Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM
EUROVISION SONG CONTEST 2016-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
M Yaqub Al Abror
11141130000047
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION SONG
CONTEST 2004-2017
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2018
M Yaqub Al Abror
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : M Yaqub Al Abror
NIM : 11141130000047
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION SONG
CONTEST 2016-2017
dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 28 September 2018
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION SONG
CONTEST 2016-2017
Oleh
M Yaqub Al Abror
11141130000047
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
12 Oktober 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Ahmad Alfajri, M.A Eva Mushoffa, MHSPS
NIP: NIP:
Penguji I, Penguji II,
M.Adian Firnas, M.Si Agus Nilmada Azmi, M.Si
NIP: NIP:
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Ahmad Alfajri, M.A
NIP:
v
ABSTRAK
Penelitian ini berusaha menunjukan dan menganalisis dimensi image
politics dalam ranah hubungan internasional. Konflik geopolitik antara Rusia dan
Ukraina mengarah pada bentuk konflik baru yang tidak lagi bersifat material
namun non material. Globalisasi dalam hubungan internasional menjadi konteks
yang dilihat sebagai pemicu adanya perubahan tersebut. Eurovision Song Contest
sebagai sebuah global media event dilihat menjadi medium baru dalam kontestasi
geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Kedua negara berusaha membentuk image
dan persepsi publik dan negara di Eropa untuk mendukung kepentingan negara
nya. Image theory dan soft power menjadi kerangka analisis yang digunakan
untuk menunjukan dan menjelaskan fenomena ini. Penelitian ini melihat sikap dan
kepentingan Rusia, Ukraina dan negara-negara Eropa dipengaruhi oleh image dan
persepsi yang dibuat di Eurovision Song Contest. Eurovision Song Contest
mengkonstruksikan realitas yang jelas mengenai politik antar negara dan peran
image politics dalam konflik Ukraina dan Rusia. Preposisi-preposisi image theory
dan soft power dapat diamati dan dibuktikan dalam fenomena ini.
Kata Kunci : Image, Eurovision Song Contest, Geopolitik, Soft Power
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak
lupa pula, Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta para sahabat dan keluarganya hingga kepada kita umatnya. Seiring dengan
perjalanan penulis dalam menyusun skripsi ini, tiada henti-hentinya penulis
menerima dukungan dari berbagai pihak dalam berbagai macam bentuk. Maka
dari itu, penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Kedua Orang Tua dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan
dukungan terus menerus baik secara moril maupun materil. Serta tidak
lupa tanpa henti-hentinya memberikan doa serta mengingatkan penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
2. Inggrid Galuh Mustikawati, MHSPS selaku Dosen Pembimbing yang
memberikan arahan serta bimbingan agar skripsi ini dapat selesai tanpa
kendala yang berarti.
3. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta yang telah memberikan
banyak ilmu kepada Penulis yang tentunya berguna kedepannya. Terima
kasih atas segala ilmu yang telah diberikan.
4. Sahabat-sahabat penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik dari
jurusan Hubungan Internasional, International Studies Club dan KKN
KOMIKA yang selalu menemani penulis dalam suka duka dan banyak
membantu penulis selama masa kuliah hingga akhirnya menyelesaikan
vii
studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Sahabat-sahabat penulis di Universitas Indonesia baik dari jurusan Ilmu
Politik dan FISIP UI yang selalu menemani penulis dalam suka duka dan
banyak membantu penulis selama masa kuliah hingga akhirnya
menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Teman-teman dari PT. Intikom dan Bank Danamon yang juga telah
menemani penulis dan memberikan banyak pembelajaran dan pengertian.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua dukungan dan
bantuan yang diberikan dengan kebaikan yang berlipat ganda. Terakhir, penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga dengan
segala kekurangan yang dimiliki, skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan bagi perkembangan studi
Hubungan Internasional kedepannya.
Jakarta, 26 September 2018
M Yaqub Al Abror
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ............................ iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ........................................................................... 1
2. Pertanyaan Penelitian ................................................................ 5
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 5
3.1. Tujuan Penelitian ............................................................... 6
3.2. Manfaat Penelitian ............................................................. 6
4. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6
5. Kerangka Pemikiran ................................................................. 11
5.1. Teori Image ....................................................................... 12
5.2. Soft Power : Strategic Narrative ...................................... 16
6. Hipotesis Kerja ..........................................................................19
7. Kerangka Alur Berpikir .............................................................21
ix
8. Metode Penelitian .................................................................... 21
9. Sistematika Penulisan .............................................................. 22
BAB II DINAMIKA RELASI GEOPOLITIK RUSIA DAN UKRAINA
1. Latar Belakang Hubungan Rusia dan Ukraina ......................... 25
2. Relasi Geopolitik Rusia dan Ukraina ....................................... 29
3. Dinamika Konflik Geopolitik Rusia dan Ukraina ................... 34
BAB III RELASI RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION SONG
CONTEST
1. Eurovision Song Contest .......................................................... 40
2. Eurovision Song Contest dan Geopolitik.................................. 43
3. Eurovision Song Contest dan Hubungan Internasional ............ 48
4. Hubungan Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song
Contest………………………………………………………...51
5. Konflik Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest
2016-2017……………………………………………………….......54
BAB IV ANALISIS KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM
EUROVISION SONG CONTEST
1. Analisis Relasi Image Rusia dan Ukraina .............................. 65
2. Konflik Image Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song
Contes 2016-2017 .................................................................... 75
3. Analisis Relasi Sikap Negara atas Konflik Rusia dan Ukraina
di Eurovision Song Contest 2016-2017 ................................. 84
BAB V PENUTUP
x
1. Kesimpulan .............................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ ...xiv
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Narasi Image Rusia dan Ukraina ................................................... 71
Tabel 4.2. Relasi Image Rusia dan Ukraina Model
Hermann & Fischerkeller .............................................................. 72
Tabel 4.3. Relasi Image Uni Eropa dan Ukraina Model
Hermann & Fischerkeller ............................................................... 73
Tabel 4.4. Relasi Image Uni Eropa dan Rusia Model
Hermann & Fischerkeller ............................................................... 74
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tren Konflik Internasional 1946-2016 ............................................. 3
Gambar 1.2 Formulasi Image dalam Politik Internasional ................................... 14
Gambar 2.1. Sikap Ukraina Terhadap Rusia dan Eropa Tahun 2016 ................... 31
Gambar 2.2. Sikap Negara-Negara Atas Rusia Pasca Aneksasi Krimea .............. 37
Gambar 3.1. Data Statistik European Broadcasting Union ................................. 41
Gambar 3. 2. Sistem Poin Eurovision Song Contest ............................................ 42
Gambar 3. 3 Political Pattern Voting dalam Eurovision Song Contest ............... 47
Gambar 3.4. Diplomasi Perdamaian Eurovision Song Contest 2015..................... 49
Gambar 3.5. Ukraina Memenangkan Eurovision Song Contest 2016 .................. 55
Gambar 3.6. Rivalitas Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2016 . 57
Gambar 3.7. Delegasi Rusia di Eurovision Song Contest 2016………………….59
Gambar 3.8 Ukraina menjadi Tuan Rumah Eurovision Song Contest 2017……..62
Gambar 3.9 Julia Samoylova (Russia) dalam Eurovision Song Contest 2017….63
Gambar 4.1. Hasil Poin Eurovision Song Contest 2017 ........................................ 81
Gambar 4.2. Negara Pendukung Narasi Ukraina di
Eurovision Song Contest 2016 ......................................................... 83
Gambar 4.3. Negara Pendukung Australia di Eurovision Song Contest 2016 ..... 85
Gambar 4.4. Negara Pendukung Rusia di Eurovision Song Contest 2016 .......... 87
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CIS Commonwealth of Independent States
CSTO Collective Security Treaty Organization
EBU European Broadcasting Union
EEC Eurasia Economi Community
ENP European Neighborhood Policy
ESC Eurovision Song Contest
HAM Hak Asasi Manusia
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
LGBT Lesbian Gay Bisexual Transgender
NATO North Atlantic Treaty Organization
PCA The Partnership and Cooperation Agreement
UE Uni Eropa
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konflik merupakan salah satu bentuk dari hubungan internasional yang
tidak dapat dihindari. Seiring dengan perkembangan hubungan internasional,
dimensi konflik terus mengalami transformasi mulai dari bentuk dan cara negara
dalam berkonflik. Clausewitz dan para teoris Realis menyakini perang merupakan
cara terbaik dalam menyelesaikan sebuah konflik1. Hal ini terlihat dari kuatnya
dominasi pemikiran ini yang berkontribusi pada tren konflik mulai dari abad
pertengahan hingga Perang Dunia Kedua yang sangat sarat akan penggunaan hard
power.
Konflik sendiri menurut Diez merupakan bentuk pertarungan atau
kontestasi dari dua pihak atau lebih yang dapat berupa gagasan, keyakinan, nilai
dan tujuan atau kepentingan yang berlawanan.2 Diez menekankan pada sisi
pertarungan ide dan kepentingan sebagai analisisnya. Tidak dipungkiri
bahwasanya globalisasi telah banyak menggeser bahkan merubah berbagai tren
dalam hubungan internasional, salah satunya ialah konflik. Konflik di era kini
lebih menekankan pada penggunaan soft power3. Cara-cara hard power seperti
perang terbuka dengan operasi militer dan invasi bukan menjadi pilihan utama
dan strategis yang banyak dipilih oleh negara ketika berkonflik. Hal ini
1 Clausewitz C. 1984. On War. Princetoon N J : Princetoon University Press. Hal 12
2 Emily Pia. 2007. Conflict and Human Rights: A Theoretical Framework. Birmingham : SHUR
Working Paper Series. Hal 7 3 Andrew Puddephatt. 2006. Voices of War : Conflict and the Role of Media. . : International
Media Support. Hal 5
2
dikarenakan struktur dan lingkungan internasional tidaklah lagi mendukung untuk
melakukan hal tersebut. Diantaranya dikarenakan semakin menguatnya legitimasi
tentang kemanusian, justifikasi politik dalam melakukan perang tidaklah relevan
serta dampak perang yang sistemik dan biaya yang besar4.
Konflik citra atau image dengan medium diplomasi dapat dikatakan
menjadi tren baru dalam konflik internasional saat ini. Penguatan global civil
society yang dibarengi dengan komunikasi internasional yang semakin intens
membuat global public sphere sebagai arena baru dalam konflik internasional.
Menguatnya aliran pemikiran post positivist dalam hubungan internasional yang
menitikberatkan pada analisa reflektif seperti aliran konstruktivis dan kritis juga
semakin mendukung menguatnya tren ini5.
Meskipun masih menjadi perdebatan akademis mengenai relevansi dari
penggunaan soft power dan pentingnya hard power bagi sebuah negara6. Tetap
jika melihat kondisi sekarang apa yang dikemukakan oleh Clousewitz perang
merupakan jalan terakhir dari konflik tampaknya kurang terlalu relevan7
4 Colin, S Gray.2011. Hard Power and Soft Power : The Utility of Military Force as an Instrument
of Policy in The 21st Century. Machester : Strategic Studies Institute. Hal 6-9 5 Akira Riye. 1997. Cultural Internationalism and World Order. Baltimore, MD: Johns Hopkins
University Press. Hal 12-14 6 Gray, Hard Power and Soft. Hal 9-12
7 Clausewitz, On War. Hal 21
3
Gambar 1.1 Tren Konflik Internasional 1946-2016
Sumber : World Violence (2012)
Iklim internasional yang sudah sangat interdependen, kompleks dan
multidimensional membuat konflik terbuka melalui perang semakin menjadi opsi
yang tidak menguntungkan bagi negara. Hal ini dapat dilihat dari penurunan
tingkat konflik terbuka bersenjata internasional pada gambar 1.1 terjadi penurunan
yang signifikan dan sistematis dalam interstate conflict sejak 1990 hingga kini.
Globalisasi telah menggeser fokus dari hubungan internasional dari state-centric
ke human-centric dalam berbagai aspek. Hal ini pula menggeser sikap negara
dalam berkonflik yang lebih lebih mengarahkan sikap untuk memenangkan sisi
4
human tersebut. Dalam hal ini persepsi dan image memainkan peran penting
dalam struktur internasional8. Perhatian negara kini tidak hanya bertumpu pada
aspek material tetapi juga non material seperti pengaruh ide, pengakuan dan
image.
Image conflict antara Ukraina dan Rusia merupakan salah satu bentuk
konflik antar negara yang cukup merepresentasikan tren konflik internasional saat
ini. Rivalitas geopolitik antara kedua negara dalam isu integrasi Eropa dan
identitas membawa mengarah pada bentuk konflik baru yang tidak lagi berbentuk
konflik langsung tetapi konflik dalam hal persepsi dan image atas Eropa. Hal ini
dapat diamati dalam rivalitas kedua negara dalam Eurovision Song Contest.
Eurovision Song Contest merupakan kompetisi musik tahunan yang diadakan di
antara negara Eropa yang diinisiasi European Broadcasting Union. Eurovision
Song Contest menjadi medium konflik baru antara Rusia dan Ukraina dalam hal
geopolitik dan identitas. Rivalitas keduanya dalam membentuk persepsi publik
Eropa dan dunia dalam berbagai bentuk sangat terlihat sejak Eurovision 2004-
2017. Kedua negara terlihat berusaha membangun international image atas negara
mereka dalam konflik tersebut.
Eurovison Song Contest banyak dimanfaatkan oleh berbagai negara dalam
menyalurkan kepentingannya. Dalam Eurovison Song Contest 2012, Armenia
dan Azerbaijan memanfaatkan momentum untuk berebut dukungan internasional
atas konflik mereka di Nagorno Karabakh. Hal yang sama terjadi pada Eurovision
8 Judit Trunko. 2013. What Is Soft Power Capability And How Does It Impact Foreign Policy?.
South Carolina : PhD Student-Prospectus Proposal University of South Carolina. Hal 4
5
Song Contest 2009, dimana Georgia memanfaatkan Eurovision Song Contest
untuk menyerang Russia secara image atas kasus invasi Russia ke Ossetia Selatan.
Eurovison Song Contest sebagai medium diplomasi dan konflik di Eropa
memiliki signifikasi yang besar dikarenakan adanya peran global civil socity
yang kuat. Politik luar negeri merupakan suatu hal yang elitis dan didominasi oleh
negara terlebih mengenai isu akan konlik dan keamanan. Namun dalam kasus
konflik antara Ukraina dan Rusia tidak terjadi hal yang demikian. Non state actor
dalam hal ini publik dan media memberikan pengaruh atas konflik tersebut.
Kemenangan Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2016 dan 2017 dapat
dikatakan menjadi bentuk kemenangan Ukraina dalam image conflict ini.
Kapabiltas Rusia secara Hard power dan soft power yang lebih unggul dari
Ukraina secara nyata tidak dapat mendukung keberhasilan Rusia dalam konflik
ini. Namun yang terjadi justru sebaliknya, dimana hal ini tentu sulit untuk terjadi
dalam ranah hubungan internasional formal.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah maka pertanyaan penelitian yang akan
diajukan pada penelitian ini adalah:
Bagaimana konflik image yang terjadi antara Rusia dan Ukraina dalam
Eurovision Song Contest 2016-2017 ?
Bagaimana korelasi konflik image Eurovision Song Contest 2016-2017
dengan sikap negara-negara Eropa ?
6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi adanya konflik image antara Rusia dan Ukraina
Menunjukan dan menganalisis peran Eurovision Song Contest dalam
ranah hubungan internasional
1.3.2 Manfaat Penelitian
Menambah kajian mengenai isu image politics dalam studi
hubungan internasional
Memberikan informasi mengenai relasi geopolitik antara Rusia,
Ukraina dan Eropa
1.4 Tinjauan Pustaka
Untuk mengkaji penelitian ini peneliti menggunakan beberapa litelatur yang
memiliki kesamaan bahasan dengan penilitian. Dalam kajian pustaka ini peneliti
berusaha untuk melihat posisi penelitian ini baik secara teoritik maupun penelitian
empirik serupa terdahulu.
Artikel jurnal pertama ditulis oleh Ammon Cheskin yang berjudul Russian
Soft Power in Ukraine : A Structural Perspective. Cheskin dalam tulisannya
membahas bagaimana konteks global sekarang membuat negara-negara lebih
meningkatkan pengaruhnya dengan penggunaan soft power. Cheskin
menggunakan pendekatan strukturalis untuk menganalisis bagaimana power
dapat memberikan pengaruh pada negara lain. Cheskin lebih jauh melihat
bagaimana posisi Eropa dalam melihat relasi antara Rusia dan Ukraina. Terdapat
struggle identity di Ukraina di satu sisi Ukraina masih terikat secara emosi dengan
7
Rusia namun secara praktik Ukraina ingin lebih dekat dengan Eropa. Kasus
aneksasi Krimea oleh Rusia menjadi kajian Cheskin bagaimana posisi Rusia,
Ukraina dan Eropa akan hal tersebut9.
Soft power di Eropa sarat akan kepentingan geopolitik terutama negara-negara
di Eropa Timur. Cheskin melihat tendensi upaya Rusia merupakan bentuk
ekstensi dari hard power Rusia. Upaya Ukraina dalam mencari dukungan global
atas kasus tersebut diidentifikasi Cheskin merupakan bentuk maksimalisasi soft
power Ukraina. Dalam hal ini Eropa menurut Cheskin lebih kepada normative
power yang tidak mengambil sikap langsung namun mengedepankan sikap
demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan atas HAM. Hal ini menurut Cheskin
menunjukan tendensi adanya dukungan Eropa terhadap Ukraina dan penolakan
atas Rusia. Terlebih Cheskin melihat adanya kompetisi struktur antara Uni Eropa
dan Rusia dalam shared neighbourhood nya. Namun Cheskin dan para pakar lain
melihat sikap Uni Eropa terhadap hal ini sangatlah tidak konsisten normative
power yang lekat dengan Uni Eropa dapat dimainkan sesuai dengan kebutuhan
dan struktur yang ada. Aneksasi Rusia ke Ukraina dipandang merupakan bentuk
kemenangan Rusia dalam hard power nya. Namun disisi lain menciptakan
kegagalan soft power khususnya di Eropa. Rusia menjadi tereksklusi terlebih
secara emotional attachments10
.
9 Ammon Cheskin. 2017. Russian Soft Power in Ukraine : A Structural Perseptive. Glasgow :
Central and East European Studies. Hal 6
10
Cheskin. Hal 11
8
Penelitian Cheskin memberikan gambaran yang komprehensif mengenai
relasi struktur antara Ukraina dan Rusia yang dapat mendukung penelitian ini
dalam mengkaji bagaimana bentuk hubungan kedua nya. Lebih jauh lagi Cheskin
dalam penelitiannya melihat Eropa sebagai objek dari relasi kedua negara. Hal ini
dapat berkontribusi dalam penelitian ini dalam mengkaji bagaimana persepsi
ketiga aktor tersebut atas konflik geopolitik di Eropa.
Artikel jurnal kedua Tinjauan pustaka berikutnya ialah Tesis yang ditulis
oleh Li Ji dengan judul Cooperation and Image in the Climate Change
Context:Australia Frames China as an Environmental Actor. Li Ji mengkaji
bagaimana relasi image antara Australia dan China dalam isu lingkungan. Li Ji
melihat relasi kerjasama antara China dan Australia banyak dipengaruhi faktor
national images kedua negara. Li Ji menggunakan kerangka berpikir konstruktivis
dengan banyak mengaitkan analisis nya dengan konsep soft power dan public
diplomacy. Li Ji melihat diskursus domestik Australia dari aktor publik
memberikan hambatan pada relasi kedua negara dalam isu ini. Di satu sisi China
berusaha memproyeksikan image yang positif kepada Australia mengenai
lingkungan. Namun penelitain Li Ji berkesimpulan upaya China dalam
memproyeksikan image positif atas Australia berhasil. Li Ji mengidentifikasi
China dapat membangun image sebagai green giant image yang merujuk pada
kemmapuan China sebagai superpower dan kapabilitas China dalam isu
lingkungan dan cooperative image. Hal ini dapat terjadi menurut Li JI
dikarenakan adanya dukungan dan respon postif dari pihak otoritatif dan
9
kelompok kepentingan di Australia akan China meskipun terdapat diskursus
publik yang negatif.11
Peneltian Li Ji memiliki model analisis yang sama dengan penelitian ini,
dimana berusaha mengakaji relasi antar negara dalam konteks image relations
dalam suatu isu. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitin Li Ji juga
membantu penelitian ini untuk dapat menganalisis dan mengkonstruksikan
kerangka berpikir. Namun penelitian Li Ji mengkaji relasi image antar negara
dalam tataran kerjasama internasional sedangkan penelitian ini mengkaji relasi
image negara dalam dimensi konflik. Dalam penelitian nya Li Ji juga melihat
relasi yang ada dalam kerangka hubungan internasional formal, dimana berbeda
dengan penelitian yang berusaha melihat relasi tersebut dalam hubungan
internasional non-fromal. Selain itu penelitan ini lebih jauh akan membahas relasi
antar negara dan bagaimana pihak ketiga melihat, merespon dan memaknai relasi
tersebut, dimana hal ini tidak di lakukan di penelitian Li Ji.
Kajian pustaka berikutnya ialah artikel jurnal yang ditulis oleh Shannon Jones
dan Jelena Subotic berjudul Fantasies of power: Performing Europeanization on
the European periphery. Jones dan Subotic dalam tulisanya melihat Eurovision
memberikan konstruksi identitas tentang Eropa dan merupakan bentuk
eropanisasi kepada wilayah Eropa Timur dan global. Jones dan Subotic melihat
Eurovision membawa semangat Pan Eropa. Inklusivitas Eurovision
memungkinkan semua aktor terlibat aktif dan membuat diplomasi berjalan masif.
11
Li Ji. 2012. Cooperation and Image in the Climate Change Context:Australia Frames China as
an Environmental Actor. Sydney : Thesis of Doctor of Philosophy in Macquarie University. Hal
125-131
10
Eurovision yang dianggap sebagai sebuah bentuk ritual publik di Eropa
memungkinkan terjadinya values sharing antar negara bangsa dan masyarakat12
.
Hal di atas dimanfaatkan oleh entitas negara untuk menyaluran berbagai agenda
politiknya.
Jones dan Subotic dalam penelitianya secara spesifik melihat mengenai
negara-negara di Eropa Timur dan Non Eropa seperti Tuki dan Israel
memanfaatkan ritual publik ini. Eurovison merupakan kesempatan yang langka,
dimana dalam hal ini negara-negara dapat tampil sejajar tanpa terikat relasi power.
Jones dan Subotic melihat negara-negara Eropa Timur dan Non Eropa sangat
serius dalam memanfaatkan Eurovision mulai dari untuk lebih dekat secara
identitas dan politik ke Eropa, diplomasi budaya, kepentingan ekonomi maupun
untuk menyetarakan posisi dengan negara-negara Eropa.
Jones dan Subotic mencoba menelaah fenomena di atas dengan
memberikan berbagai bukti dan contoh. Jones dan Subotic kemenangan Estonia,
Latvia, Serbia dan Turki pada Eurovison memberi dampat positif terhadap
penetrasi negara-negara tersebut masuk kedalam keanggotaan mereka di Uni
Eropa. Jones dan Subotic juga melihat partisipasu Israel 1998, Serbia 2007 dan
Rusia 2001 merupakan bentuk upaya penyampaian narasi bahawa negara tersebut
terbuka seperti Eropa dengan merepresentasikan kelompok LGBT yang secara
domestik bertentangan dengan nilai-nilai negara tersebut. Jones dan Subotic
melihat negara-negara Eropa Timur lewat Eurovison berusaha mendekonstruksi
12 Shannon Jones. 2011. Fantasies of power:Performing Europeanization on the
European periphery. Georgia : European Journal of Cultural Studies 14(5). Hal 547
11
kawasan Eropa Timur yang protected, defended, preserved dan didominasi oleh
Eropa Barat secara ekonomi, politik, sosial dan budaya. Dua belas kemenangan
negara-negara Eropa Timur dalam dua dekade terakhir di Eurovision dipandang
oleh Jones dan Subotic merupakan salah satu bentuk bentuk kesuksesan dominasi
budaya Eropa Timur di Eropa13
.
Penelitian Jones dan Subotic memberikan tambahan kerangka berpikir
pada penelitian ini yang secara lebih detail melihat korelasi antara Eurovision
Song Contest dan political image negara. Penelitian mereka menalaah banyak
kasus yang dapat dielaborasi dan diaplikasikan dalam penelitian ini. Namun
penelitian Jones dan Subotic hanya melihat pada tataran fenomena antar negara
dan geopolitik dan tidak mengelaborasi mengenai perang publik dan media.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana aktor media dan publik berperan
secara signifikan dalam kasus ini.
1.5 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini digunakan kerangka pemikiran teori image untuk
menjadi kerangka analisis dalam melihat konflik yang terjadi dantara Ukraina dan
Rusia. Selain itu akan digunakan konsep soft power dan yang secara spesifik akan
menggunakan kerangka strategic narrative untuk melihat bagaimana dinamika
konflik terjadi.
13
Jones. Hal 552
12
1.5.1 Teori Image
Dalam studi hubungan internasional kajian mengenai power relation
didominasi oleh studi mengenai militer, ekonomi dan budaya. Studi terdahulu
melihat signifikansi ketiga hal tersebut sebagai sebuah fenomena yang dapat
menggambarkan power relation dalam politik internasional. Hal ini juga
didukung oleh kuatnya pengaruh pendekatan teori-teori hubungan teori
internasional positivis yang melihat ketiga aspek tersebut sebagai kajian utama.
Globalisasi dan perkembangan pemikiran hubungan internasional
memberikan analisis lain mengenai kajian power dalam politik internasional. John
Herz dalam studinya dalam Political Realism Revisited (1981) melihat relasi
power dalam politik internasional didominasi oleh ‟image making‟ seiring dengan
semakin kuatnya pengaruh globalisasi dan menguatnya sektor publik dalam
hubungan internasional. Lebih jauh, Banks melihat terdapat power interplay of
images dalam struktur politik internasional. Secara paradigma Banks
mengklasifikasikan studi tentang image politics ke dalam paradigma realis,
pluralis dan strukturalis14
.
Muncul dan berkembang di Amerika Serikat pada awal 1950, image
research meredup pengaruhnya seiring dengan terjadinya Perang Dingin. Image
theory melihat bagaimana persepsi berkembang dalam politik internasional yang
didalamnya terdapat relasi kekuatan. Sprouts melihat adanya pengaruh dari
14
Rusi A.1988 Image Research and Image Politics in International Relations — Transformation
of Power Politics in the Television Age. Valencia : Cooperation and Conflict XII. Hal 34
13
struktur politik internasional dan faktor psikologis dalam dimensi image ini15
.
Image theory mengkaji bagaimana negara-negara memproyeksikan dirinya dalam
suatu struktur internasional. Proyeksi ini mempengaruhi sikap dan pengambilan
keputusan antar negara dalam hubungan internasional. Hal ini penting bagi negara
dikarenakan negara punya kepentingan untuk dapat perform untuk dapat
menunjang kepentinganya16
. Dalam era terknologi, komunikasi, informasi dan
globalisasi, image menjadi faktor utama bagaimana suatu negara dapat diterima
dalam pergaulan internasional.
Jervis melihat image dapat menjadi faktor utama dalam menentukan
apakah dan seberapa mudah negara dapat mencapai tujuannya. Image yang
diciptakan negara dapat menunjang berbagai upaya peningkatan berbagai
kepentingan seperti ekonomi, militer, diplomasi dan kebijakan luar negeri. Jervis
melihat tujuan utama diplomasi dalam politik internasional ialah untuk
membangun image. Perilaku negara ditentukan oleh image mereka atas diri
mereka dan aktor lain. Seberapa banyak image teman, musuh, baik, buruk negara
kan meberikan efek domestik maupun internasional. Berbagai keputusan,
kebijakan luar negeri dan sikap suatu negara sangat dipengarui oleh image
structure dalam politik internasional17
. Negara dapat memahami dan memaknai
posisi tawar dan relasinya dengan aktor internasional lain
15
Rusi A. Hal 39 16
Erik Gartzke.2002. Alliances, Perception and International Politics. Colombia University. Hal 7 17
Noel Kaplowitz. 1990. National Self-Images, Perception of Enemies, and Conflict
Strategies:Psychopolitical Dimensions of International Relations. California : International Society
of Political Psychology Vol. 11, No. 1. Hal 42
14
Boulding menggambaran tahapan bagaimana image terbentuk dalam
image structure di politik internasional. Boulding melihat image dalam struktur
politik internasional dimulai dengan adanya message atau pesan yang terproyeksi
dari satu aktor ke aktor lain. Dalam politik internasional Boulding melihat hal
pesan dapat berbentuk seperti kebijakan atau keputusan yang dilakukan oleh
suatu negara. Dalam bentuk lain Boulding melihat hal ini juga bisa dilihat dari
hubungan antar elit, antar publik maupun dalam kerangka diplomasi publik.
Message yang ada kemudian bertransformasi menjadi persepsi yang dimaknai
oleh aktor-aktor lain. Persepsi inilah yang menurut Boulding berkembang menjadi
serangkaian image dalam struktur politik internasional18
.
Gambar 1.2 Formulasi Image dalam Politik Internasional
Sumber : Boulding (2012)
Lebih jauh lagi Boulding melihat persepsi dan suatu image dipengaruhi
oleh faktor ekternal dan internal. Faktor internal atau disebut juga sebagai
national attribut atau identitas kebangsaan. Faktor yang muncul dari dalam
negara yang telah melekat atas negara tersebut seperti ideologi, budaya,
masyarakat, dan lain sebagainya. Disisi lain pembentukan image suatu negara
dipengaruhi oleh faktor ekternal. Faktor eksternal merujuk pada faktor-faktor
diluar negara yang mempengaruhi image suatu negara, misalnya kondisi perang-
18
K.E Boulding. 1958. National Images and International System. Michigan : Conflict and
Resolution Journal Vol 3. Hal 121-127
Message Perception Images
15
damai, kondisi ekonomi, geopolitik ataupun posisi image nagara lain. Boulding
melihat dalam image building terdapat dua image maker yaitu elit image dan
public image. Hal-hal inilah yang menurut Boulding mengarah pada pembentukan
self image atau pemaknaan negara atas dirinya sendiri, projecting image atau
image yang ditampilkan oleh negara dan perceived image yaitu bagiamana negara
memaknai image negara lain.19
Kemudian image theory semakin berkembang menjadi lebih aplikatif
dalam hubungan internasional. Hermann & Fischerkeller melihat terdapat tiga
faktor yang dapat mempengaruhi image suatu suatu atas negara lain. Tiga faktor
ini mempengaruhi cara negara untuk melakukan projecting image dan perceived
images. Ketiga faktor itu diantaranya ialah goal compatibility, relative/cultural
status dan relative power. Goal compatibility merujuk pada kesamaan
kepentingan atau tujuan suatu negara atas suatu isu atau fenomena tertentu.
Kemudian relative/cultural status merujuk pada seberapa besar negara memiliki
pengaruh dalam suatu struktur internasional, dimana Fischerkeller melihat hal ini
lebih dalam status kebudayaan dan pengaruh yang sifatnya non material.
Sementara itu relative power lebih kepada kedudukan bargaining position suatu
negara yang sifatnya material seperti ekonomi, militer dn politik.20
Sementara itu Brewer melihat korelasi antara diplomasi publik dan image
building saling berkorelasi. Image dibangun untuk memudahkan negara
melakukan diplomasi publik, disisi lain diplomasi publik dibangun untuk
19
K.E Boulding.National Images. Hal 129 20 Herrmann, Richard K. 1995. Beyond the Enemy Image and Spiral Model: Cognitive ‐Strategic
Research after the Cold War. International Organization 49 (3). Hal 415-417
16
menguatkan image suatu negara. Hal ini dikarenakan reputasi bangsa dapat
menjadi aset ekonomi politik dalam hubungan internasional. Lebih jauh lagi
Smith, Bartels, Manheim, Peffley & Hurwitz yang melihat kebijakan luar negeri
yang dikeluarkan oleh suatu negara akan menciptakan respon dari publik
internasional, dimana pandangan publik akan suatu kebijakan akan berimplikasi
pada image suatu negara.21
Media memiliki peranan penting dalam struktur ini. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan adanya jejaring informasi
yang masif. Hubungan internasional tidak lagi state centric, publik menjadi aktor
yang semakin penting dalam politik global karena image sangat bersentuhan
dengan sektor publik dalam hubungan internasional.22
Hal ini sejalan dengan apa
yang dilihat oleh Kunzik dimana media massa bertindak sebagai pemain kunci
dari diseminasi image suatu negara. Kemudian Hanan juga melihat media sebagai
image distributor merupakan aktor yang menjadi mediated images atau sumber
kedua yang mudah diakses publik. Padahal Hanan melihat image yang muncul di
media belum lah sejalan dengan realitas yang ada.23
1.5.2 Soft Power : Strategic narrative
Istilah Soft Power muncul dan mulai berkembang sejak 1990 oleh Joseph
Nye. Pemikiran ini mulai berkembang pasca berakhirnya Perang Dingin. Nye
melihat dalam konteks global saat ini lebih penting bagi negara untuk melakukan
21
Naren Chitty. 2009. Reframing National Image: A Methodological Framework. Berlin : Conflict
& Communication Journal Vol. 8, No. 2. Hal 3-9 22
Richard K. Herrmann. 2013. Perceptions and Image Theory in International Relations. Oxford :
The Oxford Handbook of Political Psychology (2 ed.). Hal 21 23 Naren Chitty. Reframing National Image. Hal 7
17
agenda setting dan penyebaran nilai daripada meningkatkan militer. Soft power
merupakan kemampuan untuk dapat melakukan influence, attract dan persuade
atau usaha untuk inducing others to do what they otherwise would not do dengan
cara framing, setting agenda, co-optive means dan melakukan shaping others'
preference24
. Tujuanya untuk agar aktor lain dapat meneriman nilai dan
mengakomodasi apa yang menjadi kepentingan negara tersebut. Aset non material
dan non militer suatu negara menjadi sumber utama dalam penggunaan soft power
Lee lebih jauh menjelaskan bahwasnya soft power memiliki political
objectives diantaranya untuk menarik perhatian negara dan aktor internasional
lain, instrumen pendukung kebijakan luar negeri serta memobilisasi dan
memanipulasi preferensi konteks global. Soft power sangat bergantung pada
bagaimana dunia dikonstruksi melalui nilai dan identitas yang ada. Oleh karena
itu narasi dan audiences/ target menjadi elemen penting dalam penggunaan soft
power25
. Mattern melihat soft power sulit untuk mencapai tujuan tanpa adanya
proses komunikasi yang baik seperti media.26
Hayden melihat berbagai aset soft power dan kepentingan suatu negara
dapat diformulasikan menjadi sebuah active strategy dan memberikan pengaruh
yang lebih jelas. Hayden dan Mattern melihat penggunaan attraction dalam soft
power tidak se soft apa yang dikemukakan oleh Nye. Optimalisasi aset dan
pemanfaatan struktur intenasional yang konstruktif dapat menciptakan adanya soft
24
Trunko. Hal 7 25
Geun Lee. 2016. A Theory of Soft Power and Korea‟s Soft Power Strategy. Seoul : Graduate
School of International Studies, Seoul National University. Hal 7 26
Galia Barnathan.2016. Thinking about the Role of Popular Culture in International Politics.
Jerussalem : International Studies Review. Hal 16
18
coercion. Hal ini merujuk apa yang disebut sebagai strategic narrative, yaitu
separangkat narasi (soft power) yang digunakan secara strategis untuk
mendapatkan political objectives suatu negara. strategic narrative sebagai salah
satu alat efektif dalam penggunaan soft power. Strategic narrative ini juga
merujuk pada a communicative tool through which political actors in order to
achieve political objectives27
.
Strategic narrative secara rinci melihat bagiamana soft power dapat
dimanfaatkan dengan melihat aktor, isu dan juga tujuan dari suatu negara. Laurel
lebih jauh melihat Strategic narrative sebagai sebuah kartakter soft power pada
abad 21. Soft power dapat dipromosikan dan dipublikasikan kepada target
audiences secara lebih nyata melalui Strategic narrative . Strategic narrative
merupakan bentuk representasi dari coercive power yang memiliki kapabilitas
untuk memperngaruhi target actor‟s behavior28
.
Mattern dan Laurrel melihat Strategic narrative sebagai instrumen yang
efektif untuk memproyeksikan kepentingan suatu negara melalui ide dan narasi
internasional. Strategic narrative dinilai dapat menjembatani gap antara hard
power dan soft power29
. Sistem internasional yang narratively-constructed
membuat startegic narrative memiliki kapabilitas untuk men-set preferensi dan
softly coerced aktor internasional. Hal ini didukung dengan apa yang dikemukaan
oleh Ernesto laclau dan Chantal Mouffe yang melihat konteks internasional
27
Christina Rowley. 2015. From Soft Power And Popular Culture To Popular Culture And World
Politics . Bristol : Working Paper No. 03-16 . SPAIS. Hal 21 28
Laura Roselle. 2014. Strategic narrative: A new means to understand soft power. London :
Media, War & Conflict Vol. 7(1). Hal 73 29
. Roselle. Hal 76
19
dibangun atas power of discourse/narrative . Laclau dan Moufee melihat
bahwasanya political identities dan political actor merupakan hasil dari
konstruksi. Laclau mendefisikan form ( startegic narrative) dapat menicptakan
force30
.
Lee berpendapat terdapat kelebihan dari strategic narrative diantaranya
mampu memanipulasi dan menciptakan self-images suatu negara dan
memobilisasi sikap dan dukungan terhadap suatu isu tertentu. Selain itu mampu
menciptakan network effect strategy yang merujuk pada kemampuan untuk
menyebarakan standar internasional tertentu, behavioral codes dan common
reference31
. Tujuan dari hal ini ialah untuk membentuk dan merubah sikap dari
aktor internasional yang sebelumnya telah mengadopsi suatu standar atau nilai
tertentu.
1.6 Hipotesis Kerja
Konflik geopolitik antara Ukraina dan Rusia termanifestasi dalam
bentuk image conflict.
Image Conflict merujuk pada kontestasi identitas antara Rusia dan
Ukraina
Hal ini terwujud di Eurovision Song Contest sebagai sebagai
sebuah global media event yang menjadi sarana Ukraina dan Rusia
dalam menyalurkan kepentinganya
30
Solomon, T. 2014 The affective underpinnings of soft power. Glasgow : European Journal of
International Relations. Hal 792 31
Lee. Hal 11
20
Ukraina dan Rusia mengagaregsikan kepentingan tersebut dengan
menggunakan soft power dan strategic narratives.
Soft Power dan strategic narratives Rusia dan Ukraina
menciptakan image dan persepsi atas kedua negara dalam ranah
internasional.
Ukraina membangun image tersebut dengan political objective
untuk dapat lebih dekat ke Eropa baik secara identitas maupun
politik (Uni Eropa).
Sementara proyeksi image Rusia di Eurovision Song Contest
dalam rangka menjaga kepentingan dan reputasi internasional nya.
Eurovision Song Contest menggambarkan realitas politik
internasional antara Ukraina, Rusia dan Eropa.
21
1.7 Kerangka Alur Berpikir
1.8 Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan tipe deskriptif-analitik. Penelitian ini
akan mengidentifikasi dan menggambarkan bagaimana konflik image antara
Rusia dan Ukraina. Lebih lanjut akan dilihat Eurovision Song Contest menjadi
medium hubungan internasional khusunya dalam konflik Ukraina dan Rusia.
Hasil penelitian selanjutnya akan dianalisa dan berujung pada suatu kesimpulan
yang sifatnya analitik. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber
22
data sekunder dengan metode studi pustaka (library research). Metode ini
dilakukan dengan cara mencari sejumlah literatur yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti. Literatur tersebut berupa buku, jurnal, koran, artikel, serta
situs-situs pendukung yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
Metode ini dipilih karena merupakan metode yang paling mungkin untuk
dilakukan dalam penelitian ini dan mudah dalam hal aksesbilitas.
Sementara itu penelitian ini akan menggunakan teknik analisa data
kualititatif. Teknik ini dipilih dikarenakan dalam penelitian ini data yang
diperoleh seluruhnya merupakan data narasi. Penelitian ini akan menggunakan
metode penulisan dengan pola deduktif. Pola deduktif ini menggambarkan
permasalahan yang diteliti secara umum, kemudian menarik kesimpulan secara
khusus. Selain itu juga menampilkan data-data disertai analisa terkait
permasalahan yang diteliti. Pola deduktif dipilih dikarenakan penelitian ini akan
mudah dijabarkan dan dimengerti penulisan dan analisanya dalam bentuk umum
kemudian khusus.
1.9 Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan sebuah gambaran yang jelas atas penelitian yang
dilakukan penulis, maka penulis akan menyusun laporan yang terdiri dari lima bab
dengan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab I berisi terdiri dari latar belakang masalah, yang mana dalam
latar belakang masalah ini penulis menjelaskan mengenai dimensi
23
image menjadi salah satu arena konflik baru bagi negara-negara.
Perilaku negara dalam berkonflik berubah salah satunya konflik
antara Ukraina dan Rusia kemudian bagaimana konflik tersebut
tereskalasi dalam Eurovision Song Contest. Selain terdapat latar
belakang masalah, dalam Bab I ini juga berisi pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual,
metode penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II: DINAMIKA RELASI GEOPOLITIK RUSIA DAN
UKRAINA
Bab II akan membahas mengenai dinamika hubungan antara
Rusia dan Ukraina. Bab ini akan berfokus pada konflik geopolitik
yang dibagi atas dua isu utama yaitu hubungan Rusia dan Ukraina
pasca Uni Soviet dan kepentingan geopilitik masing-masing
negara. Akan dilanjutkan mengenai pembahasan tentang
dinamika domestik dan hubungan kedua negara dalam konteks
geopolitik dan posisi Eropa atas hal tersebut.
BAB III: RELASI RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION
SONG CONTEST
Bab III berisi penjabaran Eurovision Song Contest sebagai gejala
sosial dan politik dalam hubungan internasional. Akan dibahas
bagaimana Eurovision Song Contest menjadi medium soft power
antar negara dan geopilitik dalam Eurovision Song Contest.
24
Selanjutkan nya akan dibahas relasi image antara Rusia dan
Ukraia Eurovision Song Contest.
BAB IV: ANALISIS KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA
DALAM EUROVISION SONG CONTEST
Pada Bab IV analisis relasi Rusia dan Ukraina pendekatan image
theory yang kemudian dikorelasikan dengan kontestasi keduanya
dalam Eurovision Song Contest.. Selanjutnya akan dianalisis
bagaimana penggunaan soft power dan strategic narrative kedua
negara dalam Eurovision Song Contest dan keterkaitan posisi
negara Eropa dalam Eurovision Song Contest.
BAB V: PENUTUP
Bab penutup ini merupakan akhir dari penjelasan dari bab-bab
sebelumnya. Bab ini berisi kesimpulan atas pembahasan
mengenai penjambaran dan analisis konflik image antara Rusia
dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest dalam ranah
geopolitik.
25
BAB II
DINAMIKA RELASI GEOPOLITIK RUSIA DAN UKRAINA
Geopolitik menjadi isu sentral dalam hubungan internasional di Eropa. Pasca
Perang Dunia Kedua relasi kuasa di Eropa menjadi dinamis dan kompleks.
Munculnya berbagai entitas baru mulai dari Uni Eropa, kebangkitan federasi
Rusia dan negara-negara baru pasca runtuhnya Uni Soviet dan Yugoslavia
memberikan pengaruh yang signifikan pada perubahan geopolitik di Eropa. Bab
ini akan membahas secara spesifik bagaimana relasi geopolitik antara Rusia dan
Ukraina dalam ranah geopolitik dengan melihat latar belakang dengan melihat
dinamika hubungan keduanya. Selain itu juga akan dilihat bagaimana Eropa
sebagai sebuah identitas dan Uni Eropa sebagai intitusi politik berpengaruh pada
relasi tersebut.
2. 1 Latar Belakang Hubungan Rusia dan Ukraina
Pecahnya Uni Soviet pada 1991 membawa perubahan signifikan terhadap
kondisi sosial politik di kawasan Eropa Timur dan Eurasia. Uni Soviet melahirkan
lima belas negara baru diantaranya Rusia, Ukraina, Belarus, Lithuania, Latvia,
Estonia, Moldova, Kazakhstan, Turkmenistan, Uzbekistan, Kirgizstan, Tajikistan,
Azerbaijan, Armenia dan Georgia. Negara-negara tersebut memiliki berbagai
irisan yang sangat kuat mulai dari identitas, budaya, ekonomi dan geografi.
Sejak pecahnya Uni Soviet dan berdirinya negara Ukraina dan Rusia,
hubungan kedua negara ini terikat dalam berbagai isu baik kerjasama maupun
konflik. Ukraina sebagai negara bekas Uni Soviet memiliki keterikatan kuat
26
terhadap Rusia sebagai negara suksesor utama Uni Soviet. Hal ini terlihat dalam
relasi yang terjalin begitu kuat antar kedua negara. Dalam dua dekade belakangan
beberapa isu utama dalam hubungan kedua negara antara lain berkisar pada
permasalahan HAM (Hak Asasi Manusia), Uni Eropa, militer, ekonomi serta
geopolitik.
Orientasi politik luar negeri Rusia pasca Soviet cenderung ofensif di
kawasan tradisionalnya ini. Rusia berusaha menjadi pemimpin di kawasan
tersebut dengan berbagai manuver ekonomi politik. Diantaranya, pertama,
pembentukan CIS (Commonwealth of Independent States) yang merupakan wadah
kerjasama negara-negara pecahan Uni Soviet dalam hal ekonomi-politik yang
berdiri pada 1991. Kedua, invasi Rusia ke Georgia, Kosovo, Krimea dan kawasan
lain nya. Ketiga, intervensi ekonomi dan politik Rusia ke negara-negara seperti
Belarus, Armenia, Azerbaijan dan juga kontestasi Rusia dengan Eropa dalam
beberapa isu seperti perluasan Uni Eropa dan NATO. Sikap Rusia tersebut
sebagai bentuk upaya meningkatkan global presence nya di kawasan Eropa dan
Eurasia32
.
Sementara itu Ukraina telah menjadi bagian integral dari Rusia sejak
kekaisaran Rusia dan Uni Soviet. Ukraina merupakan rumah kedua bangsa Rusia
demikian pula sebaliknya. 25 persen dari 50 juta masyarakat Ukraina merupakan
keturunan Rusia.33
Sejak lepas dari Uni Soviet pada 1992, Ukraina telah berusaha
membentuk identitas negara-bangsa nya sendiri. Relasi yang kuat kedua nya
32
Abdul-Baasit Rasheed Inusah. 2014. Russia-Ukraine Relations Since The Demise Of The Soviet
Union (1991-2014). Legon : Dissertation University Of Ghana Hal 23 33
Abdul-Basith., Russia-Ukraine Relations Since. Hal 19
27
dalam hal sejarah dan tradisi membuat Ukraina akan selalu menjadi bagian dari
Rusia dalam hal identitas. Oleh karena itu Ukraina menggunakan pendekatan
kenegaraan daripada kebangsaan dalam membentuk identitas nasionalnya. Hal ini
membuat konsepsi warga negara menjadi bagian yang diperdebatkan di Rusia dan
Ukraina, irisan identitas dan kewarganegaran menjadi problematika terutama di
daerah Ukraina Timur yang multietnik. Lebih jauh lagi di Ukraina bermunculan
kelompok-kelompok separatis di kawasan Timur seperti di Krimea, Sevastopol,
Odessa dan daerah lain di Ukraina selatan yang merupakan mayoritas etnis Rusia-
Ukraina. Geopolitik menjadi masalah yang krusial bagi kedua negara karena
tumpang tindih identitas.34
Di Ukraina sendiri terdapat segregasi yang kuat dimana setengah warga
Ukraina merupakan bangsa Ukraina yang berada di wilayah Barat dan Tengah
memiliki afiliasi identitas dan politik yang cenderung lebih mengarah ke Eropa
dan cenderung apatis dengan Rusia. Segregasi ini menjadi polemik tersendiri di
dalam internal Ukraina. Politik domestik menjadi hal yang sangat tersegmentasi
baik dalam tataran elit maupun masyarakat.
Ukraina melihat Rusia sebagai imperial disease dengan berbagai
upayanya untuk terus mengintervensi Ukraina dalam berbagai hal. Misalnya
dalam isu CIS , Ukraina pada awalnya menolak bergabung dalam kerjasama
tersebut namun Rusia terus berusaha mempengaruhi Ukraina untuk bergabung
dalam kerjasama CIS dengan jaminan pengakuan kemerdekaan Ukraina. Trenin
34
Agnieszka Pikulicka. 2017. Ukraine And Russia : People, Politics, Propaganda and
Perspectives. Bristol : E-International Relations Publishing. Hal 183-187
28
melihat upaya Rusia atas Ukraina merupakan hal yang direncanakan secara
sistematis dan terkordinasi.35
Upaya Rusia yang ekspansionis dan sikap Ukraina yang dingin menurut
Trenin akan terus mempengaruhi hubungan kedua negara dan masyarakatnya. Hal
ini didorong dengan upaya Rusia untuk mempengaruhi politik domestik Ukraina.
Misalnya dengan dukungan Rusia terhadap politisi-politisi Ukraina pro-Kremlin,
desakan Rusia pada adopsi bahasa Rusia sebagai bahasa resmi di Ukraina,
ancaman Rusia untuk memotong pasokan gas ke Ukraina dan Eropa serta
dukungan kelompok separatis dan untuk menghambat ekspor Ukraina ke Rusia.
Permasalahan di atas menjadi salah satu faktor yang secara negatif mempengaruhi
hubungan Rusia dan Ukraina36
.
Terlepas dari hal tersebut Rusia dan Ukraina merupakan strategic
partner dalam banyak hal seperti ekonomi, perdagangan, militer, dan sebagainya.
Ukraina bergantung pada Rusia sekitar 80 persen dari pasokan minyak dan
gasnya. Selain itu Rusia juga merupakan mitra dagang terbesar Ukraina.37
Dalam
hal hubungan luar negeri, kerjasama bilateral antara Kiev dan Moscow terjalin
sangat erat dengan didasarkan pada asas saling menguntungkan, transparansi dan
saling menghormati kedaulatan. Hubungan Rusia-Ukraina harus
mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak tanpa alternatif. Kuatnya
35
Steven Pifer. 2009. Crisis Between Ukraine And Russia. New York : CONTINGENCY
PLANNING MEMORANDUM No. 3 The Council On Foreign Relations 36
Trenin, D. 2014. Analysis: Russia's Carrot-And-Stick Battle For Ukraine. Terdapat di
http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-25401179. Diakses pada 14/08/2018 37
Tadeusz Andrzej, dkk. 2016. Ukraine And Russia: Mutual Relations and The Conditions That
Determine Them. ES Studies. Hal 34
29
ikatan kerjasama antara Rusia dan Ukraina inilah yang juga menjadi diskursus
dalam upaya integrasi Ukraina dengan Eropa. Dapat dikatakan bahwasanya
perbedaaan kepentingan geopolitik dan orientasi identitas lah yang merupakan
akar dari permasalahan hubungan Rusia dan Ukraina.
2. 2. Relasi Geopolitik Rusia dan Ukraina
Rusia dan Ukraina merupakan dua aktor penting dalam hubungan
internasional di kawasan Eropa dan Eurasia. Kapabilitas keduanya dalam banyak
bidang membuat peran kedua negara di kawasan tersebut menjadi sangat krusial.
Hal ini juga memunculkan persaingan yang tidak terhindarkan dari kedua negara
dalam banyak aspek terutama geopolitik. Ukraina sebagai salah satu pemain
strategis di kawasan Eurasia dan Eropa Timur telah menjadi fokus dari berbagai
aktor internasional seperti Amerika Serikat, China dan Eropa. Eropa dalam hal ini
Uni Eropa menjadi aktor yang memiliki pengaruh signifikan di Ukraina.
Misalnya, dalam masa pertentangan langsung ke Uni Ekonomi Eurasia (UEE)
yang dipimpin Rusia, Uni Eropa menawarkan untuk menandatangani perjanjian
asosiasi dengan Ukraina yang akan mengarah pada keanggotaan Uni Eropa
Ukraina.
Pasca kejatuhan Uni Soviet, negara-negara suksesor ini kemudian
melalui kesepakatan yang mengakui kemerdekaan, kedaulatan, dan persamaan
semua anggotanya, membentuk CIS untuk memelihara hubungan ekonomi dan
keamanan di antara mereka sebagai bekas republik Soviet. CIS dibentuk pada
1993Namun dalam prosesnya Ukraina tidak sepenuhnya meratifikasi piagam CIS
dan membuat perjanjian tersendiri dengan Rusia atas keanggotanya. Goble
30
melihat persepsi Ukraina atas CIS merupakan kepanjangan tangan kepentingan
Rusia dengan sedikit manfaat ekonomi politik bagi anggota lain. Ketidakefektifan
CIS membuat Ukraina tidak melihat prospek negaranya dalam organisasi tersebut.
Hal ini dilihat dari penolakan Ukraina atas beberapa amandemen penguatan
kerjasama yang diajukan oleh Kazakhstan. Sikap Ukraina atas CIS memunculkan
ketidakpercayaan anggota-anggota lain atas Ukraina.
Upaya Rusia untuk kembali mendominasi pengaruh di kawasan Eurasia
dan Eropa Timur termanifestasi dalam bentuk kerjasama regional baru yang
diinisiasi oleh Rusia. Eurasia Economi Community (ECC) yang terbentuk pada
tahun 2000 merupakan kerjasama ekonomi kelanjutan dari CIS. Rusia telah
mendapatkan dukungan kuat dari aliansinya di kawasan tersebut seperti Belarus,
Kazakhstan, Armenia, dan Kyrgyzstan.38
Rusia berusaha kembali memasukan
Ukraina namun ditolak oleh Ukraina.
Relasi asimetri antara Rusia dan Ukraina membuat identitas Ukraina tidak
dapat berkembang dan terus melemah seiring dengan kuatnya dominasi Rusia
dalam berbagai ranah. Aspirasi Rusia terus berlanjut dan mengontrol berbagai
ruang lingkup kepentingan di Ukraina. Terancamnya identitas kolektif Ukraina
oleh Rusia dibarengi dengan pembentukan identitas baru Ukraina yang sangat
dipengaruhi oleh Eropa. Nilai-nilai liberal dan demokrasi menguat dalam identitas
Ukraina dan menjadi identitas baru. Pengaruh Eropa di Ukraina menjadi salah
satu pengaruh sosial politik yang paling berhasil di negara-negara Eropa Timur
pasca Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet.
38
Abdul-Basith., Russia-Ukraine Relations Since..Hal 72
31
Dalam perspektif elit bisnis dan politik Ukraina posisi abu abu Ukraina
diantara Rusia dan Eropa memberikan banyak peluang bagi Ukraina untuk lebih
fleksibel dalam banyak isu. Di satu sisi Eropa dapat mendukung kemajuan sosial
ekonomi Ukraina dan sisi lain Rusia dapat mendukung politik Ukraina. Dampak
dari Eropa terhadap kehidupan publik di negara-negara Eropa Timur seperti
Ukraina sangatlah besar. Eropa memberikan banyak peluang yang tidak
ditawarkan oleh negara-negara Eropa Timur seperti kesempatan besar dalam hal
bisnis, pendidikan, pariwisata, karier, dsb.39
Upaya integrasi Ukraina atas Eropa secara politk dapat dilihat dari upaya
kerjasama panjang yang telah dibangun antara Uni Eropa sebagai entitas politik
terbesar Eropa dan Ukraina. Pada 2010 Ukraina mengesahkan undang-undang
tentang the integration of Ukraine into the European political, economic and legal
area in order to obtain the EU membership. Dalam kerangka The Partnership and
Cooperation Agreement (PCA) yang ditandatangani oleh Ukraina dan Uni Eropa
memulai kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, dan
kemanusiaan.
Gambar 2. 1. Sikap Ukraina Terhadap Rusia dan Eropa Tahun 2016
Sumber : Pew Research Center (2016)
39
Larissa M, Contemporary Ukraine On The Cultural.. Hal 41
32
Dari di atas dapat dilihat kecenderuungan publik Ukraina lebih memilih
model integrasi Eropa daripada Rusia. Rusia merespon integrasi Ukraina ke Eropa
dengan berbagai sikap, salah satunya ialah dengan perang dagang dengan
Ukraina yang dimulai sejak Juli 2013 dengan memblokade impor Ukraina. Hal ini
menimbulkan dampak sistemik di Ukraina baik secara ekonomi, politik maupun
sosial. Sejak saat itu berbagai negosiasi antara Brussel dan Kiev selalu
menciptakan respon negatif dari Kremlin yang berdampak buruk bagi Ukraina.
Secara identitas Eropa selalu ditantang dengan eksistensi Rusia yang
berusaha mensejajarkan posisi baik secara politik, ekonomi maupun budaya.
Namun identitas Eropa selalu lebih unggul dan berhasil di ekspor secara massal ke
berbagai belahan dunia daripada Rusia. Otoritas Rusia selalu berusaha
memposisikan Rusia berbeda dari Eropa. Identitas Rusia secara terstruktur
dibangun melalui media, pendidikan, dan sebagainya. Narasi mengenai identitas
Eropa di Rusia selalu dibenturkan dengan narasi identitas Rusia. Eropa selalu
kesulitan menarasikan Ukraina sebagai bagian dari Eropa karena eksistensi Rusia.
Sebaliknya Ukraina selalu menarasikan dirinya sebagai bagian dari Eropa.
Rusia dan Uni Eropa memiliki kepentingan dan ketergantungan masing-
masing. Hal ini membuat urgensi relasi keduanya merupakan hal yang penting
untuk dilakukan terlepas dari ego masing-masing. Masuknya Rusia ke dalam Uni
Eropa tentu merupakan peluang besar bagi Brusell. Namun sikap Rusia yang
demikian justru membuat ancaman tersendiri terhadap Uni Eropa. Sebaliknya Uni
33
Eropa telah berhasil melebarkan pengaruhnya ke kawasan Eropa Timur yang
menjadi area pengaruh tradisional Rusia.40
Tuntutan global dan ketidakmampuan kapabilitas negara-negara Eropa
Timur membuat negara-negara Eropa Timur seperti Bulgaria, Republik Ceko,
Estonia, Kroasia, Latvia, Lithuania, Polandia dan Romania memilih
mengkiblatkan diri kepada Eropa. Penawaran kerjasama Rusia kepada Eropa
Timur mengenai pengembangan pasar dan teknologi nampaknya tidak sekuat
pengaruh liberalisasi dan demokrasi yang dibangun Eropa di kawasan tersebut.
Eastern Partnership Innitiative Uni Eropa telah mempersulit hubungan
Rusia dan Uni Eropa. Hal ini diperparah dengan status demokrasi di Rusia,
supremasi hukum, perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan, pemilu yang
transparan dan adil. Isu ini telah menjadi sumber utama konflik antara Uni Eropa
dan Rusia. Hubungan antara Moskow dan Brussels semakin diperumit oleh kasus
Mikhail Khodorkovsky dan Platon Lebedev yang merupakan jurnalis di Rusia.
Elit Rusia menilai upaya Uni Eropa dalam melihat kasus tersebut sebagai tindakan
untuk tekanan politik dan campur tangan dalam urusan internal Rusia.41
Masalah lain yang mempersulit hubungan Uni Eropa dan Rusia adalah
pendekatan mereka yang berbeda terhadap keamanan di benua itu. Para pemimpin
Uni Eropa tidak mendukung rancangan Perjanjian Keamanan Eropa yang
diusulkan oleh Presiden Rusia Dmitry Medvedev pada bulan November 2009
40
Antoaneta Dimitrova, dkk. 2017. The Elements Of Russia‟s Soft Power: Channels, Tools, And
Actors Promoting Russian Influence In The Eastern Partnership Countries. Berlin : Eu-Strat
Working Paper No. 04. Hal 36 41
Antoaneta Dimitrova, The Elements Of Russia‟s Soft Power. Hal 47
34
dimana Rusia menentang ekspansi NATO ke arah timur. Collective Security
Treaty Organization (CSTO) yang didirikan oleh Rusia telah dianggap sebagai
kebijakan anti-NATO Rusia. Selain itu, hubungan Uni Eropa-Rusia telah sangat
tegang oleh inisiatif Amerika Serikat untuk menempatkan sistem pertahanan rudal
di Benua Eropa. Rusia melihat inisiatif itu sebagai ancaman militer langsung. Uni
Eropa juga telah aktif mencegah upaya Rusia memonopoli pasar energi Eropa.
Negara-negara anggota UE telah memperkuat beberapa langkah pencegahan
terhadap perluasan monopoli gas Rusia. 42
Pemerintah dan lembaga Barat, khususnya Uni Eropa dan Amerika
Serikat, sebagai mediator potensial antara Ukraina dan Rusia. Mediasi mereka
ternyata mementingkan diri sendiri dan hampir tidak untuk kepentingan Rusia
atau Ukraina. Sejak itu, para mediator ini telah berhasil menjerumuskan hubungan
Rusia-Ukraina ke titik terendahnya. Uni Eropa, dilanda oleh Amerika Serikat,
mengeksploitasi kesulitan Rusia dan Ukraina dari upaya identifikasi diri pasca-
Soviet untuk memperluas lingkup pengaruhnya di wilayah tersebut
2.3 Dinamika Konflik Geopolitik Rusia dan Ukraina
Sejak 1992 Rusia mengakui kemerdekaan Ukraina, hubungan kedua
negara cenderung tidak stabil. Upaya Rusia yang terus berusaha mendominasi
Ukraina dalam berbagai aspek dan dibarengi oleh resistensi yang dilakukan
Ukraina membuat hubungan politik menjadi tidak solid. Naiknya Vladimir Putin
menjadi pemimpin Rusia membawa pengaruh positif terhadap hubungan Ukraina
dan Rusia. Hal ini didukung dengan elit Ukraina saat itu Kuchma yang dekat
42
Abdul-Basith., Russia-Ukraine Relations Since..Hal 92-96
35
dengan pemerintahan Rusia. Pada masa ini upaya integrasi Ukraina ke Uni Eropa
mengalami stagnansi dan Ukraina lebih mengarahkan kerjasama ke Rusia.
Jones Grazt melihat hal ini mempersulit Uni Eropa dalam menanamkan
pengaruhnya ke Ukraina. Gratz menilai ada upaya yang dibuat Uni Eropa untuk
memulai Revolusi Orange dengan memainkan wacana publik di Ukraina.
Bersama.43
Revolusi Orange pada tahun 2000 telah menjadi titik balik hubungan
kedua negara. Revolusi Orange yang ditandai dengan semakin terbukanya
Ukraina dengan akses informasi, supremasi masyarakat sipil dan inklusivitas
pemerintah. Pasca Revolusi Orange Ukraina bergerak ke arah yang lebih
demokratis dan liberal dengan kuatnya pengaruh Eropa. Hal ini sejalan dengan
semakin lemahnya pengaruh Rusia di Ukraina baik dalam pemerintahan maupun
di masyarakat. Intensi kedua negara memuncak pasca aneksasi Rusia atas Krimea
yang semakin memperjelas konflik kedua negara dalam isu geopolitik.
Krimea secara geografis berlokasi di selatan Rusia dan menjadi salah satu
wilayah sengketa Rusia dengan negara Eropa Timur lainya seperti Abkhazia,
Southern Ossetia dan Georgia. Wilayah Krimea yang masuk ke dalam otoritas
negara Ukraina dapat dikatakan merupakan wilayah yang abu-abu baik secara
identitas politik maupun kultural. Etnis minoritas Rusia di Ukraina ini
berkembang menjadi kekuatan lokal dan kepanjangan tangan dari negara
predesesornya. Dukungan Rusia atas etnisnya yang berada di wilayah negara lain
terlihat dengan adanya dukungan ekonomi bahkan militer. Dukungan-dukungan
43
Roman Horbyk. 2017. Mediated Europes Discourse And Power In Ukraine, Russia And Poland
During Euromaidan. Stockholm Södertörn University. Doctoral Dissertations
36
mendorong adanya separatisme kelompok minoritas Rusia di negara-negara induk
mereka.44
Secara historis dan psikologis kawasan krimea memiliki tendensi untuk
lebih dekat ke Rusia. Identitas Krimea secara kedaerahan memiliki unsur Uni
Soviet yang sangat kuat mulai dari masyarakat hingga tradisi. Hal ini
dimanfaatkan oleh Rusia dengan banyaknya representasi Rusia di kawasan
tersebut salah satunya ialah militer. Alasan dan legalisasi utama mengapa Rusia
melakukan aneksasi ke kawasan bekas Uni Soviet seperti Abkhazia, Southern
Ossetia dan Krimea adalah dengan alasan responsibility to protect masyarakat
etnis Rusia yang bermukin disana.45
Secara demografi kawasan ini dihuni oleh banyak suku bangsa Greeks,
Bulgars, Scythians, Romans, Goths, Huns, Khazars, Kievan Rus, Ukraine dan
Tartar yang telah ada sejak dahulu. Represi Rusia atas etnis Tatar di wilayah ini
sangatlah kuat dilihat dari fenomena sejarah masa lalu. Karaganov ahli geostrategi
Rusia melihat upaya aneksasi Krimea oleh Rusia merupakan sebuah langkah
strategis yang telah direncanakan Rusia sejak 1997. Dinamika internal antara
Ukraina dan Krimea yang mengarah pada disintegrasi Ukraina membuat Rusia
merencanakan untuk menganekasi Krimea. Yulia Timoshenko, mantan Perdana
Menteri Ukraina, secara terbuka memperingatkan Barat pada 2007 tentang
kebijakan Rusia untuk mendestabilisasi pemerintah Ukraina, khususnya di
44
DeAnna J. Miller. 2016. Russian Soft Power in Eastern Ukraine, Abkhazia, and South Ossetia.
Ohio. Undergraduate Research Thesis The Ohio State University. Hal 27 45
DeAnna J. Miller, Russian Soft Power in Eastern Ukraine.. Hal 35
37
Krimea. Pada tahun 2008, Menteri Luar Negeri Ukraina Volodymyir Ohryzko
memprotes distribusi massal paspor Rusia di Krimea.
Isu ketergantungan ekonomi serta industri dan militer mengurangi
kebutuhan akan aneksasi. Terpilihnya pro-Rusia Victor Yanukovych sebagai
Presiden Ukraina pada awal 2010, hubungan antara kedua negara membaik. Lalu
pada 2014 Hubungan kedua negara memburuk dengan intervensi militer Rusia di
semenanjung Krimea. Ukraina menangguhkan banyak hubungan kerjasama
dengan Rusia termasuk kerja sama militer dan ekspor peralatan pertahanan.46
Aneksasi Rusia atas Krimea semakin memperkeruh krisis atas hubungan
kedua negara menjadi konflik yang terbuka. Hal ini merupakan hasil dari respon
negatif Uni Eropa dan Amerika Serikat yang memberikan sanksi atas kedua
negara. Uni Eropa dan Amerika Serikat melakukan pembekuan aset perusahan,
bank, perorangan dan militer kedua negara. Hal ini di respon Rusia dengan
melakukan embargo semua produk Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Gambar 2.2 Sikap Negara-Negara Atas Rusia Pasca Aneksasi Krimea
Sumber : Pew Research Center (2014)
46 James Sherr, The Russia-Ukraine Conflict..Hal 7-9
38
Dari data di atas dapat dilihat adanya kecendrungan respon negatif dari
negara-negara atas Rusia pasca aneksasi Krimea. Pasca hal tersebut upaya
bersama dilakukan oleh pihak ketiga yaitu Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam
menstabilisasi krisis di Ukraina dan hubunganya dengan Rusia. Diantaranya ialah
dengan melakukan berbagai negoisasi. Geneva Statement on Ukraine merupakan
upaya pertama pasca aneksasi Krimea yang berupaya mempertemukan semua
pihak untuk mendorong perdamaian. Kemudian Normandy Four First Meeting di
Paris yang merupakan pertemuan informal sela dalam krisis dan berbagai upaya
lain nya.47
Dari berbagai upaya penyelesaian konflik antara pihak Ukraina, Rusia
maupun Barat dalam hal ini Uni Eropa dan Amerika Serikat. Dapat dilihat
terdapat perbedaan posisi antar pihak yang menghambat rekonsiliasi terjadi.
Ukraina semakin berusaha memperkuat independensi nya terutama dalam politik
luar negerinya. Ukraina menginginkan kebebasan dalam menentukan arah
kebijakan luar negeri nya tanpa intervensi dan pengaruh pihak manapun.
Keamanan nasional menjadi prioritas utama Ukraina untuk melindungi warga
negara dan teritorialnya terutama yang berbatasan langsung dengan Rusia seperti
Donetsk, Sevastopol dan Luhanks. Sementara itu Rusia tetap mempertahankan
ego teritorialnya di kawasan Eropa Timur dan Eurasia dengan tetap menolak
mengembalikan Krimea ke Ukraina. Selain itu Rusia juga tetap mendukung
kelompok separatis di Donetsk dan Luhanks. Rusia juga menginginkan Ukraina
47
Andre Hartel. 2010. Russian-Ukrainian Relations. Zurich : Center for Security Studies, ETH
Journal Issues No 75.. Hal 12
39
untuk tetap netral dengan tidak bergabung dengan NATO. Di pihak lain Barat
tetap akan terus mengupayakan perjanjian perdamaian antar aktor dan akan
memberikan sanksi jika konsensus tidak tercapai. Salah satunya dengan
melakukan supply senjata ke Ukraina dari Amerika Serikat. Barat memaksa Rusia
untuk menarik diri dari kawasan timur Ukraina dan kembali merestorasi hukum
internasional yang harus dipatuhi semua pihak.48
Dari paparan di atas terlihat adanya kontestasi kepentingan yang kuat
antara Rusia dan Ukraina dalam hal geopolitik. Masuknya aktor-aktor lain
membuat permasalahan ini menjadi semakin kompleks dan membuat resolusi sulit
untuk dicapai. Penelitian ini lebih jauh akan melihat bagaimana konflik Rusia dan
Ukraina bergeser menjadi konflik image melalui medium Eurovision Song
Contest yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
48
Andre Hartel, Russian-Ukrainian Relations. Hal 13
40
BAB III
RELASI RUSIA DAN UKRAINA DALAM EUROVISION SONG CONTEST
Eurovision Song Contest menjadi medium konflik geopolitik dari Rusia dan
Ukraina. Hal ini termanifestasi dari upaya kedua negara untuk beradu image
untuk memenangkan simpati publik dan negara Eropa. Bab ini akan membahas
tentang Eurovision Song Contest sebagai sebuah fenomena sosial politik dalam
hubungan internasional dengan pendekatan geopolitik dan diplomasi. Lebih jauh
akan dibahas relasi politik Rusia dan Ukraina dalam kontes ini
3.1. Eurovision Song Contest
Eurovision Song Contest merupakan kompetisi musik tahunan di kawasan
Eropa dan sekitarnya yang diwadahi oleh European Broadcasting Union (EBU).
EBU merupakan asosiasi media resmi pemerintah negara-negara Eropa berdiri
pada 12 Februari 1950. EBU beranggotakan 67 negara di kawasan Eropa dan
sekitarnya termasuk Maroko, Turki, Azerbaijan, Kazakhstan, Israel, dan lain lain.
EBU menginisiasikan Eurovision Song Contest sebagai sebuah upaya penyatuan
Eropa yang terpecah belah pasca Perang Dunia Kedua. Eurovision Song Contest
juga dibangun atas agenda politik identitas sebagai penunjang keberhasilan
integrasi Eropa dan sebagai bentuk upaya membangun cultural understanding
antar bangsa Eropa seiring dengan memanasnya Perang Dingin.49
49
Zeynep Merve Şivgin. 2015. Rethinking Eurovision Song Contest As A Clash Of Cultures.
Ankara : Üniversitesi Güzel Sanatlar Fakültesi, E-posta Hal 11-14
41
Gambar 3. 1. Data Statistik European Broadcasting Union
Sumber : EBU (2016)
Diselenggarakan pertama kali pada 1956 di Lugano, Switzerland, Eurovision
Song Contest pertama kali diikuti oleh 7 negara sebagai peserta. Sejak itu
Eurovision Song Contest dilakukan setiap tahun sejak 1956 hingga yang terakhir
di Lisbon, Portugal pada 2018. Total 53 negara pernah berpartisipasi dalam acara
ini. Dalam Eurovision Song Contest peserta yang mengikutinya ialah negara
anggota EBU. Tiap negara diwakili oleh artis ataupun seniman dan lagu yang
kemudian dikompetisikan untuk memenangkan kompetisi tahunan tersebut.
Pemenang Eurovision Song Contest ditentukan dengan mekanisme voting dari
tiap negara peserta baik dari sektor pemerintah dan publik. Tiap negara memilih
sepuluh lagu terbaik berdasarakan national juries (pemerintah) yang merupakan
para ahli musik dan publik. Rentang poin yang diberikan ialah antara 0-12 poin
untuk 10 negara terfavorit. Kedua poin dikombinasikan untuk menghasilkan poin
tertinggi. Namun negara tersebut tidak diperbolehkan memilih negara nya sendiri.
42
Sejak 1956 negara yang menjadi pemenang kompetisi akan menjadi tuan rumah
pada kompetisi berikutnya.
Gambar 3. 2. Sistem Poin Eurovision Song Contest
Sumber : EBU (2017)
Dalam perkembanganya Eurovision Song Contest telah menjadi bagian
utama pop culture di Eropa yang populer di semua negara. Eurovision Song
Contest menjadi acara TV tahunan yang paling banyak disaksikan di Eropa dan
dunia. Pada kompetisi tahun 2017 di Kiev, Ukraine Eurovision Song Contest
ditayangkan oleh lebih dari 100 stasiun televisi dan lebih dari 500 media di dunia.
Dalam penanyangan secara global Eurovision Song Contest dilihat oleh 265 juta
penonton di tujuh benua dan 1,5 milyar engagement di berbagai platform sosial
media.50
Eurovision Song Contest sebagai global media event terbesar di dunia mampu
menjangkau audiences yang sangat besar dari berbagai belahan dunia. Eurovision
Song Contest sebagai sebuah global media event terlama dan terpanjang
memiliki kekuatan global engagement yang sangat kuat. Hal ini membuat kontes
50
Statista.2017. Eurovision Song Contest Statistic and Facts. Terdapat di https://www.statista.com/topics/3431/Eurovision-song-contest/ Diakses pada 28/08/2018
State
Public
Vote Score
12
10
8
7
6
5
5
43
ini menjadi sebuah arena yang strategis bagi para aktor yang terlibat di dalamnya
berusaha mendominasi kepentingan dan memenangkan kompetisi. Dalam
EurovisIon yang menjadi pemenang dalam kontes akan didaulat menjadi tuan
rumah pada kontes berikutnya. Hal itu membuat negara-negara berlomba untuk
mendapat kesempatan besar tersebut. Dalam dua minggu rentan kompetisi, negara
berkesempatan melakukan atraksi untuk menarik perhatian global dengan
masifnya sorotan media. Keuntungan promosi dengan nation branding,
keuntungan diplomatik serta meningkatkan posisi tawar mereka dalam dunia
internasional menjadi surplus politik yang banyak dikejar oleh negara peserta.51
3.2 Eurovision Song Contest dan Geopolitik
Dalam aturan resmi European Broadcasting Union, politik merupakan hal
yang secara jelas dilarang dalam Eurovision Song Contest. Hal ini dikarenakan
kontes ini memang bertujuan apolitis dan sebagai bentuk integrasi dan persatuan
Eropa. Politik dinilai akan menghambat integrasi dan cultural understanding
yang berusaha di bangun Eropa melalui Eurovision Song Contest.52
Namun
pemisahan antara budaya dan politik ini tampaknya sesuatu yang sulit dalam
Eurovision Song Contest. Mengingat iklim dalam Eurovision Song Contest yang
pesertanya ialah negara yang memiliki kepentingan akan berusaha melakukan
kooptasi.
51
Zrinka Borić. 2017. The European Song Contest As A Tool Of Cultural Diplomacy . Bologna :
Primljeno 327. Hal 78 52
Gerald Forst. 2012. Image-making, Cultural Diplomacy and the Eurovision Song Contest . Paris
: Occasional Paper No. 18. Caspian Information Center. Hal 4
44
Sejak 1956 Eurovision Song Contest sudah menjadi acara yang politis dan
selalu dimanfaatkan negara-negara menjadi medium agregasi kepentinganya
dalam banyak aspek seperti budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Dalam
Eurovison Song Contest terjadi komunikasi yang intens, baik antar negara
maupun masyarakat tanpa mengenal latar belakang ideologi, budaya dan teritorial
yang memudahkan Eurovison Song Contest menjadi ajang diplomasi bagi negara-
negara EBU khususnya Eropa
Dimensi politik dalam Eurovision Song Contest dapat dilihat dari dua
sisi yaitu secara eksternal dan internal. Secara eksternal dapat dilihat ketika
Eurovision Song Contest digunakan sebagai alat untuk dapat mempengaruhi
politik ataupun public attention terhadap suatu isu politik.53
Hal ini dapat dilihat
dari keterlibatan aktif entitas pemerintah negara dalam berbagai kesempatan baik
dalam hal penyelenggaraan maupun partisipasi dalam Eurovision Song Contest.
Sedangkam secara internal intensi politik dalam Eurovision Song Contest terlihat
ketika masuknya agenda politik dalam Eurovision Song Contest dengan kata lain
ketika ESC berdampak pada suatu political system.54
Pada Eurovisison Song
Contest 1974 entry dari Italia Gigliola Cinquetti dengan judul „Si‟yang berarti
„Yes‟ menjadi faktor penentu pemenangan dari referendum mengenai divorce law
di Italia.55
Entri ini memberikan dampak publik yang begitu besar dengan pesan
untuk mempegaruhi preferensi publik dalam referendum yang disponsori oleh
negara.
53
Irving Wolther. 2012. More than just music: the seven dimensions of the Eurovision Song
Contest. Popular Music : Cambridge University Press. Hal 167 54
Irving Wolther. 2012. More than just music: the seven dimensions Hal 171 55
Irving Wolther. 2012. More than just music: the seven dimensions. Hal 172
45
Kejatuhan Uni Soviet dan Yugoslavia memunculkan adanya
entitas-entitas negara baru di Eropa. Sejak 1990an terjadi peningkatan partisipasi
ekpansi Eurovision Song Contest ke negara-negara Eropa Timur dan kawasan
Balkan. Lee dan Bideleux melihat hal ini berkonsekuensi pada perubahan mental
maps of Europe.56
Lepasnya negara-negara Balkan dan Eropa Timur dari rezim
komunis menimbulkan visi baru bagi negara-negara ini baik berusaha untuk lebih
dekat dengan Eropa maupun tetap pada poros Rusia. Eurovision Song Contest
bagi negara-negara ini menjadi kancah kampanye internasional untuk
pembentukan identitas baru mereka.
Bolin melihat Eurovision Song Contest merupakan representasi dari
kepentingan negara-negara di Eropa. Sejak 2000-an Eurovision Song Contest
semakin inklusif dengan semakin terlibatnya negara-negara Eropa Timur dan
Eropa Tengah. Eurovision Song Contest menjadi kesempatan negara-negara
Eropa Tengah dan Eropa Timur untuk dapat mendekat diri dengan Eropa. Pasca
pecahnya Yugoslavia dan runtuhnya Uni Soviet negara-negara Eropa Tengah dan
Timur berusaha untuk dapat lebih terintegrasi dengan Eropa baik secara budaya,
ekonomi dan politk.
Philip melihat Eurovison Song Contets sebagai mendium negara-negara
dalam menunjukan identitas budaya mereka agar lebih dikenal. Hal ini ditunjukan
melalui lagu, penampilan, artis maupun unsur lainya. Negara-negara Eropa
Tengah dan Eropa Timur memainkan peran ini secara unik. Pasca runtuhnya Uni
56
Galina Miazhevich. 2017. Paradoxes Of New Media: Digital Discourses On Eurovision 2014,
Media Flows And Post-Soviet Nation-Building. Leicester: New media & Society University of
Leicester Vol. 19(2) 199. Hal 199-202
46
Soviet dan Yugoslavia negara-negara Eropa Tengah dan Timur berusaha
menampilkan image budaya dengan lebih more europe.57
Claudia melihat
keikutsertaan negara-bangsa dalam Eurovision Song Contest menciptakan
kompetisi budaya dan cultural struggle. Identitas nasional tiap negara
dikompetisikan dalam ranah kompetisi musik.
Eurovision Song Contest dapat dikatakan menggambarkan realitas politik
Eropa dalam berbagai isu. Hal ini dapat dilihat dari voting system yang digunakan.
Banyak litelatur yang mendiskusikan mengenai bagaimana voting system dalam
Eurovision Song Contest yang sangat kuat akan tendensi politik. Hal ini dapat
dilihat dari adanya voting bloc dan juga hubungan aliansi ataupun musuh antar
negara, Negara yang memiliki hubungan baik dengan negara lain baik secara
politik, publik maupun budaya cenderung saling mendukung satu sama lain. Hal
yang sama terjadi antar negara yang tidak memiliki hubungan baik ataupun rogue
state yang cenderung terdiskriminasi dalam voting system di Eurovision Song
Contest.
Pada 1975-1981 misalnya United Kingdom dan Perancis secara konsisten
bertukar poin. Hal yang sama dilakukan oleh Jerman Barat, Swedia dan Israel
pada 1981-1985. Yunani dan Siprus Sejak 1986 hingga kini secara konsisten telah
menjadi aliansi kuat baik secara politik maupun di Eurovision Song Contest.
Cashman secara umum sejak 2000-an hingga saat ini terdapat empat aliansi besar
yaitu The Benelux Belgia, Luxembourg dan Belanda, Pyrenean Axis yaitu
57
Philip V. Bohlman. 2007. The Politics Of Power, Pleasure, And Prayer In The Eurovision Song
Contest. Berlin : Musicology Journal 7. Hal 48
47
Spanyol dan Andorra kemudian Balkan Bloc yang berpusat pada negara-negara
Croatia, Macedonia, Serbia dan Montenegro, dalam grup ini juga terdapat
Slovenia, Bosnia-Herzegovina, Turkey, Albania, Greece, Romania, dan Cyprus.
Aliansi besar lain ialah Viking Empire yaitu Iceland, Norway, Sweden, Denmark,
Finland, Estonia, Latvia, dan Lithuania.58
Gatherer juga melihat terdapat aliansi
Warsaw Pact yang terdiri atas Polandia, Ukraina dan Rusia. Blok dan aliansi
voting di atas sangat berpengaruh besar pada hasil dari Eurovision Song Contest.
Dapat dikatakan tendensi yang mucul lebih mengarah pada kontestasi geopolitik
daripada seni dan budaya.59
Gambar 3. 3 Political Pattern Voting dalam Eurovision Song Contest
Sumber : Victor Ginsburgh (2006)
58
Victor Ginsburgh. 2006. The Eurovision Song Contest Is Voting Political or Cultural ?. Brussel
: Center for Operations Research and Econometrics, Louvain-la-Neuve. Hal 14 59 Victor Ginsburgh. 2006. The Eurovision Song Contest Is Voting Political. Hal 17
48
3. 3. Eurovision Song Contest dan Hubungan Internasional
Musik dan budaya dalam Eurovision Song Contest telah menjadi medium
hubungan internasional yang efektif di Eropa sejak 1956. Eurovision Song
Contest menjadi medium negara-negara dalam diplomasi publik, diplomasi
budaya, nation branding, geopolitik bahkan ekonomi. Eurovision menjadi wadah
diplomasi dan nation branding baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Eurovision menawarkan kesempatan yang unik bagi negara-negara untuk dapat
berinteraksi tanpa melihat latar belakang ideologi, politik, blok, dan lain
sebagainya.. Selain itu Eurovision Song Contest juga memberikan peluang bagi
negara-negara kecil untuk dapat memiliki posisi tawar yang sama dengan negara
lain. Hal ini memungkinkan negara yang memiliki bargaining position yang
rendah untuk dapat suara mereka didengar dalam kancah internasional dan untuk
menyebarkan pesan-pesan sosial - politik mereka pada tingkat global melalui
musik dan seni.
Konteks politik internasional yang sarat akan power structure tidak
berlaku dalam Eurovision. Semua negara berada dalam posisi yang sama tanpa
memandang ideologi, kekuatan dan latar belakang. Eurovision memiliki jumlah
audeiences yang sangat besar secara global yang memberikan keuntungan
diplomatik bagi negara-negara. Eurovision menjadi jembatan kerjasama antar
negara dalam pertukaran ide, perdamaian, ekonomi, budaya, sosial, kebijakan luar
negeri, isu lingkungan dan penelitian. Eurovision sebagai sebuah kontes
internasional menjadi platform baru bagi para negara anggotanya untuk melalukan
diplomasi soft power dan nation branding. Misalnya Latvia dan Azerbaijan yang
49
menjadi tuan rumah pada 2001 dan 2012 yang berhasil melakukan nation
branding dan menghapus ketidaktahuan global atas negaranya.
Komunikasi langsung dan luas antar bangsa di Eurovision memungkinkan
negara mengartikulasikan berbagai kepentinganya kedalam Eurovision yang
diformulasikan dalam bentuk berbagai item hiburan di Eurovision seperti ide,
lagu, musik, kostum, postcard dsb. Diplomasi perdamaian merupakan hal utama
yang dibawa oleh setiap negara dalam Eurovision. Eurovision menjadi ajang
pemersatu dan pembawa pesan perdamaian bagi negara yang terlibat didalamnya,
dimana setiap negara menjunjung tinggi kedaulatan negara lain, saling
menghormati dan menghagai antar negara.
Gambar 3.4. Eurovision Song Contest 2015
Sumber : Eurovison.TV (2015)
Diplomasi budaya juga sangat umum terjadi dalam Eurovision. Unsur
etnistitas dan budaya sangat kental dibawa oleh negara-negara peserta Eurovision.
Eurovision memungkinkan negara-negara peserta lainnya untuk melihat aspek
budaya mereka dan mendapatkan pemahaman melalui musik. Diplomasi budaya
50
juga kerap kali dilakukan negara-negara Balkan melalui penampilanya di
Eurovision. Sementara itu diplomasi ekonomi juga banyak dimanfaatkan oleh
negara kecil terutama negara bekas blok Soviet untuk terus berpartisipasi dalam
Eurovision untuk menarik investor, menjalin kerjasama pedagangan dan menarik
wisatawan. Belarusia , misalnya , melihat Eurovision sebagai jalan keluar dari
isolasi internasional , dan meningkatakan gairah perekonomian.
Eurovision menjelma menjadi sebuah acara penting yang tidak ingin
dilewatkan oleh publik dan negara-negara pada khususnya Eurovision juga
membawa pengaruh besar pada cara pandang masyarakat global. Kemenangan
Austria yang diwakili oleh seorang waria berjenggot Conchita Wurst pada 2014
memunculkan kontroversi. Austria berusaha mempromosikan pesan kebebasan
pada masyarakat global tentang kaum LGBT (Lesbian Gay Bisexual dan
Transgender) dan berhasil menyedot perhatian dunia internasional. Pasca
kemenangan Austria dengan image seorang Conchita membuat kelompok –
kelompok LGBT di berbagai negaragencar menyuarakan suaranya. Negara-negara
pun mulai melonggarakan aturan dan memberi tempat pada kaum LGBT dan
bahkan banya negara akhirnya melegalkan pernikahan sesama jenis seperti
Irlandia.
Eurovision Song Contest menjadi cosmopolitan engagement atau medium
perekatt masyarakat kosmopoltan Eropa dimana semakin intens nya
interaksiidentitas, ras, budaya, latar belakang bertemu. Penonton dan fans dari
berbagai negara Eropa dan dunia berinteraksi dalam rangakain Eurovision Song
Contest baik secara langsung maupun online. Petukaran ide, identitas , budaya dan
51
isu terjadi secara masif. dalam global event ini terbangun koneksi global yang
secara masif dalam berbagai bentuk. Publik dilibatkan dalam diskursus
internasional dan memiliki kekuatan yang besar dalam menentukan pemenang dan
siapa yang disukai siapa yang tidak dalam Eurovision Song Contest.
3.4 Hubungan Rusia dan Ukraina dalam Eurovison Song Contest
Rusia dan Ukraina merupakan salah satu anggota dari European
Broadcasting Union. Keduanya masuk ke dalam asosiasi penyiaran Eropa ini
pada tahun 1993 pasca merdeka dan lepas dari Uni Soviet. Rusia dan Ukraina
dapat dikatakan sebagai negara yang paling politis di ajang ini. Ukraina dan Rusia
kerap kali memanfaatkan Eurovision Song Contest sebagai ajang unjuk diri dan
kepentingan negara dalam banyak isu. Dalam rentan tahun 2000-an kedua negara
aktif memainkan image mereka untuk berbagai kepentingan. Dapat diihat
bagaimana kedua negara berusaha melakukan narasi kepentinganya satu sama lain
untuk menarik simpati dan mempengaruhi publik dan negara-negara.
Pada kontes 2004 di Istanbul Turki, Ukraina dengan entri Wild Dances
memproyeksikan kritik atas globalisasi dan modernisasi. Kritik ini mengarah pada
ketimpangan ekonomi dan sosial Eropa Barat dan Eropa Timur yang banyak
disuarakan oleh negara-negara Eropa Timur. Kemenangan Ruslana di Istanbul
membawa kontes ke Kiev pada 2005 dan menjadikan momentun Ukraina dalam
nation branding dan diplomasi publik dan budaya. Momen Eurovision Song
52
Contest 2005 di Kiev bertepatan dengan orange revolution yang menjadikan Kiev
lebih bersemarak.60
Eurovision Song Contest 2007 dilaksanakan di Berlgrade, Serbia. Verka
Serduchka yang menjadi representasi Ukraina pada Eurovision Song Contest 2007
merupakan entri yang kontroversial baik dalam internal Ukraina dan global.
Verka Serduchka merupakan karakter cross-dressing yang diperankan oleh
seniman pria Ukraina-Rusia Andrii Danylko. Verka Serduchka dengan lagu
Danzing Lasha Tumbai merupakan bentuk parodi dari identitas Ukraina.61
Ukraina dengan penampilan unik memicu perselisihan dengan Rusia. Pasalnya
Lasha Tumbai yang merujuk pada frasa Russia Goodbye. Selain itu lirik nya
bermuatan cemoohan pada etnis Rusia dan konotasi dukungan Revolusi
Orange..62
Rusia menjadi pemenang dalam Eurovision Song Contest 2008 setelah
berhasil unggul dari negara-negara lain. Eurovision Song Contest 2009 menjadi
kesempatan Rusia dalam menjadi tuan rumah. Rusia berupaya memaksimalkan
soft power yang dimilikinya untuk meningkatkan pengaruhnya melalui
Eurovision Song Contest 2009. Sebagai tuan rumh entri Rusia di negerinya sendiri
menjadi hal yang sangat krusial. Pada Eurovision Song Contest 2009 Rusia
diwakili oleh Anastasia Prikodho yang merupakan wanita berkebangsaan
60
Catherine Baker. 2008. Wild Dances And Dying Wolves..Hal 17 61
Serhy Yekelchyki. 2010. What Is Ukrainian about Ukraine‟s Pop Culture?: The Strange Case
of Verka Serduchka. Victoria : Canadian–American Slavic Studies 44. Hal 218
62
Serhy Yekelchyki. 2010. What Is Ukrainian about Ukraine‟s. Hal 220
53
Ukraina-Rusia.63
Prikodho dengan entri Mamo (Mother) yang bercerita tentang
seseorang yang sedih dan kecewa dan berharap akan kehadiran ibu nya. Mamo
dinarasikan dengan genre lagu ballad pop yang kuat. Entri Rusia pada Eurovision
Song Contest 2009 ini sarat akan nostalgia kondisi Eropa Timur masa Uni Soviet.
Pada Eurovision Song Contest 2012 di Baku. Rusia melalui entri nya
Buranovskie Babushki merupakan vokal grup lansia dari Udmurt.64
Buranovskie
Babushki menjadi representasi unik Rusia yang menampilkan nenek-nenek dari
kelompok etnis minoritas yang sebenarnya berada di luar wilayah teritori Rusia.
Inkluifitas etnik, keramahan dan kehangatan penampilan Buranovskie Babushki
merupakan momen yang tak terelakan pada Eurovision Song Contest 2012 yang
membuat Rusia banyak mendapatkan poin.65
Sementara itu pada tahun ini, Ukraina diwakili oleh penyanyi
Congolese-Ukrainian Gaitana Essami dengan Be My Guest. Entri Ukraina ini
dipilih melalui pemilihan nasional dan mendapat dukungan yang besar dari
masyarakat. Be My Guest merupakan entri yang sarat akan frasa persahabatan dan
keterbukaan. Be My Guest menggambarkan Ukraina yang terbuka bagi semua
orang dan mengundangnya untuk datang. Ukraina digambarkan sebagai seorang
sahabat dan teman bagi semua bangsa yang siap mendukung. Be My Guest
memadukan instrumen musim tradisonal Ukraina dan musik pop beat yang
63
Emily D. Johnson. 2014. A New Song for a New Motherland: Eurovision and the Rhetoric of
Post-Soviet National Identity. Moscow : The Russian Review 73 Hal 43-45 64
Emily D. Johnson. 2014. A New Song for a New Motherland.. Hal 48 65
Galina Miazhevich. 2017. Paradoxes Of New Media.. Hal 205
54
catchy.66
Selain dari hal di atas, hal yang menarik dari Ukraina di Eurovision Song
Contest 2012 ialah Gaitana. Ras Gaitana yang merupakan Congolese-Ukraina
yang dimana merupakan warga negara minoritas di Ukraina menjadi banyak
perhatian.
Eurovision Song Contest 2014 di Kopenhagen, Delegasi Rusia
Tolmachevy Sister dengan lagu mendapat tekanan kuat. Delegasi Rusia menjadi
sasaran banyak pihak terkait sikap politik Rusia atas Ukraina dan isu LGBT. 67
Vienna, Austria menjadi tuan rumah Eurovision Song Contest 2015. Rusia dengan
entri A Millon Voices yang merupakan lagu tentang pesan perdamaian dan
harmoni kontras dengan sikap Rusia mengenai konflik di Krimea dan posisi Rusia
atas isu LGBT.
3.5 Konflik Ukraina dan Rusia dalam Eurovison Song Contest 2016-2017
Eurovison Song Contest 2016 di Stockholm, Swedia merupakan tahun
panas bagi Eropa khusunya Rusia dan Ukraina. Pasca absenya Ukraina pada
kontes sebelumnya akibat krisis Krimea, Ukraina kembali ke Eurovision dengan
gebrakan dan kontroversi. Entri Ukraina yang berjudul 1944 oleh penyayi
Ukraina beretnis Tatar Jamala menimbulkan kontroversi. Pasalnya 1944
mengangkat isu tragedi deportasi paksa dan kekerasan etnik yang dilakukan oleh
66
Albert Meijer. 2013. Be My Guest: Nation Branding And National Representation In The
Eurovision Song Contest. Groningen. Euroculture. Hal 19 67
Daisy Watt. 2014. Eurovision 2014: Russia Act, The Identical Tolmachevy Twins, Jeered By
Crowd During Final. Terdapat di https://www.independent.co.uk/arts
entertainment/music/news/Eurovision-2014-russia-booed-by-crowd-during-final-9350249.html.
Diakses pada 28/08/2018
55
Uni Soviet pada tahun 1944 pada orang-orang Tartar Krimea .68
1944 dengan cepat
menarik perhatian publik dan menjadi favorit untuk menjadi kandidat juara.
Popularitas 1944 kembali menyudutkan pemerintahan Russia atas aneksasinya
terhadap Krimea, dan kembali menggeliatkan isu kemanusian and etnik Tartar
Krimea di Eropa. 1944 dibuat Ukraina dengan sentuhan yang sangat emosional
sekaligus menarik dengan genre europop dan elemen tradisional yang kuat serta
penggunaan bahasa Inggris dan Tatar membuat 1944 mudah direkognisi publik.
Gambar 3.5 Ukraina Memenangkan Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Telegraph
Banyak pihak mengkritik 1944 mengandung muatan politis yang kuat dan
digugat ke EBU. Namun EBU tetap mengizinkan 1944 sebagai lagu yang
68
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politics of Eurovision: A Case Study of Ukraine‟s
Invasion in 2014 Against Their Eurovision Win in 2016. Brigham : UC Undergraduate Research
Conference on the European Union: Vol. 2017, Article 6. Hal 7
56
mengandung nilai sejarah dan tardisi daripada politik. Politisi-politisi Rusia
merupakan pihak yang paling vokal menggugat 1944, dianggap sebagai entri
politis yang menyudutkan suatu bangsa dan tidak sesuai dengan nilai dan
peraturan Eurovision Song Contest. 1944 kembali menguak peristiwa kelam
represi Uni Soviet atas etnis Tatar. Tatar merupakan etnis yang berada di wilayah
Krimea, etnis memiliki searah panjang atas penganiayaan di bawah kekuasaan
Rusia, dan pada tahun 1944 mereka dideportasi dari Krimea. Deportasi 1944
dilakukan oleh Stalin didasari pada alasan bantuan kepada Nazi selama
pendudukan Jerman. Beberapa etnis lain kelompok juga dideportasi pada saat itu,
tetapi Tatar Krimea adalah satu-satunya kelompok yang dicegah untuk kembali ke
rumah mereka di Krimea.69
Pada tahun 1989, banyak dari mereka kembali semenanjung Krimea untuk
mendirikan pemerintahan sendiri yang dipilih secara demokratis dan dipilih secara
demokratis. Sistem ini berakhir ketika Rusia mencaplok Krimea pada 2014.
Peristiwa searah ini menjadi dasar lagu, "1944" memiliki hubungan langsung
serta relevansi kontemporer setelah aneksasi Rusia ke Krimea. Lagu ini
menyoroti ketidakadilan masa lalu antara Rusia pada Tatar Krimea yang
mengingatkan politik saat ini situasi antara Ukraina dan Rusia. Hal ini sangat
berkorelasi dengan situasi saat itu yang menggambarkan dominasi dan arigansi
Rusia atas Ukraina. 1944 dalam bahasa Inggris berbunyi :
69
Andre Hartel, Russian-Ukrainian Relations. Hal 14
57
When strangers are coming
They come to your house
They kill you all
And say
We‟re not guilty
Not guilty
Where is your mind?
Humanity cries
You think you are gods
But everyone dies
Don‟t swallow my soul
Our souls
I couldn‟t spend my youth there
Because you took away my peace
I couldn‟t spend my youth there
Because you took away my peace
We could build a future
Where people are free
To live and love
The happiest time
Gambar 3.6. Rivalitas Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Eurovision.TV
58
Fakta bahwasanya seorang wanita Krimea menjadi representasi Ukraina
daripada Rusia juga merupakan sebuah pernyatan politik identitas yang penting.
1944 juga merupakan highlight dari kritisasi Ukraina atas kebijakan luar negari
Rusia yang agresif dan represif atas Ukraina pasca Uni Soviet. Intervensi Rusia
atas Donbass, Luhanks, Sevastopol, Krimea terangkum dalam 1944.70
1944
membangun konstruksi Eropa atas Rusia dan Ukraina. Pada kompetisi di
Stockholm Rusia mengirimkan entri yang sangat kuat mulai dari kualitas dan
teknis. Sergey Lazarov dengan You are The Only One menjadi favorit juara
dengan kualitas penampilan dan lagu yang sangat menarik.
Kemenangan Ukraina pada Eurovision Song Contest 2016 memiliki
tendensi politik yang kuat di Eropa. Hal ini dapat dilihat dari adanya respon resmi
otoritas Rusia akan hal ini. Serta adanya temuan Gesen melihat bahwasanya, juri-
juri negara-negara lain secara sistematis telah menurunkan nilai Rusia dari yang
seharusnya. Hal ini juga diperkuat dengan Sergey Lazarev dan otoritas Rusia yang
kecewa dengan poin yang diberikan tidak sesuai dengan hasil yang seharusnya.
70
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politics of Eurovision. Hal9
59
Gambar 3.7 Delegasi Rusia di Eurovision Song Contest 2016
Sumber : The Independet
Pasca kemenagan Jamala 1944, media Rusia mengeluarkan narasi balik
dengan berbagai headline media yang menyatakan masyarakat Krimea kecewa
dengan 1944 yang dianggap melecehkan dan memdramatisir sejarah mereka.
Kepala Parlemen Krimea Mustafa Dzhemilev juga dilibatkan dalam hal ini oleh
media Rusia. Dzhemilev berpihak ke Rusia akan hal ini, padahal Dzhemilev
bukanlah Kepala Parlemen Krimea yang diakui secara hukum. Juri Rusia juga
awalnya memboikot 1944 dan menolak melakukan penilaian, akhirnya juri-juri
tersebut diganti oleh Rusia atas desakan EBU.71
Pada akhir kontes Ukraina
memenagkan kompetisi dengan kombinasi poin tertinggi dengan Australia dan
Rusia di peringkat kedua dan ketiga.
71
Jordana Cashman. 2017. The Cultural Political Economy Of Eurovision. Brigham : Brigham
Young University. Hal 7
60
Hubungan kedua negara dalam Eurovision Song Contest berjalan baik.
Rusia dan Ukraina kerap bertukar poin besar dalam ajang ini meski dalam fase
krisis. Kesamaan budaya dan identitas masyarakatnya membuat kesamaan
preferensi dan kedekatan emosional kedua negara yang membuatnya saling
mendukung di ajang internasional ini. Namun pasca Orange Revolution dan
Demonstrasi Euromaidan tren tersebut. Puncaknya pada Eurovision Song Contest
2016, Rusia sama sekali tidak memberi poin pada Ukraina begitupun sebaliknya.
Otoritas Rusia banyak yang mengecam upaya yang dilakukan oleh Ukraina.
Frants Klintsevich yang merupakan senatator Rusia berkata :
"It was not the Ukrainian singer Jamala and her song 1944 that won the
Eurovision 2016, it was politics that beat art,"
"Bukan penyanyi Ukraina Jamala dan lagunya 1944 yang memenangkan
Eurovision 2016, itu adalah politik yang mengalahkan seni,"
Kemenangan Ukraina menurut Klintsevich jelas didasari pada motif
politik. Terlebih lagi negara-negara Eropa pada saat itu sedang berusaha
menyudutkan Rusia sehingga mengarahkan poin nya ke Ukraina. Sementara itu
Kepala Komite Urusan Luar Negeri Rusia Konstantin Kochachev, mengatakan :
"According to the tally of points it was geopolitics that gained the
upperhand. The thing the country needs now as much as air is peace. But
war won."
"Perhitungan poin yang ada merupakan hasil dari konstelasi geopolitik
dalam perebutan posisi. Hal yang dibutuhkan negara-negara sekarang
adalah perdamaian. Tapi perang justru menang. “
61
Kochachev melihat Eurovision Song Contest 2016 juga sebagai bentuk
penghinaan atas Rusia oleh Ukraina. Eurovision Song Contest 2016 juga menjadi
ajang negara-negara dan publik Eropa untuk memojokan Rusia atas politik luar
negeri nya atas Krimea dan LGBT. Upaya Ukraina dalam Eurovision Song
Contest 2016 justru semakin mempertegas konflik yang terjadi antara kedua
negara. Kochachev menilai hal ini dapat semakin memperburuk hubungan
diplomatik dan publik Rusia dan Ukraina.
Kemenagan Ukraina pada kompetisi 2016 membawa Ukraina menjadi
tuan rumah Eurovision Song Contest 2017. Hal ini menjadi kesempatan baik
Ukraina dalam melakukan nation branding negara nya. Rusia tidak seperti
biasanya pada tahun ini mengirimkan entri yang jauh dari kesan Rusia yang kuat
dan berwibawa. Julia Samoylova dengan Flame is Burning menjadi representasi
Rusia. Julia merupakan seorang penyanyi disabilitas dengan kursi roda. Julia lahir
dengan keterbatasan dan telah menjadi cacat seumur hidup dan menjadi figur
kaum disabel Rusia. Pemilihan Julia tentu sangat berbeda dengan tren perwakilan
Rusia sebelumnya yang sarat akan kesan berwibawa dan tangguh.
62
Gambar 3.8. Ukraina menjadi Tuan Rumah Eurovision Song Contest 2017
Sumber : Eurovision.TV
Eurovision Song Contest di Kiev menjadikan Ukraina memiliki power
yang kuat sebagai tuan rumah. Satu pekan menjelang kompetisi di mulai otoritas
Ukraina mengumunkan hal yang kontroversial yaitu memboikot Rusia dari
kompetisi 2017. Hal ini mengarah pada The Security Service Ukraine (SBU)
Ukraina mencekal Yulia Samoylova sebagai warga negara Rusia atas memasuki
wilayah Ukraina pada 2015 di Krimea tanpa izin. Julia Samoylova pada tahun itu
tampil di Krimea.72
Menteri Luar negeri Rusia mengkritik otoritas Ukraina akan
hal ini dengan menuding apa yang dilakukan Ukraina tidak dapat diterima dan
pencederaan atas nilai-nilai Eropa dan Eurovision.
72
Roch Dunin-Wąsowicz . 2017. The Eurovision In Ukraine Was An Exercise In Soft Power. LSE.
Terdapat di blogs.lse.ac.uk/europpblog/201 7/05/24/the-eurovision-in-ukraine-was-an-exercise-in-
soft-power/ . Diakses pada 27/08/2018
63
Gambar 3.9. Julia Samoylova Delegasi (Russia) dalam Eurovision Song
Contest 2017
Sumber : Eurovision.TV
European Broadcasting Union berusaha memediasi konflik antara Ukraina
dan Rusia dengan mencari upaya agar kontes 2017 dapat menguntungkan kedua
belah pihak. EBU berupaya berdiplomasi dengan otoritas Ukraina agar dapat
menangguhkan larangan keikutsertaan Rusia di Kiev. Namun Ukraina bersikeras
akan hal tersebut. EBU menawarkan alternatif bagi Rusia agar dapat tetap
berkompetisi dengan mengganti perwakilan nya atau tampil melalui satelit, namun
Rusia menolak dan memilih mundur dari Eurovision Song Contest. EBU
mengatakan :
“We have to respect the local laws of the host country; however,
we are deeply disappointed in this decision as we feel it goes
64
against both the spirit of the contest, and the notion of
inclusiveness that lies at the heart of its values,” .73
“Kita harus menghormati hukum lokal negara tuan rumah, namun,
kami sangat kecewa dengan keputusan ini karena kami merasa ini
bertentangan dengan semangat kontes, dan gagasan inklusivitas
yang menjadi nilai utama kompetisi ini”
Eurovison Song Contest 2017 di Kiev sangat sarat akan elemen tradisional
Ukraina dan semangat modernitas. Celebrate Diversity merupakan tagline
Eurovision Kiev. Absen nya Rusia pada kompetisi ini menjadi pesan yang kuat
atas kemenagan Ukraina di ranah ini. Ukraina sangat membranding dirinya
dengan nilai western-democratic dari berbagai sisi. Di sisi lain Ukriana banyak
menonjolkan identitas nya sebagagai negara Eropa Timur dan relasi nya dengan
identitas Slavic dan Balkan. Verka Serducka kembali tampil dalam Eurovision
Song Contest di Kiev dan menjadi salah satu sajian utama yang diminati publik.
73 Chris Summer. 2017. Ukraine Bans Wheelchair-Bound Russian Singer From Eurovision Song
Contest After She Performed In War-Torn Crimea. Terdapat di
http://www.dailymail.co.uk/news/article-4338778/Ukraine-bans-Russias-entry-Eurovision-song-
contest.html. Diakses pada 28/08/2018
65
BAB IV
ANALISIS KONFLIK IMAGE RUSIA DAN UKRAINA DALAM
EUROVISION SONG CONTEST
Konflik Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest menunjukan intensi
politik yang kuat dari keduanya dalam memanfaatkan Eurovision Song Contest.
Bab ini akan mengkaji lebih jauh fenomena di atas dengan kerangka image theory
serta soft power dan strategic narratives. Bab ini akan mengkorelasikan
kepentingan material kedua negara dengan perubahan konflik yang terjadi. Selain
itu juga akan dibahas signifikansi Eurovision Song Contest dengan realitas politik
internasional di Eropa atas isu ini.
4.1. Analisis Relasi Image Rusia dan Ukraina dalam Isu Geopolitik
Boulding melihat persepsi dan image suatu negara dipengaruhi oleh
faktor ekternal dan internal. Faktor internal atau disebut sebagai national attribut
atau identitas kebangsaan74
. Hal ini dapat dilihat dari image dan persepsi yang
muncul dari Ukraina dan Rusia. Pasca kemerdekaannya pada 1991 Ukraina
mengalami kesulitan dalam mendefinisikan identitas nasionalnya sebagai sebuah
negara bangsa. Ukraina berada pada posisi yang belum dapat menetukan posisi
diantara dua persimpangan identitas yaitu Eropa dan Rusia. Posisi ini dapat dilihat
dari bagaimana Ukraina melakukan self images nya yang berada dalam posisi
dual identity. Lepasnya Ukraina dari Uni Soviet menciptakan tendensi adanya
74
K.E Boulding. 1958. National Images Hal 121
66
sikap Ukraina yang lebih mengarah kepada Eropa dalam berbagai bidang. Namun
upaya redefinisi image di Ukraina pasca Soviet tidak berjalan mulus karena masih
sangat kuatnya pengaruh Rusia baik secara identitas maupun politik di Ukraina.
Hal ini lah yang menyebabkan proyeksi identitas dan image di Ukraina tidak lah
solid.
Kondisi yang sama juga dapat diamati dari image Rusia. Uni Soviet yang
dibangun atas berbagai aneksasi dan penaklukan wilayah membuat beragamnya
budaya dan identitas di dalamnya. Hal ini berkonsekuensi pada ketidakpastian
identitas dan karakter nasional dari Rusia pasca Uni Soviet dan sikap ambivalen
terhadap Eropa.75
Seperti yang dapat lihat, di kalangan elit politik, bisnis, ahli
serta media massa, image Rusia sebagian besar bersifat negatif karena absen nya
norma-norma demokrasi di Rusia.
Namun memasuki awal 2000-an berbagai manuver ekonomi politik yang
dilakukan Rusia seperti dengan pembentukan CIS, intervensi ke Belarusia serta
aneksasi Georgia dan Ukraina kembali menciptakan image Rusia yang kuat dan
agresif. Tindakan Rusia tersebut merubah image Rusia pasca Soviet yang
menunjukan kebangkitan Federasi Rusia yang tidak lagi bangkrut dan lemah.
Rusia mendapatkan kembali kemampuan dan postur yang mumpuni sebagai salah
satu negara adidaya.
Disisi lain pembentukan image suatu negara menurut Boulding juga
dipengaruhi oleh faktor ekternal. Dari sisi Rusia, Ekspansi EU, NATO dan
75 Mariya Y. Omelicheva. 2012. Russian Foreign Policy: A Quest For Great Power Status In A
Multipolar World. Kansas : Researchgate. Hal 8
67
advokasi nilai barat seperti pluralisme dan demokrasi ke Timur yang merupakan
wilayah tradisonal Rusia digambarkan sebagai upaya untuk mengepung dan
menekan Rusia. Pengaruh Eropa baik secara nilai maupun politik menjadi
ancaman Rusia secara identitas maupun politik. Alhasil dapat dilihat image yang
muncul atas Rusia ialah image yang cenderung resisten terhadap Eropa. Image ini
merupakan bentuk survival Rusia atas kondisi yang ada dengan membangun
persepsi Rusia sebagai counter dari Eropa dan menunjukan kekuatan Rusia pada
negara-negara di sekitarnya. Image Eropa yang demokratis dan modern menjadi
salah satu keunggulan image Eropa yang tidak dimiliki oleh Rusia. Proyeksi
image Rusia mengenai modernitas dan demokrasi tampaknya selalu terbentur
dengan perceived image global atas Rusia yang tidak demikian.
Sementara itu rivalitas Rusia dan Eropa juga berpengaruh pada
pembentukan image Ukraina. Ukraina yang sudah mengalami kesulitan dalam
mendefinisikan self images nya harus kembali dihadapkan dua kekuatan besar
yang saling tarik menarik kepentingan. Hal ini menyebabkan Ukraina berada di
posisi dua kaki dalam kondisi ini. Dapat dilihat dari diskursus yang muncul dan
menguat pada tataran sosial politik dan ekonomi sejak memasuki era 2000-an.
Berbagai diskursus mengenai Ukraina yang baru selalu mendapatkan resistensi
dari Rusia.
Thomas beranggapan image dan persepsi yang dinarasikan atau projecting
image di dalam suatu negara akan sangat bergantung dari bagaimana image maker
68
mempersepsikan kondisi internasional.76
Kepentingan dan persepsi image maker
akan menentukan image building yang akan di bangun. Hal ini dapat diamati dari
corak kelompok-kelompok kepentingan di Rusia dan Ukraina yang memiliki
peran signifikan dalam memperoyeksikan image yang berasosiasi dengan
kepentingan negaranya.
Dalam produksi image Rusia terdapat kelompok-kelompok yang
memiliki peran penting. Kelompok-kelompok kepentingan ini memiliki jejaring
dan relasi yang kuat dengan pemerintah yang menjadi motor dari segala bentuk
kebijakan dan orientasi politik luar negeri Rusia. Kelompok borjuasi media,
kelompok 'Russkyi Mir' atau Russian World, kelompok keagamaan Gereja
Ortodok Rusia dan kelompok elit bisnis merupakan aktor-aktor penting dalam
image building di Rusia. 77
Hal yang sama dapat dilihat di Ukraina, Inkonsistensi
image Ukraina dipengaruhi oleh segmentasi yang kuat dari image maker di
Ukraina baik dalam ranah politik, sosial maupun ekonomi.
Dalam image building Boulding mengklasifikasikan terdapat dua ranah
pembentukan image yaitu elit image dan public image.78
Dari paparan di atas
dapat diklasifikasikan bahwasannya image making di Rusia sifatnya lebih elitis.
Kuatnya peran kelompok-kelompok kepentingan seperti kelompok gereja, dan
lain sebagainya membuat narasi image di Rusia dimonopoli oleh sekelompok
orang. Terlebih lagi kuatnya eksekutif di Rusia dan lemahnya demokrasi membuat
aktor publik tidak memiliki kesempatan yang besar untuk memproyeksikan image
76
Naren Chitty.Reframing National Image. Hal 7 77
Feklyunina, Valentina 2010. National Images In International Relations: Putin‟s Russia And
The West. Glasgow : University of Glasgow PhD thesis. Hal 41-45 78
K.E Boulding. National Image.Hal 124
69
Rusia. Kondisi yang muncul adalah image dimobilisasi oleh elit. Sementara itu di
Ukraina, elit politik nya selalu berusaha memainkan peran yang seimbang dalam
relasi nya antara Eropa dan Rusia. Dalam artian isu ini selalu menjadi isu politik
yang pragmatis dan dimanfaatkan oleh elit politik untuk meraih kekuasaan.
Sirkulasi kelompok elit yang pragmatis membuat proyek identitas di Ukraina
tidaklah pernah selesai.
Berbeda dengan elite image, public image muncul didasari proses
interaksi dan diskursus yang berkembang pada level publik. Berbeda dengan
Rusia yang kecenderungan image nya di produksi dan dipersepsikan secara elitis,
di Ukraina publik lebih memiliki peran yang signifikan. Hal ini dapat diamati dari
kuatnya publik Ukraina dalam menentukan arah kebijakan dan independensi
publik dalam ranah sosial politik. Revolusi Orange dan Euromaidan merupakan
dua peristiwa yang menunjukan eksistensi civil society Ukraina. Kedua gerakan
ini mampu membawa perubahan sistem sosial politik di Ukraina yang lebih
demokratis dan terbuka. Pasca dua gerakan tersebut civil society di Ukraina lebih
dapat mengagregasikan kepentinganya dalam ranah sosial politik. Institusi sosial
politik publik berkembang masif di Ukraina dan banyak mewarnai diskursus
sosial politik yang sebelumnya didominasi oleh elit. Lemah nya institusi otoritatif
di Ukraina juga menjadi jalan bagi civil society untuk dapat mempengaruhi dan
mengarahkan kebijakan sesuai dengan kepentingan publik.
Hakovirta melihat image yang diproyeksikan suatu negara dipengaruhi
oleh image yang telah melekat atau dibangun oleh negara itu sebelumnya. Negara
yang sudah memiliki strong image dalam suatu isu menyebakan negara ini telah
70
memiliki persepsi yang direkognisi oleh publik internasional. Hal ini dapat dilihat
dari image Rusia yang sangat lekat dengan image Uni Soviet yang memiliki
intensi untuk kembali menghidupkan kembali posisi kekuatannya dan
mendapatkan kembali pengaruh nya secara global.
Hal yang sama menurut Boulding juga terjadi pada saat negara melakukan
perceived image, hasil yang muncul akan bergantung pada national attribute atau
identitas dan kepentingan negara tersebut.79
Rusia memiliki ambisi eksternal
untuk dapat menjaga dan meningkatkan perannya di kawasan tradisionalnya.
Upaya tersebut tentu menciptakan perceived image yang negatif bagi negara-
negara seperti Ukraina, Polandia, Georgia dan negara-negara Baltik dikarenakan
memiliki kepentingan yang berbeda dari Rusia. Sebaliknya hal ini menciptakan
perceived image yang positif begi negara-negara seperti Azerbaijan, Belarusia,
Armenia dan Kazakhstan yang memiliki tujuan yang sama dengan Rusia.
Ukraina dan Rusia melakukan self images, image projection dan
memunculkan perceived images atas keduanya. Pasca Soviet kedua negara
memiliki pemaknaan yang berbeda atas negara nya. Rusia self image pasca Soviet
semakin menguatkan identitas Rusia. Sementara itu self images Ukraina pasca
Soviet justru berusaha mendekonstruksi image Soviet dan berusaha membangun
image baru. Hal ini berpengaruh pada proyeksi dan perceived image atas Rusia
dan Ukraina. Perceived image yang muncul atas Rusia ialah agresifitas dan ambisi
imperialis. Sementara itu proyeksi image Ukraina belum berhasil mengantarkan
image yang dapat diterima oleh publik internasional. Ambivalesi identitas masih
79
K.E Boulding. National Image.Hal 122
71
menjadi perceived yang dominan atas Ukraina. Dalam relasi image nya atas Eropa
kedua negara berusaha membangun image yang positif. Namun memiliki intensi
kepentingan yang berbeda, dimana sikap kooperatif yang dibangun Rusia disisi
lain juga menegaskan posisi kuat Rusia atas Eropa. Sementara image positif yang
dibangun Ukraina atas Eropa dibangun untuk upaya integrasi Ukraina atas Eropa
baik secara identitas, politik maupun ekonomi. Seperti yang dapat dilihat dalam
tabel 4.1.
Tabel 4.1.Narasi Image Rusia dan Ukraina
Sumber : Penulis (2018)
72
Lebih jauh lagi dalam isu geopolitik interelasi image antara kedua negara
dapat dianalisis dengan model yang dikemukakan oleh Hermann & Fischerkeller.
Hermann & Fischerkeller melihat terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi
relasi image antar negara. Tiga faktor ini mempengaruhi cara negara untuk
melakukan projecting image dan perceived images. Ketiga faktor itu diantaranya
ialah goal compatibility, relative/cultural status dan relative power.80
Tabel 4.2. Relasi Image Rusia dan Ukraina Model Hermann & Fischerkeller.
Goal
Compatibility
Relative
Power
Relative
Status
Image of
Others
Potential
Action
Rusia Incompatible Higher Higher Imperialist Sabotage
Ukraina Incompatible Lower Lower Dependent Control and
Exploitation
Sumber : Penulis dengan Model Hermann & Fischerkeller. (2018)
Dari tabel di atas dapat dianalisa bahwasanya dalam isu geopolitik Rusia
dan Ukraina jelas memiliki kepentingan atau goal compatibility yang berbeda atau
incompatible. Kemudian Rusia memiliki cultural status yang lebih besar dari
Ukraina dengan pengaruh identitas nya yang sangat kuat di kawasan Eropa.
Ukraina sebagai negara yang masih dalam perkembangan belum memiliki
cultural atau relative status yang kuat. Hal yang sama terlihat dari power yang
dimiliki, dimana Rusia memiliki power yang lebih unggul dari Ukraina baik
secara militer, ekonomi dan politik yang berimbas pada bargaining position
Rusia. Ketiga unit relasi tersebut menurut Hermann & Fischerkeller akan
mengarah pada bentuk relasi image antar kedua negara. Image yang muncul antar
keduanya ialah Russia akan dipersepsikan sebagai imperialis oleh Ukraina dan
80
Herrmann Richard K. Beyond the Enemy Image. Hal 415
73
Ukraina akan dipersepsikan memiliki ketergantungan atas Rusia. Sehingga
potensi aksi yang muncul yang dalam hal ini dapat berupa kebijakan ialah intensi
adanya kebijakan-kebijakan yang mengarah pada sabotase dari Rusia dan kontrol
dari Ukraina. Relasi yang sama dapat dilihat dari hubungan antara Ukraina dan
Eropa dalam isu geopolitik.
Tabel 4.3. Relasi Image Uni Eropa dan Ukraina Model Hermann & Fischerkeller.
Goal
Compatibility
Relative
Power
Relative
Status
Image of
Others
Potential
Action
Uni Eropa Compatible Higher Higher Ally Cooperation
Ukraina Compatible Lower Lower Ally Cooperation
Sumber : Penulis dengan Model Hermann & Fischerkeller. (2018)
Sementara itu dalam isu geopolitik Ukraina dan Eropa dalam hal ini Uni
Eropa memiliki goal compatibility yang compatible. Keduanya memiliki
kecenderungan untuk dapat berintegrasi dan mengembangkan kerjasama. Uni
Eropa memiliki cultural status yang lebih besar dari Ukraina dengan pengaruh
identitas nya yang sangat kuat di kawasan Eropa. Hal yang sama terlihat dari
power yang dimiliki, dimana Uni Eropa memiliki power yang lebih unggul dari
Ukraina dalam berbagai hal. Image yang muncul antar keduanya ialah aliansi
antara Uni Eropa dan Ukraina. Upaya integrasi dan kerjasama lintas sektor antara
Ukraina dan Uni Eropa yang telah dimulai sejak 1994 menunjukan hal tersebut.
Kerjasama dan integrasi yang dilakukan merupakan konsekuensi potensi aksi
yang dilakukaan atas hubungan aliansi Ukraina dan Uni Eropa.
74
Tabel 4.4. Relasi Image Uni Eropa dan Rusia Model Hermann & Fischerkeller.
Goal
Compatibility
Relative
Power
Relative
Status
Image of
Others
Potential
Action
Rusia Incompatible Equal Equal Enemy Attack or
conflict
Uni Eropa Incompatible Equal Equal Enemy Attack or
conflict
Sumber : Penulis dengan Model Hermann & Fischerkeller (2018)
Rusia dan Uni Eropa memiliki goal compatibility yang incompatible.
Rivalitas keduanya dalam geopolitik sangat terlihat dari berbagai upaya
penyebaran pengaruh ekonomi dan sosial politik di kawasan-kawasan abu-abu
seperti Eropa Timur dan Balkan. Secara cultural dan power status kedunya dapat
dikatakan memiliki kapabilitas yang equal dilihat dari rekognisi global yang kuat
atas keduanya dalam berbagai bidang. Rusia memiliki posisi tawar yang kuat dan
ikut dalam berbagai penyelesaian masalah global. Hal ini membuat image Rusia
di Eropa kembali dominan dan relasi dengan Rusia menjadi salah satu prioritas
negara-negara Eropa dan begitupun sebaliknya. Relasi yang image yang muncul
dari formulasi tersebut ialah enemy image atas keduanya. Hal ini sedikit banyak
tercermin dari berbagai isu geopolitik antar keduanya mulai dari permasalahan gas
alam, intervensi ke Georgia dan tentunya invasi Rusia atas Krimea yang
menimbulkan konflik antara negara-negara Eropa dan Rusia.
75
4. 2 Konflik Image Rusia dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2016-
2017
Eurovision Song Contest dalam penelitian ini dilihat sebagai sebuah
fenomena sosial politik yang di dalam nya terdapat relasi antar negara dan bangsa.
Dalam Eurovision Song Contest terdapat hubungan yang intens antara aktor
negara dalam hal ini Ukraina, Rusia dan anggota EBU lainya serta publik Aktor-
aktor ini diikat dalam norma dan nilai yang sama serta melakukan kontak fisik,
psikis maupun ide yang mendorong adanya diskursus antar aktor.
Eurovision Song Contest memiliki tendensi politik yang kuat dikarenakan
aktor yang terlibat didalamnya merupakan aktor politis yaitu negara. Potensi besar
yang ada di Eurovision Song Contest membuat Ukraina dan Rusia sebagai aktor
politis yang memiliki kepentingan geopolitik akan berusaha melakukan kooptasi
pada ranah ini . Eurovision Song Contest menjadi arena konflik baru bagi Ukraina
dan Rusia dalam ranah ide mengenai kepentingan geopolitik kedua negara. Hal ini
dikarenakan tampaknya kontenstasi keduanya dalam ranah hubungan
internasional formal telah mengalami kebuntuan akibat proses formal yang tidak
berujung pada hasil yang diharapkan. Eurovision Song Contest menjadi medium
baru bagi kedua negara untuk berkontestasi pada ranah ide dan pengaruh, dimana
target yang dikejar bukan lagi berwujud material tetapi non material yaitu
pengakuan dan pengaruh.
Eurovision Song Contest yang tidak memiliki kecenderungan power
structure seperti konteks politik internasional yang dimana banyak diukur dengan
76
kekuatan material menjadi keuntungan bagi Ukraina. Dalam konteks politik
internasional Ukraina memiliki bargaining position lebih rendah dari Rusia yang
mengarah pada represi Rusia atas Ukraina. Dalam Eurovision Song Contest
kontestasi kedua negara bukan pada aspek material tetapi non material yaitu
image, dimana memungkinkan untuk negara-negara seperti Ukraina untuk lebih
leluasa mengagregasikan kepentinganya.
Sistem voting yang ada dalam Eurovision Song Contest dalam konteks
politik menjadi medium yang unik. Negara dapat menentukan preferensi atas
negara lain dengan mekanisme scoring. Mekanisme ini juga menjadi kesempatan
publik Eropa untuk memilih dan menentukan sikap penilaian kepada suatu negara.
Kedua hal ini tidak mungkin dilihat dalam ranah hubungan internasional formal.
Scoring yang ada dapat menunjukan seberapa sukses konstruksi dan image
building dan image projection yang dilakukan oleh suatu negara. Selain itu juga
dapat menunjukan bagaimana perceived image negara dan publik atas negara
lain.
Dalam konteks relasi antara Rusia dan Ukraina, keterlibatan entitas
negara dalam Eurovision Song Contest dominan, dimana kontes ini bagi kedua
negara sangatlah penting dalam melakukan image building dan nation branding.
Hal ini dapat dilihat dari munculnya elit-elit politik negara seperti Vladimir Putin
dan Victor Yuschenko dalam berbagai momen Eurovision Song Contest. Fakta-
fakta adanya narasi politik yang masif dilakukan oleh Ukraina dan Rusia di
Eurovisison Song Contest dalam berbagai bentuk menunjukan adanya political
77
importance atau pentingnya Eurovision Song Contest dalam hal politik bagi kedua
negara.
Lebih jauh lagi dapat di indentifikasi dari kontestasi image antara Rusia
dan Ukraina dalam Eurovision Song Contest. Konflik image antara Rusia dan
Ukraina yang paling signifikan dapat dilihat pada Eurovision Song Contest 2016.
Ukraina kembali berkompetisi pada Eurovision Song Contest 2016 di Stockholm,
Swedia setelah absen pasca krisis Krimea. Momen ini dimanfaatkan oleh Ukraina
untuk melancarkan strategic narrative dengan entri 1944. 1944 dalam kerangka
strategic narrative memproyeksikan kritik atas Rusia secara total, baik dalam hal
identitas, budaya, geopolitik, militer dan ekonomi. 1944 tidak hanya mengkritik
Rusia tetapi juga menguatkan image Rusia sebagai sebuah bangsa yang berelasi
dengan predesesornya Uni Soviet yang indentik dengan bangsa agresor, represif
dan ekspansionis
Popularitas 1944 kembali menyudutkan pemerintahan Rusia atas
aneksasinya terhadap Krimea dan kembali menggeliatkan isu kemanusian di
Eropa. 1944 sebagai sebuah produk image dapat dinarasikan dengan baik melalui
perpaduan elemen tradisional dan modernitas yang disukai oleh pasar Eropa. 1944
juga dapat dilihat sebagai sebuah narasi kebangsaan atau self image Ukraina yang
diproyeksikan dengan baik sehingga menciptakan persepsi publik yang baik atas
Ukraina dan mampu menunjang kepentingan geopolitik Ukraina.
1944 sebagai sebuah startegic narrative mampu menarasikan kepentingan
Ukraina secara baik dengan berbagai personifikasi yang mampu melakukan
78
konstruksi image. Ukraina tidak secara langsung melakukan narasi kritik kepada
Rusia melainkan Uni Soviet namun sangat berkorelasi dengan situasi saat ini yang
menggambarkan dominasi dan arogansi Rusia atas Ukraina. Kemudian fakta
bahwasanya seorang wanita Krimea menjadi representasi Ukraina daripada Rusia
juga merupakan sebuah pernyatan politik identitas yang penting. 1944 juga
merupakan highlight dari kritisasi Ukraina atas kebijakan luar negari Rusia yang
agresif dan represif atas Ukraina pasca Uni Soviet. Intervensi Rusia atas Donbass,
Luhanks, Sevastopol, Krimea terangkum dalam 1944.81
1944 membangun
konstruksi Eropa atas posisi dan relasi Rusia dan Ukraina. Cottam melihat image
berelasi pada suatu spesific behaviour .82
Dalam konteks Eurovision Song Contest
2016, image yang muncul jelas menuju pada suatu specific behaviour dimana
Rusia sebagai negara yang repsesif dan Ukraina sebagai korban. Strategic
narratives Ukraina ke Rusia mampu membangun ide yang dapat mengarahkan
pada perubahan sikap negara dan publik atas kedua negara.
Eurovision Contest 2017 di Kiev Ukraina menjadi kesempatan Ukraina
dalam melakukan proyeksi image yang masif atas negara nya. Tujuan utama
Ukraina dalam hal ini jelas ialah menunjukan identitas kultural Ukraina sekaligus
modernisasi Ukraina dalam hal ekonomi, budaya dan politik. Dalam level publik
Ukraina Eurovision Song Contest menjadi ajang pembauran dan pertukaran ide
dan identitas Ukraina dengan Eropa.
81
Jordana L. Cashman . The Cultural Politics of Eurovision. Hal 9 82
Naren Chitty. Reframing National Images. Hal 12
79
Jervis melihat negara berkepentingan untuk membangun image bukan
hanya pada level publik tetapi antar negara. karakter kedua aktor yang berbeda
membuat persepsi dan pesan yang dibuat juga berbeda.83
Masif nya lalu lintas
manusia yang dibarengi dengan interaksi identitas menjadi ranah emosional yang
penting bagi Ukraina untuk membangun koneksi publik terhadap Eropa. Kuatnya
ekspos media selama Eurovision Song Contes 2017 di Ukraina memberikan
kesempatan baik Ukraina untuk dapat menunjukan kapabilitas dan identitas nya
sebagai sebuah bangsa di berbagai bidang. Dalam level negara jelas Eurovision
Song Contest merupakan ajang nation branding yang penting bagi Ukraina untuk
membangun persepsi image yang positif untuk mendukung berbagai
kepentinganya.
Eurovision Song Contest 2017, Ukraina sangat memanfaatkan momen ini
untuk kepentingan politiknya. Kemampuan soft power dan strategic narrative
yang dimilikinya sebagai tuan rumah dimanfaatkan untuk melakukan boikot atas
Rusia. Rusia yang notabene merupakan rival Rusia secara geopolitik dilarang
mengikuti kompetisi tersebut. Pemboikotan atas Rusia dalam kerangka strategic
narrative jelas memiliki political objective untuk memberikan pesan Ukraina
memiliki power atas Rusia, yang mungkin di dalam ranah hubungan internasional
formal hal ini tidak mungkin terjadi. Absen nya Rusia dalam Eurovision Song
Contest 2017 di Ukraina yang merupakan wilayah tradisional Rusia memberi
pesan yang signifikan atas image power Ukraina.
83
Noel Kaplowitz. National Self-Images. Hal 49
80
Namun hal di atas tampaknya telah dibaca oleh Rusia, dimana Ukraina
secara konsisten mengeluarkan narasi dan image anti-Rusia dalam Eurovision
Song Contest. Puncaknya ialah pada Eurovision Song Contes 2016. Kemenangan
Ukraina pada 2016, dan kesempatan Ukraina menjadi tuan rumah pada 2017 tentu
akan dimanfaatkan Ukraina untuk kembali menekan Rusia dengan berbagai cara.
Dalam kerangka image politics, Rusia melakukan manuver yang jitu dengan
mengirimkan delegasi Julia Samoylova yang merupakan penyandang disabilitas.
Apa yang dilakukan oleh Rusia merupakan hal yang tidak biasa, dimana Rusia
selalu mengirimkan delegasi yang memiliki kesan kuat dan berwibawa.
Delegasi disabilitas Rusia disatu sisi merupakan bentuk proyeksi image
Rusia yang berusaha membangun pesan inklusif. Namun disisi lain Rusia ingin
menunjukan sisi lemah Rusia untuk menarik perhatian publik dan dapat
mendapatkan dukungan publik dan negara untuk dapat berkomptisi. Dalam
kerangka startegic narrative delegasi disabiltas dapat dilihat sebagai sebuah
narasi balik atas dominasi image Ukraina yang selalu menyudutkan Rusia.
Pemboikotan Ukraina terhadap delegasi disabilitas Rusia justru menjadi
boomerang bagi Ukraina yang dinilai oleh berbagai pihak arogan. Proyeksi image
yang muncul atas Ukraina justru buruk dan perceived image yang muncul atas
Rusia justru baik karena sebagai pihak yang ditindas. Hal ini dapat dilihat dari
kurang baik nya posisi Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2017. Meskipun
Ukraina dapat dikatakan berhasil dalam berbagai soft power nya di Eurovision
Song Contest 2017. Namun terdapat perceived image yang buruk atas Ukraina
karena memboikot Rusia.
81
Gambar 4.1. Hasil Poin Eurovision Song Contest 2017
Sumber : Eurovision.TV (2017)
Perceived image yang buruk atas Ukraina dapat dikorelsikan dengan
hasil yang buruk di Eurovision Song Contest 2017, dimana Ukraina menjadi tuan
rumah. Ukraina berada di posisi dua terbawah di atas Jerman dan Spanyol.
Ukraina hanya meraih poin dari Republik Ceko dan Italia dengan total poin yang
kecil.
Nye melihat soft power bersumber dari non material aset berupa budaya,
tradisi, nilai serta ide.84
Ukraina memanfaatkan aset non material nya yaitu
traditional property nya yang dikemas secara menarik untuk tidak hanya
memproyeksikan image negaranya tetapi juga kawasan Eropa. Narasi Ukraina
dalam Eurovision Song Contest ini dapat menyentuh publik Eropa Barat sekaligus
meraih dukungan dari publik Eropa dan membawa Ukraina menang dalam
Eurovision Song Contest 2016.
84
Judit Trunko. What Is Soft Power. Hal 5
82
Kemenangan Ukraina dalam Eurovision Song Contest 2016 dapat
dikatakan sebuah keberhasilan Ukraina dalam melakukan image building. Hal ini
membawa Ukraina menjadi tuan rumah pada kompetisi 2017. Berbeda dengan
narasi yang dibangun pada 2016 yang sarat akan identitas tradisional Ukraina.
Pada 2017 image yang diproyeksikan oleh Ukraina lebih mengarah pada image
modern dan liberal. Merujuk apa yang dikatakan Hakovirta sebelumnya,
bahwasnya negara yang masih memiliki weak image dapat lebih mudah
melakukan image building dikarenakan belum terikat pada suatu persepsi
tunggal.85
Hal inilah yang dapat dilihat dari Ukraina
Brewer melihat korelasi antara diplomasi publik dan image building saling
berkorelasi. Image dibangun untuk memudahkan negara melakukan diplomasi
publik, disisi lain diplomasi publik dibangun untuk menguatkan image suatu
negara.86
Eurovision Song Contest 2017 menjadi keuntungan bagi Ukraina dapat
lebih mengarahkan identitas nya ke arah Eropa dengan berbagai narasi publik
yang dibangun untuk mendukung kebijakan luar negeri nya yang sedang mengejar
rekognisi Eropa untuk bergabung ke Uni Eropa. Di sisi lain Eurovision Song
Contest 2016 -2017 sebagai sebuah diplomasi publik juga menjadi kesempatan
bagi Ukraina untuk rebranding image nya lepas dari image Uni Soviet.
Disisi lain resistensi kebijakan negatif Rusia atas kelompok pro-LGBT
membuat image Rusia semakin buruk di tengah kuatnya tren kebebasan dan
demokrasi yang berkembang di Eropa. Hal ini sejalan dengan apa yang
85
Rusi A. Image Research and Image Politics. Hal 38 86
Naren Chitty. Reframing National Image. Hal 11
83
dikemukakan oleh Smith, Bartels, Manheim, Peffley & Hurwitz yang melihat
kebijakan luar negeri yang dikeluarkan oleh suatu negara akan menciptakan
respon dari publik internasional, dimana pandangan publik akan suatu kebijakan
akan berimplikasi pada image suatu negara.87
Kuznik melihat image seperi sebuah cycle, dimana existing image
dipengeruhi oleh image sebelumnya dan akan mempengaruhi pada pembentukan
image setelahnya.88
Ukraina dalam Eurovision Song Contest secara konsisten
melakukan proyeksi image yang mengarah pada nilai dan budaya Eropa yang
sarat akan narasi multikultural, modern, liberal dan non-rasis. Narasi ini secara
konsisten dibangun oleh Ukraina di Eurovision Song Contest yang menjadikan
image yang dibangun menjadi sebuah persepsi yang konstan.
Gambar 4.2. Negara Pendukung Narasi Ukraina di Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Eurovision.TV (2016)
Data di atas menunjukan tendensi atas narasi Ukraina mengenai anti-
Rusia, inklusifitas, multikultural, modern, liberal dan non-rasis. Terlihat negara-
87
Naren Chitty. Reframing National Image. Hal 8 88
Naren Chitty. Reframing National Image. Hal 10
84
negara yang memiliki self image serupa dapat menerima perceived image yang
positif atas Ukraina. Negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia seperti Swedia,
Perancis, Norwegia, Portugal dan United Kingdom serta negara-negara Eropa
Timur dan Baltik yang sedang membangun identitas serupa seperti Bulgaria,
Estonia, Lithuania, Kroasia dan Slovakia memberi poin ke Ukraina.
Dari paparan diatas, dapat juga diidentifikasi kuatnya peran media massa
dalam image politics yang dalam hal ini adalah Eurovision Song Contest. Kuznik
melihat media massa bertindak sebagai pemain kunci dari diseminasi image suatu
negara.89
Eurovision Song Contest sebagai sebuah global media event menjadi
medium yang dapat merepresentasikan suatu image yang positif ataupun negatif
terhadap suatu negara. Hanan melihat Media sebagai image distributor merupakan
aktor yang menjadi mediated images atau sumber kedua yang mudah diakses
publik. Padahal Hanan melihat image yang muncul di media belumlah sejalan
dengan realitas yang ada.90
Banyak faktor yang menyebkan image menjadi bias
mulai dari aktor yang melakukan perceived images ataupun bias yang diciptakan
oleh media itu sendiri
4.3 Analisis Relasi Sikap Negara atas Konflik Rusia dan Ukraina di
Eurovision Song Contest 2016-2017
Untuk melihat lebih jauh mengenai signifikansi dari image politics dan
Eurovision Song Contest dalam relasi geopolitik antara Ukraina dan Rusia.
Pembahasan ini akan melihat korelasi antara sikap politik negara-negara Eropa
89
Naren Chitty. Reframing National Image. Hal 11 90
Naren Chitty. Hal 11
85
mengenai konflik Rusia dan Ukraina melalui medium Eurovision Song Contest.
Eurovision Song Contest 2016 merupakan momen yang paling signifikan dalam
kontestasi image politics antara Rusia dan Ukraina. Eurovision Song Contest 2016
merupakan tahun ekskalasi konflik kedua negara memuncak dan dibarengi adanya
intensi politik yang sangat jelas dari kedua negara untuk saling beradu
kepentingan dalam kompetisi ini. Ukraina menang dalam Eurovision Song
Contest 2016 dengan hasil poin yang tinggi dari kalkulasi dari publik dan negara.
Sementara itu Rusia juga meraih poin yang tinggi dengan menepati posisi ketiga
setelah Australia. Poin dari negara yaitu 18 dari 42 negara memilih memberi poin
10 dan 12 ke Australia daripada ke Ukraina dan Rusia. Pemberian poin ke
Australia dari negara-negara dinilai oleh Sasse merupakan bentuk netralitas
negara atas kontestasi Ukraina dan Rusia.91
Gambar 4.3. Negara Pendukung Australia di Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Jordana L. Cashman . The Cultural Politics of Eurovision (2017)
91
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politics Economy of Eurovision: Brigham : Brigham
Young University. Hal 8
86
Terlihat negara-negara netral Eropa seperti Swedia, Finlandia, Belanda,
Bulgaria, Austria dan Swiss memberikan poinya ke Australia. Hal ini berelasi
dengan political stances atau sikap politik negara-negara tersebut. Swedia sejak
lama telah menganut policy of nonalignment. Swedia selalu memiliki posisi yang
berusaha mengakomodir semua pihak dan kebijakan luar negeri yang
berlandaskan pada nilai cool neighbours. Swedia merupakan negara di kawasan
Baltik yang tidak masuk ke dalam NATO dan menunjukan intensi yang positif
atas Rusia. Hal ini dapat dilihat dari posisi Swedia dalam Eurovision Song Contest
2016.92
Sementara itu Kanselir Austria Werner Faymann mengatakan negaranya
mendukung solusi damai yang mendukung hukum internasional. Faymann
mengatakan
“Austria has always maintained civil ties with both Russia and Ukraine,
We have always been keen to underscore these ties, also in the EU, within
a framework of our approach as Austrians of de-escalation.93
“Austria selalu menjaga hubungan sipil dengan Rusia dan Ukraina, Kami
selalu menjaga hubungan baik ini, begitu juga dengan Uni Eropa, dalam
kerangka pendekatan kami sebagai warga Austria yang anti eksalasi”
Hal yang sama juga terlihat pada Bulgaria, sebagai negara di kawasan Laut
Hitam merupakan negara yang akan terkena dampak dari instabilitas di kawasan
tersebut. Perdana Menteri Plamen Oresharski mendesak adanya solusi yang dapat
dijalankan oleh seluruh pihak. Plamen Oresharski mengatakan
92
Karin Lidqvist. 2016. “Cool Neighbours”: How has Sweden‟s attitude towards Russia changed
since the end of the Cold War?. Terdapat di http://www.diva-
portal.se/smash/get/diva2:951999/FULLTEXT01.pdf. Diakses pada 19/08/2018 93
Patrick Yip. 2015. Countries Stances Towards Russia and Ukraine. Terdapat di
https://www.bloomberg.com/graphics/infographics/countries-react-to-russian-intervention-in-
crimea.html . Diakses pada 18/08/2018
87
“If the European Commission decides to use sanctions as leverage in the
negotiations, they should not be at the expense of member states,” 94
"Jika Komisi Eropa memutuskan untuk menggunakan sanksi sebagai
bagian dalam negosiasi, mereka seharusnya tidak mengorbankan negara-
negara anggota “
Sementara itu hanya empat negara yang secara eksplisit melakukan
dukungan kepada Rusia dalam Eurovision Song Contest 2016. Azerbaijan,
Belarusia Yunani dan Siprus memberikan poin utamanya ke Rusia.
Gambar 4.4. Negara Pendukung Rusia di Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Jordana L. Cashman . The Cultural Politics of Eurovision. (2017)
Tidak ada penyataan dukungan resmi dari otoritas Azerbaijan terhadap
Rusia. Namun intensi konflik Ukraina dan Rusia sangatlah bias terhadap Rusia
mulai dari ranah media dan publik di Azerbaijan. Dapat dilihat dari tidak adanya
pernyataan dukungan dari pemerintah Azerbaijan untuk para pemimpin Ukraina
dalam konflik ini. Bahkan Duta Besar Azerbaijan untuk Ukraina menyatakan
dukungannya kepada masyarakat Krimea untuk melakukan referendum. Cashman
melihat adanya kepentingan Azerbaijan untuk menaruh dukungan ke Rusia,
94
Patrick Yip. Countries Stances Towards Russia and Ukraine.
88
dikarenakan keberpihakan Rusia kepada Azerbaijan atas sengketa di kawasan
Nagorno Karabakh.95
Sementara itu Belarus pada Februari 2014 melalui , Kementerian Luar
Negeri Belarus merilis sebuah pernyataan yang menggambarkan Belarus, Rusia,
dan Ukraina sebagai "negara persaudaraan yang terjalin oleh sejarah yang
berlangsung berabad-abad". Belarus menekankan pentingnya ada self
determination dan kebebasan bagi bangsa-bangsa yang ada di kawasan ini untuk
menetukann sikapnya. Secara umum sikap Belarus ini relatif lebih bersimpatik
terhadap Rusia.. Presiden Belarus, Alexander Lukashenko juga mengatakan
bahwa dia tidak menyetujui segala bentuk penggulingan "pemerintah yang sah".
Namun ia juga menyatakan dukunganya kepada kelompok reformis di Ukraina
dan menyatakan pemerintahan Ukraina sebagai pemerintahan yang tidak
demokratis. Lukashenko membenarkan tindakan Rusia dengan mengatakan upaya
Rusia sebagai bentuk perlindungan atas masyarakatnya yang berada dalam
kesulitan dan kesengsaraan selama berada di Ukraina. Aneksasi yang terjadi
dinilai oleh Lukashenko tidak didasari pada ambisi geopolitik dan tanpa
kekerasan. Sementara itu tidak ditemukan adanya pernyataan ataupun reaksi resmi
dari Siprus dan Yunani dalam isu ini.96
Respon yang memberikan poin kepada
Rusia sangat kontras dengan respon negara yang memberikan poin nya kepada
Ukraina seperti Bosnia & Herzegovina, Denmark, Macedonia, Georgia, Israel,
Latvia, Moldova, Polandia, San Marino, Serbia, United Kingdom dan Slovenia.
95
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politicsl Economy. Hal 11 96
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politicsl Economy hal 13
89
Gambar 4.5. Negara Pendukung Ukraina di Eurovision Song Contest 2016
Sumber : Jordana L. Cashman . The Cultural Politics of Eurovision. (2017)
Menteri Luar Negeri Bosnia dan Herzegovina menekankan pentingnya
hak dan kebebasan di Ukraina dan meminta komunitas internasional untuk
melakukan upaya pencegahan dan kemungkinan ekskalasi konflik di Ukraina.
Bosnia dan Herzegovina mendesak PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa ) untuk
mengambil tindakan untuk melindungi kedaulatan teritorial Ukraina atas invasi
Rusia.97
Hal yang sama terlihat dari otoritas Denmark, Menteri Luar Negeri
Denmark Martin Lidegaard membuat pernyataan bahwa invasi Rusia atas Ukraina
tidaklah dapat diterima. Denmark mengkritik keras penempatan pasukan Rusia di
Krimea dan Laut Hitam. Klaim Rusia melindungi minoritas Rusia di Ukraina
dengan cara invasi adalah cara yang sepenuhnya tidak dapat diterima.98
Sementara itu Georgia menanggapi secara resmi situasi di Ukraina.
Presiden Georgia Giorgi Margvelashvili menyatakan bahwa tindakan Rusia
terhadap Ukraina merupakan tindakan agresi terhadap kedaulatan teritorial
97
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politicsl Economy. Hal 14 98
Sabina Zawadzki. 2014. EU must prepare for Russia's 'hybrid warfare': Danish formin.
Terdapat di https://www.reuters.com/article/us-ukraine-crisis-denmark-
idUSKBN0IG1XM20141027. Diakses pada 25/09/2018
90
mereka. Dia mengutuk distribusi paspor Rusia, penguatan infrastruktur militer
Rusia, dan penjelasan bahwa itu adalah untuk melindungi minoritas Rusia di
Ukraina. Georgia bahkan mendorong Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk tidak
membiarkan apa yang terjadi terjadi di Ukraina.99
Presiden Georgia berkata :
“Solving of fate, future and territorial integrity of the states through
pressure and forceful interference from other state is inadmissible. We call
on the international community not to allow new conflict in Europe and to
use all the available means in order to avert possible aggression and to
preserve sovereignty and territorial integrity of Ukraine”.
“Menyelesaikan nasib, masa depan dan integritas wilayah negara-negara
melalui tekanan dan campur tangan kuat dari negara lain tidak dapat
diterima. Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk tidak
membiarkan konflik baru terjadi di Eropa dan menggunakan semua cara
yang tersedia untuk mencegah agresi dan mempertahankan kedaulatan dan
integritas teritorial Ukraina ”.
Sementara itu Israel menyatakan bahwa mereka mengharapkan resolusi
diplomatik yang damai terhadap krisis yang terjadi agar tidak melibatkan
hilangnya nyawa manusia..100
Latvia mengeluarkan joint statement antara
Presiden, Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri akan konflik ini dengan
mengatakan :
“Latvia strongly stands for the territorial integrity of Ukraine and is of the
opinion that any measures aimed at splitting Ukrainian society and
questioning the territorial integrity of the country must be condemned in
the strongest terms possible. It condemned Russia‟s use of military forces
in Ukraine as a “gross violation of international law”.101
99
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politicsl Economy. Hal 16 100
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politicsl Economy. Hal 15 101
Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Latvia. 2014. Statement by President of Latvia,
Speaker of Saeima, Prime Minister and Foreign Minister on Russia's interference inUkraine.
91
“Latvia sangat mendukung untuk integritas teritorial Ukraina dan segala
tindakan apa pun yang ditujukan untuk memecah belah masyarakat
Ukraina dan mempertanyakan integritas wilayah negara harus dikecam.
Latvia mengutuk penggunaan kekuatan militer Rusia di Ukraina sebagai
"pelanggaran berat hukum internasional”
Latvia menilai dalih Rusia untuk melindungi masyarakatnya sebagai “hypocritical
attempt” atau negara hipokrit untuk melegalkan hal yang ilegal yaitu intervensi
militer.102
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Macedonia merilis pernyataan
yang menyatakan keprihatinan tentang kekerasan yang semakin meningkat di
Ukraina. Macedonia mendesak masyarakat internasional untuk mengambil semua
tindakan yang diperlukan untuk mengakhiri kekerasan, meredakan ketegangan
dan membangun dialog dengan semua pihak yang terlibat .103
Presiden Moldova
juga merilis tanggapan yang menyatakan keprihatinan dan mendesak negara-
negara untuk mengamati kedaulatan dan kemerdekaan wilayah Ukraina. Moldova
melihat tindakan Rusia sebagai pelanggaran terhadap hukum dan prinsip-prinsip
internasional dan menyerukan untuk segera menggunakan semua "mekanisme
internasional" untuk menyelesaikan situasi dengan cepat dan diplomatis. 104
2014. Terdapat di . http://www.mfa.gov.lv/en/news/latest-news/13572-statement-bypresident-of-
latvia-speaker-of-saeima-prime-minister-and-foreign-minister-on-russia-sinterference-in-ukraine.
Diakses pada 15/09/2018 102
Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Latvia. 2014. 103
Republic of Macedonia Ministry of Foreign Affairs. 2014. Statement of the Ministry of foreign
affairs of the Republic of Macedonia on the situation in Ukraine. Terdapat di
http://www.mfa.gov.mk/index.php/mk/?q=node/3235&language=en-gb. Diakses pada 15/09/2018 104
Presidency of the Republic of Moldova. 2014. Moldova‟s position towards critical situation in
Ukraine. 1 March. Terdapat di http://www.president.md/eng/comunicate-de-
presa/pozitiarepublicii-moldova-fata-de-situatia-din-ucraina. Diakses pada 15/09/2018
92
Polandia menyatakan reaksi yang tegas atas aneksasi Rusia atas Krimea.
Kementerian Luar Negeri Polandia merilis pernyataan :
“In the context of recent developments in Crimea Poland strongly appeals
for respecting Ukraine‟s territorial integrity, and observing international
law, including fundamental principles of the Organization for Security and
Cooperation in Europe.. We call for stopping provocative movements of
troops on the Crimean Peninsula. We urge states-signatories to the
Budapest Memorandum of December 1994, which gives Ukraine security
assurances, to respect and fulfil their commitments.”105
“Dalam konteks perkembangan terakhir di Krimea, Polandia sangat
mendukung adanya penghormatan atas integritas teritorial Ukraina, dan
menungung tinggi hukum internasional, termasuk prinsip-prinsip dasar
Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa . Kami
menyerukan penghentian gerakan pasukan provokatif di Semenanjung
Krimea. Kami mendesak negara-negara penandatangan Nota Budapest
bulan Desember 1994, yang memberikan jaminan keamanan Ukraina,
untuk menghormati dan memenuhi komitmen mereka. “
Sementara itu Serbia menyatakan pada bulan November bahwa mereka
ingin menegaskan kembali dukungan untuk integritas teritorial dan kedaulatan
Ukraina dan menekankan bahwa hanya melalui upaya diplomasi akan tercapai
solusi yang sejalan dengan perjanjian dan hukum internasional. 106
Perdana
Menteri Slovenia Alenka Bratušek membuat pernyataan yang mendorong semua
upaya untuk memastikan tidak ada konflik bersenjata di Ukraina. Slovenia
mengambil peran aktif sebagai mediator antara Rusia dan Ukraina dalam proses
107
105
Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Poland. 2014. Statement on the situation in
Ukraine. 2014. Terdapat di
http://www.msz.gov.pl/en/news/statement_on_the_situation_in_ukraine;jsessionid=A9E
B2F93E7291A545A33698A9E04B1EE.cmsap1p Diakses pada 106
Government of the Republic of Serbia. 2014. Serbia Supports Territorial Integrity, Sovereignty
Of
Ukraine.2014. Terdapat di http://www.srbija.gov.rs/vesti/vest.php?id=104744&change_lang=en.
Diakses pada 15/09/2018
93
Ada korelasi yang jelas antara respon oleh masing-masing negara terhadap
konflik Ukraina dan Rusia voting behaviour negara di Eurovision Song Contest
2016. Negara-negara yang memberikan dukungan ke Rusia di memiliki sikap
yang lebih simpatik ke Rusia atau tidak bersikap sama sekali. Negara-negara yang
memilih Ukraina secara konsisten memiliki respon negatif terhadap invasi Rusia.
Sementara itu negara-negara yang memberi poin tinggi atas Ukraina didominasi
oleh negara yang memiliki perceived image yang buruk atas Rusia. Hal itu
muncul atas trauma sejarah mengenai agresi Uni Soviet ke wilayahnya dan
mempengaruhi self image negara tersebut, diantaranya seperti Georgia, Latvia,
Polandia, dan Moldova. Beberapa negara Balkan juga memberikan poin nya ke
Ukraina dikarenakan memiliki perceived image yang negatif atas Rusia. Lebih
jauh lagi negara-negara di atas menginginkan untuk komunitas internasional
untuk bertindak dalam krisis Ukraina.
Meskipun tidak ada korelasi pasti dan langsung yang dapat diamati dari
hubungan voting behaviour dengan sikap politik negara. Namun Eurovision Song
Contest mengkonstruksikan realitas yang jelas mengenai politik antar negara dan
peran image politics dalam konflik Ukraina dan Rusia. Preposisi-preposisi image
theory dan soft power dapat diamati dan dibuktikan dalam fenomena ini. Analisis
pemikiran hubungan internasional dalam dimensi image politics juga semakin
signifikan untuk dikaji.
94
BAB V
KESIMPULAN
Rivalitas geopolitik yang kompleks antara Ukraina dan Rusia dapat dilihat
telah berada pada tahap kulminasi. Dilihat dari semakin terpolarisasi nya konflik
ke banyak aktor dan berbagai upaya soft power dan hard power yang menemui
kebuntuan. Senada dengan apa yang dilihat oleh Jervis yang melihat When the
physics of power declines, the psychology of power, in consequence, rises.
Tendensi konflik antara Rusia dan Ukraina mengarah pada image conflict. Hal
yang dikontestasikan oleh kedua negara bukan lagi berisfat material namun non-
material. Eurovision Song Contest menjadi medium Ukraina dan Rusia dalam
melancarkan kepentingan geopolitiknya dengan berebut simpati publik dan negara
Eropa. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya globalisasi dalam hubungan
internsional yang menggeser berbagai dimensi dalam hubungan internasional.
Iklim sosial politik Eropa yang kosmopolitan juga membuat kontestasi image
Ukraina dan Rusia ini diterima dan direspon.
Interelasi image kedua negara dalam Eurovision Song Contest sangat
dipengaruhi kuat oleh keterikatan kedua negara pada masa Uni Soviet dan campur
tangan eksternal yang akhirnya membentuk identitas dan kepentingan keduanya.
Dari penelitian ini dapat dilihat elit Rusia memiliki pengaruh yang sangat kuat
atas pembentukan image negara nya, sedangkan di Ukraina lebih cair. Narasi
Ukraina lebih dapat diterima dan didukung oleh negara dan publik Eropa selaras
dengan kesamaan kepentingan dan identitas yang dibangun oleh kedua aktor.
95
Sedangkan sebaliknya, Rusia kesulitan dalam memproyeksikan kepentingannya
dikarenakan kuatnya resistensi atas identitas Rusia dari publik dan negara Eropa.
Sehingga dalam ranah kontestasi image kedua negara dalam Eurovision
Song Contest dapat dikatakan Ukraina unggul atas Rusia. Soft Power dan
Strategic narratives yang dilakukan oleh Ukraina di Eurovision Song Contest
dapat diterima dan mempengaruhi publik dan negara Eropa. Tahun 2016 dan 2017
merupakan momen yang paling signifikan untuk melihat hal tersebut.
Kemampuan Ukraina dalam mengelola dan memaksilkan non-material power nya
membuat Ukrainai menang secara image atas Rusia. Hal ini tentu sulit terjadi di
realitas politik internasional. Namun justru dimensi image inilah yang dinilai oleh
para pemikir image politics paling signifikan dalam realitas hubungan
internasional saat ini.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan dalam konteks hubungan
internasional saat ini peran non state actor semakin signifikan. Media menjadi
aktor ketiga yang penting dalam mengkonstruksi realitas global. Hal inilah yang
membuat Eurovision Song Contest tidak akan pernah lepas dari nilai politis.
Negara-negara seperti Ukraina dan Rusia yang memiliki kepentingan untuk
berebut rekognisi internasional akan memanfaatkan medium ini untuk menunjang
kepentinganya.
Global civil society dalam konteks ini juga mampu menjadi aktor yang
memiliki posisi tawar yang kuat dalam politik internasional. Terlebih di Eropa
yang telah terbentuk suatu tatanan transnational democracy yang membuat negara
96
tidak lagi menjadi entitas tunggal yang bebas namun terikat oleh konsensus
publik. Oleh karena itu dalam Eurovision Song Contest sangat penting untuk
memenangkan sektor publik seperti yang dilakukan oleh Rusia dan Ukraina.
Ada korelasi yang jelas antara respon oleh masing-masing negara terhadap
konflik Ukraina dan Rusia voting behaviour negara memilih di Eurovision Song
Contest 2016. Negara-negara yang memberikan poin ke Rusia memiliki sikap
yang lebih simpatik ke Rusia. Sedangkan negara-negara yang memilih Ukraina
secara konsisten memiliki respon negatif terhadap invasi Rusia. Negara-negara
yang memberi poin tinggi atas Ukraina didominasi oleh negara yang memiliki
perceived image yang buruk atas Rusia.
Meskipun tidak ada korelasi pasti dan langsung yang dapat diamati dari
hubungan voting behaviour dengan sikap politik negara. Namun Eurovision Song
Contest mengkonstruksikan realitas yang jelas mengenai politik antar negara dan
peran image politics dalam konflik Ukraina dan Rusia. Penelitan ini mengamati
dan menunjukan relevansi image politics dalam ranah hubungan internasional
yang didasari pada penelitian-penelitian sebelumnya. Fakta dan analisis yang
muncul model-model analisis yang dijelaskan oleh teoris-teoris sebelumnya dapat
menjelaskan fenomena konflik Ukraina dan Rusia dalam Eurovision Song
Contest.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Clausewitz C. 1984. On War. Princetoon N J : Princetoon University Press.
Colin, S Gray. 2011. Hard Power and Soft Power : The Utility of Military Force
as an Instrument of Policy in The 21st Century. Machester : Strategic
Studies Institute
Richard K. Herrmann. 2013. Perceptions and Image Theory in International
Relations. Oxford : The Oxford Handbook of Political Psychology (2
ed.).
Artikel Jurnal
Ammon Cheskin. 2017. Russian Soft Power in Ukraine : A Structural Perseptive.
Glasgow : Central and East European Studies.
Albert Meijer. 2013. Be My Guest: Nation Branding And National Representation In
The Eurovision Song Contest. Groningen. Euroculture.
Andrew Puddephatt. 2006. Voices of War : Conflict and the Role of Media.
International Media Support.
Andre Hartel. 2010. Russian-Ukrainian Relations. Zurich : Center for Security
Studies, ETH Journal Issues No 75.
Anton Bebler. 2015. Crimea And The Russian-Ukrainian Conflct. Romanian Journal
of European Affairs Vol. 15, No. 1.
xv
Catherine Baker. 2008. Wild Dances And Dying Wolves: Simulation,
Essentialization, And National Identity At The Eurovision Song Contest.
Berlin : The International Journal of Media and Culture Volume 6.
Catherine Baker. 2016. The „gay Olympics‟? The Eurovision Song Contest and the
Politics of LGBT/European Belonging. Hull : European Journal of
International Relations Vol. 23(1).
Christina Rowley. 2015. From Soft Power And Popular Culture To Popular Culture
And World Politics . Bristol : Working Paper No. 03-16 . SPAIS
Emanuele Castano. 2003. The perception of the other in international Realtions :
Evidence for the Polarizing Effect of Entitavity. Oxford : Political
Psychology Vol 2 No 3.
Emily D. Johnson. 2014. A New Song for a New Motherland: Eurovision and the
Rhetoric of Post-Soviet National Identity. Moscow : The Russian Review
73
Emily Pia. 2007. Conflict and Human Rights: A Theoretical Framework.
Birmingham : SHUR Working Paper Series
Erik Gartzke.2002. Alliances, Perception and International Politics. Colombia :
Colombia University
Galia Barnathan.2016. Thinking about the Role of Popular Culture in International
Politics. Jerussalem : International Studies Review.
xvi
Galina Miazhevich. 2017. Paradoxes Of New Media: Digital Discourses On
Eurovision 2014, Media Flows And Post-Soviet Nation-Building.
Leicester: New media & Society University of Leicester Vol. 19(2) 199.
Gerald Forst. 2012. Image-making, Cultural Diplomacy and the Eurovision Song
Contest . Paris : Occasional Paper No. 18. Caspian Information Center.
Herrmann, Richard K. 1995. Beyond the Enemy Image and Spiral Model: Cognitive ‐
Strategic Research after the Cold War. International Organization 49 (3)
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politics of Eurovision: A Case Study of
Ukraine‟s Invasion in 2014 Against Their Eurovision Win in 2016.
Brigham : UC Undergraduate Research Conference on the European
Union: Vol. 2017, Article 6.
Judit Trunko. 2013. What Is Soft Power Capability And How Does It Impact Foreign
Policy?. South Carolina : PhD Student-Prospectus Proposal University of
South Carolina.
Karin Lidqvist. 2016. “Cool Neighbours”: How has Sweden‟s attitude towards
Russia changed since the end of the Cold War?. Terdapat di
http://www.diva-portal.se/smash/get/diva2:951999/FULLTEXT01.pdf.
Diakses pada 19/08/2018
K.E Boulding. 1958. National Images and International System. Michigan : Conflict
and Resolution Journal Vol 3.
Larissa M. 2009. Contemporary Ukraine On The Cultural Map Of Europe. London :
The Shevchenko Scientific Society.
xvii
Laura Roselle. 2014. Strategic narrative: A new means to understand soft power.
London : Media, War & Conflict Vol. 7(1).
Mariya Y. Omelicheva. 2012. Russian Foreign Policy: A Quest For Great Power
Status In A Multipolar World. Kansas : Researchgate.
Murad Ismayilov. 2013. State, identity, and the politics of music: Eurovision and
nation-building in Azerbaijan. Cambridge : Nationalities Papers. Vol. 40,
No. 6.
Naren Chitty. 2009. Reframing National Image: A Methodological Framework.
Berlin : Conflict & Communication Journal Vol. 8, No 2
Noel Kaplowitz. 1990. National Self-Images, Perception of Enemies, and Conflict
Strategies:Psychopolitical Dimensions of International Relations.
California : International Society of Political Psychology Vol. 11, No. 1
Philip V. Bohlman. 2007. The Politics Of Power, Pleasure, And Prayer In The
Eurovision Song Contest. Berlin : Musicology Journal 7. Rusi A.1988
Image Research and Image Politics in International Relations —
Transformation of Power Politics in the Television Age. Valencia :
Cooperation and Conflict XII.
Serhy Yekelchyki. 2010. What Is Ukrainian about Ukraine‟s Pop Culture?: The
Strange Case of Verka Serduchka. Victoria : Canadian–American Slavic
Studies 44.
Skey M. 2017. Media Events And Cosmopolitan Fandom:`Playful Nationalism' In
The Eurovision Song Contest. Berlin : International Journal of Cultural
Studies, In Press
xviii
Solomon, T. 2014. The affective underpinnings of soft power. Glasgow : European
Journal of International Relations.
Steven Pifer. 2009. Crisis Between Ukraine And Russia. New York :
CONTINGENCY PLANNING MEMORANDUM No. 3 The Council
On Foreign Relation
Tadeusz Andrzej, dkk. 2016. Ukraine And Russia: Mutual Relations and The
Conditions That Determine Them. ES Studies.
Victor Ginsburgh. 2006. The Eurovision Song Contest Is Voting Political or Cultural
?. Brussel : Center for Operations Research and Econometrics, Louvain-
la-Neuve.
Zeynep Merve ŞIVGIN. 2015. Rethinking Eurovision Song Contest As A Clash Of
Cultures. Ankara : Üniversitesi Güzel Sanatlar Fakültesi, E-posta
Zrinka Borić. 2017. The European Song Contest As A Tool Of Cultural Diplomacy .
Bologna : Primljeno 327.
Laporan Penelitian
Abdul-Baasit Rasheed Inusah. 2014. Russia-Ukraine Relations Since The Demise Of
The Soviet Union (1991-2014). Legon : Dissertation University Of Ghana.
Akira Riye. 1997. Cultural Internationalism and World Order. Baltimore, MD:
Johns Hopkins University Press
DeAnna J. Miller. 2016. Russian Soft Power in Eastern Ukraine, Abkhazia, and
South Ossetia. Ohio. Undergraduate Research Thesis The Ohio State
University.
xix
Geun Lee. 2016. A Theory of Soft Power and Korea‟s Soft Power Strategy. Seoul :
Graduate School of International Studies, Seoul National University.
Irving Wolther. 2012. „„More than just music: the seven dimensions of the
Eurovision Song Contest‟‟, Popular Music : Cambridge University Press.
Jordana L. Cashman . 2017. The Cultural Politics Economy of Eurovision: Brigham
: Brigham Young University.
Roman Horbyk. 2017. Mediated Europes Discourse And Power In Ukraine, Russia
And Poland During Euromaidan. Stockholm Södertörn University. Doctoral
Dissertation
Sofronis Clerides and Thanasis Stengos. 2006. Love thy Neighbor, Love thy Kin:
Voting Biases In The Eurovision Song Contest. Cyprus : Discussion Paper
01 Department Of Economics University Of Cyprus.
Valentina Feklyunina. 2010. National Images In International Relations: Putin‟s
Russia And The West. Glasgow : University of Glasgow PhD thesis.
Sumber Internet
Chris May, 2015. The Euro In Eurovision: Australia, Building Bridges And Musical
Geopolitics. Seizure. Terdapat di http://seizureonline.com/the-euro-in-
Eurovision/. Diakses pada 24/08/2018
Chris Summer. 2017. Ukraine Bans Wheelchair-Bound Russian Singer From
Eurovision Song Contest After She Performed In War-Torn Crimea. Terdapat
di http://www.dailymail.co.uk/news/article-4338778/Ukraine-bans-Russias-
entry-Eurovision-song-contest.html. Diakses pada 28/08/2018
xx
Daisy Watt. 2014. Eurovision 2014: Russia Act, The Identical Tolmachevy Twins,
Jeered By Crowd During Final. Terdapat di
https://www.independent.co.uk/arts entertainment/music/news/Eurovision-
2014-russia-booed-by-crowd-during-final-9350249.html. Diakses pada
28/08/2018
European Broadcating Union. Terdapat di https://www.ebu.ch
Eurovision.tv . Terdapat di https://eurovision.tv/
Eurovision Youtube Chanel . Terdapat di https://www.youtube.com/user/eurovision
Government of the Republic of Serbia. 2014. Serbia Supports Territorial Integrity,
Sovereignty Of
Ukraine.2014. Terdapat di
http://www.srbija.gov.rs/vesti/vest.php?id=104744&change_lang=en.
Diakses pada 15/09/2018
of Saeima, Prime Minister and Foreign Minister on Russia's interference inUkraine.
2014. Terdapat di . http://www.mfa.gov.lv/en/news/latest-news/13572-
statement-bypresident-of-latvia-speaker-of-saeima-prime-minister-and-
foreign-minister-on-russia-sinterference-in-ukraine. Diakses pada 15/09/2018
Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Poland. 2014. Statement on the
situation in
Ukraine. 2014. Terdapat di
http://www.msz.gov.pl/en/news/statement_on_the_situation_in_ukraine;jsessi
onid=A9E B2F93E7291A545A33698A9E04B1EE.cmsap1p Diakses pada
xxi
Patrick Yip. 2015. Countries Stances Towards Russia and Ukraine. Terdapat di
https://www.bloomberg.com/graphics/infographics/countries-react-to-russian-
intervention-in-crimea.html . Diakses pada 18/08/2018
Pew Research Center Terdapat di http://www.pewforum.org
Presidency of the Republic of Moldova. 2014. Moldova‟s position towards critical
situation in
Ukraine. 1 March. Terdapat di http://www.president.md/eng/comunicate-de-
presa/pozitiarepublicii-moldova-fata-de-situatia-din-ucraina. Diakses pada
15/09/2018
Sabina Zawadzki. 2014. EU must prepare for Russia's 'hybrid warfare': Danish
formin. Terdapat di https://www.reuters.com/article/us-ukraine-crisis-
denmark-idUSKBN0IG1XM20141027. Diakses pada 25/09/2018
Republic of Macedonia Ministry of Foreign Affairs. 2014. Statement of the Ministry
of foreign
affairs of the Republic of Macedonia on the situation in Ukraine. Terdapat di
http://www.mfa.gov.mk/index.php/mk/?q=node/3235&language=en-gb.
Diakses pada 15/09/2018
Roch Dunin-Wąsowicz . 2017. The Eurovision In Ukraine Was An Exercise In Soft
Power. LSE. Terdapat di blogs.lse.ac.uk/europpblog/201 7/05/24/the-
Eurovision-in-ukraine-was-an-exercise-in-soft-power/ . Diakses pada
27/08/2018
xxii
Statista.2017. Eurovision Song Contest Statistic and Facts. Terdapat di
https://www.statista.com/topics/3431/Eurovision-song-contest/ Diakses pada
28/08/2018
Trenin, D. 2014. Analysis: Russia's Carrot-And-Stick Battle For Ukraine. Terdapat
di http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-25401179. Diakses pada
14/08/2018