66
KONSEPSI - DASAR (..., -·- - PENGEMBANGAN WILAYAH DI INDONESIA ::: Oleh: DR. lr. Poernomosidi Hadjisarosa , .. BADAN PENERBIT PEKERJAAN UMUM JL . PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN- BARU JAKARTA

KONSEPSI -DASAR -·- - PENGEMBANGAN WILAYAH DI … · KONSEPSI · DASAR \..--- PENGEMBANGAN WILAYAH DI INDONESIA DISAJIKAN DALAM PERTEMUAN ANTARA ILMUWAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KONSEPSI -DASAR (..., -·- -PENGEMBANGAN WILAYAH DI INDONESIA

    :::

    Oleh: DR. lr. Poernomosidi Hadjisarosa

    , ..

    BADAN PENERBIT PEKERJAAN UMUM

    r--~~~~~ JL. PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN- BARU JAKARTA

  • RALAT/TAMBAHAN

    HALAMAN TERTULIS SEHARUSNYA

    6 - ditambah baris terakhir : * dari penulis

    7 - baris pertama dihapus : * dari penulis

    27 ( dalam gambar) ( dalam gambar )

    KEPAULAUAN KEPULAUAN

    28 ( pada gambar ) ( pada gambar )

    )( )( )( X X ) )( )( )( )( )( ).

    s1 s2 sn s 1 s2 ......... S0

    29 ( pada gambar ) ( pada gambar )

    14 13 12 11 10 t4 t3 t2 t1 to

    34 Gambar q Gambar 9.

    (

  • KONSEPSI · DASAR \..----PENGEMBANGAN WILAYAH DI INDONESIA

    DISAJIKAN DALAM PERTEMUAN ANTARA ILMUWAN

    LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 01 JAKARTA PADA TANGGAL 24 JUNI 1982

    Cetakan pertama : Oktober 1982

    BADAN PENERBIT PEKERJAAN UMUM JL. PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN- BARU JAKARTA

  • DAFTAR lSI

    A. KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL 1.Tujuan ......................................... 1 2. Tantangan .................. , . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 3. Faktor penentu lokasi "kemudahan, dalam pemenuhan ke-

    butuhan........................................ 4 4. Pendekatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

    B. MENGENALSATUAN WI LA YAH PENGEMBANGAN (SWP) 1. Peranan Jasa-Distribusi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 2. Simpi.JI Jasa-Distribusi : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14 3. Susunan-hirarki simpul-simpul :. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 4. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

    C. PENGENDALIAN STRUKTUR PENGEMBANGAN WILA-YAH TINGKAT NASIONAL. 1. Keseimbangan dengan tingkat perataan tinggi . . . . . . . . . . . 23 2. Periode-Periode Pembinaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 3. Proses pengelompokan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

    LAMPIRAN I : MENELAAH TINGKATAN FUNGSI (ORDE) SIMPUL.

    PENDEKATAN DENGAN KRITERIA . . . . . . . . . . . . 37 II SIMPUL DENGAN PELABUHAN . . . . . . . . . . . . . . . . 37

    Ill SIMPUL TANPA PELABUHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . 39 LAMPl RAN II : HASIL STUDI ASAL- TUJUAN 1977 . . . . . . 41 LAMPIRAN Ill: KOTA-KOTA YANG TERCAKUP PADA MA-

    SING-MASING DARI LIMA SWP Dl PULAU JAWA.

    ***********

    49

  • no. 1

    no.2

    A. KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL

    1. Tujuan:

    Konsep Pengembangan Wilayah Nasional, Indonesia, mempunyai tuj.!Janr-tujuan:

    ( 1) mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat per-tumbuhannya,

    (2) memperkokoh kesatuan ekonomi nasional, dan (3) memelihara effisiensi pertumbuhan nasional.

    Ketiga tujuan tersebut saling berkaitan dan berkelakuan searah.

    Satu diantara ketiga tujuan tersebut merupakan titik-sentral, yakni "keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhan-nya".

    Keseimbangan antar daerah, selain memenuhi tuntutan keadilan sosial, juga memungkinkan berlangsungnya perdagangan antar daerah yang berimbang. Perdagangan antar daerah yang berimbang adalah per-dagangan yang effisien.

    Perdagangan yang effisien, mendorong semakin intehsifnya per-dangan antar daerah. Perdagangan antar daerah yang intensif merang-sang timbulnya "spesialisasi daerah", ·yang berarti pula membuka kesempatan yang lebih besar lagi bagi masing-masing daerah untuk

    berkembang.

    1

  • no.3

    Perdagangan yang berpijak pada "spesialisasi daerah" merupakan dasar bagi pertumbuhan nasional yang effisien. Dengan demikian, usaha untuk memelihara pertumbuhan nasional yang effisien jelas sejalan dengan terwujudnya keseimbangan antar daerah.

    no.4

    Perdagangan antar daerah menimbulkan ketergantungan ekonomis antar daerah. Spesialisasi daerah membuat perdagangan antar daerah semakin intensif, yang berarti semakin tingginya ketergantungan ekonomis antar daerah.

    Tingkat ketergantungan ekonomis antar daerah merupakan salah satu ukuran yang effektif bagi kesatuan ekonomi nasional. Kesatuan ekonomi nasional merupakan pendukung kesatuan nasional pada umumnya, yang effektif pula.

    ! .-

    Catatan: ;"''.w- • ··· •

    Separatisme pada umumnya, dan do/am hal ini yang bersifat kedaerahan, ada/ah musuh terbesar kesatuan nasional. Kesatuan ekonomi nasional yang kokoh berpengaruh memper/emah setiap idee separatisme. Kesatuan ekonomi nasional, yang diukur dari tingkat ketergantungan ekonomis antar daerah, tidak puld mengurangi arti ketahanan nasional terhadap ancaman perang teknologi dari /uar, sebab Indonesia menganut doktrin perang rakyat semesta.

    no.5

    Dengan berpijak pada tujuan "mewujudkan keseimbangan antar daerah", menurut uraian no, 2, no 3 dan no. 4 akan dapat dicapai dua tujuan penting lainnya, yaitu kokohnya kesatuan ekonomi nasional dan terpeliharanya pertumbuhan nasional yang effisien.

    Dalam pada itu, perdagangan antar daerah membentuk apa yang dikenal sebagai "Orientasi Geographis Pemasaran" pada masing-masing daerah. Dan, sesuai dengaiJ susunan kepulauan Indonesia, Orientasi Geographis Pemasaran pada masing-masing daerah mengarah ke "per-airan dalam" Indonesia, yakni Laut Jawa, periksa Gam bar 1. ( -fJ...AC . 2. 7)

    2. T a n t a n g a n :

    no.6

    Keseimbangan ataupun kemerataan, bukanlah sesuatu yang

    2

  • terjadi dengan sendirinya. Yang dihadapi sehari-hari adalah justru gejala-gejala adanya kekuatan yang niengarah pada .[leni~_g!5atnya,

    ~ketic_l~k.,:sejm.b~.O.QM'I.,~taupunJ5~Hq~k:r:D~r.at_g~!:).

    C Ad any a kekuatan tersebut sejalan dengan u lah manusia, yang mengejar k e m u d a h_!!..[l dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan-nya, baik itu kebutuhan untuk hidup sehari-hari maupun kebutuhan-kebutuhan untuk dapat melakukan kegiatan-usaha.

    no. 7

    Catatan :

    Berbicara tentang pemerataan, tentu yang didambakan o/eh setiap warga adalah, selain pendapatan juga kemudahan. Betapapun tingginya pen-dapatan, tanpa adanya kemudahan do/am mempero!eh kebutuhan, akan dirasakan kurangnya makna tingginya pendapatan.

    Manusia dimanapun, pada dasarnya mempunyai kebutuhan yang sama. Yang berbeda adalah tingkat kemudahan dalam memperoleh kebutuhan itu, baik dalam arti jenis maupun jumlah.

    Dengan tingkat kemudahan yang tinggi, pada umumnya kebu-tuhan dapat terpenuhi dengan banyak pilihan, jumlah yang mencukupi maupun harga yang relatif murah. Dengan demikian, tingkat kemu-dahan jelas mempengaruhi orientasi serta pertimbangan masyarakat, baik dalam menentukan lokasi dimana ingin bermukim atau lokasi di-mana ingin melakukan kegiatan-usaha maupun jenis kegiatan-usahanya.

    no.8

    Dimana tingkat kemudahannya tinggi, ke arah sana pula manusia akan datang. Datang dengan membawa kepandaian, pengalaman serta modalnya, untuk kemudian mengembangkan usahanya. Dengan ber-tambah dan berkembangnya kegiatan-usaha, tingkat kemudahan ber-bah tinggi pula. Keadaannya menjadi lebih menarik lagi dan mengun-dang lebih banyak lagi manusia untuk datang.

    Dimana tingkat kemudahannya tidak tinggi, kurang - menarik manusia. untuk datang, bahkan mungkin ditinggalkan. Kesempatan untuk berkembang tidak sebesar yang disebutpertama. Apabila dibiar-kan terus berlangsung, hanya karena pertimbangan "kemudahan" belaka, maka keadaan akan makin jauh dari keseimbangan.

    3

  • no.9

    3. Faktor penentu lokasi "kemudahan, dalam pemenuhan kebutuhan:

    Menurut wujudnya, Kebutuhan manusia dapat dikelompokkan ke-dalam j a s a dan b a r a n g.

    Catatan:

    {a} Berbicara mengenai kebutuhan berupa pendapatan, tidak lain ada/ah pendapatan yang ekuiva/en nilainya dengan jaso atau barang yang di-hasilkan.

    (b) jaso, barang ataupun pendapatan ada/ah produk dari kegiatan-usoha. Berbicara mengenai kebutuhan berupa /apangan kerja, tidak lain adalah kegiatan usoha itu sendiri. Penambahan /apangan-kerja berarti pengem-bangan kegiatan-usaha.

    no. 10

    Jasa, diperoleh dengan jalan menghubungi langsung pihak pembuat jasa (kegiatan-usaha penghasil jasa). Apabila jasa itu sering diperlukan, seperti misalnya pendidikan dan pelayanan kesehatan, maka pihak pem-buat jasa berada tidak berjauhan dari masyarakat yang dilayani. Dengan kata lain, jangkauan pelayanan pihak pembuat jasa adalah I o k a I.

    Catatan:

    Apabila diperlukan pendidikan dan pelayanan kesehazun, maka ditempat yang tidak berjauhan dengan masyarakat yang membutuhkan perlu dibangun seko/ahan dan Puskesmas ataupun rumah sokit. Tingkat kemu-dahan do/am memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan, dapat diukur me/a lui ''ketersediaan" fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan, di tempat yang tidak berjauhan.

    no. 11

    Berbeda dengan jasa, pada umumnya barang diperoleh tidak de-ngan jalan langsung menghubungi pihak pembuat barang, melainkan dengan jalan menghubungi. distributor (pihak yang mendistribusi barang).

    4

    Catatan:

    Pengertian distribusi di sini ada/ah soma dengan yang dimaksudkan pada no. 34. ( -hr~.{ . 1Y) .

    Distributor yang langsung berhubungan dengan masyarakat

  • adalah yang dikategorikan pengecer. Pengecer pun pada umumnya berada tidak berjauhan dari masyarakat yang dilayani.

    Catatan :

    Analog dengan pengecer, maka dalam hal pemasaran hasil produksi, yang dihubungi masyarakat adalah pedagang kecil atau menengah.

    no. 12

    Dalam rangka melayani kebutuhan niasyarakat setempat berupa jasa, dapat dikatakan bahwa pihak pembuat jasa menjalankan kegiatan yang berorientasi "kedalam", yang berarti bahwa pelayanannya hanya ditujukan kepada masyarakat setempat.

    Dengan demikian, lengkapnya dapat dikatakan bahwa pihak pem-buat jasa, selain mempunyai jangkauan pelayanan lokal, dalam menja-lankan kegiatannya juga berorientasi "kedalam".

    no. 13

    Berbeda dengan halnya jasa, pihak pembuat barang sendiri dapat berada jauh dari arti setempat, misalnya di daerah lain, di pulau lain ataupun di negara lain. Disamping itu, pihak yang mendistribusikan barang tidak hanya berfungsi melayani kebutuhan masyarakat setempat berupa barang, melainkan juga berfungsi melayani kebutuhan masya-rakat di luar arti setempat, dengan jalan melayani masyarakat setempat dalam memasarkan hasil produksinya, keluar.

    Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa selain mempunyai jangkauan pelayanan lokal dan berorientasi "kedalam", pihak yang mendistribusikan barang juga mempunyai jangkauan pelayanan jauh (tidak lokal) dan berorientasi "keluar".

    no. 14

    Kehidupan bangsa pada dasarnya sP-IBiu berkembang, dan untuk itu perlu dijamin berlangsungnya pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni gelaja meningkatnya tabungan Negara yang cukup besar, yang diperlukan untuk membiayai perkembangan berbagai sektor kehidupan ban gsa.

    no. 15

    Dalam pada itu, pertumbuhan menuntut diterapkannya pola-pola effisiensi pada segenap kegiatan-usaha, baik yang tergolong dalam

    5

  • bidang ekonomi, sosial maupun politik. Dengan demikian berlaku juga, baik bagi kegiatan-usaha penghasil jasa ·(no. 10) maupun bagi kegiatan-usaha distribusi (no. 11 ).

    Pelaksanaannya, tercermin pada pertimbangan skala-ekonomis dan pemilihan lokasi yang dinilai paling menguntungkan dalam pem-berian pelayanan. Selain dari itu, tercermin pula pada pertimbangan untuk berkelompoknya berbagai kegiatan-usaha, sebagai suatu jalan yang menguntungkan dalam memenuhi kebutuhan bersama.

    no. 16

    Bagi kegiatan-usaha penghasil jasa, sebagai lokasi yang dinilai paling menguntungkan adalah lokasi-sentral, sesuai dengan ciri-ciri dalam pelayanannya (no. 12), periksa Gambar 2-a. Sedangkan bagi kegiatan -usaha distribusi, sebagai lokasi yang dinilai paling mengun-tungkan adalah lokasi-ujung, periksa Gambar 2-b, terutama sehubungan dengan jangkauan pelayanannya yang jauh maupun orientasinya yang "keluar" (no. 13).

    a) Lokasi Sentral ( LS) b) Lokasi U jung ( LU) OGP = Orientasi Geographis Pemasaran.

    Gambar: 2

    Pergeseran kedudukan, yaitu dari lokasi-sentral ke lokasi-ujung, membawa keuntungan berupa penurunan biaya distribusi sebesar:

    6

    K=1,46m.a.R 3 (2,15p-1 )*)

    m = produksi barang. rata-rata, yang terangkut, ...... ton/km 2 ;

    a = biaya satuan angkutan, yang · berlaku pada arus-barang dengan kepadatan terendah .............. Rp./ton, ~m;

    R radius wilayah yang berbentuk lingkaran ........... km; ,,

    p = faktor pengal1 biaya satuan angkutan, yang berlaku untuk arus-barang, antara lokasi sentral dan loKasl ufung, yang telah terpadatkan;. p < 1.

  • *} dori penulis.

    Catatan:

    (1) Dori persomaon tersebut - f (R3) - didopotkon petunjuk, bohwo dengon mokin tuosnyo wiloyoh yang ter:loyoni, okon mokin teroso ber/ipot besornyo keuntungon.

    (2} Podo ukuron wiloyoh Kecamotan, pengoruh lokosi-sentrol podo umumnyo mosih teraso. Akan tetapi, /ebih luas dori ukuran itu, pengaruh sentrolnyo tidok /ogi dijumpai, perikso /okosi koto-koto besor poda umumnyo.

    no. 17

    Perbedaan dalam hal pemilihan lokasi yang dinilai paling mengun-tungkan, antara kedua jenis kegiatan-usaha tersebut, tidak mengurangi kecenderungan untuk tetap berkelompok, mengingat bahwa:

    (a) berkelompoknya kegiatan-usaha tetap merupakan langkah yang menguntungkan, dan

    (b) kegiatan-usaha penghasil jasa mudah menyesuaikan diri, se-hubungan dengan ciri-ciri pelayanannya, yaitu yang berjang-kauan lokal maupun berorientasi "kedalam" saja.

    Dengan demikian berarti, bahwa kegiatan-usaha distribusi barana-Jah yang berpengaruh menentukan lokasi tempat berkelompol

  • 4. P e n d e k a t a n :

    ---------- arti Wilayah, Daerah dan Kawasan:

    no. 18

    ,. WI LA YAH, adalah sebutan untuk lingkungan permukaan bumi pada umumnya dan tentu batasnya.

    Catatan:

    __, j ika sesuatu dinyatakan berada pada suatu wilayah diartikan, bahwa sesuatu itu dapat berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi.

    Menurut tinjauan obyek "seperti apa adanya'•, dapat dikenal adanya wilayah perbukitan, wilayah pegunungan, wilayah sungai, wilayah pantai, wilayah hutan, wilayah padat-penduduk, dan lain sebagainya.

    no. 19

    WI LAYAH-NASIONAL, adalah sebutan untuk wilayah dalam batas kekuasaan Negara. Sedangkan DAE RAH, adalah sebutan untuk - wilayah dalam batas kewenangan Pemerintahan Daerah. Sebagai contoh ialah batas Propinsi, Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan dan Desa.

    Dalam pada itu, Wilayah-Nasional selalu terbagi-habis ke dalam Daerah-Daerah.

    no.20

    Wilayah-Nasional dan Daerah, pada dasarnya dapat dikategori-kan sebagai hasil tinjauan obyek "dalam kaitannya dengan . proses pengaturan pada umumnya". Pengaturan, selain ditinjau dari sudut pemerintahan secara keseluruhan, dapat pula ditinjau secara partial, yaitu yang dikaitkan dengan fungsi tertentu.

    KAWASAN, adalah sebutan untuk wilayah dalam batas yang ditetapkan berdasarkan fungsi tertentu. Sebagai contoh adalah misal-nya, kawasan kehutanan, kawasan perkebunan, kawasan pertanian pangan, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan pemukiman, kawasan kota, dan lain sebagainya.

    ---------- arti Pengembangan Wilayah dalam Pembangunan:

    8

  • no.21

    Berbagai jenis kegiatan, baik yang tercakup dalam Sektor Peme-rintah maupun Masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha sedemikian itu pada dasarnya bersifat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya serta meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan.

    no.22

    Melalui produk-produknya, berbagai jenis kegiatan tersebut mem-bawa pengaruh peningkatan pada kawasan, walau seberapapun besar-nya, baik dalam arti kwalitas dan jenis maupun luas serta jumlahnya.

    Peningkatan pada kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan pada wilayah bersangkutan. Dengan demikian, maka ke-seluruhan usaha yang mengarah pada perbaikan dalam tingkat kesejah-teraan .hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai penyebab "berlang-sungnya proses berkembangnya wilayah".

    no.23

    1, Proses "berkembangnya wilayah" berlangsung dengan mengikuti mekanisme tertentu, yang disebut mekanisme-pengembangan. Pada me--kanisme-pengembangan dijumpai pula adanya satuan-satuan, dan masing-masing disebut !~tuan mekanisme-p~.rob.angan.

    SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN, yang disingkat SWP, adalah tinjauan obyek "seperti apa adanya" atas produk dari proses "berkembangnya wilayah", yang berlaku untuk tiap satu satuan me-kanisme-pengembangan.

    no.24

    Pada Wilayah-Nasional dapt dijumpai satu. atau lebih, bahkan sejumlah banyak SWP. Namun berbeda dengan pengertian "daerah'_;' Wilayah-Nasional tidak selalu terbagi habis kedalam SWP-SWP, yakni tergantung pada tingkat pengembangan SWP-SWP bersangkutan.

    Catatan:

    Satu SWP dapat mencakupi bagian dari suatu Daerah, atau mencakupi bagian-bagian dari beberapa Daerah, ataupun keseluruhan bagian dari sejumlah Daerah.

    9

  • no.25

    Mengenai Pembangunan, pembahasan berkisar pada kegiatan-kegiatan dan hasil-hasilnya. Yang dimaksudkan dengan kegiatan-kegiatan tersebut, tidak lain adalah berbagai jenis kegiatan, yang ter-cakup baik dalam sektor pemerintah maupun masyarakat dan dilaksa-nakan serta diatur dalam rangka usaha-usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat pada umumnya.

    Sedangkan mengenai Pengembangan Wilayah, pembahasan men-cakupi materi, mulai dari proses "berkembangnya wilayah" sampai dengan wujudnya SWP, berikut hubungan interaksi antar SWP yang terbentuk dan tersebar pada Wilayah-Nasional. Dengan demikian, Pengembangan Wilayah menyoroti hal ikhwal dari suatu bentuk "hasil" Pembangunan.

    no.26 Tanpa diinginkan dan bahkan tanpa diperhatikan sekalipun, akan

    terbentuklah dengan sendirinya sebuah atau lebih SWP pada wilayah, dimana berlangsung kegiatan-kegiatan pembangunan, dan akan terus tumbuh sejalan dengan langkah pembangunan.

    Padahal kegiatan pembangunan akan berlangsung secara menerus, selama kehidupan manusia masih menunjukkan ciri-ciri adanya usaha-usaha ke arah perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup secara menerus pula. Belum lagi terdorong oleh jumlah penduduknya, yang cenderung terus meningkat, sehingga pengembangan produk-produk berupa SWP akan berlangsung pula secara menerus.

    no.27 .. Hasil yang ingin diwujudkan melalui pembangunan, dirumuskan

    sebelumnya sebagai sasaran-pembangunan. Apakah produk berupa SWP perlu dirumuskan pula sebagai sasaran-pembangunan?

    Kesemuanya itu tergantung sepenuhnya pada apresiasi terhadap peranan SWP, ataupun keseluruhan SWP-SWP pada Wilayah-Nasinal, dalam rangka ikut memberikan arah pada perkembangan dan pertum-buhan kehidupan nasional.

    Dalam hal, kehadiran SWP mulai dirasakan manfaatnya· untuk di-perhitungkan, maka pertanyaan yang timbul adalah: "Jumlah serta penyebaran dan arah pengembangan SWP yang bagaimanakah yang dikehendaki?". Lebih jelas lagi, bahwa Pengembangan Wilayah bukan-

    10

  • lah suatu pilihan mengenai cara melaksanakan pembangunan, melainkan merupakan suatu keiengkapan dalam proses penentuan sasaran-sasaran-

    pembangunan.

    ---------- arti SWP dalam penentuan sasaran-pembangunan :

    no.28

    Sejalan dengan berlangsungnya proses "berkembangnya wilayah", maka "kemudahan" pun meningkat. Dengan tingkat "kemudahan" yang lebih tinggi, kesempatan untuk tumbuhnya kegiatan-usaha pun lebih tinggi. Daya tarik untuk berpindahnya penduduk juga lebih tinggi, sehingga pertumbuhan yang benar-benar terjadi pun kemung-kinan besar akan lebih tinggi.

    Tingkat "kemudahan" yang berlaku tergantung pada tingkat pengembangan SWP bersangkutan. Penyebaran tingkat "kemudahan" pada suatu SWP ditentukan oleh struktur-pengembangan yang berlaku padanya. Tanpa menghiraukan kehadiran SWP, berikut struktur pe-ngembangannya berarti tidak berkemampuan untuk memberikan arah pada perkembangan ataupun pertumbuhan kegiatan-usaha pada suatu wilayah.

    Hadirnya sejumlah SWP pada Wilayah-Nasional, dengan tingkat pengembangan yang tidak sama, merupakan prakondisi bagi berlang-sungnya pertumbuhan pada daerah-daerah, yang makin lama makin tidak seimbang ·, selama tidak adanya pengendalian atas pengembangan SWP-SWP pada wilayah-nasional. Tanpa menghiraukan kehadiran SWP berarti tidak menguasai sarana untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah, dalam hal pertumbuhannya, dengan effektip dan effisien.

    no.29

    Tingkat pertumbuhan suatu Daerah diukur melalui tingkat per-kembangan Satuan Wilayah Pengembangan yang menguasai Daerah bersangkutan.

    Keseimbangan antar Daerah, dalam hal tingkat-pertumbuhannya, pada prinsipnya dicapai juga dengan jalan membuat seimbang SWP-SWP yang terbentuk dan tersebar pada Wilayah-Nasional.

    no.30

    Sesuai dengan itu, maka, dalam rangka melengkapi KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL dengan variabel, kriteria

    11

  • serta dimensi yang lebih nyata, perlu dimiliki pengetahuan tentang apa yang dinamakan STRUKTUR PENGEMBANGAN WILAYAH TING-KAT NASIONAL, yakni yang memberikan gambaran mengenai:

    (1) penyebaran SWP-SWP pada Wilayah-Nasional, (2) orientasi dan tingkat perkembangan masing-masing SWP, dan (3) hubungan ketergantungan antar SWP.

    Dengan demikian, sebagai langkah utama adalah mengenal Satuan-Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) dengan selengkap-lengkapnya.

    12

  • B. MENGENAL SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN (SWP)

    1. Peranan Jasa-Distribusi :

    no.31

    Perkembangan Satuan Wilayah Pengembangan dimungkinkan ter-jadi oleh pertumbuhan modal, yang bertumpu pada pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya alamnya. Pengembangan kedua jenis sumberdaya berlangsung sedemikian, sehingga menimbulkan ARUS-BARANG, sebagai salah satu gejala ekonomi yang paling me-nonjol.

    Catatan:

    Do/am hal suatu wi!ayah tidak memiliki sumberdaya a/am apopun, padanya tidak didapatkan produk berupa Satuan Wilayah Pengembangan yang leng-kap.

    no.32

    Pertumbuhan modal, sebagai sumber kekuatan untuk pengem-bangan, terjadi hanya dengan timbulnya arus-barang. Arus-barang ada-lah wujud fisik perdagangan antar daerah, antar pulau ataupun antar negara.

    Makin luas jangkauan arus-barang, akan makin besar pula kesem-patan yang terbuka untuk pertumbuhan modal. Adapun besarnya, diten-tukan oleh tingginya nilai ataupun nilai tambah pada barang.

    Catatan:

    Peronan sumberdaya manusia, berikut i/mu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkannnyo, menentukan nita/ ataupun nilai tambah pado borong.

    13

  • no.33

    Walaupun tidak berdiri sendiri, arus-barang adalah kejadian yang merupakan syarat bagi pertumbuhan modal. Kejadian-kejadian lain boleh saja berlangsung, namun tanpa arus-barang. pertumbuhan modal tidak akan terjadi.

    Arus-barang menjangkau wilayah-wilayah dan menerobos berbagai batas wilayah, baik dalam arti fisik, administrasi, sosial maupun politis. Wilayah-wilayah yang terjangkau olell arus-barang, adalah wilayah-wilayah yang mempunyai kesempatan untuk berkembang.

    no.34

    Jasa-distribusi terdiri dari jasa-perdagangan (barang) dan jasa-angkutan (barang), sebagai bagian-bagian yang tidak terpisahkan.

    Sesuai dengan peranan arus-barang, sebagaimana diuraikan secara berturut-turut pada no. 23, no. 32 dan no. 33, maka jasa-distribusi -- sebagai pendukung langsung arus-barang -- adalah pembawa peran utama dalam mekanisme pengembangan, yang berlaku pada wilayah.

    no.35

    Prasarana jasa-distribusi, terutama yang menunjang jasa-ang-kutan, membutuhkan biaya-investasi yang besar dan mempunyai lokasi yang dikategorikan tidak berpindah-pindah. Ciri perkembangannya beruntun dan sambung menyambung.

    Sehubungan dengan itu jelas dapat disaksikan pula, bahwa jasa-distribusi merupakan unsur pembentuk struktur wilayah dan memberi-kan hasil berupa Struktur Pengembangan Wilayah.

    2. Simpul Jasa-Distribusi :

    no.36

    Arus-barang, bermula· dari tempat diketemukannya sumberdaya-alam dan berakhir pada konsumen-akhir 1). Pada permulaannya dan di tempat yagn sama, sumberdaya-alam dirobah kedalam suatu produk yang untuk pertama kali "siap untuk diangkut"2) dan disebut Proquk-Primer (P 1 ), periksa Gambar 3.

    14

  • Catatan:

    1) Yang tergo/ong konsumen akhir ada/ah pihak-pihak yang mengkonsumsi barang-barang konsumsi. Dengan demikian, industri tidak digolongkan konsumen-akhir.

    2) Perdagangan, sifatnya /ebih fleksibel. Sebelum siap untuk diangkut pun, pada dasarnya te/ah siap untuk diperdagangkan.

    no.37

    Produk-Primer bergerak menuju konsumen-akhir dan menimbul-kan arus-barang. Arus-barang dimungkinkan dan didukung langsung oleh jasa-distribusi. Jasa-distribusi pada hakekatnya berperan mema-sarkan Produk-Primer menuju konsumen-akhir.

    Selama perjalanan, Produk-Primer dapat mengalami perobahan melalui berbagai proses, seperti misalnya pemurnian, pengolahan, pengerjaan, perakitan dan sebagainya. Proses-proses seperti itu pada umumnya disebut industri, dan sifatnya melengkapi jasa-distribusi dalam rangka pemasaran Produk-Primer.

    Catatan:

    lndustri dapat mempengaruhi struktur wilayah, namun bi.Jkan unsur pem-bentuk struktur, karena sifatnya hanya melengkapi jasa-distribusi do/am kaitannya dengan arus-barang.

    no.38

    Sumberdaya-alam, letaknya tersebar-sebar dan jenisnya tersebar tidak merata 1). Konsumen akhir pun berada tersebar-sebar. Jasa-distribusi berperan menghubungkan kedua-duanya, sehingga harus memperhitungkan derajat penyebaran yang tinggi.

    Catatan:

    1) Bahwa sumberdaya-alam, jenisnya tersebar tidak merata, ada/ah kehen-dak Tuhan. Dengan demikian manusia diharapkan soling bekerjasama dan hidup rukun, karena soling membutuhkan. Ke/ebihan pada yang satu tidak untuk memaksakan kehendaknya pada yang lain.

    no.39 Dalam rangka menghindari beban biaya distribusi yang besar, yang

    disebabkan oleh derajat penyebaran yang tinggi itu, terjadilah bentuk-bentuk yang mencerminkan penerapan prinsip-prinsip effisiensi pada proses-distribusi, yakni berupa : simpul-simpul jasa-distribusi, periksa Gambar 3: S1, s2 ........ Sn.

    15

  • no.40 Sesuai dengan terjadinya arus-barang, terjadi pula arus jasa-distri-

    busi. Pada simpul-simpul itu arus jasa-distribusi, demikian juga arus-barang, terganggu ataupun terputus untuk sementara, karena sedang mengalami pemadatan, atau sebaliknya, sedang mengalami penipisan.

    Catatan:

    Pemadatan dan penipisan, satu terhadap yang lain adalah "gambar cermin". Pada saat masyarakat berperan produsen, arus-barang meninggalkan masya-rakat dengan mengalami pemadatan. Sebaliknya, pada saat masyarakat meru-pakan konsumen, arus-barang menuju masyarakat dengan mengalami penipis-an.

    no.41

    Terlepas dari ukurannya, setiap simpul jasa-distribusi berarti juga suatu pusat kegiatan-usaha distribusi, yang mencakupi perdagangan dan angkutan. Di situ terlibat sejumlah manusia yang memerlukan juga pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

    Kegiatan-usaha yang berfungsi pelayanan itu melibatkan juga se-jumlah manusia, begitu seterusnya, sehingga timbullah konsentrasi kegiatan-usaha dan manusia, yang membentuk kehidupan kota.

    no.42

    Dalam kaitan itulah, simpul jasa-distribusi dinyatakan sebagai titik-tumpu bagi tumbuh dan b;rkembangnya kota, menurut pertimbangan ekonomis. A tau dengan kata lain,. kota mempunyai fungsi ekonomi dalam perannya sebagai simpul jasa-distribusi.

    no.43

    Sebagai pusat perdagangan, maka harga-harga yang berlaku pada simpul (kota) merupakan ukuran harga-pasar ba~i barang-barang yang dihasilkan oleh kegiatan-usaha produksi yang berada di sekitarnya. Sebaliknya dapat dikatakan, bahwa kegiatan-usaha produksi berusaha untuk dapat mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul (kota).

    Simpul, mempunyai keistimewaan daripada sekedar sebagai pasar. Barang yang dapat mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku .pada su-atu simpul, akan terjamin pemasarannya sampai pada konsumen-akhir.

    16

  • no.44

    Dalam usahanya untuk mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul (kota), kegiatan-usaha produksi memperhitungkan besar-nya biaya-angkutan yang perlu ditutupnya, periksa Gam bar 4.

    Untuk suatu jenis barang berlaku harga-produksi minimum, se-hingga untuk suatu tingkat harga-pasar pada simpul (kota) berlaku pula suatu batas wilayah, yang menggambarkan apa yang disebut Wilayah Pengaruh Simpul (Kota).

    Catatan:

    Di do/am wilayah pengaruh, kegiatan-usaha produksi dapat mencapai harga-pasar dan berarti dapat terjaf71}kau o/eh pe/ayanan pemasaran. Di luarwilayah pengaruh, berarti tidak terjangkau /agi o/eh pelayanan pemasaran suatu sim-pul.

    no.45

    Dengan menurunnya biaya-angkutan, Wilayah Pengaruh Simpul (Kota) menjadi lebih luas, periksa Gambar 4: to, t1 ..... tn.

    Menurunnya biaya-angkutan disebabkan di antaranya oleh me-ningkatnya teknologi angkutan. Sedangkan teknologi angkutan me-ningkat sejalan dengan membesarnya volume arus-barang, sebagai gejala perkembangan.

    no.46

    Teknologi angkutan yang meningkat, sebaliknya menuntut syarat berupa "pengumpulan barang", sebelulil diangkut. Pengumpulan ba-rang, tidak lain adalah suatu bentuk simpul jasa-distribusi.

    Sejalan dengan berlangsungnya perkembangan, bermunculanlah simpul-simpul jasa-distribusi baru, yang nampak sebagai kota-kota (ke-cil) baru, periksa Gambar 4: SA 1 dan SA,2· Simpul yang timbul kemu-dian, sifatnya melengkapi simpu( yang telah ada sP.belumnya. Dengan kata lain, simpul yang timbul kemudian itu berada dalam sub-ordinasi simpul yang telah ada sebelumnya.

    no.47

    Teknologi angkutan, yang menghubungkan simpul yang telah ada sebelumnya (SA) dengan simbul lain ( s8 ), periksa Gambar 5, dapat pula meningkat sejalan dengan memadatnya arus-barang.

    Peningkatan teknologi angkutan berpengaruh memperbaiki tingkat

    17

  • harga-pasar pada simpul SA. Perbaikan tingkat harga-pasar pada simpul

    SA yaitu dari (HPo)A menjadi (HP1 )A berpengaruh pula pada perbaik-an I tingkat harga-pasar pada simpul yang berada dalam sub-ordinasi SA 11 yaitu dari (HPo)A 1 menjadi (HP1)A 1. Wilayah Pengaruh Sim-

    I I I

    pul SA 1 pun kemudian menjadi lebih luas. . I

    no.48

    Tingkah-laku jasa-distribusi 1 sebagaimana diungkapkan pada Gam-bar 41 berlaku untuk satu jenis barang. Jasa-distribusi tidak membeda-kan jenis barang dan menampung sekaligus berbagai jenis barang 1).

    Gambaran . mengenai tingkah-laku jasa-distribusi dalam menam-pung sekaligus berbagai jenis barang1 didapatkan melalui cara "penum-pangan" (super imposed). periksa Gambar 6. Lebih dekat pada simpull lebih banyak pula jenis barang yang terjangkau oleh pelayanan pema-saranl yang berarti lebih luas kesempatan yang tersedia untuk perkem-bangan kegiatan-usaha.

    Catatan:

    1) B.eberapa jenis barang, seperti minyak, kayu gelondongan dan ternak, menggunakan fasi/itas distribusi yang khusus. Disebabkan o/eh kekhusus-an fasilitasnya itu, maka perkembangan barang-barang khusus tersebut-seperti apa adanya, tanpa diproses - tidak berpengaruh mendorong perkembangan barang-barang lain pada umumnya.

    no.49

    Sampai pada tahap pembahasan ini, kedudukan Simpul Jasa Dis-tribusi terhadap Wilayah Pengaruh Simpul masih digambarkan pada lokasi s e n t r a I (titik-pusat pada bidang lingkaran)1 periksa Gam-bar 4 dan Gambar 6.

    Menurut kenyataanl kedudukan Simpul cenderung untuk menem-pati lokasi u j u n g I periksa Gambar 2- b (no. 16). Pergeseran kedu-dukan Simpul (Kota)l dari lokasi-sentral ke lokasi-ujungl arahnya sesuai dengan Orientasi Geographis Pemasaran yang berlaku pada wilayah bersangkutanl periksa no. 5 dan Gambar 1.

    3. Susunan-hirarki simpul-simpul :

    no. 50

    Melanjutkan uraian pada no. 46 1 simpul yang terjadi kemudian itu

    18

  • dapat menimbulkan simpul barul yang sifatnya melengkapi padanya. Begitulah seterusnyal sehingga terbentuk simpul-simpul yang terkait sa-tu dengan lainnya dalam hubungan fungsional pemasaran.

    Perbedaan tingkatan fungsi (pemasaran) menggambarkan susunan hirarki simpul-simpull yang dikenal dengan sebutan o r d e I seperti orde-kesatu1 orde-kedual orde-ketigal dan seterusnya. Arahnya mengi-kuti orientasi geographis pemasarannyal periksa Gambar 7.

    no. 51

    Simpul orde-kesatul tidak berada dalam sub-ordinasi simpul lain. Di samping itul simpul orde-kesatu perlu menguasai fasilitas distribusi yang lengkapl termasuk pelabuhan.

    Catatan :

    Makin maju kehidupan manusia, akan makin kuat kecenderungannya untuk soling bekerjasama. Makin lama, lingkup kerjasama akan makin meluas. Kerjasama yang terus meluas, tidak mungkin begitu soja terjadi tanpa menye-berangi lout.

    Simpul orde-kedual berada dalam sub-ordinasi simpul orde-kesatu. Sedangkan simpul orde-ketigal berada dalam sub-ordinasi simpul orde-kedual dan seterusnya.

    no. 52

    Tingkatan fungsi (orde) suatu simpul ditelaah menurut pedomanl seperti yang diuraikan dalam Lampiran 1. Sebagai contoh dapat dike-tengahkan data hasil Studi Asai-Tujuan Barang Tahun 1977 1 khusus untuk kota-kota (simpul-simpul) di Jawal periksa Lampiran 2. Data mengenai bobot-prosentual (Lampiran 1 I II.A.3) 1 untuk masing-masing simpull hanya sejauh terbesar ketiga.

    Contoh 1 : Sesuai Lampi ran 1 I II - B - 1.

    Sebagai Sx adalah kota jakarta (317 ), dengan x L sebesar 28% dan x sebesar 14 %. Dengan demikian hubungan dominan adalah melalui lout. ilubungan-nya melalui lout, dengan salah satu - simpul yang terbesar, tidak lebih besar daripada 0,5. x L = 14 %. Dengan demikian, kota jAKARTA dapat dikate-gorikan orde-kesatu.

    Contoh 2 : Sesuai Lampi ran 1 I II - C - 3.

    Sebagai Sx adalah kota SURABAYA (526), dengan XL sebesar 31% dan xy sebesar 38 %. Dengan demikian hubungan dominan adalah melalui darat, yak-ni dengan kota MO}OKERTO (522).

    19

  • Yx sebesar-81%, sehingga xy lebih kecil daripada Yx· Hubungannya me/alui /aut, dengan salah satu slmpu/ yang terbesar, tidak /ebih besar daripada 0,5.XL = 15,5 96. Dengan demiklan kota SURABA YA dapat dikategorikan orde-ke-sotu.

    Dalam pada itu,yx merupakan yang terbesar, sehingga hubungan SURABA YA - MOJOKERTO ada/ah hubungan "tertutup".

    Contoh 3 : Sesuai Lampiran 1, II - C - 4.

    Sebago/ Sx adalah kota Seranq {322), dengan x L sebesar 14% dan x 65 %. Dengan demikian hubungan dominan adalah mela/ui darat, yakni dengan il'ota jAKARTA {371}.

    y besarnya kurang dari 8 %, sehingga x /ebih besar darlpada y x Dengan demiki-a~ kota SERANG dinyatakan berada aatam sub-ordinasi kota jAKARTA, dan dikategorikan orde-kedua.

    Contoh 4: Sesuai Lampiran 1, Ill- B- 2.

    Sebago/ Sx adalah kota YOGYAKARTA {454}, dengan x~ sebesar 28%. Hubung-an domlnan adalah melalui darat, yakni dengan kota MAGELANG {418).

    y x sebesar 45 %, sehingga x y lebih keci/ daripada y x· Seta in dari itu, y x merupakan yang terbesar. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kota YOGYAKARTA satu orde /ebih tinggi-daripada kota MAGE LANG.

    Sesuai dengan Catatqn hubungan YOGYAKARTA - MEGELANG ada/ah hubung-an "tertutup" dan perlu ditelaah adanya hubungan "terbuka", sebagai-hubungan yang lebih domina~. x Y' merupakan bobot-prosentual terbesar kedua, yaitu sebesar 11 %, dan jatuh pada hubungan dengan kola SEMA RANG {422). Do/am pada itu, v X' besarnya kurang dari 6 %, sehingga x v /ebih besar daripada v X" Selain dari itu,

    vx bukan yang terbesar. Jlubungan YOGYAKARTA - SEMARANG adalah hu-bungan "terbuka" dan menjadi hubungan dominan. Ditinjau dari kota MAGELANG, da/am kaitannya dengan bobot-prosentua/ terbe-sar kedua, didapatkan pula hubungan "terbuka" dengan kota SEMARANG. Na-mun, menurut angka-absolut, hubungan YOGYAKARTA - SEMARANG masih /ebih dominan daripada MAGELANG - SEMARANG, 441.000 ton/tahun vs 295.000 ton/tahun.

    D~lam pa~a itu, sesuai aengan pedoman pada Lamp1ran 7, kota SEMARANG dapat dikategorikan orde-kesatu. Sedangkan menurut perimbangan bobot-prosentua/ x dengan vX' kola YOGYAKARTA berada dalam sub-ordinasi kota SEMARANG maka kota YOGYAKARTA dapat dikategorikan orde-kedua dan kota MAGELANG orde-ketiga.

    Contoh 5; Sesuai Lampiran 1, Ill - B- 3.

    Sebagai Sx adalah kota BONDOWbso (539}, aengan x sebesar 34%. Hubungan dominan adalah mela/ui darat, yakni dengan kota ]EMBER (537}.

    Y x sebesar 1 7 (~ seh~ngga x y lebih besar daripada y X" Dengan demikian, kota BONDOWOSO dapat dmyatakan berada dalam sub-ordinasi kota ]EMBER.

    20

  • Yx bukan yang terbesar, sehingga hubungan BONDOWOSO- /EMBER ada-lah hubungan "terbuka". Apabila ditelqah sesuai dengan pedoman Lampiran 1, kota /EMBER dikategorikan orde-kedua. Dengan demikian kota BONDO-WOSO dikategorikan orde-ketiga.

    4. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) :

    no. 53

    Wilayah Pengaruh Simpul dari sekelompok simpul-simpul, yang terdiri dari satu simpul orde-kesatu dengari keseluruhan simpul-simpul - - orde-kedua, orde-ketiga dan seterusnya - - - yang berada dalam sub-ordinasinya, membentuk "satuan wilayah" yang:

    (a) menggambarkan adanya struktur-wilayah (no. 35), dan (b) tercakup oleh satu "satuan mekanisme pengembangan", perik-

    sa kembali no. 23 dan no. 34.

    ~atuan Wilayah seperti itu adalah yang dimaksudkan sebagai SA-TUAN WI LA YAH PENGEMBANGAN, periksa kembali no. 23 dan no. 26. Dalam Gambar 8 diketengahkan gambaran ideal suatu Satuan Wi-layah Pengembangan.

    no. 54

    Dikarenakan alasan tersebut pada no. 16 dan no. 49, setiap simpul pada dasarnya menempati lokasi ujung (tidak sentral) terhadap Wilayah Pengaruh Simpul. Wilayah Pengaruh Simpul, termasuk simpulnya, di-namakan WI LAY AH PENGEMBANGAN PARTIAL.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Satuan Wilayah Pengem-bangan terdiri dari sejumlah Wilayah Pengembangan Partial. Tiap Wilayah Pengembangan Partial dilayani oleh sebuah kota (simpul), de-ngan orde yang berbeda-beda.

    Catatan:

    (a) Wilayah Pengembangan Partial (WPP) yang dilayani simpul orde-kesatu dan keseluruhan WPP dari simpu/-simpu/ yang berada do/am sub-ordina-sinya, disebut sebagai Wilayah Pengaruh Simpu/ dari simpul orde-kesatu. Sedangkan Wilayah Pengaruh Simpu/ yang terdapat do/am tiap WPP di-namakan Wilayah Pengaruh Langsung. Analog dengan itu, berlaku pula peng~tian Wilayah Pengaruh Simpul untuk simpul orde-kedua, dan se-terusnya.

    (b) Tiap WPP dapat diisi o/eh sejum/af.J Satuan Kawasan Pengembangan (SKP), tiga, empat atau lebih. Tiap SKP mencakupi sejumlah desa, em-pat, lima atau /ebih. Satu di antaranya adalah pusat-desa, sehingga tiap SKP dimotori o/eh satu pusat-desa (bukan kota).

    21

  • {c) Konsep SWP, WPP dan SKP te/ah' dipergunakan di antaranya do/am pe-rencanaan pembukaan wilayah baru di Indonesia, yang dikaitkan dengan pemindahan penduduk sebanyak 500.000 ke/uarga selama lima tahun ini {7979/80- 7983/84}. Rencana yang te/ah disiapkan berupa rencana Umum jangka Panjang Duapu/uh Tahun, yang di/anjutkan dengan Rencana Teknis Detail me-nurut kebutuhan, tahun demi tahun. Do/am rangka itu, te/ah diidentifi-kasi juga /okasi untuk ca/on-ca/on kota baru.

    Sebagai sasaran jangka panjang ada/ah Struktur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional, yang dikehendaki.

    (d) Penggunaan lain konsep SWP, yang juga termasuk penting, ada/ah do/am pengembangan prasarana perhubungan. Sebagai sasaran jangka panjang tentunya soma, yakni Struktur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional yang dikehendaki. Apapun yang di/akukan pada dasarnya- adalah perbaikan struktur, demi tercapainya tujuan, seperti tersebut pada no. 7.

    no. 55

    Berdasarkan data hasil Studi Asal - Tujuan Barang Tahun 1977, di Pulau Jawa dijumpai lima buah Satuan Wilayah Pengembangan, de-ngan masing-masing kelompok kota, seperti terdapat dalam Lampiran 3 dan dapat diikuti lokasinya pada Gambar 9.

    22

    Catatan:

    Petunjuk menarik yang didapatkan dari Lampiran 3, di antaranya ada/ah de-ngan memperbandingkan ketiga SWP, yakni SWP-7, SWP-4 dan SWP-5, sebagai berikut:

    {a} Pada SWP-7, dengan jakarta sebagai kota orde-kesatu, dijumpai 70 {sepu/uh} kota orde-kedua dan 4 {empat} kota orde-ketiga.

    {b) Pada SWP-4, dengan Semarang sebagai kota orde-kesatu, dijumpai 14 {em pat be/as} kota orde-kedua, 7 5 (limabelas} kota orde-ketiga dan 7 {satu} kota orde-keempat.

    {c) Pada SWP-5, dengan Surabaya sebagai kota orde-kesatu, dijumpai 22 {duapuluhdua)- kota orde-kedua dan 5 (lima} kota orde-ketiga.

    Dengan gambaran seperti itu, cenderung untuk mengambil kesimpulan, bahwa pada SWP-5 perkembatigannya re/atif paling merata, baru kemudian pada SWP-7. Sedangkan Struktur Pengembangan Wi/ayah yang paling tajam dijum-pai pada SWP-4.

  • C. PENGENDALIAN STRUKTUR PENGEMBANGAN WILAYAH TINGKAT NASIONAL.

    1. Keseimbangan dengan tingkat perataan tinggi :

    no. 56

    Jasa-distribusi dengan kepadatan tinggi menunjukkan "tingkat kemudahan" yang tinggi pula bagi masyarakat dalam memperoleh ke-butuhan berupa barang.

    Jasa-distribusi dengan kepadatan tinggi mengundang teknologi angkutan yang tinggi pula, dan memberi peluang bagi berlakunya ting-kat harga-pasar yang berlaku pada simpul, yang menguntungkan pula.

    Dengan tingkat harga-pasar yang menguntungkan, wilayah peng-aruhnya pun luas. Dengan demikian terdapat hubungan - ketergan-tungan antara luas I besarnya Satuan Wilayah Pengembangan dengan tingginya tingkat-kemudahan. Pada Satuan Wilayah Pengembangan yang lebih luas dijumpai tingkat-kemudahan yang lebih tinggi.

    no. 57

    Dalam suatu SWP tidak dijumpai adanya keseimbangan I perataan, dikarenakan susunan-hirarki simpul-simpul. Sedangkan antar SWP pada prinsipnya dapat dicapai keseimbangan.

    Dengan demikian, maka, apabila pada Wilayah-Nasional dikehen-daki adanya keseimbangan dengan, tingkat perataan yang tinggi, diperlu-kan hadirnya sejumlah besar SWP yang dalam keadaan seimbang. Makin tinggi tingkat perataan yang hendak dicapai, makin besar pula jumlah SWP yang harus terjadi.

    2. Periode-Periode Pembinaan :

    23

  • no. 58

    Pada Wilayah-Nasional dijumpai lebih dari 70 SWP, yang tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke.

    Sekian banyak SWP itu menunjukkan ukuran yang tidak sama be-sarnya. "Tingkat kemudahan" yang berlaku tidak sama tingginya, yang berarti bahwa kesempatan untuk tumbuh pun tidak sama. Hadirnya sejumlah SWP seperti itu, merupakan suatu pra-kondisi bagi berlang-sungnya pertumbuhan nasional yang makin lama makin tidak seimbang, selama terhadapnya tidak dilakukan suatu perombakan.

    no. 59

    Arah perbaikan struktur yang perlu dilakukan telah jelas, yaitu membawa sejumlah SWP tersebut ke arah keadaan seimbang. Sasaran jangka panjang yang ingin dicapai adalah keseimbangan dengan tingkat perataan tinggi, yang berarti menuju terwujudnya SWP - SWP yang da-lam keadaan seimbang dan berjumlah lebih banyak, bahkan jauh lebih banyak, dari 70 buah.

    Dalam hubungan ini timbul pertanyaan : "Apakah langsung meng-arah pada keseimbangan dengan jumlah SWP lebih dari 70 buah ? Atau-kah bertindak menyeimbangkan SWP yang berjumlah 70 buah itu ?".

    no.60

    Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, perlu terlebih dahulu dipertimbangkan, bahwa :

    (a) Penyeimbangan merupakan proses deffisiensi : dalam hubungan ini perlu diukur kemampuan dalam penyediaan dana untuk mentole-rir deffisiensi tersebut; pada saat ini rasanya untuk menutup ke-butuhan dana bagi penyeimbangan ke-70 buah SWP itu saja sudah be rat;

    (b) berapapun jumlahnya, penyeimbangan SWP membawa keuntungan Nasional yang amat besar, yaitu misalnya :

    24

    b.1. dengan SWP yang seimbang dapat diwujudkan perdagangan antar daerah yang effisien;

    b.2. perdagangan antar daerah yang effisien membuka peluang berlangsungnya spesialisasi daerah;

    b.3. spesialisasi daerah membuka kesempatan yang lebih luas bagi pertumbuhan daerah, yang selanjutnya membuka kesempatan berlangsungnya perdagangan antar daerah yang makin inten-sif,

  • b.4. perdagangan antar daerah yang makin intensif, berarti me-ningkatkan ketergantungan ekonomis antar daerah, yang ber-arti memperkokoh Kesatuan Ekonomi Nasional;

    b.5. keseluruhannya memungkinkan berlangsungnya pertumbuh-an Nasional yang lebih effisien.

    no.61

    Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, langkah yang per-lu ditempuh ialah mewujudkan secepatnya keadaan keseimbangan, walaupun dengan tingkat perataan yang rendah, kurang dari 70 buah, terlebih dahulu. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan langkah ini dinyatakan sebagai Periode I.

    Catatan:

    jum/ah SWP kurang dari 70 buah, misalnya 12. Penurunan jum/ah tidak ber-arti meninggalkan sisanya yang berjum/ah 58, melainkan dengan memberikan kesempatan bagi SWP- SWP yang berukuran kecil untuk menge/ompokkan diri menjadi SWP yang Jebih besar, guna mengimbangi SWP-SWP lainnya yang sudah besar dan kuat.

    no.62

    Dengan berakhirnya Periode I, pertumbuhan Nasional berlangsung dengan lebih effisien. Pertumbuhan seperti ini dibiarkan terus berlang-sung selama suatu periode, yang dinyatakan sebagai Periode II. Dalam Periode II ini, peningkatan pendapatan nasional diharapkan terjadi dengan lebih cepat, atau sebagai gantinya, perluasan kesempatan kerja terjadi dengan lebih cepat.

    Periode II dianggap perlu diakhiri, pada saat kemampuan penyedi-aan dana untuk membiayai perataan telah cukup memadai. Pada saat itu, mulailah Periode Ill, yang mengarah pada tingkat perataan tinggi, dengan jalan memperbesar kembali jumlah SWP, periksa Gambar 10.

    3. Proses pengelompokan :

    no.63

    Proses pengelompokan antar sejumlah SWP didasarkan pada daya-tarik harga-pasar. Pada salah satu simpul Orde-Kesatu, yang diproyeksi-kan sebagai Orde-Kesatu- nya masa depan, diciptakan tingkat harga-pasar yang menarik bagi SWP selebihnya. Untuk itu, kepadatan jasa-distribusi pada simpul tersebut secepatnya ditingkatkan.

    25

  • no.64

    Untuk meningkatkan kepadatan jasa-distribusi dalam waktu yang relatip singkat, dapat ditempuh melalui pengembangan industri. Sebagai suatu kumpulan industri, akan secepatnya melibatkan jasa-distribusi yang meningkat dan berakibat peningkatan jasa-distribusi setempat. Kepadatan jasa-distribusi yang meningkat mengundang teknologi ang-kutan yang lebih tinggi, yang berpengaruh memperbaiki tingkat harga-pasar.

    no.65

    Dalam hal, industri tidak tertarik untuk datang, cara yang ditem-puh ialah langsung melibatkan teknologi angkutan yang lebih tinggi, dengan menanggung beban subsidi. Pemilihan teknologi, berikut fre-kwensi, sedemikian menarik, sehingga benar-benar memberikan keun-tungan bagi SWP-SWP selebihnya untuk bergabung. Setelah penggabu-ngan terjadi, baru kemudian kepadatan jasa-distribusi meningkat. Pada suatu saat kepadatan yang diperlukan tercapai, dan berakhirlah masa subsidi.

    no.66

    Pengelompokan SWP yang terjadi karena perbaikan tingkat harga-pasar, merupakan proses yang diikuti oleh peningkatan modal (+). Usaha untuk memperbaiki tingkat harga-pasar memerlukan modal. Modal ini seharusnya akan membawa keuntungan yang lebih besar, apabila ditanamkan pada SWP yang telah berkembang. Dalam hubungan ini, pengalihan modal merupakan suatu gejala deffisiensi (-- ). Apabila keduanya dipersatukan, (+) dan (-), teoritis hasilnya tetap (-- ), suatu deffisiensi. Berapa besarnya deffisiensi yang sebaiknya ditanggung, ditentukan berdasarkan suatu proses optimasi, yang sekaligus menentu-kan jumlah SWP yang hendak diseimbangkan dalam Periode I.

    ***

    26

  • ---+ ---

    LAUT JAWA ~A C..l ~···~ ~~~~ ... ·~

    Pulau~& Y Kepulauan Nusa Tenggara

    LAUT JAWA

    ORIENTASI GEOGRAPHIS PEMASARAN JALlJR TRANSPORTASI INTERNASIONAL

    Gambar 1. : Gambaran Ideal Susunan Kepulauan Indonesia dan arah Orientasi Geographis Pemasaran

    27

  • <

    X s,

    Gambar 3

    28

    Jarak

    Arus - Barang

    @ /1\'\

    INDUSTRI

    X X X s2

    KETERANGAN:

    p1

    Ka Jo

    Produk -Primer. Konsumen- Akhir.

    Jasa Distribusi.

    )

    X ) Sn

    S1, S2,··Sn Simpui-Simpul Jasa- Distribusi.

  • HARGAPASAR

    b

    Gambar 4 : Simpul Jasa - Distribusi dan Wilayah Pengaruhnya.

    to. t1, t2, t3, f

  • 30

    ( H P1) A

    I I

    < HPo l A •

    SA

    ' .... ' ' ......

    KETERANGAN:

    ' ..... ..... ...... ..... ..... .....

    SA 1

    WPo -----~~

    Gambar 5.

    HP Harga-Pasar index 0 = sebelum ada perobahan. WP = Wilayah Pengaruh, index 1 = sesudah ada perobahan.

  • HARGA PASAR (dalam 100 unit)

    Gambar 6 Wilayah Pengaruh, menurut berbagai jenis barang.

    S Simpul Jasa - Distribusi. 1,2,3,4,5,6,7,8,9, = Jumlah dari Jenis- Barang yang memperoleh

    pelayanan dari Jasa - Distribusi. -0- = Harga- Produksi minimum.

    31

  • '----- -- ---

    aamt>a< 7. Strulangan Wi\ayah.

    32

  • WPP

    WPP

    Gambar 8

    WPP

    Satuan Wilayah Pengembangan (WP).

    WPP

    k---- Orde Kesatu

    Wilayah Pengembangan Partial (WPPI

    Gambaran Ideal suatu Satuan Wilayah Pengembangan.

  • w ~

    1. Jakarta 2. Tangerang 3. Serang 4. Pandegelang s. Rangkubltung 6. Bekasl 7. Krawang 8. Purwakarta 9. Subang

    10. Bogor 11. Clanjur 12. Sukabumi 13. Banduna 14. Sumedans 15. Garut

    I II II Ill II II II II Ill II II II II Ill Ill

    Gambar q : Batas PWP, menurut prinsip dominan.

    II IV

    1. Indramayu II 1. Semarans I 17. Magelang 2. Tasikmalaya II 2. Tegal II 18. Boyolall 3. Majalenaka II 3. Kebumen II 19. Klaten 4. Kuninaan II 4. Pekalonpn II 20. Sukohardjo s. Cirebon I 5. Batang II 21. Sragen 6.Ciomls Ill 6. KendaJ II 22. Wonoairl

    7. Purworejo II 23. Karanganyar

    Ill 8. Demak II 24. Kulonprogo 9. Grobosan II 25. Bantul

    l. Cllacap I 10. Jepara II 26. Sleman 2. Purwokerto II 11. Kudus II 27. Gunungkldul 3. Purbolinaao Ill 12. Pati II 28. Pacltan 4. Wonosobo II 13. Blora II 29. Nsswl 5. Banjarnepra Ill 14. Surakarta II 30. Salatisa 6. Brebes Ill 15. Y ot:Yakarta II 31. Teman11un1

    16. Pemalans Ill

    "'

    v Ill 1. Surabaya I 15. Bangkalan II Ill 2. Bojonea:oro II 16. Sampang II Ill 3. Madlun II 17. Pamekaaan II III 4. Tuban II 18. Sumenep II Ill s. NsanJuk II 19. Pasuruan II Ill 6. Tulunaaauna II 20. Lumajang II III 7. Kedlrl II 21. Probolinggo II Ill 8. Blitar II 22. I ember II Ill 9. Jombona II 23. Banyuwangi II Ill 1 o. Lamonaan II 24. Kamal II III 11. Malana II 25. Magetan Ill Ill 12. Mojokerto II 26. Ponoroa:o Ill Ill 13. Sidoarjo II 27. Trengalek Ill Ill 14. Gresik II 28. Panarukan Ill IV 29. Bondowoso Ill

  • Qg-)oo~g g g g .. 0 0'· 9-'..,, 0 0 0 0 0 0

    ~70

    60

    50

    40

    30

    20

    I ·. '•' ' :o 0'{0\ ~. 0/\ ,1 0000 '' ....... •' ' .. __ .,, STRUKTUR YANG ADA

    - tidak seimbang-

    \ \ \ \ \ \ \ \

  • LAMPIRAN 1

  • LAMPIRAN 1

    MENELAAH TINGKATAN FUNGSI (ORDE) SIMPUL

    I. PENDEKATAN DAN KRITERIA

    1. Data arus-barang didapatkan melalui Studi Asal-Tujuan Barang (Origin and Destination Study).

    2. Sub-ordinasi adalah pengertian relatif, bukan absolut, yang dite-laah pada hubungan antar simpul yang dominan. Untuk selanjut-nya disebut "hubungan dominan".

    3. Hubungan "terbuka" lebih dominan daripada hubungan "ter-tutup".

    Catatan:

    Apobilo "hubungon dominon" berloku bogi mosing-mosing simpul yang soling berhubungon, maka hubungan itu dikotegorikon tertutup. Apa-bila "hubungon dominan" hanyo berlaku bagi sa/ah satu, moko hubung-on itu dikategorikon terbuka.

    II. SIMPUL DENGAN PELABUHAN

    A. Menentukan hubungan dominan: 1. Simpul yang ditinjau adalah Sx.

    2. Volume arus-barang dari dan ke Sx mencapai X ton/tahun, yang terbagi kedalam:

    X = XL+ XD

    jika : XL = volume arus-barang melalui LAUT; XD = volume arus-barang melalui DARAT.

    3. Di daratan, Sx berhubungan dengan simpul-simpul Sv, Sw, Sy, Sz, ............ sehingga:

    37

  • (a) Xv + Xw + Xy + Xz + ........ +XL= X

    (b) menurut bobot-prosentual :

    xv + xw + xy + Xz + ..... +XL= 100%

    .. Xv Jlka : xv =X . 100%

    4. Diantara xv, xw, xy, Xz, ......... , XL dicari yang t~rbesar:

    (a) dalam hal XL adalah yang terbesar, maka hubungan do-minan adalah melalui LAUT;

    (b) dalam hal satu diantara yang melalui darat, misalnya xy, adalah yang terbesar, maka hubungan dominan adalah melalui DARAT, yaitu antara Sx dengan Sy.

    B. Menelaah tingkatan fungsi Sx, dalam hal XL terbesar:

    1. Sx dikategorikan orde-kesatu, apabila hubungannya melalui laut, dengan salah satu simpul yang terbesar, tidak lebih besar daripada 0,5. x L·

    2. Sx dinyatakan berada dalam sub-ordinasi, apabila hubungan-nya melalui laut, dengan salah satu simpul yang terbesar, le-bih besar daripada 0,5. x L·

    C. Menelaah tingkatan fungsi Sx, dalam hal xy terbesar:

    38

    1. Volume arus-barang yang berlangsung antara Sx dan Sy ada-lah sebesar:

    Xy = Y x ton/tahun.

    2. Yx

    Yx = y . 100%, mempunyai dua kemungkinan, yaitu:

    (a) merupakan yang terbesar, atau (b) bukan yang terbesar.

    3. Sx dikategorikan orde-kesatu, apabila:

    (a) xy lebih ke~il daripada Yx, dengan tetap memenuhi sya-rat, bahwa:

    (b) hubungannya melalui laut, dengan salah satu simpul yang terbesar, tidak lebih besar daripada 0,5. x L·

  • Catatan:

    Apabila Yx merupakan yang terbesar, maka hubungan antara Sx dan Sy adalah hubungan "tertutup". Seda1.gkan, apabila Yx bukan yang terbesar, maka Sy tidak berada dalam sub-ordinasi Sx.

    4. Sx dinyatakan berada dalam sub-ordinasi Sy, artinya satu orde lebih rendah dari pada Sy, apabila xy lebih besar dari-pada Yx·

    Catatan :

    Apabila Yx bukan yang terbesar, maka hubungan an tara Sx dan Sy ada-lah hubungan "terbuka ", mungkin terbuka langsung melalui pelabuhan yang dikuasainya, ataupun terbuka kearah simpullain yang juga mengu-asai pelabuhan. Sedangkan, apabila Yx merupakan yang terbesar, maka hubungan antara Sx dan Sy adalah hubungan "tertutup': Jika dalam hal ini S y tidak menguasai pelabuhan (hal yang jarang terjadi), maka se-suai dengan 1.3. hubungan Sx melalui !aut menjadi lebih dominan.

    Ill. SIMPUL TANPA PELABUHAN

    ~. Menentukan hubungan dominan:

    Berlaku sama seperti pada I I.A., dengan dikurangi XL, Hubungan dominan adalah antara Sx dengan Sy.

    l. Menelaah tingkatan fungsi Sx:

    1. Arti Xy = Y x, dan Yx, berlaku sama seperti pada II.C.

    2. Sx, satu orde lebih tinggi daripada Sy, apabila:

    (a) xy lebih kecil daripada Yx, dan (b) Yx merupakan yang terbesr.

    Catatan:

    Dalam hal ini hubungan an tara Sx dan Sy adalah hubungan "tertutup ". Apabila xy merupakan terbesar kedua setelah xy. dan xv lebih besar daripada Vx serta xv bukan yang terbesar, maka hubungan antara Sx dan Sv adalah hubungan "terbuka" dan menjadi lebih dominan. Apa-bila Vx lebih besar daripada xv sehingga hubungan antara Sx dan Sy adalah tertutup, maka perlu dicari terbesar ketiga setelah xv sampai didapatkan hubungan "terbuka" dan itulah yang menempati hubungan dominan. Hubungan "terbuka" ditelaah juga dalam kaitannya dengan Sy. dengan urutan yang sama. Kemudian antara keduanya diperbandingkan (angka absolut), dalam kaitannya dengan Sx disatu pihak dan Sy dilain pihak. Yang lebih besar adalah yang dominan. Dalam hal sampai yang terkecil-

    39

  • 40

    pun tidak didapatkan hubungan terbuka, maka Sx dinyatakan kuasi-orde-kesatu, artinya berfungsi sebagai orde-kesatu, tetapi bukan orde-kesatu.

    Sx dinyatakan berada dalam sub-ordinasi Sy, artinya satu orde lebih rendah dari pada Sy, apabila xy lebih besar dari-pada Yx·

  • LAMPIRAN 2

  • KOTA

    KODE NAMA

    311 DKI JAKARTA

    321 PANDEGLANG

    322 SERANG

    323 RANGKAS BITUNG

    324 TANGGERANG

    326 SUKABUMI

    328 BOG OR

    329 CIANJUR

    331 BEKASI

    332 KARAWANG

    ·334 BAN DUNG +:>

    LAMPIRAN 2: HASIL STUD! ASAL- TUJUAN 1977 All RAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUTAN DALAM BOBOT PROSENTUAL

    1.000 TON/TAHUN

    TOTAL LEWAT LEW AT TON/PROSEN

    LAUT JALAN KODE KOTA

    I II Ill

    20.750 5,808. 28% 14.942 2.958/14% 1.608/8% 1.112/5%

    . 328 324 334

    468 - 468 242/52% 92120% 87/19%

    323 322 311

    1.381 187 · 14% 1.194 900/65% 95/7% 92/7%

    311 323 321

    578 - 578 242/42% 151/26% 95/16% 321 311 322

    1.713 - 1.713 1.608/94% 34/2% 21 /1% 311 322 328 555 - 555 527/95% 14/3% 6/ 1%

    311 345 336

    5.418 - 5.418 2.958/55% 31 / 1% 21 /0.4% 311 323 324

    120 - 120 98/82% 9/8% 3/3%

    311 336 345

    506 - 506 454/90% 21 /4% 10/2% 31 1 337 321

    662 - 662 509/77% 91 /14% 34/5% 311 345 337

    4.368 - 4.368 1.112/25% 492/11 % 488/1 1% 311 345 337

  • ..j:la. 1'.)

    KODE

    335

    336

    337

    338

    339

    341

    342

    343

    345

    346

    KOTA

    NAMA

    PURWAKARTA

    GARUT

    SUBANG

    SUMEDANG

    '• INDRAMAYU

    TASIKMALAYA

    MAJALENGKA

    CIA MIS

    CIREBON

    KUNINGAN

    LAMPIRAN 2: HASIL STUDI ASAL- TUJUAN 1977 All RAN BARANG: P. JAWA

    VOLUMEANGKUTANDALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON/TAHUN

    LEW AT LEW AT TON/PROSEN TOTAL

    LAUT JALAN KODE KOTA

    I II Ill

    150 150 139/93% 8/5% 3/2% -

    311 345 337

    1.206 - 1.206 366/30% 287/24% 46/4% 334 341 311

    946 - 946 488/52% 294/31% 51 /5% 334 311 345

    631 - 631 441/70% 60/ 10% 8/1 %

    334 ~ 335

    1.045 - 1.045 685/66% 147/14% 45/ 9% 345 334 339

    1.926 - 1.926 596/31% 391/17% 343 334

    543 - 543 226/3 11% 391 / 17% 345 334

    1.281 - 1.281 596/47% 261 /20% ~

    341 334 345

    4.113 - 4.113 685/ 17% 586/ 14% 492/ 12% 339 311 334

    213 - 213 ~ 45/21% 21 / 10% 345 339 342

  • ~ w

    KOOE

    401

    I 402

    403

    404

    406

    407

    408

    409

    411

    413

    KOTA

    NAMA

    I

    CILACAP

    I BREBES

    PUAWOKEATO

    TEGAL

    PEMALANG

    PUABOLINGGO

    BANJARNEGAAA

    KEBUMEN

    PEKALONGAN

    SATANG

    LAMPl RAN 2: HASIL STUD! ASAL- TUJUAN 1977 All RAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUTAN DALAM BOBOT PROSENTUAL

    1.000 TON/TAHUN

    LEWAT LEW AT TON/PROSEN TOTAL

    LAUT JALAN KODE KOTA

    I II Ill '

    I 1.925 642.33% 1.925 183/10% 166/9% 159/8%

    403 422 409

    466 - 466 137/29% 99/21% 55/12% 403 405 345

    1.551 - 1.551 303/20% 183/12% 139/9% 432 401 422

    1.275 71-6% 1.224 157/12",{, 155/12% 110/go..

  • t

    KOTA

    KODE NAMA

    414 WONOSOBO

    415 .PURWOREJO

    I 416 KENDAL 41 7 TEMANGGUNG

    41 8 MAGE LANG

    422 SEMARANG

    423 SA LATIGA

    424 BOYOLALI

    425 D EM A K

    426 GROBOGAN •

    427 JEPAR A

    LAMPIRAN 2: HASIL STUDI ASAL - TUJUAN 1977 AU RAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUTAN DALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON/TAHUN

    LEW AT LEW AT TON /PROSEN TOT AL

    LAUT DAR AT KODE KOTA

    I II

    380 380 87/23% 70/18% -

    401 408

    536 536 151/ 28% 63/12%

    -422 454

    623 - 623 458/ 74% 64/1 0%

    422 4 25

    324 - 324 138/43% 63/19%

    418 ~

    2.459 - 2.459 1.11 2/45% 295/12%

    454 422

    7.594 783-1 0% 6.856 879/1 2% 526 / 7%

    432 409

    455 - 455 108/24% 81 / 18%

    428 432

    436 - 436 307/69% ' 432

    240 - 240 119/50% 64/27%

    422 416

    266 - 266 11 4/43% 103/39% - --4 22 432

    449 I 449 109/24% 55/12% I - 422 334

    I ll

    30/8%

    417

    29/5%

    432

    30/9% ~

    158/6% 453 ~

    41 6

  • ~ c.n

    KODE

    428

    429

    431

    432

    433

    434

    435

    436

    437

    451

    452

    '

    KOTA

    NAMA

    K LATEN

    K UDUS

    SUKOH ARJO

    SURAKARTA

    SRAGEN

    WONOG IRI

    P A T I

    KARANGANYA R

    B L ORA

    KULONPROGO

    B AN TU L

    LAMPl RAN 2:

    HASIL STUDI ASAL - TUJUAN 1977 All RAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUTAN DALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON/TAHUN

    TOTAL LEWAT LEWA T TON/PROSEN

    LAUT DARAT KODE KOTA

    I II Ill

    767 - 767 255/33% 108/14% 18/2% 454 423 455

    899 - 899 245/27% 205/23%

    435 422

    . 178 - 178 64/36% 39/22%

    432 423

    5.764 - 5.764 1.047/ 18% 879/1 5% 524/9% 433 422 513

    1.244 - 1.244 1.047/84% • 36/3% 34/3% 432 454 436

    490 - 490 343/700,{, 47/ 10% 31/6%

    432 521 422

    622 - 622 245/39% 117/27%

    429 422

    98 - 98 36/37% 34/35% 10/10% 432 433 454

    311 - 311 58/1 9% 36/ 12"/o 28/9%

    422 432 526

    468 - 468 327/70% 34/7% 32/75% 454 41 5 452

    390 - 390 237/61 % 32/8% 27/7% 454 415 452

  • ~

    KOTA

    KODE NAMA

    453 SLEMAN

    454 YOGYAKARTA

    455 GUNUNG KIDUL

    501 PAC IT AN

    502 NGAWI

    503 MAGETAN

    504 PONOROGO

    505 TRENGGALEK

    506 BOJONEGORO

    507 MADIUN

    509 TUBAN

    LAMPIRAN 2: HASIL STUD I ASAL - TUJUAN 1977 ALIRAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUTAN DALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON(TAHUN

    LEW AT LEW AT TON/PROSEN TOTAL LAUT DARAT .KODE KOTA

    I II Ill

    400 - 400 158/40% 158/40% 29/7% 418 ~ 451

    3.941 - 3.941 1.112/28% 441/11% 327/8% 418 422 451

    129 - 129 ~ 18/14% 14/11% 454 428 452

    90 - 90 81/90"AI 6/7% 432 454

    306 - 306 81/26% 25/8% 432 503

    148 - 148 67/45% 25/17% 20/14% 507 502 5ll

  • ~ -...J

    KODE

    511

    512

    513

    515

    517

    518

    519

    522

    524

    525

    526

    KOTA

    NAMA

    NGANJUK

    TULUNG AGUNG

    KEDIRI

    BLITAR

    JOMBANG

    LA MONGAN

    MALANG

    MOJOKERTO

    SIDOAAJO

    GRESIK

    SUAABAYA ·.

    LAMPIRAN 2: HASIL STUD! ASAL- TUJUAN 1977 ALIRAN BARANG: P. JAWA

    VOLUME ANGKUT AN DALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON/TAHUN

    TOTAL LEWAT LEWAT . TON/PROSEN

    LAUT DARAT KODE KOTA I II Ill

    446 - 446' 122/27% 94/21% 75/17% '526 514 507

    892 - 892 367/41% 281 /32% 178/20% 526 505 504

    1.849 - 1.849 524/ 28% 487/26% ~ 432 526 511

    305 - 305 11 1/36% 19/6% 526 512

    813 - 813 357/44% 91 / 11% 526 524

    668 - 668 520/78% 357/53% 91 / 14% 526 525 506

    2.832 - 2.832 1.307/46% 120/4% 526 35-2

    5.462 - 5.462 4 .412/81% 678/ 12% 74/1% 526 524 517

    3.797 - 3.797 1.986/52% 504/13% 443/12% 526 524 522

    1.819 89. 6" 1.729 887/49% 357/20% 131/7%

    526 518 524 11.436 3.521 • 31% 4.412£38% 1.986/17% 1.307/11% 7.916

    !'i77 524 519

  • ~ CXl

    KODE

    527

    528

    529

    531

    532

    534

    535

    537

    538

    539

    541

    KOTA

    NAMA

    BANG KALAN

    SA.MPANG

    PAMEKASAN

    SUMENEP

    PASURUHAN

    LUMAJANG

    PROBOLINGGO

    JEMBER

    PANARUKAN

    BONDOWOSO

    BANYUWANGI

    LAMPIRAN 2: HASIL STUDI ASAL- TUJUAN 1971 ALIRAN BARANG: P. JAWA

    VOLUMEANGKUTANDALAM BOBOT PROSENTUAL 1.000 TON/TAHUN

    TOTAL LEWAT LEW AT TON/PROSEN

    LAUT DAR AT KODE KOTA I II Ill

    307 - 307 230/75% 35/11% .E.Jl:!:... 526 529 531

    192 - 192 120/63% 69/31% ~ 526 529 527 300 - 300 131/44% 69/23% 39/13%

    526 529 531

    165 8-5% 157 87/53% 39/24% ~ 526 529 527

    701 22-3% 679 418/60% 107/15%

    526 524 731 - 731 289/40% 101/14% ~

    526 537 526

    1.020 88-30% 932 395/39% 80/8% 73/7%

    526 534 524

    1.212 - 1.212 435/36% 200/17% 111/9%

    526 539 541 277 - 277 92/33% 89/32%

    38/14% ~ 526" 539

    582 - 582 200/34% 164/28% 38/7% 537 526 53!3 456 - 452 176/39% 111/24% ~ 526 537 525

  • LAMPIRAN 3

  • LAMPIRAN 3

    KOTA-KOTA YANG TERCAKUP PADA MASING-MASING DAR I LIMA SWP 01 PULAU JAWA

    Kota Orde-Kesatu

    Jakarta (311)

    Kota Orde-l

  • SWP-4

    Kota Orde-Kesatu Kota Orde-Kedua l

  • 16. Pamekasan (529) 17. Sumenep (531) 18. Pasuruhan (532) 19. Lumajang (534) 20. Probolinggo (535) 21. Jember (537) 22. Banyuwangi (541)

    51

  • TGL. PINJAM HARUS KEMBALI TGI_ KEMBALI

    ~-~~-8~ t.-t~-.Yr ,._,,_J>r i-"'- 8tY ~3 -11-~ k rc.r- u - /L{"" 7-11-?'0 1_>-lt-ft 1(-ft-lth rt.1- J -J 6. 'lt-v _gr. /~-r-.i 6. ~- ~ ,_Q>j-- ~- C ~~~ ~;IID-RJ.

    ~