Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP 1ST1 'ADZAHA
PADA TAFSIRAL-FALAQ DAN AN-NASKARYA IBN QAYYIMAL-JAWZIYYAH
Oleh .................. ;" ..:: .....IRAMI FAJRlANINIM : 0034018972
JURUSAN TAFSIR HADISFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2006 M/l427 H
KONSEP ISTI'ADZAHPADA TAFSIRAL-FALAQ DAN AN-NASKARYA IBN QAYVIM AL-JAWZIYYAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Theology Islam
OlehIRAMI FAJRIANINIM : 0034018972
Pembimbing I
J'1..
• RO. Nu RofiahIP. 150 368 734
Di Bawah BimbinganPembimbing n
,.J
Drs. R. M. Suryadinata, M.Ag.NIP. 150 239 145
JURUSAN TAFSIR HADISFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2006 M /1427 H
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Koosep Isti'ildzab Pada Tafsir al-I<alaq an-NilsKaryll Ibn Qayyim al-Jawziyyah" telah diujikan dalam sidang munaqasyahFakultas Ushuluddin dan filsafat DIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14Maret 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar Smjana Program Strata 1 (S 1) pada jurusan Tafsir Hadis.
Jakarta, 17 Maret 2006
Dewan Sidang Mnnaqasyab
Ketua merangkap anggota,
Drs. M. Amin Nurdin, MANIP. 150232919
Anggota :
Sekretaris merangkap anggota,
Edwin Syarif, MANIP. 150 283 228
Eva Nugrata, MANIP. 150 289 433
1..
. II". Nu RofiahIP. 150 368 734
,.J
Drs. H. M. Suryadinata, M.AgNIP. 150239145
PEDOMAN TRANSLITERASI
= J = f
y b <J = q
C> = t .:.\ = k
Q = ts J
c. = j i = m
C h .) n
C kh ) W
.'l = d • h
.'l = dz ~
J = r '-? = y
J = Z
=Ulltuk Madd (palljallg) dan diftong:
if sIi = a panJang
J' sy
shi I pallJallg
cT'
~ dhii u pallJallg
.1 = th ,} = aw
Jb ' lzh )\ uw
<
t :,,\ = ay
t = gh ' \ Iy'-?
IUl..TA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim.
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah swt Yang telah
memberikan kekuatan, taujik, hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah
mengajarkan kepada ummat manusia mengenai kebaikan dan pemaknaan tentang
hakikat hidup dan semoga apa yang telah diajarkan kepada ummat manusia akan
tetap abadi sampai akhir zaman.
Tak lupa kepada semua pihak yang sangat membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
I. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra. MA., Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Bapak Dr. Amsal Bakhtiar, M A., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
3. Bapak Drs. Zachruddin AR, MSi., Ketua Jurusan Tafsir Hadits dan Bapak Drs.
Bustamin, MBA selaku Sekretmis Jurusan Tafsir Hadits Universitas Islam Negeri
Jakarta.
4. Bapak Drs. H.M Isa H.A Salam, MA., Selaku Pembimbing Akademik Tafsir
Hadits B angkatan tahun 2000 Universitas Islam Negeri Jakarta.
5. lbu Dr. Nur Rofiah dan Bapak Drs. H.M Suryadinata, M.Ag., Dosen pembimbing
skripsi, yang tak berhenti memberikan saran produktif dan kritik membangun
dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Perpustakaan Utama UlN, Perpustakaan Jurusan, Perputakaan lman Jama' dan
Perpustakaan Pribadi Kawanku, terima kasih buku-bukunya.
7. Ayahanda Basri Bayt dan lbunda tercinta Syarbaniar yang telah membesarkan,
mendidik, serta selalu sabar dalam perkembangan kehidupan penulis.
"rabhighfzrli waliwalidaya warhamhuma kama rabhayani shaghira ".
8. Kakak-kakakku yang selalu memberikan motivasi agar sabar dalam penyelesaian
skripsi ini, Rezi Zulia dan Heryanto S. S.1., Syahri Ramdhani dan Eva Nurhayana
Laila. Satu-satunya adik tersayang lntan Rizka Salaamah, kehadirannya begitu
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada Bapak H. A. Baidhowi dan lbu Hj. Ulwiyah beserta keluarga besarnya
yang senantiasa memberikan dan membantu dalam penyelesaian skripsi Illl,
sehingga penulis merasa menjadi orang yang beruntung. Alhamdulillah
10. Kepada sosok yang menyejukkan dan menyempurnakan, Muhammad Luthfi
Makki, "]()otsie-Wootsie ... "
II. Teman-teman Tafsir Hadits B angkatan 2000, "Keep Struggle .. " Haqi_Wiwi plus
calon baby, thanks a lot.
12. Teman-teman yang selalu ada, Elle_Subuki, Opiena Pw, Aya Andi, Rhmtvha,
Opan Juho-Githa, "Keep Survive I"
13. Teman-teman KMM RIAK dan KMF KALACITRA beserta keluarga besamya,
QhortDriver, Kentunk_Operator, K'Lubay selokan, Bang Lala 'Cemol'
J{iakKC, Muslim,_Riak, Iyan-Riak, C'qot_Riak and friends dan semuanya yang
tak bisa disebutkan satu persatu.
14. Kepada penghuni Pesanggrahan 25, Uwoh, Dede, Ebhoy, DiIla, Ting-ting, Hanina
Kulem, Rengga, dan kawan-kawan, thanhjor the place.
15. Kepada bang Ojek '771e Great Master ofPesanggrahan " yang tdah meluangkan
waktunya.
Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, Jazakumullah ahsanaljaza'.
Ciputat, 04 Maret 2006
Penulis
DAFTARISI
l(ata Pengantar .
Daftal" lsi IV
RABI PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah .
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 8
D. Metodologi Penelitian 8
E. Sistematika Penulisan 10
BAB II BIOGRAFI IBN QAVVIM AL-JAUZIVVAH............................... 11
A. Latar Belakang Sosiallbn Qayyim al-Jauziyyah 11
B. Latar Belakang Akademis Ibn Qayyim al-Jauziyyah 14
C. Pandangan Ulama Terhadap Ibn Qayyim al-Jauziyyah 18
BAB HI TAFSIR IBN QAVVIM AL-JAUZIVVAH ATAS SURAT AL-
FALAQ DAN AN-NAS 21
A. Pengertian dan Urgensi Isti'ildzah 21
B. Isti'ildzah dalam al-Qur'an 29
C. Tafsir Ibn Qayyim al-Jauziyyah atas Ayat-Ayat Isti'ildzah........... 34
D. Konlekslualisasi Tafsir Ibn Qayyim AI-Jauziyyah Alas Sural
al-Falaq dan an-Nils 58
BAB IV PENUTUP 69
A. Kesimpulan 69
B. Saran-Saran 71
DAFTAR PUSTAKA
BAB!
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah swt menjelaskan dalam al-Qur'an tentang keberadaan manusia yang
meminta perlindungan kepada mahluk-Nya dan melarangnya karena hal itu tersebut
hanya akan membuat mahluk-mahluk yang dimintai pertolongan dan perlindungan
tersebut semakin sombong. Hal ini digambarkan Allah swt, dalam surat al-Jin ayat 6
yang berbunyi:
Artinya: "Bahwasanya ada beberapa orang laki-Iaki di antara manusia memintaperlindungan kepada beberapa laki-Iaki di antara jin, maka jin-jin itumenambah balo>; mereka dosa dan kesalahan." (QS. al-Jin [72] ayat 6)
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, ayat tersebut menuJ1iukkan kebiasaan
bangsa Arab di zaman Jahiliyah, yaitu ketika mereka hendak bepergian ke suatu
tempat atau ketika mereka berada pada saat senja hali di padang pasir, mereka
berkata, "Saya berlindung kepada leluhur tempat ini dari kejahatan kaumnya."
Kemudian mereka bennalam dengan aman dalam perlindungan hingga datang waktu
subuh.! Menurut al-Qur'an, mereka sesungguhnya meminta perlindungan dan
] Ibn al-Qayyim, al-Ta/sir al-Qayyim (Beirut: Dar a1-Fikr, 1988), h. 542
2
mengagungkanjinj'in2 Pengagungan dan pemintaan perlindungan terhadapjin hanya
akan membuat jin itu semakin congkak yakni jinj'in tersebut akan bersikap
melampaui batas.
Kalimat ar-rahqu (0'»1) dalam ayat tersebut mengandung arti dosa dan
tenggelam dalam haram. Permohonan perlindungan ini dapat menambah sikap jin-jin
untuk meleburkan diri dalam dosa yang diharamkan, yaitu sombong dan congkak
dengan menyangka telah menguasaijin dan manusia3
Sifat yang paling dasar pada manusia adalah membutuhkan perlindungan dari
ancaman kejahatan, baik kejahatan yang dilakukan olehjin maupun manusia, karena
rasa aman merupakan kebutuhan dasar manusia4 Fenomena yang terjadi di Indonesia
ketika masyarakat dihadapi dengan ujian kehidupan adalah mereka meminta
perlindungan kepada "orang pintar" seperti paranormal dan dukun. Di saat mereka
meminta perlindungan kepada orang pintar, maka yang dijadikan dasar
2 Jin menurut etimologi adalah menutupi, merahasiakan, menyembunyikan, atau melindungi.Para ahli bahasa Arab sepakat bahwa kata jin berasal dari bahasa Arab, terlebih lagi banyak sekaliperkataan Arab yang digubah dari akar kata yang sarna yaitu Janna; misalnya kata kelja janna yangartinya menutupi atau menaungi, lihat (QS. AI-An'am [6]:76). Sedangkan secara terminologi, jinadalah mahluk halus yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra. Mahluk ini diciptakan dari api danfungsinya adalah merangsang keinginan nafsu rendah. Adapun persamaan antara jin dengan selan,sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah swt dalam al-Quran surat al-'Araf ayat 12 yangberbunyi: uj). u. 4:;;h:,)J u.~ 4L y-"- \]1 JU artinya: "Aku/ebih baik daripada dia; E"ngkau ciplakanaku dari api, Engkau menciplakan dia dari lanah". Lihat: Maulana Muhammad Ali, Is/amo/agi ; Dinu/Is/am (Jakarta: Darnl Kutub Islamiyyab, 1996), eel. ke-5 h. 222, lihat juga: M. Dawam Rahardjo,Ensik/opedi a/-Qural1 ; Tqfsir Sosia/ Berdasarkal1 KOJlsep-Konsep KUl1ci (Jakarta: Paramadina, 1996)eel. Ke-l, h. 285-286.
3 Ibn al-Qayyim, al-Tajsir a/-Qayyim, h. 542.
4 Achmad Turam, Kial Menghindari Kejahalan (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Vtama,1995), h.xi
3
perlindungannya adalah perlindungan kepada jin-jin dan selan-selan, sehingga
banyak masyarakat di Indonesia yang terjerat kepada ke-musyrik-an.
Semakin marak penayangan di media televisi tentang manusJa yang
berlindung kepadajin:jin dan selan, yang menjanjikan akan kelezatan semata yaitu
kelezatan duniawi dan mereka melupakan kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat.
Sebagaimana yang ditayangkan di sebuah televisi swasta, diceritakan bahwa seorang
pejabat ketika sedang duduk di kursi jabatannya yang "basah", lalu dia pergi ke
"orang pintar" untuk minta dibekaJi sebuahjimal. Hal ini digunakan agar dia terbebas
dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maka poJa pikir hedonisme
dan malerialisme telah menjadikan masyarakat Indonesia terjerat dalam korupsi,
sehingga korupsi telah membudaya dan memasyarakat di Indonesia5
Kejahatan merupakan sumber dari perbuatan dosa dan kemaksiatan yang
diJakukan manusia. Hal ini terjadi karena manusia mendapat bisikan-bisikan
kejahatan yang masuk ke dalam jiwanya, di mana jiwa manusia tersebut larut dalam
bisikan-bisikan kejahatan sehingga manusia melakukan perbuatan dosa dan
kemaksiatan. Dengan kata lain, bahwasannya kejahatan manusia akan menjadi
sumber hukum ketika manusia tersebut berada di dunia maupun di akhirat.
Kejahalan yang dilakukan oleh jin kepada manusia adalah melalui bisikan-
bisikan alau rasa was-was ke dalam hali manusia, hal tersebut tidak termasuk kepada
5 Dadan Suherlan, "Jimal: Upaya Merusak Tauhid," "'like! diakses tanggal 12 Oktober 2005,dari http://www.webmaster.islam.edu:33/jimat/pengrusakantauhid/index.htm
4
kejahatan yang bersifat taklr! (pembebanan)6 Karena jin hanya membujuk dan
merayu manusia untuk berbuat dosa dan kemaksiatan, sehingga al-Qur'an pun
sebagai petunjuk bal," manusia tidak memerintahkan untuk menghentikannya.
Namun, al-Qur'an menyuruh manusia untuk berlindung dari bisikan-bisikan atau rasa
was-was tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surat al-Mu'minfin ayat
97-98 yang berbunyi:
J __ '" J
~(.~ II ~I~ .x ~ ~;I y~ YJ('\v-'\/\:[n] 0yjll)
Artinya: "Dan katakanlah "Ya Tuhanku aku berlindung kepada engkau dari bisikanbisikan syaithan." Dan aIm berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhankudan kedatangan mereka kepadaku"(Qs. AI-Mu'minun [23]:97-98).
Ayat di atas adalah isyarat kepada manusJa untuk selalu meminta
perlindungan dari kejahatan syaithan7 dengan sungguh-sungguh dan penuh
keyakinan, karena sesungguhnya syaithan itu tidak mendatangkan manfaat dan tidak
pula mengajak manusia untuk berbuat kebaikan8 Berdasarkan ayat tersebut,
permintaan perlindungan kepada Allah tersebut adalah dan kejahatan ,\yaithan yang
berupa bisikan-bisikan dan dari kehadiran mereka yang sangat jahat, karena mereka
" Ibn al-Qayyim, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 600
7 Syaithdn berasal dari bahasa Hebrew, yaitu pribadi yang tugasnya melancarkan tipu daya.Diungkapkan di dalam al-Qur'an sebagai "musuh". Semula ia termasuk kepada golongan malaikat,tetapi ia adalah satu-satunya mahluk Allah yang tidak mau bersujud menghormat kepada Adam ketikaAllah memerintahkan seluruh hamba-Nya. Cyril G1asse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), telj. GhufTon A.Mas'adi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), cet. ke-3, h.144
S Abil al-Fida' al-Hafidz Ibn Katsif ad-Damasqi, Tajsir ai-QuI' 'an al- 'Azhim (Beirilt: Dar alFikr, 1997) Juz 3, h. 268, selanjutnya disebut dengan Ibn Katsir.
5
selalu akan mengajak manusia kepada kekufuran kepada Allah yang berdampak pada
terjerumusnya manusia ke dalam siksa Allah.
Oleh karena itu, dalam upaya menghindari kejahatan setan yang tidak
mendatangkan manfaat dan tidak pula mengajak kepada kebaikan, Nabi saw
menganjurkan kepada umatnya untuk selalu mengueapkan kalimat isti 'ddzah9
Setan dapat diumpamakan dengan "anjing liar" yang selalu mengganggu
orang yang melaluinya. Sementara tempat berlindung dari anjing tersebut juga dapat
diumpal11akan dengan "persinggahan l11ilik seorang pel11besar". Persinggahan itu
tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang, kecuali oleh para hamba yang hatinya
dipenuhi dengan lIla'ri[at dan keikhlasan. Setiap orang yang berhasil memasukinya
niscaya akan selamat dari kejaran anjing tersebut. Jikalau ingin selamat dari kejaran
anjing tersebut, l11aka seseorang harns berlindung di persinggahan tersebut dengan
l11el11inta izin terlebih dahulu kepada pel11iliknya. 10
Menurnt hemat penulis, agar terlindung dan terjaga dari gangguan setan,
manusia harns senantiasa memohon perlindungan kepada Allah swt dan tidak
9 Isli'ddzah secara etimologi adalah 'ddza yang artinya terlindung, teJjaga dan selamal.Hakikat makna 'ddza adalah lari dari scsuatu yang ditakuti menuju scsuatu yang dapat melindunginya.Oleh karena itu, sesuatu yang memherikan perlindungan dalam bahasa Arab sering disebut denganma'ddzan, atau biasa disebut dengan wazaran atau malzdn. Liha!: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Tqfsiral-Qayyim, h. 538. Adapun bacaan isli'ddzah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, hal ini dikutipdari sabda Nabi saw yang berbunyi: "sungguh kelika kami meminla perfindllngan kepada Rasululfah,kemudian belialf berkala: "..:w 3 ~3 oj4A LJ.o <,*)1 u~1 LJ.o r;W1 ~I .&4 ~"el" (aku berlindungdengan nama Allah yaug Maha Mendengar lagi Maha Mengelahui dari syailhct/1 yang lerkuluk daribisikannya, kesombongannya dan keblfrlfkannya). Lihat: Ibn Kats!r, Tajsir al-Quran al- 'Azhim, Juz 3h. 268
10 Ahdul Husain Dasteqhib, Isli'ddzah; Kila-kial iVlenghindari Godaan Selan (Jakarta: alHuda, 2002), h. 32-33
6
berharap mampu menghadapi gangguan setan tanpa bantuan-Nya, disertai
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Keistimewaan konsep Ibn Qayyim al-
Jawziyyah tentang isti'ddzah, yaitu berupa ungkapan permintaan perlindungan
kepada Allah menggunakan kalimat ar-Rabb, ai-Malik, dan al-Ilah, di mana kalimat
ar-RaM di sini mengandung arti "Pemelihara", yang Dia sifatkan bagi diri-Nya
sangat sesuai dengan permohonan dan perlindungan yang dibutuhkan manusia. Untuk
itu, perlu adanya kontekstualisasi isti'ddzah dalam kehidupan saat ini merujuk kepada
kehidupan pra modern guna menguji apakah isti'ddzah di sini masih bisa digunakan
dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai ulama yang sangat diakui, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah
merupakan sosok intelektual yang sangat vokal, gamblang penjelasannya, sangat luas
pengetahuannya yang meliputi hukum Islam, tafsir, hadis, ilmu alat (nahwu) dan
ushul fiqh. Para ulama mengakui kualitas Ibn al-Qayyim dalam ilmu pengetahuan dan
agama. Sebagaimana yang dikatakan al-Qiidhi al-'Alliimah Muhammad ibn 'Ali as-
Syaukani yang berkata:
"Ibn Qayyim al-Jawziyyah adalah figur yang selalu terkendalidengan dalil-dalil yang shahih, selalu mengerjakannya tanpa berpegangandengan dalil-dalil yang belum jelas kebenarannya, selalu menegakkankebenaran dan tidak mau bertoleransi dengan seseorang dalamkebathilan." II
Menurut guru besar ilmu hadis Universitas al-Azhiir, Kamal'Ali al-Jamiil, Ibn
Qayyim al-Jawziyyah adalah seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada al-
II Ainul Haris Urnar Arifin Thayib, Me/lIl11pllhkon Senjoto Syeton (Jakarta: DarulFalah, 1998), h. xxix
7
Qur'an dan al-Hadis serta anti laqlidbuta. 12 Sifat dan sikap Ibn Qayyim al-Jawziyyah
tersebut tidak berbeda dengan sifat dan sikap gurunya, Ibn Taimiyyah, karena Ibn
Taimiyyah adalah guru Ibn Qayyim al-Jawziyyah yang memiliki pengaruh terbesar
dibandingkan dengan guru-gurunya yang lain.
Berpijak pada latar belakang di atas, maka penulis tertarik menulis skripsi
dengan judul: "Konsep Isti'fIdzalt pada Tafsir al-Falaq dan an-Nas Karya Ibn
Qayyim AI-.Jawziyyah."
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Ayat-ayat tentang isli'ddzah (pennohonan perlindungan) banyak tersebut
dalam al-Qur'an. Di antaranya adalah sebagai berikut: al-Mukminun [23]: ayat 97-98;
an-Nahl [16] ayat 98, al-Falaq ayat 1-5, dan surat an-Nas ayat 1-6. Demi terfokusnya
pembahasan skripsi ini, penulis membatasi pada dua surat dari surat-surat yang
disebutkan di atas, yaitu surat al-Falaq ayat 1-5 dan an-Nas ayat 1-6. Alasan dari
pemilihan ini karena secara tekstual ayat-ayat tersebut sangat jelas membicarakan
mengenai iSli'ddzah. Selmn itu, dua surat tersebut (surat al-Falaq dan surat an-Nas)
mencakup tiga hal mendasar mengenai perlindungan, yaitu perlindungan itu sendiri,
sesuatu yang dimintai perlindungan, dan sesuatu yang dimintakan perlindungan
darinya.
12 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Memelik Man/aal ai-QuI' 'an, teIj. Mahrus Ali (Jakarta: CendikiaSentra Muslim, 2000), h.xxiv.
8
Dari Judul: "Konsep lsti'i'tdzah pada Tafsir al-Falaq dan an-Nils Karya
Ibn Qayyim AI-Jawziyyah." dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana konsep lsti 'ddzah dalam tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengenai surat
al-Falaq dan an-Nas?
C. Tujuan Penelitian
Ada dua hal yang menjadi tujuan penulis berkaitan dengan penelitian ini.
Pertama, penulis ingin memberikan sumbangsih bagi kajian Islam terutama dalam
bidang tafsir. Kedua, memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar SaIjana
Theologi Islam (S.Th. I) program Strata Satu (S 1) darijurusan Tafsir-Hadis Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan metode kepustakaan (Library Research), yaitu mengumpulkan
data dari literatur utama (data primer) yakni tafsir al-Qayyim karya Ibn
Qayyim al-Jawziyyah yang diterbitkan di Beirut oleh Dar al-Fikr pada tahun
1988, dan literatur yang reievan (data sekunder) seperti buku-buku, makalah,
majalah atau tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok permasalahan
dalam penulisan skripsi ini sebagai bahan pelengkap.
9
2. Metode Pembahasan
Metode pembahasan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan
"DeskriptifAnalitis" yaitu menjelaskan secara rinci mengenai pennasalahan
yang dikaji, kemudian dilakukan analisa atas data yang telah berhasil
dikumpulan mengenai pennasalahan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat dua
cara untuk membahas pennasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, yaitu
pertama, penulis mengumpulkan semua ayat tentang lsti 'adzah, dengan
mencoba mengkaji kemudian menggambarkan keadaan obyek yang akan
diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik data primer maupun
data sekunder). Kedua, menganalisa pentingnya lsti 'adzah dalam kehidupan
yang kemudian merujuk kepada Tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah secara
proporsional dan komprehensif, sehingga akan memberikan jawaban
persoalan yang berhubungan dengan pokok masalahnya dan akan
menghasilkan pengetahuan yang valid.
3. Teknik Penulisan
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku "Teknik Penulisan Makalah
dan Skripsi" dalam lampiran 2 Pedoman Akademik Pakultas Ushuluddin dan
Pi/sajat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004/2005. Khusus untuk
transliterasi, skripsi ini menggunakan pedoman transliterasi Arab-Latin, SK
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158 tahun 1987.
10
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri atas lima bab yang penulisannya disusun dengan sistematika
sebagai berikut:
Bab I Merupakan Bab Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Merupakan Bab Mengenal Sosok Ibn Qayyim al-Jawziyyah sebagai
mufassir dengan sub bab; latar belakang sosial Ibn Qayyim al-Jawziyyah, latar
belakang akademis Ibn Qayyim al-Jawziyyah, dan Pandangan para ulama terhadap
Ibn Qayyim al-Jawziyyah.
Bab III Merupakan Bab tentang tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah atas Surat
al-Falaq dan an-Nas dengan sub bab; Pengertian dan urgensi lsti'ddzah, lsti'ddzah
dalam aI-Qur'an, tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengenai surat al-Falaq dan an
Nas, dan Kontekstualisasi tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah atas Surat al-Falaq dan an
Nas.
Bab IV Merupakan Bab Kesimpulan yang menjadi jawaban atas pokok
permasalahan.
BABn
BIOGRAFI ffiN QAYYIM AL-JAWZIYYAll
A. Latar Belakang Sosial Ibn Qayyim al-Jawziyyah
Nama asli Ibn Qayyim al-Jawziyyah adalah Muhammad ibn Abu Bakr ibn
Ayyub ibn Sa'd ibn Jarir az-Zar'i ad-Dimasyqi aI-Hambali. Nama laqabnya adalah
Syams ad-Din. Nama kunyahnya adalah Abu 'Abd Allah. Namun, ia lebih dikenal
dengan sebutan Ibn Qayyim aI-Jauziyah, sebab ayahnya adalah seorang ulama besar
dan kurator (qayyim) di sekolah al-Jawziyyah.!
Ibn Qayyim aI-Jawziyyah lahir pada 7 Shafar 691 Hl1292 M. Mayoritas
ulama mengatakan bahwa ia dilahirkan di kota Damaskus Syria. Namun, ada juga
yang mengatakan bahwa ia dilahirkan di desa Zar'i Hauran yang terletak di sebelah
timur kota Damaskus, kemudian keluarganya pindah ke kota Damaskus. Ibn Qayyim
al-Jawziyyah berasal dari kalangan terhonnat dan tumbuh dalam lingkungan keluarga
yang taat berilmu. Ayahnya selain sebagai seorang pendidik juga dikenal sebagai
seorang ulama fiqh Hanbali yang ahli dalam bidang fara'idh. Ibn Qayyim al-
Jawziyyah memulai peIjalanan intelektual dari ayahnya2 Ibn Qayyim aI-Jawziyyah
1 Manshur 'Abd ar-Ritziq dan Kamal' Ali al-Jamill, "Perkena/an dengan Ibn Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," dalam Manshur 'Abd ar-Ritziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal,"Perkena/an dengan Ibn Qayyim al-Jawziyyah: Sang Imam Yang Agung," terj. Mahrus Ali (Jakarta:Cendikia Sentra Muslim, 2000), h. xix dan Abdul Aziz Dahlan, (ed.), Ensik/opedi Is/am (Jakarta: PT.lehtiar Baru Van Hoeve, 1994), eel. Ke-3, h. 164
2 Muhammad ai-Anwar as-Sanhuti, Ibnu Qayyim Berbicara Ten/ang Tuhan (Jakarta:Mustaqim, 2001), h. 21
12
wafat pada malam kamis 13 rajab 751 H/1350 M pada saat adzan Isya di kota
Damaskus. Kemudian jenazahnya dimakamkan di pemakaman al-Bab ash-Shaghir
yang merupakan pemakaman keluarganya. Jenazah Ibn Qayyim al-Jawziyyah
dimakamkan di samping makam orang tuanya yang juga dimakamkan di tempat itu3
Berdasarkan periodisasi sejarah Islam, Ibn Qayyim al-Jauziyah hidup pada
abad pertengahan (1250-1800 M), tepatnya ketika dinasti Mamluk (1250-1517 M)
berkuasa di Mesir dan Syria, yaitu pada masa pemerintahan Shaliih ad-Din Khalil
(1290-1294 M) hingga masa Niishir ad-Din ai-Hasan (1347-1351 M). Pada periode
tersebut, secara umum umat Islam sedang mengalami l11asa kel11unduran, baik dalal11
bidang politik maupun sosial keagal11aan4
Ibn Qayyim al-Jawziyyah l11erupakan salah satu tokoh fiqh dalal11 l11azhab
Hanbali, ia menguasai ilmu tafsir, ushitl aI-din, fladits, jiqh, istinMth, ushUl jiqh,
bahasa Arab, ill11u kalam, dan ill11u tasawuf. Menurut az-Zahabi, ibn Qayyil11 al-
Jawziyyah sangat concern dengan masalah hadis, baik dari segi matn (isi) l11aupun
rijal (pel11bawanya)5
3 As-Sanhuti, Ibnu Qayyim Berbicara Tenlang li,han, h.17; Abil Falah 'Abd al-Hayy ibnAhmad ibn Muhammad ibn al-'Imad al-llanbal1, Syadzaral adz-Dzahab fi Akhydr man Dzahab(Beirut: Dar al-Kutub al-'I1miyyah, tth.), jilid 3, Juz 6, h.180; Abil al-Fida' al-Hiifidz ibn Katslr adDimasyql, aI-Bidayah wa an-Nihayah (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 1987), jilid 7, juz ]4, h. 246
4 Harun Nasution, Islam Dilinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985), jilid I, h.79
5 Muhammad Hamid al-Faqi, "Kata Pengantar," dalam Ibn Qayyim al-Jawziyyah,Melumpuhkall Sell/ala Syelall, terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib (Jakarta: Darul Falah, 1998), h.xxviii
13
Ibn Qayyim al-Jawziyyah sebagai salah satu tokoh mazhab Hanbali juga
mengalami berbagai cobaan yang berupa siksaan dari penguasa pada zamannya,
sebagaimana yang menimpa Ahmad ibn Hanbal dan ibn Taymiyyah. Ia pemah
ditahan bersama ibn Taymiyyah hanya karena melarang seseorang menggunakan
kendaraan untuk bepergian jauh untuk berziarah. la ditangkap, disiksa, kemudian
disuruh berkeliling ke seluruh kampung dan dipukuli di atas ontanya.6
Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam beberapa karya tulisnya banyak mengkritik
konsep-konsep tasawuf dan praktek-praktek bid'ah yang dilakukan pada masanya.
Dalam kitabnya yang sangat terkenal Madtirij as-Stilikfn yang merupakan syarah dari
Kitab Mantizil as-Sti'irfn karangan Abu Isma'il al-Harawi, Ibn Qayyim al-Jawziyyah
banyak mengkritik konsep-konsep tasawufyang telah dikemukakan oleh AbU Isma'il
al-Harawi dan berusaha untuk meluruskannya. Sebagian besar hidup Ibn Qayyim al-
Jawziyyah dihabiskan untuk meluruskan berbagai penyimpangan pemikiran ahli
kalam, kaum sufi, tukang ramal, para filosof, dan berbagai bid'ah yang berkembang
di masyarakatnya. Karya-karya tulis Ibn Qayyim al-Jawziyyah merupakan respon
kritik terhadap perkembangan pemikiran pada masanya. Di sana juga terlihat jelas
betapa besar perhatian Ibn Qayyim al-Jawziyyah terhadap kemashlahatan umat7
6 Manshur 'Abd ra-Raziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal, "Perkenalan dengan Ibn Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," dalam Mansln}r 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal,"Perkenalan dengan Ibn Qayyim al-Jawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxv
7 Abdul Aziz Dahlan, (ed.), Ensiklopedi Islam, h. 164
14
B. Latar Belakang Akademis Ibn Qayyim al-Jawziyyah
Ibn Qayyim al-Jawziyyah ada1ah seorang yang ahli dalam meneliti ilmu dan
selalu ingin mengkajinya. la senang mengambil segala bidang ilmu pengetahuan dan
tekun mendalami segala macam cabangnya, yang mana pada saat itu telah menyebar
di negara-negara Mesir dan Syam. Ibn Qayyim al-Jawziyyah berguru kepada asy-
Syihiib an-Nabulsi al-' Abir, Abu Bakr ibn ad-Dayim, al-Qadhi Taqiyy ad-Din
Salman, '!sa al-Muth'im, Fiithimah bint Jawhar, Abu Nasr Muhammad ibn 'Imiid ad-
Din asy-Syairazi, ibn Maktflm, al-Baha' ibn 'Asiikir, al-Qiidhi Badr ad-Din ibn
Jama'ah, dan lainnya. 8 Namun di antara mereka, Ibn Taymiyyah adalah gurunya yang
paling berpengaruh baginya dan mengikuti jalannya. Ajaran Ibn Taymiyyah tersebar
melalui pemikiran dan tulisan Ibn Qayyim al-Jawziyyah yang diterima di kalangan
pembaca. Walau dell1ikian, Ibn Qayyim al-Jawziyyah sering berbeda pendapat
dengan gurunya, terutall1a apabila Ibn Qayyim al-Jawziyyah melihat sisi lain
kebenaran dan mell1iliki dalil yang lebih jelas serta dijadikan pegangan untuk
memperlihatkan kebenaran.
Ibn Qayyim al-Jawziyyah mell1pelajari bahasa Arab kepada Abu al-Fath al-
Ba'!i, kell1udian mempelajari al-mulakhkhash kepada Abu al-Baqii'. Setelah itu, ia
belajar kitab Aljiyyah kepada Ibn Miilik. Ibn Qayyim al-Jawziyyah juga sering
membaca kitab al-Kiifiyah asy-Syiifiyah, yang sebagiannya berbentuk kitab tashfl.
Kemudian, ia belajar kepada Syaikh Majd ad-Din at-Tunisi mengenai sebagian kitab
& Manshur 'Abd ar-Rilzjq dan Kamal 'Ali al-JamiU, "Perkenalan dengan Ibn Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xiv
IS
al-muqarrah. Adapun di bidang fiqh, Ibn Qayyim al-Jawziyyah belajar dari beberapa
orang, di antaranya, Syaikh Isma'll ibn Muhammad al-Hardini. Kemudian, ia belajar
Mukhtashar al-Kharqi kepada Ibn Qudamah. Ia juga mempelajari ilmu Jara'idh,
pertama kali kepada ayahnya, kemudian kepada Isma'il ibn Muhammad. Setelah itu,
ia membaca kitab ar-Raudhah di hadapan gurunya, Ibn Qudamah. Ia mempelajari
ilmu ushill kepada Syaikh Syafiyy ad-Din ai-Hindi. Guru-gurunya yang lain adalah
'Ala ad-Din al-Kindi, Muhammad ibn Abi al-Fath, Ayyub ibn Kamal, AbU al-Fath al-
Ba'iabaki, Kamiil ad-Din az-Zamlakani, dan Ibn Muflih. Adapun guru utamanya yang
paling berpengaruh, Syaikh Taqiyy ad-Din ibn Taymiyyah, mengajarkan kepada Ibn
Qayyim al-Jawziyyah sebagian kitab al-mub.arrar, sebagian ilmu Jara 'idh, sebagian
kitab al-mahsill, serta kitab al-ab.kdm9
Ibnu Qayyim al-Jauziyah memiliki murid-murid dan sahabat-sahabat yang
terkemuka dalam bidang keilmuan, di antara mereka adalah: 10
a. AI-Hafizh Zain ad-Din Abu al-Faraj 'Abd ar-Rahman ibn Ahmad ibn Rajab
ai-Baghdadi ad-Dimasyqi al-Hanbali. Ia seorang ahli hadis, fiqh dan sejarah,
ia senantiasa mengikuti majlis ta'lim Ibn Qayyim al-Jawziyyah dan
mempelajari kitab-kitab karangannya, ia wafat pada tahun 795 H.
9 Manshlir 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'All al-Jamiil, "Perkenalan dengan Ibn Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xx
10 Manshiir 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'All ai-Jam iii, "PerkenalmJ dengau Ibn Qayyim alJawzi)0uh: Sang Imam Yang Agung," h. xxi
16
b. AI-Hafizh 'Imad ad-Din Abu al-Fida' Isma'll ibn 'Umar ibn Katslr al-
Bashrawl ad-Dimasyql asy-Syafi'l, Ia seorang ahli tafsir, hadis dan sejarah, ia
adalah orang yang paling bersahabat dengan Ibn Qayyim al-Jawziyyah, ia
wafat pada tahun 774 H.
c. AI-Hafizh Syams ad-Din AbU 'Abd Allah Muhammad ibn Ahmad ibn 'Abd al
Hadl ibn 'Abd ai-HamId ibn 'Abd al-Hadl ibn Yusuf ibn Muhammad ibn
Qudamah al-Maqdisl al-Jama'il1 ash-Shalahl, ia seorang ahli fiqh dan hadis, ia
wafat pada tahun 774 H.
d. AI-Hafidz Syams ad-Din Abu 'Abd Allah Muhammad ibn 'Abd ai-Qadir ibn
MuhYi ad-Din 'Utsman ibn 'Abd ar-Rahman an-Nabitisl. Ia wafat pada tahun
797 H.
e. Kedua anak Ibn Qayyim al-Jawziyyah, yakni Syaraf ad-Din 'Abd Allah. la
menggantikan ayahnya mengajar di sekolah ash-Shadariyah, ia wafat pada
tahun 756 H. Dan Burhan ad-Din Ibrahim, ia seorang ahli bahasa dan fiqh, ia
wafat pada tahun 767 H.
Imam asy-Syawkanl memberikan komentar mengenai metode penulisan gaya
Ibn Qayyim al-Jawziyyah bahwa dalam dunia tutis menulis, Ibn Qayyim al-
Jawziyyah memiliki teknik yang indah, gaya bahasanya mudah, sistematis, sehingga
orang yang membaca karyanya cenderung sekali ingin memahami maknanya. 11
11 Manshilr 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'Ali al-Jamiil, "Perkenalan dengan Ibn Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxix
]7
Para ulama berbeda-beda dalam menetapkan jumlah karya Ibn Qayyim al
Jawziyyah. Menurut Ibn Hajar al-'Asqalani, karya tulis Ibn Qayyim al-Jawziyyah
berjumlah 13 buah. As-Sakhiiwi menyebutkan jumlah karya Ibn Qayyim al
Jawziyyah sebanyak 50 lebih. Ash-Shafadi menyebutkan jumlahnya sebanyak ]9
buah. As-Suyilthi menyebutkan jumlahnya sebanyak ]4 buah. Asy-Syawkani
mengatakan jumlahnya ada ]6 buah. Ibn al-'Imild menyebutkan jumlahnya ada 46
buah. Bahkan menurut penelitian Bakr ibn'Abd Allah, jumlah karya Ibn Qayyim al
Jawziyyah mencapai 99 buah. 12
Karya-karya Ibn Qayyim al-Jawziyyah yang berhasil penulis temukan
judulnya, antara lain adalah: 13
]. at-Tat~ir al-Qayyim
2. At-TibyanfiAqsam al-Qur 'an.
3. AI-Manar al-Muniffi ash-Shahfh wa adh-Dha 'if
4. J'ldm al-Muwaqqi 'in 'an Rabb al- 'dlamfn
5. Zdd al-Ma 'Mfl Hadyi Khair al- 'IbM
6. Ighdtsah al-Lahfan min Maqa 'id asy-Syaithdn
7. Tuhfah al-Maudzidfi AfJ.kdm al-MauHid
8. ./ald' al-Afhdmfi Dzikr ash-Shaldh wa as-Saldm 'aId Khair al-Anam
9. Hddi al-ArwdfJ. ild Bilad al-Afi'afJ.
12 Muhammad Hamid al-Fagi, "Kata Pengantar," h. xxviii-xxix
13 Muhammad Hamid al-Fagi, "Kata Pengantar," h. xxix-xxxi
18
10. Ad-Da 'wa ad-Dawa'
II. Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin
12. Syifa' al- 'Ali!fi Masa 'il al-Qadhd wa al-Qadar wa al-Hikmah wa at-Ta 'li!
13. 'Uddah ash-Shdbirin wa Dzakhirah asy-Syakirin
14. Al-Fawa'id
15. Kasy(al-Ghithd' 'an Hukm Sima' al-Ghina'
16. Al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalam ath-Thayyib
17. Madarij as-Salikin baina Manazih lyyaka Na 'budu wa lyyaka Nasta 'in
18. M!fiah Dar as-Sa 'ddah wa Mansyitr Wilayah aM al- 'Um wa al-Iradah
19. Hidayah al-Hiyarifi Ajwibah al-Yahitdi wa an-Nashdra
20. Ar-Risalah at-Tabukiyah
21. Ar-Rith
22. Ijtima' al-Jayitsy al-lslamiyyah 'aid Ghazw al-Mu 'aththilah wa aI-Jam 'iyyah
C. Pandangan Ulama Terhadap Ibn Qayyim al-Jawziyyah
Para ulama menyatakan bahwa Ibn Qayyim al-Jawziyyah memihki sifat
wara' dan berhati-hati dalam perkara syubhat, apalagi perkara haram, dan Ibn
Qayyim al-Jawziyyah memiliki ihnu pengetahuan yang luas. Nu'man al-alus1 al
baghdiid1 dalam kitabnya Jala al-'ainain, menyatakan bahwa Ibn Qayyim al
Jawziyyah adalah seorang pakar di bidang fiqh, tafsir, nahwu, dan ilmu ushul.
Adapun tentang ketekunannya dalam beribadah dan sikap wara 'nya, maka al-Qadhi
Burhan ai-Din az-Zar'1 menyatakan bahwa Ibn Qayyim al-Jawziyyah melakukan haji
19
beberapa kali, lalu tinggal di dekat Ka'bah, dan penduduk Mekkah menyebut Ibn
Qayyim al-Jawziyyah sebagai figur yang sangat tekun dalam beribadah dan banyak
melakukan aktivitas tasawuf. 1,1
AI-Hafizh Ibn Hajar al-'asqalani mengatakan bahwa Ibn Qayyim al-
Jawziyyah adalah orang yang mempunyai keberanian yang tinggi, ilmunya luas, dan
mengetahui perbedaan pendapat serta mazhab ulama sala/5
AI-Hafizh ibn al-Katsir mengatakan bahwa Ibn Qayyim al-Jawziyyah sangat
cinta ilmu, selalu belajar di waktu siang dan malam, selalu melaksanakan shalat,
membaca al-Qur'an, baik budinya dan senang kepada sesama, tidak pernah hasud
atau dengki. Ibn Katsir menyatakan bahwa ia sendiri tidak pernah mengetahui ada
orang lain yang tekun dalam beribadah melebihi Ibn Qayyim al-Jawziyyah pada masa
itu. Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengerjakan shalat dengan panjang. Apabila Ibn
Qayyim al-Jawziyyah mengerjakan shalat subuh, ia tidak beranjak dari tempatnya
sampai l11asuk waktu dhuhd' untuk berzikir kepada Allah. 16
Burhiln ad-din az-zar'i l11enyebutkan tentang ilmu Ibn Qayyil11 al-Jawziyyah
bahwa tak ada orang lain di bawah langit yang l11emiliki ilmu yang luas seperti Ibn
Qayyim al-Jawziyyah. Ibn Qayyim al-Jawziyyah belajar di ash-Shadriyyah, menulis
14 Manshfir 'Abd ar-Raziq dan Kamal' Ali ai-Jamal, "Perkena/an dengan Ibn Qayyim a/Jawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxvii
15 Manshur 'Abd ar-Raziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal, "Perkena/an dengan Ibn Qayyim a/Jawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxv
16 Manshur 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal, "Perkena/an dengan Ibn QaJry'im a/Jawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxvii
20
beberapa kitab yang tidak terhitung jumlahnya, menyusun dan mempelajarinya, serta
menyimpannya sebagai kitab referensi, dan Ibn Qayyim al-Jawziyyah memiliki kitab-
kitab yang tidak dimiliki oleh orang lain. 17
17 Manshiir 'Abd ar-Riiziq dan Kamal 'Ali ai-Jamal, "Perkenalan dengan JIm Qayyim alJawziyyah: Sang Imam Yang Agung," h. xxvi
BABIU
TAFSIR mN QAVYIM AL-JAWZIVYAH
ATAS SURAT AL-FALAQ DAN AN-NAS
A. Pengertian dan Urgensi lsti'iidzalt
I. Pengertian Isti 'ddzah dari Segi Bahasa
Isti'ddzah secara bahasa berasal dari kata kerja ista 'adza (~I), wazan
~I tennasuk kepada tsuldtsi mazid (tiga asal kata yang mendapat tambahan
yaitu huruf"alif', "sin", dan "ta"). Setiap kata yang mendapatkan huruftambahan
tersebut menunjukkan kepada permintaan. Adapun asal kata istiddz (~L.:i.u,I) adalah
'ddz (~\.c.). Dalam kitab Lisdn al- 'Arab dijelaskan bahwa ada yang menyebutkan
kata tersebut dengan berbagai bentuk, seperti Awdzd, Iyddz, Yaudz, ddz dan
Muddz yang berarti: berlindung, berdamping dan berpegang.!
Isti'ddzah disebut juga Qa'ddzu Allah (Jill ~W), yang bermti: "Aku
berlindung kepada Allah." Perkataan ini sama artinya dengan kata-kata
Ma 'ddzatu Allah (Jill ,~ko) dan Ma 'ddzatu wajh Allah (Jill '4-..9 ,~ko) serta Ma'ddzu
wajh Allah (Jill '4-..9 ~ko). Isti'ddzah terkadang juga disebut dengan kata-kata
A 'zidzu bi Allah minka (elli.. Jil~ ~..9""i) dengan dimasukkan huruf jar "bi" pada
laJazh af.:ialalah yang mempunyai arti: "Aku berlindung kepada Allah daripada
1 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Taj'ir fhnll Qayyim: Tafsir Ayat-ayat Pilihan, teIj. KathurSuhardi (Jakarta: Darnl Falah, 2000), h. 653, lihat pula: Ar-Raghib al-AshfahanJ, Mit 'jam MlifradtitA[ftizh ai-QuI' 'tin (Bairiit: Dar al-Fikr, tth.), h. 365
22
engkau", rangkaian kata ini mempunyai arti sarna dengan rangkai kata Mu'ddzatu
bi Allah minka (<ili...ili~ ooL...o) dan Ta 'wfdzu bi Aldhi minka (<ili...ili~ ~yU).2
Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan hakikat makna ddza (ll<:.)
adalah Ian dari sesuatu yang ditakuti menuju sesuatu yang dapat melindunginya
dari yang ditakuti tersebut. Sedangkan kalimat a 'udzu (o.JCl) mengandung arti
bahwa aku berlindung, aku berpegang kepada dan aim meminta penjagaan3
Ada dua makna yang merupakan makna asli dari kalimat tersebut:
Pertama, diambil dari kalimat as-satru (y..;JI) yang mengandung arti tertutup. Hal
ini didasari dengan pernyataan orang-orang Arab zaman dahulu, yakni apabila ada
sebuah rumah yang terletak di bawah pohon rindang yang menutupinya, maka
mereka mengungkapkannya dengan kalimat 'uwwddz dengan men-dhomah-kan
huruf 'ain dan men-tasydid-kan huruf wau atau mem:fathah-kannya. Seakan-akan
rumah tersebut menjadikan pohon sebagai penutupnya. Seseorang yang meminta
perlindungan juga seakan-akan menjadikan yang memberikan perlindungan
kepadanya sebagai penghalang dari musuhnya. Juga menjadikan dirinya sehingga
tidak tampak oleh sang musuh4
Kedua, diambil dari kalimat luzumi al-mujawdrah (0..JJt.;...]1 ~.,,)) yang
berarti selalu berdekatan. Kalimat tersebut diambil dari pernyataan orang-orang
2 Arifin Omar, Rahsia di Sebalik Surah at-Fataq (Malaysia: Cahaya Pantai, 1994), h. IS
3 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h. 538
4 Ali Umar al-Habsyi, Benarkah Nabi Muhammad saw Pernah Tersihir? (Jakarta: PustakaZahara, 2003), eet. Ke-l, h. 85-86
23
Arab yang mengatakan 'uwwddz untuk daging yang menempel pada tulang,
karena daging tersebut terlihat berpegangan pada tulang. Begitu pula seseorang
yang meminta perlindungan. Maka ia akan menggantungkan keselamatannya dan
tidak mau berpisah dari yang melindunginya. Ia akan selalu berada di dekatnya
dan tidak mau berpisah dari sang pelindung, bagaikan daging yang menempeI
pada tulang5
Dengan kata lain, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengatakan bahwa
lsti'ddzah yakni meminta perlindungan. Argumentasi yang dikemukakan oIeh Ibn
Qayyim al-Jawziyyah adalah bahwa seseorang yang meminta perlindungan akan
menjadikan sesuatu yang melindunginya sebagai sesuatu yang menghaIanginya
dari sesuatu yang ditakuti olch dirinya, dan ia juga akan bergantung kepada sang
pelindung, seperti seorang anak yang akan selalu mendekati bapaknya jika ada
orang yang memusuhinya dengan mengacungkan pedang serta dcngan maksud
yang tidak baik. Sang bapak akan memberinya jalan agar sang anak terhindar dari
musuh, si anak akan menyerahkan urusan keselamatannya kepada ayahnya.
Begitulah seseorang yang meminta perliudungan dari sesuatu yang
membinasakannya kepada Allah, ia akan berlari kepadanya. Ia menyerahkan
dirinya secara total dan menggantungkan keselamatannya hanya pada Allah6
; Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Taj.ir at-Qayyim, h. 538
6 Ibn Qayyim aI-Jawziyyah, at-Tcifsir at-Qayyim, h. 539
24
2. Pengertian lsti 'iidzah dari Segi Terminologi
Adapun lsti'iidzah secara tenninologi adalah orang yang berlindung
(lsli 'iidzah) kepada Allah dan bergantung di sisi-Nya dari segala bentuk
kejahatan. Ber-lsli'iidzah (memohon perlindungan kepada Allah) sebelum
melakukan ibadah ritual atau sosial sangatlah dianjurkan. Serta memohon
perlindungan dari segenap godaan setan yang terkutuk, sekaligus dimaksudkan
agar Allah swt berkenan menerima ibadah yang dilakukan. Menb'Ucapkan
lsli'iidzah seperti dalam shalat dengan suara pelan (ik/fii ') dapat terhindar dari
pengaruh setan7
Menurut Syaikh aI-Islam Ibn Taimiyah dalam kitabnya Majmual ar-Rasiiil
Ii ibn Taimiyah, lsti'iidzah adalah memohon perlindungan kepada Allah dari
perkara al-Waswas, yang merupakan pangkal dari kekufuran, kefasikan,
kemaksiatan dan selwuh kejahatan. Ketika manusia mampu l11enahan diri dari
kejahatannya, niscaya ia akan terjaga dari siksa Jahanal11, siksa kubur, fitnah
hidup dan mati, fitnah al-masi!J. ad-deyjal, karena hal itu sel11ua berswnber dari
. I • 8pmtu a -waswas.
Penilaian yang serupa juga diutarakan oleh Bey Arifin, pengarang tafsir
Samudra al-Fatihah, LI'ti 'adzah adalah l11el11inta perlindungan kepada Allah dari
bahaya kepercayaan (i'tiqad), bahaya yang til11bul dari gerak-gerik l11anusia di
7 Muhammad Najib, "Isti'iidzah", Republika, 31 Januari 2003, h. 5
8 Ibnu Taimiyah, Risalah Ibnu Taimiyah Tentang TaJsir al-Qnran, terj. Drs. As'ad Yasinet.al, (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1996), h. 113
25
kehidupannya yang merusak agama dan bahaya penyakit yang ada pada badan
. 9manUSIa.
3. UrgensiIsti'ddzah
Segala kebaikan dan kemudahan adalah menjadi idaman setiap manusia
untuk mendapatkannya, ketika segala keburukan dan kejahatan menjadi perkara
yang ingin dihindari oleh setiap manusia. Oleh sebab itu, kata-kata a 'zidzu bi
Allah (.ili4 o§-I) akan menolak segala keburukan baik rohani maupun jasmani.
Dengan kata lain bahwa seseorang yang mengucap a'i1dzu bi Allah (.ili4 o§-I) ia
menolak tiga bagian keburukan, yaitu: 10
a. Keburukan kejahilan yang tidak terhitung banyaknya.
b. Keburukan perbuatan fasik Gahat), yaitu perbuatan yang bertentangan
dengan agama.
c. Keburukan perkara-perkara yang dibenci, segala penyakit dan segala
perkara yang ditakuti.
Perasaan ingin mendapatkan kebaikan dan kemudahan sebanyak-
banyaknya dan benci terhadap keburukan dan kejahatan itulah yang mendorong
manusia meminta perlindungan kepada Allah swt agar segala keburukan dan
kejahatan tidak akan menimpa dirinya.
9 Bey Arifin, Samudra al-Fatihah (Surabaya: PT. Bina I1mu, 1980), h. 63
10 Abdul Husain Dasleghib, Isii 'adzah, leJj. M. Najib dan M. I1yas (Jakarta: AI-Huda,2000), h. 71
26
Apa yang diungkapkan oleh seorang muslim dalam kalimat Ish'iidzah
secara khusus ditujukan untuk menghadapi setan yang tidak nampak wujudnya,
yaitu setan yang dikenal daTi kalangan jin. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan siasat dalam menghadapi setan dari kalangan manusia dan setan dari
kalangan jin. Menghadapi setan yang berwujud manusia, diperintahkan
melakukan kebaikan untuk membujuknya agar kembali ke tabiatnya yang lurus
dan tidak mengganggu lagi. Namun menghadapi setan yang berasal dari kalangan
jin, diperintahkan untuk ber-Isti'iidzah, karena mereka tidak bisa menerima suap
dan hati mereka tidak tergugah dengan sikap dan perlakuan baik manusia, sebab
pada dasarnya tabiat asal mereka adalah tabiat jahat, dan tidak ada yang bisa
melindungi kita dari mereka selain yang menciptakan mereka: Allah Azza wa
.lalla.
Isti'iidzah diperintahkan tidak lain untuk mendapatkan perlindungan total
Allah swt dengan makna spiritual yang amat substantif. Oleh karena itu, bila tidak
sanggup meraih makna hakikinya, maka Isti'iidzah yang diucapkan tidak lebih
dari sebuah bacaan yang lafaz-Iafaznya tersusun rapi, lalu kemudian hanya
menjadi ucapan sehari-hari yang tak bermakna, lalu bagaimana meraih makna
hakiki Isti'iidzah?
Sayyid Abdul Husain Dasteghib menyebutkan lima syarat Isti'iidzah
yaitu: taqwa, tadzakkur (mengingat Allah), tawakkal (bersandar kepada Allah),
27
ikhlas (ketulusan) dan tawadhu (merendahkan diri). Imam Ali bin Abi Thalib
dalam Naly' al-Baldghah menyebutkan: 11
Taqwa ibarat seorang penunggang kuda yang ahli dengan kuda terlatih,
kendali dan kontrolnya diarahkan dengan mudah menuju pilihannya. Tadzakkur
(Mengingat Allah) adalah penyandaran diri sepenuh hati bahwa Dia selalu
mengamati, mengawasi dan sadar akan status sebagai hamba-Nya, dan sebagai
konsekuensinya, apa yang diperintahkan Allah ia kerjakan dan apa yang dilarang
Nya ia jauhi12
Tawakkal (berserah kepada Allah) berasal dari kata wikalah (perwakilan).
Seorang mukmin wajib tawakkal kepada Allah, karena seluruh urusannya berada
di tangan Allah. Ketawakkalan tidak cukup hanya pada lisan saja dengan
mengatakan, Aku pasrahkan segala urusanku kepada Allah, tetapi harus menjelma
dalam sikap dan perilaku sehari-hari. 13
Hakikat ikhlas adalah penyucian amalan dari segala kotoran. Ikhlas adalah
perwuj udan kesempurnaan dalam perjalanan ruhani. Hati yang ikhlas akan
menampung cahaya-cahaya Ilahiah dan dari hati tersebut akan tersingkap hikmah
dan ilmu melalui lisan. Tawadhu (merendahkan diri); maksudnya merasa hina,
hanya membutuhkan Allah, meyakini keselamatan dan bermohon hanya pada-
II Abdul Husain Dasteghib, lsti 'adzah, h. 41
12 Abdul Husain Dasteghib, lsti 'adzah, h. 75
13 Abdul Husain Dasteghib, lsti 'adzah, h. 76
28
Nya. Seorang hamba yang sadar sepenuh hati tentang kekuasaan dan keagungan
Allah swt, ia pasti tunduk merendahkan diri di hadapan-Nya, ia merasa malu atas
kelemahan dan keterbatasan dirinya. 14
Memohon perlindungan Allah akan tercermin pada diri seseorang yang
merendahkan diri. Dengan ketidakmampuan membela diri menghadapi musuh
yang begitu kuat dan ketidakmamapuan membebaskan diri dari pengaruhnya,
seseorang pasti akan memanggil-manggil Tuhan yang Maba Kuasa lagi Maha
Penyayang untuk memohon perlindungan dari-Nya. Manusia yang tidak berhias
dengan laqwa, ladzakkur, lawakkal, ildllas dan lawadhu, maka iSliddzah atau
perlindungan yang diharapkan datang dari Allah swt, hanyalah angan-angan
belaka. 15
Orang yang bertaqwa pasti akan selalu memohon kepada Allah dengan
sepenuh hati agar jangan sampai setan menyusup di sela-sela bilik hatinya. Orang
yang tidak bertaqwa tidak lain dari sahabat karib setan. Setan akan mudah
bertengger di palung hatinya. Dengan begitu apapun yang diperbuatnya tak lain
dari dorongan setan. Ini bertolak belakang dengan hati seseorang yang dipenuhi
ketaqwaan. Dikarenakan selalu ber-isliddzah kepada Allah, setan tak akan
menemukan apapun dalam hatinya selain ketaqwaan. 16
14 Abdul Husain Dasteghib, lsI; 'adzah, h. 77
15 Abdul Husain Dasteghib, lsI; 'adzah, h. 35
16 Abdul Husain Dasteghib, lsI; 'adzah, h. 37
29
Oleh karena itu, memohon perlindungan (Isti 'ddzah) tidak boleh
ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena orang yang hatinya berada
dalam naungan ar-Rahman, sepi dan kerumunan setan. Namun, itu bukan berarti
dirinya tidak perlu lagi memohon kepada Allah. Sebab, setan tak mau melepaskan
dirinya dan akan terus gigih berupaya menggodanya. Dalam persembunyiannya
setan terus mengintai hati orang mukmin. Sedikit saja seorang mukmin itu lengah,
setan akan langsung memanfaatkan kesempatan tersebut dan secepat kilat
merasuki hatinya dengan meniupkan rasa was-was.
Isti'ddzah merupakan jalan satu-satunya bagi siapa saja yang tennasuk
orang bertaqwa untuk menghindar dari jangkauan setan. Setiap orang harus
berhati-hati agar jangan sampai dirinya dikuasai setan. Sekalipun berada dalam
kondisi kebaikan, terbiasa melakukan amal ibadah, dan selalu berniat
mendekatkan din kepada Allah, tetapi siapa yang mengetahui bahwa semua itu
berasal dari bisikan setan, bukan hiddyah ar-Raflmdn. Mungkin secara lahiriah,
penampilan dan perilaku seseorang begitu bagus, tetapi hakikat hatinya telah
membusuk.
B. lfti'iidzall dalam AI-Quran
Salah satu persoalan penting yang tennaktub dalam al-Qm'an adalah
Isti'ddzah yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari segenap kejahatan setan
yang terkutuk. Isti'ddzah berasal dari 'audz ('3"') dan kata ini dalam pelbagai
30
bentuknya terulang dalam al-Qur'an sebanyak tujuh belas kaliI7 Di dalam al-Qur'an
terdapat berbagai macam bentuk perkataan 1.1'1; 'ddzah yang digunakan, berikut ini
adalah ayat-ayat tersebut: 18
Ayat-Ayat dengan Imta 'adzadan segala bentuk derivasinya dalam al-Qur'an
Sentuk KataNomor Ayat Teks Ayat dan Terjemah
dan Surat.I ". y- Ayat 27, ~ "'" otI .} ,. ... ... II
J~~; J~J> 0> U~ J5' 0 ~" " , .>..:.>..lY if > - if CJ..lYsurat 40 ,)!. ,.J) ~J.
- ,--(fi'il miidhi, dhamir (ghiifir) 0
L..:,J\ 0'
mutakallim wahdah) .~ , r~
Dan Musa berkata: "Sesungguhnya aku berlindung kepadaTuhanku dan Tuhanmu dari setiap orang yangmenyombongkan diri yang tidak beriman kepada hariberhisab".
0 Ayat 20, "" .1 '" oJ' " ..., .,. ;>;.;,.; 0\ ~~J J~ ~~ J~J..:.>..lY
surat44(fi'il miidhi, dhamir (ad-Dukhiin) Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku danmutakallim wahdah) Tuhanmu, dari keinginanmu merajamku,
.I , t Ayat 67, J,.,. t' .-' 00",'£iP4J '" " ... ll
~yl \)Ii .~ \ > '..i 0\ ;.s" G 4.IJ\ 0\ <V>~ , > JIi ~\'surat 2 ~ /' - 0", I$""yo >J, ,
(fi'il mudhiiri' , (al-Baqarah) 0",.1",0/(;1'/// -"",..-
.~W\ '. 0y5'\ 0\ .JJL. ~ '( J19 ('/ U.b:2(dhamir mutakallim -" if , . Y JY',wahdah) Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekorsapi betina". Mereka berkata: "Apakah kamu hendakmenjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Akuberlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorangdari orang-orang yang jahil".
17 Dari jumlah tersebut, hanya sekali al-Qur'an nenyebut permohonan perlindungan kepadaselain Allah. Tetapi penyebutan permohonan perlindungan kepada selain Allah termasuk dalamkonteks kecaman. Sebagaimana daJam surat aI-Jin ayat 6: w:J r1Jj\~ ~l L¥ J4...;: 0~~ v.3)lI;y.:J4..J t:,J.S.\j] :'.
Lihat, M.Quraish Shihab, Taj,ir al-Quran aI-Karim; Taj,ir alas Sural-sural Pendek BerdasarkanUrman Turlllmya Wahyll (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 68 I
18 Muhammad Fuad al-Baql, aI-Mil )am al-Ml!fahras Ii Aljazh aI-QuI' 'an aI-Karim (Beirut:Dar al-Ma'arif, 1991), h. 627
31
,. ,; Ayat 47,",0 ____< __ 0< '-:",,,, //
:'y\ o .," UI' ~ 4.> J ~ c;. ::.:.uLJ LJI ::L ~ 'I <I~' Jijsurat 11 J3-'U ,j ,,' , - . y <.S, . J
,- /~ /---,(fi'il mudhari' , (Hud)
o , ,
'~r'~1 ~ J\ ~')j J.dhamir mutakallim , ,wahdah) Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung
kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yangaku tiada mengetahui (hakekat) nya. Dan sekiranya Engkautidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belaskasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang
I yanl! merugi.", ,Ayat 18, '" J. 0 .-: ,J, t '" '" .-:,;'i .t.:;;;~ LJI 2..G ~:;JL, ~;I J'I :.:Jl'surat 19 ..... "'" . ", , ,-- - ,
(fi'il mudhiiri', (Maryam) Maryam berkata: "Sesungguhnya aku berlindungdhamir mutakallim daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamuwahdah) seorang yang bertakwa.", .
Ayat 97, .J. __ '" o.J
:,;.\ .~\:"; Ii y\~ 0; 2.J.< ~;\ y~ ~jsurat 23 ,
(fi'il mudhari', (al- Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepadadhamir mutakallim Mu'minun) Engkau dari bisikan-bisikan syaitan".wahdah) , .
Ayat 98, o .... J ....
:,;.\ .'Jj~ LJ\ ~~ 2.J.< ~;\jsurat 23
(fi'il mudhari' , (al- "Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku,dhamir mutakallim Mu'minun) dari kedatangan mereka kepadaku."wahdah) , .
Ayat 1, surat -'/0 '" J.J. t 0 jl
:';'i .J1i.II y~ ~yl ~113 , ,--(fi'il mudhari', (al-Falaq) Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan Yangdhamir mutakallim Menguasai subuh."wahdah) , .
Ayat 1, surat ..- '" J -' -: " Jl:,;.\ .cJ"81 y~ ~yl ~
114 , ,--(fi'il mudhiiri' , (an-Nas) Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yangdhamir mutakallim memelihara dan menguasai) manusia."wahdah)
, ,Ayat 6, surat __ " .-.J, ",.1:,..-.- 4
. " ~j~l) ~I ~ Jb.-J. LJj~fi ";~I ~ Jb.-J 0lS" ~Ji.!YY"72 -- "'"..,- --"- .-
(fi'il mudhiiri' , (al-Jin) -dhamir ghaib jama' .L;;,~
muzakkar) Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antaramanusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-Iaki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dankesalahan.
> ' IL>~I
(fi'il mudhiiri'tsuliitsi mazid dhamirmutakallim wahdah)
Ayat 36,surat 3(Ali 'Imriin)
32
",,;;; '" ,J .. '" _ , /" " -"".
L:.., , 1:0\ illl' ,'I ~'..,,' ~I Z->' :.:J1j I~';''''' l:'H. r J ~ J i./: . J J.P .J ... ,,"" /Jll/ /iJi '"
\.A..i..P\ ~\" ~, 16~: '.. '( -'tJl5'" <'..\J\' 'I' ~'_-_' i./:J r-'/ - i./:J ~ r <..J"'"."J J
" ·11 0\ f.:\1i '. I'.::~~' 2.1~J, - rX ~J J :
Maka tatkala isteri .Imran me1ahirkan anaknya, diapunberkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannyaseorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apayang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah sepertianak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamaJ diaMaryam dan aku mohon perlindungan untuknya selia anakanak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripadasvaitan yang terkutuk."
'\~:"'~ Ayat 200,surat 7
(fi'il amr mufrad) (al-A'riit)
j.:,.,~ Ayat 98,surat 16
(fi'il amr mufrad) (an-Nahl)
'\":"'~ Ayat 56,surat 40
(fi'il amr mufrad) (Ghiifir)
__ ;1J 0 /~ // ,,__ '"
~ .1;;' ~ , :GI.J.)\., ~1.9 . 'J 0lk.:JI '. ~'.~' C;I'"("""T~ :' :' tJ', - rX r-:J
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, makaberlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah MahaMendengar lagi Maha Mengetahui.
" __ " ;JJ j) .... " ".,10 i""'-
.~) ~\b:-' Ii ~ ~~ _~1.9 01~',;JI Q\) I~~
Apabila kamu membaca AI Qur'an, hendaklah kamumeminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yangterkutuk.
Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentangayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada merekatidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah(keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiadaakan mencapamya, maka mintalah perlindungan kepadaAllah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi MahaMelihat.
(fi'il amr mufrad)
Ayatsurat 41(Fushshiliit)
"~\Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan,maka mohonIah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnva
33
Dia-Iah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
;~ Ayat 23, '" '" /0 /,p/ " dI
CJ\;' :'.>1' 'U\ c.:....ill-' ~ '.' \"6::; .,) ~\ ~;' (',surat 12 J . Yo , J" yo- r <./- yo, J.J..,
(isim makiin) (Yilsuf) &;0 H ' '- )" • , , ,"(,5\p :;";'f J~ ill\ ~~ J\; 211
,4.i\ 4.i\ ~l> > ,
, , - , ..0~l1.J\
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnyamenggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya)dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilahkesini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah,sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik."Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akanberuntung.
;~ Ayat 79,,
Lfj)"
, .- ~ 0 __ • , ,
\~j GoS U:.b,.) :; Uj .) U . f ill\ ~~ J\;surat 12
o...l:.Y "l>' u, , , -
(isim makiin) (Yilsuf) . 0~tkJBerkata Yusuf: "Aku mohon perlindungan kepada Allahdaripada menahan seorang, kecuali orang yang kamiketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuatdemikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yangzalim".
Menurut ArifIn Omar, al-Qur'an menggunakan perkataan 'audz (~.JC) dengan
berbagai bentuk, hal ini menunjukkan arti yang sama yaitu berlindung dari perkara-
perkara yang tidak disukai, baik perkara yang lahir dan datang dari manusia maupun
perkara-perkara yang lahir dan datang dari setan dan sebagainyal9 Dalam arti lain,
pemaknaan 1sti 'ddzah yang sebenarnya adalah melibatkan hati orang yang mencari
keamanan untuk dirinya. Menurut ungkapan-ungkapan yang tersebut di atas,
hanyalah sekedar tamtsf! (perumpamaan), isyarat dan penggambaran untuk lebih
memudahkan pemahaman. Jika tidak, maka apa yang dilakukan oleh hati adalah
19 Arifin Omar, Rallsia di Sebalik S1Irall al-Falaq, h. 15
34
mencari perlindungan dan tunduk di hadapan Rabb, membutuhkan-Nya dan pasrah
kepada-Nya.
c. Tafsir Ibn Qayyim AI-Jauziyah terhadap Ayat-ayat Isti'tidzah
1. Ta/sir af-Mu 'awwidzalain
Tafsir Ibn Qayyim al-Jawziyyah terhadap ayat-ayat Isti'ildzah penulis
kutip dari kitab Tafsir af-Qayyim, yang merupakan karya Ibn Qayyim al
Jawziyyah yang paling terkenal dalam bidang tafsir. Kitab tersebut merupakan
tafsir ayat-ayat pilihan dan memiliki sistematika yang tidak jauh berbeda dengan
kitab tafsir al-Qur'an lainnya (tafsir al-Qur'an dengan metode lahlili (berdasarkan
urutan surat)). Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam menafsirkan al-Qur'an, selain
menjelaskan al-Qur'an dengan ayat per ayat, juga berdasarkan kepada
penyusunan kitab-kitab fiqh yaitu berdasarkan pasal-pasal20
Kitab tafsir af-Qayyim menerapkan sistematika tertib mushfliifi yaitu suatu
sistem penafsiran yang berkembang secara umum sejak periode ketiga, ketika
mulai terpisahnya disiplin tafsir dengan disiplin hadis, yaitu dengan munculnya
trend menafsirkan al-Qur'an ayat demi ayat menurut tertib susunan mushfliifal
Qur'an. Tafsir ini merupakan salah satu tafsir yang berorientasi pada sastra,
budaya dan kemasyarakatan (Iat~fr af-adaM wa af-Ijtimil 'f), yaitu suatu
penafsiran yang menitikberatkan penjelasan ayat al-Qur'an pada segi ketelitian
20 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Quran ai-Karim; li:ifsir alas Sural-sural PendekBerdasal'kall Urulall Turullnya Wahyu, h. v
35
redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu
redaksi yang indah, dengan penonjolan tujuan utama turunnya al-Qur'an. 21
Ada empat unsur yang dimiliki oleh tafsir Adab al-Ijtimd'i, di antaranya;
perlama, menguraikan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur'an; kedua, menguraikan
makna dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an dengan susunan kandungan yang
indah; keliga, aksenluasi yang ungggul pada tujuan utama diuraikannya al-
Qur'an; dan keempal, penafsiran ayat dikaitkan dengan sunnaluUdh yang berlaku
dalam masyarakat.22
2. Penafsiran Ibn Qayyim al-Jawziyyah terhadap Ayat-ayat lsli 'ddzah
a. Surat al-Falaq
Artinya: "Katakanlah: AIm berlindung kepada Tuhan Yang Menguasaisubuh. 0 dari kejahatan makhluk-Nya. f9 dan dari kejahatan malamapabila telah gelap gulita. 9 dan dari kejahatan wanita-wanita tukangsihir yang menghembus pada bubul-buhul. 0 dan dari kejahatan orangyang dengki apabila ia dengki."9
Surat ini terdiri atas 5 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyah,
diturunkan sesudah surat al-Fil. Nama al-Falag diambil dari kata al-Falag yang
terdapat pada ayat pertama surat ini yang artinya waktu subuh. Adapun mengenai
21 M.Quraish Shihab, Tq!sir al-Quran aI-Karim; Ta/sir alas Sural-.llIral PendekBerdasarkan Urulan Turunnya Wahyu, h. vi
22 M.Quraish Shihab, Taj,ir al-Quran aI-Karim; l"qfsir alas Sural-sural PendekBerdasarkan Urutan 7ilrmmya Wahyu, h, vii
36
pokok-pokok isinya mengenai perintah agar kita beriindung kepada Allah dari
segala macam kejahatan 23
Surat ini mencakup permohonan perlindungan dari semua kejahatan, ini
dengan lafaz yang singkat tetapi menyeluruh, lebih dapat menunjukkan
maksudnya dan lebih UIuum dalam hal permohonan periindungan, sehingga tidak
ada satu kejahatan pun melainkan sudah masuk di bawah rahasia apa yang
dimintakan perlindungan di dalam surat ini24
Surat al-Falaq mencakup permohonan periindungan dari empat haLlS
a) Kejahatan makhluk, yang memiliki kejahatan secara umum.
b) Kejahatan waktu malam apabila telah gelap gulita.
c) Kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul.
d) Serta kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki
AI-Mu 'awwidzalain adalah doa yang diajarkan Allah swt kepada Nabi dan
umatnya. Ketika membaca quI dan lanjutannya, seseorang hendaknya dapat
menghadirkan dalam Jlwanya kesan bahwa yang memerintahkannya
mengucapkan permohonan itu adalah Allah sendiri yang hanya darinya
perlindungan dapat diperoleh. Kesan ini dapat memberikan rasa optimisme dan
kepercayaan diri serta ketenangan batin bagi setiap orang yang membaca surah
23 Jalal ad-DIn al-Ma!Jall1 dan Jalal ad-Din as-Suyiithi, Ta/sir ai-QuI' 'an al- 'Azhfm(Indonesia: Dar I!Jya' al-Kutub al-'Arabiyyah, !th.), h. 305
24 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tcifsir al-Qayyim, h. 544
25 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Taj'ir al-Qayyim, h. 544
37
ini, dan hal tersebut akan dapat membantunya menghadapi kesulitan yang sedang
h d ·26a apl.
Setan paling lihai memanfaatkan setiap keadaan untuk membujuk manusia
kepada kemaksiatan. Hal pertama yang dilakukan adalah menggoda hati agar
membatalkan niat ibadah. Jika berhasil mereka menyiapkan perangkap berikutnya
dengan membuat hati ragu kepada ibadah yang dilaksanakan. Pada akhimya
harapan pelaku ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt tidak
memperoleh apapun selain kesia-siaan dan keputusasaan, persis seperti harapan
setan.
Upaya setan yang paling berbahaya, ketika tipuannya berhasil masuk ke
hati manusia dan mereka beltahta dalam hati, sehingga sulit bagi pemiliknya
untuk melepaskan diri. Hal ini merupakan sesuatu yang ironis dan juga sebuah
kesalahan besar bila menyaksikan keberadaan musuh yang begitu kuat dalam diri
tanpa melakukan tindakan perlawanan. Kenyataan ini, betapapun pahitnya, tetap
harus dihadapi dengan memohon pertolongan Allah swt.
lsiiadzah mempunyai rukun-rukun tertentu, dan bagi kesempurnaan
lsli 'adzah ini hendaklah mengetahui rukun-rukunnya yaitu: lsli 'adzah, al-
Musla 'adz bih, al-Musla'idz, al-Musla 'adz minIm, dan faktor-faktor yang
11lendorong kepada iSliadzah.27
a) lsii 'adzah, 11lengenai lsii 'adzah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
11lengenai penjelasannya.
26 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tajs!r al-Qayyim, h.
27 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Taj,!r al-Qayyim, h. Q'7X'O
38
b) Al-Musta 'adz hih yaitu Allah-lah tempat berlindung. Untuk tujuan
berlindung ini terdapat lafaz yang digunakan yaitu A 'udzu hikalimatillah,
A 'udzu hikalimati llahitammat, A 'udzuhillahi, Audzu minallahi hillahi dan
Bismillahi.
Lafaz-lafaz tersebut melambangkan pangkat atau maqam bagi seorang
hamba yang memohon perlindungan kepada Allah Ta'ala.Bagi orang yang
berada pada pangkat atau maqam yaitu pandangannya masih cenderung
kepada perkara selain dari Allah, maka lafaz Istiadzah yang sesuai untuknya
ialah: A'iidzuhikalimatillahi atau Afidzuhikalimatillahitammati. Sedangkan
bagi orang yang pangkat atau maqam tauhidnya sudah meningkat yang
dapat menyelami hakikatnya, yaitu dia tidak memandang wujud ini kecuali
Allah jua, dia tidak akan berlindung dan menumpu dirinya melainkan
kepada Allah jua. Maka lafaz Istiiidzah yang wajar baginya ialah: A 'udzu hi
illahi atau A 'udzu min Allahi hi illahi. Dan bal,>i orang yang sudah sampai
kepada maqam fana', dia tidak akan menyebut A 'udzubillahi tetapi dia
tenggelam di dalam nur hismillahi28
c) Al-Musta'idz, ialah orang yang diperintahkan Allah supaya memohon
perlindungan dengan-Nya, yang bersifat umum kepada seluruh manusia,
baik manusia biasa, para aulia, para nabi dan para rasul. Seperti firman
Allah Ta'ala
28 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 542-543
39
d) Al-Musta 'az minIm ialah perkara yang hendak dihindari yaitu keburukan
dan kejahatan setan. Seperti mencetuskan perasaan was-was di dalam hati
manusia dan kejahatan makhluk. Seperti Firman Allah swt: {jhG, yt ().
("Dari Kejahatan Makhluk-Nya '').
Uraian mengenai ayat kedua surat al-falaq berkisar tentang berbagai jenis
kejahatan yang dimintakan perlindungan di dalam surat ini. Kejahatan yang
menimpa manusia tidak lepas dari dua macam: 29
a) Dosa yang dilakukannya sendiri dan mengakibatkan siksaan baginya. Hal
itu terjadi karena perbuatan, usaha dan maksudnya sendiri. Kejahatan inilah
yang disebut dengan dosa dengan segala resikonya. Ini merupakan kejahatan
yang lebih besar dan lebih kekal serta lebih lama kaitannya dengan
pelakunya.
b) Kejahatan yang datang dari orang lain. Seorang yang mengerjakan suatu
peke~jaan yang berdampak buruk bagi orang lain dibagi menjadi dua: yang
mukalla(seseorang yang dalam dirinya terdapat syarat-syarat untuk terkena
ketentuan syariat), seorang manusia dianggap mukallaf jika ia telah balig,
berakal sempuma dan mengerjakan sesuatu dengan kehendaknya sendiri.
Dilihat dari sisi terkenanya makhluk oleh ketentuan-ketentuan syariah, maka
kalangan jin ada yang termasuk mukallaf dan ada yang bukan mukallaf
(yaitu makhluk Allah yang tidak terkena ketentuan-ketentuan hukum syariah
29 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tqfsir al-Qayyim, h. 543-544
40
seperti binatang buas, di antaranya kalajengking dan ular bisa beserta
raeunnya).
Dalam ayat kedua surah al-Falaq ini, terdapat kalimat syarr. Dalam bahasa
Arab, kalimat syarr mengandung dua arti: yakni rasa sakit dan sebab-sebab yang
menyebabkan rasa sakit itu. Pengertian syarr hanya meneakup dua makna itu.
Selain dari dua makna itu tidak ada lagi sesuatu yang dapat dimasukkaan ke
dalam pengertian syarru. Maka kalimat wy-syurur mengandung segala maeam
rasa sakit dan sebab-sebab yang membuat rasa sakit itu muneui. Perbuatan
maksiat yang dilakukan oleh manusia, perilaku syirik, kufur dan berbagai maeam
kezaliman dapat disebut dengan ungkapan asy-syurur. 30
Peke~jaan manusia yang merupakan sebab bagi terwujudnya sesuatu yang
jahat dan buruk, meski di dalamnya terdapat kelezatan, disebut juga dengan
ungkapan asy-.lyal'l', karena meski sebab-sebab tersebut lezat, tetapi akan
menghasilkan sesuatu keburukan dan kejahatannya lebih besar. Misalnya,
seseorang menyantap hidangan yang sangat selera, tapi mengandung raeun, maka
meskipun ia menyantapnya dengan lezat, sebenarnya ia melakukan pekerjaan
yang menyebabkan dirinya binasaJ1
Behritu pula tentang perilaku-perilaku kemaksiatan yang dilakukan oleh
manusia meski terdapat kelezatan bagi sebagian pelakunya. Namun kemaksiatan
tersebut tetap akan menyebabkan kebinasaan sang pelaku, seandainya Allah tidak
mengabarkannya pun, kenyataan yang terjadi maupun pengalaman seeara khusus
30 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 544-545
31 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 545
41
atau umum merupakan bukti terbesar bahwa nikmat itu lenyap kecuali disebabkan
dampak buruk kemaksiatannya. 32
Pembahasan selanjutnya adalah ayat ketiga yang terdapat pada surat al-
Falaq yaitu: '-,..>li.J e'j ~Il. y;, u".J (Dan dari kejahafan malam apabila felah gelap
gulifa. )
Keburukan yang dimaksud ayat ini adalah keburukan waktu malam. Oi
dalam ayat ini dibicarakan hal yang lebih khusus daripada ayat sebelumnya, yang
dalam istilah ulama disebut al-khash ba'da al- 'am. 33
Kebanyakan ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat
ini adalah malam. Oalam hal ini Ibn'Abbas berkata, "Oisebut malam jika gelap
datang dari arah timur kemudian menjalar ke setiap tempat atau penjuru sehingga
menjadi gelap. Jika dikatakan gh6sikin idza waqab, maka maksud dari ungkapan
tersebut adalah gelapnya malam, jika malam telah geIap, maim disebut dengan
ungkapan ghOsiqin idza waqab34
Oalam hal ini Allah swt, berfirman:
Artinya: "OirikanIah shalat ketika matahari mulai tergelincir hingga gelapmalam." (al-Isra: 78)
Hasan dan Mujiihid juga berpendapat, bahwa jika ada ungkapan ghdsiqin
idza waqab artinya adalah malam. Sedangkan makna dari waqab adalah masuk.
32 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir af-Qayyim, h. 545
33 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqf'ir af-Qayyim, h. 557
34 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tq('ir al-Qayyim, h. 557
42
Maksudnya, masuknya waktu malam yang ditandai oleh terbenamnya matahari.
Muqatil berpendapat bahwa apa yang disebut gelapnya malam adalah ketika
cahaya hitam telah masuk ke dalam sinarnya atau terangnya waktu slang.
Mengenai penamaan malam dengan ghasiq, ada pendapat lain yakni, diambil dari
makna aI-bard yang artinya adalah dingin. Karena malam hari lebih dingin
daripada siang hari. Kata al-ghiissaq artinya adalah dingin35 Tentang hal ini, Ibn
'Abbas menl,'Utip firman Allah:
Artinya: "inilah(azab neraka). Biarlah mereka merasakan air yang sangat panasdan air yang sangat dingin."(Shiid [38]: 57)
Artinya: "Mereka tak merasakan kesejukkan di dalam neraka jahannam dan tidakpula mendapat minuman, selain air yang mendidih dan yang amatdingin." (an-Naba' [78]: 24-25)
Ibn ' Abbas menafsirkan, maksud ghassaq dalam dua ayat di atas adalah
sesuatu yang dingin yang "membakar" mereka dengan kedinginannya
sebagaimana api membakar mereka dengan hawa panasnya. Demikian pula
Mujahid dan Muqatil berpendapat bahwa "ghassdq" adalah puncaknya dingin36
Dua pendapat di atas, yaitu pendapat bahwa ghassaq itu berarti gelap dan
pendapat bahwa ghassaq itu artinya dingin, tidaklah bertentangan. Pasalnya,
malam itu dingin dan juga gelap. Mereka yang hanya menyebut dinginnya malam
35 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 557
36 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Taj,ir al-Qayyil11, h. 557
43
atau gelapnya malam, maka dia hanya menyebut salah satu dari dua sifat malam.
Ibn Qayyim al-Jawziyyahjuga mengemukakan bahwa arti lain dari kata ghassaq
tersebut adalah bulan. Berdasarkan hal tersebut, tiga makna kata ghassaq tidak
saling bertentangan, justru saling melengkapi yang semakin memudahkan dalam
memahaminya. 37
Malam merupakan waktu gelap ketika setan manusia dan setan jin dapat
menguasai sesuatu yang tidak dapat mereka kuasai pada waktu siang. Sementara
itu pengaruh setan akan mengena di kegelapan, di tempat-tempat yang gelap, dan
terhadap orang yang sesat dan berada dalam alam kegelapan38
Pembahasan selanjutnya yang dikemukakan oleh Ibn Qayyim al
Jawziyyah adalah mengenai ayat keempat surat al-falaq, yaitu: c.' ,:,dillli YJ; Uoj
,ll;J\ (Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
huhul-huhul. )
Berangkat dari uraian sebelumnya, dapat dipahami bahwa rahasia perintah
untuk berlindung kepada Tuhan Falaq, karena falaq adalah waktu pagi, yang
merupakan pennulaan awal munculnya cahaya terang. Cahayalah yang
mendorong, mengalahkan dan menghilangkan kegelapan. Juga menghilangkan
hal-hal yang membantu orang-orang yang membuat kerusakan pada waktu
malam. Datangnya waktu pagi bisa mencegah setiap kejahatan, pencurian,
perampokkan, peminum-minuman keras dan sebagainya. Waktu pagi juga bisa
37 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Ttifsiral-Qayyim, h. 558
38 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 560
44
mencegah ancaman binatang buas, setan-setan yang bergentayangan pada waktu
malam juga akan kembali ke rumahnya atau ke tempatnya pada waktu pagi.
Keburukan yang selanjutnya adalah keburukan an-nafJdtsdt fi al- 'uqad.
Ini merupakan keburukan sihir, karena sesungguhnya maksud an-naffdtsdt fi al
'uqad adalah wanita penyihir yang membuhul dan menyemburkan ludah pada
setiap tali. Sehingga sihimya mencapai sasaran yang dikehendaki. 39
An-Najfdts adalah menyemburkan ludah tetapi tidak sampai berdahak. Ia
merupakan perbuatan tukang sihir, jika tukang sihir punya niat jahat pada
seseorang, ia akan meminta bantuan arwah jahat dan menyemburkan ludah pada
buhul tali. Lalu dari perbuatan itu keluarlah perbuatan keji dan menyakitkan
bersamaan dengan keluarnya ludah. Arwah jahat yang akan membantu tukang
sihir menyakiti orang yang menjadi sasaran sihirnya40 Namun, terdapat
perbedaan pendapat mengenai penggunaan kata An-Naffdts dalam bentuk
muannats, karena kenyataanya ada tukang sihir dari kalangan laki-laki. Sebagian
ulama menjawab bahwa hal itu merupakan akibat dari asbdb an-nuziil surah
tersebut. Ketika itu putri-putri Labld Ibn ai-A'sham menyihir Nabi saw, maka
turunlah surat ini. Salah satu tokoh yang mengemukakan pendapat ini adalah Abil
'Ubaidah (sahabat Nabi Muhammad saw). Pendapat tersebut disanggah oleh Ibn
Qayyim al-Jawziyyah bahwa jawaban tersebut lemah, karena yang menyihir Nabi
saw adalah Labld Ibn ai-A' sham sendiri, bukan anak-anak gadisnya41
39 Ibn Qayyim al-Jawziyyah., al-Tqfsir al-Qayyim, h. 563
40 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tq(.'ir al-Qayyim, h. 563
41 Ibn Qayyim aI-Jawziyyah, al-Tqfsir al-Qayyim, h. 563
45
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan an
najjdtsat pada ayat tersebut adalah arwah yang menyemburkan ludah, bukan
wanita-wanita yang menyemburkan ludah. Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat
demikian karena menurutnya pengaruh sihir hanya muncul dari jiwa yang keji
atau arwah yang jahat Berdasarkan alasan tersebut, redaksi yang digunakan pada
ayat tersebut adalah an-naffatsat, dengan bentuk muannats (bentuk kata yang
menunjuk pada wanita), bukan mudzakkar (bentuk kata yang menunjuk pada laki
laki)42
Pembahasan Ibn Qayyim al-Jawziyyah selanjutnya adalah ayat kelima
surat al-falaq, yaitu: :;;.,,;,. I:'l ~6. y.t (>.:, (Dan dari kejahatan orang yang dengki
ketika ia mendengki).
Firman Allah swt tersebut membenarkan adanya kejahatan dari orang
yang dengki ketika hatinya mendengki. Oleh karena itu, dipastikan adanya
keburukan yang teIjadi tatkala muncul kedengkian tersebut Kata-kata "ketika ia
mendengki" merupakan penjelasan bahwa keburukan orang yang dengki akan
mengenai sasaran hanya jika ia mendengki43
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa kejahatan kedengkian yang
paling utama adalah bersumber dari pandanganl1ya ketika ia mendel1gki. Oleh
karena itu, Jibril mel1gajarkal1 kepada Nabi Muhammad saw sebuah doa:44
42 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tqfsir al-Qayyim, h. 563-564
43 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tq!,ir al-Qayyim, h. 573-574
44 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-TaJ"ir al-Qayyim, h. 574
46
Artinya: "Dengan nama Allah, aIm (Jibril) me-ruqyah-mu (Nabi saw) dari sesuatuyang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa, dan mata orang yangdengki. Allah akan menyembuhkanmu."
Ibn Qayyim al-Jawziyyah merujuk pada pendapat Ibn Qutadah bahwa
orang-orang kafir memandang Nabi Muhammad saw pada saat ia sedang
membaca al-Qur'an dengan penuh kedengkian, sehingga Nabi Muhammad saw
hampir terjatuh 45
Namun, Ibn Qayyim al-Jawziyyah secara lebih lanjut menjelaskan bahwa
pennohonan perlindungan kepada Allah dari orang yang dengki adalah bersifat
umum, tidak hanya yang berupa pandangan mata saja. Menurut Ibn Qayyim al
Jawziyyah, dengki adalah rasa benci atau iri bila nikmat Allah diterima orang lain
dan berharap nikmat tersebut hilang dari orang yang didengkinya. Jadi, bukan
sesuatu yang berasal dari orang lain, tetapi berasal dari keburukan dan kekejian
jiwa orang yang mendengki. Hal inilah yang membedakan dengan sihir, karena
sihir memerlukan bantuan pihak lain, yaitu setan yang berupa jin, sedangkan
kejahatan kedengkian tidak membutuhkan bantuan dari pihak lain46
Dengki dalam pandangan Ibn Qayyim al-Jawziyyah terdiri dari riga
macam. Perfama, dengki yang disertai harapan agar nikmat hilang dari orang
yang dia dengki. Kedua, dengki yang disertai harapan agar nikmat dicabut dari
orang lain. Perbedaan bentuk dengki yang kedua dengan yang pertama adalah
bahwa bentuk dengki yang pertama merupakan perasaan dengki terhadap nikmat
45 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tajl'ir al-Qayyirn, h. 577
46 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tcifsir al-Qayyirn, h. 579
47
Allah yang akan diberikan kepada orang lain, sedangkan bentuk dengki yang
kedua adalah perasaan dengki terhadap nikmat Allah yang telah diberikan kepada
orang lain. Kefiga, dengki al-ghibfah yaitu harapan agar dia mendapatkan nikmat
seperti orang lain, tanpa adanya harapan bahwa nikmat tersebut dicabut dari orang
lain. Bentuk dengki ini dibenarkan menumt Ibn Qayyim al-Jawziyyah47
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, penyebutan kejahatan kedengkian
setelah kejahatan sihir menunjukkan bahwa kedua hal tersebut saling
berhubungan, yaitu bahwa kejahatan sihir berawal dari adanya kedengkian. 48
b. Surat an-Nas
Artinya: "Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (yangmemelihara dan menguasai) manusia. 0 Raja manusia. Eli Sembahanmanusia. Eli dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi.o yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. 0 dari(golongan) jin dan manusia." (I)
Sebagaimana pembahasan Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengenai surat al-
Falaq, ia juga menyebutkan adanya tiga unsur dalam surat an-Nils, yaitu isti 'azah
(permohonan perlindungan), musfa 'az bih (yang dimintai perlindungan), dan
47 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-T,,!sir al-Qayyim, h. 580
48 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-T"r.,ir al-Qayyim, h. 581
48
musta'az minIm (sesuatu yang dimintai perlindungan darinya). Ibn Qayyim al-
Jawziyyah tidak membahas isti 'azah dalam surat an-Nils secara lebih jauh, karena
menurutnya hal tersebut sudah dibahas secara terperinci dalam surat al-Falaq49
Musta 'az hih dalam surat an-Nas menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah
terdiri dari tiga bentuk, yang masing-masing merupakan kesempurnaan aqidah
dan meliputi keseluruhan asma' al-husna (nama-nama Allah)50 Pendapatnya
tersebut terlihat sebagaimana yang terdapat pada ayat 1-3, yaitu:
Artinya: "Aku berlindung dengan Tuhan (rabb) manusia (1) Raja (malik) manusia(2) Tuhan (ilah) manusia (3)" (QS. An-Nas [114]: 1-3)
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, kesempurnaan aqidah yang terdapat
pada ayat-ayat tersebut karena adanya penyebutan secara jelas mengenai tauhid
ruhuhiyyah, malikiyyah, dan ilahiyyah. Ketiga bentuk tersebut dipaparkan dalam
surat an-Nas dalam bentuk idhafat (kata majemuk) yang disandarkan pada kata
an-nas (manusia)51
Bentuk idhafat yang pertama adalah idhcifat ruhUhiyyah (U"dl\ Yj).
Kalimat tersebut mengandung makna Tuhan bagi manusia yang mencakup
kekuasaan-Nya yang sempurna, rahmat-Nya yang luas, kebaikan, dan
pengetahuan-Nya yang terperinci terhadap segala makhluk. Berdasarkan makna
ruhuhiyyah tersebut, menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, Tuhan adalah pencipta,
49 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir at-Qayyim, h. 596
50 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsir al-Qayyim, h. 598
" Ibn Qayyim aI-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 596
49
pengatur, pendidik, yang memperbaiki, pemberi mash/ahat (kebaikan) dan
kebutuhan, penolak kejahatan, penjaga dari segala yang menimbulkan mafmdat
(kerusakan), pengabul doa, dan pengangkat malapetaka terhadap seluruh
. 52manusla.
Bentuk idhafat yang kedua adalah idhafat malikiyyah, yang terkandung
dalam ayat (U"WI cclL). Bentuk kalimat ini memiliki makna bahwa Allah adalah
raja manusia yang berhak berbuat apa saja terhadap manusia, karena manusia
adalah hamba dan milik-Nya. Allah memiliki kekuasaan secara absolut terhadap
manusia, karena hanya Dia yang merupakan raja secara hakiki53
Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia mengembalikan segala
urusannya kepada Allah pada saat susah dan tertimpa malapetaka. Hal tersebut
menjadi keniscayaan karena Allah merupakan raja manusia yang telah
menetapkan aturan-Nya, dan manusia tiada memiliki daya dan kuasa apa pun
tanpa adanya pemberian dari Allah. Hal ini pula yang mengharuskan manusia
menyerahkan perlindungan kepada Allah Sang Raja dari gangguan dan serangan
h.. ~
musu utama manUSIa, yaltu setan.
Bentuk idhafat yang ketiga adalah idhafat ildhiyyah, yang terkandung
dalam ayat (U"WI 4.l!). Bentuk kalimat ini memiliki makna bahwa Allah merupakan
Tuhan dan sembahan manusia yang hakiki, karena tiada yang berhak disembah
kecuali Allah. Oleh karena itu, manusia tidak layak menjadikan sekutu atau
" Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 596
53 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tcrf'ir al-Qayyim, h. 596-597
54 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tcrfsir al-Qayyil11, h. 597
50
sembahan yang lain bersama Allah, sebagaimana tidak ada sekutu bagi Allah
pada kekuasaan dan kerajaan-Nya. 55
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, jika Allah adalah penguasa, raja, dan
Tuhan manusia, maka sudah selayaknya bagi manusia untuk tidak meminta
perlindungan kecuali dari-Nya. Penjelasan tersebut menunjukkan adanya korelasi
antara tiga bentuk idhqfat tersebut dengan permohonan perJindungan dari
kejahatan setan yang sangat keji dan berbahayaS6
Selanjutnya Ibn Qayyim al-Jawziyyah menjelaskan bahwa penggunaan
isim zlulhir secara berulang-ulang dalam ketiga bentuk idhafat tersebut dan tidak
menggunakan isim dhamir (seperti: ;.w!~ ~.l' unLllI Y:'» sebagai pengukuhan dan
penguat atas makna aqidah pada ayat-ayat tersebut. Selain itu, penggunaan isim
zhdhir tersebut dengan disandarkan pada kata an-nas (manusia) tanpa
menggunakan huruf 'athaf(waw (J) adalah untuk menUl1iukkan bahwa terdapat
perbedaan makna pada setiap kalirnat tersebut, dengan tujuan supaya pada saat
rnanusia rnemohon perlindungan kepada Allah dengan sejumlah sifat-sifat
tersebut, seakan-akan sifat-sifat tersebut adalah satuS7
Adapun penempatan urutan rubiibiyyah, malikiyyah, dan diakhiri dengan
ildhiyyah rnenunjukkan bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dan
menguasai manusia dengan segenap kekuasaan dan rahmat-Nya (rubiibiyyah),
sehingga meniscayakan adanya kekuasaan absolut yang dimiliki oleh Allah untuk
55 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-J(r!sir at-Qayyim, h. 597
56 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tafsil' al-Qayyim, h. 597
57 Ibn Qayyim aJ-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 598
51
menundukkan manusia, dan menunjukkan kesempurnaan rubitbiyyah-Nya. Kedua
hal tersebut (ruMibiyyah dan malikiyyah) meniscayakan adanya keharusan
penghambaan manusia terhadap-Nya sebagai perwujudan dari adanya sifat
ilahiyyah pada diri_Nya58
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, tiga bentuk idhdfat pada surat an-Nils
tersebut mencakup nama-nama Allah (asma' al-busna). Kata ar-Rabb
mengandung makna aI-Qadir (Yang Maha Kuasa), al-Khdliq (Yang Maha
Pencipta), al-Bari' (Yang Membentuk), al-Mushawwir (Yang Melukiskan), al
Hayy (Yang Maha Hidup), al-Qayyitm (Yang terus menerus mengatur makhIuk),
al- 'Alim (Yang Maha Mengetahui), as-Sami' (Yang Maha Mendengar), al-Bashir
(Yang Maha Melihat), al-Muf1sin (Yang berbuat kebaikan), al-Mun'im (Yang
memberi kenikruatan), al-Jawwad (Yang Maha Dermawan), al-Mu'thi (Yang
Maha Memberi), al-Mani' (Yang Maha Mencegah), adh-Dhdrr (Yang memberi
mudharat), an-Nafi' (Yang memberi manfaat), al-Muqaddim (Yang
mendahulukan), al-Muakhkhir (yang mengakhirkan), alladzi yudhill wa yahdi
man yasya' (Yang menyesatkan dan menunjukkan kepada yang dikehendaki-
Nya), alladzi yus'id wa yasyqi man yasya' (Yang membahagiakan dan
mencelakakan kepada yang dikehendaki-Nya), alladziyu 'izz wa yuzill man yasya'
(Yang memuliakan dan menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya), dan
segala makna yang terkait dengan aspek rubitbi}yah dan termasuk dalam asma'
'9al-husna.)
58 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tajsir at-Qayyim, h. 598
'9 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Taj'ir al-Qayyim, h. 598-599
52
Adapun arti aI-Malik adalah yang memerintahkan dan melarang, Yang
meninggikan dan menghinakan, Yang mengarahkan segala perkara hamba
hamba-Nya sebagaimana mestinya. Dia membaliknya sebagaimana yang dia
kehendaki.60
Adapun kata aI-Malik mengandung makna aI-AmiI' (Yang mel11erintah),
an-Nahi (Yang l11elarang), al-mu'izz (Yang memuliakan), al-muzill (Yang
menghinakan), Yang l11engarahkan segala perkara hal11ba-hal11ba-Nya
sebagaimana mestinya, dan Dia membaliknya sebagaimana yang Dia kehendaki.
Menurut Ibn Qayyil11 al-Jawziyyah, di antara makna al-malik yang termasuk
asma' al-!J.usna adalah al- 'aziz (Yang tidak dapat ditaklukkan), aljabbar (Yang
Maha Perkasa), al-mulakabbir (Yang membesarkan diri), al-!J.akam (Yang Maha
bijaksana), al- 'adl (Yang Maha adil), al-kMfidh (Yang l11erendahkan), ar-rafi'
(Yang meninggikan), al-mu'izz (Yang memuliakan), al-muzill (Yang
menghinakan), al'azhim (Yang Maha Agung), aljaW (Yang memiliki
keagungan), al-kabir (Yang Maha Besar), al-!J.asib (Yang mencukupkan), al
majid (Yang memiliki kemuliaan), al-wali (Yang berkuasa), aI-mula 'ali (Yang
ditinggikan), malik al-mulk (Yang memiliki kerajaan), al-muqsilh (Yang adil
dalam pembagian dan hukum), aljami' (Yang mengumpulkan).61
Menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah, kata al-llah menghimpun segala sifat
kesempurnaan dan keagungan, termasuk seluruh asma al-!J.usna. Pendapatnya
60 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-7'qf.,ir al-Qayyim, h. 599
61 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Ta/sir al-Qayyim, h. 599
53
tersebut sesuai dengan pendapat sibawaih (ulama nahwu) dan mayoritas ulama
h I · 62na wu amnya.
Begitu pula dengan pemaknaan kata syarr dalam surat an-Nas ini, yang
menurut Ibn Qayyim al-Jawziyyah juga serupa dengan makna kata syarr yang
terdapat dalall1 surat al-Falaq. Nall1Wl, Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat
bahwa perlindungan dari syarr yang dimaksud dalam surat an-Nas ini adaIah
.Iyarr yang berasal dari diri ll1anusia itu sendiri. Menurutnya, syarr daIall1 surat al-
Falaq lebih cenderung kepada yang disebabkan oleh sesuatu yang lain di luar diri
manusia itu sendiri yang berakibat pada munculnya mushibah (mashaib) atau
bala '. Sedangkan syarr dalam surat an-Nas lebih cenderung kepada yang
disebabkan oleh diri manusia yang berakibat pada ll1unculnya aib (ma 'aib) bagi
orang itu sendiri63
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa surat an-Nas ll1encakup
permohonan perlindungan dari .Iyarr (kejahatan) yang menjadi sebab semua
perbuatan dosa dan maksiat. OIeh karena itu, ia menyatakan bahwa surat al-Falaq
ll1engandung permohonan perlindungan dari kejahatan yang berasaI Iuar diri
manusia, sedangkan surat an-Nas mengandung permohonan perlindungan dari
kejahatan yang berasal dari dalam diri manusia64
Berdasarkan hal tersebut, kejahatan (syarr) yang terdapat pada surat al
Falaq tidak dikenai tald!f (pembebanan hukum), karena bukan berasal dari diri
62 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tqfs!r al-Qayyilll, h. 599
63 Ibn Qayyim aI-Jawziyyah, al-Tqfs!r al-Qayyilll, h. 599-600
64 lbn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tajs!r al-Qayyilll, h. 599
54
sendiri, dan tidak diperintahkan untuk menghentikannya. Sedangkan kejahatan
(syarr) yang terdapat pada surat an-Nas masuk dalam kategori pembebanan lak/if,
dan berhubungan dengan pelarangan (dilarang untuk mengeIjakannya)65
Adapun mengenai kata waswas (u.l..J-U'.J) pada ayat keempat dari surat an
Nas, Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari
wazan J)ki, yang berasal dari kata U"..J-U'.J dalam bentuk fi'il rnadhi. Adapun
makna waswas adalah memasukkan gerakan atau suara yang sangat halus dan
sukar untuk dirasakan ke dalam jiwa, sehingga tidak ada seorang pun yang
mendengarnya kecuali orang yang dimasuki gerakan atau suara tersebut,
sebagaimana setan berusaha membisikkan ke dalam jiwa manusia. Oleh karena
itu, waswas tersebut berusaha untuk dihindari66
Penggunaan kata waswas yang mengandung makna tersebut adalah seperti
pada lafazh '\sbJI 4.......J-U'.J" yang berarti "bisikan anting". Kalimat tersebut
bennakna bahwa gerakan dan suara anting hanya dapat didengar oleh orang yang
menggunakannya, dan orang lain tidak dapat mendengarnya, karena letaknya
yang sangat dekat dan berdampingan.67
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa kata waswas merupakan
bentuk pengulangan (repetisi), sehingga kata tersebut memiliki arti bisikan yang
berulang-ulang. Menurutnya, kata waswas tersebut serupa dengan kata lainnya
yang mengandung makna repetitif, seperti J)j (berguncang-guncang), c2.lSJ
65 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayytm, h. 600
6'lbn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqf.'ir al-Qayyim, h. 600
67 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tcifsir al-Qayyim, h. 600
55
(mengisi sedikit demi sedikit), yS.f,. (membolak-balik dengan cara melempar
sesuatu ke tempat yang jauh), Jill (menggerak-gerakkan), "",yA.J
(menghancurkan sesuatu dengan menumbuk sedikit demi sedikit), .Jj.Jj
(menaburkan sesuatu sedikit demi sedikit), ~)lSJI.l....h. (mengulur perkataan sedikit
demi sedkit), dan~ (tepuk tangan yang berulang-ulang)68
Adapun arti kata khannds berasal dari wazanJa' 'iiI (Jw) yang berasal dari
kata~ -(y.li. Kata khannds memiliki arti tertutup atau tersembunyi. Adapun
makna sebenarnya dari kata tersebut adalah menghilang setelah tampak,
sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah swt:
Artinya: "Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang." (QS. At-Takwir:15)
Qatadah dan 'Ali ra. berpendapat bahwa makna kata khunnas adalah
bintang-bintang yang tampak pada malam hari dan menghilang pada siang hari
sehingga tidak dapat dilihat. Ada pula yang berpendapat bahwa makna kata
khunnas adalah kembali, karena bintang-bintang kembali ke arah timur setiap
malam. Berdasarkan dua makna khunnas tersebut, Ibn Qayyim al-Jawziyyah
berpendapat bahwa arti kata khannds adalah menghilang, kembali, dan terlambat.
Seorang hamba jika lalai mengingat Allah, maka setan menetap di hatinya dan
menguasainya. Selain itu, setan juga menyebarkan di dalam hati manusia segala
macam bisikan yang menjadi pokok seluruh perbuatan dosa. Apabila seorang
hamba mengingat Tuhannya dan berlindung kepada-Nya, maka bisikan itu akan
68 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tqfsir al-Qayyim, h. 600-60 I
56
sembunyi dan berkerut, sebagaimana sesuatu yang menghilang untuk sell1bunyi.
Kesembuyian dan keberkerutan itu juga berarti berkumpul dan kell1bali serta
lall1bat keluar dari hati. Oleh karena itu, khannas ll1ell1iliki arti lambat dan
kembali sambil bersell1bunyi.69
Kata waswas dan khannas ll1enurut Ibn Qayyim al-Jaw.liyyah adalah kata
sifat dan bukan mashdar. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa kata waswas dan
khannds merupakan dua sifat yang dill1iliki oleh setan.70
Setelah menjelaskan ll1engenai dua sifat setan (waswas dan khannas) yang
terdapat pada surat an-Nils, Ibn Qayyill1 al-Jawziyyah menyebutkan sifat setan
yang ketiga yaitu yang terdapat pada ayat kelima, yaitu setan yang membisikkan
kejahatan ke dalam dada manusia (U"DJI J.;~ cJ ~,..,;,,:,; <.5:>11)71
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa pada ayat tersebut Allah
ll1enggunakan kata shudur (dada) dan bukannya qulUb (hati), karena dada
merupakan ruangan yang menampung hati dan mll1ahnya. Segala informasi
masuk dan dikumpulkan di dalam dada, kemudian diteruskan ke hati. Dada
bagaikan pintu masuk dan rumah bagi hati. Dari hati keluar semua perintah dan
keinginan ke dada, yang kemudian terbagi ll1enjadi beberapa pelaksana tugas dari
hati tersebut. Menumt Ibn Qayyim al-Jawziyyah, orang yang memahami
perbedaan shudur dan qulUb tersebut, ll1aka ia telah memahami ayat berikut inez
69 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 606
70 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-To/sir al-Qayyim, h. 605
71 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-To/sir ol-Qayyim, h. 607
72 Ibn Qayyim al-Jawziyyah, at-Tqfsir al-Qayyim, h. 614
57
Artinya: "Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada di dalamdadamu, dan untuk membersihkan apa yang ada di dalam hatimu." (QS.AI 'I1nran [3]: 154)
Maka setan masuk ke ruang penampung hati atau rumahnya, kemudian ia
memasukkan apa yang ingin ia sampaikan ke dalam hati. Jadi, setan mengganggu
dengan bisikannya di dalam dada, dan bisikannya itu sampai ke dalam hati. Oleh
karena itu, Allah swt berfinnan:
Artinya: "Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya." (QS. Thilha:120)
Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa ayat tersebut menggunakan
kata ilaih (kepadanya) dan bukanfFhl4.:Jl (di dalamnya), karena maknanya adalah
bahwa setan menyampaikan bisikan jahat itu kepada hati dan memasukkannya,
kemudian barulah bisikan tersebut masuk ke dalam hati73
Selanjutnya, Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa setan yang
membisikkan kepada manusia terbagi menjadi dua macam, yaitu jenis jin dan
jenis manusia. Sebagaimana yang dijelaskan pada akhir surat an-Nils ( "; :i.:i;J1 (:;,0
U"\JlI). Bisikan adalah penyampaian yang tersembunyi di dalam hati. Hal ini
adalah titik persamaan antara jin dan manusia. Namun, jika penyampaian manusia
dan bisikannya harus meialui telinga, maka jin tidak butuh dengan perantara
"Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Tqfsiral-Qayyim. h. 615
58
telinga, karena jin dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan berjalan seperti
jalannya pembuluh darah74
D. Kontel!.stualisasi Tafsi!' Ibn Qayyim al-Jawziyyah atas Surat al-Falaq dan
an-Nils
Pada surat al-Falaq, Ibn Qayyim al-Jawziyyah menjelaskan bahwa kejahatan
manusia yang terdapat pada surat tersebut adalah dari kejahatan (syarr) orang-orang
yang melakukan sihir (an-naffiJtsatfF al- 'uqad) dan orang-orang yang dengki (b.i1sid
idziJ basad). Selain itu, setiap ciptaan Allah (rna khalaq) memiliki potensi kejahatan
pada dirinya, termasuk manusia. Adapun moment terbaik bagi manusia untuk
melaksanakan kejahatannya adalah di waktu malam hari (ghasiq idza waqab).
Kesemua bentuk kejahatan manusia tersebut merupakan bentuk kejahatan
eksternal, karena berasal dari luar diri orang yang terkena kejahatan. Oleh karena itu,
Ibn Qayyim al-Jawziyyah menyebutnya dengan kejahatan masha'ib (musibah). Ibn
Qayyim al-Jawziyyah menyebut kejahatan ini sebagai kejahatan yang tidak dikenai
beban taklif (hukuman), sehingga orang yang ditimpa kejahatan tidak boleh
membalas perbuatan kejahatan tersebut kepada orang yang telah melakukannya,
tetapi cukup dengan bersabar dan memohon perlindungan kepada Allah.
Selain kejahatan yang diakibatkan oleh faktor eksternal, manusia pun dapat
ditimpa kejahatan yang diakibatkan oleh faktor internal, yaitu kejahatan bisikan
74 Ibn Qayyirn al-Jawziyyah, al-Taj"r at-Qayyim, h. 619
59
waswas dan khannas yang dihembuskan ke dalam dada manusia. Meskipun kejahatan
tersebut berasal dari luar diri manusia, tetapi dampak dari bisikan kejahatan tersebut
adalah perbuatan manusia itu sendiri, sehingga dikenai lak/if dan dapat dijatuhi
hukuman terhadap orang yang melakukan apa yang telah dibisikkan oleh setan.
Kejahatan-kejahatan tersebut dapat dilakukan oleh manusia. Menurut penulis,
kejahatan-kejahatan yang tidak terlihat dan hanya dirasakan oleh si penderita
kejahatan, dapat berbentuk apa saja, yang bersifat kejahatan pikiran. Kejahatan
pikiran yang dimaksud adalah seperti informasi-informasi yang menyesatkan dan
cenderung mengajak kepada kemaksiatan, media-media pomografi, tayangan televisi,
dan lain sebagainya, yang kesemuanya dibuat oleh manusia.
Kedua konteks surat mu 'awwidzalain tersebut dapat terjadi dalam suatu
kejadian tertentu. Contoh dari hal tersebut adalah dari kedengkian (basad) orang
orang kafir terhadap wnat Islam, dan mereka berpotensi untuk melakukan perbuatan
jahat tersebut (syan' ma kha/aq). Mereka menayangkan tayangan-tayangan yang
merusak aqidah umat Islam di waktu malam hari (ghdsiq idza waqab). Tayangan
tayangan tersebut merupakan bentuk lain dari bisikan-bisikan mereka secara halus
yang hanya dirasakan oleh individu yang menontonnya saja (waswas), dan tayangan
tersebut ditampung di dalam hati orang yang menontonnya untuk kemudian akhirnya
dimasukkan ke dalam hati (yuwaswis Ii shudur an-nas). Tayangan tersebut diputar
berulang-ulang (khannas), sekali waktu ada penghentian jam tayang, tetapi mereka
berusaha menayangkannya kembali di lain waktu dengan cara yang lebih simpatik.
60
Oleh karena itu, kejahatan manusla sangat beragam macamnya dan
merupakan upaya untuk menjerumuskan manusia lainnya ke dalam kesesatan dan
menjadi pengikut setan, sedangkan Allah swt telah menegaskan bahwa setan adalah
musuh manusia yang sangat nyata. Di samping itu, setan telah berjanji atas nama
Allah, bahwa ia akan terus mencari pengikut-pengikutnya dari kalangan manusla
untuk menjadi temannya di neraka sampai hari kiamat tiba75
Orang yang telah terkena kejahatan tersebut dapat pula akhirnya bertindak
menjadi pelaku kejahatan, karena tidak memohon perlindungan kepada Allah. Hal
tersebut dapat dimungkinkan terjadi karena setiap manusia berpotensi menjadi pelaku
kejahatan. Pada saat seseorang telah menjadi pelaku kejahatan (syarr), maka pada
saat itu pula ia telah menjadi setan.76
Bentuk-bentuk kejahatan yang terdapat pada kedua surat mu 'awwidztain
tersebut dapat pula dilakukan oleh setan yang berupa jin. Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Ibn Qayyim al-Jawziyyah bahwa jin juga memiliki potensi untuk
melakukan kejahatan (syarr md khalaq). Selain itu, jin biasanya keluar di malam hari
(ghdsiq idzd waqab), dan jin yang membantu manusia dalam melaksanakan akiivitas
sihirnya (an-naffdtsdti fi al- 'uqad). Bahkan jin pun memiliki rasa dengki terhadap
75 Muh. Mutawalli asy-Sya'rawi, Selan 'Versus Manu,via: Pertarungan Selan dan AnakMallllsia, terj. Utbah Romim Suhaily, (Jakarta: Studio Press, 1996), eel. Ke-l, h. 93-94
7GMuh. Mutawalli asy~Sya'rawi, Setan Versus Mallllsia: Pertarullgan SetGn dan AnakMallllsia, h. 99-100
61
manusia yang didasari oleh kesombongannya, karena keinginannya untuk menjadi
mulia seperti manusia tidak tercapai.
Lebih lanjut, Ibn Qayyim al-Jawziyyah menegaskan bahwa kerjasama antara
manusia dan jin dalam melakukan aktivitas sihir merupakan tindakan yang sangat
berbahaya, bukan hanya terhadap orang lain, tetapi juga terhadap dirinya. Orang yang
tertimpa sihir akan mengalami musibah, tetapi orang yang melakukan kerjasama
dengan jin justru telah menyekutukan Allah, seandainya ia percaya kepada Allah, dan
ia dihukumi kafir. Oleh karena itu, jin sangat senang apabila ada orang yang bersedia
bekeJjasama dengannya, termasuk dalam aktivitas sihiL
Berdasarkan hal tersebut, fenomena-fenomena klenik yang bernuansa mistik
dalam berbagai infonnasi media perlu dikhawatirkan, karena infonnasi-informasi
tersebut dapat menjerumuskan para penonton yang akhirnya tertarik untuk
menjalankan aktivitas klenik tersebut. Padahal aktivitas-aktivitas tersebut tidak lebih
dari tipu daya jin untuk mengelabui manusia dan melupakan dari Allah yang telah
. k 77menclpta annya.
Kejahatan jin yang lain adalah bisikannya (waswas) yang dilakukan secara
terus menerus tanpa henti (khannas). Pada saat seseorang yang dibisikkan oleh setan
yang berbentuk jin tersebut ingat kepada Allah, maka jin tersebut akan lari darinya.
Namun, jika orang tersebut lupa kepada Allah, maka jin akan kembali secara cepat
untuk membisikkan berbagai kejahatan ke dalam dada manusia.
77 Sari Narulita, "Tipu Daya Tayangan Mistik," Hidayah, Mei 2004, h. 128
62
Oleh karena itu, setan yang berbentuk jin tidak akan pernah lepas mengawasi
segala aktivitas manusia, sebagai upaya untuk menjerumuskan manusia ke dalam
kesesatan. Bisikan jin tersebut tidak akan pernah berhenti sampai seseorang betul-
betul telah meninggalkan dunia, sehingga manusia diharuskan untuk memiliki
kewaspadaan yang tinggi terhadap segala bentuk bisikan setan yang berupa jin
tersebut78
Hal tersebut dapat dimungkinkan, karena setan yang berbentuk jin memiliki
sifat waswds (senantiasa membisikkan). Sifat tersebut sudah menjadi sifilt dasarnya
yang tidak akan pernah berubah.
Selain itu, setan telah bersumpah atas nama Allah bahwa ia akan terus
menggoda manusia hingga hari kiamat, kecuali orang-orang yang ikhlas berserah diri
pada Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt:
Artinya: "Demi kemuliaan-Mu, aIm (setan) akan menyesatkan mereka semuanya.Kecuali hamba-hambamu yang ikhlash di antara mereka." (QS. Shiid: 8283)
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa inti dari ish'ddzah adalah
tauhid, karena hanya menyerahkan permasalahan gangguan setan kepada Allah
semata, sebagai rabb alIalaq, rabb an-nds, mdlik an-nds, dan ildh an-nds. Oleh
karena itu, isti'ddzah dihukumi wajib karena dua hal. Pertama, sebagai pemantapan
78 Ibn Qudamah, Was-Was Bila Syelhal/ Membelit Mal/usia, terj. Ahmad Semait,(Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1999), cet. Ke-2, h. 35-38
63
tauhid bahwa hanya Allah swt yang berhak menjadi pelindung, karena nama dan
sifat-sifat-Nya. Kedua, sebagai upaya memohon perlindungan dari gangguan setan,
karena setan pasti akan mengganggu manusia dalam berbagai bentuknya, dan
gangguan tersebut hanya dapat diatasi dengan memohon perlindungan kepada Allah.
Selain itu, penyebutan nama-nama yang mencakup sifat-sifat Allah pada awal
surat mu 'awwidzatain juga menegaskan urgensi tauhid bagi manusia pada saat
memohon perlindungan kepada-Nya.
1sti 'ddzah kepada Allah yang harus dilakukan tersebut merupakan upaya
melindungi diri dari gangguan setan, baik yang berupa jin maupun manusia. Hal
tersebut perlu dilakukan karena jin dan manusia berpotensi melakukan perbuatan
jahat (syarr md khalaq), memiliki moment untuk melakukan perbuatan jahat (syarr
ghdsiq idzd waqab), mampu saling bekerjasam untuk melakukan aktivitas sihir (syarr
an-naffdtsdt fi al- 'uqad), memiliki rasa dengki (syarr b..dsid idzd basad), memiliki
kel11ampuan mel11bisikkan (waswds) secara berulang-ulang dan intens (khannds) ke
dalal11 dada l11anusia (yuwaswisfi shudur an-nds).
Berdasarkan hal tersebut, l11anusia juga harus diharuskan untuk ber-isti 'ddzah
kepada Allah, selain karena adanya gangguan setan, juga agar dirinya tidak menjadi
setan, karena setiap individu l11anusia berpotensi untuk menjadi setan dan
menjalankan perbuatan kejahatan sebagai bentuk aktivitas setan.
Oleh karena itu, pemahaman secara utuh, menyeluruh, dan mendalam mutlak
diperlukan, karena inti dari isti'ddzah adalah mengingat dan beribadah kepada Allah
sebagai realisasi tauhid, serta menjaga diri sendiri untuk tidak menjadi setan. Adapun
64
setan yang berupa jin dan manusia di luar diri sendiri, tidak menjadi faktor utama
keharusan ber-isli 'ddzah, karena setan sudah pasti akan menggoda manusia.
Setan akan semakin kuat apabila ia sangat diperhatikan dan diawasi, setan
hanya akan melemahkan godaannya, bahkan bisa hilang, hanya pada orang yang
mengingat Allah dan memohon perlindungan-Nya. Hal tersebut sebagaimana yang
tersirat dalam finnan Allah swt:
Artinya: "Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitansebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu daJi surga, iamenanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepadakeduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihatkamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melibat mereka.Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpinpemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al-A'rilf [7J: 27)
Firman Allah swt mengenai hal tersebut juga dinyatakan oleh 'All ibn Abi
Thill ib dalam ungkapannya: 79
" ,,~ J \
ylk;;J1 :x~J yL!_)'\ ~IP;, JJ\ ??, ,
Artinya: "Jngat kepada Allah adalah pilar keimanan dan penjagaan dari setan."
79 Ali Urnar al-Habsyi, Benarkah Nabi Muhammad saw Pernah Tersihir, (Jakarta: PustakaZahra, 2003), cet. Ke-1, h. 141
65
Berdasarkan penjelasan tersebut, proteksi diri manusia terdiri dari dua hal,
yaitu proteksi dari gangguan setan secara eksternal (gangguan sihir, dengki, bisikan
yang intens dalam dada manusia), dan proteksi diri dari gangguan setan secara
internal (upaya setan untuk menjadikan diri sebagai setan).
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa aktivitas ruqyah80 yang banyak
diinformasikan oleh berbagai media, hanya tepat bagi para penderita gangguan sihir
saja. Namun, inti dari keseluruhan aktivitas tersebut bukanlah pembebasan diri dari
gangguan sihir belaka, tetapi penanaman tauhid secara mantap dalam hati, sehingga
memiliki keyakinan bahwa pennohonan perlindungan (isti 'ddzah) hanyalah kepada
Allah swt, melalui sarana ingat kepada Allah (zikr) yang berawal dari pemahaman
surat mu 'awwidzatain secara komprehensif, sekaligus upaya menyelamatkan diri dari
menjadi setan.
Selain itu, kontekstualisasi isti'dzah sebagai manifestasi tauhid rububiyyah,
uluhiyyah, dan malikiyyah dalam kehidupan sehari-hari terlihat dalam bentuk akhlak.
Kepercayaan yang mantap kepada Allah swt melalui tauhid tersebut akan menjadi
landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia, sehingga
berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia itu akan tertuju semata-mata kepada
Allah swt.
80 Ruqyah bentuk jama'nya adalah ruqaa, yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yangsyar'i (yaitu berdasarkan pada riwayat yang shahih, atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telahdisepakati oJeh para ulama). Keharusan sesuai dengan syariat iniJah yang membedakan antara ruqyahdengan praktek perdukunan yang diJakukan oleh 'orang pintar'. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, RuqyahMellgobati GlIlla-GlIlla dan Sihir, (Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2005), eet. Ke-3, h. I
66
Berdasarkan hal tersebut, tauhid akan mengarahkan perbuatan manUSIa
menjadi ikhlas dan memasrahkan diri hanya kepada Allah swt. Sikap tersebut
menimbulkan dampak pada perilaku manusia yang selaras dengan apa yang telah
digariskan oleh Allah swt.
Ketiga bentuk idMji:J1 tersebut meniscayakan bahwa asmii' al-f1usnii yang
terkandung di dalamnya tidak cukup hanya untuk dihafal saja, tetapi yang terpenting
adalah meniru dan menyontoh terhadap makna yang terkandung dalam asmii' al
f1usnii tersebut, sehingga dapat menyelamatkan diri dari setiap gangguan godaan dan
bisikan setan yang dapat menjerumuskannya dalam kemaksiatan.
Pengamalan aspek taubid rububiyyah dalam kehidupan keseharian dapat
dilihat dari contoh berikut ini. Seorang muslim harus meyakini bahwa Allah swt
adalah Tuhan Yang Maha Pengatur CRabb) segala makhluk dengan rahmat-Nya.
Keyakinan tersebut berdampak pada penyadaran diri bahwa satu-satunya yang pantas
menjadi sandaran hidup adalah Allah swt. Seseorang yang menyandarkan diri hanya
kepada Allah swt akan menemukan dirinya selalu dalam kebahagiaan, karena
memahami bahwa yang paling baik adalah menurut pandangan Allah. Godaan apa
pun yang cenderung menjerumuskannya ke dalam kemaksiatan tidak dapat
mempengaruhinya sedikit pun, seperti godaan bagi seorang pejabat untuk melakukan
korupsi. Godaan untuk melakukan korupsi tersebut tidak akan menggoyahkannya,
karena ia meyakini bahwa Allah swt yang mengatur segala urusan manusia, sehingga
sangat tidak pantas bagi dirinya untuk melakukan perbuatan korupsi tersebut, karena
perbuatan tersebut dibenci oleh Allah Rabb al- 'iilamin.
67
Begitu pula dengan pengamalan tauhid malikiyyah dalam kehidupan
keseharian. Penyadaran diri seorang muslim bahwa Allah swt adalah satu-satunya
raja manusia meniscayakan adanya pemahaman bahwa ia selaku hamba tidak pantas
untuk bersikap sombong dan berbuat sesuatu yang didasari oleh rasa sombong
tersebut, dan sombong tersebut merupakan perbuatan iblis yang menyebabkannya
terusir dari surga. Contoh hal tersebut dapat dilihat dari seseorang yang
menyombongkan dirinya atas kekayaan yang dimilikinya, sehingga ia sangat susah
untuk mengeluarkan zakat dan sedekah. Pada saat kekayaan tersebut hilang dari
dirinya, maka ia akan mengalami depresi yang luar biasa. Hal tersebut berbeda
dengan perilaku seseorang yang meyakini bahwa satu-satunya raja manusia adalah
Allah swt. Pada saat muslim tersebut memiliki kekayaan, maka ia tidak akan
menganggap bahwa kekayaan tersebut sepenuhnya adalah milik pribadinya, sehingga
ia tidak ragu untuk bersedekah, dan ia tidak akan merasa gelisah atas hilangnya
kekayaan yang ada pada dirinya, karena ia hanyalah seorang hamba Allah swt di
muka bumi yang hanya dituntut untuk mengabdi (ibadah) kepada-Nya.
Adapun pengamalan tauhid ilahiyyah dalam aktivitas keseharian dapat dilihat
dari perilaku seorang muslim yang meyakini bahwa Allah yang benar-benar total
sepenuhnya berkuasa atas segala hal dan Allah Maha Adil yang meniscayakan bahwa
segala yang menimpa dirinya pasti sempurna dan tidak layak kecewa. Keyakinan
tersebut berdampak pada sikapnya yang selalu optimis dan berbaik sangka kepada
Allah yang membuat hidup dirinya menjadi nyaman. Segala godaan setan yang
membuatnya menjadi gelisah dan khawatir mengenai kehidupan dunia tidak akan
68
mudah menimpanya, karena ia meyakini bahwa Allah swt merupakan satu-satunya
Tuhan tempat bersandar dirinya.
Berdasarkan uraian tersebut, tanpak bahwa aspek tauhid yang tergambar
dalam tiga bentuk idhiifat tidak hanya bersifat dogmatis, tetapi merupakan suatu
landasan untuk melakukan segala aktivitas dalam keseharian.
Oleh karena itu, tauhid merupakan landasan akhlak, dan akhlak memberikan
penjabaran dan pengamalan tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia tidak akan ada
artinya, dan akhlak yang mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh. Selain itu, tauhid
memberikan arah terhadap akhlak, dan akhlak memberi isi terhadap arahan tersebut.
BARN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penulis paparkan dalam skripsi ini, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Ibn Qayyim al-Jawziyyah menjelaskan bahwa isti'iizah menempati POSISI
yang penting dalam kehidupan manUSIa, sebagaimana ia menafsirkan surat
mu 'awwidzatain (al-falaq dan an-nas). Ia berpendapat bahwa isti'iizah merupakan
bagian dan tauhid dan upaya untuk memohon perlindungan kepada Allah swt dari
kejahatan musuh manusia terbesar, yaitu setan.
lsti'iidzah kepada Allah yang harus dilakukan tersebut merupakan upaya
melindungi diri dan gangguan setan, baik yang berupa jin maupun manusia. Hal
tersebut perlu dilakukan karena jin dan manusia berpotensi melakukan perbuatan
jahat (syarr mii khalaq), memiliki moment untuk melakukan perbuatan jahat (syarr
ghiisiq idzii waqab), mampu saling bekerjasama untuk melakukan aktivitas sihir
(syarr an-naffiitsiit .fi al- 'uqad), memiliki rasa dengki (syarr fJ.iisid idzii !J.asad),
memiliki kemampuan membisikkan (waswiis) secara berulang-ulang dan intens
(khanniis) ke dalam dada manusia (yuwaswisfl shudilr an-niis).
Pandangan Ibn Qayyim al-Jauziyyah atas ayat-ayat lsti'iidzah dapat
dikontekstualisasikan pada masa kini dengan berusaha memahami bahwa diperlukan
pemahaman secara utuh, menyeluruh, dan mendalam mudak diperlukan, karena inti
70
dari isfi 'tidzah adalah menbringat dan beribadah kepada Allah sebagai realisasi tauhid,
serta menjaga diri sendiri untuk tidak menjadi setan. Adapun setan yang berupa jin
dan manusia di luar diri sendiri, tidak menjadi faktor utama keharusan ber-isfi'tidzah,
karena setan sudah pasti akan menggoda manusia.
Berdasarkan penjelasan tersebut, proteksi diri manusia terdiri dari dua hal,
yaitu proteksi dari gangguan setan secara ekstemal (gangguan sihir, dengki, bisikan
yang intens dalam dada manusia), dan proteksi diri dari gangguan setan secara
internal (upaya setan untuk menjadikan diri sebagai setan).
Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa aktivitas ruqyah yang banyak
diinformasikan oleh berbagai media, hanya tepat bagi para penderita gangguan sihir
saja. Namun, inti dari keseluruhan aktivitas tersebut bukanlah pembebasan diri dari
gangguan sihir belaka, tetapi penanaman tauhid secara mantap dalam hati, sehingga
memiliki keyakinan bahwa permohonan perlindungan (isfi 'tidzah) hanyalah kepada
Allah swt, melalui sarana ingat kepada Allah (zikr) yang berawal dari pemahaman
surat mu 'awwidzafain secara komprehensif, sekaligus upaya menyelamatkan diri dari
menjadi setan.
Begitu pula dengan tayangan-tayangan mistik dan berbau klenik justru perlu
disikapi dengan penuh kekhawatiran, karena dengan tanpa pemahaman tauhid yang
benar, maka penonton dikhawatirkan dapat terjerumus dalam kesesatan dengan
mengikuti tipu daya setan yang terdapat dalam tayangan tersebut.
71
B. Saran-Saran
Setelah penulis memberikan kesil11pulan penelitian, maka dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
I. Kepada seluruh mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis agar senantiasa berusaha
mengungkap berbagai segi tentang aspek isti'iizah dalam al-Qur'an.
2. Kepada pihak Universitas agar memperbanyak literatur-literatur tafsir dan hadis
agar seluruh l11ahasiswa dapat lebih mudah dalam l11elakukan penelitian dan hasil
penelitian yang dihasilkan dapat lebih maksimal.
3. Kepada seluruh manusia, khususnya kaum muslimin, agar senantiasa
merenungkan dan mengambil hikmah dari kenyataan perilaku setan, baik yang
berwujud jin maupun manusia, sehingga dapat terhindar dari godaannya dan
berusaha l11engembalikan segala kenyataan tersebut kepada Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Maulana Muhammad, Is/am%giIslamiyyah, 1996, eel. ke-5
Dinu/ Is/am, Jakarta, Darul Kutub
Arifin, Bey, Samudra a/-Fatihah, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1980
al-Baql, Muhammad Fuad 'abd, a/-Mu "jam a/-Mufahras Ii alfazh a/-QuI' 'an, Beirut,Dar al-Ma'arif, 1991
Dahlan, Abdul Aziz, (ed.), Ensik/opedi Is/am, Jakarta, PT. lehtiar Bam Van Hoeve,1994, eel. Ke-3
ad-Damasql, Abu al-Fida' al-Hafidz Ibn Katslr, Taftfr a/-QuI' 'an a/- 'Azhfm, Bein1t,Dar al-Fikr, 1997, Juz 3
Dasteqhib, Abdul Husain, Isti'adzah; Kita-kiat Menghindari Godaan Setan, telj. M.Najib dan M. Ilyas, Jakmia, al-Huda, 2002
ad-Din, JalaI, as-Suyfithl dan JalaI ad-Din al-MaI..lam, Tafsfr a/-Qur 'an a/- 'Azhfm,Indonesia, Dar IhYa' al-Kutub al-'Arabiyyah, tth.
al-Habsyi, Ali Vmar, Benarkah Nabi Muhammad saw Pernah Tersihir/, Jakmia,Pustaka Zahra, 2003, eel. ke-I
al-Hanbali, Abfl Falah 'Abd al-Hayy ibn Ahmad ibn Muhammad ibn al-'Imad,Syadzarat adz-Dzahab fi Akhyar man Dzahab, Beirut, Dar al-Kutub al'Ilmiyyah, tth., jilid 3, Juz 6
Glasse, Cyril, Ensik/opedi Is/am (Ringkas), terj. Ghufron A. Mas'adi, Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, 2002, eel. ke-3
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Ruqyah Mengobati Guna-Guna Dan Sihir, Bogor,Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005, eel. Ke-3
Najib, Muhammad, "Isti'adzah", Republika, 31 Januari 2003
Nasution, Harun, Is/am Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jalcarta, VI Press, 1985,jilid I
Omar, Arifin, Rahsia di Sebalik Surah a/-Fa/aq, Malaysia, Cahaya Pantai, 1994
al-Qayyim, Ibn, at-Taftir a/-Qayyim, Beirflt, Dar ai-Filer, 1988
--------, Taftir Surah Muawwadzatain, terj. Ahmad Rifa'i dan Abdus Syukur, Jakarta,Akbar, 2002
--------, Melumpuhkan Senjata Syetan, terj. Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Jakarta,Darul Falah,1998
--------, Memetik Manfaat al-Qur'an, terj. Mahrus Ali, Jakarta, Cendikia SentraMuslim, 2000
Qudamah, Ibnu, Was-was BUa Syethan Membelit Manusia, telj. Ahmad Semait,Singapura, Pustaka Nasional PTE LTD, 1999, eel. Ke-2
Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedi al-Quran .. Taftir Sosial Berdasarkan KonsepKonsep Kunci, Jakarta, Paramadina, 1996, eel. Ke-l
Sanhuti, as-, Muhammad aI-Anwar, Ibnu Qayyim Berbicara Tentang Tuhan, Jakarta,Mustaqim, 2001
Shihab, M. Quraish, Taftir al-Quran ai-Karim; Taftir atas Surat-surat PendekBerdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Bandung, Pustaka Hidayah, 1997
asy-Sya'rawi, Muh. Mutawalli, Setan Versus Manusia: Pertarungan setan dan anakmanusia, terj. Utbah Romim Suhaily, Jakarta, Studio Press, 1996, eel. Ke- I
Taymiyyah, Ibnu, Risalah Ibnu Taimiyah Tentang Taftir al-Quran, telj. Drs. As'adYasin, eta!., Solo, CV. Pustaka Mantiq, 1996
Turam, Aehmad. Kiat Menghindari Kejahatan, Jakarta, PT. Gramedia PustakaUtama, 1995