Upload
ucok-nasution
View
273
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas : EKONOMI MAKRO ISLAM
KONSEP UANG DALAM EKONOMI ISLAM
DI SUSUN
NAMA : PUSPITA SURYA NINGSIHNIM : 11.220 0074JURUSAN : SYARIA’AH/PS-2Semester : IV (EMPAT)
Dosen PembimbingDARWIS HARAHAP, SH.I, M.Si
NIP : 19870818 200901 1 001
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PADANGSIDIMPUANT.A 2012/2013
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................i
A. Pendahuluan .................................................................................................................1
B. Pengertian Uang..........................................................................................................2
C. Fungsi uang menurut Islam.......................................................................................3
D. Fungsi Uang : Islami Versus Konvensional..........................................................9
E. Konsep uang menurut ekonomi islam..................................................................10
F. Perbedaan uang dalam konsep Islam dengan ekonomi konvensional........11
G. Kesimpulan..............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
2
A. Pendahuluan
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan
semuanya secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan
untuk mendapatkannnya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa
yang dihasilkannya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang
tidak praktis jika untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu
atau mencari orang yang mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara
bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan
pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum bangsa Barat
menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat
pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan
alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha
menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.
Uang merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Karena uang merupakan
alat yang digunakan untuk bertransaksi setiap hari. Untuk itu uang merupakan salah
satu bagian vital dari ekonomi. Begitu pula dengan konsep islam. Islam memiliki
konsep tersendiri yang berbeda dengan konsep konvensional. Uang dalam persepektif
islam mempunyai suatu suatu fungsi yang jelas, berbeda dengan konvensional yang
memiliki konsep yang kabur dan tidak jelas.
Peranan Uang Dalam Perekonomian Uang, merupakan materi yang sangat
berharga dan sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat
dipisahkan dengan pentingnya uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa
uang, perekonomian tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara
sederhana uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat
bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh
undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika
ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai
alat tukar.
3
B. Pengertian Uang1
Uang dalam bahasa arab berasal dari kata Nuqud yang berasal dari akar kata
naqdun yang berarti uang tunai atau pembayaran kontan.
Dalam fiqih Islam biasa digunakan istilah nuqud atau tsaman untuk
mengekspresikan uang. Definisi nuqud dalam Islam, antara lain:
a. Nuqud adalah semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan
transaksi, baik Dinar emas, Dirham perak, maupun Fulus tembaga.
b. Nuqud adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media
pertukaran dan pengukur nilai yang boleh terbuat dari bahan jenis apa pun.
c. Nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik
terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan
diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.
d. Nuqud adalah satuan standar harga barang dan nilai jasa pelayanan dan upah
yang diterima sebagai alat pembayaran.
Sedangkan Departemen Pendidikan dan kebudayaan dalam kamus besar
bahasa Indonesia menyebutkan bahwa uang adalah kertas, emas, perak atau logam
lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu, dikeluarkan oleh pemerintah
suatu negara sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai yang sah.
Sedangkan secara epitomologi (istilah), terdapa beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ilmuwan, yaitu:
a. Taqyuddin An-Nabhani, uang sebagai alat ukur tiap barang dan tenaga.
b. Wahab Khalaf, uang ialah alat transaksi yang di sahkan oleh undang-undang
negara , baik yang dibuat menggunakan emas, perak, atau hasil tambang
lainnya atau sesuatu bahan yang dijadikan manusi untuk membuat uang.
c. Abdul Qadim Zallum uang adalah sesuatuyang memiiki nilai sebagai upah
atau jasa.
d. Menurut Paul A. Samuelson, uang adalah media pertukaran yang diterima
secara umum.
1 H.farid Wadjdy, M. Pd dan Mursyid, M.Si, Wakaf dan Kesejahteraan Umat,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar:2007), Hal. 66-68
4
e. Aristoteles seperti dikutip Metwally, uang adalah sebagai alat tukar dan tidak
ntuk diperanakan.
f. Menurut nopirin , uang adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
mebayar barang atau jasa.
C. Fungsi uang menurut Islam2
1. Uang sebagai ukuran harga.
Abu Ubaid (w.224H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga
sesuatu, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai dari harga keduanya.
Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptkan dirham dan
dinar sebagai hakim penengah diantara seluruh harta agar harta diukur dengan
keduanya..
Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika orang susah menemukan
nilai persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham.
Ibn al-Qayyim (w. 751 H) Mengungkapakan bahwa dinar dan dirham adalah
nilai harga barang komoditas. Nilai harga adalah ukuran yang dikenal untuk
mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan akurat, tidak meninggi dan tidak
juga turun. Kalau unit nilai harga bisa naik dan turn maka kita tidak mempunyai lagi
unti ukuran yang bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas.
2. Uang sebagai Media Transaksi
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapapun
bila ia ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan antara uang dengan media transaksi
lain. Seperti cek, cek hanya berlaku apabila si penjual dan pembeli mengukuhkan
bahwa cek sebaga alat pembyaran yang sah.
Berbeda dengan emas dan perak yang tidak serta merta menjadi uang bila
tidak ada stempel dari negara. Imam Nawawi berkata “makruh bagi rakyat biasa
mencetak sendiri dirham dan dinar, sekalipun dari bahan yang murni. Sebab
wewenang untuk membuat uang ada pada pemerintah.
2 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta:Rajawali Press: 2007), Hal. 80-82
5
Ibnu Khaldun mengatakan dalam kitab muqadimahnya bahwa uang tidak
perlu mengandung emas atau perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang.
Uang yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah
menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak boleh merubahnya.3
3. Uang media pemnyimpan nilai
Al Ghazali berkata: “ kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan
terhadap dua mta uang. Seseorang yang meninginkan makanan kemudian
menukarnya dengan kain, dari mana ia dapat mengetahui ukuran baju dari nilai
makanan tersebut. Sedangkan pergaulan menginginkan terjadinya jual beli antara
barang yang berbeda.4 Maka dibuatkanlah jalan penengah sebagai hakim yang adil
antara kedua belah pihak yang ingin bertransaksi. Keadilan itu dituntut dari jenis
harta. Keudian dibutuhkan jenis harta yang dapat bertahan lama, dan jenis barang
yang bertahan lama tersebut adalah barang tambang, seperti emas, perak dan logam
yang kemudian dicetak menjadi uang.
Ibnu Khaldun juga mengisyratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan,
kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak,
sebagai nilai dari setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpana dan perolehan orang-
orang di dunia kebanyakannya.
Dalam setiap sistem perekonomian, fungsi utama uang selalu sebagai alat
tukar (medium of exchange). Dari fungsi utama ini diturunkan fungsi-fungsi lain
seperti uang sebagai standard of value, store of value, unit of account dan standard of
deferred payment. Mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini. Dalam
sistem perekonomian kapitalis, uang dipandang tidak saja sebagai alat tukar yang sah
(legal tender) melainkan juga dipandang sebagai komoditas. Dengan demikian,
menurut sistem ini, uang dapat diperjual belikan dengan kelebihan baik on the spot
maupun secara tangguh. Dalam perspektif ini uang juga dapat disewakan (leasing).5
3 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer,( Jakarta: Gema Insani Press:2001), Hal.56
4 Abdullh Zaky Al-Kaff, Ekonomi Dalam Perspektif ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia: 2002) cet. Ke- 1, Hal.195
5 Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam , Cet I; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2007. Hlm 112
6
Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah
sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa dijualbelikan
dengan kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari
karakteristik uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak
diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang
lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh Imam
Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zatnya
itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuaannya. Menurut beliau dalam
kitabnya Ihya Ulumiddin “Kedua-duanya tidak memiliki apa-apa tetapi keduanya
berarti segala-galanya”. Keduanya ibarat cermin, ia tidak memiliki warna namun ia
bisa mencerminkan semua warna.
Sekalipun pada masa awal Islam masyarakat sudah terbisa bermuamalah
dengan dinar dan dirham, kemungkinan untuk menjadikan barang lain sebagai mata
uang yang berfungsi sebagai medium of exchange telah muncul dalam pikiran
sahabat. Misalnya Umar bin Khattab pernah mengatakan, “ Aku ingin (suatu saat)
menjadikan kulit unta sebagai alat tukar.” Pernyataan ini keluar dari bibir seorang
yang amat paham tentang hakikat uang dan fungsinya dalam ekonomi. Menurut
Umar, sesungguhnya uang sebagai alat tukar tidak harus terbatas pada dua logam
mulia saja seperti emas dan perak. Kedua logam mulia ini akan mengalami
ketidakstabilan manakala terjadi ketidakstabilan pada sisi permintaan maupun
penawarannya. Karena itu, apapun, sesungguhnya dapat berfungsi menjadi uang
termasuk kulit unta. Dalam pandangannya, ketika suatu barang berubah fungsinya
menjadi alat tukar (uang) maka fungsi moneternya akan meniadakan fungsinya atau
paling tidak akan mendominasi fungsinya sebagai komoditas biasa.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat bahwa uang sebagai alat
tukar bahannya bisa diambil dari apa saja yang disepakati oleh adat yang berlaku
( ‘urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia. Ia tidak harus terbatas dari emas dan
perak. Misalnya, istilah dinar dan dirham itu sendiri tidak memiliki batas alami atau
syari’. Dinar dan dirham tidak diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan sebagai
wasilah (medium of exchange) Fungsi medium of exchange ini tidak berhubungan
7
dengan tujuan apapun, tidak berhubungan dengan materi yang menyusunnya juga
tidak berhubungan dengan gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini tujuan dari
keperluan manusia dapat dipenuhi (Lihat, Majmuatul Fatawa).
Pada umumnya para ulama dan ilmuwan sosial Islam menyepakati fungsi
uang sebagai alat tukar saja. Deretan ulama ternama seperti Imam Ghazali, Ibnu
Taymiyyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Ar-Raghib al-Ashbahani, Ibnu Khaldun, al-
Al-Maqrizi dan Ibnu Abidin dengan jelas menandaskan fungsi pokok uang sebagai
alat tukar. Karena itu mata uang haruslah bersifat tetap, nilainya tidak naik dan turun.
Uang kertas yang lazim digunakan di zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan
demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki
daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh emas.
Dulu uang memang mengikuti standar emas (gold standard). Namun rezim ini
telah lama ditinggalkan oleh perekonomian dunia pada pertengahan dasa warsa 1930-
an (Inggris meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia telah
meninggalkannya pada tahun 1976). Kini uang kertas menjadi alat tukar karena
pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut
keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain, niscaya uang kertas tidak akan
memiliki nilai sama sekali. Banyak kalangan yang ragu-ragu atau bahkan tidak tahu
hukum uang kertas ditinjau dari sisi syariah. Ada yang berpendapat bahwa uang
kertas tidak berlaku riba, sehingga kalau orang berutang Rp. 100.000,00 kemudian
mengembalikan kepada pengutang sebanyak Rp. 120.000,00 dalam tempo tiga bulan,
maka tidak termasuk riba.
Mereka beranggapan bahwa yang berlaku pada zaman Nabi SAW adalah uang
emas dan perak dan yang diharamkan tukar-menukar dengan kelebihan adalah emas
dan perak, karena itu uang kertas tidak berlaku hukum riba padanya. Jawabannya
dapat kita cari dari penjelasan yang lalu bahwa mata uang bisa dibuat dari benda apa
saja, termasuk kulit unta, kata Umar bin Khattab. Ketika benda itu ditetapkan sebagai
mata uang sah, maka barang itu berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat
tukar dengan segala fungsi turunannya. Jumhur ulama sepakat bahwa illat dalam
emas dan perak yang diharamkan pertukarannya kecuali serupa dengan serupa, sama
8
dengan sama, oleh Rasulullah SAW adalah karena “tsumuniyyah” , yaitu barang-
barang tersebut menjadi alat tukar, penyimpan nilai di mana semua barang ditimbang
dan dinilai dengan nilainya.
Karena uang kertas secara de facto dan de jure telah menjadi alat pembayaran
sah, sekalipun tidak dilatarbelakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam
hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Alquran diturunkan
merupakan alat pembayaran yang sah. Karena itu riba belaku pada uang kertas. Uang
kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat dari padanya.
Zakatpun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Begitu pula ia dapat
dipergunakan sebagai alat untuk membayar mahar.6
Dalam masyarakat yang maju, dikenal alat pertukaran dan satuan pengukur
nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Islam telah mengenal alat pertukaran dan
pengukur nilai tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur
nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan
emas dan perak tersebut sebagai uang dinar dan dirham.
Dalam sejarah perekonomian Islam, uang sebagai alat pertukaran dan
pengukur nilai tersebut, telah dicetak sejak zaman Khalifah Umar dan Utsman,
bahkan mata uang yang dicetak pada masa Khalifah Ali masih tersimpan dalam
sebuah museum di Paris. Hal ini menunjukkan bahwa dunia Islam telah mengenal
mata uang jauh sebelum Adam Smith, Bapak Ekonomi Konvensional, menulis buku
“The Wealth of Nations” pada tahun 1766.
Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” yang ditulis pada
awal abad ke-11 telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau
menjelaskan, bahwa ada kalanya seseorang mempunyai sesuatu yang tidak
dibutuhkannya dan membutuhkan sesuatu yang tidak dimilikinya. Dalam ekonomi
barter, transaksi hanya terjadi jika kedua pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus,
yakni pihak pertama membutuhkan barang pihak kedua dan sebaliknya pihak kedua
membutuhkan barang pihak pertama, misalnya seseorang mempunyai onta dan
membutuhkan kain.
6 Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonesia. 2003.
9
Menurut al-Ghazali, walaupun dalam ekonomi barter, dibutuhkan suatu alat
pengukur nilai yang disebut sebagai “uang”. Sebagaimana contoh di atas, misalnya
nilai onta adalah 100 dinar dan kain senilai 1 dinar. Dengan adanya uang sebagai alat
pengukur nilai, maka uang akan berfungsi sebagai media penukaran.
Namun demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri, artinya uang
diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari
pertukaran tersebut. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak
mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna, yang maksudnya adalah
uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam
istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung
(direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli
barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi
utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung,
melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi
barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan
nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble
Gum Economic”.
Namun sebenarnya, dampak tersebut sudah diingatkan oleh Ibnu Tamiyah
yang lahir di zaman pemerintahan Bani Mamluk tahun 1263. Ibnu Tamiyah dalam
kitabnya “Majmu’ Fatwa Syaikhul Islam” menyampaikan lima butir peringatan
penting mengenai uang sebagai komoditi, yakni :
a. Perdagangan uang akan memicu inflasi;
b. Hilangnya kepercayaan orang terhadap stabilitas nilai mata uang akan
mengurungkan niat orang untuk melakukan kontrak jangka panjang, dan
menzalimi golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap seperti pegawai/
karyawan;
c. Perdagangan dalam negeri akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai
uang;
d. Perdagangan internasional akan menurun;
10
e. Logam berharga (emas & perak) yang sebelumnya menjadi nilai intrinsic
mata uang akan mengalir keluar negeri.
Perdagangan uang adalah salah satu bentuk riba yang lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya. Untuk itu, marilah kita kembali kepada fungsi uang
yang sebenarnya yang telah dijalankan dalam konsep Islam, yakni sebagai alat
pertukaran dan satuan nilai, bukan sebagai salah satu komoditi, dan menyadari bahwa
sesungguhnya uang itu hanyalah sebagai perantara untuk menjadikan suatu barang
kepada barang yang lain.
Dengan demikian, maka dalam praktek sebuah Bank Syariah yang benar,
Bank bukan menjual-belikan uang tetapi adalah menjual-belikan barang dan atau
berbagi hasil dalam sebuah kemitraan usaha guna menghindari perubahan fungsi
uang dari alat pertukaran dan satuan nilai menjadi komoditi.7
D. Fungsi Uang : Islami Versus Konvensional
Menurut konsep Ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, sementara
dalam konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas. Misalnya dalam
buku “Money, Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang
dan capital secara bergantian. Sedangkan dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah
sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Capital bersifat stock
concept dan merupakan private goods. Uang yang mengalir adalah public goods,
sedangkan yang mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi
(private good).
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam
ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring
dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyal membicarakan
masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin
dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal,
kecuali air, api, dan rumput.”
7 Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy, (London: The Macmillan Press Ltd, 1996) hlm. 24
11
Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional
adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of
account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi
sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif
money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu
komoditi perdagangan. Jauh sebelumnya, Imam al-Ghazali telah memperingatkan
bahwa “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang
yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai
uang.”
Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi
utilitas karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung,
melainkan dari fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang menjadi
barang yang lain. Dampak berubahnya fungsi uang dari sebagai alat tukar dan satuan
nilai mejadi komoditi dapat kita rasakan sekarang, yang dikenal dengan teori “Bubble
Gum Economic”.
E. Konsep uang menurut ekonomi islam.8
1. Economic value of Time.
Islam tidak mengenal konsep time value of money, yang dikenal adalah
economic value of time , artinya ialah time mempunyai economic value jika dan
hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain,
sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.
2. Uang sebagai flow concept
Uang di dalam islam adalah Flow concept dan capital adalah stock concept.
Semkain cepat perputaran uang , akan semakin baik. Misalnya, seperti contoh pada
aliran air masuk dan aliran air keluar. Sewaktu air mengalir, disebut sebagi uang,
sedangan apabila air mengendp maka di sebut dengan capital. Wadah tempat
megendapnya adalah public goods. Uang seperti air, apabila dialirkan maka akan
semakin bersih dan sehat. Apabila air dibiarkan menggenang di suatu tempat maka
8 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta:Rajawali Press: 2007), Hal. 77
12
akan semakin mengeruh.Saving harus diinvestasikn ke sektor riil. Apabila tidak maka
saving bukan saja tidak mendapatkan return, tetapi juga dikenakan zakat.
3. Uang sebagai sebagai Public Goods
Ciri dari public goods adalh barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat
tanpa menghalangi orng lain ntuk menggunakanya. Sebagai public goods, uang
dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan
dikarenakan simpanan mereka yang banyak, akan tetapi karena asset mereka, seperti
rumah, mobil, saham, dll. Yang digunakan di sector produksi, sehingga memberikan
peuang yang lebih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang.
Jadi semakin tinggi tingkat produksi aka semakin besar kesempatan untuk dapat
memperoleh keuntungan dari public goods tersebut. Krena itu penimbunan
(hoarding) dilarang karena mengahalangi yang lain untuk menggunakan public goods
tsb.
F. Perbedaan uang dalam konsep Islam dengan ekonomi konvensional.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsp uang dalam konsep
ekonomi konvensional. Dlam ekonomi islam konsep uang sangat jelas dan tegas
bahwa uang adalah uang bukan sebagai modal (capital). Sebaliknya konsep uang
yang dikemukkakn ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik, yaitu, uang
sebagai uang dan uang sebagai modal.9
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam , uang adalah sesautu yang
bersifat flow concept dan capital adalah yang bersifat stock concept.
Untuk lebih jelas dapat kita lihat dari perbedaan konsep islam dan konsep
konvensional dapt dilihat dibawah ini:
a. Konsep Islam, uang tidak identik dengan modal sedangkan konsep
konvensional, uang identik dengan modal.
b. Konsep islam, uang adalah public goods, sedangkan konsep
konvensional uang adlah private goods.
9 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta:Rajawali Press: 2007), Hal. 77
13
c. Konsep islam, uang adalah Flow concept sedangkan konsep
konvensional, uang adalah stock concept.10
Menurut konsep ekonomi islam, uang adalah uang, bukan capital,sementara
dalam konsep ekonomi konvensional , konsep uang tiddak begitu jelas misalnya
dalam buku monay , interest and capital karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai
uang capital secara bergantian. Sedangkan dalam ekon omi syariah uang adalah
sesuatu yang bersifat flow concept dan merupakan public goods, sedangkan stock
yang mengendap merupakan milik seorang dengan menjadi milik pribadi(private
good) .
Isalm telah dulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi islam
konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan
perkembangannya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak di bicarakan masalah
externalities, public goods dan sebagainya.
Persamaan fungsi uang dalam sistem ekonomi islam dan konvensional adalah
uang sebagai alat pertukaran (medium of excahange) dan satuan nilai (unit of
acount).perbedaanya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi
sebagai penyimpanan nilai (store of value) yang kemudian menjadi motif monay
demand for speculation,yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi
perdagangan, jauh sebelumnya, imam al-ghazali telah memperingatkan bahwa
memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang, jika banyak uang yang
diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi.
Dengan demikian, konsep islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena
manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu secara langsung, melainkan dari
fungsinya sebagai perantara untuk mengubah suatu barang yang lain. Dampak
berubahnya fungsi uang dari sebagai alat ukur dan satuan nilai menjadi komoditi
kita rasakan sekarang. Bubble gum economic telah meletus, dan resesi ekonomi
global pun menyapa seluruh dunia.
10 H.farid Wadjdy, M. Pd dan Mursyid, M.Si, Wakaf dan Kesejahteraan Umat,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar:2007), Hal. 89
14
G. Kesimpulan
Uang secara umum diartikan sebagai alat transaksi yang disahkan oleh negaa
sebagai alat pembayaran yang sah baik berupa pembayaran terhadap barang maupun
terhadap jasa.
Fungsi uang dalam islam ada tiga, yaitu: 1) Uang sebagai Ukuran harga, yakni
uang mempunyai fungsi sebagai alat yang menjadi tolak ukur sebuah barang. 2) Uang
sebagai media transaksi, yaitu uang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat untuk
melakukan transaksi apaun dengan syarat uang itu dibuat oleh pemerintah dan
disahkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi umum. 3) Uang sebagai media
penyimpan nilai, yaitu uang sebagai lat simpanan.
Konsep-konsep uang dalam ekonomi islam antara lain; Economic value of
time, Uang sebagai Flow concept, dan uang sebagai Public Goods.
Dengan demikian maka konsep uang dlam islam berbeda dengan konsep
konvensional yaitu terletak pada memaknai fungsi dari uang dan kegunaanya dalam
ekonomi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al Kaaf, Abdullah Zaky, Ekonomi Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Bandung,
Pustaka Setia, 2002
Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy, (London: The
Macmillan Press Ltd, 1996) hlm. 24
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta, Gema
Insani Press, 2001
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta, Rajawali Press, 2007
Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam , Cet I; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada,
2007
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonesia.
2003.
Wadjdy, Farid dan Mursyid, Wakaf dan Kesejahteraan Umat, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2007
16
17