Upload
andri-setiawan
View
95
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Konflik Sambas di Kalimantan Barat
Oleh : Furqoni Arief
Pendahuluan
Menurut Lamria (2004) Kerusuhan dan pertikaian di berbagai daerah di Indonesia
menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan dari pemerintah untuk mengatasi penyebab
adanya suatu konflik sosial antar masyarakat yang terjadi di indonesia ini. Konflik sosian
antar masyarakt yang terjadi diberbagai daerah di indonesia terjadi dengan membawa suatu
simbol-simbol etnis, agama, dan ras. Konflik yang terjadi di berbgai wilayah indonesia ini
kemungkinan terjadi disebabkan karena akumulasi "tekanan" secara mental, spiritual, politik
sosial, budaya dan ekonomi yang dirasakan oleh sebagian masyarakat diberbagai daerah yang
ada di indonesia.
Beberapa konflik mengguncang beberapa daerah di Indonesia, utamannya yang
pernah terjadi pada akhir 1990-an, dimana terjadi konflik kekerasan yang meluas di
kalimantan barat. Dua kelompok etnik grup yaitu suku Dayak dan Melayu yang ada di
Sambas Kalimantan Barat, berusaha menegaskan status mereka sebagai kelompok etnis
pribumi, berjuang melawan kelompok etnis sebagai pendatang dari Madura. Diamana dalam
penelitian cahyono (2008) konflik ini menelan korban jiwa sebanyak 200 korban jiwa dan
30.000 orang mengungsi akibat konflik yang terjadi.
Konflik yang terjadi menimbulkan dampak yang berkepanjangan bahkan sampai
terjadi setelah kejadian konflik sekalipun. Hal ini tercermin diaman pasca terjadinya konflik
tersebut penolakan kembalinya orang Madura di Sambas terjadi. Penolakan ini menurut
cahyono (2008) dipromosikan oleh Malay Komunikasi Youth Forum [ Forum Komunikasi
Pemuda Melayu ( FKPM ) ]. pengaruh FKPM menjadi lebih dominan, sebagian karena
jaringan yang luas dari desa ke tingkat provinsi. FKPM adalah kendala terbesar bagi orang
Madura kembali ke Sambas.
Adanya konfik yang terjadi di sambas kalimantan barat, sangat menarik untuk
dibahas, karena konflik ini merupakan konflik antar kelompok etnik antara suku dayak dan
madura. Dimana pembahasan mengenai faktor faktor apa saja yang melatar bekangi
terjadinya konflik menjadi penting, agar peristiwa yang sama tidak terjadi didaerah lainnya.
Permasalahan
Terjadinya konflik kelompok etnik diwilayah sambas kalimantan barat yang menelan
korban jiwa pada tahun 1999 antara kelompok dayak dan melayu sebagai kelompok pribumi
dengan kelompok madura sebagai pendatang. Tulisan ini berusaha menjelaskan faktor apa
yang menyebabkan terjajdinya konflik di sambas kalimantan barat tersebut?.
.
Studi Literatur
Menurut teori Dahrendorf dalam tumanggor menyatakan konflik sebagai suatu
kerisauan yang terjadi yang bersumber dari ketidakserasian terhadap esensi komponen
kehidupan. Kebalikannya dari teori ini adalah teori kohesi dari malinowski dimana teori ini
dalam tumanggor yaitu : “ keutuhan disuatu wilayah akan terjadi suatu wilayah dilandasi
secara kuat oleh hubungan timbal balik yang salik menguntungkan ‘reciprocity’ dibawah
prinsip prinsip legal”.
David bloomfield dan ben reilly dalam tumanggor et al, juga mengungkapkan bahwa
ada dua elemen kuat yang sering kali menjadi pemicu dalam konflik yaitu elemn identitas
yaitu mobilitas orang dalam suatu kelompok kelompok indentitas komunal yang didasari atas
ras, agama, kultur, bahasa dan seterusnya, kedua adalah elemen distribusi, yakni cara untuk
membagi sumberdaya ekonomi, sosial dan politik dalam sebuah masyarakat.
Teori konflik Simon Fisher dan Deka Ibrahim dkk (Th. 2002) dalam lamria (2004)
terdapat dua teori yang melatar belakangi adanya suatu konflik yaitu :
Teori Kebutuhan Manusia :
“ berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia-
fisik , mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau yang dihalangi.”
Teori Identitas :
berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh karena identitas yang terancam yang sering
berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa lalu yang tidak terselesaikan.
Selanjutnya, peter hagget (2004) dalam bukunya membahas tentang conflict over
minority group, dimana menurut hagget konflik dalam pembahasan conflict over minority
group dapat terjadi disebabkan karena perbedaan bahasa, kelompok etnik, agama, dan
minoritas yang berbeda dalam negara.
Analisis
Konflik Sambas dikalimantan dalam penelitian yang dilakukan oleh tumanggor et,al
menyebutkan bahwa konflik yang terjadi disebabkan oleh karena etnis madura dimana pada
keadaan tertentu menjadi suatu kelompok yang berhasil menguasai berbagai sumber
ekonomi, dan disatu sisi perilaku sosial kemudian semakin cenderung eksklusif semakin
menegaskan komunalitas entnisnya. Sehingga ketika terjadi masalah sosial atau gesekan
gesekan sosial terjadi di daerah sampit meskipun hal itu kecil, dengan etnis dayak ataupun
melayu sebagai suatu penduduk asli akan sangat berpotensi besar menimbulkan konflik yang
besar dan berkepanjangan. Dimana menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh tumanggor
et, al konflik yang terjadi pada daerah ini besar dipengaruhi oleh isu identitas (etnis dan
agama) dan isu identitas.
Menurut lamria (2004) Faktor faktor identitas seperti etnis dan agama dapat
bergabung menjadi satu pada suatu konflik atas dasar pada pendistribusian sumber daya
seperti, wilayah, kekuasaan ekonomi, prospek lapangan kerja dan lain lain nya. Untuk kasus
konflik yang terjadi di sambas kalimantan barat besar dipengaruhi atas dasar hal tersebut
pula, atas dasar pada ketidakpuasan antara lintas suku, agama, birokrasi dalam penguasaan
aset dan pekerjaan yang terjadi disambas menyebabkan kecemburuan, pada akhirnya ketika
terjadi pergesekan akan sangat mudah untuk menyulut emosi dan terjadilah konflik.
Berdasarkan pada penuduk asli yang ada di kalimantan barat, penduduk aslinya terdiri
atas Suku Dayak yang menjadi petani dan nelayan. Selain itu suku lainnya yang ada
dikalimantan Kalimantan adalah Melayu, Cina, Madura, Bugis, Minang dan Batak.
Beragamnya suku yang ada di kalimantan berpotensi melahirkan suatu konflik pada daerah
tersebut. Hal tersebut disebabkan dalam hubungan komunikasi yang terjadi pada kehidupan
sehari hari menjadi beragam, bahasa yang digunakan yaitu bahasa indonesia atau melayu.
Akan tetapi karena tingkat pendidikan yang masih sangat rendah. Bahasa yang digunakan
menjadi beragam, karena penduduk daerah lebih memilih mengunakan bahasa sehari hari hari
dengan bahasa daerah masing masing, ini berpotensi menimbulkan kesalahpahaman. Hal ini
yang tejadi di sambas, orang Madura berbicara dengan orang Dayak, dimana terdapat
perbedaan yang bertolak belakang dalah hal komunikasi orang Madura yang keras ditangkap
oleh Orang Dayak sebagai suatu kesombongan dan kekasaran. Hal ini diperkuat pada
penelitian lamria ( 2004).
Konflik Dayak dan Madura yang terjadi pada akhir tahun 1996 yaitu terjadinya kasus
Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang (sebelum pertengahan tahun 1999 termasuk
Kabupaten Sambas), di Kalimantan Barat. Konflik sosial sepertinya agak sulit terpisahkan
dari dinamika kehidupan masyarakat Kalimantan. Setelah itu, pertikaian antar-etnis terjadi
lagi di Sambas, lalu disusul di Kota Pontianak, dan terakhir di Sampit serta menyebar ke
semua wilayah di Kalimantan Tengah.
Kebudayaan yang berbeda antara orang madura dan dayak seringkali menjadi
penyebab adanya pergesekan dan kemudian menimbulkan suatu konflik pada masyarakat
yang berbeda sosial budaya. Kemudian bagi orang dayak hukum adat memegang peranan
penting dimana tanah yang dimiliki adalah warisan leluhur yang harus dipertahankan.
Seringkali oarang dayak tertipudaya oleh masyarakat pendatang. Kemudian pada akhirnya
berhasil menguasai tanah leluhur orang dayak. Masyarakat pendatang khususnya orang
Madura yang berprilaku demikian kemudian menimbulkan persepsi bagi orang Dayak yang
menganggap sebagai penjarah tanah. Persesi atau anggapan itu kemudian ditambah dengan
keberhasilan dan kerja keras orang Madura dalam mengelolah tanah dan menjadikan mereka
sukses dalam bisnis pertanian. Kemudian kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi merupakan
menjadikan suatu dasar munculnya konflik. Masyarakat Dayak pada umumnya bermata
pencarian yaitu kebanyakan bergantung pada kehidupan bertani atau berladang. Dari hal
tersebut ini sesuai dengan Teori konflik Simon Fisher dan Deka Ibrahim dkk (Th. 2002)
dalam lamria (2004) terdapat dua teori yang melatar belakangi adanya suatu konflik yaitu
teori kebutuhan dasar dan teori kebutuhan.
Karakter yang berbeda jauh antara keduanya menjadikan hubungan kedua etnis
mudah menjadi suatu konflik jika terjadi gesekan. Kemudian adanya kecurigaan dan
kebencian akibat pesepsi yang ditimbulkan membuat hubungan keduanya menjadi tidak baik.
Ketidakadilan oleh masyarakat Dayak kepada aparat keamanan yang tidak berlaku adil
terhadap orang Madura. Permintaan orang dayat untuk menghukum orang Madura yang
melakukan pelanggaran hukum tidak diperhatikan oleh aparat penegak hukum menambah
adanya pesepsi negatif terhadap orang madura karena dianggap pemerintah tidak berlaku adil.
Kemudian pada akhirnya orang Dayak melakukan kekerasan langsung terhadap orang
Madura, yaitu dengan penghancuran dan pembakaran pemukiman orang Madura.
Hal hal diatas juga sesuai dengan seperti yang telah dikemukan oleh petter hagget
dalam pembahasan mengenai conflict over minority group, dimana menurut hagget konflik
dalam pembahasan conflict over minority group dapat terjadi disebabkan karena perbedaan
bahasa, kelompok etnik, agama.
Kesimpulan
Konflik yang terjadi di sambas kalimantan barat Karena adanya benturan budaya etnis
lokal dengan etnis pendatang, lemahnya supremasi hukum, adanya tindak kekerasan.
Ketidakcocokan di antara karakter mereka menjadikan hubungan kedua etnis ini mudah
menjadi suatu konflik. Ditambah lagi dengan tidak adanya pemahaman dari kedua etnis
terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing etnis. Kecurigaan dan kebencian
membuat hubungan keduanya menjadi tegang dan tidak harmonis. Ketidakadilan juga
dirasakan oleh masyarakat Dayak terhadap aparat keamanan yang tidak berlaku adil terhadap
orang Madura yang melakukan pelanggaran hukum.
Daftar acuan :
Cahyono, Heru.2008.The State and Society in Conflict Resolution in Indonesia(Conflict Area of West Kalimantan and Central Kalimantan). Journal of Indonesian Social Sciences and Humanities Vol. 1, 2008, pp. 151–160
Hagget, Patter.2001. in : Geography. A Global Systhesis, First Publ. Pretice Hall. England.
Lamria, Maria. “Analisa Penyebab Terjadinya Konflik Horizontal di Kalimantan Barat”.
Sukma,Rizal.2005.“Ethnic Conflict In Indonesia: Causes And The Quest For Solution”. Snitwongse,Kusuma.Thompson,W Scott. “etnhic conflict in souteast Asia”. 2005 Institute of Southeast Asian Studies, Singapore
Tumanggor, Rusmin,et al. “ Dinamika Konflik Etnis dan Agama di Lima Wilayah Konflik Indonesia”. http://www.depsos.go.id/ Balitbang.