Konsep Roy

  • Upload
    datmojo

  • View
    121

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

41

2.3 MODEL KONSEPTUAL SISTER CALLISTA ROY 2.3.1. Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy Sister Calista Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu : 1) Asumsi dari Teori Sistem a) System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke bagian lain b) Sistem adalah bagian dari berfungsinya bagian yang satu dan

saling ketergantungan dengan yang lain c) Sistem mempunyai input, out put, proses control,dan umpan balik d) Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi e) Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai standard dan umpan balik langsung terhadap fungsinya. 2) Asumsi dari Teori Heson a) Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme b) Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan

adaptasi, yang dapat berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual. c) Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan

42

d) Respon merupakan refleksi keadaan organisme terhadap stimulus 3) Asumsi dari Humanism a) Individu mempunyai kekuatan kreatif b)Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat c) Manusia merupakan makhluk holistik d)Opini manusia dan nilai yang akan datang e) Mobilisasi antar manusia bermakna 2.3.2 Teori Adaptasi Sister Calista Roy Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai Holistic adaptif systemdalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, output, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut : 1). Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

43

a)

Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .

b) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial. c) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. 2) Kontrol Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem. a) Subsistem kognator. Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari subsistem regulator dapat menjadi stimulus umpan balik untuk subsistem.kognator Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan

44

dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk

mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.1 Sub Sistem Cognator

Internal stimuli Intact Pathways and apparatus for Perceptual/informati on in processing

Proces for Sellective attention, coding & memory

Learning

Imitation, Reinforcement, & Insight Problem solving & Decicion making Psychomotor choice of response Effector Response

Judgment

Emotion External stimuli

Defences to seek relief & affective appraisal & attachment

(From : Roy, C & Mc. Leod D., 1984)

45

b). Subsistem regulator. Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : inputproses dan output. Input sebagai stimulus dapat berupa internal atau eksternal. Transmiter subsistem regulator adalah kimia, neural atau

endokrin. Refleks otonom adalah respon neural brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari subsistem regulator. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku subsistem regulator. Seperti tampak pada gambar 2.2 Gambar 2.2. Sub Sistem Regulator

Neural Spinal Cord : Brainstem and AutonomicReflexis Chemical Internal Stimulus Intact Circulation Intact Pathways to & from CNSResponsiveness of EndocrineHormonal Out Put

Effectors

Automatic Reflex Response

Responsiveness of Target Organs or tissues

Body Response

Glands Chemical External Stimulus

Neural

Perception

Short Term Memory

Psichomotor Choice of Response

Effector

Long Term Memory

(From : Roy, C & Mc. Leod D., 1984)

46

3) Output. Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan,

reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

47

Gambar 2.3 Sistem adaptasi menurut Roy

Stimulus Stimulus Tingkat Tingkat Adaptasi Adaptasi

Mekanisme Mekanisme koping koping

Regulator Regulator Kognator Kognator

Fungsi Fungsi Fisiologis Fisiologis Konsep diri Konsep diri Fungsi peran Fungsi peran Interdependen Interdependen

Respon Respon Adaptif Adaptif dan dan Tdk Efektif Tdk Efektif

Umpan balik (Sister Calista Roy,1991)

Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator subsistem diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. a) Mode Fungsi Fisiologi

48

Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu : 1. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991). 2. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991). 3. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991) 4. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991). 5. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).

49

6.The sense / perasaan

: Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan

bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991). 7.Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat

menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991). 8.Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi

pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991). 9.Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).

50

b. Mode Konsep Diri Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. 1) The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.

Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas. 2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini. c. Mode Fungsi Peran Mode fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya .

51

d. Mode Interdependensi Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. Model keempat mode yang saling berinteraksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

52

Gambar 2.4 Mode Interaksi ke Empat Mode Menurut S.C. Roy

53

2.3.3. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan keperawatan 4) Keperawatan. Dimana 2) Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan antara keempat elemen tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem. 1) Manusia Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang sebagai Holistic Adaptif System. Dimana Holistic Adaptif System ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi. a) Konsep Sistem Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, matter dan energi. Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, kontrol dan feed back . seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

54

Gambar 2.5 : Gambar sistem dalam bentuk sederhana Menurut George J.B. RN., PhD 1995

IN PUTS FEED CONTROL BACK OUT PUT

Gambar di atas menunjukkan suatu sistem terbuka yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain, dimana kualitas suatu sistem sangat tergantung pada manusia itu sendiri. b) Konsep Adaptasi Konsep adaptasi dapat dilihat pada gambar di dibaliknya ini.

55

Gambar 2.6 : Gambar sistem dalam bentuk sederhana Menurut George J.B. RN., PhD 1995

ADAPTA TION LEVEL STIMULI FEED COPING MECHANISMS BACK RESPON SES

Gambar diatas menunjukkan manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari input berupa stimulus dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang dapat menyediakan feed back/ umpan balik dan proses kontrol yang diketahui sebagai mekanisme koping (Roy and Andrew, 1991 dalam Nursing Theory ; 254)

56

Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu. Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk

menggambarkan proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah Regulator dan Cognator. Transmitter dari sistem regulator berupa kimia,

neural atau sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan umpanbalik terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi.

57

2) Lingkungan Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan. 3) Sehat Roy mendefinisikan sehat adalah A State and a process of being and becoming an integrated and whole person (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 261). Integritas individu dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan mastery. Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara meningkatkan respon adaptifnya. 4) Keperawatan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat.

58

Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi. A. PROSES KEPERAWATAN MENURUT TEORI ROY Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama dan kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi. Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi tingkah laku yang aktual dan potensial apakah memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus atau penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk pedoman pengkajian. Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan model interdependensi. Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap dan pengkajian tahap II. 1. Tahap I : Pengkajian perilaku Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan

59

atau kelebihan. misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial maladaptif. 2. Tahap II : Pengkajian faktor faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual. a. Identifikasi stimuli focal Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview. b. Identifikasi stimuli kontekstual Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah. Stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat

60

diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan validasi. Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik. c. Identifikasi stimuli residual Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan

memberikan efek pada situasi sekarang. 3. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan

mengobservasi tingkahlaku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan : a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen

61

Tabel 2.1. Tipologi masalah adaptasi menurut Roy, 1989

TIPOLOGI ADAPTASI A.Physiological model

MASALAH

Hipoksia/shock 1.Oksigenasi Kerusakan ventilasi Ketidakadequat pertukaran gas Perubahan perfusi jaringan Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan kebutuhan oksigen

2.Nutrisi

Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh Anoreksia Nausea / Vomiting Ketidak efektifan strategi koping thd

penurunan ingestik

3.Eliminasi

Diare Inkontinensia Konstipasi Retensi urine Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan

62

fungsi eliminasi.

4. Aktifitas dan istirahat

Ketidak adequate aktifitas & istirahat Keterbatasan mobilitas & Koordinasi Intoleransi aktifitas Immobilisasi Sleep deprivation Resiko gangguan pola tidur Kelelahan (Fatigue)

5. Proteksi

Gatal-gatal Infeksi Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun Kulit Kering

6. Sense

Resiko injuri Kehilangan kemampuan self-care Resiko distorsi komunikasi Stigma Sensori monoton / distorsi Nyeri akut

63

Gangg. Persepsi Koping tak efektif thd perubahan sensori

7. Cairan dan elektrolit

Dehidrasi Udem Retensi cairan intra sel Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium Ketidakseimbngan asam-basa Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH.

8. Fungsi neurologi

Penurunan tingkat kesadaran Pengurangan fungsi memori (daya ingat) Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. kognitif Resiko terjadi kerusakan otak sekunder

9. Fungsi endokrin

Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg direfleksikan dlm fatigue, iritabilitas dan intoleransi pd panas Ktdk efektifan perkembangan reproduksi

64

Ktdk stabilan system hormon Ktdk stabilan siklus internal stress. B. SELF KONSEP MODE 1. Physical Self Gangguan body image Disfungsi seksual Kehilangan Rape Trauma syndrome

2. Personal self

Ansietas Ketidak berdayaan Perasaan bersalah Harga diri rendah

C.

ROLE

FUNCTION

Transisi Peran Konflik Peran Gangguan / Kehilangan Peran

MODE

D.INTERDEPENDENSI MODE

Kesepian Cemas karena perpisahan

65

b. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif, misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat disimpulkan bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan. c. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah mode fisiologis, konsep diri dan interdependensi. Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya

tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi ) 4. Penentuan tujuan Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan

66

jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual. 5. Intervensi Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II. 6. Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.