun pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 7,70% atau menjadi

sebesar 81,44%. Penurunan ratio penduduk yang bekerja lebih diakibatkan

karena meningkatnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan

pertumbuhan lapangan kerja. Oleh karena itu diperlukan upaya perluasan

lapangan kerja sebagai upaya mengatasi pengangguran. Berikut gambaran

perkembangan ratio penduduk yang bekerja selama 5 tahun (2005-2009)

seperti tercantum dalam tabel dibawah ini :

Page 39: kondisi umum

39

Tabel Rasio Penduduk Bekerja

2005 2006 2007 2008 2009

Penduduk yang Bekerja 465.695 537.791 663.053 658.729 563.565

Angkatan Kerja 724.048 835.323 748.302 744.239 692.019

Rasio 64,32% 64,38% 88,61% 88,51% 81,44%

UraianTahun

Sumber : Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi, 2010 diolah

f. Angka Kriminalitas

Ratio tindak kriminal selama lima (5) lima tahun terakhir menunjukkan

penurunan, tahun 2005 sebesar 0,14 %, Tahun 2006 sebesar 0,10 %, Tahun

2007 sebesar 0,08 % dan tahun 2008 dan tahun 2009 sebesar 0,07 %.

Penurunan angka rasio kriminal tersebut menunjukkan makin tingginya rasa

aman masyarakat. Kondisi rasa aman dikalangan masyarakat tersebut harus

tetap dipertahankan selama 5 tahun kedepan melalui upaya-upaya preventif

dan tetap memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Berikut

gambaran perkembangan ratio kriminal selama 5 tahun (2005-2009) seperti

tercantum dalam tabel dibawah ini :

Tabel Rasio Tindak Kriminal

2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Kriminal 195 139 117 107 108

Jumlah Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924

Rasio 0,14 0,10 0,08 0,07 0,07

UraianTahun

Sumber : Data Pengembangan SIPD, BPS Kota Semarang, 2010

3. Seni dan Budaya.

Pembangunan pada fokus seni dan budaya meliputi indikator jumlah grup

kesenian dan gedung olahraga. Kinerja pembangunan Seni dan budaya Kota

Semarang periode 2005-2009 pada masing-masing indikator adalah sebagai

berikut :

a. Seni dan Budaya

Jumlah grup kesenian di Kota Semarang selama 5 tahun (2005-2009)

menunujukkan peningkatan dari 376 buah menjadi 573 buah pada tahun

Page 40: kondisi umum

40

2009 , demikian pula ratio jumlah grup kesenian terhadap per. 10.000

jumlah penduduk kota Semarang yaitu dari 2,65 pada tahun 2005 menjadi

3,80 pada tahun 2009. Sedangkan jumlah gedung kesenian juga

mengalami peningkatan dari 33 buah dengan rasio per 10.000 sebesar 0,23

pada tahun 2005 menjadi sebesar 39 buah dengan rasio per 10.000

penduduk sebesar 0,26 pada tahun 2009. Namun jika dilihat dari ratio

jumlah grup kesenian terhadap 10.000 jumlah penduduk masih relatif kecil.

Hal ini menunjukkan bahwa masih kurang resposifnya masyarakat terhadap

kesenian tradisional. Upaya mengembangkan kesenian tradisional

diharapkan akan mampu memberikan dampak kesejahteraan bagi para

pelaku seni. Demikian pula dengan perkembangan sarana prasarana

gedung kesenian menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun namun ratio

jumlah gedung kesenian masih relatif kecil terhadap per 10.000 jumlah

penduduk yakni sebesar 3,80 pada tahun 2009. Berikut gambaran

perkembangan Jumlah Grup dan Gedung Kesenian Kota Semarang selama

5 tahun (2005-2009), sebagaimana tabel berikut :

Tabel Rasio Grup Kesenian

2005 2006 2007 2008 2009

Juml Grup Kesenian 376 386 573 573 573

Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924

Rasio/10.000 penduduk 2,65 2,69 3,94 3,87 3,80

UraianTahun

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2010 diolah

Tabel Rasio Gedung Kesenian

2005 2006 2007 2008 2009

Juml Gedung Kesenian 33 33 33 33 39

Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924

Rasio/10.000 penduduk 0,23 0,23 0,23 0,22 0,26

UraianTahun

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, 2010 diolah

Page 41: kondisi umum

41

b. Olah Raga

Jumlah klub olah raga selama 5 tahun (2005 – 2009) tidak mengalami

penambahan atau tetap sebanyak 561 buah pada tahun 2009, namun

rationya mengalami penurunan dari 3,95 tahun 2005 menjadi 3,72 pada

tahun 2009. Begitu pula kondisi sarana dan prasarana olah raga tidak

mengalami pertumbuhan atau tetap sebanyak 3 buah gedung olah raga.

Hal tersebut bukan berarti bahwa budaya olah raga dikalangan masyarakat

masih rendah, akan tetapi banyak aktivitas olah raga yang dilakukan diluar

gedung seperti jalan sehat, bersepeda maupun olahraga luar ruangan yang

lain. Namun demikan untuk dapat memacu peningkatan prestasi atlit

diperlukan sarana prasarana olah raga yang representative. Berikut

gambaran perkembangan klub dan sarpras olahraga sebagaimana tabel

dibawah ini :

Tabel Rasio Klub Olah Raga

2005 2006 2007 2008 2009

Juml Klub Olah Raga 561 561 561 561 561

Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924

Rasio/10.000 penduduk 3,95 3,91 3,86 3,79 3,72

UraianTahun

Sumber : Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Semarang, 2010, diolah

Tabel 2.18

Rasio Gedung Olah Raga

2005 2006 2007 2008 2009

Juml Gedung Olah Raga 3 3 3 3 3

Juml Penduduk 1.419.478 1.434.025 1.454.594 1.481.640 1.506.924

Rasio/10.000 penduduk 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02

UraianTahun

Sumber : Dinas Sosial Pemuda dan Olah Raga Kota Semarang, 2010, diolah

Page 42: kondisi umum

42

III. ASPEK PELAYANAN UMUM

Kinerja pembangunan pada aspek pelayanan umum merupakan gambaran dan

hasil dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu terhadap kondisi

pelayanan umum yang mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi,

kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga.

Kinerja pembangunan pada aspek pelayanan umum merupakan gambaran dan hasil

dari pelaksanaan pembangunan selama periode tertentu terhadap kondisi pelayanan

umum yang mencakup layanan urusan wajib.

Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek pelayanan umum selama

periode 2005-2009 adalah sebagai berikut :

1. Fokus layanan urusan wajib

a. Pendidikan

Kondisi kinerja pembangunan bidang pendidikan selama 5 (lima) tahun

terakhir mengalami perubahan fluktuatif, angka partisipasi sekolah

pendidikan dasar mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar

86,64% menjadi 89,76% pada tahun 2009, pendidikan menengah

meningkat dari tahun 2005 sebesar 66,99% menjadi 78,95 %, angka

kelulusan SD/MI selama 5 tahun dapat mencapai sebesar 99,99%, untuk

SMP/MTs mencapai 94,76%, SMA/SMK/MA mencapai 96,47%. Angka

ketersediaan sekolah Pendidikan Dasar dari 4 % pada tahun 2005

menjadi 4,30 % tahun 2009, ratio guru terhadap jumlah murid dari 1:28

pada tahun 2005 turun menjadi 1:19 pada tahun 2009, ratio guru terhadap

jumlah murid per kelas rata-rata tahun 2005 sebesar 1:28:45 menjadi

1:16:32 pada tahun 2009.

Sedangkan untuk Pendidikan Menengah, APS tahun 2005 sebesar 66,99

menjadi 78,95 tahun 2009, ratio ketersediaan sekolah terhadap penduduk

usia sekolah dari 2,15% pada tahun 2005 menjadi 2,80% pada tahun

2009, ratio guru terhadap murid tahun 2005 sebesar 1:13 menjadi 1:12

Page 43: kondisi umum

43

pada tahun 2009, ratio guru terhadap murid per kelas rata-rata tahun 2005

adalah 1:13:40 menjadi 1:12:34, perbandingan jumlah penduduk melek

huruf >15 tahun terhadap jumlah penduduk kota Semarang tahun 2005

sebesar 95,10% menjadi 99,47% pada tahun 2009.

Kondisi fasilitas pendidikan, jumlah sekolah SD/MI dengan kondisi baik

tahun 2005 sebanyak 2.349 gedung meningkat menjadi tahun 2.451

gedung, gedung sekolah SMP/MTs tahun 2005 sebesar 1.662 gedung

menjadi sebesar 1.761 gedung, sedangkan kondisi gedung sekolah

SMA/SMK/MA tahun 2005 sebesar 1.005 gedung meningkat menjadi

1.087 gedung pada tahun 2009. Angka Putus Sekolah dari tahun ketahun

selama 5 tahun (2005-2009) mengalami penurunan yang sangat

signifikan. Angka putus sekolah SD/MI menurun dari 151 murid pada

tahun 2005 menjadi 31 pada tahun 2009. Sedangkan untuk SMP/MTs dari

344 murid menjadi 21 murid, sedangkan untuk SMA/MA/STM menurun

dari 527 menjadi 18 murid pada tahun 2009. Kondisi Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD), jumlah siswa TK/RA/Penitipan anak terhadap jumlah

penduduk usia 4-6 tahun sebesar 74,68% tahun 2005 menjadi 78,92%

tahun 2009.Perkembangan Angka kelulusan SD/MI dari tahun 2005-2009

tetap sebesar 99,99%, SMP/MTs mengalami peningkatan dari tahun 2005

sebesar 86,60% menjadi 94,76% tahun 2009, SMA/SMK/MA mengalami

peningkatan dari 89,31% tahun 2005 menjadi 96,74% pada tahun 2009.

Meskipun telah terjadi berbagai peningkatan yang cukup berarti,

pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memberi pelayanan

merata, berkualitas dan terjangkau. Sebagian penduduk tidak dapat

menjangkau biaya pendidikan yang dirasakan masih mahal dan

pendidikan juga dinilai belum sepenuhnya mampu memberikan nilai

tambah bagi masyarakat sehingga pendidikan belum dinilai sebagai

bentuk investasi.

Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang pendidikan

sebagaimana tabel dibawah ini :

Page 44: kondisi umum

44

Tabel Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang Pendidikan Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Pendidikan Dasar

a. Angka Partisipasi Sekolah 86,64 % 89,60 % 88,36 % 89,21 % 89,76 % b. Rasio Ketersediaan Sekolah 4 % 4,14 % 4,2 % 4,27 % 4,30%

c. Rasio guru/murid 1:28 1:26 1:20 1:20 1:19 d. Rasio guru/murid per kelas rata-

rata 1:28:45 1:26:40 1:20:40 1:20:40 1:16:32

2. Pendidikan Menengah 1. APS 66,99 71,27 66,70 65,84 78,95 2. Rasio ketersediaan sekolah

terhadap penduduk usia sekolah 2,15 % 2,28 % 2,55 % 2,78 % 2,80%

3. Rasio guru terhadap murid 1:13 1:13 1:11 1:12 1:12 4. Rasio guru terhadap murid per

kelas rata-rata 1:13:40 1:13:40 1:11:40 1:12:34 1:12:34

5. Penduduk yang berusia > 15 tahun melek huruf (tidak buta aksara)

95,10 % 95,85 % 95,94 % 99,30 % 99,47 %

3. Fasilitas Pendidikan Sekolah pendidikan SD/MI kondisi

bangunan baik 2.349 2.375 2.398 2.487 2.401

Kondisi Sekolah SMP/MTs 1.662 1.683 1.699 1.711 1.761 Kondisi Sekolah SMA/SMK/ MA 1.005 1.021 1.039 1.056 1.087 4. PAUD Jumlah Siswa pada jenjang

TK/RA/Penitipan Anak Jumlah anak usia 4 – 6 Tahun x100%

74,68 % 74,77 % 74, 98 % 75,03 % 78,92 %

5. Angka Putus Sekolah 1. SD/MI

2. SMP/MTs 3. SMA/SMK/MA

151 344 527

105 287 486

63 281 302

32 22 30

31 21 18

6. Angka Kelulusan

1. Angka Kelulusan SD/MI 99,99 % 99,99 % 99,99 % 99,99 % 99,99 % 2. Angka Kelulusan SMP/MTs 86,60 % 90,33 % 90,06 % 90,03 % 94,76 % 3. Angka Kelulusan SMA/SMK/MA 89,31 % 94 % 89,69 % 90,77 % 96,47 % 4. Angka Melanjutkan dari SD/MI

ke SMP/MTs 101,89 % 101,97 % 101,98 %

102,12 % 101,25 %

5. Angka Melanjutkan dari SMP/MTs ke SMA/SMK/MA

110,24 % 110,72 % 110,86 % 110,97 % 111,12 %

6. Guru yang memenuhi Kualifikasi S1/D-IV

70,25 % 74,77 % 78,69 % 81,80 % 86,29 %

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang, 2010 diolah

b. Kesehatan

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah

perilaku hidup sehat. Dilihat dari indikator aspek pelayanan kesehatan.

Pemerintah Kota Semarang, telah berupaya menyediakan fasilitas

Page 45: kondisi umum

45

kesehatan yang dari tahun ketahun semakin dapat menjangkau

pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat Kota Semarang. Kondisi

kinerja pembangunan bidang kesehatan selama 5 tahun (2005-2009)

dapat dilihat dari Ratio Puskesmas, Poliklinik, Pustu per 1000 penduduk

dari tahun 2005-2009 yang menunjukkan penurunan dari 0,20 tahun 2005

menjadi 0,19 pada tahun 2009. Ratio RS per 1000 satuan penduduk

menurun dari 0,16 pada tahun 2005 menjadi 0,15 pada tahun 2009, ratio

dokter persatuan penduduk meningkat dari tahun 2005 sebesar 1,05

menjadi 2,17 pada tahun 2009, ratio tenaga medis per 1000 satuan

penduduk meningkat dari 1,89 tahun 2005 menjadi 2,39 pada tahun 2009,

cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan telah mencapai

100%, cakupan pelayanan Puskesmas dari tahun 2005-2009 tetap

sebesar 231,25 %, Incident rate DBD per 100.000 penduduk tahun 2005

sebesar 164 menjadi 262,1 pada tahun 2009, Prevalensi HIV–AIDs per

10.000 penduduk yang beresiko tahun 2005 sebesar 1,17 menjadi 2,2

pada tahun 2009. Permasalahan pelayanan urusan kesehatan yang perlu

mendapat perhatian adalah menurunkan Incident rate DBD dengan

melibatkan seluruh komponen masyarakat. Berikut gambaran

perkembangan pelayanan umum bidang kesehatan selama 5 tahun

sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum Dalam Bidang Kesehatan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Rasio Posyandu per satuan balita 12.51 12.40 12.68 12.60 12,60 2. Rasio Puskesmas, poliklinik, pustu

per satuan penduduk x 1000 0.20 0,19 0,21 0.18 0,19

3. Rasio RS per satuan penduduk x 1000

0,16 0,16 0.17 0.16 0,15

4. Rasio dokter per satuan penduduk 1.05 1.36 1.82 2.22 2.17

5. Rasio tenaga medis per satuan penduduk x 1000

1.89 2.00 2.06 2,37 2.39

6. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

58.50% 60.53% 61.77 % 72.89 % 96.65 %

7. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

90.31 % 97.29 % 90.17 % 92.15 % 96.65 %

8. Cakupan kelurahan UCI 79,10 % 76,84% 78,5% 91% 96,65%

9. Cakupan balita gizi buruk 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Page 46: kondisi umum

46

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

mendapat perawatan 10. Penemuan dan penanganan

penderita penyakit TBC BTA 55.24 % 59 % 49 % 48 % 50 %

11. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin

- 9,95% 10,73% 3,84% 9,01%

12. Cakupan kunjungan bayi 92.90 % 94,39 % 92.90 % 106,8% 121 %

13. Cakupan puskesmas 231.25 % 231.25 % 231.25 % 231.25 % 231.25 %14. Cakupan pembantu puskesmas 19,77 % 19,77 % 19,77 % 20,33 % 20,33% 15. Incident Rate DBD/100.000

penduduk 164 130 198,4 360,8 262,1

16. Penemuan kasus TB BTA pos (CDR)

55 59 49 47 50

17. Kesembuhan penderita TB ATA pos (cure rate)

79 70 67 74 63

18. Klien klinik VCT test HIV 71,5 95,1 75,86 17 92 19. Prevalensi HIV – AIDS per 10.000

penduduk yang beresiko 1,17 1,15 1,3 2 2,2

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010 diolah

c. Pekerjaan Umum

Kondisi kualitas jalan terhadap panjang jalan selama 5 tahun terakhir

(2005-2009) menunjukkan perkembangan yang fluktuatif, ratio kondisi

jalan dalam keadaan baik terhadap jumlah panjang jalan tahun 2005

sebesar 44,87%, tahun 2006 sebesar 44,87%, tahun 2007 sebesar

61,02%, tahun 2008 menurun menjadi sebesar 43,83% , tahun 2009

sebesar 44,01%, perubahan kondisi kualitas jalan ini dipengaruhi oleh

perubahan iklim, dimana pada saat musim hujan banyak terjadi genangan

air. Selain itu juga akibat terjadinya rob khususnya di sepanjang jalan

daerah utara Kota Semarang. Persentase rumah tinggal bersanitasi tahun

2005 sebesar 30,25% menjadi 45,85% pada tahun 2009. Kondisi kinerja

pembangunan Sanitasi selama 5 tahun (2005-2009) dapat dilihat dari

presentase sanitasi rumah tinggal pada tahun 2006 sebesar 30,25%,

meningkat hingga mencapai 45,85%, pada tahun 2009. Rasio

pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk tahun 2005 sebesar

576,63 menjadi 694,55 tahun 2009, rasio rumah layak huni tahun 2005

sebesar 0,0024 menjadi 0,0070 pada tahun 2009. Luas kawasan kumuh

Page 47: kondisi umum

47

per luas wilayah selama tahun 2005-2008 menagalami peningkatan dari

sebesar 1,5 % menjadi 2,41%, namun turun pada tahun 2009 sebesar

1,66 %. Peningkatan luas kawasan kumuh lebih disebabkan oleh

menurunnya kualitas lingkungan akibat rob dan meningkatnya migrasi

penduduk yang tidak berketrampilan dari daerah/kota lain ke Kota

Semarang, sedangkan penurunan 1,66% dipengaruhi oleh adanya

program pemugaran rumah kumuh. Berikut gambaran pelayanan umum

bidang pekerjaan umum sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pekerjaan Umum Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik

44,87 % 44,87 % 61,02 % 43,83 % 44,01%

2. Rasio jaringan irigasi 3. Rasio tempat ibadah per

satuan penduduk 1,96 2,03 2,05 2,11 2,16 %

4. Persentase rumah tinggal bersanitasi

30,25 % 35 % 38,89 % 40,89 % 45,85 %;

5. Rasio TPU per satuan penduduk per 1000 penduduk

412,72 408,50 402,70 395,40 388,77

6. Rasio pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk

576,63 623,51 623,56 638,54 694,55

7. Rasio rumah layak huni 0,0024 0,0032 0,0047 0,0061 0,0070 8. Rasio permukiman layak huni 0,105 0,125 0,186 0,210 0,256 9.

Panjang jalan dilalui roda 4 2.762,62km

0,0019 2.762,62 0,0019

2.771,54 0,0019

2.778,29 0,0019

2.778,29

10. Panjang jalan kota dalam kondisi baik (>40 km/jam)

1.177,38 2.673,98

1.177,38 2.673,98

1.177,38 2.673,98

1.152,75 2.684,74

1.157,65 2.689,64

11. Sempadan sungai yang dipakai bangunan liar

40% 46% 49% 51% 52%

12. Drainase dalam kondisi baik/ pembuangan aliran air tidak tersumbat

49% 52% 53% 55% 57%

13. Pembangunan turap di wilayah jalan penghubung dan aliran sungai rawan longsor lingkup kewenangan kota

5 ha 5 ha 6 ha 6 ha 7 ha

14. Luas irigasi Kabupaten dalam kondisi baik

45% 48% 49% 49% 65%

15. Luas Kawasan Kumuh Luas Wilayah x100%

1,5 % 1,85 % 2 % 2,41 % 1,66 %

Sumber : Data Olahan Dinas Terkait, 2010

Page 48: kondisi umum

48

d. Perumahan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perumahan di Kota

Semarang selama periode 2005-2009 dihitung dari persentase jumlah

rumah tangga yang telah menggunakan air bersih terhadap jumlah

seluruh rumah tangga. Pada tahun 2005 sebesar persentase jumlah

rumah tangga yang telah menggunakan air bersih sebesar 12,63%

meningkat menjadi 12,96% pada tahun 2009. Persentase jumlah rumah

tangga yang memiliki sanitasi terhadap jumlah rumah tangga tahun 2005

sebesar 30,25% meningkat menjadi 48,85% pada tahun 2009.

Persentase jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik terhadap

jumlah rumah tangga tahun 2005 sebesar 89,24% meningkat menjadi

98,28% tahun 2009, jumlah rumah layak huni terhadap jumlah rumah

tahun 2005 sebesar 10,50% menjadi 25,60% pada tahun 2009.

Berikut gambaran perkembangan aspek pelayanan bidang perumahan

selama 5 tahun (2005-2009) sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perumahan

Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah rumah tangga pengguna air bersih / jumlah seluruh rumah tangga x 100%

12,63 % 12,28 % 12,74 % 12,85 % 12,96 %

2. Jumlah rumah tangga ber sanitasi / Jumlah seluruh rumah tangga x100%

30,25 % 35 % 38,89 % 40,89 % 48,85 %

3. Jumlah rumah tangga pengguna listrik / Jumlah seluruh rumah tangga x100%

89,24 % 92,90 % 97,7 % 98 % 98,28 %

4. Luas lingkungan permukiman kumuh/ Luas wilayah x 100%

1,5 % 1,85 % 2 % 2,41 % 1,66 %

5. Jumlah rumah layak huni/ Jumlah seluruh rumah x 100%

10,50 % 12,50 % 18,60 % 21 % 25,60 %

Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010

Page 49: kondisi umum

49

e. Penataan Ruang

Kinerja pembangunan pelayanan urusan penataan ruang tahun 2005-

2009 dilihat dari ratio luas ruang terbuka hijau terhadap luas wilayah ber

Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan atau Hak Guna Bangun. Pada Tahun

2005 mencapai sebesar 1,1 dan mengalami penurunan menjadi 1,06

pada tahun 2009. Jumlah bangunan ber-IMB pada tahun 2005 sebesar

49,73% meningkat menjadi 55,01% pada tahun 2009. Persentase

tersebut terus meningkat secara signifikan hingga tahun 2009 sebesar

55,01 %. Hal ini menunjukan semakin tingginya kesadaran masyarakat

mematuhi regulasi pendirian bangunan dan semakin membaiknya

pelayanan yang diberikan pemerintah daerah. Namun demikian upaya

peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan terhadap

regulasi tataruang dan bangunan perlu diibangi dengan pelayanan

perijinan yang lebih baik. Berikut gambaran perkembangan pembangunan

pelayanan umum bidang penataan ruang selama periode 2005-2009

sebagaimana tabel berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Penataan Ruang

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Luas ruang terbuka hijau / Luas wilayah ber HPL/HGB

1,1

1,09

1,08

1,07

1,06

2. Jumlah bangunan ber – IMB / Jumlah bangunan

49,73 % 51,34 % 52,62 % 53,85 % 55,01 %

Sumber : Data Olahan Dinas Tata Kota & Perumahan Kota Semarang, 2010

f. Perencanaan Pembangunan Daerah

Kinerja pembangunan pelayanan umum bidang perencanaan

pembangunan daerah tahun 2005-2009 adalah tersusunnya draft RPJPD

pada tahun 2005 yang selanjutnya menjadi dokumen pembangunan

Page 50: kondisi umum

50

jangka panjang daerah 2005-2025 dan telah tetapkan dengan Peraturan

Daerah pada tahun 2009 dan tersedianya dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2005-2010 yang ditetapkan

dengan oleh Peraturan Daerah. Disamping itu juga dilihat dari

tersusunnya dokumen perencanaan jangka pendek yang berupa Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (tahunan) atau yang disingkat RKPD yang

ditetapkan dengan Peratuan Kepala Daerah. Tantangan ke depan adalah

menjaga konsistensi dan kesinambungan perencanaan dengan

implementasinya. Berikut gambaran kinerja perencanaan pembangunan

daerah selama 5 tahun (2005-2010) sebagaimna tabel dibawah ini :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perencanaan Pembangunan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada/ tidak

Draf Draf Draf Draf Draf

2. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA/PERKADA Ada/ tidak

Ada Ada Ada Ada Ada

3. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA Ada/ tidak

Ada Ada Ada Ada Ada

Sumber : Data Bappeda Kota Semarang, 2010

g. Perhubungan

Kinerja pembangunan pada pelayanan pada urusan perhubungan di Kota

Semarang selama periode 2005-2009 dilihat dari jumlah arus penumpang

angkutan umum selama 5 tahun yang mengalami penurunan dari

11.742.718 penumpang tahun 2005 menjadi 5.702.073 penumpang pada

tahun 2009. Penurunan jumlah penumpang lebih disebabkan adanya

pergeseran penggunaan moda angkutan umum ke angkutan pribadi .

Page 51: kondisi umum

51

Persentase jumlah angkutan darat dibanding jumlah penumpang

angkutan darat mengalami peningkatan dari tahun 2005 sebesar 9,30%

menjadi 11,01% pada tahun 2009, jumlah pelabuhan laut/udara/terminal

bus/stasiun KA tidak mengalami perubahan atau tetap sebanyak 7 buah.

Tantangan kedepan adalah bagaimana menyediakan pelayanan angkutan

masal yang murah, nyaman, aman dan tepat waktu agar kemacetan yang

disebabkan oleh banyaknya angkutan pribadi tidak terjadi.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perhubungan

Tahun

Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah arus penumpang angkutan umum

11.742.718 9.597.857 9.290.325 5.637.648 5.702.073

2. Rasio ijin trayek 0.0022 0.0026 0.0031 0.0028 0.0026

3. Jumlah uji kir angkutan umum

7.516 8.039 7.925 5.236 5.346

4. Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis

7 7 7 7 7

5. Jumlah angkutan darat / Jumlah penumpang angkutan darat x 100%

9,30% 9,60% 9,21 % 10,38 % 11,01 %

6. Kepemilikan KIR angkutan umum

4.218 3.775 3.742 3.755 3.683

7. Lama pengujian kelayakan angkutan umum (KIR)

2 jam 2 jam 2 jam 2 jam 2 jam

8. Biaya pengujian kelayakan angkutan umum

Rp29,-

Rp29,- Rp29,- Rp29,- Rp29,-

9. Pemasangan Rambu-rambu

1414

1497 1683 2060 2239

Sumber : Data Olahan Dinas Perhubungan Kota Semarang, 2010

h. Lingkungan Hidup

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan lingkungan hidup di Kota

Semarang selama periode 2005-2009 diukur dari meningkatnya

persentase penanganan sampah tahun 2005 sebesar 69% menjadi 74%

Page 52: kondisi umum

52

pada tahun 2009; Jangkauan pelayanan pengelolaan sampah telah

mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, dimana pada

tahun 2009 telah menjangkau 132 Kelurahan dari 177 Kelurahan atau

74,58 % wilayah kota, dengan kemampuan pengangkutan mencapai 72

% dari seluruh produksi sampah total Kota Semarang sebesar 3.675

m3/hari atau setara dengan 1.010 ton. Persentase penduduk berakses air

minum menurun dari 57,92% pada tahun 2005 menjadi 56,95% pada

tahun 2009. Semakin besarnya volume sampah yang dihasilkan oleh

masyarakat menuntut peranserta masyarakat untuk dapat memusnakan

sampah dengan cara yang ramah lingkungan demi memperpanjang usia

TPA. Berikut gambaran perkembangan pelayanan bidang lingkungan

hidup sebagaimana tabel berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Lingkungan Hidup

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Persentase penanganan sampah 69 % 70 % 71 % 72 % 74 %

2. Persentase Penduduk berakses air minum

57.92 % 56.95 % 56.99 % 57.02 % 56.95 %

3. Persentase Luas pemukiman yang tertata

28.29 % 32.08 % 37.58 % 39.08 % 45.02 %

4. Pencemaran status mutu air 20 % 30 % 40 % 50 % 60 %

5. Cakupan penghijauan wilayah rawan longsor dan Sumber Mata Air

15% 15% 15% 20 % 20 %

6. Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan amdal.

10 % 18 % 32 % 40 % 50 %

7. Tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk

57.66 % 62.35 % 62.35 % 63.85 % 69.46 %

8. Penegakan hukum lingkungan 52 % 28 % 34 % 35 % 63 %

Sumber: Data Olahan Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang, 2010

Page 53: kondisi umum

53

i. Pertanahan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pertanahan selama periode

2007-2009 diukur dari meningkatnya persentase luas lahan bersertifikat.

Pada tahun 2009 persentase luas lahan bersertifikat mencapai sebesar

72,81%. Jumlah penyelesaian kasus tanah negara pada tahun 2007

sebanyak 25 kasus , tahun 2008 sebesar 41 kasus dan tahun 2009

sebanyak 25 kasus, sedangkan jumlah penyelesaian ijin lokasi tahun

2007 sebanyak 9 ijin, tahun 2008 sebanyak 7 ijin dan tahun 2009

sebanyak 13 ijin. Antisipasi permasalahan kedepan adalah layanan

fasilitasi konflik pertanahan berkaitan dengan pelayanan tertib

administrasi di tingkat kelurahan.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pertanahan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Persentase luas lahan bersertifikat

- - 58% 60% 72.81%

2. Penyelesaian kasus tanah Negara

- - 59 41 25

3. Penyelesaian izin lokasi - - 9 7 13

Sumber : Data Olahan Kantor Pertanahan Kota Semarang, 2010

j. Kependudukan dan Catatan Sipil

Kinerja pembangunan pada pelayanan kependudukan dan Catatan Sipil

selama 5 tahun (2005-2009) adalah :

Ratio penduduk ber KTP per satuan penduduk tahun 2005 sebesar

92,02% meningkat menjadi 95% pada tahun 2009, ratio bayi berakte

kelahiran tahun 2005 sebesar 71,50% meningkat menjadi 74,77%,

kepemilikan akte kelahiran per 1000 penduduk tahun 2009 sebesar

87,12% meningkat menjadi 96,68% pada tahun 2009. Peningkatan kinerja

kependudukan dan catatan sipil lebih dipengaruhi oleh kesadaran

penduduk yang disebabkan makin mudahnya pelayanan administrasi

Page 54: kondisi umum

54

kependudukan dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang serasi

antara kebijakan kependudukan nasional dengan kebijakan

kependudukan Kota Semarang.

Berikut gambaran perkembangan pelayanan kependudukan dan catatan

sipil sebagaimana tabel berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang

Kependudukan dan Catatan Sipil

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Rasio penduduk berKTP per satuan penduduk

92,02% 92,02%

92,02%

95,2%

95 %

2. Rasio bayi berakte kelahiran 71,50% 74,77% 78,42%

82,88%

87,12 %

3. Rasio pasangan berakte nikah

100% 100% 100%

100%

100 %

4. Kepemilikan KTP 92,00% 92,00% 92,00%

95,21%

97,95%

5. Kepemilikan akta kelahiran per 1000 penduduk

87,12% 87,18% 87,18%

83,6%

96,68%

6. Ketersediaan database kependudukan skala provinsi Ada/tidak ada

ada ada

ada

ada

ada

7. Penerapan KTP Nasional berbasis NIK Sudah/belum

belum belum belum

belum

belum

Sumber : Data Olahan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Semarang, 2010

k. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemberdayaan perempuan

dan perlindungan anak selama periode 2005-2009 pada masing-masing

indikator sebagaimana tabel berikut.

Page 55: kondisi umum

55

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah

15,5% 15,5% 15,5% 15,5% 15,5%

2. Partisipasi perempuan di lembaga swasta

75% 80% 85% 90 % 90 %

3. Rasio KDRT 0 0 0 0,16 % 0,65 %

5. Partisipasi angkatan kerja perempuan

(TPAK/ Tk. Partisipasi Angk Kerja)

47,72

46,94

47,48

56,92

60,62

6. Penyelesaian pengaduan perlindungan perempuan dan anak dari tindakan kekerasan

0 0 0 60 191

Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010

Pembangunan pada urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan

anak selama 5 (lima) tahun terakhir mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dari angka partisipasi perempuan yang terus meningkat sejak tahun

2005 sebesar 75% menjadi 90% pada tahun 2009, serta indeks partisipasi

angkatan kerja perempuan yang juga meningkat dari 47,72 pada tahun

2005 menjadi 60,62 pada tahun 2009. Hal ini juga ditunjang juga dengan

pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di tingkat Kota dan di 4

(empat) PPT Kecamatan pada tahun 2009, pada tahun 2010 bertambah

2 (dua) PPT Kecamatan dan diharapkan pada tahun 2012 di semua

Kecamatan sudah terbentuk PPT, untuk dapat membantu menyelesaikan

persoalan korban kekerasan terhadap perempuan.

Page 56: kondisi umum

56

l. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan keluarga berencana dan

keluarga sejahtera selama periode 2005-2009 pada masing-masing

indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Rata-rata jumlah anak per keluarga

2,85 2,80 2,78 2,75 2,50

2. Cakupan peserta KB aktif 78,81 % 78,81 % 78,91 % 78,93 % 78,95 %

3. Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I

127.559 122.029 114.275 115.643 111.480

Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010

Pembangunan dalam urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera

mengalami peningkatan yang cukup baik, terlihat dari indikator jumlah

anak per keluarga yang semakin menurun dari 2,85 menjadi 2,50 dalam 5

tahun terakhir artinya jumlah anak dalam setiap keluarga terdiri dari 2 – 3

anak dan peserta aktif yang meningkat dari 78,81 % pada tahun 2005

menjadi 78,95 % pada tahun 2009. Hal ini memberikan pengaruh yang

positif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga akan

semakin rendah juga jumlah keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Hal

ini dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan pemberdayaan dan

ketahanan keluarga secara menyeluruh terutama dalam kemampuan

pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, dan peningkatan kualitas

lingkungan keluarga melalui pengembangan akses terhadap kualitas

hidup keluarga: ekonomi, kesehatan, pendidikan, parenting (beyond family

planning) dan menggalang kemitraan dengan masyarakat, swasta dan

profesi/perguruan tinggi. Permasalahan kedepan yang harus ditangani

secara serius adalah meningkatkan cakupan keluarga berencana agar

mampu menekan laju pertumbuhan penduduk.

Page 57: kondisi umum

57

m. Sosial

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan sosial selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Sosial

Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Sarana sosial seperti panti asuhan, panti jompo dan panti rehabilitasi

75 75 124 97 103

2. PMKS yg memperoleh bantuan sosial

1.250 1.300 1.400 1.563 1.971

3. Penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial

3.150 3.168 3.210 3.261 4.357

Sumber : Data Olahan Dinas Sosial dan Olah Raga Kota Semarang, 2010

Pembangunan pelayanan sosial di Kota Semarang selama 5 (lima) tahun

terakhir mengalami peningkatan. Sarana sosial yang semula berjumlah 75

di tahun 2005 meningkat menjadi 103 di tahun 2009 dan saat ini terus

diupayakan penanganannya oleh Pemerintah Kota. Demikian pula

penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dari tahun 2005

sebanyak 3.150 menjadi 4.357 di tahun 2009. Namun demikian hasilnya

belum mampu menekan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) termasuk di dalamnya adalah anak jalanan. Permasalahan

PMKS yang terus berkembang diantaranya disebabkan oleh persoalan

tuntutan kehidupan yang semakin berat, disamping persoalan kemiskinan.

Oleh karena itu penanganan persoalan sosial harus dilakukan secara

komprehensif dan terintegrasi.

Page 58: kondisi umum

58

n. Ketenagakerjaan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan ketenagakerjaan selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Ketenagakerjaan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009 1. Angka partisipasi angkatan

kerja

61,17 % 61,43 % 61,69 % 61,95 % 62,21 %

2. Angka sengketa pengusaha-pekerja per tahun

129 83 91 100 82

315 kasus

218 kasus

258 kasus

286 kasus

256 kasus

3. Tingkat partisipasi angkatan kerja

63,45 % 65,78 % 62,52 % 64,27 % 64,75 %

4. Pencari kerja yang ditempatkan

4.470 5.532 7.311 8.975 8.449

5. Tingkat pengangguran terbuka 35,68 % 35,62 % 11,39 % 11,48 % 14,96 %

6. Keselamatan dan perlindungan

14,90 % 15,60 % 20,40 % 25 % 26,20 %

109 perush

123 perush

166 perush

212 perush

237 perush

7. Perselisihan buruh dan pengusaha terhadap kebijakan pemerintah daerah

100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Sumber : Data Olahan Disnakertrans Kota Semarang, 2010

Jumlah angka partisipasi angkatan kerja di Kota Semarang pada 5 (lima)

tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya

jumlah penduduk dari tahun 2005 sebesar 61,17% menjadi 62,21% pada

tahun 2009. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga mengalami kenaikan

seiring dengan meningkatnya partisipasi angkatan kerja yaitu sebesar

63,45% pada tahun 2005 menjadi 64,75% di tahun 2009, sedangkan

Page 59: kondisi umum

59

konflik antara buruh dan pengusaha terhadap kebijakan Pemerintah Kota

Semarang dapat terselesaikan dengan baik terlihat dari menurunnya

jumlah kasus sengketa pengusaha-pekerja dari 315 kasus di tahun 2005

menurun menjadi 256 kasus pada tahun 2009. Kedepan, upaya fasilitasi

penciptangan lapangan kerja melalui pelatihan ketrampilan dan

kewirausahaan terus ditingkatkan termasuk rencana fasilitasi hubungan

industrial yang bisa memberikan solusi saling menguntungkan antara

pengusaha dan pekerja, sehingga terwujud hubungan industrial yang

harmonis.

o. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan koperasi, usaha kecil dan

menengah selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator

sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Persentase koperasi aktif 55,06 % 63,55 % 65,30 % 75,05 % 75 %

2. Jumlah UKM non BPR/LKM UKM

36 76 140 231 346

3. Jumlah BPR/LKM 2 2 2 2 2

4. Usaha Mikro dan Kecil 1.240 1.315 8.112 9.162 10.176

Sumber : Data Olahan Dinas Koperasi & UKM Kota Semarang

Prosentase koperasi aktif di Kota Semarang mengalami kenaikan dari

55,06% pada tahun 2005 menjadi 75% pada tahun 2008 dan pada tahun

2009 Kota Semarang telah ditetapkan sebagai Kota Kota Penggerak

Koperasi.

Jumlah UKM non BPR/LKM UKM mengalami kenaikan selama kurun

waktu 5 tahun, peningkatan yang terjadi setiap tahun rata-rata hampir

mencapai 100 %. Demikian juga dengan perkembangan usaha mikro dan

Page 60: kondisi umum

60

kecil. Sehingga hal tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi

yang produktif, karena adanya pertumbuhan dan iklim usaha mikro dan

kecil yang membaik dan kondusif. Kenyataan menunjukan bahwa pada

saat terjadi krisis ekonomi, usaha kecil dan mikro lebih resisten dibanding

perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Hal-hal inilah yang akan terus

dijaga dan ditingkatkan melalui rencana-rencana fasilitasi permodalan

yang mampu mengembalikan koperasi sebagai soko guru perekonomian

masyarakat yang tidak hanya aktif namun juga benar sehat sehingga

mampu menjaga pertumbuhan ekonomi terutama dari pengembangan

usaha mikro dan kecil.

p. Penanaman Modal

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan penanaman modal selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Penanaman Modal Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah investor di Kota Semarang (Penanaman Modal)

1.560 1.950 2.056 2.160 2.253

2. Jumlah nilai investasi (Rupiah)

500.914.298.068 1.218.842.970.113 1.350.746.170.600 1.540.210.674.000 1.748.936.779.411

3. Rasio daya serap tenaga

kerja *) 0,93 0,98 1,00 1,60 1,97

4.

Penanaman Modal (Jumlah tenaga kerja)

orang

4.601 6.961 7.086 11.341 13.977

5.

Kenaikan / penurunan

Nilai Realisasi PMDN (Rupiah)

216.470.910.000 1.099.581.246.897 1.191.875.230.000 2.518.121.150.000 2.874.612.497.411

Sumber : Data Olahan BPPT Kota Semarang, 2010

Page 61: kondisi umum

61

Jumlah investor dan investasi selama 5 tahun telah mengalami kenaikan.

Peningkatan tersebut didukung dengan adanya layanan One Stop Service

(OSS) yang memberikan kemudahan dalam mengurus perijinan

disamping keamanan yang kondusif, infrastruktur meningkat lebih baik,

dan promosi investasi. Kesemuanya itu akan berdampak pada

meningkatnya rasio daya serap tenaga kerja.. Upaya peningkatan

investasi kedepan, adalah perlunya dukungan peraturan yang jelas

mengenai insentif investasi yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah

guna memacu pertumbuhan investasi. Dengan demikian perwujudan

Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa akan lebih mampu

bersaing dengan daerah lain dalam menarik minat investor dalam maupun

luar negeri.

q. Kebudayaan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kebudayaan selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kebudayaan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Penyelenggaraan festival seni dan budaya

45 45 45 45 46

2. Sarana penyelenggaraan seni dan budaya

55 55 55 55 55

3. Benda, Situs dan Kawasan Cagar Budaya yang dilestarikan

174 174 174 174 174

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2010 (data diolah)

Penyelenggaraan festival seni dan budaya dari tahun 2005 sampai 2008

jumlahnya tetap sebanyak 45 event kegiatan, hanya pada tahun 2009

bertambah 1 (satu) event kegiatan. Kota Semarang telah memiliki sarana

penyelenggaraan seni dan budaya sebanyak 55 buah dari tahun 2005

Page 62: kondisi umum

62

sampai tahun 2009. Benda, situs dan kawasan cagar budaya yang

dilestarikan ada 174 buah antara lain 4 kawasan sejarah budaya dan 170

buah bangunan, yang terdiri dari bangunan budaya sebanyak 3 buah,

bangunan tempat ibadah sebanyak 24 buah, bangunan kesehatan

sebanyak 3 buah, bangunan Perkantoran 46 buah, bangunan

Pemerintahan sebanyak 13 buah, bangunan pendidikan sebanyak 11

buah, bangunan pengangkutan sebanyak 3 buah, bangunan rumah

tinggal sebanyak 56 buah, dan bangunan lainnya sebanyak 11 buah.

Tantangan kedepan diperlukan kegiatan-kegiatan yang lebih bisa

mempromosikan kota Semarang sebagai tempat tujuan wisata, tidak lagi

hanya sebagai tempat singgah sementara. Selain itu perbaikan dan

penyempurnaan di bidang sarana penyelenggaraan kesenian juga

diperlukan dalam mendukung bentuk promosi tersebut. Sedangkan

pelestarian benda maupun bangunan cagar budaya dilakukan agar lebih

bisa menonjolkan ciri dan landmark kota Semarang dengan melibatkan

seluruh pemangku kepentingan.

r. Pemuda dan Olahraga

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemuda dan olahraga

selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana

tabel berikut.

Tabel 2.36 Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemuda dan Olahraga

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah organisasi pemuda 34 34 34 34 47

2. Jumlah organisasi olahraga 3 3 3 3 3

3. Jumlah kegiatan kepemudaan 2 5 5 5 7

4. Jumlah kegiatan olahraga 6 6 9 15 19

5. Lapangan olahraga 0,058 0,068 0,067 0,065 0,064*)

Sumber : Data Olahan Dinsospora Kota Semarang, 2010

Page 63: kondisi umum

63

Dari tabel tersebut diatas, menggambarkan penyelenggaraan

pembangunan pemuda dan olahraga selama lima tahun terakhir

mengalami pertumbuhan yang membaik. Dilihat dari jumlah organisasi

pemuda dan jumlah kegiatan olahraga juga mengalami peningkatan

sampai dengan tahun 2009. Jumlah organisasi pemuda dari 34 di tahun

2005 menjadi 47 di tahun 2009. Untuk jumlah kegiatan kepemudaan dan

kegiatan olah raga masing-masing meningkat dari 2 kegiatan menjadi 7

kegiatan kepemudaan dan dari 6 kegiatan menjadi 19 kegiatan olah raga

dalam 5 tahun terakhir ini. Namun dilihat dari sarana olah raga, rasio

sarana dan prasarana olah raga semakin menurun. Hal ini dikarenakan

jumlah lapangan olah raga yang cenderung tidak bertambah dibanding

dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Permasalahan kedepan berkaitan

dengan pelayanan olah raga dan kepemudaan adalah upaya pembinaan

dini terhadap pemuda melalui pendekatan institusional baik melalui

institusi pendidikan, sekolah dan pramuka maupun institusi kepemudaan

seperti KNPI dan Karang Taruna. Sedangkan untuk ketersediaan sarana

dan prasarana olah raga dengan standar nasional saat ini masih terbatas

dan belum terkelola dengan baik. Oleh karena itu upaya yang dilakukan

yaitu dengan perbaikan dan peningkatan sarana yang ada serta

pembangunan pusat olah raga (Sport center) yang baru.

s. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kesatuan bangsa dan

politik dalam negeri selama periode 2005-2009 pada masing-masing

indikator sebagaimana tabel berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam

Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri

Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Kegiatan Pembinaan terhadap 214 174 134 94 54

Page 64: kondisi umum

64

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

LSM, Ormas dan OKP

2. Kegiatan pembinaan politik daerah

18 kgt

16 kgt

14 kgt

12 kgt 6 kgt

Sumber :Badan Kesbangpolinmas data diolah, 2010

Keberhasilan pembangunan demokrasi telah berhasil memantapkan

peran masyarakat terutama dari sisi kemandirian organisasi baik

LSM,Ormas maupun OKP. Dari tabel diatas, pelayanan urusan kesatuan

dan politik dalam negeri tersebut menggambarkan bahwa peran

pemerintah semakin tahun semakin menurun. Persoalan kedepan adalah

bagaimana membangun senergitas seluruh kekuatan LSM, Ormas dan

OKP yang ada untuk bersama-sama membantu pemerintah Kota

Semarang dalam mewujudkan visi dan misi sesuai dengan kompetensi

masing-masing.

t. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan

Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian.

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan otonomi daerah,

pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,

kepegawaian dan persandian selama periode 2005-2009 pada masing-

masing indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah,

Kepegawaian dan Persandian Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Rasio jumlah Polisi Pamong Praja per 10.000 penduduk

0.85 1.76 2.36 2.27 2.20

2. Jumlah Linmas per Jumlah 10.000 Penduduk

31.17 32.09 32.85 33.45 35.22

3. Rasio Pos Siskamling per jumlah desa/kelurahan

7.28 7.32 7.35 7.51 7.68

Page 65: kondisi umum

65

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

4. Sistem informasi Pelayanan Perijinan dan adiministrasi pemerintah (Ada tidak)

tidak tidak ada ada ada

5. Penegakan PERDA 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

6. Cakupan patroli petugas Satpol PP

23 orang 125 x

57 orang 180 x

50 orang 125 x

57 orang 224 x

154 orang 600 x

7. Petugas Perlindungan Masyarakat (Linmas) di Kota

4.425

4.602

4.779

4.956

5.310

8. Cakupan pelayanan bencana kebakaran Kota Semarang

0,0011% 0,0011% 0,0010% 0,0011% 0,0011%

9. Tingkat waktu tanggap Jumlah ketepatan waktu tindakan pemadam kebakaran

15 menit

20%

15 menit

14,68%

15 menit

17%

15 menit

13,66%

15 menit

11,9%

Sumber : Bappeda (data di olah 2009)

Tabel di atas, menggambarkan bahwa kondisi aspek pelayanan umum

dalam Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi

Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

dapat dilihat dari rasio Polisi Pamong Praja, Linmas maupun pos kamling

yang menunjukan peningkatan. Rasio jumlah Linmas meningkat dari

31,17 pada tahun 2005 menjadi 35,22 di tahun 2009. Sistem Informasi

Pelayanan Perijinan dan Administrasi Pemerintah sudah mulai

diberlakukan sejak 3 tahun terakhir, telah menunjukkan perkembangan

yang positif bila dilihat dari jumlah pengaduan yang masuk. Namun

demikian, kedepan diperlukan pelayanan yang tidak mengedepankan

aspek represif tetapi lebih ke tindakan preventif.

u. Ketahanan Pangan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan ketahanan pangan selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut.

Page 66: kondisi umum

66

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Ketahanan Pangan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009 1. Ketersediaan pangan

utama (kg/1.000 pdduk)

- - 84.451 101.732 108.844

Sumber:Kantor Ketahanan Pangan tahun 2010 (data diolah)

Kota Semarang telah memiliki beberapa regulasi tentang ketahanan

pangan baik dalam bentuk Peraturan Walikota, Surat Keputusan Walikota

dan Surat Edaran Walikota. Peraturan Walikota Semarang No. 4 Tahun

2009 tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan Kota Semarang

tanggal 25 Maret 2009. Surat Walikota Semarang No. 501/908 tanggal 30

Maret 2009 perihal Penumbuhan Cadangan Pangan Pemerintah

Kelurahan.

Dari table diatas dapat dijelaskan bahwa ketersediaan pangan utama

mengalami peningkatan yang signifikan dengan rata-rata pertahunnya

adalah 13,7%. Walaupun dilihat dari ketersediaan pangan utama

menunjukan peningkatan yang positif, namun antisipasi kedepan

diperlukan upaya serius untuk membudayakan penganekaragamana

makanan sebagai upaya subtitusi dari pangan utama.

v. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pemberdayaan masyarakat

dan desa di Kota Semarang selama periode 2005-2009 pada masing-

masing indikator sebagaimana tabel berikut.

TabelAspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. LPM Berprestasi 2 3 3 4 5

2. PKK aktif 100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

Page 67: kondisi umum

67

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

3. Posyandu aktif 99,57 % 99,72 % 99,72 % 99,86 % 100 %

4. Swadaya Masyarakat terhadap Program pemberdayaan masyarakat

80 85 85 90 100

5. Pemeliharaan Pasca Program pemberdayaan masyarakat

95 80 90 95 100

Sumber : Data Olahan BapermasPP & KB Kota Semarang, 2010

Dari tabel di atas dijelaskan bahwa kinerja pelayanan umum dalam bidang

pemberdayaan masyarakat dan desa dapat dilihat dari kinerja LPM,PKK

dan Posyandu Aktif. Jumlah Posyandu aktif sampai dengan tahun 2009

telah menunjukan kinerja optimal. Dukungan Swadaya Masyarakat

terhadapat Program pemberdayaan masyarakat dan Pemeliharaan Pasca

Program pemberdayaan masyarakat pada tahun 2009 juga telah

mencapai 100%. Salah satu akibat dari meningkatnya program tersebut

adalah meningkatnya lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) yang

berprestasi dengan kenaikan rata-rata 2,7%. Jumlah LPM yang

berprestasi diharapkan terus meningkat dikarenakan swadaya masyarakat

terhadap program pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan akan

terus dioptimalkan.

w. Statistik

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan statistik selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Statistik

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Buku ”kabupaten dalam angka”

Ada/Tidak

ada ada ada ada ada

Page 68: kondisi umum

68

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

2. Buku ”PDRB kabupaten”

Ada/Tidak

ada ada ada ada ada

Sumber : BPS Kota Semarang, 2010

Dari tabel urusan statistik diatas menggambarkan bahwa dokumen-

dokumen yang tersedia dari tahun ke tahun tetap ada. Namun demikian,

diperlukan tambahan kelengkapan data dan informasi terutama untuk

data-data yang bersifat khusus dan olahan.

x. Kearsipan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kearsipan selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

TabelAspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kearsipan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Pengelolaan arsip secara baku

100 % 100 % 100 % 100 % 100 %

2. Peningkatan SDM pengelola kearsipan

1 keg 2 keg 2 keg 3 keg 4 keg

Sumber : Data Olahan Kantor Perpustakaan Daerah dan Arsip Kota Semarang, 2010

Tabel tersebut di atas menggambarkan bahwa tatakelola kearsipan

semakin meningkat baik dilihat dari pengelola kearsipan maupun

peningkatan SDM. Selaras dengan perkembangan teknologi, pengelolaan

arsip harus dapat mengantisipasi arsip berujud digital, sehingga dapat

diakses secara online oleh masyarakat yang lebih luas.

y. Komunikasi dan Informatika

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan komunikasi dan informatika

di Kota Semarang selama periode 2005-2009 pada masing-masing

indikator sebagaimana tabel berikut.

Page 69: kondisi umum

69

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Komunikasi dan Informatika

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah jaringan komunikasi 51 / 1 53 / 1 59 / 1 62 / 1 75 / 1

2. Rasio wartel/warnet terhadap penduduk

0.39 0.33 0.33 0.31 0.26

3. Jumlah surat kabar nasional/lokal

10 10 10 10 11

4. Jumlah penyiaran radio/TV lokal

Radio : 34 Tv : 15

34 15

34 15

36 15

38 15

5. Web site milik pemerintah daerah

tidak ada ada ada ada

6. Pameran/expo 2 7 7 7 7

Sumber : Data Olahan Bag. Humas Setda Kota Semarang, 2010

Dari tabel tersebut diatas menggambarkan bahwa jaringan komunikasi,

penyiaran radio/TV lokal, website milik Pemerintah Kota semakin

meningkat hal ini untuk menunjang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengakses program dan

kegiatan Pemerintah Kota. Harapan kedepan perlu ditingkatkan kualitas

komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat termasuk

didalamnya adalah upaya pencitraan positif kota semarang.

z. Perpustakaan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perpustakaan selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut.

Page 70: kondisi umum

70

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perpustakaan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Jumlah perpustakaan 131 147 150 152 156

2. Jumlah pengunjung perpustakaan per tahun (orang)

7.269 19.923 25.673 33.354 36.382

3. Koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah (buah)

2.539 12.810 7.758 10.390 7.611

Sumber : Data Olahan Kantor Perpustakaan & Arsip Kota Semarang, 2010

Dari tabel tersebut diatas menggambarkan bahwa rata – rata jumlah

perpustakaan dari tahun ke tahun meningkat 4,5%. Seiring dengan makin

meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya baca,

jumlah pengunjung di perpusatakaan meningkat dengan rata-rata 22,6%

pertahun. Namun demikian peningkatan tersebut belum mampu

diimbangi oleh layanan penyediaan buku. Kedepan Perpustakaan akan

dikembangkan dengan penerapan teknologi informasi sesuai tuntutan

masyarakat.

2. Fokus Layanan Urusan Pilihan

a. Pertanian

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pertanian selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pertanian

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal lainnya per hektar (ton)

6.121 5.321 6.248 4.937

7.899

2. Kontribusi sektor pertanian/perkebunan terhadap PDRB

Hb: 1.27% Hk: 1.28%

1.21 % 1.25 %

1.20 % 1.21 %

1.15 % 1.19 %

1.15 % *) 1.16 % *)

Page 71: kondisi umum

71

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

3. Kontribusi sektor pertanian (palawija) terhadap PDRB

Hb: 0,57% Hk: 0,56%

0,54 % 0,54 %

0,53 % 0,53 %

0,50 % 0,52 %

0,50 % 0,52 %

4. Kontribusi sektor perkebunan (tanaman keras) terhadap PDRB

Hb: 0,08% Hk: 0,07%

0,07 % 0,07 %

0,07 % 0,07 %

0,07 % 0,07 %

0,07 % 0,07 %

5. Kontribusi Produksi kelompok petani terhadap PDRB

100% 100% 100% 100%

100%

6. Cakupan bina kelompok petani 0,00% 0,00% 0,00% 2,618% 7,059%

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009

Produktivitas padi atau bahan pangan utama lokal mencapai kenaikan

rata-rata sebesar 10, 8% dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Sebaliknya

Kontribusi sektor pertanian baik pertanian/perkebunan, palawija, tanaman

keras dan produksi kelompok tani terhadap PDRB selama kurun waktu 5

tahun terakhir relatif agak mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan

akibat perubahan fungsi lahan pertanian menjadi permukiman sebagai

akibat berkembangnya sebuah kota. Upaya untuk terus mempertahankan

budi daya pertanian dilakukan dengan meningkatkan cakupan pembinaan

kelompok tani. Cakupan bina kelompok tani yaitu kelompok tani yang

mendapatkan bantuan dari pemerintah kota. Jumlah kelompok tani yang

mendapatkan bantuan dari tahun 2008 sebanyak 2,618% meningkat

menjadi 7,059% pada tahun 2009. Diharapkan program bina kelompok

petani akan terus ditingkatkan dalam upaya untuk dapat meningkatkan

produktivitas dan kontribusinya terhadap PDRB.

b. Kehutanan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kehutanan selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut :

Page 72: kondisi umum

72

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kehutanan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis

8,14% 22,05% 17,02% 19,27% 80,65%

2. Kerusakan Kawasan Hutan 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%

3. Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB

Hb: 0.005 % Hk: 0.005 %

0.005 % 0.005 %

0.004 % 0.005 %

0.004 % 0.005 %

0.004 % 0.005 %

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009

Sebagaimana wilayah perkotaan yang lain, kontribusi sektor kehutanan

terhuadap PDRB pasti relatif kecil. Namun demikian upaya untuk

melakukan konservasi dan rehabilitasi hutan khususnya hutan rakyat akan

terus dilakukan. Pada tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yang

signifikan hingga 80,65%. Salah satu upaya nyata untuk mendorong

adalah pelaksanan program Konservasi Lahan Semarang Atas dan

Pengentasan Kemiskinan (KLSAPK).

c. Energi dan Sumber Daya Mineral

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan energi dan sumberdaya

mineral selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator

sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Energi

dan Sumber Daya Mineral

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Kontribusi sektor pertambangan thd PDRB

HB: 0.20 %

HK: 0.18 %

0.20 %

0.17 %

0.19 %

0.17 %

0.18 %

0.16 %

0.17 %

0.16 %

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang, 2009

Page 73: kondisi umum

73

Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB dari tahun 2005 hingga

tahun 2009 mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi dikarenakan

kegiatan pertambangan khususnya bahan tambang galian C memang

sedikit-demi sedikit dikurangi aktivitasnya.

d. Pariwisata

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan pariwisata selama periode

2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Pariwisata

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Kunjungan wisata

1.141.323 1.255.005 1.457.554 1.465.105 1.633.042

2. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB

0.18 % 0.18% 0.18 % 0.18 % 0.18 %

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto 2008, BPS Kota Semarang

Kunjungan wisatawan terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2005

sebanyak 1.141.323 wisatawan meningkat menjadi 1.633.042 wisatawan

pada tahun 2009. Keadaan ini tercipta karena meningkatnya semakin

banyaknya event kegiatan pariwisata maupun kegiatan bisnis. Kunjungan

wisata akan terus meningkat seiring dengan membaiknya kualitas sarana

prasarana, obyek maupun destinasi wisata yang menarik dan terintegrasi.

e. Kelautan dan Perikanan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan kelautan dan perikanan

selama periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana

tabel berikut.

Page 74: kondisi umum

74

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Kelautan dan Perikanan

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Produksi perikanan 103 % 101,95 % 101,83 % 112 % 106 %

2. Konsumsi ikan 100,3 % 100 % 99,7 % 100,2% 99,8%

3. Cakupan bina kelompok nelayan

37,5 % 25 % 37,5 % 62,5 % 100 %

4. Produksi perikanan laut 81,8 % 92,2 % 94,7 % 112 % 98,9%

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikananan Kota Semarang, 2010

Produktivitas perikanan selama lima tahun terahir menunjukan hasil yang

positif, walaupun ada masa-masa dimana terjadi penurunan produksi.

Capaian kinerja pelayanan bidang perikanan kelautan tidak lepas dari

upaya Dinas Perikanan dan Kelautan dalam membina kelompok-

kelompok nelayan yang ada. Tantangan ke depan adalah bagaimana

menjaga kelestarian sumber daya hayati perikanan agar dapat

dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran nelayan tanpa merusak

lingkungan termasuk di dalamnya adalah upaya antisipasi dan adaptasi

terhadap perubahan iklim yang terjadi.

f. Perdagangan

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perdagangan selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut.

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perdagangan

Tahun

No Indikator 2005 2006 2007 2008 2009

1. Kontribusi sektor Perdagangan thd PDRB

HB: 29.25 % HK: 31.03 %

28.10 % 30.27 %

28.30 % 30.28 %

28.87 % 30.83 %

28.30 % *) 30.81 % *)

Page 75: kondisi umum

75

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

2. Ekspor Bersih Perdagangan (US$)

432.282.189,55

435.577.008,5

324.310.674,24 185.215.570,57 923.854.533,95

3. Cakupan bina kelompok pedagang/usaha informal

39% 45% 66% 27% 21%

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009 Data Olahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang

Meningkatnya eksport perdagangan tidak lepas dari kinerja pelayanan

urusan perdagangan. Hasil tersebut tampak dari besarnya kontribusi

sektor perdagangan terhadap PDRB yang rata-rata mencapai 30 % dari

harga konstan. Berbagai layanan kemudahan eksport yang didukung

sarana prasarana yang mencukupi menjadikan urusan perdagangan

mampu menjadi unggulan. Pelayanan dukungan promosi maupun

peningkatan kualitas produk unggulan terus dilakukan seiring dengan

persaingan global yang makin tajam. Persoalan urusan perdagangan

adalah bagaimana Kota Semarang mampu menjadikan kota perdagangan

sehingga mampu merebut peluang sebagai pusat ekspor barang .

g. Perindustrian

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan perindustrian selama

periode 2005-2009 pada masing-masing indikator sebagaimana tabel

berikut :

Tabel Aspek Pelayanan Umum dalam Bidang Perindustrian

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

1. Kontribusi sektor Industri terhadap PDRB

HB26.96 %

HK:27.84%

26.85 %

27.60 %

25.83 %

27.55 %

25.13 %

27.33 %

24.66 %

27.08 %

2. Kontribusi industri rumah tangga

3,8 % 3,6 % 3,9 % 3,9 % 3,9 %

Page 76: kondisi umum

76

Tahun No Indikator

2005 2006 2007 2008 2009

terhadap PDRB sektor Industri

3. Pertumbuhan Industri.

13,6 % 2,6 % 10,6 % 5,9 % 0,17 %

4. Cakupan bina kelompok pengrajin

29% 38% 47% 34% 26%

Sumber : Produk Dosmetik Regional Bruto, BPS Kota Semarang 2009 Data Olahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Semarang

Kinerja pelayanan sektor perdagangan sebenarnya tampak dari seberapa

besar cakupan bina kelompok pengrajin. Semakin besar cakupan bina

kelompok pengrajin maka akan semakin besar pula kontribusi sektor

industri terhadap PDRB. Sektor industri merupakan sektor unggulan yang

memberikan kontribusi besar terhadap PDRB. Oleh karena itu layanan

pengembangan industri harus tetap dilaksanakan dengan tetap

mengedepankan tumbuhnya iklim investasi yang kondusif dengan

memperbesar cakupan industry kecil menengah serta ramah lingkungan.

h. Transmigrasi

Kinerja pembangunan pada pelayanan urusan transmigrasi selama

periode 2005-2009 tidak menghasilkan kinerja mengingat sejalan dengan

berkembangnya semangat otonomi daerah, minat masyarakat untuk

mengikuti transmigrasi tidak ada walaupun upaya untuk melakukan

dorongan dan motivasi terus dilakukan.

Page 77: kondisi umum

77

IV. ASPEK DAYA SAING

Daya saing merupakan kemampuan sebuah daerah untuk menghasilkan barang

dan jasa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup masyarakat. Daya saing

daerah di Kota Semarang dapat dilihat dari aspek kemampuan ekonomi daerah,

fasilitas wilayah atau infrastruktur, iklim berinvestasi dan sumber daya manusia.

1. Kemampuan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi

pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi

tidak akan banyak membawa tingkat kesejahteran masyarakat manakala

pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat

sedangkan masyarakat lain tidak menikmati. Kemampuan ekonomi juga dapat

dilihat dari produktivitas pada masing-masing sektor lapangan usaha PDRB

Kota Semarang. Produktivitas sektor PDRB dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan sebesar 14,69 % per tahun.

Tabel Aspek Daya Saing bidang Kemampuan Ekonomi Daerah

2007 2008 2009

Produktivitas daerah setiap sektor

1. Pertanian 321.780 365.094 414.238

2. Pertambangan dan Penggalian 52.326 57.062 62.227

3. Industri Pengolahan 7.147.347 7.883.532 8.695.545

4. Listrik 487.538 532.279 581.126

5. Bangunan 4.445.307 5.414.829 6.595.804

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.480.617 8.635.562 9.968.821

7. Pengangkutan dan Komunikasi 2.762.149 3.073.387 3.419.695

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perush 772.160 889.126 1.023.810

9. Jasa 3.155.016 3.664.861 4.257.096

Uraian

Sumber : Semarang Dalam Angka th. 2009

Page 78: kondisi umum

78

Dari tabel tersebut, kontribusi sektor usaha terbesar terhadap PDRB Kota

Semarang adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor Industri

Pengolahan serta sektor usaha bangunan. Pada tahun 2009 kontribusi

masing-masing sektor usaha tersebut adalah sebagai berikut : Perdagangan,

Hotel dan Restoran sebesar 29,86 %, industri pengolahan sebesar 24,52 %,

dan sektor bangunan sebesar 19,27%. Hal tersebut menggambarkan bahwa

aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor

bangunan. Sektor perdagangan dan jasa inilah yang akan kembangkan

sebagai aktivitas utama warga masyarakat.

2. Fasilitasi Wilayah/Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur akan meningkatkan mobilitas manusia dan barang

antar daerah dan antara kabupaten/kota, yang meliputi fasilitas transporlasi

(jalan, jembatan, pelabuhan), fasilitas kelistrikan, fasilitas komunikasi, fasilitas

pendidikan, dan fasilitas air bersih. Tersedianya infrastruktur yang memadai

merupakan nilai tambah bagi perwujudan pembangunan suatu kota.

a. Aksesbilitas Daerah

Kota Semarang selain merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah, juga

merupakan jalur perlintasan dari wilayah barat (Jakarta) menuju wilayah

Timur (Surabaya) dan Selatan (Jogyakarta) atau sebaliknya sehingga Kota

Semarang merupakan penopang jalur distribusi perekonomian Jawa

Tengah. Kondisi infrastruktur merupakan unsur penting yang perlu

mendapatkan perhatian agar dapat berfungsi dengan optimal.Dalam

mendukung aksesibilitas, Kota Semarang memiliki panjang jalan yang

semakin meningkat dalam 5 tahun terakhir ini yaitu 2.762,62 km tahun 2005

menjadi 2.778,29 km pada tahun 2009. Daya saing lainnya di bidang

Sarana prasarana perhubungan adalah dimilikinya pelabuhan udara/laut,

terminal bus, stasiun kereta api yang mampu menghubungkan seluruh kota

di Indonesia.

Page 79: kondisi umum

79

Tabel Aspek Daya Saing bidang Aksesibilitas Daerah

2005 2006 2007 2008 2009

1. Rasio panjang jalan per jumlah kendaraan 0,0040 0,0037 0,0034 0,0032 0,0030

- Panjang jalan 2.762,62 2.762,62 2.771,54 2.778,29 2.778,29

- Jumlah kendaraan 695.168 751.407 810.034 867.901 919.699 2. Jumlah orang/penumpang terangkut angkutan umum

- orang terangkut 13.593.860 11.659.645 11.811.089 8.168.046 9.058.197

- barang terangkut 6.025.208 6.501.749 7.142.156 7.333.082 7.507.390

3. Jumlah orang.barang melalui dermaga/bandara/ terminal - Dermaga

- orang 297.833 367.257 363.847 427.503 392.498

- barang 6.009.231 6.482.575 7.122.774 7.314.341 7.487.270

- Bandara

- orang 1.155.234 1.379.552 1.367.280 1.370.012 1.626.706

- barang 15.977.228 19.173.996 19.382.115 18.741.442 20.120.479

- Terminal

- orang 8.900.278 6.704.832 7.122.511 3.252.281

UraianTahun

Sumber : Data Olahan Dinhubkominfo Kota Semarang, 2010

b. Penataan wilayah

Sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, penataan

wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan yang berfungsi lindung

dan kawasan yang berfungsi budidaya. Kawasan Lindung, meliputi

kawasan yang melindungi kawasan di bawahnya, kawasan lindung

setempat dan kawasan rawan bencana. Kawasan yang melindungi

kawasan di bawahnya adalah kawasan-kawasan dengan kemiringan >40%

yang tersebar di wilayah bagian Selatan. Kawasan lindung setempat adalah

kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan waduk, dan

sempadan mata air. Kawasan lindung rawan bencana merupakan kawasan

yang mempunyai kerentanan bencana longsor dan gerakan tanah.

Kawasan Budidaya, merupakan kawasan yang secara karakteristik wilayah

dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah. Kawasan yang

dikembangkan berdasarkan potensi dan karakteristik wilayah adalah

sebagai berikut :Kawasan Perdagangan dan Jasa, Kawasan Permukiman,

perdagangan dan Jasa, Kawasan Pendidikan, Kawasan Pemerintahan dan

Perkantoran, Kawasan Industri, Kawasan olahraga, Kawasan Wisata

/Rekreasi, Kawasan perumahan dan permukiman, Kawasan pemakaman

Page 80: kondisi umum

80

Umum, Kawasan Khusus dan Kawasan Terbuka Non Hijau. Namun seiring

dengan pesatnya perkembangan pembangunan Kota terdapat kompensasi

yang tak bisa dihindari dalam tata guna lahan, yaitu tingginya ratio

perubahan alih fungsi lahan. Hal ini ditandai dengan timbulnya pusat-pusat

kegiatan baru seperti kawasan industri, perdagangan/jasa dan tumbuhnya

kawasan-kawasan permukiman daerah pinggiran kota.

c. Ketersediaan air bersih

Penyediaan dan pengelolaan air bersih di Kota Semarang pada saat ini

terbagi ke dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem jaringan perpipaan yang

dikelola oleh PDAM dan sistem non perpipaan yang dikelola secara mandiri

oleh penduduk. Untuk pelayanan dengan sistem perpipaan meliputi hampir

seluruh kecamatan-kecamatan di Kota Semarang, kecuali Kecamatan Mijen

dan Kecamatan Gunungpati, Pemanfaatan air tanah (non perpipaan),

khususnya di Kota Semarang bagian bawah, seharusnya dihindarkan untuk

menghindarkan dampak lingkungan yang terjadi. Sistem jaringan perpipaan

di Kota Semarang ini pelayanan dan pengelolaannya dilakukan oleh PDAM

dengan cakupan pelayanan 15 kecamatan dari 16 kecamatan yang ada di

Kota Semarang. Daya saing ketersediaan air besih akan semakin membaik

dengan selesainya pembangunan waduk jatibarang.

Tabel Aspek Daya Saing

bidang Ketersediaan Air Bersih

2005 2006 2007 2008 2009

Persentase RT menggunakan air

bersih

33,08 32,01 32,74 31,52 29,05

- Pemakaian Air Bersih RT 32.962.642 32.676.827 34.042.026 34.277.257 34.277.257

- RT berlangganan PDAM 112.915 112.650 115.358 117.844 120.204

- Jumlah RT 341.314 351.881 352.369 373.920 413.806

UraianTahun

Sumber : Data Olahan Kantor PDAM Kota Semarang, 2010

Page 81: kondisi umum

81

d. Fasilitas listrik dan telepon

Perkembangan jaringan telekomunikasi beberapa tahun terakhir cukup

menggembirakan, terlihat dengan banyaknya satuan sambungan yang

dipasarkan kepada masyarakat. Jika dilihat dari sebaran tiap kecamatan

yang ada, maka jaringan telepon telah menjangkaunya seluruh kelurahan

yang ada di tiap kecamatan. Ketersediaan daya listrik sangat

memungkinkan bagi pengembangan investasi.

Tabel Aspek Daya Saing bidang Fasilitas Listrik dan Telepon

2005 2006 2007 2008 2009

Rasio ketersediaan daya listrik

- Daya listrik terpasang (semua gol tarif) 789,384,776 828,093,447 872,034,107 872.034.017*) 872.034.017*)- Kebutuhan

Prosentase RT yang menggunakan listrik 85% 85% 86% 81% 73%

- RT yang menggunakan listrik 290,377 299,682 301,687 301.687*) 301.687*)

- Jumlah RT 341,314 351,881 352,369 373,920 413,806

Prosentase penduduk yang menggunakan

HP/Telpon - 58,12/56,10 64,79/35,11 74,65/31,93 -

UraianTahun

Sumber : Kota Semarang Dalam Angka Tahun 2009, BPS Kota Semarang

e. Ketersediaan Fasilitas Perdagangan dan Jasa

Tersedianya fasilitas hotel dan restoran merupakan capaian kinerja daya

saing bidang perdagangan dan jasa. Pertumbuhan Hotel darn Restoran

baru yang terjadi selama ini merupakan salah satu bahwa pertanda bahwa

potensi ekonomi masyarakat masih akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Tabel Aspek Daya Saing Ketersediaan Perdagangan dan Jasa

2005 2006 2007 2008 2009

1. Restoran 29 29 29 29 29

2. Rumah Makan 102 102 102 109 109

3. Café 14 14 14 19 19

UraianTahun

4. Hotel Berbintang 28 28 28 28 28

5. Hotel non Bintang 56 53 53 53 51

Sumber : Data Olahan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Semarang, 2010

Page 82: kondisi umum

82

3. Fasilitas Iklim Berinvestasi

Daya tarik investor untuk memanamkan modalnya sangat dipengaruhi

faktor-faktor seperti tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan dan regulasi

perbankan, sebagai infrastruktur dasar yang berpengaruh terhadap

kegiatan investasi. Iklim investasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain yang mendorong berkembangnya investasi antar lain fasilitas

keamanan dan ketertiban wilayah, kemudahan proses perjinan, dan

ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

a. Keamanan dan Ketertiban

Secara umum kondisi keamanan dan ketertiban sampai dengan tahun 2009

relatif kondusif bagi berlangsungnya aktivitas masyarakat maupun kegiatan

investasi. Berbagai tindakan kejahatan kriminalitass, unjuk rasa dan mogok

kerja yang merugikan dan mengganggu keamanan dan ketertiban

masyarakat dapat ditanggulangi dengan sigap oleh apratur pemerintah.

Situasi tersebut juga didorong oleh pembinaan keamanan dan ketertiban

masyarakat dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga

keamanan lingkungannya.

Tabel Aspek Daya Saing bidang Iklim Berinvestasi

2005 2006 2007 2008 2009

1. Angka Kriminalitas

- Jumlah Kriminalitas 195 139 117 107 108 - Pertikaian antar warga 6 2 5 - - 2. Jumlah Demo - Unjuk rasa (politik & ekonomi) 258 43 102 60 119

- Mogok kerja 5 2 1 0 0

UraianTahun

Sumber : 8 Kel. Data Pengembangan SIPD, BPS Kota Semarang 2010

b. Kemudahan Perijinan

Faktor pendukung yang sangat erat kaitannya dalam melakukan

investasi adalah prosedur dan tata cara perolehan ijin atau pengurusan

ijin untuk berinvestasi. Proses perijinan dalam berinvestasi dilaksanakan

Page 83: kondisi umum

83

dengan pelayanan perijinan satu pintu (One Stop Services), melalui

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang. Kepastian

prosedur, waktu dan keamanan perijinan merupakan kinerja utama

pelayanan investasi..

Dengan kemudahan perijinan berinvestasi diharapkan akan menarik

minat investor dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan

modalnya di Kota Semarang.

c. Pengenaan Pajak Daerah

Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) salah satunya berasal dari

Pos Pajak Daerah yang pelaksanaannya mendasarkan pada Peraturan

perundang-udangan yang berlaku.

Perkembangan penerimaan pajak selama tahun 2005 sampai dengan 2009

mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan pertumbuhan rata-rata

22% per tahun. Pada tahun 2005 penerimaan pajak daerah sebanyak

Rp. 295.920.738.676,- dampai dengan tahun 2009 menjadi sebesar

Rp. 619.479.144.948,-. Sedangkan jenis dan klasifikasi pengenaan pajak

daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No. 10

Tahun 2007 tentang Biaya Pemungutan Pajak Daerah. Upaya penyesuaian

terhadap regulasi yang baru mutlak segera dilakukan agar daya saing di

bidang pajak mampu segera diakomodasi. Secara rinci penerimaan

pendapatan asli daerah (PAD) kota Semarang selama kurun waktu lima

tahun sebagaimana table berikut.

Page 84: kondisi umum

84

Tabel Aspek Daya Saing bidang Pengenaan Pajak Daerah

2005 2006 2007 2008 2009

1. Pajak Daerah

- Pajak daerah 814.120.538 1.366.490.201 366.062.375 22.188.743.528 23.000.974.050 - Pajak Restoran 1.019.522.341 1.503.299.089 851.025.259 21.089.741.652 24.811.040.343 - Pajak Reklame 69.447.500 406.369.250 844.883.420 16.824.197.531 16.063.853.958 - Pajak Penerangan Jalan 3.745.012.698 524.412.058 2.315.059.197 76.597.927.551 82.814.660.277 - Pajak Pengambilan Bahan Galian C 81.772 1.664.008 506.600 112.046.400 100.156.400

- Pajak Parkir 8.765.290 2.621.280 - 23.562.679.011 2.780.941.510 - Pajak Hiburan 216.517.585 - - 4.084.858.928 4.933.660.602 2. Retribusi Daerah - Rtribusi dari Dinas Pendidikan 876.789.000 936.695.000 1.052.019.500 1.182.304.000 -

- Retribusi dari Dinas Kesehatan 4.317.853.905 4.718.060.581 4.850.286.317 3.713.280.772 3.631.995.000 - Retribusi RSUD 11.587.381.768 4.718.060.581 2.557.968.300 25.056.418.577 27.687.010.044 - Retribusi DPU 101.591.850 2.497.638.750 2.948.722.100 3.150.935.971 - - Retribusi DTKP 16.210.006.810 60.360.233.500 3.784.757.660 18.624.074.995 14.816.299.082 - Retribusi Dinas Kebakaran 27.263.000 28.032.500 18.405.000 34.731.000 39.145.000 - Retribusi Pertamanan 327.154.450 6.360.233.500 120.987.500 12.343.349.200 - - Retribusi BLH 100.825.000 112.110.000 121.915.000 138.540.000 185.930.000 - Retribusi Kebersihan 5.418.004.083 5.531.580.553 5.653.347.500 5.822.427.925 5.952.604.012 - Retribusi Dispenduk Capil 2.895.956.000 35.697.633.500 3.600.275.500 5.822.427.925 5.952.604.012 - Retribusi Dinas Budaya Pariwisata 898.825.700 1.058.437.250 1.929.031.510 3.232.390.683 2.524.391.800

- Retribusi Dinas Pasar 7.971.795.472 7.941.473.889 6.175.306.020 9.824.245.886 12.097.540.723 - Retribusi Dinas Perhubungan - Tempat Khusus Parkir 499.565.000 496.062.000 513.649.000 466.661.000 519.859.000 - Tempat Terminal 432.722.250 326.183.300 365.299.300 362.020.300 333.390.200 - Tempat Pengujian Kendaraan 4.332.963.200 4.621.849.110 2.231.698.300 4.824.373.600 4.214.514.490 - Parkir tepi jalan umum 979.729.158 1.350.543.669 5.962.280.950 1.940.869.900 1.583.697.100 - Retribusi Sekda 771.304.782 909.630.400 1.057.862.600 6.236.699.235 - - Retribusi Disospora - - - - 2.112.665.250 - Retribusi PSDA - - - - 78.700.000

- Retribusi Bina Marga - - - - 2.997.110.965 - Retribusi PJPR - - - - 12.669.944.300 3. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak - PBB 58.923.184.632 69.709.767.169 86.909.685.684 101.063.831.233 110.326.958.196 - BPHTB 42.525.163.172 52.558.654.386 59.103.394.867 81.242.908.408 80.697.709.086 - PPH OPDN & Pasal 21 25.316.551.632 25.054.215.226 31.363.363.113 45.449.289.132 25.037.115.402 - PPH Ps 25/29 - - - 870.685.527 30.433.825.506 - SDA - 957.947.262 1.399.541.725 1.279.583.733 1.095.964.143 - BahanBakar Kendaraan Bermotor 23.010.132.337 45.913.232.705 43.740.013.891 48.978.502.712 56.054.576.939

- Pajak Kendaraan Bermotor 82.522.507.751 78.270.526.071 51.775.744.654 59.224.119.299 63.168.610.815 - Bagi Hasil P2AP - 504.533.464 699.851.293 793.675.343 758.696.743

295.920.738.676 414.438.190.252 322.312.944.135 606.138.540.957 619.476.144.948

UraianTahun

Sumber : Data Olahan DPKAD Kota Semarang, 2010

4. Sumber Daya Manusia

Jumlah penduduk suatu daerah bisa jadi merupakan asset manakala

kualitas tenaga kerja yang tersedia sama dengan lapangan kerja yang

tersedia. Struktur dan Komposisi penduduk berdasarkan rasio

ketergantungan penduduk semarang masih sangat ideal. Sedangkan dari

sisi kualitas sumber daya manusia, dengan banyaknya perguruan tinggi dan

Page 85: kondisi umum

85

lembaga-lembaga ketrampilan yang ada, akan mampu menopang

kebutuhan pasar. Secara umum daya saing sumber daya manusia dapat

dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel Aspek Daya Saing bidang Sumber Daya Manusia

2005 2006 2007 2008 2009

1. Penduduk < 15 dan > 64 tahun 370,234 373,024 378,709 385,983 392,565

2. Penduduk 15 - 64 tahun 1,050,184 1,061,001 1,075,885 1,095,661 1,114,359

Rasio Ketergantungan 35.25% 35.16% 35.20% 35.23% 35.23%

UraianTahun

sumber : Kota Semarang Dalam Angka, BPS Kota Semarang 2009