Upload
pierce
View
164
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KONFLIK HUKUM. HARAPAN/IDEAL: TIDAK ADANYA KONFLIK HUKUM DALAM SISTEM HUKUM. DIATASI DENGAN AZAS HUKUM DALAM SISTEM HUKUM. PRAKTIK: KONFLIK HUKUM. MACAM-MACAM KONFLIK. Konflik diantara sesama peraturan perundang-undangan - PowerPoint PPT Presentation
Citation preview
KONFLIK HUKUMKONFLIK HUKUM
PRAKTIK:
KONFLIKHUKUM
HARAPAN/IDEAL:
TIDAK ADANYAKONFLIK HUKUMDALAM SISTEM
HUKUM
DIATASI DENGAN AZAS HUKUM DALAM SISTEM HUKUM
MACAM-MACAM KONFLIKMACAM-MACAM KONFLIK1. Konflik diantara sesama peraturan
perundang-undangan2. Konflik antara peraturan perundangan
dengan putusan pengadilan3. Konflik antara peraturan perundangan
dengan hukum adat dan hukum kebiasaan
4. Konflik antara putusan pengadilan dan hukum adat
(A)(A)KONFLIK SESAMA KONFLIK SESAMA
PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-PERUNDANG-UNDANGANUNDANGAN
(1). AZAS LEX SUPERIOR (1). AZAS LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORDEROGAT LEGI INFERIOR
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tingkatannya, apabila kedua
peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang
saling bertentangan
KESIMPULAN:KESIMPULAN:• Terdapat peringkat aturan
– Apabila ada pertentangan, maka peraturan yang di atas mengenyampingkan peraturan yang di bawahnya
• Adanya hak menguji peraturan perundangan– Hak menguji dilakukan untuk
menentukan ada tidaknya pertentangan tersebut
PERINGKAT PERINGKAT ATURANATURAN
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yaitu tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urut Perundangan Republik Indonesia.1. Undang-Undang Dasar. 2. Ketetapan MPR. 3. Undang-Undang/Perpu. 4. Peraturan Pemerintah. 5. Keputusan Presiden. 6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya
seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain.
TIDAKBERLAKU
UU 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
3. Peraturan Pemerintah;4. Peraturan Presiden;5. Peraturan Daerah.
CONTOH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG CONTOH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYABERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYA
• TAP MPRS><UUD: – Tap MPRS: mengangkat presiden seumur hidup– Pasal 7 UUD: jabatan presiden 5 tahun dan sesudahnya
dipilih kembali
• UU><UUD 45– Pasal 19 UU 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman: • demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau
kepentingan masyarakat mendesak, Presiden dapat turun dan turut campur dalam soal-soal pengadilan
Turun tangan: penghentian perkara yang diperiksa
– Pasal 24 UUD 45: • Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
lain-lain badan kehakiman menurut UU• Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan UUPenjelasan: kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka,
terlepas dari campur tangan pemerintah
HAK MENGUJI PERATURAN HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANPERUNDANG-UNDANGAN
(RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)(RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)
2 MACAM HAK MENGUJI PERUNDANG-2 MACAM HAK MENGUJI PERUNDANG-UNDANGANUNDANGAN
1. Menguji Formil:– Wewenang untuk menilai apakah suatu produk
legislatif tercipta melalui CARA/PROSEDUR sebagaimana ditentukan dalam per-UU-an yang berlaku
• Contoh: UU dibuat oleh presiden bersama dengan DPR
2. Menguji Materiel:– Wewenang untuk menyelidiki dan menilai:
• apakah suatu peraturan perundangan ISI nya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajadnya
• apakah suatu KEKUASAAN TERTENTU BERHAK mengeluarkan suatu peraturan tertentu
SIAPA YANG BERHAK
MENGUJI?
LIHAT UUDS 50LIHAT UUDS 50
Pasal 95 UUDS 50:(1). Sekalian usul UU yang telah diterima oleh
DPR memperoleh kekuatan UU, apabila telah disahkan pemerintah
(2). UU tidak dapat diganggu gugat
KESIMPULAN:WALAUPUN UU ATAU PERATURAN
YANG ADA DI ATASNYA BERTENTANGAN DENGAN UUD,
TIDAK DAPAT DIUJI DENGAN KEKUASAAN NEGARA MANAPUN
TERMASUK MA
SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68Beberapa pendapat tentang hak menguji:1.Mahkamah Agung (MA):
1. Seluruh peraturan per-UU-an termasuk UU dan TAP MPR
2. Terbatas pada UU dan peraturan di bawahnya3. Per-UU-an di bawah UU4. TAP MPR saja
2.MPR3.Organ yang ditunjuk UUD atau setidak-tidaknya
TAP MPR4.Hakim untuk menyimpangi UU karena
bertentangan dengan UUD melalui perkara yang dihadapinya
HAK MENGUJI:HAK MENGUJI:
A. UU KEKUASAAN KEHAKIMANA. UU KEKUASAAN KEHAKIMANB. UU MAHKAMAH AGUNGB. UU MAHKAMAH AGUNGC. UU MAHKAMAH KONSTITUSIC. UU MAHKAMAH KONSTITUSI
UU NO. 14 TAHUN 1970 UU NO. 14 TAHUN 1970 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
• Pasal 26 ayat (1) dan (2):– MA berwenang menyatakan tidak sah per-UU-an di
bawah UU karena bertentangan dengan per-UU-an di atasnya
– Putusan diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi dan pencabutan dilakukan oleh instansi ybs
UU TIDAK
BERLAKU
Kes. 1:MA UJI
MATERIEL
Kes. 2:MA UJI
DIBAWAH UU.UU TIDAK DAPAT
DIGANGGU GUGAT
KASASI
KASASIKASASI• Adalah kekuasaan Mahkamah Agung untuk
membatalkan putusan dan ketetapan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah dari semua lingkungan pengadilan dalam tingkat terakhir
• Pihak yang dapat mengajukan kasasi adalah, – dalam perkara perdata para pihak yang berkepentingan, dan – dalam perkara pidana adalah terpidana, atau pihak ketiga
yang dirugikan– Demi kepentingan umum, diajukan oleh Jaksa Agung
• MA membatalkan putusan dan ketetapan pengadilan karena:– Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang– Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku– Lalai memenuhi syarat yang diwajibkanper-UU-an
• Kasasi hanya dapat dilakukan apabila upaya biasa (verzet, banding) telah dilakukan, kecuali kasasi oleh Jaksa Agung
• Praktik: – tidak semua perkara sampai tingkat
kasasi, sehingga MA tidak dapat menguji secara materiel• Mis. Faktor waktu• Contoh: UU wajib militer dan perpres
pelaksanaan UU.
PN PT MA
Peraturan MA no. 1 Peraturan MA no. 1 TTahun ahun 1993 tentang Hak Uji materiel1993 tentang Hak Uji materiel
• Pasal 1: gugatan hak uji materiel terhadap per-UU-an yang lebih rendah dari UU yang ditujukan kepada badan/lembaga yang mengeluarkan, atau menerbitkan atau mengumumkan, setelah di ttd penggugat atau kuasanya, dapat diajukan – langsung ke MA atau – ke pengadilan tingkat pertama di
wilayah hukum tergugat
Kesimpulan:Harus
diajukan dalam bentuk
GUGATAN
Putusan pengadilan:1.vonis/putusan: adanya sengketa, diajukan dengan gugatan2.Penetapan: tidak ada sengketa, diajukan dengan permohonan
Contoh kasus: -Pembatalan SIUPP Harian Prioritas-SURYA PALOH kpd MA untuk judicial review PERMENPEN No. 1/Per.menpen/1984 yang bertentangan dengan UU Pokok Pers (ps. 4: tidak dikenakan sensor dan pembredeilan; Kebebasan pers berkaitan dengan HAM dll)
MA dengan keputusan no. 01/TN/1992 “tidak dapat menerima ”judicial review” yang diajukan dalam bentuk permohonan. Alasan: putusan yang inti petitumnya (terhadap permen)mengandung sanksi tidak dapat diputus begitu saja tanpa ada kesempatan bagi yang dibebani sanksi untuk membelaKesimp. Surat permohonan tsb. tidak sempurna
PRAKTIK: PRAKTIK: MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU 14/1970 MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU 14/1970
JO PASAL 31 UU 14/1985JO PASAL 31 UU 14/1985
• MA mengeluarkan SEMA 3 Tahun 1963: mencabut beberapa pasal BW
• MA melewatkan kesempatan menguji materiil PP 49 Tahun 1963 tentang Peradilan Perumahan– Isi: mengatur wewenang sengketa
perumahan oleh Kantor Urusan Perumahan– Putusan MA yang mengkuatkan
bertentangan dengan UU 14 Tahun 1970
• Mengubah PERMA no. 1 Tahun 1993• Hak uji materiil dapat dilakukan
dengan:– Gugatan– Permohonan keberatan
• Gugatan maupun permohonan keberatan dapat diajukan dengan cara:– Langsung ke MA– Melalui PN di wilayah hukum tempat
kedudukan tergugat
Peraturan MA no. 1 Peraturan MA no. 1 TTahun ahun 19919999 tentang Hak Uji materiel tentang Hak Uji materiel
• Pasal 12 PERMA 1 TAHUN 1999: AKIBAT HUKUM
• Upaya melalui Class Action
BAGAIMANA JIKA TERDAPAT BAGAIMANA JIKA TERDAPAT PERTENTANGAN ANTARA UUPERTENTANGAN ANTARA UU/DIATASNYA/DIATASNYA
DENGAN UUD?DENGAN UUD?
Penjelasan pasal 26 UU 14 Tahun 1970:Penjelasan pasal 26 UU 14 Tahun 1970:• Dalam UUD’45 hak uji terhadap UU dan per-UU-an
di bawahnya TIDAK TERDAPAT PADA MA, • sehingga TIDAK DENGAN SENDIRINYA hak menguji
UU terhadap UUD oleh MA DAPAT dapat diletakkan dalam UU ini
• Apabila hendak diberikan kepada MA harus merupakan KETENTUAN KONSTITUSIONAL
APABILA MA DIBERI WEWENANG MENGUJI UU, MAKA HARUS DIATUR DALAM UU
UU NO. 14 TAHUN 1985 UU NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNGTENTANG MAHKAMAH AGUNGPasal 31:(1). MA mempunyai wewenang menguji
secara materiel per-UU-an di bawah UU(2). MA berwenang menyatakan tidak sah
semua per-UU-an yang lebih rendah dari UU karena bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi
(3). Putusan pernyataan tidak sah per-UU-an tersebut dapat diambil dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Pencabutan dilakukan oleh instansi ybs.
UU DIUBAH
MA:UJI MATERIELDI BAWAH UU
UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
• Pasal 11 (2) huruf b dan (3): – MA berhak menguji per-UU-an di bawah UU
terhadap UU;– Pernyataan tidak berlaku per_UU-an dapat
diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi maupun permohonan langsung kepada MA
• Pasal 12(1): – Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
MA: UJI MATERIELDI BAWAH UU
MK: UJI MATERIELUU Thd UUD
UU NO. 5 TAHUN 2004 UU NO. 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG• Pasal 31
– (1) MA berwewenang menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU
– (2) MA menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU dengan alasan bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
– (3) (4) Per-UUPutusan tidak sahnya per-UU-an dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun permohonan langsung pada MA.
– Per-UU-an yang dinyatakan tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
– (5) Putusan wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Lanjutan UU no. 5 Tahun 2004Lanjutan UU no. 5 Tahun 2004
• Pasal 31A(1) Permohonan pengujian per-UU-an di bawah UU terhadap
UU diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA, secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
(2) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama dan alamat pemohon; b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
permohonan, dan wajib menguraikan dengan jelas bahwa: 1) materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian per-UU-
an dianggap bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi; dan/atau
2) pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
Lanjutan pasal 31 ALanjutan pasal 31 A
(3) Dalam hal MA berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat, maka permohonan tidak diterima
(4) Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan
(5) Dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari per-UU-an yang bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi.
(6) Dalam hal per-UU-an tidak bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya, permohonan ditolak.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian per-UU-an di bawah UU diatur oleh MA
UU MA:1.UJI MATERIEL dan UJI FORMIL DI BAWAH UU3. DIATUR PERMOHONAN LANGSUNG4. UJI UU OLEH MK
UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSIMAHKAMAH KONSTITUSI
• Pasal 1 angka 1 a: Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
• Pasal 10 (1 a) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
PENGAJUAN PERMOHONANPENGAJUAN PERMOHONAN• Pasal 29:
– Tertulis– Dalam bahasa Indonesia
• Pasal 52 (1): Pemohon adalaha.perorangan warga negara Indonesia; b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c.badan hukum publik atau privat; atau d.lembaga negara.
Lanjutan……Lanjutan……Pasal 52 (3): Dalam permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a.pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b.materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2). AZAS LEX SPECIALIS (2). AZAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALISDEROGAT LEGI GENERALIS
Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (spesial)
mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-
undangan yang bersifat umum (general), apabila kedua peraturan
perundang-undangan tersebut memuat ketentuan yang saling
bertentangan (konflik)
Keterangan:Keterangan:
• Hanya berlaku antar UU (sederajad); apabila tidak sederajad berlaku azas lex superior
• Contoh:– KUHPerdata dengan KUHDagang
• 1338 KUHP: azas kebebasan berkontrak• 22 KUHD: Tiap-tiap perseroan Firma harus
didirikan dengan akta otentik….
(3). AZAS LEX POSTERIOR (3). AZAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORIDEROGAT LEGI PRIORIPeraturan perundang-undangan
yang kemudian (baru) mengenyampingkan
berlakunya peraturan perundang-undangan yang terdahulu (lama),
apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat
ketentuan yang saling bertentangan (konflik)
Keterangan:Keterangan:• Hanya berlaku antar UU (sederajad);
apabila tidak sederajad berlaku azas lex superior. Misalnya konflik antara UU dengan PP, meskipun PP merupakan peraturan baru, tetapi tetap UU lama mengenyampingkan PP.
• Diterapkan apabila per-UU-an yang baru tidak secara tegas mencabut berlakunya per-UU-an yang lama. Karena pada umumnya ada pernyataan tegas mencabut yang lama.
Contoh:Contoh:
• UUPA mencabut tegas pasal-pasal buku II KUHP sepanjang yang mengatur bumi, air dan kekayaan alam
• UU Hak Tanggungan, mencabut pasal tentang hipotik atas tanah
• UU perkawinan mencabut KUHP tentang perkawinan, HOCI dll
• KUHAPidana mencabut HIR
(B)(B)KONFLIK ANTARA KONFLIK ANTARA
PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-PERUNDANG-
UNDANGAN DENGAN UNDANGAN DENGAN PUTUSAN HAKIM/ PUTUSAN HAKIM/
PENGADILANPENGADILAN
AZASAZAS“RES YUDICATA PRO VERITATE
HABITUR”apabila terdapat putusan pengadilan/ hakim bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam per-UU-an, maka putusan hakimlah yang dianggap benar
Lanjutan.....Lanjutan.....
Lihat:Pasal 27 UU no. 14 tahun 1970:Pasal 28 (1) UU no. 4 tahun 2004: Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakatHukum tertulis bersifat statis, tidak berubah sepanjang tidak diubah oleh pembuatnya, berbeda dengan hukum kebiasaan yang dinamis
Contoh 1:Contoh 1:• Pasal 108 dan 110 KUHperdata:
seorang perempuan yang terikat dalam suatu perkawinan, menjadi tidak cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan ijin dari suaminya
• SEMA 3 Tahun 1963 (menyatakan perempuan menikah tetap cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan suami)
Contoh 2:Contoh 2:• Pasal 209KUHPerdata:alasan
perceraian:1. Zina2. Meninggalkan tempat bersama dengan sengaja3. Hukuman penjara 5 tahun atau lebih4. Melukai berat atau menganiaya suami/istri sehingga
membahayakan jiwa, atau menyebabkan luka yang berbahaya
• Putusan hakim:– Memutuskan perceraian dengan dasar putusan karena
adanya keretakan atau percekcokan antara suami istri yang tidak dapat dipulihkan kembali
Kesimpulan:Kesimpulan:
• Hakim dapat (atau bahkan wajib) menyimpangi ketentuan per-UU-an yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
• Hakim memiliki kebebasan yang luas untuk menyimpangi ketentuan per-UU-an. Pembatasan kebebasan hakim untuk menyimpangi adalah pada per-UU-an peninggalan pemerintah kolonial Belanda
(C)(C)KONFLIK ANTARA KONFLIK ANTARA
PERATURAN PERATURAN PERUNDANG-PERUNDANG-
UNDANGAN DENGAN UNDANGAN DENGAN HUKUM ADAT DAN HUKUM ADAT DAN
HUKUM KEBIASAANHUKUM KEBIASAAN
PEDOMAN:PEDOMAN:
1. Apakah per-UU-an tersebut bersifat memaksa/ imperatif/ dwingenrecht atau bersifat pelengkap/ mengatur/ anfullenrecht.Keterangan:
– Memaksa/imperatif/dwingenrecht:• dapat dilihat dari per-UU-an itu sendiri. • Semua per-UU-an yang bersifat publik
(dibuat untuk kepentingan umum)– Pelengkap/mengatur/anfullenrecht:
• Masuk dalam lingkup hukum privat (perdata)
2. Yang dipergunakan:a. Apabila konflik antara per-UU-an yang
bersifat dwingenrecht dengan hukum adat atau hukum kebiasaan:
• PER-UU-AN MENGENYAMPINGKAN HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN
b. Apabila konflik antara per-UU-an yang bersifat anfullenrecht dengan hukum adat atau hukum kebiasaan:
• HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN MENGENYAMPINGKAN PER-UU-AN
CONTOH: KONFLIK ANTARA CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN PER-UU-AN YANG BERSIFAT DWINGENRECHTYANG BERSIFAT DWINGENRECHT
DENGAN HUKUM ADATDENGAN HUKUM ADAT
• Pasal 19 PP 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah: – Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan tanah,
memberikan hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan HAT sebagai tanggungan haris dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh mentri agraria…. (ket. Dalam hal ini adalah PPAT)
• Hukum adat:– Perjanjian yang menyebabkan peralihan hak harus bersifat
“terang”, artinya dilakukan dihadapan ketua adat (kades/lurah), jika tidak maka belum sah secara hukum.
CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN YANG BERSIFAT ANFULLENRECHT YANG BERSIFAT ANFULLENRECHT
DENGAN DENGAN HUKUM ADAT ATAU KEBIASAANHUKUM ADAT ATAU KEBIASAAN
• Pasal 1560 KUHPerdata: – Penyewa punya 2 kewajiban utama:
1. Memakai barang yang dipergunakan sebagai bapak rumah tangga yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut persetujuan sewanya ….
2. Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukanUang sewa harus diantar diantar oleh penyewa kepada pemilik
• Hukum kebiasaan:– Hukum adat atau kebiasaan di suatu daerah, uang sewa
tidak diantar, tetapi pihak pemilik yang menagih uang sewa kepada penyewa
(D)(D)KONFLIK ANTARA KONFLIK ANTARA
HUKUM ADAT ATAU HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN HUKUM KEBIASAAN DENGAN PUTUSAN DENGAN PUTUSAN
HAKIM / PENGADILANHAKIM / PENGADILAN
AZASAZAS
“RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR”
apabila hukum adat / kebiasaan bertentangan dengan putusan hakim/ pengadilan, maka putusan hakim/ pengadilanlah yang dianggap benar
KONFLIK HUKUM
PER-UU-AN DENGAN
PER-UU-AN
PER-UU-AN DENGAN PUTUSAN
PENGADILAN
PER-UU-AN DENGAN HUKUM ADAT/
KEBIASAAN
PUTUSAN PENGADILAN
DENGAN HUKUM ADAT/
KEBIASAAN
RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR
DWINGENRECHT
ANFULLENRECHT
RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR
LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI
INFERIOR
LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI
GENERALIS
LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI
PRIORI
PERINGKAT ATURAN
HAK UJI
PER-UU-AN YANG KHUSUS
PER-UU-AN YANG BARU
PER-UU-AN
PER-UU-AN
PER-UU-AN
HUKUM ADAT/ KEBIASAAN