58
MAKALAH BAGIAN I : KONSEP DIRI Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Diri Koordinator : Bambang Edi Warsito, S.Kp., M.Kes. Disusun Oleh : 1. Febria Eka Cahya 22020110130091 2. Dian Ayu Wulandari 22020110130094 3. Diah Ayu Lestari Irawadhi 22020110130095 4. Yoga Irnantoyo 22020110130097 5. Nur Indah Laksana W 22020110141004 6. Eka Nurohmat 22020110141006 7. Miftahul Firzanuddin M 22020110141007 8. Lutfi Novida Supriyanti 22020110141009 9. Esthi Darmastuti 22020110141016 10. Fiyanah Sofiani 22020110141081

KONSEP DIRI KEL.4~A10.1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

konsep diri kel 4

Citation preview

MAKALAH

BAGIAN I : KONSEP DIRI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Diri

Koordinator : Bambang Edi Warsito, S.Kp., M.Kes.

Disusun Oleh :

1. Febria Eka Cahya 220201101300912. Dian Ayu Wulandari 220201101300943. Diah Ayu Lestari Irawadhi 220201101300954. Yoga Irnantoyo 220201101300975. Nur Indah Laksana W 220201101410046. Eka Nurohmat 220201101410067. Miftahul Firzanuddin M 220201101410078. Lutfi Novida Supriyanti 220201101410099. Esthi Darmastuti 2202011014101610. Fiyanah Sofiani 22020110141081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2011

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diri (Self) adalah hubungan kita yang paling intim, merupakan aspek

yang terenting dalam diri kita namun paling sulit untuk didefinisikan

karena sangat kompleks dan tidak teraba. Apa yang kita pikirkan adalah

gambaran bagaimana kita sesungguhnya. Dan yang kita pikir dan kita

rasakan juga akan berpengaruh pada perawatan yang kita berikan baik

kepada diri sendiri maupun orang lain. Konsep diri adalah citra subjektif

dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan

persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui

proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variabel. Keempat

komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri, dan peran.

Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang dibentuk selama bertahun-

tahun.

Konsep diri tidak mudah untuk dibangun jika orang tersebut tidak

memiliki keinginan untuk membangun konsep dirinya. Setiap individu

memiliki konsep diri yang berbeda beda. Konsep diri ini dapat difenisikan

sebagai sebuah pemikiran dan kepercayaan yang membuat seseorang itu

mengetahui dirinya dan dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang

lain. Konsep diri seseorang tidak terbentuk saat lahir, tetapi dipelajari

sebagai hasil dari pengalaman seseorang dalam dirinya sendiri, orang

terdekat dan realita yang berhubungan dengan dunia.

Dalam pembentukan konsep diri terdapat banyak hal yang perlu

dipahami agar tidak terjadi pembentukan konsep diri yang keliru. Konsep

diri sendiri terdapat tahapan dalam perkembangannya, rentang respon

kosep diripun harus dikelompokkan. Untuk meiliki kepribadian yang baik

kita juga harus memahami komponen-komponen konsep diri yang

meliputi body image, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri.

Kelimanya harus kita ketahui sehingga kita paham tentang komponen

konsep diri. Selain itu terdapat juga mengenai bagaimana berkepribadian

yang sehat sehingga kita bisa membedakan kepribadian yang sehat dan

yang tidak sehat.

Sebagai perawat, kita harus memiliki konsep diri yang baik sehingga

kita bisa memahami diri kita dan juga orang lain atau klien yang sedang

kita rawat. Oleh karena itu selain kita memahami diri sediri maka kita juga

harus memahami klien seperti perilaku klien dengan gangguan konsep diri.

Perilaku yang muncul terkadang tidak kita duga dan diluar pikiran kita.

Dengan adanya perilaku klien yang seperti tersebut kita harus belajar

untuk dapat membantu klien mengembalikan konsep diri menjadi memilki

harga diri tinggi.

Dalam dunia keperawatan, kita tidak akan pernah lepas dari

lingkungan kita, baik dengan rekan sejawat maupun dengan klien. Maka

dari itu, di dalam makalah ini akan dibahas berbagai hal mengenai konsep

diri untuk menunjang terbentuknya konsep diri yang baik.

B. Tujuan

Adapun tujuan disusunnya makalah ini yaitu antara lain :

1. Mendefinisikan konsep diri

2. Menjelaskan bagaimana konsep diri berkembang

3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri dan

bagaimana faktor tersebut dapat mempengaruhi

4. Menjelaskan rentang respon konsep diri dan respon konsep diri

5. Menjelaskan rentang respon konsep diri adaptif dan rentang respon diri

maladaptive

6. Menjelaskan komponen konsep diri

7. Menjelaskan definisi dan deskripsi tentang karakteristik kepribadian

yang sehat

8. Menjelaskan tentang perilaku klien dengan gangguan konsep diri

BAB II

ISI

A. PERKEMBANGAN KONSEP DIRI

1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian

yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

dalam berhubungan dengan orang lain, (Stuart & Sundeen, 1991).

Termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi

dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan

pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.

Menurut Deek William and Raulin (1986), lebih menjelaskan bahwa

konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh fisikal,

emosional, intelektual, sosial dan spiritual.Konsep diri dipelajari melalui

kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain,

pandangan orang lain tentang dirinya.

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep

diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses

perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi

dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara

berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri

berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu,

perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih

lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya

dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan

keduanya.

2. Perkembangan Konsep Diri

Perkembangan konsep diri adalah proses panjang hidup. Setiap tahap

perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu klien dalam

mengembangkan konsep diri yang positif (Potter & Perry, 2005). Konsep

diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri

merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses

perkembangan dirinya menjadi dewasa.

Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan

melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979)

menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup

manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai

berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan

mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan

mulai dapat membedakan keduanya.

Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa

konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai,

sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara

dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan

tatap muka dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan

balik kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap

dirinya.

3. Jenis-Jenis Perkembangan Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocela (1995), dalam perkembangan konsep

diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif dapat disamakan dengan evaluasi diri positif,

penghargaan diri yang positif, perasaan harga diri yang positif dan

penerimaan diri yang positif. Konsep diri positif bersifat stabil dan

bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu

yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dirinya dan menerima

sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi

terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan

orang lain. Individu yang memiliki konsep diri positif akan merancang

tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki

kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan

di depanya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu penemuan

proses. Adapun ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri positif

adalah:

1) Mempunyai penerimaan diri yang baik.

2) Mengenal diri sendiri dengan baik.

3) Dapat memahami dan menerima fakta-fakta yang nyata tentang

dirinya.

4) Mampu menghargai dirinya sendiri.

5) Mampu menerima dan memberikan pujian secara wajar.

6) Mau memperbaiki diri kearah yang lebih baik.

7) Mampu menempatkan diri didalam lingkungan.

b. Konsep Diri Negatif

Konsep diri negatif sama dengan evaluasi diri yang negatif,

membenci diri, perasaan rendah diri, dan tiadanya menghargai pribadi

dan penerimaan diri. Menurut Hurlock (dalam Nasution, 2007), anak

yang memiliki konsep diri negatif akan mengembangkan penyesuaian

sosial yang kurang baik, mengalami perasaan yang tidak menentu,

inferioritas, menggunakan banyak mekanisme pembelaan dan memiliki

level harga diri yang rendah.

Colhoun dan Acocela (1990) membagi konsep diri negatif menjadi

dua tipe, yaitu:

1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri

Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak

teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu

tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya, kekuatan dan kelemahan

atau yang dihargai dalam kehidupanya.

2) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur

Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang

sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan

adanya penyimpangan seperangkat hukum yang dalam pikirannya

merupakan cara hidup yang tepat.

Menurut William D.Brooks (dalam Rakhmat, 2005:105) bahwa

dalam menilai dirinya seseorang ada yang menilai dirinya secara positif

dan ada yang menilai secara negatif.

Adapun ciri-ciri konsep diri negatif adalah sebagai berikut:

1) Hiperkritis, individu selalu mengeluh, mencela dan meremehkan

apapun dan siapapun.

2) Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain.

3) Pesimis terhadap kompetisi.

4) Tidak dapat menerima kekurangan dirinya.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan

perkembangan konsep diri, menurut Potter & Perry (2005) antara lain:

a. Bayi

Pada awalnya, bayi baru lahir semata-mata menyatakan

perbedaan antara sensasi menyenangkan dan objek yang

menyebabkan sensasi tersebut didapat. Bayi benar-benar bergantung

pada orang dewasa untuk merawat kebutuhan dasar mereka. Jika

kebutuhan seperti makan dan perawatan terpenuhi dengan cepat dan

konsisten, bayi mulai membentuk rasa percaya dengan dunia. Karena

bayi memandang diri mereka sebagai bagian dari pemberi perawatan

primer, maka pengalaman positif membantu mereka meraih

kepercayaan dalam diri mereka sendiri.

Penyapihan, kontak dengan orang lain, dan penggalian lingkungan

memperkuat kewaspadaan diri. Sejalan anak-anak mendekati ulang

tahun pertamanya, koordinasi dari pengalaman sensoris

diinternalisasikan kedalam citra tubuh mereka. Tanpa stimulasi yang

adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan

citra tubuh, dan konsep diri mengalami kerusakan, seperti yang

ditunjukkan oleh studi tentang bayi prematur dalam inkubator yang

kurang dibuai, diayun, dan dipeluk (Kramer et al, 1975). Pengalaman

pertama bayi dengan tubuh mereka, yang sangat ditentukan oleh kasih

sayang dan sikap ibu, adalah dasar untuk perkembangan citra tubuh.

Penerimaan dan pengaturan tubuh dikemudian hari dan reaksi orang

lain terhadap hal tersebut adalah cara kita melanjutkan pembentukan

citra tubuh kita (Murray & Huelskoetter, 1991).

b. Todler

Anak usia bermain (1-3 tahun) lebih aktif dan mampu untuk

berinteraksi dengan orang lain. Tugas psikososial utama mereka

adalah mengembangkan otonomi. Anak-anak beralih dari

ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri

mereka dari orang lain. Mereka juga cendeung memandang orang lain

dan diri mereka dalam istilah “semua baik” atau “semua tidak baik”.

Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan

tugas higiene dasar. Anak usia bermain, belajar untuk mengkoordinasi

gerkan dan meniru orang lain. Mereka belajar mengontrol tubuh

mereka melalui keterampilan lokomotion, toilet training, berbicara

dan sosialisasi.

Sebagian dari diri mereka mungkin dipandang sebagai

“permanen”, sehingga tindakan memotong rambut atau menyiram

limbah ke dalam toilet dapat menyebabkan stress karena semua itu

adalah bagian dari diri mereka. Anak usia bermain tidak selalu

mengetahui kapan mereka sakit, letih, terlalu dingin, atau haus atau

celananya basah. Anak usi bermain penuh dengan impuls dan

mempersonifikasi “Mau kue ... ambil kue!” Adalah tugas orangtua dan

masyarakat untuk dengan lembut memberikan batasan pada perilaku

yang diterima.

c. Usia Prasekolah

Batasan tubuh, rasa diri, dan jender dari anak usia prasekolah

menjadi lebih pasti bagi mereka karena perkembangan keingintahuan

seksual dan kesadaran tentang perbedaan dengan orang lain dari

jender yang sama atau yang berbeda. Mereka mulai belajar tentang

bagaimana mereka mempengaruhi orang lain dan bagaimana orang

lain berespons terhadap mereka. Mereka juga belajar dasar untuk

mengontrol perasaan dan perilaku. Anak-anak mulai menguji peran

dan meniru orang seperti yang mereka identifikasi dengan orang tua

sesama jenis kelamin atau anggota keluarga.

Anak-anak merasa kecil hubungannya dengan orang dewasa.

Mereka menetapkan pandangan negatif atau positif tentang diri

mereka. Mereaka mendengar dan mengalami emosi dan pernyataan

dari orang lain, terutama orang tua, tentang diri mereka sebagai

individu. Mereka juga mendengar tentang hal dan peristiwa disekitar

mereka. Mereka kemudian berperilaku untuk memenuhi pandangan

ini. Pandangan tentang diri ini mulai sebagai penilaian yang di buat

oleh orang lain. Misalnya, orang tua Joni menganggapnya condong

tertarik hal berkaitan dengan mekanik. Dengan berkembangnya Joni,

persepsi ini menjadi bagian dari dirinya dan ia bertindak untuk

memenuhinya dengan mengumpulkan benda atau memperbaiki

sesuatu. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi penghargaan diri.

Keluarga sangat penting untuk pembentukan konsep diri anak, dan

masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan harga

diri, dimana orang tersebut sebagai orang dewasa akan harus bekerja

dengan sangat keras untuk mengatasinya.

d. Anak Usia Sekolah

Sampai anak-anak bersekolah, konsep diri dan citra tubuh

terutama didasarkan pada sikap orang tua. Disekolah, orang lain

menunjang terbentuknya konsep diri dan citra tubuh. Hal ini akan

memberi efek penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat

kritis, atau akan menjadi negatif jika anak mengalami lingkungan

pendidikan yang negatif.

Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi lebih

cepat, dan lebih banyak didapatkan keterampilan motorik, sosial, dan

intelektual. Melalui permainan, anak-anak berinteraksi dengan teman

sebaya, mengembangkan ketrampilan motorik dan intelektual

tambahan. Anak-anak mengekspresikan perasaan melalui permainan,

literatur, gambar, dan musik. Perawat dapat menggunakan hal ini

untuk mendapat petunjuk dalam konsep diri anak-anak. Dengan

meningkatnya kemampuan pemecahan masalah, kesadaran diri

tentang perkembangan kekuatan dan keterbatasan diri makin besar.

e. Masa Remaja

Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan

sosial. Pertumbuhan yang cepat, yang diperhatikan oleh remaja dan

orang lain, adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan

citra tubuh.

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan

erat dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963). Pengamanan dini

mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa kanak-

kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.

Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri

yang buruk. Anak-anak yang memasuki masa remaja dengan perasaan

negatif menghadapi periode yang sulit ini bahkan lebih menyulitkan

lagi.

Anak remaja mungkin terlalu menekankan penampilan; hidung

yang mancung, telinga yang besar, tubuh yang pendek, atau kerangka

tubuh yang besar mengakibatkan remaja menilai buruk tentang diri

nya. Jika anak remaja tidak merasa menerima diri mereka atau tubuh

mereka, mereka akan mencoba untuk berkompetensi melalui olahraga,

keberhasilan dari hobi atau akademik, komitmen keagamaan,

penggunaan obat atau alkohol, atau kelompok teman untuk

meningkatkan prestise.

f. Masa Dewasa Muda

Meski pertumbuhan fisik telah berhenti, perubahan kognitif,

sosial dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup. Dewasa muda (awal

20 tahunan sampai 40 tahunan) adalah periode untuk memilih; adalah

periode untuk menetapkan tanggung jawab, mencapai kestabilan

dalam pekerjaan, dan mulai melakukan hubungan erat. Konsep diri

dan citra tubuh menjadi relatif stabil dalam masa ini.

Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, dan

penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan

perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial. Konsep diri secara

konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap,

dan perasaan tentang diri.

g. Usia Dewasa Tengah

Perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut

memutih, dan varises menyerang usia dewasa tengah. Tahap

perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi

hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengaruhi citra

tubuh, yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri. Orang

menyadari bahwa mereka tampak lebih tua, dan mereka mungkin

merasakan juga bahwa mereka menjadi lebih tua.

Tahun usia dewasa tengah sering merupakan waktu untuk

mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali

tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Sebagian besar orang secara

bertahap menyesuaikan diri dengan tubuh mereka yang berubah

dengan lambat dan menerima perubahan sebagai bagian dari

kematangan. Orang dengan kedewasaan emosional menyadari bahwa

mereka tidak dapat kembali menjadi muda dan menghargai bahwa

masa lalu dan pengalaman mereka sendiri adalah valid dan bermakna.

Orang usia dewasa tengah yang menerima usia mereka dan tidak

mempunyai keinginan untuk kembali pada masa-masa muda

menunjukan konsep diri yang sehat.

h. Lansia

Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan

bertahap struktur dan fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan

tonus otot. Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang

mempengaruhi lansia dengan lingkungan. Proses normal penuaan

menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Kehilangan

pendengaran dapat menyebabkan perubahan kepribadian karena lansia

menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang terjadi

atau yang di ucapkan. Kecurigaan, mudah tersinggung, tidak sabar,

atau menarik diri, dapat terjadi karena kerusakan pendengaran. Sering,

lansia memandang alat bantu dengar sebagai ancaman lain terhadap

citra tubuh.

Bagi banyak lansia, kacamata lebih diterima secara sosial

karena kacamata di gunakan oleh semua kelompok usia, tetapi alat

bantu dengar dianggap sebagai bukti langsung dari usia. Penyesuaian

diri terhadap penggunaan alat bantu dengar sulit terjadi; jika

motivasinya rendah, alat bantu dengar dapat ditolak.

Masa lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup

mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan dan dengan

demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri mereka

dan dunia membantu generasi yang lebih muda dalam cara yang

positif sering membantu lansia mengembangkan perasaan telah

meninggalkan warisan. Konsep diri juga dipengaruhi oleh status

kesehatan yang di rasakan orang tersebut saat ini.

B. RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Rentang Respon Konsep Diri terbagi menjadi dua yaitu :

1. Rentang Respon Adaptif

Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang

positif dengan latar belakang pengalaman yang sukses. teori Abraham

Maslow tentang hirarki kebutuhan, yang menganggap aktualisasi

sebagai tingkatan tertinggi bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi.

Aktualisasi diri adalah cara mengembangkan potensi diri dari hal yang

bisa kita lakukan atau kita kerjakan, Menjalankan aktualisasi diri sama

dengan Mengembangkan kemampuan kita tanpa batas.

Contoh : Contoh dalam dunia politik adalah Mahatma Gandhi:

beliau berani keluardari belenggu kebutuhan fisik dasar (beliau bukan

dari keluarga berada), rasa aman (beliau bisa saja tinggal tetap di

London daripada pulang ke India), etc. namun tokh berani untuk

mencari aktualisasi dirinya dengan rela bekerja from scratch demi

bangsa dan negaranya.

Contoh lain dalam dunia bisnis adalah para wirausaha,

entrepreneur yang berani untuk keluar dari segala jerat dan belenggu

rasa (ingin dihormati, rasa aman, kebutuhan dasar) dan mencari sesuatu

yang bisa atau lebih menjadikan dirinya berarti. Inilah hakekat dari

aktualisasi diri.

Konsep diri positif individu mempunyai pengalaman yang

positif dalam perwujudan dirinya. Contoh konsep diri positif adalah

ketika kita membayangkan jika kita,Saya punya banyak teman dan

sahabat dekatSaya orang yang periang dan terbukaSaya suka tantangan.

Gambaran diatas adalah contoh dari gambaran diri yang positif atau

sering disebut juga dengan istilah konsep diri positif. Orang dengan

konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat

hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa

yang akan datang.

2. Rentang respon maladaptif meliputi :

Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan

aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan

kepribadian pada remaja yang harmonis.

Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan merasa asing

dengan diri sendiri, yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan

dan kegagalan dalam ujian realitas. Individu mengalami kesulitan

membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya sendiri terasa

tidak nyata dan asing baginya.( Struart, 2007)

Rentang respon yang berada antara rentang respon adaptif dan

maladaptif meliputi:

Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami atau

beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri.

C. KOMPONEN KONSEP DIRI

Konsep diri terdiri atas lima komponen, diantara lain yaitu: citra tubuh

(body image),ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem), penampilan

peran (role performence), dan identitas personal (personal identity).

1. Citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari

ataupun tidak, yang ditujukan kepada dirinya. Citra tubuh dipengaruhi

oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan

oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh juga dipengaruhi

oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik, sikap, niali cultural

dan social.

Contohnya perbedaan mendasar tentang keapuan cara berjalam pad

nak usia sekolah dan bayi. Perubahan ini bergantung pada kematangan

fisik.

Beberapa hal yang terkait dengan citra tubuh antara lain:

a. Fokus individu terhadap bentuk fisiknya lebih terasa pada usia

remaja.

b. Bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, serta tanda-tanda kelamin

sekunder (mammae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan

bulu) menjadi citra tubuh.

c. Cara individu memandang dirinya berdampak penting terhadap

aspek psikologis individu tersebut.

d. Citra tubuh seseorang sebagian dipengaruhi oleh sikap dan respons

orang lain terhadap dirinya, dan sebagian lagi oleh eksplorasi

individu terhadap dirinya.

e. Gambaran realistis tentang menerima dan menyukai bagian tubuh

akan memberi rasa aman serta mencegah kecemasan dan

meningkatka harga diri.

f. Individu yang stabil, realistis, dan konsisten terhadap citra tubuhnya

dapat mencapai kesuksesan dalam hidup.

2. Ideal diri (self-ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana seharusnya

ia berperilaku berdasrkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal

tertentu (Stuart&Sundenn, 1998). jika ideal diri tidak sesuai dengan

persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk

memperbaiki dirinya. Tetapi ingat, jika ideal diri terlalu tinggi justru

dapat menyebabkan harga diri rendah. Faktor yang mempengaruhi ideal

diri:

a. Kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas

kemampuan.

b. Faktor budaya yang memengaruhi individu yang menetapkan ideal

diri. Standar yang terbentuk ini kemudian akan dibandingkan dengan

standar kelompok teman.

c. Ambisi dan keinginan untuk sukses dan melampaui orang lain,

kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan,

perasaan cemas dan rendah diri.

Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain:

a. Pembentukan ideal diri pertama kali terjadi pada masa kanak-kanak.

b. Masa remaja terbentuk melalui proses identifikasi terhadap orang

tua, guru, dan teman.

c. Ideal diri dipengaruhi oleh orang-orang dianggap penting dalam

memberikan tuntunan dan harapan.

d. Ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan

norma keluarga dan sosial.

3. Harga diri (self-esteem)

Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga

diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri

seseorang dan diri ideal. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang

berakar pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Harga diri dapat

menjadi rendah saat seseorang kehilangan kasih sayang atau cinta kasih

dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain, atau saat ia

menjalani hubungan interpersonal yang buruk. Beberapa cara untuk

meningkatkan harga diri seseorang antara lain:

a. Memberinya kesempatan untuk berhasil.

b. Memberinya gagasan.

c. Mendorong untuk beraspirasi.

d. Membantunya membentuk koping

4. Penampilan peran (role performence)

Peran sendiri adalah serangkaian harapan tentang bagaimana

seseorang bersikap/berperilaku sesuai dengan posisinya. Sedangkan

penampilan peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan

oleh lingkungan sosial, yang terkait dengan fungsi individu di berbagai

kelompok sosial. Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang

telah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku didasarkan

pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Sosialisasi itu sendiri

dimulai tepat setelah lahir, ketika bayi berespons terhadap orang dewasa

dan orang dewasa berespons terhadap perilaku bayi. Anak belajar

perilaku yang diterima oleh masyarakat melalui proses berikut :

a. Reinforcement-extinction : perilaku tertentu menjadi umum atau

dihindari, bergantung apakah perilaku ini diterima dan diharuskan

atau tidak diperbolehkan dan dihukum.

b. Inhibisi : seorang anak belajar memperbaiki perilaku, bahkan ketika

berupaya untuk melibatkan diri mereka.

c. Substitusi : seorang anak menggantikan satu perilaku dengan

perilaku lainnya, yang memberikan kepuasan peribadi yang sama

d. Imitasi : seorang anak mendapatkan pengetahuan, keterampilan atau

perilaku dari anggota social atau kelompok cultural.

e. Identifikasi : seorang anak menginternalisasikan keyakinan, perilaku,

dan nilai dari model peran ke dalam ekspresi diri yang unik dan

personal.

Beberapa hal yang penting terkait penampilan peran antara lain:

a. Peran yang dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.

b. Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan ideal diri akan

menciptakan harga diri yang tinggi, demikian pula sebaliknya.

c. Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stresor bagi peran.

d. Stres peran timbul karena struktur sosial yang menyebabkan

kesukaran, atau karena tuntutan posisi yang tidak mungkin

dilaksanakan.

e. Stres peran terdiri atas konflik peran, ketidakjelasan peran,

ketidaksesuaian peran, dan peran berlebih.

5. Identitas personal (personal identity)

Identitas personal adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian

yang bertanggung jawab atas kesatuan, kesinambungan, konsisten, dan

keunikan individu.

Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas,

keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam

berbagai situasi. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah dari

orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Pembentukan

identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang

kehidupan, tapi pada dasarnya merupakan tugas utama pada masa

remaja.

Beberapa hal yang penting terkait dengan identitas personal

antara lain:

a. Identitas personal terbentuk sejak masa kanak-kanak bersamaan

dengan pembentukan konsep diri.

b. Individu yang memiliki identitas persoanal yang kuat akan

memandang dirinya tidak sama dengan dengan orang lain, unik, dan

tidak ada duanya.

c. Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.

d. Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki-laki dan

perempuan, dan banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun

perlakuan masyarakat.

e. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, sikap menghargai diri

sendiri, kemampuan, dan penguasaan.

f. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

D. KEPRIBADIAN YANG SEHAT

Bagaimana individu berhubungan dengan orang lain merupakan inti

dari kepribadian Kepribadian tidak cukup di uarikan melalui teori

perkembangan dan dinamika diri sendiri. Berikut ini adalah pengalaman yang

akan dialmi oleh individu yang mempunyai kepribadian yang sehat (stuart

dan Sudden, 1991 )

Beberapa karakteristik kepribadian yang sehat adalah memiliki :

a. Gambaran diri yang positif dan akurat. Kesadaran akan diri

berdasarkan atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai dengan

kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan yang lalu, akan diri

sendiri, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi.

b. Ideal diri realistis

Individu yang mempunyai ideal diri yang realitas akan mempuynai

tujuan hidup yang dapat dicapai.

c. Konsep diri positif

Konsep diri positif menunjukkan bahwa individu akan sukses dalam

hidupnya.

d. Harga diri tinggi.

Seorang yang mempunyai harga diri yang tinggi akan memandang

dirinya sebagai seorang yangberarti dan bermanfaat. Ia memanding

dirinya sangat sama dengan apa yang ia inginkan.

e. Kepuasan penampilan peran

Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan mendapat

berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan.

Ia dapat mempercayai dan terbuka pada orang lain dan membina

hubungan interdependen.

f. Identitas jelas.

Individu merasakan keunikan dirinya, yang memberi arah kehidupan

dan mencapai keadaan.

Ada banyak cara mengukur berapa sehat tidaknya kepribadian

seseorang, salah satunya adalah melalui lima karakteristik berikut ini:

1) Neurotisisme: Faktor ini merujuk kepada kesanggupan orang

menanggung tekanan hidup. Orang yang bermasalah adalah orang yang

memiliki tuntutan yang tidak realistik sehingga rawan terhadap stres bila

keinginannya tidak tercapai. Akibatnya ia rentan terhadap depresi dan

kemarahan. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya atau, ia akan

menyalurkan stres itu ke tubuhnya yang membuatnya sakit-sakitan.

Sebaliknya, orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres

tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan.

2) Ekstraversi: Faktor ini merujuk kepada keterbukaan orang dengan dirinya

termasuk pikiran dan perasaannya. Ia sanggup mengekspresikan pikiran

dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga mampu membangun

relasi yang dalam dengan sesama. Ia memiliki energi yang tinggi dan

mudah bersukacita, ia hangat dan menyenangkan.

3) Openness to Experience: Faktor ini merujuk kepada semangat untuk

hidup dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Ia tidak takut pada

pengalaman baru, bersedia mencoba pengalaman yang baru, dan

mengizinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Ia

terbuka terhadap reaksi perasaannya dan cenderung imajinatif.

4) Agreeableness: Faktor ini merujuk kepada karakteristik yang lembut, baik

hati, mudah percaya, ringan tangan, dan pemaaf. Lawan dari karakteristik

ini adalah antagonistik-sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah

marah, dan manipulatif.

5) Conscientiousness (Tanggung jawab): Faktor ini merujuk kepada orang

yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh tanggung jawab. Ia

memiliki komitmen pada kewajibannya dan sanggup memenuhinya. Ia

mempunyai tujuan hidup yang jelas dan target yang dapat dicapainya.

Orang ini tidak mudah menyerah dan berdisiplin diri.

Pribadi yang dewasa merupakan label positif bagi orang yang

dianggap telah mencapainya. Sayang, banyak orang tak pernah berpikir

menjadi dewasa. Padahal, kepribadian dewasa merupakan ukuran

perkembangan kepribadian yang sehat.

Kepribadian yang dewasa diartikan secara berbeda-beda oleh

banyak orang. Hal ini tercermin dari beberapa pendapat berikut ini.

Menjawab pertanyaan dosen dalam kuliah tentang kepribadian di sebuah

fakultas psikologi, ada mahasiswa yang mengartikan dewasa kepribadian

sebagai sabar, tidak berlebihan dalam mengekspresikan emosi, dan pandai

mengelola hubungan dengan orang lain.

Ada juga yang mengartikan kemampuan untuk memecahkan

berbagai masalah kehidupan dengan bijaksana. Beberapa mahasiswa

menunjuk pada kemampuan memenuhi tugas-tugas perkembangan masa

dewasa dengan baik, seperti memiliki pekerjaan dan filsafat hidup yang

mantap, kondisi batin yang stabil, dan sebagainya.

Tulisan ini menyajikan kriteria yang lebih utuh mengenai

kepribadian yang dewasa dari seorang sesepuh yang ikut merintis

Psikologi, yakni Gordon W. Allport (1897-1967). Hingga saat ini teori-

teorinya (tentang kepribadian yang sehat) tetap relevan.

Berikut adalah tujuh kriteria dari Allport tentang sifat-sifat khusus

kepribadian yang sehat.

1. Perluasan Perasaan Diri

Ketika orang menjadi dewasa, ia mengembangkan perhatian-

perhatian di luar diri. Tidak cukup sekadar berinteraksi dengan sesuatu

atau seseorang di luar diri. Lebih dari itu, ia harus memiliki partisipasi

yang langsung dan penuh, yang oleh Allport disebut "partisipasi

otentik".

Dalam pandangan Allport, aktivitas yang dilakukan harus cocok

dan penting, atau sungguh berarti bagi orang tersebut. Jika menurut kita

pekerjaan itu penting, mengerjakan pekerjaan itu sebaik-baiknya akan

membuat kita merasa enak, dan berarti kita menjadi partisipan otentik

dalam pekerjaan itu. Hal ini akan memberikan kepuasan bagi diri kita.

Orang yang semakin terlibat sepenuhnya dengan berbagai

aktivitas, orang, atau ide, ia lebih sehat secara psikologis. Hal ini

berlaku bukan hanya untuk pekerjaan, melainkan juga hubungan

dengan keluarga dan teman, kegemaran, dan keanggotaan dalam politik,

agama, dan sebagainya.

2. Relasi Sosial yang Hangat

Allport membedakan dua macam kehangatan dalam hubungan

dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk mengembangkan keintiman

dan untuk merasa terharu. Orang yang sehat secara psikologis mampu

mengembangkan relasi intim dengan orangtua, anak, pasangan, dan

sahabat. Ini merupakan hasil dari perasaan perluasan diri dan perasaan

identitas diri yang berkembang dengan baik.

Ada perbedaan hubungan cinta antara orang yang neurotis (tidak

dewasa) dan yang berkepribadian sehat (dewasa). Orang-orang neurotis

harus menerima cinta lebih banyak daripada yang mampu diberikannya

kepada orang lain. Bila mereka memberikan cinta, itu diberikan dengan

syarat-syarat. Padahal, cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat,

tidak melumpuhkan atau mengikat.

Jenis kehangatan yang lain, yaitu perasaan terharu, merupakan

hasil pemahaman terhadap kondisi dasar manusia dan perasaan

kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang sehat memiliki kapasitas

untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakutan, dan kegagalan

yang merupakan ciri kehidupan manusia.

Hasil dari empati semacam ini adalah kesabaran terhadap tingkah

laku orang lain dan tidak cenderung mengadili atau menghukum. Orang

sehat dapat menerima kelemahan manusia, dan mengetahui dirinya juga

memiliki kelemahan. Sebaliknya, orang neurotis tidak mampu bersabar

dan memahami sifat universal pengalaman-pengalaman dasar manusia.

3. Keamanan Emosional

Kualitas utama manusia sehat adalah penerimaan diri. Mereka

menerima semua segi keberadaan mereka, termasuk kelemahan-

kelemahan, dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan

tersebut. Selain itu, kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-

emosi mereka, dan tidak berusaha bersembunyi dari emosi-emosi itu.

Mereka dapat mengendalikan emosi, sehingga tidak mengganggu

hubungan antarpribadi. Pengendaliannya tidak dengan cara ditekan,

tetapi diarahkan ke dalam saluran yang lebih konstruktif.

Kualitas lain dari kepribadian sehat adalah "sabar terhadap

kekecewaan". Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi

terhadap tekanan dan hambatan atas berbagai keinginan atau kehendak.

Mereka mampu memikirkan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan

yang sama.

Orang-orang yang sehat tidak bebas dari perasaan tak aman dan

ketakutan. Namun, mereka tidak terlalu merasa terancam dan dapat

menanggulangi perasaan tersebut secara lebih baik daripada kaum

neurotis.

4. Persepsi Realistis

Orang-orang sehat memandang dunia secara objektif. Sebaliknya,

orang-orang neurotis kerapkali memahami realitas disesuaikan dengan

keinginan, kebutuhan, dan ketakutan mereka sendiri. Orang sehat tidak

meyakini bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik

menurut prasangka pribadi. Mereka memahami realitas sebagaimana

adanya.

5. Keterampilan dan Tugas

Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya

menenggelamkan diri di dalam pekerjaan tersebut. Kita perlu memiliki

keterampilan yang relevan dengan pekerjaan kita, dan lebih dari itu

harus menggunakan keterampilan itu secara ikhlas dan penuh

antusiasme.

Komitmen pada orang sehat atau dewasa begitu kuat, sehingga

sanggup menenggelamkan semua pertahanan ego. Dedikasi terhadap

pekerjaan berhubungan dengan rasa tanggung jawab dan kelangsungan

hidup yang positif.

Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan

kontinuitas untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kedewasaan dan

kesehatan psikologis tanpa melakukan pekerjaan penting dan

melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan keterampilan.

6. Pemahaman Diri

Memahami diri sendiri merupakan suatu tugas yang sulit. Ini

memerlukan usaha memahami diri sendiri sepanjang kehidupan secara

objektif. Untuk mencapai pemahaman diri yang memadai dituntut

pemahaman tentang dirinya menurut keadaan sesungguhnya. Jika

gambaran diri yang dipahami semakin dekat dengan keadaan

sesungguhnya, individu tersebut semakin dewasa.

Demikian juga apa yang dipikirkan seseorang tentang dirinya, bila

semakin dekat (sama) dengan yang dipikirkan orang-orang lain tentang

dirinya, berarti ia semakin dewasa. Orang yang sehat terbuka pada

pendapat orang lain dalam merumuskan gambaran diri yang objektif.

Orang yang memiliki objektivitas teradap diri tak mungkin

memproyeksikan kualitas pribadinya kepada orang lain (seolah orang

lain negatif). Ia dapat menilai orang lain dengan seksama, dan biasanya

ia diterima dengan baik oleh orang lain. Ia juga mampu menertawakan

diri sendiri melalui humor yang sehat.

7. Filsafat Hidup

Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan

rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan

akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi

kehidupannya. Allport menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai

keterarahan (directness).

Keterarahan itu membimbing semua segi kehidupan seseorang

menuju suatu atau serangkaian tujuan, serta memberikan alasan untuk

hidup. Kita membutuhkan tarikan yang tetap dari tujuan yang

bermakna. Tanpa itu mungkin kita mengalami masalah kepribadian.

Kerangka dari tujuan-tujuan itu adalah nilai, yang bersama dengan

tujuan sangat penting dalam rangka mengembangkan filsafat hidup.

Memiliki nilai-nilai yang kuat merupakan salah satu ciri orang dewasa.

Orang-orang neurotis tidak memiliki nilai atau memiliki nilai yang

terpecah-pecah dan bersifat sementara, yang tidak cukup kuat untuk

mempersatukan semua segi kehidupan.

Suara hati berperan dalam menentukan filsafat hidup. Allport

mengemukakan perbedaan antara suara hati yang dewasa dengan suara

hati tidak dewasa. Yang tidak dewasa, suara hatinya seperti pada kanak-

kanak: patuh dan membudak, penuh larangan dan batasan, bercirikan

perasaan "harus".

Orang yang tidak dewasa berkata, "Saya harus bertingkah laku

begini." Sebaliknya, orang yang dewasa berkata, "Saya sebaiknya

bertingkah laku begini." Suara hati yang dewasa adalah perasaan

kewajiban dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain, dan

mungkin berakar dalam nilai-nilai agama atau etis.

Ciri-Ciri Kepribadian yang Sehat dan Tidak Sehat

Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam

memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian

kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan

Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang

kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,

akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap

lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi

dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan

caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri.

Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses

respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam

upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan

emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara

pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu

khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu

lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya,

misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan

afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga

menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan

dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa

teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori

Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung,

teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori

Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi

Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull,

Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu,

Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek

kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,

konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya

mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau

ambivalen

4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap

rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,

marah, sedih, atau putus asa

5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari

tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko

secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

6. Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan

interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan

kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Kepribadian yang Sehat

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari

yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat.

Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri

kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa

adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik,

pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.

2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau

kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima

secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai

sesuatu yang sempurna.

3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai

keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak

menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila

memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika

mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi

dengan sikap optimistik.

4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap

kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang

dihadapinya.

5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak,

mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri

serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat

menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau

konstruktif , tidak destruktif (merusak)

7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap

aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang

(rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai

tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan),

pengetahuan dan keterampilan.

8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang

lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah

lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan

menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap

orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi

korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan

dirinya.

9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan

memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat

hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

11. Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang

didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance

(penerimaan), dan affection (kasih sayang)

Kepribadian yang Tidak Sehat

1. Mudah marah (tersinggung)

2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan

3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)

4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih

muda atau terhadap binatang

5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang

meskipun sudah diperingati atau dihukum

6. Kebiasaan berbohong

7. Hiperaktif

8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas

9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain

10. Sulit tidur

11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab

12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor

yang bersifat organis)

13. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama

14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan

15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

E. PERILAKU KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu

mengalami kondisi pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya

sendiri yang negative. Jenis gangguan konsep diri di antaranya sebagai

berikut :

1. Gangguan citra tubuh

Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang

diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi,

keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Pada

klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan citra tubuh sangat

mungkin terjadi. Sitesor pada tiap perubahan yaitu :

a. Perubahan ukuran tubuh berat badan yang turun akibat penyakit

b. Perubahan bentuk tubuh, tindakan invasif, seperti operasi, suntikan

daerah pemasangan infus.

c. Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh di sertai

dengan pemasangan alat di dalam tubuh.

d. Perubahan fungsi berbagaipenyakit yang dapat merubah sistem

tubuh

e. Keterbatasan gerak, makan, kegiatan.

f. Makna dan objek yang sering kotak, penampilan dan dandan

berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infus, fraksi, respirator,

suntik, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain)

Tanda dan gejala gangguan citra tubuh yaitu :

a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah

b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi

c. Menolak penjelasan perubahan tubuh

d. Persepsi negatif pada tubuh

e. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang

f. Mengungkapkan keputusasaan

g. Mengungkapkan ketakutan

2. Gangguan Ideal Diri

Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai

dan tidak realistis ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung

menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena sakit maka

ideal dirinya dapat terganggu. Tanda dan gejala gangguan ideal diri

yaitu :

a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misalnya : saya

tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya tidak bisaa lagi jadi

peragawati karena bekas operasi di muka saya, kaki saya yang

dioperasi membuat saya tidak main bola.

b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya saya pasti

bisa sembuh pada hal prognosa penyakitnya buruk; setelahsehat

saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak

mungkin lagi sekolah.

3. Gangguan Harga Diri

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai

keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).Gangguan harga diri yang disebut

sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :

a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus

operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan

kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan,

dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).

1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik

yang sembarangan pemasangan alat yang tidak sopan

(pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal)

2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak

tercapai karena dirawat/sakit/penyakit.

3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya

berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai

tindakan tanpa persetujuan.

b. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,

yaitu sebelum sakit/dirawat klien ini mempunyai cara berpikir yang

negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif

terhadap dirinya.

Tanda dan gejala gangguan harga diri yaitu :

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakti dan akibat

tindakan terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut

jadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi

jika saya segera kerumah sakit, menyalahgunakan/mengejek dan

mengkritik diri sendiri.

c. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu

saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.

d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin

bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.

e. Percaya diri kurang. klien sukar mengambil keputusan, misalnya

tentang memilih alternatif tindakan.

f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

4. Gangguan Peran

Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran

yang disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus sekolah, putus

hubungan kerja.

Pada klien yang sedang dirawat di rumah sakit otomatis peran sosial

klien berubah menjadi peran sakit. Peran klien yang berubah adalah :

a. Peran dalam keluarga

b. Peran dalam pekerjaan/sekolah

c. Peran dalam berbagai kelompok

Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan selama

dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit. Tanda dan

gejala gangguan peran yaitu :

a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran

b. Ketidakpuasan peran

c. Kegagalan menjalankan peran yang baru

d. Ketegangan menjalankan peran yang baru

e. Kurang tanggung jawab

f. Apatis/bosan/jenuh dan putus asa

5. Gangguan Identitas

Identitas diri adalah komponen dari konsep diri yang memungkinkan

individu untuk memelihara pendirian yang konsisten dan karenanya

memungkinkan seseorang untuk menempati posisi yang stabil di

lingkungannya (Rawlins et al, 1993). Gangguan identitas adalah

kekaburan/ketidakpastian memandang diri sendiri. Penuh dengan

keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu

mengambil keputusan. Pada klien yang dirawat di rumah sakit karena

penyakit fisik maka identitas dapat terganggu yang disebabkan oleh :

a. Tubuh klien di kontrol oleh orang lain. Misalnya : Pelaksanaan

pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan

persetujuan klien.

b. Ketergantungan pada orang lain. Misalnya : untuk “self-care” perlu

dibantu orang lain sehingga otonomi/kemandirian terganggu.

c. Perubahan peran dan fungsi. klien menjalankan peran sakit, peran

sebelumnya tidak dapat di jalankan.

Tanda dan gejala gangguan identitas yaitu:

1) Tidak ada percaya diri

2) Sukar mengambil keputusan

3) Ketergantungan

4) Masalah dalam hubungan interpersonal

5) Ragu/ tidak yakin terhadap keinginan

6) Projeksi (menyalahkan orang lain

6. Gangguan Depersonalisasi

Depersonalisasi adalah gangguan yang ditandai dengan perasaan

terpisah yang lama atau berulang dari tubuh atau proses mental

seseorang (depersonalisasi) dan oleh perasaan di luar peninjau pada

kehidupan seseorang. Gejala pada depersonalisasi adalah gejala

psikologi ketiga yang paling sering terjadi (setelah perasaan gelisah dan

perasaan depresi) dan seringkali terjadi setelah seseorang mengalami

bahaya yang mengancam nyawa, seperti kecelakaan, penyerangan, atau

penyakit atau luka serius. Gangguan depersonalisasi tidak dipelajari

secara luas, dan penyebab dan kejadiannya pada masyarakat tidak

diketahui. Perilaku klien dengan gangguan depersonalisasi seperti

berikut ini :

a. Afek

1) Identitas hilang

2) Asing dengan diri sendiri

3) Perasaan tidak aman, rendah diri, takut, malu

4) Perasaan tidak realistic

5) Merasa sangat terisolasi

b. Persepsi

1) Halusinasi pendengaran dan penglihatan

2) Tidak yakin akan jenis kelaminnya

3) Sukar membedakan diri dengan orang lain

c. Kognitif

1) Kacau

2) Disorientasi waktu

3) Penyimpangan pikiran

4) Daya ingat terganggu

5) Daya penilaian terganggu

d. Perilaku

1) Afek tumpul

2) Pasif dan tidak ada respon emosi

3) Komunikasi tidak selaras

4) Tidak dapat mengontrol perasaan

5) Tidak ada inisiatif dan tidak mampu mengambil keputusan

6) Menarik diri dari lingkungan

7) Kurang bersemangat

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pembentukan konsep diri tidak terjadi dalam waktu singkat

melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Dan dalam

proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi penilaian dari

orang lain. Dan juga dalam konsep diri terdapat konsep diri yang positif

maupun negatif, tergantung terhadap orang itu sendiri. Dengan memahami

komponen konsep diri, kita mampu menilai diri kita dan meningkatkan

konsep diri kita. Memiliki kepribadian yang sehat merupakan hal yang sangat

positif, maka kita dapat membedakan kepribadian yang sehat dan kepribadian

yang tidak sehat. Apabila kita sudah memiliki konsep diri yang baik, maka

dengan perlahan kita dapat membantu klien dengan perilau gangguan konsep

diri sehingga derajat atau harga diri klien akan kembali. Tak hanya

memikirkan klien, perawatpun juga harus mampu memiliki kosep diri yang

baik.

B. Saran

Perawat merupakan salah seorang pelayan kesehatan yang sering

berinteraksi dengan pasien/klien sehingga perawat juga harus memiliki

konsep diri yang baik jika ingin membantu klien agar cepat sembuh. Semoga

dengan adanya konsep diri ini, mahasiswa mampu menjadi pribadi yang baik

untuk menjadi perawat yang baik pula. Dengan memahami konsep diri

diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan untuk menjadi bekal ketika

menjadi perawat nanti. Semoga apapun hal yang terjadi, perawattetap

memiliki konsep diri sehingga terjalin interkasi yang baik pula.

a.

DAFTAR PUSTAKA

Beck, D.M., Rawlins, R.P., dan Williams, S.R. (1984). Mental health-

psychiatric nursing: a holistic life-cycle approach. St. Louis: The C.V. Mosby

Company.

Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :

Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.

Jakarta : EGC.

Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and practice of

psychiatric nursing. (4th ed). St. Louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. (1998). Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.

http://arihdyacaesar.wordpress.com/2010/04/22/resume-perkembangan-

konsep-diri-dan-kemandirian-remaja/, diakses pada 3 Mei 2011 pukul 10.25 WIB

http://a khmasudrajat .wordpress.com/ , diakses pada tanggal 3 Mei 2011

pukul 10.38 WIB